TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Arang dan Arang Aktif Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis. Sebagian dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko dkk, 1985). Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu 150 300°C (proses lambat) dan pada suhu 300 - 400°C (proses cepat). Hasil dari proses primer lambat adalah arang, H2 O, CO dan CO2 . Sedangkan hasil pirolisis primer cepat adalah arang, gas, H2 O dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses pirolisis yang terjadi pada gas-gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600°C dan hasil prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis sekunder ini digunakan untuk gasifikasi (Alvarez et al. 1998; Agustina, 2002 dalam Pari, 2004). Arang yang merupakan residu dari peruraian bahan yang mengandung karbon sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi akibat peruraian panas. Proses pemanasan ini dapat dilakukan dengan jalan memanasi bahan langsung atau tidak langsung di dalam timbunan, kiln, retort dan tanur (Djatmiko dkk, 1985).
9
Roy (1993) mendefinisikan arang aktif adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan pori-pori sehingga daya adsorpsi dapat ditingkatkan. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah arang yang sudah diaktifkan, sehingga pori-porinya terbuka dan permukaannya bertambah luas sekitar 300 sampai 2000 m2 /g. Permukaan arang aktif yang semakin meluas ini menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau cairan makin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964). Daya adsorpsi arang aktif yang tinggi disebabkan jumlah pori-pori yang besar (Lenntech, 2004). Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas atau daya adsorpsi terhadap cairan dan gas akan meningkat. Pembuatan Arang Aktif Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Sudrajat dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang berasal dari tumbuhan, ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995). Guerrero et al. (1970) menyatakan bahwa pembuatan arang aktif dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan arang bersifat amorf porous pada suhu rendah. Tahap kedua adalah proses pengaktifan arang untuk menghilangkan
hidrokarbon
yang
melapisi
permukaan
arang
sehingga
10
meningkatkan porositas arang. Menurut Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995), pada kedua proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air 2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon, serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon 3. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga poripori menjadi lebih besar Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya (Hartoyo et al. 1990). 1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia Prinsipnya yaitu perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 - 900°C selama 1 – 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara selasela lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3 PO4 , NH4 Cl, AlCl3 , HNO3 , KOH, NaOH, KMnO 4 , SO3 , H2 SO4 dan K2 S (Kienle, 1986). Pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian, oleh karena itu dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk
11
mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif. Hasil penelitian Botha (1992) dalam Pari (2004) yang membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak arang aktif tersebut dengan HCl 0,5 M menghasilkan arang aktif yang struktur mikroporinya lebih besar. 2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan pada suhu 800 - 1000°C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas CO2 . Pada suhu dibawah 800°C, aksi oksidasi uap air ataupun gas CO2 berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu diatas 1000°C akan menyebabkan kerusakan susunan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : C + H2 O
CO + H2
?H = + 117 kJ
C + 2H2 O
CO2 + 2H2
?H = + 75 kJ
C + CO2
2CO
?H = + 157 kJ
Reaksi yang terjadi adalah endoterm, sehingga aktivasi yang terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk menjadi berkurang. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membakar gas- gas yang terbentuk (Kienle, 1986). CO + ½O2
CO2
?H = -285 kJ
H2 + ½O2
H2 O
?H = -238 kJ
12
Selama pengaktifan dengan gas- gas pengoksidasi, lapisan- lapisan karbon kristalit yang tidak beratur akan mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas-gas pengaktif yang lembam dapat mendorong residu-residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang sangat efektif untuk mendesak residu-residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).
Sifat dan Struktur Arang Aktif Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al. 1997). Arang aktif
berbentuk
kristal mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiap-tiap kristal, biasanya terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20 – 30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al. 1991). Selanjutnya Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik arang aktif dibagi dua macam : 1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas 2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan Menurut Hassler (1974), arang aktif adalah arang halus yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam dan pelarut organik. Arang aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah
13
digunakan. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat-pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksago nal mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak. Semua arang aktif memiliki struktur pori, biasanya dengan sejumlah hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimia. Arang aktif biasanya mengandung ± 2 % mineral yang biasanya ditunjukkan oleh kadar abu atau residu pembakaran (Kienle dkk, 1996). Penyelidikan dengan sinar-X menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk kristal yang sangat kecil mirip dengan struktur grafit. Grafit terdiri dari sejumlah pelat yang tersusun secara paralel dan masing- masing pelat mempunyai sistem heksagonal dengan enam atom karbon. Daerah kristalin hanya pada ketebalan 0,7 sampai 1,1 nm, lebih kecil dibanding grafit yang teramati. Hal ini berarti bahwa tiap-tiap kristalin biasanya hanya tiga atau empat lapis atom dengan 20 sampai 30 karbon heksagon pada masing- masing lapisan (Kienle dkk, 1996). Besar kecilnya ukuran pori dari kristalit-kristalit arang aktif selain tergantung pada suhu karbonisasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran porinya dapat berkisar antara 10 - > 250 A°. Beukens et al. (1985) membagi besarnya ukuran pori kedalam tiga katagori yaitu :
14
1. Makropori Makropori didefinisikan sebagai ukuran pori arang aktif yang mempunyai diameter lebih besar dari 250 A° dengan volume sebanyak 0,8 mL/g dan permukaan spesifik antara 0,5 – 2 m2 /g. 2. Mesopori Pori-pori arang aktif yang diameternya berkisar antara 50 – 250 A° dengan volume 0,1 mL/g dan permukaan spesifik antara 20 – 70 m2 /g. 3. Mikropori Pori arang aktif dengan ukuran diameter lebih kecil dari 50 A° dan terbagi atas tiga bagian yaitu : a. Maksi mikropori Maksi mikropori merupakan pori dengan diameter pori antara 25 – 50 A°, dapat digunakan untuk menyerap pigmen tanaman dan sangat baik untuk adsorpsi molase. b. Mesi mikropori Diameter pori dari mesi mikropori adalah antara 15 – 25 A°, yang sangat baik untuk menyerap zat warna terutama metilen biru. c. Mini mikropori Diameter pori mini mikropori lebih kecil dari 15 A°, dan dapat digunakan dengan baik untuk penyerapan yodium dan fenol. Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting dalam hal kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi. Disamping distribusi pori, bentuk pori merupakan parameter yang khusus untuk
15
daya serap arang aktif yang terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder lebih mudah tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari arang aktif tersebut.
Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak
dibutuhkan pori-pori yang terbuka karena air sebagian besar mengandung macam- macam partikel. Pengaruh dari ukuran pori untuk penyerapan fasa cair dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Beukens et al. 1985).
Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair Keterangan : 1. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang akan diserap dapat masuk. 2. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang lebih kecil yang akan diserap dapat masuk. 3. Daerah yang hanya dimasuki pelarut.
16
Adsorpsi Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1986). Sedangkan menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antara permukaan dua fase. Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada dalam gas. Dalam proses adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-tom, ion-ion atau molekul- molekul gas atau cairan lainnya (Microsoft, 2000), yang melibatkan ikatan intramolekuler diantara keduanya (Osmonics, 2000). Melalui proses pengikatan tersebut, maka
17
proses adsorpsi dapat menghilangkan warna (Kadirvelu et al. 2003) dan logam (Rossi et al. 2003). Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekulmolekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk di atas lapisan- lapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atom-atom atau ion- ion yang terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan. Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap
18
dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang. Menurut Azah dan Rudyanto (1984) daya serap arang aktif dapat terjadi karena (1) adanya pori-pori mikro yang sangat banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap (2) permukaan yang luas dari arang aktif (3) pada kondisi bervariasi hanya sebagian permukaan yang mempunyai daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi peda permukaan yang aktif saja. Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995). Kirk dan Othmer (1957) dalam Pari (1995) menyebutkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah : 1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran pori dan komposisi kimia permukaan arang aktif. 2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran molekul dan komposisi kimianya. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair. 4. Karakteristik fasa cair, yaitu pH dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung. Menurut Kadirvelu et al. (2001) mekanisme adsorpsi ion logam oleh arang aktif adalah pertukaran ion. Alfarra et al. (2004) menambahkan bahwa pada
19
aplikasi penghilangan satu jenis ion, arang aktif sering dipertanggungjawabkan mempunyai perilaku sebagai penukar kation. Dalam kasus ini, adsorpsi tergantung pada tekstur karbon, dan akan meningkat dengan meningkatnya pH, jumlah permukaan dan konsentrasi larutan.
Kegunaan Arang Aktif Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya (Setyaningsih, 1995) : 1. Arang penjerap gas (gas adsorbent carbon) Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa. 2. Arang fasa cair (liquid-phase carbon) Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa. Saat ini arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, pangan dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap dan pemurni, dalam jumlah kecil juga digunakan sebagai katalis.
20
Sudrajat dan Salim (1994) mengemukakan bahwa arang aktif dapat memurnikan produk yang dihasilkan industri dan juga berguna untuk mendapatkan kembali zat-zat berharga dari campurannya serta sebagai obat. Tabel 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri No. Tujuan Untuk Gas 1. Pemurnian gas 2.
Pengolahan LNG
3.
Katalistaor
4. Lain-lain Untuk Cairan 1. Industri obat dan makanan 2. Minuman ringan dan keras 3. Kimia perminyakan 4. Pembersih air
5.
Pembersih air buangan
6. 7.
Penambakan udang dan benur Pelarut yang digunakan kembali
Lain-lain 1. Pengolahan pulp 2. Pengolahan pupuk 3. Pengolahan emas 4. Penyaringan minyak makan dan glukosa
Pemakaian Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah serta reaksi Katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat Menghilangkan bau pada kamar pendingin Menyaring dan menghilangkan warna Menghilangkan warna dan bau Penyulingan bahan mentah, zat perantara Menyaring/menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat Pemurnian, penghilangan bau dan warna Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lain-lain Pemurnian dan penghilangan bau Pemurnian Pemurnian Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak
(Sumber : PDII LIPI, 2004)
Kemampuan arang aktif sebagai bahan penyerap tidak sama antara satu dengan yang lainnya, karena suatu penyerapan belum tentu baik untuk proses penyerapan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari, 2004). Kegunaan arang aktif sebagai adsorben sangat luas. Arang aktif dapat digunakan untuk menyerap senyawa organik non polar seperti mineral minyak,
21
fenol poliaromatik hidrokarbon, menyerap substansi halogenasi, bau, rasa, produk-produk fermentasi dan substansi non polar yang tidak larut dalam air (Lenntech, 2004). Kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap ion logam telah dibuktikan antara lain oleh Kadirvelu et al. (2001) serta Kadirvelu dan Namasivayam (2003). Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam tersebut dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon menaikkan persen adsorpsi ion logam. Sedangkan Kadirvelu dan Namasivayam (2003) mempelajari proses adsorpsi logam Cd(II) menggunakan arang aktif dari limbah padat pertanian. Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam- logam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat non polar, maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi (4 sampai 20 atom karbon) yang terdapat dalam air buangan pabrik dapat diadsorpsi oleh arang aktif (Buekens et al. 1985).
Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
22
berfungsi
sesuai
dengan
peruntukannya
(Peraturan
Pemerintah,
2001).
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lainlain (Effendi, 2003). Parameter kualitas air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) sifat fisik, (2) sifat kimiawi, (3) sifat mikrobiologis dan (4) sifat radioaktif. Parameter fisik antara lain warna, bau dan rasa, padatan tersuspensi, daya hantar listrik dan kecerahan. Parameter kimiawi air dibagi menjadi dua yaitu (a) organik dan (b) anorganik. Parameter bakteriologis mencakup bakteri koliform total, koliform tinja, patogen dan virus. Parameter radioaktivitas mencakup zarah beta, 226
90
Sr dan
Ra (Daryanto, 1995)
Sumber Pencemar Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point source biasanya relatif tetap. Sedangkan sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya : limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.
23
Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 2. Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya Sumber Tertentu (Point Source)
Jenis Pencemar 1.
Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen 2. Nutrien 3. Patogen 4. Sedimen 5. Garam-garam 6. Logam yang toksik 7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas Sumber : Davis dan Cornwell, 1991
Limbah Domestik
Limbah Industri
X
X
X X X -
X X X X X X X
Sumber Tak Tentu (Non Point Source) Limpasan Limpasan Daerah Daerah Pertanian Perkotaan X X X X X X X -
X X X X X -
Bahan Pencemar (Polutan) Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).
24
Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua (Jeffries dan Mills, 1996) : 1. Polutan tak toksik Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. 2. Polutan toksik Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial lainnya. Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima yaitu : a. Logam (metals), meliputi : timbal, nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida. c. Gas, misalnya klorin dan amonia d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida dan sulfat e. Asam dan alkali
25
Jenis-jenis Pencemar Polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombina si pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga (Effendi, 2003) : 1. Additive : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan. 2. Synergism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dari masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan. 3. Antagonism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu
sehingga
pengaruh
secara
kumulatif
lebih
kecil
atau
kemungkinan hilang. Misalnya, pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau aluminium. Rao (1992) mengelompokkan bahan pencemar di peraiarn menjadi beberapa kelompok, yaitu : (1) limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste), (2) limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agents), (3) senyawa organik sintetis, (4) nutrien tumbuhan, (5) senyawa anorganik dan mineral, (6) sedimen, (7) radioaktif, (8) panas (thermal discharge), dan (9) minyak. Bahan pencemar (polutan) yang
26
masuk ke dalam air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi. Limbah Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995). Sumber Air Limbah Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : (1). Air limbah rumah tangga Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari : -
Daerah pemukiman penduduk
-
Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain
-
Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta)
-
daerah rekreasi
(2). Air limbah industri Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat berva riasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.
27
(3). Air limbah rembesan dan tambahan Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.
Karakteristik Air Limbah Hindarko (2003) menyatakan bahwa melebihi suatu karakteristik tertentu, buangan air limbah ke sungai, danau, laut dan lain- lain, akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai baku mutu air limbah yang dibuang ke badan air. Semula peraturan yang ada hanya berbentuk “Baku Mutu Effulen Standar – Departemen Kesehatan”, yang sangat umum sifatnya. Kemudian disempurnakan dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, dimana badan air digolongkan atas empat kelompok utama, yaitu : (i). Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengelolaan terlebih dahulu (ii). Golongan B : air yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum (iii). Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit tenaga listrik tenaga air (iv). Golongan D : air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu lintas air di sungai, danau dan laut (Hindarko, 2003).
28
Selanjutnya menurut Hindarko (2003), karakteristik fisik air limbah meliputi jumlah zat padat terlarut, bau, suhu, berat jenis dan warna. Karakteristik kimiawi air limbah meliputi bahan organik dalam air limbah (protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, peptisida), senyawa anorganik dalam air limbah (pH, alkalinitas, klor, nitrogen, phospor, logam berat dan senyawa beracun). Sedangkan karakteristik biologis dari air limbah meliputi jamur, ganggang, organisme pathogenik.
Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Ketiga jenis proses ini bertujuan mengubah sifat buangan kedalam bentuk yang lebih mudah diterima seperti sifat racun berkurang, konsentrasi lebih rendah, volume berkurang dan sebagainya (Daryanto, 1995). Secara lebih spesifik, ketiga cara pengolahan air limbah adalah sebagai berikut : 1. Pengolahan secara fisika : pengayakan, pengendapan, penjernihan, pengadukan cepat, penyaringan, evaporasi dan destilasi, stripper dan proses osmosis 2. Pengolahan secara kimia : netralisasi, presipitasi, koagulasi dan flokulasi, oksidasi dan reduksi serta desinfeksi. 3. Pengolahan secara biologi : sistem aerobik (kolam oksidasi, lumpur aktif, penambahan oksigen, trickling filter, lagon), sistem anaerobik (septik tank)