UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans. Melsi Pratiwi Yusni, Gustina Indriati1, Irdawati2 Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT ABSTRAC Meniran ( Phyllanthus. niruri L. ) or known to the sidukuang anak a potent plant can treat a variety of diseases . Meniran ( P. niruri L.) which contains antimicrobial flavonoid, saponin and tanin that can inhibit the growth of C. albicans . Has done research on Power Test Inhibitory Meniran Extract ( Phyllanthus niruri ) on growth of C. albicans . This study used a Completely Randomized Design ( CRD ) with 7 treatments and 3 replications , treatment begins albothyl 2 % of control ( A ), Concentration 5 % ( B ), concentration of 10 % ( C ), concentration of 30 % ( D ) , Concentration 40 % ( E ) , concentration of 50 % ( F ). Data processed by Analysis Of Variance ( ANNOVA ). This study aims to determine the inhibitory meniran extract ( P. niruri L.) on the growth of C. albicans , and to determine the most effective concentration of meniran ( P. niruri L.) on the growth of C. albicans has been done in the laboratory of the UNP . From the research that has been done , it can be concluded that the extract meniran ( P. niruri L.) ranging from 5 % concentration was able to inhibit the growth of C. albicans . The most effective concentration present in a concentration of 20 % . Keyword: Candida albicans, Extract, Phyllanthus niruri L. A. Pendahuluan Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Obat tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan pengalaman, meskipun perkembangan obat modern maju pesat, namun pengobatan tradisional tak pernah surut dari arus kemajuan teknologi kedokteran (Aziddin dan Syarifuddin 1990) Meniran (P. niruri L) merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia termasuk Indonesia. Meniran (Phyllanthus niruri L.) tumbuh di daerah dataran rendah hingga daratan tinggi dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan meniran memiliki tinggi 40 – 100 cm, tumbuh secara liar ditempat yang berbatu, dan berlembab seperti di tepi sungai, pantai, semak, tanah telantar diantara rerumputan, hutan. Meniran mempunyai akar tunggang dan sepasang bunga yaitu, bunga jantan
yang keluar di bawah ketiak, daun dan bunga betina yang keluar di atas ketiak daun (Kardinan dan Kusuma, 2004). Meniran (P. niruri L.) memiliki batang berwarna hijau muda atau hijau tua, setiap cabang atau ranting terdiri dari 8- 25 helai daun. Daunnya berwarna hijau, berbentuk lonjong dan tersusun majemuk. Ukuran daunnya 0,5 – 2 x 0,25 – 0,5 cm. Buah berstruktur licin, bulat piph dengan diameter 2 – 2,5 cm. Di beberapa daerah Indonesia, meniran dikenal dengan sidukuang anak, sidukung anak (Sumatera Barat); nama ba’metano, sidukung anak, baket sikolop (Sumatera); meniran ijau, merah, memeniran (Jawa); bolobungo, sidukung anak (Sulawesi); serta gosau ma dungi, gosau ma dungi rosiha, belalang babiji (Maluku) ( Kardinan dan Kusuma, 2004). Tumbuhan meniran memiliki kandungan antimikroba yaitu flavonoid, saponin dan tanin yang berkhasiat mengobati penyakit. Menurut Wibowo (2013), meniran dimanfaatkan sebagai obat hepatitis, malaria, disentri, diare, peradangan pada kelenjer kemih, dan ditambahkan oleh Soejono, (2006) bahwa tumbuhan meniran
(P. niruri L.) juga dapat dimanfaatkan sebagai pelancar air seni dan obat sariawan. Sariawan merupakan pembengkakan atau peradangan yang terjadi di lapisan mukosa mulut. Daerah yang bisa terkena sariawan antara lain: pipi, gusi, lidah, bibir, dan langit-langit mulut. Selain itu, sariawan juga bisa menyebabkan pendarahan, bengkak, dan warna memerah. Gejala sariawan berupa rasa sakit atau rasa terbakar selama 1-2 hari, yang kemungkinan dapat menimbulkan luka di rongga mulut. Rasa sakit dan panas pada sariawan ini membuat susah makan dan minum yang disebabkan oleh Candida albicans (Putra, 2013). C. albicans merupakan salah satu mikroorganisme yang terdapat pada kulit dan selaput lendir seperti vagina, mulut, atau rectum. Infeksi yang disebabkan Candida disebut kandidiasis. Kandidiasis dapat ditekan pertumbuhannya dengan menggunakan antiseptik seperti albothyl. Kandidatrush yang dikenal dengan stomamatitis apthosa atau sariawan, yang terjangkit adalah bayi, wanita hamil, gizi buruk, dan penderita HIV (Volk dan Wheeler, 1989). Desfita (2011) dalam Noorhamdani dkk.,(2013) menggunakan esktrak herba meniran menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat menunjukan adanya hambatan pada C. albicans. Dengan pelarut nheksana, rata-rata zona hambat yang dihasilkan pada konsentrasi 10% sebesar 10,32 mm. Sementara pada pelarut etil asetat, rata-rata zona hambat yang dihasilkan konsentrasi 10% sebesar 10,6 mm. Pada daerah Pariaman, tumbuhan meniran (P. niruri L.) digunakan sebagai obat sariawan dengan cara merebus meniran dan meminum rebusan tersebut, akan tetapi, belum diketahui secara pasti sejauh mana daya hambat meniran terhadap C. albicans. Berdasarkan latar belakang diatas, maka telah dilakukan penelitian tentang uji daya hambat ekstrak meniran (P. niruri L.) terhadap pertumbuhan C. albicans”. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu terbentuknya zona bening atau hambat yang terbentuk dalam medium SDA, yang ditambahkan ekstrak P. niruri L. dengan berbagai konsentrasi.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans ? 2. Berapa konsentrasi efektif dari ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) yang dapat menghambat pertumbuhan C. albicans ? Hipotesis 1. Ekstrak meniran (P. niruri L.) dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. 2. Terdapat konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak meniran (P. niruri L.) dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 3. 1.Untuk mengetahui kemampuan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. 4. 2. Untuk melihat konsentrasi yang paling efektif dari meniran (P. niruri L.) dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kegunaan Penelitian 1. Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat meniran (P. niruri L.). 2. Informasi tentang alternatif lain terhadap obat-obatan. 3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi pembaca. B. Metode Penelitian a. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah di lakukan pada bulan Desember 2013 di laboratorium Mikrobiologi Universitas Negeri Padang. b. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, lampu spiritus, mikropipet, gelas ukur, jarum ose, timbangan, labu erlenmeyer, autoklaf, gelas piala, pipet tetes, pisau, kompor listrik, camera, drill glass, inkubator, kertas saring,
pipet ukur, vortex, Lumpang dan alu, jangka sorong, pinset dan kain kasa. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah esktrak Meniran yang masih segar, alkohol 70%, aquades, kertas koran, kertas label, aluminium foil, albothyl, kapas, plastic wrap, Sabouraud Dextrosa Agar (SDA) dan biakan C. albicans. c. Rancangan Penelitian Biakan Candida albicans diperoleh dari Laboratorium Kedokteran UNAND. Penelitian dilakukan untuk menguji kemampuan ekstrak meniran (P. niruri L.) dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan yaitu: Kontrol Albhothyl 2%, Ekstrak meniran 5%, Ekstrak meniran 10%, Ekstrak meniran 20%, Ekstrak meniran 30%, Ekstrak meniran 40%, Ekstrak meniran 50%. d. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian a) Sterilisasi Alat Semua alat yang digunakan dicuci bersih dan dikeringkan, setelah itu dibungkus dengan kertas koran. Sterilisasi menggunakan autoclave pada temperatur 1210 C pada tekanan 15 psi. Untuk jarum ose dan pinset disterilisasikan dengan pemijaran b) Pembuatan Medium SDA Dalam penelitian ini menggunakan medium Sabouraud Dextrosa Agar (SDA) bahan medium ditimbang sebanyak 21 gram, selanjutnya dimasukan kedalam gelas kimia dan ditambah aquades sebanyak 700 ml. Selanjutnya untuk mencegah kontaminasi bakteri ditambah 0,75 g kloromfenicol dan dipanaskan sampai mendidih, lalu dimasukan kedalam Erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil kemudian disterilisasikan dalam autoklaf pada suhu 1210 C pada tekanan 15 psi selama 15 menit. c) Pembuatan Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri) Meniran (P. niruri L.) yang digunakan adalah meniran yang segar yang diambil di kawasan rumah penduduk, di jalan Rawa Gede Gunung Pangilun Padang. Meniran yang diambil adalah meniran yang masih segar dan bagian diambil adalah daun,
batang dan buah. Kemudian, bahan baku dicuci sampai bersih dengan air, dipotongpotong dan digerus dengan lumpang dan alu, selanjutnya di saring dengan kain kasa. d) Pembuatan Kertas Cakram Kertas cakram dibuat dengan kertas saring yang terdiri dari 4 lapis dengan menggunakan pelubang kertas yang berdiameter 5 mm dan di sterilisasi. e) Peremajaan Suspensi Jamur Setelah biakan murni C. albicans diperoleh, selanjutnya dilakukan peremajaan dengan cara medium SDA dituang kedalam tabung reaksi kemudian didinginkan, pada saat mendinginkan medium SDA tersebut dimiringkan, sehingga terbentuk medium agar miring. Selanjutnya diambil satu ose biakan murni C. albicans dan di inokulasikan kedalam medium agar miring selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370 C. f) Penyediaan Suspensi Jamur Biakan C. albicans yang berumur 48 jam, diambil sebanyak 1 ose selanjutnya disuspensikan ke dalam aquades 9 ml, lalu divortex sampai kekeruhannya sama dengan standar McFarland 0,5 (9 X 109 sel/ml). g) Pengenceran Konsentrasi Pengenceran hasil ekstraksi tumbuhan meniran (P. niruri L.) dalam berbagai konsentrasi dengan cara sebagai berikut : 1. Konsentrasi 5% :0,5 ml ekstrak tumbuhan meniran + 9,5 ml aquades. 2. Konsentrasi 10% : 1 ml ekstrak tumbuhan meniran + 9 ml aquades. 3. Konsentrasi 20% : 2 ml ekstrak tumbuhan meniran + 8 ml aquades. 4. Konsentrasi 30% : 3 ml ekstrak tumbuhan meniran + 7 ml aquades. 5. Konsentrasi 40% : 4 ml ekstrak tumbuhan meniran + 6 ml aquades. 6. Konsentrasi 50% : 5 ml ekstrak tumbuhan meniran + 5 ml aquades 7. Albothyl 2% : 0,2 ml albothyl + 9,8 ml aquades . 2. Pelaksanaan Penelitian Setelah dibuat pengenceran 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%. Masing-masing tabung reaksi diisi medium SDA dan dibiarkan membeku. Suspensi yang sama
kekeruhannya dengan Mc farland 0,5 (9 x109 sel/ml). Diinokulasikan sebanyak 200 µl kepermukaan medium, dan diratakan dengan drill glass. Selanjutnya kertas cakram dicelupkan kedalam tabung reaksi, yang berisi ekstrak meniran (P. niruri L.) yang sudah diencerkan sesuai perlakuan. Angkat kertas cakram menggunakan pinset steril, tunggu sampai air meniran tidak menetes lagi dari cakram, kemudian letakan cakram diatas media agar. Demikian juga dengan Albhothyl. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370 C selama 48 jam. 3. Pengamatan Parameter yang diamati pada saat penelitian adalah diameter zona hambat jamur. Zona hambat akan terlihat sebagai daerah jernih disekitar cakram. Pengukuran zona dilakukan menggunakan jangka sorong dengan skala 0,05 mm, jika zona bebas jamur tidak terbentuk bulat penuh maka diameter dipakai menghitung rata-rata diameternya. e. Analisis Data Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis of variance) (Hanafiah, 2004). C. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai uji daya hambat ekstrak meniran (P. niruri L.) terhadap pertumbuhan C. albicans, dan di dapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1.Rata-rata zona hambat ekstrak meniran terhadap pertumbuhan C. albicans
Perlakuan A. Albothil 2% B. Konsentrasi 5% C. Konsentrasi 10% D. Konsentrasi 20% E. Konsentrasi 30% F. Konsentrasi 40%
Rata-rata diameter zona hambat (mm) 1,38 mm 1,12 mm 1,24 mm 1,58 mm 1,19 mm 1,18 mm
G. Konsentrasi 1,85 mm 50% Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa ekstrak meniran (P. niruri L.) dari konsentrasi 5% sampai konsentrasi 50% dapat menghambat petumbuhan. C. albicans, meskipun dari hasil analisis statistic tidak terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing perlakuan (lampiran 1). Terlihat pada perlakuan konsentrasi 50% mempunyai kecenderungan rata-rata diameter hambat yang paling besar, sedangkan zona hambat yang kecenderungannya paling kecil di dapatkan pada perlakuan B. 2. Pembahasan Dapat dilihat pada Tabel di atas, hasil penelitian dengan menggunakan ekstrak meniran (P. niruri L.) pada tiap perlakuan mampu menghambat pertumbuhan C. albicans, hal ini dapat dilihat dari rata-rata diameter zona hambat C. albicans. Pada perlakuan B (konsentrasi 5%) sudah dapat menghambat pertumbuhan C. albicans, dengan daya hambat 1,12 mm. Pada perlakuan G (konsentrasi 50%) merupakan merupakan konsentrasi yang memiliki kecenderungan zona hambat paling besar yaitu 1,85 mm. Pada konsentrasi 50% mekanisme yang menyebabkan penghambatan dalam pertumbuhan jamur diduga disebabkan adanya interaksi senyawa fenol dan turunannya dengan sel jamur. Senyawasenyawa ini berikatan dengan protein pada jamur melalui ikatan non spesifik membentuk kompleks protein-fenol, Sebagaimana yang dikemukan oleh zat tersebut berkoagulasi dengan protein seluler dan juga menyebabkan membran sitoplasma mengalami lisis (Dinda, 2008 dalam Ariyanti, dkk., 2012). Menurut Dwidjoseputro (1994), senyawa fenol masuk ke dalam sel bakteri melewati dinding sel bakteri dan membran sitoplasma, di dalam sel bakteri senyawa fenol menyebabkan penggumpalan (denaturasi) protein penyusun protoplasma sehingga dalam keadaan demikian metabolisme menjadi inaktif, dan pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Dari hasil penelitian yang diperoleh, pada tiap perlakuan yang diperoleh tidak selalu mengalami peningkatan yang sama.
Seperti yang terlihat dari gambar di bawah ini: 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1,85 1,58 1,38 1,12
1,24
1,19 1,18
Gambar 3. Histogram rata-rata diameter zona hambat ekstrak meniran (P. niruri L.) terhadap C. albicans. A= Albothyl, B=Konsentrasi 5%, C =Konsentrasi 10%, D=Konsentrasi 20%, E = Konsentrasi 30%, F = Konsentrasi 40%, G = Konsentrasi 50%. Kenaikan zona hambat yang tidak teratur kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Kemungkinan I, terjadinya fluktuasi karena jenis bahan aktif yang terkandung pada meniran memiliki mekanisme yang berbeda. Menurut Pelczar dan Chan (1988) masing-masing jenis zat aktif antimikroba mempunyai mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan jamur, contoh flavonoid berfungsi merusak susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas dari dinding sel bakteri, tanin dapat menekan perkembangan jamur dengan cara menghambat pembentukan sel baru sehingga terganggunya pembelahan sel yang menyebab pertumbuhan jamur menjadi abnormal, saponin bekerja dengan mengganggu stabilitas membran sel jamur sehingga sel jamur menjadi lisis (Sjahid, 2008). Kemungkinan 2, pada waktu pengeringan kertas cakram yang tidak sama, Menurut Panagan dan Nirman (2009) kertas cakram yang pengeringannya cukup lama, saat diletakkan di atas media pembenihan mikroba, maka luas daerah zona hambatnya kecil, sedangkan kertas cakram yang pengeringannya sebentar, saat diletakkan diatas media pembenihan mikroba, larutan yang masih menempel langsung menyebar
disekeliling kertas cakram, dan cepat berdifusi media agar sehingga membentuk zona hambat yang besar. Kemungkinan 3, terjadinya diameter daya hambat tidak selalu naik sebanding dengan naiknya konsentrasi antibakteri, kemungkinan ini terjadi karena perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri pada media agar serta jenis dan konsentrasi senyawa antibakteri yang berbeda juga memberikan diameter zona hambat yang berbeda (Dewi, 2010) Pada perlakuan B (konsentrasi 5%) merupakan konsentrasi yang memiliki kecenderungan zona hambat yang paling kecil yaitu 1,12 mm. Kecilnya zona hambat disebabkan karena senyawa antimikroba yang terkandung di dalam ekstrak meniran dalam jumlah sedikit. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mangunwardoyo, dkk., (2009) Kecilnya konsentrasi yang didapatkan menyebabkan senyawa yang terkandung didalam ekstrak tidak dapat merusak dinding sel C. albicans. Konsentrasi efektif ekstrak meniran (P. niruri L.) ditunjukkan pada konsentrasi 20 % karena lebih baik dari pada kontrol albhotil 2%. Dan juga merupakan konsentrasi yang menghasilkan zona hambat yang besar bila dibandingkan dengan konsentrasi 30% dan 40%. Konsentrasi efektif adalah konsentrasi kecil yang mampu menunjukkan zona hambat yang besar sebagaimana yang dinyatakan oleh Bibiana (1994) dalam Chotimah (2007) bahwa zat antimikroba bersifat menghambat apabila digunakan dalam konsentrasi rendah dan bersifat mematikan apabila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi. D. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak meniran (P. niruri L.) mulai dari konsentrasi 5% sudah dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Konsentrasi yang paling efektif terdapat pada konsentrasi 20%. 2. Saran Masyarakat dapat menggunakan meniran (P. niruri L.) sebagai obat tradisional yaitu sebagai obat sariawan, untuk menggantikan penggunaan obat kimia.
Daftar Pustaka Ariyanti, N. K. Ida G .D. Sang K. S. 2012. Daya Hambat Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe barbadensis Miller) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 25923 Dan Escherichia coli Atcc 25922. Jurnal Biologi XVI (1) : 1 – 4. Aziddin Y dan Syarifuddin. 1990. Pengobatan Tradisional Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta : Depdikbud . Chotimah, B. C. 2007. Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Bruguiera gymnorrhiza Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcusaureus, Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Skripsi . Malang:Universitas Islam Negeri Malang. Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA, Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Hanafiah. A. K. 2004. Rancangan Percobaan Teori Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kardinan, A dan FR Kusuma. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta.: Agromedia Pustaka. Mangunwardoyo W. E. Cahyaningsih , T. Usia. 2009. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.). Jurnal. Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 7. No. 2. Hal. 57-63. Noorhamdani , H. Aurora, A. Aldiani. 2013. Uji Efektivitas Antimikroba Ekstrak
Daun Meniran (Phyllanthus Niruri) Terhadap Bakteri E. Coli Secara In Vitro. Laporan Penelitian. Bandung: FKUB . Panagan, A dan N, Syarif. 2009. Uji Daya Hambat Asap Cair Pirolisis Kayu Pelawan (Tristatia abavata)Terhadap Bakteri E. coli. Jurnal. Penelitian Sains . Edisi Khusus (C ). Vol. 9. No.12-06. Pelczar, M dan Chan.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta: Universitas Indonesia Prees. Putra. S. R. 2013. Ajaibnya Daun Sukun Berantas Berbagai Penyakit. Jogjakarta : FlashBooks. Sjahid. L. R. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaro (Eugenia uniflora) Skripsi. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta. Soejono T. 2006. Gulma dalam Agroekosistem Peranan, Masalah, dan Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Volk dan Wheeler, 1989. Mikrobiologi Dasar Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Wibowo, S. 2013. Herbal Ajaib. Pustaka Makmur : Perpustakaan Nasional RI.