The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency In The West Pacitan Regency Of East Java Province Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, MTh.Sri Budiastuti Postgraduate Program of Environmental Study Surakarta Sebelas Maret University
Abstract The objectives of this research are: (1) to observe the potency of each ecotourism object in karst area of the west Pacitan Regency, and (2) to observe for the high potential ecotourism object to develop in karst area of the west Pacitan Regency, (3) to determine the quided policy of the high potential ecotourism object in karst area of the west of Pacitan Regency. This research employed a descriptive qualitative method. The variable considered was ecotourism object potency divided into two groups: internal and external potencies of ecotourism object variables. The sampling technique used was quota sampling one by taking seventy visitors, twenty people surrounding the ecotourism object and thirty management personnel (Culture and Tourism Service of Pacitan Regency). The sample was intended to the visitor not ecotourism object. Techniques of collecting data used were interview, ield observation and documentation. Technique of analyzing data used was classiication data analysis with weighing approach used to determine the ecotourism object potency level in karst area of the west Pacitan Regency. The object of research included ten ecotourism objects distributed in karst area of the west Pacitan Regency. The result of research shows that: (1) the potency of individual ecotourism objects in karst area of the west Pacitan Regency based on the classiication analysis belongs to combination of internal and external potencies. From the result of analysis, it can be found that there are three ecotourism objects with high combination potency category; they are: Srau Beach, Gong Cave and Tabuhan Cave. There are three ecotourism objects with medium combination potency category: Klayar, Nampu and Watukarung Beaches. Meanwhile there are four ecotourism objects with low combination potency category: Putri Cave, Kalak Cave, Luweng Ombo and Luweng Jaran. (2) It is found the ecotourism object with high potential to develop in karst area of the west Pacitan Regency. From the result of combined potency classiication, the ecotourism objects with high potency category include: Srau Beach, Gong Cave and Tabuhan Cave. These objects are those with high potential to develop in karst area of the west Pacitan Regency.(3) It is found that there is a guided policy of the high potential ecotourism object in karst area of the west of Pacitan Regency based on 3-E concept (Ecology, Education, Economy), the development of ecotourism based on local community, and the development of ecotourism based on interpretation. Key words: Development, Potency, Ecotourism, Karst
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
1
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Latar Belakang Masalah Pembangunan pariwisata memiliki peran signiikan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor pariwisata mengkontribusi devisa dari kunjungan wisatawan manca negara (wisman) dan Produk Domestik Bruto (PDB) beserta komponen-komponennya. Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam penyerapan tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, serta peningkatan jati diri bangsa. Dalam aspek lingkungan, pariwisata khususnya ekowisata dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan, keunikan alam baik daratan maupun lautan, serta alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional (RPJM 2010-2014). Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki peranan yang sangat penting dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan devisa negara. Data dari RPJM 2010-2014 menunjukkan bahwa dalam periode 2005 hingga 2008, jumlah kunjungan wisatawan manca negara meningkat dari 5,0 juta menjadi 6,4 juta, atau meningkat sebesar 28,0 persen diikuti dengan peningkatan devisa dari USD 4,52 miliar menjadi USD 7,37 miliar meningkat sebesar 63,05 persen. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara meningkat dari 198,4 juta menjadi 225,0 juta atau meningkat sebesar 13,41 persen serta pengeluaran wisatawan nusantara meningkat dari Rp 74,72 triliun menjadi Rp 123,17 triliun atau meningkat sebesar 64,84 persen. Begitu pula bagi Kabupaten Pacitanselalu memberikan konstribusi lebih dari setengah milyar rupiah per-tahun. Data perkembangan jumlah wisatawan dan nilai retribusi sektor pariwisata Kabupaten Pacitan tahun 2005-2009. Berkaitan dengan perkembangan pariwisata, saat ini muncul perkembangan wisata masyarakat menuju alam (back to nature), yaitu sebuah pariwisata ke alam pedesaan dan pegunungan untuk 2
menikmati hawa yang masih bersih dan jauh dari kebisingan dan pencemaran. Konsep ini akhirnya dikenal dengan istilah ekowisata. Peluang pengembangan obyek ekowisata ini membangkitkan semangat dari masyarakat kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan untuk bisa mengoptimalkan potensi kepariwisataannya. Sebagai bagian dari pengembangan pariwisata di Kabupaten Pacitan, tahapan pengembangan kawasan merupakan landasan bagi perumusan/formulasi rencana lebih lanjut secara spasial. Regionalisasi/perwilayahan merupakan salah satu metode yang ditujukan untuk menentukan batas-batas homogenitas ruang khususnya berkaitan dengan kepariwisataan (atraksi, amenitas dan aksesibilitas). Secara spesiik pembagian Kawasan Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Pacitan didasarkan pada beberapa kondisi yaitu : 1 .Kedudukan dan sebaran obyek wisata yang ada; 2. Sebaran aksesibilitas pendukung yang merata antar kecamatan; 3. Sebaran fasilitas pelayanan yang bervariasi antar wilayah kecamatan; 4. Posisi geograis, geologis, geomorfologis dan potensi wilayah kecamatan yang dapat berfungsi sebagai gerbang baik dari wilayah di sekitarnya. Masing-masingKawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) memiliki karakter spesiik yang merupakan perpaduan antara unsur kesamaan tema, kedekatan jarak, kemudahan pencapaian/rute serta kedekatan terhadap pusat pelayanan. Kawasan karst menyimpan potensi sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hayati, dan sumber dayaland scape, baik bawah permukaan sebagai gua dan sungai/danau bawah tanah, maupun di permukaan berupa lembah kering, danau dolin, bukit-bukit karst dan pantai berdinding terjal. Nilai manfaat dari kawasan ekosistem karst meliputi aspek:
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
1. Obyek studi dan penelitian yang amat langka dilihat dari sisi ilmu pengetahuan. 2. Merupakan obyek lingkungan yang sangat memerlukan perlindungan. 3. Merupakan kawasan yang sangat bagus untuk dikembangkan terhadap keberadaan air dan sosial budaya masyarakat. 4. Merupakan habitat yang mendukung keanekaragaman jenis lora dan fauna yang spesiik, misalnya;Jati, sonokeling,wallet, kelelawar, seriti, dll. Sebagai kawasan yang sangat sensitif terhadap segala bentuk pemanfaatan, kawasan karst memerlukan pengelolaan dan pengembangan khusus. Usaha pemanfaatan dan pengelolaan ini tidak terlepas dari penduduk sebagai subyek yang mendiami atau menghuni kawasan tersebut. Pengelolaan dan pengembangan kawasan yang tidak berpenghuni lebih mudah dibandingkan kawasan yang sudah berpenghuni, karena pada kawasan yang berpenghuni permasalahan yang berhubungan dengan keterbatasan alam dan kebutuhan hidup manusia lebih kompleks. Berbagai masalah yang sering dihadapi masyarakat di kawasan karst Kabupaten Pacitan antara lain kekeringan, produktivitas pertanian rendah, lahan kritis, kualitas air, hijauan ternak kurang, tingkat pendapatan rendah dan lain-lain. Masalah isik dan lingkungan yang dihadapai kawasan karst setidaknya dapat dirinci sebagai berikut ini: 1. Terdapat daerah rawan bencana kekeringan di daerah yang tidak mempunyai sumber daya air. 2. Keterbatasan sumber daya air terutama di permukaan, karena salah satu karakteristik kawasan karst adalah tidak dijumpai sungai di permukaan. 3. Tekanan penduduk terhadap lahan pertanian cukup tinggi, sementara daya dukung lahan pertanian rendah. Hal ini disebabkan oleh mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani dan penguasaan lahan pertanian yang sempit.
4. Pemanfaataan lahan kurang memperhatikan aspek-aspek konservasi sehingga berpotensi menimbulkan erosi yang mengakibatkan degradasi lahan. 5. Kondisi solum tanah di kawasan karst sangat tipis dengan ketebalan antara 10-25 cm, menyebabkan tanah menjadi sangat langka dan berharga. 6. Kerusakan lingkungan karena pemanfaatan untuk kegiatan ekonomis seperti pertambangan batu mulia, batu kapur, batu untuk pengurukan dan lain-lain. Perumusan Masalah 1.Bagaimanakah karakteristik potensi masing-masing obyek ekowisata di kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan? 2.Obyek ekowisata manakah yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan dikawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan? 3.Bagaimanakah arahan kebijakan pengembangan obyek ekowisata yang berpotensi tinggi pada kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan? Kajian Pustaka Faktor- faktor yang ada merupakan unsurunsur yang saling menunjang. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata sebagai berikut : 1. Kondisi obyek Bagaimana kondisi obyek dan atraksi yang akan dijual, bagaimana kondisi isiknya, dan kebersihan lingkungan obyek ekowisata. Hal ini penting karena wisatawan akan merasa nyaman bila kondisinya baik dan bersih serta unik. 2. Kualitas obyek ekowisata Daya tarik merupakan modal pokok yang memungkinkan wisatawan untuk mengunjungi suatu obyek ekowisata. Daya tarik bisa berupa daya tarik alami dan daya tarik buatan (ciptaan manusia). Daya tarik alami meliputi keindahan alam pegunungan, sungai, pasir, dan sebagainya. Daya tarik buatan terdiri dari art gallery, seni budaya, taman rekreaksi dan lain-lain. 3. Dukungan bagi pengembangan
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
3
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Dukungan pengembangan memperhatikan keterkaitan antar obyek, ketersediaan lahan, dukungan paket wisata, dan promosi obyek wisata. Selain itu keterlibatan pemerintah dan masyarakat setempat merupakan elemen penting untuk mencapai kesuksesan dalam pengembangan kawasan. 4. Fasilitas pelayanan Fasilitas pelayanan penting dalam pengembangan suatu obyek ekowisata. Fasilitas apa saja yang tersedia di daerah tujuan wisata tersebut, apakah fasilitas penunjang dan fasilitas pelengkapdi daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi wisatawan sudah tersedia dengan baik atau belum. 5. Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan daya jangkauan menuju obyek ekowisata. Aksesibilitas merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan pariwisata. Dukungan aksesibilitas yang baik akan semakin menekan waktu tempuh wisatawan menuju obyek ekowisata yang dituju sehingga akan mempengaruhi minat wisatawan serta peniliaian/persepsi wisatawan terhadap obyek ekowisata. 6. Fasilitas Pelengkap Fasilitas pelengkap sangat dibutuhkan dalam pengembangan. Karena denganfasilitas pelengkap para wisatawan dapat memenuhi kebutuhan pada saat kunjungan wisatanya. Ketersediaan fasilitas pelengkap terdiri dari; tempat parkir dan ibadah, pelayanan souvenir(Damanik dan Helmut, 2006: 6-10). Dalam perencanaan pengembangan pariwisata dikenal berbagai konsep, salah satunya adalah konsep market driven dan product driven. Konsep market driven lebihmenitikberatkan pada keinginan wisatawan dan perilaku pasar sebagai landasan pengembangan. Sedangkan konsep produk driven lebih menitikberatkan pada pengembangan produk ekowisata. Kondisi dan keunggulan produk atau obyek dan daya tarik wisata sebagai landasan utama dalam pengembangan (Fandeli, 2002:5).
Perencanaan dan pengembangan dalam penelitian ini menerapkan atau menggabungkan kedua konsep tersebut. Adapun aspek-aspek yang perlu diketahui dalam perencanaan pengembangan pariwisata menurut (Yoeti, 1996:2-3) adalah sebagai berikut: 1. Wisatawan Hal yang perlu diketahui dari aspek ini adalah mengenai wisatawan yang diharapkan datang ke lokasi obyek ekowisata. 2. Transportasi Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan fasilitas transportasi yang dapat digunakan untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata. Atrakasi dan fasilitas pariwisata tidak dapat dinikmati oleh wisatawan secara penuh apabila infrastruktur tidak dibangun. 3. Atraksi/obyek wisata Seluruh komponen yang ada dalam suatu Obyek dan Daya Tarik Ekowisata diharapkan dapat menjadi atraksi. Shackly (1996) dalam Fandeli (2002: 237) menyatakan bahwa dalam suatu daerah tujuan ekowisata, terdapat beberapa atraksi dari kekayaan alam dan sebagai atraksi buatan. Atraksi buatan ini daya tariknya sengaja dibuat untuk memenuhi keinginan wisatawan. Menurut (Yoeti, 1996: 3), obyek/atraksi ekowisata yang dijual kepada wisatawan setidaknya memenuhi tiga syarat berikut: 1) Apa yang dapat dilihat (Something to See). 2) Apa yang dapat dilakukan (Something to Do). 3) Apa yang dapat dibeli (Something to Buy). 4. Informasi dan Promosi Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara-cara memberikan informasi, publikasi atau promosi yang dilakukan untuk menarik wisatawan agar datang kesuatu lokasi obyek ekowisata. Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikannya dengan mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kes-
4
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
ejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the environment and improves the well-being of local people) (TIES, 2000 dalamDamanik dan Helmut,2006: 37). Dari deinisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni; ekowisata sebagai produk, ekowisata sebagai pasar, dan ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan ekowisata diharapkan dalam kegiatan wisatanyaselalu bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khasnya. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang menunjukkan wisatawan untuk kegiatan-kegiatan kepariwisataannya yang bertanggung jawab tersebut. Zambrano, (2010: 2) “Ecotourism comes with a deinitional promise to promote responsible travel to natural areas, to make a positive contribution to environmental conservation, and to enche the well-being of communities”.Tim (2010: 3)“Ecotourism is responsibel travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people”. Mukhtasor, (2009)”There has been serious problems associated with environmental management in Indoensia. These include institutional, social-economic and ecosystem realeted problems,but ecotourism to make a positive contribution to environmental conservation”. Latupapua, (2008: 5) ”ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (Natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat”. Arthana, 2010 “Na-
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
ture or ecotourism can be deined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontimenated natural areas with the speciic objectives or studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plants and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas.” Sustainable Tourism development meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enchancing opportunities for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social and aesthetic needs can be fulilled while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, biological diversity and life support systems (Zhenhua, 2001). Ecotourism the consideration of the local environmental consequences of to tourism to the cosideration of its global environmental consequences (Glossing, 2002). Ecotourism the destination environment, the provision of economic opportunities for local communities, avoiding adverse social-cultural impacts through visitor presence or host communities, ensuring an educational experience for the visitor (Clifton, 2002. Ecotourism it is generally used to donate a market-differentiated and an ideologically divergent form of tourism that is considered preferable to mass tourism and is more sustainable (McIntosh, 2007). Menurut World Conservation Union (WCU)dalam Nugroho 2011, ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayahwilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. Ekowisata adalah sebagian dari sustainabletourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-sektor
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
5
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
pendukung kegiatan wisata secara umum. Meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (bisness travel). Ekowisata berpijak pada tiga kaki sekaligus, yakni wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya. Menurut deklarasi Quebec hasil pertemuan dari anggota TIES di Quebec, Canada tahun 2002. Ekowisata adalah sustainable tourism yang secara spesiik memuat upaya-upaya: 1. Konstribusi aktif dalam konservasi alam. 2. Partisipasi penduduk lokal menikmati kesejahteraan. 3. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung. 4. Bentuk wisata independen atau kelom-
pok wisata berukuran kecil. Dari berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwapotensi obyek ekowisata adalah kemampuan dari obyek ekowisata (obyek wisata yang berbasis alam) yang kemungkinan untuk dikembangkan, potensi yang dapat dikembangkan dapat berupa daya tarik tertentu atau sesuatu yang menarik untuk dikunjungi wisatawan. Pada awalnya istilah karst berasal dari kata Kras yang merupakan istilah kata dari Slovenia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk lahan di Notranjski (Notranjskikarst) (Haryono,dkk., 2002). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat diagram alir kerangka pikir penelitian yang disajikan pada Gambar dibawah.
Identifikasi ProfilPotensi ObyekEkowisata Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Identifikasi
Identifikasi
Potensi internal
Potensi Eksternal Obyek Ekowisata:
Obyek Ekowisata: • • •
Kondisi obyek Kualitas obyek
• •
•
Aksesibilitas Fasilitas penunjang obyek
Klasifikasi tingkat obyek :
- Obyek Ekowisata potensi tinggi - Obyek Ekowisata potensi sedang - Obyek Ekowisata potensi rendah Arahan Pengembangan Obyek Ekowisata yang Berpotensi Tinggi di Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Gambar . Diagram Alir Kerangka Pemikiran
6
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2006: 2) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara menurut Esterberg seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2006: 260) “ merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”. Cara pengumpulan data untuk menggali informasi baik kepada pengunjung atau wisatawan maupun masyarakat sekitar obyek penelitian. Wawancara dilakukan dalam penelitian ini guna memperoleh data yang lengkap, lebih baik dan dapat dipercaya. Dalam hal ini responden adalah penduduk disekitar obyek ekowisata kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan, wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata dan Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan sebagai pihak pengelola obyek ekowisata. Wawancara dilakukan sebanyak 20 penduduk, 70 wisatawan dan 30 pengelola (pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan) dirasa sudah memenuhi informasi yang dibutuhkan. Ini dengan mempertimbangkan waktu, biaya dan tenaga. Pengelola adalah mereka yang ikut berpartisipasi aktif dalam pengelolaan masing-masing obyek, dari pihak pemerintah (pengelola) diambil dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan. 2. Observasi Observasi menurut Nasution seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2006: 254) “dasar semua ilmu pengetahuan”.
Suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian. Untuk mendapatkan data primer, selain dengan mengadakan wawacara juga menggunakan teknik observasi atau pengamatan karena pada dasarnya Ilmu Lingkungan merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data, fakta atau kenyataan yang ada dilapangan (permukaan bumi). Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan dengan mengidentiikasi potensi obyek ekowisata, wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata, dan dukungan pengembangan obyek ekowisata dari masyarakat dan pengelola. Dalam melakukan pengamatan digunakan lembar pengamatan atau lembar observasi. 3. Dokumentasi Sugiyono (2006: 270) mengemukakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara”. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang sangat banyak dalam waktu yang sangat singkat, serta tidak memakan tenaga yang terlalu banyak. Data yang diperoleh berupa; gambar 10 obyek ekowisata, Kabupaten Pacitan Dalam Angka 2011, jumlah pengunjung obyek, dan curah hujan selama 10 tahun terakhir. Selain itu untuk memperoleh hampir semua data yang diperlukan membutuhkan; peta rupa bumi, peta geologi, peta rencana perwilayahan kawasan pengembangan pariwisata (KPP), peta obyek ekowisata kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan, peta jenis tanah, peta potensial pariwisata gua dan pantai serta data gambaran isik dan sosial daerah penelitian. C. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses penyederha-
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
7
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
naan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data menurut Nasution seperti yang dikutip oleh Sugiyono (2006: 275) “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data primer dan data sekunder dengan teknik analisis klasiikasi dan tabel frekuensi dengan pejelaskan berikut ini: 1. Analisis Klasiikasi Analisis klasiikasi digunakan untuk menentukan klasiikasi tingkat potensi masing-masing obyek ekowisata, dimulai dengan tahapan: a. Pemilihan indikator dan variabel penelitian berdasarkan kriteria penilaian potensi obyek dan daya tarik wisata yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan, dikombinasikan dengan alat ukur sendiri, menyesuaikan kondisi kepariwisataan daerah. b. Skoring, yaitu memberikan nilai skor relatif 1 sampai 3 untuk beberapa variabel penelitian (kekuatan atraksi, keragaman atraksi, kondisi isik, prasarana jalan, waktu tempuh, ketersediaan angkutan umum, fasilitas pemenuhan kebutuhan isik, sosial dan pelengkap) dan skor relatif 1 sampai 2 untuk beberapa variabel penelitian yang lain, lihat tabel . c. Menjumlahkan total skor pada setiap variabel penelitian. d. Total skor tertinggi dikurangi jumlah total skor terendah sehingga diperoleh interval. Kemudian, interval dibagi menjadi 3 (tiga) klasiikasi yaitu klasiikasi tinggi, sedang dan rendah. e. Pengklasiikasian berdasarkan skor variabel potensi internal yaitu nilai skor maksimum (22) dikurangi nilai skor minimum (10) sehingga diperoleh interval. Selanjut8
nya, interval dibagi menjadi 3 (tiga) klasiikasi dengan formula sebagai berikut: 1) Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek ekowisata > 18 2) Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek ekowisata 15- 18 3) Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek ekowisata < 15 f. Pengklasiikasian berdasarkan skor variabel potensi eksternal yaitu nilai skor maksimum (18) dikurangi nilai skor minimum (6) sehingga diperoleh interval. Selanjutnya, interval dibagi menjadi (3) klasiikasi dengan formula sebagai berikut: 1) Kelas potensi tinggi bila nilai total skor obyek ekowisata > 14 2) Kelas potensi sedang bila nilai total skor obyek ekowisata 11- 14 3) Kelas potensi rendah bila nilai total skor obyek ekowisata < 11 g. Untuk mengetahui obyek yang berpotensi tinggi yaitu dengan menggabungkan skor potensi internal dan skor potensi eksternal pada masing-masing obyek ekowisata. Klasiikasi potensi gabungan obyek ekowisata diperoleh dengan menjumlahkan total skor potensi internal dan total skor potensi eksternal. Sehingga diperoleh interval, selanjutnya interval dibagi menjadi tiga klasiikasi dengan formula sebagai berikut: 1) Potensi gabungan tinggi >32, 2) Potensi gabungan sedang 25-32, dan 3) Potensi gabungan rendah <25 Potensi ekowisata dalam hal ini ditentukan melalui perhitungan total skor klasiikasi potensi internal dan klasiikasi potensi eksternal obyek ekowisataberdasarkan skoring variabel penelitian. Sehingga dari penggabungan tersebut akan diperoleh skor tertinggi yang selanjutnya dijadikan sebagai obyek ekowisata berpotensi tinggi untuk dikembangkan di kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan.
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Tabel . Variabel Penelitian Potensi Obyek Ekowisata
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
9
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
10
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
11
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Sumber: RIPPDA Kabupaten Pacitan dengan beberapa modiikasi Menurut Babat Pacitan, nama Kelurahan dan 166 Desa, dengan letak asPacitan berasal dari kata “Pacitan“ yang tronomis berada antara 110º 33’ 59” - 111º berarti camilan, sedap-sedapan, tambul 16’ 13’ Bujur Timur dan 7° 33’ 09” - 8º 09’ yaitu makanan kecil yang tidak sampai 05” Lintang Selatan.Luas Kabupaten Pacimengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah tan 1.389,8716 Km2, yang sebagian besar Pacitan merupakan daerah minus, hingga berupa bukit, jurang terjaldan daerahnya untuk memenuhi kebutuhan pangan warg- bergelombang kira-kira sekitar 88%. Guanya tidak sampai mengenyangkan (tidak nung tertinggi adalah Gunung Limo yang cukup). terletak di Kecamatan Kebonagung dan Dalam istilah kepurbakalaan Pac- Gunung Gembes di Kecamatan Bandar. itan disebut Budaya Pacitanian, sebutan ini Dari aspek topograi menunjukkan bentang barangkali asing di negeri sendiri, tetapi daratannya bervariasi dengan kemiringan sangat populer di mancanegara, karena sebagai berikut: hampir semua daerah di Pacitan memiliki 1. Datar (kelas kelerengan 0 - 5 %) bukti pernah menjadi tempat tinggal ma- 55,59 Km2 pada 4 % nusia prasejarah. Situs prasejarah Pacitan 2. Berombak (kelas kelerengan 6 terhampar di Sungai Baksoko yang diyaki- 10 %) 138,99 Km2 pada 10 % ni sebagai sungai purba dan berada di Ka- 3. Bergelombang (kelas kelerengan wasan Karst Gunungsewu yang membujur 11- 30 %) 333,57 Km2 pada 24 % dari bagian selatan wilayah Yogyakarta, 4. Berbukit (kelas kelerengan 31 Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur. 50 %) 722,73 Km2 pada 52 % Kabupaten Pacitan terletak di 5. Bergunung (kelas kelerengan 51 Pantai Selatan Pulau Jawa tepatnya di Barat % lebih) 138,99 Km2 pada 10 %. Daya Propinsi Jawa Timur berbatasan denDilihat dari permukaan air laut gan Propinsi Jawa Tengah. Adapun wilayah letak ketinggian Kabupaten Pacitan tidak administrasi terdiri dari 12 Kecamatan, 5 sama. Kecamatan Pacitan dan Kebonagung 12 Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
berada pada 0 - 7 m, Kecamatan Donorojo pada 338 m, Kecamatan Punung pada 229 m, Kecamatan Pringkuku pada 357 m, Kecamatan Arjosari pada 26 m, Kecamatan Nawangan pada 668 m, Kecamatan Bandar pada 964 m, Kecamatan Tegalombo pada 194 m, Kecamatan Tulakan pada 334 m, Kecamatan Ngadirojo pada 10 m, dan Kecamatan Sudimoro terletak pada 9 m. Keadaan daerah Kabupaten Pacitan di bagian selatan pada umumnya berupa batu kapur dan lebih rendah dibanding-
kan dengan bagian utara.Sedangkan bagian utara lebih tinggi berupa tanah mengandung potensi bahan galian mineral, yang di dalamnya mengandung bahan tambang antara lain; feldspar, bentonit, batu bintang (batu kalsit), batu gipsum, phosphat, batu silikal, bijih besi, batu bara, dolomit, batu kapur, kalsit, pasir besi, kaolin, batu hias, timah hitam, mangan dan sirtu.Secara jelas kondisi relief Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar . Peta Topograi Kabupaten Pacitan berikut ini:
Gambar 4. Peta Topograi Kabupaten Pacitan Tahun 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
13
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Kawasan karst di Kabupaten Pac- Gambar 5 . Pada Peta Geologi Kabupaten itan mempunyai luas sekitar 310.982 Km2 Pacitan berikut : atau 21,9% dari seluruh luas Kabupaten Kawasan karst Pacitan Barat sePacitan. Berdasarkan penyebaran dan sifat- lanjutnya dapat dirinci menjadi beberapa sifatnya kawasan karst di Kabupaten Paci- segmen yang lebih kecil. Faktor yang tan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu mempengaruhi hal tersebut di antaranya kawasan karst Pacitan Barat dan kawasan adalah morfologi, litologi, stratigrai, strukkarst Pacitan Timur. Kawasan Karst Paci- tur geologi, tektonik dan sejarah geologi tan meliputi beberapa kecamatan terletak di yang dialaminya. Kawasan karst Pacitan bagian selatan, yaitu Kecamatan Donorojo, Barat masing-masing adalah segmen Karst Punung, Pringkuku, Kebonagung, Tulakan, Pringkuku-Donorojo (Dadapan-Widoro), Sudimoro, dan Ngadirojo, dengan luas ka- Karst Jarum, Karst Kali Bleru 1, Karst Kali wasan 310, 982km2 atau sepetiga dari luas Bleru 2, Karst Kalialang, Karst Ketol, dan wilayah Kabupaten Pacitan. Tabel berikut Karst Gondang. Luas seluruh Kawasan ini menunjukkan luas kawasan karst di Ka- Karst Pacitan Barat mencapai 218,678 bupaten Pacitan. km2. Tabel. Luas Kawasan Karst di Kabupaten Pacitan. NO.
SEG M EN K ARST
LU A S (K m 2 )
K A W A S A N K A R S T P A C IT A N B A R A T 1
S e g m e n K a rs t P rin g k u k u - D o n o ro jo
2 1 4,80 0
2
S e g m e n K a rs t J a ru m
1 ,1 6 2
3
S e g m e n K a rs t K a li B l e ru 1
0 ,1 3 1
4
S e g m e n K a rs t K a li B l e ru 2
0 ,0 4 9
5
S e g m e n K a rs t K a lia l a n g
0 ,8 0 0
6
S e g m e n K a rs t K e to l
0 ,3 3 2
7
S e g m e n K a rs t G o n d a n g
1 ,4 0 4 J u m la h
2 1 8,67 8
K A W A S A N K A R S T P A C IT A N T IM U R 8
S e g m e n K a rs t S a n g g a
1 1 ,9 7 0
9
S e g m e n K a rs t T u la k a n
1 2 ,8 5 0
10
S e g m e n K a rs t K o r ip a n
2 8 ,9 0 0
11
S e g m e n K a rs t S u d im o ro
2 6 ,8 5 0
12
S e g m e n K a rs t K a ra n g tu ri
1 0 ,4 1 0
13
S e g m e n K a rs t K a lim a ja
1 ,3 2 4 J u m la h J u m l a h S e lu ru h n y a
9 2 ,3 0 4 3 1 0,98 2
Kawasan karst Kabupaten Paci- Kawasan karst bagian barat Kabupaten tan diklasiikasikan menjadi dua kelompok Pacitan merupakan gabungan dari tiga kebesar berdasarkan penyebaran dan sifat- camatan yaitu Kecamatan Donorojo, Kecasifatnya. Batas antara keduanya adalah Te- matan Punung, dan Kecamatan Pringkuku. luk Pacitan. Pembagian wilayah kawasan Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia karst Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Skala 1:25.000 Tahun 2001 lembar 14 Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Gambar 5. Peta Geologi Kabupaten Pacitan Tahun 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
15
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
1407–642 Kalak, lembar 1407–644 Giriwoyo, dan lembar Pacitan 1507-431 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), letak daerah penelitian 7° 48′ 18″ LS – 8° 7′ 49″ LS dan 110° 20′ 03″ BT – 111° 46′ 03″ BT. Dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 345,84 Km2. Adapun batasbatas administrasi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Baturetno (Kab. Wonogiri) 2. Sebelah Timur : Kecamatan Pacitan 3. Sebelah Selatan : Samudera Hindia 4. Sebelah Barat : Kecamatan Paranggupito (Kab. Wonogiri) Pembagian wilayah administrasi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 6 . Pada Peta Administrasi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan. A. Geologi Karst Pembahasan geologi kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan tidak hanya difokuskan pada batuan karbonat saja, tetapi juga geologi batuan-dasar dan batuan-penutup yang menutupi satuan batu gamping yang tersingkap. Aspek geologi meliputi geomorfologi, stratigrai dan struktur. Berdasarkan data dari (Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung dengan BAPPEDA Kabupaten Pacitan, 2001: 11-41) sebagai berikut: 1. Geomorfologi Secara isiograi dan geologi, daerah kawasan karst Pacitan Barat di Kabupaten Pacitan,Jawa Timur, terletak di jalur pegunungan selatan Jawa yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Stratigrainya yang sangat khas, berupa runtunan batugamping Neogen yang dialasi secara tidak selaras oleh himpunan batuan gunungapi, klastika asal-gunungapi, dan batuan terobosan yang berumur Paleogen. Kawasan karst yang berkembang di bagian selatan Kabupaten Pacitan merupakan 16
suatu rangkaian bentang alam yang sangat luas yang berkembang pada batu gamping berumur Neogen. Bukit-bukit tunggal batu gamping atau rangkaiannya yang membentuk pematang perbukitan ini, kumpulan bagian selatannya dibatasi langsung oleh Samudera Hindia. Dari Teluk Pacitan ke arah barat, kawasan batu gamping karst ini dapat dirunut hingga parangtritis di selatan Yogyakarta. Batas wilayahnya dapat dilihat pada Gambar 7. Citra Iconos Kawasan Karst Gunungsewu. Daerah penelitian mengambil luasan Formasi Wonosari yang berada di kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan. Formasi Wonosari mempunyai karakteristik litologi yang terdiri dari batu gamping terumbu, batu gamping berlapis dan batu gamping konglomeratan;bersisipan batu gamping pasiran dan nampal. a. Batu gamping terumbu berwarna putih kekuningan hingga kelabu muda, kompak, pejal, keras, berstruktur lapies (karren) dan banyak mengandung fosil serta lensa kalsit. Singkapannya membentuk bukit-bukit tunggal berbangun kerucut atau berpuncakcembung setinggi antar 25-50 m, berderet membentuk pematang perbukitan; b. Batu gamping berlapis berwarna coklat muda, kompak, berfosil dan di beberapa tempat tersingkap di sekitar inti terumbu. Umumya berbutir sedang hingga kasar, dengan tebal antara 2-3 m; c. Batu gamping konglomeratan berwarna coklat muda hingga coklat kekuningan, disusun oleh komponen batu gamping berukuran 5-10 cm yang membundar tanggungmembundar. Umumnya dijumpai di sekitar lereng terumbu, dan merupakan endapan halus hasil hancuran terumbu batu gamping. Tebalnya beragam, antara 1-3 m; d. Batu gamping pasiran berwarna coklat, berlapis baik, berbutir sedang-sangat kasar; setempat mengandung kepingan batupasir, batulempung dan batu gamping tufan. Sebagai sisipan di dalam batu gamping berlapis tebalnya berkisar antara 2-3 m;
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Gambar 6. Peta Administrasi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur Tahun 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
17
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Gambar 7. Citra IconosKawasan Karst Gunungsewu Tahun 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
18
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
e. Nampal berwarna coklat muda hingga putih kotor atau putih kehijauan, menyapih, banyak mengandung fosil dan merupakan sisipan di dalam batu gamping berlapis. Tebalnya berkisar antara 10-30 cm; f. Kandungan fosil, umur dan tafsiran lingkungan pengendapan yaitu satuan ini mengandung Lepidocylina sp.,Marginophora vertebralis Quoi & Gaimard, Eorupertia sp., Quinquelocullina sp., Cassidulina sp., Brizalina sp. Dan Planorbulina sp., selain itu koral dan ganggang. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, dan terbentuk di lingkungan laut dangkal; g. Tebal seluruh satuan tidak kurang dari 300 m; h. Hubungan stratigrai yaitu sisipan batu gamping tufan berlapis yang berkembang di bagian bahwa Formasi Wonosari, yang semakin ke atas dikuasai sepenuhnya oleh fasies terumbu, menunjukkan jika ke arah lateral satuan ini menjemari dengan Formasi Oyo. Meskipun posisi stratigrai Formasi Oyo sedikit lebih rendah dibanding Formasi Wonosari, hubungan menjemari tersebut teramati di banyak tempat. PersebaranFormasi Wonosari menyusun sebagian besar kawasan bagian barat Kabupaten Pacitan, yang lebih dulu dikenal dengan bagian paling timur dari Kawasan Karst Gunung Sewu. Di daerah Tulakan sebenarnya dikendalikan oleh stuktur geologi yang mempengaruhi bentuk morfologi batuan-dasar. Di selatan Tulakan, singkapan Formasi Wonosari yang dialasi oleh batuan Oligo-Miosen fasies turbidit.Daerah Karst Formasi Wonosari membentang melalui tiga wilayah propinsi (Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur).Perbukitan ini dikenal Karst Gunungsewu, sementara literatur dan peta-peta lama menyebutnya sebagai ”Puntuk Sewu” (Puntuk=Bukit;sewu=seribu). Singkapan batu gamping yang dikuasai oleh ribuan bukit batu gamping berbangun kerucut ini membentuk bentangan sepanjang 100 km,
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
dengan lebar rata-rata 40 km. Gambar . Di bawah ini merupakan bukit kerucut salah satunya di lokasi Sungai Kladen.
Gambar. Gejala Eksokarst, Berupa Bukitbukit Kerucut. Lokasi Sungai Kladen.(Dokumen Pribadi, Foto Bulan Pebruari 2011) Secara morfologi, batu gamping klastik tufan dan batu gamping terumbu yang menyusun segmen-segmen karst di daerah Kabupaten Pacitan keduanya memberikan kenampakan bentang alam karst yang hampir sama. Tetapi meskipun demikian, proses karstiikasi batu gamping klastik tufan Formasi Oyo lebih banyak membentuk gejala minor-karst seperti lapies atau karren. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh sifat batu gampingnya yang nisbi lebih lunak sehingga dengan mudah air terjun akan melarutkan permukaan batu gamping. Sedang batu gamping fasies terumbu Formasi Wonosari yang sifatnya lebih kompak dan
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
19
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
keras akan menghasilkan bentang alam karst yang lebih nyata (major-karst), dalam bentuk ekso- dan endokarst. Bentang alam luar- batu gamping terumbu ini akan dicirikan dan dikuasai oleh bukit-bukit tunggal dan rangkaian pematang perbukitan. Kelurusan pematang bukit batu gamping ke arah tertentu ditafsirkan berkaitan dengan struktur geologi (sesar). Gejala karstiikasi yang umumnya berkaitan dengan proses pelarutan oleh air menyebabkan sungai memiliki peran penting didalam mengukir bentang alam karst. Berdasarkan keadaannya, sungai di kawasan karst bagian baratKabupaten Pacitan dibedakan menjadi : a. Sungai permukaan berpola meranting yang arah alirannya dipengaruhi oleh kedudukan lapisan atau kekar, sebelum akhirnya masuk ke dalam tanah melalui sistem rucutan yang ada. Sungai jenis ini lebih banyak berkembang pada batu gamping fasies klastik (misalnya di daerah Donorojo, Punung, dan Pringkuku); b. Sungai bawah tanah yang mengalir melalui sistem lorong gua atau saluran bawah tanah yang rumit, dan lebih banyak berkembang pada batu gamping fasies terumbu (misal segmen karst Pringkuku, Donorojo bagian selatan, dan daerah hulu Sungai Pagutan). Meskipun seluruh kawasan batu gamping di Kabupaten Pacitan ini menampakkan morfologi karst (kecuali satuan batu gamping tua), bentang alam tersebut dapat dirinci lagi menjadi tiga satuan, yaitu : a. Satuan morfologi karst dengan pola aliran meranting di permukaan; b. Satuan morfologi karst plato; c. Satuan morfologi karst dengan pola aliran bawah-permukaan. Batas masing-masing satuan tersebut bersifat samar dan interpretatif. Batas antara satuan morfologi karst yang memiliki sungai permukaan berpola meranting dengan satuan berpola aliran bawah-permukaan ditarik melalui titik-titik lubang20
lari, gua dan ponora yang ada, dimana sungai permukaan terakhir berubah menjadi sungai bawah tanah. Gejala ini nampak jelas di daerah antara Pringkuku dan Donorojo, yang sempat juga menampakkan satuan morofologi sisa plato. 2. Stratigrai Daerah Kawasan Karst Pacitan barat di Kabupaten Pacitan,Jawa Timur sratigrainya sangat khas, berupa runtunan batugamping Neogen yang dialasi secara tidak selaras oleh himpunan batuan gunungapi, klastika asal-gunungapi, dan batuan terobosan yang berumur Paleogen (Oligo Akhir hingga permulaanMiosen). Pada literatur lama, batuan yang mengalasi batu gamping ini dinamakan Formasi Andesit Tua (FAT). Nama-nama satuan stratigrai setingkat formasi yang korelatif dengan FAT antaraKebo-Butak, Semilir, Nglanggran, Sambipitu, Besole, Jaten, Wuni, Nampol atau Mandalika dan Arjosari. Di beberapa tempat di Jawa Bagian Selatan, runtunan paling atas dari FAT sering berupa batu gamping berbutir halus yang berwarna biru kehitaman. Warna itu disebabkan oleh melimpahnya lapisan tipis atau nodul karbon. Samodra menamakannya satuan batugamping tua. Kedua satuan batu gamping yang mempunyai fasies berbeda itu berumur Neogen Akhir (Miosen Tengah-Plistosen). Meskipun demikian, secara regional satuan batu gamping klastik yang berfasies tufan (Formasi Oyo) mempunyai posisi stratigrai yang lebih rendah dibanding satuan batu gamping fasies terumbu (Formasi Wonosari). Baik Formasi Oyo maupun Formasi Wonosari keduanya dialasi oleh himpunan sedimen klastik dan batuan gunungapi berumur Miosen Tengah, yang dikenal dengan Formasi Jaten, Formasi Wuni dan Formasi Nampol. Setempat, di daerah Kalipucung yang dipotong oleh Sungai Baksoka, dijumpai endapan sungai
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
purba berumur Kuarter yang banyak mengandung artefak dan kepingan fosil tulang vertebrata. 3. Struktur Geologi Struktur kekar dan sesar di daerah batu gamping agak sulit dilacak karena sifat batuannya yang mudah larut. Kekar-kekar terbuka akan segera diisi oleh endapanulang kalsium karbonat, sehingga yang ditemukan di lapangan adalah tonjolantonjolan kecil yang lurus memanjang ke arah tertentu dan membentuk pola. Sesar di Pacitan Barat umumnya berjurus baratlauttenggara dan timur-baratdaya; setempat utara-selatan dan barat-timur. Pola sesar regional ini dipercaya merupakan sesarsesar kedalaman (deep-seated faults) yang memotong lapisan kerak bumi.
tanah di kawasan karst bagian barat KabupatenPacitansebagian besar didominasi oleh Assosiasi Litosol dan Mediteran Merah (batuan vulkan dan endapan bukit lipatan).Termasuk jenis tanah yang kurang bisa mempertahankan air tanah, mudah longsor umumnya tandus dengan produktiitas rendah danberwarna coklat kemerahan atau coklat kehitaman yang dikenal sebagai tanah terra-rossa. Lebih lanjut, kondisi tanah dikawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada Gambar 10 .Peta Jenis TanahKabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur . C. Hidrologi Karst Kajian hidrologi secara umum pasti tidak akan pernah lepas dari siklus
Tabel. Perincian Luas Jenis Tanah di Kabupaten Pacitan (Ha). J e n is T a n a h
Ha
%
4 .6 2 9
4,7 1
L it o s o l C a m p u ra n B a tu a n T u f
5 8.08 7
5 9 ,1 4
K o m p le k L a to s o l C o k la t K e m e ra h a n
3 1.52 9
3 2 ,1 0
3 .9 6 9
4,0 5
9 8.21 4
1 00
No 1
A s s o s ia s i L ito so l d a n M e d it e ra n M e r a h
2 3 4
A lu v ia l K e la b u Ju m lah
Lebih lanjut, kondisi geologi kawasan hidrologi, yaitu peredaran air di bumi baik karst bagian barat Kabupaten Pacitan da- itu di atmosfer, di permukaan bumi dan pat dilihat pada Gambar 9. Peta Geologi di bawah permukaan bumi. Selama siklus Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten tersebut, air dapat berubah wujudnya yaitu Pacitan Propinsi Jawa Timur. padat, cair maupun gas tergantung dari B. Kondisi Tanah Karst kondisi lingkungan siklus hidrologi. JumJenis tanah di Kabupaten Pacitan terbagi lah air dalam siklus hidrologi selalu tetap menjadi empat lokasi yang terdiri dari, di dan hanya berubah distribusinya saja dari bagian selatan dijumpai tanah Assosiasi waktu ke waktu akibat adanya pengaruh Litosol dan Mediteran Merah dengan luas dari faktor tertentu. Siklus hidrologi sewilayah sebesar 4.629 ha. Pada bagian ten- cara umum disajikan pada Gambar. Seperti gah terdapat jenis tanah Komplek Latosol disebutkan diatas, karena sifatnya, fokus Coklat Kemerahan seluas 31.529 ha. Pada dari hidrologi karst adalah bukan pada air bagian utara terdapat jenis tanah Litosol permukaan tetapi pada air yang tersimpan Campuran Batuan Tuf seluas 58.087 ha, di bawah tanah/di bawah permukaan bumi dan di Bagian tengah agak selatan dijumpai pada sistem-sistem drainase bawah permutanah Aluvial Kelabu seluas 3.969 ha. kaan karst. Untuk lebih jelasnya, Gambar. Tabel menunjukkan kondisi jenis Mengilustrasikan drainase bawah permutanah Kabupaten Pacitan, sedangkan jenis kaan bumi yang sangat dominan di daerah 21 Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Gambar 9. Peta Geologi Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur Tahun 2011
karst.
22
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Gambar . Siklus Hidrologi (Sumber: www.ecn.purdue/edu/.../gishyd.html
Gambar. Drainase bawah permukaan di daerah karst (Sumber:http://www.eccentrix. com/members/hydrogeologie/hidrogeol/karst.gif)
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
23
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
Dari Gambar .Memperlihatkan bahwa karena sifat batuan karbonat yang mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air, maka sistem drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem drainase bawah permukaan. Sebagai contoh adalah sistem perguaan yang kadang-kadang berair dan dikenal sebagai sungai bawah tanah. Selanjutnya, dalam bahasan ini akan lebih banyak dideskripsikan hidrologi karst bawah permukaan yang selanjutnya akan kita sebut sebagai airtanah karst. Secara deinitif, air pada sungai bawah tanah di daerah karst boleh disebut sebagai air tanah,dimanaair tanah merupakan air yang mengisi celah atau pori-pori/rongga antar batuan dan bersifat dinamis. Sedangkan, air bawah tanah karst juga merupakan air yang mengisi batuan/percelahan yang banyak terdapat pada kawasan ini, walaupun karakteristiknya sangat berbeda dibandingkan dengan karakteristik airtanah pada kawasan lain. Proses karstiikasi pada batu gamping yang membentuk gejala eksodan endokarst lebih banyak dipengaruhi oleh kehadiran air (hujan), terutama yang mengandung CO2 tinggi. Air hujan yang jatuh di atas permukaan batugamping sebagian akan mengalir sebagai air larian (surface run-off) dan sisanya masuk ke dalam lapisan batuan melalui sistem percelah-retakan dan perguaan yang ada. Daerah di sebelah utara kawasan karst bagian barat Kabupaten Pacitan yang berketinggian rata-rata 450 m di atas muka air laut merupakan tinggian batuan-batuan dasar karst yang bertindak sebagai pemisah air (watershed). Tinggian pemisah air tersebut membatasi daerah tangkapan air bagian utara dengan daerah aliran sungai di selatan. Sungai-sungai di daerah aliran sungai utara yang mengalir pada batuan bukankarst merupakan sistem sungai meranting yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah aliran sungai selatan yang disusun oleh 24
batu gamping, sungai-sungai permukaan yang ada yang sebagian berhulu di daerah bukan karst setelah mencapai daerah batu gamping terumbu akan masuk ke dalam tanah melalui sitem rucutan (sink) yang ada. Hal tersebut menggambarkan aliran sungai permukaan meranting yang berhulu di sekitar Pringkuku sebelum berubah menjadi sungai bawahtanah masuk ke dalam lapisan batugamping kemudian keluar di bukit berdekatan Pantai Srau. Satu-satunya sungai yang berhasil memotong seluruh permukaan Karst Pacitan Barat adalah Sungai Kladen. Keberhasilan sungai tersebut mengalir di permukaan batu gamping dipengaruhi sesar. Di bagian utara, sungaisungai permukaan berpola meranting ke selatan atau baratdaya akhirnya berbuah menjadi sungai bawahtanah. Bagian selatan yang litologinya oleh batugamping fasies terumbu tidak dijumpai sungai permukaan karena air bergerak dan mengalir melalui sistem gua bawah tanah. Jika air yang mengalir di dalam batuan bukan-karst bergerak melalui ruang antar-butir, maka di daerah karst air yang sama akan bergerak melalui sistem retakan, celah dan saluran untuk selanjutnya mengalir secara turbulensi (berputar). Dalam hal ini batugamping dianggap sebagai media yang bersifat heterogen. Perilaku air yang demikian ini sering membentuk sistem hidrologi yang rumit, karena air tanah tidak hanya terapung dalam bentuk lapisan akuifer tetapi juga terdapat di dalam sistem perguaan atau lorong bawah tanah. Di daerah karst batu gamping dapat dianggap sebagai pengatur (regulator) yang mempertahankan jumlah air yang masuk (input) dan air yang keluar (output). Oleh karenanya pembongkaran sebagian atau seluruhnya permukaan batu gamping akan berpengaruh pada sistem simpanan, sehingga neraca airnyapun menjadi terganggu. Di suatu kawasan karst, aliran air perkolasi bergerak dengan kecepatan be-
Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
The Development Of Karst Area Ecotourism Object Potency
Hendrik Boby Hertanto, Ari Handono Ramelan, dan MTh.Sri Budiastuti
ragam, tergantung pada derajat karstiikasi dan keadaan jaringan sistem percelahretakan yang ada. Di bawah permukaan tanah, pada jalur epirokarstik, dapat terbentuk tempat penampungan air sementara (temporary water stroge). Tampungan itu terdiri dari jaringan celah atau retakan yang cukup luas, dan saluran. Pada musim hujan jalur epikarstik mendapat imbuhan air melalui saluran yang ada, sedang pada musim kemarau jalur tersebut menambah saluran dengan air perkolasi.Keadaan tersebut seakan-akan menangguhkan aliran air perkolasi (postponed percolation), sehingga air pada saat hujan lebat jalur epikarstik mengalami banjir. Kecepatan air pada saluran-saluran semakin besar ke arah hilir, air terdesak masuk ke dalam akuifer epikarstik. Air yang terdesak itu mula-mula terjadi di bagian yang paling deras arusnya. Secara perlahan selanjutnya terjadi perpindahan ke arah hulu. Di bagian kedalaman lapisan batu gamping karst, baik pada jalur jenuh, jalur freatik, maupun jalur penuh-air (waterlogged karst), juga terdapat akuifer yang disusun oleh jaringan percelah-rekahan-guaan yang saling berhubungan dan dipenuhi oleh air sepanjang tahun. Jalur ini juga merupakan subsistem tersendiri, yang memiliki aliran lambat (deep phreatic zone) dan aliran cepat di dekat saluran-utama (epiphreatic zone). Keberadaan subsistem ini penting untuk menentukan sifat aliran air dan pola pengaliran suatu kawasan karst. Selain itu menjadi faktor penentu sistem hidrologi karst yang heterogen dalam ruang dan waktu geologi.
dengan proil potensi obyek ekowisata sebagai berikut : 1. Pantai Srau Pantai Srau terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku adalah pantai yang membentang luas dengan pemandangan yang indah dimana ombak yang ada cukup besar. Jarak Pantai Srau dengan Kota Pacitan adalah 23 km kearah barat.Pantai Srau juga merupakan pantai bertipe pantai landai berpasir putih diselangi oleh sebuah tanjung kecil, sehingga kawasan pantai terbagi menjadi bagian timur dan bagian barat. Segmen pantai di bagian timur dilatarbelakangi oleh bukit-bukit batugamping. Batuannya dipetakan sebagai Formasi Wonosari, yang banyak mengandung koral, foramanifera, moluska, dan biota laut lainnya. Binatang dan tumbuhan (misalnya ganggang) biasanya hidup antara 15-10 juta tahun lalu, dan terawetkan di dalam batuan dalam bentuk fosil. Meskipun tidak tampak jelas, tanjung kecil di Pantai Srau memperlihatkan morfologi undak-pantai. Bagian bawah tebing tanjung terkikis oleh ombak, membentuk ceruk abrasi. Di beberapa bagian tebing pantai terdapat beberapa ceruk setinggi sekitar 1 m di atas permukaan laut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Potensi Obyek Ekowisata Kawasan Karst Bagian Barat Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur memiliki 10 obyek ekowisata yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Donorojo, Kecamatan Punung, dan Kecamatan Pringkuku Jurnal EKOSAINS | Vol. III | No. 2 | Juli 2011
25