UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI
LUTFIANA NIM : 109102000053
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
LUTFIANA NIM : 109102000053
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2013 ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama : Lutfiana Program Studi : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Antiinflamasi pada Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah. Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Analisis fitokimia ekstrak tanaman kelor mengungkapkan adanya kandungan senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lain yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol 50% dari daun kelor menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah. Penghambatan lisis sel darah merah akibat induksi larutan hipotonis digunakan sebagai ukuran aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak dan fraksi daun kelor tersebut kemudian dibandingkan dengan standar natriun diklofenak. Hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia berdasarkan perhitungan % stabilitas menunjukkan bahwa fraksi yang mempunyai aktivitas tertinggi adalah fraksi etil asetat. Kemudian fraksi etil asetat tersebut dibuat beberapa seri konsentrasi (50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800 ppm dan 1000 ppm) dan dibandingkan dengan kontrol positif berupa Na diklofenak pada konsentrasi yang sama. Diperoleh perlindungan paling efektif dari semua konsentrasi padakonsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 90,575%, sehingga dengan demikian konsentrasi tersebut dikatakan yang paling tinggi/efektif memberikan perlindungan membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik. Semakin tinggi konsentrasi stabilisasi yang digunakan maka kemampuan dalam menstabilkan membran sel darah merah yang induksi larutan hipotonik akan semakin meningkat, sehingga dengan demikian aktivitas menstabilkan membran sel darah merah dapat dikaitkan dengan konsentrasi. Hasil ini ditunjang dengan uji statistik ANOVA, yang menyatakan bahwa (P≤0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi dengan perlakuan. Kata kunci: Antiinflamasi, Moringa oleifera, Na diklofenak, membran sel darah merah, stabilisasi membran.
vi
ABSTRACT Name : Lutfiana Program Study : Pharmachy Tittle :Evaluation of Anti-inflammatory Activity of Leaf Extracts of Moringa oleifera L. By Human Red Blood Cell Membrane Stabilisation Method. Moringa oleifera L. is widely used in traditional medicine. Pytochemical analysis of M.oleifera plant extracts revealed the presence of various biochemical compounds such as flavonoid anh other poly phenol group which heve remarkable as antiinflamatory. So this study aimed at evaluating in the in vitro anti-inflammatory activity of the ethanol70% extract, n-hexane, ethyl acetate and ethanol 50% fraction from the leaves of M. oleifera by red blood cell membrane stabilization method. The Inhibition of hypotonicity induced Red Blood Cell (RBC) membrane lysis was taken as a measure of the anti inflammatory activity. The potency of the extract was compared with standard diclofenac sodium. Among the three fractions tested, ethyl acetate fraction provided highest stabilization. Then ethyl acetate fraction was made a series of concentrations (50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 800 ppm and 1000 ppm) and compared with the positive control of diclofenac sodium at the same concentration. The maximum membrane stabilization of ethyl acetat fraction was found to be 90.575% at dose of 1000 ppm ,thus the concentration is in the most high / effective protection of red blood cell membranes induced hypotonic solution. The higher the concentration stabilization used the ability to stabilize the membranes of red blood cells induced hypotonic solution will increase, thus stabilizing the activity of red blood cell membranes can be attributed to the concentration. This result is supported by statistical ANOVA, which states that (P≤ 0.05) which means that there are significant differences in any concentration with treatment. Keywords: Anti-inflammatory, Moringa oleifera, diclofenac sodium, Human Red Blood Cell (HRBC), membrane stabilization.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Rosulullah SAW, sosok yang selama ini penulis teladani. Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi pada Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah” ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. H. Chairul,Apt sebagai Pembimbing I dan Eka Putri, M.Si, Apt sebagai Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya serta memberikan nasehat, arahan dan ilmu terbaik yang mereka miliki. 2. Departemen Agama RI yang telah membiayai penulis selama menjalani pendidikan di jenjang S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah ini.. 3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu/Bapak Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
viii
6. Ayahanda Ali Riza dan Ibunda Salwa yang selalu memberikan kasih sayang, semangat,dukungan baik moril maupun materil, do’a dan nasihatnya yang tak terhingga yang tak akan pernah mampu penulis membalas semua itu. Adik-adik penulis, Nadia Soba dan Muhammad Akbar yang sangat penulis cintai. 7. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di laboraturium, teh Ana, teh Lina, ka Lisna dan ka Liken. 8.
Teman-teman farmasi angkatan 2009 khususnya teman-teman Edta-C. Terima kasih atas kesempatan mengenal kalian semua.
9. Teman-teman penelitian di LIPI Cibinong, Leliana Nurul Wachidah, Nurul Fithriyah dan Muhammad Arif yang telah berjuang bersama. 10. Teman-teman CSSMoRA 2009, PIM Lovers, Butet, Nuyung, Leli, Omi, Dhea, Dhila, Wali, Lulu, Ziza, Cime, Dyah, Ainul, Nurul, Cucut, Neneng, Cucut, Zaky, Ferry, terima kasih telah menjadi keluarga kedua bagi penulis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, Kritik dan saran pembaca diharapkan penulis guna perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini berguna bagi kita semua, Amin.
Jakarta, 20 September 2013
Lutfiana
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………….. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………... ABSTRAK ………………………………………………………………… ABSTRACT ………………………………………………………………. KATA PENGANTAR ……………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……… DAFTAR ISI …………………………………………………………….… DAFTAR TABEL ………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….... 1.1. Latar Belakang ………………………………………………... 1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….…. 1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 1.4. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………….…... BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….…… 2.1. Moringa oleifera L. …………………………………………... 2.1.1. Klasifikasi spesies Moringa Oleifera L. ………………. 2.1.2. Sinonim …………………………………………….….. 2.1.3. Nama daerah …………………………………….…….. 2.1.4. Deskripsi ………………………………………………. 2.1.5. Penyebaran …………………………………………….. 2.1.6 Kandungan kimia ………………………………………. 2.1.7. Khasiat ………………………………………………… 2.2. Ekstraksi dan Fraksinasi ………………………………..……… 2.2.1. Ekstraksi ………………………………………..….….. 2.2.2. Fraksinasi Partisi ……………………………….....…… 2.3. Skrining Fitokimia ……………………………………..…..….. 2.3.1. Alkaloid …………………………………….…………. 2.3.2. Flavonoid ………………………………….………..…. 2.3.3. Saponin …………………………………….………….. 2.3.4. Tanin ……………………………………….………….. 2.3.5. Antrakuinon …………………………………………… xi
Halaman ii iii iv v vi vii ix x xii xiii xiv 1 1 2 3 3 4 4 4 4 5 5 6 7 8 10 10 11 12 12 13 13 14 15
2.3. Inflamasi ………………………………………………………. 2.2.1. Definisi ………………………………………………... 2.2.2. Mekanisme inflamasi …………………………………. 2.2.3. Penyebab Inflamasi …………………………………… 2.2.4. Tipe inflamasi ……………………………………........ 2.2.5. Mediator inflamasi …………………………………… 2.4. Obat Antiinflamasi …………………………………………….. 2.4.1. Obat antiinflamasi Steroid ……………………………. 2.4.2. Obat antiinflamasi Non steroid ……………………….. 2.5. Uji Aktivitas Antiinflamasi …………………………………… 2.5.1. Metode stabilisasi membran sel darah merah manusia 2.6. Spektrofotometer UV-VIS…………………………………...... BAB 3. METODE PENELITIAN………………………………………... 3.1. Lokasi dan Waktu ……………………………………………... 3.2. Bahan ………………………………………………………….. 3.2.1. Bahan uji ……………………………………………….. 3.2.2. Bahan kimia ……………………………………………. 3.3. Alat ……………………………………………………………. 3.4. Prosedur Kerja ………………………………………………… 3.4.1. Penyiapan simplisia ……………………………………... 3.4.2. Ekstraksi ………………………………………………… 3.4.3. Fraksinasi bertingkat denan metode partisi cair-cair …… 3.4.5 Uji aktivitas anti inflamasi metode stabilisasi membran eritrosit 3.4.4. Skrining fitokimia ………………………………….…... BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 4.1. Hasil ……………………………………………….……………. 4.1.1. Hasil Determinasi Tanaman ………………….………….. 4.1.2. Hasil Penyerbukkan simplisia ……………….…………... 4.1.3. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi ……………….…………... 4.1.5. Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi ………………………… 4.1.4. Hasil Skirining Fitokimia ………………………………… 4.2. Pembahasan ……………………………………………………… BAB V PENUTUP ......................................................................................... 5.1. Kesimpulan ………………………………………………………. 5.2. Saran …………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… LAMPIRAN …………………………………………………………………. xii
15 15 16 18 19 20 23 23 24 25 25 26 29 29 29 29 29 30 30 30 30 31 32 35 37 37 37 37 37 39 44 45 54 54 54 55 60
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan Kimia Daun Kelor (Moringa oleifera L.) ………....
8
Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstrak dan Fraksi Daun Kelor ………………
38
Tabel 3. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol Positif pada Konsentrasi 1000 ppm ………………………..
39
Tabel 4. Stabilisasi Fraksi Etil Asetat Daun Kelor terhadap Membran Eritrosit Akibat Induksi Larutan Hipotonik dengan Beberapa Variasi Konsentrasi ………………………………………...
41
Tabel 5. Hubungan antara % Stabilitas dan Log Konsentrasi untuk Menentukan Nilai IC50 dengan Metode Analisis Probit
43
Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia Sampel ………………………………..
45
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Akar, Daun dan Pohon Kelor ……………………………..….
6
Gambar 2. Struktur Kimia Golongan Flavonoid …………………………
13
Gambar 3. Struktur Kimia dari Beberapa Steroid Sapogenin ……………
14
Gambar 4. Skema Mekanisme Radang …………………………………..
18
Gambar 5. Mediator Inlamasi …………………………………………….
21
Gambar 6. Asam Arakhidonat dan Mediator Peradangan ……………….
23
Gambar 7. Mekanisme Kerja Obat Antiinflamasi Steroid & Nonsteroid terhadap Prostaglandin ………………………………………..
24
Gambar 8. Skema Spektrofotometer UV-VIS ………………………….…
27
Gambar 9. Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera L.) ……………………
37
Gambar 10. Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Etanol 50%
38
Gambar 11. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol Positif Terhadap Induksi Larutan Hipotonik …………….
40
Gambar 12.Kurva Stabilisasi Kerusakan Membran Eritrosit Akibat Induksi Larutan Hipotonik dengan Beberapa Variasi Konsentrasi
42
Gambar 13.Kurva antara Probit dan Log Konsentrasi Fraksi Etil Asetat Daun Kelor pada Berbagai Varian Konsentrasi …………...
44
Gambar 14.Reaksi Pembentukan Garam Flavilium ..................................
48
Gambar 15. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air. ......................................
48
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ………………………………....
61
Lampiran 2. Alur Penelitian ……………………………………………....
62
Lampiran 3. Skema Pengujian Fitokimia .................................................
63
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Ekstrak Uji …………………………....
64
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Na Diklofenak ………………………...
65
Lampiran 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol 96% dan masing-masing Fraksi Daun Kelor …………………………………………..
66
Lampiran 7. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Fraksi Etanol 50% Daun Kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm ....
67
Lampiran 8. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Fraksi Etil Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera L.) ………………………….
68
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Kontrol Positif (Na Diklofenak) …………………………………………….
70
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, Fraksi Etil Asetat, Fraksi Etanol 50% dan Na diklofenak pada Konsentrasi 1000 ppm……………………………….......
72
Lampiran 11. Hasil Uji Statistika Persen Stabilitas Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm
78
Lampiran 12. Perhitungan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak dengan Metode Analisa Probit .................................................
86
Lampiran 13 Foto-foto Alat Penelitian dan Proses Uji Aktivitas ……………
89
Lampiran 14. Gambar Penapisan Fitoimia ......................................................
91
Lampiran 15. Struk Hasil Spektrofotomerti UV-VIS .....................................
94
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar (mega biodiversitas) di dunia setelah Brasil. Tercatat di hutan tropis Indonesia ditemukan kurang lebih 30.000 dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia (Wulandari, 2001). Sekitar 9.600 jenis telah diketahui berkhasiat obat. Dari jumlah tersebut tercatat 283 jenis merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional. Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang khasiat farmakologisnya salah satunya sebagai antiinflamasi (Kusuma et al., 2005). Peradangan (inflamasi) adalah respon protektif normal untuk cedera jaringan dan melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh seperti aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel darah putih melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan dan perbaikan jaringan (Kumar et al., 2012). Inflamasi adalah proses yang kompleks, yang sering dikaitkan dengan rasa sakit dan melibatkan kejadian seperti peningkatan permeabilitas pembuluh darah, peningkatan denaturasi protein dan perubahan membran (Leelaprakash & Mohan, 2011). Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh inflamasi adalah patogen, iritan kimia (asam dan basa kuat,fenol, racun) dan iritan fisika (trauma,benda asing ,dingin, arus listrik, radiasi). Inflamasi adalah upaya perlindungan tubuh untuk menghilangkan rangsangan merugikan serta memulai proses penyembuhan untuk jaringan. Namun, jika peradangan (inflamasi) tidak diobati menyebabkan timbulnya penyakit seperti rinitis vasomotor, rematoid artritis dan aterosklerosis (R Ilakkiya et al., 2013). Pada umumnya pengobatan yang dipakai untuk mengatasi terjadinya inflamasi adalah obat modern dari golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid 1
2
(OAINS) dan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit peradangan. Tetapi obat-obatan ini membawa risiko toksisitas gastrointestinal, toksisitas jantung dan lainnya untuk penggunaan yang berkepanjangan. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk memiliki obat antiinflamasi dengan efek samping yang lebih ringan saat digunakan untuk penyakit inflamasi kronis. Oleh karena itu, tumbuhan lebih banyak dipilih sebagai obat alternatif dan alami untuk pengobatan berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya bukti ilmiah untuk khasiat tersebut (Madhavi et al., 2012). Salah satu tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan adalah Moringa oleifera Lam. (Syn. Moringa pterygosperma Gaertn.) atau pohon kelor. Khasiatnya sebagai obat telah lama dikenal dalam sistem obat tradisional. Beberapa bagian berbeda dari digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit seperti rematik, kelumpuhan dan epilepsi. Selain itu ekstrak daun, biji, dan akar dari pohon kelor telah dipelajari secara ekstensif untuk berbagai potensi penggunaan termasuk antiinflamasi, antitumor, antihepatotoksik dan analgesik (Sashidhara et al., 2009). Kandungan fitokimia dalam daun kelor yaitu tanin, steroid dan triterpenoid, flavanoid, saponin, antraquinon, dan alkaloid. Flavonoid inilah yang mempengaruhi berbagai macam aktivitas biologi atau farmakologi, diantaranya antioksidan, antitumor, antiangiogenik, antiinflamasi, antialergik dan antiviral (Kasolo et al., 2010). Pada penelitian terdahulu ekstrak etanol daun kelor (M. oleifera) telah dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi pada dosis 500mg/ kgBB tikus putih jantan dengan metode induksi karagenan (Singh et al., 2012), oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang akan memperkuat potensi dari tumbuhan tersebut sebagai sumber senyawa antiinflamasi dengan menguji aktivitas stabilisasi atau perlindungan membran eritrosit dari induksi larutan hipotonis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ekstrak daun kelor memiliki aktivitas anti-inflamasi secara in-vitro ditinjau dari kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui aktivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.) terhadap stabilisasi membran sel darah merah.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai pengetahuan dasar bagi peneliti lanjutan tentang aktivitas antiinflamasi yang terdapat pada daun kelor. 2. Sebagai informasi ilmiah dasar pada bidang kimia bahan alam dan bidang farmasi dalam upaya pengembangan senyawa aktif antiinflamasi pada tanaman kelor. 3. Untuk memberikan latar belakang ilmiah (scientivic background) dari khasiat tanaman kelor.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KELOR (Moringa oleifera L.) 2.1.1
2.1.2
Klasifikasi (USDA, 2013 ) Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Capparales
Famili
: Moringaceae
Genus
: Moringa
Spesies
: Moringa oleifera Lam
Sinonim Anoma
moringa
(L.)
Lour.,
Guilandina
moringa
L.,
Hyperanthera decandra Willd., Hyperanthera moringa (L.) Vahl, Hyperanthera
pterygosperma
Oken,
Moringa
edulis
Medic.,
Moringa erecta Salisb., Moringa moringa (L.) Small, Moringa myrepsica Thell., Moringa nux-eben Desf., Moringa octogona Stokes, Moringa oleifera Lour., Moringa parvifora Noronha, Moringa polygona DC., Moringa pterygosperma Gaertn., Moringa zeylanica Pers., Copaiba langsdorfi (Desf.) Kuntze, Copaifera nitida Hayne. (Navie & Steve , 2010).
4
5
2.1.3
Nama Daerah Tanaman kelor memiliki banyak sebutan, diantaranya imaran, kelintang (Jawa), murong (Sumatera), wona marungga, kelohe, parangge, kewona (Nusa tenggara), rowe, kelo, wori (Sulawesi), kanele, oewa herelo (Maluku). Diluar negeri dikenal dengan nama drumstick tree, horseradish tree (Inggris), nugge (Kannada), la ken (Cina), mungna, saijna, shajna (Hindi) (DepKes RI,1989 & Rollof, 2009).
2.1.4
Deskripsi Kelor (Moringa oleifera L.) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7 - 12 m. Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Buah kelor berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20 - 60 cm, buah muda berwarna hijau setelah tua menjadi cokelat, bentuk biji bulat berwarna coklat kehitaman, berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan. Akar
tunggang,
berwarna
putih,
membesar
seperti
lobak.
Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian ± 1000 m dpl (Anonym, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 1. Akar, Daun dan Pohon Kelor [Navie, 2010] 2.1.5
Penyebaran Asal tepat spesies ini tidak diketahui secara pasti karena telah dibudidayakan secara luas sejak zaman dahulu. Tumbuhan ini dimanfaatkan oleh Roma, Yunani dan Mesir kuno dan kini banyak dibudidayakan di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia (Fahey, 2005). Namun, M. oleifera dianggap tumbuhan asli untuk sub-wilayah Himalaya India Utara. Hal ini juga umum ditemukan di seluruh bagian lain di India serta di dataran Punjab, Sind, Baluchistan, dan di daerah North West Frontier Province Pakistan, meskipun populasi ini mungkin dihasilkan dari budidaya awal. Beberapa penulis juga menganggapnya sebagai bagian asli dari Asia Barat (yaitu Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yaman) dan bahkan Afrika Utara. Moringa oleifera L. juga banyak naturalisasi di daerah tropis lainnya di dunia. Telah dilaporkan di sebagian besar selatan dan timur Asia termasuk Afganistan, Israel, Iran, Nepal, Banglades, Cina, Taiwan, Sri Lanka, Myanmar, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Indonesia dan Papua New Guinea. Tumbuhan ini juga banyak naturalisasi
di
sub-Sahara
Afrika,
termasuk
di
Zimbabwe,
Madagaskar, Zanzibar, Afrika Selatan, Tanzania, Malawi, Benin,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Burkina Faso, Kamerun, Chad, Gambia, Ghana, Guinea, Kenya, Liberia, Mali, Mauritania, Nigeria, Sierra Leone, Sudan, Ethiopia, Somalia, Zaire, Togo, Uganda dan Senegal. Di Amerika tropis, kelor dinaturalisasi di wilayah selatan-timur Amerika Serikat (yaitu Florida), Karibia (yaitu Kuba, Haiti, Republik Dominika, Bahama, Jamaika, Puerto Rico dan Kepulauan Virgin), Meksiko, Amerika Tengah (yaitu Belize, Kosta Rika, El Salvador, Guatemala, Honduras, Nikaragua dan Panama) dan Amerika Selatan (yaitu Colombia, Guyana, Venezuela,Brazil dan Paraguay). Kelor juga dinaturalisasi di pulau-pulau Pasifik, termasuk Kiribati, Guam, Kepulauan Marshall, Kepulauan Mariana Utara, Kepulauan Solomon dan Amerika Federasi Mikronesia (Navie & Steve, 2010). 2.1.6
Kandungan Kimia Daun kelor kaya asam askorbat, asam amino, sterol, glukosida isoquarsetin, karoten, ramentin, kaemperol dan kaemferitin. Hasil analisis nutrien juga melaporkan adanya kandungan senyawa-senywa berikut: 6,7 mg protein, 1,7 mg lemak (ekstrak eter), 13,4 mg karbohidrat, 0,9 mg serat dan 2,3% bahan mineral: 440 mg kalsium, 70 mg fosfor, dan besi 7,0 mg/100 g daun. Daun kelor juga mengandung 11.300 IU karoten (prekursor vitamin A), vitamin B, 220 mg vitamin C dan 7,4 mg tokoferol /100g daun. Daun kelor juga mengandung substansi estrogenik dan esterase pektin. Asam amino esensial yang terdapat dalam protein daun adalah (/16g daun): 6,0 mg arginin, 2,0 mg metionin, 4,9 mg treonin, 9,3 mg leusin, 6,3 mg isoleusin dan7,1 mg valin (Singh et al., 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Tabel 1. Kandungan kimia yang diisolasi dari Moringa oleifera L. Bagian
Kandungan Kimia
Akar
4-(α-L-rhamnopiranoksiloksi)-benzilglukosinolat dan benzilglukosinolat
Batang
4-hidroksimellein, vanillin, β-sitosteron, asam oktacosanik dan β-sitosterol
Kulit kayu
4-(α-L-rhamnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat
Eksudat gum
L-arabinosa, D-galaktosa,asam D-glukuronat, L-rhamnosa, D-mannosa, D-xylosa dan leukoantosianin
Daun
Glikosida niazirin, niazirinin dan three mustard oil glycosides, 4-[4’-O-asetil- α -L-rhamnosiloksi) benzil] isothiosianat, niaziminin A dan B
Bunga yang matang
D-mannosa, D-glukosa, protein, asam askorbat, polisakarida
Keseluruhan biji
Nitril, isotiosianat, tiokarbanat, 0-[2’-hidroksi-3’-(2’’hepteniloksi)]-propilundekanoat, 0-etil-4-[( α -1ramnosiloksi)-benzil] karbamat, metil-p-hidroksibenzoat dan β-sitosterol
Biji yang tua
Crude protein, Crude fat, karbohidrat, metionin, sistein, 4(α-L-ramnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat, benzilglukosinolat, moringin, mono-palmitat and di-oleic trigliserida
Minyak biji
Vitamin A, beta karoten, prekursor Vitamin A
Sumber : [Singh et al., 2012]
2.1.7
Khasiat Selain digunakan untuk bahan makanan, daun kelor telah dilaporkan menjadi sumber yang kaya akan makronutrien maupun mikronutrien yang juga mengandung β-karoten, protein, vitamin C, kalsium, dan kalium dan bertindak sebagai sumber antioksidan alami.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Buah dan daun telah digunakan untuk mengatasi malnutrisi, terutama di kalangan bayi dan ibu menyusui untuk meningkatkan produksi susu dan juga mengatur ketidakseimbangan hormon tiroid (Luqman et al., 2012). Sejumlah khasiat obat dihubungkan dengan berbagai bagian dari M.oleifera telah diakui oleh sistem pengobatan Ayurveda dan Unani. penerapan tanaman ini telah ditemukan secara luas dalam pengobatan penyakit kardiovaskular antara lain dalam akar, daun, gum, bunga, dan infus biji mengandung glikosida nitril, mustard oil, dan glikosida tiokarbamat sebagai kandungan kimia yang dianggap bertanggung jawab untuk aktivitas diuretik, menurunkan kolesterol, antiulser, hepatoprotektif, dan sebagai pelindung kardiovaskular. Tanaman ini juga memiliki aktivitas antimikroba karena mengandung pterigospermin sebagai komponen utama. Ekstrak daun segar diketahui
menghambat
pertumbuhan
patogen
pada
manusia
(Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa). Kandungan kimia dari berbagai bagian pohon seperti; niazimin, niaiminin, berbagai karbamat dan tiokarbamat telah menunjukkan aktivitas antitumor
in
vitro.
Bagian
bunga
menunjukkan
aktivitas
hepatoprotektif yang efektif. Karena adanya efek kuarsetin. Biji dapat digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan kadmium dari medium cair dan merupakan salah satu koagulan alami. Kelor juga dianggap sebagai antipiretik, dan dilaporkan menunjukkan aktivitas antimikroba (Luqman et al., 2012). Materia medika Indonesia menjelaskan penggunaan akar kelor (M.oleifera) dalam pengobatan sejumlah penyakit, termasuk asma, asam urat, sakit pinggang, rematik, pembesaran limpa atau hati, radang internal yang terdapat dalam inflamasi dan adanya batu pada kantung empedu atau ginjal. Ekstrak akar kelor telah dipelajari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
sebagai diuretik dan aktivitas antiinflamasi akut (Sashidhara et al., 2009) Semua bagian dari pohon dianggap berkhasiat obat dan digunakan dalam pengobatan asites, rematik, dan gigitan hewan berbisa serta sebagai stimulan jantung dan peredaran darah. Daun kelor kaya Vit. A dan C dan dianggap berguna untuk sariawan dan kataral, mereka juga digunakan sebagai emetik. Sebuah pasta dari daun digunakan secara eksternal untuk luka. Bunga digunakan sebagai tonik dan anti diuretik. Biji kelor sebagai antipiretik. Minyak biji digunakan sebagai antiinflamasi dalam rematik dan asam urat. Bunga-bunga, daun, dan akar yang digunakan dalam obat tradisional untuk tumor serta biji untuk tumor abdominal. Rebusan akar digunakan di Nikaragua untuk mengobati edema (pembengkakan). Sari dari akar diterapkan secara eksternal sebagai obat gosok. Daun juga bisa digunakan untuk sakit kepala, dan dikatakan memiliki sifat pencahar alami. Kulit, daun dan akar yang pedas dan berbau tajam, dan diambil untuk meningkatkan proses pencernaan. Minyak agak berbahaya jika diminum, namun dapat diterapkan secara eksternal untuk penyakit kulit. Kulit kayu dianggap sebagai antiskorbut, dan mengeluarkan gum kemerahan dengan sifat seperti tragakan dan kadang-kadang digunakan untuk diare. Akar yang pahit, sebagai tonik bagi tubuh dan paru-paru, dan juga berguna sebagai pemicu menstruasi (emmenagogue) dan ekspektoran (Kumar et al., 2012).
2.2. EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI 2.2.1. Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik komponen kimia yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
yang sesuai. Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi.
Dalam
mengekstraksi
suatu
tumbuhan
sebaiknya
menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar, namun kadangkadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat dikeringkan terlebih dahulu (Kristanti, 2008). Ektraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara
maserasi,
perkolasi,
refluks
atau
sokhletasi
dengan
menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik maserasi (Kristanti et al., 2008). Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang kita inginkan, dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungan dari maserasi adalah lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih
sedikit
dibandingkan
perkolasi
dan
tidak
memerlukan
pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan alat penguap putar vakum (vacuum rotary evaporator) hingga menghasilkan ekstrak pekat (Kristanti et al., 2008). 2.2.2. Fraksinasi (Partisi Cair-Cair) Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar. Bila kita menelaah profil fitokimia lengkap dari suatu jenis tumbuhan, maka sebelum dikromatografi, ekstrak kasar perlu difraksinasi untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lainnya (Harborne, 1987). 2.3.
Skrining Fitokimia Metode identifikasi dilakukan berdasarkan metode penapisan fitokimia (phytochemical screening). Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung disimplisia tersebut. Pengujian ini merupakan pengujian pendahuluan yang biasa dilakukan sebelum dilakukan pengujian-pengujian lanjutan. Adanya pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan antrakuinon (Putra, 2007). 2.3.1
Alkaloid Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik (Putra, 2007). Banyak tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan
yang
setelah
diisolasi
heterosiklik (Fessenden, 1982b).
berupa
senyawa
nitrogen
Senyawa alkaloid merupakan
senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan (Putra, 2007). Ada sekitar 5500 macam alkaloid yang telah diketahui. Alkaloid merupakan golongan metabolit sekunder yang terbesar. Alkaloid bersifat racun bagi manusia namun banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi menonjol sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Uji organoleptik sering dilakukan untuk menguji adanya kandungan alkaloid dalam daun atau buah segar yang dideteksi dengan adanya rasa pahit (Harborne, 1987). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2.3.2 Flavonoid Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. (Lenny, 2006). Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam bentuk kombinasi glikosida (Harbone, 1987). Aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur (Markham, 1988). Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bisa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon yang merupakan rantai alifatik) (Lenny, 2006), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 : Struktur Umum Flavonoid 2.3.3
Saponin Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun yaitu ketika menimbulkan busa bila dikocok dalam air. Senyawa saponin merupakan senyawa golongan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan didapatkan gula dan satu fraksi non gula yang disebut sapogenin atau genin. Pengujian senyawa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
ini secara sederhana dapat dilakukan dengan pengocokan, busa stabil setinggi satu sampai sepuluh sentimeter dalam sepuluh menit menandakan hasil positif dari senyawa saponin (Harborne, 1987).
CH3
H
CH3
H
CH3
CH3
H H
CH3 H
H
H
CH3
H
O
O
CH3
O
H H
CH3 H
H
O
HO
HO H
H
Smilagenin CH3
Tigogenin CH3
H
CH3
H
CH3
O
OH
O CH3
H H
CH3 H
H
CH3
H
O
HO
H
OH
CH3
H
HO
Diosgenin
Dihydrokryptogenin
Gambar 3. Struktur Kimia dari Beberapa Steroid Sapogenin. 2.3.4 Tanin Tanin terdapat luas dalam tanaman berpembuluh. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit hewan yang siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein (Harbone, 1987). Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu, tanin terkondensasi yang tersebar pada paku-pakuan, angiosperma, dan gymnospermai. Dan tanin terhidrolisis yang terdapat pada tumbuhan berkeping dua (Harbone, 1987). 2.3.5. Antrakuinon Antrakuinon merupakan golongan kuinon (3 cincin benzena berdampingan) yang terbanyak tersebar di alam. Beberapa antrakuinon merupakan zat warna dan pencahar. Kebanyakan antrakuinon dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
tumbuhan tinggi dihidroksilasi pada atom C-1 dan antrakuinon terhidroksilasi jarang terdapat dalam tumbuhan secara bebas tetapi sebagai glikosida. Dalam banyak kasus tampaknya aglikon dari glikosidanya berbentuk antrakuinon tereduksi dikenal sebagai antron (Guevara & Recio, 1985). Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa berwarna merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer, memberikan warna yang spesifik dengan basa (LOH) seperti, merah, violet dan hijau. Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda dengan senyawa
kuinon lainnya, dimana
memberikan 4 atau 5 pita resapannya pada daerah UV dan sinar tampak (Guevara & Recio, 1985).
2.4
INFLAMASI 2.4.1
Definisi Inflamasi adalah reaksi jaringan tubuh tehadap luka, seperti trauma fisik, benda asing, zat kimia, pembedahan, radiasi, atau arus listrik. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar keduanya dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan antigen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Robbins, 2007). Gejala-gejala klinis dari inflamasi adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri) dan functio laesa (kehilangan fungsi). Kemerahan dan rasa panas disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah arteriol dengan demikian darah lebih banyak mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan gejala kemerahan, daerah peradangan menjadi lebih panas dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
sekelilingnya sebab darah disalurkan lebih banyak ke daerah tersebut dibandingkan dengan daerah tubuh normal lainnya. Tumor atau pembengkakan disebabkan oleh air, protein dan zat-zat lain dari darah bergerak ke jaringan yang mengalami inflamasi. Rasa sakit terjadi karena ujung sel saraf terstimulasi oleh kerusakan langsung jaringan (terjadi perubahan pH dan konsentrasi lokal ion-ion tertentu) dan beberapa mediator inflamasi untuk menghasilkan sensasi rasa sakit. Di samping itu, peningkatan tekanan di jaringan yang disebabkan oleh udem dan akumulasi nanah, juga dapat
menyebabkan rasa sakit.
Terbatasnya pergerakan oleh karena udem, rasa sakit dan destruksi jaringan menyebabkan gangguan fungsi (Price & Lorraine, 2006). 2.3.2. Mekanisme Inflamasi Akut Terdapat dua stadium pada reaksi inflamasi akut, yaitu vaskular dan selular. Stadium vaskular pada respon inflamasi dimulai segera setelah jaringan mengalami cedera. Arteriol di daerah tersebut berdilatasi, sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala rubor (kemerahan) dan kalor (panas). Vasodilatasi ini terutama akibat pelepasan bahan kimia dari degranulasi sel mast dan pelepasan mediator-mediator kimia lain selama inflamasi. Peningkatan aliran darah lokal tersebut menyebabkan lebih banyak leukosit fagositik dan protein plasma yang tiba di tempat cedera. Pada waktu yang bersamaan, histamin dan mediator kimia yang dibebaskan selama inflamasi menyebabkan membesarnya pori-pori kapiler (ruang antar sel endotel), sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Protein plasma yang dalam keadaan normal tidak dapat keluar dari pembuluh darah dapat lolos ke ruang interstisium. Peningkatan tekanan osmotik koloid di ruang interstisium yang disebabkan oleh kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan darah kapiler akibat peningkatan aliran darah lokal dapat menimbulkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
udem lokal yang disebut juga turgor (pembengkakan) (Corwin & Elizabeth, 2008). Stadium selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah tersebut karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel yang cedera, sel mast dan produksi sitokin. Penarikan leukosit yang meliputi nuetrofil dan monosit ke daerah cedera disebut kemotaksis. Satu jam setelah cedera, daerah yang cedera sudah dipadati oleh leukosit yang keluar dari pembuluh darah. Neutrofil adalah sel yang pertama kali tiba kemudian diikuti oleh monosit yang dapat membesar dan berubah menjadi makrofag dalam periode delapan sampai dua belas jam berikutnya. Emigrasi leukosit dari darah ke jaringan melibatkan proses marginasi, diapedesis dan gerakan amuboid. Marginasi adalah melekatnya leukosit darah, terutama neutrofil dan monosit ke bagian dalam lapisan endotel kapiler pada jaringan yang cedera. Leukosit segera keluar dari darah ke dalam jaringan dengan berprilaku seperti amuba dan menyelinap melalui pori-pori kapiler yang disebut diapadesis. Gerakan leukosit ini juga dibantu oleh adanya kemokin, yaitu suatu mediator kimiawi yang bersifat kemotaksis yang dapat menarik leukosit ke daerah inflamasi. Neutrofil dan makrofag membersihkan daerah yang meradang dari zat toksik dan debris jaringan dengan cara fagositosis. Setelah sel-sel fagositik memasukkan benda sasaran, terjadi fusi lisosom dengan membran yang membungkus benda tersebut dan lisosom mengeluarkan enzim hidrolitiknya ke dalam vesikel dalam membrane tersebut, sehingga benda yang terperangkap dapat diuraikan. Trombosit yang masuk ke daerah cedera merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol pendarahan. Selsel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan penyembuhan (Corwin & Elizabeth , 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Luka (jejas)
Stimulasi Saraf
Mediator
↑ permeabilitas vaskular
Dilatasi pembuluh eksudasi ekstraseluler (leukosit&fibrinogen) Koloid osmotik diluar pembuluh darah
Kemotaksis
Retardasi marginisasi
Statis Trombosis Nekrosis
Emigrasi leukosit Enzim proteolitik PUS
Gambar 4. Skema Mekanisme Radang (Pringgoutomo, 2002). 2.3.3. Penyebab Inflamasi Inflamasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1) Mikroorganisme (infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa dan ragi) 2) Iritan kimia (asam dan basa kuat, fenol, racun) 3) Iritan fisika (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, radiasi) 4) Jaringan nekrosis 5) Semua jenis reaksi imunologis : hipersensitifitas, kompleks imun, autoimun (Rubbin, 1988).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.3.4. Tipe Inflamasi Secara umum inflamasi dibagi menjadi: 1) Inflamasi akut, yaitu inlamasi dengan durasi relatif lebih singkat bertahan untuk beberapa jam atau satu sampai dua hari. Karakteristik utamanya berupa adanya cairan eksudat dari protein plasma (udem) dan migrasi dari leukosit, terutama neutrofil. 2) Inflamasi kronis, yaitu inflamasi dengan durasi lebih lama. Secara histologi dihubungkan dengan adanya limfosit dan makrofag, serta poliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat (Pringgoutomo, 2002). Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut, dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi : 1) Inflamasi
serosa,
yaitu
inflamasi
yang
ditandai
dengan
melimpahnya cairan encer, tergantung dari daerah luka dapat berasal dari serum darah atau sekresi sel mesotel yang terhubung dengan peritoneum, pleura dan perikardium. Contoh : luka bakar dan efusi pleura 2) Inflamasi kataral, yaitu inflamasi permukaan ditandai dengan meningkatnya sekresi mukus, pada mukosa terutama pada saluran pernafasan. Inflamasi ini terlihat pada penyakit flu dan berbagai bentuk kolitis. 3) Inflamasi fibrinosa, yaitu inflamasi yang menghasilkan eksudat protein plasma dalam jumlah besar, termasuk fibrinogen dan endapan fibrin. Karakteristik utama, respon inflamasi melibatkan rongga-rongga tubuh seperti pleura, perikardium dan peritoneum. Contoh : pneumonia, karditis rheumatika. 4) Inlamasi supuratif / purulenta, yaitu inflamasi yang ditandai oleh adanya produksi nanah dalam jumlah besar atau eksudat purulen, biasanya terjadi pada infeksi bakteri piogenik. Contoh: pleuritis supuratif, peritonitis supuratif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
5) Ulser, yaitu defek lokal pada permukaan organ atau jaringan, yang dihasilkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik terinflamasi (Robbins et al., 2007).
2.3.5.
Mediator Inflamasi Sejak penemuan Lewis mengenai histamin, banyak penelitian lain yang dilakukan terhadap zat-zat yang berperan dalam proses inflamasi. Mediator inlamasi dapat berasal dari plasma, sel atau jaringan yang rusak. Mediator inflamasi dibagi dalam
beberapa
kelompok : 1) Vasoaktif amin : histamin dan serotonin 2) Konstituen lisosomal : protease 3) Metabolit asam arakidonat a. Melalui sikolooksigenase : prostaglandin, endoperoksida, tromboksan A2 b. Melalui lipooksigenase
: leukotrin, 5-HPETE, 5-HETE
4) Platelet activating factor (PAF) 5) Sitokin dan radikal bebas derivat oksigen 6) Plasma protease -
Sistem kinin
: bradikinin dan kalikrein
-
Sistem komplemen
: C3a, C5a, C5b-C9
-
Sistem koagulasi
: fibrino-peptida, produk degradasi fibrin
-
Faktor pertumbuhan (Rubbin, 1988).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
MEDIATOR INFLAMASI
Sel
Plasma Newly Synthesized
Preformed - Histamin - Setrotonin - Enzim lisosom
-
Aktifasi Faktor XII
Prostaglandin - Sistem Kinin leukotrin - Sistem koagulasi Platelet activating factor Sitokin Radikal bebas derivat oksigen
Aktifasi komplemen - C3a, C5a -
C3b ,C5b-9
Gambar 5. Mediator Inlamasi (Cotran, 1992) Beberapa mediator inlamasi yang penting : 1) Histamin dan serotonin Berperan pada pertengahan fase aktif dalam peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Pada manusia, histamin disimpan dan tersedia dalam jumlah besar pada granul sel mast dan basofil serta platelet. Golongan amin menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas venula. Histamin bekerja pada mikrosirkulasi terutama melalui reseptor jenis H1 dengan durasi selama 60 menit. Banyak faktor yang menyebabkan pelepasan amin dari sel mast, antara lain : a)
Faktor fisik (trauma atau dingin)
b)
Reaksi imunologis melalui mekanisme yang melibatkan ikatan pada permukaan sel mast dengan IgE.
c)
C3a dan C5a, yaitu fragmen dari komplemen yang menginduksi
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah d)
Histamine-releasing factors dari neutrofil, monosit dan platelet UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
e)
Interleukin-1
2) C3a dan C5a Disebut juga sebagai anafilatoksin, komplemen-komplemen yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. C3a dapat secara langsung mengalami cleaving oleh plasmin, bakterial protease dan enzim C3-cleaving yang tersebar di berbagai jaringan. C5a merupakan zat kemotaksis tinggi terhadap netrofil, eosinofil, basofil dan monosit yang dilepaskan oleh aktivasi komplemen melalui tripsin, bakteri protease dan enzim pada netrofil serta makrofag. 3) Bradikinin Zat yang sangat poten meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, juga menyebabkan kontraksi otot polos, dilatasi pembuluh darah dan rasa sakit ketika diinjeksikan pada kulit. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis, diaktivasi oleh faktor XII sistem pembekuan darah intrinsik, melalui kontak permukaaan bahan aktif seperti kolagen, membran basal dan endokrin. 4) Prostaglandin Merupakan suatu zat autokoid, dibentuk dengan cepat dan bekerja secara lokal, hilang secara spontan atau melalui proses enzimatis. Prostaglandin berasal dari biosintesis asam arakidonat jalur siklooksigenase membentuk prostaglandin endoperoksida PGG2 selanjutnya diubah secara enzimatis menjadi PGH2. Dari PGH2 diubah lagi secara enzimatis menjadi : a) Tromboksan A2 (TXA2) Ditemukan pada platelet dan sel lainnya, memiliki masa hidup yang singkat (waktu paruh dalam detik), poten sebagai penghambat agregator platelet dan konstriktor pembuluh darah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
b) Prostasilkin (PGI2) Ditemukan pada dinding pembuluh darah, poten sebagai penghambat agregasi platelet dan vasodilator. c) PGE2, PGF2 dan PGD2 Memiliki kerja yang bervariasi terhadap permeabiltas pembuluh darah.
Fosfolipid pada membran sel Distimulasi oleh fosfolipid (aktivasi fosfolipase A2)
Dikurangi oleh kortikosteriod Asam arakidonat Siklooksigenase
Lipoksigenase
Prostasiklin sintetase
Leukotrin (vasokontriksi, bronkokontriksi, ↑permeabilitas vaskular)
Prostasiklin (PgI2) (vasodilatasi vaskular, menghambat agregasi platelet, udem)
Tromboksan sintetase Tromboksan (TXA2) (vasokontriksi, agregasi platelet, kontraksi otot bronkial)
Gambar 6. Metabolisme Asam Arakhidonat dan Mediator Peradangan [Price & Lorraine, 2006]. 2.4. OBAT ANTIINFLAMASI 2.4.1.
Obat antiinflamasi steroid Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan
hasil
biosintesis
dari
kolesterol,
dengan
contoh
hidrokortison dan kortison, yang banyak digunakan untuk pengobatan inflamasi karena dapat menghambat fase-fase dalam proses inflamasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Bentuk-bentuk semi sintesis dari hormon ini lebih banyak digunakan antara
lain
deksametason
dan
prednison.
Mekanisme
kerja
antiinflamasi steroid adalah menghambat pelepasan prostaglandin dari membran sel dengan cara membatasi ketersediaan substrat asam arakidonat. Antiinflamasi ini juga mengurangi ketersediaan substrat untuk enzim lain yang memetabolisir asam arakidonat seperti lipoksigenase yang tidak terhambat oleh aspirin dan obat jenis lainnya. (Gilman et al., 1985). 2.4.2. Obat Antiinflammasi Non-steroid Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat, indometasin,
asam
mefenamat,
fenilbutason
dan
diklofenak.
Mekanisme kerja obat ini adalah menahan migrasi dari mediatormediator inflamasi, menghambat pembentukan mediator inflamasi dan mengurangi aktivitas protease inflamasi. Obat-obat tersebut juga diyakini menghambat fosfolirasi oksidatif yang meniadakan energi metabolisme yang diperlukan oleh jaringan inflamasi. (Gilman et al., 1985). Prostaglandin
OBAT ANTIINLAMASI NONSTEROID: Menghambat biosintesis prostaglandin pada tahap siklooksigenase, sehingga PGG,PGH2,TXA2 dan prostaglandin lainnya tidak terbentuk
Inflamasi
OBAT ANTIINLAMASI STEROID: 1) Menghambat pelepasan (tidak sintesis) prostaglandin dengan cara membatasi ketersediaan substrat asam arakidonat 2) Mengurangi ketersediaan substrat lainnya untuk enzim yang memetabolisir asam arakidonat (jalur lipoksigenase)
Gambar 7. Mekanisme Kerja Obat Antiinflamasi Steroid dan Nonsteroid terhadap Prostaglandin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
2.5. UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam studi obat, kandungan kimia dan preparasi herbal untuk menunjukkan adanya aktivitas atau potensi anti-inflamasi. Tekhnik- tekhnik tersebut termasuk pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010). 2.5.1. Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia Membran sel darah merah manusia atau eritrosit adalah analog dengan membran lisosomal dan stabilisasi nya menunjukkan bahwa ekstrak dapat juga menstabilkan membran lisosomal. Stabilisasi membran lisosomal penting dalam membatasi respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen lisosomal dari neutrofil aktif seperti enzim bakterisida dan protease, yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan lebih lanjut atas extra cellular release (Kumar et al., 2012). Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan yang akan menghasilkan berbagai gangguan yang mengarah ke cedera jaringan dengan merusak makromolekul dan peroksidasi lipid membran yang dianggap bertanggung jawab untuk kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok septik dan rheumatoid arthritis dll. Kegiatan enzim ekstra selular ini dikatakan berhubungan dengan peradangan akut atau kronis (Chippada et al., 2011). Luka pada membran lisosom biasanya memicu pelepasan fosfolipase A2 yang menjadi perantara hidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan mediator inflamasi. Stabilisasi membran sel-sel ini menghambat lisis sel dan pelepasan isi sitoplasma yang akhirnya membatasi kerusakan jaringan dan memperburuk respon inflamasi. Oleh karena itu diharapkan bahwa senyawa dengan aktivitas stabilisasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
membran harus memberikan perlindungan yang signifikan dari membran sel terhadap pelepasan zat merugikan.(Karunanithi et al., 2012). Eritrosit telah digunakan sebagai sistem model untuk beberapa studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi, tranquilizer dan antiinflamasi steroid menstabilkan membran eritrosit terhadap induksi hipotonik pemicu hemolisis sehingga dapat mencegah pelepasan hemoglobin. Aktivitas menstabilkan membran sel darah merah yang diperlihatkan oleh beberapa obat, berfungsi sebagai metode in vitro untuk menilai aktivitas antiinflamasi dari berbagai senyawa (Awe et al., 2009). Sebuah penjelasan yang mungkin bisa dihubungkan dengan kaitan membran eritrosit dengan perubahan muatan permukaan sel yang mungkin telah mencegah interaksi fisik dengan agen agregasi atau mendorong penyebaran dengan adanya gaya tolakan menolak seperti yang terlibat dalam hemolisis sel darah merah (Oyedapo et al., 2010). 2.6. SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Spektrofotometer telah digunakan pada 35 tahun terakhir dan menjadi yang paling instrumen analitis yang cukup penting di laboratorium kimia modern (Greenlief, 2004). Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat
kimia
(Sastroamidjojo,
1985).
Metode
pengukuran
dengan
spektrofotometri ini mudah dilakukan, murah, terandalkan dan memberikan presisi yang baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obatan dan formulasi di bidang farmasi (Watson, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
Spektrum absorpsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 800 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Visible bagian sinar tampak (380-780 nm). Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap (Sastroamidjojo, 1985). Hubungan antara intensitas, tebal medium dan konsentrasi zat digambarkan dengan persamaan yang sesuai dengan Hukum Lambert-Beers, yakni :
A=a.b.c
Keterangan : A : Serapan a : Daya serap b : Tebal kuvet c : Konsentrasi larutan
Instrument dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Sumber cahaya
Monokromator
Kuvet
Detektor
Amplifier Rekorder
Gambar 8. Skema Spektrofotometer UV-VIS 1. Suatu sumber cahaya polikromatis di daerah panjang gelombang yang di kehendaki. 2. Suatu monokromator merupakan sebuah alat untuk menguraikan berkas radiasi dari sumber yang polikromatis menjadi sinar yang monokhromatis (panjang gelombang tunggal).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3. Kuvet merupakan suatu wadah untuk menempatkan sampel 4. Detektor, berupa transduser berfungsi untuk menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. 5. Amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat arus listrik itu memadai untuk dibaca. Berguna untuk menangkap isyarat arus listrik yang masuk (imput) dari rangkaian detektor dan melalui beberapa proses elektronik tertentu kemudian menghasilkan suatu arus listrik keluar (output) yang beberapa kali lebih besar dari imput. 6. Rekorder merupakan sistem baca yang menagkap besarnya arus listrik yang telah diamplifikasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
mulai
bulan
Februari-Juli
2013
di
Laboratorium Produk Alam, Bidang Botani dan Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan Raya Jakarta–Bogor Km 46, Cibinong serta di Laboratorium Pharmacy Medicinal Chemistry (PMC) dan Pharmacy Sterile Technology (PST), FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat.
3.2. Bahan 3.2.1 Bahan Uji Bahan uji yang digunakan adalah daun kelor (Moringa oleifera L.) dikumpulkan dari kota Cilegon, Banten pada bulan Januari-Februari 2013. Tanaman sebelumnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. 3.2.2 Bahan Kimia Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekstrosa, Na sitrat, asam sitrat, NaCl, dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), Na diklofenak, DMSO (Dimethyl Sulfoxide), serbuk magnesium, HCl Pekat, amil alkohol, HCl (2N), FeCl3 (1%), kloroform, NH4OH, H2SO4 (1M), pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Lieberman-Bourchard, etanol 70%, etanol 50%, n-heksan, etil asetat dan aquades.
29
30
3.3. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan bahan, labu erlenmeyer, labu ukur, corong pisah, corong, alat destilasi, perkolator, grinder, botol kaca, botol vial, batang pengaduk, spatula, pipet tetes besar, pipet volume 5 & 10 ml, mikropipet (Effendorf
Reference)
200µL, Autoclave, oven, centrifuge (Hettich EBA 85), rotary evaporator (Eyela N-1000), ultrasonic cleaner (WT-600-40), water bath (Eyela SB1000). 3.4. Prosedur Kerja 3.4.1 Penyiapan Simplisia Penyiapan simplisia daun kelor dilakukan sortasi kering, kemudian dicuci dengan air mengalir, lalu di lanjutkan dengan sortasi basah untuk membersihkannya dari kotoran. Selanjutnya daun kelor dikering-anginkan sampai didapat sampel kering, kemudian dibubukkan dengan menggunakan grinder dan siap digunakan untuk pekerjaan selanjutnya. 3.4.2.Ekstraksi 3. 4.2.1 Maserasi dengan Pelarut Etanol 70% Serbuk daun kelor sebanyak 700 gr dimasukkan ke dalam alat perkolator, dimana bagian bawah alat ini telah dialasi dengan kapas. Kemudian dimasukkan pelarut etanol 70% untuk kali pertama menggunakan etanol panas (70OC) guna mematikan aktivitas enzim tanaman yang akan mengganggu proses berikutnya (Harbone,1987). Selanjutnya proses maserasi dilakukan berulangkali hingga pelarut mendekati tidak berwarna. Total hasil maserasi yang keluar digabung dan selanjutnya dikentalkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50oC, dan dihasilkan residu berupa ekstrak padat. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dan dicatat beratnya. Rendemen dari etanol 70% tersebut, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
kemudian dihitung dengan membandingkan berat awal simplisia dan berat akhir ekstrak yang dihasilkan, dengan rumus:
Berat ekstrak yang diperoleh Rendemen ekstrak total =
x 100% Berat simplisia awal
3.4.3. Fraksinasi Bertingkat dengan Metode Partisi Cair-cair a. Fraksi n-Heksan 150 mg ekstrak etanol yang didapat dari hasil maserasi dilarutkan dalam etanol 50% secukupnya lalu dimasukkan kedalam corong pisah. Selanjutnya dipartisi dengan menambahkan n-heksan, dikocok dalam corong pemisah dan didiamkan hingga terdapat dua lapisan (lapisan etanol 50% di bagian bawah dan lapisan n-heksan di bagian atas). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan. Lapisan n-heksan (atas) dikumpulkan, sedangkan lapisan etanol 50% (bawah) ditambahkan nheksan dan dipartisi kembali sampai lapisan n-heksan mendekati tidak berwarna. Total lapisan n-heksan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator kemudian ditimbang untuk diperoleh fraksi n-heksan. b. Fraksi Etil Asetat Lapisan etanol 50% yang telah dipisahkan dari fraksi n-heksan dimasukan kembali ke corong pemisah. Selanjutnya dilakukan pemisahan fraksi etil asetat dengan menambahkan sejumlah volume tertentu etil asetat kedalam corong pisah kemudian dikocok dan didiamkan hingga terdapat dua lapisan (lapisan etanol 50% di bagian bawah dan lapisan etil asetat di bagian atas). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan. Lapisan etil asetat (atas) dikumpulkan, sedangkan lapisan etanol 50% (bawah) ditambahkan etil asetat dan dipartisi kembali sampai lapisan etil asetat mendekati tidak berwarna. Total lapisan etil asetat yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
didapat selama fraksinasi digabungkan menjadi satu dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator kemudian ditimbang untuk diperoleh fraksi etil asetat c. Fraksi Etanol 50% Lapisan etanol 50% yang telah dipisahkan dari fraksi etil asetat dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator kemudian dipekatkan dengan penanggas air. Ekstrak yang didapatkan kemudian ditimbang untuk mendapatkan fraksi etanol 50%.
3.4.5. Uji Aktivitas Antiinflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit 3.4.5.1 Pembuatan Larutan yang dibutuhkan a. Pembuatan Larutan Alsever Steril 2 g dekstrosa, 0,8 g natrium sitrat, 0,05 g asam sitrat dan 0,42 g NaCl dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL pada suhu ruang. Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit (Kumar et al., 2012). b. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) Sebanyak 2,671 g dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 ml (0,15 M). 2,070 g natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4 . H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan NaH2PO4 . H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC. c. Pembuatan isosalin 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
d. Pembuatan Hiposalin 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH.7,4 (0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC. e. Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Na diklofenak 50 mg ekstrak dari setiap fraksi dilarutkan dalam isosalin sampai 50 mL (1000 ppm) pada suhu ruang. Begitu juga dengan Na diklofenak, sebanyak 50 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm) pada suhu ruang. Kemudian kedua larutan tersebut diencerkan menjadi beberapa seri konsentrasi (50, 100, 200, 400 dan 800 ppm). 3.4.5.2 Pembuatan suspensi sel darah merah Metode ini dijelaskan oleh Gandhisan, 1991 dalam Kumar et al., 2012 dan dimodifikasi dengan metode Sadique et al., 1989 dalam Oyedapo et al., 2010. Darah diambil dari sukarelawan sehat sebanyak 10 mL lalu dimasukkan kedalam tabung centrifuge yang telah berisi larutan alsever steril sebanyak 10 mL. Campuran darah dan larutan alsever steril tersebut kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27oC. Supernatan yang terbentuk dipisahkan menggunakan pipet steril. Endapan sel-sel darah yang tersisa kemudian dicuci dengan larutan isosalin dan disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulang 4 kali sampai isosalin jernih. Volume sel darah diukur dan diresuspensi dengan isosalin sehingga didapatkan suspensi sel darah merah dengan konsentrasi 10% v/v. Suspensi sel darah tersebut disimpan pada suhu 4oC jika belum digunakan (Oyedapo et al., 2010) 3.4.5.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak Terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit. Untuk menentukan aktivitas ekstrak terhadap stabilisasi membran eritrosit, larutan yang digunakan sebagai berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
a. Pembuatan Larutan uji Larutan uji (4,5 mL) terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel. b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Larutan kontrol positif terdiri dari 1mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan Na diklofenak. c. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji Larutan kontrol larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel. d. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif Larutan kontrol negatif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan isosalin sebagai pengganti larutan sampel. Setiap larutan di atas kemudian diinkubasi pada 37ºC selama 30 menit dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit. Cairan supernantan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 560 nm. Persen stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut: % Stabilitas =
(Oyedapo et al., 2010)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
3.4.6. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercayaaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Santoso, 2008). 3.4.7. Skrining Fitokimia Skrining fitokimia meliputi flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan antrakuinon (Guevara & Recio, 1985) dilakukan terhadap fraksi etil asetat daun kelor. 3.4.7.1 Alkaloid Fraksi Etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0,5 mL H2SO4 1 M dan dikocok baikbaik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang jernih dipipet kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer (Guevara & Recio, 1985). 3.4.7.2 Flavonoid Metode Wilstatter Cyanidin Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang. Setelah itu ditambahkan 20 mL etanol 70% dan dipipet 10 mL larutan ke dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, 3-4 butir Mg dan ditambahkan 1 mL amil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan beberapa saat kemudian amati perubahan warna pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida (Guevara & Recio, 1985). 3.4.7.3 Saponin Uji Forth Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, lalu ditambahkan 10 mL air panas. Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2 N dan diamati (Guevara & Recio, 1985). 3.4.7.4 Tanin Metode Feri Klorida Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, kemudian ditambahkan 20 mL air panas dan 5 tetes larutan NaCl 10%. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 3 tetes. Perubahan warna diamati, dimana tanin terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan tanin terkondensasi memberikan warna biru-hijau dan dibandingkan dengan kontrol (Guevara & Recio, 1985). 3.4.7.5 Antrakuinon Metode Borntrager’s Masing-masing ekstrak
sebanyak 10 mg ditimbang, lalu
ditambahkan 5 mL benzen. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
salah satunya sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan 5 mL amoniak 25%. Apabila terjadi warna merah muda seulas pada lapisan
larutan
amonia
menunjukkan
positif
adanya
senyawa
antrakuinon (Guevara & Recio, 1985).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Hasil Determinasi Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
sampel merupakan
spesies
Moringa oleifera L..
Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.1.2. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun kelor segar yang digunakan sebanyak 1,5 kg, setelah melalui serangkaian proses pembuatan simplisia seperti pengeringan, penyerbukan dan pengayakan diperoleh serbuk daun kelor sebanyak 800 gram. Serbuk simplisia yang dihasilkan halus dan berwarna hijau. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Gambar 9 .
Gambar 9. Serbuk Kering Daun Kelor (Moringa oleifera L.)
37
38
4.3. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Proses ekstraksi daun kelor dilakukan menggunakan metode maserasi pelarut etanol 70% dan dilanjutkan dengan fraksinasi bertingkat sehingga didapat fraksi n-heksan, etil asetat dan etanol 50%. Persen perolehan (rendemen) ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan. Rendemen ekstrak daun kelor diperoleh dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 2 dan perhitungan hasil rendemen dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstrak dan Fraksi Daun Kelor N0.
Tahapan
Bobot awal yang ditimbang
Bobot ekstrak dan fraksi yang didapat
Rendemen
1.
Ekstrak etanol 70%
700 g
258,620 g
36,953%
2.
Fase n-heksan
150 g
8,001 g
5,334%
3.
Fase etil asetat
20,64 g
13,760%
4.
Fase etanol 50%
89,468 g
59,645%
(diambil dari ekstrak etanol 70%)
Berdasarkan hasil tabel di atas, menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan, pelarut etanol memiliki rendemen paling tinggi, diikuti rendemen ekstrak etil asetat dan rendemen ekstrak n-heksan secara berturut-turut. Gambar ekstrak dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
A
B
C
D
Gambar 10: A; ekstrak etanol 70%, B; fraksi n-heksan, C; etil asetat dan D; etanol 50%
Fraksi kental dari masing-masing pelarut yang diperoleh akan digunakan dalam tahap uji selanjutnya, yaitu uji aktivitas pendahuluan fraksi terhadap stabilisasi membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik pada konsentrasi 1000 ppm.
4.4. Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak etanol 70%, Fase nheksan, Etil Asetat dan fraksi Etanol 50% pada konsentrasi 1000 ppm Stabilisasi membran eritrosit telah digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh presentase stabilisasi membran eritrosit yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan perhitungannya pada Lampiran 7. Serta histogramnya pada Gambar 11.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Tabel 3. Stabilisasi membran eritrosit dari ekstrak uji dan kontrol positif terhadap induksi larutan hipotonik pada konsentrasi 1000 ppm. Larutan
Absorbansi
Larutan
0,119 Uji I (ekstrak etanol 70%)
Uji II (fraksi n-heksan )
Uji V (Na diklofenak)
Stabilitas
% Stabilitas
86,483
0,029
88,414
0,114
0,027
88,000
0,137
0,036
86,069
0,037
86,345
0,132
0,038
87,035
0,109
0,039
90,345
0,044
90,897
0,111
0,042
90,483
0,128
0,027
86,069
0,035
87,862
0,127
0,032
89.897
0,062
0,009
92,690
0,005
91,724
0,012
92,000
0,113
0,136
Kontrol Lar.Uji I
Kontrol Lar.Uji II
0,110
Kontrol Lar.Uji III
Uji IV (fraksi etanol 50%)
Rata- rata
0,021
Uji III (fraksi etil asetat)
% Absorbansi
0,123
0,065 0,070
Kontrol Lar.Uji IV
Kontrol Lar. Uji V
87,632
86,483
90,575
86,943
92,138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
93% 91%
% Stabilitas
E. EtOH 70% F. heksan
89%
F. EA F. EtOH 50%
87%
Na diklo 85% 83%
Stabilitas
E. EtOH 70% 87.63%
F. heksan
F. EA
86.48%
90.58%
F. EtOH 50% 86.94%
Na diklo 92.14%
Gambar 11. Stabilisasi membran eritrosit dari ekstrak uji dan kontrol positif terhadap induksi larutan hipotonik. Hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel
darah
manusia
berdasarkan
perhitungan
% stabilitas
menunjukkan bahwa fraksi yang mempunyai aktivitas tertinggi adalah fraksi etil asetat. Hal ini juga ditunjang dengan hasil analisis secara statistik, yang menunjukkan bahwa kemampuan stabilitas fraksi etil asetat berbeda secara bermakna terhadap ekstrak dan fraksi daun kelor yang lain namun identik terhadap Na diklofenak sebagai kontrol positif. Oleh karena itu, fraksi etil asetat lah yang kemudian dilanjutkan untuk skrining fitokimia dan diuji stabilitas membran sel darah merah kembali dengan
beberapa
seri
konsentrasi (50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800 ppm) dan dibandingkan dengan kontrol positif berupa Na diklofenak. Hasil stabilisasi dapat dilihat pada Tabel 4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Tabel 4. Stabilisasi fraksi etil asetat daun kelor terhadap membran eritrosit akibat induksi larutan hipotonik dengan beberapa variasi konsentrasi. Sampel
Konsentrasi (µg/ml) 50
100
Fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera L.)
200
400
800
1000
50
100
200 Na diklofenak (kontrol positif) 400
800
1000
Absorbansi Lar. Uji 0,232 0,229 0,230 0,182 0,183 0,182 0,173 0,172 0,171 0,160 0,159 0,158 0,125 0,125 0,125 0,109 0,110 0,111 0,123 0,116 0,117 0,105 0,106 0,103 0,084 0,094 0,109 0,089 0,090 0,089 0,076 0,072 0,074 0,062 0,065 0,070
% Stabilisasi 69,104 69,517 69,380 77,380 77,242 77,380 79,600 79,862 80,000 81,931 82,069 82,207 87,448 87,448 87,448 90,345 90,897 90,483 83,586 84,552 84,276 86,345 86,069 86,483 89,269 87,917 85,848 88,690 88,828 88,966 90,897 91,449 90,173 92,690 91,724 92,000
Rata-rata stabilisasi (%) 69,333
77,334
79,862
82,069
87,448
90,575
84,138
86,299
87,678
88,828
91,173
92,138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Stabilitas Fraksi Etil Asetat
95 90
% Stabilitas
85
Frak.EA Na diklofenak
80 75 70 65 60 0
200
400
600
800
1000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 12. Kurva stabilisasi membran eritrosit akibat induksi larutan hipotonik dengan beberapa variasi konsentrasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Tabel 5. Hubungan antara % Stabilitas / % Inhibisi Hemolisis dan Log Konsentrasi untuk Menentukan nilai IC 50 dengan Metode Analisis Probit Sampel
Fraksi etil asetat daun kelor
Na diklofenak
Konsentrasi (ppm)
Log konsentrasi
% Stabilitas rata-rata
Probit
50
1,699
69,333
5,50
100
2,000
77,334
5,74
200
2,301
79,862
5,84
400
2,602
82,069
5,92
800
2,903
87,448
6,13
1000
3,000
90,575
6,28
50
1,699
84,138
5,99
100
2,000
86,299
6,06
200
2,301
87,908
6,18
400
2,602
88,828
6,23
800
2,903
91,173
6,34
1000
3,000
92,138
6,41
IC50 (ppm)
3,753
0,035
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
IC50 6.6 6.4 y = 0.289x + 5.4949 R² = 0.9881
Probit
6.2
Frak. EA 6 Na diklofenak Linear (Frak. EA)
5.8 y = 0.4784x + 4.7252 R² = 0.9639
5.6
Linear (Na diklofenak)
5.4 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Log Konsentrasi
Gambar 13. Kurva antara Probit dan Log Konsentrasi Fraksi Etil Asetat Daun Kelor pada Berbagai Varian Konsentrasi Untuk memperoleh nilai IC50 dibuat terlebih dahulu kurva persamaan garis regresi linier (Gambar 13). Berdasarkan persamaan garis linier tersebut didapat nilai IC50 dari fraksi etil asetat daun kelor sebesar 3,753 ppm dan IC50 dari Na diklofenak sebesar 0,035 ppm. 4.5. Hasil Skrining Fitokimia Dalam penelitian ini analisis fitokimia dilakukan terhadap fraksi etil asetat daun kelor. Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan antrakuinon. Pengujian fitokimia dimaksudkan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun tersebut setelah mengalami proses ekstraksi & fraksinasi. Hasil penelitian terhadap uji fitokimia fraksi etil asetat daun kelor dapat dilihat pada uraian Tabel 7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia Sampel Golongan senyawa kimia Sampel
Fraksi Etil Asetat Daun Kelor
A
B
C
D
E
++
+++
++
-
-
Keterangan :
A = flavonoid, B = saponin, C = tanin, D = alkaloid, E = antrakuinon. + = kurang kuat, ++= kuat, +++= sangat kuat Kontrol Positif : Alkaloid : Ekstrak Alstonia scholaris Flavonoid : Rutin Tanin : Ekstrak Areca catechu Saponin : Ekstrak Sapindus rarak Antrakuinon: Ekstrak Sterculia sp
4.6. Pembahasan 4.6.1. Ekstraksi Proses ekstraksi daun kelor dilakukan menggunakan metode maserasi. Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang direndam di dalam pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel dengan melintasi membran sel ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan tersebut berpindah secara osmosis melalui ruang antar rongga sel, gaya yang bekerja adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang mulamula masih tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai ke dalam cairan
disebelah luar
selama osmosis
melintasi
membran sampai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel (Voight, 1994). Menurut Filho (2006) ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder. Maserasi
dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan karena sifatnya
yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar dan non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne, 1987). Senyawa-senyawa yang dapat diikat oleh pelarut etanol antara lain fixed oils, lemak, lilin, alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin, steroid, terpenoid, fenolik, aglikon dan glikosida (Filho, 2006). Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1994). Partisi pada ekstrak daun kelor bertujuan untuk memisahkan senyawa berdasarkan kelarutannya pada pelarut dengan tingkat kepolaraan yang berbeda. Partisi dilakukan dengan pelarut n-heksan dan etil asetat dan etanol 50 %. Rendemen ekstrak etanol 70 % daun kelor diperoleh, yaitu 36,953 % sedangkan pada fraksi n- heksan diperoleh sebesar 5,334 %, fraksi etil asetat diperoleh sebesar 13,760 % dan pada fraksi etanol 50 % diperoleh hasil 59,645 %. Hasil tersebut dapat terjadi karena etanol memiliki gugus polar yang lebih kuat daripada gugus non polar, hal ini dapat terlihat dari struktur kimia etanol yang mengandung gugus hidroksil (polar) dan gugus karbon (non polar). Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan pelarut etanol namun lebih besar dari pelarut n-heksan, hal ini dikarenakan adanya gugus etoksi yang terdapat pada struktur kimia etil asetat. Adanya gugus etoksi tersebut yang menyebabkan etil asetat dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang terdapat pada sampel. Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etanol sehingga rendemen pada fraksi etil asetat lebih sedikit (Tursiman et al., 2012). Rendemen pada fraksi n-heksan paling sedikit karena sampel sedikit mengandung komponen non polar.
4.6.2. Skrining Fitokimia
Senyawa metabolik sekunder dalam daun kelor dapat diketahui dengan melakukan
skrining
fitokimia.
Fitokimia
merupakan
bagian
ilmu
pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Dalam penelitian ini analisis fitokimia dilakukan terhadap fraksi etil asetat daun kelor menggunakan metode yang dikembangkan oleh Guevara & Recio (1985). Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan antrakuinon. Dari hasil penapisan fitokimia fraksi etil asetat daun kelor mengandung flavonoid, saponin dan tanin. 6.2.1 Flavonoid Fraksi etil asetat daun kelor menunjukan kandungan senyawa golongan flavonoid dengan terbentuknya warna merah seulas pada lapisan amil alkohol. Dalam Gambar 14 menjelaskan reaksi pembentukan warna pada flavonol. Menurut Guevara & Recio (1985), senyawa golongan flavonoid seperti flavonol, flavanon, dan xanton akan memberikan warna merah jika direduksi dengan logam magnesium dan asam klorida. Warna merah terbentuk merupakan senyawa kompleks garam flavilium. Garam tersebut dengan basa akan menghasilkan kembali flavonoid semula (Marliana et al., 2005). Digunakan senyawa murni rutin sebagai kontrol positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Gambar 14. Reaksi pembentukan garam flavilium.
6.2.3 Saponin Pengujian pada saponin dalam fraksi etil asetat daun kelor digunakan uji Forth. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Guevara & Recio, 1985). Menurut Marlinda et al. (2012) senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif permukaan sehingga saat dikocok dengan air, saponin dapat membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus non polarnya menghadap ke dalam. Keadaan inilah yang tampak seperti busa. Reaksi pembentukan busa di tunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Reaksi hidrolisis saponin dalam air. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
6.2.4 Tanin Pada pengujian tanin ini digunakan pereaksi FeCL3 1%. . Pada uji tanin diperoleh hasil positif, dengan terjadinya perubahan warna dengan penambahan FeCl3 1%, dimana penambahan garam-garam besi (FeCl3), mengakibatkan tanin membentuk senyawa larut air bewarna hijau kehitaman. Sebenarnya tanin dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Pada reaksi tersebut, tanin bereaksi dengan asam sehingga mengakibatkan tanin terhidrolisis pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sementara tanin yang terkondensasi menjadi kompleks produk yang tidak larut air. Tanin dalam pengobatan berfungsi sebagai antikanker, antitumor, antioksidan, antiinflamasi, antivirus dan antimikroba (Quideau, 2009).
4.6.3. Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom (Gandhidasan, 1991 et al.; Shenoy et al., 2010) yang dapat mempengaruhi proses inflamasi, sehingga stabilisasi lisosom penting dalam membatasi respon inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan enzim dari dalam lisosom selama proses inflamasi. Enzim didalam lisosom yang terlepas selama inflamasi (akibat teraktivasinya neutrofil) akan menghasilkan berbagai gangguan yang dapat dihubungan dengan terjadinya inflamasi akut atau kronis. Oleh sebab itu, stabilisasi membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran lisosom (Kumar et al., 2012). Membran sel darah merah merupakan media yang tepat untuk menganalisa kapasitas antiinflamasi, terutama terhadap stabilitas bio-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
membrannya. Terbentuknya salah satu mediator inflamasi yaitu, Reactive Oxigen Species (ROS) selama proses inflamasi atau karena pengaruh lingkungan disekitarnya, dapat menyerang membran sel darah merah yang mengakibatkan oksidasi lipid dan protein, sehingga memicu kerusakan membran yang berakibat pada terjadinya hemolisis (Qin et al., 2002). Pencegahan hemolisis pada membran eritrosit yang diinduksi larutan hipotonik, diambil sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas ekstrak sebagai antiinflamasi. Hasil analisis terhadap sampel uji yang memiliki aktivitas antiinflamasi dapat dilihat dari penurunan absorbansi hemoglobin pada campuran larutan uji. Semakin kecilnya serapan hemoglobin yang terdeteksi pada campuran larutan uji berarti membran sel darah merah semakin stabil dan tidak mengalami lisis. Penurunan absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer visible dengan panjang gelombang 560 nm dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif (Kumar et al., 2012). Na diklofenak digunakan sebagai kontrol positif merupakan obat antiinflamasi non steroid yang memiliki aktivitas antiinflamasi yang besar karena dapat mencegah pelepasan (bukan sintesis) mediator antiinflamasi (Gilman et al., 1985). Pada uji stabilitas membran sel darah merah pendahuluan yang dilakukan pada ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol 50% daun kelor pada konsentrasi 1000 ppm. Ekstrak etanol 70% memberikan stabilitas membran sel darah merah sebesar 87,632%, fraksi nheksan memberikan stabilitas sebesar 86,483%, fraksi etil asetat memberikan stabilitas sebesar 90,575%, fraksi etanol 50% memberikan stabilitas sebesar 86,943%, dan Na diklofenak memberikan stabilitas 92,138%. Fraksi etil asetat memberikan stabilitas membran sel darah merah paling besar yang berarti fraksi etil asetat memiliki aktivitas antiinflamasi terbesar. Hal ini juga ditunjang oleh hasil analisis statistik dimana kelompok perlakuan fraksi etil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
asetat berbeda secara bermakna (P< 0,05) dengan ekstrak etanol 70%, fraksi nheksan dan fraksi etanol 50%. Namun, identik (P>0,05) dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. Oleh karena itu fraksi etil asetat daun kelor dilanjutkan pada uji stabilitas selanjutnya, dengan dibuat pada berbagai varian konsentrasi (50, 100, 200, 400, dan 800 ppm). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 1000 ppm fraksi etil asetat daun kelor mampu menstabilisasi membran sel darah merah. Pada konsentrasi 1000 ppm memperlihatkan kemampuan stabilisasi terbesar yaitu 90,345%. Sedangkan pada dosis 50 ppm memperlihatkan kemampuan stabilitas terkecil yaitu 66,333%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula kemampuan stabilitas sel darah merahnya. Hal ini juga ditunjang dengan analisa secara statistik, untuk analisa awal dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data persen stabilitas membran sel darah merah fraksi etil asetat dan Na diklofenak pada konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persen stabilitas membran sel darah merah fraksi etil asetat dan Na diklofenak pada konsentrasi yang sama homogen atau tidak, hasil menunjukkan ke-2 kelompok perlakuan tersebut tidak terdistribusi secara homogen (p≤0,05) maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Selanjutnya dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Lampiran 11) (Santoso, 2008). Antar konsentrasi pada perlakuan etil asetat berbeda secara bermakna
membuktikan
bahwa
peningkatan
konsentrasi
akan
memberikan peningkatan yang bermakna pada kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah. Semakin tingginya konsentrasi juga menunjukkan kemampuan yang hampir sama dengan kontrol positifnya (Na diklofenak). Dimana, etil asetat dengan konsentrasi 800 ppm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 200 ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok etil asetat dengan konsentrasi 1000 ppm identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 800 ppm. Setelah pengukuran didapat data absorbansi kemudian dihitung persen stabilitasnya. Persen stabilitas adalah kemampuan suatu sampel untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang didapatkan dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi kontrol negatif (Oyedapo, 2010) beberapa referensi juga menyatakan persen stabilisasi sebagai persen inhibisi hemolisis. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas antiinflamasi adalah inhibition concentration (IC50). Penentuan IC50 bertujuan untuk memperoleh jumlah dosis ekstrak yang dapat menstabilkan membran sel darah merah sebesar 50% dibandingkan dengan konrol negatif. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antiinflamasinya semakin besar. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode grafik probit didapat nilai IC 50 pada fraksi etil asetat daun kelor sebesar 3,753 ppm sedangkan IC 50 dari Na diklofenak sebesar 0,035 ppm. kedua nilai IC50 tersebut tergolong sangat aktif karena menurut Jun et al., 2003, aktivitas antiinflamasi digolongkan sangat aktif jika nilai IC 50 kurang dari 50 ppm, digolongkan aktif bila nilai IC 50 50-100 ppm, digolongkan sedang bila nilai IC50 101- 250 ppm, dan digolongkan lemah bila nilai IC 50 250-500 ppm, serta digolongkan tidak aktif bila nilai IC 50 lebih besar dari 500 ppm. Senyawa dengan sifat menstabilkan membran dikenal karena kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi, dimana pencegahan tersebut akan memicu pelepasan phospholipase A2 yang akan membentuk mediator inflamasi (Aitadafoun et al., 1996). Dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa ekstrak tersebut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungannya antara senyawa
flavonoid
dengan
kemampuannya
dalam
menstabilkan
membran (Sankari et al., 2009). Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dengan melindungi membran eritrosit terhadap kerusakan membran sehingga menyebabkan hemolisis karena flavonoid dapat menghambat mediator inflamasi dan radikal bebas (Kasolo et al., 2010). Senyawa flavonoid akan berperan dalam melindungi membran eritrosit dari larutan hipotonik. Efek dari larutan hipotonik tersebut berkaitan dengan banyaknya cairan yang masuk ke dalam membran eritrosit, sehingga mengakibatkan pecah membran eritrosit yang disebut dengan hemolisis. Dimana senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak tersebut akan berinteraksi dengan larutan hipotonik yang diinduksi sehingga menghambat aktivitas perusak membrannya. Jumlah metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut, bereaksi dalam besaran yang sama dengan larutan hipotonik yang ditambahkan pada suspensi sehingga tidak merusak membran sel eritrosit. Dikatakan aktivitas stabilisasi membran tersebut dipengaruhi oleh kandungan polifenol yang tinggi seperti tanin, steroid dan flavonoid yang berfungsi sebagai
penghambat/scavenger
radikal
bebas
dan
menstabilkan
membran eritrosit dari induksi larutan hipotonik (Sankari et al., 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pada penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Hasil skrining fitokimia, senyawa-senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat dari daun kelor adalah flavonoid, saponin, dan tanin. 2. Fraksi yang mempunyai kemampuan stabilisasi membran sel darah merah tertinggi adalah fraksi etil asetat, yaitu sebesar 90.357% pada konsenterasi 1000 ppm. 3. Kemampuan stabilisasi membran sel darah merah meningkat seiring dengan pertambahan konsenterasi. Hasil ini ditunjang dengan uji statistik yang menunjukkan hubungan yang signifikan ( P <0,05) antara konsentrasi dan % stabilitas. 4. Nilai IC50 fraksi daun kelor sebesar 3,753 ppm sedangkan Na diklofenak sebesar 0,035 ppm. Kedua nilai tersebut tergolong sangat aktif. 5.2. Saran 1. Perlu dilakukannya isolasi untuk mengetahui secara pasti senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas antiinflamasi. 2. Perlu dilakukan skrining terhadap tanaman lain yang mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan metode yang sama yaitu stabilisasi membran sel darah merah.
54
DAFTAR PUSTAKA
Aitadafoun, M., C. Mounieri., SF. Heyman., C. Binitisc and C. Bon. 1996. 4alkoxy benzamides as new potent phospholipase A2 inhibitors. Journal Biochemical Pharmacology, 51; 737-42. Awe, EO., Makinde. JM., Adeloye, OA.,Banjoko, SO. 2009. Membrane stabilizing activity of Russelia equisetiformis,Schlecht & Chan. International Journal of Natural Products, 2: 03-09 Chippada SC, Sharan SV, Srinivasa RB, Meena V. 2011. In Vitro Anti Inflammatory Activity Of Methanolic Extract Of Centella Asiatica By Hrbc Membrane Stabilization. RASĀYAN Journal Chemistry. 4(2) ; 457460 Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadephia: Lippincort Williams & Wilkins ; 138-143 Departemen Kesehatan RI. 1989. Materi Medika Indonesia Jld.IV. Departemen Kesehatan RI Fessenden, RJ. and JS. Fessenden. 1981. Organic Chemistry, Third Edition. Diterjemahkan oleh A.H. Pudjatmaka. 1982. Kimia Organik Edisi 3 Jilid I. Jakarta : Erlangga;.315-317 Filho, M. 2006. Bioactive Phytocompounds: New Approaches in the Phytosciences. In Modern Phytomedicine. Edited by Iqbal Ahmad, Farrukh Aqil dan Mohammad Owais. Wiley-VCH, Germany. Gandhidasan, R. ,A. Thamaraichelvan, S. Baburaj. 1991. Anti-inflammatory action of Lannea coromandelica by HRBC membrane stabilisation. Fitoterapia The Journal for Study of Medicinal Plants. 12(1); 81-83. Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., Palmer, T. 1985. Goodman and gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II. USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685 Guevara, B.Q and B.V. Recio. 1985. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological Screening of Medical Plant. Research Center University of Santo Tomas, Manila Philippine; 5-24.
55
56
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Iwang S.. Terbitan kedua. Bandung: Penerbit ITB. Haughton, P.J and A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman & Hall, London. Karunanithi M, C. David R, M. Jegadeesan, S. Kavimani. 2012. Comparative GcMs Analysis And In Vitro Screening Of Four Species Of Mucuna. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Researc, 5(4); 239-243 Kasolo, JN., Bimeya, GS., Ojok, L., Ochieng, J., Okwal-okeng, JW.2010. Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural Communities. Journal of Medical Plant Research,4(9): 753-757. Kristanti A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B., 2008. Buku ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga university Press. Kumar P, S. Arora, Yogesh CY. 2012. Anti-Inflammatory Activity Of Coumarin And Steroidal Fractions From Leaves Of Moringa Oleifera. International Journal of Drug Discovery and Medical Research 1(1): 22-25 Kumar S. & Vivek KR. 2011. In-Vitro Anti-Arthritic Activity Of Isolated Fractions From Methanolic Extract Of Asystasia dalzelliana Leaves. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4(3); 52-53 Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo. 2012. Evaluation of anti-inflammatory potential of leaf extracts of Skimmia anquetilia. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 627-630 Kumar V, Zulfiqar A B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo, M Y Shah. 2012. Evaluation Of Anti-Inflammatory Potential Of Petal Extracts Of Crocus sativus “Cashmerianus”. International Journal of Phytopharmacology. 3(1); 27-31. Kusuma FR, Zaky 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta : Agromedia Pustaka. Leelaprakash, G., S.Mohan D. 2011. Invitro Anti-Inflammatory Activity Of Methanol Extract Of Enicostemma Axillare. International Journal of Drug Development & Research 3(3); 189-196 Luqman S., Suchita S., Ritesh K., Anil K.M.,Debabrata C. 2012. Experimental Assessment ofMoringa oleifera Leaf and Fruit for Its Antistress, Antioxidant, and Scavenging Potential Using In Vitro and In Vivo UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Assays. Hindawi Publishing Corporation Complementary and Alternative Medicine : 1-12
Evidence-Based
Madhavi P, Maruthi R, Kamala V, Habibur Rahman, M. Chinna E. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Activity of Citrullus lanatus Seed Oil by In-vivo and In-vitro Models. International Research Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences 2(4); 104-108 Marliana, S D., Venty. S., Suyono., 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1); 26-31. Marlinda M, Meiske SS, Audy DW. 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal Mipa Unsrat Online, 1 (1); 24-28 Navie S., Steve C. 2010. Weed risk assessment, Horseradish tree (Moringa oleifera).Queensland Government Nodin, J.H., Siegler, P.E. 1968. Animal and clinical pharmacologic techniques in drug evaluation. USA: Year Book Medical Publisher Inc., 495-500 Oyedapo OO, BA Akinpelu, KF Akinwunmi, MO Adeyinka and FO Sipeolu. 2010. Red blood cell membrane stabilizing potentials of extracts of Lantana camara and its fractions. International Journal of Plant Physiology and Biochemistry. 2(4); 46-51 Price S A, Lorraine M W. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Ed.6, Jld I. Jakarta: Penerbit Buku Kodekteran EGC, 56-58 Pringgoutomo S., 2000. Patologi I (umum), Ed.1. Jakarta: Sagung Seto Qin, YZ., RR. Holt., SA Lazarus., TJ Orozco and CL Kenn. 2002. Inhibitory effect of cocoa flavanols and procyanidin oligomers on free radicalinduced erythrocyte hemolysis. Experimental Biology Medicine. 22 (5); 321-329. Quideau, S. 2009. Chemistry and Biology of Ellagitannins : An Underestimated Class of Bioactive Plant Polyphenols. World Scientific, Singapore. Raj Jaya, Mohineesh C, Tirath DD, Monika P, Anupuma R. 2013. Determination of median lethal dose of combination of endosulfan and cypermethrin in wistar rat. Toxicol Int,20(1) ; 1-5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Rao KNV, V. Gopalakrishnan, V. Loganathan, S.Shanmuga N. 1999. Anti Inflammatory Activity Of Moringa Oliefera. Lam., Asian Journal of Traditional Medicines, 18 (3&4); 195 -198 R. Ilakkiya, Neelvizhi K., Tamil Selvi S., Bharathidasan R., Rekha D. 2013. A comparative study of anti-inflammatory activities of certain herbal leaf extracts. International Journal of Pharmacy and Integrated Life Sciences. 1(2); 67-77 Robbins, Stanley L., Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC Roloff A., H. Weisgerber, U. Lang, B. Stimm. 2005. Moringa oleifera LAM., 1785: Enzyklopadie der Holgewachse, Handbuch und Atlas der Dendrologie. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA Rubin,E. 1988. Pathology. J.B. Lippincott Company, USA: 34-95 Ruzin SE. 1999. Plant Microtechnique and Microscopy. Inggris: Oxford University Press Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 16. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta ; 237-247 Sashidhara KV, JN. Rosaiah, E. Tyagi, R. Shukla, R. Raghubir, SM. Rajendran. 2009. Rare Dipeptide and Urea Derivatives from Roots of Moringa oleifera as Potential aAnti-inflammatory and Antinociceptive Agents, European Journal of Medicinal Chemistry, 44 (1); 432-436 Sankari, G., VM Mounnissamy & V. Balu. 2009. Evaluation of antiinflammatory and membrane stabilizing properties of ethanolic extracts of Diptheracanthus prostates (Acanthaceae). Amala Research Bulletin, 29; 188-89. Shenoy, S., K. Shwetha ., K. Prabhu., R. Maradi., KL. Bairy and T. Shanbhag. 2010. Evaluation of anti-inflammatory activity of Tephrosia purpurea in rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicines, 3(3); 193-195. Singh G P Rakesh G Sudeep B, S Kumar S. 2012. Anti-inflammatory Evaluation of Leaf Extract of Moringa oleifera. Journal of Pharmaceutical and Scientific Innovation, 1(1); 22-24 Anonym. 2005. Situs Dunia Tumbuhan : Database tanaman kelor ( Moringa oleifera L.) Diakses dari http://www.plantamor.com/index.php.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Tursiman, Puji A, Risa N. 2012. Total Fenol Fraksi Etil Asetat dari Buah Asam Kandis (Garcinia dioica Blume). JKK. 1(1) ; 45-48 USDA (United States Department of Agriculture). 2013. Natural Resources Conservation Service :PLANTS Profile Moringa oleifera Lam. Horseradishtree. http://plants.usda.gov Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr. Soendani Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press ; 564-577
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
LAMPIRAN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 2. Alur Penelitian Pengumpulan daun kelor (1,5 Kg)
Determinasi
o Sampel segar o Sortasi basah o Pencucian o Pengeringan o Sortasi kering o Penggilingan
Pembuatan simplisia
Simplisia serbuk kering daun kelor (800 gr)
Ekstraksi (Maserasi dengan etanol 70%)
Fraksi n-heksan
Fraksi etil asetat
Fraksinasi (etanol 50%, n-heksan, dan etil asetat)
Fraksi etanol 50%
uji antiinflamasi pendahuluan pada konsentrasi 1000 ppm Fraksi etil asetat mempunyai aktivitas terbaik
Pengujian fitokimia
Uji aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi 50,100, 200, 400 dan 800 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 3. Skema Pengujian Fitokimia
Fraksi etil asetat
Flavonoid
(+) Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
Tanin
Alkaloid
Saponin
Antrakuinon
(+) Tanin terbentuknya endapan putih (gelatin) atau (+) Terbentuk warna hijau kehijauan (FeCl3)
Penambahan 1 mL HCl 2N (+) Terbentuk buih
(+) Terbentukny a warna merah pada lapisan amil alkohol
Pereaksi Dragendorf (+) Terbentuk endapan jingga
Pereaksi Mayer (+) Terbentuknya endapan putih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Ekstrak Uji
Pembuatan larutan induk ekstrak uji dengan konsentrasi 1000 ppm : Ditimbang ekstrak uji masing-masing 25 mg dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL ditambahkan DMSO 1-3 tetes kemudian dimasukkan ke dalam alat ultra sonix sampai ekstrak larut, diencerkan dengan sedikit aquades kemudian dimasukkan dalam ultra sonix kembali, setelah larut
tambahkan aquades sampai tanda batas. Pengenceran larutan induk ekstrak uji:
1. Konsentrasi 800 ppm : Dipipet 8 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 2. Konsentrasi 400 ppm : Dipipet 4 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 3. Konsentrasi 200 ppm : Dipipet 2 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 4. Konsentrasi 100 ppm : Dipipet 1 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 5. Konsentrasi 50 ppm : Dipipet 0,5 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Na Diklofenak
Pembuatan larutan induk Na diklofenak dengan konsentrasi 1000 ppm : Ditimbang Na diklofenak sebanyak 25 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan dengan NaOH 2% kemudian dimasukkan ke dalam alat ultra sonix sampai larut, diencerkan dengan sedikit aquades
kemudian ultra sonix kembali setelah larut diencerkan sampai tanda batas. Pengenceran larutan induk Na diklofenak:
1. Konsentrasi 800 ppm : Dipipet 8 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 2. Konsentrasi 400 ppm : Dipipet 4 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 3. Konsentrasi 200 ppm : Dipipet 2 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 4. Konsentrasi 100 ppm : Dipipet 1 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. 5. Konsentrasi 50 ppm : Dipipet 0,5 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol 96% dan Masing-masing Fraksi Daun Kelor N0.
Tahapan
Bobot awal yang ditimbang
Bobot ekstrak dan fraksi yang didapat
Rendemen
1.
Maserasi etanol 70%
700 g
258,620 gram
36,953%
2.
Fraksinasi n-heksan
150 g
8,001 grram
5,334%
3.
Fraksinasi etil asetat
150 g
20,64 gram
13,760%
4.
Fraksinasi etanol 50%
150 g
89,468 gram
59,645%
Perhitungan : Rendemen Ekstrak Daun Kelor:
Ekstrak etanol 70%
= Fraksi n-heksan Fraksi etil asetat Fraksi etanol 50%
= = =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 7. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Ekstrak Etanol 70%, fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi etanol 50% Daun Kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm. Larutan
Absorbansi
Larutan
0,119
Uji I (ekstrak etanol 70%)
Uji II
Uji III
88,414
0,114
0,027
88,000
0,137
0,036
86,069
0,037
86,345
0,132
0,038
87,035
0,109
0,039
90,345
0,044
90,897
0,042
90,483
0,027
86,069
0,035
87,862
0,032
89.897
0,009
92,690
0,005
91,724
0,012
92,000
Kontrol Lar.Uji I
Kontrol Lar.Uji II
Kontrol Lar.Uji III
Uji IV 0,123
Kontrol Lar.Uji IV
0,127 0,062 Uji V
0,065
(Na diklofenak)
% Stabilitas
0,029
0,113
0,111 0,128 (fraksi etanol 50%)
Stabilitas
86,483
0,110
(fraksi etil asetat)
Rata- rata
0,021
0,136
(fraksi n-heksan )
% Absorbansi
Kontrol Lar. Uji V
0,070 0,737 0,727 0,711
Kontrol negatif
87,632
86,483
90,575
86,943
92,138
0,725
Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap ekstrak etanol 70% daun kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm. Panjang gelombang yang digunakan = 560 nm % Stabilitas
=
= 100 – [
= 100 – 13,517 = 86,483%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 8. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Fraksi Etil Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera L.) 1. Absorbansi Larutan Uji Konsentrasi Sampel (µg/ml)
Absorbansi
% Stabilisasi
0,232 0,229 0,230 0,182 0,183 0,182 0,173 0,172 0,171 0,160 0,159 0,158 0,125 0,125 0,125
69,104 69,517 69,380 77,380 77,242 77,380 79,724 79,862 80,000 81,931 82,069 82,207 87,448 87,448 87,448
50
Fraksi Etil Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera L.)
100 200 400 800
2. Absorbansi kontrol larutan uji negatif Konsentrasi (µg/ml) 50 100
Absorbansi 0,008 0,007 0,009 0,017 0,018 0,018 0,026
200
0,025 0,027
400
0,029 0,030 0,035 0,034 0,034
Rata-rata stabilisasi (%) 69,333
77,334
79,862
82,069
87,448
3. Absorbansi kontrol
Rata-rata Absorbansi
Absorbansi 1.0,737 2. 0,727 3. 0,711
0,008
Rata-rata
0,725
0,018
0,026
0,028
800
0,029
0,034
Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap fraksi etil asetat daun kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 50 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Fraksi Etil Asetat 50 ppm % Stabilitas
% Stabilitas
% Stabilitas
= = 100 – [
= 100 – 30,896 = 69,104%
= 100 – [
= 100 – 30,483 = 69,517%
= 100 – [
= 100 – 30,620 = 69,380%
=
=
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Kontrol Positif (Na Diklofenak) 1. Absorbansi Larutan Uji Sampel
Konsentrasi (µg/ml) 50
Fraksi Etil Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera L.)
100
200
400
800
Absorbansi 0,123 0,116 0,118 0,105 0,107 0,104 0,087 0,095 0,102 0,090 0,089 0,088 0,076 0,072 0,074
2. Absorbansi kontrol larutan uji negatif
% Stabilitas
Rata-rata stabilisasi (%)
83,586
84,552 84,276 86,345
86,069 86,483 88,966 87,862 86,897 88,690 88,828 88,966 90,897 91,449 91,173
50 100
200
400
800
Absorbansi 0,005 0,004 0,004 0,006 0,006 0,006 0,008 0,006 0,007 0,008 0,009 0,008 0,012 0,011 0,009
86,299
87,908
88,828
91,173
3. Absorbansi kontrol Absorbansi
Konsentrasi (µg/ml)
84,138
Rata-rata Absorbansi 0,004
Rata-rata
4.0,737 5. 0,727 6. 0,711
0,006
0,007
0,008
0,010
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0,725
71
Contoh perhitungan analisis stabilisasi membran sel darah merah terhadap kontrol positif (Na diklofenak) pada konsentrasi 50 ppm.
–
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi etanol 50% dan Na diklofenak pada konsentrasi 1000 ppm 1. Uji normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap persen stabilitas ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi etanol 50% dan Na diklofenak sebagai kontrol positif pada konsentrasi 1000 ppm. a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA Hipotesis Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan Jikia nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas Membran Sel Darah Merah One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Stabilitas N Normal Parameters
14 a
Most Extreme Differences
Mean
88.73664
Std. Deviation
2.245377
Absolute
.133
Positive
.133
Negative
-.126
Kolmogorov-Smirnov Z
.497
Asymp. Sig. (2-tailed)
.966
a. Test distribution is Normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas seluruh sampel uji terdistribusi normal b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau tidak Hipotesis Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogen
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas
Test of Homogeneity of Variances Stabilitas Levene Statistic 2.118
df1
df2 4
Sig. 10
.153
Keputusan : Hasil data signifikansi (p = 0,153) lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data homogen maka dilanjutkan dengan uji ANOVA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
c. Uji ANOVA Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen stabilitas pada seluruh sampel uji. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas
ANOVA Stabilitas Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
64.923
4
16.231
Within Groups
10.559
10
1.056
Total
75.482
14
F 15.371
Sig. .000
Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Semua Kelompok Perlakuan Tujuan : Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara kelima kelompok perlakuan Hipotesis Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan Pengambilan Keputusan: Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Multiple Comparisons Stabilitas LSD 95% Confidence Interval
Mean (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Ekstrak Etanol 70%
Fraksi n-heksan
Difference (I-J)
Fraksi Etil Asetat
Fraksi n-heksan
Fraksi Etil Asetat
Fraksi Etanol 50%
Lower Bound
Upper Bound
.839009
.201
-.72009
3.01876
*
.839009
.006
-4.81209
-1.07324
-.310333
.839009
.719
-2.17976
1.55909
Na Diklofenak
-4.505667
*
.839009
.000
-6.37509
-2.63624
Ekstrak Etanol 70%
-1.149333
.839009
.201
-3.01876
.72009
Fraksi Etil Asetat
-4.092000
*
.839009
.001
-5.96143
-2.22257
Fraksi Etanol 50%
-1.459667
.839009
.113
-3.32909
.40976
Na Diklofenak
-5.655000
*
.839009
.000
-7.52443
-3.78557
Ekstrak Etanol 70%
2.942667
*
.839009
.006
1.07324
4.81209
Fraksi n-heksan
4.092000
*
.839009
.001
2.22257
5.96143
Fraksi Etanol 50%
2.632333
*
.839009
.011
.76291
4.50176
Na Diklofenak
-1.563000
.839009
.092
-3.43243
.30643
.310333
.839009
.719
-1.55909
2.17976
1.459667
.839009
.113
-.40976
3.32909
Ekstrak Etanol 70%
Fraksi n-heksan
Na Diklofenak
Sig.
1.149333 -2.942667
Fraksi Etanol 50%
Std. Error
Fraksi Etil Asetat
-2.632333
*
.839009
.011
-4.50176
-.76291
Na Diklofenak
-4.195333
*
.839009
.001
-6.06476
-2.32591
4.505667
*
.839009
.000
2.63624
6.37509
Fraksi n-heksan
5.655000
*
.839009
.000
3.78557
7.52443
Fraksi Etil Asetat
1.563000
.839009
.092
-.30643
3.43243
Fraksi Etanol 50%
4.195333
*
.839009
.001
2.32591
6.06476
Ekstrak Etanol 70%
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kesimpulan : 1. Kelompok perlakuan fraksi etil asetat berbeda secara bermakna dengan ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan dan fraksi etanol 50%. Namun, identik dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
Lampiran 11. Hasil Uji Statistika Persen Stabilitas Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm 1. UJi normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap persen stabilitas fraksi etil asetat dan Na diklofenak sebagai kontrol positif pada konsentrasi 50, 100, 200, 400, 800, dan 1000 ppm. a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA Hipotesis Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan Jikia nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas Membran Sel Darah Merah One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Stabilitas N
36
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
84.68831
Std. Deviation
6.444376
Absolute
.155
Positive
.107
Negative
-.155
Kolmogorov-Smirnov Z
.928
Asymp. Sig. (2-tailed)
.355
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas seluruh sampel uji terdistribusi normal.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau tidak. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogen
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas
Test of Homogeneity of Variances Stabilitas Levene Statistic 3.659
df1
df2 11
Sig. 24
.004
Keputusan : Hasil data signifikasi (P=0,004) lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
c. Uji Kruskal-Wallis Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen stabilitas pada semua kelompok perlakuan yang tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA. Hipotesis Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak Persen Stabilitas
a,b
Test Statistics
Stabilitas Chi-Square
34.085
df
11
Asymp. Sig.
.000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Konsentrasi
Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada kelompok konsentrasi etil asetat dan Na diklofenak Tujuan : Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara 6 kelompok perlakuan Hipotesis Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan Pengambilan Keputusan: Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Multiple Comparisons Stabilitas LSD Mean
95% Confidence Interval
Difference (I(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi 50 ppm EA
100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
100 ppm EA
50 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA
J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
*
.505783
.000
-9.04422
-6.95645
-10.48700
*
.505783
.000
-11.53088
-9.44312
-12.73533
*
.505783
.000
-13.77922
-11.69145
-18.11433
*
.505783
.000
-19.15822
-17.07045
-21.24133
*
.505783
.000
-22.28522
-20.19745
-14.80433
*
.505783
.000
-15.84822
-13.76045
-16.96533
*
.505783
.000
-18.00922
-15.92145
-18.34433
*
.505783
.000
-19.38822
-17.30045
-19.49433
*
.505783
.000
-20.53822
-18.45045
-21.50600
*
.505783
.000
-22.54988
-20.46212
-22.56300
*
.505783
.000
-23.60688
-21.51912
8.00033
*
.505783
.000
6.95645
9.04422
-2.48667
*
.505783
.000
-3.53055
-1.44278
-4.73500
*
.505783
.000
-5.77888
-3.69112
-8.00033
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
81
-10.11400
*
.505783
.000
-11.15788
-9.07012
-13.24100
*
.505783
.000
-14.28488
-12.19712
-6.80400
*
.505783
.000
-7.84788
-5.76012
-8.96500
*
.505783
.000
-10.00888
-7.92112
-10.34400
*
.505783
.000
-11.38788
-9.30012
-11.49400
*
.505783
.000
-12.53788
-10.45012
-13.50567
*
.505783
.000
-14.54955
-12.46178
-14.56267
*
.505783
.000
-15.60655
-13.51878
10.48700
*
.505783
.000
9.44312
11.53088
2.48667
*
.505783
.000
1.44278
3.53055
-2.24833
*
.505783
.000
-3.29222
-1.20445
-7.62733
*
.505783
.000
-8.67122
-6.58345
*
.505783
.000
-11.79822
-9.71045
-4.31733
*
.505783
.000
-5.36122
-3.27345
-6.47833
*
.505783
.000
-7.52222
-5.43445
-7.85733
*
.505783
.000
-8.90122
-6.81345
-9.00733
*
.505783
.000
-10.05122
-7.96345
-11.01900
*
.505783
.000
-12.06288
-9.97512
-12.07600
*
.505783
.000
-13.11988
-11.03212
12.73533
*
.505783
.000
11.69145
13.77922
4.73500
*
.505783
.000
3.69112
5.77888
2.24833
*
.505783
.000
1.20445
3.29222
-5.37900
*
.505783
.000
-6.42288
-4.33512
-8.50600
*
.505783
.000
-9.54988
-7.46212
-2.06900
*
.505783
.000
-3.11288
-1.02512
-4.23000
*
.505783
.000
-5.27388
-3.18612
-5.60900
*
.505783
.000
-6.65288
-4.56512
-6.75900
*
.505783
.000
-7.80288
-5.71512
-8.77067
*
.505783
.000
-9.81455
-7.72678
-9.82767
*
.505783
.000
-10.87155
-8.78378
18.11433
*
.505783
.000
17.07045
19.15822
10.11400
*
.505783
.000
9.07012
11.15788
7.62733
*
.505783
.000
6.58345
8.67122
5.37900
*
.505783
.000
4.33512
6.42288
-3.12700
*
.505783
.000
-4.17088
-2.08312
3.31000
*
.505783
.000
2.26612
4.35388
100 ppm ND
1.14900
*
.505783
.032
.10512
2.19288
200 ppm ND
-.23000
.505783
.653
-1.27388
.81388
400 ppm ND
*
.505783
.012
-2.42388
-.33612
800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND 200 ppm EA
50 ppm EA 100 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
400 ppm EA
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
800 ppm EA
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND
-10.75433
-1.38000
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
-3.39167
*
.505783
.000
-4.43555
-2.34778
-4.44867
*
.505783
.000
-5.49255
-3.40478
21.24133
*
.505783
.000
20.19745
22.28522
13.24100
*
.505783
.000
12.19712
14.28488
10.75433
*
.505783
.000
9.71045
11.79822
8.50600
*
.505783
.000
7.46212
9.54988
3.12700
*
.505783
.000
2.08312
4.17088
6.43700
*
.505783
.000
5.39312
7.48088
4.27600
*
.505783
.000
3.23212
5.31988
2.89700
*
.505783
.000
1.85312
3.94088
400 ppm ND
1.74700
*
.505783
.002
.70312
2.79088
800 ppm ND
-.26467
.505783
.606
-1.30855
.77922
*
.505783
.015
-2.36555
-.27778
*
.505783
.000
13.76045
15.84822
6.80400
*
.505783
.000
5.76012
7.84788
4.31733
*
.505783
.000
3.27345
5.36122
2.06900
*
.505783
.000
1.02512
3.11288
-3.31000
*
.505783
.000
-4.35388
-2.26612
-6.43700
*
.505783
.000
-7.48088
-5.39312
-2.16100
*
.505783
.000
-3.20488
-1.11712
-3.54000
*
.505783
.000
-4.58388
-2.49612
-4.69000
*
.505783
.000
-5.73388
-3.64612
-6.70167
*
.505783
.000
-7.74555
-5.65778
-7.75867
*
.505783
.000
-8.80255
-6.71478
*
.505783
.000
15.92145
18.00922
8.96500
*
.505783
.000
7.92112
10.00888
6.47833
*
.505783
.000
5.43445
7.52222
4.23000
*
.505783
.000
3.18612
5.27388
-1.14900
*
.505783
.032
-2.19288
-.10512
-4.27600
*
.505783
.000
-5.31988
-3.23212
2.16100
*
.505783
.000
1.11712
3.20488
-1.37900
*
.505783
.012
-2.42288
-.33512
-2.52900
*
.505783
.000
-3.57288
-1.48512
-4.54067
*
.505783
.000
-5.58455
-3.49678
-5.59767
*
.505783
.000
-6.64155
-4.55378
18.34433
*
.505783
.000
17.30045
19.38822
10.34400
*
.505783
.000
9.30012
11.38788
7.85733
*
.505783
.000
6.81345
8.90122
5.60900
*
.505783
.000
4.56512
6.65288
800 ppm ND 1000 pmm ND 1000 ppm EA
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND
1000 pmm ND 50 ppm ND
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
100 ppm ND
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
200 ppm ND
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA
-1.32167
14.80433
16.96533
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
800 ppm EA
.23000
.505783
.653
-.81388
1.27388
-2.89700
*
.505783
.000
-3.94088
-1.85312
3.54000
*
.505783
.000
2.49612
4.58388
1.37900
*
.505783
.012
.33512
2.42288
-1.15000
*
.505783
.032
-2.19388
-.10612
-3.16167
*
.505783
.000
-4.20555
-2.11778
-4.21867
*
.505783
.000
-5.26255
-3.17478
19.49433
*
.505783
.000
18.45045
20.53822
11.49400
*
.505783
.000
10.45012
12.53788
9.00733
*
.505783
.000
7.96345
10.05122
6.75900
*
.505783
.000
5.71512
7.80288
1.38000
*
.505783
.012
.33612
2.42388
-1.74700
*
.505783
.002
-2.79088
-.70312
4.69000
*
.505783
.000
3.64612
5.73388
2.52900
*
.505783
.000
1.48512
3.57288
1.15000
*
.505783
.032
.10612
2.19388
-2.01167
*
.505783
.001
-3.05555
-.96778
-3.06867
*
.505783
.000
-4.11255
-2.02478
21.50600
*
.505783
.000
20.46212
22.54988
13.50567
*
.505783
.000
12.46178
14.54955
11.01900
*
.505783
.000
9.97512
12.06288
8.77067
*
.505783
.000
7.72678
9.81455
3.39167
*
.505783
.000
2.34778
4.43555
.26467
.505783
.606
-.77922
1.30855
6.70167
*
.505783
.000
5.65778
7.74555
4.54067
*
.505783
.000
3.49678
5.58455
3.16167
*
.505783
.000
2.11778
4.20555
2.01167
*
.505783
.001
.96778
3.05555
-1.05700
*
.505783
.047
-2.10088
-.01312
22.56300
*
.505783
.000
21.51912
23.60688
100 ppm EA
14.56267
*
.505783
.000
13.51878
15.60655
200 ppm EA
12.07600
*
.505783
.000
11.03212
13.11988
.505783
.000
8.78378
10.87155
1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 400 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND 400 ppm ND
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 800 ppm ND 1000 pmm ND
800 ppm ND
50 ppm EA 100 ppm EA 200 ppm EA 400 ppm EA 800 ppm EA 1000 ppm EA 50 ppm ND 100 ppm ND 200 ppm ND 400 ppm ND 1000 pmm ND
1000 pmm ND 50 ppm EA
400 ppm EA
9.82767
*
800 ppm EA
4.44867
*
.505783
.000
3.40478
5.49255
1000 ppm EA
1.32167
*
.505783
.015
.27778
2.36555
50 ppm ND
7.75867
*
.505783
.000
6.71478
8.80255
100 ppm ND
5.59767
*
.505783
.000
4.55378
6.64155
200 ppm ND
4.21867
*
.505783
.000
3.17478
5.26255
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
400 ppm ND 800 ppm ND
3.06867
*
.505783
.000
2.02478
4.11255
1.05700
*
.505783
.047
.01312
2.10088
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .384. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Kesimpulan : 1. Masing-masing kelompok konsentrasi etil asetat berbeda secara bermakna. 2. Etil asetat dengan konsentrasi 800 ppm identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 200 ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok etil asetat dengan konsentrasi 1000 ppm identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 800 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Lampiran 12. Perhitungan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak dengan Metode Analisa Probit (Raj, 2013) a. Persen stabilitas dikonversi menjadi harga probit yang ada pada tabel Finney Finney’s table ; Transformasi persentasi kedalam probit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
b. Konsentrasi diubah dalam bentuk Log konsentrasi Sampel
Konsentrasi (µg/mL)
Log konsentrasi
% Stabilitas rata-rata
Probit
50
1,699
69,333
5,50
100
2,000
77,334
5,74
200
2,301
79,862
5,84
400
2,602
82,069
5,92
800
2,903
87,448
6,13
1000
3,000
90,575
6,28
50
1,699
84,138
5,99
100
2,000
86,299
6,06
200
2,301
87,908
6,18
400
2,602
88,828
6,23
800
2,903
91,173
6,34
1000
3,000
92,138
6,41
Fraksi etil asetat daun kelor
Na diklofenak
c. Nilai probit diplotkan terhadap log konsentrasi sehingga didapat persamaan regresi liniernya.
IC50 6.6
Probit
6.4
y = 0.289x + 5.4949 R² = 0.9881
6.2 6
Frak. EA
5.8
y = 0.4784x + 4.7252 R² = 0.9639
5.6 5.4 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Na diklofenak
3.5
Log Konsentrasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
d.
Nilai Y pada persamaan tersebut diganti dengan 50 % (probit=5,00), dicari nilai X nya dan dihitung antilog dari konsentrasi tersebut sehingga diperoleh IC50 IC50 fraksi etil asetat Y = 0,4784x + 4,7252 5,0 = 0,4784x + 4,7252 X
=
= 0,5744
Antilog 0,5744 = 3,7533 Jadi, nilai IC50 dari fraksi etil asetat adalah 3,753 ppm IC50 Na diklofenak Y = 0,289x + 5,4949 5,0 = 0,289x + 5,4949 X
=
= -1,7124
Antilog -1,7124 = 0,035 Jadi, nilai IC50 dari Na diklofenak adalah 0,035 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
Lampiran 13. Foto-foto Alat Penelitian dan Proses Uji Aktivitas Oven
Ultra sonix
Sentrifius 6500-KUBOTA
Autoklaf -HIRAYAMA
Spektrofotometri uv-vis
Vacum rotavapor
Proses pencucian darah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Proses Uji Akttivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
Lampiran 14. Hasil Skrining Fitokimia Alkaloid
Kontrol +.
Fraksi Etil Asetat
Flavonoid
Kontrol + (Rutin).
Fraksi Etil Asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Saponin
Kontrol +
Fraksi Etil Asetat
Tanin
Gambar 21a. Kontrol +.
Fraksi Etil Asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
Antrakuinon
Kontrol +.
Fraksi Etil Asetat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
Lampiran 15. Struk Hasil Spektrofotomerti UV-VIS
a. Data Absorbansi Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi etanol 50% dan Na diklofenak opada Konsentrasi 1000 ppm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
b. Data Absorbansi Frraksi Etil Asetat pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
c. Data Absorbansi Na Diklofena pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta