Page |1
FARMAKOLOGI OBAT INOTROPIK/VASOPRESSOR
Oleh Dodo Saputra Damian NIM. I1A003001
Pembimbing dr. Oky Susianto, Sp.An
BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN September, 2009
Page |2
BAB I PENDAHULUAN Kapasitas inheren (daya intrinsik) miokardium untuk berkontraksi dengan tidak tegantung perubahan pada pre- dan afterload didefinisikan sebagai kontraktilitas atau inotropi.1 Tonus simpatetik memainkan peranan penting pada pada pengaturan kontraktilitas. Obat yang dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot jantung disebut inotropik.1 Eeuropean Society of Cardiology (ESC) merekomendasikan obat-obatan inotropik pada sindrom gagal jantung jika penyakit telah makin parah hingga menjadi mengancam nyawa dan situasi menjadi bersifat kritis bergantung pada hemodinamik. Obat-obatan inotropik diindikasikan pada terdapatnya hipoferfusi periferal dengan atau tanpa kongesti atau edem pulmoner yang sukar disembuhkan dengan diuretic dan vasodilator pada dosis optimal.1 Karakteristik farmakokinetik dari suatu obat adalah tergantung pada proses absorbsi, distribusi, metabolism, dan eksresi yang menentukan rangkaian waktu kerja obat.2,3 Sebuah elemen penting menyangkut biodistribusi adalah penyerapan, yakni kemampuan untuk melewati membran seluler dan sebaliknya. Cara ransport obat melewati membrane dengan 3 mekanisme yaitu difusi pasif, difusi difasilitasi dan transport aktif. Pada cara pertama dan kedua tidak memerlukan
energi untuk
Page |3
mentranspor obat karena arah transportnya sesuai dengan perbedaan gradient , sedangkan cara ketiga membutuhkan energy agar obat dapat melalui barier membrane seluler karena harus melawan gradient (konsentrasi/elektrik). Pada cara kedua dan ketiga memerlukan suatu carier, sedangkan cara pertama tidak memerlukan carier.2 Kemampuan suatu obat untuk diserap ditentukan oleh kelarutan dalam lemak, ukuran molekul,pH lokal dan ionisasasi obat, area permukaan total untuk absorbsi, yang mana dipengaruhi oleh tingkat vaskularitas pada tempat pemberian.2
Gambar 1a. Biodisposisi obat2
Page |4
Gambar 1.b. Efek metabolisme obat pada ekskresi.4
Farmakodinamik adalah hubungan antara konsentrasi obat dan efek atau menguraikan mengenai kerja obat pada tubuh.3,5 Sebab itu, farmakokinetik dan farmakodinamik merupakan dua subbagian dari farmakologi.3 Sama halnya dengan obat-obat inotropik/vasopressor juga tak lepas pengaruhnya pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu sendiri.
Page |5
BAB II ISI Sebelum menginjak pada pembahasan mengenai obat inotropik/ vasopressor ada baiknya dibuka kembali terlebih dahulu dasar pemahaman mengenai sistem saraf otonom dengan pengaturan kompleksnya dan mengenai sistem kardiovaskuler untuk memahami obat-obat ini dan bagaimana mereka bekerja di dalam tubuh.
SISTEM SARAF OTONOM Farmakologi Autonom Sistim Saraf Otonom terdiri dari cabang simpatetik dan parasimpatetik, seratserat eferennya berasal dari nucleus di Sistim Saraf Pusat (SSP). Serat preganglion simpatetik keluar SSP lewat nervus spinalis thorak dan lumbal dan berakhir pada: 1. ganglia paravertebralis yang terletak sepanjang persambungan columna vertebralis (truncus simpatetik) 2. ganglia prevertebralis.6
Page |6
Gambar 2.a.. Simpatetik dan parasimpatetik.6 Keterangan: aksi simpatetik (kiri) dan parasimpatetik (kanan ) menstimulasi jaringan yang berbeda digambarkan pada kolum terdalam, sedangkan hasil efek pada organorgan ditunjukkan pada kolum terluar Banyak organ yang dipersarafi baik oleh saraf simpatetik dan parasimpatetik yang keduanya mempunyai efek yang berlawanan . Control sistim saraf otonom melibatkan feedback negatif dan terdapat banyak
serat aferen (sensoris) yang
menghantarkan informasi ke sentral di hipotalamus dan medulla. Sentral ini mengendalikan outflow sistem saraf otonom.5,6
Page |7
Neurotansmiter Neurotansmiter adalah substansi kimia yang disebut neurohormon. Ia dilepaskan pada ujung saraf yang memudahkan transmisi impuls saraf. Dua neurohormon (neorotransmiter) dari sistem saraf simpatis adalah epinephrine dan norepinephrine. Epinephrine disekresikan oleh medulla adrenal. Norepinephrine disekresikan sebagian besar pada ujung saraf serat saraf simpatetik, juga disebut adrenergic (Gambar 2.b.). Inaktivasi transmitter ini terjadi sebagian besar dengan reuptake kedalam ujung saraf.6,7
Gambar 2.b. Neurotransmisi di system saraf pusat. Molekul neurotransmitter (eg. Norepinephrine) dilepaskan saraf presinaptik, melewati sinaps dan berikatan dengan reseptor pada membrane sel saraf postsinaptik menghasilkan transmisi impuls saraf.
Reseptor Saraf Adrenergik Serat saraf adrenergik memiliki salah satu reseptor alpha (ά) atau beta (β). Obat-obatan adrenergik bisa bekerja pada hanya reseptor ά, hanya reseptor β, atau pada kedua reseptor ά dan β. Sebagai contoh phenilephrine (Neo-Synephrine) utama bekerja
pada reseptor ά; isoproterenol utama bekerja pada reseptor β; dan
epinephrine beraksi pada kedua reseptor ά dan β. Apakah suatu obat adrenergik
Page |8
bekerja pada reseptor ά ,β, atau ά danβ menyebabkan variasi respons untuk kelompok obat ini. Reseptor ά dan β dapat lebih jauh dibagi kedalam reseptor adrenergic ά1 dan ά2 dan reseptor adrenergic β1 dan β2. Tabel 2.a. menunjukkan efek pada tubuh manakala terjadi stimulasi dari reseptor ini.8 Tabel 2.a. Aksi system saraf otonom pada struktur dan organ tubuh
Page |9
Pada tabel 2.b. dibawah ini juga dapat dilihat bagaimana obat-obatan adrenergic memiliki selektifitas terhadap reseptor-reseptor tersebut. Tabel 2.b. Agonis adrenergik dan masing-masing reseptor.3
Beberapa reseptor adrenergik lainnya yang spesifik terhadap dopamine akan menghasilkan suatu reseptor dopaminergik.Penelitian-penelitian
bukan saja
mempelajari mengenai reseptor α dan reseptor β akan tetapi juga diteliti tentang reseptor dopaminergik. Reseptor dopaminergik ini telah berhasil di identifikasi terdapat di CNS dan di ginjal, mesentrium, dan pembuluh darah koroner. Pentingnya mengetahui fisiologi dari reseptor ini masih kontroversi dikarenakan tidak
P a g e | 10
ditemukannya sel-sel neuron dopaminergik di perifer. Dopamine terdapat pada aliran sirkulasi siasumsikan sebagai hasil dari kelebihan metabolisme dopamine di otak.7 Fungsi dari dopamin pada CNS telah diketahui sejak lama, akan tetapi reseptor dopaminergik di perifer baru diketahui pada dekade ketiga ini. Persentase kadar dopamine diperifer ini tidak tentu dikarenakan dopamine bukan merupakan efek yang dihasilkan oleh reseptor dopaminergik secara eksklusif. Dan hanya akan menstimulasi sedikit sekali dari reseptor α dan reseptor β. Walau bagaimanapun juga ,fungsi reseptor dopaminergik ini secara independen akan menghambat α & β yang dapat dihilangkan oleh dopaminergik antagonis seperti haloperidol, droperidol dan phenothiazines. Dalam hal ini sangat berguna untuk klasifikasi dari Ahlquist tentang reseptor dopaminergis dan substratnya (DA1 dan DA2).7 Pembagian lokasi anatomi dan struktur yang membentuknya telah dapat diketahui dengan cara pemeriksaan radiogland. Penyebaran adrenoreseptor pada setiap organ dan jaringan berbeda-beda, dan perbedaan tidak hanya berdasarkan lokasinya saja akan tetapi berapa banyak dan penyebarannya. Adrenoreseptor ditemukan pada kedua loci di neuroefektor sympathetic junction. Keduanya ditemukan pada presinaptik (prejunction) dan postsynaptik (postjuncton) sebaik seperti pada bagian lain exstrasinaps(Gambar 2.c.).7
P a g e | 11
Gambar 2.c. Lengkung reflex spinal dari saraf-saraf somatic diperlihatkan di kiri. Susunan yang berbeda dari neuron pada system simpatetik ditunjukkan di kanan Reseptor prejunctional diketahui ikut terlibat secara cepat dalam pelepasan neurotransmitter oleh karena adanya potensial aksi dari simpatetik.Sedangkan Reseptor postjunctional dapat terlibat atau tidak terlibat tergantung kepada klep synaptic proximity. Reseptor yang berada secara langsung pada membran postjunctional dapat dipastikan akan terlibat. Akan tetapi, kebanyakan dari postsynaptik reseptor α2 dan β2 merupakan extrasinaptik dan tidak pernah terlibat secara langsung walaupun lokasi mereka terdapat pada vicinitas membran postsynaptik. Reseptor ini biasanya lebih banyak berhubungan dengan hormon katekolamine(EPI) daripada dengan neurotransmitter(NE).7 Reseptor extrasinaptik Juga terdapat pada beberapa faktor yang berhubungan dengan naik atau turunnya faktor regulasi dan sensitifitas dari beberapa reseptor. Ini
P a g e | 12
semua dapat menjelaskan observasi klinis mengenai mengapa EPI dapat bekerja pada agonis lainnya, dimana dia bekerja pada reseptor synaptik, dan pada kenyataannya mungkin tidak efektif. Interaksi yang terjadi antara agonist-reseptor tidak akan terjadi apabila reseptor itu mempunyai onset yang lambat atau durasinya terlalu panjang.
7
Dobutamin telah terbukti dapat meningkatkan persentase diastol tanpa merubah denyut jantung. Peningkatan waktu perfusi diastol ini disebabkan karena pemendekan QS2. Beta blockers dapat menurunkan denyut jantung dan meningkatkan persentase diastol karena obat ini mempunyai efek yang kecil terhadap QS2 pada dosis klinis standar. Tekanan perfusi diastolik juga dapat meningkat dengan beta blockers karena peningkatan tonus relatif. Lidokain tidak mempunyai efek yang baik terhadap denyut jantung atau QS2.7
MEKANISME PENGATURAN TEKANAN DARAH Perfusi organ yang adekwat adalah penting untuk menghindarkan terjadi syok. Meskipun mean arterial pressure(MAP) adalah penilaian terbaik tekanan perfusi organ, belum diketahui tekanan ambang batas penetapan tekanan perfusi adekwat diantara berbagai organ. Autoregulasi organ-organ memelihara tetap aliran darah organ spesifik diatas range luas perbedaan tekanan darah dan perubahan pada ratarata metabolic, tetapi hipotensi adalah selalu patologis.1 Dua macam mekanisme autoregulasi tekanan darah, yaitu: Autonomic Feedback Loop Tekanan darah adalah sebuah hasil dari total peripheral resistance(TPR) dan cardiac output (CO). Kedua cabang sistem saraf otonom dilibatkan pada kontrol otonomik (atau neural) tekanan darah melalui mekanisme feedback (umpanbalik) . Perubahan pada tekanan darah rata-rata dapat dikenali oleh baroreseptor yang akan meneruskan informasi itu ke pusat kardiovaskuler di batang otak ang mengendalikan keluaran sistim saraf otonom simpatik (SANS) dan parasimpatik (PANS). Sebagai contoh, suatu peningkatan pada tekanan
darah
rata-rata
menimbulkan
perangsangan
baroreseptor,
P a g e | 13
menghasilkan
peningkatan
aktifitas
PANS,
memicu
bradikardi
dan
mengurangi aktifitas SANS, yang pada gilirannya menurunkan heart rate, daya kontraksi dan vasokontriksi. Hasil penurunan CO dan TPR berperan untuk pengembalian tekanan darah rata-rata kearah tingkat normalnya. Sebaliknya, penurunan tekanan darah mendatangkan feedback neural ANS meliputi penurunan keluaran PANS dan meningkatkan aktifitas SANS, aksi itu menghasilkan peningkatan cardiac output dan TPR.2
Gambar 2.d. Lengkung feedback otonom Hormonal Feedback Loop Tekanan darah juga diatur melalui hormonal loop feedback ditunjukan pada Gambar 2.e. Sistem itu hanya dipengaruhi oleh penurunan tekanan darah rata-rata (hipotensi), yang menghasilkan penurunan aliran darah ke renal.
P a g e | 14
Penurunan tekanan renal mengupayakan pelepasan renin yang menyebabkan pembentukan
angiotensin.
Angiotensin
II
meningkatkan
pelepasan
aldosterone dari korteks adrenal yang melalui aksi mineralkortikoidnya untuk menahan garam dan air, meningkatkan volum darah. Kenaikan kembalian vena menghasilkan sebuah peningkatkatan cardiac output. Angitension II juga mengakibatkan vasokontriksi, pada akhirnya meningkatkan TPR.2
Gambar 2.e. Lengkung feedback hormonal
Disfungsi Sistolik dan Diastolik Pentingnya untuk menyadari bahwa sistolik dan diastolic memainkan peran penting
P a g e | 15
Gambar 2.f. . Disfungsi sistolik dan diastolic ditunjukkan disini dengan garis digambar penuh. Pada disfungsi sistolik ESPVR(End Systolic Pressure Volume Relation) menurun dan begitu pun Stroke Volume. Pada disfungsi diastolic pengisian berkurang, walaupun tekanan pengisian mungkin lebih besar, Stroke volume rendah. pada fungsi jantung. Ini dapat diilustrasikan dengan contoh berikut. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output.
Hal
ini
menyebabkan
aktivasi
mekanisme
kompensasi
neurohormonal, system Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung terjaga. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. 9,10
P a g e | 16
OBAT-OBATAN ADRENERGIK (INOTROPIK/VASOPRESSOR) Aksi Secara umum, obat-obatan adrenergik menimbulkan satu atau lebih respons berikut pada tingkatan berbeda: CNS-kewaspadaan, reaksi cepat terhadap rangsang, reflex cepat PNS- relaksasi otot polos bronki; kontriksi pembuluh darah, spingter-spingter abdominal, dilatasi pembuluh darah koroner, menurunkan motilitas gaster Jantung-meningkatkan denyut jantung Metabolisme-meningkatkan penggunaan glukosa dan pembebasan asam lemak dari jaringan adipose.8 Penggunaan obat-obatan adrenergik memiliki variasi yang luas dan bisa diberikan sebagai semua atau sebagian pengobatan untuk: Syok hipovolemik dan septik; Episode sedang berat hingga berat hipotensi; Mengendalikan pendarahan superficial selama prosedur dental dan bedah dari mulut hidung, tenggorokan, dan kulit; Asma bronkiale Dekompensasi dan henti jantung; Reaksi alergi (syok anafilaktik, edema angioneuritik); Pengobatan sementara blok jantung Aritmia ventrikel (dibawah kondisi tertentu) Kongesti nasal (dipakai secara topical); dan Bersama dengan anestetika local untuk memperlama kerja anestetik Beberapa efek sistemik yang terpengaruh sebagai efek obat-obatan adrenergic diilustrasikan pada tabel 2.c.3
P a g e | 17
Tabel 2.c. Efek sistemik agonis adrenergic
Inotropisme Hal ini diartikan sebagai kekuatan dan kelenturan kontraksi ventrikel jika preload dan afterload dipertahankan konstan. Kita dapat mendefinisikan kegagalan inotropisme lebih baik daripada definisi aslinya. Miokardium membuat CO dapat diatur pada level manapun di bawah batas inotropiknya. Ketika inotropisme normal, CO lebih tergantung pada faktor-faktor ekstra kardiak seperti preload dan afterload.7
Lusitropisme Lusitropisme menggambarkan abnormalitas relaksasi miokardium, atau diastol, sebagai kebalikan masalah inotropisme. Disfungsi lusitropik memainkan peran yang lebih besar pada gagal jantung kronis dibanding hitherto appreciated.
P a g e | 18
Penurunan lusitropisme adalah karakteristik dari penuaan miokardium. Masalah yang berhubungan dengan penggunaan vasopressr yang lebih dini, diketahui disebabkan oleh rendahnya pengertian fisiologi kardiovaskuler klinis dan ketidakmampuan untuk memonitor pasien-pasien yang sakit berat. 7 Kata vasopressor, dulu disamakan artinya dengan vasokonstriksi, sekarang telah menjadi istilah untuk obat-obat tertentu, yang dengan cara apapun, meningkatkan
CO
dan
dapat
atau
tidak
dapat
meningkatkan
tekanan
darah.Penggunaannya dalam anestesi termasuk : 1. menjaga perfusi organ 2. terapi reaksi alergi 3. memperpanjang efek anestesi lokal dan 4. untuk RJP.7
Pemilihan efek adrenergik Pemilihan obat vasoaktif membutuhkan pengetahuan tentang gangguan hemodinamik dan efek farmakologi dari obat tersebut. Efek katekolamin dan obat simpatomimetik berhubungan dengan kadarnya dalam plasma, yang secara langsung tergantung dari kadar infusnya. Waktu paruhnya pendek, antara 2-3 menit. Efek samping yang tidak diinginkan menghilang dalam beberapa menit setelah menurunkan atau menghentikan pemberiannya. Simpatomimetik, menghasilkan efek hemodinamik yang luas dan dapat digunakan dalam bentuk kombinasi untuk menghasilkan efek yang lebih luas.7 Tujuan mengobati sindroma low-output adalh untuk menghasilkan dan mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Terapi cairan yang agresif umumnya berhasil. Simpatomimetik bukanlah obat pengganti volume. Tetapi, sekali volume intra vaskuler optimal, obat vasoaktif mungkin dibutuhkan untuk mempertahankan CO. Simpatomimetik yang baru dibuat dirancang secara kimiawi untuk menghasilkan inotropisme dan vasodilatasi dibanding efek penekanan. Misalnya, aktivasi inotropik dari reseptor beta 1 dan beta 2 menghasilkan inotropisme dan kronotropisme positif.
P a g e | 19
Stimulasi selektif dari reseptor beta2 vaskuler menyebabkan vasodilatasi. Outflow ventrikel kiri dapat meningkat sebagai reaksi dari peningkatan reduksi afterload dan inotropisme. Bagaimanapun juga, kronotropisme mungkin merupakan gambaran yang tidak diinginkan pada pasien dengan stenosis mitral atau CAD.7
Coupling Reseptor-Efektor Katekolamin Efek fisiologis akhir dari suatu obat simpatomimetik biasanya didefinisikan sebagai gabungan dari efek-efeknya terhadap reseptor α, β dan DA. Sebagian besar obat adrenergis mengaktivasi atau menginhibisi reseptor-reseptor dengan berbagai intensitas. Masing-masing katekolamin memiliki efek yang berbeda, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, terhadap miokardium dan vaskularisasi perifer. Tabel 12-13 menjelaskan potensi kerja beberapa amine adrenergis terhadap beberapa reseptor mikardium dan vaskuler. Potensi kerja relatif ini juga dipengaruhi oleh dosis, sehingga hal ini juga menjadi variabel yang mempengaruhi. Penggunaan tanda tambah (+) atau angka nol (0) merupakan metode klasik untuk menggambarkan sensitivitas relatif coupling
katekolamin-reseptor. Tanda tambah tersebut juga
memiliki makna simbolis, yang menggambarkan adanya efek penjumlahan yang bekerja pada reseptor katekolamin. Adanya efek penjumlahan ini mengimplikasikan bahwa lokasi-lokasi ikatan agonis adrenergis pada reseptor adrenergis memiliki jumlah terbatas.7 Selama
bertahun-tahun,
pembahasan
mengenai
katekolamin
hampir
seluruhnya difokuskan kepada kerjanya terhadap miokardium dan terhadap pengaturan pembuluh-pembuluh darah yang mempengaruhi resistensi arteri. Perubahan pada resistensi vena hanya berperan kecil dalam menentukan resistensi vaskuler total dan tekanan darah. Namun, perubahan kecil saja pada kapasitansi vena akan menghasilkan perubahan yang besar dalam aliran balik darah vena karena 6070% dari volume darah yang beredar terdapat di dalam sirkulasi vena. Efek dari amine simpatomimetik terhadap sirkulasi vena tampak mengatur distribusi, karena konstriksi vena yang akut akan meningkatkan volume darah sentral (preload),
P a g e | 20
sedangkan dilatasi akan menurunkan aliran balik vena karena akan mendorong terjadinya pooling pada pembuluh perifer. Efek distributif suatu katekolamin mungkin hampir sama pentingnya dengan efek inotropik yang ditimbulkannya dan lebih penting dari efeknya terhadap arteri. Pendefinisian yang lebih lanjut perlu menjelaskan beberapa data yang membingungkan dan rumit yang ditemukan apabila pengamatan klinis hanya ditujukan terhadap efek adrenergis pada miokardium dan vaskularisasi arteri.7 Infus EPI intravena dan intrarteri pada manusia telah ditemukan dapat menimbulkan konstriksi vena yang cukup berat. Vasokonstriksi arteri mendahului terjadinya venokonstriksi, namun SV tidak meningkat sampai onset venokonstriksi. Peningkatan awal dalam curah jantung yang ditemukan pada pemberian EPI lebih banyak ditimbulkan oleh peningkata preload ddibandingkan dengan efek pada arteri atau pada jantung secara langsung. NE menghasilkan efek yang mirip, hanya onset venokonstriksinya lebih lambat.7 Suatu kemampuan diferensial yang dimiliki amine untuk menimbulkan konstriksi vena telah diamati pada hewan. Data yang didapatkan dinyatakan sebagai suatu persentase rata-rata kontribusi resistensi vena terhadap perubahan total pada resistensi vaskuler. Methoxamine dan NE dianggap memiliki potensi yang sama dengan vasokonstriktor arteri α1. Namun, efek-efek ini sangat berbeda dari efek-efek terhadap venokonstriksi. Kurangnya respon venokonstriksi terhadap methoxamin juga ditemukan pada manusia.7 Penelitian yang hampir sama dilakukan terhadap manusia, dan hasilnya menyerupai hasil yang didapatkan sebelumnya. NE merupakan amine yang paling poten dalam hal konstriksi arteri dan vena. Metaraminol 1,5 kali lebih poten dibandingkan dengan fenilefrin dalam kemampuannya mengkonstriksi pembuluhpembuluh yang mempengaruhi resistensi. Namun, fenilefrin 1,5 kali lebih ampuh dalam menimbulkan konstriksi dalam pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi kapasitansi dibandingkan dengan metaraminol. NE terbukti 12 kali lebih poten dibandingkan metaraminol dalam menimbulkan konstriksi pada pembuluh-pembuluh
P a g e | 21
yang mempengaruhi resistensi. dan 24 kali lebih efektif dalam menimbulkan konstriksi pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi kapasitansi.7 Brown dan kawan-kawan melaporkan respon pembuluh-pembuluh yang mempengaruhi
resistensi
dengan
pembuluh-pembuluh
yang
mempengaruhi
kapasitansi pada manusia dengan by pass kardiopulmonal. Metode ini merupakan metode yang unik untuk mengamati respon hemodinamik obat karena kecepatan aliran (curah jantung) berada dalam nilai yang tetap, sehingga tidak mengikutsertakan efek obat tersebut terhadap miokardium. Perubahan dalam resistensi atau kapasitansi dicerminkan baik sebagai perubahan pada tekanan maupun sebagai perubahan pada volume darah dalam reservoir. Fenilephrin, yang merupakan suatu agonis α, menghasilkan
suatu
penurunan
yang
signifikan
dalam
kapasitansi
vena
(venokonstriksi). Resistensi arteri juga meningkat, namun dalam derajat yang lebih rendah. Hal ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Schmidt dan kawankawan. Dopamin menghasilkan venokonstriksi yang signifikan pada dosis yang tidak memiliki efek langsung terhadap jantung atau arteri, hal ini juga mengkonfirmasikan penelitian terhadap efek dopamin terhadap binatang.7 De Mey dan Vanhoutte membandingkan efek agonis sistem saraf simpatis terhadap cincin yang terbuat dari pembuluh darah arteri dan vena yang diambil dari anjing. Data yang didapatkan menyerupai informasi penelitian yang lain bahwa NE merupakan konstriktor arteri dan vena yang paling poten, dan sensitivitas relatif arteriol terhadap fenilephrin dan methoxamine juga hampir sama. Penelitian mereka menunjukkan bahwa perbedaan respon yang ditunjukkan oleh arteri dan vena merupakan akibat dari distribusi reseptor pasca sinaps α1 dan α2 yang tidak seimbang. Hasil yang mereka dapatkan mengindikasikan adanya kehadiran kedua jenis reseptor pada otot polos vena, sedangkan sel-sel otot polos arteri terutama memiliki reseptor α1 pasca sinaps. Reseptor perifer pembuluh darah resistensi dan kapasitansi mengatur timbulnya vasokonstriksi, namun dengan efek yang berbeda terhadap afterload dan preload, sehingga reseptor α1 telah dibagi menjadi α1 arteri (α1a) dan α1 vena (α1v).
P a g e | 22
Perlu diperhatikan bahwa methoxamine dan feniephrin, keduanya obat α murni, merupakan vasokonstriktor arteri dengan potensi yang sama. Namun fenilephrin merupakan suatu venokonstriktor yang poten sedangkan methoxamine hampir tidak memiliki efek sama sekali terhadap pembuluh-pembuluh yang mengatur kapasitansi. Dopamine memiliki efek venolonstriksi (α1v) yang poten pada dosis yang hanya menimbulkan sedikit efek α1a atau β.7
Dosis obat dan Efek Simpang Efek simpang utama yang dimiliki amine simpatomimetik berkaitan dengan aktivitas α atau β yang berlebihan. Potensi timbulnya bahaya dapat dipahami melalui karakteristik reseptornya. Aktivitas β1 yang berlebihan dapat meningkatkan kontraktilitas jantung namun juga meningkatkan detak jantung dan konsumsi oksigen miokardium melebihi persediaan. Disritmia yang berat sering ditemukan pada keadaan aktivitas β1 yang berlebih sebagai akibat peningkatan kecepatan konduksi, peningkatan kecepatan denyut jantung otomatis dan iskemia. Aktivitas β2 memiliki potensi untuk meningkatkan curah jantung dengan mengurangi resistensi (afterload) sementara menurunkan tekanan darah. Namun, suatu penurunan tekanan diastol yang berlebihan mengurangi perfusi koroner obstruktif dan dapat memperburuk keadaan iskemi miokardium. Efek β1 dan β2 agonis adrenergis lebih berguna secara klinis dibandingkan dengan efek α1 dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama. Sayangnya, sangat sulit untuk memisahkan efek inotropis, dromotropis dan kronotropis dalam suasana klinis.7 Obat-obat dengan efek agonis α1 dapat menimbulkan peningkatan dalam tekanan darah seperti yang diinginkan namun mengurangi aliran darah total akibat peningkatan resistensi arteri (afterload). Konstriksi vena α1 yang lebih berat dapat memperbaiki curah jantung dengan meningkatkan preload atau juga dapat mempresipitasi timbulnya gagal jantung apabila preload melebihi kemampuan kontraktil miokardium.7
P a g e | 23
Secara umum, efek α yang dimiliki simpatomimetik hanya berguna saat dipakai untuk indikasi-indikasi yang spesifik dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Tindakan-tindakan lain biasanya lebih efektif dalam memperbaiki aliran dan diindikasikan sebelum suatu presor digunakan. Satu-satunya saat dimana sebuah amine adrenergis lebih baik digunakan daripada sebuah presor (atau dalam kisaran dosis presor) tanpa mempertimbangkan alirah darah adalah pada saat tekanan perfusi arteri harus ditingkatkan dengan segera untuk mencegah kematian atau keadaan patologis. Resusitasi jantung paru merupakan contoh utama suatu situasi dimana efek presor diperlukan untuk menghasilkan perfusi koroner diastol selama pemijatan jantung dalam atau luar. Obat manapun dengan efek agonis α yang kuat akan cukup efektif dalam situasi ini. EPI, dengan tambahan efek βnya, telah menjadi obat lapis pertama untuk situasi seperti ini. Obat-obatan yang menimbulkan vasodilatasi, seperti isoproterenol, tidak terlalu bermanfaat dalam kondisi ini walaupun mereka memiliki efek inotropik. Situasi lain dimana penggunaan vasokonstriktor dapat dibenarkan sebagai tindakan sementara adalah hipotensi saat perfusi serebral, koroner atau bypass ekstrakorporal merupakan pertimbangan utama.7 Penggunaan agonis adrenergis dengan efek α yang kuat dalam jangka waktu yang lama biasanya menimbulkan takifilaksis. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan hilangnya volume plasma melalui kapiler yang iskemik dan downregulation reseptor adrenergis. Spinkter prekapiler berada dalam kontrol miogenik lokal dan akan berelaksasi dalam keadaan hipoksia dan asidosis, walaupun terdapat stimulasi α. Spinkter postkapiler lebih fungsional dalam lingkungan dengan hipoksia dan asidosis namun berada dalam kendali sentral yang lebih kuat. Tonus postkapiler yang tetap tinggi sedangkan terdapat relaksasi prekapiler meningkatkan tekanan hidrostatis dengan penurunan volume intravaskuler. Kejadian-kejadian ini hanya beberapa penjelasan dari keadaan “syok levophed” yang sebelumnya dianggap misterius dimana pasien tidak dapat dilepas dari infus NE.7 Dopamin merupakan agonis DA yang tersedia secara klinis. Hal ini telah dimanfaatkan secara efektif dalam penggunaan klinis untuk mengurangi resistensi
P a g e | 24
dalam jaringan pembuluh darah mesenterika dan ginjal, menimbulkan perbaikan dalam perfusi di daerah-daerah tersebut dalam keadaan aliran rendah. Hanya sedikit komplikasi yang ditemukan pada penggunaan dopamin untuk tujuan ini.7
Sindrom Output Rendah Pasien dengan curah jantung yang rendah memiliki kelainan pada jantung, pembuluh darah atau distribusi aliran darah. Mereka yang berada dalam kondisi ini selama lebih dari 1 jam biasanya mengalami disfungsi pada ketiga komponen tersebut. Monitoring hemodinamika modern telah menemukan bahwa hipovolemi, baik relatif maupun absolut, merupakan penyebab sindrom Output rendah yang paling banyak ditemukan, apapun etiologinya. Penanganan awal menggunakan amine adrenergis dalam keadaan ini kemungkinan dapat menghambat pemulihan volume dan akan memperberat keadaan syok. Penanganan hemodinamis yang tepat pada keadaan syok sepsis, yang merupakan anomali distributif yang paling sering ditemukan, masih berada dalam kontroversi, namun pemulihan volume merupakan pertimbangan yang paling utama. Pemulihan volume juga merupakan penanganan awal disfungsi jantung, karena hipovolemi sering ditemukan bersamaan dengan penurunan kerja miokardium. Kerja ventrikel dapat diperbaiki terutama dengan dasar meningkatkan preload.7 Penanganan syok kardiogenik merupakan contoh yang baik mengenai keadaan aliran darah yang rendah yang membutuhkan berbagai intervensi otonomik yang juga digunakan pada bentuk lain dari sindrom output rendah. Reduksi akut dalam kontraktilitas ventrikel kiri (inotropisme) menghasilkan suatu kaskade efek yang semakin memburuk dalam suatu proses siklik. Seseorang dapat menggambarkan kaskade ini dengan diawali salah satu dari lima penentu curah jantung. Penurunan konraktilitas akan menghasilkan penurunan dalam curah jantung, peningkatan tekanan ventrikel kiri pada akhir diastol dan menimbulkan berbagai refleks kompensasi. Mekanisme kompensasi ini salah satunya adalah hukum Frank-Starling dan peningkatan aktivitas simpatis yang memperkuat kontraktilitas dan denyut
P a g e | 25
jantung. Disfungsi kronis akan menimbulkan mekanisme kompensasi yang ketiga, yaitu hipertrofi.7 Karena obat inotropik yang ideal tidak ada, maka efek samping perifer dari obat inotropik manapun sangat perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan karena semuanya merupakan agonis multireseptor.7 Kegagalan miokardium ditemukan saat jantung tidak dapat memompa darah dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan metabolik. Manifestasi klinis gagal jantung timbul dari hilangnya keseimbangan sirkulasi perifer yang merupakan hasil dari output jantung yang lebih sedikit dibandingkan input. Tekanan vena meningkat dan timbul kongesti. Terdapat perbedaan yang mencolok antara gagal jantung kronis, apapun akibatnya, dengan gagal jantung akut akibat infark. Perbedaan antara keduanya saat ini telah dapat dimengerti. Pasien dengan gagal jantung kronis mengalami retensi natrium dan air dan secara umum cenderung untuk mengalami hipervolemia, sementara pasien dengan gagal jantung akut dapat normovolemik atau hipovolemik. Kardiomegali merupakan gambaran kompensasi yang umum ditemukan pada gagal jantung kronis, sedangkan pada gagal jantung akut tidak ditemukan. Kadar katekolamin dalam sirkulasi dan dalam miokardium berkurang pada pasien gagal jantung kronis, namun pada pasien gagal jantung akut kadar keduanya sangat meningkat. Oleh karena itu, respon terhadap obat-obatan inotropis pada gagal jantung kronis dipengaruhi tidak saja oleh berkurangnya persediaan katekolamin miokardium namun juga disebabkan oleh downregulation reseptor β. Curah jantung pada gagal jantung kronis berada dalam kisaran nilai batas bawah atau bahkan berkurang, sedangkan pada gagal jantung akut biasanya normal atau meningkat pada gagal jantung akut karena efek dari mekanisme kompensasi.7 Gagal jantung akut merupakan komplikasi yang paling banyak ditemukan pada kasus infark, dan terjadi pada 40-50% pasien, yang menggambarkan adanya keterlibatan miokardium sebesar 20-25%. Dibandingkan dengan pasien penderita gagal jantung kronis, disfungsi ini biasanya bersifat sementara, berlangsung antara 48 sampai 72 jam. Obat dengan efek inotropis yang predominan digunakan sendiri atau
P a g e | 26
dalam kombinasi dengan obat lain untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dengan cepat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga agar kerusakan miokardium tidak memburuk selama periode ini dengan memberikan dukungan inotropis atau kronotropis yang tepat. Hal ini tidak menjad masalah pada pasien yang mengalami hipertropi, dimana keadaan inotropisme yang timbul kemungkinan dapat mengurangi konsumsi oksigen karena berkurangnya massa ventrikel.7 . Pemberian obat-obat simpatomimetik harus diletakkan dalam perspektif yang tepat dalam penatalaksanaan syok kardiogenik, oleh sebab itu ditekankanperan penting
monitoring
hemodinamik
invasif
dan
manajemen
volume
dalam
mengkonfirmasi suatu diagnosis kegagalan kardiogenik. Walaupun ekspansi volume dan pengurangan afterload dapat memperbaiki curah jantung, intervensi farmakologis lainnya mungkin masih dibutuhkan untuk mengoptimalisasi curah jantung dan distribusinya. Monitoring invasif merupakan suatu keharusan dalam penggunaan obat vasoaktif yang rasional untuk (1) menentukan perlu atau tidaknya suatu obat simpatomimetik, (2) memilih obat sesuai dengan kondisi hemodinamik, (3) mengikuti perubahan-perubahan hemodinamik yang timbul karena sebagian besar efek katekolamin yang menguntungkan dapat tersembunyi dan (4) untuk menghindari komplikasi terapi presor yang dapat terlihat oleh semua. Pemilihan obat untuk keadaan output rendah masih membingungkan.7 Banyak diantara efek hemodinamis yang ditimbulkan tergantung pada dosis pemberian. Kisaran dosis dan kecepatan infusi standarnya juga diberikan. Kecepatan infus standar hanya bersifat sebagai garis besar dan dosis yang sebenarnya harus disesuaikan dengan respon pasien.7
Methoxamine dan Fenilefrin Methoxamine merupakan prototip dari suatu vasokonstriktor murni. Fenilefrin menghasilkan efek yang hampir sama, namun dengan perbedaan klinis yang penting. Methoxamine hanya memiliki efek α1 dan hampir tidak memiliki efek venokonstriksi. Efek farmakologis satu-satunya adalah untuk meningkatkan resistensi
P a g e | 27
arteri, meningkatkan afterload dan mengurangi aliran darah, walaupun tekanan darah meningkat. Hanya sedikit penggunaan klinis methoxamine, diantaranya resusitasi jantung paru. Methoxamine juga efektif dalam menangani takikardi atrial paroksismal. Sebuah dosis intravena tunggal dapat menghentikan takikardi atrial pearoksismal secara refleks melalui peregangan baroreseptor, sehingga dapat menghindari penggunaan digitalis atau countershock. Pemijatan karotis dapat menghasilkan efek yang sama melalui mekanisme yang sama.7 Fenilefrin, yang dianggap sebagai obat α murni, meningkatkan konstriksi vena melebihi konstriksi arteri dengan mekanisme yang dipengaruhi dosis pemberian, sama
dengan
dopamin.
Konstriksi
vena
mungkin
merupakan
fitur
yang
menjadikannya lebih baik dibandingkan dengan methoxamine yang hanya berefek pada arteri. Dengan diketahui adanya reseptor α1 pada miokardium yang dapat memperbaiki inotropisme, maka sekarang kemungkinan efek inotropik obat ini tidak dapat diabaikan. Secara akut, venokonstriksi akan memperbaiki arus balik vena (preload), namun resistensi arteri (afterload) juga meningkat. Efek akhirnya dapat berupa peningkatan dalam tekanan dan aliran. Fenilefrin, seperti juga methoxamine, tidak merubah curah jantung pada individu normal tetapi dapat menimbulkan penurunan output pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Pemberian presor α dalam jangka waktu yang lama jarang diperlukan, namun fenilefrin tetap menjadi pilihan dalam ruang operasi untuk menjaga tekanan selama dilakukan bypass kardiopulmonal dan juga selama dilakukan prosedur intrakranial dan prosedur pada vaskularisasi perifer. Obat ini tidakmenimbulkan disritmia sebagai efek langsung. Fenilefrin juga berguna dalam memutarbalikkan shunt kanan-ke-kiri pada tetralogi Fallot saat pasien sedang melalui “spell” dalam anastesi. Vasokonstriktor dapat mengurangi ukuran cedera iskemik apabila digunakan bersamaan dengan pompa balon intra-aorta atau nitrogliserin.7
P a g e | 28
Norepinephrin NE dan metaraminol menghasilkan efek hemodinamik yang hampir sama. NE merupakan mediator alami SNS dan merupakan prekursor langsung EPI. NE menghasilkan efek hemodinamik secara langsung pada reseptor α dan β dengan mekanisme yang dipengaruhi dosis saat diberikan melalui secara infusi. NE meningkatkan curah jantung dan tekanan darah apabila diberikan dalam dosis yang kecil, terutama sebagai akibat kerja predominannya pada tingkat ini. Dosis yang lebih tinggi menurunkan aliran darah karena adanya konstriksi arteri sebagai efek α yang timbul sebelum timbulnya efek β. Refleks bradikardi dapat terjadi sebagaimana pada penggunaan methoxamine dan fenilefrin, walaupun terdapat stimulasi β.7 Peningkatan kadar katekolamin endogen (NE dan EPI) dalam plasma merupakan suatu keadaan dimana simpatomimetik eksogen biasanya diberikan. NE merupakan katekolamin standar yang digunakan untuk membandingkan kerja katekolamin lainnya. NE merupakan neurotransmiter endogen standar pada SNS. Selama bertahun-tahun NE yang diberikan secara intravena menimbulkan reputasi yang salah yang kemungkinan tidak dihargai. Penelitian-penelitian terbaru mengindikasikan bahwa NE selama ini digunakan dalam dosis yang jauh lebih tinggi dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Komplikasi seperti gagal ginjal dan nekrosis jaringan rutin ditemukan dan dapat diperkirakan akan terjadi apabila NE digunakan seperti ini. Pengalaman pribadi dan pengalaman klinisi lain yang telah dipublikasi juga mengindikasikan bahwa apabila infusi NE digunakan hanya untuk mentitrasi terhadap pembuluh darah dan bukan aliran terukur, jumlah NE yang diinfuskan 5 – 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mendapatkan transpor oksigen dan konsumsi oksigen yang paling baik. Sebagian besar dosis kecepatan infusi yang telah dipublikasi didasarkan pada titrasi tekanan darah sehingga terlalu bebas. Walaupun NE lebih jarang digunakan pada pasien yang sakit berat dibandingkan dengan katekolamin lainnya, telah timbul perhatian kembali pada obat ini. NE tetap bermanfaat secara klinis karena efeknya dapat diprediksi, cepat dan poten.7
P a g e | 29
Keberatan terhadap penggunaan NE (atau metaraminol) untuk menangani syok kardiogenik didasari dua pertimbangan: (1) vasokonstriksi meningkatkan tekanan pada ventrikel kiri, dengan efek simpang terhadap ekonomi oksigen pada pompa yang sudah iskemik; (2) obat-obat ini dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih lanjut dan iskemi organ dalam suatu sindrom dimana konstriksi yang berat mungkin telah terjadi. Penggunaan NE membutuhkan monitoring yang intensif, jika tidak, dapat timbul komplikasi. Biasanya tidak perlu menaikkan tekanan darah sistolik di atas 90 – 100 mmHg. Pada tingkat infusi ini, curah jantung biasanya meningkat sebagai efek β tanpa disertai vasokonstriksi perifer yang berlebih. Ne merupakan suatu vasokonstriktor yang poten, sehingga dapat merubah intrepertasi tekanan pengisia vena sebagai petunjuk
untuk mendapatkan pemulihan volume yang
adekuat.7 NE juga tidak efektif pada pasien yang menerima katekolamin kosong. Efek yang tidak diinginkan dari penggunaan NE termasuk konstriksi arteri renalis dan semakin oligouria. Prolong terapi dapat memproduksi kekurangan volume plasma sebagai hasil dan transudasi cairan pada kapiler. Dalam beberapa bagian, shock cardiogenik membutuhkan pemasukan NE yang kontinyu dengan pemasukan cairan. Guna kombinasi dosis NE efektif yang minimal harus dimonitor invasive dengan hati-hati dan pengaturan cairan cara untuk mencegah iatrogenic. NE didaftarkan secara sentral dengan iv line untuk mencegah nekrosis jaringan dari extravasasi. Dapat juga untuk efek intropik dengan dosis rendah dan titrasi untuk efek selama monitoring cardiac output. Monitoring tekanan darah saja atau titrasi untuk efek predeterminasi , selalu mengganggu untuk cardiac output. Kenaikan tekanan darah juga meningkatkan SVR dan mengurangi pengiriman aliran dan kontribusi untuk cardiac failure. Dosis pertengahan NE dapat mengganggu efek perfusi end-organ, hubungan the drug‟s ill gotten harus dipress daripada dialirkan. Bagaimanapun dalam karakteristik kondisi klinik dengan tekanan perfusi yang rendah, aliran tinggi (vasodilatasi), dan maldistribusi pengaliran, NE terlihat memperbaiki aliran darah ginjal dan splanchnic denganmeningkatkan tekanan, asal pasien telah diresutasi.7
P a g e | 30
Epinephrine EPI adalah
katekolamin
endogen
prototypical.
Dibentuk,
disimpan,
dikeluarkan dari medulla adrenal dan element hormonal pada respon tight atau flight. Penggunaan yang luas dari katekolamin di dunia medis, EPI digunakan untuk pengobatan asma anapilaksis, cardiac arrest dan pendarahan serta prolong anastesi regional. Manfaat kardiovaskular dari EPI jika sistematis, langsung dari α dan ß reseptor. 7 Efek EPI pada vaskularisasi perifer beragam. Efek predominan α stimulasi pada beberapa tempat (kulit, mukosa, ginjal) dan ß stimulasi di tempat lain (otot-otot skeletal). Efek ini juga dosis dependen. Dosis terapilutik, ß adrenergic berefek pada pembuluh darah perifer, tahanan total dapat dikurangi. Konstriksi daerah ginjal dan kutaneus termasuk efek dominant α.7 Peningkatan CO dengan EPI dapat meredistribusi darah ke pembuluh darah yang bertahanan rendah di otot tapi dengan reduksi yang lebih untuk pengaliran ke organ vital. Cardiac dysrhytmia merupakan resiko yang dapat dilihat efek chronotropik kuat dari EPI telah dibatasi kegunaannya atau pengamatan sistematis pada pengobatan shock kardiogenik.7 EPI sering digunakan pada anastesi perioperatif oleh ahli bedah dan ahli anastesi. Sering digunakan untuk memproduksi kekurangan darah pada dentistry, otolaryngology dan skin dafting juga topical local dan blok. Ahli anastesi sering menggunakan prolong anestesi regional. Penambahan EPI pada infusion arthroscfopic mengatasi kehilangan darah pada tempat lain penggunaan EPI meningkat. Infuse ini biasanya aman pada operasi yang kering karena dicairkan dengan 1 : 3.000.000. Bagaimanapun sejumlah besar infuse dan absorbsi EPI yang tak terprediksi , khususnya menispisnya tulang
cancellous dapat mengekspose pasien kepada
sejumlah excessive dari epinephrine lebih dari menurunya pada jangka pendek.7 Komplikasi yang tidak diharapkan dari overdosis epineprin, acue heart failure, pulmonary edeme atau cardiac arrhytmias dan arrest pada penderita sehat dan muda.Masalah selama infusion cairan intra articulan akan dicatat dengan peningkatan
P a g e | 31
tekanan darah yang terhubung denga nyeri pada pembedahan atau hipertensi yang tidak responsive dengan anestesi yang lebih dalam. Aliran pulsasi tidak ada, oximetry dapat menjadi tidak berfungsi. Pasien terlihat pucat dan cianotik. Pengobatan yang tidak intensif pada acute heart failure atau cardiac arrest denga agent yang tepat dapat jadi masalah. 7 Hasil umum jelek. Vasodilator dan ß bloker dapat memperpanjang hari. Beberapa anestesi volatile sensitive pada myocardium untuk mengalirkan katekolamin dan kedalam kardiak dysrhytmias kususnya
jika hypoxia dan
hypercabia. Halothane mempunyai cara kerja yang sensitive pada jantung dengan penggunaan anestesi volatile. Mekanismenya berhubungan dengan stimulasi dari α dan ß adrenergic karena blockade dari respon reseptor dengan konsisten pada cardiac dysrhytmia. Tidak mengherankan jika pembagian blockade akhir dari ß dan kalsium harus dikoreksi. Mekanisme yang membingungkan dengan belajar melihat bahwa depresi miokardial di hasilkan untuk anestesi volatile berhubungan dengan blockade aliran calsium. Bahwa lambat. Ditemukan kompatibel dengan observasi bahwa ß blockade, calsium blockade, dan anestesi umum menghasilkan depresi myocardial.7 Infiltrasi adrenergic local dan intravena digunakan selama anestesi inhalasi, terutama halothane. Jadwal yang di temukan relative aman selama anestesi halothane : 1. Konsentrasi EPI tidak lebih dari 1 : 100.000 – 1 : 200.000 (1 : 200.000 : 5µg/ml) 2. Dosis dewasa tidak lebih dari 10 ml dari 1 : 100.000 tau 20 ml dari 1 : 200.000 dalam 10 menit. 3. Total tidak melebihi 30 ml dari 1 : 100.000 ( 60 ml dari 1 : 200.000) dalam 1 jam.7 Dosis dari injeksi submukosa EPI butuh untuk produksiventrikular cardiac dysritmia pada 50 % pasien dianestesi dengan 1,25 MAC dari anestesi volatile adalah 10,9, 10,9 dan 6,7 µg/kg selama pemberian halothane enflurane dan isoflurane. Insidensi cardine dysrhytmia dieliinasi ketika anestesi pasien diberikan setengahnya
P a g e | 32
denga halothane atau isoflorane. Beda dengan dewasa, anak-anak lebih toleransi dengan dosis yang lebih besar dan EPI subkutan tanpa perkembangan
cardiac
disrhytmia.7
Ephedrine Ephedrine merupakan salah satu agent sympathometic noncatecholamine yang sering digunakan. Digunakan untuk pengobatan hipertensi pada anestesi spinal atau epidural. Ephedrine menstimulasi reseptor α dan ß dengan efek langsung maupun tidak langsung. Lebih dominant cara kerja yang tidak langsung menghasilkan pembebasan NE. Tachyphylaxis berkembang dengan cepat dan kemungkinan berhubungan dengan deplesi NE dengan infeksi berulang-ulang. Efek kardiovakular dari ephedrine (lihat table 12-19) lebih identik dengan EPI tapi kurang potent. Efeknya sekitar 10 menit lebih lama dari EPI. 7 Ephedrine merupakan pilihan pada obstetric karena aliran darah uteri berkembang lurus dengan tekanan darah. Efek ini mungkin tidak berhubungan dengan vasokontriksi. Ephedrine lemah, efek tidak langsung sympatomimetic yang menghasilkan lebih banyak venokonstriksi dari pada arteriolar kontruksi. Ini lebih penting dan efek yang tidak dapat diapresiasikan. Menyebabkan redistribusi dari darah central mengembang venous return (preload), meningkatkan CO, dan perfusi uterine. Efek ß menyimpan HR dengan simultan terhadap perkembangan venous return. Peningkatan tekanan darah dicatat sebagai hasil dari penyebabnya. Konstriksi arteriolar mild α, mempunyai efek mengembangkan venoue return dan HR dengan meningkatkan CO. aliran darah uterine dibagi. Respon ini tergantung dengan status hidrasi pasien.7 Dopamine adalah vasopresi untuk obstetric sebagai alternative untuk menghasilkan vasokonstruksi kuat dari α 1 dan redistribusi volume pada infusion yang merupakan efek minimal pada α 1a atau ß. Kerugian primer dari dopamine dengan availabilitas segera dengan obat-obatab iv. Titrasi yang lebih baik dari
P a g e | 33
ephedrine. Provilaxis dari ephedrine sebelum blockade spinal pada obstetric menghasilkan estimasi klinik dari status volume karena efek venous return dan tekanan arteri. 7
Dopamine, Dopaminergic Agonisis, dan Pengobatan Dopamine Dopamine menawarkan keuntungan yang nyata pada symphatomimetik pada pengobatan syndrome low-output. Dosisnya berhubungan dengan ketiga tipe dari adrenoceptor dan kerja dapat dipilih dengan merubah tingkatan infuse. Reseptor DA yang paling sensitive diikuti oleh reseptor ß dan α. DA memiliki sesuatu yang khas yang tidak ditemukan pada katekolamin lain : memperluas bed pembuluh darah ginjal dan mensenterika sebagai efek langsung dari efek reseptor DA. Keberadaan reseptor ß pada vaskularisasi ginjal tidak termasuk dengan vasodilatasi dari DA.7 Regimen dosis dopamine telah biasa dan dipertimbangan terbagi menjadi dosis rendah sedang tingginya dosis disesuaikan dengan sensitivitas reseptor. Dilatasi dari pembuluh renal dan menseterika serta tubulus natriuresis melalui pertengahan reseptor DA pada infuse dosis rendah dengan rating 0,5 – 2,0 µg/kg/mnt. Sering di tukar sebagai dopamine dosis renal karena aliran darah renal dan diuresis. Diuresis juga sebagai tanda inhibisi dari sekresi aldosteron dengan keberadaan dosis rendah DA. Perkembangan umum pada CO melalui reduksi afterload juga mengalirkan untuk perkembangan aliran darah renal. Efek ini telah dilakukan dengan baik pada pasien
dengan gagal jantung. Bagaimanapun efek proteksi dari DA pada
perkembangan renal failure pada penyakit kritis atau pasien cedera. Pencegahan renal failure dengan profilaksi dosis renal DA (disertai atau tanpa furosemide) pada penyakit kritis atau pasien trauma yang belum dilakukan, akan digunakan segera. Ini berhubungan dengan milieu adrenergic dengan pemberian DA. Efek vasokonstriksi dari DA terjadi hanya pada dosis tinggi. Dosis rendah DA secara relative dapat menyebabkan vasokonstriksi renal jika ditambah dengan plasma level tinggi dari katekolamin endogen sering di lihat pada pasien cedera akut.7
P a g e | 34
Efek hemodinamik dari DA dosis rendah berhubungan awal dengan vasodilatasi dari kerja reseptor DA1 dan DA2. Kerja dari adrenoceptor DA2 presynapsis ditambah dengan efek vasodilatasi pada reseptor DA1 dengan inhibisi presinapsis NE release pada pembuluh darah renal dan mesenterika. Reduksi dari resistansi vaskularisasi sistemik total akan signifikan, dengan mempertimbangkan bahwa 25% CO menuju ginjal saja.7 Pengurangan tekanan darah diastolic dicatat dengan peningkatan reflek dari HR. Peningkatan infuse DA sampai 2-5 µg/kg/mnt diawali dengan mengaktifkan reseptor ß, peningkatan CO dengan meningkatkan kronotropik dan kontraktility dengan vasokonstriksi awal (preload) dan vaasodilatasi sistemik (afterload reduction). Tekanan darah tidak meningkat walaupun CO menata congestive heart dan lung failure karena kombinasi inotropik dan reduksi afterload dengan diuresis. Peningkatan dosis aktivasi α reseptor yang akan meningkatkan tahanan vaskulan dan tekanan udara, tetapi sejauh perkembangan CO dapat dikurangi. Batas infuse lebih dari 10 µg/kg/mnt memproduksi aktivitas α yang dapat mendapatkan sekaligus keuntungan DA atau efek vasodilatasi ß pada aliran total. Keberadaan dopamine dosis tinggi seperti NE, kenyataannya menyebabkan pembebasan NE pada dosis tertentu.7 Juga walaupun terlihat respon dosis dari DA, respon variasi individu yang luas harus dicatat. Efek dari α adrenergic dapat dilihat pada beberapa individu dengan dosis serendah 5µg/kg/mnt, dimana dosis setinggi 20 µg/kg/mnt dapat digunakan dengan efek tertentu pada pasien shock. Variasi yang luas pada respon dosis harus berpedoman pada reexamination dari DA sebagai adrenergic primer pada pasien shock cardiogenik atau gagal jantung. Peningkatan venous return tidak dapat dirasakan pada situasi ini, tapi hemodinamik dopamine dilanjutkan dengan penggunaan pada shock kardiogenik dengan kombinasi dengan katekolamin komplemen seperti dobutamin. Efek venokonstriksi atau distribusi dari dopamine berfungsi pembedahan pada pasien yang edema ketiga permukaan dan sepsis yang sering tidak normal. Dopamine meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan tidak
P a g e | 35
disarankan untuk pasien dengan gagal jantung kanan syndrome respirasi distress pada dewasa atau hipertensi pulmonal.7
Dopexamine Dopexamine (DPX) berasal dari catecolamin yang dibentuk dalam keadaan DA tidak beruntung dalam pengelolaan cardiogenik dalam status yang menurun .After load dan vsodilatasi diharapkan, tapi obat yang dibutuhkan tidak meningkat penggunaan oksigen miokardial atau memacu aaritmia dan memilih aksi yang dimungkinkan untuk jangka waktu yang lama. DPX merupakan obat iv shord aelius (t1/2 6= 7 menit) analog dengan DA dan mempunyai aktivitas dominant terhadap reseptor ß2 dan DA1. pasien prestoperasi dengan out pun rendah menunjukkan pemanjangan elemen half life menjadi 11 menit. Pemanjangan half life ini tidak baik tidak diinginkan dan menyebabkan masalah klinik. Dopexamine juga menghambat secara uptake neuron terhadap NE DPX mempunyai efek inotropi positif ragam yang menyebabkan vasodilatasi sistemik dan kembali melalui suatu mekanisme utama berupa reseptor agonis. DPX tidak mempunyai aktivitas agonis ß1 atau α1 seperti pada DA. DPX diketahui sebagai inodilator meskipun efek inotropiknya lemah, berkurangnya aktivitasnya ß1 kecuali uptake NE berkurang. Aktivitas intropin yang predominan berasal dari efek ß2-nya. Efek DPX adalah penurunan afterload melalii renal dan vasodilatasi mesentara (aktivitas DA1 dan ß2 reseptor), inotropik positif (aktivitas ß2 miocordium dan penurunan uptake NE) dan natarauesis (reseptor DA1 ditubular).7 Potensi relative DPX terhadap reseptor DA1 dan DA2 hanya 0,3 dan 0,17 potensi ini 60 kali lebih peka daripada reseptor ß2 D2. penurunan regulasi reseptor ß2 miocardium menyebabkan terjadinya kronik heart failure. Profil tersebut potensial digunakan sebagai suatu tambahan dalam peningkatan CO pada pasien kronik heart failure karena simpanan ß2 miocardium ketika reseptor ß1 menurun. Obat inotropik tambahan lebih dibutuhkan untuk melihat keuntungan dari vasodilatasi DA1 dan ß2.7
P a g e | 36
Dosis 2 µg/kg/mnt akan menambah inotropon berupa peningkatan viscarae blood flow secara signifikan. DPX terbukti dapat memperbaiki fungsi renal efikasi dari DPX adalah mencegah gagal ginjal pada manusia, seperti kasus dopamine, dimana (less conclusive). DPX kurang potensi dalam vasodilatasi renal secara langsung bila dibandingkan DA. Kontribusi relative dari dopaminergik terhadap aktivitas reseptor ß2 adalah memperbaiki aliran darah kerenal dan mescuteria masih dipertanyakan. Stephan dan kawan-kawan tidak dapat mendemonstrasikan aktivitas DA1 dari DPX pada pasien yang akan menjalani operasi elektif bypass arteri coronary. Gras menemukan DPX sama efektifnya dengan DA dalam menjaga ginjal pada pasien yang melakukan transpalasi hepar dan Jamison dan lain-lain tidak dapat mendemonstrasikan suatu peningkatan aliran darah renal pada pasien dengan chronik congestive heart failure.7 Dosis infuse efektif rata-rata DPX antara 0,5-5µg/kg/mnt tergantung pada patologi pasien yang mendapatkan terapi dari acute heart failure yang telah melakukan operasi jantung, DPX dimasukkan secara iv degan inihai dose o,5 µg/kg/mnt. Inisial dosis tersebut dapat dititrasi mencapai dosis maximal 6,0 µg/kg/mnt. Tingkat infuse lebihdari 6µg/kg/mnt dapat menyebabkan intoleransi pasien takikardi dan angina dengan pre-existing penyakit jantung iskemit. DPX menghambat vasokonstriksi hypoxia pulmonal dengan aktivitas ß2 reseptor. Profil ini telah terbukti bermanfaat pada short dan long term pada manajemen hipertensi pulmonal. DPX tampak sebagai katekolamin promising tapi pengalaman dengan penggunaan pada penyakit kritis telah dibatasi.7
Fenoldopam Fenoldopam, derifat benzazepine, merupakan DA selektif agonist tanpa aktivitas reseptor α atau ß dibandingkan dengan dopamine atau dopexamine. Bioavailabilitas per oral jelek, tapi efektif pada antihipertensi secara iv. Pengobatan peroral availabilitasnya tidak lebih panjang tapi dengan iv saat ini available. Fenoldopam iv meningkatkan natriuresis, diuresis dan meningkatkan kreatinin
P a g e | 37
klirens. Memberikan manfaat pada hipertensi maligna yang akut, khususnya jika pasien telah pre-existing renal impairment. Pemeliharaan atau tambahan aliran darah ginjal selama reduksi tekanan darah potensial sepanjang beberapa keadaan pada periode perioperatif.7 Fenoldopal mempunyai waktu paruh eliminasi selama 5 menit. Dapat menghasilkan anestesi hipotensi pada pemeliharaanfungsi ginjal. Aranson et al melaporkan studi banding penggunaan SNP dan fenoldopam pada anjing-anjing dengan anestesi umum. 30% tekanan arteri menurun di hasilkan baik oleh fenoldopam maupun SNP. Fenoldopam menjaga aliran darah ginjal ketika SNP menunjukkan penurunan.7 Studi ini telah diperlihatkan bahwa fendopam merupakan vasodilator ginjal langsung yang potensial. Memperbaiki fungsi ginjal bila tekanan darah pasien menurun pada penyakit ginjal pre-existing. Fungsi ventrikel kanan dicatat membaik dengan reduksi arterload. Studi Kien menyarankan bahwa perbaikan fungsi ginjal merupakan efek vasodilator lansung dari obat-obat tersebut.7 Fenoldopam intravena terbukti baik untuk pengobatan keadaan vasokonstriksi ginjal sebagai komplikasi yang tidak diharapkan. Brooks et al menggunakan fenoldopam oral, mencegah vasokonstriksi ginjal pada nephotoksik akut dan kronik. Data ini, juga menggunakan pengobatan oral yang dihasilkan oleh penerima transplantasi ginjal manusia. Sedikit data yang berhubungan dengan available pada penggunaan fenoldopam selama perioperatif. Bagaimanapun, fenoldopam akan terlihat menjadi bagaian baru dalam pengaturan fungsi ginjal selama perioperatif.7
Bromocriptine Merupakan komponen DA2 agonis selektif. DA2 agonis mereduksi pembebasan neuronal dari NE. Respon penting yang langsung proporsional dengan latar belakang aktivitas simpatis. Bromocriptine ditemukan efektif pada manusis pada pengontan penyakit Parkinson dan akromegali, yang dapat berikatan dengan reseptorreseptor D2. juga menurunkan tekanan darah pada tensi normal dan hipertensi.7
P a g e | 38
Ibopamine Komponen ini pengobatan aktif peroral yang diubah dengan cepat menjadi metabolic aktif, epinine (η – metildopamine). Farmakologi dari ibopamine sama kualitasnya dengan DA. Merupakan reseptor dari DA1 dan DA2
agonist yang
nonselektif. Ibopamine efektif untuk natriuresis dan diuresis efektif pada pasien gagal jantung kongestif.7
Levodopa Levodopa merupakan salah satu pendukung DA yang digunakan dengan luas. Merupakan perkusor DA dan telah dipakai bertahun-tahun pada pengobatan penyakit Parkinson. Merupakan dekarboksilasi (setelah absorsi) menjadi DA. Pembagian dosis perlu pada pembarian levodopa tunggal karena aktivitas adrenergic –α dapat terjadi pada dosis tinggi oral. Karena alasan ini, sering dikombinasikan dengan carbidopa yang menghambat aktivitas karboksilasi perifer dengan terapi CNS pada level DA tanpa efek samping vaskularisasi perifer.7 Levadopa oral telah digunakan secara efektif pada pengobatan gagal jantung berat. Efek yang harus dicatat adalah peningkatan SV, penurunan resistensi vascular dan sedikit perubahan HR juga tekanan darah. Efek serupa yang harus dicatat pada pasien yang menerima dosis rendah DA. Penurunan pembebasan NE mungkin merupakan fakorr yang menyebabkan vasodilatasi.7
Dobutamine Dobutamine (DBT) merupakan sistesis katekolamin yang di modifikasi dari isoproterenol inodilator klasik. Isoproterenol di sintesis dari dopamine. Perbedaan dan persamaan struktur dapat dilihat pada table 12-7. Isoproterenol, induk obat DBT, merupakan ß1 dan ß2 agonist yang nonselektif yang meningkatkan HR dan kontraktilitas dengan mereduksi tahanan vaskuler dan tekanan diastolic. Efek samping yang lambat termasuk cardiac arrhytmias yang berat, tahikardi dan
P a g e | 39
penurunan perfusi arteri koronaria. Peningkatan oksigenisasi miokardial berhubungan dengan mode perkembangan CO menyebabkan isoproterenol menjadi tidak menarik lagi, khususnya gagal jantung iskemik. Itu berfungsi pada pengaturan sementara dari blok jantung tingkat ketiga, asma, dan transplantasi jantung.7 DBT mempunyai keuntungan yang jelas melebihi isoproterenol dan dopamine pada berbagai keadaan klinis. Bekerja secara langsung pada reseptor ß1 tapi stimulasi ß2 lebih lemah daripada isoprpterenol. Tetapi tidak menyebabkan pembebasan NE atau menstimulasi reseptor-reseptor DA. DBT, baik isoproterenol maupun DPX, memiliki α1 agonis yang lemah, yang tidak dapat ditutupi dengan ß blockade sebagai pompa dan peningkatan tekanan darah. Perubahan tekanan darah arteri tidak terjadi karena aktivitas α1 ringan dihalangi oleh aktivitas ß2. DBT menghasilkan inotropik kuat tetapi kronotropik lemah juga efek vaskularasasi. Peningkatan CO diawal melalui peningkatan inotropik dan selanjutnya penurunan afterload.7 DBT meningkatkan SA node secara otomatis dan meningkatkan konduksi yang melalui AV nodes dan ventrikel. DBT menghasilkan sedikit peningkatan HR per unit pada CO daripada dopamine, tetapi hilang dari aktivitas kronotropik. Beberapa masalah tahikardi dapat terjadi pada orang yang sensitive dan penyebabnya akan dilakukan pada pasien dengan fibrilasi arteri yang tidak stabil maupun tahikardia berulang. Ditemukan bahwa DBT lebih baik dari dopamine, EPI juga isoproterenol karena efek kronotropiknya. DBT meningkatkan HR lebih daripada EPI untuk meningkatkan CO.7 DBT dapat menurunkan tekanan pengisian diastolic koronari karena efek vasodilatasinya. Bagaimanapun studi tentang hewan dan manusia menunjukkan perkembangan iskemia dan augmentasi dari aliran darah miokardial pada DBT. Menyebabkan vasodilatasi koroner dengan jelas menjadi konstriksi yang dihasilkan dopamine. Studi ini menyarankan bahwa DBT menghasilkan seluruh klimasi metabolic pada iskemik miokardiak juga peningkatan inotropik. Perkembangan punya batas tingkatan. DBT telah digunakan dengan efektif pada perkembangan
P a g e | 40
aliran koronari untuk diferensiasi dengan ekokardiografi, pada area dyskinesia yang sensitive maupun tidak pada pasien yang myiokard infark yang sedang berlangsung.7 DBT dikontrol dengan hati-hati dengan waktu paruh 2 menit. Tachyphylaxis jarang terjadi tapi dapat dicatat jika diberikan lebih dari 72 jam. Efek seluruh hemodinamik dari DBT termasuk peningkatan CO, penurunan pengisian tekanan ventrikel kiri dan penurunan resistensi
vascular sistematik tanpa peningkatan
kronotropik yang signifikan pada dosis rendah. Telah terbukti efektif sebagai kombinasi dopamine dan nitroprusside pada pengobatan gagal jantung dengan infark lebih efektif dengan dopaminergik. Dopamine, DBT terlihat menghambat hipoksia vasokonstriksi pulmonal. Seperti induk dari komponen isoproterenol, DBT dapat digunakan dalam pengaturan gagal ventrikel kanan dengan baik.7
Isoproterenol Isoproterenol adalah balance potensial dari reseptor ß1 dan ß2 agonis tanpa efek vosokonstriksi. Meningkatkan HR dan kontraktilitas dengan menurunkan tahanan vascular sistemik . walaupun dapat meningkatkan CO, tidak sepenuhnya pada keadaan shock, karena meridisribusi darah kedaerah yang tidak esensial dengan efek pencegahan pada pembuluh darah kutaneus dan vaskuler. Sebagai hasil yang bervariasi dan tidak terprediksi pada CO dan tekanan darah pada pasien dengan shock kardiogenik. Isoproterenol obat disritmogenik yang baik dan pada daerah iskemikmiokard. Efek lambat pada proses iskemia termasuk disritmia jantung, takikardia, dan menurunkan tekanan perfusi diastolic koroner dan waktunya. Meningkatkan oksigenisasi miokardial tapi variasi hemdinamik berkembang menyebabkan obat tidak baik pada pasien shock, khususnya setelah infark miokard akut.7 Isoproterenol berfungsi penuh dalam pengaturan asosiasi gagal jantung dengan bradikardia, asma, dan COR pulmonale. Juga merupakan pacemaker kimiawi yang berguna pada tingkatan yang ketiga blockade jantung hingga pacemaker artificial dapat dimasukkan juga dan juda dipindahkan. Isoproterenol juga
P a g e | 41
bergunauntuk pengobatan hipertensi idiopatik hipertensi pulmonal sekunder. Juga dilaporkan berguna untuk memperbaiki aliran terusan pada pasien dengan penyakit regurgitasi katup aorta tapi tidak akan berguna jika ada juga stenosis.7
TERAPI KOMBINASI Dopamine dan DBT merupakan inodilator primer yang saat ini popular untuk dipakai. Perbandingan dari dua obat ini akan menurunkan efek samping extrakardia yang penting dalam memilih obat juga untuk penggunaan tunggal maupun secara kombinasi. Perbandingan ini karena dopamine dan DBT mempertimbangkan potensi inotropik agent dan efektif pada batas dosis yang sama dari 2-15 µg/kg/mnt. Perbedaannya dapat dibandingkan dengan dosis rendah (0,5-4µg/kg/mnt) dosis medium (5-9µg/kg/mnt), dan dosis tinggi (10-15µg/kg/mnt). Perbandingan ini akan mengilustrasikan efek divergen kedua obat tersebut pada preload dan afterload ketika terbagi milik dari inotropik. Walaupunabat-abat tersebut indikasi untuk keadaan gawat, obat-obat ini secara farmakologi dan tidak dapat ditukarkan. Divergent properties mereka, membuat partikel yang berharga juka digunakan secara kombinasi.7 DBT merupakan katekolamin yang bekerja langsung yang menghasilkan efek positif ß1 inotropik tapi dengan perubahan yang minimal pada HR ß2 maupun tahanan vaskuler (ß2, α1 counteraktion). DBT tidak memasuki tekanan darah walaupun CO berkembang. Dopamine dapat melakukan keduanya. Dopamine dosis rendah dapat memproduksi peningkatan tekanan darah lebih tinggi daripada dosis yang berhubungan dengan aktivitas α1 secara langsung maupun tidak. Peningkatan afterload dengan dopamine dapat juga meningkatkan perbandingan menjadi sebuah efek equal dari DBT.7 DBT tidak memiliki kepentingan klinik dari aktivitas venokonstriktor, kenyataannya dopamine yang meningkatkan pengisian tekanan ventrikel tidak dapat dicatat pada dosis rendah. Respons jantung terhadap semua vasodilator tergantung dari keberadaan pre-existing preload. Pasien yang memiliki acute failure yang normal
P a g e | 42
maupun peningkatan volume end-diastolik mungkin tidak respon terhadap penurunan afterload dan peningkatan CO. Keseimbangan vasodilator seperti nitropruside maupun venodilator seperti nitrat dapat mereduksi CO pada pasien-pasien demikian. Pasien dengan dilatasi ventrikel kiri dan evalasi filling pressure biasanya tidak menghambat perbaikan CO dengan pengurangan afterload. Nilai-nilai ini penting untuk memonitor loading volume sebelum diproses dengan obat-obat vaso aktif Memang pengurangan terapi vasodilator efektivitas long term dihasilkan dari preload yang tidak adekuat, dimana beberapa circumstance sebenarnya dapat berhasil pada terapi obat-obat. Studi ini menyarankan bahwa DBT lebih sedikit meningkatkan HR daripada dopamine terhadap dosis yang diberikan , yang lebih perlu pada pasien dengan penyakit arteri karonania. DBT merupakan arteri karonaria dilator sedangkan dopamine tidak demikian. Dopamine menghasilkan takhikardia pada pasien, bagaimanapun mungkin sedikit perhatian pada pasien sepsis dimana sering terdapat maldistribusi volume, resistensi vaskula yang rendah, dan pre-existing refractory takhikardia tapi memperlihatkan jantung dalam keadaan sehat.7 Keberadaan dopamine secara empiric dalam unit bedah dan DBT pada unit koronaria telah diobservasi dan kemungkinan baik. Pasien bedah yang memiliki defek distribusi dan pergeseran cairan dari trauma mayor serta pembedahan. Hemodinamik dari pasien sepsis ditandai dengan resistensi vascular yang rendah, hipotensi CO yang tinggi dan beberapa tingkatan myocardial depression. Ginjal, distribusi, inotropik dan efek presor dari dopamine akan terlihat ideal pada kondisi ini. Bagaimanapun pergeseran volume darah kesirkulasi sentral, takhikardia, bahkan peningkat afterload tidak dapat diprediksi mungkin tidak sesuai dengan pasien dengan penyakit gagal jantung kongestif juga pada pasien dengan infark akut. DBT, dengan dosis yang berhubungan dengan inotropik, pengurangan afterload, dan relative pada kronotropik terlihat lebih sesuai pada keadaan ini.7 Dobutamin tidak menyebabkan pembebasan NE maupun menstimulasi reseptor DA. Dopamine menyebabkan kedua itu, tapi hasilnya berhubungan dengan dosisnya. Peningkatan efek perfusi ginjal dari dopaminergik terlihat pada dosis
P a g e | 43
rendah DA, dimana NE distimulan hanya dengan dosis tinggi. Dopamine menawarkan keuntungan melebihi beberapa simpatominetik dalam pengaturan syndrome low-output dengan oliguria. Efek ini dikeluarkan pada dosis yang tinggi. DBT tidak selektif dalam meningkatkan aliran darah ginjal tetapi seperti DPX melakukan perbaikan aliran darah ginjal dengan sekunder dengan perbaikan CO dan vasodilatasi ß2. Banyak dari penurunan afterload diobservasi dengan penggunaan DBT yang mungkin berhubungan dengan pengurangan tonus simpatetik dengan memperbaiki aliran darah daripada vasodilatasi. DBT mempunyai spectrum berlawanan dari amrinone. DBT merupakan agen inotropik yang potensial tapi vasodilatasi lemah, dimana amrinone merupakan vasodilator kuat tapi inotrope lemah. 7 Dopamin dan DBT juga mempunyai efek kontras pada vaskularisasi pulmonal. Dopamine dicatat meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan tidak menginhibisi disarankan untuk pasien gagal jantung kanan. DBT menyebabkan vasodilatasi vaskularisasi pulmonal dan menolong untuk terapi gagal jantung kanan dan corpulmonale. Efek adrenergic dari kombinasi simpatomimetika seperti obat tunggal juga adiktif dan kompetitif pada reseptor-reseptornya. Beberapa kombinasi dari obat-obat adrenergic telah digambarkan mempunyai efek sinergik. Sinergisme merupakan aksi gabungan dari beberapa agent sehingga efek kombinasinya lebih besar daripada efek tunggal. Sinergisme ini merupakan sebuah intrepretasi klinik dan efek reseptor yang terlibat sinergis. Sebagai contoh, infuse dari kombinasi dopamine dan DBT telah menghasilkan perbaikan yang lebih besar pada CO dengan dosis rendah daripada dicapai dengan obat tunggal. Walaupun agent inotropik tiap obat mendilatasi vaskuler yang berbeda. Penurunan summasi afterload oleh kedua obat yang dapat menghasilakan perbaikan yang lebih tinggi pada CO daripada dicapai dengan obat tunggal, walaupun pada level inotropik yang sama lebih konsisten dengan reseptor farmakologi dan digunakan untuk menguntungkan dalam pemilihan sehingga mencegah efek samping yang tidak diinginkan dari obat tunggal ketika
P a g e | 44
diberi tambahan dengan tambahan lain. Satu menjadi biasa dengan sedikit agent untuk mengatur keadaan klinik yang beragam.7 Karena pengajian ini, beberapa kombinasi dari obat-obat vasoaktif telah ditemukan berguna memperbaiki hemodinaika pada penyakit kritis. Agent simpatomimetik mengembangkan efek hemodinamik dengan kombinasi terhadap vasodilator. Sebagai contoh jika kerja inotropik positif lebih besar dan kurang efek vasokonstriksi yang lebih kecil. DBT dapat ditambah dengan dopamine. Nitroprusid dapat dicAMPur dengan dopamine atau dikombinasikan dengan inodilator lainnya. Kombinasi juga digunakan untuk meredistribusi CO ke organ vital. Ini yang menyebabkan kombinasi DBT dan dopamine dapat mendistribusi CO keginjal dan vaskularisasi mesenterika, sementara DBT dapat menambahkan penurunan afterload dengan membuka pembuluh darah kulit dan otot. NE telah digunakan dengan baik pada kombinasi dengan dopamine untuk meningkatkan tahanan vascular pada pasien sepsis dengan mendistribusi bagian yang lebih besar dari CO ke ginjal dan mesentrika.7 Studi ini menggunakan kombinasi adrenergic pada pasien dengan gagal jantung secara proporsional karena patofisiologi ß agonist baik dan α agonist buruk untuk meningkatkan karonaria dan CO ketika menurunkan afterload. Merupakan efek yang dihasilkan oleh pompa balon intra aorto. Tidak ada agen vasoaktif tunggal dapat mencapai ini tapi kondisi ini dicapai dengan terapi kombinasi. Karena reseptor dikaji selama terapi kombinasi tingkat infuse yang standart. Monitoring hemodinamik yang invasive berhasil, jika introgenik terjadi. Kondisi lain yang perlu untuk keberhasilan dengan obat-obatan vasoaktif, juga kegagalan miokardium atau vaskularisasi.7
Nonadrenegic Sympathomimetic Agents Adrenergic agonist mengeluarkan aksinya melalui reseptor adrenergic deengan stimulasi langsung maupun tidak melalui pembebasan NE. Adrenergik agonist mungkin katekolamin maupun nonkatekolamin oleh konfigurasi kimia. Obatobat nonadrenergik simpatomimetik juga kerja tidak langsung pada kaskade cAMP-
P a g e | 45
Calcium, eksklusif reseptor. Fungsi dari second messenger (cAMP) dan third messenger (Ca2+) selalu bersama. Konsep ini menguatkan apresiasi yang homogen dari aksi yang luas dari variasi obat-obat yang menjadi tidak berhubungan. Symphatomimetik mempunyai lebih banyak persamaan dalam farmakologi daripada perbedaannya.7
Adenosine Adenosine, telah dipakai lebih dari 50 tahun, telah dikenal sebagai pengobatan klinik yang bermanfaat. Dihasilkan oleh APT juga dibentuk oleh adenine dan gula pentose. Ditemukan pada setiap sel tubuh. Hasil dapat ditingkatkan dengan menstimuli seperti pada hipoksia dan iskemia. Dapat dikombinasikan dengan satu, dua, bahkan tiga phospat untuk jadi AMP, ADP, ATP dengan baik. Nucleus yang ada dimana-mana ini mempunyai efek potensial elektrofisiologi dengan penambahan untuk menjadi ularan yang besar pada regulasi vasomotor. Adenosine diakui memilih efek kardioprotektif dengan regulasi suplai oksigen. Efek kardiovaskular dari adenosis tergantung dari 2 sisi reseptor yang aktif yaitu α1 dan α2. reseptor α1 pada system konduksi mio kardium lebih sensitive, memediasi SA node yang lambat dan SA node yang telat. Reseptor α1 menghambat produksi cAMP yang memiliki formasil yang distimulasi oleh aktifitas ß adrenergic.7 Reseptor otot polos α2 mengambil konsentrasi adenosine lebih tinggi, mediator sistemik dan vasodilatasi karonaria. Reseptor α2 langsung meningkatkan pembentukan formasi cAMP (TABEL 12-7) dan fungsinya tidak tergantung dari aktifitas ß. Adenosin intravena walaupun mempunyai efek kronotropk negative yang signifikan pada SA node selalu dromotropik negative dari AV node.Adenosin meregulasi tingkatan arterium ventrikel dengan tidak berhubungan satu sama lain.7 Adenosine myosin atrium hiperpolarisasi dan menurunkan aksi potensialnya selama melalui peningkatan pengaliran K+ .Merupakan channel regulasi asetilkolin K+. Penampilan adenosine efek dari berbagai asetilkolin, termasuk waktu paruh plasma yang sangat singkat bahkan beberapa detik. Mekanisme antidisritmia dari
P a g e | 46
blockade Ca2+ channel menjadi efek yang tidak langsung dan menstimulasi ß yang perlu saja hadir. Ciri inimenyarankan peraturan yang masuk akal pada katekolamin didalam disritmia. Adesosine mengexhibit beberapa cirri dari antidisritmia primer dari adenosine adalah untuk menyela takikardia dam nodal AV re-entrant, yang berhubungan dengan arus K+, daripada efek arus Ca2+. Indikasi utama dari adenonis adalah paroxysmal supraventrikuler tachycardia (PSVT), yang dapat diakhiri dalam beberapa menit. PSVT berhubungan dengan kategori umum dari takhikardia komplek dengan onset dan penghentian akut. Bentuk yang sering adalah nodus AV re-entri takikardia dan AV reciprocating takhikardia. PSVT menghitung selama kira-kira tiga belas dari seluruh kasus perioperatif disritmia. Studi klinis mendukung penggunaan adenosine untuk pengobatan dari W-P-W syndrome dan re-entrant tachycardia involving AV node. Jenis yang sama menyebabkan adenosine sebuah agent terapi yang efektif yang dapat juga menjadi agent yang ideal untuk mendiagnosa disritmia tipe lain. Insedensi dari kesalahan diagnosis dari disritmia supraventrikular telah dilaporkan menjadi sebesar 15%.7
Xantin. Xantin yang penting adalah teofilin etilendiamin (aminopilin). Katon adalah jenis xantin yang umum. Aminofilin sudah menjadi jenis utama tetap untuk penanganan asma dan bronkopasmus sejak 1902 karena kuatnya efek mimentin ß2 nya. EPI, isopreterenol dan epineprin, biasa digunakan untuk penangan asma karena alasan sama. Jumlah CAMP dalam sel berhubungan dengan magnesium PDE. Enjim ini mengkatlisa secondmesangger 3‟,5‟-cAMP menjadi 5‟ cAMP yang kurang aktif. Tiga enjim PDE utama telah ditemukan yang ditandai sebagai PDE I,II, dan III. Xantin adalah inhibitor PDE akan meningkatkan jumlah cAMP dan respon ß. Meningkatkan cAMP melalui mekanisme ini penting saat pengulangan interaksi yang sulit dan XANTIN. Katekolamin
mempengaruhi
akumulasi
cAMP
dengan
mengaktifkan
adenilsitalase. Peningkatan jumlah katekolamin, kombinasi dengan xantin dapat
P a g e | 47
menyebabkan aktivitas adrenergic sinergis karena meningkatnya produksi dan penurunan pemecahan cAMP.7 Disaritmia jantung sering terjadi pada kondisi ini dan lebih lagi pada saat anastesi umum nalotan. Disratmia jantung yang serius dapat terjadi dengan kombinasi ini jika tidak dikontrol dengan baik.7 Amnofilin IV menyebabkan meningkatnya CO karena efek inotropik positif dan kronotropik. Selain itu juga mengurangi afterload karena efek vasodilatasi ß2. stimulasi jantung masih terjadi dengan adanya ß blok karena xantin bukan reseptordependen terhadap agonisnya. Oleh karena itu, xantin berfungsi sementara pada situasi itu yaitu dihasilkannya ß-blok yang berlebihan. Efek inotropik singkat, berakhir 20-30 menit. Perhatian harus dilakukan saat infuse karena efek samping yang umum termasuk hipotensi dan disarmia serangan juga pernah terjadi.7
Inhibitor Fosfodiesterase. Golongan obat baru telah berkembang yang punya karakter farmakologi yang mendekati karakter inotropik ideal. Golongan ini menyebabkan stimulasi reseptor ß dan atau α. Bahan ini adalahproduk penelitian untuk jenis inotropik nonglikosida, nonkatekolamin. Obat ini kombinasi inotropik positif dengan aktivitas vakodilatasi, seperti xantin bersifat PDE inhibitor tapi berbeda dalam halselektifitas inhibisi DPE III. PDE I dan II menghindrolisa semua nuteleotidasiklik yang mand PDE III bertindak secara spesifik terhadap cAMP, PDE III inhibitor berinteraksi dengan PDE III pada membrane sel dan mendukung pemecahan cAMP.7 Jumlah cAMP yang meningkatkan dan protein tenase diaktifasi untuk meningkatkan fosforilasi SR dalam cascade yang mirip dengan efek obat adrenergic. Pada otot jantung, fosforilasi meningkatkan perpindahan perpindahan alur calsium yang lambat meningkatkan penyimpanan calsium intraseluler., sehingga inotropism meningkat.7 Dalam otot halus pembuluh peningkatan aktivitas cAMP berhubungan dengan vasodilatasi, penurunan resistensi pembuluh perifer dan lusitropism. Amrinon, seperti
P a g e | 48
nitroprusid dan ntrogliserin menyebabkan relaxasi diastole, yang mengakibatkan pengisian ventricular.7 Variasi inhibitor PDE undergoing pengobatan/penanganan klinik. Kontribusi yang sama seperti intropism dan vasodilatasi berbeda satu sama lain. Amrinon dan milrinon satu-satunya inhibitor PDE III. Tingkat efek hemodinamik obat ini tergantung pada dosis derajat inotropik balik dan tingkat deplesi cAMP.7
Amrinion. Amrinon adalah derivate bipirin yang menghasilkan aktivitas inotropik lemah dan efek vasoditari kuat. Karakteristik amrinon, dibandingkan dengan inotropik ideal, hampir mendekati obat ideal tersebut. Obat ini adalah inotropuoral pertama sejak dikenalnya digitalis. Tetapi tidak selalu diberikan dalam bentuk oral. Penelitian dosis tunggal dan efek singkat dari amrinon oral dan iv, menunjukkan hubungan dosis terhadap perkembangan/perbaikan indeks stroke ventrikel kiri (40-80 % meningkat); akhir ventrikel kiri tekanan diastole (40% menurun); tekanan kapiler pulmonary (1044% menurun); tekanan arteri pulmonary (17-33 % menurun); tekanan atriul kanan (16-44% menurun); fraksi ejeksi ventricular kiri (50 % meningkat) dan resistensi vascular sistematik (23-50%), secara signifikan, HR dan tekanan arteri tidak berpengaruh.7 Perbaikan hemodinamik jadi dicatat saat amrinon digunakan kombinasi dengan hidrolazin. Perkembangan lebih baik dibanding penggunaan tunggal. Puncak respon dengan iv terjadi setelah 5 menit. Obat ini kompatibel dengan adrenergic agonist lain. Juga inotropik yang efektif pada pasien yang menerima ß-bloker. Efikasinya pada pasien yang telah diberi digitalis telah dilakukan.7 Terapi amrinone iv sebaiknya diinisiasi dengan dosis 0,75mg/kg bolus yang diberikan diatas 2-3 menit, dilanjukkan dengan infuse untuk pemeliharaan 5-10 µg/kg/mnt disesuaikan dengan monitoring hemodinamik. Dosis tambahan 0,75 mg/kg dapat diberikan 30 menit setelah terapi inisiasi. Harus diperhatikan untuk tidak memberikan bolus t-II cepat karena penurunan secara tiba-tiba pada pembuluh perifer
P a g e | 49
dapat terjadi dan menyebabkan hipotensi parah. Hipontensi bukanlah masalah penting jika tekanan pengisian ventrikel dimonitor dengan tepat. Infuse sebaiknya tidak lebih dari dosis sehari 10 mg/kg, termasuk dosis bolus.7 Amrinone memiliki jarak tingkat infuse yang sama seperti dopamine dan DBT, dan perhitungan dosis mengikuti „rule of six‟ seperti yang dijelaskan pada table 12-19. Amrinone memiliki dua efek samping yang tidak umum trombosit terjadi pada pasien yang menerima pengobatan oral jangka panjang. Hal ini biasa terjadi sebagai respon terhadap pengurangan dosis. Amrinon iv akut tidak menyebabkan trombosit openia. Nekrosis centrilobular hepatic terjadi pada anjing pada pemberian amrinone dosis tinggi selama lebih dari 3 bulan. Tidak ada bukti adanya efek tersebut pada manusia, tetapi implikasi penggunaan halotan pada pasien yang diberikan amrinon jelas ada. Jika efek samping tidak menunjukkan masalah mana obat ini dapat digunakan. Amrinone memiliki index terapi kira-kira 100:1 dibandingkan 1,2 : 1 dengan glikosida digitalis.7
Milrinone. Milrinone adalah inotropk bipiridin yang menderivat amrinone. Memiliki 20 kali potensi inotropik dari senyawa induk. Milrinone aktif secara iv dan oral dan memiliki efek jangka pendek terhadap hemodinamik pada pasien yang menderita gagal jantung kengestif refraktori parah. Perbaikan CO adalah hasil dari kombinasi peningkatan kontraktilitas miokardia dan vasodilatasi perifer. Pengobatan dengan milrinone secara oral selama lebih dari 11 bulantelah efektif dan ditoleransi dengan baik tanpa adanya demam, trombositopenia, atau efek gastrointestinal. Milrinone baru-baru ini telah dibuktikan untuk terapi secara iv untuk gagal jantung kongestif. Pemberian dosis besar 50 µg/kg/mnt – 0,75 µg/kg/mnt (tidak lebih dari 1,13 µg/kg/hari). Dosis harus disesuaikan pada pasien gagalginjal karena milrinone di ekskresikan dalam urin primer dalam bentuk unkonjugat.7 Enoximone.
P a g e | 50
Enoximone adalah inhibitor PDE III yang terbaru yang telah terbukti sesuai pada pasien yang menderita gangguan fungsi miokardial parah. Enoximone merupakan turunan imidazol yang secara struktur tidak berhubungan dengan digitalis, katekolamin, atau amrinone. Golongan ini tidak diimplikasikan pada bahaya platelet. Efek hemodinamiknya mirip seperti yang diberikan amrinone. Obat ini muncul menjadi inotropik yang paling potensial daripada amrinone yang efek inotropiknya masih ditanyakan. Enoximone menghasilkan vasodilatasi anterior pulmonary dan sistemik dank arena itu bisa diklasifikasikan sebagai inodilator. Peningkatan apapun dalam konsumsi oksigen miokardial (MVO2) melalui peningkatan dalam inotropism terhitung dari penurunan afterload dan pengurangan ukuran ventricular. Obat ini telah diberikan baik secara teknik bolus dan infuse. Obat ini telah digunakan secara primer pada pasien dengan shok kardiogenik dan untuk menghentikan dari bypass kardiopulmonary. Penggunaannya juga pada pasien yang terbukti refraktori terhadap terapi katekolamin. Dosis terapi defenitif tidak tetap tapi beberapa penelitian diberikan 1-2 mg/kg bolus diikuti infuse 3-10 µg/kg/mnt. Dalam berbagai kasus C1 dan SV meningkat dengan penurunan tekanan pengisian ventricular ISVR dan PVR. Tidak ada peningkatan detak jantung yang dilaporkan. Teknik bolus sendiri telah membantu dalam menghentikan pasien dari bypass kardiopulmonari tanpa mempengaruhi detak jantung atau menyebabkan aritmia.7
Glukagon . Glukagon adalah polipeptida rantai tunggal dengan 29 asam amino yang sekresikan melalui pancreas sel dan sebagai respon hipoglikemia. Hati dan ginjal berperan dalam degredasinya. Efek yang terkenal dari horman manusia ini adalah sebagai berikut : 1. menghambat motility gastik 2. meningkatkan ekskresi elektrolit anorganik dari urin. 3. meningkatkan sekresi insulin 4. glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatic
P a g e | 51
5. anorexia 6. efek inotropik dan teronotropik jantung.7 Perhatian
kecil
diberikan
terhadap
glukagon
sampai
1968,
ketika
didemostrasikan memberikan efek inotropik dan kronotropik positif pada canine hati. Glukagon dengan aktivasi Gs tipe protein G, peningkatan aktivasi adenil siklase yang mirip pada NE, EPI dan isoproterenol.7 Aksi kardian glukagon tidak diblok oleh blockade ß atau deflesi teatekolamin. Glukagon kontras dengan xantin jarang menyebabkan disritmia, bahkan pada penanganan iskemia penyakit jantung, hipokalemia dan toksisitas digitalis. Glukagon dapat memiliki aktifitas anti disritmik pada toksisitas digitalis karena telah ditunjukkan meningkatkan konduksi AV node pada pasien dengan berbagai blok AV. Sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalamifibrilasi atrial. Pada manusia, dosis iv 1-5 mg glukagon meningkatkan kardiak index, rata-rata tekanan atrial dan kontraktilitas ventricular, bahkan dengan adanya terapi digitalis. Glukagon dapat dicampur dengan 5 % dektrosa dalam air dan stabil selama jangka waktu panjang. Setelah dosis bolus, aksinya hilang sekitar 30 menit kemudian. Infuse lanjutan 5µg/kg/mnt dibatasi dengan initial bolus 50µg/kg/mnt. Onset terjadi 1-3 menit dan puncak pada 10 -15 menit.7 Mual dan mentah adalah efek samping yang umum pada pasien yang bangun sadar, terutama setelah dosis bolus. Hipokalemia, hipoglisemia dan hiperglisemia juga terlihat karena kegunaan glukagon pada pasien jantung, penggunaannya tidak menjadi popular. Hal ini mungkin berhubungan dengan harganya yang mahal dan metabolisme ganda dan efek fisiologi yang umum setelah pemberian.7 Hormone pankreatik ini berguna saat pendekatan konvensional telah membuktikan pada hal-hal berikut ini : 1. Sindrom CO rendah mengikuti by pass kardiopulmonary. 2. Sindrom CO rendah dengan infraksi miokardia. 3. Gagal jantung kngestif kronis. 4. Kelebihan blockade ß-andrenergik.7
P a g e | 52
Glikosida digitalis. Aksi/peran glikosida digitalis yang paling penting dengan pengaruhnya terhadap kontraktilitas miokardia, konduksi dan ritme. Glikosida lebih disukai digunakan dalam anestisoologis dengan digixin.7 Prinsip penggunaan digoxin adalah untuk pengobatan gagal jantung kongestif dan mengontrol supraventrikular cardial disritmia sp fibrikasi atrial. Digoxin adalah salah satu dari beberapa inotrop positif yang tidak meningkatkan denyut jantung (HR). Digoxin meningkatkan miokardial inotropism dan automatisiti tapi memperlambat propagasi inpuls melalui jaringan konduksi walaupun hampir 2 abad digunakan, mekanisme hanya belum pasti. Digitalis memfasilitasi masuknya kalsium kedalam sel miokardial dengan memblok pompa Na+, K+, adenosine trifospat. Influx Ca ini dapat dihitung untuk aksi inotropik positif karena respon inotropik bukan katekolamin atau reseptor ß dependen dan oleh karena itu efektif pada pasien yang mendapat obat ß blok. Mekanisme inhibisi transport enzim ini juga menghasilkan hilangnya K+ dari sel miokardial. 7 Hal ini mengkontribusi toksisitas digitalis dengan hipokalemia. Calsium mempotensiasi efek toksin digitalis. Perhatian ektrim sebaiknya diawasi saat kalsium diberikan pada pasien yang diberikan digitalis atau saat pemberian digitalis dimaksudkan pada pasien dengan hiperkalsemia.7 Indikasi
umum
untuk
glikosida adalah pada pemeliharaan cardiac
takidisritmia kronik. Cardiac disritmia secara berlawanan, efek samping yang paling umum. Sinkron dengan detak jantung penting dalam penentuan CO dan digoxin dapat berguna saat gagal jantung yang disebabkan oleh takidisritmia, bahkan dalam iskemia miokardial. Tetapi penggunaan ß atau blok saluran calsium meningkat karena keduannya mereduksi secara keseluruhan komsumsi oksigen miokardial. Efek inotropik positif digoxin potensial digunakan pada kasus tertentu dari sindro CO rendah. Digoxin sehubungan dengan dosis menyebabkan peningkatankontraktilitas baik jantung normal maupun gagal jantung. Batas ditentukan pada pencapaian inotropism tertinggi dari perkembangan disritmia serius.7
P a g e | 53
Kebingungan ada sejak dulu tentang apakah digitalis meningkatkan atau menurunkan konsumsi oksigen miokardial. Hal ini berdasarkan pada pengawasan tentang peningkatan inotropism digoxin meningkatkan MVO2 pada pasien jantung normal tapi menurunkan pada pasien gagal jantung. Tekanan berkembang dalam dinding ventricular adalah penetapan pertama dari konsumsi oksigen melalui pembatasan kontraktilitas tekanan dinding dan MVO2 pada pemberian afterload akan menurun dengan pengurangan pada ventrikel radius dan HR.7 Hal ini dapat mengobservasi klinis bahwa angina selalu diturunkan dengan digoxin pada pasien dengan kardiomegali, dimana angina dapat ditingkatkan dengan digitalis pada pasien dengan penyakit iskemia tanpa kardiomegali. Digitalis bertujuan untuk meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dalam keadaan normal dengan efek vasokonstriksi langsung. Gagal jantung kongestif yang tidak diterapi disertai resistensi vascular periver yang tinggi mengkonpensasi aktivasi SNS. Keberhasilan terapi dengan digitalis biasanya mengurangi resistensi sebagai peningkatan kontraaktilitas meningkatkan CO. Merupakan hasil dari pembebasan SNS dengan memperbaiki fungsi jantung. Penyebabnya harus dikerjakan bagaimanapun pemberian digoxin iv atau duobain diatur dengan peningkatan afterload akan ditiadakan. Efek dari vasokonstriktor perifer dapat terjadi menghasilkan gagal jantung kongestif yang memburuk. Keuntungan inkonsisten hemodinamik terjadi pada digitalis, pada gagal jantung kongestif diikuti infark miokardial. Itu tidak punya keuntungan pada shock kardiogenik dan telah terbukti potensial pada pasien dengan infark miokardial tanpa komplikasi karena vasokonstriksinya dan efek dari konsumsi oksigen miokardial pada keadaan kardiomegali.7 Digoxin merupakan sesuatu yang berharga pada pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh iskemik, valvular, hipertensi dan penyakit jantung congenital. Pasien dengan kardiomiophaty dan COR pulmonale juga berguna. Perhatian harus diatur pada kondisi dimana penggunaan digitalis tidak
P a g e | 54
berguna dan potensial. Termasuk juga mitral stenosis dengan irama sinus normal dan perikarditis konstriktif dengan tamponade. 7 Tanda dan gejala dari stenosis subaortik hipertropik diopati eksasebasi dengan digitalis. Dengan peningkatan dari kekuatan kontraksi obstruksi maskular dapat ditingkatkan. Sama pada penggunaan digitalis pada pasien dengan stenosis infundibular pulmonal, seperti pada tetralogy of fallot. Augmentai dari kontraktilitas dapat mengurangi aliran darah pulmonal yang telah tersedia. Hati-hati terhadap reaksi toksik dari digitalis pada usia tua dan pasien yang mengalami hipoksemia arteri, asidosis renal compromise, hipotiroid, hipokalemia atau hipomagnesia sebaik pada pasien menerima quinidine atau calsium channel blokers. Pada pasien dengan diminished cardiac reserve yang pada bedah mayor yang menghasilkan controversial dari profilaktif digitalis. Indikasi untuk preoperative digitalis yang termasuk profilaktif dari digoxin harus dipertimbangkan termasuk : 1. gagal jantung sebelumnya 2. pembesaran jantung 3. gangguan aliran koroner menurut elektrokardiogram 4. usia 60 tahun keatas 5. usia 50 tahun keatas sebelum operasi jantung 6. antisipasi kehilangan darah massif 7. fibrilasi atrium 8. pembedahan cardiovascular 9. gangguan rematik.7 Ketika terdaftar kemungkinan perioperatif digitalis, point-point yang harus diperhatikan : 1. Keseimbangan oksigen miokar diterapi dengan tidak gagal jantung nondilatasi. 2. Ratio terapi dan toksik digitalis rendah 3. Obat-obat inotropik yang lebih sedikit toksik dan dapat dihentikan dengan segera siap di available.
P a g e | 55
4. Verapamil atau ß bloker lebih efikasi tak disritmia supra ventricular tidak diawali dengan gagal jantung. 5. Digitalis dapat menyebabkan disritmia berat pada pasien yang tidak stabil. 6. Konsentrasi dari potasisium serum dapat fluktuasi pada pasien bedah dengan penyakit kritis. 7. Disritmia
jantung
dapat
terjadi
pada
kehadiran
digitalis
harus
dipertimbangkan penomena toksik. 8. Digitalis pada disritmia jantung sulit diterapi. 9. kompromi ginjal menghasilkan efek toksik dengan dosis maintenens standar. 10. Cardioversion dapat bahaya setelah keberadaan digitalis. 11. Setelah terapi awal digitalis keberadaan dari obat-obat alternative menjadi lebih komplit.7
Calsium Salt Ringer established merupakan kalsium yang penting pada kontraksi jantung lebih dari 150 tahun yang lalu. Merupakan kepentingan yang besar pada genesis dari aksi potensial dari kardia dan kunci pengawasan storage controlling energi intraselluler dan penggunaan. Pergeseran dari calsium ekstraseluler menyilang membrane juga fungsi otot polos uteri sebaik otot polos pembulus darah. Hanya dengan pembaharuan telah kita awali apresiasi dari aturan kritis bahwa kalsium bekerja pada spectrum luas dari proses biologi, dari koagulasi menuju transmisi muscular. Obat-obat sympatomimetik meningkatkan kalsium influks transmembran, dimana ß bloker dan calsium cannel bloker menghambat pergerakan.7 Walaupun molekulnya simple kalsium merupakan salah satu dari obat-obat yang dipahami. Calsium klorida sering bagian dari terapi tibrilasi ventrikel walaupun data tersebut mendukung indikasi discan. Ada data yang dikonfirmasi kapabilitasnya untuk mengawali fibrilasi ventrikel dalam persamaan dengan EPI. Walaupun banyak efek dari EPI adalah medisiasi kalsium , kedua obat-obat tersebut jelas dan tidak
P a g e | 56
identitas kenyataannya bahwa EPI dapat meningkatkan keberhasilan defibrilasi dengan memperkuat pola fibrilasi yang terlihat basis karena penggunaan kalsium salts. Asumsi belum dicobakan atau dokumentasi klinikal. The American Heart Assosiation mempunyai rekomendasi penggunaan kalsium selama cardiac arrest kecuali ketika hiperkalemia, hipokalemia, atau kalsium entry toksisitas berada.7 Secara tradisional kalsium glukonat telah dipersiapkan pada pasien pediatric dan kalsium klorida pada pasien dewasa. Data terdahulu menyarankan bahwa kalsium klorida memproduksi lebih tinggi secara konsisten dan tingkat yang dapat diprediksi dari ion kalsium daripada dosis equivalent dari persiapan lain. Studi baru-baru ini telah membuktikan bahwa ionisasi dari berbagai persiapan dengan segera dan cukup efektif . Kalsium intravena efektif pada hipotensi reversal transient sebagai hasil depresi miokardium dari obat-obat. Volatile anastesi yang bagus. Beberapa klinisi merasa bahwa kejadian berulang dari respon hipotensi. Pada intraoperasi terhadap kalsium klorida mungkin sebuah indikasi terhadap pemberian digoxin. Kalsium klorida juga diberi pada terminasi bypass cardiopulmonal untuk menghentikan deppresi miokardium yang berhubungan dengan potassium kardioplegia. Penggunaan dari garam kalsium dengan jelas merupakan indikasi selama transfuse massif atau cepat dari darah sitrat. Sitrat binds kalsium dan transfuse cepat dari darah sitrat menghasilkan depresi miokardium secara reversible dengan kalsium.7 Tiga bentuk dari garam kalsium adalah kalsium klorida, kalsium glukonat dan kalsium gluceptal. Kalsium klorida menghasilkan hanya sekitar 10-20 menit meningkatkan untuk CO. Jika efek inotropik diperlukan untuk memperpanjang periode waktu, agent inotropik lain seharusnya diseleksi. Bolus dengan dosis 2-10 µg/kg (1,5µg/kg/mnt) kalsium klorida dapat menghasilkan perbaikan yang sedang pada kontraktilitas. Pengaturan cepat dari garam kalsium jika jantung melemah dapat menghasilkan bradikardi dan harus digunakan karena pasien yang telah diberi digitalis berbahaya terhadap efek toksiknya. Kalsium gluceptal dapat diberi dengan dosis 5-7 ml (4,5-6,3mEq) dan kalsium glukonat dengan dosis 10-15 ml (4,8-7,2 mEq). Dosis-dosis ini equevalen dengan kalsium klorida tidak stabil dan tidak tahan
P a g e | 57
lama pada frekuensi penggunaan. Seluruh garam kalsium akan presipitasi sebagai kalsium karbonat jika digabung dengan sodium bikarbonat. 7
P a g e | 58
BAB III PENUTUP
Penggunaan obat-obatan adrenergik memiliki variasi yang luas dalam medikamentosa, khususnya obat-obatan inotropik/vasopressor yang sangat terkait dengan pengobatan di bidang kardiovaskuler. Hal ini tak lepas dari farmakologi obat tersebut yang memilik kekhasan dalam selektifitasnya terhadap reseptor-reseptor dan efek yang timbul sebagai respons akan stimulus. Kearifan dalam penggunaan obat-obatan ini tentu sangat akan membantu progresifitas pada pengobatan penyakit-penyakit.
P a g e | 59
DAFTAR PUSTAKA
1. Ludman A, Kruger W.Acute heart failure. Germany: Birkhauser Verlag AG; 2009.p.104-35. 2. Trevor P, Nora MV, Raymon LP, Davis C. USMLE step 1 pharmacology notes. USA: Kaplan Inc; 2002.p.109-39. 3. Ezekiel MR. Handbook of anesthesiology. 2004-2005 Edition. (online), (http://www.scribd.com, diakses 7 Agustus 2009). 4. Weinshilboum R. Inheritance and drug response. NEJM 2009; 348;6. 5. Oh P. Clinical pharmacology. 2002; (online), (http://scribd.com, diakses 31 Agustus 2009). 6. Neal Mj. Medical pharmacology at a glance. Fourth Edition.USA: Blackwell Science Ltd; 2002.p.42-24. 7. NN. Autonomic nervous system: physiology and pharmacology. (online), (http://www.scribd.com, diakses 4 September 2009). 8.Roach SS. Introductory clinical pharmacology. 7th (online),(http://www.scribd.com, diakses 1 September 2009).
Edition,
2007;
9. Westerhof N, Stergiopulos N, Noble MIM. Snapshots of hemodynamics. Boston: Springer Science and Business Media, Inc; 2005.p.91-49. 10. Mariyono HH, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam 2007; 94-85.