135
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013
TINGKAT KONSUMSI OKSIGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA UKURAN BOBOT YANG BERBEDA Hidayat Suryanto Suwoyo, Muhammad Chaidir Undu, dan Rachmansyah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen udang vaname (L. vannamei) berdasarkan ukuran bobot badan. Wadah percobaan adalah akuarium volume 50 L sebanyak 6 unit, dilengkapi dengan saluran pengisi (inlet) dan saluran pembuang (outlet) dan dirancang kedap udara untuk menghindari adanya difusi oksigen dari udara, dialiri air dengan debit 3 L/menit. Air laut bersalinitas 34 ppt sebagai media percobaan disaring dengan filter bag, kemudian dierasi sampai jenuh. Percobaan dilakukan dalam empat tahapan sebagai ulangan dan setiap percobaan berlangsung selama 2 jam. Udang uji yang digunakan diperoleh dari tambak budidaya dengan bobot benih berkisar 0,5-16,5 g/ekor yang dibagi ke dalam 7 kelompok ukuran. Udang uji diadaptasikan pada lingkungan percobaan selama 24 jam dan dipuasakan selama 12 jam Parameter yang diamati meliputi oksigen terlarut menggunakan DO-meter YSI model 58 dan titrasi metode Winkler sebagai pembanding. Sebelum dilakukan pengukuran oksigen terlarut, udang uji diaklimatisasi selama 5 menit dalam wadah percobaan untuk mengurangi pengaruh penanganan. Metode pengukuran konsumsi oksigen udang vaname yang dihitung dengan mengukur perbedaan konsentrasi oksigen terlarut pada inflow dan konsentrasi oksigen pada outflow yang dipengaruhi oleh laju aliran alir dan total biomassa udang. Data hasil pengukuran konsumsi oksigen udang vaname dianalisis regresi dan korelasi untuk menentukan pola hubungan/korelasi antara bobot udang vaname dengan konsumsi oksigen menggunakan program Curve Expert. Ver.1.3 dan SPSS Ver.13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan udang vaname berpengaruh terhadap konsumsi oksigennya. Konsumsi oksigen udang vaname semakin berkurang sejalan dengan pertambahan bobot badan. Tingkat konsumsi oksigen udang vaname dapat diprediksi berdasarkan pola logistik dengan persamaan Y = 0,6156/(1-0,6928*exp(-0,9421 x)) dengan nilai korelasi r = 0,75. KATA KUNCI:
konsumsi oksigen, bobot, L. vannamei
PENDAHULUAN Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang. Peningkatan padat penebaran harus diikuti dengan peningkatan intensitas pengelolaannya, terutama dalam pengelolaan pakan dan kualitas air. Herlinah & Rachmansyah (2010) mengemukakan bahwa estimasi padat penebaran berdasarkan tingkat konsumsi oksigen penting dilakukan untuk mencegah padat tebar yang melebihi kapasitas dan daya dukung ketersediaan dari media budidaya. Salah satu parameter penting kualitas air dalam budidaya udang vaname adalah oksigen terlarut. Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang secara langsung berperan dalam proses metabolisme biota air. Ketersediaan oksigen terlarut dalam air media seringkali menjadi faktor pembatas (Critical factor) bagi kehidupan biota air. Yamasaki et al. (1988) menyatakan bahwa tingkat kepadatan penebaran udang ditentukan oleh tingkat ketersediaan oksigen terlarut dan tingkat kebutuhan oksigen bagi udang. Dengan mengetahui ketersediaan oksigen terlarut dalam air dan kebutuhan oksigen bagi kepentingan respirasi udang vaname dari habitat lingkungannya, maka dapat diperhitungkan daya dukung perairan budidaya. Laju konsumsi oksigen dalam tubuh biota dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu factor-faktor lingkungan luar dan faktor-faktor dalam biota. Tidak semua biota sejenis dipengaruhi dengan cara yang sama. Udang vaname dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup dalam perairan. Oksigen terlarut tersebut dibutuhkan untuk mengoksidasi nutrien agar dihasilkan energi bebas pada
Tingkat konsumsi oksigen udang vaname ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)
136
katabolisme di dalam sel. Kandungan oksigen terlarut di perairan akan memengaruhi tingkat konsumsi oksigen organisme akuatik. Pada kisaran toleransi tingkat konsumsi oksigen meningkat dengan meningkatnya kandungan oksigen di perairan dan mencapai nilai maksimum ketika dicapai konsentrasi optimum. Di atas konsentrasi optimum, tingkat konsumsi oksigen oleh organisme relatif konstan (Affandi et al., 2005). Kandungan oksigen dalam air dan kebutuhan udang vaname pada oksigen terlarut adalah faktor yang penting diketahui oleh pembudidaya udang selain faktor lain seperti operasional kegiatan budidaya. Cheng et al. (2003) mengemukakan bahwa rendahnya kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan kondisi hipoksia pada krustas, yang pada gilirannya akan mendorong mekanisme adaptasi spesifik, misalnya penurunan laju metabolisme, modifikasi keseimbangan asam basa dari hemolim, terjadinya perubahan pada kemampuan mengikat hemosianin, osmolaritas hemolim, dan perubahan konsentrasi ion dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat konsumsi oksigen pada berbagai ukuran bobot udang vaname (Litopenaeus vannamei). Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman/acuan bagi usaha budidaya udang vaname dalam penyediaan kebutuhan oksigen terlarut minimal selama pemeliharaan di tambak intensif. Di samping itu, juga diharapkan mampu menekan biaya produksi udang yang cukup tinggi pada penyediaan kincir sebagai pemasok oksigen terlarut, sehingga dengan adanya informasi kebutuhan oksigen udang vaname, jumlah kincir yang dibutuhkan dapat ditentukan secara optimal guna efisiensi biaya produksi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Basah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros Sulawesi Selatan, yang bertujuan untuk mengetahui laju kebutuhan oksigen udang yang digambarkan dalam mgO2 per kilogram (bobot basah) per jam (mgO2 kg-1 jam-1), mengacu pada metode yang digunakan oleh Mc-Lean et al. (1993); Chen & Kou (1996); Rosas et al. (1997). Wadah percobaan adalah akuarium volume 50 L sebanyak 6 unit, dilengkapi dengan saluran pengisi (inlet) dan saluran pembuang (outlet) dan dirancang kedap udara untuk menghindari adanya difusi oksigen dari udara, dialiri air dengan debit 3 L/menit. Air laut bersalinitas 34 ppt sebagai media percobaan disaring dengan filter bag, kemudian diaerasi sampai jenuh. Percobaan diset dalam rancangan acak kelompok, dilakukan dalam empat tahapan sebagai ulangan dan setiap percobaan berlangsung selama 2 jam. Udang uji berbobot antara 0,5-16,5 g/ekor dibagi ke dalam 7 kelompok ukuran. Udang uji diadaptasikan pada lingkungan percobaan selama 24 jam dan dipuasakan selama 12 jam (Rosas et al., 1997). Parameter yang diamati meliputi oksigen terlarut menggunakan DOmeter YSI model 58 dan titrasi metode Winkler sebagai pembanding. Sebelum dilakukan pengukuran oksigen terlarut, udang uji diaklimatisasi selama 5 menit dalam wadah percobaan untuk mengurangi pengaruh penanganan (Rosas et al., 1997). Pengukuran konsumsi oksigen (Ro) mengacu pada formula yang dikemukakan oleh McLean et al. (1993). Nilai ini dihitung dengan mengukur perbedaan konsentrasi oksigen terlarut pada inflow (Ci) dan konsentrasi oksigen pada outflow (Cf), di mana Ro dipengaruhi oleh laju aliran air (Q) dan total biomassa udang (B), sehingga: Ro
Ci - Cf Q60 B
di mana: R o = laju konsumsi oksigen (mgO2 kg-1 h-1), Ci = konsentrasi oksigen pada inflow (mg L-1), Cf = konsentrasi oksigen pada outflow (mg L-1), Q = debit aliran air (L min-1) dan B = total biomassa udang (kg).
Analisis varians digunakan untuk mengetahui pengaruh bobot udang uji terhadap konsumsi oksigen udang. Pola hubungan antara bobot udang dengan laju konsumsi oksigen dianalisis dengan perangkat lunak Curve Expert 1.3.
137
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013
HASIL DAN BAHASAN Tingkat konsumsi oksigen merupakan variabel yang dapat digunakan untuk menentukan laju metabolisme, ini berkaitan erat dengan pertumbuhan. Hasil pengamatan tingkat konsumsi udang vaname pada masing-masing bobot selama penelitian menunjukkan konsumsi oksigen udang semakin menurun (Gambar 1). Penurun konsumsi oksigen udang disebabkan oleh semakin berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dan aktivitas udang vaname yang menuju pada laju pengambilan oksigen minimal oleh oksigen udang. Model persamaan tingkat konsumsi oksigen pada berbagai ukuran bobot badan mengikuti model atau pola logistik dengan persamaan Y = 0,6156/(1-0,6928*exp(-0,9421 x)) dengan nilai korelasi r = 0,75. Konsumsi oksigen udang vaname dipengaruhi oleh bobot individu udang, semakin besar bobot udang, konsomsi oksigen udang semakin rendah, namun nilainya akan relatif stabil setelah udang vaname mencapai bobot >3 g/ind.
Logistic Model: y = a/(1+b*exp(-cx)) Coefficient Data: a = 0.61563651; b = -0.69278064; c = 0.94215854
Gambar 1. Pola konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada ukuran bobot yang berbeda Berdasarkan Gambar 1 nampak bahwa ukuran bobot badan udang udang vaname (L. vannamei) berpengaruh terhadap konsumsi oksigennya. Konsumsi oksigen pada udang vaname akan semakin berkurang sejalan dengan pertambahan bobot badannya, artinya udang vaname berbobot lebih kecil memiliki kemampuan mengonsumsi oksigen lebih banyak dibandingkan dengan udang vaname yang berbobot lebih besar pada waktu yang sama. Hal ini dapat dipahami karena pada saat udang berukuran kecil/muda kebutuhan oksigen untuk respirasi banyak digunakan untuk berbagai kepentingan, selain untuk metabolisme sendiri juga untuk kepentingan pertumbuhan sel, moulting, dan lain-lain; sedangkan untuk udang dewasa/ukuran lebih besar tidak sebanyak seperti pada udang muda karena lebih untuk pertahanan diri (maintenance) atau dengan kata lain bahwa udang yang berukuran kecil laju metabolisme tubuhnya lebih tinggi daripada yang berukuran besar. Menurut Hepher & Pruginin (1981), bahwa tingkat kelarutan oksigen dipengaruhi oleh laju produksi oksigen melalui fotosintesis, laju transfer oksigen dari udara ke dalam air, dan laju konsumsi oksigen karena respirasi, serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas (Boyd, 1990). Kebutuhan udang akan oksigen berbeda-beda, bergantung kepada spesies, ukuran stadia, aktivitas, jenis kelamin, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, suhu, dan konsentrasi oksigen terlarut. Hal ini sejalan dengan pendapat Batara (2004), bahwa tingkat konsumsi oksigen udang antara lain bergantung pada ukuran/stadia udang (internal) dan status makan (eksternal).
Tingkat konsumsi oksigen udang vaname ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)
138
Udang yang berukuran lebih kecil memiliki tingkat aktivitas yang tinggi dibanding udang yang telah dewasa. Semakin tinggi tingkat aktivitas suatu individu maka laju metabolismenya akan meningkat. Kebutuhan akan makanan dan energi juga semakin besar termasuk oksigen yang akan dikonsumsi dalam jumlah yang besar. Menurut Soemarwoto (1985), bahwa oksigen akan semakin banyak diikat oleh insang pada organisme yang aktif bergerak. Besarnya jumlah oksigen yang dikonsumsi ini disebabkan pada saat aktivitas tinggi jantung akan berdenyut kencang sehingga aliran darah akan mengalir lebih cepat. Salah satu fungsi darah adalah mengikat oksigen untuk respirasi sehingga secara otomatis jumlah oksigen yang diikat akan menjadi lebih banyak. Hasil penelitian tingkat konsumsi oksigen udang vaname pada berbagai ukuran bobot badan ini tidak berbeda dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara bobot badan dengan tingkat konsumsi oksigen. Hasil penelitian Jompa et al, (2009), memperoleh laju konsumsi oksigen udang pama (Penaeus semisulcatus) semakin besar pada ukuran benih yang kecil dan berkurang sejalan dengan pertambahan bobot badan. Pola konsumsi oksigen udang pama dapat diprediksi berdasarkan persamaan Y = 3.1632 X -1,3644 dengan nilai korelasi r = 0,947. Sementara Batara (2004) memperoleh persamaan regresi tingkat konsumsi oksigen udang vaname (L. vannamei) sebelum makan adalah Y = 0,508-0,0112X (R2 = 0,778) dan sesudah makan adalah Y = 0,563-0,0121X (R2= 0,925). Vinatea et al. (2011) melaporkan bahwa tingkat konsumsi oksigen selain dipengaruhi oleh bobot badan juga dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Konsumsi oksigen udang vaname pada suhu 20R”C, salinitas 37 ppt mengikuti persamaan y = 0,1044X1.2634 dengan R2 = 0,8647; pada suhu 25R”C, salinitas 37 ppt mengikuti persamaan y = 0,4628X 0.6000 dengan R2 = 0,6379; dan pada suhu 30R”C, salinitas 37 ppt mengikuti persamaan y = 0,4203X0.8798 dengan R2 = 0,8584. Sementara pada suhu 20R”C, salinitas 25 ppt mengikuti persamaan y = 0,1145X 1.2634 dengan R2 = 0,9107; pada suhu 25R”C, salinitas 25 ppt mengikuti persamaan y = 0,2358X1.0248 dengan R2 = 0,7727; dan pada suhu 30R”C, salinitas 25 ppt mengikuti persamaan y = 0,3343X 0.9825 dengan R2 = 0,8885 dengan bobot udang berkisar 5, 10, 15, dan 20 g/ekor. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk menghitung jumlah kincir yang digunakan di tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif harus memperhitungkan ukuran udang, padat tebar, suhu, dan salinitas. Menurut Zhang et al. ( 2006), bahwa bobot badan udang, temperatur, salinitas, pH, dan kondisi makan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat oksigen terlarut Lethal pada udang vaname. Pemeliharaan pada temperature 22R”C, salinitas 16,6 ppt; pH 7,56 dan kondisi kecerahan tinggi direkomendasikan untuk pengelolaan air yang praktis pada budidaya udang vaname dalam kondisi hypoxia. Sementara Hernandez (2005) merangkum beberapa penelitian tentang konsumsi oksigen pada beberapa jenis krustase, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi oksigen yuwana udang rostris (L. stylirostris) dengan salinitas temperature dan bobot badan. Pola hubungan tersebut mengikuti persamaan lnQO2 = -3,6061 + 0,0161* S + 0,0639*T-32,2316*W. Lebih lanjut dikatakan bobot udang memiliki pengaruh dalam mengonsumsi oksigen. Semakin tinggi bobot udang maka konsumsi oksigennya akan semakin berkurang. Berikut ini disajikan nilai konsumsi oksigen pada beberapa jenis udang komersial (Tabel 1). Secara garis besar pengaruh kadar oksigen terlarut di perairan terhadap pertumbuhan organisme dijelaskan sebagai berikut (Gambar 2). Oksigen terlarut dimediakan memengaruhi tingkat konsumsi oksigen oleh organisme dan oksigen yang telah berada di dalam badan (oksigen yang diikat oleh haemoglobin pada sel darah merah/haemosianin pada krustase) ini merupakan oksigen yang tersedia untuk digunakan pada proses katabolisme (proses oksidasi nutrien agar dihasilkan energi). Energi yang dihasilkan dari proses katabolisme ini antara lain akan digunakan untuk proses mencerna dan menyerap makanan, mengonsumsi makanan dan mengaktivasi proses-proses anabolisme. Penggunaan nutrien di dalam sel untuk proses katabolisme dan anabolisme yang terus berlanjut akan mengambil nutrien dari luar sel. Penurunan kadar metabolit (nutrien) dan adanya pencernaan mengakibatkan munculnya rasa lapar. Dan adanya rasa lapar inilah mendorong organisme melakukan aktivitas makan. Adanya aktivitas makan atau pengkonsumsi pakan inilah yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pertumbuhan somatik/jaringan maupun gonadik (organ reproduksi). Beberapa penelitian yang lain terkait konsumsi oksigen juga dilaporkan oleh Santoso & Purwanta (2005) bahwa terdapat hubungan antara laju respirasi ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan
139
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 Tabel 1. Nilai konsumsi oksigen (QO2) pada beberapa jenis udang komersial QO2 (mgO2 /kg/h)
Spesies
Bobot (g)
Salinitas (‰)
Suhu (°C)
Penaeus japanicus P. monodon Litopenaeus schmitti L. schmitti
12.8 0,6-34,3 16.1 10
> 25 30 35 35-36
25 25 25 25
315.80 287.00 375.28 383.70
L. vannamei
4 10
35 35
30 30
716.29 478.63
L. vannamei
4 10
35 35
25 25
412.48 316.23
L. vannamei
4 10
35 35
20 20
409.86 223.87
L. stylirostris
4 10
40 40
20 20
256.62 193.37
L. stylirostris
4 10
40 40
30 30
449.04 387.70
L. stylirostris
4 10
40 40
35 35
720.51 537.77
L. stylirostris
4 10
30 30
20 20
170.66 137.40
L. stylirostris
4 10
30 30
30 30
251.80 226.04
L. stylirostris
4 10
30 30
35 35
407.10 313.83
L. stylirostris
4 10
20 20
20 20
201.63 140.76
L. stylirostris
4 10
20 20
30 30
335.07 286.61
L. stylirostris
4 10
20 20
35 35
512.50 366.85
Sumber: Hernandez et al. (2005)
bobot badannya. Dengan persamaan regresi Y = 0,0065X+0,1202 dengan nilai R 2 = 0,9156. Sementara Kasprijo (2005), mengemukakan bahwa kelarutan oksigen pada media air berpengaruh terhadap nilai konsumsi oksigennya. Semakin menurun nilai kelarutan oksigen semakin kecil pula oksigen yang dapat diserap oleh organisme tersebut. Tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu bebek, kerapu macan, dan kerapu lumpur berbanding lurus dengan kelarutan oksigen pada media pemeliharaannya. Ikan kerapu tersebut cenderung mengonsumsi oksigen lebih banyak pada media dengan kelarutan oksigen tinggi dan konsumsi oksigen menurun seiring dengan menurunnya oksigen pada media tersebut. Berdasarkan Tabel 1 analisis statistik diperoleh nilai Multiple R = 0,7483 yang menunjukkan hubungan/korelasi yang kuat antara bobot badan udang dan konsumsi oksigen. Menurut Arifin (2005),
Tingkat konsumsi oksigen udang vaname ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)
140
Oksigen terlarut
Tingkat konsumsi oksigen
Ketersediaan oksigen
Katabolisme Energi Konsumsi pakan
Pencemaran & penyerapan
Anabolisme
Laju pengosongan lambung
Kadar metabolit darah
Pertumbuhan
Feses
CO2 & NH3
CO2 & NH3 Derajat lapar
Gambar 2. Alur pengaruh oksigen media terhadap pertumbuhan organisme (Affandi et al., 2005)
Tabel 2. Hasil analisis statistik konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada berbagai ukuran bobot badan Analisa statistik Multipel R R Square Standard error a b c
Nilai 0,7483 0,5599 0,1441 0.61563651 -0.69278064 0.94215854
bila nilai multiple r mendekati 1 (berhubungan/korelasi positif), apabila mendekati -1 (berhubungan/ korelasi negatif) dan apabila 0 berarti tidak ada hubungan (korelasi). Nilai R Square yang diperoleh yaitu 0,5599 yang berasal dari pengkuadratan multiple R (0,74832 = 0,5599), hal ini berarti 55,99% konsumsi oksigen dapat diprediksi oleh bobot badan dan sisanya 44,01% dapat diprediksi oleh faktor lainnya. Semakin besar nilai R Square (mendekati 1) maka semakin kuat hubungan kedua variabel (Arifin, 2005). Menurut Venberg & Venberg (1972), bahwa faktorfaktor yang memengaruhi laju konsumsi oksigen udang yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen adalah konsentrasi oksigen terlarut, suhu, cahaya, status makan (sebelum atau sesudah makan), dan karbon dioksida, sedangkan faktor internal adalah spesies, ukuran stadia, aktivitas, jenis kelamin, saat reproduksi, dan moulting. Konsumsi oksigen udang vaname selama periode pemeliharaan berkisar antara 0,66-1,99 (0,78±0,36) kgO2/ton/jam. Nilai konsumsi oksigen udang vaname menjadi acuan dalam perhitungan kebutuhan oksigen yang harus tersedia dalam sistem perairan tambak sebagai dasar pendugaan daya dukung tambak. Jika diketahui biomassa udang dalam tambak dengan ukuran rataan individu, maka dapat diperkirakan kebutuhan oksigen udang. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Bobot badan udang vaname berpengaruh terhadap konsumsi oksigennya, konsumsi oksigen udang vaname akan semakin berkurang sejalan dengan pertambahan bobot badannya
141
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013
2. Laju konsumsi oksigen vaname dapat diprediksi berdasarkan pola logistik dengan persamaan Y = 0,6156/(1-0,6928*exp(-0,9421 x)) dengan nilai korelasi r = 0,75. DAFTAR ACUAN Affandi, R., Syafei, D.S., Rahardjo, M.F., & Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Arifin, J. 2005. Statistik dan Riset Terapan. PT Alex Media Komputindo, Jakarta. hlm. 36-37. Batara, T. 2004. Tingkat konsumsi oksigen udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan model pengelolaan oksigen pada tambak intensif. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor, 27 hlm. Boyd, C.E. 1990. Water quality management in pond aquaculture. Birmingham. Publishing Co. Alabama, p. 3-163. Chen, J.C. & Kou, T.T. 1996. Effect of temperature on oxygen comsumption and nitrogenous excreation of juvenile Macrobrachium rosenbergii. Aquaculture, 145: 295-303. Cheng, W., Liu, C.H., & Kuo, C.M. 2003. Effect of dissolved oxygen on hemolymph parameters of freshwater giant prawn, Macrobrachium rosenbergii (de Man). Aquaculture, 220: 843-856. Hepher, B. & Pruginin, Y. 1981. Comercial fish farming. John Wiley & Sons. New York. Herlina & Rachmansyah. 2010. Estimasi padat tebar udang pama (Penaeus semisulcatus) berdasarkan tingkat konsumsi oksigen. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta, hlm. 161-167. Hernandez, M.S., Palacios, C.A.M., Perez, R.C.V., Rosas, C., & Ross, L.G. 2005. The combined effects of salinity and temperature on the oxygen consumption of juvenile shrimps Litopenaeus stylirostris (Stimpson,1874). Elsevier. Aquaculture, 244: 341-348. Jompa, H., Suwoyo, H.S., Undu, M.C., & Sulaeman. 2009. Tingkat konsumsi oksigen gelondongan udang pama (Penaeus semisulcatus) di Instalasi Tambak Percobaan Maranak. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2009. Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M). Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta, 3-4 Desember 2009. ISSN 1978-7278. hlm. 181-183. Kasprijo. 2005. Pengaruh tingkat kelarutan oksigen dalam media terhadap laju penyerapan oksigen pada berbagai ikan budidaya. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Akuakultur Berkelanjutan. Fakultas Biologi, Program Sarjana Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. ISBN 929-99995-0-2. hlm. 446-450. Liao, I.C. & Huang, H.J. 1975. Studies on the respiration of economic prawns in Taiwan. I. Oxygen consumption and lethal dissolved oxygen of egg up to young prawn of Penaeus monodon Fab. J. Fisheries Soc. Taiwan, 4(1): 33-50. McLean, W.E. 1993. Oxygen consumption rates and water flow requirements of Pacific Salmon (Oncorhynchus spp.) in the fish culture environment. Aquaculture, 109: 281-313. Rosas, S., Sanches, A., Diaz-Iglesia, E., Briti, R., Martinez, E., & Solo, L.A. 1997. Critical dissolved oxygen level to Penaeus schimiti postlarvae (PL 10-18) exposed to salinity changes. Aquaculture, 152: 259-272. Santoso, A.D. & Purwanta, W. 2005. Metode penentuan padat penebaran ikan kerapu bebek berdasarkan pada kebutuhan oksigen terlarut. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, PTL-BPPT. Jakarta, 9 hlm. Sumarwoto, I. 1985. Biologi umum. jilid II. PT Gramedia, Jakarta. Vernberg, W.B. & Vernberg, F.J. 1972. Enviromental physiology of marine animal. Sorger-Verlag. New York. Vinatea, L., Muedas, W., & Arantes, R. 2011. The impact of oxygen consumption by the shrimp Litopenaeus vannamei according to body weight, temperature, salinity, and stocking density on pond aeration: a simulation. Biological Sciences Maringá, v. 33, n. 2. Acta Scientiarum, p. 125-132. Yamasaki, S., Chen, S.H., Ang, K.J., Hirata, H., Abidin, A.Z., & Alias, A.Z. 1988. Manual of hatchery management based on bio-physico-chemical control. Mini Rev. Faculty of Fisheries-Kagoshima
Tingkat konsumsi oksigen udang vaname ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)
142
University. Japan. Zhang, P., Zhang, X., Li, J., & Huang, G. 2006. The effect of body weight, temperature, salinity, pH, light intensity, and feeding condition on lethal DO level of whiteleg shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Aquaculture, 256: 579-587.