Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Usaha Peningkatan Ketangguhan Baja Tulangan Beton Komersial dengan Proses Pemanasan Kontinu pada Temperatur Eutectoid Jon Affi1, a *, Ary Rahman Hakim1,b, Ilhamdi1,c, dan Gunawarman1,d 1
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang-Indonesia a c
[email protected], b
[email protected],
il_hamdi@ft.unand.ac.id, d
[email protected] *Corresponde Author
Abstrak Sebagai penguat pada beton, baja harus bisa menyatu secara utuh dan mendukung kekuatan beton. Baja tulangan harus dibentuk dan diikat bersama-sama sebelum beton dituangkan sehingga diperoleh bangunan yang kokoh tetapi lentur. Pada kasus gempa Sumatera Barat tahun 2009, sebagian dari bangunan rumah dan gedung yang roboh disebabkan karena baja tulangan tidak dipasang secara sempurna. Banyak dari tulangan beton tidak dibengkokan secara sempurna sehingga tidak saling mengikat dengan tulangan beton lainnya. Studi pendahuluan menunjukkan bahwa baja tulangan memiliki keuletan yang rendah karena berstruktur ferrit dan pearlit dengan cementit yang memanjang sehingga sulit dibengkokan. Selanjutnya saat gempa, gerakan bangunan tidak diakomodasi oleh defleksi baja sehingga ikatan baja dan beton mudah lepas. Untuk memperbaiki keuletan tersebut diperlukan proses perlakuan panas sehingga merubah struktur mikro dari baja sehingga lebih ulet. Pada penelitian ini telah dilakukan proses pemanasan dan penahan tunda (spheroidizing) baja tulangan (ASTY) pada temperatur 720oC selama 1, 10, 30 dan 100 jam. Kemudian dilakukan pengujian keras dan pengujian tarik pada setiap tahapnya. Evolusi struktur mikro pada setiap tahap diamati dengan scanning electron microscopy (SEM) dan energy dispersive x-ray analysis (EDX). Hasil pengujian dan pemeriksaan menunjukkan struktur spheroidite sementite terbentuk merupakan fungsi waktu tahan. Struktur memanjang sementit bisa berubah secara bertahap menjadi bulat setelah 100 jam waktu tahan. Selajutnya terjadi peningkatan keuletan signifikan namun dengan penurunan kekuatan yang tidak signifikan sehingga masih diatas kriteria minimum SNI (2052) TP 24 (minimal 380 MPa). Kata kunci : Baja tulangan Keuletan rendah, spheroidizing, spheroidite sementite, keuletan naik.
Pendahuluan Baja beton atau dikenal dengan tulangan beton adalah baja batangan yang digunakan untuk memperkuat struktur beton. Baja dirakit dengan menggunakan pengikat sebelum coran beton dituangkan. Seiring dengan kebutuhan baja beton dengan percepatan pembangunan infrastruktur, industri pengecoran baja juga tumbuh di beberapa daerah di Indonesia. Walaupun standard kualitas baja yang bisa dirujuk ada banyak seperti SNI, ASME, ASTM, DIN, JIS, BS, namun penjualan baja beton masih memiliki tingkatan-tingkatan kualitas seperti Kw1, Kw2 dst [1]. Hal ini disebabkan oleh beragamnya sumber bahan baku yang tersedia seperti pengolahan baja
dari baja/ besi bekas, baja dari besi kasar (pig iron) atau campuran. Adapun besi kasar sendiri juga diperoleh tidak dari satu sumber yang konsisten. Akibatnya kandungan baja yang dihasilkan menjadi tidak konsisten sehingga kekuatan baja yang dijual menjadi bervariasi. Ada 2 jenis yaitu baja tulangan beton yaitu: 1. Baja tulangan beton polos (BjTP) dan 2. baja beton tulangan sirip (BjTS) [2]. Kekuatan luluh dari beton yang dimaksud adalah minimal harus memenuhi ikutan dua angka setelah namanya. Misal BjTS 30 artinya harus memenuhi kekuatan luluh minimum sebesar 30 kg/cm2 [295 MPa],
Material 20
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
kekuatan tarik minimum 45 kg/cm2 [440Mpa] dan keuletan harus diantara 10 hingga 18 %. Penggunaan baja tulangan beton baik polos atau sirip harus sesuai kebutuhan disain konstruksi bangunan. Tidak semua pabrikan baja tulangan mencantumkan sifat mekanik baja yang dijual. Pengujian tarik untuk mengetahui minimal 3 sifat yang umum yaitu kekuatan tarik, kekuatan luluh dan elongasi perlu dilakukan sebelum pembangunan dimulai. Jika ketiga sifat ini dipenuhi barulah pembangunan konstruksi bisa dilanjutkan. Walaupun semua persyaratan sudah dipenuhi, pelaksanaan di lapangan perlu mendapat pengawasan yang ketat. Adakalanya pemasangan di lapangan tidak memenuhi kaedah standard yang seharusnya. Tulangan beton memiliki kualitas yang bervariasi, ada yang punya kekuatan tinggi namun elongasi rendah dan ada pula yang punya kekuatan rendah dengan elongasi tinggi. Akibatnya, saat dirakit di lapangan baja-baja dengan kekuatan tinggi susah dibengkokan secara sempurna sehingga dibengkokkan sekadarnya. Disamping itu, baja-baja kekuatan tinggi memiliki elongasi yang rendah sehingga terlalu kaku atau terlalu rigid. Akibatnya, jika terjadi gempa baja tidak terdefleksi untuk mengakomodasi perubahan dimensi beton saat gempa. Baja-baja yang terlalu kaku akan melepaskan ikatannya dengan beton sehingga beton mudah roboh atau collaps. Tulangan beton yang punya kekuatan terlalu tinggi namun keuletannya rendah perlu dicarikan solusi perbaikanya. Tujuan dari studi ini adalah meningkatan keuletan (elongasi) baja tulangan beton sebelum dipasarkan tanpa harus memperhatikan komposisi kimia baja. Cara yang bisa ditempuh adalah merekayasa struktur mikro baja sehingga keuletan naik tanpa penurunan kekuatan yang berarti. Dengan keuletan yang cukup diharapkan baja tulangan beton lebih mudah dibengkokan dan lebih mudah terdefleksi sehingga mengakomodasi perubahan bentuk beton saat terjadi gempa. Dengan demikian kerusakan bangunan akibat gempa bisa diminimalkan.
Studi Literatur Secara umum baja karbon dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu baja karbon rendah, baja karbon menengah dan baja karbon tinggi [3]. Baja karbon rendah mempunyai kandungan karbon lebih rendah dari 0,2 % karbon. Sedangan baja karbon menengah mempunyai kandungan karbon 0,2 hingga 0,4 % dan baja karbon tinggi punya kandungan karbon diatas 0,5 % hingga 0,95 %. Semakin tinggi kandungan karbon maka semakin tinggi pula kekuatan baja tersebut. Hal ini menyebabkan makin tinggi prosentasi jumlah karbida karbon (Fe3C) terbentuk sehingga prosentase jumlah perlit juga semakin meningkat dibanding jumlah ferit. Disamping itu bentuk dan ukuran fasa-fasa yang terbentuk sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan keuletan dari baja karbon [4]. Baja karbon yang lunak dan ulet dapat diperoleh dari struktur ferit dan perlit dengan bentuk sementit yang bulat (spheroidite) serta halus. Semakin besar sementit dengan bentuk memanjang maka semakin keras baja yang berakibat semakin rendah keuletannya. Ada beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mendapatkan struktur yang lunak dan ulet dari baja. Namun struktur yang terlalu lunak tidak dinginkan untuk penggunakan konstruksi bangunan. Diperlukan optimalisasi struktur agar penurunan kekuatan tidak signifikan namun mempunyai peningkatan keuletan yang berarti. Hasan Basrih dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa peningkatan jumlah kandungan semetit spheroidite dapat menurunkan kekerasan baja [5]. Disebutkan juga bahwa struktur spheroidite tersebut dapat diperoleh dengan proses anil pada waktu yang lama. Disamping itu telah juga dibuktikan bahwa proses temper dengan pemanas induksi baja paduan rendah bisa menghasilkan struktur sementit spheroidite berbiaya murah [6]. Namun proses ini baru sukses untuk baja paduan rendah dimana kemungkinan proses pembulatan sementit juga dipengaruhi unsurunsur paduan.
Material 20
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Metodologi Baja beton yang digunakan pada penelitian ini adalah (ASTY) TP 24 berdiameter 16 mm. Sampel selanjutnya dipotong dengan ukuran panjang 30 cm sehingga cukup untuk dibuat sampel uji tarik. Pemanasan dilakukan hingga temperatur 720oC dengan menggunakan tungku perlakukan panas Naberthem L9/11/SKM. Penahanan pada temperatur 720oC adalah selama 1 jam, 10 jam, 30 jam dan 100 jam yang diikuti dengan pendinginan dalam tungku (annealing). Karena keterbatasan penggunaan tungku dengan waktu yang lama pemanasan 30 jam dan 100 disiasati dengan penahanan tunda. Pemanasan 30 jam dilakukan dengan 5 jam sehari selama 6 hari. Setelah ditahan 5 jam kemudian dilanjutkan dengan quenching untuk dipanaskan lagi esok harinya, begitu seterusnya hingga hari ke-6. Pada hari ke 6 baru pendinginan dilakukan dengan proses annealing. Sedangkan sampel penahanan 100 jam dilakukan dengan penahanan sela selama 7 hari dengan waktu 15 jam sehari selama 6 hari dan pada hari ketujuh selama 10 jam diikuti dengan proses annealing.
2 cm
Gambar 1. Sampel uji tarik Sampel selanjutnya diuji tarik dengan Universal Testing Machine (UTM) Torsee, tipe-RAT30p dengan ukuran sampel merujuk ke ASTM E8M seperti ditunjukkan Gambar 1. Diameter reduksi yang digunakan adalah 9 mm dengan panjang daerah reduksi adalah 54 mm. Sebagian sampel selanjutnya dipotong untuk pengujian keras dan pemeriksaan metalography. Sampel di-mounting dengan resin dan hardener sehingga mudah diamplas dan dipoles dengan larutan alumnina 0,1µm
hingga kondisi mirror-polished. Pengujian keras dilakukan dengan Shimadzu Micro Hardness Tester Type-M dengan minimal 7 titik persampel. Pemeriksaan struktur mikro dilakukan dengan SEM Hitachi SN-3400N yang dilengkapi dengan spot analizer Horiba EMAX X-Act EDX (Energy Dispersive XRay Micro-analyzer). Hasil dan Diskusi Perubahan Sifat Mekanik Hasil pengujian tarik menunjukkan penurunan kekuatan baja dengan lamanya waktu tahan seperti didetailkan dalam Tabel 1. Penurunan kekuatan berturut- turut untuk waktu penahanan 1, 10, 30 dan 100 jam adalah 7%, 14%, 21 % dan 27 %. Penurunan ini tidak begitu signifikan dan masih di atas nilai minimum kekuatan baja tulangan yang disyaratkan. Tabel 1. Pengaruh waktu penahanan terhadap kekuatan dan elongasi baja Waktu Penahanan (jam)
Min. (MPa)
Kekuatan
0 1
Elongasi Mak. (MP a)
583
Ratarata (MP a) 596
Min. (%)
Ratarata (%)
Mak. (%)
610
20
20
20
552
555
559
22,2
24,4
26,7
10
506
510
517
22,2
24,4
26,7
30
461
470
481
30
32,2
35,6
100
433
434
434
28,9
31,6
34,4
Sebaliknya penurunan kekuatan ini diimbangi dengan peningkatan keuletan mulai dari 36 % dengan waktu tahan 1 jam hingga 72 % dengan waktu tahan 100 jam. Gambar 2. menjelaskan lebih detail Tabel 1. Terlihat bahwa penurunan kekuatan tetap terjadi jika baja ditahan lebih lama lagi. Namun peningkatan keuletan sudah mulai jenuh pada waktu tahan sekitar 40 jam. Ini membuktikan bahwa waktu penahanan optimal tidak harus hingga 100 jam tetapi cukup 40 jam atau 30 jam saja. Senada dengan pengujian tarik, terjadi penurunan nilai kekerasan seiring dengan naiknya waktu tahan seperti ditunjukkan pada tabel 2. Penurunan tidak signifikan sama halnya dengan kekuatan tarik.
Material 20
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Tabel 2. Kekerasan baja pada berbagai waktu tahan dalam tungku. Waktu Penahanan (jam)
Min.
Rata-rata
Mak.
Awal 1 10 30 100
174 161 149 141 126
189 174 156 154 138
202 191 167 170 147
Selanjutnya, waktu penahanan 10 jam tidak membawa perubahan yang cukup berarti terhadap indek kebulatan rata-rata. Gambar 5 terlihat bahwa jika diukur indek kebulatan adalah 7.3. Begitu juga dengan waktu penahanan 30 jam, indek kebulatan turun menjadi 5.2 seperti bisa dilihat pada Gambar 6. Sedangkan indeks kebulatan sempurna terjadi pada waktu penahanan 100 seperti ditunjukkan pada gambar 7 dengan indek kebulatan 1.3. Perubahan indeks kebulatan dari sementit ini berpengaruh terhadap penurunan kekutan dan peningkatan keuletan.
Kekerasan (VHN)
Gambar 2. Variasi sifat mekanik terhadap waktu penahanan baja dalam tungku. Evolusi Struktur Mikro Gambar 3 memperlihatkan kondisi awal material sebelum dianil dalam tungku. Terlihat bahwa sementit terdistribusi dalam ferit dengan bentuk lamella/memanjang dengan indeks kebulatan rata-rata 20,3. Indek kebulatan disefinisikan sebagai perbadingan antara panjang dan tebalnya (l/t). Setelah proses spheroidite selama satu jam terlihat bahwa sementit mulai menebal dan sebagian mulai terputus putus. Indeks kebulatan ratarata turun drastis menjadi 8 seperti ditunjukkan oleh gambar 4.
Gambar 4. Struktur mikro setelah 1 jam holding dalam tungku.
Gambar 5. Struktur mikro setelah 10 jam holding dalam tungku
Gambar 3. Struktur mikro As Received sampel Material 20
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Gambar 6. Struktur mikro setelah 30 jam holding dalam tungku
Dapat disimpulkan bahwa baja beton setelah spheroidizing masih layak untuk dijadikan besi tulangan untuk pembuatan struktur beton bangunan karena kekuatannya masih diatas batas minimum. Dengan kekuatan yang tidak terlalu tinggi dan keuletan yang cukup diharapkan baja beton ini mudah untuk dibengkokkan dengan sempurna saat pemasangan dan perakitan sebelum pengecoran beton. Selain itu, elongasi yang cukup ini diharapakan bias mengakomodasi perubahan dimensi dari beton saat terjadinnya gempa bumi dan mepertahankan bangunan tetap utuh. Pada gambar 7, pada setiap sementit – sementi yang bulat telah dikarakterisiasi karbisanya dengan spot EDX energy dispersive x-ray analysis. Ada 4 titik yangdiamati serta menghasilkan komposisi karbon 6.2 % berat. Ini menujukkan bahwa titik pengamatan benar adalah karbida carbon atau sementit ( secara teoritiskandungan karbon karbida besei adalah 6.67 % berat).
Gambar 7. Struktur mikro setelah 100 jam holding dalam tungku Diskusi Proses spheroidizing yang telah dilakukan pada baja beton (ASTY) telah berhasil merubah struktur Fe3C yang awalnya memanjang (lamellar) menjadi bulat (sphere) seperti diperlihatkan perubahannya pada Gambar 4 hingga 7 dibanding dengan Gambar 3. Proses spheroidizing menunjukkan bahwa Fe3C mendekati bulat sempurna dengan indeks kebulatan 1.3 setelah dilakukan penahanan selama 100 jam. Perubahan ini diikuti oleh penurunan kekuatan total sebesar 27,3% (dari 596 MPa ke 434 MPa) dan peningkatan keuletan 11,6% (dari 20% ke 31,6%). Meskipun mengalami penurunan kekuatan namun menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2052) dengan tipe baja TP 24, kekuatan dari hasil proses spheroidizing masih di atas kekuatan minimum yang diperbolehkan yaitu sebesar 380 MPa [7].
Di industry manufaktur, penahanan baja dalam tungku selama 30 jam adalah merupakan biaya besar. Namun, proses difusi atom-atom karbon sehingga membentuk struktur spheroidite membutuhkan waktu setidaknya 30 jam untuk memperoleh keuletan yang optimal. Diperlukan penelitian lanjutan agar lama proses penahanan dalam tungku bisa diturunkan agar tidak terlalu membebani ongkos produksi pembuatan baja. Kesimpulan Proses spheroidizing dengan variasi waktu penahanan pada temperatur konstan terhadap sifat mekanik dan bentuk struktur mikro telah dilakukan terhadap baja ASTY dengan kesimpulan: 1. Struktur spheroidite sukses didapatkan pada baja beton (ASTY) setelah proses spheroidisasi dengan waktu penahanan selama 100 jam dengan nilai indeks kebulatan Fe3C sebesar 1,3. 2. Elongasi dapat ditingkatkan dari 20% menjadi 31,6% setelah dilakukan waktu penahanan temperatur selama 100 jam. 3. Kekuatannya menurun dari 596 MPa menjadi 433,5 MPa. Nilai ini masih berada
Material 20
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
di atas standar kekuatan minimum SNI baja beton tipe TP 24 yaitu 380 MPa. Secara mekanis baja beton ini layak pakai 4. Waktu penahanan tidak harus 100 jam namun cukup 30 jam dengan keuletan yang masih cukup baik. Referensi [1] A. Prayitno, M. Dalil, dan Yanuar, Evaluasi mutu Produk dari produk-produk baja tulangan domestik berdasarkan konsistensi kekuatanya, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013, 197-202. [2] Badan Standard Nasional (BSN), Baja Tulangan Beton, SNI 07-2052-2002, hal. 1-11 [3] W. F. Smith, J. Hashemi, Fundamentals of Material Science and Engineering, fifth ed, Mc Graw Hill, New York, 2011, pp. 407-408
[4] W.D. Callister Jr, Material Science and Engineering- An Introduction, seventh ed., John Willey & Son Inc, New York, 2007, pp 346-348. [5] H. Basrih, Sanserlis, H. Pohan, I. Rufiana, Zulhamshah, Suharto, Sugijono, Kebamoto, Pengaruh kandungan Spheroidite terhadap sifat kekerasan pada baja karbon sedang, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol 9 No 1, Oktober 2007, 20-23. [6] S. T. Ahn, D.S. Kim, W.J. Nam, Microstructural evolution and mechanical Properties of low Alloy steel tempered by induction heating, Journal Material Processing technology, 160 ( 2005) 54-58 [7] Badan Standardisasi Nasional (BSN), Baja tulangan beton, SNI 7.140.15. 2014. SNI 2052.
Material 20