TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan proses kawin dan dengan cara ini sifat-sifat tanaman dapat dipertahankan (Darmawan dan Baharsjah, 1983). Menurut Hartmann dan Kester (1983), menyatakan bahwa pembiakan vegetatif atau asexual propagation adalah perbanyakan dari bagian-bagian vegetatif tanaman, dimungkinkan terjadinya setiap sel tanaman mempunyai informasi genetik yang diperlukan untuk membentuk individu tanaman yang lengkap. Pembiakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek (cutting), cangkok (layering), tempelan (budding), dan sambungan (grafting) (Soerianegara dan Djamhuri, 1979). Penyebab utama dilakukannya pembiakan vegetatif ialah banyak tanaman yang tidak menyerupai induknya bila dibiakkan dengan biji (Rochiman dan Harjadi, 1973). Penyebab lainya ialah: a. Tanaman tidak atau sedikit menghasilkan biji. b. Tanaman menghasilkan biji namun sukar berkecambah. c. Beberapa tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit bila mereka timbul pada akar-akar yang berhubungan dengan tanaman tersebut. d. Beberapa tanaman lebih tahan terhadap suhu dingin (hard) bila disambungkan pada batang jenis lain. e. Tanaman akan lebih kuat bila disambungkan. f. Tanaman akan lebih ekonomis bila dibiakkan secara vegetatif. Viabilitas dan Vigoritas Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabiolisme dan atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjad, 1993). Pengujian benih, khususnya fisiologis benih dapat diukur melalui uji viabilitas (Schmidt, 2002). Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah presentase
perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan
3
perkecambahan kuat dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria kecambah normal, abnormal dan mati (Sutopo, 2002). Secara umum pengujian benih mencakup pengujian daya tumbuh dan pengujian vigor (Sadjad, 1980). Pengujian vigor meliputi dua hal yaitu uji kekuatan tumbuh dan uji daya simpan. Vigor ialah sejumlah sifat-sifat benih yang menandakan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam.
Gambar 1. Rumput Setaria splendida Stapf Sumber : Forages fact sheet, 2009
Rumput Setaria splendida Stapf Setaria splendida memiliki nama lain yaitu Giant Setaria atau Setaria Gajah. Setaria splendida Stapf berasal dari Afrika Tropika dan merupakan tanaman tahunan, tumbuh tegak berumpun (Whyte et al., 1959). Setaria splendida Stapf merupakan tanaman tahunan yang berumpun dengan tinggi mencapai 150 cm, produktif dan tahan kering, dengan siklus vegetatifnya panjang (McIlroy, 1976). Daun-daunnya panjang sampai 70 cm dan lebar 12-20 mm (Bogdan, 1977). Setaria splendida Stapf adalah hijauan makanan ternak yang produktif dan mudah cara penanamannya. Pada bagian pelepah daunnya berwarna ungu kemerahan karena adanya pigmen anthosianin. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji dan secara vegetatif atau sobekan rumpun (Bogdan, 1977). Rumput Setaria dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Kandungan asam oksalat yang tinggi (5-7%) pada Setaria membatasi penggunaannya sebagai hijauan makanan ternak. Hal ini akan mengakibatkan hipokalsemia pada ternak apabila diberikan dalam jumlah yang besar (Jayadi, 1991). Tabel 1. Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida Stapf Bahan kering (%) PK
SK
Abu
EE
NFE
Segar, 120 cm, Tanzania
11,3
39,2
15,8
3,6
30,2
Segar, 25 hari tumbuh, Zaire
11,4
27,8
12,1
3,0
45,7
Kecernaan (%) Segar, tumbuh kembali
Ternak
PK
SK
EE
NFE
ME
65,2
75,2
56,7
76,5
2,47
Domba Sumber : Gohl, 1975 Keterangan: PK= Protein Kasar, SK= Serat Kasar, EE= Ether Extract, NFE= Nitrogen Free Extract, ME= Metabolisme Energi.
Penyimpanan Penyimpanan
dilakukan
untuk
mencegah
kerusakan
bahan
tanam.
Penyimpanan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sehingga bahan tanam masih terjaga kesegarannya. Menurut Sutopo (2002), penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan energi yang dimiliki oleh benih tidak bocor dan benih mempunyai cukup energi untuk tumbuh saat ditanam. Maksud dari penyimpanan benih ini adalah agar benih dapat ditanam setelah melalui proses distribusi yang cukup panjang. Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan kondisi seperti: pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komponen benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi, kadar air benih, kerusakan mekanik, dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan diantaranya : suhu, kelembaban, dan cahaya (Justice dan Bass, 2002). Bahan tanam baik benih ataupun bibit, akan mengalami kemunduran setelah mengalami penyimpanan. Menurut Justice dan Bass (2002), gejala kemunduran benih dapat dilihat dari gejala fisiologi dan kimiawi. Perubahan fisiologi gejalanya
5
antara lain ialah perubahan warna benih, mundurnya pertumbuhan perkecambahan, dan meningkatnya kecambah abnormal. Gejala perubahan kimiawi ialah terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim, respirasi, laju sintesa, perubahan membran, perubahan persediaan makanan, dan perubahan kromosom. Dormansi Benih dikatakan dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau tahunan tergantung pada tipe dormansinya (Sutopo, 2002). Dormansi dapat memberikan dampak negatif maupun positif terhadap benih. Keuntungan benih yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak berkecambah selama penyimpanan. Umumnya hampir semua kelompok tanaman termasuk keluarga rerumputan akan mengalami dormansi ketika baru dipanen (Justice dan Bass, 2002). Respirasi Respirasi merupakan proses penguraian bahan makanan yang menghasilkan energi. Respirasi dilakukan baik siang maupun malam. Seluruh bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel oleh karena itu, respirasi terjadi pada sel. Reaksi kimia dari proses respirasi ialah C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + energi. Menurut Salisbury dan Ross (1995), kandungan air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat terjadinya proses respirasi sehingga perombakan cadangan makanan menjadi semakin besar. Akhirnya benih akan kehabisan bahan bakar pada jaringan-jaringan yang penting (meristem). Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah keadaan yang lembab merangsang perkembangan organisme yang dapat merusak benih. Salisbury dan Ross (1995)
menyatakan bahwa faktor-faktor dari luar yang memiliki pengaruh terhadap respirasi ialah temperatur, konsentrasi O2, perlukaan dan infeksi, cahaya, keadaaan protoplasma dan hidrasi jaringan. Fotosintesis Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Fotosintesis meliputi reaksi oksidasi dan reduksi. 6
Proses secara ringkas ialah berlangsungnya oksidasi air dan reduksi CO2 untuk membentuk karbohidrat (Salisbury dan Ross, 1995). Reaksi kimia dari proses fotosintesis ialah 12H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O. Daun merupakan organ tumbuhan tingkat tinggi yang berperan sebagai organ utama fotosintesis. Daun adalah organ tumbuhan yang paling bervariasi, baik secara morfologi ataupun anatomi (Fahn, 1991). Ketersediaan enzim fotosintesis, khususnya ribulosa bisfosfat karboksilase (rubisco) merupakan penentu utama dari kapasitas fotosintesis daun (Salisbury dan Ross, 1995).
7