UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
oleh: MOH. KHAWARIZMIE ALIM F14101030
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor oleh: Moh. Khawarizmie Alim F14101030
Tanggal lulus: Menyetujui,
Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc Pembimbing I
Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh: Moh. Khawarizmie Alim F14101030
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MOH. KHAWARIZMIE ALIM. F14101030. Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar. Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc dan Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom. 2006. RINGKASAN Tomat merupakan salah satu produk hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, produsen tomat harus menghasilkan produk tomat segar dan olahan dengan kualitas tinggi. Kualitas tomat yang baik sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen yang diterapkan. Salah satu proses dalam penanganan pasca panen yang paling kritis adalah proses sortasi. Proses sortasi yang dilakukan secara manual oleh manusia, menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik dan juga waktu yang relatif lama. Untuk meningkatkan keseragaman, akurasi dan waktu pemrosesan, proses sortasi dapat dilakukan dengan mesin. Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan salah satu jaringan saraf tiruan yang dapat diterapkan untuk proses klasifikasi dalam sistem sortasi. PNN memiliki tingkat akurasi klasifikasi yang cukup tinggi dan waktu pelatihan yang cukup singkat. Untuk meningkatkan waktu pemrosesan, komputasi paralel dapat diterapkan pada PNN untuk bagian prosesor sistem sortasi. Diharapkan, dengan penggabungan kedua teknologi tersebut, akan dapat dikembangkan teknologi sortasi yang akurat dan cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji komputasi paralel pada algoritma PNN yang diterapkan pada proses klasifikasi mutu buah tomat. PNN digunakan untuk mengklasifikasikan tomat ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Agar mencapai akurasi yang tinggi, PNN memerlukan nilai parameter penghalus (σ) yang tepat. Pencarian nilai parameter penghalus tersebut dilakukan melalui Algoritma Genetik. Percobaan dilakukan untuk membandingkan kinerja PNN yang dilakukan secara paralel pada dua buah komputer dan kinerja PNN yang dilakukan secara sekuensial pada satu komputer. Kriteria yang digunakan untuk uji analisis adalah akurasi klasifikasi PNN, waktu eksekusi total, peningkatan kecepatan, peningkatan akurasi, dan efisiensi. Percobaan dilakukan menggunakan program komputasi paralel dengan PNN hasil penelitian sebelumnya. Tomat yang digunakan adalah varietas Permata yang dikelompokkan menjadi tiga kelas dan masing-masing kelas diambil parameter bobot (gram), panjang (cm) dan lebar (cm). Proses pelatihan dilakukan dengan rasio antara jumlah data yang digunakan untuk pelatihan dan data yang digunakan sebagai contoh masukan (validasi) divariasikan sebanyak 9 mode. Masing-masing mode pelatihan dilakukan 10 kali pengulangan. Dengan dua macam populasi Algoritma Genetik yang digunakan, total percobaan yang dilakukan adalah 360 percobaan. Dari percobaan didapatkan hasil bahwa akurasi klasifikasi komputasi paralel dan komputasi sekuensial tidak terlalu berbeda dan terpusat pada kisaran rata-rata 89.2%. Peningkatan akurasi komputasi paralel juga relatif sama dengan pola sebaran bernilai 100%. Artinya akurasi klasifikasi dengan komputasi paralel meningkat 1 kali lipat dari komputasi sekuensial. Dengan demikian tidak terjadi perubahan berarti terhadap akurasi klasifiaksi. Pada aplikasi klasifikasi dengan
komputasi paralel, waktu total (waktu pelatihan dan waktu klasifikasi) rata-rata adalah 439.57 detik, lebih kecil daripada komputasi sekuensial yang rata-rata sebesar 548.66 detik. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan komputasi paralel yang rata-rata sebesar 128.857%. Dengan demikian, klasifikasi dengan komputasi paralel pada dua buah komputer lebih cepat sekitar 1.3 kali lipat dibandingkan dengan komputasi sekuensial. Dari hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan komputasi paralel pada proses klasifikasi tomat telah mempercepat waktu pemrosesan tanpa mengubah nilai akurasi klasifikasi secara signifikan. Namun penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi perlu diimbangi dengan pemilihan teknik/metode yang tepat pada bagian lainnya sehingga peningkatan kecepatan yang dihasilkan menjadi optimal. Kata kunci: Sortasi, Klasifikasi Objek, Komputasi Paralel, Probabilistic Neural Network (PNN), Algoritma Genetik (GA).
Riwayat Hidup Penulis dilahirkan di Tegal pada 27 September 1983 dari keluarga Ali Mukson Mawardi dan Luthfiatun sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tegal dan kemudian melanjutkan masa studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Profesi HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Keteknikan Pertanian) pada masa jabatan 2002/2003 termasuk di IT Center HIMATETA dan Teta’s English Club. Selain itu penulis juga pernah berpartisipasi sebagai Asisten Mata Kuliah dan Praktikum pada beberapa Mata Kuliah di Departemen Teknik Pertanian IPB selama tahun 2003 s.d. 2005 untuk mata kuliah: Statika dan Dinamika, Menggambar Teknik, Alat Mesin dan Budidaya Pertanian, Matematka Teknik, Sistem Basis Data, dan Penerapan Komputer. Pada tahun 2005 penulis terpilih sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Teknik Pertanian dan menjadi kandidat mahasiswa berprestasi tingkat Fakultas Teknologi Pertanian.
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini. Penelitian yang berjudul Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknik Pertanian. Di dalamnya meliputi komputasi paralel, algoritma genetik, probabilistic neural network (PNN), dan klasifikasi mutu tomat. Penulis menyadari bahwa semuanya tidak terlepas dari dukungan dan doa restu berbagai pihak yang telah ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc, selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama. 2. Bapak Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom, selaku pembimbing kedua, atas segala bimbingan dan bantuannya. 3. Mas Teguh Pratama Januzir Sukin, atas bantuan teknis dan dukungan yang sangat berarti pada awal pelaksanaan penelitian. 4. Kedua orang tua, kakak, dan adik-adik penulis, atas cinta kasih yang kuat dalam keluarga 5. Eka Widianti, atas dukungan semangat dan motivasi yang selalu mengalir. 6. Teman-teman TEP ’38 dan TSIP ’38 yang selalu kompak, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat mengembangkan program komputasi paralel terutama dalam penerapannya pada berbagai proses klasifikasi, khususnya klasifikasi mutu berbagai komoditas pertanian. Semoga penelitian ini dapat memberikan sedikit pengetahuan dan pencerahan bagi kita semua dalam mengembangkan pertanian Indonesia. Bogor,
Januari 2006 Penulis
DAFTAR ISI hal. Kata Pengantar ................................................................................................. i Daftar Isi .......................................................................................................... ii Daftar Tabel .................................................................................................... iv Daftar Gambar ................................................................................................. v Daftar Lampiran .............................................................................................. vii I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 A. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill).............................................. 4 1. Botani dan Sejarah Singkat ........................................................... 4 2. Budidaya dan Penanaman ............................................................. 4 3. Hama dan Penyakit ...................................................................... 8 4. Manfaat dan Penggunaan ............................................................. 9 5. Penanganan Pasca Panen dan Standar Mutu ................................ 10 6. Teknologi Sortasi ......................................................................... 14 B. Jaringan Saraf Tiruan ........................................................................ 17 C. Pengklasifikasian Bayes ..................................................................... 19 D. Penduga Kepekatan Parzen ............................................................... 19 E. Faktor Penghalus Sigma (σ) .............................................................. 21 F. Probabilistic Neural Network (PNN) ................................................ 21 G. Algoritma Genetik ............................................................................. 24 H. Rekombinasi ....................................................................................... 24 I. Mutasi.................................................................................................. 25 J. Seleksi ............................................................................................... 26 K. Pemrosesan Paralel ............................................................................ 26 L. Peningkatan Kecepatan ...................................................................... 27 M. Efisiensi Sistem Paralel ...................................................................... 28
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 29 A. Tempat dan Waktu .............................................................................. 29
B. Bahan dan Alat .................................................................................... 29 C. Metode Penelitian ............................................................................... 30 1. Pengambilan Data dan Pengukuran Sampel Tomat ....................... 30 2. Persiapan Percobaan ....................................................................... 31 3. Penentuan Batasan-batasan Percobaan ........................................... 31 4. Eksekusi Sistem .............................................................................. 34 5. Analisis Data ................................................................................... 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 36 A. Analisis Statistika Deskriptif Komputasi Paralel ............................... 36 1. Akurasi Klasifikasi ......................................................................... 36 2. Waktu Total .................................................................................... 39 B. Pengaruh Mode Pelatihan .................................................................. 42 1. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ...... 42 2. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Waktu Total ........................... 43 3. Penerapan Mode Pelatihan dalam Sistem Sortasi .......................... 44 C. Pengaruh Populasi Algoritma Genetik (AG) ..................................... 45 1. Pengaruh Populasi AG terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ........... 45 2. Pengaruh Populasi AG terhadap Waktu Total ............................... 48 D. Peningkatan Kecepatan dan Peningkatan Akurasi ............................. 49 E. Efisiensi Sistem Paralel ...................................................................... 52 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 54 A. Kesimpulan ......................................................................................... 54 B. Saran.................................................................................................... 55
Daftar Pustaka ................................................................................................... 56 Lampiran ........................................................................................................... 58
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 g bahan .................... 10 Tabel 2. Syarat mutu ekspor buah tomat (SNI: 01-3162-1992) ........................ 13 Tabel 3. Standar klasifikasi tomat Florida di Amerika Serikat (Florida Tomato Committee, 2005) .................................................................. 13 Tabel 4. Daftar istilah algoritma genetik........................................................... 24 Tabel 5. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian .................... 29 Tabel 6. Hasil statistika deskriptif akurasi klasifikasi ...................................... 36 Tabel 7. Hasil statistika deskriptif waktu total ................................................. 39 Tabel 8. Perbandingan rasio data pelatihan, akurasi klasifikasi dan waktu total pada berbagai mode pelatihan untuk mode komputasi paralel .. 45 Tabel 9. Hasil perhitungan statistika komputasi sekuensial untuk populasi AG yang berbeda ................................................................................ 47 Tabel 10. Hasil perhitungan statistika komputasi paralel untuk populasi AG yang berbeda ...................................................................................... 47 Tabel 11. Hasil statistika deskriptif peningkatan akurasi dan kecepatan ........... 50 Tabel 12. Hasil statistika deskriptif efisiensi sistem paralel .............................. 53
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1. Keragaman bentuk, ukuran, dan warna tomat ................................. 6 Gambar 2. Beberapa varietas tomat di dunia dan Indonesia ............................. 7 Gambar 3. Perubahan warna tingkat kematangan tomat................................... 12 Gambar 4. Sortasi manual dengan conveyor di usaha skala kecil .................... 14 Gambar 5. Sortasi untuk pengemasan dengan mesin skala menengah ............ 15 Gambar 6. Sortasi untuk tomat olahan dengan mesin skala besar ................... 15 Gambar 7. Sistem sortasi dan bagian-bagiannya ............................................. 16 Gambar 8. Bagan model sederhana jaringan saraf tiruan (JST)........................ 17 Gambar 9. Bagan model aktivasi sinyal jaringan saraf tiruan (JST)................. 18 Gambar 10. Bagan model jaringan saraf tiruan Probabilistic Neural Network ......................................................................................... 22 Gambar 11. Bagan model sederhana proses rekombinasi satu titik .................. 24 Gambar 12. Bagan model sederhana proses rekombinasi dua titik ................. 25 Gambar 13. Bagan model sederhana proses mutasi satu titik .......................... 25 Gambar 14. Bagan model sederhana proses mutasi dua titik ........................... 26 Gambar 15. Sampel tomat varietas Permata kelas A, kelas B, dan kelas C ..... 30 Gambar 16. Pengukuran panjang dan lebar tomat ............................................ 30 Gambar 17. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 1 ...................... 33 Gambar 18. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 2 ...................... 33 Gambar 19. Diagram plot kotak akurasi klasifikasi PNN ................................ 37 Gambar 20. Histogram akurasi klasifikasi komputasi sekuensial dan paralel ............................................................................................ 38 Gambar 21. Diagram plot kotak waktu total .................................................... 40 Gambar 22. Histogram waktu total komputasi sekuensial dan paralel ............. 41 Gambar 23. Grafik pengaruh mode pelatihan terhadap akurasi klasifikasi untuk (a) populasi AG 500 individu dan (b) populasi AG 1000 individu ......................................................................................... 42 Gambar 24. Grafik pengaruh mode pelatihan terhadap waktu total untuk (a) populasi AG 500 individu dan (b) populasi AG 1000 individu ........................................................................................ 43
Gambar 25. Grafik pengaruh populasi AG terhadap akurasi klasifikasi untuk mode pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3, (d) mode 4, (e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8, (i) mode 9 ..................................................................................... 46 Gambar 26. Grafik pengaruh populasi AG terhadap waktu total untuk mode pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3, (d) mode 4, (e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8, (i) mode 9 ......... 49 Gambar 27. Diagram plot kotak peningkatan akurasi dan kecepatan .............. 51
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1. Data Pengukuran Sampel Tomat Permata .................................... 58 Lampiran 2. Data Hasil Percobaan Populasi AG 500 individu ......................... 59 Lampiran 3. Data Hasil Percobaan Populasi AG 1000 individu....................... 61
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tomat merupakan salah satu produk hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Pada tahun 2003, produksi tomat dunia mencapai 112.31 juta ton dengan volume ekspor dunia mencapai 4.3 juta ton yang bernilai 3.4 milyar US$ (Departemen Pertanian Filipina, 2003). Total ekspor Indonesia pada tahun yang sama mencapai 27.5 ribu ton yang berarti pangsa pasar tomat Indonesia di dunia adalah sekitar 0.64%. Pasar tomat di dunia akan terus meningkat dan menguntungkan seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat dan meningkatnya industri pengolahan pangan di seluruh dunia. Selain dalam bentuk tomat segar, tomat juga dikonsumsi dalam berbagai macam bentuk olahan seperti pasta, saus, jus, sari buah dan lain sebagainya. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, produsen tomat harus menghasilkan produk tomat dengan kualitas tinggi. Kualitas tomat yang baik sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen yang diterapkan. Salah satu proses dalam penanganan pasca panen yang paling kritis adalah proses sortasi. Proses sortasi selalu ada dan diperlukan pada penanganan pasca panen tomat, baik untuk produk segar maupun produk tomat olahan. Dalam konteks perdagangan bebas dan industrialisasi, di mana produksi dan pengolahan tomat telah dilakukan dalam skala industri besar, maka diperlukan proses sortasi yang akurat dan cepat. Proses sortasi yang dilakukan secara manual oleh manusia, menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik dan juga waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan antara lain karena keragaman visual manusia, aspek ergonomika yaitu kelelahan manusia, dan perbedaan persepsi tentang mutu dari produk yang dihasilkan. Perkembangan teknologi dan komputasi yang pesat telah mendorong upaya
mengintegrasikan
berbagai
bidang
kegiatan
manusia
dengan
menggunakan komputer, termasuk kegiatan pertanian. Proses sortasi produk pertanian termasuk tomat telah dilakukan dengan bantuan mesin mulai dengan teknologi sederhana sampai keterlibatan teknologi komputer.
Di Indonesia, pengembangan teknologi untuk proses sortasi telah dilakukan dengan menerapkan berbagai metode, seperti penerapan logika fuzzy, neuro-fuzzy, aplikasi NIR (Near Infra Red), pengolahan citra digital, jaringan saraf tiruan, dan metode kecerdasan buatan lainnya. Pengembangan berbagai teknologi dan metode tersebut akan terus berlanjut untuk menghasilkan sistem sortasi otomatik dengan akurasi yang tinggi dan waktu yang singkat. Hingga saat ini, usaha mencapai akurasi tinggi dan waktu yang singkat difokuskan dengan pengembangan metode klasifikasi atau algoritma klasifikasi pada satu prosesor. Salah satu ide pengembangan teknik sortasi untuk meningkatkan kecepatan proses adalah dengan penerapan komputasi paralel. Komputasi paralel pada dasarnya adalah usaha membagi tugas yang cukup kompleks kepada banyak prosesor sehingga waktu yang digunakan akan semakin cepat. Penerapan komputasi paralel sangat cocok untuk masalah komputasi yang rumit atau dibatasi oleh waktu yang singkat, termasuk masalah sortasi produk pertanian. Seperti diketahui, semakin cepat proses pasca panen produk pertanian maka makin baik kualitas produk tersebut. Salah satu metode/algoritma yang handal dan banyak digunakan untuk klasifikasi adalah Probabilistic Neural Network (PNN). Keunggulan yang dimiliki PNN adalah tingkat keakuratan yang cukup tinggi dan waktu pelatihannya yang cukup singkat. Untuk meningkatkan kinerjanya, PNN dapat dikombinasikan dengan algoritma genetik dan komputasi paralel. Berdasarkan penelitian Sukin (2004), komputasi paralel bisa dijadikan salah satu alternatif solusi terbaik bagi pemecahan masalah komputasional kompleks dengan waktu pemrosesan yang lebih cepat. Jadi, penerapan komputasi paralel akan semakin mempercepat proses sortasi produk pertanian, di mana dengan algoritma yang sama dapat diperoleh waktu yang lebih singkat. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menguji kinerja program komputasi paralel dengan jaringan saraf probabilistik (PNN) hasil penelitian Sukin (2004) yang diterapkan pada proses klasifikasi mutu buah tomat segar.
Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Membandingkan akurasi klasifikasi dan waktu yang dibutuhkan antara proses klasifikasi dengan komputasi sekuensial dan proses klasifikasi dengan komputasi paralel. 2. Mengetahui besarnya peningkatan kecepatan dan peningkatan akurasi yang mungkin terjadi pada proses klasifikasi dengan komputasi paralel. 3. Mengetahui keunggulan dan cara kerja metode PNN (Probabilistic Neural Network), Algoritma Genetik, dan komputasi paralel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) 1. Botani dan Sejarah Singkat Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di pedesaan terutama di dataran tinggi. Nenek moyang tomat berasal dari wilayah tropis Amerika Latin yaitu di sekitar Ekuador, Peru dan bagian utara Chili, kemudian menyebar ke Meksiko dan Amerika Utara. Diduga nama “tomatl” berasal dari bahasa Nahuatl Meksiko (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Tanaman tomat mulai masuk ke benua Asia pada abad ke-16. Tahun 1811 tanaman tomat telah tersebar ke daerah pegunungan di Indonesia, dibawa oleh pedagang-pedagang dari Spanyol. Klasifikasi tomat adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledonae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae
Genus
: Lycopersicum
Spesies
: Lycopersicum esculentum Mill
2. Budidaya dan Penanaman Tanaman tomat dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah dengan kondisi drainase baik, banyak mengandung humus dan gembur. Sifat tanah yang cocok untuk tomat adalah tanah dengan pH 5.5-6.5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman tomat adalah 20-30 °C pada siang hari dan 10-20° C pada malam hari. Sedangkan suhu untuk pembentukan buah yang baik adalah antara 18-24° C. Pada suhu di bawah 15° C dan di atas 30° C pembentukan buah berlangsung buruk (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Untuk pertumbuhannya tomat memerlukan sinar matahari yang cukup. Bila sinar matahari kurang tanaman akan tumbuh
memanjang (etiolasi) dan lemah. Tetapi bila sinar matahari terlalu terik dapat meningkatkan transpirasi dan memperbanyak buah dan bunga yang gugur. Tomat termasuk tanaman tahunan (perenial) yang berumur pendek. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dan tingginya dapat mencapai 2 meter. Pola pertumbuhan dapat bervariasi dari tegak hingga merayap, pada spesies tertentu memiliki batang menjalar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Menurut Jaya (1997) daerah perakaran tomat dapat mencapai 1.5 meter sedang ujung akarnya dapat mencapai kedalaman 0.5 meter pada kondisi lingkungan optimum. Batang tomat pada waktu masih muda berbentuk bulat dan teksturnya lunak, sedangkan setelah tua batangnya menjadi bersudut dan bertekstur keras berkayu sehingga mudah patah. Warna batang hijau dan permukaannya ditutupi bulu-bulu halus. Daun tomat termasuk daun majemuk dengan jumlah daun antara 5-7 helai. Bentuk daun oval, bergerigi, dan bercelah menyirip dengan ukuran panjang sekitar 15-30 cm dengan lebar 10-25 cm. Bunga tomat bersifat hermaprodit dengan lima helai kelopak berwarna hijau dan lima helai mahkota berwarna kuning. Buahnya termasuk buah berdaging bertipe berry. Umumnya bentuk buah tomat adalah bulat, bulat pipih dan oval. Selama proses pematangan warna buah berubah dari hijau menjadi kuning. Apabila sudah matang benar, warnanya menjadi merah. Pada beberapa varietas, warna tomat juga ada yang kuning. Warna kuning disebabkan oleh karotenoid sedangkan warna merah disebabkan oleh pigmentasi likopen. Ukuran buah bervariasi, dari yang berdiameter 2 cm sampai dengan 15 cm. Bermacam bentuk, ukuran, dan warna tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Tomat memiliki beberapa varietas. Varietas yang terkenal di dunia antara lain tomat beef, tomat roma, tomat florida, dan tomat cherry. Di Indonesia, varietas tomat yang banyak ditanam oleh petani adalah varietas hibrida, di antaranya adalah varietas intan, ratna, berlian, mutiara, arthaloka, moneymaker dan permata. Bermacam-macam varietas tomat dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Keragaman bentuk, ukuran, dan warna tomat.1
1
Sumber gambar: (a) All Info About [www. california.allinfoabout.com]; (b) Edna Bay, Alaska USA [http://pegak.mystarband.net]; (c) Ohio State University [http://www.ag.ohio-state.edu/~news/story.php?id=2673].
a. Tomat Beef
b. Tomat Roma
c. Tomat Plum
d. Tomat California
e. Tomat hibrida Indonesia: Mirah, Opal, dan Zamrud
f. Tomat Florida varietas Florida 47 dan Florida 91 Gambar 2. Beberapa varietas tomat di dunia dan Indonesia.2 2
Sumber gambar: (a) Ornamental Edibles; (b) dan (c) Hormel Foods; (d) California Tomato Commission; (e) Puslitbang Hortikultura, Deptan-RI; (f) Aggie Horticulture Network, Texas A&M University.
3. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah dan kualitas produksi tanaman. Hama dan penyakit tanaman tomat menyerang mulai dari pembibitan sampai pasca panen. Hama dan penyakit yang termasuk penting pada tomat karena kerugian yang ditimbulkannya antara lain: a. Hama - Lalat buah semangka (Dacus cucurbitae) Lalat ini menyebabkan buah menjadi kecil dan berwana kuning. Di dalam buah terdapat terowongan-terowongan yang dibuat oleh larva karena larva memakan daging buah. Kadang-kadang lalat ini sampai menyerang batang. Batang yang terserang menjadi bisul. - Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus) Gejala tanaman yang diserang tungau merah yaitu daun tua berbercak kuning, kemudian bercak meluas dan seluruh daun menjadi kuning, lalu warnanya berubah menjadi merah karat. Pada akhirnya daun mengering dan gugur. - Thrips Thrips menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan tanaman. Hama ini dapat menebarkan virus yang menyebabkan bercak pada daun. Daun yang terserang berubah warna menjadi kuning, lalu coklat, mengerut, mengeriting dan akhirnya menjadi layu. b. Penyakit - Layu Fusarium Penyakit Layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Tanaman yang diserang mulai dari yang masih muda sampai yang telah dewasa. Tanaman yang terserang kelihatan layu dan kemudian mati. Serangan pada tanaman yang masih muda menyebabkan tanaman kerdil. - Bercak daun (early blight) Penyakit ini disebabkan oleh jamur Altenaria solani (E dan M) Jones dan Grout. Serangan biasanya dimulai dari daun bagian bawah
kemudian bergeser makin ke atas. Pada daun tampak bercak-bercak cokelat tua sampai hampir hitam dan bentuknya bulat dengan lingkaran-lingkaran yang konsentris. Daun yang terserang, tepinya jadi bergerigi dan pecah tidak teratur. Ketika bercak mengering daun pun gugur. Pada kondisi lain daun bisa menggulung atau mengeriting. - Busuk basah Penyebab penyakit busuk basah yaitu bakteri Erwinia carotovora (L.R.Jones) Hollander atau disebut juga Bacillus caratovorus. Penyakit ini menyerang daun, batang dan buah, menimbulkan bercak berwarna cokelat tua kehitaman dan kelihatan basah. Apabila yang diserang batang tomat, maka tanaman akan roboh. Bila keadaan memungkinkan, penyakit akan cepat menjalar ke seluruh tubuh tanaman. 4. Manfaat dan Penggunaan Tomat merupakan komoditi multiguna. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997), penggunaan tomat berkaitan dengan rasanya yang masam dan aromanya yang khas serta fungsinya sebagai sumber provitamin A dan vitamin C. Kandungan gizi pada tomat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Duriat (1997) mengatakan bahwa tomat berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pengawet makanan sampai pada bahan kosmetika dan obat-obatan. Buah tomat juga dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan penyakit sariawan, gusi dan rabun ayam. Selain itu tomat mengandung karoten yang berfungsi sebagai pembentuk provitamin A dan likopen yang mampu mencegah kanker, terutama kanker prostat pada pria. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, tomat juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan Mediterania dan Timur Tengah. Penggunaan tomat dalam masakan
bervariasi dalam bentuk saus tomat, pasta, puree, sup tomat, jus tomat dan sebagainya. Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 g bahan Macam tomat Kandungan Gizi
Buah muda
Buah masak 1
2
Sari buah
Energi (kal)
23
20
19
Protein (g)
2
1
1
15
Lemak (g)
0.70
0.30
0.20
0.20
Karbohidrat (g)
20.30
4.20
4.10
3.50
Serat (g)
-
-
0.80
-
Abu (g)
-
-
0.60
-
Kalsium (mg)
5
5
18
7
Fosfor (mg)
27
57
18
15
Zat besi (mg)
0.50
0.50
0.80
0.40
Natrium (mg)
-
-
4.0
-
Kalium (mg)
-
-
266
-
Vitamin A (SI)
320
1500
735
600
Vitamin B1 (mg)
0.07
0.06
0.06
0.05
Vitamin B2 (mg)
-
-
0.04
-
Niacin (mg)
-
-
0.60
-
Vitamin C (mg)
30
40
29
10
Air (g)
93
94
94.10
94
Sumber: - Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dan - Food and Nutrition Research Center – Hand Book No. 1 Manila (1964) dalam Larasati (2003) 5. Penanganan Pasca Panen dan Standar Mutu Penanganan pasca panen merupakan kegiatan terakhir pada suatu proses budidaya tanaman. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkecil respirasi, memperkecil transpirasi, mencegah infeksi atau luka, memelihara estetika dan memperoleh harga jual yang tinggi (Yayasan Bunga Nusantara dan Ditjen Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1987). Kegiatan pasca panen berpengaruh terhadap mutu
produk hingga sampai ke tangan konsumen. Secara umum tomat dimanfaatkan sebagai buah segar dan produk olahan. Penanganan pasca panen untuk kedua jenis tersebut relatif sama mulai dari panen, pembersihan/pencucian dan sortasi. Untuk produk tomat segar, setelah tahap sortasi, dilakukan tahap pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan untuk produk tomat olahan, setelah tahap sortasi, dilakukan proses pengolahan seperti pencincangan, perebusan, dan kemudian tahap pengemasan dan penyimpanan. Pemanenan tomat dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 75 Hari Setelah Tanam, tergantung varietasnya atau tergantung pada tujuan pemasaran dan waktu pengangkutan. Tingkat kematangan buah pada saat panen mempengaruhi mutu buah. Mutu yang baik diperoleh jika buah dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Panen buah tomat yang belum matang akan menghasilkan mutu yang jelek. Sebaliknya penundaan waktu panen yang terlalu lama dapat menyebabkan tomat mudah busuk. Tingkat kematangan tomat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase masak hijau, fase pecah warna dan fase matang (Trisnawati dan Setiawan, 2002). Fase masak hijau ditandai dengan ujung buah tomat yang sudah mulai berwarna kuning gading. Pada fase pecah warna, ujung buah tomat menjadi berwarna merah jambu atau kemerah-merahan. Pada fase matang, sebagian besar permukaan buah sudah berwarna merah jambu atau merah. Di negara maju, standar tingkat kematangan tomat dibuat lebih spesifik menjadi enam fase, yang meliputi: Green, Breakers, Turning, Pink, Light Red, dan Red. Ilustrasi berbagai tingkat kematangan tomat dapat dilihat pada Gambar 3. Pengelompokkan mutu tomat dilakukan tergantung jenis tomat dan standar masing-masing negara. Selain menggunakan tingkat kematangan, mutu tomat juga dikelompokkan berdasarkan ukuran fisik seperti diameter dan berat.
Gambar 3. Perubahan warna tingkat kematangan tomat.3 Contoh pengelompokkan tomat berdasarkan berat adalah tomat varietas Arthaloka yang paling banyak ditanam oleh petani di Indonesia, dikelompokkan dalam 3 kelas mutu, yaitu mutu A dengan berat buah di atas 150 g, mutu B antara 100-150 g dan mutu C di bawah 100 g. Berdasarkan Standar Industri Indonesia, tomat untuk tujuan ekspor dibagi 3
Sumber gambar: Florida Fruit & Vegetables Association [http://www.ffva.com/publications/harvester/Jan05_images/green_chart.jpg] dengan perubahan seperlunya.
menjadi dua jenis mutu yaitu mutu I dan mutu II. Secara khusus, SNI tidak menyebutkan pengelompokkan tomat berdasarkan ukuran atau bobot tertentu melainkan lebih ditekankan pada keseragaman produk tomat untuk diekspor. Syarat mutu ekspor buah tomat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu ekspor buah tomat (SNI: 01-3162-1992) Syarat mutu
Karakteristik Kesamaan sifat varietas Tingkat ketuaan Ukuran Kotoran Kerusakan maksimum (%) Busuk maksimum(%)
Mutu I
Mutu II
Seragam
Seragam
Tua tapi tidak terlalu matang, tidak terlalu lunak Seragam Tidak ada
Tua tapi tidak terlalu matang, tidak terlalu lunak Seragam Tidak ada
5
10
1
1
Di negara maju, pengelompokkan tomat terutama didasarkan pada ukuran diameter. Hal ini disebabkan jenis tomat yang diproduksi adalah yang berbentuk bulat dan tidak pipih. Untuk jenis tomat yang lonjong seperti tomat roma atau tomat plum, parameter pengelompokkan ditambah dengan ukuran panjang yang menunjukkan jarak antara pangkal hingga ujung tomat. Contoh pengelompokkan berdasarkan ukuran adalah standar mutu untuk tomat Florida di Amerika yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar klasifikasi tomat Florida di Amerika Serikat (Florida Tomato Committee, 2005) Ukuran Kelas
Diameter minimum (inchi)
6x7 6x6 6x5
Pengelompokkan
Diameter maksimum (inchi)
29
219
32 29 2 32
32 17 2 32 2 25 32
berdasarkan
warna
dilakukan
untuk
keseragaman produk dan pengelompokkannya sesuai dengan tingkat kematangan tomat.
6. Teknologi Sortasi Proses sortasi merupakan salah satu bagian dalam penanganan pasca panen yang selalu diperlukan baik untuk produk tomat segar maupun produk tomat olahan. Teknologi sortasi telah berkembang cukup pesat sejak dimulainya pengembangan pertanian skala industri. a. Sortasi dengan tenaga manusia Proses sortasi dengan tenaga manusia merupakan tahap awal dalam perkembangan teknologi sortasi. Untuk skala usaha kecil, proses sortasi masih dapat dilakukan oleh manusia secara penuh. Di Indonesia, proses sortasi semacam ini masih banyak dilakukan mengingat skala usaha yang relatif kecil dan ketersediaan tenaga kerja. b. Sortasi manual dengan mesin conveyor Pada skala usaha yang lebih besar, bantuan mesin mulai diterapkan dalam proses sortasi dalam bentuk conveyor namun proses seleksi masih dilakukan oleh manusia. Teknologi semacam ini dapat dijumpai baik untuk tomat segar di packing house maupun untuk tomat olahan di pabrik. Ilustrasi teknologi ini pada Gambar 4.
Gambar 4. Sortasi manual dengan conveyor di usaha skala kecil.4 c. Sortasi dengan mesin skala kecil dan sedang Meningkatnya jumlah produksi dan berkurangnya tenaga kerja melatarbelakangi penerapan sortasi otomatik dengan menggunakan mesin berukuran kecil atau sedang. Contoh penerapan teknologi ini adalah di negara Malaysia untuk sortasi buah tomat segar. Mesin yang digunakan adalah mesin sortasi berdasar berat dan warna buatan Belanda. Ilustrasi mengenai teknologi ini dapat dilihat pada Gambar 5. 4
Sumber gambar: American Farmer [http://www.americanfarmer.us/editorials.shtml?id=55&action=view_report]
Gambar 5. Sortasi untuk pengemasan dengan mesin skala menengah.5 d. Sortasi dengan mesin skala besar Pada usaha dengan skala yang sangat besar, keberadaan mesin dalam proses sortasi sangat penting dan diperlukan. Kemampuan mesin juga ditingkatkan untuk mengimbangi jumlah bahan yang akan disortasi dan batasan waktu yang singkat. Contoh penerapan komputerisasi proses sortasi adalah perusahaan pembuat produk tomat olahan Morning Star di California, Amerika Serikat. Ilustrasi proses sortasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sortasi untuk tomat olahan dengan mesin skala besar.6
5 6
Sumber gambar: TPU, Universiti Putra Malaysia [http://www.tpu.upm.edu.my/cameron.htm] Sumber gambar: Morning Star Company [http://www.morningstarco.com]
Kegiatan penghitungan dan sortasi merupakan kegiatan yang paling dominan dalam proses agroindustri. Instrumen yang digunakan perlu memiliki akurasi yang baik, obyektif, baku, dan cepat (Seminar, 2000). Secara garis besar, teknologi sortasi terutama dengan penerapan mesin sortasi paling tidak memerlukan tiga bagian utama yaitu bagian instrumen pengindra, bagian prosesor, dan bagian aktuator. Instrumen pengindera diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur parameter yang berhubungan dengan objek bio dan lingkungannya pada waktu dan lokasi yang spesifik. Keluaran dari bagian instrumen pengindra menjadi masukan bagi bagian prosesor. Bagian prosesor melakukan pengolahan dan manipulasi data secara cepat, akurat, dan obyektif; menghasilkan keputusan atau rekomendasi bagi objek bio yang disortasi. Sedangkan aktuator adalah perangkat keras yang digunakan untuk mengaktualisasikan rekomendasi atau keputusan yang dihasilkan oleh bagian prosesor. Gambar 7 menunjukkan ilustrasi sistem sortasi dan bagian-bagiannya. Pengembangan
teknologi
sortasi
dapat
dilakukan
dengan
mengembangkan bagian-bagian yang menyusunnya. Bagian instrumen pengindra berkembang dengan penggunaan dan pemilihan teknologi sensor yang dapat mengidentifikasi parameter objek dengan tepat dan cepat. Bagian prosesor berkembang dengan penerapan berbagai teknik atau metode termasuk metode numerik yang dapat melakukan klasifikasi secara
cepat,
akurat,
dan obyektif. Sedangkan bagian
aktuator
dikembangkan dengan merancang mekanisme perangkat keras sehingga mampu memindahkan objek dengan cepat tanpa merusak objek tersebut. parameter alami
Instrumen pengindra
sistem sortasi
objek aksi terhadap objek
Aktuator
parameter numerik
Prosesor
keputusan / rekomendasi
Gambar 7. Sistem sortasi dan bagian-bagiannya.
B. Jaringan Saraf Tiruan Menurut Fu (1994), Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan suatu sistem pemrosesan informasi digital yang memiliki karakteristik-karakteristik seperti jaringan saraf pada makhluk hidup. Gambar 8 berikut ini menunjukkan model sederhana JST.
. . .
. . .
Lapisan Masukan
Lapisan Tersembunyi
Lapisan Keluaran
Koneksi Maju Koneksi Berulang
Gambar 8. Bagan model sederhana jaringan saraf tiruan (JST). Pada dasarnya, pemrosesan informasi pada JST mengacu pada pemrosesan informasi yang terjadi pada sel-sel saraf biologis, yaitu dengan pemancaran sinyal elektro kimia melalui serabut-serabut saraf (neuron). Pada jaringan saraf biologis, apabila suatu neuron mendapatkan suatu sinyal elektro kimia yang melebihi suatu ambang tertentu, maka neuron tersebut akan meneruskan sinyal tersebut kepada neuron yang lain melalui sinapsis. Dan begitu pula sebaliknya, apabila sinyal yang diterima neuron tidak mencapai ambang tersebut maka sinyal tidak akan diteruskan kepada neuron-neuron yang lain.
Pada JST, setiap neuron menerima input (x) dari setiap neuron lain yang dikalikan dengan suatu nilai pembobotan (w) yang sesuai. Total penjumlahan akumulatif dari himpunan input terboboti dinamakan dengan level aktivasi. Level aktivasi inilah yang akan menentukan kemungkinan apakah suatu neuron dapat meneruskan sinyal ataukah tidak kepada neuronneuron yang lain. Model aktivasi sinyal JST ditunjukkan pada Gambar 9. X1
X2 Oj . . . Xn Gambar 9. Bagan model aktivasi sinyal jaringan saraf tiruan (JST). n
LevelAktivasi = ∑ X tWt ....... (1) i =1
dengan X t : Input ke-i Wt : Bobot untuk input ke-i
Sebelum dapat digunakan, JST harus diberikan pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan ini diperlukan untuk menemukan nilai pembobotan yang tepat bagi JST agar keluarannya menjadi benar. Pola pelatihan yang diterapkan bagi JST ada dua macam, yaitu pelatihan Supervised dan pelatihan Unsupervised. JST dikatakan belajar dengan Supervised apabila output yang diinginkan telah diketahui. Sedangkan JST dikatakan belajar dengan Unsupervised bila output yang diinginkan tidak diketahui.
C. Pengklasifikasian Bayes Menurut Rish (2004), pengklasifikasian Bayes merupakan suatu metode klasifikasi yang menggunakan suatu fungsi diskriminan pada peluang posterior kelas. Fungsi klasifikasi yang digunakan oleh kelas i dapat dinotasikan dengan:
P(ω i ) P( x | ω i ) dengan
P(ω i )
: Peluang kelas i
P( x | ω i )
: Peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas i
X
: Vektor input
ωi
: Kelas i Pengklasifikasian Bayes banyak digunakan pada PNN. Dengan
menggunakan metode Bayes, klasifikasi dapat dilakukan seoptimal mungkin dengan cara meminimalisir nilai kerugian yang terjadi bila terjadi kesalahan klasifikasi. Pada kasus di mana terdapat dua kelas, untuk mengklasifikasikan input x agar masuk ke dalam kelas A, maka harus dipenuhi syarat: h A c A f A ( x ) > hB c B f B ( x )
dengan h A : Kemungkinan contoh terambil dari kelas A
hB : Kemungkinan contoh terambil dari kelas B c A : Biaya yang dikorbankan bila terjadi kesalahan klasifikasi input A
c B : Biaya yang dikorbankan bila terjadi kesalahan klasifikasi input B f A : Fungsi kepekatan A f B : Fungsi kepekatan B
Apabila syarat persamaan di atas tidak terpenuhi, maka input x dimasukkan ke dalam kelas B.
D. Penduga Kepekatan Parzen Menurut Fu (1994), Fungsi kepekatan yang digunakan untuk PNN yang berkaitan dengan data multivariat adalah fungsi kepekatan Parzen.
Fungsi Parzen merupakan suatu prosedur non parametrik yang mensintesis penduga Probability Density Function (PDF) Gauss. Fungsi Parzen akan memberikan keputusan klasifikasi setelah menghitung PDF untuk setiap kelas melalui pola pelatihan yang ada. Pada fungsi Parzen terdapat fungsi pembobot yang disebut dengan fungsi Kernel (K(x)). Fungsi Parzen untuk data multivariat dapat dinotasikan dengan: g ( x) =
n ⎛ x − xi ⎞ ⎟ ∑ K⎜ nσ i =1 ⎝ σ ⎠
1
2
Sedangkan fungsi Kernel yang digunakan adalah fungsi Gauss dinotasikan dengan:
K ( x) =
⎛ − x2 ⎜⎜ exp d 2σ 2 ⎝ 2 σ (2π ) 1
⎞ ⎟⎟ ⎠
Maka kita mendapatkan fungsi kepekatan untuk kelas A sebagai berikut:
f A ( x) =
⎛ − ( x − x Ai ) T ( x − x Ai ) ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ exp d ∑ 2 2 σ i = 1 ⎝ ⎠ d N Aσ (2π ) 2 NA
1
Jadi dapat dinotasikan: P (ω A ) =
NA N
P( x | ω A ) =
NA
1 d
N Aσ d (2π ) 2
⎛ − ( x − x Ai ) T ( x − x Ai ) ⎞ ⎟⎟ 2σ 2 ⎝ ⎠
∑ exp⎜⎜ i =1
Sehingga: P (ω A ) P ( x | ω A ) =
⎛ − ( x − x Ai ) T ( x − x Ai ) ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ exp d ∑ 2σ 2 ⎝ ⎠ d 2 i =1 Nσ (2π )
1
NA
dengan P(ω A )
: Peluang kelas A
P ( x | ω A ) : Peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A
x Ai
: Pola pelatihan ke-i kelas A
d
: Dimensi vektor input
NA
: Jumlah pola pelatihan kelas A
N
: Jumlah pola pelatihan seluruh kelas
σ
: Faktor penghalus
E. Faktor Penghalus Sigma (σ)
Menurut Lee, D.X, et.al. (2004), σ merupakan suatu nilai parameter yang berguna untuk menghaluskan fungsi kernel. Secara tidak langsung nilai σ berperan pula dalam menentukan ketepatan klasifikasi PNN. Nilai σ tidak dapat ditentukan secara langsung, akan tetapi bisa didapatkan melalui metode statistik maupun dari hasil coba-coba. Pada penelitian ini, nilai σ didapatkan melalui Algoritma Genetik. F. Probabilistic Neural Network (PNN)
Menurut Patterson (1996), PNN merupakan JST yang menggunakan teorema probabilitas klasik seperti pengklasifikasian Bayes dan penduga kepekatan Parzen. Proses yang dilakukan oleh PNN dapat berlangsung lebih cepat bila dibandingkan dengan JST Back Propagation. Hal ini terjadi disebabkan PNN hanya membutuhkan satu kali iterasi pelatihan bila dibandingkan dengan JST Back Propagation yang membutuhkan beberapa kali iterasi dalam proses pelatihannya. Walaupun demikian, keakuratan dari klasifikasi PNN sangat ditentukan oleh nilai σ dan pola pelatihan yang diberikan. Bila nilai σ yang diterapkan pada PNN tepat, maka akurasi klasifikasi akan mendekati atau mencapai 100 %. Bila nilai σ yang diterapkan tidak tepat maka akurasi klasifikasi PNN akan berkurang. Demikian pula dengan pola pelatihan PNN. Apabila pola pelatihan dan data masukan pada satu kelas yang sama sangat berbeda jauh nilainya, maka PNN akan mengekstrapolasi data masukan tersebut. Hal inilah yang nantinya akan mengakibatkan akurasi klasifikasi PNN turun cukup drastis. Gambar 10 menunjukkan arsitektur Jaringan Saraf Tiruan PNN (Probabilistic Neural Network) untuk dua kategori (dua kelas).
Neuron A1
Neuron A2
X1
X2 . . . . . . . . .
. . . . . . . . . Neuron An
Neuron B1
Xn
fA(x)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pilih kelas ωi dengan fωi(x) yang maksimum
Neuron B2 . . . . . . . . .
fB(x)
Neuron Bn
Lapisan Masukan
Lapisan Pola
Lapisan Penjumlahan
Lapisan Keluaran
Gambar 10. Bagan model jaringan saraf tiruan Probabilistic Neural Network. PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu: 1. Lapisan Masukan Berfungsi untuk menampung data masukan untuk PNN. Sebelum dilakukan pengolahan oleh PNN, setiap vektor masukan yang masuk harus dinormalisasi terlebih dahulu. O = Normalisasi ( X ) dengan X = Vektor Data Masukan berdimensi n
2. Lapisan Pola Berfungsi untuk menampung pola pelatihan dari setiap kelas. ⎛ ( X T Wki ) − 1 ⎞ ⎟ O = exp⎜⎜ ⎟ σ2 ⎝ ⎠
dengan X
: Vektor Data masukan berdimensi n
Wki
: Pola pelatihan ke-i dari kelas K
σ
: Parameter penghalus
3. Lapisan Penjumlahan Berfungsi untuk menampung hasil penjumlahan setiap kelas pada lapisan pola NK ⎛ ( X T Wki ) − 1 ⎞ ⎟ O = ∑ exp⎜⎜ ⎟ σ2 i =1 ⎝ ⎠
dengan X
: Vektor Data masukan berdimensi n
Wki
: Pola pelatihan ke-i dari kelas K
σ
: Parameter penghalus; NK : Banyak pola pelatihan kelas K
4. Lapisan Keluaran Berfungsi untuk menentukan keputusan klasifikasi. ⎧ ⎪ KelasK , ⎪ O=⎨ ⎪ KelasL, ⎪ ⎩
⎛ X T Wki ) − 1 ⎞ ⎟ > exp⎜⎜ ∑ 2 ⎟ σ i =1 ⎠ ⎝ T Nk ⎛ X Wki ) − 1 ⎞ ⎟⎟ ≤ exp⎜⎜ ∑ 2 σ i =1 ⎝ ⎠ Nk
⎛ X T Wlj ) − 1 ⎞ ⎟ exp⎜ ∑ 2 ⎟ ⎜ σ j =1 ⎠ ⎝ NL ⎛ X T Wlj ) − 1 ⎞ ⎟ exp⎜ ∑ 2 ⎟ ⎜ σ j =1 ⎠ ⎝ NL
dengan X
: Vektor Data masukan berdimensi n
Wki
: Pola pelatihan ke-i dari kelas K
Wlj
: Pola pelatihan ke-i dari kelas L
σ
: Parameter penghalus
NK
: Banyak pola pelatihan kelas K
NL
: Banyak pola pelatihan kelas L
K≠L
G. Algoritma Genetik
Menurut Michalewicz (1995), algoritma genetik adalah suatu teknik proses komputasi yang pada dasarnya meniru teori evolusi alamiah. Pada algoritma ini, terdapat proses-proses utama yang menjadi prinsip utama dalam evolusi, yaitu kawin silang (recombination) dan mutasi (mutation). Algoritma ini menggunakan sistem seleksi alamiah (natural selection) terhadap individu baru yang muncul dari evolusi individu sebelumnya. Diharapkan individu solusi yang terseleksi merupakan individu solusi yang lebih baik bila dibandingkan dengan individu solusi yang lainnya. Istilah-istilah alam yang berkaitan dengan algoritma genetik selengkapnya pada Tabel 4. Tabel 4. Daftar istilah algoritma genetik No. Alam 1. Individu 2. 3. 4. 5.
Populasi Kecocokan (fitness) Kromosom Gen
6.
Lokus
7.
Alel
8.
Rekombinasi dan Mutasi
Komputer Solusi dari permasalahan Gugus solusi Kualitas dari solusi Untaian gen Variabel permasalahan berupa digit biner Posisi gen pada kromosom Gen yang memiliki lokus yang sepadan Operator pencarian (operator genetik)
H. Rekombinasi
Menurut Tandriarto (2002), rekombinasi adalah proses materi genetik dengan menggabungkan dua individu leluhur untuk mendapatkan satu atau lebih keturunan. Penggambaran rekombinasi satu titik pada lokus ke-3 ditunjukkan pada Gambar 11. A A
1
0
1
1
0
B
1
1
0
0
1
Tetua
B
1
1
0
1
1
1
0
C
1
0
0
0
1
0
0
1
D
1
1
1
1
0
Rekombinasi satu titik
Zuriat
Gambar 11. Bagan model sederhana proses rekombinasi satu titik.
Pada individu A dan Individu B terjadi rekombinasi dari lokus ke-3 sampai lokus terakhir. Masing-masing fragmen kromosom kemudian saling bertukar posisi sehingga terbentuk dua individu baru C dan D. Sedangkan penggambaran rekombinasi dua titik pada lokus ke-3 sampai lokus ke-4 ditunjukkan pada Gambar 12. A A
1
0
1
1
0
B
1
1
0
0
1
1
B
1
Tetua
0
1
1
1
0
0
0 C
1
0
0
0
0
D
1
1
1
1
1
1 Zuriat
Rekombinasi dua titik
Gambar 12. Bagan model sederhana proses rekombinasi dua titik. Pada Individu A dan B terjadi rekombinasi dari lokus ke-3 sampai ke4 dan tiap fragmen kromosom kemudian saling bertukar posisi sehingga terbentuk dua individu baru C dan D. Pada penelitian ini, operator rekombinasi Algoritma Genetik yang digunakan adalah rekombinasi satu titik. I. Mutasi
Menurut Tandriarto (2002), mutasi adalah proses materi genetik dengan pengubahan alel, membalik urutan lokus, atau mengacak urutan lokus individu leluhur sehingga terbentuk individu baru. Operator mutasi yang sering digunakan dalam Algoritma Genetik adalah mutasi pembalikan dengan operator satu titik dan operator dua titik. Ilustrasi mutasi pembalikan satu titik pada lokus ke-2 dapat dilihat pada Gambar 13. A
1
0
1 Tetua
1
0
B
1
1
1
1
0
Zuriat
Gambar 13. Bagan model sederhana proses mutasi satu titik.
Pada Gambar 13 tampak bahwa Individu A mengalami mutasi pada lokus ke-2. Gen pada lokus yang bermutasi ini mengalami pembalikkan gen dari 0 menjadi 1 sehingga terbentuk individu baru yaitu Individu B. Penggambaran mutasi pembalikan dua titik pada lokus ke-2 dan lokus ke-3 dapat dilihat pada Gambar 14. A
1
0
1
1
B
0
Tetua
1
1
0
1
0
Zuriat
Gambar 14. Bagan model sederhana proses mutasi dua titik. Individu A pada Gambar 14 mengalami mutasi pada lokus ke-2 dan ke-3. Gen pada lokus ke-2 mengalami pembalikan dari 0 menjadi 1 sedangkan gen pada lokus ke-3 mengalami pembalikan dari 1 menjadi 0 sehingga terbentuk Individu B. Operator mutasi Algoritma Genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah mutasi satu titik. J. Seleksi
Menurut Tandriarto dalam Sukin (2004), seleksi merupakan proses penyaringan individu-individu dari populasi yang ada berdasarkan nilai ketahanan hidupnya (fitness) secara alamiah. Semakin tinggi nilai fitness-nya maka peluang individu tersebut untuk bertahan hidup dan membentuk regenerasi individu baru semakin besar. Sedangkan individu yang memiliki nilai ketahanan hidup kecil secara alamiah akan tersisih dan punah sehingga tidak mungkin membentuk generasi baru. K. Pemrosesan Paralel
Menurut
Pacifico,
et.al.
(1998),
Pemrosesan
Paralel
adalah
penggunaan banyak prosesor yang saling bekerja sama satu sama lain untuk mencari suatu solusi tunggal dari suatu permasalahan. Pemrosesan paralel dapat digunakan untuk beberapa keperluan, di antaranya adalah untuk
mempercepat waktu eksekusi dan mendistribusikan pencarian solusi dari permasalahan yang sangat kompleks. L. Peningkatan Kecepatan
Dalam
konteks
komputasi
paralel,
peningkatan
kecepatan
menunjukkan seberapa cepat proses komputasi paralel dibandingkan dengan komputasi sekuensial. Pada dasarnya, peningkatan kecepatan (Speed Up) dirumuskan sebagai
Sp =
T1 Tp
dengan
Sp
: Peningkatan kecepatan
T1
: Waktu eksekusi dari algoritma sekuensial
Tp
: Waktu eksekusi dari algoritma paralel
P
: Jumlah prosesor yang terlibat dalam komputasi paralel Menurut Hukum Amdahl (1967), peningkatan dari pemrosesan paralel
tidak hanya bergantung pada banyaknya prosesor yang digunakan, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh fraksi rasio antara intruksi sekuensial dengan keseluruhan intruksi pada suatu program. SpeedUp =
1 , dan ⎛1− F ⎞ ⎟+F ⎜ ⎝ N ⎠
F=
I sek I sek + I par
dengan
SpeedUp : Peningkatan kecepatan F
: Fraksi rasio intruksi sekuensial terhadap keseluruhan intruksi
1-F
: Fraksi rasio intruksi paralel terhadap keseluruhan intruksi
Isek
: Intruksi Sekuensial
Ipar
: Intruksi Paralel
N
: Banyaknya prosesor Hukum Amdahl menunjukkan bahwa peningkatan kinerja dari
kecepatan (SpeedUp) proses paralel dengan F=0.01 hanya naik 10 kali lipat walaupun jumlah prosesor dinaikkan sebanyak 100 kali lipat (dari 10 buah
menjadi 1000 buah). Jadi nilai F pada program komputasi harus terus diperkecil untuk meningkatkan kecepatan pemrosesan paralel. Bila hanya diketahui waktu pemrosesan intruksi paralel dan waktu pemrosesan intruksi sekuensial saja, maka perumusan SpeedUp menjadi:
SpeedUp =
Tsek + T par T par Tsek + N
dengan
SpeedUp : Peningkatan kecepatan Tpar
: Waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi
perintah paralel Tsek
: Waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi
perintah sekuensial N
: Banyaknya prosesor
M. Efisiensi Sistem Paralel
Efisiensi adalah rasio antara Speed Up dengan banyaknya prosesor.
Efficiency = dengan
Efficiency : Efisiensi sistem paralel SpeedUp
: Peningkatan kecepatan
N
: Banyaknya prosesor
SpeedUp N
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu di Laboratorium Biologi SMU N 1 Tegal, dan Wisma Deboy, Komplek Balumbang Jaya No 8, Darmaga, Bogor. Waktu penelitian adalah selama empat bulan yaitu dari bulan Juni sampai September 2005. B. Bahan dan Alat
Dalam penelitian ini digunakan bahan utama berupa buah tomat segar varietas Permata yang diperoleh dari Kelompok Tani Desa Sumbaga, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Buah tomat dikelompokkan menjadi tiga kelas mutu A, B, dan C. Pengelompokkan buah tomat dilakukan secara langsung oleh petani dan pedagang setempat berdasarkan kebiasaan di daerah tersebut dan dilakukan secara manual melihat kemulusan dan ukuran tomat. Untuk kepentingan penelitian, masing-masing kelas mutu diambil sampel sebanyak 50 buah, sehingga total sampel yang diperoleh adalah sebanyak 150 sampel, terdiri atas 50 sampel mutu A, 50 sampel mutu B dan 50 sampel mutu C. Gambar 15 adalah contoh tomat Permata dari ketiga kelas. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jangka sorong, neraca Ohauss, dan dua buah komputer yang terhubung secara paralel melalui kartu jaringan. Spesifikasi kedua komputer dapat dilihat pada Tabel 5. Untuk kabel penghubung dua komputer digunakan kabel UTP (Unshielded Twisted
Pair) dengan konektor RJ-45 dan panjang 2 meter. Sistem Operasi yang digunakan adalah Windows XP Professional dan program komputasi paralel yang digunakan adalah program komputer hasil penelitian Sukin (2004). Tabel 5. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian Komponen
Komputer 1
Komputer 2
Prosesor
AMD Duron 1.8 GHz
AMD Athlon 1.75 GHz
Memori (RAM)
256 Mb
128 Mb
Hardisk
Seagate 40 Gb
Maxtor 40 Gb
Gambar 15. Sampel tomat varietas Permata kelas A, kelas B, dan kelas C. C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan dan metode sebagai berikut: 1. Pengambilan Data dan Pengukuran Sampel Tomat
Dalam penelitian ini akan digunakan tiga parameter sebagai parameter mutu buah tomat, yaitu parameter bobot, panjang, dan lebar. Pemilihan tiga parameter tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada tingkat petani buah tomat segar di Indonesia terutama di Jawa Tengah, parameter mutu yang digunakan adalah ukuran fisik dan bobot buah tomat. Pertimbangan lainnya adalah ketiga parameter mutu yang dipilih tersebut relatif mudah diperoleh dan dapat dilakukan pengukuran secara sederhana sehingga akan menyederhanakan penelitian. Seluruh sampel kemudian diukur parameter bobot, panjang, dan lebarnya. Pengukuran bobot dilakukan dengan menggunakan neraca Ohauss, sedangkan panjang dan lebar tomat diukur dengan menggunakan jangka sorong seperti ditunjukkan Gambar 16. Pengukuran dilakukan terhadap seluruh sampel yaitu 50 sampel tiap kelas, sehingga secara keseluruhan terdapat 150 set data yang tiap set data terdiri atas bobot (gram), panjang (cm) dan lebar (cm). Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1.
lebar
panjang
Gambar 16. Pengukuran panjang dan lebar tomat.
2. Persiapan Percobaan
Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan persiapan eksekusi sistem dengan melakukan pengaturan (setting-up) perangkat keras yang dibutuhkan. Dua buah komputer dihubungkan dengan kabel jaringan sepanjang 2 meter. Penggabungan dua komputer dilakukan secara langsung tanpa menggunakan concentrator seperti hub/switch. Hal tersebut dilakukan untuk menyederhanakan penelitian dengan tetap mematuhi prinsip komputasi paralel, di mana lebih dari satu komputer bekerja bersama-sama untuk menjalankan satu tugas. Proses pemasangan jaringan dilakukan melalui program antar muka bawaan Microsoft Windows XP, New Connection Wizard. Setelah kedua komputer terhubung, selanjutnya disiapkan program komputasi paralel. Program tersebut terdiri atas program Utama dan program Antar Muka yang harus ada pada kedua komputer. Program Utama membutuhkan library MPI sehingga pada setiap komputer terlebih dahulu diinstall dan dijalankan software MPICH. 3. Penentuan Batasan-Batasan Percobaan
Sebelum eksekusi sistem dilakukan, perlu ditentukan batasan-batasan yang diperlukan dalam program. Batasan-batasan tersebut yaitu: a. Mode komputasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mode komputasi sekuensial dan mode komputasi paralel mode vektor baris. Pemilihan mode vektor baris untuk komputasi paralel dilakukan secara bebas, sesuai dengan hasil penelitian Sukin (2004) yang menyebutkan bahwa dalam pengembangan sistem komputasi paralel dapat menggunakan metode pelemparan data mode baris maupun mode kolom secara bebas. Sedangkan mode komputasi sekuensial diperlukan untuk membandingkan kinerja proses klasifikasi tomat yang dilakukan secara paralel. b. Nilai peluang mutasi AG adalah 0.6 dan Nilai peluang rekombinasi AG adalah 0.35. Banyaknya generasi yang dibangkitkan setiap eksekusi AG adalah 10 dan ketelitian pencarian nilai σ kernel dibagi dalam 9.007.199.254.740.991 interval (16 digit ketelitian). Nilai-nilai
parameter ini selalu konstan untuk setiap percobaan dan perulangan. Nilai-nilai parameter tersebut sama seperti pada penelitian Sukin (2004). c. Proses pelatihan (training) dilakukan dengan 9 mode pelatihan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, mode pelatihan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi PNN. Mode pelatihan menunjukkan rasio jumlah data pelatihan dan jumlah data contoh masukan yang digunakan untuk validasi sistem, terdiri dari: 1) 15 data (10%) pelatihan dengan 135 data (90%) contoh masukan. 2) 30 data (20%) pelatihan dengan 120 data (80%) contoh masukan. 3) 45 data (30%) pelatihan dengan 105 data (70%) contoh masukan. 4) 60 data (40%) pelatihan dengan 90 data (60%) contoh masukan. 5) 75 data (50%) pelatihan dengan 75 data (50%) contoh masukan. 6) 90 data (60%) pelatihan dengan 60 data (40%) contoh masukan. 7) 105 data (70%) pelatihan dengan 45 data (30%) contoh masukan. 8) 120 data (80%) pelatihan dengan 30 data (20%) contoh masukan. 9) 135 data (90%) pelatihan dengan 15 data (10%) contoh masukan. d. Untuk setiap mode pelatihan, dilakukan 10 kali pengulangan dengan pola pengambilan data secara teratur setiap lima paket data. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 1 (10% data pelatihan) dapat dilihat pada Gambar 17. Sedangkan ilustrasi pengambilan data Untuk mode pelatihan 2 (20% data pelatihan) dapat dilihat pada Gambar 18. Pengulangan dilakukan untuk memastikan proses pelatihan meliputi seluruh data dan hasil yang didapatkan akan cukup mewakili keadaan sebenarnya. e. Selain mode pelatihan, faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi adalah Populasi individu Algoritma Genetik yang dilibatkan. Dalam penelitian ini digunakan dua Populasi AG: 1) 500 individu 2) 1000 individu Penelitian sebelumnya menunjukkan kecenderungan bahwa akurasi klasifikasi terbaik dicapai pada Populasi AG 1000 individu. Namun
karena waktu yang dibutuhkan akan makin lama, maka perlu dipilih populasi AG lain sebagai pembanding populasi AG 1000 individu, sehingga dipilih populasi AG 500 individu. Secara teori, akurasi klasifikasi akan makin tinggi pada populasi AG yang lebih tinggi namun waktu yang dibutuhkan akan makin lama. Kelas A bobot
pjng
Kelas B lebar
bobot
pjng
Kelas C lebar
bobot
pjng
lebar
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
dst . . . .
Gambar 17. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 1 (10% data pelatihan). Kelas A bobot
pjng
Kelas B lebar
bobot
pjng
Kelas C lebar
bobot
pjng
lebar
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
dst . . . .
Gambar 18. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 2 (20% data pelatihan).
4. Eksekusi Sistem
Eksekusi sistem dilakukan melalui program Antar Muka dan program MPICH yang dijalankan pada komputer yang berperan sebagai server. Berikut adalah tahapan-tahapan eksekusi sistem untuk komputasi paralel. a. Pada komputer server, dijalankan program MPI Configuration. Komputer yang terlibat dalam proses paralel dipilih (Add Hosts). Lalu opsi-opsi dikonfigurasikan dengan menekan tombol Apply. Klik OK. b. Pada komputer server dan client, program Antar Muka.exe dijalankan. c. Pada komputer server, jendela guiMPIRun diaktifkan. Alamat(path) tempat program Utama.exe berada dimasukkan. Kemudian ditentukan banyaknya proses sesuai jumlah komputer yang terlibat. Dalam hal ini banyaknya proses adalah 2. d. Dari interface guiMPIRun, tombol Run ditekan lalu dimasukkan
username dan password administrator komputer server. Program AntarMuka.exe akan aktif dan siap melakukan eksekusi sistem paralel. e. File teks data pelatihan dan data masukan dipastikan berada pada alamat(path) yang benar. Kemudian, pada interface program AntarMuka, dilakukan inisialisasi dengan mengatur parameterperameter percobaan seperti populasi AG, mode komputasi dan sebagainya. Setelah inisialisasi selesai dilakukan, tombol “eksekusi” ditekan dan ditunggu hingga program selesai melakukan klasifikasi. f. Setelah proses klasifikasi selesai, hasil yang ditampilkan dicatat atau hasil percobaan dapat disimpan dalam file teks ataupun file HTML. Setelah hasil disimpan, satu percobaan telah selesai. Untuk menjalankan percobaan berikutnya, data pelatihan dan data masukan yang baru disiapkan dan prosedur e diulangi. Prosedur tersebut dilakukan untuk semua percobaan dengan total banyaknya percobaan adalah 360 percobaan. Untuk percobaan sekuensial, tahapan eksekusi sama seperti di atas tetapi dilakukan hanya pada komputer server dan jumlah proses adalah 1.
5. Analisis Data
Analisis hasil eksekusi program dilakukan terhadap data yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan meliputi pengamatan grafik, analisis statistika deskriptif, dan pembandingan nilai statistik. Pengamatan grafik dilakukan untuk mengetahui kecenderungan/tren hasil percobaan. Analisis statistika deskriptif dilakukan untuk menjelaskan nilai-nilai statistik dari hasil percobaan melalui ukuran pemusatan data dan ukuran penyebaran data. Untuk mengetahui kinerja komputasi paralel pada proses klasifikasi tomat, parameter yang diamati dan dianalisis adalah akurasi klasifiaksi, waktu total, peningkatan kecepatan, peningkatan akurasi, dan efisiensi sistem paralel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan klasifikasi mutu tomat yang telah dilakukan menghasilkan data-data yang meliputi nilai sigma terbaik, akurasi klasifikasi, waktu total, waktu komunikasi, waktu kalkulasi, rasio kebergantungan mesin, waktu instruksi sekuensial, waktu instruksi paralel, peningkatan kecepatan, dan efisiensi sistem. Hasil percobaan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Untuk mengetahui kinerja komputasi paralel dalam proses klasifikasi mutu tomat, maka data yang sangat penting untuk diamati adalah akurasi klasifikasi, waktu total, peningkatan kecepatan, peningkatan akurasi, dan efisiensi sistem paralel. A. Analisis Statistika Deskriptif Komputasi Paralel 1. Akurasi Klasifikasi
Berdasarkan hasil perhitungan statistik terhadap akurasi klasifikasi pada Tabel 6, terlihat bahwa dari 180 percobaan komputasi sekuensial, rata-rata (mean) akurasi komputasi sekuensial adalah 89.204%. Median komputasi sekuensial adalah 88.333%, yang artinya setengah dari hasil percobaan komputasi sekuensial menghasilkan akurasi klasifikasi di bawah nilai median dan setengah lainnya menghasilkan akurasi di atas nilai median. Untuk komputasi paralel, dari 180 percobaan yang dilakukan, rata-rata akurasi komputasi paralel adalah 89.19% dengan nilai median 88.571%. Tabel 6. Hasil statistika deskriptif akurasi klasifikasi
Dari analisis pemusatan data melalui nilai mean dan median tersebut, dapat disimpulkan bahwa akurasi klasifikasi untuk sortasi tomat terpusat di sekitar 89%. Akurasi klasifikasi komputasi paralel sedikit lebih rendah daripada komputasi sekuensial. Namun pada mode komputasi sekuensial maupun mode komputasi paralel, nilai akurasi yang paling banyak muncul (modus) adalah 86.7%. Rentang data pada kedua mode komputasi adalah 20% di mana nilai akurasi terendah adalah 80% dan nilai akurasi tertinggi adalah 100%. Kedua mode komputasi juga menunjukkan nilai persentil 25 dan persentil 75 yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh percobaan, sebanyak 25% nya menghasilkan akurasi di atas 91.667% dan sebanyak 25% dari seluruh percobaan menghasilkan akurasi di bawah 86.667%. Sedangkan setengah dari seluruh percobaan yang dilakukan menghasilkan nilai akurasi antara 86.667% hingga 91.667%. Pola penyebaran data akurasi antara komputasi sekuensial dan komputasi paralel hampir sama seperti yang terlihat pada diagram plot kotak pada Gambar 19 dan histogram pada Gambar 20. Sebaran ini menunjukkan bahwa akurasi komputasi sekuensial dan komputasi paralel relatif sama.
Gambar 19. Diagram plot kotak akurasi klasifikasi PNN.
Gambar 20. Histogram akurasi klasifikasi komputasi sekuensial dan paralel. 2. Waktu Total Berdasarkan hasil perhitungan statistika terhadap waktu total seperti yang terlihat pada Tabel 7, tampak bahwa dari total 180 percobaan komputasi sekuensial, rata-rata waktu yang dibutuhkan adalah 548.66 detik dan median waktu total adalah 472 detik. Pada komputasi paralel, waktu yang dibutuhkan rata-rata adalah 439.57 detik dan median waktu total adalah 362 detik. Dengan demikian, waktu komputasi paralel lebih singkat daripada waktu yang dibutuhkan untuk komputasi sekuensial. Tabel 7. Hasil statistika deskriptif waktu total
Pada komputasi sekuensial, nilai yang sering muncul (modus) adalah 472 detik. Sedangkan pada komputasi paralel terjadi nilai modus yang lebih dari satu di mana salah satunya adalah 221 detik. Standar deviasi untuk komputasi sekuensial adalah 240.7 detik dengan keragaman 57940 detik. Sedangkan untuk komputasi paralel, standar deviasi adalah 215.4 detik dengan keragaman 46423 detik. Nilai yang cukup besar ini menunjukkan bahwa data tersebar cukup luas dan variasi nilainya cukup besar. Kesimpulan ini diperkuat dengan nilai rentang data, nilai minimum dan nilai maksimum. Rentang data waktu total untuk komputasi sekuensial adalah 802 detik dengan waktu tercepat adalah 161 detik dan waktu terlama adalah 963 detik. Rentang data waktu total untuk komputasi paralel adalah 747 detik dengan waktu tercepat adalah 104 detik dan waktu terlama adalah 851 detik. Secara visual, pola penyebaran data dapat dilihat dari diagram plot kotak pada Gambar 21 dan kurva histogram pada Gambar 22. Pola sebaran data seperti yang ditunjukkan pada histogram dan diagram plot kotak tersebut, menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan klasifikasi dengan mode komputasi paralel lebih cepat daripada komputasi secara sekuensial. Selain itu, waktu total pada kedua mode komputasi sangat
bervariasi dan menunjukkan adanya faktor yang menyebabkan keragaman tersebut.
Gambar 21. Diagram plot kotak waktu total.
Gambar 22. Histogram waktu total komputasi sekuensial dan paralel.
B. Pengaruh Mode Pelatihan 1. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Akurasi Klasifikasi
Mode pelatihan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi. Berdasarkan pengamatan grafik pada Gambar 23, dapat dilihat bahwa pola akurasi klasifikasi adalah menurun sampai mode pelatihan ke 3 dan kemudian semakin meningkat. Keteraturan pola semakin halus pada populasi AG yang lebih besar.
(a)
(b)
Keterangan Mode Pelatihan Mode Keterangan 1 10% data Pelatihan - 90% data Masukan (validasi) 2 20% data Pelatihan - 80% data Masukan (validasi) 3 30% data Pelatihan - 70% data Masukan (validasi) 4 40% data Pelatihan - 60% data Masukan (validasi) 5 50% data Pelatihan - 50% data Masukan (validasi) 6 60% data Pelatihan - 40% data Masukan (validasi) 7 70% data Pelatihan - 30% data Masukan (validasi) 8 80% data Pelatihan - 20% data Masukan (validasi) 9 90% data Pelatihan - 10% data Masukan (validasi)
Gambar 23. Grafik pengaruh mode pelatihan terhadap akurasi klasifikasi untuk (a) populasi AG 500 individu dan (b) populasi AG 1000 individu. Akurasi klasifikasi tertinggi selalu terjadi pada mode pelatihan 9 di mana digunakan 90% data pelatihan dan 10% data masukan. Sedangkan akurasi terendah untuk populasi AG 500 individu terjadi pada mode pelatihan 2 dan untuk populasi AG 1000 individu terjadi pada mode pelatihan 3.
2. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Waktu Total
Pengamatan grafik pada Gambar 24 menunjukkan waktu total bervariasi tergantung mode pelatihan yang digunakan. Secara umum terdapat pola keteraturan waktu total dimana terbentuk pola menaik lalu menurun dengan puncak di sekitar mode pelatihan ke 5. Pola ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk proses klasifikasi semakin banyak ketika perbandingan antara data pelatihan dan data masukan mendekati satu. Waktu yang dibutuhkan untuk klasifikasi dengan mode pelatihan 5, di mana perbandingan antara data pelatihan dan data masukan adalah 50% : 50%, lebih banyak/ lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk proses klasifikasi dengan mode pelatihan yang lain.
(a)
(b)
Keterangan Mode Pelatihan Mode Keterangan 1 10% data Pelatihan - 90% data Masukan (validasi) 2 20% data Pelatihan - 80% data Masukan (validasi) 3 30% data Pelatihan - 70% data Masukan (validasi) 4 40% data Pelatihan - 60% data Masukan (validasi) 5 50% data Pelatihan - 50% data Masukan (validasi) 6 60% data Pelatihan - 40% data Masukan (validasi) 7 70% data Pelatihan - 30% data Masukan (validasi) 8 80% data Pelatihan - 20% data Masukan (validasi) 9 90% data Pelatihan - 10% data Masukan (validasi)
Gambar 24.Grafik pengaruh mode pelatihan terhadap waktu total untuk (a) populasi AG 500 individu dan (b) populasi AG 1000 individu.
Untuk mempersingkat waktu, maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah perbandingan antara data pelatihan dan data masukan. Namun waktu yang dibutuhkan akan lebih cepat dengan mengurangi data masukan yang digunakan. Hal ini ditunjukkan pada mode pelatihan 3 dan 7, di mana waktu total untuk proses klasifikasi dengan perbandingan data pelatihan dan data masukan sebesar 70% : 30% (mode pelatihan 7) lebih cepat daripada dengan perbandingan 30% : 70% (mode pelatihan 3). Sehingga waktu untuk klasifikasi yang paling cepat adalah dengan mode pelatihan 9 (90% data pelatihan dan 10% data masukan). Waktu klasifikasi yang paling lama adalah pada mode pelatihan 5 di mana digunakan 50% data pelatihan dan 50% data masukan. 3. Penerapan Mode Pelatihan dalam Sistem Sortasi
Berdasarkan grafik pada Gambar 24, mode pelatihan 9 merupakan mode pelatihan yang menghasilkan waktu total paling cepat. Dan berdasarkan grafik pada Gambar 23, mode pelatihan 9 ini juga menghasilkan akurasi klasifikasi tertinggi. Waktu total, dalam hal ini, merupakan waktu keseluruhan yang diperlukan oleh sistem yang terdiri atas waktu untuk proses pelatihan dan waktu untuk melakukan klasifikasi. Dalam konteks penerapannya
sebagai
sistem sortasi,
mode
pelatihan
9,
yang
menghasilkan waktu total paling cepat dan akurasi paling tinggi, tidak selalu akan menjadi pilihan bagi pengguna sistem sortasi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai waktu total yang paling cepat, diperlukan pelatihan yang melibatkan setidaknya 90 % dari seluruh sampel. Pengguna akan lebih memilih menggunakan sedikit sampel untuk pelatihan, namun sistem mampu melakukan sortasi terhadap sebagian besar objek secara cepat dan akurat. Dalam penelitian ini, mode pelatihan 1 adalah mode di mana digunakan data pelatihan yang paling sedikit dibandingkan mode pelatihan lain. Sedangkan pada mode pelatihan 5 diperlukan 50 % dari seluruh sampel untuk pelatihan. Tabel 8 membandingkan mode pelatihan dengan mempertimbangkan rasio data pelatihan yang digunakan, akurasi dan waktu total yang dihasilkan masing-masing mode untuk mode komputasi paralel.
Tabel 8. Perbandingan rasio data pelatihan, akurasi klasifikasi dan waktu total pada berbagai mode pelatihan untuk mode komputasi paralel. Mode pelatihan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rasio data pelatihan
10 20 30 40 50 60 70 80 90
% % % % % % % % %
Populasi AG 500 Akurasi Waktu Total (%) (detik)
87.56 87.58 87.81 87.89 88.93 89.33 89.78 90.33 92.00
216.3 285.5 343.3 365.7 365.8 337.3 292.6 215.9 115.6
Populasi AG 1000 Akurasi Waktu Total (%) (detik)
88.96 88.08 88.00 88.22 88.93 89.67 90.00 90.33 92.00
484.1 585.0 764.7 745.9 771.7 778.5 610.9 409.3 224.1
Berdasarkan Tabel 8, mode pelatihan 9 tidak selalu menjadi pilihan untuk diterapkan dalam sistem sortasi walaupun waktu totalnya paling cepat dan akurasinya paling tinggi, karena terdapat mode pelatihan lain yang menggunakan lebih sedikit data untuk pelatihan namun mampu melakukan klasifikasi dengan akurasi yang masih cukup tinggi dan waktu yang relatif masih singkat. Dalam hal ini, mode pelatihan 1 cukup baik karena dengan data pelatihan yang paling sedikit, kinerja sortasi dengan komputasi paralel relatif baik berdasarkan akurasi klasifikasi dan waktu total. C. Pengaruh Populasi Algoritma Genetik (AG) 1. Pengaruh Populasi AG terhadap Akurasi Klasifikasi
Selain dipengaruhi mode pelatihan, akurasi klasifikasi PNN juga dipengaruhi oleh populasi AG yang digunakan. Berdasarkan pengamatan grafik pada Gambar 25, terlihat bahwa akurasi klasifikasi untuk populasi AG yang berbeda memiliki pola yang tidak teratur sehingga sulit ditentukan populasi AG yang terbaik. Akurasi klasifikasi dengan populasi AG 1000 individu lebih tinggi daripada populasi AG 500 individu pada mode pelatihan 1, 2, 3 dan 4. Pada mode pelatihan 5, 6, 7, dan 9, akurasi antara populasi AG 500 dan 1000 individu relatif sama/berimbang. Sedangkan pada mode pelatihan 8, akurasi dengan populasi AG 1000 individu lebih rendah daripada dengan populasi AG 500 individu.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar25. Grafik pengaruh populasi AG terhadap akurasi klasifikasi untuk mode pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3, (d) mode 4, (e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8, (i) mode 9. Dari pembahasan sebelumnya, pengamatan grafik tidak dapat menentukan pengaruh populasi AG terhadap akurasi klasifikasi sehingga perlu dilakukan analisis statistika terhadap akurasi klasifikasi berdasarkan populasi AG. Dari hasil analisis statistika untuk komputasi sekuensial seperti yang ditampilkan pada Tabel 9, terlihat bahwa nilai rata-rata akurasi klasifikasi dengan populasi AG 500 individu adalah 89.19% sedangkan dengan populasi AG 1000 individu adalah 89.218%. Nilai median untuk populasi AG 500 individu adalah 88.074% sedangkan untuk populasi AG 1000 individu adalah 88.452%. Berdasarkan hasil tersebut maka akurasi klasifikasi untuk komputasi sekuensial dengan populasi AG 1000 individu lebih tinggi daripada komputasi sekuensial dengan populasi AG 500 individu walaupun peningkatannya relatif kecil.
Tabel 9. Hasil perhitungan statistika komputasi sekuensial untuk populasi AG yang berbeda
Untuk komputasi paralel, hasil perhitungan statistika seperti pada Tabel 10, menunjukkan bahwa rata-rata akurasi klasifikasi dengan populasi AG 500 individu adalah 89.024% sedangkan dengan populasi AG 1000 individu adalah 89.356%. Tabel 10. Hasil perhitungan statistika komputasi paralel untuk populasi AG yang berbeda
Nilai median akurasi klasifikasi dengan populasi AG 500 individu adalah 88.241% sedangkan dengan populasi AG 1000 individu adalah 89.028%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa akurasi klasifikasi untuk komputasi paralel dengan populasi AG 1000 individu lebih tinggi daripada komputasi sekuensial dengan populasi AG 500 individu walaupun peningkatannya relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis statistika pada mode komputasi sekuensial dan komputasi paralel yang menghasilkan kesimpulan yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum, akurasi klasifikasi dengan populasi AG 1000 individu lebih baik daripada komputasi dengan populasi AG 500 individu. 2. Pengaruh Populasi AG terhadap Waktu Total
Berdasarkan pengamatan grafik pada Gambar 26, tampak bahwa populasi AG mempengaruhi waktu total yang dibutuhkan. Secara umum, waktu yang dibutuhkan untuk proses klasifikasi dengan populasi AG 1000 lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk proses klasifikasi dengan populasi AG 500 individu. Keteraturan pola ini tampak pada semua grafik yang ditampilkan pada Gambar 26. Selain itu, proses klasifikasi dengan populasi AG 1000 individu membutuhkan waktu sekitar dua kali lipat daripada dengan populasi AG 500 individu.
Berdasarkan hasil tersebut, waktu total yang diperlukan dalam eksekusi sistem akan makin cepat dengan populasi AG yang makin kecil. Sebaliknya, waktu total akan makin lama dengan populasi AG yang makin besar.
Namun
dalam
pemilihan
populasi
AG
ini,
selain
mempertimbangkan waktu total, perlu dipertimbangkan juga faktor lain terutama akurasi klasifikasi. Akurasi klasifikasi akan makin baik dengan populasi AG yang makin tinggi dan berdasarkan penelitian sebelumnya, akurasi klasifikasi cenderung menurun setelah populasi AG tertentu. Namun berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, komputasi paralel dengan populasi AG 500 individu membutuhkan waktu yang lebih singkat dan akurasi klasifikasi yang relatif sama dengan komputasi paralel menggunakan populasi AG 1000 individu.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 26. Grafik pengaruh populasi AG terhadap waktu total untuk mode pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3, (d) mode 4, (e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8, (i) mode 9.
D. Peningkatan Kecepatan dan Peningkatan Akurasi
Peningkatan kecepatan pada dasarnya menyatakan perubahan nilai waktu antara komputasi paralel dan komputasi sekuensial. Dengan demikian peningkatan kecepatan merupakan turunan dari variabel waktu total. Peningkatan kecepatan menunjukkan seberapa cepat waktu yang diperlukan komputasi paralel dibandingkan dengan komputasi sekuensial. Dengan konsep yang sama, perubahan nilai akurasi antara komputasi paralel dan komputasi sekuensial dapat dinyatakan sebagai peningkatan akurasi. Mengikuti konsep peningkatan kecepatan, maka peningkatan akurasi dirumuskan sebagai berikut: Peningkatan Akurasi =
Akurasi Komputasi Sekuensial × 100% Akurasi Komputasi Paralel
Berdasarkan perhitungan statistika deskriptif terhadap peningkatan akurasi dan peningkatan kecepatan seperti yang ditampilkan pada Tabel 11, tampak bahwa rata-rata peningkatan akurasi komputasi paralel adalah sebesar 100.018% dengan median 100%, dan nilai yang paling banyak muncul adalah 100%. Untuk peningkatan kecepatan komputasi paralel, rata-ratanya adalah sebesar 128.857% dengan median 125.912% dan modus 125.6%. Standar deviasi peningkatan akurasi adalah 0.8% sedangkan standar deviasi peningkatan kecepatan adalah 14.7%. Tabel 11. Hasil statistika deskriptif akurasi dan kecepatan
peningkatan
Variansi peningkatan akurasi komputasi paralel adalah 0.648% sedangkan variansi peningkatan kecepatan komputasi paralel adalah 218.253%. Berdasarkan nilai standar deviasi dan variansi tersebut, secara umum dapat dilihat bahwa data peningkatan akurasi memiliki sebaran yang sangat kecil jika dibandingkan dengan sebaran data peningkatan kecepatan. Hal ini menunjukkan bahwa akurasi komputasi paralel relatif sama dengan komputasi sekuensial.
Sedangkan
kecepatan
pemrosesan
paralel
lebih
tinggi
dibandingkan dengan pemrosesan secara sekuensial. Diagram kotak plot pada Gambar 27 menunjukkan secara jelas perbandingan antara peningkatan akurasi dan peningkatan kecepatan komputasi paralel. Berdasarkan hasil tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa komputasi paralel menghasilkan peningkatan kecepatan yang cukup signifikan namun tidak menyebabkan perubahan yang berarti terhadap akurasi klasifikasi.
Gambar 27. Diagram plot kotak peningkatan akurasi dan kecepatan. Dalam kaitannya dengan sistem sortasi secara keseluruhan, peningkatan kecepatan yang dihasilkan karena penerapan komputasi paralel akan memberikan kontribusi peningkatan kecepatan bagi sistem sortasi secara keseluruhan dengan asumsi bagian lain seperti bagian instrumen pengindra dan bagian aktuator menggunakan teknik atau metode yang sama dengan sistem sortasi secara sekuensial. Dengan demikian, penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor untuk mengolah dan mengklasifikasi objek sortasi dapat meningkatkan kecepatan sistem sortasi tersebut. Namun, kecepatan sistem sortasi juga masih dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kecepatan respon bagian instrumen pengindra dalam mengukur parameter objek
yang
disortasi
ataupun
kecepatan
bagian
aktuator
dalam
mengaktualisasikan rekomendasi atau keputusan yang dihasilkan bagian prosesor. Penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi perlu diimbangi dengan pemilihan teknik/metode yang tepat pada bagian lainnya sehingga peningkatan kecepatan yang dihasilkan menjadi optimal.
E. Efisiensi Sistem Paralel
Efisiensi dalam komputasi paralel menunjukkan besarnya pemanfaatan tiap sumber daya (prosesor) untuk menyelesaikan satu tugas. Besarnya efisiensi sistem paralel tergantung pada peningkatan kecepatan dan jumlah prosesor yang terlibat. Berdasarkan hasil perhitungan statistika deskriptif terhadap efisiensi sistem paralel seperti pada Tabel 12, tampak bahwa dari 180 percobaan komputasi paralel yang dilakukan, rata-rata efisiensi sistem paralel adalah sebesar 64.428% dengan median 62.95% dan modus 62.79%. Standar deviasi efisiensi sistem paralel adalah sebesar 7.38% dan variansi sebesar 54.56%. Efisiensi sistem paralel tersebar dari nilai terendah sebesar 50.19% hingga nilai tertinggi 88.97%. Sebaran data secara umum dapat dilihat dari jarak antara persentil 25 dengan persentil 50 yang lebih kecil daripada jarak antara persentil 50 dengan persentil 75. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data efisiensi komputasi paralel cenderung mengumpul pada nilai-nilai kecil di bawah median (62.95%). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan komputasi paralel, tiap komputer yang terlibat dimanfaatkan sumberdayanya sebesar rata-rata 64.428% untuk menyelesaikan tugas klasifikasi. Sumberdaya sisanya terpakai untuk proses komunikasi dan penyesuaian/sinkronisasi antar komputer.
Tabel 12. Hasil statistika deskriptif efisiensi sistem paralel
Efisiensi sistem paralel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12 merupakan efisiensi dari penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi. Dengan demikian, seperti halnya peningkatan kecepatan, efisiensi sistem sortasi secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh efisiensi yang dicapai bagian-bagian lain yang menyusun sistem sortasi. Dalam penelitian ini, efisiensi sistem paralel sebesar rata-rata 64.43% merupakan efisiensi sistem sortasi dengan asumsi efisiensi pada bagian lain (bagian instrumen pengindra dan bagian aktuator) sama dengan sistem sortasi yang tidak menerapkan komputasi paralel pada bagian prosesornya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan •
Komputasi paralel dapat diaplikasikan pada proses sortasi buah tomat segar dan layak dikembangkan untuk proses sortasi produk pertanian lainnya. Komputasi paralel terbukti telah mempercepat waktu pemrosesan tanpa mengubah nilai akurasi klasifikasi secara signifikan. Penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi perlu diimbangi dengan pemilihan teknik/metode yang tepat pada bagian lainnya sehingga peningkatan kecepatan yang dihasilkan menjadi optimal.
•
Akurasi klasifikasi komputasi paralel dan komputasi sekuensial tidak terlalu berbeda dan terpusat pada kisaran rata-rata 89.2%. Pola sebaran data akurasi klasifikasi pada komputasi paralel menyerupai pola sebaran data pada komputasi sekuensial dan menunjukkan kesamaan karakteristik antara keduanya. Hal ini diperkuat dengan sebaran nilai peningkatan akurasi yang homogen yang berkisar pada 100%.
•
Pada aplikasi klasifikasi dengan komputasi paralel, waktu total rata-rata adalah 439.57 detik, lebih kecil daripada komputasi sekuensial yang ratarata sebesar 548.66 detik. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan komputasi paralel yang rata-rata sebesar 128.857%.
•
Mode pelatihan secara signifikan mempengaruhi akurasi klasifikasi dan waktu total. Secara rata-rata akurasi klasifikasi tertinggi (92%) dicapai pada mode pelatihan 9 (90% - 10%) dan akurasi klasifikasi terendah terjadi pada mode pelatihan 3 (30% - 70%). Rata-rata waktu total paling baik (paling rendah) terjadi pada mode pelatihan 9 (90% - 10%) dan waktu total paling buruk (paling tinggi) terjadi pada mode pelatihan 5 (50% - 50%). Meskipun demikian, mode pelatihan 9 tidak selalu menjadi pilihan untuk diterapkan dalam sistem sortasi walaupun waktu totalnya paling cepat dan akurasinya paling tinggi, karena terdapat mode pelatihan lain yang menggunakan lebih sedikit data untuk pelatihan namun mampu melakukan klasifikasi dengan akurasi yang masih cukup tinggi dan waktu yang relatif masih singkat.
•
Populasi AG mempengaruhi waktu total dan akurasi klasifikasi PNN. Rata-rata waktu total paling baik (paling rendah) terjadi pada populasi AG 500 individu sedangkan waktu total paling buruk (paling tinggi) terjadi pada populasi AG 1000 individu. Secara rata-rata akurasi klasifikasi pada populasi AG 1000 individu lebih baik daripada pada populasi AG 500 individu.
•
Efisiensi sistem paralel menunjukkan pemakaian setiap komputer untuk proses klasifikasi adalah sebesar 64.43% dan sisanya terpakai untuk proses komunikasi dan sinkronisasi antar komputer.
B. Saran •
Untuk penelitian selanjutnya, parameter klasifikasi dapat ditambah lebih banyak lagi sesuai dengan parameter mutu yang digunakan di dunia nyata, contohnya dengan menambah parameter warna.
•
Pada penelitian ini hanya digunakan dua buah komputer. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan percobaan dengan lebih banyak komputer untuk mengetahui tren perubahan yang terjadi.
•
Untuk mengetahui dan meningkatkan kemampuan program, perlu ditampilkan detail akurasi klasifikasi dari tiap variabel kelas yang terlibat sehingga masing-masing kelas diketahui tingkat akurasinya. Selain itu, perlu digunakan nilai σ yang spesifik untuk tiap variabel kelas sehingga akurasi klasifikasi dapat menjadi lebih baik.
•
Program komputasi paralel yang sudah ada perlu ditingkatkan lagi stabilitasnya dan kemudahan operasionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani, Dewi. 2004. Model Kurva Pemanasan Selama Proses Heat Treatment pada Paprika dan Tomat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen
Pertanian
Filipina.
2005.
Tomato
Factsheet
2003.
http://da.gov.ph/agribiz/commodityfactsheet_tomato.html. 20-12-2005 Duriat, A.S. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif, hal 1-8. Dalam: Duriat, A.S., Soeganda, W.W.H., Permadi, A.H., Sinaga, R.M., Hilman, Y. Dan Basuki, R.S. (Ed). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung. Florida
Tomato
Committee.
2005.
Tomato
Factsheets.
http://www.
floridatomatoes.org/facts.html. 20-12-20005. Fu, Limin. 1994. Neural Networks in Computer Intelligence. ISBN 0-07-1133194. McGraw-Hill. Singapura. Jaya, B. 1997. Botani Tanaman Tomat, hal 25-41. Dalam: Duriat, A.S., Soeganda, W.W.H., Permadi, A.H., Sinaga, R.M., Hilman, Y. Dan Basuki, R.S. (Ed). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung. Larasati, D. 2003. Kajian Penerapan Metode Hot Water Treatment terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Selama Penyimpanan Dingan. Tesis. Program Studi Teknologi Pascapanen, IPB, Bogor. Lee, D.X., G. Thoma, & H. Weschler. 2004. Classification of Binary Document Images into Texture or Non-textual Data Blocks Using Neural Network Models. http://archive.nlm.nih.gov/pubs/doc_class/mv.php. 09-08-2004.
Patterson, Dan W. 1996. Artificial Neural Networks: Theory and Applications. Prentice Hall, Singapura Rish,
I.
2004.
An
empirical
study
of
the
naïve
Bayes
classifier.
http://www.intellektik.informatik.tu-darmstadt.de/~tom/IJCAI01/Rish.pdf. [09-08-2004]. Rubatzky, V.E. dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran Dunia Tiga. Penerbit ITB, Bandung. Seminar, K.B., Buono, A., dan Sukin, T.P.J. 2005. Desain dan Uji Komputasi Paralel Penentuan Nilai Penghalus (σ) Algoritma Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Klasifikasi Bunga Iris. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer. Vol 3, No.1, hal 19-31 Seminar, K.B. 2000. Precision Agriculture: Paradigma dan Aplikasi. Agrimedia ISSN 0853-8468 Vol.6 No.1 Soleh, Ahmad Zanbar. 2005. Ilmu Statistika: Pendekatan Teoritis dan Aplikatif disertai Contoh Penggunaan SPSS. Penerbit Rekayasa Sains, Bandung Sukin, T.P.J., 2004. Desain dan Implementasi Komputasi Paralel dengan Algoritma Genetik untuk Prapemrosesan Probabilistic Neural Network. Skripsi. Departemen Ilmu Komputer. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB, Bogor Trisnawati, Y. dan Setiawan, A.I. 2002. Tomat: Pembudidayaan Secara Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. Yayasan Bunga Nusantara dan Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1987. Budidaya Tanaman Berbunga Indah. Yayasan Bunga Nusantara dan Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta.
Lampiran 1. sampel no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Data Pengukuran Sampel Tomat Permata
Bobot (gram) 67.7 64.7 60.4 57.9 62.1 60.1 54.5 70.1 71.8 59.7 54.1 67.0 49.4 67.1 56.3 74.7 70.4 69.6 68.8 72.6 77.0 67.0 69.0 67.7 59.3 70.5 59.5 61.5 55.0 67.4 74.2 54.9 68.4 71.9 64.0 70.9 73.7 70.8 74.4 65.3 78.3 73.6 73.2 60.9 79.4 59.2 77.3 73.0
tomat A Panjang (cm) 5.0 5.2 4.8 4.8 4.6 4.8 4.6 4.8 4.9 4.8 4.9 4.8 4.8 4.9 4.6 5.3 5.1 5.0 4.8 5.1 5.1 4.9 5.1 4.9 4.6 4.7 4.5 4.8 5.0 4.9 5.1 4.3 4.9 4.9 5.0 5.2 4.8 5.2 5.3 5.1 5.0 5.0 5.1 5.0 5.0 4.6 4.9 5.3
Lebar (cm) 4.5 4.5 4.5 4.5 4.6 4.6 4.4 4.7 4.7 4.5 4.5 4.7 4.3 4.7 4.8 4.8 4.8 4.8 4.7 4.8 4.9 4.7 4.7 4.6 4.4 4.8 4.7 4.6 4.3 4.7 4.8 4.5 4.7 5.0 4.8 4.7 4.8 4.7 4.8 4.6 5.1 4.9 4.6 4.5 4.8 4.9 4.9 4.5
Bobot (gram) 50.5 46.1 59.7 54.6 54.4 51.5 48.0 51.9 53.2 48.0 47.8 56.5 57.1 50.0 46.8 45.8 55.3 41.7 47.4 46.0 44.8 48.0 52.2 43.2 47.6 43.8 44.9 51.7 49.5 43.7 43.6 40.1 49.2 44.0 48.0 40.2 41.4 36.0 40.6 37.1 34.3 34.7 47.3 36.8 35.7 54.4 45.1 41.9
tomat B Panjang (cm) 5.0 4.7 5.3 4.7 4.8 5.0 4.9 5.0 5.0 4.5 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.2 4.8 4.8 5.0 4.2 4.5 4.8 4.4 5.0 4.6 4.7 4.7 4.8 4.8 4.6 5.0 4.3 4.2 4.6 4.8 4.6 4.5 4.1 4.5 4.2 4.1 4.0 4.7 4.2 4.2 5.1 4.6 4.5
Lebar (cm) 4.3 4.4 4.6 4.8 4.6 4.3 4.5 4.5 4.5 4.2 4.5 4.6 4.5 4.6 4.4 4.5 4.7 4.0 4.2 4.4 4.1 4.2 4.2 4.2 4.2 4.3 4.0 4.7 4.2 4.2 4.3 4.3 4.1 4.1 4.1 4.4 4.2 4.1 4.2 4.1 4.0 4.0 4.4 4.1 4.1 4.7 4.4 4.3
Bobot (gram) 36.4 26.5 34.5 27.7 37.1 32.8 26.9 24.8 36.9 24.3 28.2 30.2 22.7 28.4 26.7 32.0 33.5 20.8 23.5 31.0 30.7 34.0 23.7 22.9 34.2 35.7 25.7 30.8 35.7 35.7 43.6 33.3 31.2 27.9 20.3 33.8 32.4 30.8 35.4 33.4 33.4 29.9 33.3 28.4 34.4 36.9 37.5 27.7
tomat C Panjang (cm) 3.8 3.6 4.4 4.1 4.0 4.0 3.7 3.5 4.4 3.7 3.7 4.4 3.6 3.7 3.6 3.8 4.3 3.3 3.1 4.0 4.0 4.1 3.8 3.5 3.4 4.3 4.0 3.9 4.2 4.3 4.5 4.0 4.1 3.8 3.8 4.2 4.3 4.1 4.0 4.4 4.1 4.1 4.5 4.2 3.9 4.1 3.8 3.8
Lebar (cm) 3.9 3.7 3.7 3.5 3.4 3.8 3.5 3.7 4.0 3.6 3.6 3.7 3.3 3.6 3.6 3.7 3.5 3.2 3.2 3.7 3.5 3.8 3.5 3.6 3.6 3.8 3.6 4.0 3.9 3.9 4.1 3.7 3.6 3.3 3.3 3.7 4.0 3.6 3.8 3.8 3.8 3.7 3.9 3.8 3.8 3.8 3.5 3.7
70.5 69.5
Populasi AG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5
500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
4.8 4.7
37.4 56.6
4.2 5.0
4.1 4.7
30.4 31.7
3.9 3.9
3.8 3.7
Data Hasil Percobaan Populasi AG 500 individu
Nilai Sigma
Akurasi Klasifikasi PNN (%)
Waktu Total (detik)
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
0.06499 0.02516 0.13623 0.00013 0.00041 0.16003 0.00010 0.00119 0.00024 0.00869 0.01646 0.14007 0.00902 0.00078 0.22800 0.06033 0.00487 0.00055 0.00017 0.01721 0.17744 0.02296 0.02058 0.10758 0.05670 0.00240 0.00298 0.00283 0.01039 0.01330 0.04074 0.00032 0.07974 0.06786 0.00545 0.00191 0.00339 0.05687 0.00916 0.01573 0.00026 0.00030 0.38764 0.00340 0.00571 0.00283 0.01271
0.04737 0.03108 0.36633 0.00018 0.00065 0.00007 0.00766 0.00167 0.00055 0.00848 0.01631 0.05945 0.00960 0.00048 0.21209 0.00018 0.00481 0.00042 0.03843 0.01722 0.13395 0.02331 0.02073 0.10968 0.00017 0.00246 0.00293 0.00299 0.01181 0.01297 0.04261 0.00051 0.26022 0.07019 0.00038 0.00399 0.00369 0.02267 0.00914 0.01327 0.00034 0.00032 0.23526 0.00812 0.00595 0.00359 0.02730
87.4074 88.1481 85.9259 89.6296 91.1111 85.1852 91.1111 89.6296 84.4444 89.6296 86.6667 86.6667 87.5000 86.6667 87.5000 85.8333 89.1667 87.5000 86.6667 89.1667 88.5714 85.7143 87.6190 85.7143 87.6190 87.6190 87.6190 87.6190 92.3810 87.6190 86.6667 87.7778 85.5556 86.6667 87.7778 87.7778 90.0000 91.1111 90.0000 87.7778 90.6667 86.6667 88.0000 84.0000 89.3333 89.3333 92.0000
87.4074 88.1481 85.9259 88.8889 89.6296 88.1481 88.8889 85.9259 82.9630 89.6296 86.6667 86.6667 88.3333 87.5000 87.5000 87.5000 89.1667 87.5000 85.8333 89.1667 88.5714 85.7143 87.6190 85.7143 88.5714 87.6190 87.6190 86.6667 92.3810 87.6190 86.6667 86.6667 85.5556 86.6667 86.6667 87.7778 90.0000 91.1111 90.0000 87.7778 89.3333 86.6667 88.0000 84.0000 89.3333 89.3333 92.0000
270 270 270 266 266 270 262 315 258 318 363 363 363 363 363 363 363 360 360 363 431 435 431 435 431 435 431 431 431 431 465 465 468 472 465 468 472 468 468 491 472 472 472 472 472 468 472
215 210 197 190 214 215 230 231 225 236 279 291 204 268 287 290 308 313 312 303 346 352 277 332 330 353 362 356 367 358 353 372 325 351 352 383 360 385 386 390 374 380 333 347 336 373 362
Efisiensi Sistem Paralel (%)
No
Rasio Pelatihan
Lampiran 2.
4.9 5.1
Peningkatan Kecepatan (%)
49 50
125.58 128.57 137.06 140.00 124.30 125.58 113.91 136.36 114.67 134.75 130.11 124.74 177.94 135.45 126.48 125.17 117.86 115.02 115.38 119.80 124.57 123.58 155.60 131.02 130.61 123.23 119.06 121.07 117.44 120.39 131.73 125.00 144.00 134.47 132.10 122.19 131.11 121.56 121.24 125.90 126.20 124.21 141.74 136.02 140.48 125.47 130.39
62.79 64.29 68.53 70.00 62.15 62.79 56.96 68.18 57.33 67.37 65.05 62.37 88.97 67.72 63.24 62.59 58.93 57.51 57.69 59.90 62.28 61.79 77.80 65.51 65.30 61.61 59.53 60.53 58.72 60.20 65.86 62.50 72.00 67.24 66.05 61.10 65.56 60.78 60.62 62.95 63.10 62.11 70.87 68.01 70.24 62.73 65.19
500 500 500
No
Rasio Pelatihan
Populasi AG
Lampiran 2.
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
0.01071 0.00667 0.00133
0.01096 0.00657 0.00171
90.6667 93.3333 86.6667
90.6667 93.3333 86.6667
472 472 472
389 396 368
121.34 119.19 128.26
60.67 59.60 64.13
Data Hasil Percobaan Populasi AG 500 individu (lanjutan)
Nilai Sigma
Akurasi Klasifikasi PNN (%)
Waktu Total (detik)
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
0.00015 0.00042 0.00233 0.00570 0.00594 0.00632 0.00322 0.01437 0.00408 0.03678 0.21960 0.00108 0.00596 0.00713 0.00663 0.00061 0.01457 0.00156 0.00566 0.00029 0.00079 0.00109 0.00670 0.00827 0.00438 0.00197 0.00328 0.00439 0.00013 0.06430 0.00200 0.00109 0.00700 0.00704 0.00561 0.00149 0.01787 0.00429 0.06232 0.00023
0.00034 0.15637 0.00236 0.00705 0.00532 0.00616 0.00320 0.01437 0.00388 0.03605 0.12779 0.00094 0.00596 0.00746 0.00698 0.00273 0.01484 0.00188 0.00422 0.00023 0.00046 0.00144 0.00659 0.00868 0.00479 0.00301 0.00260 0.00596 0.12941 0.05880 0.00321 0.00192 0.00843 0.00620 0.00386 0.00182 0.01788 0.00392 0.10389 0.00050
88.3333 86.6667 85.0000 86.6667 91.6667 93.3333 91.6667 93.3333 91.6667 86.6667 84.4444 84.4444 91.1111 91.1111 95.5556 91.1111 95.5556 91.1111 91.1111 84.4444 83.3333 86.6667 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 83.3333 86.6667 86.6667 100.000 86.6667 100.000 93.3333 100.000 93.3333 93.3333 80.0000
88.3333 85.0000 85.0000 86.6667 91.6667 93.3333 91.6667 93.3333 91.6667 86.6667 84.4444 84.4444 91.1111 88.8889 95.5556 91.1111 95.5556 91.1111 91.1111 84.4444 83.3333 86.6667 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 90.0000 83.3333 86.6667 86.6667 100.000 86.6667 100.000 93.3333 100.000 93.3333 93.3333 80.0000
442 446 442 446 446 442 442 442 442 450 382 382 382 386 386 382 382 386 382 382 288 288 292 292 292 288 292 292 292 292 165 165 165 165 161 165 165 165 165 165
344 347 309 342 267 352 351 354 360 347 295 297 280 275 258 303 299 308 314 297 221 212 198 199 201 223 235 231 227 212 124 105 104 109 111 118 127 120 119 119
Efisiensi Sistem Paralel (%)
5 5 5
Peningkatan Kecepatan (%)
48 49 50
128.49 128.53 143.04 130.41 167.04 125.57 125.93 124.86 122.78 129.68 129.49 128.62 136.43 140.36 149.61 126.07 127.76 125.32 121.66 128.62 130.32 135.85 147.47 146.73 145.27 129.15 124.26 126.41 128.63 137.74 133.06 157.14 158.65 151.38 145.05 139.83 129.92 137.50 138.66 138.66
64.24 64.27 71.52 65.20 83.52 62.78 62.96 62.43 61.39 64.84 64.75 64.31 68.21 70.18 74.81 63.04 63.88 62.66 60.83 64.31 65.16 67.92 73.74 73.37 72.64 64.57 62.13 63.20 64.32 68.87 66.53 78.57 79.33 75.69 72.52 69.92 64.96 68.75 69.33 69.33
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5
1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Nilai Sigma
Akurasi Klasifikasi PNN (%)
Waktu Total (detik)
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
0.10957 0.03111 0.05088 0.00018 0.00046 0.00012 0.00012 0.00095 0.00061 0.00847 0.01616 0.36408 0.00959 0.00057 0.40953 0.00012 0.00466 0.00059 0.00018 0.01659 0.11726 0.02305 0.01570 0.11706 0.05682 0.00274 0.00286 0.00041 0.01050 0.01322 0.04168 0.00026 0.18922 0.07780 0.00546 0.00208 0.00386 0.16479 0.00916 0.04735 0.03234 0.00029 0.12928
0.19728 0.03112 0.18571 0.00020 0.00037 0.00009 0.00743 0.00095 0.00025 0.00849 0.01623 0.20064 0.00960 0.00075 0.42979 0.00012 0.00463 0.00036 0.00019 0.01663 0.10933 0.01737 0.01581 0.11266 0.05675 0.00409 0.00292 0.00039 0.01047 0.01324 0.04253 0.00038 0.05741 0.06717 0.00034 0.00200 0.00312 0.04701 0.00896 0.03882 0.00033 0.00026 0.12224
87.4074 88.1481 85.9259 88.8889 90.3704 93.3333 88.8889 89.6296 83.7037 89.6296 86.6667 86.6667 88.3333 88.3333 87.5000 90.0000 89.1667 87.5000 86.6667 89.1667 88.5714 85.7143 87.6190 85.7143 87.6190 87.6190 87.6190 87.6190 92.3810 87.6190 86.6667 88.8889 85.5556 86.6667 87.7778 87.7778 90.0000 91.1111 90.0000 87.7778 86.6667 86.6667 88.0000
87.4074 88.1481 85.9259 88.8889 92.5926 94.0741 88.8889 89.6296 84.4444 89.6296 86.6667 86.6667 88.3333 87.5000 87.5000 90.0000 89.1667 89.1667 86.6667 89.1667 88.5714 85.7143 87.6190 85.7143 87.6190 87.6190 87.6190 89.5238 92.3810 87.6190 86.6667 90.0000 85.5556 86.6667 87.7778 87.7778 90.0000 91.1111 88.8889 87.7778 89.3333 86.6667 88.0000
540 536 547 536 540 540 540 536 536 540 723 727 723 727 727 731 731 720 727 723 862 866 858 862 866 862 870 862 862 866 933 941 941 933 933 937 933 933 933 937 941 945 941
497 514 506 334 435 467 501 528 534 525 502 574 584 589 592 597 599 602 600 611 557 712 735 752 812 829 811 821 811 807 794 829 851 790 745 713 682 694 698 663 714 787 807
Efisiensi Sistem Paralel (%)
Populasi AG
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133
Data Hasil Percobaan Populasi AG 1000 individu Peningkatan Kecepatan (%)
No
Rasio Pelatihan
Lampiran 3.
108.65 104.28 108.10 160.48 124.14 115.63 107.78 101.52 100.37 102.86 144.02 126.66 123.80 123.43 122.80 122.45 122.04 119.60 121.17 118.33 154.76 121.63 116.73 114.63 106.65 103.98 107.27 104.99 106.29 107.31 117.51 113.51 110.58 118.10 125.23 131.42 136.80 134.44 133.67 141.33 131.79 120.08 116.60
54.33 52.14 54.05 80.24 62.07 57.82 53.89 50.76 50.19 51.43 72.01 63.33 61.90 61.71 61.40 61.22 61.02 59.80 60.58 59.17 77.38 60.81 58.37 57.31 53.33 51.99 53.64 52.50 53.14 53.66 58.75 56.76 55.29 59.05 62.62 65.71 68.40 67.22 66.83 70.66 65.90 60.04 58.30
1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
No
Rasio Pelatihan
Populasi AG
Lampiran 3.
141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
0.00354 0.00620 0.00309 0.02616 0.00411 0.00637 0.00148
0.00632 0.00578 0.00289 0.02556 0.01071 0.00627 0.00157
84.0000 89.3333 89.3333 92.0000 90.6667 93.3333 86.6667
84.0000 89.3333 89.3333 92.0000 90.6667 93.3333 86.6667
963 945 941 945 945 948 945
809 798 772 701 786 759 784
119.04 118.42 121.89 134.81 120.23 124.90 120.54
59.52 59.21 60.95 67.40 60.11 62.45 60.27
Data Hasil Percobaan Populasi AG 1000 individu (lanjutan)
Nilai Sigma
Akurasi Klasifikasi PNN (%)
Waktu Total (detik)
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
Sekuensial
Paralel
0.00018 0.08424 0.00307 0.00731 0.00577 0.00615 0.00315 0.01463 0.00414 0.03588 0.05863 0.00119 0.00615 0.00702 0.00672 0.00056 0.01446 0.00869 0.00392 0.00025 0.00045 0.00103 0.00664 0.00850 0.00420 0.00518 0.00309 0.00473 0.15618 0.24382 0.00061 0.00099 0.01070 0.00666 0.00369 0.00162 0.01800 0.00462 0.15259 0.00034
0.00027 0.00042 0.00193 0.00587 0.00527 0.00619 0.00345 0.01442 0.00382 0.03719 0.08596 0.00094 0.00609 0.00698 0.00660 0.00055 0.01461 0.00180 0.00011 0.00021 0.00050 0.00180 0.00645 0.00828 0.00417 0.00185 0.00171 0.00344 0.10526 0.06314 0.00287 0.00249 0.00728 0.00623 0.00387 0.00174 0.01784 0.00465 0.18684 0.00045
88.3333 85.0000 85.0000 86.6667 91.6667 93.3333 91.6667 93.3333 91.6667 86.6667 84.4444 84.4444 91.1111 91.1111 95.5556 91.1111 95.5556 91.1111 91.1111 84.4444 83.3333 86.6667 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 90.0000 83.3333 86.6667 86.6667 100.000 86.6667 100.000 93.3333 100.000 93.3333 93.3333 80.0000
90.0000 86.6667 85.0000 86.6667 91.6667 93.3333 91.6667 93.3333 91.6667 86.6667 84.4444 84.4444 91.1111 91.1111 95.5556 91.1111 95.5556 91.1111 91.1111 84.4444 83.3333 86.6667 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 93.3333 90.0000 83.3333 86.6667 86.6667 100.000 86.6667 100.000 93.3333 100.000 93.3333 93.3333 80.0000
885 888 885 885 885 885 892 892 888 885 765 772 768 768 772 768 768 768 772 768 581 588 581 581 585 581 588 581 588 585 330 330 330 330 337 330 330 330 330 330
753 798 782 812 790 775 769 786 771 749 674 666 565 628 622 624 441 586 664 639 462 442 344 377 436 423 415 408 428 358 257 186 218 221 208 221 228 228 226 248
Efisiensi Sistem Paralel (%)
5 5 5 5 5 5 5
Peningkatan Kecepatan (%)
134 135 136 137 138 139 140
117.53 111.28 113.17 108.99 112.03 114.19 115.99 113.49 115.18 118.16 113.50 115.92 135.93 122.29 124.12 123.08 174.15 131.06 116.27 120.19 125.76 133.03 168.90 154.11 134.17 137.35 141.69 142.40 137.38 163.41 128.40 177.42 151.38 149.32 162.02 149.32 144.74 144.74 146.02 133.06
58.76 55.64 56.59 54.50 56.01 57.10 58.00 56.74 57.59 59.08 56.75 57.96 67.96 61.15 62.06 61.54 87.07 65.53 58.13 60.09 62.88 66.52 84.45 77.06 67.09 68.68 70.84 71.20 68.69 81.70 64.20 88.71 75.69 74.66 81.01 74.66 72.37 72.37 73.01 66.53