TUGAS AKHIR
PENGARUH BAHAN TAMBAH BUSA STEREOFOAM TERHADAP KINERJA CAMPURAN LAPIS TIPIS ASPAL BETON ( LATASTON)
Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)
DISUSUN OLEH : NAMA : BENNY FERDIANSYAH NIM
:
01103 – 013
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA
TERAKREDITASI A BERDASARKAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI NOMOR : 012/BAN-PT/AK-VII/S1/VII/2003
2008
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA No.Dokumen
010 423 4 41 00
Tgl. Efektif
7 MARET 2005
Q
Distribusi
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir
: Pengaruh Bahan Tambah Lem Bakar Terhadap Kinerja Campuran Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON)
Disusun oleh : Nama
:
Dian Widianto
NIM
:
01100 – 014
Program Studi
:
Teknik Sipil
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan pada sidang sarjana tanggal 29 Agustus 2007.
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Nunung Widyaningsih, Dipl.Eng.
Jakarta,
Ir. Alizar, MT
Agustus 2007
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir. Mawardi Amin, MT
LEMBAR PERNYATAAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA No.Dokumen
010 423 4 41 00
Tgl. Efektif
7 MARET 2005
Q
Distribusi
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Benny ferdiansyah
NIM
:
01103 – 013
Program Studi
:
Teknik Sipil
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan kerja asli, bukan duplikat dari karya orang lain. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya.
Jakarta, Juni 2008 Yang memberikan pernyataan,
( Benny Ferdiansyah )
ABSTRAK
Judul : Pengaruh Bahan Tambah Busa Stereofoam Terhadap Kinerja Campuran Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON). Nama : BENNY FERDIANSYAH. NIM : 01103-013. Pembimbing :Ir. Alizar, MT. Tahun : 2008. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui kinerja campuran Busa Stereofoam terhadap karakteristik campuran aspal. Sebelum melakukan pemeriksaan dan pengujian di Laboratorium dilakukan persiapan penyediaan bahan atau material. Agregat yang digunakan adalah agregat yang memenuhi gradasi standar dari Bina Marga untuk Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON). Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal keras penetrasi 60/70. Bahan tambah yang digunakan adalah Busa Stereofoam, yang fungsinya untuk meningkatkan mutu bahan campuran pada perkerasan jalan. Beberapa karakteristik campuran yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall antara lain stabilitas (Stability), kelelehan (Flow), kekakuan (Marshall Quotient), rongga dalam campuran (Void In Mix), dan rongga dalam agregat (Void In Mineral Agregat). Dari hasil analisa pengujian Marshall didapat kadar aspal optimum adalah 6.5%. Sedangkan untuk penambahan Busa Stereofoam, kadar campuran yang didapat adalah 4% yang dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal karena memiliki nilai yang memenuhi standar persyaratan dari Bina Marga serta nilai Indeks Kekuatan Sisa yang lebih besar dari 75%. Kata kunci : Pengujian Marshall, kadar aspal optimum, bahan tambah Busa Stereofoam.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Besar, Maha Berilmu yang dengan segala rahmat, karunia, dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini penulis buat sebagai syarat penyelesaian studi program Strata Satu (S-1) mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Topik
pembahasan yang penulis angkat sebagai materi penulisan, sesuai dengan
penjurusan yang penulis ambil di bidang Transportasi yaitu “ Pengaruh Bahan Tambah Busa Stereofoam Terhadap Kinerja Campuran Lapis Tipis Aspal Beton ”. Dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan baik secara moril maupun materiil. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, beserta Adik-adikku yang terus menerus memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir. Alizar, MT, selaku Dosen Pembimbing Pendamping Tugas Akhir 3. Bapak Ir. Edifrizal Darma, MT, selaku Ketua Kordinator Tugas Akhir. 4. Ibu Ir Desiana MT, selaku Dosen Pembimbing Akademik Angkatan 2003 . 5. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT, selaku Kaprodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UMB.
6. Seluruh Dosen Pengajar di Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana, terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu yang anda
berikan untuk penulis dan
mahasiswa Universitas Mercu Buana. 7. Serta teman – teman Angkatan 2003 Ari, aa, Adi, Rizki, Danu, Acil, Dwi, putut, Reza, Dedy, Sandy, Fadilla, Cristien, Devi,Reni 8. Angkatan 2000 Sigit, Benny, Dian, Martani, Dedy, Andi, Dan Yang Lainnya 9. Angkatan 2001 : Evin dkk 10. Angkatan 2002 : M yus Fajarudian, Harlan Dan dkk 11. Angkatan 2004 : Heru, Dion, Dkk 12. Angkatan 2005 : Nico, Black, Edwin, Ijul, Aji, . 13. Adik – Adik Angkatan 2006 14. Angkatan 2007 15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak disebutkan namanya satu persatu Dan saya menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya baik secara materi maupun dalam hal penyajiannya. Untuk itu saya sangat mengharapkan adanya saran, kritik, serta masukan untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna untuk semua orang yang membacanya pada umumnya dan bagi adik-adik mahasiswa Teknik Sipil yang akan menyusun Tugas Akhir pada khususnya. Jakarta, Juni 2008.
BENNY FERDIANSYAH
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Persamaan Rumus Bab I:
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
I-1
1.2
Maksud Dan Tujuan
I-2
1.3
Metodologi Penelitian
I-3
1.4
Lingkup Pembahasan
I-3
1.5
Sistematika Penulisan
I-4
Bab II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum
II-1
2.2
Aspal
II-3
2.3
Lataston
II-6
2.4
Definisi Marshall
II-8
2.5
Agregat
II-9
2.5.1 Agregat Kasar
II-9
2.5.2 Agregat Halus
II-10
2.6
Bahan Pengisi (Filler)
II-14
2.7
Busa Stereofoam
II-15
2.8
Karakteristik Dan Perilaku Campuran
II-16
2.9
Persyaratan Campuran
II-16
2.10 Pengaruh Busa Stereofoam Sebagai Bahan Tambah Aspal
II-19
Bab III: METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Program Kerja Uji Laboratorium
III-1
3.2
Pengujian Sifat Fisik Agregat
III-3
3.2.1 Pengujian Sifat Fisik Agregat Kasar
III-3
3.2.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus
III-6
3.2.3 Pengujian Sifat Fisik Filler (Bahan Pengisi)
III-7
3.3
Pengujian Mutu Aspal Keras Penetrasi 60/70
III-7
3.4
Pembuatan Benda Uji Marshall
III-10
3.5
Pengujian Dengan Alat Marshall
III-12
3.6
Marshall Immersion Test Pada Penambahan Busa
3.7
Stereofoam
III-14
Kebutuhan Benda Uji
III-15
Bab IV: HASIL DAN ANALISA DATA 4.1
4.2
Hasil dan Analisa Pengujian Agregat
IV-1
4.1.1 Uji Agregat Halus
IV-1
4.1.2 Uji Agregat Kasar
IV-2
4.1.3 Uji Filler (Bahan Pengisi)
IV-2
Hasil dan Analisa Pengujian Aspal
IV-3
4.3
4.2.1 Hasil Pengujian Aspal Keras Penetrasi 60/70
IV-3
Hasil Uji Campuran Beraspal Dengan Alat Marshall
IV-4
4.3.1 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum
IV-4
4.3.2 Hasil Uji Marshall dengan Penambahan Busa Stereofoam
IV-9
4.3.3 Hasil Uji Marshall Immersion Test IV-14 4.3.4 Hasil Stabilitas Pada Setiap Perendaman
IV -15
4.3.5 Hasil Grafik Durabilitas Pada Setiap Persen Busa Stereofoam
IV-16
Bab V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
V-1
5.2
Saran
V-3
Daftar Pustaka Lampiran
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70
II-5
Tabel 2.2 Persyaratan Gradasi Agregat Campuran Berbagai Jenis Beton Aspal
II-7
Tabel 2.3 Parameter Marshall Untuk Lataston
II-8
Tabel 2.4 Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar
II-13
Tabel 2.5 Batas-Batas Gradasi Agregat Halus
II-14
Tabel 2.6 Gradasi Bahan Pengisi
II-14
Tabel 3.1 Jumlah Benda Uji Untuk Kadar Aspal Optimum
III-15
Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi Kadar Busa Stereofoam Dalam Aspal
III-15
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Agregat Halus
IV-1
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar
IV-2
Tabel 4.3 Hasil Uji Berat Jenis Filler
IV-2
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Aspal Keras Penetrasi 60/70
IV-3
Tabel 4.5 Hasil Kadar Aspal Optimum Pada Campuran Lataston
IV-6
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Aspal Pen 60/70 + Busa Stereofoam
IV-9
Tabel 4.7 Hasil Uji Marshall Dengan Penambahan Busa Stereofoam
Pada Setiap Variasi Kadar Aspal Optimum
IV-11
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Marshall Immersion Test Pada Kadar Aspal Optimum Terhadap Variasi Kadar Busa Stereofoam (Perendaman 30 Menit - 24 Jam - 3 hari – 7 hari)
IV-15
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Susunan Lapisan Perkerasan Jalan
II-1
Gambar 4.1
Grafik Penentuan Nilai Kadar Aspal Optimum
IV-6
Gambar 4.2
Cara Mendapatkan Nilai Kadar Aspal Optimum
IV-7
Gambar 4.3
Grafik Uji Marshall Dengan Penambahan Busa Stereofoam
IV-12
DAFTAR PERSAMAAN RUMUS
Halaman Persamaan 3.1 Berat Jenis Curah (Bulk) Agregat Kasar
III-3
Persamaan 3.2 Berat Kering Permukaan Jenuh (SSD) Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.3 Berat Jenis Semu (Apparent) Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.4 Penyerapan Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.5 Berat Jenis Curah (Bulk) Agregat Halus
III-6
Persamaan 3.6 Berat Kering Permukaan Jenuh (SSD) Agregat Halus
III-6
Persamaan 3.7 Berat Jenis Semu (Apparent) Agregat Halus
III-7
Persamaan 3.8 Penyerapan Agregat Halus
III-7
Persamaan 3.9 Berat Jenis Aspal
III-9
Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis, maka perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis. Lapisan paling atas disebut juga sebagai lapisan permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya terdapat lapisan fondasi, yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Perkerasan merupakan hal yang utama untuk jalan yang memberikan pelayanan yang optimal aman, nyaman, kuat, dan cepat. Jalan mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan serta pertahanan dan keamanan nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional. Untuk memenuhi hal tersebut di atas maka usaha-usaha untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan terus dikembangkan dari waktu kewaktu. Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan jalan yang bermutu tinggi. Kerusakan jalan di Indonesia sering sekali terjadi, bahkan kerusakan terjadi sebelum jalan tersebut mencapai umur rencana yang telah di tetapkan. Hasil penelitian menunjukan penyebab kerusakan jalan sebagian besar akibat tingginya
Benny Ferdiansyah (01103-013)
I-1
Bab I Pendahuluan
temperatur permukaan jalan pada perkerasan aspal, curah hujan, dan peningkatan volume serta bebas lalu lintas. Masalah pengelupasan adalah masalah internal yang menyebabkan kerusakan campuran yang disebabkan oleh jeleknya daya ikat aspal pada batuan tertentu terutama bila ada air. Peningkatan lapisan perkerasan sangatlah diperlukan, terutama pada kondisi lalu lintas yang sangat padat dan berat. Kualitas campuran lapisan permukaan ini sangat di pengaruhi oleh jenis agregat dan aspal yang digunakan, maka dibutuhkan material yang mencukupi yang memenuhi standar yang berlaku. Busa Sterofoam merupakan bahan yang bersifat polimer yang dapat menekan volume rongga pada masa agregat sehingga dapat memproduksi jumlah polimer yang diperlukan untuk mengikat agregatnya. Busa Sterofoam memiliki sifat fleksibel apabila dipanaskan atau melalui proses pembakaran Dalam Campuran beraspal diharapkan dapat meningkatkan Kekakuan (Marshal Question) Campuran perkerasan jalan. Penggunaan Busa Sterofoam ini diharapkan dapat merubah sifat-sifat fisik aspal, daya ikat aspal, stabilitas dan ketahanan campuran Beraspal terhadap deformasi. Berdasarkan pemikiran di atas tersebut maka penulis mengambil judul Tugas Akhir “ Pengaruh Bahan Tambah Busa Sterofoam Terhadap Kinerja Campuran Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) “. 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Busa Sterofoam sebagai bahan tambah terhadap lapis tipis aspal beton guna
Benny Ferdiansyah (01103-013)
I-1
Bab I Pendahuluan
meningkatkan mutu lapis penutup pada pekerjaan perkerasan jalan dari pengaruh iklim dan volume arus kendaraan. 1.3 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan : 1. Studi Literatur Menjelaskan penelitian dilaboratorium yang diperoleh dari buku-buku, hasil seminar, dan penelitian baik itu teori maupun rumus-rumus yang mendukung. 2. Pengujian dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. 3. Analisa hasil pengujian di laboratorium. Dari pengujian dilaboratorium dapat dilakukan analisa untuk mendapatkan kesimpulan akhir penelitian mengenai seberapa besar pengaruh Busa Sterofoam sebagai bahan tambah terhadap campuran Lapis Tipis Aspal Beton ( LATASTON ). 1.4 Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan melalui percobaan di laboratorium dan tidak melakukan pengujian lapangan. b. Tidak dilakukan analisa biaya lapis perkerasan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
I-1
Bab I Pendahuluan
c. Penelitian hanya dilakukan pada lapisan perkerasan Lapis Tipis Aspal Beton ( Lataston ) untuk campuran bahan jalan raya. d. Penelitian dilakukan dengan uji Marshall. e. Tidak dilakukan penelitian terhadap sifat-sifat kimia dari bahan yang dijadikan objek penelitian. f. Material yang digunakan adalah aspal ( penetrasi 60 / 70 ) dan agregat. g. Bahan tambah yang digunakan adalah Busa Sterofoam. h. Pemeriksaan sifat-sifat bahan yang digunakan dan spesifikasi gradasi agregat yang digunakan adalah spesifikasi yang memenuhi standar sesuai petunjuk pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton ( LATASTON ) No. 13/PT/B/1983. 1.5 Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penulisan dapat dijelaskan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN, Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan, metode penelitian, lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan. BAB II, TINJAUAN PUSTAKA, Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik bahan-bahan campuran aspal. BAB III, METODOLOGI PENELITIAN, Pada bab ini dijelaskan metodologi penelitian yang dilakukan di laboratorium Teknik sipil Universitas Mercu Buana.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
I-1
Bab I Pendahuluan
BAB IV, HASIL DAN ANALISA DATA, Pada bab ini akan diuraikan hasil percobaan yang terdapat di laboratorium, yang akan disajikan dalam tabel-tabel dan grafik kemudian dari hasil tersebut dilakukan analisa dan pembahasan. BAB V, KESIMPULAN DAN SARAN, Pada bab ini dijelaskan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian dilaboratorium.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
I-1
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum Menurut Silvia Sukirman (1999) perkerasan konstruksi jalan terdiri dari lapisanlapisan yang mempunyai fungsi untuk menahan beban yang bekerja diatasnya, lapisan perkerasan konstruksi jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Lapisan Permukaan (Surface course) Lapisan Pondasi Atas (Base course) Lapisan Pondasi Bawah (Sub base course) Tanah Dasar (Sub grade)
Gambar 2.1 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan (Silvia Sukirman, 1999) Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas : a. Perkerasan lentur atau Flexible Pavement merupakan perkerasan yang menggunakan
aspal
sebagai
bahan
pengikat
dengan
lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit pavement) yaitu perkerasan yang mengunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-1
Bab II Tinjauan Pustaka
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagaian besar dipikul oleh pelat beton. c. Perkerasan Komposit (Composive Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas permukaan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Dalam pembatasan ini hanya akan dibahas mengenai perkerasan lentur untuk konstruksi jalan raya. Selain itu juga Silvia Sukirman (1999) mengatakan bahwa perkerasan lentur harus mempunyai beberapa persyaratan yaitu : a. Permukaan harus rata, tidak bergelombang. b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah mengalami perubahan bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya. c. Permukaan tidak mengkilap sehingga pantulan dari sinar matahari tidak akan silau. d. Permukaan cukup kesat dan akan memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan, sehingga tidak slip. e. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ketanah dasar. f.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan bawahnya.
g. Permukaan mudah mengalirkan air hujan dengan cepat.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2 Aspal Menurut Buku Silvia Sukirman aspal adalah bahan yang berwarna coklat tua sampai hitam yang memiliki sifat kohesi dan adhesi, kedap terhadap air dan tidak menguap tetapi menjadi cair jika temperatur tinggi. Sebagai material konstruksi lentur, aspal merupakan salah satu komponen yang sangat kecil, umumnya hanya (4-10)% berdasarkan berat, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Sebagai pengisi aspal harus dapat menyesuaikan dengan ruang yang tersedia, sehingga harus mempunyai sifat plastis yang tinggi dan pada waktu dipakai mempunyai sifat kecairan yang cukup baik tetapi mempunyai sifat kohesi yang baik. Aspal yang baik adalah yang kekentalannya tidak mudah terpengaruh oleh perubahan temperatur. Karena konstruksi menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, maka aspal harus mempunyai dan memenuhi sifat yang baik terhadap perubahan temperatur. Aspal dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan sebagai bahan pengikat, oleh karena itu aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Daya tahan (durabilitas), yaitu kemampuan mempertahankan sifat aspal, akibat pengaruh suhu/cuaca selama pelayanannya. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan cara membuat campuran yang padat (memiliki sedikit
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
rongga) dan kedap air, yang dapat diperoleh dengan menggunakan agregat bergradasi rapat (dense graded) dan aspal yang cukup banyak sehingga dapat menyelimuti agregat dengan baik. b. Sifat adhesi dan kohesi, sifat adhesi yaitu kemampuan aspal untuk mengikat agregat dan sifat kohesi yaitu kemampuan aspal untuk tetap pertahankan agregat di tempatnya setelah terjadi pengikatan. c. Memberikan sifat elastis yang baik. Secara umum jenis aspal terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu : 1. Aspal alam, terbentuk oleh adanya minyak bumi yang mengalir kepermukaan bumi melalui retakan-retakan kulit bumi. Di Indonesia jenis aspal alam antara lain diperoleh di pulau Buton, dan dikenal sebagai Butas atau Asbuton. 2. Tar, diperoleh dengan proses denstilasi dari batu bara. Jenis ini tidak dipergunakan pada pengaspalan di Indonesia. 3. Aspal minyak, diperoleh dengan proses denstilasi dari minyak bumi yang mengandung aspal. Secara umum aspal minyak yang dipergunakan pada pekerjaan pengaspalan yaitu : ·
Aspal Keras (Asphalt cement) adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara yang pada temperatur normal ( 25°C - 30°C ) berbentuk padat dan berwarna hitam, yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu : Aspal pen
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
40/50, Aspal pen 60/70, Aspal pen 85/100, Aspal pen 120/150, Aspal pen 200/300. ·
Aspal Cair, dibuat dari aspal keras ditambah bahan pelarut, dimana bahan pelarut ini dapat berupa bensin, minyak tanah dan solar, yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin.
Penelitian ini menggunakan aspal dengan penetrasi 60/70 dengan persyaratan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Lapisan Tipis Aspal Beton (LATASTON), Bina Marga (1983). Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70. Persyaratan No
Jenis pemeriksaan
Satuan
Pen 60/70 Min
Max
0.1 mm
60
79
1
Penetrasi (25°C, 5 detik,100 grm)
2
Titik lembek
°C`
48
58
3
Titik nyala
°C
200
-
4
Kehilangan berat(167°C,5jam)
% berat
-
0.4
5
Kelarutan (CCl4 atau CS2)
% berat
99
-
6
Daktilitas (25°C,5 cm/menit)
Cm
100
-
7
Penetrasi setelah kehilangan berat
% semula
75
-
8
Berat jenis (25°C)
Gr/cc
1
-
Sumber : Bina Marga, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON), 1983
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3 Lataston Lataston atau Lapis Tipis Aspal Beton merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran agregat yang mempunyai gradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 mm sampai 30 mm( Bina Marga, 1983 ). Pembuatan lataston dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapis diatas permukaan antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta sebagai lapis kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya.
Lapisan Tipis Aspal Beton (LATASTON) ini memiliki fungsi : 1. Sebagai lapis penutup. 2. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca. 3. Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Persyaratan gradasi agregat campuran berbagai jenis beton aspal Ukuran Saringan
% Berat Lolos Laston (AC)
No.
Bukaan
AC - WC
AC – BC
Lataston (HRS) AC Base
HRS - WC
mm 11/2 “
37,5
1”
25
3
/4 “
19
1
/2 ”
3
Latasir (SS) Kelas
Kelas
A
B
100
100
100 100
90-100
100
90-100
Maks 90
12,5
90-100
Maks 90
/8 “
9,5
Maks 90
No.8
2,36
28-58
No.16
1,18
No. 30
0,600
No. 200
0,75
100 90-100 75-85
23-39
19-45
90-100
50-721
75-100
35-60 4-10
4-8
3-7
6-12
10-15
8-13
Daerah Larangan No. 4
4,75
-
-
39,5
No. 8
2,36
39,1
34,6
26,8-30,8
No. 16
1,18
25,6-31,6
22,3-28,3
18,1-24,1
No. 30
0,600
19,1-23,1
16,7-20,7
13,6-17,6
No. 200
0,075
15,5
13,7
11,4
Sumber : Depkimpraswil, 2002.
2.4 Definisi Marshall
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam bukunya Silvia Sukirman menyatakan bahwa alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 500 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap plastis dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”. penelitian ini akan digunakan jenis campuran Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) untuk lalu lintas ringan dan sedang. Perameternya adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Parameter Marshall Untuk Lataston Jenis Parameter
Parameter Min
Max
Satuan
Rongga Antar Mineral Agregat (VMA)
18
-
%
Rongga Udara Dalam Campuran (VIM)
2
-
%
800
-
kg
2
-
mm
200
-
kg/mm
Stabilitas (Stabilitas) Kelelehan (Flow) Kekakuan (MQ) Sumber : Depkimpraswil, 2002.
2.5 Agregat
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Banyak agregat dalam campuran perkerasan pada umumnya antara 90-95% berat, atau 75-85% volume. Agregat merupakan bahan utama yang turut menahan beban yang diderita oleh bahan perkerasan jalan, begitu pula pada perkerasan, dimana digunakan bahan partikel aspal, sangat dipengaruhi oleh mutu agregat. Menurut Silvia Sukirman, agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan degradasi. Degradasi didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat gaya yang diberikan pada waktu penimbunan, pemadatan atau oleh beban lalu lintas. 2.5.1 Agregat Kasar Pada campuran aspal panas dikatakan bahwa, agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.8. Agregat kasar harus terdiri dari batu kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet, dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Agregat kasar lebih mampuh menahan deformasi yang timbul dengan menghasilkan ikatan antar partikel yang lebih kuat. Pada campuran dengan aspalpun ikatan antar partikel-partikel dan lapisan aspal lebih baik pada permukaan kasar dibandingkan dari permukaan halus. Sudut geser dalam antar partikel bertambah besar dengan semakin kasarnya permukaan agregat.
2.5.2 Agregat Halus
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Agergat halus adalah agregat yang lolos pada saringan No.8. Agergat halus harus bersih, kering, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar. Agergat halus berasal dari pecahan batu induk, pasir alam dapat ditambahkan untuk campuran beraspal maksimal 15%. Dalam keadaan apapun, pasir alam yang kotor dan berdebu serta mengandung partikel halus lolos pada saringan No.200 lebih besar dari 8% dan atau mempunyai nilai ekivalen pasir kurang dari 50 menurut AASHTO T-176, tidak boleh digunakan dalam campuran. Memilih jenis agregat yang akan digunakan dalam pencampuran aspal tergantung dari tersedianya harga, mutu bahan, dan juga dari bentuk konstruksi yang dikehendaki. Untuk mengetahui apakah jenis agregat yang akan digunakan pada konstruksi aspal itu sesuai atau tidak, ditentukan dengan menilai bahan itu dengan cara penentuan : a. Ukuran dan gradasi b. Kebersihan c. Kekerasan / keausan d. Bentuk butiran e. Daya absorbsi /daya pelekatan
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Dari penilaian tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Gradasi Gradasi suatu agregat menunjukan ukuran dan pembagian butir. Gradasi ditentukan dengan melakukan analisa saringan dimana biasanya dipergunakan saringan yang berlubang persegi. Kegunaan dari gradasi agregat didalam perkerasan adalah agar diperoleh suatu
lapisan yang
jalan
padat setelah digilas, dimana
rongga-rongga diantara butiran perkerasan (agregat) akan diisi oleh butiran-butiran yang berlainan besarnya. 2. Kebersihan Yang dimaksud kebersihan adalah kebersihan terhadap debu dan zat organik. Kotoran ini sangat berpengaruh terhadap daya pelekatan aspal. Kotoran yang dimaksud adalah akar-akar, batu lunak, kulit batu, dan lain-lain. 3. Kekerasan / keausan Pada campuran perkerasan, batuan (agregat) akan mengalami proses-proses tambahan seperti pemecah, pengikisan akibat pengaruh cuaca, ketika sedang dibuat campuran dan dipadatkan, agregat juga akan mengalami pengikisan yang disebabkan oleh lalu-lintas, karenanya agregat harus keras dan mempunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan, penurunan mutu, dan penguraian. 4. Ketahanan Agregat untuk perkerasan aspal, harus dapat tahan lama dan tidak boleh merosot mutunya, atau menjadi hancur akibat pengaruh cuaca.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
5. Bentuk Butiran Bentuk butiran disamping dapat mempengaruhi cara pengerjaan campuran perkerasan, dapat pula merubah kemampuan pemadatan yang diperlukan untuk mencapai kepadatan yang diinginkan. Butiran yang tidak tentu bentuknya atau bentuk bersudut, seperti batu pecah, mempunyai kecenderungan untuk saling mengunci satu sama lainnya bila dipadatkan dan bisa menahan perpindahan tempat. Batu yang berbentuk bulat tidak akan diperoleh penguncian yang baik, dimana butir-butirnya mudah bergerak (berpindah tempat). Fraksi agregat kasar biasanya adalah batu pecah atau kerikil pecah, sedangkan agregat halus biasanya pasir alam dengan butir bulat. Untuk filler stabilitas lapisan campuran batu pecah dipengaruhi oleh sifat filler yang biasanya terdiri atas bahan batu pecah yang sangat halus dan sebagian bahan penutup berupa batuan lapuk atau lempung yang plastis.
6. Daya Absorbsi Pori-pori pada agregat dapat mengabsorbsi aspal, hal ini penting sekali untuk lapisan-lapisan aus. Batu-batu yang berpori akan menghisap aspal lebih banyak, dimana sebagian aspal berguna untuk melekatkan batu satu dengan batu yang lainnya. Selain itu batu-batu tersebut juga harus mempunyai daya tahan terhadap keausan, dimana batu berpori mempunyai daya keausan yang kurang, bila dibandingkan dengan jenis batu yang sama, tetapi sedikit berpori. Batu alam yang berpori banyak tidak dapat digunakan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
7. Daya Pelekatan Terhadap Aspal Faktor yang mempengaruhi kelekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas 2 bagian, yaitu : 1. Sifat mekanis yang tergantung dari : a. Pori-pori absorbsi. b. Bentuk dan tekstur permukaan. c. Ukuran butiran. 2. Sifat kimiawi agregat Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal, sehingga ikatan antara aspal dan agregat baik. Tabel 2.4 Batas-batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan inch (mm) 3/4" (19,10) 1/2" (12,70) 3/8” (9,52) No.8 (2,36)
Persen lolos (%) 100 90-100 75-85 50-75
Sumber : Depkimpraswil, 2002 (Lataston)
Keausan agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles pada putaran 500 (PB0206-76), maksimum 40%. Dan kelekatan terhadap aspal (PB-0205-76) lebih besar 95%. Tabel 2.5 Batas-batas Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan No. (mm) 16 (1,18) 30 (0,59) 200 (0,074)
Persen lolos (%) 0 35-60 6-12
Sumber : Depkimpraswil, 2002 (Lataston).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Sand Equivalent (AASHTO T-176) minimum 50% dan non plastis. Non plastis 2. 6 Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi atau filler biasanya merupakan abu batu, abu batu kapur, kapur padam, semen (PC) atau bahan non plastis lainnya. Bahan pengisi haruslah kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Jenis bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen (PC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk bahan pengisi (filler) adalah pemeriksaan berat jenis filler yang berdasarkan SNI 1967 1990 - F.
Tabel 2.6 Gradasi Bahan Pengisi Ukuran saringan No. 30 (0.590 mm) No. 50 (0.279 mm) No. 100 (0.149 mm) No. 200 (0.074 mm)
Persentase berat yang lolos (%) 100 95 - 100 90 - 100 70 - 100
Sumber : Bina Marga, Petunjuk Pelaksanaan Lataston 1983.
2. 7 Busa Sterofoam Busa Sterofoam ini terdapat pada Alat-alat Eloktronik yang berfungsi Untuk Peredam Suara. bahan busa Sterofoam juga mempunyai sifat polimer sintetik yang apabila dipanaskan atau dibakar pada suhu tertentu maka akan mencair dan berubah menjadi plastis atau meleleh. Apabila sudah kembali pada suhu semula maka bahan ini akan berubah menjadi keras dengan mempunyai daya rekat yang cukup kuat. Dari sifat yang polimer diharapkan busa Sterofoam ini dapat
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
menambah kekuatan pada Lapisan Tipis Aspal Beton (LATASTON). (Referensi didapat dari web http://id.wikipedia.org/wiki/Sterofoam)
Polimer dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Polimer Termoplast yaitu polimer yang bersifat kenyal (liat) apabila dipanaskan dan dapat dibentuk menurut pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer kehilangan sifat kekenyalannya dan dapat mempertahankan bentuk yang baru. b. Polimer Termoset yaitu polimer yang pada mulanya kenyal saat dipanaskan, tetapi sekali didinginkan tidak dapat dilunakkan lagi, sehingga tidak dapat diubah menjadi bentuk lain. c. Polimer Sintetik yaitu polimer yang mempunyai sifat keras akan tetapi agak rapuh. Busa Sterofoam yang digunakan pada penelitian ini berjenis polimer sintetik yang mengandung serat sebagai bahan pengikatnya. 2.8 Karakteristik dan Perilaku Campuran Untuk menentukan karakteristik dan perilaku campuran perlu adanya pengujian dan analisa di laboratorium, sehingga dapat diketahui apakah kualitas perkerasan sesuai dengan perencanaan atau tidak, karakteristik campuran yang didapat akan mencerminkan perilaku campuran dimana karakteristik tersebut antara lain : 1. Kerapatan Campuran (Mix Dansity) Kerapatan campuran adalah suatu kerapatan yang tinggi dari perkerasan sangat perlu untuk menjaga keutuhan dan ketahanan dari susunan perkerasan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Rongga Antara Mineral Agregat (VMA) Rongga antara mineral agregat adalah rongga udara yang ada di antara partikel agregat yang sudah dipadatkan, termasuk ruang yang berisi aspal dan dinyatakan sebagai persen dari volume total. 3. Rongga Udara Dalam Campuran (VIM). Rongga udara dalam campuran adalah ruang udara yang ada diantara partikel agregat yang telah diselubungi oleh aspal didalam campuran yang telah dipadatkan, dan dinyatakan dalam persen dari volume total. 2.9 Persyaratan Campuran Campuran beraspal dalam fungsinya sebagai perkerasan jalan memerlukan beberapa persyaratan yang meliputi aspek pelaksanaan konstruksi, pelayanan, keselamatan dan kenyamanan berlalu lintas. Menurut Silvia Sukirman (1999) juga mengatakan bahwa campuran sebagai lapis perkerasan yang harus memiliki sifat penting , yaitu : 1. Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan : -
Agregat dengan gradasi yang rapat
-
Agregat dengan permukaan yang kasar
-
Aspal berbentuk kubus
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
-
Aspal dengan Penetrasi yang rendah
-
Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
2. Keawetan / daya tahan (Durabilitas) Durabilitas yaitu kemampuan untuk mencegah terjadinya perubahan pada aspal (oksidasi dan polimerisasi), kehancuran agregat dan pengelupasnya selaput aspal pada agregat. Faktor tersebut diakibatkan dari perubahan cuaca, air, dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan dari pada roda kendaraan. 3. Kelenturan (Flexibilitas) Kelenturan pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang akan terjadi akibat beban lalu lintas yang akan berulang tanpa timbul retak dan perubahan volume yang berarti. 4. Ketahanan Kelelehan (Fatique resistence) Ketahanan kelelehan adalah kemampuan lapisan untuk menahan lendutan berulang tanpa mengalami retak. Beban berulang dari roda kendaraan yang melintasi perkerasan akan menimbulkan lendutan berulang pada campuran beraspal. Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelehan adalah: a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan yang lebih cepat. b. VIM yang rendah dan kadar aspal yang tinggi akan menghasilkan campuran yang tahan terhadap kelelehan. c. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
5. Tahan geser / kekesatan (Skid resistance) Lapis permukaan dituntut pula untuk mempunyai kekesatan yang cukup tinggi. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan pemakai jalan terutama pada kondisi basah maupun kering. Tahan geser tinggi diperoleh dengan penggunaan kadar aspal yang tepat tanpa terjadinya bleeding, penggunaan agregat dengan permukaan kasar, penggunaan agregat berbentuk kubus dan penggunaan agregat kasar yang cukup. 6. Kedap Air Air dan udara akan mempercepat proses penuan aspal. Disamping itu air dapat menimbulkan efek pengelupasan aspal dari permukaan agregat. Sifat kedap air ini dipengaruhi oleh gradasi agregat, dimana gradasi rapat akan menghasilkan kedap air yang lebih baik dibandingkan dengan gradasi seragam dan gradasi senjang. 7. Kemudahan Pelaksanaan Tuntutan terhadap kemudahan pelaksanaan terutama menonjol pada proses penghamparan dan pemadatan.
2.10 Pengaruh Busa Sterofoam Sebagai Bahan Tambah Aspal Pemanfaatan busa sterofoam sebagai bahan tambah pada campuran aspal dalam penelitian ini diharapkan dapat merubah sifat fisik dari aspal dan ketahanan campuran terhadap deformasi.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
Busa sterofoam mempunyai sifat polimer dan plastis apabila dipanaskan pada suhu tertentu yang dapat menekan volume rongga pada masa agregat sehingga dapat memproduksi jumlah polimer yang diperlukan untuk mengikat agregatnya. Diharapkan pula busa sterofoam dapat mengurangi rembesan air pada lapisan permukaan aspal yang akan meningkatkan kekuatan aspal itu sendiri. Selain itu juga busa sterofoam diharapkan dapat meningkatkan stabilitas dan kekuatan perkerasan tersebut dari deformasi akibat beban dan volume lalu lintas yang tinggi. (Referensi didapat dari web http://id.wikipedia.org/wiki/Sterofoam)
Oleh karena itu pada penelitian ini ditambahkan kadar busa sterofoam 0% sampai 8% terhadap berat aspal yang dimaksudkan untuk dapat meningkatkan nilai stabilitas, ketahanan terhadap deformasi, dan peningkatan kekuatan pada perkerasan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
II-19
Bab III Metodologi Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Program Kerja Uji Laboratorium Bagan alir yang dipergunakan untuk kelancaran dari program penelitian ini dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing percobaan diuraikan pada bagian dari bab ini. Pengujian ini dilakukan di laboratorium Perkerasan Jalan Universitas Mercu Buana Jakarta. Tahap awal penelitian di laboratorium ialah dengan mempersiapkan bahan baik agregat maupun aspal serta alat yang digunakan untuk pemeriksaan bahan campuran beraspal. Setelah mengetahui karakteristik bahan dan telah memenuhi spesifikasi yang ada selanjutnya dilakukan rancangan campuran berdasarkan yang telah ditentukan dengan variasi kadar aspal 5%, 6%, 7%, 8% sehingga berat agregat masing-masing fraksi dapat ditentukan. Kemudian disiapkan benda uji sebanyak 3 buah untuk setiap kadar aspal. Lalu dilakukan uji Marshall dengan alat Marshall. Alat Marshall ini merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 500 pound, proving ring ini dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran dan kelelehan plastis. Pada pengujian Marshall ini akan didapat kadar aspal optimum. Lalu disiapkan lagi benda uji pada kadar busa sterofoam 0%, 2%, 4%,6%, 8% untuk uji Marshall (dipanaskan pada suhu tertentu) lalu dilakukan uji Marshall.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-1
Bab III Metodologi Penelitian
Mulai
Persiapan Bahan
Agregat - Kasar - Halus
Filler Semen
Aspal Pen (60/70)
Tes fisik
Tes fisik
Tes Fisik
Aspal Pen (60/70)
Busa Stereoform
Tes Fisik
Rancangan Campuran (Mix Design) Variasi Kadar Aspal 5%,6%,7%,8%
Uji Marshall Analisa
Kadar Aspal Optimum
Rancangan Campuran Pada Kadar Aspal Optimum Terhadap Penambahan Kadar Busa Stereoform Dengan Variasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%
Uji Marshall
Uji Immersion
Analisa
Kesimpulan / Saran
Selesai
Bagan Alir Penelitian
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-2
Bab III Metodologi Penelitian
3.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Pada tahap awal pengujian bahan dilakukan pengujian terhadap agregat dengan analisa saringan. Pengujian terhadap agregat dilakukan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki oleh agregat yang selanjutnya digunakan untuk keperluan perencanaan campuran aspal. 3.2.1 Pengujian Sifat Fisik Agregat Kasar Pengujian sifat fisik agregat kasar meliputi beberapa pengujian yang terdiri dari : 1. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar Pengujian berat jenis dimaksudkan untuk menentukan berat jenis curah (bulk), berat jenis permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis semu (apparent spesific gravity) serta penyerapan agregat kasar. Pemeriksaan ini berdasarkan SNI 03 – 1969 – 1990. Adapun pengertian istilah tersebut adalah sebagai berikut : a. Berat jenis curah (bulk spesific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh air pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Berat jenis curah =
Bk Bj - Ba
. (3.1)
b. Berat jenis permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara berat agregat jenuh kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-3
Bab III Metodologi Penelitian
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh kering permukaan pada suhu tertentu. rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
Bj BJ - Ba
. (3.2)
c. Berat jenis semu (apparent) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. rumus yang digunakan adalah :
Berat jenis semu (apparent) =
Bk Bk - Ba
. (3.3)
d. Pengujian penyerapan air yaitu persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan adalah :
Penyerapan =
Bj – Bk Bk (
X 100% (
(3.4)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering
(gr)
Bj = Berat benda uji permukaan jenuh
(gr)
Ba = Berat benda uji permukaan jenuh didalam air (gr)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-4
Bab III Metodologi Penelitian
2. Pengujian keausan dengan mesin Los Angeles. Pengujian keausan agregat terhadap kehancuran dapat diperiksa dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles, dimana gradasi dan berat yang telah ditetapkan dimasukan bersama dengan bola baja (jumlah bola yang tergantung dari tipe gradasi yang digunakan) kedalam mesin Los Angeles setelah itu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm selama 500 putaran. Nilai akhir dari hasil pengujian keausan dinyatakan dalam persen, yang merupakan hasil perbandingan. Antara berat benda uji semula berat benda uji tertahan saringan No.12 sesudah percobaan dengan berat benda uji semula. Prosedur pemeriksaan ini berdasarkan SNI.03 – 2417 – 1991. 3. Pengujian indek kepipihan Indek kepipihan ini menunjukan persentase agregat yang pipih terhadap berat total. Indek kepipihan ini perlu dibatasi mengingat bentuk agregat yang pipih kurang menguntungkan untuk dipergunakan sebagai bahan
pembentuk
campuran beraspal. 4. Kelekatan agregat terhadap aspal Kelekatan aspal terhadap agregat aspal merupakan perbandingan luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas permukaan. Hal ini perlu diperiksa untuk mengetahui tingkat kelekatan agregat terhadap aspal yang dipergunakan. Prosedur pemeriksaannya berdasarkan SNI M - 28 1990 - F.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-5
Bab III Metodologi Penelitian
5. Benturan agregat (impact) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperoleh besaran atau angka ketahanan agregat terhadap benturan atau tumbukan yang mungkin timbul karena proses pencampuran,
pemadatan,
repetisi
beban
lalu
lintas
dan
disintegrasi
(penghancuran ) yang terjadi dimasa pelayanan jalan tersebut. 3.2.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus pengujian sifat fisik agregat halus meliputi beberapa pengujian yang terdiri dari : 1.
Pengujian berat jenis dan penyerapan air. Pemeriksaan ini juga untuk menentukan berat jenis curah (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu(apparent), dan penyerapan air. Pengertian keterangan istilah diatas sama dengan agregat kasar. Untuk pengujian memakai benda uji sebanyak 500 gr. Prosedur pemeriksaan ini mengikuti SNI 03 – 1970 – 1990. Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah : a.
Berat jenis curah (bulk) Berat jenis curah =
b.
Bk . (B + 500 – Bt)
(3.5)
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) Berat kering permukaan jenuh (SSD) = .
500 (B + 500 –
Benny Ferdiansyah (01103-013)
(3.6)
III-6
Bab III Metodologi Penelitian
c.
Berat jenis semu (apparent) Berat jenis semu (apparent) =
d.
Bk . (B + Bk - Bt)
(3.7)
Penyerapan Penyerapan =
500 – Bk Bk
X 100%
(3.8)
Keterangan :
3.2.3
Bk = Berat benda uji kering oven
(gr)
Bj = Berat piknometer berisi air
(gr)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air
(gr)
500 = Berat benda uji dalam kering permukaan jenuh
(gr)
Pengujian Sifat Fisik Filler (Bahan pengisi)
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan berat jenis yang dimaksudkan untuk menentukan berat jenis filler yang dinyatakan sebagai perbandingan antara berat filler dan berat air suling yang mempunyai isi yang sama pada suhu tertentu prosedur pengujian berdasarkan SNI 1969-1990-f. 3.3 Pengujian Mutu Aspal Keras Penetrasi 60/70 Sebelum aspal dipergunakan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dilaboratorium untuk mengetahui sifat aspal tersebut. Dalam penelitian ini aspal
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-7
Bab III Metodologi Penelitian
yang dipergunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70. Pemeriksaan yang dilakukan pada aspal ini adalah : 1. Penetrasi (SNI M-21-1990-F) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dilakukan dengan memasukan jarum penetrasi berdiameter 1 mm dengan diberi pembebanan sebesar 50 gram, sehingga diperoleh beban bergerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur
25°C, besar
penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm. 2. Titik nyala (SNI M-19-1990-F) Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari aspal yang mempunyai nyala open cup kurang dari 79°C. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. 3. Titik lembek (SNI M-20-1990-F) Pengujian titik lembek maksudnya adalah suhu dimana aspal yang diperiksa menjadi lembek karena pembebanan tertentu. Biasanya beban tersebut terdiri dari bola baja berdiameter 9,53 dan seberat kurang lebih 3,5 gram, suhu titik lembek dibaca pada saat aspal berikut bola menyentuh pelat dasar yang berjarak ± 1 inchi dibawah cetakan cincin. 4. Kehilangan berat (SNI 06- 2441-1991)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-8
Bab III Metodologi Penelitian
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan penurunan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula. Aspal seberat 50 gram dimasukan kedalam oven dengan suhu 163°C dan berputar dengan kecepatan 5 putaran permenit selama 5 jam ± 20 menit. Setelah itu didinginkan pada suhu ruang dan timbang beratnya. Prosentase berat akhir dan berat awal merupakan nilai kehilangan berat. 5. Daktilitas (SNI M-18-1990-F) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan harga pengujian aspal, selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengetahui elastisitas bahan aspal, Daktilitas aspal adalah nilai keelastisisan bahan aspal yang diukur dari jarak terpanjang, apabila didalam dua cetakan berisi aspal keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25°C dengan kecepatan tarik 50 mm permenit. 6. Berat jenis (SNI M-30-1990-F) Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25°C. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis aspal adalah Bj
=
C–A . (B – A) – (D – C)
Dimana : A= Berat piknometer dengan penutup (gr). B= Berat piknometer berisi air (gr). C= Berat piknometer berisi aspal (gr).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-9
Bab III Metodologi Penelitian
D= Berat piknometer berisi aspal dan air (gr).
7. Penetrasi aspal setelah kehilangan berat (SNI 06-2456-1991) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui penetrasi aspal setelah kehilangan berat. Adapun hasil yang akan diperoleh yaitu perbandingan antara angka penetrasi sebelum dan sesudah kehilangan berat, yang dihitung dalam persen.
3.4 Pembuatan Benda Uji Marshall. Pembuatan benda uji dimulai setelah didapat berat fraksi dan berat kadar aspal. Bila berat fraksi dan berat kadar aspal telah didapat lalu dilakukan penimbangan agregat dan aspal. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan cara panas (hotmix), yaitu agregat dipanaskan sehingga mencapai suhu 60°C dan aspal dipanaskan pada suhu 110°C, kemudian dicampur menjadi satu dengan cara menuangkan agregat kemudian diaduk hingga merata di atas kompor yang masih menyala. Setelah agregat dan aspal tercampur secara merata, kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang telah disiapkan sebelumnya dengan cara dibersihkan dan diberi selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan kemudian masukkan campuran kedalam cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan spatula 10 kali kedalam campuran dan 15 kali disekeliling pinggirannya,
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-10
Bab III Metodologi Penelitian
lalu ratakan permukaan campuran dengan sendok semen sehingga berbentuk sedikit cembung kemudian siap untuk dipadatkan (compact) Pemadatan benda uji dilakukan setelah aspal dan agregat dimasukkan kedalam cetakan yang berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm. Pemadatan dilakukan dengan cara ditumbuk dengan jumlah tumbukan tujuh puluh lima kali (2x75) dan tinggi jatuh 45 cm. Setelah dipadatkan pada satu sisi maka benda uji dibalik untuk ditumbuk dengan jumlah yang sama. Setelah benda uji ditumbuk kemudian dikeluarkan dari cetakan dengan menggunakan dongkrak, setelah itu benda uji didiamkan dengan suhu ruang selama 24 jam untuk diuji Marshall. Khusus pembuatan benda uji dengan busa sterofoam sebagai bahan tambahnya, yang pertama dilakukan adalah mencari kadar aspal optimum kemudian menghitung berat fraksi dari kadar aspal optimum dengan variasi kadar busa sterofoam 0%, 2%, 4%, 6%, 8% terhadap berat aspal. Untuk selanjutnya pembuatan benda uji dapat di lakukan seperti menentukan kadar aspal optimum. Sementara itu aspal dipanaskan juga mencapai suhu pencampuran. Kemudian aspal dituangkan kedalam agregat, dan diusahakan agar agregat dan aspal berada dalam batas suhu pencampuran. Pengadukan dilakukan sampai agregat terlapisi aspal secara merata. Untuk keperluan pemadatan benda uji maka perlengkapan cetakan benda uji beserta alat penumbuk dibersihkan dan dipanaskan untuk menjaga agar suhu campuran pada saat akan dipadatkan sesuai dengan suhu pemadatannya. Kemudian diletakkan selembar kertas saring atau selembar kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan, masukkanlah
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-11
Bab III Metodologi Penelitian
seluruh campuran kedalam cetakan sambil ditusuk-tusuk campuran tersebut dengan spatula yang telah dipanaskan sebanyak 15 kali disekeliling pinggirannya dan 10 kali dibagian dalamnya. Kemudian lepaskanlah lehernya, dan ratakan permukaan campuran dengan mempergunakan sendok menjadi bentuk yang sedikit cembung. Waktu akan dipadatkan, suhu campuran harus berada dalam batas suhu pemadatan yang telah ditentukan. Kemudian letakkan cetakan di atas landasan pemadat dalam pemegang cetakan, dan lakukanlah pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 tumbukan, selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada atas cetakkan. Setelah itu lepaskan keping atas dan lehernya balikkan alat cetak berisi benda uji tersebut dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama yaitu 75 tumbukan. Sesudah pemadatan, lepaskanlah keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji diatas permukaan ujung ini, kemudian dengan hati-hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di atas permukaan yang rata, biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
3.5 Pengujian Dengan Alat Marshall Kinerja campuran beraspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corps Engineer. Pengujian campuran beraspal dilakukan berdasar Standar Nasional Indonesia (SNI).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-12
Bab III Metodologi Penelitian
Tujuan dari pengujian Stabilitas Marshall adalah untuk menentukan ketahanan (stabilitas) sebelum terjadi kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Kelelehan plastis (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Alat Marshall ini merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 500 pound. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Pengujian benda uji Marshall pada campuran beraspal konvensional maupun pada penambahan variasi kadar busa sterofoam terhadap kadar aspal optimum, cara pengujiannya sama. Sebelum pengujian dilakukan, benda uji ditimbang dalam keadaan kering dan direndam dalam water bath bersuhu 25°C selama 1X 24 jam, setelah itu benda uji ditimbang dalam air. Lalu benda uji ditimbang pada kondisi kering permukaan jenuh untuk mendapatkan volume. Data ini dipakai untuk mencari berat isi serta persentase rongga dalam campuran untuk keperluan analisis. Kemudian benda uji direndam dalam water bath bersuhu 60°C selama 30 sampai 40 menit untuk selanjutnya dilakukan uji Marshall untuk satu benda uji diangkat dari water bath.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-13
Bab III Metodologi Penelitian
3.6 Marshall Immersion Test Pada Penambahan Busa Stereofoam Tes ini pada pengujian Marshall bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana ketahanan daya ikat campuran beraspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60°C selama 30 menit, 24 jam dan 3 hari, 7 hari. Dalam pengujian ini tata cara yang dilakukan sama seperti penjelasan di atas. Adapun hasil yang ingin didapatkan adalah rasio stabilitas akibat rendaman 24 jam dan 3 hari dibagi dengan stabilitas akibat rendaman 30 menit dengan target yang harus dicapai adalah lebih besar dari 75%. Target yang harus dicapai itu sering disebut dengan Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Adapun rumus untuk menentukan Indeks Kekuatan Sisa adalah sebagai berikut :
IKS = 1 –
(S1 - S2)
x 100%
S1
Keterangan : IKS
= Indeks Kekuatan Sisa (%), harus lebih besar dari 75%
S1
= Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60°C (Kg)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-14
Bab III Metodologi Penelitian
S2
= Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60°C (Kg)
S3
= Stabilitas hasil rendaman 3 hari pada suhu 60°C (kg)
S4
= Stabilitas hasil rendaman 7 hari pada suhu 60°C (kg)
3.7 Kebutuhan Benda Uji Pada penelitian ini benda uji yang dibuat adalah 51 buah dengan perincian perhitungan sebagai berikut : Tabel 3.1 Jumlah Benda Uji Untuk Kadar Aspal Optimum
Kadar Aspal (%)
Jumlah
5 6 7 8
3 3 3 3
Pada Tabel 3.1 di atas didapatkan 12 buah benda uji untuk pengujian aspal konvensional guna mendapatkan kadar aspal optimum. Kadar Busa Sterofoam + KAO (%)
Jumlah Benda Uji Untuk Perendaman 30 Menit
Jumlah Benda Uji Untuk Perendaman 24 Jam
Jumlah Benda Uji Untuk Perendaman 3hari
Jumlah Benda Uji Untuk Perendaman 7 hari
0 2 4 6 8
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi Kadar Busa Stereofoam Dalam Aspal
Pada Tabel 3.2 di atas didapatkan 60 buah benda uji untuk Uji Marshall yang sebelumnya dilakukan perendaman 30 menit pada suhu 60°C, 15 buah benda uji
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-15
Bab III Metodologi Penelitian
untuk Test Immersioan sekaligus
Test Marshall
yang sebelumnya dilakukan
perendaman 24 jam pada suhu 60°C.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
III-16
Bab IV Hasil dan Analisa Data
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA
4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium meliputi kadar air aspal, uji penetrasi, uji titik nyala dan titik bakar, berat jenis, daktilitas, titik lembek aspal 4.1.1 Pengujian Kadar Air Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Universitas Mercubuana, langkah – langkah pengerjaannya meliputi : - Siapkan timbangan untuk mengukur berat sampel dan cawan sebanyak 3 buah - Timbang cawan 1, 2 dan 3 (BC) - Masukkan aspal kering ke dalam cawan 1, 2 dan 3 - Timbang cawan + aspal pada masing – masing cawan (BA+BC) - Kemudian masukkan oven selama 24 jam dengan suhu 1000 C - Timbang sampel yang sudah dioven (BA+BC kering)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 1
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Rumus yang digunakan :
(BA + BC ) − (BA + BC ker ing ) x100% BA + BC ker ing
(4.1)
Ket BA
: Berat aspal (gr)
BC
: Berat cawan (gr)
BA + BC kering
: Berat aspal + cawan yang sudah dioven
Foto 4.1 Sampel Pengujian Kadar Air Pada Aspal Alami
Foto 4.2 Cawan Yang Sedang Ditimbang
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 2
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Hasil yang didapat dari uji laboratorium. Tabel 4.1- Hasil Uji Kadar Air Aspal BA+BC BC BA BA+BC kering 11.8 56.2 68 67.6 11.1 58.9 70 69.7 11 63 74 73.8 rata - rata
kadar air 0.59 0.48 0.27 0.43
Dilakukan percobaan dengan mengunakan 3 sampel, didapatkan 3 hasil kadar air pada sampel 1,2 dan 3
4.1.2 Pengujian Berat Jenis Aspal Pengujian berat jenis aspal dilakukan mengunakan 2 sampel, cara pengerjaannya meliputi : - Siapkan 2 buah botol, kemudian timbang botol 1 dan 2 (A) - Botol diisi air hingga penuh kemudian ditimbang (B) - Kemudian air dibuang botol diisikan aspal dan ditimbang.(C) - Botol yang sudah diisikan aspal ditambahkan air dan dioven 24 jam dgn suhu 600 C agar udara yang berada di dalam aspal bisa keluar) kemudian ditimbang. (D)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 3
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Rumus yang digunakan.
Bj
=
C–A . (B – A) – (D – C) (4.2)
Ket : C
: Berat botol berisikan aspal
A
: Berat botol
B
: Berat botol berisi air
D
: Berat botol + aspal + air
Foto 4.3 Botol Berisi Air Yang Ditimbang
Foto 4.4 Botol Kosong Yang Sedang Ditimbang
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 4
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Hasil dari uji laboratorium. Table 4.2 - Hasil Uji Berat Jenis Aspal A
B
C
D
berat jenis
gr
Gr
gr
gr
113.18
420.8
138.7
423
1.09
114.7
419.5
141.6
421.1
1.06
rata - rata
1.07
Dari hasil di atas didapatkan berat jenis aspal adalah 1.07 berarti memenuhi standar yaitu min 1.
4.1.3 Pengujian Penetrasi Bahan – Bahan Bitumen. Pengujian dilakukan di laboratorium mercubuana. Cara melakukan: -
Letakkan benda uji tersebut kedalam wadah kemudian dimasukkan kedalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan (dlm hal ini 250).
-
Sebelum mengunakan alat penetrasi jarum penetrasi terlebih dahulu dibersihkan dengan toluene atau pelarut lain.
-
Pindahkan sampel kebawah alat penetrasi, turunkan jarum tersebut menyentuh permukaan benda uji. Kemudian atur angka 0 di arloji penetrometer.
-
Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka waktu ( 5±0.1 detik).
-
Kemudan baca nilai angka penetrasi. Bulatkan hingga angka 0.1 mm terdekat.
-
Lakukan pekerjaan diatas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu dengan yang lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 5
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.3 - Hasil Uji Penetrasi Aspal Rata – rata PERCOBAAN
1
2
3
( mm )
Benda uji 1
73
71
73
72
Benda uji 2
72
70
71
71,4
Dari hasil uji penetrasi didapatkan nilai di kurang dari 79 berarti aspal memenuhi standar syarat aspal penetrasi 60/70.
4.1.4 Pengujian Titik Lembek. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana. Pelaksanaan : -
Aspal dilelehkan kemudian dimasukkan cetakan titik lembek.
-
Kemudian tunggu sampai dingin kemudian masukkan cawan + air + cawan silinder beserta air.
Gbr 4.5 Aspal Sedang Dituang Kedalam Cincin
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 6
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gbr.4.6 Tempat Dudukan Benda Uji Yang Sedang Disiapkan
Gbr 4.7 Benda Uji Akan Dimasukkan Wadah
Gbr 4.8. Alat Uji Titik Lembek Yang Telah Siap Untuk Uji Titik Lembek
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 7
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.4 - Hasil Pengujian Titik Lembek Aspal Pen. 60/70
Cincin I 51° C Rata-rata 51° C
Titik Lembek Percobaan I dan Percobaan II Cincin II Cincin I 51° C 56° C Rata-rata 54.5 °C Total rata-rata 52.75° C
Cincin II 53° C
Dari hasil uji laboratorium didapatkan hasil titik lembek pada suhu 52.75, percobaan ini telah memenuhi standar aspal penetrasi 60/70 yaitu min 48dan max 56.
4.1.5 Pengujian Titik Nyala Dan Titik Bakar. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana Metode pelaksanaan : -
Letakkan cawan diatas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas hingga terletak dibawah titik tengah cawan.
-
Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7.5 cm dari titik tengah cawan.
-
Tempatkan thermometer tegak lurus didalam benda uji tetapi jangan sampai menyentuh lantai dasar pada cawan.
-
Kemudian putar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut tiap kenaikan suhu 20 C.
-
Lanjutkan pekerjaan sampai terlihat percikan api (titik nyala) dan nyala api (titik bakar).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 8
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gbr. 4.9 Alat Uji Titik Nyala Sedang Disetting Sebelum Dilakukan Uji TtkNyala
Gbr. 4.10 Foto Pelaksanan Uji Titik Nyala Dan Titik Bakar (Cleveland Oven Cup,Pelat Pemanas, Thermometer)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 9
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.5 hasil uji titik nyala
Titik Nyala (ºC)
Titik Bakar (ºC)
317
321
Keterangan Didapat nilai titik nyala yang masuk standar Bina Marga . Dimana nilai titik nyala > 200 ºC
Dari hasil pengujian Titik nyala didapatkan nilai titik nyala 3170 C dan titik bakar 3200 C dari standar bina marga min 2000 C. dalam hal ini berarti aspal memenuhi syarat. 4.1.6 Pengujian Daktilitas Aspal. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana. Metode pelaksanaan : -
Benda uji disiapkan dan lapisi cetakan daktilitas dengan talec + gliserin (agar aspal tidak menempel)
-
Air yang dituang kedalam mesin penguji ditambahkan dengan gliserin secukupnya sehingga aspal yang ada dicetakan nantinya dapat melayang ketika ditarik dengan mesin penguji.
-
Pasang benda uji pada alat mesin uji dan tariklah benda uji secara teratur dengan kecepatan 5cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan lebih kurang 5% masih diijinkan. Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam sekurang-kurangnya 2.5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap ( 25 ± 0.50 C).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 10
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gbr 4.11 Cetakan uji daktilitas yang dilapisi talec dan gliserin
Gbr . 4.12 cetakan yang telah diisi aspal dan mulai ditarik dengan alat penguji
Gbr. 4.13 Alat uji daktilitas dan gliserin Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 11
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.6 - Hasil Uji Laboratorium Daktilitas Aspal. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu 1’ 2’ 3’ 4’ 5’ 6’ 7’ 8’ 9’ 10’ 11’ 12’ 13’ 14’ 15’ 16’ 17’ 18’ 19’ 20’
Jarak 2,4 4,8 7,4 9,9 12,7 15,3 17,7 19,4 23 25,6 28,2 30,8 33,4 36 38,2 41,0 43,7 46,3 48,9 51,5
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Waktu 21’ 22’ 23’ 24’ 25’ 26’ 27’ 28’ 29’ 30’ 31’ 32’ 33’ 34’ 35’ 36’ 37’ 38’ 39’
Jarak 54 56,7 59,3 61,8 64,3 66,8 69,5 72 74,6 77,2 79,7 82,3 84,8 87,5 90,2 92,6 95,2 97,8 Tidak Putus
Pengujian daktilitas dilakukan hingga sampai batas akhir dari alat (162 cm) dan tidak putus. Sehingga memenuhi syarat untuk daktilitas aspal.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 12
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.7 Hasil Uji Laboratorium No
Jenis Pengujian
Hasil
Persyaratan Min
Max
Satuan
1
Penetrasi 25ºC,100 gr , 5 detik
71.8
60
79
0,1 mm
2
Titik Lembek
52.75
48
56
°C
3
Daktilitas
> 100
100
-
cm
4
Titik Nyala
317
200
-
°C
5
Berat Jenis
1.07
1
-
gr/cc
4.2 Hasil dan Analisa Pengujian Agregat Agregat yang digunakan pada tugas akhir ini adalah agregat yang telah disediakan di laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercubuana. Tujuan dari pengujian agregat adalah, untuk mengetahui karakteristik dari agregat yang digunakan dalam percobaan Tugas Akhir ini.
4.2.1 Hasil Pengujian Agregat Kasar Pada percobaan ini agregat kasar adalah agregat yang tertahan oleh saringan no 4, Yang nantiya akan digunakan sebagai salah satu bahan campuran yang akan digunakan dalam membuat sampel untuk uji marshall.
4.2.1.1 Hasil Pengujian Berat jenis, Penyerapan Agregat Kasar Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 13
Bab IV Hasil dan Analisa Data
-
Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan – bahan lain yang melekat pada permukaan.
Gbr 4.14 Agregat Yang Sedang Dicuci
-
Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 1050 C sampai berat tetap.
-
Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1 – 3 jam, kemudian ditimbang (Bk).
-
Rendam benda uji dalam air selama 24 jam
Gbr 4.15 Agregat Yang Direndam 24 Jam
-
Keluarkan benda uji dari air, kemudian lap dengan menggunakan kain lap, sampai air permukaan agregat hilang (SSD).
-
Timbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj).
-
Letakkan benda uji didalam keranjang, kemudian dtimbag dalam air (Ba).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 14
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gbr 4.16 Agregat Yang Ditimbang Dalam Air
Rumus yang digunakan
Berat jenis curah = (4.3)
Bk Bj - Ba
.
(4.3)
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
Bj BJ - Ba
. (4.4)
Berat jenis semu (apparent) =
Bk Bk - Ba
. (4.5)
Penyerapan =
Bj – Bk Bk
X 100% (4.6)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering
(gr)
Bj = Berat benda uji permukaan jenuh
(gr)
Ba = Berat benda uji permukaan jenuh didalam air (gr)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 15
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.8 – Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar Percobaan Uraian
A
B
Rata - rata
a. Berat benda uji kering oven ( BK), gram
5000
5000
-
5125
5120
-
c. Berat benda uji dalam air ( BA), gram
3108
3121
-
d. Berat jenis bulk = (BK/(BJ - BA)) e. Berat jenis permukaan jenuh =(BJ/(BJBA))
2.479
2.501
2.501
2.541
2.561
2.561
f. Berat jenis semu = (BK/(BK-BA))
2.643
2.661
2.652
2.5
2.4
2.45
b. Berat benda uji kering permukaan jenuh (BJ), gram
g. Penyerapan = ((BJ-BK)/BK)*100%
Keterangan
Didapat nilai penyerapan agregat kasar =2.45 Maka 2.45 < 3 ……. ok
4.2.1.2 Hasil Pengujian Keausan Agregat Kasar Dengan Mesin Los Angeles Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: -
Siapkan benda uji tertahan saringan ½ ‘ lolos saringan no ¾ ambil sebanyak 5000 gram.
-
Masukkan kedalam mesin los angeles dan putar mesin sampai 500 putaran.
-
Selesai kemudian ambil dan saring menggunakan saringan no ½ ‘ , kemudian ditimbang.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 16
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.9 – Hasil Uji Keausan Agregat Kasar Dengan Mesin Los Angeles Saringan Lolos
Tertahan
76.2 mm (3")
63.5 mm (2½")
63.5 mm (2½")
50.8 mm (2")
50.8 mm (2")
37.5 mm (1½")
37.5 mm (1½")
25.4 mm (1")
25.4 mm (1")
19.0 mm (3/4")
19.0 mm (3/4")
12.5 mm (1/2")
12.5 mm (1/2")
9.5 mm (3/8")
9.5 mm (3/8")
6.3 mm (1/4")
6.3 mm (1/4")
4,75 mm (N0.4)
4,75 mm (N0.4)
2.36 mm (No.8)
Jumlah Berat Berat tertahan saringan no.3/4 sesudah percobaan (b)
I Berat (a)
5000
II
Keterangan
Berat (b)
5000
Keausan I = ( (a-b) / a ) * 100% = ((5000 - 3612)/5000*100% = 27.76 % Keausan II = ( (a-b) a ) * 100% = ((5000 – 3899)/5000)*100% = 22.02% Rata – Rata = ( 27.76% +22.02%)/2 = 24.89 % Maka 24.89 < 40% ………ok
5000
5000
3612
3899
4.2.1 Hasil Pengujian Agregat Halus. Pada percobaan ini agregat kasar adalah agregat yang tertahan oleh saringan no 4, Yang nantiya akan digunakan sebagai salah satu bahan campuran yang akan digunakan dalam membuat sampel untuk uji marshall.
4.2.1.1 Hasil Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus. Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: -
Ambil agregat halus (lolos sarngan no 4) sebanyak 1000 gram lebih untuk 2 kali percobaan.
-
Keringkan dalam oven, kemudian direndam dalam air selama 24 jam.
-
Setelah 24 jam buang air perendam, kemudian dilakukan pengeringan dengan cara dibolak-balik. Hingga keadaan kering jenuh (SSD).
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 17
Bab IV Hasil dan Analisa Data
-
Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji kedalam kerucut puncung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali tumbukan dan angkat. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh tapi masih dalam keadaan tercetak.
-
Setelah itu masukkan sampel sebanyak 500 gram kedalam piknometer, masukkan air suling sebanyak 90 % isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara lagi
-
Timbang piknometer berisi air dan benda uji (Bt)
-
Keluarkan benda uji kemudian timbang (Bk)
-
Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan timbang (B) Berat jenis curah =
Bk . (B + 500 – Bt)
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
Berat jenis semu (apparent) =
Penyerapan =
Benny Ferdiansyah (01103-013)
500 . (B + 500 – Bt)
Bk . (B + Bk - Bt)
500 – Bk Bk
(4.7)
(4.8)
(4.9)
X 100% (4.10)
IV - 18
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering oven
(gr)
Bj = Berat piknometer berisi air
(gr)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air
(gr)
500 = Berat benda uji dalam kering permukaan jenuh (gr)
Table 4.10 – Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus Percobaan Uraian a. Berat permukaan jenuh (SSD), gram b. Berat benda uji kering oven ( BK), gram c. Berat piknometer diisi air (25°C)(B),gram
A
B
Rata - rata
500
500
-
490.6 622
487.3 620
-
Didapat nilai penyerapan agregat halus =2.27
924
922
-
Maka 2.27 < 3 ……. ok
2.478
2.461
2.47
2.525 2.601
2.525 2.630
2.53 2.62
1.92
2.61
2.27
d. Berat piknometer + benda uji ( SSD) + air (25°C) (BT), gram f. Berat jenis bulk = ( BK / (B+500-BT))
Keterangan
g. Berat jenis permukaan jenuh = (500/(B+500-BT)) h. Berat jenis semu (BK/(B+BK-BT)) i. Penyerapan = ((500-BK)/BK)*100%
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 19
Bab IV Hasil dan Analisa Data
4.3. Hasil Uji Campuran Beraspal Dengan Alat Marshall 4.3.1 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum Pada penelitian ini, variasi kadar aspal dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum ini ditentukan
dari pemeriksaan uji Marshall
sedangkan parameter yang dicatat dalam pengujian Marshall adalah nilai rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA), kelelehan, dan stabilitas. Dibawah ini disajikan contoh pelaksanaan dan perhitungan dari uji marshall.
Pelaksanaan dari uji marshall 1. Agregat disiapkan sesuai dengan gradasi yang telah ditentukan ( presentase agregat terlampir). Agregat yang disiapkan dengan total 1200 kg per sampel dan dibuat untuk masing – masing kadar aspal 3 sampel. 2. Kemudian setelah siap, panaskan wajan untuk memanaskan agregat hingga suhu 1600 C, kemudian setelah tercapai suhu yang ditentukan dimasukkan aspal sesuai dengan perencanaan.
Foto 4.17 Agregat Yang Sedang Dipanaskan Dicampur Dengan Aspal
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 20
Bab IV Hasil dan Analisa Data
3. Agregat kemudian terus dimasak hingga aspal tercampur rata hingga warnanya menghitam, kemudian dituang kedalam mold.
Foto 4.18 Aspal Yang Siap Dituang Kedalam Mold 4. Mold yang sudah diolesi dengan oli dan diberikan kertas pada bagian bawahnya kemudian dituangkan campuran yang telah dipanaskan tadi. 5. Aspal kemudian ditumbuk sebanyak 75 kali, setelah selesai, sampel dibiarkan hingga suhunya turun dan kemudian didiamkan selama 24 jam lalu dikeluarkan dengan menggunakan extruder. 6. Setelah dikeluarkan sampel kemudian ditimbang, kemudian ditimbang dalam air, dan direndam 24 jam untuk mendapatkan berat jenuh.
Foto 4.19 Sampel Yang Dikeluarkan Kemudian Ditimbang Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 21
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Foto. 4.20 Sampel Yang Sedang Ditimbang Dalam Air 7. Setelah itu sampel dimasukkan kedalam waterbath dengan suhu 600 C kemudian diset dan siap untuk diuji marshall.
Foto. 4.21 Sampel Yang Sedang Diuji Marshall 8. Uji marshall dilakukan dengan pembacaan pada proving ring dan flow meter setelah sampel mengalami keruntuhan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 22
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Foto 4.22 Sampel Yang Mengalami Keruntuhan Dengan Alat Marshall
Contoh Perhitungan.
a. Persen aspal terhadap agregat (a)
= 5%
b. Tinggi benda uji (b)
= 64.2 mm
c. Berat benda uji dalam keadaan kering (c)
= 1122.3 gr
d. Berat benda uji dalam keadaan jenuh (d)
= 1121.1 gr
e. Berat benda uji dalam air (e)
= 606.1 gr
f. Isi benda uji (d-c)
= 515.0cc
g. Berat jenis campuran padat (bulk) (c/f)
= 2.179
h. Persen aspal terhadap berat campuran (100/(100+a)*a)
= 4.762 %
i. Berat jenis campuran maksimum teoritis (100/(((100-h)/BJ. Agregat)+(h/BJ. Aspal)) j. Nilai rongga dalam campuran (VIM) (100-(100(f/i)))
= 2.441 = 10.723 %
k. Nilai rongga dalam agregat (VMA)
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 23
Bab IV Hasil dan Analisa Data
(100-(100-h)*g/BJ. Bulk agregat)
= 18.289 %
l. Pembacaan pada alat (stabilitas)
= 90.0Kg
m. Koreksi
= 0.979
n. Stabilitas yang telah dikoreksi (l*m*kalibrasi alat) (kalibrasi alat = 11.8)
= 1008.900Kg
o. Pembacaan arloji kelelehan
= 2.10mm
p. Marshall quotient (n/o)
= 480.429 Kg/mm
Adapun data dari uji Marshall untuk menentukan kadar aspal optimum pada Lataston dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.11 Hasil Uji Marshall Dengan Filler Semen No 1 2 3 4 5
Karakteristik Campuran VMA VIM Stabilitas Kelelehan (Flow) Kekakuan (MQ)
5 18.052 10.464 1074.644 2.08 515.98
Kadar Aspal (%) Persyaratan Min Maks 6 7 8 18.188 19.528 19.716 18 8.683 8.281 6.602 2 123.435 1551.928 1137.493 800 2.47 2.87 3.40 2 503.742 539.88 334.419 200
Dari hasil diatas bsa disimpulkan bila percobaan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan yang diberikan. Berikut grafik – grafik hasil percobaan.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 24
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.1 Grafik Kadar Aspal Optimum
Grafik 4.1
Grafik 4.2
Grafik 4.3
Grafik 4.4
Grafik 4.5 Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 25
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.2 Kadar Aspal Optimum PARAMETER MARSHALL VMA VIM STABILITAS KELELEHAN
Kadar Aspal Optimum ( KAO = 6.5%)
MQ
KADAR ASPAL (%) 5
6
7
8 Grafik 4.6
Dari gambar 4.2 maka didapat nilai kadar aspal optimum diambil dari batas terdalam yaitu 5% - 8% maka diperoleh kadar aspal optimum sebesar (5% + 8%)/2
= 6.5%,
dimana kadar tersebut akan digunakan untuk campuran Busa Stereofoam Dari Grafik 4.1 (Grafik Hub. Kadar Aspal – VIM) terlihat penurunan nilai VIM (Rongga Udara Dalam Campuran) dimana penurunan ini terjadi karena bertambahnya kadar aspal. Rongga udara dalam campuran ini memiliki nilai yang cukup tinggi sehingga aspal akan lebih mudah untuk mengikat pada agregat. Grafik 4.2 Hubungan Kadar Aspal dengan VMA (Rongga Mineral Dalam Agregat), terlihat kenaikan nilai kadar aspal maka nilai rongga dalam agregat akan naik.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 26
Bab IV Hasil dan Analisa Data
VMA yang besar akan membuat selimut aspal lebih tebal sejalan dengan penambahan kadar aspal. Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas, terlihat dengan bertambahnya kadar aspal maka nilai stabilitas akan naik hingga batas maksimum (pada kadar aspal 7 %) dan menurun sejalan dengan penambahan kadar aspal, hal ini disebabkan dengan semakin bertambahnya kadar aspal maka daya ikat antar partikel agregat akan berkurang ( prosentase jumlah agregat berbanding terbalik dengan prosentase kadar aspal ) sehingga nilai stabilitas akan semakin menurun. Nilai stabilitas mempunyai banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu agregat yang bergradasi baik dan bergradasi rapat yang memberikan rongga antar butiran agregat (Voids In Mineral Agregat = VMA) yang kecil. Nilai VMA sangat berpengaruh terhadap tingginya nilai stabilitas, semakin tinggi nilai VMA maka makin kecil nilai stabilitas yang dihasilkan. Tetapi jika nilai stabilitas sangat tinggi akan menyebabkan lapisan menjadi kaku dan cepat mengalami retak-retak karena kadar aspal yang rendah. Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Kelelehan, terlihat nilai kelelehan semakin meningkat seiring dengan penambahan kadar aspal. Kelelehan yang tinggi dikarenakan nilai VMA yang besar serta kadar aspal yang tinggi. Nilai kelelehan yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel. Untuk kadar aspal 7% - 8% nilai kelelehan yang dihasilkan sangat tinggi karena pada kadar aspal tersebut memiliki kandungan aspal yang tinggi sehingga kelelehan akan semakin besar. Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 27
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Marshall Quotient, didapat nilai kekakuan pada kadar aspal karena mengalami penurunan sejalan dengan penambahan kadar aspal. Makin besar nilai kekakuan maka makin besar kekakuan campuran aspal. Hal ini berarti campuran aspal tersebut memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen. Namun bila Marshall Quotient terlalu besar akan menyebabkan campuran aspal tersebut mudah pecah dan retak – retak. 4.3.2 Hasil Uji Marshall Dengan Kadar Busa Stereofoam Dari hasil uji marshall terhadap perendaman 30 menit, 24 jam, 3 hari dan 7 hari digunakan Kadar aspal optimum yaitu 6.5 % dengan masing – masing sampel menggunakan kadar busa stereofoam 0 %, 2% , 4% , 6 %, 8 %. Berikut adalah hasil dari uji marshall tersebut. Tabel 4.11 Hasil Uji Stabilitas Hasil Stabilitas Pada Tiap Perendaman (kg) Kadar Busa Stereofoam (%) 30 menit 24 jam 3 hari 0 2345.38 2258.137 824.629 2 2361.51 2267.57 828.847 4 2495.19 2335.886 873.387 6 2510.13 2348.229 861.583 8 2512.68 2409.141 896.201
7 hari 543.012 586.5 608.839 677.162 681.567
Tabel 4.12 Durabilitas Hasil Uji Durabilitas ( Indeks Kekuatan Sisi ) (%) Kadar Busa Stereofoam (%) 30 menit 24 jam 3 hari 0 100.00 96.28 35.16 2 100.00 96.02 35.10 4 100.00 93.62 35.00 6 100.00 93.55 34.32 8 100.00 95.88 35.67
Benny Ferdiansyah (01103-013)
7 hari 23.15 24.84 24.40 26.98 27.13
IV - 28
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.3 Kurva Durabilitas Busa Stereofoam 0%
Grafik 4.7
Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.7 untuk kadar busa tereofoam 0 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 3.72 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 96.28 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.84 % stabilitas sisa yang terjadi 35.16 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 76.85 % stabilitas sisa yang terjadi 23.15 % dari stabilitas awal. Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 29
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.4 Kurva Durabilitas Busa Stereofoam 2%
Grafik 4.8 Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.8 untuk kadar busa tereofoam 2 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 3.98 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 96.02 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.9 % stabilitas sisa yang terjadi 35.10 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 75.16 % stabilitas sisa yang terjadi 24.84 % dari stabilitas awal
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 30
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.5 Kurva Durabilitas Busa Stereofoam 4%
Grafik 4.9 Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.9 untuk kadar busa tereofoam 4 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 6.38 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 93.62 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 65 % stabilitas sisa yang terjadi 35 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 75.6 % stabilitas sisa yang terjadi 24.40 % dari stabilitas awal.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 31
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.6 Kurva Durabilitas Busa Stereofoam 6%
Grafik 4.10 Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.10 untuk kadar busa tereofoam 6 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 6.45 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 93.55 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 65.68 % stabilitas sisa yang terjadi 34.32 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 73.02 % stabilitas sisa yang terjadi 27.13 % dari stabilitas awal
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 32
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 2.7 Kurva Durabilitas Busa Stereofoam 8%
Grafik 4.11 Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.11 untuk kadar busa tereofoam 8 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 4.12 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 95.88 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.33 % stabilitas sisa yang terjadi 35.67 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 72.87 % stabilitas sisa yang terjadi 27.13 % dari stabilitas awal.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 33
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Tabel 4.13 Hasil Uji Marshall Dengan Busa Stereofoam Perendaman 30 menit Kadar Busa Stereofoam (%) No 1
2
Karakteristik Campuran
0
2
Persyaratan
4
6
8
Min
Maks
Rongga Dalam Agregat VMA (%)
29.085
29.028
25.412
15.971
15.761
18
20.15
19.834
15.705
4.537
4.178
2
2345.4
2361.51
2495.2
2510.1
2512.7
800
Rongga Dalam Campuran VIM (%)
3
Stabilitas (kg)
4
Kelelehan (Flow)
4.25
4.1
3.95
3.8
3.72
5
Kekakuan (MQ)
551.7
576.01
631.9
660.77
676.74
2 200
Sehingga dari hasil diatas bisa dimasukkan kedalam grafik – grafik dibawah ini.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 34
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Gambar 4.8 Karektristis Hasil Uji Marshall
Grafik 4.12
Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16 Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 35
Bab IV Hasil dan Analisa Data
Dari gambar 4.15 ( Grafik Hub. Kadar Busa Stereofoam – VIM ) terlihat bahwa pengaruh Busa Stereofoam dalam campuran beraspal mengakibatkan penurunan untuk setiap variasi kadar Busa Stereofoam. Penurunan pada kadar Busa Stereofoam 6% dan 8% masih dalam batas ketentuan Bina Marga. Kadar Busa Stereofoam 0% sampai 4% memiliki nilai yang cukup tinggi, hal ini terjadi karena daya plastisitas sedikit sehingga Busa Stereofoam tidak dapat mengikat dengan baik pada agregat dan tidak dapat mengisi rongga-rongga pada campuran. Tetapi besarnya kadar Busa Stereofoam sangat mempengaruhi daya ikat suatu campuran karena partikel Busa Stereofoam yang dihasilkan cukup banyak sehingga daya plastisitas Busa Stereofoam dapat mengisi rongga-rongga dalam campuran. Dari gambar 4.14 didapat nilai VMA yang semakin menurun dengan bertambahnya kadar Busa Stereofoam. Penurunan pada setiap kadar Busa Stereofoam dikarenakan pada setiap penambahan kadar Busa Stereofoam, partikel-partikel Busa Stereofoam akan mengisi rongga-rongga dalam agregat sehingga dapat mengikat campuran beton aspal dengan baik. Nilai VIM juga berpengaruh pada penurunan nilai VMA karena semakin kecil rongga dalam campuran maka akan lebih kecil pula rongga dalam agregat. Sedangkan pada kadar Busa Stereofoam
0% sampai 4% nilai yang
dihasilkan mengalami penurunan walaupun nilainya masih cukup tinggi dan masih memenuhi persyaratan Bina Marga 1983, Sedangkan pada kadar Busa Stereofoam 6% dan 8% mengalami penurunan dibawah standar yang ditentukan Bina Marga 1983. Penurunan nilai VMA masih memenuhi persyaratan campuran yang telah
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 36
Bab IV Hasil dan Analisa Data
ditentukan oleh Bina Marga 1983, sehingga masih dapat digunakan sebagai campuran beraspal. Dari gambar 4.16 terlihat kadar Busa Stereofoam nilai stabilitas mengalami kenaikan yang tinggi pada kadar Busa Stereofoam 4% , hal ini menunjukkan bahwa komposisi Busa Stereofoam dapat menyatu dengan baik terhadap mineral agregat lainnya. Kenaikan nilai stabilitas dipengaruhi nilai penetrasi yang cukup tinggi dan Busa Stereofoam yang memiliki bahan plastis sehingga pada saat Busa Stereofoam tercampur dengan agregat sifatnya akan menjadi keras. Tetapi bila terlalu keras akan menyebabkan beton aspal mudah pecah dan retak. Dari gambar 4.13 terlihat dengan bertambahnya kadar Busa Stereofoam nilai kelelehan yang dihasilkan menurun, hal ini dapat memberikan gambaran bahwa Busa Stereofoam
memiliki daya plastis yang cukup berpengaruh terhadap kelelehan
campuran beton aspal. VMA yang rendah akan mempengaruhi terhadap kelelehan, semakin tinggi nilai VMA maka semakin cepat kelelehan terjadi. Untuk kadar Busa Stereofoam 0% - 2% nilai yang dihasilkan cukup tinggi karena pada kadar tersebut kandungan Busa Stereofoam kecil dan tidak dapat menyatu dengan baik pada aspal, sehingga kandungan aspal cenderung lebih tinggi dari pada Busa Stereofoam yang menyebabkan nilai kelelehan menjadi tinggi. Penurunan kelelehan pada kadar Busa Stereofoam 4% sampai 6% masih dibatas yang ditentukan Bina Marga. Dari gambar 4.12 didapat nilai Marshall Quotient yang bervariasi dengan setiap penambahan Busa Stereofoam dan mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena nilai marshall quotient pada campuran beraspal tersebut berubah seiring dengan bertambah dan berkurangnya nilai stabilitas yang Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 37
Bab IV Hasil dan Analisa Data
dihasilkan.Busa Stereofoam pada kadar 0% sampai dengan 6% mengalami peningkatan sejalan dengan kadar Busa Stereofoam karena nilai stabilitasnya yang tinggi.
Benny Ferdiansyah (01103-013)
IV - 38
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada campuran Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Mercu Buana, maka di dapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan aspal (penetrasi 60/70) dan agregat (agregat kasar, halus, dan filler) yang telah dilakukan di laboratorium telah memenuhi persyaratan standart Bina Marga. 2. Kinerja bahan tambah Busa Stereofoam sebagai bahan tambah pada aspal menunjukan bahwa Busa Stereofoam dapat merubah sifat fisik aspal tanpa menghilangkan sifat asli aspal sebagai bahan pengikat. Kriteria kinerja yang baik berupa turunnya nilai penetrasi. 3. Kinerja bahan tambah Busa Stereofoam terhadap campuran lapis tipis aspal beton pada uji marshall didapat : •
Dari gambar 4.15 (Grafik Hubungan Kadar Aspal-VIM), (Grafik Hubungan Kadar Aspal-VMA), (Grafik Hubungan Kadar aspalStabilitas) dan (Grafik Hubungan Kadar Aspal-Kelelehan) didapat adanya kesinambungan antara VIM dengan nilai dan VMA. Dimana nilai VIM pada kadar busa stereofoam 0 (20.15%), 2 (19.834%) ,4(15.705%), 6 (4.537%) dan 8 (4.178 %) semuanya memenuhi syarat bina marga / SNI yaitu nilai VIM minimal 2 %, akan turun
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-1
Bab V Kesimpulan dan Saran
dan nilai VMA pada kadar busa stereofoam 0 (29.085%), 2 (29.028), 4 (25.412%) , 6 (15.971%), 8 (15.761%), secara keseluruhan nilai VMA memenuhi syarat bina marga/SNI yaitu min 18 %, akan naik dengan bertambahnya kadar aspal. Kesinambungan ini saling memberikan ikatan antara rongga udara dalam agregat dan rongga udara dalam campuran dimana semakin kecil rongga udara dalam agregat maka aspal yang menyelimuti akan semakin tebal sehingga dapat membuat rongga dalam campuran menjadi kecil. Dengan demikian akan membuat stabilitas menjadi besar karena adanya geseran antar butir, pengucian antar partikel dan daya ikat yang baik dari campuran beton aspal. Sehingga akan membuat lapis perkerasan menjadi fleksibel. •
Dari grafik 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, 4.11 (Grafik Hubungan Kadar Aspal Durabilitas) Kita bisa melihat hubungan antara lama perendaman sangat berpengaruh terhadap kekuatan sisa yang terjadi. Indeks kekuatan sisa semakin menurun seiring dengan bertambahnya lama perendaman dengan suhu 600C, hal ini disebabkan karena benda uji lebih lama terendam maka air akan masuk melalui rongga udara dan merusak ikatan antara agregat dengan aspal.
4. Kinerja bahan tambah Busa Stereofoam pada campuran lapis tipis aspal beton pada uji marshall adalah sebagai berikut:
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-2
Bab V Kesimpulan dan Saran
•
Dari gambar 4.3 (Grafik Hubungan Kadar Busa Stereofoam VMA), (Grafik Hubungan Kadar Busa Stereofoam - VIM) terdapat persamaan
nilai yaitu VIM dan VMA akan menurun dengan
bertambahnya kadar Busa Stereofoam, hal ini disebabkan karena adanya partikel Busa Stereofoam yang dapat membuat rongga dalam agregat menjadi kecil karena partikel Busa Stereofoam mengisi rongga tersebut. Sehingga membuat nilai stabilitas menjadi besar tetapi campuran lapis tipis aspal beton menjadi lebih fleksibel karena adanya daya plastis dari Busa Stereofoam. (Sesuai Gambar 4.16 Grafik Hubungan Kadar Busa Stereofoam – Stabilitas) dan (Gambar 4.13 Grafik Hubungan Kadar Busa Stereofoam Kelelehan). 5. Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.7 untuk kadar busa tereofoam 0 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 3.72 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 96.28 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.84 % stabilitas sisa yang terjadi 35.16 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 76.85 % stabilitas sisa
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-3
Bab V Kesimpulan dan Saran
yang terjadi 23.15 % dari stabilitas awal. Dari hal ini berarti campuran dapat digunakan sebagai campuran aspal perkerasan Lataston. 6.
Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.8 untuk kadar busa tereofoam 2 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 3.98 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 96.02 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.9 % stabilitas sisa yang terjadi 35.10 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 75.16 % stabilitas sisa yang terjadi 24.84 % dari stabilitas awal. Dari hal ini berarti campuran dapat digunakan sebagai campuran aspal perkerasan Lataston.
7. Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.9 untuk kadar busa tereofoam 4 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 6.38 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 93.62 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 65 % stabilitas sisa yang terjadi 35 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-4
Bab V Kesimpulan dan Saran
penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 75.6 % stabilitas sisa yang terjadi 24.40 % dari stabilitas awal. Dari hal ini berarti campuran dapat digunakan sebagai campuran aspal perkerasan Lataston. 8. Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.10 untuk kadar busa tereofoam 6 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 6.45 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 93.55 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 65.68 % stabilitas sisa yang terjadi 34.32 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 73.02 % stabilitas sisa yang terjadi 27.13 % dari stabilitas awal. Dari hal ini berarti campuran dapat digunakan sebagai campuran aspal perkerasan Lataston. 9. Untuk nilai Indeks Kekuatan Sisa Dari grafik 4.11 untuk kadar busa tereofoam 8 % bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 4.12 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 95.88 % dari stabilitas awal, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga/SNI (yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C), kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 64.33 % stabilitas sisa yang terjadi
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-5
Bab V Kesimpulan dan Saran
35.67 % dari stabilitas awal.pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 72.87 % stabilitas sisa yang terjadi 27.13 % dari stabilitas awal. Dari hal ini berarti campuran dapat digunakan sebagai campuran aspal perkerasan Lataston 10. Dari hasil di laboratorium dapat dilihat bahwa kandungan Busa Stereofoam dengan kadar 4% dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal karena memiliki nilai yang memenuhi standar persyaratan Bina Marga serta nilai Indeks Kekuatan Sisa yang lebih besar dari 75%.
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-6
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.2 Saran Dari hasil yang dilakukan pada penelitian campuran perkerasan jalan dengan bahan aspal dan Busa Stereofoam, dapat disimpulkan kembali dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlunya penelitian yang lebih lanjut tentang analisa biaya perkerasan yang ekonomis tetapi memiliki kualitas mutu perkerasan yang baik. 2. Perlunya penelitian yang lebih lanjut tentang pemanfaatan Busa Stereofoam yang dikombinasikan dengan material lainnya sebagai upaya perbaikan memperoleh campuran perkerasan yang lebih berkualitas.
Benny ferdiansyah (01103-013)
V-7
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bina Marga. 1983. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton ( LATASTON ).
2.
Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus Dan Kasar, SNI 03-1968-1990;SK SNI M-081989-F.
3.
Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Titik Lembek Aspal Dan Ter, SNI 06-2434-1991;SK SNI M-20-1990-F.
4.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Buku Pedoman
Penentuan
Tebal
Perkerasan
Lentur
Jalan
Raya
No.01/PD/B/1983. 5.
Laboratorium Perkerasan Jalan FTSP-UMB. 2003. Pedoman Praktikum Bahan Perkerasan Jalan FTSP-UMB. Jakarta.
6.
Standart
Nasional
Indonesia,
Expandable
Polistirena.
Badan
Standarisasi Nasional. 7.
Sukirman, Silvia. 1995. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta.
8.
Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta.
9.
Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. NOVA : Bandung.