PEDAGODIA Jurnal Ilmu Pendidikan
Daftar Isi Andragogy in ICT and Civic Education in Malaysia Oleh: Abdul Razak Ahmad and Ramlee Mustapha
1-14
The Review of Supervisor Responsibilities in Research Student Policies Oleh: Norhasni Zainal Abiddin
15-34
Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak-kanak Oleh: Rita Mariyana
35-46
Penggunaan Teknologi Adaptifuntuk Meningkatkan Efektivitas PembelajaranAnak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Oleh: Juang Sunanto, Yuyus Suherman
47-63
Efektivitas Pendidikan Non Formal dalam Upaya Menunjang Program Wajib Belajar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun di Jawa Barat Oleh: Ikka Kartika A.Fauzi
64-74
Adolescent Reproductive Health and Sex Education in Indonesia By: Hani Yulindrasari
75-82
Program Keaksaraan Masyarakat Oleh: Ihat Hatimah
83-92
Fungsional
sebagai
Upaya
Pemberdayaan
EFEKTIVITAS PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM UPAYA MENUNJANG PROGRAM WAJIB BELAJAR (WAJAR DIKDAS) SEMBILAN TAHUN DI JAWA BARAT Oleh: Ikka Kartika A.Fauzi *)
Abstract: This research aimed at formulating effectively empowering models in supporting acceleration of even distribution of nine years compulsory education in West Java Province. The research was descriptive in nature with survey and case study methods. Stratified sampling for survey and purposive sampling for case study were used. The study showed that several aspects encouraged the effectiveness of non-formal education. They were implementation of non-formal education, roles of the government, and communities' views. Formulated models of non-formal education consist of Model-A Synergic Forum, Model-B Net-Working, and Model-C Partnership. Kata Kunci : Wajar Dikdas Sembilan Tahun, Kontribusi dan Efektivitas PNF, Model Pemberdayaan PNF
Propinsi Jawa Barat bisa dikatakan tuntas melaksanakan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun apabila pencapaian APK/APM SD/MI dan atau sederajat serta APK/APM SLTP/MTs dan atau sederajat telah mencapai minimal 85%. Hingga tahun 2002 baru sebanyak 54% Kabupaten/Kota atau sekitar 12 Kabupaten/Kota, belum mencapai standar kategori ketuntasan Program Wajar Dikdas Sembilan Tahun (Bapeda Propinsi Jawa Barat, 2004). Dari data tahun 2004 diperoleh tujuh kabupaten yang Angka Melek Hurufnya (AMH) masih relatif rendah karena masih di bawah rata-rata AMH Jawa Barat (93,1 %), dan 14 kabupaten yang memiliki angka Rata-rata Lama Sekolahnya (RLS) masih berada di bawah rata-rata RLS Jawa Barat (7,2 tahun). Untuk menjalankan akselerasi pencapaian IPM 80 pada tahun 2010, dikembangkan dua strategi, salah satu diantaranya Strategi Peningkatan Indeks Pendidikan dan Penuntasan Program Wajar Dikdas Sembilan Tahun. Program dan kegiatan yang mendukung strategi ini dapat dikembangkan ke dalam dua jalur model program dan kegiatan prioritas, yaitu melalui jalur pendidikan formal dan melalui jalur pendidikan nonformal (PNF). Dalam strategi ini, PNF diposisikan sebagai akselerator, jalur alternatifdan katalisator peningkatan indeks pendidikan.
*) Ikka Kartika A.Fauzi adalah staf pengajar di Program Pasca Sarjana UNINUS.
Kenyataan menunjukkan, masyarakat luas maupun pemerintah daerah masih belum sepenuhnya menyadari bahwa PNF memiliki fungsi dan peran yang sama dengan pendidikan sekolah seperti tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003. Di sisi lain, terdapat 11 Kabupaten atau Kota di Propinsi Jawa Barat yang mampu mendudukkan keberadaan program-program PNF sejajar dengan program-program pendidikan sekolah dengan jalan mencantumkan data lulusan maupun peserta didik Paket A, B, dan C, dalam APK dan APM, berdampingan dengan data lulusan maupun peserta didik pendidikan formal, sehingga menjadi bagian angka indeks pendidikan daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam memaknai efektifitas PNF, digunakan pendapat Lipham dan Hoeh (1987) yang menyatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan tujuan bersama bukan pencapaian tujuan pribadi. Sejalan dengan itu, Steer (1985) mengungkapkan bahwa efektivitas adalah, bagaimana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai sasarannya. Menurut Tim Survey Bank Dunia (2002) karakteristik program PNF yang berkaitan dengan efektivitas dapat dilihat: (1) dari segi program pembelajaran. Program PNF yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mengembangkan keterkaitan (keterpaduan) antara kegiatan belajar sambil memperoleh pendapatan (learning while earning dan keterampilan (skills) fungsional; adanya susunan kurikulum atau program pembelajaran yang dipraktekkan; adanya sejumlah peserta didik/warga belajar; tersedianya tutor dan narasumber teknis yang memiliki kemampuan memadai; proses pembelajaran sesuai dengan jadwal yang telah disusun; adanya pencatatan tentang peserta didik/warga belajar, tutor dan narasumber teknis; tersedianya fasilitas (tempat) dan alat-alat pembelajaran; tersedianya biaya (dana) yang memadai untuk pengelolaan, pembelajaran, dan sebagai masukan lain; adanya kerjasama dengan berbagai instansi/lembaga dan pihak lainnya yang terkait; (2) dari segi sistem, PNF menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara sistemik yang disusun dengan menggunakan komponen masukan (masukan lingkungan, masukan mentah dan masukan lain), proses, keluaran dan dampak. (3), dari segi pengelolaannya, program PNF yang baik mengenali dan mendayagunakan lingkungan, mampu mensosialisasikan program, dan mampu memotivasi masyarakat dan pihak lain untuk mendukung kegiatan PNF. Pengelolaan PNF ini dapat dijabarkan ke dalam indikatorTugas Pokok yangterdiri dari: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian serta penilaian. Kegiatan PNF dapat dikatakan berhasil apabila menunjukkan indikator sebagai berikut :melembaganya PNF sebagai wadah peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik/warga belajar dan masyarakat sekitarnya; terselenggaranya program pembelajaran atau pelatihan secara optimal; terciptanya suasana pembelajaran yang bersifat kondusif; meningkatnya kegemaran belajar masyarakat setempat; semakin meningkatnya kemampuan peserta didik/warga belajar dan masyarakat sekitarnya dalam mengelola sumber daya yang ada di lingkungannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; semakin meningkatnya kualitas hidup peserta didik/warga belajar dan masyarakat sekitarnya. Atas dasar kondisi empirik dan konseptual tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: "Aspek-aspek apa sajakah yang dapat mendorong PNF efektif dalam
menunjang Program Wajar Dikdas Sembilan Tahun"? Tujuan akhir penelitian Iebih diarahkan untuk memperoleh rumusan model pemberdayaan PNF yang efektif mendukung percepatan pemerataan Wajar Dikdas Sembilan Tahun di Jawa Barat.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metoda survei dan metoda studi kasus. Survei digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan PNF dari sejumlah lembaga penyelenggara PNF yang melaksanakan Wajar Dikdas Sembilan Tahun. Untuk lebih mempertajam data dan informasi yang diperoleh melalui disain survei, digunakan Studi kasus. Populasi disain survei adalah lembaga-lembaga penyelenggara PNF, seperti PKBM, Lembaga Kursus, pesantren, LSM, Organisasi Profesi, Organisasi Wanita, organisasi keagamaan dan dunia usaha, yang dianggap efektif dan tidak efektif menyelenggarakan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun di beberapa Kabupaten atau Kota di wilayah Jawa Barat. Teknik sampling menggunakan stratified sampling. Sumber data primer terdiri dari Pengurus, pengelola dan tutor lembaga PNF. Sumber data pendukung data primer terdiri dari tokoh masyarakat informal, pemerintah daerah setempat dan Ka Subdin PNF Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota. Sumber data sekunder, berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten atau kota serta Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota. Dalam studi kasus, digunakan purposive sampling terhadap lembaga PNF yang dianggap efektif menyelenggarakan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun. Indikator efektivitas dilihat berdasarkan Standar Minimal Penyelenggaraan PNF. Sumber data studi kasus adalah: (1) pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan kegiatan lembaga PNF yang menyelenggarakan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun, terdiri dari : Pengurus, pengelola dan tutor dan warga belajar; (2) pihak-pihak yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan lembaga PNF, terdiri dari: Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Camat, Kepala Desa atau Lurah, tokoh masyarakat informal, Dinas Pendidikan Kecamatan setempat yang diwakili oleh Penilik Dikmas dan TLD (bila ada) dan pihak-pihak lainnya.
Hasil dan Pembahasan Aspek-aspek yang dapat mendorong PNF efektif dalam menunjang Wajar Dikdas Sembilan Tahun adalah: (1) penyelenggaraan PNF yang efektif menunjukkan indikatorindikator sebagai berikut (a) Pembelajaran PNF memperhatikan aspek-aspek: Rekruitmen calon peserta didik dengan pendekatan partisipatif; pengangkatan tutor/NST atas permintaan penyelenggara. Kelengkapan sarana prasarana tidak mempengaruhi kehadiran peserta maupun tutor asalkan kondisi ruangan tidak terlalu buruk. Namun, sarana lengkap dan tempat belajar yang memadai memudahkan untuk mencari calon peserta didik. Program pembelajaran yang dilaksanakan relatif banyak dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahun. Salah satu upaya penyelenggara untuk tetap mempertahankan keberadaan program
adalah memberi motivasi kepada peserta didik atau tutor untuk mengikuti berbagai perlombaan yang diperuntukkan bagi lembaga PNF, di berbagai tingkatan. Kurikulum pembelajaran cenderung mengkombinasikan antara kurikulum nasional dan kurikulum lokal, dengan perbandingan 30: 70; atau 50: 50, atau 70: 30. Silabi serta modul yang dimiliki tidak selalu lengkap, tapi keadaan ini selalu diatasi dengan berbagai cara sehingga peserta didik dapat memperoleh bahan belajar yang dibutuhkan. Metoda dan pendekatan yang banyak melibatkan peserta didik, seperti diskusi, praktek langsung, sangat disukai. Jadwal pembelajaran yang disusun dengan melibatkan peserta didik, mendorong tingginya tingkat kehadiran peserta didik. Pemberian sanksi tetap dilakukan terutama kepada tutor dan peserta didik yang tingkat kehadirannya rendah. Evaluasi tetap dilakukan, apalagi peserta didik harus menghadapi Ujian Nasional. Tes tertulis dan gabungan antara tes tertulis dan tes lisan menjadi pilihan tutor. Namun demikian, tidak semua peserta didik mampu mengikuti Uj ian Nasional, rata-rata penyelenggara hanya mampu mengirimkan di bawah 50%. Walaupun demikian, sebagian besar persentase kelulusan peserta Ujian nasional di atas 70%; (b) Pengelolaan PNF. Dalam perencanaan dan pengorganisasian, selalu mengikutsertakan pihak lain, seperti: pemerintah daerah, tutor, mitra kerja atau tokoh masyarakat. Aspek yang mendukung pengorganisasian mencakup: keterbukaan, kebersamaan, ketokohan, kepemimpinan, suasana kerja dan teredianya fasilitas yang memadai. Pemantauan juga dilakukan dengan berbagai pihak, secara berkala, setiap saat dan bila ada masalah. Pembinaan selalu dilakukan setelah sebelumnya dilakukan kegiatan pemantauan Aspek yang dibina mencakup: kinerja tutor, pengurus, penyelenggara, personil pendukung, motivasi peserta didik, pemanfaatan dana dan prasarana serta kemitraan. Evaluasi dilakukan secara berkala oleh berbagai pihak, yaitu pengurus, tutor dan aparat pemerintah setempat; (2) peranan pemerintah daerah beserta dinas terkait terutama dalam: pembinaan teknis, pemberian bantuan sarana prasarana dan dana serta pendokumentasian data dan informasi program PNF; (3) pandangan masyarakat yang positif terhadap program dan hasil program PNF serta dukungan dalam bentuk dana, sarana prasarana, tenaga serta sosialisasi. Kendala efektivitas penyelenggaraan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun terdiri dari: (1) kendala dari dalam, terutama yang berkaitan dengan keterbatasan dana, sarana dan prasarana, kehadiran peserta didik serta kualitas tutor; (2) kendala dari luar berkaitan dengan kurangnya dukungan orang tua peserta didik, ekonomi keluarga lemah, kondisi peserta didik, pandangan masyarakat yang kurang mendukung program PNF, honorarium tutor amat rendah, serta hubungan penyelenggara dengan pihak terkait kurang harmonis. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, adalah: (1) Mengatasi kendala dari dalam dengan cara: menyelenggarakan rapat program, melakukan optimalisasi sarana prasarana serta dana, dan pembinaan peserta didik; (2) Mengatasi kendala dari luar dengan cara: kunjungan rumah, koordinasi dengan aparat desa, sosialisasi program dan swadaya. Model penyelenggaraan PNF yang berkembang di masyarakat selama ini dan dianggap potensial dapat mendukung efektivitas penyelenggaraan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun adalah model penyelenggaraan PKBM yang diselenggarakan oleh guru-guru
sekolah, pesantren, penilik, kelompok masyarakat, dunia usaha; Pondok Pesantren, LSM, Lembaga Keterampilan, dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Efektivitas PNF dalam melaksanakan Wajar Dikdas sembilan tahun berkaitan dengan tiga pihak yang saling mempengaruhi, yaitu: penyelenggara atau pengelola lembaga PNF, pemerintah selaku pihak pembina dan stimulator serta masyarakat sebagai pengguna maupun pelaku program PNF. Namun, kondisi daerah setelah memasuki otonomi berbeda. Dalam beberapa kasus, kesenjangan antara kemampuan atau kapasitas seseorang dengan jabatan atau tugas kerja seringkali tinggi. Bagi Dinas Pendidikan, kondisi ini tampak dari kurangnya pemahaman para pejabat atau pelaksana yang sebelumnya berasal dari luar lingkungan dinas tersebut terhadap implementasi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menjadi landasan keberadaan pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Adanya kekurangharmonisan hubungan antara Dinas Pendidikan dengan lembaga penyelenggara PNF memunculkan keengganan lembaga penyelenggara PNF untuk berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan selaku pembina. Kurangnya koordinasi diantara lembaga Pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dasar (Dinas Pendidikan dengan Departemen Agama), juga menyebabkan aktivitas pendidikan dasar serta jumlah lulusannya tidak terakomodasi untuk dimasukkan ke dalam data pendidikan Kabupaten/kota. Kebijakan pemerintah pusat untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan lembagalembaga PNF, diterjemahkan berbeda oleh setiap pemerintah daerah. Ironisnya, di kalangan pendidikan sendiri masih banyak yang menganggap PNF sebagai kegiatan pendidikan yang tidak mampu menyiapkan sumber daya manusia cerdas, terampil dan mandiri. Bagi 11 Kabupaten/Kota yang telah mampu mendudukkan PNF selaku kontributor angka indeks pendidikan, kondisi ini juga dirasakan, namun mampu diatasi oleh kesadaran pemerintah daerah bahwa bantuan-bantuan tersebut ditujukan untuk melaksanakan amanat Undang-Undang atau untuk melakukan percepatan dalam peningkatan indeks pendidikan. Beberapa diantaranya bahkan telah melegalisasi keberpihakannya kepada PNF melalui Peraturan Daerah atau Keputusan Bupati/Walikota. Hal ini sesuai dengan UndangUndangNo.32 tahun 2004, bahwa Pemerintahan Daerah memiliki kewajiban dan kewenangan dalam penyelenggaraan pendidikan (pasal 14 ayat If) dan dalam meningkatkan pelayanan dasar pendidikan (pasal 22). Dalam kaitannya dengan penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun, pemerintah daerah memiliki peran sentral untuk menyosialisasikan, mendorong, mengkondisikan, mengkoordinasikan, bahkan bila diperukan menginstruksikan berbagai unsur pemerintah maupun non pemerintah di wilayahnya agar secara sinergis ikutserta memberdayakan PNF. Hak dan kewajiban pemerintah daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dimasukkan dalam pembiayaan daerah yang dikelola sistem pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh tiga pilihan rumusan Model pemberdayaan PNF yang dapat mendukung percepatan pemerataan Wajar Dikdas Sembilan Tahun, terdiri dari :
a. Model A (Sinergitas Komponen Pemberdayaan) Model disusun berdasarkan pemikiran bahwa semua unsur dalam komponen utama (pihakpihak yang terkait dengan pengembangan program PLS/PNF, yang terdiri dari lembaga pemerintah, lembaga non pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat) dapat melakukan upaya bersama dalam satu wadah khusus yang ditujukan untuk pemberdayaan PNF. Implementasi model menggunakan pendekatan partisipatif dengan strategi yang menekankan pada: dasar hukum yang kuat untuk wadah sinergitas, orientasi proses dan produk, adanya mekanisme sistem, berkesinambungan dan berkelanjutan, penyelenggara PNF berperan ganda, yaitu sebagai subyek sekaligus sebagai obyek pemberdayaan; bisa dilakukan sekaligus terhadap seluruh komponen yang memiliki relevansi dengan pemberdayaan PNF. Implementasi model ini bisa berwujud Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk berdasarkan dasar hukum tertentu, misalnya Peraturan Daerah, Surat Keputusan Bupati/Walikota, dan lain-lain. Sasaran penerapan model terdiri dari: (1) Kelembagaan, mencakup kapasitas lembaga dalam pengelolaan/managerial para pengurus atau penyelenggara, kapasitas melakukan kemitraan, administrasi lembaga penyelenggara PNF, dan lain-lain; (2) Ketenagaan, mencakup peningkatan kapasitas tutor dan TLD; (3) Program, mencakup jenisnya, pengelolaannya, jumlah peserta didiknya, proses pelaksanaannya, kualitas lulusannya serta penerimaan lulusannya dalam dunia kerja maupun dalam lembaga pendidikan formal; (4) Dana, mencakup jumlah yang dibutuhkan, penggalian sumber dana, pemanfaatan, pengelolaan serta pelaporan; (5) Sarana Prasarana, jenis, jumlah dan kondisi yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan program, Komponen pendukung penerapan model harus ditumbuhkan dan dikembangkan dengan cara: mendorong dikeluarkan dasar hukum yang mendukung keberadaan serta pengembangan PNF, meningkatkan sosialisasi tentang keberadaan PNF ke berbagai pihak yang akan berperan selaku calon mitra maupun calon sasaran program PNF, meningkatkan kegiatan pendataan yang pengumpulannya dilakukan secara lebih sistematis, komprehensif clan sesuai dengan keadaan lapangan sehingga setiap tahun dimiliki data nyata tentang kondisi PNF. Peran Pemerintah Daerah beberapa di antaranya sebagai: Administrator Pembangunan, Fasilitator, Mediator, pembina dan Advokat.
b. Model B (Jaringan Kerja) Penyusunan Model ini didasarkan pada anggapan bahwa masih banyak unsur-unsur komponen utama pemberdayaan di setiap Kabupaten atau Kota yang belum memahami, menyadari apalagi bersedia mendukung pengembangan PNF walaupun program-programnya relevan dengan tugas pokok dan fungsi lembaga unsur-unsurtersebut. Dalam kondisi seperti ini, peran pemerintah daerah menjadi sangat dominan karena harus mendorong semua unsur komponen utama agar mengetahui, memahami dan menyadari manfaat pemberdayaan PNF bagi indeks pendidikan daerah, bahkan bersedia mendukung melalui programnya masingmasing yang relevan dengan pemberdayaan PNF. Pemerintah daerah menginstruksikan agar komponen utama maupun komponen pendukung masuk dalam jaringan kerja yang langsung berada dalam pengawasan dan pembinaan pemerintah daerah. Menggunakan pendekatan top
down. Strategi implementasi model didasarkan pada: (1) dasar hukum tertentu, misalnya Surat Keputusan Bupati atau Walikota; (2) Orientasi produk; (3) Mekanisme sistem; (4) Berkesinambungan dan berkelanjutan; (5) Penyelenggara PNF dianggap sebagai obyek pemberdayaan; (6) Bisa dilakukan sekaligus terhadap komponen-komponen pemberdayaan yang memiliki relevansi dengan pemberdayaan PNF; (7) implementasi model ini misalnya berbentuk Rapat Koordinasi antar komponen pemberdayaan yang diselenggarakan secara rutin oleh Pemerintah Daerah. Sasaran penerapan model, sama dengan model Ayaitu: kelembagaan, ketenagaan, program, dana dan sarana prasarana. Komponen pendukung perlu ditumbuhkan dan dikembangkan dengan cara: mendorong dikeluarkan dasar hukum yang mendukung keberadaan serta pengembangan PNF; meningkatkan sosialisasi tentang keberadaan PNF ke berbagai pihak yang akan berperan selaku calon mitra maupun calon sasaran program PNF; meningkatkan kegiatan pendataan.Langkah-Langkah Kegiatan mencakup: (1) sosialisasi kepada setiap unsur yang akan berperan; (2) Lokakarya antar unsur komponen utama, identifikasi masalah dan kebutuhan pemberdayaan PNF, identifikasi program beserta aspek-aspeknya yang dimiliki oleh masing-masing unsur komponen utama yang relevan dengan pemberdayaan PNF; (3) Lokakarya dalam rangka menyusun perencanaan alternatif program untuk pemberdayaan PNF dan formulasi rencana aksi; (4) menerapkan rencana aksi, melakukan koordinasi dengan unsur-unsur komponen utama lainnya); (5) Monitoring dan Evaluasi; (6) Rencana Tindak Lanjut. Peran Pemerintah sebagai Administrator Pembangunan dan pembina.
c. Model C – Kemitraan Penyusunan Model ini didasarkan pada pemikiran bahwa di masing-masing Kabupaten atau Kota terdapat beberapa unsur komponen utama yang sudah memahami, menyadari bahkan bersedia untuk ikut serta dalam pemberdayaan PNF. Tapi di sisi lain masih banyak pula yang menganggap pemberdayaan PNF merupakan upaya yang kurang bermanfaat bagi penuntasan pendidikan dasar, padahal kondisi daerah tersebut sudah mendesak untuk secepatnya mengatasi persoalan pendidikan dasar. Dalam hal ini pemerintah daerah mendorong dan memfasilitasi unsur-unsur komponen utama yang telah bersedia untuk ikut memberdayakan PNF agar berhubungan langsung dengan lembaga¬lembaga penyelenggara PNF dan terns menerus melakukan koordinasi agar kemitraan yang sudah terwujud dapat mencapai hasil yang optimal. Di sisi lain, pemerintah daerah terus menerus berupaya untuk menambah jumlah unsur komponen utama dalam kegiatan pemberdayaan tersebut. Pendekatan penerapan model menggunakan pendekatan partisipatif. Strategi penerapan model didasarkan pada: (1) naskah kerjasama; (2) Orientasi proses dan produk; (3)Adanya mekanisme sistem; (4) Berkesinambungan dan berkelanjutan; (5) Kemitraan; (6) Penyelenggara PNF berperan ganda, yaitu sebagai subyek sekaligus sebagai obyek pemberdayaan; (6) Implementasi Model dalam wujud kerjasama yang ditindaklanjuti dengan kegiatan bersama. Sasaran penerapan model terdiri dari: kelembagaan, ketenagaan, program, dana dan sarana prasarana. Komponen pendukung perlu ditumbuhkan dan dikembangkan dengan cara: mendorong dikeluarkan dasar hukum yang mendukung keberadaan serta pengembangan PNF; meningkatkan sosialisasi tentang keberadaan PNF ke berbagai pihak
yang akan berperan selaku calon mitra maupun calon sasaran program PNF; meningkatkan kegiatan pendataan. Langkah-Langkah Kegiatan terdiri dari: (1) Sosialisasi dan kesediaan setiap unsur komponen utama dalam pemberdayaan PNF; (2) Identifikasi masalah dan kebutuhan pemberdayaan PNF, pengkajian hasil identifikasi melalui lokakarya antar unsur komponen utama; (3) Menyusun alternatif rencana pemberdayaan PNF melalui program kemitraan; (4) Menetapkan Naskah Kerjasama kemitraan antara komponen utama dengan penyelenggara PNF, menetapkan rencana kemitraan, dan, menerapkan rencana kemitraan; (5) Monitoring dan evaluasi; (6) Menyusun Rencana tindak lanjut. Peran Pemerintah Daerah sebagai: Administrator Pembangunan, Fasilitator, Mediator, pembina, Sebagai Advokat. Ketiga Model ini tidak terlepas dari kelemahan maupun kelebihan yang berkaitan dengan: kelembagaan, program pemberdayaan, komponen yang ikut serta secara aktif, waktu, peran pemerintah daerah, peran penyelenggara PNF, monitoring dan evaluasi serta pencapaian. Ada beberapa aspek yang disarankan perlu mendapat perhatian dalam penerapan model pemberdayaan PNF. Pertama, Peran Pemerintah Daerah sangat mendasar dan sangat menentukan dalam keberhasilan penerapan model tersebut. Berdasarkan Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah. Ketika diberlakukan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewajiban ini berpindah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Oleh karena itu langkah awal untuk mendorong Pemberdayaan PNF agar efektifmenunjang program Wajar Dikdas sembi Ian Tahun adalah menempatkan peran, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai amanah kedua Undang-Undang di atas. Kedua, Sosialisasi Wajar Dikdas yang diselenggarakan melalui program PNF bagi para pejabat dan pelaksana yang berasal dari luar lingkungan Dinas Pendidikan serta masyarakat luas, perlu ditingkatkan. Ketiga, model - model pemberdayaan PNF ini lebih efektif bila penerapannya disesuaikan dengan kondisi daerah. Disarankan: (a) Model A- Wadah Sinergis, lebih tepat untuk kondisi daerah yang sudah kondusifterhadap pentingnya PNF bagi peningkatan Wajar Dikdas Sembilan Tahun; (b) Model B - Jaringan Kerja, lebih tepat untuk daerah yang belum memahami kontribusi PNF dalam Wajar Dikdas sehingga untuk menumbuhkan pemahaman dan kepeduliannya masih perlu melalui pengkondisian yang bersifat "memaksa"; (c) Model C - Kemitraan, lebih tepat digunakan untuk daerah yang sedang berusaha menata iklim yang kondusifbagi keberadaan PNF sebagai kontributor indeks pendidikan daerah yang bersangkutan. Ketiga Model ini dapat diterapkan secara secara bertahap di suatu daerah, sesuai dengan perkembangan pemahaman dan kepedulian pihak-pihak terkait dengan keberadaan PNF; Keempat, Team Koordinasi Wajar Dikdas yang diketahui berada di bawah koordinasi Bagian Sosial masing-masing Pemerintah Daerah, dapat menjadi media bagi pengumpulan data dan informasi tentang kondisi Wajar Dikdas yang diselenggarakan oleh sekolah maupun pendidikan kesetaraan yang berada di lingkungan Dinas Pendidikan dan di lingkungan Departemen Agama, serta dapat menjadi media implementasi model pemberdayaan PNF sehingga tidak perlu lagi dibentuk wadah baru yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan wadah yang sudah ada; Kelima, Ujian Nasional sebaiknya wajib diikuti oleh seluruh peserta didik/warga belajar yang telah menyelesaikan program paket kesetaraan agar
kontribusinya terhadap penuntasan Wajar Dikdas lebih jelas. Pemerintah Daerah sebaiknya menganggarkan penambahan biaya guna membantu peserta didik yang tidak mendapat jatah; Keenam, agar ketiga model ini teruji keterandalannya, maka perlu kiranya dilakukan uji coba terlebih dahulu dalam kondisi nyata.
Daftar Rujukan Lipham, M. & Hoeh, J. A. (1987). The principalship, foundation and functions. New York: Harver and Row Publisher. Steer, R. M. (1985). Organizational effectiveness, Jakarta: Erlangga. Tim Survey Bank Dunia (2000). Review of out of school education programs in Indonesia. Summary of Discussion and Recommendation from the Meeting, July 1, 2002 in Jakarta. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.