WAKTU PENGERINGAN ANTARA 2 ALAT PENGERING GABAH DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN KOLEKTOR SEKUNDER
THE DRYING TIME BETWEEN 2 GRAIN DRYER TOOLS WITH AND WITHOUT USING SECONDARY COLLECTOR
Doddy Suanggana1, Syukri Himran2, Jalaluddin2
1 2
Teknik Mesin, Universitas Kristen Indonesia Paulus, Teknik Mesin, Universitas Hasanuddin Makassar.
Alamat Korespondensi: Doddy Suanggana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar-Sulawesi Selatan HP: 081355844412 Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi termal alat pengering gabah dengan penambahan kolektor sekunder sesudah alat pengering. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Terbarukan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. Metode yang digunakan adalah dengan membuat sebuah kolektor sekunder sesudah alat pengering dengan seng plat 0.2 mm sebagai penyerap dengan menggunakan tenaga matahari untuk memanaskan udara sebagai media pengering. Alat ini, diharapkan dapat mengeringkan gabah lebih cepat dan tingkat kekeringan (kandungan air) yang merata jika dibandingkan dengan alat tanpa menggunakan kolektor sekunder. Pada penelitian ini dilakukan 3 variasi ketebalan gabah yaitu 7 cm, 5 cm, dan 3 cm dengan berat masing-masing 7 kg, 4.5 kg dan 2.5 kg. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan efisiensi dari alat pengering. Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air gabah panen dari 24,75% menjadi kadar air gabah kering giling 13.43% – 13,82% adalah 3 jam – 5.5 jam dengan efisiensi 9.88% - 44.96% untuk alat yang menggunakan kolektor sekunder dan 4 jam – 6.5 jam dengan efifiensi 8.65% - 33.72% pada alat tanpa menggunakan kolektor sekunder. Kata kunci : gabah, efisiensi, kadar air, kolektor sekunder, pengeringan.
Abstract This study aims to find out the thermal efficiency of grain dryers with the addition of a secondary collector after the grain dryer. The research was conducted at the Laboratory of Renewable Energy Department of Mechanical Engineering Faculty of Engineering, University of Hasanuddin, Makassar. A secondary collector after the dryer was made from a zinc plate of 0.2 mm as absorber by using a solar energy to heat up the air as a drying medium. It was expected that this tool can dry grain quickly with evenly distributed drying level or water content if we compare without using secondary collector. There were three variations of grain thickness : 7 cm, 5 cm, and 3 cm with a weight of 7 kg, 4.5 kg and 2.5 kg respectively. The data were then analyzed to obtained the efficiency of the dryer. The results reveal that the time required to lower the water content of the harvest grain from 24.75% to 13.43% - 13.82% of dry milled grain moisture was 3 hours - 5.5 hours with an efficiency of 9.88% - 44.96% for tools that use a secondary collector and 4 hours – 6.5 hours with an efficiency 8.65% 33.72% for tools without a secondary collector. Keywords: grain, efficiency, moisture content, secondary collector, drying procces
PENDAHULUAN Pengolahan hasil pertanian padi (gabah) menggunakan teknologi lama (teknologi turun temurun). Proses pengolahan gabah menjadi beras diawali dari penjemuran dengan menggunakan cahaya matahari. Proses ini membutuhkan waktu tiga hari supaya dapat diolah menjadi beras. Pada proses pengeringan gabah para petani sering mengalami kesulitan karena cuaca tidak panas (musim hujan) dan dapat memperlama proses produksi beras. Dalam hal ini proses pengeringan gabah merupakan salah satu faktor penentu kualitas beras. Hal ini dikarenakan gabah pada awalnya dalam keadaan basah dan harus dikeringkan terlebih dahulu agar kadar airnya sesuai dengan standar yang disesuaikan yakni (1) gabah kering panen (GKP), gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18% tetapi lebih kecil atau sama dengan 25% (18%
adalah plat seng 0.3 mm, dengan ukuran alat pengering 1350 × 600 mm dan ukuran rak pengering 500 × 500 × 70 mm, dengan kapasitas gabah yang dikeringkan 7.5 kg. Dari hasil perencanaan ini didapatkan gabah dengan persentase kadar air 12-14 % dalam waktu 4.16 jam dan massa gabah setelah dikeringkan 6.55 kg. Selyus Rantepulung (2012), merancang dan membuat alat pengering gabah (tray dryer) dengan pelat seng dengan tebal 0,2 mm sebagai kolektor dengan menggunakan udara panas dan tenaga matahari sebagai media pengering. Ukuran alat pengering yang digunakan yakni 500 × 500 mm. Alat ini dapat mengeringkan gabah dengan cepat dan tingkat kekeringan (kandungan air) yang merata. Pada penilitian ini dilakukan variasi ketebalan gabah yaitu : 7 cm, 5 cm, dan 3 cm dengan masing-masing berat 7 kg, 4.5 kg, dan 2.5 kg. Dari hasil penilitian didapatkan waktu pengeringan untuk menurunkan kadar air gabah dari 24.6% menjadi 13.5 – 13.8% dibutuhkan waktu 4 – 6.5 jam dengan efisiensi rata-rata 12.07 – 22.16% untuk alat yang menggunakan cerobong dan 3.5 – 6 jam dengan efisiensi rata-rata 11.18 – 21.49% untuk alat yang menggunakan kipas. Dalam penelitian ini penulis akan mengembangkan alat pengering gabah yang telah dibuat oleh Selyus Rantepulung dengan menambahkan kolektor sekunder sesudah alat pengering gabah (tray dryer) dengan dimensi kolektor sekunder yang sama dengan kolektor primer. Dengan penambahan kolektor sekunder ini diharapkan udara yang digunakan untuk mengeringkan gabah (udara jenuh) dapat mengalir lebih cepat sehingga sirkulasi udara dan waktu yang dipakai untuk mengeringkan lebih cepat.
BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2014 dengan cakupan kegiatan antara lain pembuatan alat pengering gabah dengan menggunakan kolektor sekunder, dan pengambilan data. Pembuatan alat pengering gabah dilakukan pada bengkel Isjar, Manuruki Makassar, pengambilan data dilakukan pada Laboratorium Energi Terbarukan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasauddin, Makassar. Keseluruhan data berupa kadar air gabah, temperatur untuk setiap titik-titik pengukuran, tekanan udara, intensitas matahari, massa gabah yang di tampilkan pada penelitian ini bersumber dari pengukuran pada eksperimen yang dilakukan di laboratorium, sedangkan rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung penurunan kadar air gabah setelah pengeringan, massa udara pengering, massa air yang diuapkan dan efisiensi thermal, diperoleh dari beberapa buku referensi.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan membuat alat pengering gabah yang menggunakan kolektor sekunder. Selanjutnya dilakukan pengambilan data pada alat pengering dan dibandingkan dengan alat yang tanpa menggunakan kolektor sekunder. Adapun tujuan penambahan kolektor sekunder setelah alat pengering untuk mempercepat waktu pengeringan gabah. Dan pada (Tabel 1) dapat dilihat data hasil pengukuran untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder. Untuk memudahkan analisis, maka data-data yang diperoleh dari pengujian diolah dengan menggunakan microsoft excel dalam bentuk tabel dan grafik hasil perhitungan. Adapun parameter-parameter karakteristik yang dihitung adalah penurunan kadar air gabah setelah pengeringan, massa udara pengering, massa air yang diuapkan, efisiensi termal alat pengering. Penurunan Kadar Air Gabah Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis (basis basah) atau dry basis (basis kering). Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan dengan massa total bahan. Persentase kadar air dari sampel bahan berdasarkan basis basah sesuai dengan persamaan (Syukri Himran, 2011):
wd M 100% w dimana : M
: persentase kadar air sampel (%)
w
: massa sampel basah (kg)
d
: massa sampel kering (kg)
Massa Udara Kering Pengujian dilakukan untuk mengetahui berpa banyak massa udara kering yang digunakan dalam proses pengeringan (Syukri Himran, 2011) : ma = ṁa x t x 3.600 (kg) .
m a ud A V (kg / s) V
2 pn (m / s) ud
Dimana: ma
: massa udara pengering (kg)
ṁa
: laju aliran massa udara pengering (kg/s)
ud
: massa jenis udara pengering (kg/m3)
A
: luas penampang cerobong udara (m2)
V
: kecepatan udara (m/s)
Pn
: tekanan pada manometer (Pa)
t
: lama pengeringan (jam)
Massa Air Yang Diuapkan Selama proses pengeringan, temperatur bola kering berkurang sedangkan kelembaban absolut dan kelembaban relatif bertambah, temperatur bola basah dan entalpi tetap, dari diagram psikrometrik juga bisa didapatkan jumlah massa air yang diuapkan dan dapat dihitung dengan persamaan berikut (Syukri Himran, 2011): mw = ma × (2 - 1) (kg) Dimana : mw
: massa air yang diuapkan (kg)
ma
: massa udara pengering (kg)
1
: rasio kelembaban pada awal pengeringan (kg air/kg udara kering)
2
: rasio kelembaban setelah pengeringan (kg air/kg udara kering)
Efisiensi Termal Efisiensi sistem pengeringan matahari dapat dievaluasi berdasarkan kinerja termal atau tingkat pengeringan produk. Efisiensi termal dari pengering tenaga surya dapat didefinisikan sebagai energi termal digunakan untuk pengeringan dibagi dengan energi termal yang tersedia untuk pengeringan (M. Mohanraj dan P. Chandrasekar, 2009) :
Dimana : Pp : Daya yang diperlukan untuk penguapan (kW) Pt
: Daya total (kW)
: laju aliran massa air yang diuapkan (kg/s) : laju aliran massa udara pengering (kg/s) Cp : panas spesifik udara pengering (kJ/kg. 0C) Ti
: temperatur udara masuk ruang pengering (0C)
Tf
: temperatur udara meninggalkan ruang pengering/cerobong (0C)
Ta : temperatur udara luar (0C) hfg : kalor laten untuk penguapan (kJ/kg)
HASIL Untuk memudahkan analisis, maka hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik hasil perhitungan dengan uraian sebagai berikut: (Tabel 2). Merupakan tabel waktu yang diperlukan untuk pengeringan gabah. Dari tebel terlihat bahwa waktu pengeringan (t) berbanding lurus dengan ketebahan gabah, dimana semakin tebal gabah yang akan dikeringkan maka semakin lama pula waktu yang digunakan untuk mengeringkan gabah sampai kadar air gabah kering giling 12 – 14 %. Hal ini disebabkan karena gabah yang tebal mengandung lebih banyak uap air dibandingkan dengan gabah yang ketebalannya lebih kecil sehingga dibutuhkan waktu lebih banyak untuk mengeringkan gabah yang mempunyai ketebalan yang lebih besar. (Gambar 1). Merupakan grafik hubungan antara prosentase kadar air gabah terhadap waktu pengeringan. Dari grafik hubungan antara prosentase kadar air (M) dengan waktu pengeringan (t) dimana semakin besar waktu yang digunakan dalam pengeringan maka prosentase kadar air dari gabah semakin kecil baik untuk ketebalan 7 cm, 5 cm maupun 3 cm. Hal ini disebabkan karena adanya penguapan yang terjadi pada gabah. Pada saat t = 0 (jam 08.30), gabah belum mengalami proses pengeringan, dimana kadar air gabah masih tinggi (24.75%). Pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah dari 24.75 % menjadi 12-14% (Standar Bulog). Dari grafik terlihat bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka proses pengeringan akan semakin lama pula, dimana semakin lama proses pengeringan maka prosentase kadar air dari gabah akan semakin kecil karena semakin banyak uap air yang menguap dari gabah akibat adanya aliran udara panas yang melewati gabah. (Gambar 2). Merupakan grafik hubungan antara massa udara pengering dengan waktu pengeringan. Pada grafik terlihat bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk menurunkan prosentase kadar air dari gabah maka massa udara yang digunakan juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk
menurunkan persentase kadar air gabah dari 24.75 % menjadi 12-14% (Standar Bulog), maka akan semakin banyak air yang diuapkan dari gabah sehingga semakin banyak pula massa udara yang digunakan untuk menguapkan air tersebut. Pada proses pengeringan gabah tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk waktu pengeringan 4 jam pada tebal gabah 3 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 130.4046 kg sedangkan proses pengeringan gabah 5.5 jam untuk tebal 5 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 168.82 kg dan proses pengeringan gabah 6,5 jam untuk tebal 7 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 202.286 kg. Hal yang sama juga didapatkan pada proses pengeringan dengan menggunakan kolektor sekunder di mana untuk pengeringan 3 jam tebal gabah 3 cm dibutuhkan massa udara sebesar 100.347 kg sedangkan proses pengeringan gabah 4.5 jam untuk tebal 5 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 159.586 kg dan proses pengeringan gabah 5.5 jam untuk tebal 7 cm dibutuhkan massa udara pengering sebesar 196.2322 kg, jadi terjadi peningkatan massa udara pengering (Gambar 3). Merupakan grafik hubungan antara massa air yang diuapkan terhadap waktu pengeringan. Terlihat bahwa semakin besar waktu yang digunakan untuk menurunkan persentase kadar air dari gabah maka massa air yang diuapkan juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk menurunkan persentase kadar air gabah dari 24.75 % menjadi 12-14% (Standar Bulog), maka semakin banyak pula massa air yang menguap dari gabah dalam proses pengeringan karena adanya energi atau panas yang dibawah oleh aliran udara yang melalui gabah. Pada awal pengeringan terlihat grafik agak landai
pada kondisi ini air yang diuapkan dari gabah baru sedikit
kemudian akan meningkat setelah 2 sampai 5 jam seiring dengan bertambahnya waktu dan temperatur udara pengering sampai mencapai kadar air gabah kering giling (12% - 14%). Pada proses pengeringan gabah tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk waktu pengeringan 4 jam pada tebal gabah 3 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.3544 kg sedangkan proses pengeringan gabah 5.5 jam untuk tebal 5 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.6985 kg dan proses pengeringan gabah 6.5 jam untuk tebal 7 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.8905 kg. Hal yang sama juga didapatkan pada proses pengeringan yang menggunakan kolektor sekunder dimana untuk pengeringan 3 jam pada tebal gabah 3 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.38025 kg sedangkan proses pengeringan gabah 4.5 jam untuk tebal 5 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.76009 kg dan proses pengeringan gabah 5.5 jam untuk tebal 7 cm massa air yang diuapkan sebesar 0.9552 kg, jadi terjadi peningkatan massa air yang diuapkan seiring dengan bertambahnya ketebalan gabah yang dikeringkan.
(Gambar 4). Merupakan grafik hubungan antara efisiensi termal alat pengering terhadap waktu pengeringan. Terlihat bahwa efisiensi alat pengering akan naik seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan hal ini disebabkan karena semakin tingginya temperatur udara yang masuk ke ruang pengering akibat bertambahnya intensitas cahaya matahari yang diterima oleh kolektor sehingga akan meningkatkan laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering karena semakin besarnya perbedaan densitas udara luar dengan udara dalam ruang pengering. Pada kondisi ini energi panas yang dibawa oleh udara akan semakin besar pula sehingga akan semakin banyak air yang diuapkan dari gabah sampai dicapai efisiensi tertinggi kemudian akan turun kembali seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan sampai dicapai kadar air gabah kering giling yaitu 12% – 14%. Pada kondisi ini energi panas yang dibawa oleh udara tidak lagi dimanfaatkan secara maksimal untuk menguapkan air dari gabah karena kandungan kadar air gabah semakin kecil sehingga efisiensi akan turun. Efisiensi terbaik pada pengujian tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk tebal gabah 7 cm dicapai setelah pengeringan berlangsung selama 4 jam dengan efisiensi 33.72% dan untuk tebal gabah 5 cm setelah 3.5 jam dengan efisiensi 22.06% sedangkan tebal 3 cm setelah 3 jam dengan efisiensi 17.42%, demikian juga pada pengujian yang menggunakan kolektor sekunder untuk tebal gabah 7 cm dicapai setelah pengeringan berlangsung selama 3.5 jam dengan efisiensi 44.96% dan untuk tebal gabah 5 cm setelah 3.5 jam dengan efisiensi 32.36% sedangkan tebal 3 cm setelah 2.5 jam dengan efisiensi 23.57%. Hal ini disebabkan karena pada jam ini energi atau panas yang dibawah oleh udara pengering dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menguapkan air dari gabah dan pada jam ini alat pengering gabah bekerja secara optimum. Untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder memberikan efisiensi yang lebih baik dari pada yang tanpa menggunakan kolektor sekunder karena laju aliran udara panas yang dipakai dalam proses pengeringan lebih cepat.
PEMBAHASAN Hasil ini menunjukkan bahwa dengan penambahan kolektor sekunder sesudah alat pengering gabah dapat meningkatkan atau mempercepat waktu pengeringan gabah sehingga lebih cepat mencapai kadar air gabah kering giling. Waktu yang didapatkan tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk ketebalan gabah 7 cm selama 6.5 jam, 5 cm selama 5.5 jam dan 3 cm selama 4 jam. Sedangkan untuk alat pengering dengan menggunakan kolektor sekunder didapatkan waktu lebih cepat satu jam yakni untuk ketebalan 7 cm selama 5.5 jam, 5 cm selama 4.5 jam, dan untuk 3 cm selama 3 jam,
Hasil pengujian alat yang menggunakan kolektor sekunder menggunakan massa udara pengering lebih sedikit, ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air gabah menjadi kadar air gabah kering giling (12-14%) lebih cepat, sehingga massa udara pengering yang digunakan jauh lebih sedikit, begitu pun halnya dengan efisiensi termal alat pengering yang dihasilkan. Dimana efisiensi alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan kolektor sekunder. Oleh karena itu, alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder lebih efisien digunakan untuk mengeringkan gabah.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : alat pengering gabah dengan menggunakan kolektor sekunder ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut : bahan yang digunakan adalah pelat seng tebal 0,2 mm, ukuran alat pengering 3100 × 500 x 1936 mm, ukuran plat absorber 500 × 1000 x 0.2 mm, ukuran rak pengering 500 × 500 × 80 mm, tebal kaca penutup 20 mm, ukuran saluran udara masuk masing-masing kolektor 20 x 500 mm, diameter cerobong 87 mm dengan tinggi 500 mm. Persentase kadar air gabah yang dikeringkan berbanding terbalik dengan waktu pengering baik untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder maupun yang tanpa menggunakan kolektor sekunder. Kadar air sebelum dikeringkan sebesar 24.75% dan sesudah dikeringkan berkisar antara 13.4% sampai dengan 13.8%. Waktu yang diperlukan untuk mencapai persentase kadar air gabah kering giling berbanding lurus dengan ketebalan gabah baik yang tanpa menggunakan kolektor sekunder yaitu selama 6.5 jam untuk tebal gabah 7 cm, 5.5 jam untuk tebal gabah 5 cm dan 4.0 jam untuk tebal gabah 3 cm sedangkan pada alat yang menggunakan kolektor sekunder yaitu selama 5.5 jam untuk tebal gabah 7 cm, 4.5 jam untuk tebal gabah 5 cm dan 3 jam untuk tebal gabah 3 cm. Jadi pengeringan gabah lebih cepat pada alat yang menggunakan kolektor sekunder. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa waktu yang diperlukan oleh alat pengering yang mennggunakan kolektor sekunder untuk mengeringkan gabah dari kadar air panen 24.75% sampai kadar air gabah kering giling 13.4% -13.8 % dibutuhkan waktu 3 – 5.5 jam jauh lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan secara alami yang bisa mencapai 2 – 3 hari Massa udara pengering yang dibutuhkan selama proses pengeringan pada alat yang menggunakan kolektor sekunder lebih sedikit jika dibandingkan dengan alat pengering tanpa menggunakan kolektor sekunder. Pada alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder untuk ketebalan 7 cm membutuhkan massa udara pengering sebesar 196.2322 kg, 159.586 kg untuk ketebalan 5 cm, dan 100.347 kg untuk ketebalan 3 cm. Sedangkan pada alat pengering
tanpa menggunakan kolektor sekunder untuk ketebalan 7 cm membutuhkan 202.286 kg, 168.82 kg untuk ketebalan 5 cm, dan 130.4046 kg untuk ketebalan 3 cm. Hal ini disebabkan karena laju aliran massa udara pengering untuk alat pengering yang menggunakan kolektor sekunder lebih cepat dari alat pengering tanpa menggunakan kolektor sekunder. Efisiensi termal alat pengering gabah akan meningkat seiring dengan bertambahnya tebal gabah dimana efisiensi maksimum diperoleh pada ketebalan gabah 7 cm yaitu sebesar 44.96% dengan alat yang menggunakan kolektor sekunder. Sedangkan efisiensi alat pengering tanpa menggunakan kolektor sekunder yaitu
sebesar 33.72%. Oleh karena itu alat yang
menggunakan kolektor sekunder lebih baik daripada alat tanpa menggunakan kolektor sekunder. Maka pembuatan dan analisis alat berikutnya sebaiknya dilakukan penambahan rak pengering dan penambahan tinggi cerobong.
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada dosen pembimbing 1 dan 2 atas bimbingannya selama penelitian ini, Orang Tuaku, saudara-saudaraku, teman-teman mahasiswa teknik mesin pascasarjana Unhas tahun 2012 khususnya Konversi Energi, serta seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. LAMPIRAN Douglas, M. Considene. (1977). Energy Technology Handbook. McGraw-Hill Book Company Inc., USA. Duffie, A. John, Beckman, A. William. (1980). Solar Engineering Of Thermal Processes. Wiley and Sons, New York, USA. Dirk E. Maier, Fred W. Bakker-Arkema. (2002). Grain Drying Systems. St. Charles, Illinois, U.S.A. Holman J.P. (1988). Perpindahan Kalor, 6th Ed, Erlangga, Jakarta. Jansen, J. Ted, Arismunandar, W. (1995). Teknologi Rekayasa Surya. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. M. Mohanraj, P. Chandrasekar. (2009). Performance of a Forced Convection Solar Drier Integated With Gravel as Heat Storage Material For Chili Drying, Journal of Engineering and Technologi, Karunya University, Kucing Serawak. Noble & Andrizal. (2003). Kajian Praktis Penggilingan Padi. . Deptan. Jakarta. Selyus R. (2012). Analisa Efisiensi Pengering Gabah Dengan Tenaga Surya. Makassar: Universitas Hasanuddin. Syukri Himran, (2011). Kajian Pada Alat Pengering Gabah Dengan Tungku Sekam Sebagai Pemanas Udara Pengering. Mekanika, Jurnal Teknik Mesin dan Industri, Makassar.
Tabel 1. Kadar air gabah sebelum dan sesudah pengeringan Tebal
Tanpa kolektor sekunder
Gabah
Dengan kolektor sekunder
Kadar air awal, Kadar air akhir, Kadar air awal, Kadar air akhir,
(cm)
Mi (%)
Mf (%)
Mi (%)
Mf (%)
3
24.60
13.70
24.75
13.43
5
24.60
13.80
24.75
13.69
7
24.60
13.70
24.75
13.82
Tabel 2. Waktu yang diperlukan untuk pengeringan gabah
Tebal Gabah (cm)
Waktu pengeringan (jam) Tanpa kolektor sekunder Dengan kolektor sekunder
3
4.0
3
5
5.5
4.5
7
6.5
5.5
Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar air gabah dengan waktu pengeringan
Gambar 2. Grafik hubungan antara massa udara pengering dengan waktu pengeringan
Gambar 3. Grafik hubungan antara massa air yang diuapkan dengan waktu pengeringan
Gambar 4. Grafik hubungan efisiensi termal vs waktu pengeringan