.
PEMBINAAN BIDANG PERTAHANAN INDONESIA
UNIVERSITASGADJAHMADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas IImu Sosial dan IImu Politik 0niversitas Gadjah Mada
Oleh: Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin
PEMBINAAN BIDANG PERTAHANAN INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas IImu Sosial dan IImu Politik Universitas Gadjah Mada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 28 September 2005 di Yogyakarta
Oleh: Prof. Dr. Yahya A. Muhaimin
Yang te.rhonnat: .. Ketua, Sekretaris .
dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas
Gadjah Mada; Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada; Ketua dan para Anggota Sellat Akademik Universitas Gadjah Mada; Rektor,Wakil Rektor Senior dan Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada; Ketua, Sekretaris dan Ang~ota Senat Akademik, Universitas Gadjah Mada; Tamu Undangan, Sanak Saudara dan hadirin sekalian.
Assalamu'alaikum wa rahmatul-Lahi wa barakatuh; Pertama-tama marilah kita menghaturkan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkah, karunia, dan kasih sayangNya sehingga pada hari ini kita dapat menghadiri acara PengukuhanGuru Besar dalam keadaan sehat. Pada hari ini akhimya saya mendapat kesempatan dari Majelis Guru Besar yang terhormat guna menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada. Atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah (Menteri Pendidikan Nasional), Rektor, Majelis Guru Besar, Senat Akademik, Dekan dan Senat Fakultas, saya bersama keluarga menghaturkanucapan terima kasih. Hadirinyang saya honnati, Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan pidato sekitar masalah pertahanan Indonesia. Saya mengangkat persoalan pertahanan negara dengan maksud supaya bidang pertahanan negara mendapatkan perhatian yang lebih besar dan lebih baik lagi dari kalangan sipil, khususnya dari lingkungan sivitas akademika perguruan tinggi di Indonesia. Masalah ini saya pilih dengan satu keyakinan bahwa pemikiran dan partisipasi dari kalangan sipil dalam bidang pertahanan bisa ikut memperkuat pertahanan negara dan bangsa Indonesia. Menurut pengamatan saya, hingga saat ini, terdapat kesan bahwa sekalipun
2 perhatian mengenai bidang pertahanan dari kalangan sipil sudah lebih besar daripada masa sebelumnya, namun hal itu belum memadai. Secara umum kalangan sipil kelihatan belum cukup mempunyai kepedulian terhadap persoalan yang sangat vital dalam kehidupan bangsa dan negara, kecuali pada beberapa orang sipil yang dapat dihitung dengan mudah. Dapat dikatakan bahwa perhatian kalangan sipil terhadap persoalan pertahanan, umumnya bersifat bzsidental, occasional, dan lebih banyak bersifat reaktif. Karena itu, terkesan bahwa kalangan militer menganggap perhatian kalangan sipil terhadap masalah pertahanan hanya "sambiI lalu"; pengetahuan kalangan sipil tidak meyakinkan, bahkan dikatakan "tidak tahu apa-apa" tentang pertahanan negara. Kaum sipil Indonesia dianggap tidak mampu untuk memikirkan dan membina pertahanan; orang-orang sipil dianggap hanya "sok tahu" tentang pertahanan. Di pihak lain, yang juga agak menarik, ialah adanya kesan pada sementara kalangan sipil, bahwa kalangan militer Indonesia kelihatan tidak cukup serius mendorong dan tidak sepenuhnya mengajak kalangan sipil untuk bersama-sama membina bidang pertahanan, kecuali pada hal-hal yang sifatnya "periferal". Dengan mengetengahkan hal-hal di atas, marilah kita coba mendiskusikan masalah yang esensial bagi kehidupan bangsa kita tersebut: pertahanannegara.
PENDAHULUAN Hadirin sekalian yang terhomlat, Pada masa sejak Oktober 1990, masa mulai berakhimya perang dingin, kemudian disusul oleh berlangsungnya reformasi sejak Mei 1998 yang mengikuti krisis ekonomi yang teIjadi sejak sekitar pertengahan 1997, dan ditambah oleh berbagai implikasi proses globalisasi, Indonesia berada pada kondisi dan posisi yang tidak semantap sebelumnya dalam membangun dirinya di banyak sektor, termasuk di sektor pertahanan negara yang merupakan bagian dari keamanannasional. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang: faktor dinamis dan
3 kondisi obyektif yang mempengaruhi pertahanan Indonesia; lingkungan strategis global; persepsi ancaman; peran TN! sebagai alat pertahanan negara dalam kehidupan nasional; peranan dan partisipasi kelompok sipil dalam pembinaan pertahanan nasional; serta, mengenai anggaran sektor pertahanan Indonesia. Di samping itu akan disinggung pula perihal perangkat peraturan mengenai bidang pertahanan yang sejauh ini dipunyai oleh Indonesia. A. Faktor Dinamis dan KcmdisiObyektif Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi dan, karena itu, perlu menjadi pertimbangan dalam menyusun perencanaan dan membuat keputusan guna pembinaan pertahanan negara Indonesia. Pertama, faktor dinamis dalam konteks domestik, yaitu berlangsungnya reformasi sejak Mei 1998 di hampir segala aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, terutama di bidang sosial-politik. Reformasi itu berupa proses demokratisasi yang secara dramatis telah menggesersistem politik yang korporatis-otoriter. Reformasi politik dan proses demokratisasi yang berlangsung sejak Mei 1998 tersebut telah mengubah secara fundamental peranan politik kelompok militer dan sipil dalam konstruksi politik Indonesia dewasa ini. Perubahan peranan tersebut berakibat, di satu sisi, bobot kekuasaan dan otoritas TN! berkurang cukup substansial dan bahkan drastis; di sisi lain, kelompok sipil memiliki bobot kekuasaan politik yang besar, dalam suatu tatanan baru yang mengedepankan keterbukaan (transparansi)dan akuntabilitaspublik. Kedua, faktor dinamis yang berkaitan dengan perubahan intemasional yang tetjadi sejak awal tahun 1990-an, yaitu berupa berakhimya perang dingin antara blok Barat (dipimpin oleh Amerika Serikat) melawan blok Timur (dipimpin oleh Uni Soviet). Bersamaan itu tetjadi peningkatan proses globalisasi, serta perkembangan teknologi informasi yang amat cepat. Pada masa awal berakhimya perang dingin~memang tetjadi memudamya rivalitas politik dan militer berskala global antara dua blok tersebut; dan kemudian negara-negara di dunia lebih banyak memfokuskan diri pada peningkatan kesejahteraan. ekonomi (bukan pada peningkatan kekuatan militer sebagaimana pada masa perang dingin) dalam mempertahankan eksistensi negaranya. Namun
4 belakangan, lebih dari satu dasawarsa sesudah berakhimya perang dingin, terlihat adanya arus balik yang konsisten dalam hubungan intemasional negara-negara di dunia. Mereka kembali lagi menitikberatkan aspek-aspek perpolitikan intemasional, seperti keseimbangan kekuatan militer (balance of power), perlombaan persenjataan, juga kegiatan diplomasi. Aspek-aspek "tradisional" dari hubungan intemasional tersebut menempati kembali posisi yang cukup sentral dalam usaha mencegah ancaman perang dan membina rasa percaya diri (confidencebuilding measures). Di samping itu, posisi Amerika Serikat, yang menjadi "kekuatan adidaya tunggal dunia" (the single superpower) menyusul hancumya Republik Uni Soviet dan berakhimya perang dingin, kini mulai mendapat tantangan yang kelihatan semakin besar dari beberapa "kekuatan tradisional"di dunia, misalnya: . a) Adanya penentangan dari intemational public opinions terhadap Amerika Serikat. Banyak negara melihat Amerika Selikat terlalu "bemafsu" dalam mencapai kepentingan nasionalnya sendiri dengan mengabaikan kepentingan nasional negara-negara lain, terutama negara-negara yang dianggap oleh Amerika Selikat tidak berada dalam satu blok dengan kepentinganAmerika. b) Kecenderungan mengelompoknya kembali negara-negara berkembang dalam menentang Amerika Serikat dengan sekutu-sekutu Amerika. Mereka dianggap oleh banyak negara berkembang, memiliki karakter "hegemonic" yang diimplementasikan di arena politik intemasionaI. c) Munculnya kembali kekuatan nasionalisme yang besar di berbagai negara dalam menentang "kekuatan adidaya tunggal dunia" tersebut. Walau demikian, Amerika Serikat masih tetap merupakan satu negara adi daya yang belum tersaingi oleh negara manapun dan dari segi manapun; kekuatan militemya tetap paling supreme, perkembangan teknologinya paling unggul, perekonomiannya paling maju, masih tetap menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan, diplomasinya paling efektif dengan sistim poIitiknya yang mantap. Pada dimensi lain, setelah usainya perang dingin, ada beberapa kecenderungan baru dalam praktik-praktik hubungan intemasional sekarang ini yang tetap dominan serta mempengaruhi pertahanan suatu negara. Kecenderungan itu antara lain: Pertama, munculnya berbagai
5 aktor "baru" dalam hubungan intemasional sebagai akibat kuatnya proses transnasionalisasi. Ini berarti bukan hanya negara yang memegang peranan penting dalam politik intemasional, namun juga aktor-aktor swasta. Lembaga-lembaga resmi milik negara tidak lagi memonopoli jaringan hubungan intemasional, tetapi juga pihak-pihak non-negara. Karena itu, entitas Negara menjadi rentan terhadap berbagai bentuk infiltrasi asing. Kini kita tidak hanya mengenal apa yang disebut sebagai ''first track diplomacy", tetapi juga "second track diplomacy", "third track .diplomacy", serta ''fourth track diplomacy", bahkan "multi-trackdiplomacy". Kedua, batas-batas antara persoalan domestik dan persoalan intemasional menjadi kabur karena struktur negara dalam hubungan intemasionaIyang semakin terbuka. Dapatlah dikatakan bahwa dengan berakhimya perang dingin maka pola hubungan intemasional dan praktik-praktik dalam politik intemasional mengalami pergeseran yang sangat dinamis dan bahkan dramatis. Dunia tidak lagi bersifat bipolar, yang terpolakan secara ideologis antara kelompok "liberal kapitalis" melawan "komunis", melainkan menjadi bersifat multipolar; tidak lagi terpetakan menjadi "blok Barat" melawan "blok Timur", namun telah menjadi kelompok "negara demokratis", "negara otoriter", dan "negara yang sedang mengalami transisi ke arah demokrasi." Sejak masa reformasi, Indonesia dianggap oleh banyak negara, sebagai satu negara yang sedang menuju ke arah demokrasi. Setelah tragedi yang menimpa World Trade Center, New York, pada tanggal 11 September 2001, timbul dinamika dalam polarisasi politik intemasional. Amerika Serikat di bawah kepemimpinanPresiden George W. Bush secara intensif berusaha mengarahkan kontelasi dunia menuju bipolaritas bam, yaitu antara "negara-negara teroris" dan "negara-negara demokratis". Kriteria yang dikembangkan Presiden Bush sebetulnya lebih banyak bertumpu pada kepentingan nasional Amerika Serikat, pada referensi konseptual dan empiris yang kontroversial. Bagi Indonesia sendiri, referensi yang digunakan adalah hams jelas dan mantap, yakni kaidah-kaidah Undang-Undang Dasar 1945secara keseluruhan. Ketiga, faktor prinsipiil yang hams diperhitungkan daIam pembinaan pertahanan adalah kondisi obyektif Indonesia. Faktor ini
6 menyangkut kondisi demografis dan potensi sumber alam, serta posisi geografis serta karakter wilayah, yang kesemuanya mempunyai makna strategis.Faktor ini bisa dinamakan faktor "geo-strategis". Indonesia dan Geostrategis. Barangkali tidak ada negara di dunia yang memiliki kompleksitas geografis dan sosial-budaya seperti Indonesia. Wilayah Indonesia terbentang dari 94° 45' Bujur Timur sampai dengan 141 OS' Bujur Timur, dan dari 6° 08' Lintang Utara sampai dengan 11 15' Lintang Selatan. Wilayah ini terdiri dari ribuan pulau, terserak dari Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua; nusantara ini kurang lebih seluas Negara Amerika Serikat. Faktor lingkungan geografis tersebut masih ditambah dengan kenyataan geopolitik lainnya, yaitu' bahwa Indonesia yang "multiplural" berada pada persilangan lalu lintas dunia, khususnya komunikasi maritim yang sangat penting. Di dalam kawasan itu, terdapat "daerah-daerah panas", hot spots, baik karena letak wilayahnya yang sangat strategis dalam percaturan politik internasional, maupun karena kekayaan alamnya yang melimpah. The hot spots itu adalah Korea Utara, Korea Selatan, India, Pakistan, Iran, Irak, Kuwait, Saudi Arabia, Palestina, Israel. Ini berarti bilamana pada suatu ketika, misalnya, Amerika Serikat dalam rangka melindungi kepentingan nasionalnya di Timur Tengah, harus mengirimkan pasukan militernya dari Asia Pasifik ke Timur Tengah melalui laut, maka posisi Indonesia menjadi sangat crucial bagi Amerika dan bagi negara-negaradi Timur Tengah. Dengan melihat faktor dinamis sosial-politik Indonesia, pada satu segi, dan kondisi obyektif Indonesia serta dinamika politik internasional, pada segi lain, sebagaimana telah dikemukakan di atas, marilah kita membahas potensi ancaman terhadap Indonesia. B. Persepsi "Ancaman" "Ancaman" merupakan sesuatu yang kompleks. Sesuatu yang dirasakan atau dipersepsikan oleh suatu negara sebagai ancaman, bisa jadi tidak oleh negara lainnya. Misalnya, negara-A dirasakan oleh negara-X, mengancam eksistensinya, namun negara-A justru dianggap sebagaikawan,bahkan dinggappelindungoleh negara-Y. Guna memudahkan pembahasan, pada bagian berikut ini akan dilakukan kategorisasi ancaman terhadap Indonesia, yang akan dibagi
7 dalam empat kategori. Pertama, ancaman yang bisa disebut sebagai ancaman "kategori A", yakni ancaman paling berat dan paling membahayakan bangsa dan negara Indonesia. Ancaman kategori ini merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan eksistensi serta keutuhan bangsa dan negara yang merupakan inti dari kepentingan nasional, merupakan kepentingan nasional paling asasi. Ancaman ini secara potensial bukan hanya datang dari luar negeri tetapi juga bisa dari dalam negeri. Ancaman kategori ini bisa berupa invasi militer dari negara lain, dan juga dapat berupa penguasaan ekonomi, politik, budaya Indonesia oleh negara fain. Termasuk ancaman kategori-A adalah pemberontakankudeta Kedua, ancaman "kategori B", yaitu tindakan yang mengancam kepentingan nasional Indonesia, namun tidak secara langsung mengancam kedaulatan atau keutuhan bangsa dan negara. Termasuk di dalamnya adalah infiltrasi atau provokasi dari luar negeri baik militer maupun non-militer. Ketiga, ancaman "kategori C" adalah tindakan yang mengganggu ketertiban umum, namun tidak secara langsung mengancamkepentingan nasional maupun keutuhan bangsa dan negara. Misalnya, kerusuhan, konflik horisontal (primordial), maupun teror yang berupa peledakan tempatstrategisatau tempat-tempatumum. Keempat, ancaman "kategori D", yaitu berupa situasi atau tindakan sistemik yang secara konseptual sebenarnya bukan merupakan bentuk ancaman terhadap kepentingan nasional maupun keutuhan bangsa dan negara, namun dalam jangka panjang situasi atau tindakan tersebut, melalui suatu proses atau mekanisme sosial-politik tertentu, akan menjadi ancaman tidak langsung terhadap kepentingan nasional dan bahkan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Termasuk di dalam "kategori D" ini adalah sistem politik yang tidak stabil, yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, baik secara manifes maupun laten. Ancaman dalam kategori ini bisa juga berupa ketidakstabilan sistem politik yang berlangsung dalam tenggang waktu yang relatif pendek namun mengalami peningkatan yang cepat dan tajam. Sistem politik seperti itu adalah sistem politik yang tidak mampu melembagakan diri dalam. menanggapi spirasi ekonomi-politik masyarakatbawah. Tiga macam ancaman yang terakhir ("kategori B, C, dan D") bila
8 tidak dikelola dengan tepat, maka ancaman-ancaman tersebut secara potensial akan berkembang menjadi ancaman "kategori A". Upaya untuk menanggulangi ancaman "kategori A" tidak hanya meletihkan, tapi memerlukan biaya ekonomi yang sangat besar dan biaya politik yang tinggi. Bahkan, ancaman tersebut bisa bersifat destruktif serta "retarding" terhadap kemajuan dan pembangunan yang telah pemah dicapai dalam bidang ekonomi, politik dan lainnya. Kejadian yang dialami Bangsa Indonesia dalam kasus di Timor Timur pada masa lalu,
di . Papua dan Aceh adalah kenyataan dan pengalaman yang menunjukkan betapa penanggulangan ancaman "kategori A" sangat berat. Dengan pemahaman dan persepsi tentang ancaman seperti di atas, kita dapat menegaskan bahwa peranan TNI dalam bidang pertahanan dan dalam proses demokratisasi sangat vital. Namun demikian, tanpa adanya sinergi dengan peranan Polri, ancaman terhadap bangsa dan negara akan mudah berkembang dan akan sulit ditanggulangi. TN! sebagai tulang punggungpertahanan negara.
PERKEMBANGANTNISEBAGAIAPARATPERTAHANAN DALAM KEHIDUPANPOLITIK NASIONAL Pembahasan pada bagian ini, yakni mengenai peranan militer Indonesia (TNI) dalam bidang pertahanan, sebenamya tidak bisa dilepaskan dari peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Namun untuk memudahkan analisis, dan sesuai dengan perkembangan politik yang kini berlangsung
-
yaitu sejak 1 April 1999 lembaga
kepolisian dipisahkan dari kemiliteran Indonesia, dan juga sejalan dengan Instruksi Presiden R.I. No.2, Tahun 1999 tentang Langkahlangkah Kebijakan Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan (pengukuhannya oleh) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, No. MPR/VI/2000 maka pembahasan tentang peranan kepolisian Indonesia dalam bidang pertahanan tidak dilakukan secara khusus. Pembahasan singkat mengenai fungsi TN! sebagai alat pertahanan nasional dan peranannya dalam kehidupan politik dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama menyangkut peranan TN! sebelum
9 masa refo1111asi, guna melihat apa yang telah pemah terjadi di masa lalu guna mengambil langkah yang tepat pada masa kini dan masa depan, sedangkan bagian kedua, berkaitan dengan peranan TN! masa sejak refo1111asihingga dewasa ini.
A. TNI pada Masa Sebelum Reformasi .
Sebagaimanadiketahui, secara konvensionaltugas dan fungsi
militer di dalam negara .adalah untuk mempertahankan keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara. Di negara modem manapun di dunia. tidak ada satupun lembaga yang memiliki fungsi di bidang pertahanan selain militer. Karena itu, fungsi pertahanan biasa disebut sebagai "fungsi militer". Fungsi-fungsi selain di bidang.pertahanan, misalnya di bidang-bidang sosial, politik, serta lain-Iainnyadimiliki oleh kelompok sipil, yang biasa dinamai "fungsi sipil". Dengan begitu, dalam setiap negara terdapat kejelasan pembagian tugas atau fungsi; terdapat suatu "division of labour", atau stmctural differentiation serta functional specialization, sebagaimana dituntut di dalam setiap masyarakat modem. Ini berarti secara prinsipil harus ada division of labour antara kelompok militer dengan kelompok sipil, yaitu militer mengurus dan bertanggungjawab di bidang pertahanan, dan kelompok sipil di bidang sosiaJ,ekonomi, politik, dan budaya. Akan tetapi, kenyataan yang ada di Indonesia tidaklah sebagaimana disebutkan di atas. Disebabkan oleh adanya faktor kesejarahan (masa revolusi menegakkan kemerdekaan, 1945-1949), dan juga adanya faktor sosio-kultural di dalam masyarakat Indonesia yang patemalistik, maka kelompok militer, sebagai lembaga pertahanan juga melakukan aktifitas di bidang sosial, ekonomi dan politik. Secara populer dikatakan, militer Indonesia dan kepolisian Indonesia (ABRI) melakukan "Dwifungsi", yaitu bahwa ABRI mempunyai tugas di bidang pertahanan dan sekaligus juga tugas di bidang sosial, ekonomi, politik. Fenomena fungsi sosial-politik militer, atau partisipasi militer Indonesia dalam kehidupan politik, mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Suharto, 1966/1968
-
1998; suatu masa pemerintahan
dengan sistem politik yang dalam ilmu politik barangkali tepat disebut sebagai "modem military olygarchy", atau "military bureaucratic authoritatian", Pada masa itu, yang dalam perkembangan politik
10 Indonesia disebut masa "Orde Barn", ABRI sebagai alat pertahanan dan keamanan negara hampir sepenuhnya mendominasi bidang sosialekonomi dan politik dengan "weight and scope of power" dan "weight and scope of authority" yang begitu besar. Sistem politik itu temyata perlahan-lahan telah ikut menjuruskan Indonesia menjadi negara nondemokratis yang kelihatannya kuat dan makmur, namun pada hakekatnya merupakan negara yang rapuh. Karena itu tatkala Indonesia pada sekitar pertengahan tahun 1997 mulai terkena imbas krisis ekonomi, YaJlgpada mulanya menerpa Korea Selatan, dan kemudian melanda Thailand serta negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia paling lama mengentas dilinya dari kubangan krisis ekonomi tersebut. Yang perlu ditekankan dari perkembangan tersebut adalah bahwa para pemimpin Indonesia pada masa itu, termasuk pimpinan TN! dari eselon yang paling rendah hingga paling tinggi, kelihatan terlena serta tidak menggunakan waktunya dengan cukup untuk memikirkan secara "sungguh-sungguh" guna membangun kekuatan keamanan nasionl yang memadai. Pada waktu itu, perhatian dan kegiatan para pimpinan militer kelihatan lebih banyak terfokus pada bidang ekonomi, politik serta pemerintahan. Sedemikian kuat perhatian dan begitu besar magnitude kegiatannya dalam bidang sosial-ekonomi-politik sehingga para personil tentara dan kepolisian Indonesia, sebagai organisasi pel1ahanandan ketertiban umum, tidak lagi memiliki "disiplin militer" yang memadai. Kita mengetahui bahwa secara universal disiplin adalah elemen sangat vital bagi setiap organisasi kemiliteran, dan erosi kedisiplinan sudah pasti mengakibatkan memudamya profesionalisme di kalangan TNI dan Polri. Proses partisipasi politik TNI yang sejak awal 1950-an berlangsung sangat intens ditandai begitu jelas, antara lain, oleh kejadian yang kemudian terkenal disebut "Peristiwa 17 Oktober" 1952. Partisipasi militer di dalam arena politik tersebut, yang mencapai anti klimaknya pada 1998, membawa implikasi yang tidak menguntungkan bagi militer Indonesia sebagai organisasi pertahanan negara di kemudian hari, yaitu mengakibatkan militer Indonesia kelihatan tidak bisa diandalkan, baik di mata rakyatnya sendiri dan juga di mata bangsa-bangsa lain. Beruntung sekali, hal itu disadari oleh kalangan militer sendiri pada tahun 1998 itujuga. Pada tanggal 21 Mei 1998, sesudah mendapat berbagai tekanan
11 berat selama berbulan-bulan dari masyarakat luas yang dipelopori oleh para mahasiswa dan melalui media massa, Presiden Suharto secara tidak terduga mengundurkan diri dari jabatannya selaku Presiden Republik Indonesia. Perlu dicatat di sini, bahwa penentangan terhadap Presiden Suharto sehingga akhimya mengundurkan diri tersebut, dapat dikatakan, dipicu dan dipacu oleh seorang tokoh akademisi dari Universitas Gadjah Mada, Mohammad Amien Rais yang sejak tahun 1993 secara amat konsisten melakukan perlawanan terhadap sistem pemerintahan Presiden Suharto. Pada hari itu juga, tanggal 21 Mei 1998, Wakil Presiden RJ. Habibie segera dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Suharto. Masa sejak Presiden Habibie memerintah, dalam perkembangan politik Indonesia, biasa disebut sebagai era "Reformasi", yang merubah secara drastis karakter sistem politik Indonesia sebagaimana disinggung di muka. Implikasi dari perubahan sistem politik dan restrukturisasi politik ini, antara lain, adalah terjadinya pergeseran peran dan posisi militer Indonesia di dalam kehidupan bangsa dan negara. B. TNI dalam Masa Reformasi Pada tanggal 22-24 September 1998, dalam suatu seminar dengan tema "Peran ABRI Abad XXI" yang diselenggarakan di Sekolah Staf dan Komando TNI di Bandung, dihasilkan pemikiran yang dimaksudkan sebagai pegangan guna melakukan reformasi dalam tubuh TNI. Hasil seminar tersebut kemudian diberi judul "ABRI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa". Dengan paradigma baru yang dihasilkan dari seminar tersebut, kalangan pimpinan TNI mempunyai determinasi agar TNI kembali menjadi tentara yang profesional sebagai lembaga pertahanan negara yang tangguh dan kuat. Untuk maksud itu, maka Menteri Pertahanan dan Keamanan, Jenderal Wiranto yang dibantu oleh Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono dan pimpinan TNI lainnya, merasa perlu untuk mulai mengurangi peranan TNI di dalam kehidupan politik, dan secara bertahap menarik diri dari kegiatan politik dan pemerintahan. Determinasi pimpinan TNI tersebut diaktualisasikan dalam bentuk kebijakan pimpinan TNI untuk mengurangi secara substansial jumlah personil TNI yang menjadi
12 anggota DPR RI dan MPR RI. Kebijakan yang ditempuh pimpinan TNI pada masa Pemerintahan BJ.Habibie itu, kemudian dilanjutkan dengan "lebih bersemangat" oleh Pemerintahan Abdurrahman Wahid yang mencoba memberikan ruang lebih luas kepada kelompok sipil untuk lebih intensif memberikan sumbangannyadalam pembinaan pertahanan negara. Perkembangan proses pembinaan bidang pertahanan ini, dalam kaitannya dengan TN!, berlanjut pada Pemerintahan Megawati Sukamoputri. Perlu dicatat di sini bahwa sejak Pemerintahan AbduITahmanWahid, jabatan Menteri Pertahanan, yang sejak tahun 1959 selalu dipegang oleh peIWiratinggi TNI, makajabatan tersebut, di sampingjabatan Gubemur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), dipegang oleh orang sipil. Hal lain yang juga patut dicatat, ialah, pada masa Pemerintahan Megawati Sukamoputri, pengangkatan jabatan Panglima TN! dan Kepala Staf TNI-AD kelihatannya lebih didasarkan pada pertimbangan Iloll-military politics, yaitu masing-masing dipercayakan kepada personil peIWira tinggi Tr:ITyang dikenal profesional, yakni masing-masing kepada Jenderal TNI-AD Endriartono Sutarto dan Jenderal TNI-AD Ryamizard Ryacudu. Pada masa lalu, sebelum era reformasi, khususnya pada masa Pemerintahan Suharto, dua jabatan kemiliteran penting tersebut, di samping jabatan-jabatan lain seperti Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), atau jabatan territorial, seperti Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) untuk tingkat Propinsi, pengangkatannya nampak lebih banyak atas dasar pertimbangan militarypolitics. Sesudah secara singkat dibahas proses sosial-politik yang berlangsung sejak Mei 1998, yang secara Kelembagaan cukup drastis mengurangi peranan politik para personil dan lembaga TN! dalam kehidupan politik, dan secara perlahan-Iahan mengembalikan proses pembinaan profesionalisme di kalangan militer Indonesia, marilah kita membicarakanpembinaan pertahanan Indonesia. AGENDA PEMBINAAN PERT AHANAN INDONESIA Dari uraian di muka, ada beberapa agenda yang dapat dikemukakan untuk memperkuat pembinaaan bidang pertahanan negara, dan secara urnurn bidang keamanan nasional Indonesia. Pertama, yaitu
13 agenda untuk rneningkatkan pertahanan Indonesia sebagai bagian dari keamanan nasional. Pada satu segi, pertahanan Indonesia adalah ditujukan untuk rnelindungi keselarnatan dan ketenteraman segenap warga negara Indonesia, rnernelihara keutuhan dan kedaulatan negara Indonesia, dan untuk rnenangkal serta rnenghadapi setiap ancarnan dari luar negeri rnaupun dalam negeri, dari bentuk ancarnan "kategori A" hingga "kategori D". Ini berarti bahwa pernbinaan pertahanan Indonesia harus ditujukan untuk rnenghadapi bahaya ancarnan "kategori A" yang rnungkin datang sewaktu.-waktu sekalipun perang dingin dianggap sudah tidak ada lagi, dan sekaligusjuga ditujukan untuk rnencegah agar ancarnan kategori B, atau kategori C; rnaupun D tidak berkernbang rnenjadiancarnan"kategori A". Pada segi lain, kernampuanpertahanan Indonesia ditujukan untuk dan sesuai dengan keunikan posisi geografis Indonesia, yakni di sarnping rnerupakan suatu negara rnaritirn, Indonesia juga rneliputi wilayah pertahanan yang terserak begitu luas. Karena itu, kernampuannyahams dibina secara relatif rnerata dengan proporsi yang tepat, baik kekuatan laut (TNI-AL), kekuatan udara (TNI-AU) dan kekuatan darat (TNI-AD), di sarnping rnernbina kekuatan pernelihara ketertiban urnurn (Polri) secara rnernadai. Sinergi kekuatan gabungan yang handal dan selalu siap ternpur tersebut, yang biasa disebut "military preparedness", bersarna dengan kekuatan kepolisian merupakan unsur penting bagi kekuatan suatu bangsa, atau kekuatan nasional (nationalpower). Dalarn konteks "preventive defense", rnaka TNI-AU dan TNI-AL menernpati posisi sebagai "ujung tornbak" guna rnenangkal dan mencegah infiltrasi serta subversi kekuatan rniliter dari luar negeri. S~dangkanTNI-AD rnerupakan kekuatan pokok dan kekuatan inti guna mernelihara kearnanan nasional bersarna Polri, tidak hanya terhadap bahaya ancarnan "kategori A" dan "kategori B", tetapi juga "kategori C" dan "kategori D". Ada satu dirnensi yang penting ditekankan di sini, yakni bahwa pernbinaan kernarnpuan pertahanan Indonesia rupanya tidak bisa lepas dari faktor sosio-psikologis. Hal itu dapat kita lihat dari konsep atau sernboyan "Kernanunggalan ABRI-Rakyat" yang dipegang teguh dan dikornunikasikan secara intensif oleh pirnpinan TNI dengan rnenggunakanrnetarnorfosa atau analogi "ABRI dengan rakyat laksana
14 ikan dengan air. Pada tataran implementasi, ada dua level yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembinaan pertahanan; pertama, pada tataran perangkat lunak (personil); dan kedua, pada tataran perangkat keras (kelembagaan). Pada tingkat personil, kita mengetahui bahwa sesudah selama lebih dari empat puluh tahun TN! terbiasa memegang peranan politik dan ekonomi yang besar di berbagai lembaga pemerintahan dan semi-pemerintah, maka mudah dipahami jika di era sekarang masih terdapat banyak personil TN! yang kelihatan agak kesulitan bila tidak lagi memegang peranan aktif secara institusional di bidang sosial, politik dan ekonomi. Implikasi dari kebijakan tersebut ialah bahwa secara struktural TN! tidak lagi memiliki perwakilan di berbagai lembaga perwakilan dan lembaga pemerintahan serta tidak lagi aktif di bidang sosial ekonomi, baik secara invidual maupun kelembagaan. Dengan kata lain, pada level pertama adalah memantapkan pola pikir, mind-set, tentang fungsi tunggal dan pokok TN! sebagai alat pertahanan negara, namun juga penting dalam proses pembinaan sistim politik demokratis yang didalamnya berlaku konsep "supremasi sipil", suatu konsep yang secara umum diterapkan negara-negara demokratis. Bersamaan dengan itu, juga perlu disosialisasikan di kalangan TN! tentang pemantapan fungsi Polri yang kini memegang penuh fungsi "ketertiban umum" guna menjamin adanya penerapan law and order di dalam kehidupan masyarakat. Karena kompleksitas kondisi masyarakat dalam masa transisi ini, maka keIjasama yang rapi antara TN! dengan Polri menjadi sangat crucial sebagaimanatelah disinggung di muka. Pada level kedua yang bersifat struktural, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan penanganal1secara serius, yaitu antara lain, melengkapi perangkat perundang-undangan yang tepat sebagai "payung hukum" bagi legalitas tindakan TN! dalam menjalankan fungsi pertahanannya yang merupakan bagian dari fungsi keamanan nasional. Dalam konteks ini maka perundangan-undangan tersebut secara konseptual akan menjadikan TN! sebagai organisasi yang modem, di samping akan lebih memantapkan sistim politik di Indonesia yang demokratis dalam hubungannya dengan kedudukan militer di dalam negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), dalam usaha untuk mewujudkan reformasi di bidang pertahanan dan
15 keamanan, telah membuat keputusan yang, walaupun secara konseptual belum begitu jelas, tetapi MPR telah meletakkan dasar yang penting. Keputusan tersebut tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor VIlMPR/2000, tentang Pemisahan Tentara Nasional dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan Ketetapan MPR RI Nomor VIJIMPR/2000, tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejauh ini, perundanganundangan yang telah dibuat sebagai penjabaran Ketetapan-ketetapan MPR tersebut dalam kaitannya dengan pembinaan bidang keamanan nasional, adalah: Undang-undangNo.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undangJ~o. 3 Tahun 2002 tentang Pertahananan Negara, dan Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kedua, adalah agenda yang berkaitan dengan masalah anggaran pertahanan. Banyak studi mengkaji adanya pertalian secara langsung antara anggaran pertahanan dengan pertumbuhan ekonomi, baik pada negara yang sudah maju maupun pada negara-negara yang sedang berkembang. Namun pada bagian tulisan ini, anggaran belanja pertahanan akan dibicarakan dalam kaitannya dengan urgensipembinaan bidang pertahanan. TABEL1 PERBANDINGANANGGARANPERTAHANANDANPERSONILMILITER DI BEBERAPANEGARA Negara
Cina (RRC) Indonesia Korea Utara Myanmar Vietnam Singapura
Besar Anggaran (% GDP) 2001
2002
2003
3,7 3,0 25,0 10,7 6,7 5,1
4.1 3,0 25,0 9,4 7,5 5,3
3,9 3,0 25.0 9,6 7,4 5,2
Jumlah Personil, tahoo 2003 (dalam ribu) Personil Kekuatan Para Militer militer Cadangan (estimasi) 2.250,0 302.0 1.082,0 488,0 484,0 72,5
550,0 400,0 4.700,0 n.a. 3.000,0 312,5
1.500,0 195,0 189,0 107,0 40,0 96,3
Sumber: The Military Balance. 2004-2005 (London, UK: The International Institute for StrategicStudies, 2004), hal. 353-358.
16 Dilihat dati perbandingannya dengan pendapatan domestik bruto (gross domestic product, GDP), anggaran pertahanan negara-negara di dunia sangat bervatiasi. Korea Utara, misalnya, mengalokasikan anggaran pertahanan dengan jumlah paling besar dari GDP negara tersebut. Israel, walaupun anggaran pertahanannya secara prosentasi lebih kecil, namun Israel merupakan negara yang menyediakan biaya anggaran militer paling besar per personilnya. Sebagai contoh, untuk tahun anggaran 2002, anggaran militer Korea Utara adalah sebesar 25.00% (33,9%) dati GDP, yaitu sebesar $232,23 per personil; Israel, 9,3% (8,75%), yaitu sebesar $1.466,51 per personil; Singapura, 5,3% (4,9%), yakni $969,92 (atau Rp. 9.214.240,00 dengan asumsi $1.00 = Rp. 9.500,00) per personil; RRC, 4,1% (4,3%), yakni sebesar lebih dari $300,00 tetapi tidak melebihi $335,00 per personil ; Amerika Serikat, 3,3% (sekitar 3,2%), yaitu $953,01 per personil, sedangkan Indonesia, sebesar 0,76% (3.00%), dengan jumlah anggaran pertahanan sebesar Rp. 12.754,94milyar pada tahun anggaran 2002, dan sebanyak Rp. 21,4 trilyun, pada tahun anggaran 2004, dan jumlah personil TNI sebanyak 346.000 orang. Personil TN! sebanyak itu tentu saja jauh di bawah jumlah ideal, yakni sekitar sebanyak 2.000.000 personil, atau sekitar 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Bahkan jumlah tersebut masih di bawah kebutuhan minimal, yakni sebesar 0,25 % dari jumlah penduduk, yang berarti sekitar 500.000 personil TNI. Pada perkembangan terakhir, dalam nota keuangan pemerintah yang disampaikan pada tanggal 16 Agustus 2005, disebutkan bahwa jumlah anggaran pertahanan adalah sebesar 23,6 trilyun. Jumlah anggaran ini masih ditambah anggaran untuk fasilitas kredit ekspor sebesar $410 juta dan anggaran untuk keperluan di Aceh dan wilayah perbatasan ~ebesar 2 trilyun, sehingga total anggaran yang dialokasikan untuk bidang pertahanan adalah sekitar 30 trilyun. Jumlah anggaran pertahanan yang begitu minimal tidak mungkin dapat mengembangkan postur pertahanan Indonesia yang kuat, baik untuk segi kondisi personil TNI maupun untuk mutu dan kemampuan perlengkapan pertahanan, yang kesemuanya sangat vital dan cnlcial guna menghadapi ancaman "kategori A". Tabel 2, misalnya, menunjukkan bahwa TNI-AD hanya memiliki, antara lain, tank ringan, yaitu sebanyak 275 jenis AMX-13, ( upgrade), 15 PT-76, dan tank 60 ;enis Scorpion-90, dibandingkan misalnya, dengan Angkatan Darat
17 Singapura yang antara lain memiliki 100 tank jenis centurion MB7 (main battle tanks) dan 360 tank jenis AMX-13-SM1; sedangkan Angkatan Darat Thailand dipersenjatai dengan tank MBT sebanyak 50 PRC tipe-69 (untuk training), 105 M-48A5, 178 M-60, serta jenis tank ringan sebanyak 154 scorpion, 255 M41, 106 jenis Stingray. Di samping itu, Angkatan Laut Indonesia (TNI-AD), penjaga otoritas negara kepulauan, ternyata hanya memiliki dua kapal selam. Ini sangat berbeda dengan Angkatan Laut Thailand yang dipersenjatai principal surface combatant dan memiliki kekuatan marinir cukup kuat. Begitu pula halnya dengan armada Angkatan Udara Indonesia, hanya sebagian dari pesawat tempur TNI-AU yang bisa dioperasionalkan. Bahkan, dengan jangkauan patroli udara yang begitu luas, Angkatan Udara Indonesia hanya memiliki satu skuadron F-16, sebanyak 10 buah. Bandingkan, misalnya, dengan Angkatan Udara Thailand yang memiliki 3 skuadron 50 F-16.
TABEL2 PERBANDINGANPERSONILDAN PERLENGKAPANMILITERDI BEBERAPANEGARA <
.. Nara&. Jml Personil (Th; 20(3)
FILIPINA AD 66.000 :a personil Q
K = =
elighttank: 65 scorpionsekend.tempurinfanteri: 85 YPR765 PRI epengangkut personil: 100 M-I 13,20 Chaimire, 100 V-150, 150 Simba etowed artillery: (105mm) 230 M-IOI, M102. M-26, M-56; (I55mm) 12 M-114, M-68 emortir: (81mm) M-29; (107mm) 40 M-30 epeluncur recoilless: (75mm) M-20;
QueenAir
'C" AL = 24.000 .
..
(90mm)M-67;(106mm)M-40AI epswterbang: 3 Cessna,I
=
....
PERLENGKAPAN
personil
efrigate: I ekapal patroIi: 58 eamphibi: 7 eamphibi penyerang: 30 LVTP-5, 55 LVTP-7; LAV 24 LAV-300; epsw transportasi: 4 BN-2A Defender, 2 Cessna 177; eheIikopter SAR: 4 Bo-105 etowed artillery: (105mm): 150 M-IOI; emortir: 4.2in (107mm): M-30
18 AU 16.000 personil
INDONESIA AD .~
233.000 personil
=a Q
.~ ~ Q.
= = =.1 AL ~. 45.000 =: ~. personil
-
36 psw tempur, 25 helikopter bersenjata .psw fighter: 3 skw (II F-5A1B, 10 S-211) .helikopter bersenjata: 2 skw (20 MD-520MG, 5 AUH-76(S-76» .psw penangkis serangan: I skw (15 OV-IO Bronco) .psw patroli laut: I F-27M. I BN22SL .reconnaissance: I Commander 690A .psw transportasi: 3 skw - I skw 2 C-130B, 2 C-130H, 4 C-130K; I skw 7 F-27 200; I skw 5 BN-22B Nomad, 2 Cesna Cellfurion .helikopter pendukung: 2 skw (20 UH-IH), I skw transportasi VIP (6 Bell 412EP/SP, I SA-70A, I SA-330L Puma) .psw SAR/komunikasi: 4 skw (27 UH-IH), S-76 .psw trainiDl!: 2 skw .surface to air missile: AIM-9B Sidewinder olighttank: 275 AMX-13 (upgrade), 15 PT-76, 60 Scorpion-90 .reconnaissance: 69 Saladin (16 upgrade), 55 ferret (13 upgrade), 18 VBL .kend.tempur infanteri: II BMP-2 .pengangkut personil: 75 AMCX-VCI, 45 Saracen (14 upgrade), 60 V-150 Commando, 22 Commando Ranger, 80 BTR-40, 34 BTR-50PK, 40 Stomler (terrnasuk variannya) .towed artillery: (75mm) 50 M-48; (105mm) 120 M-IOI, 10 M-56; (155mm) 5 FH 2000; .mortir: (8Imm) 800; (l20mm) 75 Brandt; .peluncur misil: (90mm) 90 M-67; (l06mm) 45 M40AI RL; (89mm) 700 LRAC osenjata pertahanan udara: (20mm) 121 Rh 20; (40mm) 36 L/70; (57mm) 256 S-6O; .surface to air missile: 51 rapier, 17 RBS-70; .psw terbang: 6 NC-212, 2 Commander 680, 3 DHC-5; .helikopter: 8 Bell 205A. 17 Bo-105, 12 NB-412, 12 Hughes 3-{::(training), 2 Mi-35. .kapal selam: 2 .frigate: 16; .kapal patroli: 39; .kapal penyapu ranjau: II; .amphibi: 26 .pengintai: 2 CN-235 MPA; 15 N22M Searchmaster B, 10 N22SL Searchmaster L; .psw transportasi: 4 Commander, 4 NC-212, 2 DHC-5, I CN235M; .psw training: 6 PA-38 Tomahawk, 4 PA-34 Seneca; .helikopter tempur infanteri: 9 Wasp HAS-l; .helikopter transportasi: 6 NAS-332I Super Puma, 2* Bell-412, 17 NBO105, 3 EC-120B .light tank: 55 PT-76; .reconnaissance: 21 BRDM; .kend.tempur infanteri:1O AMX-IO PAC' 90; pengangkut personil:24 AMX:IOP, 100 BTR-50P; .towed artillery: 48 - (105mm) 22 LG-I Mk II; (l22mm) 28 M-38; .mortir: (81mm); .peluncur roket: (122mm) RM-70 (reported); (I40mm) 12 BM-14; .psw udara: 150, terrnasuk (40mm) 5 L6OnO;(57mm) S-6O.
.
19 AU 24.000 personil
MALAYSIA AD 80.000 personil
94 psw tempur, 2 psw latih perang, hanya 45% yang dapat dioperasionalkan
°psw fighter (ground-attack):
5 skw (I
olight tank: 26 Scorpions (90mm); okend.pengintai: 186 SIBMAS, 140 AML-60/-90, 92 Ferret (60 modijikasi); opengangkut personil: III Korean Infantry Fighting Vehicle (KIFV) (termasuk variannya), 211 Adnan (termasuk variannya), 184 V-100/-150 Commando, 25 Stormer, 452 Condor
AL 15.000 personil
-
skw 2 Su-27SK (AD), 2 Su-30MKI (multirole); I skw 14 A-4 (II -E, I TA-4H. 2 TA-4); I skw lO F-16 (7 -A, 3 -B); 2 skw 7 Hawk Mk 109 & 28 Hawk Mk 209 (/lighter) °psw fighter: I skw (12 F-5 (8 -E, 4 -F» oreconnaissance: 12* OV-lOF (hanya sebagian kedl yang beroperasl) oreconnaissance: I skw (3 Boeing 737-200) otanker udara: 2 KC-I30B otransportasi: 5 skw 18 C-130 (8 -B, 4 -H, 6 -H-30), 3 L10030, I Boeing 707, 4 Cessna 207, 5 Cessna 40 I. 2 C-402, 6 F27400M, I F-28-IOOO,2 F-28-3000, lO NC-212, I S/..yvan (survey), lO CN 235-110; oheJikopter: 3 skw 10 S-58T, II NAS-330 incl. 1-330SM(VIP), 5 NAS-332L (VIP/CSAR), 12 EC-120B; °psw training: 3 skw 7 Hawk Mk53*, 39 AS-202, 2 Cessna 172. 20 T-34C. 6 T-41D, 19 SF-260M/W, 7 KT-IB; omisil: AIM-9P Sidewinder, AGM-65G Maverick; oPaskhasan: 3 wings (sekitar 6 skw).
(150 upgrade), 37M
-3
Panhard; otowed artillery;
(105mm) 130 Model 56 pack, (l55mm) 12 FH-70, 22 G5; opeluncur roket (multi): (127mm) 18 ASTROS II; opeluncur roket: 73 mm: 584 RPG-7; omortir: (8Imm) 232; opertahanan anti-tank (gui;ded):24 Eryx. 18 AT-7 Saxhorn. 18 Baktar ShikaI opeluncur recoilless: (84mm) 236 Carl Gustav; (106mm) 24 M-40; osenjata pertahanan udara: (35mm) 24 GDF-D05; (40mm) 36 L40/70 osurface to air missile: 48 Starburst, Allza Mk II, SA-18;ohelikopter: 9 SA316B; oassault craCt: 165 Damen oCrigate:4; okapal patroli: 41; okapal penyapu ranjau: 4; oamphibi: I oannada penerbangan: 6 helikopter bersenjata; ohelikopter anti kapal selam: 6 Wasp HAS-l (semua tak beroDCrasi)okekuatan khusus: I unit komando laut.
20 AU 73 psw tempur; 1 psw operasional (markas besar), 1 15.000 integratedareadefencesystems oflighter (ground-attack): personil 3 skw (2 skw 8 Hawk 108, 17 Hawk 208,9 MB-339; 1 skw 8 FI
-
A-180); -psw fighter: 2 skw IS MiG-29N, 2 MiG-29U; oflighter(ground-attack}lreconnaissance: I skw 13 F-5fJF Tiger II, 2 RF-5E; -marine reconnaissance: I skw 4 Beechcraft 8200T; -psw transportasi: 4 skw (I skw 6 CN235; 2 skw 4 C-130H, 8 C-130H-30. 4 KC-130H (tkr),9 Cessna 4028 (2 dimodifikasi untuk survei udara); I skw VIP dengan peswat I Falcon-900 I BombardierGlobal Express 80700, I BBJ 737-700. I F-28 hel 2 S-6IN, I Agusta-loo, 2S70A;-helikopter: 4 skw transportlSAR (31 S-61A-4, 2 S-61N, 2 S-70A; UAV (Reece) 3 Eagle ISO);-psw training: 20 MD3160,45 PC-7MkIl, 9 MB-339A; -helikopter training: 13 SA316 Alouette Ill; -misil: AAM AIM-7 Sparrow, AIM_9 Sidewinder, AA-IO Alamo, AA-II Archer, ASM AGM-65 Maverick, AGM-840 Harpoon; -Airfield Defence: I field squadron; -surface to air missile: I skw Starburst; SF I Air Force Commando Unit.
.
SINGAPURA I / ,' I
.
. <~
,
~~OOO
personil
11 ~.
t = =' ,
.
11).
~ r--
AL 9.000 'I oersonil
-main battle tank: 100 Cellturion MBT; -ligllt tank: 350 AMX-13SMI; -reconnaissance: 22 AMX-IO PAC 90; -kend.tempur infanteri: 22 AMX-IOp, 250 IFV-25; -pengangkut personil: 750+ M-I13AII A2 (beberapa dilengkapi senjata 40nun125mmAGL), 30 V-IOO, 250 V-150!200 Commando, 250 IFV-40!50, beberapa berkemampuan sebagai all-terrain track carrier, otowedartillery (I 05mm) 37 LGI; (155mm) 38 Soltam M-7IS. 16 M-1l4AI, 45 M-68. 52 FH-88, 18 FH-2000; oself-propelled artillery (l55mm) 18 SSPH-I Primus; omortir (81mm) (beberapa self-propelled); (120mm) 50 (beberapa self-propelleddalam M-113); (160mm) 12 Tampella; -pertahanan anti-tank (guided): 30+ Milan, Spike; -peluncur roket: Amlbrnst; (89mm); 3.5in M-20; opeluncur recoilless: (84mm) 8200 Carl Gustav; (I 06mm) 90 M-40AI; esenjata pertahanan udara:(20mm) 30 GAI-COl (beberapa self-propelled);osurfaceto air missile: 75+: RBS-70 (some SP as the V-2OO)(Air Force), Mistral (Air Force), SA-18 (Air Force); oarmada survei: ANITPQ-361-37(artHen, mortir) okapal selam: 3; -kapal patroli: 23; -penyapu ranjau: 4; oamphibi: 4.
21
-
AU 125 psw tempur, 28 helikopter bers,:!l\jata oJIigllter, 3.500 ground-attack: 8/9 skw I skw 20 A~SU; 3 skw 6 F-16A1B. personil 38F-I6CID; 2 skw di Ameri~!tSerikat dengan 24 F-I6ClD; 2
-
skw 28 F-5S, 9 F-5T; oreconnaissance: I skw 8 RF-5S; oairborneearly warning: I skw 4 E-2C; o.tanker:I skw 4 KCI skw 4 135R; otransport/tanker/reconnaissance: 2 skw
-
KC-130B (tanker/transpon), 5 C-130H (2 EUNT), I KC-130H; I skw 9 F-50 Enforcer (4 transpon, 5 maritime reconnaissance); ohelikopter bersel\jata: 2 skw 20 AS I skw 19 UH-IH, 550A2IC2, 8 AH-64D; ohelikopter: 4 skw 6 AB-205A, 2 skw 18 AS-332M (incl 5 SAR), 12 AS-532UL; I skw 10 CH-47SD; °psw training: I skw 27 SIAl S-211; I skw 10 TA-4SU, 6 A-4SU; I skw 12 AS-S50.
-
omain battle tank: 50 PRC Tipe-69 (training), 105 M-48A5, 178 M-60 (125 A3, 53 AI); olighttank: 154 Scorpion, 2 55 M41, 106 Stingray; oreconnaissance: 32 Shorland Mk 3, HMMWV; opengangkut personil: 340 M-I13AII A3, 142 v150 COn/mando, 18 Condor. 450 PRC Tipe-85 (YW-53IH); otowed artillery: (105mm) 24 LGI Mk 2, 285 M-101I -101 (modifikasi), 12 M-102, 32 M-618A2 (huatan loka/); (130mm) 5 PRC tipe-59; (155mm) 50 M-114, 61 M-198, 32 M-71, 42 GHN-45AI; oself-propelled artillery (155mm) 20 M-I09A2; opeluncur roket (multi): (130mm) PRC tipe-85 (reported); omortir: 1,900 tennasuk 81mm (tennasuk 21 M-125A3 selfpropelled), (107mm) tennasuk M-106Al self-propelled; (l20mm) 12 M-I064A3 self-propelled; opertahanan anti tank (guided): Tow ( tennasuk 18 M-90IA5). 300 Dragon; opeluncur roket: M-72 LAW; opeluncur recoilless: (75mm) 30 M-20; (I06mm) 150 M-40; osel\jata pertahanan udara: (20mm) 24 M-163 Vulcan. 24 M-167 VlIlcan;(37mm) 52 tipe74; (40mm) 30 M-I/M-42 SP, 48 U70; (57mm) 24+ PRC tipe59; osurface to air missile:Redeye. Aspide. HN-5A; ounmanned aerial vehicle: Searcher; °psw transportasi: 2 C212, 2 Beech 1900c, 2 Shon 330UTT, 2 Bcech King Air, 2' Jetstream 41; oliaison:40 O-IA, 10 U-17B;°psw training: 15 T-4IB. 18 MX-7-235; ohelikopter penyerang: 5 AH-IF; ohelikopter transport: 6 CH-47D, 65 Bell (termasuk -206, 212, -214, -412), 92 UH-IH, 2 UH-60L; ohelikopter training: 42 Hughes 3OOC; osurvei: RASIT (anileri), AN-TPQ-36 (anileri. monir).
22 AL 70.600 personil
AU 46.000 personil
oprincipal surface combatant:4 ofrigate: 12 (8 di antaranya dilengkapi gun machine); okapal patroU: 115; °penyapu ranjau: 8; oamphibi: 7 °psw tempur: 44. terdiri atas psw flighter: 9 Harrier (7 AV-8A. 2 TAV-8A); °psw strike: 14 A7E Corsair II. 4 TA-7C Corsair II ASW I UP-3T; MPA 2 P3-T, 4 N-24A,S Domier 228-212,2 Fokker F.27 Mk 200, 9 Sentry 02-337; °psw transport: 2 Fokker F.27 Mk 4ooM; °psw SAR: 2 CL-215-1II; ohelikopter bersenjata: 8 ohelikopter: ASW 5 Bell 212, 6 S-70B Seahawk, 2 Super Lynx; SAR 5 S76B; TPT 5 Bell 214 ST; omisil: ASM AGM-84 Harpoon; okekuatan Marinir: 23.000 personil - I divisi di markas besar, 2 resimen infantri, I resimen anileri; I batalion amphibi; dengan perlengkapan -kend. tempur amphibi: LVTP-7; pengangkut personil: 24 V-ISO Commando; -towed artillery: (105mm) 36 (reported):(l55mm) 12GC-45; 4 divisi udara, satu sekolah training penerbangan , 190 psw
-
tempur
oflighter (ground-attack):
10 skw
-
I skw 13 F-
5A/B, 3 skw 50 F-16 (41 -A, 9 -B); 3 skw 34 L-39ZA/MP; 3 skw (1 aggressor) terdiri atas 36 F-5FJF (32 psw sedang diupgrade); °psw bersenjata: 3 skw - I skw 22 AU-23A, I skw 14 OV-IOC, I skw 20 Alphajets; oelectronu:intelige1lce:I skw 3 IAI-201; oreconnaissance: 3 RF-5A; °psw survei: 2 Learjet 35A, 3 Merlin IVA, 3 GAF N-22B; °psw transportasi: 3 skw
-
I skw 7 C-130H, 5 C-130H-30; I skw 3 Basler T-67,
19 N-22B; I skw 5 G-222. 4 BAe-748; oVIP Royal flight: I Airbus A-310-324. I Boeing 737200,3 King Air 200.2 BAe748. 3 Merlin IV hel 2 Bell 412, 2 A5-332L, 3 AS-532A2; °psw training: 24 CT-4 Airtrainer, 23 PC-9 hel 6 Be11206B; 'liaison: 3 Commander, I King Air E90, 3 Cessna 150,2 Queen Air, 12 T -410; ohelikopter: 2 skw - I skw 15 5-58T, I skw 20 UH-I H; -air to air missile: AIM-9B/J Sidewinder. Python 3, AIM-120 AMRAAM; opertahanan udara: I batalion anileri : 4 Skyguard, I Flycatcher radar; osurface to air missile: Blowoioe.Aspide, RBS NS-70, Starburst.
KETERANGAN: AD = Angkatan Darat; AL = Angkatan Laut; AU = Angkatan Udara; psw =pesawat; skw = skuandron; tow(ed) = tube-launched optically wire-guided missile; * = pesawat training yang dinilai layak sebagai pesawat tempur. Sumber:
The Military Balance. 2004-2005 (London. UK: The International Institute for Strategic Studies, 2004), hal. 174193.
23 Masalah anggaran pertahanan Indonesia yang serius tersebut, di samping disebabkan oleh kuantitas (nominal) anggaran yang kurang memadai sebab kemampuan ekonomi nasional masih sangat terbatas, juga dikarenakan oleh struktur anggaran yang tidak tepat. Dalam struktur anggaran pertahanan Indonesia tahun 2002, misalnya, anggaran pembangunan hanya sebesar Rp2.880,11 milyar, sedangkan anggaran rutin sebanyak Rp9.874,83 milyar. Pada tahun anggaran 2004, anggaran pembangunan hanya berjumlah Rp. 7.680,2 milyar, sedangkan anggaran rotin sebanyak Rp13.741,9 milyar. Sebagaimana diketahui, anggaran pembangunan digunakan untuk melakukan pembangunan sistem, pembangunan personil, pembangunan fasilitas, dan pembangunan materiil; sedangkan anggaran rutin digunakan untuk belanja barang, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas. Di atas itu semua harus diatasi mengenai masalah efisiensi dalam realisasi penggunaan anggaran tersebut. Bila mana hal-hal itu tidak diatasi, maka kualitas personil militer Indonesia, dan juga mutu serta kemampuan perlengkapan pertahanannya tidak meyakinkan. Ketiga, agenda guna mengembangkan potensi masyarakat sipil dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional. Partisipasi masyarakat sipil di bidang pertahanan bukan hanya akan meringankan biaya yang ditanggung oleh pemerintah, namun juga akan lebih tangguh sistim pertahanan nasional Indonesia, khususnya dalam konteks comprehensive security atau total defense system. Ada tiga kelompok masyarakat sipil yang sangat penting mendapat perhatian secara khusus, yaitu kalangan dunia. usaha, kalangan "komunitas epistemik" pertahanan, dan kalangan perguruan tinggi. Suatu policy yang secara nasional mengintegrasikan ketiga kelompok sipil tersebut akan sangat membantu memperkuat dan memantapkan postur pertahanan. Dunia usaha merupakan kalangan yang memiliki kemampuan finansial paling besar. Tidak ada kelompok masyarakat yang memiliki kekuatan finansial sebesar kelompok dlmia usaha, baik milik swasta maupun milik negara, dan karena itu kelompok masyarakat ini harus mampu memberikan kontribusi yang memadai dalam pengembangan bidang pertahanan dan keamanan. Kalangan epistemik, dengan keahlian, kompetensi pemikiran, dan jaringan yang dimilikinya akan selalu mempertajam wawasan masyarakat dan pemerintah mengenai
24 urusan pertahanan negara, sebab sebagaimana kalangan perguruan tinggi, mereka berpikir terbuka dan mandiri. Sebagaimana Research Institutefor Peace and Security (RIPS) di Tokyo, RAND Corporation di Santa Monica, California, The Brookings Institute dan The Heritage Foundation serta The Potomac Foundation di Washington, D.C., yang memberikan kontribusi penting dalam pemikiran mengenai keamanan nasional dan modernisasi, maka lembaga-Iembaga semacam Center for Strategic and International Studies (CSIS), RiDEP, Pusat Studi Keainanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada, harus selalu ditingkatkan kontribusinya, bukan sekedar secara personal tetapi terutma secara kelembagaan, dalam pengembangan bidang pertahanan dan keamanan. Kalangan dunia perguruan tinggi menempati posisi yang tidak kalah pentingnya. Di sini bukan hanya terdapat banyak para pemikir yang mampu memperkuat kelompok epistemik pertahanan dan keamanan, tetapi perguruan tinggi merupakan tempat berkumpulnya para pemikir yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan penelitian secara terus-menerus dan tekun, serta sustainable mengembangkan penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan (invention dan innovation). Tidak ada lembaga kemasyarakatan yang memiliki kemampuan dan melakukan kegiatan dalam bidang penelitian seintensif perguruan tinggi, sebab fungsi dan tugas perguruan tinggi, yang paling penting, adalah mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk bidang pertahanan. Hasil-hasil penelitian dan penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan, inklusif di bidang pertahanan oleh berbagai lembaga perguruan di Amerika Serikat, seperti California Institute of Tecll1lology(Caltech) dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan puluhan lembaga perguruan tinggi lainnya sudah sangat dikenal dalam bidang pertahanan dan modernisasi. Bahkan Norwich University di Vermont, New England, merupakan perguruan tinggi swasta yang secara langsung melakukan pendidikan kemiliteran kepada para perwira militer, sudah barang tentu bekeIja sarna dengan otorita pemerintah bidang pertahanan. Oalam konteks Indonesia, perguruan-perguruan tinggi negeri semestinya memberikan kontribusi penelitian-penelitian bagi pertahanan Indonesia; Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh November
25 (ITS), sangat penting memberdayakan diri dan diberdayakan oleh pemerintah guna lebih banyak memberikan kontribusi bagi bidang pertahanan Indonesia. Kalangan perguruan tinggi dan lembaga-Iembaga riset tersebut dengan ditopang oleh dunia usaha sudah pasti akan memperkuat postus pertahanan Indonesia.
.CA TATAN AKHIR
Hadirin sekalian yang saya muliakan, Esensi tujuan reformasi yang berlangsung sejak 1998 adalah terselenggaranya kehidupan keindonesiaan yang demokratis, yaitu kehidupan bermasyarakat dan bemegara dengan penuh keterbukaan, kelonggaran, kemajemukan, dan dengan peran serta masyarakat luas secara proporsional dalam kerangka tradisi dan nilai keindonesiaan. Dalam kerangka tujuan reformasi itu pula pembinaan bidang pertahanan Indonesia hams diwujudkan, dengan penuh keterbukaan. Kompleksitas perjalanan sejarah Indonesia sesudah Proklamasi, terutama pada tahun 1950-an di bidang keamanan nasional, rupanya telah menyebabkan kalangan otorita bidang pertahanan merasa "kurang bergairah" mendorong partisipasi kalangan sipil bagi bidang pertahanan. Dan sebaliknya, pengalaman masa lalu, khususnya sejak empat puluh tahun yang lewat, tetah menyebabkan kalangan sipil hampir kehilangan kepercayaannya kepada militer. Sekalipun pada masa akhir-akhir ini sudah dilakukan "remedial programs". oleh Pemerintah dan Pimpinan TNI dan juga oleh para elit sipil, namun upaya tersebut kelihatan belum memadai, atau menurut Emile Durkheim, belum "sufficient". lumlah dan kualitas "komunitas epistemik" bidang pertahanan masih belum significant, dan demikian pula belum ada kegiatan riset yang substansial dalam pengembangan "software" maupun "hardware" pertahanan di perguruan tinggi. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah kualitas wakil-wakil rakyat di DPR RI. Mereka hams menguasai pengetahuan dan memiliki otoritas
26 bidang pertahanan, bukan pengetahuan instan maupun yang bersifat reaktif. Pada tataran global, pembinaan pertahanan Indonesia harus terus difokuskan pada geopolitik dan geostrategi dengan memanfaatkan posisinya yang unik di arena intemasional, khususnya di arena regional. Dalam konteks ini, upaya Indonesia sebetulnya lebih banyak bergantung pada kegiatan diplomasi yang efektifitasnya banyak ditentukan oleh postur militer dan pertahanan Indonesia, di samping bergantung pada "defense policy"- yang dijalankan Pemerintah Indonesia-- yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan dan kekuatan semua komponen pertahanan negara, terutama TNI, dan dalam meningkatkan kinerja berbagai lembaga pertahanan. lumlah personil TNI harus dipikirkan sungguh-sungguh agar mencapai "kebutuhan minimal", sehingga nantinya dapat diprogramkan bukan hanya untuk mencapai "kebutuhan yang rasional", namun bisa mendekati "kebutuhan ideal". Demikian pula halnya dengan jumlah anggaran pertahanan, yang kini "baru" mencapai 0,76& GNP, perlu diupayakan untuk ditingkatkan jumlah dan penggunaannya secara lebih terencana, baik oleh Pemerintah maupun DPR, serta penggunaannya lebih efisien, lebih tepat mencapai sasaran. Dengan demikian, maka kemampuan perlengkapan pertahanan Indonesia akan mencapai kebutuhan yang memadai, sebanding dengan kemampuan pertahanan negara-negara tetangga, dan cukup tangguh dan efektif untuk menghadapi ancaman terorisme, mampu menangkal dan mencegah serta mengatasi ancaman "kategori A" hingga "kategori D". Pembinaan kekuatan tempur TNI-AU dan TNI-AL pada saat ini harus diprioritaskan sebagai "spearhead' kekuatan penangkal dan pencegah terhadap kekuatan asing. Kita masih ingat aKsioma"civic pacem para bellum" dalam konteks penyelenggaraan sistem politik yang demokratis. Para Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan, Sampailah saya pada bagian untuk menghaturkan rasa syukur, rasa terima kasih atas anugerah kepangkatan akademis ini. Pertamatama, kami sekeluarga menghaturkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Masa Kuasa, Allah SWT, yang selalu memberi kekuatan, perlin-
27 dungan, petunjuk, dan insya-Allah ridhoNya sehingga saya mendapatkan anugerah kepangkatan akademik ini; Alhamdulillah. "Ridho Tuhan itu ada pada ridho ibu dan ayah", kata agama saya. Untuk itulah saya menghaturkan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada kedua orang tua saya, ibunda Zubaidah dan ayahanda Abdul Muhaimin, yang sejak saya lahir telah mendidik saya, dengan kesabaraonalmarhumah ibu, dan dengan kedisiplinan serta ketegasan ayah saya. Ayah adalah orang yang lapang dada, namun tegas dan kuat dalam memegang pendirian. Almarhumah ibu saya adalah seorang yang sabar, dan sangat telaten dalam mendidik anak-anaknya. Pesan ibu yang tidak pemah saya lalaikan, antara lain ''jangan menyakiti orang yang tidak menyukai kamu, dan jangan membalas orang yang menyakiti kamu, sebab Allah itu yang Maha Adil", suatu pesan yang sedapat-dapatnya selalu saya lakukan, walaupun sekali waktu terpaksa agak saya langgar. Untuk ibu kami, saya ingin mengutip kata-kata Wakil Presiden Amerika Serikat, Walter Mondale, tatkala melepas mendiang Hubert Humphrey yang amat dikaguminya, katanya : you taught me how to live, how to love, how to hate; and finally you taught me how to die. Semoga arwah ibu saya senantiasa mendapatkan rahmat di sisi Allah SWT, dan ayah selalu dikaruniai kesehatan. Saya juga sangat beruntung mempunyai kakak dan adikadik yang kesemuanya membuat masa kecil saya selalu hangat: kakak saya Fatchijjah, adik-adik Chodidjah, Toha, 'Aisyah, Fatimah, Muhammad Nadjib, dan Ahmad Hilmi. Di samping ibu dan ayah, adalah para guru saya; yaitu di Sekolah Rakyat, Bumiayu, Jawa Tengah: terutama almarhum Pak Guru Sudarso, dan juga Bu Guru Umi Kulsum, Pak Guru Abdul Wachid dan Pak Guru Harun. Beliau-beliau betul-betul perididik; pikiran dan perasaan serta hatinya sungguh-sungguh menginginkan para muridnya menjadi anak pandai dan beradab. Di samping di S.R., yang amat berjasa guru-guru di madrasah "Ta'allumul Huda", Bumiayu, yakni: Ustadz Abdul Halim, Ustadz Zubair, Ustadz AIi, Ustadz Aqil, Ustadz Thohir, Ustadz Abdul Qosim dan Ustadz Said, yang kesemuanya telah berpulang ke rahmatul-Lah, kecuali Ustadz Qosim. Almarhum Pak Fuad guru Aljabar; aim. Pak Soheh guru Ilmu Hayat, Ibu Suyatmi guru Ilmu Bumi, serta pak Harto guru Sejarah
28 Dunia di SMP Islam, Bumiayu; Pak Machmud guru Tata Negara di SMA Muhamadiyah Purwokerto, dan Pak Efendy guru Tata Hukum di SMA Negeri Purwokerto, telah memberi fondasi bagi saya dalam mengikuti kuliah di Fakultas Sosial dan Politik (Sospol), Universitas Gadjah Mada. di samping bekal pengalaman yang saya dapatkan dari program "American Field Service International Scholarship" (AFS). Saya amat berterima kasih kepada keluarga Glidden Hohn di Grand Mound, sebagai keluarga saya selama setahun, dan juga kepada keluarga-keluarga Ash, Mockridge, Brown, Deke, dan Hummel di De Witt, Iowa. Saya tidak pernah lupa Central Community High School. Satu keharusan bagi saya untuk menghaturkan penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah yang melalui Meilteri Pendidikan Nasional R. I. (waktu itu dijabat oleh Prof, A. Malik Fadjar) yang telah memberi saya kepercayaan jabatan Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada, sebab Menteri Pendidikan Nasional sebelumnya, semasa pemerintahan Gus Dur, samasekali tidak berkenan memproses pengajuan Guru Besar bagi saya. Ucapan yang sarna juga kami haturkan kepada Majelis Guru Besar, Senat Akademik, kepada Rektor beserta para Wakil Rektor, kepada Dekan (Prof. Dr. Sunyoto Usman) dan para Pembantu Dekan serta Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mengajukan usulan untuk saya menjadi Guru Besar pada Universitas Gadjah Mada,. Insya-AlIah, kepercayaan yang telah diberikan kepada saya selaku Guru Besar akan saya emban sebaik mungkin. Secara khusus saya juga amat berterima kasih dan menaruh hormat kepada Prof. Mr. Hardjono, dosen mata kuliah "Kewiraan". Para senior di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional dengan segala romantikanya telah membuat saya bersemangat menjadi dosen pada masa-masa awal pengabdian saya di Fakultas Sospol. Beliaubeliau adalah mantan dosen saya, terutama almarhum Prof. Soeroso dan aIm. Prof. Idris, termasuk aIm. Drs. Saifullah Mahyuddin, aIm. Drs. Herqutanto, serta aIm. Drs. H. Ismail Gani, dan ibu Dra. Sulistyati Gani. Juga senior saya, Prof. Dr. Ichlasul Amal dan Prof. Dr. M. Amien Rais. Saya sangat beruntung mempunyai ternan-ternan sejawat di Jurusan Hubungan Internasional, yang bukan hanya merupakan pekerja keras, tapi juga pemikir kritis dan analitis. Kelakar "khas H.I" yang selalu hadir dalam konteks diskusi akademis membuat suasana
29 selalu segar dan dinamis, betul-betul kolegial. Tim dosen yang "hebat" ini, yang diayomi oleh "Bu Lurah Jurusan H.I." Dra. Ilien Halina, M.Si., adalah Drs. Riza Noer Arfani, MA yang menjadi "carik", Drs. Usmar Salam, M.I.S.; Dra. Siti Mutiah Setyawati, MA; Dr. Siti Daulah Khoiriati, MA; Drs. Dafri Agussalim, MA; Drs. Rizal Panggabean, MSc.; Dr. Nanang Pamudji Mugasejati; Drs. Muhadi Sugiyono, MA; Drs. Rachmat Yulianto, MA; Poppy Sulistyaning Winanti, SIP, M.PP; Ririn Tri Nurhayati, SIP, M.Si., MA; Drs. A. Hanafi Rais; dan tentu saja Prof. Dr. Budi Winarno. Kepada Prof. Dr. Mohtar Mas'oed, Dr. Nanang Pamuji, Drs. Muhadi Sugiyono, MA kerap diskusi dan me-refresh kemampuan saya, saya menyampaikan terima kasih. Demikian pula kepada alumni-HI lainnya, yakni antara lain Drs. Sudjadnan, Drs. Imron Cotan, Drs. Makmur Widodo, Dr. Abdul Wachid Ridwan, MA. Saya amat berterima kasih kepada beberapa mahasiswa H.I. yang pemah memberikan kontribusi pemikiran penting kepada saya. Para pegawai di Fisipol betul-betul telah beIjasa kepada saya; semuanya, dalam menunjang kegiatan saya. Namun rasanya ada satu pegawai yang terlalu penting untuk tidak disebut secara eksplisit, karena beliaulah yang tersibuk dalam mengurus kenaikan pangkat, dan karena itu juga "gizi" para dosen, yaitu Ibu Tuty Palupi, karyawati profesional, tulus ikhlas, dedikatif dan sangat disiplin. Di luar Universitas Gadjah, banyak pihak telah berjasa dalam pengembangan karir saya di bidang akademik. Dr. Joseph E. Black dan Dr. Colin MacAndrews dari the Rockefeller Foundation yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk kuliah dan mendapatkan Ph.D. di MIT, dengan didampingi oleh istri dan anakanak saya. Untuk itu saya sekeluarga menyampaikan terima kasih. Penghargaan yang sarna juga saya sampaikan kepada Dr. Peter Weldon dari the Ford Foundation dan almarhum Dr. Alfian yang telah memberikan bantuan dan dorongan yang sangat bermakna kepada saya belajar ke MIT. Terima kasih kepada Dr. Anwar Makarim, A. Rahman Toleng serta almarhum Drs. Mohammad Djazman Alkindi juga telah memberikan semangat kepada saya tatkala menyelesaikan kuliah di UGM, dan di MIT. Secara khusus saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Lucian W. Pye
30 dan Prof..Dr. Myron Weiner, dua pembimbing akademik saya di MIT. Di samping itu, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besamya kepada the Japan Foundation serta Pemerintah Jepang (via Monbusho), yang masing-masing melalui University of Tokyo dan Nagoya University telah memberikan fellowship kepada saya guna mempelajari birokrasi dan sumber daya manusia di Jepang. Terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. Takashi Inoguchi di University of Tokyo, dan kepada Prof. Dr. Wakabayashi di Nagoya University Demikian juga kepada Pak Kasuo Ando dan mendiang Mr. Takeshi Komiyama dari the Japan Foundation, saya menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bantuan dan kerjasamanya. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang telah memberikan kesempatan kepada saya menjadi salah seorang dari sebelas peserta dalam "Asia-Pacific Security Study Tour" guna meninjau basis-basis militer Amerika di Pearl Harbour, di Pusan, di Yokosuka, dan di Subic serta Clark. Kesempatan itu memberikan pengetahuan kepada saya tentang beberapa hal mengenai pertahanan global Amerika Serikat. Saya ingin menyampaikan penghargaan saya kepada Dr. Daniel Dhakidae, MH Ainun Nadjib, serta Drs. Mohammad Yahya, yang kerap memberikan dorongan moral di saat saya membutuhkan semangat . Penghargaan yang sarna juga saya sampaikan kepada Dr. (H.C.) Taufiq Ismail yang tanpa disadarinya, telah memberikan kontribusi dalam "merawat character building" saya melalui "omongomong kecil" dan terutama melalui puisi-puisi yang diciptakannya sejak tahun 1966 hingga saat ini. Khusus kepada Bapak lenderal TN! (pum.) Feisal Tanjung, dan kepada lenderal TN! (pum.) Try Soetrisno, saya menghaturkan terima kasih dan penghargaan atas berbagai saran dan perhatiannya dalam memberikan perspektif tertentu dalam studi saya mengenai Militer dan Pertahanan Indonesia, hal yang sarna saya haturkan kepada Letjen TNI (pum.) Agus Widjojo dan Letjen TNI (pum.) Arifin Tarigan atas buah pikirannya mengenai peranan militer dalam dalam kehidupan politik dan sistem pertahanan Indonesia. Secara lebih khusus saya menghaturkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. T. Jacob, yang sejak awal bersama-sama mendirikan dan mengembang-
31 kan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) di Universitas Gadjah Mada. Perspektif, wawasan, dan visinya sungguh sangat memperluas pengetahuan saya di bidang politik dan perdamaian. Tanpa dorongan beliau, PSKP tidak akan sebesar seperti sekarang ini. Kepada istri saya, Choifah, saya sangat berterima kasih atas pengertian dan pengorbanan serta kesabarannya yang sudah hampir 37 tahun bersama-sama mengarungi biduk rumah tangga dan membesarkan serta mendidik anak-anak. Demikian pula kepada anakanak saya, Atrofiyati Elandr. Agus Surono Suyatno; Elfin Manfaluti dan Eva Fachri; Amalia dan dr. Anton Budhi Darmawan Sardjono, dan Dewi Rosemary (Oci) dengan Jr. Bambang Bima Ardita Anwar, saya menyampaikan salut. Empat serangkai anak-anak kami itu bukan hanya inspirator, tetapi juga kritikus yang kadangkala amat tajam, sehingga membantu saya untuk tetap "on the right track" dalam melakukan tugas-tugas. "Ilmu yang dipelajari rupanya kok membingungkan orang banyak, mengajarkan 'molitiki orang"'; "Hatihati, sepertinya itu akan menjurus ke tindakan korupsi."; "Anak-anak. miskin itu sumber kekuatan, jangan diterlantarkan nasib mereka untuk menjadi orang-orang pintar"; "Mengapa gemar mempelajari orang yang saling membunuh?" - frase-frase semacam itu, antara lain, sering terlontar dalam pembicaraan dengan anak-anak dan istri saya. Saya amat berbahagia dan beruntung didampingi mereka yang kesemuanya memiliki rasa humor yang tinggi, terutama Oci, sehingga dunia ini selalu terasa ceria. I love you all, very much. Saya juga berterima kasih kepada keluarga besar mertua saya; mas yu Fatchiyyah Abu Bakar, yu Hermiyati Suja'i, yu Cholisoh Asmu'i, almarhumah yu Cho'diah dan almarhumah yu Chosyi'ah semasa hidup; mas Muhadjir, dik Musa, dik Kanthi Hamzah, dan dik Abu Bakar Jamali. Sudah barang tentu masih banyak orang-orang yang berjasa kepada saya, namun tidak mungkin disebutkan di sini semuanya; ternan-ternan sekolah indekos di Purwokerto dan di Yogyakarta, kawan-kawan seperkumpulan, dan sebagainya. Akhimya kepada para hadirin yang telah berkenan memenuhi undangan pada hari ini, dan dengan sabar mengikuti upacara ini, terutama yang hadir dari luar Jogjakarta, saya sekeluarga menghaturkan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya. Demikian pula
32 kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya acara ini, saya sekeluarga menghaturkan ucapan terima kasih. Jazaakumul-Lahu chairaljaza. Terima kasih. Matur sembah gUllgillg palluwun. Wassalamu'alaikum
Wr., Wh.
33
DAFT AR PUST AKA
A. C. Manurung, Menguak Tabir Intelijen (Jakarta: Penerbit Panta Rhei,2001). Almond, Gabriel A., & James Coleman, eds., Politics of the Developing Areas (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1960). Bamford, James, The Puzzle Palace; Inside the National Security Agency, America's Most Secret Intelligence Organization (New York, N.Y.; Penguin Books, 1983). Bland, Douglas L., ed., Issues in Defence Management (Kingston, Ontario: School of Policy Studies, Queens' University, 1997). Brzezinski, Zbignieuw, Out of Control: Global Tunnoil in the Eve of the Twenty-First Century (New York, N.Y.: Scribner Co., Inc., 1993). , The Grand Chessboard (New York, N.Y.: Basic Books, A Division of HarperCollins Publishers, Inc., 1997). Caster, Ashton B., & William J. Perry, Preventive Defense: A New Security Strategy for America (Washingto, D.C.: Brookings Institution Press, 1999). Crouch, Harold, The Anny and Politics in Indonesia (Ithaca, N.Y.: Cornell University Press, 1978). Deger, Saadat, & Robgert West, eds., Defence, Security and Development (London, England: Frances Pinter, 1987). Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21 (Jakarta: 2004). Downs, Robert B., Books that changed the World (New York, N.Y.: A Mentor Book, 1983; revised edition). FX Bambang Irawan, Supremasi Sipil? Agenda Politik Militer Gus Dur (Yogyakarta: elst Reba, 2000). Haas, Peter M., "Introduction: Epistemic Communities and International Coordinatioin", I1lternational Organizatioin, Vol. 46, No.1, 1992, hal. 1-35. Hoffmann, Stanley, World Disorder: Troubled Peace in the Post-Dold War Era (Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield Publishers,
.
34 Inc., 2000). Huntington, Samuel P., Political Order in Changing Societies, (Ne'Y Haven, Yale University Press, 1968). Jackson, Karl D., & Lucian W. Pye, eds., Political Power and Communications in Indonesia (Berkeley, Caliof.: University of California Press, 1978). Johnson, John J., ed., The Role of the Military in Underdeveloped Countries (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1967; . paperback). Kessler, Ronald, Inside the CIA (New York, N.Y.: Simon and Shuster, 1992). Khamami Zada, ed., Neraca Gus Dur Di Panggung Kekuasaan (Jakarta: LAKPESDAM, 2002). Lasswell, Harold D., & Abraham Kaplan, Power and Society: A Framework for Political Inquiry (New Haven, Conn.: Yale University Press, 1950). Lockwood, William, ed., The State and Economic Enterprise in Japan (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1968). Louis Fisher, The Story of Indonesia (New York, N.Y.: Harper and Brothers, 1959). Markas Besar ABRI, "Makalah Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dalam Seminar Nasional IV Asosiasi llmu Politik Indonesia/AIPI, 13 Pebruari 1991 - 16 Pebruari 1991 (terbatas). McLean, Ian, Oxford Concise Dictionary of Politics (Oxford, New York: Oxford University Press, 1996). Morgenthau, H. J., Politics Among Nations: the Struggle for Power and Peace (New York, N.Y.: Alfred Konpf, fourth edition, 1967). Morgenthau, H.J., Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York, N.Y.: Alfred A. Knopf, Inc., 1967 revised, fourht edition). Murray, Douglas and Paul R. Votti, eds., The Defense Policies of Nations: A Comparative Study (Baltimore: The John Hopkins University Press, 1994). Q'Donnel, Guillermo, Modemization and Bureaucratic Authoritarian (Berkeley, Calif.: Institute of International Studies, 1973).
35 Penerangn Humas DPR. Perry, William J., "Defense in an Age of Hope", Foreign Affairs, no. 6, 1996. Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian, Konflik dan Refom1asi TNI di Era SBY (Yogyakarta: PSKP-UGM, 2004). S. E. Finer, The Man on Horseback: the Role of the Military in Politics (New York, N.Y.: Frederick A. Praeger, 1962). Soebijono et. aI., Dwifimgsi ABRI; Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupa1l Politik di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997). Stiehm, Judith Hicks, U.S. War College: Military Education in a Democracy (Philadelphia, Penn,: Temple University Press, 2002). Sundhaussen, Ulf, The Road to Power: Indonesia1lMilitary Politics, 1945-1967 (Kuala Lumpur: Oxford Univesity Press, 1982). The Military Balance, 2004-2005 (London, UK: The International Institute for Strategic Studies, 2004). Wasserstrom, Richard, ed., War and Morality (Belmont, Calif.: Wadsworth Publishing, 1970). Webster's Third Intemational Dictionary (Springfield, Massachussetts: G.&c. Merriam Company. 1966). Wilson, John Hughes, Military Intelligence Blunders (New York, N.Y.: Carroll & Graf Publishers, 1999). Richelson, Jeffrey, The U.S. Intelligence Community (Boulder, Colorado; Westview Press, 1999). Yahya A. Muhaimin, Perkembanga1l Militer Dalam Politik di Indonesia, 1945-1966 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, edisi revisi, 2002). , "Masalah Pertahanan: Redefinisi dan Agenda Aksi", dalam JSP (JumalSosial Politik), Vol. 8, No.3, Maret 2002, hal. 347-350. , "Pengantar", dalam, Soebijono et. aI., Dwifimgsi ABRI; Perkembanga1l dan Peranan1lya dalam Kehidupan Politik di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997). , Mendayung Pemikiran: Politik, Politik Intemasional, Ekonomi Politik, Militer, dan Pendidikan (Yogyakarta: tidak dipublikasikan, tanpa tahun)
36 http://nationmaster.com, "CIA World Factbook, March 2005", diakses pada tanggal 3 Juni 2005. Media Indonesia. 9, 10, 11 Juli 2003. Republika, 10 , 11, 12,21 Juli; 10 Oktober 2003.
38 Pendidikan: 1956 1959 1962 1963-1967 1970 1982
SD - Sekolah Rakjat V, Bumiayu SLTPSMUBakaloreat, Jurusan Perbandingan Agama, lAIN "Sunan Kalijaga" Yogyakarta Drs, Jurusan Ilmu Hubungan Intemasional, FISIPOL UGM Ph.D., Political Sciences Department, Post Graduate Programme, the Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, Massachusetts, USA
Pengalaman Organisasi: 1. Pandu Islam (1950-1957); 2. Sekretaris HMI Komisariat FISIPOL UGM (1963-1970); 3. Wakil Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (19651970) 4. Pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (1983-1988) . 5. Anggota, Dewan Pakar ICMI, (1995-1997); 6. Ketua I, ASH (Asosiasi Studi Jepang-Indonesia), (1995-1997); 7. Anggota, Dewan Direktur, Indonesia Cultural Foundation, Inc., New York, (1998-1999); Jabatan: 1. Pembina, Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1995 - sekarang; 2. Wakil Ketua, Yayasan Pendidikan "Ta'allamul Huda", Bumiayu,
JawaTengah,1971- sekarang; 3. 4. 5.
.
Anggota, Dewan Pembina - Pusat Studi Keamanan dan PerdamaianUGM, 2000- sekarang; Anggota, Dewan Pembina - Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2002-2005; Anggota, Dewan Penyantun, Yayasan Aksara, Jakarta, 2000 2005;
39 Riwayat Pekerjaan: 1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1999-2001; 2. Ketua, the Fulbright Foundation, American-Indonesia Forum, 1999-2001; 3. Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Washington D.C., USA, 1997-1999; 4. Kepala, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, 19962000; 5. Dekan, FISIPOL UOM, 1994-1997; 6. Pembantu Dekan Bidang Akademik, FISIPOL UGM, 1988-1994; 7. Sekretaris, Dewan Pembina - Pusat Studi Jepang UGM, 19951999; 8. Kepala, Pusat Studi Jepang UGM, 1988-1994; 9. Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIPOL UGM, 1986- 1988;
10. Wakil Direktur Bidang Akademik, Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Sosial UGM, 1985-1988; 11. Staf Ahli, PAU Studi Sosial UGM, 1985-1992; 12. Pengelola Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Politik, UGM, 1983-1984; 13. Wakil Ketua, Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1985-1990); 14. Ketua Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1990-1995); 15. Dosen Luar Biasa Akademi Militer (AKMIL) Magelang, 19951997; 16. Anggota, Dewan Sosial Politik "Daerah D", Bidang Polkam, KodamDiponegoro,JawaTengah,1996-1997; Penghargaan: 1. Scholarship, dari the American Field Service International Scholarship (AFSIS) untuk belajar di the Central Community School, Iowa, USA, 1962-1963; 2. Scholarship, dari the Rockefeller Foundation, untuk mengambil studi di the Massachusetts Institute of Technology (MIT),
40 Cambridge, Massachusetts, USA, 1977-1982; 3. Peserta, dalam the Asia-Pacific Security Study Tour, US State Department, September 1987; 4; Fellowship dari the Japan Foundation, sebagai Peneliti di the Institute of Oriental Studies, University of Tokyo, 1989; 5. Fellowship dari the Monbusho, sebagai Peneliti di the Graduate School of International Studies, Nagoya University, 1994. Keanggotan organisasi profesi: 1. Asosiasi IImu Politik Indonesia (AIPI) 2. Asosiasi Studi Jepang-Indonesia (ASH) Publikasi: Buku 1. Masalah-Masalah Pembangunan Politik, (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1978), editor; 2. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia, 1945-1966 (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2002, edisi revisi); 3. Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1986), co-author; 4. Islam, Higher Education and Development, (Singapura: Institute of South East Asia Studies, 1986), co-author; 5. Percikan Pemikiran dari FISIPOL UGM tentang Pembangunan, (Yogyakarta: FISIPOL UGM, 1990), co-author; 6. Bisnis dan Politik, (Jakarta: LP3ES, 1991); 7. Pembangunan Hukum Nasional, (Yogy'!karta: un Press, 1992), co-author; 8. ABRI dan Demokrasi, (Penerbit Mogan, Bandung, 1997), coauthor. Jurnal dan Majalah Tulisan dan karya ilmiahnya pemah dimuat dan diterbitkan dalam berbagai jurnal dan majalah,' antara lain: Prisma, Jumal AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia), Academia, Prospektif, Kelola, TSM
41 (Jumal Teknologi, Strategi, dan Militer), JSP (Jumal Sosial PoUtik), Yudhagama, Swa. Namanya pernah dimuat dalam "Apa Siapa" majalah Mingguan TEMPO (diterbitkan oleh PT. Grafiti, 1990). Media massa, baik media cetak, radio, dan televisi tingkat nasional maupun internasional, sering meminta komentar-komentarnya tentang masalah politik dan budaya kontemporer. Ia juga kerap berpartisipasi dalam berbagai seminar nasional dan in~ernasional, baik sebagai peserta maupun sebagai panelis/pembicara.***
-
.