ISSN 1858-2419 Vol. 3 No. 1
Agustus 2007
J JU UR RN NA AL LT TE EK KN NO OL LO OG GII P PE ER RT TA AN NIIA AN N UNIVERSITAS MULAWARMAN Penelitian Kajian Ketahanan Surfaktan Metil Sulfonat (MES) sebagai Oil Well Stimulation Agent terhadap Aktivitas Bakteri di Lingkungan Minyak Bumi (Study on the Resistence of Methyl Sulphonate (MES) as an Oil Well Stimulating Agent from the Activity of Bacteria on Petroleum Environment) Khaswar Syamsu, Ani Suryani, Erliza Hambali, Tatit K. Bunasor, Arya Andhika Kombinasi Perendaman dalam Natrium Hidroksida dan Aplikasi Kitin Deasetilase terhadap Kitin Kulit Udang untuk Menghasilkan Kitosan dengan Berat Molekul Rendah (Combination of Soaking in Soium Hydroxide and Chitin Deacetylase Application on Shrimp Chitin in Producing Low Molecular Weight Chitosan) Aswita Emmawati, Betty Sri Laksmi Jenie, Yusro Nuri Fawzya Isolasi Jamur Penghasil Lipase dari Tanah, Tempe, dan Ragi Tempe (Isolation of Lipase-Producing Molds from Soil, Tempeh, and Tempeh “Ragi”) Yuliani, Chusnul Hidayat, Supriyadi A Sialidase from horse Liver was Co-Purified with -Galactosidase and Carboxypeptidase A (Sialidase Hati Kuda terdapat sebagai Enzim Kompleks dengan bGalaktosidase dan Carboxypeptidase A) Krishna Purnawan Candra Keuntungan Proses Wet Degumming Dibanding Dry Degumming pada Pemurnian Minyak Sawit Kasar (Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming Process in Crude Palm Oil Purification) Deny Sumarna Produksi Planlet dari Embrio Somatik Kacang Tanah (Planlets Production Derived from Peanut Somatic Embryos) Ellok Dwi Sulichantini
JTP JURNALTEKNOLOGIPERTANIAN PENERBIT Program Studi Teknologi HasilPertanian Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Jl.Tanah Grogot Kampus Gunung Kelua Samarinda PELINDUNG Juremi Gani PENANGGUNG JAWAB Alexander Mirza KETUA EDITOR Krishna Purnawan Candra (THP-UNMUL Samarinda) EDITOR Dahrulsyah (TPG-IPB Bogor) Meika Syahbana Roesli (TIN-IPB Bogor) Muhammad Nurroufiq (BPTP-Samarinda) Neni Suswatini (THP-UNMUL Samarinda) Sulistyo Prabowo (THP-UNMUL Samarinda) Hudaida Syahrumsyah (THP-UNMUL Samarinda EDITOR PELAKSANA Hadi Suprapto Sukmiyati Agustin, Anton Rahmadi ALAMAT REDAKSI Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Jalan Tanah Grogot Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123 Telp 0541-749159 e-mail:
[email protected]
J JU UR RN NA AL LT TE EK KN NO OL LO OG GII P PE ER RT TA AN NIIA AN N UNIVERSITAS MULAWARMAN Volume 3 Nomor 1 Agustus 2007 Halaman
Penelitian Kajian Ketahanan Surfaktan Metil Sulfonat (MES) sebagai Oil Well Stimulation Agent terhadap Aktivitas Bakteri di Lingkungan Minyak Bumi (Study on the Resistence of Methyl Sulphonate (MES) as an Oil Well Stimulating Agent from the Activity of Bacteria on Petroleum Environment) Khaswar Syamsu, Ani Suryani, Erliza Hambali, Tatit K. Bunasor, Arya Andhika .............................................................................................................
1
Kombinasi Perendaman dalam Natrium Hidroksida dan Aplikasi Kitin Deasetilase terhadap Kitin Kulit Udang untuk Menghasilkan Kitosan dengan Berat Molekul Rendah (Combination of Soaking in Soium Hydroxide and Chitin Deacetylase Application on Shrimp Chitin in Producing Low Molecular Weight Chitosan) Aswita Emmawati, Betty Sri Laksmi Jenie, Yusro Nuri Fawzya ..........................................................................................
12
Isolasi Jamur Penghasil Lipase dari Tanah, Tempe, dan Ragi Tempe (Isolation of Lipase-Producing Molds from Soil, Tempeh, and Tempeh “Ragi”) Yuliani, Chusnul Hidayat, Supriyadi ...............................................
19
A Sialidase from horse Liver was Co-Purified with -Galactosidase and Carboxypeptidase A (Sialidase Hati Kuda terdapat sebagai Enzim Kompleks dengan b-Galaktosidase dan Carboxypeptidase A) Krishna Purnawan Candra ...............................................................................................................
27
Keuntungan Proses Wet Degumming Dibanding Dry Degumming pada Pemurnian Minyak Sawit Kasar (Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming Process in Crude Palm Oil Purification) Deny Sumarna ....
37
Produksi Planlet dari Embrio Somatik Kacang Tanah (Planlets Production Derived from Peanut Somatic Embryos) Ellok Dwi Sulichantini ....................
43
Deny Sumarna
Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming in CPO Purification
KEUNTUNGAN PROSES WET DEGUMMING DIBANDING DRY DEGUMMING PADA PEMURNIAN MINYAK SAWIT KASAR Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming Process in Crude Palm Oil Purification Deny Sumarna Post harvest and Packaging Laboratory Study Program of Agricultural Product Tecnology, Faculty of Agriculture, Mulawarman University, Jalan Tanah Grogot Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75123 Recieved 6 July 2006 accepted 25 July 2007
ABSTRACT Crude palm oil yielded from mesocarp of palm fruit, in any case, still contain non lipid fraction like colloid, which is removed in the first step of purification. Degumming followed by bleaching is the first step of crude palm oil purification. Degummed bleached palm oil yielded by wet degumming process has better quality according to FFA number, peroxide number, fraction not soaped, iodine number, and phosphor content. However wet degumming process has a lower yield compared to dry degumming process. Keyword : degumming, phosphatide, CPO, purification
PENDAHULUAN Minyak sawit kasar (CPO) yang dihasilkan dari bagian mesocarp buah sawit masih mengandung fraksi non trigliserida baik yang larut dalam minyak seperti fosfat, maupun yang tidak larut dalam minyak seperti suspensi koloid. Dalam proses pemurnian menjadi minyak goreng, tahap awal pemurnian CPO adalah degumming yang kemudian dilanjutkan dengan pemucatan (bleaching), deodorisasi, kristalisasi, dan fraksinasi (Ketaren, 1986). Degumming adalah proses pemisahan gum, yaitu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin (Lin et al., 1998). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses pemisahan gum antara lain adalah pemanasan, penambahan asam (H3PO4, H2SO4 dan HCl) atau basa (NaOH), pemisahan gum dengan cara hidrasi dan pemisahan gum dengan menggunakan garam seperti natrium khlorida dan natrium fosfat. Degumming biasanya dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan non trigliserida tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara
sentrifusi (Ketaren, 1986). Sedangkan fosfatida dipisahkan dengan cara menyalurkan uap panas ke dalam CPO sehingga terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan dengan penambahan asam fosfat (Lin et al., 1998). Asam fosfat ini dapat menginisiasi terbentuknya gumpalan sehingga mempermudah pengendapan kotoran, selain itu penggunaannya dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat (Lin et al., 1998). Degumming yang menggunakan uap panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming (Hui, 1996). Minyak sawit kasar mengandung berbagai jenis fosfatida seperti phosphatidyl choline (PC), phosphatidyl inositol (PI), phosphatidyl ethanolamine (PE), phosphatidic acid (PA) dan phytosphingolipids. Adalah menarik untuk melihat efisiensi penghilangan berbagai jenis fosfatida dalam
37
Jurnal Teknologi Pertanian 3(1) : 37-42, Agustus 2007
minyak sawit kasar dengan membandingkan efisiensi penghilangan fraksi non trigliserida dari dua metode degumming, yaitu wet degumming dan dry degumming. Selain itu dipelajari pula kualitas minyak sawit hasil degumming dengan kedua cara tersebut setelah sebelumnya dilakukan bleaching (Degummed Bleached Palm Oil, DBPO). METODE PENELITIAN Bahan utama yang digunakan adalah CPO yang diperoleh dari PTPN VII Lampung, sedangkan bahan-bahan kimia seperti asam fosfat, kalsium karbonat, bentonit, NaOH, KOH, KI, HCl, Na2S2O3, H2SO4, HNO3, etanol, indikator phenolpthalein, asam asetat glasial, khloroform, sikloheksan, larutan Wijs, amilum, larutan katalis dan petroleum eter. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial 2x3 dalam Rancangan Acak Lengkap. Faktor pertama adalah jenis metode degumming yang terdiri dari 2 perlakuan, yaitu, wet degumming dan dry degumming. Sedangkan faktor kedua adalah tingat jumlah asam fosfat 85 % yang terdiri dari tiga taraf perlakuan yaitu 0,05; 0,07; dan 0,09 % (v/w) asam fosfat 85 %. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Perlakuan dan interaksinya yang menunjukkan perbedaan secara statistik pada taraf 5 % dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5 % untuk melihat tingkat perbedaan antar perlakuan dan interaksinya. Untuk metode wet degumming, 200 g CPO dipanaskan pada suhu 80-90 oC sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85 % sebanyak 0,05; 0,07 atau 0,09 persen (v/w) dan dibiarkan selama 15 menit. Kemudian campuran minyak tersebut dimasukkan ke dalam corong pemisah, ditambahkan air panas (80-90 oC) sebanyak 5 persen (v/v) dengan cara disemprotkan merata diatas permukaan CPO, kemudian didiamkan kembali sampai gum dan air terpisah dari minyak. Gum yang terdapat pada bagian bawah corong pemisah dipisahkan dengan membuka klep pada bagian bawah dan dicek apakah air pencucian sudah netral atau belum (dengan
38
ISSN 1858-2419
menggunakan kertas lakmus). Jika air pencucian pada saat pemisahan gum belum netral, maka air ditambahkan lagi sampai air pencucian netral. Metode dry degumming dikerjakan sama dengan wet degumming tetapi tanpa penambahan air panas. Minyak yang telah melewati proses degumming kemudian dipucatkan dalam tangki pemucat, yaitu dipanaskan sambil diaduk pada suhu sekitar 90 oC pada tekanan 45 mBar selama 15 menit. Kemudian ke dalamnya ditambahkan CaCO3 sebanyak 0,064 % (v/w) dan adsorben (bentonit) sebanyak 2,4 % (w/w). Pemanasan dilanjutkan pada suhu 90-110 oC selama 30 menit dengan terus diaduk. Setelah itu suhu diturunkan semapai 80 oC dan minyak disaring. Rendemen didapat dengan menghitung persentase dari hasil pembagian volume minyak sebelum proses degummingbleaching dengan volume minyak sesudah proses degumming-bleaching. Untuk mengetahui mutu minyak yang dihasilkan pada penelitian ini dilakukan karakterisasi sifat fisiko kimia minyak meliputi kadar FFA (SNI 01-3555-1998), Kadar fosfor (AOCS, 1995), fraksi tak tersabunkan (AOAC, 1995), bilangan peroksida ((SNI 01-3555-1998), bilangan iod (SNI 01-3555-1998), dan bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998). Analisis yang sama dilakukan terhadap CPO sebagai kontrol. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen serta karakteristik dari degummed bleached palm oil (DBPO) yang dihasilkan dari metode wet degumming dan dry degumming disajikan pada Tabel 1. Rendemen Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming memberikan pengaruh nyata pada rendemen (DBPO) yang dihasilkan (Tabel 1.). Pengaruh metode degumming dan kadar asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap rendemen DBPO dari CPO dalam bentuk grafik disajikan pada Gambar 1.
Deny Sumarna
Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming in CPO Purification
Table 1. Characteristic of CPO (Crude Palm Oil) and DBPO (Degummed Bleached Palm Oil) processed from the CPO by wet degumming and dry degumming Crude Palm Oil (CPO)
Parameters
Yield (%) FFA number (%) Peroxide number (mg O/100g) Iodine number Unsaponified fraction (%) Phosphor content (ppm)
% of phosphoric acid added in wet degumming1) 0.05 0.07 0.09 93.99 93.19 92.99 2.95 2.85 2.84 0.38 0.26 0.24 52.66 52.75 52.85 1.10 1.05 1.03 6.87 6.67 5.96
semakin banyak fosfatida dipisahkan dari minyak.
100 Wet degumming Dry degumming
95
Yield (%)
% of phosphoric acid added in dry degumming1) 0.05 0.07 0.09 96.30 95.49 93.40 3.79 3.72 3.79 0.66 0.62 0.47 52.42 52.45 52.66 1.16 1.15 1.12 17.87 15.27 10.87
1). Phosphoric acid of 85 % was added in the degumming process. Data continued by the same alphabet are not significantly different by Honestly Significant Difference test at of 0.05.
90
85
80 0.05%
0.07%
0.09%
Phosphoric acid of 85 % added
Figure 1. Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on the yield of DBPO.
Metode dry degumming menghasilkan rendemen DBPO yang lebih tinggi dibandingkan metode wet degumming, disamping itu peningkatan kadar fosfat yang digunakan pada degumming akan menurunkan rendemen DBPO. Hal ini disebabkan karena pada metode wet degumming, komponen-komponen minyak seperti zat warna, sedikit logam, asam lemak bebas dan fosfatida yang dapat terhidrasi (hydratable phosphatide) ikut terbuang bersama air pencucian, sehingga mengurangi rendemen minyak. Alasan lain adalah asam fosfat dapat terbentuknya jembatan hidrogen, sehingga semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan akan menyebabkan semakin banyak jembatan hidrogen yang terbentuk akibatnya fosfatida semakin banyak yang bersifat hydratable (Torrey, 1983). Rendemen DBPO menjadi berkurang karena
yang
dapat
Kadar Fosfor Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada kadar fosfor dari DBPO yang dihasilkan (Tabel 1.). Kadar Fosfor pada CPO sebelum di perlakuan (CPO) mengalami penurunan yaitu dari 28,8 ppm menjadi 6,87-17,87 ppm setelah perlakuan. Pengaruh metode degumming dan kadar asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap kadar fosfor DBPO disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.
20
Phosphor content (ppm)
Notes:
4.22 1.70 53.21 1.22 28.8
Degummed Bleached Palm Oil (DBPO)
Wet degumming Dry degumming
15
10
5
0 0.05%
0.07%
0.09%
Phosphoric acid of 85 % added
Figure 2.
Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on phosphor content of DBPO
39
Metode wet degumming menghasilkan DBPO dengan kadar fosfatida (diukur sebagai P) yang lebih rendah dibanding DBPO yang dihasilkan dengan metode dry degumming karena pada metode wet degumming, gum yang sebagian terdiri dari fosfatida terlebih dahulu dibuang melalui pencucian dengan air panas sebelum dilakukan proses pemucatan minyak. Metode wet degumming dengan penambahan asam fosfat 85 % sebanyak 0,09 % menghasilkan DBPO dengan kadar P terendah. Fraksi Tidak Tersabunkan (FTT) Warna merupakan salah satu fraksi tidak tersabunkan dalam minyak. Pada pemurnian minyak sawit, warna dari CPO yang didominasi oleh -karoten dapat dihilangkan dengan tahap pemucatan dan deodorisasi. Tahap deodorisasi adalah tahap yang paling efektif untuk mengurangi FTT ini. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh tahap pemucatan terhadap efektifitas pengurangan kadar FTT dari DBPO yang berasal dari CPO. Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada FTT dari DBPO yang dihasilkan (Tabel 1.). Pengaruh metode degumming dan kadar asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap FTT DBPO dari CPO dalam bentuk grafik disajikan pada Gambar 3. Kadar FTT CPO sebelum perlakuan adalah 1,22 %, dan mengalami penurunan antara 1,03-1,15 % setelah dilakukan perlakuan. Metode wet degumming menghasilkan DBPO dengan kadar FTT yang lebih rendah dibanding DBPO yang dihasilkan dengan metode dry degumming, dan semakin tinggi jumah asam fosfat yang digunakan maka cenderung menurunkan kadar FTT. Pada metode wet degumming, gum yang sebagian terdiri dari fosfatida terlebih dahulu dibuang melalui pencucian dengan air panas sebelum dilakukan proses pemucatan minyak. Kadar fosfatida yang rendah dari minyak hasil degumming dengan metode wet degumming memberikan efektifitas pengurangan yang lebih tinggi karena fosfatida tidak mengganggu daya serap dari adsorben terhadap FTT (Ketaren, 1986).
40
ISSN 1858-2419
Unsaponified fraction (%)
Jurnal Teknologi Pertanian 3(1) : 37-42, Agustus 2007
1.2
Wet degumming Dry degumming
1.1
1.0
0.9 0.05%
0.07%
0.09%
Phosphoric acid of 85 % added
Figure 3.
Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on unsaponified fraction of DBPO.
Pada metode baik dry degumming maupun wet degumming dengan penggunaan asam fosfat yang konsentrasinya makin tinggi akan meningkatkan hidrasi dari fosfatida sehingga lebih mudah dipisahkan, hal ini mengakibatkan adsorben lebih efektif mengadsorb warna minyak karena fosfatida yang dapat menutupi pori-porinya dapat ditekan jumlahnya. Metode wet degumming dengan penambahan asam fosfat 85 % sebanyak 0,09 % menghasilkan DBPO dengan kadar FTT terendah. Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Metode degumming yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar FFA, tetapi tidak demikian dengan kadar asam fosfat yang tidak memberikan pengaruh pada kadar FFA (Tabel 1.). Pengaruh metode degumming dan kadar asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap kadar FFA DBPO disajikan pada Gambar 4. Kadar FTT CPO sebelum perlakuan adalah 4,22 %, dan mengalami penurunan antara 2,95-3,79 % setelah dilakukan perlakuan. Metode wet degumming menghasilkan DBPO dengan kadar FFA yang lebih rendah dibandingkan DBPO yang dihasilkan dengan metode dry degumming. Hal ini disebabkan karena pada metode wet degumming, gumgum telah terbuang pada proses pencucian sehingga adsorben lebih efektif dalam proses pemucatan minyak. Salah satu fungsi dari adsorben adalah untuk menyerap produk degradasi minyak seperti asam lemak bebas
Advantage of Wet Degumming Compared to Dry Degumming in CPO Purification
(FFA). Disamping itu sebagian asam lemak bebas dalam minyak ikut tercuci pada proses pencucian. Sedangkan pada proses dry degumming sebagian gum masih tertinggal dalam minyak sehingga mengurangi keefektifan adsorben dalam menyerap asam lemak bebas, hal ini dapat dilihat dari kandungan phosphatida (Phosphat) yang masih tinggi pada metode dry degumming (10,87-17,87 ppm) dibandingkan dengan metode wet degumming (5,96-6,67 ppm). Naibaho (1983) menyatakan bahwa zat warna dalam minyak akandiserap oleh permukaan adsorben. Adsorben itu juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin). Ditambahkan oleh Ketaren (1986), fungsi dari adsorben adalah menyerap kotorankotoran yang tidak diinginkan seperti sedikit logam, kadar air, karoten, disamping produk degradasi minyak, fosfatida, dan kelebihan asam fosfat yang ada setelah proses degumming.
5 Wet degumming Dry degumming
FFA (%)
4
3
2
1
0 0.05%
0.07%
0.09%
Phosphoric acid of 85 % added
Figure 4.
Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on FFA content of DBPO.
Bilangan Peroksida Tidak seperti kadar FFA, bilangan peroksida dari DBPO yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh baik metode degumming maupun kadar asam fosfat yang diberikan saat proses degumming (Tabel 1.). Pengaruh metode degumming dan kadar asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap bilangan peroksida DBPO disajikan pada Gambar 5. Bilangan Peroksida CPO sebelum perlakuan adalah 1,70 dan mengalami penurunan antara 0,24-0,66 setelah dilakukan perlakuan.
0.8
Peroxide number
Deny Sumarna
Wet degumming Dry degumming
0.6
0.4
0.2
0.0 0.05%
0.07%
0.09%
Phosphoric acid of 85 % added
Figure 5.
Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on peroxide number of DBPO.
Metode wet degumming menghasilkan bilangan peroksida yang lebih rendah dibandingkan dengan metode dry degumming. Hal ini disebabkan karena pada metode wet degumming sebagian logam akan ikut tercuci sehingga kadar logam dalam minyak lebih sedikit. Logam yang terdapat dalam minyak merupakan katalis proses oksidasi dalam minyak yang merupakan inisiator terbentuknya peroksida (Hamilton dan Rossel, 1987). Dibandingkan dengan syarat mutu minyak goreng (SNI-013741-1995), bilangan peroksida dengan menggunakan metode dan penambahan asam fosfat menghasikan nilai yang lebih rendah yaitu antara 0,24-0,66 mg O/100 g sedangkan syarat mutu minyak goreng (SNI-0137411995) dengan bilangan peroksida 1 mg O/100 g. Peningkatan konsentrasi asam fosfat akan meningkatkan hidrasi dari fosfatida sehingga lebih mudah dipisahkan. Hal ini mempengaruhi keefektifan adsorben pada proses pemucatan minyak dalam menyerap komponen non trigliserida termasuk peroksida sehingga jumlah peroksida berkurang setelah proses pemucatan (Ketaren, 1986). Bilangan Iod Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod dari DBPO yang dihasilkan (Tabel 1.). Pengaruh metode degumming dan kadar
41
Jurnal Teknologi Pertanian 3(1) : 37-42, Agustus 2007
asam fosfat yang digunakan pada proses degumming tersebut terhadap bilangan iod dari DBPO disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 6. Bilangan Iod CPO sebelum perlakuan adalah 53.21 dan mengalami penurunan antara 52,45-52,85 setelah dilakukan perlakuan. Wet degumming Dry degumming
Iod number
52.8
berbeda. Perlakuan metode wet degumming bleaching menghasilkan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan metode dry degumming bleaching kecuali pada pengaruh rendemen. Perlakuan metode wet degumming bleaching dengan konsentrasi asam fosfat 0,05 % memberikan nilai mutu DBPO yang baik yaitu FFA (2,95 %), bilangan peroksida (0,38 mg O/100 g), bilangan iod (52,66), FTT (1,098 %), kandungan fosfor (6,87 ppm).
52.6
DAFTAR PUSTAKA 52.4
BPS (2001). Statistik Perkebunan Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
52.2
52.0 0.05 %
0.07 %
0.09 %
Phosphoric acid 85% solution added
Figure 6.
Effect of phosphoric acid addition in different degumming process on iodine number of DBPO.
Metode wet degumming menghasilkan DBPO dengan bilangan iod yang lebih tinggi dibandingkan DBPO yang dihasilkan dengan metode dry degumming. Ikatan rangkap sangat sensitif terhadap oksidasi, yang salah satunya dapat disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi dan kondisi asam (Hui, 1996). Pada metode dry degumming tidak digunakan proses pencucian, sehingga pada proses selanjutnya (pemucatan) masih berlangsug pada kondisi asam. Hal ini dapat memicu terjadinya proses oksidasi yang selanjutnya dapat menurunkan jumlah ikatan rangkap atau menurunkan bilangan iod dari DBPO hasil dry degumming. Berdasarkan syarat mutu minyak goreng (SNI 01-00181998), bilangan Iod minimal 56 g iod/100g, sedangkan dengan metode pada penelitian ini bilangan iod belum memenuhi syarat untuk minyak goreng. KESIMPULAN Semua perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen, kadar Fosfor, FFA dan bilangan peroksida dan bilangan iod dari DBPO. Bilangan iod dan fraksi tidak tersabunkan pada interaksi perlakuan tidak menunjukkan hasil yang
42
ISSN 1858-2419
Hamilton RJ, Rossel JB (1986) Analysis of Oil and Fats. Elsevier Aplied Science. New York. Hui YH (1996). Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol. I-V. John Wiley and Sons Inc, New York. Ketaren S (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Loebis B (1998). Produksi Sawit Sebagai Bahan Industri. Buletin Perkebunan 18 (1): 17-20 Lin L, Rhee KC, Koseoglu SS (1998) Recent Progress in Membrane Degumming of Crude Vegetable Oils on a Pilot-Plant Scale. Food Protein R&D Center, Texas A&M University, USA Naibaho PM (1983) Pemisahan Karoten (Provitamin A) dari minyak sawit denga Metode Adsorbsi. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Torrey S (1983) Edible Oils and Fats. Noyes Data Corporation, New Jersey. Williams KA (1966) Oils, Fats and Fatty Foods. Churchill Ltd, London. Winarno FG (1988) Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PEDOMAN PENULISAN Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Mulawarman Pengiriman Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Mulawarman menerima naskah berupa artikel hasil penelitian dan ulas balik (review) yang belum pernah dipublikasikan pada majalah/jurnal lain. Penulis diminta mengirimkan tiga eksemplar naskah asli beserta softcopy dalam disket yang ditulis dengan program Microsoft Word. Naskah dan disket dikirimkan kepada: Editor Jurnal Teknologi Pertanian d. a. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Fakultasd Pertanian Universitas Mulawarman Jalan Pasir Belengkong Samarinda 75123 Format Umum. Naskah diketik dua spasi pada kertas A4 dengan tepi atas dan kiri 3 centimeter, kanan dan bawah 2 centimeter menggunakan huruf Times New Roman 12 point, maksimum 12 halaman. Setiap halaman diberi nomor secara berururtan. Ulas balik ditulis sebagai naskah sinambung tanpa subjudul Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut : Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki yang berisi nama, alamat, nomor telepon dan faks serta alamat E-mail jika ada dari corresponding author. Jika naskah ditulis dalam bahasa Indonesia tuliskan judul dalam bahasa Indonesia diikuti judul dalam bahasa Inggris. Abstrak. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dengan judul "ABSTRACT" maksimum 250 kata. Kata kunci dengan judul "Key word" ditulis dalam bahasa Inggris di bawah abstrak. Pendahuluan. Berisi latar belakang dan tujuan. Bahan dan Metode. Berisi informasi teknis sehingga percobaan dapat diulangi dengan teknik yang dikemukakan. Metode diuraikan secara lengkap jika metode yang digunakan adalah metode baru. Hasil. Berisi hanya hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dalam bentuk tubuh tulisan, tabel, maupun gambar. Foto dicetak hitam-putih pada kertas licin berukuran setengah kartu pos. Pembahasan. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dilaporkan (publikasi).
Ucapan Terima Kasih. Digunakan untuk menyebut-kan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan. Daftar Pustaka. Daftar Pustaka ditulis memakai sistem nama tahun dan disusun secara abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal Wang SS, Chiang WC, Zhao BL, Zheng X, Kim IH (1991) Experimental analysis and computer simulation of starch-water interaction. J Food Sci 56: 121-129. Buku Charley H, Weaver C (1998) Food a Scientific Approach. Prentice-Hall Inc USA Bab dalam Buku Gordon J, Davis E (1998) Water migration and food storage stability. Dalam: Food Storage Stability. Taub I, Singh R. (eds.), CRC Press LLC. Abstrak Rusmana I, Hadioetomo RS (1991) Bacillus thuringiensis Berl. dari peternakan ulat sutra dan toksisitasnya. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Bogor 2-3 Des 1991 h A-26. Prosiding Prabowo S, Zuheid N, Haryadi (2002) Aroma nasi: Perubahan setelah disimpan dalam wadah dengan suhu terkendali. Dalam: Prosiding Seminar Nasional PATPI. Malang 30-31 Juli 2002 h A48. Skripsi/Tesis/Disertasi Meliana B (1985) Pengaruh rasio udang dan tapioka terhadap sifat-sifat kerupuk udang. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta. Informasi dari Internet Hansen L (1999) Non-target effects of Bt corn pollen on the Monarch butterfly (Lepidoptera: Danaidae). http://www.ent.iastate.edu/entsoc/ncb99/pr og/abs/D81.html [21 Agu 1999]. Bagi yang naskahnya dimuat, penulis dikenakan biaya Rp 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Hal lain yang belum termasuk dalam petunjuk penulisan ini dapat ditanyakan langsung kepada REDAKSI JTP