TUGAS AKHIR
KAJIAN PENGARUH PENCAMPURAN 4% KAPUR DAN ABU SEKAM PADI TERHADAP STABILISASI TANAH EKSPANSIF PADA LAPISAN TANAH PERMUKAAN JALAN RAYA (Studi Kasus Perumahan Sentosa Cikarang)
Oleh : HAERUDIN (4110401 – 011)
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SARJANA KOMPERHENSIF LOKAL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA Semester: Ganjil
Q
Tahun Akademik: 2008/2009
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir :
Kajian Pengaruh Pencampuran 4% Kapur dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilisasi Tanah Ekspansif Pada Lapisan Tanah Permukaan Jalan Raya (Studi Kasus Perumahan Sentosa Cikarang)
Disusun oleh :
Nama
: Haerudin
NIM
: 4110401-011
Jurusan/Program Studi
: Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2009. Jakarta, 14 Maret 2009 Pembimbing
Ir. Desiana Vidayanti, MT
Mengetahui,
Ketua Penguji
Ketua Program studi Teknik Sipil
Ir. Sylvia Indriany, MT
Ir. Mawardi Amin, MT
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA
Q
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Haerudin
NIM
: 4110401-011
Jurusan/Program Studi
: Teknik Sipil
Fakultas
: Teknik Sipil dan Perencanaan
Menyatakan bahwa tugas Akhir ini merupakan kerja asli, bukan jiplakan (duplikat) dari karya orang lain. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipertanggung jawabkan sepenuhnya
Jakarta 23 Maret 2009
Haerudin
ABSTRAK KAJIAN PENGARUH PENCAMPURAN 4% KAPUR DAN ABU SEKAM PADI TERHADAP STABILISASI TANAH EKSPANSIF PADA LAPISAN TANAH PERMUKAAN JALAN RAYA (Studi Kasus Perumahan Sentosa Cikarang) Oleh : Haerudin : NIM 4110401 – 011 Pembimbing : Ir. Desiana Vidayanti, MT Tahun 2009 Kerusakan jalan di Perumahan Sentosa Cikarang terjadi karena perubahan volume tanah. Hal ini mengakibatkan pergerakan barang dan manusia terganggu, sehingga diperlukan penelitian untuk mengatasi kondisi tanah yang ada. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Tanah ekspansif merupakan tanah yang memiliki karakteristik yang rentan terhadap air. Saat basah (jenuh air), potensi kembang (swelling potential) tanah ini meningkat secara drastis sehingga secara fisik tanah ini terlihat membubur. Tetapi saat tanah ini mangalami kering air, justru potensi susutnya yang meningkat dan berakibat timbulnya retakan-retakan pada tanah tersebut. Di sini akan dibahas tentang stabilisasi tanah secara kimiawi yaitu dengan menggunakan material kapur dan abu sekam padi. Laporan ini dibuat dengan berdasarkan studi kasus tanah ekspansif pada Proyek Jalan Raya tepatnya di lokasi Perumahan Taman Sentosa Cikarang. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah menganalisa perubahan secara fisis yang terjadi setelah tanah ekspansif mengalami pencampuran dengan kapur dan abu sekam padi. Selain itu tugas akhir ini juga bertujuan menghitung besarnya persentase kapur dan abu sekam padi yang tepat agar didapatkan daya dukung yang optimum. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel tanah ekspansif di bagian permukaan setebal 30 cm yang kemudian dicampur kapur dan abu sekam padi dengan komposisi 3 %, 6 %, 9 %, 12 % dan 15 %. Setelah mengalami pencampuran, tanah tersebut harus melalui masa curing dengan variasi waktu 7 dan 14 hari. Mulamula dilakukan pengujian karakteristik tanah asli sesuai dengan kondisi di lapangan untuk diketahui berbagai parameter indeks propertiesnya. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian berat jenis tanah, pengujian batas-batas atterberg, pengujian kadar air tanah asli dan pengujian pemadatan standard. Setelah diketahui karakteristik tanah asli, tanah ekspansif akan diuji sifat-sifat teknisnya (engineering properties) dengan melalui CBR test, triaxial test U.U., dan free swell test. Kata kunci : tanah ekspansif, swelling potensial, curing, index properties, engineering properties, CBR soaked test, triaxial test u.u., standard proctot test, free swell test, kohesi dan sudut geser.
iv
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................................i ABSTRAK ................................................................................................................iv DAFTAR ISI ............................................................................................................vi DAFTAR TABEL ....................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR................................................................................................x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................I – 1 1.2
Tujuan ...................................................................................................I – 2
1.3
Ruang Lingkup dan Batasan Masalah...................................................I – 2
1.4
Metode Penulisan..................................................................................I – 3
1.5
Sistematika Penulisan ...........................................................................I – 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Karakteristik Tanah Ekspansif..............................................................II – 1
2.2
Identifikasi dan Klasifikasi Tanah Ekspansif .......................................II – 5 2.2.1 Sistem Klasifikasi AASTHO ........................................................II – 11 2.2.2 Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ..............................................II – 13
2.3
Kapur.....................................................................................................II – 15
2.4
Abu Sekam Padi....................................................................................II – 15
2.5
Reaksi Antara Kapur dengan Tanah................... ..................................II – 17
v
2.6
Reaksi antara Kapur dengan Abu Sekam Padi .....................................II – 19
2.7
Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit)...............................................II – 19
2.8 Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) ....................................................II – 22 2.8 Pemadatan Standard (Compaction / Standard Proctor Test)................II – 23 2.10 Konsolidasi.............. .............................................................................II – 28 2.11 California Bearing Ratio (CBR)...........................................................II – 30 2.12 Kadar Air Tanah (Moisture Content) ...................................................II – 31 2.13 Pengujian Triaksial Unconsolidated Undrained...................................II – 32 2.14 Referensi Penggunaan Abu Sekam Padi dan Kapur ............................II – 33 2.15 Perbaikan Tanah dengan Kapur pada Lokasi yang Sama ....................II – 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Penjelasan Penelitian ...........................................................................III – 1
3.2
Material Pengujian ...............................................................................III – 2
3.3
Langkah Pengujian ...............................................................................III – 3
3.4
Peralatan dan Prosedur Pengujian .......................................................III – 6
BAB IV ANALISIS HASIL PENGUJIAN 4.1
Pengujian Karakteristik Tanah Asli ......................................................IV – 1 4.1.1
Pengujian Indeks Properties Tanah..............................................IV – 1
4.1.1.1
Pengujian Kadar Air ..............................................................IV – 1
4.1.1.2
Pengujian Berat Jenis Tanah..................................................IV – 1
4.1.1.3
Pengujian Batas – Batas Atterberg (Atterberg Limit) ............IV – 2
4.1.1.4
Analisa Ekspansifitas Tanah Terhadap Index Properties ......IV – 5
4.1.2
Pengujian Engineering Properties...............................................IV – 7
vi
4.1.2.1
Pengujian Pemedatan Standard (StandardProctor Test) .......IV – 7
4.1.2.2
Pengujian Triaksial UU..........................................................IV – 9
4.1.2.3
Pengujian Kembang Bebas (Free Swell) ...............................IV – 10
4.1.2.4
Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio) .........IV – 10
4.1.2.5
Analisa Ekspansifitas Tanah Asli terhadap Engineering Properties...........................................................IV – 13
4.2
Pengujian Tanah yang telah Distabilisasi .............................................IV – 14 4.2.1
Pengujian Indeks Properties Tanah Stabilisasi ............................IV – 14
4.2.1.1
Berat Jenis Tanah (Specific Grafity) ......................................IV – 14
4.2.1.2
Pengujian Batas – Batas Atterberg (Atterberg Limit) ............IV – 15
4.2.2
Pengujian Engineering Properties Tanah Stabilisasi ...................IV – 18
4.2.2.1
Pemadatan Standard (Standard Proctor Test) .......................IV – 19
4.2.2.2
Pengujian CBR Terendam (CBR Soaked)..............................IV – 20
4.2.2.3
Pengujian Kembang Bebas (Free Swell) ...............................IV – 22
4.2.2.4
Pengujian Triaksial UU (Triaxial Unconsolidated Undrained)...................................................IV – 23
4.3
Analisa Tanah Stabilisasi yang Optimum.............................................IV – 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan ...........................................................................................V – 1
5.2
Saran .....................................................................................................V – 2
DAFTAR PUSTAKA Lampiran
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
Mineral Butir pada Tanah Ekspansif................................................II – 4
Tabel 2.2
Identifikasi dan Klasifikasi Tanah Ekspansif...................................II – 5
Tabel 2.3
Devinisi Swelling Potensial .............................................................II – 7
Tabel 2.4
Klasifikasi Tanah Ekspansif (Holtz dan Gibbs)...............................II – 7
Tabel 2.5
Klasifikasi Tanah Ekspansif (Altmayer).........................................II – 8
Tabel 2.6
Klasifikasi Tanah Ekspansif (Chen,1965) .......................................II – 8
Tabel 2.7
Klasifikasi Tanah Ekspansif (Chen,1988)........................................II – 9
Tabel 2.8
Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 1 ..................................................II – 10
Tabel 2.9
Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 2 ..................................................II – 10
Tabel 2.10 Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 3 ..................................................II – 11 Tabel 2.11 Derajat Ekspansif…..………………………………………...........II – 11 Tabel 2.12 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO ................................................II – 12 Tabel 2.13 Sistem Klasifikasi Unified ...............................................................II – 14 Tabel 2.14 Komposisi Kimia Abu Sekam Padi (RHA) .....................................II – 16 Tabel 2.15 Pemakaian Kadar Kapur untuk Berbagai Jenis Tanah.....................II – 19 Tabel 2.16 Harga – harga Batas Atterberg untuk Mineral Lempung.................II – 21 Tabel 2.17 Berat Spesifik Mineral – Mineral Lempung ....................................II – 22 Tabel 2.18 Persentase Campuran Tanah Asli : Kapur (Ca) Abu Sekam (RHA)...........................................................................II – 33 Tabel 2.19 Lamanya curing untuk masing – masing pengujian .........................II – 34 Tabel 2.20 Hasil pengujian Karakteristik Tanah Asli ........................................II – 34 Tabel 2.21 Kadar Air Optimum dan Kepadatan Kering Maksimum ..................II – 35 viii
Tabel 2.22 Nilai CBR untuk masing – masing campuran...................................II – 35 Tabel 2.23 Persentase kekuatan max tanah campuran terhadap tanah asli .........II – 36 Tabel 3.1
Standard ASTM yang Digunakan dalam Pengujian ........................III – 1
Tabel 3.2
Jumlah Spesimen yang Disiapkan dari Masing – masing Pengujian ......................................................III – 2
Tabel 3.3
Jumlah Tanah, Abu Sekam Padi dan Kapur untuk Stabilisasi .........III – 5
Tabel 4.1
Resume Pengujian Indeks Properties ...............................................IV – 4
Tabel 4.2 Perbandingan Indeks Propertis Tanah Asli dengan Penguji Sebelumnya ......................................................................................IV – 5 Tabel 4.3
Hasil Pengujian Pemadatan Standard...............................................IV – 7
Tabel 4.4
Resume Hasil Pengujian Engineering Properties.............................IV – 12
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Engineering Tanah Asli Sebelumnya ......................IV – 12 Tabel 4.6
Resume Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi Optimal........................IV – 24
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Struktur mineral tanah lempung …,…………………………..II – 2 Gambar 2.2 Skema dari Struktur Primer untuk (A) Kaolinite, (B) Montmorrillonite, dan (C) Illite ...........................................II – 3 Gambar 2.3 Prediksi Penelitian untuk Potensial Pengembangan ..................II – 6 Gambar 2.4
Batas – Batas Atterberg..............................................................II – 19
Gambar 2.5
Prinsip Pemadatan ......................................................................II – 25
Gambar 2.6
Bermacam – macam Tipe Kurva Pemadatan .............................II – 27
Gambar 2.7
Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Batas – batas Atterberg ..............................................................II – 38
Gambar 2.8
Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Berat Jenis ..................................................................................II – 38
Gambar 2.9
Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Berat Isi Kering ..........................................................................II – 39
Gambar 2.10 Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Kadar Air....................................................................................II – 39 Gambar 2.11 Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai CBR ..............II – 40 Gambar 2.12 Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Swelling........II – 40 Gambar 3.1 Skematik Program Kerja dari Pengujian....................................III – 4 Gambar 4.1 Grafik Batas Cair........................................................................IV – 3 Gambar 4.2 Bagan Plastisitas.........................................................................IV – 3 Gambar 4.3 Grafik Uji Pemadatan.................................................................IV – 8 Gambar 4.4 Lingkaran Mohr dari Pengujian Triaksial Tanah Asli ...............IV – 9 x
Gambar 4.5 Grafik Free Swell Tanah Asli.....................................................IV – 10 Gambar 4.6 Grafik Swelling CBR saat Perendaman .....................................IV – 11 Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengujian Mesin CBR ..........................................IV – 11 Gambar 4.8 Grafik Pengujian Berat Jenis Tanah Stabilisasi .........................IV – 15 Gambar 4.9 Grafik Pengujian Batas Plastis Tanah Stabilisasi.......................IV – 16 Gambar 4.10 Grafik Pengujian Batas Cair Tanah Stabilisasi ..........................IV – 16 Gambar 4.11 Grafik Nilai Indeks Plastisitas Tanah Stabilisasi .......................IV – 17 Gambar 4.12 Grafik Nilai Batas Susut Tanah Stabilisasi ................................IV – 18 Gambar 4.13 Grafik Harga Kepadatan Kering Tanah Stabilisasi ....................IV – 19 Gambar 4.14 Grafik Nilai Swelling CBR Tanah Stabilisasi............................IV – 20 Gambar 4.15 Grafik Pengujian CBR Tanah Stabilisasi ...................................IV – 21 Gambar 4.16 Grafik Pengujian Free Swell Tanah Stabilisasi..........................IV – 22 Gambar 4.17 Lingkaran Mohr Tanah Stabilisasi .............................................IV – 23
xi
BAB I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah Pembuatan jalan kadangkala melewati daerah yang memiliki karakteristik tanah dasar atau sub grade yang mengandung tanah ekspansif. Dimana tanah ekspansif memiliki potensi menyusut dan mengembang yang besar pada kondisi kelembaban yang berubah – ubah. Sifat kembang susut dari tanah ekspansif yang besar dapat merusak bangunan atau struktur yang berada diatasnya, dalam hal ini dapat terlihat pada permukaan jalan yang tidak rata dan retak. Hal ini yang sangat mengkhawatirkan seorang teknik sipil dalam merencanakan pondasi jalan yang kuat serta mempunyai daya dukung yang besar. Salah satu cara yang dilakukan adalah stabilisasi yaitu dengan menambahkan beberapa material sebagai campuran dengan tujuan meningkatkan daya dukung tanah. Adapun beberapa usaha stabilisasi yang dilakukan yaitu dengan mencampurkan tanah asli dengan semen, kapur, geosta, fly ash ataupun penggantian sebagian tanah tanah ekspansif dengan tanah lain yang mempunyai sifat yang lebih baik. Stabilisasi tanah dengan berbagai cara telah dilakukan peneliti sebelumnya, dimana didapat suatu kesimpulan yaitu tanah daerah Cikarang termasuk dalam kategori tanah ekspansif yang mempunyai swelling potensial tinggi sehingga perlu dilakukan proses stabilisasi tanah. Penyelidikan campuran kapur dan abu sekam padi pertama kali dilakukan oleh Lazaro dan Moh (1970) dengan hasil penyelidikan bahwa tanah ekspansif setelah distabilisasi dengan csmpuran kapur dan abu sekam padi maka kekuatan tekannya meningkat dan plastisitasnya menurun. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan dilaboratorium guna mencari solusi dalam perbaikan tanah ekspansif yaitu mencampurkan kapur dan abu sekam padi tanah asli dengan tujuan dapat mengurangi pengembangan tanah dan meningkatkan daya dukung serta kekuatannya. Penggunaan abu sekam selain mempertimbangkan biaya material yang murah dan mudah didapat juga disebabkan abu sekam
I–1
I–1
BAB I Pendahuluan
merupakan limbah (waste product) yaitu sisa dari hasil pertanian yang pemanfaatannya relatif murah dan praktis. (Herman Tandiary, 2002). Pengujian ini adalah pengujian lanjutan yang sebelumnya telah dilakukan oleh Turmudi dengan menggunakan bahan campuran kapur dengan pariasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Pada pengujian tersebut didapat nilai optimal pada kadar kapur 8%. Di sini akan dibahas tentang stabilisasi tanah secara kimiawi dengan menggunakan campuran 4% kapur yang dikombinasikan dengan abu sekam padi. Laporan ini dibuat dengan berdasarkan studi kasus tanah ekspansif pada Proyek Jalan Raya tepatnya di lokasi Perumahan Taman Sentosa Cikarang.
1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : a. Mencari besarnya persentase abu sekam padi yang tepat apabila dicampur dengan 4% kapur agar minimal dapat berfungsi sebagai lapis tanah dasar (sub grade) yang cukup baik; b. Menganalisa perubahan secara fisis yang terjadi setelah tanah ekspansif mengalami pencampuran dengan kapur dan abu sekam padi; Hipotesis awal : Jika tanah ekspansif dicampurkan dengan 4% kapur dan abu sekam padi, maka daya dukungnya akan meningkat.
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Dalam pembahasan tugas akhir ini akan dibahas bagaimana pengaruh pencampuran kapur dan abu sekam padi terhadap stabilisasi tanah ekspansif dan menganalisa besarnya persentase abu sekam padi yang tepat agar minimal dapat berfungsi sebagai lapis tanah dasar (sub grade) yang cukup baik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel tanah ekspansif di bagian permukaan setebal 30 cm yang kemudian dicampur kapur dengan kadar 4% dari berat tanah yang akan diuji, dan abu sekam padi dengan komposisi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dari berat tanah yang diujikan. Jenis pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengujian index properties tanah; 1. Pemeriksaan berat jenis tanah, specific grafity (Gs); 2. Atterberg limit ( liquid limit, plastic limit, dan shrinkage limit);
I–2
BAB I Pendahuluan
3. Pemeriksaaan kadar air tanah (water content); b. Pengujian engineering properties tanah; 1. Pemadatan standard (standard proctor test / compaction); 2. Uji triaksial unconsolidated undrained (triaxial u.u.); 3. Uji CBR terendam (california bearing ratio soaked); 4. Uji sifat kembang tanah (free swell test). Mula-mula tanah akan diuji sifat tanah aslinya dengan pengujian di atas, kemudian tanah akan dicampurkan dengan 4% kapur dan abu sekam padi dengan variasi jumlah yang telah dibuat. Untuk pengujian indeks properties tanah campuran, tanah dicampur dengan bahan stabilisasi, diaduk rata dan langsung dilakukan pengujian. Untuk pengujian engineering properties tanah campuran, tanah dicampur dengan bahan stabilisasi sesuai dengan variasi yang sudah ditentukan. Setelah itu tanah dicampur dengan air sesuai dengan kadar air optimal dari pengujian pemadatan. Untuk pengujian CBR soaked, tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi dan air harus melalui masa curing selama 7 dan 14 hari sebelum dilakukan pengujian. Saat tanah telah melalui masa curing yang diinginkan, maka tanah tersebut dicari kepadatan keringnya dari masing-masing campuran. Kemudian direndam selama 4 hari (96 jam) dan diukur pengembangannya setiap 24 jam. Setelah perendaman selesai, lalu tanah tersebut diuji dengan menggunakan CBR machine.
1.4 Metode Penulisan Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis memiliki berbagai sumber atau pedoman yang dapat dijadikan pegangan antara lain : a. Studi kepustakaan Penulis menggunakan referensi dari buku-buku panduan dan modul-modul kuliah dan data-data dari internet yang sesuai dengan pembahasan tugas akhir ini. b. Data tanah Data tanah yang digunakan penulis dalam tugas akhir ini didapat langsung dari Departemen Pekerjaan Umum dan konsultan yang berkaitan dengan Proyek Jalan Raya tepatnya di lokasi Perumahan Taman Sentosa Cikarang.
I–3
BAB I Pendahuluan
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : Bab I, Pendahuluan, membahas latar belakang masalah, tujuan, ruang lingkup, dan batasan masalah, metode penulisan serta sistematika penulisan tugas akhir. Bab II, Tinjauan Pustaka, berisi tentang uraian teori mengenai tanah ekspansif beserta karakteristiknya dan uraian tentang teori yang mendasari masalah yang berkaitan dengan stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur dan abu sekam padi. Bab III, Metodologi Penelitian, berisi tentang prosedur penelitian di laboratorium dan berbagai peralatan yang digunakan. Bab IV, Analisa Hasil Pengujian, berisi tentang hasil penelitian yang disajikan dalam tabel-tabel, gambar-gambar dan berbagai perhitungan serta analisa terhadap tabel, gambar dan perhitungan tersebut. Bab V, Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan-kesimpulan dari analisis perhitungan yang dilakukan serta saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya.[]
I–4
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Tanah Ekspansif Tanah ekspansif adalah tanah yang memiliki potensi untuk menyusut dan
mengembang dalam kondisi kelembaban yang berubah – ubah sehingga daya dukungnya rendah. Sifat – sifat dari tanah ekspansif antara lain: a. Mengembang bila kadar airnya meningkat dan sebaliknya menyusut bila kadar airnya menurun (Chen, 1985). b. Memiliki sifat kembang susut yang besar. Karakteristik dalam tanah ekspansif dipengaruhi dua hal, yaitu: 1. Faktor mikroskopik Yang dimaksud faktor mikroskopik adalah mineralogi tanah dan kimiawi tanah. 2. Faktor makroskopik Yang dimaksud faktor makroskopik adalah propertis tanah secara fisik, antara lain plastisitas dan berat volume tanah. Dari kedua faktor yang mempengaruhi tanah ekspansif tersebut, faktor makroskopik sangat dipengaruhi oleh perilaku mikroskopiknya. Faktor mikroskopik tanah ekspansif yang menyebabkan tanah ekspansif mengalami kembang susut yaitu mineralogi tanah, perilaku kimiawi air tanah dan jumlah exchangable cation (cation exchange capacity) serta besarnya specific surface dari partikel tanah, apabila specific surface membesar, maka harga liquid limit juga membesar. Tanah yang mempunyai harga liquid limit atau plasticity index yang tinggi menunjukan tanah tersebut memiliki kembang susut yang besar pula. Karakteristik tanah makro pada tanah ekspansif menunjukan perilaku kembang susut tanah dan di mana batas atterberg dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui potensi kembang susut tanah. Secara umum ciri–ciri tanah makro pada tanah ekspansif adalah sebagai berikut: a. Nilai batas cair dan indeks plastisitas yang tinggi.
II-1
II-1
BAB II Tinjauan Pustaka
b. Nilai batas swelling indeks yang besar. c. Mempunyai kandungan organik karbon, clay, monmorillonite yang besar.
A.
Mineralogi tanah. Mineralogi tanah dapat dibagi berdasarkan struktur mineralnya seperti terlihat
pada Gambar 2.1 struktur mineral tanah yaitu: 1. Kelompok Mica–like termasuk illite dan fermiculite yang sedikit dapat bersifat ekspansif. 2. Kelompok Smectite, termasuk monmorillonite yang sangat bersifat ekspansif, secara langsung lempung monmorillonite inilah yang disebut tanah ekspansif.
Gambar 2.1.Struktur Mineral Tanah Lempung (Grirm, 1959).
II-2
BAB II Tinjauan Pustaka
B.
Perilaku Kimiawi Air Tanah Pada montmorillonite yang mempunyai tebal layer 10A, cairan dapat
berpenetrasi masuk ke dalam ruang pori inter particular dan bahkan dalam ruang pori particularine dalam sebuah partikel lempung. Sebagai akibat adanya lapisan tipis air di antara layer, maka beberapa layer yang sebelumnya rapat satu sama lainnya dapat bergerak atau bergeser translasi ke samping. Apabila jumlah atau volume air yang terpenetrasi meningkat, maka bentuk pergerakan layernya dapat bersifat "Turbostatique" yaitu mengembang dan berputar dengan sudut maksimum 10˚. Fenomena ini tidak terjadi pada kaolinite sebagai tanah non ekspansif. Air dalam hal ini tidak dapat berpenetrasi masuk ke dalam ruang pori inter layernya atau ruang pori intrapartikulernya. Dengan kata lain ruang pori inter layer pada kaolinite tetap kosong. Skema dari struktur primer untuk mineral kaolinite, monmorrillonite, dan illite dapat dilihat pada Gambar 2.2.
(A)
(B)
(C)
Gambar 2.2 Skema dari Struktur Primer untuk (A) Kaolinite, (B) Montmorrillonite, dan (C) Illite (Mitchell,1976).
Secara umum ada tiga grup mineral tanah yang terkandung dalam tanah ekspansif yakni kaolinite, illite, dan montmorrillonite. Spesifikasi dari berbagai mineral yang terkandung di dalam tanah ekspansif dapat dilihat pada Tabel 2.1.
II-3
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Mineral Butir pada Tanah Ekspansif. (Metode Perbaikan Tanah). JENIS
FORMULA
Kaolinite
Al4(Si4O10)(OH)8
Illite
Al4(Si6A12)O20.K2(OH)4
KUALITAS Cukup baik,wp = 32, wL = 53, PI = 21 Sedang, wp = 53, wL = 120, PI = 67 Kurang
Montmorrilonite
Al4(Si8O20).(OH)4.nH2O
SIFAT
baik,
Tidak Ekspansif
Bisa Ekspansif
banyak
kandungan air, wp = 54, wL =
Sangat Ekspansif
710, PI = 656
C.
Cation Exchange Capacity (CEC) dan Specific Surface Tanah. Umumnya partikel–partikel lempung bermuatan negatif pada permukaannya.
Beberapa muatan positif terdapat di ujung lempengan partikel. Makin besar luasan spesifiknya, makin besar muatan negatif yang dijumpai pada partikel lempung. Pada lempung kering, muatan negatif di permukaan partikel dinetralkan oleh adanya exchangable cation yaitu ion–ion positif yang berganti dengan lainnya seperti ion : Ca", Mg", Al", Na', K' yang mengelilingi partikel lempung tersebut dan terikat pada partikel oleh gaya tarik menarik elektrostatik. Bila air berpenetrasi ke dalam lempung, beberapa kation dan anion (ion negatif) akan bergerak di antara partikel–partikel, keadaan ini disebut Diffure Double Layer yang berakibat tanah akan mengembang. Konsentrasi cation pada larutan air akan mengecil bila jaraknya dari permukaan partikel makin jauh. Semakin tinggi harga CEC, semakin tinggi pula potensi kembang susut tanah. Apabila specific surface membesar, maka harga liquid limit juga akan membesar. Tanah yang mempunyai harga liquid limit atau plasticity index yang tinggi menunjukan tanah tersebut memiliki potensi kembang susut tanah yang besar. Lempung yang mempunyi nilai CEC dan specific surface yang besar adalah lempung montmorillonite. Faktor
makroskopik
tanah
ekspansif
dipengaruhi
oleh
perilaku
mikroskopiknya. Yang terjadi pada skala mikro akan mempengaruhi skala makro tanah ekspansif, karakteristik tanah makro tanah ekspansif adalah yang biasanya menunjukan perilaku kembang susut tanah.
II-4
BAB II Tinjauan Pustaka
Batas Atterberg merupakan salah satu parameter termasuk karakteristik makro tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui potensi kembang susut tanah. Dilihat dari skala makronya. Karakteristik tanah ekspansif yang berpotensi besar untuk mengalami kembang susut, secara umum memiliki ciri – ciri sebagai berikut: 1. Memiliki harga batas cair dan indeks plastisitas tinggi. 2. Mempunyai harga swelling index yang besar. 3. Mempunyai kandungan organic carbon, clay dan montmorillonite yang besar. 4. Arah atau deformasi volume biasanya bersifat isotrope.
2.2
Identifikasi dan Klasifikasi Tanah Ekspansif Identifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk
melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Klasifikasi yang didasarkan pada index properties tanah seperti kandungan lempung dan plastisitas adalah yang paling umum diterapkan dalam praktik untuk mengidentifikasi tanah ekspansif. Index plastisitas (PI) adalah parameter yang paling sering digunakan karena karakteristik plastisitas dan sifat perubahan volume tanah berkaitan erat. Identifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan mencocokkan nilai indeks plastisitas, batas susut, dan free swell tanah yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Identifikasi Masalah Tanah Ekspansif (Wiscman, 1985). Jenis Pengujian
Umumnya tidak ekspansif
Ada masalah ekspansif
Index Plastisitas ( PI )
<20
>32
Batas Susut ( SL )
>13
<10
Free Swell
<50
>100
Untuk memprediksi potensi pengembangan dari nilai Indeks Plastisitas dapat dilihat pada Gambar 2.3.
II-5
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Perbandingan Hasil dari Beberapa Peneliti untuk Memprediksi Potensi Pengembangan ( Chen, 1988 ).
Dari kurva di tunjukan ada beda swelling potensial yang cukup drastis dengan nilai indeks plastisitas yang sama. Hal ini karena kondisi sampel dan kadar air dari percobaan tiap penelitian tidak sama. Kriteria dari Holtz dan Gibbs (1959) didasarkan pada 38 sampel yang dibiarkan mengembang dari kondisi kering udara hingga ke kondisi jenuh. Kriteria dari Seed (1962) berdasarkan pada tanah yang dikompaksi, sedangkan Chen (1988) dari tanah asli (undisturbed sample) di mana kondisi awal tanah memiliki kadar air alami. Tiap peneliti mempunyai definisi yang berbeda tentang swelling potensial. Perbedaan itu dilihat pada Tabel 2.3.
II-6
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Definisi Swelling Potensia (Agus, 2002). Peneliti ( Tahun Penelitian )
Definisi Swelling Potensial
Perubahan volume sample pada kondisi Undisturbed
Holtz ( 1959 )
dan saturated pada pembebanan 6.9Kpa
Perubahan volume remolded sampel pada optimum Seed ( 1962 )
moisture content dan kepadatan maksimun (standard AASTHO)
Perubahan volume pada sample Undisturbed yang di uji memakai oedometer test pada kondisi natural Snethen ( 1979 )
moisture content dan kepadatan saat saturatednya di bawah pembebanan sebesar overburden pressure di lapangan.
Pemakaian nilai Atterberg limit guna memprediksi Swell potensial mungkin merupakan metode paling populer disamping pemakaian kadar lempung dari suatu jenis tanah. Holtz dan Gibbs ( 1956 ). Klasifikasi tanah ekspansif menurut Holtz dan Gibbs dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Ekspansif (Holtz dan Gibbs, 1956 ). Kadar Koloid (% 0.0001 mm)
IP
Shringkage
% Perubahan
Limit
Volume Total
Derajat Ekspansif
>28
>35
>11
>30
Sangat tinggi
20 – 31
25 – 41
7 – 12
20 – 30
Tinggi
13 – 23
15 – 28
10 – 16
10 – 20
Medium
<15
<18
<15
<10
Rendah
Altmeyer (1955) mengabaikan pemakaian prosentase kadar lempung, karena banyak laboratorium tidak menyertakan analisa hidrolisis dalam program test
II-7
BAB II Tinjauan Pustaka
mereka. Altmeyer menyarankan pemakaian nilai shrinkage limit sebagai acuan untuk menentukan derajat ekspansif dari suatu jenis tanah. Klasifikasi tanah ekspansif menurut Altmeyer disajikan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Ekspansif (Altmeyer, 1955). Linear shrinkage
SL ( % )
Sweel ( % )
Derajat Ekspansif
<5
> 12
< 0,5
Non Critical
5–8
10 – 12
0,5 – 1,5
Marginal
>8
< 10
> 1,5
Critical
Chen (1965) mengembangkan korelasi antara prosentase butiran tanah yang lolos ayakan no. 200, liquid limit dan jumlah pukulan dari standard penetration test untuk menentukan swell potential suatu jenis tanah. Klasifikasi tanah ekspansif menurut Chen (1965) dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Ekspansif (Chen, 1965).
% Butiran tanah yang lolos ayakan No.200
Standard Liquid
Penetration
% Perubahan
Derajat
Limit ( % )
Resistant
Volume tanah
ekspansif
( blow ft )
> 95
> 60
> 30
> 10
Sangat tinggi
60 – 95
40 – 60
20 – 30
3 – 10
Tinggi
30 – 60
30 – 40
10 – 20
1–5
Sedang
< 30
< 30
< 10
<1
Rendah
Chen
(1988)
juga
mengemukakan
metode
single
indeks
untuk
mengindentifikasikan derajat ekspansif dari suatu jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7.
II-8
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.7 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasarkan Indeks Plastisitas. (Chen, 1988). Swell potensial / Derajat
Index
Persentase
Swelling
Pengembangan
Plastisitas
Liquid Limit
Presure (ksf)
Rendah
0 – 15
< 30
1
Medium
10 – 35
34 – 40
3–5
Tinggi
20 – 55
40 – 60
5 – 20
Sangat tinggi
> 35
> 60
> 20
Identifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Menurut Hendra Jitno (1996), identifikasi awal untuk tanah ekspansif antara lain sebagai berikut : a. Karakteristik Tanah 1. Mempunyai kadar lempung yang tinggi. Biasanya termasuk tanah liat dengan plastisitas tinggi (CH). Sekalipun demikian, tanah yang termasuk CL (tanah lempung dengan plastisitas rendah) dan MH (lanau dengan plastisitas tinggi) bisa juga ekspansif; 2. Pada kondisi kering, tanahnya retak-retak dengan retakan lebar dan dalam; 3. Kuat saat kering, tapi jadi bubur saat basah; 4. Lengket dan susah dilewati kendaraan saat basah; 5. Mengandung serpihan-serpihan dan slickensides (permukaan yang licin). b. Geologi dan Topografi 1. hummocky topography (bukit-lembah dataran rendah); 2. permeabilitas tanah rendah atau sistim drainase tidak baik. Identifikasi secara kualitatif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Berdasarkan korelasi antara Atterberg Limit atau persentase koloid dengan swelling potential; b. Hanya bersifat perkiraan, tapi sangat berguna untuk identifikasi awal.
Sedangkan identifikasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan melakukan pengujian di laboratorium dengan beberapa jenis pengujian sebagai berikut : a. Consolidation – swell test; II-9
BAB II Tinjauan Pustaka
b. Constant – volume consolidation test; c. Double – oedometer and simplified oedometer test. Klasifikasi yang didasarkan pada index properties tanah seperti kandungan lempung dam plastisitas adalah yang paling umum diterapkan dalam praktek untuk mengidentifikasi tanah ekspansif Plasticily Index (PI) adalah parameter yang paling sering digunakan karena karakteristik plastisitas dan sifat perubahan volume tanah berkaitan erat. Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan oleh Hendra Jitno (1996), tingkat keekspansifan suatu tanah dapat disajikan menjadi Tabel 2.8, 2.9 dan 2.10, sebagai berikut: Tabel 2.8 Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 1 (Hendra, 1996).
Shrinkage Limit (%)
Linear Shrinkage (%)
Degree of expansion
< 10
>8
Critical
10 – 12
5 -8
Marginal
> 12
0 -4
Noncritical
Tabel 2.9 Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 2 (Hendra, 1996).
Swell Potential (%)
Total Expansion (6,9 kPa load) air dry to saturated
Shrinkage index,
Degree of
SI = LL - SL
expansion
0 – 1,5
0 - 10
0 - 20
Low
1,5 – 5
10 - 20
20 - 30
Medium
5 - 25
20 - 35
30 - 60
High
> 25
> 35
> 60
Very high
II-10
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.10 Klasifikasi Derajat Ekspansifitas 3 (Hendra, 1996). Colloid Content
Plasticity Index (PI)
Shrinkage Limit
Probable expansion (% total vol change)
Degree of expansion
> 28
> 35
< 11
> 30
very high
20-31
25-41
7-12
20-30
high
13-23
15-28
10-16
10-20
Medium
< 15
< 18
> 15
< 10
low
Raman (1967) mengemukakan derajat ekspansif sebagai fungsi dari indeks plastisitas dan srhrinkage limit. Klasifikasi tanah ekspansif menurut Raman (1967) disajikan dalam Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Derajat Ekspansif (Raman, 1967). Indeks Plastisitas ( % )
Shrinkage Indeks ( % )
Derajat ekspansif
< 12
< 15
Rendah
12 – 23
15 – 30
Medium
23 – 32
30 – 40
Tinggi
> 32
> 40
Sangat tanggi
2.2.1 Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya dipakai oleh departemen jalan raya di semua negara bagian di Amerika Serikat. Sistem klasifikasi ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini sudah mengalami beberapa perbaikan; versi yang saat ini berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board dalam tahun 1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145).Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasi tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam Tabel 2.12 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka yang sesuai.
II-11
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.12 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO.(Braja,1990). Tanah berbutir
Klasifikasi umum
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200)
A-1
A-2
Klasifikasi kelompok
A-3 A-1-a
A-1-b
A-2-4
A-2-5
A-2-6
A-2-7
Maks 35
Maks 35
Maks 35
Maks 40
Min 41
Maks 40
Min 41
Maks 10
Maks 10
Min 11
Min 11
Analisis ayakan (%) lolos No. 10
Maks 50
No. 40
Maks 30
Maks 50
Min 51
No. 200
Maks 15
Maks 25
Maks 10
Maks 35
Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 Batas cair (LL) NP
Indeks plastisitas (PI)
Maks 6
Tipe material yang
Batu pecah , kerikil dan
paling dominant
pasir
Penilaian
Pasir halus
sebagai
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Baik sekali sampai baik
bahan tanah dasar
Tanah lanau – lempung
Klasifikasi umum
(Lebih dari 35 % dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) A-7
Klasifikasi kelompok
A-4
A-5
A-6
A-7-5 * A-7- 6 **
Analisis ayakan (% lolos) No. 10 No. 40 No. 200
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Batas cair (LL)
Maks 40
Maks 41
Maks 40
Min 41
Indeks plastisitas (PI)
Maks 10
Maks 10
Min 11
Min 11
Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40
Tipe material yang paling dominan Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Tanah berlanau
Tanah berlempung
Biasa sampai jelek
* Untuk A – 7 – 5, PI ≤ LL – 30 ** Untuk A – 7 – 6, PI > LL – 30
II-12
BAB II Tinjauan Pustaka
2.2.2 Sistem Klasifikasi Unified (USCS) Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda – beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakainnya. Sistem klasifikasi memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat – sifat tanah yang berpariasi tanpa penjelasan yang terinci. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat – sifat indeks tanah yang sederhana seperti, ukuran butir dan plastisitas. Dengan mengetahui klasifikasi tanah, engeneer telah mengetahui gambaran yang baik mengenai perilaku tanah tersebut dalam berbagai situasi, misalnya selama konstruksi. Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande dalam tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineers selama Perang Dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan United States Bureau of Reclamation tahun 1952, sistem ini disempurnakan. Sistem klasifikasi Unified diberikan dalam Tabel 2.13. Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Tanah berbutir-kasar (coarse-grained-soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir di mana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Silbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir. 2. Tanah berbutir-halus (fine-grained-soil), yaitu tanah di mana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempungorganik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS adalah: W = well graded (tanah dengan gradasi baik) P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk) L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50) H = high plasticity (plastisitas tinggi) (LL > 50)
II-13
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.13 Sistem Klasifikasi Unified (Braja,1990). Simbol
kerikil) butiran halus
GP
Batas cair lebih dari 50%
halus
atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
pasir)
Batas cair 50% atau kurang
Lanau dan Lempung
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit
GC
Pasir bergradasi-baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Pasir bergradasi-buruk dan pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
SM
Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
SC
Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai CL
dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays).
OL
Lanau dan Lempung
Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200**
atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
SP
Tanah-tanah dengan kandungan organik
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit
GM
SW
butiran
Kerikil bersih (hanya Pasir bersih (hanya Pasir
dengan
GW
ML
sangat tinggi
Nama Umum
Kelompok
Kerikil dengan
Pasir Lebih dari 50% fraksi kasar lolos ayakan No. 4 Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan pada ayakan No.4
Tanah berbutir kasar Lebih dari 50% butiran tertahan ayakan No. 200
Divisi Utama
MH
CH
OH
PT
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis. Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays) Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
* Menurut ASTM (1982) ** Berdasarkan tanah yang lolos ayakan 75 mm (3 in)
II-14
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3
Kapur Ada 5 jenis kapur yang dihasilkan dari berbagai reaksi kimia (Gillott, 1968),
antara lain: 1. CaCO3 + Heat CALCITE (in limestone)
CaO + CO2 QUICKLIME
Kapur jenis ini dihasilkan dari pembakaran Calcium Carbonat. Sebaliknya reaksi antara unsur CaO dari kapur yang bereaksi dengan dari udara menghasilkan Calcium Carbonat. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi bolak-balik. 2. CaCO3 + MgCO3 + Heat DOLOMITE
CaO + MgO + 2CO2 DOLOMITIC QUICKLIME
(indolomitic lime stone) Kapur jenis ini dihasilkan dari pembakaran Calcium Carbonat dan Magnesium Carbonat yang menghasilkan Calcium Oksida dan Magnesium Oksida. 3. CaO QUICK LIME
Ca(OH)2 + Heat SLAKED LIME
Kapur jenis ini dihasilkan dari reaksi antara unsur CaO dari quick lime yang bereaksi dengan air menghasiIkan Calcium Hydroxide menghasilkan unsur CaO. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi bolak-balik. Kapur jenis ini paling umum dipakai. 4. CaO + MgO + H2O DOLOMITIC QUICKLIME
Ca(OH)2 + MgO + Heat DOLOMITIC LIME MONOHYDRATE
Kapur ini dihasilkan dari reaksi antara unsur CaO, unsur dan air yang menghasilkan Calcium Hydroxide dan Magnesium Oksida 5 . CaO - MgO + 2H2O DOLOMITIC
Ca(CH)2 + Mg(OH)2 + Heat LIME DIHYDRATE
Kapur jenis ini dihasikan dari unsur CaO, unsur dari air yang menghasilkan Calcium Hydroxide dan Magnesium Hydroxide.
2.4
Abu Sekam Padi Abu sekam padi (Rice Husk Ash) merupakan hasil pembakaran sekam padi
sebagai bahan bakar pengganti kayu pada pembuatan batu bata. Biasanya abu sekam padi terbuang begitu saja, sehingga disebut juga "waste product".
II-15
BAB II Tinjauan Pustaka
Hasil proses pembakaran sekam padi, memberikan bahan anorganik yang tidak membusuk oleh proses waktu baik bentuk maupun struktur kimianya. Cox (1973) membedakan Abu sekam padi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Berwarna hitam keperakan berbutir kasar. 2. Berwarna hitam berbutir halus. 3. Berwarna kehitaman yang cenderung lebih hitam pada keadaan lembab. Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Rynaldi (1984) menyatakan bahwa unsur kandungan yang paling dominan adalah Silika yaitu sebesar 65,07%, sedangkan unsur Kalsium/Kapur (Ca) sebesar 0,75%. Nilai ini hampir serupa dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Cox terhadap abu sekam padi yang digunakan untuk pembuatan jalan raya Pak Tho di Thailand, yaitu kandungan sebesar 88,66 % dan unsur kapur sebesar 0,75. Lazzaro dan Moh (1970) mengadakan penelitian komposisi kimia abu sekam padi, dan hasilnya dapat ditunjukkan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Komposisi Kimia Abu Sekam Padi (RHA). (Agus,2002). Composition
Percentage
Silicon Dioxide
(SiO2)
83,66
Aluminium Oxide
(Al2O3)
1,48
Iron Oxide
(Fe2O3)
0,36
Sulphates
(SO3)
Trace
Calcium Oxide
(CaO)
0,75
Magnecium Oxide
(MgO)
3,53
Carbon Dioxide
(CO2)
0,51
Loss on Ignition
3,80
Sekam padi yang kering setelah dibakar akan menjadi abu yang berwarna hitam atau abu-abu dengan berat 1/5 dari sekam padi yang belum dibakar. Williams dan Sukpatratirome (1971) beserta Cox dan Henkchauvanish (1973), berat jenis spesifik (Gs) dari abu sekam padi adalah antara 2,2 - 2,4 gr/cm3. Bila dilihat dengan mikroskop abu sekam padi berbentuk struktur sel (Cellular Structure), dengan banyak pori yang tertutup.
II-16
BAB II Tinjauan Pustaka
Oleh sebab itu berat total satuan kering 0,2 t/m3. Lazaro (1968) telah menyelidiki pemanfaatan abu sekam padi (Rice Husk Ash) untuk stabilisasi tanah. Hasil yang diperoleh antara lain abu sekam padi bila dicampur dengan tanah dapat menaikkan pH tanah, sehingga dapat terjadi reaksi pozzolan antara Silica tanah dan Alumina dalam pembentukan ikatan dalam tanah yang distabilisir.
2.5
Reaksi Antara Kapur dengan Tanah. Ada 2 macam reaksi yang terjadi akibat penambahan kapur pada tanah liat,
yaitu: 1. Reaksi seketika Penambahan Kapur terhadap lempung (Clay), akan semakin besar kecenderungan ion untuk melepaskan diri dari partikel lempung serta semakin banyak pula konsentrasi elektrolite pada suspensi lempung (kapur merupakan sumber ion). Pengurangan gaya tolak antara keping partikel lempung yang disebabkan oleh pelepasan ion dengan valensi yang lebih besar (Ca") tersebut diatas menyebabkan terjadinya interaksi antara permukaan positif dari suatu partikel lempung dengan permukaan negatif partikel lempung lainnya sehingga terjadi Flocculation. Dengan terjadinya Flocculation ini, maka terjadilah Aglomerasi yaitu pembentukan agregat yang lebih besar. Agregat yang lebih besar ini dengan sendirinya menurunkan plastisitas lempung.
2. Reaksi lambat. a. Reaksi Pozzolanik: Reaksi yang terjadi antara Calsium dengan Silikat atau Aluminat sehingga akan membentuk Cementing agent, yaitu merupakan massa yang keras dan kaku. Kecepatan reaksi Pozzolanik tidak hanya tergantung waktu, tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi dari bahan-bahan yang bereaksi dan juga temperatur. CaO + H2O -------------------------- Ca(OH)2 Ca(OH)2 ---------------------------- Ca++ + 2(OH)¯
II-17
BAB II Tinjauan Pustaka
Ca++ + 2(OH)¯ + SiO2 ------------ CaSiO2H2O (cementing agent) Ca++ + 2(OH)¯ + Al2O3 ---------- CaAl2O3H2O (cementing agent)
b. Reaksi Korbonasi: Reaksi yang terjadi antara unsur CaO dari kapur yang bereaksi dengan dari udara sehingga menghasilkan Calsium Carbonat. Calsium Carbonat ini mempunyai efek sementasi yang sangat lemah serta menghalangi terjadinya pozzolanik yang optimal, oleh karena itu sedapat mungkin dihindari. Cara mengatasinya adalah dengan mempercepat waktu pencampuran antara tanah dan kapur.
CaO + CO2 ------- CaO3 + Heat Menurut Thompson (1968), faktor dari tanah yang mempengaruhi reaksi kapur dengan tanah antara lain: 1. Tanah yang memiliki pH > 7 mengindikasikan dapat bereaksi sempurna dengan kapur. 2. Tanah yang impermeable lebih kreatif dibandingkan dengan tanah yang permeabal saat bereaksi dengan kapur, khususnya kapur hidup. 3. Tanah yang memiliki kandungan kapur sema alami bersifat lebih reaktif saat ditambahkan kapur dibanding jenis tanah yang tidak memiliki kandungan kapur sama sekali. 4. Terdapatnya kandungan Sulfat dan Besi pada tanah dapat menghambat reaksi kapur-tanah. 5. Adanya kandungan Gypsum dan Amonium terbukti mengalubatkan meningkatnya kadar kapur yang dibutuhkan dibanding semestinya.
Thompson juga mengemukakan bahwa stabilisasi tanah dengan kadar kapur 5% dan 7% lebih mampu menigkatkan kekuatan tanah dibandingkan stabilisasi dengan penambahan 3% saja. Pemakaian kadar kapur untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2. 15.
II-18
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.15 Pemakaian kadar kapur untuk berbagai jenis tanah. (Hendra,1996). Perkiraan kebutuhan kapur (% berat)
Soil Type
Hidrated lime
Quicklime
Clayey gravel ( GC,GM – GC ) ( A–2–6 , A – 2 7 )
2–4
2–3
Silty clays ( CL ) ( A – 6, A – 7 – 6 )
5 – 10
3–8
Clays ( CH ) ( A – 6, A – 7 – 6 )
3–8
3–8
2.6
Reaksi antara Kapur dengan Abu Sekam Padi Silika yang merupakan kandungan terbesar dari abu sekam padi mempunyai
sifat pozzolan, sehingga bila dicampur dengan kapur dan air akan bereaksi membentuk cementing agent, atau disebut juga reaksi pozzolanic. Ca(OH)2 ----------------------------- Ca++ + 2OH¯ Ca++ + 2OH¯ + SiO2
----------------------
CaSiO2H2O
CaSiO2H2O atau CSH adalah untuk cementing agent sehingga kapur dan abu sekam padi dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah liat atau pasir. . 2.7
Batas – Batas Atterberg (Atterberg Limit) Pada awal tahun 1900, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis, dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4. Padat
Semipadat
Plastis
Cair
0 < LI < 1 Batas Susut (SL) LI < 0
Batas Plastis (PL) LI = 0
Kadar Air Bertambah
Batas Cair (LL) LI = 1
LI > 1
Gambar 2.4 Batas-batas Atterberg (Mekanika Tanah jilid 1).
II-19
BAB II Tinjauan Pustaka
Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air di mana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis (plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg limits). Pengujian Atterberg limits terbagi menjadi tiga jenis pengujian, yaitu sebagai berikut : 1. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis ialah kadar air minimum di mana suatu tanah masih dalam keadaan plastis. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas plastis. Untuk batas plastis yang harus diketahui antara lain sebagai berikut : a. Kurang lebih panjang 3 cm terputus dengan diameter 3 mm, maka tanah adalah tipe lempung pekat; b. Kurang lebih panjang 3 cm dan kurang atau lebih diameter 3 mm, maka tanah adalah tipe lempung dengan lanau; c. Panjang lebih dari 3 cm dan ada retak-retak dengan diameter 3 mm, maka tanah adalah tipe lanau; d. Panjang kurang dari 3 cm dengan diameter 3 mm, maka tipe tanah adalah lanau agak berpasir. 2. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair ialah kadar air batas di mana suatu tanah berubah dari keadaan cair menjadi keadaan plastis. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. 3. Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas susut ialah batas di mana tidak akan terjadi perubahan volume pada massa tanah, apabila kadar airnya dikurangi. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mencari kadar air pada batas susut suatu contoh tanah. Perlu diperhatikan dalam pengujian Atterberg Limit, yaitu : a. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Plastisitas Indeks (PI) = Liquid Limit (LL) – Plastic Limit (PL) ) b. Contoh tanah dinyatakan tidak plastis (Non Plastis = NP) bila : 1. Batas cair atau batas plastis tidak dapat ditentukan;
II-20
BAB II Tinjauan Pustaka
2. Batas plastis lebih besar dari pada batas cair (PL > LL). Rumus-rumus yang akan digunakan dalam perhitungan Atterberg Limit adalah sebagai berikut : Kadar air =
Volume =
Berat air × 100 % Berat tanah kering
Berat Berat jenis
Shrinkage limit =
( Ww - Wd ) - ( Vw - Vd ) ρw × 100 % Ww
Di mana : Ww = Berat tanah basah Wd
= Berat tanah kering
Vw
Berat air raksa = Volume tanah basah = Volume air raksa = Berat jenis air raksa
Vs
= Volume tanah kering
= Volume air raksa yang tumpah = ρW
Whg 1 - Whg 2 Berat jenis air raksa
= Berat volume air = 1 gram/cm3
Shrinkage Ratio (SR) =
Wd Vd
Angka-angka batas Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung (menurut Mitchell, 1976) diberikan dalam Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Harga-harga Batas Atterberg untuk Mineral Lempung. (Braja,1990). Mineral
Batas Cair
Batas Plastis
Batas Susut
100-900
50-100
8,5-15
Nontronite
37-72
19-27
-
Illite
60-120
35-60
15-17
Kaolinite
30-110
25-40
25-29
Montmorrillonite
II-21
BAB II Tinjauan Pustaka
Halloysite terhidrasi
50-70
47-60
-
Halloysite
35-55
30-45
-
Attapulgite
160-230
100-120
-
44-47
36-40
-
200-250
130-140
-
Chlorite Allophane
2.8 Berat Jenis Tanah (Specific Gravity)
Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai butiran lewat saringan nomor 4 dengan menggunakan piknometer. Harga berat spesifik dari butiran tanah (bagian padat) sering dibutuhkan dalam bermacam-macam keperluan perhitungan dalam mekanika tanah. Harga-harga itu dapat ditentukan secara akurat di laboratorium. Tabel 2.17 menunjukkan harga-harga berat spesifik beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah. Sebagian besar dari mineral-mineral tersebut mempunyai berat spesifik berkisar antara 2,6 sampai dengan 2,9. Berat spesifik dari bagian padat tanah pasir yang berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan sebesar 2,65; untuk tanah berlempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6 sampai 2,9.
Tabel 2.17 Berat Spesifik Mineral-mineral Penting. (Braja,1990). Mineral
Berat Spesifik (Gs)
Quartz (kwarsa)
2,65
Kaolinite
2,6
Illite
2,8
Montmorrillonite
2,65-2,80
Halloysite
2,0-2,55
Potassium Feldspar Sodium and calcium feldspar
2,57 2,62-2,76
Chlorite
2,6-2,9
Biotite
2,8-3,2
II-22
BAB II Tinjauan Pustaka
Muscovite
2,76-3,1
Hornblende
3,0-3,47
Limonite
3,6-4,0
Olivine
3,27-3,37
Perhitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Hitung berat jenis contoh dengan rumus di bawah ini:
Specific Grafity (GS) =
W2 - W1 ( W4 - W1 ) - ( W3 - W2 )
Di mana : W1 = Berat piknometer (gram) W2 = Berat piknometer dan bahan kering (gram) W3 = Berat piknometer, bahan dan air (gram) W4 = Berat piknometer dan air (gram) Apabila hasil kedua pemeriksaan berbeda lebih dari 0,03, maka pemeriksaan harus diulang. b. Ambil harga rata-rata dari hasil kedua pemeriksaan tersebut.
2.9 Pemadatan Standard (Standard Proctor Test)
Pada pembuatan timbunan tanah untuk jalan raya, dam tanah, dan banyak struktur teknik lainnya, tanah yang lepas (renggang) haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi di atasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan (embankments). Penggilas besi berpermukaan halus (smooth-wheel rollers), dan penggilas getar (vibratory rollers) adalah alat yang umum digunakan di lapangan untuk pemadatan tanah. Mesin getar dalam (vibroflot) juga banyak digunakan untuk memadatkan tanah berbutir (granular soils) sampai kedalaman yang cukup besar dari permukaan tanah. Cara pemadatan tanah dari sistem ini disebut vibroflotation (pemampatan getar apung).
II-23
BAB II Tinjauan Pustaka
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat (lihat Gambar 2.5). Harap dicatat bahwa pada saat kadar air w = 0, berat volume basah dari tanah (γ) adalah sama dengan berat volume keringnya (γd), atau
γ = γd (ω = o) = γ1 Bila kadar airnya ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga meningkat secara bertahap pula. Misalnya pada w = w1, berat volume basah dari tanah sama dengan :
γ = γ2 Berat volume kering dari tanah tersebut pada kadar air ini dapat dinyatakan dalam :
γ d (ω = ω1) = γd (ω = o) = ∆ γd Setelah
mencapai kadar air tertentu w = w2 (lihat Gambar 2.5), adanya
penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air di mana harga berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut Kadar air optimum. Percobaan-percobaan
di
laboratorium
yang
umum
dilakukan
untuk
mendapatkan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum adalah Proctor Compaction Test (Uji Pemadatan Proctor, menurut nama penemunya, Proctor, 1933).
Perhitungan yang digunakan dalam pengujian pemadatan di laboratorium adalah sebagai berikut: a. Menentukan kadar air campuran: Wb =
Wk
=
Wk ( 1 = w )
Wb (1+ w )
II-24
BAB II Tinjauan Pustaka
Di mana : Wk
=
Berat tanah kering (gr)
Wb
=
Berat tanah basah (gr)
Ww
=
Berat air (gr)
w
=
Kadar air (%)
b. Menentukan penambahan volume air: V
Wx - Wk × w 1 = Wk
=
V
=
Volume tambahan air (ml)
Wx
=
Kadar air akhir (%)
Wk
=
Kadar air awal (%)
W
=
Kadar air
Butiran padat tanah
γ2
Air
∆ γd
γ = γ 1 = γd (ω = o)
Berat volume basah, γ
Di mana:
Butiran padat tanah
0
w1
w2 Kadar air, w
Gambar 2.5 Prinsip pemadatan. (Braja,1990). c. Mencari harga γ W γ wet = V
wet
dan γ
dry
:
II-25
BAB II Tinjauan Pustaka
γ .dry =
γ wet WK W = = V (1 = W )V (1 = w)
Dimana : W
=
Berat tanah (gr)
Wk
=
Berat tanah kering (gr)
W
=
Kadar air (%)
V
=
Volume (cm3)
γ wet
=
Kerapatan basah (gr / cm3)
γ dry =
Kerapatan kering (gr / cm3)
d. Mencari Zero Air Void (ZAV) : ZAV adalah garis yang menggambarkan hubungan antara berat isi kering dengan kadar air dalam kondisi derajat kejenuhan (Sr) 100 %. Gs . γ w 1 = (W. Gs) / Sr Di mana :
ZAV =
Gs
=
Spesific Gravity
W
=
Kadar air (%)
γw
=
Berat jenis tanah
e. Mencari harga Compaction Effort (CE) CE =
W .H .L.B V
Di mana : CE
=
Compaction Effort
=
Energi yang dilakukan pada massa tanah (cm gr / cm3).
Digunakan untuk modified proctor : W
=
Berat hammer = 5 kg
H
=
Tinggi jatuh
L
=
Jumlah lapisan= 5 kg
B
=
Jumlah tumbukan perlapisan
V
=
Volume tanah = 100 cm
= 45 kg
II-26
BAB II Tinjauan Pustaka
Lee dan Suedkamp (1972) telah mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah. Mereka menyimpulkan bahwa kurva pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 2.6. Kurva pemadatan tipe A adalah kurva yang mempunyai hanya satu puncak. Tipe ini biasanya ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai batas cair antara 30 dan 70. Kurva tipe B adalah untuk tipe yang mempunyai satu-setengah puncak, dan kurva tipe C adalah untuk yang mempunyai puncak ganda. Kurva-kurva pemadatan tipe B dan C dijumpai pada tanah-tanah dengan batas cair kurang dari 30. Tipe kurva pemadatan D adalah tipe yang tidak mempunyai puncak tertentu. Tipe ini disebut sebagai berbentuk ganjil. Tanah dengan batas cair lebih besar daripada 70
Berat volume kering
Tipe A Berbentuk bel
Tipe B Berpuncak satu setengah
Kadar Air
Kadar Air
(a)
(b)
Tipe C Berpuncak ganda
Berat volume kering
Berat volume kering
Berat volume kering
kemungkinan mempunyai bentuk kurva pemadatan seperti tipe C atau D.
Tipe D Berbentuk ganjil
Kadar Air
Kadar Air
(c)
(d)
Gambar 2.6 Bermacam-macam Tipe Kurva Pemadatan. (Braja,1990).
II-27
BAB II Tinjauan Pustaka
2.10 Konsolidasi Tanah
Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka tekanan air pori akan naik secara mendadak. Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir dengan cepat sehingga pengaliran air-pori ke luar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai dengan cepat. Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah, berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapisan tanah itu. Karena air pori di dalam tanah berpasir dapat mengalir ke luar dengan cepat, maka penurunan segera dan penurunan konsolidasi terjadi bersamaan. Bilamana suatu lapisan tanah lempung jenuh air yang mampu mampat (compressible) diberi penambahan tegangan, maka penurunan (settlement) akan terjadi dengan segera. Koefisien rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan koefisien rembesan pasir sehingga penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu yang sangat lama. Jadi untuk tanah lempung-lembek perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lama dibandingkan dengan penurunan segera. Pemeriksaan konsolidasi satu-dimensi pertama kali diperkenalkan oleh Terzaghi. Pemeriksaan tersebut dilakukan di dalam sebuah konsolidometer (kadang disebut Oedometer). Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya ai dari dalam pori tanah yang diakibatkan adanya perubahan tekanan vertical yang bekerja pada tanah tersebut. Perhitungan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Tinggi efektif benda uji : Ht =
Ws A×G
Di mana : A
= Luas benda uji
G
= Berat jenis tanah
II-28
BAB II Tinjauan Pustaka
Ws = Berat contoh tanah kering
2. Menghitung koefisien konsolidasi Cv : a. Gambarkan grafik antara penurunan (sebagai ordinat dan dengan skala linier) dan akar waktu dalam menit (sebagai absis) untuk setiap (semua) tahap beban. b. Hitung angka pori contoh tanah pada akhir setiap tahap beban. e=
Ho − Ht Ht
Di mana : H = tebal benda uji pada akhir setiap beban (cm). Hasil perhitungan e ini dibuat dalam suatu tabel. c. Gambarkan grafik hubungan antara angka pori e (sebagai ordinat dan dengan skala linier) dengan tekanan normal σ (sebagai absis dengan skala logaritma). Harga indeks kompresi Cc adalah kemiringan bagian lurus dari grafik e-log. Cc =
Δe Δ log σ
3. Derajat kejenuhan sebelum dan sesudah percobaan :
Sr =
W .G e
Catatan : 1.
Tahap beban yang dilaksanakan umumnya adalah sedemikian sehingga tekanan yang terjadi sebesar 0,25; 0,50; 1,00; 2,00; 4,00 dan 8,00 kg/cm2. Tahap beban ini mungkin perlu ditambah lagi tergantung pada sifat tanah. Pada dasarnya sekurang-kurangnya tahap beban harus sedemikian sehingga tiga tahap berturut yang terakhir harus telah mendapat grafik e - log σ yang merupakan garis lurus.
2.
Biasanya pelaksanaan pemeriksaan pengembangan, tahap-tahap pengurangan beban cukup dengan setiap kali dikurangi sehingga menjadi ¼ dari sebelumnya. Sehingga jika tahap beban sampai 8,00 kg/cm² atau cukup dengan 2,0 dan 0,25 kg/cm². setiap tahap beban tersebut dibiarkan sekurang-kurangnya selama 4 jam. Sedangkan pembacaan arloji ukur yang dicatat cukup satu kali untuk masing-masing tahap beban, yaitu pada akhir jam 4.
II-29
BAB II Tinjauan Pustaka
3.
Cara alternatif untuk mencari koefisien konsolidasi adalah grafik antara penurunan dengan waktu dengan skala logaritma. Dengan cara ini Cv dihitung berdasarkan t 50 dan rumusnya :
Cv = 4.
0,197 d (cm 2 / dt ) t 50
Dari percobaan konsolidasi, sebagai pengganti koefisien konsolidasi Cc dapat dihitung kompressibilitas av. Av
=
0,435 Cc
σ
( cm 2 / kg )
Yang nilainya berbeda-beda untuk tiap-tiap tekanan rata-rata antara 2 tahap beban. Atau dapat pula dihitung koefisien perubahan volume mv dengan rumus : Mv
5.
=
av ( cm 2 / dt ) 1 + eo
Dari hasil percobaan konsolidasi dapat dihitung permeabilitas tanah setelah mengalami konsolidasi bagi setiap tahap beban dengan rumus : k
= Cv . Mv . γ
γw
= Kadar air yang praktis dapat diambil = 1
eo
= Angka pori contoh tanah pada awal tahap beban.
w (cm dt), di
mana :
2.11 California Bearing Ratio (CBR)
California Bearing Ratio adalah kelanjutan dari uji pemadatan proctor sehingga pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel tanah yang telah dipadatkan dengan pemadat proctor. Pengujian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui nilai CBR pada kepadatan dan kadar air tertentu. Pengujian CBR terbagi menjadi 2 yaitu CBR soaked (terendam) dan CBR unsoaked (tidak terendam). Perbedaan pengujian CBR ini hanya terletak pada kondisi tanah yang akan diujikan. Untuk pengujian CBR soaked, tanah berada dalam keadaan terendam air selama 4 hari agar dapat diukur pengembangannya setiap hari.
II-30
BAB II Tinjauan Pustaka
2.12 Kadar Air Tanah (Water Content)
Pengujian kadar air tanah dimaksudkan untuk menentukan kadar air dari suatu sampel tanah. Yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut dinyatakan dalam persen. Berat dari butiran padat dan air dapat dinyatakan sebagai :
Ws = Gs .γ w Ww = w .Ws = w .Gs .γ w Di mana :
Gs
= Berat jenis butiran tanah;
w
= Kadar air;
γw
= Berat volume air.
Dalam sistem Inggris, berat volume air adalah 62,4 lb/ft3; dalam sistem SI, berat volume air adalah 9,81 kN/m3. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, kadar air tanah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
W =
W2 − W3 Mw × 100 % = × 100 % W 3 − W1 Ms
Di mana : W1 = Berat cawan; W2 = Berat cawan + Berat tanah basah; W3 = Berat cawan + Berat tanah kering; W = Kadar air; Mw = Berat air; Ms = Berat tanah kering.
2.13 Pengujian Triaksial
Untuk mendapatkan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (θ) dari suatu contoh tanah dapat dilakukan percobaan triaksial. Pada percobaan triaksial terdapat 3 (tiga) macam percobaan triaksial, yaitu : 1. U.U. (Unconsolidated Undrained); 2. C.U. (Consolidated Undrained); 3. C.D. (Consolidated Drained);
II-31
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini yang dilakukan adalah system U.U. (unconsolidated undrained), di mana tiap sampel tidak dikonsolidasi dahulu, kemudian pada saat pembebanan air pori tertahan (tidak mengalir). Waktu pelaksanaan pengujian dengan system U.U. ini waktunya relatif singkat. Pada uji U.U., kita tidak diijinkan mengalirkan air dari dan ke benda uji selama memberikan tekanan sel σ3. Benda uji tadi kita uji sampai runtuh dengan memberikan tegangan deviator ∆σd, (di arah aksial) tanpa memperbolehkan pengaliran air (dari dan ke dalam benda uji). Pertimbangan yang terpenting dalam praktik adalah tentang kecepatan perubahan tegangan total (akibat adanya pekerjaan konstruksi) yang digunakan yang berhubungan dengan hilangnya kelebihan air pori, di mana hal ini berkaitan dengan permeabilitas tanah tersebut. Keadaan tak terdrainasi digunakan bila tidak ada kehilangan yang berarti selama saat perubahan tegangan total. Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang permeabilitasnya rendah seperti lempung, dan terjadi segera sesudah konstruksi selesai dibangun. Mula-mula contoh tanah dikeringkan lebih dahulu, kemudian semua gumpalangumpalan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu baru diayak dalam percobaan di laboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara getaran, massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang. Untuk menganalisis tanah-tanah kohesif, barangkali agar sukar untuk memecah gumpalan-gumpalan tanahnya menjadi partikel-partikel lepas yang berdiri sendiri. Untuk itu, tanah tersebut perlu dicampur dengan air sampai menjadi lumpur encer dan kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut. Bagian padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri. Kemudian masing-masing ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian berat tanah kering tersebut ditimbang.
2.14 Referensi penggunaan Abu sekam padi dan Kapur
Penelitian ini dilakukan oleh Herman Tandiary dan PaoYong dari Universitas Kristen PETRA Surabaya. Penyelidikan dilakukan pada tanah ekspansif yang berasal dari daerah Surabaya Barat. Jenis Jenis campuran adalah 6 macam dengan persentase kapur (Slake lime) dan abu sekam padi yang berpariasi dan juga 6 macam untuk
II-32
BAB II Tinjauan Pustaka
persentase kapur (Quick lime) dengan perbandingan yang sama dengan slake lime sehingga hasil yang didapat mudah dibandingkan. Untuk tanah asli campuran kapur dan tanah asli campuran kapur dan abu sekam padi terdiri dari beberapa variasi prosentase campuran dan perawatan (curing). Masa curing yang dilakukan mempunyai variasi waktu 0, 7, dan 14 hari. Hasil studi menunjukkan bahwa abu sekam padi dan kapur dapat mengurangi pengembangan tanah ekspansif. Sampel tanah yang diteliti distabilisasi dengan berbagai variasi kadar abu sekam padi dan kapur. Dengan acuan penelitian dari Thompson (1968) dan Lazaro dan Moh (1970), maka dalam penelitian ini dibuat berbagai variasi prosentase campuran untuk tanah asli campuran kapur dan abu sekam padi dan tanah asli campuran kapur seperti ditunjukkan Tabel 2.18. Tabel 2.18 Persentase campuran tanah asli : Kapur (Ca) : Abu Sekam (RHA). (Herman, 2002).
Tanah asli
Kapur
Quick Lime
Abu sekam padi
60%
5%
35%
60%
8%
32%
60%
12%
28%
60%
5%
35%
60%
8%
32%
60%
12%
28%
75%
5%
20%
75%
8%
17%
75%
12%
13%
75%
5%
20%
75%
8%
17%
75%
12%
13%
Lamanya curing yang dilakukan sangat mempengaruhi kekuatan pada tanah. Menurut penelitian sebelumnya dikatakan bahwa curing 28 hari hasilnya tidak jauh beda dengan curing 14 hari, maka dalam penelitian ini curing curing yang dilakukan hanya mencapai 14 hari, seperti ditunjukan pada tabel 2.19 II-33
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.19 Lamanya curing untuk masing – masing pengujian yang dilakukan (Herman, 2002). Pengujian yang dilakukan
Lamanya curing
Proses
(hari) California Bearing Ratio
0
Soaker, Unsoaked
(CBR)
7
Soaker, Unsoaked
14
Soaker, Unsoaked
Unconfined Compression Test
0, 7. 14
-
Swell pada CBR
0, 7. 14
Soaked 4 hari
Tujuan dari pengujian CBR adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung dari tanah asli dan campuran antara tanah asli, kapur dan abu sekam sehingga dapat dilihat peningkatan kekuatan setelah adanya pencampuran. Pedoman yang dipakai adalah ASTM D 1883 – 75 dengan tekanan beban static berupa disk sebesar 0,03kg/cm². Penambahan stabilisator abu sekam dan kapur tersebut mampu meningkatkan kekuatan tekan hingga 379% pada curing 14 hari, kekuatan CBR hingga 546% (unsoaked), dan juga menurunkan tingkat swellingnya hingga 0%. Pada dasarnya, perbaikan karakteristik tanah ekspansif tersebut meningkat. seiring dengan peningkatan kadar stabilisatornya dan masa curing, dimana kapur menghasilkan peningkatan yang lebih signifikan daripada abu sekam padi, terutama pada kapur hidup.
Tabel 2.20 Hasil Pengujian Karakteristik Tanah Asli (Herman, 2002). Liquid Limit
110%
Plastic Limit
26%
Plasticity Indeks
84%
Specifik Grafity
2,67%
Optimum Moisture Content Max Dry Densiti Tanah Swell dari CBR
27% 1,45gr/cm3 10,3%
II-34
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.21 Kadar Air Optimum dan Kepadatan Kering Maksimum Campuran (Herman, 2002).
Tabel 2.22 Nilai CBR untuk Masing – Masing Campuran (Herman, 2002).
II-35
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.23 Persentase Kekuatan Max Tanah Campuran Terhadap Tanah Asli Selama Curing 14 hari (Herman, 2002).
Berdasarkan hasil tersebut maka abu sekam padi sebagai waste product dapat digunakan untuk mereduksi penggunaan kapur sebagai stabilisasi tanah ekspansif, sehingga biaya untuk menstabilisasi tanah ekspansif akan lebih murah. Dari hasil percobaan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : a.
Campuran abu sekam padi dengan kapur dapat mengurangi plastisitas dari tanah ekspansif.
b.
Stabilisasi abu sekam dengan kapur akan meningkatkan kekuatan, serta mampu mengurangi terjadinya swell dari 10,3% menjadi 0%.
c.
Penggunaan abu sekam dapat memperkecil harga dry tanah asli karena spesicif grafity abu sekam padi relatip ringan dari berat jenis tanah.
d.
Spesimen campuran yang direndam (soaked), dalam air pada percobaan CBR mempunyai kekuatan tekan yang lebih besar disbanding dengan kekuatan CBR tidak direndam (unsoaked). Penambahan kadar kapur dan adanya curing akan meningkatkan nilai CBR.
e.
Curing 0 hari memberikan nilai CBR yang rendah bahkan lebih rendah dari tanah asli, hal ini dikarenakan kapur dan abu sekam padi memerlukan waktu untuk bereaksi
f.
Curing CBR maksimum 14 hari memberikan hasil yang baik, dengan peningkatan kekuatan 602% soaked, sedangkan unsoaked meningkat sebesar 546,5%.
II-36
BAB II Tinjauan Pustaka
2.15 Perbaikan Tanah dengan Kapur pada Lokasi yang Sama
Penelitian ini dilakukan oleh Turmudi dari Universitas Mercu Buana Jakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanah ekspansif di daerah proyek perumahan Sentosa Cikarang. Hasil Penelitian Tanah Asli: Dari data penelitian yang dilakukan maka dapat mengidentifikasi contoh tanah asli dari jenis-jenis pengujian sebagai berikut : (a) Hasil Pengujian Batas-batas Atterberg Dari data pengujian tanah asli, yaitu Batas Cair (LL), 68,50%, Batas Plastis (PL) 27%, Plasticity Indeks (PI) 41,5%, maka tanah yang karakteristiknya seperti tersebut dapat di kategorikan dengan derajat ekspansif yang tinggi dapat dilihat pada tabel 1, 2, 3 dan 4 pada lampiran 2 (b) Hasil Pengujian Pengembangan (swelling) berdasarkan CBR soaked Dari pengujian CBR soaked (rendaman) yang dilakukan didapat nilai pengembangan (Swelling) sebesar 6,06%, dimana nilai Swelling tersebut berada pada nilai 5 – 25%, hasil ini dapat dikategorikan dengan derajat ekspansif yang tinggi, lihat dalam tabel 2 pada lampiran 2. Sedangkan di samping nilai pengembangan didukung oleh kandungan lempung montmorrilonite banyak, dan juga data didukung dengan hasil pengujian CBR soaked selama 4 x 24 jam nilai CBRnya relatif rendah sebesar 3,20 %, dimana tanah tersebut diperkirakan tanah ekspansif, sehingga kurang baik sebagai bahan tanah urugan untuk lapisan tanah dasar (sub grade) jalan raya. (c) Hasil Penelitian Tanah dengan Variasi Campuran Kapur Penelitian dengan stabilisasi kapur bertujuan utamanya unuk meningkatkan daya dukung tanah, disamping menurunkan nilai Indeks Platisitas sebagai lapisan subgrade jalan raya. Dimana variasi campuran kapur sebesar kapur 2%. 4%, 6%, 8%, dan 10%, sehingga hasilnya dapat diuraikan dengan menggunakan grafik 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, 2.12. Pada Gambar 2.7 memperlihatkan bahwa persentase tertentu penambahan bahan campuran kapur ke dalam tanah lempung ekspansif akan menurunkan nilai Batas Cair hingga 47% dan pada penambahan tertentu nilai batas cair menjadi naik, sedangkan Batas Plastisitas meningkat sehingga mencapai 13% pada penambahan kapur 8%. Sehingga Indeks Plastis (PI) menjadi turun hingga 16% dari nilai 41,5% berarti menurunkan (PI) sebanyak 61%.
II-37
BAB II Tinjauan Pustaka
Hubungan antara Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Batas-batas
Kadar Air (%)
Atterberg 80 70 60 50 40 30 20 10 0
68.50
66
41.50
56
51
48
47
28 23
31
31
17
16
38
Batas Cair (LL) 28
27
Batas Plastis (PL)
35 21
Indeks Plastistas
0
2
4
6
8
10
Variasi Campuran Kapur (%)
Gambar 2.7 Grafik variasi campuran kapur terhadap nilai Batas-batas Atterberg (Turmudi,2008) Penambahan kapur 8% menunjukkan batas optimum dan hasil yang maksimum dalam arti masih dalam batas ekonomis, sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah yang diharapkan.
Hubungan antara Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Berat Jenis 2.75 2.70
2.7
2.65
2.63
2.63
2.62
2.60
2.58
Berat Jenis (Gs)
2.55
2.57
2.50 0
2
4
6
8
10
Gambar 2.8 Grafik Variasi Campuran Kapur terhadap nilai Berat Jenis (GS) (Turmud,2008).
Pada Gambar 2.8 memperlihatkan bahwa semakin banyak penambahan campuran kapur semakin menurunkan nilai berat jenis, seperti terlihat pada campuran kapur 0% nilai berat jenisnya 2,67%, campuran kapur 2% nilai berat jenisya 2,63%, campuran kapur 4%, berat jenisnya 2,63%, campuran kapur 6% berat jenisnya 2,62%, campuran kapur 8% berat jenisnya 2,58% dan pada campuran kapur 0% berat jenisnya 2,57%.
II-38
BAB II Tinjauan Pustaka
Hubungan antara Variasi Campuran Kapur terhadap nilai Berat Isi Kering 1.80 1.76
1.75
1.735 1.708
1.70
1.705
1.7
1.65 1.60
1.589
1.55 Dry Density
1.50 0
2
4
6
8
10
Gambar 2.9 Grafik Variasi Campuran Kapur terhadap nilai Berat Isi Kering (Turmudi, 2008) Hubungan antara Variasi Campuran Kapur terhadap nilai Kadar Air 25.00 22.25 20.00
19.50
19.00
19.00 16.00
15.00
15.05
10.00 5.00 Kadar Air
0.00 0
2
4
6
8
10
Gambar 2.10 Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai Kadar Air Optimum (Turmudi,2002).
Pada Gambar 2.9 dan 2.10 menunjukkan bahwa penambahan kapur semakin banyak berat isi kering (γd) semakin tinggi dan kadar air (W) semakin rendah. Ini memperlihatkan bahwa campuran kapur berpengaruh terhadap contoh tanah ekspansif menjadikan butiran tanah tersebut menjadi gembur sehingga mudah dipadatkan dan menyerap air sehingga menurunkan batas plastis, dimana menjadikan kepadatan tanah tersebut meningkat.
II-39
BAB II Tinjauan Pustaka
Hubungan antara Variasi Campuran Kapur terhadap nilai CBR 80.00 73.00
70.00 60.00 50.00
62.00 46.00
40.00 30.00
30.03
20.00 10.00 0.00
CBR Soaked
10.05 3.20 0
2
4
6
8
10
Gambar 2.11 Grafik Variasi Campuran Kapur Terhadap Nilai CBR. (Turmudi,2008).
Pada Gambar 2.11 menunjukkan bahwa hubungan antara nilai CBR dengan variasi penambahan campuran kapur, memperlihatkan bahwa : Nilai CBR pada masing-masing proporsi campuran kapur dapat diterapkan dilapangan sesuai dengan penggunaannya.
Hubungan antara Variasi Campuran Kapur dengan nilai Swelling 16,00 6,06
14,00
Tum bukan 65 x Tum bukan 35 x
12,00
Tum bukan 10 x
10,00
4,62 5,58
8,00 6,00
3,00
4,00
3,00
2,00
0,21 0,27 0,46
0,00 0
0,48 1,04 1,13
2,10 2
4
0,262 0,131 0,066 6
8
0,52 0,61 0,70 10
Gambar 2.12 Grafik Variasi Campuran Kapur terhadap Nilai Swelling (Turmudi,2008).
II-40
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada Gambar 2.12 memperlihatkan pengukuran Swelling dilakukan pada pengujian CBR rendaman dan diukur pada penumbukan 10 kali, 35 kali dan 65 kali tumbukan. Nilai pengembangan yang maksimum didapat pada tumbukan paling banyak yaitu 65 kali tumbukan pada contoh tanah asli. Penambahan campuran kapur semakin banyak nilai swelling semakin kecil, tetapi pada campuran kapur tertentu swelling menjadi naik namun tidak begitu berarti yaitu pada campuran 8%. Sedangkan swelling yang paling kecil berada pada proporsi antara 4% dan 6%. []
II-41
BAB III Metodologi Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penjelasan Pengujian Untuk mewujudkan tujuan dari penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan harus memenuhi standard yang telah ditetapkan. Dalam pengujian ini standard yang digunakan yaitu menurut standard ASTM (American Society for Testing and Material). Daftar pengujian berikut nomor standard ASTM yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Standard ASTM yang Digunakan dalam Pengujian No
Jenis Pengujian
Nomor Standard ASTM
1.
Specific Gravity (GS) (pengujian Berat Jenis tanah)
D-854-58
2.
Liquid Limit Test (pengujian batas cair)
D-424-74
3.
Plastic Limit Test (pengujian batas plastis)
D-423-66
4.
Shrinkage limit (pengujian batas susut)
5.
Water Content (pengujian kadar air tanah asli)
6.
Standard Proctor Test (pengujian pemadatan standard)
7.
California Bearing Ratio (CBR) Soaked
D-1883-87
8.
Triaxial Test (Unconsolidated Undrained)
D-2664-86
9.
Free Swell Test
D-427 D-2216-71 D-558
D-2435
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana dan juga laboratorium Tanah dan Jalan Raya Departemen III-I
III - 1
BAB III Metodologi Penelitian
Pekerjaan Umum. Banyaknya spesimen yang disiapkan untuk melakukan berbagai pengujian di atas dapat disajikan di dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Jumlah Spesimen yang Disiapkan dari Masing-masing Pengujian. Banyaknya Spesimen No
1.
Jenis Pengujian
Specific Gravity (GS) (pengujian Berat Jenis tanah)
Pengujian Tanah
Pengujian setelah
Asli
distabilisasi
2
10
4
20
2
10
2
–
8
10
2
10
Liquid Limit Test (pengujian batas cair) 2.
dan Shrinkage limit (pengujian batas susut)
3.
4.
5.
6.
Plastic Limit Test (pengujian batas plastis) Water Content (pengujian kadar air tanah asli) Standard Proctor Test (pengujian pemadatan standard) California Bearing Ratio (CBR) Soaked
7.
Triaxial Test (Unconsolidated Undrained)
3
3
8.
Free Swell Test
2
2
3.2 Material Pengujian a. Tanah Ekpansif Tanah ekspansif yang digunakan diambil dari Perumahan Sentosa Cikarang. Tanah tersebut kemudian dioven, dihaluskan dengan palu karet, dan disaring dengan saringan nomor 40 (untuk pengujian index properties) dan saringan nomor 4 (untuk pengujian engineering properties). b.Kapur Kapur yang digunakan adalah kapur yang berasal dari pegunungan yang masih berupa bongkahan. Kapur tersebut kemudian dioven, dihancurkan dengan mesin los angeles, dan disaring dengan saringan nomor 40.
III - 2
BAB III Metodologi Penelitian
c.Abu Sekam Padi Abu Sekam Padi diperoleh dari sisa pembakaran sekam padi sebagai limbah dari pertanian. Abu sekam tersebut kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan nomor 40. d.Air Air yang dipakai diambil dari Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana.
3.3 Langkah Pengujian Mula-mula dilakukan pengujian karakteristik tanah asli sesuai dengan kondisi di lapangan untuk diketahui berbagai parameter index properties tanahnya. Pada pengujian index properties tanah asli maupun campuran, tanah yang digunakan yaitu tanah yang lolos saringan nomor 40 ASTM. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian berat jenis tanah, pengujian batasbatas atterberg, pengujian kadar air tanah asli dan analisa saringan. Setelah diketahui karakteristik tanah asli, tanah ekspansif akan diuji sifat-sifat teknisnya (engineering properties) dengan melalui pengujian pemadatan standard, CBR soaked test (CBR terendam), triaxial test u.u., dan free swell test. Untuk pengujian stabilisasi, tanah ekspansif akan dikeringkan dengan oven untuk kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan nomor 4 ASTM lalu dicampur kapur dan abu sekam padi. Untuk pengujian index properties tanah campuran, tanah yang telah dicampur dengan abu sekam padi dan kapur langsung diuji tanpa melalui masa curing. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian berat jenis dan pengujian atterberg limit. Untuk pengujian engineering properties tanah campuran (CBR soaked dan pemadatan standard), tanah yang telah diaduk rata ditambahkan air dengan jumlah optimum yang didapatkan dari pengujian pemadatan standard tanah asli. Setelah merata, tanah ekspansif harus melalui waktu curing dengan variasi waktu 7 dan 14 hari sebelum dilakukan pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh waktu setelah tanah mengalami pencampuran dengan kapur dan abu sekam padi. Secara skematik program kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
III - 3
BAB III Metodologi Penelitian
Program Kerja Studi literatur Pengambilan sampel tanah
Pengujian Tahap I
Pengujian Tahap II
Pengujian Tanah Asli
Prosedur Pengujian
1. Specific Gravity (GS);
Disturb soil + 4 % Kapur +
2. Atterberg Limit;
Abu sekam padi = 3 %, 6
3. Water Content;
%, 9 %,12 % dan 15 %.
4. Standard Proctor Test;
Pengujian index
5. California Bearing Ratio (CBR) Soaked; 6. TriaxialTest (Unconsolidated Undrained); 7. Free Swell Test.
properties :
Dicuring selama 7 dan 14 hari
1. Specific Gravity (GS); 2. Atterberg Limit.
Pengujian engineering properties : 1. CBR Soaked 2. Standard Proctor Test;
Tentukan % Abu sekam padi yang tepat + 4 % Kapur agar mencapai daya dukung paling optimal
Pengujian Triaksial U.U. dan Free Swell test
Analisa Data
Kesimpulan
Gambar 3.1 Skematik Program Kerja dari Pengujian.
III - 4
BAB III Metodologi Penelitian
Kapur yang dicampurkan yaitu sebanyak 4 % dari berat tanah yang akan diujikan. Penambahan kapur sebesar 4 % mengacu kepada pengujian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang menggunakan sampel tanah pada lokasi yang sama. Dari pengujian tersebut didapatkan bahwa kekuatan tanah ekspansif mencapai optimal ketika dicampurkan dengan kapur sebanyak 8 % dari berat tanah yang akan diujikan. Peneliti memanfaatkan hasil tersebut dengan membuat perbandingan menggunakan setengah dari jumlah kapur yang digunakan peneliti sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 4 %. Sisanya peneliti menggantikan kadar kapur yang dikurangi dengan abu sekam padi untuk memastikan apakah abu sekam padi tersebut mampu menggurangi penggunaan kapur tetapi tetap berfungsi sebagai bahan stabilisasi. Variasi Abu sekam padi yang dicampurkan mempunyai persentase 3 %, 6 %, 9 %, 12 % dan 15 % dari berat tanah yang akan diujikan dan dipadatkan dengan pemadat standard (standard proctor test). Banyaknya sampel tanah, abu sekam padi, dan kapur yang dibutuhkan untuk seluruh pengujian stabilisasi tanah dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Jumlah tanah, Abu Sekam Padi dan Kapur untuk stabilisasi. Berat Tanah (gr) No
1.
Jenis
Banyak
Pengujian
Spesimen
Specific Gravity
Berat
Berat Abu Sekam Padi (gr)
4% Tiap
Tiap
Kapur
spesimen
pengujian
(gr)
10
20
200
20
30
10
3%
6%
9%
12%
15%
8
6
12
18
24
30
600
24
18
36
54
72
90
30
300
12
9
18
27
36
45
10
3500
35000
1400
1050
2100
3150
4200
5250
Liquid Limit 2.
dan Shrinkage Limit
3.
Plastic Limit Test CBR Soaked
4.
dan Standard Proctor Test
5.
Triaxial U.U.
6
1000
6000
240
180
360
540
720
900
6.
Free Swell Test
4
1000
4000
160
120
240
360
480
600
46100
1844
Berat Total
20745
III - 5
BAB III Metodologi Penelitian
Pengujian yang dilakukan untuk tanah yang telah dicampur kapur dan abu sekam padi lalu dicuring yaitu CBR soaked test dan standard proctor test. Dari kelima jenis campuran dan kedua variasi waktu yang berbeda tersebut akan diperoleh persentase abu sekam padi yang optimum untuk stabilisasi tanah ekspansif. Baru kemudian campuran tanah yang paling optimal daya dukungnya tersebut akan melalui pengujian triaksial u.u. dan free swell test. 3.4
Peralatan dan Prosedur Pengujian Tanah ekspansif dari Perumahan Sentosa Cikarang diambil dalam keadaan
terganggu (undisturb sample) dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat untuk menjaga kelembaban dan kadar air tanahnya. Untuk mempermudah pencampuran tanah ekspansif dengan kapur dan abu sekam padi, terlebih dahulu tanah yang telah dicari kadar airnya (Wc
lapangan
)
dikeringkan dengan oven lalu kemudian dihaluskan dan disaring dengan menggunakan saringan nomor 4 untuk engineering properties dan saringan nomor 40 untuk index properties. Setelah itu baru tanah dicampur dengan kapur dan abu sekam padi dan ditambahkan air sesuai dengan kadar air optimal dari pengujian pemadatan. Selanjutnya tanah yang telah dicampur dengan kapur dan abu sekam padi dan air lalu dipadatkan dengan pemadat standard metode B (tinggi jatuh 30,5 cm dengan berat = 2,5 kg, ditumbuk sebanyak 56 kali tumbukan dan terdiri dari 3 lapisan untuk mold berdiameter ±15,2 cm dan tinggi ±11,6 cm) dan dicetak sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengujian. Tanah yang telah dicetak lalu dimasukkan ke dalam tempat kedap udara selama waktu curing yang diinginkan untuk kemudian dilakukan pengujian. Jalannya percobaan dari tiap pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengujian Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) Untuk pengujian berat jenis tanah, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Piknometer dengan kapasitas minimum 100 ml; b. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (110 + 5)˚ C; c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram; d. Saringan nomor 40;
III - 6
BAB III Metodologi Penelitian
e. Alat penumbuk; f. Pipet; Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Cuci piknometer dengan air dan keringkan. Contoh tanah dikeringkan dalam oven selama 24 jam kemudian ditumbuk dan diayak dengan saringan nomor 40; b. Timbang piknometer dengan berat Wl, kemudian piknometer diisi dengan tanah yang telah dikeringkan setinggi seperempat dari volume piknometer lalu timbang kembali (W2); c. Piknometer yang berisi tanah kemudian di isi dengan air sampai mencapai dua pertiga volume piknometer lalu piknometer tersebut digoncangkan sampai gelembung udara yang terperangkap di dalam tanah ke luar; d. Didihkan isi piknometer dengan hati-hati selama minimal 10 menit, dan miringkan botol sekali-sekali untuk membantu mempercepat pengeluaran gelembung udara yang tersekap; e. Setelah dioven, diamkan dalam suhu ruang atau direndam dalam bejana air sampai suhunya konstan; f. Sesudah suhu konstan, tambahkan air seperlunya sampai tanda batas atau sampai penuh; g. Tutuplah piknometer, keringkan bagian luarnya dan timbang dengan ketelitian 0,01 gram (W3); h. Ukur suhu dari isi piknometer dengan ketelitian 1˚C; i. Bila isi piknometer belum diketahui maka tentukan isinya dengan cara kosongkan piknometer dan bersihkan. Isi piknometer dengan air sampai batas piknometer lalu keringkan bagian luarnya dan timbang dengan ketelitian 0,01 gram (W4); j. Untuk pengujian tanah yang telah distabilisasi, dibuat 2 buah spesimen tiap variasi campuran sebagai perbandingan dan lakukan prosedur yang sama seperti di atas; k. Hitung berat jenis dari tanah ekspansif tersebut dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Gs =
W 2 −W1 (W 4 − W 1 ) − (W 3 − W 2 )
III - 7
BAB III Metodologi Penelitian
2. Pengujian Batas Cair (Liquid Limit) Untuk pengujian batas cair, alat-alat yang digunakan yaitu sebagai berikut : a. Casagrande; b. Alat pembuat alur (grooving tool); c. Mangkok porselin; d. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram; e. Cawan alumunium minimal 4 buah; f. Spatula; g. Pipet; h. Oven yang dilengkapi dengan pengukur suhu untuk memanasi sampai (110 + 5)˚C. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Timbang berat tiap cawan dengan menggunakan neraca (W1); b. Contoh tanah yang telah dioven, dihaluskan, dan disaring dengan saringan nomor 40 ASTM dimasukkan ke dalam mangkok porselin dan dicampur dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk dengan spatula sampai rata; c. Letakkan spesimen tanah di atas mengkuk dari alat casagrande dan diratakan dengan kedalaman 1 cm menggunakan spatula; d. Buat geratan pada tanah tersebut tegak lurus permukaan mangkok di bagian tengahnya. Geratan ini meninggalkan alur selebar kurang lebih 0,5 in (12,7 mm); e. Putar alat casagrande ini dengan kecepatan konstan dan hitung jumlah pukulan yang dibutuhkan sampai alur menutup; f. Lakukan percobaan beberapa kali dengan sedikitnya 2 kali dengan jumlah pukulan di bawah 25 pukulan dan 2 kali dengan jumlah pukulan di atas 25 pukulan. Bila alur menutup sebelum 20 pukulan, berarti tanah terlalu cair dan harus diulang dengan menambahkan tanah lagi. Sedangkan bila alur menutup di atas 30 pukulan, berarti tanah terlalu padat maka harus diulang dengan menambah air secukupnya dengan menggunakan pipet;
III - 8
BAB III Metodologi Penelitian
g. Keempat contoh tanah yang sudah memenuhi syarat di atas diambil dan dimasukkan ke dalam cawan yang sebelumnya sudah ditimbang dan diolesi dengan pelumas agar tidak lengket lalu timbang masing-masing cawan yang berisi tanah basah tersebut (W2); h. Masukkan tanah basah di dalam cawan tersebut ke dalam oven bersuhu (110 + 5)˚C dalam waktu 24 jam; i. Setelah kering oven, tanah dalam cawan tersebut didiamkan beberapa saat sampai suhunya konstan lalu tanah kering oven tersebut ditimbang lagi dengan menggunakan neraca (W3); j. Hitung kadar air tiap spesimen dan hasilnya dimasukkan ke dalam grafik skala logaritma dengan koordinat jumlah pukulan sebagai absis dan kadar air sebagai ordinatnya. Untuk kadar air dari tiap sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
W =
Mw W 2 −W 3 × 100 % = × 100 % W 3−W1 Ms
Keterangan : W
= Kadar air;
Mw = Berat air; Ms = Berat tanah kering.
k. Hubungkan titik-titik dari keempat spesimen yang telah diplot ke dalam grafik menjadi sebuah garis dan cari kadar air yang optimum (Woptimum) yaitu pada pukulan ke 25. l. Untuk pengujian tanah yang telah distabilisasi, dibuat 4 buah spesimen tiap variasi campuran dan lakukan prosedur yang sama seperti di atas;
3. Pengujian Batas Plastis (Plastic Limit) Untuk pengujian batas plastis, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Plat kaca berukuran 45 cm x 45 cm x 0,9 cm; b. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (110 + 5)˚ C;
III - 9
BAB III Metodologi Penelitian
c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram; d. Saringan nomor 40; e. Mangkok porselin; f. Pipet; g. Spatula; h. Cawan alumunium dan tutupnya. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Masukkan tanah ke dalam mangkok porselen lalu campurkan dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk rata; b. Setelah kadar air cukup merata, buatlah bola-bola tanah dari benda uji tersebut sebesar 8 gram, kemudian bola-bola tersebut digeleng di atas pelat kaca. Penggelengan dilakukan dengan telapak tangan dengan kecepatan 80-90 gelengan per menit; c. Penggelengan dilakukan terus sampai benda uji membentuk batang dengan diameter 3 mm. Kalau pada waktu penggelengan itu ternyata sebelum benda uji mencapai diameter 3 mm sudah retak, maka benda uji disatukan kembali, ditambah air sedikit dan diaduk sampai merata. Jika ternyata penggelengan bola-bola itu bisa mencapai diameter lebih kecil dari 3 mm tanpa menunjukkan retakan-retakan, maka contoh perlu dibiarkan beberapa saat di udara, agar kadar airnya berkurang sedikit; d. Pengadukan dan penggelengan diulangi terus sampai retakan-retakan itu terjadi tepat pada saat gelengan mempunyai diameter 3 mm; e. Tanah yang telah digeleng dibuat sebanyak 20 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan alumunium untuk kemudian dioven dengan suhu (110 + 5)˚ C selama 24 jam lalu ditimbang kembali berat keringnya agar diketahui kadar air pada keadaan batas plastis; f. Dari pengujian nilai batas cair (LL) dan batas plastis (PL), Indeks plastisitasnya (PI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
PI = LL − PL
III - 10
BAB III Metodologi Penelitian
g. Untuk pengujian tanah yang telah distabilisasi, dibuat 2 buah spesimen tiap variasi campuran sebagai perbandingan dan lakukan prosedur yang sama seperti di atas; Parameter yang didapatkan dari pengujian batas cair dan batas plastis yaitu LL dan PL sehingga dapat dihitung besanya PI. Nilai plastisitas indeks (PI) dan batas cair (LL) tersebut kemudian di plot ke dalam bagan plastisitas untuk dicari simbol kelompoknya. Dari simbol kelompok yang sudah didapatkan kemudian dapat dijelaskan karakteristiknya dengan menggunakan Sistem Klasifikasi Univied (USCS) menurut ASTM (1982) dan Sistem klasifikasi AASHTO (1929).
4. Pengujian Batas Susut (Shrinkage Limit) Untuk pengujian batas susut, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Spesimen tanah yang telah kering oven dari pengujian batas cair (4 spesimen) tanpa cawan yang telah diketahui berat tanah basah (Ww) dan berat tanah keringnya (Wd); b. Air raksa; c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram; d. Pelat kaca kecil berkaki tiga; e. Cawan kaca (cawan 1 yang berukuran besar sebagai tempat penampung air raksa yang tumpah dan cawan 2 yang lebih kecil sebagai tepat air raksa diisi penuh) dan kaca penekannya. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Bersihkan semua alat dari tanah dan kotoran lainnya; b. Dirikan pelat kaca berkaki tiga dan satukan dengan cawan kaca 1 lalu seimbangkan; c. Isi cawan kaca 2 dengan air raksa sampai hampir tumpah kemudian ratakan dengan kaca penekannya; d. Timbang air raksa yang tepat mengisi cawan kaca 2 lengkap dengan cawannya kemudian kurangi dengan berat cawannya (Whg1); e. Setelah ditimbang, letakkan cawan kaca 2 yang telah terisi penuh dengan air raksa dan letakkan di atas cawan kaca 1;
III - 11
BAB III Metodologi Penelitian
f. Letakkan spesimen tanah kering oven (spesimen 1) dari pengujian batas cair di atas cawan 2 dan biarkan terapung di atas air raksa yang terisi penuh; g. Tekan cawan kaca 2 yang telah diletakkan spesimen tanah kering di atasnya dengan menggunakan kaca penekan sampai kaca penekan tepat menutup cawan kaca 2 dan air raksa yang tumpah keluar ditampung oleh cawan kaca 1; h. Buka kaca penutupnya lalu ambil tanah keringnya, lalu timbang air raksa yang masih berada di dalam cawan kaca 2 dan kurangi dengan berat cawan kacanya (Whg 2); i. Volume tanah kering (Vd) adalah volume air raksa yang tumpah dapat dihitung dengan cara mengurangkan Whg 1 dengan Whg 2 lalu kemudian bagi dengan berat jenis air raksa (13,35); j. Isi cawan alumunium dari spesimen 1 yang digunakan pada pengujian batas cair dengan air raksa sampai penuh dan ratakan dengan kaca perata dan timbang air raksa tersebut tanpa cawan alumuniumnya. Kemudian berat air raksa yang ditimbang tersebut dibagi dengan berat jenis air raksa dan didapatkan volume tanah basah (Vw); k. Lakukan hal yang sama untuk spesimen 2,3, dan 4; l. Batas susut (SL) dan Shrinkage Ratio (SR) dari masing-masing spesimen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SL =
SR =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
A
× 100 %
Wd Vd
(ρw adalah berat volume air = 1 gram/cm3) m.Setelah masing-masing spesimen dihitung batas susut dan rasio susutnya, lalu hitung nilai batas susut rata-rata dan ratio susut rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SL
rata − rata
=
SR
rata − rata
=
(SL 1 +
SL 2 + SL 3 + SL 4 ) 4
(SR 1 +
SR 2 + SR 3 + SR 4 ) 4 III - 12
BAB III Metodologi Penelitian
n.Untuk pengujian tanah yang telah distabilisasi, dibuat sama seperti pengujian liquid limit tanah campuran, yaitu 4 spesimen tiap variasi campuran.
5. Pengujian Kadar Air (water content) Untuk pengujian kadar air, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (110 + 5)˚ C; b. Cawan kedap udara dan tidak berkarat, dengan ukuran yang cukup; c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram; d. Desikator. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Bersihkan semua peralatan dari kotoran yang menempel pada alat-alat yang akan dipergunakan; b. Timbang cawan (W1); c. Isi cawan dengan contoh tanah basah (tanah yang asli sesuai dengan kondisi di lapangan) lalu timbang (W2); d. Keringkan contoh tanah basah di dalam oven dengan suhu 105-115ْ C selama 24 jam; e. Dinginkan tanah kering oven + cawan di dalam desikator kemudian tanah + cawan tersebut ditimbang (W3); f. Percobaan dilakukan lebih dari satu kali untuk mengambil nilai rata-rata; g. Data dari pengujian di laboratorium kemudian dapat diolah untuk mencari kadar airnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
W =
W2 − W3 Mw × 100 % = × 100 % W 3 − W1 Ms
Di mana :
W1 = Berat cawan; W2 = Berat cawan + Berat tanah basah; W3 = Berat cawan + Berat tanah kering; W = Kadar air; w
= Berat air;
Ms = Berat tanah kering.
III - 13
BAB III Metodologi Penelitian
6. Pengujian Pemadatan standard (standard proctor test) Untuk pengujian pemadatan standard, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai 100 - 105˚ C; b. Hammer standard dengan tinggi jatuh 30,5 cm dan berat = 2,5 kg; c. Timbangan dengan ketelitian 1 gram; d. Mold standard lengkap dengan collar dan base plate; e. Saringan nomor 4 ASTM; f. Jangka sorong; g. Dial pengukur swelling; h. Extruder atau alat pengeluar sampel; i. Plat baja perata atau pemotong sampel; j. Talam, semprotan air dan gelas ukur; k. Kuas dan pelumas.
Prosedur pengujian pemadatan untuk tanah asli adalah sebagai berikut : a. Ambil tanah kering alami kurang lebih 16 kg; b. Tumbuk dan haluskan tanah tersebut dengan palu karet, lalu diayak dengan menggunakan saringan nomor 4; c. Ambil tanah yang lolos saringan nomor 4 sebanyak minimal 5 kantong plastik dengan berat tiap kantong 2,5 kg; d. Campurlah tanah dengan air sedikit demi sedikit sampai merata dengan menggunakan talam besar. Persentase air yang dicampurkan ke dalam tanah yaitu 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, 20%, 22%, dan 25%; e. Peramlah tanah yang telah dicampur dengan air ke dalam kantong plastik lalu tutup rapat dan diamkan selama 24 jam agar air terserap merata oleh tanah; f. Timbang mold + base plate kemudian berilah sedikit pelumas (W1); g. Masukkan tanah yang telah diperam kurang lebih 2/3 tinggi mold, lalu padatkan dengan menggunakan hammer padat. Pemadat standard tanah asli menggunakan pemadatan metode A (tinggi jatuh 30,5 cm dengan
III - 14
BAB III Metodologi Penelitian
berat = 2,5 kg, ditumbuk sebanyak 56 kali tumbukan, dan terdiri dari 3 lapisan untuk mold berdiameter ±10,2 cm dan tinggi ±11,6 cm) h. Ulangi langkah g sampai dengan lapisan terakhir, lalu ambillah pelat penyambung dan ratakan permukaan tanah dengan plat perata sesuai dengan permukaan mold, kemudian timbang (W2); i. Keluarkan contoh tanah yang telah dipadatkan menggunakan extruder lalu ambil sedikit tanah dari masing-masing lapisan untuk dicari kadar airnya. Minimal 3 cawan untuk dicari nilai rata-ratanya; j. Lakukan langkah g, h, i, j, dan k sampai dengan contoh tanah dengan campuran yang terakhir; k. Data hasil pengujian di laboratorium kemudian diolah dan hitung kadar air optimumnya, Garis Zero Air Void (ZAV), serta gambarkan grafik kepadatannya.
7. Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio Soaked) Untuk pengujian CBR soaked, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Mesin CBR test; b. Stopwatch; c. Mold standard lengkap dengan collar dan base plate; d. Jangka sorong; e. Dial pengukur swelling; f. Semua alat-alat yang digunakan pada praktikum pemadatan. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Ukur diameter mold dan tinggi mold dengan menggunakan jangka sorong dan timbang berat mold lalu hitung berapa volume moldnya; b. Timbang base plate, beban landasan, saringan, dan beban pemberatnya; c. Campurkan tanah asli (yang sudah dioven, dihaluskan dan disaring dengan saringan nomor 4) dengan kadar air optimum yang didapatkan dari pengujian pemadatan standard, aduk merata lalu peram dalam kantung plastik selama 24 jam; d. Masukkan tanah tersebut ke dalam mold dan dipadatkan dengan alat pemadat standard. Pemadat standard untuk CBR tanah asli maupun
III - 15
BAB III Metodologi Penelitian
campuran menggunakan pemadatan metode B (tinggi jatuh 30,5 cm dengan berat = 2,5 kg, ditumbuk sebanyak 56 kali tumbukan, dan terdiri dari 3 lapisan untuk mold berdiameter ±15,2 cm dan tinggi ±11,6 cm) e. Selanjutnya tanah diratakan dan collar dilepas, mold diangkat dan silinder dasar dilepas; f. Timbang mold dan tanahnya; g. Untuk tanah campuran, curing contoh tanah yang telah dicampur dengan abu sekam padi dan kapur selama 7 dan 14 hari dengan cara menutup bagian atas dan bawah mold dengan menggunakan plastik kemudian diisolasi hingga rapat; h. Setelah sampai pada waktu curing yang diinginkan, lepaskan plastik penutup dari mold lalu rendam dalam bejana berisi air selama 96 jam (4 hari) dan ukur pengembangan tanahnya dengan dial penetrasi; i. Keluarkan tanah dalam mold dari bejana berisi air, miringkan agar airnya keluar, lalu letakan contoh tanah pada mesin kompresi (compression machine); j. Berikan beban aksial yaitu dengan menggunakan mesin CBR penetrasi; k. Pembacaan dan pencatatan dilakukan terhadap manometer yang menunjukkan penurunan dan besarnya beban aksial; l. Buat grafik CBR yang terdiri dari koordinat penurunan sebagai absis (satuan dalam inch) dan waktu (satuan dalam menit) sebagai ordinatnya, m. Lakukan hal yang sama kesemua spesimen dengan 4 % kapur dan persentase abu sekam padi yang berbeda dan juga waktu curing yang berbeda; n. Dari data tersebut dapat ditentukan berapa pensentase abu sekam padi dan kapur dan lama waktu curing yang dibutuhkan agar didapatkan nilai CBR yang paling maksimal. o. Nilai CBR dinyatakan dalam persen (%) untuk kemudian dibuat kedalam grafik perbandingan antara nilai CBR dan persen campuran.
8. Pengujian Triaksial (Triaxial Test) Unconsolidated Undrained Untuk pengujian Triaksial U.U. alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
III - 16
BAB III Metodologi Penelitian
a. Mesin triaksial lengkap; b. Kompresor; c. Pompa penghisap; d. Extruder; e. Alat untuk memasang membran karet; f. Membran karet; g. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram; h. Spatula; i. Jangka sorong;; j. Cetakan silinder triaksial; k. Oli; l. Kertas dibentuk bundar sebagai alas dari cetakan; Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Buat campuran tanah untuk masing-masing kombinasi, campurkan abu sekam padi dan kapur sesuai dengan variasi campuran dan air dengan kadar air optimum yang didapatkan dari pengujian pemadatan standard; b. Masukkan tanah yang telah dicampur ke dalam cetakan berbentuk silinder lalu tumbuk sesuai dengan Standar Proctor test; c. Tanah kemudian dikeluarkan dari mold dengan extruder dan ditrim menggunakan cetakan silinder triaksial yang telah diolesi oli; d. Ratakan tanah bagian bawah dan atas dari cetakan, alasi bagian bawah dan atas dengan kertas dan keluarkan spesimen dengan extruder sehingga diperoleh tanah berbentuk silinder dengan ukuran diameter 3,8 cm dan tinggi 7,6 cm; e. Timbang tanah tersebut dengan timbangan dengan ketelitian 0,01 gram; f. Masukkan spesimen tanah ke dalam plastik dan tutup rapat (apabila memungkinkan masukkan tanah ke dalam desikator agar lebih kedap udara); g. Buat 3 spesimen untuk tanah asli dan tanah campuran untuk diberikan tekanan sel yang berbeda-beda. h. Masukkan spesimen tanah ke dalam membran karet lalu potong ujung membran karet yang tertutup;
III - 17
BAB III Metodologi Penelitian
i. Masukkan spesimen tanah yang telah dibungkus selaput membran ke dalam sel triaksial dan tutup sel triaksial hingga rapat; j. Isi sel triaksial dengan air sampai penuh dengan tujuan memberikan σ3 pada contoh tanah; k. Lakukan penekanan contoh tanah dari atas untuk memberikan σ1 (σ1 + ∆σ). l. Amati pola keretakan yang terjadi dan lakukan pembacaan deformasi tanah dan tekanan yang diberikan; m. Hentikan pembacaan saat deformasi tanah tidak mengalami perubahan walaupun tetap diberikan tekanan; n. Buat grafik hubungan antara tegangan dan regangannya; o. Buat lingkaran mohr dengan data σ1 dan σ3 lalu hitung parameter c dan θ dari garis yang menyinggung lingkaran mohr; p. Bandingkan waktu curing dan kadar abu sekam padi dan 4% kapur yang dicampurkan, kemudian hitung kadar abu sekam padi dan waktu curing yang sesuai sehingga dihasilkan daya dukung tanah yang paling maksimal (terbukti dengan angka penurunan yang terkecil saat tanah diberikan tekanan).
9. Pengujian Sifat Mengembang Tanah (Free Swell Test) Untuk pengujian free swell test, alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Alat konsolidasi; b. Ring pada praktikum konsolidasi; c. Batu pori; d. Arloji pengukur (ketelitian 0,01 mm dan panjang gerak tangkai minimal 1,0 cm; e. Stopwatch; f. Neraca dengan ketelitian 0,1 gram; g. Dial penetrasi; Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
III - 18
BAB III Metodologi Penelitian
a. Buat campuran tanah untuk masing-masing kombinasi, campurkan abu sekam padi sesuai dengan variasi campuran, 4% kapur dan air sebanyak kadar air optimum dari pengujian pemadatan standard; b. Masukkan tanah yang telah dicampur ke dalam cetakan yang berbentuk ring dan diratakan; c. Volume tanah dapat ditentukan dengan mengukur diameter dan tebal contoh tanah.; d. Batu pori diletakkan di atas dan di bawah contoh tanah tersebut, sehingga air dapat mengalir dari atas dan dari bawah spesimen (double drainage); e. Letakkan spesimen pada alat consolidometer, tuang air, lalu ukur pengembangan yang terjadi beserta waktunya; f. Baru setelah pengembangan berhenti yang ditandai tidak bergeraknya jarum alat konsolidometer lagi baru pencatatan dihentikan. g. Plot angka yang didapatkan dari pengujian untuk dibuat menjadi grafik dan analisa berapa kadar campuran dan waktu curing yang tepat agar didapatkan angka swelling tanah yang terkecil (daya dukung tanah akan meningkat apabila angka swellingnya berkurang.[]
III - 19
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
BAB IV ANALISIS HASIL PENGUJIAN
4.1
Pengujian Karakteristik Tanah Asli Pengujian karakteristik tanah asli dilakukan untuk mengetahui tingkat
keekspansifan tanah yang akan diuji. Tingkat keekspansifan tanah tersebut dapat dilakukan dengan menguji sifat index properties dan engineering properties tanah. Setelah diketahui sifat index properties dan engineering properties tanah asli, tanah dicampurkan dengan material penguatnya. Tanah yang telah mengalami pencampuran harus melalui masa curing selama 7 dan 14 hari untuk kemudian diuji kembali dan dibandingkan dengan tanah asli.
4.1.1
Pengujian Indeks Properties Tanah Pengujian yang dilakukan untuk mencari index properties tanah yaitu kadar
air (water content), berat jenis tanah (specific gravity), Atterberg limit (plastic limit, liquid limit, shrinkage limit). Seluruh pengujian index properties tanah menggunakan tanah kering oven yang lolos saringan nomor 40 ASTM.
4.1.1.1 Pengujian Kadar Air (Water Content) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air tanah. Yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah tersebut dan dinyatakan dalam persen. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I A.1. Dari kedua spesimen yang diujikan diperoleh kadar air alami yang terkandung di dalam tanah pada saat tanah diambil yaitu sebesar 28,5%.
4.1.1.2 Pengujian Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis tanah yang mempunyai butiran lewat saringan No.4 dengan piknometer. Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.
IV - I
IV - 1
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I A.2. Dari kedua spesimen yang diujikan diperoleh berat jenis tanah asli sebesar 2,67 gr/cm3.
4.1.1.3 Pengujian Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit) Pengujian batas-batas atterberg terdiri dari pengujian batas plastis (plastic limit), batas cair (liquid limit), dan batas susut (shrinkage limit).
A.
Batas Plastis (Plastic Limit) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu tanah masih dalam keadaan plastis. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I A.3.1. Pengujian batas plastis menggunakan 2 spesimen sebagai perbandingan. Dari 20 gram spesimen pertama yang dibuat lalu dioven, didapatkan hasil bahwa tanah asli susut sebesar 21,5%. Pada 20 gram spesimen kedua, tanah asli juga menyusut sekitar 20,5%. Dari kedua spesimen yang diujikan diperoleh batas susut tanah asli yaitu sebesar 26,4%.
B.
Batas Cair (Liquid Limit) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas cair. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dari keadaan plastis menjadi keadaan cair. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I A.3.2. Hasilnya diplot ke dalam grafik batas cair yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1 diperlihatkan bahwa pada spesimen pertama, alur tanah menutup pada ketukan ke-27 dan setelah dioven spesimen tersebut mempunyai kadar air 66,22 %. Spesimen kedua, alur menutup pada ketukan ke-22 dengan kadar air 70,27 %. Spesimen ketiga, alur menutup pada ketukan ke-29 dengan kadar air 62,34 %. Spesimen keempat, alur menutup pada ketukan ke-21 dengan kadar air 70,67 %. Hasil pengujian dihubungkan dengan garis regresi sehingga didapatkan nilai kadar air pada ketukan ke-25 yaitu sebesar 67,2 %. Setelah diketahui nilai batas cair dan batas plastisnya maka indeks plastisitas (PI) yang merupakan besarnya jarak antara batas plastis untuk berubah menjadi batas
IV - 2
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
cair dapat dihitung (PI = LL – PL). Besarnya indeks plastisitas yang didapatkan dari perhitungan yaitu sebesar 40,8 %.
80 78 76 74
LL = 67,2 %
Water Content (%)
72
7 0 ,6 7 7 0 ,2 7
70 68
6 6 ,2 2
6 7 ,2
66 64 62
6 2 ,3 4
60 58 56 54 52 50
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Nu m be r o f B lo w
Gambar 4.1 Grafik Batas Cair (Liquid Limit).
Besarnya nilai batas cair dan indeks plastisitas (PI) yang didapatkan kemudian diplot ke dalam bagan plastisitas yang disajikan pada Gambar 4.2.
80
Plasticity Index, IP (%)
70
CLAY
60 CH
Daerah CH 50
SILT
T
40 “A”Line = 0,73 (LL – 20) 30 OH or MH 20
CL
10
CL – ML 0
10
20
OL &ML 30
40
50
60
70
80
90
100
110 120
Liquid Limit, LL (%)
Gambar 4.2 Bagan Plastisitas.
IV - 3
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Dari Gambar 4.2 diperlihatkan bahwa nilai indeks plastisitas tanah asli sebesar 40,2 % dan batas cair sebesar 67,2 % diplot ke dalam grafik dan didapatkan titik temu yang dinamakan dengan simbol T. Titik temu tersebut berada di atas garis “A”line yang berarti bahwa tanah asli termasuk ke dalam golongan lempung (clay). Kemudian dilihat bahwa titik T tersebut berada di sebelah kanan garis yang dicetak tebal pada batas cair 50 % yang berarti tanah asli merupakan golongan CH.
C.
Batas Susut (Shrinkage Limit) Untuk mencari kadar air pada batas susut suatu contoh tanah. Dilaboratorium,
shrinkage limit didefinisikan batas dimana tidak akan terjadi perubahan volume pada masa tanah, apabila kadar airnya dikurangi. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I A.3.3. Dari penghitungan hasil pengujian laboratorium, didapatkan bahwa tanah asli mempunyai nilai batas susut sebesar 9,56 % dan rasio susut sebesar 1,78 gr/cm3. Resume dari seluruh pengujian tanah asli disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Resume Pengujian Indeks Properties. Hasil
Karakteristik
Pengujian
Kadar Air, Wc (%)
S.1
S.2
S.3
S.4
30,9
26,1
-
-
Rata-
Keterangan
Ekspansifitas
Rata
28,5
Kondisional
kondisional
- Berat jenis yang didapat Berat Jenis, Gs (gr/cm3)
2,63
2,71
-
-
2,67
2,67–2,65 gr/cm3
sama dengan berat jenis mineral montmorrilonite yang berada dikisaran 2,67–2,65 gr/cm3
Batas Plastis, PL (%)
Batas Cair, LL (%)
- Semakin besar nilai PL 27
25,79
-
-
26,4
–
maka tanah akan semakin baik
66,22
70,27
62,34
70,67
67,2
> 60
- Derajat ekspansif sangat tinggi
IV - 4
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Batas Susut, SL (%)
Rasio Susut, SR (gr/cm3)
8,94
11,03
7,24
11,05
9,56
1,71
1,75
1,84
1,82
1,78
Indeks Plastisitas, PI
LI(%)
- Ada masalah ekspansif - Derajat ekspansif tinggi
–
>32
40,8
>35
(%) Indeks Kecairan,
<10 7 – 12
0,04
0 < LI < 1
–
- Ada masalah ekspansif - Derajat ekspansif sangat tinggi
- Berwujud plastic solid
Tabel 4.2 Perbandingan Indeks Propertis Tanah Asli dengan Penguji Sebelumnya Hasil Pengujian
Hasil Pengujian
Turmudi
Herman
28,5%
-
-
Berat Jenis, Gs (gr/cm3)
2,67%
2,70%
2,67%
Batas Plastis, PL (%)
26,4%
27%
26%
Batas Cair, LL (%)
67,2%
68,50%
110%
Batas Susut, SL (%)
9,56%
-
-
Rasio Susut, SR (gr/cm3)
1,78%
-
-
Indeks Plastisitas, PI (%)
40,8%
41,5%
84%
Indeks Kecairan, LI(%)
0,04%
-
-
Pengujian
Hasil Pengujian
Kadar Air, Wc (%)
4.1.1.4 Analisa Ekspansifitas Tanah terhadap Index Properties 1. Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) : a. Dari pengujian didapatkan bahwa berat jenis tanah asli yaitu sebesar 2,67 gr/cm3; b. Berat jenis tanah berada di kisaran 2,6 gr/cm3 sampai dengan 2,9 gr/cm3, sehingga dapat diperkirakan bahwa tanah ini termasuk tanah berlempung atau berlanau;
IV - 5
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
c. Berat jenis tanah yang mencapai nilai 2,67 gr/cm3 sama dengan berat jenis mineral montmorrilonite yang berada dikisaran 2,65 gr/cm3 sampai dengan 2,80 gr/cm3 (berdasarkan Tabel 2.17). Mineral montmorrillonite merupakan mineral utama penyusun tanah ekspansif yang sangat menentukan keekspansifan tanah.
2. Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit) : a. Berdasarkan data-data yang diplot ke dalam bagan plastisitas (menurut sistem klasifikasi USCS pada Tabel 2.13) yaitu PI (Indeks Plastisitas) sebesar 40,8 % dan LL (Batas cair) sebesar 67,2 % (lebih dari 50 %), maka tanah ini diklasifikasikan dengan simbol CH yaitu lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays); b. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO (Tabel 2.12), tanah yang lolos saringan nomor 200 lebih dari 35 % masuk ke dalam golongan tanah lanau – lempung; c. Berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO (Tabel 2.12) dengan mencocokkan besarnya batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI), maka tanah diklasifikasikan dengan kode A – 7. Jika dimasukkan ke dalam rumus : A – 7 – 5 jika, PI
≤
LL – 30
40,8 ≤
67,2 – 30
40,8 ≤
37,2....................Tidak cocok.
A – 7 – 6 jika, PI
>
LL – 30
40,8 >
67,2 – 30
40,8 >
37,2....................Cocok.
Setelah disesuaikan dengan rumus tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tanah ini dapat diklasifikasikan dengan kode A – 7 – 6; d. Dari besarnya Plastisitas Indeks (PI) sebesar 40,8 % (>35 %), angka Liquid Limit (LL) yang mencapai 67,2 % (>60 %), dan angka Shrinkage Limit (SL) sebesar 9,56 (<11 %), maka dapat disimpulkan bahwa tanah ini termasuk ekspansif dengan derajat keekspansifan yang sangat tinggi (berdasarkan Tabel 2.7 dan Tabel 2.10).
IV - 6
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
3. Indeks Kecairan (Liquidity Index) : Berdasarkan angka indeks liquiditas (LI) sebesar 0,04 (0 < LI < 1), maka dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah asli dilapangan berwujud plastic solid (berdasarkan Gambar 2.4).
4.1.2
Pengujian Engineering Properties Pengujian yang dilakukan untuk mencari engineering properties tanah yaitu
pemadatan standard, triaxial test, uji CBR terendam (california bearing ratio soaked test), free swell test. Seluruh pengujian Engineering Properties tanah menggunakan tanah kering oven yang lolos saringan nomor 4 ASTM.
4.1.2.1 Pengujian Pemadatan Standard (Standard Proctor Test) Tujuan dari pengujian pemadatan standard adalah untuk menentukan hubungan kadar air dan kepadatan kering optimum (berat kering) suatu tanah apabila dipadatkan dengan alat pemadat tertentu. Pengujian pemadatan dilakukan dengan menambahkan air dengan variasi 0 %, 4 %, 8 %, 12 %, 16 %, 20 %, 22 %, 23 % dan 25% untuk kemudian dicari berapa kadar air optimum untuk mendapatkan kepadatan tanah yang maksimum. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I B.1. Untuk hasil pengujian tanah asli disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Pemadatan Standard. Kadar Air
Berat Volume
Berat Volume
Zero Air Void (ZAV)
(%)
Basah, γ (gr/cm3)
Kering, γd (gr/cm3)
(gr/cm3)
0
1,55
1,55
2,67
4
1,65
1,58
2,41
8
1,72
1,59
2,20
12
1,73
1,54
2,02
16
1,81
1,56
1,89
20
1,88
1,57
1,74
22
1,97
1,61
1,68
23
1,96
1,59
1,65
25
1,96
1,56
1,60
IV - 7
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Setelah diketahui berat volume basah dan berat volume kering tanah asli, maka kurva ZAV (Zero Air Void) dapat dihitung. Kurva ZAV ini merupakan batasan dari kepadatan tanah. Batasan ini adalah kondisi di mana pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali. Hasil dari pengujian standard dibuat dalam bentuk grafik hubungan antara berat volume kering dengan kadar air dan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari Gambar 4.3 diperlihatkan bahwa pada saat air yang ditambahkan sebesar 0 %, 4 %, dan 8 %, kepadatan tanah meningkat perlahan dan mencapai puncaknya pada kadar air 8 % dengan kepadatan tanah kering sebesar 1,59 gr/cm3. Namun kondisi itu belum menjamin karena pada saat air yang ditambahkan mencapai 12 %, kepadatan kering tanah mengalami penurunan sebesar 0,05 % dan mencapai angka 1,54 %. Saat tanah diuji coba kembali dengan kadar air 16 %, 20 %, dan 22 %, tanah kembali mengalami peningkatan kepadatan kering yang cukup signifikan dan mencapai puncaknya dengan kepadatan kering 1,61 % saat kadar airnya sebesar 22 %. Untuk memastikan maka dibuatlah kurva ZAV sebagai pembatas dan dibuat kembali tanah dengan ditambahkan air sebanyak 23 % dan 25 %. Pada saat diuji, tanah dengan kadar air 23 % dan 25 % tersebut mengalami penurunan kepadatan kembali dan mencapai angka 1,56 %. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tanah mempunyai kepadatan kering optimal sebesar 1,61 % dengan menambahkan air sebanyak 22 % dari berat tanah yang diujikan.
Berat Volume Kering,
γd (gr/cm3)
2.8
2.6
Kurva “Zero Air Void" (ZAV) Gs = 2,67 gr/cm3
2.4
2.2
2
Wopt. = 22 % γd = 1,61 gr/cm3
1.8
1.6
1 .5 5
1 .5 8
1 .5 9
1 .5 4
1 .5 6 1 .5 7
1 .6 1 1 .5 9
1 .5 6
1.4 0
5
10
15
20
25
30
K ad ar A ir, w (% )
Gambar 4.3. Grafik Uji Pemadatan Proctor (Tanah Asli).
IV - 8
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.1.2.2 Pengujian Triaksial UU (Triaxial Test Unconsolidated Undrained) Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan parameter kekuatan geser tanah dengan menggunakan alat triaksial test. Pengujian triaksial yang dilakukan adalah pengujian triaksial dengan tanah tanpa terkonsolidasi dan tanpa terdrainasi (Triaxial Test Unconsolidated Undrained). Hasil dari pengujian ini yaitu didapatkannya angka kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam tanah (θ) yang diperoleh dari lingkaran mohr. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran I B.2. Untuk pengujian triaksial tanah asli, spesimen yang dibuat yaitu sebanyak 2 buah dengan besar tekanan sel (σ3) yang diberikan berturut-turut sebesar 1 kg/cm2 dan 2 kg/cm2. Setelah dilakukan pembacaan dan penghitungan hasil, didapatkan pusat dan radius lingkaran 1 berturut-turut sebesar 2,02 kg/cm2 dan 1,02 kg/cm2 dan lingkaran 2 berturut-turut sebesar 3,25 kg/cm2 dan 1,25 kg/cm2. Setelah diketahui berapa besarnya pusat dan radius lingkaran 1 dan lingkaran 2, maka lingkaran mohr dapat dibuat dengan membuat hubungan regangan dan tegangan. Lingkaran mohr dari pengujian tanah asli dapat dilihat pada Gambar 4.4
Garis Keruntuhan Regangan,τ (kg/cm2)
2
θ = 6,95˚ 1.5
c = 0,65
1
3.25, 1.25 2.02, 1.02
0.5 0 0
1
2
3
4
5
Tegangan, σ (kg/cm2)
Gambar 4.4 Lingkaran Mohr dari Pengujian Triaksial Tanah Asli.
Dari Gambar 4.4 diketahui bahwa ketika lingkaran 1 dan lingkaran 2 ditarik garis singgung antara kedua puncaknya, maka dihasilkan garis yang dinamakan garis keruntuhan. Dari garis keruntuhan tersebut, dapat dihitung berapa besarnya sudut geser dalam (θ) dan kohesi tanah (c) berturut-turut sebesar 6,95º dan 0,65 kg/cm2.
IV - 9
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.1.2.3 Pengujian Kembang Bebas (Free Swell Test) Pengujian free swell dilakukan dengan menggunakan sel konsolidasi dan menerapkan prosedur yang sama dengan pengujian konsolidasi tetapi tanpa dibebani. Jadi tanah hanya mengalami swelling tanpa mengalami penurunan konsolidasi. Pengukuran swelling tanah dilakukan setiap 24 jam selama 3 hari untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Nilai swelling tiap 24 jam dapat dilihat pada grafik dari Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 diketahui bahwa volume tanah asli pada saat perendaman 24 jam mengembang sebesar 7,76 %.
Nilai Free Swell (%)
12
11.11 9.92
8
7.76 4
Nilai Free Swell (%) 0
0
24
48 Time (hours)
72
96
Gambar 4.5 Grafik Free Swell Tanah Asli.
Pada saat perendaman 48 jam, tanah mengalami pengembangan sebesar 9,92 %. Saat waktu perendaman mencapai 72 hari, tanah mengalami pengembangan sebesar 11,11 %. Penghitungan secara detail dapat dilihat pada Lampiran I B.3.
4.1.2.4 Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio Soaked) Sebelum dilakukan pengujian CBR soaked, tanah yang telah dipadatkan direndam selama 4 hari di dalam bejana berisi air dan dibebani dengan beban seberat 4,5 kg. Setiap 24 jam, tanah diukur pengembangannya dengan dial penetrasi. Nilai swelling tiap 24 jam dapat dilihat pada grafik dari Gambar 4.6.
IV - 10
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Nilai Swelling CBR (%)
2
1.84
1.5
1.71 1.48 1.35
1 0.5
Nilai Swelling CBR (%)
0 0
24
48
72
96
120
Time (hours)
Gambar 4.6 Grafik Swelling CBR saat Perendaman.
Dari Gambar 4.6 diperlihatkan bahwa tanah mengalami pengembangan sebesar 1,35 % pada saat perendaman 24 jam. Saat perendaman mencapai 48 jam, 72 jam, dan 96 jam, tanah mengembang secara berturut-turut sebesar 1,48 %, 1,71 % dan 1,84 %. Setelah tanah mengalami perendaman selama 4 hari, tanah dikeluarkan dari bejana berisi air untuk kemudian tiriskan airnya dengan cara memiringkan mold. Setelah cukup tiris, lakukan pengujian spesimen dengan menggunakan CBR machine dan ukur berapa nilai CBR tanah tersebut. Dari hasil pengujian CBR machine terhadap kedua spesimen tanah asli yang dapat dilihat pada Lampiran I B.4, didapatkan nilai CBR dari masing-masing spesimen. Secara lengkap pembacaan nilai CBR machine tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.7. 180 160 140
B eban (lb)
120 100 80 60 40 20
Spesimen 1
Spesimen 2
0 0
0.0125
0.025
0.05
0.075
0.1
0.15
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Penurunan (inch)
Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengujian Mesin CBR
IV - 11
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Untuk penurunan 0,1” dan 0,2” pada spesimen tanah 1, nilai CBR yang didapatkan berturut-turut yaitu sebesar 2,125 % dan 1,91 %. Dari nilai tersebut dapat dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar 2,02 %. Untuk penurunan 0,1” dan 0,2” pada spesimen tanah 2, nilai CBR yang didapatkan berturut-turut yaitu sebesar 2,24 % dan 2,23 %. Dari nilai tersebut diratarata dan menghasilkan nilai CBR sebesar 2,24 %. Dari kedua spesimen tersebut dapat dirata-rata sehingga menghasilkan nilai CBR tanah asli yaitu sebesar 2,13 %. Berdasarkan seluruh pengujian yang telah dilakukan untuk engineering properties tanah asli, maka dapat dibuat resume tentang tanah asli yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Resume hasil pengujian Engineering Properties Tanah Asli Pengujian
Hasil W opt. (%)
22
γd (gr/cm3)
1,61
c (kg/cm2)
0,65
θ(˚)
6,95
Nilai Free Swell (%)
11,11
Nilai Swelling(%)
1,84
Nilai CBR (%)
2,13
Standard Proctor Test
Triaksial UU Free Swell Test CBR Test
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Engineering Propertis Tanah Asli Sebelumnya Pengujian
Standard Proctor Test
Pengujian
Pengujian
Turmudi
Herman
W opt. (%)
22,25
27
γd (gr/cm3)
1,589
1,45
Nilai CBR (%)
3,20
10,3
CBR Test
IV - 12
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.1.2.5 Analisa Ekspansifitas Tanah Asli terhadap Engineering Properties 1. Pengujian Pemadatan Standard (Standard Proctor Test) : a. Pada saat kadar air 8 %, tanah mencapai kepadatan yang cukup besar yaitu sebesar 1,59 gr/cm3. Tetapi pada saat kadar air mencapai 12 %, kepadatan turun menjadi 1,54 gr/cm3 dan kembali naik dan memuncak menjadi sebesar 1,61 % pada saat kadar air mecapai 22 %; b. Saat pengujian dilakukan dengan kadar air sebesar 23 % dan 25 %, kepadatan turun kembali berturut-turut menjadi 1,59 gr/cm3 dan 1,56 gr/cm3 dan akhirnya dibatasi dengan kurva Zero Air Void (ZAV). Artinya kepadatan kering maksimal sebesar 1,61 gr/cm3, dicapai pada kadar air optimal sebanyak 22 %.
2. Pengujian Triaksial UU (Triaxial Unconsolidated Undrained Test) : Dari lingkaran mohr didapatkan garis keruntuhan yang menunjukkan besarnya kohesi (c) tanah yaitu sebesar 0,1 kg/cm2 dan sudut geser dalam (θ˚) tanah yaitu sebesar 2,03˚.
3. Pengujian Kembang Bebas (Free Swell Test) : Pengujian free swell tanah asli dihasilkan nilai free swell yaitu sebesar 1,84 %. Jika dicocokkan ke dalam Tabel 2.2, tanah termasuk golongan tanah yang umumnya tidak ekspansif karena berada di bawah nilai 50 %. Sedangkan untuk tanah yang mempunyai kemungkinan sebagai tanah ekspansif adalah tanah dengan kisaran nilai free swell berada di atas 100 %.
4. Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio Soaked): a. Pada spesimen 1, tanah mengalami pengembangan paling maksimal sebesar 1,80 % dari tinggi tanah awal yaitu dari 11,08 cm menjadi 11,28 cm. b. Pada spesimen 2, tanah mengalami pengembangan paling maksimal sebesar 1,86 % dari tinggi tanah awal yaitu dari 11,08 cm menjadi 11,29 cm. Jika dirata-rata, tanah yang diuji mengalami pengembangan sebesar 1,83 % dari tinggi tanah awal;
IV - 13
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
c. Pada spesimen 1, tanah mengalami perubahan volume paling maksimal sebesar 1,80 % dari volume tanah awal yaitu dari 1848,95 cm3 menjadi 1882,32 cm3. d. Pada spesimen 2, tanah mengalami pengembangan paling maksimal sebesar 1,9 % dari volume tanah awal yaitu dari 1848,95 cm3 menjadi 1883,99 cm3. Jika dirata-rata, tanah yang diuji mengalami pengembangan sebesar 1,85 % dari volume tanah awal; e. Berdasarkan tabel 4.2 dan dari nilai CBR yang hanya sebesar 2,13 %, maka dapat disimpulkan bahwa tanah dikategorikan sangat buruk apabila dalam keadaan terendam.
4.2
Pengujian Tanah yang Telah Distabilisasi Tanah yang telah dioven, dihaluskan, disaring dengan saringan no. 40 ASTM,
dicampur dengan abu sekam padi dan kapur dan melalui masa curing, kemudian siap dilakukan pengujian. Pengujian yang dilakukan hampir sama dengan pengujian sebelumnya yang dilakukan pada tanah asli. Variasi waktu curing yaitu selama 7 hari dan 14 hari dan hanya dilakukan pada pengujian engineering properties.
4.2.1
Pengujian Index Properties Tanah Stabilisasi Pengujian yang dilakukan untuk mencari index properties tanah campuran
yaitu Berat jenis tanah (specific gravity) dan Atterberg limit (plastic limit, liquid limit, shrinkage limit). Kapur yang dicampurkan sebanyak 4 % dari berat tanah yang akan diuji dan variasi abu sekam yang dicampurkan yaitu 3 %, 6 %, 9 %, 12 %, dan 15 % juga dari berat tanah yang akan diuji.
4.2.1.1 Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) Pengujian berat jenis tanah dilakukan dengan menggunakan 5 variasi abu sekam padi dan tiap variasi dibuat masing-masing 2 sampel untuk dirata-rata. Banyaknya tanah yang diujikan kira-kira 20 gr tiap spesimen. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat di dalam Lampiran II A.1 Berat jenis dari tiap campuran dapat dilihat pada Gambar 4.8.
IV - 14
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
.
Berat Jenis (gr/cm3)
2.8 2.24
2.67
1.99
2.44
2.1
1.95
1.92
1.4
0.7 Berat Jenis (Gs) 0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)*
Gambar 4.8 Grafik Pengujian Berat Jenis Tanah Stabilisasi.
Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah abu sekam yang ditambahkan ke dalam spesimen tanah maka semakin kecil berat jenis spesimen tersebut. Pada saat tanah asli dicampur dengan abu sekam padi dengan kadar yang semakin besar, berat jenis tanah asli mengalami penurunan secara berturut-turut dari 2,67 gr/cm3 menjadi 2,44 gr/cm3, 2,24 gr/cm3, 1,99 gr/cm3, 1,95 gr/cm3 hingga akhirnya mencapai angka 1,92 gr/cm3.
4.2.1.2 Pengujian Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit) Pengujian Atterberg limit tanah stabilisasi dilakukan tanpa melalui masa curing. Pengujian batas-batas Atterberg tanah campuran secara keseluruhan sama dengan pengujian tanah asli yang terdiri dari batas cair, batas plastis, dan batas susut.
A.
Batas Plastis (Plastic Limit) Pengujian batas plastis yang dilakukan untuk tanah campuran sama seperti
pengujian batas plastis tanah asli. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran II A.2.1. Pengujian batas plastis menggunakan 2 spesimen sebagai perbandingan. Hasil dari pengujian batas plastis disajikan pada Gambar 4.9.
IV - 15
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Batas Plastis (%)
35 28 21
26.4
29
28.5
30
32.5
27
14 7 Batas Plastis (%) 0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Gambar 4.9 Grafik Pengujian Batas Plastis Tanah Stabilisasi.
Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa batas plastis tanah dengan kadar abu sekam 3 % meningkat dari semula 26,4 % menjadi 29 %. Pada kadar sekam 6 % dan 9 % mengalami penurunan dari tanah kadar abu sekam 3 %, dari 29 % turun menjadi 28,5 % dan 27 %. Kemudian pada kadar sekam 12 %, dan 15 % batas plastis tanah kembali meningkat secara berturut-turut menjadi 30 % dan akhirnya mencapai angka 32,5 %.
B.
Batas Cair (Liquid Limit) Pengujian batas plastis dilakukan untuk tanah campuran sama seperti
pengujian batas plastis tanah asli. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran II A.2.2. Hasil dari pengujian batas cair dilihat pada Gambar 4.10
80 Batas Cair (%)
77.3 60
67.2
71.6
72.9 63
64
40 20 Batas Cair (%) 0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Gambar 4.10 Grafik Pengujian Batas Cair Tanah Stabilisasi.
IV - 16
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa batas cair tanah tidak terlalu berbeda jauh dari tanah asli. Pada kadar abu sekam 3 %, tanah mengalami angka batas cair yang paling tinggi hingga mencapai 77,3 %. Pada saat tanah ditambah kadar abu sekam hingga menjadi 6 %, nilai batas cairnya turun, namun masih berada diatas tanah asli menjadi 71,6 %. Kemudian saat tanah mengalami penambahan abu sekam sebanyak 9 % tanah mengalami penurunan hingga berada di bawah tanah asli mencapai 63 %, kemudian pada kadar abu sekam 12 %, tanah mengalami kenaikan kembali sebesar 72,9 %. Terakhir saat tanah ditambah kadar abu sekam menjadi 15 %, maka batas cair tanah turun kembali dan akhirnya menyentuh angka 64 %. Setelah diketahui nilai batas plastis dan batas cair tanah dari berbagai variasi campuran maka nilai indeks plastisitas (PI) tanah dapat dihitung. Hasilnya dapat
Indeks Plastisitas, PI (%)
dibandingkan dan dibuat menjadi grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.11.
80 60 40
40.8
48.3
43.1
42.9 36 31.5
20
Indeks Plastisitas (%) 0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Gambar 4.11 Grafik Nilai Indeks Plastisitas Tanah Stabilisasi. Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa indeks plastisitas tanah tidak terlalu berbeda jauh dari tanah asli. Pada kadar abu sekam 3 %, indeks plastisitas tanah mengalami kenaikan dari tanah asli hingga mencapai nilai 48,3 %. Pada kadar sekam 6 % tanah mengalami penurunan dari kadar abu sekam 3 %, namun masih berada diatas tanah asli sebesar 43,1 %. Pada kadar 9 %, indeks plastisitas tanah mengalami penurunan mencapai dibawah tanah asli sebesar 36 %. Pada saat tanah ditambahkan sekam sebesar 12 %, indeks plastisitas tanah kembali naik mencapai 42,9 % dan turun kembali menjadi 31,5 % saat ditambahkan sekam sebanyak 15 %.
IV - 17
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
C.
Batas Susut (Shrinkage Limit) Pengujian batas susut yang dilakukan untuk tanah campuran sama seperti
pengujian batas susut tanah asli. Pengolahan data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran II A.2.3. Hasil dari pengujian batas susut dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Batas Susut, SL (%)
20 15
15.11
10
11.45 9.56
5
13.64
12.33
8.4 Batas Susut (%)
0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)*
Gambar 4.12 Grafik Nilai Batas Susut Tanah Stabilisasi.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa karakteristik tanah ekspansif mempunyai kisaran batas susut kurang dari 11 % (<11). Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa batas susut tanah stabilisasi yang lebih buruk dari pada tanah asli hanya pada campuran sekam 3% yaitu menjadi 8,4 %. Untuk campuran sekam 6 %, 9 %, dan 12 % tanah stabilisasi meningkat bertahap secara berturut-turut yaitu sebesar 11,45 %, 12.33 %, 15.11 %. Pada campuran sekam 15 % tanah kembali turun dan mencapai angka 13,64 %.
4.2.2 Pengujian Engineering Properties Tanah Stabilisasi Pengujian engineering properties tanah stabilisasi yang dilakukan yaitu pengujian pemadatan standard, pengujian CBR terendam, pengujian triaksial, dan pengujian free swell. Dari kesemua pengujian tersebut yang paling utama dilakukan yaitu pengujian CBR terendam. Setelah diketahui komposisi abu sekam padi yang tepat untuk mencapai harga CBR yang paling optimal barulah pengujian lain dapat dilakukan dan tentu saja pada tanah dengan kadar sekam yang optimal tersebut.
IV - 18
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.2.2.1 Pemadatan Standard (Standard Proctor Test) Pemadatan standard yang dilakukan pada pengujian tanah stabilisasi menggunakan metode B (tinggi jatuh penumbuk 30,5 cm dengan berat = 2,5 kg, ditumbuk sebanyak 56 kali tumbukan dan terdiri dari 3 lapisan untuk mold berdiameter ±15,2 cm dan tinggi ±11,6 cm). Pemadatan dilakukan untuk semua kadar campuran sekam dan dengan kadar air yang optimal dari pengujian pemadatan standard tanah asli yatu sebesar 22 %. Perhitungan kepadatan kering secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran II B.1. Grafik kepadatan kering dari pengujian pemadatan standard tanah stabilisasi dapat
Kepadatan Kering, (%)
dilihat pada Gambar 4.13.
2
1.95
1.9 1.78
1.8 1.7 1.6
1.77 1.74
1.73
1.62 1.68
1.67
1.65 1.66
1.62
1.61
1.5 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Curing 7 Hari
Curing 14 Hari
Gambar 4.13 Grafik Harga Kepadatan Kering Tanah Stabilisasi.
Kepadatan kering tertinggi yaitu sebesar 1,95 % (curing 14 hari) dan 1,73 % (curing 7 hari) pada kadar abu sekam 6 %. Saat abu sekam padi ditambahkan kadarnya ke dalam tanah baik umur curing 7 hari maupun umur curing 14 hari, tanah mengalami penurunan kepadatan. Pada umur curing 7 hari dengan kadar abu sekam dari 3 %, 9 %, i2 % dan 15 %. kepadatan kering tanah berturut-turut yaitu sebesar 1,68 %, 1,67 %, 1,6 6 %, dan 1,61 %. Pada umur curing 14 hari dengan kadar abu sekam yang semakin bertambah dari 6 % sampai 15 %, kepadatan kering tanah berturun secara berturut-turut yaitu sebesar 1,78 %, 1,77 %, 1,74 %, dan 1,61 %.
IV - 19
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.2.2.2 Pengujian CBR Terendam (CBR Soaked) Pengujian CBR dilakukan pada semua tanah stabilisasi dari pengujian pemadatan standard dan telah melalui waktu curing masing-masing campuran 7 hari dan 14 hari. Setelah melalui waktu curing, tanah harus melalui proses perendaman di dalam bejana yang berisi air selama 4 x 24 jam (4 hari). Setiap 24 jam, tanah harus diukur pengembangannya dengan dial penetrasi. Perhitungan swelling tanah dari seluruh spesimen tanah yang telah distabilisasi dapat dilihat di dalam Lampiran II B.2. Nilai swelling dari seluruh
Nilai Swelling CBR (%)
campuran tanah dengan bahan stabilisasi dapat dilihat pada Gambar 4.11.
4
3
2.35 2
1.84 1.54
1.62
1.81 1.8
1.84 1
1.05
1.26
2.54
1.9
1.45
0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Curing 7 Hari
Curing 14 Hari
Gambar 4.11 Grafik Nilai Swelling CBR Tanah Stabilisasi.
Dari Gambar 4.11 diketahui bahwa tanah stabilisasi dengan waktu curing 14 hari mempunyai nilai swelling yang lebih baik dari pada tanah dengan waktu curing 7 hari. Semakin rendah nilai swelling maka stabilisasi tanah ekspansif dapat dikatakan semakin bagus. Dari grafik juga dilihat bahwa jika dibandingkan dengan nilai swelling tanah asli yang mempunyai nilai 1,84 %, campuran sekam sebesar 3 %, 6 %, dan 9 % dengan waktu curing 7 hari dapat menurunkan nilai swelling menjadi sebesar 1,54 %, 1,62 %, dan 1,81 %.
IV - 20
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
Setelah melalui masa curing dan masa perendaman, seluruh campuran tanah stabilisasi diangkat dari bejana dan diuji dengan mesin CBR. Perhitungan CBR secara lengkap dapat dilihat di dalam Lampiran II B.2.1.2 dan B.2.2. Hasil dari pengujian CBR tanah yang sudah dicampur dengan kapur dan abu sekam padi dengan waktu curing 7 hari dan 14 hari dapat dilihat pada Gambar 4.12.
9.49
10
Harga CBR (%)
9 8 7
6.31 5.15
6
6.09
5 4.14
4 3
5.33
4.86
4.46
2.13
2 1
6.8
2.85 2.13
Curing 7 Hari
Curing 14 Hari
0 0
3
6
9
12
15
Variasi Kadar Abu Sekam (%)* Gambar 4.12 Grafik Pengujian CBR Tanah Stabilisasi
Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa seluruh tanah hasil stabilisasi mengalami peningkatan nilai CBR jika dibandingkan dengan tanah asli. Peningkatan nilai CBR secara bertahap ini terjadi pada kedua waktu curing. Pada tanah dengan waktu curing 7 hari peningkatan nilai CBR secara berturut-turut yaitu sebesar 4,14 %, 5,15 %, 6,31 %, pada campuran sekam 3 %, 6 %, dan 9 %. Pada saat campuran sekam mencapai 12 % dan 15 %, tanah mengalami penurunan nilai CBR menjadi sebesar 4,86 % dan 4,46 %. Sedangkan pada waktu curing 14 hari, tanah terus menunjukan peningkatan nilai CBR sampai mencapai nilai 9,49 % dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan.
IV - 21
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.2.2.3 Pengujian Kembang Bebas (Free Swell Test) Pengujian free swell hanya dilakukan pada campuran kapur 4 %, abu sekam padi 9 %, karena pada nilai CBR tersebut sudah dapat digunakan untuk pondasi tanah dasar (Sub grade) pada proyek jalan Perumahan Sentosa Cikarang. Pengujian dilakukan dengan memakai satu spesimen saja. Setelah melalui masa curing, spesimen ini direndam selama 3 hari di dalam alat consolidometer dan diukur pengembangan tanahnya tanpa dibebani dengan dial penetrasi. Pengukuran dilakukan selama 3x24 jam (3 hari) dan diukur tiap 24 jam seperti pengujian free swell tanah asli. Hasil dari pengujian free swell tanah stabilisasi dapat dilihat dan dibandingkan pada Gambar 4.13.
Nilai Free Swell (%)
12
11.11 9.92
8
7.76 4.4
4
3.24
4
0 0
24
Tanah Asli
48 Time (hours)
72
96
Tanah+4% kapur+9 % sekam,Curing 14 hari
Gambar 4.13 Grafik Pengujian Free Swell Tanah Stabilisasi (Curing 14 hari).
Dari Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa tanah stabilisasi dengan kadar kapur 4 % dan kadar abu sekam padi 9 %, mampu memperbaiki sifat swelling tanah ekspansif yang besar. Pada saat perendaman selama 24 jam (1 hari), tanah stabilisasi mengembang sebesar 3,24 % dari ukuran semula. Saat waktu perendaman sudah mencapai 48 jam (2 hari), tanah stabilisasi mengembang sebesar 4 % dari ukuran semula Terakhir tanah hasil stabilisasi mengembang sebesar 4,4 % dari ukuran semula dan selanjutnya tidak mengalami pengembangan lagi.
IV - 22
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
4.2.2.4 Pengujian Triaksial UU (Triaxial Unconsolidated Undrained) Sama seperti pada pengujian free swell tanah stabilisasi, pengujian triaksial tak terdrainasi dan tak terkonsolidasi di lakukan pada kadar abu sekam sebesar 9 % setelah masa curing selama 14 hari. Untuk pengujian triaksial, spesimen yang dibuat yaitu sebanyak 3 buah untuk diberikan tekanan sel (σ3) yang berbeda-beda yaitu masing-masing sebesar 1 kg/cm2, 2 kg/cm2, dan 3 kg/cm2. Perhitungan dari hasil pengujian tersebut dapat di lihat pada lampiran II B.3. Pada perhitungan masing – masing spesimen didapat nilai pusat dan radius lingkaran mohr, pada lingkaran mohr pertama nilai pusatnya adalah 2,8 dan radiusnya 1,8 sedangkan pada lingkaran mohr kedua nilai pusatnya adalah 3,51 dan radiusnya 1,57 dan pada lingkaran mohr yang ketiga nilai pusatnya adalah 4,88 dan radiusnya 1,88. Dari ketiga lingkaran mohr tersebut dapat di plot kedalam grafik 4.14.
Regangan,τ (kg/cm2)
4
Garis Keruntuhan
3
θ = 5˚
c = 1,53 4.88, 1.88
3.57, 1.57
2.8, 1.8 2 1 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Tegangan, σ (kg/cm2)
Gambar 4.14 Gambar lingkaran mohr tanah stabilisasi ( curing 14 hari ).
4.3
Analisa Tanah Stabilisasi yang Optimum Dari pengujian CBR soaked yang telah dilakukan, pada pengujian CBR
dengan masa curing 14 hari tidak mendapatkan nilai yang optimal, semakin ditambah kadar sekamnya nilai CBR semakin naik. Namun pada pengujian CBR dengan masa curing 7 hari didapatkan nilai CBR yang optimal pada campuran kapur 4 % dan sekam 9 %, maka untuk harga CBR yang digunakan untuk jalan kelas perumahan diambil nilai CBR sebesar 6 %. Dimana pada pengujian CBR dengan masa curing 14 hari diambil nilai CBR sebesar 6,06 % pada campuran kapur 4 % dan sekam 9 %,
IV - 23
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
sedangkan pada curing 7 hari terdapat nilai yang optimal pada campuran kapur 4 % dan sekam 9 % sebesar 6,31 %. Tanah yang mempunyai nilai CBR yang optimal tersebut kemudian dibandingkan dengan tanah asli dari sisi index properties dan engineering properties. Perbandingan dari tanah stabilisasi dan tanah asli dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.5 Resume Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi Optimal
Optimum
Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi Optimum Sebelumnya
2,67
1,99
2,63
26,4
27
47
67,2
63
31
9,7
12,33
-
40,8
36
16
Γd (gr/cm3)
1,61
1,77
1,705
c (kg/cm2)
0,65
1,53
-
θ(˚)
6,95
5
-
11,11
4,4
-
Nilai Swelling(%)
1,84
1,45
0,48
Nilai CBR (%)
2,13
6,09
73
Pengujian
Berat Jenis
Gs (gr/cm3) Batas Plastis, PL (%)
Atterberg Limit
Batas Cair, LL (%) Batas Susut, SL (%) Indeks Plastisitas, PI, (%)
Standard Proctor Test
Hasil Pengujian Tanah Asli
Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi
Triaksial UU
Free Swell Test CBR soaked Test
Nilai Free Swell (%)
Dari Tabel 4.5 tersebut dapat dianalisis beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1.
Pada pengujian berat jenis tanah asli dihasilkan berat jenis sebesar 2,67 % dan setelah mengalami pencampuran dengan abu sekam padi dan kapur, terlihat bahwa berat jenis tanah turun menjadi sebesar 1,99 %. Dari peneliti sebelumnya pada lokasi yang sama (Turmudi, 2008), diketahui pula bahwa semakin banyak bahan tambahan yang sifatnya mempunyai berat jenis lebih kecil dari pada tanah
IV - 24
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
asli itu sendiri maka berat jenis campuran tanah tersebut juga akan semakin mengecil. 2.
Pada pengujian batas plastis (PL) diketahui bahwa batas plastis tanah asli meningkat dari 26,4 % menjadi sebesar 27 %. Dari pengujian yang dilakukan peneliti sebelumnya (Turmudi, 2008) juga dengan kadar kapur optimal yaitu sebesar 8 % dapat menaikkan batas plastis dari 27 % hingga menjadi 31 %. Semakin besar nilai batas plastis akibat bahan stabilisasi maka perbaikan tanah semakin bagus.
3.
Pada pengujian batas cair (LL) diketahui bahwa campuran tanah dengan 9 % sekam dapat menurunkan harga batas cair semula 67,2 % menjadi 63 %. Berdasarkan pengujian batas cair yang dilakukkan oleh Turmudi, diketahui bahwa kadar 8 % yang optimal dari kapur mampu menurunkan batas cair dari semula sebesar 68,5 % menjadi 47 %.
4.
Dari pengujian batas susut diketahui bahwa tanah asli mengalami peningkatan harga batas susut dari semula sebesar 9,7 % menjadi 12,33 %. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa derajat keekspansifan dapat dikatakan sangat tinggi apabila batas susut yang didapatkan lebih dari 11 % (>11).
5.
Indeks plastisitas (IP) yang didapatkan dari pengujian tanah campuran 9 % sekam mengalami penurunan dari semula sebesar 40,8 % menjadi 36 %. Telah diketahui sebelumnya bahwa semakin besar indeks plastisitas tanah, maka tanah akan semakin bersifat ekspansif. Dari pengujian yang dilakukan oleh Turmudi dengan kadar 8 % kapur, harga indeks plastisitas dapat diturunkan dari semula sebesar 41,5 % menjadi 16 %.
6.
Dari keseluruhan pengujian tanah campuran, rata-rata bahan stabilisasi tidak mampu memperbaiki sifat indeks properties tanah yang diujikan.
7.
Dari pengujian pemadatan standard dengan kadar air 22 %, tanah dengan campuran 9 % sekam padi dapat menaikan kepadatan keringnya, dari 1,61 gr/cm3 menjadi 1,77 gr/cm3. Maka dapat diketahui bahwa, tiap campuran dengan komposisi yang berbeda mempunyai kadar air optimal yang berbeda pula untuk mencapai kepadatan yang maksimal.
8.
Dari pengujian triaksial didapatkan bahwa tanah yang diujikkan mengalami penurunan pada sudut gesernya. Nilai kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam
IV - 25
BAB IV Analisis Hasil Pengujian
tanah (º) yang semula secara berturut-turut sebesar 0,65 kg/cm2 dan 6,95˚ menjadi sebesar 1,53 kg/cm2 dan 5˚. 9.
Pada pengujian free swell, tanah dengan campuran sekam sebanyak 9 % dianggap mampu menurunkan sifat kembang bebas tanah dari semula sebesar 11,11 % menjadi 4,4 %.
10. Dari pengujian CBR terendam, diketahui bahwa swelling tanah mampu menurunkan swelling tanah asli dari semula sebesar 1,84 % menjadi 1,45 %. 11. Dari penelitian ini didapatkan bahwa campuran kapur da abu sekam padi sebesar 9 % dapat menaikan nilai CBR tanah asli dari yang semula sebesar 2,13 % menjadi 6,06 dan pada akhirnya diharapkan tanah tersebut sudah dapat digunakan sebagai lapis permukaan tanah dasar (sub grade).[]
IV - 26
BAB V Kesimpulan dan Saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap tanah ekpansif dari
proyek perumahan Sentosa Cikarang yang telah diujikan pada tanah asli (tanpa campuran) maupun tanah yang dicampur dengan abu sekam padi dan kapur sebagai bahan stabilisasi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Dari hasil klasifikasi USCS dengan mencocokkan harga batas cair (LL) dan plastisitas indeks (PI) maka tanah asli diklasifikasikan dengan simbol CH yaitu lempung anorganik dengan plastisitas tinggi atau lempung gemuk (fat clay).
2.
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa tanah asli dapat dikategorikan lempung ekspansif dengan derajat yang tinggi sampai dengan sangat tinggi.
3.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada tanah asli yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi, dapat disimpulkan bahwa abu sekam padi dan kapur tidak terlalu berpengaruh terhadap sifat-sifat indeks properties tanah.
4.
Setiap bahan tambahan sebagai bahan stabilisasi ditambahkan ke dalam tanah asli, maka tanah asli itu akan mengalami perubahan kepadatan kering dan kadar air optimalnya juga mengalami perubahan.
5.
Spesimen dengan waktu curing 7 hari dapat mencapai nilai CBR yang optimal pada kadar sekam 9% dengan harga CBR optimal sebesar 6,31%. Sedangkan pada waktu curing 14 hari grafik CBR tidak menunjukan nilai optimal bahkan terus menunjukan peningkatan dan mencapai harga CBR 9,49% pada kadar sekam 15%.
6.
Dalam pengujian ini pada campuran kapur dan abu sekam padi pada masa curing 14 hari tidak didapat nilai optimal yang diharapkan pada pengujian CBR, yang ternyata nilai optimal CBR didapat pada pada kadar sekam 9% masa curing 7 hari. Jadi pada pengujian yang telah dilakukan tidak sesuai dengan referensi pengujian yang telah dilakukan sebelumnya.
V-1
V-1
BAB V Kesimpulan dan Saran
7.
Penggunaan kapur dan abu sekam padi dapat merubah sifat fisik tanah dasar dan juga pada pekerjaan stabilisasi tanah, terutama pada pembuatan jalan sangatlah ekonomis.
8.
Sifat fisis tanah yang terlihat pada saat tanah mengalami pencampuran dengan kapur dan abu sekam padi yaitu; -
Tanah mempunyai karakteristik yang hampir mirip seperti pasir;
-
Tanah terlihat lebih pekat warnanya karena pengaruh abu sekam yang mempunyai warna hitam yang pekat;
-
Kelengketan tanah berkurang;
-
Tanah seperti kurang memiliki daya serap terhadap air;
-
Jika didiamkan dalam waktu yang cukup lama, tanah akan mengalami pengerasan dan penggumpalan;
-
Tanah yang telah mengalami pencampuran mempunyai aroma seperti arang atau bau seperti hangus terbakar.
5.2
Saran Pada kesimpulan yang penulis dapatkan dari pengujian ternyata tidak sesuai
dengan hipotesa, padahal dalam hal ini penulis sudah berusaha mengantisipasi kesalahan sehingga penulis ingin menyampaikan saran kepada peneliti selanjutnya. Adapun saran yang ingin diberikan penulis adalah sebagai berikut : 1.
Untuk pengambilan sample yang akan diuji di laboratorium, disarankan untuk mengambil sample yang bersih dari sampah dengan cara menggali tanah sedalam 30 cm dari permukaan tanah.
2.
Pilih sampel tanah yang bentuknya tidak berupa bongkahan besar karena akan sulit dalam proses penghalusannya dengan palu karet. Pilihlah sampel tanah yang terlihat lebih halus.
3.
Sehubungan dengan keberadaan tanah ekspansif sangat peka terhadap perubahan kadar air, maka sebelum pelaksanaan di lapangan terlebih dahulu diperlukan penelitian pendahuluan di laboratorium, mengenai batas-batas atterberg, analisis butiran tanah, pengukuran pengembangan, sehingga dapat mengidentifikasi tanah ekspansif (sifat kembang susut), dimana kerugian yang akan ditimbulkan akibat perilaku tanah tersebut dapat diantisipasi sedini
V-2
BAB V Kesimpulan dan Saran
mungkin serta memperkecil bahkan menghilangkan faktor kesalahan dari setiap pengujian yang akan dilakukan. 4.
Untuk melakukan pengujian selanjutnya peneliti harus terlebih dahulu mempersiapkan dan memeriksa alat yang ada pada laboratorium agar tidak mempengaruhi hasil dari pengujian yang dilakukan.
5.
Untuk pengujian yang sifatnya mencetak tanah dari spesimen tanah yang telah ditumbuk dengan prinsip pemadatan, hendaknya mengurangi cara yang dapat menimbulkan getaran pada spesimen untuk mengurangi kerusakan pada spesimen yang akan dicetak.
6.
Untuk mendapatkan kepadatan yang maksimal dari spesimen yang akan dibuat, hendaknya peneliti langsung memadatkan tanah tanpa diperam saat tanah telah mengalami pencampuran dengan air, kapur, dan abu sekam padi.
7.
Untuk penelitian selanjutnya dicoba pemakaian persentase kapur yang sama dengan campuran yang berbeda untuk mengetahui nilai optimal.[]
V-3
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Testing and Materials.1982. ASTM Standards, Part 19. Philadelpia, Pa. Idrus.1991. Stabilisasi pada Lempung Losari dengan Kapur dan Semen. Laporan Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung : Bandung. Jitno, Hendra.1996. Tanah Ekspansif, Problem, dan Solusinya, Institut Teknologi Bandung : Bandung. Koordinator Laboratorium Teknik Sipil.2001. Petunjuk Praktikum Mekanika Tanah, Universitas Mercu Buana : Jakarta. Laporan Penyelidikan Tanah.2008. Proyek Jalan Parang Tritis Ancol. M. Das, Braja.1985. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1 dan 2, Erlangga : Jakarta. Nasution, Syarifuddin.1996. Perbaikan Tanah, Institut Teknologi Bandung : Bandung. Rahadian, Hedy dan Adyawati.1996. Penanggulangan Kerusakan Jalan Di Atas Tanah Ekspansif, Institut Teknologi Bandung : Bandung. Setiawan, Heru.2002. Penelitian tentang Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif sebagai Lapis Pondasi Atas Menggunakan CTB (Cement Treated Bases) pada Jalan Desa Brayu Blondong – Temu Ireng Kecamatan Dawar Blondong Kabupaten Mojokerto, Universitas Brawijaya : Malang.
Susilo, Budi dkk.1996. Pengaruh Penggunakan Consolid 444 (C-444) dan Semen Portland + Geosta – A terhadap Daya kembang Lempung Ekspansif Rawa Bebek Bekasi, Institut Teknologi Bandung : Bandung. Tandiary, Herman dan Pao yong.2002. Pengaruh Pencampuran Abu Sekam Padi dan Kapur Terhadap Kestabilan Tanah Ekspansif, Universitas Petra (digilib.petra.com) : Surabaya. Tauhid, Ade dkk.1982. Laporan Pengujian Mekanika Tanah, Universitas Indonesia : Depok. Tresna Jaya, Agus dan Deni Setiawan.2002. Pengaruh Pencampuran Abu Sekam Padi dan Kapur Terhadap Kestabilan Tanah Ekspansif, Universitas Petra (digilib.petra.com) : Surabaya. Turmudi.2008. Analisa Pengaruh Pencampuran Kapur sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Ekspansif pada Lapisan Tanah Permukaan Jalan Raya (Studi Kasus Perumahan Sentosa Cikarang), Universitas Mercu Buana : Jakarta. Vidayanti, Desiana.2005. Modul Mata Kuliah Mekanika Tanah dan Modul Mata Kuliah Metode Perbaikan Tanah, Universitas Mercu Buana : Jakarta.
Lampiran I
Lampiran I : A.
Data-Data Pengujian Index Properties Tanah Asli :
A.1 Pengujian Kadar Air (Water Content) Spesimen 1 W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 38,8 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 32 gr
WI =
=
W 2 −W3 Mw 38,8 − 32 x100% x 100% = x 100% = W 3 − W1 Ms 32 − 10
6,8 x100% = 30,9% 22
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 39 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 33 gr WII = =
W 2 −W3 Mw 39 − 33 x100% = x100% = x100% W 3 − W1 Ms 33 − 10 6 x100% = 26,1% 23
W rata-rata =
WI + WII 30,9% + 26,1% x100% = x100% = 28,5% 2 2
A.2 Pengujian Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) Spesimen 1
W1 = Berat piknometer = 34,8 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 58,2 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 145,5 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 131 gr GS I =
W 2 − W1 58,2 − 34,8 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (131 − 34,8) − (145,5 − 58,2)
= 23 , 4 = 2 , 63 gr cm 3 8 ,9
Spesimen 2
W1 = Berat piknometer = 32 gr
Lampiran I
W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 58 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 140 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 123,6 gr
GS II = =
58 − 32 W 2 − W1 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (123,6 − 32) − (140 − 58) 26 = 2,71 gr cm 3 9,6
Persentase Kesalahan
2,63 − 2,71 0,08 GsI − GsII x100% = x100% = 2,99 % x100% = (GsI + GsII ) : 2 2,67 (2,63 + 2,71) : 2 GS rata-rata =
GSI + GSII 2,63 + 2,71 = = 2,67 gr cm 3 2 2
A.3 Pengujian Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit)
Pengujian batas-batas atterberg terdiri dari pengujian batas plastis (Plastic Limit), batas cair (Liquid Limit), dan batas susut (Shrinkage Limit).
A.3.1 Batas Plastis (Plastic Limit) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,7 gr W 2 −W3 Mw 44 − 39,7 x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 39,7 − 24
PL I = =
4,3 x100% = 27% 15,7
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,9 gr
PL II =
W 2 −W3 Mw 44 − 39,9 x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 39,9 − 24
Lampiran I
=
4,1 x100% = 25,79% 15,9
PL rata-rata =
PLI + PLII 27 + 25,79 52,79 = 26,395% = 26,4% = = 2 2 2
A.3.2 Batas Cair (Liquid Limit) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 27 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,6 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 24,8 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 = =
34,6 − 24,8 W 2 −W3 Mw x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 24,8 − 10 9,8 x100% = 66,22% 14,8
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 22 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,2 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 35,4 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W2 = =
W 2 −W3 Mw 35,4 − 25 x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 25 − 10,2 10,4 x100% = 70,27% 14,8
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 29 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 35 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25,4 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 =
W 2 −W3 Mw 35 − 25,4 x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 25,4 − 10
Lampiran I
=
9,6 x100% = 62,34% 15,4
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 21 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 35,6 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
W 2 −W3 Mw 35,6 − 25 x100% = x100% x100% = W 3 − W1 Ms 25 − 10 10,6 x100% = 70,67 % 15
A.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 24,6 gr Wd = Berat tanah kering = 14,8 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 217 gr = = 16,25 cm 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 3
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah =
Whg1 − Whg 2 454 gr − 338,5 gr 115,5 gr = = = 8,65 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SL I =
(24 ,6 − 14 ,8 ) − (16 ,25 − 8,65 ).1 × 100 % = 8,94 %
Ww
24 ,6
Shrinkage Ratio( SRI ) =
Wd 14,8 gr = = 1,71 gr cm 3 3 Vd 8,65cm
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 25,2 gr Wd = Berat tanah kering = 14,8 gr
Lampiran I
Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 214,8 gr = = 16,09 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah =
Whg1 − Whg 2 454 gr − 340,9 gr 113,1 gr = = = 8,47 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
(Ww
SL II =
− Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(25,2 − 14,8) − (16,09 − 8,47 ).1 × 100 % = 11,03%
SL II =
25,2
Shrinkage Ratio( SRII ) =
Wd 14,8 gr = = 1,75 gr cm 3 3 Vd 8,47cm
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 25 gr Wd = Berat tanah kering = 15,4 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 215,5 gr = = 16,14 cm 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 3
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah =
Whg1 − Whg 2 454 gr − 342,5 gr 111,5 gr = = = 8,35 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SLIII =
SL III =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100% Ww
(25 − 15 , 4 ) − (16 ,14 − 8,35 ).1 × 100 % = 7 ,24 % 25
Shrinkage Ratio( SRIII ) =
Wd 15,4 gr = = 1,84 gr cm 3 3 Vd 8,35cm
Lampiran I
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 25,6 gr Wd = Berat tanah kering = 15 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 213,5 gr = = 15,99 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah
Whg1 − Whg 2 454 gr − 344,3 gr 109,7 gr = = = 8,22 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLIV =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SL IV =
(25,6 − 15 ) − (15,99 − 8,22 ).1 × 100 % = 11,05%
Ww
25,6
Shrinkage Ratio( SRIV ) =
Wd 15 gr = = 1,82 gr cm 3 3 Vd 8,22cm
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (8,94 + 11,03 + 7,24 + 11,05) % : 4 = 9,56 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,71 + 1,75 + 1,84 + 1,82) gr/cm3 : 4 = 1,78 gr/cm3
A.4 Hasil Pengujian Index Properties Tanah Asli Pengujian
Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
Hasil
30,9
26,1
-
-
28,5
Berat Jenis, Gs (gr/cm )
2,63
2,71
-
-
2,67
Batas Plastis, PL (%)
27
25,79
-
-
26,4
Batas Cair, Wc (%)
66,22
70,27
62,34
70,67
67,2
Batas Susut, SL (%)
8,94
11,03
7,24
11,05
9,56
Rasio Susut, SR (gr/cm3)
1,71
1,75
1,84
1,82
1,78
Kadar Air, Wc (%) 3
Lampiran I
Indeks Plastisitas, PI (%)
Indeks Kecairan, LI(%)
PI = LL – PL, di mana LL yaitu pada saat 25 pukulan dan PL yaitu hasil rata-rata dari keempat spesimen
LI =
Wn − PL , di mana Wn = kadar air natural dan PL PI
40,8
0,04
yaitu rata-rata keempat spesimen Analisa Saringan (%)
B.
Tanah yang lolos saringan nomor 200 ASTM
Data-Data Pengujian Engineering Properties Tanah Asli :
B.1 Pengujian Pemadatan Standard (Standard Proctor Test) Data alat :
Berat mold
= 1798 gr
Berat base plate = 1912 gr Tinggi mold (t) = 11,7 cm Diameter mold
= 10,1 cm, r = 5 cm
Volume mold
= π . r2 . t = 3,14 . 52 . 11,7 = 918,45 cm3
γ
= Berat volume basah (gr/cm3)
W = Berat tanah padat dalam cetakan (gr) V = Volume cetakan (cm3) w = Kadar air (%) γd = Berat volume kering (gr/cm3)
1. Kadar air 0 % γ =
W 1420 gr = = 1,55 gr cm 3 V 918,45 cm 3
γ
γd = 1+
w(%) 100
=
1,55 1,55 = = 1,55 gr cm 3 0 1+ 0 1+ 100
2. Kadar air 4 % γ =
1516 gr W = 1,65 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,65 = 1,58 gr cm 3 4 1+ 100
94,93
Lampiran I
3. Kadar air 8 % γ =
1584 gr W = 1,72 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,72 = 1,59 gr cm 3 8 1+ 100
4. Kadar air 12 % γ =
1590 gr W = 1,73 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,73 = 1,54 gr cm 3 12 1+ 100
5. Kadar air 16 % γ = γd =
W 1667 gr = 1,81 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ W (%) 1+ 100
=
1,81 = 1,56 gr cm 3 16 1+ 100
6. Kadar air 20 % γ =
1725 gr W = 1,88 gr cm 3 = V 918,45 cm 3
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,88 = 1,57 gr cm 3 20 1+ 100
7. Kadar air 22 % γ =
1809 gr W = 1,97 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,97 = 1,61 gr cm 3 22 1+ 100
8. Kadar air 23 % γ =
W 1802 gr = 1,96 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,96 = 1,59 gr cm 3 23 1+ 100
Lampiran I
9. Kadar air 25 % γ =
1797 gr W = 1,96 gr cm 3 = 3 V 918,45 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
1,96 = 1,56 gr cm 3 25 1+ 100
Zero Air Void (ZAV)
GS = Berat jenis tanah ( gr cm 3 ) W = Kadar air (%) γw = Berat volume air = 1 gr cm 3 ZAV(w = 0 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 2,67 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (0 x 2,67) / 100
ZAV(w = 4 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 2,41 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (4 x 2,67) / 100
ZAV(w = 8 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 2,2 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (8 x 2,67) / 100
ZAV(w = 12 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 2,02 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (12 x 2,67) / 100
ZAV(w = 16 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,89 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (16 x 2,67) / 100
ZAV(w = 20 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,74 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (20 x 2,67) / 100
ZAV(w = 22 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,68 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (22 x 2,67) / 100
ZAV(w = 23 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,65 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (23x 2,67) / 100
ZAV(w = 25 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,60 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (25 x 2,67) / 100
ZAV(w = 28 %)=
GS .γw 2,67.1 = = 1,53 gr cm 3 1 + (W .GS ) / Sr 1 + (28 x 2,67) / 100
Lampiran I
B.2 Pengujian Triaksial UU (Triaxial Test Unconsolidated Undrained) Spesimen 1
Tinggi sampel awal = Lo = 7,56 cm Diameter sampel awal = d = 3,18 cm, r = 1,59 cm Berat cincin = 116,1 gr Berat tanah basah = 164,5 gr Luas penampang awal = Ao = π . r2 . Lo = 3,14 . 1,59 2 . 7,56 = 60,01 cm2 Tekanan sel = σ 3 = 1 kg/cm2 B.2.1 Hasil Pengujian Triaksial (Spesimen 1) Correct Area
Deformasi
Load
Sample
Unit
Area
dial
Dial
deformation
strain
correction
reading
Reading
(∆L)
(e)
factor
(x 10 3)
(P)
Dalam cm
∆L/Lo
(1 – (∆L/Lo))
25
4,3
0,025
0,0033
0,9967
60,21
0,07
50
6,2
0,05
0,0066
0,9934
60,41
0,10
75
7,4
0,075
0,0099
0,9901
60,61
0,12
100
8,7
0,1
0,0132
0,9868
60,81
0,14
125
9,7
0,125
0,0165
0,9835
61,02
0,16
150
10,5
0,15
0,0198
0,9802
61,22
0,17
175
11,3
0,175
0,0231
0,9769
61,43
0,18
200
12,1
0,2
0,0264
0,9736
61,64
0,20
225
12,7
0,225
0,0297
0,9703
61,85
0,21
250
13,3
0,25
0,033
0,967
62,06
0,21
275
13,8
0,275
0,0363
0,9637
62,27
0,22
300
14,3
0,3
0,0396
0,9604
62,48
0,23
325
14,8
0,325
0,0429
0,9571
62,69
0,24
350
15,1
0,35
0,0462
0,9538
62,92
0,24
375
15,4
0,375
0,0496
0,9504
63,14
0,24
400
15,7
0,4
0,0529
0,9471
63,36
0,25
425
15,9
0,425
0,0562
0,9438
63,58
0,25
450
16,2
0,45
0,0595
0,9405
63,81
0,25
475
16,3
0,475
0,0628
0,9372
64,03
0,25
(A)
Deviator
Sq.in.cm
Stress (∆σ)
Ao
P/A
(1 – (∆L/Lo))
Lampiran I
500
16,7
0,5
0,0661
0,9339
64,26
0,26
525
16,8
0,525
0,0694
0,9306
64,48
0,26
550
17,1
0,55
0,0727
0,9273
64,71
0,26
575
17,2
0,575
0,076
0,924
64,95
0,26
600
17,4
0,6
0,0794
0,9206
65,19
0,27
625
17,5
0,625
0,0827
0,9173
65,42
0,27
650
17,5
0,65
0,0859
0,9141
65,65
0,27
675
17,7
0,675
0,0893
0,9107
65,89
0,27
700
17,8
0,7
0,0926
0,9074
66,13
0,27
725
17,9
0,725
0,0959
0,9041
66,37
0,27
750
17,9
0,75
0,0992
0,9008
66,62
0,27
775
18
0,775
0,1025
0,8975
66,86
0,27
800
18
0,8
0,1058
0,8942
67,11
0,27
825
18
0,825
0,1091
0,8909
67,36
0,27
Grafik Hubungan antara Regangan dan Tegangan Tanah Asli (Spesimen 1) 0,3
Tegangan
0,2
0,1
0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Regangan
Dari hasil pengujian triaksial, didapatkan nilai : P runtuh = 18 kg A runtuh = 67,36 cm2
0,6
0,7
0,8
0,9
Lampiran I
∆σ = (σ1 – σ3)
P = (σ 1 − σ 3 ) A 18kg = σ 1 − 1 kg cm 2 2 67,36cm
(
)
(
0,27 kg cm 2 = σ 1 − 1 kg cm 2
)
σ 1 = 0,27 kg cm 2 + 1 kg cm 2 σ 1 = 1,27 kg cm 2 Pusat dan radius lingkaran I : Pusat =
σ1 + σ 3
Radius =
2
1,27 kg cm 2 + 1 kg cm 2 2,27 kg cm 2 = = 1,14 kg cm 2 2 2
=
σ1 −σ 3 2
=
1,27 kg cm 2 − 1 kg cm 2 0,27 kg cm 2 = = 0,14 kg cm 2 2 2
Spesimen 2
Tinggi sampel awal = Lo = 7,56 cm Diameter sampel awal = d = 3,18 cm, r = 1,59 cm Berat cincin = 116,1 gr Berat tanah basah = 165,5 gr Luas penampang awal = Ao = π . r2 . Lo = 3,14 . 1,59 2 . 7,56 = 60,01 cm2 Tekanan sel = σ 3 = 2 kg/cm2
B.2.2 Hasil Pengujian Triaksial (Spesimen 2)
Deformasi
Load
Sample
Unit
Area
Correct Area
dial
Dial
deformation
strain
correction
(A)
Deviator
reading
Reading
(∆L)
(e)
factor
Sq.in.cm
Stress (∆σ)
(x 10 3)
(P)
Dalam cm
∆L/Lo
(1 – (∆L/Lo))
Ao
P/A
(1 – (∆L/Lo))
25
1,7
0,025
0,0033
0,9967
60,21
0,03
50
1,9
0,05
0,0066
0,9934
60,41
0,03
75
2,2
0,075
0,0099
0,9901
60,61
0,04
Lampiran I
100
4,2
0,1
0,0132
0,9868
60,81
0,07
125
6,2
0,125
0,0165
0,9835
61,02
0,10
150
7,7
0,15
0,0198
0,9802
61,22
0,13
175
9,1
0,175
0,0231
0,9769
61,43
0,15
200
10,3
0,2
0,0264
0,9736
61,64
0,17
225
11,5
0,225
0,0297
0,9703
61,85
0,19
250
12,5
0,25
0,033
0,967
62,06
0,20
275
13,5
0,275
0,0363
0,9637
62,27
0,22
300
14,5
0,3
0,0396
0,9604
62,48
0,23
325
15,3
0,325
0,0429
0,9571
62,69
0,24
350
16,1
0,35
0,0462
0,9538
62,92
0,26
375
16,7
0,375
0,0496
0,9504
63,14
0,26
400
17,2
0,4
0,0529
0,9471
63,36
0,27
425
17,7
0,425
0,0562
0,9438
63,58
0,28
450
18,2
0,45
0,0595
0,9405
63,81
0,29
475
18,7
0,475
0,0628
0,9372
64,03
0,29
500
19,3
0,5
0,0661
0,9339
64,26
0,30
525
19,7
0,525
0,0694
0,9306
64,48
0,31
550
20,2
0,55
0,0727
0,9273
64,71
0,31
575
20,5
0,575
0,076
0,924
64,95
0,32
600
20,8
0,6
0,0794
0,9206
65,19
0,32
625
21,1
0,625
0,0827
0,9173
65,42
0,32
650
21,3
0,65
0,0859
0,9141
65,65
0,32
675
21,5
0,675
0,0893
0,9107
65,89
0,33
700
21,8
0,7
0,0926
0,9074
66,13
0,33
725
22
0,725
0,0959
0,9041
66,37
0,33
750
22,2
0,75
0,0992
0,9008
66,62
0,33
775
22,2
0,775
0,1025
0,8975
66,86
0,33
800
22,3
0,8
0,1058
0,8942
67,11
0,33
825
22,5
0,825
0,1091
0,8909
67,36
0,33
850
22,5
0,85
0,1124
0,8876
67,61
0,33
875
22,5
0,875
0,1157
0,8843
67,86
0,33
Lampiran I
Grafik Hubungan antara Regangan dan Tegangan Tanah Asli (Spesimen2) 0,4
Regangan
0,3
0,2
0,1
0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Tegangan
Dari hasil pengujian triaksial, didapatkan nilai : P runtuh = 22,5 kg A runtuh = 67,86 cm2 ∆σ = (σ1 – σ3) P = (σ 1 − σ 3 ) A 22 ,5 kg = σ 1 − 2 kg cm 2 2 67 ,86 cm
(
(
)
0,33 kg cm 2 = σ 1 − 2 kg cm 2
)
σ 1 = 0,33 kg cm 2 + 2 kg cm 2 σ 1 = 2,33 kg cm 2 Pusat dan radius lingkaran II :
σ1 + σ 3
2,33 kg cm 2 + 2 kg cm 2 4,33 kg cm 2 = = 2,17 kg cm 2 2 2 2 σ − σ 3 2,33 kg cm 2 − 2 kg cm 2 0,33 kg cm 2 Radius = 1 = = = 0,17 kg cm 2 2 2 2 Pusat =
=
B.3 Pengujian Kembang Bebas (Free Swell Test) Spesimen 1
Tinggi tanah awal = to = 2,11 cm Diameter tanah = 5,89 cm, jari-jari = r = 2,94 cm Volume tanah awal = Vo = π x r2 x t = 3,14 x (2,94)2 x 2,11 = 57,27 cm3
1
Lampiran I
Berat tanah sebelum direndam = 192 gr Berat tanah sesudah direndam = 206 gr Berat tanah setelah dioven = 158,2 gr
% kadar air yang terserap =
205 − 158,2 x100% = 29.6% 158,2
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,26 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,26 = 61,34 cm3
% Nilai free swell tanah (24 jam) =
Vr − Vo 61,34 − 57,27 x100% = x100% = 7,11% Vo 57,27
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,34 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,34 = 63,51 cm3 % Nilai free swell tanah (48 jam) =
Vr − Vo 63,51 − 57,27 x100% = x100% = 10,89% Vo 57,27
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,39 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,39 = 64,87 cm3 % Nilai free swell tanah (72 jam) =
Vr − Vo 64,87 − 57,27 x100% = x100% = 13,27% Vo 57,27
Spesimen 2
Tinggi tanah = 1,9 cm Diameter tanah = 5,87 cm, jari-jari = r = 2,94 cm Volume tanah awal = volume tabung = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 1,9 = 51,57 cm3 Berat tanah sebelum direndam = 136 gr Berat tanah sesudah direndam = 146 gr Berat tanah setelah dioven = 113 gr
% kadar air yang terserap =
146 − 113 x100% = 29.2% 113
Lampiran I
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,06 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,06 = 55,91 cm3 % Nilai free swell tanah (24 jam) =
Vr − Vo 55,91 − 51,57 x100% = x100% = 8,42% Vo 51,57
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,07 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,07 = 56,18 cm3 % Nilai free swell tanah (48 jam) =
Vr − Vo 56,18 − 51,57 x100% = x100% = 8,94% Vo 51,57
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,07 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (2,94)2 x 2,07 = 56,18 cm3 % Nilai free swell tanah (72 jam) =
Vr − Vo 56,18 − 51,57 x100% = x100% = 8,94% Vo 51,57
Besar nilai free swell setiap 24 jam selama 3 hari didapat dari nilai rata-rata tiap spesimen: Nilai free swell 24 jam = (7,11 % + 8,42 %) : 2 = 7,76 % Nilai free swell 48 jam = (10,89 % + 8,94 %) : 2 = 9,92 % Nilai free swell 72 jam = (13,27 % + 8,94 %) : 2 = 11,11 %
B.4 Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio Soaked) B.4.1 Perhitungan Swelling CBR Terendam Swelling CBR Spesimen 1 :
Diameter tanah = 14,59 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah awal = to = 11,08 cm Volume tanah awal = Vo = π x r2 x to = 3,14 x (7,29)2 x 11,08 = 1848,95 cm3
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,22 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,22 = 1872,31 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
Lampiran I
=
1872,31 − 1848,95 x100% = 1,26% 1848,95
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,23 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,23 = 1873,98 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1873,98 − 1848,95 x100% = 1,35% 1848,95
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,27 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,27 = 1880,65 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1880,65 − 1848,95 x100% = 1,71% 1848,95
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,28 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,28 = 1882,32 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1882,32 − 1848,95 x100% = 1,80% 1848,95
Swelling CBR Spesimen 2 :
Diameter tanah = 14,59 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah = 11,08 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,29)2 x 11,08 = 1848,95 cm3
Lampiran I
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,24 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,24 = 1875,65 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
1875,65 − 1848,95 x100% = 1,44% 1848,95 b. Pengembangan 2 hari (48 jam) : =
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,26 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,26 = 1878,98 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1878,98 − 1848,95 x100% = 1,62% 1848,95
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,27 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,27 = 1880,65 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1880,65 − 1848,95 x100% = 1,71% 1848,95
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,29 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,29 = 1883,99 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1883,99 − 1848,95 x100% = 1,89% 1848,95
Lampiran I
Besar nilai swelling setiap 24 jam selama 4 hari didapat dari nilai rata-rata tiap spesimen: Nilai swelling 24 jam = (1,26 % + 1,44 %) : 2 = 1,35 % Nilai swelling 48 jam = (1,35 % + 1,62 %) : 2 = 1,48 % Nilai swelling 72 jam = (1,71 % + 1,71 %) : 2 = 1,71 % Nilai swelling 96 jam = (1,80 % + 1,89 %) : 2 = 1,84 %
B.4.2 Perhitungan CBR Machine Spesimen 1 :
Diameter tanah = 14,59 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah awal = to = 11,08 cm Volume tanah awal = Vo = π x r2 x to = 3,14 x (7,29)2 x 11,08 = 1848,95 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15800 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19820 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 4020 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19890 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 4090 gr
Kadar air : Cawan = w1 = 10 gr Tanah basah + cawan = w2 = 39,5 gr Tanah kering + cawan = w3= 33,5 gr w=
w2 − w3 39,5 − 33,5 x100% = x100% = 25,5% w3 − w1 33,5 − 10
B.4.1 Hasil Pengujian CBR Machine (Spesimen 1) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
4
34,00
0,5
0,025
5
42,50
1
0,05
6
51,00
Lampiran I
1,5
0,075
6,5
55,25
2
0,10
7,5
63,75
3
0,15
9
76,50
4
0,20
10,1
85,85
6
0,30
12,9
109,65
8
0,40
15,5
131,75
10
0,50
18,1
153,85
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
63,75 x100 = 2,125 % 3 x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
85,85 x100 = 1,91 % 3 x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar 2,02 %.
Spesimen 2 :
Diameter tanah = 14,59 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah = 11,08 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,29)2 x 11,08 = 1848,95 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15800 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19829,5 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 4029,5 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19915 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 4115 gr
Kadar air : Cawan = w1 = 10 gr Tanah basah + cawan = w2 = 39,2 gr Tanah kering + cawan = w3= 34 gr w=
w2 − w3 39,2 − 34 x100% = x100% = 21,7% w3 − w1 34 − 10
Lampiran I
B.4.2 Hasil Pengujian CBR Machine (Spesimen 2) Waktu
Penurunan Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
5,5
46,75
0,5
0,025
6,1
51,85
1
0,05
6,6
56,10
1,5
0,075
7,2
61,20
2
0,10
7,9
67,15
3
0,15
9,3
79,05
4
0,20
11,8
100,30
6
0,30
13
110,50
8
0,40
16,7
141,95
10
0,50
19,3
164,05
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
67,15 x100 = 2,24 % 3 x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
100,30 x100 = 2,23 % 3 x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar 2,24 %. Setelah diketahui nilai CBR dari kedua spesimen maka hasilnya dapat dirata-rata dan disimpulkan bahwa nilai CBR tanah asli adalah sebesar 2,13 %.
Lampiran II
Lampiran II : Data-Data Pengujian Index Properties Tanah Campuran : A. Berat Jenis Tanah (Specific Gravity) Campuran 1 (4% kapur + 3 % abu sekam padi) Spesimen 1 W1 = Berat piknometer = 34,8 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 56,2 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 143,8gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 131 gr
Gs I = =
W 2 − W1 56,2 − 34,8 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (131 − 34,8) − (143,8 − 56,2)
21 , 4 = 2 , 48 gr cm 3 8 ,6
Spesimen 2 W1 = Berat piknometer = 34,6 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 56 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 140 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 127,5 gr
Gs II = =
W 2 − W1 56 − 34,6 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (127,5 − 34,6) − (140 − 56) 21,4 = 2,40 gr cm 3 8,9
Persentase Kesalahan GsI − GsII 2,48 − 2,40 0,08 x100% = x100% = x100% = 3,27 % (2,48 + 2,40) : 2 2,44 (GsI + GsII ) : 2 Gs rata-rata Campuran 1 =
GsI + GsII 2,48 + 2,40 = = 2,44 gr cm 3 2 2
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat piknometer = 32 gr
Lampiran II
W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 56 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 136,6 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 125,2 gr Gs I = =
W 2 − W1 56 − 32 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (125,2 − 32) − (136,6 − 56) 24 = 2,26 gr cm 3 10,6
Spesimen 2
W1 = Berat piknometer = 32,5 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 54,5 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 139,2 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 127 gr
Gs II = =
W 2 − W1 54,5 − 32,5 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (127 − 32,5) − (139,2 − 54,5)
22 = 2 , 24 gr cm 3 9 ,8
Persentase Kesalahan
GsI − GsII 2,26 − 2,24 0,02 x100% = x100% = x100% = 0,89 % (2,26 + 2,24) : 2 2,25 (GsI + GsII ) : 2 Gs rata-rata Campuran 2 =
GsI + GsII 2,25 + 2,23 = = 2,24 gr cm 3 2 2
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat piknometer = 34,3 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 56,9 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 145,56 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 134,2 gr
Gs I = =
W 2 − W1 56,9 − 34,3 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (134,2 − 34,3) − (145,56 − 56,9) 22,6 = 2,01 gr cm 3 11,24
Lampiran II
Spesimen 2
W1 = Berat piknometer = 33,5 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 56,1 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 138,8 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 124,2gr
Gs II = =
W 2 − W1 56,1 − 33,5 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (124,2 − 33,5) − (135,19 − 56,1)
22 , 6 = 1 , 98 gr cm 3 11 , 41
Persentase Kesalahan
GsI − GsII 2,01 − 1,98 0,03 x100% = x100% = x100% = 1,5 % (2,01 + 1,98) : 2 1,99 (GsI + GsII ) : 2 Gs rata-rata Campuran 3 =
GsI + GsII 2,01 + 1,98 = = 1,99 gr cm 3 2 2
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat piknometer = 35 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 58,2 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 139,83 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 128,4 gr Gs I = =
W 2 − W1 58,2 − 35 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (128,4 − 35) − (139,83 − 58,2) 23,2 = 1,97 gr cm 3 11,77
Spesimen 2
W1 = Berat piknometer = 34,6 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 57,2 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 139,96 W4 = Berat piknometer + Berat air = 129,8 gr
Gs II =
W 2 − W1 57,2 − 34,6 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (129,8 − 34,6) − (139,96 − 57,2)
Lampiran II
=
22 , 6 = 1 , 94 gr cm 3 11 , 64
Persentase Kesalahan
GsI − GsII 1,97 − 1,94 0,03 x100% = x100% = x100% = 1,5 % (1,97 + 1,94) : 2 1,95 (GsI + GsII ) : 2 Gs rata-rata Campuran 4 =
GsI + GsII 1,97 + 1,94 = = 1,95 gr cm 3 2 2
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat piknometer = 35,5 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 59,3 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 140 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 128,4 gr
Gs I = =
W 2 − W1 59,3 − 35,5 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (128,4 − 35,5) − (140 − 59,3) 23,8 = 1,95 gr cm 3 12,2
Spesimen 2
W1 = Berat piknometer = 35 gr W2 = Berat piknometer + Berat tanah kering = 58,8 gr W3 = Berat piknometer + Berat tanah kering + Berat air = 139,21 gr W4 = Berat piknometer + Berat air = 128,4 gr Gs II = =
W 2 − W1 58,8 − 35 = (W 4 − W 1) − (W 3 − W 2) (128,4 − 35) − (139,21 − 58,8)
23 , 8 = 1 , 89 gr cm 3 12 , 59
Persentase Kesalahan
GsI − GsII 1,95 − 1,89 0,06 x100% = x100% = x100% = 3,1 % (1,95 + 1,89) : 2 1,92 (GsI + GsII ) : 2 Gs rata-rata Campuran 5 =
GsI + GsII 1,95 + 1,89 = = 1,92 gr cm 3 2 2
Lampiran II
A. 2 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) A.2.1 Batas Plastis (Plastic Limit) Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,4 gr Mw W 2 −W3 44 − 39,4 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39,4 − 24
PL I = =
4,6 x100% = 29% 15,4
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,5 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 39,5 x100% = x100% = x19,500% Ms W 3 − W1 39,5 − 24 4,5 x100% = 29% 15,5
PL rata-rata =
PLI + PLII 29 + 29 58 = = = 29% 2 2 2
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,1 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 39,1 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39,1 − 24 4,9 x100% = 32% 15,1
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr
Lampiran II
W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 40 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 40 x100% = x100% = x100% Ms 40 − 24 W 3 − W1 4 x100% = 25% 16
PL rata-rata =
PLI + PLII 32 + 25 57 = = = 28,5% 2 2 2
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,4 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 39,4 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39,4 − 24 4,6 x100% = 29% 15,4
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 40 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 40 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 40 − 24 4 x100% = 25% 16
PL rata-rata =
PLI + PLII 29 + 25 = = 27 % 2 2
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,8 gr PL I =
Mw W 2 −W3 44 − 39,8 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39,8 − 24
Lampiran II
=
4,2 x100% = 26% 15,8
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 38,9 gr
PL II =
Mw W 2 −W3 44 − 38,9 x100% x100% = x100% = 38,9 − 24 Ms W 3 − W1 5,1 x100% = 34% 14,9
=
PL rata-rata =
PLI + PLII 26 + 34 60 = = = 30% 2 2 2
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi) Spesimen 1
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39,2 gr Mw W 2 −W3 44 − 39,2 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39,2 − 24
PL I = =
4,8 x100% = 31% 15,2
Spesimen 2
W1 = Berat cawan = 24 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 44 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 39 gr PL II = =
Mw W 2 −W3 44 − 39 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 39 − 24 5 x100% = 33% 15
PL rata-rata =
PLI + PLII 32 + 33 65 = = = 32,5% 2 2 2
Lampiran II
A.2.2 Batas Cair (Liquid Limit) Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 22 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,7 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,7 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 =
Mw W 2 −W3 33,7 − 23,7 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23,7 − 10,3 10 x100% = 74,62 % 13,4
=
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 24 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,5 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,3 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W2 =
Mw W 2 −W3 33,3 − 23 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23 − 10,5 10,3 x100% = 82,4 % 12,5
=
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 27 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,3 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,5 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 33,3 − 23,5 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23,5 − 10,3
9,8 x100% = 74,24 % 13,2
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 29 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr
Lampiran II
W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,9 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,5 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
Mw W 2 −W3 33,9 − 23,5 x100% x100% = x100% = 23,5 − 10,3 Ms W 3 − W1 10,4 x100% = 78,78 % 13,2
85
Water Content (%)
80
82.4
75
74.62
77.3
78.78 74.24
70
LL = 77,3 %
65 60 55 50 10
15
20
25
30
Number of Blow
Campuran 2 ( 8 % kapur + 6 % abu sekam padi) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 27 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 24,5 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 = =
Mw W 2 −W3 34 − 24,5 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 24,5 − 10 9,5 x100% = 65,52 % 14,5
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 23 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,9 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,5 gr Mw = Berat air (gram)
35
40
Lampiran II
Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 33,9 − 23,5 x100% x100% = x100% = 23,5 − 10,3 Ms W 3 − W1
10,4 x100% = 78,78 % 13,2
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 29 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 24,5 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 34 − 24,5 x100% = x100% = x100% Ms 24,5 − 10 W 3 − W1
9,5 x100% = 65,52% 14,5
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 21 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,2 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
Mw W 2 −W3 33,2 − 23 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23 − 10,3 10,2 x100% = 80,32 % 12,7
85
Water Content (%)
80
80.32 78.78
75 70
71.6
65
65.52 62.52
LL = 71,6 %
60 55 50 10
15
20
25 Number of Blow
30
35
40
Lampiran II
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 23 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,7 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25,25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 =
Mw W 2 −W3 34,7 − 25,25 x100% = x100% = x100% 25,25 − 10,3 Ms W 3 − W1 9,45 x100% = 63,21 % 14,95
=
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 28 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,4 gr W2 = Berat tanah basah lagi+ Berat cawan = 34 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W2 =
Mw W 2 −W3 34 − 25 x100% = x100% = x100% 25 − 10,4 Ms W 3 − W1 9 x100% = 61,64% 14,6
=
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 26 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,5 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,2 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25,1 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 34,2 − 25,1 x100% = x100% = x100% 25,1 − 10,5 Ms W 3 − W1
9,1 x100% = 62,9% 14,6
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 21 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,5 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,8 gr
Lampiran II
W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25,1 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
85
Mw W 2 −W3 34,8 − 25,1 x100% x100% = x100% = 25,1 − 10,5 Ms W 3 − W1 9,7 x100% = 66,44 % 14,6
80
Water Content (%)
75 LL = 63 %
70 66.44
65
63 63.21
60
61.64
62.33
55 50 10
15
20
25Blow Number of
30
35
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 21 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,3 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,2 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 = =
Mw W 2 −W3 33,2 − 23 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23 − 10,3 10,2 x100% = 80,31 % 12,7
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 28 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,2 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 24 gr Mw = Berat air (gram)
40
Lampiran II
Ms = Berat tanah kering (gram) W2 =
Mw W 2 −W3 33,2 − 24 x100% = x100% = x100% Ms 24 − 10 W 3 − W1 9,2 x100% = 65,71 % 14
=
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 26 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,5 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,7 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 33 − 23,7 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23,7 − 10,5
9,3 x100% = 70,45% 13,2
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 24 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10,5 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 33,5 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 23,5 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
Mw W 2 −W3 33,5 − 23,5 x100% = x100% = x100% Ms W 3 − W1 23,5 − 10,5 10 x100% = 76,92 % 13
85
80.31 Water Content (%)
80
76.93
75
72.9 70.45
70 65
65.71
LL = 72,9 % 60 55 50
10
15
20
25 Number of Blow
30
35
40
Lampiran II
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi) Spesimen 1 (Jumlah ketukan = 24 ketukan)
W1 = Berat cawan = 28,7gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 53 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 43,8 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W1 =
Mw W 2 −W3 53 − 43,8 x100% = x100% = x100% 43,8 − 28,7 Ms W 3 − W1 9,2 x100% = 60,93% 15,1
=
Spesimen 2 (Jumlah ketukan = 26 ketukan)
W1 = Berat cawan = 37,2 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 60 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 51 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W3 = =
Mw W 2 −W3 60 − 51 x100% = x100% = x100% 51 − 37,2 Ms W 3 − W1
9 x100% = 65,22% 13,8
Spesimen 3 (Jumlah ketukan = 21 ketukan)
W1 = Berat cawan = 12 gr W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,2 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W2 = =
Mw W 2 −W3 34,2 − 25 x100% = x100% = x100% 25 − 12 Ms W 3 − W1 9,2 x100% = 70,77% 13
Spesimen 4 (Jumlah ketukan = 28 ketukan)
W1 = Berat cawan = 10 gr
Lampiran II
W2 = Berat tanah basah + Berat cawan = 34,1 gr W3 = Berat tanah kering + Berat cawan = 25 gr Mw = Berat air (gram) Ms = Berat tanah kering (gram) W4 = =
Mw W 2 −W3 34,1 − 25 x100% = x100% = x100% 25 − 10 Ms W 3 − W1 9,1 x100% = 60,67 % 15
85
Water Content (%)
80 75 70.77
70 65.22 64 60.93
65 60
60.67
LL = 64 %
55 50 10
15
20
25
30
35
Number of Blow
A.2.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 23,4 gr Wd = Berat tanah kering = 13,4 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
214,8 gr Berat air raksa = = 16,09 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah 105,9 gr Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 367,3 gr = = = = 7,93 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100% Ww
40
Lampiran II
(23,4 − 13,4) − (16,09 − 7,93).1 ×100% = 7,87%
SLI =
23,4
Shrinkage Ratio( SRI ) =
13,4 gr Wd = = 1,69 gr cm 3 3 Vd 7,93cm
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 22,8 gr Wd = Berat tanah kering = 12,5 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
213,1 gr Berat air raksa = = 15,96 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah
Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 370,3 gr 102,97,71 gr = = = 7,86 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL II =
SLII =
(Ww
− Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(22,8 − 12,5) − (15,96 − 7,71).1 × 100% = 8,97 % 22,8
Shrinkage Ratio( SRII ) =
Wd 12,5 gr = = 1,62 gr cm 3 Vd 7,71 cm 3
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 24,4 gr Wd = Berat tanah kering = 13,2 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 214,7 gr = = 16,8 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah 103,4 gr Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 369,8 gr = = = = 7,75 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Lampiran II
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL
=
III
SLIII =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
Ww
× 100 %
(24,4 − 13,2) − (16,08 − 7,75).1 ×100% = 6,36% 24,4
Shrinkage Ratio( SRIII ) =
Wd 13,2 gr = = 1,70 gr cm 3 Vd 7,75 cm 3
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 23,4 gr Wd = Berat tanah kering = 13 gr Vw = Volume tanah basah = Volume air raksa =
Berat air raksa 214,1 gr = = 16,04 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 365,3 gr 110,7 gr = = = 8,08 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLIV =
SLIV =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100% Ww
(23,4 −13) − (16,04−8,08).1×100% =10,45% 23
Shrinkage Ratio( SRIV ) =
Wd 13 gr = = 1,61 gr cm 3 Vd 8,08 cm 3
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (7,87 + 8,97 + 6,36 + 10,4) % : 4 = 8,4 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,69 + 1,62 + 1,70 + 1,61) gr/cm3 : 4 = 1,65 gr/cm3
Lampiran II
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 24 gr Wd = Berat tanah kering = 14,5gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 213,1gr = = 15,96 cm 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 3
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 357,3 gr 115,9 gr = = = 8,68 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SLI =
(24 − 14,5) − (15,96 − 8,68).1 × 100% = 9,25 %
Ww
24
Shrinkage Ratio( SRI ) =
Wd 14,5 gr = = 1,67 gr cm 3 Vd 8,68 cm 3
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 23,6 gr Wd = Berat tanah kering = 13,2 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 213,1 gr = = 15,96 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 354,3 gr 118,9 gr = = = 8,91 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL II = SLII =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100 % Ww
(23,6 −13,2) − (15,96− 8,91).1×100% = 14,17 % 23,6
Lampiran II
Shrinkage Ratio( SRII ) =
Wd 13,2 gr = = 1,48 gr cm 3 Vd 8,91 cm 3
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 23,6 gr Wd = Berat tanah kering = 14,1 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 214,1 gr = = 16,04 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 357,9 gr 115,3 gr = = = 8,64 cm 3 = 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SL
=
III
SLIII =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
Ww
× 100 %
(23,6 − 14,1) − (16,04 − 8,64).1 ×100% = 8,90 % 23,6
Shrinkage Ratio( SRIII ) =
Wd 14,1 gr = = 1,63 gr cm 3 Vd 8,64 cm 3
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 22,9 gr Wd = Berat tanah kering = 12,7 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 211 gr = = 15,81 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 357 gr 116,2 gr = = = 8,70 cm 3 = 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL IV = SLIV =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(22,9 − 12,7 ) − (15,81 − 8,70).1 × 100% = 13,50 22,9
%
Lampiran II
Shrinkage Ratio( SRIV ) =
Wd 12,7 gr = = 1,46 gr cm 3 Vd 8,70 cm 3
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (9,25 + 14,7 + 8,90 + 13,50 % : 4 = 11,45 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,67 + 1,48 + 1,63 + 1,46) gr/cm3 : 4 = 1,56 gr/cm3 Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 24,4 gr Wd = Berat tanah kering = 15,2 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 214,7 gr = = 16,08 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 346,3 gr 126,9 gr = = = 9,51 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SLI =
(24,4 − 15,2) − (16,06 − 9,51).1 ×100% = 10,75 %
Ww
24,4
Shrinkage Ratio( SRI ) =
Wd 15,2 gr = = 1,6 gr cm 3 3 Vd 9,51 cm
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 23,6 gr Wd = Berat tanah kering = 14,6 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 212,6 gr = = 15,93 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah
Lampiran II
Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 337,3 gr 135,9 gr = = = 9,7510,18 cm 3 = 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
(Ww
SL II =
SLII =
− Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(23,6 − 14,6) − (15,93 − 10,18).1 ×100% = 13,79 % 23,6
Shrinkage Ratio ( SR II ) =
Wd 14,6 gr = = 1,43 gr cm 3 3 Vd 10,18 cm
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 23,7 gr Wd = Berat tanah kering = 14,6 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa = Berat air raksa 210,7 gr = = 15,78 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 348,8 gr 124,4 gr = = = 9,32 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SL
III
=
SL III =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
Ww
× 100 %
(23 ,7 − 14 ,6 ) − (15 ,78 − 9,32 ).1 × 100 % = 11,12 % 23 ,7
Shrinkage Ratio( SRIII ) =
Wd 14,6 gr = = 1,57 gr cm 3 3 Vd 9,32 cm
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 24,8 gr Wd = Berat tanah kering = 15,1 gr Vw = Volume tanah basah = Volume air raksa =
Berat air raksa 212,9 gr = = 15,95 cm 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 3
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah
Lampiran II
Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 344,5 gr 128,7 gr = = = 9,64 cm 3 = 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL IV =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 %
SL IV =
(24 ,8 − 15 ,1) − (15 ,95 − 9 , 64 ). 1 × 100 %
Ww
24 ,8
Shrinkage Ratio( SRIV ) =
= 13 , 68 %
Wd 15,1gr = = 1,57 gr cm 3 3 Vd 9,64cm
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (10,75 + 13,79 + 11,12 + 13,68) % : 4 = 12,33 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,6 + 1,43 + 1,57 + 1,57) gr/cm3 : 4 = 1,54 gr/cm3 Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 22,9 gr Wd = Berat tanah kering = 12,7 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 213,7 gr = = 16,01 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 342,8 gr 130,4 gr = = = 9,77 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SLI =
(22,9 − 12,7) − (16,01− 9,77).1 ×100% = 17,29 %
Ww
22,9
Shrinkage Ratio( SRI ) =
Wd 12,7 gr = = 1,30 gr cm 3 3 Vd 9,77cm
Lampiran II
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 23,2 gr Wd = Berat tanah kering = 14 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 213,1 gr = = 15,96 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 345,6 gr 126,6 gr = = = 9,56 cm 3 = 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SL II =
SLII =
(Ww
− Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(23,2 − 14) − (15,96 − 9,56).1 ×100% = 12,05 % 23,2
Shrinkage Ratio ( SRII ) =
Wd 14 gr = = 1,46 gr cm 3 3 Vd 9,56cm
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 22,4 gr Wd = Berat tanah kering = 13,1 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 212,8 gr = = 15,94 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 332,8 gr 140,4 gr = = = 10,52 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SL
III
=
SL III =
(Ww
− Wd
) − (Vw Ww
− Vd )ρ w
× 100 %
(22 , 4 − 13 ,1) − (15 ,94 − 10 ,52 ). 1 × 100 % = 14 ,58 % 22 , 4
Shrinkage Ratio( SRIII ) =
Wd 13,1 gr = = 1,25 gr cm 3 3 Vd 10,52 cm
Lampiran II
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 23 gr Wd = Berat tanah kering = 13 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa = Berat air raksa 215,3 gr = = 16,13 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 340,6 gr 132,6 gr = = = 9,93 cm 3 = 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3 SL
SL
IV
IV
= =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
Ww
(23
× 100 %
− 13 ) − (16 ,13 − 9 , 93 ). 1 × 100 % = 16 , 54 % 23
Shrinkage Ratio ( SR IV ) =
Wd 13 gr = = 1,31 gr cm 3 Vd 9,93cm 3
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (17,29 + 12,05 + 14,58 + 16,54) % : 4 = 15,11 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,30 + 1,46 + 1,25 + 1,31) gr/cm3 : 4 = 1,33 gr/cm3 Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi) Spesimen 1
Ww = Berat tanah basah = 24,3 gr Wd = Berat tanah kering = 15,1 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 229,7 gr = = 17,21 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 335,3 gr 137,9 gr = = = 10,33 cm 3 = 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
Lampiran II
SLI =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw × 100%
SLI =
(24,3 − 15,1) − (17,21 − 10,33).1 ×100% = 9,56 %
Ww
24,3
Shrinkage Ratio( SRI ) =
Wd 115,1gr = = 1,46 gr cm 3 3 Vd 10,33cm
Spesimen 2
Ww = Berat tanah basah = 22,8 gr Wd = Berat tanah kering = 13,8 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 211,1gr = = 15,81 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 339,3 gr 133,9 gr = = = 10,03 cm 3 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SLII = SLII =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρw ×100% Ww
(22,8 − 13,8) − (15,81 − 10,03).1 × 100% = 14,11 % 22,8
Shrinkage Ratio ( SR II ) =
Wd 13,8 gr = = 1,38 gr cm 3 3 Vd 10,03cm
Spesimen 3
Ww = Berat tanah basah = 22,2 gr Wd = Berat tanah kering = 13 gr Vw = Volume tanah basah =Volume air raksa =
Berat air raksa 212,1 gr = = 15,89cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 327,6 gr 145,6 gr = = = 10,91 cm 3 = 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 13,35 gr cm 3 3
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
Lampiran II
SL
=
III
SLIII =
(Ww
− Wd
) − (Vw
− Vd )ρ w
Ww
× 100 %
(22,2 − 13) − (15,89 − 10,91).1 × 100% = 19 % 22,2
Shrinkage Ratio ( SRIII ) =
Wd 13 gr = = 1,19 gr cm 3 Vd 10,91cm 3
Spesimen 4
Ww = Berat tanah basah = 24,1 gr Wd = Berat tanah kering = 15 gr Vw = Volume tanah basah = Volume air raksa =
Berat air raksa 210,8 gr = = 15,79 cm 3 3 BJ air raksa 13,35 gr cm
Vd = Volume tanah kering = Volume air raksa yang tumpah Whg1 − Whg 2 473,2 gr − 345,6 gr 140,9127,6 gr = = = 9,56 cm 3 BJ air raksa 13,35 gr cm 3 13,35 gr cm 3 3
=
Ρw = Berat volume air = 1 gr/cm3
SL IV = SLIV =
(Ww − Wd ) − (Vw − Vd )ρ w × 100 % Ww
(24,1 − 15) − (15,79 − 9,56).1 × 100% = 11,90 % 24,1
Shrinkage Ratio( SRIV ) =
Wd 15 gr = = 1,57 gr cm 3 3 Vd 9,56cm
Shrinkage limit rata-rata (SL rata-rata) = (SLI + SLII + SLIII + SLIV) % : 4 = (9,56 + 14,11 + 19 + 11,90) % : 4 = 13,64 % Shrinkage ratio rata-rata (SR rata-rata) = (SRI + SRII + SRIII + SRIV) gr/cm3 : 4 = (1,46 + 1,38 + 1,19 + 1,57) gr/cm3 : 4 = 1,4 gr/cm3
Lampiran II
B.
Data-Data Pengujian Engineering Properties Tanah Campuran :
B. 1 Pengujian Pemadatan Standard (Standard Proctor Test)
γ
= Berat volume basah (gr/cm3)
W = Berat tanah padat dalam cetakan (gr) V = Volume cetakan (cm3) w = Kadar air (%) γd = Berat volume kering (gr/cm3)
B.1.1 Curing Umur 7 Hari Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 4400 gr
Tinggi mold (t) = 11,4 cm Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,372 . 11,4 = 1944,33 cm3
Volume mold
Kadar air 22 % γ =
3983 gr W = 2,05 gr cm 3 = V 1944,33 cm 3
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,05 = 1,68 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15500 gr
Tinggi mold (t) = 11,04 cm Diameter tanah = 14,6 cm, r = 7,3 cm Volume mold
= π . r2 . t = 3,14 . 7,32 . 11,04 = 1847,33 cm3
Kadar air 22 % γ =
3892gr W = 2,11 gr cm 3 = 3 V 1847,33 cm
Lampiran II
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,11 = 1,73 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15750 gr
Tinggi mold (t) = 11,05 cm Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,282 . 11,05 = 1838,89 cm3
Volume mold Kadar air 22 % γ =
3795 gr W = 2,06 gr cm 3 = 3 V 1838,89 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,06 = 1,67 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15800 gr
Tinggi mold (t) = 11,1 cm Diameter tanah = 14,58 cm, r = 7,29 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,292 . 11,1 = 1852,28 cm3
Volume mold
Kadar air 22 % γ =
W 3759 gr = 2,03 gr cm 3 = V 1852,28 cm 3
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,03 = 1,66 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15550 gr
Tinggi mold (t) = 11,07 cm
Lampiran II
Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,252 . 11,07 = 1827,06 cm3
Volume mold
Kadar air 22 % γ =
3678 gr W = 2,01 gr cm 3 = 3 V 1827,06 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,01 = 1,65 gr cm 3 22 1+ 100
B.1.2 Curing Umur 14 Hari Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15550 gr
Tinggi mold (t) = 11,07 cm Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,252 . 11,07 = 1827,06 cm3
Volume mold Kadar air 22 % γ =
4356 gr W = 2,38 gr cm 3 = 3 V 1827,06 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,38 = 1,95 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15800 gr
Tinggi mold (t) = 11,1 cm Diameter tanah = 14,58 cm, r = 7,29 cm Volume mold
= π . r2 . t = 3,14 . 7,292 . 11,1 = 1852,28 cm3
Kadar air 22 % γ =
W 4015 gr = 2,17 gr cm 3 = 3 V 1852,28 cm
Lampiran II
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,17 = 1,78 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15750 gr
Tinggi mold (t) = 11,05 cm Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,282 . 11,05 = 1838,89 cm3
Volume mold Kadar air 22 % γ =
3967 gr W = 2,16 gr cm 3 = 3 V 1838,89 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,16 = 1,77 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 15500 gr
Tinggi mold (t) = 11,04 cm Diameter tanah = 14,6 cm, r = 7,3 cm = π . r2 . t = 3,14 . 7,32 . 11,04 = 1847,33 cm3
Volume mold Kadar air 22 % γ =
W 3917 gr = 2,12 gr cm 3 = 3 V 1847,33 cm
γ
γd = 1+
W (%) 100
=
2,12 = 1,74 gr cm 3 22 1+ 100
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Data Alat : Berat mold
= 4400 gr
Tinggi mold (t) = 11,4 cm Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm
Lampiran II
= π . r2 . t = 3,14 . 7,372 . 11,4 = 1944,33 cm3
Volume mold Kadar air 22 % γ =
3833 gr W = 1,97 gr cm 3 = 3 V 1944,33 cm
γ
γd = 1+
B. 2
W (%) 100
=
1,97 = 1,61 gr cm 3 22 1+ 100
Pengujian CBR Terendam (CBR Soaked)
B.2.1 Waktu Curing 7 Hari B.2.1.1 Perhitungan Swelling CBR soaked Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,07 cm Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,252 . 11,07 = 1827,06 cm3 a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,14 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,14 = 1838,61 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1838,61 − 1827,06 x100% = 0,63% 1827,06
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,18 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,18 = 1845,22 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1845,22 − 1827,06 x100% = 0,99% 1827,06
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Lampiran II
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,21 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,21 = 1850,17 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1850,17 − 1827,06 x100% = 1,26% 1827,06
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,24 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,24 = 1855,12 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1855,12 − 1827,06 x100% = 1,54% 1827,06
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,1 cm Diameter tanah = 14,58 cm, r = 7,29 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,292 . 11,1 = 1852,28 cm3
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,17 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,17 = 1863,96 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1863,96 − 1852,28 x100% = 0,63% 1852,28
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,22 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr
Lampiran II
= 3,14 x (7,29)2 x 11,22 = 1872,31 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
11872,31 − 1852,28 x100% = 1,08% 1852,28
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,25 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,25 = 1877,31 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1877,31 − 1852,28 x100% = 1,35% 1852,28
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,28 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,28 = 1882,32 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1882,32 − 1852,28 x100% = 1,62% 1852,28
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,05 cm Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,282 . 11,05 = 1838,89 cm3
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,12 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,12 = 1850,53 cm3 Vr − Vo = x100% Vo
Lampiran II
% Nilai swelling tanah (24 jam) =
1850,53 − 1838,89 x100% = 0,63% 1838,89
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,19 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,19 = 1862,18 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1862,18 − 1838,89 x100% = 1,26% 1838,89
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,22 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,22 = 1867,18 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1867,18 − 1838,89 x100% = 1,54% 1838,89
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,25 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,25 = 1872,17 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1872,17 − 1838,89 x100% = 1,81% 1838,89
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,04 cm Diameter tanah = 14,6 cm, r = 7,3 cm
Lampiran II
Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,32 . 11,04 = 1847,33 cm3
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,12 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,12 = 1860,72 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1860,72 − 1847,33 x100% = 0,72% 1847,33
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,20 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,20 = 1874,10 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1874,10 − 1847,33 x100% = 1,45% 1847,33
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,25 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,25 = 1882,47 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1882,47 − 1847,33 x100% = 1,90% 1847,33
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,3 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,3 = 1890,83 cm3 Vr − Vo = x100% Vo
Lampiran II
% Nilai swelling tanah (96 jam) =
1890,83 − 1847,33 x100% = 2,35% 1847,33
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,4 cm Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . (7,37)2 . 11,4 = 1944,33 cm3
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,67 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,67 = 1990,38 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
1990,38 − 1944,33 x100% = 2,37% 1944,33 b. Pengembangan 2 hari (48 jam) : =
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,68cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,68 = 1992,08 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1992,08 − 1944,33 x100% = 2,45% 1944,33
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,69 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,69 = 1993,79 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1993,79 − 1944,33 x100% = 2,54% 1944,33
Lampiran II
d. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,69 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,69 = 1993,79 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1993,79 − 1944,33 x100% = 2,54% 1944,33
Grafik swelling CBR tanah stabilisasi (Curing 7 hari)
Nilai Swelling CBR (%)
3 2.54
2.45
2.37
2.54
2.35
2
1.9 1.54 1.35 1.26
1.45 1.26 1.08 0.99
1
1.81 1.62 1.54
0.72 0.63 0.63 0
0 0
24
48
72
96
120
Time (hours) 4% Kapur + 3% Abu Sekam 4% Kapur + 9% Abu Sekam 4% Kapur + 15% Abu Sekam
4% Kapur + 6% Abu Sekam 4% Kapur + 12% Abu Sekam
Lampiran II
A.
Pengujian CBR Terendam (California Bearing Ratio Soaked)
A.1
Waktu Curing 7 Hari
Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm Tinggi tanah = 11,07 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,25)2 x 11,07 = 1827,06 cm3 Mold + base plate + base plate = 15550 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19539 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3989 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19593 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 4043 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10,4 gr Tanah basah + cawan = w2 = 39,2 gr Tanah kering + cawan = w3= 32,8 gr w=
39,2 − 32,8 w2 − w3 x100% = x100% = 28,57% 32,8 − 10,4 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 1) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
5,1
46,75
0,5
0,025
8,3
70,55
1
0,05
11
93,5
1,5
0,075
13,8
117,3
2
0,10
15,5
131,75
3
0,15
18,2
154,7
4
0,20
21
178,5
6
0,30
24
204
8
0,40
27,6
234,6
10
0,50
30,2
256,7
Lampiran II
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
131,75 x100 = 4,39 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
178,5 x100 = 3,95 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
4,39 + 3,95 = 4,14 %. 2
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,585 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah = 11,1 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,29)2 x 11,1 = 1852,28 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15800 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19693 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3892 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19786 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3986 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10 gr Tanah basah + cawan = w2 = 38,5 gr Tanah kering + cawan = w3= 32,4 gr w=
38,5 − 32,4 w2 − w3 x100% = x100% = 27,23% 32,4 − 10 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 2) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
8
68
0,5
0,025
11
93,5
1
0,05
14
119
Lampiran II
1,5
0,075
16,8
142,8
2
0,10
19,7
167,45
3
0,15
22,5
191,25
4
0,20
25
212,5
6
0,30
29,2
248,2
8
0,40
34,5
293,25
10
0,50
37,8
321,3
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
167,45 x100 = 5,58 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
212,5 x100 = 4,72 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
5,58 + 4,72 = 5,15 %. 2
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm Tinggi tanah = 11,05 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,28)2 x 11,05 = 1838,88 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15750 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19545 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3795 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19642 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3892 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10,5 gr Tanah basah + cawan = w2 = 38 gr Tanah kering + cawan = w3= 31,7 gr w=
38 − 31,7 w2 − w3 x100% = x100% = 29,72% 31,7 − 10,5 w3 − w1
Lampiran II
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 3) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
12,3
104,55
0,5
0,025
16
136
1
0,05
19,6
166,6
1,5
0,075
22,3
189,55
2
0,10
23,8
202,3
3
0,15
27
229,5
4
0,20
31,2
265,2
6
0,30
37,2
316,2
8
0,40
40,3
342,55
10
0,50
47,5
403,75
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
22,3 x100 = 6,74 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
265,2 x100 = 5,89 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
6,74 + 5,89 = 6,31 %. 2
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,6 cm, r = 7,3 cm Tinggi tanah = 11,,04 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,3)2 x 11,04 = 1847,33 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15500 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19259 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3759 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19412 gr
Lampiran II
Berat tanah basah (setelah direndam) = 3912 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10gr Tanah basah + cawan = w2 = 37,5 gr Tanah kering + cawan = w3= 31,5 gr w=
37,5 − 31,5 w2 − w3 x100% = x100% = 27,9% 31,5 − 10 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 4) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
5,5
46,75
0,5
0,025
10,1
85,85
1
0,05
14
119
1,5
0,075
16,2
137,7
2
0,10
16,8
142,8
3
0,15
22,3
189,55
4
0,20
26,3
223,55
6
0,30
31,2
265,2
8
0,40
35,4
300,9
10
0,50
38,5
327,25
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
142,8 x100 = 4,76 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
223,55 x100 = 4,97 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
4,76 + 4,97 = 4,86 %. 2
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Lampiran II
Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm Tinggi tanah = 11,4 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,25)2 x 11,07 = 1827,06 cm3 Mold + base plate = 4400 gr Mold + base plate + tanah basah (sebelum direndam) = 8078 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3678 gr Mold + base plate + tanah basah (setelah direndam) = 8151 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3751 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10,3 gr Tanah basah + cawan = w2 = 35,8 gr Tanah kering + cawan = w3= 29,1 gr w=
35,8 − 29,1 w2 − w3 x100% = x100% = 35,64% 29,1 − 10,3 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 5) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
5
42,5
0,5
0,025
8
68
1
0,05
12,3
104,55
1,5
0,075
15,2
129,2
2
0,10
16,5
140,25
3
0,15
20
170
4
0,20
22,5
191,25
6
0,30
25,5
216,75
8
0,40
28,5
242,25
10
0,50
29,8
253,3
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
140,25 x100 = 4,67 % 3x1000
Lampiran II
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
191,25 x100 = 4,25 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
4,67 + 4,25 = 4,46 %. 2 450 400 350
Beban (Lb)
300 250 200 150 100 50 0 0
0.013 0.025 0.05 0.075
0.1
0.15
0.2
0.3
0.4
0.5
Penurunan (inch)
4 % kapur + 3 % sekam 4 % kapur + 9 % sekam 4 % kapur + 15 % sekam
4 % kapur + 6 % sekam 4 % kapur + 12 % sekam
B.2.2 Waktu Curing 14 Hari B.2.2.1 Perhitungan Swelling CBR soaked Campuran 1 ( 4 % kapur + 3 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,4 cm Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 x (7,37)2 x 11,4 = 1944,33 cm3 e. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,148 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,48 = 1957,97 cm3 % Nilai swelling tanah (24 jam) = Vr − Vo x100% Vo 1957,97 − 1944,33 = x100% = 0,703% 1944,33
Lampiran II
f. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,49 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,49 = 1959,67 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1959,67 − 1944,33 x100% = 0,78% 1944,33
g. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,52 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,52 = 1964,79cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1964,79 − 1944,33 x100% = 1,05% 1944,33
h. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,24 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,37)2 x 11,52 = 1964,79cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1964,79 − 1944,33 x100% = 1,05% 1944,33
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,04 cm Diameter tanah = 14,6 cm, r = 7,3 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,32 . 11,04 = 1847,33 cm3 e. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,12 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr
Lampiran II
= 3,14 x (7,3)2 x 11,12 = 1860,71 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1860,71 − 1847,33 x100% = 0,72% 1847,33
f. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,14 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,14 = 1864,06 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1864,06 − 1847,33 x100% = 0,90% 1847,33
g. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,17 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,17 = 1869,08 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1869,08 − 1847,33 x100% = 1,17% 1847,33
h. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,17 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,3)2 x 11,17 = 1869,08 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1869,08 − 1847,33 x100% = 1,17% 1847,33
Lampiran II
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,05 cm Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . 7,282 . 11,05 = 1838,89 cm3
e. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,15 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,15 = 1855,52 cm3 Vr − Vo = x100% Vo
% Nilai swelling tanah (24 jam) =
1855,52 − 1838,89 x100% = 0,90% 1838,89
f. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,18 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,18 = 1860,52 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1860,52 − 1838,89 x100% = 1,17% 1838,89
g. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,19 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,19 = 1862,18 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1862,18 − 1838,89 x100% = 1,26% 1838,89
h. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,21 cm
Lampiran II
Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,28)2 x 11,21 = 1865,51 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1865,51 − 1838,89 x100% = 1,45% 1838,89
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,1 cm Diameter tanah = 14,58 cm, r = 7,29 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . (7,29)2 . 11,1 = 1852,28 cm3
e. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,2 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,2 = 1868,97 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1868,97 − 1852,28 x100% = 0,90% 1852,28
f. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,25 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,25 = 1877,31 cm3
% Nilai swelling tanah (48 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1877,31 − 1852,28 x100% = 1,35% 1852,28
g. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,29 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,29 = 1883,99 cm3
Lampiran II
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1882,47 − 1852,28 x100% = 1,71% 1852,28
h. Pengembangan 4 hari (96 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,3 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,29)2 x 11,3 = 1885,66 cm3 Vr − Vo = x100% Vo
% Nilai swelling tanah (96 jam) =
1885,66 − 1852,28 x100% = 1,80% 1852,28
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Tinggi tanah awal = to = 11,07 cm Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm Volume tanah awal = Vo = π . r2 . to = 3,14 . (7,25)2 . 11,07 = 1827,06 cm3
e. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,22 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,22 = 1851,82 cm3
% Nilai swelling tanah (24 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
1851,81 − 1827,06 x100% = 1,35% 1827,06 f. Pengembangan 2 hari (48 jam) : =
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,25cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,25 = 1856,77 cm3 Vr − Vo % Nilai swelling tanah (48 jam) = x100% Vo 1856,77 − 1827,06 = x100% = 1,.63% 1827,06
Lampiran II
g. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,27 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,27 = 1860,07 cm3
% Nilai swelling tanah (72 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
1860,07 − 1827,06 x100% = 1,81% 1827,06 h. Pengembangan 4 hari (96 jam) : =
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 11,28 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (7,25)2 x 11,28 = 1861,72 cm3
% Nilai swelling tanah (96 jam)
=
Vr − Vo x100% Vo
=
1861,72 − 1827,06 x100% = 1,9% 1827,06
Grafik swelling CBR tanah stabilisasi (Curing 14 hari)
Nilai Swelling CBR (%)
3
2 1.63
1.35 1.17 0.9 0.78
1.35
1
0.9 0.72 0.7
0
1.9
1.71
1.81
1.8
1.26 1.17 1.05
1.45 1.17 1.05
0
0
24
48
72
Time (hours)
4% Kapur + 3% Abu Sekam 4% Kapur + 6% Abu Sekam 4% Kapur + 9% Abu Sekam 4% Kapur + 12% Abu Sekam 4% K 15% Ab S k
96
120
Lampiran II
CBR 14 Hari :
Diameter tanah = 14,74 cm, r = 7,37 cm Tinggi tanah = 11,4 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,37)2 x 11,4 = 1944,33cm3 Mold + base plate = 4400 gr Mold + base plate + tanah basah (sebelum direndam) = 8590,2 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 4190,2 gr Mold + base plate + tanah basah (setelah direndam) = 4356 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3967 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 10 gr Tanah basah + cawan = w2 = 158 gr Tanah kering + cawan = w3= 126,7 gr w=
158 − 126,7 w2 − w3 x100% = x100% = 26,82% 126,7 − 10 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 1) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
6,5
55,25
0,5
0,025
6,5
55,25
1
0,05
6,5
55,25
1,5
0,075
7
59,5
2
0,10
10
85
3
0,15
12
102
4
0,20
15
127,5
6
0,30
21
178,5
8
0,40
24,8
210,8
10
0,50
30
255
Keterangan :
Lampiran II
* LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
85 x100 = 2,83 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
127,5 x100 = 2,82 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
2,83 + 2,82 = 2,825 %. 2
Campuran 2 ( 4 % kapur + 6 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,56cm, r = 7,23cm Tinggi tanah = 11,04 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,3)2 x 11,04 = 1847,33 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15500 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19450,2 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3950,2 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19515 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 4015 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 12,5 gr Tanah basah + cawan = w2 = 153 gr Tanah kering + cawan = w3= 123,5 gr w=
153 − 123,5 w2 − w3 x100% = x100% = 26,57% 123,5 − 12,5 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 2) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
8,5
72,25
0,5
0,025
11
93,5
1
0,05
14,5
123,25
1,5
0,075
17,5
148,75
Lampiran II
2
0,10
19
161,5
3
0,15
23
195,5
4
0,20
28
238
6
0,30
35
297,5
8
0,40
39,5
335,75
10
0,50
44
374
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
161,5 x100 = 5,38 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
238 x100 = 5,29 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
5,38 + 5,29 = 5,335 %. 2
Campuran 3 ( 4 % kapur + 9 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,56 cm, r = 7,28 cm Tinggi tanah = 11,05 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,28)2 x 11,05 = 1838,88 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15750 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19553 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3843 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19677 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3967 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 13 gr Tanah basah + cawan = w2 = 191 gr Tanah kering + cawan = w3= 147 gr w=
191 − 147 w2 − w3 x100% = x100% = 32,83% 147 − 13 w3 − w1
Lampiran II
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 3) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
9
76,5
0,5
0,025
12
102
1
0,05
15
127,5
1,5
0,075
18
153
2
0,10
23
195,5
3
0,15
26
221
4
0,20
30
255
6
0,30
36
306
8
0,40
41,5
352,75
10
0,50
47
399,5
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
195 x100 = 6,52 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
255 x100 = 5,67 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
6,52 + 5,67 = 6,09 %. 2
Campuran 4 ( 4 % kapur + 12 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,58 cm, r = 7,29 cm Tinggi tanah = 11,1 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,29)2 x 11,1 = 1852,28 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15800 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19560,7 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3760,7 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19717 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3917 gr
Lampiran II
Kadar air :
Cawan = w1 = 11,5 gr Tanah basah + cawan = w2 = 179,5 gr Tanah kering + cawan = w3= 138,5 gr w=
179,5 − 138,5 w2 − w3 x100% = x100% = 32,28% 138,5 − 11,5 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 4) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
9
76,5
0,5
0,025
14
119
1
0,05
19
161,5
1,5
0,075
23
195,5
2
0,10
26
221
3
0,15
32
272
4
0,20
34
289
6
0,30
40
340
8
0,40
44
374
10
0,50
47
399,5
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
221 x100 = 7,37 % 3x1000
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
289 x100 = 6,42 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
7,37 + 6,24 = 6,80 %. 2
Campuran 5 ( 4 % kapur + 15 % abu sekam padi)
Diameter tanah = 14,5 cm, r = 7,25 cm
Lampiran II
Tinggi tanah = 11,07 cm Volume tanah = π x r2 x t = 3,14 x (7,25)2 x 11,07 = 1827,06 cm3 Mold + base plate + baja alas = 15550 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (sebelum direndam) = 19150,7 gr Berat tanah basah (sebelum direndam) = 3600,7 gr Mold + base plate + baja alas + tanah basah (setelah direndam) = 19383 gr Berat tanah basah (setelah direndam) = 3833 gr Kadar air :
Cawan = w1 = 13 gr Tanah basah + cawan = w2 = 179,5 gr Tanah kering + cawan = w3= 138,5 gr w=
179,5 − 138,5 w2 − w3 x100% = x100% = 32,67% 138,5 − 13 w3 − w1
Hasil Pengujian CBR Machine (Campuran 5) Waktu
Penurunan
Pembacaan
Beban (lb)
(menit)
(Inch)
Arloji
Kol. (3) x LRC*
(1)
(2)
(3)
(4)
0,25
0,0125
10
85
0,5
0,025
17
144,5
1
0,05
27
229,5
1,5
0,075
33,5
284,75
2
0,10
37
314,5
3
0,15
42
357
4
0,20
45
382,5
6
0,30
51
433,5
8
0,40
56,5
480,25
10
0,50
61
518,5
Keterangan : * LRC = 8,5
Harga CBR untuk 0,1” rumus harga CBR =
314,5 x100 = 10,48 % 3x1000
Lampiran II
Harga CBR untuk 0,2” rumus harga CBR =
382,5 x100 = 8,5 % 3x1500
Kedua harga CBR tersebut kemudian dirata-rata dan menghasilkan nilai CBR sebesar
10,48 + 8,5 = 9,49 %. 2
600
500
Beban (Lb)
400
300
200 100
0 0
0.0125 0.025
0.05
0.075
0.1
0.15
0.2
0.3
0.4
0.5
Penurunan (inch)
4 % kapur + 3 % sekam 4 % kapur + 9 % sekam 4 % kapur + 15 % sekam
4 % kapur + 6 % sekam 4 % kapur + 12 % sekam
1
Lampiran II
B.3
Pengujian Kembang Bebas (Free Swell Test)
Spesimen campuran kapur 4 % dan sekam 9 % dengan waktu curing 14 hari Tinggi tanah awal = to = 2,71 cm Diameter tanah = 6.5 cm, jari-jari = r = 3,25 cm Volume tanah awal = Vo = π x r2 x to = 3,14 x (3,25)2 x 2,71 = 89,88 cm3 Berat tanah sebelum direndam = 172,5 gr Berat tanah sesudah direndam = Wo = 179,5 gr Berat tanah setelah dioven = Wr = 119,8 gr
% kadar air yang terserap =
Wo − Wr 179,5 − 138,2 x100% = x100% = 29,88% Wr 138,2
a. Pengembangan 1 hari (24 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,8 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (3,25)2 x 2,8 = 92,8 cm3
% Nilai free swell tanah (24 jam) =
Vr − Vo 92,8 − 89,88 x100% = x100% = 3,24% Vo 89,88
b. Pengembangan 2 hari (48 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,82 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (3,25)2 x 2,82 = 93,5 cm3 % Nilai free swell tanah (48 jam) =
Vr − Vo 93,5 − 89,88 x100% = x100% = 4% Vo 89,88
c. Pengembangan 3 hari (72 jam) :
Tinggi tanah setelah direndam = tr = 2,83 cm Volume tanah setelah direndam = Vr = π x r2 x tr = 3,14 x (3,25)2 x 2,83 = 93,86 cm3 % Nilai free swell tanah (72 jam) =
B.3
Vr − Vo 93,86 − 89,88 x100% = x100% = 4,43% Vo 89,88
Pengujian Triaksial UU (Triaxial Unconsolidated Undrained)
(Kapur 4 % + Sekam 12 % dengan waktu curing 14 hari) Spesimen 1
Tinggi spesimen awal = Lo = 7,5 cm
Lampiran II
Diameter sampel awal = d = 3,8 cm, r = 1,9 cm Berat cincin = 116,1 gr Berat tanah basah = 161,5 gr Luas penampang awal = Ao = π . r2 = 3,14 . 1,9 2 = 11,34 cm2 Tekanan sel = σ 3 = 1 kg/cm2 Hasil Pengujian Triaksial (Spesimen 1) Correct Area
Deformasi
Load
Sample
Unit
Area
dial
Dial
deformation
strain
correction
reading
Reading
(∆L)
(e)
factor
(x 10 3)
(P)
Dalam cm
∆L/Lo
(1 – (∆L/Lo))
25
4
0,025
0.0033
0.9967
11.38
0.35
50
8,2
0,05
0.0067
0.9933
11.42
0.72
75
12,7
0,075
0.0100
0.9900
11.45
1.11
100
17,3
0,1
0.0133
0.9867
11.49
1.51
125
21,5
0,125
0.0167
0.9833
11.53
1.86
150
25
0,15
0.0200
0.9800
11.57
2.16
175
28
0,175
0.0233
0.9767
11.61
2.41
200
31
0,2
0.0267
0.9733
11.65
2.66
225
32,2
0,225
0.0300
0.9700
11.69
2.75
250
33,9
0,25
0.0333
0.9667
11.73
2.89
275
35,3
0,275
0.0367
0.9633
11.77
3.00
300
36,7
0,3
0.0400
0.9600
11.81
3.11
325
37,6
0,325
0.0433
0.9567
11.85
3.17
350
38,5
0,35
0.0467
0.9533
11.90
3.24
375
39,2
0,375
0.0500
0.9500
11.94
3.28
400
40,1
0,4
0.0533
0.9467
11.98
3.35
425
40,8
0,425
0.0567
0.9433
12.02
3.39
450
41,2
0,45
0.0600
0.9400
12.06
3.42
475
41,7
0,475
0.0633
0.9367
12.11
3.44
500
42,3
0,5
0.0667
0.9333
12.15
3.48
525
42,7
0,525
0.0700
0.9300
12.19
3.50
550
43,3
0,55
0.0733
0.9267
12.24
3.54
(A)
Deviator
Sq.in.cm
Stress (∆σ)
Ao
P/A
(1 – (∆L/Lo))
Lampiran II
575
43,5
0,575
600
43,8
0,6
625
44
0,625
650
44,4
0,65
675
44,5
0,675
700
44,8
0,7
725
45,2
0,725
750
45,2
0,75
775
45,4
0,775
800
45,6
0,8
825
45,8
0,825
850
45,9
0,85
875
46,2
0,875
900
46,3
0,9
925
46,5
0,925
950
46,8
0,95
975
47
0,975
1000
47,5
1,0
1025
47,5
1,025
1050
47,5
1,05
0.0767
0.9233
12.28
3.54
0.0800
0.9200
12.33
3.55
0.0833
0.9167
12.37
3.56
0.0867
0.9133
12.42
3.58
0.0900
0.9100
12.46
3.60
0.0933
0.9067
12.51
3.58
0.0967
0.9033
12.55
3.60
0.1000
0.9000
12.60
3.59
0.1033
0.8967
12.65
3.59
0.1067
0.8933
12.69
3.59
0.1100
0.8900
12.74
3.59
0.1133
0.8867
12.79
3.59
0.1167
0.8833
12.84
3.60
0.1200
0.8800
12.89
3.59
0.1233
0.8767
12.94
3.59
0.1267
0.8733
12.98
3.60
0.1300
0.8700
13.03
3.61
0.1333
0.8667
13.08
3.63
0.1367
0.8633
13.14
3.62
0.1400
0.8600
13.19
3.60
Grafik Hubungan antara Regangan dan Tegangan Tanah Stabilisasi 4.5 4 3.5 Tegangan
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.2
0.4
0.6 Regangan
0.8
1
1.2
Lampiran II
Dari hasil pengujian triaksial, didapatkan nilai : P runtuh = 47,5 kg A runtuh = 13,19 cm2 ∆σ = (σ1 – σ3)
P = (σ 1 − σ 3 ) A 47,5kg = σ 1 − 1 kg cm 2 2 13,19cm
(
)
(
3,6 kg cm 2 = σ 1 − 1 kg cm 2
)
σ 1 = 3,6 kg cm 2 + 1 kg cm 2 σ 1 = 4,6 kg cm 2 Pusat dan radius lingkaran I : Pusat =
σ1 + σ 3
Radius =
2
4,6 kg cm 2 + 1 kg cm 2 5,6 kg cm 2 = = = 2,8 kg cm 2 2 2
σ1 −σ 3 2
=
4,6 kg cm 2 − 1 kg cm 2 3,6 kg cm 2 = = 1,8 kg cm 2 2 2
Spesimen 2
Tinggi spesimen awal = Lo = 7,5 cm Diameter sampel awal = d = 3,7 cm, r = 1,85 cm Berat cincin = 116,1 gr Berat tanah basah = 153,5158,7 gr Luas penampang awal = Ao = π . r2 . Lo = 3,14 . 1,85 2 = 10,75 cm2 Tekanan sel = σ 3 = 2 kg/cm2 Hasil Pengujian Triaksial (Spesimen 2) Correct Area
Deformasi
Load
Sample
Unit
Area
dial
Dial
deformation
strain
correction
reading
Reading
(∆L)
(e)
factor
(x 10 3)
(P)
Dalam cm
∆L/Lo
(1 – (∆L/Lo))
25
2
0,025
0.0033
0.9967
10.79
0.19
50
4.8
0,05
0.0067
0.9933
10.82
0.44
75
10.6
0,075
0.0100
0.9900
10.86
0.98
(A)
Deviator
Sq.in.cm
Stress (∆σ)
Ao
P/A
(1 – (∆L/Lo))
Lampiran II
100
15.3
0,1
125
19.5
0,125
150
23.5
0,15
175
25
0,175
200
27
0,2
225
28.9
0,225
250
30.3
0,25
275
31.5
0,275
300
32.4
0,3
325
33
0,325
350
33.5
0,35
375
34.1
0,375
400
34.6
0,4
425
35.1
0,425
450
35.7
0,45
475
35.9
0,475
500
36.3
0,5
525
36.6
0,525
550
36.9
0,55
575
37.1
0,575
600
37.2
0,6
625
37.3
650
0.0133
0.9867
10.90
1.40
0.0167
0.9833
10.93
1.78
0.0200
0.9800
10.97
2.14
0.0233
0.9767
11.01
2.27
0.0267
0.9733
11.04
2.44
0.0300
0.9700
11.08
2.61
0.0333
0.9667
11.12
2.72
0.0367
0.9633
11.16
2.82
0.0400
0.9600
11.20
2.89
0.0433
0.9567
11.24
2.94
0.0467
0.9533
11.28
2.97
0.0500
0.9500
11.32
3.01
0.0533
0.9467
11.36
3.05
0.0567
0.9433
11.40
3.08
0.0600
0.9400
11.44
3.12
0.0633
0.9367
11.48
3.13
0.0667
0.9333
11.52
3.15
0.0700
0.9300
11.56
3.17
0.0733
0.9267
11.60
3.18
0.0767
0.9233
11.64
3.19
0.0800
0.9200
11.68
3.18
0,625
0.0833
0.9167
11.73
3.18
37.5
0,65
0.0867
0.9133
11.77
3.19
675
37.7
0,675
0.0900
0.9100
11.81
3.19
700
37.8
0,7
0.0933
0.9067
11.86
3.19
725
37.8
0,725
0.0967
0.9033
11.90
3.18
750
37.9
0,75
0.1000
0.9000
11.94
3.17
775
38
0,775
0.1033
0.8967
11.99
3.17
800
38.2
0,8
0.1067
0.8933
12.03
3.17
825
38.2
0,825
0.1100
0.8900
12.08
3.16
850
38.2
0,85
0.1133
0.8867
12.12
3.15
Tegangan
Lampiran II 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Regangan
Grafik Hubungan antara Regangan dan Tegangan Tanah Stabilisasi
Dari hasil pengujian triaksial, didapatkan nilai : P runtuh = 38,2 kg A runtuh = 12,12 cm2 ∆σ = (σ1 – σ3)
P = (σ 1 − σ 3 ) A 38,2kg = σ 1 − 2 kg cm 2 2 12,12cm
(
(
)
3,15 kg cm 2 = σ 1 − 2 kg cm 2
)
σ 1 = 3,15 kg cm 2 + 2 kg cm 2 σ 1 = 5,15 kg cm 2 Pusat dan radius lingkaran I : Pusat =
σ1 + σ 3
Radius =
2
5,15 kg cm 2 + 2 kg cm 2 7,15 kg cm 2 = = = 3,57 kg cm 2 2 2
σ1 − σ 3 2
=
5,15 kg cm 2 − 2 kg cm 2 3,15 kg cm 2 = = 1,57 kg cm 2 2 2
Spesimen 3
Tinggi spesimen awal = Lo = 7,6 cm Diameter sampel awal = d = 3,8 cm, r = 1,9 cm Berat cincin = 116,1 gr Berat tanah basah = 160,4 gr Luas penampang awal = Ao = π . r2 = 3,14 . 1,9 2 = 11,34 cm2
0.9
Lampiran II
Tekanan sel = σ 3 = 3 kg/cm2 Hasil Pengujian Triaksial (Spesimen 3) Correct Area
Deformasi
Load
Sample
Unit
Area
dial
Dial
deformation
strain
correction
reading
Reading
(∆L)
(e)
factor
(x 10 3)
(P)
Dalam cm
∆L/Lo
(1 – (∆L/Lo))
25
3.3
0,025
0.0033
0.9967
11.38
0.29
50
7.8
0,05
0.0066
0.9934
11.42
0.68
75
13.5
0,075
0.0099
0.9901
11.45
1.18
100
19.7
0,1
0.0132
0.9868
11.49
1.71
125
23
0,125
0.0164
0.9836
11.53
1.99
150
26.3
0,15
0.0197
0.9803
11.57
2.27
175
29.3
0,175
0.0230
0.9770
11.61
2.52
200
31.5
0,2
0.0263
0.9737
11.65
2.70
225
33.5
0,225
0.0296
0.9704
11.69
2.87
250
35.5
0,25
0.0329
0.9671
11.73
3.03
275
36.9
0,275
0.0362
0.9638
11.77
3.14
300
37.9
0,3
0.0395
0.9605
11.81
3.21
325
39
0,325
0.0428
0.9572
11.85
3.29
350
40.5
0,35
0.0461
0.9539
11.89
3.41
375
41.5
0,375
0.0493
0.9507
11.93
3.48
400
42.5
0,4
0.0526
0.9474
11.97
3.55
425
43.2
0,425
0.0559
0.9441
12.01
3.60
450
43.9
0,45
0.0592
0.9408
12.05
3.64
475
44.4
0,475
0.0625
0.9375
12.10
3.67
500
44.9
0,5
0.0658
0.9342
12.14
3.70
525
45.3
0,525
0.0691
0.9309
12.18
3.72
550
45.7
0,55
0.0724
0.9276
12.22
3.74
575
46.2
0,575
0.0757
0.9243
12.27
3.77
600
47.6
0,6
0.0789
0.9211
12.31
3.87
625
46.9
0,625
0.0822
0.9178
12.36
3.80
650
47.2
0,65
0.0855
0.9145
12.40
3.81
(A)
Deviator
Sq.in.cm
Stress (∆σ)
Ao
P/A
(1 – (∆L/Lo))
Lampiran II
675
47.4
0,675
700
47.8
0,7
725
47.9
0,725
750
48.2
0,75
775
48.4
0,775
800
48.7
0,8
825
48.8
0,825
850
49
0,85
875
49.1
0,875
900
49.2
0,9
925
49.4
0,925
950
49.6
0,95
975
49.7
0,975
1000
49.8
1,0
1025
49.9
1,025
1050
50
1,05
1075
50
1,075
1100
50
1,1
0.0888
0.9112
12.45
3.81
0.0921
0.9079
12.49
3.83
0.0954
0.9046
12.54
3.82
0.0987
0.9013
12.58
3.83
0.1020
0.8980
12.63
3.83
0.1053
0.8947
12.67
3.84
0.1086
0.8914
12.72
3.84
0.1118
0.8882
12.77
3.84
0.1151
0.8849
12.82
3.83
0.1184
0.8816
12.86
3.82
0.1217
0.8783
12.91
3.83
0.1250
0.8750
12.96
3.83
0.1283
0.8717
13.01
3.82
0.1316
0.8684
13.06
3.81
0.1349
0.8651
13.11
3.81
0.1382
0.8618
13.16
3.80
0.1414
0.8586
13.21
3.79
0.1447
0.8553
13.26
3.77
Grafik Hubungan antara Regangan dan Tegangan Tanah Stabilisasi 4.5 4 3.5 Tegangan
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
0.2
0.4
0.6 Regangan
0.8
1
1.2
Lampiran II
Dari hasil pengujian triaksial, didapatkan nilai : P runtuh = 50 kg A runtuh = 13,26 cm2 ∆σ = (σ1 – σ3)
P = (σ 1 − σ 3 ) A 50 kg = σ 1 − 3 kg cm 2 2 13,26cm
(
)
(
3,77 kg cm 2 = σ 1 − 3 kg cm 2
)
σ 1 = 3,77 kg cm 2 + 3 kg cm 2 σ 1 = 6,77 kg cm 2 Pusat dan radius lingkaran 3 : Pusat =
σ1 + σ 3
Radius =
2
=
σ1 − σ 3
6,77 kg cm 2 + 3 kg cm 2 9,77 kg cm 2 = = 4,88 kg cm 2 2 2 =
2
6,77 kg cm 2 − 3 kg cm 2 3,77 kg cm 2 = = 1,88 kg cm 2 2 2
Gambar lingkaran mohr tanah stabilisasi
Regangan,τ (kg/cm2)
4
Garis Keruntuhan
3
θ = 5˚
c = 0,75 4.88, 1.88
3.57, 1.57
2.8, 1.8
2 1 0 0
1
2
3
4
Tegangan, σ (kg/cm2)
5
6
7