Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
UJI EFEK ANTIDIABETES DAN TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KENTAL TUMBUHAN ANTING-ANTING (Acalypha indica L.) PADA MENCIT PUTIH JANTAN Okta Fera1, Helmi Arifin1, Almahdy A.1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis Padang
ABSTRACT This study was conducted to see the effect of antidiabetic and acute toxicity of plant extracts condensed earrings (Acalypha indica L.). Plants taken from the Muaralabuh, South Solok of West Sumatra. Extracts were made by the method of maceration in 70% ethanol. Then concentrated by rotary evaporator to obtain a thick extract. The data obtained were analyzed statistically using two-way ANOVA, followed by Duncan's test Post Hoc Test. Antidiabetic testing, carried out on male white mice that had been induced into a diabetic with alloxan dose of 150 mg / are intraperitonial. Test animals were divided posisitif 7 groups: control, doses of 25, 50, 100, 200, 400 mg / kg), the comparison glibenclamide 5 mg / day and a negative control normal mice. Provision of once daily dosage. Measurement of blood glucose levels, body weight, volume of drinking, and 24-hour urine voleme performed on days 0, 7, 14 and 21. Based on the research showed that the plant extract viscous earrings are very significant effect on the decrease in blood glucose levels of mice white male with diabetes (P <0.01). The percentage reduction in blood glucose levels were highest (71%) given by dose group of 200 mg / kg on day 21. Acute toxicity tests conducted on female white mice by determining the LD 50 and the effects were delayed for 15 days after administration of the extract in the form of heavy eating, drinking volume and the volume of urine. Then on day 15, all mice were switched off and taken the liver, kidneys and heart to see the ratio of organ weight to body weight of mice. The preparation is given in a single dose, only one oral administration at a dose of 4, 8 and 16 g / kg in female white mice. Provision of distilled water on the other group of mice were used as controls. Based on this research showed that the determination of LD50 After 24 hours of administration of the test preparation, no mice died (mortality 0%). This means that plant extracts earrings belonging to practically non-toxic. Keywords: earrings, antidiabetic, acute toxicity, alloxan PENDAHULUAN Salah satu penyakit yang tingkat prevalensinya semakin meningkat di beberapa Negara berkembang dan banyak mendapatkan sorotan masyarakat pada saat ini adalah diabetes mellitus. World Health Organization (WHO) telah memprediksikan adanya peningkatan kasus diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang, dimana dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Untuk Indonesia, pada tahun 2000 lebih kurang 2,8% dan diperkirakan meningkat
menjadi 4,4% pada tahun 2030. (ADA, 2008, Govindarajan dkk, 2006). Penyakit diabetes mellitus (DM), atau penyakit kencing manis, merupakan penyakit degeneratif yang bersifat kronis dan progresif, ditandai dengan hiperglikemia disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Soegondo, 2005). Umumnya DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau karena kedua penyebab tersebut. Disamping itu diabetes mellitus dapat terjadi karena
256
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui (Powers, 2001, Suyono, 2005). Pengobatan diabetes mellitus dapat dilakukan dengan jalan perbaikan secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau Langerhans, meningkatkan efektivitas kerja insulin terhadap glukosa darah. Tujuan pengobatan pada diabetes mellitus adalah menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin, dan mencegah komplikasi kronis dengan jalan menormalkan kembali kadar glukosa (Katzung, 2001). Salah satu tumbuhan yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah adalah tumbuhan Anting-anting (Acalypha indica L.). Anting-anting merupakan herba semusim berupa gulma yang sangat umum ditemukan, tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumput, maupun di lereng bukit. Rasa pahit, sifatnya sejuk, dan bersifat adstrigen. Herba ini berkhasiat antiradang, antibiotik, peluruh kecing (diuretik), pencahar dan penghenti perdarahan (hemostatis). Secara empiris tumbuhan ini
telah banyak dipercayai masyarakat dapat menurunkan kadar gula darah, bahkan barubaru ini telah dilakukan juga penelitian, ternyata herba ini memiliki efek anti diabetes (Dalimartha, S. 2003, Boo, 2010). Melihat potensi tumbuhan ini sebagai anti diabetes, membuka cakrawala baru dalam mengobati penyakit kencing manis baik pada diabetes turunan (Tipe I) maupun diabetes Tipe II jenis kencing manis bukan turunan yang terbanyak mengisi populasi diabetes dunia, termasuk bagi warga tak mampu di Indonesia (Santosa dan Zaini, 2002). Dalam usaha meningkatkan pemanfaatan tumbuhan Anting-anting sebagai obat baik penggunaan secara tradisional, penggunaan simplisia maupun penggunaan fitofarmaka diperlukan informasi mengenai keamanan pemakaiannya. Untuk menilai keamanan tersebut perlu dilakukan uji toksisitas yang meliputi uji toksisitas akut, toksisitas sub akut, toksisitas kronis dan uji toksisitas spesifik.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan adalah tumbuhan Acalypha indica L., Aquadest, Etanol 70%, Aloksan, Glukosa 10 %, NaCl Fisiologis, PGS, Glibenklamid, pereaksi Mayer, FeCl3, serbuk Mg, H2SO4 pekat, , H2SO4 2N, amonia, kloroform, HCl pekat, Asam asetat anhidrat. Alat Alat yang digunakan adalah grinder, botol kaca, alat destilasi vakum, rotary evaporator, botol timbang, gelas piala, gelas ukur, krus silikat, timbangan analitik, timbangan hewan, kandang mencit, pisau bedah, pinset, kaca arloji, vial, kapas, tissu, kertas perkamen, lampu spiritus, alat pengukur waktu, cawan penguap, plat tetes, erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk kaca, tabung reaksi, kertas saring, alat suntik, jarum oral, corong, alat pengukur glukosa darah (Easy Touch).
Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan dewasa dengan berat badan berkisar antara 20-30 gram sebanyak 40 ekor yang digunakan untuk uji efek antidiabetes. Uji toksisitas akut hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina dewasa dengan berat badan 20-30 gram sebanyak 24 ekor. Pengambilan dan identifikasi sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagian dari tumbuhan Anting-anting, diambil dari daerah Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Universitas Andalas (ANDA) Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas.
257
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Ekstraksi tumbuhan Anting-anting (Acalypha indica L.) Sampel basah yang telah dipanen, disortasi basah kemudian dicuci bersih dan dikeringkan (simplisia kering). Simplisia kering ini dihaluskan dengan alat grinder hingga menjadi serbuk simplisia (Depkes RI, 2011). Serbuk simplisia ditimbang (A) kemudian dimaserasi dengan etanol 70% sampai terendam sempurna selama 3 x 5 hari dalam botol kaca tertutup baik dan terlindung cahaya sambil sekali-kali diaduk. Hasil perendaman ini disaring dan diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental, ekstrak ditimbang (B) kemudian ditentukan nilai rendemennya. Uji efek antidiabetes 1. Persiapan dan pengelompokan hewan percobaan Hewan percobaan diaklimatisasi selama 1 minggu, diberikan makan standar dan air minum secukupnya. Mencit yang digunakan adalah mencit sehat dimana selisih berat badan mencit sebelum dan sesudah diaklimatisasi lebih kurang 10% dan secara visual memperlihatkan perilaku normal (Thomson, 1985 dan Depkes, 1995). Hewan percobaan dibagi dalam 8 kelompok secara acak, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dengan kriteria sebagai berikut : - Kelompok K1: mencit normal, diberikan makanan standar dan air minum saja. - Kelompok K2: mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar dan air minum saja. - Kelompok D1: mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan ekstrak dosis 25 mg/kgBB. - Kelompok D2: mencitn kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan ekstrak dosis 50 mg/kgBB. - Kelompok D3: mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan ekstrak dosis 100 mg/kgBB. - Kelompok D4: mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan ekstrak dosis 200 mg/kgBB.
-
-
Kelompok D5: mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan ekstrak dosis 400 mg/kgBB. Kelompok P: Kelompok pembanding, dimana mencit kondisi diabetes, diberikan makanan standar, air minum dan glibenklamid 5 mg/hari.
2. Persiapan hewan percobaan kondisi diabetes Disiapkan sebanyak 35 ekor mencit yang telah diaklimatisasi, dipuasakan selama 16-18 jam (air minum tetap diberikan secukupnya), kemudian diinduksi menjadi diabetes dengan Aloksan 150 mg/kgBB secara intraperitonial. Setelah penyuntikan aloksan, hewan diberi makan dan minum larutan glukosa 10% selama 2 hari (48 jam). Hewan percobaan dikatakan diabetes apabila kadar glukosa darahnya lebih besar dari 200 mg/dl darah. Pada hari ke tiga hewan kembali diberi makan dan air minum biasa (Armenia dkk, 2005). 3. Perencanaan dosis Sediian uji yang digunakan adalah ekstrak kental tumbuhan Anting-anting dengan dosis 25, 50, 100, 200 dan 400 mg/KgBB. Sedangkan pembanding yang digunakan adalah glibenklamid. Dosis lazim untuk glibenklamid untuk pemakaian pada manusia adalah 2,5 - 5 mg sehari. Jika dosis ini dikonversikan untuk pemakaian pada mencit adalah 5 mg × 0,0026 = 0,013 mg/ 20 gram BB 4. Penyiapan sediaan uji Ekstrak yang digunakan dosis 25, 50, 100, 200 dan 400 mg/KgBB, dilarukan beberapa bagian ekstrak sehingga diperoleh konsentrasi 0,25%, 0,5%, 1%, 2% dan 4%. Untuk glibenklamid dibuat sediaan konsntrasi 6,5%. Sediaan uji diberikan secara oral satu kali sehari selama 21 hari dengan volume pemberian sebesar 1% dari berat badan mencit. 5. Pengukuran Parameter Fisiologis Pengukuran parameter fisiologis dilakukan pada hari ke 0, 7, 14 dan 21 pada semua kelompok mencit berupa:
258
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
a. Kadar glukosa darah Darah diambil dari vena ekor. Sebelumnya vena ekor dibersihkan dengan alkohol, kemudian dipotong lebih kurang 0.2 cm dari ujung ekor. Darah yang keluar diteteskan pada strip test glukosa yang telah dipasangkan pada alat pengukur glukosa Easy Touch b. Berat badan mencit ditentukan dengan menimbang mencit pada timbangan mencit. c. Volume urin 24 jam Mencit dimasukkan dalam kandang metabolit, lalu urin yang dieksresikan selama 24 jam ditampung dengan gelas ukur dan dicatat volumenya. d. Volume minum Mencit dimasukkan dalam kandang metabolit, diberi minum secara terukur. Setelah 24 jam ukur volume minum mencit dengan mengurangi volume air minum awal dengan volume air minum sisa. 6. Uji toksisitas akut 1. Persiapan dan Pengelompokan Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina yang dewasa, umur 2 –3 bulan dengan berat badan sekitar 20 – 30 gram. Hewan diaklimatisasi selama 1 minggu, diberikan makan standar dan air minum secukupnya. Mencit yang digunakan adalah mencit sehat dimana selisih berat badan mencit sebelum dan sesudah diaklimatisasi lebih kurang 10% dan secara visual memperlihatkan perilaku normal (Thomson, 1985 dan Depkes, 1995). Hewan percobaan dibagi dalam 4 kelompok secara acak, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dengan kriteria sebagai berikut: Kelompok K: Kontrol, minum dan makan standart
Kelompok P1: minum dan makan standart + ekstrak dosis 4 g/kgBB. Kelompok P2: minum dan makan standart + ekstrak dosis 8 g/kgBB. Kelompok P3: minum dan makan standart + ekstrak dosis 16 g/kgBB. 2. Perencanaan Dosis Sediian uji yang digunakan adalah ekstrak kental tumbuhan Acalipha indica L. dengan dosis 4, 8 dan 16 g/KgBB. 3. Penyiapan Sediaan Uji Dilarutkan beberapa bagian ekstrak sehingga diperoleh konsentrasi 40%, 80%, dan 160%. Sediaan uji diberikan secara oral satu kali sehari dengan volume pemberian sebesar 1% dari berat badan mencit. 4. Pengujian efek toksik akut (LD50) Sebelumnya hewan uji dipuasakan makan sekitar 16-18 jam. Masing-masing kelompok diberikan sediaan uji secara oral sesuai dosis yang direncanakan. Dalam waktu 3 jam setelah pemberian sediaan uji, lakukan pengamatan terhadap gejala-gejala toksik pada mencit berupa hiperaktivitas atau hipoaktivitas. Dihitung hewan yang mati dalam waktu 24 jam setelah pemberian sediaan uji. Pada hewan yang mati dilakukan pembedahan dan ditentukan rasio berat organ jantung, hati dan ginjal dari mencit. 5. Evaluasi efek toksik tertunda selama 15 hari Evaluasi ini dilakukan pada mencit yang masih hidup setelah 24 jam pengamatan sampai hari ke 15, lakukan pengamatan terhadap gejala-gejala toksik yang timbul pada mencit sebagai berikut: a. Penimbangan berat badan b. Pengukuran volume air minum 24 jam c. Pengukuran konsumsi makan
259
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
HASIL DAN DISKUSI Hasil Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menguji karakteristik, uji toksisitas dan efek antidiabetes ekstrak kental tumbuhan anting-anting (Acalypha indica L.) pada mencit, didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Identifikasi sampel/tumbuhan Antinganting (Acalypha indica L.) Identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Herbarium Universitas Andalas (ANDA), jurusan Biologi FMIPA UNAND dinyatakan sampel penelitian adalah tumbuhan anting-anting dengan spesies Acalypha indica L. Family Eurphobiaceae. 2. Uji efek antidiabetes ekstrak tumbuhan Anting-anting 1) Induksi diabetes Pemberian aloksan dosis 150 mg/KgBB secara intraperitonial dapat meningkatkan kadar glukosa darah mencit dengan nilai rata-rata 276 mg/dl. 2) Pengaruh pemberian ekstrak tumbuhan Anting-anting terhadap kadar glukosa darah mencit diabetes. diukur pada hari ke 0, 7, 14, dan 21. Persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa darah awal (hari ke-0) yang paling besar diberikan oleh dosis 200 mg/KgBB pada hari ke-14 yaitu 64% (91,8 ± 15.991) dan dan hari ke-21 sebesar 71% (74,0 ± 13.266). Perlakuan kelompok hewan uji dan lamanya waktu pemberian sediaan uji serta interaksi antara kedua variabel mempengaruhi kadar glukosa darah mencit dengan sangat bermakna (P<0,01). Pada uji Duncan dengan α=0,05 terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-0 dengan hari ke-14 dan 21,
perbedaan yang bermakna dengan pengukuran hari ke-7. Sedangkan perlakuan terhadap hewan uji terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara dosis 25, kontrol positif dengan kelompok kontrol negatif, pembanding, dosis 100, 200, dan 400 mg/KgBB. 3) Pengaruh pemberian ekstrak tumbuhan Anting-anting terhadap berat badan mencit Pengaruh pemberian ekstrak kental tumbuhan anting-anting terhadap berat badan mencit diabetes sangat berbeda nyata (P<0,01), baik pada faktor perlakuan kelompok hewan uji, lamanya waktu pemberian sediaan, dan interaksi antara perlakuan dengan lamanya waktu pemberian sediaan. Pada uji lanjut Duncan, kelompok dosis 25, 400 mg/KgBB berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kelompok pembanding, dosis 50, 100, 200 mg/KgBB, dan kontrol negatif. Pengukuran berat badan pada hari ke-0, hari ke-7 berbeda nyata dengan hari ke-14 dan 21. 4) Pengaruh pemberian ekstrak tumbuhan Anting-anting terhadap volume urin mencit Pada faktor perlakuan kelompok hewan uji, waktu / lamanya pemberian sediaan mempengaruhi volume urin dengan sangat bermakna (P<0,01). Sedangkan intetraksi antara perlakuan dengan waktu berbeda nyata (P<0,05). Pada faktor lamanya pemberian ekstrak sangat mempengaruhi secara bermakna terhadap volume minum mencit (P<0.01). Terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara pengukuran pada hari ke-0 dan ke-7 dengan hari ke-14 dan hari ke-21.
260
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Kelompok Hewan Uji K1 K2 D1 D2 D3 D4 D5 P
Tabel 1. Hasil pengukuran kadar glukosa darah Berat Badan Mencit (gram) ± SD Hari ke-0 Hari ke-7 hari ke-14 25.14 ± 2.302 26.92 ± 1.702 26.36 ± 2.322 28.24 ± 1.256 27.82 ± 1.092 26.56 ± 1.828 29.88 ± 3.385 28.80 ± 4.266 28.20 ± 3.351 29.16 ± 1.322 25.06 ± 2.281 24.00 ± 1.812 26.12 ± 3.464 26.76 ± 2.667 26.28 ± 1.339 24.64 ± 1.590 27.26 ± 1.590 25.46 ± 1.106 27.14 ± 2.120 28.70 ± 1.480 27.10 ± 0.648 26.74 ± 1.069 23.54 ± 2.584 20.54 ± 1.844
Hari ke-21 26.58 ± 2.350 25.20 ± 2.243 26.80 ± 2.640 22.94 ± 1.346 27.50 ± 0.935 26.22 ± 0.497 28.10 ± 1.118 18.72 ± 1.585
Gambar 1. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit 3. Uji toksisitas akut 1. Pengamatan gejala toksik 3 jam setelah penyuntikan . Gejala toksik terjadi berupa pernafasan meningkat, dan kepekaan terhadap bunyi berkurang terjadi pada dosis 8 dan 16 g/KgBB sedangkan gejala toksik berupa tremor, menggeliat dan penurunan aktivitas motorik terjadi pada dosis 16 g/KgBB. 2. Pada semua kelompok dosis dan kontrol tidak terdapat satu hewanpun yang mati dalam 24 jam (persentase kematian 0%). Maka ekstrak kental tumbuhan Antinganting tergolong praktis tidak toksik. 3. Pengamatan efek tertunda selama 15 hari a. Pengaruh terhadap berat badan mencit Faktor perlakuan kelompok hewan uji dan waktu pengukuran sangat 261
mempengaruhi secara bermakna terhadap berat badan mencit, P<0,01 Perbedaan yang sangat bermakna antara dosis 16 g/KgBB dengan dosis 4 g/KgBB, 8 g/kgBB dan kontrol. b. Pengaruh terhadap jumlah makan mencit Faktor perlakuan kelompok hewan uji dan waktu pengukuran berpengaruh sangat bermakna terhadap jumlah makan mencit (P<0,01). Sedangkan interaksi antara perlakuan dengan waktu tidak berpengaruh secara bermakna (P>0.05). Pada uji Duncan terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara semua kelompok dosis. c. Pengaruh terhadap volume minum mencit Faktor perlakuan kelompok hewan uji berpengaruh sangat bermakna terhadap volume minum mencit, terutama pada
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
dosis 4 dan g/kgBB dan 16 g/kgBB, P<0.01. Sedangkan waktu dan interaksi antara perlakuan dengan waktu berpengaruh secara bermakna (P<0.05). d. Pengaruh terhadap volume urin mencit Faktor perlakuan kelompok hewan uji berpengaruh sangat bermakna terhadap volume urin mencit P<0,01. Sedangkan waktu dan interaksi antara perlakuan dengan waktu tidak berpengaruh secara bermakna (P>0.05). Perbedaan yang sangat bermakna pada dosis 16 g/KgBB dengan kontrol, dosis 4 g/KgBB dan dosis 8 g/kgBB.
e. Pengaruh terhadap rasio berat organ mencit Pada organ hati nilai P>0,05 yang berarti perlakuan kelompok hewan uji tidak mempengaruhi rasio berat organ hati secara bermakna. Pada organ jantung didapatkan nilai P<0,01. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pada setiap kelompok hewan uji mempengaruhi rasio berat organ jantung mencit dengan sangat bermakna, terutama pada dosis 8 g/kgBB. Pada organ ginjal nilai P>0,05 yang artinya perlakuan tidak mempengaruhi rasio berat organ ginjal mencit secara bermakna.
Tabel 2. Hasil Rasio Berat Organ Mencit pada Uji Toksisitas Akut Rasio Berat Organ (10-2) ± SD Kelompok Uji Hati Jantung Ginjal Kontrol 4.50±0.73 0.46±0.68 1.03±0.11 P1=4 g/KgBB 5.15±0.69 0.49±0.05 1.18±0.17 P2=8 g/KgBB 5.42±0.65 0.61±0.12 1.17±0.16 P3=16 g/KgBB 4.92±0.88 0.44±0.06 1.06±0.72 Diskusi Pada saat sekarang ini ada kecendrungan masyarakat untuk kembali ke alam dengan memanfaatkan obat-obat herbal/tradisional dalam menanggani suatu penyakit termasuk penyakit diabetes mellitus. Bahkan permintaan terhadap obat herbal tiap tahunnya terus meningkat (Pathwardan dkk, 2005). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu, harganya yang murah serta semakin luasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Hills dkk, 2006). Pada penelitian ini tumbuhan yang digunakan sebagai sampel adalah Tumbuhan Anting-anting (Acalypha indica L.) dengan mengambil semua bagian tumbuhan.
Tumbuhan ini sangat mudah didapatkan karena merupakan tumbuhan gulma yang sangat umum ditemukan sebagai tumbuhan liar di pinggir jalan (Boo, K., 2010). Selain itu manfaat dan kegunaan dari tumbuhan anting-anting sangat banyak seperti: antiradang, antibiotik, peluruh kencing (dieretik), pencahar dan hemostatis dalam bentuk segar atau yang telah dikeringkan (Dalimartha, S. 2003, Boo, 2010). Bahkan secara empiris tumbuhan ini telah banyak digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit diabetes. Pada proses ekstraksi tumbuhan anting-anting, awalnya tumbuhan segar disortasi basah dari bahan-bahan yang tidak dapat digunakan, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk membuang kotoran yang menempel pada tumbuhan. Proses awal pembuatan ekstrak dimulai dengan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Serbuk simplisia dibuat dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. kemudian dikeringkan
262
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
pada tempat yang tidak kena cahaya matahari langsung. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak pada tumbuhan. Setelah kering, sampel dihaluskan dengan menggunakan alat grinder sehingga didapatkan serbuk simplisia kering tumbuhan anting-anting. Tujuan sampel dihaluskan adalah untuk memperluaskan permukaan sampel yang kontak dengan pelarut sehingga pelarut mudah berpenetrasi ke dalam membran sel tumbuhan (Houghton dan Amalia, 1998). Ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara meserasi, dimana seluruh maserat dipekatkan melalui proses penguapan (Depkes RI, 1995; BPOM, 2000). Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% karena etanol bersifat universal dan dapat melarutkan hampir semua zat yang terkandung dalam sampel, baik yang bersifat polar, semi polar dan non polar (Harbone, 1987). Selain itu etanol lebih murah dan tidak toksik bagi peneliti dan umumnya dapat digunakan untuk jenis simlisia kering (Depkes, 2000; Djamal, 1998). Proses meserasi dilakukan selama 5 hari dengan 3 kali pengulangan, sehingga memungkinkan tertariknya zat aktif pada pelarut lebih banyak. Satu bagian sampel yang dimeserasi, menggunakan pelarut 10 bagiannya dan dipastikan jumlah pelarut yang digunakan dapat merendam semua simplisia dengan sempurna. Kemudian selama perendaman, sampel sesekali dikocok untuk mempercepat proses penetrasi pelarut ke dalam sel sehingga komponen-komponen kimia yang ada dalam tumbuhan dapat terlarut. Selain itu pengocokan juga membantu proses pemecahan dinding sel (Harbone, 1987). Proses meserasi dilakukan di tempat dan wadah meserasi yang terlindung cahaya dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya penguraian struktur dari senyawa yang kurang stabil dengan adanya cahaya. Untuk mendapatkan maserat, dilakukan penyaringan kemudian pelarutnya diuapkan dengan destilasi vakum yang
bertujuan untuk mengurangi tekanan uap sehingga dapat menurunkan titik didih dan mengurangi penguraian pada senyawa yang bersifat tidak tahan panas. (Harbone, 1987; Depkes, 200). Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan Rotari evaporator untuk menguapkan pelarut dan air yang masih tersisa sehingga didapatkan ekstrak kental dengan berat konstan (Harborne, 1987). Ekstrak yang diperoleh dilakukan uji efek antiadiabets dan toksisitas akut. Mencit dikondisikan diabetes dengan menggunakan aloksan sebagai penginduksi diabetes dengan dosis 150 mg/KgBB, diberikan secara intraperitoneal (Viana dkk, 2004). Pemilihan aloksan karena aloksan mempunyai kerja yang spesifik terhadap sel sel ß pulau langerhans dan dapat merusak sel ß pankreas dengan cepat (Akbarzadeh, 2007). Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta pancreas yang memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter glukosa yaitu GLUT2 (Szkudelski T, 2008). Pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan pada kelompok hewan uji terdiri dari 8 kelompok. Kontrol negative, kontrol positif, pembanding dan dosis ekstrak yang diberikan pada mencit terbagi dalam 5 kelompok yaitu : 25, 50, 100, 200 dan 400 mg/KgBB. Dosis ini dipilih mengacu pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rizky Octarini, 2010 dimana dosis yang digunakan adalah 1000 mg/KgBB. Sebagai percobaan pendahuluan dilakukan pada dosis 400 mg/KgBB, ternyata masih bisa menurunkan kadar glukosa darah samapi 45% pada hari ke-7, kemudian dosis terendah yang dipilih adalah 25 mg/KgBB. Penurunan kadar glukosa darah tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif. Kemudian diambil 3 kelompok dosis diatasnya yaitu 50, 100 dan 200 mg/KgBB. Kelompok pembanding merupakan kelompok mencit diabetes yang diberikan obat glibenklamid dosis 5 mg/hari (0,013 mg/ 20 gram BB). Pemberian sediaan uji dilakukan selama 21 hari satu kali sehari. Sedangkan pengukuran parameter fisiologis
263
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
dilakukan pada hari ke-7, 14 dan ke-21. Pengukuran juga dilakukan pada hari ke-0 sebelum mencit mendapatkan sediaan uji. Tujuannya agar didapatkan data awal kadar glukosa darah mencit sebelum mendapatkan perlakuan, sehingga efek dari sediaan uji dapat dibandingkan antara pengukuran pada hari ke-7, 14 dan 21 dengan hari ke-0. Lamanya pemberian sediaan uji ini dipilih karena penggunan obat-obatan herbal secara empiris lebih dari satu minggu. Selain itu juga ingin melihat apakah pemberian dengan waktu yang lebih lama, efek antidiabetesnya akan lebih baik atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian ekstrak terhadap penurunan kadar glukosa darah pada dosis 50, 100, 200 dan 100 mg/KgBB. Pada kelompok kontrol kadar glukosa darah naik turun tetapi tetap dalam kadar normal (120,6 – 130,4 mg/dl). Sedangkan pada kelompok kontrol positif terjadi penurunan pada hari ke-7, 14 dan 21 tetapi kadar glukosa darah mencit tetap diatas 200 mg/dl (261,2 ± 7.259). Terlihat bahwa kadar glukosa darah mencit diabetes tetap tinggi. Hal ini disebabkan karena mencit kelompok diabetes telah diinduksi dengan aloksan, yang merupakan penginduksi diabetes yang spesifik terhadap sel-sel β Pulau Langerhans dan dapat merusak sel-sel pankreas dengan cepat, akibat rusaknya sel beta pankreas ini berpengaruh terhadap produksi insulin, dimana insulin ini sangat berperan penting dalam membantu pemasukan glukosa ke dalam sel, dengan berkurangnya produksi insulin maka glukosa akan terus berada dalam darah sehingga menyebabkan kadar glukosa darah mencit kelompok ini mengalami peningkatan (Arifin, H 2002). Pemberian ekstrak tumbuhan antinganting pada hari ke-7 telah dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit sampai kondisi normal yaitu 122,8 ± 14.202 pada dosis 200 mg/KgBB, 122,8 ± 26.499 pada dosis 400 mg/KgBB dan pembanding 127,0 ± 33.690. persentase penurunan kadar glukosa darah mencit terbesar dibandingkan dengan kondisi awal, diberikan oleh kelompok dosis 200 mg/KgBB pada hari ke-
21. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan anting-anting memiliki efek antidiabetes. Berdasarkan analisa statistik (SPSS 17), perlakuan pada kelompok hewan uji, lamanya waktu pemberian sediaan uji dan interaksi antara kedua variabel mempengaruhi kadar glukosa darah dengan sangat bermakna (P<0,01). Pada uji Duncan dengan α=0,05 terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara dosis 25, kontrol positif dengan kelompok kontrol negatif, pembanding, dosis 100, 200, dan 400 mg/KgBB dalam mempengaruhi kadar glukosa darah mencit. dan perbedaan yang bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/KgBB. Sedangkan antara dosis 100, 200 dan 400 mg/KgBB, kontrol negatif dan pembanding tidak berbeda nyata dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit. Pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-0 sangat berbeda nyata dibandingkan dengan hari ke-14 dan 21, berbeda nyata dengan hari ke-7 sedangkan pengukuran pada hari ke-14 dan 21 tidak berbeda nyata. Mekanisme penurunan kadar glukosa darah mencit diabetes pada penelitian ini belum dapat diramalkan. Dalam penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut ekstrak tumbuhan antinganting berupa LD50 dan pengamatan efek tertunda sela 15 hari terhadap. Uji ini merupakan serangkaian uji keamanan obat baru pada tahap praklinis dan klinis, karena suatu obat yang berasal dari tanaman, dapat diajukan sebagai fitofarmaka apabila aman setelah uji praklinis. Sementara tidak ada bahan kimia yang dapat dijamin keamanannya kecuali semua bahan tersebut adalah toksik pada dosis tertentu (Katzung, 2002). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina sebanyak 24 ekor, dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor mencit. Pemberian sediaan secara oral dan ini merupakan rute pemberian obat yang umum dipakai untuk penggunaan obat. Hasil dengan rute ini cukup menggambarkan efek yang ditimbulkan pada uji klinis (pada relawan).
264
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Pada rute oral, ekstrak yang diberikan akan mengalami sirkulasi enterohepatik yang akan memperlihatkan signifikansi jika terjadi enterohepatik, maka sekurang-kurangnya sebagian dari senyawa akan dilokalisir di dalam organ yang terlibat dalam daur tersebut (Loomis, 1978). Berdasarkan hasil penelitian pada dosis 8 dan 16 g/KgBB gejala toksik yamg muncul berupa pernafasan meningkat dan respon terhadap bunyi berkurang. Sedangkan pada dosis 16 g/KgBB terjadi penurunan aktivitas motorik, tremor dan menggeliat. Pengamatan kematian mencit setalah 24 jam pemberian ekstrak, tidak satupun mencit yang mati dengan persentase kematian 0 %. Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak tumbuhan anting-anting diklasifikasikan ke dalam tipe senyawa praktis tidak toksik karena pada dosis tertinggi (>15 g/KgBB) tidak menyebabkan kematian > 50% hewan percobaan (Lu, 1994). Pada pengamatan efek tertunda, pengukuran berat badan mencit, terlihat pada kelompok kontrol tidak terjadi perubahan berat badan mencit dari hari ke-0 sampai hari ke 15. Sedangkan pada pemberian ekstrak dosis 4, 8 dan 16 g/KgBB secara umum menunjukkan kenaikkan berat badan pada hari-5, 10 dan 15 dibandingkan dengan hari ke-0. Hal ini diduga bahwa ekstrak dapat merangsang nafsu makan mencit sehingga berat badan bertambah. Pada pengukuran jumlah makan mencit, terjadi peningkatan jumlah makan pada dosis 8 dan 16 g/KgBB. Faktor perlakuan kelompok hewan uji dan waktu pengukuran berpengaruh sangat bermakna terhadap jumlah makan mencit (P<0.01). Sedangkan interaksi antara perlakuan dengan
waktu tidak berpengaruh secara bermakna (P>0.05). Pada pengamatan efek tertunda terlihat bahwa volume minum pada kelompok hewan yang diberikan ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh perlakuan pemberian ekstrak terhadap volume air minum sangat bermakna dengan nilai P<0,01 dimana kelompok kontrol sangat berbeda nyata dengan dosis 4 dan 16 g/KgBB, dan berbeda nyata dengan kelompok dosis 8 g/KgBB. Warna urin kelompok kontrol berwarna kuning agak kecoklatan dan warna urin pada kelompok yang diberikan ekstrak warna coklat, lebih pekat dibandingkan kontrol. Dari analisa statistik faktor perlakuan didapatkan nilai P<0,01 artinya faktor perlakuan kelompok hewan uji berpengaruh sangat bermakna terhadap volume urin mencit. Pada pengamatan rasio berat organ mencit dalam penelitian ini didapatkan, rasio berat organ pada kelompok yang mendapatkan dosis ekstrak lebih tinggi dibandingkan kontrol. Rasio yang paling besar diberikan oleh kelompok dosis 8 g/KgBB baik pada hati, jantung dan ginjal. Rasio berat organ hati pada : - kontrol = 0.0450±0.0073, - dosis 4 g/KgBB = 0.0515±0.0069, - dosis 8 g/KgBB = 0.0542±0.0065, - dosis 16 g/KgBB = 0.0492±0.0088. Tetapi dari analisa statistik perlakuan kelompok hewan uji tidak mempengaruhi rasio berat organ hati secara bermakna (P>0,05). Rasio berat organ jantung pada kelompok dosis 8 g/KgBB lebih besar dibandingkan yang lainnya. Faktor perlakuan pada setiap kelompok hewan uji mempengaruhi rasio berat organ jantung mencit dengan sangat bermakna (P<0,01).
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian tentang karaterisasi dan uji toksisitas akut ekstrak kental, serta efek antidiabetes ekstrak kental tumbuhan anting-anting (Acalypha indica L.) terhadap penurunan glukosa darah mencit
putih jantan diabetes, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekstrak kental tumbuhan anting-anting memiliki efek antidiabetes terhadap mencit putih jantan diabetes.
265
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
2. Berdasarkan penentuan LD50, Ekstrak kental tumbuhan anting-anting (Acalypha
indica L.) termasuk dalam kategori praktis tidak toksik.
DAFTAR PUSTAKA Akbarzadeh, A., Induction Of Diabetes by Streptozotocin in Rats, Indian Journal. of hemical Biochemistry, 2007. American Diabetes Association, Standart of Medical Care for Patiens With Diabetes Mellitus, Diabetes Care, 2002. Australian Plant Name Index, Acalpha indica var. australis F.M. Bailey Dalam: Integrated Botanical Information System(IBIS). http://www.anbg.gov.au/cgibin/apni?taxon id=18211(09 Maret 2010) Barkley, Mike, L. Ac., Alternative Medicine : tradisional Chinese Medicine in Treatment on Infertility, Acupunture and Fertility Research, 2005. Boo, K. Mengenal Tumbuhan Berkhasiat Obat Anting anting. http://belanjaherbal.wordpress.co.m/20 10/03/06/anting-anting. Diakses tanggal 26 September 2012. BPOM, Acuan Sediaan Herbal, Volume 5, Edisi 1, Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan RI. Jakarta, 2010, Casarett and Doull’s. Toxicology, The Basic Science of Poison, 3rd Ed. New York: Macmillan Publishing Company, 1986. Chiasson, Jean-Louis, Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis and The Hiperglykemic Hiperosmolar State, CMAJ, 2003. Dalimartha, S., Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus, Penebar Swadaya. Jakarta, 2003. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1995 Departemen Kesehatan RI, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan RI Jakarta, 1980.
Departemen Kesehatan RI, Monografi Tumbuhan Obat Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2004. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, Cetakan Pertama. Depkes RI, Jakarta, 2000. Depkes R.I, Farmakope Indonesia, Ed. III, Jakarta, 1978 Depkes R.I, Farmakope Indonesia, Ed. IV, Jakarta, 1995 Depkes R.I, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: Departemen Kesehatan, RI, 2000. Depkes RI, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2008. Depkes RI, Suplemen II Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2011. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Frank, C. LU. Toksikologi Dasar, Azas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi II, Diterjemahkan oleh E. Nugroho, Z.S Bustami dan Z. Darmansjah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 1995. Ganiswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2009. Godman, L.S dan A. Gilman. The Pharmacological Basis of th Theraapeutic, 5 ed. Macmilan Publising Co,. Inc. New York, 1975. Govindarajan, Gurushankar, J.R. Sowers and craig, S. Stump, Hypertension and
266
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Diabetes Mellitus, European Cardiovascular Disease, 2006. Guyton, A.C. and J.E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Penerjemah: Setiawan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Harbone, J.B., Phytochemical Methods (Edisi II). Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soedini, Bandung, 1987 Hashimoto, Y. “Effect of Alloxan Diabetes Noused in Spontaneusly Hypertensive Rats”, Japanese Circulation Journal, 1969. Hills, S. Yahya, Lucy Finch, and E. Gangaranga, Traditional Medicine, 2006. Husna, Ana Nihayatul, 2011. Identifikasi Senyawa Ekstrak Etil Asetat Tanaman Anting-anting (Acalypha Indica Linn) dan Uji Aktivitas Antimalaria in vivo pada Hewan Uji. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Katzung, B.G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku I, Penerjemah dan Editor: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteeran Universitas airlangga,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 2001. Loomis, A. T. Toksisitas. Toksikologi Dasar. Penerjemah: Imono Argo Donatus. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta, 1978. Lu. Frank C. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Penerjemah: Edi Nugroho. Jakarta: UI Press. 1995. Price, Sylvia A., and Wilson. M. Patofisiologi: Kosnsep Klinis Prosesproses Penyakit. Edisi II, EGC, Jakarta 1994. Thomson, E.B. Drug and Bioscreening Fundamentals of Drug Evaluation Technique In Pharmacology. New York: Graceway Publishing Company, 1985 WHO, Defenition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hiperglycaemia, http://www.who.int/ diabetes/publication, 2006 WHO, Reducing Risks, Promoting Healthy Life, The World Health Report 2002, Genrva, 2002.
267