EFEKTIFITAS UPAYA MEDIASI OLEH HAKIM DALAM MEMINIMALISIR KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Oleh: ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA NIM: 10500112051
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2016
EFEKTIFITAS UPAYA MEDIASI OLEH HAKIM DALAM MEMINIMALISIR KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Oleh: ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA NIM: 10500112051
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2016
EFEKTIFITAS UPAYA MEDIASI OLEH HAKIM DALAM MEMINIMALISIR KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH) Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Oleh: ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA NIM: 10500112051
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2016
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini : Nama
:
Rosdiana Selvi Rahmat Wijaya
NIM
:
10500112051
Tempat / Tgl lahir
:
Rappang, 27 September 1994
Jurusan /Prodi /Konsentrasi :
Ilmu Hukum
Fakultas / Progam
Syari’ah dan Hukum
:
Alamat Judul
: Jl. Hertasning, Perumahan Anging Mamiri : Eektiitas Upaya Mediasi oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengailan Agama Sungguminasa
Menyatakan dengan kesungguhan dan penuh kesadaran bahwa skripsi yang tertera dalam pernyataan adalah hasil karya sendiri. Dan jika di kemudian hari terbukti bahwa yang bersangkutan merupakan duplikat,tiruan dan merupakan bentuk plagiat karya orang lain. Maka dengan ini skripsi dan gelar yang di peroleh karenanya batal demi Hukum. Makassar, 31 Maret 2016 Penyusun
ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA NIM: 10500112051
PERSETUJUAN PEMBIMBING Pembimbing penulisan skripsi saudara ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA, NIM: 10500112051 Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi secara seksama skripsi berjudul, “Efektifitas Upaya Mediasi oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa”, memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syaratsyarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke seminar hasil. Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.
Makassar, 21 Maret 2016
Pembimbing I
Ahkam Jayadi, SH., MH NIP. 19611024 198703 1 003
Pembimbing II
Abdi Wijaya, S.S., M. Ag. NIP. 19711005 200501 1 009
PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGUJI
Pembimbing penulisan skripsi saudari Rosdiana Selvi Rahmat Wijaya, Nim: 10500112051, mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah meneliti dan mengoreksi secara seksama skripsi yang bersangkutan dengan judul, “Efektifitas Upaya Mediasi oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa”, memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk dimunaqasyahkan. Demikian persetujuan ini diberikan umtuk digunakan lebih lanjut. Makassar, 23 Maret 2016 M 13 Jumadil Awal 1437 H
Pembimbing I
: Dr. H. Abdul Halim Talli, S.Ag., M.Ag
(....................................)
Pembimbing II
: Erlina, SH., MH
(....................................)
Munaqisy I
: Dr. Dudung Abdullah, M.Ag
(....................................)
Munaqisy II
: Dr. Muhammad Sabir, M.Ag
(....................................)
Mengetahui:
Disetujui oleh:
Dekan Fakutas Syariah dan Hukum
Ketua Jurusan
UIN Alauddin Makassar,
Prof.Dr.DarussalamSyamsuddin,M.Ag. NIP. 1957041419860310
Istiqamah, SH., MH 19680120 199503 2 001
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “Efektifitas Upaya Mediasi Oleh Hakim Dalam Meminimalisir Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Sungguminasa”, yang disusun oleh saudari Rosdiana Selvi Rahmat Wijaya, NIM: 10500112051, mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan pada sidang munaqasyah yang diselenggarakan pada hari kamis, tanggal 31 Maret 2016, bertepatan dengan Jumadil Akhir 1437 H dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum (dengan beberapa perbaikan). Makassar, 31 Maret 2016 22 Jumadil Akhir 1437 H DEWAN PENGUJI Ketua
: Prof.Dr.DarussalamSyamsuddin,M.Ag.
(....................................)
Sekretaris
: Dr. Hamsir, M.Hum
(....................................)
Munaqisy I
: Dr. Dudung Abdullah, M.Ag
(....................................)
Munaqisy II
: Dr. Muhammad Sabir, M.Ag
(....................................)
Pembimbing I
: Dr. H. Abdul Halim Talli, S.Ag., M.Ag
(....................................)
Pembimbing II
: Erlina, SH., MH
(....................................) Diketahuioleh: DekanFakutasSyariahdanHukum UIN Alauddin Makassar,
Prof.Dr.DarussalamSyamsuddin,M.Ag. NIP. 1957041419860310
KATA PENGANTAR
Alhamdullillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektifitas Upaya Mediasi Oleh Hakim Dalam Meminimalisir Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Sungguminasa”sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasul NabiMuhammad SAW yang telahmembawa umat ke jalan Dineul Islam. Beliau adalah hamba Allah SWT yang benar dalam ucapan dan perbuatannya, yang diutus kepada penghuni alam seluruhnya, sebagai pelita dan bulan purnama bagi pencari cahaya penembus kejahilan gelap gulita. Sehingga, atas dasar cinta kepada beliaulah, penulis mendapatkan motivasi yang besar untuk menuntut ilmu. Sesungguhnya, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan sebagai wujud dari partisipasi kami dalam mengembangkan serta mengaktualisasikan ilmu yang telah kami peroleh selama menimba ilmu dijenjang perkuliahan, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, dan juga masyarakat pada umumnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini, baik
vi
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ungkapan terima kasih, kepada yang terhormat: 1. Kedua orang tuaku Bapak dan Ibu serta Saudara-Saudaraku yang saya hormati dan saya sayangi. Bapakku Drs. H. Tajuddin Pammase dan Ibuku Dra. Hj. St. Hadrah Canti. Kakakku Rosniawati Ramadhani Rahmat Wijaya, dan Adik-adikku Rosmalasari Rahmat Wijaya, Roslindayanti Rahmat Wijaya, Rosdian Saputra Rahmat Wijaya tercinta, terkasih dan tersayang. Terima kasih penulis ucapkan kepada beliau semua yang telah membimbing, mencintai, memberi semangat, harapan, arahan dan motivasi serta memberikan dukungan baik secara materiil maupun spiritual sampai terselesaikannya skripsi ini dengan baik. 2. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 3. Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag, selaku Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 4. Bapak Dr. H. Abdul Halim Talli, S.Ag., M.Ag selaku dosen pembimbing I dan Ibu Erlina, SH., MH selaku dosen pmbimbing II skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan atas segala bimbingan, arahan dan motivasi. Semoga Beliau beserta seluruh anggota keluarga besar selalu diberi kemudahan dalam menjalani kehidupan oleh Allah SWT. Amin Ya Robbal ‘Alamin. vii
5. Ibu Ketua Jurusan Ilmu Hukum, Bapak Sekertaris Jurusan Ilmu Hukum, serta Staf Jurusan Ilmu Hukum, yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan semua mata kuliah dan skripsi ini. 6. Dosen-dosen
Jurusan
Ilmu
Hukum
yang
telah
mendidik
dan
mengamalkan ilmu-ilmunya kepada penulis. Semoga ilmu yang telah mereka sampaikan dapat bermanfaat bagi kami di dunia dan di akhirat. Amin. 7. Bapak Wakil Ketua dan Panitera Pengadilan Agama Sungguminasa yakni Bapak Drs.Ahmad Nur, MH selaku wakil ketua dan Bapak Tajuddin Maslan selaku panitera yang telah memberikan fasilitas, waktu, tempat dan
bantuannya selama penelitian dan semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil. 8. Semua sahabatku pada Ilmu Hukum, Khususnya Ilmu Hukum 3.4 yang saya sayangi dan saya cintai yang telah membantu selama perkuliahan sampai sekarang ini, yang namanya tak sempat saya sebutkan satu demi satu. Teman-teman mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2012 yang telah membantu, memberikan semangat kepada penulis. 9. Teman-teman KKN Profesi, khususnya teman-teman KKN Profesi angkatan VI Instansi Pengadilan Negeri Kelas IB Sungguminasa yang selalu memberikan inspirasi kepada penulis untuk semangat berjuang dengan kekuatan kebersamaan dan persaudaraan.
viii
10. Kakakku terbaik Kakak Yusran, Kakak Zul, Kakak Fiqar, Kakak Ana, Kakak Irsan, Kakak Yogi dan Sahabat-sahabatku Radhia Hasrullah, S.Pdi, Dila.t, Nurfadhilah.Amrah, Amd.Farm, Ria, serta adik-adikku Uni Syahruni, Aco, Kalla, Bimo, Faiz, Firman, juga untuk orang yang spesial kakanda tercinta Jumadil, Amd.Kep yang jauh di mata namun dekat di hati yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 11. Semua pihak yang berpartisipasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis sebagai manusia biasa yang takkan pernah luput dari salah dan dosa, menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis sangat mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, teriring do’a kepada Allah SWT, penulis berharap semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya yang tentu dengan izin dan ridho-Nya. Amin. Makassar, 31 Maret 2016 Penulis,
ROSDIANA SELVI RAHMAT WIJAYA NIM. 10500112051 ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGUJI ................................... iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................................... x ABSTRAK ................................................................................................................. xii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ....................................................... 8 C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 9 D. Kajian Pustaka........................................................................................... 10 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................... 11 BAB II. TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Mediasi, Mediator dan Perdamaian......................................... 13 B. Tujuan Mediasi.....................................................................................................18 C. Dasar Hukum Mediasi......................................................................................... 21 x
D. Tahap-Tahap Proses Mediasi ...............................................................................29 E. Kerangka Konseptual .......................................................................................... 34 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 37 B. Metode Pendekatan ................................................................................... 38 C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 38 D. Metode Pengolahan dan Analisis Data...................................................... 40 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian ........................................... 41 B. Peranan Hakim Dalam Upaya Mediasi Di Pengadilan Agama Sungguminasa ........................................................................................... 44 C. Pelaksanaan Mediasi Perceraian Yang Dilakukan Oleh Hakim Di Pengadilan Agama Sungguminasa ............................................................ 52 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................ 62 B. Implikasi Penelitian................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 63 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 66 LAMPIRAN..................................................................................................................
xi
ABSTRAK Nama
: Rosdiana Selvi Rahmat Wijaya
NIM
: 10500112051
Judul
:Eketifitas Upaya Mediasi Oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa
Skripsi dijelaskan tentang efektifitas upaya mediasi oleh hakim dalam meminimalisir kasus perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa ini berdasarkan pada peraturan dan tinjauan fiqihnya, dibuatdengan tujuan dan harapan untuk mengetahui bagaimana upaya mediasi yang dilakukan oleh hakim sebagai mediator terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa dan juga untuk mengetahui sejauhmana efektiftas mediasi yang dilakukan oleh hakim dalam kasus perceraian khususnya di Pengadilan Agama Sungguminasa. Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif dimana penelitian ini menggambarkan secara kualitatif mengenai objek yang dibicarakan sesuai kenyataan yang terjadi di masyarakat dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis.Adapun sumberdata penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder, penelitian ini juga berupa field research yakni penelitian lapangan Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Lalu, teknik pengolahan dan analisis data yang dilakukan denganmenggunakansistem analisis datayang diperoleh dari Pengadilan Agama Sunggguminasaselanjutnya akan disajikan secara deskriptif mengenai mediasi sebagai salah satu penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan hakim dalam upaya mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa telah berusaha mengoptimalkan proses mediasi dengan cara berupaya semaksimal mungkin mewujudkan tercapainya perdamaian antara suami istri yang hendak bercerai, namun kenyataannya pelaksanaan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa belum berjalan maksimal, karenatidak ada ketetapan waktu yang dibutuhkan untuk proses mediasi yang relatif singkat, yaitu frekuensi proses mediasi. Dalam hal ini, pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa belum efektif dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Implikasi dari penelitian ini adalah pelaksanaan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa disarankan kepada hakim dan mediator untuk lebih dioptimalkan demi terwujudnya upaya mediasi yang menghasilkan kesepakatan perdamaian para pihak.
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) di mana mereka saling membutuhkan satu sama lain. Untuk memenuhi kebutuhan kepentingannya, manusia mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya, dalam melakukan hubungan satu sama lain atau bermasyarakat, maka kepentingan dapat bertentangan satu sama lain yang menimbulkan perselisihan sehingga diharapkan manusia dapat memelihara tingkah laku yang menimbulkan tata tertib dalam hidup bersama tersebut. Apabila tidak dipelihara, akan menimbulkan konflik atau sengketa dalam masyarakat. Sengketa dapat terjadi pada siapa saja. Sengketa dapat terjadi antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan negara, antara negara satu dengan lainnya. Dengan kata lain sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Sengketa yang sering terjadi akibat adanya hubungan timbal balik antara manusia yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, sehingga sering kali timbul fenomena sosial berupa konflik yang timbul akibat adanya kepentingan yang berbeda-beda tersebut. Dengan timbulnya konflik, maka hukum memegang peranan
1
2
penting dalam konflik tersebut. Akan tetapi, sudah menjadi masalah umum di negara mana pun, baik di negara yang sudah maju maupun di negara yang sudah berkembang, terdapat banyak kritikan yang ditujukan kepada lembaga peradilan dalam menyelesaikan sengketa para pencari keadilan yang sangat banyak dan beragam. Di antaranya: Penyelesaian sengketa yang lambat, biaya perkara yang mahal, peradilan tidak tanggap, putusan pengadilan sering tidak menyelesaikan masalah, kemampuan hakim yang bersifat generalis.1 Sebenarnya masih banyak kritikan yang dapat dideskripsikan, namun dari deskripsi yang telah diuraiakan di atas dapat memberikan gambaran bahwa betapa kompleksnya permasalahan yang ada di lembaga peradilan tersebut, meskipun kedudukan dan keberadaannya sebagai “pressure valve and the last resort” yaitu sebagai katup penekan dan jalan penyelesaian terakhir dalam mencari kebenaran dan keadilan, hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan. Sistem peradilan diperkirakan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Perkiraan ini didasarkan pada fakta-fakta di lapangan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dinilai terlalu berlarut-larut, membutuhkan waktu yang lama, serta tidak menekankan efisiensi dan efektifitas. Selain itu putusan pengadilan justru tidak memuaskan para pihak. Asas sederhana,
1
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 02
3
cepat dan biaya ringan hingga kini masih terkesan sebagai slogan kosong saja. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kenyataan masih banyaknya perkara yang bertumpuk dan belum terselesaikan. Sebenarnya terhadap pernyataan maupun keluhan tersebut, Mahkamah Agung telah mengambil kebijaksanaan untuk mengantisipasinya dengan menerbitkan SEMA No.6 tahun 1992 yang menganjurkan agar penanganan dan penyelesaian perkara diusahakan selesai dalam tempo 6 (enam) bulan. Anjuran dalam surat edaran tersebut dirasa perlu sebagai penekanan pelaksanaan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana telah diganti dengan Pasal 2 angka 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Selain itu, lembaga yang dimilki mengalami peningkatan fungsi yaitu lembaga penyelesaian perkara perdata secara damai di pengadilan (Dading) yang tidak kalah efektif dengan lembaga ADR dan sesuai dengan SEMA No.1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tinngkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai. Terakhir adalah PERMA No.2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dimana Mahkamah Agung memerintahkan agar semua hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian. Namun selama ini boleh dikatakan mungkin kurang mendapat perhatian dari pihak masyarakat maupun penegak hukum.
4
Perdamaian pada dasarnya merupakan salah satu sistem Alternative Dispute Resolution (ADR) yang telah ada dalam dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila di mana dalam filosofinya disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur tentang perdamaian atau mediasi adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada penjelasan Pasal 3 menyatakan bahwa “Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit tetap diperbolehkan” sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dalam Bab XII Pasal 58 sampai Pasal 61 yang memuat ketentuan diperbolehkannya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati para pihak seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Kemudian keberadaan mediasi tersebut dipertegas lagi dengan UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Pasal 1 angka 10 bahwa “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli”. Akan tetapi, UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 ini tidak mengatur dan memberikan defenisi lebih
5
rinci dari lembaga-lembaga alternatif tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang arbitrase.2 Sengketa yang bersifat perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang bersengketa didalamnya mengandung sengketa yang harus diselesaiakan oleh kedua belah pihak.3 Dalam perkara perdata yang bersifat sengketa, minimal ada dua pihak yang saling memperjuangkan kepentingannya. Masingmasing pihak akan merasa dirinya paling benar dan berhak terhadap apa yang disengketakan di mana mereka akan berupaya untuk membuktikan kebenaran dalildalilnya dan melakukan apa saja. Akan tetapi, suatu sengketa perdata yang diselesaikan dengan cara perdamaian, diharapkan oleh kedua belah pihak yang bersengketa benar-benar dapat berjalan dengan lancar sehingga tidak menimbulkan permusuhan dan dapat menumbuhkan kembali hubungan harmonis yang telah ada terutama bila sengketa terjadi antarkeluarga.
2
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 6,7 3 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, (Cet. IV; Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 7
6
Penyelesaian sengketa dengan cara perdamaian ini dimaksudkan untuk mencari jalan keluar agar pihak yang bersengketa
menyelesaikan secara damai,
sesuai dengan firman Allah Q.S.An-Nisaa/4: 35:
Terjemahnya Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Selanjutnya
proses
perdamaian
dibuatkan
akta
perdamaian
yang
ditandatangani oleh para pihak. Dengan ketentuan bahwa para pihak harus mematuhi apa yang telah disepakati dalam akta perdamaian tersebut. Jika akta tersebut dibuat di luar pengadilan dalam bentuk akta otentik dan akta di bawah tangan, maka perjanjian itu mengikat kedua belah pihak dan jika salah satu pihak lalai dalam pelaksanaan perjanjian, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Namun jika akta perdamaian dibuat dalam pengadilan atau di muka sidang melalui proses mediasi, maka para pihak akan sulit melalaikan apa yang telah diperjanjikan karena perdamaian itu mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) seperti suatu putusan perkara biasa.
7
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian secara mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan di bantu oleh mediator. Mediasi juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh hakim dalam bidang perdata di pengadilan. Hakim sebagai mediator dalam hal ini juga sangat berperan penting, karena hakim merupakan sosok yang dapat mewujudkan cita-cita hukum yakni tercapainya keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum melalui putusan maupun penetapannya. Mediasi oleh hakim merupakan salah satu cara untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Mediasi adalah cara yang paling beradab untuk menyelesaikan konflik secara efektif, cepat dan mampu menjamin kepuasan para pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam realitanya mediasi yang dilakukan oleh hakim seringkali gagal, sehingga menyebabkan kasus dari tahun ke tahun kian menumpuk. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa hanya sedikit kasus yang berhasil diputus melalui mediasi oleh hakim baik di lingkungan pengadilan umum maupun pengadilan agama. Seperti data yang telah diperoleh melalui website Pengadilan Agama Sungguminasa bahwa dari tahun ke tahun perkara yang berhasil diputus oleh hakim yang tidak mencapai kesepakatan perdamaian semakin bertambah, dibandingkan dengan perkara yang berhasil mencapai kesepakatan perdamaian melalui mediasi, hal ini terkhusus pada kasus perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat.4 Maraknya kasus perceraian ini yang seakan-akan menganggap bahwa sebuah ikatan perkawinan itu
4
www.pa-sungguminasa.go.id, (08 Desember 2015).
8
bukanlah sebuah hal yang sakral dan harus dipertahankan oleh kedua belah pihak dalam hal ini suami isteri, tanpa memikirkan keluarga dan anak-anak mereka. Sehingga perselisihan sedikit dalam rumah tangga mereka, yang kemudian langsung memasukkan surat gugatan atau surat permohonan cerainya tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Mediasi yang merupakan wadah untuk mempersatukan dan meredahkan perselisihan antara kedua belah pihak suami isteri juga gagal di tempuh. Disinilah peran hakim dipertanyakan sebagai sosok yang seharusnya memberikan nilai keadilan dan kemanfaatan hukum bagi semua orang. Olehnya itu, kehadiran PERMA no.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintensifkan dan mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan. Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA no.1 tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (Pasal 2 ayat 3 PERMA). Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan dan/atau merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung RI No.2 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
9
Penyempurnaan tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena dalam PERMA No.2 tahun 2003 ditemukan beberapa masalah, yaitu masih terdapat banyak kelemahankelemahan normatif yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran maksimal yang diinginkan, sehingga penerapannya di pengadilan tidak efektif. Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA no.1 tahun 2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus Berdasarkan latar belakang terdahulu maka ada beberapa hal yang menjadi fokus penelitian ini representatif dan gambaran umum yang akan dijelaskan, sebagai upaya untuk menghindari kekeliruan penafsiran pembaca terhadap variabel-variabel, atau kata-kata dan istilah-istilah dalam penulisan ini, diantaranya ialah pelaksanaan dan penerapan prosedur mediasi dalam pengadilan, khususnya di Pengadilan Agama sebagai bentuk implementasi PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menjadi landasan yuridis normatif dalam mewujudkan tercapainya cita-cita hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, serta sebagai upaya mempercepat dan mempermudah penyelesaian sengketa para pihak. Juga meneliti peran dan tanggungjawab hakim dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Pengadilan yang merupakan lembaga atau wadah yang mengusahakan terwujudnya keadilan dan tercapainya kesepakatan perdamaian bagi masyarakat yang bersengketa. Olehnya itu, dibutuhkan peran hakim yang
10
sesungguhnya sebagai mediator atau penengah antara para pihak yang bersengketa, agar tercapainya kesepakatan mufakat kedua belah pihak. Khususnya sengketa perceraian agar tidak sampai pada proses beracara. C. Rumusan Masalah Di dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba meneliti mengenai “Efektifitas Upaya Mediasi Oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa”. Olehnya itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran hakim dalam upaya mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa ? 2. Bagaimanakah pelaksanaan mediasi perceraian yang dilakukan oleh hakim di Pengadilan Agama Sungguminasa ? D. Kajian Pustaka Dalam judul skripsi Upaya Mediasi Oleh Hakim Dalam Meminimalisir Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Sungguminasa, Kabupaten Gowa dari hasil penelusuran yang telah dilakukan maka di temukan beberapa literatur yang menjadi acuan dalam skripsi ini, diantaranya: 1. Kamus hukum lengkap yang memberikan penjelasan tentang defenisi dari suatu istilah atau bahasa hukum.
11
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dimana peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan
kepastian,
kelancaran
dan
ketertiban
dalam
proses
mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. 4. Buku yang berjudul Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan yang ditulis oleh Nuraningsih Amriani, SH., M.H. dalam buku ini memberikan gambaran tentang alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, negosiasi, konsiliasi dan litigasi, dengan meletakkan tekanan utama pada pembahasan Mediasi.5 Kemudian membahas mediasi dalam sistem hukum Indonesia dan perundang-undangan yang ada. Lebih lanjut dibahas pula mengenai potensi pengembangannya serta analisis PERMA No.1 Tahun 2008 dan hambatan penerapannya. 5. Dan juga buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Syahrizal Abbas yang berjudul MEDIASI Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Dalam buku ini dipaparkan secara komprehensif apa yang dimaksud dengan mediasi, keterampilan apa yang harus dimiliki oleh seorang mediator, bagaimana batasan dan pelaksanaan mediasi dalam perspektif hukum syariah, hukum adat, dan hukum nasional.
5
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
12
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sebagaimana diketahui bahwa suatu karya ilmiah mempunyai tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai oleh penulisnya, demikian halnya dengan penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan. Tujuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana upaya mediasi yang dilakukan oleh hakim sebagai mediator terhadap kasus perceraian
di
Pengadilan Agama
Sungguminasa. 2. Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas mediasi yang dilakukan oleh hakim dalam menyelesaikan kasus perceraian khususnya di Pengadilan Agama Sungguminasa. Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pengetahuan tentang upaya mediasi yang dilakukan oleh hakim di Pengadilan Agama. 2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran kepada masyarakat umum tentang proses mediasi di Pengadilan Agama dalam mengurangi angka perceraian dan mengutamakan perdamaian. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi akademisi maupun praktisi hukum, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Syariah dan Lingkup Pengadilan Agama.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Mediasi, Mediator Dan Perdamaian 1.
Mediasi Mediasi merupakan alternatif penyeleseaian sengketa atau biasa di kenal
dengan istilah “mekanisme alternatif penyelesaian sengketa” yang merupakan terjemahan dari “alternative dispute resolution”1 yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat. Mediasi ini lahir dilatarbelakangi oleh lambannya proses penyelesaian sengketa di pengadilan, oleh karena itu mediasi ini muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. Padahal di nusantara telah lama dipraktekkan tentang penyelesaian sengketa melalui musyawarah. Istilah khusus di pengadilan disebut mediasi. Para ilmuan berusaha mengungkap secara jelas makna mediasi dalam berbagai literatur ilmiah melalui riset dan studi akademik. Para praktisi juga cukup banyak menerapkan mediasi dalam praktik penyelesaian sengketa. Perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai lembaga lain cukup banyak menaruh perhatian pada mediasi ini. Namun, istilah mediasi tidak mudah didefinisikan secara lengkap dan menyeluruh, karena cakupannya cukup luas.
1
Alan. M Stevens “Kamus Bahasa Inggris” (Jakarta: Mizan, 2004)
13
14
Mediasi tidak memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainnya.2 Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu permasalahan sebagai penasihat.3 Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan
apa-apa dalam
pengambilan keputusan. Menurut Tolberg dan Taylor, yang di maksud dengan mediasi adalah suatu proses sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka4 Adapun pengertian mediasi menurut Perma nomor 01 tahun 2008, yang tercantum dalam pasal 1 butir 7 menyebutkan bahwa pengertian mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan 2
Gator Sumartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 119. 3
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet Ke-17; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 640. 4
H. Abdul Maman, Penereapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Prenada Media, 2005). H. 175
15
para pihak dengan dibantu oleh mediator.5 Mediasi dalam proses peradilan bersifat wajib, semua sengketa perdata wajib mediasi kecuali: Sengketa Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, Keberatan atas Putusan BPSK dan KPPU.6 Mediasi diwajibkan pada hari sidang pertama yang dihadiri para pihak.7 Tidak ditempuhnya proses berdasarkan PERMA ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR/154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.8 2.
Mediator Mediator adalah pihak ketiga yang posisinya netral dan tidak memihak kepada
salah satu pihak, masuk dan melibatkan diri kedalam sengketa yang sedang berlangsung guna membantu dan memfasilitasi para pihak dalam menyelesaikan sengketa itu secara damai.9 Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 “Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.”
5
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 6 Lihat Pasal 4 Perma No.1 tahun 2008 7 Pasal 7 Perma No. 1 tahun 2008 8 Pasal 2 ayat (3) Perma No. 1 tahun 2008 9 D.Y Witanto, HUKUM ACARA MEDIASI Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama, (Cetakan kedua; Bandung: Alfabeta, CV, 2012), h. 87
16
Adapun syarat dan kualifikasi yang dianggap kompoten bertindak melaksanakan fungsi sebagai mediator adalah:10
Pada asasnya setiap mediator bersertifikat,
Kecuali di wilayah hukum pengadilan tingkat pertama tidak ada mediator terdaftar bersertifikat, hakim tanpa sertifikat boleh menjadi mediator,
Sertifikat diperoleh dari pelatihan oleh lembaga yang terakreditasi oleh MA RI (Pasal 5). Dalam Perma Nomor 01 tahun 2008 tidak memberikan pembatasan tertentu,
tidak mengatur larangan atau pembatasan hubungan keluarga atau pekerjaan antara mediator dengan pihak yang bersengketa, hal itu bisa menimbulkan pertanyaan, antara seseorang yang mempunyai hubungan keluarga atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa, dapat disepakati bertindak sebagai mediator, selama yang bersangkutan dapat bersikap netral dan imparsial, tidak menjadi masalah. Apabila para pihak sepakat, juga tidak menjadi masalah meskipun mediator tersebut mempunyai hubungan kerja dengan salah satu pihak. Patokannya adalah kesepakatan para pihak, bukan pada faktor hubungan darah atau pekerjaan. Siapapun dapat bertindak sebagai mediator asal para pihak sepakat dan orang tersebut memiliki sertifikat mediator. Namun demikian, pemilihan
10
https://www.mahkamahagung.go.id/images/uploaded/IMPLEMENTASI_MEDIASI.ppt
17
mediator seperti itu, lebih baik dihindari karena potensial mengandung pertentangan kepentingan.11 Dalam acara mediasi adalah “beyond the law”, yakni menggeser hukum dengan mencari “apa tujuan atau kepentingan” para pihak. Jadi dalam mediasi bagaimana kepentingan para pihak bisa terakomodasikan. Agar kepentingan para pihak bisa terakomodasikan, maka perundingan berdasarkan kepentingan dimulai dengan mengembangkan dan menjaga hubungan baik para pihak. Peran mediator adalah bagaimana ia dapat membangun komunikasi yang baik diantara para pihak, selanjutnya
mengoptimalkan
pemberdayaan
masing-masing
pihak
dengan
mengajukan tawaran atau pilihan-pilihan yang dapat mengakomodasikan kepentingan kedua pihak. 3.
Perdamaian Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara adalah
sejalan dengan tuntutan ajaran Islam. Ketentuan ini adalah sejalan dengan firman Allah SWT dalam Q.S AlHujurat/49 ayat 9 sebagai berikut:
11
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.247
18
Terjemahnya: “Jika dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar, sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil.”12 Lembaga perdamaian merupakan salah satu lembaga yang sampai sekarang dalam praktek peradilan telah banyak mendatangkan keuntungan baik bagi hakim maupun bagi pihak-pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa: Perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu sengketa yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu sengketa. Kemudian dalam pasal 130 HIR dan 154 Rbg disebutkan bahwa jika hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir dalam persidangan, maka ketua majelis hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang 12
Abdul Manan, Peranan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 2001), h. 151
19
bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian dan kedua belah pihak dihukum untuk menaati persetujuan yang telah disepakati itu.13
B. Tujuan Mediasi Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution). Dalam mediasi para pihak yang bersengketa pro aktif dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan. Mediator tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya membantu para pihak dalam menjaga proses mediasi guna mewujudkan kesepakatan damai mereka. Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan. Modal utama penyelesaian sengketa adalah
13
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 2001), h. 108
20
keinginan dan itikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan itikad baik ini, kadang-kadang memerlukan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga.14 Menyelesaikan suatu pertentangan yang timbul disebabkan sengketa perdata dengan keputusan pengadilan sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai cara yang paling tepat menyelesaikan suatu sengketa atau sengketa perdata dengan keputusan pengadilan harus dipandang sebagai cara yang formal saja sekedar lebih terpuji daripada menghakmi sendiri.15 Sedangkan tujuan penyelesaian konflik melalui mediasi adalah:16 a. Menghasilkan suatu rencana atau kesepakatan ke depan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa. b. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari keputusan-keputusan yang mereka buat. c. Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik dengan
cara
membantu
pihak
yang
bersengketa
untuk
mencapai
penyelesaian secara consensus.
14
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional (Jakarta:Kencana, 2009), h. 24-25 15 Victor M Situmorang, Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), h. 16 16 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Cet.V; Jakarta: Kencana, 2008), h. 176
21
Keuntungan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi:17 a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah. b. Hasil-hasil yang didapatkan akan memuaskan para pihak karena keputusan yang diambil berdasarkan mufakat para pihak. c. Kesepakatan yang diperoleh bersifat secara komprehensif karena tidak hanya masalah hukum saja tapi juga menyangkut masalah di luar hukum. d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap proses dan hasilnya. e. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan hakim di pengadilan. C. Dasar Hukum Mediasi Telah dijelaskan berbagai ketentuan di dalam al-Qur’an antara lain yang terdapat dalam Q.S.An-Nisaa/4 ayat 35:18
17
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional (Jakarta: Kencana 2009), h. 26 18
2002)
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
22
Terjemahnya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu wahai orang-orang yang bijak dan bertakwa, khususnya penguasa, khawatir akan terjadinya persengketaan antara keduanya, yakni menjadikan suami dan istri masing-masing mengambil arah yang berbeda dengan arah pasangannya sehingga terjadi perceraian, maka utuslah kepada keduanya seorang hakam juru damai yang bijaksana untuk menyelesaikan kemelut mereka dengan baik. Juru damai itu sebaiknya dari keluarga laki-laki, yakni keluarga suami dan seorang hakam dari keluarga perempuan, yakni keluarga istri, masing-masing mendengar keluhan dan harapan anggota keluarganya. Jika keduanya, yakni suami dan istri atau kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada keduanya, yakni suami istri itu. Ini karena ketulusan niat untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga merupakan modal utama menyelesaikan semua problema keluarga. Sesungguhnya Allah sejak dahulu hingga kini dan akan datang Maha
23
Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Mengenal sekecil apa pun termasuk datak-detik kalbu suami istri dan para hakam itu.19 Q.S An-Nisaa/4 ayat 114:
Terjemahnya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikanbisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia, dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”
Maknanya adalah tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan manusia dan perbincangan mereka apabila tidak mengandung kebaikan padanya karena boleh jadi hal tersebut tidak ada manfaatnya seperti memperbanyak
19
M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 433.
24
perbincangan yang mubah, maupun keburukan atau mudarat yang murni seperti perkataan yang diharamkan dengan berbagai macamnya. Kemudian Allah SWT memuji “kecuali orang yang menyuruh manusia mengadakan perdamaian diantara manusia”, yakni tidaklah dikatakan perdamaian kecuali yang terjadi diantara dua orang yang bersengketa dan bermusuhan. Permusuhan, pertikaian dan rasa benci menimbulkan keburukan dan perpecahan yang tidak dapat terhingga. Oleh karena itu, syariat menganjurkan perdamaian diantara manusia pada hak darah, harta, kehormatan bahkan masalah agama. Sebagaimana firman Allah (artinya): “Berpegang teguhlah kalian dengan tali (agama) Allah yang kuat dan janganlah saling berpecah belah”, Dan juga firmanNya: “Apabila ada dua kelompok diantara kaum yang beriman berpegang maka damaikanlah mereka berdua, dan tapi kalau yang satu melanggar perjanjian itu terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah”. Q.S An-Nisaa/4 ayat 128:
25
… Terjemahnya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir…” Dimulainya ayat ini dengan tuntutan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, mengajarkan setiap muslim dan muslimah agar menghadapi dan berusaha menyelesaikan problem begitu tanda-tandanya terlihat atau terasa, dan sebelum menjadi besar dan sulit diselesaikan. Perdamaian harus dilaksanakan dengan tulus tanpa pemaksaan. Jika ada pemaksaan, perdamaian hanya merupakan nama, sementara hati akan semakin memanas hingga hubungan yang dijalin sesudahnya tidak akan langgeng. Ayat diatas menekankan sifat perdamaian itu, yakni perdamian yang sebenarnya, yang tulus sehingga terjalin lagi hubungan yang harmonis yang dibutuhkan untuk kelanggengan hidup rumah tangga. Firmany-Nya: Tidak mengapa bagi keduanya mengadakan antar keduanya perdamaian. Redaksi ini mengisyaratkan bahwa perdamaian itu hendaknya dijalin
26
dan berlangsung antar keduanya saja, tidak perlu melibatkan atau diketahui orang lain. Bahkan jika dapat orang dalam rumah pun tidak mengetahuinya.20 Q.S Al-Hujurat/49 ayat 9:
...
Terjemahnya: “…damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” Ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu masalah yang terjadi antara dua golongan dari orang-orang mukmin. Jika berbuat aniaya atau berbuat melewati batas salah satu dari kedua golongan itu terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, artinya rujuk kembali kepada perintah Allah, kepada jalan yang benar. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah maka damaikanlah antara keduanya dengan adil yaitu dengan cara pertengahan. Dan berlaku adillah atau bersikap jangan memihak. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
20
M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 604.
27
Ayat di atas memerintahkan untuk melakukan ishlah sebanyak dua kali. Tetapi yang kedua dikaitkan dengan kata ( )ﺑﺎاﻟﻌدلdengan adil. Ini bukan berarti perintah ishlah yang pertama tidak harus dilakukan dengan adil, hanya saja pada yang kedua itu ditekankan lebih keras lagi karena yang kedua telah didahului oleh tindakan terhadap kelompok yang enggan menerima ishlah yang pertama. Dalam menindak itu bisa jadi terdapat hal-hal yang menyinggung perasaan atau bahkan mengganggu fisik yang melakukan ishlah itu, sehingga jika ia tidak berhati-hati dapat saja lahir ketidakadilan dari yang bersangkutan akibat gangguan yang dialaminya pada upaya ishlah yang pertama. Dari sini ayat di atas menyebut secara tegas perintah berlaku adil itu.21 Q.S Al-Hujurat/49 ayat 10:
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
21
M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 245.
28
Ayat ini merupakan kelanjutan sekaligus penegasan perintah dalam ayat sebelumnya untuk mendamaikan kaum Mukmin yang bersengketa. Ayat ini menjelaskan bahwa setiap muslim itu bersaudara dengan muslim lainnya. Persaudaraan itu di ibaratkan dengan satu tubuh, apabila salah satu tubuh sakit maka yang lain juga merasakannya. Bahkan apabila perselisihan tidak terelakkan, maka kita tidak diperbolehkan sesama muslim selama tiga hari. Ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara.22 Adapun hadits yang menyebutkan kata perdamaian (mediasi) seperti terlihat pada riwayat sebagai berikut :
ﺣدﺛﻨﺎ ﻋﺑﺪ اﻠﻟﮫ ﺑﻦ اﻠﺣﺎﺮﺚ ﻋﻦ اﺑﻦ ﺠﺮﯿﺞ ﻘﺎﻞ ﻘﺎﻞ ﻠﻲ ﺴﻠﯿﻤﺎﻦ ﺑﻦ ﻤﻮﺴﻰ ﺤﺪﺜﻨﺎ ﻨﺎﻔﻊ أﻦ اﺒﻦ ﻋﻤﺮ ﻜﺎﻦ ﯿﻘﻮﻞ إﻦ ﺮﺴﻮﻞ اﻠﻠﮫ ﺼﻠﻰ اﻠﻠﮫ ﻋﻠﯿﮫ ﻮﺴﻠﻢ ﻘﺎﻞ أﻔﺸﻮا اﻠﺴﻼﻢ ﻮأﻄﻌﻤﻮا اﻠﻂﻌﺎﻢ ﻮﻜﻮﻨﻮا إﺨﻮاﻨﺎ ﻜﻤﺎ أﻤﺮﻜﻢ اﻠﻠﮫ ﻋﺰ ﻮﺠﻞ Artinya: Menceritakan kepada kami Abdullah bin al-harits dari Ibnu Juraij berkata: “Berkata kepadaku Sulaiman bin Musa menceritakan kepada kami Nafi’ bahwa 22
M.Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 249.
29
Ibnu Umar ada berkata: “Sebarkanlah perdamaian, dan berilah makan (kepada yang memerlukan), dan jadilah kalian semua saling bersaudara sebagaimana Allah Azza wa Jalla memerintah kalian semua” (HR. Ahmad, dalam kitab Baqi Musnad al-Mukatstsirin min ash-Shabah, No.6161).23 Rasulullah telah menerangkan bahwasanya Allah memerintahkan untuk menyebarkan perdamaian, memberi makan kepada yang memerlukan dan menjalin persaudaraan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut untuk meneggakkan keadilan dengan menyebarkan perdamaian diantara sesama saudara, agar terjalin persaudaraan yang jauh dari permusuhan. Selain itu mediasi juga diatur dalam berbagai aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, antara lain Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
untuk
Menerapkan
Lembaga Damai,
sebagaimana
yang
diamanatkan dalam HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 yang telah mengatur lembaga perdamaian, dimana “Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang bersengketa sebelum sengketanya diperiksa”. SEMA No.1 tahun 2002 ini kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi, sebagai penggantinya yang merupakan penyempurnaan surat edaran tersebut adalah Peraturan mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Alasan lahirnya Perma Nomor 2 tahun 2003 ini dapat disimak dari konsiderannya bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beacara di pengadilan dapat menjadi
23
Ibnu Majah, kitab al-Ath’imah, No. 3243
30
salah satu instrument yang efektif mengatasi kemungkinan penumpukan sengketa di pengadilan.24 Perma Nomor 2 tahun 2003 tersebut diganti oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang berlaku sejak ditetapkan yaitu tanggal 31 Juli 2008. Alasan dicabutnya Perma Nomor 2 tahun 2003 dan digantikan dengan Perma Nomor 1 tahun 2008, karenanya ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Perma Nomor 2 tahun 2003 itu sendiri, serta untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses bersengketa di pengadilan. Selain itu Mediasi atau Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan juga diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. D. Tahap-Tahap Proses Mediasi 1.
Tahap Pra Mediasi Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri kedua belah pihak, hakim
mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau efektif dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan para pihak menempuh proses mediasi. Hakim wajib
24
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2012), h. 18
31
menjelaskan prosedur mediasi sesuai PERMA No.1 Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa. (Pasal 7 PERMA No.1 Tahun 2008). Para pihak berhak memilih mediator diantara pilihan-pilihan berikut.25 a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan. b. Advokad atau akademisi hukum. c. Profesi bukan hukum
yang dianggap para pihak menguasai atau
berpengalaman dalam pokok sengketa. d. Hakim majelis pemeriksa perkara. e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri. (Pasal 7 PERMA No.1 Tahun 2008). Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama dua hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Jika setelah jangka waktu maksimal, yaitu dua hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para 25
Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 148
32
pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. (Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 2008). Dalam
hal
memberitahukan
mediator mediator
sudah
ditunjuk,
yang
selanjutnya
ditunjuk
majelis
melalui
hakim salinan
gugatan/permohonan/perlawanan kemudian memerintahkan para pihak untuk menemui mediator yang ditunjuk guna memusyawarahkan jadwal mediasi. Majelis hakim akan menunda sidang empat belas hari unntuk memberi kesempatan kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi yang dibantu oleh mediator dan apabila dianggap perlu dapat diperpanjang pada sidang berikutnya.Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan itikad tidak baik. (Pasal 12 PERMA No.1 Tahun 2008). 2.
Tahap Mediasi Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para pihak menunjuk
mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama lima hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.
33
Pelaksanaan mediasi haruslah dilakukan ditempat atau ruangan khusus mediasi Pengadilan kecuali para pihak menghendaki lain apabila mediator bukan dari hakim. Pada hari pelaksanaan mediasi yang dihadiri oleh kedua belah pihak terlebih dahulu mediator harus melakukan hal-hal sebagai berikut:26 a. Memperkenalkan diri dan menjelaskan posisinya sebagai pihak yang netral, b. Menjelaskan pentingnya mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa atau perkara, c. Menjelaskan bahwa mediator hanya memfasilitasi pertemuan, tidak memaksa atau menjadi pemutus, d. Membuat kesepakatan biaya mediasi dalam hal mediator adalah bukan hakim pengadilan, e. Menjelaskan tahapan-tahapan proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, f. Menyusun jadwal mediasi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, g. Menyusun aturan main yang harus disepakati seperti tidak boleh saling menyelah pembicaraan pihak lain, tidak boleh saling menyerang dan tidak dibenarkan menerima telepon atau pesan via ponsel. Proses mediasi diawali dengan identifikasi masalah yang termuat dalam gugatan, untuk itu mediator memberi kesempatan kepada kedua pihak yang hadir untuk menyiapkan resume perkara baik secara lisan maupun tulisan. Kemudian pada
26
Abdul Razak Ahmad, Pedoman Teknis Pelaksanaan Mediasi Pengadilan Agama Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Kendari (Kendari: PTA Kendari, 2010), h. 7
34
hari dan tanggal yang telah ditetapkan sesuai dengan kesepakatan pengggugat dan tergugat, maka penggugat menyampaikan atau membacakan resumenya dan dilanjutkan dengan penyampaian resume dari tergugat atau kuasa hukumnya.27 Proses mediasi berlangsung paling lama empat puluh hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama empat belas hari kerja sejak berakhir masa empat puluh hari. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. (Pasal 13 PERMA No.1 Tahun 2008). 3.
Tahap Akhir Mediasi a. Mencapai Kesepakatan Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak bisa dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim 27
Abdul Razak Ahmad, Pedoman Teknis Pelaksanaan Mediasi Pengadilan Agama Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Kendari, h. 8
35
untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. b. Tidak Mencapai Kesepakatan Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. E. Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu / teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan dibab tinjauan
36
pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti. Kerangka
konseptual
diharapkan
akan
memberikan
gambaran
dan
mengarahkan asumsi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka konseptual diperoleh dari hasil sintesis dari proses berpikir deduktif (aplikasi teori) dan induktif (fakta yang ada, empiris), kemudian dengan kemampuan kreatif-inovatif, diakhiri dengan konsep atau ide baru yang disebut kerangka konseptual.
Al Quran Al Hadits Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi
Peranan Hakim dalam Upaya Mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa -
Tugas hakim sebagai mediator, Fungsi hakim dalam mediasi, dan Tanggungjawab hakim terhadap upaya mediasi.
Pelaksanaan Mediasi Perceraian oleh Hakim di Pengadilan Agama Sungguminasa -
Pra mediasi, Tahap mediasi, dan Tahap akhir mediasi.
37
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mempertegas keberadaan medasi dalam Pasal 1 angka 10 bahwa “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli”. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini tidak mengatur dan memberikan defenisi lebih rinci dari lembaga-lembaga alternatif tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang arbitrase. Olehnya itu, kehadiran PERMA no.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintensifkan dan mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan. Mediasi mendapat kedudukan
38
penting dalam PERMA no.1 tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, bila hakim melanggar atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (Pasal 2 ayat 3 PERMA).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Lokasi Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empirik dan normatif
dengan metode pendekatan Yuridis Sosiologis (Sociologys Legal Research). Secara yuridis dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagai upaya perdamaian untuk mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Secara sosiologi dengan cara melihat kenyataan yang ada di lapangan berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dipandang dari sudut pandang penerapan hukum. 2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini menempatkan lokasi dalam wilayah hukum Pengadilan Agama
Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini, eksistensi Pengadilan Agama Sungguminasa dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat, keberadaannya juga sangat relevan dan bersesuaian dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten Gowa yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Selain itu, jumlah perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sungguminasa setiap tahunnya mengalami peningkatan antara lain didalamnya termasuk perkara perceraian. Olehnya itu, dari penerimaan perkara tersebut perlu untuk diketahui
37
38
apakah upaya damai (mediasi) pada setiap pemeriksaan perkara telah optimal atau berhasil menyelasaikan perkara, terlebih lagi setelah berlakunya Peraturan Mahkamah Agung RI No.01 Tahun 2008 Tentang prosedur mediasi di Pengadilan. B. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis sosiologis dimana penelitian dilakukan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dan dengan melihat serta mengaitkan dengan kenyataan yang ada di dalam implementasinya yang bertujuan untuk mendeskripsikan kegiatan atau peristiwa alamiah dalam praktek sehari-hari di masyarakat. C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, diperlukan data yang cukup sebagai bahan analisis, maka digunakan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh melalui field research atau penelitian lapangan dengan cara interview yaitu kegiatan langsung ke lapangan dengan mengadakan wawancara dan tanya jawab pada informan penelitian untuk mempeoleh keterangan yang lebih jelas. Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh melalui library research atau kepustakaan. Dengan ini, penulis berusaha menelusuri dan mengumpulkan bahan dari buku-buku dan peraturan perundangan-undangan serta publikasi lainnya.
39
1. Jenis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data kualitatif yaitu suatu jenis data yang mengkategorikan data secara tertulis untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dan lebih bermakna. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan library research (kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan). 3. Tekhnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. a. Wawancara, yaitu penulis mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan masalah yang dibahas, dalam hal ini adalah hakim yang berkompoten pada Pengadilan Agama Sungguminasa, Kabupaten Gowa. b. Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis melalui pengamatan dengan panca indera. c. Dokumentasi, yaitu penulis mengambil data dengan mengamati dokumendokumen dan arsip-arsip yang terkait dengan penelitian ini.
40
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penulisan ini, penyusun menggunakan
sistem analisis data secara
kualitatif dan kemudian dipaparkan secara deskriptif. Analisis data secara kualitatif yaitu analisis data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan hakim pada Pengadilan Agama Sunggguminasa untuk lebih mendapatkan gambaran nyata yang selanjutnya akan disajikan secara deskriptif mengenai mediasi sebagai salah satu penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan.
BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Peneltian 1.
Sejarah Pada mulanya Kabupaten Gowa adalah sebuah Kerajaan di Sulawesi Selatan
yang turun temurun diperintah oleh seorang kepala pemerintah disebut “Somba” atau “Raja”. Beralihnya sistem pemerintahan Kabupaten Gowa menjadi Daerah TK.II didasari oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, yang diperkuat Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah TK.II di Sulawesi (Tambahan Lembaran Negara RI No. 1822). Kepala Daerah TK.II Gowa yang pertama “Andi Ijo Dg Mattawang Karaeng Lalowang “ yang juga disebut nama Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin Tumenanga Rijongaya, dan merupakan Raja Gowa yang terakhir (Raja Gowa ke XXXVI).1 Somba sebagai Kepala pemerintah Kabupaten Gowa didampingi oleh seorang pejabat di bidang agama Islam yang disebut “kadi” (Qadli). Meskipun demikian tidak semua Somba yang pernah menjadi Raja Gowa didampingi oleh seorang Qadli, hanya ketika agama Islam mulai menyebar secara merata dianut oleh seluruh rakyat Kerajaan Gowa sampai ke pelosok-pelosok desa, yaitu sekitar tahun 1857 M. Qadli
1
www.pa-sungguminasa.go.id, (28 Februari 2016).
41
42
pertama yang diangkat oleh Raja Gowa bernama Qadli Muhammad Iskin. Qadli pada waktu itu berfungsi sebagai penasehat kerajaan atau hakim agama yang bertugas memeriksa dan memutus perkara-perkara di bidang agama, demikian secara turun temurun mulai diperkirakan tahun 1857 sampai dengan Qadli yang keempat tahun 1956. Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 terbentuklah Kepala Jawatan Agama Kabupaten Gowa secara resmi , maka tugas dan wewenang Qadli secara otomatis diambil oleh Jawatan Agama. Jadi Qadli yang kelima, setelah tahun 1956, diangkat oleh Depertemen Agama RI sebagai Kantor Urusan Agama Kecamatan Somba Opu (sekaligus oleh Qadli) yang tugasnya hanya sebagai do’a dan imam pada shalat I’ed Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 tanggal 3 Desember 1966, maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa secara resmi dibentuk dan menjalankan tugas-tugas peradilan sebagaimana yang ditentukan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957. Peresmian Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa pada tanggal 29 Mei 1967. Sejak tanggal 29 Mei 1967 tersebut dapat dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah K.H.Muh. Saleh Thaha (1967 s/d 1976) Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Sungguminasa menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang Agama membawahi 18 Kecamatan yang terdiri dari 46 Kelurahan dan 123 Desa.
43
2.
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa
Sehubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini tentang mediasi, maka perlu juga bagi penulis untuk mencantumkan nama-nama hakim yang diangkat oleh Ketua
Pengadilan
Agama
Sungguminasa
untuk
menjadi
mediator
dalam
melaksanakan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa, berdasarkan surat keputusan Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa Nomor W20A18/16/Kp.07.6/SK/I/2015 tentang Penunjukan Hakim Mediator Pengadilan Agama Sungguminasa menetapkan, menunjuk yang namanya tercantum dibawah ini sebagai hakim mediator.
44
NO.
NAMA
GOL/RUANG
1
Dra. Salmah ZR
IV/b
2
St. Rusiah, S.Ag., M.H.
IV/a
3 4 5
Siti Zulaiha Digdayanti Hasmar, S.Ag., M.Ag. Muhamad Anwar Umar, S.Ag. Ahmad Jamil, S.Ag.
Maryam Fadhilah Hamdan, S.HI. DR. Mukhtaruddin Bahrum, 7 S.HI., M.HI. Rifyal Fachry Tatuhey, S.HI., 8 M.H. 6
III/d III/c III/c III/c III/c III/c
JABATAN PENDIDIKAN Hakim Madya S1 Muda Hakim Madya S2 Pratama Hakim Pratama S2 Utama Hakim Pratama S1 Madya Hakim Pratama S1 Madya Hakim Pratama S1 Madya Hakim Pratama S3 Madya Hakim Pratama S2 Madya
B. Pearanan Hakim Dalam Upaya Mediasi Di Pengadilan Agama Sungguminasa Di Pengadilan Agama upaya mediasi adalah bagian dari upaya perdamaian. Olehnya itu, dalam mengefektifkan upaya mediasi tersebut, maka hadirlah suatu hukum acara yang dinamakan proses mediasi di pengadilan. Mediasi dimasukkan kedalam yudisial atau dalam ruang lingkup pengadilan yang artinya masuk kedalam hukum acara. Dalam menjawab permasalahan yang penulis angkat berkenaan dengan peranan hakim dalam upaya mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa. Penulis bermaksud untuk mengetahui solusi dan upaya hakim yang dapat dijadikan tolak ukur apakah telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga sesuai
45
dengan ketentuan syariat Islam. Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa nantinya tidak berakhir dengan putusan perceraian. Meskipun perkara perceraian sudah terdaftar di pengadilan, namun hasil keputusan yang diharapkan adalah perdamaian kedua belah pihak, agar suami istri dapat kembali hidup bersama guna membina rumah tangga serta mendidik anak-anaknya bersama-sama. Oleh karena itu, dalam mengetahui peranan hakim untuk mengupayakan perdamaian para pihak di pengadilan agama, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berdasar pada Al-Quran dan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya dalam hal ini mediasi merupakan suatu upaya untuk mendamaikan para pihak dengan cara yang adil seperti yang telah disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 9 dan 10 yang bunyinya sebagaimana penulis paparkan pada bab sebelumnya. Hakim juga wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi.2 Selanjutnya untuk mengetahui peranan hakim di Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa akan lebih baik terlebih dahulu mengetahui apa yang menjadi tugas hakim sebagai mediator, bagaimana menjalankan fungsinya sebagai hakim dalam mediasi, seperti apa dan bagaimana hakim bertanggungjawab terhadap upaya mediasi yang dilakukannya.
2
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Pasal 2 Ayat (2)
46
Tugas hakim sebagai mediator antara lain adalah mempersiapkan jadwal pertemuan, mendorong para pihak berperan langsung dalam proses mediasi, menyelanggarakan kaukus, mendorong para pihak melaksanakan perundingan berbasis kepentingan,3 membantu para pihak merumuskan kesepakatan perdamaian,4 menyatakan mediasi gagal dan tidak layak.5 Adapun fungsi hakim dalam mediasi adalah sebagai mediator yakni pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.6 Kemudian tanggungjawab hakim terhadap upaya mediasi adalah jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, mediator wajib membantu para pihak merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.7 Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukunya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.8
3
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 15 Ayat ((1), (2), (3) dan (4)) 4 Pasal 17 Ayat (1) Perma No.1 Tahun 2008 5
Pasal 14 Perma No.1 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (6) Perma No.1 Tahun 2008 7 Pasal 17 Ayat (1) Perma No.1 Tahun 2008 8 Pasal 14 Ayat (1) Perma No.1 Tahun 2008 6
47
Sehubungan dengan peranan hakim dalam upaya mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa, maka yang menjadi mediator di pengadilan agama tersebut hakim itu sendiri. Berdasarkan normatifnya mediator itu sebaiknya jangan hakim saja, tapi seseorang yang telah mengikuti pendidikan dan bersertifikat. Sertifikat tidak berlaku mutlak bagi hakim dalam keadaan sebagaimana dirumuskan bahwa “jika tidak ada mediator yang bersertifikat terdaftar di sebuah Pengadilan, maka hakim pemeriksa pokok perkara atau hakim bukan pemeriksa pokok perkara di lngkungan Pengadilan yang bersangkutan tetap berwenang menjalankan fungsi mediator meskipun ia tidak memiliki sertifikat mediator. Ketiadaan mediator bersertifikat tidak boleh menjadi alasan bagi Pengadilan untuk tidak melaksanakan mediasi.”9 Dengan demikian hakim Pengadilan Agama dalam proses mediasi sangat mengupayakan terwujudnya perdamaian kedua belah pihak, dan juga harus berusaha semaksimal mungkin agar suami istri yang berperkara bisa didamaikan. Dalam hal ini, ada berbagai macam metode pendekatan yang dilakukan oleh hakim mediator Pengadilan Agama Sungguminasa dalam upayanya memediasi para pihak yang akan bercerai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut; 1. Pandangan dan nasehat Hakim Hakim dapat memberikan pandangannya tentang perdamaian atau nasehatnya, bahkan saran-sarannya yang bersifat persuasif terhadap suami dan istri yang hendak bercerai. Hakim Pengadilan Agama Sungguminasa meminta kepada 9
Pasal 5 Ayat (2) Perma No.1 Tahun 2008
48
suami dan istri untuk datang sendiri ke persidangan, kemudian dinasehati agar mempertimbangkan kembali niatnya untuk bercerai. 2. Sentuhan Qalbu (Siraman Rohani) atau semacam ceramah Dalam hal ini hakim berbagai ilmu yang dimilikinya untuk memberikan pencerahan kepada para pihak yang hendak bercerai, baik itu dari segi agama, maupun dari segi kehidupan yang memberikan isyarat bahwa perdamaian itu adalah hal yang bagus dan baik bagi keduanya. Dimana agama Islam mengajarkan untuk saling berdamai sesama muslim terlebih kepada suami istri. Dengan demikian menempuh jalan perdamaian adalah hal yang terpuji yang sangat disukai Allah. Hakim Pengadilan Agama Sungguminasa membuka hati dan pikiran suami dan istri untuk berdamai, dalam mewujudkan keluarga sakinah yang didasarkan pada pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Islam secara benar dan baik.10 3. Bedah kasus Sebisa mungkin hakim memahami segala bentuk persoalannya dan juga mengerti kemauan suami istri tersebut sepeti apa, sehingga hakim Pengadilan Agama
Sungguminasa
dapat
merumuskan
segala
jenis
bentuk
penyelesaiannya.
10
Jaih Mubarok, Pembaruan Hukum Perkawinan di Indonesia (Cet Pertama; Jakarta: Simbiosa Rekatama Media, November 2015), h. 23
49
4. Kaukus Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak yang lainnya.11 Namun kaukus yang dimaksud sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hakim Pengadilan Agama Sungguminasa adalah pembicaraan antara hakim mediator terhadap salah satu pihak dan pihak lainnya menunggu diluar ruangan mediasi yang dilakukan secara bergantian. Hakim selaku mediator yang memediasi perkara perceraian berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan upaya perdamaian suami istri yang bersengketa, tetapi keputusan akhirnya dikembalikan kepada kedua belah pihak. Pada dasarnya hakim Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa telah berusaha mengoptimalkan proses mediasi dengan cara berupaya semaksimal mungkin mewujudkan tercapainya perdamaian antara suami istri yang hendak bercerai. Hal ini bisa dilihat bahwa hakim Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa juga telah menjalankan mediasi dengan tujuan yang sudah sesuai dengan aturan yakni Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi Di Pengadilan, yaitu mendamaikan atau merukunkan para pihak yang sedang bertikai untuk melakukan perceraian, namun jika hal tersebut sudah tidak bisa dilakukan
11
minimal
mengupayakan
menghilangkan
Pasal 1 Butir 4 Perma No.1 Tahun 2008
akibat-akibat
yang
bisa
50
ditimbulkan dari perceraian, dalam artian mengupayakan meminimalisir kasus perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa tersebut. Berdasarkan hal tersebut keberhasilan mediasi yang dapat dinilai oleh hakim Pengadilan Agama Sungguminasa sangat tergantung dari berbagai faktor, dan faktor itu pulalah yang dapat menyebabkan mediasi gagal, faktor itu antara lain adalah faktor yang sangat penting yakni dari perkara itu sendiri. Terkadang pihak yang mengajukan perkara itu betul-betul sudah tidak bisa lagi dilakukan adanya upaya damai, artinya sudah sangat parah sebelum perkaranya diajukan ke pengadilan, bahkan juga sudah dilakukan upaya damai dari keluarga, teman, dan tokoh masyarakat. Akhirnya ketika perkaranya masuk ke pengadilan tingkat rumitnya persoalan sudah sedemikian itu, sehingga tingkat keberhasilan dalam kategori berhasil dirukunkan itu minim.12 Akan tetapi ada sisi lain yang menurut penulis bahwa yang dimaksud dengan tingkat keberhasilan itu bukan hanya dengan merukunkan saja, karena sebenarnya bahwa ketika kasus perceraian diajukan ke pengadilan dapat diminimalisir dengan mengurangi, bahkan dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan yang terjadi diantara keduanya. Oleh karena terkadang dalam kasus perceraian itu bukan hanya melibatkan para pihak saja, tapi juga melibatkan keluarga besar kedua belah pihak. Dengan memediasi dan upaya damai yang dilakukan sudah tidak lagi mampu untuk
12
Ahmad Nur. Hakim Mediator PA Sungguminasa Kabupaten Gowa, wawancara di PA Sungguminasa, 10 Februari 2016.
51
merukunkan para pihak, maka setidaknya ketika terjadi perceraian, perceraian tersebut dapat dilakukan dengan cara yang baik, tidak menimbulkan permusuhanpermusuhan, perselisihan tentang anak, perselisihan tentang harta dan harta bersama, dan lain sebagainya. Faktor lain sebagaimana yang dijelaskan oleh hakim Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa adalah jumlah hakim di pengadilan agama tersebut tidak sebanding dengan jumlah perkaranya. Perkara yang sangat banyak dan menumpuk, jasa untuk profesi hakim mediator yang ada hanya sedikit, selain itu juga mediator yang bersertifikat diluar hakim sampai sekarang belum ada.13 Selanjutnya faktor waktu untuk proses mediasi, karena syarat untuk menjadi mediator hakim tidak boleh memediasi diluar gedung Pengadilan Agama. Namun, jika orang luar yang menjadi mediatornya boleh menyusun jadwal untuk pertemuanpertemuan mediasinya diluar gedung pengadilan, seperti; di rumah, di hotel, atau dimanapun para pihak menyepakatinya itu boleh,14 dan itu sangat terkait dengan efektif dan efesien. Relevan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 “Mediasi diselenggarakan di ruang mediasi di Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Agama, tetapi dapat juga diselenggarakan diluar lingkungan pengadilan jika mediatornya bukan hakim. Jika mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan
13
Ahmad Nur. Hakim Mediator PA Sungguminasa Kabupaten Gowa, wawancara di PA Sungguminasa, 10 Februari 2016. 14 Ahmad Nur. Hakim Mediator PA Sungguminasa Kabupaten Gowa, wawancara di PA Sungguminasa, 10 Februari 2016.
52
diluar pengadilan.” Hal itu merupakan langkah bahwa aturan itu merupakan kode etik untuk menjaga otonomi penegakan hukumnya agar tidak terpengaruh. Berdasarkan analisis penulis bahwa peranan hakim dalam upaya mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa telah dilaksanakan dengan melakukan berbagai macam metode pendekatan, yakni dilakukan dengan mendengarkan kedua belah pihak, bukan hanya satu pihak saja. Dalam hal ini, hakim Pengadilan Agama Sungguminasa telah berusaha semaksimal mungkin mengupayakan meminimalisir kasus perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa tersebut. C. Pelaksanaan Mediasi Perceraian Yang Dilakukan Oleh Hakim Di Pengadilan Agama Sungguminasa Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa mediasi atau perdamaian adalah instrument hukum acara yang harus dilakukan oleh hakim, baik sebelum pemeriksaan berkas gugatan atau permohonan maupun pada saat proses persidangan tengah berlangsung. Dalam hal ini, hakim berfungsi sebagai mediator, yaitu menyelesaikan sengketa dengan menengahi. Mediasi adalah proses dimana para pihak dengan bantuan hakim secara sistematis menyelesaikan persengketaan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan para pihak yang berperkara.15
15
1998, h. 83
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Cet I; Yogyakarta Liberty,
53
Mediasi dalam kaitannya dengan yudisial memiliki tiga model, yakni pertama ada yang memang sudah mediasi diluar, namun menginginkan putusan atau penetapan untuk memperoleh kekuatan hukum agar pengadilan mengeluarkan akta perdamaian. Kedua yakni berperkara dalam proses mediasi sesuai dengan ketentuan beracara, ketiga proses beracara sudah berjalan namun ketika sementara proses beracara berlangsung menginginkan mediasi dilakukan kembali.16 Tahap pelaksanaan mediasi di pengadilan agama Sungguminasa Kabupaten Gowa sebagai berikut: -
Tahap Pra Mediasi yakni pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak. Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak dan mediator melaksanakan proses mediasi. Pada hari Sidang Pertama atau paling lama 2 hari berikutnya, hakim mediator menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang bersengketa, kemudian para pihak memilih mediator dari daftar nama yang telah tersedia. Apabila dalam jangka waktu tersebut para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki maka ketua majelis hakim menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalankan fungsi mediator.
16
Ahmad Nur. Hakim Mediator PA Sungguminasa Kabupaten Gowa, wawancara di PA Sungguminasa, 10 Februari 2016
54
-
Tahap proses mediasi berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa mengenai lamanya proses mediasi, hakim serahkan kepada para pihak. Oleh karena terkadang ada pihak yang memang pada dasarnya tidak ingin dimediasi, tetapi tetap pengadilan mewajibkan untuk menempuh upaya proses mediasi. Dalam prosedur mediasi maksimal 40 hari, namun jika masih kurang masih dapat ditambah 14 hari. Akan tetapi, jika melihat kondisi perkaranya yang sudah tidak memungkinkan mediasi dilakukan, maka mediasi dapat dilakukan dibawah dari 40 hari.17 Berdasarkan pernyataan tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa belum berjalan maksimal, belum efektif dan belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008.
-
Tahap akhir mediasi dimana kasus perceraian yang berakhir menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika mediasi diwakili oleh kuasa hukum maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian tersebut. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk “Akta Perdamaian”.
17
Ahmad Nur. Hakim Mediator PA Sungguminasa Kabupaten Gowa, wawancara di PA Sungguminasa, 10 Februari 2016
55
Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta perdamaian maka harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai (Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi). Pencabutan gugatan dapat dilakukan secara sepihak jika perkara belum diperiksa, tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat.18 Namun, jika mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan Putusan. Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan. (Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi). Ketentuan diatas mengidentifkasi bahwa dalam proses mediasi yang difasilitasi hakim yang juga bertindak selaku mediator para pihak yang sedang berperkara. Apabila kedua belah pihak, suami istri telah mencapai kesepakatan untuk berdamai, maka tidak dibenarkan lagi mengajukan permohonan kembali berdasarkan
18
Elfrida R. Gulktom & Brigjend TNI Markoni, Praktik Hukum Acara Perdata (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h. 54
56
alasan yang sama.19 Oleh karena itu, efektifitas pelaksanaan mediasi dapat membatasi gugatan kembali, hal ini dapat dipahami pula bahwa dengan mediasi mengurangi timbulnya gugatan baru lagi. Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa dengan adanya mediasi yang dilakukan oleh hakim, maka dapat mencegah setidaknya pada saat terjadi permasalahan yang dapat memicu timbulnya perceraian, artinya mediasi dalam hal ini juga efektif mencegah terjadinya perceraian. Akan tetapi, juga sangat penting untuk mengetahui tanggapan para pihak tentang mediasi yang dilakukan oleh hakim. Dengan melihat banyaknya kasus di pengadilan tidak ada pihak pencari keadilan yang menyetujui adanya mediasi ini. Akan tetapi ada pihak melakukan mediasi hanya karena mediasi sudah menjadi kewajiban utama dalam proses peradilan. Oleh karenanya sebagian pihak pencari keadilan hanya sedikit yang mengikuti proses mediasi dengan sungguh-sungguh atau dengan tujuan untuk berdamai. Bahkan ada yang sama sekali tidak ingin melaksanakan proses mediasi. Namun oleh hakim tetap wajib mengikuti prosedur mediasi.
19
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata (Cetakan kedua; Jakarta: Rineka Cipta, Mei 2009), h. 62
57
Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan dua orang responden pihak pencari keadilan yakni: a. Ibu Sadriani binti H. Yupa Dg. Ngero yang mengatakan mediasi betul-betul merupakan jalan penyelesaian perkara, karena sebelumnya ia menganggap akan lebih bahagia jika ia dan suaminya berpisah karena perceraian. Namun setelah melaksanakan proses mediasi ia dan suaminya menyadari pentingnya perdamaian dan saling memaafkan, selanjutnya mengajukan permohonan pencabutan perkara secara lisan.20 Dalam hal ini, mediasi yang dilakukan oleh hakim berhasil mencapai kesepakatan perdamaian. b. Berbeda halnya dengan pernyataan responden sebelumnya yang berbanding terbalik.
Mainda
binti
Manji
mengatakan
bahwa
mediasi
hanya
memperlambat proses beracara saja, yang sebenarnya bisa dilanjutkan pada sidang kedua, malah ditunda untuk melakukan proses mediasi yang dianggapnya hanya memakan waktu saja. Oleh karena ia sudah tidak berkeinginan lagi membinah rumah tangga dengan mantan suaminya terdahulu.21 Dalam hal ini, mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian melainkan putusan perceraian.
20 21
Sadriani binti H.Yupa Dg.Ngero, wawancara, (09 Maret 2016), di samata. Maindah binti Manji, wawancara, (09 Maret 2016), di sidrap.
58
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan mediasi, salah satunya seperti yang dijelaskan diatas bahwa keberhasilan mediasi juga tergantung dari para pihak. Adapun beberapa manfaat mediasi yang bisa diambil oleh para pihak yang sedang berperkara, antara lain: 1. Dengan mediasi dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, bahwa jika ada sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui hukum adat secara sosiologis, maka para pihak dapat menyelesaikannya melalui proses hukum formil di Pengadilan Agama. Hal ini perlu sebagai upaya meneggakan hukum materil, baik itu hukum pidana maupun perdata seperti kasus perceraian. Sebab jika kasus perceraian ini tidak ditangani oleh hakim secara bijaksana dan adil, bisa menimbulkan implikasi hukum yang lain. Seperti: a. Status pemeliharaan anak (kalau ada), b. Pembagian harta bersama, c. Hubungan kekeluargaan antara suami istri, dan d. Lain sebagainya yang mungkin bisa timbul setelah terjadi perceraian. 2. Dengan mediasi di pengadilan agama, suami istri yang sebelumnya hubungannya renggang karena berbagai faktor dan alasan, tetapi dengan berhasilnya hakim mendamaikan kedua belah pihak. Maka akan tercipta kembali hubungan suami istri yang harmonis, bahkan mungkin lebih mesra dibandingkan dengan yang sebelum terjadi gugatan perceraian. Di samping itu suami yang selama ini banyak melakukan tindakan kekerasan atas istrinya
59
dapat mengetahui kekeliruannya. Demikian juga sebaliknya, jika istri yang menjadi sumber permasalahan rumah tangga, maka dengan mediasi, masingmasing pihak dapat melakukan introspeksi diri lalu memperbaiki kembali kesalahan yang lalu. 3. Dengan mediasi suami dan istri yang sudah berperkara di pengadilan agama dan hakim berhasil mendamaikan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan surat keterangan atau putusan hakim, jika dikemudian hari timbul lagi perselisihan, sesudah ada hasil mediasi sebelumnya, maka pihak suami atau istri enggan lagi mengajukan permohonan atau gugatan karena ada perasaan malu atas proses pengadilan, sehingga tidak jadi mengajukan perkara cerainya lagi. Hal ini merupakan sikap positif, agar setiap permasalahan hukum tidak selalu dibawa ke pengadilan untuk diselesaikan tetapi dapat diselesaikan sendiri. Dari ketiga manfaat mediasi tersebut diatas, maka dapat dipahami mediasi sebagai proses hukum acara di pengadilan, sedapat mungkin dilaksanakan oleh hakim secara bersungguh-sungguh. Dengan adanya mediasi yang dicapai oleh kedua belah pihak yang bersengketa melalui proses pengadilan, maka hakim dapat menetapkan putusan damai, dan putusan damai itu merupakan produk hukum yang dapat dirujuk kembali. Adapun manfaat perdamaian yang dilihat dar perspektif Pengadilan Agama, antara lain:
60
1. Dengan mediasi yang dicapai oleh kedua belah pihak yang bersengketa, dan perselisihannya diakhiri dengan perdamaian, dalam arti proses hukum tidak berlanjut, gugatan permohonan dicabut dan tidak lagi terdaftar sebagai kasus yang harus disidangkan. Hal ini mendukung asas hukum cepat, sederhana dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, bahwa sebaiknya setiap proses secara cepat, sederhana dan tidak mengeluarkan biaya banyak. Apabila demikian, maka dapat mengurangi beban pengadilan sebagai penegak keadilan. Dengan disepakatinya mediasi atas pihak yang bersengketa, lalu hakim atau pengadilan mengeluarkan ketepatan hukum sebagai akhir dari proses persengketaan, maka hal ini membantu pengadilan menjalankan tugas dan fungsinya, yakni mendamaikan dan mengakhiri persengketaan. 2. Dengan mediasi tertutup kemungkinan terjadi banding atau kasasi bagi pihak yang bersengketa. Keputusan perdamaian itu adalah sama nilai hukumnya dengan putusan lainnya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusnya perkawinan atau perceraian juga karena putusan pengadilan adalah berakhirnya perkawinan yang didasarkan atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.22 Hal ini dapat menunjukkan bahwa putusan mediasi yang dikeluarkan Pengadilan Agama telah tertutup kemungkinan terjadinya upaya banding dan kasasi.23 Ketentuan ini
22
H. Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan hukum perdata Comparative Cipil Law (Cet.1; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 168 23 H. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Cet.IX; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 222
61
mengandung arti bahwa putusan mediasi itu sejak ditetapkan oleh hakim menjadi putusan hukum atau produk hukum. Putusan itu tidak memiliki interpretasi hukum lagi dan langsung dapat dijalankan kapan dan dimana saja oleh pihak yang melakukan perdamaian itu. Dalam kaitan ini, maka Pengadilan Agama Tingkat Tinggi tidak lagi memproses kasus seperti ini karena dianggap telah selesai pada tingkat pengadilan pertama. Jika memang ada upaya banding atas putusan mediasi itu, maka upaya hukum yang bisa dilakukan adalah melakukan perlawanan terhadap putusan mediasi. Menurut penulis, selain ideal putusan hakim juga harus memenuhi syarat yuridis sehingga dapat dikatakan sebagai putusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal ini berbeda dengan bentuk penyelesaian non litigasi. Putusan yang tidak memenuhi syarat yuridis akan hilang nilainnya sebagai putusan. Adapun komponen syarat yuridis tersebut antara lain adalah: a. Mempunyai dasar hukum, artinya harus disesuaikan dengan hukum materil (dasar putusan) dan hukum formil (hukum acara), b. Memberi kepastian hukum, yaitu bahwa putusan tersebut tidak boleh meninggalkan rasa keadilan dan kemanfaatan. Artinya tidak terlalu mementingkan kepastian hukum yang malah akan berakibat mengorbankan rasa keadilan dan begitu juga sebaliknya, akan tetapi keduanya tetap harus seimbang, c. Memberi perlindungan hukum dan menjadi hak asasi manusia
62
Dengan mediasi, hakim menjalankan salah satu fungsi utamanya yakni mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa secara adil dan bijaksana berdasarkan kehendak bersama antara pihak yang berperkara. Oleh karena itu, pelaksanaan mediasi bagi Pengadilan Agama dapat menjadi sarana penegakan kebenaran dan keadilan.24
24
Abdul Waris, Implementasi Islah dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sengkang (Tesis tidak diterbitkan, PPs UIN Alauddin Makassar, 2011), h.103
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam pelaksanaan mediasi, hakim Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa telah berusaha mengoptimalkan proses mediasi dengan cara berupaya semaksimal mungkin mewujudkan tercapainya perdamaian antara suami istri yang hendak bercerai. 2. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa belum berjalan maksimal, karena tidak ada ketetapan waktu yang dibutuhkan untuk proses mediasi yang relatif singkat, yaitu frekuensi proses mediasi. Dalam hal ini, pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Sungguminasa belum efektif dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan. B. Implikasi Penelitian Dalam pelaksanaan proses mediasi di Pengadilan Agama sungguminasa disarankan kepada hakim dan mediator untuk lebih dioptimalkan agar terwujudnya upaya mediasi yang menghasilkan kesepakatan perdamaian para pihak.
63
DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002 Sumber Buku Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana, 2009 Ahmad, Abdul Razak. Pedoman Teknis Pelaksanaan Mediasi Pengadilan Agama Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Kendari. Kendari: PTA Kendari, 2010 Alan. M Stevens. Kamus Bahasa Inggris. Jakarta: Mizan, 2004 Amriani, Nurnaningsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers, 2011 A.Rasyid, H. Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. Cet.IX; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Gulktom, Elfrida R & Brigjend TNI Markoni, Praktik Hukum Acara Perdata. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014 Harahap, M.Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2005 H. Salim HS & Erlies Septiana Nurbani. Perbandingan hukum perdata Comparative Cipil Law. Cet.1; Jakarta: Rajawali Pers, 2014 Makarao, Moh. Taufik. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Cetakan kedua; Jakarta: Rineka Cipta, Mei 2009
64
65
Manan, H. Abdul. Penereapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Prenada Media, 2005 -------. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Cet.V; Jakarta: Kencana, 2008 -------. Peranan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 2001 Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet I; Yogyakarta Liberty, 1998 M Situmorang, Victor. Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993 Mubarok, H. Jaih. Pembaruan Hukum Perkawinan di Indonesia. Cet Pertama; Jakarta: Simbiosa Rekatama Media, November 2015 Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik. Cet. IV; Jakarta: Sinar Grafika, 2014 Shihab, M. Quraish. TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an. Vol 2; Jakarta: Lentera Hati, 2002 -------. TAFSIR AL-MISBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol 13;Jakarta: Lentera Hati, 2002 Sukadana, I Made. Mediasi Peradilan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012 Sumartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006
66
Waris, Abdul. Implementasi Islah dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Sengkang. Tesis tidak diterbitkan, PPs UIN Alauddin Makassar, 2011 Witanto, D.Y. HUKUM ACARA MEDIASI Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Cetakan kedua; Bandung: Alfabeta, CV, 2012
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Sumber Lainnya Ahmad Nur: Hakim Mediator Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa.
Wawancara
oleh
penulis
di
Pengadilan
Sungguminasa, 10 Februari 2016. Sadriani binti H.Yupa Dg.Ngero, wawancara, (09 Maret 2016), di samata. Maindah binti Manji, wawancara, (09 Maret 2016), di sirap
www.pa-sungguminasa.go.id
Agama
/;;;
.......
)
m
HW '·HS '13U!Jl3::
1fY·W '·1fy·S 'HI13ltU!f13HInpqy ·H ·.IG :
Il1fuNru!qtU~d I 1fU!qwrqm~d
ps
illnH·W '.I!SUl13H·.IG :
IAs~b13unW
~y·W 'lJ13nnpQV ~unpnG ·.IG :
II As!b13unW
1fy·W 'lNt!S p13UlUI13qnW·~G :
·1fV·W'UIPpnSUI13ASUl13f13SSn.I13G·.IGJOld:
s1llnan
13m~)J
rrnoxaa NVM.ao H L£17I IflPIV I!p13mn[ C:C: 9 TOC:lal13W 1£ 'l13SS13~W
.(U13)J!13q.Iad udaroqsq
U131fuap) UIIDJllH nmu uasnmj
'mm{nH U13pq-e!l13AS Sl3lJU){13d13p13d13U13fl13S
.Igl~1f q~T0.I~dw~tU ){lllUn 13Asnlt!s q-el13S !13l113Q~S13rurJ~l'!p l13d13p t(13Pl U13){13l13AU!P U13p H L £17 1 IflPIV 1!p13mnr U131fU~pU13l13d~ll~q '91 oz l~J13W I £ 1131f1fw'S!tU13)J!l13q l 13p13dtm){13l13aau~I~S!P aUllA 11lJtfslJbvumu aU13P!S 13p13dlrn)fU13~ll~d!p U13p !fn!p l{1llal 'l13SS13){13W U!Ppn13TV NIfl tUIUftlH U13p tfB!l13AS Sl3l{tUl13d13p13dmmrnH nwn ussnmj 13J',,\S!S13q13ru 'tsozr [oOSOI :WIN '13A13[!&l13UTqB~!J\IdS tnrnTPso~ !J13pn13sllalo unsnstp aU13A ',,13S13U!UlMaUns 13tU13l1YUt~l~p13auad !G U13!131a:Jlad sns13)l l!s!l13tU!u1l.Uaw W1311lGurpf13H q~lO !S13!P~W 13A13dn S13lY!PI~J3:" [npnfraq aU13A !sd!l){S ISdIIDIS NVHVSa~N:!Id
ISOUIOOSOI 'WIN AUI !A13S
~1mJH MI 3d
'(umu~v uUI!pu~Uad!G snsu)I !pms) dmoj, UIro{tlH UUlUTD{~){J~g ~UUA urpfuH
uasrunj
dupUql~l UUSpU.M.!Stpl~S){H UU~~uuu~d'
£
·t.rnU!M.U){l~d UAuIRlug pup luq!){U !U!~OUODullUH uu!~uqm~d dUpUql~l uunufu!J, 'usull!um~~uns umu~v uunpU~U~d!G UU!UJ~l~d snsu)l l!SHUUl!ll!tD~W mUluP wPfUH q~lo !SU!P~WuAudn SUl!A!l){aJH
mOlfoH omn:
UUSD.l°r
mOlfDa uep qU,!-IuAS :
ISOUIOOSOT: UAuf!.M.JumquH !AI"S UUU!PSOH : : !U! l(13M.t:lq !p ue8U1nepuell~q 8u-eA qM·.JMUln'l!V/v,nUlVJvssy JBSSa)[ew
!G u!ppneIV Nlil wID[nH usp 4t?,jJt?AS st?l(n)[t?d wU)[nHnwu !pms wt?J8oJd al1l~)I ''1J,J. opod;}J[
raH
!sdl.J'IS/npnr uvu0'l0UU;Jtl:
~£&PZP -xed ~£&PZP ·dI1.8MOD-SSllU!w~8unSUlRm'BS 9£ 'oNu1PpnR{V 'lIS 'If U sndwtl)l £Z6P98 "XU::!17Z6179&(It to) "dll JUSSll'fll)i\j £9 "ON u!ppn'BlV "11S"If 1 snd~
WIDUllI NVG HVllIV AS SV1.'IIDIV.!I lIVSSV)lVW NI
ISOZIIOOSOI'~ M'II !A"~O'll uoqowCld
·eStmIw~~uns eurn~v trnnpe~U~dra trnrel~:)l~d snse)l l!s!IeW!u!w~W welep WI)[BH q~lo !se!p~w eAedn' SelrA!Pl~J
WIDfDH own:
D8SnJnr
wmlDH D8p Q8,IJ8AS :
ISOUIOOSOI: BA8f!M l8wQ8l{ !AIClS808!PSOli : : !u! qBMBq rp UB~U1?:JBpUB:J.l~q ~Ut:lA qM ·.lMUlmI!VlV,nUlvlvssV lBSSt:l)jBW
!O U!Ppnurv N.lfl wn)jnH usp 4t:l,!lt1AS st1lln)j't:Jd UlID{nHnuqj
!polS WB~Old t1Ol~)I ''IuvpvdaJ/ ,sd!.lJfSlnpnr uvu0'louuaJ
:
IUH
!;£8PZv ·xed S'£8PZP 'dUtIMOD-llSCU!Wn~13unSlllewes9£ 'oN_U!ppnll[V'us 'If II sndwc)( £Z6P98 'xed PZ6f798 (t 1170)'dn Jt!SSIDfeW£9 'ON u!ppnerv "lIS 'II I sndWll){
WIDlflH NV
~eM~ -(?lewes !p.resse)feW lI!Ppnerv Nln JOPla~'41A Ul!snqm~.l
9IOZlaIRW6Z , Ul~nms
"qeMeffiunfi6ue) llnuad ue6uap ue)feueS)feI!Puep !nl.f2la)f!p)inJun ueln)jf3ueSJaqf3ue,(f3u!sew-ou!sew epeda)j ue)j!edweS1P!U!uesfllJlda)f "eAUQsaweuew!e6eqas Pl!eqJad!pue)fe eAuwelep !P uerulla)ja)f ledep.Jal usq uelpnWa)f!p el!qede uep e,(uuIDfdetaP.Ple6f3uel )feras n}feJ,laq fRlnw !U! uesrqnda)! Jedwaa)f :9Wl un4elJeSSe)fe~ ulPpnel'v'Nln d8NdlN8d'v'lVdla urue66uv epeda)f ue)fueqaqjp IU! uesOlnda>t leJnS eAuue~llqJallP leq!)fe InqwQ DUBAe,(e!q ele6as etiU8)f enpa)f !sd!J)js~eAsebeun~ ue!fn uerue66ualaAuad ue)fde!SJadwaw se60Jjaq emued wO)l"S '!lsy qlll!SRN "Z P(fW '~S 'fH W(l"J ~tmqePd fly'W 'J!q~S~ummqnW "JQ II !fn8o~d fly"W ~rrnpqy flnnpno "10 I !fn1Ju~d WUH"W 'J!S1lI11JI "10 S!lUl~DPS 3Y'W 'u!ppOS~AS UIJl?ssnmo "10 JOJd
lml~)l
: In)j!Jag !e6eqas ISlsodwo~ ue6uap Jesse)je~ U!ppnel'v' Nln wn>tnH uep 4e.!JeAssenn)je:f !sd!DIS/ljeASebeun~ ue!fn lfn6uad uep emued )jnluaqwa~
ewe118d uB)jdeJ8uaW
NV:XSilJ.fiW:lW
"Jesse)fe~ ulPpnerV Nln Ise}jnp3 uewop9d 6uelual £~Ol unqej ~ ~6~ JOWONJesse}je~ U!ppnel'v' Nln JOl>la~ Nln uesnlnda>t :Jesse>tew U!ppnBIV Nln e~9)f e)el uep !ses!UeoJOouelual £~Ol un4el Sl JOWONI~ ewe6v !JluaW UeJrllruad set'! ue4eqruad Duelual nOl unljel 9S JOWON"I~ eweov !Jaluaw UeJrqruad ~Jesse)jew uIPpnel'v' Nlfl elnlelS Duelual PJOl un4el Ol JOWON"I~ eweDV !Jaluaw ueSnlnda)! ~uesmnda)f leJns !ueouelepueuew DueuaMaM uep esen)! UB!Jaqwad DUe}uaJ S66~ Un4Bl 8 lOl JOWONor £66~ un4el 6Sl JOWON"1}3ewefiv lJaJuaw uesnlnda)! 'ue}f!PIPUad ueeJe66ual3Auad uep ueelol3fiuad fiueW31 O~Ol un4el L~ "JOWON4elUlJ3wad UeJnlBJ3d selB Ueljeqruad Duelual O~Ol un4Bl 99 JOWON"I~ 4elu!Jawad UeJnleJad :leuO!SeNue)f!PIPuadWalS!SBUe}ual £OOl unljel Ol JOWONDuepun-6uepun
"9 "S
"P "£ "l
"~
"pns>tewIPUelB!oo)fUB}fBuBs)jBlawsefirq !4BJaS!p}jrqun IBJeAS!4nUaWaw uep de)fB!) 6UepUBd!pIU! uBSnlnd3)f IBJns UBJ!dWBIeped BAuBweu Inq3SJal 6UBAB)jaJ9WBM4B8 'o , :lfn6uad uasoa uep B1l1ued )jnfunJ!p nJ,lad B}!eW'se}e IP uBnluala>t uep UBJBJBASJad eAU!4nuadJal ue6uap eMlIB8 'q , ~!sd~SllIe~sebeunvv ue!fn uBOluaJa>tuep Ue}BJeASJad!4nuawaw lIBla} se}e !P JnqaSJa}eMS!sellBw eMljea "e "eseu~wrt1f8nnstru.m3y tml!P~~U~d!P tm!1U~~d SDSR)! l!~Hew~u~w~W tImM> W!~H q~l0!SR!P~W~A~d[lSUl!J!l1J~J3:" : 1sd!-DISfl{eASRbeunW1Ie!fn : 9IOZ l~mwJ £ 's~ tur1.1JflH nwrr I~OZI roO~OI !APS tmewsoll ~A~f!A\.l~
DueqW!U8VV
lmsnJnr
WIN
~w~N ueu040uuad leJns
: qBPl~S ms~'{eW
"eqwaw
U!PPn~rv NIIl mroloHuep qe,!-MASSUlJIDIedtm)[~O
9IOl NllIlV~ ISdllDISIHV ASVOVNfiW xvrrn IffiDN:ld NYU VI.LINYd ')NVJ.N3J.
9IOZ unqt?l,
: lowoN
WSSY>IYW NIOOnYlY Nrn WnltnH NVO HY.IHYAS SYl1nltY=' NY>l30 ..N:."..S.t:l...x..t:l.cI3:::H 00"1U8 XDd 6L8!"8 'd/;J,LOMOD - O!:DII!Wn23U71SCJ1DU1DS9£ 'oN odW!,/U!SD,,{ JY H 'If -'[pmdwo){ . fl6fr98 'xv.!10[6"98-8l6"98 (1IfrO) d,.L [9 'QNUpp1lD/V uO/lns Wf1Jf.'pmdwTJ){
otV!:!lV.lllVM
NIQOf1YIY o:;.,.~••, ..... "., .. I')!t•.....
lIVSSV>I'VW NIOOnV1V IlI3~3NWVlSI SV.LISlI3AINn VWV'DV NVllI3J.N3W3>1
£00 I £00661
?-t~~
1J ~Y"W 'u!PpnSlImASk~~\s
./
-~~\(C}~~
\ .>t
i \\ "_ '\.~r;,_ ~f"" .~ ~a g)/ 'I' ~
'''~~'I . ", ·"k" 11 t.rtf:'~·.'
tn
UltJ)f1Sro
trn!f[l
~
"t{!SID{ l?tIJ!.rnlUlDfdronW l?AlItIlU!ptn{~){ trap tm!luql~d Stny qeASl?OOunWtrn!f[l ~mm'M ll?dW~.L !l?S~I~S -l?l!M. -00"60 lroytld ~M. O£"SO lIDITId ~Wp!S qng 9 I OZ:l;)mW I £ 's~t:Irn)I ¢mue~n-mH : aped tIIDJIltrnS~mP t:{BIIVl?Asu]:'!Sd!DfSfI[BASl?OOunW (!)JRmPnns 8trnpmUiu~m fW1D( ~m lnq~Sl~J pn~w ){IlJu[l 1IIIDfO.H nmu : tresnmj I!;OZI100~01 : WIN UARf!Ml~ !AI!Sl?W!VS01I : l?lImN : mmm Sl?lR~Sd!DfSfqeASl?bmmWW!ffl RMt:{Bqtrn'{!l?dums!p 'll?Wloq ue~u~o
lRSSIDfRW
!O R~[~d (II aO!qUI!qm~d)H"W"H"S 'nU!Jl3:
"L
9
(I ~U!qID!qm~cI)8V'W 1fIn1 mnnH 'pqY'H "10 'S
( n !fniiU~d) ( I !f~U~d)
8V'W 'l!qRS ptrmweqnw '10
'17
8Y'W 'qe[(Opqy 8unpnO "JO £
(S!RmJl~)[~S) WOH'W'l!S1llRH'JQ
z:
( tml~)I) '8y'W 'U!ppnsumASumynssrunO '10 JOJd .I
;!IiJ/:,
~
HVxsvl>vNflW NV~NVmIfl gU!lU~d 9 lOZ:l~.mW 6Z:'nlnurns oonU8
910U
16'00'dclll'IS tI
xv.:! 61.811'8 'd''',LtJlKoD - tJsr:JU!um23unStJltJUJDS 9[ 'ON odUJ!7u!Sf}.{J"{ H 1f: //sndwo)[
y
t,;
In H
durn'] lnJ!S 1omoN s v '.
V 1'1
NIOOnV1Y
EZ6P98 =s O[6P98-8Z6P'98(ttro) au. £9 »« U!ppJTOlVutJl/nS UrJltJf.' IsndUJ1J'J{ lIVSSV>lVW NIOOnV1V 1lI3~3N W\f1SI SV.lIS}l3AINn
~1
VWVCJVNVllI3.LN3W3)t
100 Z £0~661 OZ108961
£00 [ £00661 9101Z961 'dfN
"-yo HW "HS 'q-eweb~lSl
mmynH nWII uasnm [ e11.l~)l
H L£t! leMV l!peumr £( W 9 I OZla.rnw £Z '.rnsse){ew
·tm{tfBAsebtmn~p ){11.lrrnmfruosrp ledep nap qe!W]! le.rnAs-le.rnAsrqnuauram qePl mqosaor !sdp){s eMqeq ~uepueUIaw ',,'SI$"UIn~~Dns
8WU~V uBl!pu~m'd
!(I
UB!8Ja;).Iad snsB)I
.I!s!lUW!U!waW
~.nf(lwPluH qalO !SB!paW BAUdfl sUl!J!PlaJ3." '[npnf ueljuap llel~uesJaq ljueA !sd!.D{seurns)[as areoas !S){~JO~U~W trep !lH~u~UJqeI~las '.rnsse){'BWtnppnerv NIIl lUn){nH uep qe!.ll!As selIO){ed aped lIIn:>[nHnUIJI uasnmj eMS!Seqem 'I~OZllOO~OI :WfN 'UABf!.M.)uw1J8lI !AI3S UDU!PSOlI!.ll!pnes !sd!.Dfsuasqnuad ~ll!q1IT!qwad
IfflDN3.dlDNI8WUIW3.d
xvnrruasaaa
8 r:r I 9TOU£O/lO
ZJO [
'dlN
S)jS
U8~Senwalf.j 18fiues :
909 9~ Z~ 9
Z;
'rJ
Z;
v
9 9 9
9
s
e Z
z
'rJ
9
8 'If
e
Z Z
a a 'II
s
Z;
o
I> 9 9 9
'!H'W "JQ 'O'lOIUW J llfl!£U PllUlUffil(T1W: 'PW ~O'!qwlqw:ld : [ 'v'..L:3ulqwlQw:ld
snJnlleli!paJd IS81S9.ld s»apuJ
£9'£:
Z;
'II a 'rJ 8 'rJ
9 9
Z;
'rJ a 'rJ a
9
Z
s e 9
0:
4eJWnr
Ol>~ I> I> Z Z Z
'rJ
s
'rJ
B
'If 'If 'If 'II 8 8
9 9 9
n~nw JnJnH !enN rel!N
Z; Z;
Z; Z;
Z;
Z Z Z Z Z 5>jS
ejeAN B~a>t 4B!Jn)j nwas uS!IPwad ))al))eJd ueupwesd liSI»eJd S4esn Uefiu!8SJ9d wn~nH efiJenJs>t UJnljllH ul!flIIJea »aj)jeJd (u8Illeplada)4 'I-( ulllBU!Wadl !sej\Bal UON Ills>t5uss U8!eS9J9Au9d wn»nH e)j!501 !wouo>t3 BUepld wnliOH (uellleplsd9)4 'H UejBU!W9d) ue84esruad wn)jnH uawnsuO>t uefiunPU!J.lad wnliOH liBU'If uefiunPU!1J9d wnljnH uBU!Z!Jad wnltllH (Ullllleplada)4 'H uejeU!W9d) 4e!)eAS !WOUOli3 wnliOH uefiuepun·Buepuru9d )j!u»al )jeJjU0>t Ue5ue:lUW9d ue5ueqwejJad WnliOH uB4runqJad wnlinH (ueejeplada>t 'H UejBUlwad) !SUems'rJuep u8jf1)j5ue5usd wn>{nH uefiunlifiun wnlinH (ue8leplada>t 'H U8IBU!Wad) Jepow JeSed i !SejSalllJl wnlinH (ueejepJ9d9>t 'H UeIBU!W9d) JeuO!sewalUl !WOUOli3 Wn))nH UIlIW9d we::J'It UJnliOH 8weB'rJ ueJ!peJ9d eJeo'rJ wnlinH wn>tnH 18JesJ!~ !WOUOli3 wnlillH J8jUe5uad Uej8lf!J9d wn)jnH
4e!ln}f elew
1166[ J:lqW:lld:lS
1>9 £9 Z;9
~9 09 69 9S L9
9S 99 179 £9 (';9 ~9 09 61> 91> LI>
91> 91> Irl> £1> ZI> ~I> Olr 6£
'oN
'It a 'It
6 9
a 'II
9 9
a
9
9 9 9 9 9
B 9
B B 9 B 9
6 9 B 9 U
9 9 B 6 U
Z~ B 9 9 6
Z~ 9
9 B 9 B
8 IrJ 'II 'II 'II IrJ IrJ 'It
8 'If 'It 8 a IrJ
z
z;
z Z £ Z;
Z Z Z l Z;
Z
z Z Z
z
Z £ Z Z £ Z Z Z
'It 8 'It 'It 8 'It 'It IrJ 'It 'It
z
a
8 'It 'It a 'rJ IrJ 'If
nlnw JnJnH !el!N !'elm
£
£ £ Z Z;
Z £ £ Z;
z Z
z Z;
S>j5
>ll1!edwolfilH WE!JS)UE!S!JE!M8>t wn»nH E!JeBaNuee6eqwaJs>t wn))nH (ejE!plad 'H''>tMW) IBfllli919lU\ UE!E!Ael(9)1SIll'lf Wnlinl-( ejepl9d we::J'II wn'llnH WE!H iwn))nH BUeP!d eJe::J'IfWnliOH welf4'rJS!peH ISajOJd q'BME!(6Jnl56JE!luep E!)fQ3 BUE!P!d40)t WE!IBa >tllaO')maO 4Ilj!~ InLJSn WE!))LJ'It JISJE!l wn)\l1H uE!S!lnU9dUE!puell!lauad apolalf.j ue84esneJIMa>t IS!PE!Hnwl LJ!b!~nWI epua8 uap s!Jl¥v\ wn'llnH Z ruBP!d UJnliOH ,(UBBeN UE!5uen9)t wn)fnH IBUO!Sew9lUl wn)fnH ~ E!!leJ6V UJn)\l1H weBaN !se.qS!U!WP'It wn)jl1H wn))nH !BoJOISOSJejue5uad UJn)fnHnW'I~E!sJ!~ JIllUE!5uad we6aNnwi weBaN ejel wnlfnH J euep!d wn))nH B1eplad wnlfOH Ilep'lt wnliOH q8l'v'esellea wels) ueqepeJ9d 4wefas wnlfnH nWIl J8jU85uad e!sauoPUI Wn))nH J8jUefiuad uewe5auefu'BMa>t i el!se:lU8d puad ueJnlj'J'If nwn '8!sauoPUI S48 s!J55u! E!S84e8 ))l?14lf'ltLJE!P!li'lt
4eun)f elew
9£
L£ 9£ S£ I>€ ££ Z£ ~£ O£ 6Z Bl
a
9Z 9Z IrZ £Z ZZ ~Z OZ 6~ Q~ H
9~ 9~ I>~ €~ Z~
~~ O~ 6 9
L 9 9 V
£ Z
~ 'ON
!llTnw J1l:!fUpJ;).l
: EUU!lYS snfTl'I
!pOlS WtlJ~Old
: ljl!ZI!fI JOWON
u: : 1!1.f1l'I (Wiitrn.L
'3trnddelI
: J !l(R1l'edw;)..L
••••••• _.' •••••.••••••• _ ••••• '••••.••.•.•••••••.• : .l_OOIO N
dlIDISN.VRL 6L8[P8 ([[PO) ·dl:l.I Uh\OO - ~UOIOd~lfIlIllO'U '9£ ON ulPpnEIV UElfTlS'U
Wfl)l[lH NVG IIVrnVAS SY.l1Il)Nd .ffiSS11){RWll!ppnl!lV !-l~<}N wefsI sel!SJ
~eMo8 - etewes !p JeSSe~ev-. u!ppnel''9' Nln JO\W3Cl'4lA
uasnquiaj,
j 910 9lOZ/6(£~/9'LO' 9 IOZ l~.mW ZZ
"Bl~ums
'qeMef 6un66ueJ unusd ue6u9p ue~eues~el!p uep !n4ela~!p ~nlun ueln~6ueSJaq 6ueA 6u!sew-Bu!sew epeda~ ue}j!edwes!p !u! ueSnlnda)i 'eAU!lsaw euew!e6eqss !)j!eqJsd!p ue~e eAuwelep !P ueru!ls~s)f ledepJSl ledwsa}f pe4 ue!pnws~!p Bl!qede uep eAuue)\dB~8l!P le66uel )jeres n~e(Jaq!Blnw lUI uesolnde>t :9Wl un4el Jesse~e~ ulPpnel'v' Nln d8Nd/NSd'v'NdIO ueJe66u-'v' eOua)( epeds~ ue~ueqaq!p !U! uesnlnds>I lelns eAuue)fl!qJ91!Pleq!)fe Inqwll DueA eAe!q eleBss enpa){ !sdp)fSIl!SeH Jeu!was ue!fn ueeJe66ualaAuad ue)fde!SJadwaw se6nlJ8q e!l!ued UlO)fS
'pSV tfBJ!seN
Pd'W'!lJBqnS
'z
'rH 'BJQ 'I
av'w '~qes peu.rur:eqnw 'lQ lJV'W 'qennpqv lJunpno '10 IfW 'H'S 'u~ppnsw~AS umnqe1J ,71V'W 'u!ppnstCreA:sWf~srueO '10 JO.ld
~trn~Pd II !r~U~d I !fnliu~d
S!.nn;:).D{;:)S BrtJ~)f
: In)jp8q !e6eqas lS!sodwo)j ue6uap JeSSe~eVIIU!ppnel'v'Nln wn)fnH uep 4e,peAS Selln)\e.:J!sdp>lSII!SeHJeu!was ue!fn lfn6uad uep ell!Ued )fnlu8qwa~
eweped ueltdeJauaw
NV}{SilJ.flW3:W
'JeSSe){eVIIu!p'pnel'v'Nln !se}fnp3 uewopsd 6U~l!J8l £Wl ullljel J zs. lOWON JeSse~eVIIU!ppnel'v' Nln lOl}j8~ Nfn ueSnlAd8>1 '9 , :Jesse~e~ U1PpnBI'v'NIO e~s)i\ ele 1 uep lSeS!ue6JO6uelual £ ~Ol un4el 9l lowoN I~ ewe6'v' !11usVII 'ueJnleJSd sew ue4eqnJad 6uelu81 £~Ol unl.jel 99 lowoN 'I~ ewe6'v' 1191U9~ueJnleJ8d '9 . :Jesse)fe~ U!ppnel'v' Nln elnlelS 6uelual PWZ un4el OZ JOWON'I~ ewe6'v' palu8V11ueSnlnd9>1 'p :uesnlnd9)i leJns !UeOUelepueuew 6ueuaM8M uep esen):! uePaQw9d 6uelusl 966~ un4el 8 ZOZJOWONor £66~ un481 6HZ JOWON'I~ ewe6'v' !JSIUS~ ueSmnd8)i '£ 'ue>!IP!pU9d ue8Je,fi6u919AU8d uep ueelola6u9d 6uelUal O~Ol un4el H 'lowoN 4elu!18wad ueJnleJ9d selS ue48QnJ8d Buelual O~Ol unl.jel 99 JOWON't~ ljelu!J9w9d u8JnleJ9d 'z :,eUO!SeNUe)\!P1PUSdW91S!SDU81ual£OOl Un481 OZ JOWON6uepun-6uepun '~ 'PRS)feW~pueJe!Oa}{ ue}{eUeS}{elBW se6nl !4e1SS!Pxnlun feleAs lynuBwsw uep de>f~ 6uepued!p !ill. ueSlllnda)l leJns ueJ!dwel epsd eAueweu )oQ9SJal Bueh e)fsJaw eM4es 'c ~!fn6uad U9S00 uep e!l!ued )fnfUnl!p nllad e)lBw'Sete !p uenlUSlS)I uep ue\eJeAsJsd eAu!4nusdJ81 ue6u8p eM4ea 'q ~!sd!J)fS/ljeASebeun~ ue!fn uenluala)j uep UeleJeASJad14nu8W9W 4el91 sel8 !P Inq9SJ81eMS!Sel.jew eMl.jes 'B ,,~e:tqtnn23URS I3'we:3V trer~pB3u~d[P UB~B.l~-:).l~d snsB)f l!SrreOJI¥l!UI~W WRfUP w!){eH 4;:)101St1!P;)WeABan ~lmPI~la, : ~sd!J){S!I!seH.mU!W~s rrn!fn :
9WZ: l;:)JBW
cz 'nq~
UlIDfTlH nuq] 1SOZl100S0 1
Jl'.SSB)ft1W U!Ppnt1IV
oueqw!uaw
jnpnj It1q!ld
yelJlJtrnllf.WH
nssnmj WIN tl m 11 N ueuo4owJad leJns
1'l1U11.111~!Al~S tllW!PSO'8,
: qepldS
e~eqwaw
Nill1llIDJTlH trap qe,!.mAS S'BlIID[Bdtrn){~a
srez NLlHVJ. ISdUDlsrnsVB lIVNIW:lS NVIf.flIf.flt>N3d NYU VLLlNVd 9NVl.N31.
9IOZ unqeJ.~1~: .iourojq HVSSV>IVWNIOOnYlV Nln wn>tnH NVO HV.IHYAS SYllnllY.:I ..NYS..n.L..ncIH:H
NY>t30
OOfrlU8 XDd 6LH f fr8 dfiJ,LOtKOD- Osou!wn22unsViowos 9£ 'ON odwrJu!SO A 'W 'If 'If : IIsndwo)f [l6fr98 'xo../ O[6fr98-8l6fr98 (I [to) dll £9 'ON u,lppno/JI uCJ17nS UD{Of: [sndwo)J
\lV$_",)lV~
N1QOnVlV ""*'..1'"_11
•• " ....." .... ""1\11
lIVSSV>lVW NIOOnY1V 1}l3~3N WY1S1 SY1.IS}l3AINn VWV,!)V NV11I3.lN3W3>t
JB'tJl!1WS
1iIB!fn
, 'l{!SID{ ~~l1IIDld~!p BAmm.I!pmp~ uep UB:!l~d SBlV .L'I~ : lBdm~.L Bl!A\ OO'U-OO'OI fIDlOd t\VfBA\ 9IOl l~.mw£l 'nqu'H : ~~ueJJ!.mH : upnd UB'fBU'BS"(lJ{~!P!({BUVUASUJ:'!S<4olSIflSeH ~tmpmtS~m !W'InJ IDf1rul 1Rq~m~ pnqmn ~un
upnd (!);e.mpttBS
llIIDfllH
nmo:
trssnmj
ISOlllOOSOI WIN lemqu"'M!AI~SBW!pS0"'M n1.IrnN : numu SBln !sd!-D{smseH.mU!W~s t.m!fn eMqeq t.m)f!Bd1.Irns!p'lBWJOq t.m~u~a
.msse)[BW
!O nt.m~Pd
'L
(U gO!qmNm~d)H'W 'H'S 'CU!JlH 9
'£
~Y'W 'qunnpqy gunpna'lQ
'r
pl!UIWm{llW 'JQ
1Jvw 'l!qns
's
(I gU!qW!qw~d)Ziy'W 'mBL W!IBH 'pqv 'H '10
( II !f~U~d) ( I !f~U~d)
(S!B.mll~){~S)H"W 'KS 'uwpnSW13AS WUIqnlI 'l ( nm~)l) 'gy'W 'tnppnsuraag WBIBssnma '10 'J0ld ' [
'!I~
~
'IISVH HVNIW3S NV~NVaNfl
glI!lU~d
rn
H
dwn'l ll?J!S
rotuojq
9IOlI0IbI/6'OO'ddll'IS 1:1
00l'lU8 rrJ.16L81"8 ·dfa.l0tK{)[) - OSDUJUln83W1SOIIJUlog9f ·oN OdUl!'JU!SDJ JV H 1f: I[srulwo)[ fZ6t98 ·xv.:!0[6fr98-8,61'98 ([ [1'0) [9 ·oNuJppnTJ/Vuol1nSu%r: ]sndwTJ)[
V (I V ... )i "
..
NloonV1V
au.
1I>""""'''''"'~''~.r;:.......
lIVSSV>lVW NloanV1V IlI3~3N WV1SI SV1.ISlt3AINn VWV,!)V NVllI31N3W3)1
\' . .~
.
£00 Z JOSOOl6JZl696J 'dIN·
HW"HS'lJU!lJ:lI
tlNIHWI8J\I:ild
xvnrrussaaa
'z
J8SS8~8v.J!P J8SS8~8WU!ppnq'Q' Nln an~DU!IW818Pue~ao €led ~eMo8 - e\8W8S !P J8SSe~8V\lu!ppnel'v' Nln J01~atl '~'1.11" : uesnqwBJ.
'qeMe! Bun5Buel qnuao ue6uap u8~8ues~el!p uep !n481a~!p ~nlun u81n~5uesJaq BueA Bu!sew-5u!S8W 8peda~ u8~!edwes!p !U! N'Q'snlnd3}1 t 'e,{u!lSew euew!e6eqes P!!eqled!p ue>!e e,{uwelep !p UenJ!18>!e>! ledepJ81 pe4 ut;?!pnW8~!pe(!qede uep eAuue~d81al!p (856u81 ~efas n~8jJaq !81nW!Ut uesnlnda)j leJnS , ~9Wl un481 Jesse~elf\l u!ppnel'Q'Nln d8Nd/N8d'v'Nd10 uem56u'v' epeda)\ ue~ueq8Q!p !U! u2snlnda}l l2JnS eAuuB)ll!QJ81!PlBqple \nqW!l 6UB" 8AB!q ele6as ~J!SU84aJdwo>l/!pnlS weJ50Jd J!4W ue!fn 8Aw14~eJ8q 48181aS !eS8(8S de56ue!p !fn6uad uep en!Ul?d se5nl ~Jlsu8l/aJdwo)jf!pnlS weJBoJd J!l/>!'v'uelfn ue>teues>teI8W !fn6u3d seBnl ~j!SU84aJdwo>tl!pnlS w8J50Jd J!4~'v' u8!fn ue6uap Ue)!8~J8q 6ueA ueumnsin ele5as u8~d8!SJ8dw8W e!l!ued se6nl ~}!SUa4aJdwo)\/\pnlS weJ60Jd J\4W 1I8\[n elJ3S3d usp !fn6u3d 'e\l!Ued u8)\d81aUalf\l
l'v'~ns
weuae){
Jedwaa){ BD!W>{ enpa){ ewejJ8d
.:nSN3H3~dWO}lIlOnlS Vfv~80~d ~IH}I'Q' NVlrn VJ.~3S3d NVO Irm)N3d 'VIlINVd DNVlN31 ~fvSSV>fVW Nlaan'Vl'Q' Nln wmmH Nva HV,I~NAS SVlln>lV.:l NV>f3a NVSnlnd3>f N'v'>tSnlI1V1J30J 'JeSS8)\e>tunppnerlf Nln !S8>!nP3 uewopad BuejUal £~Ol un4el J 6Z~ JOWONJeSSe~81f\lU!ppn81'v'Nln J01~atl u8snlnda>t 'J8SSe)\8VIJu!ppnel'v' Nln e!Ja>te)el uep !ses!ue6JO 6U8lU81£~Ol unue; Sl JOWONItl eweD'Q' !llU81N ueJnjeJ8d Sertf uel}eQnJ9d 6UejU81 un481 ~g JOWONJ~ ewe6'v' !J1U81NuemleJad 'Jesse~eV'Ju!ppnel'v' Nln elnj8lS 6U8lU8j 17~Ol unue; Ol 'oN I~ ewe6'l;1palUGV'JueJnjeJ9d ~ewe5'v' Uaw8lJedao ue6un~6u!llp 8Je68N efU8(8S uep ueJ86Bu'v' S8q88 sele UeJ8A8qw8d UeeU8S){819daWS!U8)j8v-J6U81U81gaOl Unl.j81l JOWON'itl 8we6'v' P81U8v-JU8JnleJ8d 'uesrunday leJns !ueouelepueu8W Bueu8M8M uep 8sen)i uep8qw8d DUelU8j 966~ unue] S GOl JOWONor £66~ unuej 69l JOWON 'Itl 8we6v p81uav.JueSnlnda>l :J8Ss8)jeIAJulPpnel'1fNln lPE'fu8W J8Sse)j8v.JU!ppn8lV NI'v'1snlP.jS ue48qruad 5uelual 900l unqaj LS JOWON'itl uaPlS8Jd U8JnleJ8d 'ue~!p!puad u8eJe66ual8Au8d uep ueelola6uad 6uelu8j 0 ~Ol un481 L ~ JOWON48)U!J8W8d uemleJ8d S81e ue48qnJ8d 6U81u810 ~Ol un481 99 'ON 481upaw8d UemleJad ~18UO!S8N ue){!p!pu8d WalS!S 6U81U91£OOl unl.j81 Ol JOWONBuepun-ouepun
noz
'S
'1 '9
.i.
'£ • '17
'£
'z ,
~
'ue!in elJasad uep !fn6u8d 'emued !e6eq8s sebm !48J9S!Puep 18)j6u8!p )jnjun leJ8AS !l.jnU8W8W uep de)j8::l 5UepU8d!p !U! ueSnlnd8)i leJns u8J!dwel aped eAU8weu lnq8SJ81 6ueA 8~8JaW eM4es 'q :uB!fn BlJasad UBp !in6ued 'e!l!UBd ue){dejaua"'J nusd 6UepU8d!p WeJ601d J!I.1)!V uB!in ueeuesxerad U8JeJ8~Uela)j ~nlun eM48S 'e e~ew 'j!SUa4.udwo}ll!pnlS
'j!su8l.j8Jdwo)i/!pnlS weJ60Jd J!4){'v' ue!!n j84!J8d 9WZ penJq8.::1O~ je66uel wn)jnH nWIt !pnlS weJ60Jd/uesrunr J!4W j8)j5u!1 J8SS8)j8V'Ju!ppnel''Q'Nln wn)jnH uep 48,!J8AS selln)je.:! eMSlsel.jew usuoqouuad leJns
(.::IISN3H3tldIAlO){)
torus
9~Ol NIlHvl 1AI'Q'~80~d tlIH>tV NVlrn V Hi3S3d 8NVlN3l
9~Ol un41?1
icYj :
N\fO Irn8N3d
e:Jeqwaw
'VllINVd
,
I I:
JOWON
H'v'SS'v'}I'v'1fIINIOan'v'lV Nln WminH N'v'OH'v',I~'v'AS S'v'lln}l'v':I NVJi3a N'v'Snlnd3>f OOt/ U8 xv.:} 6L8 ("'8 'dfi~U),I\OD - VS7)1111un.'?tiuFlSOJI7II10S'9f 'ON U(/I11!7!/.IW;'"fV
N 'If: I/sndl/lv){
N1GGrlV1V
[(M9t? 'l7J.:f O[6F98-8l6t98 (t / frO)vu. [9 'ON U!PpllVll' 1/01/lIS uOfOr: /snt}I/IO){ ~VSS\f)fVW NIOOnV1V )(J393N WV1SI SV.lIS(J3AINn
VWV9V NVI}J31.N3W3>f
w
z
o
..
IV
o ,_. 00
....o
t)
...,
o ...,
3
;....
-
o
til
c.
"'1
V>
..0
~
3 ~ (/)
::r:
90s
'
..
II
z z z
V V V
9 9 9
z
z
a V
9
Z
"
9
V
tI
(;~
v
V
9~
a
9
a
z Z z
Z
V
9
z
v
9 9
8 8 'Ii
Ii
o
v
9 9
a
Z Z
Z G
Z
Z Z
Z
z
10 'JeSS~)few
uesnmr ·...·..-jl:lrJ's:Jj·:f.iCl'w·;;;;r·
SI)~.aJ", 1E!1l1a)t ·.. 'ti'6~i?}···uenjJada)t ~11}!Jn fJ.1J,l..=l
ue.(i!}t't;! J
8
8
7
..,
II
Z Z
V
;;
Q
9 t
9
(.
V 8 v 8
9
z
Z
v
9 9
8
a
...,;;d__ fN 711 "to
'diN
~ wn)jnl4 t,~
.1 J
~I)
(q 0 ID 0 : !P"lS 1IW1I1
.-.r118l!~ !I88S8Id Ilf8II4
48!IUlr e)&N ~8}f 48!Jl)1 V9 iiwol:-fuiijIlJ;o,;';d ~Ioi.id ' i!\:l
' ......... _ .... 1 Z9
B.j8S(lu8fkJ!8SJ&dUJl)flH e6J~~~_':'2!~~~~,~!!~~1 ... ' .....', ". '.'. :.' '~....., 'r"
~9 09·
a
\1
"
9
a a
V V
~ii..,:",.n
"""~URAi W8IIII~
UI'tlf1H
(lII8P»d H-~
f8f1n!9!;lllA f.'fl!".!'I~
...,.., ,,-
I.
.Co Lt 9£ ,.,.
BIBPl8d 8J~ LLI'IlJ1H P& w8H 'iLLI'IlJ1H &t: BUIIP!d&lBOVUJIl'ltIlH ze w8)I4VS!PlIH ~£: !Io.o;w.r4~i.iliIlN.iisl u;;jJ ';~!I::i' iJi,! suepld40)4W8I80 lI!l8O-lIg8a 6Z 1l!lt!.:IIf'llSO 9<: w8lNV J!SJ8_L LZ
£: Z Z Z (. Z
z
Z
'.-.•
!Se)!681uON818l16uesue!es8fa.t.u&d 6S UJ'l)jOH8>1!601 99 !WOUOll3'SU8P!dWIllVlH L9 (u8818pJade}l 'M "'G.tCO\,6! ....... OdJ U~~D_""9a
UMI..,.'",
U9lL'IlSU0)4 ue6unPU!1.I9d wmlnH ljeuV ue6ll1PU!1.I9dIU'lljl'lH UBU!Z!J9dUFllflH I......_ ....,..,""A"".
c-
V
II
Z
V V 8 V
9
9 {I
9
8 V
a
£9
9
v5
8
6
"''' SS
'H Ue)etJ!W9d)4S!JeJiS!WOUOll3LIfIltI'IH Z9 ue6uepuo-6usptl'UQdlI!IJ)(Q_L ~5 lIWlLIO)lue6ueouB!8d os ue6uBqw~ad UIllVlH 6V uIO\llLl ....... d W''I''H \IV (uee)BJl!eda)l 'H Ue)lIUfW9d) !SUeJrlSVUBPue)I'I)(BuetluadUIlltl'lH Lv ue6u'lll6un LIfIljIIH 9v (.•---.-.~
a
V a V V
9
V
9
Z
V V V
9 9 9 9
...-:.: .:: •.:-:a- ......_.\
lepcyj JBSed'8 !S81S8IIUI UIl'flH SV (ue81epJedQ)I'H u81SU!W9d) leuO!SeuJajLf!WOUO)(3 UIll(lH » ullleJ9d &leov WIl)jnH £v aweDV Uel!P&l9d&leov WIlllnH Zv WIlljl'lH18J1?SI!~ ~V !WOUOll3wnl1nHJ8lUBfiU9d Ov uBlell!J9d WI1l1nH 6£
Z~
V
8
9 9
U8S!PlJ8dU8Pu8~gauad apoJ~ ueB.j1ltn&l!M8)f ~SlP8HnWI 4!b!.:inWi
Z
z
z
. Z
..
.
tiJl:IUtlN
"'.".1. WI''I''H
I'SUBP!dwnlVlH 8lepJQd~H 118PVwnl(lH
£: E: Z
£:
v a
o..,..,vtl yo,.., oa~GfV\"""'" 1M
E:
z
z Z Z Z
V V
a
" V V
c
8 V V V V
"
<: euepld wnlinH 8Je68NuefiUen9)1wnl1nH leuO!sew~ WIlljl'lH "...... :.;" .......~:~ 8J869N !S8.III!U!wpvWIll(lH WnltflH !6oto!soSJ~e6uQd wnlVlH nWll8J8SI!.:IJ8jUe6ued 8J86aNnWI
s ii
tI
ti
Z~
Z~ 9 9 6 Z~ 9
9 9 9 II
'ON
WillS!ueqep&l9d 4&1ef9S wnllnH nWI J~e6uad 8!SauOpurUl'llII'H J8jUefiUed uB&le6aue6J8M9)1'8 BI!S~!d PUed u&lnO-iv iiwi ' e!sauopurS4a s!J66uteSajea lIel4l1V4ep!l1V
Z
z
Z Z Z
9<: 9Z VZ £Z (,(..
lZ OZ 6l L~ 9~ 9~
v~ I:;~
<:~ H
0~ II L
9 9
v c z ~ 'ON
t.llrofllH mun : !PillS Wl!.mo~ o: !81'1W JlIlJtlPJ:Jl I sozt I OO!;O ( : llMS!Sl!qtlW)jTlPlII 'ON
: lI11ZtlfTJOOlON : lMlf.rns sn[1Yl t661 J:;)qw~d:;)s a :J!lITl'1ll®illlll. ~ddeN : J!lfIn le
............................................ : .lomoN
...
,.._.
f--.
R
_, .~
01.0 l Y6 \.l t YUI
".,._._
0-
0
._
_,_
__ •__
__
~I°..L .... n.loVtJ 4.""VI''''Q ...~,u.~va ~t. ",r'L -":t-'t"'UI V
_ .. _ •__ wV+lU;:)
11
li'lfl)l[}H NYG HVnIVAS SY1'1fl)lVd l~SStn'llW UJppn~TVIJ~~N' ureist S~llSl~AlUn
llMSIS'elltlW
duxsusr
mnll3un8J;)d!p
){Illun ~,.(uqn88uns;)s
~8u;)p
" vsvu!um88uns
l~nq!p
·~,.(ur~S;)W~u~wre8~q;)s !U! ~8U~J~l;)){
rams
~rl!W;)a
vlUv8V UVllPv8u"J
!P UV!v.J":J.J"JsnsvJI.J!S!IVIU!U11U"NIUvlva 1U!'IvH '1"10 !SV!P"N vtfvdn SVI!tt!I'I"fJl "
: ~!l!I;)u;)d [npn]' u~8u;)p I~np!A!PUJU13!l!l;)u;)dU13!l3S~r;),.(u;)d rues Ql31l3S !~8~q;)s ~!l!pu~d ue){l3pl38u~wq-ePl l3MOD-e~~wes9£'oN u!ppn~IV lIS'If :
l~W~IV
l3weN
~,.(ef!M.lewQl3~ !AI;)Seue!pso~ :
W!N
[~OlI lOO~O[ :
!pnlS weJ80Jd
wfi){nH nwU :
9IOZ/IIJJZO'daJ hf.$/8IV-OU'I!. : JOWON NVI~I'I3N3d NV~NVlIa~IDI .Lvan S 1I1~6YSYNlwnO'ONns
661:"' ("toO)XY:l861:", ("toO)·d1il·0N
YAW al'SY"."
YSYNINn!)ONnS YNYOY NY110YONiid
a
ZZZ06 Jessqew woooooqM~I8SjnSAQJd tZd: l!ew3 p!'Ol5'AOJdI&SJos'pwd)jQlZd/rttllQ : 9~!sqeM 9B69vv (~~VO)'xe:l LLmvv {~~W} -dial SOON all!Aua6noSoW 9U)Z-ZlrW C1IYd>If1 clVfV/S
O~d'Z .~
IJ!WIEI'I NJ(I unn-t uep qe.,pe.(s ")Ie:! UI!'Jfa(] • ~
~oo~
~w
Z0066~ £~SO~96~: dIN eWeJl1 etJ!QUJad: lIDI6lJecj .........::::=~....._
npedJa.l UetJ!Z!J9d ueueAetad ..IUR=:.I,I::lI1 NV.lVl3S IS3MVlnS ISNlA'Q;tf(f HW3VO lVOOW NVWVNVN3d ISVNI€Rj9DM'}[YOri NV1Vl3S IS3MVlnS ~nN~3gRE};L~~ 9~OZ lJeruqa.::f ZO: 1e66u81 eped
Jesst:!)few !P umtl!QJa1!O
-UBnuauad UIZ!IBJnS 6uB>(elaq IP eJa}Jal 6ueA uenluala>( ue6uap pnsljBW!p uetE!!6all !n!,.,aAu9W !Wmt eAud!su!Jd eped 'S8lE!!P tnqasJal leq ue6uap uB6unqn4as
10 N~3:>1I3d
• VSYNlllnOONnS VWV9V NVllOV9N3d snsV>I ~ISnVIIINIW3W WVlVO WDIVHH310 ISVlO3WVAVdn SYJ.II\WI3:f3 ..
: Jnpnf ue6uap ',sd!J>tS uaunsnxusd e>t6ueJ WBIBP eJepnes JOluB>tI4BJaep!P UB!l!lauad uB>tn)jBJ9W'>InJunpns>tBWJas JeSSmtBW '£9 -ON ug>pnew liS -If ( ~S}BMS!SeqBW wmfnH nwn ~90Z~~OOSO~ !AlaS eue!pso~ e~ef!M ,ewqe~
leWBrv e6eqwal/uee~a>(ad !POlS weJ60Jd )jO'>lOdJOWON BWBN
:!U! qBMeq!P !l!tauadJeMS!S8qBW 'S8lE!!PlnqasJal Je4~ 9Wl !J8Ouer 6l te66ue} 9WZIlOS/6"OO"ddH -IS: JOWONJesse>te~ UIPPOew NIO WOlioH uep 4e.!Je~s ->tB:fuB>tao JWOS ue>{)esepJas
tedw81 -!P
UeJJn8U8dU!ZJ:
JB4lJad
eMO~
°qe)! Bseu!wn66uns
eWB6';t uel!pe6uad enla)! '41Aepeda)f
9~OZIZO/J.Zd/d·~O·S/()1r
: ueJ!dwel JOwoN
:
(.lZd-ldn)
novaaai
N\fNIZI~3d NVNVAYl3d - SIN>l3.l VN\fS>I\f13d .lINn
HVH3VO 'VOOIN NVINVNVN3d ISVNIOHOO)t NVOV8 NV1Vl3S IS3MVlns ISNJAOHdHV1NIH3113d £ 0 0 l V ~ 6 ~ 9 ~ 0 l ~
111111111111111111111111111111111111111
KETENTUAN PEMEGAMG IZIN PENELtTlAN :
1. Sebe1um dan sesudah melaksanakan kegiatan, kepada yang bersangkutan melapor kepaja BupatilWalikota Cq. Kepaia BappedalBalitbalgda, apabila kegiatan dilaksanakan di KablKota
2. PeneHtian udak menyimpang dan ilin yang diberikan 3. Mentaati
semua peraturan perundang-undangan mengindahkan aici istiadat seIempat
yang
berlaku
dan
4. Surat jzin akan dlcabut kembali dan dinyatakan tidak berlaku apablla temyata pemegang surat jzin ,injtidal<: mentaati 'ketefltuan tersebut diatas.
llMOD-tnllIf.ffiS rp JeSstl)jtlw U!ppnlllV NJD. lopta1[ 'rnA
.tresnquraj,
q,M-1MWU){!l"rV, numl~sse.M lJ~sq -gur~~lusp !wq 'Uooelt~q u~~)J~m~ '91Ol ~JenJq~tt9l PjS P~ruq~d 10 le5iju~l ~~lmllijum~"4J~l ~seu~umijijuns tH1rn~v 1lBr!p~~U~d !P 1lB!ln~([OO 1lB}{nl(nl~Ul JfttlUIl mzr !J~!P redap trnln~Uu.SJ~ ~U~A RMS~s~"4-em ~ped~)f ~{utu:q UIDldeJBqfiu~m ~mIDl mqosrar pnsxetn Jf1llufl m~ 'oUS '80!J.la 'z ~voW '"~V"S'm8J. m!l~ lnpqv "n"Ju °1
H
!(] UV!V.lo;)Jod
Vi7JUpunaa1lHS VUlVa.V
snsDJI J!S!IDUI!U!Ulo/'V
UlV/V([
urJl!PU8uod wl'tVH '1010!SD!poW vlvdn SUJ!.I.IJ'I3!3'"
: nl-!UA !Sd~S ynpnr undUPV'~UB!iUS JBP91Plo~w
qcJUs !BitcqdS !sd~.D{sueunsnxusd
'R~tnll
)f"lun
lamAS russ
wc[UP UC9!PUOO1lBJftDfu(~m pns'leUIl~H
~u!usellaH: (qnfn.L) IrA : wIDfnH nWlI/wID(nH UBp 'lle,peAS : tsozr IOO~O 1 : eAufy\\ llrurQe1l. !Alas eue-q>so'fl: gueA Jesse¥w
WWBIV l~l~W~S
ussnm[/sellnJfe a WIN
eruuN
: !U~qet\teq~PeMnmrnu 1nqasl~l u!ppncrv NIO u.M5!seqem eMqtKf ue'l~edwes!p reuuoq ne8u~
fClS-[DS °AO.Jd<JJ\ld)lH '.ltd.ldIl RfBda)J boa UBlRfaS !saMB,ns !sIf!AOJd JDUJaqn~ '18d8H'Q1X
[eH dUlel Jour.°N
Nf/J.L/73'NJIJ NIZI NVNOHOWH3J : JBIdwaxa (russ) L :
9IOl/ 16'OO-ddirIS: ,,",oS
9[8tlfr
rod sss»:» (I tro) -dlJPM..O{)-lJSOU!lW7JfiJU:llS· 9£ -oNuPplW/V ".lIStr II :mduw5J £l6fr98 'XlJd frl6fr98 (t [frO) -dU J.TJss"TJ'f17N £9 -ON U!Ppn17IV 71S71'[ sndUlIT)f
.
NIQruWlv
r:.&}
Wll)JJlH NVU.HV,mVAS SV.lrnlJIV.!I lIVSSV)lVW NI
----
VI-\IVDV NVIlI3J,N3W:DI
~
100 1 £08661 I£U9961 ·d!N I:IW "BS 'qtnUv.b!lSI
UInlj11H
n~:t!.:,r'I1l')!
q~lo !nqel~)[!a
£00 Z 10~00Z 61Zl6961 ·d!N
ZOO1 fOL661 OZ0l1L61 ·d!N InpqVOU·J(I
HW hBS 'uu!lJ3
U,
~ Ug~N~qw~d
9 roz !Jlffilmf 8Z ; re33ue~'Bped !sd!.DfSues!fnu~d ue)jlnfuel~w)jnlun aUJqW!qw~dq~lo !nfm~S!pqeI~J,
I~OZnOOso[ : W!N VAVfIM .! VlWW
L-\'!3:S VNV!(!SOl!
:q3(Ou8lInfu!p usp unsns!(I "Rs'm~wn~~uns RmR~ URI!PR~D3d !(I U8!tU33J3dsnsu)l J~S!l8W!U!W3W W8J8(1wpt8H Q310!S8!f)3W8A8dIl S8JUU,)(3J3"
!SdllDIS .!.!!.Vl!(J
100 Z £OS661OZI08961·d!.~
'Wlr[eSSlr M.
~1Oll~qw~s~a 80 'eltm:ms ·t{!Slr)( lrUl!l9l
){UAtmqtm){d~::mW lrAotrnl!(>Bq9)( usp W9mpoo nft?~€IsSlrlV
DSDulU1n88uns muD8V
·DI1(09utJlDdnqDJ/ UD1!pv8utJJ !([ UD/D.ltJ3.1tJJmsvx
.I!S!JDUI/U/UltJWUlDID([ UlP/DH '1tJJo !SD/ptJW DiDdn svl!li'ltJ/ll : UItUftlH nmu uusn.rn[ ~wn~ : O£'ZI :
~1OZJ~qw~~a 01 's!lllB)I:
!sd!DIS Inpnc lndw~.l Ul){uM. In~~w.L I !-JtlH
:npndtm){UulrS){ulW w)(u lJUlIV nASU! ~WA '/sd!.IJfS 1/D.I([ .IDU!UltJS~nd aUlquqqwtJJ n){Ups ){Upu!+l~q~~s tm)(UtrnS)(ul~w uep .IDU!UltJS !lTIJnq~u~w){mun 'e.mpnnsfUq!f){Udnq~tmp~U~w !WU){ "!U! numsl~g
'1
~V"W,,~V'S 'TIft?.Lw!luH JnpqV 'JO
[ ~uNUJ!qw~d !U~nq~s
"Z
HW "HS 'eU!P3
II~U!qW!qw~d!n2nq~s
~qtAepnd~)I
~sd!DISyma .mU!Ul~Stm~t:mpun: .mqw~l (nres) 1 : ~IO.9Itft~ 16'00'ddN£'IS :
9[8frlfr XDd
sesser
(11frO) 'dlJPMOD-VSVu!wn$3uns' 9[ 'ON ulPpnVrV oilS "If II SndUlD)[
·dz.L .l1Jsst71fvN [9 °ONU!PpnviV
[l6fr98 xtJd frl6fr98 ([ tro)
"IS "If I SndUlV)[
WfDI11H NVU HV,IHV AS SV.L'IIDIV.!I lIVSSV){VW NIU
£OOI£006619101~96I'd~
'qUMUf ~milll1uul qnuod uu~u~p mnluuus:>JUl!Ptrap !m[Ul~)j}p ){IllUnUUlml~uusl~q 1luuh ~U!Slml-1iU!sumupuda){ uU)J!udmus!p uasrundex lums 'p .~ tOc nnqaj, lUSSU){U]i\l U!ppnUrV NID dHNd/NHdYNdla Uluu1i8uy upuda){ uu~q:;lq!P !U! tresrundox lums UAUUU)[l~ql:;ll!P wqPlu rnqmH 2JUUAUAU~qUJU2J~S.~ ~IUUO!S:;IJOld areoos qU!WI!UAlU)[unsqnuad UU)j}UsapAuaw mqasroi UMS!SUquwredtnes !sd~S ~U!qm!qwC}d uu~UBs)[ulaw 'q VSVU!UlntJaUl1S VUlvtJy UV/!Pv:JUIJJ !a UV!VJ.IJ:J.JIJJsnwJI J.!S!/VUI!lI!UlIJW JUD/Va JU!'IDH I{1110 !SD!PIJW VdDd[J SDI!/!I'1I1/J] : nap t{U,!lUAS:
wtUfllH
nmrr IlIIID{llH
tsoz: IOO~Or: VAVfW .LVWHW
~'W
IA T.!lSVNVIUSOll:
HW "HS 'Imn.lJ[ 'z '·~V·S 'mU.L mnuH l"pQV '.IU 'I
!sd!-DfS Jnpnr
uusnmf/SUl{n){ud WIN UUIUN
arapnas )[nfunuaw
'e
NV)lSIl.LIlW3W 'lUSSU){BWu!ppnuIY NCD uu.8umr8u!'] !P !su){11P3:uuwoP~d 80ulual 800l unqul. l61 lOUION IOPP(I uusTllnd:;l)l .~ 'JUssu)[UWurppnuIY NlD UlIll'B'lS80'B'lu;n LOOl unlfB~ £6 lomoN ](1 umuSV !lClluaW U'usnlnda)l '17 trep !sus!UuSJO ?JUU1U?l900l u'1~~ S lOT;IION ](1 umu1Jy !ldluaw UU!?nl~ Suupuud!p !U! uasrundox rams npad UAUUmuUmqosroi Sueh U){~l~m UMquH 'q :Su!qlU!qmad trosop ou)(dUl~U:;lWnpod Soupuud!p ru] ){mun 'lllSSU){UWu~ppnelY NlD wrutnH unp qU,pUAS sulTn)[ud ([ S) runs 'B'leJlS1iuufuaf spud ueleleASI~d IllBSlfUJUSuU:>JUdruamC!sd!l){s) lfU!UlI! UAlU)[uesqnucd uMqUg'U : qUlal~s JUSSU)[llWurppnsrv NID
lUtl)[11H ({UP tlu,IJUAS sulln)[ud
IVtJU!tJUI1W
: tJuvqW!UiJW Uu){aa
SIO~ NIlHV.L ISdnDIS/.L.iVlIU ~NI8WUIW3d NJ[SOU ~NV .LN3.L SIO~ unqv..L : ,JomoN lIVSSV)JVW NIUOilV'lV san WIDIflH NVU HV ,nIVAS SV.L'lIDIV.1I NV)J3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Rosdiana Selvi Rahmat Wijaya, Lahir pada tanggal 27 September Tahun 1994 di Rappang, anak kedua dari lima bersaudara dan merupakan buah kasih sayang dari pasangan Drs.H.Tajuddin Pammase dan Dra.Hj.ST.Hadrah Canti. Penulis menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 176 Kanjiro Desa Saptamarga, Kecamatan Sukamaju, Kabupaten Luwu Utara. Di sekolah tersebut penulis menimba ilmu selama empat tahun lebih dan pindah saat duduk dibangku kelas lima Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar Negeri 9 Benteng Desa Benteng, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap, selesai pada Tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama dan tingkat menengah atas di Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng, Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap selama enam tahun. Kemudian pada Tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, pada Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum. Semasa kuliah, penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan dan tergabung dalam beberapa organisasi yaitu Study Club Ilmu Hukum, IPMI Sidrap dan PMII. Penulis merampungkan studi S1 dan selesai pada Bulan Maret Tahun 2016. Penulis sangat bersyukur di beri kesempatan oleh Allah swt bisa menimba ilmu yang merupakan bekal di masa depan. Penulis sangat berharap dapat mengamalkan ilmu yang sudah di peroleh dengan baik dan dapat membahagiakan kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung serta berusaha menjadi manusia yang berguna bagi agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 67