JURNAL ILMU PEMERINTAHAN Volume : 2 Nomor: 2 Tahun 2013 Halaman http//www.fisipundip.ac.id
PERAN LSM FITRA DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN APBD JAWA TENGAH (studi kasus APBD Bantuan Sosial Provinsi Tahun 2012) Rilistian Lalu (
[email protected]) Wiwik Widayati, M.Si Susilo Utomo M.Si ABSTRACT This research was conducted to examine the extent of the role of NGOs in the monitoring of the Fitra Budget Central Java in particular social assistance in 2012 and the circumstances of the results of monitoring conducted by FITRA . The purpose of this study is to find out what FITRA as a form of their role in monitoring the budget in Central Java , an approach like what they are doing to oversee ABBD and how the results of the monitoring they do . This study used a qualitative approach using the techniques of interview and documentation . Source of data derived from primary data collected by the data itself comes from an interview researchers who presented to the NGO board FITRA Central Java , Team Budget of the Region. while secondary data is data that is supportive discussion or data obtained from books , magazines and journals . Techniques of data analysis done with interviews and documentation . The survey results revealed that the actual role of FITRA have no proof but not so the maximum is since FITRA standing in Central Java, they do a lot of activities such as collect data relating to the budget then their input and their analysis . Having analyzed FITRA also conduct a public hearing and to disseminate to the public and then make recommendations to the government . However, the monitoring is done by FITRA not seen such a large role . Means especially for social grants in 2012 have not been up evidence FITRA role in channeling aid to the new role do the picking of the CPC test , so according to the researcher 's role will be better when FITRA straight down to the ground . Sehingganya for himself in 2012 when it discovered a new finding about the diversity of misappropriation of social aid funds then this could be one contributing factor is not the role of the NGOs FITRA in overseeing the distribution of social grants . apart because of all the government agencies have not been open to the public . Therefore , FITRA a need to increase the role of the more leverage in controlling the budget especially social assistance . the government should also be more open to the public on information that it should be accessible to the public .
Keywords : Roles , Results , FITRA NGOs , government
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauhmana peran LSM FITRA dalam melakukan pengawasan terhadap APBD Jawa Tengah khususnya APBD bantuan sosial tahun anggaran 2012 dan bagiamana hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh FITRA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang dilakukan FITRA sebagai bentuk peran mereka dalam melakukan pengawasan terhadap APBD di Jawa Tengah, pendekatan seperti apa yang mereka lakukan untuk mengawasi ABBD dan bagaimana hasil dari pengawasan yang mereka lakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan tekhnik wawancara dan dokumentasi. Sumber data berasal dari Data primer yakni data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri berasal dari wawancara yang diajukan kepada pengurus LSM FITRA Jawa Tengah, Tim Anggaran Perangkat Daerah. sedangkan data sekunder yaitu data yang bersifat mendukung pembahasan atau data yang diperoleh dari buku-buku, majalah dan jurnal. Tekhnik analisis data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebenarnya peran FITRA telah ada namun belum begitu maksimal buktinya adalah sejak FITRA berdiri di Jawa Tengah banyak kegiatan yang mereka lakukan seperti mengumpulkan data yang berkaitan dengan anggaran kemudian mereka input dan mereka analisis. Setelah dianalisis FITRA juga melakukan public hearing dan mendiseminasikannya ke publik kemudian memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Namun dalam pengawasan yang dilakukan oleh FITRA belum terlihat peran yang begitu besar. Artinya khusunya untuk dana bantuan sosial tahun 2012 peran FITRA belum maksimal buktinya dalam penyaluran bantuan perannya baru sampai pada melakukan uji petik dari BPK, sehingga menurut peneliti peran ini akan semakin baik manakala FITRA langsung turun ke lapangan. Sehingganya untuk tahun 2012 sendiri ketika ditemukan sebuah temuan baru tentang beragamnya penyelewengan dana bantuan sosial maka ini bisa jadi salah satu faktor penyebabnya adalah belum besarnya peran LSM FITRA dalam mengawasi penyaluran dana bantuan sosial. selain karena faktor belum semua instansi pemerintah terbuka kepada publik. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan peran yang lebih maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap APBD khusunya bantuan sosial. pemerintah juga seharusnya bisa lebih terbuka lagi terhadap publik tentang informasi yang sudah seharusnya bisa diakses oleh publik. Kata kunci : Peran, Hasil, LSM FITRA, Pemerintah PENDAHULUAN Di era demokrasi seperti sekarang ini, perlu kita ketahui bahwa belum semua masyarakat tahu dan paham tentang apa itu masyarakat sipil dan bagaimana peran mereka dalam sistem pemerintahan yang demokrasi. Masyarakat sipil secara ringkas didefinisikan oleh Diamond bahwa masyarakat yang melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial, otonom dari negara dan terikat
2
pada tatanan legal atau seperangkat nilai bersama. Masyarakat sipil merupakan fenomena penengah karena berdiri di antara ruang privat dan ruang publik. Di indonesia sendiri pada awalnya masyarakat sipil sebenarnya mulai memperoleh iklim yang tepat dan juga berkambang baik yakni pada awal demokrasi parlementer tahun 1950-an. Kenyataan ini tidak terlepas dari dibiarkannya organisasi-organisasi sosial dan politik untuk melakukan apa yang mereka inginkan dan banyaknya dukungan dari masyarakat saat itu. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kecenderungan untuk intervesionis terhadap masyarakat itu belum ada karena negara baru saja lahir atau merdeka dan saat itu kelompok elit dan penguasa berusaha keras untuk mempraktekan sistem demokrasi parlementer. pada saat keruntuhan orde baru isu-isu korupsi mulai mnyebar luas diantara hubungan masyarakat dan negara. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kepemimpinan yang ada dibawah rezin Soeharto benar-benar menutup rapat segala akses yang berhubungan dengan apa yang dilakukan pemerintah saat itu. Sehingga ketika muncul kasus atau pun isu yang berkaitan dengan korupsi maka hal tentu mendapat protes dari kalangan masyarakat sipil dan bukan hanya NGO, termasuk mahasiswa dan kalangan bisnis maupun media. Mereka melakukan gerakan protes terhadap pemerintah saat itu karena tindakan yang dianggap melanggar kode etik dalam menjalankan pemerintahan. Pada waktu itu juga pemerintah tidak mampu menjawab gerakan tersebut, masyarakat sipil semakin menyadari bahwa otoritarianisme adalah kunci dari munculnya berbagai dimensi persoalan yang menjerat Indonesia, baik dengan isu kerusakan ekologis, korupsi, ketimpangan sosial, dan demokrasi. Kemudian, gerakan masyarakat sipil mendorong jatuhnya rezim otoriter dan berusaha membentuk sistem politik demokratis dengan proses komunikasi dan kerjasama dengan eleit-elite politik maupun partai-partai politik reformis. Hasilnya adalah demokrasi bagi Indonesia, yang secara momentum dimulai dengan pemilu 1999 yang mempresentasikan persaingan politik multi partai. Inilah yang menjadi alasan peran masyarakat sipil dalam demokrasi, walaupun pada kenyataannya Indonesia belum memiliki masyarakat sipil yang sesuai dengan apa yang didefinisikian oleh Diamond. Hal ini diakibatkan karena faktor transisi politik, perekonomian dan tingkat pendidikan masyarakat. Akan tetapi dengan melihat perkembangan politik yang semakin membuka ruang publik, kita bisa berharap bahwa masyarakat sipil pada saat yang bersamaan melakukan proses pembentukan (penyempurnaan) dan melakukan gerakan sosial berkaitan dengan konsolidasi demokrasi yang sedang berlansung. Jawa Tengah sendiri adalah salah satu provinsi yang kurang lebih memiliki 76 LSM yang lebih banyak bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Sebagian LSM ada yang berperan dalam melakukan monitoring kinerja pemerintah kota Semarang atau pemerintah provinsi Jawa Tengah. Salah satunya adalah LSM FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), ini adalah salah satu LSM yang bekerja membantu/mengkritisi pemerintah dalam 3
penyusunan atau penetapan Anggaran dalam hal ini APBD Provinsi Jawa Tengah. Adapun yang menjadi pokok bahasan dalam APBD ini dan yang menjadi bagian dari peran LSM FITRA adalah Bantuan Sosial (belanja tidak langsung). Adapun permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana peran LSM FITRA dalam melakukan pengawasan Pelaksanaan APBD Jawa Tengah Bantuan Sosial Provinsi tahun 2012, apa saja pendekatan atau metode apa yang digunakan dalam melakukan pengawasan pelaksanaan APBD dan untuk menjelaskan hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh LSM tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Istilah Civil Society pertama kali dipakai di Eropa pada Abad ke-18 yang dalam bahasa latin, civitias dei atau “kota illahi” kemudian disebut dengan societies civilis yang untuk beberapa bahasa mengartikan civil society sebagai realitas yang menyangkut politik atau state political society. Di Indonesia sendiri civil society sering diterjemahkan dengan istilah masyarakat madani; masyarakat warga atau kewarganegaraan; dan ada juga yang menerjemahkan sebagai “masyarakat sipil”. Berbagai kalangan yang berusaha memaknai civil society sehingga memunculkan berbagai keanekaragaman pemaknaan yang disuguhkan kepada masyarakat. Dengan argument yang disampaikan masing-masing kalangan dapat dipahami selera dan kepentingannya dalam memaknai civil society. Sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Muhammad AS Hikam dalam konteks civil society sebagai masyarakat kewarganegaraan yakni civil society sebagai wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan (voluntary) keswasembadaan (self generating) dan keswadayaan (self supporting) kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Pandangan ini pada dasarnya mempunyai maksud adanya suatu keadaan masyarakat yang bersifat mandiri dan terlepas dari hegemoni negara.1 Istilah LSM didefinisikan secara tegas dalam instruksi menteri dalam negeri Inmendagri No. 8/1990, yang ditunjukan kepada seluruh gubernur tentang pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Imendagri menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi/lembaga yang anggotanya adalah masyarakat warga negara Republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak sendiri berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi atau lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya. Selanjutnya berdasarkan undang-undang No.28 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di Indonesia berbentuk yayasan. Lembaga Swadaya Masyarakat adalah lembaga independen dan non partisan yang fokus pada gerakan transparansi anggaran sehingga tercipta anggaran negara yang memenuhi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan, salah satunya adalah Transparansi dan Akuntabilitas. Transparansi 1
A. S. Hikam, 1996, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, hal 3.
4
sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Belanja Bantuan Sosial adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih digunakan untuk pemberian bantuan sosial kepada organisasi kemasyarakatan dilakukan secara selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya, dilakukan secara tidak terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran pada organisasi kemasyarakatan yang sama. METODE PENELITIAN Penelitian tentang Peran LSM FITRA dalam pengawasan APBD Jawa Tengah (studi kasus APBD bantuan sosial provinsi tahun 2012) menggunakan tipe pendekatan kualitatif. penelitian kualitatif adalah Suatu proses penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif yang didasarkan pada cerita dan interprestasi pada informan, data dokumen tertulis dari observasi langsung. Jadi penelitian kualitatif adalah berbasis pada konsep “going eksploring” yang melibatkan in depth and case-orinted study atas sejumlah kasus tunggal.2 Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable) dan kalau memungkinkan dapat menghasilkan hipotesis baru. Sedangkan tipe penelitiannya adalah deskiptif analitis, maksudnya adalah mendeskripsikan, mencatat, menganalisa dan menginterpretasikan situasi dan kondisi yang sekarang terjadi. Penelitian kualitatif memfokuskan pada analisis dan pemahaman data sehingga mengutamakan kualitas analisis daripada data yang bersifat statistik. 2
Santosa, Purbayu Budi. “paradigm penelitian kualitatif”. (sebuah penelitian).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menemukan bahwa secara umum partisipasi yang dilakuka oleh masyarakat LSM FITRA sebenarnya ada dan nyata. Dalam arti progress mereka untuk melakukan pengawasan terutama pada bidang anggaran itu memang rill. Keberadaan LSM ini membuka peluang kepada masyarakat umunya untuk mengetahui kemana atau bagaimana pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah. Dari sudut pandang secara umum pula bisa terlihat bahwa kinerja FITRA itu terbukti karena kegiatan yang mereka lakukan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Dimulai dari proses pengumpulan data. LSM FITRA benar-benar menunjukan kemampuannya sebagai LSM yang mampu menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah demi terselenggaranya pemerintahan yang transparan. Dimana langkah yang mereka tempuh dalam mengumpulkan data ini adalah dengan cara yang formal yakni mengirimkan surat secara formal. Kemudian yang kedua adalah mengiput data, hal ini dilakukan sebagai bukti yang kongkrit dalam melakukan analisis data. Sehingga ketika ada yang mempertanyakan temuan mereka, FITRA bisa menunjukan data nyata yang sudah mereka input. Kemudian yang ketiga adalah melakukan analisis terhadap data. Dimana pada tahap ini bisa terlihat pula bagaimana peran FITRA dalam pengawasan pelaksanaan APBD bantuan sosial tahun 2012. Peneliti menemukan bahwa peran LSM itu hanya sebatas melakukan investigasi lapangan tidak sampai pada tahap pengkajian secara detail tentang kasus yang terjadi di tahun 2011 yang kemudian terulang lagi di tahun 2012. Artinya untuk tahun 2012 peneliti tidak menemukan bahwa FITRA fokus membahas masalah bantuan sosial artinya sekalipun ada penyimpangan dana bantuan sosial namun peneliti tidak menemukan peran FITRA yang cukup dominan. Mereka hanya sebatas melakukan investigasi ke lapangan setelah itu selesai. Dan ini menurut peneliti faktor yang mempengaruhi adalah ketika rekomendasi yang pernah diberikan oleh LSM FITRA tidak dihiraukan oleh pemerintah sehingganya FITRA lebih memilih untuk fokus pada pembahasan agenda lain seperti dana Hibah yang penyelewengannya juga cukup fantastis. Partisipasi LSM FITRA belum sampai pada terjun langsung ke lapangan, dalam arti mengechek langsung kondisi di lapangan. FITRA sudah melakukan pengawasan langsung dengan melakukan investigasi bersama BPK, namun investigasi ini tidak dilakukan secara menyeluruh atau melihat langsung keadaan misalkan mengechek langsung ada 1000 lembaga penerima Bantuan Sosial. sehingga bisa muncul indikasi bahwa penerima bantuan sosial contohnya untuk 6
pengembangan usaha peternakan hanyalah usaha yang formalitas. Karena LSM tidak sampai pada pengechekan yang sedetail itu. Artinya partisipasi FITRA ada namun belum mencapai pada tahap yang maksimal. Keempat, Melakukan public hearing dan mendiseminasi hasil analisis ke publik. Maksudnya adalah mempublikasikan hasil kajian yang tujuannya adalah menyampaikan apa yang menjadi temuan dari data yang didapat dilanjutkan dengan agenda dengar pendapat. Seperti apa yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa ternyata dalam agenda public hearing pun masyarakat belum sepenuhnya dihadirkan dalam diseminasi hasil analisis. Apapun yang ditemukan oleh LSM ini misalkan saja ada penyelewengan dalam pengalokasian anggaran yang besarnya sangat fantastis dan dianggap merugikan masyarakat luas. Ini akan menjadi lebih baik ketika ada temuan, namun kemudian LSM terlebih dahulu menyampaikannya kepada pemerintah yang bersangkutan. Bukan dalam arti seolah-olah akan ada kongkalikong didalamnya, karena menurut peneliti ini menjadi faktor penting agar pada nantinya masyarakat tidak akan dibuat bingung dan bisa berfikir kritis juga. Menyampaikan terlebih dahulu kepada pemerintah maksudnya adalah LSM melayangkan surat kepada pemerintah mengenai hasil temuan mereka di lapangan dan biasanya itu berisi tentang kritik dan saran. Apabila ini tidak direspon oleh pemerintah maka LSM diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk mempublikasikan hal tersebut ke media massa, dengan harapan bahwa pemerintah bisa lebih respon lagi. Karena disisi lain seperti yang sudah peneliti sampaikan sebelumnya, bahwa tidak semua pemerintah itu menolak keberadaan atau pun partisipasi yang dialakukan oleh LSM apapun karena yang terpenting adalah LSM itu konsisten dan mampu bertanggungjawab. Ini menggambarkan bahwa tidak ada yang melarang apapun tindakan yang dilakukan oleh siapapun termasuk sebuah ormas atau pun LSM selama masih pada jalurnya. Pemerintah tidak akan mungkin bungkam tentang kebenaran suatu informasi ketika sebelumnya memang sudah ada diskusi yang membangun yang dilakukan oleh LSM dan Pemerintah. Masyarakat juga sama tidak perlu bingung tentang kebenaran suatu informasi ketika memang itu valid dan sudah didiskusikan sebelumnya. Kelima, memberikan rekomendasi atau saran kepada pemerintah. Tujuannya adalah agar dengan adanya analisis yang dilakukan oleh LSM, pemerintah punya progress ke arah perubahan atau peningkatan dalam kinerja. Sehingga temuan-temuan yang muncul, pada tahun berikutnya tidak akan terulangi lagi atau bisa diminimalisir. Tahap ini tidak terlepas kaitannya dengan public hearing dimana setelah dilakukannya kajian atau pun analisis kritis 7
terhadap suatu dokumen maka LSM tersebut harus mampu memberikan rekomendasi atau saran yang membangun kinerja pemerintah bukan malah sebaliknya. Berdasarkan kasus yang telah dijelaskan diatas tentang beragamnya penyewengan bantuan sosial sebenarnya FITRA telah mengingatkan pemerintah provinsi untuk memperbaiki dan memperketat sistem pengendalian intenal masing-masing SKPD. Selain itu LSM ini sudah menyarankan pemerintah provinsi untuk melakukan revitalisasi distribusi bantuan sosial agar lebih tepat sasaran dan akuntabel. Kemudian juga pemerintah diharapkan agar pelaksanaan anggaran untuk tahun-tahun kedepannya harus sesuai pada tata perudangan yang berlaku. Dari paparan diatas, bisa digambarkan bahwa belanja bantuan sosial sangat rawan diselewengkan dan rendah akuntabilitasnya. Oleh karena itu, FITRA Jawa Tengah saat itu merekomendasikan empat hal diantaranya: Pertama, Pemerintah harus melakukan kajian dan verifikasi calon penerima secara serius sejak dalam masa perencanaan. Termasuk diantaranya cek kebenaran nama, alamat dan identitas calon penerima. Kedua, Memberikan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang melakukan pemalsuan identitas. Dan sanksi administratif bagi penerima yang melakukan berbagai modus agar mendapatkan dana bansos tidak sesuai aturan (Lebih dari sekali dalam setahun dan modus pemalsuan lain). Ketiga, Melakukan sosialisasi dan pembelajaran kepada pihak-pihak calon penerima bansos untuk meminimalisir penyalahgunaan dan pemalsuan. Keempat, Mengumumkan daftar calon penerima bansos kepada publik sehingga masyarakat dapat membantu melakukan audit sosial terhadap berbagai bentuk bantuan langsung kepada masyarakat Data diatas, menggambarkan bahwa ketika kejadian ditahun 2011 dimana kasus penyelewengan bantuan sosial semakin beragam kemudian terulang lagi di tahun 2012 maka bisa jadi faktor penyebabnya karena pemerintah terlalu meremehkan apa yang menjadi masukan untuk negara maupun daerah. sehingganya LSM menjadi tidak tertarik untuk mengkaji lebih detail dengan turun langsung ke lapangan melihat bagaimana penyaluran dana bantuan sosial. Hal ini menunjukan bahwa tingginya tunggakan atas tindak lanjut rekomendasi BPK dan bisa jadi ini adalah bentuk ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap badan pemerinksa keuangan. Logikanya Badan pemeriksa keuangan saja yang memang diakui oleh pemerintah ditingkat manapun ternyata rekomendasinya belum semuanya bisa dilaksanakan apalagi rekomendasi yang hanya berasal dari LSM yang hitungannya masih baru.
8
Keenam, Melakukan advokasi, tujuan advokasi ini adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, mendukung pelaksanaan peraturan kesejahteraan sosial, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab para petugas birokrasi dalam melaksanakan pengabdian pada masyarakat. sedangkan tujuan utamanya adalah untuk merealisasikan hak-hak masyarakat. Berkaitan dengan peran seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan cara mengawasi yang dilakukan oleh LSM FITRA, peneliti menemukan bahwa LSM FITRA sudah mengikuti musrenbang baik di tingkat desa atau kelurahan kemudian juga ikut berpartisipasi dalam musrenbang yang dilakukan di kecamatan. Walaupun pada kenyataanya terkadang pejabat desa maupun pejabat yang ada di kecamatan juga disetiap SKPD belum tentu mengundang keberadaan LSM itu untuk ikut menyampaikan aspirasi. Untuk tahun 2012 Pencairan dana bantuan sosial berupa uang dilakukan dengan cara membayar langsung kepada penerima bantuan. Penyaluran dana bansos dilakukan secara lngsung pada penerima bantuan melalui rekening masing-masing penerima. Peran FITRA pada tahap penyaluran ini, menggambarkan bahwa FITRA hanya melakukan uji petik terhadap beberapa penerima bantuam sosial, dan semua menyatakan bahwa bantuan di transfer secara langsung melalui rekening masing-masing penerima. Beberapa sumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya, menyatakan, bantuan sosial yang diterimanya berkat bantuan salah seorang anggota DPRD. Karena itu, atas kesepakatan bersama, penerima bantuan sosial harus menyisihkan sebagian bantuan untuk salah seorang DPRD yang membantunya. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh LSM FITRA bisa maksimal manakala pemerintah pun bisa menjadi partner yang baik dan mendukung aktivitas LSM. Misalkan dalam pemberian informasi atau dokumen yang dibutuhkan. Tidak ada yang ditutupi dalam informasi yang memang seharusnya bisa diakses oleh publik. Maka tentunya dengan adanya hal ini akan ada perubahan di Jawa Tengah sendiri ketika pemerintah dan LSM khususnya FITRA bisa menjadi partner yang saling melengkapi dalam menjalankan pemerintahan terutama pada bidang pengelolaan anggaran. PENUTUP KESIMPULAN Peran FITRA dalam pengawasan pelaksanaan APBD Jawa Tengah studi kasus APBD Bantuan sosial maka terlihat jelas bahwa sebenarnya FITRA sudah ada dan ikut terlibat dalam pelaksanaan APBD Bantuan sosial. bisa dilihat agenda yang mereka lakukan yakni yang pertama mengumpulkan data, kemudian menginput data yang telah terkumpulkan, lalu menganalisis data tersebut setelah 9
itu melakukan public hearing kemudian memberikan rekomendasi kepada pemerintah dana yang terakhir adalah melakukan advokasi. Pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan dan dianggap paling penting adalah pada tahap menganalisis data. Dimana untuk tahun 2012 FITRA tidak terlalu mengkaji secara detail bagaimana munculnya spekulasi dana bantuan sosial yang semakin tidak jelas alamat Penerimanya. Artinya LSM tidak terlalu mengusik lebih jauh mengapa kasus alamat palsu yang terjadi di tahun 2011 masih terulang kembali di tahun 2012. LSM hanya cukup tau bahwa hasil investigasi di lapangan menunjukan bahwa bantuan sosial terlalu banyak diberikan kepada orang-orang yang tidak tau menggunakan bantuan tersebut dengan jumlah yang tidak sedikit. Sementara untuk memeberikan rekomendasi kembali terkait pengawasan yang mereka lakukan merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang memang mempengaruhi hidup masyarakat luas. Bisa dikatakan bahwa peran FITRA terhadap bantuan sosial untuk tahun 2012 belum maksimal karena memang masih kurangnya kajian atau agenda FITRA untuk membahas kasus alamat palsu di tahun sebelumnya yang kemudian masih terulang kembali di tahun berikutnya. Artinya, peran FITRA hanya pada sebatas mereka ikut dalam investigasi lapangan bersama BPK selanjutnya tidak ada agenda yang mereka lakukan setelh investigasi tersebut. Sementara untuk pendekatan yang digunakan oleh FITRA adalah lebih menggunakan pendekatan yang formal misalkan dengan mengirimkan surat resmi kepada pemerintah atau instansi terkait. Tetapi saat LSM mengalami kesulitan atau merasa dipersulit misalkna dalam memperoleh data yang dibutuhkan maka LSM ini juga kadang melakukan pendekatan yang non formal demi kelancaran dalam melakukan analisis terhadap suatu masalah. Namun jika dibahas lebih detail, LSM FITRA lebih bnayak menggunakan pendekatan yang formal dibnadingkan dengan pendekatan yang non formal. Karena di satu sisi pendekatan ini bisa lebih memperkenalkan keberadan LSM FITRA kepada publik atau pun kepada lembaga pemerintah bahwa kinerja mereka sedang di awasi sehingganya perlu adanya kesadaran yang tinggi dalam mengelola pemerintahan terutama mengenai pengelolaan keuangan yang dasarnya sangat rawan penyelewengannya. Hasil dari pengawasan yang dilakukan LSM FITRA yang ditemukan peneliti adalah untuk tahun 2012 peneliti tidak menemukan adanya hasil yang sesuai target dari pengawasan yang mereka lakukan karena LSM tidak terlalu 10
membahas lebih jauh tentang investigasi yang mereka lakukan di lapangan. Artinya tindakan mereka untuk pengawasan APBD bantuan sosial tahun 2012 hanya sampai pada tahap tersebut. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut : a. Pemerintah bisa lebih terbuka lagi kepada publik, terutama berkaitan dengan informasi yang memang seharusnya bisa dilihat atau dibaca orang banyak. b. Pemerintah bisa melibatkan LSM dalam melakukan pengawasan baik pada tahap penyusunan sampai pada evaluasi dan pertanggungjawaban. c. LSM bisa lebih kooperatif lagi dalam mempublikasikan apa yang menjadi temuan mereka dalam analisis yang mereka lakukan, tidak lantas mempublikasikan apa yang mereka dapat tanpa mengkonformasikannya terlebih dahulu kepada pemerintah. d. LSM lebih memaksimalkan lagi partisipasinya dalam pengawasan yang mereka lakukan, bahkan jika bisa tanpa harus melalui orang-orang yang memiliki kedekatan tertentu dengan mereka. Sehingganya suara atau pun kritik yang akan disampaikan murni berasal dari suara LSM.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asy’ari, Hasyim. (2010) LBH Demokratisasi dan pemberdayaaan civil society di Indonesia 1971-1976 Cet.1. Jakarta: Pensil-324 A.S. Hikam. (2010) Demokrasi dan Civil society. Jakarta: LP3ES Budiman, Arief. State and Civil Society in Indonesia. Clayton : Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, 1992 Bramantyo dkk. (2009). Demokrasi dan Civil Society. Yogyakarta: Institut for Research and Enpowement Dharmawan, HCB. (2004). Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: buku Kompas. Fakih, Mansour. Masyarakat sipil untuk transformasi social: pergolakan ideology LSM indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996 Gaffar. Affan. (2004). Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Hikam, Muhammad AS. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta : LP3ES. 1997
Jhon. Salindeho. (1998). Tata Laksana Dalam Manejemen. Jakarta: Sinar Grafika
Kutut. Suwondo. (2005). Civil Society di Aras Local: Hubungan Antara Rakyat dan Negara di Pedesaan Jawa. Jakart: Pustaka Percik Lutfi, J. Kurniawan, dkk.(2008). Negara dan Civil Society dan Demokratisasi. Malang: In trans Publishing . M.Manullang. (1995). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia Moleong, Lexy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
12
Nasution. (2000). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara Prayudi. (1981). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia Suharto, Edi. Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung: Refika Aditama. 2005 Sujanto. (1986). Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia Indonesia Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta Wrihatnolo, R & Riant NugrohoDwijowijoto. Manajemen pemberdayaan (sebuah pengantar dan Panduan untuk pemeberdayaan masyarakat) Jakarta: PT.Elex Komputindo. 2007 Widjajanto, Andi. Transnasionalisasi masyarakat sipil. Jakarta: LKIS. 2007 Wibowo, Eddy.dkk. kebijakan public pro civil society.Yogyakarta: penerbit YPAPI. 2004
13