Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014
1–19
PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM (STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA) Adhi Suwanto, I Made Sudana
20–37
ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL OPERASIONALISASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN MEMENUHI HARAPAN MASYARAKAT Hesti Maheswari, Luna Haningsih
38-52
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) STUDI PADA PERUSAHAAN KEMASAN Eko Purwanto. Prasetyohadi, dan Firman Dwilaksana Rahardianto
53-67
PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFE ZAPATERIA Peggy Hariwan. Inggi Silviatni
68-76
MODEL PENGEMBANGAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR) MELALUI PEMBERDAYAAN MODAL INTELEKTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN (SURVEY DI KOTA BANDUNG) Wa Ode Zusnita. Ernie Tisnawati, dan Layinaturrobaniyah
77-89 90-103
DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL Wisudanto, Sugiarto FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF THE COMPANIES DOING INITIAL PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIA STOCK EXCHANGE IN THE PERIOD OF 2004-2011 Ferry Sugianto, Liliana Inggrit Wijaya
104-123
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI KOPERASI KARYAWAAN REDRYING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS DI BOJONEGORO Indrianawati Usman, Mohammad Agung Laksono
124-135
MAPPING OF TABLET PC BASED ON CONSUMER PERCEPTION (CASE STUDY OF BANDUNG ELECTRONIC CENTER VISITORS) Dini Turipanam Alamanda, Gamal Argi, Arif Partono
136-153
MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN KESAN KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA Ria Astuti Andrayani, Sri Setyo Iriani
Pedoman Penulisan Artikel Ilmiah 1. Artikel diketik tidak lebih dari 6.000 kata atau antara 15-16 halaman (huruf Times New Roman, font 12) pada halaman kertas A4. 2. Marjin halaman atas, bawah, kanan, dan kiri adalah 1” dan jarak 1,5 spasi. 3. Sistematika pembahasan dalam artikel setidaknya terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: a. Judul b. Nama Penulis c. Jabatan dan Alamat Korespondensi Penulis d. Abstrak: Disajikan di awal teks dan maksimal 200 kata dalam Bahasa Inggris. Abstrak diikuti dengan sedikitnya empat kata kunci (keywords). e. Pendahuluan: Menguraikan latar belakang (motivasi) penelitian, rumusan masalah penelitian, pernyataan tujuan, dan (jika dipandang perlu) organisasi penulisan artikel. f. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis: Memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan logis untuk mengembangkan hipotesis atau proposisi penelitian dan model penelitian (jika dipandang perlu). g. Metode Penelitian: Memuat metode seleksi, pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, serta metode analisis data. h. Hasil dan Pembahasan: Memuat hasil analisis penelitian dan pembahasan hasil penelitian. i. Simpulan: Berisi pembahasan mengenai temuan dan simpulan penelitian. j. Daftar Referensi: Memuat sumber-sumber yang dikutip dalam penulisan artikel. Hanya sumber yang diacu yang dimuat di daftar referensi ini. 4. Kutipan langsung yang panjang (lebih dari 3,5 baris) diketik dengan jarak baris satu dengan indented style (bentuk berinden). 5. Semua halaman termasuk lampiran dan referensi harus diberi nomor urut halaman. 6. Setiap tabel atau gambar diberi nomor urut, judul, dan sumber (bila relevan). Judul tabel ditulis di atas tabel sedangkan judul gambar ditulis di bawah gambar. Sumber gambar/tabel ditulis di bawah gambar/tabel. 7. Kutipan dalam teks sebaiknya ditulis di antara kurung buka dan kurung tutup yang menyebutkan nama akhir penulis, tahun tanpa koma, dan nomor halaman jika dipandang perlu. Contoh: a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Miller 1977). Jika disertai nomor halaman: (Miller 1977: 245) b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (Jensen dan Meckling 1976) c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis (Laporta dkk. 2000 atau Laporta et al. 2000) d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang berbeda (Sharpe 1963; Litner 1964) e. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (Miller 2003, 2008). Jika tahun publikasi sama (Jensen 1986a, 1986b) f. Sumber kutipan yang berasal dari pekerjaan suatu institusi sebaiknya akronim institusi yang bersangkutan, misalnya (UNAIR 2008) 8. Setiap artikel harus memuat daftar referensi (hanya yang menjadi sumber kutipan) dengan ketentuan penulisan sebagai berikut: a. Daftar referensi disusun sesuai alfabet nama penulis atau nama institusi. b. Susunan setiap referensi: nama penulis, tahun publikasi, judul jurnal atau buku teks, nama jurnal atau penerbit, nomor halaman. Contoh: Abel, A.B. 1983. Optimal Investment under Uncertainty. American Economics Review 73/1: 228-233. Abowd J.M, dan D.S. Kaplan. 1999. Executives Compensation: Six Questions that need Answering. NBER working paper: 1-37. American Accounting Association. 1977. Committee on Concepts and Standards for External Financial Reports. Statement on Accounting Theory and Theory Acceptance. Sarasota, FL: AAA. Megginson, W.L. 1997. Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Educational Publishers Inc. 9. Setiap penyerahan artikel harus melampirkan uraian singkat bibliografi penulis dan anggota tim penulis (jika ada). 10. Penyerahan artikel Artikel diserahkan dalam bentuk soft copy melalui e-mail kepada:
alamat redaksi PENGURUS PUSAT FORUM MANAJEMEN INDONESIA
Universitas Airlangga Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Kampus B, Jalan Airlangga 4, Surabaya 60286 Fax 031 5026288 Email
[email protected]
iii
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM (STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA)
Adhi Suwanto E-mail:
[email protected] I Made Sudana E-mail:
[email protected] Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
ABSTRACT This study aims to examine the stock market reaction to the announcement of the stock buy back with two indicators of AAR and CAAR. The sample taken is a company that does the announcement of stock buy back in the period 2008 - 2013. Study also tested the market reaction between two groups of companies announcing stock buyback based on BAPEPAMLK regulations are used. The first group are companies conducting announcements of stock but back by BAPEPAM-LK regulations number XI.B.2 which is rules on stock buy back under normal conditions and the second group by BAPEPAM-LK regulation number XI.B.3 which is rules on stock buy back on market conditions potentially crisis. The results showed that there was a significant positive market reaction around the announcement of the stock buy back as indicated by the value of AAR and CAAR are significant. The results also showed that there were significant differences in market reaction between companies that stock buy back announcements reference to BAPEPAM -LK regulations number XI.B.2 with the companies referring to BAPEPAM -LK regulations number XI.B.3. Market reaction to the company that conducting stock buy back announcements with reference to the rules BAPEPAM-LK number XI.B.2 have been reacted all positively, whereas the company that refers to BAPEPAM -LK regulation number XI.B.3 there are some that have been reacted negatively. Keywords : Buy back, Abnormal return, BAPEPAM-LK Regulation,.
1
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
PENDAHULUAN Ada dua cara bagi perusahaan dalam memperlakukan keuntungan bersih yang didapat perusahan, yaitu menhanan di perusahaan dalam bentuk laba ditahan (retained earning) dan dibagikan kepada pemegang saham (payout policy). Payout policy ini bisa dilakukan dengan dua cara juga yaitu dibagikan dalam bentuk deviden (cash devidend), dan melakukan pembelian kembali saham yang beredar (stock buyback). Sebagai salah satu alternatif pendistribusian dana kas kepada pemegang saham, pembelian kembali saham semakin banyak dilakukan oleh perusahaan sebagai alternatif pengganti pembayaran deviden. Perusahaan akan melakukan pembelian saham kembali apabila memiliki dana lebih (excessive cash) yang diperoleh dari keuntungan perusahaan dan peluang investasi kedepan yang relatif kurang menjanjikan. Hasil pembelian saham kembali oleh perusahaan dapat disimpan sebagai treasury stock dengan tujuan untuk dijual kembali apabila harga saham perusahaan sudah sesuai dengan nilai seharusnya. Pada tahun 2008, saat krisis ekonomi di Amerika Serikat membawa dampak ke hampir semua negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dampak dari krisis tersebut adalah terjadi penurunan yang signifikan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia. Hampir semua harga saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI mengalami koreksi yang cukup tajam terutama saham-saham papan atas (blue chips), sehingga mengakibatkan IHSG turun hingga 51.17 % dari 2.830 menjadi 1.340. BAPEPAM-LK sebagai otoritas bursa waktu itu merespon dengan mengeluarkan peraturan No. XI.B.3 pada tanggal 10 Oktober 2008 tentang pembelian kembali saham oleh emiten atau perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berpotensi krisis sebagai pengganti peraturan tentang pembelian kembali saham No. XI.B.2. Dengan dikeluarkannya peraturan baru tentang stock buy back tersebut diharapkan dapat mengurangi penurunan indeks harga saham gabungan di bursa sebagai dampak dari krisis keuangan global yang melanda pasar modal di seluruh dunia. Dalam peraturan No. XI.B.3 tersebut BAPEPAM-LK memperlonggar aturan dalam pembelian saham kembali, seperti tidak wajib mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham, batas maksimal pembelian saham menjadi 20% dari modal disetor, serta tidak adanya pembatasan besarnya volume pembelian kembali saham dalam satu hari. Peraturan baru yang mempermudah tata cara pembelian kembali saham tersebut direspon dengan baik oleh beberapa perusahaan yang ditandai dengan melonjaknya jumlah perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian saham kembali pada periode tahun 2008 sampai tahun 2009. Setelah kondisi harga saham membaik, maka peraturan No. XI.B.3 ini kembali dicabut oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 10 April 2010 dan memberlakukan kembali peraturan No. XI.B.2. Selama periode tahun 2008 - tahun 2013 terdapat 90 perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham, terdiri atas 49 perusahaan mengacu pada peraturan No. XI.B.3 dan 41 perusahaan mengacu pada peraturan No. XI.B.2 Dampak dari pengumuman pembelian kembali saham tampak pada reaksi pasar yang salah satunya diukur dengan abnormal return saham pada hari-hari selama pengamatan (Ariyanto dan Rinaningtias, 2009). Menurut penelitian sebelumnya pengumuman pembelian kembali saham memberikan sinyal positif bagi investor, sehingga meningkatkan minat investor terhadap saham perusahaan yang melakukan buy back. (Stephens & Maxwell, 2003; Rahma, 2009; Nishikawa et al, 2011; Rasbrant, 2011; Junizar, 2013).
2
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Pada penelitian ini di samping menguji reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham pada semua perusahaan yang termasuk dalam sampel penelitian, juga akan membandingkan perbedaan reaksi pasar pada perusahaan yang dalam pembelian kembali sahamnya mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dengan perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 pada periode tahun 2008 – tahun 2013.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian sebelumnya Maxwell dan Stephens (2003) meneliti dampak pengumuman buy back terhadap pasar saham dan pasar obligasi. Pada penelitian tersebut dilakukan pengamatan terhadap perubahan peringkat obligasi di sekitar tanggal pengumuman untuk melihat apakah terjadi wealth transfer dari pemegang obigasi ke pemegang saham. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa abnormal return saham bernilai positif, sedangkan untuk return obligasi bernilai negatif walaupun tidak signifikan. Lestari (2008) meneliti dampak pengumuman pembelian kembali saham terhadap return saham berdasarkan alasan perusahaan melakukan pembelian kembali saham. Perusahaan dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan alasan melakukan buy back, yaitu meningkatkan harga saham melalui peningkatan laba bersih perlembar saham dan meningkatkan harga saham melalui peningkatan dividen perlembar saham. Dalam penelitian tersebut perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham juga diuji berdasarkan tingkat pertumbuhannya dengan menggunakan Tobin Q, dimana perusahaan juga dibagi menjadi dua kelompok perusahaan berdasarkan nilai Tobin Q yaitu kelompok perusahaan dengan pertumbuhan tinggi dan kelompok perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada pengelompokan perusahaan berdasarkan alasan melakukan pembelian kembali saham. Pada pengelompokan perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham berdasarkan tingkat nilai Tobin Q terjadi perbedaan yang signifikan antara perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Penelitian tentang buy back juga dilakukan oleh Mulia (2009), yang menguji pengaruh pengumuman pembelian kembali saham terhadap bondholder, stockholder dan value perusahaan. Data yang digunakan adalah 30 pengumuman pembelian kembali saham pada periode 2001-2007. Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa nilai average abnormal return dan cummulative abnormal return yang secara signifikan bernilai positif disekitar tanggal pengumuman, yang mengindikasikan terjadinya wealth effect kepada pemegang saham. Di samping itu ditemukan bahwa cashflow dan undervaluation berpengaruh signifikan terhadap besar CAR. Dari sisi peringkat obligasi baik prediksi maupun aktual, sebagian besar tidak menunjukkan adanya penurunan peringkat setelah pengumuman buy back. Begitu juga dengan value perusahaan mengalami peningkatan, sehingga menguntungkan pemegang saham. Nishikawa et al (2011) melakukan penelitian untuk menguji dampak wealth transfer dari pemegang obligasi ke pemegang saham dengan adanya program pembelian kembali saham dengan cara pembelian melalui pasar terbuka (open market). Dampak pembelian kembali tersebut dilihat melalui reaksi pasar saham dan obligasi, serta memeriksa wealth effect
3
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
transfer dengan mengklasifikasikan subsampel berdasarkan atribut sensitif terhadap dampak transfer kekayaan, termasuk peringkat obligasi, ukuran pembelian kembali, keberadaan perjanjian dividen, dan pendapatan saham. Hasilnya adalah terjadi perubahan abnormal return saham positif secara signifikan, sedangkan untuk instrumen obligasi menunjukkan penurunan harga negatif secara signifikan.
Rasbrant (2011) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari pengumuman transaksi buy back dengan metode open market repurchase terhadap reaksi pasar bursa di Swedia dengan data yang diperoleh dari NASDAQ OMX Stockholm. Reaksi pasar diproksikan dengan abnormal return dan uji melalui metode event study. Hasil penelitian mendokumentasikan bahwa pengumuman informasi buy back berpengaruh signifikan menaikkan abnormal return perusahaan-perusahaan Swedia yang melakukan buy back sebesar 1,94 %, adapun return perusahaan juga mengalami kenaikan positif. Penelitian tentang buy back selanjutnya dilakukan oleh Nittayagasetwat et al (2013) dengan mengambil sampel 78 pengumuman di stock exchange of Thailand (SET). Metode penelitian untuk mengamati reaksi pasar yang digunakan adalah dengan event study. Penelitian tersebut ditujukan untuk mengetahui efek pengumuman pembelian kembali saham terhadap abnormal return perusahaan disekitar tanggal pengumuman. Hasil penelitian yang didapat adalah terdapat abnormal return positif sebesar rata-rata 2.23%, dengan level of significance 1% . Penelitian mengenai pengaruh suatu event atau kejadian terhadap reaksi pasar antara lain juga dilakukan oleh Junizar (2013). Dalam penelitian tersebut data yang digunakan sebagai sampel akhir adalah 20 pengumuman pembelian kembali saham. Sebagaimana penelitian yang lain metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui reaksi pasar di sekitar pengumuman adalah event study. Hasil penelitian tersebut menemukan adanya peningkatan positif signifikan terhadap variabel abnormal return dan trading volume activity di sekitar pengumuman. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa terjadi perbedaan average abnormal return (AAR) dan average trading volume activity (ATVA) yang signifikan pada 5 hari sebelum dengan 5 hari setelah pengumuman buy back dilakukan.
Tinjauan Teoritis Pendapatan Saham Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah investasi saham yang berupa pendapatan aktual (actual return) atau pendapatan ekpektasi (expected return). Pendapatan aktual merupakan pendapatan yang sudah terjadi maka perhitungannya didasarkan pada data historis harga saham. Pendapatan aktual merupakan salah satu pengukur kinerja perusahaan dan data historis dari pendapatan aktual dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penentuan pendapatan ekspektasi. Pendapatan aktual merupakan pendapatan keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Pendapatan aktual terdiri dari keuntungan modal (capital gain) atau kerugian modal (capital loss) dan yield. Pendapatan aktual biasa disebut juga dengan return saja dan dinyatakan dalam rumusan :
Return = Capital Gain (Loss) + Yield . . . . . . . . . . . . . . . . 1)
4
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu. Jika harga investasi sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga investasi periode lalu (Pt-1) berarti terjadi keuntungan modal, jika sebaliknya maka terjadi kerugian modal. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu. Untuk saham, yield adalah persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya. Pada penelitian ini pendapatan saham hanya memperhitungkan capiatal gain saja, yang dihitung berdasarkan harga penutupan harian. Pendapatan aktual dapat diformulasikan sebagai berikut :
………………..2) Keterangan : Rit = Pendapatan saham i pada hari t Pt = harga sekuritas pada periode t Pt-1= harga sekuritas pada periode t-1
Penelitian yang dilakukan Brown dan Warner (dalam Bahrum, 2009) menyatakan bahwa pendapatan ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Mengestimasi pendapatan ekspektasi dapat menggunakan 3 model yaitu mean-adjusted model, market model, dan diukur market adjusted model. Pada penelitian ini pendapatan yang diharapkan dengan market adjusted model sebagai berikut:
……………….3)
Pendapatan pasar (RMt) diukur dengan rumus:
…………………4) Keterangan: IHSG t = Indeks hagra saham gabunga pada hari t IHSG t-1 = Indeks harga saham gabungan hari t-1
Pendapatan abnormal atau abnormal return merupakan selisih antara pendapatan yang sesungguhnya terjadi (actual return) dengan pendapatan ekspektasi (expected return) (Jogianto, 2001). Menurut Jogiyanto (2005), studi peristiwa menganalisis abnormal return
5
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
dari sekuritas yang mungkin terjadi disekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Abnormal return dapat dihitung dengan rumus:
ARit = Rit - E(Rit). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5)
Keterangan : ARit
: Abnormal return saham i pada hari t
Rit
: Tingkat pengembalian i aktual saham i pada hari t
E(Rit) : Tingkat pengembalian yang diharapkan saham i pada hari t
Pengujian adanya abnormal return tidak dilakukan untuk masing-masing sekuritas, tetapi dilakukan secara agregat dengan menguji rata-rata abnormal return seluruh sekuritas secara cross section untuk tiap-tiap hari di periode peristiwa (event periode).
……………………………….6) Keterangan : AAR,t : Average abnormal return pada hari ke-t ARi,t : Abnormal return untuk saham i pada hari ke-t N
: Jumlah sekuritas
Akumulasi rata-rata pendapatan tidak normal atau cummulative average abnormal return merupakan penjumlahan rata-rata pendapatan tidak normal (average abnormal return) untuk hari sebelumnya. Cummulative average abnormal return dirumuskan sebagai berikut :
CAAR = ∑ AAR,t . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7)
Keterangan : CAAR : akumulasi rata-rata pendapatan tidak normal (average abnormal return) pada hari ke-t
6
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Efisiensi Pasar Modal Fama (1970) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), yaitu:
1. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (weak form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga surat berharga saat ini betul-betul menggambarkan seluruh informasi yang terkandung dalam harga-harga surat berharga di masa-masa lalu. Informasi masa lalu merupakan informasi yang sudah terjadi. Jika pasar efisien dalam bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak dapat dipergunakan untuk memprediksi harga sekarang. Ini berarti bahwa untuk pasar yang efisien dalam bentuk lemah investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan abnormal return. 2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (semi strong form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk setengah kuat jika harga-harga surat berharga betulbetul menggambarkan seluruh informasi yang dipublikasikan. Jadi tak seorang pun investor yang mampu memperoleh tingkat pengembalian yang berlebihan dengan hanya menggunakan sumber-sumber informasi yang dipublikasikan. Termasuk jenis informasi ini adalah laporan tahunan perusahaan atau informasi yang disajikan dalam prospektus, informasi mengenai posisi perusahaan pesaing, maupun harga saham historis. 3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (strong form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua informasi yang tersedia, termasuk informasi yang privat. Jika pasar modal efisien dalam bentuk ini maka tidak ada individual atau grup dari investor yang dapat memperoleh abnornal return.
MODEL ANALISIS Untuk mengukur reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang terjadi pada perusahaan salah satu metode yang digunakan adalah event study. Event window ditentukan selama 7 (tujuh) dari sebelum event date (H-7) sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah event date (H+7).
7
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Kerangka pemikiran Pengumuman pembelian kembali saham
Pengumuman pembelian kembali saham mengacu peraturan XI.B.2
Pengumuman pembelian kembali saham mengacu peraturan XI.B.3
AAR2 dan CAAR2
AAR1 dan CAAR1
Uji Beda
PERUMUSAN HIPOTESIS Pengumuman program pembelian saham kembali adalah sinyal yang berharga ke pasar. Jika pasar modal adalah semi-efisien, harga ekuilibrium baru harus segera sepenuhnya mencerminkan nilai yang “benar” dari informasi baru (Rasbrant, 2011). Transaksi buy back sebagai suatu event yang dianggap memiliki pengaruh penting ini diharapkan akan memberikan suatu dampak atau reaksi kepada return saham. Penelitian yang dilakukan Maxwell dan Stephens (2003) dan Nishikawa et al., (2011) menyimpulkan bahwa buy back memiliki kandungan informasi yang menguntungkan (good news) bagi pemegang saham, sehingga abnormal return saham akan cenderung bergerak ke arah positif, sejalan dengan signaling theory yang menyatakan bahwa informasi yang dianggap menguntungkan akan memberikan reaksi pasar yang positif Junizar (2013).
H1 : Terdapat reaksi pasar yang positif atas pengumuman stock buy back di sekitar tanggal pengumuman pembelian kembali saham yang ditunjukkan oleh abnormal return yang siginifikan.
Dengan dikeluarkannya peraturan baru tentang pembelian kembali saham dalam kondisi pasar berpotensi krisis yaitu peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 yaitu diharapkan dapat membawa dampak pengurangan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). Sesuai dengan hipotesis sinyal informasi bahwa perusahaan yang melakukan pembelian saham kembali bertujuan untuk memberikan informasi atau sinyal positif kepada para pemegang saham mengenai kondisi perusahaan. Akan tetapi ketika kondisi suatu negara menghadapi ancaman krisis keuangan, maka tingkat kepercayaan investor terhadap faktor fundamental
8
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
ekonomi secara keseluruhan akan lebih berpengaruh daripada sinyal informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pengumuman pembelian kembali saham.
H2
:
Terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang signifikan antara pengumuman stock buyback perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dengan pengumuman stock buyback perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3.
METODE PENELITIAN Definisi Operasional Variabel Abnormal return (AR) , yaitu selisih antara pendapatan actual dengan pendapatan yang diharapkan dan diukur dengan rumus no. 5) Untuk menguji rekasi pasar atas pengumuman pembelian kembali saham setiap hari selama periode uji digunakan average abnormal return (AAR) yang diukur dengan rumus 6) dan cummulative average abnormal return (CAAR) yang diukur dengan rumus 7)
Prosedur Penentuan Sampel Dalam penelitian ini digunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria, yaitu :
1. Data penelitian yang digunakan adalah data-data dari perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2008 - tahun 2013 yang melakukan buy back. 2. Event date dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 adalah tanggal persetujuan dari rapat umum pemegang saham luar biasa atas rencana perusahaan untuk melakukan stock buy back. b. Perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 adalah tanggal pengumuman rencana pembelian kembali saham kepada PT. Bursa Efek Indonesia. 3. Saham perusahaan yang diteliti diperdagangkan secara aktif selama periode penelitian. 4. Perusahaan yang diteliti tidak melakukan aksi korporasi lain selain buy back saham seperti pembagian deviden, stock split, stock reverse, dan lain-lain pada periode pengamatan.
9
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
Pengelompokan Perusahaan yang Melakukan Pembelian Saham Berdasarkan Peraturan BAPEPAM-LK yang Digunakan Perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dikelompokkan dalam kelompok 1 dan perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 dikelompokkan dalam kelompok 2. Tabel 1. Pengelompokkan Perusahaan yang Melakukan Pengumuman Pembelian
Kembali Saham Berdasarkan Peraturan BAPEPAM-LK yang Digunakan.
No.
Kode Emiten
Tanggal No. Pengumuman
KELOMPOK 1
Kode Emiten
Tanggal Pengumuman
KELOMPOK 2
1
PNLF
28 Juni 2008
1
TLKM
12 Okt 2008
2
PNIN
28 Juni 2008
2
BUMI
13 Nop 2008
3
PNIN
18 Sept 2013
3
SCMA
13 Okt 2008
4
TLKM
20 Juni 2008
4
SGRO
11 Okt 2008
5
TLKM
25 Mei 2011
5
LSIP
12 Okt 2008
6
MEDC
17 Aprl 2008
6
WIKA
11 Okt 2008
7
BUMI
12 Juni 2008
7
ELSA
17 Des 2008
8
BUMI
23 Agst 2011
8
SMGR
12 Okt 2008
9
TBLA
30 April 2008
9
ANTM
12 Okt 2008
10
LSIP
23 April 2013
10
JSMR
12 Okt 2008
11
LPKR
15 Nop 2011
11
ADHI
12 Okt 2008
12
LPKR
13 Jan 2012
12
PGAS
22 Des 2008
13
AKPI
1 Juli 2011
13
APOL
12 Okt 2008
14
KPIG
26 Jan 2011
14
BUDI
16 Okt 2008
15
KPIG
23 Pebr 2012
15
TINS
12 Okt 2008
10
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
16
CTRP
9 Mei 2011
16
BTEL
15 Okt 2008
17
CTRP
10 Juni 2012
17
ELTY
14 Okt 2008
18
PTBA
3 Juli 2012
18
ACES
20 Okt 2008
19
SIMP
23 April 2013
19
JTPE
27 Okt 2008
20
WINS
21 Mei 2013
20
JPRT
15 Okt 2008
21
BMTR
29 Agst 2013
21
MICE
15 Okt 2008
22
BCAP
29 Agst 2013
22
BLTA
12 Okt 2008
23
BHIT
29 Agst 2013
23
MNCN
17 Okt 2008
24
PNBN
3 Sept 2013
24
PKPK
15 Okt 2008
25
CMNP
5 Sept 2013
25
INDF
1 Des2008
26
RBMS
10 Sept 2013
26
AKPI
19 Peb 2010
27
SSIA
11 Sept 2013
27
CPIN
19 Okt 2010
28
MSKY
13 Sept 2013
29
SMBR
16 Sept 2013
30
DILD
17 Sept 2013
31
MLIA
22 Okt 2013
32
ECII
27 Nop 2013
33
BBRM
16 Des 2013
Sumber: www.idx.com diolah
Diskripsi hasil penelitian Diskripsi pendapatan aktual saham perusahaan berdasarkan pengelompokan penggunaan peraturan BAPEPAM-LK dalam pembelian kembali saham, hasilnya dipaparkan pada Tabel 2.
11
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 2: Pendapatan Aktual Saham Perusahaan Yang Melakukan Buy Back Saham Berdasarkan Pengelompokan Penggunaan Peraturan BAPEPAM-LK
Hari
Kelompok 1
Kelompok 2
Ke-
Min
Max
Mean
Min
Max
Mean
H-7
-0.1000
0.0684
-0.0094
-0.1304
0.0526
-0.0195
H-6
-0.0435
0.1157
0.0141
-0.1200
0.0548
-0.0210
H-5
-0.1857
0.0595
-0.0076
-0.0721
0.1234
0.0006
H-4
-0.1316
0.1111
0.0045
-0.2816
0.0200
-0.0842
H-3
-0.0235
0.2121
0.0170
-0.2030
0.0430
-0.0621
H-2
-0.1622
0.0821
-0.0102
-0.0994
0.1000
0.0069
H-1
-0.0656
0.1143
0.0128
-0.0966
0.0130
-0.0200
H0
-0.0735
0.0621
0.0012
-0.1724
0.0705
-0.0288
H+1
-0.0409
0.2261
0.0351
-0.1000
0.0973
0.0065
H+2
-0.0194
0.1348
0.0128
-0.0973
0.0999
0.0401
H+3
-0.0563
0.1571
0.0049
-0.1000
0.0994
0.0060
H+4
-0.0448
0.0313
-0.0012
-0.1765
0.0870
-0.0300
H+5
-0.0272
0.3600
0.0154
-0.1838
0.0884
-0.0429
H+6
-0.0435
0.0391
-0.0075
-0.1875
0.0252
-0.0422
H+7
-1.0000
0.0476
-0.0449
-0.0956
0.1449
-0.0056
Sumber: Data diolah
Pada kelompok 1, actual return tertinggi ditemukan pada H+5 dengan nilai 0.3600 dan actual return terendah ditemukan pada H-7 dengan nilai -1.000. Untuk average actual return tertinggi ditemukan pada H+1 dengan nilai 0.0643 dan average actual return terendah ditemukan pada H+7 dengan nilai -0.0001. Pada kelompok 2, actual return tertinggi ditemukan pada H+7 dengan nilai 0.1449 dan actual return terendah ditemukan pada H-4 dengan nilai -0.2816. Untuk average actual return tertinggi ditemukan pada H+2 dengan nilai 0.0401 dan average actual return terendah ditemukan pada H-3 dengan nilai -0.0621.
12
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham diukur dengan melakukan pengujian abnormal return selama periode uji (event windows). Abnormal return ini diukur dengan menggunakan indikator AAR dan CAAR. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan reaksi pasar yang signifikan antara pengumuman pembelian kembali saham perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dengan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3, maka dilakukan pengelompokan sampel berdasarkan dua jenis perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian saham kembali. Kemudian dengan menggunakan indikator AAR dan CAAR masing-masing kelompok tersebut dilakukan uji t dua sampel dua arah dengan (α) = 5 %. Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pembelian Kembali Saham Hasil analisis dan pengujian hipotesis reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham untuk keseluruhan sampel dipaparkan pada Tabel 3. Tabel 3: Average Abnormal Return (AAR) dan Cummulative Average
Abnormal
Return(CAAR)
Hari ke
AAR
Sig. 1-tailed
CAAR
Sig. 1-tailed
H-7
0.0189
0.0010*
0.0189
0.0013*
H-6
0.0300
0.0000*
0.0489
0.0000*
H-5
0.0221
0.0000*
0.0709
0.0000*
H-4
-0.0009
0.9300
0.0701
0.0001*
H-3
0.0111
0.1130
0.0812
0.0000*
H-2
0.0114
0.0130*
0.0926
0.0000*
H-1
0.0187
0.0070*
0.1113
0.0000*
H0
0.0184
0.0010*
0.1297
0.0000*
H+1
0.0392
0.0000*
0.1689
0.0000*
H+2
0.0297
0.0000*
0.1986
0.0000*
H+3
0.0255
0.0010*
0.2241
0.0000*
H+4
0.0114
0.0160*
0.2355
0.0000*
H+5
0.0190
0.0210*
0.2544
0.0000*
H+6
0.0107
0.0330*
0.2651
0.0000*
H+7
0.0005
0.9750
0.2657
0.0000*
Sumber: Data diolah *) significant (α) 5%
13
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Berdasarkan Tabel 3. memperlihatkan bahwa reaksi pasar atas pengumuman pembelian kembali saham yang diukur dengan AAR, menunjukkan pasar bereaksi positif signifikan pada 12 hari selama periode event windows dan 3 hari lainnya pasar bereaksi tidak signifikan. Berdasarkan indikator CAAR, pengumuman pembelian kembali direaksi pasar positif signifikan pada semua hari dalam periode event window. Dengan demikian berdasarkan indikator AAR, hasil pengujian hipotesis (H1) terbukti pada 12 hari pengujian, dan berdasarkan indikator CAAR terbukti pada 15 hari pengujian, artinya hipotesis H1 diterima pada sebagian besar hari pengujian. Perbandingan Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kembali Saham Perusahaan Yang Mengacu Pada Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dan Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 Berdasarkan indikator AAR dan CAAR selama event windows, menunjukkan adanya reaksi pasar yang signifikan terhadap pengumuman pembelian kembali saham. Dalam melakukan pembelian kembali saham, ada perusahaan yang melakukannya dengan mengacu pada pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 sebagai kelompok 1 dan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 sebagai kelompok 2. Untuk mengetahui perbedaan reaksi pasar pada pengumuman pembelian kembali saham berdasarkan kelompok penggunaan peraturan BAPEPAM-LK dapat diuji dengan membandingan AAR dan CAAR pada kedua kelompok perusahaan tersebut dengan menggunakan uji t dua sampel independen dua arah dan α = 5 %, yang hasilnya dipaparkan pada Tabel 4. Pada kelompok 1, average abnormal return (AAR) tertinggi pada H+1 terjadi akibat adanya abnormal return positif yang cukup tinggi pada beberapa perusahaan yang melakukan pengumuman kembali saham pada hari tersebut. AAR terendah pada H+7 terjadi akibat adanya abnormal return negatif yang cukup rendah pada beberapa perusahaan yang melakukan pengumuman kembali saham pada hari tersebut. Pada kelompok 2, average abnormal return (AAR) tertinggi pada H+2 terjadi akibat adanya abnormal return positif yang cukup tinggi pada beberapa perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham pada hari tersebut. AAR terendah pada H-4 terjadi akibat adanya abnormal return negatif yang cukup rendah pada beberapa perusahaan yang melakukan pengumuman kembali saham pada hari tersebut. Berdasarkan Tabel 4. hasil uji t dua dua kelompok sampel memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan AAR secara signifikan pada 11 hari periode event windows dan 4 hari lainnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti berdasarkan indikator AAR, hipotesis H2 terbukti pada 11 hari pengujian, sedangkan 4 hari pengujian tidak terbukti, dengan kata lain hipotesis H2 diterima pada sebagian besar hari pengujian.
14
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 4. Perbandingan Data AAR dan CAAR Hasil Uji Signifikansi Sekitar Tanggal Pengumuman Pembelian Kembali Saham Berdasarkan Kelompok Perusahaan
AAR
Hari Ke -
Kelompok Kelompok 1 2
CAAR
Sig. 2tailed
Kelompok 1
Kelompok 2
Sig. 2tailed
H-7
0.0306
0.0046
0.0196*
0.0306
0.0046
0.0196*
H-6
0.0456
0.0109
0.0100*
0.0762
0.0155
0.0012*
H-5
0.0248
0.0187
0.5977
0.1010
0.0342
0.0045*
H-4
0.0263
-0.0341
0.0001*
0.1274
0.0001
0.0000*
H-3
0.0338
-0.0165
0.0002*
0.1611
-0.0164
0.0000*
H-2
0.0207
0.0000
0.0198*
0.1818
-0.0164
0.0000*
H-1
0.0463
-0.0152
0.0000*
0.2282
-0.0315
0.0000*
H0
0.0373
-0.0046
0.0001*
0.2654
-0.0361
0.0000*
H+1
0.0590
0.0150
0.0065*
0.3244
-0.0212
0.0000*
H+2
0.0360
0.0221
0.1451
0.3604
0.0009
0.0000*
H+3
0.0283
0.0220
0.6718
0.3887
0.0230
0.0000*
H+4
0.0252
-0.0056
0.0005*
0.4139
0.0174
0.0000*
H+5
0.0371
-0.0032
0.0111*
0.4510
0.0142
0.0000*
H+6
0.0313
-0.0144
0.0000*
0.4822
-0.0002
0.0000*
H+7
0.0011
-0.0001
0.9714
0.4833
-0.0004
0.0000*
Sumber: Data diolah. *) Significant (α) 5% .Berdasarkan indikator CAAR kelompok 1 mengindikasikan pasar bereaksi positif disekitar tanggal pengumuman pembelian kembali saham. Pada kelompok 2, nilai CAAR berfluktuasi sangat tipis dengan perbandingan nilai positif dan negatif yang seimbang. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa berdasarkan indikator CAAR terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok 1 dan kelompok 2 pada semua hari pengujian. Hal ini berarti hipotesis H2 terbukti pada semua hari pengujian, dengan kata lain hipotesis H2 dapat diterima.
15
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
PEMBAHASAN Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pembelian Kembali Saham Berdasarkan hasil analisis Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk keseluruhan sampel hasil uji AAR sebagian besar mengindikasikan terjadi reaksi pasar yang positif, kecuali pada H-4 terjadi reaksi pasar negatif. Hasil uji statistik menunjukkan 12 hari selama periode uji terjadi AAR yang signifikan sedangkan 3 hari tidak signifikan. Ditinjau dari indikator CAAR menunjukkan bahwa selama periode uji keseluruhan CAAR mengindikasikan reaksi pasar yang positif signifikan. Hal ini terjadi karena pengumuman pembelian kembali saham merupakan tindakan korporasi yang akan berdampak pada peningkatan harga saham di pasar modal. Peningkatan harga saham akan berakibat pada peningkatan pendapatan saham (actual return) yang pada akhirnya akan meningkatkan AAR. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasbrant (2011), Nittayagasetwat et al (2013) dan Junizar (2013) yang menemukan adanya abnormal return yang positif secara signifikan disekitar tanggal pengumuman pembelian kembali saham. Perbandingan Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kembali Saham Perusahaan Yang Mengacu Pada Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dan Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 Berdasarkan hasil analisis perbandingan Tabel 4, menunjukkan bahwa pengumuman pembelian kembali saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 (kelompok 1) selalu direaksi pasar secara positif selama periode pengujian baik dilihat dari indikator AAR maupun CAAR, dibandingkan dengan pengumuman pembelian kembali saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 (kelompok 2) yang menunjukkan terdapat reaksi pasar negatif selama periode pengujian. Hal ini terjadi karena peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dikeluarkan untuk perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham pada kondisi normal, sehingga memberikan sinyal yang positif bagi investor. Dalam kondisi normal dengan adanya pengumuman pembelian kembali saham, investor berharap terjadi kenaikan harga saham, karena jumlah saham yang beredar akan berkurang. Apabila permintaan terhadap saham tetap, maka harga saham akan naik sehingga meningkatkan pendapatan saham. Pengumuman pembelian kembali saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 dikeluarkan sebagai respon atas krisis global tahun 2008 yang berdampak pada turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia. Dengan demikian pengumuman pembelian kembali saham berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan secara individu, tetapi juga untuk meningkatkan IHSG yang saat itu sedang turun secara drastis. Oleh karena itu terjadi reaksi pasar berbeda dibandingkan dengan pengumuman pembelian kembali saham pada kondisi pasar yang normal. Pada kondisi krisis, pengumuman pembelian kembali saham tidak bisa meningkatkan harga saham sebagaimana pada kondisi normal, sehingga masih terjadi AAR maupun CAAR yang negatif ketika kondisi krisis. Bila dilihat dari perusahaan yang tergabung pada kelompok 2, dapat dilihat bahwa perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham yang dijadikan sampel
16
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
penelitian mayoritas adalah perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham pada tahun 2008 yaitu 25 perusahaan dan hanya 2 perusahaan saja yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham pada tahun 2010. Tahun 2008 adalah tahun dimana Indonesia menghadapi ancaman krisis keuangan akibat krisis keuangan yang terjadi di luar negeri, sehingga lebih berpengaruh daripada sinyal informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pengumuman pembelian kembali saham. Dengan demikian perusahaan sebaiknya melakukan pengumuman pembelian kembali saham jika kondisi ekonomi normal. Hal ini karena pada kondisi ekonomi yang normal reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham adalh positif, sedangkan pada kondisi krisis cendrung direaksi negatif.
SIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Terjadi reaksi pasar positif signifikan di sekitar pengumuman pembelian kembali saham yang ditunjukkan dengan nilai AAR dan CAAR yang siginifikan.
2.
Terdapat perbedaan reaksi pasar yang signifikan antara perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAMLK No. XI.B.2 tentang pembelian kembali saham emiten pada kondisi normal dengan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 tentang pembelian kembali saham emiten pada kondisi pasar berpotensi krisis, ditunjukkan dengan adanya perbedaan AAR dan CAAR yang signifikan antara dua kelompok perusahaan tersebut.
3.
Reaksi pasar terhadap perusahaan pada kelompok 1 yaitu perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAMLK No. XI.B.2 seluruhanya direaksi positif, sedangkan perusahaan pada kelompok 2 yaitu perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK no. XI.B.3 ada sebagian yang direaksi negatif.
4.
Pengumuman pembelian kembali saham sebaiknya dilakukan pada kondisi ekonomi yang normal, karena direaksi positif oleh pasar.
17
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Nur S. 2010. “Reaksi Pasar atas Pengumuman PROPER Terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Ariyanto, Budi. 2009. “Pengaruh Merger atau Akuisisi Terhadap Volume Perdagangan dan Harga Saham.” Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Asquith, Paul, and David W. Mullins, Jr. 1986. “Signaling with Dividends, Stock epurchases, and Equity Issues”. Financial Management. p. 27-44. Bahrum, Devina. 2009. ”Pengaruh Pengumuman Marger dan Akuisisi Terhadap Reaksi Pasar pada Perusahaan di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Elton. E.J dan M. Gruber, 1995, Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Ed.5, John Willy and Sons Inc, Toronto. Fama F. Eugene, 1991, Efficient Capital Market II, Journal of Finance, Vol.XLVI No. 5, December. Grullon, Gustavo, and Roni Michaely. 2002. “Dividends, Share Repurchases and the Substitution Hypothesis”. Journal of Finance 57, h. 1649-1684. Muhammad Luky Junizar dan Aditya Septiani,2013, “Pengaruh Pengumuman Pembelian Kembali Saham (Buy Back) Terhadap Respon Pasar: Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Jogiyanto Hartono, 2008, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFEYogyakarta, Edisi Kelima, Yogyakarta. Jogiyanto Hartono, 2005, Pasar Efisien secara Keputusan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mackinlay, A. Craig, 1997. Event Studies in Economics and Finance, Journal ofEconomic Literature, Vol.XXXV (March), p.13-39. Maxwell, William F. And Stephens Clifford P. 2003. ”The Wealth Effects of Repurchases on Bondholders.” The Journal of Finance, Vol. LVIII, No.2,h. 895-919. Mulia, Rahma M. 2009. “Pengaruh Stock Repurchase Terhadap Stockholder , Bondholder , dan Value Perusahan di Indonesia Periode 2001-2007”. Skripsi Fakultas Ekonomi Univetsitas Indonesia, Jakarta. Nishikawa, Takeshi, Prevost, Andrew K., Rao, Ramesh P. 2011. “ Bond Market Reaction to Stock Repurchases : is There a Wealth Transfer Effect?” The Journal of Financial Research, Vol. XXXIV, No. 3, p. 503-522. Peterson, Pamela. P. 1998. Event Studies: A Review of Issues and Methodology, Quarterly, Journal of Business and Economics, Vol.28, No.3, Summer. 18
Adhi Suwanto I Made Sudana
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol.2, Nomor 1, Oct 2014
Rasbrant, Jonas. 2011. ”The Price Impact of Open Market Share Repurchases”, Department of Industrial Economics and Management, KTH Royal Institute of Technology, Sweden. Rinaningtias, Resti D. 2009. ”Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Bom J.W. Marriott dan Ritz Carlton 17 Juli 2009”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang. Rudi Hermawan. 2004. “Reaksi Pasar terhadap Pergantian Presiden”, Tesis (tidak dipublikasikan), Magister Manajemen Universitas Airlangga, Semarang Samsul, Mohammad. 2006. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”. Erlangga, Surabaya. Saud Husnan. 2005. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. Edisi Kelima, BPFE, Yogyakarta. Sant, Rajiv dan Ferris, Stephen, 1994, Seasoned Equity Offering: The Cases of All Equity Firm, Journal of Business Finance and Accounting (JBFA), 21 (3),April, p.429-444 Sudana, I Made. 2011. “Manajemen Keuangan Perusahaan, Teori dan Praktek”. Erlangga, Jakarta. Tandelilin, Eduardus. 2001. “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio”. BPFE UGM: Yogyakarta. Treisye Arience Lamasigi. 2002. “Reaksi Pasar Modal Terhadap PeristiwaPergantian Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001: Kajian TerhadapReturn Saham LQ-45 di PT. Bursa efek Jakarta”, Simposium NasionalAkuntansi IV, 5-6 September, Semarang. Vermaelen, T. (1981). Common stock repurchases and market signaling. Journal of Financial Economics, 9(2), 139-183. Wansley, James W., William R. Lane, and Salil Sarkar. (1989). Management’s View on Share Repurchase and Tender Offer Premiums. Financial Management. 91-110. WiyadaNittayagasetwat and Aekkachai Nittayagasetwat, 2013,Common Stock Repurchases: Case of Stock Exchange of Thailand, International Journal of Business and Social Science, Vol. 4 No. 2 (February)
19
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL OPERASIONALISASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN MEMENUHI HARAPAN MASYARAKAT Hesti Maheswari (Universitas Mercu Buana) Luna Haningsih (Universitas Mercu Buana)
[email protected] ABSTRACT This study aims to establish a model operationalization BOS program, through the analysis of Quality Function Deployment. This study was based on the presence of a variety of complaints that come from the communities to the BOS program that they can not benefit from the one hand, and the other side the Government felt that the implementation of BOS has reached three rights are the right time, the right amount, and on target. Public dissatisfaction conditions to the program evidenced by the high dropout rates.The extent to which the BOS program helps students in education funding, in turn raises a big question mark because of government policies and rhetoric seem apparent.Because it was the children of farmers, laborers, street vendors, low class servants, janitors still do not get the ease and lightness in education.Free school which echoed the Government would make society under increasingly sad to hear that. The first results of this study is the expectationof the people to the BOS program, namely:most of BOS funds can be used to offset the cost of student transportation, schools have adequate science laboratories and maximum usage, quality textbooks provided by the school, BOS program can ease the burden of school, students can discuss with the teacher outside of school hours, andSchool Committee oversees use of the funds. From this analysis known gap formed between community expectations with the level of BOS concept is still very high, both western and central regions Indonesia.Researchers feel that there is no proper policy of the Government to secure the nation's ideals in improving quality through Learning Program 9 years.Therefore, we need strategies to be more comprehensive to narrow the gap between idealism with the realities on the ground, so that education becomes more obvious problems 'roots' and more 'effective and efficient' ways to overcome. Redesigns recommended are monitoring and evaluation, increase teacher motivation, integrated management system, operational guidelines for use of the funds, supervision attached, and additional facilities. To accomplish these results it is necessary to continue the research terms, that is for two eastern Indonesia: Maluku and Papua. Keywords: recommendation of operationalization model BOS program, quality function deployment
20
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
I. PENDAHULUAN Keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dapat kita lihat salah satunya melalui pemberlakuan wajib belajar (wajar) 9 tahun. Dengan program ini diharapkan tidak akan ada SDM bangsa yang tidak berpendidikan di tanah air, minimal pendidikan dasar. Pemerintah menargetkan program ini tuntas tahun depan. Hal ini didukung dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7–15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Secara umum Program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1) Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta; 2) Menggratiskan seluruh siswa SD dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional dan sekolah bertaraf internasional; 3) Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Faktanya di lapangan, terlihat strategi ini tampaknya masih menghadapi persoalan.Salah satunya, kenaikan biaya pendidikan yang terkesan tidak terkendali, yaitu ada pembebasan biaya disatu komponen semisal SPP, namun banyak komponen lain yang harus dibayar dalam jumlah yang tidak murah,misalnya, pakaian seragam, uang pangkal, biaya ulangan umum atau ujian, dan lainnya, sehingga, terutama bagi masyarakat miskin, memenuhi standar pendidikan wajar 9 tahun bukan persoalan mudah. Keterpurukan ekonomi tidak boleh dijadikan alasan pemerintah untuk membiarkan biaya pendidikan menjadi tidak terkendali seperti saat ini, setidaknya strategi ini harus diamankan untuk wajar 9 tahun. Angka partisipasi murni SD saat ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 60-an persen dengan kecenderungan membaik setiap tahun. Namun, jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa.Sementara itu, jumlah mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang (Litbang Kompas, Januari 2009).Tidak ada yang salah dengan ProgramBOS, hanya saja perlu dipahami, bahwa pertama;persepsi masyarakat yang berbeda tentang BOS dan harus secepatnya diluruskan.Masyarakat berpikir bahwa dengan adanya BOS, biaya sekolah benar-benar gratis seratus persen. Kedua,para pelaksana di lapangan sengajamemperbesarRencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah, sehingga mereka mempunyai alasan untuk tetap memungut sejumlah dana. Tujuan mulia saja dari program BOS tidak cukup untuk menjadikannya sebuah kebijakan yang baik.Pada kenyataannya, BOS dikelilingi beberapa persoalan yang jika tidak diatasi secara arif berpotensi mengurangi keberhasilan pencapaian tujuan mulia tersebut.Masalah utama terkait dengan program BOS sebenarnya terletak pada pengendalian dan pengawasannya.Ada dua level pengawasan yang diperlukan, yakni pengawasan penggunaan dana BOS dan pengawasan terhadap efektivitas program BOS. Idealnya, komite sekolah sebagai representasi masyarakat/orangtua diberi otoritas untuk mengawasi penggunaan BOS
21
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
di sekolah.Pemerintah perlu pula mengawasi apakah mekanisme pengawasan oleh komite sekolah berjalan, atau justru terjadi kolusi di antara keduanya. Sejauh mana efektivitas program BOS membantu siswa dalam pembiayaan pendidikan begitu juga bantuan-bantuan pembiayaan lainnya, pada akhirnya menimbulkan tanda tanya besar. Dalam upaya memaksimalkan manfaat Program BOS maka sebaiknya ada pihak yang aktif mengevaluasi pelaksanaan BOS dengan melihat langsung pada fenomena yang ada dilapangan yaitu pada masyarakat yang menikmati dana BOS. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu : 1. Mendapatkan gambaran harapan masyarakat terhadap program BOS. Dalam hal ini peneliti ingin mendapatkan gambaran secara komprehensif tentang harapan, persepsi dan pandangan masyarakat terhadap Program BOS, sehingga Pemerintah dapat merealisasikannya. 2. Mendapatkan gambaran kepuasan masyarakat terhadap Program BOS. Seberapa jauh mereka merasa terbantu dalam membiayai sekolah anak-anaknya dengan adanya program ini. 3. Mendapatkan gambaran karakteristik teknis dari Program BOS yang sebenarnya. Definisi, batasan, ruang lingkup dan model Program BOS, sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan tepat dan jelas maksud dan tujuan dengan adanya Program BOS. 4. Mendapatkan gambaran antara idealisme pemerintah dalam tataran „konsep‟ dan „realitas pelaksanaan‟ Program BOS di lapangan, sehingga dapat diketahui seberapa jauh Program BOS ini sudah benar-benar tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh anak bangsa, sesuai visi, misi dan tujuannya. 5. Merumuskan modeloperasionalisasi dan kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah, agar tujuan Program BOS tercapai sesuai diamantkan dalam UU No. 20 ayat 2 dan 3.
II. KAJIAN PUSTAKA BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Indikator utama efektivitas pelaksanaan Program BOS adalah (1) mayoritas anak usia pendidikan dasar bersekolah APM > 95%, (2) berkurangnya Angka Putus Sekolah, dan (3) berkurangnya beban orangtua untuk menyekolahkan anaknya di pendidikan dasar. Untuk kepentingan ini Pemerintah sebagai pemilik program harus mengkaji, mengawasi, termasuk mengendalikan pelaksanaan programnya. Proses pengawasan yang paling mudah adalah dengan mengetahui kepuasan masyarakat terhadap program ini. Informasi ini kemudian dipadukan dalam desain Program BOS, bagaimana agar tiap area fungsional dapat memahami dan melaksanakannya. Dengan matriks house of quality (metode QFD), kita dapat mengetahui seberapa besar gap atau penyimpangan dari apa yang diharapkan dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Dari matriks ini kita dapat melihat apakah karakteristik yang menjadi keunggulan sebuah Program BOS telah dapat memuaskan masyarakat sesuai dengan tujuan Program BOS.Pada tahap 22
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
pertama penelitian, analisis dilakukan hingga ruang 3 bagan house of quality, yang menggambarkan harapan masyarakat terhadap program BOS, kepuasan masyarakat terhadap program tersebut, dan karakteristik teknis program BOS. Pada tahap kedua penelitian, penelitian akan dilanjutkan 3 langkah lagi, yaitu: 1) menganalisis hubungan harapan masyarakat terhadap program BOS dengan karakteristik teknis yaitu keunggulan dari program BOS yang memang Pemerintah Indonesia berikan untuk masyarakat. 2) Menghubungkan masing-masing karakteristik teknis untuk kepentingan perbaikan karakteristik yang satu dengan karakteristik lainnya. 3) Menentukan karakteristik teknis yang harus didesain ulang karena tidak sesuai dengan harapan masyarakat, yang kemudian akan diusulkan sebagai perbaikan pelaksanaan program BOS.
III. PEMBAHASAN Harapan dan Persepsi Masyarakat Terhadap Program BOS Dari hasil telaah terhadap kuesioner terbuka maka ditemukanrata-rata kebutuhan masyarakat terhadap sekolah yang nota bene memperoleh dana BOS untuk ketiga wilayah Indonesia, yaitu : 1) Murid mendapat kursi dan meja belajar; 2) Sirkulasi udara di ruang kelas baik; 3) Taman sekolah sebagai paru-paru sekolah; 4) Terdapat peralatan laboratorium IPA; 5) Sarana olahraga; 6) Buku-buku pelajaran tersedia; 7) Sanitary sekolah bersih; 8) Tulisan pada papan tulis terbaca; 9) Siswa berseragam dengan baik; 10) Masyarakat tidak dipungut uang pangkal/uang gedung; 11)Sekolah bebas dari iuran bulanan; 12) Kegiatan ekstra kurikuler tidak dipungut biaya; 13) Sekolah bebas biaya UTS; 14) Bebas biaya UAS; 15) Buku-buku dipinjamkan; 16) Lembar kerja siswa (LKS) diberikan cuma-cuma; 17) Program BOS meringankan beban biaya sekolah; 18) Pembebanan biaya melihat kemampuan keuangan masing-masing; 19) Kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik; 20) Sekolah tidak pernah memulangkan siswa lebih cepat dari jadwalnya; 21) Guru menguasi materi pelajaran; 22) Kemauan mengajar guru; 23) Guru banyak memberikan soal-soal latihan; 24) Guru membahas seluruh soal yang diberikan; 25) Guru seorang sarjana pendidikan; 26) Guru mengenal baik setiap siswa; 27) Siswa dapat berdiskusi dengan gurunya di luar jam belajar; 28) Materi yang disampaikan sesuai dengan satuan acara pelajaran/silabi; 29) Guru mengajar hingga siswa paham; 30) Guru membahas seluruh soal latihan yang diberikan; 31) Kurikulum sekolah sesuai dengan kurikulum pemerintah; 32) Guru memberikan pendalaman materi kepada siswa; 33) Program BOS meringankan beban biaya sekolah; 34) Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah; 35) Tidak ada pungutan sekolah yang harus dibayar; 36) Orang tua terlibatdalam penyusunan RAPBS; 37) Orang tua terlibat dalam pengawasan penggunaan dana BOS; 38) Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS; dan 39) Kegiatan ekstra kurikuler terlaksana dengan baik Gambaran Kepuasan Masyarakat Terhadap Program BOS Populasi pada penelitian ini adalah Orang tua siswa dan siswa SDN dan SMPN di seluruh Indonesia yang terbagi dalam wilayah Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur dengan teknik penarikan sampel yaitu dengan metode convenience sampling. Dari hasil uji validitas tingkat kepentingan dan kepuasan (SD) terdapat 8 dan 6 atribut invalid untuk digunakan sebagai alat ukur, sehingga tidak dapat dijadikan instrumen dalam penelitian ini. Sedangkan untuk hasil uji validitas tingkat kepentingan dan kepuasan (SMP), terdapat 9 dan 2 23
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
atribut yang tidak valid. Hasil pengujian reliabilitas instrument, instrumen penelitian reliable untuk kedua jenis sekolah. Tabel 1.Analisa GAP Kepuasan Masyarakat SD Terhadap Program BOS N o .
Atribut Pelayanan
GAP IB
GAP IT
GAP KB
1
Sirkulasi udara di ruang kelas baik
-1,4
-0,3
-1,3
2
Sekolah memiliki peralatan laboratorium IPA
-2,7
-3,2
-2,0
3
Buku-buku pelajaran disediakan oleh sekolah
-2,6
-2,8
-1,7
4
Sanitary sekolah bersih
-1,6
-0,7
-0,8
5
Tulisan pada papan tulis dapat terbaca dari tempat duduk siswa
-2,2
-1,6
-2,0
6
Siswa berseragam dengan baik
-0,8
-0,7
0,2
7
Anda tidak dipungut uang pangkal/uang gedung oleh sekolah
-1,9
-0,6
0
8
Sekolah bebas dari iuran bulanan seperti SPP atau BP3
-2,2
-0,2
0
9
Kegiatan ekstra kurikuler tidak dipungut biaya oleh sekolah
-2,1
-1,9
-1,4
1 0
Sekolah ini bebas biaya ulangan tengah semester
-1,6
0
0
1 1
Siswa dibebaskan dari biaya ulangan akhir semester
-1,4
-0,8
0
1 2
Buku-buku dipinjamkan oleh sekolah kepada siswanya
-1,2
-2,8
-0,3
1 3
Lembar kerja siswa (LKS) diberikan cuma-Cuma
-2,2
-3,7
-2,0
1 4
Program BOS meringankan beban biaya sekolah yang harus Anda bayar
-2,4
-0,9
0
1 5
Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada setiap murid, namun melihat kemampuan keuangan masing-masing
-2,4
-1,8
-2,0
1 6
Guru menguasi materi pelajaran yang diberikan kepada siswa
-2,2
-1,2
-1,9
24
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
17
Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar
-2,1
-2,7
-1,8
18
Guru banyak memberikan soal-soal latihan
-2,3
-2,8
-1,4
19
Guru membahas seluruh soal yang diberikan
-2,2
-3,3
-2,5
20
Siswa dapat berdiskusi materi pelajaran dengan gurunya di luar jam belajar pada hari sekolah
-2,5
-2,2
-1,4
21
Materi yang disampaikan sesuai dengan satuan acara pelajaran/silabi
-2,2
-0,4
-1,0
22
Guru mengajar hingga siswa paham
-2,3
-2,7
-1,4
23
Guru memberikan pendalaman materi kepada siswa yang terlambat dalam menyerap materi
-2,3
-3,7
-0,4
24
Program BOS meringankan beban biaya sekolah anak Anda
-2,6
-1,4
0
25
Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah
-2,8
-3,1
-2,3
26
Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS
-2,0
-2,8
-1,1
27
Orang tua terlibat dalam pengawasan penggunaan dana BOS
-1,9
-2,8
-1,2
28
Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS
-2,5
-1,9
-1,4
2,093
1,899
1,099
Sumber : data diolah Peneliti
Temuan hasil penelitian pada tahap pertama (Indonesia Barat) menunjukkan bahwa program BOS yang diharapkan oleh masyarakat (SD) adalah program yang harus dapat menyelesaikan masalah mereka mulai dari mereka berangkat sekolah, mendapat pelajaran di sekolah sampai dengan kembali lagi ke rumah (-2,8). Tingginya angka putus sekolah jelas bukan karena biaya sekolah seperti biaya ekskul, LKS, dan kegiatan-kegiatan lain, namun karena tidak adanya uang untuk biaya transportasi anak menuju sekolah. Pengadaan dan penggunaan laboratorium IPA juga belum memadai(-2,7). Dari hasil wawancara pada level, ditemukan bahwa laboratorium IPA memang ada di sekolah namun sekolah tidak memanfaatkannya untuk praktek karena takut cepat rusak.Buku-buku sekolah elektronik memang dibagikan sekolah(-2,6), namun kualitasnya yang kurang memadai menyebabkan guru lebih senang menggunakan buku-buku dengan penerbit yang lebih terkenal karena banyak contoh-contoh soal sekaligus pembahasan disamping kualitas kertas dan lem kertas yang lebih kuat sehingga tidak mudah rusak. 25
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Sekolah dapat menyelenggarakan bimbingan kepada siswa-siswinya yang menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi belajar maupun masalah pelajaran sekolah hanyalah angan-angan semata (-2,5).Guru seperti karyawan pabrik yang ingin cepat-cepat pulang setelah jam kerjanya habis. Begitu bel pulang sekolah berbunyi banyak guru yang ikut bergegas pulang bersama siswa-siswinya. Orang tua mendampingi sekolah dalam mengawasi penggunaan dana BOS sebagai komite sekolah (-2,5) tidak pernah ideal pelaksanaannya. Menurut hasil wawancara, komite sekolah masih sangat jauh dari fungsi sesungguhnya. Komite sekolah hanya menjadi pihak yang harus menandatangani seluruh dokumen terkait penggunaan dana BOS dan bukan mengawasinya. Kesempatan untuk mengevaluasipun tidak diberikan. Memaksa untuk melakukan tugasnya dengan baik sama dengan membuka masalah baru antara sekolah dengan orang tua siswa sebagai komite sekolah yang berdampak buruk terhadap anak pengurus komite sekolah. Indonesia Tengah, ditemukan kasus-kasus lemahnya daya tangkap siswa di daerah pedalaman karena lambatnya daerah menyerap teknologi akibat akses yang sangat sulit terjangkau. Masyarakat Indonesia Tengah membutuhkan guru yang berdedikasi tinggi, sehingga mau memberikan bimbingan lebih kepada siswa-siswi ini sehingga dapat mengejar ketertinggalannya dengan siswa-siswi yang ada di pusat-pusat kota besar. Sementara Program BOS ternyata belum mampu memotivasi guru untuk memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Pelajaran tambahan hanya diberikan kepada siswa yang akan menghadapi ujian nasional, padahal juklak memberikan bimbingan belajar untuk seluruh level kelas sebenarnya sudah ada pada program BOS. Lembar kerja siswa (LKS) sebagai sarana belajar yang cukup efektif, digunakan oleh beberapa sekolah sebagai alat pengumpul uang dengan menaikkan harganya. Juklak pemberian dana transportasi bagi siswa-siswi dengan kondisi ekonomi yang sangat parah sudah ada, namun tidak tersalurkan. Banyak dari mereka akhirnya putus sekolah karena kondisi seperti ini berlangsung cukup lama dan mereka akhirnya putus asa menghadapinya. Pelajaran sekolah semakin banyak tertinggal, kondisi ekonomi terus melilit.Pilihan antara sekolah atau membantu orang tua mencari nafkah untuk menyambung hidup adalah bukan pilihan yang sulit bagi mereka. Teriakan perut dirinya dan jika mungkin adik-adiknya membuat mereka dapat dengan cepat memutuskan untuk keluar dari bangku sekolah. Pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang ternyata memberikan hasil analisa GAP yang berbeda dalam mengukur kepuasan masyarakat terhadap program BOS. Ketidakpuasan yang paling besar adalah pada atribut 19, Guru membahas seluruh soal yang diberikan. Soal-soal memang diberikan melalui lembar kerja siswa (LKS) namun LKS tersebut jarang sekali dijamah guru. Idealnya LKS dikerjakan di rumah agar tidak banyak membuang waktu, kemudian dibahas di sekolah bersama guru. Namun pada kenyataannya guru biasanya mengerjakan pekerjaan lain namun tetap di dalam kelas, sedangkan siswa diinstruksikan untuk mengerjakan LKS sendiri. Kondisi ekonomi yang timpang satu dengan lainnyadi kota besar seperti DKI Jakartajuga menjadi masalah, di satu sisi anak ingin bersekolah dan bermain dengan temannya, namun disisi lain lain mereka harus bekerja membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup. Maka tak heran jika DKI Jakarta sebagai kota besar mempunyai angka putus sekolah lebih dari 5%. 26
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gap pada kota besar (-1,099) memang lebih kecil dibandingkan wilayahbarat (-2,093) dan Tengah (-1,899). Pengawasan pelaksanaan program BOS di kota-kota besar bisa jadi lebih mudah dilakukan oleh pemerintah, sehingga penyimpangan yang terjadi juga lebih kecil. Komisi pemberantasan korupsi kerap membayang-bayangi mereka yang akan menyimpang. Sedangkan untuk daerah yang jauh dari kota dan cukup sulit untuk dijangkau oleh pengawas, memberi kesempatan kepada pihak pengemban amanat untuk mengalihkan ke kebutuhan yang lain yang bisa saja sebenarnya dibutuhkan oleh sekolah atau sebaliknya malah diselewengkan. Hasil penelitian analisa gap kepuasan masyarakat terhadap program BOS pada level pendidikan SMP rerata wilayah Indonesia Barat menunjukkan bahwa seluruh atribut menghasilkan gap yang negatif. Orang tua siswa dan siswa itu sendiri mempunyai kepentingan yang ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan realitas kinerja yang diberikan sekolah sebagai pengemban amanat program BOS. Ketidakpuasan masyarakat adalah pada guru kurang memberikan soal latihan di kelas sehingga siswa cenderung tidak terlatih dan tidak trampil. Guru di sekolah bukan seorang sarjana pendidikan sehingga mereka tidak memahami pendekatan proses pengajaran yang efektif, seperti bagaimana mengajar matematika yang menyenangkan bagi siswa. Guru tidak membahas seluruh soal latihan yang diberikan sehingga siswa tidak tahu jawaban yang benar, Program BOS belum sepenuhnya meringankan beban biaya sekolah. Siswa sulit berdiskusi materi pelajaran dengan gurunya di luar jam belajar dan pendalaman materi bagi siswa yang sangat lambat dalam menyerap materi menjadi atribut yang tidak memuaskan berikutnya. Tabel 2.Analisa GAP Kepuasan Masyarakat (SMP)Terhadap Program BOS No. Atribut
Atribut Pelayanan
GAP IB
GAP IT
GAP KB
1
Sirkulasi udara di ruang kelas baik
-0,9
-0,8
-0,6
2
Sekolah memiliki peralatan laboratorium IPA
-1,9
-2,2
-0,2
3
Sekolah mempunyai sarana olahraga
-1,9
-3,3
-0,2
4
Buku-buku pelajaran disediakan oleh sekolah
-1,7
-2,2
-0,4
5
Sanitary sekolah bersih
-1,5
-0,2
-1,5
6
Siswa berseragam dengan baik
-0,7
-0,5
0
7
Anda tidak dipungut uang pangkal/uang gedung oleh sekolah
-2,2
-1,1
0,8
8
Sekolah bebas dari iuran bulanan seperti SPP atau BP3
-2,2
0
0
9
Sekolah ini bebas biaya ulangan tengah semester
-2,9
-1,2
0
27
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
10
Siswa dibebaskan dari biaya ulangan akhir semester
-2,3
-1,5
0,5
11
Buku-buku dipinjamkan oleh sekolah kepada siswanya
-1,3
-0,2
0,5
12
Program BOS meringankan beban biaya sekolah yang harus Anda bayar
-2,5
-0,8
0
13
Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada setiap murid, namun melihat kemampuan keuangan masing-masing
-2,3
-1,9
-1,2
14
Kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik
-1,7
0,1
0,4
15
Sekolah tidak pernah memulangkan siswa lebih cepat dari jadwalnya
-1,6
-0,8
-0,2
16
Guru menguasi materi pelajaran yang diberikan kepada siswa
-2,0
-0,4
-1,0
17
Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar
-1,5
-0,6
-1,2
18
Guru banyak memberikan soal-soal latihan
-2,6
-0,8
0
19
Guru membahas seluruh soal yang diberikan
-2,1
-3,2
-1,2
20
Guru disekolah seorang sarjana pendidikan
-2,6
-0,4
-0,8
21
Guru mengenal dengan baik setiap siswa di kelas
-2,1
-0,8
-1,4
22
Siswa dapat berdiskusi materi pelajaran dengan gurunya di luar jam belajar pada hari sekolah
-2,5
-1,9
-1,2
23
Guru mengajar hingga siswa paham
-1,8
-1,8
-0,9
24
Guru memberikan pendalaman materi kepada siswa yang terlambat dalam menyerap materi
-2,4
-2,3
-1,4
25
Program BOS meringankan beban biaya sekolah anak Anda
-2,6
-1,7
0
26
Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah
-2,3
-3,8
-1,2
27
Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS
-2,3
-3,6
0,1
28
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
28
Orang tua terlibat dalam pengawasan penggunaan dana BOS
-2,1
-3,0
0,2
29
Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS
-2,2
-2,8
-0,8
RATA-RATA
-2,05
-1,50
-0,49
Sumber : data diolah Peneliti Wilayah Indonesia Tengah (Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur) memberikan hasil yang agak berbeda dengan wilayah Indonesia Barat.Ternyata wilayah ini bersih dari pungutan SPP dan atau BP3 kepada siswa didiknya dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik pemerintah memberikan nilai positif (memuaskan). Sedangkan Ketidakpuasan tertinggi terhadap pelayanan sekolah adalah: Lagi-lagi masyarakat mengeluhkan tidak adanya subsidi pemerintah berupa dana transportasi siswa menuju sekolah, seperti terjadi pada masyarakat bagian barat Indonesia (-3,8).Tidak ada sama sekali keterlibatan orang tua dalam penyusunan RAPBS (-3,6). Padahal mereka berharap agar dapat duduk dalam pengurus Komite Sekolah dan memasukkan mata anggaran biaya transportasi bagi siswa tidak mampu dalam RAPBS. Pengawasan penggunaan dana BOS pun sulit dilakukan oleh pihak yang disebut sebagai Komite Sekolah. Masyarakat juga menyarankanbesarnya subsidi ini seharusnya tidak sama pada setiap wilayah, karena ketimpangan kondisi ekonomi antara di kota besar dan daerah pedalaman sangat tinggi. Penelitian ini juga menemukan minimnya sarana olahraga standar (ketidaksesuaian ukuran, tidak ada sarana lempar lembing, tolak peluru dan lempar cakram) (-3,3), padahal pelajaran olah raga adalah pelajaran favorit siswa karena pelajaran ini identik dengan bermain. Gap kepuasan masyarakat terhadap program BOS untuk empat kota besar pada level SMP sangat kecil yaitu -0,49, namun masih ada atribut yang tidak memuaskanyaitu guru membahas seluruh soal latihan yang diberikan (-1,8), sanitary sekolah bersih (-1,5), guru memberikan pendalaman materi bagi siswa yang terlambat menyerap materi pelajaran dan guru mengenal baik seluruh siswa dengan gap (-1,4). Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada setiap murid, namun melihat kemampuan keuangan masing-masing, Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar, Guru membahas seluruh soal yang diberikan, dan Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah (-1,2). Di kota-kota besar, pihak sekolah sangat takut memungut iuran dalam bentuk apapun kepada masyarakat, apalagi dengan judul uang gedung, uang pangkal, dan uang ulangan. Sarana dan prasarana sekolah sudah dibiayai pemerintah lewat dana RKB, selain masyarakat yang sudah pintar, maju dalam hal teknologi informasi yang akan dengan cepat melaporkan jika terdapat kecurangan dana BOS. Orang tua dalam wadah komite sekolah berperan aktif membantu sekolah dalam berbagai hal yang berkaitan dengan penghimpunan dana tambahan untuk mendukung proses belajar mengajar. Ditambah lagi inisiatif orang tua siswa memberikan kursus bimbingan belajar untuk anaknya, karena mereka merasa sekolah tidak maksimal proses belajar mengajarnya.
29
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Technical Characteristics (3 rd Room)
Adapun karakteristik teknispelayanan SD dan SMP penerima dana BOS adalah sebagai berikut: 1) Seluruh dana BOSdisalurkan ke seluruh sekolah; 2) Sistem pengawasan melekat; 3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah dan pemerintah; 4) Penyusunan, penggandaan & penyebaran juklaksebagai pedoman pelaksanaan program BOS; 5) Sosialisasi program tentang mekanisme pelaksanaan; 6) Standarisasi sistem database; 7) Monitoring dan Evaluasi; 8) Peningkatan motivasi guru; 9) Pelayanan pengaduan masyarakat; 10) Juklak penggunaan dana BOS; 11) Juklak pengorganisasian BOS di sekolah; 12) Menggratiskan seluruh siswa miskin; 13) Meringankan beban biaya operasional sekolah di sekolah swasta; 14) Menambah fasilitas sekolah; 15) Berkurangnya angka putus sekolah; 16) Berkurangnya beban orang tua. Technical Correlations (5 th room)
Technical correlation yang menunjukkan hubungan yang kuat antara karakteristik teknis berarti perbaikan pada item yang satu memberi dampak pada perbaikan item yang lain, bahkan bisa menyebabkan multiplier efect. Prioritas Redesain Program BOS (6th room) Menurut hasil analisis dengan bagan house of quality, desain ulang terhadap karakteristik teknis program BOS untuk wilayah barat dan tengah Indonesia adalah sebagai berikut: 1.
Monitoring dan Evaluasi Karakteristik teknis yang pertama kali harus didesain ulang adalah Monitoring dan Evaluasi. Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan monitoring dan evaluasi adalah: a) Membentuk komite sekolah dari pegawai kelurahan dan atau kecamatan atau pemuka agama agar pengawasannya dapat maksimal dan tidak takut terjadi intervensi terhadap siswa. b) Mengadakan pelatihan atau bimbingan teknis kepada para komite sekolah, sehingga mereka memahami juklak peruntukkan dana BOS c) Mensahkan setiap rencana pengeluaran yang sesuai dengan juklak peruntukkan dana BOS dan tidak mau mensahkan laporan pertanggungjawaban jika transaksi tanpa pengesahan terlebih dahulu.
2.
Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah, dan pemerintah, berarti membuat mekanisme bersama agar ketiga pihak ini transparan dalam menjalankan perannya masing-masing. Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan sistem pengelolaan terpadu adalah: a) Setelah menerima dana BOS informasikan waktu penerimaan, jumlah, dan rencana penggunaan dana tersebut kepada komite sekolah.
30
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
b) Sebelum menggunakan uang untuk membayar bahan atau kegiatan operasional, sekolah harus meminta persetujuan terlebih dulu kepada komite sekolah. c) Laporan pertanggungjawaban akhir yang diberikan ke pemerintah harus ditembuskan ke komite sekolah. 3.
Motivasi guru dalam melayani siswa didik seharunya meningkat searah dengan peningkatan dana BOS yang diberikan pemerintah. Namun kenyataannya program BOS telah menyebabkan sekolah sibuk mengikuti mekanisme program. Karena harus membuat laporan pertanggungjawaban yang sangat merepotkan Bendahara BOS dan pejabat lainnya yang juga bertugas sebagai guru, tidak sempat lagi mencari terobosan baru dalam mengajar dengan cara yang menarik dan menyenangkan.
4.
Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan motivasi guru adalah: a) Pekerjaan yang terkait dengan program BOS, seperti misalnya Bendahara BOS tidak boleh dipegang oleh seorang guru. Sekolah menunjuk pegawai tata usaha bagian keuangan untuk membuat laporan ini yang diawasi oleh Kepala Sekolah. b) Sekolah menunjuk anggota komite sekolah sebagai bendahara BOS atau asisten bendahara BOS. Mekanismen ini sekaligus mengawasi penggunaan dana BOS c) Menambah jam kerja guru di sekolah. Guru tidak pulang pada saat jam sekolah berakhir, namun tetap di sekolah hingga pukul 16.00 agar guru dapat melayani siswa didik yang bermasalah. d) Pelatihan cara mengajar yang baik, menarik, dan menyenangkan harus dilakukan terutama untuk guru yang mengajar mata pelajaran yang sulit seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. e) Memberikan reward khusus kepada guru favorit siswa, agar guru lebih termotivasi melayani siswa didiknya.
5.
Juklak penggunaan dana BOS sangat jelas dan dengan mekanisme yang sangat teratur rapi. Namun karena keteraturannya ini terkesan sangat rumit. Rekomendasi: Membuat mekanisme yang lebih sederhana namun tetap terawasi, misalnya dengan membuat semacam kartu kredit, dimana didalamnya terdapat sejumlah dana BOS yang seharusnya dimiliki oleh sekolah. Kartu tersebut dapat dipakai untuk berbelanja atau diambil tunai yang besarnya mengikuti ketentuan batas per mata anggran. Jika satu mata anggaran sudah habis saldonya, maka pembelian baru untuk mata anggaran yang sama tidak akan pernah bisa dibayar oleh kartu tersebut.
6.
Sistem pengawasan melekat oleh pemerintah berarti mengawasi penggunaan dana BOS seutuhnya agar program tepat sasaran. Rekomendasi: a) Pemerintah menggali informasi tentang penduduk usia sekolah dasar di wilayahnya masing-masing. Apakah di wilayahnya semua penduduk usia sekolah bersekolah
31
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
32
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
33
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
b) Pemerintah mendeteksi kondisi ekonomi setiap keluarga yang mempunyai anak usia sekolah. Jika tidak mampu membiayai anaknya untuk berangkat kesekolah, maka harus diteruskan informasi ini ke sekolah terdekat dengan tempat tinggal calon siswa ini kemudian mewajibkan pihak sekolah menyisihkan dana BOS untuk biaya transportasi calon siswa ini. 7.
Penambahan fasilitas sekolah, Sekolah harus memperhatikan fasilitas pendidikan diantaranya Hal yang direkomendasikan untuk penambahan fasilitas sekolah penggunaan dana RKB dan pemerintah dalam dinas pendidikan melalui pengawas sekolah menginventarisir fasilitas sekolah.
8.
Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari biaya operasional sekolah. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah: a) Memisahkan kondisi ekonomi setiap siswa dengan tingkat ketelitian tinggi b) Membedakan proporsi subsidi untuk siswa yang satu dengan siswa lain tergantung pada kondisi ekonomi siswa tersebut. c) Pemerintah membuat klasifikasi kondisi ekonomi siswa dan batasan subsidi sesuai dengan klasifikasi tersebut. Pemerintah harus tahu kelompok masyarakat yang harus diberikan subsidi penuh.
9.
Meringankan beban atau biaya operasional sekolah di sekolah swasta. Pengawasan seharusnya lebih ketat kepada kelompok sekolah swasta yang diizinkan memungut biaya walaupun sekolah menerima dana BOS. Pastikan biaya yang dipungut benar-benar untuk pengembangan sekolah, penambahan fasilitas sekolah yang menyebabkan sekolah nyaman.
10. Untuk mengurangi angka putus sekolah Pemerintah harus meningkatkan keakuratan data usia sekolah hingga ke daerah pedalaman kemudian Pemerintah Pusat menginstruksikankepada Pemerintah Daerah yang kemudian diteruskan hingga lingkungan rukun warga dan rukun tetangga. 11. Berkurangnya beban orang tua untuk menyekolahkan anaknya di tingkat pendidikan dasar. Beban orang tua dalam menyekolahkan anaknya akan berkurang jika semua pihak terkait dengan penyaluran dana BOS benar-benar menjalankan fungsinya dan tidak melakukan kecurangan. 12. Pengaduan masyarakat akibat penyelenggaraan sekolah gratis harus dibuka seluas-luasnya, agar pemerintah dapat mengevaluasi berjalannya proses pendidikan. 13. Seluruh dana BOS disalurkan ke seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Pemerintah harus instrospeksi kembali tentang waktu penyalurannya yang sangat sering terlambat dan 34
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
14. menyebabkan mekanisme sekolah terkait pembayaran honor guru dan lain-lain menjadi kacau. 15. Hal yang perlu direkomendasikan terkait juklak pengorganisasian BOS di sekolah adalah tidak menunjuk seorang guru menjadi bendahara BOS. Lebih baik lagi jika bendahara BOS dipegang oleh anggota komite sekolah, agar pengawasan bisa lebih melekat. 16. Walapaun standarisasi sistem data basedterus dilakukan namun data di setiap sekolah belum seragam, terutama untuk sekolah-sekolah swasta kecil karena kurangnya tenaga profesional untuk melakukan tugas ini. Hal yang direkomendasikan untuk kondisi ini adalah pemerintah memberikan bimbingan teknis atau pelatihan terpadu.
IV. SIMPULAN Simpulan a.
Harapan masyarakatpada level pendidikan SD dan SMP terhadap Program BOS: Terdapat 28 harapan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan SD di sekolah-sekolah penerima program BOS. Sedangkan untuk level pendidikan SMP, ditemukan 29 tuntutan masyarakat terhadap pelayanan sekolah-sekolah peneriman Program BOS
b.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap program BOS dan menjadi harapan masyarakat adalah sebagai berikut: - Harapan terbesar orang tua siswa dan siswa SDadalah sebagai berikut:1) Sebagian dana BOS dapat digunakan untuk biaya transportasi, 2) Sekolah memiliki dan memaksimalkan penggunaan Laboratorium IPA 3) Buku-buku berkualitas tersedia& Program BOS dapat meringankan beban biaya sekolah , 4) Siswa dapat berdiskusi dengan gurunya di luar jam belajar, 5) Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS, 6) Guru bersedia memberikan pendalaman materi kepada siswa yang lambat menyerap materi, 2) Lembar kerja siswa (LKS) diberikan, 3) Guru membahas seluruh soal yang diberikan. - Harapan terbesar orang tua siswa dan siswa SMPadalah sebagai berikut: 1) Sekolah sepenuhnya membebaskan pungutan, 2) Program BOS meringankan biaya transportasi, 3) Guru banyak memberikan soal-soal latihan, 4) Guru membahas seluruh soal-soal, 5) Guru seorang sarjana pendidikan sehingga paham dalammendidik dan tahu cara yang tepat dalam mengajar. 6) Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS, 7) Sekolah mempunyai sarana olahraga, 8) Orang tua terlibat aktif dalam pengawasan penggunaan dana BOS, 9) Sanitary sekolah bersih, 10) Guru memberikan pendalaman materi, 11) Guru mengenal baik seluruh siswa, 12) Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada setiap murid, dan 13) Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar.
c.
Karakteristik teknis program BOS yang harus didesain ulang dan yang harus dipertahankan terdiri atas: 1) Seluruh dana BOS disalurkan ke seluruh sekolah,2) Sistem pengawasan 35
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
terpadu, 3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah dan pemerintah, 4) Penyusunan, penggandaan & penyebaran petunjuk pelaksanaan program sebagai pedoman pelaksanaan program BOS, 5) Sosialisasi program tentang mekanisme pelaksanaan, 6) Standarisasi sistem database, 7) Monitoring dan Evaluasi, 8) Peningkatan motivasi guru 9) Pelayanan pengaduan masyarakat, 10) Juklak penggunaan dana BOS, 11) Juklak pengorganisasian BOS, 12) Menggratiskan seluruh siswa miskin, 13) Meringankan beban biaya operasional sekolah di sekolah swasta, 14) Penambahan fasilitas sekolah 15)Berkurangnya angka putus sekolah, 16) Berkurangnya beban orang tua d.
Desain ulang yang direkomendasikan untuk karakteristik teknis program BOS diuraikan pada akhir bab lima. Desain besar harus dilakukan pada lima karakteristik dengan angka absolute dan relative importance terbesar yaitu 1) Monitoring dan Evaluasi, 2) Peningkatan Motivasi guru dalam melayani siswa didik, 3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah, dan pemerintah, 4) Juklak penggunaan dana BOS, dan 5) Sistem pengawasan melekat oleh Pemerintah
Saran a.
Pemerintah dapat mewujudkan berkurangnya angka putus sekolah bersamaan dengan meningkatnya angka partsipasi murni anak usia sekolah bersekolah jika mekanisme penyaluran dana BOS tidak hanya digunakan untuk keperluan bahan-bahan habis pakai namun utnuk membantu biaya transportasi siswa menuju sekolah.
b.
Pemerintah tidak boleh menyamaratakan kondisi ekonomi seluruh masyarakat begitu saja. Pemerintah harus mempunyai mekanisme pengawasan agar siswa yang cukup mampu mendapat porsi subsidi lebih kecil dibandingkan siswa yang tidak mampu sehingga sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan berkualitas tanpa membebani siswa yang tidak mampu.
36
Hesti Maheswari Luna Haningsih
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
REFERENSI Berita Antara, 7 Juli 2007 Dikti, 2010, Petunjuk Pelaksanaan BOS Evans, Lindsay, 2013, Managing for Quality and Performance Excellence, Cengage Learning, South Western Foster, 2013, Managing Quality Integrating The Suplly Chain, Pearson, England Heizer, Jay. & Barry. Render. (2012). Manajemen Operasi, Edisi tujuh, Jakarta : Salemba Empat. SMERU, 2013, Suara Pembaharuan, Februari 2009 UU Pendidikan Dasar, 2004 No. 20 pasal 34 ayat 2 dan 3 Zikmund, 2013, Babin, Carr, Business Reseacrh Methods, Cengage Learning, South Western BIODATA PENULIS Hesti Maheswari, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen Universitas Padjajaran, lulus tahun 2002, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana. Luna Haningsih, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Gadjah Mada, lulus tahun 1991. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen Universitas Indonesia, lulus tahun 2000, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana. BIODATA PENULIS Hesti Maheswari, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, lulus tahun 1994. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen Universitas Padjajaran, lulus tahun 2002, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana. Luna Haningsih, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Gadjah Mada, lulus tahun 1991. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen Universitas Indonesia, lulus tahun 2000, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana.
37
Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 Firman Dwilaksono Rahardianto IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP)
STUDI PADA PERUSAHAAN KEMASAN
Eko Purwanto, Prasetyohadi, dan Firman Dwilaksono Rahardianto PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PASCASARJANAN UPN “VETERAN” Jawa Timur e-mail:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this research is to test the influences of critical success factors of ERP implementation. The use of variables based on the results of previous research, which directly influences the Top management support, Business Process Reengineering, Effective Project Management and Education and training toward critical success factors of ERP Implementation. The use of these variables can solve the problems in determining appropriate strategies for the successful ERP Implementation. According to Martin (1998) 90% of ERP implementation has been delayed and the success rate is only about 33%. The population used in this research were all ERP users at a packaging company and the sample size is 57 people. Data collection techniques in this research using questionnaires and data analysis technique using Partial Least Square (PLS) which is run with the help of Smart PLS 2.0 M3 software. The analysis showed that Top Management Support and Education and training influence the success of ERP implementation, while the other variables such as Business Process Reengineering and Effective Project Management does not affect the successful implementation of ERP. To increase the success rate of ERP implementation, users on the companies that are or have implemented ERP systems should consider some factors such as Top Management Support and Education and training because these factors shown to affect the success rate of ERP implementation. Keywords : ERP, Implementation, Information Technology and PLS.
38
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
PENDAHULUAN Sistem ERP (Enterprise Resource Planning) dapat dianggap sebagai pengembang utama dalam penggunaan teknologi informasi di tahun 1990-an (Davenport, 1998). Implementasi ERP biasanya merupakan suatu proyek besar, kompleks, melibatkan kelompok orang dan sumber daya lain dalam jumlah yang besar, bekerja bersama di bawah ketatnya jadwal waktu sesuai dengan yang telah ditetapkan dan menghadapi banyak pengembangan yang tak terduga (customization), tidak mengherankan, jika banyak dari implementasi ternyata lebih banyak mencapai kegagalan dibanding mencapai keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan (Davenport 1998; Avnet 1999; Buckhout et al, 1999). Banyak bukti yang kuat bahwa proyek implementasi sistem ERP tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan sesuai dengan anggaran yang ada (Parr, Shanks dan Darke 1999) dan juga dilaporkan secara lengkap bahwa implementasi ERP banyak mengalami kegagalan (James 1997), tetapi jika sekali sistem ERP berhasil diterapkan, manfaat penting seperti peningkatan layanan pelanggan, penjadwalan produksi yang lebih baik dan pengurangan biaya pabrikasi dapat diperoleh. Walaupun tingkat keberhasilan dalam implementasi ERP rendah, akan tetapi perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan ERP memperoleh banyak manfaat dari ERP dan telah memanfaatkan sepenuhnya potensi ERP dalam organisasi. Sekitar 90% implementasi ERP (Martin 1998) mengalami keterlambatan atau melampaui batas anggaran yang telah ditetapkan dan tingkat keberhasilan dalam implementasi ERP hanya sekitar 33%. Berdasarkan hal tersebut, beberapa tahun yang lalu, sejumlah penelitian telah dilakukan dengan mengacu pada faktor-faktor penentu keberhasilan atau Critical Success Factors (CSF) untuk implementasi ERP (Holland & Light 1999; Summer 1999; Willcocks & Sykes 2000) dan implementasi IT secara umum (Reel 1999; Marble 2000). Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan adalah hal penting dalam implementasi ERP. Faktor-faktor penentu keberhasilan akan menjaga agar implementasi selesai tepat sesuai jadwal, sesuai anggaran, memberikan kepuasan pada pemakai, dan seterusnya. Beberapa faktor penentu telah ditemukan dari penelitian terdahulu, peneliti memilih 4 faktor dari faktor-faktor penentu keberhasilan tersebut yaitu Top Management Support, Business Process Reengineering, Effective Project Management serta Education and Training. Adapun alasan dari pemilihan ke 4 faktor tersebut karena menurut penelitian terdahulu faktor-faktor tersebut termasuk faktor-faktor yang dominan dalam keberhasilan implementasi aplikasi sistem ERP perusahaan kemasan sebagai obyek penelitian karena selama ini beberapa industri kemasan mulai menerapkan Enterprise Resource Planning (ERP) sebagai implikasi dari tekanan persaingan yang begitu tajam dan secara umum perusahaan kemasan yang diteliti telah berhasil mengimplementasikan dan mengambil manfaat dari sistem ERP. Enterprise Resource Planning (ERP)
Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem yang berbasis komputer yang didesain untuk memproses transaksi dan memfasilitasi planning secara terintegrasi dan real time, serta respon dari customer, sistem dalam ERP diasumsikan memiliki karakteristik tertentu (O‟leary 2000). ERP identik dengan penggunaan teknologi, khususnya mengenai teknologi informasi.
39
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
ERP merupakan integrasi perencanaan dari berbagai fungsi manajemen di dalam perusahaan seperti marketing dan penjualan, pelayanan lapangan, desain dan pengembangan produk, desain dan pengembangan proses, pengendalian persediaan, pembelian, distribusi, sumber daya manusia, peramalan, dan sebagainya. Integrasi dari sekian banyak fungsi manajemen dan bisnis hanya dapat dilakukan dengan baik apabila menggunakan teknologi informasi yang mutakhir, oleh karena itu ERP sangat berhubungan dengan penggunakan teknologi, khususnya teknologi informasi. Kemampuan sistem untuk mengintegrasikan dari berbagai fungsi bisnis dimungkinkan oleh penggunaan dan pengembangan teknologi informasi dan komputer. Eckartz et al. (2009) mendefinisikan 3 dimensi dari manfaat dalam implementasi ERP yaitu : 1. Keuntungan Operasional, manajerial dan stratejik. 2. Keuntungan dalam perspektif Balanced Scorecard (Proses, customer , financial dan inovasi). 3. Keuntungan dalam infrastruktur Teknologi Informasi dan organisasi Critical Success Factor (CSF)
Faktor-faktor Penentu keberhasilan adalah sejumlah faktor-faktor utama yang dianggap oleh para eksekutif sebagai hal penting untuk kesuksesan perusahaan, hal ini sangat penting karena keberhasilan kinerja akan mendorong keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor-faktor penentu keberhasilan digambarkan sebagai sebuah jalan untuk membantu mendefinisikan kebutuhan dalam manajemen organisasi (Gates 2010). Metode Faktor-faktor Penentu Keberhasilan mengusulkan strategi terbaik bagi organisasi yang didasarkan pada identifikasi unsur-unsur lingkungan operasional organisasi yang kritis atau yang ditunjukkan karena adanya suatu ancaman bagi perusahaan. Berikut daftar 29 critical success factors (CSF) atau faktor-faktor penentu keberhasilan implementasi ERP (Cooray 2004) : 1. Appropriate decision making framework, 2. Management Structure, 3. Top Management support, 4. External expertise (use of consultants), 5. Balanced project team, 6. Research, 7. Clear goals, focus and scope, 8. Effective Project Management, 9. Change Management, 10. User Participation, 11. Education and Training, 12. Presence of a champion, 13. Minimal customization, 14. Business process reengineering, 15. Discipline and standardization, 16. Effective communications, 17. Best people full time planning of this, 18. Technical and business knowledge, 19. Culture, 20. Monitoring and evaluating of performance, 21. Software development testing and troubleshooting, 22. Management of expectations, 23. Vendor customer partnerships, 24. Use of vendors development tools, 25. Vendor package selection, 26. Interdepartmental cooperation and communication, 27. Hardware issues, 28. Information and access security, 29. Implementation approach
40
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Top Management Support
Top Management Support menduduki peringkat ketiga dari survey 13 faktor CSF dalam Information System (IS) Implementation Success Factor (Jiang et al, 1996). Menurut survey
dari Somers dan Nelson‟s, (2001), Top Management Support menduduki ranking pertama dari 22 faktor. Zhang et al (2003) dalam penelitian menyatakan Top Management harus menciptakan lingkungan untuk penerapan sistem ERP dan hasil yang diperoleh harus dilihat sebagai bagian dalam pelaksanaannya. Top Management Support dalam implementasi ERP memiliki beberapa aspek utama yaitu: kepemimpinan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan. Dalam penerapan sistem ERP yang lancar dan sukses perusahaan memerlukan sebuah komite pengarah untuk berpartisipasi dalam mengadakan pertemuan rutin, memantau upaya pelaksanaan dan memberikan arah yang jelas untuk keberhasilan proyek. Kesediaan untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan adalah indikator lain dari komitmen Top Management untuk proyek ERP. Pelaksanaannya bisa mengalami kegagalan jika beberapa sumber daya yang penting seperti sumber daya manusia, dana dan peralatan tidak dipenuhi. Slevin dan Pinto (1987) juga mengidentifikasikan Top Management Support sebagai kemauan dari Top Management untuk menyediakan segala sumber daya yang diperlukan dan juga mempunyai kekuatan atau otoritas yang tinggi untuk kesuksesan implementasi ERP, kemauan untuk menyediakan segala sumber daya yang diperlukan merupakan indikator yang paling utama dari Top Management untuk keberhasilan implementasi ERP. Peran Top Management Support tidak hanya sebatas menyediakan fasilitas sumber daya, kepemimpinan ataupun otoritas yang tinggi dalam proyek ERP, akan tetapi harus mengawal secara penuh implementasi Sistem ERP (Jarrar et al, 2000). Top Management harus secara kontinu memonitor dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan kepada tim pelaksana ERP (Sawaridass 2007). Business Process Reengineering
Business Process Reengineering (BPR) atau rekayasa ulang proses bisnis digambarkan oleh Hammer and Champy (1993) sebagai “pemikiran kembali dan pendesainan ulang proses bisnis untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal biaya, kualitas, kecepatan dan layanan”. Pemikiran fundamental dari Business Process pertanyaan yang seharusnya muncul adalah “why do we do what we do”. Hal ini dapat membuat organisasi berpikir kembali tentang aturan-aturan dan asumsi-asumsi organisasi dalam menjalankan bisnisnya, sehingga pada akhirnya akan membantu organisasi dalam mengidentifikasi aturan dan asumsi yang sudah usang dan tidak cocok untuk kemudian tidak disertakan pada desain yang baru. Selama Business Process Reengineering langkah-langkah radikal harus diambil. Konsep Reengineering disini adalah menciptakan kembali sebuah sistem organisasi, bukan memperbaiki atau meningkatkannya. Struktur dan prosedur yang sudah lama mungkin harus diabaikan dan cara-cara baru untuk bekerja harus diciptakan. Jika kebutuhan perusahaan atau organisasi hanya suatu perbaikan kecil maka yang diperlukan hanya perbaikan proses, bukan Reeingineering. Reengineering digunakan untuk perbaikan dalam skala besar. Dalam
41
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Reengineering diharuskan berfokus pada proses dan bukan pada aktivitas-aktivitas perusahaan atau organisasi.
Carr (1995) mendefinisikan Business Process Reengineering sebagai teknik yang berkonsentrasi pada proses untuk membawa perubahan radikal dalam organisasi seperti memfasilitasi peningkatan kinerja yang signifikan dalam inti proses bisnis untuk mencapai keunggulan kompetitif. Definisi ini juga mencakup gagasan utama dari Business Process Reengineering yaitu membuat ulang proses bisnis untuk meningkatkan kinerja organisasi. Setiap penerapan sistem ERP selalu melibatkan Business Process Reengineering yang ada menjadi suatu standar proses bisnis yang baik (Holland dan Light 1999). Salah satu alasan utama mengapa sistem ERP dan sistem teknologi canggih besar lainnya gagal adalah bahwa organisasi meremehkan pemikiran bagaimana dan sejauh mana organisasi harus berubah serta penerapan Business Process Reengineering yang ada untuk mengakomodasi pembelian. Sistem ERP dibangun berdasarkan pada praktik terbaik yang diimplementasikan di industri. Semua proses dalam sebuah perusahaan harus sesuai dengan model ERP. Beberapa dimensi mengenai Business Process Reengineering ini adalah (Zhang et al, 2003) : 1. Kesediaan perusahaan untuk Reengineering Studi sebelumnya mengklaim bahwa semakin mau suatu organisasi untuk berubah maka semakin sukses pula implementasinya. 2. Kesiapan perusahaan untuk adanya perubahan Organisasi harus disiapkan dan siap untuk perubahan fundamental untuk menjamin keberhasilan BPR. Harus ada kepercayaan antara Top Management dan staf dalam perusahaan, yang semua itu akan membantu proses perubahan 3. Kemampuan perusahaan untuk adanya Reengineering Perusahaan harus mampu melaksanakan rekayasa ulang dalam arti bahwa proses memerlukan banyak waktu, biaya/modal dan sumber daya dalam perubahan proses bisnisnya 4. Komunikasi Adalah faktor determinan lain yang mempengaruhi pelaksanaan Business Process Reengineering seperti desain ulang budaya perusahaan saat ini, struktur, dan proses. Jika orang dalam perusahaan tidak diberi informasi yang cukup tentang tujuan Business Process Reengineering, maka orang akan merasakan suatu ketidakpastian tentang pekerjaannya sehingga menghambat kemajuan proses Reengineering. Manajemen harus menjawab setiap pertanyaan karyawan dan mengadakan rapat untuk membuat strategi yang dipahami oleh setiap orang. Effective Project Management
Mengacu pendapat Dennis Lock (1996), yang menyatakan bahwa "aktifitas manajemen proyek akan semakin meningkat ketika menerapkan perencanaan, koordinasi dan pengendalian aktivitas yang berbeda dan kompleks dari proyek-proyek komersial dan industri modern".
42
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Pelaksanaan proyek ERP melibatkan berbagai fungsi manajemen yang mengarah ke tingkat yang berbeda pada reorganisasi manajemen (Shi 2010). Kesuksesan Project Management ditentukan bagaimana mengelola risiko. Project Management adalah penerapan pengetahuan, keterampilan, peralatan, dan teknik untuk aktivitas proyek untuk memenuhi persyaratan proyek. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Project Management Structure (PMS). Salah satu PMS yang terkenal didunia adalah project management body of knowledge (PMBOK), yang dikembangkan oleh Project Management Institute (PMI). Metodologi ini meliputi 5 proses/tahapan Project Management seperti proyek inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan penutup. Juga terdiri oleh 9 bidang pengetahuan seperti Project Integration Management, Project Scope Management, Project Time Management, Project Cost Management, Project Quality Management, Project Human Resources Management, Project Communications Management, Project Risk Management, and Project Procurement Management. Hasil dari studi tentang strategi Project Management dibawah kerangka kerja PMBOK oleh Fergal et-al (Carton et al, 2008), menggambarkan bahwa pentingnya tata kelola proyek dan kebutuhan struktur multi-level mencakup tingkat corporate sampai tingkat lokal. Perlu direncanakan metode proyek yang terstruktur dengan kemudahan adaptasi untuk menghasilkan pendekatan baru dalam mengelola proyek oleh Alleman (Alleman 2002). Metode ini didasarkan pada pendekatan venture capitalist yang meliputi: staged investment, manajemen risiko & manusia (tim yang terlibat). Alleman menemukan bahwa Model Traditional IT Project Management Waterfall yang meliputi perencanaan, perubahan dan stabilitas memiliki beberapa asumsi yang keliru. Namun ia menyarankan bahwa melalui perencanaan ditengah ketidakpastian, menghindari hubungan disfungsional dan tuntutan yang tidak benar dapat mengatasi kelemahan dalam pendekatan tradisional. Alleman mengusulkan prinsip-prinsip berikut untuk mengelola proyek ERP : menerapkan kesederhanaan, mendukung perubahan, usaha perubahan tambahan, memaksimalkan nilai stakeholder, memiliki beberapa pandangan, umpan balik yang cepat dan memastikan perangkat lunak yang bekerja dengan baik sebagai tujuan utama (Alleman 2002). Sistem implementasi ERP adalah serangkaian kegiatan yang kompleks, melibatkan seluruh fungsi manajemen bisnis dan membutuhkan waktu antara satu dan dua tahun, sehingga perusahaan harus memiliki strategi Project Management yang efektif untuk mengontrol proses pelaksanaan, menghindari anggaran yang berlebih dan memastikan pelaksanaan sesuai jadwal. Menurut Zhang et al (2003) terdapat lima bagian utama dari keefektifan Project Management yaitu : 1. Mempunyai suatu perencanaan implementasi secara formal Perencanaan formal dalam implementasi proyek digambarkan sebagai aktivitas proyek, komitmen personil terhadap aktivitas tersebut, dan dukungan promosi organisatoris melalui pengaturan proses implementasi. 2. Menetapkan suatu batasan waktu yang realistis Penetapan suatu batasan waktu yang realistis sangat penting. Jika jadwal waktu penyelesaian target tidak realistik, terlalu pendek/singkat, akan timbul tekanan untuk dapat mengakhiri implementasi dengan cepat sehingga akan mengakibatkan
43
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
implementasi akan diselesaikan secara terburu-buru. Pada sisi lain, jika waktu untuk implementasi terlalu panjang, orang akan cenderung merasa tidak sabar / bosan. 3. Melaksanakan pertemuan-pertemuan secara berkala untuk memantau status proyek Dimana dalam pertemuan tersebut masing-masing anggota tim akan melaporkan kemajuan dan permasalahan yang ada. Hal ini merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengevaluasi kemajuan implementasi ERP 4. Menetapkan seorang pimpinan proyek yang berpengalaman Pemilihan pimpinan proyek adalah juga merupakan hal yang penting untuk keberhasilan proyek implementasi Education and Training
Pendidikan dan pelatihan mengacu pada proses persiapan bagi karyawan dan manajemen melalui penjelasan-penjelasan tentang logika dan keseluruhan konsep dari sistem ERP (Sum et al, 1997), dengan demikian, orang akan dapat memahami dengan lebih baik bagaimana suatu pekerjaan berhubungan dengan area fungsional lain di dalam perusahaan itu. User / pemakai adalah orang yang menghasilkan hasil dan bertanggung jawab agar sistem dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam sebuah proyek implementasi ERP tidak hanya sebagai sarana pengguna untuk beradaptasi dengan sistem ERP baru, tetapi juga untuk membantu dalam proses perubahan organisasi. Menurut Zhang et al (2003) terdapat tiga aspek penting tentang pelatihan antara lain : 1.
Konsep dan logika ERP
2.
Konsep dari pelatihan akan menunjukkan pada setiap orang mengapa sistem ERP diterapkan dan mengapa penggunaan sistem ERP perlu dilakukan.
3.
Pemahaman terhadap fasilitas-fasilitas yang dimiliki teknologi ERP
4.
Pelatihan langsung fungsional (pelatihan langsung) membantu menghilangkan rasa takut dengan penggunaan sistem komputer dari para manajer yang merasa sama sekali tidak memahami komputer dan akan kehilangan kekuasaan jika tenaga kerja dikurangi berkaitan dengan komputerisasi.
Keberhasilan Implementasi ERP Menurut Delone dan Mclean, ketika penggunaan sistem informasi yang baru diwajibkan, pengukuran pada kualitas sistem, penggunaan sistem dan kualitas informasi pada sistem sebelumnya menjadi kurang bermanfaat. Kepuasan pemakai digunakan untuk mengukur interaksi para pemakai dengan sistem informasi tersebut. Ginzberg (1981) mengdopsi kepuasan pemakai untuk mengukur keberhasilan implementasi sistem informasi. Powers dan Dickson (1973) menggunakan kepuasan pemakai untuk mengukur keberhasilan proyek MIS. Dampak bagi individu dan dampak bagi organisasi merupakan dua ukuran yang digunakan untuk menandai kontribusi sistim informasi bagi para pemakai/user dan kinerja organisasi, yang tampaknya sulit dapat mencapai suatu kesimpulan tanpa mengacu pada beberapa dokumen dari Delone dan Mclean.
44
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Perkembangan selanjutnya, DeLone dan McLean (2003) akhirnya membagi keberhasilan implementasi sistem informasi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kualitas. Merupakan gabungan dari kualitas informasi (information quality), kualitas sistem (systems quality) dan kualitas pelayanan (service quality).. 2. Penggunaan sistem Pemakaian sistem atau user/pemakai sistem saling berhubungan erat. Umumnya penggunaan sistem harus didahului oleh kepuasan user/pemakai dalam sebuah proses, tetapi secara positif penggunaan sistem akan mendorong menuju ke arah kepuasan user/pemakai dan berhubungan kausalitas. Artinya peningkatan kepuasan user/ pemakai akan mendorong peningkatan keinginan untuk menggunakan system. 3. Net benefit Merupakan kombinasi dari pengaruh individu (individual impact) dan pengaruh perusahaan (organizational impact). Net benefit ini memunculkan tiga masalah yang harus dipertimbangkan, yaitu apa kualifikasi dari “benefit”, untuk siapa dan seberapa besar analisa yang dibutuhkan. Manfaat net benefit kemungkinan merupakan descriptor yang paling akurat dari keberhasilan akhir suatu variabel. Berdasarkan dasar teori tersebut maka Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Top Management Support (X1)
Business Process Reengineering (X2)
Keberhasilan Implementasi ERP (Y) Project Management
(X3)
Education and Training (X4)
45
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Dengan memperhatikan perumusan masalah, landasan teori dan kerangka pemikiran, maka untuk menjawab permasalahan tentang seberapa besar Critical Success Faktor terhadap Implementasi ERP, diambil hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1 : Hipotesis 2 : Hipotesis 3 : Hipotesis 4 :
Semakin besar Top Management Support semakin besar keberhasilan dalam implementasi ERP Semakin baik Business Process Reengineering yang dilakukan perusahaan semakin besar keberhasilan implementasi ERP Semakin efektif Project Management semakin besar keberhasilan dalam implementasi ERP Semakin baik penyelenggaraan Education and Training semakin besar keberhasilan implementasi ERP
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna ERP pada suatu perusahaan kemasan sejumlah 133 orang. Setelah mengidentifikasi populasinya, selanjutnya ditentukan pemilihan sampel. Sampel yang dimaksud adalah bagian dari populasi yaitu seluruh pengguna ERP pada suatu perusahaan kemasan. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini, dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan model pemilihan (purposive), yaitu orang yang terlibat secara langsung dalam penerapan system ERP. Yang terdiri dari pengguna dan sekaligus tim ERP yang berjumlah 57 orang. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan bantuan software Smart PLS 2.0 M3. Berikut diagram model penelitian berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan
46
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 2 Model Penelitian Kepemimpinan (X1.1)
Penyedia dari sumber daya (X1.2)
Top Management Support (X1)
Pengawasan dan pengarahan (X1.3)
Kemampuan untuk adanya reengineering (X2.1) Kesiapan untuk adanya perubahan (X2.2) Komunikasi (X2.3)
Business Process Reengineering (X2) Kualitas (Y1) Keberhasilan Implementasi ERP (Y)
Memiliki rencana implementasi (X3.1) Batasan waktu yang realistis (X3.2)
Penggunaan sistem (Y2)
Net Benefit (Y3) Project Management
Keterampilan Kepala Proyek (X3.3)
Konsep dan Logika ERP (X4.1)
Pemahaman terhadap fasilitas
Education and Training (X4)
Pelatihan langsung (X4.3)
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN Analisa Top Management Support terhadap Keberhasilan Implementasi ERP Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk menganalisa pengaruh Top Management Support terhadap keberhasilan implementasi ERP, diperoleh hasil bahwa Top Management Support berpengaruh signifikan (positif) terhadap keberhasilan implementasi ERP dan mempunyai pengaruh terbesar dibanding variabel lainnya, artinya semakin baik Top Management Support maka tingkat keberhasilan implementasi ERP meningkat. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan dari Top Management merupakan dasar utama keberhasilan implementasi ERP, kepemimpinan disini adalah bagaimana Top Management memanfaatkan otoritas yang dimiliki agar tim ERP tetap berada pada tujuan keberhasilan implementasi ERP dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan seefisien mungkin dengan cara mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan ERP dari awal sampai akhir. Harapan kedepannya adalah Top Management lebih memberikan pengawasan dan pengarahan untuk keberhasilan implementasi ERP, dalam hal ini adalah ikut andilnya Top Management dalam mengarahkan tim ERP agar dapat mengimplementasikan ERP secara tepat waktu dan membantu 47
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
menyelesaikan masalah-masalah yang kerap ditemui dalam implementasi ERP seperti permasalahan sumber daya, dana dan koordinasi antar bagian dalam tim ERP. Analisa Business Process Reengineering terhadap Keberhasilan Implementasi ERP Pengujian model struktural (inner model) pada koefisien path (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk menganalisa pengaruh Business Process Reengineering terhadap Keberhasilan implementasi ERP, diperoleh hasil bahwa Business Process Reengineering berpengaruh Non signifikan (positif) terhadap keberhasilan implementasi ERP artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara Business Process Reengineering dan keberhasilan implementasi ERP, ini disebabkan perusahaan selama ini belum melakukan Business Process Reengineering. Perubahan sistem atau rekayasa sistem yang pernah dilakukan hanya perubahan sistem manual ke komputerisasi, itupun tidak merubah sistem secara keseluruhan. Pengujian model Outer Weights menunjukkan sebagian besar responden menganggap keberhasilan Business Process Reengineering tidak ditentukan dari kesiapan organisasi untuk menghadapi perubahan, kemampuan merekayasa ulang ataupun komunikasi dikarenakan responden kurang mengetahui proses rekayasa ulang dan tindakan-tindakan yang dilakukan Top Management dalam hal perubahan sistem seperti komunikasi serta koordinasi proses antar bagian. Hasil penelitian menunjukkan apabila Business Process Reengineering mengalami kemajuan maka keberhasilan implementasi ERP akan meningkat pula begitupun sebaliknya. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian menunjukkan bahwa pada saat penelitian maupun kedepannya komunikasi antar bagian dari tim ERP merupakan dasar utama dalam keberhasilan merekayasa ulang sistem meskipun itu tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan implementasi ERP. Analisa Effective Project Management terhadap Keberhasilan Implementasi ERP Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk menganalisa pengaruh Effective Project Management terhadap keberhasilan implementasi ERP, diperoleh hasil bahwa Effective Project Management berpengaruh non signifikan (negatif) terhadap keberhasilan implementasi ERP artinya semakin efektif Project Management dalam suatu perusahaan maka akan meningkatkan keberhasilan implementasi ERP tidak terbukti dalam penelitian ini, ini disebabkan Project Management tidak mengikuti keseluruhan 5 metodologi dari PMBOK yaitu inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan penutup dikarenakan kurangnya personil dari Project Management serta hanya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Top Management dimana hanya fokus pada teknis pelaksanaan dan pengembangan ERP. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa saat ini pengaruh Project Management ada pada keterampilan kepala proyek dalam memimpin teknis pelaksanaan ERP, sedangkan untuk kedepannya Project Management juga dituntut memberikan batasan waktu yang lebih realistis baik kepada vendor ataupun pengguna ERP. Keterampilan kepala proyek dan batasan waktu yang diberikan Project Management tidak memiliki pengaruh terhadap terhadap keberhasilan implementasi ERP. Hal ini menunjukkan bahwa Project Management di perusahaan cenderung lemah, sehingga kurang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan implementasi ERP.
48
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Analisa Education and training terhadap Keberhasilan Implementasi ERP Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk menganalisa pengaruh Education and training terhadap keberhasilan implementasi ERP, diperoleh hasil bahwa Education and training berpengaruh signifikan (positif) terhadap keberhasilan implementasi ERP, artinya semakin baik Education and training yang dilakukan maka tingkat keberhasilan implementasi ERP meningkat. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian menunjukkan bahwa pada saat penelitian dan kedepannya pelaksanaan pelatihan secara praktek langsung kepada pengguna dapat membantu dalam penerapan implementasi ERP. Peran tenaga pengajar yang kompeten dan berkualitas disini sangat penting. Tenaga pengajar yang berkualitas adalah tenaga pengajar yang bisa berfungsi sebagai penghubung antara masalah yang dihadapi perusahaan dengan keunggulan yang dimiliki oleh sistem ERP. Sebagian besar pengguna ERP tidak suka materi pelatihan yang berupa konsep dan teoritis. Pelatihan secara praktek langsung terbukti lebih disukai dan efektif bagi pengguna atau calon pengguna ERP, dikarenakan pengguna akan lebih mudah mempelajari fungsi – fungsi yang ada dan langsung terjun kedalam sistem ERP itu sendiri. Pengguna juga akan dapat memahami dengan lebih baik bagaimana hubungan suatu pekerjaan dengan area fungsional lain di dalam perusahaan itu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Top Management Support merupakan faktor yang memiliki kontribusi terhadap keberhasilan implementasi ERP, artinya semakin tinggi dukungan Top Management maka tingkat keberhasilan implementasi ERP semakin tinggi.
2.
Ternyata Business Process Reengineering bukan menjadi faktor penentu terhadap keberhasilan implementasi ERP. Kemampuan perusahaan dalam melakukan rekayasa ulang sistem bukan merupakan faktor keberhasilan implementasi ERP.
3.
Efektifitas Project Management juga bukan merupakan faktor yang mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan implementasi ERP. Project Management yang baik seperti keterampilan kepala proyek tidak cukup untuk mencapai keberhasilan implementasi ERP.
4.
Education and training merupakan faktor yang menetukan dalam keberhasilan implementasi ERP, artinya semakin baik Education and training yang dilakukan perusahaan maka harapan tingkat keberhasilan implementasi ERP semakin tinggi..
Saran Manajerial 1. Top Management Support diharapkan lebih aktif dan progresif terlibat langsung dalam proses implementasi ERP, yaitu dengan cara melakukan pengawasan dan pengarahan secara terus menerus, sehingga setiap saat terdapat kendala dan timbul masalah dapat segera terselesaikan. 2. Faktor Pendidikan dan pelatihan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan implementasi ERP, oleh sebab itu perusahaan diharapkan selalu mengikut sertakan sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi di bidang ERP dalam kegiatan 49
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
kegiatan seminar, workshop dan lainnya agar dapat menularkan kepada karyawan dalam perusahaan. 3. Penelitian berikut agar lebih focus Critical Success Factor selain Business Process Reengineering, misalnya dalam hal pemilihan vendor , pemilihan perangkat keras dan lunak serta obyek penelitian yang telah melaksanakan Business Process Reengineering secara baik, sehingga faktor keberhasilan implementasi ERP dapat dianalisa lebih terinci dan akurat.
50
Eko Purwanto Prasetyo Hadi Firman Dwilaksono Rahardianto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
DAFTAR PUSTAKA Alleman. G.B. 2002. Agile Project Management Methods for ERP: How to Apply Agile Processes to Complex COTS Projects and Live to Tell About It. In XP/Agile Universe LNCS 2418. Avnet. 1999. ERP Not Living up to Promise. Global Supply Chain 2 (1), 7.Furtwengler, D. 2002. Bingi, P.; Sharma, M K. dan Godla, J K. 1999. Critical issues affecting an ERP implementation. Information Systems Management, Summer99, Vol. 16 Issue 3, p7, 8p. Buckhout SE Frey dan Nemec, J. JR. 1999. Making ERP Succeed; Turning Fear into Promise. Strategy and Business 2nd Quarter Booz-Allen and HamiltonGibson, J.L., J.M. Ivancevich dan J.H. Donnelly, Jr. 2006. Carr, K David. 1995. Best Practices in Reengineering : What Works and What doesn't in the Reengineering Process. McGraw-Hill, New York. Carton. F., Adam F., Sammon D. 2008. Project management: a case study of a successful ERP implementation . International Journal of Managing Projects in Business, Vol. 1 Iss: 1, pp.106 – 1 24. Cooray, M.D.P. 2004. Framework for Successful ERP Implementation . Department of Computer Science and Engineering University of Moratuwa December 2004. Davenport , T. 1998. Putting the Enterprise into the Enterprise System. Harvard Business Review July-August 121-131. DeLone, W.H. and McLean, E.R. 2003. The DeLone and McLean Model of Information Systems Success: A Ten-Year Update . Journal of Management Information Systems / Spring 2003, Vol. 19, No. 4, pp. 9–30. Earl, Michael, Sampler. J., Short. J.1995. Strategies for Reengineering: Different ways of Initiating and Implementing Business Process Change . Centre for Research in Information Management, London Business School. Eckartz, S., Daneva, M., Wieringa R., van Hillegersberg, J. 2009. A conceptual framework for ERP benefit classification: a literature review. Technical Report TR-CTIT-09-04, Centre for Telematics and Information Technology, University of Twente, Enschede, the Netherlands (ISSN 1381-3625). Gates, Linda Parker. 2010. Strategic Planning with Critical Success Factors and Future Scenarios: An Integrated Strategic Planning Framework. Software Engineering Institute (2010). Hammer, Michael dan Champy, James. 1993. Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution . Harper Business New York. Holland, CP. dan Light, B. 1999. A critical success factors model for ERP implementation . IEEE Software 16, 30–36. James, G. 1997. IT fiascos and how to avoid them. Datamation, November, 1997. Jeanne, Ross. 1999. Surprising Facts About Implementing ERP . IT Pro, pp. 65–68.
51
Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 Firman Dwilaksono Rahardianto Marble, RP. 2000. Operationalising the implementation puzzle: an argument for eclecticism in research and in practice . European Journal of Information Systems 9, 132–147. Martin, MH. 1998. An ERP Strategy. Fortune, February 1998, pp. 95-97. O‟Leary, D. 2000. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk. New York: Cambridge University Press, 2000. Parr, A., Shanks, G. dan Darke, P., 1999. Identification of necessary factors for successful implementation of ERP systems . New Information Technologies in Organisational Processes, O. Ngwenyama, L.D. Introna, M.D. Myers and J.I. DeCross, Eds. Boston: Kluwer Academic Publishers, 1999, pp. 99-119. Reel, JS. 1999. Critical success factors in software projects. IEEE Software 16 18–23. Sawaridass Arokiasamy. 2007. Critical Success Factors for successful implementation of Enterprise Resource Planning systems in manufacturing organizations . International journal of business Information Systems Volume 2 Issue 3, November 2007 Pages 276297. Shi. Y. 2010. Application research of project management in ERP system implementation process. Emergency Management and Management Sciences (ICEMMS), 2010 IEEE International Conference on, pp: 68 - 71. Sum, C.C., Ang, J.S.K., dan Yeo, L.N. 1997. Contextual Elements of Critical Success Factors in MRP Implementation . Production and Inventory Management Journal (3), 1997, pp. 77-83. Tsai. W.H., S hen. Y. S., L ee. P. L., K uo.L. 2009. An empirical investigation of the impacts of ERP consultant selections and project management on ERP is success assessment. Industrial Engineering and Engineering Management, 2009, IEEM. IEEE International Conference on, pp: 568-572, Hong Kong. Willcocks, LP. dan Sykes, R. 2000. The role of the CIO and IT function in ERP . Communications of the ACM 43, 33–38. Zhang, L., Lee, Matthew K.O., Zhang, Zhe, Banerjee, Probir. 2003. Critical Success Factors of Enterprise Resource Planning Systems Implementation Success in China. Department of Information Systems, City University of Hong Kong, Hong Kong, China.
52
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFE ZAPATERIA Peggy Hariwan Inggi Silviatni Administrsi Bisnis, Telkom University Jl. Telekomunikasi No. 1 Ters. Buahbatu – Dayeuh Kolot email:
[email protected] ABSTRACT The aim of this research is to plan business model for Zapateria’s cafe using BMC framework. Zapateria will be presented as example of development service cafe system which offer coziness, the simplicity of eat and shop which never been offered by other cafe. Moreover, the data exist showed the sum of people who visit Bandung for culinary and shopping with the number increase time to time. Those things are the reasons why this research made which are business model for cafe and shoes shop at one blow. Knowing the responses from the prospect of customers, which are adults, tourists, community, and shoes lover is the main aim of this research as a support in making business model plan that will be established. Qualitative method is the methodology used by the research which also triangulasi theory which are practitioners, expertise of cafe business, and experts in business field as data source. Direct interview to all source become technique to gather the data. The results analyzed and become indicator in empathy map. From the results of interview held show there are disappointment for miss delivery order and willingness of improvement for service offered by the exist cafe in Bandung by music performance in weekend and using gadget for integrated order from customer to the kitchen to reduce mistaken order and missing order. Final plan made from this research be expected can help development of business idea in Zapateria and other cafe. Keywords: Business Model, Business Model Canvas (BMC), Cafe, and Shoes
53
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pada mulanya budaya minum kopi di Indonesia merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda pada jaman tanam paksa. Namun, seiring perkembangannya masyarakat Indonesia pun mulai gemar meminum kopi. Kehadiran kedai kopi atau cafe di Indonesia, mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia dalam meminum kopi. Meminum kopi tidak lagi menjadi kebiasaan orang dewasa hanya untuk mengurangi kantuk, tetapi juga anak muda baik pria maupun wanita. Dulu kedai kopi atau cafe identik dengan tempat yang kurang nyaman, tidak terlihat menarik dengan suasana yang monoton. Kini cafe identik dengan tempat yang nyaman, suasana yang cozy, fasilitas yang lengkap seperti lounge,bar, AC (Air Conditioner), Wi-Fi, bahkan mulai bermunculan cafe dengan desain interior yang unik yang belum pernah ada sebelumnya. Sehingga tidak aneh apabila saat ini masyarakat merasa nyaman untuk menghabiskan banyak waktubersama kerabat di kedai kopi atau cafe. Dengan berbagai sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh cafe saat ini, masyarakat menjadikan cafe sebagai tempat yang nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas seperti tempat untuk bertemu dengan sahabat, teman lama, keluarga, ataupun kolega bisnis. Tidak jarang konsumen cafe datang untuk mengerjakan tugas kuliah, tugas kantor, atau sekedar memperoleh informasi terbaru dengan memanfaatkan fasilitas jaringan Wi-Fi yang disediakan oleh cafe tersebut, sambil mencicipi berbagai jenis minuman dan makanan yang ditawarkan. Bandung sebagai salah satu simbol wisata kuliner, tidak ketinggalan dalam perkembangan bisnis cafe. Sejak tahun 2006 di bandung mulai banyak bermunculan kedai kopi lokal yang sejenis dengan kedai kopi asing seperti Starbucks Coffee, Gloria jean’s Coffee, dan The Coffee Bean and Tea Leaf. Kedai kopi ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan budaya minum kopi dengan sarana dan prasarana yang sangat memberikan kenyamanan bagi konsumennya, seperti tempat duduk yang nyaman serta kemudahan akses internet. Menurut Kotler (dalam Tjiptono et al., 2006:28) agar dapat mengikuti perkembangan dan unggul dalam persaingan, perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya dengan memberikan suatu produk atau jasa dengan mutu yang lebih baik dan harga lebih murah serta kepastian ketersediaan. Suatu usaha juga akan mengalami tantangan tersendiri dan dituntut mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki pesaing. Hal ini berlaku di semua jenis bisnis terlebih industri yang merabah seperti industri kuliner dan fashion. Oleh karena itu, peneliti memiliki ide dalam perencanaan bisnis cafe yang belum ada sebelumnya yakni penggabungan antara bidang kuliner dan fashion (sepatu). Sepatu dipilih karena sepatu termasuk unsur penting pembentuk self image seseorang. Membuat penggunanya makin percaya diri dan nyaman ketika berinteraksi dengan orang lain. Jika self imagenya positif, maka akan berdampak pada terbangunnya konsep diri yang positif pula. Dengan konsep diri positif, maka individu tersebut akan bahagia dengan hidup yang dijalaninya. Apalagi pada momen pesta atau acara sosial yang membuat penampilan mereka terekspos oleh banyak orang. Keberadaan sepatu jadi penting untuk dipadukan dengan busana yang dipakai. Ungkapan ini dikemukan oleh Linda O‟Keeffe dalam sebuah bukunya yang berjudul Shoes.
54
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Dalam buku kecil namun menarik isinya tersebut, O‟Keeffe mengungkapkan bagaimana sepatu wanita punya banyak hal esensial dalam kehidupan yang bisa digali. Mulai dari ranah psikologi, folklore (cerita rakyat), hingga sejarah sosial, dapat dikupas secara mendalam. Berkaitan dengan folklore, di dalam bukunya O‟Keeffe menyatakan keberadaan sepatu wanita dapat dilihat pada dongeng Cinderella. Kisah fiktif terkenal itu menceritakan bagaimana sepasang sepatu kaca dapat mengubah nasib seorang wanita secara drastis. Dari wanita terjajah dan terhina, menjadi wanita yang dipuja dan didamba semua orang. Ada pun perbincangan mengenai sejarah sepatu dalam konteks sosial, akan mengarah pada bagaimana awal mulanya keberadaan sepatu dan perkembangannya hingga menjadi bagian dari fashion tak terpisahkan. Salah satu sumber lengkap untuk melihat hal tersebut adalah dengan mengunjungi berbagai museum sepatu wanita yang tersebar di berbagai kota di dunia. Yaitu Clarks Museum, Bally Shoe Museum, The Bata Shoe Museum, Charles Jourdan Museum, dan Museo Salvatore Ferragamo. Seperti yang diketahui, Bandung adalah tempat bagi mereka yang mencari sensasi berkuliner dan belanja, serta menilai kepuasan dalam melewati kehidupan sosial, berkeluarga dan kebersamaan. Kota Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat dan mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya terutama DKI Jakarta. Berkat dataran tinggi dan gunung-gunung di sekelilingnya, Kota Bandung memiliki hawa yang sejuk dan panorama alam yang indah. Kota Bandung juga merupakan pusat perkembangan dan industri, karena itu Bandung juga mempunyai daya tarik untuk para kaum urban untuk mencari pekerjaan. Banyaknya pendatang dari berbagai daerah ke Kota Bandung untuk menuntut ilmu atau mencari pekerjaan, menjadikan penduduk Kota Bandung sangat heterogen. Pada Tahun 2012, Kota Bandung memiliki penduduk sebanyak 2.455.517 jiwa (BPS Kota Bandung 2012), dengan laju pertumbuhan penduduk 1,26 % dan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.676 orang per km2. Heteroginitas masyarakat Kota Bandung tersebut selain merupakan tantangan bagi Kota Bandung dalam mengelola jumlah penduduk yang besar, juga memberi peluang bagi perkembangan khasanah kekayaan kuliner nusantara di Kota Bandung yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik destinasi wisatawan dari luar Bandung khususnya dari Ibukota DKI Jakarta.
55
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 1Penduduk Kota Bandung Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012
Sumber: BPS Kota Bandung
Selain terkenal dengan daerah wisata belanja, Bandung juga terkenal sebagai pusat kuliner, baik kuliner lokal maupun internasional. Bandung memiliki tempat kuliner yang eksklusif, mewah dan mahal sampai tempat kuliner yang unik dan tradisional, begitu juga tempat kuliner nongkrong anak muda sampai tempat kuliner di pinggiran jalan semuanya tersedia di Kota Bandung. Maka dari itu Kota Bandung merupakan salah satu kota wisata yang digemari bidang kuliner dan fashionnya, terbukti dengan adanya kenaikan yang signifikan pada kunjungan wisatawan ke Bandung setiap tahunnya. Bandung memiliki berbagai pilihan kuliner unik dan fashion yang beragam sehingga wisatawan tidak pernah bosan untuk berkunjung ke Bandung, terlebih lagi disaat weekend dan libur panjang. Kenaikan jumlah wisatawan ke Kota Bandung diiringi dengan meningkatnya jumlah cafe atau tempat makan sejenis lainnya.
56
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 2Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Objek Wisata Kota BandungTahun 2007 2011
Tahun
Jumlah Wisman
Tahun
Jumlah Wisnus
2007
137.268
2007
2.420.105
2008
150.995
2008
2.662.115
2009
185.076
2009
7.515.255
2010
228.449
2010
4.951.439
2011
225.585
2011
6.487.239
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan jumlah wisatawan ke Bandung dari tahun ke tahun, hal ini dilihat sebagai peluang bagi pengusaha untuk menciptakan bisnis baru yang dicari wisatawan. Melihat kondisi persaingan yang semakin ketat, setiap perusahaan perlu meningkatkan kekuatan yang ada dalam perusahaannya dengan cara memunculkan faktor pembeda atau keunikan yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan pesaing untuk dapat menarik konsumen. Bermunculannya restoran-restoran baru di Bandung yang semakin banyak membuat persaingan menjadi ketat, mendorong usaha baru atau usaha yang sudah ada harus memiliki daya tarik yang berbeda dari yang lain.
Tabel 3 Usaha Cafe di Kota Bandung Tahun
Jumlah Cafe
Presentase Kenaikan
2008
156
2009
186
19,23%
2010
191
2,68%
2011
196
2,61%
2012
235
19,89% Sumber ; http://bandung.go.id
57
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari tahun 2008 sampai 2012 terdapat peningkatan jumlah cafe yang mengakibatkan persaingan dalam bidang restoran di Kota Bandung meningkat juga, sehingga perusahaan harus mempunyai ciri khas sendiri untuk dapat bersaing dengan perusahaan yang menawarkan produk sejenis. Oleh karena itu penulis menuangkan ide dalam pembuatan bisnis baru di bidang kuliner dan fashion yang belum pernah ada di Kota Bandung sebelumnya pada sebuah penelitian yang berjudul “Perancangan Model Bisnis Cafe Zapateria ”.
Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana rancangan desain atau model bisnis Zapateria menggunakan toolBusiness Model Canvas.
Pernyataan tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyiapkan rancangan desain atau model bisnis Zapateria dengan menggunakan Business Model Canvas untuk menjelaskan model bisnis ini.
LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Bisnis Model Kanvas dan Peta Empati merupakan hal penting untuk membangun sebuah bisnis model.Peta empati sendiri merupakan alat bantu visual yang membantu kita untuk dapat membuat profil pelanggan dengan cara yang sangat mudah dan sederhana. Peta empati sangat penting karena banyak perusahaan berinvestasi sangat besar dalam riset pasar, meskipun pada saat mendesain produk, layanan, dan model bisnis sering kali mengabaikan perspektif pelanggan. Desain model bisnis yang baik akan menghindari kesalahan seperti ini. Model Bisnis Kanvas Menurut Eisenmann (2002:12), Model Bisnis adalah hipotesis tentang bagaimana perusahaan menghasilkan uang dalam jangka panjang: apa yang perusahaan akan jual, dan kepada siapa, bagaimana perusahaan akan mengumpulkan pendapatan, teknologi apa yang akan digunakan, kapan perusahaan akan bergantung pada mitra bisnisnya serta bagaimana dengan hal biaya. Definisi lain mengenai model bisnis yaitu “Sebuah model bisnis menggambarkan dasar pemikiran tentang bagaimana organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai.” (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:14). Menurut Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur dalam bukunya Business Model Generation ada sembilan blok bangunan dasar pada sebuah bisnis model yang memperlihatkan cara berpikir tentang bagaimana sebuah perusahaan menghasilkan uang, gabungan kesembilan blok tersebut disebut Business Model Canvas (BMC). Kesembilan blok tersebut mencangkup empat bidang utama pada suatu bisnis, yaitu pelanggan, penawaran, infrastruktur, dan kelangsungan finansial (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:15)
58
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 1 Model Bisnis Kanvas Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:44)
2.1. Kerangka Pemikiran Perkembangan dunia bisnis membuat banyaknya ide-ide baru yang bermunculan sebagai bentuk antusiasme dari dunia bisnis itu sendiri. Dari berbagai macam ide yang muncul, terdapat tools yang dapat mewadahi ide-ide tersebut untuk dilakukan perancangan bisnis awal. Dan tools Business Model Canvas menjadi salah satu pilihan untuk membuat rancangan bisnis awal dari ide-ide tersebut. Rancangan bisnis awal yang muncul akan dituangkan kedalam sebuah pertanyaan yang terdapat pada tools Empaty Map dan kemudian hasil jawaban dari pertanyaan yang berasal dari empaty map dapat mempengaruhi rancangan bisnis awal yang sudah tercantum dalam tools Business Model Canvas. Hasil dari rancangan yang telah dibentuk dengan tools Business Model Canvasakan menjadi acuan untuk menentukan strategi bisnis. Peneliti akan melakukan rancangan bisnis awal cafe Zapateria dengan menggunakan tools Business Model Canvas serta empaty map sebagai tools untuk mengetahui pandangan dasar dari orang-orang yang memilki hubungan langsung dengan lingkungan bisnis cafe Zapateria dimana pandangan tersebut akan berguna bagi rancangan bisnis cafe Zapateria. Adapun kerangka pemikiran dari penjelasan di atas sebagai berikut:
59
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
2.2. Hipotesis Menurut Ali (dalam Tukiran et al., 2011:24) mengartikan hipotesis adalah rumusan jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian. Hipotesis juga dapat diartikan penjelasan tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan menurut Rudeffendi dan Achmad Sanusi (dalam Tukiran et al., 2011:25) Berdasarkan rancangan pada bisnis sejenis dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan hipotesis rancangan bisnis awal cafe Zapateria dengan pivoting sebagai berikut:
60
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 3. Hipotesis Rancangan Awal DesignZapateriashoes &café (Menggunakan Model Bisnis Kanvas)
61
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
METODE PENELITIAN Metode Seleksi Pengumpulan data yang dilakukan peneliti hanya bersifat data pendukung. Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, pada penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode pengumpulan data wawancara dan pada penelitian kuantitatif menggunakan metode pengumpulan data kuesioner.
Pengumpulan Data Secara garis besar, pengumpulan data pendukung diperlukan untuk melihat adanya kemungkinan dari penelitian model bisnis Zapateria baik primer dan sekunder. A. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau objek penelitian.Data primer biasanya diperoleh dengan wawancara langsung kepada objek atau dengan pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) yang dijawab oleh objek penelitian. (Suharyadi & Purwanto, 2009:14). Pemenuhan data primer dilakukan dengan melakukan survei lapangan dengan memberikan pertanyaan kepada potential consumer sehingga kemungkinan dari sisi produk dan segmen pasar terlihat. B. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang sudah diterbitkan atau digunakan pihak lain. Contoh data sekunder adalah data yang diambil dari koran, majalah, jurnal, dan publikasi lainnya. (Suharyadi & Purwanto, 2009:14). Data sekunder yang digunakan dalam penulisan rencana bisnis ini bersumber dari literatur rencana bisnis cafe yang sudah ada.
Pengukuran dan Defisini Operasional Variabel Menurut Sugiyono (2008:38), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
59
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 Tabel 4 Variabel Operasional
Variabel
Definisi
Peta Empati
Sebuah alat bantu pembuat profil pelanggan yang sederhana, yang membantu anda berjalan melampaui karakteristik demografi pelanggan dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan, perilaku, kepedulian, dan aspirasi.
Dimensi 1. Apa yang dilihatnya? (see?) 2. Apa yang (hear?)
didengarnya?
3. Apa yang benar-benar dipikirkan dan dirasakannya? (think& feel?) 4. Apa yang dikatakan dan dilakukannya? (say& do?) 5. Sakit hati apa yang dirasakan pelanggan? (pain) 6. Apa saja pelanggan? (gain)
perolehan
Sumber: data diolah peneliti
Metode Analisis Data Metode penelitian kualitatif, menurut Creswell ada lima strategi kualitatif yang salah satunya digunakan oleh peneliti adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian yang didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu (Creswell, 2009:19-21). Pendekatan triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data dan menemukan kebenaran objektif sesungguhnya.Strategi ini sangat tepat untuk menganalisis kejadian tertentu disuatu tempat tertentu dan waktu tertentu pula. A. Emphaty Map Cara yang baik untuk memulai adalah dengan menggunakan peta empati, yaitu pembuat profil pelanggan yang sederhana, yang membantu anda berjalan melampaui karakteristik demografi pelanggan dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan, perilaku, kepedulian, dan aspirasi. Dengan alat ini kita bisa menemukan model bisnis yang lebih kuat karena profil pelanggan memandu perancangan proposisi nilai yang lebih baik, cara yang lebih nyaman dalam menjangkau pelanggan, dan hubungan pelanggan yang lebih baik (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:131). Peta empati merupakan alat bantu visual yang dikembangkan oleh perusahaan berpikir visual bernama XPLANE (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:131). Alat bantuvisual satu halaman ini terdiri dari enam kotak yang terdiri dari berbagai pertanyaan yang memungkinkan perusahaan untuk lebih memahami dengan lebih baik apa yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan.
60
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 4 Peta Empati Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:130)
Cara menggunakan Peta Empati sangat mudah. Mulailah dengan memberi pelanggan ini nama yang dilengkapi beberapa karakteristik demografi, seperti pendapatan, status pernikahan, dan lain-lain. Kemudian, dengan mengacu pada gambar yang ada dibawah ini, gunakan flip chart atau papan tulis untuk membuat profil pelanggan yang mendapat nama baru dengan bertanya dan menjawab enam pertanyaan berikut (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:131).
Tabel 5 Pertanyaan Peta Empati - Seperti apa tampaknya? Apa yang dilihatnya? (See?) Jelaskan apa yang dilihat pelanggan dalam lingkungannya
- Siapa yang mengelilinginya? - Siapa teman-temannya? - Apa masalah yang ditemui?
Apa yang didengarnya? (Hear?)
- Apa yang dikatakan teman- temannya? Pasangannya?
Menjelaskan bagaimana lingkungan memengaruhi pelanggan
- Siapa yang benar-benar memengaruhinya, dan bagaimana?
Apa yang benar-benar dipikirkan dan dirasaknnya? (Think & Feel?)
- Saluran media mana yang berpengaruh? - Apa yang benar-benar penting untuknya (yang tidak dikatakannya secara terbuka)? 61
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Mencoba menguraikan apa yang ada dibenak pelanggan
- Bayangkan emosinya. Apa yang menggerakkannya? - Apa yang dapat membuatnya terbangun di malam hari? - Cobalah menggambarkan mimpi-mimpi dan aspirasinya. - Apa sikapnya?
Apa yang dikatakan dan dilakukannya? (Say and Do?)
- Apa yang dapat dikatakannya kepada orang lain?
Membayangkan apa yang mungkin dikatakan pelanggan, atau bagaimana perilakunya di depan umum
- Berikan perhatian yang memadai untuk potensi komflik antara apa yang mungkin dikatakan pelanggan dan apa yang mungkin benar-benar dipikirkan atau dikatakannya.
Sakit hati apakah yang dirasakan pelanggan? (Pain)
- Apakah frustasi terbesarnya? - Risiko apa yang ditakutinya? - Apa yang benar-benar ingin dicapainya?
Apa saja perolehan pelanggan? (Gain)
- Bagaimana ia mengukur kesuksesan? - Pikirkan beberapa strategi yang dapat digunakannya untuk mencapai tujuan.
Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:131)
B. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2012: 241). Penggunaan teknik triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data yang akan diperoleh karena data yang didapat tidak hanya dari satu teknik atau satu sumber pengumpulan data. Triangulasi sumber data merupakan triangulasi yang mendapatkan data dari sumber yang berbeda–beda dengan teknik yang sama. Dalam triangulasi sumber pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kualitatif, dimana peneliti dapat melakukan face to face interview (wawancara langsung) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat langsung (Creswell, 2009: 267). Proses wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dari narasumber. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara yang terstruktur, maksudnya adalah proses wawancara dilakukan secara terencana. Gambar dibawah menjelaskan triangulasi sumber pengumpulan data dengan mendapatkan data melalui wawancara dari sumber yang berbeda – beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2012: 241).
62
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
wawancara
A
B
C
Gambar 5 Triangulasi Sumber Pengumpulan Data Data yang didapat dari hasil wawancara yang bertujuan untuk memeriksa keabsahan data selanjutnya akan dilakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang telah dikelompokkan tersebut oleh peneliti kemudian dipahami secara utuh dan ditemukan poin-poin yang peneliti gunakan sebagai indikator yang akan dicocokkan dengan indikator pada setiap pertanyaan empaty map.
Gambar 6 Triangulasi Sumber Data Sumber data triangulasi Pelaku Usaha Cafe didapatkan dengan mendatangi tempat makan yang memiliki brand image yang baik di masyarakat, berdasarkan berita yang terdapat pada surat kabar ataupun media internet. Data calon pelanggan didapatkan dengan menemui mereka di cafe atau setelah mereka mengunjungi sebuah cafe. Sumber data Ahli Bisnis peneliti ambil dari mereka yang peneliti anggap memahami betul mengenai dunia bisnis yakni lulusan Master of Business Administration Institut Teknologi Bandung dan berkecimpung langsung dalam dunia bisnis, dalam hal ini peneliti tunjuk seorang dosen bisnis yang memiliki title tersebut dan orang yang berada dalam naungan komunitas bisnis Tangan Di Atas.
63
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
HASIL DAN PEMBAHASAN Indikator Peta Empati Berikut hasil wawancara dari para informan triangulasi: Tabel 6 Indikator Peta Empati berdasarkan Informan Triangulasi No 1
Pertanyaan Peta Empati Apa yang dilihatnya? (see)
2
Apa yang didengarnya? (hear)
3
Apa yang dipikirkan dan dirasakannya? (think and feel)
Praktisi Usaha Persaingan yang semakin ketat dalam setiap lini pelayanan Desain interior unik untuk pengambilan foto Diskon pelajar Diskon pada jam tertentu Rasa makanan tidak terlalu diperhatikan, prioritas utama memiliki spot untuk foto Kesalahan pesanan Menarik pelanggan melalui media sosial Promosi gratis melalui path Mulai bermunculan kafe yang bekerjasama atau berbagi tempat dengan bidang usaha lain seperti distro atau barbershop tetapi belum ada kafe yang menerapkan dua sumber pendapatan berbeda sekaligus dalam satu konsep Sistem pelayanan yang diterapkan masih harus terus dikembangkan dan ditingkatkan untuk kepuasan Rasa makanan masih harus ditingkatkan, kebanyakan pelaku usaha tidak terlalu memprioritaskan mengenai hal ini Kafe yang memiliki konsep tersendiri dirasa dapat menjadi
Indikator Ahli Persaingan yang semakin marak dan ketat Persiapan konsep yang semakin matang Kualitas makanan mulai meningkat Perkembangan teknologi meningkat pada take order process
Media sosial sangat berpengaruh Menawarkan konsep bukan makanan Kafe dengan gerai sepatu dapat memberikan kemudahan bagi orang bermobilitas tinggi
Kafe mulai mengembangkan keunikannya sendiri Penerapan kafe dengan sepatu dapat memudahkan atau menggoda pelanggan untuk membelinya, dua keuntungan sekaligus Konsep yang jelas dapat menarik
Segmen Pelanggan Semakin banyak kafe yang bermunculan Promo breakfast, mendapat potongan di minimal order tertentu Promo kartu debit atau kredit bank tertentu Memiliki desain yang unik untuk foto tapi tidak terlalu berkonsep Lupa atau salah pesanan Mengetahui beberapa kafe dari media sosial seperti instagram dan path Perlu konsep yang benar-benar matang dan menarik Sosok yang berkunjung sangat berpengaruh Kafe berkonsep sepatu belum ada diterapkan di kafe di Bandung, cukup unik dan konsepnya jelas
Kenyamanan (tidak diburu-buru) Spot bagus untuk foto-foto Kafe memiliki konsep tersendiri Tidak terlalu crowded Tempat strategis Life music Pelayanan 24 jam Lahan parkir besar Suhu menyenangkan Menu makanan beragam
64
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
4
Apa yang dikatakan dan dilakukannya? (say and do)
5
Apa yang dikorbankannya ? (pain)
nilai tambah dan mempunyai keunikan sendiri Tidak terlalu crowded, crowded tapi teratur Good ambience
Sangat menarik untuk mencoba menerapkan konsep sepatu dan kafe Perbaiki terus pelayanan sehingga pelanggan merasa sangat nyaman dan secara tidak langsung merekomendasikan pada orang lain Bisa menjalin kerjasama dengan komunitas pecinta sneakers/skateboard atau komunitas yang sangat berhubungan dengan sepatu Biaya tambahan untuk mendukung konsep yang diusung tetapi untuk dua keuntungan Konsep sepatu sesuaikan dengan konsep kafe jangan sampai bertabrakan Jangan lupakan taste makanan
6
Apa yang didapatkannya? (gain)
Pertumbuhan pelanggan tentu menjadi target utama saat menerapkan konsep baru. Kemudahan dan tingkat kepuasan para pelanggan yang meningkat.
pelanggan Ambience harus dijaga agar pelanggan merasa nyaman dan betah Tambahan life music bisa menjadi ketertarikan Konsep yang akan diterapkan akan sangat meramaikan persaingan dalam perkembangan kafe saat ini Menyatukan dua hal yang berbeda dan saling menguntungkan sangat menarik untuk dicoba
Biaya menjadi masalah utama dalam menerapkan konsep baru Emosi yang dirasa para waiters dalam memberikan pelayanan langsung harus terjaga Konsep sepatu dan kafe harus saling mendukung Kemudahan yang ditawarkan harus semakin terasa Peningkatan jumlah pelanggan Adanya ide-ide baru akan terus bermunculan dalam bidang bisnis ini di kota seperti Bandung
Mau datang ke kafe yang lebih berkonsep, contoh kafe di Jakarta yang banyak memiliki konsep seperti kafe berkonsep penjara, rumah sakit, lab dan lain lain Tertarik dengan kafe berkonsep sepatu yang menawarkan kemudahan dalam berbelanja
Bersedia membayar lebih untuk konsep, makanan dan kenyamanan yang diberikan lebih Akan lebih tertarik bila semua aspek seimbang, konsep matang, ambience bagus, dan rasa makanan yang enak
Kenyamanan Kemudahan bersantai dan berbelanja Pelayanan 24 jam Kepuasan sangat diharap dapat didapatkan dari konsep baru yang akan diusung
65
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Peta Empati Campuran Ambience
Pengaruh media sosial seperti instagram dan path
Ramai tapi masih berprivasi
Nilai tambah yang diberikan (life music)
Persaingan kafe yang semakin ketat Promo dan diskon tertentu
Belum adanya konsep kafe dan gerai sepatu yang digabungkan
Konsep yang semakin matang
Harus terus meningkatkan kualitas pelayanan Waktu, biaya, tenaga dan pikiran lebih dipersiapkan untuk penerapan konsep baru
Konsep unik yang diusung
Keinginan untuk Salah order datang ke kafe yang memiliki konsep tersendiri Penerapan konsep baru akan meningkatkan kualitas
Bersedia untuk membayar biaya lebih untuk mendapatkan yang lebih
Peningkatan jumlah pelanggan dan kualitas kepuasan serta kemudahan
Memicu ideide baru yang kian menarik
Gambar 7 Indikator Peta Empati
Pada indikator peta empati di atas dapat dikonfirmasi bahwa para pelanggan kafe saat ini mengharapkan suatu hal lebih yang dapat mereka rasakan dari pelayanan yang diterapkan kebanyakan kafe saat ini. Dengan kata lain, para pelanggan menginginkan adanya inovasi baru dari pelayanan kafe yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kepuasan dan sisi kemudahan sebuah layanan. Dengan melihat dari hasil analisis indikator peta empati yang berasal dari para informan triangulasi, peneliti melihat terdapat adanya kebutuhan yang masih sedikit para praktisi usaha kafe yang menyadari kebutuhan tersebut.
Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe Rancangan model bisnis Zapateria shoes & cafe yang peneliti tetapkan adalah perencanaan konsep kafe dan gerai sepatu secara bersamaan, pemberian diskon-diskon tertentu dan kesediaan customer care website, serta didukung keramahan yang dijalin kepada para calon pelanggan diharapkan akan membangunkan tingkat kepuasan dan kepercayaan pelanggan terhadap Zapateria shoes & cafe. Salah satu keunggulan dari Zapateria shoes & cafe juga yakni penerapan sistem otomasi order dengan cara take order dengan gadget oleh waiters yang terintegrasi langsung pada sistem di kitchen sehingga mengurangi kemungkinan salah pesanan yang sering terjadi. Dari hal tersebut juga akan terbentuk kunjungan kafe yang bersifat terus-menerus sehingga menjadikan keramahan dan profesionalitas yang diberikan Zapateria shoes & cafe tersampaikan dengan baik kepada para calon pelanggan.
65
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Ketersediaan sepatu sebagai barang dagangan bertujuan untuk mempermudah pelanggan dalam berwisata belanja dan mencoba berbagai menu makanan dunia serta free welcome drink yang disediakan. Pelanggan juga dapat membeli sepatu yang dijual Zapateria shoes &cafe melalui website dan media sosial instagram, juga terdapat menu makanan pilihan dan penjelasan mengenai asal menu tersebut sehingga pelanggan bisa mendapatkan pengetahuan dari menu itu sendiri di dalam website yang dapat disantap langsung di kafe. Dari hal tersebut diharapkan pelanggan bisa mendapatkan kelebihan tersendiri yang belum pernah didapatkan di kafe lain dengan kenyamanan, fleksibilitas dan pengetahuan yang diberikan Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe
Gambar 8 Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe Fin Sumber : data olahan penelit
66
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
SIMPULAN Kesimpulan Model Bisnis Kanvas Zapateria Shoes & Cafe Blok
Segmen Pelanggan (Customer Segments)
Hipotesis
Final
Anak muda, pria dan Anak muda, pria dan wanita yang memiliki wanita yang memiliki hobi atau kebiasaan hobi atau kebiasaan berkumpul dengan berkumpul dengan kerabat dalam jangka kerabat dalam jangka waktu tertentu waktu tertentu Komunitas
Komunitas
Pecinta sepatu
Pecinta sepatu
Turis (pendatang dari Turis (pendatang dari luar kota Bandung) luar kota Bandung)
Menu makanan dunia Free welcome drink
Proposisi Nilai (Value Propositions)
Menu makanan dunia Free welcome drink
Berbagai pilihan sepatu sebagai desain interior Berbagai pilihan sepatu dan sekaligus barang sebagai desain interior dagangan dan sekaligus barang dagangan Life music Take order gadget
Saluran (Channels)
Media sosial Media sosial (instagram, twitter dan (instagram, twitter dan path) path) Kafe
Website
Membership Hubungan Pelanggan (Customer Relationship)
dengan
Diskon (student card)
Customer care website
Kafe
Website Membership
Diskon (student card)
Customer care website Sistem otomasi order
63
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Penjualan makanan dan Penjualan makanan dan minuman minuman Arus Pendapatan (Revenue Streams)
Penjualan sepatu
Penjualan sepatu
Service (5% per bill)
Service (5% per bill)
Membership Iklan
Human resources Menu
Sumber Daya Utama (Key Resources)
Membership Iklan
Human resources Menu
Asset (gedung, tanah, Asset (gedung, tanah, mesin, peralatan mesin, peralatan masak, peralatan masak, peralatan makan, dll) makan, dll) Sistem operasional Sistem operasional (take order & process) (take order & process)
Aktivitas Kunci (Key Activities)
Penjualan makanan, minuman, dan sepatu Penjualan makanan, minuman, dan sepatu Pembuatan air mineral
(welcome drink) Pembuatan air mineral (welcome drink) Manajemen kafe Manajemen kafe
Pembuatan sistem take order & process Supplier bahan makanan dan minuman
Kemitraan (Key Partners)
Supplier bahan makanan dan minuman Supplier sepatu
Supplier sepatu
Pengrajin sepatu
Pengrajin sepatu IT Person
Manajemen band
64
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Biaya Operasional Biaya Operasional Struktur Biaya (Cost Structure)
Gaji karyawan
Training karyawan
Maintenance sistem
Gaji karyawan
Training karyawan
Maintenance sistem
Pembuatan sistem take order & process Fee band
65
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
DAFTAR REFERENSI Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi IV.Jakarta: Rieneka Cipta. Creswell, John .W. (2009).Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Creswell, John.W (2010). Research Design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eisenmann, Thomas. (2002). Internet Business Models: Text and Cases. New York. McGrawHill/Irwin. Narbuko, Cholid.,& Achmadi, Abu. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Osterwalder, Alexander.,& Pigneur, Yves. (2012). Business Model Generation.Jakarta: Elex Media Komputindo. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suharyadi & Purwanto.Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. (2009). Jakarta. Salemba Empat. Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama. Taniredja, Tukiran.,& Mustafidah, Pengantar). Bandung: Alfabeta.
Hidayati.
(2011).
Penelitian
Kuantitatif(Sebuah
http://bandung.go.id/images/download/8_BAB-I.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2014 http://bandungkota.bps.go.id/subyek/penduduk-2012.
Diakses
pada
tanggal
17
Juni
66
Peggy Hariwan Inggi Silviatni
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
BIODATA PENULIS Peggy Hariwan, SE., MT., MBA, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Tanjungpura, lulus tahun 1999. Memperoleh gelar Magister Teknik (MT) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Institut Teknologi Bandung, lulus tahun 2003, gelar Master Business and Art Magister Groupe ESC Troyes Perancis tahun 2012 dan gelar Master of Science Universitas Padjadjaran tahun 2014. Saat ini menjadi Dosen Administrasi Bisnis Universitas Telkom Bandung.
Inggi Silviatni merupakan mahasiwa Administrasi Bisnis Universitas Telkom Bandung
67
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
MODEL PENGEMBANGAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR) MELALUI PEMBERDAYAAN MODAL INTELEKTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN (SURVEY DI KOTA BANDUNG) Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah Program Studi Manajemen, Universitas Padjadjaran Email :
[email protected] [email protected] [email protected] ABSTRAK Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial guna memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yang dilakukan perusahaan dapat berupa kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan lingkungan. Penelitian yang kami lakukan untuk mengetahui bagaimana program CSR yang dilakukan oleh BUMN di Bandung serta membuat model berkaitan dengan CSR pendidikan yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 35 BUMN di kota Bandung, program CSR yang banyak dilakukan adalah di bidang pendidikan dan lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk (1) Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung, (2) Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung yang berkaitan dengan pendidikan di Kota Bandung, (3) Menyusun program pelatihan (TOT) bagi sumber daya intelektual (dosen, profesional perusahaan, dan mahasiswa) yang terkait dengan program CSR di bidang pendidikan, (4) Merancang sebuah model pengembangan CSR dalam pendidikan sehingga dapat dijadikan acuan dan bahan evaluasi oleh pihak-pihak terkait untuk pengembangan selanjutnya. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode cross sectional berdasarkan studi pustaka dan survey (wawancara, focus group discussion, dan observasi). Tahapan kegiatan penelitian dimulai dari (1) tahap penyusunan desain studi, (2) penyusunan instrumen, (3) penarikan sampel, (4) pengumpulan data di lapangan, (5) tabulasi data, (6) pemilihan dan pemilahan data, (7) analisis data, dan (8) pelaporan. Berdasarkan hasil analisis dari 35 kuesioner yang diperoleh dari 35 BUMN di Bandung, bahwa CSR BUMN dilakukan dalam hal pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Bentuk program CSR di bidang pendidikan yang dilakukan oleh 35 BUMN di Bandung adalah berupa pemberian beasiswa, serta bantuan sarana dan prasarana sekolah. Keywords : Tanggung Jawab Sosial, Sumber Daya Intelektual
68
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah I.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Pendahuluan
Sebuah perusahaan selain melakukan kegiatan bisnisnya juga memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan disekitar perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) meliputi berbagai kegiatan produktif dengan melibatkan masyarakat di dalam maupun diluar perusahaan, dan bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat serta mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang. Fokus perusahaan dalam menjalankan program CSR berdasarkan 3 hal yaitu profit, masyarakat, dan lingkungan. Beberapa program kegiatan CSR antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui program CSR apa saja yang dilakukan oleh 51 BUMN di Bandung. Berkaitan dengan program CSR, pemerintah Jawa Barat mendorong perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan pendanaan pembangunan sarana prasarana pendidikan serta untuk meningkatkan daya saing pembangunan daerah dan keunggulan perusahaan. Keterlibatan perusahaan di bidang pendidikan sangat diperlukan guna memajukan kualitas pendidikan. Selain itu, dengan menjalankan program CSR akan memberikan nilai ekonomis bagi perusahaan. Agar upaya pemerataan pendidikan dapat tercapai maka perusahaan melalui program CSR menjalin kemitraan dengan lembaga pendidikan dan sumber daya intelektual. Beberapa hal yang akan diteliti yaitu mengenai bagaimana peran perusahaan melalui program CSR berkontribusi dalam bidang pendidikan, serta sinergi perusahaan antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sekolah guna pemerataan pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan. Diharapkan dengan adanya program CSR dapat meningkatkan inovasi dan minat sumberdaya intelektual untuk mensukseskan pendidikan. II. Landasan Teori Kontler dan Nancy (2005) menjelaskan definisi Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai: komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai, keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama. Human Capital merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan profesional yang mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Menurut Mayo (2000), human capital memiliki lima komponen yaitu individual capability, individual motivation, leadership, the organizational climate, dan workgroup effectiveness. Masing-masing komponen memiliki peranan yang berbeda dalam menciptakan human capital perusahaan yang pada akhirnya menentukan nilai sebuah perusahaan.
Proses penciptaan pengetahuan dilaksanakan dalam sebuah pengaturan yang dikenal dengan manajemen pengetahuan (knowledge management). Manajemen pengetahuan bertugas untuk mengelola pengetahuan sehingga dapat diperbaharui, digunakan berkali-kali dengan value yang semakin meningkat yang berbanding lurus dengan pengalaman karyawan serta organisasi. Selanjutnya penerapan manajemen pengetahuan akan menimbulkan inovasi yang berkelanjutan yang timbul dari interaksi pengetahuan antara para pihak yang terlibat dalam
69
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
organisasi bisnis (Leiponen : 2003). Pengetahuan ini selanjutnya dijadikan dasar dalam organisasi sebagai sumber inovasi. III. Pembahasan 3.1. Metode Penelitian Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode cross sectional, dengan populasi penelitian 51 BUMN. Tetapi 8 BUMN tidak lagi beroperasi di Bandung, sehingga populasi penelitian menjadi 43 BUMN. Unit analisis berdasarkan indikatorindikator dan 5 dimensi CSR. Operasionalisasi variabel adalah sebagai berikut :
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan focus group discussion. 3.2. Target dan indikator keberhasilan: Target khusus 1. Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung. 2. Mengidentifikasi program program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung yang berkaitan dengan pendidikan di Kota Bandung.
70
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
3. Menyusun program pelatihan (TOT) bagi sumber daya intelektual (dosen, profesional perusahaan, dan mahasiswa) yang terkait dengan program CSR dibidang pendidikan 4. Merancang sebuah model pengembangan CSR dalam pendidikan sehingga dapat dijadikan acuan dan bahan evaluasi oleh pihak-pihak terkait untuk pengembangan selanjutnya. Tidak Belum ada difollow up bagian 0% csr 4%
Data harus dari pusat 8% Disposisi 4%
Status Survey
Perusahaan tidak ada 16%
Sudah diisi 68%
Indikator keberhasilan 1.
Artikel penelitian yang dipublikasikan di jurnal terakreditasi
2.
Presentasi pada konferensi/ seminar nasional/ regional
3.3. Usulan dari rancangan model penelitian adalah sebagai berikut
Perusahaan
Social Venture
Pendidikan
CSR di Jawa Barat
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Ekonomi
Budaya Pemerintah
Perguruan Tinggi
Kesehatan
Perusahaan : 1.Dana 2. Tangible & Intangible Asset Perguruan Tinggi : 1. Dosen 2. Mahasiswa
Bencana Alam
3.4. Analisis Data Penelitian CSR : Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa kuesioner yang sudah diisi ada 35 kuesioner dan presentase 68%. Maka kuesioner yang sudah diisi lebih banyak dari yang belum difollow up dan disposisi. Tidak ada kuesioner yang belum difollow up sehingga presentasenya 0%. Perusahaan yang tidak memiliki bagian CSR terdiri dari 2 perusahaan, presentase 4%. Sehingga dapat
71
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
dikatakan bahwa hanya sedikit kuesioner yang belum difollow up dan hanya sedikit perusahaan yang tidak memiliki bagian CSR. Kuesioner yang masih disposisi terdiri dari 2 kuesioner, presentase 4%, masih cukup banyak kuesioner yang disposis mengingat adanya prosedur tertentu terkait pengisian kuesioner CSR. Data kuesioner yang harus dari pusat terdiri dari 4 kuesioner dengan presentase 8%. Hal ini terkait dengan kebijakan perusahaan mengenai data kuesioner yang memang harus berasal dari pusat. Berdasarkan hasil operasional ke lapangan, diperoleh data bahwa terdapat beberapa perusahaan yang tidak ada yaitu 8 perusahaan, presentase 16%.
Status Regional Pusat 19% Perusaha an tidak ada 15%
Cabang/R egional 66%
Berdasarkan analisis data, maka terdapat 8 perusahaan yang tidak ada, presentase 15%, sehingga tidak ada data yang dapat diolah. Perusahaan cabang/regional di Bandung dengan wilayah kerja Jawa Barat sebanyak 35 perusahaan dengan presentase 66%. Perusahaan yang berada di pusat yaitu Jakarta sebanyak 10 perusahaan dengan presentase 19%.
Data Program CSR BUMN Lainnya 18% Ekonomi 20% Lingkunga n 23%
Pendidika n 21% Kesehata n 18%
Berdasarkan hasil pengolahan data, perusahaan yang bergerak di bidang CSR pendidikan sebanyak 32 perusahaan (21%), di bidang kesehatan 27 perusahaan (18%), di bidang lingkungan 35 perusahaan (23%), di bidang ekonomi 31 perusahaan (20%) dan lainnya sebanyak 27 perusahaan (18%). Berdasarkan data maka dominan CSR dilakukan untuk pembinaan lingkungan dan pendidikan.
72
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Bentuk Penyelenggaraan CSR Kerjasam a 47%
Mandiri 53%
Berdasarkan data bentuk penyelenggaraan CSR, perusahaan yang menjalankan CSR secara mandiri sebanyak 32 perusahaan (53%) dan yang melakukan kerjasama dengan pihak lain sebanyak 28 perusahaan (47%). Dapat disimpulkan bahwa CSR lebih banyak dilakukan secara mandiri.
Manfaat CSR
Lainnya 53%
Citra perusaha an 47%
Berdasarkan diagram diatas didapat bahwa 29 BUMN (47%) menyatakan bahwa manfaat setelah melaksanakan program CSR adalah sebagai citra perusahaan, dan sisanya 33 BUMN (53%) banyak manfaat lainnya yang dirasakan perusahaan setelah melaksanakan program CSR.
Anggaran CSR >5% 3% 3,1% - 5% 9%
1% - 3% 88%
Berdasarkan hasil survei lapangan, didapat temuan bahwa anggaran untuk pembiayaan CSR 88% menyatakan antara 1-3% dari laba yang didapat perusahaan. 9% CSR menyatakan 3,15% dari laba per tahun yang didapat perusahaan dan sisanya 3% menyatakan >5% dari laba per tahun yang didapat perusahaan.
73
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Kebijakan CSR Tidak Terpusat 14% Terpusat 86%
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 86 % atau sebanyak 32 perusahaan yang menerapkan kebijakan CSR secara terpusat sedangkan 14% lainnya atau sebanyak 5 perusahaan menerapkan kebijakan tidak terpusat. Dari data ini secara umum, dapat disimpulkan CSR masih menjadi tanggung jawab perusahaan pusat untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait di dalamnya.
Tata Nilai CSR Tidak ada tata nilai 0%
Ada tata nilai 100%
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa setiap BUMN yang telah memberikan datanya atau sebanyak 35 perusahaan menjalankan tata nilai dalam melaksanakan program CSR-nya.
Identifikasi Stakeholder Tidak ada identifika si 3%
Ada identifika si 97%
Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 3% perusahaan tidak mengadakan identifikasi stakeholder sedangkan 97% lainnya melakukannya. Artinya program CSR sebelum digulirkan secara umum perusahaan-perusahaan BUMN telah melakukan identifikasi untuk merancang program yang tepat bagi stakeholdernya.
74
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Komunikasi komunitas Tidak ada komunik asi 9%
Ada komunik asi 91%
Berdasarkan data pengolahan, perusahaan yang melakukan komunikasi dengan komunitas lokal sebanyak 32 perusahaan (91%) dan yang tidak menyelenggarakan komunikasi sebanyak 3 (9%).
Publikasi CSR Tidak Ada 0% Ada publikasi dan sosialisasi 100%
Berdasarkan data penelitian bahwa semua perusahaan yang diteliti melaksanakan publikasi terhadap program CSR yang dijalankan melalui media cetak. IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dari 35 kuesioner yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa CSR yang dilakukan beberapa BUMN di Bandung dan di Jakarta meliputi bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Dominan CSR yang dilakukan adalah dibidang pendidikan dan lingkungan, dimana pelaksanaan program dilakukan secara mandiri dan kerjasama dengan pihak ketiga. Manfaat yang diperoleh dengan melaksanakan program CSR adalah mampu meningkatkan citra perusahaan dan memberikan benefit bagi perusahaan. Anggaran CSR berkisar 1-3%, dimana kebijakan penyelenggaraan CSR terpusat dan setelah itu kebijakan diserahkan ke masing-masing cabang. Penyelenggaran kebijakan CSR berdasarkan tata nilai yang berlaku di perusahaan, dimana dilakukan identifikasi stakeholder, komunikasi dengan komunitas lokal serta publikasi program CSR. Saran Dibutuhkan optimalisasi pendataan dan waktu dikarenakan masih ada beberapa list yang belum sesuai sehingga pengumpulan data kurang maksimal.
75
Wa Ode Zusnita Ernie Tisnawati Layyinaturrobaniyah
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Referensi Dahlsrud. 2008. How Corporate Social Responsibility Is Defined An Analysis Of 37 Definitions. Corporate social responsibility and Environmental management. Vol. 15. Dea Cendani dan Tjiptohadi Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility: Upaya Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan Csr Bidang Pendidikan. Jurnal Akuntansi & Auditing 95. Volume 8/No. 2/Mei 2012: 95-189 Grunig, James E & Todd Hunt. 1984. Managing Public relations. Chicago: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Kotler, Philip and Lee, Nancy. 2005. Corporate Social Responsibility – Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc. Leiponen, Aija.(2005).Organization Of Knowledge and Innovation: The Cases of Finnish Business Service : Industry and Innovation Sidney. Vol 122 p 185 – 201. Mayo, A., 2000. “The Role of Employee Development in The Growth of Intellectual Capital”, Personal Review, Vol. 29, No. 4. http://www.emerald-library.com Mulyandari, Retno S.H., Swastomo,Wasidi., Tri Wibowo, Cahyono., Situmeang, Ilona. 2010. Implementasi CSR dalam mendukung pengembangan Masyarakat Melalui Peningkatan Peran Pendidikan. Makalah. Institut Pertanian Bogor. (Seminar Nasional “Komunikasi Pembangunan Mendukung Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Kerangka Pengembangan Masyarakat”) Munilla, L. S & Miles, M. P. 2005. The Corporate Social Responsibility Continuum as A Component Of Stakeholder Theory. Business And Society Review. Vol. 110, No. 4, pp: 371–387. Narahudita, Dea Cendani., Tjiptohadi Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility : Upaya Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan CSR Bidang Pendidikan. Universitas Airlangga. Nonaka Ikujiro. Hirotaka Tekauchi (1995). The Knowledge Creating Company How Japanese Corporation Create The Dynamic of Innovation . Oxford University Press, New York. Su‟adah. 2010. Pemberdayaan Masyarakat Lokal Melalui Program Corporate Social Responsibility. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. WBCSD. 2007. What does GRI-Reporting tell us about Corporate Sustainability?. Energy Efficiency in Buidlings-Business realities and opportunities. Available at www.wbcsd.org. Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility), Gresik, Fascho Publishing, 2007, hal.7.
76
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL
Wisudanto Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Departemen Managemen e-mail:
[email protected] Sugiarto Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Departemen Managemen ABSTRAK Keputusan strategi dalam beberapa literatur berpengaruh terhadap kinerja ekonomis perusahaan, salah satu keputusan strategi yang diambil perusahaan adalah diversifikasi.Diversifikasiyang konsisten dengan coinsurance effectdapat meningkatkan kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan, meningkatkan penyebaran aset, dan profitabilitas. Penelitian inibertujuan mengetahui pengaruh diversifikasi perusahaan terhadap struktur modal. Diversifikasi perusahaan diukur dengan menggunakan Jacquemin-Berry Entropy Index, sementara struktur modal diukur dengan long term debt to equity ratio.Penelitian ini dilakukan pada24perusahaan (bukan sektor keuangan) yang termasuk dalam daftar LQ45 yang melakukan diversifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara diversifikasi terhadap struktur modal perusahaan.Pengaruh diversifikasi terhadap struktur modal menguatkan pendapat bahwa keputusan strategi berpengaruh terhadap kinerja ekonomis kususnya kinerja keuangan perusahaan. Kata kunci: Diversifikasi usaha, Coinsurance Effect, Struktur Modal.
77
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
1. Latar Belakang Bentuk usaha yang dikembangkan oleh konglomerasi di Indonesia berawal dari perusahaan keluarga, kemudian mereka berekspansi kedalam usaha sama sekaliberbeda dengan bisnis semula. Konglomerasi di Indonesia dilakukan dengan cara memperluas jumlah segmen secara bisnis maupun geografis, memperluas market share yang ada,dan mengembangkan berbagai produk yang beraneka ragam(Harto, 2005). Meningkatkan kinerja bisnis yang ada dengan mengidentifikasi peluang dengan cara menambah unit bisnis yang tidak berkaitan dengan bisnis perusahaan saat ini disebut diversifikasi.Menendez-Alonso (2003)berpendapat bahwa diversifikasiyang konsisten dengan coinsurance effectdapat meningkatkan kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan, meningkatkan penyebaran aset, dan profitabilitas. Barton dan Gordon (1988)mengemukakan dalam penelitiannya bahwa diversifikasi produk berhubungan negatif dengan risiko dan berhubungan positif dengan tingkat utang,dengan menggunakan data perusahaan AS dan Australia. Penerapan diversifikasi, diharapkan jika salah satu segmen usaha mengalami kerugian, maka keuntungan yang diperoleh dari segmen usaha yang lain dapat menutupi kerugian tersebut. Keputusan penting yang diambil oleh manajemen berkaitan dengan diversifikasi perusahaan adalah keputusan pendanaan yang digunakan untuk melakukan diversifikasi, hal ini akan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.Myers (2003) berpendapat bahwa struktur modal mencerminkan imbangan antara utang jangka panjang dan ekuitas, maka didalam membelanjai aktiva yang ada perlu diperhatikan komposisinya dengan baik. Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien.Kochhar dan Hitt (1998)juga mengemukakan bahwa perusahaan melakukan diversifikasi memiliki rasio utang yang lebih tinggi karena pengurangan risiko. Singh et al. (2003)mengungkapkan perusahaan yang melakukan diversifikasi yang konsisten akan berpengaruh positif terhadap kemampuan hutang perusahaan, hasil ini konsisten dengan Coinsurance Effect.Xu dan Wang (1999)dengan menggunakan sample perusahaan di China dalam penelitiannya berpendapat bahwa jika diversifikasi dilakukan tidak terkait dengan bisnis utama berpengaruh positif terhadap kemampuan utang perusahaan. Penelitian bertujuan untukmenganalisis apakah diversifikasi yang dilakukan perusahaan berpengaruh terhadap struktur modalperusahaan.Menggunakan sample 24 perusahaan tergabung dalam LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-2012yang melakukan diversifikasi,hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi dalam proses pengambilan keputusan sehingga keputusan yang dihasilkan akan lebih tepat. 2. Telaah Literatur dan Hipotesis Christensen dan Montgomery (1981) menjelaskan tiga pandangan alasan dilaksanakannya diversifikasi perusahaan, (1) Pandangan kekuatan pasar (market power view), yaitu diversifikasi merupakan alat untuk menumbuhkan pengaruh anti kompetisi yang bersumber pada konglomerasi. (2) Pandangan prespektif keagenan (agency view), terjadinya konflik kepentingan antara pemegang saham dengan manajer. Manajer kemungkinan bertindak tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manajer mempunyai kecenderungan melakukan diversifikasi untuk memenuhi kepentingannya. Kinerja manajer sering kali dikaitkan dengan tingkat penjualan, sehingga diversifikasi merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan pendapatan perusahan. (3) Pandangan yang mendasarkan pada sumber daya (resource based view) yang dimiliki perusahaan. Tujuan diversifikasi adalah untuk 78
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
memanfaatkan kelebihan kapasitas dari sumber daya perusahaan. Tingkat optimal diversifikasi tiap perusahaan berbeda sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Su (2010)menggunakan Jacquemin-Berry entropy index, untuk mengukur optimalisasi diversifikasi(DIVR) digunakan rumus sebagai berikut: DIVR = ;
: Rasio dari penjualan per-segmen usaha dengan jumlah
penjualan perusahaan. Coinsurance Effect Coinsurance effect menyatakan bahwa ketika perusahaan melakukan strategi penggabungan unit usaha yang berbeda bisnisnya dalam satu konglomerasi akan menurunkan resiko kebangkrutan perusahaan sebelumnya.Karena dua atau lebih perusahaan yang bergabung bersama dan mempunyai laba yang tidak berkorelasi akan mengurangi resiko kegagalan perusahaan gabungan, hal tersebut dapat meningkatkan kapasitas utang dari perusahaan konglomerasi (Lewellen, 1971). Diversifikasi memungkinkan perusahaan dengan arus kas kurang baik berkorelasi dengan segmen yang berbeda untuk mengurangi variabilitas laba sehingga kapasitas pinjaman perusahaan dapat mengalami peningkatan(Kim dan McConnell, 1977). Penelitian lain mengatakan bahwa dengan melakukan diversifikasi perusahaan dapat memperoleh pengurangan pajak dengan offsetting pembayaran bunga di beberapa segmen terhadap keuntungan segmen operasi yang lain (Berger dan Ofek, 1995).Coinsurance effectmuncul ketika perusahaan melakukan diversifikasi segmen usaha yang beragam sehingga perusahaan memiliki kapasitas utang yang lebih tinggi.Menendez-Alonso (2003)berpendapat bahwa diversifikasiyang konsisten dengan coinsurance effectdapat meningkatkan kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan, meningkatkan penyebaran aset, dan profitabilitas.
Struktur Modal Van Horne dan Wachowicz (2008)berpendapat bahwa struktur modal adalah proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang terdiri dari hutang, saham preferen, dan saham biasa. Jadi struktur modal tersebut tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri. Pemenuhan akan kebutuhan dana dapat diperoleh dengan baik secara internal perusahaan maupun secara eksternal. Bentuk pendanaan secara internal (internal financing) adalah laba ditahan, depresiasi, dan amortisasi. Pemenuhan kebutuhan yang dilakukan secara eksternal dapat dibedakan menjadi pembiayaan hutang (debt financing) dan pendanaan modal sendiri (equity financing). Menurut Myers (1977) manajer akan berusaha menambah hutangnya hingga tingkat tertentu, dimana pengurangan hutang akibat tambahan hutang sama dengan atau benar-benar terimbangi oleh tambahan biaya kebangkrutan. Ini menjelaskan bahwa perusahaan yang memilki pajak tinggi cenderung menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pajak rendah. Tetapi penggunaan hutang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan bahaya kebangkrutan dan biaya agensi yang tinggi.
79
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka panjang akan menimbulkan suatu efek yang biasa disebut dengan Leverage. Myers (2003) menjelaskan bahwa “Leverage didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap”. Dapat pula diartikan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang menginvestasikan dana atau memperoleh sumber dana yang disertai dengan adanya beban atau biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan. Jadi kebijakan leverage timbul jika perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya menggunakan dana pinjaman atau dana yang mempunyai beban tetap seperti beban bunga. Tujuan perusahaan mengambil kebijakan leverage yaitu dalam rangka meningkatkan dan memaksimalkan kekayaan dari pemilik perusahaan itu sendiri.Penggunaan leveragedalam penelitian ini antara lain penggunaan long term debt to equity ratio (LDER) adalahrasio yang digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut : Long Term Debt To Equity Ratio =
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembahasan telaah literatur yang dikemukakan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (H1)Diversifikasi mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, kerangka pemikiran untuk memecahkan permasalahan penelitiansebagai berikut : Diversifikasi
Struktur Modal
Variabel Kontrol 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Profitabilitas Volatilitas laba Tangibility of assets Non Debt Tax Shield Peluang Pertumbuhan Kepemilikan Publik Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran penelitian
80
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
3. Metode Penelitian Identifikasi variabel Berdasarkan model analisis dan hipotesis penelitian, maka jenis variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas atau independen, yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebuah perubahan variabel dependen (Sugiyono, 2009:59). Variabel bebas dari penelitian ini adalah diversifikasi perusahaan. 2. Variabel tergantung atau dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009:59). Variabel tergantung pada penelitian ini adalah struktur modal perusahaan dengan proksilong term debt to total equity ratio (LDER). 3. Variabel kontrol, merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat sehingga variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti(Sugiyono, 2009:60).Variabel kontrol dalam penelitian ini antara lain profitabilitas, volatilitas laba, tangibility of asset, nondebt tax shield (NDTS), peluang pertumbuhan, kepemilikan publik, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan. Definisi Operasional Variabel Untuk menghindari ketidakjelasan makna variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka definisi operasional variabel akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Leverage Leverage merupakan variabel terikat pada penelitian ini, yang di proksikan long term debt to total equity ratio (LDER) yang berfungsi mengukur seberapa besar ekuitas perusahaan yang digunakan untuk menjamin hutang jangka panjangnya. Data yang dipergunakan untuk analisis leverage adalah data laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan annual report perusahaan.
= 2. Diversifikasi Diversifikasi adalah variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat, diukur melalui penggunaan Jacquemin-Berry entropy index sesuai penelitian Su (2010). Penggunaan entropy index mengukur jumlah total diversifikasi (notasi DIVR) dari penjualan segmen usaha perusahaan yaitu dengan rumus sebagai berikut :
k = 1,2,3. . . .,kn 81
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 = Tingkat diversifikasi perusahaan i periode t.
DIVR
= Rasio dari penjualan per-segmen usahadengan jumlah penjualan pada perusahaan i periode t 3. Profitabilitas Hubungan antara profitabilitas dan struktur modal secara teoritis dan empiris masih kontroversial (Myers, 2003). Pecking ordertheory berpendapat struktur modal yang ceteris paribus, leverage akan mempunyai pengaruh negatif dengan profitabilitas karena perusahaan yang lebih menguntungkan akan lebih memilih memperoleh pembiayaan melalui dana internal daripada melalui utang.Namun, trade off dalam teori struktur modal memprediksi bahwa lebih banyak perusahaan yang menguntungkan memilih untuk menggunakan pembiayaan utang untuk mendapatkan keuntungan dari penghematan pajak. Maka, leverage akan mempunyai pengaruh positif dan negatif dengan profitabilitas. Ada bukti empiris yang mendukung kedua teori. Peneliti menggunakan pengembalian dari total aset (ROA) untuk mengukur profitabilitas dengan rumus sebagai berikut : = 4. Volatilitas laba Adanya ketidakpastian kestabilan lingkungan bisnis, maka kemungkinan kesulitan keuangan akan lebih besar pada setiap tingkat utang. Akibatnya, perusahaan dengan volatilitas pendapatan yang lebih tinggi akan memilih tingkat utang yang lebih rendah (Kale et al., 1991). Perhitungan didasarkan pada penelitian Su (2010) dan Kale et al. (1991) menggunakan koefisien variasi ROA dalam tiga tahun kebelakang sebagai proksi volatilitas pendapatan. Rumus koefisien variasi dari
Dimana
=
100%
:
Keterangan : = Simpangan baku perusahaan i periode t = Varian perusahaan i periode t = Data ROA tahun ke-i periode t = Rata-rata ROA perusahaan i periode t
82
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
5. Tangibility of Assets Untuk mengurangi biaya agensi akibat moral hazard, kreditur umumnya memerlukan sebuah pinjaman perusahaan menggunakan aset berwujud sebagai jaminan. Oleh karena itu, LDER diprediksi mempunyai pengaruh positif dengan tangibility of asset (Su, 2010). Penelitian ini menggunakan rasio fixed assets dibagi total aset sebagai ukuran tangibility of asset (TANGIB). Metode menghitung aset berwujud adalah sebagai berikut : = 6. Non-DebtTax shield (NDTS) Non-debt tax shield (NDTS), diukur dengan depresiasi dan amortisasi dibagi total aset. Depresiasi dan amortisasi adalah penentu struktur modal bukan dari hutang sebagai pendorong perusahaan untuk mengurangi hutang, karena depresiasi merupakan sumber modal internal sehingga diprediksi dapat mengurangi pedanaan hutang.NDTS mengurangi beban pajak perusahaan dengan demikian meringankan kebutuhan pembiayaan utang sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan pajak (Dammon dan Senbet, 1988). Dalam penelitian ini, menggunakan rumus sebagai berikut ;
= 7. Peluang pertumbuhan Perusahaan yang memiliki kemampuan tumbuh dan menguntungkan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pada perusahaan. Pertumbuhan perusahaan memperlihatkan pertumbuhan penjualan perusahaan dan digunakan untuk memprediksi pertumbuhan perusahaan tiap tahunnya. Peneliti menggunakan Tobin‟s Q sebagai proksi peluang pertumbuhan (GROW),Chung dan Pruitt (1994)mengembangkan formulasi Tobin‟s Q seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 persamaan (2.7) adalah sebagai berikut :
= Dimana: = Peluang pertumbuhanperusahaan ipada periode t. = Nilai pasar ekuitas perusahaan ipada periode t (Jumlah saham perusahaan i yang beredar dikali dengan harga penutupan saham akhir tahun pada periode t) = Nilai buku dari total hutangperusahaan ipada periode t. = Nilai buku total aktiva perusahaan ipada periode t.
83
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
8. Kepemilikan Publik Kepemilikan publik sering disebut sebagai pemegang saham minoritas (outsider investor ) karena struktur kepemilikannya tersebar dan terdiri dari banyak saham yang dimiliki secara individu. Kepemilikan publik sering menimbulkan konflik kepentingan (agency conflict), karena outsider investors tidak memiliki informasi keadaan perusahaan yang sebenarnya dan hak kontrol terhadap perusahaan lemah. Sehingga manajer akan cenderung bebas dalam membuat keputusan pendanaan hutang (Su, 2010). Oleh karena itu, penelitian ini memasukkan prosentase saham yang dimiliki oleh publik (Su, 2010), sebagai variabel kontrol dan memprediksi bahwa PUBLIC yang mempunyai pengaruh positif berkaitan dengan LDER.Metode menghitung prosentase kepemilikan publik: =
x 100 %
9. Ukuran perusahaan Perusahaan-perusahaan besar cenderung memiliki aset yang mumpuni, reputasi baik dan arus kas yang lebih stabil. Perusahaan besar lebih mungkin untuk melakukan diversifikasi, ukuran perusahaan berbanding terbalik dengan kemungkinan terjadi kebangkrutan Su (2010). Dengan demikian, perusahaan yang lebih besar diharapkan untuk membawa lebih banyak utang. Penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total aset untuk mengendalikan efek ukuran perusahaan (LNSIZE). Metode pengukuran LNSIZE sesuai penelitian Su (2010) adalah: = 10. Umur Perusahaan Kemampuan perusahaan untuk meminjam tergantung pada akumulasi pengalaman dan reputasi. Perusahaan yang lama berdiri dan go public lebih mungkin untuk mendapatkan akses pendanaan dengan pemberi pinjaman, memperoleh utang lebih mudah, dan pada tingkat yang lebih murah, sehingga umur perusahaan (AGE) mempunyai pengaruh positifterhadap leverage perusahaan. Pengukuran AGE pada penelitian mengacu pada penelitianSu (2010) menggunakan jumlah tahun perusahaan telah go public untuk mengendalikan pengaruh umur (AGE). Sample Penelitian Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling,dengan ketentuan perusahaan sampel adalah perusahaan yang tergabung dalam LQ45di Bursa Efek Indonesia dari sektor non keuangan selama tahun 2009-2012. Perusahaan terdiversifikasi setidak nya dalam dua klasifikasi industri. 4.
Deskripsi Hasil Penelitian
Agar dapat dilakukan analisis lebih jauh terkait permasalahan yang harus dipecahkan dalam penelitian ini deskripsi data dalam penelitain ini sebagai berikut.
84
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 Tabel 1 Deskripsi Data Perusahaan Dalam Periode Penelitian (2009 – 2012) Std. Deviation N
Minimum
Maximum
Mean
LDER
24
0,033
1,352
0,421
0,371
DIVR
24
0,014
1,597
0,596
0,401
STATE
24
0,000
1,000
0,420
0,496
ROA
24
0,011
0,452
0,123
0,101
STDROA
24
0,018
1,133
0,269
0,232
NDTS
24
0,008
0,923
0,241
0,222
TANGIB
24
0,004
0,817
0,320
0,247
GROW
24
0,650
15,003
2,642
2,626
PUBLIC
24
0,074
0,835
0,379
0,161
LNSIZE
24
29,211
34,086
31,160
1,268
AGE
24
1,000
30,000
13,708
7,013
Sumber : Data hasil olahan.
Hasil yang ditunjukkan pada table 1, kita dapat mengetahui bahwa nilai hitung Indeks Entropi paling rendah sebesar 0,014 yaitu pada PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk yang terjadi pada tahun 2011 sedangkan nilai hitung Indeks Entropi tertinggi terjadi pada PT.Lippo Karawaci Tbk. yaitu 1,597 pada tahun 2010. Nilai rata-rata yang dihasilkan indeks entropi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan. Dimana nilai rata-rata keseluruhan sebesar 0,596, pada tahun 2009 nilai rata-rata yang dihasilkan sebesar 0,562 mengalami peningkatan menjadi 0,565 pada tahun 2010, lalu pada tahun 2011 nilai rata-rata meningkat sebesar 0,633, dan justru menurun lagi menjadi 0,626 pada tahun 2012. Peningkatan nilai rata-rata indeks entropi dari tahun 2010 ke tahun 2011 pada periode penelitian, berarti penerapan strategi diversifikasi perusahaan mengalami peningkatan dan penerapan tingkat diversifikasi mengalami peningkatan pada tahun 2009 ke tahun 2011 dan kembali menurun pada tahun 2012. Nilai standart deviasi yang lebih kecil dari nilai rataratanya yaitu sebesar 0,401 menunjukkan bahwa terjadi perimbangan atau tidak ada ketimpangan persebaran tentang besar tingkat strategi diversifikasi dari tiap perusahaan yang menjadi objek penelitian. Leverage pada penelitian ini diproksikan dengan utang jangka panjang (LDER) merupakan variabel terikat yang terdiri dari perbandingan antara jumlah utangjangka panjang dengan 85
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
ekuitas perusahaan, itu dikarenakan perusahaan menggunakan utang pada struktur pendanaannya.Leverage yang besar merupakan cerminan penggunaan utang yang besar pula untuk struktur pendanaannya. Pada tabel 1 diketahui bahwa secara rata-rata LDER perusahaan sebesar 0,421 hal ini menyatakan bahwa rata-rata long term debtratio pada tingkatleverage selama tahun 2009 sampai dengan 2012 adalah sebesar 0,421dari total ekuitas yang dimiliki perusahaan sampel. Nilai minimum dari LDER terjadi pada PT. Astra Agro Lestari Tbk. tahun 2009sebesar 0,033 yang menunjukkan bahwa ekuitas yang digunakan untuk menjamin keseluruhan utang jangka panjangnya semakin besar.Nilai maksimum dari LDER terjadi pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk tahun 2009sebesar 1,352 yang menunjukkan bahwa ekuitas yang digunakan untuk menjamin keseluruhan utang jangka panjangnya semakin rendah.Nilai standart deviasi sebesar 0,371 yang lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa terjadi perimbangan atau tidak ada ketimpangan tentang besar LDER yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan sampel yang menjadi objek penelitian. Hasil regresi yang dilakukan tampak pada Tabel 2, Koefisien variabel diversifikasi (DIVR) memberikan kontribusi positif sebesar 0,186 menunjukkan bahwa apabila variabel diversifikasi (DIVR), dalam hal ini nilai indeks entropi ditingkatkan sebesar 1 angka maka leverage (LDER) akan meningkat sebesar 0,186 dan sebaliknya, jika indeks entropi diturunkan sebesar 1 angka maka leverage (LDER) akan menurun sebesar 0,186 dengan asumsi variabel lain tetap. Diketahui hasil uji t, dimana pengaruh variabel diversifikasi (DIVR) terhadap leverage (LDER) perusahaan memiliki nilai uji t sebesar 2,273 dengan tingkat signifikansi 0,026. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan terdapat pengaruh positif signifikan secara parsial antara variable Tabel 2 Ringkasan Hasil Uji F dan Uji t Variabel Bebas Terhadap Variabel Tergantung Dengan Variabel Kontrol Variabel
Koefisien Regresi
(Constant)
0,377
Diversifikasi
0,186
ROA
Beta
t
Sig.
0,443
0,659
0,201
2,273
0,026
-1,815
-0,492
-3,532
0,001
Volatilitas Laba
0,363
0,227
2,995
0,004
Tangibility of Assets
1,016
0,677
5,719
0,000
Non-Debt Tax Shielded
-0,375
-0,224
-1,850
0,068
Peluang Pertumbuhan
0,029
0,205
1,394
0,167
Kepemilikan Publik
0,588
0,256
2,770
0,007
Ukuran Perusahaan
-0,009
-0,029
-0,336
0,738 86
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Umur Perusahaan
-0,015
F
14,803
Sig.
0,000
R
0,780
-0,289
-3,561
0,001
0,608 Durbin-Watson
1,790 Sumber : data diolah
Berdasarkan data, hasil uji F pada tabel 4.9 diketahui bahwa nilai F hitung hasil regresi sebesar 14,803 dengan nilai probabilitas kesalahan (Sig) sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan secara simultan antara variabel diversifikasi (DIVR) terhadap leverage perusahaan (LDER) dengan variabel kontrol Return On Assets (ROA), Coefficient Variation of Return on Assets (STDROA), Tangibility of Assets (TANGIB), Non-Debt Tax Shielded (NDTS), Growth Opportunities (GROW), PublicOwnership (PUBLIC), Firm Size (LNSIZE), Firm Age (AGE). Melalui atau koefisien determinasi sebesar 0,608, hal ini berarti bahwa tabel 4.9 dapat dilihat nilai diversifikasi berpengaruh terhadap leverage (LDER) perusahaan sebesar 0,608 atau 60,8% sedangkan sisanya sebesar 0,392 atau 39,2% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian. Secara khusus, manfaat menjaga leverage pada tingkat tertentu tidak hanya memberikan manfaat pada perspektif finansial saja tetapi juga manfaat pada perspektif strategis. Keputusan finansial dan keputusan strategis secara bersama-sama dipertimbangkan dan dikoordinasikan untuk memaksimalkan keuntungan. 5.
Simpulan dan Keterbatasan Penelitian
Perusahaan LQ45 pada periode penelitian 2009-2012 menggunakan strategi diversifikasi dengan menggunakan banyak utang jangka panjang. Strategi ini berpengaruh terhadapstruktur modal perusahaan (LDER).Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel diversifikasi (DIVR) mempunyai pengaruh signifikan terhadap struktur modal (long term debt to equity ratio) perusahaan. Hasil ini konsisten dengan Coinsurance effectbahwa kombinasi usaha atau segmen usaha dengan arus kas yang berkorelasi tidak sempurna (dengan volatilitas tinggi) telah memberikan pengurangan risiko operasi, sehingga meningkatkan kapasitas utang perusahaan. Pembahasan diversifikasi perusahaan hanya dibahas total diversifikasi perusahaan secara umum, belum melingkupi diversifikasi terkait dan tidak terkait hal ini menjadi keterbatasan dalam penelitian.
87
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
DAFTAR REFERENSI Barton, S. L., dan Gordon, P. J. 1988. Corporate strategy and capital structure. Strategic management journal, 9(6): 623-632. Berger, P. G., dan Ofek, E. 1995. Diversification's effect on firm value. Journal of financial economics, 37(1): 39-65. Christensen, H. K., dan Montgomery, C. A. 1981. Corporate economic performance: Diversification strategy versus market structure. Strategic management journal, 2(4): 327-343. Chung, K. H., dan Pruitt, S. W. 1994. A simple approximation of Tobin's q. Financial management: 70-74. Dammon, R. M., dan Senbet, L. W. 1988. The effect of taxes and depreciation on corporate investment and financial leverage. The Journal of Finance, 43(2): 357-373. Harto, P. 2005. KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi: 1-11. Kale, J. R., Noe, T. H., dan Ramirez, G. G. 1991. The effect of business risk on corporate capital structure: Theory and evidence. The Journal of Finance, 46(5): 1693-1715. Kim, E. H., dan McConnell, J. J. 1977. CORPORATE MERGERS AND THE CO‐INSURANCE OF CORPORATE DEBT. The Journal of Finance, 32(2): 349365. Kochhar, R., dan Hitt, M. A. 1998. Linking corporate strategy to capital structure: diversification strategy, type and source of financing. Strategic management journal, 19(6): 601-610. Lewellen, W. G. 1971. A pure financial rationale for the conglomerate merger. The Journal of Finance, 26(2): 521-537. Menendez-Alonso, E. J. 2003. DOES DIVERSIFICATION STRATEGY MATTER IN EXPLAINING CAPITAL STRUCTURE? SOME EVIDENCE FROM SPAIN. Applied Financial Economics, 13(6): 427. Myers, S. C. 1977. Determinants of corporate borrowing. Journal of financial economics, 5(2): 147-175. Myers, S. C. 2003. Financing of corporations, Handbook of the Economics of Finance, Vol. 1: 215-253: Elsevier. Singh, M., Davidson Iii, W. N., dan Suchard, J.-A. 2003. Corporate diversification strategies and capital structure. The Quarterly Review of Economics and Finance, 43(1): 147167. Su, L. D. 2010. Ownership structure, corporate diversification and capital structure: evidence from China's publicly listed firms. Management Decision, 48(2): 314-339. 88
Wisudanto Sugiarto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Van Horne, J. C., dan Wachowicz, J. M. 2008. Fundamentals of financial management: Pearson Education. Xu, X., dan Wang, Y. 1999. Ownership structure and corporate governance in Chinese stock companies. China economic review, 10(1): 75-98.
89
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF THE COMPANIES DOING INITIAL PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIA STOCK EXCHANGE IN THE PERIOD OF 2004-2011 Ferry Sugianto Alumnus of Investment Management Department, Faculty of Business and Economics, Universitas Surabaya, Ph.D. Student, Finance, National Chung Cheng University (CCU), Taiwan Liliana Inggrit Wijaya Lecturer of Investment Management Department, Faculty of Business and Economics, Universitas Surabaya e-mail:
[email protected] ABSTRACT The objective of this study is to examine whether the underwriter’s factors affect the initial return of the companies that were going to do Initial Public Offerings (IPO). This study uses the quantitative approach using Ordinary Least Squares (OLS) method to examine whether the underwriter’s factors affect the initial return. The samples of this study are companies which are doing the IPO in Indonesia Stock Exchange in the period of 2004- 2011. This study finds that the underwriter’s factors have significant effect for the companies which do IPO, such as prestige, number of syndicate, experience, and oversubscription. But other independent variables like reputation, total assets, age, and price revision have no significant impact to initial return. The paper provides useful information for emitens how to choose good underwriters to avoid underpricing which causes wealth transfer to investors, the underwriters with good prestige, big syndicates, a lot of experiences, and less of doing oversubscription are recommended. Keywords : stock, initial return, underwriter, emiten, Initial Public Offerings.
90
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
INTRODUCTION In line with the economic growth, many companies are competing strictly to survive from the other competitors. Capital is the most important factor for the company to develop its business or to expand the enterprise. Capital can be used to build a new plant, run the new project, and develop the company's products so that the company can continue to withstand from the competition. According to Emery (2007) there are two kinds of ways to raise the capital, there are borrowing to another party (debt financing) and issuing shares (equity financing). Debt has a negative side that must be considered by companies related to the company's fundamentals. The companies can be difficult to obtain funds compared with the infinity desire to expand. Therefore, issuing shares is more recommended for gaining funds massively from the public in the ease of raising capital in the future.The first thing to be done by a company in the issuance of shares can be called the Initial Public Offerings (IPO). Changes in the status of the company into a public company (going public) intend to raise funds as much as possible, so the IPO price is expected high enough by the issuers. According to Ardiansyah (2004), on the pricing mechanism, the price difference in the primary market and the secondary market is usually happened because the price in the primary market is formed by an agreement between the issuer and underwriter (fair price), while price in the secondary market is determined by the market mechanism (demand and supply). If the IPO price (primary market) is lower than the market price (secondary market) occurred, there will be underpricing. However, in Indonesia Stock Exchange, the original data on the primary and secondary markets is difficult to obtain, so in this research, it is analysed by using the initial returns. Apparently, the initial returns are collected from Indonesia Stock Exchange show that many shares prices are increasing on the first day and we can find from the calculations make the initial return positive, it can be called underpricing. The data of number of companies experiencing underpricing are shown in Table 1. Table 1: Number of Companies Experiencing Underpricing on Average Trade Day-1 to Day-15 after IPO Year 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total
Companies IPO 12 8 12 22 18 13 21 25 131
Doing Underpricing Percentage (%) Occurs 8 66,67 5 62,50 11 91,67 16 72,73 14 77,78 5 38,46 18 85,71 16 64,00 93 69,94 Source: Indonesia Stock Exchange, processed
91
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Many companies experiencing underpricing are because various factors, according to Durukan (2002), there are several factors affecting underpricing in IPOs that resulted in various hypotheses, such as: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
The winner's curse hypothesis. Beatty and Ritter (1986) and Rock (1986) in Durukan (2002) state that the investors take benefit from the IPO underpricing in purchasing shares and disclosure of private information. The certification hypothesis. Booth and Smith (1986), Beatty (1989), Gale and Stinglitz (1989), Carter and Manaster (1990) in Durukan (2002) state that investment bankers and auditors must have the certification to reduce uncertainty in the IPO process, which can enhance the reputation of underwriter. The signaling hypothesis. Allen and Faulhaber (1989), Grinblatt and Huang (1989), and Welch (1989) in Durukan (2002) state underpricing is a tool for signaling its quality, so it can obtain the return on the next offering. The market feedback hypothesis. Jegadeesh et al. (1993) in Durukan (2002) states that the underwriter will make underpricing to induce regular investors by revealing information during the period prior to the IPO. The lawsuit avoidance hypothesis. Tinic (1988) in Durukan (2002) states that underpricing in IPO is needed to reduce the possibility of prosecution lawsuits by investors. The fads (impresario) hypothesis. Aggarwal and Rivoli (1990) and Ritter (1991) in Durukan (2002) suggest that abnormal initial return is not because of systematic underpricing, but it is because of overvaluation by investors or the mode in the early aftermarket trading.
Kenourgios (2007) also adds some points in the hypotheses that affect IPO underpricing, they are: 1. Monopsony power of underwriters hypothesis. Ritter (1984) argues that the investment banker will take advantage of the knowledge of the market conditions to underprice the offerings, to maximize the revenue. 2. Hypothesis of prestigious underwriters. Beatty and Ritter (1986) reveal that the underwriters care about their reputation and won‟t do too much underpricing in IPOs. 3. Market bandwagon hypothesis. Welch (1992) reveals that potential investors are not only concerned with the new offerings‟ informations, but also other investors. So, underwriters will do underpricing that can attract potential investors at the first-time. 4. Ownership or control dispersion hypothesis. Brennan and Franks (1997) suggest that underpricing can reduce the risk of a hostile takeover. Giving the stock largely to one party can increase the liquidity of the market and the number of small shareholders. Several hypotheses reveal that the underwriter is the most widely affect the determination of the company's stock price, especially on the certification hypothesis, the market feedback hypothesis, the lawsuit avoidance hypothesis, underwriter monopsony power of hypothesis, hypothesis of prestigious underwriters, market bandwagon hypothesis, or control and ownership dispersion hypothesis. This is because the underwriters have more information so they can use nescience‟s issuers to minimize risk (Hanafi and Husnan, 1991). Asymmetry of information between the underwriter and the issuer makes many IPO prices underpricing. Underpricing can make wealth transfer issuers to investors (Beatty, 1989) so the corporate objectives can‟t be achieved fully.
92
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Many researches about the factors that influence the intitial return of the company has been reviewed in previous studies. They used the common factors or underwriter‟s factors specifically discussed. Common factors were investigated by many researchers. Yasa (2002), Triani (2006), and Sembel (2008) state that underwriter reputation has the positive effect on initial returns. However, the different results (negative effect) found by Ardiansyah (2004), Hidayah (2007), and Yunita (2010). Significance levels were different too, from the six studies, only 2 studies from Yasa (2002) and Hidayah (2007) which say significant effect of underwriter reputation is not significant to the initial return. Two existing research abroad, such as Durukan (2002) and Kim (2008), they state that the underwriter factors have no significant effect on initial returns. Moreover, in her research, Yunita (2010) concludes that the equation models using the common factors (such as issuer, underwriter reputation, and the reputation of the auditor) only explain a small fraction (less than 20%), so there are more than 80% from other variables that influence initial returns. The following researches focus on the underwriters factors because seven of the ten hypotheses indicating the underwriter factors are more dominant. Variables are taken differently, so they shows the different results. Guner (2000) and Jones (2010) state that the underwriter factors are negative significant on initial return, supported by two other studies of Kenourgios (2007) and Sharma (2010) with prestige variable, and also by Fung (2008) that states that the underwriter ranking effects negatively. However, two other studies found that underwriter factors have no significant effect on initial return, proposed by Almeida (2011) and Su (2011). So, it is required a further study on the underwriter factors affecting the initial return, not only by underwriter reputation, but also by taking many factors from the previous studies. The factors are the underwriter‟s reputation, prestige of the underwriter, underwriter total assets, number of syndication, underwriter‟s age, underwriter‟s experience, price revision, and oversubscription. LITERATURE REVIEW The process of the company which offers shares to the public for the first time is called IPO (Initial Public Offering). Company's decision for going public must do with some calculations because the IPO firms are faced with some consequences, both beneficial (benefits) and adverse (costs) (Emery, 2007). Underwriters have roles to promote the companies‟ shares and to protect the public interest by providing information regarding the financial material and other information about the companies (Usman, 1991). Decision in the selection of underwriters is very important to consider the funding will be smoothly or otherwise, so it is needed to choose the professional underwriters (Sitompul, 1996). So, it can avoid underpricing in IPO. Underpricing can be calculated by initial return. Initial return is a benefit that can be taken by shareholders because of the difference in price of shares purchased in the primary market (IPO) with the selling price in the first day on the secondary market (Daljono, 2000). To calculate Initial Return, we can use this formula:
whereas: 93
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Pt0 = IPO price (offering price) Pt1 = closing price (closing price) on the first day of IPO 1.
2.
The underwriter‟s factors that influence initial return are: Underwriter’s reputation. Underwriter is a party that has a lot of informations about the capital market (Yasa, 2002). Underwriter reputation can be used as a signal to reduce the level of uncertainty that is difficult to express through the prospectus and other information (Beatty, 1989). Various studies have been conducted in reputation variables, but the results were varies. There are several studies that support the theory, which is shown in the studies conducted by Hidayah (2007) and Jones (2010), they find that underwriter‟s reputation is negative significant on initial return. Another study that refutes this hypothesis is the research from Yasa (2002) which states that the reputation gives positive significant effect on initial return. H1: Suspected that underwriter’s reputation affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011. Underwriter’s prestige from capital raised. Capital raised is associated with prestige which can reduce underpricing in the IPO. According to Klein (2001) underwriter is usually compensated by a commission which is a fixed percentage of the capital raised to minimize underpricing, so the capital raised reflects the compensation paid to the underwriters and may also reflect the underwriter‟s prestige (Ardiansyah, 2004). According to Kenourgios (2007), underwriter prestige can be a proxy using the ratio of capital which has been enhanced through the IPO process, so prestige can be measured by using the capital raised (CR) with this formula:
whereas: CRj = capital raised by each underwriter CRi = capital raised by all underwriters The result is the prestige affects negative significant to underpricing that occurs (Kenourgios, 2007). H2: Suspected that underwriter’s prestige affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011. 3.
Total assets of underwriter . Assets according to the IASB (2006) is the possibility of future economic benefits obtained or controlled by an entity as a result of past transactions or events. Total assets represent the size of a company, the greater company's assets mean the greater size and prospect of the company in the future. According to Ardiansyah (2004) the larger companies have the greater certainty so that it will reduce uncertainty in future projects. According to Jones (2010) assets affect negatively to initial returns. H3: Suspected that total assets of underwriter affect negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011.
4.
Number of syndicates. Number of syndicates defined by Sharma (2010) as the number of investment banks in the syndicates, syndicates are chosen to avoid the wealth transfer from investors to issuers. Sharma (2010) also said that the number of syndicates affect positively on prestige, supported by Fung (2008) which states that the size of syndicates 94
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
influence positively on experience. Whereas, prestige and experience have negative significant effects on initial return. Found by Hoberg (2007) that some investment banks does underpricing in the IPO market based on private information, the large number of syndicates will reduce the occurrence of this private information, so the large number of syndicates will cause reductions in the underpricing. H4: Suspected that number of syndicates affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011. 5.
Underwriter’s age. According to Nurhidayati and Indriantoro (1998), firm‟s age shows how long the company can survive and shows that the company is able to compete in an industry. The longer life of the company means more information that can be provided by the company to the management itself. In line with the theory, Sharma (2010) reveals that age has negative significant effect on initial return. H5: Suspected that underwriter’s age affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011.
6.
Underwriter’s experience. Underwriter‟s experience shows the experience of managing IPO process and how to valuate performance of handled companies. According to Fung (2008), underwriter that has a lot of previous experience in IPO will have superior characteristics and more widely known than the underwriters doing few IPOs. This will be reflected in the number of IPOs that have been done by the underwriter, which many experiences in handling IPO make the risk become smaller. H6: Suspected that underwriter’s experience affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011.
7.
Price revision. According to Keefe (2012), price revision is the percentage change from the expected offering price (the midpoint of the range on the filing date of the original filing) of the bid price. Price revision can be interpreted as the final bid price compared to the midpoint of the original price and minus one (Kim, 2008). Price revision can be calculated using the following formula:
According to Jones (2010), price revision is providing the price dispersion that relies on information during the bookbuilding, specific IPO information, specific financial, and private information about the issuer known underwriter. According to Almeida (2011) and Kim (2008), price revision has positive effect on initial return. H7: Suspected that price revision affects positively to initial return on IPO in the period of 2004-2011. 8.
Oversubscription. Investment bank that has handled the IPO after issuing IPO can be oversubscribed, because no one beside underwriters really knows how accurate it reflects the interests of investors. Oversubscription should reflect investors' appetite in IPO by comparing the number of shares they want with the number of shares actually available. Oversubscription can be formulated by the following formula according to Kenourgios (2007):
95
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Kenourgios (2007) in his research examines the factors related to the company's initial returns, and the result is oversubscription has very positive significant correlation to stock returns. H8: Suspected that oversubscription affects positively to initial return on IPO in the period of 2004-2011. RESEARCH METHOD AND DATA The study is a causal research because it explains the causal relationship between the variables in empirical model developed by researchers that is related to the influence of the variables affecting the initial return on a company doing IPO. Based on the approach, this research is a quantitative research/positivism that emphasizes the combination of deductive logic and the use of quantitative tools in interpreting a phenomenon objectively (Efferin, 2008). There are two types of variables used in this study, namely dependent variables and independent variables. The dependent variable is the initial return of the companies doing IPO in Indonesia Stock Exchange in the period of 2004-2011. While, the independent variables are the underwriter‟s reputation, prestige of the underwriter, underwriter total assets, number of syndication, underwriter‟s age, underwriter‟s experience, price revision, and oversubscription. Data used in this study is secondary data. Sources of data in this study are the financial statements and many informations of each company published in IDX Magazines, Indonesian Capital Market Directory, Investor Magazine, Yahoo Finance Website, IDX Website, NewsIDX Website, Ipot Indonesia Website, Kontan Website, Bisnis Website, Detik Finance Website, and Tempo Newsletter Website. Data are processed with models used to analyze the causal relationship between the factors of underwriters with initial returns using Ordinary Least Squares (OLS) by Eviews 7. But there are some classic assumptions needed to run multiple regression, such as Normality, Multicollinearity, Autocorrelation, and Heteroscedasticity. And the regression equation used is as follows: IR = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + ε Whereas: IR = Initial Return X1 = Underwriter‟s reputation X2 = Prestige of underwriter X3 = Underwriter‟s total assets X4 = Number of syndications X5 = Underwriter‟s age X6 = Underwriter‟s experience X7 = Price revision X8 = Oversubscription β0 = The magnitude of the constant βi = regression coefficient ε = residual/error 96
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
And the hypotheses can be examined by t-test and F-test. RESULT AND DISCUSSION There are 118 shares of the company which are going to be analyzed. The number of samples must be fulfilled the minimum sample size requirement according to Tabachnick & Fidell (1996). They suggested the number of samples must be conformed with this following formula: N > 50 + 8m (where m is the number of independent variables). If there are 8 independent variables, the minimum sample size is 114. So, it means that 118 samples fulfilling the requirement. From the data which have been compiled, prestige (X2), experience (X6), price revision (X7), and oversubscription (X8) have mean numbers consecutively 0.48; 9.29; -0.04; and 3.82. They also have standard deviations as 0.83; 11.86; 0.13; and 3.99 whose the numbers more than 50% of their mean numbers. Total assets (X3), number of syndications (X4), and age (X5) have mean numbers as 11.67; 1.53; and 16.86 but their standard deviations are less than 50% of the mean numbers, they are 0.49; 0.74; and 7.17. Reputations (X1) has mean number 0.25, that means a lot of companies work with badreputation underwriter. Others descriptive statistical numbers display on Table 2 and Table 3. By using normality, multicollinearity, autocorrelation, and heteroscedasticity test, it is found that the data meet the assumptions of classical test. Therefore, multiple regressions using Ordinary Least Square (OLS) can be used. The classical test is explained as the following: 1. Normality test. This test can be shown by Probability Jarque Bera numbers. The result shows that the Probability Jarque Bera numbers in IR1 until IR15 are 0.00. Winarno (2009) argues that the normal distribution data needs Probability Jarque Bera number greater than 0.05. But, Gujarati (1995) also explains that some independent variables and identically random distributed, with little exception this data will be normally distributed. 2. Multicollinearity test. For detecting the problem of multicollinearity the regression model should be run first and we can use coefficient of determination as the indicator (R2). Nachrowi (2006) says that coefficient of determination is high if it is more than 70%. The R2 of data which obtained are less than 10.3%. So, it means that there is no problem with multicollinearity. 3. Autocorrelation test. We use Durbin-Watson Test to examine there is autocorrelation problem or not. Nachrowi (2006) also argues that if the Durbin-Watson Stat is in DU until 4-DU interval (1.54 - 2.46), we can accept H0 meaning no autocorrelation problem. And the data shows that there is no autocorrelation problem happens. 4. Heteroscedasticity test. White Test is required to test the heteroscedasticity problem. If the Obs*R-squared α is less than 5%, it concludes that the data is heteroscedastic. But, all results show the numbers more than 5%, so there is no heteroscedasticity problem. Table 4 displays the results of hypothesis testing, such as types of the relationship and the level of significance of the underwriter‟s factors on initial return. The variables that affect the initial return significantly is prestige (X2) on the model IR3 which is negative significant impact with signification of less than 10%, number of syndications (X4) on the model IR1 is negative significant impact with a significance value of less than 10%, oversubscription (X8) in the model IR1 has positive significant impact with a significance value of less than 1%, and the experience (X6) on the model IR1 to IR15 has negative significant impact with significance level less than 1% for IR3 to IR10 and 5% to the value of IR1, IR2, and IR11 to IR15. While, the other variables have no significant impact on initial returns.
97
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Apart from the Probability t-statictic, significance level of the models can be seen in Probability F-statistic. The F-statistic Probability values less than 5% of the overall equation model can be said that it is significant. In the model equations obtained. IR1 to IR15 has Probability F-statistic greater than 10%, except in the IR1 with value less tha 1%. This suggests that the best model is IR1. CONCLUSION This study finds that the underwriter‟s factors have significant effect for the companies which are doing IPO, such as prestige, number of syndicate, experience, and oversubscription. But other independent variabels like reputation, total assets, age, and price revision have no significant impact to initial return. Capital raised is associated with prestige which can reduce underpricing in the IPO. This in line with our finding that prestige has negative significant effect to initial return. And according to Klein (2001) underwriter is usually compensated by a commission which is a fixed percentage of the capital raised to minimize underpricing (low initial return). Another independent variable is number of syndicates. The result shows that this variable has negative significant effect to initial return in line with the previous research by Sharma (2010), Fung (2008), and Hoberg (2007). Sharma (2010) argues that syndicates are chosen to avoid the wealth transfer from investors to issuers so number of syndicates affect positively on prestige, supported by Fung (2008) which states that the size of syndicates influence positively on experience. Whereas, prestige and experience have negative significant effects on initial return. Hoberg (2007) also strengthen this argumentations, the large number of syndicates will reduce the occurrence of this private information, so the large number of syndicates will cause reductions in the underpricing. Another variable that shows negative significant effect is underwriter‟s experience, this argumentation is supported by Fung (2008) who argues that underwriter that has a lot of previous experience in IPO will have superior characteristics and more widely known than the underwriters doing few IPOs. Different with other three independent variables, oversubscription has positive significant impact to initial retun. This result is same with the result that is gotten by Kenourgios (2007) which argues that oversubscription has very positive significant correlation to stock returns. Other four variables have no signifacant impact to initial returns. Underwriter reputation result is not supporting previous findings from Hidayah (2007), Jones (2010), and Yasa (2002). It maybe caused by the different reference of reputable underwriter that we use. And Investor Magazine may not reflect the quality of underwriting from underwriter companies because it may just identify the short performance of underwriter. Total assets of underwriter and age also have no significant effect to initial return. These two variables is not strong enough to indicate the quality of a company. Big and old companies are not indicating that those companies is good in underwriting, for example Danatama (22 year-old company which just underwrote 7 companies) and UBS Securities Indonenesia (24 year-old company which just underwrote 1 company). Price revision also does not affect the initial return, so the previous results from Almeida (2011) and Kim (2008) are not proven in Indonesia Stock Exchange. From this result, it can be known that initial returns can not only be described from one perspective, but there are a lot of factors affecting the initial return value. It is evidenced by the adjusted R-squared value that is only about 10.3% in Initial Return 1. Issuers should consider many factors and related parties, apart from his own company, such as 98
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
underwriters, investors, auditors, regulatory, relation and many more. Therefore, for the further research, it is recommended to test the effects of other variables by connecting many of the factors with many parties, then look for the factors from which party that has the most significant impact on intial return. REFERENCES Aggarwal, R. and P. Rivoli, 1990, Fads in the Initial Public Offering Market?, Financial Management, 19:4, pp.45-57. Allen, F. and G. Faulhaber, 1989, Signalling by Underpricing in the IPO Market, Journal of Financial Economics, 23:2, pp.303-323. Almeida, Vinicio de Souza, 2011, Underwriter Reputation in Brazilian IPOs, Latin American Business Review, 12:4, pp. 255-280. Ardiansyah, Misnen, 2004, Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan Return 15 Hari setelah IPO di Bursa Efek Jakarta, Journal Riset Akuntansi Indonesia , Vol 7(2): 126-130. Beatty, R.P. and J.R. Ritter, 1986, Investment Banking, Reputation, and the Underpricing of Initial Public Offerings, Journal of Financial Economics, 15:1, Issue 1, pp. 213-232. Beatty, Randolph P, 1989, Auditor Reputation and the Pricing of Initial public Offering, Journal of Financial Economic, Vol.15. Booth, J. and R. Smith, 1986, Capital Raising: Underwriting and the Certification Hypothesis, Journal of Financial Economics, 15, pp. 261-281. Brennan, M., and Franks, J., 1997, Underpricing, Ownership, and Control in Initial Public Offerings of Equity Securities in the UK, Journal of Financial Economics, Vol. 45, pp. 391-413. Carter, R. and S. Manaster, 1990, Initial Public Offerings and Underwriter Reputation, Journal of Finance, 45, pp.1045-1067. Daljono, 2000, Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Initial Return Saham Yang Listing di BEJ Th 1990 – 1997, Simposium Nasional Akuntansi III, IAI: 556 – 571. Durukan, M. Banu, 2002, The Relationship Between IPO returns and Factors Influencing IPO Performance: Case of Istanbul Stock Exchange, Managerial Finance, Vol. 28 Iss: 2 pp. 18-38. Efferin, Sujoko, Stevanus Hadi Darmadji, dan Yuliawati Tan, 2008, Metode Penelitian Akuntansi: Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu. Emery, Douglas R., John D. Finnerty, dan John D. Stowe, 2007, Corporate Financial Management, 3rd Edition, Pearson Prentice Hall. Emilia, L. Sulaiman, and R. Sembel, 2008, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return 1 Hari, Return 1 Bulan, dan Pengaruh terhadap Return 1 Tahun Setelah IPO, Journal of Applied Finance and Accounting, Vol. 1 No. 1 November 2008, pp. 116-140. Fung, Simon Yu Kit, Gul F. A., dan Radhakrishnan S., 2008, Investment Banks’ Entry into New IPO Markets and IPO Underpricing, Available, http://www.ssrn.com. Gale, I. and J. Stiglitz, 1989, The Information Content of Initial Public Offerings, Journal of Finance, 44, pp.469-477. Grinblatt, M. and C.Y. Huang, 1989, Signalling and the Pricing of New Issues, Journal of Finance, 44, pp.393-420. Gujarati, D.N. 2004. Basic Econometrics, 4th ed. New York: Mc. Graw-Hill. Guner, Nuray, Onder Z., dan Rhoades, S.D., 2000, Underwriter Reputation and Short-run IPO Returns: a Re-evaluation for an Emerging Market, The ISE Finance Awards Series, Vol. 1. 99
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Hanafi, M., dan Husnan, S., 1991, Perilaku Harga Saham di Pasar Perdana: Pengamatan di Bursa Efek Jakarta selama 1990, Management dan Usahawan Indonesia, November. Hidayah, R., Firdaus, Rahayu R., dan Nita, D., 2007, Perbandingan Underpricing Saham Perdana Perusahaan Keuangan dan Non-keuangan di Bursa Efek Indonesia, Artikel Fakultas Ekonomi. Hoberg, G., 2007, The Underwriter Persistence Phenomenon, Journal of Finance, 62(3): 1169-1206. IASB, 2006, Information For Observers World Standard Setters Meeting, September 2006, London Agenda Paper 1a . Jegadeesh, N., M. Weinstein, I. Welch, 1993, Initial Public Offerings and Subsequent Offerings, Journal of Financial Economics, 34, pp.153-175. Joh, Sung Wook dan Kim, Yoo Hwan, 2011, Bookbuilding, Price Revision and Initial Returns of IPOs, SIRFE Working Paper Series. Jones, Travis L., 2010, Endogenous Examination of Underwriter Reputation and IPO Returns, Managerial Finance, Vol. 36 Iss: 4 pp. 284-293. Keefe, M.O., 2012, Does the Effect of Revealed Private Information on IPO First Trading Day Return differ by IPO Market Heat? , Available, http://ssrn.com/abstract=1324182. Kenourgios, Dimitris F., 2007, Initial Performance of Greek IPOs, Underwriter‟s Reputation and Oversubscription, Managerial Finance, Vol. 33 Iss: 5 pp. 332-343. Kim, Jaemin, Pukthuanthong-Le, dan Walker, 2008, Leverage and IPO Underpricing: Hi-tech versus Low-tech IPOs, Management Decision, Vol. 46, pp. 106-130. Klein, Peter G. dan Zoeller K., 2001, Universal-Bank Underwriting and Conflicts of Interest: Evidence from German Initial Public Offerings, Preliminary Manuscript. Nachrowi, D. dan Usman, H., 2006, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nurhidayati, Siti dan Nur Indriantoro, 1998, Analisis Beberapa Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Underpriced pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol. 13 No1. Ritter, J., 1984, The Hot Issue Market of 1980, The Journal of Business, Vol. 57 No. 2, pp. 214-40. Ritter, J., 1991, The Long-run Performance of Initial Public Offerings, Journal of Finance, 46:1, pp.3-27. Ritter, J.R., 1998, Initial Public Offerings, Contemporary Finance Digest, 2:1, Rock, K., 1986, Why New Issues are Underpriced?, Journal of Financial Economics, 15, pp.187-212. Sharma, S.K. dan Seraphim, A., 2010, The Relationship Between IPO Underpricing Phenomenon & the Underwriter‟s Reputation, The Romanian Economic Journal, no. 38. Sitompul, Asril, 1996, Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Su, Chen dan Banggasa, K., 2011, Underpricing and Long Run Performance of Chinese IPOs: the Role of Underwriting Reputation , University of Liverpool Management School, UK. Tabachnick, B. G., & Fidell, L. S., 1996. Using Multivariate Statistics (5th ed.). New York: HarperCollins.Wilkinson, L., & Task Force on Statistical Inference , APA Board of Scientific Affairs. Tinic, S., 1988, Anatomy of Initial Public Offerings of Common Stock, Journal of Finance, 43, pp.789-822.
100
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Triani, Apriliani dan Nikmah, 2006, Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Presentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan, dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Usman, Marzuki, 1991, Promosi dan Informasi Pasar Modal Indonesia , Yayasan Mitra Dana. Welch, I., 1989, Seasoned Offerings, Imitation Costs and the Underpricing of Initial Public Offerings, Journal of Finance, 44, pp.421-449. Welch, I., 1992, Sequential Sales, Learning, and Cascades, Journal of Finance, Vol. 47, pp. 695-732. Winarno, Wing Wahyu, 2009, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi kedua, UPP STIM YKPN. Yasa, Gerianta W., 2002, Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta , Universitas Udayana. Yunita, Sandra, 2010, Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan terhadap Initial Return pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI pada Periode 2001-2010, Tesis tidak dipublikasikan, Universitas Surabaya.
101
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 2: Descriptive Statistic of Initial Return Day 1 until Day 15
Mean Median Maximum
Minimum Std. Dev.
Skewness Kurtosis
IR1 IR2 IR3 IR4 IR5 IR6 IR7 IR8 IR9 IR10 IR11 IR12 IR13 IR14 IR15 0.23 0.16 0.13 0.13 0.13 0.12 0.10 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 7840 4811 3044 2130 1729 1792 8640 3040 5160 0240 0196 3199 7956 6531 8186 0.12 0.11 0.10 0.11 0.10 0.10 0.10 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10 0.09 0.10 0.11 4144 1821 5299 8314 1852 4312 3807 6628 7694 8490 1274 2574 8507 0251 0023 1.73 2.73 0.84 0.85 0.90 0.93 0.81 1.01 0.96 0.88 0.77 0.88 0.83 0.81 0.80 0769 0315 0909 8974 2857 6937 1710 1508 8951 9321 8185 3775 9797 3437 6364 0.75 3.118 3.200 3.007 2.800 2.800 2.834 2.900 2.834 2.935 2.935 2.971 3.081 3.081 3.118 4991 519 000 407 000 000 483 000 483 714 714 429 481 481 519 0.34 0.49 0.43 0.42 0.42 0.42 0.42 0.44 0.43 0.43 0.43 0.44 0.44 0.44 0.45 7249 0029 9927 7259 3830 8484 5173 3740 1577 9861 4128 3384 7368 5387 0278 0.98 1.407 3.742 3.472 2.978 2.915 3.071 2.804 2.913 3.001 3.127 3.019 3.243 3.302 3.371 3269 480 083 863 689 462 101 083 410 412 593 281 786 887 327 6.09 24.5 29.5 26.3 21.2 20.2 21.2 19.7 20.2 21.1 22.1 21.4 23.7 24.1 24.3 9911 1855 3629 8634 4635 5912 4341 7915 2968 3863 1921 5723 5208 5892 3660
66.2 2315 3737 2926 1811 1631 1821 1538 1626 1794 1989 1854 2324 2415 2461 Jarque-Bera 6056 .612 .587 .223 .396 .729 .865 .875 .501 .798 .635 .240 .293 .737 .843 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Probability 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000
Sum Sum Dev.
28.0 19.4 6512 4773 Sq. 14.1 28.0 0805 9506
15.6 9921 22.6 4373
15.5 9138 21.3 5841
15.5 4406 21.0 1690
14.3 7151 21.4 8107
12.8 1948 21.1 5029
13.3 3870 23.0 3788
13.5 8882 21.7 9224
13.0 0830 22.6 3685
13.0 0316 22.0 5065
13.3 5744 23.0 0093
13.9 1878 23.4 1614
13.7 5068 23.2 0921
13.9 4598 23.7 2181
Observations 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 Tabel 3: Descriptive Statistic of Independent Variables
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
X1 X2 X3 X4 X5 X6 0.254237 0.481461 11.67034 1.533898 16.86441 9.288136 0.000000 0.156854 11.60958 1.000000 18.00000 5.000000 1.000000 4.293456 12.46129 3.000000 35.00000 51.00000 0.000000 0.012445 10.43699 1.000000 2.000000 1.000000 0.437288 0.829136 0.489531 0.735919 7.169398 11.86325 1.128823 2.642682 -0.265512 0.981016 -0.093342 2.273735 2.274242 9.775005 2.295860 2.520482 2.910290 7.686241
X7 X8 -0.042952 3.815714 -0.018525 2.000000 0.250000 19.50000 -0.616667 0.708000 0.130184 3.985560 -0.809053 1.970223 5.268273 6.548995
Jarque-Bera Probability
27.64983 0.000001
363.0258 0.000000
3.824184 0.147771
20.05759 0.000044
0.210919 0.899911
209.6484 0.000000
38.16971 0.000000
138.2689 0.000000
Sum Sum Sq. Dev.
30.00000 22.37288
56.81245 80.43356
1377.100 28.03790
181.0000 63.36441
1990.000 6013.831
1096.000 -5.068320 16466.20 1.982909
450.2543 1858.509
Observations
118
118
118
118
118
118
118
118
102
Ferry Sugianto Liliana Inggrit Wijaya
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 4: Regression Results for Equation Models in Companies Doing IPO in the Period of 2004-2011
103
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI KOPERASI KARYAWAAN REDRYING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS DI
BOJONEGORO
Indrianawati Usman Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga e-mail:
[email protected] Mohammad Agung Laksono Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Abstrak Balanced Scorecard menyediakan kerangka komprehensif yang dapat menterjemahkan tujuan strategi perusahaan kedalam set pengukuran kinerja perusahaan secara menyeluruh, sehingga sangat membantu pimpinan peruahaan dalam mengimplementasikan strateginya secara efektif. Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro merupakan bisnis yang sedang berkembang pesat dengan banyak unit usaha. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard pada Koperasi. Hal ini dikarenakan balanced scorecard mengukur kinerja perusahaan dari aspek keuangan dan non keuangan, internal maupun eksternal.
Penelitian ini dilakukan dilakukan dengan men-translate visi, misi, tujuan koperasi kedalam sasaran strategik dan menyusun kedalam strategy map. Kemudian menentukan Key Performance Indicators dan validasi oleh pengurus secara focus discision group dengan dilanjutkan pembobotan KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process. Hasil dari ini tersusunlah model balanced sorecard koperasi dengan 14 KPI dari 10 leg indicators dan hasil pembobotan KPI dengan AHP diperoleh bahwa perspektif keuangan memiliki hasil pembobotan tertinggi dengan nilai 0.418; peringkat kedua perspektif Pelanggan dengan nilai 0.271; peringkat ketiga perspektif Pemebelajaran dan Pertumbuhan 0.191; dan prioritas terakhir adalah perspektif proses bisnis internal dengan nilai 0.120. Keywords : Sistem Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Analytical Hierarchy Process, Koperasi
104
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Pendahuluan Penelitian Carrie dan Macintosh, 1993 mengidentifikasikan pentingnya untuk penurunan tujuan keseluruh organisasi dan berikut pengukuran kinerjanya pada bagian-bagian organisasi sebagai elemen-elemen penting keunggulan bersaing yang berkesinambungan. (Umit S Bititci, Allan S Carrie and Liam McDevitt,1997). Peningkatan kinerja perusahaan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan daya saing. Era pasar bebas, menuntut setiap perusahaan untuk dapat melaksanakan strateginya dalam menggunakan sumber daya yang dimilki untuk mencapai visi dan misis secara efektif.. Pengukuran kinerja merupakan cara untuk membantu perusahaan dalam mengimplementasikan strateginya. Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro adalah bidang usaha koperasi yang didirikan 1976 yang berorientasi pada usaha pengeringan tembakau. Meskipun berbadan usaha koperasi namun telah banyak melakukan ekspansi usaha antara lain, Unit Threshing, Unit Jasa Sigaret Kretek Tangan, Unit Simpan Pinjam, Unit Pertokoan dan Distribution Centre, serta Unit Transportasi. Koperasi ini beranggotakan 409 orang serta menyerap 3407 tenaga kerja dan omzet usaha sebesar Rp. 103.787.000.000,- pertahun dari semua unit bisnisnya. Unit usaha yang dijalankan oleh koperasi menjadi semakin banyak namun koperasi saat ini hanya melakukan pengkuran kinerja dari perspektif keuangan saja. Diperlukan pengukuran kinerja yang lebih komprehensif untuk mendukung kelancaran implementasi strategi dan menjamin kesinambungan dan pertumbuhan koperasi. Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1996) dalam Harvard Business Review melakukan pendekatan yang mengukur kinerja dengan mempertimbangkan empat perspektif yaitu; perspektif keuangan (financial perspective), perspektif pelanggan (costumer perspektif), perspektif proses bisnis internal (internal business process perspective), serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perpective). Metode pendekatan tersebut disebut Balanced Scorecard yang menyediakan kerangka komprehensif yang dapat menterjemahkan tujuan strategi perusahaan kedalam set pengukuran kinerja perusahaan secara menyeluruh. Pengukuran yang lebih holistic, luas, dan menyeluruh ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih startegi korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang lebih kompleks. Balanced Scorecard dilengkapi dengan kejalasan indikator kinerja dan standar kinerja, sehingga penilaian terhadap suatu event menjadi jelas dan terukur. Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan bahwa “if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, wecan achive it”. Dengan Balanced Scorecard diharapkan dapat mengintegrasi energi, kemampuan, dan pengetahuan organisasi yang spesifik dari perusahaan agar mencapai long-term strategic goals.
Rumusan masalah: Saat ini koperasi telah memiliki rencana strategi dan telah menyusun visi dan misi. Namun demikian dengan meningkatnya usaha dengan omzet yang besar, tentu saja diperlukan sarana untuk mendukung implementasi strategi agar visi dan misi serta tujuan dapat dicapai dengan baik. Untuk itu diperlukan pengukuran kinerja yang komprehensif yang dalam hal ini akan digunakan Balanca Scorecard serta penggunaan AHP dalam penyusunannya. Pengukuran kinerja akan disusun dengan meneliti praktek pengukuran kinerja koperasi saat ini terlebih
105
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
dahulu, kemudian berdasarkan atas kondisi saat ini akan dirancang sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan koperasi dengan Balance scorecard dan AHP. Berikut adalah rumusan masalah penelitian : 1. Bagaimanakah sistem pengukuran kinerja yang digunakan Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro saat ini? 2. Bagaimanakah sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard pada Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro ?
Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan kondisi Mengetahui sistem pengukuran kinerja yang digunakan Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro saat ini dan menyusun rancangan sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard pada Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro. Landasan Teori Pengukuran Kinerja Atkinson, Banker, Kaplan, dan Young (1997:51) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja mengukur berbagai aktivitas organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan organisasi, meliputi: perbaikan perencanaan, proses, dan evaluasi. Artinya perencanaan proses dan evaluasi yang implementasinya kurang sesuai dengan seharusnya dan setelah dinilai kinerjanya menunjukan informasi yang tidak sesuai dengan tujuan, maka ketidaksesuaian itu dijadikan informasi untuk perbaikan proses perancanaan evaluasi selanjutnya. Najmi (2005: 109-122) juga menjelaskan bahwa dalam sistem pengukuran kinerja harus memenuhi tiga konsep dasar yaitu Direction, menjelaskan tentang visi, misi, dan sasaran strategis sehingga arah perusahan menjadi jelas. Process, menjelaskan bahwa perusahaan diatur oleh proses yang dikenal dengan praktek proses perbaikan dan Measures, menyatakan bahwa perusahaan mempunyai ukuran proses operasional organisasi yang berasal dari strategi dan gambaran arah perusahaan. Gambar-1 Generic Performance Measurement System design approach Direction Mission Vison Strategic Objectives Processes Top Level Processes (and relevant process owners) Detailed process
Measures Strategic indicators Operational indicators
Sumber: Najmi, Manoochehr, et all. 2005. A Framework to Review Performance Measurement System. Bussines Process Management Journal Vol.11 No.2 pp. 109122.
106
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Menurut Paul Niven (dalam Nidzom 2011:27), strategy map merupakan suatu gambaran grafis tentang objektif yang penting, namun dalam bentuk yang polos dan sederhana sehingga mudah dipahami oleh setiap pekerja dari tingkat atas sampai bawah. Kaplan dan Norton 2004:55 bahwa strategy map sebagai presentasi kemajuan keseluruhan organisasi dengan empat perspektif Balanced Scorecard. Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (1996:8) mengatakan bahwa Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja masa lalu dengan pendorong utama kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran dari Balanced Scorecard diturunkan dari visi dan misi organisasi serta strategi. Pimpinan perusahaan dapat mengkur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka dalam menciptakan nilai bagi pelanggan dan seberapa banyak perusahaan harus meningkatkan kapabilitas internal dan investasi sumber daya manusia serta sistem yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Komponen Balance Scorecard terdiri dari financial perspective, costumer perspective, process business internal perspective, serta learning and growth perspective. Perspektif Keuangan Ukuran kinerja keuangan memberi petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaanya memberikan kontribusi atau tidak kedalam peningkatan pada perusahaan. Tujuan perusahaan biasanya berhubungan dengan profitabilitas, yang diukur dengan misalnya: Return on Asset (ROA), Return on Investment (ROI), atau Economic Value Added (EVA). Tujuan finansial lainya bisa berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas.Kaplan dan Norton (1996: 48-49) menjelaskan bahwa sasaran keuangan bisa sangat berbeda tiap tahapan siklus kehidupan bisnis Tabel-1 Measuring Strategic Financial Themes Strategic Themes Asset Utilization
Growth
Cost Reduction / Productivity Improvement
*Sales growth rate by *Revenue/employee segment percentage revenue from new product, services, dan costumer
*Invesment (percentage of sales) *R&D (percentage of sales)
Sustain
Bussines Unit Strategy
Revenue Growth and Mix
*Share of targeted costumers and accounts *Cross-selling *Percentage revenues from new applications *Costumer and product line profitability
*Working capital ratio (cash to cash cycle) *ROCE by key asset categories *Asset utilization rates
*Cost versus competitors *Cost reduction rates *Indirect expenses (percentage of sales)
107
Harvest
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
*Costumer and product line profitability *Percentage unprofitable costumers
*Unit cost (per unit of output, per transaction)
*Playback *Throughput
Sumber: Kaplan, Robert dan David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Harvard Business School Press. Perspektif Pelanggan Menurut Kaplan dan Norton (1996:68), dalam perspektf pelanggan perusahaan menggunakan tolak ukur untuk mengukur segmen pasar dan target pasar yang dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok Pengukuran Konsumen Utama (Core Measurement Group). pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan, kelompok pengukuran ini terdiri dari pengukuran Market Share, Costumer Acqusition, Costumer Retention,.Costumer Satisfaction, dan Costumer Profitability. Kedua, kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (Costumer Value Proposition). Proporsi nilai pelanggan menggambarkan pemicu kinerja yang menyangkut pertanyaan apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akusisi konsumen yang tinggi. Atribut dari proporsi nilai konsumen meliputi, Product / Service Atribute, Costumer Relationship, serta Image and Reputation Gambar 2 The Costumer Value Propotion Generic Model Value
Functionality
=
Product/Service Attribute
Quality
+
Price
Image
+
Relationship
Time
Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Using The Balanced Scorecard as a Strategic Management System. Harvard Bussiness School Press. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton (1996:115) setiap bisnis mempunyai tatanan proses yang unik untuk menciptakan nilai untuk konsumen dam memproduksi hasil keuanganya. Pada model proses bisnis internal dibagi menjadi tiga prinsip, yaitu Innovation yang dibagi menjadi dua, yaitu: mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan pasar dan menciptakan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
108
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 3 The Internal Business Process Perspective – The Generic Value Chain Model
Costumer Need Identified
Postsale Service Process Identfy the Market
Costumer Need Satisfied
Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Harvard Business School Press. Semua Proses ini penting dan harus dilakuakan dengan baik oleh tiap departemen dalam organisasi. Proses innovasi dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dari target pelanggan, fokus pada pengembangan produk baru, dan peningkatan pelayanan yang dapat memeberikan solusi lebih baik. Proses operasi terkait dengan biaya, kualitas, dan cycle time. Strategi dalam proses bisnis internal tersebut diselaraskan dengan arah tujuam dari perusahaan, sehingga dalam hali ini Balanced Scorecard hanya berfungsi sebagai penerjemah dan penghubung tolak ukur dengan strategi perusahaan Perspektif Pemebelajaran dan Petumbuhan Perspektif ini berkaitan dengan manusia, sistem, dan prosedur organisasi, oleh karena itu perspektif inilah penggerak dari ketiga perspektif yang lainya. Menurut Soetjipto Budi.W (1997:23) tujuanya dimasukanya kinerja ini adalah untuk mondorong perusahaan menjadi organisasi belajar sekaligus pendorong pertumbuhan. Kaplan dan Norton (1996:127) menjelaskan bahwa dalam Balanced Scorecard pada organisasi jasa dan manufaktur terdapat tiga kategori pemebelajaran dan pertumbuhan, yaitu Employee Capabilities, Information System Capabilities dan Motivation, Empowerment, and Alignment. Ketiga faktor tersebut digambarkan sebagai faktor penggerak performasi (enablers), yang hubunganya dengan pengukuran inti (core measurement) dapat digambarkan sebagai berikut:
109
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 4 The Learning and Growth Measurement Framework
Core measurement Employee Retention
Result Employee Productivity Employee Satisfaction
Enablers Staff Competension
Technology Infrastucture
Climate to Action
Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Harvard Business School Press. Balanced Scorecard dapat membantu menghubungkan visi dan strategi dengan empat perspektif secara seimbang dimana dtunjukan gambar dibawah ini:
Gambar 5 Hubungan Visi dan Strategi dengan Balanced Scorecard
Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 2007. Using The Balanced Scorecard as a Strategic Management System. Harvard Bussiness School Press.
110
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Visi dan dan Strategi diterjemahkan kedalam empat perspektif yang kemudian oleh masing – masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang, serta inisiatif – inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan – tujuan strategis. Kaplan dan Norton (1996) juga menjelaskan bahwa Balanced Scorecard merupakan suatu konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan. Perusahaan – perusahan inovatif dalam menngunakanya sebagai suatu sistem manajemen strategis untuk mengolola strategi perusahaan sepanjang waktu. Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali diperkenalkan Saaty pada tahun 1971. Sejak pengenalannya AHP telah menjadi metode multiple-criteria decision making yang paling banyak digunakan dan telah memecahkan masalah terstuktur. AHP fokus pada pembuatan serangkaian perbandingan berpasangan. Perbandingan ini digunakan untuk menentukan hierarki yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, AHP dapat membantu pengambilan keputusan. Jurnal Saaty (dalam Chandra, 2013) menyatakan bahwa untuk membuat sebuah keputusan didalam teknik AHP diperlukan langkah – langkah sebagai berukut:
a. Menentukan masalah dan memutuskan solusi apa yang akan digunakan. b. Struktur hierarki keputusan dari atas dengan tujuan keputusan, kemudian sasaran dari perspektif melalui level menengah (berisi kriteria dan elemen – elemen yang berhubungan), sampai level terendah (yang biasanya berisi langkah alternatif) c. Membuat matriks perbandingan berpasangan. Tiap elemen di level lebih atas digunakan untuk membandingkan elemen – elemen di level tersebut dengan elemen dibawahnya. d. Menggunakan prioritas yang diperoleh dari membandingkan bobot prioritas di level tersebut dengan level dibawahnya. Lakukan ini untuk tiap elemen. Untuk membuat perbandingan, dibutuhkan skala dari angka yang mengindikasikan berapa banyak elemen yang lebih penting, atau elemen apa saja yang lebih dominan. Pada umumnya nilai yang ditetapkan berada di antara 1 sampai 9. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian yaitu metode kualitatf yang menitikberatkan analisis terhadap penyebab suatu masalah dan mencari solusi untuk memcahkan masalah tersebut berdasarkan data yang didapat di lapangan. Penelitian kualitatif menurut Maxfied dan Nazir (1998) merupakan suatu pendekatan yang menggunakan data berupa kalimat tertulis, lisan, perilaku, fenomena, peristiwa, pengetahuan atau objek studi. Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain dengan wawancara, diskusi, dan penyebaran kuisioner kepada pimpinan pengurus, pengawas, dan direksi koperasi. Melakukan wawancara dan mengadakan FGD. Adapun tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut: 1. Men-translate Visi, Misi, Tujuan Perusahaan serta Isu Startegik ke dalam Sasaran Strategis melalui pengajuan pertanyaan guna menetapkan sasaran strategis yang
111
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
2.
3.
4.
5.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
menjadi kunci sukses keberhasilan melalui pembangunan isu strategis perusahaan dalam setiap perspektif Balanced Scorecard. Menyusun Strategy Map a) Mengidentifikasikan sasaran strategis dan menjelaskan hubungan sebab – akibatnya melalui wawancara dengan pimpinan Koperasi. b) Memvisualisaikan strategy map. Sasaran strategis digambarkan akan hubungan panah – panah yang mengindikasikan adanya hubungan sabab akibat. Penentuan Lead Indicator, Lag Indicator , dan Inisiatif Startegis Penyusunan sasaran strategis pada tiap perspektif Balanced Scorecard serta menentukan inisiatif stategis atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran strategis, lead indicator (pemicu untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sebagai target), dan lag indicator (keberhasilan yang dicapai sasaran strategis). Penetapan ini disebut dengan KPI (Key Performance Indicator) Validasi Key Performance Index (KPI) Validasi KPI ini dilakukan oleh pimpinan Koperasi, bertujuan untuk mengetahui ukuran apa saja yang dibutuhkan dan disetujui untuk melakukan pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard. Pembobotan KPI dengan Metode AHP Pengumpulan data dilakukan dengan cara mmberikan kuisioner dalam bentuk pembobotan KPI. Proses pembobotan KPI dilakukan oleh pimpinan Koperasi Kareb dengan metode Focus Group Discusion. Hal ini dengan tujuan memberi peringkat KPI yang memiliki kontribusi terbesar hingga terkecil pada organisasi. Data pembobotan AHP ini diperhitungkan dengan software expert choice. Pembobotan AHP ini harus memiliki syarat konsistensi 10% agar valid dan konsisten.
Hasil dan Pembahasan Identifikasi Visi dan Misi Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro (KAREB) memiliki visi dan misi yang dijadikan dasar dalam penetapan sasaran – sasaran strategik koperasi, sebagai berikut: Visi, Mewujudkan Usaha Koperasi di bidang jasa dan perdagangan yang terpercaya dan terbaik di tingkat nasional maupun internasional Misi a. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan karyawaan. b. Memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pelanggan/mitra kerja. c. Terus membangun dan mengembangkan semua unit usaha dengan sistem manajemen efektif dan efesien Berdasarkan pengamatan terhadap koperasi dan wawancara kepada pengurus koperasi KAREB menghasilkan rumusan sasaran stategik koperasi sebagai berikut: Perspektif Financial Dalam perspektif ini dapat dilihat keberhasialan keuangan untuk menentukan tingkat kesehatan keuangan suatu organisasi. Koperasi KAREB menetapkan sasaran startegis, yaitu meningkatkan Pendapatan dan Profit / Sisa Hasil Usaha (SHU) Pendapatan dianggap sebagai penunjang pertumbuhan profit koperasi, meningkatan penggunaan asset dan Investasi, mendongkrak pendapatan.
112
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Perspektif Costumers Perspektif ini difungsikan untuk mengidentifikasi segmen pasar dimana koperasi dapat terus sustain. Sasaran strategik yang dicapai Koperasi KAREB pada prspektif ini adalah, meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kepercayaan pelanggan. Perpektif Internal Business Process Perspektif ini menggambarkan strategi – strategi organisasi mengarah pada proses bisnis internal koperasi yang terkait dengan penciptaan nilai produk dan layanan secara efektif dan efesien sehingga koperasi dapat berkembang pesat. Sasaran strategik yang dicapai Koperasi adalah, Meningkatkan Kualitas Produk Meningkatkan Kecepatan dan Mutu Pelayanan, Memanfaatkan Aset Secara Optimal Perspektif Learning and Growth Perspektif ini mengarah pada kemampuan koperasi untuk menyiapkan infrasturktur untuk ketiga perspektif lainya serta menciptakan sumber daya yang unggul dan kompeten. Sasaran strategik yang dicapai adalah, Mengembangankan Kompetensi Karyawaan, Meningkatkan Kepuasan Karyawaan. Rancangan Matriks Balanced Scorecard Koperasi Balanced Scorecard memiliki dua macam indikator kinerja, yaitu: lag indicator (ukuran hasil) atau disebut keberhasilan pencapaian sasaran strategik dan lead indicator (ukuran pemicu) atau pemicu untuk mencapai hasil yang dinginkan. Rancangan matriks Balanced Scorecard Koperasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Matriks Balanced Scorecard Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro Ukuran Sasaran Strategik
Perspektif Keuangan
Lag Indicatros
Lead Indicators
(Ukuran Hasil)
(Ukuran Pemicu)
1.Peningkatan Pendapatan
1.Peningkatan Pendapatan dan Profitabilitas
2. Pertumbuhan Keuntungan / SHU
2.Peningkatan Pengguanaan Asset dan Investasi
1.Tingkat Pemanfaatan Utilitas dari Investasi
1. Persentase Peningkatan Pendapatan 2. Persentase Peningkatan Profit Margin /SHU 1.Peningkatan ROA
2.Peningkatan ROE
Inisiatif Strategi
1..Melakukan efeisensi biaya produksi 2.Meningkatkan hasil produksi
1.Memberikan kemudahan investasi 2.Pemanfaatan aset secara optimal
2.Tingkat Pemnfaatan Asset 3.Efisiensi biaya
1.Penurunan biaya
1.Persentase Peningkatan Penghematan Biaya
1.Melakukan modifikasi pada generator 2. Peningkatan skill
113
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 karyawan Melalui pelatihan sehingga menguragi human error 3.Menekan biaya rutin perusahaan ( listrik, telpon, perawatan infrasruktur).
Perspektif Pelanggan 1.Peningkatan kepuasan pelanggan 2.Peningkatan Kepercayaan Pelanggan
Perspektif Internal Bisnis Proses
1.Peningkatan Costumer Satisfaction
1.Peningkatan Hasil Survey Kepauasan Pelanggan
1.Selalu menjaga kualitas produk/jasa
1.Costumer Retention and Acquisition
1.Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru
1.Menetapkan harga jual yang bersaing
2.Peningkatan Total Jumlah Pelanggan
2.Langsung terjun petani atau pengusaha tembakau
1.Menurunya produk cacat
1. Penurunan Jumlah produk yang dikembalikan dan produksi ulang
1. Meningkatkan kualitas karyawan untuk mencegah human error
1.Peningkatan Rata – Rata waktu Peneyelesaian Komplain
1. Meningkatkan kualitas karyawan melalui pelatihan
1.Peningkatan kualitas produk 2.Meningkatkan kecepatan dan mutu pelayanan
1. Response time yang Baik
2.Memberikan pelayanan terbaik
2.Selalu melakukan perawatan dan perbaikan aset
2.Koordinasi antar karyawan dalam penyeselaian masalah 3.Mengawasi dan memotivasi karyawaan lebih giat.
3.Memaksimalkan 1.Peningkatan aset secara Aktivitas yang optimal memberi nilai tambah
1.Peningkatan Capacity utilitation rate
1. Memperluas pangsa pasar 2.Melakukan perawatan berkala
114
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 1.Meningkatkan Produktivitas karyawan
2.Peningkatan kepuasan karyawan
1.Produktivitas Karyawaan Rata rata 2.Peningkatan Kemampuan Karyawaan 1.Tingkat Kepuasan Karyawaan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
1.Peningkatan Persentase Produktivitas Karyawaan
1.Meningkatkan intensitas kepelatihan karyawan sesuai kebutuhan
2.Peningkatan Persentase Karyawaan Terlatih 1.Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Karyawannya 2.Persentase Turnover Karyawaan
1. Pemberian gaji dan insentif sesuai job description masingmasing 2.Memberikan job description sesuai dengan kemampuan tiap-tiap karyawannya 3.Menjaga kultur kerja yang kondusif
Strategy Map Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro Tahapan ini menggambarkan peta hubungan sebab akibat yang ada dalam rumusan sasaran strategik antar masing – masing perspektif Balanced Scorecard Koperasi, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
115
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Gambar 6 Strategy Map Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro
Hubungan tersebut dimulai dengan meningkatkan kompetensi karyawan dan peningkatan kepuasan karyawaan sehingga dari kedua sasaran strategis perspektif learning and growth akan dampak pada kualitas produk, kecapatan dan mutu pelayanan serta pemanfaatan aset secara optimal. Terciptanya produk dan pelayanan yang berkualitas diharapkan mampu meningkatkan konsumen sehingga dapat pula menarik konsumen baru untuk berinvestasi.. Jika pelanggan telah mendapatkan kepuasan dan pertumbuhan konsumen terpenuhi maka akan meningkatkan pendapatan serta profit /SHU Koperasi, sehingga koperasi dapat mengembangkan usahanya. Penentuan Key Performance Indicator (KPI) Tahapan ini merupakan tahap dimana KPI dari rancangan awal Balanced Scorecard bisa digunakan sebagai indikator kinerja untuk pengukuran kinerja selanjutnya. Sehingga hasil dari pengukuran kinerja menjadi valid dan dapat dijadikan masukan untuk sistem pengukuran kinerja Koperasi
116
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Validasi KPI dilakukan oleh pengurus Koperasi. Pengurus Koperasi dianggap paling mengetahui secara global kegiatan koperasi bagi dari segi manajemen dan operasional. Dari Proses validasi dilakukan dengan Focus Group Discusion sehingga terbentuk satu kesepakatan bersama maka diperoleh KPI Koperasi pada tabel berikut: Tabel 3 KPI (Key Performance Indicators) Perspektif Finance
Lag Indicators Hasil)
(Ukuran
• Meningkatkan Profit dan Pendapatan
Lead Indicators Pemicu)
(Ukuran
1. Peningkatan Pertumbuhan Pendapatan 2. Peningkatan Laba /SHU
• Meningkatkan Penggunaan Asset 3. Peningkatan ROA dan Investasi 4. Peningkatan ROE • Meningkatkan Efisiensi Biaya Costumers • Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
Internal Bussines Process
Learning and Growth
5. Persentase Peningkatan Penghematan Biaya 6.Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Pelanggan
• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan
7. Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru
• Meningkatkan Kualitas Produk
9. Penurunan jumlah produk yang dikembalikan dan produksi ulang
• Meningkatkan Kecepatan dan Mutu Pelayanan
10. Peningkatan Rata – rata waktu penyelesain komplain
• Memaksimalkan Aset secara Optimal
11. Peningkatan Capacity Utilitation Rate
• Meningkatkan Produktifitas Karyawaan
12. Peningkatan Produktivitas Karyawaan
8. Peningkatan Total Pelanggan
13. Peningkatan Persentase Karyawaan Terlatih • Meningkatkan Kepuasan Karyawaan
14. Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Karyawaan
Sumber: Pengolahan Data Primer Berdasarkan KPI yang telah divalidasi diatas maka dilakukan identifikasi ukuran kinerja koperasi telah disesuaikan dengan karakteristik Koperasi kemudian terbentuklah spesifikasi pengukuran kinerja Koperasi dengan ukuran yang spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, dan
117
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
berdasarkan rentan waktu menurut masing –masing perspektif Balanced Scorecard yang disajikan dalam tabel berikut ini: Pembobotan Prioritas Kinerja dengan Analytical Hierarcy Process Pada tahap ini dilakukan proses pembobotan pada setiap indikator kinerja (KPI) yang telah divalidasi oleh dewan pengurus dan pengelola Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu dengan kuisioner perbandingan berpasangan. Proses pembobotan KPI dilakukan dengan data yang diperoleh dari Focus Group Discusion (FGD), selanjutnya dibobotkan. Pembobotan tersebut diolah dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner perbandingan berpasangan didapat hirarki penentuan pembobotan Perspektif Balanced Scorecard. Menunjukan prioritas antar perspektif Balanced Scorecard, yaitu financial, costumers, internal process bussines, dan learning and growth, manakah diantara perspektif tersebut yang lebih menjadi prioritas dalam pencapaian strategi perusahaan. 1. Pembobotan Lokal Lag Indicators (Ukuran Hasil) Menunjukan prioritas lag indicators dengan lag indicators lainya dalam satu perspektif. Pada tingkatan ini beberapa lag indicators dalam satu perspektif akan diukur bobotnya sehingga akan diketahui lag indicator mana yang menjadi prioritas. 2. Pembobotan Global KPI Keseluruhan KPI dalam Balanced Scorecard Koperasi yang menjadi ukuran pemicu akan diukur bobot masing – masing, sehingga dapat diketahui KPI mana yang menjadi prioritas dalam pencapaian strategi perusahaan. Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner perbandingan berpasangan diperoleh bobot prioritas perspektif Balanced Scorecard, bobot lokal lag indicators, dan bobot global KPI Koperasi yang tersajikan dalam tabel berikut:
Perspektif Finance
Tabel 4 Hasil Pembobotan Proiritas Kinerja dengan AHP Lag Indicators Bobot Bobot KPI (Ukuran Hasil) Lokal 0.418
• Meningkatkan Profit dan Pendapatan
0.54
• Meningkatkan Penggunaan Asset dan Investasi
0.297
• Meningkatkan Efisiensi Biaya
0.163
Bobot Global
1.Peningkatan Laba /SHU
0.071
2.Peningkatan Pertumbuhan Pendapatan
0.213
3.ROA
0.039
4.ROE
0.117
5.Peningkatan Efisiensi Biaya
0.064
118
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono Costumers
Internal Bussines Process
Learning and Growth
0.271
0.12
0.191
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
• Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
0.333
6.Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Pelanggan
0.069
• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan
0.667
7.Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru
0.046
8.Peningkatan Total Pelanggann
0.138
• Meningkatkan Kualitas Produk
0.594
9.Penurunan jumlah produk yang dikembalikan dan produksi ulang
0.061
• Meningkatkan Kecepatan dan Mutu Pelayanan
0.249
10.Peningkatan Rata – rata waktu penyelesain komplain
0.026
•Memaksimalkan Aset secara Optimal
0.157
11.Peningkatan Capacity Utilitation Rate
0.016
• Meningkatkan Produktifitas Karyawaan
0.25
12. Peningkatan Produktivitas Karyawaan
0.011
14. Peningkatan Persentase Karyawaan Terlatih
0.032
15. Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Karyawaan
0.097
• Meningkatkan Kepuasan Karyawaan
0.75
Sumber: Pengolahan Data AHP
Dari hasil pengolahan diatas maka dapat diketahui perspektif keuangan mendapatkan prioritas utama dengan bobot 41,8%. Hal ini menunjukan bahwa keuanga tetap menjadi tujuan utama Koperasi . Kemudian perspektif pelanggan dengan bobot 27,1%, kemudian perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot 19,1% dan terakhir perspektif proses bisnis internal yaitu dengan bobot sebesar 12%. 1. Analisis Bobot Lokal Lag Indicators Pada perspektif keuangan indikator pengkatan profit dan pendapatan menjadi prioritas utama dengan bobot 54%. Prioritas selanjutnya adalah peningkatan penggunaan aset dan invesatsi dengan bobot 29,7% kemudian peningkatan efisensi biaya dengan bobot 16,3%..Pada perspektif pelanggan, peningkatan kepercayaan pelanggan menjadi prioritas utama dengan bobot 66,7% sedangkan peningkatan kepuasan pelanggan
119
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
mendapat bobot 33,3%. Hal ini menunjukan pelanggan mendapatkan perhatian dengan baik.Pada perspektif proses bisnis internal, peningkatan kualitas produk mendapat prioritas utama dengan bobot 59,4%, kemudian peningkatan kecepatan dan mutu pelayanan dengan bobot 24,9%, serta terakhir memaksimalkan aser secara optimal mendapat bobot 15,7%. Pada persepektif pembelajaran dan pertumbuhan, peningkatan kepuasaan karyawaan menjadi prioritas utama dengan bobot 75% dan peningkatan produktifitas karyawaan memperoleh bobot 25%. Hal ini menunjukan bahwa kepuasan karyawaan menjadi prioritas utama dikarenakan seluruh karyawaan adalah pemegang kepemilikan koperasi
Analisis Bobot Global KPI Berdasarkan hasil pembobotan kuisioner perbandingan dan pengolahan software expert choice 2000 maka diperoleh prioritas sebagai berikut: Gambar 7 Bobot Global KPI
Sumber: Data Pengolahan AHP Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui nilai inkonsistensi kurang dari 0,1 yakni sebesar 0,02. Hal ini dapat dikatakan pembobotan global diatas valid dan konsisten. Dari hasil pembobotan global KPI yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan pendapatan yaitu dengan bobot 21,3%, kemudian peningkatan total pelanggan dengan bobot 13,8%, peningkatan ROE dengan bobot 11,7%, peningkatan kepuasan karyawaan dengan bobot 9,7% serta peningkatan profit/ SHU dengan bobot 7,1%. Berikut adalah 5 (lima) prioritas utama KPI yang menjadi sasaran utama dalam meningkatkan nilai koperasi agar tetap sustain berkembang.
Model Balanced Scorecard Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro Tabel 5 Model Balanced Scorecard Koperasi Karyawaan Bojonegoro Sasaran Bobot Realis Target Perspektif Indikator Strategis (b) (c) asi
Skor ((a:b)xc)
120
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 (a)
Finance
• Meningkatkan Profit dan Pendapatan
1.Peningkatan Laba /SHU
5%
7,1%
15%
21,3%
9,00
3,9%
4.ROE
10,00
11,7%
• Meningkatkan Efisiensi Biaya
5.Peningkatan Efisiensi Biaya
15%
6,4%
• Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
6.Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Pelanggan
nilai 5
6,9%
• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan
7.Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru
7%
4,6%
8.Peningkatan Total Pelanggann
7%
13,8%
9.Penurunan jumlah produk yang dikembalikan dan produksi ulang
1%
6,1%
• Meningkatkan Kecepatan dan Mutu Pelayanan
10.Peningkatan Rata – rata waktu penyelesain komplain
1 hari
2,6%
• Memaksimalka n Aset secara Optimal
11.Peningkatan Capacity Utilitation Rate
90%
1,6%
• Meningkatkan Produktifitas
12. Peningkatan Produktivitas
Rp 30.000.0
1,1%
2.Peningkatan Pertumbuhan Pendapatan • Meningkatkan Penggunaan Asset dan Investasi
Costumers
Internal Bussines Process
Learning and
• Meningkatkan Kualitas Produk
3.ROA
121
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono Growth
Karyawaan
• Meningkatkan Kepuasan Karyawaan Score Card Score=
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 Karyawaan
00 /karyaw aan
14. Peningkatan Persentase Karyawaan Terlatih
35%
3,2%
15. Peningkatan Hasil Survey Kepuasan Karyawaan
nilai 5
9,7%
100%
Simpulan Pengukuran kinerja yang dilakukan Koperasi saat ini hanya berorinetasi pada aspek keuangan saja sehingga tidak dapat memberikan ukuran tentang pemicu penyebab naik turunya kinerja keuangan itu sendiri. Meskipun kinerja keuangan meningkat tetapi secara keseluruhan kinerja yang dilakukan belum mencapai target yang ditetapkan koperasi. Sasaran strategik pada tiap – tiap perspektif balanced scorecard mennghasilkan simpulan bahwa, pada perspektif keuangan menetapkan untuk meningkatkan profit dan pendapatan, meningkatkan penggunaan aset dan investasi, serta meningkatkan efisiensi biaya. Pada perspektif pelanggan menetapkan sasaran strategik yaitu: meningkatkan kepercayaan pelanggan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Pada perspektif proses bisnis internal menetapkan sasaran strategis berupa meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kecepatan dan mutu pelayanan, serta memaksimalkan aset secara optimal. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menetapkan sasaran strategis meningkatkan produktifitas karyawaan dan meningkatkan kepuasan karyawaan.
\
122
Indrianawati Usman Mohammad Agung Laksono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Daftar referensi Bititci U S, Carrie A S, McDevitt L G, “Integrated Performance Measurement Systems: A Development Guide”, International Journal of Operations and Production Management, vol 17 no 6, May/June 1997, MCB University Press, ISSN 0144-3577, pp. 522-535. Brandon Charles H. Dratina Ralph E., 1997. Management - Strategy and Control. McGraw-Hill Inc. Canada Carrie A S and Macintosh, 1992, UK Research in Manufacturing Systems Integration, Integration in Production Management Systems, Pels and Worthman, Elsevier, pp 323-336. Ferreira, Reginaldo Barreiros and Max, Roberto Protil. 2010. Proposal of A Strategic Management Simulation Model For Agro-Industrial Cooperatives. Campo Grande. Sociedade Brasileira de Economia, Administração e Sociologia Rural Kaplan, Robert. S & David P. Norton. 1996.The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. United States of America : The President and Fellows of Harvard College Kaplan, Robert and David P. Norton. 2006. Using The Balanced Scorecard to Create Corporate Synergies. Harvard Bussiness School Press Kaplan, Robert and David P. Norton. 2007. Using The Balanced Scorecard as a Strategic Management System. Harvard Bussiness School Press. Najmi, Manoochehr, et all. 2005. A Framework to Review Performance Measurement System. Bussines Process Management Journal Vol.11 No.2 pp. 109-122. Niven. PR. 2003. Balanced Scorecard Step by Step for Government and Nonprofit Agencies. John Wiley and Sons. New Jersey
123
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Mapping of Tablet PC Based On Consumer Perception (Case Study of Bandung Electronic Center Visitors)
Dini Turipanam Alamanda Telkom University, Bandung, Indonesia e-mail:
[email protected], Gamal Argi Telkom University, Bandung, Indonesia Arif Partono Telkom University, Bandung, Indonesia
ABSTRACT Gadget development is becoming a phenomenon which attract the world’s attention today. Sophisticated telecommunications technology encourages the creation of newgadget especially Tablet PC. More and more people using this gadget to replace their computer use. The purpose of this study was to mapthe position of several Tablet PC brands such as Apple, Samsung, Smartfren, Acer, and ASUS based onthe perception of Bandung Electronic Center(BEC) visitors. Each day, around 25.000-40.000 visitors visit the BEC which is the largest electronic mall in Bandung. This is an exploratory reseach using the descriptive method. Multidimensional scaling technique used to mapped the 5 Tablet PC brandsinto six dimensions; product feature, brand, price, battery consumption (endurance), lifestyle and design. The questionnaires were delivered to 100 respondents using purposive sampling method. The results of this study indicated that Apple is still the best for product feature based on consumer perceptions . As for the best brand the winner is Samsung followed by Apple, ASUS, Acer and Smartfren. Based on price dimension the cheapest Tablet PC is Smartfren and Apple is the most expensive. Samsung is also the winner in the field of battery power consumption and Acer is the worst. The best Tablet PC in the field of the lifestyle is Samsung followed by Apple, ASUS, Acer and Smartfren. Finally, Tablet PC with the best design also goes to Samsung then followed by Apple, ASUS, Acer and Smartfren. Keywords: Consumer Perseption,, Positioning, Multidimensional Scaling Technique, TabletPC
124
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Introduction Trend in using the gadget intensify the mobile internet adoption in Indonesia. The use of Internet is not just become a way of life, but a necessity which integrated into every activity. The availability and the affordable price of the gadget change human patterns and lifestyle. Gadgets make user easier to connectwith the internet and dominate the use of technology in the future. The gadget itself has a definition as portableelectronic devices that belong to either one ormore of the following categories: mobilephones, MP3 players, gaming consoles notebook, tablets and i-touch (Gupta. N, Krishnamurthy. V, Majhi. J, dan Gupta. S, 2013). International Data Corporation (IDC) describes the market growth opportunities and product delivery of smart devices, where the Tablet PC has opportunity to expand its market share and product delivery. IDC estimates that the amount of the tablets shipment can grow by 174.5% in 2017. This figure is the highest growth rate compared to other smart devices. IDC also list the five most tablet PC shipments during the fourth quarter of 2012, that are Apple, Samsung, Amazon, Asus, and Barnes & Noble. Table 1 describes the Tablet PC market in 2012: Table 1. Market Share of Tablet PC in 2012 Vendor
4Q12 4Q12 4Q11 Shipments MarketShare Shipments
4Q11 Market Share
4Q12/4Q11 Growth
Apple
22.9
43.6%
15.5
51.7%
48.1%
Samsung
7.9
15.1%
2.2
7.3%
263.0%
Amazon.com Inc.
6.0
11.5%
4.7
15.9%
26.8%
ASUS
3.1
5.8%
0.6
2.0%
402.3%
Barnes & Nobles
1.0
1.9%
1.4
4.6%
-27.7%
Others
11.6
22.1%
5.5
18.5%
108.9%
All Vendors
52.5
100%
29.9
100%
75.3%
th
(Source:www.trenologi.com, accessedApril 25 2013) The author conduct the survey using questionnaires which addressed the Tablet PCs seller at Bandung Electronic Center. The survey was conducted toward ten Tablet PCssellers in order to obtain information about the Tablet PC brands that most sought after by consumers. The list of the Tablet PC brands that are often sought after by consumers at BEC are Apple, Samsung, Smartfren, Acer and ASUS. In respond to the increasing market competition, the positioning of the Tablet PC needs more serious attention, because the possibility of differences in consumer perception of the Tablet PC users have impact to the Tablet PC positioning in a particular area. The differencesmake the company's strategies have to be applied in a particular area so that the products that distributed could be absorbed well by consumers.Positioning is considered by both academics
125
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
(Aaker & Shansby, 1982; Park, Jaworski, & MacInnis, 1986; Arnott, 1993, 1994; Arnott & Easingwood, 1994; Myers in Blankson & Kalafatis, 2004; Porter, 1996; Kotler, 1997; Hooley, Greenley, Fahy & Cadogan, 2001; McKenna, 1986; Bainsfair in Blankson & Kalafatis, 2004; Dovel, 1990; Trout & Rivkin, 1996) on Manhas (2010) as the key elements of modern marketing management. The study was conducted in Bandung which is refers to what is informed by www.ekbis.sindonews.com, that Bandung has a potential market for the Tablet PC. The selection of Bandung Electronic Center (BEC) as a study site because BEC is the biggest and most comprehensive electronic shopping mall in Bandung. BEC also provides equipment and information technology equipment completely (www.anneahira.com). In addition, BEC also has higher number of visitors compared with the other gadget center in the city, reached 25000-30000 visitors / day (www.informasi-bandung.com). The other gadget center like Dukomsel only reached 2,500 visitors/day (www.inet.detik.com) and Mega Cellular Centre which is only reached2,000 visitors/day (www.bisnis-jabar.com). Thus the purpose of this study was to analyze the Table PC positioning based on the perception of Bandung Electronic Center visitors. Conceptual Framework The purposeof the positioning is to create a unique and favorable image in the minds of target customers(Bhat, 1998).An important aspect of a brand‟s position in a product category is how similar or different the brand is perceived in comparison with other brands in the same product category (Dickson and Ginter, 1987). The brand position strategies element is considered to be important for the operationalization of the concept (Manhas, 2010). Fill (1999) states that the sucessful positioning can only be achieved by adopting a customer‟s perspective and by understanding how customers perceived products in the class. Positioning analysis requires more than an understanding of a product‟s image in the mind of the consumer. Other things that is also require is a frame of reference with the competition, since a position is a product‟s perceived performance, relative to competitors, on specific attributes (Lovelock, 1991). Hooley, Sounders, Piercy (2006) state that competition can take place at various levels. Competition with products analogous qualities, competition in the same product group, competition with other product that satisfies the same or very similar consumer demand and also competition in the same level. A positioning map provides a valuable means toposition the product by graphically illustrating consumer‟s perception of competing products andtheir positioning. Positioning map develops understanding of how the relativestrength and weaknesses of different product are perceived by buyers (Pranulis, 1998). Positioning map is an important tool in development and tracking of promotional strategy. Itenables manager to identify gaps and opportunities in the market and allows monitoring the effects ofpast marketing communications (Arora, 2006). According to Suryani (2012: 97), a perception process initiated by a stimuli that our senses know. Stimuli can lead to the perception of a variety of shapes, like everything that can be smelled, seen, heard, touched. These stimuli would be the sensory organ called sensory receptor. Direct or immediate response from the sensory receptor organs is called sensation. The level of sensitivity in sensation between one individual with another individual is different. The difference in sensitivity occurs because of the ability of the receptor among
126
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
individuals that are not the same.In addition to the sensitivity factor, other factors that influence the intensity of the stimuli. Stimuli that have strong intensity will make the receptors easier to receive it.The perception process can be described as shown in Figure 1.
Influence by Internal and External Stimuli
Receptor
Factor
Selection
Organization
Interpretation
Figure 1. Perception Process Previous Studies on Tablet PC
Lancaster (1966; 1971; 1979) on Manhas (2010) shows that consumer havepreferences for characteristics (or attributes) of products.There are two basic versionsof Tablet PCs, one that includes a keyboard and one that doesn‟t. The keyboard variety doubles as a standardnotebook computer, with the screen swiveling and being laid flat over the keyboard when utilized in tablet mode.The model without a keyboard, also termed a “slate”, sacrifices functionality for lighter weight and smaller size.Generally speaking, tablet PCs command prices some several hundred dollars higher than comparably equipped(in terms of processing power, RAM, hard drive capacity, etc.) standard notebooks. Targeted commercialmarkets for tablet PCs include healthcare, insurance, sales force automation, finance and manufacturing/design(Himmelsbach 2004, Niccolai 2003). Weitz, R. R., Wachsmuth, B. and Mirliss, D (2006) did a pilot project with the purpose of evaluating the usefulness of tablet PCs foruniversity professors. The attributes used on that research were memory/hard drive/ processing speed, size of keyboard, size of monitor, external DVD drive, weight/ portability, wireless access, battery life, speech recognition, handwritting, and converting handwriting to text. El-Gayar, O., Moran, M., & Hawkes, M. (2011) developed and empirically tests a factor model for understanding college students‟ acceptance ofTablet PC (TPC) as a means to forecast, explain, and improve their usage pattern in education. Simon, Ruth, Hoyer, and Su (2004) did a preliminary experiences with a tablet PC based system to support active learning in computer science courses. Anderson,Paul H. Schwager,and Riichard L. Kerns (2006) did a research about the drivers for acceptance of Tablet PCs by Faculty in a College of Business. Mock(2004) defines a tablet PCs as a traditional notebookcomputer with the added ability to 127
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
process digital inkwhen writing with a stylus.Jung (2011) defines atablet PC as a mobile computer, larger than a mobilephone or PDA, integratedwith a flat screen andprimarily operated by touching the screen rather thana physical keyboard. It may offer users an on screenvirtual keyboard, a passive stylus pen, or a digital pen. Sim(2011) offers a definition ofa tablet PC as a complexdevice that has the functionality of a MP3 player, aPMP, a netbook, and a smart phone with a touchscreen interface for writing with a stylus. Furthermore, according to Lee, Euiho and Park (2012), Tablet PC and smartphones have similar characteristic, both are portable devices with a touch screen display, runs a computer operating system, easy to connect with a wide variety of applications and offers several wireless connectivity options such as wifi, 3G and LTE. With the responses from consumers (50 respondents), it was seen that majority of attributes listed were taken into consideration while selecting a Tablet PC‟s brand. The final list of attributes developed after the pilot survey for Tablet PC category were: 1) Product Feature; 2) Brand; 3)Price; 4) Battery Life; 5) Life Style; and 6)Design. Research Gap
Most existing researchsabout Tablet PC are discuss on how the people adoptingthe Tablet PCs. Research aboutTablet PC‟s brands position based on consumer perceptions is very limited. This research is develops the Tablet PC‟s position usingtheory of stimuli process of Suryani (2012). The conceptual framework is describes on Figure 2.
Figure 2. Conceptual Framework of Research Methodology Sampling Design and Population
128
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
The population for this research is BEC visitors that have or had using Tablet PC.The field interviews were conducted by researchers toward 10 Sellers and 50 Buyers in BEC. Ten sellers informed about the most favourite brands for Tablet PC and 50 buyers informed about attributes that they most wanted on Tablet PC. In turn, the respondents selected using purposive random sampling. While on the implementation, the questionnaire distributed to the 100 respondents using purposive random sampling as well. Statistical Technique Used
The technique used to analyze the data is the multidimensional scaling. According Hair et.al (2010: 568), multidimensional scaling is a procedure that allows a researcher to determine the appropriat a set of objects. The goal of multidimensional scaling is to change the similarity rating or preferences of consumers in the form of distance shown in the multidimensional space. Meanwhile, according to Simamora (2005: 234), multidimensional scaling is a procedure that is used to map the perceptions and preferences of the respondents visually in the geometrymap. The geometry is called a spatial map or perceptual map, a translation of various dimensions that related.If the perceptual map is not seen clearly the difference lies visually, then we can calculate the euclidean distance of each brand. In principle, the smaller the euclidean distance, the closer the distance of each object and the higher the level of competition. To calculate the Euclidean distance, we need to know the coordinates of each. Then the Euclidean distance can be calculated by the formula: D
( x i xi 1 ) 2
( yi
yi 1 ) 2
Where : D = Euclidean distance xi = Coordinate x -i yi = Coordinate y -i Relative weights of the two dimensions (x and y) can be described by direction vector for all of the attributes of the products that are comparable in their position. Direction vector of each attribute indicates the better or more preferred by consumers. Furthermore, to determine the ranking order of the products we can compare based on each attribute, it can be done by drawing a perpendicular line to the vector and the rank order of the products can be sorted from the closest to product to the end of the vector (arrow) of the attribute. Result and Discussion The analysis was conducted by calculating the euclidean distance of each position of Tablet PC on the related dimensions. In concept, euclidean distance, the closer to the Tablet PC on the related dimensions, the better of Tablet PC based on the dimensions. The calculation of Tablet PC based on dimensions and Euclidean distance are presentedon Table 2 and Table 3.
129
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Table 2. Euclidean Distance of Tablet PC Coord. of Tablet PC
Coord. of Dimension
x
x
Euclidean Distance
Tablet PC y
y
( xi xi 1 ) 2 ( yi
yi 1 ) 2
Ed
Rank
Toward Product Feature
Apple
Samsung
Smartfren
1.0448
0.8270
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
Apple
Samsung
Smartfren
1.0448
0.8270
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
Apple
Samsung
Smartfren
1.0448
0.8270
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545 3 0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545 3 0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545
0.8123
0.8123
0.8123
-0.5098
-0.5098
-0.5098
0.054056 0.09715689 25 0.000216 0.13704804 09 6.724167 0.42680089 61
5.709710 0.8123 -0.5098 3.62369296 25 2.904297 0.8123 -0.5098 1.11323601 64 Toward Brand 0.9897
0.9897
0.9897
0.5644
0.5644
-1.8963
-1.8963
-0.2863
-0.2863
-1.8963
-0.2863
-1.8963
-0.2863
2 0.3702 3 0.6533 1.9036 1.0551
5 4
0.7644 88
2
0.5814063
0.026471 29
0.7225 56
1
0.495616
5
0.0003648
3.2649 54 2.6975 69 1.8816 97
8.650069 21
2.9424 22
5
0.0077792
7.416362 89
2.7272 48
4
0.0215209
0.8843 75 1.7101 35 1.3039
1
0.5644
-0.2863
0.3117
0.003036 01
7.675670 25 6.588975 0.9897 0.5644 61 3.540418 0.9897 0.5644 56 Toward Price -1.8963
1
0.013340 25 0.101824 81 1.008819
2.9842563 0.6879044
0.7687782 2.822736 0.6915586
4 3
3 2 130
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono 3
Apple
Samsung
1.0448
0.8270
Smartfren
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
Apple
1.0448
Samsung
0.8270
Smartfren
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
Apple
1.0448
Samsung
0.8270
Smartfren
-1.7808
Acer
-1.5772
ASUS
-0.8919
0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545 3 0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545 3 0.198 1 0.139 6 1.163 1 1.393 8 0.545 3
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
36 Toward Battery Life 0.5440
2
1.0822241
1.1545 67 1.1346 59
1
1.2073614
5.404695 04 0.0056701 4.499489 0.5440 -1.2384 44 6.9284768 2.061808 0.5440 -1.2384 81 3.1815857 Toward Life Style 0.9923 0.5078 0.00275625 0.498294 8
2.3260 19 3.3805 28 2.2898 46
4
0.7078 5
2
0.9923
0.5078
0.02732409 0.419126 8
0.6681 7
1
0.9923
0.5078
7.69008361 2.791906 8
3.2375 9
5
0.9923
0.5078
6.60233025 0.784996
4
0.9923
0.5078
2.7179 64 1.8845 73 0.7302 36
2
0.5440
0.5440
-1.2384
0.250800 64
0.080089
85
-1.2384
-1.2384
3.55020964 0.001406 3 Toward Design 0.9361 0.5240 0.01181569 0.521428 4
5 3
3
0.9361
0.5240
0.01190281 0.440365
0.6725 09
1
0.9361
0.5240
7.38154561 2.846306 4
3.1981 01
5
0.9361
0.5240
6.31667689 0.756552
4
0.9361
0.5240
3.341584
2.6595 54 1.8281 24
0.000453 7
3
131
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Table 3. Tablet PC’s Position Based On All Dimensions Dimension Product Feature Brand Price Battery Life Life Style Design
Position 1
Position 2
Position 3
Position 4
Position 5
Apple
Samsung
Smartfren
ASUS
Acer
Samsung Smartfren Samsung Samsung Samsung
Apple ASUS Apple Apple Apple
ASUS Acer ASUS ASUS ASUS
Acer Samsung Smartfren Acer Acer
Smartfren Apple Acer Smartfren Smartfren
Table 2 and 3 show that Apple brand was ranked first of consumer perceives based on product's features, while Samsung, Smartfren, ASUS and Acer respectively were ranked under the Apple. Apple Tablet PC did concentrated marketing rather than competing and dealing directly with other Tablet PC manufacturers when they cut prices and focus on volume. Apple is investing in research and development, by developing the iOS operating system and make it as a prime mover in its smart device. The availability of a wide range application in the App-store which can only be used on this particular Tablet PCs with the operating system make AppleiOS as a determinant of industry trends. When Googleproduced Android operating system for Tablet PCs, they did not encourage the developers to create applications that were specific to a tablet PC, there are applications that can be used on various types of devices. Apple took a different path, they encourage developers to create applications that focus only reserved for the iOSoperating system. This is why Apple Tablet PC has a lot of good applications and only a few applications that can work well on other devices. A recent study by a company called uTest indicates that Apple provides the best quality applications than Google. Related to the brand, a report from Strategy Analytics revealed that Samsung apparently has stronger brand than Apple in terms of the overall electronics brand preference. Smartfren was ranked first of consumer perceives based ondimension of price, while ASUS, Acer, Samsung and Apple respectively were ranked under the Smartfren. Today, Smartfen mobile operator increasingtheir mobile devices selling, the smartphones and tablet PC. Their new products have hardware specification called "lumayan" (tolerable??), but they certainly have affordable price. SmartfrenTablet PC, New Andromax Tab 7.0, is one of the successful mobile devices that hypnotize the lower-middle market segments. New Andromax Tab 7.0 is only available in Indonesia, where the Tablet PC is manufactured to meet the needs of customers who want a Tablet PC at an affordable price, considering the price of other brands of tablet PCs pegged at a very high price by the company. Like Apple for example, which occupy the last position on the price dimensions. Samsung was ranked first of consumer perceives based on dimensions when viewed from the battery life, while Apple, ASUS, and Acer Smartfren consecutive rank under Samsung Tablet PC. Samsung is manufacturing batteries for smartphones, tablet PCs and Galaxy series cameras managed to occupy the first position of small-sized battery market. The data obtained from the marketing research institute based in Japan, B3. The market share of lithium-ion Samsung reached 26% by the end of 2012, followed by Panasonic with 18.7% market share, LG Chem 17.5%, and Sony 8%. SDI, a unit that produces lithium-ion Samsung, managed to break the record after producing 1 billion battery for the first time. In addition to its own purposes, Samsung also supplies batteries for Apple's iPad and iPhone. 132
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
For the dimensions of lifestyle, Samsung excels compared to other brands. By offering various products and marketing to the segment, Samsung expects higher sales and a stronger position within each market segment. Samsung was grouping their segment into categories, Tablet PC Samsung released the Samsung Galaxy Tab 3 into three different types, namely 7.0, 8.0, 10.1, which each type represents the size of the Tablet PC screen.Meanwhile, Apple released the iPad with different types according to the amount of embedded memory on the device. Another example, Samsung was trying to target women users by offering the Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur. Motif La Fluer now is very trend in the fashion world, it was taken from French which means flower. Florals are very suitable for women because impressive feminine. Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur came with a red color cast. The women are usually enjoy the selfie andtogether photosactivities, that is why the Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur insert 3 MP camera coupled with VGA front camera. The differences of the Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur from the regular version, is that there are several applications intended specifically for women. Application installed on Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur are a recipe app, yoga, office, and also clothing color combinations application, etc. Not only that, Samsung also slipped the application related with beauty, lifestyle, and health. To enhance the appearance, it came with wallpapers and ringtones that have been adapted to woman preferences. Finally we discuss the design, since first producing OLED screen in January 2007 Samsung Display had reached 300 million productions in January 2013. This achievementconfirms Samsung as a world's largest OLED screen manufacture. OLED display screen is now known as the most widely used for electronic devices in the world. Some devices that often use this type of screen are smartphones, tablet PCs, digital cameras, and TV. Applewas ranked second, which is the closest competitor of Samsung in design. Apple rely on the supply of LCD screens from Samsung for iPad mini 2. Apple actually has sought to reduce its dependence components supply from Samsung. But in fact, the AU Optrinics and Sharp were previously believed to support the needs for the screens of Apple devices got problems with quality. Apple then seems still can not be separated from Samsung, at least for now.The map position of the entire brand of Tablet PC canbe seen in figure 3.
Brand Design Life Style
Price Product Fitur
Battery Life
Figure 3. Position of Tablet PC on Perceptual Map 133
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Conclusion and Further Research Regarding the dimension of product features, the best Tablet PC is Apple based on the perception of visitors of Bandung Electronic Center. In the area of brand dimension, battery life, life style and design, Samsung is the best. While Smartfren superior lies on the price dimension. In the map position, Apple is a competitor of Samsung with the advantages of product features, design, life style, battery life and brand. Acer is direct competitor toAsus, while Smartfren is not compete with other brands in this research but might be with other brands outside the research, like Mi-to and Advan.Future research are expected to use other indicators of Tables PC and to add other brands to reach our knowledge about Tablet PC positioning in the market that will useful for Tablet PC companies and Tablet PC sellers. References Anneahira (2013). Bandung Electronic elektronik-center.htm [28 Juni 2013]
Center.
http://www.anneahira.com/bandung-
Arora, R. (2006) “Product Positioning Based On Search, Experience And CredenceAttributes Using Conjoint Analysis”, Journal of product and brand management, Nr.5. Dickson, P.R and J.L Ginter. Segmentation,ProductDifferentiation,andMarketing JournalofMarketing,51(April),1-10
(1987).
Market Strategy.
El-Gayar, O., Moran, M., & Hawkes, M. (2011). Students' Acceptance of Tablet PCs and Implications for EducationalInstitutions.Educational Technology & Society,14(2), 58– 70. Fill, C. (1999).Marketing communications, context, contents and strategies. (2nd ed.). Hemel Hempstead,UK: Prentice-Hall. Gupta. N, Krishnamurthy. V, Majhi. J, dan Gupta. S (2013). Gadget Dependency among Medical College Students in Delhi. ISSN PRINT: 09717587; ISSN ONLINE: 2248.9509. http://www.iapsmupuk.org/journal/index.php/IJCH/article/viewFile/492/pdf. Hair, Joseph F., William C. Black, Barry J. Babin, Rolph E. Anderson. (2010). Multivariate Data Analysis: a Global Perspective (Seventh Edition). United States of America: Pearson Prentice Ha Inet
(2011). Dekati Pelanggan Indosat Ingin Lebih Bersahabat http://inet.detik.com/read/2011/06/07/064711/1654449/328/dekati-pelanggan-indosatingin-lebih-bersahabat/ [28 Juni 2013].
Informasi Bandung (2012). Bandeung ElectroniC Center. http://www.informasibandung.com/2012/10/bandung-electronic-centre-bec.html, [14 April 2013] Himmelsbach, V. (2004). Nurturing A Fledgling Market.Computer Dealer News, 20(5), Retrieved November 22,2005 from http://www.looksmartcompanies.com/p/articles/mi_m3563/is_5_20/ai_n6129772. Hooley, G., Greenley, G., Fahy, J., & Cadogan, J. (2001).Market-Focused Resources, Competitive PositioningAnd Firm Performance.Journal of Marketing Management, 17(5-6), 503-20.
134
Dini Turipanam Alamanda Gamal Argi Arif Partono
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Jung, S.Y., "The research on the Usability forSmart Pad Design", Journal of the KoreanSociety of Design Culture, Vol.17, No.2(2011),pp.528-537. Lee, Kiwon, Euiho Suh & Jihye Park. (2012). A Study On Determinant Factors Topurchase For Tablet PC And Smartphone By A Comparative Analysis.http://www.cimerr.net/conference/board/data/conference24/A4.4.pdf Lovelock, C. H. (1991).Services marketing. EnglewoodCliffs, NJ: Prentice-Hall Inc. Manhas, P.S (2010). Strategic Brand Positioning Analysis Through Comparison Of Cognitive And Conative Perceptions. J. econ. finance adm. sci., 15(29), 2010. http://www.esan.edu.pe/publicaciones/02.pdf.83 Mock. K., “Teaching with tablet PC‟s”, journalof circuits, systems and computers, Vol.20,No.1(2004), pp.17-27 Niccolai, J. (2003). ViewSonic, Toshiba Refresh Tablet PC Lines.ComputerWorld, November 19, 2003,Retrieved November 22, 2005 from http://www.computerworld.com/mobiletopics/mobile/story/0,10801,87329,00.html. Pranulis, V. (1998), “Marketingo tyrimai”, Vilnius Sim, J.B., "A study on differentiation strategyfor tablet PC and e-book reader by acomparative analysis of acceptance·diffusionfactors", The Korean Operations Research andManagement Science Society, Vol.28,No.1(2011), pp.25-39. Simamora, Bilson. (2005). Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suryani, Tatik. (2012). Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. Trenologi (2013). IDC Penjualan Tablet http://www.trenologi.com/201302019785/idc-penjualan-tablet-meningkat/ 2013]
Meningkat. [25 April
Weitz, R. R., Wachsmuth, B. & Mirliss, D. (2006). The Tablet PC For Faculty: A Pilot Project.Educational Technology &Society, 9 (2), 68-83.
135
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN KESAN KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA
Ria Astuti Andrayani Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya e-mail:
[email protected] Sri Setyo Iriani Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya e-mail:
[email protected] ABSTRACT Education is a major concern of government in enhancing and improving the quality of human resources. Indonesia have stratified formal education which higher education contains of state university and private university. Surabaya is a city in Indonesia which has the largest public universities. There are four universities, there are universitas airlangga (UA), universitas negeri Surabaya (Unesa), institut teknologi sepuluh nopember (ITS), and IAIN sunan ampel. This study aims to test and analyze whether brand awareness, brand association, and perceived quality affect decision to choose state universities in Surabaya. This type of this research is quantitative, using multistage sampling with 377 respondents. Statistical analysis that used is the approach of mutiple linear regression which tested to every object. The results of this study showed that brand awareness and perceived quality has a positive influence on the decision to choose state universities in Surabaya. there are differences in the effect of brand association that the UA and Unesa positive influence while at IAIN Sunan Ampel, ITS and negative effect. Those influences has different athmosphere by respondent of Surabaya ’s city branding. There’s not all of the respondent to consider city branding of Surabaya when they choose to study at Surabaya.
Keywords: brand awareness, brand association, perceived quality, decision to choose, state
university
136
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
PENDAHULUAN Latar belakang Pembangunan bangsa harus memperkokoh pilar-pilar pendidikan yang merupakan satu upaya pemerintah meningkatkan human development index (HDI) (Wijaya, 2008) yang salah satunya melalui peningkatan kualitas layanan di dunia pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau penelitian agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Juanda, 2010). Di Indonesia, upaya pembangunan pendidikan formal dilakukan di berbagai jenjang, mulai pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi (Alma, 2008: 104). Sehingga perguruan tinggi negeri maupun swasta semakin bersaing dalam meningkatkan kualitas layananya. Dengan melihat jumlah PTN yang terus bertumbuh maka masyarakat memiliki kesempatan lebih besar dalam memilih. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2009 – 2010 mengalami peningkatan sebesar 0,5% (dikti, 2010). Jawa Timur memiliki 9 PTN yang ada di Surabaya saja terdapat 4 PTN yaitu UA, Unesa, ITS, IAIN Sunan Ampel dan yang lain tersebar di Malang, Jember, dan Madura (Snmptn, 2013). Fenomena ini menuntut perguruan tinggi membangun ekuitas merek yang kuat dibenak masyarakat (Ali-Choudhury dalam Chapleo,2010). Terlebih lagi peran besar suatu merek sesungguhnya merupakan suatu akibat dari nilai suatu merek itu sendiri. Menurut Aaker (1997:23) ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya). Dalam membangun ekuitas merek perguruan tinggi terdapat 5 aset penting yaitu loyalitas merek (brand loyalty), kesadaran nama (brand name), kesan kualitas (perceived quality), asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan merek, dan aset-aset merek lainnya (Aaker, 1997:23). Namun dalam keputusan memilih perguruan tinggi mahasiswa mempertimbangkan kesadaran merek, asosasi merek, dan kesan kualitas. Hal ini mendasari peneliti untuk menggunakan judul “pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas terhadap keputusan memilih perguruan tinggi negeri di Surabaya”. Merek perguruan tinggi tidak lain juga harus mendukung suatu city branding atau konsep sebuah kota, dalam hal ini city branding kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia yang memiliki berbagai fasilitas serta sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Surabaya memiliki berbagai kawasan industri yang membuat pertumbuhan ekonomi Surabaya naik sebesar 6% walaupun dalam masa krisis tahun 2009. Hal tersebut yang sering menjadikan alasan calon mahasiswa dari luar Surabaya mempertimbangkan untuk berkuliah di Surabaya disamping banyaknya perguruan tinggi yang terdapat di Surabaya. Rumusan Masalah 1. Apakah kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas berpengaruh terhadap keputusan memilih PTN di Surabaya? 137
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
2. Apakah city branding dapat memediasi pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih PTN di Surabaya? Tujuan Penelitian Untuk menganalisis dan membahas mediasi city branding pada kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih PTN di Surabaya.
LANDASAN TEORI Kerangka teoritis Jasa Pendidikan Jasa pendidikan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya terlebih lagi pada kualitas layanan pendidikannya (Wijaya 2008). Hal tersebut mengindikasikan kompleksitas yang mengharuskan jasa pendidikan mengembangkan hubungan dengan stakeholder secara berkelanjutan (Moogan 2010). Dari sudut pandang manajemen mutu, perguruan tinggi perlu mengendalikan setiap tahapan bisnisnya mulai input, proses, output, dan kepuasan stakeholder (Alma, 2008:75). Tujuannya agar perguruan tinggi dapat mengelola sumber daya secara optimal untuk menjamin mutu layanan akademik bagi mahasiswa dan menjamin akuntabilitas terhadap stakeholder. Agar perguruan tinggi dapat menarik dan membentuk citra baik terhadap publik maka perlu adanya dosen bermutu dan mutu akademik yang dapat dibanggakan (Alma, 2008:22-29). City Branding Surabaya
Merupakan suatu pencitraan kota yang memiliki karakteristik khusus yang dapat dijelaskan, diidentifikasikan, dan berkeberlanjutan/sustainable (Magnadi dan Indriani: 2011). Pentingnya city branding adalah agar sebuah kota benar-benar dapat dibedakan dari daerah lain sebagai salah satu strategi meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional, bahkan internasional. Surabaya merupakan ibu kota dari Jatim dan menjadi kota terbesar kedua di Indonesia. Kini, Surabaya telah memiliki penghargaan sebagai kota yang memiliki konsistensi pertumbuhan ekonomi peringkat ke-6 tahun 2009 di Asia. Secara umum proses collaboration marketing management dalam penentuan city branding diarahkan pada 3 potensi daerah yaitu investasi dengan kelompok sasaran para investor, pariwisata dengan kelompok turis domestik maupun mancanegara, dan perdagangan dengan kelompok sasaran trader . City Branding yang dimiliki Surabaya adalah Sister City yang kini telah memilliki mitra kerjasama bahkan dengan negara lain di anatranya adalah Seattle (USA), Busan (Korea), Kochi dan Kitakyushu (Jepang), Marseille (Prancis), Guangzhou dan Xiamen (China), dsb (Surabaya, 2011). Kesadaran Merek Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker, 1997:90). Empat tingkat kesadaran merek dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah menurut Aaker (1997:92) yaitu Top of mind (puncak pikiran), Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek), Brand recognition (pengenalan merek), dan Unaware of brand (tidak menyadari merek). Sehingga pengukuran kesadaran merek dalam penelitian 138
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
ini mengadaptasi dari Aaker (1997:92) dengan adaptasi pernyataan penelitian So et al (2010), Wang et al (2008). Asosiasi Merek Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna. Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang menunjukkan suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan memori terhadap sebuah merek. (Rahman 2008; Aaker 1997: 160; Tjiptono 2005:40). Sehingga pengukuran asosiasi merek dalam penelitian ini mengadaptasi pengukuran Keller (2003:70), Keller dalam Paramosa (2012), dan Alma (2008:29). Kesan Kualitas Kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai elemen kritis yang terdapat pada persepsi pelanggan terhadap perbandingan alternative keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan untuk pembuatan keputusan pelanggan (Aaker 1997:124; Yee et al 2011). Adapun pengukuran kesan kualitas menurut Parasuraman yaitu reliability, tangible, responsiveness, assurance, dan emphaty. Sehingga pengukuran dalam penelitian ini menggunakan dimensi kualitas layanan Parasuraman (dalam Lovelock, 2007:98), Parasuraman (dalam Lupiyoadi, 2008:182), Parasuraman (dalam angell et al, 2008), dan Alma (2005:46). Keputusan Memilih Pengambilan keputusan konsumen adalah bagian utama dari perilaku konsumen, tetapi cara kita mengevaluasi dan memilih produk (dan jumlah pemikiran kita dimasukkan ke dalam pilihan) memiliki banyak variasi, tergantung pada beberapa dimensi seperti tingkat kebaruan atau risiko dalam keputusan (Solomon, 2013:319). Pengukuran keputusan memilih dapat mengadaptasi dari dimensi keputusan pembelian model perilaku konsumen Kotler dan Keller (2009:240) yaitu pilihan produk, pilihan merek, pilihan dealer , jumlah pembelian, waktu pembelian, dan metode pembayaran. Sehingga dalam penelitian ini pengukuran keputusan memilih perguruan tinggi mengadaptasi dimensi keputusan pembelian Kotler dan Keller (2009:240) dan mengadaptasi pengukuran item pernyataan dari Kotler dan Armstrong (dalam Zulfikar, 2012) yaitu pilihan jurusan, pilihan perguruan tinggi, dan pilihan jalur. Hubungan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Memilih Kepentingan pengingatan merek karena merupakan suatu pengukuran “mind-share” konsumen atau puncak pikiran kesadaran dari produk/jasa. Tanpa adanya “mind-share” perguruan tinggi tidak dapat membangun merek yang kuat (ekuitas merek) (Pinar et al: 2012). Sehingga kepentingan ekuitas merek dalam keputusan memilih PTN dipengaruhi rasa percaya diri (Aaker, 1997:23). Disamping itu reputasi PT dalam memprediksi kesadaran merek, digunakan sebagai acuan menilai suatu PT atau merek PT untuk membuat keputusan memilih (Brewer dan Zhao, 2010). Hubungan Asosiasi Merek Terhadap Keputusan Memilih Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang mungkin mencerminkan suatu merek (Aaker, 1997: 161). Asosiasi positif konsumen dapat menimbulkan penerimaan, rasa suka bahkan minat yang akan mempengaruhi keputusan pembelian (Ergin et al, 2006). 139
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Namun pengaruh yang diberikan dapat bervariatif tergantung pada kekuatan asosiasi merek itu sendiri dibenak konsumen. Hal tersebut mengingat salah satu karakteristik jasa adalah bervariatif. Hubungan Kesan Kualitas Terhadap Keputusan Memilih Kesan kualitas didefinisikan sebagai persepsi konsumen tentang keseluruhan kualitas dari sebuah produk atau merek dengan alternative relative yang dimiliki bahkan merupakan sebuah asosiasi terhadap status dari masing-masing dimensi ekuitas merek (Pinar et al 2012). Pada sebuah penelitian menunjukkan ketika membuat keputusan memilih PT yang sangat beresiko dan meragukan, “siswa akan cenderung melihat kualitas layanan yang telah terbukti”, yang dapat menjadi suatu kepentingan dalam membuktikan fungsi dari PT (Angell, 2008). Kesan perguruan tinggi di benak konsumen dapat berbagai variasi pengaruhnya terhadap keputusan memilih PT. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: Terdapat berpengaruh positif kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas terhadap keputusan memilih perguruan tinggi negeri di Surabaya. H2 : Terdapat pengaruh city branding dalam memediasi pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih perguruan tinggi negeri di Surabaya METODE PENELITIAN Metode Seleksi dan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan dalam membuktikan dan menjelaskan pengaruh kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), dan kesan kualitas (X3) terhadap keputusan memilih (Y). Metode kualitatif akan digunakan dalam membuktikan dan menjelaskan pengaruh city branding (Z) dalam memediasi kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), dan kesan kualitas (X3) terhadap keputusan memilih (Y) perguruan tinggi negeri di Surabaya. Metode pengumpulan data melalui penyebaran angket dan wawancara / depth interview pada mahasiswa angkatan 2012 di keempat PTN di Surabaya (UA, Unesa, ITS, IAIN Sunan Ampel). Angket dibuat dengan skala 1 – 4 dengan metode rating scale. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 396 responden menggunakan multistage sampling. Adapun tahapannya dengan membagi sampel secara presisi (Malhotra, 2009:379) dengan menggunakan rumus pada teknik cluster sampling (Malhotra, 2009: 385) pada keempat obyek sampel. Kemudian sampel dipilih secara acak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (purposive) yaitu pada saat pembagian angket merupakan mahasiswa pada PTN yang dikunjungi dan merupakan mahasiswa tahun pertama. Selanjutnya pada praktik pengambilan sampel peneliti akan membagikan angket pada siapapun yang ditemui (accidental) sesuai dengan ketentuan. Berikut proporsi sampel pada keempat obyek penelitian:
140
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
ns=135
ns=102
Unesa UA n:4710 n:6441 Populasi N=18923 Ns=396 IAIN ITS n:2894 n: 4878
ns=98
ns=61
Gambar 1: Proporsi sampel di setiap perguruan tinggi Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Kuantitatif Angket yang diberikan pada responden merupakan angket dengan pernyataan tertutup dan terbuka. Pertanyaan tertutup responden diminta memilih jawaban yang disediakan berdasarkan instrumen yang telah ditetapkan (sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju). Tabel 1: Pengukuran indikator pertanyaan tertutup Variabel Kesadaran Merek
DOV kesanggupan mahasiswa untuk mengenali atau mengingat kembali PTN
Indikator Recognition Brand
Brand Recall
Top of mind
Asosiasi merek
Kesuksesan alumni dalam pekerjaan dan dalam menghadapi ujian di masyarakat menimbulkan asosiasi positif PT di benak masyarakat
Kekuatan merek Kesukaan merek
Keunikan merek
Pernyataan Referensi Saya sadar adanya PTN di Aaker So et al Surabaya (1997:9 (2010) 2) Saya dapat mengenali So et al PTN di Surabaya (2010) PTN di Surabaya ada So et al dalam ingatan saya (2010) Saya dapat So et al menggambarkan PTN di (2010) Surabaya Saya tahu PTN di Surabaya So et al (2010) PTN di Surabaya sangat Wang et terkenal al (2008) Saya sangat familiar Keller Paramos dengan PTN di Surabaya (2003:7 a (2012) 0) Alumni PTN di Surabaya Alma sukses di lapangan kerja (2008:29 ) Mahasiswa PTN di Alma Surabaya sukses di (2008:29 lingkungan masyarakat. ) PTN di Surabaya memiliki Paramos konsep yang unik a (2012)
141
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Kesan kualitas
(Alma 2008:29). persepsi mahasiswa tentang keseluruhan kualitas keempat PTN di Surabaya sebagai alternatif pilihan (Pinar et al, 2012). Kemenarikan dan citra positif PT dibentuk melalui dosen yang bermutu dan mutu akademik yang dapat dibanggakan (Alma, 2008:22-29).
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Reliability
Tangible
PTN di Surabaya memiliki biaya pendidikan yang sesuai dengan layanan yang diberikan PTN di Surabaya sangat nyaman PTN di Surabaya memiliki layout dan desain gedung kampus yang menarik PTN di Surabaya memiliki ruang kelas yang bersih
PTN di Surabaya memiliki gedung olahraga yang bagus PTN di Surabaya memiliki laboratorium komputer yang bagus PTN di Surabaya memiliki kantin dan taman yang asri PTN di Surabaya memiliki gedung perpustakaan yang megah PTN di Surabaya memiliki area belajar yang tenang PTN di Surabaya memiliki karyawan dan dosen yang ramah Responsive- PTN di Surabaya memiliki akses yang cepat untuk ness melayani mahasiswa
Assurance
PTN di Surabaya mengutamakan tenaga ahli PTN di Surabaya memiliki pengajar yang ahli PTN di Surabaya memiliki program yang bereputasi PTN di Surabaya memiliki lokasi yang aman
Parasur aman, Berry, dan Zeitha ml (1991)
Angell et al, 2008
Lupiyoa di (2008:18 2) Angell et al, 2008
Lovelock (2007:98 ) Angell et al, 2008; Lupiyoa di, (2008:18 2) Angell et al, 2008
Angell et al, 2008; Lupiyoa di (2008:18 142
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014 2) Lupiyoa di (2008:18 2) Angell et al, 2008 Angell et al, 2008
PTN di Surabaya memiliki kompetensi yang baik
Emphaty
Keputusa n memilih
Jenis Prodi yang dimiliki oleh suatu perguruan tinggi sangat berpengaruh dalam menarik calon mahasiswa,
Pilihan jurusan Pilihan perguruan tinggi
PTN di Surabaya memiliki pusat layanan karir PTN di Surabaya sering melakukan pertukaran pelajar Saya tidak ragu dalam memilih jurusan Saya tidak ragu berkuliah di kampus saya
Saya percaya pada kampus saya Pilihan jalur Saya tidak ragu memilih jalur masuk yang dimiliki kampus saya.
Kotler dan Keller (2009:2 40)
Alma (2005:46 ), Zulfikar (2012), dikemba ngkan peneliti (2013)
Kualitatif Pengukuran kualitatif digunakan pada instrument pengukuran angket terbuka yang terkait X1, X2, X3, Y, dan Z yang selanjutnya ditabulasi dan dideskripsikan dalam mendukung pembahasan penelitian ini. Adapun kisi-kisi dan jawaban responden sebagai berikut: Tabel 2: hasil pengukuran angket terbuka No 1
Variabel X1
Komponen Pengenalan
2
X2
Kepercayaan
3
X3
Kualitas
4
Y (Pilihan PTN)
Urutan Pilihan
5
Z
Ibu kota
Pertanyaan PTN mana yang paling Anda Kenali? PTN apa yang paling Anda percaya (dalam memenuhi harapan mahasiswa)? PTN apa yang paling berkualitas? PTN apa yang merupakan pilihan pertama dan kedua Anda untuk berkuliah? Peluang berkarya
Jawaban Urutan Pilihan PTN (tabel 5) Urutan Pilihan PTN (tabel 5)
Urutan Pilihan PTN (tabel 5) Pilihan Pertama dan Kedua PTN di Surabaya (tabel 5) „kalau saya belum sukses, saya ga akan pulang” “pada intinya saya ingin kuliah di kota besar, alhamdulillah saya diberi 143
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Ibu Kota
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Apa alasan utama Anda memilih berkuliah di Surabaya?
kesempatan di Surabaya” “harapan saya utamanya ingin keluar dari zona nyaman saya, saya ingin belajar lebih” “ya karena di Surabaya saya akan bisa belajar mandiri dengan berbagai kemudahan yang tersedia”
Fasilitas apa yang ingin Anda dapatkan di Surabaya?
“semua transportasi mudah didapatkan di Surabaya” “disini kan banyak fasilitas seperti free wifi, jadi ga perlu ke warnet buat cari info” “akses buat kemana-mana lebih gampang, kesempatan punya banyak link juga banyak” “kemungkinan beasiswa atau pertukaran pelajar sangat terbuka kalau di PTN”
Apakah Anda tahu tentang “Sister city” di Surabaya?
Kota industri
Peluang berkarier
“saya kurang tahu ya tentang sister city, cuma pernah dengar” “setahu saya sparkling Surabaya” “sebenarnya bukan jaminan ketika saya kuliah di Surabaya saya bisa segera bekerja, tapi paling tidak peluang kerja di Surabaya banyak” “kesempatan berkarier sangat terbuka”
Sumber: jawaban responden, diolah peneliti Validitas, Reliabilitas, dan Uji Asumsi Klasik Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan data dari angket yang telah diisi oleh 30 responden melalui satu kali proses validitas dengan menggunakan korelasi bivariasi terhadap 144
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
skor total. Hasil pengujian menunjukkan bahwa masing-masing pernyataan bernilai 0,000 sehingga dapat disimpulkan valid karena tidak lebih dari 0,05 (Ghozali, 2012:55).Uji reliabilitas melalui dua kali pengujian dikarenakan ada salah satu yang tidak reliable yaitu pada variabel Y. Penyebabnya adalah adanya dua pernyataan pada indikator pilihan jalur tentang “memasuki jalur mandiri karena tidak lolos jalur nasional” dan “mendapat saran dari orang lain untuk menentukan jalur masuk PTN” yang ternyata lebih cocok digunakan dalam profil responden sehingga akan menunjukkan suatu karakteristik responden. hasil reliabilitas kedua menunjukkan bahwa nilai cronbach‟s Alpha lebih dari 0,70. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel X1, X2, X3, dan Y reliable (Ghozali, 2012:48). Tiga Uji Asumsi Klasik yang digunakan penellitian ini adalah uji normalitas, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Hasil menunjukkan bahwa data dari keempat PTN adalah terdistribusi nomal dengan nilai signifikan lebih dari 0,5; terbebas dari heteroskedastisitas dengan hasil uji rank spearman lebih dari 0,05; dan nilai tolerance berada di atas 0,05 dan nilai VIF dibawah 10, sehingga dapat disimpulkan ketiga variabel bebas dari multikolinearitas. Metode Analisis Data Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh maka menggunakan analisis regresi (Santoso dan Tjiptono, 2004:195). Lebih lanjut analisis regresi berganda penelitian ini karena memiliki tiga variabel independen yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas serta satu variabel dependen yaitu keputusan memilih perguruan tinggi (santoso, 2004:324). Sehingga untuk menguji hipotesis dapat diketahui melalui uji t (uji parsial) dan koefisien determinasi untuk mengetahui kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghazali, 2012:97). Tabel 3: hasil rekap pertanyaan terbuka
Sumber: jawaban angket, diolah peneliti 145
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Tabel 3 menunjukkan responden memiliki top of mind pada kampusnya, sehingga membentuk kepercayaan terhadap kampusnya dalam memenuhi harapan mereka selama berkuliah. Namun ternyata tingkat kepercayaan responden IAIN menunjukkan dua pendapat. Hal tersebut dikarenakan adanya kenyataan terdapat mahasiswa IAIN yang masuk bukan karena keinginan atau passion yang dimiliki, namun merupakan suatu keterpaksaan atau pilihan terakhir. Kepercayaan tersebut tidak mempengaruhi kesan kualitas Responden ITS dan UA berkeyakinan kampusnya yang paling berkualitas. Berbeda dengan responden Unesa dan IAIN yang memilih kampus lain sebagai PTN yang paling berkualitas dan setuju menempatkan Unesa pada urutan ke-3 dan IAIN pada urutan ke-4. Responden menjadikan kampusnya sebagai pilihan utama bahkan juga menjadi pilihan kedua (responden Unesa). Hasil pertanyaan tertutup melalui 34 item pertanyaan yang dianalisis menggunakan regresi linier berganda berdasarkan masing-masing PT sebagai berikut: Tabel 4: hasil uji regresi
Sumber: hasil pengujian SPSS, diolah peneliti Pengaruh Kesadaran Merek terhadap Keputusan Memilih
Nilai kesadaran merek (X1) responden UA berada dibawah 0,05 sehingga disimpulkan berpengaruh signifikan. Pada pertanyaan terbuka responden menunjukkan kesadaran merek yang tinggi terhadap kampusnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran orang lain serta banyaknya responden berasal dari luar kota Surabaya dalam memberikan saran selama proses keputusan memilih tempat berkuliah. Sehingga responden UA mampu memilih PTN berdasarkan minat atau jurusan yang diinginkan. Tingkat pengenalan tersebut menunjukkan bahwa responden mampu mengenali UA (recognition), mengingat hingga mampu menggambarkan UA (recall), serta UA menjadi top of mind bagi responden yang memilih UA pada pilihan pertama atau mengenal UA sebelum melakukan proses keputusan memilih tempat berkuliah. 146
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Nilai signifikan kesadaran merek (X1) kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa X1 berpengaruh terhadap keputusan memilih. Hal tersebut ternyata disebabkan responden telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang Unesa sehingga menjadi top of mind. Disamping itu responden memiliki kepercayaan diri yang tidak lepas dari kepentingan orang disekitarnya. Kepentingan ini lebih kepada persepsi bahwa Unesa itu murah, Unesa memiliki jurusan yang diinginkan responden, dan Unesa berada di Surabaya. Orang tua sering kali menjadi faktor utama dalam kepentingan tersebut, karena terkait biaya ataupun lokasi berkuliah mayoritas responden masih harus bergantung pada orang tua. Nilai signifikan kesadaran merek (X1) berada di bawah 0,05 yang diartikan X1 mempengaruhi keputusan memilih. Responden ITS memiliki kesadaran yang paling tinggi diantara ketiga PTN lain. Penyebabnya sebagian besar responden yang tidak hanya berasal dari jawa timur hingga jawa barat. Indikasinya responden yang berasal dari luar Surabaya memiliki kesadaran yang tinggi terhadap ITS sehingga memiliki percaya diri untuk memutuskan memilih ITS sebagai tempat berkuliah. Bahkan responden ITS benar-benar telah mempersiapkan diri untuk bisa masuk ITS. Adapun responden yang ternyata memilih ITS karena jurusan yang dimiliki bukan karena keterkenalan ITS. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa responden ITS memiliki kesadaran merek dalam memilih ITS sebagai tempat berkuliah. Nilai signifikan kesadaran merek (X1) berada di bawah 0,05 yang diartikan X1 mempengaruhi keputusan memilih. Responden IAIN memiliki kesadaran merek yang tinggi terhadap IAIN namun tidak lebih tinggi dibandingkan kesadaran responden di ketiga PTN lain. Hal tersebut dikarenakan adanya pandangan khusus masyarakat terhadap IAIN yang berbasis agama islam. Tidak menutup kemungkinan adanya keinginan responden yang lebih terhadap menuntut ilmu (berkuliah) beserta mendalami agama islam bersamaan. Namun hal tersebut tidak disertai kepercayaan diri mereka dalam memutuskan memilih berkuliah di IAIN. Karena pada pertanyaan terbuka terkait pilihan PTN responden memilih PTN lain baik pada pilihan pertama maupun kedua. Responden lebih dipengaruhi oleh hal lain tanpa adanya kesadaran merek berkemungkinan lebih besar. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Wang et al (2008) yang menjelaskan “kesadaran merek memiliki pengaruh terhadap ke-putusan pembelian”. Namun ber-tentangan dengan hasil penelitian pramosa (2012) yaitu kesadaran merek tidak mempengaruhi keputusan pembelian. Bahkan reputasi PT dalam memprediksi kesadaran merek, digunakan sebagai acuan menilai suatu PT atau merek PT untuk membuat keputusan memilih (Brewer dan Zhao, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis pertama (H1) Pengaruh Asosiasi Merek terhadap Keputusan Memilih
Nilai signifikan asosiasi merek (X2) lebih dari 0,05 menunjukkan tidak mempengaruhi keputusan memilih UA. Namun pada pertanyaan terbuka menunjukkan responden UA memiliki kepercayaan pada kampusnya. Asosiasi merek dalam penelitian ini diindikasikan melalui familiaritas, kesuksesan alumni, dan keunikan UA. Pengaruh yang lemah ini didukung pendapat responden yang lebih percaya bahwa kesuksesan alumni bergantung pada kemampuan individu. Pendapat tersebut mampu mencerminkan kesadaran responden bahwa tujuan berkuliah untuk mencari ilmu bukan mencari kerja, sehingga pendapat masyarakat yang menganggap bahwa “lulusan PTN paling mudah mencari kerja ” tidak berlaku. Hal ini dikarenakan keunikan PTN tidak menyeluruh tapi pada jurusan atau prodi atau layanan 147
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
tertentu. Familiaritas responden UA fokus pada jurusan yang diinginkan serta pendapat “yang penting masuk PTN” sehingga menimbulkan adanya pendapat “PTN di Surabaya cuma UA yang punya farmasi”. Nilai signifikan asosiasi merek (X2) lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa X2 tidak berpengaruh terhadap keputusan memilih. Namun kenyataannya kepercayaan responden terhadap Unesa menimbulkan Unesa sebagai pilihan pertama dan kedua. Penyebab lemahnya pengaruh tersebut tidak lain suatu akibat dari rebranding yang belum melekat dibenak responden. Adapun sejarah Unesa yang dahulunya bernama IKIP Surabaya dan pada tahun 1999 berubah menjadi Unesa. Ternyata perubahan tersebut masih belum efektif sehingga menyebabkan paradigma IKIP di benak Unesa belum hilang. Hal tersebut sering kali membuat ilmu murni yang berada di Unesa belum mendapat kepercayaan penuh yang pada kenyataanya jurusan manajemen dan akuntansi memiliki anmeo yang paling besar. Sehingga familiaritas Unesa masih belum merata di benak responden. Pada pertanyaan terbuka Unesa menjadi pilihan kedua, hal ini mengindikasikan ketidakunikan Unesa karena memiliki beberapa fakultas atau jurusan yang juga dimiliki PTN lain yaitu fakultas ekonomi, fakultas ilmu sosial, fakultas teknik, fakultas mipa, dan fakultas bahasa. Namun hanya Unesa yang memiliki jurusan pendidikan di dalamnya. Hal tersebut menjadi pertimbangan responden untuk memilih Unesa menjadi pilihan utama. ITS memiliki kepercayaan paling besar dari responden. Namun nilai signifikan asosiasi merek (X2) berada di atas 0,05 yang diartikan X2 tidak berpengaruh terhadap keputusan memilih. Ternyata hal tersebut tidak disebabkan oleh asosiasi kesuksesan alumni ataupun keunikan ITS namun lebih kepada prestasi yang dimiliki. Jaminan kesuksesan alumni karena menjadi alumni ITS sudah menjadi kejenuhan dibenak responden, karena responden lebih tertarik terhadap prestasi yang dimiliki atau akreditasi jurusan yang dimiliki. Teknik memang menjadi basis ITS berdampak pada kejenuhan tentang persepsi bahwa lulusan PTN akan mudah mencari kerja, sehingga asosiasi merek dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan memilih. Nilai signifikan asosiasi merek (X2) berada di bawah 0,05 yang diartikan X2 mempengaruhi keputusan memilih. Kepercayaan responden IAIN terhadap kampusnya ternyata menunjukkan hasil ganda yaitu IAIN sebagai yang paling dipercaya dan yang paling kurang dipercaya. Penyebabnya dalam keputusan memilih IAIN responden cenderung memilih karena ilmu atau basis yang ditawarkan IAIN kepada responden yang juga tercermin pada berbagai fakultas berbahasa arab. Sedangkan pengaruh kesuksesan alumni, familiaritas, maupun keunikan IAIN bukan menjadi pertimbangan utama. Sesuai dengan fenomena yang terjadi ternyata kepercayaan tidak dibangun melalui kemampuan lulusan PTN di dunia kerja maupun di masyarakat serta bukan pula melalui kemampuan PTN dalam menunjuk-kan keunggulannya. Bahkan res-ponden percaya bahwa kesuksesan didapat dari “kemampuan individu” bukan almamater. Ternyata dalam asosiasi merek, mahasiswa lebih mempertimbangkan harga dan kualitas yang dimiliki PTN sebagai bentuk keterjaminan layanan pen-didikan tinggi yang diinginkan. Sehingga hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Paramosa (2012) dan Ergin et al (2006) yaitu “Terdapat pengaruh positif asosiasi merek terhadap keputusan pembelian” atau dapat dikatakan tidak sesuai dengan hipotesis pertama (H1). Pengaruh Kesan Kualitas terhadap Keputusan Memilih 148
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Nilai signifikan kesan kualitas (X3) kurang dari 0,05 artinya mempengaruhi keputusan memilih UA. Responden UA berpendapat kampusnya memiliki kualitas yang baik dengan adanya prodi unggulan di bidang kesehatan. Hal tersebut sebagai bentuk spesifikasi UA dalam memberikan kepercayaan responden tentang kualitasnya. UA yang juga memiliki fasilitas student center serta kerjasama dan IO sebagai bentuk kepedulian UA untuk perkembangan dan peningkatan kemampuan responden dalam mengembangkan softskillnya. Hal tersebut membuat responden merasa bahwa biaya kuliah yang ditetapkan telah sesuai dengan kualitas yang diberikan. Namun masih ada beberapa kekecewaan terkait pelayanan karyawan maupun keamanan. Nilai signifikan kesan kualitas (X3) kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa X3 berpengaruh terhadap keputusan memilih. Responden Unesa tidak berpendapat bahwa Unesa memiliki kualitas paling baik diantara ketiga PTN lain. Hal tersebut sesuai dengan paradigma responden yang masih menganggap “Unesa sebagai IKIP”, sehingga responden memilih Unesa bahkan pada pilihan pertama maupun kedua. Realitanya Unesa memiliki biaya pendidikan yang paling murah dibandingkan dengan ketiga PTN lain. Unesa juga memiliki pusat bahasa yang telah tersertifiaksi, perpusatakaan, dan fasilitas olahraga terlengkap (Putri, 2009) sehingga tidak sedikit responden yang mempertimbangkan Unesa dalam hal fasilitas. Responden memiliki kesan kualitas yang baik dibanding ketiga PTN lain. Namun ternyata nilai signifikan X3 berada diatas 0,05 yang diartikan tidak berpengaruh. Disamping itu nilai koefisien menunjukkan tanda positif sehingga kesan kualitas berpengaruh tidak signifikan. Adapun penyebab yang mungkin adalah terkait prestasi yang dimiliki ITS, sehingga berbagai pernyataan tentang kesan kualitas bukan lagi menjadi pertimbangan utama justru kesadaran merek yang membawa prestasi tersebut yang menjadi pengaruh terbesar dalam keputusan memilih ITS. Bahkan responden ITS tidak ragu untuk menjawab pernyataan terkait kompetensi ITS karena responden ITS percaya bahwa masing-masing PTN memiliki kualitasnya masing-masing. Realitanya, kampus ITS sukolilo memiliki berbagai fasilitas yang mendukung kualitasnya seperti lapangan olahraga disetiap fakultas, maupun sarana bagi pertukaran pelajar ke luar negeri. Sehingga kesan kualitas dapat berpengaruh positif walaupun bukan menjadi pertimbangan utama responden. Nilai signifikan kesan kualitas (X3) berada di bawah 0,05, yang berarti kesan kualitas dapat mempengaruhi keputusan memilih berkuliah di IAIN. Kesan kualitas memiliki pengaruh yang paling besar dikarenakan adanya proses rebranding dan pengembangan fasilitas IAIN sehingga responden memiliki pertimbangan yang lebih besar terhadap kualitas. Berbagai hal telah dirancang sehingga memunculkan berbagai fasilitas IAIN yang ter-rebranding ke dalam bahasa inggris. Namun tidak memunculkan suatu kepercayaan diri responden sehingga kesan kualitas IAIN menjadi yang terendah diantara ketiga PTN lain. Hal ini yang menyebabkan dalam memilih IAIN responden tidak terlalu besar dalam mempertimbangkan, namun justru terdapat faktor lain yang memungkinkan dalam keputusan memilih. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Paramosa (2012) dan Yee et al (2011) yang menjelaskan “Adanya pengaruh persepsi kualitas terhadap keputusan pembelian”. Lebih lanjut diteliti oleh Angell et al (2008) yang menghasilkan “faktor kualitas layanan yang memiliki pengaruh besar adalah akademis dan kemitraan dengan industri”. Penelitian tersebut juga memiliki pendapat yang sama dari responden dalam penelitian ini bahwa PTN di Surabaya memiliki pengajar yang ahli, program yang bereputasi, dan kompetensi yang baik. Selain itu PTN di Surabaya juga memiliki pusat layanan karir serta memiliki fasilitas dan 149
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
informasi pertukaran pelajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis pertama (H1) Keputusan memilih terkait city branding Surabaya
Kerjasama pemerintah kota Surabaya dengan berbagai kota besar di luar negeri tersebut telah mendapatkan manfaatnya baik disektor ekonomi/ perdagangan maupun sosial budaya. Kota Seattle, Kochi, dan Busan merupakan kota yang memiliki pelabuhan besar sehingga Surabaya mendapat kesempatan bekerjasama dalam perdagangan ekspor. Namun konsep tersebut tidak menjadi perhatian utama bagi responden luar kota Surabaya. Responden melihat Surabaya sebagai pusat perdagangan convenience good yang selanjutnya dijadikan peluang untuk melakukan usaha dagang sambil berkuliah dengan melihat nilai manfaat kerjasama tersebut. Adapun pendapat responden yang mendukung, “saya ingin berkarya di Surabaya dengan berbagai peluang yang ada ”. Disisi lain penataan infrastruktur kota Surabaya sebagai salah satu upaya kebijakan branding, sehingga responden menganggap bahwa dalam memilih PTN juga mempertimbangkan infrastruktur. Responden cenderung mempertimbangkan kelancaran transportasi sebagai fasilitas pendukung. Pemahaman tersebut lebih dijelaskan secara umum Surabaya memiliki kompleks industri, sebagai pusat kegiatan di Jatim, sebagai kota dengan sosio kultur, serta berbagai program pembangunan kota (mis: frontage road). Disamping itu ada beberapa responden keempat PTN di Surabaya yang tidak menjadikan city branding sebagi top of mind ketika melakukan proses evaluasi alternative. Keputusan memilih lokasi berkuliah lebih dipengaruhi oleh kepentingan minat belajar itu sendiri. Hal tersebut didukung oleh pernyataan “yang penting negeri dan sesuai dengan jurusan yang saya minati”. Reponden memutuskan memilih PTN lebih mementingkan branding dari PTN bukan branding Surabaya dengan dukungan saran dari orang lain (orang tua, guru, kakak kelas, maupun PTN expo). Bahkan ada beberapa responden yang punya keinginan kembali ke kota asalnya setelah lulus kuliah. Sehingga keragaman responden dalam memaknai city branding Surabaya dikaitkan dengan lokasi tempat berkuliah juga dipengaruhi oleh ekspektasi responden setelah kuliah. SIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
2.
Kesadaran merek dan kesan kualitas berpengaruh secara ppositif terhadap keputusan memilih PTN di Surabaya, namun asosiasi merek memiliki pengaruh yang berbeda dimana UA dan Unesa berpengaruh secara positif sedangkan ITS dan IAIN berpengaruh negatif. Responden kurang mempertimbangkan city branding Surabaya. Namun selama proses kuliah responden mendapatkan kesan city branding Surabaya walaupun belum memahami sepenuhnya.
Adapun peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Perguruan tinggi harus selalu melakukan evaluasi terhadap kualitas layanannya. 2. Program studi harus melakukan komunikasi atas capaian kinerjanya (prestasi, seminar, program lainnya). 150
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
3. Komunikasi city branding harap menjangkau tingkat unit/lembaga pendidikan, sehingga tidak hanya menjadi kesan namun juga dapat menjadi pemahaman. 4. Peneliti selanjutnya: a. Jika melakukan penelitian pada responden mahasiswa sebelum tindak lanjut penyebaran angket diharapkan untuk melakukan wawancara terlebih dahulu agar mendapatkan jawaban yang konkrit. b. Meneliti lebih lanjut terkait harga (biaya pendidikan) dan WOM (Word Of Mouth) dikarenakan faktor tersebut sangat mempengaruhi mahasiswa dalam memeilih PTN di Surabaya.
DAFTAR REFERENSI Aaker, David. 1997. Manajemen Ekuitas Merek, Jakarta: Spektrum. Alma, Buchari. 2005. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan, Bandung: Alfabeta. Alma, Buchari. 2008. Manajemen Corporate Dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan, Bandung: UPI Angell Et Al. 2008. Service Quality In Postgraduate Education. Quality Assurance In Education 16/3: 236-254. Brewer Dan Zhao. 2010. The Impact Of A Pathway College On Reputation And Brand Awareness For Its Affiliated University In Sydney. International Journal Of Educational Management 24/1: 34-47 Bunzel, David L. 2007. Universities Sell Their Brands. Journal Of Product And Brand Management 16/2: 152-153. Chapleo, Chris. 2010. What Defines “Successful” University Brands?. International Journal Of Public Sector 23/2: 169-183. Dikti .2010. Perkembangan Jumlah Perguran Tinggi Tahun 2010, Reported by Dikti. Endwiasri, Ayunita. 2010. Pengaruh Brand Equity terhadap keputusan konsumen memilih masakapai penerbangan garuda Indonesia, Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Engel Et Al. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1 Edisi Enam, Jakarta: Binarupa Aksara Ergin Et Al. 2006. The Effect Of Brand Associations: A Field Study On Turkish Consumers. International Business And Economics Research Journal 5/8: 65-74 Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 2.0, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Juanda. 2010. Peranan Pendidikan Formal Dalam Proses Pembudayaan. Lentera Pendidikan, 13/1: 1-15 Keller, Kevin. 2003. Strategic Brand Management, Prentice Hall: University of California. 151
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
Kotler, Phillip Dan Gary Armstrong. 2005. Marketing: An Introduction, New Jersey: Pearson Kotler, Phillip Dan Keven L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 12, Jakarta: Indeks Kotler, Phillip Dan Keven L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, Jakarta: Indeks Lovelock Dan Wright. 2007. Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Indeks Lupiyoadi, Rambat dan Hamdani. 2009. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat. Magnadi, Rizal Hari dan Farida Indriani. 2011. Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun “City Branding” yang Berkelanjutan: Sebuah Upaya untuk Mendorong Pertumbuhan Perekonomian Daerah. Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora 2/1: 281-289. MasterCard. 2012 .Kesadaran Masyarakat akan Pendidikan Makin Tinggi, reported by kampus okezone. Moogan, Yvonne J. 2010. Can A Higher Education’s Marketing Strategy Improve The Student-Institution Match?. International Journal Of Educational Management 25/6: 570-589. Muntean Et Al. 2009. The Brand: One Of The University’s Most Valuable Asset. Annales Universitas Apulensis Series Oeconomica 11/2:1066-1071 Malhotra, Naresh K. 2009. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan edisi keempat jilid 1, Jakarta: PT. Indeks. Paramosa, Maisie L. 2012. Analisis Faktor-Faktor Pembentuk Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Jasa Hotel Narita Surabaya. (online) (http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/manajemen-perhotelan/article/view/206, diakses pada 25 April 2013). Parasuraman, Berry, dan Zeithaml. 1991. Refinement and reassessment of the servqual scale. Journal of retailing, 67/4: 420-450. Rahman, 2008. Analisis Brand Association Dalam Meningkatkan Ekuitas Merek Bank Riau Kepri Pekan Baru, reported by repository unri. Santoso, Singgih. 2004. Mengolah Data Statistik Secara Professional, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Santoso, Singgih Dan Fandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran Konsep Dan Aplikasi Dengan SPSS, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Snmptn 2013. 2013. Daftar Perguruan Tinggi Di Indonesia, reported by snmptn administration.
152
Ria Astuti Andrayani Sri Setyo Iriani
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014
So et al. 2010. When experience matters: building and measuring hotel brand equity: the customers’ perspective. International journal of contemporary hospitality management, 22/5: 589-608. Solomon, Michael R. 2013. Consumer Behaviour: Buying, Having, And Being Tenth Edition, USA: Pearson Education. Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia. Surabaya. 2011. Sister City. Reported by Surabaya administration online. Temporal, 2001. Marketing Strategy in Asia. Jakarta: Binarupa Aksara. Tjiptono, Fandy. 2005. Brand Management and Strategy, Yogyakarta: Penerbit Andi Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran Edisi III, Yogyakarta: Penerbit Andi Wang Et Al. 2008. Global Brand Equity Model: Combining Customer-Based With ProductMarket Outcome Approaches. Journal Of Product & Brand Management 17/5: 305-316 Wijaya, David. 2008. Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Daya Saing Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur 1/11: 42-56 Wishman (2009). Internal Branding: A University’s Most Valuable Intangible Asset. Journal Of Product And Brand Management 18/5: 367-370 Yee et al. 2011. Consumers’ Perceived Quality, Perceived Value And Perceived Risk Towards Purchase Decision On Automobile. Ameican Journal Of Economics And Business Administration 3/1: 45-57
153
INDEX Abnormal Return Analytical Hierarchy Process Balanced Scorecard BAPEPAM-LK Regulation Brand Association Brand Awareness Business Model Canvas (BMC) Business Model Buy Back Café Coinsurance Effect Consumer Perseption Decision to Choose Diversifikasi Usaha Emiten ERP Implementation Technology and PLS Implementation INDEX Initial Public Offerings Initial Return Koperasi Multidimensional Scaling Technique Perceived Quality Positioning Quality Function Deployment Recommendation of Operationalization Model BOS Program Shoes Sistem Pengukuran Kinerja State Universityq Stock Struktur Modal Sumber Daya Intelektual TabletPC Tanggung Jawab Sosial Underwriter
: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 16, 18 : 104, 111, 118, : 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,112, 113, 115, 116, 118, 120, 122, 123 :1 : 136, 151, 152 : 136, 151 : 53, 58 : 53, 58, 59, 66 : 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 18 : 53 : 77. 78, 79, 87 : 124 : 136 : 77 :90 : 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52 : 38 : 38, 40, 41, 51, 52 : 90, 91, 99, 100, 101 : 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102 : 104 : 124 : 136, 137, 153 : 124, 125, 126, 134, 135 : 20 : 20 : 53 : 104, 106, 107, 116 : 136 : 90, 91, 92, 96, 98, 99, 100 : 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87 : 68 : 124 : 68, 69 : 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,100
Index Penulis Adhi Suwanto, I Made Sudana
1
PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM (STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA) Hesti Maheswari, Luna Haningsih
20
ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL OPERASIONALISASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN MEMENUHI HARAPAN MASYARAKAT Eko Purwanto, Prasetyohadi, Firman Dwilaksono Rahardianto
38
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) STUDI PADA PERUSAHAAN KEMASAN
Peggy Hariwan, Inggi Silviatni
53
PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFÉ ZAPATERIA
Wa Ode Zusnita, Ernie Tisnawati, Layyinaturrobaniyah
68
MODEL PENGEMBANGAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR) MELALUI PEMBERDAYAAN MODAL INTELEKTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN (SURVEY DI KOTA BANDUNG) Wisudanto, Sugiarto
77
DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL Ferry Sugianto, Liliana Inggrit Wijaya
90
FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF THE COMPANIES DOING INITIAL PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIASTOCK EXCHANGE IN THE PERIOD OF 2004-2011 Indrianawati Usman, Mohammad Agung Laksono PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI KOPERASI KARYAWAAN REDRYING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS DI BOJONEGORO
104
Dini Turipanam Alamanda, Gamal Argi, Arif Partono Mapping of Tablet PC Based On Consumer Perception (Case Study of Bandung Electronic Center Visitors)
124
Ria Astuti Andrayani, Sri Setyo Iriani MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN KESAN KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA
136
FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA
Nama
: _________________________________________________________________________
Institusi
: _________________________________________________________________________
Alamat
: _________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________
No. Telp / Fax
: _________________________________________________________________________
Email
: _________________________________________________________________________
No. HP
: _________________________________________________________________________
Dengan ini berminat untuk mengajukan berlangganan JMBI ________________________ eksemplar JMBI no. ___________ vol. ___________
@ Rp. 100.000
1 Volume, JMBI no. ___________ - ___________ vol. ___________
@ Rp. 275.000
___________ eksemplar Reprint JMBI untuk :
@ Rp. 25.000
Artikel dengan Judul ___________ Nama penulis ___________ No. ___________ Vol. ___________ Dan melakukan pembayaran secara transfer sebesar _______________________________________________ __________________________________________ melalui Bank BNI UNAIR ac. 0173762686 an. Nuri Herachwati
INFORMASI PEMASANGAN IKLAN JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA
1 (satu) halaman format warna dicover belakang
Rp. 5.000.000
1 (satu) halaman format warna dihalaman belakang
Rp. 4.000.000
1 (satu) halaman format hitam putih
Rp. 2.500.000
½ (setengah) halaman format warna
Rp. 2.000.000
½ (setengah) halaman format hitam putih
Rp. 1.500.000
alamat redaksi PENGURUS PUSAT FORUM MANAJEMEN INDONESIA
Universitas Airlangga Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Kampus B, Jalan Airlangga 4, Surabaya 60286 Fax 031 5026288 Email
[email protected]