Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ MANGGALA MAJAPAHIT
Gajah Kencana Oleh : S. Djatilaksana (SD. Liong) Sumber DJYU : Koleksi Ismoyo http://cersilindonesia.wordpress.com/ Conyert, Edit & Ebook : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I Dipa benar2 menjadi bayangan sanubari brahmana Anuraga. Derita nasib anak itu serta kelurusan hatinya merupakan imbauan kicau burung dipagi hari. Imbauan yang membangkit kan alam perasaan hati brahmana muda itu. "Om awighnam astu namas siddham ...." demikian mu lut Anuraga mendamba puji doa. Artinya: Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir alam. Semoga tiada aral kepada sujudku yang sesempurna-sempurnanya'. "Semoga anak itu diberi kekuatan lahir bathin dalam mengarungi lautan derita ...." Entah bagaimana, melalui getaran halus dalam alam bawah sadarnya, Anuraga mempunyai suatu naluri tajam. Bahwa anak gembala yang memiliki jasmaniah yang luar biasa itu, kelak akan menjadi orang yang tumbuh cemerlang. Rasa sayang itu menumbuhkan suatu janji dalam hati brahmana muda itu. Bahwa kelak apabila tugasnya sudah selesai, ia pasti akan datang menebus kebebasan anak bhaktadasa itu dan hendak diserahkan kepada Eyang Lembu Wungkuk supaya diasuh. Namun lamunannya buyar bagai awan tertiup angin ketika pandang matanya tertumbuk pada diri Dipa. Pakaian anak itu compang ramping, dada dan lengannya babak belur, begab2 membiru telur. Itulah hasil dari keliaran anak2 yang mengeroyok dan memukulinya t adi. Serentak timbul rasa sesal beriba dakm hati brahmana muda itu. Jika tahu keadaan itu, tentu tak sampai hati ia menyuruhnya berkelahi lawan Wawa. Diam2 brahmana itu menghela napas. Ketika selam sesalnya t iba di dasar sanubari, memerciklah suatu rasa kekaguman terhadap anak itu. Sejak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ turun dari tanah tanjakan dan menyaksikan perkelahian itu, tak sepatahpun didengarnya mulut anak itu merint ih dan mengerang. Bahkan pada saat disuruhnya berkelahi melawan Wawa, anak itu tak mau menyatakan penderitaannya. Perpaduan rasa sesal dan rasa kagum itu melahirkan rasa malu dalam hati Anuraga. Mengapa ia seorang brahmana harus melayani tingkah ulah kawanan anak2 liar? Mengapa ia mempunyai pikiran untuk mengadu anak2 itu? Bukankah dengan tindakan itu, ia juga diliputi-oleh pikiran dan sikap seperti anak2 liar? Ah ... . sesaat kemudian ia membant ah dalam hati. Sekalikali ia tak memiliki p ikiran mengadu anak seperti hendak melihat adu cengkerik. Tetapi tujuannya ialah hendak memberi pelajaran supaya anak2 itu insyaf. Dan satu-satunya jalan untuk melaksanakan hal itu, ialah dengan menundukkan Wawa, pemimpin anak2 nakal itu. Kedudukan sebagai brahmana, tak memungkinkan ia berkelahi dengan anak2. Maka terpaksa dipinjamnya tangan Dipa untuk melakukan rencananya itu. Masalah kenakalan anak2 memang banyak sumber sebab musababnya. Karenanya, cara pemecahannyapun harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat kenakalan mereka. Namun lazimnya, ciri khas dari sifat kenakalan anak2 itu, bertolak pada pengembangan masa kedewasaan mereka. Masa dewasa itu, merupakan titik permulaan baru dalam alam pikiran, sikap dan peribadi mereka. Sesuai dengan jasman iah yang tumbuh besar, besar pula jiwa dan keberanian mereka. Sok-pemberani, sok jagoan dan tingkah yang sok itu paling menonjol. Menghadapi sikap demikian, sering tindakan yang bersifat keras harus diambil. Karena dengan bahasa itulah kiranya mereka baru mau mendengar kata dan insyaf akan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kesalahannya. Semisal hanya dengan apilah maka besi itu baru dapat diluluhkan .... Kedua kalinya, Anuraga memang ingin meneliti lebih lanjut, sampai dimanakah peribadi, semangat, nyali dan t ulang2 Dipa itu dapat ditempa menjadi bahan manusia pilihan yang akan mengemban tugas mangsakala. Demikian tak ubah Anuraga seperti seorang Empu yang sedang meneliti bahan wesi-aji yang akan ditempanya menjadi keris pusaka yang bertuah kesaktian. Kerajaan Majapah it adalah kerajaan bssar yang tentu akan menempuh peristiwa2 sejarah besar. Hanya tunas2 gemblengan yang kelak sanggup menghadapi peristiwa2 jaman yang akan datang. Namun setelah menyadari keadaan tubuh Dipa, Anuraga diam2 menyesal dalam hati. Tetapi sebagai seorang brahmana, ia t ak mau menarik kembali ucapannya. Betapapun rasa sesalnya, namun ia harus merelakan Dipa berkelahi dengan Wawa. T iada lain jalan untuk menebus kekhilafannya itu kecuali suatu janji dalam hati. Bahwa ia harus melindungi keselamatan jiwa anak itu. Apabila terjadi sesuatu pada diri Dipa, ia pasti takkan berpeluk tangan dan akan berusaha menolongnya dengan jalan apapun juga. "Ho, Gajah, engkau berani melawan aku?" ejek Wawa ketika Dipa berdiri di hadapannya. "Sejak dahulu sebenarnya aku tak berani . . . ." "Lalu mengapa sekarang kau berani?" t anya Wawa. Dipa tersipu berpaling kearah Anuraga "Karena melakukan perint ah paman brahmana itu ... ." "Paman brahmana ? Ha, ha, ha" Wawa tertawa terbersitbersit "sejak kapankah engkau mempunyai paman seorang brahmana ?" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wajah Dipa pucat lesi, sahutnya t ersendat "Tidak .... t etapi brahmana itu yang minta kusebut paman....” "Sudahlah, jangan pedulikan hal itu. Itu urusanku dengan Gajah, tak perlu engkau ikut campur. Kalau engkau berani, segera saja mu lai berkelahi. Kalau takut, bilang saja terus terang!" seru Anuraga. "Ho, jangan kuatir brahmana" sahut Wawa dengan nada mengejek "jagomu pasti akan kupatahkan tulang lehernya!" Kemudian Wawa maju selangkah merapat Dipa "Gajah, apakah yang engkau andaikan hendak melawan aku ? Lihatlah lenganku ini" Wawa menekuk lengan kanannya lalu dikencangkan sekuatnya hingga daging lengan sebelah atas membenjul besar. Dipa hanya menyeringai dan memuji secara jujur "Uh, kuat benar tenagamu ..." Wawa tersenyum bangga, tegurnya "Cobalah engkau tunjukkan kekuatanmu!" "Ah, tidak, aku tak sekuat engkau!" Dipa tersipu2 malu. "Lalu apa yang engkau andalkan ? Lebih baik engkau berjongkok menyembah kakiku, nanti kuampuni daripada tulang lehermu kupatahkan!"seru Wawa dengan congkaknya. "Kalau aku mau saja menyembah kakimu" sahut Dipa tenang "tetapi karena paman brahmana yang menyuruh, aku tak dapat mengecewakan hatinya. Biarlah tulangku remuk, aku harus melakukan perintahnya" Saat itu tampak muka Wawa merah padam. Rupanya ia sudah dimanjakan oleh puji dan ketaatan dari kawankawannya. Tak pernah ada kawannya yang berani menolak perint ahnya. Maka kata2 Dipa itu dianggapnya amat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyinggung. Untuk menjaga gengsi di hadapan kawankawannya, ia harus menghajar Dipa sampai remuk. "Monyet kecil, rasakan ketupatku ini!" serentak Wawa ayunkan tinju kanan kearah muka Dipa. Ia percaya, sekali pukul, anak itu tentu rubuh. Namun tak pernah ia menyangka bahwa tinju yang dilayangkan amat cepat dan keras itu, hanya menerpa angin saja. Ketika mencari Dipa, ternyata anak itu tegak berdiri d i sebelah kiri "Uh, dia dapat menghindar ..." saat itu barulah ia tersadar. Marahnya makin meluap "Setan, engkau berani mempermainkan aku!" ia loncat menerjangkan tinju ke dada Dipa. Dan untuk menjaga kemungkinan anak itu akan menghindar lagi, ia menyerempaki dengan gerakan t angan kiri untuk menampar lambung. Wut, wut . .. terdengar angin berkesiur, disusul dengan keluh tertahan bernada hamburan kejut "Uh, luput ..." Untuk yang kedua kalinya, serangan Wawa itu tak menemui sasarannya karena Dipa loncat menghindar mundur. Anak itu masih meragukan dirinya sendiri adakah ia kuat beradu pukulan dengan Wawa jagoan dalam desanya. Maka tetap ia menggunakan cara yang pertama, menghindar ke belakang. Sesungguhnya kawanan anak2 yang lain itu terkejut dan kagum melihat ketangkasan Dipa menghindarkan diri. Namun karena takut membuat Wawa marah, merekapun tak berani bersorate memuji. Tetapi mereka adalah anak2 yang mudah terperangsang hatinya dan sukar menutup mulut apabila menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Dengan cerdik, salah seorang dari anak2 itu alihkan keinginan mulut nya, untuk menganjurkan Wawa "Kang W awa, jangan kasih hati pada si Gajah! T erus hajar dia sampai mati!" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kawan-kawannyapun segera mengikuti. Mereka ber-sorak2 memberi anjuran kepada Wawa supaya meremuk Gajah. Bagai api dihembus angin, berkobarlah kemarahan Wawa. Sepasang gundu matanya merah mengembang keluar seolaholah hendak meluncur dari kelopaknya. Gerahamnya bergemerutukan seperti penderita sakit demam. Kedua t angan dikembangkan dimuka dada. Kemudian dengan diant ar teriak makian yang kotor, ia segera loncat menerkam Dipa. Wawa seorang anak t ukang pandai besi. Karena set iap hari ia d isuruh ayahnya membant u pekerjaan menempa besi, Wawa tumbuh menjadi seorang anak yang bertubuh kekar dan bertenaga kuat. Diapun pandai bergumul dan gelut . Memang yang dikatakan tadi, bukan membual. Apabila berhasil mencengkeram leher Dipa, anak pandai besi itu tentu sanggup meremukkan tulang lehernya. Lingkungan hidup pandai besi yang kasar, membuatnya seorang anak yang gemar dan pandai memaki-maki. Melihat sikap dan gaya serangan yang dilancarkan Wawa, bersoraklah kawanan anak2 yang lain. Mereka bersiap-siap untuk menyambut rubuhnya Gajah dengan tempik sorak yang meriah. Merekapun membayangkan apa yang harus dilakukan untuk mengantar kepergian brahmana akibat kekalahan Gajah. Yang jelas, mereka tentu akan bersorak-sorak gembira mengejek brahmana. Namun sampai beberapa jenak, belum juga peristiwa yang dinantikan itu tiba. Wawa masih bergerak menerkam2 si Gajah. Dan Gajah masih tetap berlincahan menyusup kesana menyelinap kemari, menghindar kekanan dan menyelundup kekiri. Sepintas pandang menyerupai serangan harimau yang buas kepada si pelanduk yang cerdik dan tangkas.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tangan anak2 yang sedianya hendak ditepukkan, tetap terhenti di tempatnya. Mulut mereka yang akan meletuskan sorak sorai, tetap ternganga. Dan akhirnya wajah merekapun mulai mengerut gelisah. Keadaan mereka, berlawanan dengan brahmana Anuraga. Jika bermula brahmana itu tegang2 cemas melihat gerakan Wawa, akhirnya ia berseri gembira menyaksikan tingkah ulah si Gajah. Anuraga kejut-kejut girang. Sama sekali ia tak pernah menyangka bahwa Gajah ternyata seorang anak yang berotak cerdas dan tajam ingatan. "Ah, mengapa hanya dengan melihat aku bertempur melawan Windu Janur semalam, Gajah sudah dapat menirukan gerakanku. Hm, sayang ia hanya dapat menirukan tetapi tak mengerti int i gerak tata kelahi yang kulakukan itu. Untunglah yang dihadapinya itu hanya seorang anak macam Wawa" diam2 ia menghela napas longgar. Apa yang dikatakan Anuraga itu memang benar. Gajah melakukan gerakan brahmana Anuraga yang diingatnya dalam hati. Seperti Anuraga mampu bertahan menghadapi serangan Windu Janur, iapun dapat juga menyelamatkan diri dari terkaman W awa. Putera buyut dosapun terkejut sekali. Ia tak pernah menyangka bahwa si Gajah dapat berkelahi sedemikian bagusnya melawan Wawa. Padahal W awa adalah anak jagoan yang paling tangguh dan ditakuti dalam desa. Gajah yang diket ahuinya, hanyalah anak yang d isuruh menggembalakan kambing. Anak yang selalu takut kepada siapapun juga. Anak yang selalu menjadi sasaran ejekan dan sasaran tangan anak2 yang lain. "Hm, mengapa tiba2 Gajah mengerti ilmu tatakelahi? Siapakah yang mengajarkan kepadanya? Setan, kalau begitu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ selama ini dia hanya berpura-pura penakut saja. Awas, setelah perkelahian ini se lesai, tentu akan kutanyai siapa, dari mana ia memperoleh ajaran berkelahi itu" diam2 putera buyut itu merancang. Dikala anak2 itu mulai lemas semangat karena Wawa tak mampu mengalahkan Gajah. Diwaktu Anuraga berseri gembira melihat ulah gerakan Gajah dan disaat putera buyut desa tengah merancang-rancang apa yang akan dilakukan kepada si Gajah nant i, tiba-tiba di gelanggang perkelahian itu telah terjadi suatu peristiwa perobahan yang tak terduga-duga. Dengan rentangkan kedua belah tangannya, Wawa maju menyergap. Dan tampaknya Dipa terkejut. Hanya sejenak ia tertegun lalu loncat pula kesamping. Namun kali ini, ia kalah cepat. Tangan Wawa yang menebar hendak mencengkeram bahu Dipa, sekonyong-konyong dikepalkan untuk meninju. Bluk .... bahu Dipa tertinju sehingga anak itu terhuyung. Wawa menyusuli pula dengan sebuah tendangan keras ke pant at lawan. Plak .... bagai layang2 putus tali, tubuh Dipa makin deras terlempar kemuka. Ia kehilangan keseimbangan badan dan jatuh tersungkur menyusur tanah Sorak sorai bergemuruh memenuhi celah2 tebing dan ngarai yang mengelilingi tanah lapang it u. Walaupun hanya lima orang anak yang bersorak, namun ramainya seperti orang merencak harimau yang nyasar ke dalam desa. Anuraga tersentak kaget. Cepat ia hendak menolong anak itu. Tetapi ia urungkan niatnya ketika melihat Wawa tak menyerang lagi melainkan tegak berdiri bercekak pinggang. Sikapnya tak ubah seperti seekor ayam jago yang berkokok membanggakan kemenangannya. Namun karena kaki sudah terlanjur diayun, Anuragapun tetap lanjutkan langkah menuju ke gelanggang. Ia tetap http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menghampiri Dipa yang saat itu masih tersungkur di tanah. Rupanya berat juga anak itu rubuh sehingga beberapa saat matanya masih terasa berkunang-kunang, kepala pening. Anuraga tahu apa sebab Dipa menderita kekalahan itu. Anak itu, berkat ingatannya yang tajam, dapat menirukan gerakannya ketika ia bertempur lawan W indu Janur. Dan apa yang diketahui Dipa, amat terbatas sekali. Maka setelah semua gerak yang diingatnya it u habis ditirukan seluruhnya, ia bingung. T ak tahu bagaimana ia harus menghadapi sergapan Wawa. Kebingungan itulah yang menyebabkan Dipa tertegun. Dan kelambatan yang hanya beberapa kejab itu harus dibayar mahal. Tubuhnya terbanting, mukanya menumbuk tanah keras. Kulit muka anak itu lecet, hidungnya berdarah. "Dipa, engkau terluka ?" tegur Anuraga dengan nada lembut beriba-iba. "Ho, brahmana, jagomu jago kapuk. Baru termakan pukulan sekali saja, suduh jera!" teriak Wawa "bagaimana? Sudah menyerah kalah atau masih mint a kuhajar sampai remuk!" Anuraga tak menghiraukan kesombongan anak itu. Ia curahkan perhatian untuk membangkitkan semangat Dipa "Nak, sakitkah engkau ?" ulangnya. Dipa menggeliat duduk. Diusapnya muka dan hidungnya yang berdarah itu dengan ujung baju, lalu menjawab "Sakit sedikit tetapi sekarang sudah tak terasa” Anuraga mengangguk kagum, la tahu bahwa anak itu memang keras hati dan tak pernah merint ih walaupun menderita kesakitan yang bagaimanapun juga.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dipa, engkau seorang anak laki2 yang jantan. Indahnya langit karena bertabur bintang2 bergemerlapan. Indahnya hidup karena berhias derita. Menang atau kalah sudah jamak dalam peperaigan atau perkelahian. Yang menang bisa kalah, yarg kalah akan dapat menang. Apabila yang menang itu dimabuk kemenangan dan yang kalah itu mau meneliti sebab2 kekalahannya...." Anuraga berhenti sejenak untuk menyelidik kesan di wajah anak itu. Dilihatnya Dipa mendengarkan dengan penuh perhatian. "Setelah mendengar keteranganmu bahwa engkau telah minum darah ular berjampang, kutahu secara ajaib engkau telah memperoleh suatu anugerah yang jarang diperolah orang. Engkau telah mendapat kekuatan tenaga alamiah yang besar. Karena itulah maka kusuruh engkau melawan Wawa karena kupercaya engkau mempunyai kemungkinan besar untuk mengalahkannya. Dan benar-benar tidak pernah kuduga sebelumnya bahwa berkat ingatanmu yang tajam, engkau dapat menirukan gerakanku semalam ketika aku melawan pendeta Windu Janur. Aku gembira sekali atas kecerdasanmu. Seharusnya engkau dapat memenangkan pertempuran itu apabila engkau tak bingung. Setelah habis melakukan gerak itu seluruhnya, jangan gugup, ulangilah lagi dari permulaan. Tetapi hal itu memang tak dapat menialahkanmu. Karena engkau hanya meniru, tak pernah menerima pelajaran ilmu tata-gerak itu secara langsung" "Y a, paman ...." Rupanya Wawa tak sabar menunggu lebih lama, teriaknya "Hai, Gajah, saat ini engkau sedang bertanding lawan aku. Engkau masih berani berkelahi lagi atau sudah menyerah kalah?" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dipa terbeliak. Ia hendak menjawab tetapi didahului Anuraga "Dipa, kut ahu sumber penyebab kekalahanmu. Sekalipun tanpa menirukan tata-gerak yang kulakukan semalam, engkau tetap akan mengalahkan anak itu. Yang ut ama dalam menghadapi lawan, janganlah sekali-kali engkau menilai siapakah d iri lawanmu itu dan siapakah dirimu. Karena penilaian itu akan memberi akibat kurang baik. Jika engkau menganggap dirimu lebih unggul, mudahlah engkau dikuasai rasa congkak dan memandang rendah lawan. Jika engkau merasa dirimu lebih rendah atau lemah, tentu engkau segera dihinggapi rasa takut dan hilang kepercayaan pada dirimu. Oleh karena itu, janganlah menilai lawan dari kedudukan, golongan dan kekuatannya. Melainkan anggaplah lawanmu itu sebagai seekor harimau. Jika engkau tak menghancurkannya, dia pasti akan memakanmu" Dipa hanya terdiam mengangguk-angguk. Anuraga menyadari bahw a Dipa itu masih diselimut i ketat oleh rasa rendah diri dari kelahirannya. Anak sekecil itu sudah mengerti bahwa dirinya seorang anak Sudra, kasta yang paling rendah. Bahwa sebagai anak Sudra, ia harus menghormat set iap orang, harus mengalah dan menerima perlakuan apapun dari mereka. "Apabila alam pikiran dan jiwa anak itu tak dibangun, kelak dia tentu sukar berkembang" Anuraga menimang dalam hati. Diam2 iapun merencanakan, pada lain kesempatan yang luang, ia akan menceritakan kepada anak itu tentang sejarah kehidupan Ken Arok yang penuh noda hitam. Lahir dari hubungan gelap dan dibuang oleh ibunya. Dibesarkan oleh seorang pencuri yang mendidiknya dalam b idang kemaksiatan. Akhirnya membunuh Akuwu Tumapel dan merebut isteri dan kedudukan Akuwu itu lalu melangkah pula pada puncak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tangga yang teratas sebagai raja pertama dari Singosari dengan gelar Rajasa Bhatara sang Amurwabumi. "Dipa" katanya "dua kali engkau telah menderita kekerasan tangan Wawa. Pertama, engkau dikeroyok dan dipukuli lalu engkau dihantam dan ditendang. Kukuatir apabila engkau masih berani melawannya lagi engkau pasti akan menderita cedera yang lebih hebat lagi. Mungkin lehermu akan dipelint ir, tubuhmu akan dibanting sampai tulang-tulangmu pecah. Memang begitulah nasib orang yang kalah. Diejek, dihina dan ditindas. Kebalikannya apabila engkau dapat mengalahkan Wawa, engkau pasti bebas dari gangguan anak2 nakal itu. Mereka tentu jeri kepadamu dan t ak berani menghinamu lagi. Tetapi ah . . aku yang salah. Mengapa tahu kalau engkau kalah kuat dari Wawa, kusuruhmu melawannya. Dipa, ikut lah pulang dengan putera buyut itu dan akupun hendak melanjutkan perjalanan kepura kerajaan ..." "Hai, Gajah, sudah jemu aku menunggumu. Kalau engkau tetap duduk disitu, kepalamu akan kuinjak-injak" tiba2 Wawa berseru seraya maju menghampiri. Tiba2 Dipa beranjak bangun. Kelesuan wajahnya lenyap. Sepasang gundu matanya yang bundar tampak menggelimang minyak. Bulu alisnya yang lebat meregang tegak. Hidungnya yang besar mengembang basah seperti singa yang menghadapi lawan. "Dipa .... engkau hendak melanjutkan berkelahi lagi?" seru Anuraga kejut2 girang. Dipa t ak sempat menyahut. Ia hanya anggukkan kepala lalu maju selangkah. Wawa agak terbeliak melihat sikap si Gajah. Namun secepat itu pula ia menghardik "Bagus, Gajah. Gembira sekali hatiku mendapat lawan senekad engkau. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Biasanya lawanku tentu suka lari terkencing-kencing setelah merasakan t injuku!" "Memang benar" sahut Dipa "tinjunya amat keras sekali. Aku sendiripun heran mengapa t ulangku tak patah menerima pukulanmu" "Baiklah" seru Wawa "kali ini tulangmu tentu remuk. Kumulai sekarang!" Anak yang lebih besar badannya dan lebih tua umurnya itu, segera layangkan tinju kearah muka lawannya. Dan seperti pertempuran yang tadi, Dipa si Gajahpun menggunakan tatagerak dari Anuraga untuk menghindar. Pertempuran berlangsung seru. W awa tampak amat bernapsu sekali untuk memukul rubuh lawannya. Tangan dan kaki serempak digerakkan untuk meninju dan menyepak. Menghadapi serangan gencar itu, mau tak mau Gajah tampak terdesak. Anak itu mulai gugup sehingga gerak penghindarannya mulai kacau. Dan akhirnya terbawalah ia dalam irama serangan lawan. Makin jauh gerakannya dari tata-gerak yang dilakukan Anuraga. Anuraga mulai gelisah. Bermula ia tak puas. Dianggapnya Dipa lemah nyali, cepat gugup. Tetapi pada lain saat, brahmana itu cepat menyadari bahw a si Gajah itu memang seorang anak penggembala yang tak tahu pengalaman. Dan tata-gerak yang dilangsungkan itu, hanya hasil melihat Anuraga berkelahi. Dan bukan langsung menerima pelajaran ilmu itu. Bahwa Gajah gugup dan bingung, memang dapat dimaklum i. Lawannya seorang anak yang lebih besar, lebih kuat dan lebih kejam. Membayangkan hal itu, kecemasan Anuraga makin meningkat. Ia kuatir anak itu akan menderita lebih parah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi sebelum ia sempat memikirkan daya untuk menolong, digelanggang telah terjadi perobahan yang mengejutkan. Wawa berhasil mendaratkan pukulannya ke bahu Dipa sehingga anak itu terpontang panting kebelakang. Wawa tak mau memberi ampun lagi. Dihunjamnya sebuah tinju lagi kedada lawan, duk. . . Dipa sempat miringkan t ubuh sehingga bahunya yang menderita. Tubuh anak itu berguncangguncang keras. Belum sempat ia menegakkan diri, pukulan Wawa melayang pula. Bagai hujan mencurah, tinju Wawa berhamburan menabur tubuh Dipa. Anak itu benar2 tak berdaya namun walaupun hidung dan mulutnya mengucur darah, ia masih kuat bertahan tak sampai rubuh. Setiap t inju W awa mendera tubuh Dipa, kawanan anak2 itu selalu menyambut dengan sorak sorai "Bagus, hajar terus sampai mati!" Jika Dipa menderita siksaan badan, adalah Anuraga menderita siksaan batin. Brahmana itu benar2 gelisah sekali Lebih gelisah dari pada ketika semalam ia bertempur lawan Windu Janun Akhirnya karena tak tahan melihat penderitaan Dipa, ia terus hendak loncat ke tengah gelanggang untuk mencegah Wawa. Biarlah Dipa d inyatakan kalah dan ia tinggalkan desa itu daripada Dipa menderita kesakitan. Tetapi keputusannya itupun terlambat. Sebuah hantaman keras dari Wawa, membuat Dipa terhuyung-huyung ke belakang dan rubuh. Dan pada saat itu Wawapun loncat menerkamnya .... “Hai, berhenti ....” Anuraga t ak dapat bersabar diri lagi. Ia loncat dan meneriaki W awa. Tetapi brahmana itu mendadak terhenti ditengah jalan. Suatu peristiwa yang tak terduga-duga telah terjadi. Pada saat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wawa tiba dan ulurkan kedua tangan hendak mencekik leher Dipa, tiba2 Dipa melonjak bangun dan menyongsong perut Wawa dengan kepalanya, duk .... Wawa tak menyangka bahw a si Gajah yang sudah rubuh tak berdaya itu masih mampu bergerak. Ia yakin pukulannya yang t erakhir itu tentu membuat Dipa pingsan. Maka dengan hati longgar, ia menghampiri hendak mencekik leher anak itu. Karena gerakan Dipa itu tak disangkanya sama sekali dan dilakukan pada jarak yang amat dekat, Wawa tak mampu menghindar dan melindungi diri lagi. Perutnya serasa terbentur batu keras, napas serasa berhenti seketika dan kekuatannyapun hilang sama sekali. Tubuh Wawa terdorong jatuh kebelakang, duk .... kepalanya terantuk batu dan rebahlah ia tak dapat berkutik lagi! Sementara sehabis membenturkan kepala keperut Wawa, pandang mata Dipapun berkunang-kunang lalu gelap semakin gelap dan akhirnya iapun rubuh juga . . . Pecahlah jerit pekikan dari kawanan anak2 nakal itu ketika melihat Wawa terkapar rebah ditanah. Mereka berhamburan menghampiri "W awa, Wawa! Mengapa engkau ? Bangunlah ...." mereka sibuk mengguncang-guncang tubuh Wawa seraya memanggilnya. Namun Wawa tetap pejamkan mata. Mereka tetap berusaha membangunkannya,
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai, kepalanya berdarah!" tiba2 salah seorang anak memekik kaget ketika melihat kepala Wawa bergenang darah. "Tubuhnya kaku!" teriak lain anak. "Mulut nya berbuih . . . . !" sambung kawannya. "Celaka! Wawa mati . . . !"tiba2 seorang anak menjerit kaget "hayo kita laporkan pada bapaknya!" anak itu terus lari seraya berteriak-teriak "W awa mati! Wawa mati dibunuh si Gajah ....!" Laksana tawon dionggok dari sarangnya, berhamburanlah anak2 itu lari ke dalam desa. Sepanjang jalan mereka berteriak-teriak sekuat-kuatnya bahwa Wawa mati dibunuh si Gajah. Melihat itu, putera buyut desapun juga hendak menyusul mereka. Tetapi Anuraga mencegahnya "Baiklah engkau t inggal disin i dulu. Kurasa Wawa tidak mati. Mungkin dia hanya pingsan!" Lebih dulu Anuraga menghampiri Dipa. Dirabanya dad a anak itu. Ternyata pernapasannya masih berjalan lancar. Ia segera mengurut-urut tubuh anak itu. Beberapa saat kemudian, anak itupun tersadar "Bagian mana yang engkau rasakan sakit ?" tanya Anuraga. Tetapi Dipa menggeleng "Tidak ada yang sakit, hanya lelah" Setelah menyuruhnya beristirahat, Anuraga lalu menghampiri Wawa. Juga ia memeriksa detak pernapasan anak itu. W alaupun agak lemah, tetapi masih berdetak. Jelas anak itupun hanya pingsan. Anuraga juga memberi pertolongan dengan mengurut tubuhnya. Beda dengan Dipa, rupanya karena kepala Wawa terbentur batu sehingga
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berdarah, anak itu lebih payah keadaannya. Maka sampai beberapa saat, belum juga Anuraga dapat menyadarkannya. "Bagaimana keadaannya" tanya putera buyut desa dengan rasa cemas. "Kepalanya luka terbentur batu. Rupanya agak berat t etapi dia tidak mati, hanya p ingsan" sahut Anuraga. Kemudian ia mengatakan, kalau pendarahan itu tak lekas dihentikan, Wawa tentu sukar disadarkan "jika rumahmu mempunyai persediaan obat, silahkan pulang mengambilnya" "Y a, baiklah. Dalam desa ada seorang dukun yang pandai mengobati. Akan kubawanya kemari" putera buyut segera lari ke dalam desa untuk memanggil dukun. "Paman, apakah W awa . . . mati?" tanya Dipa ketakutan. Ia pernah mendengar cerita orang bahwa barang siapa membunuh orang, tentu akan dihukum mati. Anuraga gelengkan kepala "Dia tidak mati t etapi luka parah. Mungkin apabila sembuh, dia tentu cacad kepalanya!" "Cacad . . . !" Dipa makin ketakutan. "Kemungkinan begitu, mudah-mudahan tidak" kata Anuraga "tetapi andaikata dia cacad, bahkan mati sekalipun, tak perlulah engkau takut. Akulah yang bertanggung jawab!" "Ah, jangan paman. Aku yang melukainya, aku pula yang harus menerima hukuman" "Engkau melakukan itu atas perint ahku. Maka akulah yang harus dituntut” jawab Anuraga. Kemudian ia alihkan pembicaraan, bertanya "eh, Dipa, mengapa t adi engkau tiba2 melakukan serangan dengan kepala?" "Itupun hanya menirukan paman ketika melawan pendeta. Bukankah pada saat itu paman juga terdesak lalu tiba2 paman http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menghantamnya? Karena tak tahu ilmu pukulan apa yang paman gunakan, maka kugunakan saja kepalaku untuk membentur dadanya" Anuraga tertawa "Benarlah, Dipa. Memang dalam berkelahi, sering orang menggunakan siasat pura2 kalah sehingga lawan mencurahkan perhatiannya untuk menyerang tetapi lengah dalam penjagaan diri. Disaat itulah, secara tak terduga-duga, kita memberinya suatu pukulan yang mematikan. Bagus, Dipa, tak kukira engkau dapat menirukan siasatku!" Tengah keduanya bercakap-cakap memperbincangkan perkelahian tadi, sekonyong-konyong dari arah desa terdengar orang berteriak-teriak riuh rendah. Ketika memandang kearah suara itu, Anuraga terkejut. Berpuluh-puluh penduduk desa tampak berlari-lari mendatangi dengan membawa bermacammacam alat senjata, lembing, arit, kapak, linggis, alu bahkan pedang dan tombak. "Bunuh si Gajah! Cincang anak bhaktadasa itu! Tangkap brahmana yang menyuruh si Gajah!" riuh rendah barisan penduduk itu berteriak-teriak dengan marah. Melihat kedatangan berpuluh-puluh penduduk desa yang hendak membunuh si Gajah, Anuraga cepat menyadari bahaya yang mengancam. Tentulah kawan2 Wawa tadi yang memberitahukan kepada penduduk desa tentang kematian Wawa. Sudah tentu laporan anak2 itu dititik-beratkan pada kematian Wawa sehingga menimbulkan kegemparan pendukuk. Pandai besi ayah W awa terkejut marah. Serentak ia menyambar palu besi yang biasa d igunakan menempa besi, terus lari kejalan. Pada saat itu terdengar kentongan di balai desa bertalu-talu dalam irama titir. Suatu bunyi pertandaan terjadinya peristiwa 'raja pati' atau pembunuhan. Munculnya pandai besi Panca disambut oleh berpuluh penduduk yang siap http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan senjata masing2. Mereka lalu berlari menuju ke t anah lapang datar dekat gapura desa. Untuk menghadapi ancaman penduduk yang kemungkinan akan menumpahkan dendam kemarahannya dengan t indakan main hakim sendiri itu, Anuraga cepat menarik Dipa supaya berlindung dibelakangnya. "Hai, brahmana, mana si Gajah yang membunuh anakku itu!" teriak seorang lelaki bertubuh kekar. Dia tak mengenakan baju hingga tampak dadanya yang bidang itu berhias urat2 yang menonjol. Kumisnya yang lebat hingga menutup mulut nya, makin menambah keseramannya. Apalagi saat itu dia mencekal sebatang palu besi yang besar. Dan wajahnyapun merah padam seperti besi terbakar. Anuraga tahu bahwa berhadapan dengan penduduk yang sedang marah, terutama pandai besi yang menjadi ayah Wawa, ia harus bertindak tenang dan hati-hati. Tak perlu ia harus mengimbangi kata2 dan sikap mereka yang kasar. "Puteramu tidak mati" sahut Anuraga menyimpang dari pertanyaan orang "dia hanya pingsan" Pandai besi Panca terbeliak. Tiba2 ia membentak "Bohong! Kawan-kawannya mengatakan dia jatuh ditanduk dengan kepala oleh Gajah" "Dan engkau lebih percaya pada keterangan anak2 itu dari pada kata-kataku? Silahkan memeriksa anakmu" Anuraga menunjuk ke bawah pohon. Ia memang mengangkat Wawa ke bawah pohon supaya jangan tertimpa panas matahari. Pandai besi Panca seperti terjaga dari mimpi. Setiba di tanah lapang situ, bukan menyelidiki keadakan anaknya tetapi langsung hendak membunuh Gajah. Peringatan brahmana itu membuatnya tergopoh menghampiri ketempat Wawa. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa penduduk, menyertai di belakangnya. Sedang sebagian masih tetap berbaris mengelilingi Anuraga. Rupanya mereka hendak menjaga supaya Anuraga jangan melarikan diri. Pandai besi itu seorang yang kasar dan pemarah. Namun melihat keadaan anaknya yang rebah tak sadarkan diri, tersentuhlah naluri ke-ayah-annya. Ia tahu Wawa itu nakal dan gemar berkelahi, suka memukul. Iapun tahu bahwa Gaiah itu lebih kecil dan kalah kuat dengan Wawa. Seharusnya ia menyelidiki apa sebab anaknya yang terkenal pemberani dan jagoan dalam desi situ, sampai kalah dengan Gajah anak gembala kambing buyut desa. Namun demikianlah gejala yang menghinggapi orang2 tua pada umumnya. Betapapun jahat dan nakal anaknya, namun dia tetap membela anaknya. Salah sekalipun anaknya, tetap yang dicari kesalahannya fihak anak lain. Sifat pembelaan pandai besi kepada anaknya itu ada dua unsur. Pertama, karena ia sayang anak. Kedua, karena malu kalau anaknya yang bersalah. Demikian perasaan yang d ikandung hati pandai besi Panca. Ia tetap menganggap Gajah si anak gembala itu telah melakukan kekejaman kepada Wawa. Dengan penuh rasa cemas, ia segera meraba dada Wawa lalu berusaha untuk memberi pertolongan. Namun sampai beberapa saat, belum juga ia dapat menyadarkan Wawa "Hai, darah . . . !"tiba2 pandai besi itu berteriak kaget seraya memandang tangannya yang berlumuran darah. Darah itu berasal dari kepala Wawa ketika tangan pandai besi itu meraba kepala anaknya. Pandai besi Panca membelalak, wajahnya merah membara. Sekonyong-konyong ia melonjak bangun lalu menghampiri
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anuraga “Gajah, harus mengganti darah anakku. Lekas serahkan anak itu!" bentaknya menggeledek. "Sabar, ki sanak ..." baru Anuraga berkata begitu, pandai besi itu sudah menghardiknya pula "T ak perlu banyak omong, serahkan Gajah atau engkau yang kuhajar sendiri!" "Engkau tak takut dihukum karena memukul seorang brahmana?" "Persetan segala brahmana, pendeta dan wiku! Aku tak takut dihukum asal sudah mcndapat ganti jiwa anakku” "Tetapi anakmu belum mati. Mengapa engkau hendak menuntut ganti jiwa?" "Darah!" kata pandai besi seraya songsonskan telapak tangannya kemuka brahmana “lihatlah darah Wawa ini! Gajah harus mengganti darah!" “Anakmu berdarah karena berkelahi dengan Gajah. Dalam perkelahian memang sering mengucurkan darah. Gajah hampir mati dicekik anakmu sehingga ia terpaksa membenturkan kepalanya kedada Wawa" "Sekarang aku hendak mewakili Wawa untuk mencekik Gajah" t eriak pandai besi Panca. Anuraga memandang lekat2 kepada pandai besi yang sedang dilanda kemarahan itu, katanya “Ki sanak negara Majapah it itu suatu nejara hukum. Negara kita mempunyai kitab undang-undang yang disebut kitab Agama atau Kut aramanawa, yang mengatur dengan lengkap semua t indak pidana. Hukum yang mengayomi dan melindungi kesejahteraan rakyat ..."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku tak butuh segala hukum. Hutang darah, bayar darah!" pandai besi Panca melangkah maju dan membentak "serahkan anak itu!" Berpuluh penduduk desa itupun segera merapat maju dengan sikap siap menyerang. Keadaan benar2 amat gawat. Anuraga terancam jiwanya. Ia menyadari bahw a yang dihadapi saat itu adalah penduduk desa yang kasar dan marah. Mereka memandang peristiwa itu dari sudut pembunuhan. Bahwa siapa yang membunuh harus dibunuh. Hukum darah. Anuraga makin cemas. Harapannya tunggal, dicurahkan pada putera buyut yang sedang memanggil dukun. Tetapi sampai pada detik itu tak kunjung datang. Anuraga tak mau menanggapi sikap kasar dari penduduk yang sedang dilanda kemarahan itu. Ia masih berusaha untuk menempuh jalan damai. Serunya "Ki sanak sekalian, harap jangan bertindak jadi hakim sendiri. Kumint a kalian suka menunggu kedatangan putera buyut yang sedang memanggil dukun. Soal si Gajah, mari kita serahkan pada buyut desa untuk diadili. Jika dia memang bersalah, aku takkan melindungi, biarlah dia d ihukum!" Namun pandai besi sudah gelap pikiran, buta alasan. Tujuannya hanya hendak menghajar Gajah yang dianggapnya melukai Wawa "Brahmana, karena jelas engkau hendak melindungi seorang pembunuh, terpaksa aku akan menindakmu ..." Pandai besi itu menutup kata-katanya dengan pukul besi menghantam kepala Anuraga. Melihat pandai besi, Anuragapun putus asa. Tak mungkin menyelesaikan persoalan itu dengan damai kecuali ia Gajah. Suatu hal yang tak mungkin ia lakukan.
http://ebook-dewikz.com/
ayunkan tindakan ia dapat serahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dipa, lekas naik kepunggungku, agar aku dapat bergerak leluasa..." cepat ia menyuruh Dipa. Setelah mendukung Dipa, Anuraga cepat menghindar kesamping. Tetapi dari samping ia sudah disambut bacokan arit dan kapak dari beberapa penduduk. Ketika Anuraga menyingkir kebelakang, beberapa senjatapun sudah menyongsongnya pula. Muka, belakang, kanan dan kiri, ia sudah diancam dengan serangan senjata tajam. Berpuluh penduduk mengepung rapat dan bersorak-sorak samb il ayunkan senjatanya. Diam2 Anuraga mengeluh. Dalam beberapa kejab lagi, kepungan penduduk itu tentu makin rapat dan pada saat itu tak mungkin lagi ia hendak menghindar dan meloloskan diri. Dalam keadaan terdesak sedemikian rupa, Anuraga tak dapat memikirkan lain cara yang aman kecuali harus membuka suatu jalan darah untuk lolos. Dan cepatlah ia menemukan akal "Hm, hanya dengan cara itu, mungkin dapat kukuasai mereka . . ." Pada saat itu Anuraga sengaja menghadap keutara dan membelakangi pandai besi Panca. Melihat kesempatan itu, pandai besi cepat maju merapat. Lalu ayunkan pukul besinya menghantam Gajah yang memeluk punggung brahmana. Melihat itu Gajah cepat membisiki Anuraga "Pandai besi menyerang dari belakang ...." Tetapi Anuraga diam saja seolah-olah tak mengetahui serangan dari belakang itu. Pada saat palu besi melayang, tiba2 Anuraga mengendap kebawah lalu secepat kilat berputar tubuh dan mencengkeram pergelangan tangan pandai besi terus diputar balikkan kebelakang. "Uh ..." mulut pandai besi mendesis kejut dan kesakitan. Ia tak berdaya bertahan diri dan terpaksa tubuhnya terputar http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kebelakang. Dan pada lain kejab tangan kiri Anuragapun sudah merampas palu besi lalu diacungkan keatas kepala pandai besi "Jika kisanak sekalian masih menyerang aku, kepalanya terpaksa kupukul sampai hancur!" Menyaksikan pandai besi Panca terancam jiwanya, penduduk itu serempak berhenti menyerang. Mereka tercengang melihat keterangan Anuraga. Kedua kalinya, mereka kuatir brahmana itu akan membuktikan ancamannya. Mereka hendak menunggu apa yang akan dilakukan brahmana itu. Anuraga lega karena siasatnya berhasil. Namun ia tetap berusaha untuk menjernihkan suasana "Ki sanak sekalian, aku seorang brahmana yang menjunjung welas asih dan menyebar perdamaian. Jauh dari maksudku untuk menganiaya pandai besi ini . . ." "Jangan percaya omongannya! Hayo, serang . ." tiba2 pandai besi Panca berteriak menyuruh kawan-kawannya. Tetapi sebelum ia menyelesaikan k ata-katanya Anuraga sudah mendorong lengan pandai besi itu makin keatas sehingga pandai besi mengaduh kesakitan. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai, jangan menyiksa kakang Panca! Kalau dia sampai mati, engkau harus mengganti jiwa!" teriak beberapa penduduk yang marah karena brahmana itu memperlakukan Panca sedemikian rupa. Anuraga tertawa "Telah kukatakan, aku seorang brahmana yang pantang membunuh. Namun kalau kalian tetap bertindak liar, terpaksa pandai besi in i akan kusiksa lebih hebat. Sekali lagi kut andaskan, aku tak mempunyai maksud jahat. Soal Wawa dan Gajah, baiklah kita serahkan pada buyut desa supaya diad ili. Kumint a kalian jangan bertindak jadi hakim sendiri. Kita harus percaya pada keadilan undang2 negara. Barang siapa bertindak sendiri, dialah yang melanggar hukum" Rombongan penduduk desa itu saling berpandangpandangan. Tak tahu mereka apa yang harus dilakukan. Sekonyong-konyong salah seorang diantara mereka menunjuk kearah desa dan berteriak "Hai, buyut desa datang!" Sekalian orangpun serempak berpaling dan memandang kearah yang ditunjuk orang itu. Dari ujung jalan yang merentang masuk ke desa, tampak empat sosok tubuh berjalan mendatangi. Seorang lelaki set engah tua berwajah bersih, putera buyut desa, seorang kakek berbaju hitam dan seorang lelaki bertubuh tegap, cepat tiba di tanah lapang dan disambut dengan salam kehormatan oleh berpuluh penduduk yang berada di situ. Lelaki set engah tua itu memberi isyarat agar para penduduk tenang, kemudian memandang kesekeliling. Cepat pandang matanya terhenti pada brahmana Anuraga yang tengah meneliku pandai besi Panca. Lelaki setengah tua itu mengeriputk?n dahi. Sungguh ganjil pemandangan itu. Panca seorang pandai besi yang bertubuh kekar dan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bertenaga kuat. Brahmana masih muda dan tampak bersahaja sekali. Dan yang lebih mengherankan, si Gajah tampak melingkar di punggung brahmana itu memeluknya erat2. "Itulah, pak. Brahmana yang kukatakan tadi" tiba2 putera buyut berseru seraya menunjuk A nuraga. Lelaki setengah tua itu mendesuh. Dipandangnya wajah brahmana itu lekat2. Kemudian serunya "Ki brahmana, mengapa tuan menyiksa pandai besi itu? Apakah salahnya?" Anuraga cepat dapat menduga bahwa lelaki set engah tua yang menegurnya itu tentulah buyut desa. Belum sempat ia menjawab, tiba2 Dipa meluncur turun dari punggungnya dan terus melangkah kehadapan lelaki itu lalu menyembahnya. "Gajah, menyisih lah. Aku belum engkau!" bentak lelaki setengah tua itu.
sempat
memeriksa
Gajah pun gemetar dan cepat2 beringsut kesamping. Wajah anak itu tampak ketakutan seperti t ikus melihat kucing. "Ki sanak, bukankah tuan ini buyut desa?" cepat Anuraga mengisi keluangan dengan bertanya diri lelaki Setengah tua itu. "Benar, aku buyut Tayaka dari desa Madan Teda" sahut lelaki setengah tua. Kemudian ia balas bertanya diri brahm ana muda itu. Brahmana itu tertawa meramah "Aku brahmana Anuraga yang sedang menjalankan tapa lelana dan kebenaran lewat desa ini. Sama sekali aku t ak merasa menyiksa pandai besi in i .." "Ah, ki brahmana bergurau" seru buyut T ayaka "bukankah tuan sedang meneliku tangan pandai besi Panca? Cobalah tuan perhatikan wajahnya yang menyeri kesakitan itu!" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar, ki buyut, brahmana in i hendak membunuh aku. Coba ki buyut terlambat datang, lenganku tentu sudah diputar remuk" teriak Panca. Buyut Tayaka tertawa ringan "Aneh benar, mengapa engkau seorang yang bertenaga sekuat kerbau, tiba2 dapat diteliku oleh seorang brahmana yang lemah?" "Ini.. . ini...." pandai besi tersendat-sendat kata karena kerongkongannya serasa tersumbat oleh rasa geram2 malu yang meluap menyesakkan napasnya "dia . . . curang menyiasati aku!" Buyut Tayaka memang sudah mengandung prasangka bahw a tentu ada sesuatu yang tak wajar mengapa orang sekuat pandai besi Panca dapat diteliku tangannya oleh brahmana muda itu. Prasangka itu cepat menumbuhkan kepercayaan kepada keterangan pandai besi itu. Dipandangnya Anuraga dengan mata menuntut, serunya "Ki brahmana ..." "Memang pada tempat yang layak apabila ki buyut percaya akan kata2 pandai besi ini" belum buyut T ayaka berkata lebih lanjut, Anuraga cepat menukas "Pertama, aku seorang pendatang asing dan pandai besi in i penduduk desa t uan. Rasa sebagai orang sekampung, sedesa, sedaerah memang lebih meresap dalam hati. Dan apabila hati sudah terisi oleh rasa kedaerahan itu, maka terpengaruhlah rasa pertimbangan hati kita akan sifat Keadilan dan Kebenaran yang murni. Kedua, tuan tentu tak mudah percaya bahwa seorang yang bertenaga kuat dapat ditundukkan oleh seorang lemah. Faham ‘Yang kuat tentu yang Menang’ memang dianut oleh ratusan ribu orang, termasuk tuan sendiri. Faham itu berlaku pada hukum rimba yang rakyatnya hanya kenal bahasa kekerasan. Tetapi tidak sesuai dalam dunia kita. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kemenangan manusia tidak semata ditentukan oleh Kekuatan. Tetapi ditentukan pada keteguhan jiwa dan kecerdasan ot aknya. Otak yang menciptakan budi akal, merupakan senjata yang paling ampuh bagi kita manusia. Dan yang paling ampuh adalah keteguhan jiwa yang bersenyawakan Pengabdian. Tiada kekuatan dan senjata didunia yang mampu mengalahkannya..." "Ah, benarkah kata2 pandai besi Panca bahwa tuan curang kepadanya?" seru buyut Tayaka. "Benar, memang aku menggunakan siasat" serentak Anuraga menanggapi "siasat itu berupa suatu ilmu yang disebut Tata-gerak untuk membela diri. Adakah ki buyut menganggap bahwa pada saat pandai besi itu hendak menghantam kepalaku dengan palu besi lalu aku menghindar dan mencengkeram lengannya itu, suatu siasat curang? Kalau demikian halnya, jelas bahw a tuan membenarkan tindakan pandai besi yang menyerang aku dari belakang itu? Jadi jelas pula tuan menghendaki bahw a aku harus berdiam diri menerima pukulan pandai besi itu karena pandai besi itu menyerang secara jujur. Benarkah demikian pandanganmu, ki buyut?" Merah padam muka buyut desa itu. Cepat ia beralih memandang pandai besi "Panca, benarkah begit u?" Panca tersipu-sipu t undukkan kepala "Y a ..." "Keparat! Berani benar engkau membuat aku malu, Panca!" teriak Tayaka "andaikata anakmu tak terluka, lidahmu tentu kupotong!" Kemudian ia berseru kepada brahmana Anuraga "Tuan seorang brahmana, yang putus akan segala ilmu. T etapi mengapa tuan mengadu anak supaya berkelahi? Adakah memang demikian kegemaran tuan?" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anuraga tertawa merenyah "Pandai juga engkau mengembalikan kata2 ki buyut ! Rasanya aku belum gila unt uk mengadu anak. Sebelumnya telah kutempuh jalan penyadaran untuk melerai. Tetapi aku mendapat tentangan keras, terutama dari putera tuan. Kurasa percumalah aku berkering ludah semisal orang meniup seruling nafiri dihadapan kerbau. Mana mungkin kerbau tahu keindahan irama nafiri yang syahdu? Kerbau hanya tahu menguak seperti kawanan anak2 nakal itupun hanya tahu bersorak mengejek. Kutanya apa kesalahan Gajah yang mereka keroyok dan pukuli, mereka malah menghina dan mengusir aku!" Buyut Tayaka berpaling benarkah itu?"
kearah
puteranya
"
Rambi,
Putera buyut yang bernama Rambi itu mengiakan. "Benar, Gajah telah menghilangkan dua ekor kambing, yang digembalakan tetapi t ak mau bilang!" Pandang mata buyut Tayaka segera mencurah kepada Gajah dan anak itupun tahu apa arti pandang mata tuannya itu. Tubuhnya gemetar seperti melihat kucing "Gajah, mengapa engkau tak melaporkan kepadaku?" "A... a . . . ndara tiada dirumah . . . aku harus berangkat menggembala karena hari sudah siang . . ." sahut Gajah tersekat-sekat. "Bukankah engkau dapat melaporkan itu kepada nyi buyut atau kepada bendaramu kecil Rambi?" Kata2 buyut itu membuat Gajah tersumbat mulutnya. Memang ia tak sampai pada pemikiran itu. Karena buyut t iada dirumah dan hari sudah siang, maka bergegaslah ia. membawa kambingnya ke padang rumput. Bukan karena ia tak mau melapor melainkan hendak menunda laporannya http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sampai ia pulang pada sore harinya. Tetapi pada saat berjalan sampai d i tanah lapang dekat gapura desa, putera buyut membawa gerombolan anak2 nakal, mengejar dan mengerojoknya. Namun Dipa tak berani mengatakan hal itu. Ia merasa bersalah seperti yang dikata buyut itu. "Gajah, tulikah engkau? Mengapa engkau diam saja?" t eriak buyut Tayaka menggeram. Gajah menggigil ketakutan. "Gajah, kalau engkau tak mau menjawab, tentu kupotong lidahmu!" buyut T ayaka melangkah ketempat Gajah. Rupanya ia hendak membuktikan ucapannya. Tetapi Anuraga cepat mencegah "Sabarlah ki buyut . Lihatlah, anak itu gemetar badannya. Ia tentu ketakutan ..." Sejenak berhenti brahmana itu berkata pula "Ki buyut memiliki kewibawaan yang mengesankan. Sampai gembala gajihan tuan menggigil apabila mendengar suara tuan. Tetapi heran mengapa kawanan anak2 itu tetap meliar dan tak mengindahkan tata tertib keamanan desa? Mereka tak mau tunduk pada perint ah tuan. Mereka hanya mengakui dan melaksanakan perint ah dari putera buyut. Kenyataan itu menimbulkan pertanyaan dalam hatiku. Adakah kewibawaan ki buyut itu hanya terbatas pengaruhnya pada Gajah sianak gembala itu saja?" Buyut Tayaka mendelik. Ucapan brahmana itu seperti mencekik kerongkongannya "Siapa bilang anak2 itu tak mau tunduk pada perint ahku? Jangankan mereka, bahkan orang2 tuanya pun dapat kutindak apabila melanggar hukum. Puteraku dan anak2 itu menindak Gajah karena menghilangkan kambing. Apakah dalam hal itu kewibawaanku harus dibawa-bawa?" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Adakah kewibawaan tuan merestui putera t uan dan anak2 itu bertindak menjadi hakim sendiri?" "Gajah seorang anak Sudra yang menjadi bhaktadasa dirumahku. Kami berhak penuh menindak dirinya. Apalagi dia terbukti bersalah!" Bhaktadasa adalah anak kecil yang belum dapat bekerja dan ngenger atau berhamba pada orang karena membutuhkan makan. Jika kemudian ia meninggalkan orang yang ditumpangi itu, ia wajib membayar hutang makan sebesar delapan tali atau delapan ribu uang. Pada masa itu dalam kerajaan Majapahit terdapat empat macam hamba, yakni: DWAYAHERA, hamba yang kehilangan kebebasannya karena menjadi tawanan perang. GREHAYA, hamba yang kehilangan kebebasannya akibat kelahirannya. BHAKTADASA orang yang berhamba karena makanan. DANDADASA, orang yang berhamba karena harus membayar hutang atau denda. Hamba2 itu menjadi hak penuh dari pemiliknya. Dapat diperjual-belikan, diwariskan dan diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain. Mereka dapat memperoleh kebebasan apabila telah membayar uang tebusan. Anuraga terkejut mendengar keterangan buyut Tayaka tentang diri Dipa. Namun cepat pula brahmana itu menghapus getar perasaannya. Ia mempunyai rencana tertentu untuk anak itu. "Apapun sifat keadaan diri Gajah, namun dia adalah anak manusia juga. Hendaknya ki buyut memperlakukan menurut cara kemanusiaan" kata Anuraga. Buyut Tayaka kerutkan dahi, kerlingkan gundu matanya me-lingkar2 lalu berseru heran "Ki brahmana, bukankah agama tuan yang membawa ajaran tentang pembagian kasta itu? Mengapa sekarang tuan hendak membela seorang anak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sudra apalagi seorang bhaktadasa? melanggar peraturan agama tuan?"
Apakah
tuan
tak
Anuraga tak pernah membayangkan bahwa ia akan menerima teguran setajam itu dari buyut desa. Namun cepat ia dapat menangkis "Memang benar, agama Syiwa memang mengadakan pembagian empat kasta. Pembagian itu disesuaikan dengan tingkat dan keadaan hidup dan kedudukan masing2 dalam masyarakat. Tetapi tak pernah mengatakan bahw a kasta Sudra yang paling rendah itu, bukan insan manusia! Rendah dan hina sekalipun kasta Sudra itu, namun mereka tetap tit ah manusia. Bagi peribadiku, kasta itu bukanlah mengunjukkan harkat dan martabat jiwa seseorang, melainkan hanya penggolongan dari asal kelahirannya saja ..." Buyut Tayaka terkesiap dan tertawa semu "Benar2 baru pertama kali in i aku berjumpa dengan seorang brahmana yang mempunyai faham aneh" Anuraga tak tersinggung atas ejekan buyut itu. Bahkan ia tertawa secerah kicau burung kutilang dipagi hari "Memang apabila kendi itu hanya berisi set engah, airnya tentu mudah bergolak. Lain halnya kendi yang berisi penuh" "Sudah, jangan banyak bicara! Lekas tolong anakku Wawa!" tiba2 pandai besi Panca memekik dan meronta sekuat-kuatnya untuk membebaskan diri dari telikuan Anuraga. Tetapi makin keras ia meront a, makin ia menyeringai kesakitan. Anuragamendorong tangan pandai besi itu naik makin keatas. "Lepaskan!" hardik buyut Tayaka. Ia tak senang suatu kekerasan terjadi dihadapannya. Apalagi kekerasan itu dilakukan seorang brahmana tak dikenal terhadap penduduk desanya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anuraga tetap memikirkan keselamatan Dipa. Ia menyadari kedudukannya yang tak menguntungkan. Apabila buyut desa itu mempunyai pandangan yang sama dengan penduduk yang kalap itu, bukankah jiwa Dipa akan terancam? Apabila terjadi titik pendirian yang bertentangan, bukankah kekerasan akan terulang lagi? Bukan karena takut menghadapi keroyokan penduduk desa itu, tetapi sedapat mungkin ia hendak menjauhkan diri dari peristiwa berdarah yakni dari penduduk yang tiada sangkut pautnya. "Baik "sahut Anuraga "tetapi kumint a janji dari ki buyut bahw a anak itu takkan diperlakukan semena-mena sebelum mendapat peradilan yang layak" Buyut Tayaka tak lekas menjawab. Ia kerutkan dahi. Ia tersinggung atas permint aan brahmana itu. Ia menafsirkan permint aan itu sebagai suatu tekanan. Ia adalah seorang buyut yang berkuasa penuh atas desanya dan brahmana itu seorang pendatang asing serta Gajah itupun hamba gajihannya "Perlukah tuan mengatakan hal itu kepadaku?" serunya kurang senang. "Jangan salah faham, ki buyut " sambut Anuraga "tetapi hendaknya tuan dapat memahami akibat2 yang ditimbulkan oleh kemarahan rakyat. Kemarahan mereka laksana air bah yang melanda dan menghempaskan segala hukum dan ketertiban" Diam2 buyut Tayaka dapat menerima alasan itu "Baik, mari kita ke balai kebuyutan untuk memberi peradilan kepada Gajah" Demikian sekalian penduduk segera mengikuti kepala desa mereka menuju ke balai kebuyutan, ialah t empat memutuskan perkara apabila terjadi suatu peristiwa dalam desa itu. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ternyata balai kebuyut an itu terletak di ruang pendapa dari rumah kediaman buyut Tayaka. Penuh sesak ruang pendapa itu dengan berpuluh-puluh rakyat desa yang hendak mengikuti sidang peradilan peristiwa berdarah itu. Gajah tegak berdiri dengan gemetar di hadapan buyut Tayaka yang duduk di belakang meja dan bertindak sebagai hakim. Brahmana Anuraga berdiri di samping bersama pandai besi Panca dan kawan2nya. Diatas meja yang dihadap buyut itu terletak sebuah kitab. "Gajah, kau pengapakan kedua ekor kambing yang kau gembalakan itu? Kau jual, hilang atau mati dimakan binatang buas?" mulailah buyut Tayaka memeriksa Gajah. Anak itu gemetar menjawab "Dimakan ular" "Hm" buyut Tayaka mendengus "dengan begitu engkau tahu kehilangan itu?" Dipa mengiakan. "Dan engkau tak melapor pada-tuanmu?" Dipa memberi alasan seperti yang tadi. Karena buyut desa sedang pergi dan hari sudah siang, maka ia bergegas pergi hendak menggembalakan kambing dan sorenya setelah pulang baru akan melapor. "Itu alasanmu" seru buyut T ayaka "yang nyata engkau tak melapor dan itu suatu kelalaian" ia berhenti lalu mengambil kitab dihadapannya dan membolak-balikkan lembarannya. Beberapa saat kemudian ia berseru "Gajah, jelas engkau bersalah karena melalaikan tugasmu. Menurut Undang2 pasal 249 mengenai bab Kelalaian, engkau dikenakan denda selaksa. Demikianlah keputusan ini agar didengar oleh seluruh rakyat Madan-Teda tentang landasan peradilan yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dikenakan pada dirimu, maka akan kubacakan bunyi undangundang itu: "Barang siapa diserah i tuannya untuk menjaga binatang seperti burung, anjing, babi, angsa, kambing, kerbau dan sapi. Jika binatang itu hilang atau mati akibat kelalaiannya, harus membayar ganti kerugian delapan tali untuk tiap binatang yang mati atau hilang itu. Jika ia tidak tahu bahw a binatang yang dijaganya itu hilang atau mati, dikenakan denda lima tali. Jika tahu tetapi tidak memberi laporan, dendanya selaksa. Demikianlah bunyi undang2 itu" buyut Tayaka menyudahi pembacaannya lalu menutup kitab. Kemudian ia menatap Gajah dan bertanya "Bagaimana Gajah, sanggupkah engkau membayar denda itu?" Keputusan yang dibacakan oleh buyut desa, telah menimbulkan berisik kegemparan dari rakyat desa yang mengikuti persidangan itu. Denda selaksa atau sepuluh ribu uang, merupakan denda yang tertinggi dalam perkara DANDAPARUSYA atau hukuman denda. Bagaimana mungkin seorang anak gembala semiskin Gajah, mampu membayar denda sekian besar! Kecuali pandai besi Panca dan kawan2nya yang merasa girang atas keputusan itu, sebagian besar rakyat yang hadir, merasa kasihan kepada Gajah. Gajah merogoh saku celana dan mengeluarkan sekeping benda bulat berwarna kuning kemilau "Ndara buyut, apakah benda ini cukup untuk pembayar denda?" Dipa angsurkan benda itu kehadapan buyut. Melihat benda ditangan Gajah itu, terbelalaklah mata buyut Tayaka. Demikianpun sekalian rakyat yang hadir. Buyut Tayaka cepat menyambar benda it u dari tangan Gajah lalu diamat-amatinya sampai beberapa saat. Pada lain saat ia
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kerutkan dahi sebagi tanda keheranan. Tetapi kemudian ia mengangguk pelahan.
sesaat
"Gajah!" t iba2 buyut itu berteriak lantang "darimana engkau peroleh emas ini? Engkau jual kedua ekor kambing itu dengan emas ini? Atau . . . engkau curi milik orang?" Gajah terbeliak pucat. Ia menggigil karena dituduh sebagai pencuri. Ia merasa selama h idup belum pernah melakukan perbuatan mencuri "Tidak, ndara buyut, aku tak mencuri. Benda itu adalah pemberian seseorang untuk pembayar harga kedua ekor kambing yang dimakan ular" "Siapakah orang itu?" tanya buyut Tayaka. "Ini ... . ini... ." Gajah tersekat dalam kebingungan. Jika ia mengaku terus terang, tentulah brahmana Anuraga akan tersangkut dalam perkara itu. Padahal ia hendak mempertanggung-jawabkan peristiwa it u sendiri. "Akulah yang memberinya" t iba2 Anuraga menyelutuk "agar dibayarkan sebagai pengganti kedua ekor kambing yang mati digigit ular" Anuraga segera menuturkan apa yang telah terjadi pada Gajah dalam usahanya mencari jamur obat untuk menolong lukanya "Kut ahu bahwa si Gajah tentu akan mendapat hukuman dari ki buyut , maka kuberinya emas itu selaku pengganti harga kedua ekor kambing yang hilang itu" "Hm" buyut itu mendesus. Dahinya mengeriput dalam "dari manakah ki brahmana memperoleh emas sebanyak itu? Bukankah itu bekas gelang wanita?" Anuraga menyadari bahwa buyut itu tentu menduga apa2 kepada dirinya. Namun ia dapat menyelami perasaan orang maka menyahutlah ia dengan tenang "Benar, memang keping http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ emas itu berasal dari gelang yang dipakai ibuku semasa masih hidup. Sesungguhnya benda itu merupakan w arisan orangtua yang tak layak kujual. Namun demi menghargai usaha Gajah yang telah menolong jiwaku, keping gelang itu kuberikan untuk mengganti kambing yang mati" "Adakah tuan benar2 rela?" buyut Tayaka menegas. "Gelang, kalung, cincin dan segala macam perhiasan berharga, hanya ibarat pakaian. Yakni benda pelengkap lahiriyah. Bagiku benda2 keduniawian itu hanya barang pinjaman, semisal hidup kita inipun hanya sekedar mampir, tak kekal sifatnya. Mengapa kemurnian hati kita harus dikotori oleh pemikiran benda2 semacam itu?" sahut Anuraga "silahkan ki buyut mengambilnya sebagai pembayaran denda Gajah" Buyut Tayaka termenung beberapa saat. Tetapi hanya sekilas hati-nurani tersentuh oleh kata2 sang brahmana karena secepat itu benaknyapun dihuni oleh keping emas yang menyilaukan mata itu "Baiklah, karena dalam undang2 diperbolehkan denda itu dibayar lain orang, maka emas kuterima sebagai pembayaran denda Gajah" Terdengar suara berisik dari para penduduk. "Soal menghilangkan kambing sudah selesai. Namun Gajah masih harus diad ili lagi karena menyebabkan Wawa terluka parah" tiba2 buyut Tayaka berseru pula seraya membuka kitab dihadapannya. "Dalam pasal 227 bab DANDAPARUSYA, disebut: Jika seorang Sudra menyakiti seorang Brahmana dengan menggunakan tangan, kaki, mulut , kepala, dada, punggung, bahu, kemaluan, jubur sebagai alat, bila yang disakiti itu tinggi kedudukannya, anggauta badan yang digunakan sebagai alat itu supaya dipotong" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buyut Tayaka lepaskan pandang mata kearah kitab yang dibacanya lalu mengangkat muka memandang kearah Gajah, serunya "Gajah, engkau anak Sudra dan telah menyakiti Wawa seorang anak Waisya dengan kepalamu. Menurut bunyi undang-undang itu, kepalamu harus dipotong ..." Terdengar berisik hiruk diant ara penduduk yang menghadiri persidangan itu. Gajah makin menggigil. "Tidak adil!" tiba2 Anuraga berteriak menyanggah. Ia tak puas atas keputusan buyut itu. "Apakah yang tak adil?" t erkesiap buyut Tayaka mendengar suara brahmana muda itu. Ia mint a penjelasan. "Gajah tidak menyakiti tetapi disakiti oleh Wawa. Karena hendak dicekik lehernya, terpaksa Gajah menumbukkan kepalanya kedada Wawa. Dengan begitu, peristiwa itu peristiwa perkelahian karena dilakukan oleh dua fihak!" sahut Anuraga. Buyut Tayaka kerutkan dahi. Diam2 iapun merasa bahw a keputusannya tadi memang terlampau berat. Ia membalikkan lembaran kitab lagi dan berseru "Alasan yang dikemukakan tuan brahmana dapat diterima. Keputusan tadi dirobah dan diganti dengan pasal 231 yang berbunyi demikian: Barang siapa menyakiti binatang ternak atau menyakiti orang dengan alat kayu atau batu, besar kecilnya denda supaya diperhitungkan. Jika pemukulan, pemerangan dan pelemparan itu mengakibatkan penderitaan ringan, dendanya seribu. Jika lukanya berat sampai mengikis tulang hingga patah dendanya dua laksa. J ika ku litnya merah seolah-olah akan mengeluarkan darah, dendanya dua tali. Sedangkan orang yang menyakiti itu dikenakan Apatiba-jampi atau pembayaran uang obat hingga luka penderita itu sembuh!" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buyut Tayaka menutup kitab lalu berseru kepada Gajah "Oleh karena engkau telah melukai Wawa sehingga kepalanya pccah maka engkau dikenakan denda dua laksa" Gajah pucat dan gemetar. Bagaimana mungkin anak semiskin dirinyja akan mampu membayar denda sekian banyak. "Tidak setuju!" kembali brahmana Anuraga berseru menyanggah "pasal 231 itu bersifat tindakan menyakiti yang dilakukan oleh sefihak. Sedang fihak yang disakiti tak mengadakan perlawanan. Pada hal jelas kedua anak itu saling sakit menyakiti. Maka lebih tepat kalau digolongkan sebagai perkara Kroda atau perkelahian!" Merahlah muka buyut it u. Dua kali ia memutuskan dua kali itu pula disanggah oleh brahmana muda. Hatinya tersinggung dan bertebaranlah rasa malu dalam perasaannya sebagai seorang buyut desa, orang yang paling berkuasa dalam desa itu. Apalagi disaksikan oleh ber-puluh2 penduduk yang mengikuti persidangan itu. Rasa malu itu cepat bersarang pada rasa keangkuhan sebagai seorang buyut. Rasa keangkuhan pun cepat membentuk rasa ke-Aku-an. Rasa Kodrati yang menjadi unsur pembentukan sifat Manusiawi. Tidak lagi buyut itu menimbang sanggahan Anuraga dari sudut undang2, melainkan dari rasa keangkuhannya sebagai seorang buyut dan berkatalah ia dengan nada tinggi "Desa Madan-Teda ini merupakan desa pelayangan atau penyeberangan sungai. Telatah Madan-Teda dinyatakan sebagai desa Swatantra ialah desa yang berdiri sendiri dan diberi kekuasaan penuh untuk mengatur peperint ahan desa. Aku sebagai buyut, diberi hak penuh untuk memimpin kebuyutan dan mengadili set iap perkara yang terjadi dalam
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ desa ini. Tuan bebas menyatakan pendapat tetapi akupun berhak untuk menjatuhkan hukuman pada rakyat di telatahku" Anuraga tertawa ringan. Ia t ahu buyut itu sedang dihempas oleh rasa kewibawaan kedudukannya. Maka berserulah ia pula "Tak kuganggu gugat kekuasaan tuan sebagai buyut yang berkuasa penuh. Tak pula kusinggung-singgung kewibawaan tuan sebagai kepala keDharmadyaksaan kebuyut an ini. Yang kusanggah hanyalah keputusan tuan dalam perkara Gajah ini. Ketahuilah, tuan buyut. Negara kita Majapah it ini adalah negara yang beradab, negara yang besar wilayahnya. Dan negara yang memiliki undang2 hukum yang mengatur pemerint ahan dan rakyat secara lengkap. Candi2 yang indah, pura keraton Majapahit yang megah, kesusasteraan dan keseniannya yang makin berkembang, menunjukkan betapa tinggi peradaban Majapahit. Pengaruh kekuasaan yang meluas sampai keseluruh nuswantara, menunjukkan betapa besar wilayah Majapahit itu. Dan kitab2 yang manjadi sumber hukum yang berlaku dalam kerajaan, mengunjukkan pula betapa lengkap dan sempu.na Majapahit mengatur peperint ahannya. Akan kusebutkan nama kitab2 yang menjadi sumber hukum negara kita, yani: Kut aramanawa, Adigama, Purwadigama, Syiwasyana, Sw aradlambu, Syiwasasana, Sarasanuscaya dan Rajapatigundala" Anuraga berhenti sejenak untuk menyempatkan penyelidikan kesan kepada buyut desa. Tampak buyut itu agak pucat wajahnya. "Dengan susah payah, kedelapan buah kitab hukum itu disarikan dan d isatukan dalam sebuah kitab yang mengatur tindak pidana. Dan kitab itu disebut kitab Agama. Sedang untuk mengatur soal tanah dipakailah kitab Rajapatigundala. Kesemuanya itu tak lain dan tak bukan adalah unt uk memberi Pengayoman, Keadilan dan Kesejahteraan pada seluruh http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kawula Majapahit. Oleh karenanya, kumohon hendaknya jangan ki buyut mudah tersinggung pada sanggahanku tadi. Aku tak bermaksud menghina tuan melainkan hanya memint akan keadilan bagi Gajah, seorang anak Sudra, seorang bhaktadasa yang sudah sebatang kara dan dihina oleh masyarakat desanya. Hati siapakah yang takkan turut merint ih apabila mengetahui seorang anak seperti Gajah diharuskan membayar denda sebesar itu? Demi peri Kemanusiaan dan Keadilan yang direstui dalam undang2 negara kita, maka kunyatakan denda yang dikenakan pada Gajah itu benar2 tak sesuai" Rangkaian kata2 brahmana Anuraga yang bernada rendah hati itu, mengendapkan kemarahan buyut Tayaka dan mempersurut kemarahannya. Berkatalah ia dengan nada yang sudah lebih sabar "Gajah berasal dari desa Mada dan menjadi hamba bhaktadasa dirumahku. Sebagai tuannya, sudah tentu aku wajib melindungi anak itu. Itu peribadiku. Tetapi kedudukanku sebagai buyut, menuntut suatu pertanggungan jawab kepada berlakunya hukum secara jujur dan bijaksana. Demi pelaksanaan hukum, tiada kuasa kucegah suatu keputusan yang merugikan Gajah" "Tepat sekali pendirianmu, ki buyut " seru Anuraga "hukum dicipt akan untuk mengayomi kepentingan seluruh kawula Majapah it. Bukan untuk seorang dua orang yang berkuasa. Tetapi sayang bahw a pendirian tuan itu akan salah sasaran apabila dalam memutuskan perkara Gajah itu, tuan mengambil dasar yang kurang kena arahnya. Jelas bahw a bukan Gajah yang bertindak sefihak untuk menyakiti Wawa, tetapi perkelahian itu dilakukan dan disetujui oleh Gajah dan Wawa. Oleh karenanya lebih tepat kalau keputusan itu didasarkan pada perkara Kroda.”
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Maksud ki brahmana hendak mengatakan bahwa perkelahian itu telah disetujui oleh kedua fihak karena tuan yang mengaturnya, bukan?" buyut Tayaka mendengus. "Benar" sahut Anuraga tak menyangkal "oleh karena itu, sudah jelas bahw a perkara itu perkara perkelahian" Ucapan buyut Tayaka itu adalah untuk memancing pengakuan dari Anuraga. Dengan pengakuan itu, tentulah brahmana itu akan merasa malu karena sebagai seorang brahmana telah mengadu supaya anak2 berkelahi. Suatu perbuatan yang tak layak. Sudah dua kali keputusannya disanggah. Ia malu dan hendak membalas dendam. Tetapi di luar dugaan, brahmana itu menggunakan pengakuannya sebagai dasar untuk mempertegas sanggahannya. Betapa geramlah liati buyut itu! "Dan tuan tak merasa malu karena mengadu anak2 seperti mengadu ayam?" masih buyut itu hendak mendesakkan serangannya. Sejenak Anuraga terkesiap namun cepat ia dapat menjawab "Dalam hal itu kurasa aku telah membantu usaha ki buyut untuk memecahkan masalah anak2 nakal yang nyata2 masih belum teratasi dalam desa ini. Memang banyak anak2 nakal yang tak tunduk pada perintah orangtuanya sehingga orang2 tua itu tak mampu mengurus lagi dan terpaksa menyerahkan pada orang luar untuk menyadarkan anak2 mereka. Berbicara soal perasaan, seharusnya orangtua yang tak mampu mengatasi anak2nya itulah yang harus merasa malu, bukan orang luar yang bantu mengurus mereka" Dengan ucapan itu, secara halus Anuraga telah menampar muka buyut Tayaka yang dianggap tak mampu mengatasi masalah anak2 nakal dalam desanya. Untuk yang kesekian kalinya, buyut itu terpepat mulutnya. Ia tak dapat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyalurkan kemarahannya kecuali hanya memerah muka. Karena selalu gagal untuk memojokkan brahmana itu dengan kata2, akhirnya buyut T ayaka hendak menggunakan kata-kata kasar untuk mendamprat. Tetapi baru ia merangkai kata-kata yang hendak dilontarkan tiba2 ia dikejut kan oleh munculnya tiga lelaki yang melangkah kedalam ruang balai kebuyutan. Demi melihat lelaki yang berjalan paling depan, serta merta buyut Tayaka bangun dan tersipu-sipu maju menyambut seraya memberi hormat "A h, Ki Panji Marga baya, maafkan lah karena kami t erlambat menyambut" "Ah, engkau tak bersalah, buyut" jawab orang yang disebut Panji Margabaya itu "memang aku sedang singgah ke desa in i dalam perjalanan meninjau Gesang, Bukul, Waringin Wok, Brajapura, Sarnbo, Jerebeng dan desa2 penyeberangan sepanjang sungai Brantas” Setelah mengambil tempat duduk, maka buyut T ayakapun mengatakan bahwa ia habis pulang dari Canggu untuk menyerahkan hasil cukai penyeberangan desa Madan. Tetapi Panji Margabaya tiada di rumah. Raja telah menetapkan bahwa desa2 yang terletak di pinggir sungai sepanjang Brant as dan Bengawan Sala yang digunakan sebagai tempat penyeberangan, dikepalai oleh Ki Panji Margabaya dan Ki Ajaran Rata yang berkedudukan di Canggu. Sedang Panji Angraksaji dan Ki Ajaran Rag i berkedudukan di Terung. Desa penyeberangan atau desa pelayangan itu disebut N a d i t i r a p r a d e s a. Semua desa Naditira pradesa, mempunyai kekuasaan Sw atantra. Ialah berhak mengatur peperint ahan desanya masing2. Desa2 itu diwajibkan memberi cukai pendapatan penyeberangan kepada Ki Panji Margabaya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kebetulan pada w aktu buyut T ayaka membayar cukai hasil pendapatan desanya ke Canggu, Ki Panji Margabaya sedang mengadakan peninjauan ke berbagai desa Naditira pradesa di sepanjang sungai Brant as. Dalam peninjauan itu, iapun mengunjungi desa MadanTeda pula. Dia d isertai oleh dua orang pembantunya. "Ah rupanya engkau sedang membuka sidang peradilan, ki buyut?" tanya Panji Margabaya Tiba2 ia terkejut karena melihat kehadiran seorang brahmana dalam ruang kebuyut an situ. Buru2 ia berbangkit dan menghampiri Anuraga seraya memberi hormat "Maaf tuan brahmana, sungguh tak kuketahui bahwa tuan hadir di sini" Sebagai seorang nayaka tinggi, tahulah Panji Margabaya akan kedudukan seorang brahmana. Maka bergegaslah ia menghampiri dan mempersilahkan Anuraga duduk serta menanyakan asal usai brahmana muda itu. Anuraga tetap pada pengakuannya bahwa ia seorang brahmana yang sedang menjalankan mesu-brata berkelana. Karena kebetulan lalu di desa situ dan terlibat dalam perkara anak2 nakal yang berkelahi, maka iapun mengikuti sidang peradilan yang dipimpin buyut Tayaka. Panji Margabaya mengangguk lalu berpaling kepada Tayaka "Buyut Tayaka, apakah yang sedang engkau adili in i perkara anak2 yang berkelahi ?" Buyut T ayaka mengiakan lalu menuturkan peristiwa it u dan keputusan yang telah diambilnya terhadap Gajah. Juga disinggungnya bagaimana dua kali brahmana Anuraga telah menyanggah keputusannya itu "Telah kujelaskan kepada t uan brahmana, bahw a desa Madan-Teda ini adalah sebuah desa pelayangan atau Naditira pradesa, yang berkedudukan sebagai swatantra. Kita diberi hak untuk mengurus segala sesuatu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang menyangkut, peperint ahan dan keamanan desa. Tetapi rupanya tuan brahmana tetap berkukuh hendak mencampuri perkara ini" Panji Margabaya mengangguk "Engkau benar, memang Madan-Teda ini merupakan sebuah Naditira-pradesa yang berkedudukan sebagai daerah swatantra. Urusan peperint ahan desa ini tak boleh dicampuri orang lain dan tak boleh dimasuki pegawai Katriniyani Pangkur, Tawan dan Tirip serta pegawai yang berpangkat nayaka, percaya, pingai, akurug, awajuh, wadinadi dan para wulu" Mendengar itu, berserilah wajah buyut Tayaka, macam bunga layu tersiram air. Penjelasan dari kepala Naditirapradesa itu, merupakan suatu tamparan kepada brahmana muda. Pikirnya. "Tetapi..." Panji Margabaya berhenti memandang buyut Tayaka. Ketika buyut it u menyambut dengan pandang menunggu, Panji Margabaya melanjutkan kata "keputusanmu tadi tidak tepat, buyut Tayaka!" Buyut itu terbeliak. Perasaannya bagaikan gelembung busa yang menggembung besar lalu pecah tiba2. Ia t ak menyangka bahw a ia akan dapat celahan dari kepala Naditira pradesa. Didahului dengan pandang kejut, buyut itu bertanya "Dalam hal apakah keputusan itu Ki Panji anggap tak tepat?" Panji Margabaya tertawa ringan "Buyut Tayaka, sebagai pemegang hukum, setiap buyut dari Naditira pradesa, harus mengetahui dan mengaji undang2 negara. Dan untuk itu, set iap buyut telah diberi kelengkapan kitab undang2. Sudahkah engkau mempelajari isi kitab itu seluruhnya?" Buyut Tayaka mengiakan. Ia memang mempelajari kitab undang2 it u. Namun karena pekerjaan di desa Madan-Teda http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sebagai desa penyeberangan it u cukup sibuk, maka belumlah ia lengkap mengaji kitab itu. Kitab undang2 yang terdiri dari 275 pasal. "Dan engkau sudah faham isinya?" Pertanyaan semudah it u ternyata tak mudah dijawab buyut Tayaka. Untuk menjawab bahwa sudah faham, sesungguhnya ia belum faham. Namun mengaku belum, ia merasa malu terhadap rakyat yang hadir dalam pendapa situ. Akhirnya dengan nada ragu2 bimbang ia menyahut "Sudah ...." Ki Panji Margabaya tertawa renyah "Bagus, Tayaka, memang demikianlah seharusnya seorang buyut. Untuk meningkatkan kesadaran rakyat agar mematuhi hukum, wajiblah para penguasa kebuyutan dan daerah mengerti isi perundang-undangan hukum. Tertib hukum akan melancarkan roda peperintahan, melahirkan ketenangan, keamanan dan kesejahteraan" Ketua urusan penyeberangan diseluruh Majapahit yang berkedudukan di Canggu itu berhenti sejenak. Dilihatnya buyut Tayaka masih tertegun, menduga-duga. Panji Margabaya tersenyum, katanya pula "Mengapa kukatakan keputusanmu dalam perkara ini tidak tepat karena keputusan itu tiada berlandaskan hukum.” Mata buyut itu makin merentang tegang. Sebelum ia sempat memint a penjelasan, Panji Margabaya sudah beralih pandang kearah Anuraga "Ah, tuan cukup bijaksana ..." "Sudah wajarlah bila seorang tetamu menghormat tuan rumah" Anuraga tersenyum "tiada yang berlebih-lebihan ..." Buyut Tayaka makin b ingung. Ia benar2 tak mengerti apa yang dipercakapkan kedua orang itu. Tiba2 Ki Panji Margabaya berpaling pula memandangnya dan berbisik "Umumkanlah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahw a peristiwa itu perkara perkelahian anak2 sehingga tak dapat dituntut hukuman dan bubarkanlah peradilan in i. Kemudian kembalikan keping emas itu kepada sang brahmana ...." Tayaka terlongong. Hampir ia tak percaya pada pendengarannya. Perint ah itu berarti menghapus keputusannya atau secara halus menialahkan tindakannya. Sedang ia tetap yakin bahw a keputusannya itu benar. Maka dengan rasa tak puas ia memint a penjelasan kepada orang atasannya itu. Panji Margabaya tersenyum lalu merapat kedekat telinga buyut it u dan membisiki beberapa patah kata. Buyut Tayaka mengangguk lalu membuka kitab dihadapannya dan memancangkan mata pada halaman muka. Wajah kepala desa itu menggelombang tegang, pasang surut tak berketentuan "Ki Panji" akhirnya tak kuasa pula ia menahan letupan perasaannya "adakah tuan yakin brahmana itu mengetahui hal itu?" "Brahmana muda itu mempunyai keperibadian pang menarik. Wajahnya yang berseri-seri, parasnya yang cakap terutama matanya yang tajam tentu menyimpan rahasia h idup yang penuh peristiwa" gumam Panji Margabaya "silahkan engkau mengujikan keraguanmu kepadanya" Buyut Tayaka merenung dan menimang. Dengan cara apakah ia dapat menguji isi hati brahmana itu tanpa menimbulkan kehebohan rakyat yang hadir disitu. Betapapun halnya, ia tetap berusaha untuk menjaga gengsi. "Ki Brahmana" akhirnya ia memperoleh saluran yang dikehendaki "bilamana tuan dapat mengatakan, apakah yang sedang kubaca tadi, persidangan ini kuanggap selesai dan Gajah bebas!" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anuraga tertegun. Ia heran mengapa tiba2 buyut itu mengajukan pertanyaan semacam it u. Apakah gerangan yang dibisikkan oleh Ki Panji Margabaya itu? Pikirannyapun mulai menelusur. Dikaitkannya ucapan Panji Margabaya kepadanya tadi dan sikap buyut desa setelah membaca kitab. Setelah direnungkan dengan rangkaian segala segi kemungkinan, akhirnya tersenyumlah brahmana muda itu. "Jika aku menempatkan diri pada kedudukan ki buyut, tentulah perhatianku akan kutumpahkan pada pasal pertama ...." "Ah, mengapa sejak tadi tuan tak mengingatkan hal itu kepadaku?" buyut Tayaka menghela napas. "Ki buyut " sahut Anuraga t enang “yang kit a hadapi adalah masalah anak2 nakal. Dan itu merupakan gejala umum yang terdapat disetiap desa dan kota. Apa yang tersurat dalam kitab hukum hanyalah penghapusan bukan pemecahan masalah itu. Oleh karenanya aku lebih suka membawa masalah itu dalam sidang peradilan. Agar masalah itu benar2 menemui cara pemecahannya yang layak" Buyut Tayaka mengangguk. Rasa ketidak-puasan terhadap brahmana yang menentang keputusannya tadi, serentak berganti dengan rasa kagum dan syukur. Pasal kesatu dari kitab undang2 itu mengatakan bahwa 'anak yang berumur dibawah 10 tahun, apabila berbuat yang tidak baik, tidak layak dikenakan denda oleh penguasa yang berkuasa'. Tayaka seorang buyut yang t angkas bicara, gesit bertindak. Ia menyadari bahw a kedudukannya saat itu lemah. Apalagi orang atasannya, Ki Panji Margabaya, tidak membenarkan keputusannya. Maka ia segera mengambil langkah membubarkan persidangan itu. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Berdasar petunjuk dari Ki Panji Margabaya ketua Naditira pradesa yang berkedudukan di Canggu. Menimbang bahwa undang2 membebaskan perkara tindak pidana dari seorang anak yang belum berumur 10 t ahun. Menimbang pula bahwa perkara itu termasuk perkelahian yang tak dapat dikenakan tuntutan maka Gajah bebas dan sidang peradilan inipun selesai" "Tidak adil!" tiba2 pandai besi Panca berteriak "aku mint a keadilan bagi anakku!" Buyut Tayaka mengerut dahi, serunya "Sudah kukatakan bahw a perkara perkelahian itu tak dapat dituntut. Sekalipun mati, pembunuhnya juga tak dikenakan hukuman!" "Anakku berkelahi atas perint ah putera ki buyut . Mengapa yang menyuruh juga bebas dari t untutan?" bantah Panca. "Panca, engkau benar2 keras kepala ...." baru buyut Tayaka menggeram, Anuraga cepat melerai "Ki Panca, memang dalam undang2, tuntutanmu tiada mendapat tempat. Tetapi hal itu bukan berarti apa yang engkau kemukakan itu tidak benar. Memang harus diakui, undang2 yang berlaku pada saat in i, masih belum sempurna seluruhnya. Undang2 diciptakan untuk menanggulangi persoalan manusia hidup. T etapi karena hidup itu bergerak dan berkembang maka persoalan manusiapun selalu bertambah baru. Dan pemecahannyapun harus mengikuti perkembangan itu ... ." Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan pula "Memang dalam undang2 hanya dalam bab ASTACORAH saja y ang sudah agak lengkap. Karena yang menyuruh mencuri dan yang melakukan curi, sama2 d ikenakan hukuman mati. Tetapi dalam hal Kroda atau perkelahian, hal itu tek terdapat. Sekalipun begitu, maulah kita melihat kenyataan. Ada pepatah yang mengatakan 'Anak polah, bapak kepradah', anak yang berbuat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ salah, orangtuanyalah yang harus bertanggung jawab. Dalam peristiwa perkelahian berdarah mi, sumbernya adalah kenakalan anak2. Kenakalan anak2 timbul karena ketidakmampuan orang2 tua mengurus anak2 mereka. Maka sudah wajar kalau orang2 tua anak2 it u harus dihukum. Apabila lain kali anak2 itu masih bertingkah liar, maka orangtua mereka harus didenda selaksa tali ...." Anuraga berhenti melepaskan pandang kearah penduduk yang hadir disitu. la mendapat kesan bahwa mereka menaruh perhatian pada usulnya itu. “Dan aku sendiri, sebagai penebus kesalahanku mengadu mereka berkelahi, rela memberi uang sebagai pembeli obat bagi Wawa" habis berkata Anuraga mengambil sekeping emas dan diserahkan kepada pandai besi Panca. Melihat itu buyut Tayaka malu hati "Jangan ki brahmana. Karena anakku yang menyuruh Wawa berkelahi maka akulah yang wajib mengganti pembeli obat itu !" Anuraga tersenyum "Bahw a ki buyut hendak memberi Apatiba-jampi, itu hak ki buyut sendiri. Tetapi akupun berhak untuk memberi uang pengganti obat kepadanya juga" Demikian karena Anuraga berkeras tetap hendak memberi uang obat kepada ayah Wawa, buyut Tayaka pun tak dapat melarangnya. Akhirnya tercapailah perdamaian. Pandai besi menerima uang Apatiba-jampi dari brahmana Anuraga dan buyut Tayaka. Setelah sidang selesai dan sekalian penduduk pulang, buyut Tayaka mint a kepada Anuraga supaya tinggal dulu d i kebuyutan. Ia ingin menjamu brahmana muda itu sebagai tanda penghormatannya. Bermula Anuraga menolak tetapi karena buyut itu tampak bersungguh-sungguh, demikianpun Ki Panji Margabaya ikut meminta, Anuraga menerima juga. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buyut Tayaka suruh puteranya mint a maaf kepada brahmana muda itu. Anak itu dengan segan terpaksa melakukan juga. Namun dalam hati diam2 ia mendendam. Anuraga menganjurkan agar putera buyut itu menggunakan masa mudanya untuk mengaji ilmu agar kelak dapat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai buyut. Kemudian beralih lah pembicaraan mereka kepada diri Gajah, anak bhaktadasa yang dipelihara buyut Tayaka. Anuraga bertanya akan asal usul anak itu. Buyut Tayaka gelengkan kepala "Bagaimana asal usulnya yang jelas, tak kuketahui. Beberapa t ahun yang lalu, seorang nenek tua membawanya kemari dan menyerahkan anak itu menjadi bhaktadasa. Menurut katanya, ia adalah nenek anak itu. Tetapi t ak pernah ia berkunjung kemari lagi" "Apakah Gajah tak pernah menceritakan asal usul d irinya ?" tanya Anuraga pula. Tayaka memberi keterangan "Kala itu Gajah baru berumur lima tahun. Ia mengatakan sejak kecil ikut neneknya. Karena neneknya makin tua dan berpenyakitan, ia menyerahkan Gajah kemari menjadi bhaktadasa. Menurut keterangan nenek itu, mereka berasal dari desa Mada" Anuraga menghela napas "Ah, kemungkinan nenek itu tentu sudah meninggal. Kasihan memang nasib si Gajah . . . ." ia berhenti sejenak lalu berkata pula "Ki buyut, saat ini aku masih menjalankan suatu tugas. Selekas t ngas itu selesai, aku tentu datang kemari untuk menebus kebebasan Gajah. Harap engkau memeliharanya baik2. Besok akan kuganti seluruh ongkos pemeliharaannya"
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Demikian set elah bermalrm d itempat buyut Tayaka, keesokan harinya brahmana Anuragapun mint a diri dan melanjutkan perjalanan pula. o)o0o-dw-o0o(o
II SEJAK mendapat janji dari Anuraga, buyut Tayaka memperlakukan Gajah agak baik. Entah karena menyadari kesalahan puteranya dalam peristiwa perkelahian berdarah itu. Entah karena membayangkan besarnya pengganti pemeliharaan Gajah yang bakal diterimanya dari brahmana itu. Gajah sendiri tidaklah menuntut suatu apa. Ia tetap melakukan kewajiban dengan rajin. Tiap pagi dinihari, ia sudah bangun. Menyapu halaman, mengisi jambangan dan kendi, lalu berangkat menggembalakan kambing. Mentari silam, baru ia pulang. Iapun merasakan perobahan sikap keluarga buyut kepadanya. Nyi buyut tidak memakinya, puteranyapun tidak seringan t angan dahulu lagi. Pun makanannya juga lebih baik, mendapat t ambahan nasi dengan sedikit lauk pauk. Sekalipun tetap tidak semewah hidangan untuk kucing Candramawa, namun tidak sejelek yang dulu lagi. Walaupun dalam hati heran namun Gajah tak berani bertanya. Pernah buyut Tayaka memanggilnya "Gajah, bagaimana keadaanmu sekarang?" Gajah menjawab dengan jujur "Ndara buyut puteri dan ndara Ramb i, memperlakukan aku dengan baik. Ndara buyut puteri memberi makanan dengan lauk pauk" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buyut Tayaka tertawa. Gajah tak mengerti apa yang terkandung dalam hati buyut it u. Tetapi ia berjanji dalam hati untuk membalas kebaikan keluarga buyut itu dengan bekerja lebih rajin dan giat. Memikir soal budi kebaikan, teringatlah ia akan brahmana muda Anuraga. Brahmana itu mengajarkan ilmu bersemadhi kepadanya dengan pesan supaya ia g iat berlatih agar tubuhnya tumbuh sehat dan kuat. Dan apa yang dikatakan brahmana itu memang benar. Setiap malam dan pagi, ia selalu melakukan ilmu semadhi untuk menjalankan pernafasan. Beberapa bulan kemudian, ia rasakan tubuhnya lebih segar, semangat makin bugar, gerakannya bertambah gesit. Dia tak pernah sakit, tahan dingin dan tak lekas lelah. Diam2 Nyi buyut heran atas perobahan pada diri Gajah. Anak itu tampak sehat dan t ambah gesit bekerja. Jambangan mandi, kendi2 minum selalu penuh. Halaman selalu bersih, pohon2 bunga makin subur dan segar. Kambing2 yang digembalakanpun t ampak gemuk dan lincah. Nyi buyut hanya menduga bahwa perobahan pada diri anak itu tentulah karena perobahan makannya yang lebih baik. Gajah mulai merasakan cerahnya sinar ment ari pagi. Mulai menyenangi kehijauan rumput yang membentang subur di padang lembah. Entah bagaimana ia lebih senang memandang rumput hijau dari pada pohon2 bunga. Apabila memandang padang rumput yang menghijau lembah, hatinya serasa t eduh. Dan pikirannyapun melayang-layang merenungkan nasib rumput .... Rumput selalu tumbuh di bawah, di tanah, dipadang di lembah dan di kuburan2 serta tempat yang diinjak kaki manusia maupun binatang. Dibabat, disiangi dan dicabut i karena dianggap mengotori halaman mengganggu padi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dipematang, menghalangi tumbuhnya bunga di t aman. Bahkan di padang belantara, di lembah yang terjal, tetap diburu dan dilenyapkan. Sebagai makanan lembu, kerbau, kambing dan kuda. Namun rumput tetap abadi. Dibabat, timbul. Disiangi, semi. Dicabut , tumbuh. Dipijak, tegak pula. Dibasmi tetap subur. Sering Dipa bertanya pada diri sendiri. Berguna atau tidakkah rumput itu bagi manusia ? Kalau tidak berguna, mengapa dibutuhkan untuk makanan ternak gembala. Kalau berguna, mengapa manusia membencinya dan lebih menyayangi bunga. Adakah karena bunga itu berwarna cantik dan berbau harum maka dipuja orang? Pada hal kecant ikan dan keharuman bunga itu akan cepat layu dan lenyap! Benar2 Dipa heran, mengapa rumput tetap tumbuh. Untuk siapakah rumput itu tumbuh didunia .... Apabila tiba pada pemikiran itu, tumbuhlah rasa kasihan Dipa kepada rumput. Ia merasa berterima kasih kepada rumput yang telah memberikan dirinya untuk makanan kambing gembalanya. Maka timbullah pikirannya. Ia melarang kambing gembalanya memakan rumput disuatu tempat sampai habis sama sekali. Apabila rumput sudah menjarang, ia segera membawa kambing gembalanya pindah kelain tempat. Demikian pada suatu hari, ia membawa kambing gembalanya menuju kesebuah hutan dikaki gunung. Memang agak jauh dari padang rumput di lembah yang biasa ia datangi. Kala itu menjelang tengah hari, ia meneduh dibawah pohon yang tumbuh ditepi sungai kecil. Kambing dilepaskan d i sebidang tanah datar yang bertumbuh rumput. Terik sinar matahari menjelang musim kemarau berhembus augin silir. Mata Dipa seperti dikipasi rasanya. Kantuk mulai merayap-rayap. Pada saat mata hendak mengatup rapat, tiba2 http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ia terbeliak kejut karena sayup2 mendengar suara seruling mengalun dikesunyian alam. Sudah sering Dipa mendengar orang meniup seruling. Tetapi alunan irama yang dibawakan seruling itu baru pertama kali ia mendengarnya. Apakah itu yang disebut merdu, ia tak tahu. Yang dirasakan, hatinya serasa tersentuh oleh buaian alun seruling itu. Dan ia memperhitungkan, peniup seruling itu tak berapa jauh jaraknya. Seketika rasa kantuknya hilang dan berbangkitlah ia mencari arah suara seruling itu. Apa yang diduga, memang benar. Selekas tiba diujung hutan, seruling itu makin jelas. Segera ia percepat langkah, lari mendaki sebuah gunduk batu yang tinggi. Tiba dipuncak batu karang, tiba2 seruling itu berhenti. Cepat ia menuruni karang yang menjurus ke tepi sungai dan tampaklah seorang kakek sedang duduk ditepi sungai. Disebelahnya tegak seorang anak perempuan kecil. Tangan anak perempuan itu menggenggam sebatang seruling bambu kuning. "Kek, ada manusia datang kemari. Seorang bocah laki" kata anak perempuan itu kepada si kakek. "Hm, kut ahu. Dia seorang anak gembala" sahut sikakek dengan suara parau. Walaupun berkata begitu, kakek yang rambut dan janggutnya putih itu tetap memandang batang kail yang terbenam kedalam sangai. Sama sekali ia tak mengacuhkan kedatangan Dipa. Dipa tertegun. Tetapi ketika sikakek mengatakan keadaan dirinya seorang anak gembala, ia heran lalu lanjutkan langkah menghampiri. "Hai, berhenti, engkau anak manusia atau set an?" tiba2 anak perempuan yang berumur lebih muda dari Dipa membentak seraya lint angkan seruling menghadang Dipa. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dipa terhenyak berhenti karena teguran anak perempuan yang aneh it u. Sejenak ia memandang dirinya. Seumur hidup baru pertama kali itu ia disangka sebagai anak set an. Setelah merasa t iada hal yang aneh pada dirinya, ia akan menyahut. "Indu, jangan mengusik orang" t iba2 kakek t ua itu berkata "pemusatan pikiranmu masih mudah terganggu. Buktinya engkau hentikan tiupan serulingmu sehingga ikan lele yang sudah akan melenting kedarat, terkejut dan menyusup kedalam liang lagi" "Hm, gara-garamu set an cilik!" anak perempuan kecil itu deliki mata kepada Dipa "hayo, enyahlah!" "Jangan, Indu!" kembali kakek tua itu mencegah. Ia menghela napas dan berkata seorang diri "ah, suratan takdir. Manusia harus menerimanya ...." Indu, sianak perempuan kecil, kerutkan dahi keheranan, serunya "Apa maksudmu, kakek?" "Sudahlah, Indu, hutan ini bukan milik kita. Setiap orang bebas datang kesini. Jangan suka menyinggung perasaan orang" kata kakek tua it u "tak apa kaku hari ini kita tak memperoleh ikan. Sisa dari dua ekor ikan yang kita peroleh kemarin masih cukup untuk lauk pauk hari ini" "Kakek, biarlah kutiup seruling lagi agar ikan lele itu muncul kedarat" Indu masih penasaran. "Jangan, Indu, jangan! Rupanya sudah ditentukan oleh Yang Memberi Hidup, bahwa hari in i kita tak mendapat hasil. Jangan memaksa, besok masih ada hari lagi. Indu, apakah engkau tak ingin mendengar cerita yang kujanjikan itu?" "O, benar kek" seru Indu kegirangan "aku memang ingin sekali mendengar cerita itu" http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kakek yang sudah amat lanjut usianya itu suruh Indu mengambil tempat duduk dihadapannya. Lalu mulailah ia bercerita. Sepatahpun Dipa tak disapanya. Dipa terpukau. Ia tak marah karena tak dihiraukan. Sudah biasa ia diperlakukan orang begitu. Ia merasa bersalah karena menyebabkan anak perempuan itu t erkejut sehingga hentikan tiupan serulingnya. Ia harus mint a maaf. Tetapi baru ia hendak membuka mulut, kakek tua itu sudah mulai bercerita:
OM AWIGHNAM ASTU NAMAS SIDDHAM .... Niham katut uranira Ken Angrok. Mulanira duk dinadekan manusa, hana anakira rangdyaning jiput, lumaku tan rahayu amegati apusira pinakapamancananing hyang Suksma. Sah sira saking Jiput, angungsi sira ring mandaleng Bulalak. Purabira sang abatur ing Bulalak sira mpu Tapawangkeng, agawe gapuraning asraman ira, pinalampahan wedus bang salaki dening hyanging lawang. Langira Tapawangkeng: „ Nora olihing apeningan dadi agaweya papapatakaning awak, yan amalimatia janma, norana ta amut usakena papalakoning caru wedus bang ika. " Dadi ta sang amegati apus angling, asanggup makacaruaning lawangira mpu Tapawangkeng, satya ta sira, asanggup pinakacaru, marganira muliha marirg Wisubhuwana tumitisa mareng wibhawajanma, mareng madhyapada muwah, mangkana pamalakunira. Irika ta duk inastwan tumitisa denira mpu Tapawangkeng tinut i rasaning kapralinanira, amukt i ta sira pitung mandala Ri huwusnira pralina irika ta sira pinakacaru denira mpu Tapawangkeng. Telas ira mangkana mur ta sira maring Wisnubhuwana, tan linok ing rasaning sangketanira sang pinakacaru amaiaku ta sira titisankena ri wetaning Kawi....
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kakek tua itu berhenti memandang Indu "Indu mengertikah engkau apa yang kuceritakan ini ?" Anak perempuan itu gelengkan kepala "Tidak mengerti sama sekali!" Kakek tua itu tersenyum "Cerita ini kupetik dari kitap PARARATON ialah sejarah Ken Angrok atau baginda Rajasa Bhatara sang Amurwabhumi, raja pertama dari Singosari, sampai pada raja2 keturunannya. Memang engkau tentu tak mengerti karena cerita itu menggunakan bahasa Kawi yang tinggi. Baiklah, Indu, akan kut erangkan dengan bahasa yang mudah supaya engkau mengerti" Kakek tua itu diam2 menyelimpatkan mata kearah Dipa. Ia tersenyum dalam hati melihat anak gembala itu tertarik perhatiannya. Lalu ia melanjutkan ceritanya pula dengan bahasa sederhana: TUHAN, PENCIPTA, PELINDUNG dan PENGAKHIR ALAM SEMOGA TAK ADA HALANGAN SUJUDKU SESEMPURNASEMPURNANYA. Inilah kissah Ken Angrok. Asal mula ia dijadikan manusia: Adalah seorang anak janda di Jiput, bertingkah laku tak baik, suka merusak kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib. Pergilah ia dari Jiput, mengungsi ke Bulalak. "Siapakah Ken Angrok, kakek?" tiba2 anak perempuan itu menyelut uk. "Ken Angrok dikemudian hari menjadi raja Singosari yang pertama" sahut kakek tua dengan sabar. Kemudian ia melanjutkan pula. Yang dipertuan di Bulalak itu bernama mpu Tapawangkeng. Ia sedang membuat pintu gerbang asramanya. Roh penjaga http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pintu, mint a diberi sesaji seekor kambing jant an yang berbulu merah. Permintaan itu meresahkan hati mpu T apawangkeng, katanya: “Ah, tak perlu berpusing kepala. Akhirnya ini akan menyebabkan aku jatuh dalam dosa. Kalau aku sampai membunuh manusia, takkan ada yang dapat menyelesaikan permint aan korban kambing merah itu..." "Kakek, mengapa pintu ada Roh yang menjaga? Aneh benar permint aannya, mengapa kambing yang berbulu merah? Dan mengapa pula mpu Tapa itu harus membunuh manusia?" kembali Indu sianak perempuan kecil menukas pertanyaan pada cerita kakeknya. Agak mengkal kakek tua tua karena cucunya selalu memutus ceritanya. Dipandangnya Indu. Tetapi pada lain kejab hatinya mereda "Ah, dia anak kecil, tentu ingin tahu segala apa. Dan pertanyaan itu menandakan bahwa pikirannya hidup dan cerdas" "Menurut kepercayaan agama Syiwa, set iap benda mempunyai penunggu ialah roh yang tak kelihatan. Yang dimaksud dengan kambing jant an bulu merah, adalah manusia. Itulah sebabnya maka mpu Tapawangkeng resah hatinya. Jika ia melaksanakan permint aan roh itu, berarti ia membunuh manusia. Membunuh manusia berarti jatuh ke dalam dosa ...." "Ah, jahat benar roh penjaga pintu itu" gumam Indu "lalu apakah mpu Tapa menyetujui?" Kakek itu melanjutkan ceritanya: “Kemudian orang yang merusak kesusilaan tadi berkata bahw a ia sanggup menjadi korban pintu yang dibuat mpu Tapawangkeng. Ia bersedia dijadikan korban agar dapat manjadi sarananya ia kembali ke surga dewa Wisnu dan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menjelma lagi dalam kelahiran yang lebih mulia, ke alam tengah lagi. Demikian permint aannya. Permint aan itu direstui oleh mpu Tapawangkeng agar ia dapat menjelma. Dan disetujui pula tujuan kematiannya itu. Setelah mati ia dijadikan korban oleh mpu Tapawangkeng. Setelah itu, ia terbang ke surga Wisnu dan sesuai dengan inti perjanjian untuk dijadikan korban, ia mint a untuk dijelmakan di sebelah timur gunung Kawi...” "Kakek, apakah orang yang sudah mati itu dapat menjelma lagi?" tanya pula sianak perempuan kecil. Rupanya banyak sekali hal yang mengherankan hatinya. Dan agaknya ia memang suka bertanya. "Menurut kepercayaan agama Syiwa-Budha, orang yang mati itu hanya jasadnya saja yang rusak. Tetapi atma atau rohnya tetap hidup dan kelak akan turun menjelma ke dunia lagi menurut kadar dari amal perbuatannya dalam kehidupan yang lalu" kata kakek tua. "W ah, kalau begitu, kakek kelak tentu juga dapat menjelma hidup lagi. Tetapi..." tiba2 Indu termenug-menung. Kakek tua itu terkesiap melihat kerut wajah cucunya yang rawan, tegurnya "Indu, mengapa engkau termenung diam ? Apakah yang hendak kaukatakan ?" Anak perempuan kecil itu menjawab dengan kata2 yang wajar kekanak-kanakan "apakah kelak kakek berkumpul lagi dengan aku?" Tersentuh hati kakek yang sudah lanjut usia itu. Sesaat terkenanglah ia akan segala ikatan dunia. Anak perempuannya yang telah meninggal, yakni ibu dari Indu. Isterinya yang mendahuluinya serta beberapa saudara yang semuanya telah mati lebih dulu. Kemudian teringat akan usianya yang sudah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ begitu lanjut, ia tentu akan berpisah dengan Indu, cucu satu2nya dalam hidupnya di mayapada ini. Sesungguhnya ia sudah jemu akan kehidupan duniawi. Namun mengingat bagaimana nant i nasib Indu yang masih kecil itu apabila ia mati, bergetarlah urat2 nadinya yang sudah rapuh. Ia ingin hidup dan harus hidup, demi Indu. "Sudah tentu Indu, kakek tentu akan menjelma lagi dalam lingkungan hidupmu" katanya beriba. Sesungguhnya dalam hati, ia sudah menyadari. Tak mungkin hal itu akan terjadi. Namun ia tak mau membuat sedih hati cucunya. Tiba2 anak perempuan kecil itu berseru "Kakek, hari sudah larut tinggi. Aku lapar. Mari kita pulang" Kakek itu mengangguk lalu mengangkat kail dan berbangkit. Sambil memimpin tangan Indu, ia berjalan tertatih-tatih tinggalkan tempat itu. Sama sekali kakek itu tak mempedulikan Dipa yang saat itu masih duduk di atas segunduk batu. Hanya sebelum lenyap ke dalam gerumbul pohon, anak perempuan kecil itu tiba2 berpaling memandang kearah Dipa. Hanya sekejab lalu berberpaling memandang kemuka lagi dan beberapa saat kemudian kakek serta cucu itupun lenyap ke dalam gerumbul.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dipa masih termangu-mangu di atas gunduk karang. Ia merenungkan cerita kakek tua tadi. Ia amat tertarik sekali. Sayang cerita itu belum selesai. Setiap hari setelah lepaskan kambing gembalanya kepadang rumput, Dipa segera mendaki karang dan turun ke gerumbul pohon untuk mendengarkan kakek tua yang mengail d i tepi sungai sambil menceritakan cucu perempuannya, sejarah Ken Arok dan raja2 keturunannya "Mereka tentu akan datang lagi besok. Baiklah aku kemari untuk mendengarkan cerita kakek itu" kata Dipa seorang diri. Tetapi pada lain saat ia tertegun. Kakek tua dan anak perempuan kecil itu tak mengacuhkan dirinya. “Apakah mereka takkan marah apabila ia datang ikut mendengarkan cerita ?" "Tetapi tadi merekapun t ahu kalau aku ikut mendengarkan cerita. Walaupun tidak mempedulikan tetapi merekapun tak mengusirku " pada lain saat Dipa menjawab keraguannya "ah, memang aneh sekali kedua kakek dan cucu itu" Rasa aneh itu makin membangkitkan kegairahan Dipa unt uk mengetahui diri kedua kakek dan cucu itu serta mendengarkan cerita mereka. Akhirnya ia memut uskan, besok akan datang lagi kesitu. Apabila mereka marah dan mengusir, iapun akan pergi. "Ah, apakah karena diriku benar2 seperti anak setan sehingga mereka segan menegurnya?" tiba2 pula Dipa t eringat akan kata2 anak perempuan kepadanya tadi "benarkah rupaku ini seperti anak set an? Bagaimanakah rupa set an itu sesungguhnya?" bertanya-tanya Dipa pada dirinya. Memang ia tahu dan sudah biasa mendengar orang menyebut kata Setan. Tetapi sebesar itu, belum pernah ia tahu bagaimana ujud yang sebenarnya dari set an ibu. Ia heran mengapa anak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perempuan itu memaki ia seperti anak set an? Adakah anak perempuan itu sudah pernah melihat setan ? Makin memikirkan keadaan kedua kakek dan cucu itu makin besar keinginan Dipa untuk mengetahui diri mereka. Besok harinya, ia membawa kambingnya ke hutan pula dan mulailah ia mendaki keatas gunduk karang. T ak berapa lama terdengarlah suara seruling mengalun. Tentulah seruling yang ditiup anak perempuan kemarin. Dipa tak mau unjuk diri. Ia tetap rebah diatas karang dan memandang, ke tepi sungai. Yang meniup seruling memang benar seorang anak perempuan kemarin. Sedang si kakek tua duduk pejamkan mata menghadap sebatang kail yang ujungnya terbenam dalam sungai. Hampir sejam anak perempuan itu meniup seruling. Nadanya makin lama makin melengking tinggi, biramanya makin lama makin menyayat hati. Dipa tak tahu lagu apakah yang sedang dialun seruling itu. Tetapi diam2 ia kagum atas ketahanan napas anak perempuan yang dapat meniup seruling sampai begitu lama. Tiba2 kakek tua itu mengangkat kailnya dan memekiklah cucunya dengan gembira "Kakek, seekor ikan bader yang besar sekali!" Dipapun terkejut kagum. Rasa heran yang menelungkupi perasaan, secara tak disadari, menggerakkan kakinya menuruni karang dan menghampiri kedekat tempat kakek dan anak perempuan itu. "Hai, anak set an itu datang pula!" teriak anak perempuan kecil. Namun nadanya tak semarah kemarin. "Indu, jangan menghina orang. Memang sejak tadi kut ahu dia rebah di atas karang. Tetapi dia tak mau turun, mungkin
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ takut kalau mengganggumu" kata kakek tua memasukkan ikan bader ke dalam lukah bambu.
seraya
"Kakek, rupanya hari ini kita mujur, mengapa kakek tak mau mencari seekor lagi?" tanya Indu. Kakek tua itu menghela napas "Jangan Indu. Hari ini kita sudah memperoleh rejeki. Jangan temaha, kita harus puas menerima pemberian Yang Memberi Hidup" "Kalau begitu, kakek harus melanjutkan cerita yang kemarin itu" Kakek tua itu tertawa. Sikapnya amat memanjakan anak perempuan kecil itu. Setelah duduk berhadapan kakek itu melanjutkan pula ceritanya tentang Ken Arok. Apabila matahari menjulang tinggi ditengah angkasa, mereka berkemas pulang. Tiada selirik pandang dipalingkan kearah Dipa. Tiada sepatah kata disapakan kepada anak itu. Hari berganti hari, pekan bersusul pekan dan bulan beralih bulan, Dipa selalu datang untuk mendengar cerita yang dibawakan kakek tua itu. Setelah habis kissah Ken Arok, lalu Anusapati, Tohjaya, Rangga Wuni, Kertanegara lalu raden Wijaya. Karena setiap hari setelah memperoleh ikan, baru kakek tua itu bercerita dan apabila matahari lewat di atas kepala, mereka segera berkemas pulang. Karena hanya sejam, paling lama dua jam kakek t ua itu bercerita. Dengan demikian ceritanya memakan waktu hampir tiga candra. Selama itu banyak sekali Dipa mendengar keadaan yang baru baginya. Dunia pengetahuannya yang setipis kulit bawang, kini t iba2 merekah. Bagai kuda t erlepas dari pingitan, arus pikirannya berkejar-kejaran hendak mencapai puncak. Puncak yang berkabut bayang2 alam dunia seperti yang dikisahkan dalam cerita kakek tua itu. Namun tingkat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kecerdasannya masih belum sampai. Ia tak dapat membayangkan lebih daripada y ang diket ahui dalam desanya. Dari cerita kakek itu, ia t ahu bahwa Ken Arok itu seorang raja yang termasyhur, begitu pula Anusapati, Tohjaya, Rangga Wuni, Kertanegara dan raden Wijaya. Tetapi tak dapat ia membayangkan betapalah perwujutan dari seorang raja itu. Betapalah megah pura kerajaan dan istana Singasari serta Majapah it itu, iapun tak dapat meraih dengan anganangannya. Betapalah hebatnya peperangan, betapalah kegagahan senopati2 yang menyabung nyawa dimedan laga itu, tak dapat pula ia menggambarkan dalam lamunannya. Ingin ia sesungguhnya untuk bertanya, tetapi ia takut kakek itu tak mempedulikannya. Bukankah ia dianggap anak set an oleh anak perempuan kecil itu? Demikian seperti yang telah dilakukan selama berpekanpekan ini, menjelang mentari turun kebalik gunung, ia segera menggiring kambing sambil melamun cerita yang dituturkan kakek tua siang tadi. Ketika memasuki gapura pintu desa dan tiba di daratan tempat dahulu ia berkelahi dengan Wawa, tiba2 ia terkejut mendengar longlong jeritan seorang anak yang disusul dengan lengking tangis. Dipa cepat menghampiri. Tampak beberapa anak sedang mengerumuni seorang anak kecil yang jongkok dihadapan sebuah patung. Anak itu berada clihalaman candi kecil. Cepat Dipa mengetahui bahw a yang menjerit-jerit dan menangis, adalah anak kecil yang jongkok itu. Ketika menghampiri makin dekat barulah Dipa tahu bahwa tangan anak it u dimasukkan ke bawah batu persada patung dewa Ganesya. Tetapi entah karena apa, tangan anak itu tak dapat ditariknya keluar lagi. Anak itu kesakitan, bingung dan menangis jerit2 .... Anak2 yang bermain dihalaman candi itu, anak2 desa Madan-Teda. Tetapi mereka bukan anak2 nakal dari http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gerombolan Wawa. Mereka kenal Dipa si Gajah dan mendengar juga tentang peristiwa Gajah mengalahkan W awa. Dan memang sejak peristiwa itu, Gajah tidak menderita hinaan dari anak2 dalam desanya. Bahkan anak2 yang bukan termasuk gerombolan Wawa, diam2 menaruh rasa kagum kepada Gajah. "Gajah, tolonglah Naban itu!" serta melihat Gajah, t imbullah harapan anak2 itu untuk menolong Naban, anak yang tangannya tertindih patung. "Mengapa dia?" Gajah memint a penjelasan. Salah seorang anak yang paling besar menutur "Ketika kami sedang bermain kejar-kejaran, tiba2 Naban mendengar suara cengkerik berbunyi nyaring. Naban memang senang sekali mencari cengkerik untuk diadu. Ia terus lari menghampiri patung dewa Gajah. Setelah diselidiki ternyata jengkerik itu berada di dalam liang dibawah patung. Naban mencari kayu dan digalinya lubang dibawah patung it u. Setelah cukup besar, ia masukkan tangannya untuk merogoh cengkerik itu. Tetapi entah bagaimana tangannya tertindih patung dan tak dapat dikeluarkan.” "Oh, mungkin karena tanah digali, patung itu longsor mengendap kebawah. Lalu bagaimana cara menolongnya?" tanya Gajah seraya menghampiri ketempat patung. Lalu bertanya kepada Naban "apakah tanganmu tertindih?" Sambil menangis, anak itu mengangguk. "Sakit?" "Tidak begitu sakit ..." "Kalau t ak sakit mengapa menangis?"
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anak itu makin menangis keras "Hu, hu, hu . . . tanganku tak dapat kutarik keluar . . dan . . . dan aduh . . ." t iba2 anak itu menjerit. "Mengapa?"Gajah ikut terkejut. "Cengkerik itu ... menggigit ujung jariku, setan, aduh, aduh . . . tolong!" anak itu menjerit-jerit makin keras dan merontaront a hendak paksakan menarik tangannya keluar. Tetapi makin d itarik makin sakit sehingga menangislah ia makin nyaring. "Jangan bergerak" Gajah memberi nasehat. "Ayo, kita gali tanah dan membuat lubang lebih besar supaya tangan Naban dapat ditarik keluar" seru anak yang paling besar tadi. Beberapa kawannya setuju dan terus hendak mencari kayu. "Jangan!" cegah Gajah "kalau lubang itu digali makin besar, dikuatirkan patung itu akan makin longsor dan makin menindih tangan Naban" Anak2 itu berhenti. Mereka anggap kata2 Gajah itu benar. Tetapi hal itu makin membuat mereka bingung "Lalu bagaimana cara kita menolong Naban?" tanya mereka beramai-ramai. Gajah merenung. Pada lain saat ia menyahut "Cara yang terbaik ialah mengangkat patung dewa Gajah itu!" Bagai t awon dionggok dari sarang, berdengung-dengunglah suara anak2 itu mendengar jawaban Gajah. Mengangkat patung batu dewa Gajah yang seberat itu? Ah, tak mungkin .... Akhirnya anak yang paling besar tadi berseru "Gajah, memang caramu itu tepat sekali. Tetapi mana mungkin kita http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lakukan hal itu? Sekalipun beramai-ramai tetap kita tak mampu mengangkatnya! Kalau tak percaya, cobalah engkau mengangkatnya!" Selama mengikuti cerita yang dibawakan kakek tua, pikiran Dipa amat diilhami akan kissah kehidupan Ken Arok. Lepas dari perbuatan2 maksiat yang dilakukan Ken Arok semasa masih muda, Dipa mengagumi keberanian dan kesaktiannya. Misalnya, ketika kakek tua itu menceritakan bagaimana karena mencuri di desa Pamalant en, Ken Arok dikejar penduduk desa untuk dibunuhnya. Ken Arok memanjat pohon tal. Pohon itu dikepung dan ditebang oleh penduduk yang marah. Tetapi Ken Arok dapat juga meloloskan diri. Ia memetik dua daun tal untuk dikepit dalam kedua ketiaknya lalu melayanglah ia bagaikan seekor kelelawar meloloskan diri dari jerat. Timbul dalam gagasan anak gembala Dipa. Ken Arok tit ah manusia. Iapun anak manusia. Ken Arok dilahirkan d ikalangan hina. Bahkan dibuang ibunya ke pckuburan. Iapun anak Sudra. Jika Ken Arok dapat ' terbang ' dengan dua daun tal, bukanlah suatu keinginan yang berkemmjaan apabila ia dapat mengangkat patung dewa Gajah itu. "Jika karena mencuri dan hendak ditangkap maka Ken Arok mengeluarkan kesaktian, mengapa aku tak direstui kesaktian karena hendak menolong seorang anak yang tertimpa kemalangan ?" pikiran Dipa makin melambung. Semangatnya makin menyala dan tekadnyapun makin bulat. Ent ah bagaimana, anak kecil yang menjelang berumur sepuluh tahun itu, tiba2 mempunyai angan2 seperti orang dewasa. Ia segera maju kedekat patung dewa Gajah itu lalu memegang kedua sampingnya. Sejak giat melakukan semedhi seperti yang diajarkan Anuraga, ia merasa mulai dapat 'menggembalakan' napas dan tenaganya ke, ' lembah ' yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disebut Cakra Manipura atau bagian perut tubuhnya. Demikianpun pada saat itu. Setelah menggembalakan napas dan tenaganya ke lembah Cakra Manipura, tiba2 ia memekik sekuat-kuatnya dan serempak mengangkat patung itu, hek .... meletuslah pekik sorak dari anak2 ketika menyaksikan patung dewa Gajah itu terangkat keatas kepala Dipa ! Candi kecil dipetang sunyi, tiba2 bergetar-getar bagai dialun gempa pekik t eriakan. Patung Syiwa yang dipuja dalam candi itu seolah olah ikut bergetar menyaksikan peristiwa it u. Angin berhembus kencang, pohon2 bergoncang-goncang dan bunga2 meregak membaurkan bau harum. Burung2 sriti berseliweran terbang tinggi rendah diatas kepala Dipa. Alam seakanakan ikut terkejut dan bergembira .... "Gajah .... hebat ! . . . Sakti . . . ! teriak anak2 itu riuh rendah memuji. Namun Gajah tak sempat menghiraukan mereka. Ia bei juang mati matian untuk menyanggah patung batu yang amat berat itu, agar tak menindihkan. W ajahnya merah padam. Mata membelalak seakan lepas dari kelopaknya, geraham bergemerutukan macam orang kedinginan. "Gajah, letakkan patung it u, aku sudah tak apa-apa!" tiba2 si Naban berteriak. Rupanya karena amat berterima kasih kepada si Gajah, ia paling cepat mengetahui penderitaan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gajah. Sedang anak2 yang lain hanya menumpahkan sorak pujian saja tetapi tak memperhatikan keadaan Gajah. Hanya seruan si Nabanlah yang mendapat tempat di hati Gajah Dipa. Segera ia meletakkan patung itu di tempatnya semula, bluk .... serempak patung tegak di tanah, Gajahpun terhuyung-huyung kebelakang dan rubuh tak sadarkan diri! Kembali terdengar jerit pekikan dari anak2 itu. Hanya bedanya, jika pekikan yang tadi pekik pujian, tetapi yang sekarang pekik kejut kecemasan. Mereka lari mengerumuni Gajah "Hai, mulut nya mengumur darah . . . !" teriak Naban. Ia menubruk tubuh Gajah, dan diguncang-guncangkannya "Gajah, Gajah, mengapa engkau....?" Namun Gajah tetap diam memejam mata. Anak2 itu bingung tak keruan. Ada yang memijat-mijat kaki, ada yang mengelus-elus dadanya, ada yang mengurut-urut tangan, bahkan ada yang menyiak kulit kelopak mata si Gajah supaya sadar. Namun sia2 semua. "Lekas cari a ir!" tiba2 anak yang paling besar tadi berteriak tanpa ditujukan pada salah seorang kawannya yang tertentu. Tiba2 Naban lari menuju ke parit di belakang candi. Tetapi set iba di parit, ia tertegun bingung. Dengan alat apakah ia hendak membawa air nant i? Unt unglah ia cepat mendapat akal. Dicarinya pohon maja yang tumbuh di belakang candi, dipetiknya sebiji buahnya lalu dibelah dan isinya dibuang. Kini dapatlah ia sebuah alat, separoh belahan tempurung buah maja. Setelah diisi air, bergegaslah ia kembali ketempat Gajah. Airpun segera diminumkan ke mulut Gajah. Dan kini anak2 itu menunggu dengan berdebar-debar bagaimana hasilnya. Sepengunyah sirih lamanya, terdengar Gajah menguak pelahan dan tubuh mulai meregang-regang lalu matanyapun terbuka "Gajah, bangunlah. . . engkau terluka, Gajah ? Ah, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akulah yang bersalah, Gajah ...." berderai-derai airmata Naban sianak kecil sambil mencekal tangan Dipa. Dipa tersayat keharuan. Baru pertama itu dalam sejarah hidupnya, ia ditangisi orang. Selama ini yang dideritanya hanyalah gelak cemohan dan hardik makian. Luapan perasaan, menyentakkan ia bangun dan ditepuknya bahu Naban "Sudahlah, Naban, jangan menangis. Aku tak kurang suatu apa!" Sesungguhnya saat itu ia rasakan tubuhnya lemah lunglai. Urat-bayunya seakan-akan dilolosi. Tenaganya merana, tulang serasa lepas dari persendiannya. Namun demi menghibur Naban, ia harus kuatkan diri bangkit berdiri. Ia telah menggunakan tenaga lebih dari yang dimiliki maka akibatnya ia pingsan. Dan ketika berdiri, kepalanyapun masih terasa berbinar-binar. "Hari sudah rembang petang, kalian harus pulang dan akupun juga" katanya kepada anak2 itu. Dan tanpa menunggu penyahutan mereka, ia mendahului ayunkan langkah menggiring kambingnya pulang. Ia masih lemas sehingga jalannya tertatih-tatih. Tiba di rumah buyut, langsung ia memasukkan kambing ke kandang lalu masuk ke dalam biliknya di dekat kandang kambing. Belum pernah ia rasakan balai-balai bambu tempat tidurnya, senikmat saat it u. Tetapi rasa nikmat itu cepat berganti dengan rasa nyeri kesakitan dari tubuhnya yang lunglai. Semalam sunt uk ia bergolek terkapar-kapar tak henti-hentinya. Telentang, miring, tengkurap, miring .... Akhirnya ketika kentongan di balai kebuyut an berlalu tiga kali, ia tertidur juga. Rasanya masih ia ingin memeluk balai2 ketika burung cucak-rawa peliharaan ki buyut berbunyi riuh nyaring. .Biasanya apabila burung cucakrawa itu berbunyi, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ haripun sudah fajar dan Dipa harus bangun. Maka walaupun masih d icengkam kantuk dan letih, Dipa terpaksa bangun juga. Ia segera mencari air mengisi jambangan mandi dan kendi, lalu menyapu halaman dan setelah itu baru mengeluarkan kambing dan berangkatlah ia ke padang rumput. Hari itu ia hanya menuju ke lembah rumput dan tak ke tepi sungai mendengarkan cerita sikakek tua. Ia merasa letih sekali. Tiba di lembah, kambing dilepas dan rebahlah ia di bawah pohon untuk menyambung tidurnya yang masih kurang itu ... . Dalam pada itu penduduk desa Madan-Teda gempar membicarakan peristiwa Gajah mengangkat patung dewa Ganesya. Anak2 itu sepulang di rumah, segera menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya. Dan orang2 t ua itulah yang menyebar-luaskan peristiwa itu. Cepat sekali seluruh rakyat desa mengetahui hal itu. Rambi, putera buyut desa, pun mendengar peristiwa itu. Sejak peristiwa Wawa, ia telah kehilangan pengikut. Ia mendapat dampratan pedas dari ayahnya bahkan disuruh mint a maaf juga kepada brahmana Anuraga. Diam2 anak itu mendendam dalam hati. Dan sasaran dari dendamnya itu bukan lain adalah si Gajah. Memang karena takut pada ayahnya, Rambi tak berani lagi keluyuran ke luar. Tetapi diam2 ia mencari kesempatan untuk mencelakai Gajah. Peristiwa Gajah dapat mengangkat patung dewa Gajah, telah disambut girang sekali o leh Rambi. Tetapi rasa girang itu bukan karena kagum dan bangga mempunyai seorang bhaktadasa yang bertenaga kuat. Melainkan gembira karena ia mandapat kesempatan untuk melaksanakan rencananya terhadap Gajah. Segera ia mengunjungi pandai besi Panca.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Paman Panca, apakah engkau tak ingin melakukan pembalasan atas cidera yang diderita Wawa?"tanyanya kepada pandai besi itu. "Ah, masakan aku berani melanggar keputusan ki buyut?" balas Panca. Rambi tertawa kecil "Heh, kutahu hati paman tentu masih mendendam kepada Gajah, bukan?" "Ah, tidak ..." Tiba2 Rambi kerutkan wajah dan berseru dengan tegang "Jangan kuatir, paman. Akupun tak senang kepada Gajah. Aku tak puas karena Wawa menderita cidera. Walaupun lukanya sudah sembuh tetapi masih suka terlongong-longong seperti kehilangan kesadarannya itu. Bukankah engkau juga mendengar berita hari ini bahw a Gajah dapat mengangkat patung dewa Gajah penunggu candi itu?". Pandai besi Panca mengangguk. "Nah, inilah suatu kesempatan bagimu untuk melakukan pembalasan. Maukah engkau?" Wajah pandai besi tampak memberingas seketika. Tadi karena takut kepada putera buyut, ia tak mau berkata terus terang. Bahwa putera buyut itu ternyata juga tak suka kepada Gajah, bangkitlah gairahnya "Tetapi aku tak tahu bagaimana cara untuk membalas dendam kepada Gajah itu!" Rambi tertawa angkuh "Kemarilah engkau, kuberitahu rencana yang harus engkau lakukan" Dan ketika tanpa ragu2 pandai besi Panca melangkah kedekat, putera buyut itu segera membisiki kedekat telinganya. Seketika wajah pandai besi itu berseri cerah dan mengangguk2 "Baik, baik, tentu akan kulaksanakan rencana itu sebaik-baiknya... ." tiba2 wajah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pandai besi itu terpukau kesangsian "tetapi. . . tetapi bagaimana kalau patung itu sampai diketemukan penduduk?" "Ah, engkau menyimpannya serapat mungkin, jangan sampai ketahuan siapapun juga. Setelah Gajah dibunuh, usulkan supaya diadakan upacara sesaji mohon supaya patung itu kembali ke dalam candi pula. Dan pada saat itu engkau harus mengembalikan patung itu" Wajah pandai besi Panca kembali berseri cerah. Ia menyetujui rencana putera buyut. Demikian setelah berteguhteguhan janji, putera buyutpun pulang. Seperti biasa pada tiap hari, ada saja kawanan anak yang bermain-main di halaman candi. Anak2 itu senang sekali mandi di sungai di belakang candi yang airnya jernih, Demikian mereka bermain-main dulu, setelah letih dan bersimbah peluh, barulah mereka mandi. Ditengah-tengah anak2 ramai bermain, tiba2 salah seorang anak berteriak nyaring "Hai, kawan2, lihatlah, patung dewa Gajah ini hilang belalainya" Anak2 itu berhenti bermain dan segera menghampiri "O, rupanya belalainya hancur "teriak salah seorang anak pula. "Mari kita masuk ke dalam candi. Jangan2 semua patung dalam candi itu juga menderita kerusakan" salah seorang anak menyatakan pendapat dan t erus mendahului masuk ke dalam candi. Beberapa anak itu mengikuti di belakang. "Celaka ..." anak itu menyurut mundur "apa kataku? Lihatlah, patung di tengah ruang itu hilang!" Kawan kawannya mengikuti arah yang ditunjuk anak itu. Dan ternyata memang benar. Patung batara Syiwa yang ditaruh di tengah ruang candi dan merupakan pusat persujudan penduduk desa, lenyap dari tempatnya. Seketika http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ anak2 itu berteriak-teriak lari keluar. Mereka bubar dan pulang ke rumah masing2. Menceritakan peristiwa itu kepada orangtuanya. Cepat sekali peristiwa itu menggemparkan seluruh penduduk. Berbondong-bondong mereka menuju ke rumah buyut. Ketika lalu d i depan rumah pandai besi Panca, pandai besi itupun keluar dan menegur "Hai, mengapa kalian ini ?" Penduduk itu memberi keterangan apa yang telah terjadi. Mendengar itu Panca kerutkan dahi "Apakah kalian sudah melihat sendiri ?" Pertanyaan pandai besi itu menyadarkan para penduduk. Memang sesungguhnya mereka belum membuktikan kebenaran peristiwa itu. Panca tahu kebimbangan mereka "Hayo, kita jenguk ke candi" katanya seraya mempelopori berjalan lebih dulu. Gemparlah rombongan penduduk itu ketika menyaksikan keadaan patung Ganesya yang hancur belalainya. Lebih gempar pula ketika mereka dapatkan patung Batara Syiwa yang disembah dalam candi if u lenyap. "Batara Syiwa tentu murka dan menghilang dari candi sin i. Juga Dewa Ganesya itupun tentu marah sehingga merusak belalainya sendiri!" kata Panca. Penduduk makin kebingungan sekali. Mereka amat percaya akan kekeramatan Syiwa. Hilangnya patung Syiwa itu menandakan kalau Batara Syiwa murka sekali. Kemurkaan Batara Syiwa akan menimbulkan malapetaka besar pada desa Madan Teda. Demikian pula halnya dengan Dewa Ganesya. “Apakah ini bukan akibat dari gara2 si Gajah berani sembarangan mengangkat patung Dewa Gajah itu?" tiba2 salah seorang penduduk yang sudah tua berkata. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar! Benar...." hirup pikuk sekalian membenarkan pernyataan orang tua itu.
penduduk
?Bunuh Gajah! . . . Gantung anak itu! . . . ?" teriak bersambut kemarahan segera meluncur dari mulut kemulut rombongan penduduk yang berada disitu "Hayo, kita cari budak itu kerumah buyut!" Berpuluh-puluh penduduk segera mengarahkan langkahnya ketempat tinggal buyut desa. Disepanjang jalan yang di lalu i rombongan selalu bertambah jumlahnya dengan penduduk yang menggabungkan diri dalam rombongan it u. Hingga jumlahnya ratusan orang. "Ki buyut, mana ki buyut!" mereka berteriak-teriak di muka rumah buyut Tayaka. Mendengar suara berisik itu, Rambipun keluar. Setelah mengetahui apa yang terjadi ia memberi penjelasan "Ayah sedang menghadiri pertemuan antar kepala Naditira pradesa yang diselenggarakan di Canggu" Tetapi rakyat tetap berteriak-teriak dan kandak menyerbu rumah buyut "Gantung si Gajah! . .. Bunuh, si Gajah! ..." Rambipun cepat menghadang "Mengapa engkau hendak membunuh Gajah!" Salah seorang penduduk segera menuturkan tentang hancurnya belalai patung Ganesya dan hilangnya arca Syiwa dalam candi "Kita bakal kena kutuk dan desa ini tentu akan tertimpa bencana!" Rambi pura2 terkejut sekali, serunya "Ah, tak mungkin, t ak mungkin! Masakan arca itu hilang?" Rakyat makin ngotot "Kami sudah beramai-ramai membuktikan sendiri. Karena gara2 Gajah mengangkat patung http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dewa Ganesialah maka Hyang Batara Syiwa murka, dan musna" kemudian mereka berteriak-teriak pula seraya hendak menyerbu untuk menangkap Gajah. Rambi memang cerdik. Sayang kecerdikan itu hanya dalam hal2 yang jahat dan licik. Sekalipun dalam hati ia g irang karena rencananya berhasil, namun pandai sekali ia menyamar airmukanya dengan selubung getaran kejut "Jangan bertindak sendiri, ayah tiada di rumah, begitu pula Gajah!" "Kemana Gajah menggembalakan kambing?" teriak orang2 itu. "Entah!" seru Rambi dengan nada seola-olah melindungi Gajah. Rombongan rakyat itu tak mau berbantah. Mereka segera tinggalkan rumah buyut dan mencari Dipa. Rupanya mereka tak sabar menunggu sampai Gajah pulang. Sejak candi itu berdiri berpuluh-puluh tahun lamanya, baru pertama kali itu terjadi peristiwa yang luar biasa seperti kali itu. Arca Batara Syiwa sebesar anak kecil yang ditempatkan di ruang pemujaan, hilang tak berbekas. Begitu patuh kepercayaan mereka akan kekeramatan Syiwa, sehingga hilangnya arca itu membangkit kan kegelisahan dan ketakutan yang hebat. Mereka percaya sepercaya-cayanya, bahwa musnanya arca Syiwa itu akan menimbulkan malapetaka pada desa Madan Teda. Hari itu adalah hari yang kedua dari peristiwS Gajah mengangkat patung Ganesya. Gajah rasakan tenaganya hampir pulih maka pergilah ia ke tepi sungai untuk mendengarkan cerita kakek tua. Saat it u mentari sudah naik sepenggalah tinggi dan mulai merayap ketengah angkasa. Kakek tua sedang asyik menceritakan peperangan antara raja http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kertanegara dari Singosari lawan Jayakatwang raja Daha. Dipa mendengarkan dengan penuh perhatian. Sekonyong-konyong terbanglah seekor burung gagak berputar-putar mengelilingi tempat kakek dan cucunya itu. Burung itu tak henti-hentinya berbunyi riuh rendah. Indu heran dan bertanya "Kakek, mengapa burung gagak itu ?" Kakeknya tak menyahut melainkan pejamkan mata bersemedhi. Beberapa saat kemudian, ia membuka mata dan berkata "Indu, lekas engkau beritahukan kepada anak gembala itu supaya lekas bersembunyi dalam hut an. Di tempat ini akan terjadi suatu peristiwa berdarah ...." "Apa? Anak setan itu?" Indu terkejut heran. Baru pertama kali sejak berbulan-bulan, kakeknya menaruh perhatian kepada anak gembala itu. Kakek tua it u tak menyahut melainkan menggangguk kepala. Indupun terpaksa melakukan perint ah. Dipa terkejut. Cepat ia beringsut mundur karena menyangka tentulah anak perempuan itu diperint ah kakeknya untuk mengusir. "Hai, anak set an, tunggu dulu!" t eriak Indu ketika melihat Dipa hendak lari "kakekku berpesan, supaya engkau lekas bersembunyi dalam hut an" "Mengapa?" Gajah berseru heran. "Kata kakek, tempat ini akan ditimpa bahaya!"? tanpa menunggu jawaban Dipa, anak perempuan itu terus lari kembali ke tempat kakeknya. Kakek dan cucunya itu terus tinggalkan tepi sungai.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dipa t ermangu-mangu sampai lama. Bingung ia memikirkan pesan kakek itu. Tetapi akhirnya ia memut uskan. Apa salahnya ia menuruti pesan kakek itu. Tepat pada saat ia turun dari karang, tampaklah berpuluhpuluh orang berlari-lari menghampiri dengan sikap gopoh. Cepat timbullah keheranan Dipa dikala mengetahui bahwa berpuluh orang itu adalah penduduk desanya. Ia segera maju menyongsong mereka "Hai, mengapa paman..." belum selesai ia mengucap, rombongan penduduk desa itu pesatkan langkah dan berteriak "Hai, itulah dia bunuh saja . . .!" Dipa makin terkejut sekali. Mengapa ia hendak dibunuh? Apakah kesalahannya "Tunggu dulu, apakah salahku?" serunya nekad. "Keparat, karena gara-garamu mengangkat patung dewa Gajah, Syiwa marah dan arca dalam candi lenyap!" teriak mereka makin kalap. Dipa hendak memberi penjelasan tetapi tak diberi kesempatan lagi. Ber-puluh2 penduduk it u sudah maju menyerbu. Bagai kawanan serigala lapar melihat anak kambing, mereka berebut menyerang Dipa. Ada yang menghantam, meninju, menampar, memukul, mencengkeram dan mencekik. Dipa menggigil ketakutan sekali. Memberi penjelasan, ditolak. Melawanpun kalah. Untuk mengharap pertolongan, adalah ibarat mengharap turunnya hujan di tengah musim kemarau. Bagai seorang anak bhaktadasa seperti dirinya, kecuali brahmana Anuraga, dalam sepanjang hidup tak pernah dialaminya ada orang yang mau menolong atau melindunginya. Bahkan kalau ia sampai mati dipukuli orang2 itu, tentulah tiada hukumnya. Ia tak takut mati tetapi ia merasa penasaran karena tiada diberi kesempatan memberi penjelasan. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sejak disenafasi kebangkitan jiwa dan kepercayaan pada diri sendiri oleh brahmana Anuraga. Pula sejak mendengarkan cerita kakek t ua yang berisi kissah perjuangan, jiwa dan alam pikiran anak itu mengalami perobahan besar. Ia ingin h idup untuk melihat keadaan dunia luar yang begitu mengasyikkan. Ia tak mau mati konyol dikeroyok penduduk desa. Maka bergeraklah tubuhnya untuk berusaha menghindari hujan pukulan itu. Ia nekad hendak menerobos kepungan mereka. Tiba2 sebuah t angan hendak mencekik lehernya. Haup. . . . . disambarnya tangan itu dengan mulut lalu digigit sekuatkuatnya. Yang empunya tangan menjerit-jerit kesakitan. Dikala kawan-kawannya t ertegun, lalu ia mernyelinap lolos, terus lari masuk ke hutan. "Tangkap budak keparat it u! Jangan sampai lolos" teriak orang2 itu seraya mengejar. Dipa b ingung. Ia belum pernah masuk ke hutan itu dan tak kenal keadaannya. Tetapi lebih baik ia menempuh bahaya dari pada mati konyol di tangan penduduk yang sudah kalap. Dan usahanya itu hampir berhasil andai kata tak terjadi suatu kemalangan. Karena perhatiannya terpecah belah, memperhatikan kejaran penduduk dan mencari jalan d iantara gerumbul pohon dan semak yang penuh onak, sampai ia tak dapat meneliti jalanan yang ditempuhnya. Uh .... tiba2 ia mendengus kaget ketika kakinya terantuk lingkaran akar pohon yang melint ang di tengah jalan. Tak kuasa lagi ia menahan keseimbangan tubuh dan terpelantinglah ia menyusur tanah. "Hajar . . . ! Bunuh . . . !" seperti kawanan pemburu menghadapi seekor harimau, berpuluh-puluh penduduk itu segera menghujani tubuh Dipa dengan pukulan bertubi-tubi dan injak sepak menggebu-gebu. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Prak... sebuah tendangan keras kearah kepala, membuat anak itu tak dapat bergerak lagi .... o)oo)dw(oo(o
http://ebook-dewikz.com/