Volume 2, Nomor 2, Desember 2011
ISSN 2087 - 409X
Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)
INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN PADA BUDIDAYA IKAN KARAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA
Urip Rahmani*, Yusman Syaukat**, Akhmad Fauzi** dan Aceng Hidayat** Abstract Activity floating net cage (Karamba Jaring Apung-KJA) in Reservoir Cirata have been over capacity, so that give the serious problems such as water quality degradation, algae-blooming, and up-welling. The objective of this research is to find the optimum input cage net without and with cost externality. The objective, was solved by cost function of KJA (cage net) culture activity with/without externality model. The externality of cage net culture to water body of Waduk Cirata has been gived a sediment accumulation until 325711 ton/year and make degradate of water quality. For cage net culture, water quality is environment input. Model research involved this externality in model of cost function. It is by internalize cost environmet as the one’s of cost production. Input of production factor of KJA culture activity without externality were cost of seed, feed and labour, and with externality was added by cost of recovery sediment by dredging or exploition. Optimal input of seed 46,28 kg/plot, feed 1685,02 kg/plot, 122,09 work person daya (wpd)/unit, activity without externality and optimal harvest product 938,16 kg. While for KJA activity with cost environment, seed was significant change, 31,66 kg and feed 756,24 kg, 50,92 work person day person/unit, and amount of sediment 15,25 kg/unit with optimal harvest 644,6 kg/plot. Using of the Cirata Data Environment and CAD_S tool software, the carrying capacity of Reservoir Cirata for KJA culture activity have found was 43.679 ton/year. For activity without externality, amounts optimal of KJA 15585 plots, and seed using 1464,7 kg/plot. For with-externality activity 21133 plots KJA, and seed using 756,24 kg/plot. It is mean a decreasing feed costs 44,88%. Keywords: externality, cost, cost function, optimal input, optimal product, carrying capacity
____________________ * Urip Rahmani Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi Pertanian, IPB, Bogor. ** Yusman Syaukat, Akhmad Fauzi, dan Aceng Hidayat adalah Komisi Pembimbing dan Staf Pengajar Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
157
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk Cirata adalah salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang ditujukan sebagai pembangkit tenaga listrik. Waduk yang dibangun pada tahun 1988 ini berada pada ketinggian 221 m dari permukaan laut, luas 6.200 Ha, kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume 2.165 x 10 6 m3. Kegiatan perikanan budidaya ikan Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 KJA yang ada tercatat 51.418 petak (BPWC, 2008), hal ini telah melebihi daya dukungnya yang seharusnya 12.000 petak (SK Gubernur Jawa Barat No. 41 tahun 2002). Beberapa masalah pokok yang dihadapi petani KJA mencakup kematian ikan secara massal ketika terjadi upwelling (adanya arus balik yang dipicu oleh perubahan suhu air) sehingga air di dasar danau yang telah tercemar oleh sisa nutrien (sisa makanan ikan) naik ke atas. Penurunan kualitas, perairan hypertropik, yang berakibat pada terjadinya pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu yang menjadi penyebab kematian masal ikan terutama pada awal musim hujan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan input optimal budidaya ikan KJA dengan menginternalisasi biaya eksternalitas. 1.2. Kerangka Pemikiran Menurut Tasman (2006) fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input dan output dalam suatu proses produksi atau suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat (atau kombinasi) penggunaan input-input. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah input. Secara umum fungsi produksi ditulis Y=f(x), dimana Y adalah output dan x adalah input yang digunakan untuk menghasilkan output. Pendekatan memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya adalah sama yaitu bagaimana memaksimumkan keuntungan yang diterima petani atau produsen dengan cara mengalokasikan penggunaan sumberdaya seefisien mungkin. Fungsi biaya yang diminimumkan dengan fungsi produksinya akan menghasilkan fungsi permintaan faktor input (Hartono, 1999). Minimisasi biaya total untuk faktor input produksi dapat dinyatakan sebagai berikut:
158
n
Minimumkan: C wi . X i
Dengan kendala: f ( X 1,..., X n ) Y
i 1
Dimana: C biaya total (total cost) wi = faktor harga input ke-i X i faktor input ke-i yang digunakan
Y jumlah output Waduk Cirata
Perikanan Budidaya KJA
Jumlah KJA melebihi daya dukung Pola Pemberian Pakan
Eksternalitas
Eksternalitas Positif Meningkat
Eksternalitas Negatif Menurun
Positif
Negatif
Re-Use Ekonomi Masyarakat
Produksi Perikanan
Feses dan Urine
Sedimentasi
Limbah Pakan
` Penurunan Kualitas Air
Pertumbuhan/ Kematian Ikan
Instrumen Ekonomi
Penurunan Utility dan Produksi Waduk
Kebijakan dan Regulasi Pengelolaan Waduk
Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi 159
1.3. Model Produksi Ikan Mas Model nilai ekonomi ekosistem seperti perairan, hutan ataupun udara sebaiknya menggunakan pendekatan fungsi produksi yang berbeda dengan fungsi produksi pada umumnya dimana unsur lingkungan dimasukkan sebagai input (Barbier, 1991). Fungsi biaya dapat dinyatakan dalam bentuk yang berbeda, dimana terdapat harga input, maka selanjutnya C dapat ditulis dalam bentuk berikut. n
C = g(wi, Xi)= wi X i dengan kendala Q = f(Xi) ………………..…………… (1) i 1
Fungsi permintaan faktor-faktor input adalah fungsi dari harga input dan tingkat produksinya yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut. X i* X i* ( wi , Q ) dan C* = (wi,Q) ................................................................(2)
Berdasarkan Shepard’s Lemma (untuk fungsi biaya), besarnya faktor-faktor input optimal adalah turunan pertama terhadap faktor input bersangkutan dari fungsi biaya total minimum (Hartono, 1999) X i* X i* (wi , Q)
C * ( wi , Q) wi
……………………………………. (3)
Dimana, C* biaya total minimum wi faktor harga input, X*i input optimal dan Q jumlah hasil produksi. Melalui persamaan (3) akan diperoleh input optimal dari faktor produksi. Selanjutnya dari nilai input optimal dari input lingkungan dapat digunakan sebagai tolok ukur bagi besaran value economy yang akan dibebankan kepada petani.
II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober tahun 2011. Lokasi penelitian di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling dengan jumlah sampel 55 responden. Data primer lain akan diperoleh berdasarkan wawancara terstruktur dengan responden dari para stakeholder (pemangku kepentingan), yakni instansi pemerintah Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan dari 3 (tiga) Kabupaten (Bandung Barat, Cianjur dan Purwakarta), BPWC dan serta para stakeholder lain seperti produsen pakan ikan, distributor produk perikanan, dan kelompok pembudidaya ikan KJA.
160
Model yang digunakan pada penelitian ini: Model Eksternalitas Daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) dihitung berdasarkan kandungan posfat dalam air dengan formula: [P ] L fish (1 R fish ) / z
dimana P = Selisih antara P sebelum dimanfaatkan untuk budidaya dengan P maksimum
yang dapat diterima Lfish = Jumlah P total (g/m3/th) Rfish = Proporsi P yang larut ke dalam sedimen; dengan rumus:
Rfish X (1 X ) R ; R 1 /(1 0,747 0,507 ) (Larsen dan Mercier, dalam Halide, 2008), X
= Proporsi bersih total P yang secara permanen masuk ke dasar, sebesar 50%)
R
= Total P yang hilang ke sedimen
= Laju pembilasan air Dengan menggunakan CADS_TOOL yang dikembangkan oleh ACIAR dan
Halide (2008), daya dukung lingkungan dapat ditentukan dalam bentuk jumlah produksi ikan. Selanjutnya daya dukung ini digunakan untuk menentukan jumlah optimal KJA di perairan Waduk Cirata. Model eksternalitas dalam penelitian ini terkait dengan eksternalitas dari perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata yang didominasi oleh meningkatnya jumlah P di badan perairan waduk dan bersumber dari pakan ikan. Untuk menduga biaya total minimum usaha KJA pada satu kali musim tanam, digunakan fungsi biaya yaitu: n
(Wii i * )Q
C * a 0 (
*
i1
Model fungsi biaya di atas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi linier dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan diolah dengan regresi berganda. Bentuk fungsi linier dari fungsi di atas adalah sebagai berikut: *
ln C * ln 0* 1* ln W1 2* ln W2 3* ln W3 Q *
ln C E* ln 0* 1* ln W1 2* ln W2 3* ln W3 4* ln W4 Q
161
Dimana C* biaya total produksi petani per tahun, C E* biaya total produksi dengan biaya lingkungan petani per tahun; a 0 konstanta (intersep), W1 harga benih ikan mas (Rp), W2 harga pakan ikan (Rp), W3 upah tenaga kerja (Rp), W4 harga eksternalitas (Rp), Q jumlah produksi ikan mas (kg), ai* koefisien input yang diduga, dan i = 1, …, 4, β* koefisien produksi yang diduga Selanjutnya untuk memperoleh informasi besarnya input optimal dari faktor produksi digunakan Shepard’s Lemma: X i* (Wi , Q )
C * (Wi , Q) Wi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi ikan mas per musim tanam rata-rata 1.007,93 kg per petak. Produktivitas usaha pembesaran ikan mas rata-rata adalah 5,1425 kg/m2. Tingkat penggunaan input produksi ikan mas 45,59 kg untuk benih, 1.798,99 kg untuk pakan dan 99,71 hari orang kerja (HOK). Harga rata-rata ikan mas yang diterima oleh petani KJA adalah Rp 12.131,11 per kg. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 kg ikan mas sebesar Rp.11.776,27 tanpa biaya lingkungan, dan Rp.11.825,01 dengan biaya lingkungan. Besaran persentase biaya benih, pakan dan tenaga kerja terhadap biaya produksi masing-masing 10,41%, 87,47% dan 1,69%. Bila menyertakan biaya lingkungan, persentasenya menjadi 10,37%, 87,11% dan 1,69% dan biaya lingkungan sebesar 0,41%. Hasi estimasi input optimal diperoleh dari model tanpa eksternalitas, yaitu: C 1,412.W1
0 ,108
W2
0 ,879
W3
0 , 0271
.Q 0, 0006 ; dimana R=99,6% dan nilai T signifikan kecuali
untuk variabel Y. Nilai koefisien Q yang lebih kecil dari 1 mengisyaratkan bahwa produksi ikan mas budidaya KJA dalam kondisi decreasing return scale (DRS). Dengan kata lain, produksi ini secara long run akan terus menurun dari tahun ke tahun. Fakta yang ada memperlihatkan bahwa jumlah produksi makin menurun, sementara penggunaan pakan juga meningkat. Produksi optimal yang dicapai dari 55 responden yang diamati adalah sebesar 934,16 kg/petak/musim tanam dengan input optimal sebesar 46,28 kg/petak/musim tanam untuk benih ikan mas, 1685,02 kg/petak/musim tanam untuk pakan ikan mas dan 122,09 hari orang kerja/petak/musim tanam.
162
Jumlah sedimentasi diperairan Waduk Cirata telah mencapai 325.712 ton dimana pertumbuhannya mencapai 5,6% sejak tahun 2007. Sedimentasi ini selanjutnya dihitung jumlahnya secara proporsional ditinjau dari jumlah KJA keseluruhan. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah sedimentasi/m2 adalah sebesar 5,25 kg. Dengan melihat lama usaha sebagai faktor penghitung jumlah sedimentasi, maka dapat ditentukan jumlah sedimentasi yang dihasilkan masing-masing reponden selama melakukan budidaya ikan KJA. Jumlah berat sedimentasi masing-masing responden dikalikan dengan biaya recovery sebesar Rp.2419,35/kg. Besaran biaya recovery ditentukan dari nilai recovery/pengerukan yang besarnya Rp.150 Milyar sebagaimana proposal yang ditawarkan oleh PT Pupuk Kujang. Model fungsi biaya di atas, yang menyertakan biaya lingkungan ádalah sebagai berikut: C 6,4762.W1
0 , 054
.W2
0 ,886
.W3
0 , 087
.W4
0 , 051
.Q 0,127
dimana R=99,9% dan nilai T signifikan kecuali untuk variabel W1 dan Q Nilai koefisien Q yang lebih kecil dari 1 (negatif) dan tidak signifikan pada tingkat yang diharapkan memperlihatkan keberadaan produksi yang berperan sebagai intersep. Sedangkan nilai intersep sebesar 6,47 juga memperlihatkan bahwa apabila recovery perairan Waduk Cirata dilakukan dengan pengerukan, maka secara teknologi, perairan Waduk Cirata dapat berproduksi sekalipun ikan tidak diberi pakan, hal ini disebabkan perairan sudah kondusif secara lingkungan bagi produksi ikan mas. Produksi optimal berdasarkan fungsi biaya yang menyertakan biaya lingkungan adalah sebesar 644,6 kg/petak dengan input optimal yang cukup signifikan berbeda dibandingkan dengan input optimal tanpa biaya lingkungan. Input optimal untuk benih ikan mas 31,66 kg/petak, pakan ikan mas 756,24 kg dan Hari Orang Kerja (HOK) sebesar 50,92/petak serta jumlah sedimen mencapai 15,25 kg/unit. Menurunnya jumlah hari orang kerja dari 122,09/unit untuk produksi ikan mas tanpa biaya lingkungan menjadi 50,92/unit disebabkan menurunnya jumlah pakan yang diberikan. Porsi terbesar tenaga kerja dalam produksi ikan pada budidaya KJA adalah pada pemberian pakan.
163
Tabel 1 Permintaan Faktor Input per Musim Tanam Tanpa Eksternalitas Berdasarkan Sheppard’s lemma di Waduk Pirata No. Komponen Satuan Permintaan Faktor Input 1. Benih Ikan Mas Kg 46,28 2. Pakan Kg 1685,02 3. Tenaga kerja HOK 122,09 4. Produksi Optimal Kg 938,16 Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa terjadi penurunan jumlah benih yang tadinya lebih kurang 46 kg menjadi 31 kg, atau turun 30%. Sedangkan jumlah pakan terjadi penurunan sampai 45%, dan jumlah hari orang kerja menurun sampai lebih dari 50%. Sekalipun terjadi penurunan produksi optimal untuk 2 (dua) kondisi di atas, kondisi kedua yaitu dengan biaya lingkungan, dimana produksinya menurun 31%, akan tetapi terjadi peningkatan FCR (Feed Convertion Ratio) dari 1,8 menjadi 1,17, yakni ratio pakan dengan produksi. Tabel 2 Permintaan Faktor Input per per Musim Tanam Dengan Eksternalitas Berdasarkan Sheppard’s lemma di Waduk Cirata No. Komponen Satuan Permintaan Faktor Input 1. Benih Ikan Mas Kg 31,66 2. Pakan Kg 756,24 3. Tenaga kerja HOK 50,92 4. Eksternalitas M2 15,22 5. Produksi Optimal Kg 644,6 Berlandaskan pada besaran petak yang dimiliki responden dan menggunakan input optimal yang diperoleh dari model fungsi biaya yang diajukan dalam penelitian ini, profit yang dapat diperoleh petani Rp 10 juta. Daya dukung lingkungan perairan Waduk Cirata untuk budidaya KJA adalah sebanyak 43.678,96 ton per tahun atau 14.558,67 ton per musim tanam. Dengan demikian untuk kegiatan budidaya KJA tanpa biaya lingkungan, jumlah KJA yang optimal adalah 15.586 petak yang arealnya 1,23% dari luas waduk. Kegiatan usaha budidaya KJA yang menyertakan biaya lingkungan, jumlah KJA nya mencapai 22.587 buah yang menempati 1,78 % bagian waduk. Elastisitas permintaan dari harga input untuk mengetahui persentase jumlah input yang dipakai per unit waktu karena adanya persentase perubahan harga input sebesar 0,892 untuk benih ikan mas, -0,973 untuk pakan ikan, dan -0,9961 untuk tenaga kerja. Elastisitas bagi input produksi yang menyertakan biaya eksternalitas, -1,054 untuk benih, -0,114 untuk pakan, -0,913 untuk tenaga kerja dan -0,995 untuk biaya
164
eksternalitas. Tanda negatif ini menunjukkan adanya hubungan terbalik antara harga input dengan penggunaan jumlah input. Jika harga input naik maka akan mengurangi jumlah faktor produksi yang digunakan dan sebaliknya jika harga input turun maka akan menambah jumlah faktor produksinya. Perairan Waduk Cirata berdasarkan ketetapan pemerintah adalah milik PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), sedangkan Badan Pengelola Waduk Cirata adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh PT PJB untuk mengelola Waduk Cirata sebagai sumberdaya air pembangkit listrik. Oleh sebab itu, BPWC bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala sesuatu yang terjadi dengan badan air perairan Waduk Cirata. Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat No. 27 Tahun 1994 merupakan petunjuk pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Barat No. 11 Tahun 1986 yang mengatur tentang Tata Cara Pemanfaatan Perairan Umum untuk Usaha Perikanan. SK ini memuat tata cara pemanfaatan dan perijinan usaha perikanan di tingkat pemerintahan kabupaten/kota, serta biaya retribusi perijinan dan retribusi produksi. Pada pasal umum dari SK ini disebutkan bahwa setiap awal musim hujan, selama 2 bulan perairan umum tertutup bagi usaha perikanan, sedangkan pada pasal Perijinan (pasal 3), disebutkan bahwa setiap usaha perikanan perorangan bagi petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak diwajibkan memiliki ijin. SK ini dikeluarkan setelah Perda No. 11 Tahun 1986 yang merupakan jawaban atas pertanyaan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di tingkat pemerintahan kabupaten/kota sejak tahun 1987. Akan tetapi, sebagai petunjuk pelaksanaan, SK ini tidak termuat berapa besaran biaya retribusi perijinan dan retribusi produksi perikanan, sehingga petani tidak mengetahui berapa sebenarnya biaya retribusi. Adanya Pasal 2 dan 3 SK ini menimbulkan kerancuan dalam kaitannya dengan upaya property right perairan umum. Secara harfiah diterjemahkan bahwa skala usaha perorangan budidaya KJA diperkenankan tanpa batasan unit, dan tidak wajib memiliki ijin. Akibat yang timbul adalah perairan Waduk Cirata merupakan perairan umum milik bersama (common property), sehingga siapapun dapat masuk berinvestasi dalam budidaya KJA di kawasan ini. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 merupakan kebijakan yang diharapkan oleh PT PJB-BPWC, sehingga BPWC sebagai pengelola memiliki
165
kekuatan hukum dalam melaksanakan upaya menjaga kelestarian lingkungan perairan Waduk Cirata. Bagian Kedua SK ini, khususnya pasal 8 s/d pasal 18 diatur ketentuan tentang budidaya KJA. Peternak ikan yang dapat berusaha di Waduk Cirata adalah penduduk yang berdomisili di sekitar Waduk Cirata. Selain itu, diatur pula zona budidaya, jumlah produksi, jumlah KJA, syarat teknis KJA dan tidak diperkenankannya KJA sebagai rumah tinggal serta pembentukan kelompok pengawas masyarakat dan adanya pengawas lalulintas benih, pakan dan produksi di tiap zona. Akibat dikeluarkannya peraturan ini adalah sebagai berikut: a) BPWC sebagai instansi pengelola dalam mengimplementasikan SK ini dilapangan banyak menghadapi kendala, hal ini disebabkan jumlah KJA yang ada di kawasan ini sudah jauh melebihi batas atas yang ditetapkan oleh SK Gubernur No. 41 Tahun 2002, yaitu 12.000 petak, dimana di Kabupaten Bandung, hanya boleh sampai 1.896 petak, di Kabupaten Purwakarta 4.644 dan di Kabupaten Cianjur 5.460 petak. b) BPWC akhirnya mengambil kebijakan untuk tidak memberikan ijin baru dan membiarkan yang telah ada sebelumnya. c) Penduduk sekitar waduk, masih tetap membuat KJA baru dengan jumlah petak sesuai pesanan investor dengan menggunakan nama penduduk sekitar. d) Jumlah KJA sejak SK ini dikeluarkan makin bertambah secara tidak terkendali. Penduduk bersama investor yang tidak diketahui oleh BPWC saat akan membuat KJA baru. Implikasi kebijakan ini, jumlah KJA tetap meningkat. BPWC tidak sanggup mencegahnya disebabkan dalam SK tidak diatur bagaimana upaya mengurangi jumlah, dan bagaimana menghentikan kegiatan KJA yang tidak memenuhi syarat teknis. Petani merasakan kebijakan ini berada dalam status quo, sehingga dipandang oleh mereka bahwa kebijakan ini belum bisa diterapkan sepenuhnya, yakni maksimal jumlah KJA sebanyak 12.000 petak. Akibatnya KJA tetap saja makin bertambah. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 45 Tahun 2003 merupakan kebijakan lanjutan dari kebijakan sebelumnya yang ditujukan bagi masuknya Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat. Implementasi di lapang menimbulkan gejolak di kalangan petani KJA, dimana mereka harus menyerahkan retribusi produksi perikanan sebesar 0,1% dari seluruh total produksi. Akan tetapi akhirnya SK ini dalam perjalanannya dibatalkan oleh Departemen Dalam Negeri. Pada sisi pengelola, keberadaan retribusi
166
bagi petani ikan KJA, tidak memberikan kenyamanan, disebabkan PT PJB-BPWC harus membayar pajak atas semua kegiatan produksi listriknya, sementara itu petani KJA yang turut berperan menurunkan produksi listrik PT PJB-BPWC harus memberikan retribusi produksi KJA 0,1% kepada Dispenda yang sama sekali tidak berkontribusi terhadap produksi listrik. Hal yang menarik dari penerapan kebijakan ini adalah, pemerintah bertindak tegas dalam mengimplementasikan kebijakan ini terhadap semua petani ikan KJA dalam konteks retribusi 0,1%, sedangkan yang terkait dengan makin meningkatnya jumlah KJA, pemerintah tidak turut mendorong bagi penurunan jumlah KJA di perairan Waduk Cirata. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 7 Tahun 2011 (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bandung, 2011) adalah kebijakan terbaru yang akan diterapkan di Waduk Cirata dan merupakan kebijakan yang lebih memberikan harapan bagi upaya pelestarian lingkungan perairan Waduk Cirata. Dalam Perda ini diatur jumlah KJA maksimal sebanyak 20 petak. Petunjuk pelaksanaan atas Perda ini belum terbit, sehingga BPWC sebagai pengelola tunggal Waduk Cirata harus menunggu waktu.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Penggunaan input benih ikan mas yang optimal adalah sebanyak 46,28 kg/musim tanam dan pakan sebanyak 1.685,02 kg. Apabila dengan memasukkan biaya lingkungan diperoleh input benih ikan mas yang optimal adalah sebanyak 31,66 kg/musim tanam. Penggunaan pakan sebanyak 756,24 kg. Terjadi perubahan Feed Convertion Ratio (FCR) dimana untuk usaha budidaya KJA tanpa biaya lingkungan mencapai 1,8, sedangkan bila biaya lingkungan disertakan FCR berubah menjadi 1,17. Ini berarti, akan memberikan efek baik bagi petani, dimana jumlah biaya pakan yang harus disiapkan lebih kecil (44,88%). Selain itu skala usaha produksi ikan mas KJA di perairan Waduk Cirata Jawa Barat increasing return scale, dimana usaha budidaya KJA masih cukup layak untuk diteruskan. 2. Sumber terjadinya Common Property di perairan Waduk Cirata adalah Perda Provinsi Jawa Barat No. 11 Tahun 1986 dan didukung oleh SK Gubernur Jawa Barat No. 27 Tahun 1994. Kebijakan berikutnya telah mengarah pada property
167
right. Dari semua kebijakan yang dibuat oleh Pemda, sebagai pemilik wilayah, kelemahan mendasar adalah pada tingkat implementasi apabila terkait dengan kepentingan instansi lain yang tidak berada di bawah instansi pemerintahan daerah.. 4.2. Saran 1. Diperlukan keseriusan dari BPWC dan Pemda Jawa Barat untuk melakukan sosialisasi secara berkelanjutan tentang pentingnya mencegah eksternalitas KJA melalui pola produksi yang lebih bertanggung jawab. 2. Diperlukan kebijakan khusus untuk mengurangi jumlah KJA sesuai dengan daya dukung lingkungan dengan pola penjatahan kuota produksi. 3. Selain kebijakan pengurangan jumlah KJA, diperlukan kebijakan lain yang mengatur agar jenis pakan yang dipakai adalah pakan yang terapung, sehingga akan mengurangi jumlah sedimentasi di dasar perairan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengelola Waduk Cirata. 2008. Laporan kegiatan Inventarisasi Sensus Kolam Jaring Apung. Bandung. Barbier, E.B. 2000. Valuing the Environment as Input: Review of Applications to Mangrove-Fishery Lingkages. Journal Ecological Economics 35 page 47-61. Elsevier Science Publieshers B.V. Amsterdam. Provinsi Jawa Barat. 2011. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Pengelolaan Perikanan. Bandung. Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Freeman, A. Myrick. Valuing Environmental Resources Under Alternative Managament Regimes. Journal Ecological Economics 3 (1991) page 247-256. Elsevier Science Publieshers B.V. Amsterdam. Halide, Halmar. 2008. Panduan Teknis CADS_Tool. Suatu Perangkat Pendukung Keputusan dalam Budidaya Keramba Jaring Apung Perangkat Lunak untuk Pengelola Keramba Jaring Apung di Laut dan Air Tawar. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, Sulawesi Selatan. Hartono, J. 1999. Teori Ekonomi Mikro Analisis Statis. Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Tasman, A. 2006. Ekonomi Produksi Teori dan Aplikasi. Edisi I. Chandra Pratama. Jakarta.
168