Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id
PENGARUH CIR DAN CME TERHADAP FLUKS ELEKTRON SEPANJANG TAHUN 2011 (THE EFFECT OF CIR AND CME ON THE ELECTRON FLUX IN 2011) Siska Filawati, Fitri Nuraeni Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Riwayat Artikel: Diterima: 22-11-2016 Direvisi: 21-03-2017 Disetujui: 31-03-2017 Diterbitkan: 22-05-2017
Kata kunci: Fluks elcktron, indeks AE, indeks Dst, substorm, CME, CIR.
Keywords: Electron flux, AE index, Dst index, substorm, CME, CIR.
Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) merupakan sistem pemantauan dan prediksi kondisi cuaca antariksa dengan menggunakan data lokal maupun global yang mencakup kondisi Matahari, Geomagnet, dan Ionosfer. Untuk mendukung program SWIFtS dilakukan penelitian terkait dengan analisis kejadian substorm terhadap fluks elektron dan indeks Dst. Dalam penelitian tersebut digunakan data fluks elektron, indeks AE, dan indeks Dst tahun 2011. Ketiga data tersebut merupakan data global. Data fluks elektron dari NOAA GOES15 dengan energi > 2 MeV. Data indeks AE dan indeks Dst diperoleh dari arsip World Data Center. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah membandingkan pola fluks elektron, indeks AE, dan indeks Dst saat terjadi substrom terkait badai geomagnet. Substorm dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan besarnya indeks AE. Terdapat lima kejadian dengan indeks AE terbesar yang digunakan sebagai studi kasus. Hasil dari penelitian ini adalah pola yang dibentuk oleh fluks elektron, indeks Dst, dan indeks AE terhadap peristiwa Coronal Mass Ejection (CME) dan Corotating Interaction Region (CIR) menunjukkan perbedaan. Fluks elektron akibat CIR memiliki amplitudo lebih tinggi dibanding dengan CME. Indeks Dst saat CIR menunjukkan aktivitas badai lemah sedangkan pada saat CME hingga badai kuat.
ABSTRACT SWIFtS is Space Weather Information and Forecast Services using local and global data which includes the condition of the Sun, Geomagnetic, and Ionosphere. To support SWIFtS program, this research done to analyze substorm against electron flux and Dst index. This research use global data of electron flux, AE index, and Dst index in 2011. Electron flux data archived from NOAA GOES15 with energy > 2 MeV. Data of AE index and Dst index are from World Data Center. The method used in this research is compare the pattern of electron flux, AE index, and Dst index during substorm related to geomagnetic storm. Substorm is identified by AE index magnitude. There are five largest of AE index are used for case studies. The result is pattern of electron flux, Dst index, and AE index to events of Coronal Mass Ejection (CME) and Corotating Interaction Region (CIR) showed differences. Electron flux due to CIR showed higher amplitude than CME. Dst index due to CIR showed minor storm activity and CME showed major storm activity.
Seminar Nasional Sains Antariksa Bandung, 22 November 2016
c 2017 Pusat Sains Antariksa LAPAN
ISBN: 978-602-17420-1-3
164
1.
S. Filawati & F. Nuraeni
Pendahuluan
SWIFtS (Space Weather Information and Forecast Services) merupakan program layanan informasi dan prediksi cuaca antariksa yang dilakukan oleh Pusat Sains Antariksa, LAPAN. Tujuan diadakan SWIFtS adalah untuk memantau kondisi cuaca antariksa yang hasilnya dipergunakan oleh lembaga-lembaga tertentu yang telah bekerjasama dengan LAPAN. Dalam melakukan prediksi cuaca antariksa terdapat tiga kondisi yang harus dilaporkan, yaitu kondisi Matahari, Geomagnet, dan Ionosfer. Penelitian ini terkait dengan prediksi kondisi Geomagnet, yaitu indeks AE terkait dengan substorms, fluks elektron terkait dengan kondisi sabuk radiasi elektron, dan indeks Dst terkait dengan gangguan geomagnet. Pengamatan kondisi geomagnet merupakan salah satu parameter penting dalam pengamatan dampak kondisi cuaca antariksa. Untuk mengetahui kondisi geomagnet digunakan data fluks elektron, indeks AE, indeks Dst, indeks Kp, dan indeks K lokal. Sedangkan kondisi magnetosfer diketahui melalui data kecepatan angin Matahari, Bz, dan kerapatan dari data ACE (Advanced Composition Explorer) Real Time Solar Wind, Space Weather Prediction Center. Kondisi magnetosfer perlu dipantau karena dapat berdampak terhadap kondisi geomagnet. Sedangkan evaluasi dan prediksi kondisi geomagnet bergantung dengan kondisi indeks K lokal Indonesia. Pemantauan terhadap kondisi geomagnet diperlukan untuk dapat dilakukan mitigasi terhadap dampak negatif aktivitas Matahari. Terutama di wilayah yang menjadi tempat satelit mengorbit. Sudah banyak dilaporkan bahwa akibat erupsi Matahari, terjadi anomali hingga kerusakan permanen pada satelit. Sedangkan fungsi satelit tersebut sangat diperlukan. Kerugian yang sedemikian besar diharapkan bisa diminimalkan dengan menganalisis kondisi geomagnet. Gangguan pada satelit sangat erat hubungannya dengan kondisi fluks elektron diatas 2 MeV (Iucci et al., 2005). Fluks elektron merupakan banyaknya elektron yang melintasi sabuk radiasi elektron per satuan luas. Dari beberapa jurnal dituliskan bahwa akibat fluks elektron yang tinggi dapat menyebabkan anomali pada satelit (Wren, 1995; Baker, 1998; Baker, 2001; Webb dan Allen, 2004). Seperti yang pernah dilaporkan pada 20 Januari 1994, satelit Intelsat 4, Anik E1, dan Anik E2 tidak dapat dikontrol. Intelsat 4 dan Anik E1 pulih setelah beberapa jam mengalami anomali. Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
Sedangkan Anik E2 pulih enam bulan setelahnya. Tujuan penelitian dalam makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan amplitudo fluks elektron akibat CIR dan CME dilihat dari kondisi indeks AE (Auroral Electrojet) dan indeks Dst (Disturbance Storm Time).
2.
Tinjauan Pustaka
Cuaca antariksa adalah kondisi Matahari, angin matahari, magnetosfer, ionosfer, dan termosfer yang dapat mempengaruhi performa dan keandalan peralatan dengan sistem spacebased maupun ground-based dan dapat membahayakan kehidupan manusia dan kesehatan (Kunches, 2007). Berdasarkan definisi tersebut kegiatan prediksi cuaca antariksa di Pusat Sains Antariksa menganalisis tiga kondisi yaitu Matahari, Geomagnet, dan Ionosfer. Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa variabel yang terkait dengan penelitian di Geomagnet. Kondisi geomagnet dijelaskan oleh beberapa variabel yaitu fluks elektron, indeks AE, indeks Dst, indeks Kp, dan indeks K lokal.Kondisi magnetosfer yang mencakup kecepatan angin matahari, Bz, dan kerapatan medan magnet ruang antar-planet (IMF) dijelaskan pada kondisi geomagnet, karena kondisi magnetosfer mempengaruhi kondisi geomagnet. Prediksi kondisi geomagnet ditentukan oleh indeks K lokal dari beberapa stasiun geomagnet di Indonesia. Sedangkan fluks elektron, indeks AE, dan indeks Dst merupakan data global. Sabuk radiasi elektron atau yang juga disebut sabuk radiasi van Allen adalah populasi sejumlah elektron yang terjebak dalam orbit yang stabil di dalam medan magnet Bumi. Sabuk radiasi elektron dibagi menjadi sabuk radiasi dalam yang berjarak 1,2-2,5 RE, RE = 6371 km merupakan jari-jari Bumi (Miyoshi dan Kataoka, 2010). Sabuk radiasi elektron luar berjarak 4-7 RE (Miyoshi dan Kataoka, 2010; Li dan Temerin, 2001). Indeks AE (Auroral Electrojet) merupakan indeks yang diukur berdasarkan nilai komponen H pada aurora zone. Terdapat duabelas stasiun untuk mengamati besar indeks AE, semuanya merupakan daerah lintang tinggi yaitu, AbiskoSwedia, Pebek-Rusia, Tixie Bay-Rusia, Cape Chelyuskin-Rusia, Dixon Island-Rusia, BarrowUSA, College-USA, Yellowknife-Kanada, Fort Churchill-Kanada, Sanikiluaq-Kanada, Narsarsuaq-Denmark, dan Leirvogur-Islandia (Gambar 2-1). Pola yang ditunjukkan oleh fluks elektron dan indeks AE mempunyai keterkaitan, yaitu jika indeks AE menunjukkan adanya
Pengaruh CIR dan CME Terhadap Fluks . . .
substorm maka fluks elektron akan mengalami depresi, hal tersebut terjadi saat badai. Sedangkan saat tidak terjadi badai atau pada fase Indeks AE merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui bahwa terdapat sejumlah energi yang masuk dalam sistem medan polar magnet Bumi. Indeks AE merupakan jumlah dari indeks AL dan AU, yang mana merupakan indeks lintang atas dan lintang bawah. Indeks Dst merupakan indeks gangguan badai geomagnet. Indeks ini merupakan turunan dari nilai H saat terjadi badai geomagnet yang ditandai dengan penurunan nilai H. Indeks Dst diamati oleh empat stasiun yang terletak di lintang rendah di utara dan selatan koordinat geomagnet (Gambar 2-2). Data fluks elektron merupakan data dari
satelit GOES15 yang terletak pada ketinggian sekitar 5 RE di sabuk radiasi elektron bagian luar. Sehingga kondisi fluks elektron yang akan diketahui dalam penelitian ini adalah kondisi sabuk radiasi elektron luar.
3.
Gambar 2-2.Stasiun Pemantau Indeks Dst (http://wdc.kugi.kyotou.ac.jp/dstdir/dst2/onDstindex.html).
Data dan Metode
Data yang digunakan dalam makalah ini adalah indeks AE dan indeks Dst hasil pengamatan tahun 2011 dari World Data Center Kyoto dan data fluks elektron di tahun 2011 dari NOAA. Metode yang digunakan adalah mengetahui lima indeks AE terbesar di tahun 2011, yang selanjutnya pada tanggal tersebut dilihat kondisi indeks Dst dan fluks elektron. Berdasarkan perbandingan tiga variabel tersebut dapat dilakukan analisis terhadap fluks elektron yang ternyata berhubungan dengan penyebab badai geomagnet yaitu Corotating Interaction Region (CIR) dan Coronal Mass Ejection (CME). Sehingga analisis selanjutnya akan dikelompokkan berdasarkan penyebab badai.
4.
Gambar 2-1. Stasiun Pemantau Indeks AE (http://wdc.kugi.kyotou.ac.jp/aedir/ae2/AEObs.html).
165
Hasil danPembahasan
Lima indeks AE terbesar terjadi pada hari ke 70, 96, 148, 217, dan 269 atau pada 11 Maret 2011, 6 April 2011, 28 Mei 2011, 5 Agustus 2011, dan 26 September 2011. Berdasarkan tanggal tersebut dilakukan analisis terhadap fluks elektron dan indeks Dst. Pada tahun 2011 siklus matahari berada di fase mulai naik. Agar dapat menganalisis pola indeks AE, fluks elektron, dan indeks Dst, terlebih dahulu harus tahu satelit yang digunakan untuk mengamati fluks elektron. Satelit yang digunakan adalah satelit GOES 15 yang berada di L shell 5 yang termasuk sabuk radiasi luar. Kelima kasus badai geomagnet di tahun 2011 ini akan dibagi berdasarkan sumber badai geomagnet yaitu CIR dan CME. CIR terjadi pada tanggal 6 April 2011 dan 28 Mei 2011 sedangkan CME terjadi pada 11 Maret 2011, 5 Agustus 2011, dan 26 September 2011. Dari kedua pengelompokan badai tersebut dapat diketahui bagaimana karakter indeks AE, fluks elektron, dan indeks Dst. Gambar 4-1 menunjukkan bahwa substorm terbesar terjadi pada hari ke-269 atau pada 26 September 2011 yang diakibatkan oleh CME geoefektif berturut-turut sejak tanggal 21 September 2011. CME geoefektif bergantung pada lokasi saat terjadi yang langsung mengahadap Bumi dan dapat menyebabkan badai geomagnet dengan kelas Major Storm (Cid, 2012). Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
166
S. Filawati & F. Nuraeni
Gambar 4-1. Indeks AE Tahun 2011. Dari gambar 4-2 dapat diketahui bagaiman keterkaitan antara indeks AE, fluks elektron, dan indeks Dst berdasarkan pola yang terbentuk. Data yang digunakan pada gambar 42 adalah data tiga hari sebelum indeks AE mencapai maksimum hingga tiga hari sesudahnya. Badai geomagnet pada Gambar 4-2 disebabkan oleh CME, sementara badai pada Gambar 4-3 disebabkan oleh CIR (spaceweather.com). Nampak pada Gambar 4-2 perbedaan pola badai geomagnet yang diakibatkan oleh CME dan CIR. Gambar 4-2 (a) menunjukkan bahwa saat indeks AE mulai naik menuju puncak pada malam hari ke-217 fluks elektron mengalami semacam bentuk shock dan kemudian turun dan perilaku serupa juga terjadi pada indeks Dst. Sesaat sebelum indeks AE mencapai puncak, indeks Dst mengalami shock dan kemudian turun hingga < -100 nT atau dalam kategori badai geomagnet sedang (moderate storm). Dalam waktu sekitar dua hari, fluks elektron mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai > 3000 cm-2s-1sr-1 dan indeks Dst berada pada masa pemulihan (recovery phase). Gambar 4-2 (b) menunjukkan bahwa saat indeks AE mulai naik, indeks Dst mengalami shock. Dan saat indeks AE mencapai puncak, indeks Dst menurun < -100 nT. Berbeda dengan kejadian sebelumnya, fluks elektron sejak 3 hari sebelum indeks AE mencapai maksimum berada pada kondisi rendah < 50 cm-2s-1sr-1 hingga 3 hari setelah indeks AE maksimum. Kasus pada Gambar 4-2 (a) dan (b) merupakan kasus badai geomagnet yang diakibatkan oleh CME. Namun setelah
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
dilakukan analisis terhadap data indeks AE, fluks elektron, dan indeks Dst, masing-masing kasus memiliki pola yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi Matahari dan banyaknya CME yang terjadi. Pada kasus badai geomagnet tanggal 5 Agustus 2011, sebelumnya teramati CME terjadi sejak tanggal 2 Agustus 2011 hingga 4 Agustus 2011 dengan coronal holes (CH) geoefektif sejak 4 Agustus 2011 di ekuator. Pada kasus badai geomagnaet tanggal 26 September 2011, teramati CME sejak tanggal 21 September 2011 dengan lebar sudut erupsi pada piringan matahari lebih dari 900 sebanyak delapan kali dan lebih dari sepuluh kali CME dengan lebar sudut erupsi kurang dari 900 hingga tanggal 25 September 2011 dan tidak ada CH yang teramati. Perbedaan pola fluks elektron pada kasus badai geomagnet tanggal 5 Agustus dan 26 September disebabkan oleh banyaknya CME yang terjadi. Fluks elektron akan mengalami penurunan saat terjadi badai geomagnet dan akan meningkat kembali saat masa pemulihan (Kataoka, 2006). Sedangkan fluks elektron pada tanggal 26 September 2011 telah mengalami penurunan sebelum badai geomagnet dan saat masa pemulihan badai geomagnet (dilihat dari indeks Dst) fluks elektron masih dalam kondisi rendah. Hal ini dimungkinkan karena partikel dari Matahari telah masuk di zona radiasi elektron dalam. CME dapat meningkatkan fluks elektron di zona radiasi elektron dalam (Miyoshi, 2009; Kataoka, 2006). Sedangkan data fluks elektron yang digunakan merupakan data GOES 15 yang berada di L=5 atau di radiasi elektron luar.
Pengaruh CIR dan CME Terhadap Fluks . . .
167
(a)
(b) Gambar 4-2. Dua Substorm Terbesar yang Terjadi Tahun 2011 pada (a) 5 Agustus (b) 26 September. Gambar 4-3 (a), (b) dan (c) adalah badai geomagnet yang diakibatkan oleh CIR (spaceweather.com). Ketiga badai tersebut memiliki pola yang berlainan antara satu dengan yang lainnya. Badai geomagnet tanggal 8 Maret 2011 pada Gambar 4-3 (a) diakibatkan oleh CIR dari CH yang geoefektif. Namun indeks Dst dan fluks elektron yang terjadi pada tanggal tersebut justru menunjukkan pola yang tidak biasa. Hal ini mungkin disebabkan oleh substrom dengan intensitas < 1000 nT sejak tiga hari sebelum 8 Maret 2011. Saat indeks Dst mengalami masa pemulihan, fluks elektron mulai meningkat hingga mencapai ±7000 cm-2s-1sr-1. Sekitar 2 hari setelah indeks AE mencapai maksimum, fluks elektron turun kembali pada kondisi normal. Gambar 4-3 (b) menunjukkan aktivitas badai geomagnet yang disebabkan oleh CIR. Namun, fluks elektron sebelum indeks AE mencapai maksimum sudah bernilai tinggi yaitu
mencapai 3×104 cm-2s-1sr-1. Sebelumnya telah terjadi peningkatan indeks AE diakibatkan oleh CH geoefektif di ekuator dan bagian barat piringan Matahari, sehingga saat terjadi substorm dengan intentitas besar <1500 nT, fluks elektron dan indeks Dst mengalami penurunan. Saat indeks Dst berada di masa pemulihan, fluks elektron tetap pada kondisi rendah. Hal ini terjadi karena substorm telah ada dengan intesitas < 1000 nT sebelum indeks AE mencapai maksimum pada 6 April 2011. Gambar 4-3 (c) menunjukkan aktivitas badai geomagnet yang diakibatkan oleh CIR. CH geoefektif terjadi sejak 24 Mei 2011 yang berada di ekuator. Saat indeks AE mengalami peningkatan, indeks Dst dan fluks elektron mengalami penurunan. Dan saat indeks Dst berada pada fase pemulihan, fluks elektron meningkat tajam hingga mencapai 2×104 cm-2s1sr-1.
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
168
S. Filawati & F. Nuraeni
(a)
(b)
(c) Gambar 4-3. Substorm yang Terjadi Tahun 2011 (a) 11 Maret, (b) 6 April, dan (c) 28 Mei. Perbedaan pola indeks AE, fluks elektron, dan indeks Dst pada kasus badai geomagnet yang diakibatkan oleh CIR berbeda dengan yang lain. Hal ini disebabkan oleh CH yang sudah
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
sejak lama bersifat geoefektif sehingga dapat mempercepat aliran plasma untuk sampai di magnetosfer Bumi. Saat magnetosfer Bumi sudah terinduksi oleh plasma maka fluks
Pengaruh CIR dan CME Terhadap Fluks . . .
169
Gambar 4-4. Pengaruh Badai Akibat CME dan CIR Terhadap Kondisi Geomagnet (Kataoka, 2006).
elektron akan turun dan akan naik saat indeks AE menunjukkan penurunan aktivitas dan indeks Dst berada pada masa pemulihan. Nyatanya pada makalah ini, karakteristik seperti itu hanya terjadi pada badai geomagnet tanggal 28 Mei 2011 (Gambar 4-3 (c)). Sedangkan pada badai geomagnet tanggal 11 Maret 2011 dan 6 April 2011, aktivitas indeks AE sebelumnya telah mengalami peningkatan sehingga fluks elektron sudah berada dalam kondisi tinggi dan sangat tinggi. Fluks elektron memiliki empat skala yaitu, (a) Low (rendah) yaitu jika fluks elektron ≤ 100 cm-2s-1sr-1, (b) High (tinggi) yaitu jika fluks elektron 100 cm-2s-1sr-1 ≤ fluks elektron ≤ 1000 cm-2s-1sr-1, (c) Very High (sangat tinggi) jika fluks elektron 1000cm-2s-1sr-1 ≤ fluks elektron ≤ 10000 cm-2s-1sr-1, dan (d) Extremely High (tinggi yang ekstrim) yaitu jika fluks elektron ≥ 100000 cm-2s1sr-1. Berdasarkan penelitian Miyoshi dan Kataoka tahun 2011 diketahui bahwa masa pemulihan fluks elektron saat CIR lebih lama dibanding dengan CME sehingga dalam fluks elektron berada pada kondisi terganggu lebih lama yang artinya. CIR lebih membahayakan bagi satelit dibanding dengan CME (meskipun CME juga berpotensi mengganggu satelit). Sedangkan jika dilihat dari indeks Dst, badai geomagnet yang diakibatkan oleh CME lebih
besar dibanding dengan CIR. Oleh karena perbedaan pengaruh badai terhadap fluks elektron dan indeks Dst berbeda jadi besarnya indeks Dst tidak berkorelsi dengan kenaikan fluks elektron (Gambar 4-4). Sebagai informasi tambahan, koran Nihon Keizai Shimbun tahun 2004 memberitakan bahwa satelit milik Jepang terganggu selama 45 menit karena peningkatan ekstrim fluks elektron yang diakibatkan oleh CIR.
5.
Kesimpulan
Besarnya fluks elektron dipengaruhi oleh pemicu badai yaitu CME dan CIR. Fluks elektron yang diakibatkan oleh CIR lebih besar dengan waktu pemulihan yang lebih lama dibanding dengan CME. Fluks elektron yang diakibatkan oleh CIR juga berpotensi lebih tinggi untuk menyebabkan disfungsi atau kerusakan pada satelit dibanding dengan CME (meskipun CME juga mempunyai potensi untuk merusak satelit). Keterkaitan fluks elektron dengan indeks AE berbanding terbalik, artinya saat indeks AE mengalami peningkatan intensitas fluks elektron akan mengalami depresi atau penurunan. Sedangkan besarnya fluks elektron tidak bergantung pada besarnya indeks Dst, karena fluks elektron saat CIR bernilai lebih tinggi
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
170
S. Filawati & F. Nuraeni
dibanding saat CME sedangkan indeks Dst sebagai parameter badai geomagnet akibat CME lebih besar dibanding saat CIR.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada NOAA dan WDC atas kesediaan data fluks elektron GOES 15, indeks AE, dan indeks Dst tahun 2011.
Rujukan Baker, D. N., Belian, R. D., Higbie, P. R., Klebesadel, R. W., Blake, J. B. (1987). Deep Dielectric Charing Effects Due To High Energy Electrons in The Earth’s Outer Magnetosphere. J. Electrostat., 20, 3. Baker, D. N., Allen, J. H., Kanekal, S. G., Reeves, G.D.. (1988a). Disturbed Space Environment May Have Been Related to Pager Satellite Failure. EOS Trans. Am. Geophys. Union, 79, 477. Baker, D. (2001). Satellite Anomalies Due To Space Storms. Space Storms and Space Daglis ed. Ch. 10. p. 251-284. Kluwer. Dordrecht. The Netherlands. Cid, C., et. al. (2012). Can a Halo CME from The Limb be Geoeffective? JGR, Vol. 117, A11102. Iucci, N., et. al. (2005). Space Weather Conditions and Spacecraft Anomalies in Different Orbits. Space Weather, 3, S01001.
Kataoka, R., Miyoshi, Y.. (2006). Flux Enhancement of Radiation Belt Electrons During Geomagnetic Storms Driven by Coronal Mass Ejections and Corotating Interaction Regions. Space Weather, 4, S09004 Kunches, J. (2007). GNSS and Space Weather Making The Least Out of Solar Max. Inside GNSS, page 30-36. Lanzerotti, L. J. (2001). Space Weather Effects on Communications In: Space Storms and Space Weather Hazards, In: Dagtis, I, (Ed.) NATO Science Series II: Mathematics, Physics, and Chemistry. vol. 38. Kluwer Academic Publishers, pp. 313. Li, X., dan Temerin, M. A. (2001). The Electron Radiation Belt. Space Science Reviews, 95, 569. Miyoshi, Y. dan Kataoka, R.. (2011). Solar Cycle Variations of Outer Radiation Belt and Its Relationship to Solar Wind Structure Dependences. J. Atmospheric and SolarTerrestrial Physics. 73, 77. Webb, F. D., dan J. H. Allen. (2004). Spacecraft and Ground Anomalie Related to the OctoberNovember 2003 Solar Activity. Space Weather, 2, S03008. Wren, G. L. (1995). Conclusive Evidence for Internal Dielectric Charging Anomalies on Geosynchronous Communications Spacecraft. J. Spacecraft and Rockets, 32, 514.
SISKA FILAWATI, S.Si, lahir di Sidoarjo pada tanggal 27 Mei 1993 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mulai tahun 2015. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) program studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi (FSAINTEK) di Universitas Airlangga dan lulus pada 2014.
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
Bagian IV
Interaksi Magnetosfer - Ionosfer - Litosfer
171