The Dynamics of the Problems’ Settlement in a Marriage Indiyah dan Widi Arini Raharjani Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
This research was an exploration study of how couples resolved problem in a marriage. It was conducted by interviewing 10 subjects (eight women and two men) and five key informants in Sleman District, Yogyakarta. Almost all of reaserch subject were taking care of divorce in Islamic Court, except one person, who was loking for information abaout how the inheritance share-out. The result of this study showed that all reaserch subject had not been able to solve their marriage problems effectively and yet they had not taken advantage or the Marriage Advisory Council to help them solving and their feeling ashamed to tell their problems. The problem faced by the research subjects were widely various, for examples affairs, financial problems, and other specific issues such as inheritance share-out, or principle differences between couples. This study suggests Marriage Advisory Council to socialize their program to society, to carry out a marriage counseling and pre-marriage briefing to the brides. Key words: Marriage, counseling, Islamic Court
PENDAHULUAN
berlaku di Indonesia, UU Perkawinan RI
Perkawinan merupakan gerbang menuju terwujudnya sebuah keluarga. Kehidupan berkeluarga yang harmonis, bahagia
dan
menurunkan
generasi
yang sehat dan berkualitas merupakan dambaan kebanyakan orang.
Peran
keluarga sedemikian pentingnya dalam
No.1
Tahun
seorang
pria
sebagai
suami
Perkawinan
1984).
dengan
tujuan
dapat
dikatakan
sebuah
aktivitas
(Walgito,
Seperti
layaknya
aktivitas
seutuhnya
lainnya, perkawinan memiliki tujuan
Perkawinan
yang akan dicapai oleh pasangan suami
didefinisikan sebagai bersatunya dua
istri. Perkawinan yang sukses adalah
orang sebagai pasangan suami istri
perkawinan yang dapat mewujudkan
(Hornby
1984).
tujuan pribadi dan memuaskan masing-
Sedangkan menurut perundangan yang
masing pihak baik suami maupun istri.
(Sriningsih,
insan
wanita
Ketuhanan Yang Maha Esa.
dalam
pembentukan
istri
seorang
yang bahagia dan kekal berdasarkan
sebagai
proses
dan
membentuk keluarga (rumah tangga)
karena merupakan komunitas terkecil dalam
perkawinan
merupakan ikatan lahir dan batin antara
kehidupan berbangsa dan bernegara
masyarakat
1974,
2005).
dalam
Walgito,
64
Antara suami dan istri sangat perlu
tahunnya.
mempersatukan
suami istri berpisah setiap tahunnya.
tujuan
yang
akan
Dua ratus ribu pasangan
dicapai dalam perkawinan tersebut.
(http://www.suarasurabaya.net/v05/kela
Tujuan perkawinan perlu diusahakan
nakota/).
bersama. Tujuan perkawinan tersebut
tahun 2003, terdapat 40.391 pasangan
antara
bercerai.
lain,
(1)
melimpahkan
tenteram,
Tahun
2004
meningkat
sayang;
(2)
menjadi 42.769 pasangan bercerai dan
mata
dan
tahun 2005 mencapai 55.509 kasus
memperoleh
perceraian. Perceraian dianggap jalan
keturunan yang sah dan sehat jasmani,
keluar terakhir yang diambil pasangan
rohani, sosial; (4) mempererat dan
suami istri bila menemui jalan buntu
memperluas hubungan kekeluargaan;
dalam
(5) membangun hari depan individu,
perkawinan.
keluarga dan masyarakat yang lebih
dianggap
baik (BP4 DIY, 1993).
penyelesaian
menjaga
kasih
dapat
Khususnya di Jawa Timur,
pandangan
kehormatan
diri;
(3)
Pada umumnya orang merasa lebih merasa bahagia dalam ikatan perkawinan.
Perkawinan
sekaligus
menyelesaikan
masalah
Meskipun
perceraian
sebagai salah
satu cara
masalah,
perceraian
akan banyak menimbulkan masalah baru baik untuk mantan suami istri maupun anak-anaknya.
merupakan sarana untuk menyalurkan
Para ahli mengemukakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan alamiah manusia,
masalah
antara
fisiologis,
merupakan sumber stress paling besar
kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial
dalam rentang kehidupan orang dewasa
dan
(Hurlock,
lain,
kebutuhan
kebutuhan
demikian banyak
tak orang
religius.
Dengan
mengherankan sangat
bila
mengidam-
idamkan kehidupan perkawinan.
perkawinan
yang
harmonis. Tak sedikit pasangan suami istri
yang
mengakhiri
perkawinannya
dengan
ikatan
perceraian.
Perceraian merupakan peristiwa yang lazim terdengar terutama di kota-kota besar di Indonesia. perceraian peningkatan
di
Saat ini jumlah
Indonesia
yang
mencapai
signifikan
1993;
maju
keluarga
Monks,
Haditono, 1999). negara
dan
Knoers,
Itu sebabnya di
telah
dibentuk
unit
pelayanan masyarakat yang secara
Namun tak semua orang mampu mewujudkan
perkawinan
setiap
professional
memberikan
informasi,
konseling bagi pasangan muda yang hendak menikah dan pasangan suamiistri yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga. kasus
Masalah lain seperti
pelanggaran
moral,
budaya
kekerasan, pergaulan bebas, tawuran pelajar,
kecanduan
narkoba
dan
perselingkuhan merupakan akibat dari kegagalan
rumah
tangga
dalam
65
membangun kepribadian anggotanya.
konseling khususnya tentang masalah
Krisis perkawinan dan keluarga dengan
perkawinan.
kata
lain
tidak
berjalannya
fungsi
perkawinan telah banyak membawa masalah patologi sosial di masyarakat. Oleh karena itu, ketahanan keluarga sangat
diperlukan
mempertahankan
untuk keharmonisan
keluarga dan menyelesaikan masalah dalam
rumah
keluarga
tangga.
dapat
Ketahanan
meliputi
kestabilan
psikologis dan kemandirian ekonomi.
Ketersediaan layanan dari dua institusi di atas, sebenarnya merupakan suatu
kabar
menggembirakan
bagi
seluruh lapisan masyarakat terutama di DIY.
Namun sampai seberapa jauh
layanan ini dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat
saat
mengalami
masalah perkawinan merupakan suatu hal yang perlu dipahami.
Hambatan-
hambatan apa saja yang sering dialami
Di Indonesia sendiri sebenarnya
oleh
pasangan
suami
istri
dalam
telah tersedia institusi BP4 (Badan
mencari bantuan dalam menyelesaikan
Penasihatan, Perkawinan, Perselisihan
masalah perkawinan sangat perlu untuk
dan Perceraian) yang berada di bawah
dikaji lebih lanjut.
naungan Departemen Agama.
BP4
bertujuan utama untuk mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah dan kekal menurut ajaran agama Islam.
BP4 berperan
sebagai lembaga konsultasi perkawinan di Indonesia yang melayani masyarakat yang memerlukan nasihat perkawinan dan sedang mengalami perselisihan perkawinan.
Selain
itu
beberapa
layanan masyarakat di Puskesmas, khususnya di wilayah Sleman DIY juga melayani konseling yang diperlukan masyarakat.
Saat ini Puskesmas di
wilayah Sleman telah dilengkapi dengan pelayanan
jasa
Psikolog
yang
diharapkan dapat memenuhi tuntutan dan
kebutuhan
sekitarnya
yang
masyarakat memerlukan
di jasa
Berdasarkan penjelasan di atas maka tujuan penelitian untuk menggali informasi mengenai “bagaimana cara seorang
istri/suami
dalam
menyelesaikan
masalah
perkawinan;
sejauhmana
suami/istri
mencari
bantuan dalam menyelesaikan masalah dalam
perkawinannya
bagaimana tentang
dan
pandangan
perlunya
terakhir, suami/istri
bimbingan
dan
konseling perkawinan dalam membantu menyelesaikan
masalah
yang
dihadapi”.
sedang
perkawinan Dengan
adanya penelitian ini diharapkan akan didapatkan
gambaran
sebenarnya
mengenai
sejauhmana
kebutuhan
masyarakat akan layanan bimbingan dan konseling perkawinan.
Untuk
selanjutnya melalui penelitian ini akan mendorong
pihak/lembaga/intitusi
66
terkait
perkawinan
untuk
segera
merevitalisasi pelayanan bimbingan dan konseling
perkawinan
diakses
oleh
yang
seluruh
berbeda, perkembangan individu, dan sosio-kultural yang berbeda.
dapat lapisan
masyarakat.
Masalah–masalah
yang
biasanya muncul dalam perkawinan menurut Brooks & Emmert (dalam
Dengan adanya penelitian ini, maka akan diperoleh suatu gambaran mengenai permasalahan perkawinan, bagaimana pasangan suami istri mencari bantuan untuk mengatasi masalah perkawinan serta kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling perkawinan. Penelitian ini sekaligus memberikan suatu model/mekanisme pelayanan bimbingan dan konseling perkawinan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan kemudahan akses pelayanan. Model ini dapat bermanfaat sebagai acuan pada instansi pemerintah KUA, BP4 dan Puskesmas dalam memberikan bimbingan dan konseling perkawinan. Hasil penelitian juga dapat menjadi acuan bagi institusi/lembaga yang mengurusi perkawinan untuk menyusun suatu pelatihan bimbingan dan konseling pranikah. Aspek Psikologis dalam Perkawinan
Idayati, 2003) dalam penelitian yang dilakukan dengan subjek 233 wanita dan
102
pria
bercerai
di
Sydney
penyebabnya adalah masalah seksual, kurang waktu untuk bersama, dan kurangnya komunikasi. Hasil survey dan wawancara awal yang dilakukan peneliti
dengan
mantan
hakim
Pengadilan Agama di Yogyakarta pada tanggal
20
Desember
2009
juga
menyatakan bahwa perceraian suami istri
disebabkan
oleh
masalah
kurangnya komunikasi, ekonomi dan masalah seksual. Pasangan
yang
bermasalah
sering menghadapi berbagai macam kesulitan,
antara
keuangan,
lain
kesulitan
kepuasan
seksual,
pembagian pekerjaan rumah tangga, Masing-masing individu berbeda
otonomi, isu-isu parenting, kesulitan
satu dengan lainnya, masing-masing
komunikasi,
individu mempunyai sifat yang berbeda-
penyelesaian masalah dan negosiasi
beda. Ada yang dapat menyelesaikan
masalah
masalah dengan cepat, tetapi yang lain
Taplin, 2007).
lambat.
menimbulkan
Perbedaan
difahami,
tersebut
karena
perkawinan
pada
merupakan
dapat
dasarnya
dua
pribadi
yang masing-masing mempunyai latar belakang
kehidupan
yang
pengasuhan
orangtua
(Sundberg,
Winebarger,
Kesulitan semacam ini konflik
di
antara
pasangan. Penelitian mengenai konflik terhadap
hubungan
pasangan
menunjukkan hasil sebagai berikut:
berbeda,
kebutuhan yang berbeda, sejarah dan pola
perselingkuhan,
yang
1)
Individu
dalam
hubungan
berkomitmen dapat dipengaruhi secara
negative
oleh
tingkat
67
konflik
yang
tinggi
berhubungan
ditemukan
yang semi resmi yaitu BP 4 (Badan
depresi,
Penasehatan Perkawinan, Perselisihan
dengan
penyalahgunaan
alcohol
pada
laki-laki, gangguan makan dan
dan
Tingkat konflik tinggi berdampak negatif pada kesehatan fisik suami istri;
istri
paling
merasakan
dampak negatifnya. 3)
Konflik
hubungan
suami
istri
memiliki implikasi-implikasi serius bagi
fungsi
keluarga
terutama
anak-anak. 4)
Tingkat konflik tinggi berhubungan dengan praktek parenting yang tidak efektif, penyesuaian diri anak buruk dan peningkatan konflik orangtua anak 5) Dampak paling besar dari konflik pasangan pada anakanak
adalah
bila
anak
(3)
Pengadilan
Agama.
penganiayaan fisik suami/istri. 2)
Perceraian),
Sebuah dilakukan
penelitian
oleh
Vogel
yang
dan
Murphy
(2007) mengenai “Penggunaan Perilaku „Demand dan Withdraw‟ atau Menuntut dan Menarik Diri dalam Perkawinan, menunjukkan bahwa perkawinan yang memuaskan sangat dipengaruhi oleh peran wanita dalam bertanggung jawab dalam
hubungan,
memastikan
hubungan berjalan baik dan semua hal terselesaikan
serta
semua
orang
merasa bahagia. Penelitian ini juga menemukan bahwa perkawinan yang sehat tergantung dari bagaimana suami menerima pengaruh dari istrinya. Penelitian
ini
melibatkan
72
menyaksikan konflik itu, bila
pasangan suami istri dari negara bagian
konflik intens atau fisik dan
Iowa, Amerika Serikat, yang dilaporkan
bila
merasa bahagia atas perkawinannya.
konflik
itu
juga
berhubungan dengan anak.
Rata-rata berusia 33 tahun dan telah menikah rata-rata 7 tahun.
Penyelesaian
Permasalahan
dalam
Perkawinan Apabila
dikumpulkan
perselisihan
perkawinan.
dapat meminta
kemudian
membantu
menyelesaikan
dan
evaluasi
tentang
kemampuan membuat keputusan dalam
dalam keluarga pasangan suami istri pihak ketiga untuk
kuesioner
mengenai informasi hubungan yang memuaskan
terjadi
melalui
Data
mengidentifikasi
Setiap
pasangan
diminta
untuk
masalah
yang
permasalahan tersebut. Pihak ketiga
dirasakan membutuhkan perhatian dan
dimaksud adalah
penyelesaian yang selama ini belum
Lembaga-lembaga
: (1) keluarga, (2) swasta
misal
LKBHuWK, Rifka An-Nisa atau lembaga
terpecahkan.
Partisipan juga diminta
untuk mendaftar perilaku khusus dan
68
tindakan apa saja yang digunakan
harus melalui pendidikan formal, tetapi
untuk menyelesaikan masalah tersebut.
petugas
Partisipan diminta melakukan hal di
memberikannya pada saat diadakan
atas
bimbingan konseling Pra Nikah yang
dengan
berdiskusi
dengan
dari
KUA
pasangannya selama 10 menit. Proses
pada kenyataannya
ini kemudian direkam untuk kemudian
mendapat
dipelajari oleh peneliti.
maupun calon mempelai.
Berdasarkan mengenai
intraksi
kuesioner
yang
hasil
rekaman
pasangan diperoleh,
dan
peneliti
hal
perhatian
dapat
ini
dari
kurang petugas
Walgito (1984), Pimpinan Pusat „Aisyiyah (1989), dan Idayati (2003) menyatakan
bahwa
kebutuhan
merumuskan 5 perilaku „Demand dan
psikologi dalam perkawinan tersebut
Withdraw‟ yang meliputi:
antara lain : kebutuhan akan cinta, kasih
1) Avoidance/menghindar
sayang,
perhatian,
2) Discussion/diskusi
4) Pressure of change/tekanan untuk berubah
pengertian,
penghargaan,
kepercayaan,
3) Blame/menyalahkan
seksual,
kejujuran,
kebersamaan,
social,
rekreasional, keserasian, komunikasi, dan kesetaraan gender.
5) Withdrawl/menarik diri Peneliti menemukan suatu temuan yang sangat menarik bahwa selama proses
METODE Metode
negosiasi penyelesaian masalah, istri
pengambilan
data
dalam
secara kualitatif dengan wawancara
Peneliti menjelaskan bahwa
terstruktur dan wawancara semistruktur
dalam perkawinan yang bahagia, wanita
secara mendalam untuk menggali data.
dapat bertanggung jawab lebih dan
Data
menggunakan
diolah dengan analisis kualitatif
memperlihatkan diskusi.
besar. dalam
dominasi
kekuatan
yang
lebih
Wanita bertanggung jawab hubungan,
memastikan
yang
dibantu
didapatkan
dengan
Observasi
selanjutkan
statistik
juga
deskriptif.
dilakukan
sebagai
hubungan berjalan baik dan semua hal
pengumpulan
terselesaikan
terhadap subyek penelitian maupun
serta
semua
orang
situasi
merasa bahagia.
Analisis Kebutuhan
psikologis
dalam
perkawinan seharusnya dapat diketahui terlebih
dahulu
melangsungkan
sebelum
seseorang
perkawinan.
Tidak
terkait
data
dan
sekunder
masalah
data
baik
penelitian.
dilakukan
dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik content analysis. Content
analysis
merupakan
suatu
69
teknik untuk pengambilan kesimpulan dengan
cara
mengidentifikasi
karakteristik pesan secara sistematis
A. Deskripsi subjek dan nara sumber
dan objektif (Berg, 2001). 1. Deskripsi subyek ditinjau dari jenis Penelitian
dilaksanakan
di
kelamin dan usia
wilayah KUA dan BP4 Departemen Agama,
di
Sleman,
DIY,
dengan
melibatkan 10 orang subyek, laki-laki
DESKRIP
dan perempuan dengan status menikah
SI
PRIA
WANITA
2 orang
8 orang
atau pernah menikah; 5 orang subyek narasumber
dari
instansi/lembaga
Jumlah
terkait perkawinan antara lain dari KUA/ BP4 kecamatan Depok, LSM yang Usia
40
2
Mlati, Sleman, Tokoh agama yang
tahu
oran
sering menangani masalah perkawinan
n
g
menangani masalah perkawinan, Dukuh
dan Hakim agama PA Sleman
24
1
tahu
oran
n
g
30-
3
35
oran
tahu
g
n HASIL 40-
2
45
oran
yang dilakukan terhadap 10 orang
tahu
g
subyek dan 5 orang narasumber terkait
n
masalah perkawinan serta observasi di
60
2
tahu
oran
n
g
Berdasarkan pengumpulan data
KUA Depok Sleman dan di Pengadilan Agama Sleman, maka dihasilkan datadata sebagai berikut:
70
1. Deskripsi subyek ditinjau dari masa perkawinan
Masa
4. Deskripsi subyek ditinjau dari jenis pekerjaan
Jumlah
perkawinan
Pekerjaan
Jumlah
Ibu Rumah
3 kasus
Tangga
1-2 tahun
1 kasus
PNS
1 kasus
1-5 tahun
2 kasus
Dosen
1 kasus
15 tahun
1 kasus
ABRI
1 kasus
40 tahun
2 kasus
Karyawan
1 kasus
Tidak diketahui
4 kasus
Tidak diketahui
3 kasus
3. Deskripsi subyek ditinjau dari tingkat
5. Deskripsi subyek narasumber
pendidikan Tingkat
Narasumber
Jumlah
Dukuh
1 orang
Tokoh Agama
1 orang
Ketua KUA/BP4
1 orang
Tokoh LSM
1 orang
Hakim
1 orang
Jumlah
pendidikan SMP
2 kasus
SMA
3 kasus
S1
2 kasus
S2
1 kasus
Pengadilan Tidak diketahui
3 kasus
Agama
71
B. Masalah Utama yang Dihadapi Pasangan Suami Istri Masalah Utama yang
Diungkap Narasumber Jumlah
dikeluhkan Tidak tinggal serumah dengan pasangan;
C. Masalah Utama Perkawinan yang
1 kasus
Masalah Utama 1. masalah ekonomi
Pengadilan Agama
membantu orangtua di kota lain
2. masalah
Pasangan selingkuh,
4 kasus (40
memiliki WIL/istri lagi
%)
Ditinggal suami tanpa
1 kasus (10%)
Perbedaan prinsip
1 kasus
dengan pasangan
(10%)
Pasangan dirasakan tidak dapat mengelola
Agama 3. masalah
Hakim
pekerjaan pasangan
Pengadilan
yang tidak menentu
Agama
4. masalah
Hakim
(10%)
tidak diinginkan
Agama
5. masalah
Hakim
perkawinan berbeda 1 kasus
tidak bahagia karena
(10%)
kondisi ekonomi dianggap kurang layak
dengan adil
Pengadilan
Pengadilan
Perkawinan dirasakan
membagi harta warisan
Hakim
kehamilan yang
dengan baik
pasangan tidak
perselingkuhan
Kepala KUA dan
1 kasus
keuangan keluarga
Warisan; khawatir
Kepala KUA dan Hakim
(10%)
pasangan memilih
kabar
Sumber
Pengadilan
agama
Agama
6. masalah tempat
Hakim
tinggal (berjauhan)
Pengadilan Agama
1 kasus (10%)
7. masalah
Tokoh LSM
kekerasan dalam rumah tangga
72
D. Cara Narasumber Memberikan
E. Cara Menyelesaikan Masalah
Bantuan pada Pasangan yang
Perkawinan dari Subyek Penelitian
Bermasalah Perkawinan Cara menyelesaikan masalah Bentuk Bantuan 1. memberi nasihat
Dilakukan oleh BP4/KUA
perkawinan
perkawinan Meminta bantuan dari pihak yang dianggap kompeten misalnya ustazah di pengajian, dokter dan kyai
2. memberi nasihat
Tokoh Agama
perkawinan dengan
Berusaha menyadarkan pasangan
mengacu ayat-ayat Bertanya pada keluarga terdekat dan
suci
kerabat 3. melakukan mediasi sebelum memproses dalam
Hakim Pengadilan Agama
Berbicara pada pasangan Memendam masalah
persidangan 4. menyediakan
Tokoh LSM DISKUSI
pendampingan
Dalam
konselor dan
penelitian
ini
pengacara dalam
menggunakan 10 orang subyek, terdiri
persidangan
dari 8 orang wanita dan 2 orang pria berusia
5. bimbingan dan
Tokoh LSM
pengarahan 6. memberikan
yang ditemui saat mengurus
perceraian
ataupun
penasihatan Tokoh LSM
Sleman.
di
meminta
Pengadilan
Agama
Subyek penelitian memiliki
tempat tinggal bagi
rentang usia antara 24 hingga 60 tahun
korban KDRT
dengan masalah utama yang bervariasi.
(shelter)
Masalah
yang
dikeluhkan
subyek penelitian sangat bervariasi dari mulai pasangan berselingkuh, alasan dan kesulitan ekonomi, dan masalah yang
spesifik
warisan,
seperti
perbedaan
pembagian
prinsip
yang
berakibat perpisahan dengan pasangan
73
karena lebih mementingkan keluarga
bahwa pasangan masih kurang mampu
asal dan ingin kembali pada orangtua.
menyelesaikan masalah interpersonal
Informasi menunjukkan
dari hal
narasumber
yang
perkawinan di antara keduanya.
serupa.
Cara yang digunakan subyek
Masalah perkawinan yang berujung
penelitian
pada perceraian antara lain dipicu oleh
masalah perkawinannya antara lain
masalah ekonomi dan perselingkuhan.
dengan
Selain itu ada pula masalah pekerjaan
nasihat
pasangan yang belum mapan sehingga
berkompeten
menyebabkan masalah utama di atas,
perkawinan
yaitu
masalah
Selain itu juga meminta pada keluarga
diinginkan,
dan kerabat. Namun ada juga subyek
perkawinan berbeda agama, tempat
yang enggan meminta bantuan dari
tinggal yang berjauhan dan kekerasan
keluarga
dalam rumah tangga.
khawatir akan membebani atau tidak
kesulitan
kehamilan
ekonomi,
yang
tidak
Pada penelitian ini, sebagian besar masalah yang dihadapi subyek adalah
masalah
perselingkuhan
pasangan (40%), antara lain pasangan memiliki WIL, sudah menikah dengan wanita
lain
dan
memiliki
anak,
pasangan pergi tanpa kabar. Masalah perselingkuhan
pasangan
agaknya
merupakan masalah terberat dalam perkawinan
yang
menyebabkan
terjadinya perceraian.
dalam
meminta dari
pasangan
bantuan
orang
yang
berupa dianggap
dalam seperti
seperti
masalah
tokoh
orangtua
agama.
karena
mau masalahnya diketahui orangtua atau keluarga.
Cara yang lain yang
digunakan adalah dengan menyadarkan pasangan
dan
pasangan.
berbicara
pada
Namun demikian pada
subyek penelitian cara semacam ini tidak efektif menyelesaikan masalah karena
ternyata
akhirnya
subyek
memutuskan untuk bercerai. terakhir
yang
digunakan
Cara subyek
penelitian adalah dengan memendam masalah.
Keluhan-keluhan
menyelesaikan
Secara
psikologis
cara
menyelesaikan masalah semacam ini
suami istri muncul sebagai respon
terbukti
terhadap
menimbulkan stres atau tekanan emosi
masalah
yang
sedang
kurang
pada
tak tahan lagi dengan kehidupan yang
(Taylor, 2006).
tidak layak, tidak tahan dengan sifat
emosi
pasangan yang sulit, perkawinan yang
menimbulkan kesejahteraan psikologis
tidak bahagia, pasangan tidak dapat
yang
diajak bicara.
menurun, juga masalah kesehatan.
yang
tidak
yang
karena
dihadapi. Keluhan yang muncul berupa
Hal ini menunjukkan
individu
efektif
mengalaminya
Stres dan tekanan berkelanjutan
layak,
kualitas
dapat
hidup
74
Latar
belakang
perkawinan
Pada subyek penelitian laki-laki
subyek
penelitian
sangat
bervariasi
keluhan/masalah
perkawinan
yang
seperti
menikah
karena
keinginan
sedang
dialami
adalah
yang
dapat
istri
orangtua, menikah cepat dikenalkan
dianggap
tidak
oleh teman, menikah dengan duda yang
keuangan
dengan
telah memiliki anak menjadi suatu latar
menimbulkan
belakang yang akan mempengaruhi
ditanggung
masalah dalam perkawinan.
Dengan
memutuskan untuk pulang kampung
demikian, sebaiknya pasangan sebelum
secara sepihak tanpa berbicara terlebih
menikah
perlu
dahulu dengan suami.
menyadari
risiko masing-masing latar
belakang
memahami
ini
sehingga
dan
dapat
mengantisipasi semua masalah yang mungkin akan timbul di kemudian hari. Dari pada10
kasus
subyek
yang
ditemukan
penelitian,
masa
mengelola
baik
hutang suami
sehingga
yang
dan
harus
istri
yang
Sebagian besar subyek dalam penelitian
ini,
telah
mengambil
keputusan untuk bercerai dan sedang meminta
bantuan
perceraian. belum
untuk
mengurus
Semua subyek mengaku
mendapatkan
perkawinan sangat bervariasi dari mulai
masalah
usia perkawinan 1-2 tahun, 1-5 tahun
Bantuan dari pihak lain juga belum
bahkan usia perkawinan 15 hingga 40
dirasakan
tahun
masalah yang sedang dihadapi.
tidak
lepas
dari
masalah
seperti
penyelesaian
optimal
yang
diharapkan.
untuk
membantu Dari
perkawinan. Usia perkawinan muda 1-5
fakta ini, menunjukkan bahwa faktor
tahun pada umumnya pasangan mulai
kompetensi emosi juga berperan dalam
memahami sifat masing-masing juga
penyelesaian
dihadapkan pada masalah ekonomi
perkawinan.
yang belum mapan sehingga sering
perceraian yang gegabah tanpa melalui
menjadi pemicu perselisihan.
proses
kasus
subyek
perkawinan
penelitian,
yang
dapat
Pada usia
dikatakan
Pengambilan keputusan
mencari
konseling meminta
masalah-masalah
bantuan
maupun
perkawinan, bantuan
dari
pihak
kurang
perselingkuhan ataupun menikah lagi.
memperbesar kemungkinan masalah
Pada subyek penelitian ini masalah
perkawinan
yang
perselingkuhan
perceraian.
Sebagaimana penelitian
oleh
wanita
akan
yang
panjang, justru rawan untuk masalah
dialami
berkompeten
ataupun
semakin
berujung
pada
berusia 40-60 tahun dan keluhan kasus
yang dilakukan oleh Cooley dan Linda
perselingkuhan semuanya terjadi pada
M
pihak suami.
kompetensi emosi pasangan suami istri
(2006),
menunjukkan
bahwa
berhubungan erat dengan kepuasan
75
perkawinan.
Penelitian Cooley dan
meningkatkan
Linda
(2006)
menyelesaikan masalah perkawinan.
M
menunjukkan
pentingnya peran emosi dalam konteks perkawinan yang berguna membangun interaksi
pasangan
suami
istri.
Kemampuan mengelola emosi antara pasangan
akan
meningkatkan
kepuasan dalam perkawinan. Dari
kemampuan
Kebanyakan subyek meminta bantuan dari orang yang dianggap berkompeten, namun semuanya tidak atau belum memanfaatkan lembaga yang
memberi
perkawinan.
pernyataan
yang
layanan
nasihat
Tampaknya kebanyakan
subyek lebih percaya atau familier pada
diungkapkan oleh subyek penelitian,
ahli
sumber masalah dimungkinkan karena
belakang spiritual seperti ustazah, dan
adanya
kyai.
masalah
komunikasi
yang
yang
terutama
Untuk
dengan
khusus
konselor
terhambat.
Hal ini ditunjukkan pada
perkawinan
kasus
pasangan
familier.
Khusus untuk masalah yang
meninggalkan tanpa kabar, pasangan
lebih
jelas
tidak
mendapatkan
dapat
berdiskusi,
diajak
langsung
berbicara
pasangan
atau
langsung
mungkin
latar
memang
belum
seperti
kesulitan
keturunan sudah
begitu
subyek
tepat
untuk
menjatuhkan talak tanpa penjelasan.
berkonsultasi pada ahlinya yaitu dokter.
Berdasarkan fakta ini, menunjukkan
Sedangkan untuk masalah psikologis
bahwa pasangan suami-istri sangat
yang
membutuhkan ketrampilan komunikasi
hubungan dengan pasangan maupun
interpersonal
mengungkapkan
interpersonal dengan pihak lain, subyek
masalah
yang
umumnya tidak memanfaatkan lembaga
dihadapi perkawinan.
Ketrampilan
perkawinan. Semua subyek umumnya
komunikasi
salah
tidak berkonsultasi dengan lembaga
dan
untuk
menyelesaikan
merupakan
satu
kompleks
faktor penting yang berperan dalam
pernasihatan
kepuasan perkawinan.
langsung
yang
diungkapkan
Denton
Burleson
pengadilan
perkawinan
meminta agama
tetapi
bantuan
pada
dengan
tujuan
utama yang sudah jelas yaitu mengurus
ketrampilan komunikasi berhubungan
perceraian. Sebelumnya semua subyek
erat dengan stres perkawinan karena
belum pernah meminta nasihat dari
dengan adanya ketrampilan komunikasi
lembaga BP4.
masalah
Cooley,
dan
melibatkan
2006),
akan
(dalam
Sebagaimana
dan
mengurangi perkawinan.
komunikasi
sekaligus
ketidakjelasan Ketrampilan juga
akan
Semua
subyek
tampaknya
enggan untuk menceritakan masalah kepada pihak lain karena malu atau takut
membebani
orangtua
atau
76
keluarga.
Hal
disebabkan
ini
oleh
menceritakan
kemungkinan
keyakinan
masalah
bahwa
keluarga,
KUA merangkap Ketua BP4 Depok, Sleman,
dilarang
oleh
agama.
Sebagai
akibatnya pasangan yang bermasalah mungkin
tidak
cepat
mendapatkan
pertolongan justru masalah bertambah parah yang berujung pada percerainan. Satu-satunya usaha mencari bantuan adalah pada pengadilan negeri dan pengadilan
agama
ketika
hendak
mengurus perceraian itu sendiri.
Agama
Pada umumnya pasangan yang bermasalah
dalam
perkawinan,
sebenarnya sebelum menikah pun telah memiliki sumber masalah yang sama. Hal
ini
diungkapkan
KUA/BP4.
oleh
Pasangan
Kepala sebelum
menikah, sebelumnya telah meminta bantuan
pada
meminta
nasihat,
berlanjut
bahwa
pihak
Hal
sebenarnya
KUA
namun
sampai
perkawinan.
Semua subyek dalam penelitian
Pengadilan
Sleman, dan Tokoh LSM.
masalah pasangan sama saja dengan membuka aib keluarga, dan hal ini
Hakim
untuk
masalah
pada ini
tahap
menunjukkan
pasangan
telah
ini mengaku belum meminta bantuan
mengetahui adanya potensi masalah
penasihatan dari lembaga resmi seperti
dalam perkawinannya, namun tidak
KUA/BP4.
dapat menyelesaikan masalah selama
Kebanyakan
penelitian
langsung
subyek mengurus
mengarungi bahtera rumah tangganya.
perceraian tanpa memperoleh bantuan penasihatan dari lembaga pemerintah yang
berwenang.
disebabkan
karena
Hal
ini
dapat
dua
hal,
yang
pertama subyek memang tidak berminat mencari
bantuan,
perkawinan
merasa
merupakan
pribadi/domestik
yang
masalah masalah
tidak
perlu
diketahui orang lain. kedua, peran BP4 sebagai perkawinan
lembaga belum
penasihatan dikenal
oleh
masyarakat luas sehingga sangat perlu disosialisasikan. Selain subyek di atas, penelitian
Alur
pelayanan
masalah
perkawinan sebenarnya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat yaitu dari dukuh.
Namun biasanya pasangan
mendapatkan pelayanan hanya karena formalitas untuk mengurus surat-surat perceraian. diproses
Sebelum di
perceraian
pengadilan
agama,
pasangan harus mengurus surat di tingkat
pedukuhan
dalam
hal
ini
bertemu dengan Dukuh, dilanjutkan dengan
di
tingkat
kelurahan
dan
kemudian di tingkat kecamatan.
Dari
tingkat kecamatan, selanjutnya akan
ini juga mengambil data dari 5 orang
diproses di pengadilan agama.
narasumber yang terdiri dari tokoh
masing-masing
agama dari agama Islam, dukuh, Ketua
masyarakat
di
Pada
tingkat,
tokoh-tokoh
tingkat
pedukuhan,
77
kelurahan, dan kecamatan diwajibkan
keluarga
untuk
perkawinan.
telah
perkawinan
memberikan dan
nasihat
memberikan
surat
sakinah
dan
hukum
Pemateri antara lain
Kepala KUA, staf dari BP4 dan ahli dari
pengantar ke tingkat yang lebih tinggi.
puskesmas.
Pihak
pasangan calon pengantin.
pengadilan
agama
akan
Acara
dihadiri
Acara
memproses perceraian bila pasangan
berlangsung
telah mendapatkan nasihat perkawinan
interaksi antara pemateri dan peserta
dan
karena
surat
pengantar
dari
masing-
masing lembaga tersebut.
juga meminta pasangan yang akan perceraian
untuk
berkonsultasi di KUA melalui lembaga BP4.
KUA/BP4
berkewajiban
memberikan pengarahan dan nasihat perkawinan sehingga semakin sedikit kemungkinan
terjadinya
Selanjutnya agama,
di
akan
perceraian.
tingkat
pengadilan
melakukan
mediasi
sebanyak 2 sampai 3 kali sebelum sidang perceraian.
forum
kurang
bersifat
ada
ceramah.
Pelaksanaan acara juga berlangsung
Selain itu pengadilan agama
mengurus
monoton
18
Mediasi dapat
dilakukan oleh hakim lain yang tidak menangani kasus tersebut atau pihak lain yang diinginkan oleh pasangan seperti keluarga, konselor perkawinan selama jangka waktu 40 hari.
singkat
dan
kurang
ada
fasilitas
penunjang seperti makalah dan alat peraga.
Dari hasil pengamatan ini,
menunjukkan bahwa masih perlu ada pengembangan
modul
pelatihan/penataran
dan
ketrampilan
psikologis bagi pasangan yang akan menikah.
Dengan
adanya
model
pelatihan praperkawinan yang matang maka akan meningkatkan peminatnya sekaligus bermanfaat untuk pasangan yang akan menikah. Di negara lainpun, seperti
di
Hongkong,
pelatihan
praperkawinan, pengetahuan pelayanan perkawinan
masih
Sebagaimana
terbatas.
diungkapkan
dalam
penelitian Kam dan Man (1999), bahwa sikap komunitas cina sebenarnya positif
Penelitian ini juga melibatkan
terhadap
program
persiapan
pengamatan saat berlangsung pelatihan
perkawinan, namun keikutsertaan dan
praperkawinan
oleh
perhatian terhadap program serupa
yang
cenderung rendah. Tingkat kesadaran
secara
akan masalah perkawinan dan layanan
pasangan
yang
akan
dihadiri menikah
mendaftar
dan
membayar
sukarela.
Pelatihan dilakukan pada
konseling
perkawinan
cenderung
pukul 09.00 sampai dengan 11.00 WIB
rendah. Dari penelitian Kam dan Man
setiap 2 minggu sekali pada hari dan
ini, menunjukkan pula bahwa sosialisasi
jam kerja.
pembekalan
perkawinan,
Materinya berupa masalah kesehatan
praperkawinan
dan
reproduksi,
78
layanan konseling perkawinan menjadi
mengingat begitu banyak keluhan
sangat perlu untuk segera dilakukan.
atau
masalah
perkawinan
bersumber dari masalah ekonomi yang dirasakan kurang layak. KESIMPULAN DAN SARAN
3.
Pasangan suami istri yang sedang mengarungi bahtera rumah tangga
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya,
sangat
perlu
memahami
latar
maka peneliti mengambil kesimpulan
belakang masing-masing dan risiko
sebagai berikut:
latar belakang tersebut sehingga dapat menerima, mengantisipasi
1.
Subyek penelitian pada umumnya belum
dapat
ataupun menyelesaikan persoalan
menyelesaikan
saat
masalah perkawinan secara efektif.
belakang
Masalah perkawinannya berujung pada perceraian.
dan
Hal ini
disebabkan
kurang
sosialisasi
karena BP4
pengetahuan akan
dan
kurangnya
subyek
penelitian
mencari
bantuan
tentang
masalah perkawinan. 2.
Perlunya
atau
pembekalan pra pernikahan pada pasangan yang akan menempuh pernikahan. Materi utama yang perlu
dilatihkan
antara
kemampuan
lain
penyelesaian
masalah, kompetensi emosi dan kemampuan
komunikasi
antara
suami istri.
Selain itu perlu juga
pemberian
materi
bagaimana
mengelola keuangan rumah tangga dan
mengurus
perbedaan
rumah
yang
sangat
status sosial ekonomi, perbedaan budaya, usia terpaut jauh. 4.
Selama
mengarungi
mahligai
rumah tangga pasangan suami istri berproses,
masih
perlu
saling
belajar dari pasangannya maupun orang
persiapan
saja
mencolok antara suami-istri seperti
berwenang
masing sangat terbatas.
misalnya
rawan akan masalah harta warisan
yang berkompeten di bidangnya yang
itu
Latar
menikah dan memiliki anak akan
pernasihatan perkawinan dari ahli
lembaga
masalah.
pasangan yang sebelumnya telah
Akses subyek
penelitian dalam mencari bantuan
dan
terjadi
lain,
sangat
mungkin
mengambil keputusan yang salah sehingga
sangat
perlu
mendapatkan pertolongan berupa nasihat dan bimbingan. dan
bimbingan
dilakukan
oleh
ini
Nasihat haruslah
orang
yang
berkompeten di bidang konseling perkawinan sehingga memberikan hasil optimal pada penyelesaian kasus rumah tangga dan tidak justru memperuncing suasana.
tangga
79
5.
Diperlukan
suatu
mekanisme
karakteristik ingin menyelesaikan
bimbingan dan layanan konseling
masalahnya
perkawinan
mengabaikan masalah.
antar
yang
instansi
membantu
komprehensif terkait
atau
untuk
masyarakat
dengan
masalah perkawinan.
sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Layanan
bimbingan ini dilakukan oleh ahli yang berkompeten di bidangnya, seperti
konselor
perkawinan,
Coleey, Linda M. 2006. Do Element Emotional Competence Related to Marital Satisfaction.
psikolog juga melibatkan konselor dengan
latar
belakang
agama
seperti ustad, ustazah, pendeta. Hal ini sangat diperlukan karena umumnya masyarakat Indonesia memiliki karakteristik religious dan untuk masalah perkawinan dan rumah tangga seringkali merujuk pada
pendekatan
agama
dan
keyakinannya. 6.
Sangat
perlu
sosialisasi
untuk pada
masyarakat
umumnya belum memahami dan
untuk
layanan
tersebut
menyelesaikan
perkawinan.
Selain
membangun
malu
masalah itu,
perlu
kesadaran
masyarakat
agar
dan
tidak
merasa
segan
untuk
berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten
Departemen Agama R.I. 1994. Nasihat Perkawinan dan Keluarga. Jakarta: Pustaka Antara PT. Hasnida, 2007. Family Counseling. Fakultas Kedokteran Universtas Sumatera Utara. Didownload dari situs USU Digital Library.
melakukan
tentang layanan BP4 karena pada
memanfaatkan
Berg, B.L. 2001. Qualitative Research Methods For The Social Sciences. Boston: Allyn and Bacon.
ketika
Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup. (Alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga. Http://www.suarasurabaya.net/v05/kela nakota/. Perceraian di Indonesia Tiap Tahun 200 Ribu Pasangan. Diakses tanggal 16 Desember 2008. Idayati,
W. 2003. Pemenuhan Kebutuhan Berkomunikasi dan Kepuasan Perkawinan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Univ. Wangsa Manggala Yogyakarta.
Kam,
Ping-Kwong., Man, Kam-Yin. 1999. Preparation for Marriage in Chinese Community.
sedang
menghadapi masalah perkawinan. Kesadaran
ini
terutama
perlu
ditumbuhkan untuk kelompok pria untuk tidak segan berbagi atau berkonsultasi umumnya
karena pria
pada memiliki
80
International Social Work, Vol. 42, No.4, 389-406.
Walgito. B. 1984. Bimbingan dan Konseling Pimpinan Pusat Aisyiyah. 1989. Keluarga Sakinah. Yogyakarta : Pimpinan Pusat „Aisyiyah. Sundberg, N; Winebarger, A; Taplin, J. 2007. Psikologi Klinis: Perkembangan Teori, Praktek dan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Taylor, S.E. 2006. Health Psychology. New York: McGraw-Hill
Perkawinan.
Yogyakarta. Fakultas Psikologi Univ. Gadjah Mada. Vogel, D; Murphy, M. 2007. Study: Women Best at Problem-Solving Skills in a Marriage. Sumber: Journal of Psychology Counseling. Didownload dari situs http://content.apa.org/journals/co u/54/2/165. Diakses tanggal 19 Desember 2008.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
81