USULAN GROUND MOTION UNTUK EMPAT KOTA BESAR DI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN HASIL ANALISIS SEISMIC HAZARD MENGGUNAKAN MODEL SUMBER GEMPA 3 DIMENSI
TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Oleh RAKHINDRO PANDHU MAHESWORO NIM : 25005025 Program Studi Rekayasa Geoteknik
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
ABSTRAK USULAN GROUND MOTION UNTUK EMPAT KOTA BESAR DI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN HASIL ANALISIS SEISMIC HAZARD MENGGUNAKAN MODEL SUMBER GEMPA 3 DIMENSI Oleh Rakhindro Pandhu Mahesworo NIM : 25005025
Getaran pada tanah yang diakibatkan oleh perambatan gelombang gempa dapat digambarkan melalui data ground motion dalam bentuk acceleration time histories yang tercatat pada instrumen di stasiun pencatatan. Dengan ground motion ini dampak kejadian gempa bumi di suatu daerah dapat diketahui secara obyektif dan terukur (kuantitatif). Untuk wilayah Indonesia khususnya Pulau Sumatera, data ground motion yang tersedia masih sangat terbatas. Data catatan gempa umumnya berbentuk informasi mengenai lokasi pusat gempa, magnitude, kedalaman serta mekanisme gempa. Studi ini berisi pembahasan mengenai metode pembuatan ground motion dan ground motion yang diusulkan untuk empat kota utama di Pulau Sumatera.yang memiliki sejarah kegempaan aktif, yaitu kota Banda Aceh, kota Padang, kota Bengkulu, dan kota Bandar Lampung. Studi diawali dengan identifikasi sumber gempa yang dilakukan berdasarkan data histori s kejadian gempa dalam radius jarak 500 km dari lokasi studi dimana pada jarak ini sumber gempa diasumsikan masih memberikan pengaruh yang signifikan. Pembuatan model zona sumber gempa dilakukan berdasarkan hasil identifikasi sumber gempa dan kajian seismotektonik dan geologi regional. Model zona sumber gempa dibedakan untuk mekanisme gempa subduksi dan gempa kerak dangkal (shallow crustal), dimana mekanisme gempa subduksi sendiri terbagi atas zona megathrust/interface pada kedalaman hiposenter kurang dari 60 km dan zona benioff/intraslab pada kedalaman hiposenter lebih dari 60 km. Pengolahan dengan metode statistik terhadap data historis kejadian gempa dilakukan untuk menghasilkan data yang independen yang diperlukan dalam penentuan parameter seismik. Pengolahan ini meliputi konversi skala magnitude, analisis pemilahan gempa utama (main shocks) dengan gempa awalan/susulan (foreshocks/aftershocks) serta analisis kelengkapan data gempa (completeness). Parameter seismik menggambarkan karakteristik dan aktifitas kegempaan di tiap zona sumber gempa dan diperlukan sebagai input dalam PSHA. Parameter ini meliputi reccurence rate dan b-value, magnitude maksimum, slip rate dan fungsi atenuasi. Dengan model sumber gempa 3 dimensi, PSHA menghasilkan nilai percepatan maksimum (peak ground acceleration/PGA) dan response spectra di batuan dasar yang lebih akurat. PSHA dalam studi ini dilakukan untuk periode ulang gempa 500 tahun (9.5% probabilitas dalam 50 tahun). Response spectra di batuan dasar kemudian diskalakan untuk periode spektral T=0.2 detik dan T=1.0 detik guna mendapatkan target spectra. Analisis spectral matching dari response spectra gempa karakteristik terhadap target spectra menghasilkan scaled spectra
dan scaled acceleration time histories di batuan dasar yang diusulkan sebagai ground motion desain dalam studi ini. PSHA dan analisis spectral matching dalam studi ini dilakukan menggunakan program komputer EZ-FRISKTM Version 7.20 dari Risk Engineering Inc.
Kata kunci : ground motion, acceleration time histories, PSHA, model sumber gempa 3 dimensi, target spectra, spectral matching, EZ-FRISK
ABSTRACT
PROPOSED GROUND MOTION FOR FOUR CAPITAL CITIES IN SUMATERA REGION BASED ON SEISMIC HAZARD ANALYSIS RESULT USING 3-D FAULT SOURCE MODEL BY Rakhindro Pandhu Mahesworo NIM : 25005025
Vibration of the ground due to seismic waves propagation can be clearly described by amounts of ground motion data in terms of acceleration time histories which is recorded at the station. Therefore, by interpretation of these ground motion data, evaluation of the effect of earthquake within a region can be conducted in objective and quantitative ways. Unfortunately, available recorded data for Indonesia and Sumatera region are mainly about the location of epicenter, magnitude, focal depth, and earthquake mechanism. Based on the condition, the study presents a method of developing proposed ground motion for four capital cities in Sumatera region which are seismically active i.e. Banda Aceh, Padang, Bengkulu, and Bandar Lampung. The study is discussed in the form of research methodology, and started with identification and collection of historical earthquake data within a radius of 500 km that significantly contributed to seismicity condition in site location of interest. By considering the seismotectonic and regional geologic aspects, the collected data are then used as a consideration in the making of earthquake source models. Distinction has been made to earthquake model as subduction model and shallow crustal model. Thus, subduction model itself are separated between megathrust zone, a zone with focal depth equal or less than 60 km, and benioff zone, a zone with focal depth more than 60 km. Several method which used in statistical operation of the data are magnitude scale conversion, analysis of dependency, and analysis of completeness. Seismic parameters illustrate characteristic and earthquake activity in every source of earthquake zone and needed as input in PSHA. This parameter covers recurrence rate and b-value, maximum magnitude, slip rate and attenuation function. Furthermore, analysis of seismic hazard for 500 years of return period is performed based on probabilistic concept using 3-dimensional source model which is derived from these earthquake models and seismic parameters. This analysis gives accurate results of peak ground acceleration and response spectra at bedrock. Response spectra at bed-rock afterwards put into scale for spectral period of 0.2 sec and 1.0 sec to obtain the target spectra. Analysis of spectral matching from characteristic earthquake response spectra to target spectra results the scaled spectra and the scaled acceleration time histories at bed-rock which is proposed as ground motion design in this study. PHSA and spectral matching analysis in this study is performed by using computer program EZ-FRISKTM Version 7.20 from Risk Engineering Inc. Keywords : ground motion, acceleration time histories, PSHA, 3-D fault source model, target spectra, spectral matching, EZ-FRISK
USULAN GROUND MOTION UNTUK EMPAT KOTA BESAR DI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN HASIL ANALISIS SEISMIC HAZARD MENGGUNAKAN MODEL SUMBER GEMPA 3 DIMENSI
Oleh Rakhindro Pandhu Mahesworo
NIM : 25005025
Program Studi Rekayasa Geoteknik Institut Teknologi Bandung
Menyetujui, Pembimbing Tanggal 19 Mei 2008
(Ir. Masyhur Irsyam, MSE.Ph.D.)
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKi yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Dipersembahkan kepada Istriku Tercinta, alm.Bapak dan Ibu, Papa dan Mama, serta Adik-adikku
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Masyhur Irsyam ,MSE., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, terkait penulisan tesis ini. Terima kasih dihaturkan kepada Ir. Endra Susila, M.T., Ph.D., dan Ir. Hasbullah Nawir, M.T., Ph.D. selaku dosen penguji atas segala saran, nasihat, dan masukan teknis selama ujian seminar dan sidang tesis ini.
Penulis juga meghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ir.Donny Triananda Dangkua, M.T.
2.
Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
3.
Dr.P.J. Prih Harijadi, Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
4.
I Nyoman Sukanta, S.Si., M.T, Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
5.
Guswanto M.Si., Puslitbang Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
6.
Eko Heriyanto, S.T., Puslitbang Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
7.
Dr.Theo F.Najoan, Pusat SDA Departemen Pekerjaan Umum
8.
Dr.Wahyu Triyoso, Departemen Meteorologi dan Geofisika, ITB
9.
Ir. I Wayan Sengara, MSCE., Ph.D., PPAU-IR ITB
10.
Ir. Engkon Kertapati, Badan Geologi Departemen ESDM
11.
Staf Pengajar Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil Rekayasa Geoteknik , Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB
12.
Sahabat-sahabat Rumah C Engineering
13.
Staf Tata Usaha S2 Teknik Sipil ITB
14.
Staf Teknik Balai Geoteknik Pusat Jalan dan Jembatan Dep.PU, Fahmi, ST.MT., Desyanti, ST. , Nu’man, ST.
15.
Geoteknik 2005 : Irwan Lie Keng, ST., MT., I Nengah Sukertha, ST.MT., Fritz Rudolph, ST., Inggrid Multirezeki, ST., A.Vari S., ST.
16.
Rekan-rekan S2 dan S3 Geoteknik Angkatan 2004, 2006, 2007
17.
Istriku tercinta, dr. Dneska Woro Andini
18.
Eyang H.K.R.M.H. Sriyanto Kusumo sarimbit
19.
Bapak dan Ibu, alm.Ir.Harijadi P.Ismojo dan Ir. Indrawati Soepardjo
20.
Papa dan Mama, Ir.Harijono Moehardjo M.Sc. dan Ir, Sri Woro B.Harijono.M.Sc.
21.
Adik-adikku, Ir. Rahindradi Puntho Dwi Sambodho, dr. Andino Zavtra, dan Ir. Rahtanti Widiasari
22.
Kel.Besar Harijadi P.Ismojo dan Kel.Besar Indrawati Soepardjo
23.
Kel. Besar Harijono Moehardjo dan Kel. Besar Sri Woro B.Harijono
24.
Sahabat-sahabatku
25.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu rekayasa kegempaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan, sebagai koreksi dan masukan dalam studi ini. Bandung, Mei 2008
DAFTAR ISI Daftar Isi
i
Daftar Gambar
iv
Daftar Tabel
xiii
Bab I Pendahuluan
I-1
I.1
Latar Belakang
I-1
I.2
Tujuan Penelitian
I-3
I.3
Lingkup Penelitian
I-4
I.4
Metodologi Penelitian
I-4
I.5
Sistematika Penulisan
I-7
Bab II Tinjauan Pustaka
II-1
II.1 Gempa Bumi dan Seismologi
II-1
II.1.1 Gelombang Seismik
II-2
II.1.2 Continental Drift dan Plate Tectonic
II-4
II.1.3 Patahan
II-10
II.1.4 Teori Elastic Rebound
II-12
II.1.5 Notasi Geometrik
II-13
II.1.6 Lokasi Gempa
II-14
II.1.7 Ukuran Gempa
II-15
II.2 Strong Ground Motion
II-21
II.2.1 Pengukuran Strong Ground Motion
II-22
II.2.2 Parameter Ground Motion
II-23
II.3 Analisis Seismic Hazard
II-27
II.3.1 Identifikasi dan Evaluasi Sumber-sumber Gempa
II-27
II.3.2 Analisis Seismic Hazard Probabilistik
II-28
II.3.3 Konsep Probabilistik Untuk Model Sumber Gempa Tiga Dimensi Dalam Program Komputer EZ-FRISKTM
i
II-37
II.4 Pembuatan Ground Motion
II-40
II.4.1 Spectral Matching Dalam Program Komputer EZ-FRISKTM
Bab III Kondisi Seismotektonik Wilayah Sumatera
II-41
III-1
III.1 Seismotektonik Indonesia
III-1
III.2 Seismotektonik Pulau Sumatera dan Sekitarnya
III-8
III.2.1 Zona Subduksi Sunda Arc Bagian Barat (Segmen Sumatera)
III-10
III.2.2 Zona Transformasi Patahan Sumatera
III-13
III.2.3 Patahan Dangkal Selat Sunda
III-17
Bab IV Parameter Seismik
IV-1
IV.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Gempa
IV-1
IV.1.1 Konversi Skala Magnitude
IV-3
IV.1.2 Analisis Pemisahan Gempa Utama
IV-4
IV.1.3 Analisis Kelengkapan Data Gempa
IV-7
IV.2 Pemodelan Sumber Gempa dan Profil Hiposenter
IV-11
IV.3 b-Value dan Annual Rate
IV-19
IV.4 Magnitude Maksimum dan Slip Rate
IV-23
IV.5 Fungsi Atenuasi
IV-25
Bab V Hasil Analisis Seismic Hazard Dan Ground Motion Desain
V-1
V.1 Logic Tree
V-1
V.2 Analisis Seismic Hazard
V-3
V.2.1 Seismic Hazard Exposure
V-4
V.2.2 Probabilistic Hazard Spectra
V-6
V.2.3 Hasil Analisis Seismic Hazard dengan Fungsi Atenuasi Next Generation Attenuation (NGA)
V-19
V.2.4 Kurva Deagregasi dan Controlling Earthquake
V-27
V.2.5 Target Spectra (Scaled Spectra)
V-32
ii
V.3 Time Histories
V-41
V.3.1 Spectral Matching
V-41
V.3.2 Ground Motion Desain
V-58
Bab VI Kesimpulan dan Saran
VI-1
VI.1 Kesimpulan
VI-1
VI.2 Saran
VI-3
Daftar Pustaka
xviii
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Kerusakan yang ditimbulkan oleh fenomena akibat gempa bumi (dimodifikasi dari Wikipedia.org, 2007) .................................................I-1 Gambar II-1Riwayat terjadinya gempa bumi (Tarbuck & Lutgens, 2001) ..................... II-1 Gambar II-2 Gelombang seismik berupa gelombang badan (USGS, 2007) ................... II-2 Gambar II-3 Gelombang seismik berupa gelombang permukaan (USGS, 2007) ........... II-3 Gambar II-4 Teori continental drift (Wegener, 1912) .................................................... II-4 Gambar II-5 Major tectonic plates, mid-oceanic ridges, trenches, dan transform fault pada permukaan bumi, tanda panah menunjukkan arah pergerakan lempeng (Fowler, 1990) ........................................................................ II-5 Gambar
II-6
Titik-titik merah menunjukkan sebaran episenter gempa yang menggambarkan aktifitas seismik. Gempa terjadi pada batas pertemuan lempeng (dimodifikasi dari IISE BRI Tsukuba, 2002) .......................... II-6
Gambar II-7 Struktur bumi dan arus konveksi dalam selimut bumi (Noson,dkk., 1988) II-7 Gambar
II-8
Spreading ridge pada kerak samudera (dimodifikasi dari www.gasd.k12.pa.us, 2005) ................................................................... II-8
Gambar II-9 Zona subduksi, kerak samudera menunjam ke bawah kerak benua (dimodifikasi dari www.gasd.k12.pa.us, 2005) ..................................... II-9 Gambar II-10 Zona patahan transformasi pada kerak benua (dimodifikasi dari www.gasd.k12.pa.us, 2005) ................................................................... II-9 Gambar II-11 Gerakan patahan dengan mekanisme dip slip (dimodifikasi dari www.hp1039.jishin.go.jp, 2007).......................................................... II-11 Gambar II-12 Gerakan patahan dengan mekanisme strike slip (dimodifikasi dari www.hp1039.jishin.go.jp, 2007).......................................................... II-11 Gambar II-13 Oblique fault (Crystal Wicker, 2007) ..................................................... II-12 Gambar II-14 Teori elastic rebound (Reid, 1911) ......................................................... II-13 Gambar II-15 Notasi geometrik untuk menggambarkan lokasi gempa (Shakal & Bernreuter , 1981; Boore & Joyner, 1982) ......................................... II-14 Gambar II-16 Penentuan lokasi episenter dengan metode grafis (dimodifikasi dari Foster, 1988) ................................................................................................... II-15
iv
Gambar II-17 Perbandingan berbagai skala intensitas gempa (Richter, 1958; Murphy & O’Brien, 1977) .................................................................................... II-17 Gambar II-18 Penentuan skala lokal Richter berdasarkan amplitudo dan jarak episenter atau waktu tiba gelombang p-s (Richter, 1933) .................................. II-18 Gambar II-19 Pencatatan ground motion dengan seismograf (dimodifikasi dari http://earthsci.org, 2007) .................................................................... II-22 Gambar II-20 Prinsip kerja seismograf berdasarkan sistem derajat satu kebebasam dengan massa (mass), pegas (spring), dan peredam (damper) (Kramer, 1996) .. II23 Gambar II-21 Data pencatatan ground motion berupa time histories terhadap percepatan, kecepatan, dan perpindahan (Kramer, 1996) ...................................... II-24 Gambar II-22 Kandungan frekuensi dalam respon spektra (Kramer, 1996)................. II-26 Gambar II-23 Tahapan dalam analisis seismic hazard probabilistik (Kramer, 1996) .. II-29 Gambar II-24 Geometri model sumber gempa (a) patahan pendek yang dimodelkan sebagai point source (b) patahan dangkal yang dimodelkan sebagai linear source (c) sumber gempa 3-dimensi (Kramer, 1996).......................... II-30 Gambar II-25 Distribusi probabilitas jarak untuk berbagai geometri sumber gempa (Kramer, 1996) .................................................................................... II-31 Gambar II-26 Gutenberg-Richter recurrence law (Kramer, 1996) ............................... II-32 Gambar II-27 Recurrence law berdasarkan data seismik (Gutenberg-Richter law) dan data geologi (characteristic law ) (Kramer, 1996) ...................................... II-33 Gambar II-28 Contoh logic tree (Coppersmith & Youngs, 1986) ................................. II-35 Gambar II-29 Contoh kurva deagregasi untuk menentukan controlling earthquake (Irsyam, dkk., 2006)............................................................................. II-36 Gambar II-30 Karakteristik patahan dalam program komputer EZ-FRISKTM (Risk Engineering, 2007) .............................................................................. II-38 Gambar II-31 Definisi jarak pada patahan dalam program komputer EZFRISKTM (Risk Engineering, 2007) .................................................... II-40 Gambar III-1 Letak Indonesia pada pertemuan lempeng tektonik dunia (dimodifikasi dari Shah & Boen, 1996) ............................................................................. III-2 Gambar III-2 Lingkaran api Sirkum Pasifik yang melewati wilayah Indonesia (dimodifikasi dari www.earthsci.org , 2007) ....................................... III-2 Gambar III-3 Aktifitas gempa di wilayah Indonesia (USGS-NEIC, 2000) .................... III-3
v
Gambar III-4 Tipikal struktur busur kepulauan wilayah Indonesia (Encyclopedia Britannica, Inc., 1994) ......................................................................... III-3 Gambar III-5 Zona subduksi (Karig, 1971) ................................................................... III-5 Gambar III-6 Zona transformasi (dimodifikasi dari www.geocities.com, 2007) ........... III-7 Gambar
III-7
Mekanisme fault pada zona transformasi (dimodifikasi dari www.geocities.com, 2007) .................................................................... III-7
Gambar III-8 Mekanisme back-arc thrust pada zona difusi (dimodifikasi dari www.wikipedia.org, 2007) ................................................................... III-8 Gambar III-9 Tatanan tektonik Pulau Sumatera dan sekitarnya (Natawidjaja, 2003) ... III-9 Gambar III-10 Gempa-gempa historis yang pernah terjadi di wilayah Sumatera (Natawidjaja dkk., 2007) .................................................................... III-10 Gambar III-11 Sumber gempa bumi megathrust di zona subduksi Sumatera (Natawidjaja, 2005) .................................................................................................. III-11 Gambar III-12 Zona-zona rupture gempa di sepanjang segmen Sumatera (Newcomb dan McCAnn,1987) ................................................................................... III-13 Gambar III-13 Tatanan tektonik regional dan geometri patahan Sumatera. patahan Sumatera merupakan palung sejajar, bergerak dalam arah right-lateral strike slip, melewati hanging wall subduksi Sumatera dari Selat Sunda hingga pusat pemekaran di Laut Andaman (Sieh & Natawidjaja, 2000) ............................................................................................................ III-14 Gambar III-14 Segmen-segmen dalam Sistem Patahan Sesar Sumatera (Sieh & Natawidjaja, 2000) ............................................................................. III-15 Gambar IV-1 Sebaran episenter gempa di Indonesia. tahun pengamatan 1897-2007 dengan magnitude minimum 5.0 dan kedalaman maksimum 250 km . IV-2 Gambar IV-2 Hubungan antar skala magnitude (Idriss, 1985) ...................................... IV-3 Gambar IV-3 Kriteria time windows untuk analisis pemisahan gempa utama .............. IV-5 Gambar IV-4 Kriteria distance windows untuk analisis pemisahan gempa utama ........ IV-5 Gambar IV-5 Sebaran episenter gempa utama di indonesia. tahun pengamatan 1897-2007 dengan magnitude minimum 5.0 dan kedalaman maksimum 250 km . IV-6 Gambar IV-6 Sebaran episenter gempa utama di indonesia berdasarkan magnitude. tahun pengamatan 1893 – 2007 dengan magnitude minimum 5.0 dan kedalaman maksimum 250 km ............................................................................... IV-6
vi
Gambar IV-7 Sebaran episenter gempa utama di pulau sumatera dan sekitarnya berdasarkan magnitude. tahun pengamatan 1893 – 2007 dengan magnitude minimum 5.0 dan kedalaman maksimum 250 km .............. IV-7 Gambar IV-8 Hasil analisis kelengkapan data gempa dengan kriteria Stepp (1973) ..... IV-9 Gambar IV-9 Hasil analisis kelengkapan data gempa dengan kriteria Stepp (1973) ... IV-10 Gambar IV-10 Model zona subduksi yang terdiri dari zona megathrust dan zona Benioff (Crouse, 1992).................................................................................... IV-11 Gambar IV-11 Zona sumber gempa bumi indonesia (Kertapati, E.K., Sonny Mawardi. 2000) .................................................................................................. IV-12 Gambar IV-12 Segmentasi dan potongan melintang profil hipisenter dalam zona gempa di wilayah Indonesia (Newcomb & McCAnn, 1987) ............................. IV-13 Gambar IV-13 Sebaran episenter gempa di pulau sumatera dan sekitarnya berdasarkan mekanisme gempa .............................................................................. IV-14 Gambar IV-14 Zona sumber gempa subduksi megathrust dan benioff di pulau sumatera dan sekitarnya..................................................................................... IV-14 Gambar IV-15 Potongan melintang profil hiposenter segmen-1 ................................. IV-15 Gambar IV-16 Potongan melintang profil hiposenter segmen -2 ................................ IV-15 Gambar IV-17 Potongan melintang profil hiposenter segmen -3 ................................ IV-15 Gambar IV-18 Potongan melintang profil hiposenter segmen -4 ................................ IV-16 Gambar IV-19 Potongan melintang profil hiposenter segmen -5 ................................ IV-16 Gambar IV-20 Potongan melintang profil hiposenter segmen -6 ................................ IV-16 Gambar IV-21 Potongan melintang profil hiposenter segmen -7 ................................ IV-17 Gambar IV-22 Potongan melintang profil hiposenter segmen -8 ................................ IV-17 Gambar IV-23 Potongan melintang profil hiposenter segmen -9 ................................ IV-17 Gambar IV-24 Potongan melintang profil hiposenter segmen -10 .............................. IV-18 Gambar IV-25 Frekuensi kejadian gempa tiap zona sumber gempa untuk Pulau Sumatera dan sekitarnya..................................................................................... IV-22 Gambar IV-26 Perbandingan berbagai fungsi atenuasi untuk gempa strike slip dan reverse slip (Firmansjah & Irsyam, 2000)...................................................... IV-26
vii
Gambar IV-27 Perbandingan berbagai fungsi atenuasi untuk gempa subduksi (Firmansjah & Irsyam, 2000) ................................................................................. IV-27 Gambar V-1 Logic tree untuk zona gempa subduksi ...................................................... V-2 Gambar V-2 Logic tree untuk zona gempa shallow crustal ............................................ V-3 Gambar V-3 Kurva seismic hazard exposure untuk kota Banda Aceh ........................... V-4 Gambar V-4 Kurva seismic hazard exposure untuk kota Padang ................................... V-5 Gambar V-5 Kurva seismic hazard exposure untuk kota Bengkulu ............................... V-5 Gambar V-6 Kurva seismic hazard exposure untuk kota Bandar Lampung ................... V-6 Gambar V-7 Kurva seismic hazard exposure untuk seluruh kota ................................... V-6 Gambar V-8 Probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Banda Aceh ........................ V-7 Gambar V-9 Probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Padang ................................ V-8 Gambar V-10 Probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Bengkulu .......................... V-8 Gambar V-11 Probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Bandar Lampung .............. V-9 Gambar V-12 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA (all source) untuk seluruh kota ........................................................................................................ V-9 Gambar V-13 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA (megathrust) untuk seluruh kota ...................................................................................................... V-10 Gambar V-14 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA (benioff) untuk seluruh kota ...................................................................................................... V-10 Gambar V-15 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA (shallow crustal) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-11 Gambar V-16 Probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Banda Aceh ......... V-11 Gambar V-17 Probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Padang ................. V-12 Gambar V-18 Probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Bengkulu ............. V-12 Gambar V-19 Probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Bandar Lampung . V-13 Gambar V-20 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0,2 detik (all source) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-13 Gambar V-21 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0,2 detik (megathrust) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-14
viii
Gambar V-22 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0,2 detik (benioff) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-14 Gambar V-23 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0,2 detik (shallow crustal) untuk seluruh kota ............................................................................... V-15 Gambar V-24 Probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Banda Aceh ......... V-15 Gambar V-25 Probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Padang ................. V-16 Gambar V-26 Probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Bengkulu ............. V-16 Gambar V-27 Probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Bandar Lampung . V-17 Gambar V-28 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik (all source) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-17 Gambar V-29 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik (megathrust) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-18 Gambar V-30 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik (benioff) untuk seluruh kota ......................................................................................... V-18 Gambar V-31 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik (shallow crustal) untuk seluruh kota ............................................................................... V-19 Gambar V-32 Perbandingan kurva seismic hazard exposure untuk seluruh kota berdasarkan hasil analisis seismic hazard dengan fungsi atenuasi dalam studi ini dan fungsi atenuasi NGA ...................................................... V-20 Gambar V-33 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Banda Aceh berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA V-21 Gambar V-34 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0,2 detik untuk kota Banda Aceh berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-21 Gambar V-35 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Banda Aceh berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-22 Gambar V-36 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Padang berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA V-22 Gambar V-37 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Padang berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA V-23 Gambar V-38 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Padang berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA V-23
ix
Gambar V-39 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Bengkulu berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA V-24 Gambar V-40 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Bengkulu berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-24 Gambar V-41 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Bengkulu berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-25 Gambar V-42 Perbandingan probabilistic hazard spectra PGA untuk kota Bandar Lampung berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-25 Gambar V-43 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=0.2 detik untuk kota Bandar Lampung berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-26 Gambar V-44 Perbandingan probabilistic hazard spectra T=1.0 detik untuk kota Bandar Lampung berdasarkan fungsi atenuasi dalam stud ini dan fungsi atenuasi NGA .................................................................................................... V-26 Gambar V-45 Kurva deagregasi T=0.2 detik untuk kota Banda Aceh ......................... V-28 Gambar V-46 Kurva deagregasi T=0.2 detik untuk kota Padang ................................. V-28 Gambar V-47 Kurva deagregasi T=0.2 detik untuk kota Bengkulu ............................. V-29 Gambar V-48 Kurva deagregasi T=0.2 detik untuk kota Bandar Lampung ................. V-29 Gambar V-49 Kurva deagregasi T=1.0 detik untuk kota Banda Aceh ......................... V-30 Gambar V-50 Kurva deagregasi T=1.0 detik untuk kota Padang ................................. V-30 Gambar V-51 Kurva deagregasi T=1.0 detik untuk kota Bengkulu ............................. V-31 Gambar V-52 Kurva deagregasi T=1.0 detik untuk kota Bandar Lampung ................. V-31 Gambar V-53 Scaled spectra pada T=0.2 detik untuk kota Banda Aceh ...................... V-33 Gambar V-54 Scaled spectra pada T=0.2 detik untuk kota Padang .............................. V-33 Gambar V-55 Scaled spectra pada T=0.2 detik untuk kota Bengkulu .......................... V-34 Gambar V-56 Scaled spectra pada T=0.2 detik untuk kota Bandar Lampung .............. V-34 Gambar V-57 Scaled spectra pada T=1.0 detik untuk kota Banda Aceh ...................... V-35 Gambar V-58 Scaled spectra pada T=1.0 detik untuk kota Padang .............................. V-35
x
Gambar V-59 Scaled spectra pada T=1.0 detik untuk kota Bengkulu .......................... V-36 Gambar V-60 Scaled spectra pada T=1.0 detik untuk kota Bandar Lampung .............. V-36 Gambar V-61 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa all source dan T=0.2 detik .......................................................................................... V-37 Gambar V-62 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................................... V-37 Gambar V-63 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa benioff dan T=0.2 detik .......................................................................................... V-38 Gambar V-64 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=0.2 detik ........................................................................ V-38 Gambar V-65 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa all source dan T=1.0 detik .......................................................................................... V-39 Gambar V-66 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................................... V-39 Gambar V-67 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa benioff dan T=1.0 detik .......................................................................................... V-40 Gambar V-68 Scaled spectra untuk seluruh kota dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=1.0 detik ........................................................................ V-40 Gambar V-69 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa all source dan T=0.2 detik ................................................................... V-42 Gambar V-70 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-43 Gambar V-71 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa benioff dan T=0.2 detik ....................................................................... V-43 Gambar V-72 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=0.2 detik .......................................................... V-44 Gambar V-73 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa all source dan T=0.2 detik ........................................................................ V-44 Gambar V-74 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-45 Gambar V-75 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa benioff dan T=0.2 detik ....................................................................... V-45 Gambar V-76 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=0.2 detik .......................................................... V-46
xi
Gambar V-77 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa all source dan T=0.2 detik ........................................................................ V-46 Gambar V-78 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-47 Gambar V-79 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa benioff dan T=0.2 detik ....................................................................... V-47 Gambar V-80 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=0.2 detik .......................................................... V-48 Gambar V-81 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa all source dan T=0.2 detik ....................................................... V-48 Gambar V-82 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa megathrust dan T=0.2 detik ..................................................... V-49 Gambar V-83 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa benioff dan T=0.2 detik ........................................................... V-49 Gambar V-84 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=0.2 detik ............................................... V-50 Gambar V-85 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa all source dan T=1.0 detik ................................................................... V-50 Gambar V-86 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................ V-51 Gambar V-87 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-51 Gambar V-88 Hasil spectral matching untuk kota Banda Aceh dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=1.0 detik .......................................................... V-52 Gambar V-89 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa all source dan T=1.0 detik ........................................................................ V-52 Gambar V-90 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................. V-53 Gambar V-91 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-53 Gambar V-92 Hasil spectral matching untuk kota Padang dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=1.0 detik .......................................................... V-54 Gambar V-93 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa all source dan T=1.0 detik ........................................................................ V-54
xii
Gambar V-94 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................. V-55 Gambar V-95 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-55 Gambar V-96 Hasil spectral matching untuk kota Bengkulu dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=1.0 detik .......................................................... V-56 Gambar V-97 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa all source dan T=1.0 detik ....................................................... V-56 Gambar V-98 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa megathrust dan T=1.0 detik ..................................................... V-57 Gambar V-99 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa benioff dan T=1.0 detik ........................................................... V-57 Gambar V-100 Hasil spectral matching untuk kota Bandar Lampung dengan mekanisme gempa shallow crustal dan T=1.0 detik ............................................... V-58 Gambar V-101 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa all source dan T=0.2 detik ................................................................... V-59 Gambar V-102 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-60 Gambar V-103 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa benioff dan T=0.2 detik ....................................................................... V-61 Gambar V-104 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=0.2 detik .......................................................... V-62 Gambar V-105 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa all source dan T=0.2 detik ........................................................................ V-63 Gambar V-106 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-64 Gambar V-107 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa benioff dan T=0.2 detik ....................................................................... V-65 Gambar V-108 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=0.2 detik .......................................................... V-66 Gambar V-109 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa all source dan T=0.2 detik ........................................................................ V-67 Gambar V-110 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa megathrust dan T=0.2 detik ................................................................. V-68
xiii
Gambar V-111 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa benioff dan T=0.2 detik ...................................................................... V-69 Gambar V-112 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=0.2 detik ......................................................... V-70 Gambar V-113 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa all source dan T=0.2 detik ....................................................... V-71 Gambar V-114 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa megathrust dan T=0.2 detik ..................................................... V-72 Gambar V-115 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa benioff dan T=0.2 detik ........................................................... V-73 Gambar V-116 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=0.2 detik ............................................... V-74 Gambar V-117 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa all source dan T=1.0 detik ................................................................... V-75 Gambar V-118 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................. V-76 Gambar V-119 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-77 Gambar V-120 Ground motion desain untuk kota Banda Aceh dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=1.0 detik .......................................................... V-78 Gambar V-121 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa all source dan T=1.0 detik ........................................................................ V-79 Gambar V-122 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa megathrust dan T=1.0 detik ................................................................. V-80 Gambar V-123 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-81 Gambar V-124 Ground motion desain untuk kota Padang dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=1.0 detik .......................................................... V-82 Gambar V-125 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa all source dan T=1.0 detik ........................................................................ V-83 Gambar V-126 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime megathrust dan T=1.0 detik ................................................................. V-84 Gambar V-127 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime gempa benioff dan T=1.0 detik ....................................................................... V-85
xiv
Gambar V-128 Ground motion desain untuk kota Bengkulu dengan mekasnime shallow crustal dan T=1.0 detik ........................................................................ V-86 Gambar V-129 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa all source dan T=1.0 detik ....................................................... V-87 Gambar V-130 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa megathrust dan T=1.0 detik ..................................................... V-88 Gambar V-131 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa benioff dan T=1.0 detik .......................................................... V-89 Gambar V-132 Ground motion desain untuk kota Bandar Lampung dengan mekasnime gempa shallow crustal dan T=1.0 detik ............................................... V-90
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I-1 Gempa-gempa besar di Sumatera dan sekitarnya dalam lima tahun terakhir, tahun 2002-2007 (USGS, 2007) ..............................................................I-2 Tabel II-1 Skala intensitas Modified Mercalli (dimodifikasi dari www.dnr.mo.gov, 2007) ............................................................................................................. II-16 Tabel II-2 Hubungan antara skala intensitas Modified Mercalli dengan skala magnitude Richter (dimodifikasi dari www.dnr.mo.gov, 2007) ............................ II-18 Tabel II-3 Hubungan empiris antara magnitude momen (Mw), panjang keruntuhan, L (km), luas area keruntuhan, A (km2), dan perpindahan maksimum di permukaan, D (m) (Wells & Coppersmith, 1994) ............................. II-28 Tabel II-4 Konstanta panjang zona keruntuhan (Wells & Coppersmith, 1994) ............ II-39 Tabel III-1 Panjang segmen dan gempa historis dalam sistem patahan sesar Sumatera (Sieh & Natawidjaja dkk., 2000) ........................................................ III-16 Tabel IV-1 Sudut penunjaman tiap zona pada zona subduksi megathrust dan benioff pulau sumatera dan sekitarnya ........................................................... IV-18 Tabel IV-2 b-value dan annual rate untuk Pulau Sumatera dan sekitarnya ................. IV-23 Tabel IV-3 Magnitude maksimum untuk Pulau Sumatera dan sekitarnya................... IV-24 Tabel IV-4 Slip rate untuk Pulau Sumatera dan sekitarnya (Sieh & Natawidjaja, 2000; Petersen, dkk., 2004) .......................................................................... IV-24 Tabel IV-5 Standard error dari fungsi atenuasi untuk mekanisme gempa reverse slip (Firmansjah & Irsyam, 2000) ............................................................ IV-25 Tabel IV-6 Standard error dari fungsi atenuasi untuk mekanisme gempa strike slip (Firmansjah & Irsyam, 2000) ............................................................ IV-26 Tabel IV-7 Standard error dari fungsi atenuasi untuk mekanisme gempa subduksi (Firmansjah & Irsyam, 2000) ............................................................ IV-26 Tabel IV-8 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Youngs (1997) untuk menentukan pseudo acceleration response spectra dengan 5% damping untuk rock Site.................................................................................... IV-28 Tabel IV-9 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Boore et.al. (1997) untuk menentukan pseudo acceleration response spectra dengan 5% damping ............................................................................................................ IV-29
xvi
Tabel IV-10 Rekomendasi nilai kecepatan geser rata-rata untuk digunakan dalam fungsi atenuasi Boore et.al. 1997 (Boore, Joyner, Fumal, 1997) .................. IV-29 Tabel IV-11 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Sadigh (1997) untuk M<6.5 ............................................................................................................ IV-30 Tabel IV-12 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Sadigh (1997) untuk M>6.5 ............................................................................................................ IV-31 Tabel V-1 Controlling magnitude dan controlling distance hasil deagregasi untuk periode spektral T=0.2 detik dan periode spektral T=1.0 detik........................ V-32 Tabel V-2 Karakteristik data pencatatan ground motion yang digunakan dalam spectral matching untuk periode spektral T=0.2 detik...................................... V-41 Tabel V-3 Karakteristik data pencatatan ground motion yang digunakan dalam spectral matching untuk periode spektral T=1.0 detik...................................... V-42
xvii