TUGAS AKHIR
TUGAS AKHIR
ANALISA PERBANDINGAN SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO MATERIAL BATANG PISTON PADA SEPEDA MOTOR Y (2 TAK) TERHADAP SEPEDA MOTOR H (4 TAK)
Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Strata-1 ( S1 )
Disusun oleh : MUHAMMAD ALI ALATAS 01301-076
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Muhammad Ali Alatas
Nim
: 01301-076
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Mesin
Judul
: Analisa Perbandingan Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Material Batang Piston Pada Sepeda Motor Yamaha RX-King (2 Tak) Terhadap Sepeda Motor Honda Supra (4 Tak).
Telah diperiksa dan disahkan oleh : Pembimbing I
( Prof. DR. Usman Sudjadi, Dipl. Ing ) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Muhammad Ali Alatas
Nim
: 01301-076
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Mesin
Judul
: Analisa Perbandingan Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Material Batang Piston Pada Sepeda Motor Yamaha RX-King (2 Tak) Terhadap Sepeda Motor Honda Supra (4 Tak)
Telah diperiksa dan disahkan oleh : Pembimbing II
( Nanang Ruhyat, ST. MT )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Muhammad Ali Alatas
Nim
: 01301-076
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Mesin
Judul
: Analisa Perbandingan Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Material Batang Piston Pada Sepeda Motor Yamaha RX-King (2 Tak) Terhadap Sepeda Motor Honda Supra (4 Tak)
Telah diperiksa dan disahkan oleh : Koordinator Tugas Akhir
( Nanang Ruhyat, ST. MT )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Muhammad Ali Alatas
Nim
: 01301-076
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Mesin
Judul
: Analisa Perbandingan Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Material Batang Piston Pada Sepeda Motor Yamaha RX-King (2 Tak) Terhadap Sepeda Motor Honda Supra (4 Tak)
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tugas Akhir ini adalah hasil karya sendiri dan bukan salinan atau duplikat dari karya orang lain, kecuali dari kutipankutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.
Jakarta,
2008
( Muhammad Ali Alatas ) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
ABSTRAK
Batang piston (connecting rod) merupaka salah satu komponen yang digunakan pada mesin baik yang menggunakan bahan bakar bensin maupun solar. Dimana batang piston (connecting rod) diruang pembakaran dan bergerak naik turun untuk melakukan kerja dari Titik Mati Atas (TMA) ke Titik Mati Bawah (TMB) serta melakukan kompresi, maka batang piston rentan terhadap kerusakan. Untuk mengetahui lebih lanjut karekteristik, sifat kekerasan, struktur mikro dan komposisi bahan dari batang piston tersebut dengan melakukan penelitian pada batang piston sepeda motor Y (2 tak) dan sepeda motor H (4 tak). Pengujian yang mendasari dari penelitian ini meliputi pengujian komposisi kimia (spectrometry), pengujian kekerasan dan pengamatan metalografi. Berdasarkan dari data hasil pengujian komposisi kimia didapat material uji dapat dikelompokan jenis baja karbon sedang (Medium Carbon Steel). Dari hasil penelitian diperoleh nilai kekerasan pada batang piston awal 2 HV= 400.95 kgf / mm dari batang piston sepeda motor Y (2 tak), HV = 477,44
kgf / mm 2 untuk batang piston sepeda motor H (4 tak). Hasil kekerasan pada batang piston quenching oli * Kekerasan tertinggi sebesar HV K1= 378,8 kgf/mm2 pada temperatur T= 100 0C Dan kekerasan terendah HV K3= 288.39 kgf/mm 2 pada temperatur T=700 0C pada batang piston sepeda motor Y (2 tak). * kekerasan tertinggi sebesar HV S1= 451,02 kgf/mm2 pada temperatur T=100 0C dan kekerasan terendah HV S3= 304,27 kgf/mm 2 pada temperatur T=700 0C pada batang piston sepeda motor H (4 tak). Dilihat dari hasil pengamatan metalografi terlihat batang piston sepeda motor Y (2 tak) adanya ( plathing ) dan juga terlihat pada batang piston sepeda motor H (4 tak) adanya ( karborizing ) dan terdapat struktur mikro martensit temper, austenit sisa dan ferit.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, Hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Analisa Perbandingan Nilai Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Batang Piston Sepeda Motor Yamaha RX-King (2 Tak) Terhadap Sepeda Motor Honda Supra (4 Tak) . Tugas akhir ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk menempuh jenjang S1 di jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana. Dan pada kesempatan ini, penulis, ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarsebesarnya kepada : 1. Kepada Orang tua saya yang tercinta yang telah banyak membantu saya baik materi maupun semangat, Ayahanda H. Samat S dan Ibunda Hj. Asimah, Adik dan kakak-kakak saya yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta istriku yang tercinta Sultonah yang selalu memberikan kasih sayang, do a, motivasi, dorongan serta materil dan segalanya. 2. Bapak Prof. DR. Usman Sudjadi. Dipl. Ing, selaku Dosen pembimbing I Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. 3. Bapak Nanang Ruhyat. ST, selaku Dosen pembimbing II, sekaligus koordinator Tugas Akhir. 4. Bapak Ir. Yuriadi Kusuma. Msc, selaku Dekanat Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. 5. Bapak Ir. Ruli Nutranta. M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. 6. Bapak Ir. Jaenal, selaku pembimbing di Laboratorium Metallurgy Universitas Indonesia, Depok. 7. Terima kasih kepada rekan-rekan Jurusan Teknik Mesin 01 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini terutama, Brata Umbaran. ST, Saeful. ST, Ali Usnaidi. ST, Eri Hadi Wibowo. ST, Agus FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Jajuli. ST, Dwi Sasongko. ST, Nurhadi, Ari Yulianto, yuda, dan seluruh rekan-rekan teknik mesin angkatan 01 yang telah banyak membantu penulis baik moral, materil, motivasi maupun spirit dan semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung. 8. Tak lupa pula terima kasih kepada seluruh Dosen Universitas Mercu Buana yang telah membimbing dan membantu saya dalam belajar. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Dan dengan lapang hati penulis menerima segala kritik dan saran. Teknik Mesin Solidarity Forever.
Jakarta,
2008 Penulis
Muhammad Ali Alatas
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ..
PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI NOMEN CLATURE DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ..
LAMPIRAN BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang penelitian
1.2
Maksud dan Tujuan
1.3
Pembatasan Masalah
1.4
Metode Penulisan
1.5
Sistematika Penulisan
BAB II 2.1
LANDASAN TEORI Batang Piston ( Batang Penghubung ) 2.1.1
Batang Piston
2.1.2
Batang Piston Yang Di Tempa
2.1.3
Batang Piston Tuang
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.1.4 2.2
Gaya-gaya Yang Terjadi Pada Batang Piston
Proses Pembentukan Baja 2.2.1
Penambangan Dan Pengolahan Bijih Besi
2.2.2
Proses Reduksi
2.2.3
Baja
2.2.4
Proses Peleburan Baja
2.2.5
Unsur-Unsur paduan Pada Baja
2.2.6
Klasifikasi baja karbon
2.2.7
Besi
2.2.8
Besi Tuang
2.2.9
Dalam Sistem Besi - Karbon
.
.
. ..
2.2.10 Diagram Fasa Besi Karbon 2.2.11 Dekomposisi Austenit pembentukan perlit 2.2.12 Pembentukan Baja Martensit 2.2.13 Pembentukan baja Spheroidit 2.3
Fenomena Material Pada Besi Dan Paduannya 2.3.1
Kristal
2.3.2
Larutan Padat Logam
2.3.3
Ketidak Sempurnaan (cacat) Pada Kristal
2.3.4
Dislokasi
2.4
Pengujian Kekerasan
2.5
Pengujian Komposisi Kimia
2.6
Pengujian Metalografi
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
3.1
Diagram Alir Penelitian
.
3.2
Material Penelitian
.
3.3
Pengujian Spektrometri
.
3.4
Pengujian Kekerasan
.
3.5
Pengujian Metalografi
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB IV 4.1
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.1
Data Hasil Pengujian Spektrometri
4.1.2
Data Hasil Pengujian Kekerasan
4.2
Data Hasil Pengujian Kekerasan Rata-Rata
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian
4.4
..
Data Hasil Pengujian
.. .
4.3.1
Pembahasan Hasil Dari Pengujian Kekerasan
4.3.2
Pembahasan Hasil Dari Pengujian Komposisi Kimia
4.3.3
Pembahasan Hasil Dari Pengujian Metalografi
Pembahasan Secara Keseluruhan Hasil Pengujian Kekerasan, Pengujian Komposisi Kimia Dan Pengujian Metalografi
BAB V
KESIMPULAN
..
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
NOMEN CLATURE
Simbol
Keterangan
Satuan
HV
Hardness Vickers
[kgf/mm2]
d1
Panjang diagonal pertama
[ mm ]
d2
Panjang diagonal kedua
[ mm ]
P
Beban penekan
[ kgf ]
d
Panjang diagonal rata-rata
[ mm ]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
: Batang Piston
Gambar 2.2
: Mesin Pengujian Keseimbangan Batang Piston
Gambar 2.3
: a) Pemasangan batang piston yang salah b) Pesangan batang piston yang benar
Gambar 2.4
: Batang Piston Tempa
Gambar 2.5
: Batang Piston Tuang
Gambar 2.6
: Gaya-gaya yang terjadi pada mekanisme engkol
Gambar 2.7
: Diagram Fasa besi (fe) besi-karbida (Fe3C)
Gambar 2.8 : Perlit 2500x lapisan perlit yang lebih terang dan karbida membentuk garis acak hitam Gambar 2.9
: Pembentukan Perlit ( ferit yang terang, Austenit matriks dan garis karbida )
Gambar 2.10 : Paduan besi-karbon yang perlakuaan panas (500x), dari (a) sampai (f) mengiringi peningkatan karbon Gambar 2.11 Gambar 2.12
: Struktur mikro baja perlit (500x) a. 0,4 % karbon b. 0,8 % karbon : Martensit ( 1000x) kristal berbentuk serpihan jarum dan butiran Austenit
Gambar 2.13
0 : Martensit temper (1500x) ditemper 425 C (warna terang
karbida, warna gelap matriks ferit)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar 2.14
perlakuan panas dengan waktu berbeda. a) waktu temper 1 jam b) waktu temper 12 jam ( karbida yang bergelembung )
Gambar 2.15 : a. Perlit berbentuk dari transformasi austenit komposisi eutectoid 0 b. Spheroidit terbentuk dari temper 700 C
Gambar 2.16 : Jenis Struktur mikro Fasa-2 a. Struktur agregat b. Struktur tersebar Gambar 2.17 : Cacat titik a. Kekosongan b. Kekosongan ganda c. Struktur tersebar Gambar 2.18 : Batas butir dan pengaruh tegangan Gambar 2.19 : Difusi kekosongan Gambar 2.20 : Difusi berintertisi Gambar 2.21 : Jejak indentor kekerasan Vickers Gambar 3.1
: Diagram alir Penelitian
Gambar 3.2
: Batang piston Yamaha RX-King
Gambar 3.3
: Batang piston Honda Supra
Gambar 3.4 : Batang piston Yamaha RX - King dengan batang piston Honda Supra yang akan di uji Gambar 4.1 : Grafik batang piston Yamaha RX-King dengan jumlah unsur dalam ( % ) Gambar 4.2 : Grafik batang piston Honda Supra dengan jumlah unsur dalam (%) Gambar 4.3 : Grafik perbandingan
batang piston Yamaha RX-King dan
Honda Supra dengan jumlah unsur dalam ( % ) Gambar 4.4 : Grafik batang piston Awal dan Quenching oli dengan nilai 2 kekerasan ( kgf /mm )
Gambar 4.5 : Grafik batang piston Awal dan Quenching oli dengan nilai kekerasan ( kgf/mm2 ) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar 4.6
: Grafik perbandingan batang piston Awal dan Quenching oli pada batang piston Yamaha RX-King dan Honda Supra dengan nilai kekerasan ( kgf/mm2 )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
: Pembagian paduan Besi dan Baja menurut komposisinya
Tabel 4.1
: Data Hasil Pengujian Spektrometri Batang Piston Sepeda Motor Yamaha RX-King
Tabel 4.2
: Data Hasil Pengujian Spektrometri Batang Piston Sepeda Motor Honda Supra
Tabel 4.3
: Data Hasil Pengujian Spektrometri Batang Piston Sepeda Motor Yamaha RX-King Dan Batang Piston Honda Supra Dengan Jumlah Unsur Dalam
Tabel 4.4
: Data Hasil Pengujian Kekerasan Batang Piston Sepeda Motor Yamaha RX-King
Tabel 4.5
: Data Hasil Pengujian Kekerasan Batang Piston Sepeda Motor Honda Supra
Tabel 4.6
: Hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Batang Piston Awal, Batang Piston Quenching Oli Yamaha RX-King
Tabel 4.7 : Hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Batang Piston Awal, Batang Piston Quenching Oli Honda Supra Tabel 4.8
: Hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Batang Piston Pada Batang Piston Yamaha RX-King Dan Honda Supra
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Fhoto A.1
:Struktur mikro Yamaha RX-King
Gambar Fhoto A.2
(perbesaran 100X)
:Struktur mikro batang piston awal pada batang piston Honda Supra
Gambar Fhoto A.3
batang piston awal pada batang piston
(perbesaran 100X)
:Struktur mikro
batang piston awal pada batang piston
Yamaha RX-King (perbesaran 500X) Gambar Fhoto A.4
:Struktur mikro batang piston awal pada batang piston Honda Supra
Gambar Fhoto A.5
(perbesaran 500X)
0 :Struktur mikro quenching oli T = 100 C pada batang piston
Yamaha RX-King Gambar Fhoto A.6
(perbesaran 500X)
:Struktur mikro quenching oli T = 100 0C pada batang piston Honda Supra (perbesaran 500X)
Gambar Fhoto A.7
:Struktur mikro quenching oli T = 500 0C pada batang piston Yamaha RX-King
Gambar Fhoto A.8
(perbesaran 500X)
:Struktur mikro quenching oli T = 500 0C pada batang piston Honda Supra (perbesaran 500X)
Gambar Fhoto A.9
:Struktur mikro quenching oli T = 700 0C pada batang piston Yamaha RX-King
(perbesaran 500X)
Gambar Fhoto A.10 :Struktur mikro quenching oli T = 700 0C pada batang piston Honda Supra (perbesaran 500X) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A.11 : Struktur mikro pengujian kekerasan (perbesaran 500X) Gambar Fhoto A.12 : Mesin Hardness Vickers (HV) uji kekerasan Gambar Fhoto A.13 : Mesin grinding Gambar Fhoto A.14 : Mesin struktur mikro
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dewasa ini besi dan baja masih merupakan logam yang paling dominan
dalam bidang permesinan. Bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak sampai yang paling keras atau apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. Disamping itu pemakaian logam dan paduannya juga menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Banyaknya penggunaan baja sebagai komponen maupun produk seperti dalam transportasi, bangunan konstruksi dan alat penyimpanan sangat erat kaitannya dengan teknologi yang makin canggih, khususnya dalam penggunaan baja sebagai bahan dasar pembuat batang piston (Connecting rod) pada motor Yamaha RX King (2 tak) dan Honda Supra (4 tak).. Batang piston (Connecting rod) bekerja di ruang pembakaran dan bergerak naik turun untuk melakukan kerja dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) serta melakukan kompresi , maka batang piston rentan terhadap kerusakan. Kemudian penyusun berkeinginan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai karakteristik, sifat kekerasan, struktur mikro dan komposisi bahan dari batang piston tersebut. Studi yang penyusun inginkan adalah melakukan penelitian pada batang piston Yamaha RX
1.2
King (2 tak) dan Honda Supra (4 tak).
Maksud Dan Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masingmasing kedua produk impor Jepang 2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan, struktur mikro, dan komposisi kimia dari dua buah batang piston Yamaha RX-King (2 tak) dan Honda Supra (4 tak). FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
1.3
Pembatasan Masalah Tugas Akhir (skripsi Strata-1) ini ditulis dalam
batasan-batasan umum,
yaitu : 1. Jenis bahan uji yang digunakan adalah batang piston (connecting rod) Yamaha RX-King (2 tak) dan Honda Supra (4 tak). Memperoleh data-data teknis tentang spesifikasi dan gambar dari batang piston (connecting rod) melalui kepustakaan. 2. Mengetahui tingkat kekerasan bahan batang piston dengan melakukan uji kekerasan menggunakan salah satu metode pengujian kekerasan yaitu, metode Vickers.. 3. Mendapatkan gambar struktur mikro dari batang piston yang dibutuhkan, melalui pegujian metalografi. 4. Mengetahui lebih lanjut mengenai komposisi bahan batang piston dengan melakukan pengujian komposisi kimia (spectrometry).
1.4 Metode Penelitian Di dalam proses pengumpulan data pada pendalaman materi digunakan metode yaitu : 1. Penelitian Kepustakaan Yaitu suatu metode pengumpulan data sekunder yang diperoleh melalui bukubuku atau literatur lainnya yang dapat dijadikan bahan acuan dalam mendukung penelitian ini. 2. Penelitian Obyek. Yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan melakukan pengujian pada dua buah batang piston (connecting rod). 3. Observasi Adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung proses pegujian sehingga dapat diperoleh data-data tambahan yang diperlukan.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penyajian ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub bab yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sistematika penulisan untuk penyelesaian laporan tugas akhir adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN. Berisi latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, pembatasan masalah, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TEORI DASAR. Menjelaskan teori dasar batang piston (connecting rod) dan material logam khususnya logam paduan. BAB III : PROSEDUR PENELITIAN Berisi proses pelaksanaan penelitian tehadap sifat kekerasan, struktur mikro, dan komposisi kimia. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi hasil-hasil penelitian dan perhitungan terhadap sifat kekerasan, struktur mikro dan komposisi yang terdapat pada batang piston dari hasil penelitian yang telah diperoleh. BAB V : KESIMPULAN Berisi kesimpulan terhadap hasil pengujian dan analisa yang dilakukan pada batang piston. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB II TEORI DASAR 2.1 Batang Piston (Batang penghubung) 2.1.1
Batang piston
Batang piston mengirimkan kekuatan dan perubahan jarak pada piston ke poros engkol. Diameter yang kecil pada Batang piston bergerak bolak-balik dengan piston sedangkan diameter yang besar berputar dengan poros engkol. Batang piston dapat dibuat dengan proses penuangan dan proses penempaan dilihat dari keperluannya (gambar 2.1).
Gambar 2.1 Batang piston [4]
Kepala Batang piston harus seimbang, karena sangat menentukan kekuatannya dilihat dari prinsip kerja yang naik turun mendorong piston dan menekan poros engkol. Kepala Batang piston dibuat sangat spesifik sesuai dengan diameter pin FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
piston dan diameter poros engkol, sehingga dapat diketahui batang yang dapat menerima kekuatan dan gaya-gaya di dalam ruang pembakaran. Untuk mengetahui keseimbangan dari Batang piston tersebut dapat diuji pada alat uji penyeimbang, sebelum Batang piston tersebut dioperasikan (gambar 2.2). Batang piston juga rentan terhadap kerusakan, apabila pada saat pemasangan Batang piston tersebut tidak pada posisi yang tepat (gambar 2.3).
Gambar 2.2 Mesin pengujian Keseimbangan Batang piston [4]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar 2.3
a) Pemasangan Batang piston yang salah[4 b) Pemasangan Batang piston yang benar
2.1.2
Batang Piston Yang Ditempa
Batang piston yang ditempa sudah digunakan sejak bertahun-tahun. Batang piston yang ditempa selalu digunakan dalam mesin yang berkekuatan besar untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Dari proses pembentukannya cukup lama dibandingkan dengan Batang piston dengan proses penuangan. Keistimewaan dari Batang piston ini adalah kekuatannya lebih baik dibandingkan dengan Batang piston hasil poses penuangan.
Gambar 2.4 Batang piston Tempa [4]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.1.3
Batang Piston Tuang
Proses penuangan sudah terbukti sehingga dapat digunakan pada kendaraan dengan standar produk bahan yang tinggi. pada umumnya batang piston proses penuangan dipakai oleh mesin kendaraan sepeda motor. Biaya dari Batang piston proses penuangan lebih murah dibandingkan dengan Batang piston dengan proses penempaan. Pada umumnya metoda penuangan menghasilkan batang piston yang lebih ringan dibandingkan dengan Batang piston yang ditempa.
Gambar 2.5 Batang piston Tuang [4]
2.1.4
Gaya-gaya Yang Terjadi Pada Batang Piston
Bila sebuah gaya bekerja pada kepala silinder (piston), gaya tadi melalui batang piston akan pindah ke pena engkol yang mengakibatkan terjadinya putaran. Gaya pada piston tersebut berasal dari tekanan pembakaran yang terjadi di dalam silinder. Bila arahnya dinyatakan dengan Fsum maka gaya Fsum dapat diuraikan menjadi gaya normal F n yang tegak lurus terhadap sisi silinder dan gaya Fcr yang bekerja searah dengan batang piston. Gaya F cr kemudian disebut dengan gaya batang piston atau gaya pemutar engkol. Gaya batang piston Fcr bekerja pada pena engkol dan dapat diuraikan menjadi gaya tangensial atau gaya keliling Ft dan gaya radial Fr Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada gambar 2.6.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar 2.6 Gaya-gaya yang terjadi pada mekanisme engkol [5]
Pada gambar 2.6. terlihat jelas bahwa gaya tangensial tergantung pada gaya batang piston ditentukan oleh gaya pembakaran Fsum serta posisi kedudukan piston pada mekanisme batang hubung engkol. Perbandingan ukuran panjang batang piston terhadap penampang batangnya yang besar mengakibatkan adanya lenturan, maka batang piston harus diperiksa terhadap tekukan.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2 Proses Pembentukan Baja 2.2.1
Penambangan dan Pengolahan Bijih Besi
Bahan baku yang paling awal dalam pembuatan besi dan baja adalah berupa bijih besi. Bijih besi merupakan persenyawaan besi (Fe) dengan gas Oksigen (O2) membentuk oksida besi seperti hematite (Fe 2O3), magnetit (Fe3O4) dan siderite (FeCO 3). Dari beberapa bijih besi tersebut hematite yang paling banyak digunakan karena kadar besinya yang paling tinggi dan kadar kotorannya paling rendah. Bijih besi tersebut terbentuk melalui proses alam akibat perubahan suhu dan tekanan yang terjadi di bumi ini sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Kandungan bijih besi yang tersedia di alam ini diperkirakan mencapai 5% dari seluruh kerak bumi. Penambangan terhadap bijih besi tersebut dapat dilakukan pada permukaan tanah (open pit-mining) atau di bawah tanah (underground mining), tergantung pada endapan di mana bijih besi tersebut terbentuk. Bijih besi hasil penambangan biasanya masih tercampur unsur lainnya. Oleh karena itu sebelum bijih besi tersebut dilebur untuk membuat besi dan baja, maka pertama-tama dilakukan proses pengolahan bijih besi yaitu melalui proses pemurnian agar konsentrasi besi di dalam bijih menjadi tinggi (25% - 40%). Hal ini biasanya dilakukan melalui tahapan proses seperti : crushing, screening dan washing. Di samping itu agar kadar besi menjadi lebih tingggi lagi (50% - 60%) serta memudahkan dalam penanganan berikutnya, maka biasanya dilakukan proses aglomerasi dengan langkah-langkah sebagai berikut : Bijih besi dihancurkan menjadi partikel halus atau serbuk. Partikel bijih besi kemudian dipisahkan dari kotoran dengan cara menggunakan sistem magnet atau lainnya. Serbuk bijih besi selanjutnya dibentuk menjadi pellet, berupa bolabola kecil berdiameter antara 12,5 20 mm. Langkah berikutnya yang dilakukan adalah, pellet bijih besi dipanaskan melalui proses sinter hingga temperatur 1300 C, agar pellet tersebut menjadi keras dan kuat sehingga tidak mudah rontok.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2.2
Proses Reduksi
Proses reduksi dimaksud untuk menghilangkan ikatan oksigen dari bijih besi sehingga dihasilkan logam besi. Untuk menimbulkan reduksi diperlukan reduktor seperti hidrogen atau gas karbon monoksida (CO). Dalam pembuatan besi ada dua jenis proses reduksi yang biasa dilakukan yaitu proses reduksi langsung dan proses reduksi tidak langsung. a) Proses Reduksi Langsung Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku pelebur yang lebih dikenal sebagai tanur tinggi. Proses ini biasanya diterapkan untuk merubah pellet menjadi besi spon. Gas reduktor yang biasanya dipakai berupa gas hidrogen atau gas CO yang dihasilkan melalui pemanasan gas alam cair di dalam suatu reaktor dengan reaksi kimia sebagai berikut : CH4 + H2O
CO + 3H2
Maka proses reduksi terhadap pellet bijih besi dengan menggunakan CO dapat dicapai dengan reaksi kimia sebagai berikut : Fe2O3 + 3CO
2Fe + 3CO2
b) Proses Reduksi Tidak Langsung Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku pelebur. Bijih besi hasil penambangan dimasukkan ke dalam tanur tinggi dan selanjutnya mengalami proses reduksi tidak langsung. Adapun bahan bakar yang digunakan adalah batu bara yang dikeringkan (kokas). Kokas dengan kandungan karbon (C) di atas 80% selain sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai pembentuk reduktor (CO). Untuk menimbulkan proses pembakaran maka tanur tersebut ditiupkan udara menggunakan blower, sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut :
2C + O2
2 CO + Panas
Selanjutnya bijih besi akan tereduksi oleh CO. Panas yang timbul berguna untuk mencairkan besi yang telah tereduksi tersebut.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Untuk mengurangi kotoran (impuritas) dari logam cair, biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur yang dapat mengikat kotoran-kotoran dan menghasilkan terak. Karena berat jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut berada di atas permukaan logam cair dan dapat dikeluarkan melalui lubang terak. Hasil dari reduksi tak langsung adalah besi kasar (pig iron). Karena kadar karbonnya yang tinggi maka besi kasar mempunyai sifat yang rapuh dengan kekuatan yang sangat rendah.
2.2.3
Baja
Baja adalah fasa dari besi yang mengandung unsur karbon 0,05 % - 1,2% atau definisi yang lebih tepat lagi menurut sebagian industri manufaktur adalah besi dengan karbon < 2%. Baja dapat membentuk fasa tunggal maupun fasa ganda. Selain karbon ada pula unsur-unsur lain yang dapat digunakan untuk paduan dalam baja dengan jumlah tertentu untuk memperoleh sifat-sifat berbeda seperti Nikel, Chrom, Mangan, Molibden, Silikon, dan lain-lain.
2.2.4
Proses Peleburan Baja
Bahan baku proses peleburan baja biasanya adalah besi kasar (pig iron) atau berupa besi spon (spons iron), disamping bahan baku lainnya seperti : Ingot, Ferrosilikon, Ferromangan. Proses peleburan baja pada umumnya mempunyai 3 tujuan utama sebagai berikut : Mengurangi sebanyak mungkin bahan-bahan impuritis atau pengotor. Mengatur kadar agar sesuai dengan tingkat/spesifikasi baja yang dinginkan. Menambah elemen paduan yang diinginkan.
2.2.5
Unsur-Unsur Paduan Pada Baja
Penambahan elemen-elemen pemadu ke dalam baja adalah untuk mendapatkan sifat mekanis pada produk akhir seperti yang diinginkan antara lain :
1. Silisium (Si) Menaikkan kekerasan baja tanpa mengakibatkan penurunan terhadap keuletan. FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2. Mangan (Mn) Unsur ini dapat mengikat S menjadi MnS, sehingga mencegah terbentuknya FeS yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair baja, sehingga dapat mencegah kegetasan. 3. Molibdenum (Mo) Menaikkan kekuatan baja tanpa kehilangan keuletan dan menaikkan ketahanan creep pada suhu tinggi. Sifat lainnya antara lain adalah menurunkan regangan dan kerapuhan pelunakan. 4. Nikel (Ni) Menaikkan ketangguhan atau ketahanan terhadap beban bentur (impact). 5. Chrom (Cr) Menaikkan ketahanan korosi dan oksidasi, di samping meningkatkan kekuatan suhu tinggi dan sifat-sifat creep. Chrom mempunyai titik lebur pada temperatur 1920 C yang juga dapat menambah kekuatan pada baja, sedangkan keuletan tidak menjadi terganggu. 6. Wolfram (W) Membentuk karbida yang stabil dan sangat keras sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan creep baja pada suhu tinggi. 7. Vanadium (V) Membentuk karbida yang keras, sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan creep baja pada suhu tinggi. Adapun sifat lainnya adalah meningkatkan kekuatan, batas regang, keuletan, kekuatan panas dan ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas.
Selain unsur-unsur tersebut di atas ada beberapa jenis impuritas yang umumnya tidak diinginkan, karena dapat menurunkan kekuatan, keuletan dan sifat-sifat lainnya dari baja, antara lain : 1.
Sulfur (S) Dapat menyebabkan baja menjadi getas pada suhu tinggi serta menyulitkan pengerolan panas atau proses lainnya.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.
Phosphor (P) Membuat baja mudah mengalami retak dingin atau getas pada suhu rendah, sehingga tidak baik untuk baja yang diberikan beban lentur pada suhu rendah. Tetapi efek baiknya adalah menaikkan fluiditas yang membuat baja mudah dirol panas. Kadar phosphor pada baja biasanya kurang dari 0,050%.
3.
Oksigen (O) Unsur oksigen dengan mudah dapat terlarut di dalam logam cair, sehingga membentuk oksida besi. Oksida ini akan membentuk inklusi baja yang dapat menaikkan kegetasan baja.
4.
Hidrogen (H) Dapat larut dalam baja cair yang kemudian berusaha keluar ketika logam cair dituang dan membeku. Tetapi sebagian tetap terperangkap dalam logam beku membentuk rongga-rongga udara (porositas), dan dapat masuk ke dalam produk melalui mekanisme difusi yang menimbulkan sifat getas pada baja.
5.
Nitrogen (N) Memilki efek pengerasan dan penggetasan terhadap baja.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2.6
Klasifikasi Baja Karbon
Klafisifikasi baja dapat dilihat pada tabel 2.1. di bawah ini : Tabel 2.1. Pembagian Paduan Besi Dan Baja menurut Komposisinya
No. 1
Komposisi Kimia (%)
Paduan Besi dan Baja
Baja Karbon : Baja Karbon Rendah
0,03-0,35% C
0,25-1,50% Mn
Baja Karbon Medium
0,35-0,50% C + 0,25-0,30% Si
Baja Karbon Tinggi
0,55-1,7% C
0,40- % P (maks) 0,05 % S (maks)
2
Baja Paduan : Baja Paduan Rendah
Seperti pada baja karbon rendah + elemen-elemen pemandu kurang dari 4% seperti : Cr, Al, Ti,V, Nb, B, W, dll
Baja Paduan Medium
Seperti pada baja paduan rendah tetapi jumlah elemen pemandu di atas 4%
3
Baja Spesial Baja Stainless
a. Feritik (12-30% Cr dengan kadar C rendah) b. Martensitik (12-17% Cr dan 0,11,0% C) c. Austenitik (17-25% Cr dan 8-20% Ni) d. Duplek (23-30% Cr, 2,5-7% Ni ditambah Ti dan Mo) e. Presipitasi (seperti pada austenitic, plus Elemen-elemen pemadu : Cu, Ti, Al, Mo, Nb atau N) General purpose tool steel, Die Steel,
Baja Perkakas
High Speed Steel (0,35-1,25% C, 1,50-20 W, 4-9,5% Mo, 3-4,5% Cr,1-4% V, 512% Co)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Secara umum baja karbon mengandung sejumlah kecil unsur-unsur lain di samping besi dan baja karbon sebagai unsur utama yang berfungsi mengontrol sifat mekanis. sejumlah unsur lain tersebut adalah mangan, silikon dan unsur-unsur paduan lainnya. Dilihat dari kadar karbonnya, baja dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : 1.
Baja karbon rendah
:
C kurang dari 0,35%
2.
Baja karbon sedang
:
0,35% - 0,55% C
3.
Baja karbon tinggi
:
C lebih dari 0,55%
Dan dilihat dari penyusunannya, baja dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : 1.
Baja konstruksi
2.
Baja special
3.
Baja mulia
Jika kadar karbon 2% sampai kurang lebih 4% maka disebut besi tuang (cast iron). Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya meningkat tapi keuletannya menurun. Hal ini terjadi karena karbon dan besi mempengaruhi fasa-fasa yang terjadi pada ferit dan semenit. Ferit bersifat ulet sedangkan semenit adalah struktur rapuh. Dalam proses perlakuan panas karbon akan mempengaruhi proses pembentukan martensit, bainit dan karbida-karbida. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon (kurang dari 1,3% C) dan juga mengandung unsur-unsur lain seperti : Mangan
(0,5% - 2%)
Silikon
(0,2% - 0,7%)
Phosphor
(Maksimum 0,05%)
Sulfur
(Maksimum 0,05%)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2.7
Besi
Besi merupakan suatu komposisi kimia (biasanya suatu oksida) dan diketahui pada umumnya kebanyakan mengandung bahan oksida besi magnetit, hematite dan limonite. Besi adalah elemen allotropic yang berarti dapat keluar dari satu bentuk pola kristal. Magnetit paling banyak kandungan besinya
65%, adalah ferrosoferic oxide
(Fe 3O4) berwarna hitam, padat dan bermagnet kuat. Banyak ditemukan di negara Swedia, Rusia, Amerika Serikat dan Kanada. Hematite adalah ferric oxide(Fe2O3) dengan biji besi mengandung sekitar 60%75%, berwarna coklat dengan kadar belerang dan phospornya rendah. Banyak terdapat di negara Australia, Brazil dan India. Limonit adalah oxida besi hydrat (Hydrated Iron Oxide) banyak terdapat di Eropa terutama Inggris. Besi juga memiliki unsur paduan lain seperti: 1. Karbon (C) Berpengaruh terhadap sifat besi dan juga tergantung pada proses pembuatannya (seperti proses awal dan pendinginannya). Akan tampak digabung dengan besi membentuk sementit (besi karbida) yang keras. 2. Silikon (Si) Cenderung untuk menghilangkan pengaruh karbon. Akan menghasilkan warna ke abu-abuan
dan
bersifat
melunakan.
Penting
dalam
proses
pelunakan
(malleabelizing). 3. Phospor (P) Dalam pengecoran menghasilkan kerapuhan. Kandungan phospor yang tinggi meningkatkan penyusutan dalam proses pengerasan dan berakibat adanya tegangan pada setiap sudut. Menghasilkan pori-pori, bila besi yang berkwalitas baik pori-pori ini diusahakan tidak ada. Kegunaan phospor ini adalah sebagai pemudah pengaliran cairan pada saat penuangan.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4. Belerang (S) Adalah unsur ikatan dalam besi, tidak memiliki manfaat sama sekali dan hanya menimbulkanan penurunan kwalitas. Biasa membentuk sulfida besi. Cenderung untuk memisahkan diri dari besi yang mengeras dan berakibat cacat. Sehingga menimbulkan kerapuhan dan penyusutan pada waktu pendinginan. 5. Mangan (Mn) Fungsi terpenting adalah membantu menetralisir efek-efek dari belerang. Membentuk mangan sulfida yang mempunayi titik lebur yang tinggi dan hanya sedikit larut dalam besi.
Besi lunak berwarna lebih tua dan gelap. Bila terlalu banyak mengandung phospor kekuatan tariknya akan melemah. Untuk menaikkan kekuatan maka dicampurkan sedikit magnesium. Unsur-unsur pencampur dalam besi digunakan untuk menentukan sifat-sifat bahan yang kita inginkan.
2.2.8
Besi Tuang
Besi tuang adalah paduan dari besi yang mengandung unsur karbon 2% - 5%. Silikon memiliki peranan yang penting selain meningkatkan kekuatan pada besi tuang dan dapat mencair pada suhu difusi dengan karbon secara bersamaan. Reaksi tersebut menghasilkan endapan bergrafit. Besi tuang dapat dikomposisikan dan membentuk : 1. Besi tuang kelabu 2. Besi tuang nodular 3. Besi tuang mampu tempa 4. Besi tuang putih
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2.9 Dalam Sistem Besi-Karbon Paduan besi-karbon merupakan bahan konstruksi yang terpenting. Baja adalah bahan yang serbaguna terdiri dari puluhan jenis seperti baja lunak, baja keras, baja anti karat, baja magnetic, baja non magnetit dan masih banyak lagi. Diagram fasa dapat digunakan untuk menjelaskan tiap karateristik tersebut di atas.
Gambar 2.7 Diagram fasa besi (Fe) besi-karbida (Fe3C) [8]
Besi murni berubah sturukturnya dua kali sebelum Pertama besi berubah dari kubik pemusatan ruang ke kubik pemusatan sisi pada suhu 912 oC. mencair. Pertama besi berubah dari kubik pemusatan ruang ke kubik pemusatan sisi pada suhu 912 oC. perubahan yang kedua adalah pada suhu 1394 oC, maka terbentuk lagi struktur kubik pemusatan ruang dan tetap stabil hingga besi mencair pada suhu 1538 oC. 1. Ferit atau BesiTerbentuk dari modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang. Disebut ferit (besi- ). Ferit bersifat lunak dan ulet, ferromagnetic dan berstruktur kubik pemusatan ruang. Tegangan tarik berkisar
310 MPa dengan berat jenis 7,88
gram/cm 3. Daya larut karbon dalam larutan ferit sangat kecil antara 0,05%-0,25% C berat.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2. Austenit atau BesiBesi ferit mengalami pemanasan lanjut dan terbentuk modifikasi besi dengan struktur kubik pemusatan sisi. Disebut austenit atau besi- . Berada dan stabil pada suhu 912 oC
1394 oC dan didinginkan secara perlahan-lahan. Besi austenit
bersifat lunak dan ulet dan lebih kuat dari besi- , tidak bersifat ferromagnetik. Jarak antar atom lebih besar dibandingkan ferit. Daya larut karbon dalam larutan austenit antara 0,25% - 2,11% karbon berat. 3. BesiBerada pada suhu 1394 oC, dengan struktur kubik pemusatan ruang. Sama dengan struktur ferit, tetapi beda suhunya. Daya larut karbon hanya mencapai 0,02%. 4. Karbida Besi (sementit) Disebut paduan besi - karbon. Karbon yang diperlukan telah melebihi daya larut dengan besi (ferrous) yang membentuk fasa ke dua yaitu melebihi kadar karbon yang dapat terlarut dalam austenit (C>2,1%) lebih dikenal dengan karbida-besi dengan komposisi kimia Fe3C atau sementit. Setiap sisi kristal mengandung atom karbon dan atom besi dengan perbandingan (3 : 1, besi dengan karbon). Sementit dalam ferit dapat meningkatkan kekerasan baja akan tetapi menurunkan keuletan. Sementit dapat menimbulkan endapan ber-grafit seperti pada struktur besi tuang. Karena karbon yang melebihi kapasitas terlarut dalam austenit membentuk fasa-2 dengan pola kristal agregat.
2.2.10 Diagram Fasa Besi - Karbon Perhatikan pada gambar 2.7 diagram fasa besi (Fe) dan besi-karbon (Fe3C), berikut ini penjelasannya; 1. Komposisi Eutektik Komposisi eutekik terdapat pada daerah dengan 4,3% karbon (berat), 17% karbon (atom) dan terdapat pada suhu 1148 oC. Besi tuang atau besi cor terdapat pada daerah ini dan titik cair yang relatif rendah.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2. Komposisi Baja Besi austenit ( ) yang menampung jumlah % karbon (berat) mulai dari 0%2,11% berat serta larut secara intertisi dalam sel kubik pemusatan sisi dan memebentuk komposisi baja. Biasanya baja hanya mengandung sampai 1,2% karbon. Baja dapat membentuk fasa tunggal pada proses penempaan atau pengerjaan panas lainnya. o Daerah kandungan karbon antara 0%-1% dengan interval suhu dari 700 C-900 o
C adalah bagian yang terpenting untuk para ahli rekayasa teknologi bahan
karena mikrostruktur baja dapat diatur dan disesuaikan dengan keinginan serta lebih mudah dalam pengontrolan perubahan. 3. Komposisi Baja Paduan Baja paduan adalah selain menggunakan sejumlah karbon juga menggunakan elemen-elemen lain seperti; Nikel (Ni) Chrom (Cr), Molibden (Mo), Mangan (Mn), Silikon (Si), Vanadium (V), Tungsten (W) dan lain-lain. Seperti baja paduan rendah mengandung elemen-elemen lain sekitar
5% saja.
Elemen paduan ditambahkan untuk menghambat laju dekomposisi dari austenit ke fasa ferit-karbida, maka baja akan bertambah kekerasan dan berkurang sedikit keuletannya. 4. Komposisi Eutektoid Suhu eutektoid untuk paduan besi-karbon adalah 727 oC. Komposisi eutektoid terdiri dari sekitar 0,77% karbon atau dapat menggunakan (0,8% karbon). Reaksi eutektoid terdiri dari sekitar 0,77 % karbon atau dapat menggunakan (0,85 karbon). Reaksi eutektoid pada gambar 2.3 diagram fasa besi-karbida adalah : o 727 C
(0,77% karbon)
(0,02% karbon) + Sementit / Fe3C (6,7% karbon)
atau formulasi umumnya :
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
+ karbon (C)
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.2.11 Dekomposisi Austenit Pembentukan Perlit setelah fasa austenit mengalami pemanasan pada suhu eutektoid 723oC, maka dilanjutkan dengan pendinginan secara perlahan. Ternyata hal tersebut sampai pada daerah reaksi eutektoid (0,77% karbon). Membentuk lapisan ferit dan karbida secara bersama yang disebut perlit. Perlit sangat penting dalam pengolahan besi-baja.
Gambar 2.8 Perlit 2500 X lapisan perlit yang lebih terang dan karbida membentuk garis acak hitam [8]
Perlit adalah campuran khusus dari dua fasa dan terbentuk sewaktu austenit dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Formulasi : (0,77% karbon)
+ karbida (Fe3C)
Pemanasan >727 0C (0,77 % karbon)
(0,02% karbon) + Fe3C (6,7% karbon)
Pendinginan = 727 oC
Reaksi komposisi pada fasa ferit, austenit, perlit dengan jumlah karbida : a. Reaksi pemanasan : + karbon (C) Formulasi standar untuk 99,98% Fe + 0,002% C dalam 100 gram (dari diagram fasa Fe-Fe3C) Jumlah karbida =
(0,77% C ; eutektoid komposisi % C dalam besi ) x 100 gram (6,7%C ; karbida komposisi 0,02% C ; besi )
Maka, jumlah ferit (besi- ) = 100 gram jumlah karbida (dalam gram)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
b. Reaksi pemanasan + pendinginan : (0,77% karbon)
+ karbon (C)
Formulasi standar untuk N% Fe + M% C dalam 100 gram. Jumlah ferit =
(0,77% C ; eutektoid M% C dalam besi ) x 100 gram (0,77%C ; eutektoid 0,02%C ; besi )
Adalah jumlah ferit sebelum perlit terbentuk (pra-eutektoid)
Maka, jumlah Austenit (besi- ) = 100 gram jumlah ferit (dalam gram) Jumlah ini menyatakan austenit-komposisi austenit ( >727 oC)- hyper eutektoid Jumlah ini menyatakan austenit
Jumlah karbida =
komposisi eutektoid ( < 727 oC) hipo - eutektoid
(0,77% C ; eutektoid 0,02 % C ; besi ) x jumlah perlit (6,7%C ; karbida 0,02% C ; besi ) :[gr karbida / 100 gr baja ]
jumlah ferit dalam perlit (eutektoid) = jumlah perlit maka, jumlah seluruh ferit = ferit (pra
jumlah karbida
eutektoid) + ferit (eutektoid)
Pertumbuhan perlit menyangkut pembentukan ferit dan karbida sekaligus atau austenit pada komposisi eutektoid (0, 77% karbon). Perlit berpermukaan kasar dan berlapis tebal. Bila di quenching hasilnya perlit berpermukaan halus dengan lapisan tipis yang banyak.
Gambar 2.9 Pembentukan perlit (ferit yang terang, austenit matriks dan garis karbida)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
[8]
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
(a) 0%
(b) 0,20%
(c) 0,35%
(d) 0,5%
(e) 0,7%
(f) 1,2%
Gambar 2.10 Paduan besi-karbon yang perlakuan panas (500 X), dari (a) sampai (f) mengiringi peningkatan karbon [8]
(a)
(b)
Gambar 2.11 Struktur mikro baja perlit (500 X) a. 0,4% karbon b. 0,8% karbon [8]
2.2.12 Pembentukan Baja Martensit FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Dalam pembentukan perlit (ferit-karbida) laju pendinginan adalah perlahan-lahan. Hal ini berarti terdapat waktu untuk elemen karbon berdifusi dan berkonsentrasi dalam fasa karbida. Bila austenit didinginkan dengan sangat cepat, maka struktur karbon tidak sempat mengendap dengan elemen lain, artinya tidak sempat berdifusi dan hanya terdapat pergeseran cepat. Struktur kristal mengalami perubahan menjadi tetragonal pemusatan ruang (tpr) dan bukan kubik lagi. Inilah proses pembentukan martensit. Martensit memiliki sifat kekerasan yang tinggi dan brittle (getas). Kekerasan martensit dicapai oleh penyebaran fasa-2 beragregat dari partikel karbon dan besi karbida (sementit) yang tersebar merata, membentuk struktur jaringan kuat. Sehingga sangat sulit sekali untuk terjadinya pergerakan dislokasi, hal inilah yang menyebabkan bahan memiliki sifat keras.
Gambar 2.12 Martensit (1000 X) kristal berbentuk serpihan jarum dan butir austenit
[8]
Martensit yang mengalami pemanasan ulang sampai pada suhu di bawah suhu eutektoid (727 0C) dalam menekan waktu yang cukup lama, akan membuat larutan karbon jenuh berubah bentuk menjadi ferit
karbida ( + Fe3C) yang lebih stabil
tetapi lebih memiliki permukaan yang lebih halus dan sedikit meningkat kekuatannya. Proses ini disebut dengan temper (tempering).
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar 2.13 Martensit temper (1500 X) ditemper 425 oC (warna terang karbida, warna gelap matriks ferit) [8]
Karbida yang halus menghasilkan struktur mikro yang keras. Akibat temper yang dilakukan dengan waktu yang panjang maka terjadi difusi dan kristal karbida membesar serta beralih menjadi ferit (lunak dan ulet) yang lebih dominan. Kekuatan menurun sedangkan keuletan meningkat.
(a)
(b)
Gambar 2.14 Perlakuan panas dengan waktu berbeda, a). waktu temper 1 jam b). waktu temper 12 jam (karbida yang bergelembung) [8]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Dari gambar 2.15 kita dapat melihat bahwa kedua contoh memiliki komposisi yang sama ferit-karbida. Ternyata perbedaan perlakuan waktu terhadap proses temper membuat struktur mikro dan sifat mengalami perbedaan. Gambar a) memiliki temper 1 jam dan menghasilkan struktur lebih halus dan besar butir yang kecil dan merata. Gambar b) mengalami temper 12 jam dan menghasilkan struktur berbutir lebih besar. Kondisi perbedaan ini terjadi akibat sifat dari partikel karbida yang menghambat deformasi plastis. Waktu yang sedikit hanya mampu menghasilkan deformasi yang rendah, jadi struktur butir martensit tidak banyak mengalami perubahan. Sedangkan waktu temper yang lebih lama mampu memberikan deformasi yang lebih banyak sehingga perubahan lebih banyak terjadi. Kedua perubahan tersebut membawa dampak pada sifatnya, struktur mikro yang lebih halus memiliki kekerasan atau kekuatan lebih baik dibanding dengan struktur mikro yang lebih besar. Berbanding terbalik dengan sifat keuletannya, bahwa struktur mikro yang lebih besar memiliki keuletan yang lebih baik. Dapatlah kita ketahui bahwa karbida yang lebih halus menghasilkan kekuatan yang lebih baik dan lebih keras. 2.2.13 Pembentukan Baja Spheroidit Perlit terjadi dari dekomposisi austenit yang memiliki kadar karbon komposisi eutektoid (0,77
0,8% karbon). Perlit memperlihatkan campuran lapisan ferit-
karbida. Apabila struktur perlit dipanaskan kembali dengan waktu antara jam pada suhu 700
o
18
24
C, maka akan membentuk lapisan-lapisan karbida yang
menggumpal menjadi butiran-butiran, inilah proses pembentukan karbida spheroidit. Pada proses pendinginan perlahan, fasa endapan tumbuh pada batas-batas butir dan terbentuklah jaringan-jaringan fasa baru yang memiliki bentuk agak kasar serta memiliki sifat kuat tetapi ulet. Untuk meningkatkan kekerasan hanya tinggal menambahkan sedikit elemen karbon untuk meningkatkan jumlah karbida. Pada proses pendinginan mendadak, tidak sampai terjadi fasa pengendapan dan menyebabkan partikel yang halus dan terdispersi. Matriks yang ulet dan sebaran partikel karbida yang keras menghasilkan suatu bahan yang kuat. Partikel keras menghambat laju deformasi plastis, sedangkan matriksnya ulet dan tangguh. FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Sifat spheroidit lebih rendah kekuatan dan kekerasannya dibandingkan dengan perlit, akan tetapi memiliki ketangguhan yang lebih baik. Spheroidit (Bainit) : Ferit + sementit
pemanasan isotermal
spheroidit , dengan proses :
Pembentukan fasa perlit Quenching mendadak ( > 500 oC dengan t = sesaat) Pendinginan perlahan sampai dengan T = 250 oC ; pada t = sesaat Didinginkan sampai suhu kamar
(a)
(b)
Gambar 2.15 a. Perlit terbentuk dari transformasi austenit komposisi eutektoid b. Spheroidit terbentuk dari temper 700 oC [8]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.3
Fenomena Material Pada Besi Dan Paduannya
2.3.1
Kristal
Material membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku. Kristal adalah atomatom yang mengatur dirinya secara teratur dan berulang serta berinteraksi dalam pola 3-Dimensi. Pola kristal yang ada seperti : Kubik pemusatan ruang, seperti : Fe, Cr, Mo Kubik pemusatan sisi, seperti : Cu, Al, Ni, Ag, Au, Pb 2.3.2
Larutan Padat Logam
Larutan padat mudah terbentuk apabila pelarut dan yang terlarut memiliki ukuran yang sama dan struktur elektron yang serupa. 1. Larutan padat substitusi Bahwa salah satu atom zat terlarut menggantikan atom
zat pelarut yang
kekurangan. Besar atom-atom pelarut dan terlarut harus sama dan mendekati, supaya dapat sebanyak mungkin terjadi kelarutan zat terlarut dan zat pelarut. Larutan padat substitusi ini seperti : Tembaga + Seng = Kuningan Tembaga + Nikel = Monel Tembaga + Timah = perunggu 2. Larutan padat tertata Bahwa suatu unsur akan menempati kedudukan atom tertentu dalam kristal sebanding dengan prosentasi atom elemen tersebut.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
3. Larutan padat intertisi Atom-atom
kecil dikelilingi atom-atom yang besar. Atom yang kecil dapat
menduduki daerah yang dituju atau terdapat ruang sisipan serta membentuk larutan padat intertisi. Pengerasan larutan padat adalah memasukkan atom-atom larut sebagai larutan padat dalam kisi atom pelarut, selalu menghasilkan paduan yang lebih kuat dari pada logam murni. Bila atom larut = atom pelarut (larutan padat substitusi) Atom larut > atom pelarut maka atom larut akan menduduki sisipan dalam kisi-kisi pelarut. Contoh atom larut lebih kecil C, N, O2, H dan Boron. Membentuk larutan padat sisipan. Fasa adalah bagian dari bahan yang mempunyai struktur tersendiri seperti pada fasa es dan fasa air. Larutan dapat berupa satu fasa atau lebih dari satu fasa, pada campuran / paduan merupakan bahan dengan lebih dari satu fasa. Fasa tunggal merupakan bahan yang memiliki satu struktur komposisi (bahan murni) atau paduan saling sesuai. Larutan fasa-2 merupakan indikasi bahwa pembentukan ikatan yang lengkap sudah terjadi tetapi zat terlarut melewati ambang batas pembentukan larutan, sehingga terlepas membentuk ikatan baru.
(a)
(b)
Gambar 2.16 Jenis struktur mikro Fasa-2 a. struktur agregat b. struktur tersebar [8]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Struktur agregat berbentuk struktur fase-2 yang besar atau kurang lebih sama dengan butiran matriks ferit baja anil. Struktur tersebar dimana tiap-tiap partikel matriks pelarut yang ukurannya lebih besar dikelilingi dan tersebar oleh partikel fase-2 yang ukurannya jauh lebih kecil. Partikel fase-2 untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan padat maksimum. Faktor-faktor partikel fasa-2 ini mencakup. Ukuran dan bentuk Jumlah dan distribusi Kekuatan, keuletan, dan perilaku pengerasan regang Sesuai kristalografis antara fasa-fasa Energi bidang pisah dan ikatan bidang pisah antar fasa Sifat mekanis paduan yang terdiri dari fasa yang mempunyai sifat getas dan keras akan tergantung dari cara pendistribusian fasa getas dalam struktur mikro bila fasa getas terdapat sebagai selubung batas butir, maka paduan tersebut getas. Tetapi bila pada fasa getas dalam bentuk partikel tata kontinyu di batas butir, kegetasan fasa getas terdapat sebaran halus dengan terdistribusi merata dalam seluruh matriks keuletan dan kekerasan meningkat, ferit yang terdapat dalam baja anil membentuk agregat sementit (karbida besi), dinormalisasi dan mengalami pendinginan perlahanlahan.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Penguatan bahan yang lazim adalah : Penguatan larutan padat Penguatan agregat atau tersebar dalam fasa-2 Penguatan oleh partikel halus 2.3.3
Ketidak Sempurnaan (cacat) Dalam Kristal
Pada kenyataanya jarang ditemui kristal dalam keadaan sempurna. Biasanya malah dengan kesengajaan kristal dibuat tidak sempurna atau cacat untuk meningkatkan sifat-sifat yang diinginkan. 1. Cacat titik (kekosongan) Terjadi kekosongan karena adanya atom yang hilang dengan melompat ketika rekristalisasi.
Quenching
juga
dapat
menghasilkan
kekosongan.
Untuk
mengembalikannya oleh proses tambahan yaitu ditemper.
Gambar 2.17 Cacat titik a. kekosongan b. kekosongan ganda c. kekosongan pasangan ion [8]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2. Cacat garis (dislokasi) Dapat diterangkan bahwa sebagai garis sisipan satu bidang atom tambahan dalam struktur kristal. Kristal mengalami deformasi plastis oleh gaya geser. Disekitar dislokasi terhadap daerah yang mengalami tekanan dan tegangan. 3. Sisipan Atom tambahan dapat berada dalam struktur kristal. 4. Cacat permukaan Permukaan luar unsur, tersusun dari atom-atom yang merupakan akhir / batas struktur kristal. Atom-atom di permukaan luar hanya mempunyai tetangga atom pada satu sisi saja. Sehingga energi meningkat dan ikatannya kurang kuat 5. Batas butir Kristal-kristal dalam batas butir memiliki arah yang berbeda. Batas butir adalah antara 2 butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola orientasi.
Gambar 2.18 Batas butir dan pengaruh tegangan[8]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.3.4 Difusi Pergerakan acak dari atom-atom, karena banyak akan berpindah. Maka terjadi lubang atau kekosongan. Dalam proses karburisasi dari baja karbon rendah (tangguh tetapi lunak) bahannya dipanaskan dalam lingkungan karbon sehingga karbon berdifusi dalam permukaan baja. Secara jelas difusi adalah pergerakan acak atau perpindahan dari atom-atom karena banyak atom yang berpindah akibat pemanasan atau pendinginan. Maka terjadilah kekosongan atau intertisi.
Gambar 2.19 Difusi kekosongan [8]
Gambar 2.20 Difusi berintertisi [8]
2.3.5
Dislokasi
Perubahan struktur materi akibat pengaruh yang dikenakan terhadap materi. Perubahan struktur yang dimaksud dapat berupa : 1. Pergeseran struktur (luncuran dislokasi) 2. Perbesaran / pengecilan struktur-struktur materi 3. Pemecahan struktur materi 4. Penggabungan (saling tangkap) struktur materi 5. Batas butir (penyusunan struktur) 6. Kekosongan difusi FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Dislokasi juga merupakan pergeseran / pergerakan struktur kristal, yang pada pergeseran tertentu menimbulkan deformasi plastis yang merubah struktur intern logam. Contoh pada baja tahan korosi, gumpalan-gumpalan garis adalah dislokasi. Jumlah dan panjangnya bertambah dengan bertambahnya pengerjaan dingin. Hal ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan akan tetapi juga menurunkan keuletan. Dilihat dari pengamatan dalam mikroskop elektron transmisi. Teknik ini memungkinkan untuk pengamatan : 1. Jaringan dislokasi 2. Salah tumpuk (stacking faults) 3. Penumpukan (pile-up) 4. Dislokasi di batas butir Rekayasa untuk menghasilkan bahan dengan kekuatan dan kegunaan tertinggi dapat dilakukan : 1. Butir-butir yang halus sering dikehendaki untuk kekuatan tertinggi. 2. Penambahan atom-atom larut untuk meningkatkan kekuatan dan membentuk fasa baru. 3. Partikel halus dapat ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan. 4. Transformasi fasa dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kekuatan.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
2.4
Pengujian Kekerasan Pengertian-pengertian keras dan lunak merupakan hal yang jelas. Akan
tetapi pengertian kekerasan merupakan hal yang sukar dirumuskan sedemikian rupa, sehingga kita dapat mengukurnya dan dapat dibandingkan. Jaman dahulu dapat dipakai cara perbandingan dan prosedurnya sebagai berikut. Dengan bahan bahan tambang yang kerasnya berlainan, dari talk (lunak sekali) sampai intan (keras sekali), kita membuat goresan pada sebuah benda. Semakin bahan dari benda itu bertambah keras harus dipilih bahan tambang lebih keras untuk dapat membuat goresan. Dalam dunia teknik dewasa ini, cara demikian terlalu kasar. Sekarang dalam mencari nilai kekerasan dapat diperoleh dengan metode berikut : Metode Vickers menggunakan sebuah intan berbentuk limas (piramid) dengan sudut puncak 136O P
P
1360
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
HV =
d=
1,854.( Px1000) (d ) 2
d1 d 2 2
P = Beban penekanan (kgf) d1 = Panjang diagonal pertama (mm) d2 = Panjang diagonal kedua (mm) d = Panjang diagonal rata-rata (mm) Gambar 2.20 Jejak indentor kekerasan Vickers
2.5
[8]
Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia digunakan untuk menganalisa kandungan
unsur-unsur kimia pada benda uji. Dengan mengetahui prosentase unsur-unsur kimia pada benda uji kita dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh. Pengujianya mengunakan mesin spektrometer. 2.6
Pengujian Metallografi Metalografi merupakan bagian dari ilmu logam yang mempelajari
keadaan susunan suatu struktur mikro bahan logam, hubungan antara struktur mikro dengsn sifat bahan logam serta paduanya dengan peralatan mikrosop. Keadaan struktur mikro maupun adanya cacat atau penyimpangan pada struktur mempunyai pengaruh terhadap sifat mekanis, seperti sifat pada kekerasan, keuletan dan lain-lain. Struktur mikro akan mengungkapkan perlakuan mekanis dan panas dari logam dan memungkinkan untuk memperkirakan sifat-sifat yang diinginkan dengan suatu kondisi yang ditentukan. Prosedur penyiapan suatu specimen memang relatif sederhana tetapi harus melakukan latihan yang berulang-ulang supaya terbiasa. Tujuan akhirnya adalah untuk menghasilkan permukaan serata mungkin, bebas dari goresan dan permukaan akhir harus tampak seperti cermin.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Secara skematis prosedur penelitian ditunjukkan pada gambar 3.1, yaitu diagram alir penelitian. Mulai
Benda Uji Pengujian 1. Batang Piston Yamaha RX- King 2. Batang Piston Honda Supra Komposisi Kimia
Awal T= 27 0C
T = 100 0C t = 1 Jam
T = 500 0C t = 1 Jam
T = 700 0C t = 1 Jam
Quenching oli
Pengujian Kekerasan
Pengamatan Metalografi
Analisa Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
3.2. Material Penelitian Pada penelitian ini material yang digunakan adalah batang pistonYamaha RX-King dan Honda Supra. Pada gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan material yang akan diuji.
Gambar 3.2 Batang piston Yamaha RX-King
Gambar 3.3 Batang piston Honda Supra
Gambar 3.4 Batang piston Yamaha RX-King dan batang piston Honda Supra yang akan diuji
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
3.3. Pengujian Spektrometri Pengujian ini dilakukan dengan mengambil sampel bahan uji minimal 2x2 cm dan memasukkannya ke dalam mesin uji emission specktrometer, sehingga didapatkan komposisi kimia dari bahan uji. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Universitas Indonesia, Depok.
3.4. Pengujian Kekerasan Kekerasan adalah kemampuan logam atau material untuk menerima beban dari luar tanpa terjadinya deformasi plastis. Kekerasan merupakan sifat mekanis yang dimiliki suatu material. Pada penelitian ini pengujian yang dilakukan menggunakan metode Vickers. Metode Vickers dapat digunakan pada bahan yang keras, bahan yang sangat tipis dan pengukuranya lebih teliti. Prinsip pengujian ini adalah memberikan beban dengan menekan benda uji. Penekanan benda uji ini dilakukan dengan menggunakan 0 Indentor berupa intan yang memebentuk piramid dengan sudut puncak 136 dan
dasar berbentuk segi empat kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai beban sebesar 1000 gram. Luas dari jejakan dihitung dari pengukuran Mikroskopik panjang diagonal HV dapat ditentukan dari persamaan.
HV =
1,854.( px1000) {kgf / mm2} 2 (d )
Dimana : P
: Beban yang digunakan (kgf)
d
: Panjang diagonal rata-rata (mm)
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
3.5. Pengamatan Metalografi Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk melihat, mengamati dan menganalisa jenis dan bentuk struktur mikro dari spesimen. Agar dapat mengamati struktur mikro yang ada maka dilakukan beberapa proses pengerjaan pada spesimen yang akan diamati. Proses pengerjaan yang dilakukan adalah: a. Pemotongan spesimen Spesimen dipotong dengan ukuran sesuai dengan standar pengujian untuk mempermudah pengamatan pada mikroskop. b. Membentuk atau mencetak spesimen Tujuan untuk membentuk pegangan spesimen dan untuk menjamin permukaan spesimen rata dan disamping itu mudah dipegang selama proses preparasi (grinding dan polishing). Sebagai medium pemegang spesimen digunakan Technovit atau Acrylic yang dicampur dengan cairan pengeras (resin) dengan perbandingan tertentu, dimana campuran tersebut menjadi keras kurang lebih 15 menit. c. Grinding Pada tingkat ini digunakan mesin grinding berputar atau mesin grinding manual. Sebagai medium grinding dipakai kertas amplas dengan berbagai tingkatan kekasaran, yaitu kombinasi dari 220, 330, 500, 600, 800, 1000. 1200 dan 1500 Hasil akhir dari proses grinding diperoleh permukaan spesimen dengan goresan yang searah dan halus. d. Polishing Setelah penggosokan dengan kertas amplas pada mesin grinding, spesimen dicuci dengan air dan alkohol hingga bersih dan dikeringkan. Tujuan dari proses ini untuk mendapatkan permukaan spesimen yang memenuhi syarat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Media polishing yang sering digunakan adalah Alumina 0,05 micron. Pemolesan dilakukan dengan jalan menekan permukaan spesimen pada piringan berputar yang telah dilapisi kain penggosok.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Polishing berakhir jika bekas gosokan dari grinding telah hilang dan permukaannya sudah mengkilat. e. Mengetsa (etching) Struktur mikro suatu spesimen logam dapat dilihat dengan baik melalui mikroskop, apabila spesimen telah mengalami proses etsa dengan media etsa tertentu. Pengetsaan dilakukan dengan cara mencelupkan permukaan spesimen ke dalam larutan kimia. Dalam pengetsaan ini digunakan bahan kimia sebanyak 100 ml, yang terdiri dari Alkohol sebanyak 98 ml dan HNO3 sebanyak 2 ml. Spesimen logam setelah proses etsa segera dicuci dengan alkohol dan akhirnya dikeringkan dengan bantuan alat pengering. f. Pemotretan Spesimen yang telah dietsa selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X dan 500X. Kemudian dilakukan pengambilan foto struktur mikronya
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Berikut ini adalah tabel data hasil pengujian Spektrometri pada Batang piston Yamaha RX King. Data Hasil Pengujian Spektrometri Tabel 4.1 Data hasil pengujian Spektrometri batang piston sepeda motor Yamaha RX-king
Unsur
Jumlah Dalam [%]
Unsur
Jumlah Dalam [%]
C Si Mn P S Cr Ni Cu Mo
0.21368 0.18642 0.81612 0.01660 0.02039 1.07553 0.01816 0.01009 0.16852
V W Al Ti Sn B Nb Pb Fe
0.00884 0.00155 0.03300 0.00377 0.00116 0.00021 0.00132 0.00007 97.42462
Alat uji Emission Spektrometri. Analisa kuantitatif XRF Spektrometer di Laboratorium Universitas Indonesia
97.42462
Grafik Spektrometri dengan jumlah unsur dalam [%] 100
80 70 60 50 0.00007
0.00132
0.00021
0.00116
0.00377
0.033
0.00155
0.00884
0.16852
0.01009
0.01816
1.07553
0.02039
10
0.0166
20
0.18642
30
0.81612
40 0.21368
Jumlah Unsur Dalam [ % ]
90
0 C
Si
Mn
P
S
Cr
Ni
Cu
Mo
V
W
Al
Ti
Sn
B
Nb
Pb
Fe
Batang Piston RX - King
Gambar 4.1 Grafik Batang Piston RX King Dengan jumlah Unsur Dalam [ % ]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Berikut ini adalah tabel data dari hasil pengujian Spektrometri pada Batang Piston Honda Supra. Tabel 4.2 Data hasil pengujian Sektrometri batang Piston Sepeda motor Honda supra
Unsur
Jumlah Dalam [%]
Unsur
Jumlah Dalam [%]
C Si Mn P S Cr Ni Cu Mo
0.76002 0.23467 0.83905 0.00785 0.01493 1.12802 0.07582 0.08482 0.09829
V W Al Ti Sn B Nb Pb Fe
0.00567 0.00215 0.03583 0.00168 0.00530 0.00015 0.00147 0.00006 96.70426
Alat uji Emission Spektrometri. Analisa kuantatif XRF Spectrometri di Laboratorium Universitas Indonesia
96.70426
Grafik Spektrometri dengan jumlah unsur dalam [%] 100
80 70 60 50
0.00006
0.00147
0.00015
0.0053
0.00168
0.03583
0.00215
0.00567
0.09829
0.08482
0.07582
1.12802
0.01493
10
0.23467
20
0.00785
30
0.83905
40 0.76002
Jumlah Unsur Dalam [ % ]
90
0 C
Si
Mn
P
S
Cr
Ni
Cu
Mo
V
W
Al
Ti
Sn
B
Nb
Pb
Fe
Batang Piston Supra
Gambar 4.2 Grafik Batang Piston Supra Dengan jumlah Unsur Dalam [ % ]
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Spektrometri Pada Batang piston Sepeda Motor Yamaha RX-King Dan Batang Piston Honda Supra Dengan Jumlah Unsur Unsur
Jumlah Dalam (%)
Batang Piston Ymaha RX-King
Batang Piston Honda Supra
0.21368 0.76002 0.18642 0.23467 0.81612 0.83905 0.01660 0.00785 0.02039 0.01493 1.07553 1.12802 0.01816 0.07582 0.01009 0.08482 0.16852 0.09829 0.00884 0.00567 0.00155 0.00215 0.03300 0.03583 0.00377 0.00168 0.00116 0.00530 0.00021 0.00015 0.00132 0.00147 0.00007 0.00006 97.42462 96.70426 Grafik Spektrometri dengan jumlah unsur dalam [ %] 96.70426
C Si Mn P S Cr Ni Cu Mo V W Al Ti Sn B Nb Pb Fe
Jumlah Dalam (%)
97.42462
100 90
70 60
0.00006
0.00147
B
0.00007
Sn
0.00015
0.0053 0.00021
Ti
0.00132
0.00168 0.00116
W
0.03583 0.00377
0.00155 0.00215
V
0.033
0.00567
0.09829
Mn
0.00884
Si
0.07582 0.01009 0.08482 0.16852
C
10
0.02039 0.01493 1.07553 1.12802 0.01816
20
0.23467 0.81612
30
0.76002 0.18642
40
0.83905 0.0166 0.00785
50
0.21368
Jumlah Unsur Dalam
80
Nb
Pb
0 P
S
Cr
Ni
Cu
Mo
Batang Piston RX - King
Al
Batang Piton Supra
Gambar 4.3 Grafik perbandingan Batang Piston Yamaha RX-King dan Honda Supra Dengan Jumlah Unsur Dalam [ % ] FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
Fe
TUGAS AKHIR
4.1.2
Data Hasil Pengujian Kekerasan Dengan menggunakan mesin uji Hardness Vickers ( HV ) dan untuk
menghitungnya memakai rumus sebagai berukut : HV =
1,854.( Px1000) [kgf / mm2] 2 (d )
Dimana : P
= Beban yang digunakan (kgf)
d1
= Panjang diagonal pertama (mm)
d2
= Panjang diagonal kedua (mm)
d HV
= Panjang diagonal rata-rata (mm) = Hardness Vickerss
Sampel untuk Batang Piston Yamaha RX King : 1,854.x(1000 x1000) (68,0) 2 1854000 = = 400,95 [kgf / mm2] 4624
HV = Titik pertama
Sampel untuk Batang Piston Honda Supra : 1,854.x(1000 x1000) (62,1) 2 1854000 = = 477,44 [kgf / mm2] 3856
HV = Titik pertama
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Setelah didapat hasil pertitik maka hasil Hardness Vickers (HV) dijumlahkan kemudian dibagi 5 titik maka didapatkan nilai kekerasan rata-rata. Maka didapatkan lihat tabel 4.4 dan tabel 4.5. Berikut ini tabel data hasil uji kekerasan dari Batang Piston Yamaha RX King pada sampel awal dan temperatur 100 0C, 500 0C, dan 700 0C. Tabel 4.4 Data hasil Pengujian Kekerasan Batang Piston Yamaha RX-King
Posisi Pengujian
Kekerasan [HV] Nilai Kekerasan ( H¯ V ) Per titik Rata-rata ( kgf / mm 2 ) 400.95
Titik Pengujian
d ( m)
1
68.0
2
68.1
399.82
3
68.1
399.82
4
68.2
398.62
5
68.0
400.95
1
69.8
380.54
Quenching Oli
2
70.0
378.36
K1
3
70.1
377.28
4
69.7
381.63
5
70.2
376.21
1
76.0
320.98
2
75.8
322.71
3
76.1
320.15
4
76.1
320.15
5
76.2
319.32
1
80.4
286.81
2
79.8
291.14
K3
3
80.2
288.24
T = 700 OC
4
80.4
286.81
5
80.1
288.96
K [Awal]
T = 100 OC
K2 O
T = 500 C
400.03
378.80
320.66
288.39
Alat Kekerasan metode Hardness Vickers. Di laboratorium Metalurgy Universitas Indonesia
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Berikut ini tabel data hasil uji kekerasan dari Batang Piston Honda Supra pada sampel awal dan temperatur 100 OC, 500 OC, dan 700 OC.
Tabel 4.5 Data hasil Pengujian Kekerasan Batang Piston Honda Supra Kekerasan [HV] Nilai Kekerasan ( H¯ V ) Per titik Rata-rata ( kgf / mm 2 ) 480.80
Posisi
Titik
Pengujian
Pengujian
d ( m)
1
62.1
2
62.4
476.23
3
62.4
476.23
4
62.4
476.23
5
62.3
477.71
1
64.1
451.31
Quenching Oli
2
64.1
451.31
S1
3
64.1
451.31
4
64.2
449.89
5
64.1
451.31
1
71.2
365.75
2
70.8
369.91
S2
3
71.1
366.76
T = 500 OC
4
71.4
363.74
5
71.2
365.75
1
77.9
305.53
2
78.2
303.18
3
78.2
303.18
4
78.0
304.73
5
78.0
304.74
S [Awal]
O
T = 100 C
S3 O
T = 700 C
477.44
451.02
366.38
304.27
Alat Kekerasan metode Hardness Vickers. Di laboratorium Metalurgy Universitas Indonesia
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4.2
Data Hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Berikut ini adalah tabel data dari pengujian kekerasan (HV) pada Batang
Piston Yamaha RX King dan Batang Piston Honda Supra.
Tabel 4.6 hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Pada Batang Piston Awal,Batang Piston Quenching Oli Yamaha RX - King Nilai Kekerasan [ H¯ V ] Rata-rata 2 {kgf / mm } Batang Piston Yamaha RX-King
Posisi Pengujian
K [Awal} Quenching Oli K1 T = 100 OC K2 T = 500 OC K3 T = 700 OC
400.03 378.80
320.66 288.39
Grafik Nilai Kekerasan (HV) Pada Batang Piston Awal, Batang Piston Quenching Oli 500 400.03
378.8
400
320.66 288.39
300 200 100 0 Awal
100
200
300
400
500
600
700
Temp ( 0C ) Batang Piston Yamaha RX - King
Gambar 4.4 Grafik Batang Piston Awal dan Quenching Oli Dengan Nilai Kekerasan { kgf / mm2 }
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Tabel 4.7 hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Pada Batang Piston Awal, Batang Piston Quenching Oli Honda Supra Nilai Kekerasan [ H¯ V ] Rata-rata {kgf / mm2 } Batang Piston Honda Supra
Posisi Pengujian
S [Awal} Quenching Oli S1 T = 100 OC S2 T = 500 OC S3 T = 700 OC
477.44 451.02
366.38 304.27
Grafik Nilai Kekerasan (HV) Pada Batang Piston Awal, Batang Piston Quenching Oli
477.44
500
451.02
366.38
400
304.27
300 200 00
100 0 Awal
100
200
300
400
500
600
700
Temp ( 0C )
Batang Piston Honda Supra
Gambar 4.5 Grafik Batang Piston Awal dan Quenching Oli Dengan Nilai Kekerasan { kgf / mm2 }
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Kekerasan Rata-rata Pada Batang Piston Yamaha RX-King Dan Honda Supra Posisi Penujian
Nilai Kekerasan [ H¯ V ] Rata-rata 2 {kgf / mm } Batang Piston Yamaha RX-King
Nilai Kekerasan [ H¯ V ] Rata-rata {kgf / mm2 } Batang Piston Honda Supra
400.03
477.44
378.80
451.02
320.66
366.38
288.39
304.27
K [Awal} S [Awal] Quenching Oli K1 S1 T = 100 OC K2 S2 T = 500 OC K3 S3 T = 700 OC
Dari tabel diatas data hasil pengujian kekerasan ( HV ) pada Batang Piston Yamaha RX King dan Batang Piston Honda Supra kemudian dibuat grafik dibawah ini. Grafik pada batang piston awal dan grafik batang piston quenching oli. Grafik Nilai Kekerasan (HV) Pada Batang Piston Awal Dan Quenching Oli 477.44 500
451.02 366.38
400 300
304.27 400.03 378.8 320.66
200
288.39
100 0 Awal
100
200
300
400
500
600
700
Temp ( 0C ) Batang Piston Yamaha RX King
Batang Piston Honda Supra
Gambar 4.6 GrafikPerbandingan Batang Piston Awal dan Quenching Oli Pada Batang Piston Yamaha RX-King Dan Honda Supra Dengan Nilai Kekerasan { kgf / mm2 }
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1
Pembahasan Hasil Dari Pengujian Kekerasan Dari hasil pengujian kekerasan Metode Vickers dengan beban penekan 1000
gram dan diameter Indenrtor diperoleh nilai kekerasan. Nilai kekerasan yang diambil pada batang piston Yamaha RX-king dan batang piston Honda Supra, dibagian batang piston awal dan batang piston quenching oli. Pada pengujian batang piston awal terdapat lima titik pengujian kekerasan begitu juga pada pengujian kekerasan pada batang piston quenching oli. Nilai kekerasan rata-rata pada pengujian batang piston awal sebesar HV = 2 4000.03 kgf / mm , untuk batang piston Yamaha RX-King dan HV = 477,95 kgf /
mm 2 untuk batang piston Honda Supra, apabila dilihat dari fungsi batang piston itu sendiri, dimana sebagai pengirim kekuatan dan perubahan jarak pada piston keporos engkol bergerak naik turun dari posisi Titik Mati Atas (TMA) ke Titik Mati Bawah (TMB) atau sebaliknya. Idealnya suatu batang piston memiliki nilai kekerasan yang tinggi, karena sangat menentukan kekuatannya dilihat dari prinsip kerja yang turun naik mendorong piston dan menekan poros engkol. Perbedaan kekerasan pada setiap titik pengujian awal dapat dilihat pada gambar grafik 4.4 dan tabel 4.4 sampai dengan 4.8 diatas. Pada pengujian batang piston quenching oli terdapat lima titik pengujian 0 kekerasan. Nilai kekerasan rata-rata pada temperatur T = 100 C adalah HV = 378,80
kgf / mm 2, T = 500 0C adalah HV = 320, 66 kgf / mm2, T = 700 0C adalah HV = 288,39 kgf / mm 2 untuk batang piston Yamaha RX-King dan temperatur T = 100 0C adalah HV = 451,02 kgf / mm 2, T = 500 0C adalah HV = 366,38 kgf / mm2, T = 700 0
C adalah HV = 304 27 kgf / mm2 untuk batang piston Honda Supra. Nilai kekerasan
pada quenching oli diperlukan untuk mengetahui batang piston yang dapat menerima kekuatan dan gaya-gaya didalam ruang pembakaran. Dari hasil pengujian kekerasan tersebut terlihat bahwa nilai kekerasan pada material batang piston Yamaha RX-King maupun batang piston Honda Supra, didapatkan bahwa batang piston Honda Supra memiliki kekerasan yang lebih baik.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4.3.2
pembahasan Hasil Dari Pengujian Komposisi Kimia Dari hasil pengujuian komposisi kimia dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai 4.3
dan gambar grafik 4.1 sampai 4.3 diatas. Dimana setiap produk memiliki kelebihan masing-masing. Dimana penguijan ini merupakan salah satu jenis pengujian untuk mengetahui jenis material uji dari hasil pengujian komposisi kimia yang dilakukan uji pada material batamg piston Honda Supra didapat kadar karbon sebesar 0,76 % atau lebih besar 0,54 % dibandingkan dengan batang piston Yamaha RX-King. Kadar karbon pada material batang piston efektif meningkatkan kekerasan pada material batang piston apabila dilihat dari besarnya kadar karbon batang piston Honda Supra memiliki kekerasan yang yang lebih keras. Selain karbon terlihat juga kadar chroom (Cr) yang terdapat pada material batang batang piston Honda supra lebih besar 1.12 % sehingga dengan jumlah chroom yang lebih besar pada material berpengaruh terhadap sifat baja bertambah kekerasan dan keliatan. Setelah unsur Chroom (Cr) maka unsur paduan yang lain yang mempunyai komposisi yang cukup besar adalah mangan (Mn) unsur managan (Mn) pada material batang piston Produk Honda Supra lebih besar 0.83 % dibandingkan dengan batang piston Produk Yamaha RX-King yang memiliki kadar mangan (Mn) 0.81 % dimana unsur tersebut berfungsi sebagai deoksidator dari baja, unsur ini dapat mengikat unsur sulfur (S) dengan membentuk senyawa MnS, dapat mencegah senyawa FeS. Mencegah terjadinya hot shortnes ( kegetasan pada suhu tinggi ) dan menguatkan fasa ferit. Selain itu ada unsur yang berpengaruh terhadap material batang piston yaitu unsur silikon (Si) pada material batang piston Produk Honda Supra lebih besar dengan kadar 0,23 % dibandingkan dengan batang piston Produk Yamaha RX-King yang memiliki kadar silikon (Si) 0,18 % sehinga memepunyai sifat ketahanan getas terhadap panas dan ketahanan terhadap kelelahan serta meningkatkan kekerasan. Berdasarkan uji komposisi kimia ini maka dapat ditentukan jenis dari material uji, dimana material diatas merupakan jenis baja karbon sedang ( Medium Carbon Steel).
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4.3.3
Pembahasan Dari Hasil Pengujian Metalografi Untuk analisa metalografi yang dilakukan akan dibahas bagian perbagian,
yaitu batang piston awal maupun batang piston quenching oli baik untuk batang pisrton sepeda motor Yamaha RX-King maupun batang piston Honda Supra dengan perbesaran 100X dan 500X. Pada bagian awal batang piston Yamaha RX-King perbesaran 100x dan 500x (pada lampiran gambar A1 dan A3 ) terlihat warna garis kuning memanjang pada pinggir (Tembaga) dan terlihat pada
struktur yang membentuk fasa ferit (hitam), yang
berwarna abu-abu/hiaju (martensit temper) kristal membentuk seperti serpihan jarum yang mendominasi dalam matriks Fe yang berwarna putih (Austenit Sisa) yang terlihat tidak homogen, Ferit (hitam) terbentuk dari unsur Cr yang terdistribusi merata dalam matriks Fe. Ferit lebih didominasi dari unsur Cr, karena unsur Cr mempunyai nilai prosentase yang lebih besar dibandingkan dengan unsur tambahan yang lain. Pada pengamatan batang Honda Supra pembesaran 100x dan 500x (Pada lampiran A2 dan A4). Terlihat warna garis memanjang berwarna hitam dipinggir (karbon) dan strukturnya hampir sama dengan batang piston Yamaha RX-King Pada daerah ferit (hitam), Austenit Sisa (putih) sedikit dan Martensit temper (abuabu/hijau) kristal membentuk serpihan jarum di dalam matriks Fe yang tersebar merata, membentuk strutur jaringan kuat. Sehingga sangat sulit sekali untuk terjadinya pergerakan dislokasi, hal inilah yang menyebabkan bahan memiliki sifat keras. Dislokasi terjadi akibat struktur mikro yang berdifusi karena pergerakan acak atau perpindahan
atom-atom pengaruh suhu termal. Dimana terlihat perbedaan
antara batang piston Yamaha RX-King dengan batang piston Honda Supra, batang piston Yamaha RX-king terlihat dilapisi tembaga pada permukaannya (Plathing) dan untuk batang piston Honda Supra terlihat adanya pengerasan permukaan dengan menambahkan unsur karbon pada permukaannya (Karborizing). 0 Pada pengamatan batang piston quenching oli pada temperatur T = 100 C dan 500 0C pembesaran 100x dan 500x batang piston Yamaha RX-King dan batang
piston Honda Supra (pada lampiran gambar A5 sampai A10). Terlihat gumpalan Martensit Temper (abu-abu/hijau)yang mengalami pemanasan ulang pada suhu dibawah suhu eutectoid (727 0C), Austenit Sisa (putih) dan ferit (hitam) yang FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
disebabkan oleh suhu termal yang merubah struktur mikro dan gaya-gaya yang menimbulkan deformasi plastis. Pada temperatur T =700 0C pada batang piston Yamaha RX-King perbesaran 100x dan 500x Martensit Temper (abu-abu/hijau) banyak, besar-besar dan mendominasi, Austenit sisa (putih) banyak dan besar-besar dan tidak homogen dan ferit (hitam) banyak dan besar-besar. Dan untuk batang piston Honda Supra Martensit Temper (abu-abu/hijau) banyak, besar-basar dan mendominasi, Austenit Sisa (putih) banyak dan besar-besar bergelembung tidak homogen dan ferit (hitam) banyak dan besar-besar. Perubahan bentuk butiran pada struktur mikro batang piston karena pergerakan acak atau perpindahan atom-atom yang menyebabkan dislokasi. Dislokasi terjadi pada struktur mikro batang piston dipengaruhi oleh perubahan suhu termal sehingga merubah sifat mekanis batang piston.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4.4 Pembahasan Secara Keseluruhan Hasil Pengujian Kekerasan, Uji Komposisi Kimia Dan Uji Metalografi Pembahasan secara keseluruhan Berdasarkan pengujian kekerasan, pengujian komposisi kimia dan pengujian metalografi yang telah dilakukan terhadap benda uji. 1. Dari hasil pengujian kekerasan pada batang piston Yamaha RX-King dan batang piston Honda Supra mempunyai kekerasan yang cukup baik, tetapi nilai kekeasan rata-rata batang piston Honda Supra lebih besar dari pada batang piston Yamaha RX-King, sifat kekerasan ini dibutuhkan pada batang piston yang berfungsi sebagai pengirim kekuatan dan perubahan jarak pada piston ke poros engkol yang bergerak naik turun dari posisi titik mati Atas (TMA) ke posisi Titik Mati Bawah (TMB) atau sebalikmya. Idealnya suatu batang piston memiliki nilai kekerasan yang tinggi, karena sangat menentukan kekuatannya dilihat dari prinsip kerja yang naik turun mendorong piston dan menekan poros engkol. 2.
Berdasarkan uji komposisi kimia pada batang piston Yamaha RX-King dan batang piston Honda Supra dapat dilihat bahwa batang piston Honda supra memiliki unsur karbon (C) lebih besar dibandingkan dengan batang piston Yamaha RX-King, dimana unsur karbon tersebut efektif meningkatkan kekuatan dan kekerasan bahan batang piston dan juga unsur kimia yang tertinggi pada hasil penggujian spektrometri adalah unsur Chroom (Cr) dimana unsur tersebut sangat mempengaruhi terhadap sifat creep (mulur) dan meningkatkan kekuatan suhu tinggi serta menambah kekuatan baja sedangkan keuletan tidak terganggu, selain Cr unsur yang tertinggi adalah Mn yang berfungsi sebagai mencegah kegetasan, yang hasilnya batang piston mempunyai sifat ulet. Ditambah unsur-unsur paduan lain. Berdasarkan uji komposisi kimia, maka material ini dapat dikelompokan jenis baja karbon sedang (Medium Carbon Steel)
3 Pada pengamatan struktur mikro batang piston Yamaha RX-King terlihat adanya penambahan unsur tembaga pada permukaannya (Plathing) dan pada batang piston Honda Supra terlihat adanya penambahan unsur karbon pada permukaan (karborizing), sehingga dari adanya perbedaan pada penambahan unsur dipermukaan mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai kekerasan dari kedua material uji ini, serta terlihat perubahan bentuk butiran struktur mikro akibat dari 0 proses pemanasan ulang pada suhu dibawah suhu eutectoid (727 C) dimana FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
struktur martensit temper lebih dominan yang tersebar merata, membentuk struktur jaringan kuat, kristal yang membentuk serpihan jarum sehingga sangat sulit sekali terjadinya dislokasi oleh atom yang berdifusi karena pergerakan acak atau perpindahan atom-atom yang dipengaruhi perubahan suhu. Dislokasi ini menyebabkan perubahan sifat mekanis dari batang piston.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian-pengujian yang telah dilakukan terhadap benda uji, batang piston sepeda motor Yamaha RX-King dan batang piston sepeda motor Honda Supra maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Batang piston sepeda motor Yamaha RX-King dan batang piston sepeda motor Honda Supra mempunyai sifat kekerasan yang sama baik, tetapi nilai kekerasan rata-rata batang piston Honda Supra lebih besar dari batang piston Yamaha RX-King. Sifat kekerasan ini dibutuhkan untuk mengirim kekuatan dan perubahan jarak pada piston ke poros engkol yang bergerak naik turun mendorong piston dan menekan poros engkol. 2. Berdasarkan uji komposisi kimia pada batang piston sepeda motor Yamaha RX-King dan batang piston Honda Supra unsur kimia yang terbesar dari pengujian komposisi kimia adalah Chroom (Cr) dimana unsur tersebut sangat mempengaruhi terhadap sifat creep (mulur) dan meningkatkan kekuatan suhu tinggi serta menambah kekuatan baja sedangkan keuletannya tidak terganggu, selain Cr adalah unsur mangan (Mn) yang berfungsi sebagai pencegah kegetasan dan keuletan, ditambah unsur-unsur paduan yang lain. Berdasarkan uji komposisi kimia, maka jenis material ini dikelompokan jenis baja karbon sedang ( Medium Carbon Steel ). 3. Pada pengujian metalografi batang piston Yamaha RX-King terlihat adanya penambahan unsur tembaga pada permukaan (Plathing) dan pada batang piston Honda Supra terlihat adanya penambahan unsur karbon pada permukaan (Karborizing), sehingga terjadinya perbedaan nilai kekerasan pada kedua material uji ini dan terlihat bahwa adanya perubahan bentuk struktur akibat adanya pemanasan ulang pada suhu dibawah suhu eutoktoid 0 (727 C). dimana struktur martensit temper lebih dominan yang tersebar merata membentuk struktur jaringan kuat, kristal membentuk serpihan jarum sehingga sangat sulit sekali terjadinya dislokasi.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
4. Jadi batang piston sepeda motor Honda Supra memiliki kualitas yang lebih bagus dari batang piston Yamaha RX-King. Sebab dilihat dari pengujian tersebut didukung. Karena pada batang piston Honda Supra memiliki komposisi kimia yang besar yaitu Karbon dan Chroom dimana unsur
tersebut
mempengaruhi
sifat
terhadap
kekerasan
sehingga
kekerasanya meningkat dan di dukung dengan struktur mikro yang lebih baik untuk bekerja pada suhu tinggi.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
DAFTAR PUSTAKA 1. Adnyana. D.N, Dr, Ir.
Tinjauan Tentang Proses Pengolahan dan
Hubungan Antara Struktur Dengan Sifat Mekanis . 1993. 2. ASM Handbook.
Metallography and Microstructures . Volume 9.
3. ASM Handbook. Non Ferrous Alloys and Special Purpose Materials . Volume 2. 4. Beumer, B. J. M.
Pengetahuan Bahan Jilid III, Bhratara Karya Aksara,
Jakarta, 1980. 5. Crouse, H. William, Automotive Mechanics 8th Edition. 6. George, H. Martin.
Kinematika Dan Dinamika Teknik . Edisi 2,
Erlangga, Jakarta, 1985. 7. Sudarmanto. Otomotif . Carya Remadja, Bandung, 1997. 8. Surdia Tata, Prof. Ir. Ms.Met.
Pengetahuan Bahan Teknik . Cetakan
Ketiga, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992. 9. Van Vlack Lawrence H, Djaprie Sriati, Ir M.E.M.Met. Ïlmu dan Teknologi Bahan . Erlangga, Jakarta, 1992.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
LAMPIRAN A. FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A1. Struktur mikro batang piston awal pada sepeda motor Yamaha RX-King ( Perbesaran 100X )
Gambar Fhoto A2. Struktur mikro batang piston awal pada sepeda motor Honda Supra ( Perbesaran 100X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A3. Struktur mikro batang piston awal pada sepeda motor Yamaha RX-King ( Perbesaran 500X )
Gambar Fhoto A4. Struktur mikro batang piston awal pada sepeda motor Honda Supra ( Perbesaran 500X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A5. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 100 0C pada sepeda motor Yamaha RX-King ( Perbesaran 500X )
0 Gambar Fhoto A6. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 100 C pada
sepeda motor Honda Supra ( Perbesaran 500X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A7. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 500 0C pada sepeda motor Yamaha RX-King ( Perbesaran 500X )
0 Gambar Fhoto A8. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 500 C pada
sepeda motor Honda Supra ( Perbesaran 500X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A9. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 700 0C pada sepeda motor Yamaha RX-King ( Perbesaran 500X )
0 Gambar Fhoto A10. Struktur mikro batang piston quenching oli T= 700 C pada
sepeda motor Honda Supra ( Perbesaran 500X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto A11. Struktur mikro pengujian kekerasan ( Perbesaran 500X )
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto alat A12. Mesin Hardnerss Vickers (HV) uji kekerasan
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto alat A13. Mesin Grinding
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN
TUGAS AKHIR
Gambar Fhoto alat A 14. Mesin Struktur Mikro
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK MESIN