I'~~~~
4A~
fsrpr SIMPOSIUM IX
T
~I'(
~":,/:tgd~:ur~o n lingg!
t((/
fS'"
~
I Prosiding SIMPOSIUM IX
i. Halaman Judul
\.
Tran~port
Policy Transportation, Land Use and £nvironment 3. Planning & Operation 4 Transport Modelling Public and Freight Transport 5. Economic, Institution and Regulation 6, Traffic Management 1. Traffic Engineering 8. Traffic Safety 9. Road Materials 10. Highway Dl!sign & Management It. Highway Engineering 2.
nt
tot
Jumal Malralah
20, KONSEP KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI BAAANG ANTAR MODA TERPADU - Ir, Sof~an M. Saleh, MSc, Eng - Prof, Ir, Ofyar Z, Tamin, MSc(Eng) 21. ANALlSIS OPERASIONAl WAKTU SINYAl LAMPU LAlU LlNTAS PADA TEMPAT PENYEBERANGAN PEJALAN KAKI DI RUAS JALAN PAHLAWAN KOTA MADIUN - Endah Supriyani 22, APLlKASI KOORDINASI SIMPANG BERLAMPU DENGAN PROGRAM TRANSYT 12 STUDI KASUS JALAN R.E. MARTADINATA - Vinny Assatry - Sofyan Triana, ST., MT - Herman Ir" MT 23. MODEL STOKASTIK UNTUK PEMBEBANAN LALU LlNTAS BANYAK RUTE DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PERBEDAAN PERSEPSI BIAYA PERJALANAN -
R, Didin Kusdian Prof, Ir, Ofyar Z, Tamin, MSc(Eng), PhD Prof, Dr, Ir, Agus Salim Rid",an, MSc, Ir, Ade Syafruddin, MSc,phD
24, VALlDASI PERSAMAAN KORELASI ANTARA NILAI INTERNATIONAL ROUGHNESS INDEX (IRI) DENGAN NILA! KERUSAKAN (NK) JALAN (STUDI KASUS JALAN TOl SURABAYA-GEMPOl) - Anak Agung Gde Kartika, ST" M, Sc, - Hera Widyastuti, Ir" MT
KONSEP KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG
ANTARMODATERPADU
Jr. SofYan M. Saleh, MSe.Eng Jurusan Teknik Sipil Fakul/as Teknik Unsyiah JI.SyehAbdurraufNo. 7 Darussalam Banda Aceh Telp: (0651) 7401004, Safyan
[email protected]
Prof. Dr. Ir. OfYar Z. Tamin, MSc(Eng) Guru Besar Prodi Teknik Sipil dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana ITB JI. Ganesha No. 10 Bandung (P): (022) 2502350
[email protected]
Abstrak Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap transportasi barang dalam sistem transportasi di Indonesia, menyebabkan harga barang yang sangat bervariasi dari tingkat produsen hingga ke tingkat konsumen. Hal ini teJjadi mengingat luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sceara geografis terbentang dari Sabang hingga Merauke dengan 13.000 lebib pulau yang berpenduduk hampir 230 juta jiwa. Harga barang sangat dipengaruhi oleh biaya transportasi, bail< saat bergerak maupun saat perpindahan dari satu moda ke moda lainnya. Untuk mengantisipasi masalah ini diperlukan pemikiran terhadap elisiensi dalam pergerakan barang, terutama menekan biaya transportasi sekeeil mungkin. Pergerakan barang bila tidak diatur dengan baik melalui suatu kebijakan sistem transportasi yang terintegrasi antar moda akan menjadi masalah dalam penanganan transportasi, baik lokal, regional, maupun nasional. Untuk maksud tersebut diperlukan suatu konsep kebijakan integarsi antar moda agar biaya transportasi bisa ditekan. Kebijakan sistem transportasi barang sering dilupakan dalam aspek pengambilan keputusan, sehingga perlu dilakukan suatu kajian tentang integrasi antar moda dalam pergerakan barang yang didasarkan pada ketersediaan prasarana dan sarana untuk kemudian diharapkan dapat mempengaruhi pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan sistem transportasi barang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji rumusan dan konsep sistem transportasi barang antar moda terpadu berdasarkan besarnya potensi pergerakan barang, estimasi kebutnhan transportasinya dan optimasi perencanaan jaringan transportasi barang di Indonesia. Hasil rumusan dan konsep ini dibarapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian tentang upaya untuk meminimumkan biaya transportasi terutarna biaya transit dan memaksimumkan waktu pelayanan, keamanan, dan kepastian tiba di tujuan melalui pergerakan Antar-moda terpadu (Integrated Intennodal), sehingga dapat menjadi altematif pilihan bagi pengirim dan penerima barang agar tidak lagi dibebani oleh kompleksitas yang dihadapi dalam menangani pengiriman barang. Kala-kala KUDei: Konsep Kebijakan, Sis/em Transpor/asi Barang, An/ar-modaTerpadu,
I. PENDABULUAN
1.1 Latar belakang Permasalahan Letak geografis dan jumlah penduduk yang tinggi di Indonesia menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat juga meningkat serta diikuti oleh berkembangnya kawasan industri bam dan kawasan pengembangan produksi hampir disetiap propinsi, bahkan sampai ke kabupaten/kota. Hal ini selayaknya diikuti oleh pengembangan jaringan transportasi yang memadai, namun kenyataannya dengan segala keterbatasan dana pemerintah, hal tersebut belum bisa dipenuhi. Pergerakan barang akan semakin lancar jika diikuti dengan adanya rencana peningkatan fungsi dan kapasitas jalan raya termasuk penambahan mas jalan tol, beberapa bandara, pelabuhan laut, serta pembangunan double track jalan reI (khususnya di pulau Jawa dan Sumatera), sehingga memudahkan akses pergerakan termasuk logistik. Hal ini diperlukan mengingat besamya tantangan dalam transportasi barang baik dari dalam negeri karena luasnya wilayab Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun tantangan di kawasan regional dan global. Hampir 83% pergerakan barang di Indonesia terjadi di pulau Jawa, 10% di pulau Sumatera, dan sisanya terdistribusi di bagian timur kepulauan Indonesia Dari total pergerakan tersebut 90% pergerakan barang dilakukan dengan morla darat Galan raya), 7% dengan morla laut, dan 1
Simposlum IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006
sisanya dengan moda lain (kereta api, pesawat terbang dan angkutan sungai dan penyeberangan (survey O-D Nasional200l). Berubahnya paradigma dalam sistem pemerintahan Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi, hampir semua kabupaten/kota dengan kewenangan yang besar membuat kebijakan sendiri-sendiri dalam membangun infrastruktur transportasi tanpa suatu kajian yang rnatang tentang kebutuhan dirnasa depan. Hal ini terjadi sejak diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahoo 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan sistem transportasi pada era otonomi daerah ini sering dieksploitasi dengan pembangunan prasarana transportasi oleh masing-masing kabupaten/kota tanpa mempertimbangkan besamya potensi pergerakan yang terjadi. Untuk maksud tersebut, perlu dianalisis pola pergerakan barang antar wilayah/antar pulau dengan sistem transportasi antar mOda terpadu dan sinergi dengan surplus and permintaan pada masing-masing wilayah. Kompetisi antara satu moda dengan mOda lainnya cenderung membuat suatu sistem transportasi yang terpisah pisah dan tidak terintegrasi. Masing-masing mOda memperlihatkan dan mementingkan keootungan sendiri baik dalam bentuk biaya, pelayanan, kehandalan dan keamanan. Perusahaan pengangkutan berusaha ootuk mempertahankan bisnisnya dengan memaksimumkan jalur pelayanannya yang ada dalam kontrolnya. Semua mOda menoojukkan bahwa mOda lain sebagai pesaing dan memandangnya dengan kecurigaan dan saling tidak percaya. Kurangnya keterpaduan antar mOda juga ditekankan oleh kebijakan publik yang telah menghalangi frekuensi perusahaan-perusahaan dari mOda lain ootuk mengembangkan diri, atau lebih mau menempatkan suatu mOda dibawah kontrol pemerintah (BUMN). Penggunaan beberapa moda transportasi sudah sering terjadi sebagai pembawa barang dari produsen kepada konsumen. Ketika beberapa moda digunakan sekaligus dalam pengangkutan barang dari asal ke tujuan (point to point network), walaupoo antar-moda dimoogkinkan, disebut sebagai jaringan transportasi multi-moda, sementara sistem jaringan dua atau lebih moda transportasi dengan pemberlakuan satu tarif disebut jaringan transportasi antar-moda terpadu (Comtois dan Rodrigue, 2006). Sistem transportasi barang antar mOda terpadu merupakan sistem yang bertujuan ootuk melayani perdagangan dengan memberikan atau menawarkan kemudahan dalam menangani proses pengiriman barang. Kemudahan tersebut diarahkan kepada pengirim dan penetima barang untuk tidak lagi dibebani oleh kompleksitas yang dihadapi dalam menangani sendiri seluruh atau sebagian dari proses pengiriman barang tersebut (famin, 2000) Estimasi model kebutuhan transportasi barang tidak lepas dari besamya potensi pergerakan barang yang akan diangkut dengan moda yang tepat dan rute yang sesuai. Dalam konsep kajian ini akan dirumuskan suatu kebijakan sistem transportasi barang antar mOda terpadu melalui analisis keputusan yang paling tepat dari beberapa analisis pengambilan keputusan yang tersedia baik dalam situasi kepastian, situasi ketidak pastian, situasi beresiko, dan dengan analisis multi keriteria (AMK).
1.2
Ruang Lingkup dan Batasan kajian
Ruang lingkup wilayah kajian yang diusulkan ootuk kegiatan penelitian yang akan dilakukan dapat dikelompokkan menjadi;
a Menginventarisasi besamya pergerakan barang serta ketersediaan jaringan dan rencana pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah kajian, b. Melakukan kajian penentuan kebutuhan pergerakan barang pada tahoo dasar dan tahoo rencana dengan pemodelan transportasi empat tahap atau model simultan. 2
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawljaya Malang, 17-18 November 2006
c. Melakukan analisis kebijakan sistem transportasi barang antar moda dan proses perangkingan melalui metode pengambilan keputusan. Batasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini dititikberatkan untuk pergerakan barang pada koridor pulau Jawa dan Sumatera, karena hampir 93% dari total pergerakan barang di Indoesaia teIjadi di kedua pulau ini, dengan membedakan jenis moda, jenis komoditi dan ketersediaan prasarana. a. Jenis moda dalam kasus ini adalah moda darat (Truk dan Kereta Api), moda laut (termasuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan), dan moda udara, b. Jenis komoditi dalam kasus ini hanya dibedakan ke dalam 4 kelompok yakni; 1. General cargo, termasuk di dalamnya: beras dan gandum dalam karung, barang elektronik, bahan pangan, kayu gelondongan, kayu olahan, semen, pupuk, semua barang dalam kemasan, dengan satuan Metrik Ton. 2. Curah kering (dry bulk), termasuk di dalamnya: batubara, clinker, dengan satuan Metrik Ton. 3. Curah cair (liquid bulk), termasuk di dalamnya: BBM, kerosin, CPO, bahan kimia cair, dengan satuan Metrik Ton. 4. Lain-lain, merupakan jenis barang yang tidak diklasifikasikan atau tidak mempunyai informasi data yang diperlukan, dengan satuan Metrik Ton. c. Untuk keperluan analisis pada kondisi dasar (tanpa skenario pengembangan jaringan) ditetapkan sebagai kondisi do nothing, sedangkan dengan melakukan skenario pengembanganjaringan (do something).
1.3
Asumsi-asumsi yang digunakan
Ada beberapa asumsi yang ditetapkan dalam melakukan penelitian ini, diataranya:
a. Sistem Transportasi Nasional (SISlRANAS) menjadi acuan yang akan dirujuk untuk mengembangkan model perencanaan transportasi b. O-D nasiona12001 (2006 jika sudah ada) akan menjadi acuan sebagai dasar untuk prediksi besarnya potensi pergerakan dirnasa yang akan datang, kemungkinan ditambah dengan data sekunder dari masing-masing propinsi dalam angka untuk validasi. c. Stakeholders merupakan lembaga, baik pemerintahan, shippers dan carriers serta Lembaga Profesi yang berkepentingan dengan penye1enggaraan transportasi barang.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kebijakan sistem transportasi barang antar moda terpadu berdasarkan besamya potensi pergerakan barang, estimasi kebutuhan transportasi dan optimasi perencanaan jaringan transportasi barang di Indonesia.
II.
KAJIAN PUSTAKA
Berikut ini akan disampaikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Diataranya tentang definisi kebijakan, metode perencanaan transportasi, transportasi multi moda dan antar moda terpadu, dan pendekatan analisis keputusan.
2.1
Defmisi
Kebijakan menurut ensiklopedia wikipedia adalah suatu rencana aksi untuk mengarahkan keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatan. Sementara Kebijakan Publik adalah keputusan keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Analisis kebijakan publik bisa didefinisikan sebagai penentuan alternatif dari kebijakan publik yang marnpu memberikan jalan keluar dari 3
Slmpos/Jlm IX FSTPT, Unlversltos Brawljaya Malang, 17-18 November 2006
berbagai macam alternatif kebijakan publik dan kepemerintahan, dan yang akan paling banyak mencapai seperangkat tujuan di dalam hal hubungan antara kebijakan dan tujuan (Tangkilisan, 2003). Rodrigue et al (2006) dikutip dari Tolley and Turton (1995) mendefmisikan kebijakan sebagai suatu proses regulasi dan mengontrol ketentuan-ketentuan dan kegiatan-kegiatan transportasi. Sementara Studnicki - Gizbert (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu kesatuan azas yang mengarahkan pengambil keputusan atau peroses pemecahan masalah. Kebijakan transportasi dalam kajian ini mengacu kepada Rodrigue (2006) yaitu pengembangan dari satu set gagasan dan usuian yang dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan khusus yang berhubungan dengan pengembangan sosio-ekonomi, fungsi dan performa dari sistem transportasi. Intergrasi menurut Webster's Online Dictionary adalah menyatukan kegiatan (the act of combining) kedalam suatu kesatuan secara menyeluruh (terpadu). Dalam hal transportasi adalah menyatukan kegiatan pergerakan barang antar moda antara sepasang zona menjadi satu kesatuan. 2.2
Metode Perencanaan Kebutuhan Transportasi Barang
Untuk tujuan perencanaan masa mendatang dibutuhkan informasi besarnya pergerakan yang akan terjadi, dirnana salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memodelkan perilaku kebutuhan pergerakan yang ada. Dalam hal ini, pentingnya pengertian tentang perilaku pergerakan merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan akurasi matrik asal tujuan (MAT) yang dihasilkan. Pergerakan barang terjadi karena adanya kebutuhan disatu pihak dan surplus dipihak lain. Hal ini umumnya dilandasi atas dasar ekonomi. Oleh karena itu penerapan kaidah kaidah ekonomi dalam analisis pergerakan barang lebih sesuai karena variasi yang tidak dapat dijelaskan relatif kecil, walaupun tidak berarti hHang sama sekali. Kanafani (1983), menyatakan ada tiga pendekatan dasar dalam analisis kebutuhan transportasi barang yaitu Pendekatan Ekonomi Mikro, Pedekatan Interaksi Spasial, dan Pendekatan Ekonomi Makro 2.2.1
Pendekatan Pemodelan
Pendekatan pemodelan transportasi yang dikenal luas adalah model empat tahap (four-stage model), yang terdiri dari sub-sub model sebagai berikut; 1. Trip Generation, memperkirakan jurnlah perjalanan total yang dihasilkan (trip production)
dari dan tertarik (trip attraction) ke setiap unit wilayah analisis (biasanya disebut zona); 2. Trip Distribution, memperkirakan asal tujuan perjalanan atau distribusi jurnlah perjalanan total zona-zona menurut setia pasang zona asal-tujuan; 3. Modal Split, memperkirakan distribusi perjalanan terhadap setiap jenis moda yang tersedia pada setiap pasang zona asal-tujuan; 4. Trip Assignment, memperkirakan jurnlah perjalanan yang melalui rute-rute yang ada dalarn jaringan transportasi. Sebagai altematif dari pemodelan berurutan adalah pemodelan sirnultan yang mana keempat sub-model tersebut digabungkan menjadi satu model. Model sirnultan secara tidak langsung menampilkan keseirnbangan antara tujuan perjalanan, moda, serta rute yang tersedia dalam jaringan transportasi. Dengan model sirnultan dihasilkan perkiraan jurnlah perjalanan antara sepasang kota asal-tujuan yang menggunakan moda tertentu dan melalui rute tertentu. Model simultan banyak digunakan untuk studi transportasi antar kota (misainya; Quandt & Baumol, 1966; Mclynn & Woronka, 1969). Model sirnultan secara eksplisit memasukkan tiga sub model, yaitu model bangkitan pergerakan, model sebaran pergerakan, dan model pemilihan moda. Model tersebut memperhitungkan jurnlah perjalanan antar sepasang zona menurut 4
Simposium IX FSTPT, Universitas BraHlljaya MaJang, 17-18 November 2006
moda-moda yang ada, tetapi tidak memberikan indikasi mengenai rute yang dipilih. Pendekatan ini secara implisit berasumsi bahwa pada setiap pasang zona asal tujuan hanya tersedia satu rute untuk setiap moda. Asumsi ini cukup realistis untuk diterapkan untuk transportasi antar kota karena antara kota-kota yang letaknya relatif beJjauhan jarang tersed.ia lebih dari satu rute untuk setiap moda yang beroperasi (Sjafruddin, did<, 1998). 2.2.2
Model Transportasi Barang
Beberapa model transportasi penumpang dan barang yang sudah dikenal luas adalah model gravity dan pengembangan dari model gravity, dimana model-model ini dikategorikan kedalam pendekatan interaksi spasial. 2.2.2.1
Model Gravity (GR)
Tamin dan WiUumsen (1988), dan Tamin dan Soegondo (1989) telah mengembangkan agregat model untuk pergerakan barang yang dapat dikalibrasi dari traffic count dan data dengan biaya yang murah. Ada tiga tipe model yang telah diuji adalah model gravity (GR), model opportunity (OP), dan model gravity opportunity (GO). Selanjutnya Tamin, dkk (2005) telah melakukan kajian tentang pemodelan pergerakan transportasi barang melalui laut untuk domestik di Indonesia berdasarkan data stramindo dengan menggunakan model gravity (GR) dan gravity opportunity (GO). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model GR merupakan model terbaik untuk pergerakan barang melalui angkutan laut. 2.2.2.2
Model Simultan,
Model simultan juga merupakan pengembangan dari model gravity yang dilengkapi dengan memasukkan model distribusi moda dalam persamaannya. Formulasi model simultan ini adalah sebagai berikut; Tijrnk = K . to . g(.) . h(.) (7) Dimana; Tijrnk = jlh komoditi k yang diperoduksi di daerah i dan dikirim ke daerah j dengan menggunakan moda m K = suatu konstanta f(.) = fungsi sosioekonomi atau potensi transportasi barang = fungsi hambatan peJjalanan (general impedance) g(.) = fungsi distribusi moda (modal split). h(.) Fungsi-fungsi f(.), g(.), dan h(.) bisa sangat bervariasi tergantung dari jumlah dan jenis variabel yang dimasukkan dan bentuk persamaan matematisnya. Salah satu varian dari model simultan yang mengikuti struktur umum dari model transportasi penumpang (Quandt dan BaumoI, 1966 dalam Siafruddin, dkk. 1998) adalah sebagai berikut; T jjrnk = K Sika Djka2 Cijba3 Tijba4 Cijmas Tijma6 (8) Dimana; C = biaya transportasi dari i ke j = waktu tempuh dari i ke j T Subskripm = moda yang ditinjau Subskrip b = moda yang terbaik K, ai = parameter (i = 1,2,3,4,5, dan 6) Sebelum model digunakan perlu dilakukan kalibrasi model yang merupakan metoda estimasi parameter model yang dapat dilakukan menurut berbagai cara dan sangat tergantung pada bentuk persamaan matematisnya dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain; 5
Simposium IX FSTPT, Universitos Brawljaya MaJang. 17-18 November 2006
a. b. c. d. 2.3
data yang tersedia, variabel-variabel yang digunakan, fonnulasi matematis dari model, dan teknik kalibrasi yang digunakan. Transportasi Antar-moda dan Multi-moda
Dalam perspektif transportasi nasional, jika diinginkan terjadinya efisiensi, maka idealnya di masa datang dikembangkan jaringan transportasi multi-moda yang berkonsep kepada transportasi antar moda terpadu (Integrated Intermodal). Berbeda dengan multi-moda, integrasi antar moda (antar moda terpadu) adalah menggunakan sedikitnya dua moda yang berbeda dalam satu pergerakan dari asal ke tujuan dibawah manajemen satu besaran tarif. Multimodal Point-to-Point Network
Intermodal Integrated
""
c
"
A
Network F~<.-t:>
~"'""'~~ ~
f
B
c
'.""-"
L.(
Transshipment
$ if
f}
-1
D
D
~ ~TranSShlPment I~F
a) jaringan Transportasi Multi-moda
b) Jaringan Transportasi Antar-moda
Gambar 3.2. Transportasi Multi-moda dan Antar-moda, (Rodrigue at al, 2006) http://people.hofstra.edu/geotrans/ Gambar di atas menjelaskan bahwa, pada gambar sebelah kiri, digunakan dua moda (Jalan raya dan Kereta Api) untuk mengangkut barang dalam jaringan multi-moda point -to-point, dimana (A, B, adan C) sebagai daerah asal. dihubungkan secara terpisah ke tujuan di (D, E, dan F). Pada gambar sebelah kanan, telah dikembangkan suatu sistem transportasi antar-moda terpadu, Qimana lalu lintas menyatu pada dua titik perpindahan antar moda (pelabuhan atau statsion Kereta Api). Comtois, et al (2006) menyatakan bahwa sistem transportasi dihadapkan pada persyaratan untuk meningkatkan kapasitas dan mengurangi biaya-biaya pergerakan. Semua pihak yang menggunakan sistem transportasi (baik individu, pengusaha, institusi, pemerintah, dsb) mempunyai kepentingan dalam pergerakan barang, orang. infonnasi, dan modal karena penyediaan dari sistem distribusi, tarif, upab, lokasi, dan teknik pemasaran, sebagaimana juga biaya bahan bakar adalah dalam evolusi yang konstan dan oleh karena itu diperlukan dalam manajemen perpindahannya. Lebih lanjut Rodrigue dan Comtois (2006) menjelaskan bahwa variasi dari biaya-biaya transportasi seperti dijelaskan di bawah ini; • Freight on Board (FOB), harga barang adalah kombinasi dari biaya produksi dan biaya pengiriman dari tempat produksi sampai kepada konsumen. Konsumen membayar untuk 6
Slmposlum IX FSTPT, Unlversitos Brawljaya Mafang, 17-18 November 2006
•
•
•
• •
biaya transportasi barang, dengan konsekuensi bahwa harga dari suatu komoditi akan bervariasi sesuai dengan biaya transportasi. Cost-Insurance-Freight (CIF). Harga dari suatu barang ~ah sarna untuk semua konsumen dimana saja, dengan tidak ada variable biaya pengiriman, dengan implikasi bahwa rata-rata biaya pengiriman dimasukkan kedalarn harga dari barang tersebut. Struktur biaya CIF ini dapat diperluas sarnpai beberapa zona dengan rate yang sarna. Terminal Costs. Biaya yang ada hubungannnya dengan muat, pemindahan antar moda (transshipment), dan bongkar. Ada dua biaya utama di terminal dapat dipertimbangkan; muat dan bongkar pada terminal asal dan terminal tujuan yang tidak bisa dihindari, sementara biaya transshipment kadang-kadang bisa dihindari. Linehaul Costs. Biaya-biaya yang merupakan fungsi dari jarak dimana suatu unit barang dibawa Berat barangjuga merupakan fungsi ketika barang dilibatkan, dan biasanya diluar biaya-biaya transshipment. Capital Costs. Biaya yang diterapkan pada asset asset fisik dari transportasi umumnya adalah infrastruktur, terminal, dan kendaraan. Operating costs. Biaya yang berhubungan dengan operasional yang regular dari suatu sistem transportasi, termasuk upah pekerja, bahan bakar, dan perawatan.
Struktur biaya FOB termasuk biaya produksi ditambah biaya-biaya transport sarnpai ke konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen yang berlokasi dekat dengan produksi akan mendapat biaya lebih rendah bila dibandingkan dengan konsumen yang jauh. Sementara untuk struktur biaya CIF setiap konsumen dibebani biaya yang sarna, yang secara umum mencerminkan biaya transport rata-rata. Konsumen yang dekat dengan produksi mensubsidi biaya yang harus dibayarkan oleh konsumen yang jauh. Struktur harga seperti ini adalah umum untuk konsumsi barang, seperti terlihat pada garnbar 3.5 berikut ini.
Cost·lnsuranee-Freillht Production Costs Distance
Garnbar 3.5 Struktur biaya transportasi FOB dan CIF(Rodrigue dan Comtois, 2006). http://people.hofstra.edu/geotrans/
Tamin (1996, dan 2000), menyatakan bahwa waktu tempuh dan biaya transit sebagai kendala utama dalam sistem integrasi transportasi antar moda terpadu. Waktu tempuh juga merupakan daya tarik utama dalam pemilihan moda yang akan digunakan oleh suatu pergerakan barang. Untuk perjalanan yang memerlukan beberapa moda transportasi, faktor biaya transit (biaya perpindahan) juga merupakan biaya yang perlu diperhatikan. Untuk menekan biaya transportasi dalarn sistem transportasi barang antar moda terpadu adalah usaha penghematan biaya transit dari suatu moda ke moda lainnya Untuk itu perlu dibangun fasilitas sarana dan prasarana di tempat perpindahan barang agar dapat berlangsung dengan cepat, arnan, murah, dan nyarnan, sehingga biaya transit dapat ditekan sekecil mungkin.
7
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya MaJang, 17-18 November 2006
Biaya Transportasi ModaB
Biaya Transit
,,...._ _ _ _ _ _. ,,, ModaA
\ /
Lokasi pertukaran rnoda
Jarak
Gambar 3.3 Grafik Biaya Transportasi Sebagai Fungsi Jarak (Tamin, 1996, dan 2000). Fungsi biaya diteJjemabkan sebagai biaya akibat biaya transportasi, yang disebabkan oleh biaya operasi kendaraan, maJjinal penyedia jasa, tarif dan biaya lainnya, dan biaya akibat berkurangnya nilai barang, yang disebabkan hilang atau rusaknya suatu fungsi barang yang bersangkutan. Fungsi biaya tersebut disebut juga biaya gabungan meliputi biaya pada mas maupun pada transfer. Fungsi biaya pada mas berkaitan dengan tarif transportasi dan berkurangnya nilai barang akibat waktu yang diperlukan dalam peJjalanan. Rumusan fungsi biaya pada mas secara umum dapat dilihat pada persamaan 9 (Tavasszy, 1996). c .g = ag.r, + d/,p, + c: '
(9)
di mana c" =Generalised cost pada link I untuk produk g.
'
ag =Nilai waktu produk. Tl =Waktu yang diperlukan produk untuk menempuh link I dl =Panjang mas. P, =Biaya operasi kendaraan. c7 =Biaya lain-lain. Fungsi biaya pada transfer (transit) berkaitan dengan tarif bongkar muat dan berkurangnya nilai barang akibat waktu yang diperlukan dalam proses bongkar muat. Rumusan fungsi biaya pada transfer dapat dilihat pada persamaan 10. (10) C"g = ag:I', + c, + c~ dimana c,.. =Generalised cost pada transfer t untuk produk g. a. T, Ct
c;
=Nilai waktu produk g. =Waktu transit produk pada transfer t.
=Biaya bongkar/muat pada transfer t.
=Biaya lain-lain.
Identik dengan fungsi biaya umum untuk generalised cost yang diberikan oleh STAN mengikuti aturan persamaan 11.
Generalised cost = Operating cost + Delayed cost + Other cost 8
(11)
Slmposhlm IX FSTPT, UniveniJas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006
Fungsi tersebut merupakan biaya gabungan dari biaya operasi kendaraan dan penurunan nilai barang terhadap waktu. Dalam perangkutan barang, total travel cost meliputi biaya di mas (link) dan biaya di terminal (transfer), diformulasikan pada persamaan 12. Total Travel Cost =
LLLCrt,g.v",g •
I
(12)
,
di mana ch,g =Generalised cost pada link 1 dan atau pada transfer t untuk produk g. v',,g
2.4
=Volume barang pada link 1 dan alau pada transfer t untuk produk g.
Pendekatan Pengambilan Keputusan
Glazner dan Sgouridis (2005), menyatakan bahwa suatu konsep modelyang valid dari suatu jaringan transportasi barang dan rangkaian suplai regional, adalah bagaimana menggunakan multidisiplin dan teknik-teknik optimasi agar dapat membantu untuk memberi masukan kedalam pembuatan peraturan-peraturan daerah untuk mempengaruhi kebijakan suatu wilayah. Pergerakan barang dari produsen sampai ke konsumen masih banyak variabel yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pergerakan tersebut seperti; output ekonomi, kapasitas infrastruktur, kelancaran transportasi, permintaan akan produk, kemacetan Ialu lintas, dan lingkungan ekstemal dalam bentuk gas buang baik dari transportasi dan pabrik maupun buangan limbah. Dalam pandangan global masa1ah transportasi merupakan suatu elemen kunci diantara yang lainnya dalam suatu kawasan regional yang lebih luas. Para perencana transportasi dapat mempertimbangkan biaya relatif yang efektif dari altematif kebijakan dan melalui kerjasama antar instansi terkait menyiapkan rekomendasi untuk aksi yang berkaitan dengan peraturan kepada pengambil keputusan melalui otoritas yang lebih luas. Levin, et al (1995) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan terdiri dari 6 tahap yaitu; observasi, analisis dan pengenalan masalah, pengembangan model, memilih data masukan yang sesuai, validasi, dan penerapan pemecahan. Teori keputusan sangat penting untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam kondisi pasti maupun tidak pasti mengenai kondisi di masa mendatang yang menjadi lingkungan perumusan berbagai pemyataan probabilita tentang apa yang kita anggap akan terjadi di masa mendatang. 2.4.1
Metode Analisis Multi Kriteri (AMK)
Analisis Multi Kriteria (Multi Criteria Analysis) merupakan altematif teknik yang rnampu menggabungkan sejumlah kriteria dengan besaran yang berbeda (multi-variabel) dan dalam persepsi pihak terkait yang bermacam-macam latar belakang (multi-/aced). AMK ini dilakukan untuk menentukan prioritas terhadap sejumlah pengembangan fasilitas transportasi yang digali dari stakeholders. Pengambilan keputusan yang melibatkan stakeholders terdapat konsekuensi berhadapan dengan banyaknya kriteria yang mempengaruhi si pengambil keputusan. Khusus dalam perencanaan Sistem transportasi akan dihadapkan kepada sejumlah variabel yang kompleks sesuai sifat kemultian dari Sistem transportasi. Setidaknya keputusan yang diambil mampu mencerminkan adanya kompromi, dimana kehendak (aspirasi) stake holder terakomodasi di dalarnnya. Pengambilan Keputusan dengan menggabungkan beberapa kriteria disebut dengan Analisis Multi Kriteria (AMK) (Saaty, 1988; Tamin, 2002 dan Karsaman, 1998).
9
Simposium IX FSTPT, U"iversltas Brawijaya Mala"g, 17-18 November 2006
2.4.2 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode pengambilan keputusan dengan Analytic Hierarchy Process (ARP), adalah suatu metode pengukuran (perhitungan) berdasarkan berdasarkan kepuasan dengan menggunakan tingkatan atau level (struktur hirarki) (Saaty, 1988). Dalam metode ARP ini ada empat langkah pengerjaan yang dilakukan, yaitu: menentukan struktur hirarki beserta elemennya; mengurnpulkan data berdasarkan struktur hirarki yang telah disusoo; melakukan perhitungan ootuk menentukan nilai kepuasan tiap elemen; merangking nilai kepuasan secara keseluruhan. Struktur hirarki yang paling tinggi umurnnya adalah sasaran yang akan dicapai dan struktur hirarki yang paling rendah adalah OOrupa pilihan-pilihan. Diantara tingkatan struktur terendah dan tertinggi merupakan kriteria-kriteria dengan sub kriteria-subkriterianya. 2.4.3 Metode Perencanaan Strategis Mengidentifikasi isu-isu strategis merupakan jantung dalam proses perencanaan strategis. lsu strategis yang moocul sering dirnooculkan da1am kalirnat pertanyaan yang tegas. Analisis Strengths, Weaknesses, Threats and Opportunities (Analisis SWOT), dapat digunakan ootuk menggali isu strategis. Kekuatan dan kelemahan adalah faktor internal, sernentara peluang dan ancaman adalah faktor eksternal. Karena itu, tujuan utama penggunaan perencanaan strategis adalah ootuk menyiagakan suatu organisasi terhadap pelbagai ancaman dan peluang eksternal yang moogkin membutuhkan tanggapan di masa mendatang. Analisis ini umurnnya digunakan ootuk mengevalusi internal dan selanjutnya merurnuskan tindakan yang dapat ditampilkan dalam bentuk matriks (Bryson, 2005).
1lI.METODOLOGIPENELnITAN Langkah penelitian yang akan dilaksanakan dalam riset ini selain membentuk model, ada OOberapa tahapan yang berkaitan dengan kebijakan melalui analisa keputusan atau optimasi terhadap transportasi barang multimoda dan!atau antar moda terpadu serta rencana pernbangunan infrasturuktur oleh pemerintah baik pusat, propinsi maupoo kabupaten/kota diantaranya: 1.
2.
Mengiventarisasi kondisi pergerakan barang saat ini (eksisting) dan kebutuhan transportasinya Garingan, moda, jenis komoditi) serta rencana pembangunan infrastruktur transportasi baik oleh pemerintah pusat maupoo pernerintah daerah. Melakukan analisis kebutuban transportasi barang pada tahoo dasar dan tahoo rencana dengan menggunakan model huboogan transportasi - perencanaan infrastruktur dilanjutkan dengan optimasi pergerakan barang antar moda terpadu serta menentukan model keputusan yang akan diambiJ.
Pergerakan Barang Antar Moda Terpadu Berdasarkan estirnasi besarnya potensi pergerakan barang baik menurut jenis komoditi, jenis moda dan karakteristik jaringan yang tersedia, maka dirurnuskan kebijakan sistem transportasi barang antar moda terpadu melalui beberapa model analisis keputusan; AMI(, Analisis sensitivitas, optimasi dengan genetic algoritrna, dU. Gambaran secara umum langkah penelitian dan kerangka kerja optirnasi adalah seperti terlihat pada gambar 3.1, dan gambar 3.2 di bawah ini.
10
~~-.
-
Simposium IX FSTPT, Universilas BrowUtlYo Maiong, 17-18 November 2006
Pergerakan Barang Kondiai Eksiatlng
Jaringan Tranapor1aai Eksistlng
•
Mod. Transportaal Eksisting
•
Model Kebutuhan Tranaportasi Barang
•
Volume dan Jenls Sarang yg Dlangkut
"
Kebutuhan Transportasi Sarang terhadap Besamya Volume, Jenis dan moda serta jar1ngen yang tersedia
•
Optimasi Terhadap Perencanaan jaringan Transpor1asi Sarang Multlmoda dan rancana Pengembangan
Estimaai Kebutuhan Tranaportasl Sarang
Optlmasi dan Analisis
Pergerakan Sarang Muffi-modal
Antar~moda Terpadu
•
Pengambilan Keputusan Untuk KeblJakan
Slstim Transportael Barang Muttlmodal
Antar-moda Terpadu
Gambar 3.1 Langkah Penelitian
BangkitanfTarikan
~
.
Distribusi Peraerakan Pemilihan Moda(MultimodalAntar moda terpadu)
.
Kineria iarinaanlPeraerakan
•
Funasi Tuiuan
J.
Kombinasi Antar Moda & Komoditi
Yang Cocok
•
Analisis Keputusan sebagai
Kebijakan sistem transportasi barang
Antar-moda Terpadu
Gambar 3.2. Kerangka keIja VI. 1. 2.
3.
Referensi Bryson, J.M., (200S), Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Comtois, C., Rodrigue, J-P., and Kuby, M (2006) Transport Costs, The Geography of Transport System, Hofstra University, Hempstead, NY, USA 11549. http://people.hoftstra.edu/geotrans/ Frazils, R. B., Yamada, T., Castro, J. T., and Yasukawa, H., (200S), Optimizing the Design of Multimodal Freight Transport Network in Indonesia, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, vol. 6, pp. 2894-2907.
11
Sin/posfum IX FSTPT, UniversiJas Brawijaya MaJang, 17-18 November 2006
4. 5. 6. 7.
8.
9. 10. 11. 12.
13.
14.
15.
16.
17.
12
Glazner, C., and Sgouridis, S. (2005) Optimizing Freight Transportation Policies for Sustainability, www.xjtek.comlfiles/paper/freighttransportation2005.pdf Huang, Y.H., Zhou, D.W., and Zhou, L.Y, (2005) Decision Model of The Container Transportation Modes Between China's Hinterland and Harbors, Proceeding of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, vol. 6, pp. 34-45. Kanafani, A. (1983), Transportation Demand Analysis. McGraw-Hili, New York Levin, R.I., Rubin, D.S., Stinson, J.P., and Gardner, E.S., (1995) Quantitative Approaches to management, Terjemahan (pengambilan Keputusan Secara Kuantitatif), Raja Grafindo Persada. LUbis, H.A.S., Sjafruddin, A., Isnaeni, M., and Dharroowijiyo, D.B., (2005) Multimodal Transport in Indonesia, Recent Profile and Strategy Development, Proceeding of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, vol. 5, pp. 46-64. LUbis, H.A.S, Sjafruddin, A., Frazila, R.B. (2002) Port Planning with Multimodal Freight Transport Network, Proceeding of the 5th JSPS Conference on Maritime Transport Engineering, University of Hiroshima. Saleh, S.M., dan Tamin, O.Z. (2005), Estimasi dan Analisis Pergerakan Barang Pasca Tsunami, Prosiding Seminar FSTPT VIII, Palembang. Saaty, T.L., (1988), Multicriteria Decision Making, The Analytic Hierarchy Process, University of Pittsburgh. Sjafruddin, A., Tamin, O.Z., Pujianto, B., Astuti, R.D., dan Frazila, R.B., (1998), Pemodelan Kebutuhan Transportasi Barang Regional di Pulau Jawa, Laporan Penelitian Hibab Bersaing V Tabun 1997/1998, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB. Sjafruddin, A. Lubis, H.A.R., (2003) Modeling Inter-island Freight Transportation Network in Indonesia, 8th JSPS Seminar on Marine Transportation Engineering, Hiroshima. Tamin, O.Z., Suyuti, R., and Sinaga, S (2005) Indonesian Domestic Sea Freight Movement Modeling based on Strarnindo Data (2003), paper presented at The 10th Seminar of JSPS-DGHE Core University Program on Marine Transportation Engineering, Hiroshima, Japan. Tamin, O.z, and WiUumsen, L.G. (1988), Freight Demand Model From Traffic Counts, Proceeding of the 16th PTRC Summer Annual Conference, July 1988, pp 1-14, University of Bath, England. Tavasszy, L.A., (1996), Modelling European Freight Transport Flows, Thesis submitted for PhD study performed at the Transportation Planning and Traffic Engineering Section of the Faculty of Civil Engineering of Delft University of Technology, The Netherland. Wikipedia, http://id.wikipedia.orglwikilkebijakanJlublik