Vol umeVI I I ,Nomor3,Se pt e mbe r2014
Hubung a nKo ns e pDi r iDe ng a nI nt e r a ks iSo s i a lpa daKl i e nUl kusDi a be t i kdiRSUDBa ny udo no Pr a p t o no , Ma r d i ni , I nd r i y a t i I mpl e me nt a s iKe bi j a ka nTe nt a ngPe na t a a n, Pe mbi na a nda nPe ng e l o l a a nPa s a rTr a di s i o na l Se r t aTo koMo de r n Ma ha t hi rMuha mma dI q b a l Pe nt i ng ny aEt i kaDa l a m Ke hi dupa nBe r ba ng s aDe ng a nMe ng e de pa nka nNi l a i Ni l a iPa nc a s i l a Ho ma i d i , Ro k i y a h, Khr i s naHa d i wi na t a Emo t i o nRe g ul a t i o nt oRe duc i ngAg g r e s s i v eBe ha v i o ri nRe s o l v i ngI nt e r pe r s o na lCo nf l i c t o nSt ude ntSMK Ma s l i c ha hRa i c ha t ulJ a na h, Ha s t ut iRi f a y a ni , Sr iEr na wa t i Pe ng e mba ng a nSumbe rDa y aApa r a t urPe me r i nt a hTe r ha da pPe l a y a na nPubl i k pa daDi na sPe r i ndus t r i a nPe r da g a ng a nda nPe na na ma nMo da lPr o v i ns iGo r o nt a l o Ed ySa nj a y a Ka j i a nFe no me no l o g iPe ng ung ka pa nJ a t iDi r iWa ni t aTr a ns e ks ua ldiSi do a r j o Vi d i aAt i k aMa ng g i a s i h Ana l i s i sKua l i t a sSumbe rDa y aApa r a t urdiDi na sPe r hubung a nPa r i wi s a t a da nKe buda y a a nKa bupa t e nPo huwa t oPr o v i ns iGo r o nt a l o a I s k a nd a rI b r a hi m Empo we r me ntMo de lf o rAdo l e s c e nt sFa l l e ni nt oPr o s t i t ut i o ni nThe r e g e nc yo fMa l a ng Ea s tJ a v aPr o v i nc e Nur ulUmiAt i , Si t iSa r o h, NurHi d a y a t i
Volume VIII, Nomor 3, September 2014
ISSN: 0854-1302
Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik Terbit tiga kali setahun pada bulan Januari, Juni dan September. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan telaah konseptual dibidang administrasi Negara dan Bisnis, Sosial dan Politik. ISSN 0854-1302
Ketua Penyunting Agus Zainal Abidin Wakil Ketua Penyunting Hayat Penyunting Pelaksana Slamet Muchsin Sri Nuringwahyu Rini Rahayu Kurniati Siti Saroh Ratna Nikin Hardati Nurul Umi Ati Susilowati Roni Pindahanto Widodo Daris Zunaida Khoiron Pelaksana Tata Usaha Wawan Budi Cahyono Rudi Nawono
Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Kantor Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, Jl. MT. Haryono 193 Malang, Jawa Timur. 65144. Telp./ Fax. (0341) 565802. Hompage: http//www.unisma.ac.id. Email:
[email protected] Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS A4 spasi 1,5 jumlah halaman 2025, dengan format seperti tercantum pada Petunjuk Penulisan Jurnal Pelopor di halaman belakang. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya. Diterbitkan oleh FIA Press. Isi di luar tanggung jawab penerbit.
Volumr VIII, Nomor 3, September 2014
ISSN: 0854-1302
Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik
DAFTAR ISI Pengantar Redaksi Hubungan Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial pada Klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono .......................................................................................................... 1-11 Praptono, Mardini, Indriyati
Implementasi Kebijakan Tentang Penataan, Pembinaan dan Pengelolaan Pasar Tradisional Serta Toko Modern............................................................................ 12-40 Mahathir Muhammad Iqbal
Pentingnya Etika Dalam Kehidupan Berbangsa Dengan Mengedepankan Nilai-Nilai Pancasila .......................................................................................................... 41-55 Homaidi, Rokiyah, Khrisna Hadiwinata
Emotion Regulation to Reducing Aggressive Behavior in Resolving Interpersonal Conflict on Student SMK ......................................................................... 56-62 Maslichah Raichatul Janah, Hastuti Rifayani, Sri Ernawati
Pengembangan Sumber Daya Aparatur Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontal .............................................................................................................. 63-77 Edy Sanjaya
Kajian Fenomenologi Pengungkapan Jati Diri Wanita Transeksual di Sidoarjo ...... 78-87 Vidia Atika Manggiasih
Analisis Kualitas Sumber Daya Aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo ...................................... 88-104 Iskandar Ibrahim
Empowerment Model for Adolescents Fallen into Prostitution in Theregency of Malang East Java Province ..................................................................................... 105-132 Nurul Umi Ati, Siti Saroh, Nur Hidayati
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Pelopor Volume VIII Nomor 3 September 2014 kembali terbit dengan berbagai isu yang diangkat untuk menyajikan berbagia fenomena baru dalam bidang pemikiran administrasi publik dan bisnis, sosial dan politik. Volume VIII Nomor 3 kali ini, kami menyajikan berbagai tulisan menarik yang disampaikan oleh para penulis. Hubungan Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial pada Klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono yang ditulis oleh Praptono, Mardini dan Indriyati. Tulisan kedua oleh Mahathir Muhammad Iqbal yang mengangkat Implementasi Kebijakan Tentang Penataan, Pembinaan dan Pengelolaan Pasar Tradisional Serta Toko Modern. Sementara itu, tulisan berikutnya adalah tentang Pentingnya Etika Dalam Kehidupan Berbangsa Dengan Mengedepankan Nilai-Nilai Pancasila oleh Homaidi, Rokiyah dan Khrisna Hadiwinata. Sedangkan Maslichah Raichatul Janah, Hastuti Rifayani dan Sri Ernawati mengambil judul Emotion Regulation to Reducing Aggressive Behavior in Resolving Interpersonal Conflict on Student SMK. Kemudian Edy Sanjaya menulis tentang Pengembangan Sumber Daya Aparatur Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontal. Dilanjutkan tulisan Kajian Fenomenologi Pengungkapan Jati Diri Wanita Transeksual di Sidoarjo oleh Vidia Atika Manggiasih. Sementara Iskandar Ibrahim menulis tentang Analisis Kualitas Sumber Daya Aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, dan yang terakhir tulisan dari Nurul Umi Ati, Siti Saroh, Nur Hidayati tentang Empowerment Model for Adolescents Fallen into Prostitution in Theregency of Malang East Java Province Atas nama pengelola Jurnal Pelopor, kami mengharap terbitan ini mempunyai manfaat dan kegunaan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik secara praktis maupun teoritis. Harapan selanjutnya adalah bagi para sejawat dosen, akademisi, praktisi, dan pakar dibidang ilmu administrasi publik dan bisnis, sosial dan politik untuk berkontribusi dalam penerbitan berikutnya.
Malang, September 2014
Redaksi
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA KLIEN ULKUS DIABETIK DI RSUD BANYUDONO
Praptono, Mardini, Indriyati Universitas Sahid Surakarta Jl. Adi Sucipto No. 154 Jajar Solo, 57144 Email:
[email protected]
Abstrak Gambaran konsep diri dan interaksi sosial pada penderita DM di RSUD Banyudono rata-rata mengalami banyak keluhan akan penyakit yang dialami yang tidak kunjung sembuh. Seperti pasien menyendiri dan merasa malu tidak bisa berkumpul dengan masyarakat saat ada kegiatan di desa karena keadaan lukanya, pasien selalu bertengkar dengan keluarganya jika permintaannya tidak cepat dituruti, pasien mudah tersinggung, marah dan mengalihkan perhatiannya saat ditanya tentang berapa gulanya dan pasien tampak takut jika terjadi komplikasi sehingga pasien membatasi semua aktifitasnya secara berlebih. Mengetahui hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelational dengan rancangan cross sectional. Populasi diambil sebanyak 51 orang dengan mengambil sampel sebanyak 34 responden dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Dilihat dari gambaran konsep diri diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai konsep diri kurang baik (82,4%); (2) Sebagian besar responden mempunyai interaksi sosial tergolong kurang baik (58,8%); dan (3) Terdapat hubungan signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetic (p = 0,000). Terdapat hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono. Kata kunci : konsep diri, interaksi sosial, ulkus diabetik
Abstract Self-concept and social interaction in patients ulkus diabetes mellitus in Banyudono hospitals average will experience a lot of complaints experienced disease that do not heal. As the patient alone and feeling embarrassed could not get together with the community when there is activity in the village due to the state of the wound, the patient is always quarreling with his family if the demand is not quickly obeyed, irritable, angry and turned his attention when asked about how much sugar and patients seem to be afraid if the case complications so that patients restrict all activities in excess. To determine the relationship self-concept and social interaction on the client Diabetic ulcers in hospitals Banyudono. This study is a descriptive study with cross sectional korelational. Population taken as many as 51 people by PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 1
taking a sample of 34 respondents with a purposive sampling technique. Data analysis techniques with chi-square test. Results (1) Judging from the picture of self-concept in mind that the majority of respondents have a poor selfconcept (82.4%); (2) Most of the respondents have a relatively poor social interaction (58.8%); and (3) There is a significant relationship between self-concept and social interaction on the client diabetic ulcers (p = 0.000). There is a relationship self-concept and social interaction on the client Diabetic ulcers in hospitals Banyudono. Keywords: self-concept, social interaction, diabetic ulcers. Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011). Diabetes mellitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu pengeluaran biaya kesehatan untuk Diabetes Mellitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF, 2011). International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, (IDF, 2011). Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia Tenggara (IDF, 2009). Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun (IDF, 2011). Indonesia menurut WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sebesar 1,5-2,3% pada
PENDAHULUAN Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen global untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, serta kerangka pijakan yang digunakan untuk mencapai target-target pembangunan pada tahun 2015. Target-target yang akan dicapai meliputi delapan isu strategis pembangunan manusia (human development), antara lain penghapusan kemiskinan,pencapaian pendidikan dasar untuk semua anak laki-laki dan perempuan, keseteraan gender dan pemberdayaan perempuan, penurunan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyakit menular, malaria dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan, serta membangun komitmen global untuk pembangunan (Imron, 2012). Keberhasilan pembangunan diikuti pula oleh pergeseran pola penyakit yang ada di masyarakat. Pola penyakit yang semula didominasi penyakit-penyakit menular dan infeksi mulai digeser oleh penyakit-penyakit metabolis, dan hal ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya adalah diabetes mellitus (Bustan, 2009).
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 2
penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes Mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius (Darmono, 2011). Penderita Diabetus Mellitus dibandingkan dengan penderita non Diabetes mellitus mempunyai kecenderungan 2x lebih mudah mengalami trombosis serebral, 25x terjadi buta, 2x terjadi penjakit jantung koroner, 17x terjadi gagal ginjal kronis, dan 50x menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun diabetes mellitus di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1% (Tjokroprawiro, 2009). Data dari Dinkes Jateng menunjukkan bahwa dari tahun 2008-2010, DM tipe II menempati urutan kedua dari lima belas besar Penyakit Tidak Menular di Jawa Tengah. Pada tahun 2008 jumlah penderita sebanyak 249.181, pada tahun 2009 sebanyak 200.295 penderita, dan pada ta- hun 2010 sebanyak 245.907 penderita. Kota Semarang menempati urutan pertama penderita DM tipe II dengan 36.353 penderita (Profil Dinkes Jateng, 2011). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali prevalensi penderita Diabetes Mellitus Tipe II pada tahun 2007 sebanyak 1.183 per 100.000 penduduk dan meningkat pada tahun 2008 prevalensinya menjadi 2.008 per 100.000 penduduk. Sub bagian catatan medik RSUD Banyudono
Kabupaten Boyolali mencatat jumlah penderita Diabetes Mellitus yang dirawat inap meningkat sebesar 105% selama 5 tahun terakhir sampai tahun 2011 dengan hari rawat rata-rata 9 – 14 hari, sedangkan pada tahun 2012 jumlah penderita meningkat menjadi 609 penderita, dengan ratarata satu bulanya 56 orang. Diabetes milletus penyakit kronik yang tidak bisa sembuh sempurna, perlu perawatan seumur hidup, dapat menimbulkan perubahan psikologik yang mendalam pada pasien, juga pada keluarga dan kelompok sosialnya. Pada pasien yang telah didiagnosa menderita DM, timbul perasaan yang tidak adekuat lagi, dapat berlebihan, timbul ketakutan, mereka menuntut untuk dirawat orang lain dengan berlebihan, dan sikap bermusuhan yang kemungkinan dapat terjadi. Hal ini juga bisa berlanjut menjadi perasaan depresi pada pasien. Depresi merupakan kejadian yang umum terjadi pada penderita depresi DM (Watkins, 2006). Penderita Diabetes Melitus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita Diabetes Melitus manunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat. Selain perubahan tersebut jika penderita Diabetes Melitus telah mengalami komplikasi maka akan menambah depresi pada penderita karena dengan adanya komplikasi akan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 3
membuat penderita mengeluarkan lebih banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan, mengurungkan diri untuk berinteraksi dengan masyarakat, dan merasa rendah diri terhadap orang lain. Hasil studi awal penderita Diabetes Mellitus di RSUD Banyudono yang dapat diidentifikasi pada tahun 2012 sebanyak 892 kasus DM tanpa ulkus, pada tiga bulan terakhir tahun 2013 sebanyak 51 kasus, sementara itu pada bulan Desember 2013 terdapat 197 pasien DM tanpa ulkus dan 15 pasien dengan ulkus. Penderita ulkus diabetik mengeluh adanya rasa bosan harus minum obat setiap hari, sulit untuk melakukan diet sesuai yang dianjurkan dan pasien selalu bertanya akan kesembuhan penyakitnya saat berobat, sehingga pasien susah tidur karena selalu teringat akan penyakitnya, pasien merasa lemah, suka melamun, takut dan bosan dengan hidupnya yang selalu dibatasi, pasien merasa sedih, cemas, putus harapan karena sudah tidak bisa beraktivitas seperti biasanya (mencari nafkah), dan pasien merasa menambah beban bagi keluarganya, sehingga individu yang memiliki konsep diri dengan baik memiliki kemampuan baik dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Di samping itu kaitannya dengan interaksi sosial, pasien ulkus diabetes terlihat agak minder bergaul dengan orang lain dimana terlihat mereka menghindar dan berdiam diri apabila ada pasien yang mebesuknya. Konsep diri dan interaksi sosial pada penderita ulkus diabeties di RSUD Banyudono rata-rata
mengalami banyak keluhan akan penyakit yang dialami yang tidak kunjung sembuh. Seperti pasien menyendiri dan merasa malu tidak bisa berkumpul dengan masyarakat saat ada kegiatan di desa karena keadaan lukanya, pasien selalu bertengkar dengan keluarganya jika permintaannya tidak cepat dituruti, pasien mudah tersinggung, marah dan mengalihkan perhatiannya saat ditanya tentang berapa gulanya dan pasien tampak takut jika terjadi komplikas sehingga pasien membatasi semua aktifitasnya secara berlebih. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada Klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono. Sementara tujuan yang diharapkan adalah terbagi dalam 2 (dua) tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumanya adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada Klien Ulkus Diabetik di RSUD Banyudono. Sedangkan tujuan khususnya, antara lain: (1) untuk mendeskripsikan konsep diri pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono; (2) untuk mendeskripsikan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono; (3) untuk menganalisis hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitin deskriptif corelational dengan rancangan cross sectional.Penelitian ini telah dilakukan di RSUD Banyudono Boyolali, dan telah dilakukan pada
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 4
tanggal 24 April – 24 Mei 2014. Populasi penelitian ini adalah klien Ulkus Diabetik yang ada di RSUD Banyudono Boyolali pada bulan Nopember 2013 - Januari 2014 yaitu sebanyak 51 orang, diambil sebanyak 34 responden dengan teknik purposive sampling.Variabelnya adalah bebas (konsep diri) dan variable terikat (interaksi sosial). Instrumen penelitiannya adalah (1) untuk variabel konsep diri memakai alat ukur lembar kuesioner dengan skala Guttman yang terdiri dari 2 (dua) item pernyataan dengan komponen jawabannya adalah: Ya: 1; Tidak: 0. Adapun soal aitem variabel konsep diri dari masing-masing gambaran diri, identitas diri, peran diri, ideal diri, dan harga diri terdiri dari 36 item soal; dan (2) untuk variabel interaksi sosial memakai alat ukur lembar observasi dengan skala Guttman yang terdiri dari 2 (dua) pilihan jawaban secara tegas yaitu: Ya: 1; Tidak : 0. Adapun soal aitem variabel interaksi sosial terdiri dari 5 item soal. Teknik analisis data menggunakan univariate bivariate. Univariate yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariate ini untuk melihat distribusi frekuensi data: jenis kelamin, umur, pendidikan,pekerjaan,mendeskripsik an konsep diri dan mendeskripsikan interaksi sosial.Sedangkan bivariate yaitu analisis yang digunakan untuk menerangkan hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono Boyolali. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan
pengolahan data dengan uji Chi-Square analisis (χ2).. Berdasarkan uji statistik maka dapat diputuskan : 1) Bila hasil χ2hit < χ2tab atau p > 0,05, berarti Ho diterima, artinya bahwa tidak ada hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono. 2) Bila hasil χ2hit ≥ χ2tab atau p < 0,05, berarti Ho ditolak, artinya bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik di RSUD Banyudono. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN Tabel 1 Distribusi Hasil Penelitian
DAN
Keterangan Frekuen si (f) Konsep Diri Persentas e (%) Kurang Cukup Baik Interaksi Sosial Kurang Cukup Baik Σ
28 6 0
82,4 17,6 0,0
20 12 2 90
58,8 35,3 5,9 100,00
Berdasarkan Tabel 1, dari 34 responden yang termasuk konsep diri kurang baik sebanyak 28 orang (82,4%) dan konsep diri cukup baik sebanyak 6 orang (17,6%), dan konsep diri baik tidak ada. Hal ini berarti dilihat dari konsep diri responden mayoritas termasuk
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 5
konsep diri yang kurang baik yaitu sebanyak 28 orang (82,4%). Berdasarkan tabel di atas, dari 34 responden yang mempunyai interaksi sosial kurang baik sebanyak 20 orang (58,8%), interaksi sosial cukup sebanyak 12 orang (35,5%) dan yang termasuk baik interaksi sosialnya hanya ada 2 orang (5,9%). Hal ini berarti sebagian besar responden mempunyai interaksi sosial kurang yaitu sebanyak 20 orang (58,8%) dari keseluruhan responden yang diteliti.
penghargaan dari orang lain (Keliat, 2008). Biasanya konsep diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. konsep diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia (Stuart and Sundeen, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas klien ulkus diabetik mempunyai konsep diri yang kurang baik (82,4%). Hal ini disebabkan oleh perasaan rendah diri sehubungan kondisi luka kaki yang di alami, merasa keluarga tidak dapat menerima keadaan dirinya sehubungan dengan kondisi luka kaki yang dialami, dan masyarakat di sekitar kurang dapat menerima dirinya sehubungan dengan kondisi luka kaki yang dialaminya. Sehubungan dengan luka gangren yaitu luka terbuka pada permukana kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Misnadiarly, 2006) b. Diskripsi tentang interaksi sosial Dari 35 responden yang termasuk interaksi sosial kurang baik sebanyak 20 orang (58,8%), interaksi sosial cukup baik sebanyak 12 orang (35,3%), dan interaksi
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis dan temuan yang telah dikemukakan di muka, maka dapat dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan berikut : 1. Analisis Univariat a. Diskripsi tentang konsep diri Dari 34 responden yang termasuk konsep diri kurang baik sebanyak 28 orang (82,4%), konsep diri cukup sebanyak 6 orang (17,1%), dan konsep diri baik tidak ada. Hal ini berarti dilihat dari konsep diri pada harga diri responden mayoritas termasuk mempunyai konsep diri yang kurang baik (82,4%). Menurut Stuart dan Sundeen (2007), bahwa konsep diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan konsep diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Konsep diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 6
sosial baik ada 2 orang (5,9%). Menurut Susanto (2008), interaksi sosial diartikan sebagai suatu proses pengaruh mempengaruhi, mengahasilkan hubungan tetap yang akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial dengan menggunakan komunikasi. Jadi interaksi sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, serta antara individu dengan kelompok. Beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial menurut Maryati dan Suryawati (2008) adalah interaksi antara individu dan individu. Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan). Adapun interaksi antara individu dengan lebih dari 1 orang, dimana interaksi ini dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam- macam sesuai situasi dan kondisinya. Selain itu interaksi sosial antara individu dengan kelompok, dimana ini terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua lembaga kesehatan untuk membicarakan suatu gerakan bersih desa. Dilihat dari interaksi sosial pada responden mayoritas termasuk mempunyai interaksi yang kurang baik (58,8%). Hal ini disebabkan oleh dari hasil jawaban responden bahwa responden sering marahmarah, klien tidak mengetahui tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya, klien tidak
mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain. 2. Analisis Bivariat Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial klien Diebetes Mellitus di RSUD Banyudono, hal ini dapat dilihat pada nilai uji χ2hit > χ2tab (15,651 > 5,991 atau nilai ρ = 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial, artinya bahwa semakin buruk konsep diri yang dimiliki oleh klien diebetes mellitus maka semakin buruk pula interaksi sosialnya, demikian juga sebaliknya semakin baik konsep dirinya maka semakin baik interaksi sosial klien Diebetes Mellitus di RSUD Banyudono. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Winasis dan Arina Maliya (2009) yang meneliti tentang: “Hubungan antara Konsep Diri dengan Depresi pada Penderita Diabetis Mellitus di Puskesmas Pracimantoro I Wonogiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan depresi pada penderita diabetis mellitus. Selain itu, penelitian ini didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Sri Lestari (2009), yang meneliti tentang “Hubungan Ulkus Diabetis dengan Gangguan Konsep Diri pada Pasien di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kejadian ulkus diabetis
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 7
dengan gangguan konsep diri pada pasien. Adapun yang berakitan dengan dukungan sosial diketahui bahwa penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Antari, Rasdini, dan Triyani (2012), yang meneliti tentang “Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Interna RSUP Sanglah”. Hasil penelitain menyebutkan bahwa terdapat konstribusi yang signifikan antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup sebesar 95,5% (p= 0,000). Hal ini berarti konsep diri yang diukur dengan identitas diri, peran diri, ideal diri dan harga diri berhubungan erat dengan interaksi sosial, artinya bahwa semakin buruk konsep diri yang dimiliki oleh klien ulkus diebetes mellitus maka semakin buruk pula interaksi sosialnya, demikian juga sebaliknya semakin baik konsep dirinya maka semakin baik interaksi sosial klien Diebetes Mellitus di RSUD Banyudono.
dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti hanya sebagian, lainnya dilakukan oleh observer yang ditunjuk. PENUTUP Simpulan 1. Dilihat dari gambaran konsep diri diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai konsep diri kurang baik (82,4%). 2. Sebagian besar responden mempunyai interaksi sosial tergolong kurang baik (58,8%). 3. Terdapat hubungan signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada klien ulkus diabetik (χ2hit = 15,651 > χ2tab 5,991; p = 0,000 < 0,05). Saran 1. Bagi Penderita DM. Bagi klien agar meningkatkan informasi tentang faktor-faktor risiko ulkus diabetika dan melaksanakan upaya pencegahan terhadap berbagai macam faktor risiko terjadinya ulkus diabetika. 2. Bagi profesi Keperawatan. Diharapkan dapat memberikan informasi dan memberikan kontribusi agar penderita DM dapat merubah pola hidup dan dapat berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. 3. Bagi Institusi Kesehatan. Saran bagi institusi kesehatan agar meningkatkan monitoring prevalensi ulkus diabetik dan meningkatkan informasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan berbagai macam faktor risiko kejadian ulkus diabetika. 4. Bagi ruang keperawatan.
2.
Keterbatasan Keterbatasan yang penulis jumpai pada proses penelitian ini adalah antara lain: a. Peneliti hanya menggunakan subyek penelitian pada klien ulkus diabetik grade II ke atas dengan umur di atas 40 tahun yang memeriksakan di RSUD Banyudono Boyolali, sehingga penelitian ini kurang dapat menggeneralisasi-kan semua pasien dengan indikasi ulkus diabetik yang memeriksakan kesehatannya di RSUD Banyudono Boyolali. b. Teknik pengumpulan data
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 8
5.
Diharapkan dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada klien Diabetes Mellitus sebaik mungkin, sehingga penderita tersebut dapat bersangsur-angsur kesehatannya pulih kemali. Bagi peneliti selanjutnya. Diharapkan dapat meneliti beberapa faktor yang dapat mempengaruhi interaksi sosial pada klien ulkus diabetika selain faktor konsep diri.
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Darmono, 2007. Pengobatan Insulin Glargine (LongActing Insulin Analouge) Pada Penderita Diabetes Melitus, dalam Simposium “Insulin Sahabat Diabetisi” Dalam Rangka Memperingati Hari Diabetes Nasional IV (12 Juli 2007). Depkes, RI. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Depkes, RI. Dinkes Jateng. 2011. Profil Dinkes Jateng tahun 2010. Semarang: Dinkes Jateng. Eko Budi Winarsis dan Arina Malia. 2009. Hubungan antara Konsep Diri dengan Depresi pada Penderita Diabetis Mellitus di Puskesmas Pracimantoro I Wonogiri. Jurnal Keperawatan. Surakarta: UMS Press. Hadisaputro, S. 2009. Epidemiologi dan Faktor- Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Hastuti. 2010. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada
DAFTAR PUSTAKA ADA. 2007. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite on the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care, USA. Antari, Rasdini, dkk. 2012. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Interna RSUP Sanglah. Jurnal Ilmu Keperawatan. Bali: Udayana Basrowi. 2005. Psikologi Sosial, Suatu Tinjauan Fenomenologi. Jakarta: Rineka Cipta. Beck, C.M., Rawlins, R.P., dan William, S.R. (Eds.). 2006. Mental Health Psychiatric Nursing: A HolisticlifeCycleapproach. St. Louis: The CV. Mosby Company. Burns, R.B. 2008. Self Concept: In Theory Measurement, Development and Behavior. Longman Group Limited. New York. Bustan. 2009. Epidemiologi
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 9
Penderita Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Tesis. Universitas Diponegoro. Home Health Worshop. 2013. Wagner Classification of Diabetic Foot Ulcers. IDF (International Diabetes Federation). 2011. Diabetes Evidence Demands Real Action From The Un Summit On Non Communicable Diseases. [http:// www.idf.org/diabetesevidence-demandsrealaction-un-summit-noncommunicable- diseases] [Diunduh pada 18 Januari 2014 pukul 17.20 WIB] Imron. 2012. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas Indonesia. Keliat, B.A, Panjaitan, R.U., & Helena, N. 2008. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC. Maryati dan Suryawati. 2008. Interaksi Sosial. Jakarat: Rineka Cipta. Misnadiarly. 2006. Misnadiarly. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta: Populer Obor. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 diIndonesia.
Potter, P,A., & Perry, A,G. 2006. Fundamentals Of Nursing : Concepts, Process, And Practice. (Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik). Alih Bahasa : Monica Ester, Jakarta : EGC. Profil RSUD Banyudono, 2012. Boyolali: Dinkes Kabupaten Boyolali Riyanto, B. 2007. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Soekanto, S. 2005. Sosiologi. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Sri Lestari. 2009. Hubungan Ulkus Diabetis dengan Gangguan Konsep Diri pada Pasien di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Surakarta: USS. Stuart dan Sundeen. 2007. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book. Stuart and Sundeen. 2008. Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S. Hamid. Edisi 3. Jakarta : EGC. Susanto. 2008. Diabetes Mellitus : Klasifikasi, diagnosis dan Terapi, Edisi ketiga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suyono. 2004. Masalah Diabetes di Indonesia.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 10
Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Jakarta: Penerbit FK UI. Tjokropawiro. A. 2009. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi, Surabaya: Airlangga University Presss. Team FKM UNAIR. 2014. ChiSquare Test (χ2), Bahan Ajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya: UNAIR, diunduh dari fkm.unair.ac.id/s2k3/files/... ../chisquare.pdf. diakses tanggal 6 Januari 2013. Watkins. 2006. Depressive Disorders and Suicide. In : Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Wiryati dan Widada. 2007.Perspektif Sosial Budaya. Bandung: UPI Press.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 11
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN, DAN PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL SERTA TOKO MODERN
Mahathir Muhammad Iqbal Universitas Islam Raden Rahmat Malang Jl. Raya Mojosari 02 Kepanjen Malang - 65163 Telp. 0341-399099 Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak ada komitmen dari struktur sosio-politik untuk menerapkan Perpres No. 112 Th 2007 dan pada tahun 2008, didukung oleh Permendag No. 53 Th. 2008, khususnya di tingkat daerah. Seperti yang sudah tertulis dalam Perpres 112/2007 bahwa pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan industri ritel di daerah, di mana pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam perizinan, zonasi, dan toko jam. Masalah yang akan diteliti adalah: 1) bagaimana pelaksanaan kebijakan; 2) apa dampak dari pelaksanaan kebijakan; 3) orang-orang yang diuntungkan dan dirugikan oleh pelaksanaan kebijakan; 4) apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kebijakan penataan, pendirian, dan mengelola pasar tradisional, serta pasar modern di Turen Kabupaten, Kabupaten Malang. Kata kunci: pemerintah daerah, implementasi kebijakan, pasar modern, pasar tradisional Abstract This research is back grounded by no commitment from the socio-politic structure to implement Perpres No. 112 Th 2007 and in 2008, supported by Permendag No. 53 Th. 2008, especially in the region level. As already written in the Perpres 112/2007 that the local government has very important role in the retail industry development in his region, where the local government has authority in the licensing, zonation, and the store hours. The problems that are going to be studied are: 1) how are the implementation of the policy; 2) what are the impact of the policy implementation; 3) those who benefited and harmed by the implementation of the policy; 4) what are the factors that support and hinder the implementation of policies on structuring, founding, and managing traditional markets, as well as modern markets in the Turen District, of Malang Regency. Keywords: local goverment, implementation of the policy, modern markets, traditional markets
Pembangunan ekonomi di Indonesia sejak krisis sampai
PENDAHULUAN
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 12
sekarang mengalami pasang surut. yang berbentuk Mall, Hypermarket, Dulu sebelum krisis Indonesia sudah Supermarket, Department Store, masuk menjadi negara berkembang Shopping Centre, Mini Market, yang dan menjadi salah satu macan Asia. pengelolaannya dilaksanakan secara Tetapi sekarang ini Indonesia modern, mengutamakan pelayanan termasuk negara miskin. Ditengah kenyamanan berbelanja dengan kemiskinan dan dengan segala manajemen berada pada satu tangan, kekurangan yang ada perekonomian bermodal kuat dan dilengkapi label Indonesia mulai bangkit. Salah harga yang pasti. satunya yaitu dalam bidang industri (http://praja1.wordpress.com/2009/0 ritel. 6/17/permendagri-no-42-tahun-2007Ritel Indonesia secara agregat dibagi tentang pengelolaan-pasar-desa/). menjadi dua yaitu ritel modern dan Keberadaan ritel modern ritel tradisional, pembagian ini dibuat seperti Indomaret dan Alfamaret di oleh AC Nielsen Indonesia pada riset sejumlah daerah wilayah Kabupaten yang berjudul Shopper Trend 2005. Malang memang seringkali menuai (A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific kontroversi dan dilematis. Bagi Retail and Shopper Trends 2005. sebagian konsumen pasar modern, [online] keberadaan minimarket semacam
dengan membawa poster ini oleh pola konsumsi juga memiliki membuat kalang kabut manajemen, hubungan erat dengan industri ritel. karena saat itu toko bakal melakukan Hal inilah yang diyakini menjadi uji coba pembukaan. (Radar malang, daya dorong pemulihan pertumbuhan 15/01/2011, 35.) ekonomi Indonesia pasca krisis tahun Dilematis karena di satu sisi 1998. eksistensinya dianggap ancaman bagi Selain itu, industri ritel pun eksistensi pasar tradisional. memiliki peranan yang sangat Berdasarkan data AC Nielsen Tahun penting bagi perekonomian 2008, diketahui bahwa pertumbuhan Indonesia khususnya masyarakat ritel modern setiap tahunnya Indonesia. Industri ritel mencatat kisaran angka 10% hingga menempatkan diri sebagai industri 30%. Hal ini ditunjukkan ekspansi kedua tertinggi dalam penyerapan ritel modern yang sangat agresif tenaga kerja Indonesia setelah hingga masuk ke wilayah industri pertanian. Hal ini pemukiman warga. Ritel tradisional mengindikasikan bahwa banyak yang berada di wilayah pedesaan orang menggantungkan hidupnya maupun pemukiman rakyat pun pada industri ritel. terkena imbasnya dengan berhadapan Berdasarkan data diatas, langsung dengan ritel modern industri ritel dapat dikategorikan tersebut. Persaingan diantara menjadi industri yang merupakan keduanya tidak bisa terhindari. Tidak hajat hidup orang banyak karena hanya itu, karena minimnya aturan sekitar 10% dari total penduduk zonasi dari pembangunan ritel Indonesia menggantungkan hidupnya modern tersebut, maka ritel-ritel dengan berdagang. Dengan tradisional yang ada di kota-kota karakteristik industri ritel yang tidak besar pun terkena imbasnya. Salah membutuhkan keahlian khusus serta satu dampak nyata dari kehadiran pendidikan tinggi untuk ritel modern di tengah-tengah menekuninya, maka banyak rakyat ritel tradisional adalah Indonesia terutama yang tergolong berkurangnya pedagang kecil serta dalam kategori UKM masuk dalam menurunnya omzet dari pedagang industri ritel ini. Dalam kecil tersebut. perkembangannya, justru pedagangTetapi pada sisi yang lain, pedagang kecil inilah yang industri ritel merupakan industri mendominasi jumlah tenaga kerja yang strategis dalam kontribusinya dalam industri ritel di Indonesia. terhadap perekonomian Indonesia. Pedagang-pedagang ini menjelma Dalam konteks global, potensi menjadi pedagang pasar tradisional, industri ritel di Indonesia tergolong pedagang toko kelontong bahkan cukup besar. Industri ritel memiliki masuk ke industri informal yaitu kontribusi terbesar kedua terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL). pembentukan Gross Domestic Munculnya pedagang-pedagang ini Product (GDP) setelah industri memang tidak dapat dihindari pengolahan. (Sumber: Laporan mengingat pertumbuhan penduduk Perekonomian Indonesia tahun yang pesat tiap tahunnya yang tidak 2007). diimbangi pertumbuhan lapangan Selain itu, jika dilihat dari sisi kerja. Di sisi lain, industri pertanian pengeluaran, GDP yang ditopang yang sebelumnya menjadi primadona PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 14
masyarakat kemudian berubah dan Starmart, Yomart, AMPM, dan beralih ke industri lain yang lebih beberapa nama lainnya (termasuk menjanjikan. Dengan melihat pemain lokal). Namun, yang tampak mayoritas pedagang di industri ritel di mata masyarakat adalah yang berasal dari kalangan persaingan utama antara Alfamart menengah ke bawah, maka dan Indomaret. Hal ini dikarenakan perkembangan dalam industri ritel kedua merk minimarket ini sangat seharusnya senantiasa agresif menggarap pasar hingga ke memperhatikan kepentingan kawasan perumahan. Karena pedagang kecil dengan maksud agar ketatnya bersaing, mereka seperti tidak menimbulkan permasalahan tidak mempedulikan suatu hal yang sosial yang besar. berkaitan dengan kedekatan lokasi Sejak tahun 1998, peta toko. Dalam radius 10 meter, mudah industri ritel mengalami perubahan sekali dijumpai toko Alfamart besar terutama setelah Pemerintah berhadapan dengan Indomaret. melakukan liberalisasi. Liberalisasi Di Kabupaten Malang kini ada 91 ditandai dengan ditandatanganinya minimarket. Rinciannya, 54 letter of intent dengan IMF yang Indomart dan 37 Alfamart. Sejauh ini memberikan peluang investasi pendirian minimarket tidak ada kepada pihak asing untuk masuk pembatasan. Syaratnya hanya dalam industri ritel. mengajukan IMB (Izin Mendirikan Sejak saat itu, peritel-peritel Bangunan) dan izin HO (gangguan) asing maupun perusahaan di UPT Perizinan dan Surat Izin multinasional mulai berdatangan dan Usaha Perdagangan (SIUP) ke meramaikan industri ritel Indonesia. Desperindag. Akibatnya, menurut Peritel asing sangat aktif untuk data yang dikemukakan oleh melakukan investasi terutama dalam Desperindag, saat ini omzet rata-rata skala besar seperti hipermarket dan pasar tradisional merosot hingga 15 Department Store. Salah satu persen akibat konsumennya contohnya adalah Continent, ”dimakan” minimarket. (Radar Carrefour, Hero, Walmart, Yaohan, Malang, 24 Maret 2011, 29). Lotus, Mark & Spencer, Sogo, Di Kecamatan Turen, Makro, Seven Eleven, Indomart, Kabupaten Malang sendiri total ada Alfamart, dll. lima pasar modern dengan Sampai saat ini, pertumbuhan perbandingan 4 Indomaret dan 1 Indomaret dan Alfamart dalam Alfamart yang tersebar di Jl. Ahmad lingkup nasional sangatlah luar biasa. Yani, Jl. Panglima Sudirman, serta Tercatat ada 2.779 gerai Alfamart, Jl. Raya Talok. Ekspansi pasar sedangkan jumlah gerai yang modern semacam Indomart dan dimiliki pesaing utamanya, yaitu Alfamart sampai pada tingkatan Indomaret, telah mencapai 3.134 kecamatan dan kelurahan serta gerai sejak dirintis pada tahun 1988. pemukiman warga sungguh telah (http://kumpulan-artikelsampai pada titik yang menarik.blogspot.com/2010/05/alasa mengkhawatirkan. Bukan hanya saja n-kenapa-toko-indomaret-dan.htm). dilihat dalam perspektif dampak Sebenarnya selain Alfamart keberadaannya terhadap eksistensi dan Indomaret masih banyak pemain pasar tradisional. Lebih dari itu, tidak minimarket lain. Sebut saja Circle K, adanya komitmen dari struktur sosial PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 15
politik yang ada ditengarai juga Intensifikasi hubungan sosial tingkat menjadi faktor menjamurnya pasar dunia yang mempertemukan modern tanpa terkontrol. Ambil berbagai tempat (lokalitas) contoh misalnya yang terjadi di Jl. sedemikian rupa sehingga kejadianPanglima Sudirman. Disini ada dua kejadian yang terjadi di suatu daerah mini market yang berjajar, yaitu dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa Indomaret dan Alfamart. Ironisnya, yang berlangsung di tempat-tempat letaknya tepat berada di depan pasar yang sangat jauh dan demikian pula desa Kelurahan Turen. sebaliknya. Salah satu agenda globalisasi Karena para majikan dan adalah liberalisasi perdagangan. Jan pemikir ekonomi asing menyatakan Aart Scholtc (lihat dalam Rais, 2008: bahwa sistem ekonomi yang paling 13) menggambarkan secara garis produktif adalah sistem yang ramah besar ada 5 definisi luas tentang pada pasar, maka sebagian dari kita globalisasi seperti ditemukan dalam mengumandangkan seruan ekonomi literatur, yaitu: 1) Globalisasi sebagai Indonesia berwatak market-friendly. internasionalisasi, yakni dilihat Mereka seolah lupa bahwa pasar sebagai kegiatan antar negara yang adalah seratus persen mencari profit melampaui batas wilayah masingtanpa ada pertimbangan apapun juga. masing sehingga terjadi saling tukar Persis seperti yang dikatakan oleh dan saling ketergantungan Thomas L. Friedman dalam konsep internasional, terutama menyangkut ”one size fits all golden start jacket”. modal dan perdagangan. 2) Menurut Friedman sebagai pembela Globalisasi sebagai liberalisasi, globalisasi yang diilhami oleh yakni merujuk sebagai proses neoliberalisme dan pemusnahan berbagai restriksi politik neokonservatisme, jaket pengaman sehingga ekonomi dunia menjadi emas bagi ekonomi yang cocok terbuka dan tanpa batas. 3) segala ukuran (tidak peduli negara Globalisasi sebagai universalisasi besar atau kecil, negara maju atau informasi, komunikasi, dan terbelakang, negara industri atau transportasi serta barbagai kegiatan pertanian) itu mencakup upah buruh masyarakat lainnya. 4) Globalisasi direndahkan untuk menekan laju sebagai westernisasi atau inflasi. (Thomas L. Friedman, The modernisasi, yakni merebaknya ke World Is Flat (2006), London: seluruh dunia struktur modernitas Penguin Books). Hal inilah yang barat yang menyangkut kapitalisme, terjadi pada para tenaga kerja salah rasionalisme, industrialisme satu minimarket. Dengan birokratisme dan lain sebagainya berdasarkan atas nama loyalitas, yang cenderung merusak budaya mereka tidak mempunyai jam kerja lokal yang sudah ada lebih dulu. Dan yang jelas. 5) Globalisasi sebagai `Salah satu keunggulan deteritorialisasi dimana terjadi komparatif yang dimiliki Indonesia rekonfigurasi geografi, sehingga adalah upah buruh yang murah ruang sosial tidak lagi dipetakan dengan jam kerja yang panjang, yang berdasarkan peta teritorial, jarak dan merupakan sumber surplus value, bata teritorial. serta kelimpahan sumber daya alam. Jadi seperti kata Anthony Insentif yang diberikan pemerintah Giddens, globalisasi adalah: berupa UU ketenagakerjaan yang PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 16
menguntungkan pengusaha, iklim meter dari lokasi pasar tradisional usaha yang aman dan tersedianya dan waktu bukanya juga diatur tidak sumber daya melimpah di Indonesia bersamaan dengan pasar tradisional, juga dimanfaatkan oleh pengusaha terutama pada jam-jam ramai komprador dalam negeri, baik pembeli di pasar tradisional. pribumu dan lebih banyak lagi Anehnya, untuk minimarket yang pengusaha keturunan Tionghua. sudah terlanjur berdiri dan beroperasi Disebut pengusaha komprador, di lokasi yang berdekatan dengan karena sebagian pengusaha waktu itu pasar tradisional serta mengantongi hanya menjadi semacam pelayan izin, pihaknya tidak bisa berbuat apaatau agen bagi kapitalisme apa dan tidak mungkin dibongkar internasional dalam menggerakkan ketika ranperda tersebut disahkan industri mereka. Selanjutnya, kita menjadi perda. Hanya saja, katanya, pun tahu betapa besar fasilitas yang ketika izin operasional mini market dinikmati oleh kalangan pengusaha tersebut sudah habis, maka dalam menjalankan bisnisnya. (Soto, Disperindagsar akan melakukan Hernando de. 2006. The Mysteri Of survei, dan apabila keberadaan Capital. Qalam. Yogyakarta). lokasinya tidak memenuhi batas Perlu diketahui, Kabupaten minimal 500 meter jarak dari lokasi Malang sendiri belum mempunyai pasar tradisional, pihaknya tidak perda yang mengatur keberadaan akan memberikan izin perpanjangan. minimarket. Margo Wiyono selaku (http://www.koran-jakarta.com/ Kabid Perdagangan Kabupaten berita-detail-terkini.php?id=7693). Malang mengatakan, bahwa Pemkab Tentunya keberadaan industri Malang saat ini telah menyusun ritel modern tidak harus dipandang Draft SK mengenai perda tentang secara apriori. Tetapi, Dalam kondisi pasar untuk menindaklanjuti yang dilematis semacam ini, maka turunnya SK Menteri dan Gubernur diperlukan suatu peraturan yang Jatim sebelumnya. mengatur pasar tradisional dan pasar (http://malangraya.web.id/2009/04/1 modern khususnya yang terkait 8/pemkab-susun-aturan-jarak-minidengan zoning yang membatasi market/). pembangunan pasar modern dan Lebih lanjut, Kepala Dinas mereduksi dampaknya terhadap Perindustrian, Perdagangan dan pasar tradisional, serta dibahas pula Pasar (Disperindagsar) Kabupaten mengenai jam buka, serta proses Malang Syakur Kullu, mengatakan, perizinan. Dalam konteks ini, pengetatan pendirian "mini market" pemerintah sendiri sudah tersebut sudah dituangkan dalam mengeluarkan Perpres No. 112 Th rancangan peraturan daerah (perda). 2007 dan pada tahun 2008 didukung secara umum draf yang sudah oleh Permendag No. 53 Th 2008. "dilempar" ke bagian hukum Pemkab Permasalahannya adalah sejauh Malang itu berisi tiga poin penting mana aturan-aturan tersebut dapat yakni penataan komoditas dagangan, berjalan secara efektif jika tidak ada lokasi dan waktu. Untuk komoditas komitmen dari struktur sosial politik dagangan, antara mini market dan yang ada untuk menjalankannya, pasar tradisional harus ada perbedaan terutama di daerah. Sebagaimana yang jelas. Sedangkan lokasi, "mini yang tercantum dalam perpres market" harus berjarak minimal 500 112/2007 bahwa pemerintah daerah PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 17
memiliki peranan yang sangat peluang-peluang untuk menjadi penting dalam perkembangan penerima rente yang dapat industri ritel di daerahnya dimana pemerintah berikan dengan pemda memiliki wewenang terkait menyerahkan sumberdayanya, masalah perizinan, zonasi serta jam menawarkan proteksi, atau buka toko. memberikan wewenang untuk jenis(http://www.kppu.go.id/docs/Positio jenis kegiatan tertentu yang ning_Paper/positioning_paper_ritel.p diaturnya. “Rente” disini df). didefinisikan sebagai selisih antara Dalam konteks persaingan nilai pasar dari suatu “kebaikan hati” global, tugas sektor publik adalah pemerintah dengan jumlah yang membangun lingkungan yang dibayar oleh si penerima kepada memungkinkan setiap aktor, baik pemerintah dan atau secara pribadi bisnis maupun nirlaba, mampu kepada penolongnya di pemerintahan mengembangkan diri menjadi pelaku (kalau ia tidak membayar sama yang kompetitif, bukan hanya secara sekali, maka seluruh nilai pasar domestik, melainkan global. adalah rente, atau lebih tepatnya Lingkungan ini hanya dapat rente ekonomi). diciptakan oleh kebijakan publik. Lebih lanjut, Yoshihara Kebijakan publik yang terbaik adalah mencoba untuk mengklasifikasikan yang mendorong setiap warga kapitalis pemburu rente yaitu: masyarakat untuk membangun daya kapitalis kraton, keluarga presiden, saingnya masing-masing, dan bukan kapitalis konco, kapitalis birokrat, semakin menjerumuskannya ke politisi yang beralih menjadi dalam pola ketergantungan. Inilah kapitalis, kapitalis yang beralih makna strategis dari pemerintah pada menjadi politisi, serta kapitalis lain abad ke-21 dan ke depan. yang berkoneksi pemerintah. (http://requestartikel.com/kebijakanMax Weber menggunakan publik-201012331.html). istilah “kapitalisme politik” (political Persaingan tidak sehat antara capitalsm) bagi sistem yang ritel modern dan tradisional yang ada memungkinkan jabatan dan koneksi di kecamatan Turen, Kabupaten dimanfaatkan untuk mendapatkan Malang disinyalir akibat dari tidak laba. Oleh karena itu, Weber ada komitmen pemerintah daerah tampaknya tidak melihat garis dalam mengimplementasikan pemisah yang terlalu mutlak untuk perangkat regulasi atau kebijakan kapitalisme dan pejabat negara yang yang telah ada. Indikasi yang menggunakan jabatan untuk mencari pertama adalah adanya praktek, keuntungan. (lihat dalam Mc Vey, meminjam istilah dari Yohihara 1992: 3). Kunio, pemburu rente disini. Karena banyak yang Yoshihara Kunio dalam bukunya berorientasi pasar dalam negeri maka Kapitalisme Semu di Asia Tenggara banyak pula yang berkembang mencoba menjelaskan bahwa para dengan mengandalkan perlindungan kapitalis yang mencoba menjalin dan proteksi dari pemerintah. Untuk hubungan dengan pemerintah demi mendapatkan itu, maka harus dekat keuntungan bisnis dapat disebut dengan jaringan birokrasi, kapitalis pemburu rente (rentseekers) karena semu atau kapitalis konco (crony pada pokoknya mereka mencari capitalist) untuk konglomerat yang PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 18
sangat tergantung pada dukungan Bambang Triyoso selaku kebijakan yang bias pada anggota DPRD Kota Malang menilai pengembangan usahanya tersebut bahwa tidak maksimalnya pasar yang tidak jarang dari segi tradisional itu karena tidak adanya kepentingan ekonomi nasional konsep yang jelas terkait adalah merugikan. (Edi Suandi pengelolaannya. Hal ini terlihat tidak Hamid, 1997: 210). adanya ikon yang bisa ditonjolkan Kedua, tidak ada komitmen dalam setiap pasar tradidional. dari pemerintah daerah serta Komoditas dan kondisi barang yang pemerintah desa dalam membangun diperjual belikan di pasar tradisional infrastruktur pasar tradisional yang sama. Kumuh dan tidak terawat. memadai. Padahal dalam Terlebih ketika musim hujan, lokasi PERMENDAGRI NO. 42 Tahun pasar menjadi becek. Kondisi ini 2007 tentang pengelolaan pasar desa, membuat pasar tradisional sulit pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa bersaing dengan mal dan pasar desa adalah pasar tradisional minimarket. (Radar Malang, 13 Juli yang berkedudukan di desa dan 2011, 38). dikelola serta dikembangkan oleh Faktor lain yang juga menjadi Pemerintah Desa dan masyarakat penyebab kurang berkembangnya Desa. Faktanya, Masalah pasar tradisional adalah minimnya infrastruktur yang hingga kini masih daya dukung karakteristik pedagang menjadi masalah serius di pasar tradisional, yakni strategi tradisional adalah kebersihan dan perencanaan yang kurang baik, tempat pembuangan sampah yang terbatasnya akses permodalan yang kurang terpelihara, kurangnya lahan disebabkan jaminan (collateral) yang parkir, dan buruknya sirkulasi udara. tidak mencukupi, tidak adanya skala Belum lagi ditambah semakin ekonomi (economies of scale), tidak menjamurnya PKL yang otomatis ada jalinan kerja sama dengan merugikan pedagang yang berjualan pemasok besar, buruknya di dalam lingkungan pasar yang manajemen pengadaan, dan harus membayar penuh sewa dan ketidakmampuan untuk retribusi. PKL menjual barang menyesuaikan dengan keinginan dagangan yang hampir sama dengan konsumen (Wiboonpongse dan seluruh produk yang dijual di dalam Sriboonchitta 2006). pasar. Hanya daging segar saja yang Selama ini keberadaan pasar tidak dijual oleh PKL. Dengan tradisional hanya dijadikan ”sapi demikian, kebanyakan pembeli tidak perah” dalam hal hubungannya perlu masuk ke dalam pasar untuk dengan pendapatan asli daerah dalam berbelanja karena mereka bisa bentuk pungutan retribusi pelayanan membeli dari PKL di luar pasar. pasar. Pengertian tersebut Kondisi pasar tradisional pada mengandung arti dan konsekuensi umumnya memprihatinkan. Banyak logis, yakni pemerintah seyogianya pasar tradisional di daerah yang tidak menyediakan dan memelihara terawat sehingga dengan berbagai infrastruktur layanan yang memadai kelebihan yang ditawarkan oleh bagi para pengguna jasa sehingga pasar modern kini pasar tradisional penarikan retribusi menjadi tanda terancam oleh keberadaan pasar telah terwujudnya pemenuhan hak modern. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 19
pengguna jasa oleh pemerintah Pengelolaan Pasar Tradisional Serta terkait. Pasar Modern” Studi di Kecamatan Ketiga, munculnya fenomena Turen, Kabupaten Malang. menguatnya kekuatan pasar (market Berdasarkan latar belakang yang power) ritel modern ketika telah diuraikan di atas maka berhadapan dengan pemasok barang, permasalahan yang akan dijawab yang berujung pada munculnya dalam penelitian ini adalah: 1) eksploitasi pemasok oleh pelaku Bagaimanakah implementasi usaha ritel modern, serta memotivasi kebijakan tentang penataan, terjadinya monopoli dengan pembinaan, dan pengelolaan pasar berangkat dari asumsi bahwa tradisional, serta pasar modern di monopoli tersebut terjadi Kecamatan Turen, Kabupaten dikarenakan adanya perlindungan Malang?. 2) Dampak apa sajakah yang berkelebihan dan karena di satu yang ditimbulkan pasar modern pihak kemampuan suatu kelompok terhadap kondisi pasar tradisional telah sedimikian besar, dan daya dan perekonomian Indonesia?. 3) persaingan telah menurun di pihak Siapakah yang diuntungkan serta lawan.(Nuriman Hasibuan, 1997: dirugikan dari implementasi 170). kebijakan tentang penataan, Pemasok kini sangat pembinaan, dan pengelolaan pasar bergantung kepada usaha ritel tradisional, serta pasar modern di modern. Kekuatan pemasok semakin Kecamatan Turen, Kabupaten bertambah lemah karena persaingan Malang?. Dan 4) Faktor-faktor apa antarmereka juga terjadi dengan sajakah yang mendukung dan sangat ketat, sementara peritel menghambat implementasi kebijakan modern di satu wilayah tidak tentang penataan, pembinaan, dan memiliki banyak pesaing. Akibatnya, pengelolaan pasar tradisional, serta peritel modern dapat dengan sangat pasar modern di Kecamatan Turen, leluasa menggunakan kekuatan Kabupaten Malang? pasarnya. Mulailah mereka Berdasarkan permasalahan yang menerapkan berbagai persyaratan telah dirumuskan, maka penelitian perdagangan (Trading Terms). ini bertujuan untuk mendeskripsikan, Dalam kondisi hubungan pemasokmenganalisis dan ritel modern seperti itulah, pemasok menginterpretasikan: 1) Penataan, berpotensi menjadi lahan eksploitasi pembinaan, dan pengelolaan pasar bagi ritel modern. tradisional, serta pasar modern (http://www.smeru.or.id/newslet/200 implementatif di lapangan, terutama 7/news22.pdf). di Kecamatan Turen, Kabupatan Mencermati fenomena Malang. 2) Dampak pasar modern semakin menjamurnya ritel modern terhadap kondisi pasar tradisional inilah penulis tertarik untuk meneliti dan perekonomian Indonesia. 3) sejauh mana tingkat komitmen yang Pihak-pihak yang diuntungkan serta diberikan oleh pemerintah dalam dirugikan dari implementasi melindungi eksistensi pasar kebijakan tentang penataan, tradisional di tengah-tengah era pembinaan, dan pengelolaan pasar persaingan global dengan judul tradisional, serta pasar modern di ”Implementasi Kebijakan Tentang Kecamatan Turen, Kabupaten Penataan, Pembinaan, Dan Malang. Dan 4) Faktor-faktor yang PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 20
mendukung dan menghambat Malang. Dan 2) Memberikan implementasi kebijakan tentang sumbangan pengetahuan bagi penataan, pembinaan, dan kalangan mahasiswa dalam pengelolaan pasar tradisional, serta melakukan kajian atau penelitian pasar modern di Kecamatan Turen, selanjutnya terutama terhadap Kabupaten Malang. implementasi kebijakan tentang Hasil penelitian ini diharapkan penataan, pembinaan, dan dapat memberi manfaat sebagai pengelolaan pasar tradisional, serta berikut: pasar modern di Kecamatan Turen, Manfaat penelitian dalam Kabupaten Malang. perspektif empirik atau praktis: 1) Memberikan masukan kepada PEMBAHASAN Pemerintah Daerah dan DPRD Implementasi Kebijakan Tentang Kabupaten Malang dalam merancang Penataan, Pembinaan, Dan kebijakan publik yang realistik Pengelolaan Pasar Tradisional, terutama mengenai kebijakan tentang Serta Pasar Modern Di penataan, pembinaan, dan Kecamatan Turen, Kabupaten pengelolaan pasar tradisional, serta Malang. pasar modern di Kecamatan Turen, Merevitalisasi pasar Kabupatan Malang. 2) Memberikan tradisional sangatlah mendesak untuk masukan yang konstruktif dan dilakukan. Karena menurut implementatif bagi Desperindagsar pernyataan Kresnayana yahya terkait Kabupaten Malang, Kelurahan dan tentang pengaruh pasar tradisional Kecamatan Turen, serta stakeholder terhadap perekonomian Surabaya terkait dalam mendukung dan misalnya. melaksanakan kebijakan tentang “Terkait dengan kebutuhan konsumsi penataan, pembinaan, dan kebutuhan sehari-hari, perputaran pengelolaan pasar tradisional, serta ekonomi terbesar masih dipegang pasar modern di Kecamatan Turen, pasar tradisional. Dilihat dari Kabupatan Malang. Dan 3) jumlah pasar tradisional di bawah Memberikan informasi kebijakan Perusahaan Daerah (PD) Pasar (sosialisasi kebijakan) yang realistis Surya dan pasar swasta, jumlahnya kepada masyarakat, dalam hal ini saja lebih dari 100 pasar. Agar stakeholder yang berkepentingan posisi itu tetap terjaga, memperbaiki terhadap kebijakan tentang penataan, pasar secara fisik dan pelayanan pembinaan, dan pengelolaan pasar mutlak dilakukan”. tradisional, serta pasar modern di Terkait mengenai pasar Kecamatan Turen, Kabupatan tradisional memiliki peran penting Malang. untuk kemajuan kota, Kresnayana Manfaat penelitian dalam Yahya menambahkan: perspektif teoritik atau akademis: 1) “Justru kemajuan kota akan Sebagai referensi dalam kajian dan dibarengi dengan kemajuan khazanah keilmuan di bidang pasarnya. Tidak lain juga terjadi implementasi kebijakan, khususnya pada kemajuan perilaku kebijakan tentang penataan, masyarakatnya. Istilah saya pembinaan, dan pengelolaan pasar sekarang Surabaya Is a Smart City. tradisional, serta pasar modern di Yakni, suatu kondisi masyarakat kota Kecamatan Turen, Kabupatan PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 21
yang telah mampu menentukan tradisional yang terkait dengan pilihan untuk hidup hemat”. masalah Ekonomi ialah: Pedagang Lebih lanjut beliau Pasar Tradisional terjebak rentenir; menyatakan: “pengaruh pasar Pendapatan pedagang pasar tradisional terhadap laju inflasi di Tradisional menurun; Penataan PKL Surabaya mencapai 70% karena rumit; Sarana dan prasarana pasar harga makanan menjadu salah satu Tradisional terbatas; Toko modern penyebab tingginya inflasi. Bahan berdekatan dengan pasar tradisional; makanan yang dijual dengan harga Kekerabatan pedagang pasar murah mengakibatkan harga Tradisional dan PKL mulai luntur. makanan pun tidak mahal. Itu yang Sedangkan identifikasi mampu menekan inflasi di Surabaya. masalah kebijakan revitalisasi pasar Bahkan, survey Financial Time 2011 tradisional yang terkait dengan menilai bahwa Surabaya merupakan masalah hukum ialah: Belum ada kota paling murah se-Asia. perda penataan pasar tradisional dan Hidup di Surabaya bisa toko modern. Serta identifikasi dikategorikan murah. Mengingat, masalah kebijakan revitalisasi pasar harga makanan terjangkau. Hal itu tradisional yang terkait dengan disebabkan,bahan dasar makanan masalah sosial ialah: Penggusuran dipasar juga dijual dengan harga PKL; Kekerabatan pedagang pasar grosir. Nah, harga grosir itu Tradisional dan PKL mulai luntur. biasanya jauh lebih murah”. Dan identifikasi masalah kebijakan Untuk melakukan identifikasi revitalisasi pasar tradisional yang masalah kebijakan revitalisasi pasar, terkait dengan masalah politik ialah: perlu terlebih dahulu diuraikan Tidak adanya partai politik bersuara masalah yang saat ini dibahas. tentang pembenahan pasar Setelah itu diidentifikasi masalah Tradisional. tersebut berhubungan dengan Terkait pedagang pasar yang masalah hukum, ekonomi, sosial, dan terjebak oleh rentenir, dipasar politik. banyak dijumpai para penarik uang Mana aspek-aspek tersebut receh dan yang kemudian dikenal yang paling dominan. Untuk itu sebagai penarik dari rentenir. Dengan sebelumnya dibuat kategori atau sabarnya mereka menarik kepada rentang skala penilaian antara 1 pedagang poncoan Rp. 1000 atau Rp. sampai 4. Bahwa bila ada masalah 2000 setiap harinya. Salah seorang terkait ekonomi memiliki nilai 4, penarik uang receh tersebut aspek hukum memiliki nilai 3, aspek mengatakan: “Saya mendapatkan sosial memiliki nilai 2, dan politik tugas dari perusahaan untuk memiliki nilai 1. Menurut Bapak menarik bunga pinjaman kepada Tarmudji selaku Kasubag Pasar para pedagang yang pinjam dari bos Tradisional Pemerintah kabupaten saya. Besaran uang yang dipinjam Malang: “Yang menjadi dasar bervariasi mulai dari Rp. 250.000pertimbangan kenapa aspek ekonomi Rp. 1.000.000, tergantung besarnya memiliki rentang skala paling tinggi kebutuhan pedagang. Selama ini dengan nilai 4, karena dipasar bunga yang dikenakan bervariasi tersebut terjadi tawar-menawar”. dari 5%-15% tergantung besarnya hasilnya, identifikasi masalah dana yang dibutuhkan. Uang kebijakan revitalisasi pasar administrasi ditarik di depan. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 22
Termasuk bunga bulan pertama. menurun hingga 15%, bisa Rata-rata pedagang kecil ini disiplin dibayangkan lima tahun lagi”. membayar hutang dan cicilan hutang Salah satu pelaku usaha termasuk bunganya”. UMKM yang juga pemilik toko Para peminjam mulai dari kelontong bernama UD. Madju yang pedagang pasar dengan dagangan terletak di JL. Ahmad Yani, Ibu skala kecil, PKL, sampai dengan Mistiyaningsih mengatakan: ponco‟an berpendapat bahwa pinjam ”Dengan berdirinya Indomaret ke rentenir lebih cepat dan tanpa beberapa waktu lalu di JL. Ahmad banyak proses birokrasi. Seperti yang Yani ini telah mempengaruhi diutarakan salah seorang peminjam pendapatan toko kami. Anda tahu, di pasar Kecamatan Turen sebagai bahwa di wilayah ini berdiri berikut: “saya meminjam uang dari beberapa sekolah yaitu SMEA PGRI pak X karena prosesnya cepat, dan SMU Widyadarma. Dan hal itu mudah dan tidak bertele-tele. juga berarti banyak anak kos di Walaupun bunganya sangat tinggi sekitar sini. Dulu, sebelum ada dan jangka waktu pembayaran Indomaret, banyak anak kos yang bunga sangat cepat pula, saya tidak beli kebutuhan sehari-hari disini. mempersalahkannya. Yang pentingg Tetapi semenjak ada Indomaret, saya butuh dana dan dana tersebut mereka lebih memilih untuk beli bisa langsung saya terima. Sekarang disana”. saya butuh, sekarang pula saya Sedangkan yang berkaitan dapat. Pinjaman ini sangat dengan keberadaan PKL, faktor PKL membantu usaha saya. Namun merupakan persoalan mendasar yang sayangnya pendapatan saya ya dihadapi oleh pedagang pasar. begini pas-pasan”. Seorang ibu pedagang pasar Turen Kedepan perlu ada pemikiran mengatakan: “Saya berdagang di dari Pemerintah Kabupaten Malang pasar Turen sudah cukup lama dalam hal ini Desperindagsar untuk hampir 20 tahun. Dagangan saya lebih mendekatkan sektor perbankan tiap hari makin merosot. Hal ini kepada pedagang pasar terutama disebabkan karena PKL yang pedagang ponco‟an. menjual barang dagangan sama Terkait dengan menurunnya dengan barang dagangan saya. pendapatan pedagang pasar, menurut Pembeli lebih banyak membeli di data yang dikemukakan oleh PKL. Hal ini membuat saya Desperindag, saat ini omzet rata-rata bangkrut, karena tidak ada pembeli pasar tradisional merosot hingga 15 yang membeli di bedak saya. Bedak persen akibat konsumennya saya sekarang tutup dan saya ”dimakan” minimarket. Bahkan, menjadi penganggur”. dinas ini menganalisa, jika Pemkab Sedangkan yang berkaitan tidak segera menyusun perda dengan peraturan daerah (perda) pembatasan minimarket, yang mengatur penataan dan diperkirakan pada tahun 2015 nanti pembinaan pasar tradisional dan pasar tradisional akan gulung tikar. pasar modern, Kepala Hal ini dipertegas dengan pernyataan Disperindagsar Kabupaten Malang Kepala Disperindag kabupaten Bapak Rudiyanto mengatakan: Malang, Bapak Rudianto: ”Saat ini “Solusi dari semua persoalan diatas omzet pedagang pasar tradisional antara persoalan internal yang PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 23
dihadapi oleh pasar tradisional diperhatikan ya, saluran air hujan dengan toko modern adalah dengan yang ada di pasar Kepanjen hampir melalui aspek pengaturan yaitu semua ditutupi oleh timbunan pembuatan Perda. Perda sebagai sampah. Sampah menjadi sumbatan alat untuk mengatur pada saluran, sehingg jika terjadi ketidakharmonisan tersebut akan hujan air akan meluber kemanadipergunakan sebagai pedoman mana dan pembeli merasa tidak untuk mengatur dan membina nyaman. Memang untuk keberadaan pasar tradisional dan membersihkan sampah harus toko modern. Kedua jenis membuka salurannya. Persoalan perdagangan tersebut sama-sama salurannya banyak terbuat dari memiliki hak untuk hidup dan beton, sehingga sulit untuk berkembang di Republik ini. Yang membukanya”. perlu mendapat fokus bersama Persoalan sarana dan adalah agar tidak terjadi konflik. prasarana di pasar tradisional dinilai Sebagai negara kesejahteraan sudah tidak memadai dan memrlukan (welfare state) semua hak orang penanganan segera. Persoalannya, Indonesia harus diakui dan kapasitas saluran, kapasitas jalan dilindungi. Termasuk pasar sudah tidak memnuhi lagi untuk tradisional dan toko modern”. melayani jumlah pedagang yang Faktanya, sampai dengan makin meningkat, dan jumlah awal tahun 2012, kabupaten Malang pembeli yang makin meningkat pula. masih belum memiliki Perda yang Sementara bangunan pasar hampir khusus mengatur keberadaan pasar mencapai usia di atas 30 tahun. Salah tradisional dan pasar modern. Ambil seorang pedagang pasar Turen contoh misalkan dalam hal perizinan mengatakan: “wah saya kalau hujan pendirian minimarket, Bapak menderita pak, apalagi toko saya Rudianto mengatakan: “Pendirian terletak di depan pasar. Jika hujan minimarket di Kabupaten Malang ini lebat, maka didepan toko saya hanya mengacu pada SK Menteri terjadi genangan. Genangan itu Perindustrian dan Perdagangan lama sekali surutnya pak. Banyak (Menperindag) tentang pasar pembeli yang akan ke toko saya saya modern. Menurut saya, SK tidak dapat menyeberang karena Menperindag tersebut tidak tinggi genangan sampai ke lutut membatasi pendirian minimarket, orang dewasa”. tetapi hanya mengatur persyaratan Banyak juga pedagang pasar pendiriannya saja”. yang mengeluhkan kondisi jalan Mengenai sarana dan yang rusak dan membuat pembeli prasarana pasar, hampir 33 pasar tidak nyaman. Salah satu pedagang yang ada di Kabupaten Malang pasar Turen, mengeluhkan sebagai keadaan sarana dan prasarananya berikut: “Jalan di pasar Turen ini sangat memprihatinkan. Apabila sudah bertahun-tahun tidak pernah terjadi hujan, maka jalan menjadi diperbaiki. Kerusakan jalan ini becek dan terjadi genangan. Banyak mungkin karena aspal yang sangat saluran drainasenya tersumbat oleh tipis dan truk yang masuk di atas 4 tumpukan sampah. Salah seorang ibu Ton. Pembeli juga sering mengeluh pedagang pasar Kepanjen kepada saya, dan mengatakan mengatakan: “pak, tolong kenapa pemerintah tidak tanggap PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 24
terhadap jalan yang sudah rusak Malang (P3KM) Cabang Pasar Turen seperti ini. Padahal jalan masuk ini dan beberapa pedagang pasar penting. Parkirnya tidak nyaman dan mengatakan: “bahwa pasar banyak truk besar keluar masuk”. tradisional masih tetap menjadi Rata-rata pasar di Kabupaten tulang punggung perdagangan di Malang berumur lebih dari 30 tahun daerah, dan tidak bisa tergantikan keatas. Sebagai contoh pasar oleh toko modern, namun di lain Tumpang yang didirikan pasca pihak perlu dibenahi untuk kemerdekaan RI yaitu pada tahun mengembalikan konsumen mereka, 1947. Kondisi bangunan sudah tua yang diduga banyak beralih ke toko dan rawan ambruk. Kondisi saluran modern”. drainase baik yang berada di sekitar Hampir 80% pasar tradisional pasar maupun yang berada di dalam di Kabupaten Malang perlu segera pasar kondisinya sudah tidak mendapatkan penanganan. memenuhi persyaratan lagi. Banyak Mengingat pasar tradisional ini ratasampah yang menjadi sumbatan di rata kondisinya sangat tidak nyaman. saluran tersebut, sehingga Jika hujan turun, air hujan bisa memungkinkan jika terjadi hujan, menerobos pasar karena atapnya menimbulkan genangan. Jalan di bocor. Dinas Perindustrian, dalam pasar kondisinya juga tidak Perdagangan dan Pasar memadai, sehingga pada saat hujan, mengkhawatirkan jika kondisi pasar jalan becek dan pada saat musim tradisional tidak segera dibenahi, kemarau jalan berdebu. dipastikan pasar tradisional tidak Puluhan pasar tradisional di mampu bersaing dengan pasar Kabupaten malang memiliki modern. Padahal saat ini, toko kemiripan dengan kondisi pasar modern sudah masuk kawasan pusat Tumpang. Hal ini mengindikasikan perekonomian hingga tingkat bahwa pasar tradisional di Kecamatan. Pasar tradisional harus Kabupaten Malang dinilai tidak direvitalisasi agar mampu bersaing layak pakai karena banyak dengan toko modern. mengalami kerusakan akibat Salah satu pembenahan yang dimakan usia. Hanya ada satu pasar harus segera dilakukan adalah yang kondisinya masih baik yaitu kebersihan pasar dan penataan pasar Karangploso yang dibangun pedagang sesuai dengan dagangan pada tahun 2004 dan selesai pada yang dijual. Selain itu, para PKL tahun 2008. yang berada di sekitar pasar Pasar tradisional di tradisional juga harus ditata karena Kabupaten Malang terdiri dari pasar dinilai sebagai faktor “mengganggu” kelas I sebanyak 9 buah, untuk pasar pedagang pasar. kelas II sebanyak 8 buah, pasar kelas Salah satu pedagang pasar III sebanyak 11 buah dan pasar kelas tradisional di pasar Turen, mengaku IV terdiri dari 5 buah. Sehingga bahwa: jumlah keseluruhan pasar tradisional “kondisi pasar sudah tidak di Kabupaten malang berjumlah 33 representatif. Jika hujan, atap pasar buah pasar. bocor dan air hujan menerpa barang Namun demikian, beberapa dagangan. Pihaknya berharap responden yang berasal dari Pemerintah Kabupaten segera Persatuan Pedagang Pasar Kabupaten memperbaiki karusakan pasar PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 25
tersebut, termasuk penataan listrik Apabila pada tingkatan atas yang dinilai juga ruwet”. kurang serius mengatasi masalah ini, Sedangkan yang berkaitan akan berdampak pada pelanggarandengan peraturan daerah (perda) pelanggaran di lapangan. "Jangan yang mengatur penataan dan salahkan pasar modern berada pembinaan pasar tradisional dan persis depan pasar tradisional," pasar modern, Kabupaten Malang ujarnya. sendiri belum memiliki. Dewan Sebelumnya, Pemkab Malang Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mendesak wakil rakyat segera Kabupaten Malang meminta menggedok perda pasar modern yang pemerintah daerah memperlambat disampaikan Kepala Unit Pelaksana izin usaha pasar modern, mengingat Teknis (UPT) Perijinan Kabupaten payung hukum berdirinya pasar Malang Razali, karena perda sangat modern belum final. "Kita minta izin dibutuhkan guna mengatasi HO diperlambat, karena belum ada menjamurnya pasar modern. regulasi jelas soal pasar modern," "Pemkab butuh perda yang belum ujar Miskari, Senin (7/11/2011). juga didok," tutur Razali terpisah. Di Gedung DPRD Kabupaten Sebelum ada peraturan Malang Jalan Panji, Kepanjen, daerah, pendirian toko modern di anggota Komisi A bidang wilayah Kabupaten Malang tidak Pemerintahan ini mengungkapkan, dibatasi. Pendiriannya mengacu pada hari ini wakil rakyat masih dalam Peraturan Menteri Perdagangan tahap pandangan fraksi terkait Nomor 53 Tahun 2008 tentang pengajuan perda pasar modern. Pedoman Penataan dan Pembinaan "Hari ini masih tahap pandangan," Pasar Tradisional, Pusat ungkap anggota Fraksi PKB ini. Perbelanjaan dan Toko Modern. Menurutnya, peran pemerintah Peraturan ini merupakan petunjuk daerah sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan dari Peraturan Presiden membatasi perizinan pasar modern, Nomor 112 Tahun 2007. selama menunggu terbitnya aturannya. "Kuncinya di eksekutif Dampak Perkembangan Pasar dengan tidak mempermudah Modern. perizinannya," tandas Mukari. Pesatnya pembangunan pasar Ia mengaku, pada proses modern dirasakan oleh banyak pihak pengurusan HO harus mendapatkan berdampak terhadap keberadaan persetujuan kelurahan atau desa pasar tradisional. Di satu sisi, pasar hingga kecamatan, kemauan tinggi modern dikelola secara profesional membatasi pasar modern dapat dengan fasilitas yang serba lengkap; dimulai dari tingkat itu. "Kecuali jika di sisi lain, pasar tradisional masih kepala daerah memberikan perintah berkutat dengan permasalahan klasik HO pasar modern harus seputar pengelolaan yang kurang diperhatikan, agar cepat selesai," professional dan ketidaknyamanan ucap dia. Karena itu, kata dia, perlu berbelanja. Pasar modern dan adanya kemauan keras yang tradisional bersaing dalam pasar ditunjukkan sikap tegas dari kepala yang sama, yaitu pasar ritel. Hampir daerah menyikapi menjamurnya semua produk yang dijual di pasar pasar modern yang belum terpayungi tradisional seluruhnya dapat ditemui hukum. di pasar modern, khususnya PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 26
hipermarket. Semenjak kehadiran beli kebutuhan sehari-hari disini. minimarket di Kecamatan Turen, Tetapi semenjak ada Indomaret, pasar tradisional di Kecamatan mereka lebih memilih untuk beli tersebut disinyalir merasakan disana”. penurunan pendapatan dan Keluhan yang sama juga keuntungan yang drastis. (Radar dirasakan Ibu Darto, pemilik Toko Malang 2011). Darto yang letaknya persis Pedagang tradisional yang bersebelahan dengan Indomaret di terkena imbas langsung dari JL. Ahmad yani: ”Dulu sih saya kira keberadaan minimarket adalah dengan berdirinya Indomaret di pedagang yangn menjual produk samping toko saya tidak bakalan yang sama dengan yang dijual di mempengaruhi omzet dagangan kedua tempat tersebut. Meskipun saya. Karena saya berfikiran: masak demikian, pedagang yang menjual sih orang-orang beli terigu 1 Kg makanan segar (daging, ayam, ikan, atau Telur 1 Kg harus membeli di sayur-sayuran, buah-buahan, dan Indomaret? Tapi ternyata fikiran lainlain) masih bisa bersaing dengan saya itu salah. Bahkan banyak minimarket mengingat banyak orang-orang yang membeli hanya 2 pembeli masih memilih untuk pergi mie instan misalnya, lebih memilih ke pasar tradisional untuk membeli beli di Indomaret ketimbang di toko produk tersebut. saya. Saya minta Indomaret ini Ibu Tini salah satu penjual ditertibkan mas”. Sembilan bahan dasar pokok Ya, keberadaan minimarket (sembako) di pasar Turen dampaknya memang lebih dirasakan mengungkapkan: “Buat saya dengan oleh kios-kios atau bedak-bedak adanya minimarket tidak begitu yang mempunyai komoditas yang berpengaruh mas. Karena saya diperjualbelikan yang sama. Bahkan punya konsumen dan pelanggan di perempatan sumbermanjing kios sendiri. Konsumen yang beli ke saya nya ada yang mau tutup dikarenakan biasanya pemilik warung yang akan kalah bersaing dengan minimarket di diolah menjadi makanan, lantas sebelahnya. Kios itu tak lain dimiliki dijual kembali”. oleh Ibu Hanifah: Situasi yang berkebalikan ”saya sudah sejak tahun 1999 mas dialami oleh salah satu pelaku usaha jualan disini. Tetapi semenjak UMKM yang juga pemilik toko adannya Indomaret yang berdiri kelontong bernama UD. Madju yang pada tahun 2010 awal di depan ini terletak di JL. Ahmad Yani, Ibu toko saya bertambah sepi. Saya Mistiyaningsih mengatakan: sama suami saya berencana untuk ”Dengan berdirinya Indomaret menutup kios ini mas.” beberapa waktu lalu di JL. Ahmad Hal yang sama juga Yani ini telah mempengaruhi diungkapkan oleh Ibu Halimah yang pendapatan toko kami. Anda tahu, kios nya bersebelahan dengan kios bahwa di wilayah ini berdiri milik Ibu Hanifah yang dulunya toko beberapa sekolah yaitu SMEA PGRI kelontong, dan kini beralih ke dan SMU Widyadarma. Dan hal itu warung makanan: ”memang benar, juga berarti banyak anak kos di semenjak ada Indomaret di depan sekitar sini. Dulu, sebelum ada itu, toko kelontong yang ada di Indomaret, banyak anak kos yang sekitar sini semakin sepi. Bahkan PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 27
banyak yang tidak bertahan. Saya saja langsung beralih menjual makanan. Karena bagaimanapun juga saya harus membantu suami untuk menghidupi keluarga ini. Jika mengandalkan pendapatan suami mana cukup mas. Sedang saya punya anak 2. Yang satu sedang menempuh sekolah di SMUN 1 Turen, satunya lagi SD di Taman Dewasa, Turen.”
Informasi (Dishubkominfo) berkaitan dengan parkir. Kebijakan zonasi merupakan sebuah kebijakan yang mencoba menghindarkan terjadinya persaingan head to head antara ritel modern dengan ritel kecil/tradisional. Hal ini disebabkan ukuran keduanya yang berbeda apabila dibandingkan dari sudut kapital, sehingga kemampuan menciptakan value creation keduanya juga berbeda. Proses Implementasi Kebijakan Apabila kedua pelaku tersebut Tentang Penataan, Pembinaan, disatukan dalam satu zonasi dan Dan Pengelolaan Pasar berhadapan head to head, maka bisa Tradisional, Serta Pasar Modern dibayangkan bagaimana akhir Untuk Melindungi Eksistensi persaingan dari keduanya. Pasar Tradisional Seiring Zonasi merupakan sebuah Menjamurnya Pasar Modern Di upaya untuk menciptakan equal Kecamatan Turen, Kabupaten playing field, sehingga persaingan Malang Sebagaimana diketahui diharapkan berlangsung dalam implementasi kebijakan tentang suasana yang sangat sehat (fair penataan, pembinaan, dan competition) karena berada dalam pengelolaan pasar tradisional, serta ”kelas” yang sama. pasar modern dalam upaya Sesungguhnya dengan melindungi eksistensi pasar melakukan zonasi, maka ketika zonatradisional melalui agenda setting zona ditetapkan untuk pasar modern, revitalisasi pasar tradisional. Agenda maka pada saat itu ada semangat setting berkaitan dengan persoalan untuk membatasi hipermarket di sendiri (private problems), public wilayah tersebut. Hal ini misalnya problems dan policy issues. Private disampaikan oleh KPPU kepada problems yang yang dihadapi oleh Pemerintah agar tidak membangun Dinas Perindustrian, Perdagangan ritel modern untuk berhadapan dan Pasar (Desperindagsar) dalam langsung dengan ritel rangka mengkoordinasikan kecil/tradisional. Makna permasalahan yang dihadapi oleh sesungguhnya dari ini adalah, batasi pasar tradisional melalui koordinasi jumlah ritel modern. lintas SKPD. Seperti koordinasi Melalui zonasi ini pada dengan Dinas Cipta Karya dan Tata akhirnya, market power yang Ruang, Dinas Kesehatan berkaitan dimiliki pasar modern tidak akan dengan pasar sehat, Badan berkembang sebagaimana yang Lingkungan Hidup berkaitan dengan terjadi saat ini. Hal ini terjadi karena kenyamanan lingkungan, Dinas mereka tetap terbatas jumlahnya Pendapatan dan Pengelolaan sekalipun trademark bahwa mereka Kekayaan Asset (DPPKA) berkaitan tempat belanja yang nyaman, murah dengan pinjam pakai lahan, dinas dan mudah tetapi karena jumlahnya perhubungan, Komunikasi dan sedikit maka bargaining power mereka tidak terlalu besar. Hal ini PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 28
disebabkan masih banyaknya dilaksanakan dan memberi ruang alternatif lain bagi konsumen untuk bagi mereka untuk bisa tetap mendapatkan produknya. bertahan dalam persaingan ritel yang Berbeda sekali dengan sangat ketat saat ini. kondisi jika konsumen dapat Beberapa pelaku usaha ritel menemukan tempat belanja pasar kecil/tradisional membuka gerainya modern dengan cepat karena tersedia berbeda-beda. Untuk warung/toko banyak, maka dipastikan ritel tradisional mereka melakukannnya tradisional/kecil akan tergerus dan mulai dari pagi sampai sekitar pukul pelan tapi pasti menghilang dari 08.00-09.00 malam. Sementara pasar peredaran ritel nasional. tradisional biasanya buka hampir 24 Faktanya, di Kecamatan jam kerja. Melalui pembatasan jam Turen, Kabupaten Malang sendiri buka yang ditetapkan oleh Perpres total ada lima pasar modern dengan 112/2007 dan Permendag 53/2008, perbandingan 4 Indomaret dan 1 maka diharapkan akan tetap ada Alfamart yang tersebar di Jl. Ahmad ruang bagi pelaku usaha ritel Yani, Jl. Panglima Sudirman, serta kecil/tradisional untuk bias Jl. Raya Talok. Ekspansi pasar memperoleh konsumen yang modern semacam Indomart dan berbelanja di toko/warung dan pasar. Alfamart sampai pada tingkatan Dalam Perpres 112/2007 dan kecamatan dan kelurahan serta Permendag 53/2008 waktu jam buka pemukiman warga sungguh telah untuk pasar modern ditetapkan jam sampai pada titik yang 10.00 sampai 22.00 untuk setiap hari mengkhawatirkan. Bukan hanya saja Senin – Jum‟at dan 10.00 sampai dilihat dalam perspektif dampak 23.00 untuk setiap hari Sabtu – keberadaannya terhadap eksistensi Minggu. Tetapi sayangnya hal ini pasar tradisional. Hal ini tidak tidak terjadi untuk ritel modern skala amenunjukkan bahwa tidak adanya kecil yakni minimarket dan komitmen dari struktur sosial politik convenience store. yang ada sehingga berakibat Padahal potensi ritel ini menjamurnya pasar modern tanpa mendistorsi pasar pelaku usaha ritel terkontrol. Ambil contoh misalnya kecil/tradisional sangat besar sekali, yang terjadi di Jl. Panglima terutama bagi warung/toko jenis pop Sudirman. Disini ada dua mini & mom store yang biasanya juga market yang berjajar, yaitu buka sepanjang hari. Jam buka yang Indomaret dan Alfamart. Ironisnya, ditutup sekitar jam 22.00-23.00 dan letaknya tepat berada di depan pasar dibuka kembali jam 10.00, sangat desa Kelurahan Turen. membantu pasar tradisional yang Disamping itu, Kebijakan umumnya mulai melakukan mengenai jam buka dan proses aktivitasnya sekitar pukul 24.00 dan perizinan ini merupakan sebuah berakhir pukul 08.00-09.00. Melalui bentuk nyata yang juga ditujukan model seperti ini, maka ruang bagi untuk melindungi ritel pasar ritel tradisional masih ada. kecil/tradisional dengan Dalam Perpres 112/2007 dan memperhatikan bahwa ada karakterPermendag 53/2008 dinyatakan karakter tertentu yang selama ini bahwa proses perizinan untuk ritel dimiliki oleh ritel tradisional/kecil, modern akan melalui sejumlah yang diharapkan bisa tetap proses yang cukup sulit apabila PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 29
diimplementasikan dengan benar. Hal ini terlihat dari persyaratan bahwa permintaan terhadap izin ritel modern harus dilengkapi dengan studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat (pasal 13). Sebelumnya di pasal 4 juga disebutkan bahwa pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang berada di wilayah yang bersangkutan. Apabila ketentuan ini dilaksanakan dengan penuh kehatihatian, maka seharusnya terdapat alat analisis untuk melihat bagaimana pengaruh dari kehadiran sebuah peritel modern di sebuah tempat. Apabila benefit positif yang dihasilkan dari pendirian ritel modern lebih besar dari efek negatifnya, maka pendirian pasar modern dapat dilaksanakan. Begitu pula sebaliknya. Atau apabila ritel modern tetap diizinkan, maka apabila muncul efek sosial, Pemerintah sudah harus siap dengan jaringan pengaman sosialnya. Tanpa itu, maka pemberian izin akan menjadi pusat dari permasalahan ritel modern versus ritel kecil/tradisional. Di sisi lain, dalam pasal 12 terkait perizinan, juga terdapat klausul yang sesungguhnya apabila dilaksanakan akan menjadi sebuah bentuk pemberdayaan peritel lokal, dimana format-format ritel modern diutamakan diserahkan kepada pelaku usaha lokal. Hal ini memiliki arti apabila peritel kecil/tradisional dapat berevolusi menjadi ritel modern, maka konsumen-konsumen
ritel yang selama ini menjadi milik mereka akan loyal terhadapnya. Keterkaitan dengan market power peritel modern dengan perizinan sangat erat, karena cakupan penetrasi/jangkauan pasar hanya dapat dilakukan dengan sangat baik apabila mereka bisa mendapatkan tempat-tempat yang strategis bagi penempatan gerai-gerai mereka. Penempatan gerai ini, hanya dapat dilakukan apabila proses perizinannya dikabulkan oleh Pemerintah. Tidaklah mengherankan apabila pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kebijakan perizinan akan sangat mempengaruhi struktur industri ritel secara keseluruhan, termasuk persoalan ritel tradisional/kecil. Melalui perizinan yang ketat, maka perlindungan terhadap ritel kecil/tradisional dapat dilaksanakan. Edward III (1980) menegaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan (implementators) mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguhsungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. disposisi yang tinggi menurut Edward III (1980) dan Van Horn & Van Matter (1974) berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 30
Terdapat tiga macam elemen respons yang dapat memengaruhi respon yangdapat memngaruhi keinginan dan kemauan untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri atas pengetahuan, pemahaman dan pendalaman terhadap kebijakan, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak, dan intensitas kebijakan (Van Matter dan Van Horn, 1974: 472). Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting karena bagaimanapun juga, implementasi kebijakan yang berhasil bisa jadi gagal (frustrated) ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang crucial. Implementator mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan karena mereka menolak apa yang menjadi tujuan dari suatu kebijakan (Van matter & Van Horn, 1974: 473). Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk meaksanakan kebijakan tersebut merupakan suatu potensi yang besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van Matter & Van Horn, 1974: 473). Pada akhirnya, intensitas disposisi para pelaksana dapat memengaruhi pelaksana kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.
Dampak Pasar Modern Terhadap Kondisi Pasar Tradisional Dan Perekonomian Indonesia. Menjamurnya pasar modern di Indonesia saat ini berdampak pada sektor perdagangan ritel. Semenjak diberlakukannya liberalisasi sektor ritel pada 1998, kompetisi yang terjadi antar pasar modern di pasar ritel Indonesia tidak hanya melibatkan pemain lokal, tetapi juga pemain asing. Beberapa kalangan menyatakan bahwa pasar tradisional adalah pihak yang paling terkena dampak kompetisi pasar moden ini. Beberapa penelitian mengenai dampak eksistensi pasar modern yang pernah dilakukan di negara berkembang, di antaranya oleh Reardon dan Berdegué (2002), Reardon et al (2003), Traill (2006), dan Reardon dan Hopkins (2006), menemukan adanya dampak negatif terhadap pedagang ritel tradisional dengan menjamurnya pasar modern. Pedagang yang terlebih dahulu bangkrut biasanya adalah pedagang yang menjual aneka barang, makanan olahan, dan produk-produk olahan susu, diikuti oleh toko-toko yang menjual bahan makanan segar dan pasar tradisional. Mereka hanya dapat bertahan selama beberapa tahun. Setelah itu, tinggal pedagang yang berdagang produk-produk spesifik atau mereka yang berdagang di daerah yang dilindungi dari keberadaan supermarket saja yang dapat tetap bertahan. Pasar modern telah hadir di berbagai kota utama di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Akan tetapi, pada awal pemberlakukan liberalisasi sektor ritel pada 1998, pengelola pasar moder asing mulai merambah masuk pasar dalam negeri, yang menimbulkan persaingan sengit dengan pengelola PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 31
pasar modern lokal. Beberapa PKL, dan penciptaan praktik kelompok mengklaim bahwa pasar pengelolaan pasar yang lebih baik. tradisional merupakan korban nyata Kebanyakan para pedagang secara persaingan tajam tersebut yang terbuka mengatakan keyakinan berdampak pada hilangnya mereka bahwa kehadiran pelanggan pasar tradisional akibat supermarket tidak akan membanjirnya produk-produk menyingkirkan kegiatan bisnis bermutu dengan harga murah dan mereka bila persyaratan di atas lingkungan perbelanjaan yang lebih terpenuhi. nyaman yang disediakan pasar Untuk menjamin keberadaan modern. Karena itu, muncul desakan lingkungan pasar tradisional yang agar ada pembatasan pembangunan baik, kebijakan-kebijakan yang akan pasar modern, khususnya di lokasimembantu meningkatkan daya saing lokasi yang berdekatan dengan pasar pasar tradisional harus diciptakan tradisional. dan dilaksanakan. Pertama, Temuan-temuan kualitatif memperbaiki infrastrukturnya. Ini menunjukkan bahwa kelesuan yang mencakup jaminan tingkat kesehatan terjadi di pasar tradisional dan kebersihan yang layak, kebanyakan bersumber dari masalah penerangan yang cukup, dan internal pasar tradisional yang lingkungan keseluruhan yang memberikan keuntungan pada pasar nyaman. Contohnya, konstruksi modern. Karena itu, untuk menjamin bangunan pasar berlantai dua tidak keberlangsungan pasar tradisional disukai di kalangan pedagang karena diperlukan perbaikan sistem para pelanggan enggan untuk naik pengelolaan pasar tradisional yang dan .berbelanja di lantai dua. memungkinannya dapat bersaing dan Untuk itu, pemda dan tetap bertahan bersama kehadiran pengelola pasar tradisional swasta pasar modern. harus melihat pasar tradisional bukan Temuan analisis kualitatif hanya sekadar sebagai sumber menunjukkan bahwa supermarket pendapatan. Keduanya harus memang memberi dampak negatif melakukan investasi dalam pada peritel tradisional. Terlebih pengembangan pasar tradisional dan lagi, temuan analisis ini menetapkan standar minimum menunjukkan bukti bahwa pasar pelayanan. Hal ini pun mensyaratkan tradisional yang berada dekat dengan pengangkatan orang-orang supermarket terkena dampak yang berkualitas sebagai pengelola pasar lebih buruk dibanding yang berada dan memberikan mereka wewenang jauh dari supermarket. Namun yang cukup untuk mengambil demikian, hal ini keputusan sehingga mereka tidak terutama disebabkan oleh lemahnya hanya bertindak sebagai pengumpul daya saing para peritel tradisional. retribusi semata. Tidak kalah penting Para pedagang, pengelola pasar, dan adalah peningkatan kinerja pengelola perwakilan APPSI menyatakan pasar dengan menyediakan pelatihan bahwa hal penting yang harus atau evaluasi berkala. Selanjutnya, dilakukan untuk menjamin pengelola pasar harus secara keberadaan pasar ini adalah dengan konsisten berkoordinasi dengan para memperbaiki infrastruktur pasar pedagang untuk mendapatkan tradisional, penataan ulang para pengelolaan pasar yang lebih baik. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 32
Kerja sama antara pemda dan sektor baik pemerintah pusat maupun swasta seperti yang terjadi di daerah seyogianya bertindak tegas kawasan BSD dapat menjadi contoh sesuai aturan yang berlaku. Terlebih solusi untuk meningkatkan daya lagi, yang terpenting adalah saing pasar tradisional. menjamin bahwa aturan tersebut Kedua, pemda perlu dipahami oleh para pemangku mengorganisasi para PKL, baik kepentingan. Pemerintah pusat dan dengan menyediakan kios/lapak di daerah harus memiliki mekanisme dalam pasar tradisonal ataupun kontrol dan sistem pemantauan untuk dengan mengeluarkan aturan hukum menjamin kompetisi yang sehat yang melarang PKL membuka lapak antara pengusaha ritel modern dan di sekitar pasar tradisional. Adalah pengusaha ritel tradisional. sangat penting untuk mencegah agar para PKL tidak menghalangi area Pihak Yang Diuntungkan Serta pintu masuk pasar. Dirugikan Dari Implementasi Rekomendasi ketiga bertalian Kebijakan Tentang Penataan, dengan para pedagang sendiri. Pembinaan, Dan Pengelolaan Kebanyakan pedagang harus Pasar Tradisional, Serta Pasar membayar tunai kepada para Modern Di Kecamatan Turen pemasok barang dan menggunakan Sebagaimana diketahui dana sendiri. Hal ini menghambat implementasi kebijakan tentang ekspansi usahanya, selain juga penataan, pembinaan, dan berarti bahwa para pedagang pengelolaan pasar tradisional, serta dibebankan seluruh risiko ketika pasar modern dalam upaya menjalankan bisnisnya. Mengingat melindungi eksistensi pasar bahwa tidaklah lazim untuk tradisional melalui agenda setting mengasuransi kegiatan bisnis, posisi revitalisasi pasar tradisional. Agenda pedagang menjadi kian rentan, setting berkaitab dengan persoalan bahkan terhadap guncangan kecil sendiri (private problems), public sekali pun. Oleh karena itu, kajian problems dan policy issues. Private mengenai jenis asuransi yang cocok problems yang yang dihadapi oleh bagi pedagang layak dilakukan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan sekaligus membantu mereka bila dan Pasar (Desperindagsar) dalam membutuhkan modal tambahan rangka mengkoordinasikan untuk perluasan usahanya. permasalahan yang dihadapi oleh Terakhir, kondisi yang pasar tradisional melalui koordinasi tersingkap dalam studi ini lintas SKPD. Seperti koordinasi menunjukkan perlunya regulasi yang dengan Dinas Cipta Karya dan Tata sistematis mengenai pasar modern, Ruang, Dinas Kesehatan berkaitan termasuk yang menyangkut isu hak dengan pasar sehat, Badan dan tanggung jawab pengelola pasar Lingkungan Hidup berkaitan dengan dan pemda, dan juga sanksi atas kenyamanan lingkungan, Dinas pelanggaran aturan tersebut. Pendapatan dan Pengelolaan Walaupun beberapa pemda Kekayaan Asset (DPPKA) berkaitan menganggap penting untuk memiliki dengan pinjam pakai lahan, dinas peraturan yang terpisah, perbaikan perhubungan, Komunikasi dan pada peraturan yang ada sebenarnya Informasi (Dishubkominfo) sudah cukup memadai. Selain itu, berkaitan dengan parkir. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 33
Dan juga sebagaimana organisasi/ badan) yang berperan diketahui bahwa agenda setting sebagai pelaku utama dalam kebijakan revitalisasi pasar pelaksanaan (implementasi) suatu tradisional tidak begitu begitu kebijakan. berhasil. Hal ini dibuktikan dengan Dalam konteks revitalisasi masih banyaknya infrastruktur yang pasar tradisional, koalisi aktor-aktor tidak memadai di pasar tradisioanal. dalam implementasi kebijakan Menurut Islamy (2001), pendidikan, dapat diartikan sebagai untuk bisa melihat apakah proses suatu bentuk persatuan/kesatuan implementasi telah berjalan dengan (orang/organisasi /badan) yang baik, maka ada seperangkat kriteria berperan sebagai pelaku utama yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) dalam pelaksanaan (implementasi) Apakah strategi/pendekatan suatu kebijakan pendidikan, implementasi telah diidentifikasi, termasuk implementasi kebijakan dipilih dan dirumuskan dengan jelas? tentang penataan, pembinaan, dan 2) Apakah unit pelaksana teknis telah pengelolaan pasar tradisional, serta disiapkan?. Apakah aktor-aktor pasar modern. utama (policy subsystems) telah Fakta di lapangan peneliti ditetapkan dan siap menerima temukan bahwa pelaksana tanggung jawab pelaksanaan (aktor/stakeholders) yang terlibat kebijakan tersebut? 3) Apakah belum melaksanakan tugasnya prinsip “delivery mix” telah dengan baik, sesuai dengan dilaksanakan? 4) Apakah prosedur ketentuan yang telah digariskan. operasi baku telah ada, jelas, dan Misalnya dalam hal sosialisasi, difahami oleh pelaksana kebijakan? belum dilakukan secara kontinyu dan 5) Apakah koordinasi pelaksanaan menyeluruh (bersifat temporer) telah dilakukan dengan baik? 6) sehingga konsep dan tujuan Bagaimana, kapan, dan kepada siapa kebijakan tentang penataan, alokasi sumber-sumber hendak pembinaan, dan pengelolaan pasar dilaksanakan? 7) Apakah hak dan tradisional belum dipahami oleh kewajiban, kekuasaan dan tanggung target group atau aktor/stakeholders jawab telah diberikan dan difahami secara baik. . serta dilaksanakan dengan baik oleh Fenomena-fenomena di atas, pelaksana kebijakan? 8) Apakah sejalan dengan pendapat dari Long pelaksanaan kebijakan telah (lihat Abdul Wahab, 1999) yang dikaitkan dengan rencana tujuan dan mengatakan bahwa dalam banyak sasaran kebijakan? 9) Apakah teknik kasus, proses implementasi pengukuran dan kriteria penilaian kebijakan akan selalu terbuka keberhasilan pelaksanaan kebijakan peluang adanya “reorientasi” atau telah ada, jelas, dan diterapkan transformasi kebijakan, praktis tidak dengan baik? dan 10) Apakah ada garis lurus yang membentang penilaian kinerja kebijakan telah serta menghubungkan antara menerapkan prinsip-prinsip efisiensi kebijakan dan hasil akhir kebijakan. ekonomi dan politis serta sosial? Pendapat Long ini benar-benar Koalisi aktor dalam implementasi terbukti/terjadi pada implementasi suatu kebijakan, maka koalisi aktorkebijakan revitalisasi pasar aktor dalam konteks ini, adalah suatu tradisional. persatuan/kesatuan (orang/ PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 34
atau gejala ini menurut Dunsire (lihat Faktor-Faktor Yang Mendukung dalam Abdul Wahab, 2008: 61) Dan Menghambat Implementasi dinamakan implementation gap, Kebijakan Tentang Penataan, yaitu suatu keadaan dimana dalam Pembinaan, Dan Pengelolaan proses implementasi kebijakan selalu Pasar Tradisional, Serta Pasar akan terbuka kemungkinan Modern Di Kecamatan Turen, terjadinya perbedaan antara apa yang Kabupaten Malang. Sebagaimana diketahui, senyatanya dicapai sebagai hasil atau target pelaksanaan kebijakan tentang prestasi dari pelaksanaan kebijakan. penataan, pembinaan, dan Walter Williams (lihat dalam pengelolaan pasar tradisional, serta Abdul Wahab, 2008: 61) menyatakan pasar modern di Kecamatan Turen bahwa besar kecilnya perbedaan adalah revitalisasi pasar tradisional. antara apa yang diharapkan dengan Namun pada kenyataannya kondisi apa yang senyatanya dicapai dalam di lapangan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan, sedikit Masalah infrastruktur yang hingga banyaknya akan tergantung pada apa kini masih menjadi masalah serius di yang disebut implementation pasar tradisional adalah kebersihan capacity dari organisasi atau dan tempat pembuangan sampah kelompok organisasi atau aktor yang yang kurang terpelihara, kurangnya dipercaya untuk mengemban tugas lahan parkir, dan buruknya sirkulasi mengimplementasikan kebijakan. udara. Belum lagi ditambah semakin Mencermati keberadaan menjamurnya PKL yang otomatis bebrapa faktor diatas perlulah merugikan pedagang yang berjualan kiranya birokrasi dan pembuat di dalam lingkungan pasar yang kebijakan di wilayah ini mengambil harus membayar penuh sewa dan langkah-langkah strategis untuk retribusi. PKL menjual barang mengatasi masalah ini. Salah satu dagangan yang hampir sama dengan langkah yang dapat ditempuh adalah seluruh produk yang dijual di dalam melakukan reformulasi kebijakan pasar. Hanya daging segar saja yang melalui pengembangan kebijakan tidak dijual oleh PKL. Dengan yang dimaksudkan agar pelaksanaan demikian, kebanyakan pembeli tidak kebijakan atau program tersebut perlu masuk ke dalam pasar untuk lebih mengenai sasaran. Dalam berbelanja karena mereka bisa mereformulasi kebijakan melalui membeli dari PKL di luar pasar. pengembangan kebijakan tentang Kondisi pasar tradisional pada penataan, pembinaan, dan umumnya memprihatinkan. Banyak pengelolaan pasar tradisional, serta pasar tradisional di daerah yang tidak pasar modern dalam konteks terawat sehingga dengan berbagai melindungi eksistensi pasar kelebihan yang ditawarkan oleh tradisional hendaknya juga pasar modern kini pasar tradisional diperhatikan faktor dasar penyebab terancam oleh keberadaan pasar terancamnya eksistensi pasar modern. Ini artinya tingkat tradisiobal di wilayah ini. Hal ini pencapaian kebijakan tentang sebagaimana dikemukakan Smith penataan, pembinaan, dan dan Haddad (200: 1) yang pengelolaan pasar tradisional, serta menyatakan bahwa untuk pasar modern dibawah target yang menanggulangi terancamnya pasar ditetapkan. Secara konsep kondisi PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 35
tradisional terlebih dahulu harus diketahui faktor penyebabnya. Dengan semua aktor membentuk kerjasama lintas sektoral maka akan terbuka peluang tercapainya tujuan penanggulangan masalah ini. Apalagi dengan kerjasama atau sintesis ini dalam implementasi prinsip delivery mix dapat dilaksanakan oleh aktor atau pelaku utama kebijakan (Parson, 2006: 491-523). Ini dikarenakan model organisasi pasar, birokrasi/pemerintah dan masyarakat yang digambarkan dalam konteks hubungan segitiga (triangular relationship), akan menjadikan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya saling bergantung dan membentuk satu jaringan kerja kebijakan, serta tidak dapat diabaikannya peranan yang satu dengan yang lainnya dalam mensukseskan pelaksanaan sebuah kebijakan.
persyaratan mutlak bagi mempertahankan dan melestarikan pasar tradisional terhadap serbuan toko modern. Untuk itu program pembenahan fisik dan non fisik menjadi fokus utama. Pembenahan fisik meliputi: perbaikan sarana dan prasarana baik gedung, jalan, sanitasi lingkungan, sampah, termasuk pembenahan kios/bedak dan lokasi penempatan PKL. Sedang untuk program non fisik meliputi: pembinaan bagi pengurus pasar, pedagangan pasar terkait dengan manajemen pengelolaan pasar tradisional yang baik dan benar. Disamping itu untuk meningkatkan mutu dagangan agar tidak kalah dengan barang dagangan di toko modern, menjadi tantangan tersendiri untuk pemberdayaan pedagang pasar. Tetapi lagi-lagi program revitalisasi pasar tradisional tidak berjalan baik di lapangan. Hal ini dibuktikan masih banyaknya pasarpasar tardisional yang tidak representative di Kabupaten Malang. Kesimpulan Pemerintah telah menerbitkan Secara makro dan mikro, kebijakan yang mengatur penataan beberapa hasil penelitian ritel modern dan ritel tradisional menunjukkan bahwa kehadiran pasar yang tertuang dalam Perpres modern telah mengancam eksistensi 112/2007 dan Permendag 53/2008. pasar tradisional. Fakta ini antara Namun sepertinya kebijakan tersebut lain diungkap dalam penelitian AC belum dapat diimplementasikan Nielson yang menyatakan bahwa secara nyata dilapangan mengingat pasar modern telah tumbuh sebesar dibutuhkannya peran pemerintah 31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar daerah dalam implementasinya di tradisional telah tumbuh secara lapangan. Sementara itu, daerah pun negatif sebesar 8%. Berdasarkan tampaknya tidak siap untuk kenyataan ini maka pasar tradisional mengatur secara ketat industri ritel di akan habis dalam kurun waktu daerah mereka, yang terbukti dengan sekitar 12 tahun yang akan datang, belum adanya aturan turunan dari sehingga perlu adanya langkah regulai nasional tersebut di daerah. preventif untuk menjaga Akibatnya kedua peraturan kelangsungan pasar tradisional perundangan tersebut seolah menjadi termasuk kelangsungan usaha macan kertas dengan fungsi yang perdagangan (ritel) yang dikelola sangat minimal. Sedangkan program oleh koperasi dan UKM. Ritel revitalisasi pasar tradisional menjadi modern terus mengalami PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 36
pertumbuhan yang pesat setiap Kecamatan Turen, Kabupaten tahunnya sehingga keberadaannya Malang. Adapun faktor penghambat memang berpotensi sangat besar dari implementasi kebijakan tentang untuk menggerus ritel penataan, pembinaan, dan kecil/tradisional terlebih lagi pengelolaan pasar tradisional, serta didukung dengan perubahan pola pasar modern di Kecamatan Turen, belanja dari masyarakat yang Kabupaten Malang adalah sebagai semakin modern dan semakin berikut: Faktor Internal, yaitu: membutuhkan hadirnya ritel modern. Keberadaan PKL yang meresahkan Permasalahan dalam industri ritel pedagang pasar; terjerat oleh bunga lebih banyak merupakan masalah sangat tinggi oleh para rentenir yang ketidaksebandingan bersaing dan berkeliaran di pasar; kebersihan bargaining position. Akar lingkungan yang tidak representatif; permasalahan industri ritel saat ini SDM petugas dan pengelola pasar berasal dari “market power” ritel yang rendah. Sedangkan faktor modern yang tinggi yang antara lain eksternal meliputi: Keberadaan toko terbangun karena modal yang tidak modern; tidak ada dana pemeliharaan terbatas, brand image yang kuat, untuk pasar; belum ada Perda untuk terdapat peritel yang menjual barang menata dan membina pasar termurah, trend setter ritel Indonesia, tradisional, toko modern, dan pusat serta pencipta traffic konsumen perkulakan. Indonesia. Market power ini menciptakan ketidaksebandingan Saran dalam persaingan ritel modern Untuk menghindari semakin dengan ritel kecil/tradisional. Market tersisihnya pasar tradisional dalam power semakin bertambah dengan era persaingan perdagangan bebas semakin luasnya cakupan wilayah saat ini, pemerintah harus segera yang terjangkau oleh gerai ritel melakukan langkah-langkah strategis modern, karena minimnya kebijakan untuk melindungi pasar tradisional pembatasan jumlah dan wilayah bisa dilakukan pemerintah dengan (zonasi) bagi ritel modern. pemberdayaan pasar tradisional Teridentifikasi pihak-pihak melalui pembangunan fasilitas dan mana saja yang diuntungkan serta renovasi fisik pasar, peningkatan dirugikan dari implementasi kompetensi pedagang dan pengelola kebijakan tentang penataan, pasar , melaksanakan program pembinaan, dan pengelolaan pasar pendampingan pasar, penataan dan tradisional, serta pasar modern di pembinaan pasar, mengevaluasi Kecamatan Turen, Kabupaten pengelolaan pasar tradisional, serta Malang. Pihak-pihak yang mengupayakan pencarian dana diuntungkan seringkali adalah alternatif selain APBD untuk pengusaha pasar modern. Sedangkan memberdayakan pasar tradisional. yang dirugikan adalah pasar Misalnya, yang dilakukan tradisional. pemerintah Thailand untuk Teridentifikasi faktor memberdayakan usaha kecil ritel penghambat dalam implementasi dengan mendirikan perusahaan kebijakan tentang penataan, negara atau BUMN nonprofit Allied pembinaan, dan pengelolaan pasar Retail Trade Co (ART Co) dengan tradisional, serta pasar modern di modal kerja sekitar USD 9,1 juta. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 37
Perusahaan tersebut bertugas kepada Bupati Malang. Sehingga membeli barang dari pabrikan dan dengan cara ini tidak ada pihak yang kemudian disalurkan ke jaringan dirugikan. toko-toko kecil dan warung Untuk mereduksi factor tradisional lainnya. penghambat bagi revitalisasi Untuk mereduksi dampak tradisional. Maka agenda setting keberadaan pasar modern terhadap yang harus dilakukan Desperindagsar pasar tradisional sebaiknya dilakukan untuk merevitalisasi pasar tradisional langkah-langkah, misalnya: adalah melakukan koordinasi dengan memperketat proses perizinan dalam SKPD terkait, melakukan identifikasi pendirian ritel baru. Pemerintah permasalahan utama, penyusunan harus lebih selektif dan ketat dalam program dan kegiatan, melakukan proses perizinan yang dilakukan dialog, mendekatkan sektor ritel-ritel baru, terutama ritel asing. perbankan kepada pedagang pasar, Meregulasi penataan dan kebijakan program peningkatan kesejahteraan zonasi ritel asing dengan pasar pedagang pasar serta pemberdayaan tradisional. Misalnya, zonasi ekonomi. kawasan, zonasi jarak, dan zonasi rasio penduduk. Mendorong DAFTAR PUSTAKA pengelolaan pasar tradisional ke arah Abdul Wahab, Solichin. 2008. pola pasar modern. Terlepas dari Analisis Kebijaksanaan: Dari berbagai solusi tersebut, hal utama Formulasi ke Implementasi yang paling dibutuhkan adalah niat Kebijaksanaan Negara. dan langkah serius pemerintah untuk Jakarta: PT. Bumi Aksara. benar-benar bisa melindungan pasar Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar tradisional dari serbuan ritel asing. Kebijakan Publik. Alfabeta. Keberadaan toko modern Bandung. harus memberikan manfaat bagi Azwar, Saifuddin. 2004. Metode pasar tradisional. Saat ini yang Penelitian. Pustaka Pelajar. terjadi adalah dugaan bahwa toko Yogyakarta. modern menjadi pesaing bagi pasar Bungin, Burhan. 2001. Metodoligi tradisional. Untuk itu kedepan harus Penelitian Sosial: Formatdipikirkan ada kontribusi toko format Kuantitatif dan modern kepada pasar tradisional Kualitatif. Airlangga berupa dana pemeliharaan atau dana University Press. Surabaya. bagi rehabilitasi pasar tradisional Daniel, Suryadarma et al. 2007. dalam bentuk dana CSR (Corporate „Impact of Supermarkets Social Responsibility). Dana CSR ini onTraditional Markets and harus dituangkan dalam peraturan Retailers in Indonesia‟s daerah yang besarnya dihitung 10% Urban Centers‟ [Dampak dari harga lahan bangunan. CSR ini Supermarket terhadap Pasar diberikan setiap awal tahun. CSR ini dan Pedagang Ritel diberikan kepada Persatuan Tradisional di Pusat-pusat Pedagang Pasar Kabupaten Malang Perkotaan di Indonesia]. (P3KM) dengan diketahui oleh Research Report. Jakarta: Kepala Desperindagsar. Setelah The SMERU Research penyerahan CSR tersebut Kepala Institute Desperindagsar wajib melaporkan PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 38
Edy,
Suandi Hamid. 1997. Parsons, Wayne. Public Policy: An Liberalisasi Ekonomi dan Introduction to the Theory Politik Indonesia. PT Tiara and Practice of Policy Wacana Yogya. Yogyakarta. Analysis. Wibowo, Tri Hasibuan, Nurimansyah. 1997. Wibowo Budi Santoso Liberalisasi Ekonomi dan (Penerjemah). 2008. Public Politik Indonesia. PT Tiara Policy: Pengantar Teori dan Wacana Yogya. Yogyakarta. Praktik Analisis Kebijakan. Islamy, Muhammad Irfan. 1997. Kencana. Jakarta. Prinsip-Prinsip Perumusan Rais, Amien. 2008. Agenda Kebijakan Negara. Jakarta: Mendesak bangsa Bumi Akasara Selamatkan Indonesia. PPSK Islamy, Muhammad Irfan. 2001. Seri Press. Yogyakarta. Policy Analysis. Malang: Soto, Hernando de. 2006. The Program Pasca Sarjana Mysteri Of Capital. Qalam: Universitas Brawijaya Yogyakarta. Malang. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Keban, Y. T. 2004. Enam Dimensi Kuantitatif Kualitatif dan R Strategis Administrasi & D. Alfabeta. Bandung. Publik: Konsep, Teori dan Yin, Robert K. 2009. Studi Kasus Isu. Yogyakarta: Penerbit Desain dan Metode. Dialih Gava Media. Bahasakan oleh M. D Djakri Kunio, Yoshihara. 1990. Kapitalisme Muzakkir ed. 1-9 Jakarta: Semu Asia Tenggara. Rajawali Press. Terjemahan A. Setiawan Lincoln, Yvonna S and Guba, Egon Budi. LP3ES. Jakarta. G. 1985. Naturalistic Inquiry. Mcvey, Ruth. 1992. Southeast Asian California, Beverly Hills: Capitalist. Cornell Univesity. Sage Pub. New York. Wibawa, S. 1994. Evaluasi Miles, Matthew B. and Huberman A. Kebijakan Publik. Jakarta: Michael. Qualitative Data Raja Grafindo Persada. Analysis. Rohidi, Tjejep Widodo, J. 2009. Analisis Kebijakan Rohendi (penerjemah). 2007. Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Data Kualitatif: Proses Kebijakan Publik. Buku Sumber tentang Malang: Bayu Media Metode-metode Baru. UI Publishing. Press. Jakarta. Artikel Dan Jurnal Moleong, L. J. 2010. Metode A.C. Nielsen (2005) Asia Pacific Penelitian Kualitatif. Retail and Shopper Trends Bandung: PT. Remaja 2005. [online] Rosdakarya.
among Supermarkets, http://www.koran-jakarta.com/beritaSuppliers, and Traditional detail-terkini.php?id=7693. Retailers. European Journal Diakses pada 29 November of Development Research 18, 2014. (4). http://www.kppu.go.id/docs/Positioni Reardon, Thomas et al. (2003). The ng_Paper/positioning_paper_ Rise of Supermarkets in ritel.pdf. Diakses pada 29 Africa, Asia, and Latin November 2014. America‟. American Journal http://requestartikel.com/kebijakanof Agricultural Economics publik-201012331.html. 85, (5). Diakses pada 30 November Reardon, Thomas and Julio A. 2014. Berdegué. (2002). „The Rapid http://www.smeru.or.id/newslet/2007 Rise of Supermarkets in Latin /news22.pdf. Diakses pada 30 America: Challenges and November 2014. Opportunities for http://www.harianbhirawa.co.id/konf Development. Development lik/32070-p3km-menolakPolicy Review 20, (4). kenaikan-retribusi-pasar. Traill, W. Bruce. (2006). The Rapid Diakses pada 30 November Rise of Supermarkets?. 2014. Development Policy Review http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupat 24, (2). en_Malang. Diakses pada 2 Wiboonponse, Aree dan Songsak Desember 2014. Sriboonchitta. (2006). http://id.wikipedia.org/wiki/Turen,_ ‟Securing Small Producer Malang. Diakses pada 2 Participation in Restructured Desember 2014. National and Regional Agrihttp://turen.malangkab.go.id/?page_i Food Systems: The Case of d=5. Diakses pada 2 Thailand‟Regoverning Desember 2014. Markets. [online] http://www.tempo.co/hg/bisnis/2011/
[6 July 2006]. 322563,id.html. Diakses Pada 3 Desember 2014. Sumber Internet http://praja1.wordpress.com/2009/06 www.bisnisindonesia.com. Diakses /17/permendagri-no-42pada 3 Desember 2014. tahun-2007-tentangSumber Media Massa pengelolaan-pasar-desa/. Radar malang, 15/01/2011, 35. Diakses pada 1 Desember Radar Malang, 24 Maret 2011, 29. 2014. Radar Malang, 13 Juli 2011, 38. http://kumpulan-artikelSindo, 21/1/2008 menarik.blogspot.com/2010/0 Suara Merdeka. 01/05/2007 5/alasan-kenapa-tokoHarian Kompas indomaret-dan.htm. Diakses Pada 1 Desember 2014. http://malangraya.web.id/2009/04/18 /pemkab-susun-aturan-jarakmini-market/. Diakses pada 1 Desember 2014. PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 40
PENTINGNYA ETIKA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DENGAN MENGEDEPANKAN NILAI-NILAI PANCASILA
Homaidi, Rokiyah, Khrisna Hadiwinata Politeknik Negeri Malang
Abstract Pentingnya Etika Dalam Kehidupan Berbangsa dengan Mengedepankan Nilai-Nilai Pancasila, Homaidi, Rokiyah, Khrisna Hadiwinata, Desember 2014 Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: "kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak kebudayaan di daerah". Pada tahapan inilah kemudian persoalan “etika” menjadi penting dan mengemuka khususnya bagi upaya gerakan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Sejak awal reformasi sampai sekarang ini, bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi disetiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada era reformasi perubahan berlangsung begitu cepat, dan memiliki dampak sangat besar, baik dampak positif maupun dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan yang demikian cepat, di samping menimbulkan berbagai macam krisis, juga mengakibatkan hilangnya orientasi keluhuran budi dan kemantapan etika serta budaya berdasarkan Pancasia yang kita miliki selama ini, sebagai warisan leluhur bangsa Indonesia. Hilangnya orientasi masyarakat dan bangsa Indonesia berdampak tumbuh suburnya etnosentralisme, primordialisme, bentrok fisik, aksi teror, dan memunculkan gerakan separatisme. Budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi adalah budaya politik yang termanifestasi melalui pemahaman warganya melalui orientasi, pandangan, dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Oleh karena itu, budaya politik yang demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis, dan budaya politik demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi masyarakat. Kata Kunci : Etika, Budaya dan Demokrasi PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 41
coraknya seperti sebuah mosaik. Dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakatmasyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: "kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak kebudayaan di daerah". Pada tahapan inilah kemudian persoalan “etika” menjadi penting dan mengemuka khususnya bagi upaya gerakan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Sedangkan etika khusus membahas prinsipprinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus terbagi menjadi etika individual, yaitu membahas kewajiban manusia terhadap di diri sendiri dan etika sosial membahasi kewaiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat (Magnis-Suseno, 1987). Pada dasarnya etika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan sebagainya. Sedangkan pengertian Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena itu, etika politik mempertanyakannya tanggungjawab dan kewajiban manusia sebagai
PENDAHULUAN Masalah etika merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia, bahwa cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Pemerintahan sebelumnya. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, humanis dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, sistem pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas segenap warga masyarakat, serta kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi adalah sebuah "masyarakat multikultural Indonesia" dari puingpuing tatanan kehidupan sebelumnya yang bercorak "masyarakat majemuk" (plural society). Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 42
manusia dan sebagai warga negara terhadap negara, hukum dan sebagainya (lihat magnis-suseno : 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa “Dimensi Politis Manusia” adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi yang menjadi ciri khas suatu pendekatan yang disebut “Politis”adalah pendekatan itu trejadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan. Dimensi politis itu sendiri memiliki dua segi fundamental yang saling melengkapi, sesuai kemampuan fundamental manusia yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Struktur ganda ini, “tahu” dan “mau” dapat diamati dalam semua bidang kehidupan manusia. Sesuai kemampuan ganda manusia, maka ada dua cara menata masyarakat yaitu penataan masyarakat yang normatif dan efektif (MagnisSuseno: 1986). Lembaga penataan normatif masyarakat adalah hukum. Hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum terdiri dari norma-norma bagi perilaku yang benar dan salah dalam masyarakat. Tetapi hukum hanya bersifat normatif dan tidak efektif. Artinya, hukum sendiri tidak bisa menjamin agar anggota masyarakat patuh kepada normanormanya. Sedangkan penataan yang efektif dalam menentukan perilaku masyarakat hanyalah lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya. Lembaga itu adalah Negara. Karena itu hukum dan kekuasaan Negara menjadi bahasan utama etika politik. Tetapi perlu di pahami bahwa baik “hukum” maupun “Negara” memerlukan legitimasi. Inti permasalahan etika politik adalah masalah Legitimasi
etis kekuasaan yang dapat di rumuskan dalam pertanyaan: atas hak moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki ? betapapun besarnya kekuasaan, selalu dituntut pertanggung jawaban. Karena itu, etika politik menuntut agar kekuasaan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku (Legalitas), disahkan secara demokratis (Legitimasi Demokratis) dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar moral (Legitimasi Moral). Problematika Kehidupan Bermasyaratakat, berbangsa dan bernegara Dewasa ini Gerakan reformasi yang digulirkan dan ditandai dengan jatuhnya Presiden Soeharto (21 Mei 1998), pada hakikatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokratisasi disegala bidang dengan cara menegakkan hukum dan keadilan, menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), melaksanakan Otonomi Daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta menata kembali peran dan kedudukan TNI dan POLRI. Sejak awal reformasi sampai sekarang ini, bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi disetiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada era reformasi perubahan berlangsung begitu cepat, dan memiliki dampak sangat besar, baik dampak positif maupun dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan yang demikian cepat, di samping menimbulkan berbagai macam krisis, juga
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 43
mengakibatkan hilangnya orientasi keluhuran budi dan kemantapan etika serta budaya berdasarkan Pancasia yang kita miliki selama ini, sebagai warisan leluhur bangsa Indonesia. Hilangnya orientasi masyarakat dan bangsa Indonesia berdampak tumbuh suburnya etnosentralisme, primordialisme, bentrok fisik, aksi teror, dan memunculkan gerakan separatisme. Gerakan reformasi akan berhasil, apabila masyarakat memiliki pemahaman terhadap etika dan budaya politik berdasarkan Pancasila untuk membangun budaya politik yang demokratis yang menjadi tuntutan reformasi. Sebab pertumbuhan dan perkembangan demokrasi pada suatu bangsa sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan etika dan budaya sosial politik dari bangsa yang bersangkutan. Semakin dewasa etika dan budaya sosial politik suatu bangsa, maka demokrasi yang dibangun juga makin beretika dan memiliki korelasi positif dengan pencapaian tujuan pemerintahan demokrasi, yaitu kesejahteraan sosial bagi rakyat secara keseluruhan. Dan sebaliknya, proses demokratisasi tidak akan berjalan mulus, manakala tidak ditopang oleh terbangunnya sikap dan budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi adalah budaya politik yang termanifestasi melalui pemahaman warganya melalui orientasi, pandangan, dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Oleh karena itu, budaya politik yang demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis, dan budaya politik
demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi masyarakat. Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap etika dan budaya politik dalam rangka membangun budaya politik demokrasi, maka tolok ukur yang digunakan tidak semata mata mengacu pada pola interaksi yang terbangun diantara individu satu dengan individu lain dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan bersama, melainkan juga mengacu pada keseluruhan dari pola interaksi, baik interaksi yang terbangun diantara individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan individu dengan sistem dan struktur politiknya. Dalam konteks Indonesia, pemahaman terhadap etika dan budaya politik ditengah-tengah tuntutan demokratisasi disegala bidang, adalah sebuah keniscayaan, sebab bangsa Indonesia realitasnya adalah bangsa yang berbhineka, mulai dari aspek Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA), yang semua itu tentunya membawa pengaruh terhadap pola, gaya, karakter etika dan budaya politiknya. Dalam interaksi sosial yang dibangun dengan latar belakang aspek SARA yang berlainan, tentunya tidak menutup kemungkinan terjadinya silang pendapat dan salah paham sebagai akibat dari latarbelakang keanekaragaman SARA tersebut. Keadaan yang demikian ini, jika tidak dibarengi dengan usaha pemahaman terhadap etika dan budaya politik dari masing masing entitas warga bangsa, tentunya akan menghambat proses demokratisasi
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 44
dan akan memecah belah semangat dan jiwa persatuan dan kesatuan bangsa yang selama ini terbangun. Apabila situasi dan kondisi ini tidak cepat diakhiri, maka bangsa Indonesia tidak akan lagi menjadi bangsa yang beretika, berbudaya, bermartabat, ramah, menjunjung tinggi keharmonisan antara satu dengan yang lain, sopan santun, gemar musyawarah untuk mufakat, saling menghormati, toleran terhadap kelompok lain yang berbeda, dan gotong royong yang merupakan perwujudan dari nilainilai humanisme. Tetapi akan muncul budaya yang gemar melakukan tindak kekerasan dan konflik, premanisme, kriminalisme, fanatisme sempit, primordialisme serta berbagai macam perilaku anarkis lain yang bernuansa SARA. Fenomena terjadinya pergeseran perilaku sosial dari yang humanis ke perilaku gemar kekerasan dan konflik, yang di dukung oleh sejumlah fakta dimana eskalasi konflik sosial kini relatif meningkat, yang pada gilirannya akan menggerus ikatan solidaritas antar anak bangsa. Hal ini akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, dan menghancurkan nilai nilai luhur Pancasila yang merupakan dasar etika dan budaya politik bagi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan Proklamasi 17 Agustus 1945 seperti yang telah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Jenjang : (1) Nilai Religius ; Nilai ini menempati nilai yang tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa yaitu nilai yang Maha Agung, Maha Suci, Absolud yang tercermin pada Sila pertama pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. (2) Nilai Spiritual ; Nilai ini melekat pada manusia, yaitu budi pekerti, perangai kemanusiaan dan kerohanian yang tercermin pada sila kedua pancasila yaitu ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. (3) Nilai Vitalitas; Nilai ini melekat pada semua makhluk hidup, yaitu mengenai daya hidup, kekuatan hidup dan pertahanan hidup semua makhluk. (4) Nilai Moral ; Nilai ini melekat pada prilaku hidup semua manusia, seperti asusila, perangai, akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”. Dan (5) Nilai Materiil ; Nilai ini melekat pada semua benda-benda dunia. Yang wujudnya yaitu jasmani, badani, lahiriah, dan kongkrit. Yang tercermin dalam sila kelima Pancasila yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kajian Menurut Jenis : (1) Nilai Ilahiyah ; ialah nilai yang dimiliki Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada manusia yaitu berwujud harapan, janji, keyakinan, kepercayaan, persaudaraan, persahabatan. (2) Nilai Etik ; ialah nilai yang dimiliki dan melekat pada manusia, yaitu berwujud keberanian, kesabaran, rendah hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, keramahan. (3) Nilai Estetik ; Ialah nilai melekat pada semua makhluk duniawi, yaitu berupa keindahan, seni, kesahduan, keelokan, keharmonisan. Dan (4) Nilai Intelektual Ialah nilai melekat pada
Pancasila Sebagai Sumber Etika Tataran nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam kehidupan manusia. Secara teoritis nilai-nilai pancasila dapat dirinci menurut jenjang dan jenisnya. Dalam Sudut Pandang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 45
makhluk manusia, berwujud ilmiah, rasional, logis.
Saat ini, hal-hal yang masih baik, tepat dan relevan dan justru merupakan jati diri serta konsensuskonsensus dasar harus terus kita lanjutkan. Sementara sesuatu yang tidak sesuai dan tidak tepat lagi pada jamannya harus bersama-sama dilakukan perubahan dan pembaharuan. Untuk meyakinkan atas pertanyaan kritis dan fundamental di atas. Presiden menegaskan, “ marilah Indonesia kita jadikan ladang yang teduh bagi bertemunya anak bangsa yang penuh dengan perbedaan, untuk kita bangun konsensus, melangkah bersama dalam kehidupan yang harmonis dan penuh toleransi”. Sesungguhnya apabila Pancasila dipahami, dihayati, dan diamalkan secara jujur dan benar serta konsekuen oleh setiap anggota masyarakat, utamanya para penyelenggara negara dan para elit politik dalam melaksanakan gerakan reformasi untuk mewujudkan Indonesia masa depan yang dicitacitakan, maka Pancasila dapat menjadi perekat dan mengarahkan kekuatan kemajemukan bangsa untuk mencapai tujuan yang besar dan mulia berupa tegaknya kedaulatan negara untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia. Setiap gerak, arah dan cara anggota masyarakat, serta para penyelenggara negara dan para elit politik juga harus senantiasa dijiwai oleh Pancasila. Pancasila yang bulat dan utuh akan memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kesejahteraan akan tercapai apabila didasarkan atas keserasian dan keselarasan serta keseimbangan. Karena itu perlu didorong dan dituntun oleh pandangan hidup yang luhur sedini mungkin, sebab tantangan dimasa
Pancasila Sebagai Perekat Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Kita harus bersyukur, apabila akhir-akhir ini kerinduan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi pedoman berbangsa dan bernegara tampak menguat kembali. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan makin meluasnya diskusi tentang Pancasila diberbagai forum sejak tahun 2005. Bahkan pada acara peringatan enam puluh satu tahun hari lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 2006 di Jakarta Convention Center (JCC) Presiden Susilo Bambang Yudoyono waktu itu menyampaikan pidato politik yang diberi Judul “Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara berdasarkan Pancasila”. Presiden mengajak masyarakat untuk menjawab pertanyaan fundamental “Mengapa kita harus kembali membicarakan Pancasila ?”. Penegasan ini mengajak kepada Bangsa Indonesia untuk meletakkan Pancasila dalam konteks makna sejati reformasi yang kita lakukan dewasa ini. Sebab dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi dimasa reformasi saat ini, tentunya sangat diperlukan adanya pelaksanaan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, agar nilai, norma dan sikap yang dijabarkan benarbenar menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat mengatur dan memberi arah kepada tingkah laku dan tindak tanduk bangsa Indonesia dalam melaksanakan visi dan misi reformasi.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 46
depan akan semakin sulit dan semakin berat yang menuntut bangsa Indonesia untuk meningkatkan sumber daya manusia tanpa meninggalkan etika dan budaya bangsa yang berdasarkan nilai-nilai luhur ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Seperti yang disampaikan oleh Choirul Mahfud (2008:53), etika politik dan moralitas publik dalam praktek demokratisasi menjadi kajian mendesak dan menarik karena: (1) fenomena praktik politik ditengarai sudah keluar jalur etika politik dan moralitas publik. (2) munculnya kesadaran baru dalam masyarakat demokratis, good and clean governance yang berlandaskan pada moralitas dan etika. Pancasila sebagai dasar etika dan budaya bangsa sangat dibutuhkan, secara filosofis Pancasila dapat dikembangkan menjadi sistem budaya universal, yang dipayungi oleh sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai sumber nilai utama dan tertinggi dari sila-sila yang lain dan kemudian di akhiri dengan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai tujuan kemerdekaan. Pancasila tidak diragukan lagi sebagai suatu weltanschaung yang dahsyat bagi bangsa Indonesia, oleh karenanya menuntut pengamalan sila-sila Pancasila secara serasi, seimbang dan sebagai kesatuan yang utuh, yaitu : 1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada semua agama dan keyakinan yang dipeluk oleh rakyat Indonesia. Berkait dengan itu, maka sangat diperlukan tanggung jawab bersama dari semua umat beragama meletakkan landasan spritual, etika dan budaya yang kukuh bagi budaya bangsa. 2) Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung
konsep dasar penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Sila ini mendudukkan manusia sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya, serta tidak hanya setara, namun juga secara adil dan beradab. Oleh karena itu merupakan tanggung jawab seluruh warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia untuk meningkatkan martabat serta hak dan kewajiban asasi manusia, penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidak adilan dari muka bumi. 3) Sila Persatuan Indonesia, mengandung konsep kesatuan dan keutuhan bangsa serta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berbagai ke Bhinnekaannya. Oleh karena itu memupuk dan memperkuat kesetiakawanan dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mempertahankan wilayah NKRI merupakan kewajiban bagi segenap warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. 4) Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung konsep dasar menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, yang dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menuntut segenap anggota masyarakat, bangsa dan negara untuk semakin menumbuhkembangkan sistem politik yang demokratis berdasarkan nilai-nilai Pancasila, agar mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis. dan 5) Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung konsep dasar bahwa kesejahteraan harus dinikmati dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti, bahwa
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 47
selain pengembangan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga harus dikaitkan dengan pemerataan pembangunan agar tercipta kesejahteraan umum atau yang seringkali disebut dengan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila. Pancasila tidak saja mengandung nilai budaya bangsa, tetapi juga menjadi sumber hukum dasar nasional, dan merupakan bintang pemandu (leitstar) bagi terwujudnya cita-cita luhur disegala aspek kehidupan bangsa. Dengan perkataan lain, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga harus dijabarkan menjadi norma budaya, norma pembangunan, norma hukum, dan etika kehidupan berbangsa. Dengan demikian, sesungguhnya secara formal bangsa Indonesia telah memiliki dasar yang kuat dan ramburambu yang jelas bagi pembangunan masyarakat Indonesia masa depan yang dicita-citakan. Permasalahannya ialah bagaimana mengaktualisasikan dasar dan rambu-rambu tersebut ke dalam kehidupan nyata setiap pribadi warga negara, sehingga bangsa ini tidak kehilangan norma budaya sebagai penuntun dan pegangan dalam melaksanakan gerakan reformasi, dan untuk mengatasi krisis multi dimensi termasuk krisis budaya yang sedang melanda bangsa dan negara untuk menjangkau masa depan yang dicita-citakan. Apabila bangsa Indonesia tidak dapat bangkit kembali untuk menumbuhkembangkan etika dan budaya politik yang berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila, maka Indonesia akan terkubur dengan ideologi transnasional (Kapitalisme) yang memang dirancang untuk diberlakukan sebagai satu-satunya
nilai yang akan menyatukan umat manusia. Kapitalisme secara operasional berwujud demokratisasi, HAM dan pasar bebas yang bersandar pada individualisme, yang sekarang ini banyak dipuja-puja sebagai nilai dan sistem yang terbaik di dunia (Wiyono, 2013) Pemahaman Masyarakat Terhadap Etika Dan Budaya Politik Berdasarkan Pancasila Kebijakan politik otonomi daerah dan desentralisasi yang digulirkan di era reformasi, antara lain berdampak terjadinya pemekaran daerah di beberapa provinsi, kabupaten dan kota. Sebagai akibat pemekaran daerah tersebut, jumlah Propinsi sampai dengan tahun 2012 sebanyak 33 Propinsi, yang terdiri dari 398 Kabupaten dan 93 Kota, dan pada setiap daerah sesuai dengan visi dan misi reformasi didorong untuk lebih demokratis. Dalam rangka mendorong penguatan demokrasi dan mengembangkan budaya demokrasi pada pemerintahan daerah, tentunya masyarakat harus terlebih dahulu memahami dan mau belajar untuk mengembangkan etika dan budaya demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Hal ini penting, sebab keberhasilan dalam membangun pemerintahan demokrasi, tidak bisa dipisahkan dari pemahaman dan usaha suatu masyarakat untuk belajar dengan mengembangkan etika dan budaya demokrasi, sebab budaya demokrasi pada dasarnya adalah budaya yang bersumber dan berakar dari suatu masyarakat yang mengembangkan dan menerapkan pola pemerintahan yang beretika dan berbudaya demokrasi. Sebaliknya merupakan sesuatu yang mustahil,
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 48
jika secara formal ada keinginan politik untuk menerapkan dan membangun politik demokrasi namun tidak didukung oleh perilakuperilaku demokratis yang nyata oleh pemerintah maupun oleh masyarakatnya. Pemerintahan yang demokratis pada dasarnya adalah pemerintahan yang mengkedepankan kebebasan untuk membangun partisipasi warga negaranya, yang sekaligus harus diimbangi dengan ketaatan pada norma hukum yang berlaku, baik oleh pemerintah mapun oleh warga negaranya tanpa ada pengecualian (equality before the law). Bahkan Gabriel Almond (dalam Hanum, 2009:7) menyatakan bahwa keberhasilan suatu bangsa untuk membangun pemerintahan yang demokratis dan keberadaan budaya dan struktur sosial politik yang demokratis justru banyak ditentukan oleh variabel-variaberl berikut ini: 1. Budaya demokrasi adalah budaya campuran, yaitu antara kebebasan/partisipasi di suatu pihak dan norma-norma perilaku dipihak lain; 2. Budaya demokrasi bersumber pada budaya masyarakat secara umum, yang mengandung social trust yang tinggi dan civicness dengan kecenderungan hubungan kerja yang bersifat horisontal/sederajat; 3. Budaya demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat madani; dan 4. Budaya demokrasi tersebut dipegang olah suatu masyarakat disuatu negara dan sangat tergantung pada perilaku pemerintah dalam berdemokrasi. Dengan demikian, reformasi yang digulirkan tahun 1998, sudah barang tentu tidak dengan seketika merubah karakter politik bangsa ini dari berwajah otoriter berubah
menjadi berwajah demokratis dan konstitusional. Namun untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis dan konstitusional salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pemahaman masyarakat terhadap etika dan budaya demokrasi yang dibarengi dengan upaya untuk mau belajar dengan mempraktikkan secara nyata dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kaitannya dengan proses transisi politik yang sedang berlangsung saat ini, maka proses untuk membangun politik demokratis, sebagaimana yang telah dilakukan oleh bangsa-bangsa lain di dunia, menurut Almond (Farida Hanum, 2009:8) ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu: a) Tahap pengembangan institusi negara yang demokrastis, b) Tahap penciptaan dan pembentukan karakter pro demokrasi terhadap pemerintah dan warga negara, dan c) Tahap penciptaan struktur sosial dan budaya politik yang demokratis. Di Indonesia pada tahap pertama dapat kita lihat, bahwa setelah lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam bidang politik dan ketatanegaraan, telah dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 secara beruntun sampai empat kali. Melalui komitmen politik tersebut, maka terbentuklah lembaga-lembaga baru, disamping lembaga negara yang sudah ada untuk memperkuat dan mempercepat konsolidasi demokrasi. Pada tahap kedua, karakter pro demokrasi pada saat reformasi telah bergulir pada hampir keseluruhan elemen bangsa Indonesia, baik pada aparat negara maupun warga negaranya. Pada tahap ketiga, dapat ditempuh melalui
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 49
peningkatan peran institusi khususnya pendidikan kewarganegaraan, pendidikan karakter bangsa, pendidikan masyarakat Bhinneka Tunggal Ika, pendidikan wawasan kebangsaan dan pendidikan-pendidikan lain yang memiliki muatan penguatan dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap etika dan budaya politik demokrasi berdasarkan Pancasila. Terpenuhinya tiga tahapan pembangunan demokrasi tersebut, tujuan yang sebenarnya adalah pemberian porsi terbesar bagi rakyat untuk tetap memegang andil dalam proses pembangunan demokrasi. Sebab pada transisi politik yang telah berjalan selama 14 tahun ini, telah menimbulkan fenomena dalam bentuk sikap jenuh, skeptis dan pesimistis yang melanda sebagian besar masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat merasa semakin kehilangan kepercayaan akan hasil akhir reformasi yang tidak kunjung jelas bentuknya. Keadaan tersebut, Menurut Massalissi (2011:3) disebabkan oleh 3 faktor, yaitu Pertama, terjadi pengambilalihan semangat gerakan reformasi yang semula dimotori oleh arus dari bawah menjadi gerakan elite. Pada awalnya reformasi disuarakan sebagai aspirasi rakyat dan mahasiswa kemudian menjadi aspirasi elite partai dan penguasa sehingga mengandung bias kepentingan yang luar biasa. Melalui pemilihan umum dengan mengatasnamakan pelaksanaan demokrasi, maka elit partai mengambil suara rakyat untuk duduk di lembaga legislatif. Selanjutnya melalui lembaga legislatif inilah, mereka berhak mengatakan sebagai pemegang dan penyalur aspirasi rakyat. Namun dalam realitanya,
mereka hanya memperjuangkan kepentingan mereka sendiri yang sering kali tidak sama dan bahkan bertentangan dengan aspirasi rakyat; Kedua, Reformasi tidak memiliki basis – basis nilai, hal ini dapat kita lihat bahwa pada era reformasi sekarang ini bangsa Indonesia tidak memahami dan tidak menempatkan pengetahuan yang bersumber pada kearifan lokal dan nilai – nilai kebudayaan dalam roh reformasi; Ketiga, keterlibatan berbagai unsur masyarakat dalam mengawal refomasi sudah mulai surut bersama dengan minimnya akses masyarakat dalam keterlibatannya secara politis dalam pembuatan kebijakan. Masyarakat tetap jauh dari sumbersumber kekuasaan, baik sumber kekuasaan yang berupa wewenang, informasi, hukum, uang dan lainlain. Keadaan yang demikian ini, tentunya pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya pergeseran pola perkembangan demokrasi, yaitu demokrasi yang semula dimotori oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat, kini perkembangan demokrasi lebih banyak didominasi oleh kalangan elit, mulai dari kalangan elit ekonomi sampai dengan elit partai politik. Sehingga demokrasi yang berkembang baik dari aspek muatan tujuan maupun kepentingan yang diakomodasi didalamnya, adalah demokrasi elit yang lebih mengutamakan kepentingan para elit bangsa ini. Dan pada akhirnya, berbagai problem kebangsaan yang sifatnya mendesak untuk mendapat penyelesaian justru terbengkalai. Berbagai problem kebangsaan ada yang masih menjadi arena kritik sebagai wujud kontrol terhadap kinerja pemerintah dalam
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 50
mengawal dan mewujudkan cita-cita reformasi dan demokrasi. Namun terdapat beberapa problem kebangsaan yang sejauh ini tidak hanya menjadi domain kritik oleh masyarakat, tetapi juga telah memicu berbagai konflik masa didaerah, bahkan konflik sosial politik di Indonesia menunjukkan intensitas yang semakin tinggi sejak masa reformasi. Setelah diinventarisasi, total konflik sosial politik pada 2009 sebanyak 600 insiden, sedangkan sampai pertengahan 2010 telah terjadi 752 insiden. Dari sejumlah insiden yang terjadi, ada dua jenis insiden yang paling banyak terjadi, yaitu tawuran antar kampung, tawuran antar kelompok baik tawuran antar kelompok dengan mengatasnamakan suku dan etnis maupun tawuran antar kelompok dengan mengatasnamakan agama, serta tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh massa. Konflik dan kekerasan terbanyak berikutnya adalah konflik yang ditengarai oleh perseteruan politik yang kemudian pecah menjadi konflik terbuka, terutama konflik pemilihan umum kepala daerah (sejumlah 74 kasus untuk tahun 2009, dan sejumlah 117 kasus sampai dengan pertengahan tahun 2010), disusul kemudian konflik sumber kekayaan alam (54 kasus tahun 2009 dan 74 kasus tahun 2010), dan konflik sumber daya ekonomi (30 kasus tahun 2009 dan 59 kasus tahun 2010). Dengan didukung oleh fakta begitu banyaknya problem kebangsaan yang belum digarap secara tuntas, maka pada tahun 2012 ini dapat diprediksi, akan menjadi tahun yang sulit bagi terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Hal ini akan berdampak pada
rendahnya efektifitas pemerintahan.
kinerja
Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan pancaran dari Pancasila. Empat pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD HANKAM. Aspek politik dituangkan dalam pasal 26, pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspek ekonomi dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34. Aspek sosial budaya dituangkan dalam pasal 29, pasal 31, dan pasal 32. Aspek pertahanan keamanan dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276). Pasal 26 ayat (1) dengan tegas mengatur siapa-siapa saja yang dapat menjadi warga negara Republik Indonesia. Selain orang berkebangsaan Indonesia asli, orang berkebangsaan lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia yang disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara dapat juga menjadi warga negara Republik
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 51
Indonesia. Pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Adapun pada pasal 29 ayat (3) dinyatakan bahwa syaratsyarat menjadi warga negara dan penduduk Indonesia diatur dengan undang-undang. Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Ketentuan ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan tidak ada diskriminasi di antara warga negara baik mengenai haknya maupun mengenai kewajibannya. Pasal 28 menetapkan hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, yang diatur dengan undang-undang. Dalam ketentuan ini, ditetapkan adanya tiga hak warga negara dan penduduk yang digabungkan menjadi satu, yaitu: hak kebebasan berserikat, hak kebebasan berkumpul, dan hak kebebasan untuk berpendapat. Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab yang masingmasing merupakan pancaran dari sila keempat dan kedua Pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di negara Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subjek pendukung Pancasila, sebagaimana dikatakan oleh Notonagoro (1975:23) bahwa yang
berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subjek negara dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia. Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuasaan dan oleh karena itu, politik Indonesia yang dijalankan adalah politik yang bersumber dari rakyat, bukan dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dan golongan, sebagaimana ditunjukkan oleh Kaelan (2000: 238) bahwa sistem politik di Indonesia bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wujud dan kedudukannya sebagai rakyat. Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. Dalam hal ini, kebijakan negara dalam bidang politik harus mewujudkan budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini memancarkan asas kesejahteraan atau asas keadilan sosial dan kerakyatan yang merupakan hak asasi manusia atas penghidupan yang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 52
layak. Pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, sedangkan pada ayat (2) ditetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Ayat (1) pada pasal ini menunjukkan adanya hak asasi manusia atas usaha perekonomian, sedangkan ayat (2) menetapkan adanya hak asasi manusia atas kesejahteraan sosial. Selanjutnya pada pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sesuai dengan pernyataan ayat (5) pasal ini, maka pelaksanaan seluruh ayat dalam pasal 33 diatur dalam undang-undang. Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ketentuan dalam ayat (2) ini menegaskan adanya hak asasi manusia atas jaminan sosial. Adapun pada pasal 34 ayat (4) ditetapkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Pelaksanaan mengenai isi pasal ini, selanjutnya diatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakan pada ayat (5) pasal 34 ini. Pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masing-masing merupakan pancaran dari sila keempat dan kelima Pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi Pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000: 239), yaitu pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan. PENUTUP Upaya pemahaman masyarakat terhadap etika dan budaya politik berdasarkan Pancasila di era reformasi saaat ini, khususnya di daerah sangat penting dilakukan, sebab bangsa Indonesia sedang melakukan reformasi disegala bidang yang tentunya membutuhkan dukungan perilaku segenap elemen masyarakat yang beretika dan berbudaya Pancasila. Berbagai
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 53
macam perilaku yang sangat memprihatinkan saat ini, baik yang bernuansa sosial, politik, maupun bernuansa agama yang banyak mewarnai pertumbuhan dan perkembangan demokratisasi di daerah, pada hakikatnya adalah indikasi masih banyaknya berbagai macam problem kebangsaan yang diselesaikan dengan cara konflik dan kekerasan fisik. Oleh karena itu berbagai macam usaha untuk membentuk perilaku yang beretika dan berbudaya Pancasila, harus segera dilaksanakan baik oleh negara maupun oleh seluruh warga masyarakat dan bangsa Indonesia. Usaha tersebut disamping melalui pendidikan, pelatihan, workshop, seminar, berkait dengan ideologi Pancasila, serta dimasukkannya nilai-nilai luhur Pancasila pada setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang tidak kalah penting bahkan utamanya adalah keteladanan dari para pemimpin, baik pemimpin ditingkat lokal maupun ditingkat nasional, sehingga demokratisasi yang menjadi cita-cita reformasi bisa tercapai sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Memang untuk mencapai tujuan nasional seperti dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, perlu perjuangan seluruh bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan yang nyata. Hal ini pernah disampaikan oleh Bung Karno dalam pidatonya di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945 yang antara lain menyatakan: “….. bahwa tidak ada weltanschaung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada weltanschaung dapat menjadi
kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjuangan”. Di samping itu Bung Karno juga menyatakan: “….. bahwa Pancasila merupakan philosofisce grondslag, suatu fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, merupakan landasan atau dasar bagi negara merdeka yang akan didirikan. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa Pancasila disamping berfungsi sebagai landasan bagi kokoh-tegaknya negara bangsa, juga berfungsi sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai ideolgi nasional, sebagai pandangan hidup bangsa, sebaga perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional. Berkait dengan hal itu, apabila bangsa Indonesia tidak ingin kehilangan jati dirinya, dan tidak ingin terkubur dengan ideologi kapitalisme, maka tiada pilihan lain, bangsa Indonesia berkewajiban untuk memperjuangkan etika dan budaya Pancasila dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara, secara terusmenerus dan tidak kenal putus asa, agar segera terwujud masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila, yang didambakan oleh para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tentunya juga didambakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 54
(Wawasan Filosofis, Ideologis dan Konstitusional untuk Membudayakan Wawasan Nasional), Unair, Surabaya 2008, Pembudayaan Filsafat Pancasila Sebagai Ideologi Negara Menegakkan Wawasan Nasional Dalam Integritas NKRI Sebagai Nation Makalah disajikan dalam Seminar Nasional 21 Desember 2008 diselenggarakan Lab. Pancasila UM kerjasama dengan Direktorat Bakesbangpol Depdagri. Suhatmansyah, 2012, Institusionalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, Makalah disampaikan pada Konggres Pancasila tanggal 30 – 31 Mei 2012 MPR RI, Jakarta Vivinzeey, 2012, Pengaruh Budaya Politik Terhadap Perkembangan Demokrasi Di Indonesia (Artikel) ,dikutip dari http.www.google.com, diakses pada tanggal 22 Maret 2012 Wiyono, Suko, 2013, Seminar Nasional : Urgensi Etika Politik Berdasarkan Pancasila Dalam Kehidupan Bangsa Yang Berbhinneka, Politeknik Negeri Malang.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Rozali, 2004, Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa, CV. Rajawali, Jakarta. Bakry, Noor Ms., 2010,Pendidikan Pancasila,Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Budimansyah Dasim, 2002, Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa, Widya Aksara Press, Bandung Suseno-Franz Magnis, 1987, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia, Jakarta. Hanum, Farida, 2009, Etika dan Budaya Politik di Era Perkembangan Otonomi Daerah, dikutip dari http.www.google.com, diakses pada tanggal 16 April 2009. Haluan Kepri, 2011, Demokrasi dan Konflik Di Daerah, dikutip dari http.www.haluan krpi.com., diakses tanggal 8 April 2012. Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB), 2011, Pancasila, Jakarta Mahfud Choirul, 2008, Etika Politik, Budayaitas Publik dan Demokratisasi di Aras Lokal dalam Jurnal Cakrawala, vo.2 No. 2 Juni Massalissi, 2011, Demokrasi dan Problemnya di Daerah, dikutip dari http.www.google.com, diakses pada tanggal 7 Maret 2011. Noor Syam, Moh, 2006, Negara Kesatuan Republik Indonesia Sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 55
EMOTION REGULATION TO REDUCING AGGRESSIVE BEHAVIOR IN RESOLVING INTERPERSONAL CONFLICT ON STUDENT SMK
Maslichah Raichatul Janah, Hastuti Rifayani, Sri Ernawati Faculty of Health, Psychology Prodi, Sahid University of Surakarta Jl. Adi Sucipto No. 57 144 154 Jajar Solo email:
[email protected]
Abstract Fenomena perilaku agresif remaja semakin meningkat, baik dari jumlah maupun variasinya. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kemampuan regulasi emosi remaja untuk mengelola konflik interpersonalnya. Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui adanya pengaruh regulasi emosi untuk mengurangi perilaku agresif dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada siswa SMK, untuk mengetahui tingkat regulasi emosi pada siswa SMK, untuk mengetahui tingkat perilaku agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada siswa SMK. Subjek penelitian ini adalah siswa SMK 01 Muhammadiyah Kartasura Kelas 2. Jumlah sampel yang dipilih sebanyak 58 orang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pengambilan data menggunakan skala dan angket yaitu: angket konflik interpersonal, skala regulasi emosi dan skala agresifitas. Teknik analisa data menggunakan regresi linier untuk mengetahui sebab-akibat antar dua variabel atau lebih. Yang diolah menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Package For Social Sciences) For Windows Release 17. Hasil analisis data menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara regulasi emosi dengan perilaku agresif dalam menyelesaikan konflik interpersonal dengan hasil P 0,00. Tingkat regulasi emosi pada siswa SMK dengan ME sebesar 58,69. Hal ini berarti regulasi emosi siswa SMK 01 Muhammadiyah tergolong sangat tinggi. Sedangkan tingkat perilaku agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada siswa dengan ME sebesar 31,9. Hal ini berarti agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal tergolong sedang. Keyword: regulasi emosi, agresifitas, konflik interpersonal
Abstarct The phenomenon of adolescent aggressive behavior is increasing, both in number and variety. It shows a lack of adolescent emotion regulation ability to manage interpersonal conflict. This study aims to: investigate the influence of emotion regulation to reduce aggressive behavior in resolving interpersonal conflicts in vocational students, to determine the level of emotion regulation on vocational students, to determine the level of aggressive behavior in resolving interpersonal conflicts in vocational students. The subjects were students of SMK PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
56
01 Muhammadiyah Kartasura Class 2. Number of selected samples as many as 58 people. Samples were taken by using purposive random sampling technique. This study uses quantitative methods. Collecting data using a scale and a questionnaire, they are: questionnaires interpersonal conflict, emotion regulation scale and aggressiveness scale. Data analysis using linear regression to determine the causal between two or more variables. Were processed using SPSS software (Statistical Package For Social Sciences) For Windows Release 17. The results of data analysis showed a significant effect of emotion regulation with aggressive behavior in resolving interpersonal conflicts with the results of P 0.00. The level of emotion regulation on students SMK in the ME at 58.69. This means emotion regulation studen of SMK 01 Muhammadiyah is exceptionally high. While the level of aggressiveness of behavior in resolving interpersonal conflict students in the ME of 31.9. This means that aggressiveness in resolving interpersonal conflicts classified as moderate. Keyword: aggressiveness, emotion regulation, interpersonal conflict
kepentingan pribadi mereka (Baron & Byrne, 2005). Menurut Johnson & Johnson (Dayaksini dan Hudaniah 2009), konflik interpersonal adalah konflik antarpribadi, suatu situasi dimana tindakan seseorang berakibat menghalangi, menghambat, mengganggu tindakan orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik dalam kehidupan manusia akan selalu ada dan tidak bisa dihilangkan. Yang dapat dilakukan adala konflik tersebut dikelola dengan baik, potensi konflik ditransformasikan. Tetapi jika kita salah dalam mengelola konflik tersebut, maka akan berpotensi menjadi konflik bahkan bisa mengakibatkan agresiftas. Salah satu bentuk konflik interpersonal yang diekspresikan remaja adalah dengan perilaku agresif terhadap objek konfliknya baik itu agresifitas verbal maupun agresifitas fisik. Fenomena agresivitas yang ditunjukkan oleh remaja akhir-akhir ini semakin marak dan sudah sangat memprihatinkan.Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) menunjukkan jumlah
PENDAHULUAN Masa remaja merupakan satu periode perkembangan manusia yang ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adaptasi antara perandan fungsi dalam kebudayaan dimana ia berada.Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan stess dan tekanan, karena perubahan fisik dan hormon.Salah satu kebutuhan remaja yang paling penting namun juga kerap menimbulkan ketegangan adalah melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya.Interaksi sosial yang dilakukan remaja dapat memicu timbulnya konflik interpersonal. Luthan (2005) mendefinisikan konflik sebagai konsekuensi dari respon seseorang pada apa yang ia persepsikan mengenai situasi atau perilaku dari orang lain. Konflik juga didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
57
remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk, jadi sekitar 1,2 juta jiwa.Potensi ini merupakan sumber daya besar bagi bangsa Indonesia. Remaja merupakan salah satu tonggak keberhasilan dan harapan bangsa Indonesia dimasa depan. Namun kenyataan yang ditunjukkan oleh para remaja bangsa ini begitu jauh dari harapan.Hampir setiap hari terdapat pemberitaan mengenai agresivitasyang dilakukan oleh remaja, dimana jumlah serta bentuknya menjadi semakin meningkat dan bervariasi. Agresi didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain (Myers dalam Nisfiannoor dan Yulianti, 2005). Sejalan dengan hal tersebut, Menurut Sarason (Dayaksini & Hudaniah, 2009), mengartikan agresi sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau pada dirinya sendiri.Masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik. Di Provinsi Yogyakarta saja, ditemukan data di Poltabes Yogyakarta pada tahun 2008, sebanyak 78 kasus perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja dengan rentang usiaberkisar 12 hingga 18 tah un, telah diproses secara hokum pada tahun 2003 hingga 2006. Pelanggaran yang dilaporkan berupa penggunaan senjata tajam, penganiayaan, pengroyokan, pencabulan, pemerkosaan, termasuk pencurian dan penggelapan. Kondisiini menunjukan bahwa
semakin banyak remaja yang memiliki agresivitas tingga tidak segan-segang untuk melakukan penyerangan terhadap orang lain. Selain itu hal ini juga menunjuukan bahwa kurangnya kemampuan remaja dalam melakukan regulasi emosi untuk mengelola agresinya. Seperti hasil penelitian yang dilakukan Faridh (2008) yang mengatakan bahwa semakin tinggi kemampuan regulasi emosi maka kenakalan remaja semakin rendah. Kenakalan remaja disini salah satunya adalah bentuk agresivitas. Regulasi emosi diartikan sebagai pengontrolan perilaku baik yang tampak dalam kaitanya dengan emosi.Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah Lazarus (Nurhera, 2012). Mengingat labilnya emosi pada saat remaja maka salah satu aspek penting dalam perkembangan emosi adalah kemampuan remaja untuk mengatur emosi. Menurut Gross (Wahyuni, 2013), respon emosi dapat menentukan individu ke arah yang benar dan salah. Faktor yang menjadikan seringnya terjadi pelanggaran melibatkan para siswa sekarang ini, merupakan bentuk emosi mereka yang melonjak tajam, emosi yang meledak-ledak, rasa ingin hidup bebas tanpa aturan, dan banyak faktor lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh gambaran bahwa agresifitas pada remaja dipengaruhi beberapa faktor. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh regulasi emosi untuk mengurangi perilaku
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
58
agresif dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada anak SMK” Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh regulasi emosi untuk mengurangi perilaku agresif dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada siswa SMK, untuk mengetahui tingkat regulasi emosi pada siswa SMK, untuk ntuk mengetahui tingkat perilaku agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada siswa SMK. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Bagi siswa SMK hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada para siswa SMK mengenai cara mengurangi konflik interpersonal dengan mengingkatkan kemampuan regulasi emosi, sehingga perilaku agresif tidak lagi digunakan sebagai ekspresi dalam mengatasi konflik interpersonal. Bagi pihak sekolah hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu solusi yang dapat digunakan oleh pihak sekolah untuk mengurangi tingkat agresifitas siswa yang kerap terjadi disekolah. Dengan cara memasukkan nilai-nilai regulasi emosi dalam kurikulum pembelajaran. Sehingga para siswa tidak lagi menggunakan perilaku agresif untuk mengatasi konflik
menjadi referensi dalam melakukan berbagai penelitan yang berkaitan dengan regulasi emosi, perilaku agresif dan juga konflik interpersonal. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan untuk mengungakap data penelitian ini menggunakan skala dan angket. Adapaun skala yang digunakan adalah skala regulasi emosi dan agresifitas, sedangkan angket digunakan untuk mengetahui konflik interpersonalnya. Yang disusun oleh peneliti sendiri. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala dan angket. Subjek penelitiannya adalah siswa SMK 01 Muhammadiyah Kartasura kelas 2 yang memiliki 4 kelas dengan 2 jurusan Otomotif dan Mesin. Sampel penelitian yang diambil menggunakan purposive random sampling. Sehingga didapat sampel dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Package For Social Sciences) For Windows Release 17. Sebelum melakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji linieritas. Analisa data dalam uji hipotesis dalam penelitian ini
Model Summaryb
Model 1
R .575a
Change Statistics Std. R Adjusted Error of R F Squar R the Square Chang e Square Estimate Change e df1 df2 .330
.318
3.861
a. Predictors: (Constant), agresifitas b. Dependent Variable: regulasiemosi interpersonalnya. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat
.330 27.62 0
1
56
Sig. F Change .000
menggunakan analisi regresi linier.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
59
Suatu perselisihan antar pribadi tidak dipungkiri setiap orang pasti mengalaminya hal ini bisa jadi memicu konflik antar pribadi maupun tidak memicunya konflik. Bahkan bisa jadi konflik yang mendalam dan berkepanjangan apabila tidak segera diredam atau ditransformasikan ke dalam hal-hal
HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisa data penelitian dengan menggunakan uji regresi linier didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal dengan hasil sebagai berikut :
ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Df
Mean Square
Regression
411.695
1
411.695
Residual
834.719
56
14.906
Total 1246.414 a. Predictors: (Constant), agresifitas b. Dependent Variable: regulasiemosi Dari data diatas dapat dilihat signifikasi antara regulasi emosi dengan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal, berdasarkan F = 27.620, P = 0.000 dan R2 = 0,330. Variabel regulasi emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 33% terhadap agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal, sehingga masih ada 67% variabel lain yang mempengaruhi agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal. Banyak hal yang menjadi penyebab agresi manusia(Sarwono & Meinarno, 2009), yaitu: Faktor sosial: frustrasi, provokasi verbal atau fisik, alkohol. Faktor Personal : kepribadian, narsisme, jenis kelamin. Faktor kebudayaan: lingkungan geografis, nilai dan norma masyarakat, perang antar suku. Faktor situasional: cuaca. Faktor sumber daya: sumber daya alam dan Faktor media massa: tayangan televisi.
F 27.620
Sig. .000a
57
positif bisa menimbulkan agresifitas, baik agresifitas verbal bahkan agresifitas fisik. Myers (Nisfiannoor dan Yulianti, 2005) mendefinisikan agresifitas sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Peluapan agresifitas ini apabila tidak segera diredam akan menimbulkan perilaku-perilaku yang tidak semestinya bahkan bisa sampai membahayakan diri dan orang lain. Perlunya regulasi emosi pada siswa atau seseorang guna mentransformasikan emosi dan menghindari adanya agresifitas. Lazarus (Nurhera, 2012) mengatakan bahwa regulasi emosi merupakan pengontrolan perilaku baik yang tampak dalam kaitanya dengan emosi. Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk dapat
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
60
mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Pengekspresian yang tepat menurut Reivich dan Statte (2002) merupakan salah satu kemampuan individu yang resilien yaitu individu yang mampu bersikap tenang meskipun dihadapkan dengan berbagai tekanan. Emosi tidak dapat dilepaskan dari masa remaja, sedangkan regulasi emosi Menurut Brener dan Salovey (Wahyuni, 2013) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi strategi regulasi emosi yaitu: hubungan antara remaja dengan orangtua sangat penting pada masa perkembangan remaja, umur dan jenis kelamin Salovey dan Sluyter (Wahyuni, 2013) menyimpulkan bahwa anak perempuan lebih banyak mencari dukungan dan perlindungan dari orang lain untuk meregulasi emosi negatif mereka sedangkan anak laki-laki menggunakan latihan fisik untuk meregulasi emosi negatif mereka, hubungan interpersonal dan individual juga mempengaruhi regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga emosi meningkat bila individu yang ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya. Biasanya emosi positif meningkat bila individu mencapai tujuannya dan emosi negatif meningkat bila individu kesulitan dalam mencapai tujuannya. Faktorfaktor lainnya menurut Salovey dan Sluyter (Wahyuni, 2013) adalah
permainan yang mereka mainkan, program televisi yang mereka tonton, dan teman bermain mereka dapat mempengaruhi perkembangan regulasi mereka. Berdasarkan hasil analisa data diketahui variabel Subjek penelitian memiliki regulasi emosi yang tergolong sangat tinggi dengan rerata empirik 58,69 dan rerata hipotetik sebesar 32,5. Hal ini berarti rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki regulasi emosi yang sangat tinggi. Sedangkan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal tergolong sedang dengan rerata empirik 31,9 dan hipotetik sebesar 35. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa pada dasarnya subjek penelitian memiliki agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal yang sedang. Hanya saja dengan kemampuannya dalam melakukan regulasi emosi, konflik interpersonal yang terjadi pada subjek penelitian tidak menimbulkan agresifitas. SIMPULAN Penelitian ini menunjukkan hasil akhir ada pengaruh yang signifikan antara regulasi emosi dengan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal. Sehingga semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal, sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal. Dengan hasi P 0,000 P<0,005 maka signifikasi kurang daripada 0,005. Subjek penelitian memiliki regulasi emosi yang tergolong sangat tinggi dengan rerata empirik 58,69 dan rerata hipotetik sebesar 32,5. Sedangkan agresifitas dalam menyelesaikan konflik interpersonal
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
61
tergolong sedang dengan rerata empirik 31,9 dan hipotetik sebesar 35. DAFTAR PUSTAKA Baron, R.A., Byrne, D. 2005.Psikologi Sosial.Jilid 2 edisi kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Dayaksini, Tri., Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Luthan, Fred. 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Andi Nurhera.2012. Regulasi Emosi pada Orangtua yang Memiliki Anak Cerdas Istimewa.Journal Empathy.Vol. 1 No. 2. Nisfiannoor, M dan Yulianti, E. 2005.Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja yang Berasal dari Keluarga Bercerai dengan Keluarga Utuh.Jurnal Psikologi.Vol. 3 No. 1. Sarwono, S.W., Meinarno, E.A. 2009.Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Wahyuni, S. 2013. Hubungan Efikasi Diri dan Regulasi Emosi dengan Motivasi Berprestasi pada Siswa SMK Negri 1 Samarinda.E Journal Psikologi. Vol. 1 No.1 : 88-95
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik |
62
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA APARATUR PEMERINTAH TERHADAP PELAYANAN PUBLIK PADA DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL PROVINSI GORONTALO
Edy Sijaya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ichsan Gorontalo
Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk menjadi masukan berarti bagi pimpinan dalam melakukan pengembangan aparatur. Tujuan penelitian ini adalah iintuk mengetahui bagaimana pengembangan sumber daya aparatur pemerintah terhadap pelayanan publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pengembangan sumber daya aparatur dalam rangka memberikan pelayanan yang prima pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo sudah dilakukan oleh pihak pimpinan, namun masih belum maksimal. Dari segi faktor yang mempengaruhi pengembangan aparatur dalam memberikan pelayanan publik, sarana dan prasarana masih kurang mendukung pelaksanaan tugas aparatur, misalnya gedung dan ruangan kerja yang belum cukup, peralatan kantor masih kurang atau ada yang rusak. Faktor lain yaitu kemampuan aparatur dalam mengoperasikan peralatan yang ada juga masih kurang maksimal.
merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi oleh daerah dalam rangka peningkatan pengembangan daerahnya sendiri. Sehubungan dengan itu pengelolaan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting mendapat perhatian, karena untuk mencapai tujuan pembangunan daerah dan nasional, perlu memobilisir segala sumber daya yang ada, termasuk sumber daya manusia. Pentingnya sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan masyarakat tertentu, dan
PENDAHULUAN Dalam era otonomi daerah, salah satu tuntutan yang sangat mendesak dilakukan oleh instansi pemerintah adalah memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Tuntutan tersebut terkait dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membawa misi perubahan paradigma pemerintahan. Perubahan paradigma tersebut diarahkan pada pengembangan sumber daya aparat untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia pemerintah
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 63
pelaksanaan misi yang dijabarkan dari visi organisasi semuanya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor sentral dan strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi. Berdasarkan beberapa analisis dan referensi pembangunan yang ada, ternyata bahwa salah satu kelemahan dalam pelaksanaan pembangunan di Provinsi Gorontalo, khususnya pengembangan aparatur pemerintah di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo adalah belum tercapainya kualitas sumber daya manusia yang mapan. Sehingga secara implisit, kualitas pelayanan aparatur pemerintah juga masih berada di bawah standar normatif di dalam melaksanakan tugas pembangunan di daerah. Hal ini mengakibatkan keterlibatan aparatur pemerintah daerah Provinsi Gorontalo dalam memberdayakan daerah, belum mencapai sasaran yang diinginkan. Berbicara masalah sumber daya manusia, khususnya aparatur pemerintah sebenarnya dapat kita lihat dari dua aspek, yakni kualitas dan kuantitas. Kuantitas menyangkut jumlah sumber daya manusia yang kurang penting konstribusinya dalam pembangunan, dibandingkan dengan aspek kualitas. Bahkan kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik, akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Sedangkan kualitas, menyangkut mutu sumber daya manusia atau aparatur pemerintah tersebut, yang menyangkut kemampuan, baik kemampuan fisik dan non fisik seperti kecerdasan dan mental. Oleh sebab untuk kepentingan akselerasi suatu
pembangunan di bidang apapun, maka peningkatan sumber daya manusia merupakan suatu syarat yang utama. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjaja (2005:165) yang menyatakan bahwa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional dengan hasil yang maksimal mungkin, maka pembinaan aparatur pemerintah diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Oleh karena itu, untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional sangat tergantung dari kesempurnaan aparatur negara, sedangkan kesempurnaan aparatur pada pokoknya tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri. Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa, kebijakan dalam pengembangan kualitas aparatur pemerintah sangat perlu dikeluarkan untuk mencapai kualitas pelayanan publik aparatur yang diinginkan. Pada akhirnya kebijakan mengenai peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah aparatur pemerintah di lingkup Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo adalah sesuatu yang cukup baik untuk dikaji. Oleh sebab itulah, penulis ingin mengkajinya dalam sebuah penelitian dengan mengangkat judul Pengembangan Sumber Daya Aparatur Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik Pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini mencoba menelaah dan mengungkapkan hal tersebut yang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 64
dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pengembangan sumber daya aparatur pemerintah terhadap pelayanan publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo? dan 2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pengembangan sumber daya aparatur pemerintah terhadap pelayanan publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo? Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengembangan sumber daya aparatur pemerintah terhadap pelayanan publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Dan 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan sumber daya aparatur pemerintah terhadap pelayanan publik pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)Kegunaan umum, a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah, khususnya bagi Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, dalam upaya pengembangan sumber daya aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan publik. Dan b. Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi masyarakat umum. 2) Kegunaan Akademik (khusus), a. Dapat menambah pemahaman di bidang pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintah terhadap pelayanan public. Dan b. Sebagai
salah satu bentuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Pemerintahan. PEMBAHASAN Visi dan Misi Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo Visi meliputi cara pandang jauh ke depan ke mana organisasi harus dibawa agar dapat dieksis, antisipasi, dan inovatif. Dengan demikian, visi adalah suatu gambaran keadaan masa depan yang diinginkan dalam jangka panjang. Adapun visi yang dirumuskan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut: Tercapainya industri yang maju, perdagangan yang tangguh dan peningkatan nilai usaha yang bertumpu pada sumberdaya dan terlaksananya otonomi daerah yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo harus mempunyai misi yang jelas. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat penting untuk mengarahkan operasional Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, sehingga dapat terus eksis dan mengikuti irama perubahan saman. Dengan misi dapat ditetapkan sasaran utama yang harus dicapai oleh organisasi, sehingga tidak ada keraguan bagi segenap komponen organisasi. Demikian juga, dengan misi yang telah ditetapkan, organisasi dapat mengkoordinasikan segala tindakan dan usaha-usaha untuk mencapai visi Dinas Perindustrian Perdagangan dan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 65
Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, yang telah ditetapkan. Pernyataan visi akan membawa Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, ke dalam suatu fokus yang akan dicapainya dimasa yang akan datang. Dengan pernyataan visi ini, maka organisasi memasuki tahapan untuk komit dengan pencapaian hasil. Misi bersifat umum, namun mengandung pernyataan tentang filsafat aktivitas organisasi, memberikan gambaran tentang citra yang ingin diproyeksikan agar dikenali oleh berbagai pihak yang berkepentingan, mencerminkan pandangan organisasi tentang dirinya sendiri, dan bidang aktivitas yang ditekuni. Dengan demikian misi merupakan maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang mengelola sumber daya manusia. Misi yang telah dirumuskan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, adalah sebagai berikut: 1) Memberdayakan kelembagaan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal. 2) Memfasilitasi dan peningkatan pelayanan iklim usaha yang kondusif. 3) Pengembangan dunia usaha industri dan perdagangan agar memiliki kemampuan untuk berkembang dan berkoneksi secara internal dan eksternal. Dan 4) Mewujudkan kelancaran distribusi barang dan jasa serta perlindungan konsumen.
Keadaan Sumber Daya Aparatur Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo Telah diketahui bersama bahwa keberhasilan suatu organisasi adalah sangat ditentukan oleh orangorang yang telah terlibat dalam organisasi tersebut, seperti halnya Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam memberikan pelayanan publik, juga sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada. Seperti diketahui bahwa dalam suatu organisasi, antara aparatur (sumber daya aparatur) yang satu dengan lainnya mempunyai kedudukan, pangkat/golongan yang berbeda, sehingga beban tanggung jawabnya juga berbeda pula. Oleh karenanya, kerjasama antara aparatur yang satu dengan lainnya diharapkan senantiasa terjalin. Hal ini sangat penting, mengingat bahwa orientasi organisasi yaitu bagaimana mencapai tujuan bersama, yang tentunya juga tujuan dari masing-masing individu aparatur. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Aparatur pengembangan sumber daya manusia itu sendiri terdiri dari perencanaan (planning), pendidikan dan pelatihan (education and training), dan pengelolaan (management). Wexley dan Yukl (2004:282) menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha yang berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau organisasi.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 66
Menurut mereka pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana). Untuk lebih jelasnya pengertian pelatihan dan pengembangan pegawai dikemukakan oleh Sikula dalam Mangkunegara (2003:227) bahwa, pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang pegawai manajerialnya mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk mencapai tujuan yang umum. Sedangkan menurut Moenir, (2003:12) yakni pengembangan aparatur/pegawai adalah suatu usaha untuk memajukan pegawai baik dari segi karier, pengetahuan maupun kemampuan". Demikian halnya yang dikemukakan oleh Rasyid (2004.59) bahwa pengembangan sumber daya manusia aparatur dapat dioptimalisasikan dengan melalui strategi pengembangan sumber daya manusia yang terdiri dari rekruitmen, penggajian, diklat, promosi karier dan etika pemerintahan. Tujuan pengembangan sumber daya manusia antara lain meningkatkan perkembangan pribadi pegawai, serta dedikasinya sesuai
dengan tugas dan jabatannya, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, menghindarkan keusangan, dan sebagai rangsangan agar aparatur mampu berprestasi secara maksimal. Dengan demikian, menurut penulis sendiri istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan untuk pegawai pada tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation. Menurut anggapan masyarakat bahwa aparatur adalah setiap orang yang bekerja di instansi pemerintah. Padahal pengertian sebenarnya aparatur adalah suatu alat bagi pemerintah untuk menyelenggarakan segala kegiatan administrasi. Menurut Handayaningrat (2004:7) mengatakan bahwa: 1) Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintah atau negara sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. 2) Aparatur pemerintah adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan pemerintah (eksekutif) yang meliputi pejabat negara, angkatan bersenjata, kepolisian, pegawai negeri sipil, aparatur perekonomian negara, pegawai negeri yang bertugas pada pemerintahan desa/kelurahan. Dan 3) Aparatur negara adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan kenegaraan yaitu mereka yang bertugas dalam kelembagaan pemerintah (badan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 67
eksekutif) kelembagaan perwakilan (badan-badan legislatif), dan lebih tinggi lainnya. Selanjutnya oleh Kristiadi (2004:49) mengatakan bahwa aparatur negara merupakan keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan, sebagai ahli negara dan abdi masyarakat bertujuan dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintah dam pembangunan, serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Sebagaimana yang terlihat sepanjang sejarah, maka kedudukan dan peranan pegawai negeri adalah unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional. Terciptanya kesempurnaan aparatur untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada akhirnya akan mengarahkan kehidupan bangsa dan negara untuk lebih mampu menghargai peran serta masyarakat di dalam pembangunan secara berhasil guna dan berdaya guna. Secara administratif, aparatur negara merupakan unsur yang cukup vital dalam menentukan keberhasilan atau pencapaian tujuan pembangunan nasional. Hal ini searah dengan konsep yang dikemukakan oleh Widjaja (2005:167) yang menyatakan bahwa ditinjau dari ilmu administrasi, aparatur negara merupakan aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sekaligus sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional.
Berbagai tujuan, cita-cita, harapan, kepentingan dan keinginan manusia sebagai makhluk sosial biasanya mengejawantah (tergambar) dalam berbagai jenis kebutuhan, misalnya kebutuhan material, kebendaan, maupun kebutuhan normatif. Maslow dalam Handayaningrat (2004:85-87) mengklasifikasikan kebutuhan manusia itu dalam tingkatan kebutuhan yang selanjutnya disebut hierarki kebutuhan seperti berikut: 1) Kesempatan mengembangkan diri (self actualization need. 2) Pengakuan dan penghargaan (esteem need). 3) Kebutuhan social (social need. 4) Jaminan keamanan (security or safety need). Dan 5) Kebutuhan fisiologis (physiological need): sandang, pangan, papan. Bentuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Apabila kita berbicara tentang sumber daya manusia, pada dasarnya kita akan berbicara tentang bagaimana meningkatkan peran serta dan sumbangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi agar optimal dalam proses kegiatan organisasi yang bersangkutan. Sama halnya dengan manajemen sumber daya manusia pada umumnya, manajemen sumber daya manusia aparatur pemerintah yang bergerak di sektor publik juga bertujuan agar SDM aparatur dapat memberikan sumbangan yang optimal dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujudkan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 68
aparatur pemerintah yang berkualitas di bidang kepegawaian. Salah satu perubahan yang paling mendasar dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tersebut adalah tentang manajemen kepegawaian yang diorientasikan kepada profesionalisme pegawai negeri sipil, yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Pengembangan sumber daya aparatur dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan atau jabatan sebagai konsekuensi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin kritisnya pola pikir masyarakat. Tanpa program pengembangan, maka akan sulit diperoleh aparatur yang berkualitas dalam menjalankan tugasnya. Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur jasmaniah dan rohaniah, diperlukan adanya unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang bersih dan berwibawa, bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggung jawabnya. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya aparatur merupakan hal urgen dan mutlak dilaksanakan secara berencana, terarah, bertahap dan berkesinambungan. Bentuk pengembangan sumber daya manusia aparatur dibagi menjadi dua, yaitu pengembangan secara formal dan secara informal. Pengembangan secara informal, yaitu aparatur atas keinginan sendiri melatih dan mengembangkan dirinya, baik dengan cara
mempelajari literatur, buku yang ada hubungannya dengan pekerjaan dan jabatan atau mengikuti diklat. Sedangkan pengembangan secara formal, yaitu aparatur ditugaskan untuk mengikuti atau melanjutkan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. Pengembangan secara formal dilakukan oleh pemerintah karena tuntutan jabatan atau pekerjaan untuk persiapan keahlian dan keterampilan yang akan datang, baik yang sifatnya non karier maupun untuk meningkatkan karier seorang aparatur. Dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dikemukakan bahwa pada dasarnya pendidikan dan pelatihan (diklat) terbagi atas dua jenis, yaitu: 1) Pendidikan dan latihan (diklat) prajabatan, yaitu pendidikan atau persyaratan kepada CPNS agar terampil dan mampu melaksanakan tugas yang diberikan. Dan 2) Pendidikan dan latihan (diklat) dalam jabatan, adalah suatu diklat untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan untuk memenuhi semua persyaratan dalam suatu jabatan. Berkaitan dengan pentingnya kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan guna menciptakan mutu aparat pemerintah yang baik, Syafruddin (2004:164) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai negeri sipil (PNS) adalah salah satu bagian dari administrasi kepegawaian yang merupakan unsur terpenting dalam administrasi negara. Tujuan pendidikan dan latihan itu adalah untuk meningkatkan mutu pegawai dan termasuk dalam usaha pengembangan karier pegawai negeri
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 69
dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas administrasi kepegawaian. Dalam pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dikemukakan bahwa diklat prajabatan terdiri dari diklat prajabatan golongan I, diklat prajabatan golongan II, dan diklat prajabatan golongan III. Adapun strategi dalam penyelenggaraan diklat dilakukan melalui kemitraan (dengan berbagai lembaga/instansi pemerintah maupun swasta, pengembangan-kelembagaan pendidikan dan latihan (diklat tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota), pengembangan kapasitas personel diklat, swadana (mengingat keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka dilakukan pendanaan secara swadana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Untuk melaksanakan diklat yang berimbang, pemerintah daerah mengkaji dan melakukan analisis kebutuhan pendidikan dan latihan untuk pengembangan tugas dan aparatur di daerahnya. Di samping itu, untuk menyikapi berbagai tuntutan kebutuhan daerah, maka secara terus-menerus dilakukan pengkajian, pembahasan dan pengembangan berbagai jenis pendidikan dan latihan. Upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan, baik itu yang bersifat teknis fungsional maupun penjenjangan. Sebab pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bagian penting bagi pengembangan
karier aparatur pemerintah di lingkup Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya aparatur pemerintah. Selain strategi di atas, salah satu unsur penting yang juga sangat menentukan dalam hal peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah adalah disiplin dan motivasi kerja pegawai. Dukungan disiplin dan motivasi kerja ini, pada akhirnya akan menumbuhkan gairah kerja sehingga aparatur pemerintah dapat lebih memusatkan pikirannya dan mengarahkan segenap kemampuannya dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, di dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelayanan Publik Dari segi etimologi, pelayanan berasal dari kata "layan" yang mendapat awalan "pe" dan akhiran " an" yang berarti membantu, memberi dan menyediakan atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah "to serve". Menurut Pamudji (2004:37) memberikan pengertian mengenai pelayanan umum (public), yaitu "Pelayanan umum (public) adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa". Gie (2003:48) menyamakan pengertian pelayanan umum dengan pelayanan masyarakat dan mengemukakan bahwa pelayanan masyarakat adalah kegiatan dari organisasi yang dilakukan untuk mengamalkan pengabdian diri. Dalam perguruan tinggi misalnya dikenal Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian, penelitian,
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 70
dan pengabdian pada masyarakat. Pengabdian pada masyarakat dimaksud sebagai pengamalan ilmu pengetahuan bagi masyarakat. Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, penumpang dan lain-lain), yang tingkat perumusannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. Dalam hal ini terjadi komunikasi batin antara kedua pihak, dan kepuasan yang diperoleh bergantung pada situasi saat terjadinya interaksi pelayanan tersebut. Jika dalam upaya saling memuaskan tersebut tidak terjadi hubungan timbal balik, kesinambungan pada interaksi berikutnya dapat terhambat. Menurut Christopher dalam Yun dkk (2003:102) menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan antara waktu pesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan, dengan tujuan memuaskan kebutuhan nasabahnasabah/pelanggan dalam jangka panjang. Menurut Moenir (2003:17), mengemukakan bahwa pelayanan pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan karena merupakan proses. Sebagai proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat, kebutuhan manusia dan pelayanan digambarkan melalui teori life cycle theory of leadership. Konteks organisasional sebagai sebuah unit pelayanan kepada masyarakat, pelayanan harus lebih diorientasikan pada pelayanan atas dasar kebutuhan masyarakat.
Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat, di daerah dan lingkungan badan usaha milik negara dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Konsep pelayanan ini sering pula diidentikkan dengan kata "mengurus", pengertian ini menyatakan suatu pekerjaan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan salah satu kegiatan organisasi yang diabdikan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat pula dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan proses dalam kegiatan pencapaian tujuan. Sedangkan pelanggan dalam pengertian pelayanan publik dapat berupa: 1) Masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah. Dan inilah yang menjadi pelanggan terbesar bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah sekarang. 2) Unit lain dalam organisasi pemerintah yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi. Dan 3) Pegawai yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah itu sendiri. Jadi, pada dasarnya organisasi pemerintah adalah organisasi yang melaksanakan fungsi pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Pada umumnya masyarakat membutuhkan produk yang memiliki tiga
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 71
karakteristik utama, yaitu: 1) Lebih cepat (faster), biasanya berkaitan dengan dimensi waktu yang menggambarkan kecepatan dan kemudahan atau kenyamanan untuk memperoleh produk tersebut. 2) Lebih murah (cheaper), yaitu menggambarkan harga dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh masyarakat. dan 3) Lebih baik (better), berkaitan dengan dimensi kualitas produk yang dihasilkan. Sejalan dengan konsep di atas, pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan keputusannya Nomor 81 Tahun 2000 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum, yang menurut penulis masih relevan dijadikan standar pelayanan umum di era otonomi ini. Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam Keputusan Menteri tersebut adalah kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, ekonomis, keadilan, dan ketepatan waktu. Keputusan Menteri ini sendiri memberi batasan pengertian pelayanan umum sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan badan usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
mencapai tujuan-tujuan pembangunan secara efektif. Pengembangan sumber daya manusia/aparatur terarah dan terencana disertai pengelolaan dengan baik akan dapat menghemat sumber daya alam, atau setidaktidaknya pengolahan dan pemakaian sumber daya alam dapat secara berdaya guna dan berhasil guna. Demikian pula pengembangan sumber daya manusia secara mikro di suatu organisasi sangat penting dalam mencapai hasil kerja yang optimal. Baik secara makro maupun secara mikro, pengembangan sumber daya manusia adalah merupakan bentuk investasi. Dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan sumber daya manusia adalah suatu condition sine quanon, yang harus ada dan terjadi di suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Notoatmodjo (2003:7), mengatakan bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia ini perlu mempertimbangkan berbagai faktor-faktor, baik dari dalam diri organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi yang bersangkutan (internal dan eksternal). Faktor-faktor itu antara lain : faktor internal seperti misi dan tujuan organisasi, strategi pencapaian tujuan, sifat dan jenis kegiatan, jenis teknologi yang digunakan. Faktor eksternal seperti kebijaksanaan pemerintah, sosio-budaya masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi". Faktor Internal Faktor internal di sini mencakup seluruh kehidupan organisasi yang dapat dikendalikan, baik oleh pimpinan maupun oleh anggota organisasi yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pengembangan Sumber Daya Aparatur Terhadap Pelayanan Publik Pengembangan sumber daya manusia/aparatur secara makro adalah penting dalam rangka
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 72
antara lain: a) Misi dan tujuan organisasi. Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan perencanaan yang baik, serta implementasi perencanaan tersebut dengan tepat. Pelaksanaan organisasi dalam rangka mencapai tujuan ini diperlukan kemampuan tenaga (sumber daya manusia), dan ini hanya dapat dicapai dengan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. b) Strategi pencapaian tujuan. Misi dan tujuan organisasi mungkin mempunyai persamaan dengan organisasi lain, tetapi strategi dalam mencapai tujuan tersebut berbeda. Oleh sebab itu, setiap organisasi mempunyai strategi tertentu. Untuk itu, maka diperlukan kemampuan aparatur dalam mengantisipasi. dan memperkirakan keadaan di luar yang dapat mempunyai dampak terhadap organisasinya. Sehingga strategi yang sudah disusunnya sudah memperhitungkan dampak yang akan terjadi dalam organisasinya. Semua ini akan mempengaruhi pengembangan sumber daya dalam organisasi itu. b) Sifat dan jenis kegiatan. Sifat dan jenis kegiatan organisasi sangat penting pengaruhnya terhadap pengembangan organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi yang sebagian besar melaksanakan kegiatan teknis, maka pola pengembangan sumber daya manusianya akan berbeda dengan organisasi yang bersifat ilmiah misalnya. Demikian pula strategi dan program pengembangan sumber daya manusia akan berbeda antara organisasi yang kegiatannya rutin dengan organisasi yang kegiatannya
memerlukan inovasi dan kreatif. c) Jenis dan teknologi yang digunakan Sudah tidak asing lagi bahwa setiap organisasi dewasa ini telah menggunakan teknologi yang bermacam-macam, dari yang paling sederhana sampai dalam program pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Pengembangan sumber daya manusia di sini sangat diperlukan, baik untuk mempersiapkan tenaga guna menangani pengoperasian teknologi itu, atau mungkin untuk menangani terjadinya otomatisasi kegiatankegiatan yang semula dilakukan oleh manusia. Faktor Eksternal Organisasi itu berada di lingkungan dan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan di mana organisasi itu berada. Agar organisasi itu dapat melaksanakan misi dan tujuannya, maka ia harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan atau faktor-faktor eksternal organisasi itu. Faktorfaktor eksternal itu antara lain: 1) Kebijaksanaan pemerintah Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, baik yang dikeluarkan melalui perundangundangan, peraturan pemerintah, surat-surat keputusan menteri dan pejabat pemerintah, dan sebagainya adalah merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh organisasi. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut sudah barang tentu akan mempengaruhi program-program pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi bersangkutan. 2) Sosio-budaya masyarakat Faktor sosio-budaya masyarakat tidak dapat diabaikan oleh suatu organisasi. Hal ini dapat dipahami karena suatu organisasi apapun yang dirikan" untuk kepentingan masyarakat yang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 73
mempunyai latar belakang sosiomemilih teknologi yang tepat untuk budaya yang berbeda-beda. Oleh organisasinya. sebab itu dalam mengembangkan Berdasarkan data mengenai sumber daya manusia dalam suatu sumber daya aparatur yang diperoleh organisasi faktor ini dikembangkan. dari Dinas Perindustrian 3) Perkembangan ilmu pengetahuan Perdagangan dan Penanaman Modal dan teknologi Perkembangan ilmu Provinsi Gorontalo hingga bulan pengetahuan dan teknologi di luar Februari tahun 2007, jumlah organisasi dewasa ini telah keseluruhan aparatur sebanyak 43 sedemikian pesatnya. Sudah barang orang dengan tingkat pendidikan tentu organisasi yang baik harus formal yang cukup bervariasi, seperti mengikuti arus tersebut. Untuk itu yang dapat dilihat pada tabel berikut. maka organisasi harus mampu untuk Tabel 1 Keadaan Aparatur Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo Menurut Tingkat Pendidikan Formal No. 1.
Jenjang Pendidikan Terakhir Sekolah Dasar (SD)
Frekuensi 0
Persentase (%) 0,00
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLIP) 0 0,00 3. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 11 25,58 4. Akademi/Diploma 2 4,65 5. Sarjana Strata Satu (SI) 26 60,47 6. Sarjana Strata Dua (S2) 4 9,30 Jumlah 43 100 Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, Februari 2012 Dari keadaan aparatur Dinas 60,47% atau sebanyak 26 orang, dan Perindustrian Perdagangan Dan sebesar 25,58% atau sebanyak 11 Penanaman Modal Provinsi orang yang berpendidikan Sekolah Gorontalo menurut tingkat Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), pendidikan formal seperti yang kemudian yang berpendidikan diperlihatkan pada tabel 1, dapat sarjana muda (diploma) sebesar dikatakan bahwa sumber daya 4,65% atau sebanyak 2 orang, serta aparatur sudah cukup memadai untuk sebesar 9,30% atau sebanyak 4 orang melaksanakan tugas-tugas di bidang yang berpendidikan magister (S2). pembangunan perindustrian Dalam rangka pengembangan perdagangan dan penanaman modal. aparatur pada Dinas Perindustrian Hal ini ditandai di mana tidak Perdagangan dan Penanaman Modal seorangpun aparatur yang Provinsi Gorontalo, maka aparatur mempunyai tingkat pendidikan harus mengikuti pendidikan dan Sekolah Dasar (SD), dan tingkat pelatihan yang diselenggarakan agar pendidikan Sekolah Lanjutan semua aparatur, baik yang Tingkat Pertama (SLTP). Sebagian bergolongan tinggi maupun yang besar aparatur mempunyai tingkat bergolongan rendah tidak hanya pendidikan sarjana (SI) sebesar PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 74
mantap dari segi operasional, tetapi Administrasi Tingkat Pertama atau juga mantap dari segi konseptualnya. Diklat Kepemimpinan Tingkat III Pendidikan dan pelatihan (DIKLATPIM Tk. HI) dan staf dan (Diklat) bagi aparatur meliputi Pimpinan Administrasi Tingkat Sekolah Pimpinan (SEP ALA) atau Menengah (SPAMEN) atau Diklat Administrasi Umum Lanjutan Kepemimpinan Tingkat II (ADUMLA) atau Diklat (DIKLATPIM Tk. II). MasingKepemimpinan Tingkat IV masing jenis diklat yang pernah (LATPIM Tk. IV). Sekolah diikuti oleh aparatur tersebut dapat Pendidikan Tingkat Madya dilihat pada tabel berikut. (SEPADYA) atau staf dan Pimpinan Tabel 2 Jenis Pendidikan dan Pelatihan Yang Diikuti Oleh Aparatur Pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo No. Golongan Kepangkatan Frekuensi Persentase 1. 2. 3. Jumlah
Sepala/ Adumla/Diklat Pirn Tk. I Sepadya/Spama/Diklat Pirn Tk. IH Spamen/Diklat Pirn Tk. II
19 4 1 24
44,19 9,30 2,33 55,82
Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, Februari 2012 1) Pengembangan sumber daya Jika dilihat jumlah aparatur aparatur dalam rangka memberikan dari segi pendidikan dan latihan pelayanan yang prima pada Dinas (Diklat) yang telah diikuti, maka Perindustrian Perdagangan dan baru sebesar 55,82% saja atau Penanaman Modal Provinsi sebanyak 24 orang yang telah Gorontalo sudah dilakukan oleh mengikuti diklat penjenjangan. Dari pihak pimpinan, namun masih belum berbagai macam diklat yang ada, maksimal. Hal ini dapat dilihat di baru Diklat Pirn tingkat IV yang mana masih belum meratanya paling banyak telah diikuti oleh pemberian kesempatan kepada aparatur, yaitu sebesar 44,19% atau aparatur untuk ikut tugas belajar, dan sebanyak 19 orang, sedangkan juga masih belum meratanya aparatur yang telah mengikuti aparatur yang diikutkan dalam DiklatPim Tingkat III sebesar 9,30% kegiatan pendidikan dan pelatihan, atau sebanyak 4 orang, serta sebesar sehingga ada beberapa aparatur yang 2,33% saja atau baru 1 orang yang sudah sering mengikuti pendidikan telah mengikuti DiklatPim Tingkat dan pelatihan, namun ada juga yang II. sama sekali belum pernah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan. 2) Dari segi faktor-faktor yang PENUTUP mempengaruhi pengembangan Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian aparatur dalam memberikan dan pembahasan yang telah penulis pelayanan publik, sarana dan uraikan ,pada Bab IV, maka dapat prasarana masih kurang mendukung ditarik kesimpulan sebagai berikut: pelaksanaan tugas aparatur, misalnya PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 75
gedung dan ruangan kerja yang belum cukup, peralatan kantor masih kurang atau ada yang rusak. Faktor lain yaitu kemampuan aparatur dalam mengoperasikan peralatan yang ada juga masih kurang maksimal. Dari aspek kemampuan aparatur dalam memberikan pelayanan juga belum maksimal, sehingga kadang muncul rasa ketidakpuasan dari masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA Handayaningrat, Soewarno. 2004. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Mas Agung, Jakarta. Handoko, T. Hani. 2004. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi II, BPFE, Yogyakarta. Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta. Kristiadi, J.B. 2004. Administrasi/Manajemen Pembangunan, LAN, Jakarta. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Refika Aditama, Bandung. Moenir, H.A.S. 2003. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta. Pamudji. 2004. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta. Rasyid, Muhammad Ryaas. 2004. Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan dan Politik Orde Baru, Yasrif Watampone, Jakarta. Surianingrat, Bayu. 2004. Mengenal Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta Syafruddin, Ateng. 2004. Pengaturan Koordinasi Pemerintah di Daerah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Wexley, dan Yukl, Gary. 2004. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Alih Bahasa :
Saran Adapun saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan di atas adalah sebagai berikut: 1) Sebaiknya pihak pimpinan lebih mengutamakan aparaturnya yang belum pernah atau masih jarang ikut pendidikan dan pelatihan, untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut. Di samping itu, aparatur pemerintah pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, yang telah mengikuti tugas belajar atau pendidikan dan pelatihan jangan cepat merasa puas. Hal ini disebabkan karena pengembangan sumber daya aparatur itu merupakan program yang berkesinambungan. 2) Sebaiknya pihak pimpinan melengkapi sarana dan prasarana yang masih kurang. Di samping itu, aparatur yang belum dapat atau mahir menggunakan peralatan kantor yang ada sebaiknya dilatih oleh aparatur yang mampu atau mendatangkan pelatih dari luar. Hal lain yang perlu dilakukan yakni penambahan anggaran untuk pengembangan aparatur.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 76
Yusuf Udaya, Jakarta : Prenhallindo. Widjaja, A.W. 2005. Administrasi Kepegawaian : Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta. Yun, Chang, Zeph, dkk. 2003. Kualitas Global, PT. Pustaka Delaprata, Jakarta. Dokumen-Dokumen: Anonim. 2000. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Sinar Grafika, Jakarta. Anonim. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Menpan, Jakarta. Anonim. 2005. Rencana Stratejik Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi, Gorontalo. Anonim. 2005. Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi, Gorontalo.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 77
KAJIAN FENOMENOLOGI PENGUNGKAPAN JATI DIRI WANITA TRANSEKSUAL DI SIDOARJO
Vidia Atika Manggiasih Akademi Kebidanan Mitra Sehat Sidoarjo
Abstract Penelitian yang berjudul Kajian Fenomenologi Pengungkapan Jati Diri Wanita transeksual di Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wanita transeksual mengungkapkan identitas jenis kelamin secara fisik dan dilema apa yang dirasakan ketika kenyataan jenis kelamin tidak sesuai dengan harapan dan keinginan yang dimiliki. Peneliti menganggap penting karena fenomena transeksual menjadi santer untuk dibicarakan yang banyak mengundang pro dan kontra. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan kajian fenomenologi, yakni dengan cara wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan enam orang wanita sebagai narasumber dengan pedoman wawacara yang mengacu pada kajian fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengkonstruksi jenis kelamin primer maupun sekundernya seorang wanita transeksual mengalami perbedaan yang cukup tajam, yakni keinginan yang besar untuk menjadi anggota lawan jenis kelamin, namun pada kenyataan fisik yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan dilema dalam mengungkapkan identitas jenis kelaminnya. Penelitian ini menggunakan kajian fenomenologi dalam sebuah tindakan mengkonstruksi realitas identitas jenis kelamin merupakan sebuah kemurnian jawaban dari satu sudut pandang yakni narasumber. Seorang wanita transeksual dalam mengungkapkan identitas jenis kelaminnya tidak melihat jenis kelamin yang ia miliki yakni seorang wanita, karena keinginan yang besar untuk menjadi anggota jenis kelamin yang lain. Sehingga menyebabkan dilema, kebingungan dan keraguan atas jenis kelamin yang ia miliki. Dan perasaan ini akan selalu tumbuh dalam kehidupan wanita transeksual. Kata kunci: wanita, transeksual, jati diri.
Abstract The study, entitled Study of Self Disclosure Phenomenology transsexual woman in Sidoarjo . This study aims to determine how a transsexual woman expresses physical gender identity and the dilemma of what is perceived as reality sex is not in line with expectations and desires owned . Researchers consider it important for transsexual phenomenon became widely to talk about the many inviting pros and cons. This study used a qualitative approach to the study of phenomenology , namely by means of in-depth interviews . This study uses six women as a resource with wawacara guidelines referring to the study of phenomenology . The results showed that in constructing primary and secondary PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 78
sex transsexual woman suffered a sharp distinction , namely the desire to become a member of the opposite sex , but the physical reality that is not expected to cause a dilemma in disclosing the identity of gender. This study used a phenomenological study in an act of constructing reality of gender identity is a purity answer from one point of view that resource . A transsexual woman in revealing the identity of the sex did not notice that he had sex the woman , because of the desire to become a member of the other sex . Causing a dilemma , confusion and doubts over the sex he has. And this feeling will always grow in the life of a transsexual woman . Keywords : women, transsexuals, identity.
maka dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelamin lakilaki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara seseorang disebut berjenis kelamin wanita jika ia mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Pandangan teori mengenai konsep gender terbentuk bukan dari sifat alamiah yang di bawa oleh manusia sejak lahir, namun pembentukan karakter pada laki-laki dan wanita akibat pengetahuan yang dimiliki, budaya dan struktur sosial yang melekat di masyarakat dan merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi1. Berbeda dengan kenyataan yang ada di dalam masyarakat, sering kita mengamati berbagai bentuk masyarakat yang beragam. Kita tidak lagi di permasalahkan bagaimana bertindak
PENDAHULUAN Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Gender adalah pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai normanorma, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Konsep gender pertama kali harus dibedakan dari konsep seks jenis kelamin secara biologis. Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan wanita), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan, sebagai seorang laki-laki atau seorang wanita. Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 79
layaknya wanita sebagaimana mestinya, maupun laki-laki sebagaimana mestinya. Banyak di temukan di masyarakat dalam berbagai kalangan, wanita yang berperan, berdandan dan memiliki kegemaran layaknya laki-laki pada umumnya dan sebaliknya seorang laki-laki yang memiliki kecenderungan dalam bersikap feminin. Selanjutnya Sears menjelaskan mengenai sebagian masyarakat termasuk para transeksual, pengembangan identitas gendernya bermasalah (Rosari, 2008) Kata ‘trans’ yang merujuk pada perubahan, berubah bentuk atau transform. Selanjutnya menurut Peletz (2006) mengartikan kata trans sebagai pergerakan melintasi ruang dan batas, sama dengan merubah hal yang bersifat alamiah, natural. Pengertian ‘trans’ bermakna menggabungkan suatu entitas atau proses atau hubungan antara dua fenomena. Stryker menyebutkan ada dua pengertian senada dengan konsep Peletz mengenai transeksual. Yang pertama adalah orang yang melakukan silang gender tanpa harus mengubah kelaminnya, dan dalam pengertian yang lebih luas, transeksual adalah semua identitas dan praktek-praktek silang gender, menyeberang, bergerak antar konstruksi sosial terhadap jenis kelamin atau batasan gender. Transeksual adalah terminologi paling luas untuk mereka yang berada diantara dua gender, terminologi ini kemudian berkembang menjadi sebutan semua orang yang melakukan silang gender, bukan saja cross-dresser, hemaprodit bahkan juga untuk menyebut transgender (Koesbardiati dkk, 2008).
Jika kita berbicara mengenai transeksual, transeksual adalah seseorang yang percaya bahwa dirinya secara psikologis mirip dengan lawan jenis dan merasa terjebak dalam jenis kelam in biologisnya dan cenderung melakukan pembedahan anatomi pada beberapa bagian tubuh seperti jenis kelamin yang mereka inginkan. Tidak jauh berbeda dengan konsep transeksual, seseorang yang menjadi pelaku transgender, mayoritas akan mengubah perilaku, identitas seperti yang harapan dan keinginan pelaku kendati melawan kodrat yang di bawa sejak lahir. Transeksual di sebutkan sebagai sebuah perasaan ketidaknyamanan yang menetap tentang kondisi anatomis jenis kelamin yang di miliki dan sebuah keinginan yang menetap untuk melepaskan diri dari kondisi genital yang di miliki dan hidup sebagai bagian atau anggota dari jenis kelamin yang lain (Gendel dkk, 1984 dalam Rosari). Bagaimana seseorang mengetahui bahwa dirinya adalah seorang laki-laki atau wanita inilah yang kemudian disebut dengan identitas gender (Davison,dkk, 1996 dalam Rosari). Selaras dengan istilah transeksual dalam buku The Transgender Phenomenon, disebutkan bahwa istilah transeksual dikonseptualisasikan sebagai permasalahan identitas gender. Permasalahan identitas gender bukan lebih pada perubahan bentuk anatomis tubuh seseorang, namun penekananya lebih pada masalah identitas gender, peran sesuai dengan gender dan jenis kelamin yang diemban. Menurut Kessler & McKenna, transeksual memiliki 3 asumsi yang memiliki kesamaan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 80
dengan konsep transeksual menurut Stryker. Pertama adalah mereka yang mengubah tubuhnya agar sesuai dengan gender yang mereka harapkan, kedua adalah mereka yang bergerak menuju lintas gender atau bergerak menuju aspek-aspek dari orang lintas gender. Ketiga adalah mereka yang meskipun menyatakan diri benar-benar sebagai anggota gender yang lain, mereka merasa tidak perlu mengubah alat kelamin mereka. Letak penekanannya adalah pada lintas gender dan bukan transformasi bedah apapun yang menyertainya (Rosari, 2008). Selanjutnya istilah transeksual diartikan oleh Fausiah (2006 dalam Rosari) bahwa transeksual adalah sebuah kondisi dimana seseorang mengalami perasaan ketidaknyamanan yang menetap terhadap jenis kelamin secara biologis mereka dan juga terhadap peran gender yang diemban sesuai dengan jenis kelamin yang mereka miliki, dengan kata lain para pelaku transeksual memiliki pikiran seorang wanita yang terjebak dalam tubuh laki-laki, maupun sebaliknya pikiran seorang laki-laki yang terjebak dalam tubuh seorang wanita (Money, 1988 dalam Rosari 2008). Istilah transeksual mulai popular ditahun 1970an, dimana istilah ini di pakai untuk menggambarkan seseorang yang mengganti identitas gendernya tanpa melakukan perubahan pada organ kelamin. Kemudian pada tahun 1980an berkembang dan menjadi alat pemersatu semua orang yang merasa identitas gendernya tidak sesuai dengan identitas gender yang mereka miliki sejak lahir (www.wikipedia.com, dalam Parendrawati). Istilah ini merujuk pada pembedaan peran antara laki-
laki dan wanita didalam masyarakat berdasarkan kultur dan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat yang melekat erat pada laki-laki dan wanita pada umumnya. Selanjutnya Davison menjelaskan bahwa apa yang di sebut dengan identitas gender adalah apa yang di ketahui seseorang mengenai dirinya laki-laki atau wanita. Identitas gender diperoleh melalui proses perkembangan individu di dalam sebuah lingkungan rumah dan lingkungan masyarakat tentang apakah identitas laki-laki atau wanita. Jika seseorang mengalami gangguan dalam menentukan identitas gendernya, maka inilah yang di sebut sebagai gender identity disorder atau gangguan identitas gender dan transeksual termasuk dalam kategori gangguan identitas gender (Rosari, dikutip dalam Gendel dkk, 1984). Identitas gender merupakan keadaan yang secara psikologis yang merefleksikan perasaan dalam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki atau wanita. Identitas gender ini sangat berkaitan dengan budaya, serangkaian sikap, pola perilaku dan atribut lain yang biasanya di hubungkan dengan maskulinitas atau feminitas (Rosari, dikutip dalam Fausiah, 2006). Jika dalam ranah psikologis pelaku transeksual berkaitan dengan perasaan dalam diri pelaku transeksual. Secara sosiologis, pelaku transeksual membentuk karakter diri melalui sosialisasi keluarga dalam pembentukan karakter laki-laki dan wanita sejak kecil serta pengaruh dan reaksi masyarakat sekitar tentang pelaku transeksual. Selain pembentukan karakter yang dimulai sejak dini, wanita pelaku transeksual
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 81
sama halnya dengan laki-laki yang menjadi pelaku transeksual yakni akibat dari salah satunya adalah ketiadaan figur seorang ayah, trauma masa lalu, kenyataan yang jauh dari harapan dan bukti kekecewaan atas keadaan. Kemudian didukung dengan cemooh dan reaksi negatif yang memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan karakter wanita pelaku transeksual, sehingga tidak ada jalan keluar bagi ‘penyakit’ yang dideritanya. Kesamaran tentang keberadaan kaum transeksual wanita mungkin disebabkan oleh karena masyarakat cenderung mendorong terjadinya beberapa kesamaran yang mungkin terjadi. Gadis-gadis tomboy dibiarkan tidak terusik, atau kadangkadang malah menjadi kebanggaan. Sebaliknya, orang tua langsung resah melihat anak laki-lakinya bersikap kewanita-wanitaan, atau berdandan dengan gincu dan memakai sepatu wanita. Wanita yang memakai celana panjang dan berambut pendek kita pandang bergaya sportif. Tetapi pria yang mengenakan gaun serta merta kita anggap banci. Transeksualitas dan transgender menurut Dr. Barry M.Maletzky, seorang psikiater dari Portland, USA adalah masalah kesesuaian, dan masalah harmoni. Jadi transeksualitas sama sekali tidak ada kaitannya dengan mode dan gaya. Jika diamati secara mendalam beragam masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Surabaya, pelaku transeksual sudah tidak sulit untuk dijumpai. Di ruang publik seperti Mall, pertokoan, tempat hiburan hingga lingkungan akademis pun banyak kita jumpai pelaku transeksual, baik laki-laki maupun wanita. Selama ini konsep transeksual di fokuskan pada
perubahan bentuk kelamin yang semula laki-laki menjadi wanita. Namun perlu ditekankan lagi bahwa, transgender bukan hanya sekedar pembedahan anatomis organ tertentu untuk merubah jenis kelamin yang dimiliki untuk menjadi jenis kelamin yang lain, namun juga perlu di tinjau mengenai bentuk fisik dan pola perilaku, sikap, norma, budaya dan identitas yang mencakup keseluruhan sesuatu hal mengenai laki-laki dan wanita. Di masyarakat, secara sadar atau tidak, wanita pun bisa menjadi pelaku transeksual. Secara biologis, wanita yang menjadi pelaku transeksual tidak melakukan pembedahan maupun perubahan bentuk tubuh tertentu untuk menjadi apa yang pelaku transeksual ini inginkan, namun para wanita yang berperilaku layaknya laki-laki, memiliki identitas seperti laki-laki pun bisa di katakan sebagai pelaku transgender. Wanita yang menjadi pelaku transeksual ini, tidak memiliki keinginan untuk berdandan, berperilaku layaknya wanita pada umumnya. Sering kita temui di berbagai ruang publik, para wanita pelaku transeksual ini terlihat sangat nyaman dengan apa yang melekat di tubuh wanita pelaku transgender. Agaknya masyarakat sudah menganggap biasa fenomena yang sebenarnya merupakan masalah sosial masyarakat yang bersifat mikro. TINJAUAN PUSTAKA Salah satu teori atau pisau analisis yang digunakan peneliti untuk mengupas konsep transeksual serta fenomena transeksual yang melekat pada wanita transeksual bisa dianalisis dengan salah satu teori yang diusung oleh Peter L Berger,
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 82
yakni teori konstruksi sosial. Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terusmenerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif2. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya dimana individu melalui responrespons terhadap stimulus dalam dunia kognitif nya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya, Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-
bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya3. Dalam telaahnya, terdapat beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruksi Sosial Berger dan Luckmann. Adapun asumsiasumsinya tersebut adalah: 1) Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan konstruksi sosial terhadap dunai sosial di sekelilingnya. 2) Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan. Dan 3) Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus. Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitasrealitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. Berger dan Luckman amat mendasarkan diri pada dua gagasan sosiologi pengetahuan yakni, realitas dan pengetahuan. Realitas yang diartikan sebagai fakta sosial yang bersifat eksternal, general dan memaksa terhadap kesadaran masing-masing individu. Sedangkan pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh aktor terhadap realitas yang dimilikinya (Samuel, 1993). Berger merumuskan tiga konsep mengenai teori konstruktivis: 1) Realitas Kehidupan Sehari-hari, Yaitu realitas yang dihadapi atau dialami oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari. Realitas kehidupan sehari-hari ini merupakan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 83
suatu totalitas yang dialami oleh individu sebagai totalitas yang teratur. 2) Interaksi Sosial. Realitas sosial yang dialami oleh individu tidak terlepas dari individu lain. Dalam hal ini, Berger mempunyai anggapan bahwa hubungan antar individu juga merupakan realitas sosial. Realitas sosial yang dialami oleh aktor tidak terlepas dari interaksi yang dilakukan oleh aktor dengan kelompok primer dan sekunder. 3) Bahasa dan Pengetahuan. Menurut Berger, ekspresivitas manusia muncul dalam hasil aktivitas manusia yang bersifat obyektif. Obyektivitas merupakan petunjuk proses subyektif. Obyektivitas juga berhubungan dengan realitas sosial yang dipahami oleh aktor. Bahasa dan pengetahuan digunakan sebagai alat dan sarana untuk menyampaikan hal-hal subyektif yang terkandung dalam obyek tertentu yang membentuk realitas sosial yang hanya dapat dipahami oleh aktor. Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentukbentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya.
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckman berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni objective reality, symbolic reality dan subjective reality. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (Noor, 2011), kata kualitatif merujuk pada penekanan pada proses dan makna yang tidak di kaji secara ketat atau belum di ukur dari segi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensinya. Pendekatan ini merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah yang terdapat pada kehidupan manusia. Pada pendekatan kualitatif, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subyek yang di teliti4. Selanjutnya Creswell mengartikan penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Penelitian kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Selanjutnya Noor menjelaskan, bahwa proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berangkat dari teori dan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 84
berakhir pada penerimaan atau penolakan teori, namun pada penelitian kualitatif, peneliti bertolak pada data, dan menggunakan teori yang ada sebagai ‘lentera’ yang kemudian berakhir pada teori pula5. Metode ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor, 1075 dalam Moleong, 2005). menggunakan metode fenomenologi yakni berusaha untuk menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Fenomenologi lebih dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks karena memiliki metode dan dasar filsafat yang komprehensif dan mandiri. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Fenomenologis menurut Schutz (1974) adalah ilmu sosial yang mampu menafsirkan dan menjelaskan tindakan pemikiran manusia dengan cara menggambarkan struktur-struktur dasar.
utama, yakni eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Dalam melalui tiga tahap utama ini, dapat disimpulkan bahwa individu (para narasumber kunci) memiliki pola perilaku yang khas dan cenderung menjadi habitualisasi diri, yakni aktivitas-aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang secara terusmenerus. Seperti yang dilakukan oleh keenam responden, yang merasakan ‘keanehan’ semenjak kecil. Hal ini yang menjadikan bahwa pola perilaku itulah yang menimbulkan proses obyektivasi, yakni pembenaran realitas obyektif yang melekat pada kehidupan individu, melalui institusi sosial. Institusi sosial yang dimaksud adalah teman-teman, rekan kerja hingga guru yang ikut ‘menjelaskan’ dan ‘membenarkan’ realitas menurut pandangan individu adalah bersifat subyektif menjadi sesuatu yang bersifat obyektif. Proses ini mengalami ‘penguatan’ melalui sosialisasi, terutama sosialisasi sekunder, berupa pengetahuan dan pengalaman bersama. Narasumber mengkonstruksikan realitas identitas jenis kelamin, yakni fisik wanita yang didapatkan semenjak dirinya lahir kedunia yang tidak dapat di pertukarkan dengan jenis kelamin laki-laki sebagai sesuatu hal yang benar dan berdiri kuat di atas definisi hidupnya. Pada akhirnya dengan dilema pengungkapan identitas yang tumbuh seiring pendewasaan diri sang individu, peran dan status sosial menjadi kacau. Identitas melekat pada diri manusia, untuk berperan seperti apakah didalam masyarakat, untuk menentukan peran dan status dimasyarakat namun jika identitas itu menjadi sesuatu hal yang tidak jelas,
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan analisis mengenai konstruksi realitas identitas jenis kelamin, dengan menggunakan metode fenomenologi, dapat diketahui bahwa, dalam proses mengkonstruksi realitas identitas jenis kelamin melalui tiga tahap
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 85
dalam konteks ini adalah wanita transeksual, maka hal ini tentu berdampak pada status dan peranan didalam masyarakat, tempat dimana dirinya menetap, yang selalu menuntut identitas dari sang individu, maka muncullah kerancuan dalam melaksanakan tugas dan peranan sosial yang menyangkut identitas wanita transeksual ini. Kendati, narasumber memiliki pandangan mengenai definisi wanita yang kurang-lebih serupa dengan definisi wanita menurut aturan dan budaya masyarakat, namun narasumber mengakui bahwa dirinya tidak bisa di sebut dengan wanita bahkan tidak ingin disebut dengan wanita. Berangkat dari sinilah, menimbulkan perasaan dilemma terhadap identitas jenis kelaminnya. Sehingga narasumber memiliki pola perilaku yang tidak mengarah pada sifat-sifat kewanitaan, baik dari cara berdandan dan berperilaku yang mengarah pada maskulinitas, yang dilakukan secara terus-menerus, dan lingkungan sekitar dengan ketiadaan pertentangan, menjadi legitimasi terhadap realitas yang melekat pada diri narasumber. Dalam keadaan kritis pun, misalnya pertentangan yang di lontarkan oleh pihak keluarga, gunjingan dari orang sekitar yang kemudian disikapi oleh narasumber dengan rasa ketidakperdulian, hal inilah yang kemudian disebut dengan pertahanan realitas subyektif dalam kesadaran individu.
mendalam dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, bentuk representasi sebagai wanita transeksual, dengan berpenampilan seperti laki-laki, bukanlah sebuah pilihan. Namun, naluri yang membentuk kepribadian narasumber untuk berpenampilan laki-laki, hingga jatuh pada pilihan mode dan gaya pakaian serta pernak-pernik maskulin. Pola perilaku ini merupakan hal yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi identitas narasumber sebagai pengungkapan identitasnya sebagai wanita transeksual. Proses inipun melalui proses mengkonstruksi realitas subyektif yang melekat pada diri individu, dan individu (narasumber kunci) membenarkan apa yang menjadi pilihan dan tujuan hidupnya sebagai wanita transeksual sebagai realitas obyektif. Pada akhirnya, narasumber mengalami dilemma dalam mengungkapkan status kelaminnya, yang kemudian di sebut dengan identitas jenis kelamin. Kendati memiliki fisik wanita dan memiliki segala ciri-ciri kewanitaan, namun narasumber mengaku bahwa mereka bukanlah wanita, dan tidak bisa disebut dengan wanita. Pada sisi yang lain, mereka mempunyai pandangan mengenai wanita yang ‘wajar’, namun pada realitanya, apa yang mereka sebut wanita tidak sama dengan keadaan mereka saat ini dengan kata lain terjadi polemic di dalam diri maupun jiwa narasumber mengenai identitas apakah yang merupakan identitas aslinya, ketika memiliki fisik wanita namun memiliki jiwa laki-laki yang kuat. Sehingga dalam pengungkapan identitas jenis kelaminnya ia mengalami kebingungan, antara jenis kelamin
KESIMPULAN Sebagai representasi identitasnya atas jiwa laki-laki yang hidup dalam jiwa narasumber. Para narasumber berpenampilan layaknya laki-laki. Pada hasil wawancara
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 86
yang ia miliki, dan peran gender lawan jenis yang begitu kuat dan keinginan untuk menjadi anggota lawan jenis yang mereka inginkan.
hari-transgender-20-november2011.html http://www.google.com/research.mer cubuana.ac.id/.../Mandarin_Gunt urEditresearch.mercubuana.ac.id/ http//:www.google.com//sbektiistiyan to.files.wordpress.com/2008/02/g ender http://www.google.com/udafaisal.blogspot.com http://www.google.com.id/wikipedia. org/wiki/Didik_Nini_Thowok http://www.google.com/id.wikipedia. org/wiki/dorce_gamalama. http://www.google.com /id.wikipedia.org/wiki/Sangiang, http://www.google.com/wikipedia.or g/wiki/Shamanism http://www.google.com/wikipedia.or g/wiki/transeksualitas http://www.google.com/xa.yimg.co/ http://www.okezone.com http://www.google.com/penalaranunm.org/index.php/artikelnalar/penelitian/116-metodepenelitian-kualitatif.html http://www.google.com/psychology mania.com/2011/09/gangguanidentitas-gender.html http://www.transsexual.org/What.ht ml. http://www.wikipedia.com http://www.wikipedia.org/wiki/Femi ninity
DAFTAR PUSTAKA Buku Firdaus, Akhol, 2005, Sindrom Iri Penis, Pinggir Indonesia, Surabaya. Kuswarno, MS. Prof, Dr Engkus, 2009, Fenomenologi, Widya Padjajaran, Bandung. Moleong, Dr Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Samuel, Hanneman, 2012, Peter Berger, Sebuah Pengantar Ringkas, Penerbit Kepik, Depok. Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta Widjaja,A.W Drs. 1986. Manusia Indonesia, Individu, Keluarga dan Masyarakat. CV Akademika Pressindo, Jakarta. Internet http://www.google.co.id/argyo.staff. uns.ac.id, http://www.google.com//edukasi.kom pasiana.com/2011/12/13 http://www.google.com//epository.up i.edu/operator/upload/s_pls_070 9018_chapter2.pdf http://www.google.com/elib.unikom. ac.id/files/disk1/492/jbptunikomp p-gdl-sarahsitiz-24552-5unikom_s-v.pdf http//:www.google.com//pasca.sunan -ampel.ac.id Http://www.google.com/politikana.c om./blog/2011/11/siaran-pers-
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 87
ANALISIS KUALITAS SUMBER DAYA APARATUR DI DINAS PERHUBUNGAN PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO
Iskandar Ibrahim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ichsan Gorontalo
Abstrak Berdasarkan hasil analisis mengenai Kualitas Sumber Daya Aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato ternyata dapatlah disimpulkan bahwa Pengetahuan pegawai dari segi pemahaman visi misi organisasi, rencana strategi analisis jabatan dan deskripsi pekerjaan sudah tergolong baik dan dari segi pelatihan yang perna diikuti tergolong bermanfaat. Kemudian Keterampilan pegawai dari segi kesesuaian pekerjaan dan jabatannya, proses rekrutmen dan penempatan berdasarkan krateria yang objektif serta pelatihan yang diikuti untuk meningkatkan keterampilan sudah tergolong tepat. Kemampuan pegawai dengan melihat pegawai melaksanakan tugas menggunakan skala proritas, kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, memiliki semangat dan motivasi, serta menjaga hubungan koordinasi antara bagian-bagian yang ada di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato tergolong baik, serta pengalaman pegawai dari segi masa bakti aparatur, latar belakang organisasi yang dimiliki oleh aparatur dan penghargaan yang dalam kategori baik. Abstract Based on the analysis of the Apparatus Resource Quality in Tourism and Culture Department of Transportation District Pohuwato turns out it can be concluded that the knowledge of employees in terms of understanding the mission of the organization's vision, strategic planning job analysis and job description is considered both in terms of training and breathing followed quite useful. Then in terms of employee skills and job suitability tenure, recruitment and placement based krateria objective and training to enhance the skills already followed quite right. The ability of employees to see employees carrying out tasks using a scale of priorities, the ability to carry out the work, passion and motivation, as well as maintain coordination between the parts in the Transport Department of Tourism and Culture District Pohuwato quite good, and the experience of employees in terms of the lifetime of the apparatus , the background of the organization which is owned by the apparatus and awards in both categories.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 88
organisasi. Salah satu kunci keberhasilan suatu organsiasi dalam usaha pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh kemampuan serta keterampilan pegawainya disamping kemampuan untuk menggerakkan dan mengarahkan bawahan atau pegawai dari pimpinan organisasi itu sendiri. Berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah telah memberikan arah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap daerah diberi kewenangan dan dituntut untuk meningkatkan kemandirian daerah baik dalam hal keuangan maupun kualitas sumber daya manusianya. Pemerintah daerah harus berupaya untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala bidang karena peran sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak baik untuk menghadapi tuntunan tugas sekarang maupun untuk menjawab tantangan masa depan. Upaya pengembangan dapat dilakukan melalui organisasi itu sendiri maupun luar organisasi. Dengan pengaturan manajemensumber daya manusiasecara profesional, diharapkan pegawai dapat bekerja produktif dan memiliki kinerja yang tinggi. Dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia ini, maka haruslah dijadikan tolak ukur suatu organisasi ataupun kelangsungan hidup organisasi tersebut, karena faktor manusia adalah aset organisasi yang paling menentukan.
PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pembangunan di Indonesia dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pesatnya pembangunan nasional dalam segala bidang era reformasi ini memerlukan tenaga kerja yang handal. Artinya tenaga kerja yang dapat meneruskan kesinambungan pembangunan nasional melalui peningkatan sumber daya manusia yang ada secara profesional. Profesionalisme membutuhkan tenaga kerja yang berdedikasi tinggi, moralitas yang baik, loyalitas terjamin dan mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Pelaksanaan pembangunan mengikutsertakan pegawai atau aparatur pemerintah bersama rakyat memegang peranan penting yaitu sebagai pelaksana dalam menjalankan pembangunan dan sebagai penggerak laju pembangunan disegala bidang. Peranan pegawai atau aparatur negara sangat dituntut dalam menjalankan tugas dibidang masing-masing untuk lebih ulet, terampil, cekatan, berdedikasi tinggi dan menuju kepada suatu efisiensi untuk dapat mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan baik materil maupun spiritual. Untuk dapat menggerakkan atau mengarahkan dengan tepat sehingga pegawai dapat bekerja lebih efisien guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi, maka unsur manusia dalam organisasi khususnya pegawai atau aparatur pemerintah perlu mendapat perhatian yang serius dari setiap
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 89
Banyak permasalahan yang serius yang dihadapi oleh organisasi, misalnya adanya kesalahan manajemen atau kesalahan operasional sehingga organisasi tersebut jadi kurang produktif atau macet sama sekali, akibatnya pekerjaan banyak yang tertunda dan banyak kerugian yang ditanggung. Hal ini terjadi lebih di sebabkan oleh faktor pegawai yang belum memadai dan kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan melalui jalurjalur pengembangan seperti pendidkan dan pelatihan. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara professional harus diberikan pendidikan dan pelatihan yang sebaik baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin. Pendidikan dan pelatihan ini di laksanakan baik untuk pegawai baru maupun pegawai lama. Dengan demikian, jelaslah bahwa program pendidikan dan pelathan pegawai sangat penting artinya dalam rangka memajukan organisasi yang bersangkutan, lebih – lebih apabila pengetahuan dan teknologi makin berkembang dengan pesatnya. Pada dasarnya pendidikan dan pelatihan itu merupakan proses yang berlanjut dan bukan proses sesaat saja. Munculnya kondisi – kondisi baru sangat mendorong pimpinan organisasi pendidikan yang kontinyu serta semantap mungkin. Sesuai dengan tercantum dalam UU No. 43 Tahun 1999 perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok – Pokok Kepegawaian Pasal 31 ayat (1), yang berbunyi „‟Untuk mencapai daya guna dan hasilguna yang sebesar – besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggara pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri
yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan. Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kemampuan pegawai atau aparatur di luar kemempuan di bidang pekerjaan atau jabatan yang dipegang, sebab pendidikan pegawai dirancang atau disesuaikan dengan posisi baru, dimana tugas-tugas dilakukan memerlukan kemampuankemampuan khusus yang lain dari yang mereka miliki sebelumnya, dengan demikian tujuan pendidikan pegawai yakni untuk mempersiapkan pegawai dalam menempati posisi atau jabatan baru, terutama dalam bidang pengelolaan kepegawaian yang professional. Uraian tersebut menjelaskan bahwa betapa pentingnya perana pegawai atau aparatur sebagai sumber daya manusia dalam upaya mendukung keberhasilan organisasi. Namun masalahnya yang paling mendasar adalah masih lemahnya sumber daya manusia yang mampu mengelola pembangunan berbagai sektor berdasarkan kebutuhan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat apalagi dibawah tekanan persaingan ekonomi global. Demikian halnya Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato sebagai suatu organisasi yang merupakan bagian dari pelaksaan pembangunan di wilayah Kabupaten Pohuwato di tuntut untuk meningkatkan kemampuan aparaturnya dalam menunjang pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Pohuwato. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa dalam lingkup Kantor Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 90
Kabupaten Pohuwato juga memiliki hambatan-hambatan dalam penyelenggaraan organisasi yang tidak lain disebabkan oleh karena kualitas sumber daya manusianya yang tidak mendukung. Jika hal demikian terjadi maka sulit bagi organisasi tersebut mencapai visi dan misinya. Kantor Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato perlu untuk senantiasa memperhatikan pengembangan aparaturnya secara keseluruhan yang dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mereka. Sehingga aparatur pemerintah dalam lingkup kantor tersebut seyogyanya dapat melaksanakan tugas- tugas dan kegiatan-kegiatan dengan baik dalam usaha yang bersangkutan demi menacapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Kenyataaan yang terjadi bahwa kualitas sumber daya manusia khususnya pegawai di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato belum maksimal. Hal ini di tandai dengan kurangnya disiplin kerja, masih kurang tingkat pendidikan, dan terdapat pegawai yang latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang di embannya. Dilihat dari hasil observasi sebelumnya, jabatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil tidak selamanya berdasarkan latar belakang pendidikan dankompetensi yang dimiliki, misalnya fakta yang di temukan dilapangan bahwa masih banyak pegawai yang kurang mampu menyelesaikan tugas yang diembannya dengan baik karena
kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kualitas kerja mereka karena dalam hal ini mereka tidak menguasai betul bidang pekerjaan yang digelutinya. PEMBAHASAN Pengertian Kualitas Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, selain mencapai tujuan secara efektif dan efisien, juga senantiasa berorientasi kepada suatu hasil yang memiliki kualitas yang baik. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan variasi dari yang konfensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti :performansi (performance), keandalan, mudah dalam penggunaan, estetika dan sebagainya. Menurut Vincent Garperzs (1997 : 5) memberikan pengertian kualitas dengan menyatakan bahwa : Kualitas diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan kearah perbaikan terus menerus sehingga di kenal dengan istilah Q=MATCH (Quality=Meets agreed Trems and Cange). Menurut Joseph M. Juran (dalam M.N. Nasution, 2005 : 34) mendefinisikan kualitas sebagai : Kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhiapa yang diharapkan oleh pemakainya. Sedangkan menurut DIN ISO 8402 (dalam Azrul Azwar, 1996 : 48) mendefinisikan sebagai berikut : mutu adalah kualitas dari wujud serta cirri dari suatu barang atau asa, yang
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 91
didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna. Definisi kualitas juga dikemukakan oleh Philip B. Crosby (dalam M.N. Nasution, 2005 : 3) menyatakan bahwa : Kualitas adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance of requirement). Meleset sedikit saja dari persyaratan, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber pemerintah, teknologi serta pasar atau pesaing. Definisi kualitas juga dikemukakan oleh Gervin dan Davis (dalam M.N. Nasution, 2005 : 3) menyatakan bahwa : Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau masyaraka”. Beberapa definisi diatas menunjukkan bahwa masyarakat yang berperan dalam menilai baik atau buruknya kualitas yang dimiliki oleh suatu organisasi. Selera atau harapan masyarakat pada suatu jasa atau barang selalu berubah dan disesuaikan dengan keinginan masyarakat dengan melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik. Selain itu, Winston Dictionary 8420 (dalam Azrul Azwar, 1996 : 48) mendifinisikan “mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diminati”. Pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok dimana kualitas terdiri dari sejumlah keistimeaan produk, baik keistemewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif. Keistimewaan langsung berkaitan dengan kepuasan pelanggang yang diperoleh secara langsung dengan mengkomsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul. Sedangkan keistimewaan atraktif berkaitan dengan kepuasan masyarakat yang diperoleh secara tidak langsung dengan mengkomsumsi produk itu. Kualitas juga terdiri dari segala sesuatu bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Konsep Kualitas Sumber Daya Aparatur Kualitas sumber daya manusia menurut Ruky (2003:57) adalah “Tingkat pengetahuan, kemampuan, dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh sumber daya manusia”. Tingkat itu dibandingkan dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu oleh organisasi yang memiliki sumber daya manusia terebut. Kemampuan pegawai sebagai sumber daya manusia dalam suatu organisasi sanga penting arti dan keberadaannya untuk peningkatan produktivitas kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsure terpenting yang menentka berhasil atau idaknya suatu organisasi mencapai tujuan dan mengembangkan misinya. Menurut Sumardjan dalam Sedarmayani (2000:21) bahwa manusia seutuhnya yang berkualitas adalah manusia-manusia pembangunan yang memiliki ciri: 1. Mempunyai kepercayaan atas dirinya sendiri, tidak boleh rendah diri yang menimbulkan sikap pasrah atau menyerah pada nasib, sehingga ia menjadi pasif atau apatis terhadap
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 92
kemungkinan untuk memperbaiki nasibnya. 2. Mempunyai keinginan yang kuat untuk memperbaiki nasibnya. 3. Mempunyai watak yang dinamis antara lain: 4. Memanfaakan setiap kesempatan yang menguntungkan 5. Mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapi 6. Selalu siap menghadapi perubahan social budaya yang terjadi dalam masyarakat 7. Bersedia dan mampu bekerja sama dengan pihak lain atas dasar pengertian dan penghormatan hak sera kewaian masing-masing pihak. 8. Mempunyai hwatak yang bermoral tinggi, antara lain: jujur, menepati janji, dan peka hak dan kpentingan pihak lain. Koswara (2001:266-267) menyatakan bahwa konteks kualias sumber daya aparatur di era otonomi adalah: Kemampuan professional dan keterampilan teknis para pegawai yang termasuk kepada unsure staf dan pelaksana di lingkungan Pemerintah Daerah. Hal ini sangat diperlukan agar manajemen pemerintahan dalam otonomi daerah dapat berlagsug secara efektif dan efisien. Yang diperlukan tidak hanya jumlahnya yang cukup, tetapi juga kualitas para pegawai yang harus diukur dengan melihat latar belakang pendidikan, keterampilan, pengalaman kerja, jenjang kepangkatan dan status kepegawaian.
Bertolak dari beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan kualitas sumber daya aparatur adalah tingkat pendidikan dan pelatihan, pengalaman, kinerja yang dmiliki oleh aparatur dalam melaksanakan aktiitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawab anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi 1. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Menurut Siagian (1998:178) bahwa “Pendidikan adalah keseluruhan proses, teknik dan metoda belaar mengajar dalam ranga mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya”. Nawawi (2000:358) mengatakan bahwa “Pelatihan merupakan peningkatan keterampilan kerja yag dibuthkan untuk melaksanakan pekerjaan seseorang dan dapat digunakan untuk pengembangan pegawai dalam menghadapi peningkatan tanggung jawabna di masa mendatang bersamaan dengan penigkatan kepangkatannya serta dilakukan untuk pegawai lama dan baru.” Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana unuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan,ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 93
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan. Dalam suatu organisasi hal yang paling penting yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manuisa yang menjadi pendukung utama tercapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia menempati posisi strategis dalam suatu organisasi, maka dari itu sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif dan efisien sehingga mempunyai tingkat hasil daya guna yang tinggi. Apa yang dimaksud dengan Manajemen ? Pada umumnya definisi yang lazim diberikan kepada manajemen adalah “the art of getting things done trough the effort of the people” yang artinya adalah Seni menyelesaikan dengan usaha manusia (Slamet Wijadi, 1964). Hampir mendekati definisi tersebut ialah definisi yang diberikan oleh Newman dan Terry yang mengatakan bahwa Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan memperoleh hasil tertentu melalui orang lain. Dalam Encyclopedia of the Social Science maka Manajemen itu dibatasi sebagai berikut: Manejemen adalah suatu proses pelaksanaan suatu tujuan tertentu yang diselenggarakan dan diawasi”. Pengertian Manajemen dan MSDM menurut beberapa ahli, dapat dilihat sebagai berikut: Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gajah Mada, merumuskan Manajemen itu sebagai berikut: “Manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu”.(The Liang Gie, 1968).
Manajemen Sumber Daya Manusia SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan); atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya; atau potensi yang merupakan asset & berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dpt diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan nonfisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. Pada organisasi yang masih bersifat tradisional, fokus terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan. Organisasi tersebut masih berkonsentrasi pada fungsi produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka pendek. Mengingat betapa pentingnya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang. Mengelola SDM di era globalisasi bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, berbagai macam suprastruktur dan infrastruktur perlu disiapkan untuk mendukung proses terwujudnya SDM yang berkualitas. Perusahaan yang ingin tetap eksis dan memiliki citra positif di mata masyarakat tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas SDM-nya. Oleh karena itu, peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak kecil, bahkan sebagai sentral pengelola maupun penyedia SDM bagi departemen lainnya. Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 94
Malayu S.P. Hasibuan, (2007:6) berpendapat bahwa “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan dan masyarakat”. R. Wayne Mondy dan Robert M. Noe, berpendapat bahwa “Manajemen adalah pendayagunaan aset-aset insani perusahaan untuk mencapai tujuantujuan yang berhubungan dengan organisasi”. Sumber daya manusia dalam organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujudnya keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan pegawai dengan tuntutan organisasi. Perkembangan dan produktifitas organisasi sangat tergantung pada pembagian tugas pokok dan fungsi berdasarkan kompetensi pegawai. Manajeman sumber daya manusia atau manajemen personalia sangat penting artinya bagi organisasi khususnya dalam mengelola, mengatur, dan memamfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan organisasi. Peranan manajemen sumber daya manusia bagi kesuksesan suatu organisasi sangat menentukan, kendatipun tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini dunia berada pada era globalisasi yang serba modern. Tenaga manusia sudah banyak yang telah digantikan oleh peralatan yang serba canggih seperti ; mesin-mesin otomatis, komputer, dan lain-lain yang bergerak secara efektif dan efisien.
yang makin penting, meskipun negara Indonesia menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu yang mulia, tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut. Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga pegawai. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai defenisi pegawai. A.W. Widjaja berpendapat bahwa, “Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).” Selanjutnya A.W. Widjaja mengatakan bahwa, “Pegawai adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badanbadan usaha.” Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam
Pengertian Pegawai Negeri Sipil Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 95
melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut. Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Musanef yang mengatakan bahwa, “Pegawai adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan swasta.” Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan sehingga mereka mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk tercapainya tujuan organisasi. Karena tanpa kemampuan dan keterampilan pegawai sebagai pelaksana pekerjaan maka alat-alat dalam organisasi tersebut akan merupakan benda mati dan waktu yang dipergunakan akan terbuang dengan percuma sehingga pekerjaan tidak efektif. Dari beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai berikut: 1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan.
2. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih. 3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja (majikan). 4. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses penerimaan. 5. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja). Pengertian mengenai pegawai Negeri Sipil secara umum dari segi kedudukan pegawai negeri sebagaimana tercantum dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang kepegawaian pada pasal (3) ayat (1) menyebutkan bahwa : “Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan”. Pengertian Pegawai negeri dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, tentang perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 5 juga tercantum bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 96
wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat, berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundangundangan yang berlaku. Disamping Pegawai negeri, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai negeri tetap, yang diangkat untul jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahab dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.
Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya yang menjalankan Fungsi dan Tugasnya masing-masing.Tetapi pada Tahun 2005,Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya oleh Pemerintah Daerah dilengkapi menjadi satu Dinas sesuai dengan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2005.Tentang Organisasi dan Tata kerja perangkat Daerah dengan nomenklatur Dinas Kebudayaan Pariwisata Dan Perhubungan. Yang kemudian pada tahun 2008,dirubah kembali dengan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Menjadi Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Sampai dengan skarang.
HASIL PENELITIAN Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato merupakan Kabupaten yang Baru terbentuk yaitu dari hasil pemekaran Kabupaten Boalemo,melalui UU No 6 Tahun 2003. Sehinga untuk menjalankan kegiatan penyelenggaraan pemerintah serta pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan maka pemerintah Daerah mmbentuk organisasi dan Tata kerja Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pembentukan organisasi perangkat Daerah,Pemerintah Daerah kabupaten Pohuwato telah disesuaikan berdasarkan peraturan pemerintah No.41 tahun 2007 didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut menurut UU No.22 Tahun 1999 yang dirubah dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah bahwa perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat,Dinas Daerah Daerah dan Lembaga teknis Daerah yang diantaranya pembentukan
Visi Misi Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Sebagai salah satu unit kerja dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pohuwato, Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan telah membuat suatu rencana stratejik yang memuat visi dan misi. Adapun Visi dan Misi Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan adalah sebagai berikut : a. Visi “Terwujudnya Perhubungan, Pariwisata dan Komunikasi yang handal berbudaya serta berdaya saing” b. Misi 1. Meningkatkan sarana dan prasarana perhubungan, pariwisata dan kebudayaan serta Pos dan Telekomunikasi 2. Mengembangkan SDM perhubungan, pariwisata dan kebudayaan serta Pos dan Telekomunikasi. 3. Meningkatkan kualitas pelayanan perhubungan,
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 97
pariwisata dan kebudayaan serta Pos dan Telekomunikasi
40 tahun yaitu sebanyak 12 orang dengan persentase 23,52%.
Karakteristik Responden Kuisioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 51 kuisioner dengan responden Pegawai Negeri Sipil, dengan subyek penelitian yaitu pegawai Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato. Kuisioner yang kembali juga berjumlah 51 kuisioner Jadi responserate dalam penelitian ini ialah 100 % artinya semua jawaban lengkap dan layak digunakan untuk analisa. Berikut akan dipaparkan karakteristik responden. secara umum berdasarkan, umur, pendidikan terakhir, dan masa kerja.
2. Pendidikan Terakhir Adapun karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3 Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir N Pendidik Frekue Persent o an nsi asi % 1 SLTA 13 25,5 2 D1 2 3,9 3 D2 1 1,9 4 D3 8 15,7 5 S1 23 45,1 6 S2 4 7,8 Total 51 100
1. Umur Adapun karakteristik responden berdasarkan umur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Sumber Data : Dinas Perhubungan pariwisata dan kebudayaan (2014)
Dari data diatas dapat dinyatakan bahwa jumlah responden yang paling banyak adalah yang pendidikan terakhirnya S1. hal ini terlihat dari persentase banyaknya responden yang pendidikan terakhirnya S1 adalah 45,1%,
Tabel 1 Persentase Responden Berdasarkan Umur No Umur Frekuensi Persentasi % 1 20 – 15 71.4 30 2 31 – 25 49.0 40 3 42 6 11.8 50 4 >50 2 3.9 Total 51 100
3. Masa Kerja Adapun karakteristik responden berdasarkan masa kerja di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Sumber Data : Dinas Perhubungan pariwisata dan kebudayaan (2014)
Dari data diatas dapat dinyatakan bahwa jumlah responden yang paling banyak berdasarkan umur adalah usia antara 36 sampai PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 98
N o 1
2
Visi misi organisasi merupakan salah satu faktor agar sebuah organisasi mampu mencapai tujuan yang diinginkannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan menunjukkan sekitar 76.4% paham akan visi misi organisasi, 19.6% para pegawai sangat paham sedangkan 3.92% kurang paham akan visi misi organisasi Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan. Adapun pegawai yang kurang paham terhadap visi misi organisasi dikarenakan kurangnya perhatian pimpinan dalam hal menjelaskan visi misi organisasi. Selain memiliki pengetahuan dalam memahami visi misi organisasi, kemudian Pelatihan juga merupakan indikator untuk mengetahui kualitas aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan di Kabupaten Pohuwato karena dengan adanya pelatihan terhadap para pegawai akan membuat pegawai lebih berkualitas dan meningkatkan kapabilitas yang dimiliki oleh aparatur sehinggah aparatur dapat melaksanakan tugasnya dengan baik selain itu pelatihan akan memberikan pengalaman dan pengetahuan baru para pegawai. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan para pegawai di Dinas Perhubungan pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Pohuwato pernah mengikuti pelatihan adapun pelatihan yang pernah di ikuti diantaranya pelatihan struktural, diklat Pim tingkat I sampai tingkat IV, SPAMA, SPEMA, SPATI, kepegawaian PIP (pejabat inti proyek, hukum dan keprotokolan. Serta prajabatan bagi pegawai yang baru saja terangkat 2. Keterampilan
Tabel 4 Persentase Responden Berdasarkan Masa Kerja Masa Frekuens Persentas Kerja i i% 1–5 38 74.5 Tahu n 6 – 10 13 25.49 Tahu n Total 51 100
Sumber Data : Dinas Perhubungan pariwisata dan kebudayaan (2014)
Dilihat dari lama bekerja pegawai, sebesar 74.5% pegawai bekerja dengan masa kerja selama 15 tahun. Sebesar 25.49% pegawai yang bekerja selama 6-10 tahun. Kualitas Sumber Daya Aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato. Untuk menganalisis kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato, penulis memilih 4 dimensi kualitas yang dikemukakan oleh Matutina dan Ruky yaitu Pengetahuan, Keterampilan, Kemampuan, dan Pengalaman. 1. Pengetahuan Salah satu indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato adalah bahwa pegawai harus memahami harus memiliki pengetahuan tentang memahami visi dan misi organisasi, mengikuti berbagai pelatihan, karena dengan mengatahuianya tujuan organisasi tersebut akan dapat terwujud dengan baik.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 99
Salah satu indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato dengan mengukur keterampilan yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Keterampilan merupakan hal yang penting bagi seorang pegawai karena dengan keterampilan maka para aparatur mampu menjalankan tugasnya secara efektif dan efesien selain itu keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan dan jabatan saat ini yang di miliki oleh pegawai akan membuat para pegawai akan lebih muda melaksanakan tugasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato keterampilan yang dimiliki sesuai dengan pekerjaan dan jabatannya saat ini. Hal ini dapat dilihat dari jumlah presentase tanggapan responden yang memberi tanggapan sangat sesuai yakni sebesar 19.6%, yang memberi tanggapan sesuai 60.8% kurang sesuai 15.7% dan tidak sesuai 5.9%. hal ini menunjukan bahwa keterampilan yang dimiliki oleh pegawai dinas perhubungan pariwisata dan kebudayaan pohuwato sudah sesuai. Sedangkan yang memberi tanggapan tidak sesuai alasannya adalah pegawai tersebut ditempatkan bukan pada tempatnya kerena terdapat posisi yang kosong sehingga mereka ditempatkan diposisi tersebut. Adapun keterampilan yang dimiliki antara lain pengetahuan komputer, administrasi perkantoran, tata kearsipan, dan juga mengatur perencanaan kerja. Indikator selanjutnya untuk mengukur kualitas sumber daya
aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan di Kabupaten Pohuwato adalah keikutsertaan pegawai mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Dengan mengikuti pelatihan diharapkan para aparatur mampu meningkatkan keterampilannya guna menunjang aparatur dalam melaksanakan tugasnya. 3 Kemampuan Salah satu indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur yakni kemampuan seorang pegawai menggunakan skala prioritas pekerjaan. Dengan melihat tabel dibawah ternyata pada Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato telah menggunakan skala prioritas. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 47.05% pegawai setuju menggunakan skala prioritas pekerjaan, 37.25% pegawai sangat setuju, 11.7% pegawai kurang setuju, sedangkan 3.92% tidak setuju menggunakan skala prioritas pekerjaan. Dikarenakan orang yang tidak setuju tersebut menganggap bahwa meskipun memiliki dua pekerjaan tetap harus dikerjakan tanpa melihat proritas. Indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan adalah kemampuan untuk menjalankan tugas. Kemampuan sangat diperlukan oleh pegawai untuk menjalankan tugas, karena dengan hal tersebut para pegawai akan lebih mudah dalam menjalankan tugas tugasnya di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 66.6% pegawai
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 100
merasa mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya selama ini dan juga 11.7% pegawai sangat mampu menjalankan tugasnya sedangkan 17.6% pegawai kurang mampu menjalankan tigasnya dengan baik dan 3.9% pegawai tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dikarenakan mereka tidak mempunyai pemahaman secara menditail tentang tugasnya. Semangat untuk melaksanakan pekerjaan adalah salah satu indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato, dengan semangat yang dimiliki oleh pegawai akan membuat pegawai tersebut dapat lebih meningkatkan kinerja dan performancenya. Dengan semangat juga akan dapat membuat pegawai termotivasi menyelesaikan dan menjalankan tugasnya dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa para pegawai di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato sangat bersemangat menjalankan tugasnya dengan baik. Selanjutnya motivasi adalah salah satu indikator untuk mengukur kualiatas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato. Karena motivasi merupakan pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Peranan manusia dalam mencapai tujuan tersebut sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk menggerakkan
manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi. Oleh karena itu motivasi sangat diperlukan oleh pegawai dalam bekerja secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian diDinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato para pegawai di instansi tersebut ternyata memiliki motivasi untuk bekerja secara maksimal adapaun motivasi yang dimiliki oleh pegawai pada Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan seperti rasa tanggung jawab, suasana bekerja yang cukup bersahabat sehinggah untuk bekerja dengan baik, honor atau gaji, adanya tantangan dalam menyelesaikan pekerjaan, untuk mengetahui segala ilmu dalam menambah pengalaman dalam pekerjaan dan adanya tantangan untuk menyelesaikan pekerjaan. Karir dan senang melayani orang lain. 4 Pengalaman Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang di petik oleh seorang dari peristiwa peristiwa yang di lakukan dalam perjalanan hidupnya. Adapun indikator yang digunakan adalah : a. Masa Bakti Aparatur Adapun salah satu indikator untuk mengukur kualitas sumber daya aparatur adalah masa kerja pegawai di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 101
Dilihat dari lama bekerja pegawai, sebesar 74.5% pegawai bekerja dengan masa kerja selama 15 tahun. Sebesar 25.49% pegawai yang bekerja selama 6-10 tahun. Selain masa bakti pengalaman juga sangat diperlukan oleh pegawai karena dari pengalaman yang dimiliki akan mempengaruhi oleh kualitas kerja dari aparatur itu sendiri. Dengan pengalaman yang dimiliki tersebut akan dapat menunjang para pegawai dalam menghadapi masalah masalah yang datang pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa 60.7% pegawai menanggap bahwa pengalaman berpengaruh terhadap kualitas kerjanya, 31.1% pegawai beranggapan bahwa pengalaman sangat berpengaruh terhadap kualitas kerja, sedengkan 7.8% pegawai beranggapan bahwa pengalaman kurang berpengaruh terhadap kualitas kerja, dikarenakan pegawai tersebut menganggap bahwa ada pegawai yang sudah lama bekerja tetapi kualitas kerjanya kurang baik. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa para pegawai di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan menganggap pengalaman berpengaruh terhadap kualitas kerjanya. b. Pengharagaan Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk seseorang berprestasi atau tidak adalah menyangkut seberapa sering orang itu mendapat penghargaan yang dilakukan. Penghargaan akan diberikan kepada seseorang yang mampu menunjukkan prestasi. Seperti pada Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Pohuwato yang memberikan penghargaan kepada pegawainya yang mampu menunjukkan prestasi dengan memberikan penghargaan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 50.9% pegawai beranggapan bahwa penghargaan sangat perlu diberikan kepada pegawai yang berprstasi, 35.2% pegawai beranggapan bahwa penghargaan perlu diberikan kepada pegawai yang berprestasi, dan juga 13.7% pegawai beranggapan bahwa penghargaan kurang perlu diberikan kepada pegawai yang berprestasi. Ini dikarenakan pegawai tersebut beranggapan bahwa penghargaan itu tidak terlalu penting. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan terdapat sistem penghargaan bagi pegawai yang berprestasi di antaranya penghargaan yang didapatkan seperti karya satya lencana KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kualitas sumber daya aparatur di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan sudah baik hal ini dapat diliat dari yakni indicator bahwa: 1. Pengetahuan pegawai dari segi pemahaman visi misi organisasi, rencana strategi analisis jabatan dan deskripsi pekerjaan sudah tergolong baik dan dari segi pelatihan yang perna diikuti tergolong bermanfaat.
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 102
2. Keterampilan pegawai dari segi kesesuaian pekerjaan dan jabatannya, proses rekrutmen dan penempatan berdasarkan krateria yang objektif serta pelatihan yang diikuti untuk meningkatkan keterampilan sudah tergolong tepat. 3. Kemampuan pegawai dengan melihat pegawai melaksanakan tugas menggunakan skala proritas, kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, memiliki semangat dan motivasi, serta menjaga hubungan koordinasi antara bagian-bagian yang ada di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato tergolong baik. 4. Pengalaman pegawai dari segi masa bakti aparatur, latar belakang organisasi yang dimiliki oleh aparatur dan penghargaan yang telah didapat tergolong baik. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas peneliti memberikan masukan yakni perlunya lebih ditingkatkan pemahaman tentang rencana strategi dan pemahaman deskripsi pekerjaan kepada aparatur Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan karena melihat dari hasil penelitian sebagian aparatur kurang memahami rencana strategi dan deskripsi pekerjaan. Meskipun indikator lain sudah memiliki hasil yang baik tetap perlu diadakan peningkatan agar menghasilkan sumber daya aparatur yang berkualitas.
Azwar, Azrul, 1996. Menjaga Mutu Peayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Batinggi, Achmad,2007. Manajemen Pelayanan Umum, Universitas Terbuka, Jakata. Flippo, Edwin B, 1995, Manajemen Personalia, Edisi VI, PT. Erlangga, Jakarta. Gazpersz, Vincent,1997. Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Gramedia, Jakarta. Gouzali Saydam,1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta. Hasibuan, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Mutiara Sibarani, 2004. Manaemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Matutina, 2001. Manajemen Sumber daya Manusia, cetakan kedua, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta. Nawawi, Hadari, 2000. Manajemen Stratejik Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan (dengan ilustrasi Bidang Pendidikan), Gajah Mada ,Yogyakarta. Rucky, Ahmad S, 2003. Sumber Daya Manusia Berkualitas (Mengubah Visi Menjadi Realitas), Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Riorini, Sri vandayuli, 2004. Quality Performance dan Komitmen Organisasi, Jurnal Media Riset Bisnis dan Manajemen, PT. Erlangga, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 103
Sedarmayanti, 2003. Pestrkturisasi dan Pemerdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Penerbit Mandar Maju, Bandung. Supriyatna, 2000. Akutabiltas Pemerintahan Dalam Administrasi Publik, Penerbit CV. Indra Prahasta, Bandung. Siagian, 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Slamet Wijadi, 1964. American manajement Assocation, Kepemimpinan dalam Perusahaan, Bharatara, Jakarta. Sadili, Samsuddin, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, CV.Pustaka Setia, Bandung. Suwarjan, 2000. Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. PT.Arsyad, Bandung Siagian, 1998, Organisasi Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta. The Liang Gie, 1986. Efesiensi Kerja Bagi Pembangunan Daerah, Gajah Mada, Yogyakarta. Wayne R Monday, Robert Noe M, 1993, Perencanaan Sumber Daya Manusia, Universitas Press, New York Dokumen Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999, tentang Pokok – Pokok Kepegawaian
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 104
EMPOWERMENT MODEL FOR ADOLESCENTS FALLEN INTO PROSTITUTION IN THEREGENCY OF MALANG EAST JAVA PROVINCE Nurul Umi Ati, Siti Saroh, Nur Hidayati Universitas Islam Malang, Jl. MT. Haryono 193 Malang, 65144
[email protected]
Abstract Structural poverty in the family can cause a female adolescent to fallinto the world of commercial sex workers (CSW). The emergence of the CSW originates generally from the compulsion due to family problems,personal matter, trauma of sexual violence, and the difficulty in finding a job in the middle of life problems (Novrial, 2004). These CSW gather in an area or a complex in the form of houses androoms, either it is a settled house or a shelter managed by the pimp,that are commonly called the localization or the brothels. The rising number of adolescents or teenagers fallen into prostitutionis a social problem in the society which can cause a negative impactcalled morale decadence. Therefore, in order to prevent a furtherspread of prostitution, it is a necessity to empower the CSW byinvolving the relevant institutions, either formal or non-formal. The initial phase of this study is identifying CSW in the localizationthat will be used as the model of empowerment program for CSW, basedon rationality and economic-morality in the regency of Malang.The final phase of this study is to test the effectiveness ofempowerment model that can be disseminated. This study is anexperimental research by conducting an initial survey to find theimage of object candidates through snowball technique and in-depthevaluation to potential targets.After that, we use SWOT analysis as a determinant of the eligibilityof pilot locations, before finally practicing Focus Group Discussion (FGD) participative method for deepening the information and diagnosis. The result is developed and arranged manually.This research is conducted in the regency of Malang, because, being atourism area, there are still a lot of localizations exist as a placeof prostitution. The result of this study is that prostitution business has beenalready managed professionally, where the pimps play the role as theshelter or the house's owner and also the manager for the CSW.The pimps, who generally be called "Mami", promote their CSW to theguests by calling and asking them to stand in a row, like the modelson the runway, based on the tariff and the qualification. The guestscan pick which CSW from whom they would love to get a sexual service.The prostitution services can be done within or outside thelocalization. However, the security is more guaranteed within the localization. The pimps provide some medical facilities by bringing ina doctor to the area and send the CSW to seek medical treatments regularly at the puskesmas (community health center). Keyword : empowerment, adolescent, commercial sexual workers PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 105
diterapkan
PENDAHULUAN Dampak dari krisis ekonomi
terhadap
pelanggaran
hukum. Pelanggaran hukum tersebut
yang mewarnai kehidupan Indonesia
dapat
salah
prostitusi, mucikari, pengelola hotel/
satunya
praktek
adalah
prostitusi
maraknya
oleh
pelaku
yang
penginapan dan lain-lain. Kondisi
dilakukan secara illegal ataupun
lingkungan, baik lingkungan sosial
legal yang ada dilokalisasi. Prostitusi
maupun lingkungan alam (fisik)
atau pelacuran merupakan salah satu
yang menunjang, kurangnya kontrol
bentuk penyakit masya-rakat yang
di
harus
masyarakat sekitar serta lingkungan
dihentikan
tanpa
baik
dilakukan
penyebarannya,
mengabaikan
pencegahan
dan
Beberapa
menyebabkan
penanggulangan
taman kota, tempat-tempat lain yang sepi
D
yang timbul
kondisi
dan
kekurangan
fasilitas
L,
penerangan di malam hari juga
dapat
sangat menunjang untuk terjadinya
dan
praktek prostitusi.
berkembangnya prostitusi antara lain adalah
oleh
alam seperti jalur-jalur jalan, taman-
Wahyu
faktor
pemukiman
upaya
dengan cara rehabilitasi. Menurut
lingkungan
Profesi prostitusi atau Pekerja
kependudukan,
Seks Komersial (PSK) bukanlah hal
perkembangan teknologi, lemahnya
baru dalam kehidupan masyarakat,
penerapan dan ringannya sanksi
profesi PSK ini sudah
hukum
usianya setua umur manusia itu
positif,
serta
kondisi
sangat tua
lingkungan. Yang dimaksud dengan
sendiri,
kondisi kependudukan antara lain
berkembang
adalah jumlah penduduk yang besar
kaum
dengan komposisi penduduk wanita
terselubung/ tidak terdaftar maupun
lebih banyak daripada penduduk
prostitusi
laki-laki. Perkembangan teknologi
lokalisasi.
antara lain adalah teknologi industri
sayangnya
sekarang
dengan
melibatkan
remaja,
baik
yang
prostitusi
terdaftar
dalam
Deputi Perlindungan Anak
kosmetik termasuk operasi plastik,
Kemen-terian
alat-alat
pencegah
Perempuan dan Perlindungan Anak
kehamilan. Lemahnya penerapan dan
(KPP dan PA) Emmy Rachmawati,
ringannya sanksi hukum positif yang
menyampaikan
dan
obat
Pemberdayaan
bahwa
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 106
semakin
banyak anak-anak di bawah usia 18
seorang.
tahun yang dieksploitasi seks sejak
praktek prostitusi itu bertentangan
2007. Kota-kota yang terbanyak
dengan tatanan nilai, norma agama
melibatkan anak dalam praktek dan
dan budaya masyarakat.
menjadi
sorotan
pemerintah,
PSK sangat memahami
Oleh karena itu prostitusi
diantaranya adalah di Jawa Timur,
atau
tepatnya di Malang sebanyak 225
ditanggulangi
anak (Firdaus, 2010).
akibat-akibat yang membahayakan
Sebagian kecil dampak yang dialami
pekerja
seks
pelacuran
mutlak
tidak
saja
harus karena
tetapi juga agar gejala ini tidak diterima
sebagai
pola
antara lain: menurunnya prestasi
Prostitusi
yang
dibiarkan
akademik, perubahan perilaku kearah
dicegah dan ditanggulangi lambat
negatif
dan
laun akan melembaga sebagai hal-hal
kecanduan bahan-bahan narkotika,
yang wajar. Upaya penanggulangan
dikucilkan oleh teman-temannya dan
dan
lingkungan
dilakukan baik prostitusi di dalam
seperti
komersial,
kriminalitas
sekitar,
jadi
bahan
omongan teman-temannya karena
pemberdayaan
penyakit
menular
Soedjono
dan
pengertian sebentuk
dan kulit (Faizan MZ.,2009).
mengumpulkan
prostitusi,
pelaku sepertinya
praktek tidak
D
harus
menyinggung
lokalisasi
menyebarluaskan penyakit kelamin
Para
PSK
tanpa
lokalisasi maupun di luar lokalisasi.
penampilan yang serba menonjol, terkena
budaya.
usaha
sebagai untuk
segala
macam
aktivitas/kegiatan pelacuran dalam
jera
satu wadah, selanjutnya hal ini
dengan dampak negatif yang akan
disebutnya
dialami dan mengabaikan norma-
lokalisasi pelacuran (1973: 122-124).
norma
Namun
Pengadaan
sebentuk
sendiri,
umumnya
dimaksudkan
yang
sebenarnya
berlaku.
bagi
PSK
sebagai
kebijaksanaan
lokalisasi untuk
profesi prostitusi merupakan masalah
mengisolir kegiatan prostitusi dengan
yang
akses ke dunia publik, tentunya
kompleks
karena
sangat
berkaitan kemiskinan, kebodohan,
dengan
lapangan kerja yang terbatas, dan
meminimalisasi akibat-akibat atau
rendahnya self esteem pada diri
dampak-dampak
107
tujuan
utama
buruk
untuk
yang
ditimbulkan oleh kegiatan prostitusi
dorongan
tersebut bagi masyarakat umum.
prestasi.
Pemberdayaan
tersebut
untuk
mengoptimalkan
Penelitian ini dilakukan di
melibatkan seluruh segmen yang ada
Kabupaten
baik pemerintah, lembaga sosial,
pertimbangan Wilayah Kabupaten
organisasi
agama,
Malang merupakan lokasi wisata
lembaga-lembaga
terbanyak di Jawa Timur. Selain itu
akademik dan para pakar untuk
di Kabupaten Malang, masih banyak
bersama-sama
keberadaan lokalisasi yang tersebar
lembaga
sosial,
tokoh
pers,
membantu
mewujudkan
perubahan
manusia
Indonesia
dalam perilaku
Malang,
di beberapa daerah
dengan
sebagai tempat
yang
mangkal jasa pelayanan seks. Di
menyimpang ke arah perilaku yang
tempat tersebut, para Pekerja Seks
berkualitas,
Komersial
berakhlak,
beriman,
berpendidikan, sehat dan tangguh dalam
bersaing,
masih
eksis
beroperasi sampai sekarang.
mampu
Prostitusi atau Pekerja Seks
menyongsong masa depan yang lebih
Komersial berasal dari bahasa latin
baik.
pro-stauree, Merubah
remaja
Pekerja
serta
yang
struktur Seks
perilaku
berbuat
Zina,
melakukan persundalan, pencabulan,
diperlukan
dan pergendakan. Sedang prostitute
mudah
pembinaan
berkelanjutan
membangun
diri
berarti
Komersial,
tidaklah
mampu
membiarkan
yang
hingga
adalah pelacur atau sundal, dikenal
pengetahuan
juga dengan WTS atau wanita Tuna
dan kebiasaan berpikir produktif,
Susila (Kartono, 2005).
kemudian pengembangan sikap dan
Tuna
susila
merupakan
perilaku diimplementasikan dalam
tindakan yang tidak beradap karena
aktivitas produktif dan konsumtif
keroyokan relasi seksualnya dalam
kebutuhan
Menurut
bentuk penyerahan diri pada banyak
pengembangan
laki-laki, demi pemuasan seksual,
sikap produktif lebih diperlukan
mendapat imbalan jasa atau uang
dalam
Wahyono
sehari-hari. (2001),
membangun
kreativitas,
etos
kerja,
dari pelayanannya. Tuna susila juga
kemandirian
dan
dapat dikatakan tindakan yang gagal
108
dalam menyesuaikan diri terhadap
Termasuk dalam kelompok
norma-norma susila.
ini
Zakiyah Daradjat membatasi
adalah
melakukan
mereka
yang
prostitusi
secara
masa remaja ini antara usia 13 tahun
gelap dan liar, baik secara
hingga 24 tahun. Sedangkann Hasan
perorangan maupun kelompok.
Basri,
Perbuatannya tidak terorganisir,
menilai
kelompok
remaja
manusia
meninggalkan
masa
sebagai
yang
tengah
tempatnya
kanak-kanak
tidak
disembarang
tentu,
tempat,
bisa baik
yang penuh dengan ketergantungan
mencari klien sendiri, maupun
dan
melalui calo-calo dan panggilan.
menuju
masa
pembentukan
tanggung jawab (Toha, 2008).
Mereka tidak mencatatkan diri
Jenis prostitusi dapat dibagi
kepada yang berwajib, sehingga
menurut aktivitasnya yaitu terdaftar
kesehatannya sangat diragukan,
dan terorganisir, serta yang tidak
karena belum tentu mereka itu
terdaftar.( Kartono, 2001 )
mau
a. Prostitusi yang terdaftar dan
memeriksakan
kesehatannya kepada dokter.
terorganisir
c. Tempat hiburan malam juga
Pelakunya
diawasi
oleh
dapat menjadi tempat prostitusi
control
dari
tidak terdaftar. Macam tempat
kepolisian, yang dibantu dan
hiburan malam tersebut adalah
bekerjasama
Dinas
Diskotik, Pub, Karaoke, Bar dan
Sosial dan Dinas Kesehatan.
Kafe.( Dinas Kesehatan Kota
Pada umumnya di lokalisasi
Semarang, 2005 )
bagian
dalam
vice
dengan
satu
daerah
tertentu.
Penghuninya
secara
periodik
Dalam Kartono ( 2001 ) yang melatarbelakangi
tumbuhnya
harus memeriksakan diri pada
pelacuran pada wanita itu beraneka
dokter atau petugas kesehatan
ragam, antara lain:
dan mendapatkan suntikan dan pengobatan
sebagai
a. Adanya
tindakan
kecenderungan
melacurkan diri pada banyak
kesehatan dan keamanan umum.
wanita untuk
b. Prostitusi yang tidak terdaftar
menghindarkan
diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan
109
kesenangan
melalui jalan pendek, kurang
dan
pengertian, kurang pendidikan
akhirnya gadis-gadis tersebut
dan
dengan kejamnya dijebloskan ke
buta
huruf,
sehingga
menghalalkan pelacuran.
dalam
tidak
Namun
pada
dalam bordil-bordil dan rumah-
b. Adanya nafsu-nafsu seks yang abnormal,
lain-lain.
rumah pelacuran.
terintegrasi
kepribadian
f. Banyaknya
stimulasi
seksual
dan
dalam bentuk; film-film biru,
kerolayan seks. Histeris dan
gambar-gambar porno, bacaan
hiper
tidak
cabul, geng-geng anak muda
merasa puas mengadakan relasi
yang mempraktekkan relasi seks
seks dengan satu pria/suami.
dan lain-lain.
seks,
c. Tekanan
sehingga
ekonomi,
kemiskinan;
faktor
g. Penundaan
adanya
perkawinan
jauh
sesudah kematangan biologis,
pertimbangan-pertimbangan
disebabkan oleh pertimbangan-
ekonomis
pertimbangan
untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam
ekonomis
dan
standar hidup yang lebih tinggi.
usaha
h. Disorganisasi dan disintegrasi
mendapatkan status sosial yang
dari kehidupan keluarga, broken
lebih baik.
home, ayah atau ibu tiri, kawin
d. Aspirasi materiil yang tinggi
lagi atau hidup bersama dengan
pada wanita dan kesenangan
partner lain, sehingga anak gadis
ketamakan terhadap pakaian-
merasa
pakaian indah dan perhiasan
batinnya,
mewah. Ingin hidup bermewah-
memberontak, lalu menghibur
mewah, namun malas bekerja
diri
(hedonisme).
pelacuran.
e. Terkena bujuk rayuan kaum
i. Ajakan
sangat
sengsara
tidak
bahagia,
terjun
dalam
dunia
teman-teman
laki-laki dan para calo; terutama
sekampung/sekota yang sudah
yang
terjun terlebih dahulu dalam
menjanjikan
pekerjaan-
pekerjaan terhormat dengan gaji
dunia pelacuran/prostitusi.
tinggi misalnya sebagai pelayan
j. Adanya hubungan seks yang
toko, bintang film, peragawati
normal tapi tidak dipuaskan oleh
110
suami. Misalnya suami sakit
bahwa
impoten, lama menderita sakit.
pemberdayaan
k. Pengalaman-pengalaman
inti
dari
strategi
(empowerment)
sesungguhnya
bukan
traumatis dan shock mental.
menciptakan
perempuan
Misalnya gagal dalam bercinta
unggul daripada kaum laki- laki,
atau perkawinan dimadu, ditipu
tetapi lebih pada kerangka kapasitas
sehingga muncul kematangan
perempuan
seks
kemandirian dan kekuatan internal,
yang terlalu dini dan
abnomalitas.
selain
untuk
itu
juga
bermaksud lebih
meningkatkan
untuk
memberi
Lebih lanjut Kartono ( 2001
kesempatan kepada perempuan agar
) mengatakan bahwa. beberapa
dapat terlibat secara aktif didalam
akibat yang ditimbulkan oleh
fungsinya memperkuat penyangga
pelacuran adalah:
ekonomi rumah tangga dalam rangka
a. Menimbulkan menyebarluaskan
dan
peningkatan
penyakit
keluarganya.
kelamin dan kulit.
kesejahteraan
Kartasasmita
b. Merusak sendi-sendi kehidupan
(1996)
mengatakan pemberdayaan berdasar
keluarga.
makna katanya diartikan sebagai
c. Mendemoralisasi
atau
kekuatan yang berasal dari dalam,
pengaruh
yang diperkuat dengan unsur-unsur
demoralisasi kepada lingkungan.
dari luar. Sehingga pemberdayaan
memberikan
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan
kecanduan
adalah
bahan-bahan
dengan
narkotika. e. Merusak
sendi-sendi
moral,
asusila, hukum dan agama. f. Adanya
menyebabkan
memberi
dan
membangkitkan
kesadaran
akan
potensi
serta
yang
berupaya
Pemberdayaan ekonomi bila
disfungsi
Caroline
daya
mengembangkannya.
mengacu
seksual. Menurut
mendorong,
dimilikinya
pengeksploitasian
membangun
motivasi
wanita oleh manusia lain. g. Bisa
upaya
O.N.
Moser dalam jurnal prisma (1996:86)
pada
dimensi
kesejahteraan, yaitu dapat
diukur
dari
tingkat
tingkat
pendidikan,
kesehatan dan tingkat pendapatan
111
masyarakat,
akses
sumberdaya,
dan
kontrol
partisipasi
dalam
sumber daya dihasilkan ? (Slavin, 1991).
pembangunan dan kesadaran kritis masyarakat.
Analisis
ekonomi
METODE PENELITIAN
dimensi kesejahteraan tersebut harus
Ada dua tahapan penelitian adalah:
diupayakan peningkatannya dalam
1.
Identifikasi latar belakang yang
rangka menciptakan keserasian hak-
penyebabkan para pekerja seks
hak asasi dan keadilan sosial serta
komersial
terjerumus
praktek
efisiensi
prostitusi
dan
modus
ekonomi
dalam
pembangunan.
operandinya serta dampaknyaa,
Keberagaman
aktivitas
melalui survey dalam rangka
ekonomi yang dapat dijumpai pada
menemu
saat
dan
ini
sebagai
dampak
kenali
potensi
problematika pengembangan
pembangunan ekonomi yang terus
pemberdayaannya. Out put dari
menerus dan adanya perkembangan
identifikasi pada tahun pertama
teknologi
ini
yang
ekonomi
pesat,
pada
aktivitas hakekatnya
adalah:
(1)
profil
para
Pekerja Seks Komersial dan
mempunyai tujuan yang sama yaitu
faktor
memenuhi kebutuhan hidup guna
dalam praktek prostitusi, modus
mempertahankan
kelangsungan
operandi dan dampaknya (2)
hidup. Aktivitas manusia sebenarnya
Rancangan model dan desain
dapat dipilah menjadi 2, 1) aktivitas
pengembangan
ekonomi
untuk
Pekerja
Seks
menghasilkan sumberdaya (aktivitas
berbasis
rasionalitas
produktif) dan aktivitas ekonomi
moralitas ekonomi (3) Penetapan
yang diarahkan untuk menghabiskan
lokasi /kelompok pekerja seks
sumberdaya (aktivitas konsumtif).
komersial yang akan menjadi
Dalam aktivitas produktif manusia
pilot project.
yang
bertujuan
dihadapkan pada tiga pertanyaan mendasar:
yang
pemberdayaan Komersial dan
dan
implementasi
cara
pekerja seks komersial yang
menghasilkan? Dan (3) untuk siapa
terpilih menjadi pilot project
(2)
apa
Pengembangan
terjerumus
akan
dihasilkan?,
(1)
2.
penyebab
bagaimana
112
pada kelompok
dilanjutkan dengan evaluasi dan
untuk
pamantapan
Manfaat dari pengggunaan metode
model
pengembangan
dengan:
melakukan
koreksi
penyempurnaan
model
belajar
dari
adalah
pengalaman.
(1)
ini
sekaligus
dan
membangun komitmen yang lebih
(2)
kuat dari partisipan program. Dalam
membakukan hasil model dan
rangka
temuan serta desiminasi.
diakhir penelitian akan dilakukan validasi
Metode yang Digunakan Untuk memastikan mencapai
dievaluasi
penelitian
ini
dan
forum
diukur,
dilakukan
dilakukan
dalam
ini
justifikasi.
dengan
Lokasi Penelitian
rancangan eksperimental. Pada tahap awal
model
temuan
workshop dalam rangka memperoleh
hasil penelitian yang secara nyata dapat
menguatkan
untuk
survey
Penelitian ini dilakukan di
untuk
Kabupaten
Malang,
memperoleh gambaran nyata calon
pertimbangan
sasaran
melalui
merupakan lokasi wisata terbanyak
snowballing, sekaligus melakukan
di Jawa Timur dan Kabupaten
evaluasi
pada
Malang masih banyak lokalisasi
beberapa kelompok potensial, untuk
yang masih eksis sebagai tempat
kemudian dilakukan analisis SWOT
kegiatan bisnis prostitusi.
penelitian
secara
mendalam
sebagai penentu kelayakan menjadi
Adapun
wilayah
dengan Malang
fokus
tempat
lokasi Pilot. Untuk memperdalam
lokalisasi yang kami teliti adalah
diagnosis,
dilakukan
FGD
Gondanglegi Wetan dengan jumlah
partisipatif
serta
wawancara
responden PSK remaja sebanyak 50
mendalam.
Hasil
dari
kemudian
dikembangkan
diagnosis
orang.
dalam
di
sana
memiliki
jumlah
PSK
yang
terbesar se-Kabupaten Malang. Di
tahapan
samping itu, penghuni lokalisasi
penelitian ini, menggunakan metode
mempunyai karakter yang hampir
monitoring
evaluasi
tidak berbeda dengan penghuni di
partisipatoris yang merupakan alat
lokalisasi lain, dimana mayoritas
dibangun
pada
evaluasi
tersebut
mempertimbangkan tempat lokalisasi
penyusunan manual. Metode
Penelitian
setiap
dan
113
PSK awal mula terjerembab dalam
pelacuran pada wanita, salah
prostitusi
satunya adalah ajakan teman-
saat
mereka
berusia
remaja. Dengan demikian mereka
teman
sekampung/sekota
dapat dijadikan responden yang bisa
yang sudah terjun terlebih
mewakili lokalisasi – lokalisasi lain.
dahulu
dalam
dunia
pelacuran/ prostitusi.
2. Rendahnya Perhatian Orangtua
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberdayaan PSK remaja di Kabupaten
Malang
Hasil
berlandaskan
penelitian
Kabupaten
di
Malang
pada Peraturan Pemerintah Republik
menunjukkan bahwa 3 orang
Indonesia No. 39 tahun 2012, yang
remaja
ditindak lanjuti dengan Peraturan
menjadikan
Bupati No.7 tahun 2008, yang diatur
dunia
pada Bab IV tentang kedudukan,
rendahnya
Tugas pokok, dan fungsi Dinas
orangtua. Anak-anak yang
Sosial pada bagian ke lima Bidang
belum cukup umur banyak
Rehabilitasi Sosial Pasal 20 sampai
yang sudah bekerja tanpa
Pasal 25.
sepengetahuan orangtuanya,
atau anak
prostitusi
3,53% lari
ke
karena perhatian
sehingga di lingkungan kerja A.
Latar
Belakang
tersebut
Remaja
bergaul
dengan teman-temannya yang
Terjerembab dalam PSK 1. Lingkungan Pergaulan Hasil
mereka
sudah lebih dulu
penelitian
Kabupaten
di
bekerja
sebagai PSK, yang akhirnya
Malang
ikut
terjerembab
sebagai
menunjukkan bahwa 3,53%
PSK. Biasanya remaja seperti
penyebab remaja terjerembab
ini lebih memilih pengguna
dalam
adalah
seusia orangtuanya sebagai
pergaulan.
pelarian jiwa remaja tersebut
PSK
lingkungan Menurut bahwa
Hartono motif-motif
(2001),
untuk
yang
orangtua.
melatar belakangi tumbuhnya
114
mencari
sosok
Kartono
(2005)
Oleh
karenanya
di
modern
ini,
mengatakan bahwa apabila
jaman
kelompok usia remaja yang
selayaknya
sangat
memiliki anak remaja selalu
membutuhkan
yang
orangtua
yang
perhatian dan kasih sayang
memantau
pergaulan
yang
dari
teman-temannya,
lebih
banyak
dari
orangtua dengan tulus dan
bagaimana
komunikasi dua arah dalam
hidup mereka. Anak remaja
kehidupan
tidak
itu sendiri harus ekstra hati-
didapatkan anak, maka tidak
hati menanggapi gaya hidup
menutup kemungkinan anak
teman-temannya untuk dapat
terjerumus dalam pergaulan
memilih dan memilah dengan
bebas,
baik
keluarga
prostitusi,
dan
narkoba.
kondisi
anak
dan
mengikuti
3. Pengaruh Gaya Hidup Hasil
tepat
untuk
gaya
hidup
(anonimus 2009).
penelitian
Kabupaten
gaya
di
4. Broken Home
Malang
Hasil
penelitian
di
menyebutkan bahwa remaja
Kabupaten
yang terjebak dalam dunia
menunjukkan bahwa remaja
prostitusi yang disebabkan
yang
oleh pengaruh gaya hidup
prostitusi tersbut dikarenakan
sebanyak 5 orang (5,88%)
faktor permasalahan rumah
yang
tangga/
menduduki
keempat.
terjebak
dalam
broken
home,
beralsan
sebanyak 4 orang (4,7%).
ingin seperti teman-temannya
Mereka merasa sakit hati
di desa yang sukses bekerja
karena dia dan keluarganya
di
ditelantarkan oleh ayahnya.
kota
Mereka
urutan
Malang
sehingga
dapat
membeli barang-barang yang mahal.
Akibatnya
Menurut
mereka
(1984:1-9),
terpaksa bekerja sebagai PSK
menduduki
seperti temannya.
perkembangan para
115
ahli
Gordon keluarga
sentral
dalam
awal
anak,
banyak
yang
memberikan perhatian pada
Sehubungan
dengan
masalah hubungan harmonis
ini, Rokan (2007) Tayangan
anak
dengan
orangtua.
televisi, media-media berbau
ini
banyak
porno, semakin mendekatkan
kasus
para remaja itu melakukan
disharmonisasi
hubungan
hubungan seks di luar nikah.
anak
orangtua,
VCD dan DVD porno begitu
Masalah menyangkut
dengan
padahal untuk perkembangan
mudah
anak,
dengan
orangtua
sangat
berperan besar.
Rp
5.000.
bebas lagi diperjualbelikan.
Beberapa remaja yang dapat
harga
hanya
sekali dirazia, setelah itu
1. Kecanduan seks
tidak
diperoleh
Selain
mengontrol
tindakan
terjadinya aborsi
dan
kecanduan seksnya karena
penyebaran Penyakit Menular
dipengaruhi oleh informasi
Seksual, gaya hidup seks
teknologi melalui handphone,
bebas
internet yang menampilkan
pertumbuhan pekerja seksual
situs porno, sehingga mereka
remaja yang sering dikenal
dengan mudah mengumbar
dengan
nafsunya. Untuk memuaskan
bispak‟ . sebuah penelitian
nafsunya
mengungkap
tersebut,
mereka
juga
memicu
sebutan
„cewek
fakta
bahwa
terjebak di dunia prostitusi.
jumlah anak dan remaja yang
Dari
penelitian
terjebak di dunia prostitusi di
menunjukkan bahwa 3 orang
Indonesia semakin meningkat
remaja
yang
dalam empat tahun terakhir
PSK
ini,
hasil
berprofesi mengakui
(3,53%) sebagai bahwa
mereka
terutama
sejak
krisis
moneter terjadi. Setiap tahun
kecanduan seks “sehari saja
sejak
tidak berhubungan seks maka
moneter,
badan akan menggigil panas
anak di bawah usia 18 tahun
dan dingin”
menjadi
pekerja
seks.
Menurut
seorang
ahli,
116
terjadinya sekitar
krisis 150.000
setengah dari pekerja seks di
kondom
Fiesta
Indonesia berusia di bawah
mewawancarai
18 tahun, sedangkan 50.000
responden
di antaranya belum mencapai
tahun
usia 16 tahun.
seksnya
itu 663
berusia
tentang di
15-25 perilaku
Jabodetabek,
Bandung,
Yogyakarta,
(http://www.gelombangotak.
Surabaya,
dan
net/pages/artikel-terkait-
bulan
Mei
16/prostitusi-di-kalangan-
(psikologi.uin-
remaja-200.html, 4/5/12).
malang.ac.id/?p=2147)
2. Pengaruh
Teknologi
Bali
Di
Informasi
pada 2011.
Kabupaten
Malang, pengaruh teknologi
Pornografi
dan
informasi
yang
melatar
pornoaksi yang tumbuh subur
belakangi remaja sehingga
di negeri kita memancing
terjerembab
remaja untuk memanjakan
sebanyak
syahwatnya, baik di lapak
sejumlah 7 orang. Beberapa
kaki
diantaranya mengaku bahwa
lima
maupun
dunia
maya. Zoya Amirin, pakar
mereka
psikologi
tayangan
seksual
Universitas
dari
dalam 8,24%
melihat
PSK atau
tayangan-
porno
melalui
Indonesia,
internet. Perempuan dengan
mengutip Sexual Behavior
sangat mudah menjual diri
Survey 2011, menunjukkan
melalui
64% anak muda di kota-kota
bayaran yang menggiurkan.
besar Indonesia „belajar‟ seks
Internet dan alat komunikasi
melalui film porno atau DVD
seperti
handphone
sudah
bajakan.
menjadi
sahabat
dalam
Akibatnya,
39%
responden ABG usia 15-19 tahun
sudah
internet
dengan
hidupnya.
pernah
3. Kekerasan dari Pihak Lain
berhubungan seksual, sisanya
Weisberg,
dalam
61% berusia 20-25 tahun.
Koentjoro
Survey yang didukung pabrik
menemukan adanya 3 motif
117
(2004:53-55)
utama
yang
menyebabkan
tersebut biasanya dari Ayah
perempuan memasuki dunia
yang
prostitusi
pengangguran,
salah
satunya
seorang
pemabuk, sering
adalah motivasi situasional,
menyiksa ibunya, dirinya, dan
termasuk
di
dalamnya
adiknya. Apalagi sekarang
penyalahgunaan
kekuasaan
ayahnya pergi entah ke mana
penyalahgunaan
dan tak pernah kembali lagi.
orangtua, fisik,
merendahkan
dan
Hal
ini
memaksa
remaja
buruknya hubungan dengan
tersebut membantu ibunya
ornagtua.
untuk mencukupi kebutuhan
Weisberg
juga
meletakkan pengalaman di awal
kehidupan,
dengan bekerja di lokalisasi.
seperti
Selain itu, ada yang
pengalaman seksual diri dan
menghuni lokalisasi karena
peristiwa traumatik sebagai
ingin balas dendam karena
bagian
ditinggal
dari
situasional. kasus
motivasi
Dalam banyak
ditemukan
pacarnya
setelah
melakukan hubungan seksual,
bahwa
ada juga yang karena ingin
perempuan menjadi pelacur
mencari sosok ayah dengan
karena
menerima
telah
kehilangan
keperawanan
sebelum
seusia
ayahnya (60-65 tahun).
menikah/ hamil di luar nikah. Di
tamu
4. Faktor Ekonomi
Kabupaten
Secara umum alasan
Malang, remaja terjerembab
perem-puan
prostitusi
8,24%
sebagai PSK adalah karena
atau 7 orang, dikarenakan
mencari uang. Alasan lainnya
keluarganya tercerai berai.
perempuan-perempuan yang
Jumlah
pada akhirnya harus menjadi
sebanyak
ini
peringkat faktor
kedua
terbesar
pelacur
penyebab
Remaja
kemauannya
terjerembab setelah
menduduki
dalam
faktor
Permasalahan
PSK
terjadi
ekonomi.
berprofesi
bukan
pada
atas
sendiri,
ini
perempuan-
perempuan pencari kerja pada
keluarga
biro-biro
118
penyalur
tenaga
kerja
yang tidak
Mereka
bonafit.
dijanjikan
ekonomi.
Kemiskinan
untuk
struktural dalam keluarga-nya
pekerjaan di dalam dan luar
yang membutuhkan seorang
negeri,
pahlawan penyelamat untuk
tapi
dijual
kenyataannya
dan dipaksa untuk
menjadi
memenuhi kebutuhan hidup.
pelacur.
5. Dekadensi Moral
(Supratiknya 1995: 98).
Dekadensi
Banyak faktor yang menye-babkan
kamus
remaja
dalam
bahasa
Indonesia
berarti
penurunan,
terjerumus dalam prosti-tusi,
kemunduran,
tapi faktor utamanya adalah
Jadi dekadensi moral remaja
kemiskinan
kurangnya
manusia adalah penurunan,
kesempatan
kerja
dikarenakan
tidak
kemerosotan.
kemunduran,
adanya
moral
kemerosotan
remaja
yang
oleh
beberapa
keterampilan yang dimiliki.
disebabkan
Oleh
macam faktor.
kare-na
itu
mereka
sangat mudah terpenga-ruh
Adapun hal-hal yang
teman-temannya yang lebih
sangat mempengaruhi dengan
dulu berprofesi sebagai PSK.
penurunan moral remaja yang
Mereka
bahkan
dengan
paling
mudah
menjadi
korban
lingkungan dimana remaja itu
orang-orang
yang
tidak
utama
melakukan
adalah
aktivitasnya.
bertanggung jawab dengan
Adapun
menjadikan
remaja-remaja
yang dapat mempe-ngaruhi
perempuan
ini
sebagai
penurunan
untuk
diperjual
komoditi
moral
lain
remaja
adalah keluarga si remaja,
belikan.
di
faktor-faktor
lingkungan tempat ia tinggal,
Hasil penelitian kami
lingkungan
Kabupaten
teman bergaul.
Malang
sekolah
dan
menunjukkan bahwa 56,5%
(http://pendidikannya.blogspo
terjun
t.com/2011/10/pengertian-
di
disebabkan
dunia prostitusi oleh
alasan
119
dekadensi-moral-
keluarga yang tidak kondusif
remaja.html)
dimana ayah dan ibu sering
Banyak
hal
yang
bertengkar
membuat seseorang masuk ke
responden
dalam dunia prostitusi. Di
punya
antaranya
mulai
cara berperilaku yang benar
lunturnya nilai-nilai agama
dalam kehidupan sehari-hari.
dan
Akibat-nya,
responden
merasa
melakukan
adalah
moral
yang
ada
masyarakat,
di
kemajuan
sehingga merasa
panutan
bahwa
tidak
bagaimana
teknologi,
faktor
ekonomi
seks bebas itu wajar, tidak
keluarga
yang
rendah,
peduli dengan norma-norma
kenakalan
remaja,
faktor
agama dan norma sosial/
sosial
yang
lingkungan mendukung prostitusi,
masyarakat.
terjadinya karakter
B.
remaja
Dampak
Terjerembab dalam PSK
perempuan yang sering ingin
1. Perilaku
mencoba hal-hal baru, dan
konsumtif
lain sebagainya.
didasari
Hasil
penelitian
Kabupaten
di
bahwa
belakang
terjerumusnya
produktif
dan
yang
tidak
rasionalitas
dan
moralitas ekonomi.
Malang
menunjukkan
Hasil penelitian kami
latar
menun-jukkan Remaja berperilaku
dari segi dekadensi moral
konsumtif
sejumlah
didasari
atau
5,88%.
bahwa
PSK
remaja ke dunia prostitusi
5
Remaja
menjadi
produktif
dan
yang
tidak
rasionalitas
dan
Mereka mengalami dekadensi
moralitas ekonomi sebanyak
moral
32,26%.
karena
kurangnya
pemahaman dan pelaksanaan agama banyaknya
dengan
Pengertian
benar,
produktivitas adalah sikap
tayangan-
mental
yang
selalu
tayangan porno di media
mempunyai
elektronik,
bahwa mutu kehidupan hari
lingkungan
120
pandangan
ini harus lebih baik dari hari
menurut Roger LeRoy Miller
kemarin dan hari esok lebih
adalahindividuals
baik dari hari ini (Kusnendi,
intentionally make decisions
2003:84).
that would leave them worse
Adapun
salah
satu
off. Ini
berarti
faktor untuk meningkatkan
rasionaliti
produktivitas
sebagai
kerja
yaitu
do
not
bahwa
didefinisikan
tindakan manusia
pekerjaan yang menarik dan
dalam memenuhi keperluan
upah
hidupnya
yang
baik
(Pandji
Anoraga : 2005:56-60).
memaksimumkan kepuasan
Sedangkan Suprana ( Agustina,
2002
)
atau keuntungan senantiasa
yang
berdasarkan pada keperluan
mengatakan bahwa perilaku
(need)
konsumtif
keinginan
adalah
kecenderungan yang
sebagai seseorang
berpe-rilaku
yaitu
dan
keinginan-
(want)
yang
digerakkan oleh akal yang
secara
sehat
dan
tidak
akan
berlebihan dalam membeli
bertindak
secara
sesuatu atau membeli secara
membuat
keputusan
tidak terencana. Penyebab
bisa
perilaku konsumtif adalah
atau keuntungan mereka.
semakin keadaan
merugikan
mem-baiknya sosial
Dalam
ekonomi
sebagai
masyarakat,
membanjirnya
barang
sengaja yang
kepuasan
membahas
etika seba-gai ilmu yang menyelidiki
–
tentang
tanggapan kesusilaan atau
barang produksi, efektifnya
etis,
sarana periklanan termasuk
dengan
berbicara
didalam-nya media massa
moral (mores).
Manusia
berkembangnya gaya hidup,
disebut etis, ialah manusia
mode,masih tebalnya sikap
secara utuh dan menyeluruh
gengsi, status sosial.
mampu
Rasionality assumption dalam
yaitu
sama
halnya
memenuhi
hajat
hidupnya dalam rangka asas ekonomi
keseimbangan
121
antara
kepentingan pribadi dengan
Etika
yang
pihak yang lainnya, antara
menetapkan berba-gai sikap
rohani dengan jasmaninya,
dan prilaku yang ideal dan
dan antara sebagai mahluk
seharusnya
berdiri
manusia
sendiri
dengan
dimiliki ataupun
oleh yang
penciptanya. Termasuk di
seharusnya dijalankan oleh
dalamnya membahas nilai-
manusia dan tindakan apa
nilai
yang bernilai dengan hidup
atau
yang
norma-norma
dikaitkan
dengan
ini.
Jadi
etika
normatif
etika, terdapat dua macam
merupakan
etika
yang dapat menuntun agar
(Keraf:
1991:23)
norma-norma
sebagaimana dikuti oleh
manusia
Johan
baik dan menghin-darkan
Arifin,
sebagai
bertindak
secara
berikut:
hal-hal yang buruk, sesuai
a.
dengan kaidah dan norma
Etika Deskriptif Adalah etika yang
yang disepakati dan berlaku
menelaah secara kritis dan
di masyarakat. Hilangnya
rasional tentang sikap dan
kesempatan sekolah lebih
prilaku manusia, serta apa
tinggi.
yang dikejar oleh setiap
2. Hilangnya
orang dalam kehidupannya
remaja
masa
sebagai
sesuatu
yang
bernilai.
Artinya
etika
dan maraknya anak usia
deskriptif tersebut berbicara
remaja di berba-gai daerah
sesuai fakta apa adanya,
yang
terlibat
yakni mengenai nilai dan
bebas
ini
prilaku
keprihatinan
suatu
manusia fakta
yang
Telah
depan
sebagai
berkembang
pergaulan
patut kita
menjadi semua.
terkait
Perilaku anak remaja yang
dengan situasi dan reatitas
menyimpang ini tidak bisa
yang membudaya.
didiamkan
b.
Pergaulan bebas merupakan
Etika Normatif
masalah
122
begitu
sosial
saja.
yang
menyeret
gadis
belia
ke
terjerumus
jurang kegelapan yang akan
sebanyak
merengut
masa
depan
15,65%
mereka.
Fenomena
ini
menyesal
-
prostitusi 25
orang
atau
sekarang
merasa
karena
sudah
masa
depan
tidak terlepas dari terjadinya
kehilangan
perubahan dalam struktur
dengan
berbagai
sosial. Ketangguhan budaya,
citanya
yang
agama, dan keluarga dalam
kandas dalam hidupnya.
ujian berat. Sebab remaja
4. Terkena penyakit menular
yang terlibat dan melibatkan
kelamin dan kulit.
diri
pergaulan
cita
–
terpaksa
bebas
Hasil penelitian kami
alasan
ada 15 orang atau 9,4%
yang sama. Namun, patut
menyatakan bahwa mereka
diingat rapuhnya moral anak
pernah
remaja bertalian erat dengan
kelamin
ringan
yaitu
rendahnya keyakinan dalam
keputihan
karena
adanya
menjalankan
infeksi
tidaklah
memiliki
agama.
Pun
terkena
di
penyakit
vagina
yang
remaja yang belum memiliki
disebabkan karena kecapaian
kematangan
berpikir
ikut
melayani
memberikan
andil
bagi
Untungnya
banyak
tamu.
secara
rutin
dirinya untuk tercebur ke
dilokalisasi setiap satu bulan
lembah nista.
sekali
(http://analisadaily.com/news
kesehatan yang disediakan
/read/cabe-cabean-potret-
mucikari
buram-
mendatangkan
remaja/26605/2014/05/03)
paramedik.
Dari hasil penelitian kami
responden
menyatakan akibat
dirinya
ada
pemeriksaan
dengan dokter
Sedangkan
pemerik-saan
yang
lainnya
penyesa-lan
adalah
kesehatan dengan
mendatangi Puskesmas.
terlanjur
123
dan
C. Pemberdayaan Remaja PSK berdasarkan pola pikir perilaku ekonomi berbasis rasionalitas dan moralitas. GAMBAR 3 MODEL PEMBERDAYAAN REMAJA PSK DI KABUPATEN MALANG KEMENTRIAN SOSIAL
PEMDA KABUPATEN MALANG PEMPROV JATIM Lembaga Informal
Lembaga Formal
-Dinas Pendidikan -Dinas Kesehatan
Dinas Sosial Kabupaten Malang
-Disperindag - Dinas Pariwisata - UKM-Koperasi -Kementrian Agama
- LSM -Tokoh Masyarakat -Pengusaha -Pemilik Lokalisasi -Media Cetak -Media Elektronik -Rumah Singgah -Forum Pekerja Sosial Masyarakat -Pondok Pesantren
-Polsek -Kecamatan,Kelurahan, RW,RT -Satpol PP -Kasbangpol - PT-LPPM -Disnakertrans - KP3A PSK
Keluarga PERILAKU RASIONALITAS & MORALITAS
TINGKAH LAKU PSK YANG PRODUKTIF DAN KONSUMTIF POSITIF YANG BERBUDAYA
Sumber: Data Diolah 2014 (Nurul,Saroh,Ida) PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 124
Gambar di atas menjukkan
yang terkait Dinas Sosial membuat
alur pemberdayaan remaja PSK di
teknis pelaksanaan koordinasi dan
lokalisasi
berdasarkan
pengendalian serta rehabilitasi PSK
Peraturan Pemerintah RI No. 39
remaja, dilanjutkan dengan persiapan
Tahun 2012 tentang penyelenggaraan
bahan
kesejahteraan sosial dalam hal ini
pemberdayaan
tugas pokok dan fungsi Kementrian
lokalisasi. Selain itu menyiapkan
Sosial melalui Direktorat Jendral
bahan bimbingan dan pengendalian
Rehabilitasi Sosial c.q. Direktorat
teknis pemberda-yaan, identifikasi
Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial baik
sasaran penanggulangan PSK remaja
kepada PSK
serta evaluasi dan laporan pelaksa-
dilakukan
yang masih aktif,
maupun yang sudah tidak aktif
peren-canaan PSK
program remaja
di
naannya.
(Mantan PSK).
Adapun fungsi koordinatif
Peraturan
RI
kantor Dinas Sosial dengan lembaga
tersebut kemudian ditindak lanjuti
formal dan Informal adalah sebagai
dengan Peraturan Bupati No.7 Tahun
berikut:
2008 tentang organisasi Perangkat
Lembaga Formal
Daerah
Dinas
Pemerintah
Sosial
Kabupaten
1. Dinas
Pendidikan
(BP-
Malang, dimana pemberdayaan PSK
Sekolah, guru wali, dosen
merupakan
wali).
tugas
dan
fungsi
Rehabilitasi Bidang Sosial. Adapun
Melalui
Dinas
Dinas Sosialdalam tugas penanganan
dengan
memberi
PSKberkoordinasidengan
bagi para mantan remaja dan
berbagai
instansi, yang sering terkait baik
dewasa PSK
dengan lembaga formal maupun
sadar
lembaga informal.
sekolah
Fungsi Rehabilitasi Bidang
Pendidikan peluang
yang sudah
untuk
melanjutkan menggunakan
program paket A, B dan C
Sosial di Dinas Sosial terhadap
sesuai
pemberdayaan PSK remaja yaitu
umur
sebagai pengumpul dan pengolah
Tujuannya untuk memberi
data sebagai
perencanaan
harapan lebih baik bagi masa
program. Bersama dengan instansi
depan mereka. Sekolah dan
bahan
dengan secara
PELOPOR; Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik | 125
klasifikasi cuma-cuma.
Dosen
wali
mengarahkan
mahasiswanya terjerumus
agar ke
PSK. Modal usaha dapat
tidak
dibantu dengan pemberian
dunia
kredit, jika pemberian yang
prostitusi.
pertama
2. Dinas Kesehatan
bisa
dijalankan
dengan sukses dan dilunasi,
Berfungsi pemeriksaan dan
maka diperbolehkan untuk
pengobatan para PSK yang
kredit
masih aktif maupun sudah
jumlah yang lebih besar.
berhenti secara berkala serta
selanjutnya
6. Kementrian Agama
sosialisasi bahaya penyakit
Berfungsi
HIV/AIDS ke lokalisasi.
bimbingan
3. Disperindag
memberikan mental/
dengan
Berfungsi
untuk
memberi
bantuan
dalam
bentuk
dengan
rohani
mengadakan
pengajian di lokalisasi setiap Kementrian
agama
bertugas
untuk
digunakan untuk pelatihan
mensosialisasikan
UU
bagi
perkawinan yang berlaku di
penyediaan
PSK
keinginan serta
alat-alat
sesuai
bulan.
yang
juga
dengan
masing-masing
memberi
masyarakat
pelayanan
untuh
upaya
pencegahan pernikahan dini
promosi hasil keterampilan
dan
yang mereka produksi.
mental
4. Dinas Pariwisata
perlunya
persiapan
dan
jasmani.
Pembekalan
kesiapan
Berfungsi
memberi
pegangan hidup (pendidikan,
pelayanan
pemasaran/
pekerjaan sebelum menikah)
pameran hasil keterampilan
juga
para PSK.
mengurangi
5. UKM
(Usaha
Kecil
lunak Layanan secara
memberi BLUD
agar
permasalahan
dalam pernikahan.
Menengah) -Koperasi Berfungsi
diupayakan
7. Polsek (Polisi Sektor) kredit
Berfungsi
sebagai
penjaga
(Bantuan
keamanan di sekitar lokalisasi
Umum
Daerah)
supaya tidak terjadi tindak
simultaan
kepada
kejahatan dan kekerasan serta
126
membantu merazia
Dinas
Sosial
praktek
untuk merazia PSK yang
-praktek
praktik di luar lokalisasi.
PSK di luar lokalisasi.
10. Kasbangpol
8. Kecamatan, Kelurahan, RW,
(Kesatuan
Bangsa dan Politik)
RT
Berfungsi
sebagai
Berfungsi
untuk
mendata
penghuni
dan
tempat
trafficking PSK dan bersama
daerahnya.
Dinas Sosial memberdayakan
lokalisasi
di
penanganan
petugas
Selain itu ada TKSK (Tenaga
korban
PSK . –
LPPM
(Perguruan
Kecamatan) yang membantu
Tinggi
dan
Lembaga
Dinas
saat
Penelitian Pengabdian Ma-
mengadakan kegiatan untuk
syarakat) yang bekerja sama
para PSK agar memperoleh
dengan Pemda (Dinas Sosial)
pendampingan saat pelatihan.
Bertugas untuk mengadakan
Satu
penelitian
Kesejahteraan
Sosial
Sosial
orang
11. PT
petugas
dan
pengabdian
pendamping untuk 5 PSK,
masyarakat dalam kaitannya
dan
dengan pemberdayaan PSK.
pendamping
dibiayai
Dinas
Mereka
juga
tersebut Sosial.
12. Disnakertrans bekerja sama
bertugas
mensosialisasikan
dengan Dinas Sosial
ke
Bertugas menyediakan tenaga
masyarakat tentang perlunya
pelatihan
ketersediaan
pelatihan keterampilan PSK.
masyara-kat
agar mau menerima mantan PSK
yang
sebagai
sudah hasil
PP
sadar
Perem-puan
dari
dan
Perlindungan Anak) Bertugas menangani kasus
(Satuan
Polisi
kekerasan
Pamong Praja) Berfungsi
pelaksanaan
13. KP3A (Kantor Pemberdayaan
peberdayaan. 9. Satpol
dan
sebagai
terhadap
perempuan dan anak (PSK) petugas
dan bersama Dinas Sosial
yang membantu Dinas Sosial
member-dayakan PSK. Lembaga Informal
127
1. LSM
(Lembaga
Masyarakat)
Sosial
seperti
mempunyai
para
sesuai
keterampilan
bidang
mitra Jatim bersama Dinas
perusahaan
Sosial.
bersangkutan.
Berfungsi
usaha
di yang
Pengusaha
dalam
bersedia menampung hasil
perilaku
produksi keterampilan PSK
sosial, misalnya sebagai PSK
untuk dipasarkan ke berbagai
dalam menjalani profesinya
daerah pema-saran.
pendampingan
di pantau dan melakukan
4. Pemilik lokalisasi (mucikari)
pendekatan secara persuasif
Berfungsi untuk membantu
untuk menggunakan kondom,
Dinas
bagi
menyediakan
tempat
HIV/ AIDS akan didampingi
lokalisasi
sebagai
berobat
dan
pelaksanaan Pembi-naan dan
selalu menggunakan kondom
pelatihan keterampilan PSK
saat bertransaksi.
yang
menghuni
serta
memberi
yang telah terjangkit
secara
rutin
2. Tokoh masyarakat bekerja
Sosial
untuk
lokalisasi ijin
sama dengan Dinas Sosial.
asuhannya
Berfungsi
membina
pelatihan. Mucikari tersebut
PSK di lokalisasi yang berada
juga dipersilahkan untuk ikut
di
pelatihan.
untuk
daerahnya.
Tokoh
masyarakat yang direferensi
untuk
PSK ikut
5. Media Cetak
pihak Kecamatan bertugas
Berfungsi sebagai informasi
mendampingi
kepada masyarakat/ pembaca
mengawasi masukan pelaksanaan
dengan dan
cara
memberi
dalam
tentang
proses
pemberdayaan
pemberdayaan
jika
mantan
sebagai tenaga PSK
yang
juga dapat memberi informasi
3. Pengusaha
penampung
PSK
dilakukan Dinas Sosial, dan
PSK dari Dinas Sosial.
Berfungsi
adanya
ada
trafficking
yang
nantinya akan ditindak lanjuti
kerja
penanganan
yang
128
korban
trafficking untuk dibina di
yang
berasal
dari
Dinas Sosial.
sukarelawan. Seperti contoh,
6. Media Elektronik
sukarelawan dari Perguruan
Berfungsi sebagai salah satu
Tinggi (LPPM, Pemberda-
informasi yang bisa dilihat
yaan Perempuan), dan juga
oleh
dari pekerja-pekerja sosial.
masyarakat
tentang
pemberdayaan PSK dan jika
8. FPSM (Forum Pekerja Sosial
ada trafficking maka akan
Masyarakat)
segera ditindak lanjuti. Selain
Berfungsi
itu
pendamping
media
berfungsi
elektronik
sebagai
alat
sebagai
tenaga dalam
pemberdayaan
PSK
komunikasi dengan mucikari
dilakukan
dan PSK lokalisasi dalam
mereka dari semua lapisan
kaitannya
masyarakat
dengan
Dinas
yang Sosial,
yang
akan
pelaksanaan dan tindak lanjut
membantu Dinas Sosial pada
pembinaan
saat
pelatihan
keterampilan
dari
Dinas
pelatihan
7. Rumah Singgah Berfungsi
rumah
dari
singgah untuk menampung sementara
hanya
keterampilan
mereka mendapatkan honor
sebagai
menetap.
dalam
pelaksanaan pembinaan dan
Sosial.
PSK
pendampingan
9. Pondok Pesantren
(PSK)
mengikuti
Pemerintah
Kabupaten Malang.
maupun
Mereka
APBD
Berfungsi sebagai pencerahan
kegiatan
moral
berdasarkan
agama
pembinaan kete-rampilan di
tanpa memperdulikan profesi
Rumah
PSK.
Singgah.
Rumah
Hal
ini
Singgah mengirimkan PSK
dengan
ke
untuk
ibadah rukun islam dan iman
Rumah
meskipun para PSK hanya
Dinas
Sosial
pemberdayaan.
Di
Singgah
pelaksanaan
pembinaan
ini dan
melakukan
pelatihan
cara
dilakukan bimbingan
ibadah
semampunya jika pulang dan
biasanya diberi pendam-ping
berkumpul dengan keluarga.
129
Adapun pemberdayaan PSK
mengentaskan
34
PSK
dari
ini bertujuan agar mereka dapat
profesinya dari jumlah total 66 PSK.
berperilaku produktif dan konsumtif
Para PSK yang telah keluar dari
berdasarkan wawasan moralitas yang
lokalisasi,
ada, sehingga aktivitas yang mereka
keluarganya
lakukan selalu mempertimbangkan
Pemberdayaan
masih
baik dan buruk dalam kegiatan
dengan
pemantauan
ekonominya (mencari nafkah) sehari-
komunikasi dari Dinas Sosial dengan
hari secara ekonomis dan efisien.
mantan
Dengan demikian, PSK tersebut bisa
berikutnya. Hal ini dilakukan untuk
meraih pemanfaatan dan sumber
mengetahui perkembangan kondisi
daya lain, guna memenuhi kebutuhan
mantan PSK tersebut agar benar-
hidupnya.
benar sadar dan tidak kembali ke
Seperti kata Etzioni 1992,
bertindak
memilih
bijaksana
untuk
ekonomi,
bahwa
Model
pemberdayaan
tujuan
berdasarkan hasil penelitian Nur
mampu
Hidayati, Siti Saroh, Nurul Umi Ati
dan
(2011:hal. 39).
dalam
Rasionalitas
dalam
DAFTAR PUSTAKA
diasumsi-kan
perilaku
bertindak
Anoraga,Pandji.2005.Psikologi
ekonomi
Kerja.Rineka Cipta:Jakarta
rasional,
A.Supratiknya.(1995).Mengenai
tindakan ekonomi telah direncanakan
Perilaku
sebelumnya dan dilakukan secara
Abnormal.Yogyakarta:
sadar
kanisius
melalui
bulan
mencapai
ekonomi
senantiasa
5
model pemberdayaan ABG PSK
akal
dalam
sampai
sebagai
memanfaatkan
perilaku
PSK
dan
efisien
kenyataan
tindakannya.
cara
berlanjut
tersebut adalah pengembangan dari
sehingga
mengakses
masing-masing.
dapat
secara
sarana
ke
profesi lamanya.
manusia yang rasional adlah manusia yang
dikembalikan
pemikiran
yang
matang. Pelaksanaan
BPS Propinsi Jawa Tengah. Laporan pemberdayaan
Hasil
PSK dari beberapa lokalisasi di
Survey
Surveilans
Perilaku (SSP) 2003 Jawa
Kabupaten Malang, telah berhasil
130
Tengah.
Semarang,
April
Kartono,
2005.
Sosial.
Etzioni, Amiati. (1992). Dimensi
Kartini.2001). Jakarta:
PT.
Patologi Grafindo
Persada.
Moral menuju ilmu Ekonomi
____________.(2005).
Patologi
Baru
Sosial.
Grafindo
(Terjemahan
Surjaman).
Thun
Bandung.PT
Jakarta:
PT.
Persada.
Remaja Rosdakarya.
____________. Situasi HIV/AIDS di
Faizan, MZ. (2009). Prostitusi Liar
Jawa Tengah Tahun 2005.
Di Perkotaan. Skripsi-FIA
Dinas
UNISMA.
Makalah Seminar, Semarang,
Tidak
dipublikasikan.
Kesehatan
Kota,
April 2005.
Firdaus, I. (2010). Pekerja Seks Anak
Moser,
Caroline,
1995,Gender
Banyak Ditemui di Batam
Planning
dan
Kamis,
Development:Theory,Practice
|17:08.
Training London Routledge.
Medan.
28/01/2010 Jurnalparlemen.com
Rokan, Kamal Masro. Pergaulan
Gordon, Thomas. 1984. Menjadi
Bebas . Harian Republika
Orangtua Efektif. Jakarta
Setiawan,
: Gramedia.
Pengembangan
(PSK)
Seks di
Propinsi
di
Baru
Jakarta
L.
(1991).
Selatan. Slavin,
Stephen
Komersial
Introduction to Economics.
Kota
Malang
Homewood, II: Richard d.
Jawa
Timur.
Irwin, Inc.
Laporan Penelitian Tahap I.
Soedjono D. 1973. Patologi Sosial
Lemlit UNISMA Kartasasmita,
Pelacuran
Kebayoran
Model Pemberdayaan ABG Pekerja
Hartono.2001.Organisasi
Usaha
Hidayati,Nur., Siti Saroh, Nurul Umi Ati (2011).
and
Ginanjar.
Gelandangan, (1996).
Penyalahgunaan
Pembangunan untuk rakyat-
Cetakan ke II. Bandung.
Memahami Pertumbuhan dan Pemerataan.
Narkoba.
Toha,
Pustaka
Nasrudin.
(2008).
Sekilas
Tentang Pengertian Remaja,
Cidesindo. Jakarta.
ABG, Pubertas, Pornografi,
131
Seks
dan
Aurat.
insentif-terhadap-produktivitas-
http://www.blogger.com/ Wahyono,
H.
(2001).
Perilaku
kerja-karyawan-pt-ara-shoes-
Pengaruh
Ekonomi
indonesia-semarang.html
pada
https://amin127.wordpress.com/artik
Kepala Keluarga terhadap
el-tugas-desighn-web-bagian-
Intensitas
Pendidikan
2/hubungan-antara-kebiasaan-
lingkungan
belanja-dengan-perilaku-konsumtif-
Ekonomi
di
Keluarga. Disertasi. Tidak
pada-remaja/
dipublikasikan. Malang. PPS
jurnal.unimus.ac.id/index.php/FIKke
UM.
S/article/view/234
Peraturan Bupati No.7 Tahun 2008 Tentang Organisasi Tingkat Daerah Kabupaten Malang Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2013
Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial http://www.gelombangotak.net/pages /artikel-terkait-16/prostitusi-dikalangan-remaja-200.html, 4/5/12 http://pendidikannya.blogspot.com/2 011/10/pengertian-dekadensi-moralremaja.html http://analisadaily.com/news/read/ca be-cabean-potret-buramremaja/26605/2014/05/03 psikologi.uin-malang.ac.id/?p=2147 http://eprints.upnjatim.ac.id/3058/1/p ublic_relations.pdf http://jurnalsosioekotekno.org/article/135296/pe ngaruh-lingkungan-kerja-dan-
132
Index Mitra Bebesrtari
JURNAL PELOPOR Jurnal Pemikiran Administrasi Publik dan Bisnis, Sosial dan Politik Volume VIII Tahun 2014
Untuk penerbitan Volume VIII Tahun 2014, semua naskah yang disumbangkan kepada Jurnal Pelopor telah ditelaah oleh mitra bestari berikut ini: 1. 2. 3. 4.
M. Bashori Muchsin (Universitas Islam Malang) Yaqub Cikusin (Universitas Islam Malang) Ali Masykur Musa (Universitas Islam Malang) Abdul Aziz SR (Universitas Islam Malang)
Penyunting Jurnal Pelopor menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-besarnya kepada mitra bestari atas bantuan dan kerjasamanya.
PETUNJUK PENULISAN JURNAL PELOPOR; JURNAL PEMIKIRAN ADMINISTRASI PUBLIK DAN BISNIS, SOSIAL DAN POLITIK 1.
2.
3.
Naskah diketik dalam Bahasa Indonesia (untuk Abstract/Intisari dan Keywords/Kata kunci diketik dalam dwi bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), menggunakan kertas ukuran A4 sepanjang 15-20 halaman (termasuk gambar, tabel dan daftar pustaka). Menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12, dan spasi tunggal. Batas tepi kanan, kiri, atas, bawah 2,5 cm. Setiap tabel dan gambar diberi judul. Posisi judul tabel berada di atas tabel, sedangkan posisi judul gambar berada di bawah gambar. (Menggunakan garis horizontal tanpa menggunakan garis vertikal). Format naskah sekurang-kurangnya terdiri atas: a. JUDUL TULISAN; ditulis dalam Bahasa Indonesia; b. NAMA PENULIS, apabila penulis lebih dari satu orang maka penulis yang ditulis pertama adalah penulis utama; c. INSTITUSI DAN ALAMAT tempat penulis bekerja disertakan alamat email, dan apabila memungkinkan disertakan nomor telepon; d. ABSTRACT/INTISARI ditulis dalam dwi bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia masing-masing sepanjang 100-200 kata, disertakan Keywords/Kata Kunci; e. PENDAHULUAN, sebagai pembukaan memuat aspek-aspek atau hal-hal yang membuat tema tulisan tersebut menarik dan mengundang rasa keingintahuan (curiousity). Penulis dapat mengemukakan fenomenafenomena menarik terkait dengan topik tulisan dengan disertai data-data pendukung dan dilengkapi dengan kerangka teori. Dan pada akhir bagian ini perlu diberikan rumusan masalah dan tujuan penulisan tema yang ditulis; f. METODE PENELITIAN, apabila naskah tersebut merupakan hasil penelitian maka perlu dituliskan metode penelitian, cara pengumpulan data, dan cara analisa yang digunakan; g. PEMBAHASAN, atau bisa menggunakan nama lain yang relevan dengan topic tulisan berisi temuan-temuan, analisis dan pembahasan serta interpretasi terhadap data; h. PENUTUP, berisi Kesimpulan berkaitan dengan tujuan tulisan yang dikemukakan pada bagian pendahuluan dan diberikan Saran atau Rekomendasi yang relevan. i. DAFTAR PUSTAKA, menggunakan Model APA, disusun berurutan berdasar abjad, dimulai dari nama, tahun penerbitan, judul tulisan, kota penerbit, dan nama penerbit. Untuk sumber yang diperoleh dari internet harus disertakan tanggal sumber tersebut diakses/diunduh. Beberapa contoh penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut:
Buku Henry, Nicholas. 1992. Public Administration and Public Affairs. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Jurnal/Majalah Hayat. 2013. Profesionalitas dan Proporsionalitas; Pegawai Tidak Tetap dalam Penilaian Kinerja Pelayanan Publik. Civil Society. Jurnal Kebiajakan dan Manajemen PNS. Volume 7 Nomor 2 Tahun 2013. hal. (24-39) Makalah Seminar, Lokakarya, Penataran Utomo, Tri Widodo W. 2009. Balancing Decentralization and Deconcentration: Emerging Need for Asymmetric Decentralization in the Unitary States, Makalah Diskusi No. 174, Nagoya: Graduate School of International Development (GSID), Nagoya University, Internet http://www.gsid.nagoya-u.ac.jp/bpub/research/public/paper/article/174.pdf diakses tanggal 25 November 2010. 4. 5.
6.
7.
8. 9.
Perujukan menggunakan teknik endnoot (nama akhir penulis, tahun terbit, halaman kutipan) Catatan kaki (footnote) bisa digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap bagian isi naskah atau sebagai acuan berkaitan dengan sumber data yang dikutip; Setiap data yang berupa kutipan baik dalam bentuk kalimat langsung maupun tidak langsung, gambar serta tabel yang diambil dari sumber lain harus dicantumkan sumbernya, dan ditulis dalam daftar pustaka. Segala sesuatu yang menyangkut pengutipan dan ikhwal lain terkait dengan HaKI yang dilakukan penulis, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel. Setiap naskah yang masuk ke Redaksi setelah lolos seleksi oleh Redaksi, akan direview oleh Mitra Bestari (Peer Reviewer). Atas setiap naskah yang dimuat akan diberikan jurnal sebanyak 2 eksemplar
Redaksi