TUGAS AKHIR - TM 141585
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet) AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – TM 141585
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)
AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing: Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
FINAL PROJECT – TM 141585
THE EFFECT OF GIVING INDUCED MAGNETIC FIELD ON THE FUEL FLOW TOWARDS THE RADIATION INFRARED TRANSMITTANCE MOLECULAR HYDROCARBONS AND PERFORMANCE SINJAI 650 CC 2 CYLINDER ENGINE (Case Study: Mapping Voltage Source Induction Magnet) AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Advisory Lecture : Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)
Nama Mahasiswa : Afif Alfalah NRP : 2114105026 Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS Dosen Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT
Abstrak Molekul bahan bakar pada umumnya tersusun secara bergerombol (clustering) sehingga pada proses pencampuran dengan udara menyebabkan udara tidak bisa menjangkau bahan bakar yang ada dibagian dalam gerombol tersebut. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Pemberian medan magnet dapat merubah molekul bahan bakar menjadi lebih teratur dan pembakaran menjadi lebih baik. Magnet terdiri dari besi karbon dengan diameter luar 2cm, 3cm dan 4,5cm yang dililit oleh kawat tembaga dengan diameter 3mm kemudian dialiri oleh listrik dengan arus DC. Instrumen medan magnet memiliki variasi tegangan yaitu 10V, 15V, 20V, dan 25V. Pengujian instrumen hanya menggunakan instrumen dengan diameter luar 2cm karena memiliki nilai gauss yang paling tinggi. Variasi tegangan ini berdasarkan besarnya tegangan output alternator. Kemudian melakukan pengujian spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) terhadap resonansi partikel bahan bakar. Spektroskopi FTIR akan mengetahui gugus fungsional senyawa bahan bakar dan mempelajari reaksi yang terjadi melaui radiasi infra merah yang divisualkan sebagai fungsi frekuensi i
ii (atau panjang gelombang) radiasi. Terakhir melakukan pengujian unjuk kerja dan emisi gas buang mesin dengan kondisi full open throttle pada putaran mesin 5000 rpm hingga 2000 rpm dengan menggunakan waterbrake dynamometer. Data pengujian unjuk kerja diantaranya torsi, daya, tekanan efektif rata-rata, konsumsi bahan bakar spesifik, efisiensi thermal, efisiensi volumetris dan emisi gas buang. Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Pengujian FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet menunjukkan perubahan intensitas transmittance pada panjang gelombang. Kenaikan perubahan intensitas transmittance pada 25 V yaitu 19.86%. Pada unjuk kerja terhadap pada variasi tegangan 25 V, yakni menaikkan persentase torsi = 4.58%, daya = 4.46%, bmep = 4.58%, efficiency thermal = 9.81%, dan menurunkan bsfc = 10.75%. Emisi gas buang menunjukkan perbaikan kualitas pada 25 V. Secara rata-rata menurunkan CO = 26.9%, HC = 67.54% dan untuk CO2 menaikkan sebesar 60.54%. Kata kunci: Induksi Medan Magnet, FTIR, Unjuk Kerja SINJAI 650 CC
THE EFFECT OF GIVING INDUCED MAGNETIC FIELD ON THE FUEL FLOW TOWARDS RADIATION INFRARED TRANSMITTANCE MOLECULAR HYDROCARBONS AND PERFORMANCE SINJAI 650 CC 2 CYLINDER ENGINE (Case Study: Mapping Voltage Source Induction Magnet)
Student Name NRP Department Advisor
: Afif Alfalah : 2114105026 : Teknik Mesin FTI-ITS : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT
Abstract Fuel molecules are generally arranged in clusters (clustering) so that the process of mixing with the air causes the air cannot reach the fuel contained in the section of the clump. This resulted in the burning of imperfections that can be measured in the flue gas content. Giving the magnetic field may change the fuel molecules become more organized and better combustion. Magnet consists of carbon steel with an outside diameter of 2cm, 3cm and 4,5cm ridden by copper wire with a diameter of 3mm and then fed by electricity with DC current. Instrument magnetic field has a voltage variation is 10V, 15V, 20V, and 25V. Testing instrument only use the instrument with an outer diameter of 2cm because it has the highest gauss. This voltage variation is based on the magnitude of the output voltage of the alternator. Then test Fourier Transform Infrared spectroscopy (FTIR) to the fuel particle resonance. FTIR spectroscopy will know the functional group of compounds of fuel and study the reactions that take place through infrared radiation visualized as a function of frequency (or wavelength) radiation. Recently tested the performance and exhaust emissions of the engine with full open throttle condition at engine speed of 5000 rpm to 2000 rpm using a dynamometer iii
iv waterbrake. Performance test data including torque, power, average effective pressure, specific fuel consumption, thermal efficiency, volumetric efficiency and exhaust emissions. Needs magnetic field strength increases with the increase in load and engine rotation requires the mapping of the magnetic field strength requirements for each variation of voltage with varying rotation. FTIR testing of fuel after showing changes influenced by magnetic induction intensity at a wavelength transmittance. The increase in transmittance intensity changes at 25 V i.e. 19.86%. On the performance against the voltage variation 25 V, namely to raise the percentage of torque = 4:58%, power = 4:46%, BMEP = 4:58% = 9.81% thermal efficiency, and lower bsfc = 10.75%. Exhaust emissions show improvements in the quality of 25 V. On the average lowers CO = 26.9%, HC = 67.54% and for the CO2 increase by 60.54%. Keywords: Induced Magnetic Field, FTIR, Performance of SINJAI 650 CC
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, proposal tugas akhir yang berjudul “ PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)” ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin ITS Surabaya, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Selain itu Tugas Akhir ini juga merupakan suatu bukti yang diberikan almamater dan masyarakat. Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan selama penyusunan Tugas Akhir ini sampai terselesaikannya laporan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW. 2. Ayah, Mama, dan Mbak, yang telah memberikan semangat dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas,serta doa dan restunya. 3. Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT. Selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sangat sabar, tidak bosanbosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. 4. Dosen tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan dan pengembangan Tugas Akhir ini. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin FTIITS, yang telah memberikan ilmunya dan membantu semua selama menimba ilmu di bangku kuliah. 6. Didin Merlinnovi yang bersedia membantu dan mendoakan penulis sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini. v
vi 7. Seluruh teman-teman, khususnya Anang, Fikri, Satrio, Rizal, Hasfi, Mas Ucay, Mas Mirza, Lukman, Sapto, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan seluruhnya yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, sebagai manusia biasa penulis menyadari dalam penulisan ini masih terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran membangun sebagai masukan untuk penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, mahasiswa mesin pada khususnya.
Surabaya, Januari 2017
Afif Alfalah
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ............................................................................... i ABSTRACT .............................................................................. iii KATA PENGANTAR............................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN......................................................... ....1 1.1 Latar Belakang........................................................... .1 1.2 Rumusan Masalah. ......... ............................................5 1.3 Tujuan Penelitian.................................................. .. ....6 1.4 Batasan Masalah.................................. ................. ......6 1.5 Manfaat Penelitian................................. ................ .....7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................. .......... .......9 2.1 Induksi Elektromagnet............................ ............ .......9 2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan...... ........................................... .......9 2.1.2 Penentuan Magnet Optimal......... ........ .....10 2.1.3 Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon........................................ .....10 2.1.4 Fourier Transform-InfraRed Spectroscopy (FT-IR)......... ...................................... .....13 2.2 Komposisi Senyawa Bahan Bakar Bensin................16 2.3 Parameter Unjuk Kerja ............................ ................16 2.3.1 Torsi................................................... .......17 2.3.2 Daya (brake horse power)...... ........... .......17 2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP).............18 2.3.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion)...... ......................... .......29 2.3.5 Efisiensi Termal................................. .......20 2.3.6 Effisiensi Volumetris (volumetric efficiency)...... ................................... .......21 vii
viii 2.3.7 Rasio Udara Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR) .............................................. 21 2.4 Pitot Tube with Static Wall Pressure Tap dan Incined Manometer.... ................................................. ..........22 2.5 Polusi Udara ............................................................. 24 2.6 Penelitian Terdahulu................................................. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN..... .................... ...........29 3.1 Pengujian Kuat Medan Magnet.......... ........... ...........29 3.1.1 Peralatan Uji Kuat Medan Magnet ........... 30 3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet32 3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet ..... 33 3.3 Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)..... ...34 3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 34 3.3.2 Mengoperasikan NICOLET iS10 ............. 35 3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 35 3.3.4 Flowchart Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 38 3.4 Pengujian Unjuk Kerja.......................... ........... ........39 3.4.1 Peralatan yang Digunakan ........................ 39 3.4.2 Skema Instalasi Pengujian ....................... 42 3.4.3 Prosedur Pengujian .................................. 43 3.4.4 Rancangan Eksperimen ............................ 45 3.4.5 Flowchart Pengujian Eksperimental ........ 46 BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN....... ... ........49 4.1 Data Hasil Pengukuran Gauss.......................... ........49 4.2 Analisa pengaruh medan magnet pada ikatan hidrokarbon dengan pengujian FTIR ..................... 50 4.2.1 Analisa Untuk Sampel Pertalite tanpa pemberian medan magnet induksi........................... 51 4.2.2 Analisa Untuk Sampel Instrumen Medan Magnet dengan Variasi Tegangan Pada Induksi Magnet Instrumen 1 ................................................ 55 4.3 Data Hasil Pengukuran Unjuk Kerja ........................ 57
ix 4.3.1 Torsi.... ........................................................ ...57 4.3.2 Daya Motor (BHP)...................................... ...57 4.3.3 Tekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ....... ...57 4.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).... .. ...58 4.3.5 Perhitungan Effisiensi Thermal.... .............. ...58 4.3.6 Perhitungan Effisiensi Volumetris.... .......... ...59 4.4 Analisa unjuk kerja................................................ ...59 4.4.1 Analisa Torsi (T).... ..................................... ...57 4.4.2 Analisa Daya Efektif (Ne).... ...................... ...57 4.4.3 AnalisaTekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ............................................................ ...63 4.4.4 Analisa Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).................................................................... ...65 4.4.5 Analisa Effisiensi Thermal.... ..................... ...66 4.4.6 Analisa Effisiensi Volumetris.... ................. ...68 4.4.7 Analisa Air Fuel Ratio.... ............................ ...69 4.5 Analisa Emisi Gas Buang.......................... ....... ........71 4.5.1 Analisa Emisi Karbon Monoksida (CO).... . ...71 4.5.2 Analisa Emisi Hidro Karbon (HC).... ......... ...73 4.5.3 Analisa Emisi CO2.... .................................. ...63 4.6 Analisa Kondisi Operasional Mesin.................... ..... 75 4.6.1 Temperatur Cylinder Head.... ..................... ...75 4.6.2 Temperatur Exhaust.... ................................ ...76 4.6.3 Temperatur Coolant.... ................................ ...78 4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar.......................... ...................................... ........79 4.7.1 Laju Aliran Udara Terhadap Intensitas Medan Magnet.... ............................................................. ...79 4.7.2 Laju Aliran Bahan Bakar Terhadap Intensitas Medan Magnet..... ................................................ ...80 4.8 Analisa Keunggulan Penggunaan Induksi Medan Magnet Dengan Variasi Besar Tegangan................ 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ..................................... 83 5.1 Kesimpulan....................................... ....................... .83 5.2 Saran.................................................. ........... ............84
x DAFTAR PUSTAKA.................................. ....... .........................85 LAMPIRAN.................................. ..................... .........................87 BIOGRAFI PENULIS
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan .................... ...........9 Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen ..................................................... 11 Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet.... ........... ..11 Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen .................................................... 12 Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance......................................................... 15 Gambar 2.6 Mekanisme Terbentuknya Polutan HC, CO dan NOx pada SIE .............................................................. 24 Gambar 2.7 Emisi Gas Buang Versus AFR pada SIE ................. 25 Gambar 2.8 Grafik Hubungan Udara Antara Gauss dan sfc ....... 27 Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet .................................................................. 31 Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet .............. 32 Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm) ...................................................................... 34 Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR ............................................ 34 Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR .................................................. 36 Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) .................................................................. 38 Gambar 3.7 Mesin Sinjai ............................................................ 40 Gambar 3.8 Skema Instalasi Pengujian ....................................... 42 Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Eksperimental ........................ 47 Gambar 4.1 Instrumen Medan Magnet dengan diameter luar besi (a) 2cm, (b) 3cm,dan (c) 4,5cm ............................. 50 Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian FTIR untuk sampel bensin tanpa dimagnetisasi. ............................................. 53 Gambar 4.3 Grafik hasil pengujian FTIR sampel pertalite standart, 10V, 15V, 20V, 25V pada Instrumen 1 ... 55 Gambar 4.4 Grafik Torsi Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................... 60
xi
xii Gambar 4.5 Grafik Daya Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 62 Gambar 4.6 Grafik Bmep Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 64 Gambar 4.7 Grafik Bsfc Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 65 Gambar 4.8 Grafik Eff Thermal Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet...................................................... 67 Gambar 4.9 Grafik Eff Volumetric Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet...................................................... 68 Gambar 4.10 Grafik AFR fungsi Putaran Mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 70 Gambar 4.11 Grafik Kandungan % CO Terhadap Putaran Mesin .................................................................... 71 Gambar 4.12 Grafik Kadar HC Terhadap Putaran Mesin ........... 73 Gambar 4.13 Grafik Kandungan % CO2 Terhadap Putaran Mesin .................................................................... 74 Gambar 4.14 Grafik Temperatur Operasional Pada Cylinder Head ..................................................................... 75 Gambar 4.15 Grafik Temperatur Operasional Pada Exhaust ...... 76 Gambar 4.16 Grafik Temperatur Operasional Pada Coolant ....... 78 Gambar 4.17 Grafik ṁ bahan bakar funsi gauss.......................... 79 Gambar 4.18 Grafik ṁ udara fungsi gauss .................................. 80
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi.................. ......... ...............14 Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar ................... 18 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Besar Gauss ................................ ...49 Tabel 4.2 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Alkana Terhadap Setiap Tegangan ............. ....................... ...56 Tabel 4.3 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Aromatik Terhadap Setiap Tegangan ............. ........................ ..56
xiii
xiv
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu dengan yang lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Molekul penyusun utama bensin (hidrokarbon) bersifat diamagnetik, dimana memiliki momen spin elektron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. [1]. Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2 (oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk H2O. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya. Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de-clustering) sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Pada molekul hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar, molekulmolekul hidrokarbon yang telah melewati frekuensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna[1]. 1
2 Pengujian pengaruh magnet terhadap molekul hidrokarbon (bensin) juga bisa dilakukan secara mikroskopik dengan melakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red). Spektroskopi FTIR (Fourier Transform-Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrum molekul hidrokarbon. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1)[7]. Medan magnet adalah area atau wilayah dimana gaya magnet masih akan berpengaruh terhadap benda disekitarnya. Sehingga apabila kita mendekatkan benda logam tertentu pada daerah medan magnet, maka logam tersebut akan tertarik oleh magnet. Sedangkan apabila kita menempatkan logam tersebut di luar medan magnet, maka logam tersebut tidak akan tertarik oleh magnet. Medan magnet paling kuat berada pada kutub-kutub magnet. Magnet terdiri dari 2 jenis, yaitu magnet sementara dan magnet permanen[4]. Magnet sementara yaitu magnet yang hanya memiliki sifat-sifat magnetic dalam jangka waktu tertentu sebelum sifat kemagnetannya hilang atau dapat dengan sengaja dihilangkan namun magnet memiliki kelebihan yaitu kebutuhan induksi pada magnet sementara dapat diatur sesuai dengan kebutuhan medan magnet yang diinginkan. Sedangkan magnet permanen adalah magnet yang memiliki sifat kemagnetan dengan jangka waktu yang lama dan sulit untuk dihilangkan sifat kemagnetannya serta kebutuhan medan magnet pada magnet permanen yang tetap tidak dapat digunakan untuk mengatur kebutuhan induksi magnet yang diinginkan.
3 Kebutuhan medan magnet untuk bahan bakar di Internal Combustion Engine (ICE) bervariasi sesuai dengan laju aliran bahan bakar yang dipengaruhi oleh besar medan magnet. Perancangan menggunakan medan magnet yang mampu menghasilkan medan magnet paling besar. Sumber listrik didapat dari arus DC yang divariasikan berdasarkan besarnya listrik yang besarannya didasarkan dari alternator. Pada kondisi tertentu, penambahan medan magnet tidak memberikan pengaruh terhadap unjuk kerja dan konsentrasi bahan bakar. Seperti yang dijelaskan oleh Faris dengan penelitian "Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml. Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada
4 pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %. Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil dengan penggunaan efek kuat medan magnet pada aliran bahan bakar dengan sumber arus alternator dan dengan pengurangan resistansi terjadi perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart (tanpa magnetisasi)[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada voltase 100 volt, dibandingkan kondisi standart. Pada penelitian Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin
5 dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart. Pada setiap penilitian diatas, dimana intensitas transmitasi (penyerapan radiasi inframerah) mengalami kenaikan seiring naiknya besar medan magnet terjadi karena de-clustering senyawaan dalam bensin karena magnetisasi, yang mengubah kepolaran gugus fungsi senyawaan. Perubahan ini memungkinkan perubahan intensitas transmisi vibrasi gugus fungsi. Peningkatan kepolaran molekul dimungkinkan oleh perubahan densitas elektron pada daerah ikatan atom atau molekul, karena pengorientasian molekul atau ikatan polar saat magnetisasi. Penambahan kekuatan medan magnet memberikan efek de-clustering yang lebih kuat pada bensin. Karena hal ini memungkinkan peningkatan secara kualitatif dan kuantitatif molekul yang terorientasi[5]. Magnet yang saya buat memiliki kelebihan, jika diberi voltase kecil atau sama dapat menghasilkan induksi magnet yang lebih besar dibandingkan dengan magnet pada penelitian sebelumnya. Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari kondisi tersebut, penelitian ini dapat menentukan kebutuhan medan magnet pada setiap perubahan putaran mesin dengan cara memapping variasi medan magnet pada seluruh variasi putaran mesin dengan pengujian FTIR dan unjuk kerja pada mesin SINJAI 2 silinder 650 CC. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perancangan dan pemilihan induksi magnet pada pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar?
6 2. Bagaimana spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet variasi nilai tegangan yang diberikan? 3. Bagaimana kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar, berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perancangan dan pemilihan induksi magnet pada pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar. 2. Untuk mengetahui spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet dengan variasi nilai tegangan yang diberikan. 3. Untuk mengetahui kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin. 1.4 Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang akan digunakan penulis untuk mencakup dari pada tugas akhir ini, sebagai berikut: 1. Bahan bakar yang digunakan adalah jenis pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dengan spesifikasi bahan bakar sesuai dengan keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 17 Maret 2006. 2. Percobaan ini menggunakan mesin SINJAI 650 CC 2 silinder dengan kondisi standart 3. Magnet yang digunakan hasil rangkaian sendiri. 4. Pada perhitungan tesla menggunakan konstanta ruang hampa µo = 4π x 10-7
7 5. Kondisi temperatur dan kelembaban udara sesuai dengan udara setempat. 6. Tidak memperhitungkan waktu pemberian magnet pada bahan bakar. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilakukan untuk memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Menjadikan ilmu pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 2. Sebagai upaya mendukung pemerintah mengenai hal penghematan bahan bakar fosil khususnya pertalite serta perbaikan kualitas emisi gas buang. 3. Jika penerapan pemberian sumber tegangan pada medan magnet mengikuti rpm berhasil menjadi lebih baik dari pada pemberian sumber tegangan konstan 12V battery, maka produsen otomotif dapat mengacu pada penelitian ini.
8
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Induksi Elektromagnet Bila suatu kumparan diberi arus listrik, setiap bagian kumparan ini menimbulkan medan magnet disekitarnya. Medan magnet yang timbul merupakan gabungan medan magnet dari tiap bagian itu. Garis-garis medan magnet didalam selenoida (kumparan) saling sejajar satu dengan lainnya, yang dinamakan medan magnet homogen. Untuk menentukan arah medan magnet dalam selenoida digunakan aturan tangan kanan seperti pada penghantar melingkar.
Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan (sumber : https://unitedscience.wordpress.com/ipa-3/bab-12-kemagnetan/)
2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan Besar medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dengan jumlah lilitan kawat N, kuat medan magnetnya dapat ditentukan dengan rumus : μo. I. N B= (2.1) 2п.r keterangan : B = kuat medan magnet dalam tesla (T) 𝞵o = Permibilitas ruang hampa ; bernilai = 4п .10-7 I = Kuat arus listrik dalam ampere (A) r = Jari jari lingkaran yang dibuat dalam meter (m) N = Banyaknya jumlah lilitan yang dibuat 9
10 2.1.2 Penentuan Magnet Optimal Kemampuan induksi magnet pada aliran listrik disetiap titik dapat ditentukan melalui data yang telah diambil dengan masukan voltase sebesar 10-25 DCV dengan interval 5V. Variabel yang mempengaruhi besar medan magnet dalam Tesla (B) adalah voltase (V), hambatan (R), arus (I), panjang solenoid (L), dan jumlah lilitan yang dipakai (N). Variabel tersebut saling mempengaruhi dalam pembacaan hasil besar medan magnet yang dibaca oleh alat ukur. Cara penentuan untuk pemilihan magnet yang akan digunakan adalah: 1. Merancang magnet yang akan digunakan. 2. Mengoptimasi dengan memberi arus DCV pada magnet. 3. Mengukur gauss pada tiap titik magnet yang telah ditentukan. 4. Menentukan magnet mana yang paling optimal untuk digunakan. 2.1.3
Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang terdiri atas unsur karbon (C) dan hydrogen (H). Jika senyawa hidrokarbon dibakar akan menghasilkan gas CO2 dan uap air (H2O). Adanya CO2 menunjukkan adanya unsur C dan uap air (H2O) menunjukkan adanya unsur H. Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang[5].
11
Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen (sumber : https://istisitepu.wordpress.com/senyawahidrokarbon/).
Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de clustering), sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Fenomena tersebut diilustrasikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet (Sumber : http://i1284.photobucket.com/albums/a575/bennysiong81/fuelsaver2_z pse408dc0f.jpg)
Gambar 2.3 diilustrasikan sebagai seberkas rambut yang terkena imbasan medan magnet dari sebuah penggaris. Jika sebuah penggaris digosok-gosokkan pada rambut maka akan timbul suatu medan magnet antara penggaris dengan rambut tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya mekanisme polarisasi medan magnet yang menyebabkan ikatan antar muatan penggaris dengan muatan seberkas rambut cukup kuat. Begitu pula terjadi pada molekul Hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar. Molekul-molekul Hidrokarbon
12 yang telah melewati frekwensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul Hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna. Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2 (oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk H20. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya. Dengan teknik magnetisasi dapat membantu proses reaksi dengan O2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen (sumber: https://istisitepu.wordpress.com/senyawahidrokarbon/)
Penyaluran BBM melalui medan magnet terlebih dahulu sebelum masuk ke nozzle injeksi akan merenggangkan ikatan C dan H dalam BBM sehingga memberikan kekuatan C dan H dan lebih mudah untuk mengikat O2. Dengan demikian jumlah campuran BBM dan O2 akan ideal sehingga pembakaran yang berlangsung lebih effisien dan bersih, yang ditunjukkan lebih rendahnya gas polutan dalam kandungan.
13 2.1.4 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR) Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam pengujian pengaruh magnet terhadap kandungan hidro karbon (bensin), maka akan dilakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, yang nantinya akan diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red). Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul mono atom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu: 1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi. 2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap. 3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.
14 Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm-1. Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Daerah serapan khas gugus fungsi suatu senyawa dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi Gugu s C-H C-H C-H C-H C=H
Jenis Senyawa Alkane Alkena Aromatic Alkuna Alkena
Daerah Serapan (cm-1) 2850-2970, 1350-1470 3020-3080, 675-870 3000-3100, 675-870 3300 1640-1680 1500-1600
O-H
aromatik (cincin) alkohol, eter, asam karboksilat, ester aldehida, keton, asam karboksilat, ester alkohol, fenol(monomer) alkohol, fenol (ikatan H)
O-H
asam karboksilat
3000-3600 (lebar)
N-H
Amina
3310-3500
C-N
Amina
1180-1360
NO2
Nitro
1515-1560, 1345-1385
C=C C-O
C=O O-H
1080-1300
1690-1760 3610-3640 2000-3600 (lebar)
Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain: Tidak merusak sampel, non-destructive
15 Metoda pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan kalibrasi ulang Proses analisa berlangsung lebih cepat Sensitif Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi maka terjadilah transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (exited state). Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot grafik dari hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance[7]
Plot tersebut disebut temperat inframerah yang akan memberikan informasi penting tenang gugus fungsional suatu molekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi infra merah (aktif infra merah), Vibrasi molekul harus menghasilkan perubahan momen dua kutub[8].
16 2.2 Senyawa Dalam Bahan Bakar Bensin Salah satu jenis bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bensin adalah produk utama dari petroleum dan biasanya terdiri dari bermacam campuran seperti: temperat, olefin, napthane dan temperat. Komposisi gasoline berubah tergantung dari minyak bumi dan proses refining. Berikut adalah komposisi hidrokarbon yang terkandung pada beberapa komponen minyak bumi dapat dilihat pada tabel dibawah. Komposisi ini merupakan komposisi minyak bumi sebelum mengalami pengolahan. Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar Komponen nSikloal Isoalkana Aromatik Residu alkana kana Gas 100 Bensin 38 43 20 9 Kerosin 23 43 15 19 Solar 22 48 9 21 Pelumas 16 52 7 25 Residu 13 51 1 27 8
2.3 Parameter Unjuk Kerja Mesin Performa mesin menunjukkan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang digunakan, berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin[9] : 1. Torsi 2. Daya efektif 3. Tekanan efektif rata-rata (bmep)
17 4. 5. 6. 7. 8.
Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) Effisiensi thermal Effisiensi volumetris Air fuel ratio (AFR) Emisi gas buang
2.3.1 Torsi Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut: Torsi = P × R (2.2) dimana: P = gaya tangensial (N) R = lengan gaya water brake dynamometer (m) Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer. Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah: 4.448 N 1m X = faktor konversi = [ 1 lbf × 3.2808 ft] (2.3) 2.3.2 Daya (brake horse power) Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan:
18 bhp = ω x T = 2 π n x T (Watt) (2.4) dimana : bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m) n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps) 2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP) Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective pressure). Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah : F = Pr x A (2.5) Kerja selama piston bergerak dari TMA ke TMB : W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan n terjadi siklus kerja. z dimana
n siklus ; z menit
z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder: Pr A L n (2.7) W z Daya motor sejumlah “i” silinder : Pr A L n i (2.8) W z Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka : bhp∙z bmep = A∙L∙n∙i (Pa) (2.9)
19 dimana : bhp A L i n z
= daya motor, Watt = Luas penampang torak, m2 = Panjang langkah torak, m = Jumlah silinder = Putaran mesin, rps = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )
2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption) Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan keluaran daya, untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption). Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar ̇ bb) adalah : per detik ( m m ṁbb = bb (Kg / detik) (2.10) t Sedangkang specific fuel consumption : ṁ sfc = bb (2.11) bhp
Dimana : 𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam) sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam) bhp = Daya efektif poros mesin dalam satuan kilowatt (kW)
20 2.3.5 Efisiensi termal (ηth) Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth). Setiap bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine. energi yang berguna ηth = energi yang diberikan × 100% (2.12) Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka : kerja/waktu ηth = panas yang diberikan/waktu × 100%
(2.13)
dimana : Kerja / waktu = Daya (bhp) Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q ṁbb] Sehingga, Bhp ƞth = ṁ x Q x 100 % (2.14) bb
dimana: sfc ṁbb Q
= konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s) = laju aliran bahan bakar (kg/s) = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg) ṁbb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu produk proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :
21 Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh). Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran dalam fase gas Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut: LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.15) dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg 1 1 kJ/kg = [ ] kKal/kg 4,187
API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF. 141,5 API = 𝑆𝐺 pada 60o F − 131,5 (2.16) 2.3.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency) Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia. v 2 ṁ ηv = v i = ρ V aN (2.17) s
a,i d
Dimana: ɳv = efisiensi volumetris vi = volume udara yang masuk kedalam silinder vs = volume silinder yang tersedia ṁa = volume flow rate udara ρa,i = massa jenis udara (kg/m3) Vd = volume silinder (m3) N = putaran engine (rps) 2.3.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR ) Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara
22 dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai : .
AFR
ma .
.
.
.
.
M a N a M fNf
mf
(2.18)
Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar. 2.4 Pitot Tube With Static Wall Pressure Tap dan Incined Manometer Alat ini dipergunakan untuk mengukur jumlah udara dan bahan bakar gas memasuki ruang bakar. Perhitungan kecepatan udara. Pitot tube with static wall pressure tap dihubungkan dengan inclined manometer untuk mengetahui besarnya perbedaan ketinggian cairan pada manometer yang nantinya digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut: P0 ρ
+
V0 2 2
+ gz0 =
P1 ρ
+
V1 2 2
+ gz1
(2.19)
dimana : P0 = Tekanan stagnasi (pada titik 0) (Pa) P1 = Tekanan statis (pada titik 1) (Pa) = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m3) V1 = Kecepatan di titik 1 (m/s) V0 = Kecepatan di titik 0, kecepatan pada titik stagnasi = 0 m/s Dengan mengasumsikan z = 0 maka persamaan menjadi: V1 2 2
=
P0 −P1 ρ
(2.20)
Untuk mencari kecepatan udara yang masuk kedalam ruang bakar dari persamaan diatas menjadi:
23
V1 = √
2(P0−P1 ) ρudara
(2.21)
dimana : P0 – P1 = red oil . g . h (2.22) red oil = (ρH2 O . SGred oil ) (2.23) Sehingga pada inclined manometer diperoleh persamaan, P0 – P1 = (ρH2 O . SGred oil ) . g . h . sin θ (2.24) h adalah perbedaan ketinggian cairan pada inclined manometer dengan 15 0 , maka persamaan menjadi : 2(ρH2O . SGred oil . g . h . sin θ)
V1 = √
ρudara
(2.25) dengan : SGred oil : Spesific gravity red oil (0.827) H2O : Massa jenis air (999 kg/m3) udara : Massa jenis udara (1.1447 kg/m3) h : Total perbedaan ketinggian cairan pada incline manometer (m) θ : Sudut yang digunakan pada inclined manometer (degree) namun V1 merupakan kecepatan maksimal, terlihat dari profil kecepatan aliran pada internal flow. Hal ini dikarenakan posisi pitot berada pada centerline pipa. Sehingga perlu dirubah menjadi average velocity (𝑉̅ ) yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 2n2 Vmax (n+1)(2n+1) ̅ V
(2.26)
dimana: 𝑉̅ : Kecepatan rata – rata (m/s) Vmax : Kecepatan maksimal dari profil kecepatan aliran. n : variation of power law exponent. Yang di rumuskan sebagai berikut:
24 n = −1,7 + 1,8 log ReVmax (2.27) untuk 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥 > 2 𝑥 104 (aliran turbulen). Sedangkan untuk aliran laminar dapat diperoleh melalui persamaan berikut: ̅ Vmax = 2V (2.28) 2.5 Polusi Udara Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kualitas udara menurun dan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (UUPLH No.23/1997 pasal 1). Polutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Mekanisme terbentuknya polutan dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE (sumber : Kawano, D. Sungkono Pencemaran udara: 2014)
Dari kedua jenis polutan diatas yang sering jadi perhatian adalah polutan primer, meskipun polutan sekunder tidak bisa dianggap ringan[10]. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. 1. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon terjadi dari bahan bakar yang tidak terbakar langsung keluar menjadi gas mentah, dan dari bahan bakar terpecah menjadi reaksi panas berubah menjadi gugusan HC yang lain, yang keluar bersama gas buang. Sebab–sebab
25 terjadinya hidrokarbon (HC) adalah karena tidak mampu melakukan pembakaran, penyimpanan dan pelepasan bahan bakar dengan lapisan minyak, penyalaan yang tertunda, disekitar dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah dan karena adanya overlap valve, sehingga HC dapat keluar saluran pembuangan. 2. Karbon monoksida (CO) Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau pada suhu diatas titik didihnya dan mudah larut dalam air. Gas karbon monoksida merupakan komponen utama dalam udara tercemar, karena kereaktifan gas karbon monoksida terhadap hemoglobin dalam darah yang mengakibatkan darah kekurangan oksigen dan menyebabkan gangguan saraf pusat.
Gambar 2.7 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE (sumber : https://cepot.wordpress.com/2006/11/04/analisa-emisi-gas-buang)
Karbon monoksida juga cenderung timbul pada temperatur pembakaran yang tinggi. Meskipun pada campuran miskin (mempunyai cukup oksigen) jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka oksigen yang telah terbentuk dalam karbon dioksida
26 bisa berdisosiasi (melepaskan diri) membentuk karbon monoksida dan oksigen. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart. Penelitian dari Ali S.Faris dengan penelitian "Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.8
27
Gambar 2.8. Grafik hubungan antara gauss dan sfc
Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %. Penelitian Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang
28 digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada 100 volt, dibandingkan kondisi standart. Dari beberapa penelitian terdahulu ini, maka saya akan melakukan penelitian Kajian pengaruh kuat medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang mesin bensin 2 silinder dengan pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari percobaan data-data yang didapatkan kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik: - Daya =f(putaran) - Torsi =f(putaran) - bmep =f(putaran) - Sfc =f(putaran) - ηth =f(putaran) - ηvolumetris =f(putaran) - Afr =f(putaran) - Emisi =f(putaran)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Pengujian dilakukan pada engine Sinjai 2 silinder empat langkah dengan kapasitas 650 cc dengan variable speed dan memvariasikan besar kuat medan magnet pada aliran bahan bakar mengikuti putaran engine. Proses perancangan dan pengujian unjuk kerja mesin akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar (TPBB), jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, sedangkan untuk pengujian kuat medan magnet akan dilakukan di Laboratorium yang akan disebutkan pada sub-bab dibawah. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besar kuat medan magnet mengikuti putaran engine serta unjuk kerja mesin terbaik yang dinyatakan dalam : Torsi, Daya, Tekanan Efektif rata-rata, Konsumsi bahan bakar spesifik, Efisiensi thermal, Efisiensi volumetric, AFR dan Emisi gas buang. Penelitian ini akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Kelompok kontrol ialah, mesin bensin standar yang menggunakan bahan bakar premium tanpa memberikan medan magnet pada aliran bahan bakar. 2. Kelompok uji ialah, mesin bensin berbahan bakar pertalite yang dimodifikasi dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 3.1 Pengujian Kuat Medan magnet Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dengan menggunakan variasi tegangan DCV 10-25V dengan interval 5V.
29
30 3.1.1 Peralatan Uji kuat medan magnet Laboratorium Instrumentasi ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat, adapun alat-alat yang digunakan: 1) Instrument medan magnet Instrument medan magnet menggunakan tiga buah magnet buatan: Instrumen 1 = diameter luar besi 2cm Instrumen 2 = diameter luar besi 3cm Instrumen 3 = diameter luar besi 4,5cm Dengan masing-masing instrument medan magnet memiliki spesifikasi sebagai berikut: - Bahan : Besi karbon - Jenis Lilitan : Kawat tembaga diameter 3mm - Jumlah Lilitan : 1500 lilitan - Bahan Lain : Kertas Pelapis 2) Power Supply Power Supply digunakan untuk memberikan tegangan input (DCV) pada instrument medan magnet sesuai dengan tegangan (DCV) yang dihasilkan DC power supply. Hal ini dikarenakan tidak di mungkinkannya untuk membawa engine SINJAI ke Laboratorium Instrumentasi Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). 3) Ampere meter Ampere meter digunakan untuk mengukur besar arus yang mengalir pada rangkaian instrumentasi medan magnet. 4) Gauss meter Gaus meter digunakan untuk mengukur besar medan magnet dalam satuan gauss. Berikut ini adalah skema pengujian dan pengukuran alat kuat medan magnet pada alat magnet induksi:
31
DC Power Supply
Ampere meter
Magnet Induksi
Aliran Materi Aliran Informasi
Gauss meter
Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet
32 3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet START
o Benda Uji o Dc Power Suplay o Voltmeter o Amperemeter o Gauss meter
Rangkai skema pengukuran, Atur tegangan pada power Suplay
Tegangan yang diberikan sesuai dengan data yang diambil
Pemberian V dimulai dari yang tertinggi 25 Volt – terendah 10 Volt B = n -1 B = Instrumen 1 n=3
V dikurangi dengan interval 5V Ambil data Gauss dengan waktu tunggu minimum 1 menit
V
10
No Yes No Instrumen Magnet
3
Yes
End
Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet
33 3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet Magnet dirancang dengan menggunakan inti besi berbentuk silinder berlubang (pipe) yang dililitkan kawat tembaga pada bagian selimut silinder dengan ukuran tertentu dan berdiameter tertentu sesuai dengan literatur yang ada. Perancangan menggunakan inti besi magnet masing-maing memiliki diameter 2cm, 3cm, dan 4,5cm dengan jumlah lilitan sebesar yang sudah ditentukan. Pengukuran besar medan magnet pada besi menggunakan alat Gauss Meter YOKOGAWA TYPE 3251 dan power supply DCV menggunakan GW INSTEK PSS-3203. Adapun langkah-langkah merancang, mengoptimasi dan mengukur medan magnet tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siapkan inti besi dengan diameter masing-masing tersebut diatas kemudian lilit setiap inti besi dengan kawat tembaga hingga jumlah lilitan yang sudah ditentukan. 2. Kaitkan kawat dengan arus plus (+) dengan penjapit pada DCV power supply plus (+) dan kawat dengan arus minus () dengan penjapit pada DCV power supply plus (-). 3. Beri tanda pada setiap magnet untuk kawat + dan – kemudian ukur kumparan lilitan menggunakan probe gauss meter. 4. Atur masukan tegangan DC pada power supply sebesar 10V, kemudian tekan output bersamaan dengan mendekatkan probe gauss meter ke kumparan lilitan. 5. Baca munculan gauss pada penunjuk jarum besaran gauss yang keluar kemudian tulis. 6. Lanjutkan langkah 4 dengan setiap keluaran 10-25 V interval 5V sehingga magnet instrumen 1 sudah selesai diambil data. 7. Lakukan perlakuan yang sama pada instrumen 2 dan instrumen 3 seperti langkah diatas dengan keluaran yang sama pula dengan variasi keluaran 10-25 V interval 5V. 8. Kumpulkan data tersebut kemudian ditabelkan untuk dijadikan data besar medan magnet setiap instrumen magnet. Pada hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai medan magnet yang paling besar dikeluarkan oleh besi dengan diameter 2cm dengan keluaran voltase 25 V. Sehingga yang dipilih untuk
34 digunakan untuk pengambilan data adalah besi dengan diameter 2cm. Berikut adalah sketsa konstruksi peralatan medan magnet yang digunakan:
Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm)
3.3 Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS dengan pengujian standart (tanpa magnetisasi) dan pengujian dengan memberikan variasi kuat medan magnet berdasarkan kuat arus 1025 V interval 5V yang telah terlebih dahulu diukur besar kuat medan magnet dalam satuan gauss meter. Pengujian dilakukan dengan retensi waktu 1 menit untuk masing – masing sampel.
Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR
3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat,
35 adapun alat-alat yang akan digunakan serta yang perlu dipersiapkan: 1) Cairan Sample Teteskan sedikit cairan sampel (bebas air) yang akan diukur pada satu bagian pendeteksi pada alat. 2) NICOLET iS10 NICOLET iS10 digunakan untuk membaca gelombang spectrum penyerapan radiasi sampel. 3.3.2 Mengoprasikan NICOLET iS10 Pengoperasian alat ini akan dibimbing oleh instruktur Laboratorium FTIR, SEM dan RDX, berikut langkah-langkah yang akan dilakukan: 1) Klik ganda pada shortcut NICOLET iS10 2) Tunggu beberapa saat sampai keluar halaman utama software tersebut 3) Bersihkan tempat pentetesan sampel menggunakan tisu 4) Klik sample background dan tunggu sampai muncul spectrum awal kemudian pilih “NO” 5) Klik sample configuration dan langsung teteskan sample ketempat penetesan. 6) Tunggu sampai diperoleh grafik representasi dari spectra. 7) Kemudian beri nama spectrum tersebut kemudian Save As. 3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Transform Infrared (FTIR) Di perlukan kejelian dan ketelitian dalam pembacaan hasil dari pengujian FTIR, berikut tata cara yang akan digunakan: 1) Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari identic35. X-sumbu dari identic35 IR diberi label sebagai “bilangan gelombang” dan jumlahnya berkisar dari 400 di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai “transmitansi Persen” dan jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas.
36 2) Tentukan karakteristik puncak dalam identic36 IR. Semua identic36 inframerah mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan untuk membaca spectrum yang ditunjukkan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR[5]
3) Tentukan daerah identic36 di mana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.
37 4) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 4.000 hingga 2.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal. 5) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah kedua. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga. 6) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N dan C = C. 7) Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah keempat identic37 IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari identic37 IR dan mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam identic37 IR, termasuk yang di wilayah keempat, adalah identic dengan puncak identic37 lain, maka Anda dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identic.
38 3.3.4 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) START
o o o o
Dc Power Suplay Benda uji Voltmeter FTIR
Rangkai skema pengujian, Atur tegangan pada Power suplay
Tegangan yang diberikan sesuai dengan data yang diambil berdasarkan putaran mesin 10-25 V interval 5 V
B = n -1 Alirkan bensin pada alat B = Besi 1 n=3
Pengambilan sample pada tiap variasi sumber tegangan N = 3-1
Teteskan sampel ke tempat penetesan
No
Uji FTIR Sample 3 Yes No
Besi
3
Yes
Kesimpulan Data
End
Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)
39 3.4 Pengujian Unjuk Kerja Pengujian akan dilakukan pada engine SINJAI 650 cc dengan putaran mesin bervariasi dan memodifikasi dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. Tempat pengujian serta peralatan uji akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar (TPBB), Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. 3.4.1 Peralatan yang Digunakan Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar, jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dengan variable speed dari 5000-2000 rpm. Berikut alat yang dipergunakan: 1) Mesin Sinjai Spesifikasi dasar engine SINJAI 650 cc yang akan menjadi acuan dalam proses penelitian, dan gambar mesin sinjai ditunjukkan pada gambar 3.5. Model : SINJAI LJ276MT-2 Jumlah silinder : 2 (Inline) Pendingin Mesin : Radiator (Coolant) Diameter x langkah : 76 x 71 mm Rasio kompresi : 9.0 : 1 Daya maksimum : 18 kW pada putaran 4500 rpm Torsi maksimum : 49 N.m pada putaran 2700 – 3300 rpm Kecepatan idle : 900 ± 50 rpm Volume langkah : 0.322 liter per silinder Arah Putaran : CCW (Counter Clockwise) Valve timing - Intake valve membuka : 23° BTDC - Intake Valve menutup : 53° ABDC - Exhaust valve membuka : 53° BBDC - Exhaust valve menutup : 23° ATDC
40
Gambar 3.7 Mesin Sinjai
2) Instrument Medan Magnet Intrument alat medan magnet ini menggunakan magnet buatan , sebanyak 3 buah dengan perbedaan pada masingmasing alat ialah, sebagai berikut : Instrumen 1 = lilitan 1500, diameter 2 cm Instrumen 2 = lilitan 1500, diameter 3 cm Instrumen 3 = lilitan 1500, diameter 4,5 cm 3) Bahan Bakar Bahan bakar gasoline yang akan digunakan adalah jenis pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dan dijual bebas dipasaran. Untuk komposisi dan kandungan pertalite dapat dilihat dilampiran 1. 4) Alat Ukur Alat ukur adalah suatu peralatan yang sangat diperlukan didalam pengujian untuk mengetahui nilai pada parameterparameter yang akan dicari nilainya melalui pengukuran tersebut. Adapun alat ukur yang digunakan selama pengujian ini terdiri dari: A. Waterbrake Dynamometer Waterbrake dynamometer digunakan untuk membaca output torsi daripada engine di setiap putaran. B. Stop Watch Stop watch digunakan untuk menghitung waktu pemakaian bahan bakar pada saat proses pengujian pada setiap putaran engine.
41 C. Tabung Ukur Bahan Bakar Premium Tabung ukur digunakan untuk menghitung kapasitas pemakaian 15 ml bahan bakar premium saat proses pengujian pada setiap putaran engine. D. Tachometer (strobotester) Tachometer digunakan untuk mengetahui putaran engine pada setiap pembebanan yang terjadi pada waterbrake dynamometer. E. Exhaust Gas Analyzer Exhaust gas analyzer digunakan untuk mengukur kadar emisi gas buang, meliputi : CO,HC, CO2, Nox, dan O2. F. Thermocouple Thermocouple digunakan untuk mengukur Temperature pada gas buang, Temperature udara masuk, Temperature engine, Temperature pendingin (radiator), dan Temperature minyak pelumas. G. Pitot Tube Pitot Tube digunakan untuk mengukur kecepatan laju alir massa udara pada intake manifold yang masuk menuju ruang bakar. 5) Peralatan bantu Peralatan bantu merupakan peralatan yang digunakan sebagai sarana pendukung dalam proses pelaksanaan pengujian eksperimen. Adapun peralatan bantu yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: A. Blower Blower digunakan utuk membantu proses pendinginan mesin selama pengujian agar tidak terjadi overheating. B. Pompa air Pompa air digunakan untuk mengalirkan air menuju waterbreak dynamometer untuk menurunkan putaran engine sesuai dengan bukaan katup penyalur.
42 3.4.2 Skema Instalasi Pengujian 15
Gambar 3.8 Skema Instalasi Pengujian
keterangan: 1. Radiator 2. Intake manifold 3. Flow meter 4. Measuring glass 5. Fuel tank 6. Instrument magnet field 7. Exhaust manifold
T.1. Thermocouple cylinder head T.2. Thermocouple engine oil T.3. Thermocouple muffler T.4. Thermocouple radiator
8. Gas analyzer 9. Muffler 10. Clutch 11.Torsion meter 12. Dynamometer 13. Water tank 14. Fuel Pump 15. DC Power Supply
43 3.4.3 Prosedur Pengujian Pada penelitian ini, pengujian mesin LJ276MT-2 dilakukan dengan menggunakan bahan bakar pertalite yang diproduksi oleh PERTAMINA. Pengujian dilakukan pada kondisi katup kupu-kupu terbuka penuh (full open throttle). Untuk mendapatkan hasil pengujian yang tepat dan akurat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu: A. Persiapan Pengujian 1. Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik engine, minyak pelumas, sistem pendingin, sistem pemasukan bahan bakar dan sistem kelistrikan. 2. Memeriksa kondisi air yang digunakan untuk pembebanan waterbrake dynamometer. 3. Pengecekan terhadap alat ukur yang akan digunakan. 4. Mempersiapkan alat tulis dan tabel untuk pengambilan data. B. Pengujian Engine pada Waterbrake Dynamometer Percobaan akan dilakukan pada putaran engine yang bervariasi mulai dari 5000 rpm hingga 2000 rpm. Pengaturan putaran mesin dilakukan melalui pembebanan waterbrake dynamometer yang dikopel dengan poros engine SINJAI dengan menggunakan air yang disirkulasikan. Berikut adalah langkah-langkah yang akan dilakukan: 1. Menghidupkan engine SINJAI pada putaran idle (± 950 rpm) selama 10 menit untuk mencapai kondisi temperature kerja optimum. 2. Membuka katup kupu-kupu hingga terbuka penuh (full open throttle). Pada kondisi ini, engine akan berputar pada putaran maksimum. Selama putaran maksimum, beban air tidak dialirkan ke waterbrake dynamometer. 3. Beban air dialirkan ke waterbrake dynamometer hingga menyebabkan putaran engine turun. 4. Pengambilan data dilakukan ketika putaran engine stabil. Data yang diperoleh diantaranya, data putaran mesin (rpm), torsi (lbf.ft), waktu konsumsi bahan bakar
44 (ml/second), emisi CO (% volume), emisi CO2 (% volume), emisi HC (% volume), lambda (λ), temperatur gas buang (°C), temperatur mesin (°C) dan temperatur oli (°C). 5. Setelah pengambilan data selesai, beban yang dialirkan ditambah ke waterbrake dynamometer sehingga putaran mesin akan turun kembali. Putaran mesin yang diharapkan adalah 5000 rpm, 4500 rpm, 4000 rpm, 3500 rpm, 3000 rpm, 2500 rpm dan 2000 rpm dengan cara mengontrol aliran air yang melewati waterbrake dynamometer. 6. Pada setiap penurunan putaran engine dilakukan pengambilan data seperti pada point 4 (empat). Dan pengambilan data harus pada kondisi putaran engine yang stabil. 7. Lakukan kegiatan point 1 (satu) sampai 6 (enam) dengan menambahkan medan magnet pada Besi 1 dan kemudian pengambilan data. C. Akhir pengujian 1. Pengujian berakhir setelah semua data diperoleh dari hasil percobaan pada medan magnet Instrumen 1. 2. Setelah pengujian selesai, katup pembebanan air di waterbrake dynamometer diturunkan secara perlahan. 3. Putaran engine diturunkan hingga kondisi idle (± 950 rpm). 4. Pada kondisi idle, engine dibiarkan hidup sekitar lima menit sebelum dimatikan. 5. Blower dihidupkan untuk mempercepat pendinginan engine.
45 3.4.4 Rancangan Eksperimen Pada penelitian ini ditetapkan beberapa parameter input dan output sehingga hasil dari penelitian diharapkan sesuai dengan yang diharapkan. Adapun beberapa rancangan penelitian akan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Parameter Input dan Output Eksperimen Parameter Input Konstan Bervariasi - Set mesin - Putaran bensin 2 Mesin : silinder 2000 s.d 650 cc 5000 rpm, interval 500 rpm - Volume Bahan Bakar - Sumber (15 ml) tegangan alat - Bukaan induksi katup full magnet 10, open 15, 20, 25 throutle DCV - Alat induksi magnet Instrumen 1
-
Parameter Output Diukur Dihitung Waktu konsumsi - Torsi (Nm) bahan bakar 15 ml Torsi (Lbf.ft) - bhp
- Suhu pada Thead, Tradiator Toli, Tgas buang
- Emisi Gas buang
- Bmep - Sfc - ɳ Thermal
(CO, HC)
- Voltage, Arus - Presentase (%) transmitansi pengujian FTIR
-ɳ Volumetris
- Afr
46 3.4.5 Flowchart Pengujian Eksperimental START Pengaruh pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap penyerapan infra merah molekul hidrokarbon dan unjuk kerja mesin sinjai 650 CC 2silinder (Studi kasus: Mapping sumber tegangan induksi magnet)
Persiapan penelitian
Kalibrasi alar ukur sesuai dengan spesifikasi
Pengujian dengan kondisi standart
N=5000 N; putaran engine N= N-500 Pengaturan beban
Pengambilan data
Data: 1. Torsi 2. putaran poros waterbrake dynamometer 3. waktu konsumsi bahan bakar 15 ml 4. Tekshaust, T oli, T mesin (head) 5. Nilai emisi gas buang
N <2000 tidak
ya
Perhitungan unjuk kerja dan pembuatan grafik
Pemasangan kuat medan magnet
Pemberiaaan DCV 10-25V interval 5V
A
Literatur textbook, jurnal, internet dan tugas akhir
47
A
Alat medan magnet B = Instrumen 1
N = 5000 rpm N ; putaran engine
N= N-500
Pengaturan beban
Pengambilan data
Data: 1. Torsi 2. Putaran poros waterbrake dynamometer 3. Waktu konsumsi bahan bakar 15 ml 4. T ekshaust, T oli, T mesin (head) 5. Nilai emisi gas buang
N<2000
tidak
Ya Perhitungan unjuk kerja dan pembuatan grafik
Analisa grafik
Kesimpulan
END
Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Eksperimental
48
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4. 1 Data Hasil Pengukuran Gauss Pada metode pengujian besar induksi medan magnet, besaran gauss yang diberikan bervariasi besar tegangannya. Berikut hasil pengujian dapat dilihat pada table 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Besar Gauss
Diameter Tegangan
2 cm
3 cm
4,5 cm
Gauss 10 V
405
380
360
15 V
420
400
390
20 V
440
420
415
25 V
470
440
430
Berdasarkan subbab 3.2 tentang perancangan, optimasi, dan pengukuran magnet, didapat data pada tabel 4.1 diatas. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan instrumen medan medan magnet yang memiliki nilai gauss yang paling besar yang dihasilkan dari tegangan masing-masing 10V, 15V, 20V, dan 25V yaitu instrumen dengan diameter luar besi 2 cm yang pada pembahasan selanjutnya disebut dengan Instrumen 1 seperti yang terlihat pada gambar 4.1 (a).
49
50
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. 1 Instrumen Medan Magnet dengan diameter luar besi (a) 2 cm, (b) 3 cm, dan (c) 4,5 cm
Penentuan terhadap pemilihan instrumen medan magnet yang dipakai untuk diuji pada unjuk kerja pada mesin SINJAI 650 CC 2 silinder. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, instrumen yang akan dipakai selanjutnya yaitu Instrumen medan magnet dengan diameter dengan diameter luar besi 2 cm pada gambar 4.1 (a). 4.2 Analisis Pengaruh Magnet pada Ikatan Hidrokarbon dengan Pengujian FTIR Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan atom hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Sesuai dengan teori ikatan valensi, atom karbon harus memenuhi aturan “4-hidrogen” yang menyatakan jumlah atom maksimum yang dapat berikatan dengan karbon, karena karbon mempunyai 4 elektron valensi. Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan C11. Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang
51 terikat antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk rantai. Pada prinsip kerjanya spekstroskopi infra merah yakni mendeteksi getaran yang dilakukan oleh molekul pada senyawa. Dalam motor pembakaran dalam dengan tipe gasoline engine, molekul penyusun utama bahan bakar ialah hidrokarbon. Molekul hidrokarbon cenderung untuk saling tertarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering), ikatan ini merupakan bentuk dari ikatan momen spin electron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. Selain tertarik dan membentuk gerombolan, Atom-atom molekul ikatan hidrokarbon selalu mengalami vibrasi (getaran atom dalam molekul). Kondisi clustering seperti gambar 4.2 ini akan menyulitkan oksigen beroksidasi dengan hidrokarbon pada saat memasuki combustion chamber. Pada penelitian ini dilakukan pemberian medan magnet pada aliran bahan bakar agar molekul hidrokarbon mengalami declustering, sehingga pengoksidasian oksigen akan lebih baik dan juga tercapainya pembakaran yang sempurna. Seberapa besar kemampuan medan magnet agar terjadinya de-clustering hidrokarbon, dilakukan pengujian FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pengujian FTIR ditujukan untuk lebih mengamati pola gugus nolekul hidrokarbon, dengan memberikan radiasi infra merah dan juga dapat menjelaskan karakteristik dari molekular hidrokarbon. Pada pengujian unjuk kerja mesin dilakukan dilaboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan bakar jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dan untuk pengujian FTIR dilakukan di laboratorium FTIR, SEM dan RDX jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 4.2.1 Analisa Sampel Pertalite Tanpa Pemberian Medan Magnet Induksi Bensin merupakan senyawa yang tersusun dari rantai hidrokarbon mulai dari C7 sampai dengan C11 yang dapat mempunyai susunan rantai lurus maupun aromatik. Reaksi terpenting dari alkana adalah reaksi pembakaran, substitusi, dan
52 perengkangan (cracking). Pembakaran sempurna alkana menghasilkan gas CO2 dan uap air, sedangkan pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas CO dan uap air, atau jelaga (partikel karbon). Perengkahan adalah pemutusan rantai karbon menjadi potongan-potongan yang lebih pendek. Perengkahan dapat terjadi bila alkana dipanaskan pada suhu dan tekanan tinggi tanpa oksigen. Sedangkan, senyawa aromatik adalah senyawa benzena yang mempunyai rumus molekul C6H6, dan termasuk dalam golongan senyawa hidrokarbon siklik karena memiliki gugus fungsi yang tertutup. Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon. senyawa aromatik derajat ketidakjenuhannya tinggi dan stabil bila berhadapan dengan pereaksi yang menyerang ikatan pi (π). Senyawa aromatik memiliki ikatan rangkap yang bergantian, ikatan rangkap pada benzena berbeda dengan ikatan rangkap pada alkana. Ikatan rangkap pada alkena dapat mengalami reaksi adisi, sedangkan ikatan rangkap pada benzena tidak dapat diadisi, tetapi benzena dapat bereaksi secara substitusi. Dari rumus tersebut kemungkinan–kemungkinan vibrasi yang dapat terjadi adalah uluran dan tekukan C–H dari gugus alkil atau alkana, sedangkan dari rumus aromatik memberikan kemungkinan uluran C=C cincin aromatik dan vibrasi dari gugus lain yang mungkin timbul. Dalam menganalisa spektrum inframerah dari sampel bensin, pembahasan yang pertama lakukan adalah pada kerangka karbon. Karena bensin tersusun atas rantai hidrokarbon sehingga dalam spektrum inframerah bensin akan muncul berbagai macam penyerapan yang ditimbulkan oleh adanya ikatan karbon. Dalam menentukan sifatsifat dari kerangka karbon dalam molekul organik dengan spektroskopi inframerah perlu diperhatikan bahwa gugus aromatik sangat mudah dideteksi.
53
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian FTIR Sampel Pertalite Tanpa Magnetisasi
Pada spektrum yang ditunjukkan gambar 4.2, kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000 – 2800 cm-1 yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Kedua serapan dalam gugus alifatik jenuh ditandai dengan serapan yang sangat kuat dan jarang menemui kesukaran dalam menentukan serapan-serapan tersebut. Pita dengan intensitas penyerapan paling kuat yaitu pada bilangan gelombang 2955,91 cm-1 disebabkan oleh adanya penyerapan dari gugus CH2, yaitu dari dari jenis uluran tak simetri CH2. Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H saling memanjang tidak bersamaan atau tidak sefase, sehingga mempunyai momen dipol listrik dan aktif dalam spektrum inframerah. Pita yang muncul pada bilangan gelombang 2923,80 cm-1 kemungkinan disebabkan oleh adanya penyerapan uluran tak simetris dari gugus metil (CH3). Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H dari gugus metil memanjang secara bersamaan sedang yang ketiga memendek atau sebaliknya. Pita yang ketiga yang merupakan
54 bagian dari C–H muncul pada bilangan gelombang 2870,99 cm1. Pita tersebut berasal dari penyerapan uluran simetri gugus metil (CH3). Untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan tersebut dapat ditinjau penyerapan - penyerapan yang disebabkan oleh adanya gugus alkil. Pada spektrum tersebut tampak adanya penyerapan yang tajam pada bilangan gelombang 1455,94 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus metil dengan vibrasi tekukan simetri dari CH3 yang terbagi dalam gugus-gugus (CH3)2=C dan (CH3)3–C. Adanya gugus metilen sebagai pendukung penyerapan pada bilangan gelombang 2923,80 cm-1 dapat dilihat dengan munculnya pita yang sangat tajam pada bilangan gelombang 1455,94 cm-1. Pita tersebut muncul akibat dari penyerapan gugus CH2 dengan vibrasi tekukan simetri CH2. Petunjuk yang lain yang dapat mendukung alasan tersebut adalah munculnya pita pada daerah bilangan gelombang 750–720 cm-1 yaitu tepatnya pada bilangan gelombang 727.82 cm-1 yang menunjukkan bahwa gugus alkil kemungkinan mengandung tiga gugus metilen yang berdekatan (-CH2 –CH2–CH2– CH2). Spektrum yang muncul pada bilangan gelombang di atas 3000 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatik. Kedudukan serapan gugus hidrokarbon lemah dan muncul sebagai bagian kecil dari pita gugus hidrokarbon alkana yang lebih kuat. Pada spectrum di atas gugus aromatik muncul pada bilangan gelombang 3026,39 cm-1. Kemungkinan vibrasi yang lain sebagai pendukung adanya senyawa aromatik adalah uluran C=C. Perbedaan penyerapan tersebut menunjukkan adanya substitusi pada senyawa aromatik. Substitusi tersebut dapat dilihat pada tabel korelasi penyerapan inframerah pada gambar 3.4. Substitusi tersebut dapat dilihat dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 727,82 cm-1 yang menunjukkan bahwa benzene tersubstitusi mono. Pada spektrum tersebut gugus hidrokarbon muncul pada bilangan gelombang 767 cm-1 yang berasal dari vibrasi tekukan keluar bidang dari C–H.
55 4.2.2 Analisa Magnetisasi Sampel Pertalite dengan Variasi Tegangan Pada Induksi Magnet Instrumen 1 Pengujian dilakukan dengan memasukkan sampel pertalite pada alat induksi medan magnet Instrumen 1 pada pemberian variasi tegangan dari 10 V – 25 V dengan interval 5 V. Pada pengujian sampel pertalite diberikan retensi waktu selama 1 menit, sehingga didapatkan grafik penyerapan inframerah sebagai berikut
a
(a)
b
(b)
Gambar 4.3 Grafik Pengujian FTIR Magnetisasi Sampel Pertalite standart, 10V, 15V, 20V, 25V pada Instrumen 1. Pembesaran Alkana (a), Pembesaran Aromatik (b)
Dari gambar 4.3 mereprensentasikan tidak ada perubahan struktur senyawaan pada magnetisasi sampel pertalite pada alat Instrumen 1, tetapi senyawa tersebut mengalami perubahan harga serapan atau transmisi radiasi pada strukturnya, yakni presentase transmittance radiasi infra merah terhadap senyawa tersebut. Seperti penjelasan kondisi standar, kita lihat pada spektrum bensin tersebut kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000 – 2700 cm-1 yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Ketika kondisi dimagnetisasi serapan gugus hidrokarbon yakni muncul tiga buah pita kuat dibawah 3000 cm-1 sama seperti kondisi standar. Namun pada sumbu Y presentase intensitas serapan radiasi terdapat perbedaan dengan kondisi standar. Berikut adalah
56 tabel hasil presentase transmittance radiasi infra merah senyawa terhadap setiap tegangan: Tabel 4.2 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Alkana Terhadap Setiap Tegangan No 1 2 3 rata-rata kenaikan %
Standart 10 volt 15 volt 20 volt 25 volt Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas 2870.99 83.03 2870.84 83.847 2870.67 83.058 2870.93 83.603 2870.63 83.672 2955.91 72.73 2956.19 77.56 2956.48 75.177 2955.98 76.437 2956.36 76.772 2923.8 73.02 2923.1 75.057 2922.89 74.055 2923.17 74.612 2923.09 74.783 76.26 76.3085 77.43 78.217333 78.409 -
0.511
1.99
3.03
3.28
Tabel 4.3 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Aromatik Terhadap Setiap Tegangan No 1
Standart 10 volt 15 volt 20 volt 25 volt Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas 727.82 51.5 727.94 51.46 728.03 52.24 727.9 48.99 727.92 50.11
Energi ikatan tarik menarik molekul hidrokarbon ditentukan oleh frekuensi getaran molekul, bahwa semakin tinggi serapan radiasi infra merah, maka semakin rendah energi ikatan tarik menarik molekul. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gaya tarik molekul antara hidrokarbon menurun setelah dipengaruhi medan magnet. Inilah sebabnya mengapa indeks properti hidrokarbon, seperti viskositas yang dipengaruhi oleh gaya tarik molekul, mengalami penurunan setelah molekul hidrokarbon mengalir melalui kuat medan magnet. Pada gambar 4.3 terlihat panjang gelombang dan penyerapan transmittance berbeda-beda pada tiap sampel. Namun yang menjadi pokok analisa adalah panjang pita penyarapan molekul CH alkena yakni pada panjang gelombang 2850 cm-1 – 2970 cm-1 dan panjang gelombang rabtai aromatic sebesar 720 cm-1 – 750cm-1. Seharusnya tidak terdapat perbedaan pada tiap titik pita penyerapan dikarenakan sampel yang digunakan sama, melainkan hanya terjadi perbedaan dari nilai persentase transmittance akibat induksi magnet yang diberikan.
57 4.3 Data Hasil Pengukuran Unjuk Kerja Tujuan dari perhitungan yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui besar nilai dari setiap unjuk kerja, baik itu unjuk kerja dari mesin kondisi standart maupun dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. Contoh perhitungan unjuk kerja engine ini akan diambil data kondisi standart (tanpa pemberian instrumen kuat medan magnet) pada putaran mesin 3000 rpm dengan data awal seperti berikut: 4.3.1 Torsi Dari hasil pengujian diperoleh nilai gaya pada lengan waterbrake pada putaran engine 3000 rpm adalah 10.9 kg dengan panjang lengan waterbrake 0.35 m. hasil yang didapat adalah sebagai berikut: m T = 10.9 kg × 9.81 2 × 0.35 m s T = 37.425 N. m 4.3.2 Daya motor (bhp) bhp = 2π. n. T bhp = 2π × 50.00 rps × 37.425 N. m bhp = 11751 W = 11.751 Kw 4.3.3 Tekanan efektif rata-rata (bmep) Untuk melakukan perhitungan tekanan efektif rata-rata diperlukan beberapa parameter dari karakteristik mesin. Adapun data data mesin dan perhitungan tekanan effektif rata rata adalah sebagai berikut: Data awal : Diameter Piston (D) = 76 mm Panjang Langkah (l) = 71 mm Jumlah silinder (i) =2 z = 2 (motor 4 langkah) Putaran mesin = 30000 rpm = 50.00 rps
58 Dari data diameter piston, dapat dicari luas permukaan piston (A) yaitu : π 3,14 A = × D2 = × (0,076 m)2 = 4,53. 10−3 m2 4 4 Rumus : bhp × z bmep = A×l×n×i 11751 Watt × 2 bmep = 4,53. 10−3 m2 × 0,071 m × 50 rps × 2 bmep = 7307 kPa = 7.307 bar 4.3.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) Data Awal Waktu konsumsi bahan bakar = 14,4 s Dari data yang ada, dapat dihitung konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) dari engine. Rumus yang digunakan: ṁbb sfc = bhp Oleh karena itu perlu dihitung pula besarnya laju alir bensin ρbensin × Volume ṁbensin standart = waktu SGbensin × ρair × Volume ṁbensin standart = waktu kg 1m3 0,749 × 999 3 × 15cm3 × 6 3 m 10 cm ṁbensin standart = 14,4 s kg ṁbensin standart = 0,0007802 s sfc =
0,0007802
kg 3600s × s 1jam
11.751 KW
kg
g
= 0,239 KW.jam = 239 KW.jam
4.3.5 Perhitungan Effisiensi Thermal Data awal : Bhp = 11751 Watt SGbensin = 0,72
59 Q bensin =43000
KJ kg
(diketahui energi kalor bahan bakar
bensin) ηth = ηth =
bhp x 100% (ṁbensin x Q bensin ) 11751 Watt (0,0007802
kg s
x 43000
kJ ) kg
x100%
ηth = 35.028% 4.3.6 Perhitungan Effisiensi Volumetris Efisiensi volumetris merupakan parameter yang mengindikasikan seberapa banyak jumlah udara yang masuk kedalam silinder saat langkah hisap. Efisiensi volumetris adalah parameter tanpa dimensi dan dapat diperolah dengan persamaan: 2ṁa ηv = ρa Vd N Dimana : kg ṁudara = massa udara masuk = 0,0130 s kg
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = massa jenis udara = 1,1763 m3 Vd = volume displacement = total piston x stroke x A piston = 2 x 0,071 m x 4,5342 x 10−3 𝑚2 Vd = 643,85 x 10−6 m3 n = putaran mesin = 50.00 rps kg 2 × 0.01056 s ηv = × 100% kg 1.1763 m3 × 0.00064385 m3 × 50 rps ηv = 68.864 % 4.4 Analisa Unjuk Kerja Unjuk kerja engine tidak sama untuk setiap putaran. Untuk itu, perlu diketahui karakteristik performa engine untuk tiap-tiap putaran. Selain itu, pengaruh pemberian intrument variasi kuat
60 medan magnet pada aliran bahan bakar juga akan dijelaskan pada sub bab ini. Beberapa unjuk kerja engine yang terpenting diantaranya torsi, daya efektif (bhp), tekanan efektif rata-rata (bmep), konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) efisiensi volumetris dan efisiensi thermal (ηth). 4.4.1. Analisa Torsi (T) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan torsi di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.4 45,0
Torsi (N.m)
42,5 40,0 37,5 35,0 32,5 30,0 27,5 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.4 Grafik Torsi Fungsi Putaran Mesin Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa grafik torsi fungsi putaran mesin pada unjuk kerja torsi, dimana torsi maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrumen kuat medan magnet Instrumen 1 25 V sebesar 42,919 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Torsi maksimum terkecil dihasilkan oleh kondisi non magnetisasi sebesar 38,112 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Pada trendline grafik terlihat torsi cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini disebabkan karena turbulensi aliran yang masuk ke ruang bakar semakin naik, sehingga
61 pencampuran bahan bakar dan oksigen lebih baik dan perambatan api yang semakin cepat. Torsi akan turun setelah mencapai putaran tertentu (putaran pada torsi maksimum). Hal ini disebabkan karena banyaknya kerugian-kerugian (losses) pada putaran tinggi, terutama kerugian akibat gesekan (friction losses). Jadi selain turbulensi hal lain yang berpengaruh dominan terhadap torsi adalah friction losses. Semakin tinggi putaran maka, kerugian gesekan akan semakin tinggi yang mengakibatkan torsi menurun. Pada putaran tinggi berarti siklus yang terjadi akan semakin banyak, sehingga temperatur didalam ruang bakar akan semakin tinggi yang menyebabkan kerugian akibat dissosiasi semakin besar. Pada rpm yang sama torsi semakin meningkat dengan pemberian kuat medan magnet dengan variasi penambahan tegangan, torsi yang dihasilkan semakin besar. Rata – rata peningkatan torsi sebesar 4,58%. Dengan Penambahan tegangan terjadi kenaikan torsi di semua variasi medan magnet, dimana semakin kecil tegangan yang digunakan semakin besar pula kenaikan torsinya. Kenaikan torsi ini bisa dijelaskan sebagai berikut, dengan penambahan tegangan maka kuat medan magnet menjadi semakin besar. Kuat medan magnet mengubah arah proton atau inti atom hidrokarbon dari bahan bakar yang tidak seragam (declustering) menjadi teratur, adanya perubahan arah proton atau inti atom maka pasti ada energi yang diserap bahan bakar tersebut untuk bergerak, sehingga bahan bakar tersebut menjadi tidak stabil serta reaktif dan berenergi lebih tinggi sehingga menjadikan pembakaran lebih sempurna. 4.4.2 Analisa Daya Efektif (Ne) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan daya di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.5.
Daya (kW)
62
19,0 17,0 15,0 13,0 11,0 9,0 7,0 5,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.5 Grafik Daya Fungsi Putaran Mesin Pada Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa grafik daya fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan, daya maksimum tertinggi dihasilkan pada instrumen 1 25 V sebesar 17,304 kW pada putaran engine 4500 rpm. Daya maksimum terkecil dihasilkan oleh kondisi non magnetisasi, dengan daya maksimum sebesar 16.657 kW pada putaran engine 4500 rpm. Pada trendline grafik terlihat daya cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini disebabkan karena besarnya daya efektif sebanding dengan torsi yang terjadi, karena hal ini berhubungan dengan pembebanan. Semakin besar pembebanan semakin besar torsi yang terjadi, dan daya efektif yang dihasilkan juga semakin besar pada putaran dan bukaan throttle yang sama. Secara teoritis daya efektif diperoleh dari hasil perkalian torsi dengan putaran mesin, sehingga dalam suatu pengujian daya maksimum belum tentu diperoleh pada saat torsi maksimum melainkan juga tergantung dari putaran mesin yang dihasilkan. Daya yang dihasilkan oleh suatu mesin tergantung pada kemampuan, kapasitas dan kecepatan mesin tersebut. Semakin besar ukuran silinder piston mesin maka semakin besar daya yang dihasilkan. Hal yang sama akan terjadi pada putaran mesin, dimana peningkatan putaran mesin akan menghasilkan daya yang
63 lebih besar. Pada daerah kecepatan sebelum daya maksimum tercapai maka dengan menggandakan kecepatan akan menggandakan pula daya yang dihasilkan. Pada rpm yang sama daya semakin meningkat dengan pemberian kuat medan magnet dengan variasi penambahan tegangan, daya yang dihasilkan semakin besar. Dengan variasi penambahan tegangan daya semakin naik karena kuat medan magnet yang dihasilkan semakin besar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,46 %. Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan daya di setiap putaran mesin, ini disebabkan karena terjadinya pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna ketika ikatan hidrokarbon ketika mengikat oksigen (O2) sehingga berimbas pada kenaikan torsi yang cenderung meningkatkan daya. Akibat dari torsi yang mengalami kenaikan maka daya yang ditimbulkan juga ikut naik yakni saat penambahan kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 4.4.3 Analisa Tekanan Efektif Rata – Rata (bmep) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan tekanan efektf rata - rata di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6.
64
8,5
Bmep (bar)
8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 1500
2500
3500
4500
Putaran Mesin (Rpm)
Uji Standard
10 V
15 V
20 V
5500 25 V
Gambar 4.6 Grafik Bmep fungsi Putaran Mesin Pada Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.6 menunjukkan bahwa grafik bmep fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan pada kuat medan magnet, bmep maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrumen kuat medan magnet Instrumen 1 dengan tekanan efektif rata-rata maksimum sebesar 8.380 bar pada putaran engine 3500 rpm. Tekanan efektif rata-rata maksimum terkecil dihasilkan pada kondisi standart pada putaran 2000 rpm yakni sebesar sebesar 5,766 bar. Pada trendline grafik terlihat Tekanan efektif rata-rata cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini terjadi karena Semakin meningkatnya Bmep mengindikasikan bahwa tenaga yang dihasilkan mesin pada langkahnya lebih besar. Torsi dari suatu mesin sangat dipengaruhi oleh Bmep yang bisa dihasilkan oleh mesin tersebut dan sebaliknya. Sehingga grafik bmep identik dengan grafik torsi. Pada rpm yang sama dengan pemberian kuat medan magnet Tekanan efektif rata-rata semakin meningkat, dan dengan variasi penambahan resistansi Tekanan efektif rata-rata semakin naik karena kuat medan magnet yang dihasilkan semakin besar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,58%. Analisa dan fenomena yang terjadi dalam proses pembakaran dalam
65 hubungannya dengan bmep seperti analisa torsi, dimana dengan penambahan instrumen kuat medan magnet pada aliran bahan bakar terjadi kenaikan tekanan efektif rata – rata di semua variasi medan magnet, dimana semakin besar medan magnet yang digunakan semakin besar pula kenaikan tekanan efektif rata – ratanya. 4.4.4 Analisa Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (sfc) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan konsumsi bahan bakar spesifik di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.7.
Bsfc (Kg/kW.h)
0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 1500
2500
3500
4500
Putaran Mesin (Rpm)
Uji Standard
10 V
15 V
20 V
5500
25 V
Gambar 4.7 Grafik Bsfc fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Dapat dilihat pada gambar 4.7 trendline membentuk parabolik terbuka ke atas. Pada seluruh grafik diatas bahwa pada 2000 rpm Bsfc menurun sampai dengan puncaknya pada 3500 rpm, kemudian naik kembali sampai pada putaran 5000 rpm. Pada kondisi standar penurunan nilai Bsfc maksimum terkecil didapat pada putaran 3500 rpm sebesar 0.239 Kg/kW.h. Kemudian pengujian dengan menggunakan induksi medan
66 magnet, nilai maksimum seluruhnya didapat pada putaran 3500 rpm dengan tegangan 25 V. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet pada tegangan 25 V dibandingkan dengan kondisi standar menurunkan Bsfc sebesar yaitu sebesar 10.75 %. Brake specific fuel consumption (bsfc) dapat didefinisikan sebagai laju bahan bakar untuk memperoleh daya efektif. Besar kecilnya konsumsi bahan bakar spesifik tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi dalam ruang bakar. Semakin sempurna pembakaran, maka daya yang dihasilkan akan semakin besar. Faktor yang menentukan pembakaran yang sempurna adalah homogenitas campuran bahan bakar dan udara, waktu yang tersedia untuk melakukan pembakaran, serta kaya miskinnya campuran udara yang masuk kedalam ruang bakar. Secara umum konsumsi bahan bakar spesifik pada saat putaran mesin rendah keputaran mesin tinggi akan mengalami penurunan hingga pada putaran mesin tertentu akan meningkat lagi. Ketika putaran tinggi, maka dimungkinkan pembakaran yang terjadi tidak cukup cepat untuk membakar seluruh bahan bakar dalam ruang bakar atau dengan kata lain semakin banyak sisa bahan bakar yang belum terbakar dalam ruang bakar (unburnt fuel). Unburnt fuel inilah yang terbuang dan tidak menjadi energi yang berguna, sehingga menyebabkan naiknya pemakaian bahan bakar spesifik. Kemudian meningkatnya Bsfc pada putaran tinggi sama halnya dengan yang terjadi pada daya Instrumen 25 V, sehingga jika daya menurun maka Bsfc pun ikut meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin baiknya pembakaran yang terjadi karena laju alir bahan bakar cukup pada putaran tersebut sehingga mesin dapat memperoleh daya efektif. 4.4.5 Analisa effisiensi Thermal (ηth) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan effisiensi Thermal di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.8.
67
Eff. Thermal (%)
36,0 34,0 32,0 30,0 28,0 26,0 24,0 22,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.8 Grafik effisiensi Thermal fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Dapat dilihat pada gambar 4.8 trendline pada seluruh grafik diatas bahwa pada 2000 rpm eff.Thermal akan meningkat sampai dengan puncaknya pada 3500 rpm, kemudian menurun sampai pada putaran tertinggi yaitu 5000 rpm. Pada pengujian standar didapat nilai efficiency thermal tertinggi terjadi pada putaran 4000 rpm sebesar 31.343 %. Pada pengujian induksi medan magnet 25 V eff.thermal maksimum sebesar 35.018 %. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet dibandingkan dengan kondisi standar menaikkan eff.Thermal 9.81%. Eff.Thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine. Nilai eff.Thermal tergantung dari daya yang dihasilkan dengan banyaknya penggunaan bahan bakar. Tetapi dalam kenyataannya energi kimia bahan bakar tidak semuanya dapat dikonversi menjadi energi berguna, banyak sekali kerugian-kerugian yang terjadi pada siklus pembakaran sebenarnya, khususnya kerugian yang terjadi pada friction losses dan heat losses.
68 Kenaikan nilai ini di iringi semakin membaiknya nilai torsi, daya, Bmep dan Bsfc yang artinya semakin memberikan mesin untuk memperoleh daya efektif nya. Kemudian dengan penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar semakin memberikan ruang oksigen untuk bercampur dengan molekul atom C dan H sehingga tercapailah pembakaran yang effisien.
Eff. Volumetris (%)
4.4.6 Analisa Effisiensi Volumetris Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan effisiensi volumetris di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.9. 75,0 73,5 72,0 70,5 69,0 67,5 66,0 64,5 63,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.9 Grafik Effisiensi Volumetric fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.9 menunjukkan bahwa grafik effisiensi volumetric fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan pada kuat medan magnet, Nilai maksimum efisiensi volumetris pada pemberian kuat medan magnet, sebesar 69.117 % pada putaran 3500 rpm sedangkan nilai terendah maksmum sebesar 68.657 % sehingga terdapat kenaikan nilai efisiensi volumetris sebesar 0,66 % secara rata- rata.
69 Pada trendline grafik terlihat effisiensi volumetric cenderung naik seiring naiknya putaran mesin dari 2000 rpm hingga 5000 rpm. Hal ini terjadi karena semakin banyak massa bahan bakar yang masuk, maka akan menurunkan jumlah udara yang terisap ke dalam ruang bakar, sehingga campuran akan menjadi semakin kaya pada putaran tertentu. Saat menggunakan kuat medan magnet jumlah udara yang masuk ke ruang bakar cenderung dibutuhkan udara lebih banyak dari biasanya sehingga campuran udara dan bahan bakarnya menjadi miskin. Kondisi naiknya dan turunnya efficiency volumetric ini disebabkan karena pada putaran rendah laju aliran udara bergerak lambat, selain itu pergerakan mekanisme engine juga terjadi secara lambat. Besarnya efficiency volumetric terhadap masing-masing variasi induksi medan magnet tidak mengalami kenaikkan yang secara significant karena laju alir udara cenderung hanya berubah sedikit lebih banyak, karena laju alir bahan bakar yang masuk ke silinder cenderung menurun. Sehingga hanya sedikit saja pengaruh terhadap efficiency volumetric. 4.4.7 Analisa Air Fuel Ratio Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan AFR di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.10.
70
Afr
16,0
14,5
13,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.10 Grafik AFR fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.10 menunjukkan grafik AFR fungsi rpm. Dapat dilihat trendline pada seluruh grafik diatas bahwa AFR minimum terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi maksimum dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrument kuat medan magnet. Trendline AFR cenderung meningkat sampai dengan akhir putaran mesin yaitu 5000 rpm. Pada kondisi AFR berada pada kondisi campuran kaya dengan rata-rata AFR standar sebesar 13.99. Sedangkan nilai AFR pada pengujian menggunakan induksi medan magnet lebih miskin dibandingkan dengan kondisi standar seiring dengan penambahan tegangan pada kuat medan magnet yang diberikan. AFR pada induksi medan magnet secara rata - rata sebesar 1. Kenaikan Air fuel ratio (afr) seiring dengan kenaikan putaran mesin dikarenakan perbandingan campuran udara dan bahan bakar yang masuk kedalam silinder. Dimana pada variasi pemberian kuat medan magnet semakin rendah tegangannya maka bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin sedikit dibanding dengan kondisi standar, dengan udara yang masuk yang cenderung konstan. Hal tersebut mengakibatkan naik nya nilai AFR, dan dapat dikatakan pembakaran nya lebih miskin
71 dibandingkan kondisi standar sehingga menyebabkan daya berkurang. Afr berperan penting terhadap proses pembakaran didalam ruang bakar. Pembakaran akan terjadi dengan baik apabila afr sesuai dengan nilai stokiometri. 4.5 Analisa Emisi Gas Buang Gas buang kendaraan bermotor menjadi masalah saat ini. Untuk itu, perlu diketahui pengaruh perbaikan performa engine akibat penambahan instrumen kuat medan magnet terhadap gas buang kendaraan. 4.5.1 Analisa Emisi Karbon Monoksida (CO)
Kandungan CO (%)
3 2,5 2
1,5 1 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.11 Grafik Kandungan % CO Terhadap Putaran Mesin
Dari gambar grafik 4.11 dapat dilihat bahwa emisi CO tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrumen kuat medan magnet. Dengan instrumen kuat medan magnet terhadap aliran bahan bakar dapat mengurangi kadar karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh mesin. Hal ini dapat
72 dijelaskan karena dengan penggunaan medan magnet maka bahan bakar akan menerima energi dari medan magnet sehingga bahan bakar tidak stabil (reaktif) dan berenergi lebih besar sehingga mudah terbakar. Maka pembakarannya bisa lebih sempurna dan CO yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi standart. Pada grafik emisi CO fungsi putaran engine memiliki tren grafik yang cenderung naik mulai putaran engine rendah hingga mencapai putaran tinggi, CO akan naik dengan semakin tingginya putaran engine. Adanya karbon monoksida (CO) pada gas buang diakibatkan oleh karena pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar tidak sempurna, yang disebabkan oleh kurangnya jumlah udara dalam campuran yang masuk kedalam ruang bakar atau bisa juga kurangnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan waktu pembakaran. Emisi karbon monoksida tinggi ketika idling, dan mencapai minimum ketika akselerasi dan pada kecepatan konstan. Penutupan trothle yang mana akan mereduksi suplai oksigen ke ruang bakar adalah faktor utama timbulnya karbon monoksida, sehingga perlambatan dari kecepatan tinggi akan menghasilkan CO yang tinggi pula pada gas buang kendaraan bermotor. Karbon monoksida juga sangat ditentukan oleh kualitas campuran, homogenitas dan perbandingan udara dan bahan bakar. Kurangnya oksigen dalam campuran akan mengakibatkan karbon bereaksi tidak sempurna, sehingga terbentuk CO.
73 4.5.2 Analisa Emisi Hidro karbon (HC) 100
HC
80 60 40
20 0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.12 Grafik Kadar HC Terhadap Putaran Mesin
Dari gambar grafik 4.12 dapat dilihat bahwa emisi HC tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. dengan penambahan instrumen kuat medan magnet terhadap aliran bahan bakar dapat mengurangi kadar emisi Hidro Karbon (HC) yang dihasilkan oleh mesin. Secara grafik trendline kadar emisi HC akan menurun seiring dengan meningkatnya putaran mesin diakibatkan ketika putaran bertambah tinggi maka homogenitas campuran udara dan bahan bakar akan semakin baik. Namun hal itu hanya terjadi hingga putaran tertentu. Bila putaran bertambah cepat lagi, maka waktu pembakaran akan semakin sempit sehingga kadar bahan bakar yang belum terbakar akan lebih besar lagi. Hidrokarbon yang tidak terbakar adalah akibat langsung dari ketidaksempurnaan pembakaran, yang erat kaitannya dengan mesin desain dan variabel operasi. Selama proses kompresi dan pembakaran kenaikan tekanan pada ruang bakar akan memaksa sejumlah gas untuk masuk ke celah-celah kecil dalam ruang
74 bakar. Gas-gas ini akan keluar pada langkah ekspansi dan langkah buang merupakan salah satu sumber hidrokarbon pada gas buang kendaraan. Sumber lainnya adalah lapisan oli pelumas yang menempel pada dinding piston atau silinder head. Lapisan oli ini bisa menyerap dan melepaskan kembali komponen hidrokarbon dalam campuran (sebelum dan sesudah pembakaran) sehingga memungkinkan sejumlah bahan bakar lolos ketika terjadinya pembakaran.
Kandungan CO2 (%)
4.5.3 Analisa Emisi CO2 10 9 8 7 6 5 4 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.13 Grafik Kandungan % CO2 Terhadap Putaran Mesin
Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi tegangan maka semakin baik. Saat Afr berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila afr terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe. Pada gambar 4.14 kondisi standar nilai % CO2 maksimum tertinggi didapat pada putaran 3000 rpm sebesar 8.77 %. Kemudian pada pengujian dengan menggunakan induksi medan
75 magnet, nilai maksimum seluruhnya didapat pada putaran 3000 rpm dengan tegangan 25 V. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet pada tegangan 25 V dibandingkan dengan kondisi standar menurunkan kadar CO2 yaitu sebesar 60.54 %.
T Head (C)
4.6 Analisa Kondisi Operasional Mesin 4.6.1 Temperatur Cylinder Head Temperatur head diukur pada dinding head bagian luar. Pada engine ini menggunakan media pendingin udara paksa dan air, karena terdapat blower sebagai pembantu untuk mengalirkan udara ke dinding silinder luar dan juga radiator. 95 90 85 80 75 70 65 60 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.14 Grafik Temperature Operasional Pada Cylinder Head
Pada gambar 4.14 grafik temperature engine (head) dengan berbagai variasi kuat medan magnet terlihat bahwa temperatur engine tertinggi terjadi pada penggunaan besar kuat medan magnet. Sedangkan temperatur terendah dihasilkan ketika engine menggunakan kondisi standart. Berdasarkan grafik temperatur engine terhadap putaran engine terlihat bahwa besarnya temperatur engine naik seiring dengan naiknya putaran engine. Dengan naiknya putaran engine
76 maka jumlah bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin banyak, sehingga panas pembakaran yang dilepas ke dinding silinder juga semakin banyak, sehingga temperatur engine pun naik. Secara umum, dengan penambahan besar kuat medan magnet terjadi pembakaran yang lebih sempurna. Dengan komposisi tersebut proses pembakaran diruang bakar terjadi dengan cepat, sehingga energi yang terkandung dalam bahan bakar dapat terlepas dengan lebih sempurna, dibandingkan ketika kondisi standart. Hal ini dapat dijelaskan karena dengan penggunaan medan magnet, maka bahan bakar akan menerima energi dari medan magnet sehingga bahan bakar tidak stabil (reaktif) dan berenergi lebih besar sehingga mudah terbakar.
T Exhaust (C)
4.6.2 Temperature Exhaust Temperatur knalpot diukur pada lubang exhaust menggunakan thermokopel. Secara umum grafik temperatur exhaust fungsi putaran engine menunjukkan semakin tinggi seiring dengan naiknya putaran engine. 390 370 350 330 310 290 270 250 230 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.15 Grafik Temperature Operasional Pada Exhaust
77
Pada gambar 4.15 grafik temperature exhaust dengan berbagai variasi kuat medan magnet terlihat bahwa temperatur exhaust tertinggi terjadi pada kondisi standart. Sedangkan temperatur terendah dihasilkan ketika engine menggunakan penggunaan besar kuat medan magnet. Besarnya temperatur ekshaust yang ditunjukkan grafik terlihat bahwa temperatur knalpot naik sebanding dengan naiknya putaran engine. Dengan naiknya putaran engine maka jumlah bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin banyak, sehingga panas pembakaran yang timbul di ruang bakar menjadi semakin besar, sehingga temperatur ekshaust juga naik. Temperatur ekshaust mengindikasikan kerugian-kerugian yang terjadi pada ruang bakar. Turunnya temperatur exhaust gas pada saat penggunaan induksi medan magnet dikarenakan semakin meningkatnya kualitas pembakaran, sehingga kalor yang berada pada bahan bakar bensin mampu diserap dengan baik oleh mesin untuk dijadikan tenaga. Kemudian panas sisa hasil pembakaran di buang melalui exhaust port dan berdasarkan hasil pengukuruan temperatur exhaust gas semakin menurun. Hal ini pun didukung dengan turunnya nilai HC. Tetapi bukan berarti semakin menurunnya temperatur exhaust gas semakin baik, jika dilihat berdasarkan kecepatan putaran mesin. Pada putaran tinggi temperatur exhaust gas tidak mungkin sangat rendah sekali, karena semakin tinggi putaran semakin banyak juga terjadinya pembakaran yang terjadi. Jika rendah sekali artinya terjadi pembakaran dengan afr yang besar (pembakaran miskin) dan mesin akan kehilangan daya. Pada pengujian ini dengan pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar temperatur exhaust gas masih dalam batas toleransi turunnya temperatur exhaust gas. Karena dilihat dari unjuk kerjanya dengan penggunaan tegangan 25 V pada instrumen 1 masih mengalami kenaikan.
78 4.6.3 Analisa Temperatur Coolant
T Coolant (C)
90 85 80 75 70 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4. 16 Grafik Temperatur Operasional Pada Coolant
Temperatur coolant diukur dengan menempatkan termokopel pada upper hose yang dimana aliran coolant dari engine block menuju radiator. Pada pengujian mesin ini menggunakan media pendingin udara paksa dan air coolant, karena terdapat blower sebagai pembantu untuk mengalirkan udara ke dinding cylinder luar dan juga radiator. Pertama coolant akan dipompa untuk dialirkan menuju engine block melalui lower hose. Kemudian setelah mesin mencapai temperatur kerja ataupun temperatur kerja dari thermostat, maka coolant akan dialirkan kembali menuju radiator untuk didinginkan kembali. Berdasarkan gambar 4.20 grafik temperatur coolant terhadap putaran mesin terlihat bahwa besarnya temperatur coolant naik seiring dengannaiknya putaran mesin. Pada gambar 4.16 kondisi standar temperatur rata-rata exhaust gas sebesar 82.43° c. Kemudian pada pengujian dengan pemberian induksi medan magnet disetiap variasinya mengalami kenaikan nilai temperatur coolant. Pada pemberian tegangan maksimal 25 V induksi medan magnet mengalami kenaikan persentase rata-rata sebesar 7.36 %. Temperatur coolant pada
79 kondisi standar cenderung lebih rendah karena mesin dalam kondisi kurang optimal yang dibuktikan pada subbab analisa unjuk kerja, bahwa dengan memberikan induksi medan magnet akan memperbaiki unjuk kerja mesin. Pada kondisi pemberian tegangan maksimal 25 V temperatur coolant cenderung naik, karena hal ini menunjukkan semakin meningkatnya unjuk kerja. Seiring naiknya temperature coolant maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Walaupun temperatur coolant cenderung naik tetapi pada saat pengujian mesin tidak menimbulkan gejala-gejala yang menunjukkan akan over heating, melainkan masih dalam kondisi baik. 2) Seiring membaiknya temperatur coolant yang artinya menunjukkan membaiknya kinerja mesin, maka perlu melakukan perbaikan pada sistem pendinginan mesin. Agar mesin bisa lebih membaik lagi unjuk kerjanya
ṁbb (kg/s)
4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar 4.7.1 Laju Aliran Udara Terhadap Intensitas Medan Magnet 0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 400
420
440
460
480
Intensitas Medan Magnet (gauss) 2000 rpm
2500 rpm
3000 rpm
4000 rpm
4500 rpm
5000 rpm
3500 rpm
Gambar 4. 17 Grafik ṁ Bahan Bakar Fungsi Gauss
80 Berdasarkan trendline grafik pada gambar 4.17, setiap rpm pada ṁbb terhadap intensitas medan magnet cenderung datar. Itu terjadi pada semua garis rpm dari 2000 hingga 5000 walaupun ada beberapa garis yang sedikit berfluktuasi. Pada rpm 2000 ṁbb paling sedikit dibandingkan pada rpm diatasnya. Dan pada ṁbb paling tinggi terdapat pada rpm 5000. Pada saat putaran mesin 2000, kebutuhan bahan bakar untuk mesin cenderung masih sedikit, setelah rpm dinaikkan mencapai 5000 dengan interval 500 rpm kebutuhan ṁbb semakin tinggi karena putaran tinggi pembakaran juga sangat cepat sehingga panas yang ditimbulkan semakin tinggi pula dan menyebabkan kebutuhan ṁbb semakin naik pula. Pada setiap rpm terhadap gauss kebutuhan ṁbb memiliki perubahan yang tidak signifikan dengan nilai yang tetap atau pun berfluktuatif namun sedikit pada rpm tertentu. 4.7.2 Laju Aliran Bahan Bakar Terhadap Intensitas Medan Magnet ṁ udara (kg/s)
0,022 0,017 0,012 0,007 400
420
440
460
480
Intensitas Medan Magnet (gauss) 2000 rpm
2500 rpm
3000 rpm
4000 rpm
4500 rpm
5000 rpm
3500 rpm
Gambar 4. 18 Grafik ṁ Udara Fungsi Gauss
Berdasarkan trendline pada gambar 4.18, setiap rpm pada ṁ udara terhadap intensitas medan magnet cenderung datar. Itu
81 terjadi pada semua garis rpm dari 2000 hingga 5000. Pada rpm 2000 ṁbb paling sedikit dibandingkan pada rpm diatasnya. Dan pada ṁ udara paling tinggi terdapat pada rpm 5000. Pada saat putaran mesin 2000, kebutuhan udara untuk mesin cenderung masih sedikit, setelah rpm dinaikkan mencapai 5000 dengan interval 500 rpm kebutuhan ṁ udara semakin tinggi karena putaran tinggi pembakaran juga sangat cepat dan kebutuhan bahan bakar pun juga meningkat menyebabkan kebutuhan ṁ udara semakin naik pula. Pada setiap rpm terhadap gauss kebutuhan ṁ udara memiliki perubahan yang tidak signifikan dengan nilai yang tetap. 4. 8 Analisa Keunggulan Penggunaan Induksi Medan Magnet Dengan Variasi Besar Tegangan Mesin SINJAI 650 cc sebagai mesin uji penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar. Berdasarkan beberapa ulasan pada subbab unjuk kerja dan analisa emisi gas buang pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat memperbaiki unjuk kerja dan kadar emisi gas buang mesin. Induksi medan magnet yang di uji memvariasikan pemberian besar tegangan untuk membangkitkan induksi medan magnet dari 10 V sampai 25 V dengan interval pengujian setiap 5 V. Pada hasil pengujian FTIR menunjukkan semakin besar induksi medan magnet yang terjadi pada bahan bakar maka semakin menaikkan nilai penyerapan persentase transmittance pada sampel. Penyerapan persentase transmittance yang semakin naik menunjukkan terjadinya proses de-clustering atom hidrokarbon dari keadaan awal yakni molekul hidrokarbon mengalami clustering. Pada saat pengujian FTIR, efek declustering molekul hidrokarbon diunjukkan oleh cepatnya penguapan yang terjadi pada saat bahan bakar dibiarkan kontak langsung dengan udara luar. Sehingga dapat dikatakan pengoksidasian molekul hidrokarbon dengan oksigen menjadi lebih baik, pada kebutuhannya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang didapat mengenai pengujian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar, sebagai berikut: 1. Perancangan dan pemilihan instrumen medan magnet pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu, instrumen medan magnet dengan diameter luar sebesar 2 cm (Instrumen 1) memiliki nilai medan magnet yang paling tinggi yaitu pada 10V= 405 gauss, 15V= 420 gauss, 20V= 440 gauss, dan 25V= 470 gauss. 2. Pada uji FTIR, panjang gelombang sampel bahan bakar berada pada range 2850-2970 cm-1. Hasil penyerapan transmittance menggunakan instrumen 1 dengan tegangan 25 V semakin meningkat dibandingkan dengan menggunakan instrumen 1 dengan kondisi standart yaitu sebesar 19.86 %. 3. Pada uji unjuk kerja penggunaan induksi medan magnet dengan instrumen 1 kondisi pengujian 25 V dapat menaikkan Torsi = 4.58% Daya = 4.46%, Bmep = 4.58%, Eff thermal = 9.81% Eff volumetric = 0.66% dan menurunkan bsfc = 10.75 %. 4. Penggunaan induksi kuat medan magnet pada aliran bahan bakar menurunkan emisi gas buang. Semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin rendah pula kandungan emisi gas buang dibandingkan kondisi standar. Pada Instrumen 1 dengan tegangan 25 V menurunkan emisi CO = 26.9%, HC = 67.54%, serta menaikkan CO2 = 60.54%.
83
84 5.2 Saran 1. Melakukan pengujian dengan memperhitungkan lama waktu pemberian medan magnet agar mendapat data yang lebih optimal. 2. Melakukan pengujian pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap jarak sebelum bahan bakar di injeksikan, untuk mengetahui jarak ukuran maksimal dan minimal yang akan terjadi pada unjuk kerja mesin.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4] [5] [6]
[7]
Hamdhani, Mirza. (2016). Studi Eksperimental Variasi Kuat Medan Mgnet Induksi Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin Sinjai 2 Silinder 650 CC (Study Kasus : Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet), Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. S. Permadi, Galih. (2016). Studi Eksperimental Variasi Kuat Medan Mgnet Induksi Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin Sinjai 2 Silinder 650 CC (Study Kasus : Sumber Tegangan listrik dari alternator Mesin), Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Syarifudin. (2013). Kajian Variasi Kuat Medan Magnet Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin SINJAI 3 Silinder 650 CC, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin, Intitut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. http://belajar.kemdiknas.go.id/file_storage/materi_pokok/M P_194/zip/MP_194.html. Chalid, M, saksono, N, Adiwar & Darsono, N. (2005). Studi Pengaruh Magnetisasi Dipol Terhadap Karakterisitik Kerosin, Makara Teknologi, Vol.8 no1 Prasetya, A, B. (2007). Pengaruh Penambahan Single Medan Magnet Arah Radial Terhadap Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin 4 langkah, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Marcott,C., 1986, “Material Characterization Hand Book vol. 10: Infrared Spektroskopy”, ASM International, Amerika.
85
86
[8] [9] [10]
[12] [13]
[14]
Pudjanarsa, Astu. Nursuhud, Djati. 2008. Mesin Konversi Energi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sungkono Kawano, D. 2014. Pencemaran Udara. Surabaya: ITS Press. Ferdi Yuda. 2012. Pengaruh Kuat Medan Magnet Pada Saluran Bahan Bakar Dengan Variasi Tegangan Listrik Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Jember. Nelson Saksono. 2005. Magnetizing Kerosene For Increasing Combustion Efficiency, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok, Indonesia. Ali S. Faris. 2012. Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine, Department of Physics, College of Education, Aliraqia University, Baghdad, Iraq Setyawan, T, R. (2005). Studi Pengaruh Medan Magnet Pada Aliran bahan bakar Terhadap Unjuk Kerja Mesin Bensin, FTI, UK Petra, Surabaya.
LAMPIRAN A1 PENGAMBILAN DATA DAN HASIL PENGOLAHAN DATA rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.51 14.26 12.4 9.97 9.24 7.99 7.27
laju bahan bakar (kg/s) 0.000606969 0.000787868 0.000906048 0.001126881 0.001215909 0.001406133 0.001545392
head 67 70 72 74 78 76 79
PENGUJIAN STANDAR temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 256 72 1.538 8.02 85 1.4 283 74 1.516 8.11 72 2.3 310 72 1.708 8.77 64 3.5 321 68 1.982 8.43 53 5.3 330 84 2.13 8.22 54 6.8 365 80 2.329 7.65 56 7.8 367 79 2.951 6.14 60 9
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.016044881 0.018174104 0.019464617 0.020908352
87
88
rpm torsi (N.m) 2000 29.5281 2500 33.30495 3000 37.42515 3500 38.11185 4000 39.1419 4500 35.36505 5000 30.55815 rata-rata 34.77645 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.39 15.03 12.24 10.65 8.41 8.88 7.45
daya (kW) 6.1812156 8.71479525 11.7514971 13.9616411 16.3874088 16.6569386 15.9920985 12.8065136
unjuk kerja pengujian standar bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 5.7655215 0.353504761 23.68311252 65.32975498 6.50297192 0.325460932 25.72380337 66.98860231 7.3074633 0.277562439 30.1629178 68.86360824 7.44154519 0.290565435 28.81310714 72.63516002 7.64266803 0.26711195 31.34301183 71.98988374 6.90521761 0.303902039 27.54865692 68.53490179 5.96664434 0.347885006 24.06569092 66.25646446 6.79029027 0.309427509 27.33432864 68.65691079
laju bahan bakar (kg/s) 0.00061093 0.000747505 0.000917892 0.00105493 0.00133591 0.001265203 0.001508054
head 69 72 74 76 80 78 80
PENGUJIAN 10 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 252 74 1.438 7.02 75 1.4 276 76 1.416 7.11 62 2.3 308 74 1.608 7.77 54 3.5 317 68 1.882 7.43 43 5.4 325 86 2.03 7.22 44 6.9 351 82 2.229 6.65 46 7.8 352 80 2.851 5.14 50 9
afr 13.58613 13.41556 14.39068 14.23831 14.94693 13.84266 13.52948 13.99282 laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.01619554 0.01830725 0.019464617 0.020908352
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 30.55815 3000 39.48525 3500 41.202 4000 39.48525 4500 36.05175 5000 32.2749 rata-rata 35.7084
daya (kW) 6.468714 7.99604925 12.3983685 15.093666 16.531158 16.9803743 16.890531 13.194123
unjuk kerja pengujian 10 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.339997637 24.62397418 65.32975498 5.96664434 0.336543445 24.87670801 66.98860231 7.70970898 0.266519886 31.41263917 68.86360824 8.04491372 0.251611933 33.27383134 73.31719526 7.70970898 0.290921826 28.77780995 72.51728921 7.03929951 0.268234944 31.21179109 68.53490179 6.30184908 0.321422298 26.04702 66.25646446 6.97225856 0.296464567 28.60339625 68.82968804
afr 13.49806 14.13997 14.20499 15.35225 13.70396 15.38458 13.86446 14.30689
89
90 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.86 14.57 12.73 10.42 9.27 8.26 7.9
laju bahan bakar (kg/s) 0.000595705 0.000771105 0.000882561 0.001078215 0.001211974 0.001360169 0.001422152
rpm torsi (N.m) 2000 30.2148 2500 33.99165 3000 37.7685 3500 40.17195 4000 40.85865 4500 36.05175 5000 31.5882 rata-rata 35.8065
daya (kW) 6.3249648 8.89448175 11.859309 14.7163244 17.1061548 16.9803743 16.531158 13.2018239
head 70 73 76 78 82 80 85
PENGUJIAN 15 V temperatur emisi gas buang exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 250 74 1.338 5.82 65 282 79 1.316 5.9 52 308 76 1.508 6.57 44 310 70 1.782 6.23 33 315 88 1.93 6.02 34 358 84 2.029 5.45 36 360 83 2.651 4.04 40
pitot static (mm)
laju massa udara (kg/s)
1.4 2.3 3.5 5.5 6.9 7.8 9.1
0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.016344811 0.01830725 0.019464617 0.021024189
unjuk kerja pengujian 15 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 5.8996034 0.33905939 24.69211375 65.32975498 6.63705382 0.312101156 26.82493435 66.98860231 7.37450424 0.2679093 31.24972906 68.86360824 7.84379088 0.263759741 31.74136052 73.99294407 7.97787277 0.25506064 32.82393165 72.51728921 7.03929951 0.288368801 29.03258946 68.53490179 6.16776719 0.309702855 27.03266333 66.62353909 6.99141311 0.290851698 29.0567603 68.97866281
afr 13.84303 13.70721 14.77365 15.15914 15.10531 14.31043 14.78336 14.52602
rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 19.11 15.2 12.02 10.76 9.4 8.51 8
laju bahan bakar (kg/s)
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 33.6483 3000 38.79855 3500 42.23205 4000 39.8286 4500 35.7084 5000 31.5882 rata-rata 36.1008
0.000587912 0.000739145 0.000934692 0.001044145 0.001195213 0.001320212 0.001404375
daya (kW) 6.468714 8.8046385 12.1827447 15.4710077 16.6749072 16.8186564 16.531158 13.2788324
head 74 77 79 80 85 82 86
PENGUJIAN 20 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 250 76 1.238 5.32 60 1.4 274 80 1.216 5.2 48 2.4 296 78 1.408 6.27 40 3.6 305 72 1.682 5.76 30 5.3 321 90 1.83 5.78 31 6.8 349 85 1.929 5.05 32 7.8 350 83 2.551 3.96 36 9
unjuk kerja pengujian 20 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.327187678 25.58804495 65.32975498 6.57001287 0.302218093 27.70215692 68.42938225 7.57562709 0.276201458 30.31154538 69.8404458 8.24603656 0.242965553 34.45794233 72.63516002 7.77674993 0.258038375 32.44514705 71.98988374 6.97225856 0.282588653 29.62643027 68.53490179 6.16776719 0.30583157 27.37484895 66.25646446 7.04887678 0.285004483 29.64373084 69.00228472
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010797027 0.013223603 0.016044881 0.018174104 0.019464617 0.020908352
afr 14.02653 14.60746 14.14755 15.36653 15.20575 14.74356 14.88801 14.7122
91
92 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 19.41 15.44 12.52 10.76 9.4 8.51 8
laju bahan bakar (kg/s)
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 33.6483 3000 39.48525 3500 42.91875 4000 40.5153 4500 36.73845 5000 31.5882 rata-rata 36.54225
0.000578825 0.000727655 0.000897364 0.001044145 0.001195213 0.001320212 0.001404375
daya (kW) 6.468714 8.8046385 12.3983685 15.7225688 16.9624056 17.30381 16.531158 13.4559519
head 75 78 80 82 86 88 89
PENGUJIAN 25 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 247 78 1.138 4.32 58 1.4 273 80 1.116 4.98 46 2.4 284 79 1.308 5.97 38 3.6 302 73 1.582 5.16 28 5.3 323 91 1.73 5.18 29 6.8 346 86 1.829 4.9 32 7.9 350 84 2.451 3.96 34 9.1
unjuk kerja pengujian 25 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.322130682 25.9897411 65.32975498 6.57001287 0.297520402 28.1395594 68.42938225 7.70970898 0.260559378 32.13122895 69.8404458 8.38011846 0.239078104 35.01823408 72.63516002 7.91083183 0.253664843 33.00454614 71.98988374 7.1733814 0.274665607 30.48103884 68.97282894 6.16776719 0.30583157 27.37484895 66.62353909 7.13507229 0.279064369 30.30559964 69.11728497
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010797027 0.013223603 0.016044881 0.018174104 0.019588993 0.021024189
afr 14.24672 14.8381 14.73605 15.36653 15.20575 14.83777 14.9705 14.88592
LAMPIRAN A2 DATA FTIR
STANDART
10 VOLT 93
94
15 VOLT
20 VOLT
25 VOLT
95
96 LAMPIRAN A3 ṁ BAHAN BAKAR FUNGSI PUTARAN MESIN
mdot bb (kg/s)
0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
mdot udara (kg/s)
ṁ UDARA FUNGSI PUTARAN MESIN 0,023 0,021 0,019 0,017 0,015 0,013 0,011 0,009 0,007 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Sidoarjo, 12 Juli 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Percobaan Surabaya, SMPN 3 Sidoarjo dan SMAN 1 Waru Sidoarjo. Setelah lulus dari SMAN tahun 2011, Penulis melanjutkan pendidikannya di D3 Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis banyak mengikuti beberapa pelatihan misalnya LKMM Pra-TD FTI-ITS, LKMM TD HMDM 2012 FTI-ITS, PMB HMDM 2012 FTI-ITS dan lainlain. Selain pelatihan, penulis juga aktif dalam pengurus himpunan tahun kepengurusan bidang minat bakat tahun 2013-2014. Penulis mengerjakan tugas akhir ini selama kurang lebih 4 bulan pada semester akhir pendidikan di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak orang untuk kedepannya.
TUGAS AKHIR - TM 141585
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet) AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – TM 141585
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)
AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Dosen Pembimbing: Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
FINAL PROJECT – TM 141585
THE EFFECT OF GIVING INDUCED MAGNETIC FIELD ON THE FUEL FLOW TOWARDS THE RADIATION INFRARED TRANSMITTANCE MOLECULAR HYDROCARBONS AND PERFORMANCE SINJAI 650 CC 2 CYLINDER ENGINE (Case Study: Mapping Voltage Source Induction Magnet) AFIF ALFALAH NRP 2114 105 026 Advisory Lecture : Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT. MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)
Nama Mahasiswa : Afif Alfalah NRP : 2114105026 Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS Dosen Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT
Abstrak Molekul bahan bakar pada umumnya tersusun secara bergerombol (clustering) sehingga pada proses pencampuran dengan udara menyebabkan udara tidak bisa menjangkau bahan bakar yang ada dibagian dalam gerombol tersebut. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Pemberian medan magnet dapat merubah molekul bahan bakar menjadi lebih teratur dan pembakaran menjadi lebih baik. Magnet terdiri dari besi karbon dengan diameter luar 2cm, 3cm dan 4,5cm yang dililit oleh kawat tembaga dengan diameter 3mm kemudian dialiri oleh listrik dengan arus DC. Instrumen medan magnet memiliki variasi tegangan yaitu 10V, 15V, 20V, dan 25V. Pengujian instrumen hanya menggunakan instrumen dengan diameter luar 2cm karena memiliki nilai gauss yang paling tinggi. Variasi tegangan ini berdasarkan besarnya tegangan output alternator. Kemudian melakukan pengujian spektroskopi fourier transform infrared (FTIR) terhadap resonansi partikel bahan bakar. Spektroskopi FTIR akan mengetahui gugus fungsional senyawa bahan bakar dan mempelajari reaksi yang terjadi melaui radiasi infra merah yang divisualkan sebagai fungsi frekuensi i
ii (atau panjang gelombang) radiasi. Terakhir melakukan pengujian unjuk kerja dan emisi gas buang mesin dengan kondisi full open throttle pada putaran mesin 5000 rpm hingga 2000 rpm dengan menggunakan waterbrake dynamometer. Data pengujian unjuk kerja diantaranya torsi, daya, tekanan efektif rata-rata, konsumsi bahan bakar spesifik, efisiensi thermal, efisiensi volumetris dan emisi gas buang. Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Pengujian FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet menunjukkan perubahan intensitas transmittance pada panjang gelombang. Kenaikan perubahan intensitas transmittance pada 25 V yaitu 19.86%. Pada unjuk kerja terhadap pada variasi tegangan 25 V, yakni menaikkan persentase torsi = 4.58%, daya = 4.46%, bmep = 4.58%, efficiency thermal = 9.81%, dan menurunkan bsfc = 10.75%. Emisi gas buang menunjukkan perbaikan kualitas pada 25 V. Secara rata-rata menurunkan CO = 26.9%, HC = 67.54% dan untuk CO2 menaikkan sebesar 60.54%. Kata kunci: Induksi Medan Magnet, FTIR, Unjuk Kerja SINJAI 650 CC
THE EFFECT OF GIVING INDUCED MAGNETIC FIELD ON THE FUEL FLOW TOWARDS RADIATION INFRARED TRANSMITTANCE MOLECULAR HYDROCARBONS AND PERFORMANCE SINJAI 650 CC 2 CYLINDER ENGINE (Case Study: Mapping Voltage Source Induction Magnet)
Student Name NRP Department Advisor
: Afif Alfalah : 2114105026 : Teknik Mesin FTI-ITS : Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT
Abstract Fuel molecules are generally arranged in clusters (clustering) so that the process of mixing with the air causes the air cannot reach the fuel contained in the section of the clump. This resulted in the burning of imperfections that can be measured in the flue gas content. Giving the magnetic field may change the fuel molecules become more organized and better combustion. Magnet consists of carbon steel with an outside diameter of 2cm, 3cm and 4,5cm ridden by copper wire with a diameter of 3mm and then fed by electricity with DC current. Instrument magnetic field has a voltage variation is 10V, 15V, 20V, and 25V. Testing instrument only use the instrument with an outer diameter of 2cm because it has the highest gauss. This voltage variation is based on the magnitude of the output voltage of the alternator. Then test Fourier Transform Infrared spectroscopy (FTIR) to the fuel particle resonance. FTIR spectroscopy will know the functional group of compounds of fuel and study the reactions that take place through infrared radiation visualized as a function of frequency (or wavelength) radiation. Recently tested the performance and exhaust emissions of the engine with full open throttle condition at engine speed of 5000 rpm to 2000 rpm using a dynamometer iii
iv waterbrake. Performance test data including torque, power, average effective pressure, specific fuel consumption, thermal efficiency, volumetric efficiency and exhaust emissions. Needs magnetic field strength increases with the increase in load and engine rotation requires the mapping of the magnetic field strength requirements for each variation of voltage with varying rotation. FTIR testing of fuel after showing changes influenced by magnetic induction intensity at a wavelength transmittance. The increase in transmittance intensity changes at 25 V i.e. 19.86%. On the performance against the voltage variation 25 V, namely to raise the percentage of torque = 4:58%, power = 4:46%, BMEP = 4:58% = 9.81% thermal efficiency, and lower bsfc = 10.75%. Exhaust emissions show improvements in the quality of 25 V. On the average lowers CO = 26.9%, HC = 67.54% and for the CO2 increase by 60.54%. Keywords: Induced Magnetic Field, FTIR, Performance of SINJAI 650 CC
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, proposal tugas akhir yang berjudul “ PENGARUH PEMBERIAN INDUKSI MEDAN MAGNET PADA ALIRAN BAHAN BAKAR TERHADAP PENYERAPAN RADIASI INFRA MERAH MOLEKUL HIDROKARBON DAN UNJUK KERJA MESIN SINJAI 650 CC 2 SILINDER (Studi Kasus: Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet)” ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin ITS Surabaya, sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Selain itu Tugas Akhir ini juga merupakan suatu bukti yang diberikan almamater dan masyarakat. Banyak dorongan dan bantuan yang penulis dapatkan selama penyusunan Tugas Akhir ini sampai terselesaikannya laporan. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW. 2. Ayah, Mama, dan Mbak, yang telah memberikan semangat dengan cinta dan kasih sayangnya yang tiada batas,serta doa dan restunya. 3. Dr. Bambang Sudarmanta ST., MT. Selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sangat sabar, tidak bosanbosannya membantu dan memberikan ide serta ilmu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. 4. Dosen tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan dan pengembangan Tugas Akhir ini. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin FTIITS, yang telah memberikan ilmunya dan membantu semua selama menimba ilmu di bangku kuliah. 6. Didin Merlinnovi yang bersedia membantu dan mendoakan penulis sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini. v
vi 7. Seluruh teman-teman, khususnya Anang, Fikri, Satrio, Rizal, Hasfi, Mas Ucay, Mas Mirza, Lukman, Sapto, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan seluruhnya yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, sebagai manusia biasa penulis menyadari dalam penulisan ini masih terdapat beberapa kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran membangun sebagai masukan untuk penulis dan kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, mahasiswa mesin pada khususnya.
Surabaya, Januari 2017
Afif Alfalah
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ............................................................................... i ABSTRACT .............................................................................. iii KATA PENGANTAR............................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN......................................................... ....1 1.1 Latar Belakang........................................................... .1 1.2 Rumusan Masalah. ......... ............................................5 1.3 Tujuan Penelitian.................................................. .. ....6 1.4 Batasan Masalah.................................. ................. ......6 1.5 Manfaat Penelitian................................. ................ .....7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................. .......... .......9 2.1 Induksi Elektromagnet............................ ............ .......9 2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan...... ........................................... .......9 2.1.2 Penentuan Magnet Optimal......... ........ .....10 2.1.3 Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon........................................ .....10 2.1.4 Fourier Transform-InfraRed Spectroscopy (FT-IR)......... ...................................... .....13 2.2 Komposisi Senyawa Bahan Bakar Bensin................16 2.3 Parameter Unjuk Kerja ............................ ................16 2.3.1 Torsi................................................... .......17 2.3.2 Daya (brake horse power)...... ........... .......17 2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP).............18 2.3.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion)...... ......................... .......29 2.3.5 Efisiensi Termal................................. .......20 2.3.6 Effisiensi Volumetris (volumetric efficiency)...... ................................... .......21 vii
viii 2.3.7 Rasio Udara Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR) .............................................. 21 2.4 Pitot Tube with Static Wall Pressure Tap dan Incined Manometer.... ................................................. ..........22 2.5 Polusi Udara ............................................................. 24 2.6 Penelitian Terdahulu................................................. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN..... .................... ...........29 3.1 Pengujian Kuat Medan Magnet.......... ........... ...........29 3.1.1 Peralatan Uji Kuat Medan Magnet ........... 30 3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet32 3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet ..... 33 3.3 Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)..... ...34 3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 34 3.3.2 Mengoperasikan NICOLET iS10 ............. 35 3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 35 3.3.4 Flowchart Pengujian Fourier Trnasform InfraRed (FTIR)......................................... 38 3.4 Pengujian Unjuk Kerja.......................... ........... ........39 3.4.1 Peralatan yang Digunakan ........................ 39 3.4.2 Skema Instalasi Pengujian ....................... 42 3.4.3 Prosedur Pengujian .................................. 43 3.4.4 Rancangan Eksperimen ............................ 45 3.4.5 Flowchart Pengujian Eksperimental ........ 46 BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN....... ... ........49 4.1 Data Hasil Pengukuran Gauss.......................... ........49 4.2 Analisa pengaruh medan magnet pada ikatan hidrokarbon dengan pengujian FTIR ..................... 50 4.2.1 Analisa Untuk Sampel Pertalite tanpa pemberian medan magnet induksi........................... 51 4.2.2 Analisa Untuk Sampel Instrumen Medan Magnet dengan Variasi Tegangan Pada Induksi Magnet Instrumen 1 ................................................ 55 4.3 Data Hasil Pengukuran Unjuk Kerja ........................ 57
ix 4.3.1 Torsi.... ........................................................ ...57 4.3.2 Daya Motor (BHP)...................................... ...57 4.3.3 Tekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ....... ...57 4.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).... .. ...58 4.3.5 Perhitungan Effisiensi Thermal.... .............. ...58 4.3.6 Perhitungan Effisiensi Volumetris.... .......... ...59 4.4 Analisa unjuk kerja................................................ ...59 4.4.1 Analisa Torsi (T).... ..................................... ...57 4.4.2 Analisa Daya Efektif (Ne).... ...................... ...57 4.4.3 AnalisaTekanan Efektif Rata-Rata (BMEP).... ............................................................ ...63 4.4.4 Analisa Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC).................................................................... ...65 4.4.5 Analisa Effisiensi Thermal.... ..................... ...66 4.4.6 Analisa Effisiensi Volumetris.... ................. ...68 4.4.7 Analisa Air Fuel Ratio.... ............................ ...69 4.5 Analisa Emisi Gas Buang.......................... ....... ........71 4.5.1 Analisa Emisi Karbon Monoksida (CO).... . ...71 4.5.2 Analisa Emisi Hidro Karbon (HC).... ......... ...73 4.5.3 Analisa Emisi CO2.... .................................. ...63 4.6 Analisa Kondisi Operasional Mesin.................... ..... 75 4.6.1 Temperatur Cylinder Head.... ..................... ...75 4.6.2 Temperatur Exhaust.... ................................ ...76 4.6.3 Temperatur Coolant.... ................................ ...78 4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar.......................... ...................................... ........79 4.7.1 Laju Aliran Udara Terhadap Intensitas Medan Magnet.... ............................................................. ...79 4.7.2 Laju Aliran Bahan Bakar Terhadap Intensitas Medan Magnet..... ................................................ ...80 4.8 Analisa Keunggulan Penggunaan Induksi Medan Magnet Dengan Variasi Besar Tegangan................ 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ..................................... 83 5.1 Kesimpulan....................................... ....................... .83 5.2 Saran.................................................. ........... ............84
x DAFTAR PUSTAKA.................................. ....... .........................85 LAMPIRAN.................................. ..................... .........................87 BIOGRAFI PENULIS
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan .................... ...........9 Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen ..................................................... 11 Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet.... ........... ..11 Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen .................................................... 12 Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance......................................................... 15 Gambar 2.6 Mekanisme Terbentuknya Polutan HC, CO dan NOx pada SIE .............................................................. 24 Gambar 2.7 Emisi Gas Buang Versus AFR pada SIE ................. 25 Gambar 2.8 Grafik Hubungan Udara Antara Gauss dan sfc ....... 27 Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet .................................................................. 31 Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet .............. 32 Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm) ...................................................................... 34 Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR ............................................ 34 Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR .................................................. 36 Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) .................................................................. 38 Gambar 3.7 Mesin Sinjai ............................................................ 40 Gambar 3.8 Skema Instalasi Pengujian ....................................... 42 Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Eksperimental ........................ 47 Gambar 4.1 Instrumen Medan Magnet dengan diameter luar besi (a) 2cm, (b) 3cm,dan (c) 4,5cm ............................. 50 Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian FTIR untuk sampel bensin tanpa dimagnetisasi. ............................................. 53 Gambar 4.3 Grafik hasil pengujian FTIR sampel pertalite standart, 10V, 15V, 20V, 25V pada Instrumen 1 ... 55 Gambar 4.4 Grafik Torsi Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................... 60
xi
xii Gambar 4.5 Grafik Daya Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 62 Gambar 4.6 Grafik Bmep Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 64 Gambar 4.7 Grafik Bsfc Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 65 Gambar 4.8 Grafik Eff Thermal Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet...................................................... 67 Gambar 4.9 Grafik Eff Volumetric Fungsi Putaran mesin Induksi Medan Magnet...................................................... 68 Gambar 4.10 Grafik AFR fungsi Putaran Mesin Induksi Medan Magnet .................................................................. 70 Gambar 4.11 Grafik Kandungan % CO Terhadap Putaran Mesin .................................................................... 71 Gambar 4.12 Grafik Kadar HC Terhadap Putaran Mesin ........... 73 Gambar 4.13 Grafik Kandungan % CO2 Terhadap Putaran Mesin .................................................................... 74 Gambar 4.14 Grafik Temperatur Operasional Pada Cylinder Head ..................................................................... 75 Gambar 4.15 Grafik Temperatur Operasional Pada Exhaust ...... 76 Gambar 4.16 Grafik Temperatur Operasional Pada Coolant ....... 78 Gambar 4.17 Grafik ṁ bahan bakar funsi gauss.......................... 79 Gambar 4.18 Grafik ṁ udara fungsi gauss .................................. 80
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi.................. ......... ...............14 Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar ................... 18 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Besar Gauss ................................ ...49 Tabel 4.2 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Alkana Terhadap Setiap Tegangan ............. ....................... ...56 Tabel 4.3 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Aromatik Terhadap Setiap Tegangan ............. ........................ ..56
xiii
xiv
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu dengan yang lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang. Molekul penyusun utama bensin (hidrokarbon) bersifat diamagnetik, dimana memiliki momen spin elektron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. [1]. Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2 (oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk H2O. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya. Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de-clustering) sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Pada molekul hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar, molekulmolekul hidrokarbon yang telah melewati frekuensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna[1]. 1
2 Pengujian pengaruh magnet terhadap molekul hidrokarbon (bensin) juga bisa dilakukan secara mikroskopik dengan melakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red). Spektroskopi FTIR (Fourier Transform-Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrum molekul hidrokarbon. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1)[7]. Medan magnet adalah area atau wilayah dimana gaya magnet masih akan berpengaruh terhadap benda disekitarnya. Sehingga apabila kita mendekatkan benda logam tertentu pada daerah medan magnet, maka logam tersebut akan tertarik oleh magnet. Sedangkan apabila kita menempatkan logam tersebut di luar medan magnet, maka logam tersebut tidak akan tertarik oleh magnet. Medan magnet paling kuat berada pada kutub-kutub magnet. Magnet terdiri dari 2 jenis, yaitu magnet sementara dan magnet permanen[4]. Magnet sementara yaitu magnet yang hanya memiliki sifat-sifat magnetic dalam jangka waktu tertentu sebelum sifat kemagnetannya hilang atau dapat dengan sengaja dihilangkan namun magnet memiliki kelebihan yaitu kebutuhan induksi pada magnet sementara dapat diatur sesuai dengan kebutuhan medan magnet yang diinginkan. Sedangkan magnet permanen adalah magnet yang memiliki sifat kemagnetan dengan jangka waktu yang lama dan sulit untuk dihilangkan sifat kemagnetannya serta kebutuhan medan magnet pada magnet permanen yang tetap tidak dapat digunakan untuk mengatur kebutuhan induksi magnet yang diinginkan.
3 Kebutuhan medan magnet untuk bahan bakar di Internal Combustion Engine (ICE) bervariasi sesuai dengan laju aliran bahan bakar yang dipengaruhi oleh besar medan magnet. Perancangan menggunakan medan magnet yang mampu menghasilkan medan magnet paling besar. Sumber listrik didapat dari arus DC yang divariasikan berdasarkan besarnya listrik yang besarannya didasarkan dari alternator. Pada kondisi tertentu, penambahan medan magnet tidak memberikan pengaruh terhadap unjuk kerja dan konsentrasi bahan bakar. Seperti yang dijelaskan oleh Faris dengan penelitian "Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml. Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada
4 pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %. Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil dengan penggunaan efek kuat medan magnet pada aliran bahan bakar dengan sumber arus alternator dan dengan pengurangan resistansi terjadi perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart (tanpa magnetisasi)[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada voltase 100 volt, dibandingkan kondisi standart. Pada penelitian Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin
5 dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart. Pada setiap penilitian diatas, dimana intensitas transmitasi (penyerapan radiasi inframerah) mengalami kenaikan seiring naiknya besar medan magnet terjadi karena de-clustering senyawaan dalam bensin karena magnetisasi, yang mengubah kepolaran gugus fungsi senyawaan. Perubahan ini memungkinkan perubahan intensitas transmisi vibrasi gugus fungsi. Peningkatan kepolaran molekul dimungkinkan oleh perubahan densitas elektron pada daerah ikatan atom atau molekul, karena pengorientasian molekul atau ikatan polar saat magnetisasi. Penambahan kekuatan medan magnet memberikan efek de-clustering yang lebih kuat pada bensin. Karena hal ini memungkinkan peningkatan secara kualitatif dan kuantitatif molekul yang terorientasi[5]. Magnet yang saya buat memiliki kelebihan, jika diberi voltase kecil atau sama dapat menghasilkan induksi magnet yang lebih besar dibandingkan dengan magnet pada penelitian sebelumnya. Kebutuhan kuat medan magnet yang meningkat seiring dengan kenaikan beban dan putaran mesin memerlukan adanya pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari kondisi tersebut, penelitian ini dapat menentukan kebutuhan medan magnet pada setiap perubahan putaran mesin dengan cara memapping variasi medan magnet pada seluruh variasi putaran mesin dengan pengujian FTIR dan unjuk kerja pada mesin SINJAI 2 silinder 650 CC. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perancangan dan pemilihan induksi magnet pada pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar?
6 2. Bagaimana spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet variasi nilai tegangan yang diberikan? 3. Bagaimana kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar, berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perancangan dan pemilihan induksi magnet pada pemberian tegangan yang kecil dan mendapat besar medan magnet yang besar. 2. Untuk mengetahui spektroskopi FTIR bahan bakar setelah dipengaruhi induksi magnet dengan variasi nilai tegangan yang diberikan. 3. Untuk mengetahui kebutuhan kuat medan magnet induksi pada aliran bahan bakar berdasarkan variasi tegangan yang akan ditunjukkan pada unjuk kerja dan emisi mesin, serta kondisi operasional mesin. 1.4 Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang akan digunakan penulis untuk mencakup dari pada tugas akhir ini, sebagai berikut: 1. Bahan bakar yang digunakan adalah jenis pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dengan spesifikasi bahan bakar sesuai dengan keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 17 Maret 2006. 2. Percobaan ini menggunakan mesin SINJAI 650 CC 2 silinder dengan kondisi standart 3. Magnet yang digunakan hasil rangkaian sendiri. 4. Pada perhitungan tesla menggunakan konstanta ruang hampa µo = 4π x 10-7
7 5. Kondisi temperatur dan kelembaban udara sesuai dengan udara setempat. 6. Tidak memperhitungkan waktu pemberian magnet pada bahan bakar. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilakukan untuk memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Menjadikan ilmu pengetahuan dan informasi kepada masyarakat mengenai pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 2. Sebagai upaya mendukung pemerintah mengenai hal penghematan bahan bakar fosil khususnya pertalite serta perbaikan kualitas emisi gas buang. 3. Jika penerapan pemberian sumber tegangan pada medan magnet mengikuti rpm berhasil menjadi lebih baik dari pada pemberian sumber tegangan konstan 12V battery, maka produsen otomotif dapat mengacu pada penelitian ini.
8
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Induksi Elektromagnet Bila suatu kumparan diberi arus listrik, setiap bagian kumparan ini menimbulkan medan magnet disekitarnya. Medan magnet yang timbul merupakan gabungan medan magnet dari tiap bagian itu. Garis-garis medan magnet didalam selenoida (kumparan) saling sejajar satu dengan lainnya, yang dinamakan medan magnet homogen. Untuk menentukan arah medan magnet dalam selenoida digunakan aturan tangan kanan seperti pada penghantar melingkar.
Gambar 2.1 Medan magnet sekitar kumparan (sumber : https://unitedscience.wordpress.com/ipa-3/bab-12-kemagnetan/)
2.1.1 Besar medan Magnet Berdasarkan Jumlah Lilitan Besar medan magnet disumbu kawat melingkar berarus listrik dengan jumlah lilitan kawat N, kuat medan magnetnya dapat ditentukan dengan rumus : μo. I. N B= (2.1) 2п.r keterangan : B = kuat medan magnet dalam tesla (T) 𝞵o = Permibilitas ruang hampa ; bernilai = 4п .10-7 I = Kuat arus listrik dalam ampere (A) r = Jari jari lingkaran yang dibuat dalam meter (m) N = Banyaknya jumlah lilitan yang dibuat 9
10 2.1.2 Penentuan Magnet Optimal Kemampuan induksi magnet pada aliran listrik disetiap titik dapat ditentukan melalui data yang telah diambil dengan masukan voltase sebesar 10-25 DCV dengan interval 5V. Variabel yang mempengaruhi besar medan magnet dalam Tesla (B) adalah voltase (V), hambatan (R), arus (I), panjang solenoid (L), dan jumlah lilitan yang dipakai (N). Variabel tersebut saling mempengaruhi dalam pembacaan hasil besar medan magnet yang dibaca oleh alat ukur. Cara penentuan untuk pemilihan magnet yang akan digunakan adalah: 1. Merancang magnet yang akan digunakan. 2. Mengoptimasi dengan memberi arus DCV pada magnet. 3. Mengukur gauss pada tiap titik magnet yang telah ditentukan. 4. Menentukan magnet mana yang paling optimal untuk digunakan. 2.1.3
Pengaruh Magnet Terhadap Unsur Hidrokarbon Senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang terdiri atas unsur karbon (C) dan hydrogen (H). Jika senyawa hidrokarbon dibakar akan menghasilkan gas CO2 dan uap air (H2O). Adanya CO2 menunjukkan adanya unsur C dan uap air (H2O) menunjukkan adanya unsur H. Pada umumnya Molekul hidrokarbon dalam senyawa bensin akan melakukan aktifitas getaran (vibrasi) dalam arah intinya. Selain itu cenderung untuk saling tarik menarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terjadi, sehingga menyebabkan molekul molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Hal ini mengakibatkan ketidaksempurnaan pembakaran yang dapat diukur pada kandungan gas buang[5].
11
Gambar 2.2 Ilustrasi molekul hidrokarbon yang sulit bereaksi dangan oksigen (sumber : https://istisitepu.wordpress.com/senyawahidrokarbon/).
Suatu medan magnet yang cukup kuat pada molekul hidrokarbon menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (de clustering), sehingga terbentuk jarak optimal antar molekul hidrokarbon dengan oksigen. Fenomena tersebut diilustrasikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.3 Ilustrasi bensin melewati medan magnet (Sumber : http://i1284.photobucket.com/albums/a575/bennysiong81/fuelsaver2_z pse408dc0f.jpg)
Gambar 2.3 diilustrasikan sebagai seberkas rambut yang terkena imbasan medan magnet dari sebuah penggaris. Jika sebuah penggaris digosok-gosokkan pada rambut maka akan timbul suatu medan magnet antara penggaris dengan rambut tersebut. Hal ini menggambarkan terjadinya mekanisme polarisasi medan magnet yang menyebabkan ikatan antar muatan penggaris dengan muatan seberkas rambut cukup kuat. Begitu pula terjadi pada molekul Hidrokarbon yang terkena pengaruh kekuatan medan magnet dari luar. Molekul-molekul Hidrokarbon
12 yang telah melewati frekwensi resonansi magnetik dan akan dipengaruhi oleh frekuensi tersebut. Ini dapat dilihat dari pengurangan interaksi antara molekul-molekul Hidrokarbon yang lebih teratur dan lebih jarang. Hal ini disebabkan oleh getaran antar proton hidrogen dalam hidrokarbon akan mempengaruhi proton lainnya yang ada didaerah sekitarnya. Sehingga molekul hidrokarbon mudah untuk dipengaruhi dan lebih reaktif dalam proses pembakaran dan pembakaran tersebut menjadi lebih sempurna. Unsur dominan dalam BBM adalah C (karbon) dan H (hidrogen), dimana pada saat pembakaran bereaksi dengan O2 (oksigen). Dalam reaksi yang sempurna, unsur C bereaksi dengan O2 membentuk CO2 dan unsur H bereaksi dengan O2 membentuk H20. Unsur C dan H dalam BBM cenderung mempunyai ikatan yang kuat dan bergerombol, sehingga menyulitkan O2 untuk masuk dalam ikatan senyawanya. Dengan teknik magnetisasi dapat membantu proses reaksi dengan O2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Animasi molekul yang termagnetisasi bereaksi dengan oksigen (sumber: https://istisitepu.wordpress.com/senyawahidrokarbon/)
Penyaluran BBM melalui medan magnet terlebih dahulu sebelum masuk ke nozzle injeksi akan merenggangkan ikatan C dan H dalam BBM sehingga memberikan kekuatan C dan H dan lebih mudah untuk mengikat O2. Dengan demikian jumlah campuran BBM dan O2 akan ideal sehingga pembakaran yang berlangsung lebih effisien dan bersih, yang ditunjukkan lebih rendahnya gas polutan dalam kandungan.
13 2.1.4 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR) Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam pengujian pengaruh magnet terhadap kandungan hidro karbon (bensin), maka akan dilakukan analisa sampel yang telah dipengaruhi kuat medan magnet, yang nantinya akan diuji dengan metode penyerapan infra merah atau FTIR (Fourier Transform-Infra Red). Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair). Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul mono atom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu: 1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi. 2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap. 3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.
14 Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm-1. Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Daerah serapan khas gugus fungsi suatu senyawa dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Serapan khas gugus fungsi Gugu s C-H C-H C-H C-H C=H
Jenis Senyawa Alkane Alkena Aromatic Alkuna Alkena
Daerah Serapan (cm-1) 2850-2970, 1350-1470 3020-3080, 675-870 3000-3100, 675-870 3300 1640-1680 1500-1600
O-H
aromatik (cincin) alkohol, eter, asam karboksilat, ester aldehida, keton, asam karboksilat, ester alkohol, fenol(monomer) alkohol, fenol (ikatan H)
O-H
asam karboksilat
3000-3600 (lebar)
N-H
Amina
3310-3500
C-N
Amina
1180-1360
NO2
Nitro
1515-1560, 1345-1385
C=C C-O
C=O O-H
1080-1300
1690-1760 3610-3640 2000-3600 (lebar)
Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain: Tidak merusak sampel, non-destructive
15 Metoda pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan kalibrasi ulang Proses analisa berlangsung lebih cepat Sensitif Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi maka terjadilah transisi antara tingkat vibrasi dasar (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (exited state). Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui suatu cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot grafik dari hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Grafik tampilan hasil uji FTIR berbasis transmittance[7]
Plot tersebut disebut temperat inframerah yang akan memberikan informasi penting tenang gugus fungsional suatu molekul. Vibrasi molekul hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat menyerap radiasi infra merah (aktif infra merah), Vibrasi molekul harus menghasilkan perubahan momen dua kutub[8].
16 2.2 Senyawa Dalam Bahan Bakar Bensin Salah satu jenis bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bensin adalah produk utama dari petroleum dan biasanya terdiri dari bermacam campuran seperti: temperat, olefin, napthane dan temperat. Komposisi gasoline berubah tergantung dari minyak bumi dan proses refining. Berikut adalah komposisi hidrokarbon yang terkandung pada beberapa komponen minyak bumi dapat dilihat pada tabel dibawah. Komposisi ini merupakan komposisi minyak bumi sebelum mengalami pengolahan. Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Dalam Bahan Bakar Komponen nSikloal Isoalkana Aromatik Residu alkana kana Gas 100 Bensin 38 43 20 9 Kerosin 23 43 15 19 Solar 22 48 9 21 Pelumas 16 52 7 25 Residu 13 51 1 27 8
2.3 Parameter Unjuk Kerja Mesin Performa mesin menunjukkan tingkat kesuksesannya dalam mengkonversi energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Kemudian baik atau tidaknya suatu desain engine juga dapat dilihat melalui unjuk kerja (performance) yang dihasilkannya. Pengujian suatu engine ditentukan oleh beberapa parameter unjuk kerja engine dan kadar emisi gas buang hasil pembakaran. Unjuk kerja menjadi penting karena berkaitan dengan tujuan penggunaan engine dan faktor ekonomisnya, sedangkan tinggi rendahnya emisi gas buang berhubungan dengan faktor lingkungan. Untuk menentukan parameter unjuk kerja engine, maka harus ditentukan terlebih dahulu sistem yang digunakan, berikut parameter-parameter dari unjuk kerja mesin[9] : 1. Torsi 2. Daya efektif 3. Tekanan efektif rata-rata (bmep)
17 4. 5. 6. 7. 8.
Pemakaian bahan bakar spesifik (sfc) Effisiensi thermal Effisiensi volumetris Air fuel ratio (AFR) Emisi gas buang
2.3.1 Torsi Kemampuan engine dalam menghasilkan kerja ditunjukkan dengan nilai torsi yang dihasilkannya. Dalam keadaan sehari-hari torsi digunakan untuk akselerasi kendaraan untuk meningkatkan kecepatan. Torsi merupakan perkalian antara gaya tangensial dengan panjang lengan. Rumus untuk menghitung torsi pada engine adalah sebagai berikut: Torsi = P × R (2.2) dimana: P = gaya tangensial (N) R = lengan gaya water brake dynamometer (m) Pada pengujian, torsi yang dihasilkan oleh motor dibaca pada display waterbrake dynamometer. Torsi yang didapatkan masih dalam lb.ft sehingga diperlukan faktor konversi agar didapatkan nilai torsi dengan satuan metris. Adapun faktor konversi X yang digunakan adalah: 4.448 N 1m X = faktor konversi = [ 1 lbf × 3.2808 ft] (2.3) 2.3.2 Daya (brake horse power) Tujuan dari pengoperasian mesin adalah untuk menghasilkan daya atau power. Brake horse power merupakan daya yang dihasilkan dari poros output mesin yang dihitung berdasarkan laju kerja tiap satuan waktu. Nilai daya sebanding dengan gaya yang dihasilkan dan kecepatan linearnya atau sebanding dengan torsi poros dan kecepatan sudutnya. Untuk menghitung daya motor digunakan perumusan:
18 bhp = ω x T = 2 π n x T (Watt) (2.4) dimana : bhp = Daya motor (Watt) T = Torsi (N.m) n = Putaran poros waterbrake dynamometer (rps) 2.3.3 Tekanan efektif rata-rata (BMEP) Tekanan efektif rata-rata (brake mean effectif pressure) didefinisikan sebagai tekanan tetap rata-rata teoritis yang bekerja sepanjang volume langkah piston sehingga menghasilkan daya. Jika tekanan efektif rata-rata dihitung berdasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bmep (brake mean effective pressure). Gaya yang bekerja mendorong piston kebawah : F = Pr x A (2.5) Kerja selama piston bergerak dari TMA ke TMB : W = F x L = (Pr x A) x L (2.6) Jika poros engkol berputar n rpm, maka dalam 1 menit akan n terjadi siklus kerja. z dimana
n siklus ; z menit
z = 1 (Untuk motor 2 langkah), 2 (Untuk motor 4 langkah) Daya tiap silinder: Pr A L n (2.7) W z Daya motor sejumlah “i” silinder : Pr A L n i (2.8) W z Jika W = bhp dan Pr = bmep, maka : bhp∙z bmep = A∙L∙n∙i (Pa) (2.9)
19 dimana : bhp A L i n z
= daya motor, Watt = Luas penampang torak, m2 = Panjang langkah torak, m = Jumlah silinder = Putaran mesin, rps = 1 ( motor 2 langkah) atau 2 ( motor 4 langkah )
2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption) Konsumsi bahan bakar (fuel consumption) merupakan banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan oleh engine selama satuan waktu tertentu. Sedangkan, sfc (specific fuel consumption) merupakan ukuran jumlah konsumsi bahan bakar engine yang diukur dalam satuan massa bahan bakar per satuan keluaran daya, untuk menghasilkan satu daya efektif. Dapat juga didefinisikan sebagai laju aliran bahan bakar yang dipakai oleh engine untuk menghasilkan tenaga. Karena perhitungan sfc didasarkan pada bhp (brake horse power) maka disebut bsfc (brake specific fuel consumption). Apabila dalam pengujian diperoleh data mengenai penggunaan bahan bakar m (kg) dalam waktu s (detik) dan daya yang dihasilkan sebesar bhp (kW), maka pemakaian bahan bakar ̇ bb) adalah : per detik ( m m ṁbb = bb (Kg / detik) (2.10) t Sedangkang specific fuel consumption : ṁ sfc = bb (2.11) bhp
Dimana : 𝑚̇𝑏𝑏 = pemakaian bahan bakar tiap satuan waktu (kg/jam) sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam) bhp = Daya efektif poros mesin dalam satuan kilowatt (kW)
20 2.3.5 Efisiensi termal (ηth) Besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh motor pembakaran dalam dinyatakan dalam efisiensi thermal (ηth). Setiap bahan bakar memiliki nilai kalor yang berbeda sehingga efisiensi thermal yang dihasilkan juga akan berbeda pula. Efisiensi thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine. energi yang berguna ηth = energi yang diberikan × 100% (2.12) Jika masing-masing dibagi dengan waktu, t maka : kerja/waktu ηth = panas yang diberikan/waktu × 100%
(2.13)
dimana : Kerja / waktu = Daya (bhp) Panas yang diberikan = Nilai kalor x massa bahan bakar [Q ṁbb] Sehingga, Bhp ƞth = ṁ x Q x 100 % (2.14) bb
dimana: sfc ṁbb Q
= konsumsi bahan bakar spesifik (kg/Watt . s) = laju aliran bahan bakar (kg/s) = nilai kalor bawah dari bahan bakar yang digunakan (J/kg) ṁbb merupakan laju aliran bahan bakar (kg/s) dan Q nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Nilai kalor umumnya ada dua yakni nilai kalor atas atau high heat value (HHV) dan juga nilai kalor bawah atau low heat value (LHV). Ditinjau dari H2O yang merupakan salah satu produk proses pembakaran nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan atas :
21 Nilai kalor atas (NKA) yaitu bila nilai produk pembakaran dalam fase cair (jenuh). Nilai kalor bawah (NKB) jika H2O produk pembakaran dalam fase gas Untuk penelitian ini kita menggunakan Nilai kalor bawah (NKB) atau low heat value (LHV) sehingga dapat dinyatakan dengan rumus empiris (untuk bahan bakar bensin) sebagai berikut: LHV = [16610 + 40 (°API)] Btu/lb (2.15) dimana : 1 Btu/lb = 2,326 kJ/kg 1 1 kJ/kg = [ ] kKal/kg 4,187
API Gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas dari suatu material. API Gravity diukur pada temperatur minyak bumi 60oF. 141,5 API = 𝑆𝐺 pada 60o F − 131,5 (2.16) 2.3.6 Efisiensi Volumetris (volumetric efficiency) Efisiensi volumetris hanya digunakan pada engine 4 langkah. Didefinisikan sebagai rasio dari volume udara yang masuk ke silinder dibagi dengan volume silinder yang tersedia. v 2 ṁ ηv = v i = ρ V aN (2.17) s
a,i d
Dimana: ɳv = efisiensi volumetris vi = volume udara yang masuk kedalam silinder vs = volume silinder yang tersedia ṁa = volume flow rate udara ρa,i = massa jenis udara (kg/m3) Vd = volume silinder (m3) N = putaran engine (rps) 2.3.7 Rasio Udara-Bahan Bakar (Air-Fuel Ratio/AFR ) Metode ini paling sering digunakan untuk mendefinisikan campuran dan merupakan perbandingan antara massa dari udara
22 dan bahan bakar pada suatu titik tinjau. Secara simbolis, AFR dihitung sebagai : .
AFR
ma .
.
.
.
.
M a N a M fNf
mf
(2.18)
Jika nilai aktual lebih besar dari nilai AFR, maka terdapat udara yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan oleh sistem dalam proses pembakaran dan dikatakan miskin bahan bakar dan jika nilai aktual lebih kecil dari AFR stokiometrik maka tidak cukup terdapat udara pada sistem dan dikatakan kaya bahan bakar. 2.4 Pitot Tube With Static Wall Pressure Tap dan Incined Manometer Alat ini dipergunakan untuk mengukur jumlah udara dan bahan bakar gas memasuki ruang bakar. Perhitungan kecepatan udara. Pitot tube with static wall pressure tap dihubungkan dengan inclined manometer untuk mengetahui besarnya perbedaan ketinggian cairan pada manometer yang nantinya digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut: P0 ρ
+
V0 2 2
+ gz0 =
P1 ρ
+
V1 2 2
+ gz1
(2.19)
dimana : P0 = Tekanan stagnasi (pada titik 0) (Pa) P1 = Tekanan statis (pada titik 1) (Pa) = Massa jenis fluida yang mengalir (kg/m3) V1 = Kecepatan di titik 1 (m/s) V0 = Kecepatan di titik 0, kecepatan pada titik stagnasi = 0 m/s Dengan mengasumsikan z = 0 maka persamaan menjadi: V1 2 2
=
P0 −P1 ρ
(2.20)
Untuk mencari kecepatan udara yang masuk kedalam ruang bakar dari persamaan diatas menjadi:
23
V1 = √
2(P0−P1 ) ρudara
(2.21)
dimana : P0 – P1 = red oil . g . h (2.22) red oil = (ρH2 O . SGred oil ) (2.23) Sehingga pada inclined manometer diperoleh persamaan, P0 – P1 = (ρH2 O . SGred oil ) . g . h . sin θ (2.24) h adalah perbedaan ketinggian cairan pada inclined manometer dengan 15 0 , maka persamaan menjadi : 2(ρH2O . SGred oil . g . h . sin θ)
V1 = √
ρudara
(2.25) dengan : SGred oil : Spesific gravity red oil (0.827) H2O : Massa jenis air (999 kg/m3) udara : Massa jenis udara (1.1447 kg/m3) h : Total perbedaan ketinggian cairan pada incline manometer (m) θ : Sudut yang digunakan pada inclined manometer (degree) namun V1 merupakan kecepatan maksimal, terlihat dari profil kecepatan aliran pada internal flow. Hal ini dikarenakan posisi pitot berada pada centerline pipa. Sehingga perlu dirubah menjadi average velocity (𝑉̅ ) yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 2n2 Vmax (n+1)(2n+1) ̅ V
(2.26)
dimana: 𝑉̅ : Kecepatan rata – rata (m/s) Vmax : Kecepatan maksimal dari profil kecepatan aliran. n : variation of power law exponent. Yang di rumuskan sebagai berikut:
24 n = −1,7 + 1,8 log ReVmax (2.27) untuk 𝑅𝑒𝑉𝑚𝑎𝑥 > 2 𝑥 104 (aliran turbulen). Sedangkan untuk aliran laminar dapat diperoleh melalui persamaan berikut: ̅ Vmax = 2V (2.28) 2.5 Polusi Udara Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kualitas udara menurun dan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (UUPLH No.23/1997 pasal 1). Polutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Mekanisme terbentuknya polutan dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Mekanisme terbentuknya polutan HC, CO dan NOx pada SIE (sumber : Kawano, D. Sungkono Pencemaran udara: 2014)
Dari kedua jenis polutan diatas yang sering jadi perhatian adalah polutan primer, meskipun polutan sekunder tidak bisa dianggap ringan[10]. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. Berikut ini adalah penjelasan tentang beberapa polutan primer. 1. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon terjadi dari bahan bakar yang tidak terbakar langsung keluar menjadi gas mentah, dan dari bahan bakar terpecah menjadi reaksi panas berubah menjadi gugusan HC yang lain, yang keluar bersama gas buang. Sebab–sebab
25 terjadinya hidrokarbon (HC) adalah karena tidak mampu melakukan pembakaran, penyimpanan dan pelepasan bahan bakar dengan lapisan minyak, penyalaan yang tertunda, disekitar dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah dan karena adanya overlap valve, sehingga HC dapat keluar saluran pembuangan. 2. Karbon monoksida (CO) Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau pada suhu diatas titik didihnya dan mudah larut dalam air. Gas karbon monoksida merupakan komponen utama dalam udara tercemar, karena kereaktifan gas karbon monoksida terhadap hemoglobin dalam darah yang mengakibatkan darah kekurangan oksigen dan menyebabkan gangguan saraf pusat.
Gambar 2.7 Emisi gas buang versus air-fuel ratio pada SIE (sumber : https://cepot.wordpress.com/2006/11/04/analisa-emisi-gas-buang)
Karbon monoksida juga cenderung timbul pada temperatur pembakaran yang tinggi. Meskipun pada campuran miskin (mempunyai cukup oksigen) jika temperatur pembakaran terlalu tinggi, maka oksigen yang telah terbentuk dalam karbon dioksida
26 bisa berdisosiasi (melepaskan diri) membentuk karbon monoksida dan oksigen. 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Syarifudin sudah melakukan pemberian medan magnet pada bahan bakar baik menggunakan magnet permanen dan induksi magnet mendapatkan hasil semakin tinggi medan magnet yang digunakan, semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[3]. Hal ini dikarenakan penggunaan medan magnet pada saluran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena campuran bahan bakar yang terbakar dalam ruang bakar semakin sempurna ketika ikatan hidrokarbon lebih mudah untuk mengikat oksigen (O2). Dengan pemberian medan magnet sebesar 300 gauss terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 6,876%, 6,676%, 6,876%. Untuk Sfc mengalami penurunan sebesar 11,555% sehingga terjadi kenaikan effisiensi thermis sebesar 14,376%. Dengan pengujian FTIR ketika sampel bensin dimagnetisasi 300 gauss secara rata-rata terjadi kenaikan prosentase intensitas sebesar 60,91% dibandingkan kondisi standart. Penelitian dari Ali S.Faris dengan penelitian "Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine" yaitu jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan intensitas medan magnet selama tiga kecepatan mesin yang berbeda yaitu (3500, 4500, 5000) rpm[13]. Jumlah konsumsi bahan bakar dalam mesin untuk tiga kecepatan masing-masing (1350, 1560, 1775) ml. Pada setiap rpm tersebut kebutuhaan bahan bakar terhadap besar medan magnet semakin menurun, pada 4000 gauss keatas konsumsi bahan bakar cenderung konstan. Sehingga kebutuhan optimum untuk konsumsi bahan bakar terhadap besar medan magnet terbaik ada pada nilai 4000 gauss pada 5000 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1600 ml, 4500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1400 ml, dan 3500 rpm dengan konsumsi bahan bakar 1200 ml seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.8
27
Gambar 2.8. Grafik hubungan antara gauss dan sfc
Mirza pada penelitiannya melakukan mapping kebutuhan medan magnet pada setiap putaran mesin dengan cara memberikan variasi induksi medan magnet pada setiap variasi putaran mesin mendapatkan hasil semakin tinggi induksi medan magnet yang diciptakan semakin besar juga penurunan konsumsi bahan bakar spesifik[1]. Penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat meningkatkan kesempurnaan campuran bahan bakar, karena pengoksidasian bahan bakar membaik. Pada nilai gauss yang terbesar yaitu pada B0 100V dengan besar 520 gauss menaikkan torsi = 9.79%, daya = 9.203%, Bmep = 9.79%, B1 100V dengan besar 300 gauss menaikkan torsi = 7.69%, daya = 7.67%, Bmep = 7.6923%, dan B2 100V dengan besar 240 gauss menaikkan torsi = 5.45%, daya = 5.466%, Bmep = 5.455%. Pada pengujian FTIR hasil penyerapan transmittance tiap variasi tegangan yang diberikan semakin naik. Dibandingkan dengan kondisi standar penyerapan pada B0 100 V yakni meningkat sampai 25.69 %. Penelitian Permadi melakukan pengujian menggunakan induksi magnet dengan sumber listrik dari alternator dimana besaran listrik mengikuti putaran mesin memiliki hasil perbaikan unjuk kerja dimana semakin tinggi besar kuat medan magnet yang
28 digunakan, semakin baik pula perbaikannya jika dibandingkan kondisi standart[2]. Dengan pemakaian variasi B2 resistansi 700 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 14,94 %, 15,82 %, 14,94 %. Dengan pemakaian variasi B1 resistansi 900 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 10,20 %, 11,44 %, 10,20%. Dengan pemakaian variasi B0 resistansi 500 ohm terjadi kenaikan torsi, daya dan Bmep masing masing sebesar 25,83 %, 26,12 %, 25,83 %. Dari pengujian FTIR terjadi kenaikan prosentase intensitas tertinggi sebesar 25,67 % pada variasi resistansi 500 ohm dan pada 100 volt, dibandingkan kondisi standart. Dari beberapa penelitian terdahulu ini, maka saya akan melakukan penelitian Kajian pengaruh kuat medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang mesin bensin 2 silinder dengan pemetaan tentang kebutuhan kuat medan magnet untuk setiap variasi tegangan dengan putaran yang bervariasi. Dari percobaan data-data yang didapatkan kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik: - Daya =f(putaran) - Torsi =f(putaran) - bmep =f(putaran) - Sfc =f(putaran) - ηth =f(putaran) - ηvolumetris =f(putaran) - Afr =f(putaran) - Emisi =f(putaran)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Pengujian dilakukan pada engine Sinjai 2 silinder empat langkah dengan kapasitas 650 cc dengan variable speed dan memvariasikan besar kuat medan magnet pada aliran bahan bakar mengikuti putaran engine. Proses perancangan dan pengujian unjuk kerja mesin akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar (TPBB), jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, sedangkan untuk pengujian kuat medan magnet akan dilakukan di Laboratorium yang akan disebutkan pada sub-bab dibawah. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besar kuat medan magnet mengikuti putaran engine serta unjuk kerja mesin terbaik yang dinyatakan dalam : Torsi, Daya, Tekanan Efektif rata-rata, Konsumsi bahan bakar spesifik, Efisiensi thermal, Efisiensi volumetric, AFR dan Emisi gas buang. Penelitian ini akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Kelompok kontrol ialah, mesin bensin standar yang menggunakan bahan bakar premium tanpa memberikan medan magnet pada aliran bahan bakar. 2. Kelompok uji ialah, mesin bensin berbahan bakar pertalite yang dimodifikasi dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 3.1 Pengujian Kuat Medan magnet Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dengan menggunakan variasi tegangan DCV 10-25V dengan interval 5V.
29
30 3.1.1 Peralatan Uji kuat medan magnet Laboratorium Instrumentasi ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat, adapun alat-alat yang digunakan: 1) Instrument medan magnet Instrument medan magnet menggunakan tiga buah magnet buatan: Instrumen 1 = diameter luar besi 2cm Instrumen 2 = diameter luar besi 3cm Instrumen 3 = diameter luar besi 4,5cm Dengan masing-masing instrument medan magnet memiliki spesifikasi sebagai berikut: - Bahan : Besi karbon - Jenis Lilitan : Kawat tembaga diameter 3mm - Jumlah Lilitan : 1500 lilitan - Bahan Lain : Kertas Pelapis 2) Power Supply Power Supply digunakan untuk memberikan tegangan input (DCV) pada instrument medan magnet sesuai dengan tegangan (DCV) yang dihasilkan DC power supply. Hal ini dikarenakan tidak di mungkinkannya untuk membawa engine SINJAI ke Laboratorium Instrumentasi Pengukuran Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). 3) Ampere meter Ampere meter digunakan untuk mengukur besar arus yang mengalir pada rangkaian instrumentasi medan magnet. 4) Gauss meter Gaus meter digunakan untuk mengukur besar medan magnet dalam satuan gauss. Berikut ini adalah skema pengujian dan pengukuran alat kuat medan magnet pada alat magnet induksi:
31
DC Power Supply
Ampere meter
Magnet Induksi
Aliran Materi Aliran Informasi
Gauss meter
Gambar 3.1 Skema Pengujian dan Pengukuran Alat Kuat Medan Magnet
32 3.1.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet START
o Benda Uji o Dc Power Suplay o Voltmeter o Amperemeter o Gauss meter
Rangkai skema pengukuran, Atur tegangan pada power Suplay
Tegangan yang diberikan sesuai dengan data yang diambil
Pemberian V dimulai dari yang tertinggi 25 Volt – terendah 10 Volt B = n -1 B = Instrumen 1 n=3
V dikurangi dengan interval 5V Ambil data Gauss dengan waktu tunggu minimum 1 menit
V
10
No Yes No Instrumen Magnet
3
Yes
End
Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kuat Medan Magnet
33 3.2 Perancangan, Optimasi dan Pengukuran Magnet Magnet dirancang dengan menggunakan inti besi berbentuk silinder berlubang (pipe) yang dililitkan kawat tembaga pada bagian selimut silinder dengan ukuran tertentu dan berdiameter tertentu sesuai dengan literatur yang ada. Perancangan menggunakan inti besi magnet masing-maing memiliki diameter 2cm, 3cm, dan 4,5cm dengan jumlah lilitan sebesar yang sudah ditentukan. Pengukuran besar medan magnet pada besi menggunakan alat Gauss Meter YOKOGAWA TYPE 3251 dan power supply DCV menggunakan GW INSTEK PSS-3203. Adapun langkah-langkah merancang, mengoptimasi dan mengukur medan magnet tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siapkan inti besi dengan diameter masing-masing tersebut diatas kemudian lilit setiap inti besi dengan kawat tembaga hingga jumlah lilitan yang sudah ditentukan. 2. Kaitkan kawat dengan arus plus (+) dengan penjapit pada DCV power supply plus (+) dan kawat dengan arus minus () dengan penjapit pada DCV power supply plus (-). 3. Beri tanda pada setiap magnet untuk kawat + dan – kemudian ukur kumparan lilitan menggunakan probe gauss meter. 4. Atur masukan tegangan DC pada power supply sebesar 10V, kemudian tekan output bersamaan dengan mendekatkan probe gauss meter ke kumparan lilitan. 5. Baca munculan gauss pada penunjuk jarum besaran gauss yang keluar kemudian tulis. 6. Lanjutkan langkah 4 dengan setiap keluaran 10-25 V interval 5V sehingga magnet instrumen 1 sudah selesai diambil data. 7. Lakukan perlakuan yang sama pada instrumen 2 dan instrumen 3 seperti langkah diatas dengan keluaran yang sama pula dengan variasi keluaran 10-25 V interval 5V. 8. Kumpulkan data tersebut kemudian ditabelkan untuk dijadikan data besar medan magnet setiap instrumen magnet. Pada hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai medan magnet yang paling besar dikeluarkan oleh besi dengan diameter 2cm dengan keluaran voltase 25 V. Sehingga yang dipilih untuk
34 digunakan untuk pengambilan data adalah besi dengan diameter 2cm. Berikut adalah sketsa konstruksi peralatan medan magnet yang digunakan:
Gambar 3.3 Sketsa Konstruksi Peralatan Medan Magnet (dalam mm)
3.3 Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS dengan pengujian standart (tanpa magnetisasi) dan pengujian dengan memberikan variasi kuat medan magnet berdasarkan kuat arus 1025 V interval 5V yang telah terlebih dahulu diukur besar kuat medan magnet dalam satuan gauss meter. Pengujian dilakukan dengan retensi waktu 1 menit untuk masing – masing sampel.
Gambar 3.4 Skema Pengujian FTIR
3.3.1 Peralatan Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) Laboratorium FTIR, SEM dan RDX Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS ini menyediakan kebutuhan pengujian yang akan dilakukan serta instruktur penggunaan alat,
35 adapun alat-alat yang akan digunakan serta yang perlu dipersiapkan: 1) Cairan Sample Teteskan sedikit cairan sampel (bebas air) yang akan diukur pada satu bagian pendeteksi pada alat. 2) NICOLET iS10 NICOLET iS10 digunakan untuk membaca gelombang spectrum penyerapan radiasi sampel. 3.3.2 Mengoprasikan NICOLET iS10 Pengoperasian alat ini akan dibimbing oleh instruktur Laboratorium FTIR, SEM dan RDX, berikut langkah-langkah yang akan dilakukan: 1) Klik ganda pada shortcut NICOLET iS10 2) Tunggu beberapa saat sampai keluar halaman utama software tersebut 3) Bersihkan tempat pentetesan sampel menggunakan tisu 4) Klik sample background dan tunggu sampai muncul spectrum awal kemudian pilih “NO” 5) Klik sample configuration dan langsung teteskan sample ketempat penetesan. 6) Tunggu sampai diperoleh grafik representasi dari spectra. 7) Kemudian beri nama spectrum tersebut kemudian Save As. 3.3.3 Cara membaca grafik Fourier Transform Infrared (FTIR) Di perlukan kejelian dan ketelitian dalam pembacaan hasil dari pengujian FTIR, berikut tata cara yang akan digunakan: 1) Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari identic35. X-sumbu dari identic35 IR diberi label sebagai “bilangan gelombang” dan jumlahnya berkisar dari 400 di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai “transmitansi Persen” dan jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas.
36 2) Tentukan karakteristik puncak dalam identic36 IR. Semua identic36 inframerah mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan untuk membaca spectrum yang ditunjukkan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Gugus fungsi FTIR[5]
3) Tentukan daerah identic36 di mana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.
37 4) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 4.000 hingga 2.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal. 5) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah kedua. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga. 6) Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika identic37 memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N dan C = C. 7) Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah keempat identic37 IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari identic37 IR dan mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam identic37 IR, termasuk yang di wilayah keempat, adalah identic dengan puncak identic37 lain, maka Anda dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identic.
38 3.3.4 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR) START
o o o o
Dc Power Suplay Benda uji Voltmeter FTIR
Rangkai skema pengujian, Atur tegangan pada Power suplay
Tegangan yang diberikan sesuai dengan data yang diambil berdasarkan putaran mesin 10-25 V interval 5 V
B = n -1 Alirkan bensin pada alat B = Besi 1 n=3
Pengambilan sample pada tiap variasi sumber tegangan N = 3-1
Teteskan sampel ke tempat penetesan
No
Uji FTIR Sample 3 Yes No
Besi
3
Yes
Kesimpulan Data
End
Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR)
39 3.4 Pengujian Unjuk Kerja Pengujian akan dilakukan pada engine SINJAI 650 cc dengan putaran mesin bervariasi dan memodifikasi dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. Tempat pengujian serta peralatan uji akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar (TPBB), Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. 3.4.1 Peralatan yang Digunakan Pengujian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar, jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dengan variable speed dari 5000-2000 rpm. Berikut alat yang dipergunakan: 1) Mesin Sinjai Spesifikasi dasar engine SINJAI 650 cc yang akan menjadi acuan dalam proses penelitian, dan gambar mesin sinjai ditunjukkan pada gambar 3.5. Model : SINJAI LJ276MT-2 Jumlah silinder : 2 (Inline) Pendingin Mesin : Radiator (Coolant) Diameter x langkah : 76 x 71 mm Rasio kompresi : 9.0 : 1 Daya maksimum : 18 kW pada putaran 4500 rpm Torsi maksimum : 49 N.m pada putaran 2700 – 3300 rpm Kecepatan idle : 900 ± 50 rpm Volume langkah : 0.322 liter per silinder Arah Putaran : CCW (Counter Clockwise) Valve timing - Intake valve membuka : 23° BTDC - Intake Valve menutup : 53° ABDC - Exhaust valve membuka : 53° BBDC - Exhaust valve menutup : 23° ATDC
40
Gambar 3.7 Mesin Sinjai
2) Instrument Medan Magnet Intrument alat medan magnet ini menggunakan magnet buatan , sebanyak 3 buah dengan perbedaan pada masingmasing alat ialah, sebagai berikut : Instrumen 1 = lilitan 1500, diameter 2 cm Instrumen 2 = lilitan 1500, diameter 3 cm Instrumen 3 = lilitan 1500, diameter 4,5 cm 3) Bahan Bakar Bahan bakar gasoline yang akan digunakan adalah jenis pertalite yang diproduksi oleh Pertamina dan dijual bebas dipasaran. Untuk komposisi dan kandungan pertalite dapat dilihat dilampiran 1. 4) Alat Ukur Alat ukur adalah suatu peralatan yang sangat diperlukan didalam pengujian untuk mengetahui nilai pada parameterparameter yang akan dicari nilainya melalui pengukuran tersebut. Adapun alat ukur yang digunakan selama pengujian ini terdiri dari: A. Waterbrake Dynamometer Waterbrake dynamometer digunakan untuk membaca output torsi daripada engine di setiap putaran. B. Stop Watch Stop watch digunakan untuk menghitung waktu pemakaian bahan bakar pada saat proses pengujian pada setiap putaran engine.
41 C. Tabung Ukur Bahan Bakar Premium Tabung ukur digunakan untuk menghitung kapasitas pemakaian 15 ml bahan bakar premium saat proses pengujian pada setiap putaran engine. D. Tachometer (strobotester) Tachometer digunakan untuk mengetahui putaran engine pada setiap pembebanan yang terjadi pada waterbrake dynamometer. E. Exhaust Gas Analyzer Exhaust gas analyzer digunakan untuk mengukur kadar emisi gas buang, meliputi : CO,HC, CO2, Nox, dan O2. F. Thermocouple Thermocouple digunakan untuk mengukur Temperature pada gas buang, Temperature udara masuk, Temperature engine, Temperature pendingin (radiator), dan Temperature minyak pelumas. G. Pitot Tube Pitot Tube digunakan untuk mengukur kecepatan laju alir massa udara pada intake manifold yang masuk menuju ruang bakar. 5) Peralatan bantu Peralatan bantu merupakan peralatan yang digunakan sebagai sarana pendukung dalam proses pelaksanaan pengujian eksperimen. Adapun peralatan bantu yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: A. Blower Blower digunakan utuk membantu proses pendinginan mesin selama pengujian agar tidak terjadi overheating. B. Pompa air Pompa air digunakan untuk mengalirkan air menuju waterbreak dynamometer untuk menurunkan putaran engine sesuai dengan bukaan katup penyalur.
42 3.4.2 Skema Instalasi Pengujian 15
Gambar 3.8 Skema Instalasi Pengujian
keterangan: 1. Radiator 2. Intake manifold 3. Flow meter 4. Measuring glass 5. Fuel tank 6. Instrument magnet field 7. Exhaust manifold
T.1. Thermocouple cylinder head T.2. Thermocouple engine oil T.3. Thermocouple muffler T.4. Thermocouple radiator
8. Gas analyzer 9. Muffler 10. Clutch 11.Torsion meter 12. Dynamometer 13. Water tank 14. Fuel Pump 15. DC Power Supply
43 3.4.3 Prosedur Pengujian Pada penelitian ini, pengujian mesin LJ276MT-2 dilakukan dengan menggunakan bahan bakar pertalite yang diproduksi oleh PERTAMINA. Pengujian dilakukan pada kondisi katup kupu-kupu terbuka penuh (full open throttle). Untuk mendapatkan hasil pengujian yang tepat dan akurat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu: A. Persiapan Pengujian 1. Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik engine, minyak pelumas, sistem pendingin, sistem pemasukan bahan bakar dan sistem kelistrikan. 2. Memeriksa kondisi air yang digunakan untuk pembebanan waterbrake dynamometer. 3. Pengecekan terhadap alat ukur yang akan digunakan. 4. Mempersiapkan alat tulis dan tabel untuk pengambilan data. B. Pengujian Engine pada Waterbrake Dynamometer Percobaan akan dilakukan pada putaran engine yang bervariasi mulai dari 5000 rpm hingga 2000 rpm. Pengaturan putaran mesin dilakukan melalui pembebanan waterbrake dynamometer yang dikopel dengan poros engine SINJAI dengan menggunakan air yang disirkulasikan. Berikut adalah langkah-langkah yang akan dilakukan: 1. Menghidupkan engine SINJAI pada putaran idle (± 950 rpm) selama 10 menit untuk mencapai kondisi temperature kerja optimum. 2. Membuka katup kupu-kupu hingga terbuka penuh (full open throttle). Pada kondisi ini, engine akan berputar pada putaran maksimum. Selama putaran maksimum, beban air tidak dialirkan ke waterbrake dynamometer. 3. Beban air dialirkan ke waterbrake dynamometer hingga menyebabkan putaran engine turun. 4. Pengambilan data dilakukan ketika putaran engine stabil. Data yang diperoleh diantaranya, data putaran mesin (rpm), torsi (lbf.ft), waktu konsumsi bahan bakar
44 (ml/second), emisi CO (% volume), emisi CO2 (% volume), emisi HC (% volume), lambda (λ), temperatur gas buang (°C), temperatur mesin (°C) dan temperatur oli (°C). 5. Setelah pengambilan data selesai, beban yang dialirkan ditambah ke waterbrake dynamometer sehingga putaran mesin akan turun kembali. Putaran mesin yang diharapkan adalah 5000 rpm, 4500 rpm, 4000 rpm, 3500 rpm, 3000 rpm, 2500 rpm dan 2000 rpm dengan cara mengontrol aliran air yang melewati waterbrake dynamometer. 6. Pada setiap penurunan putaran engine dilakukan pengambilan data seperti pada point 4 (empat). Dan pengambilan data harus pada kondisi putaran engine yang stabil. 7. Lakukan kegiatan point 1 (satu) sampai 6 (enam) dengan menambahkan medan magnet pada Besi 1 dan kemudian pengambilan data. C. Akhir pengujian 1. Pengujian berakhir setelah semua data diperoleh dari hasil percobaan pada medan magnet Instrumen 1. 2. Setelah pengujian selesai, katup pembebanan air di waterbrake dynamometer diturunkan secara perlahan. 3. Putaran engine diturunkan hingga kondisi idle (± 950 rpm). 4. Pada kondisi idle, engine dibiarkan hidup sekitar lima menit sebelum dimatikan. 5. Blower dihidupkan untuk mempercepat pendinginan engine.
45 3.4.4 Rancangan Eksperimen Pada penelitian ini ditetapkan beberapa parameter input dan output sehingga hasil dari penelitian diharapkan sesuai dengan yang diharapkan. Adapun beberapa rancangan penelitian akan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Parameter Input dan Output Eksperimen Parameter Input Konstan Bervariasi - Set mesin - Putaran bensin 2 Mesin : silinder 2000 s.d 650 cc 5000 rpm, interval 500 rpm - Volume Bahan Bakar - Sumber (15 ml) tegangan alat - Bukaan induksi katup full magnet 10, open 15, 20, 25 throutle DCV - Alat induksi magnet Instrumen 1
-
Parameter Output Diukur Dihitung Waktu konsumsi - Torsi (Nm) bahan bakar 15 ml Torsi (Lbf.ft) - bhp
- Suhu pada Thead, Tradiator Toli, Tgas buang
- Emisi Gas buang
- Bmep - Sfc - ɳ Thermal
(CO, HC)
- Voltage, Arus - Presentase (%) transmitansi pengujian FTIR
-ɳ Volumetris
- Afr
46 3.4.5 Flowchart Pengujian Eksperimental START Pengaruh pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap penyerapan infra merah molekul hidrokarbon dan unjuk kerja mesin sinjai 650 CC 2silinder (Studi kasus: Mapping sumber tegangan induksi magnet)
Persiapan penelitian
Kalibrasi alar ukur sesuai dengan spesifikasi
Pengujian dengan kondisi standart
N=5000 N; putaran engine N= N-500 Pengaturan beban
Pengambilan data
Data: 1. Torsi 2. putaran poros waterbrake dynamometer 3. waktu konsumsi bahan bakar 15 ml 4. Tekshaust, T oli, T mesin (head) 5. Nilai emisi gas buang
N <2000 tidak
ya
Perhitungan unjuk kerja dan pembuatan grafik
Pemasangan kuat medan magnet
Pemberiaaan DCV 10-25V interval 5V
A
Literatur textbook, jurnal, internet dan tugas akhir
47
A
Alat medan magnet B = Instrumen 1
N = 5000 rpm N ; putaran engine
N= N-500
Pengaturan beban
Pengambilan data
Data: 1. Torsi 2. Putaran poros waterbrake dynamometer 3. Waktu konsumsi bahan bakar 15 ml 4. T ekshaust, T oli, T mesin (head) 5. Nilai emisi gas buang
N<2000
tidak
Ya Perhitungan unjuk kerja dan pembuatan grafik
Analisa grafik
Kesimpulan
END
Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Eksperimental
48
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4. 1 Data Hasil Pengukuran Gauss Pada metode pengujian besar induksi medan magnet, besaran gauss yang diberikan bervariasi besar tegangannya. Berikut hasil pengujian dapat dilihat pada table 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Besar Gauss
Diameter Tegangan
2 cm
3 cm
4,5 cm
Gauss 10 V
405
380
360
15 V
420
400
390
20 V
440
420
415
25 V
470
440
430
Berdasarkan subbab 3.2 tentang perancangan, optimasi, dan pengukuran magnet, didapat data pada tabel 4.1 diatas. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan instrumen medan medan magnet yang memiliki nilai gauss yang paling besar yang dihasilkan dari tegangan masing-masing 10V, 15V, 20V, dan 25V yaitu instrumen dengan diameter luar besi 2 cm yang pada pembahasan selanjutnya disebut dengan Instrumen 1 seperti yang terlihat pada gambar 4.1 (a).
49
50
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. 1 Instrumen Medan Magnet dengan diameter luar besi (a) 2 cm, (b) 3 cm, dan (c) 4,5 cm
Penentuan terhadap pemilihan instrumen medan magnet yang dipakai untuk diuji pada unjuk kerja pada mesin SINJAI 650 CC 2 silinder. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, instrumen yang akan dipakai selanjutnya yaitu Instrumen medan magnet dengan diameter dengan diameter luar besi 2 cm pada gambar 4.1 (a). 4.2 Analisis Pengaruh Magnet pada Ikatan Hidrokarbon dengan Pengujian FTIR Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan atom hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Sesuai dengan teori ikatan valensi, atom karbon harus memenuhi aturan “4-hidrogen” yang menyatakan jumlah atom maksimum yang dapat berikatan dengan karbon, karena karbon mempunyai 4 elektron valensi. Secara sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan C11. Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang
51 terikat antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk rantai. Pada prinsip kerjanya spekstroskopi infra merah yakni mendeteksi getaran yang dilakukan oleh molekul pada senyawa. Dalam motor pembakaran dalam dengan tipe gasoline engine, molekul penyusun utama bahan bakar ialah hidrokarbon. Molekul hidrokarbon cenderung untuk saling tertarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering), ikatan ini merupakan bentuk dari ikatan momen spin electron berpasangan sebagai akibat ikatan C-H. Selain tertarik dan membentuk gerombolan, Atom-atom molekul ikatan hidrokarbon selalu mengalami vibrasi (getaran atom dalam molekul). Kondisi clustering seperti gambar 4.2 ini akan menyulitkan oksigen beroksidasi dengan hidrokarbon pada saat memasuki combustion chamber. Pada penelitian ini dilakukan pemberian medan magnet pada aliran bahan bakar agar molekul hidrokarbon mengalami declustering, sehingga pengoksidasian oksigen akan lebih baik dan juga tercapainya pembakaran yang sempurna. Seberapa besar kemampuan medan magnet agar terjadinya de-clustering hidrokarbon, dilakukan pengujian FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pengujian FTIR ditujukan untuk lebih mengamati pola gugus nolekul hidrokarbon, dengan memberikan radiasi infra merah dan juga dapat menjelaskan karakteristik dari molekular hidrokarbon. Pada pengujian unjuk kerja mesin dilakukan dilaboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan bakar jurusan Teknik Mesin FTI-ITS dan untuk pengujian FTIR dilakukan di laboratorium FTIR, SEM dan RDX jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 4.2.1 Analisa Sampel Pertalite Tanpa Pemberian Medan Magnet Induksi Bensin merupakan senyawa yang tersusun dari rantai hidrokarbon mulai dari C7 sampai dengan C11 yang dapat mempunyai susunan rantai lurus maupun aromatik. Reaksi terpenting dari alkana adalah reaksi pembakaran, substitusi, dan
52 perengkangan (cracking). Pembakaran sempurna alkana menghasilkan gas CO2 dan uap air, sedangkan pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas CO dan uap air, atau jelaga (partikel karbon). Perengkahan adalah pemutusan rantai karbon menjadi potongan-potongan yang lebih pendek. Perengkahan dapat terjadi bila alkana dipanaskan pada suhu dan tekanan tinggi tanpa oksigen. Sedangkan, senyawa aromatik adalah senyawa benzena yang mempunyai rumus molekul C6H6, dan termasuk dalam golongan senyawa hidrokarbon siklik karena memiliki gugus fungsi yang tertutup. Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon. senyawa aromatik derajat ketidakjenuhannya tinggi dan stabil bila berhadapan dengan pereaksi yang menyerang ikatan pi (π). Senyawa aromatik memiliki ikatan rangkap yang bergantian, ikatan rangkap pada benzena berbeda dengan ikatan rangkap pada alkana. Ikatan rangkap pada alkena dapat mengalami reaksi adisi, sedangkan ikatan rangkap pada benzena tidak dapat diadisi, tetapi benzena dapat bereaksi secara substitusi. Dari rumus tersebut kemungkinan–kemungkinan vibrasi yang dapat terjadi adalah uluran dan tekukan C–H dari gugus alkil atau alkana, sedangkan dari rumus aromatik memberikan kemungkinan uluran C=C cincin aromatik dan vibrasi dari gugus lain yang mungkin timbul. Dalam menganalisa spektrum inframerah dari sampel bensin, pembahasan yang pertama lakukan adalah pada kerangka karbon. Karena bensin tersusun atas rantai hidrokarbon sehingga dalam spektrum inframerah bensin akan muncul berbagai macam penyerapan yang ditimbulkan oleh adanya ikatan karbon. Dalam menentukan sifatsifat dari kerangka karbon dalam molekul organik dengan spektroskopi inframerah perlu diperhatikan bahwa gugus aromatik sangat mudah dideteksi.
53
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian FTIR Sampel Pertalite Tanpa Magnetisasi
Pada spektrum yang ditunjukkan gambar 4.2, kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000 – 2800 cm-1 yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Kedua serapan dalam gugus alifatik jenuh ditandai dengan serapan yang sangat kuat dan jarang menemui kesukaran dalam menentukan serapan-serapan tersebut. Pita dengan intensitas penyerapan paling kuat yaitu pada bilangan gelombang 2955,91 cm-1 disebabkan oleh adanya penyerapan dari gugus CH2, yaitu dari dari jenis uluran tak simetri CH2. Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H saling memanjang tidak bersamaan atau tidak sefase, sehingga mempunyai momen dipol listrik dan aktif dalam spektrum inframerah. Pita yang muncul pada bilangan gelombang 2923,80 cm-1 kemungkinan disebabkan oleh adanya penyerapan uluran tak simetris dari gugus metil (CH3). Dalam cara tersebut dua buah ikatan C–H dari gugus metil memanjang secara bersamaan sedang yang ketiga memendek atau sebaliknya. Pita yang ketiga yang merupakan
54 bagian dari C–H muncul pada bilangan gelombang 2870,99 cm1. Pita tersebut berasal dari penyerapan uluran simetri gugus metil (CH3). Untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan tersebut dapat ditinjau penyerapan - penyerapan yang disebabkan oleh adanya gugus alkil. Pada spektrum tersebut tampak adanya penyerapan yang tajam pada bilangan gelombang 1455,94 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus metil dengan vibrasi tekukan simetri dari CH3 yang terbagi dalam gugus-gugus (CH3)2=C dan (CH3)3–C. Adanya gugus metilen sebagai pendukung penyerapan pada bilangan gelombang 2923,80 cm-1 dapat dilihat dengan munculnya pita yang sangat tajam pada bilangan gelombang 1455,94 cm-1. Pita tersebut muncul akibat dari penyerapan gugus CH2 dengan vibrasi tekukan simetri CH2. Petunjuk yang lain yang dapat mendukung alasan tersebut adalah munculnya pita pada daerah bilangan gelombang 750–720 cm-1 yaitu tepatnya pada bilangan gelombang 727.82 cm-1 yang menunjukkan bahwa gugus alkil kemungkinan mengandung tiga gugus metilen yang berdekatan (-CH2 –CH2–CH2– CH2). Spektrum yang muncul pada bilangan gelombang di atas 3000 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatik. Kedudukan serapan gugus hidrokarbon lemah dan muncul sebagai bagian kecil dari pita gugus hidrokarbon alkana yang lebih kuat. Pada spectrum di atas gugus aromatik muncul pada bilangan gelombang 3026,39 cm-1. Kemungkinan vibrasi yang lain sebagai pendukung adanya senyawa aromatik adalah uluran C=C. Perbedaan penyerapan tersebut menunjukkan adanya substitusi pada senyawa aromatik. Substitusi tersebut dapat dilihat pada tabel korelasi penyerapan inframerah pada gambar 3.4. Substitusi tersebut dapat dilihat dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 727,82 cm-1 yang menunjukkan bahwa benzene tersubstitusi mono. Pada spektrum tersebut gugus hidrokarbon muncul pada bilangan gelombang 767 cm-1 yang berasal dari vibrasi tekukan keluar bidang dari C–H.
55 4.2.2 Analisa Magnetisasi Sampel Pertalite dengan Variasi Tegangan Pada Induksi Magnet Instrumen 1 Pengujian dilakukan dengan memasukkan sampel pertalite pada alat induksi medan magnet Instrumen 1 pada pemberian variasi tegangan dari 10 V – 25 V dengan interval 5 V. Pada pengujian sampel pertalite diberikan retensi waktu selama 1 menit, sehingga didapatkan grafik penyerapan inframerah sebagai berikut
a
(a)
b
(b)
Gambar 4.3 Grafik Pengujian FTIR Magnetisasi Sampel Pertalite standart, 10V, 15V, 20V, 25V pada Instrumen 1. Pembesaran Alkana (a), Pembesaran Aromatik (b)
Dari gambar 4.3 mereprensentasikan tidak ada perubahan struktur senyawaan pada magnetisasi sampel pertalite pada alat Instrumen 1, tetapi senyawa tersebut mengalami perubahan harga serapan atau transmisi radiasi pada strukturnya, yakni presentase transmittance radiasi infra merah terhadap senyawa tersebut. Seperti penjelasan kondisi standar, kita lihat pada spektrum bensin tersebut kerangka karbon dapat langsung dilihat pada daerah bilangan gelombang 3000 – 2700 cm-1 yang merupakan karakteristik penyerapan untuk gugus alkana dan alkil. Ketika kondisi dimagnetisasi serapan gugus hidrokarbon yakni muncul tiga buah pita kuat dibawah 3000 cm-1 sama seperti kondisi standar. Namun pada sumbu Y presentase intensitas serapan radiasi terdapat perbedaan dengan kondisi standar. Berikut adalah
56 tabel hasil presentase transmittance radiasi infra merah senyawa terhadap setiap tegangan: Tabel 4.2 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Alkana Terhadap Setiap Tegangan No 1 2 3 rata-rata kenaikan %
Standart 10 volt 15 volt 20 volt 25 volt Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas 2870.99 83.03 2870.84 83.847 2870.67 83.058 2870.93 83.603 2870.63 83.672 2955.91 72.73 2956.19 77.56 2956.48 75.177 2955.98 76.437 2956.36 76.772 2923.8 73.02 2923.1 75.057 2922.89 74.055 2923.17 74.612 2923.09 74.783 76.26 76.3085 77.43 78.217333 78.409 -
0.511
1.99
3.03
3.28
Tabel 4.3 Hasil Presentase Transmittance Senyawa Aromatik Terhadap Setiap Tegangan No 1
Standart 10 volt 15 volt 20 volt 25 volt Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Panjang % Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas Gelombang intensitas 727.82 51.5 727.94 51.46 728.03 52.24 727.9 48.99 727.92 50.11
Energi ikatan tarik menarik molekul hidrokarbon ditentukan oleh frekuensi getaran molekul, bahwa semakin tinggi serapan radiasi infra merah, maka semakin rendah energi ikatan tarik menarik molekul. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gaya tarik molekul antara hidrokarbon menurun setelah dipengaruhi medan magnet. Inilah sebabnya mengapa indeks properti hidrokarbon, seperti viskositas yang dipengaruhi oleh gaya tarik molekul, mengalami penurunan setelah molekul hidrokarbon mengalir melalui kuat medan magnet. Pada gambar 4.3 terlihat panjang gelombang dan penyerapan transmittance berbeda-beda pada tiap sampel. Namun yang menjadi pokok analisa adalah panjang pita penyarapan molekul CH alkena yakni pada panjang gelombang 2850 cm-1 – 2970 cm-1 dan panjang gelombang rabtai aromatic sebesar 720 cm-1 – 750cm-1. Seharusnya tidak terdapat perbedaan pada tiap titik pita penyerapan dikarenakan sampel yang digunakan sama, melainkan hanya terjadi perbedaan dari nilai persentase transmittance akibat induksi magnet yang diberikan.
57 4.3 Data Hasil Pengukuran Unjuk Kerja Tujuan dari perhitungan yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui besar nilai dari setiap unjuk kerja, baik itu unjuk kerja dari mesin kondisi standart maupun dengan pemberian kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. Contoh perhitungan unjuk kerja engine ini akan diambil data kondisi standart (tanpa pemberian instrumen kuat medan magnet) pada putaran mesin 3000 rpm dengan data awal seperti berikut: 4.3.1 Torsi Dari hasil pengujian diperoleh nilai gaya pada lengan waterbrake pada putaran engine 3000 rpm adalah 10.9 kg dengan panjang lengan waterbrake 0.35 m. hasil yang didapat adalah sebagai berikut: m T = 10.9 kg × 9.81 2 × 0.35 m s T = 37.425 N. m 4.3.2 Daya motor (bhp) bhp = 2π. n. T bhp = 2π × 50.00 rps × 37.425 N. m bhp = 11751 W = 11.751 Kw 4.3.3 Tekanan efektif rata-rata (bmep) Untuk melakukan perhitungan tekanan efektif rata-rata diperlukan beberapa parameter dari karakteristik mesin. Adapun data data mesin dan perhitungan tekanan effektif rata rata adalah sebagai berikut: Data awal : Diameter Piston (D) = 76 mm Panjang Langkah (l) = 71 mm Jumlah silinder (i) =2 z = 2 (motor 4 langkah) Putaran mesin = 30000 rpm = 50.00 rps
58 Dari data diameter piston, dapat dicari luas permukaan piston (A) yaitu : π 3,14 A = × D2 = × (0,076 m)2 = 4,53. 10−3 m2 4 4 Rumus : bhp × z bmep = A×l×n×i 11751 Watt × 2 bmep = 4,53. 10−3 m2 × 0,071 m × 50 rps × 2 bmep = 7307 kPa = 7.307 bar 4.3.4 Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) Data Awal Waktu konsumsi bahan bakar = 14,4 s Dari data yang ada, dapat dihitung konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) dari engine. Rumus yang digunakan: ṁbb sfc = bhp Oleh karena itu perlu dihitung pula besarnya laju alir bensin ρbensin × Volume ṁbensin standart = waktu SGbensin × ρair × Volume ṁbensin standart = waktu kg 1m3 0,749 × 999 3 × 15cm3 × 6 3 m 10 cm ṁbensin standart = 14,4 s kg ṁbensin standart = 0,0007802 s sfc =
0,0007802
kg 3600s × s 1jam
11.751 KW
kg
g
= 0,239 KW.jam = 239 KW.jam
4.3.5 Perhitungan Effisiensi Thermal Data awal : Bhp = 11751 Watt SGbensin = 0,72
59 Q bensin =43000
KJ kg
(diketahui energi kalor bahan bakar
bensin) ηth = ηth =
bhp x 100% (ṁbensin x Q bensin ) 11751 Watt (0,0007802
kg s
x 43000
kJ ) kg
x100%
ηth = 35.028% 4.3.6 Perhitungan Effisiensi Volumetris Efisiensi volumetris merupakan parameter yang mengindikasikan seberapa banyak jumlah udara yang masuk kedalam silinder saat langkah hisap. Efisiensi volumetris adalah parameter tanpa dimensi dan dapat diperolah dengan persamaan: 2ṁa ηv = ρa Vd N Dimana : kg ṁudara = massa udara masuk = 0,0130 s kg
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = massa jenis udara = 1,1763 m3 Vd = volume displacement = total piston x stroke x A piston = 2 x 0,071 m x 4,5342 x 10−3 𝑚2 Vd = 643,85 x 10−6 m3 n = putaran mesin = 50.00 rps kg 2 × 0.01056 s ηv = × 100% kg 1.1763 m3 × 0.00064385 m3 × 50 rps ηv = 68.864 % 4.4 Analisa Unjuk Kerja Unjuk kerja engine tidak sama untuk setiap putaran. Untuk itu, perlu diketahui karakteristik performa engine untuk tiap-tiap putaran. Selain itu, pengaruh pemberian intrument variasi kuat
60 medan magnet pada aliran bahan bakar juga akan dijelaskan pada sub bab ini. Beberapa unjuk kerja engine yang terpenting diantaranya torsi, daya efektif (bhp), tekanan efektif rata-rata (bmep), konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) efisiensi volumetris dan efisiensi thermal (ηth). 4.4.1. Analisa Torsi (T) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan torsi di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.4 45,0
Torsi (N.m)
42,5 40,0 37,5 35,0 32,5 30,0 27,5 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.4 Grafik Torsi Fungsi Putaran Mesin Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa grafik torsi fungsi putaran mesin pada unjuk kerja torsi, dimana torsi maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrumen kuat medan magnet Instrumen 1 25 V sebesar 42,919 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Torsi maksimum terkecil dihasilkan oleh kondisi non magnetisasi sebesar 38,112 N.m pada putaran engine 3500 rpm. Pada trendline grafik terlihat torsi cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini disebabkan karena turbulensi aliran yang masuk ke ruang bakar semakin naik, sehingga
61 pencampuran bahan bakar dan oksigen lebih baik dan perambatan api yang semakin cepat. Torsi akan turun setelah mencapai putaran tertentu (putaran pada torsi maksimum). Hal ini disebabkan karena banyaknya kerugian-kerugian (losses) pada putaran tinggi, terutama kerugian akibat gesekan (friction losses). Jadi selain turbulensi hal lain yang berpengaruh dominan terhadap torsi adalah friction losses. Semakin tinggi putaran maka, kerugian gesekan akan semakin tinggi yang mengakibatkan torsi menurun. Pada putaran tinggi berarti siklus yang terjadi akan semakin banyak, sehingga temperatur didalam ruang bakar akan semakin tinggi yang menyebabkan kerugian akibat dissosiasi semakin besar. Pada rpm yang sama torsi semakin meningkat dengan pemberian kuat medan magnet dengan variasi penambahan tegangan, torsi yang dihasilkan semakin besar. Rata – rata peningkatan torsi sebesar 4,58%. Dengan Penambahan tegangan terjadi kenaikan torsi di semua variasi medan magnet, dimana semakin kecil tegangan yang digunakan semakin besar pula kenaikan torsinya. Kenaikan torsi ini bisa dijelaskan sebagai berikut, dengan penambahan tegangan maka kuat medan magnet menjadi semakin besar. Kuat medan magnet mengubah arah proton atau inti atom hidrokarbon dari bahan bakar yang tidak seragam (declustering) menjadi teratur, adanya perubahan arah proton atau inti atom maka pasti ada energi yang diserap bahan bakar tersebut untuk bergerak, sehingga bahan bakar tersebut menjadi tidak stabil serta reaktif dan berenergi lebih tinggi sehingga menjadikan pembakaran lebih sempurna. 4.4.2 Analisa Daya Efektif (Ne) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan daya di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.5.
Daya (kW)
62
19,0 17,0 15,0 13,0 11,0 9,0 7,0 5,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.5 Grafik Daya Fungsi Putaran Mesin Pada Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa grafik daya fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan, daya maksimum tertinggi dihasilkan pada instrumen 1 25 V sebesar 17,304 kW pada putaran engine 4500 rpm. Daya maksimum terkecil dihasilkan oleh kondisi non magnetisasi, dengan daya maksimum sebesar 16.657 kW pada putaran engine 4500 rpm. Pada trendline grafik terlihat daya cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini disebabkan karena besarnya daya efektif sebanding dengan torsi yang terjadi, karena hal ini berhubungan dengan pembebanan. Semakin besar pembebanan semakin besar torsi yang terjadi, dan daya efektif yang dihasilkan juga semakin besar pada putaran dan bukaan throttle yang sama. Secara teoritis daya efektif diperoleh dari hasil perkalian torsi dengan putaran mesin, sehingga dalam suatu pengujian daya maksimum belum tentu diperoleh pada saat torsi maksimum melainkan juga tergantung dari putaran mesin yang dihasilkan. Daya yang dihasilkan oleh suatu mesin tergantung pada kemampuan, kapasitas dan kecepatan mesin tersebut. Semakin besar ukuran silinder piston mesin maka semakin besar daya yang dihasilkan. Hal yang sama akan terjadi pada putaran mesin, dimana peningkatan putaran mesin akan menghasilkan daya yang
63 lebih besar. Pada daerah kecepatan sebelum daya maksimum tercapai maka dengan menggandakan kecepatan akan menggandakan pula daya yang dihasilkan. Pada rpm yang sama daya semakin meningkat dengan pemberian kuat medan magnet dengan variasi penambahan tegangan, daya yang dihasilkan semakin besar. Dengan variasi penambahan tegangan daya semakin naik karena kuat medan magnet yang dihasilkan semakin besar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,46 %. Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan daya di setiap putaran mesin, ini disebabkan karena terjadinya pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna ketika ikatan hidrokarbon ketika mengikat oksigen (O2) sehingga berimbas pada kenaikan torsi yang cenderung meningkatkan daya. Akibat dari torsi yang mengalami kenaikan maka daya yang ditimbulkan juga ikut naik yakni saat penambahan kuat medan magnet pada aliran bahan bakar. 4.4.3 Analisa Tekanan Efektif Rata – Rata (bmep) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan tekanan efektf rata - rata di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6.
64
8,5
Bmep (bar)
8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 1500
2500
3500
4500
Putaran Mesin (Rpm)
Uji Standard
10 V
15 V
20 V
5500 25 V
Gambar 4.6 Grafik Bmep fungsi Putaran Mesin Pada Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.6 menunjukkan bahwa grafik bmep fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan pada kuat medan magnet, bmep maksimum tertinggi dihasilkan pada pemakaian instrumen kuat medan magnet Instrumen 1 dengan tekanan efektif rata-rata maksimum sebesar 8.380 bar pada putaran engine 3500 rpm. Tekanan efektif rata-rata maksimum terkecil dihasilkan pada kondisi standart pada putaran 2000 rpm yakni sebesar sebesar 5,766 bar. Pada trendline grafik terlihat Tekanan efektif rata-rata cenderung naik seiring naiknya putaran mesin. Hal ini terjadi karena Semakin meningkatnya Bmep mengindikasikan bahwa tenaga yang dihasilkan mesin pada langkahnya lebih besar. Torsi dari suatu mesin sangat dipengaruhi oleh Bmep yang bisa dihasilkan oleh mesin tersebut dan sebaliknya. Sehingga grafik bmep identik dengan grafik torsi. Pada rpm yang sama dengan pemberian kuat medan magnet Tekanan efektif rata-rata semakin meningkat, dan dengan variasi penambahan resistansi Tekanan efektif rata-rata semakin naik karena kuat medan magnet yang dihasilkan semakin besar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,58%. Analisa dan fenomena yang terjadi dalam proses pembakaran dalam
65 hubungannya dengan bmep seperti analisa torsi, dimana dengan penambahan instrumen kuat medan magnet pada aliran bahan bakar terjadi kenaikan tekanan efektif rata – rata di semua variasi medan magnet, dimana semakin besar medan magnet yang digunakan semakin besar pula kenaikan tekanan efektif rata – ratanya. 4.4.4 Analisa Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (sfc) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan konsumsi bahan bakar spesifik di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.7.
Bsfc (Kg/kW.h)
0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 1500
2500
3500
4500
Putaran Mesin (Rpm)
Uji Standard
10 V
15 V
20 V
5500
25 V
Gambar 4.7 Grafik Bsfc fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Dapat dilihat pada gambar 4.7 trendline membentuk parabolik terbuka ke atas. Pada seluruh grafik diatas bahwa pada 2000 rpm Bsfc menurun sampai dengan puncaknya pada 3500 rpm, kemudian naik kembali sampai pada putaran 5000 rpm. Pada kondisi standar penurunan nilai Bsfc maksimum terkecil didapat pada putaran 3500 rpm sebesar 0.239 Kg/kW.h. Kemudian pengujian dengan menggunakan induksi medan
66 magnet, nilai maksimum seluruhnya didapat pada putaran 3500 rpm dengan tegangan 25 V. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet pada tegangan 25 V dibandingkan dengan kondisi standar menurunkan Bsfc sebesar yaitu sebesar 10.75 %. Brake specific fuel consumption (bsfc) dapat didefinisikan sebagai laju bahan bakar untuk memperoleh daya efektif. Besar kecilnya konsumsi bahan bakar spesifik tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi dalam ruang bakar. Semakin sempurna pembakaran, maka daya yang dihasilkan akan semakin besar. Faktor yang menentukan pembakaran yang sempurna adalah homogenitas campuran bahan bakar dan udara, waktu yang tersedia untuk melakukan pembakaran, serta kaya miskinnya campuran udara yang masuk kedalam ruang bakar. Secara umum konsumsi bahan bakar spesifik pada saat putaran mesin rendah keputaran mesin tinggi akan mengalami penurunan hingga pada putaran mesin tertentu akan meningkat lagi. Ketika putaran tinggi, maka dimungkinkan pembakaran yang terjadi tidak cukup cepat untuk membakar seluruh bahan bakar dalam ruang bakar atau dengan kata lain semakin banyak sisa bahan bakar yang belum terbakar dalam ruang bakar (unburnt fuel). Unburnt fuel inilah yang terbuang dan tidak menjadi energi yang berguna, sehingga menyebabkan naiknya pemakaian bahan bakar spesifik. Kemudian meningkatnya Bsfc pada putaran tinggi sama halnya dengan yang terjadi pada daya Instrumen 25 V, sehingga jika daya menurun maka Bsfc pun ikut meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin baiknya pembakaran yang terjadi karena laju alir bahan bakar cukup pada putaran tersebut sehingga mesin dapat memperoleh daya efektif. 4.4.5 Analisa effisiensi Thermal (ηth) Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan effisiensi Thermal di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.8.
67
Eff. Thermal (%)
36,0 34,0 32,0 30,0 28,0 26,0 24,0 22,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.8 Grafik effisiensi Thermal fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Dapat dilihat pada gambar 4.8 trendline pada seluruh grafik diatas bahwa pada 2000 rpm eff.Thermal akan meningkat sampai dengan puncaknya pada 3500 rpm, kemudian menurun sampai pada putaran tertinggi yaitu 5000 rpm. Pada pengujian standar didapat nilai efficiency thermal tertinggi terjadi pada putaran 4000 rpm sebesar 31.343 %. Pada pengujian induksi medan magnet 25 V eff.thermal maksimum sebesar 35.018 %. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet dibandingkan dengan kondisi standar menaikkan eff.Thermal 9.81%. Eff.Thermal adalah ukuran besarnya pemanfaatan energi panas yang tersimpan dalam bahan bakar untuk diubah menjadi daya efektif oleh engine. Nilai eff.Thermal tergantung dari daya yang dihasilkan dengan banyaknya penggunaan bahan bakar. Tetapi dalam kenyataannya energi kimia bahan bakar tidak semuanya dapat dikonversi menjadi energi berguna, banyak sekali kerugian-kerugian yang terjadi pada siklus pembakaran sebenarnya, khususnya kerugian yang terjadi pada friction losses dan heat losses.
68 Kenaikan nilai ini di iringi semakin membaiknya nilai torsi, daya, Bmep dan Bsfc yang artinya semakin memberikan mesin untuk memperoleh daya efektif nya. Kemudian dengan penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar semakin memberikan ruang oksigen untuk bercampur dengan molekul atom C dan H sehingga tercapailah pembakaran yang effisien.
Eff. Volumetris (%)
4.4.6 Analisa Effisiensi Volumetris Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan effisiensi volumetris di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.9. 75,0 73,5 72,0 70,5 69,0 67,5 66,0 64,5 63,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.9 Grafik Effisiensi Volumetric fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.9 menunjukkan bahwa grafik effisiensi volumetric fungsi putaran mesin dengan variasi tegangan pada kuat medan magnet, Nilai maksimum efisiensi volumetris pada pemberian kuat medan magnet, sebesar 69.117 % pada putaran 3500 rpm sedangkan nilai terendah maksmum sebesar 68.657 % sehingga terdapat kenaikan nilai efisiensi volumetris sebesar 0,66 % secara rata- rata.
69 Pada trendline grafik terlihat effisiensi volumetric cenderung naik seiring naiknya putaran mesin dari 2000 rpm hingga 5000 rpm. Hal ini terjadi karena semakin banyak massa bahan bakar yang masuk, maka akan menurunkan jumlah udara yang terisap ke dalam ruang bakar, sehingga campuran akan menjadi semakin kaya pada putaran tertentu. Saat menggunakan kuat medan magnet jumlah udara yang masuk ke ruang bakar cenderung dibutuhkan udara lebih banyak dari biasanya sehingga campuran udara dan bahan bakarnya menjadi miskin. Kondisi naiknya dan turunnya efficiency volumetric ini disebabkan karena pada putaran rendah laju aliran udara bergerak lambat, selain itu pergerakan mekanisme engine juga terjadi secara lambat. Besarnya efficiency volumetric terhadap masing-masing variasi induksi medan magnet tidak mengalami kenaikkan yang secara significant karena laju alir udara cenderung hanya berubah sedikit lebih banyak, karena laju alir bahan bakar yang masuk ke silinder cenderung menurun. Sehingga hanya sedikit saja pengaruh terhadap efficiency volumetric. 4.4.7 Analisa Air Fuel Ratio Dengan pemberian instrumen kuat medan magnet pada saluran aliran bahan bakar mengakibatkan perubahan AFR di setiap putaran mesin, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.10.
70
Afr
16,0
14,5
13,0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) Uji Standard
10 V
15 V
20 V
25 V
Gambar 4.10 Grafik AFR fungsi Putaran Mesin dengan Induksi Medan Magnet
Pada gambar 4.10 menunjukkan grafik AFR fungsi rpm. Dapat dilihat trendline pada seluruh grafik diatas bahwa AFR minimum terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi maksimum dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrument kuat medan magnet. Trendline AFR cenderung meningkat sampai dengan akhir putaran mesin yaitu 5000 rpm. Pada kondisi AFR berada pada kondisi campuran kaya dengan rata-rata AFR standar sebesar 13.99. Sedangkan nilai AFR pada pengujian menggunakan induksi medan magnet lebih miskin dibandingkan dengan kondisi standar seiring dengan penambahan tegangan pada kuat medan magnet yang diberikan. AFR pada induksi medan magnet secara rata - rata sebesar 1. Kenaikan Air fuel ratio (afr) seiring dengan kenaikan putaran mesin dikarenakan perbandingan campuran udara dan bahan bakar yang masuk kedalam silinder. Dimana pada variasi pemberian kuat medan magnet semakin rendah tegangannya maka bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin sedikit dibanding dengan kondisi standar, dengan udara yang masuk yang cenderung konstan. Hal tersebut mengakibatkan naik nya nilai AFR, dan dapat dikatakan pembakaran nya lebih miskin
71 dibandingkan kondisi standar sehingga menyebabkan daya berkurang. Afr berperan penting terhadap proses pembakaran didalam ruang bakar. Pembakaran akan terjadi dengan baik apabila afr sesuai dengan nilai stokiometri. 4.5 Analisa Emisi Gas Buang Gas buang kendaraan bermotor menjadi masalah saat ini. Untuk itu, perlu diketahui pengaruh perbaikan performa engine akibat penambahan instrumen kuat medan magnet terhadap gas buang kendaraan. 4.5.1 Analisa Emisi Karbon Monoksida (CO)
Kandungan CO (%)
3 2,5 2
1,5 1 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.11 Grafik Kandungan % CO Terhadap Putaran Mesin
Dari gambar grafik 4.11 dapat dilihat bahwa emisi CO tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. Sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh engine yang menggunakan instrumen kuat medan magnet. Dengan instrumen kuat medan magnet terhadap aliran bahan bakar dapat mengurangi kadar karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh mesin. Hal ini dapat
72 dijelaskan karena dengan penggunaan medan magnet maka bahan bakar akan menerima energi dari medan magnet sehingga bahan bakar tidak stabil (reaktif) dan berenergi lebih besar sehingga mudah terbakar. Maka pembakarannya bisa lebih sempurna dan CO yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi standart. Pada grafik emisi CO fungsi putaran engine memiliki tren grafik yang cenderung naik mulai putaran engine rendah hingga mencapai putaran tinggi, CO akan naik dengan semakin tingginya putaran engine. Adanya karbon monoksida (CO) pada gas buang diakibatkan oleh karena pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar tidak sempurna, yang disebabkan oleh kurangnya jumlah udara dalam campuran yang masuk kedalam ruang bakar atau bisa juga kurangnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan waktu pembakaran. Emisi karbon monoksida tinggi ketika idling, dan mencapai minimum ketika akselerasi dan pada kecepatan konstan. Penutupan trothle yang mana akan mereduksi suplai oksigen ke ruang bakar adalah faktor utama timbulnya karbon monoksida, sehingga perlambatan dari kecepatan tinggi akan menghasilkan CO yang tinggi pula pada gas buang kendaraan bermotor. Karbon monoksida juga sangat ditentukan oleh kualitas campuran, homogenitas dan perbandingan udara dan bahan bakar. Kurangnya oksigen dalam campuran akan mengakibatkan karbon bereaksi tidak sempurna, sehingga terbentuk CO.
73 4.5.2 Analisa Emisi Hidro karbon (HC) 100
HC
80 60 40
20 0 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.12 Grafik Kadar HC Terhadap Putaran Mesin
Dari gambar grafik 4.12 dapat dilihat bahwa emisi HC tertinggi terjadi pada saat engine kondisi standart. dengan penambahan instrumen kuat medan magnet terhadap aliran bahan bakar dapat mengurangi kadar emisi Hidro Karbon (HC) yang dihasilkan oleh mesin. Secara grafik trendline kadar emisi HC akan menurun seiring dengan meningkatnya putaran mesin diakibatkan ketika putaran bertambah tinggi maka homogenitas campuran udara dan bahan bakar akan semakin baik. Namun hal itu hanya terjadi hingga putaran tertentu. Bila putaran bertambah cepat lagi, maka waktu pembakaran akan semakin sempit sehingga kadar bahan bakar yang belum terbakar akan lebih besar lagi. Hidrokarbon yang tidak terbakar adalah akibat langsung dari ketidaksempurnaan pembakaran, yang erat kaitannya dengan mesin desain dan variabel operasi. Selama proses kompresi dan pembakaran kenaikan tekanan pada ruang bakar akan memaksa sejumlah gas untuk masuk ke celah-celah kecil dalam ruang
74 bakar. Gas-gas ini akan keluar pada langkah ekspansi dan langkah buang merupakan salah satu sumber hidrokarbon pada gas buang kendaraan. Sumber lainnya adalah lapisan oli pelumas yang menempel pada dinding piston atau silinder head. Lapisan oli ini bisa menyerap dan melepaskan kembali komponen hidrokarbon dalam campuran (sebelum dan sesudah pembakaran) sehingga memungkinkan sejumlah bahan bakar lolos ketika terjadinya pembakaran.
Kandungan CO2 (%)
4.5.3 Analisa Emisi CO2 10 9 8 7 6 5 4 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.13 Grafik Kandungan % CO2 Terhadap Putaran Mesin
Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi tegangan maka semakin baik. Saat Afr berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila afr terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe. Pada gambar 4.14 kondisi standar nilai % CO2 maksimum tertinggi didapat pada putaran 3000 rpm sebesar 8.77 %. Kemudian pada pengujian dengan menggunakan induksi medan
75 magnet, nilai maksimum seluruhnya didapat pada putaran 3000 rpm dengan tegangan 25 V. Secara rata-rata seluruh penggunan induksi medan magnet pada tegangan 25 V dibandingkan dengan kondisi standar menurunkan kadar CO2 yaitu sebesar 60.54 %.
T Head (C)
4.6 Analisa Kondisi Operasional Mesin 4.6.1 Temperatur Cylinder Head Temperatur head diukur pada dinding head bagian luar. Pada engine ini menggunakan media pendingin udara paksa dan air, karena terdapat blower sebagai pembantu untuk mengalirkan udara ke dinding silinder luar dan juga radiator. 95 90 85 80 75 70 65 60 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.14 Grafik Temperature Operasional Pada Cylinder Head
Pada gambar 4.14 grafik temperature engine (head) dengan berbagai variasi kuat medan magnet terlihat bahwa temperatur engine tertinggi terjadi pada penggunaan besar kuat medan magnet. Sedangkan temperatur terendah dihasilkan ketika engine menggunakan kondisi standart. Berdasarkan grafik temperatur engine terhadap putaran engine terlihat bahwa besarnya temperatur engine naik seiring dengan naiknya putaran engine. Dengan naiknya putaran engine
76 maka jumlah bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin banyak, sehingga panas pembakaran yang dilepas ke dinding silinder juga semakin banyak, sehingga temperatur engine pun naik. Secara umum, dengan penambahan besar kuat medan magnet terjadi pembakaran yang lebih sempurna. Dengan komposisi tersebut proses pembakaran diruang bakar terjadi dengan cepat, sehingga energi yang terkandung dalam bahan bakar dapat terlepas dengan lebih sempurna, dibandingkan ketika kondisi standart. Hal ini dapat dijelaskan karena dengan penggunaan medan magnet, maka bahan bakar akan menerima energi dari medan magnet sehingga bahan bakar tidak stabil (reaktif) dan berenergi lebih besar sehingga mudah terbakar.
T Exhaust (C)
4.6.2 Temperature Exhaust Temperatur knalpot diukur pada lubang exhaust menggunakan thermokopel. Secara umum grafik temperatur exhaust fungsi putaran engine menunjukkan semakin tinggi seiring dengan naiknya putaran engine. 390 370 350 330 310 290 270 250 230 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4.15 Grafik Temperature Operasional Pada Exhaust
77
Pada gambar 4.15 grafik temperature exhaust dengan berbagai variasi kuat medan magnet terlihat bahwa temperatur exhaust tertinggi terjadi pada kondisi standart. Sedangkan temperatur terendah dihasilkan ketika engine menggunakan penggunaan besar kuat medan magnet. Besarnya temperatur ekshaust yang ditunjukkan grafik terlihat bahwa temperatur knalpot naik sebanding dengan naiknya putaran engine. Dengan naiknya putaran engine maka jumlah bahan bakar yang masuk ke ruang bakar semakin banyak, sehingga panas pembakaran yang timbul di ruang bakar menjadi semakin besar, sehingga temperatur ekshaust juga naik. Temperatur ekshaust mengindikasikan kerugian-kerugian yang terjadi pada ruang bakar. Turunnya temperatur exhaust gas pada saat penggunaan induksi medan magnet dikarenakan semakin meningkatnya kualitas pembakaran, sehingga kalor yang berada pada bahan bakar bensin mampu diserap dengan baik oleh mesin untuk dijadikan tenaga. Kemudian panas sisa hasil pembakaran di buang melalui exhaust port dan berdasarkan hasil pengukuruan temperatur exhaust gas semakin menurun. Hal ini pun didukung dengan turunnya nilai HC. Tetapi bukan berarti semakin menurunnya temperatur exhaust gas semakin baik, jika dilihat berdasarkan kecepatan putaran mesin. Pada putaran tinggi temperatur exhaust gas tidak mungkin sangat rendah sekali, karena semakin tinggi putaran semakin banyak juga terjadinya pembakaran yang terjadi. Jika rendah sekali artinya terjadi pembakaran dengan afr yang besar (pembakaran miskin) dan mesin akan kehilangan daya. Pada pengujian ini dengan pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar temperatur exhaust gas masih dalam batas toleransi turunnya temperatur exhaust gas. Karena dilihat dari unjuk kerjanya dengan penggunaan tegangan 25 V pada instrumen 1 masih mengalami kenaikan.
78 4.6.3 Analisa Temperatur Coolant
T Coolant (C)
90 85 80 75 70 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
Gambar 4. 16 Grafik Temperatur Operasional Pada Coolant
Temperatur coolant diukur dengan menempatkan termokopel pada upper hose yang dimana aliran coolant dari engine block menuju radiator. Pada pengujian mesin ini menggunakan media pendingin udara paksa dan air coolant, karena terdapat blower sebagai pembantu untuk mengalirkan udara ke dinding cylinder luar dan juga radiator. Pertama coolant akan dipompa untuk dialirkan menuju engine block melalui lower hose. Kemudian setelah mesin mencapai temperatur kerja ataupun temperatur kerja dari thermostat, maka coolant akan dialirkan kembali menuju radiator untuk didinginkan kembali. Berdasarkan gambar 4.20 grafik temperatur coolant terhadap putaran mesin terlihat bahwa besarnya temperatur coolant naik seiring dengannaiknya putaran mesin. Pada gambar 4.16 kondisi standar temperatur rata-rata exhaust gas sebesar 82.43° c. Kemudian pada pengujian dengan pemberian induksi medan magnet disetiap variasinya mengalami kenaikan nilai temperatur coolant. Pada pemberian tegangan maksimal 25 V induksi medan magnet mengalami kenaikan persentase rata-rata sebesar 7.36 %. Temperatur coolant pada
79 kondisi standar cenderung lebih rendah karena mesin dalam kondisi kurang optimal yang dibuktikan pada subbab analisa unjuk kerja, bahwa dengan memberikan induksi medan magnet akan memperbaiki unjuk kerja mesin. Pada kondisi pemberian tegangan maksimal 25 V temperatur coolant cenderung naik, karena hal ini menunjukkan semakin meningkatnya unjuk kerja. Seiring naiknya temperature coolant maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Walaupun temperatur coolant cenderung naik tetapi pada saat pengujian mesin tidak menimbulkan gejala-gejala yang menunjukkan akan over heating, melainkan masih dalam kondisi baik. 2) Seiring membaiknya temperatur coolant yang artinya menunjukkan membaiknya kinerja mesin, maka perlu melakukan perbaikan pada sistem pendinginan mesin. Agar mesin bisa lebih membaik lagi unjuk kerjanya
ṁbb (kg/s)
4.7 Analisa Laju Aliran Udara dan Laju Aliran Bahan Bakar 4.7.1 Laju Aliran Udara Terhadap Intensitas Medan Magnet 0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 400
420
440
460
480
Intensitas Medan Magnet (gauss) 2000 rpm
2500 rpm
3000 rpm
4000 rpm
4500 rpm
5000 rpm
3500 rpm
Gambar 4. 17 Grafik ṁ Bahan Bakar Fungsi Gauss
80 Berdasarkan trendline grafik pada gambar 4.17, setiap rpm pada ṁbb terhadap intensitas medan magnet cenderung datar. Itu terjadi pada semua garis rpm dari 2000 hingga 5000 walaupun ada beberapa garis yang sedikit berfluktuasi. Pada rpm 2000 ṁbb paling sedikit dibandingkan pada rpm diatasnya. Dan pada ṁbb paling tinggi terdapat pada rpm 5000. Pada saat putaran mesin 2000, kebutuhan bahan bakar untuk mesin cenderung masih sedikit, setelah rpm dinaikkan mencapai 5000 dengan interval 500 rpm kebutuhan ṁbb semakin tinggi karena putaran tinggi pembakaran juga sangat cepat sehingga panas yang ditimbulkan semakin tinggi pula dan menyebabkan kebutuhan ṁbb semakin naik pula. Pada setiap rpm terhadap gauss kebutuhan ṁbb memiliki perubahan yang tidak signifikan dengan nilai yang tetap atau pun berfluktuatif namun sedikit pada rpm tertentu. 4.7.2 Laju Aliran Bahan Bakar Terhadap Intensitas Medan Magnet ṁ udara (kg/s)
0,022 0,017 0,012 0,007 400
420
440
460
480
Intensitas Medan Magnet (gauss) 2000 rpm
2500 rpm
3000 rpm
4000 rpm
4500 rpm
5000 rpm
3500 rpm
Gambar 4. 18 Grafik ṁ Udara Fungsi Gauss
Berdasarkan trendline pada gambar 4.18, setiap rpm pada ṁ udara terhadap intensitas medan magnet cenderung datar. Itu
81 terjadi pada semua garis rpm dari 2000 hingga 5000. Pada rpm 2000 ṁbb paling sedikit dibandingkan pada rpm diatasnya. Dan pada ṁ udara paling tinggi terdapat pada rpm 5000. Pada saat putaran mesin 2000, kebutuhan udara untuk mesin cenderung masih sedikit, setelah rpm dinaikkan mencapai 5000 dengan interval 500 rpm kebutuhan ṁ udara semakin tinggi karena putaran tinggi pembakaran juga sangat cepat dan kebutuhan bahan bakar pun juga meningkat menyebabkan kebutuhan ṁ udara semakin naik pula. Pada setiap rpm terhadap gauss kebutuhan ṁ udara memiliki perubahan yang tidak signifikan dengan nilai yang tetap. 4. 8 Analisa Keunggulan Penggunaan Induksi Medan Magnet Dengan Variasi Besar Tegangan Mesin SINJAI 650 cc sebagai mesin uji penggunaan induksi medan magnet pada aliran bahan bakar. Berdasarkan beberapa ulasan pada subbab unjuk kerja dan analisa emisi gas buang pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar dapat memperbaiki unjuk kerja dan kadar emisi gas buang mesin. Induksi medan magnet yang di uji memvariasikan pemberian besar tegangan untuk membangkitkan induksi medan magnet dari 10 V sampai 25 V dengan interval pengujian setiap 5 V. Pada hasil pengujian FTIR menunjukkan semakin besar induksi medan magnet yang terjadi pada bahan bakar maka semakin menaikkan nilai penyerapan persentase transmittance pada sampel. Penyerapan persentase transmittance yang semakin naik menunjukkan terjadinya proses de-clustering atom hidrokarbon dari keadaan awal yakni molekul hidrokarbon mengalami clustering. Pada saat pengujian FTIR, efek declustering molekul hidrokarbon diunjukkan oleh cepatnya penguapan yang terjadi pada saat bahan bakar dibiarkan kontak langsung dengan udara luar. Sehingga dapat dikatakan pengoksidasian molekul hidrokarbon dengan oksigen menjadi lebih baik, pada kebutuhannya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang didapat mengenai pengujian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar, sebagai berikut: 1. Perancangan dan pemilihan instrumen medan magnet pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu, instrumen medan magnet dengan diameter luar sebesar 2 cm (Instrumen 1) memiliki nilai medan magnet yang paling tinggi yaitu pada 10V= 405 gauss, 15V= 420 gauss, 20V= 440 gauss, dan 25V= 470 gauss. 2. Pada uji FTIR, panjang gelombang sampel bahan bakar berada pada range 2850-2970 cm-1. Hasil penyerapan transmittance menggunakan instrumen 1 dengan tegangan 25 V semakin meningkat dibandingkan dengan menggunakan instrumen 1 dengan kondisi standart yaitu sebesar 19.86 %. 3. Pada uji unjuk kerja penggunaan induksi medan magnet dengan instrumen 1 kondisi pengujian 25 V dapat menaikkan Torsi = 4.58% Daya = 4.46%, Bmep = 4.58%, Eff thermal = 9.81% Eff volumetric = 0.66% dan menurunkan bsfc = 10.75 %. 4. Penggunaan induksi kuat medan magnet pada aliran bahan bakar menurunkan emisi gas buang. Semakin tinggi besar kuat medan magnet yang digunakan, semakin rendah pula kandungan emisi gas buang dibandingkan kondisi standar. Pada Instrumen 1 dengan tegangan 25 V menurunkan emisi CO = 26.9%, HC = 67.54%, serta menaikkan CO2 = 60.54%.
83
84 5.2 Saran 1. Melakukan pengujian dengan memperhitungkan lama waktu pemberian medan magnet agar mendapat data yang lebih optimal. 2. Melakukan pengujian pemberian induksi medan magnet pada aliran bahan bakar terhadap jarak sebelum bahan bakar di injeksikan, untuk mengetahui jarak ukuran maksimal dan minimal yang akan terjadi pada unjuk kerja mesin.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4] [5] [6]
[7]
Hamdhani, Mirza. (2016). Studi Eksperimental Variasi Kuat Medan Mgnet Induksi Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin Sinjai 2 Silinder 650 CC (Study Kasus : Mapping Sumber Tegangan Induksi Magnet), Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. S. Permadi, Galih. (2016). Studi Eksperimental Variasi Kuat Medan Mgnet Induksi Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin Sinjai 2 Silinder 650 CC (Study Kasus : Sumber Tegangan listrik dari alternator Mesin), Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Syarifudin. (2013). Kajian Variasi Kuat Medan Magnet Pada Aliran Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Mesin SINJAI 3 Silinder 650 CC, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin, Intitut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. http://belajar.kemdiknas.go.id/file_storage/materi_pokok/M P_194/zip/MP_194.html. Chalid, M, saksono, N, Adiwar & Darsono, N. (2005). Studi Pengaruh Magnetisasi Dipol Terhadap Karakterisitik Kerosin, Makara Teknologi, Vol.8 no1 Prasetya, A, B. (2007). Pengaruh Penambahan Single Medan Magnet Arah Radial Terhadap Bahan Bakar Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin 4 langkah, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Marcott,C., 1986, “Material Characterization Hand Book vol. 10: Infrared Spektroskopy”, ASM International, Amerika.
85
86
[8] [9] [10]
[12] [13]
[14]
Pudjanarsa, Astu. Nursuhud, Djati. 2008. Mesin Konversi Energi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sungkono Kawano, D. 2014. Pencemaran Udara. Surabaya: ITS Press. Ferdi Yuda. 2012. Pengaruh Kuat Medan Magnet Pada Saluran Bahan Bakar Dengan Variasi Tegangan Listrik Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Jember. Nelson Saksono. 2005. Magnetizing Kerosene For Increasing Combustion Efficiency, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok, Indonesia. Ali S. Faris. 2012. Effects of Magnetic Field on Fuel Consumption and Exhaust Emissions in Two-Stroke Engine, Department of Physics, College of Education, Aliraqia University, Baghdad, Iraq Setyawan, T, R. (2005). Studi Pengaruh Medan Magnet Pada Aliran bahan bakar Terhadap Unjuk Kerja Mesin Bensin, FTI, UK Petra, Surabaya.
LAMPIRAN A1 PENGAMBILAN DATA DAN HASIL PENGOLAHAN DATA rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.51 14.26 12.4 9.97 9.24 7.99 7.27
laju bahan bakar (kg/s) 0.000606969 0.000787868 0.000906048 0.001126881 0.001215909 0.001406133 0.001545392
head 67 70 72 74 78 76 79
PENGUJIAN STANDAR temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 256 72 1.538 8.02 85 1.4 283 74 1.516 8.11 72 2.3 310 72 1.708 8.77 64 3.5 321 68 1.982 8.43 53 5.3 330 84 2.13 8.22 54 6.8 365 80 2.329 7.65 56 7.8 367 79 2.951 6.14 60 9
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.016044881 0.018174104 0.019464617 0.020908352
87
88
rpm torsi (N.m) 2000 29.5281 2500 33.30495 3000 37.42515 3500 38.11185 4000 39.1419 4500 35.36505 5000 30.55815 rata-rata 34.77645 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.39 15.03 12.24 10.65 8.41 8.88 7.45
daya (kW) 6.1812156 8.71479525 11.7514971 13.9616411 16.3874088 16.6569386 15.9920985 12.8065136
unjuk kerja pengujian standar bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 5.7655215 0.353504761 23.68311252 65.32975498 6.50297192 0.325460932 25.72380337 66.98860231 7.3074633 0.277562439 30.1629178 68.86360824 7.44154519 0.290565435 28.81310714 72.63516002 7.64266803 0.26711195 31.34301183 71.98988374 6.90521761 0.303902039 27.54865692 68.53490179 5.96664434 0.347885006 24.06569092 66.25646446 6.79029027 0.309427509 27.33432864 68.65691079
laju bahan bakar (kg/s) 0.00061093 0.000747505 0.000917892 0.00105493 0.00133591 0.001265203 0.001508054
head 69 72 74 76 80 78 80
PENGUJIAN 10 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 252 74 1.438 7.02 75 1.4 276 76 1.416 7.11 62 2.3 308 74 1.608 7.77 54 3.5 317 68 1.882 7.43 43 5.4 325 86 2.03 7.22 44 6.9 351 82 2.229 6.65 46 7.8 352 80 2.851 5.14 50 9
afr 13.58613 13.41556 14.39068 14.23831 14.94693 13.84266 13.52948 13.99282 laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.01619554 0.01830725 0.019464617 0.020908352
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 30.55815 3000 39.48525 3500 41.202 4000 39.48525 4500 36.05175 5000 32.2749 rata-rata 35.7084
daya (kW) 6.468714 7.99604925 12.3983685 15.093666 16.531158 16.9803743 16.890531 13.194123
unjuk kerja pengujian 10 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.339997637 24.62397418 65.32975498 5.96664434 0.336543445 24.87670801 66.98860231 7.70970898 0.266519886 31.41263917 68.86360824 8.04491372 0.251611933 33.27383134 73.31719526 7.70970898 0.290921826 28.77780995 72.51728921 7.03929951 0.268234944 31.21179109 68.53490179 6.30184908 0.321422298 26.04702 66.25646446 6.97225856 0.296464567 28.60339625 68.82968804
afr 13.49806 14.13997 14.20499 15.35225 13.70396 15.38458 13.86446 14.30689
89
90 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 18.86 14.57 12.73 10.42 9.27 8.26 7.9
laju bahan bakar (kg/s) 0.000595705 0.000771105 0.000882561 0.001078215 0.001211974 0.001360169 0.001422152
rpm torsi (N.m) 2000 30.2148 2500 33.99165 3000 37.7685 3500 40.17195 4000 40.85865 4500 36.05175 5000 31.5882 rata-rata 35.8065
daya (kW) 6.3249648 8.89448175 11.859309 14.7163244 17.1061548 16.9803743 16.531158 13.2018239
head 70 73 76 78 82 80 85
PENGUJIAN 15 V temperatur emisi gas buang exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 250 74 1.338 5.82 65 282 79 1.316 5.9 52 308 76 1.508 6.57 44 310 70 1.782 6.23 33 315 88 1.93 6.02 34 358 84 2.029 5.45 36 360 83 2.651 4.04 40
pitot static (mm)
laju massa udara (kg/s)
1.4 2.3 3.5 5.5 6.9 7.8 9.1
0.008246365 0.010569696 0.013038649 0.016344811 0.01830725 0.019464617 0.021024189
unjuk kerja pengujian 15 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 5.8996034 0.33905939 24.69211375 65.32975498 6.63705382 0.312101156 26.82493435 66.98860231 7.37450424 0.2679093 31.24972906 68.86360824 7.84379088 0.263759741 31.74136052 73.99294407 7.97787277 0.25506064 32.82393165 72.51728921 7.03929951 0.288368801 29.03258946 68.53490179 6.16776719 0.309702855 27.03266333 66.62353909 6.99141311 0.290851698 29.0567603 68.97866281
afr 13.84303 13.70721 14.77365 15.15914 15.10531 14.31043 14.78336 14.52602
rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 19.11 15.2 12.02 10.76 9.4 8.51 8
laju bahan bakar (kg/s)
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 33.6483 3000 38.79855 3500 42.23205 4000 39.8286 4500 35.7084 5000 31.5882 rata-rata 36.1008
0.000587912 0.000739145 0.000934692 0.001044145 0.001195213 0.001320212 0.001404375
daya (kW) 6.468714 8.8046385 12.1827447 15.4710077 16.6749072 16.8186564 16.531158 13.2788324
head 74 77 79 80 85 82 86
PENGUJIAN 20 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 250 76 1.238 5.32 60 1.4 274 80 1.216 5.2 48 2.4 296 78 1.408 6.27 40 3.6 305 72 1.682 5.76 30 5.3 321 90 1.83 5.78 31 6.8 349 85 1.929 5.05 32 7.8 350 83 2.551 3.96 36 9
unjuk kerja pengujian 20 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.327187678 25.58804495 65.32975498 6.57001287 0.302218093 27.70215692 68.42938225 7.57562709 0.276201458 30.31154538 69.8404458 8.24603656 0.242965553 34.45794233 72.63516002 7.77674993 0.258038375 32.44514705 71.98988374 6.97225856 0.282588653 29.62643027 68.53490179 6.16776719 0.30583157 27.37484895 66.25646446 7.04887678 0.285004483 29.64373084 69.00228472
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010797027 0.013223603 0.016044881 0.018174104 0.019464617 0.020908352
afr 14.02653 14.60746 14.14755 15.36653 15.20575 14.74356 14.88801 14.7122
91
92 rpm 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000
rps 33.33333 41.66667 50 58.33333 66.66667 75 83.33333
Konsumsi bb 15 ml (s) 19.41 15.44 12.52 10.76 9.4 8.51 8
laju bahan bakar (kg/s)
rpm torsi (N.m) 2000 30.9015 2500 33.6483 3000 39.48525 3500 42.91875 4000 40.5153 4500 36.73845 5000 31.5882 rata-rata 36.54225
0.000578825 0.000727655 0.000897364 0.001044145 0.001195213 0.001320212 0.001404375
daya (kW) 6.468714 8.8046385 12.3983685 15.7225688 16.9624056 17.30381 16.531158 13.4559519
head 75 78 80 82 86 88 89
PENGUJIAN 25 V temperatur emisi gas buang pitot static (mm) exhaust pendingin CO (%) CO2 (%) HC (ppm) 247 78 1.138 4.32 58 1.4 273 80 1.116 4.98 46 2.4 284 79 1.308 5.97 38 3.6 302 73 1.582 5.16 28 5.3 323 91 1.73 5.18 29 6.8 346 86 1.829 4.9 32 7.9 350 84 2.451 3.96 34 9.1
unjuk kerja pengujian 25 V bmep (bar) bsfc (kg/kW.h) eff. Thermal eff. Volumetris 6.03368529 0.322130682 25.9897411 65.32975498 6.57001287 0.297520402 28.1395594 68.42938225 7.70970898 0.260559378 32.13122895 69.8404458 8.38011846 0.239078104 35.01823408 72.63516002 7.91083183 0.253664843 33.00454614 71.98988374 7.1733814 0.274665607 30.48103884 68.97282894 6.16776719 0.30583157 27.37484895 66.62353909 7.13507229 0.279064369 30.30559964 69.11728497
laju massa udara (kg/s) 0.008246365 0.010797027 0.013223603 0.016044881 0.018174104 0.019588993 0.021024189
afr 14.24672 14.8381 14.73605 15.36653 15.20575 14.83777 14.9705 14.88592
LAMPIRAN A2 DATA FTIR
STANDART
10 VOLT 93
94
15 VOLT
20 VOLT
25 VOLT
95
96 LAMPIRAN A3 ṁ BAHAN BAKAR FUNGSI PUTARAN MESIN
mdot bb (kg/s)
0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
mdot udara (kg/s)
ṁ UDARA FUNGSI PUTARAN MESIN 0,023 0,021 0,019 0,017 0,015 0,013 0,011 0,009 0,007 1500
2500
3500
4500
5500
Putaran Mesin (Rpm) standart
10V
15V
20V
25V
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Sidoarjo, 12 Juli 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Percobaan Surabaya, SMPN 3 Sidoarjo dan SMAN 1 Waru Sidoarjo. Setelah lulus dari SMAN tahun 2011, Penulis melanjutkan pendidikannya di D3 Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis banyak mengikuti beberapa pelatihan misalnya LKMM Pra-TD FTI-ITS, LKMM TD HMDM 2012 FTI-ITS, PMB HMDM 2012 FTI-ITS dan lainlain. Selain pelatihan, penulis juga aktif dalam pengurus himpunan tahun kepengurusan bidang minat bakat tahun 2013-2014. Penulis mengerjakan tugas akhir ini selama kurang lebih 4 bulan pada semester akhir pendidikan di Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak orang untuk kedepannya.