Author :
Liza Novita, S. Ked
Faculty of Medicine – University of Riau Pekanbaru, Riau 2010
© Doctor’s Files: (http://www.Doctors-Filez.tk 0
KANKER, GEN KANKER DAN FAKTOR PERTUMBUHAN Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Insiden penyakit kanker meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia, sehingga semakin panjang usia seseorang semakin besar pula kemungkinan untuk menderita penyakit kanker. Sel kanker merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom yang ditandai dengan tiga ciri khas, yaitu pengendalian pertumbuhan yang tidak terbatas, invasi pada jaringan setempat, dan penyebaran atau metastasis ke bagian tubuh yang lain. Sel tumor jinak juga memperlihatkan penurunan pengendalian pertumbuhan tetapi tidak menginvaginasi atau menyebar ke bagian tubuh yang lain.1
UNSUR FISIKA, KIMIA DAN BIOLOGI PENYEBAB KANKER Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.1,2 1. Energi radiasi Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme dasar timbulnya karsinogenisitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan molekular.
1
2. Senyawa kimia Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup. Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses karsinogenesis. 3. Virus Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna, hanya saja bagaiamana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan beberapa penelitian, DNA merupakan makromolekul yang penting dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari:1 a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan esensial yang menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari sel induk kepada
sel
turunan, berhubungan dengan peranan DNA. b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga menyebabkan mutasi pada DNA. c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal. d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel normal menjadi sel kanker.
2
ONKOGEN Onkogen adalah gen yang dapat menyebabkan kanker. Beberapa onkogen yang telah teridentifikasi sebagai penyebab kanker kepala dan leher, antara lain:5
c-myc
erbB-1
ras
gen prad-1/cyclin D1
Beberapa mekanisme onkogen dalam merangsang pertumbuhan sel kanker dapat digambar seperti gambar berikut:5
Gambar 1. beberapa mekanisme onkogen dalam merangsang pertumbuhan sel kanker.
Masing-masing jenis onkogen di atas dapat mempengaruhi pengendalian mitosis. Selain itu produk onkogen dapat pula menyerupai kerja faktor pertumbuhan sel (polipeptida) atau menyerupai reseptor faktor pertumbuhan.5
3
GEN SUPRESOR TUMOR Selain onkogen, terdapat gen yang mempunyai peranan penting dalam menyebabkan timbulnya kanker. Gen ini disebut gen supresor tumor atau disebut juga sebagai onkogen resesif atau anti onkogen. Cara kerja gen ini berbeda dengan onkogen dalam proses karsinogenesis, yaitu dengan meniadakan aktivitas gen penekan pertumbuhan sel.1,3 Salah satu contoh gen supresor adalah p53., Gen supresor tumor p53 terletak pada kromosom 17p yang mengkode sebuah protein dengan massa molekul 53 kDa. Protein p53 menimbulkan 3 efek utama pada sel, yaitu:4,5 a. p53 bekerja sebagai activator transkripsional dengan mengatur gen tertentu yang terlebat dalam pembelahan sel. b. p53 bekerja sebagai kontrol pada kerusakan DNA. Jika terjadi kerusakan berlebihan pada DNA, maka aktivitas protein ini akan meningkat sehingga menyebabkan inhibisi pembelahan sel dan memberi waktu untuk perbaikan. Sebaliknya jika terjadi inaktivasi p53, maka kerusakan DNA akan berakumulasi di dalam sel dan secara genetik menjadi kurang stabil. c. p53 turut berperan dalam proses apoptosis yang merupakan suatu proses kematian sel yang terprogram, dikontrol oleh gen
dan terjadi dalam proses fisiologis atau
patologis. Dalam hal ini p53 mengaktifkan gen yang penting pada apoptosis. Fungsi p53 bertujuan untuk mempercepat kematian sel yang potensial berbahaya, misalnya sel yang rusak akibat sinar radiasi.
4
Dalam suatu penelitian terhadap imunohistologikima karsinoma skuamous sel menyatakan adanya peranan mutasi p53 terhadap terjadinya suatu karsinoma skuamous sel.5 Mutasi p53 sangat dipengaruhi oleh asap rokok dan konsumsi alkohol. Brennan dkk, menyatakan adanya hubungan mutasi p53 dengan asap rokok dan alhohol terhadap tingginya angka kejadian karsinoma skuamous sel. Namun belum ditemukan secara pasti hubungan mutasi p53 terhadap metastasis jauh, angka kekambuhan, atau survival rate. Koch dkk, mengemukakan bahwa mutasi p53 juga berhubungan dengan kegagalan pasien terhadap pengobatan radioterapi.5
ANTIGEN SEL TUMOR Transformasi maligna suatu sel dapat disertai dengan perubahan fenotip sel normal dan hilangnya komponen antigen permukaan atau timbulnya neoantigen yang tidak ditemukan pada sel normal atau perubahan lain pada membran sel. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan respon sistem imun. Secara serologis antigen tumor dapat dibedakan menjadi: •
Antigen kelas I, yang hanya ditemukan pada tumor itu saja dan tidak pada sel normal atau keganasan lain.
•
Antigen kelas II, yang juga ditemukan pada tumor lain. Antigen tersebut juga dapat ditemukan pada beberapa sel normal dan oleh karena itu antigen tersebut disebut diferensiasi autoantigen.
•
Antigen kelas III, yang ditemukan pada berbagai sel normal dan ganas. Antigen kelas III lebih sering ditemukan dibanding dengan antigen kelas I dan II.
5
Dengan adanya teknologi antibodi monoklonal, saat ini dapat ditegakkan diagnosis dan rencana penatalaksanaan dengan teridentifikasinya antigen sel tumor. Molekul MHC-II (Major Histocompatibility Complex class II), HLA-DR, telah terbukti mempunyai hubungan yang erat dengan keganasan kepala dan leher, terutama karsinoma skuamous sel. Antigen lain yang dapat diidentifikasi pada karsinoma skuamous sel adalahCD44, integrin α6 dan β1.5
MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TERHADAP KEGANASAN KEPALA DAN LEHER
6
Komponen yang turut melindungi tubuh dalam mengawasi dan membunuh sel-sel ganas, khususnya keganasan kepala dan leher meliputi; sistem limfe, limfosit, monosit, makrofag, sel endotelial, imunoglobulin dan sitokin.5
IMMUGLOBULIN Imunoglubulin merupakan suatu glikoprotein yang diproduksi oleh Limfosit B sebagai respon terhadap antigen asing. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen baru lainnya. Semua imunoglobulin terdiri dari dua rantai ringan (L;light) dan dua rantai berat (H;heavy) yang disatukan sebagai tetramer (L2H2) oleh ikatan sulfida, seperti yang terlihat pada gambar di bawah:5,6
Gambar 2. Imunoglobulin
Ada dua tipe umum rantai ringan, yaitu tipe kappa (κ) dan lambda (λ). Sebuah molekul imunoglobulin selalu mengandung dua rantai κ atau dua rantai λ. Pada manusia rantai κ terdapat lebih sering daripada rantai λ di dalam molekul imunoglobulin.5,6
7
Lima kelompok rantai H telah ditemukan dalam tubuh manusia, kelima kelompok rantai H tersebut diberi simbol γ, α, µ, δ dan ε. Tipe rantai H menentukan kelompok imunoglobulin dan fungsi efektornya. Ada 5 kelompok imunoglobulin yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Imunoglobulin yang terlibat dalam perlindungan terhadap keganasan adalah IgG dan IgA.5 IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000, kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/ml yang merupakan 75% dari semua imunglobulin. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen seluler melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik sel NK, eosinofil, neutrofil, yang semuanya memiliki Fcγ-R. Sel Nk merupakan efektor dari Antibody Dependent Cellular Cytotoxic (ADCC). Peranan ADCC ini penting pada penghancuran sel kanker. IgA juga dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena memiliki reseptor untuk Fcα. EFEKTOR SELULER Respon imun terhadap sel kanker ditentukan oleh fungsi limfosit. Limfosit dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu limfosit T, limfosit B dan NK (natural killer). Aktivaasi sel T melibatkan sel Th, Ts dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel NK. NK merupakan molekul yang berperan penting sebagai antitumor. Aktivitas sel NK dalam membunuh sel tumor diaktivasi oleh sitokin IL-2, yang dikenal sebagai lymphokine-activated killer (LAK) cells. Sitokin lain yang seperti MIF, MAF, CFM, LT, TF, IFN-α dan IFN-γ juga turut berperan dalam meningkatkan kemampuan sel
8
NK dalam membunuh sel tumor.5 Interaksi antara sistem imun non spesifik dan spesifik terhadap tumor dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Interaksi antara sistem imun non spesifik dan spesifik
SITOKIN Istilah limfokin pertama kali digunakan pada tahun 1960 untuk golongan protein yang diproduksi limfosit yang diaktifkan pada respon imun seluler. Saat ini ternyata limfokin tidak hanya dihasilkan oleh limfosit saja tetapi juga oleh sel-sel lain seperti makrfag, eosinofil, sel mast dan sel endotel. Oleh karena itu istilah uyang lebih tepat digunaka adalah sitokin. Sel-sel utama yang menghasilkan sitokin adalah sel Th dan makrofag. Hal tersebut sama halnya dengan interferon (IFN) yang juga diproduksi oleh limfosit sehingga dapat pula digolongkan sebagai sitokin. Sitokin merupakan suatu glikoprotein dengan sifat sebagai berikut:
9
•
Biasanya diproduksi sel sebagai respon terhadap rangsangan. Sitokin yang terbentuk segera dilepas dan tidak disimpan di dalam sel.
•
Sitokin yang sama diproduksi berbagai sel.
•
Satu sitokin bekerja terhadap berbagai jenis sel (pleiotropik) dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme.
•
Banyak fungsi yang sama dimiliki oleh berbagai sitokin (efek yang redundant)
•
Sering mempengaruhi sintesis dan efek sitokin yang lain.
•
Efeknya terjadi melalui ikatan dengan reseptor spesifik padas permukaan selk sasaran dan cenderung menjadi sangat poten. Sifat-sifat sitokin dan peranan sitokin dalam penghancuran sel tumor dapat
diperjelas melalui gambar di bawah ini:
Gambar 4. Peranan sitokin dalam penghancuran sel tumor
Sitokin bekerja sebagai mediator pada imunitas non-spesifik misalnya IFN, TNF, dan IL-1, sedang yang lainnya terutama berperan pada imunitas spesifik. Sitokin juga bekerja sebagai pengontrol aktivasi, proliferasi dan diferensiasi sel. Beberapa sitokin
10
memiliki sifat sebagai antineoplastik melalui aktivasi sel NK, seperti yang diterangkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Sitokin dengan efek sitostatik
Beberapa sitokin yang terlibat dalam keganasan kepala dan leher serta efek yang ditimbulkannya akan diterangkan dalam tabel berikut:5
Tabel 2. Beberapa sitkin yang terlibat dalam keganasan kepala leher
11
KANKER KEPALA DAN LEHER
EPIDEMIOLOGI Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4% dari seluruh keganasan yang ditemukan. Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita kanker kepala dan leher di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di berbagai negara lainnya, angka kematian akibat kanker kepala dan leher hampir sama di setiap negara. Kanker ini lebih banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2:1.2
12
FAKTOR PENCETUS DAN MEKANISME MOLEKULAR Sebagian besar penyebab timbulnya kanker kepala dan leher adalah alkohol dan rokok, infeksi virus, dan paparan sinar matahari.1,2,5 Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap binatang karena mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berbahaya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran aerodigestivus. Hal ini berhubungan dengan kerusakan gen p53, dimana jika terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen p53 maka resiko untuk terjadinya kanker akibat rokok akan meningkat.2 Peningkatan angka kejadian keganasan berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok. Resiko untuk terjadinya kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol 17 kali lebih besar daripada yang tidak perokok atau peminum alkohol.2 Infeksi virus telah lama dipercayai turut berperan dalam menyebabkan kanker kepala dan leher. Salah satunya adalah virus Epstein Barr yang berperan dalam menyebabkan karsinoma nasofaring. Ebstein Barr merupakan family dari virus herpes dengan double-stranded DNA, dihubungkan sebagai penyebab terjadinya Limfoma Burkitt’s dan karsinoma nasofaring.2 Selain itu human papilloma virus (HPV) DNA, RNA atau keduanya. Beberapa penelitian menyebutkan produk protein yang dihasilkan oleh human pailloma virus sebagai penyebab terjadinya keganasan kepala dan leher terutama karsinoma tonsil dan karsinoma laring. Protein E6 yang dihasilkan oleh HPV, misalnya oleh HPV-16 menyebabkan terjadinya degradasi protein p53.2
PERUBAHAN KEGANASAN 13
Secara umum terjadinya perubahan sel-sel normal menjadi ganas adalah akibat adanya paparan faktor perusak genetik yang mengatur pertumbuhan sel. Beberapa faktor yang dapat meyebabkan kerusakan genetik tersebut adalah senyawa kimia, fisik atau infeksi virus. Hal yang sama juga ditemukan dalam penyebab terjadinya karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Perubahan genetik yang terjadi akan menyebabkan perubahan pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol, menginvasi jaringan sekitar, dan berpotensi untuk menyebar ke jaringan yang lain.1 Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor yang menyebabkan perkembangan untuk sel kanker, yaitu:7 •
Berproliferasi autonom
•
Menghambat sinyal growth inhibition
•
Kemampuan menghindari apoptosis
•
Immortal
•
Angiogenesis
•
Menginvasi jaringan lain dan metastasis Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang cukup
lama. Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Bersamaan dengan atau stelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane basalis. Semua proses ini terjadi pada tahap induksi tumor dan dapat digambarkan sebagai berikut:
14
Gambar 5. Inisiasi, promosi dan progresi sel kanker
Faktor
utama
yang
menyebabkan
inisiasi
keganasan
adalah
akibat
ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya transformasi sel akibat paparan onkogen. Kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom, dan penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian-bagian
kromosom memungkinkan untuk
ditempati oleh onkogen atau gen supresor tumor. Sedangkan penyusunan ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi karsinogenik.5 Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum diketahui secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom 9p21 atau 3p menyebabkan perubahan dini pada mukosa kepala dan leher sehingga mengakibatkan munculnya karsinoma sel skuamosa. Namun, teori lain menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p pada gen supresor tumor juga turut berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu, hilangnya kromosom 3p21 menyebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya invasi ke jaringan sekitar.2
15
IMUNOTERAPI Metode terapi imun pada keganasan dapat dibedakan atas aktif dan pasif. Imunoterapi aktif ditujukan pada sistem imun inang agar mampu mengontrol atau mengeradikasi pertumbuhan sel ganas. Sedangkan imnunoterapi pasif meliputi pemberian stimulus eksternal pada komponen imunitas pada pasien yang sedang dalam terapi. Terapi ini dapat bersifat spesifik dengan pemberian vaksin sel tumor atau non spesifik dengan pemberian stimulus imunitas seperti sitokin dapat dilakukan dalam hal pencegahan terhadap keganasan.5 Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar. Sesuai dengan peranan biologiknya, maka sitokin dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang imunokompromais atau untuk mengerahkan sel-sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau sekunder, merangsang sel sistem imun dalam respon terhadap sel kanker.7 IFN-α, IFN-γ dan IL-2 telah mulai diberikan dalam penatalaksanaan kanker kepala dan leher. IFN- γ dapat memberikan efek sitolitik (menghancurkan sel) dan sitostatik (menekan pertumbuhan atau multiplikasi sel) terhadap karsinoma skuamous sel kepala dan leher, dan telah dibuktikan secara in vivo maupun in vitro. Hal serupa juga telah dibuktikan pada IFN- α. Sedangkan IL-2 berkaitan dengan efek antitumor dan imunomodulator.5
16
Imunostimulasi non spesifik dapat menginduksi respon imun yang mengaktifkan sel efektor, tetapi hanya dengan kemampuan menghancurkan tumor yang terbatas. Limfosit dari pasien dengan kanker dibiakkan dengan IL-2 untuk mengaktifkan Lymphokine Activated Killer cell (LAK) yang sitotoksik terutama sel NK. Kemudian sel tersebut diinfuskan kembali ke pasien. Cara lain juga dapat dilakukan dengan mengisolasi Tumor Infiltrating Lymphocytes (TIL) dari pasien dengan kanker. Setelah diaktifkan dengah IL-2, sel kemudian diinfuskan kembali ke pasien. Seperti halnya LAK, TIL juga memberikan efek toksik terhadap sel kanker bila diberikan dalam dosis tinggi.7 RADIOTERAPI Pada radioterapi digunakan radiasi ionisasi, yaitu penyinaran yang menyebabkan ionisasi pada sel sasaran sehingga mengganggu sel-sel yang berada dalam salah satu pembiakan sel, seperti pada gambar di bawah ini:7
Gambar 6. Daur pembiakan sel
17
Kepekaan sel terhadap sinar rontgen tergantung pada kecepatan pertumbuhan sel. Makin aktif dan cepat pertumbuhan suatu jenis sel, makin peka sel tersebut terhadap pengaruh radiasi. Radioterapi dapat diberikan sebagai terapi utama pada kasus kanker yang radiosensitif, kanker yang operasinya sangat sukar atau dengan resiko operasi yang sangat besar, seperti kanker nasofaring dan kanker pangkal lidah. Radioterapi kadang diberikan sebagai terapi penunjang.9 KEMOTERAPI Konsep kemoterapi sama dengan konsep terapi infeksi, yaitu membunuh sel kanker seperti halnya membunuh mikroorganisme penyebab infeksi. Kemoterapi seringkali diberikan bersamaan dengan pengobatan bedah dan radioterapi. Terapi adjuvan ini dimaksudkan untuk mencegah kekambuhan tumor setelah pembedahan atau radioterapi.9 Terdapat tiga klasifikasi terpenting kelompok sediaan kemoterapi berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu; sediaan yang menghalangi sintesis DNA, sediaan antimetabolit yang mengganggu sintesis asam nukleat, sediaan antibiotik antitumor yang menghalangi sintesis DNA dan merusak inti pada fase mitosis Di bawah ini adalah beberapa obat yang digunakan dalam kemoterapi pada keganasan kepala leher:10 Class of drugs
Examples
Alkylating agent
Nitrogen mustard, cyclophosphamide, chlorambucil, melphalan, nitroureas, cisplatin
Antimetabolites
Methotrexate, 5-flourouracil, cytosine arabinoside, hydroxyurea,
18
gemcitabine Natural product Vinca alkaloids
Vincristine, vinblastine, vinorelbine
Antibiotics
Doxorubicin, bleomycin, dactinomycin, mitomycin C, etoposide
Taxanes
Paclitaxel, docetaxel
Topoisomerase inhibitor Hormones
I Irinotecan, topotecab Tamoxifen, leuprolide Tabel 3. Beberapa pilihan obat kemoterapi
Pada prinsipnya, ada persamaan antara kemoterapi dengan radioterapi. Keduanya bekerja pada sel yang terus tumbuh, misalnya kulit dan mukosa. Bedanya kemoterapi mempengaruhi seluruh sistem tubuh karena diberikan secara sistemik, sedangkan radioterapi hanya mempengaruhi bagian jaringan yang disinar.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Murray, K Robert. Kanker, Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan dalam Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta. EGC. 1999. 779-98. 2. Nguyen T. Chau, Padhya A. Tapan. Cell Biology of Head and Neck Squamous Cell Carcinoma. Available from: www.emedicine.com. Last update 13 Oct 2008 [Diakses tanggal 16 Januari 2009]. 3. Adriane P. Concus et al. Genetics in Head and Neck Surgery-Otolaryngology. First Edition. United States of America. 1998. 19-32. 4. Friedman M, Lim W. Jessica. Advances In Molecular Biology in Head and Neck Surgery-Otolaryngology. First Edition. United States of America. 1998. 35-36. 5. Scher L. Richard, Richtsmeier J. William. Tumor Biology and Immunology of Head ang Neck Cancer. Second Edition. United States of America. 1998. 140111. 19
6. Murray, K Robert. Kanker, Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan dalam Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta. EGC. 1999. 779-98. 7. Rand L. Margaret, et al. Protein Plasma, Imunoglbulin dan Pembekuan Darah dalam Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta. EGC. 1999. 738-9. 8. Bayon Rodrigo, Wenig L. Barry. Molecular Targets in the Trearment of Head and Neck Squamous Cell Carcinoma. Available from: www.emedicine.com. Last update 31 Jul 2008 [Diakses tanggal 16 Januari 2009]. 9. Sjamsuhidayat R. Neoplasma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta.EGC.2004.130-164. 10. Brockstein E. Bruce, Vokes E. Everett. Principles of Chemotheratpyin Treating Neck Cancer. Second Edition. United States of America. 1998. 1377-88.
© Doctor’s Files: (http://www.Doctors-Filez.tk
20