BUDAYA MINANGKABA U, MOTIVASI KERJA DAN KINERJA PEGAW AI (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat)
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik
dlajukan ofefi :
MURDIFIN 08/278797/PMU/5846
Kepada SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
Tes is Budaya Minang kabau, Motiva si Kerja dan Kinerja Pegawal (Studl pada Badan Kepegawaian dan Oiklat Kabupa ten Pasaman Provins l Sumatera Barat) Dipersia pkan dan disusun oleh
Murdifi n Telah dipertah ankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 27 Agustus 2009
Susuna n Dewan Peo'"ji Pembim bing Utama
Anggota Dewan Penguji Lain
Pembim bing Pendam ping I
Pembim bing Pendam ping II
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyara tan untuk memper oleh gelar Magister
Pengelol a Program Studi Magister Administrasi Publik UGM
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Agustus 2009
111
Kupersembahkan untuk: lsteriku terkasih Dince Putri Juita dan puteraku Muhammad Rifqi Atthoillah
"Wahai man usia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah". (QS Faathir :5)
Kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan (An Nahl: 93)
Allah akan mengangkat (derajad) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajad (AI Mujadilah:ll)
Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk (Toha:82)
IV
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat beriring salam tak bosan-bosannya penulis kirimkan kepada Nabi dan Rasul akhir zaman yakni Nabi Muhammad SAW yang berkat perjuangannya telah membawa umat manusia mampu menikmati kehidupan yang penuh iman dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dirasakan saat ini. Melalui penulisan tesis ini, penulis ingin mengetahui hubungan antara motivasi kerja dan kinerja pegawai, serta pengaruh budaya minangkabau (budaya kato nan ampek) terhadap hubungan motivasi kerja dan kinerja pegawai Badan Kepegawaian dan Diktat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat. Penelitian ini menarik dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di sisi lain juga diharapkan akan mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada semua pihak terkait. Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki, tentunya penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis terbuka menerima semua kritik dan saran membangun dari semua pihak. Dengan harapan sumbangan positif dimaksud akan dapat menjadi masukan kepada penulis dan peneliti lainnya demi kesempumaan penelitian yang sejenis dimasa yang akan datang. Tidak lupa ucapan terimakasih penulis sampaikan atas doa, bantuan, bimbingan, sumbangan pemikiran, dan dorongan semangat baik langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada : 1. Seluruh rakyat Indonesia, melalui Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menyelesaikan studi pada program Magister Administrasi Publik, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada; 2. Bupati Pasaman beserta jajarannya yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar pada program Magister Administrasi Publik, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada; 3. Ibu Dr. Ambar Widaningrum, selaku dosen pembimbing, Bapak Prof Dr. Sjafri Sairin dan Bapak Drs. H. Suharyanto, M. Si. selaku anggota dewan penguji;
v
4. Pegawai Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman yang telah meluangkan waktu untuk menjadi responden dan informan dalam rangka memberikan data yang dibutuhkan untuk kepentingan penelitian ini; 5. Orang tua penulis, Bapak Muslim dan Ibu Emaliar, Bapak Darwies Tien dan Nurtini, serta isteriku terkasih Dince Putri Juita dan puteraku M. Rifqi Atthoillah, yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat hingga akhimya terselesaikannya penulisan tesis ini, dan semoga pengorbanan yang diberikan bermanfaat bagi masyarakat; 6. Seluruh jajaran Pengelola program Magister Administrasi Publik,
Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada; 7. Rekan-rekan seperjuangan para mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, terutama kelas khusus BAPPENAS Angkatan III, yaitu: Agung, Agus, Ali, Ana, Eko, Elis, Fahmi, Ilmi, Isti, Kiswati, Morina, Mustari, Pujo, Ratna, Rivia, Siti, Lina, Wahyu dan Wirman. Terimakasih atas kebersamaan dan kenangannya yang tak akan terlupakan, insya Allah. dengan harapan semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih.
Yogyakarta, Agustus 2009 Wassalam Penulis,
MD
VI
DAFTARISI
Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN
11
HALAMAN PERNYAT AAN
lll
HALAMAN PERSEMBAHAN
IV
KATAPENGANTAR
v
DAFTARISI
VII
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR LAMPIRAN
X
INTI SARI
XI
ABSTRACT
Xll
BAB I PENDAHULUAN
I
A. Latar Belakang Permasalahan
1
B. Pokok Permasalahan
11
C. Tujuan Penelitian
12
D. Manfaat Penelitian
12
BAB II KERANGKA TEORI
13
A. Manajemen Sumberdaya Manusia
13
B. Kinerja Pegawai
18
1. Definisi Kinerja Pegawai
18
2. lndikator Kinerja Pegawai
22
3. Manfaat Penilaian Kinerja Pegawai
29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
32 37
C. Motivasi Kerja I. Pengertian Motivasi
37
2. Teori Hirarki Kebutuhan Manusia
40
3. Karakteristik Motivasi Kerja
44
4. Indikator Motivasi Kerja
46 50
D. Budaya
Vll
1. Budaya Organisasi
54
2. Budaya Minangkabau
60
a. Struktur Masyarakat Minangkabau
61
b. Budaya Kato Nan Ampek
64
E. Hubungan Antar Variabel Penelitian
70
F. Model Penelitian dan Hipotesis Penelitian
71
1. Model Penelitian
71
2. Hipotesis Penelitian
72
BAB III METODE PENELITIAN
73
A. Metode Penelitian
73
B. Variabel Penelitian
73
C. Definisi Operasional Variabel
74
D. Populasi dan Sampel
75
E. Validitas dan Reliabilitas
77
F. Metode Pengumpulan Data
78
G. Teknik Pengolahan Data
78
H. Metode Analisis Data
80
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif
81 81
1. Deskripsi Karakteristik Responden
81
2. Analisis V ariabel Penelitian
90
a. Analisis Budaya Kato Nan Ampek
91
b. Analisis Motivasi Kerja
104
c. Analisis Kineija Pegawai
112
121
B. Analisis Korelasi Parsial BAB V PENUTUP
130
A. Kesimpulan
130
B. Saran
132
DAFTARPUSTAKA
135
LAMPIRAN
140
Vlll
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
76
Tabel 2 Kategorisasi Jawaban Responden
79
Tabel 3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir dan Jenis Kelamin
81
Tabel 4 Responden Berdasarkan Golongan dan Jenis Kelamin
83
Tabel 5 Responden Berdasarkan Golongan dan Usia
86
Tabel 6 Responden Berdasarkan Golongan dan Masa Kerja
88
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Budaya Kato Nan Ampek
92
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kato Mandata
93
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kato Mandaki
95
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kato Manurun
98
Tabel II Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kato Malereang
I0I
Tabel 12 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Motivasi Kerja
106
Tabel 13 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Motif
107
Tabel 14 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Harapan
109
Tabel 15 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Insentif
Ill
Tabel 16 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Kinerja Pegawai
113
Tabel 17 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Keterampilan Kerja
115
Tabel 18 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kedisiplinan
116
Tabel 19 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Inovasi
118
Tabel 20 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kerjasama
119
Tabel 21 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kemampuan 120
Berkompetisi
IX
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian Lampiran 2 Distribusi Jawaban Responden Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas Data Lampiran 3 Distribusi Jawaban Responden Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Data Lampiran 4 Karakteristik Responden Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja Pegawai Lampiran 6 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Budaya Kato Nan Ampek Lampiran 7 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Kerja Lampiran 7a Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 8 Analisis Statistik Lampiran 9 Nilai-nilai r Product Moment Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Lampiran 11 Surat Keterangan
X
INTISARI
Judul Tesis
Nama NIM
: Budaya Minangkabau, Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diktat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat) : Murdifin : 08/278797/PMU/5846
Badan Kepegawaian dan Diktat (BKD) Kabupaten Pasaman merupakan salah satu unit organisasi (lembaga teknis) Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman. BKD bertanggungjawab kepada kepala daerah dalam hal pengelolaan kepegawaian Pemda Kabupaten Pasaman. BKD memiliki peran dan tanggungjawab yang besar dalam hal menyediakan sumberdaya manusia yang tepat, yakni tepat kualitas maupun kuantitas di waktu yang dibutuhkan bagi organisasi. Namun demikian, saat ini kinerja pegawai BKD belum maksimal sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain budaya organisasi dan motivasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai, dan juga untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut jika digunakan variabel kontrol, yakni budaya kato nan ampek. Metode penelitian utama yaitu metode survai dengan cara penyebaran kuesioner, dan didukung dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, telaah dokumen dan metode observasi. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini yakni pegawai BKD Kabupaten Pasaman yang berjumlah tiga puluh empat orang. Selanjutnya, dalam proses pengolahan atau analisis data penelitian, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pendekatan kualitatif demi mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan valid. Berdasarkan analisis non-statistik dan didukung dari hasil wawancara dengan informan pada BKD Kabupaten Pasaman, ditemukan bahwa belum maksimalnya motivasi kerja pegawai dalam bekerja, kinerja pegawai yang belum memenuhi target yang ditetapkan, dan penerapan budaya kato nan ampek yang juga belum maksimal. Selanjutnya berdasarkan analisis statistik, dengan menggunakan analisis korelasi parsial dapat disimpulkan pertama, terdapat korelasi positif yang signifikan dan kuat antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai. Hal ini didasari oleh perolehan nilai koefisien korelasinya sebesar 0, 721 dan nilai signifikansi 0, 000. Kedua, terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai jika budaya kato nan ampek adalah sama untuk semua pegawai. Kesimpulan ini didasari dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,461 dan nilai signifikansinya sebesar 0,007. Dalam usaha meningkatkan kinerja pegawai dimasa yang akan datang maka disarankan agar dibuat kebijakan yang mendukung penerapan budaya kato nan ampek secara konsisten. Di samping itu juga harus membuat kebijakan yang mampu membangkitkan motivasi kerja pegawai secara maksimal. Jika dua kebijakan umum tersebut mampu dilaksanakan maka untuk masa yang akan datang kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman akan meningkat dan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kata Kunci : Motivasi Kerja, Kinerja Pegawai dan Budaya kato nan ampek
XI
ABSTRACT
Thesis title
Name Student No.
Minangkabau Culture, Work Motivation and Employee Performance (A Study of Employment and Education & Training Department ofPasaman District, West Sumatra Province) Murdifin 08/278797/PMU/5846
BKD of Pasaman District is one organizational unit (Technical Institution) of Local Government of Pasaman District. BKD is responsible for the regent to manage employment of the Local Government, Pasaman District. BKD has big role and responsibility in the case of supporting availability to appropriate, high quality and quantity employees when they are needed. However, now employee performance BKD has not is maximum as expected. The employee performance is affected by many factors, such as, organizational culture and work motivation. This research aim to know relation between work motivation and employee performance, as well as know second relationship of the variable if it is applied control variable, namely kato nan ampek culture. Major research method was survey by distributing questionnaires, supported by data collection techniques, such as, interview, documentary study and observation. The respondents of research were 34 employees of BKD of Pasaman District. Furthermore, the writer used quantitative approach to process and analyze data, supported by qualitative approach to collect more complete and valid information. Based on non-statistic analysis and support of results of interview with informants of BKD of Pasaman District, it was found that condition of work motivation and employee performance had not met expectation yet, and application of kato nan ampek culture was also has not maximum. Furthermore, based on statistic analysis, namely parsial correlation analysis, it was concluded that, first, there is positive correlation and strong between work motivation with employee performance. This thing constituted by acquirement of its, the correlation coefficient value 0, 721 and significance value 0,000. second, there is significance relationship between work motivation with employee performance if kato nan ampek culture was same for employee. This conclusion constituted with acquirement of correlation coefficient value 0,461 and the significance value 0,007. In making efforts to increase future work motivation, a policy, to support consistent application of kato nan ampek culture, was made. Beside that, a policy, to compare maximum work motivation of employees, was also made. If both general policies could be implemented, future performance of BKD employees of Pasaman District will increase and achieve specified objectives.
Keywords: work motivation, employee performance, kato nan ampek culture.
xu
BABI
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, membawa perubahan yang sangat besar dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 1 mengamanatkan dilaksanakannya sistem pemerintahan daerah yang desentralisasi, dan di dalamnya terkandung semangat otonomi daerah serta adanya daerah otonom yang bertanggungjawab mengelola pemerintahannya secara mandiri. Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan". Sedangkan yang dimaksud dengan "Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI". Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah, antara lain ; menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Salah satu asas yang terkandung dibalik otonomi yakni asas desentralisasi atau penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka NKRI (Fathullah dalam 1
Terakhir telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
1
2
Ismawan (2002:114)). Sedangkan Rondinelli (Fakhrulloh, 2004) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi dalam arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya desentralisasi maka pemerintah daerah memiliki peran yang sangat vital dalam melaksanakan pembangunan di daerah sesuai dengan potensi, nilai-nilai, norma-norma dan budaya yang berkembang di daerah yang bersangkutan. Hal ini juga menunjukkan besarnya peran masyarakat setempat. Berkenaan dengan tujuan desentralisasi, Fakhrulloh (2004) menerangkan bahwa Kebijakan desentralisasi di Indonesia mempunyai dua tujuan utama, yaitu tujuan politik dan tujuan administratif. Tujuan politik menempatkan pemerintah daerah sebagai media pendidikan politik bagi masyarakat ditingkat lokal dan secara berkelanjutan akan tujuan administratif akan menempatkan Pemda sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis. Desentralisasi administrasi dibidang pengelolaan kepegawaian merupakan salah satu aspek yang dilimpahkan secara terbatas kepada daerah otonom? Daerah otonom berkewajiban melaksanakan manajemen pegawai negeri sipil daerah yang meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah pegawai. Dengan dilaksanakannya desentralisasi administrasi dibidang kepegawaian dimaksud diharapkan kinerja pemerintah daerah khususnya dalam mengelola kepegawaiannya menjadi jauh lebih baik.
2
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Bah V tentang Kepegawaian Daerah
3
Menindak.lanjuti besamya kewenangan dalam hal pengelolaan kepegawaian daerah dimaksud maka Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman telah membentuk beberapa unit organisasi untuk mendukung kelancaran operasionalnya. Salah satu lembaga yang dibentuk yakni Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD). BKD Kabupaten
Pasaman
merupakan
salah
satu
lembaga teknis
daerah
yang
bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. BKD mempunyai tugas pokok dalam hal mengelola administrasi kepegawaian termasuk melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai negeri sipil dilingkungan Pemda Kabupaten Pasaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu BKD juga berperan dalam melayani masyarakat yang membutuhkannya. Sehubungan dengan tugas dan tanggungjawab yang diembannya tersebut, maka BKD diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam memberikan pelayanan. Berkenaan dengan kinerja, Byars and Rue (1979) menjelaskan bahwa "The word performance describes
the degree of accomplishment of the task in an individual's job. It indicates how well the person is fulfilling the requirements of his or her position, on the basist of the results achieved". Terjemahannya kata kinerja menggambarkan tingkat penyelesaian tugas-tugas individual. Hal ini menunjukkan seberapa baik seseorang memenuhi persyaratan pekerjaannya, berdasarkan hasil yang dicapai. Kinerja PNS (birokrasi pemerintahan) di Indonesia sering mendapatkan kritik dan pandangan negatif dari masyarakat. Aparatur seolah-olah identik dengan PNS dengan kinerja tidak profesional, lambat, malas, masuk kerja sesuka hati dan kadang menutupi kemalasannya untuk melayani, dan terkadang birokrasi dijadikan sekedar tempat untuk mendapatkan Uang Tips. 3 Buruknya kinerja PNS dimaksud juga Aparatur baru mau melaksanakan dan menyelesaikan suatu pekerjaan ketika dijanjikan atau diberikan uang pelicin oleh pihak yang membutuhkan.
3
4
dikemukakan oleh Hariyadi Sukamdani4 yang mengatakan pemerintah harus mulai
mereview kinerja pegawai pemerintah. Menurut Haryadi sebagai pegawai yang sudah digaji oleh pembayar pajak, maka sudah sewajarnya jika kualitas pelayanan kemasyarakat ditingkatkan. Kinerja yang kurang menggembirakan juga dirasakan dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman. Berdasarkan wawancara dengan informan dan observasi langsung penulis terhadap perilaku pegawai dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman ketika bekerja, penulis memperoleh fakta-fakta antara lain sebagai berikut: pertama, tiga tahun terakhir, yakni tahun 2006-2008, selalu ada program atau kegiatan BKD yang pelaksanaannya belum sesuai dengan yang telah direncanakan, dimana ada beberapa kegiatan yang terpaksa diperpanjang proses pelaksanaannya. Sebagai contoh, proses pemutakhiran data pegawai secara komputerisasi dengan menggunakan program aplikasi SIMPEG (Sistem lnfonnasi Pegawai) tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Padahal validitas data sangat diperlukan khususnya dalam proses pengembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan setiap waktu selalu terjadi perubahan infonnasi dari PNS, baik menyangkut pendidikan, jabatan, kepangkatan dan sebagainya. Karena pemutakhiran data tidak berjalan dengan baik maka data kepegawaian tidak pemah up to date. Hal ini berpengaruh negatif dalam proses pengembangan pegawai yang akhimya merugikan para pegawai yang bersangkutan.
Kedua, sebagian pegawai BKD Kabupaten pasaman, ketika masuk kantor setelah pelaksanaan apel pagi pukul 07.30 (kurang lebih 10 sampai 30 menit) mereka tidak langsung mengerjakan apa yang seharusnya atau dapat mereka kerjakan, akan tetapi mereka justru mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan tugas atau pekerjaannya, misalnya membaca koran, ngobrol dengan ternan,
4 Wakil Ketua Umum Bidang Fiskal, Moneter dan Kebijakan Publik Kamar Dagang Industri (Kadin), disampaikan sebelum membuka Seminar Ekonomi Syariah· di Jakarta, Selasa 19 Mei 2009
5
dan sebagainya Di samping itu, tak jarang beberapa orang setelah apel pagi kemudian menghilang, dengan kata lain tidak masuk bekerja, terkadang baru muncul kembali setelah istirahat siang atau bahkan tidak muncul samasekali pada hari tersebut.
Ketiga. Beberapa pegawai BKD terlihat kurang bersemangat atau antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya, pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dalarn satu hari, tapi kenyataannya baru selesai setelah beberapa hari kemudian. Sebagai contoh, untuk menindaklanjuti surat panggilan kepada peserta diklat prajabatan seharusnya bisa diselesaikan dalarn satu hari, akan tetapi karena belum mendesak, hal tersebut ditunda penyelesaiaannya, padahal pekerjaan lain yang mendesak tidak ada. Lebih lanjut, kreativitas atau inovasi pegawai dalarn melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya juga tidak terlihat, yang terjadi lebih banyak menunggu instruksi dari atasan atau dengan berpedoman secara kaku pada ketentuan yang ada. Fakta-fakta di atas menunjukkan beberapa indikasi yang membenarkan bahwa kineija pegawai BKD Kabupaten Pasaman belum seperti yang diharapkan. Padahal keunggulan sebuah organisasi terlihat dari kineija karyawan, karena kineija adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001 ). Agar kinerja BKD untuk masa yang akan datang bisa menjadi lebih baik, maka diperlukan berbagai kebijakan untuk mengatasinya. Perlu menjadi perhatian bahwa upaya peningkatan kineija tidak hanya sebatas pada usaha mewujudkan kepuasan keija bagi para pegawai. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Adner (2007) yang menyatakan peningkatan kineija saat ini sudah seharusnya beralih dari mulai mempertimbangkan aspek-aspek diluar insentif atau kepuasan keija kearah nilai yang sentimental seperti budaya organisasi. Hal ini
6
dipertegas oleh Apfelthaler, dkk (Mirza, 2008) yang menyatakan budaya memiliki kompetensi untuk menjadi alat bagi pencapaian perubahan perilaku serta sebagai alat untuk memberdayakan dengan memberikan kendali yang lebih besar atas pekerjaan dan pengembangan diri pribadi mereka sendiri. Lebih lanjut Manthis dan Jackson (200 1) mengemukakan pendapat bahwa budaya organisasi pada dasarnya dituntut menjadi sistem nilai-nilai yang memiliki makna bagi semua anggota organisasi dan berfungsi sebagai perekat, acuan atau ketentuan berperilaku berorganisasi dimana manajemen telah mempertimbangkan strategi organisasi yang paling baik agar nantinya dapat beijalan searah dengan budaya organisasi. Survei yang dilakukan Kotter dan Hesket dengan menggunakan 207 perusahaan dari 22 industri di Amerika Serikat sebagai contoh selama periode 19771988 menunjukkan bahwa budaya organisasi (corporate culture) memiliki kekuatan dan dapat meningkatkan kineija organisasi dalam jangka panjang (Lako, 2004). Budaya organisasi dilingkungan organisasi publik tentunya juga memiliki hubungan dengan kineija organisasi. Oleh sebab itu kemampuan organisasi dalam mengelola budayanya akan menentukan baik atau buruknya kineija organisasi dimaksud, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mengingat begitu pentingnya peran budaya organisasi dalam meningkatkan kineija sebuah organisasi maka sudah sepantasnyalah bahwa budaya organisasi dijadikan sebagai komponen pokok dalam mencapai tujuan organisasi. Lebih tegas lagi dikemukakan oleh Luthans ( 1998) yang menyatakan
budaya organisasi
merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa budaya organisasi tentunya memiliki keterkaitan dengan budaya dilingkungan organisasi
7
berada, atau dengan kata lain budaya yang dianut dan berkembang ditengah-tengah kehidupan anggota organisasi. Jika dikaitkan dengan otonomi (desentralisasi bidang administrasi) berupa pengelolaan administrasi kepegawaian daerah, maka sangat dimungkinkan budaya BKD Kabupaten Pasaman dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat, yakni budaya minangkabau. Masyarakat Minangkabau memiliki falsafah hidup Adaik Basandi Syarak
Syarak Basandi Kitabullah, yang maknanya bahwa dalam kehidupan sehari-hari, adat orang Minangkabau berdasarkan pada agama, sedangkan agama tersebut berdasarkan pada Kitab Allah (Al-Quran). Selanjutnya dikatakan Syarak Mangato Adaik
Mamakai, yang bermakna bahwa segala sesuatunya dalam kehidupan telah diatur dalam agama dan diimplementasikan oleh adat.
Adapun tatakrama orang
Minangkabau dalam berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lain diatur oleh suatu nilai tertentu yang dinamakan Kato Nan Ampek (Navis, 1986), maksudnya yakni ada empat cara berinteraksi (terutama dalam percakapan). Kato yang berarti ''kata", akan tetapi maknanya bukan seperti "kata" dalam Bahasa Indonesia, namun maknanya jauh lebih luas yakni sebagai cara berkomunikasi atau berinteraksi antara seseorang dengan orang lain. Kato Nan Ampek (kata yang empat) dimaksud yakni kato mandata (kata mendatar), kato mandaki (kata mendaki), kato
manurun (kata menurun) dan kato malereang (kata melereng). Sebagai contoh, ketika seseorang berkomunikasi dengan yang sebaya maka ia akan menggunakan kato
mandata, ketika berkomunikasi dengan yang lebih tua maka digunakan kato mandaki, ketika berkomunikasi dengan yang lebih muda maka digunakan kato manurun, sedangkan ketika berkomunikasi dengan orang yang disegani digunakan kato
malereang yang biasanya berisi kata-kata kiasan. Orang yang tidak Tau di Nan Ampek (tahu yang empat) dikatakan tidak beradat. Orang Minangkabau tidak mau dikatakan
8
tidak beradat. Oleh sebab itu Kato Nan Ampek menjadi acuan dalam berprilaku bagi orang Minangkabau. Tatakrama berinteraksi tersebut jika diterapkan dalam diri individu maka ia akan menjadi individu yang bertanggungjawab, pantang menyerah, santun, suka menolong dan sebagainya. Kalau ia seorang pekerja maka kineijanya sudah tentu akan membanggakan, danjauh dari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Budaya Kato Nan Ampek yang merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat Kabupaten Pasaman tentunya akan berpengaruh terhadap budaya organisasi BKD. Hal ini ditegaskan oleh Dwiyanto (2002) yang menyatakan bahwa "Birokrasi sebagaimana organisasi lainnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi yang berkembang di suatu daerah tertentu misalnya, tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial yang melingkupinya". Adapun budaya lokal dimaksud lebih merupakan suatu tata nilai yang secara ekslusif hanya dimiliki oleh masyarakat etnik tertentu (Dwiyanto, 2002). Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian Kotter dan Hesket dimaksud yang membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kineija organisasi, maka penulis menduga bahwa budaya Minangkabau yang merupakan budaya lokal masyarakat Kabupaten Pasaman, khususnya para pegawai BKD, juga berhubungan dengan kineija pegawai BKD Kabupaten Pasaman. Oleh sebab itu, maka dalam kesempatan penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti budaya organisasi BKD, yang akan difokuskan pada budaya Minangkabau dalam kaitannya dengan kineija pegawai dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman. Penelitian tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menginginkan daerah mampu memberdayakan nilai-nilai yang dimiliki masyarakatnya untuk
9
mencapai kinerja yang optimal. Lebih lanjut, sepengetahuan penulis belum ada peneliti yang meneliti budaya Minangkabau dalam hubungannya dengan kinerja pegawru. Di samping memperhatikan sisi organisasi dalam upaya meningkatkan kinerja pegawru maka faktor lain yang harus dipertimbangkan yakni yang menyangkut individu pegawai, khususnya yang berkaitan dengan motivasi kerja pegawai. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Siegel dan Lane (1982) bahwa karena dasarnya organisasi bukan saja mengharapkan pegawai yang mampu, cakap dan terampil. Tetapi yang penting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Walaupun pegawai memiliki kemampuan, kecakapan, dan keterampilan semua itu tidak ada artinya bagi organisasi tanpa adanya motivasi kerja dari pegawai yang bersangkutan. Sehubungan dengan motivasi, berbagai pendapat telah disampaikan oleh para ahli, salah satunya menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan (George R Terry, 1991). Motivasi kerja sangat diperlukan dalam dunia kerja, karena individu dapat digerakkan untuk bertindak dengan penuh keikhlasan, dan bukan karena ada keterpaksaan untuk bertindak. Jadi dengan adanya motivasi yang kuat maka seseorang akan lebih mampu bekerja dengan maksimal dan dengan semangat kerja yang tinggi, dan sebaliknya. Yang bersangkutan akan mampu bekerja secara mandiri. Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang sangat menentukan besar kecilnya prestasi kerja yang dicapai oleh pegawai yang bersangkutan. Untuk mengatasi masalah kinerja dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman, agar kedepannya mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka perlu membuat kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja pegawai (organisasi). Hal ini menjadi
10
penting karena tugas mengelola PNS dilingkungan Pemda Kabupaten Pasaman merupakan pekeijaan yang sangat berat dan dibutuhkan orang-orang yang serius, profesional dan bersemangat untuk melaksanakannya. Salah satu kebijakan yang akan dibuat adalah upaya untuk meningkatkan motivasi pegawai dengan memberikan tambahan insentif, hal ini dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan. Walaupun berbagai penelitian telah membuktikan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan dengan kineija pegawai secara langsung, akan tetapi dalam prakteknya, sesungguhnya budaya organisasi dapat menjadi variabel kontrol dalam upaya meningkatkan kineija pegawai. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi, sedangkan motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi keija pegawai akan ikut ditentukan oleh perilaku anggota organisasi. Dalam hal ini penulis menduga bahwa budaya organisasi memiliki peran dalam hubungan antara motivasi keija dengan kineija pegawai, dengan kata lain kalau variabel budaya organisasi dimasukkan maka akan meningkatkan keeratan hubungan antara motivasi keija dan kineija pegawai, dan sebaliknya. Oleh sebab itu maka dalam penelitian ini akan ditinjau hubungan antara budaya organisasi (budaya minangkabau), motivasi keija dan kineija pegawai. Agar kebijakan yang berkaitan dengan kineija pegawai sesuai dengan yang diharapkan maka terlebih dahulu perlu diketahui apakah ada hubungan antara budaya minangkabau, motivasi keija dan kineija. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini penulis akan membuktikan tentang ada atau tidaknya hubungan antara budaya organisasi, motivasi keija dan kineija pegawai yang dituangkan dalam tesis dengan
11
judul "Budaya Minangkaba~ Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat)".
B. Pokok Permasalahan.
Berdasarkan latarbelakang pennasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, dalam tesis ini penulis membatasi fokus penelitian hanya pada satu variabel bebas yakni motivasi kerja, dan satu variabel terikat yakni kinerja, serta satu variabel control yakni budaya minangkabau. Oleh sebab itu maka penulis merumuskan pokok pennasalahannya yakni, "Seberapa keeratan hubungan/korelasi motivasi kerja dengan kinerja pegawai, dengan variabel kontrol budaya minangkabau pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat ? . Untuk menjawab pokok pennasalahan tersebut maka penulis menguraikannya kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimanakah penerapan budaya kato nan ampek dilingkungan Badan Kepegawaian dan Diktat Kabupaten Pasaman ? b. Bagaimanakah motivasi kerja pegawai dilingkungan Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman ? c. Bagaimanakah kinerja pegawai dilingkungan Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman ?. d. Adakah hubungan motivasi kerja dengan kinerja pegawm pada Badan Kepegawaian dan Diktat Kabupaten Pasaman ? e. Adakah pengaruh budaya kato nan ampek terhadap hubungan motivasi kerja dengan kinerja pegawai pada BKD Kabupaten Pasaman ?
12
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara motivasi kerja dan kinerja pegawai, dengan budaya organisasi (budaya minangkabau) sebagai variabel kontrolnya, pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman.
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat terhadap kepentingan dunia akademik : Dengan mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai, dengan budaya organisasi (budaya minangkabau) sebagai variabel kontrol, pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman diharapkan akan lebih memperkaya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dan pembaca dibidang administrasi publik, khususnya dibidang Manajemen SDM. 2) Manfaat terhadap dunia praktis Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan dan dasar pijakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman sehingga dapat membuat kebijakan yang tepat dalam upaya meningkatkan kinerja pegawainya. Disamping itu juga untuk memberikan pencerahan tentang pentingnya memperhatikan praktek-praktek budaya organisasi dan motivasi dalam mencapai tujuan organisasi.
BABII KERANGKA TEORI
Untuk memudahkan pemahaman tentang makna dan maksud dari konsep-konsep, teori-teori maupun pengertian-pengertian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini agar tidak terjadi kesalahan interpretasi atau pengertian maka perlu dijelaskan beberapa pengertian konsep kunci sebagai berikut ;
A. Manajemen Sumberdaya Manusia
Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal-hal yang berkenaan dengan topik penelitian, maka terlebih dahulu penulis akan mencoba menguraikan tentang manajemen sumberdaya manusia, hal ini perlu dijelaskan karena varibael yang akan penulis teliti merupakan bagian dari pelaksanaan manajemen sumberdaya manusia. Sebelum melangkah lebih jauh, penulis mengajak sejenak untuk memahami beberapa pengertian manajemen yang dikemukakan oleh para pakar yang berkompeten. Menurut G. R. Terry (Sulistiyani & Rosidah, 2003:7) "Management is the accomplishing of the predetermined, objective through the efforts of other people".
(Manajemen adalah melakukan pencapaian tujuan (organisasi) yang sudah ditentukan sebelumnya dengan mempergunakan bantuan orang lain). Sedangkan Harold Koontz & Cyril 0. Donnel (Hasibuan, 2001 :3) berpendapat bahwa "Management is getting
things done through people. In bringing about this coordinating ofgroup activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities other people". Terjemahannya Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu
melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorgamsas.an, penempatan, pengarahan dan pengendalian. Di samping itu, manajemen juga 13
14
didefinisikan sebagai "ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu" (Hasibuan, 2001 :2) Dari definisi yang dikemukakan para ahli di atas yang menjadi catatan bahwa manajemen itu pada prinsipnya merupakan kegiatan memanfaatkan pikiran dan atau tenaga orang lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam hal ini tujuan organisasi. Manajemen juga dipahami sebagai 'proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan' Stoner (Handoko, 2000:8). Dari definisi tersebut terlihat bahwa Stoner menitikberatkan pada proses atau dengan kata lain manajemen merupakan suatu proses, hal ini berarti bahwa kegiatan dalam manajemen merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan saling terkait antara unsur-unsur yang ada di dalamnya, dimana satu dan lainnya saling mendukung, saling mengisi, dan saling membutuhkan dalam proses mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Mutiara S. Panggabean (2002: 13) mendefinisikan manaJemen sebagai
"sebuah
proses
yang
terdiri
atas
fungsi-fungsi
perencanaan,
pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian kegiatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien". Dalam definisi ini Panggabean mengemukakan bahwa kegiatan manajemen tidak hanya terfokus pada pengelolaan sumber daya manusia semata, akan tetapi juga meliputi pengelolaan atas sumber daya-sumber daya lainnya, antara lain sumber daya finansial, materil, dan sebagainya.
15
Sumberdaya manus1a memiliki posisi sangat strategis dalam organ1sas1, (termasuk organisasi publik), artinya unsur manus1a memegang peranan yang penting dan sangat menentukan dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itulah malc.a eksistensi sumberdaya manusia (SDM) dalam organisasi sangat kuat. Untuk mencapai kondisi yang lebih baik maka perlu adanya manaJemen terhadap SDM secara memadai sehingga terciptalah SDM yang berkualitas, loyal dan berprestasi serta tepat kuantitasnya disaat diperlukan. Manajemen sumberdaya manusia merupakan usaha untuk mengerahkan dan mengelola sumberdaya manusia di dalam organisasi agar mampu berpikir dan bertindak sebagaimana yang diinginkan oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Sulistiyani & Rosidah, 2003:10). Perlu juga menjadi catatan bahwa sebelum istilah manajemen sumberdaya manusia dikenal luas, organisasi (orang) mengenal adanya manajemen personalia. Flippo (Handoko, 2000:3) mendefinisikan manajemen personalia adalah : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatankegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumberdaya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Secara umum antara manajemen personalia dan manajemen sumber daya manusia maknanya adalah sama
Perbedaannya hanya terletak pada cara
pandang/memposisikan pekeija saJa, dimana manajemen personalia menganggap bahwa
pekeija
merupakan
salah
satu
faktor
produksi
saJa
dalam
organisasilperusahaan, dalam hal ini tenaga pekeija digunakan secara maksimal untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam manajemen sumber daya manusia (SDM), pekeija dipandang sebagai salah satu aset organisasilperusahaan yang sangat penting, oleh
16
sebab itu maka kebutuhannya harus dipenuhi dan harkatnya sebagai manusia harus dihonnati dan dijunjung tinggi, di samping itu pengetahuan, keahlian maupun sikapnya harus terus dikembangkan agar sesuai dengan perkembangan tuntutan tugas dan pekeljaannya. Hal-hal tersebut dipandang sangat penting untuk dilakukan karena manusia/pekeija merupakan subyek yang memegang peranan penting dalam proses pencapain tujuan organisasi. Manajemen sumberdaya manusia merupakan pendekatan terhadap manajemen manusia dalam sebuah organisasi. Pendekatan terhadap manajemen manusia tersebut didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya dengan organisasi. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam organisasi, oleh sebab itu efektivitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusianya. Seperti dikatakan Armstrong bahwa pendekatan terhadap manajemen manusia harus didasarkan pada empat prinsip dasar. Pertama sumberdaya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Kedua keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan serta perencanaan strategis. Ketiga kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Karena itu kultur ini harus ditegakkan, yang berarti bahwa nilai organisasi mungkin perlu diubah atau ditegakkan, dan diupayakan secara terus menerus mulai dari puncak hendaknya kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi. Keempat manajemen manusia
17
berhubungan dengan integrasi : menjadikan semua anggota organisasi tersebut terlibat dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama (Sulistiyani & Rosidah, 2003:10). Selanjutnya Panggabean (2002) menyatakan bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan upaya pengelolaan kegiatan sumber daya manusia dalam unit organisasi disebut manajemen sumber daya manusia. Lebih lengkapnya, Panggabean (2002:15) mendefmisikan manajemen sumber daya manusia adalah: "Suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan ke.rja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan". Selanjutnya Henry Simamora (2004) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia (SDM) juga merupakan pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Di samping itu manajemen SDM juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan pegawai, pengembangan pegawai, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi pegawai, dan hubungan kerja yang baik dilingkungan organisasi. Berdasarkan
definisi
yang
dikemukakan
Panggabean
dan
dengan
memperhatikan pendapat Simamora maka dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi yang terkandung dalam manajemen SDM adalah sama dengan fungsi-fungsi manajemen, hanya saja fokus permasalahan manajemen SDM adalah menyangkut manusianya. Adapun dilingkungan birokrasi pemerintahan, sistem manajemennya dikenal dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Dalam manajemen PNS dimaksud terkait berbagai faktor
18
atau variabel yang menentukan pencapman kineJ:ja organisasi publik. Variabelvariabel dimaksud antara lain berkaitan dengan budaya organisasi dan motivasi keJ:ja para pegawai. Dua variabel ini akan menjadi variabel bebas dalam penelitian penulis.
B. Kinerja Pegawai 1. Definisi Kinerja Pegawai Berbagai pengertian atau defmisi kineJ:ja telah dikemukakan oleh para ahli. Intinya dikatakan bahwa kineJ:ja merupakan hasil keJ:ja yang dihasilkan oleh seseorang. Bernardin dan Russel (1998:379) mengemukakan pendapatnya tentang definisi kineJ:ja yakni : "Performance is defined as the record of out comes product on
a specified job function or activity during a specified time periotl' (KineJ:ja didefinisikan sebagai tingkat pencapaian produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi keJ:ja khusus selama periode waktu tertentu). Defmisi tersebut menunjukkan bahwa kineJ:ja berkaitan dengan adanya rentang waktu tertentu, oleh sebab itu tentu dibutuhkan disiplin yang kuat dari anggota organisasi agar apa yang menjadi tujuan dapat dicapai sesuai harapan. Sedangkan Porter dan Lawyer menyatakan k.ineJ:ja adalah "successfulrole
achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatannya (As'ruL 2000). Lebih lanjut Vroom berpendapat bahwa tingkat sejauhmana keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas keJ:janya disebut level of performance (As'ad, 2000). Sesuatu yang diperoleh seseorang tersebut tentunya akan terwujud jika didukung oleh adanya keterampilan keJ:ja yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankannya. Secara umum sesuai dengan pendapat para ahli tersebut dapat dipahami bahwa kineJ:ja seseorang merupakan gabungan dari usaha, kemampuan dan kesempatan,
19
yang dapat diukur dengan menggunakan metode tertentu, yang merupakan akibat yang dihasilkannya. Kinetja dapat pula diartikan sebagai sebuah kesuksesan yang dicapai seseorang dalam melakukan peketjaannya, dan ukuran kesuksesan setiap pegawru. tergantung pada fungsi dari peketjaannya yang spesifik dalam bentuk aktivitas selama periode waktu tertentu. Hal itu menunjukkan bahwa ukuran kesuksesan kinetja seorang pegawai didasarkan pada ukuran yang berlaku dan diseusiakan dengan jenis dan fungsi peketjaannya tersebut, disamping itu juga harus ada kedisiplinan dan keterampilan khusus untuk melakukan aktivitas ketja dimaksud. Kinetja juga dapat didefmisikan sebagai hasil ketja yang dapat dicapai suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999). Kinetja merupakan serangkaian hasil yang diproduksi selama periode waktu tertentu dan bukan merupakan trait, karakteristik personal, atau kompetensi (Russel, 1998). Lebih lanjut kinetja dapat dideskripsikan sebagai sistematika dari kekuatan atau kelemahan individual atau kelompok ketja yang relevan. Definisi di atas menyiratkan bahwa untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam konteks kelompok ketja maka pegawai
harus mampu untuk saling beketjasama antara satu dengan yang lainnya. Kemudian untuk mencapai tujuan secara optimal dan untuk mendapatkan imbalan yang sepadan
maka setiap pegawai harus mampu berkompetisi secara sehat dan lebih inovatif dari waktu ke waktu dalam menyelesaikan peketjaannya. Lebih lanjut, kinetja dapat diartikan sebagai hasil yang diproduksi oleh unit fungsional ketja atau aktivitas individual selama periode waktu tertentu serta bukan merupakan karakteristik personal pegawai yang melakukan ketja (Cascio, 1998:58).
20
Lebih lanjut Gibson, dkk. (2000) menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang terkait dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria keefektifan lain yang dicapai selama periode tertentu melalui usaha yang membutuhkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut secara singkat dapat dikatakan kinerja merupakan prestasi yang mampu dicapai oleh seseorang maupun organisasi dalam periode waktu tertentu. Kinerja dimaksud terkait dengan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pencapaian tersebut harus dilakukan secara legal dan tidak bertentangan dengan norma-norma dan etika yang berlaku. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan tika tidak dapat dikatakan sebagai kinerja. Jadi kinerja merupakan hasil akhir yang dicapai oleh seseorang maupun organisasi dalam melaksanakan aktivitasnya dalam waktu tertentu. Schultz & Schulhz (1994) mengatakan karyawan akan mampu memotivasi diri mereka sepenuhnya jika ada tujuan yang pasti yang ingin diraih. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja berkaitan dengan adanya tujuan yang ingin dicapai oleh karyawan. Berkaitan dengan adanya tujuan dimaksud McCloy, dkk. (1994) mengemukakan pendapatnya bahwa kinerja juga bisa berarti perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan terhadap tercapainya tujuan organisasi (goal-relevant
action). Tujuan-tujuan tersebut tergantung pada wewenang penilai yang menentukan tujuan apa yang harus dicapai oleh karyawan, oleh karenanya kinerja bukan merupakan hasil dari tindakan atau perilaku, melainkan tindakan itu sendiri. Lebih lanjut McCloy, dkk. menguraikan, bahwa agar seseorang dapat melakukan suatu tugas sesuai dengan kinerja yang diinginkan, maka hendaknya memenuhi persyaratan : pengetahuan yang dibutuhkan, memiliki keterampilan-keterampilan, dan membuat
21
pilihan dengan sungguh-sungguh untuk bekerja pada tugas pekerjaannya selama beberapa periode waktu tertentu dengan tingkat usaha tertentu pula. Berpedoman pada pendapat tersebut dapat disimpulkan dalam pencapaian kinerja, maka dipengaruhi oleh tujuan karyawan yang
bersangku~
karena tujuan
yang akan dicapai dimaksud akan memberikan arah pada perilaku dan pikiran karyawan sehingga membimbing kepada tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain, pencapaian kinerja karyawan dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu. Kinerja yang optimal akan hanya terwujud bilamana organisasi dapat memilih karyawan yang memiliki motivasi dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaannya serta memiliki kondisi yang memungkinkan mereka agar dapat bekerja secara maksimal. Lebih lanjut, berkaitan dengan konsep kinerja organisasi, Yuwono, dkk (2001 :23) mengemukakan pandapat bahwa kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi. Oleh sebab itu keunggulan sebuah organisasi terlihat dari kinerja karyawan, karena kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001). Pendapat tersebut menunjukkan konsep kinerja dalam organisasi publik dapat dimaknai sebagai kinerja pegawai, karena hakekatnya kinerja pegawai sama dengan kinerja organisasi, dan keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya merupakan rantai nilai dalam aktivitas organisasi. Dimana kinerja organisasi sangat ditentukan oleh kinerja pegawai yang ada didalamnya. Jadi ketika dikatakan bahwa suatu organisasi mencapai kinerja yang baik maka itu juga bermakna bahwa pegawai pada organisasi yang bersangkutan memiliki kinerja yang baik juga, dan sebaliknya.
22
Berdasarkan uraian tentang defmisi kinerja tersebut maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang pegawai selama periode waktu tertentu dalam upaya mencapai tujuannya dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dimilikinya, dengan cara-cara yang legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moml maupun etika yang berlaku dalam organisasi. Untuk mencapai kinerja yang optimal maka setiap pegawai perlu memiliki kemampuan, keterampilan kerja, pengetahuan, kedisiplinan, inovatif, mampu berkompetisi dan bekerjasama, pengalaman dan sebagainya. Selanjutnya untuk mengetahui apakah seorang pegawai telah mampu mencapai kinerja yang ditetapkan maka perlu dilakukan penilaian kinerja atas pegawai yang bersangkutan. Penilaian kinerja hanya akan dapat dilakukan jika berdasarkan pada indikator-indikator yang relevan yang mampu memberikan gambaran tentang hasil yang telah dicapai oleh pegawai yang bersangkutan. Lebih lanjut akan dikemukakan tentang indikator-indikator yang akan digunakan untuk menilai kinerja pegawai dimaksud.
2. Indikator Kinerja Pegawai
Penilaian kinerja pegawai merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi, karena berpengaruh secara langsung terhadap manajemen pengembangan sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi. Berkaitan dengan penilaian kerja Cascio (1998) mendefinisikannya sebagai penggambaran sistematis tentang individu atau kelompok yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dalam suatu pekerjaan atau proses dengan organisasi mengevaluasi pelaksanaan individu. Jadi penilaian kinerja diartikan sebagai peninjauan yang sistematis terhadap prestasi kerja karyawan dalam mengevaluasi suatu kerja individu. Performance appraisal atau
23
penilaian kerja ini dilakukan dalam rangka pengembangan SDM sebagai upaya kompensasi dalam mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pimpinan organisasi yang bersangkutan (Sedarmaryanti, 2001 ). Jadi penilaian kinerja dapat diartikan sebagai kegiatan yang difokuskan untuk mengukur kinerja pegawai dengan menggunakan standar-standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Dengan demikian maka nantinya akan diperoleh berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Adapun hasil penilaian kinerja tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi, dan juga untuk meningkatkan karir dan kesejahteraan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dubrin ( 1996) yang mengemukakan pentingnya penilaian kinerja pegawai, menyatakan bahwa penilaian kinerja memiliki dua kepentingan yaitu kepentingan bagi karyawan dan bagi organisasi. Bagi karyawan dapat memberikan umpan balik tentang kemampuan, kekurangan-kekurangan dan potensi-potensi yang ada, yang pada gilirannya nanti dapat dikembangkan untuk meningkatkan kinerja, sedangkan bagi organisasi sangat penting arti dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan karyawan, promosi, pemberian imbalan, dan berbagai aspek lainnya. Penilaian kinerja pegawai hanya akan dapat berhasil secara efektif dan efisien jika mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagaimana yang dikemukakan oleh
Siagian
(2004)
yang
mengatakan
bahwa
penilaian
kinerja
perlu
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu : a) mengingat yang dinilai adalah manusia maka disamping memiliki kemampuan, juga memiliki kelemahan dan kekurangan, b) penilaian yang dilakukan sesuai tolak ukur tertentu yang realisitis, berkaitan langsung
24
dengan tugas seseorang, serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif, c) hendaknya hasil penilaian disampaikan pada karyawan yang bersangkutan, dengan maksud : dapat menjadi dorongan, perbaikan-perbaikan, dan penilaian yang tidak objektif bisa langsung mengajukan keberatannya, d) perlu didokumentasikan secara rapi dalam arsip kepegawaian, e) hasil penilaian kinerja tersebut selalu dijadikan bahan pertimbangan dalam setiap keputusan yang terkait dengan urusan kepegawaian. Lebih lanjut Cascio (1998) berpendapat bahwa kriteria penilaian kinerja yang jelas merupakan penilaian yang lebih akurat untuk dilakukan, yang dijabarkan dalam : a) kualitatif : keakuratan kualitas kerja, kemampuan untuk mengkoordinasikan, menganalisis dan mengevaluasi, b) kuantitatif: jumlah hasil yang diproses, jumlah waktu yang digunakan, dan jumlah kesalahan yang dilakukan. Sedangkan Dipboye (1994) mengemukakan bahwa penilaian kinerja yang baik harus memiliki karakteristik : a) reliable : dapat dipercaya, b) praktis : tersedia, plausibel, dapat diterima siapa saja yang menggunakan dalam rangka pengambilan keputusan, c) relevansi : seberapa besar hasil penilaian dapat menggambarkan kriteria-kriteria penting dalam kinerja, d) diskriminatif: kemampuan untuk dapat membedakan antara karyawan satu dengan yang lainnya, e) adil (fair) : keputusan bisa diterima secara adil, tidak terpengaruh "bias" dikarenakan gender, minoritas, atau hal-hallainnya. Dengan mempedomani berbagai faktor atau kriteria penilaian kinerja sebagaimana diuraikan maka diharapkan proses penilaian kinerja pegawai benarbenar akan mampu hasil kerja yang dicapai oleh pegawai secara objektif, sehingga
akan memberikan keuntungan yang optimal bagi diri pegawai yang bersangkutan dan juga bagi organisasi.
25
Setelah memperhatikan faktor-faktor atau kriteria-kriteria dalam melakukan penilaian kinerja, maka selanjutnya untuk dapat mengukur kinerja pegawai diperlukan indikator-indikator penilaian yang objektif yang mampu mengukur kinerja yang dicapai oleh pegawai. Beberapa model atau pendapat tentang indikator kinerja pegawai telah dikemukakan oleh para ahli. Lebih jelasnya akan diuraikan lebih rinci pada pembahasan selanjutnya. Handoko (2000) mengemukakan dua konsep utama untuk mengukur kinerja seseorang yakni efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan konsep matematik berupa perhitungan rasio antara keluaran (ouput) dan masukan (input). Seseorang pegawai yang efisien adalah karyawan yang mencapai keluaran (hasil) yang lebih tinggi dibanding masukan (tenaga kerja, bahan baku, uang, mesin, waktu). Dengan kata lain dapat memaksimalkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Efektivitas merupakan kemampuan utuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain seorang pegawai yang efektif adalah pegawai yang mampu memilih pekerjaan yang
harus dilakukan dengan metode yang tepat. lndikator untuk mengukur kinerja pegawai yang dikemukakan di atas masih sangat umum, dimana hanya diklasiflkasikan pada hal yang menyangkut efisiensi dan efektifitas, sedangkan bagaimana proses yang terjadi dalam upaya mencapai kinerja pegawai tidak diukur, misal berkaitan dengan kerjasama yang terjadi antar pegawai. Hal ini penting diukur karena kinerja pegawai akan menentukan kinerja organisasi, oleh sebab itu pegawai harus mampu bekerja dalam sebuah tim, bukan hanya sebagai
26
individu yang berdiri sendiri. Oleh sebab itu indikator kinerja yang dikemukakan tersebut dirasakan belum mampu mengukur kineija seorang pegawai. Indikator yang agak berbeda tentang kineija pegawai dikemukakan oleh Bernardin dan Russel (1998) yang mengemukakan enam dimensi pengukuran atas kineija seorang pegawai, yakni sebagai berikut : a. Kualitas. Kualitas merupakan suatu tingkat sebuah proses atau hasil dari sebuah kegiatan yang berorientasi kepada kesempurnaan hasil. Kaitannya dengan cara paling ideal dan tepat ketika menyelesaikan sebuah aktivitas atau pemenuhan kebutuhan dari suatu aktivitas dengan tujuan tertentu. b. Kuantitas. Kuantitas merupakan suatu tingkat dengan kemampuan menghasilkan, dalam bentuk jumlah seperti, berapa banyak jumlah uang yang dihasilkan, berapa banyak barang yang dihasilkan, seberapa banyak tugas yang mampu diselesaikan dalam sebuah pekeijaan atau tugas yang mampu diselesaikan dalam sebuah tugas atau pekeijaan yang dibebankan c. Ketetapatan waktu. Ketepatan waktu merupakan suatu tingkat dimana sebuah tugas atau aktivitas diselesaikan atau dihasilkan tepat pada waktunya. Mulai dari titik awal (koordinasi) hingga pada penyelesaiaan, dengan kesepakatan dari kedua belah pihak mengenai waktu maksimal yang disepakati untuk menyelesaikan tugas tersebut. d. Penghematan. Penghematan merupakan suatu tingkat dimana kemampuan pegawai dalam menggunakan sumberdaya organisasi (sumberdaya manusia, keuangan, teknologi dan materi) dengan semaksimal mungkin dalam rangka mendapatkan keuntungan maksimal, serta meminimalisir kerugian penggunaan sumberdaya dimaksud untuk setiap produk yang dihasilkan.
27
e. Pengawasan. Pengawasan merupakan suatu tingkat dimana pegawai dapat menyelesaikan tugas dan melakuk:an fungsi tugasnya tanpa diminta atau tanpa meminta bantuan atasan, intervensi dari atasan untuk mendapatkan basil akhir serta mencegah basil akhir yang tidak memenuhi standar.
f. Hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi merupakan suatu tingkat dimana pegawai menunjukkan sikapnya mengenai rasa percaya dirinya, dan keinginan untuk bekerjasama diantara para pegawai. lndikator tersebut lebih rinci dan tajam untuk mengukur kinerja pegawai, namun demikian beberapa indikatomya masib kurang sesuai untuk mengukur kinerja, yakni indikator berupa kualitas dan kuantitas. Kedua hal ini akan dicapai pada level yang optimal jika tingkat kinerja pegawai optimal juga, dengan kata lain, kualitas dan kuantitas produksi atau basil kerja otomatis akan dicapai pada tingkat kinerja yang optimal. Jadi kualitas dan kuantitas itu bukanlah ukuran dari kinerja, akan tetapi merupakan akibat yang dicapai dari kinerja pegawai. Lebih lanjut, Jones (2004) dan Miner (1992) telah mengembangkan dan menggunakan dimensi-dimensi yang lebih tegas dan rinci tentang pengukuran kinerja pegawai dalam sebuah organisasi, yakni sebagai berikut : a. Keterampilan kerja. Keterampilan kerja akan menunjukkan kemampuan dan keahlian pegawai yang mendukung pelaksanaan tugas. Keterampilan merupakan bekal pegawai dalam menjalankan pekerjaannya
Keterampilan pegawai
mencakup kemampuan, pengetahuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Keterampilan dapat dipelajari secara formal atau dengan cara belajar sendiri tergantung dengan kebutuhan.
28
b. Kedisiplinan. Kedisiplinan merupakan kemampuan pegawai untuk mematuhi segala peraturan dan kebijakan yang berlaku dalam organisasi. Kedisiplinan mencakup ketepatan waktu kerja yakni penyelesaian tugas, kehadiran, istirahat, dan waktu pulang kerja Pegawai yang memiliki kedisiplinan tinggi akan menghasilkan keluaran hasil kerja yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang kurang disiplin. Hal ini terkait dengan adanya penghargaan terhadap waktu kerja dan mampu memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kepentingan kerja. c. Inovasi. Inovasi adalah kemampuan untuk berpikir kreatif serta mencoba dan melaksanakan hal-hal baru dalam melaksanakan pekerjaannya, hal ini sangat terkait karena lingkungan kerja yang senantiasa mengalami perubahan dan memerlukan jiwa pengabdian serta profesionalitas kerja yang tinggi dengan tetap memperhatikan berbagai resiko yang ditimbulkannya. d. Kerjasama. Kerjasama adalah kemampuan menjalin interaksi dan saling membantu dalam tugas dengan rekan sekerja, seorang pegawai yang memiliki kemampuan untuk menjalin kerjasama dilingkungan kerja, akan meningkatkan hasil kerja karena dapat meminta penjelasan dari rekan kerja yang lain. Kemampuan dalam menjalankan pekerjaan secara baik didukung dengan kerjasama dengan rekan kerja akan menghasilkan kinerja yang baik. Dan sebaliknya karena akan menemui kegagalan. e. Kemampuan berkompetisi. Kemampuan berkompetisi yang dimaksud adalah kemampuan untuk bersaing secara positif dengan rekan kerja seperti sikap kerja pantang menyerah, aktif, berani menjalankan tugas-tugas baru. Kompetisi seperti
ini dharapkan mampu meningkatkan kinerja karyawan untuk memberikan hasil
29
yang terbaik dan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil kerjanya (Mirza, 2009).
Model pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Jones dan Miner lebih mampu mengukur kinerja pegawai dibandingkan indikator yang dikemukakan Handoko (2000) dan Bernardin dan Russel (1998). Indikator tersebut, sesuai dengan definisi kinerja pegawai yang telah penulis kemukakan pada pembahasan terdahulu, memang cocok digunakan untuk mengukur kinerja pegawai pada sebuah organisasi, termasuk organisasi publik. Kinerja pegawai akan ditentukan oleh keterampilan kerja, kedisiplinan, inovasi, keijasama dan kemampuan untuk berkompetisi dari setiap pegawai. Oleh sebab itu maka dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan indikator kinerja pegawai yang telah dikembangkan oleh Jones dan Miner tersebut. Lebih lanjut karena indikatomya masih bersifat kualitatif, maka perlu diubah menjadi indikator yang kuantitatif, dengan demikian perlu ditambahkan kata-kata "tingkat" sehingga indikator lengkapnya adalah tingkat keterampilan kerja, tingkat kedisiplinan, tingkat inovasi, tingkat keijasama dan tingkat kemampuan berkompetisi.
3. Manfaat Penilaian Kinerja Pegawai Penilaian kineija pegawai akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi pegawai dan juga bagi organisasi. Manfaat penilaian kinerja (performance appraisal) secara ringkas dikemukakan oleh Cascio (1998) yakni: a. Penilaian memberikan informasi dilakukannya promosi serta penetapan gaji b. Penilaian memberi suatu peluang bagi manajer dan bawahan dalam memotivasi bawahannya c. Untuk pengembangan organisasi.
30
Cascio memandang bahwa penilaian kinerja akan memberikan peluang terutama bagi manajer atau pimpinan untuk memberikan motivasi bagi bawahannya Di samping itu, penilaian kinerja juga bennanfaat bagi pengembangan kualitas SDM organisasi, dan juga memberikan gajilimbalan yang layak dan adil bagi pegawai. Berkaitan dengan manfaat penilaian kinerja, Rosidi (1995) mengemukakan enam manfaat penilaian kinerja, yaitu: a) memperoleh data yang pasti, sistematis dan faktual dalam menentukan nilai suatu pekerjaan, b) memperoleh keadilan dalam sistem pengupahan dan penggajian, c) memungkinkan para pengambil keputusan bertindak objektif dalam memperlakukan para bawahan, d) untuk membantu pihak manajemen dalam memilih, menempatkan, promosi, demosi, mutasi, meningkatkan dan memberhentikan karyawan, e) mempertegas dan memperjelas fungsi, tugas pokok, wewenang dan tanggungjawab dari setiap jabatan, sehingga dapat mengurangi dan meniadakan tumpang tindih dalam pelaksanaan pekerjaan, f) menghilangkan atau mengurangi berbagai janis keluhan para karyawan karena perlakuan yang kurang adil. Penilaian kinerja diperlukan agar dapat dilakukan tindakan yang objektif terhadap pegawai, baik yang berprestasi maupun yang tidak, sehingga masing-masing mendapatkan reward maupun punishment sesuai dengan kinerja yang dicapainya. Penilaian kinerja juga diperlukan untuk mengelola SDM sedemikian rupa agar dapat diperoleh SDM yang tepat untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu, di samping itu juga untuk mengerahkan SDM yang ada agar berhasil guna dan berdaya guna dalam mencapai tujuannya. Lebih lanjut berkenaan dengan manfaat penilaian kinerja, Handoko (1998) mengemukakan pendapat bahwa manfaat dari adanya penilaian kinerja dalam sebuah organisasi adalah : a) untuk melakukan perbaikan kineija, b) penyesuaian-
31
penyesuaian kompensasi, c) keputusan dalam penempatan karyawan, d) penentuan kebutuhan latihan dan pengembangan sumberdaya manusia, e) perencanaan dan pengembangan karir, f) mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan staffing, g) mengevaluasi ketidakakuratan informasional dalam organisasi, h) mengevaluasi kesalahan desain pekerjaan, j) menghadapi tantangan ekstemal. Pendapat tersebut secarajelas menyoroti manfaat penilaian kinetja adalah untuk kelancaran pelaksanaan manajemen SDM dalam organisasi, dan juga untuk menjaga agar kinerja yang dicapai tidak berada dibawah standar kinerja yang telah ditetapkan. Dengan dilakukannya penilaian kinetja pegawai maka organisasi akan dapat mendeteksi kelemahan dan kekuatan SDM yang dimiliki sehingga organisasi akan lebih siap dalam menghadapi atau mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dari lingkungan ekstemalnya. Pendapat senada tentang manfaat penilaian kinerja
dikemukakan oleh
Sedarmaryanti (200 1), yakni sebagai berikut :
a. Peningkatan prestasi kerja, baik manajer maupun karyawan memperoleh umpan balik dan dapat memperbaiki pekerjaan b. Kesempatan kerja yang adil, dapat menjamin pegawai untuk memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya c. Kebutuhan pelatihan pengembangan, dapat dideteksi karyawan yang kemampuannya rendah, sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka d. Penyesuaian kompensasi, dapat membantu para manajer untuk mengambil keputusan dalam rangka menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus dan sebagainya. e. Keputusan promosi dan demosi, basil penilaian kinerja dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam rangka mempromosikan pegawai yang berprestasi baik. f. Kesalahan desain peketjaan, dapat digunakan untuk menilai desain ketja g. Penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi pegawai yang telah lalu. Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Siagian (2004) yang menyatakan manfaat penilaian kinetja antara lain : a) mendorong peningkatan kinerja bagi karyawan, b) sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan, c)
32
untuk kepentingan mutasi pegawai, d) untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan, e) membantu para pegawai dalam menentukan rencana karirnya, bersama bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karir yang paling tepat, sesuai dengan kebutuhan karyawan dan organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang manfaat penilaian kinerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya penilaian kinerja bermanfaat untuk menjaga agar pegawai tidak mencapai kinerja dibawah standar yang ditetapkan organisasi, selanjutnya juga dijadikan sebagai dasar bagi manajemen untuk melakukan mutasi, promosi, pengembangan kualitas dan karir pegawai, menetapkan standar penggajian yang adil guna mencegah rasa ketidakpuasan dari pegawai yang bisa berdampak negatif terhadap kinerjanya. Manfaat lainnya yakni untuk menyediakan informasi yang akurat tentang kondisi organisasi juga untuk mencegah pemborosan penggunaan sumberdaya organisasi, serta untuk mewujudkan kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan ekstema organisasi yang seringkali sulit untuk diprediksi.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Kinerja pegawai dalam suatu organisasi merupakan sesuatu yang lazim digunakan untuk memantau dan mengawasi produktivitas kerja pegawainya, baik organisasi yang berorientasi pada produksi barang maupun jasa. Kinerja pegawai dimaksud pada hakekatnya dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekstemal
dan faktor internal pegawai. Faktor ekstemal merupakan faktor kontekstual yang berkaitan dengan lingkungan kerja, seperti kebijakan dan pelaksanaan SDM, desain kerja dan penggunaan teknologi, serta budaya organisasi (Jordan dalam Mirza, 2008). Sementara faktor internal individu yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor
33
efikasi diri, dalam hal ini mempengaruhi pembentukan sikap dan mental kerja yang dirasak:an pegawai, pekerjaan yang kompetitif atau menantang, serta faktor kompetensi emosi yang akan mendukung pencapaian kinerja yang lebih efektif dan efisien (Goleman, 2003). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kondisi mental pegawai, hal ini antara lain berkaitan dengan adanya motif dalam melakukan pekerjaan, adanya harapan yang akan diperoleh ketika mampu mencapai tujuan tertentu. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja adalah kebijakan SDM, budaya organisasi dan penggunaan teknologi. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Yuwono (2001 :53) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang lebih mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif. Dalam hal ini faktor kepemimpinan yang efektif juga dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja Realitanya memang demikian, karena kemampuan seseorang dalam memimpin anggotanya akan sangat menentukan kinerja pegawai yang bersangkutan dan akan berdampak terhadap kinerja organisasi pada umumnya Selanjutnya Atmosoeprapto (200 1:11) mengemukakan pendapat yang agak berbeda,
dimana
yang
bersangkutan
mengelompokkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja atas dua kelompok besar, yakni sebagai berikut : a. Faktor internal, yang terdiri dari: 1. Tujuan organisasi yaitu apa yang diinginkan atau dicapai dan apa yang diproduksi oleh suatu organisasi. 2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antar fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
34
3. Sumberdaya manus1a, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organ1sas1 sebagai penggerak jalannya organisasi secara menyeluruh (holistik). 4. Budaya organisasi, yaitu gaya (style) dan identitas (identity) suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi panutan (citra) organisasi yang bersangkutan. b. Faktor ekstemal, yang terdiri dari: 1. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan
(balance of power) yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban dilingkungan organisasi. 2. Faktor ekonomi yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya. 3. Faktor sosial yaitu orientasi nilai yang berkembang ditengah masyarakat yang mempengaruhi pada etos kerja yang dibutuhkan organisasi. Pendapat tersebut cakupannya terlalu luas, dan faktor ektemal yang dikemukakan sebenarnya tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap kinerja pegawai. Namun demikian faktor intemalnya memang berpengaruh secara langsung terhadap kinerja, terutama berkaitan dengan budaya organisasi dan sumberdaya manusianya (pegawai). Pegawai harus mampu dikelola dengan baik agar mau bekerja secara sukarela dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi, hal ini akan berkaitan dengan teknik memotivasi pegawai. Kepuasan pegawai juga harus diupayakan agar semangat kerjanya tetap tinggi. Sedangkan budaya organisasi, akan menentukan bagaimana interaksi yang terjadi dalam organisasi dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut, Soesilo (2000: 12) mengemukakan kinerja suatu orgamsas1 birokrasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi
35
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi c. Swnberdaya manusia, yang berkaitan dengan kualitas pegawai untuk bekeija dan berkarya secara optimal d. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kineija organisasi e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi. Sesuai dengan pendapat tersebut, tujuan organisasi, budaya organisasi dan pengelolaan pegawai tetap dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi kineija pegawai. Di samping itu juga ada faktor lainnya, yakni berkaitan dengan penggunaan teknologi yang mendukung aktivitas organisasi dan pembuatan sistem informasi yang akurat dan up to date. Secara umwn dari berbagai pendapat ahli sebagaimana diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kineija pegawai dalam organisasi publik dipengaruhi oleh berbagai elemen atau variabel, antara lain berkaitan dengan budaya organisasi, kemampuan pegawai, motivasi, kepuasan keija, penggunaan teknologi dan sebagainya Berkaitan dengan faktor budaya organisasi, Kotter dan Heskett (Ndraha, 2003:114) mengemukakan bahwa yang dapat meningkatkan kineija ekonomi pemsahaan adalah strong culture, strategically appropriate culture, adaptive culture,
and electic culture. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa secara umwn kineija organisasi akan dipengaruhi oleh budaya yang kuat dalam organisasi yang bersangkutan. Budaya organisasi sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi kineija pegawai, dimana pegawai membentuk persepsi secara subjektif mengenai budaya organisasi pada tempatnya bekeija, kesesuaian atau persepsi yang sama tidak hanya mendukung pegawai tersebut dalam bekeija tetapi juga akan mempengaruhi tingkat
36
kinerja maupun kepuasannya. Nilai-nilai budaya yang tertuang melalui perilaku pegawai terutama pada pelayanan terhadap konsumen dan kualitas mutu barang yang dihasilkan. Kesesuaian nilai-nilai budaya organisasi berdampak cukup besar pada kinerja secara individual, terutama hila budaya organisasi menekankan pada budaya lokal (Cooper dan Robertson, 2002). Budaya lokal dimaksud, di Indonesia lebih dikenal dengan nama budaya daerah. Budaya yang berkembang dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman adalah Budaya Minangkabau. Budaya Minangkabau ini akan penulis bahas sebagai salah satu yang berperan terhadap kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman. Adapun yang menjadi variabelnya yakni Budaya Kato Nan
Ampek. Selanjutnya, masih berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai (organisasi), Keith Davis (Anwar, 2001) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), yang dirumuskan sebagai berikut : •
Human performance = ability + motivation
•
Motivation = Attitude + Situation
•
Ability = Konowledge + Skill
Pendapat tersebut dipertegas lagi oleh David C. McClelland (Anwar, 2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji, motif disini merupakan bagian dari motivasi yang dimiliki oleh individu.
37
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa budaya organisasi dan motivasi kerja telah terbukti berpengaruh atau berhubungan dengan kinerja pegawai. Lebih lanjut berdasarkan pendapat ahli tentang budaya organisasi menyatakan bahwa pegawai akan membentuk persepsi secara subjektif mengenai budaya organisasi pada tempatnya bekerja, kesesuaian atau persepsi yang sama tidak hanya mendukung pegawai tersebut dalam bekerja tetapi juga akan mempengaruhi tingkat kinerja maupun kepuasannya Pendapat tersebut secara tersirat menggambarkan adanya hubungan antara budaya organisasi dengan motivasi kerja, hal ini berarti bahwa budaya organisasi yang baik akan mampu meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja, yang pada akhimya akan meningkatkan kinerja pegawai yang bersangkutan. Oleh sebab itu maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan satu variabel bebas (motivasi kerja) dan satu variabel kontrol (budaya organisasi, yang dalam konteks lokalnya yakni budaya kato nan ampek).
C. Motivasi Kerja 1. Pengertian Motivasi Istilah motivasi (motivation) berasal dari perkataan bahasa latin, yakni movere, yang berarti "dorongan" atau "daya penggerak". Istilah motivasi kadang-
kadang dipakai silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), atau impuls. Motivasi berhubungan dengan upaya mendorong gairah kerja pegawai, agar mereka mau bekerja keras secara ikhlas dengan mengerahkan segenap kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Mitchell (1982:81) yang menyatakan" ... motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya persistensi
38
kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan terhadap tujuan tertentu". Selanjutnya Gray et al. yang dikutip Winardi, 2001 :2) menyatakan bahwa " ... motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau ekstemal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu". (Gray et al) dalam (Winardi,2001 :2). Ada persamaan yang nyata dari dua pendapat di atas, yakni motivasi berkaitan persistensi untuk melakukan berbagai kegiatan secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut bisa berupa visi dan misi organisasi. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Reksohadiprojo & Handoko (1996 : 84) yang menyatakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginannya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Hal itu menunjukkan bahwa motivasi mendasari setiap tindakan individu guna mencapai tujuan tertentu, dengan kata lain motivasi diwujudkan dalam bentuk perilaku melakukan sesuatu. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan motivasi merupakan unsur pokok dalam perilaku seseorang. Motivasi berkaitan dengan perilaku seseorang dalam organisasi untuk bekerja secara sadar dan dengan penuh kerelaan dengan mengerahkan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan tertentu, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hasibuan (200 1:95) yang menyatakan "Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar
39
mereka mau bekeijasama, bekeija efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan". Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa tujuan tertentu tersebut adalah adanya upaya untuk memenuhi suatu kebutuhan. Pendapat tersebut dikuatkan oleh pendapat Cascio (Hasibuan, 200 I :95) tentang motivasi, yakni Motivation is a force
that results from an individual's desire to satisfy there needs (e.g. hunger, thirst, social approval). Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya rasa lapar, haus dan bermasyarakat). Pendapat senada dikemukakan oleh Koontz (Hasibuan, 2001 :95) yang berpendapat "Motivation refers to the drive and effort to satisfy a want or goal. Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Sulistiyani & Rosidah (2003:58) yang menyatakan bahwa motivasi adalah proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah dapat bekeija sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasi secara optimal. Dalam hal ini, yang menjadi tujuan hanya tujuan organisasi sedangkan tujuan individu tidak dikemukakan. Selanjutnya Sulistiyani & Rosidah menjelaskan bahwa proses pemberian dorongan tersebut adalah serangkaian aktivitas yang harus dilalui atau dilakukan untuk menumbuhkan dorongan kepada pegawai agar bekeija sejalan dengan tujuan organisasi. Pertama-tama yang diperhatikan dalam proses tersebut adalah identifikasi apa yang menjadi core dari kebutuhan pegawai. Sebab core dari kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut memiliki kekuatan paling besar dalam penentuan sikap
pegawai dalam bekeija. Jika pengaruh yang ditimbulkannya besar, maka dorongan
40
kerja besar pula. Langkah kedua yang sebaiknya dilakukan adalah berusaha mengkonversi kebutuhan-kebutuhan inti tersebut kedalam konsep kebutuhan pegawai dalam organisasi publik, dengan berpedoman kepada teori yang relevan. Dan langkah ketiga adalah merumuskan program-program motivasi yang selaras dengan tuntutan dan kondisi/kemampuan organisasi publik yang bersangkutan. Adapun program motivasi tersebut dapat meliputi : modeVjenis pegawai, program kompensasi, program sosial, program Jamman, program reward-punishment dan program pengembangan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Motivasi kerja adalah daya pendorong yang mengakibatkan pegawai mau dan ikhlas untuk mengerahkan segenap kemampuan, tenaga dan waktu yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dengan cara yang sederhana dapat dikatakan bahwa dalam motivasi kerja terkandung tiga point penting, yakni 1) Adanya upaya membangkitkan motivasi dalam rangka mencapai tujuan individu yang juga merupakan tujuan organisasi, 2) adanya usaha dari individu, hal ini dapat dilihat dengan kerelaan seseorang untuk mengerahkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam mencapai tujuan dimaksud, 3) adanya kebutuhan dari individu sehingga mereka berusaha untuk mencapai atau mewujudkan kepuasan.
2. Teori Hirarld Kebutuhan Manusia Motivasi berkaitan dengan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan antara satu orang dengan yang lainnya tidaklah sama, oleh sebab itu beda kebutuhan maka perilaku pun akan berbeda. Berkenaan dengan perilaku manusia, A.
41
H. Maslow (Hasibuan,2001:104)mengemukakan sejumlah proposisi penting, yakni sebagai berikut : 1. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan (man is a wanting being). Ia senantiasa menginginkan lebih banyak. Keinginan itu terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba. 2. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang bel urn terpenuhi yang menjadi alat motivasi. 3. Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (hierarchy). Berdasarkan proposisi dimaksud, selanjutnya A. H. Maslow (Winardi, 2001) mengemukakan Teori Hirarki Kebutuhan, yakni sebagai berikut : I. Kebutuhan-kebutuhan Fisiologikal (Physiological needs). Merupakan kebutuhan
yang berada pada tingkatan terendah. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang perlu dipenuhi untuk mempertahankan hid up. Yang dimasukkan dalam tingkatan ini adalah kebutuhan akan oksigen, pangan, minum, eliminasi, istirahat, aktivitas dan pengaturan suhu. 2. Kebutuhan Keamanan (Safety and Security Needs).
Apabila kebutuhan
fisiologikal cukup terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan pada tingkatan berikut yang lebih tinggi, yakni kebutuhan akan rasa aman, mulai mendominasi perilaku manusia Kebutuhan ini misalnya dalam wujud keinginan akan proteksi terhadap bahaya fisikal (bahaya kebakaran atau serangan criminal), keinginan untuk mendapatkan kepastian ekonomi, preferensi terhadap hal-hal yang dikenal, dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal, dan keinginan atau dambaan orang akan dunia yang teratur, serta yang dapat diprediksi. 3. Kebutuhan-kebutuhan
Sosial
(Belongingnees
needs).
Sewaktu
kebutuhan
fisiologikal manusia dan kebutuhannya akan rasa aman relative terpenuhi, maka
42
kebutuhan-kebutuhan social,
yang merupakan kebutuhan pada tingkatan
berikutnya, menjadi motivator penting bagi perilakunya. Seseorang ingin tergolong pada kelompok-kelompok tertentu, ia ingin berasosiasi dengan orang lain. Ia ingin diterima oleh rekan-rekannya, dan ia ingin berbagi dan menerima sikap berkawan dan efeksi. 4. Kebutuhan akan Penghargaan (Esteem needs). Hal ini merupakan kebutuhan pada tingkat berikutnya, yang juga bisa disebut kebutuhan egoistik-untuk penghargaan diri, maupun untuk penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan diri, mencakup kebutuhan untuk mencapai kepercayaan diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri, dan kebebasan serta independensi. Kelompok kedua kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan, mencakup kebutuhan yang berkaitan dengan reputasi seseorang individu, atau penghargaan dari pihak lain, kebutuhan akan status, pengakuan, apresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan pihak lain. 5. Kebutuhan untuk Merealisasi Diri (Self actualization needs). Pada puncak hirarki kebutuhan Maslow terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau aktualisasi diri. kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan individu untuk merealisasi potensi
yang
dimilikinya,
untuk
mencapai
pengembangan
diri
secara
berkelanjutan, untuk menjadi kreatif, dalam arti seluas-luasnya. Hirarki kebutuhan tersebut mampu menggambarkan berbagai tingkatan kebutuhan yang secara normal akan dicapai oleh manusia, akan tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi terutama setelah kebutuhan fisiologikal terpenuhi, karena bisa jadi bagi seseorang yang lebih menimbulkan motivasi adalah kebutuhan sosial, bukan kebutuhan akan rasa aman. Lebih tegasnya dinyatakan oleh Krech, et al.,
43
(Winardi,200 I: I7) mengemukakan bahwa tingkatan-tingkatan kebutuhan dalam Hirarki Kebutuhan Maslow bersifat interdependen, dan saling tindih menindih. Jadi, dengan demikian kebutuhan-kebutuhan seseorang individu cenderung dipenuhi secara parsial pada masing-masing wilayah, misalnya kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak menghilang, sewaktu kebutuhan-kebutuhan akan keamanan muncul, hanya mereka makin kurang "mendesak". Kebutuhan-kebutuhan tidak perlu dipenuhi secara I 00%, sebelum munculnya kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih tinggi. Lebih lanjut Winardi (200I:I7-I8) menyatakan Teori Maslow, tentang kebutuhan-kebutuhan manusia, harus dianggap sebagai teori yang memiliki penerapan umum, tetapi bukan yang bersifat khusus. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sewaktu seorang individu meningkat dewasa, maka kreativitas, independensi, otonomi, diskresi dan ekspresi kepribadian semuanya makin penting saja. Akan tetapi, mengingat pula bahwa kedewasaan mengandung implikasi adanya suatu tingkat tinggi penyesuaian, terhadap kondisi apapun juga yang dihadapkan oleh kehidupan, maka boleh dikatakan bahwa tidak ada orang-orang yang dewasa sempurna, hanya orangorang yang sedang dalam proses menuju kedewasaan. Kondisi-kondisi demikian terus menerus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dan penyesuaian yang terjadi harus berupa sebuah proses yang berkelanjutan. Oleh sebab itu kedewasaan merupakan sebuah konsep dinamik, dan bukan statik, dan pola-pola perilaku individual tergantung pada tingkat kebutuhan yang akan dipenuhi, pada susunan kepribadian individu yang bersangkutan, dan pada berbagai macam pendorongnya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Siagian (2004:I58-I59) yang menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada teknik motivasi yang begitu berlaku umum sehingga dapat diterapkan dengan cara yang persis sama untuk semua orang
44
dalam organisasi. Teknik motivasi yang efektif adalah teknik yang ditujukan kepada dan disesuaikan dengan kebutuhan individual. Sasarannya ialah bahwa dengan
demikian manajer yang bersangkutan akan lebih mampu menyakinkan para bawahannya bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan-tujuan pribadi para bawahan itu akan ikut tercapai pula dan berbagai jenis kebutuhannya akan tercapai
sesuai dengan persepsi bawahan yang bersangkutan. Artinya, dengan demikian dalam diri para bawahan itu terdapat keyakinan bahwa terdapat sinkronisasi antara tujuan pribadinya dengan tujuan organisasi. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa tidak ada suatu teori motivasi yang berlaku secara umum dalam sebuah organisasi, baik organisasi swasta maupun publik. Teori-teori yang ada hanya berlaku secara khusus. Adapun upaya mewujudkan motivasi kerja pegawai yang tinggi dalam bekerja sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan atau organisasi dalam menyelaraskan antara tujuan pegawai dengan tujuan organisasi. Jika tujuannya sinkron, maka motivasi kerja pegawai otomatis juga tinggi, akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya maka akan berdampak negatif terhadap
kinerja pegawai dan juga organisasi. Pegawai akan mulai melakukan tindakantindakan yang merugikan organisasi, contohnya melakukan korupsi, mangkir kerja, sering absen dan sebagainya. Di samping itu, loyalitas terhadap organisasi pun semakin berkurang.
3. Karakteristik Motivasi Kerja Mengenali karakteristik motivasi kerja pegawai dalam organisasi sangat penting artinya dalam menjamin motivasi kerja yang tinggi dari pegawai. Karena motivasi itu merupakan keinginan yang terdapat pada diri seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan-tindakan, maka motivasi itu tampak dalam
45
dua segi yang berbeda. Dari segi aktif atau dinamis, motivasi tampak sebagai suatu
usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya dan potensi tenaga keija, agar secara berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari segi pasif atau statis, motivasi akan tampak sebagai suatu kebutuhan dan sekaligus sebagai suatu perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan dan mengarah potensi serta daya keija manusia tersebut kearah yang diinginkan (Terry dalam Siagian, 2002). Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang- yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau motivasi intrinsik- akan tetapi dapat pula bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah motivasi ekstemal atau ekstrinsik. Faktor-faktor motivasi itu, baik yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik, dapat positif, akan tetapi dapat pula negatif. Kunci keberhasilan seorang manajer dalam menggerakkan para bawahannya terletak pada kemampuan untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif(Siagian, 2004:139). Lebih lanjut James L. Gibson, et al., (Winardi,2001 :4) berpendapat bahwa apabila kita mempelajari berbagai macam pandangan dan pendapat tentang persoalan motivasi, maka dapatlah kita menarik sejumlah kesimpulan tentang motivasi yaitu : 1. Para teoretisi menyajikan penafsiran-penafsiran yang sedikit berbeda tentang motivasi dan mereka menitikberatkan faktor-faktor yang berbeda-beda; 2. Motivasi berkaitan dengan perilaku dan kineija; 3. Motivasi mencakup pengarahan ke arah tujuan; 4. Dalam hal mempertimbangkan motivasi, perlu kita memperhatikan faktor-faktor: :fisiologikal, psikologikal, dan lingkungan (environmental) sebagai faktor-faktor penting.
Motivasi keija pegawai dalam organisasi dapat bersifat positif maupun negatif. Motivasi yang bersifat positif yang lebih dikenal dengan "motivasi yang mengurangi
46
perasaan cemas" (Anxiety Reducing Motivation), atau "pendekatan wortel" (The
Carrot Approach) dimana orang ditawari sesuatu yang bemilai, misalnya imbalan berupa uang, pujian, kenaikan pangkat dan sebagainya apabila kinerjanya memenuhi standar yang ditetapkan. Motivasi negatif yang lebih dikenal dengan "pendekatan tongkat pemukul" (The Stick Approach) menggunakan ancaman hukuman (teguranteguran, ancaman akan dipindahkan, ancaman akan diturunkan pangkat dan sebagainya) andaikata kinerja pegawai yang bersangkutan dibawah standar. Masingmasing tipe (motivasi) tersebut memiliki tempatnya sendiri di dalam organisasi, penerapannya tergantung situasi dan kondisi yang berkembang (Me Gregor dalam Winardi,200 I :5-6).
4. lndikator Motivasi Kerja Dalam berbagai penelitian tentang motivasi, para peneliti telah menggunakan berbagai indikator untuk mengukur motivasi seorang pegawai atau karyawan. Indikator yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi organisasi yang menjadi lokus penelitiannya, karena karakter antara organisasi tidaklah sama sehingga pengukurannya pun jelas berbeda. Bertolak dari pendapat Jones yang berpendapat bahwa motivasi berkaitan dengan persoalan bagaimana perilaku diawali, dienergi, dipertahankan, diarahkan, dihentikan, dan jenis reaksi subjektif macam apa terdapat di dalam organisme yang bersangkutan, sewaktu segala hal yang dikemukakan berlangsung (Jones) dalam (Winardi,2001:4). Pendapat tersebut bermakna bahwa motivasi kerja menyangkut energi yang dimiliki oleh individu. Seseorang akan mengeluarkan
energinya,
dalam
rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya,
misalnya seseorang mendambakan kekuasaan, maka yang bersangkutan akan
47
mengorbankan upayanya, waktunya dan sumberdaya-sumberdaya yang dimilikinya untuk misalnya mencapai kedudukan atau jabatan dalam sebuah organisasi. David Me. Clelland dalam Teori Motivasi Prestasinya (Me. Clelland's
Achievement Motivation Theory) yang dikutip oleh Hasibuan (2001) berpendapat bahwa setiap karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Energi tersebut akan dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi tersebut akan dimanfaatkan oleh karyawan (pegawai) karena didorong oleh : a. Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat b. Harapan keberhasilannya c. Nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Sesuai dengan pendapat Me. Clelland tersebut dan dengan mempertimbangkan kondisi lokus penelitian maka penulis menetapkan yang menjadi indikator motivasi kerja pada penelitian ini yakni motif, harapan, dan insentif. Indikator tersebut dirasakan cukup kuat untuk mengukur motivasi kerja pegawai. Masing-masing indikator tersebut selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci, yakni:
a. Motif Motif dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan berbuat dengan tujuan tertentu. Hasibuan (2001:95) mengatakan "motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang dingin dicapai". Pendapat senada dikemukakan oleh Moekijat yang menyatakan "motif adalah suatu pengertian yang mengandung semua alat penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu"
48
(Hasibuan,
200 I :95).
Jadi
motif dapat diartikan sebagai
penggerak yang
menyebabkan pegawai mau bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam memotivasi pegawai, pimpinan hendaknya menyediakan peralatan yang mampu menciptakan suasana kerja yang baik dan menantang serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri kepada pegawai, misalnya promosi jabatan.
Hal tersebut akan meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mereka akan berusaha keras untuk mencapai kebutuhan berprestasi, berafiliasi dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan daya penggerak untuk memotivasi pegawai agar mengerahkan segala potensi yang mereka miliki. Motif yang dimiliki oleh seseorang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana lingkungan kerjanya, dan dapat diukur dengan indikator sbb : a. b. c. d. e. f. g. h.
Upah yang adil dan layak Kesempatan untuk maju Pengakuan sebagai individu Keamanan bekerja Tempat kerja yang baik Penerimaan oleh kelompok Perlakuan yang wajar Pengakuan atas prestasi (Hasibuan, 2000)
b. Harapan Harapan berkenaan dengan pendapat bahwa perilaku tertentu (sebab) akan diikuti oleh hasil (akibat) tertentu pula Dengan kata lain harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku pegawai. Harapan mempunyai nilai yang berkisar antara "nol" sampai positif "satu". Harapan positif satu menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan. Harapan nol menunjukkan bahwa tidak
49
kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan (Hasibuan, 2001). Berkaitan dengan teori harapan, Hersey (1995:49) mengemukakan indikasiindikasi tentang harapan (hal-hal yang diinginkan) oleh para pegawai, yakni sebagai berikut: 1) Kondisi keija yang baik 2) Perasaan ikut "terlibat" 3) Pendisiplinan yang bijaksana 4) Penghargaan penuh atas penyelesaian pekeijaan 5) Loyalitas pimpinan terhadap pegawai 6) Pemahaman yang simpatik atas persoalan-persoalan pribadi 7) Jaminan pekeijaan.
c.
Insentif
Insentif merupakan hadiah atau imbalan yang diberikan kepada pegawai yang memiliki kineija di atas yang telah ditetapkan, atau pegawai yang berprestasi. Pemberian insentif akan meningkatkan motivasi keijanya sehingga ia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi. Insentif akan mendorong pegawai untuk berkompetisi dan mencapai prestasi yang terbaik. Lawler yang dikutip oleh Gibson (1996: 170-171) menyimpulkan tentang pengaruh imbalan terhadap keputusan seseorang sebagai berikut : 1) Kepuasan imbalan merupakan fungsi dari banyak imbalan yang diterima dan berapa banyak menurut perasaan individu yang bersangkutan harus diterima 2) Perasaan individu tentang kepuasan dipengaruhi oleh perbandingan apa yang teijadi pada keija mereka dengan orang lain
50
3) Kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas pegawm dengan imbalan intrinsik dan ekstrinsik 4) Orang berbeda dalam imbalan yang mereka inginkan dan segi pentingnya imbalan yang berbeda untuk mereka 5) Beberapa imbalan ekstrinsik memuaskan karena imbalan tersebut mengarah pada imbalan lain. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang dinilai di dalam dan dari diri mereka sendiri serta berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan, yaitu terdiri dari penyelesaian dan pencapaian/prestasi. Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari pekerjaan, yaitu finansial (gaji dan upah, tunjangan), antar pribadi dan promosi. Pemberian insentif bertujuan untuk memotivasi pegawai dalam bekerja agar mereka mau terns mewujudkan prestasi yang membanggakan, di samping itu juga untuk mencegah pegawai yang berkualitas keluar dari organisasi. Dengan adanya insentif diharapkan kebutuhan pegawai yang bersangkutan akan lebih terjamin untuk diperoleh.
D. Budaya Kata "kebudayaan" berasal dari kata sansakerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa kebudayaan itu berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Menurut Abdullah (1997: 19) "Kebudayaan merupakan pedoman kehidupan secara menyeluruh yang menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang mempersepsikan atau menilai suatu ide dan praktek kehidupan, Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama". Budaya dapat juga diartikan sebagai gabungan
51
kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu Stoner (Moeljono, 2004). Jika dikaitkan dengan organisasi maka budaya akan menentukan arti seseorang menjadi bagian dari organisasi. Krech (Moeljono, 2004) berpendapat bahwa kebudayaan adalah sebagai suatu pola semua susunan, baik materiil ataupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya didalamnya juga termasuk semua cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit dan premis-premis yang mendasar dan juga didalamnya mengandung suatu perintah. Sebagai suatu konsep kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2002:9) "memiliki arti suatu keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya-karyanya itu". Lebih lanjut dikemukakan tiga wujud dari kebudayaan, yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dari kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia Dapat dikatakan bahwa keseluruhan adat istiadat dan tradisi yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat merupakan bagian penting dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Pada dasarnya budaya suatu bangsa merupakan persepsi bersama tentang tata cara berperilaku atau berinterkasi dalam masyarakat tersebut (Siagian, 2007). Lebih lanjut Ndraha (2003) menyatakan bahwa setiap orang
52
atau setiap kelompok berbudaya. Budaya yang dimiliki setiap orang berbeda dengan antara satu dan yang lainnya. Budaya itu an sich tidak dapat disebut buruk atau baik. Kesan buruk-baik akan timbul tatkala seseorang berinteraksi (berkomunikasi) dengan orang lain dengan menggunakan budayanya sendiri (encoder) tanpa memperhatikan dan menyesuaikan dirinya dengan budaya orang lain (decoder). Adapun jika terjadi proses perubahan budaya ditengah masyarakat tertentu maka setiap orang akan terlibat di dalamnya. Budaya memiliki peran yang sangat penting ditengah kehidupan masyarakat. Budaya berperan sebagai kontrol sosial atas perilaku setiap anggota masyarakat. Adapun fungsi budaya pada wnumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Fungsi budaya dimaksud antara lain : 1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat. Perbedaan dan identitas budaya (kebudayaan) dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan di berbagai bidang. 2. Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan (sharing) adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota masyarakat. 3. Sebagai swnber. Budaya merupakan swnber inspirasi, kebanggaan, dan sumberdaya. Budaya dapat menjadi komoditi ekonomi. 4. Sebagai kekuatan penggerak. Karena (jika) budaya terbentuk melalui proses belajar-mengajar (learning process) maka budaya itu dinamis, resilient, tidak statis, tidak kaku. 5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. John P. Kotter dan James L. Heskett menghubungkan budaya dengan performance. 6. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batasbatas toleransi sosial.
53
7. Sebagai wansan. Budaya disosialisasikan dan diajarkan kepada generasi berikutnya. 8. Sebagai substitusi (pengganti) formalisasi. Budaya yang kuat akan meningkatkan konsistensi perilaku sehingga tanpa diperintah orang melakukan tugasnya. 9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Dilihat dari sudut
ffil,
pembangunan seharusnya merupakan proses budaya. I 0. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation-state (Ndraha, 2003). Pendapat yang lebih singkat dan sederhana tentang fungsi
budaya
dikemukakan oleh Siagian (2007) sebagai berikut : 1. Menentukan batas-batas keperilakuan dalam kehidupan bermasyarakat karena budaya "mengatur" apa yang baik dan tidak baik, benar atau salah, pantas dan tidak pantas dan sebagainya Nilai-nilai tersebut ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, dan penerapannya bersifat situasional. 2. Pemelihara stabilitas sosial. Nilai-nilai yang dianut masyarakat dapat mencegah timbulnya konflik antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain. Kalau timbul konflik maka penyelesaiannya berdasarkan kesepakatan bersama. 3. Pendorong interaksi positif dan harmonis. Bentuk-bentuk interaksi beraneka ragam, tergantung pada manfaat dan kepentingannya, seperti untuk kepentingan politik, ekonomi, seremonial, penyampaian informasi dan lain-lain. Interaksi akan bersifat harmonis dan positif jika pihak-pihak yang terlibat diikat oleh nilai-nilai dan tatakrama yang sama. 4. Mekanisme pengendalian perilaku warga masyarakat. Adat istiadat dan tradisi dalam masyarakat berperan sebagai mekanisme dalam mengendalikan perilaku para anggotanya, baik dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan sendiri
54
maupun dengan pihak lain. Pengendalian perilaku itu seperti penggunaan atribut status sosial, tata cara menghonnati orang yang lebih tua atau yang dituakan dan sebagainya Kesemuanya berkisar pada penyesuaian berperilaku sehingga menunjukkan pemahaman yang tepat tentang "bagaimana bertindak dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan". Dari pendapat pakar di atas tentang budaya dan fungsinya dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan semua bentuk adat istiadat maupun kebiasaan yang berlaku ditengah masyarakat. Setiap masyarakt pasti memiliki budaya, dan antara satu dan yang lainnya memiliki budaya yang berbeda. Fungsi budaya menyangkut kontrol sosial atas perilaku setiap orang dalam melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya, baik yang memiliki budaya yang sama maupun yang budayanya berbeda, misal sesama orang berbudaya minangkabau, atau interaksi antara orang yang berbudaya minangkabau dengan yang berbudaya jawa dan sebagainya Jika dikaitkan dengan birokrasi sebagai sebuah organisasi, maka budaya yang dianut oleh masyarakat disekitarnya akan berpengaruh kuat dalam pembentukan budaya orgamsas1.
1. Budaya Organisasi
Berbagai definisi tentang budaya organisasi telah dikemukakan oleh para ahlinya Budaya organisasi memiliki makna yang luas. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai :
"A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems". Tetjemahan bebasnyanya : budaya organisasi merupakan suatu pola dari asumsiasumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu
55
kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi ekstemal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan bai~ sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut. Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2004:81) menyatakan "Organizational
Culture is the set ofshared, taken-for-granted implicit assumptions that a group holds and that determines how it perceives, thinks about, and reacts to its various environments". Jadi budaya organisasi merupakan seperangkat nilai yang diciptakan dan dik.embangkan oleh organisasi dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul, baik internal maupun ekstemal organisasi. Adapun Luthans (1998) mengemukakan pendapat bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Hal itu menunjukkan bahwa setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Karena jik.a ada pegawai yang berperilaku menyimpang dari norma atau nilai dimaksud maka mereka akan dikucilkan atau diasingkan di dalam organisasi tersebut. Sedangkan Davis ( 1984) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan dan nilai-nilai
(values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Pendapat tersebut memandang budaya sebagai pola tertentu yang dijiwai oleh anggota organisasi. Jadi berarti pola tersebut harus diik.uti oleh semua anggota orgarusas1. Budaya organisasi dapat juga dimaknai sebagai sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
56
dengan struktur formalnya untuk menciptak.an norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan (Mondy dan Noe, 1996). Dengan kata-kata yang lebih padat, Sharplin (1995) menyatak.an bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Pendapat tersebut bermakna bahwa budaya organisasi akan terbentuk ketika ada interaksi antara struktur formal dengan sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam organisasi. Setelah teijadi interaksi maka baru akan muncul budaya organisasi, akan tetapi jika tidak ada interaksi maka budaya organisasi pun tidak akan muncul mewarnai aktivitas organisasi. Selanjutnya Stoner et al. (1995) mengemukakan pendapatnya tentang definisi budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota organisasi. Definisi tersebut mengindikasikan bahwa budaya organisasi merupakan sumbangan dari para anggota organisasi yang berupa sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan
harapan-harapan.
Sumbangan tersebut tentunya
akan berkaitan dan
sangat
dipengaruhi oleh budaya lokal atau budaya daerah yang dipakai oleh anggota organisasi Berdasarkan beberapa pendapat tentang defmisi budaya organisasi di atas dapat ditarik "benang merahnya" bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai, normanorma dan standar-standar yang dijiwai dan diimplementasikan oleh anggota organisasi dalam melakukan interaksi, sehingga perilaku anggota organisasi akan sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi dalam upaya mencapai tujuan.
57
Budaya organisasi merupakan core organizational values bagi perusahaan (dan juga bagi organisasi publik) yang tercermin dalam nilai-nilai fundamental organisasi seperti : (I) sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan dan karyawannya, (2) kebebasan atau minat karyawan untuk memberikan ide-ide bam, (3) kemauan untuk menerima resiko yang mungkin saja terjadi, dan (4) keterbukaan untuk melakukan komunikasi secara bebas dan bertanggungjawab (Martin, 1992). Budaya organisasi yang dimiliki oleh setiap organisasi yang sangat strategis dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Budaya organisasi berperan sebagai penentu arah bagi organisasi, yang mengarahkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, bagaimana mengelola sumberdaya yang dimiliki organisasi, dan juga sebagai alat untuk menangkap peluang dan menghadapi ancaman/tantangan yang muncul dari lingkungan ekstemal organisasi. Kreitner & Kinicki (2004) berpendapat bahwa budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial (social glue) yang mengikat semua anggota organisasi secara bersama-sama dalam satu visi atau tujuan yang sama. Dengan kata lain budaya organisasi berperan sebagai pemersatu semua anggota organisasi agar bekerja secara bersama-sama dalam mencapai satu tujuan. Berkenaan dengan peran budaya organisasi, lebih lanjut Kotter dan Hesket (1992) berdasarkan hasil penelitian mereka tahun 1992 tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi (pegawai), menyimpulkan paling sedikit ada empat peran utama budaya organisasi, yakni sebagai berikut : 2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan; 3) menjadi faktor yang lebih menentukan dalam menentukan sukses-gagalnya perusahaan pada dekade selanjutnya; 4) dapat mendorong peningkatan kinerja ekonomi dalam jangka panjang jika di dalam perusahaan terdiri atas orang-orang yang layak dan cerdas; 5) dibentuk untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Lako, 2004).
58
Sedangkan Smirccich (1983) mengemukakan empat fungsi budaya organisasi, yakni sebagai berikut : 1) memberikan suatu identitas organisasional kepada para anggota organisasi; 2) memfasilitasi atau memudahkan komitmen kolektif; 3) meningkatkan stabilitas sistem sosial; 4) membentuk perilaku dengan membantu anggota-anggota organisasi memiliki sense terhadap sekitarnya.
Berdasarkan peran dan fungsi budaya organisasi yang dikemukakan di atas terlihat bahwa semuanya bermuara pada upaya mencapai atau mewujudkan kinerja yang terbaik bagi organisasi. Selanjutnya budaya organisasi jika dikaitkan dengan pengaruh ekstemal organisasi, khususnya budaya lokal, memiliki keterkaitan yang sangat erat. Budaya lokal sangat berpengaruh dalam pembentukan budaya organisasi, kalau dalam pemerintahan disebut budaya birokrasi. Hal ini disebabkan karena dalam aktivitas pelaksanaan tugas dan fungsinya, birokrasi tentunya tidak dapat dipisahkan dari lingkungan dimana organisasi berada, dimana pada lingkungan tersebut terdapat banyak elemen yang mempengaruhinya, salah satunya yakni kebudayaan atau budaya. Dwiyanto (2002) menyatakan
birokrasi sebagaimana organisasi pada umumnya
dalam kegiatannya sehari-hari tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya disekitarnya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi yang berkembang di suatu daerah tertentu misalnya, tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial yang melingkupinya. Lebih lanjut Dwiyanto
(2002) mengatakan bahwa "kebudayaan lokal lebih merupakan suatu tata nilai yang secara ekslusif dimiliki oleh masyarakat etnik tertentu". Hal ini bermakna bahwa
59
kebudayaan antara etnis yang berbeda tentu tidak sama Di Indonesia, budaya lokal ini dikenal dengan sebutan budaya daerah. Setiap daerah mempunyai kebudayaan sendiri yang mereka junjung tinggi untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat senada dikemukakan oleh Awan Mutakin (2004:226) yang berpendapat bahwa kebudayaan setiap suku bangsa yang berada di setiap daerah dapat disebut dengan budaya lokal. Kebudayaan suku bangsa sebagai suatu tradisi yang memperkaya kebudayaan nasional juga merupakan sumberdaya pembangunan. Kebudayaan dimaksud terbentang dari Sabang sampai Merauke. Apabila budaya organisasi sejalan dengan budaya lokal (daerah) maka akan meningkatkan kineija organisasi, akan tetapi jika tidak sesuai maka dapat menimbulkan benturan atau konflik yang berdampak negatif terhadap kineija organisasi karena anggota organisasi akan merasa budaya mereka tidak dihargai atau dilecehkan oleh organisasi. Hal ini merujuk pada pendapat Ndraha (2003) yang menyatakan "konflik budaya timbul jika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang budayanya berbeda dengan menggunakan budayanya sendiri, tanpa menyesuaikan sikap dan perilakunya dengan budaya orang lain". Benturan budaya dan konflik budaya merupakan dua gejala budaya yang perilaku dan raganya bisa sama tetapi motifnya berbeda Benturan teijadi terutama antara nilai lama dengan nilai baru, tetapi konflik teijadi antar kekuatan. Dalam proses kontak budaya, perbedaan budaya secara objektif dapat menimbulkan benturan budaya, tetapi konflik budaya tidak harus teijadi dalam proses kontak budaya jika kontak itu soft. Konflik budaya adalah konflik nilai dan konflik nilai adalah gejala konflik kepentingan. Kondisi ini sangat mungkin teijadi disetiap organisasi jika organisasi tidak mampu mengelola budayanya dengan baik. Seperti diketahui, konflik
60
terjadi jika untuk mencapai tujuan tertentu seseorang menghambat (merekayasa ATHG bagi) orang lain (Ndraha, 2003:85). Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi akan menimbulkan adanya yang diuntungkan dan ada yang merasa dirugikan. Namun demikian, jika benturan atau konflik budaya dapat diatasi dengan cepat dan bijak maka dapat menyelamatkan kinerja organisasi ke arab yang lebih baik.
2. Budaya Minangkabau Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan kebudayaan atau budaya daerah. Budaya dimaksud telah hidup bersama masyarakatnya selama ratusan tahun. Setiap daerah memiliki budaya sendiri, sehingga budaya yang dimiliki Indonesia sangat majemuk. Heterogenitas masyarakat yang sangat besar ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan itu biasanya menjadi acuan berpikir dan pegangan untuk bertindak, sehingga hal ini sangat berpengaruh pada sikap hidup dan pola perilaku dalam masyarakat termasuk di dunia kerjanya (Dwiyanto, 2002:85). Lebih lanjut Sairin (200 I) berpendapat, sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisible power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang dimiliki masyarakat tersebut. Berkaitan dengan penelitian penulis, yang menjadi lokus penelitian adalah BKD Kabupaten Pasaman, dimana budaya yang dianut masyarakat sekitarnya adalah Budaya Minangkabau. Dalam Budaya Minangkabau dikenal konsep
Kato Nan Ampek (Kata yang Empat), yang berperan dalam mengatur cara masyarakatnya dalam berinteraksi sehingga tidak menimbulkan akibat-akibat yang negatif.
61
~
StrukturAiasyarakatAiinangkabau
Dalam berbagai masyarakat dikenal dua tipe "keluarga" yaitu "nucleus family
system" dan "extended family system". Dalam sistem keluarga inti atau keluarga batih (nucleus family system) suatu keluarga hanya terdiri dari suami, istri dan anakanaknya, termasuk anak biologis dan anak angkat. Dalam sistem ini, ikatan kekeluargaan "sangat ketat" dalam arti bahwa seorang kepala keluarga hanya merasa bertanggungjawab atas kesejahteraan para anggota keluarga langsungnya saja. Sebaliknya, dalam sistem "keluarga besar" (extended family system) tanggungjawab seorang pencari nafkah utama tidak hanya memikirkan kesejahteraan istri dan anakanaknya, melainkan juga sanak saudara dekat lainnya (Siagian, 2007:101). Lebih lanjut Soekamto (1992:23) menyatakan keluarga batih mempunyai peranan-peranan sebagai berikut: a. Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggotanya b. Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara matrial memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya c. Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah pergaulan hidup d. Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal. Peran-peran yang sempit sebagaimana di atas tidak ditemukan dilingkungan masyarakat Minangkabau karena mereka menganut konsep keluarga besar. Sehingga seorang kepala keluarga disamping bertanggungjawab terhadap anggota keluarganya, juga bertanggungjawab terhadap keluarga dari pihak ibunya. Sistem kekerabatannya terjalin sangat erat. Berkaitan dengan system
kekerab~
Sanderson (1993:429)
62
mengemukakan bahwa ciri sistem kekerabatan, adalah (1) aturan ternpat tinggal
(residence) dan (2) aturan keturunan (decent). Aturan tempat tinggal menentukan dimana pasangan suami istri tinggal sesudah menikah. Sedangkan aturan keturunan menetapkan
jaringan
individu-individu
yang
bertalian
secara
geneologis,
mempertahankan identitas bersama tanpa mempertimbangkan tempat tinggal bersama Selanjutnya jika ditinjau dari system kekeluargaan maka dalam masyarakat dapat dibedakan atas : I) sistem patrilinial, yaitu sistem kekeluargaan yang memperhitungkan hubungan kekeluargaan melalui garis keturunan pria (ayah), 2) sistem matrilinial, yaitu sistem kekeluargaan yang memperhitungkan hubungan kekeluargaan melalui garis keturunan wanita atau ibu, 3) sistem bilateral, yaitu sistem kekeluargaan dimana hubungan kekeluargaan seseorang diperhitungkan baik melalui garis keturunan ayah maupun ibu (Murdock, 1965: 15). Dalam Budaya Minangkabau, sistem
kekeluargaan yang dipakai adalah
sistem Matrilinial sehingga orang Minang berpandangan bahwa dirinya adalah keturunan dari ibu serta nenek tanpa melihat keturunan bapak. Anggota satu keluarga, masa silam terdiri dari nenek perempuan, ibu, saudara perempuan dan laki-laki ibu yang hidup bersama di rumah gadang. Bapak tidak termasuk anggota keluarga istri
dan anak-anaknya tetapi bagian keluarga ibunya pula. Bapak, kakek serta anak dan istri saudara laki-laki ibu dianggap anggota keluarga lain. Masyarakat minangkabau menyebut keluarga dengan rumah yang ditempati oleh anggota keluarga satu nenek perempuan. Rumah yang ditempati satu keluarga tersebut dikenal dengan rumah
gadang. Keluarga satu rumah gadang dikenal juga oleh masyarakat Minangkabau dengan saparuik. Sanderson (1993) mengemukakan bahwa dalam kekerabatan yang
63
menganut sistem matrilinial, menimbulkan dua jenis "keayahan" yang mendasar, yaitu "keayahan biologis" dan "keayahan sosiologis". Karena sistem kekeluargaan yang demikian maka yang menjadi keturunan inti adalah paruik. Apabila kelompok saparuik berkembang maka paruik membelah diri menjadi jurai. Jurai merupakan kesatuan keluarga kecil masa silam yang disebut juga dengan istilah keluarga sadapua (sedapur). Di samping itu, jurai juga dapat dibagi menjadi kesatuan yang terkecil dinamakan sainduak (seibu). Anggota sainduak bergabung menjadi satu jurai.
Sainduak merupakan satu ibu dan tidak dapat dipisahkan menjadi kelompok tersendiri karena dua atau tiga sainduak dahulunya tinggal bersama di rumah gadang dengan kelompok keturunan satu nenek lainnya. Sedangkan paruik diartikan kumpulan anggota sainduak yang tinggal bersama dalam satu rumah gadang. Kumpulan beberapa keluarga saparuik yang berdekatan dan nenek moyang mereka pernah satu
rumah gadang masa silam disebut kampuang (kampung). Gabungan dari beberapa keluarga saparuik terbentuklah suku dan kesatuan anggotanya disebut sasuku (sesuku). Sasuku merupakan gabungan kelompok kekerabatan bertalian darah berasal dari satu nenek moyang yang tidak dikenal lagi. Suku dalam masyarakat Minangkabau merupakan kesatuan geneologis lebih besar. Anggota satu suku tidak dibenarkan secara adat untuk saling mengawini dan mereka harus kawin dengan anggota suku lain. Masyarakat Minangkabau berpandangan bahwa seseorang tidak dapat disebut orang Minangkabau kalau ia tidak mempunyai suku. Biasanya orang dari suku yang sama menempati pemukiman yang sama, sehingga suku berarti geneologis territorial.
Suku yang ada di daerah Minangkabau berasal dari suku induk yaitu Koto-Pi/iang dan
64
Bodi-Caniago. Tiap-tiap suku asal berkembang menjadi suku yang lebih kecil. Dalam berinteraksi masyarakat Minangkabau hams Tau di Nan Ampek (Tahu di yang Empat), maksudnya yaitu budaya Kato Nan Ampek. Budaya ini mengatur tatakrama atau etika dalam bergaul,
berkomunikasi atau berinteraksi diantara orang
Minangkabau. Beberapa penulis dan beberapa daerah di Sumatera Barat, Kato Nan
Ampek dimaksud juga dikenal dengan sebutan Jalan Nan Ampek, keduanya memiliki arti dan fungsi yang sama dalam lingkup kehidupan masyarakat Sumatera Barat, khususnya masyarakat Minangkabau. Untuk konsistensi penyebutan dan dengan mempertimbangkan kondisi dilingkungan unit penelitian yang menggunakan istilah
Kato Nan Ampek, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan kata Kato Nan Ampek. b. Budaya Kato Nan Ampek Masyarakat Minangkabau dalam berinteraksi atau berkomunikasi memiliki kebiasaaan yang unik, dan orang Minangkabau menggunakan ungkapan dalam percakapan bertolak dari landasan sosial dalam struktur kekerabatan yang berkaitan. Hal ini menyebabkan orang saling menyegani antara satu dengan yang lainnya. Proses interaksi di Minangkabau mengenal budaya Kato Nan Ampek (Kata yang Empat), yakni kato mandata (kata mendatar), kato mandaki (kata mendaki), kato
manurun (kata menurun) dan kato malereang (kata melereng) Navis (1986:230) sebagai kato nan ampek. Oleh sebab itu maka orang Minangkabau harus mahir dan memahami kiasan atau kata sindiran yang disebutkan sebagai tuturan melereng itu. Berkat kemahiran pula, sepotong atau sepenggal kalimat yang bam diucapkan oleh seseorang maka sudah bisa dipahami kemana arah pembicaraannya. Hal ini terungkap dalam peribahasa Minangkabau "takilek ikan dalam aia alah jaleh jantan batinonyo",
65
maknanya yaitu walau hanya sekilas kelihatan ikan dalam air tetapi sudah dapat ditentukan jenis kelaminnya, hal ini menggambarkan kemampuan untuk menangkap arah pembicaraan lawan bicara walaupun yang bersangkutan belum selesai berbicara. Sehubungan dengan ini, orang Minangkabau akan dipandang bebal hila tidak bisa memahami kato nan ampek, khususnya "kata melereng" dan dipandang tidak beradat atau tidak sopan hila berbicara langsung (terus terang) kepada orang yang harusnya disegani, dan orang ini akan dikatakan "indak tau di nan ampek'' (tidak tahu akan hal yang empat), berarti orang ini tidak arif dan tidak bijaksana. Orang Minang akan malu kalau dikatakan demikian. Pada sisi lain, Navis (1986:101) juga menyebut "kata mendatar", "kata menurun", "kata mendaki" dan ''kata melereng" sebagai langgam kato (langgam kata). Langgam kata adalah semacam tatakrama berbicara sehari-hari antara sesama mereka, sesuai dengan status sosial masing-masing. Dengan adanya tatakrama berbicara itu bukan berarti ada bahasa bangsawan dan ada bahasa rakyat. Tatakrama itu dipakai semua orang, sedangkan perbedaan pemakaiannya ditentukan oleh siapa lawan bicara, siapa pembicara, dan sebagainya. Adapun penjelasan mengenai kato nan ampek dalam Alam Terkembang Jadi Guru ( 1986) tersebut adalah : b. Kato mandata atau "kata mendatar" yaitu bahasa yang digunakan diantara orang yang status sosialnya sama dan hubungannya akrab. Pemakaian tatabahasanya bersifat bahasa pasar yang lazim memakai suku kata terakhir atau kata-katanya tidak lengkap dan kalimatnya pendek-pendek. Dalam dunia kerja maka antara pegawai yang setingkat, misalnya staf dengan staf, atau pejabat eselon IV dengan pejabat eselon IV dan sebagainya, maka mereka akan berinteraksi secara akrab
66
dan dapat saling rnendukung dalarn rnengatasi atau rnenyelesaikan suatu pekerjaan. c. Kato Mandaki atau "kata rnendaki" yaitu bahasa yang digunakan oleh orang yang status sosialnya lebih rendah dari lawan bicaranya. Misalnya, bahasa yang dipakai oleh orang yang lebih rnuda kepada yang lebih tua atau lebih senior, murid kepada guru atau bawahan kepada atasan. Pemakaian tatabahasanya lebih rapi,
ungkapannya pun jelas. lrnplernentasinya dalarn organisasi yakni seorang staf harus
marnpu
berkomunikasi
secara
sopan
kepada
atasan,
staf juga
memungkinkan untuk memberikan masukan-masukan, kritik, dsb kepada atasan. Hal itu rnenunjukkan bahwa pola interaksi ini tidak membuat pegawai menjadi terpisah dengan atasannya d. Kato manurun atau "kata menurun" yaitu bahasa yang digunakan oleh orang yang status sosialnya lebih tinggi dari lawan bicaranya. Misalnya, bahasa yang dipakai mamak kepada kemenakannya, guru kepada muridnya, atasan kepada bawahan. Pemakaian tatabahasanya pun rapi narnun dengan kalimat yang lebih pendek. Penerapan budaya ini dalarn sebuah organisasi yakni, pimpinan organisasi harus marnpu berkomunikasi dengan bawahannya dengan cara-cara yang baik dan mudah dimengerti. Pimpinan juga berfungsi sebagai pengawas, meluruskan perilaku atau tindakan bawahan yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan sebagainya. Dengan kata lain, pimpinan harus marnpu mengayomi bawahannya agar mereka merasa nyarnan dan merasa diperhatikan sehingga mereka akan bekerja dengan baik. e. Kato malereang atau "kata melereng" yaitu bahasa yang dipakai oleh orang yang posisinya sarna, yang saling menyegani. Seperti bahasa yang dipakai oleh orang
67
yang mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya ipar, besan, menantu, mertua atau antara orang-orang yang jabatannya dihormati, seperti penghulu, ulama, guru. Pemakaian tatabahasanya rapi, dan lebih banyak menggunakan peribahasa seperti perumpamaan, kiasan, atau sindiran. Budaya ini dalam proses interaksi dalam organisasi digunakan oleh pegawai yang memiliki jabatan setingkat akan tetapi mereka belum bergaul dengan akrab akan tetapi antara satu dan yang lain saling menghormati. Namun demikian, dalam beketja mereka harus mampu berkoordinasi dengan baik agar tujuan organisasi dapat dicapai. Mereka pun bisa saling mengingatkan atau saling membantu ketika menghadapi kendalalhambatan dalam menyelesaikan suatu peketjaan. Lebih lanjut Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumatera Barat sebagaimana dikutip Sayuti (2005: 17-18) memberikan defmisi sebagai berikut : 1. Jalan mandaki adalah tingkah laku dari orang yang kecil kepada orang lebih tua atau dituakan, baik melalui perbuatan dan tingkah laku maupun melalui budi bahasa, sesuai dengan bunyi pantun adat, "kalau indak tau jo Bukittinggi, indak tau pulo jo mala/ale, kalau indak tau jalan mandaki, -indak tau angok nan ka sasak".
2. Jalan manurun adalah tingkah laku dan sopan santun dari orang tua atau yang dituakan kepada orang yang Iebih muda baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, sesuai dengan bunyi pantun adat, "kok nan tau di ujung gurun, cubo bajaln di tapi banda, kok indak tau jalan manurun, alamaik badan masuak lurah ".
3. Jalan mandata adalah tingkah laku dan sopan santun bagi orang yang sebaya dan se-status sosial baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, sesuai dengan bunyi pantun adat, "kok pai kito ka sawah, jan lupo mambaok pinggan, kok lupo bajalan di nan data, indak tau arah tujuan ".
68
4.
Jalan malereang adalah tingkah laku dan sopan santun yang paling tinggi dalam situasi dan kondisi tertentu melalui kata kias, pepatah petitih, mamang, bidal, dan pantun atau menyampaikan sesuatu kepada seseorang melalui pihak lain, sesuai dengan bunyi pantun adat, ''pai manggaleh ka kampuang teleng, mambao udang
jo pansi sawah, kok indak pandai jalan malereang, raso ilang budi tajua ". Selanjutnya Sjafnir (2006) mengemukakan bahwa Jalan Nan Ampek merupakan cara berkomunikasi setiap lapisan masyarakat Minangkabau. Sjafnir memberikan defmisi untuk jalan mandata, jalan mandaki, jalan manurun dan jalan
malereang sebagai berikut : 1. Jalan mandaki, sikap sopan santun terhadap seseorang yang lebih tua yang diharapkan bantuan serta bimbingannya, baik moral maupun materil. Dari seorang anak kepada guru, ulama, mamak, datuk, nenek, kakak atau orang-orang yang dihormati. 2. Jalan manurun, sikap sopan santun kepada seseorang yang lebih muda atau orang yang belum dewasa seperti dari seorang penghulu kepada kemenakannya, dari ayah atau ibu kepada anaknya atau dari seorang guru kepada muridnya. Kepada anak-anak yang belum sempurna pemikirannya berbicara dengan kata ma'rufa, perkataan yang benar yang mengandung arti membimbing dan mengarahkan mereka dengan kata yang jelas dan mudah dimengerti, sehinggga membentuk kepribadiannya menjadi manusia dewasa yang beradat dan beragama 3. Jalan mandata, sikap antara ternan sebaya, maupun kepada semua bangsa, semua tingkat dan semua umur dengan ucapan yang baik. Dalam jalan mandata, pembicaraan dapat lebih bebas, karena sipembicara dan lawan bicaranya berada dalam taraf dan tingkat yang sama. 4. Jalan malereang, sikap terhadap orang yang disegani, dalam kerapatan adat, ucapan orang sumando kepada mamak tunganai, kepada mertua atau ipar bisan. Orang
harus
pandai
dan
mahir dalam
berkata-kata dengan
ungkapan
memperdalam akal pikiran dan perasaan yang disebut tahu dibayang kato sampai, tahu diangin nan barasa, arifbijaksana. Orang seperti ini tabu ereangjo gendeang atau kata kiasan.
69
Berdasarkan uraian tersebut maka disimpulkan budaya Kato Nan Ampek adalah norma-norma dan nilai-nilai budaya yang dianut dan mengarahkan perilaku pegawai dalam berinteraksi baik secara internal maupun ekstemal dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk mengukur bagaimana implementasi budaya kato nan ampek maka penulis menggunakan indikator sebagai berikut : a. Kato mandata adalah tingkah laku dan sopan santun, baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, yang digunakan oleh pegawai yang memiliki usia yang sebaya atau kedudukan yang sama dalam organisasi, sebagai contoh antara sesama staf, sesama pejabat eselon yang setingkat. b. Kato mandaki adalah tingkah laku dan sopan santun, baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, yang digunakan oleh pegawai yang memiliki usia lebih muda atau kedudukan yang lebih rendah kepada pegawai yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Sebagai contoh seorang staf kepada atasannya. c. Kato manurun adalah tingkah laku dan sopan santun, baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, yang digunakan oleh pegawai yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi kepada pegawai yang lebih muda atau bawahannya. Sebagai contoh dari atasan kepada bawahan. d. Kato malereang adalah tingkah laku dan sopan santun, baik melalui sikap dan tingkah laku maupun melalui santun budi bahasa, yang digunakan oleh pegawai yang
saling
menghormati
dan
memiliki
Komunikasinya banyak menggunakan kata kiasan.
kedudukan
yang
setingkat.
70
E. Hubungan Antar Variabel Penelitian Motivasi kerja dan kinerja memiliki hubungan yang kuat, dimana tinggi atau rendahnya kinerja turut ditentukan oleh motivasi kerja para pegawai dalam organisasi. Oleh sebab itu dalam meningkatkan kinerja pegawai maupun organisasi, maka salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah motivasi pegawainya. Dimana, pemimpin hams dapat mengerahkan motivasi pegawainya menjadi salah satu aspek yang dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi pada akhimya (Handoko, 2000). Hal ini sejalan dengan pendapat David H. Holt (Winardi,200 I) yang menyatakan bahwa "Motivation... the concept of behavioral change as a result of an influence that
alters an individual's performance". Maknanya yaitu motivasi merupakan konsep perubahan perilaku yang menghasilkan pengaruh terhadap peningkatan kinerja individual. Pendapat tersebut diperkuat oleh Keith Davis (Anwar, 2001) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan motivasi (motivation). Hal itu menunjukkan motivasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kinerja pegawai. Berkaitan dengan budaya, Dwiyanto (2002) menegaskan bahwa "Birokrasi sebagaimana organisasi lainnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal. Budaya birokrasi yang berkembang di suatu daerah tertentu misalnya, tidak dapat dilepaskan dari pola budaya lingkungan sosial yang melingkupinya". Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dipengaruhi oleh budaya lokal atau budaya daerah yang dianut oleh lingkungan sekitarnya. Selanjutnya berdasarkan pendapat ahli tentang budaya organisasi menyatakan bahwa kesesuaian atau persepsi yang sama yang dibentuk
71
pegawai tentang budaya organisasi tepat mereka bekerja tidak hanya mendukung pegawai tersebut dalam bekerja tetapi juga akan mempengaruhi tingkat motivasi kerjanya, hal ini berarti bahwa budaya organisasi yang baik akan mampu meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja, yang pada akhimya akan meningkatkan kinerja pegawai yang bersangkutan.
F. Model Penelitian dan Hipotesis Penelitian 1. Model Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan tiga buah variabel, yakni kinerja pegawai, motivasi kerja dan budaya kato nan ampek, yang berperan sebagai variabel kontrol. Berdasarkan teori-teori yang telah penulis kemukakan pada kerangka teori, maka penulis menduga bahwa ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja yang dipengaruhi oleh budaya kato
nan ampek pegawai,
dilingkungan Badan
Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman. Untuk lebih mudah memahaminya penulis menuangkannya dalam model penelitian, yakni :
Budaya Kato Nan Ampek
• • • •
Tingkat Kato Mandata Tingkat Kato Manurun Tingkat Kato Mandaki Tingkat Kato Malereang
Kioerja Pegawai Motivasi Kerja
• • •
Tingkat Motif Tingkat Harapan Tingkat Insentif
• Tingkat Keterampilan Kerja • Tingkat Kedisiplinan • Tingkat Inovasi • Tingkat Kerjasama -• Tingkat Kemampuan Berkompetisi
72
Model tersebut memiliki makna bahwa kinerja pegawai dengan lima indikatomya, yakni tingkat keterampilan kerja, tingkat kedisiplinan, tingkat inovasi, tingkat kerjasama dan tingkat kemampuan berkompetisi, berhubungan!berkorelasi secara langsung dengan variabel motivasi kerja yang diukur dengan tiga indikator, yaitu tingkat motif, tingkat harapan dan tingkat insentif. Hubungan kedua variabel tersebut terpengaruh ketika digunakan variabel kontrol, yakni variabel budaya kato
nan ampek dengan indikatomya tingkat kato mandata, tingkat kato manurun, tingkat kato mandaki dan tingkat kato malereang. Di samping itu, budaya kato nan ampek secara langsung juga dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
2. Hipotesis Penelitian Berkenaan dengan hipotesis dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang diajukan oleh si peneliti, dan hams diuji kebenarannya melalui penelitian ilmiah. Sehubungan dengan hal itu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawru pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman. 2. Ada hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai jika budaya kato nan
ampek adalah sama untuk semua pegawai Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman.
BABIII METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu bagian yang sangat penting dan amat menentukan keberhasilan suatu penelitian dalam penelitian ilmiah. Metode penelitian ini merupakan panduan bagi peneliti dalam melakukan penelitian nantinya. Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian survai. Metode survai adalah metode (penelitian)
yang menggunakan kuesioner sebagai
instrumen utama untuk
mengumpulkan data. Disini dipilih metode penelitian survai karena penulis ingin mengetahui persepsi pegawai tentang hubungan budaya kato nan ampek, motivasi kerja dan kinerja pegawai pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman. Untuk memudahkan dalam pengumpulan dan pengolahan data penelitian maka penulis menggunakan pendekatan kuantitatif, dan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan
menggunakan prosedur statistik dalam melakukan analisis
terhadap data penelitian. Di samping itu, untuk memperkuat dan mendukung analisis statistik maka juga digunakan pendekatan kualitatif, antara lain digunakan dalam melakukan analisis karakteristik responden dan juga untuk menganalisis masingmasing variabel penelitian.
B. VariabelPenelifian Hadi (Arikunto, 2002:94) "mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi". Sedangkan menurut Purwanto & Sulistyastuti (2007:17) ''variabel adalah konsep yang mengalami variasi nilai". Sehubungan dengan definisi tersebut maka
73
74
dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga variabel yaitu kinerja pegawai, motivasi kerja dan budaya kato nan ampek, yang berperan sebagai variabel kontrol.
C. De:fmisi Operasional Variabel Variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai, dan lebih lengkapnya Prasetya Irawan (2003:159) menyatakan ''variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Indikator adalah operasionalisasi variabel sampai pada tahap dapat diukur dan ditransformasikan menjadi data. Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Arikunto (1998:99) yang menyatakan ''variabel adalah obj~k penelitian,
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian".
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai dan menjadi objek atau titik perhatian dalam suatu penelitian. Dalam penelitian, suatu variabel yang sama dapat mempunyai makna yang berbeda dalam kontek penelitian yang berbeda. Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran atau memahami variabel-variabel penelitian maka harus ditetapkan definisi operasional variabel beserta indikator-indikatomya. Adapun variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini sbb : I. Kinerja pegawai adalah basil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai selama periode waktu tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya, melalui usaha yang membutuhkan kemampuan, keterampilan dan pengalaman, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, secara legal dan sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma, moral dan etika yang berlaku. Untuk mengukur variabel ini maka digunakan lima buah indikator sbb : I. Tingkat keterampilan kerja 2. Tingkat kedisiplinan 3. Tingkat inov_asi
75
4. Tingkat kerjasama 5. Tingkat kemampuan berkompetisi
2. Budaya Kato Nan Ampek adalah norma-norma dan nilai-nilai budaya yang mengarahkan perilaku pegawai ketika berinteraksi baik secara internal maupun ekstemal dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam organisasi. Untuk mengukur variabel ini maka digunakan empat buah indikator, yaitu : 1. Tingkat kato mandata 2. Tingkat kato manurun
3. Tingkat kato mandaki 4. Tingkat kato malereang 3. Motivasi kerja adalah daya pendorong yang mengakibatkan pegawai mau dan ikhlas untuk mengerahkan segenap kemampuan, tenaga dan waktu yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang telah ditetapkan. Untuk mengukur variabel ini maka digunakan tiga buah indikator, yakni sebagai berikut: 1. Tingkat motif 2. Tingkat harapan 3. Tingkat insentif
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut
Arikunto
(2002: 108)
"Populasi
adalah
keseluruhan
subjek
penelitian". Sedangkan menurut Irawan (2003:72) : "Populasi adalah keseluruhan elemen yang hendak dijelaskan oleh peneliti melalui penelitiannya". Merujuk pada dua pendapat ahli tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kab. Pasaman. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini
s~banyak
34 orang.
76
2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau dengan kata lain yaitu sampel merupakan unit dari populasi yang diamati dalam penelitian. Menurut Arikunto (2002) bahwa sebagai ancer-ancer, apabila subjek penelitian kurang dari 100, maka lebih baik diambil semuanya sebagai sampel penelitian. Akan tetapi jika jwnlah subjeknya lebih besar atau sama dengan 100 maka untuk sampelnya cukup diambil 10 - 15% atau 20 - 25% atau lebih. Jadi karena jumlah populasi penelitian penulis kurang dari seratus maka penulis memutuskan bahwa yang menjadi sampel dalam penelitian penulis ini adalah seluruh pegawai dilingkungan Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman sebagaimana disebutkan di atas. Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan teknik sampling tertentu, tetapi penulis langsung menjadikan seluruh anggota populasi menjadi sampelnya, jadi penelitian ini merupakan penelitian populasi atau penelitian sensus. Disebut penelitian sensus karenajumlah sampel sama denganjumlah populasi (Irawan,2003). Untuk lebih je1asnya, yang menjadi populasi dan sampe1 dalam penelitian ini, maka penulis menyajikannya dalam tabel sebagai berikut ;
Tabel 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Nomor Populasi dan Sampel
Jumlah
1
Sekretaris
1 orang
2
Kepala Bidang
4orang
3
Kepala Sub Bidang
8orang
4
Kepala Sub Bagian
3 orang
Staf Jumlah ......... Sumber : Data Primer
18 orang 34 orang
5
77
E. Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah perangkat uji dalam statistik yang digunakan untuk menguji apakah instrumen penelitian teliti dan tepat sasaran (valid) pada saat digunakan untuk mengukur variabel. Uji validitas digunakan untuk mengetahui tingkat
ketepatan
dan
kecermatan
kuesioner
dalam
menjalankan
fungsi
pengukurannya. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah kuesioner yang disebarkan layak untuk digunakan dalam penelitian ini. Dasar pertimbangan untuk mengukur sahih (valid) tidaknya kuesioner adalah dengan membandingkan antara nilai fhitung dan ftabet· Nilai rhitung diperoleh dari nilai corrected item-total correlation yaitu korelasi antara skor item terkoreksi (corrected item) dengan nilai total. Nilai rtabet yang nilai kritis (critical value) diperoleh dari tabel korelasi Product Moment. Sebuah pemyataan dikatakan sahib (valid) jika nilai frutung lebih besar dari ftabet sedangkan sebaliknya item pemyataan dikatakan tidak sahib (valid) jika nilai rhitung lebih kecil dari rtabet. dengan demikian item tersebut tidak bisa digunakan atau item tersebut digugurkan sebagai instrumen penelitian. Uji reliabilitas adalah perangkat uji dalam statistik yang digunakan untuk menguji apakah instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur variabel yang sama pada situasi yang berbeda. Uji reliabilitas juga ditujukan untuk mengukur bahwa instrumen benar-benar bebas dari kesalahan (error) sehingga hasilnya konsisten. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien cronbach 's alpha. Ukuran koefisien cronbach 's alpha antara 0 hingga 1, makin besar nilai koefisien cronbach 's
alpha maka semakin tinggi keandalan alat ukur yang digunakan, sedangkan sebaliknya, jika nilai koefisien cronbach 's alpha semakin kecil maka keandalan alat ukur yang bersangkutan semakin rendah.
78
F. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data sesuai dengan yang diharapkan, maka penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, yakni sebagai berikut ; a. Metode penyebaran kuesioner. Kuesioner merupakan sumber data utama (data primer) dalam penelitian ini. Penulis memberikan daftar pemyataan yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian, sifatnya tertutup (altematif jawabannya sudah tersedia), kepada responden. Kuesioner kineija pegawai dimodifikasi dari kuesioner penelitian Mirza (2008), untuk kuesioner motivasi keija dimodifikasi dari kuesioner penelitian Rahayu (2004). b. Metode wawancara. Teknik yang dipergunakan dalam mengambil sampel untuk diwawancarai dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2004) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan ''tertentu". Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Dalam sampel purposive
sampling, besar sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang diperoleh. c. Metode telaah dokumen. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber, antara lain berupa buku-buku referensi yang relevan, peraturan-peraturan, dan dokumen lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. d. Metode observasi. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi nyata para pegawai BKD Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat ketika sedang melaksanakan aktivitas sehari-hari di kantor.
G. Teknik Pengolahan Data
1. Editing Setelah semua data yang berasal dari hasil observasi, telaah dokumen, wawancara dan- kuesioner dikumpulkan maka selanjutnya dilakukan proses
79
pengeditan data. Editing merupakan langkah awal dalam pengolahan
da~
disini
terutama sekali dilakukan pemeriksaan atas kelengkapan isi kuesioner, apakah ada data yang belwn diisi atau mungkin kurang jelas, atau tulisan tidak dapat dibaca dan sebagainya Jika masalah-masalah seperti ini ditemui maka dilakukan perbaikan seperlunya, misal dengan menghubungi si responden kembali dan lain sebagainya, sehingga pada akhirnya diperoleh data-data penelitian yang lengkap. Hal ini akan dapat menghindari/mengurangi terjadinya bias dalam penelitian.
2. Coding dan Scoring Pada tahap ini data yang sudah di edit kemudian dirubah dalam bentuk yang lebih ringkas sehingga mudah untuk dibaca/dipahami, yakni dengan cara pemberian kode-kode tertentu. Selanjutnya dilakukan scoring (pemberian nilai) kepada masingmasing jawaban responden dengan menggunakan skala Likert, yang terdiri dari empat angka penilaian yaitu sebagai berikut : • • • •
Sangat setuju (SS) dengan nilai = = Setuju (ST) dengan nilai Kurang setuju (KS) dengan nilai = Tidak setuju (TS) dengan nilai =
4 3 2 I
Selanjutnya juga dilakukan pengklasifikasian atas jawaban tersebut dengan menggunakan rumus : Skor tertinggi - Skor terendah
4-1
=
Interval Jumlah alternatif jawaban
0,75
4
Karena skomya terentang antara 4 sampai 1, maka jawaban responden dapat dikategorikan sebagai berikut ; Tabel2 Kategorisasi Jawaban Responden Nomor 1 2
3 4
Skor 3,26-4,00 2,51-3,25 1,76-2,50 1,00- 1,75
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
80
Kemudian untuk mengetahui kecendrungan jawaban (untuk mengukur masing-masing variabel dan indikator) dari para responden berdasarkan skor tersebut maka digunakan rumus rata-rata (mean) ; Total Skor Rata-rata = ----------------------Total Responden 3. Tabulating Setelah data tersebut dikumpulkan, diedit, dilakukan pengkodean dan diberikan penilaian maka selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel sehingga lebih memudahkan dalam membacanya guna memperoleh informasi dengan lebih cepat. Berdasarkanjawaban responden yang telah diberi nilai (ditabulasikan) tersebut maka akan diketahui nilai dari masing-masing variabel.
H. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Kualitatif Mengacu
pada metode penelitian, disamping instrumen utama berupa
kuesioner, juga digunakan teknik observasi dan wawancara untuk mendapatkan data/fakta dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian. Data basil wawancara akan penulis analisis dengan cara analisis deskriptif kualitatif, dan akan digunakan untuk memperkuat basil analisis statistik. Metode ini digunakan untuk mengungkap mengenai gambaran budaya kato nan ampek, motivasi kerja & kinerja pegawai BKD. 2. Analisis Statistik Penelitian ini menggunakan data utama yang bersifat kuantitatif, oleh karena itu data tersebut selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistik. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik Uji Validitas dan Reliabilitas, Uji Normalitas Data dan Analisis Korelasi Parsial dengan
menggunakan program (Statistical Product and Service Solutions) 16.0 for Windows.
BABIV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif 1. Deskripsi Karakteristik Responden Untuk memberikan gambaran tentang karakteristik responden dalam penelitian ini, maka berdasarkan data sebagaimana terdapat pada lampiran 4 dapat diuraikan keadaan atau karakteristik responden (pegawai) pada Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Kabupaten Pasaman, sebagai berikut: Jika dibandingkan antara jenis kelamin dengan pendidikan terakhir responden diperoleh informasi sebagaimana tergambar pada tabel berikut : Tabel3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Total
SD
SLTP
SLTA
DipVAkd
S-1
S-2
S-3
Laki-laki
0
2
0
10
0
0
17 (50%)
Perempuan
0
0
5 8
5
1
0
2 (5,90AI)
13 (38,2%)
3 3 (8,8%)
15 (44,1%)
I (2,90AI)
0 0
17 (50%) 34 (100%)
Total
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase responden berjenis kelamin laki-laki (50%) dan persentase responden berjenis kelamin perempuan (50%) sama. Hal tersebut mengindikasikan kesempatan responden atau pegawai perempuan untuk bekerja dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman sama besarnya dengan responden laki-laki. Jadi dapat disimpulkan tidak ada perbedaan (diskriminasi) kesempatan bekerja (mengabdi) antara laki-laki maupun perempuan di lingkungan BKD Kabupaten Pasaman.
81
82
Dari tabel yang sama juga diketahui bahwa sebagian besar respondenlpegawai BKD Kabupaten Pasaman berpendidikan Strata 1 (S-1), yakni sebesar 44,1% (15 orang), sepuluh orang diantaranya adalah laki-laki. Sedangkan yang berpendidikan SLTP ada dua orang (5.9%). Komposisi pegawai seperti ini mempunyai arti bahwa BKD Kabupaten Pasaman memiliki sumber daya manusia yang cukup potensial untuk dikerahkan guna mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Namun demikian, komposisi latarbelakang pendidikan seperti itu juga bisa berdampak negatif. Dampak negatif muncul karena pegawai yang mempunyai gelar sarjana semuanya (otomatis) telah mencapai go Iongan III ke atas, hal ini berarti tugas pokoknya seharusnya berupa tugas-tugas konseptual, namun yang terjadi mereka justru masih mengerjakan pekerjaan operasional. Perlu juga menjadi catatan bahwa tupoksi BKD kebanyakan adalah tugas operasional dan rutin, seperti pelayanan kenaikan pangkat. Peran pegawai yang mempunyai golongan II sangat penting dalam upaya mewujudkan tercapainya target kinerja yang ditetapkan, misal proses entri (pemutakhiran) data SIMPEG yang selalu valid dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu maka ke depan proses perekrutan pegawai harus di fokuskan pada pegawai dengan latarbelakang pendidikan SLTA, sebab mereka inilah nantinya yang diharapkan akan menjadi tulang punggung BKD dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas operasionalnya. Jadi, besarnya kontribusi yang bisa diberikan oleh pegawai BKD dimaksud bagi produktivitas organisasi akan ditentukan oleh kemampuan pimpinan BKD dalam memanfaatkan dan mengerahkan pegawainya sehingga mereka benar-benar mau bekerja secara maksimal, ikhlas dan penuh tanggungjawab.
83
Jika dikaitkan dengan pemahaman atas budaya kato nan ampek, maka pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi seharusnya memiliki pemahaman yang jauh lebih baik tentang budaya kato nan ampek serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,
maka
pegawai
dengan jenis
kelamin
laki-laki
akan
memiliki
pengetahuan/pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai perempuan. Hal ini disebabkan karena pegawai laki-laki memiliki peluang yang lebih banyak untuk terlibat dalam urusan yang berkaitan dengan adat istiadat, seperti dalam
kerapatan adat (musyawarah adat). Selanjutnya dengan mentabulasi silangkan antara goIongan dan jenis kelamin responden maka diperoleh data sebagai berikut : Tabel4 Responden Berdasarkan Golongan dan Jenis Kelamin Go Iongan
Jenis Kelamin
Total
I
II
III
IV
Laki-laki
3
4
7
3
17 (500/o)
Perempuan
0
9 13 (38,2%)
8
0
17 (50%)
15 (44,1%)
3 (8,8%)
34 (1000/o)
3 (8,8%) Sumber : Data Primer Total
Berdasarkan pada tabel 4 dapat disimpulkan responden yang sudah mencapai golongan III sangat mendominasi komposisi golongan pegawai BKD, yakni sebesar 44.1 %. Adapun jumlah antara pegawai yang memiliki golongan III dan berjenis kelamin laki-laki, lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai golongan III yang berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, kedepan pendekatan pengembangan atau penempatan pegawai sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan atas
84
dasar senioritas, akan tetapi berdasarkan kompetensi dan prestasi yang mampu ditunjukkan oleh seorang pegawai. Hal ini nantinya diharapkan akan meningkatkan peran pegawai perempuan dan mereka akan bisa lebih maju atau meingkat dalam jenjang karir. Kondisi yang ada saat ini belum terlalu menggembirakan, keadaan ini tercermin dari belum ada di antara mereka yang mencapai goIongan IV, hal ini dimasa mendatang perlu mendapat perhatian khusus dari pihak-pihak yang berkompeten agar mampu menempatkan pegawai sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing (bukan karena faktor senioritas). Di satu sisi, komposisi golongan pegawai yang demikian memberikan keuntungan bagi BKD dalam proses mutasi maupun promosi pegawai, khususnya promosi kejabatan struktural eselon IV/a, dan 111/b serta IIIIa Hal ini dikarenakan BKD
memiliki
cukup
banyak pegawai
yang
memenuhi
syarat
golongan
(kepangkatan) untuk menduduki jabatan eselonering dimaksud, sehingga proses seleksi akan lebih mudah dilakukan guna memperoleh pegawai yang memiliki kompetensi terbaik untuk menduduki suatu jabatan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan menyebabkan ketatnya persaingan antara pegawai
dalam
memperoleh kepercayaan untuk menduduki suatu jabatan. Oleh sebab itu apabila standar kompetensi sudah disusun dan diterapkan secara obyektif maka pegawai akan sating berkompetisi secara sehat dalam memberikan kinerja yang maksimal bagi organisasi, keadaan seperti ini pada akhirnya akan mampu mendongkrak kinerja BKD. Akan tetapi, apabila proses seleksi penempatan seorang pegawai pada suatu jabatan tanpa didasari adanya kriteria dan prosedur yang jelas dan transparan maka akan berpotensi menimbulkan adanya perasaan tidak senang dari pegawai lain yang juga memenuhi syarat, misal menyangkut kepangkatan, masa kerja (keadaan ini akan
85
mengganggu kehannonisan hubungan antar pegawai dalam organisasi, dan dapat menurunkan motivasi kerja). Di samping adanya kejelasan kriteria dan prosedur, juga perlu adanya alur karir yang jelas agar nantinya tidak menimbulkan permasalahanpermasalahan bam dalam proses pembinaan karir pegawai. Namun di sisi lain, banyaknya jumlah pegawai golongan II (13 orang atau 38.2%) yang tidak diiringi dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh organisasi, maka akan berdampak negatif bagi BKD, terutama untuk jangka panjang, yakni proses pengkaderan yang tidak berjalan secara berkelanjutan. Di samping itu, tenaga pegawai golongan II sesungguhnya diperlukan untuk mendukung kelancaran operasional organisasi khususnya sebagai tenaga caraka dan sejenisnya. Pegawai golongan II yang ada tersebut hams mendapat perhatian dalam proses pengembangan keterampilan dan keahlian mereka agar sesuai dengan kebutuhan BKD. Jadi kedepan diharapkan untuk pekerjaan operasional seperti tenaga caraka, petugas entri data dan sejenisnya hams dikerjakan oleh pegawai golongan II, sedangkan pegawai golongan III bisa lebih fokus pada pekerjaan yang bersifat konseptual. Peluang pegawai perempuan untuk menduduki jabatan struktural di BKD, khususnya untuk jabatan eselon IV/a, 111/b dan IIIIa jauh lebih besar dibandingkan pegawai laki-laki. Kondisi ini mencerminkan bahwa di Kabupaten Pasaman, kaum perempuan mendapatkan tempat yang sejajar dengan kaum laki-laki untuk bekerja dan berkompetesi secara sehat dalam mengabdi dilingkungan pemerintahan, selaku ~bdi
negara dan abdi masyarakat. Jadi dapat ditegaskan kembali bahwa tidak teJ.jadi
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam jajaran pemerintahan Kabupaten Pasaman, khususnya dilingkungan BKD.
86
Lebih lanjut jika dikaitkan dengan budaya kato nan ampek, mak.a semakin tinggi golongan seorang pegawai mak.a seharusnya pengetahuan atau pemahamannya tentang bagaimana mengimplementasikan budaya tersebut lebih baik dari pegawai yang golongannya yang lebih rendah. Hal ini dikarenak.an karena semakin tinggi golongan seseorang mak.a semak.in banyak. pengalaman hidup yang telah ditempuh atau dimilikinya. Kemudian untuk melihat gambaran tentang keadaan usia pegawai BKD dikombinasikan dengan golongannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel5 Responden Berdasarkan Golongan dan Usia Usia (Tahun)
I I <30 2 30,00 - 45,00 0 45,01-50,00 0 >50 3 Total (8,8%) . Sumber : Data Pnrner
Go Iongan DI I 4 10 8 4 0 I 0 15 13 (44,I%) (38,2%)
n
N 0 1 1 I 3 (8,8%)
Total 6 (17,6%) 21 (61,8%) 5 (14,7%) 2 (5,9%) 34 (IOO%)
Merujuk pada tabel 5 diketahui bahwa usia responden atau pegawai BKD cukup beragam, mulai dari yang berusia 20-an tahun sampai 50-an tahun. Sebagian besarnya masih termasuk usia produktif (<45 tahun). Usia produktif ini merupakan peluang yang positif yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kinerja yang mak.simal. Energi yang dimiliki oleh pegawai dimaksud dapat dikerahkan untuk menyelesaikan setiap program atau kegiatan yang direncak.an oleh BKD. Selanjutnya pegawai yang berumur di atas 45 tahun ada tujuh orang (20, 1%), dalam bekerja pada umumnya, usia demikian, mereka ak.an lebih membutuhkan penghargaan atau pengak.uan dari orang lain, sedangkan staminanya dalam bekerja sudah mulai
87
menurun, terutama bagi mereka yang jenjang kepangkatannya sudah tidak memungkinkan lagi untuk naik (sudah mencapai pangkat maksimal). Adapun responden yang telah mendekati usia pensiun hanya ada dua orang (5.9%), pegawai yang telah mendekati masa pensiun ini pada umumnya kinerjanya sudah cendrung menurun. Namun demikian, pihak-pihak yang membuat kebijakan harus membekali mereka dengan berbagai kebijakan yang bennanfaat untuk memasuki usia pensiun, misal melalui diktat kewirausahaan. Selanjutnya dari data tabel 4 juga terlihat bahwa frekuensi terbesar yakni pegawai golongan tiga dengan rentang usia antara 30- 45 tahun (29,4%), usia ini secara normal merupakan usia puncak bagi pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang optimal, yang didukung oleh stamina mereka yang masih prima dan didukung pengalaman kerja yang cukup. Komposisi
usia pegawai
dikombinasikan
dengan
golongannya Juga
didapatkan gambaran bahwa sebagian besar pegawai BKD masih memiliki kemungkinan yang besar dalam hal
pengembangan/peningkatan karir, hal ini
tentunya akan turut memacu pegawai untuk terus berprestasi. Dengan komposisi usia pegawai tersebut, BKD seharusnya mampu mencapai kinerja yang diharapkan dan bahkan lebih baik lagi, karena salah satunya didorong oleh banyaknya pegawai BKD yang masih energik dan memiliki energi dan stamina serta pengalaman yang tinggi dalam bekerja. Selanjutnya tabel 5 jika dihubungkan dengan budaya kato nan ampek, maka sebagaimana tingkat golongan pegawai, maka pegawai yang usianya lebih tinggi seharusnya memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak sehingga dengan demikian kemampuannya untuk menerapkan budaya kato nan ampek seharusnya lebih bagus daripada pegawai yang masih muda.
88
Adapun kondisi masa kerja pegawai BKD dan golongannya yakni dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel6 Responden Berdasarkan Golongan dan Masa Kerja MasaKetja (Tahun)
Golongan
Total
I
n
III
N
<05
0
2
3
0
5 (I4,7%)
05,00 -IO
I
5
I
0
7 (20,6%)
IO,OI- 15
I
4
3
0
8 (23,5%)
I5,0I-20
0
I
4
0
5 (I4,7%)
I 13 (38,2%)
4 I5 (44,I%)
3 3 (8,8%)
9 (26,5%) 34 (100%)
I 3 (8,8%) . Sumber : Data Pnmer >20 Total
Berpedoman pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden atau pegawai BKD merupakan pegawai-pegawai yang telah cukup banyak mempunyai pengalaman bekerja dilingkungan birokrasi pemerintahan, khususnya pada pemerintah daerah. Hal ini terlihat dimana persentase pegawai yang memiliki masa kerja sepuluh tahun ke atas sangat besar, yakni 64,7%, sedangkan yang memiliki masa kerja sepuluh tahun ke bawah hanya 35,3%. Adapun jumlah terbesar yakni pegawai dengan masa kerja di atas 20 tahun (26,5%), khususnya pegawai golongan III ( 11,8%). Banyaknya pegawai yang berpengalaman dalam bekerja tentu akan lebih memudahkan BKD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi pun akan lebih mudah dicapai. Untuk mewujudkan hal tersebut maka harus ada kesesuaian antara penetapan beban kerja pegawai dengan pembinaan karirnya, misalnya pegawai yang sudah mempunyai segudang pengalaman maka tugas atau beban kerja yang diberikan kepadanya harus lebih terfokus pada tugas-tugas konseptual.
89
Lamanya masa kerja seorang pegaw3.1 JUga berkaitan dengan usia yang bersangkutan. Semakin lama masa kerjanya maka semakin tinggi usianya, sehingga pengetahuan atau pemahamannya tentang apa dan bagaimana budaya kato nan ampek akan lebih baik dari pegawai yang masa kerjanya masih baru. Lebih lanjut, tentang status pernikahan pegawai BKD diketahui bahwa 91,2% responden (31 orang) adalah pegawai dengan status pemikahan (keluarga) sudah menikah, hanya 8,8% responden (3 orang) saja yang belum menikah. Dari tabel yang sama dapat ditarik kesimpulan bahwa seharusnya pegawai BKD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari diikuti oleh etos kerja yang tinggi dan kinerja yang optimal, sebab faktor keluarga tentunya akan memberikan dorongan moril bagi pegawai dalam bekerja Hal ini disebabkan karena dengan adanya anggota keluarga yang menjadi tanggungan akan mendorong pegawai untuk beketja sebaik dan semaksimal mungkin guna menghidupi keluarganya Lebih lanjut, seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya juga memiliki rasa tanggungjawab yang lebih tinggi dibanding mereka yang belum berkeluarga, di samping itu tingkat kematangan emosionalnya pun akan lebih baik. Namun demikian, keluarga juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan terganggunya kinetja pegawai. Hal ini dapat tetjadi ketika pegawai yang sudah berkeluarga dan punya anak akan tetapi penghasilan (gaji) yang diterimanya per bulan tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarganya, akibatnya pegawai yang bersangkutan harus meminjam kepada pihak lain untuk menutupi kekurangannya tersebut. Kondisi tersebut antara lain menyebabkan pegawai yang bersangkutan harus berupaya untuk mencari penghasilan lain selain gaji pegawai negerinya Dengan demikian pikiran dan tenaganya akan terbagi antara di kantor dan di luar kantor.
90
Oleh sebab itu malca faktor kesejahteraan yang layak bagi kemanusiaan harus menjadi
perhatian
yang
serius
dari
pihak-pihak
yang
berwenang
dan
bertanggungjawab dibidang kesejahteraan pegawai. Apabila pegawai dan keluarganya sudah sejahtera maka pikiran dan tenaga si pegawai akan benar-benar tercurah dan terfokus pada pekerjaannya di kantor. Kesejahteraan tersebut tidak hanya berupa gaji bulanan, tapi juga mencakup tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, tunjangan hari tua dan lain sebagainya. Selanjutnya apabila status pernikahan pegawai dikaitkan dengan pengetahuan atau pemahamannya tentang budaya kato nan ampek, maka pegawai laki-laki yang telah menikah seharusnya memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menguasainya. Hal ini dikarenakan pegawai laki-laki yang menikah akan lebih banyak terlibat dalam urusan adat, dibandingkan dengan pegawai laki-laki yang belurn menikah maupun pegawai perempuan.
2. Analisis Variabel Penelitian Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian sebagairnana dikemukakan pada Bah I penulisan tesis ini, maka dibahas tentang kondisi masing-masing variabel penelitian dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman, yang didasarkan pada jawaban dalam kuesioner yang diberikan responden dan juga berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian. Jawaban atas kuesioner yang diberikan di analisis dengan teknik non statistik atau yang dikenal juga dengan istilah statistik sederhana, yang salah satunya berupa penghitungan persentase (porsentase) dan rata-rata (mean). Hasil analisis atas masing-masing variabel penelitian dimaksud yakni dengan rincian sebagai berikut :
91
a. Analisis Budaya "'Kato Nan Ampek" Faktor budaya dalam organisasi adalah sebuah kajian penting dalam melihat kinerja sebuah organisasi, dimana faktor budaya ini erat kaitannya dengan karakteristik pekerja dalam organisasi, lingkungan maupun pelaksanaan kegiatan manajerial di dalam organisasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Ndraha (2003) yang berpendapat bahwa terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan setiap orang berasal dari suatu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial) maupun kesejarahan. Adanya budaya semacam kebersamaan sistem dan nilai-nilai yang meniwai karakteristik pekerja dalam organisasi akan menimbulkan implikasi baik ataupun buruk. Hal ini akan tergantung pada persepsi dan pelaksanaan atas nilainilai dan budaya yang ada dalam diri pekerja itu sendiri. Koentjaraningrat (2002) disebabkan oleh para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi -konsepi itu sejak lama telah berakar dalam jiwa mereka. Kabupaten Pasaman sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Barat yang umumnya merupakan orang Minangkabau, dalam kehidupan sehari-hari memiliki suatu sistem atau nilai-nilai budaya yang menjadi dasar atau acuan dalam berprilaku yang sudah pasti sangat berpengaruh dalam membentuk budaya organisasi. Orang Minangkabau secara adat memiliki konsep pergaulan atau berkomunikasi yang disebut Kato Nan Ampek Dalam sebuah organisasi, komunikasi mutlak diperlukan dalam melaksanakan segala kegiatan organisasi. Berkomunikasi bermakna adanya orang yang berbicara, terutama dengan bahasa yang jelas (verbal). Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif pegawai untuk berkomunikasi untuk
92
memberikan informasi atau pesan kepada orang lain. Dengan berbicara seorang pegawai bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikirannya dengan cepat. Namun perlu selalu diingat oleh setiap pegawai bahwa alangkah bijaksananya jika dalam berbicara atau berinteraksi memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang dibicarakan. Salah satunya yakni
et~
adab dan sopan santun dalam
berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat dipedomani yakni adab berbicara di Minangkabau yang telah disebut di atas yang dikenal dengan "Kato nan Ampek". Pendapat tersebut di atas dikuatkan oleh pemyataan informan1 yakni : "Budaya Minang sudah pasti sangat berperan. Kebudayaan Minang yang berlaku pada umumnya dalam wilayah Sumatera Barat tentunya sudah melekat ke setiap pribadi orang Minang yang ada disini, walaupun daerah ini ada percampuran suku antara Batak Mandailing dengan Mnang, namun karena disini lebih dekat ke daerah Minang maka budaya yang paling kuat disini adalah budaya Minang. Dengan budaya yang melekat ke masing-masing pribadi tersebut tentunya akan terbawa dalam suasana kerja di BKD" (Wawancara: 22 Juli 2009). Selanjutnya berdasarkan tabulasi data pada lampiran 3, diperoleh distribusi masing-masing pemyataan dari tiga puluh empat orang responden terhadap variabel budaya kato nan ampek yang terdiri dari enam belas itemlbutir pemyataan, sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Budaya Kato Nan Ampek Klasifikasi Sangat setuju 1. Setuju 2. Kurang setuju 3. Tidak setuju 4. Jumlah ....... Sumber : Data Pruner No
Skor 4 3 2 1
Responden 173 346 25 0 544
Persentase (%) 31,80 63,60 4,60 0 100
Total Skor 692 1038 50 0 1780
93
Untuk mendapatkan skor akhir dari variabel budaya kato nan ampek maka jumlah total skor (1780) dibagi dengan jumlah responden (544), diperoleh skor 3,27. Nilai tersebut jika dikonsultasikan dengan tabel 2 maka budaya kato nan ampek, yang meliputi kato mandata, kato manurun, kato mandaki dan kato malereang, termasuk ke dalam kategori 'sangat tinggi'. Hal tersebut bennakna bahwa penerapan budaya
kato nan ampek oleh pegawai dilingkungan BKD sudah sangat baik. Namun demikian, walaupun penerapan budaya kato nan ampek sudah termasuk kategori sangat tinggi, akan tetapi masih belum maksimal atau belum sesuai dengan yang diharapkan, keadaan ini ditunjukkan oleh jawaban responden yang mayoritas hanya menjawab setuju atas pemyataan yang diajukan, yakni sebesar 63,60%. Kondisi ini disebabkan karena belum meratanya penerapan budaya kato nan ampek sesuai dengan indikator yang digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berdasarkan analisis atas masing-masing indicator (yang terdiri atas empat indicator) penilaian budaya kato nan
ampek, yakni sebagai berikut : Indikator pertama yakni kato mandata yang terdiri atas empat butir pemyataan. Hasil pengolahan jawaban atas kuesioner penelitian, diperoleh distribusi jawaban responden sebagai berikut :
Tabel8 Distribusi Frekuensi Pemyataan Indikator Tingkat Kato Mandata No I. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah ....... Sumber : Data Primer
Skor 4 3 2 1
Responden 46 90 0 0 136
Persentase (%) 33,82 66,18 0 0 100
Total Skor 184 270 0 0 454
94
Merujuk pada tabel 8 diperoleh skor jawaban responden 3,34 yang berarti termasuk kategori 'sangat tinggi'. Berdasarkan skor tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan kato mandata oleh pegawai BKD dalam melaksanakan tugasnya seharihari sudah sangat baik, walaupun belum memenuhi harapan, karena mayoritas responden (66,18) masih menjawab setuju atas pemyataan-pemyataan yang diberikan berkaitan dengan penerapan kato mandata. Akan tetapi secara umum penerapannya sudah baik, hal ini tercermin dari wawancara dengan informan2 yang menyatakan tentang implementasi kato mandata : "Implementasinya menurut saya sudah cukup baik, dimana pola komunikasi yang dikembangkan mampu membangun hubungan yang akrab diantara para sesama pegawai yang sederajad (misal antara staf dengan staf, pejabat eselon IV dengan sesama eselon IV dan sebagainya), sehingga jika mengalami hambatan atau kesulitan dalam menyelesaikan pekeJ.jaan mereka bisa saling membantu, baik berupa kritikan, saran maupun bantuan tenaga" (Wawancara: 21 Juli 2009). Penerapan kato mandata oleh pegawai BKD akan membuat proses interaksi antar pegawai BKD, khususnya yang setingkat dalam hal umur/jabatan, menjadi sangat terbuka sehingga pegawai bisa saling membantu dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan tugas tertentu. Di samping itu, rasa saling menghormati dan menghargai antar mereka akan sangat tinggi, dan mereka bisa saling bertukar pikiran tentang pekeJ.jaan yang mereka keJ.jakan. Kondisi ini jika dapat dipertahankan akan berdampak terhadap etos keJ.ja pegawai. Terciptanya etos keJ.ja yang tinggi akan menghasilkan kineJ.ja optimal. Dalam interaksinya sehari-hari, implementasi kato mandata tersebut antara lain terlihat pada saat seorang staf yang mengalami kendala dalam penyelesaian tugasnya, kemudian yang bersangkutan tanpa sungkan dan dengan suasana yang penuh keakraban meminta bantuan staf lain untuk mengatasi kendalan yang dihadapinya. Staf yang dimintai bantuan pun tanpa ragu
95
segera membantu rekan keljanya dimaksud. Tindakan kedua orang tersebut sesuai dengan tuntutan dalam budaya kato nan ampek, dimana diantara individu yang sebaya diharapkan antara lain untuk saling membantu, baik dalam suka maupun duka. Indikator kedua, yakni tingkat kato mandaki, yang terdiri atas 4 butir pemyataan. Distribusi jawaban responden atas pemyataan yang berkaitan dengan kato
mandaki pada umumnya menjawab setuju, yakni sebesar 47,06%, sedangkan yang menjawab sangat setuju (sesuai yang diharapkan) juga cukup banyak, yakni sebesar 45,59%. Adapun skor yang diperoleh yakni 3,38 yang berarti termasuk dalam kategori sangat tinggi. Lebih jelasnya distribusi jawaban responden atas pemyataan indikator
kato mandaki dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel9 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Kato Mandaki No 1. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 I
Responden 62 64 10 0 136
Persentase (%) 45,59 47,06 7,35 0 100
Total Skor 248 192 20 0 460
Sumber : Data Primer
Secara umum, penerapan kato mandaki dilingkungan BKD memang sudah mendekati sempurna sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian dalam beberapa kondisi justru penerapannya tidak sesuai dengan yang seharusnya Pegawai BKD terlihat canggung dan kurang berani untuk memberikan saranlkritik kepada atasan. Kondisi ini di samping disebabkan oleh kemampuan atasan yang kurang mampu memberdayakan bawahan untuk terlibat dalam membuat keputusan organisasi, juga disebabkan oleh makna kato mandaki yang salah penerapan. Budaya feodalisme yang
'96
menganggap yang lebib tua atau atasan selalu benar telah mempengaruhi cara bersikap sebagian besar pegawai BKD sehingga mereka merasa sungkan untuk menyampaikan saran/kritik. Kenyataan tersebut dibenarkan oleh Infonnan2 dalam wawancaranya dengan penulis yang menyatakan bahwa : "Berhubung bawahan kurang mampu melakukan pendekatan diri dengan atasannya maka kato mandaki pun tidak bisa diterapkan dengan baik karena bawahan menjadi sungkan terhadap atasannya. Dampaknya antara lain bawahan kurang berani memberikan masukan/idelkritikan dan lain-lain kepada atasan karena khawatir atasan tidak berkenan menerima atau takut dimarahi oleh atasan. Padahal dalam organisasi, saran maupun kritik dari siapa saja akan bermanfaat untuk mencapai kinerja yang lebih baik dimasa mendatang" (Wawancara: 21 Juli 2009). Adanya gap komunikasi antara atasa:n dan bawahan tersebut menyebabkan peran pegawai BKD dalam proses membuat atau mempengaruhi kebijakan BKD masih sangat minim. Fakta tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Informan1, wawancara 22 Juli 2009, yang menyatakan bahwa : "Pada banyak kejadian diakui memang agak kurang. Mereka umumnya agak canggung dan ragu menyampaikan kritikan maupun saran baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak yang terkait dengan penyusunan kebijakan tersebut atau kepada atasannya". Senada dengan pendapat tersebut, informan2 menyatakan bahwa : "Minimnya waktu untuk berkomunikasi secara bersama-sama antara pegawai BKD menyebabkan peran pegawai dalam mempengaruhi kebijakan organisasi sangat minim, sedangkan untuk menyampaikan sesuatu ide secara individual, umumnya pegawai tidak berani menyampaikan kepada atasannya" (Wawancara : 21 Juli 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Pegawai BKD telah mampu menerapkan kato mandaki dalam proses berinteraksi dalam bekerja. Hal ini antara lain diimplementasikan dalam bentuk besarnya rasa hormat dan penghargaan pegawai kepada atasan maupun orang yang 1ebih tua atau "dituakan".
97
Pegawai BKD juga mampu merespon atau menjalankan semua yang diperintahkan atau diminta untuk dikerjakan oleh atasan atau pegawai yang lebih tua atau "dituakan" selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Komunikasi dengan menggunakan kato nan ampek tersebut dapat dilihat ketika seorang pegawai berbicara dengan atasannya, ia berbicara dengan sopan dan menghargainya layaknya seorang yang "dituakan". Selanjutnya pegawai tersebut juga akan loyal kepada atasannya sehingga ia akan berusaha bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Hal ini diperlukan dalam sebuah organisasi untuk dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai, sebab perilaku yang demikian akan membuat setiap pegawai merasa dihargai sehingga ia akan senang ketika ke kantor dan bekerja Motivasi kerja yang baik dari pegawai akan mampu mencapai kinerja yang optimal. Kasus di atas mempertegas bahwa tanpa adanya yang memerintah dan diperintah, khususnya yang mematuhi perintah maka organisasi akan berjalan kacau atau tidak stabil. Kondisi ini akan menyebabkan organisasi menjadi "mati suri" atau dengan kata lain hanya mampu menunjukkan kinerja yang jauh dari harapan. Sisi negatif penerapan kato
mandald yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikandungnya yakni pegawai BKD umumnya tidak berani memberikan kritik/saran kepada atasan atau pegawai yang lebih tua. Mereka beranggapan bahwa memberikan kritik/saran kepada atasan merupakan tindakan yang tidak sopan. Padahal dalam budaya minangkabau (kato nan
ampek) memandang semua orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat dengan cara yang sopan dan santun, dengan kata lain budaya kato nan
ampek sangat sesuai dengan semangat demokrasi. Jika persepsi yang salah tersebut tidak segera diatasi maka akan mengganggu motivasi dan kinerja BKD, karena untuk mencapai motivasi dan kinerja yang tinggi hams didukung oleh peran setiap pegawai
98
dalam proses pembuatan kebijakan/keputusan. Saran atau kritik dan sebagainya dimaksud justru dapat menjadi kekuatan bagi organisasi untuk dapat mengatasi setiap masalah atau kendala yang dihadapi sehingga proses pelayanan publik pun akan berjalan dengan lancar, dan masyarakat pun akan merasa puas. Indikator ketiga, yakni tingkat kato manurun yang terdiri atas 4 butir pemyataan. Distribusi jawaban responden atas pemyataan yang berkaitan dengan kato
mandaki dapat dilihat pada tabel berikut : TabellO Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kato Manurun Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah ....... Sumber : Data Primer No I. 2. 3. 4.
Skor 4 3 2 1
Responden 21 102 13 0 136
Persentase (%) 15,44 75,00 9,56 0 100
Total Skor 84 306 26 0 416
Berpedoman pada tabel 10 diperoleh skor jawaban responden 3,06 yang berarti termasuk kategori 'tinggi'. Berdasarkan skor tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan kato mandata oleh pegawai BKD dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari belum sesuai dengan yang semestinya. Mayoritas responden (75%) yang menjawab setuju memperkuat fakta bahwa penerapan kato manurun masih belum sesuai dengan harapan. Belum maksimalnya penerapan kato manurun tersebut antara lain ditunjukkan oleh sikap sebagian besar atasan yang kurang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk menyampaikan kritik atau saran, apalagi untuk terlibat dalam proses membuat keputusan. Lebih lanjut, informan2, wawancara 21 Juli 2009, mengemukakan pendapatnya bahwa :
99
"Menurut saya kato manurun masih belum berjalan sebagaimana mestiny~ misalnya atasan seringkali kurang memiliki waktu untuk menyempatkan diri berkomunikasi dengan bawahanny~ atasan lebih sering memberi arahan atau perintah kepada bawahan untuk mengerjakan/menyelesaikan tugas tertentu, atasan atau pegawai yang lebih tua kurang memiliki waktu untuk memberikan bimbingan atau bertukar pikiran dengan bawahannya maupun kepada pegawai yang lebih muda. Kondisi ini menyebabkan hubungan antara atasan dan bawahan agak kaku, begitu juga antara pegawai yang lebih tua kepada yang lebih muda. Penjelasan tersebut di atas secara jelas menegaskan bahwa penerapan kato
manurun sangat ditentukan oleh kemampuan seorang atasan, karena kato manurun tersebut merupakan adab yang harus digunakan oleh seorang atasan dalam berinteraksi dengan bawahannya. Seorang bawahan juga merupakan manusia biasa yang memiliki rasa dan keinginan yang
berbed~
mereka tidak seperti robot yang
selalu memenuhi perintah sesuai yang diprogramkan kepadanya. Jika seorang atasan dilingkungan BKD tidak mampu menerapkan kato manurun ini dengan baik maka akan terjadi penolakan dari bawahannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh informanl dalam wawancara 22 Juli 2009 yang mengemukakan bahwa : "Kepemimpinan seseorang akan menemui titik kritis ketika tidak bisa membawakan kato manurun ini dengan baik. Karakteristik masyarakat minang yang egaliter dan menjunjung harkat dan martabat diri dan orang lain akan sulit diajak untuk bekerja oleh seorang atasan yang tidak bisa membawakan budaya kato manurun secara konsisten dan baik". Baik atau buruknya implementasi kato manurun tidak hanya tergantung dari seorang atasan/pimpinan kepada
bawahanny~
akan tetapi juga berlaku bagi setiap
pegawai yang lebih tua atau dituakan ketika berinteraksi dengan pegawai yang lebih muda. Atasan/pegawai yang lebih tua/dituakan tidak dapat bertindak secara otoriter, ta.pi mereka harus mampu menjadikan bawahan atau pegawai yang lebih muda sebagai rekan kerja yang akan menentukan pencapaian tujuan organisasi.
100
Penerapan kato manurun yang belum sesuai dengan semestinya tersebut dapat dilihat pada tindakan seorang atasan yang menyalahkan pekerjaan bawahannya yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya, tanpa memberikan araban atau petunjuk bagaimana seharusnya yang
dilakuk~
atau tanpa menjelaskan dimana letak
kesalahan bawahannya. Kato manurun tidak mengharapkan yang
demiki~
sebab
dalam prinsip pergaulan yang berpedoman pada kato manurun tersebut, yang tua atau atasan harus mampu membimbing atau mengayomi bawahannya, mampu menegur dengan cara yang baik ketika bawahannya membuat kesalahan. Jika bawahan tidak menyadari kesalahannya maka atasan harus mengingatkannya. Kalau bawahan mengalami kesulitan terhadap tugas yang dilaksanakannya maka atasan harus mampu membantu mencarikan cara untuk mengatasi persoalan yang dihadapi pegawai yang bersangkutan. Jadi dalam interaksi antar pegawai, penerapan kato manurun tersebut menuntut atasan bersikap kasihsayang, santun, tanggap, tidak arogan dan sebagainya kepada bawahan agar tercipta iklim komunikasi yang menyenangkan. Di samping beberapa kekurangan dalam implementasi kato manurun sebagaimana diuraikan di atas, juga masih ada hal-hal positifuya, yakni mayoritas pegawai BKD tergolong cukup mampu berkomunikasi secara terbuka dengan bawahan atau pegawai yang lebih muda tentang hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan. Lebih lanjut, sebagai tindakan yang menunjukkan rasa empati, pegawai BKD sebagian besar juga bersedia membantu bawahan atau pegawai yang lebih muda dalam mengatasi masalah atau kendala yang dihadapinya, termasuk berbagai persoalan yang berkenaan dengan urusan pribadi. Walaupun tindakan tersebut belurn merata dilakukan namun secara umum dapat menimbulkan rasa suka dan penghargaan dari bawahan kepada atasan, karena mereka akan merasa diperhatikan.
101
lndikator terakhir dari variabel budaya kato nan ampek yakni tingkat kato
malereang. Adab berkomunikasi atau berinteraksi ini biasa digunakan oleh orangorang yang arif dan bijaksana, orang yang saling menghargai dan saling menyegani terten~
karena beberapa faktor
seperti faktor hubungan
kekeluarg~
tingkat
keakraban, status sosial dan sebagainya Berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan diperoleh distribusi jawaban responden untuk indikator tingkat kato malereang sebagai berikut : Tabelii Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Kato Malereang No I. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah ....... Sumber : Data Primer
Skor 4 3 2 1
Responden 44 90 2 0 136
Persentase (%) 32,35 66,I8 I,47 0 IOO
Total Skor I76 270 4 0 450
Merujuk pada tabel II tersebut, diketahui bahwa mayoritas responden (66,18%) menjawab setuju atas pernyataan yang diberikan dalam kuesioner. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan kato malereang dilingkungan BKD belum maksimal. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh sikap mayoritas pegawai BKD yang belum sepenuhnya mampu menempatkan rekan kerja sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dirinya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. lmplementasi kato
malereang ini biasanya lebih banyak dipraktekkan dalam bentuk bahasa sindiran, pepatah, metafora dan sejenisnya yang tujuannya untuk menyampaikan suatu maksud kepada orang lain tetapi tidak disampaikan secara langsung. Oleh sebab itu, penerapan kato malereang ini cukup sulit untuk dideteksi.
102
Wawancara dengan informan2 diperoleh keterangan tentang penerapan kato
malereang dilingkungan BKD bahwa : "Kato malereang kurang nampak dalam interaksi antar pegawai dilingkungan BKD, akan tetapi tetap ada dan sering digunakan, penerapannya antara lain berupa kata-kata sindiran kepada rekan ketja yang disegani. Misalnya kepada pegawai yang disegani (bukan atasan) yang mejanya berantakan kemudian dikatakan "model kapa pacah nampaknyo meja ko Kari" (Mejanya berantakan seakan-akan seperti kapal pecah, sedangkan Kari merupakan salah satu gelar adat yang ada di Minangkabau), dengan kata-kata tersebut maka yang bersangkutan akan malu dan merapikan mejanya" (Wawancara 21 Juli 2009). Walaupun secara umum penerapan kato malereang belum maksimal, namun dari tabel II diperoleh bahwa skor jawaban responden sebesar 3,3I
yang berarti
termasuk dalam kategori yang 'sangat tinggi'. Hal ini menunjukkan implementasinya sudah mendekati sempuma lmplementasi kato malereang dilingk.ungan BKD dapat digunakan oleh seorang pegawai untuk mengingatkan rekan kerjanya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya Bahasa yang digunakan yakni bahasa sindiran sebab jika yang disampaikan secara langsung tidak memungkinkan karena adanya rasa sungkan dari yang mengingatkan kepada yang diingatkan atau dapat menyinggung perasaan yang diingatkan sehingga dapat memicu timbulnya konflik internal. Bahasa sindiran tersebut misalnya dengan mengatakan kebalikan dari kenyataan yang ada. Jadi kedepan yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan di BKD yakni meningkatkan pemahaman tentang makna yang terkandung dalam budaya
kato nan ampek, khususnya kato malereang sehingga nantinya mampu dipraktekkan sebagaimana mestinya dan berkorelasi positif terhadap motivasi kerja dan kinerja pegawai serta kinerja BKD secara umum. Sesuai dengan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya kato nan
ampek yang merupakan budaya lokal masyarakat Kabupaten Pasaman memiliki
103
peran yang sangat besar terhadap budaya BKD sebagai salah satu organisasi publik dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pasaman. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat informan2 dalam wawancara 21 Juli 2009 yang menyatakan : "Sebagaimana diketahui bahwa budaya yang digunakan oleh pegawai dilingkungan BKD sama dengan budaya yang dianut oleh masyarakat disekitarnya, dalam hal ini budaya minangkabau. Dengan demikian maka budaya minangkabau dimaksud tentu sangat berpengaruh atau bisa dikatakan identik dengan budaya organisasi BKD itu sendiri. Jadi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing maka pegawai BKD tidak terlepas dari nilai-nilai budaya atau adat istiadat yang masih berlaku dijunjung tinggi oleh orang minangkabau dan dihormati oleh para pendatang". Oleh sebab itu maka kemampuan dalam mempraktekkan budaya kato nan
ampek dalam melakukan aktivitas organisasi mutlak diperlukan, terutama sekali oleh seorang a~ sebagaimana yang dikemukakan oleh informant yakni : "Seorang pemimpin organisasi yang ingin organisasinya maju, maka dia harus menguasai kato nan ampek ini. Karena memerintah orang minang ini termasuk agak sulit, hal ini tergambar dari pepatah "rajo alim rajo disambah, rajo lalim rajo dibantah" dan ada satu falsafah lagi yaitu "dangaan yang diurang laluan nan diawak". Artinya orang minang memiliki sedikit karakter pemberontak tatkala seorang pemimpin itu tidak konsisten. Dengan pemahaman kato nan ampek yang baik. oleh seorang pemimpin maka dia akan mudah mempengaruhi semua orang baik. itu atasannya sendiri, koleganya atau bawahannya. Dengan menggunakan kato nan ampek seorang pemimpin akan mudah diikuti kata-katanya oleh orang lain" (Wawancara 22 Juli 2009). Melalui penerapan budaya kato nan ampek secara konsisten dan sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang sebenarnya maka akan mampu mendorong BKD untuk mencapai kinerja yang maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat informant dalam wawancara 22 Juli 2009 yang menyatakan : " ... penerapan budaya kato nan ampek jelas berkolerasi positif dengan kinerja pegawai. Gampangnya, gimana seseorang mau bekerja dengan sungguh-sungguh apabila dalam lingkungan kerjanya sebagian besar orang tidak beradat (tidak tabu di nan ampek). Bagaimana mereka akan mau bekerja dengan baik ketika harga dirinya tidak dijaga. Budaya kato nan ampek sebagaimana yang telah saya sampaik.an sebelumnya tujuannya adalah untuk menjaga harga diri, harkat dan martabat setiap orang dalam pergaulan atau ketika berinterak:si dengan setiap
104
orang. Menjaga harga diri orang tersebut konsekuensinya sangat banyak terhadap tindakan yang 1~ seperti seseorang yang secara konsisten melaksanakan budaya kato nan ampek maka biasanya dia akan helpful, care, share, dan bijaksana terhadap semua orang... ". Pendapat senada dikemukakan oleh infonnan2 yang mengatakan bahwa pengaruh budaya kato nan ampek sangat besar terhadap kinerja BKD, lebih lengkapnya dikatakan : "Pengaruhnya terhadap pencapaian kinerja yang optimal cukup besar jika budaya kato nan ampek diterapkan sebagaimana seharusnya. Budaya kato nan ampek akan mendidik dan mendorong pegawai untuk peduli dengan sesama dan juga organisasi, berperan aktif, bertanggungjawab, saling membantu, saling menghonnati dan bekerja keras. Sebab semuanya itu akan berpedoman pada nilainilai dalam ajaran agama islam" (Wawancara : 21 Juli 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya kato nan ampek berpengaruh terhadap kinerja organisasi (BKD). Namun demikian, penerapannya di BKD Kabupaten Pasaman saat ini belum maksimal dan belum sesuai dengan nilainilai, norma-norma yang terkandung dalam budaya kato nan ampek yang seharusnya Untuk itu kedepan, masalah penerapan budaya kato nan ampek ini harus mendapat perhatian yang serius untuk diwujudkan.
b. Analisis Motivasi Kerja Variabel independen kedua dalam penelitian ini yakni motivasi kerja. Motivasi kerja pegawai bukanlah sesuatu yang asing ditelinga orang-orang yang terlibat dalam sebuah organisasi, baik organisasi swasta maupun pemerintah. Motivasi kerja adalah daya pendorong yang mengakibat.kan pegawai mau dan ikhlas untuk mengerahkan segenap kemampuan, tenaga dan waktu yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Keith Davis (Anwar, 2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja
105
adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Pendapat ini menunjukkan betapa pentingnya motivasi terhadap kinerja pegawai maupun organisasi. Oleh sebab itu dalam meningkatkan kinerja pegawai maupun organisasi, maka salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah motivasi pegawainya. Dimana, pemimpin harus dapat mengerahkan motivasi pegawainya menjadi salah satu aspek yang dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi pada akhirnya (Handoko, 2000). Pentingnya motivasi kerja dimaksud juga berlaku bagi BKD Kabupaten Pasaman dalam upaya mencapai kinerja yang setinggi-tingginya. Pentingnya motivasi kerja dilingkungan BKD sebagaimana yang dikemukakan oleh informan2 dalam wawancara 23 Juli 2009 yang menyatakan : "motivasi kerja memegang peranan penting dalam pencapaian kinerja pegawai, sebab dengan adanya motivasi dalam bekerja maka setiap orang akan berusaha untuk mencapai hasil kerja yang seoptimal mungkin, atau dengan kata lain tanpa adanya motivasi tertentu dalam beke.rja maka pegawai tidak akan bekerja dengan baik sehingga kinerjanya pun akan rendah". Pendapat senada disampaikan oleh informan 1 yang mengatakan bahwa "Motivasi yang tinggilah yang bisa menghasilkan kinerja yang baik. Walaupun ada sisi lain yang mempengaruhi kinetja, menurut saya motivasi memiliki peran sentral dalam mempengaruhi kinerja pegawai" (Wawancara : 27 Juli 2009). Berkenaan dengan motivasi kerja dimaksud, dari kuesioner yang diberikan kepada pegawai BKD diperoleh distribusi jawaban responden sebagaimana tercantum dalam lampiran 3. Berpedoman pada lampiran 3 dimaksud, diketahui distribusi masing-masing pemyataan dari tiga puluh empat orang responden terhadap variabel motivasi kerja yang terdiri dari dua puluh butir/item pemyataan, diperoleh skor untuk variabel motivasi kerja sebesar 3,07 yang berarti termasuk kategori 'tinggi', untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
106
Tabell2 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Motivasi Kerja No I.
2. 3. 4.
Klasiflkasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 1
Responden 140 445 95 0 680
Persentase (%) 20,59 65,44 13,97 0 100
Total Skor 560 1335 190 0 2085
Sumber : Data Pnmer
Walaupun secara umum motivasi kerja pegawai BKD sudah cukup baik/tinggi, akan tetapi masih belum maksimal. Kondisi ini diperkuat oleh mayoritas responden (65,44%) yang menjawab setuju atas pemyataan yang diberikan, sedangkan yang menjawab sangat setuju (maksimal) hanya 20,59%. Belum maksimalnya motivasi kerja pegawai BKD ini diakui oleh informant yang mengatakan bahwa " ... namun ada beberapa hal yang menggerus motivasi mereka ketika berhadapan dengan ketidakadilan perlakuan, harga diri mereka tidak dijaga dengan baik, atau tidak adanya konsistensi terhadap pelaksanaan komitmen bersama". Lebih lanjut informan2 juga mengemukakan pendapat yang hampir sama yaitu : "Kalau saya melihat dan mencermati, motivasi pegawai BKD dalam bekerja memang masih kurang, hal ini antara lain terlihat dari lambatnya proses menyelesaikan berbagai pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan, padahal kendala-kendala yang berarti tidak ada, misal anggaran sudah ada, kegiatan bersifat rutin, akan tetapi tetap tidak bisa diselesaikan tepat waktu, sebagai contoh yakni pemutakhiran data pegawai, kenaikan pangkat yang sering juga bermasalah antara lain karena keakuratan data yang rendah. Pegawai BKD secara umum tidak tergerak untuk mencapai kinerja yang lebih baik dari waktu-waktu yang lalu, ideide bam dalam bekerja sangat jarang muncul, kedisiplinan pegawai pun belum sebagaimana yang diharapkan. Dalam jam kantor seringkali beberapa pegawai tidak berada ditempat tanpa ada sebab yang bisa dipertanggungjawabkan dll" (Wawancara : 23 Juli 2009). Dari tiga indikator yang digunakan untuk mengukur variabel motivasi kerja pegawai dilingkungan BKD, tidak satupun yang termasuk kategori 'sangat tinggi'.
107
Untuk lebih jelasnya tentang kondisi dari masing-masing indikator dimaksud akan penulis uraiakan sebagai berikut : Data yang diperoleh dari jawaban tiga puluh empat orang responden terhadap indikator tingkat motif yang terdiri dari tujuh item pemyataan yakni sebagaimana tercantum pada tabell3. Tabel13 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Motif No 1.
2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 1
Responden 37 159 42
0 238
Persentase (%) 15,55 66,80 17,65 0 100
Total Skor 148 477 84 0 709
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 13 didapatkan skor jawaban responden 2,98. Angka itu menunjukkan bahwa tingkat motif pegawai BKD masuk kategori 'tinggi', yang juga berarti masih belum sesuai dengan yang diharapkan dalam rangka mencapai kinerja yang maksimal. Banyak faktor yang menyebabkan belum maksimalnya tingkat motif pegawai BKD, antara lain kurangnya kesempatan yang diberikan kepada pegawai untuk maju atau mengembangkan kompetensi diri. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh informant yang menyatakan : "Sampai saat ini karena keterbatasan dana, program untuk pengembangan kompetensi pegawai BKD masih sangat minim, yang ada hanya melalui diklat dan sejenisnya yang diselenggarakan oleh panitia propinsi maupun pusat. Dana banyak terserap sampai saat ini hanya untuk pengembangan kompetensi pegawai 27 Juli 2009). kabupaten yang dikelola oleh BKD" (Wawancara: Pemyataan tersebut dikuatkan oleh informan2 yang menyatakan bahwa "Program khusus tidak ada, pengembangan pegawai BKD dilakukan antara lain
108
dengan memberi kesempatan kepada pegawai tertentu untuk mengikuti diklat yang berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya ... " (Wawancara: 23 Juli 2009). Di samping faktor tersebut di atas, faktor kurangnya keterlibatan pegawai dalam mempengaruhi juga menyebabkan tidak maksimalnya tingkat motif pegawai BKD dalam bekerja Melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan diperlukan, di samping mampu membuat keputusan yang kuat dan baik juga akan menimbulkan perasaan dihargai dan adanya rasa memiliki dari pegawai sehingga motif mereka dalam bekerja akan tinggi. Belum dilibatkannya pegawai dalam proses pengambilan keputusan organisasi dibenarkan oleh informan2 dalam wawancara 23 Juli 2009 yang mengatakan bahwa : "Peran pegawai BKD secara umum dalam pengambilan keputusan memang sangat minim, karena kondisi yang ada tidak memungkinkan pegawai untuk terlibat secara langsung dalam mempengaruhi keputusan organisasi. Pertemuan rutin yang dihadiri oleh semua pegawai BKD pun tidak pemah dilakukan, padahal kesempatan tersebut bisa digunakan untuk mendengarkan keluhan, saran, kritik dan sebagainya dari pegawai". Walaupun tingkat motif pegawai BKD dalam bekerja belum memenuhi harapan, akan tetapi motif mereka dalam bekerja sudah cukup baik, hal ini bisa dilihat dari mayoritas pegawai yang merasa cukup aman dalam bekerja, diperlakukan wajar oleh atasan, tempat kerja yang dalam kondisi cukup baik dan nyaman. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh informant yang mengatakan "Kondisi lingkungan kerja cukup kondusif untuk pelaksanaan pekerjaan". Pendapat senada dikemukakan oleh informan2 yang berpendapat : "Kondisi kerja di BKD sudah cukup bagus, dimana lingkungan kerjanya kondusif, walaupun dari segi ergonomisnya belum maksimal. Sarana dan prasarana pendukung pegawai dalam bekerja juga tersedia dengan baik, misalnya setiap bidang minimal punya dua buah komputer (bahkan ada yang empat buah komputer), mesin tik juga tersedia sebanyak 3 buah...." (Wawancara : 23 Juli 2009).
109
Berkaitan dengan peningkatan kompetensi diri, juga ada kebijakan BKD terhadap pegawainya, yakni kebijakan yang mendorong pegawai untuk melanjutkan pendidikan formalnya ke tingkat yang lebih tinggi, sebagaimana yang dikemukakan oleh informan2, yakni " ... pegawai BKD juga diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi, baik melalui program tugas belajar maupun izin belajar". Indikator selanjutnya untuk mengukur motivasi ketja yakni tingkat harapan pegawai Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman dalam beketja Berdasarkan data jawaban dari tiga puluh empat orang responden atas enam butir pemyataan yang diberikan, didapatkan persentase jawaban responden sbb :
Tabel14 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Harapan No 1.
2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 I
Responden 66 154 18 0 238
Persentase (%) 27,73 64,71 7,56 0 100
Total Skor 264 462 36 0 762
Sumber : Data Primer
Dari jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat harapan pegawai BKD dalam beketja termasuk kategori tinggi (belum maksimal), karena skor yang didapatkan atas jawaban yang diberikan hanya sebesar 3,20. Jawaban responden yang 64,71% menjawab setuju atas pemyataan yang diberikan memperkuat kenyataan bahwa tingkat harapan tersebut memang belum maksimal, bahkan ada 7,5 6% yang menyatakan kurang setuju terhadap pemyataan yang diberikan. Kondisi ini menggambarkan bahwa masih ada pegawai yang merasa tidak puas atas tingkat
110
harapan dalam bekerja yang mereka rasakan. Walaupun tingkat harapan pegawai BKD dalam bekerja belum maksimal, namun secara umum tingkat harapan yang dirasakan oleh pegawai BKD sudah cukup baik/tinggi untuk meningkatkan kinerja mereka Beberapa fakta yang mengindikasikan cukup baiknya tingkat harapan dimaksud sebagaimana yang dikemukakan oleh informan I berkenaan dengan peran atasan dalam membantu pegawai mengatasi masalah/kendala yang dihadapinya, yakni sebagai berikut : " ... pola hubungan antara pegawai sudah agak lumayan mencair. Jadi setiap persoalan yang dihadapi baik dalam organisasi atau yang terkait dengan pekerjaan biasanya saya dan pimpinan akan melakukan beberapa pendekatan untuk membantu menyelesaikan persoalannya dengan baik. Contohnya ketika salah seorang staf mendapat kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan, maka biasanya kami akan merangsangnya untuk belajar... " (Wawancara: 27 Juli 2009). Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh informan2 yang berpendapat bahwa: "Walaupun tidak terlalu sering, atasan ada memperhatikan atau membantu bawahan dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan tugasnya. Sedangkan yang di luar lingkungan kerja yakni adanya rasa empati terhadap suka maupun duka yang dialami pegawai, sebagai contoh jika ada kerabat pegawai yang meninggal maka semua pegawai BKD ikut melayat, begitu juga kalau ada acara syukuran, resepsi pernikahan dan sebagainya" (Wawancara : 23 Juli 2009). Perhatian dari atasan sebagaimana yang diutarakan di atas, secara psikologis sangat besar maknanya dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai. Agar tingkat harapan dimaksud untuk masa yang akan datang mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan motivasi kerja pegawai maka perlu dibuat berbagai kebijakan terkait, khususnya menyangkut kepedulian atasan terhadap bawahan dan juga sesama pegawai,
dalam rangka mewujudkan
menyenangkan dan membuat pegawai betah bekerja
lingkungan kerja yang
111
Indikator ketiga untuk mengukur motivasi kerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman yakni tingkat insentif. Tujuh butir pemyataan telah diberikan kepada tiga
puluh empat responden, dan distribusi jawaban responden dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel15 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Insentif No l. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah ....... Sumber : Data Primer
Skor 4 3 2 1
Responden 37 132 35 0 204
Persentase (%) 18,14 64,70 17,16 0 100
Total Skor 148 396 70 0 614
Merujuk pada tabel 15 diperoleh skor atas jawaban responden sebesar 3,01 yang berarti termasuk kategori 'tinggi'. Walaupun masuk kategori 'tinggi' namun hal ini juga bermakna bahwa tingkat insentif yang dirasakan pegawai BKD belum
memenuhi harapan. Sebagian besar responden (64,70%) hanya menjawab 'setuju' terhadap pemyataan yang diberikan, bahkan ada 17,16% yang menjawab 'kurang setuju', jawaban tersebut mengindikasikan adanya ketidakpuasan pegawai atas insentif yang mereka akan atau sudah terima Insentif yang diberikan berupa perhatian dari atasan, asuransi kesehatan, kesempatan untuk mengikuti berbagai program
pelatihan, dan sebagainya dirasakan oleh pegawai BKD belum memenuhi harapan mereka. Kebijakan tambahan penghasilan yang ada justru tidak mendorong pegawai untuk berprestasi karena yang dijadikan indikatomya hanya tingkat kehadiran pegawai, bukan prestasi kerja yang dicapainya, hal ini sebagaimana yang dikemukakan informan1 dan informan2 yang intinya menyatakan bahwa tambahan penghasilan diberikan kepada setiap pegawai, akan tetapi akan dilakukan pemotongan
112
jika pegawai yang bersangkutan tidak bekerja (sakit, tanpa keterang~ izin, tidak apel dan sebagainya), yang persentase pemotongannya bervariasi dan sudah ditentukan melalui keputusan Bupati Pasaman. Belum maksimalnya ketiga indikator motivasi kerja tersebut secara langsung menyebabkan motivasi kerja pegawai BKD pun belum maksimal, dan ini akan berdampak terhadap kinerjanya. Untuk itu perlu adanya kebijakan yang lebih mampu meningkatkan motivasi kerja pegawai, misalnya pemberian insentif yang didasarkan pada kinerja yang dicapai. Lebih lanjut, walaupun motivasi kerja dan budaya kato nan ampek dalam penelitian ini merupakan variabel independen yang diduga mempengaruhi kinerja pegawai, akan tetapi secara tidak langsung, penerapan budaya kato nan ampek akan mampu meningkatkan motivasi kerja pegawai, sebab penerapan budaya kato nan
ampek yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang semestinya akan mampu menciptakan suasana atau lingkungan kerja yang nyaman dan menggairahkan. Kondisi ini tentunya akan meningkatkan motif dan harapan pegawai untuk bekerja sehingga akhimya motivasi kerjanya pun akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh informant yang menyatakan bahwa dengan penerapan budaya kato nan ampek maka harga diri pegawai akan terjaga dengan baik, dalam pergaulan mereka akan dihargai dan dihormati dan akhimya motivasinya untuk bekerja pun akan muncul.
c. Ana/isis Kinetja Pegawai
Kinerja pegawai merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang pegawai selama periode
113
waktu tertentu dalam upaya mencapai tujuannya dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dimilikinya, dengan cara-cara yang legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika yang berlaku dalam organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja pegawai disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yakni budaya organisasi dan motivasi kerja pegawai itu sendiri. BKD Kabupaten Pasaman sebagai salah satu unit kerja dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pasaman
yang
mempunyai
tugas
pokok mengelola masalah
kepegawaian,
sebagaimana unit kerja lainnya, dituntut untuk mampu menunjukkan kinerja yang tinggi, khususnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan, baik pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pasaman maupun masyarakat. Sesuai dengan jawaban tiga puluh empat orang responden terhadap kuesioner yang diberikan, berkenaan dengan pemyataan tentang kinerja pegawai, yang terdiri atas dua puluh tiga item, diperoleh distribusi jawaban responden sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut : Tabel16 Distribusi Frekuensi Jawaban Variabel Kinerja Pegawai No 1. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 1
Responden 180 524 77 1 782
Persentase (%) 23,02 67,01 9,84 0,13 100
Total Skor 720 1572 154 1 2447
Sumber : Data Primer
Dari data tabel 16 diperoleh skor akhir jawaban responden sebesar 3,13. Angka tersebut menunjukkan bahwa kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman
114
termasuk dalam kategori 'tinggi' namun belurn maksimal sebagaimana yang diharapkan. Besamya persentase responden yang menjawab setuju mengindikasikan bahwa kinerja pegawai belum sebagaimana mestinya, akibatnya tentu akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Hal ini diperkuat oleh pemyataan informan I yang mengemukakan bahwa "Merujuk pada laporan kegiatan yang disampaikan setiap bulannya, secara umum BKD mampu menyelesaikan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, walaupun dengan catatan ada beberapa programlkegiatan tidak selesai tepat waktu, bahkan ada yang tidak bisa diselenggarakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan". Pendapat senada dikemukakan oleh informan2 yang menyatakan bahwa "Sebagian besar program!kegiatan mampu diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan, akan tetapi ada beberapa kegiatan setiap tahunnya yang tidak terlaksana, halanganlhambatannya bermacam-macam, mulai dari masalah anggaran, sumberdaya pendukung dan sebagainya" (Wawancara : 24 Juli 2009). Indikasi lain yang menggambarkan kinerja BKD belum maksimal yakni sebagaimana yang dikemukakan informant yang menyatakan bahwa : "Selaku sebuah organisasi yang diselenggarakan oleh manusia biasa, BKD juga tidak luput dari berbagai kekhilafan atau kesalahan, sehingga BKD pun setiap tahun selalu mendapatkan teguran/peringatan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) karena kinerja keuangan yang belum sesuai dengan ketentuan, teguran dari Bupati Pasaman pun pemah diterima walaupun secara lisan" (Wawancara : 27 Juli 2009). Belum maksimalnya kinerja BKD dapat dilihat lebih rinci berdasarkan indikator yang digunakan untuk mengukurnya. Indikator dimaksud ada lima, yaitu : indikator pertama yakni tingkat keterampilan kerja. Untuk mencapai kinerja yang tinggi, pegawai harus memiliki keterampilan yang memadai dalam menyelesaikan
115
tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hanya pegawai dengan keterampilan yang sesuai dengan bidang kerjanya yang akan mampu mencapai kinerja yang terbaik. Sebaliknya pegawai yang kurang didukung oleh keterampilan kerja yang memadai maka mereka akan menemukan berbagai hambatan atau kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya Berdasarkan jawaban responden atas indikator tingkat keterampilan pegawai yang terdiri atas lima butir pemyataan, diperoleh skor jawaban responden sebesar 3, 18. Nilai ini memiliki makna bahwa tingkat keterampilan kerja pegawai BKD termasuk kategori 'tinggi' akan tetapi belurn memenuhi harapan. Lebih jelasnya distribusi jawaban responden dapat dilihat pada tabel di bawah : Tabell7 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Keterampilan Kerja No I. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
.
Skor 4 3 2 1
Responden 39 122 9 0 170
Persentase (%) 22,94 71,77 5,29 0 100
Total Skor 156 366 18 0 540
Sumber : Data Primer
Tingkat keterampilan pegawai BKD yang belum sesuai harapan tercermin juga dari jawaban mayoritas (71,77%) responden yang hanya menjawab 'setuju' atas pernyataan yang diberikan. Keterampilan kerja yang belum maksimal tersebut diperkuat oleh pemyataan informant yang mengatakan : "... kompetensi kerja pegawai sampai saat ini tidak ada instrumen pengukumya. Tetapi kalau dilihat dari kompetensi dasarnya, yakni latar belakang pendidikannya, banyak yang tidak sesuai dengan uraian tugasnya. Namun setiap orang memiliki kemampuan untuk belajar walau membutuhkan waktu tertentu agar gap antara kemampuannya dengan jabatan yang diemban menjadi kecil" (Wawancara: 27 Juli 2009).
116
Pendapat senada dikemukakan oleh infonnan2 yang berpendapat bahwa "ada beberapa pegawai yang keterampilannya (khususnya latarbelakang pendidikan) kurang sesuai dengan uraian tugasnya ...." (Wawancara : 24 Juli 2009). berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab belum maksimalnya keterampilan kerja pegawai BKD yakni latarbelakang pendidikan yang kurang sesuai dengan uraian tugasnya Walaupun demikian, kemungkinan untuk dilakukan peningkatan keterampilan kerja tersebut dimasa yang akan datang sangat terbuka, hal ini sesuai dengan pemyataan informant sebagaimana tersebut di atas. Di samping itu
juga bisa dilakukan melalui lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintahan maupun swasta. Tingkat kedisiplinan merupakan indikator kedua yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai dalam penelitian ini. Selaku abdi negara dan juga abdi masyarakat, kedisiplinan memegang peranan yang amat penting dalam melaksanakan tugas kedinasan sehari-harinya. Tanpa adanya kedisiplinan pegawai maka akan menimbulkan berbagai kekacauan maupun hambatan dalam pencapaian tujuan organisasi, khususnya dalam proses pelayanan publik. Indikator kedisiplinan ini terdiri atas tiga butir pemyataan yang diajukan kepada tiga puluh empat orang
responden, dan diperoleh distribusi jawabannya sebagai berikut : Tabell8 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kedisiplinan No I.
2. 3.
4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Sumber : Data Primer
Skor 4 3 2 1
Responden 39 59 4 0 102
Persentase (%) 38,24 57,84 3,92 0 100
Total Skor 156 177 8 0 341
117
Sesuai dengan data pada tabel 18 tersebut, diperoleh skor jawaban responden sebesar 3,34 yang berarti masuk ke dalam kategori 'sangat tinggi'. Walaupun skor tersebut belum sempurna, namun dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan pegawai BKD dalam bekerja sudah tinggi. Kedisiplinan ini antara lain meliputi ketepatan waktu dalam bekerja, disiplin dan ketekunan dalam menyelesaikan tugas. Kedisiplinan pegawai BKD yang sudah baik tersebut diperkuat oleh pemyataan informant yang mengatakan " ... Kedisiplinan sampai saat ini secara kuantitatif diukur dengan tingkat
kehad~
kalau berkaca pada ini semua pegawai pada umumnya
memiliki tingkat disiplin yang cukup tinggi.. .. " (Wawancara: 27 Juli 2009). Pendapat tersebut ditambahkan oleh informan2 yang mengemukakan pendapatnya bahwa "kedisiplinan dalam menggunakan pakaian dinas sangat baik .... " (Wawancara : 24 Juli 2009). Adapun indikasi yang menunjukkan bahwa kedisiplinan pegawai BKD belum maksimal dapat diketahui dari pemyataan informan2 yang menyatakan bahwa " ... kedisiplinan bekerja dalam jam kantor memang dirasakan masih kurang, seringkali dalam jam kantor beberapa oknum pegawai bolos kerja, atau tidak ikut apel pagi, atau pulang kantor lebih cepat dari seharusnya...." (Wawancara: 24 Juli 2009). Kondisi kedisiplinan yang ada saat ini harus ditingkatkan agar nantinya bisa mendorong proses pencapaian kinerja pegawai sesuai dengan harapan yang diembannya. Indikator ketiga, yakni tingkat inovasi pegawai BKD dalam bekerja atau menyelesaikan pekerjaannya. Indikator ini terdiri dari lima butir pemyataan yang diajukan kepada tiga puluh empat responden. Distribusi jawaban responden sebagaimana terdapat dalam tabel berikut :
118
Tabel 19 Distribusi Frek:uensi Jawaban Indikator Tingkat Inovasi No 1.
2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jwnlah .......
Skor 4 3 2 I
Responden 29 103 37 1 170
Persentase (%) 17,06 60,59 21,76 0,59 100
Total Skor 116 309 74 I 500
Sumher : Data Primer
Sesuai dengan data pada tabel tersebut diperoleh skor jawaban responden sebesar 2,94. Skor ini masuk kategori 'tinggi'. Namun demikian, persentase responden yang menjawab 'k:urang setuju', yakni sebesar 21,76%, atas pemyataan yang diberikan mengindikasikan bahwa tingkat inovasi pegawai BKD dalam bekerja masih jauh dari harapan. Mayoritas responden kurang menyukai tantangan, kurang berani mencoba hal-hal yang baru, dan k:urang suka untuk mengerjakan tugas-tugas yang sulit. Fakta ini dikuatkan oleh pemyataan informant yang menyatakan bahwa "sampai saat ini belum ada saya lihat pegawai yang mampu menciptakan inovasiinovasi baru dalam menyelesaikan pekerjaannya. Mereka hanya berusaha mematuhi segala ketentuan yang diberikan dalam menyelesaikan pekerjaan" (Wawancara: 27 Juli 2009). Pemyataan senada disampaikan informan2 yang mengatakan bahwa "kalau inovasi baru saya rasa hampir tidak ada karena kebanyakan pekerjaan BKD lebih bersifat rutinitas, jadi hanya berpedoman pada apa yang telah dilakukan pada waktu sebelumnya" (Wawancara: 24 Juli 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa belum maksimalnya tingkat inovasi pegawai salah satu sebabnya yakni prosedur kerja birokrasi yang agak kaku dan tidak mendorong pegawai untuk berlomba-lomba dalam menemukan inovasi baru dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
119
Lebih lanjut, tingkat kerjasama pegawai dalam bekerja menjadi indikator keempat untuk mengukur kinerja pegawai. Indikator ini terdiri atas lima item pemyataan yang dijawab oleh tiga puluh empat orang responden. Sesuai dengan jawaban responden dimaksud diperoleh skor jawaban responden 3,26 yang berarti termasuk kedalam kategori 'sangat tinggi'. Walaupun demikian, secara umum tingkat kerjasama pegawai BKD masih belum maksimal, hal ini ditunjukkan oleh jawaban responden yang sebagian besar (71,17%) hanya menjawab 'setuju' atas pemyataan yang diberikan. Lebih jelasnya distribusi jawaban responden tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah : Tabel20 Distribusi Frekuensi Jawaban Indikator Tingkat Kerjasama Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah ....... . Sumber : Data Primer No I. 2. 3. 4.
Skor 4 3 2 1
Responden 47 121 2 0 170
Persentase (%) 27,65 71,17 1,18 0 100
Total Skor 188 363 4 0 555
Akan tetapi, meskipun tingkat kerjasama pegawai BKD belum maksimal,
namun secara umum kerjasama yang terjalin sudah cukup bagus dan mampu menghasilkan kinerja yang cukup membanggakan. Fakta ini sebagaimana yang dikemukakan oleh informan1 yang menyatakan " ... saat ini kemampuan kerjasama tim pegawai BKD cukup baik dan mampu menyelesaikan berbagai kegiatan dengan lancar & sukses" (Wawancara : 27 Juli 2009). Pendapat yang sama dikemukakan oleh informan2 yang menyatakan "secara umum saya lihat pegawai BKD cukup solid dalam bekerja secara tim, sehingga setiap kegiatan yang dikerjakan bersama mampu diselenggarakan dengan lancar, sukses dan sesuai dengan yang direncanakan, sebagai
120
contoh pelaksanaan pelantikan PNS &
penyelenggaraan diklat prajabatan"
(Wawancara: 24 Juli 2009). Ke depan, untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi lagi, maka kerjasama antar pegawai dalam bekerja harus lebih ditingkatkan. Terakhir, indikator kelima dalam mengukur kinerja pegawai dalam penelitian
ini yakni tingkat kemampuan berkompetisi. lndikator ini juga terdiri dari lima butir pemyataan yang dikemukakan kepada tiga puluh empat orang responden. Adapun distribusi jawaban responden atas pemyataan yang diberikan sebagaimana tercantum dalam tabel berikut : Tabel21 Distribusi Frekuensi Jawaban lndikator Tingkat Kemampuan Berkompetisi No 1. 2. 3. 4.
Klasifikasi Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jumlah .......
Skor 4 3 2 I
Responden 26 119 25 0 170
Persentase (%) 15,29 70,00 14,71 0 100
Total Skor 104 357 50 0 511
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 21 diperoleh skor jawaban responden sebesar 3,01. Angka
ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berkompetisi pegawai BKD termasuk kategori 'tinggi', akan tetapi masih belum memenuhi standar yang diharapkan. Belum maksimalnya tingkat kemampuan berkompetisi tersebut antara lain menyebabkan pegawai umumnya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditetapkan, tidak punya semangat untuk berkompetisi, kurang aktif dalam melaksanakan tugas-tugas kantor dan sebagainya. Kemampuan kerjasama yang masih memenuhi harapan tersebut juga disebabkan oleh budaya organisasi yang belum mendukung serta sikap dan pandangan yang sungkan untuk 'mendahului' pegawai
121
yang lebih semor, baik dari segi kepangkatan, us1a maupun masa kerja Fakta demikian diperkuat oleh pendapat informant yang menyatakan bahwa: "Menurut saya agak sulit menciptakan kondisi kompetisi dalam pekerjaan, karena budaya kerja yang belum mendukung dan juga ciri birokrasi lama yang masih kuat pengaruhnya, yakni masih adanya unsur senioritas. Disamping itu budaya tenggang rasa dan takut mendahului juga masih kuat terasa Semua hal ini karena sebagian besar pegawai di BKD ini adalah pegawai lama dan sudah terlalu senior, sedangkan darah-darah muda yang biasanya suka membawa perubahan sangat sedikit, sehingga secara kuantitas mereka kalah dan tidak bisa mempengaruhi para seniomya.... " (Wawancara: 27 Juli 2009). Berkenaan dengan budaya organisasi maka dapat dikaitkan dengan penerapan budaya kato nan ampek yang belum sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang seharusnya Untuk dapat mewujudkan suasana kompetisi dalam bekerja maka sikap dan pandangan atas dasar senioritas harus diminimalkan. Dalam bekerja pegawai harus diperlakukan sama dan memiliki hak dan tanggungjawab sama untuk mencapai kinerja yang terbaik. Hal ini sesuai dengan pepatah di Minangkabau yang menyatakan
"Tagak samo tinggi duduak samo randah" yang artinya "Berdiri sama tinggi duduk sama rendah".
B. Analisis Korelasi Parsial Berdasarkan basil uji nonnalitas data maka dapat diputuskan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal, oleh sebab itu dapat dilanjutkan dengan proses analisis korelasi parsial. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai, dan juga untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel kontrol (budaya kato nan ampek) terhadap hubungan motivasi kerja dan kinerja pegawai, telah dilakukan analisis statistik korelasi parsial dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : perlaiiUI, bahwa motivasi kerja memiliki korelasi atau hubungan positif yang kuat dengan kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman,
122
kenyataan ini dibuktikan oleh angka koefisien korelasinya yang bemilai positif 0, 721. Hubungan positif tersebut bermakna bahwa peningkatan atas motivasi kerja akan diiringi oleh peningkatan kinerja pegawai dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Keith Davis (Anwar, 2001) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja seorang pegawai adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) yang ada di dalam dirinya. Dengan kata lain bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kinerja pegawai dalam organisasi. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Goleman (2003) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor efikasi diri, dalam hal ini mempengaruhi pembentukan sikap dan mental kerja yang dirasakan pegawai, pekerjaan yang kompetitif atau menantang, serta faktor kompetensi emosi yang akan mendukung pencapaian kinerja yang lebih efektif dan efisien. Berkenaan dengan adanya pengaruh motivasi kerja pegawai BKD terhadap kinerjanya juga dibenarkan oleh informant yang menyatakan " ... motivasi yang tinggilah yang bisa menghasilkan kinerja yang baik. Walaupun ada sisi lain yang mempengaruhi kinerja, menurut saya motivasi memiliki peran sentral dalam mempengaruhi kinerja pegawai" (Wawancara: 27 Juli 2009). Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh informan2 yang mengatakan : " ... motivasi kerja memegang peranan penting dalam pencapaian kinerja pegawai, sebab dengan adanya motivasi dalam bekerja maka setiap orang akan berusaha untuk mencapai hasil kerja yang seoptimal mungkin, atau dengan kata lain tanpa adanya motivasi tertentu dalam bekerja maka pegawai tidak akan bekerja dengan baik sehingga kinerjanya pun akan rendah" (Wawancara: 23 Juli 2009). Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut yaitu walaupun bukan merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi kinerja, namun motivasi kerja
123
tidak dapat dipisahkan dari kinerja pegawai maupun kinerja organisasi. Motivasi kerja berkaitan dengan dorongan yang muncul dari dalam diri pegawai yang akan menyebabkan mereka mau bekerja keras, ikhlas dan mengerahkan segenap kemampuannya dalam mencapai tujuan tertentu.
Kedua, bahwa budaya kato nan ampek (variabel kontrol) yang merupakan budaya lokal, berpengaruh terhadap hubungan motivasi kerja dan kinerja pegawai dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman. Meskipun angka koefisien korelasi antara motivasi kerja dan kinerja setelah digunakannya variabel kontrol (budaya kato nan
ampek) hanya masuk kategori sedang (0,461) namun nilai signifikansinya (0,007) menunjukkan peran yang cukup penting atas keberartian hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai. Adanya pengaruh budaya terhadap kinerja dimaksud sejalan dengan pendapat Dwiyanto (2002) yang menegaskan bahwa "Birokrasi sebagaimana organisasi lainnya tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-pola interaksi yang terbentuk didalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal". Aktivitas tersebut dalam organisasi tentunya dalam upaya mencapai kinerja yang optimal, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Berdasarkan pendapat Dwiyanto tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai (organisasi) terutama dalam organisasi pemerintahan. Sedangkan budaya organisasi apapun akan dipengaruhi oleh budaya lokal atau budaya daerah yang dianut oleh lingkungan sekitarnya Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cooper dan Robertson (2002) yang menyatakan bahwa kesesuaian nilai-nilai budaya organisasi berdampak cukup besar pada kinerja secara individual, terutama hila budaya organisasi menekankan pada budaya lokal. Oleh sebab itu baik atau buruknya
124
kinerja individu akan ditentukan oleh bagaimana penerapan budaya mereka dalam lingkungan kerja. Pendapat Cooper dan Robertson tersebut tidak secara tegas membatasi bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja hanya bersifat langsung, jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan budaya organisasi dengan kinerja pegawai dapat bersifat tidak langsung, sebagai contoh budaya organisasi berperan sebagai variabel kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian penulis. Lebih lanjut berkaitan dengan pendapat di atas, dapat juga dikatakan bahwa budaya kato nan ampek
yang merupakan budaya lokal masyarakat Kabupaten
Pasaman tentunya memiliki peran yang sangat besar terhadap pembentukan budaya BKD, yang merupakan salah satu organisasi publik dilingkungan Pemerintah Kabupaten Pasaman. Pendapat ini diperkuat oleh pemyataan informan2 yang menyatakan : "Sebagaimana diketahui bahwa budaya yang digunakan oleh pegawai dilingkungan BKD sama dengan budaya yang dianut oleh masyarakat disekitarnya, dalam hal ini budaya minangkabau. Dengan demikian maka budaya minangkabau dimaksud tentu sangat berpengaruh atau bisa dikatakan identik dengan budaya organisasi BKD itu sendiri. Jadi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing maka pegawai BKD tidak terlepas dari nilai-nilai budaya atau adat istiadat yang masih berlaku dijunjung tinggi oleh orang minangkabau dan dihormati oleh para pendatang" (wawancara 21 Juli 2009). Salah satu budaya minangkabau yang dapat diimplementasikan dalam lingkungan kerja BKD yakni budaya kato nan ampek Penerapan budaya kato nan
ampek secara konsisten dan sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang sesungguhnya diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja BKD dari waktu ke waktu, baik secara langsung maupun sebagai perantara atau sebagai pengontrol. Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang informan yang menyatakan bahwa penerapan budaya kato nan ampek akan berpengaruh terhadap motivasi kerja
125
pegawai, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Budaya kato
nan ampek salah satu tujuannya adalah untuk menjaga harga diri, harkat dan martabat setiap orang dalam pergaulan atau ketika berinteraksi dengan orang lain. Menjaga harga diri orang tersebut konsekuensinya sangat banyak terhadap tindakan yang lain, sebagai contoh ketika seorang pegawai merasa dihargai oleh rekan kerja atau atasannya maka motivasinya dalam bekerja akan meningkat atau tinggi. Selanjutnya karena motivasi kerja memiliki hubungan positif dengan kinerja pegawai, maka pada akhirnya kinerja pegawai dimaksud akan meningkat juga Lebih lanjut berdasarkan wawancara dengan informan juga dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya kato nan ampek yang sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai
yang
sebenarnya
yang
berlaku
ditengah
kehidupan
masyarakat
Minangkabau, berkorelasi secara tidak langsung terhadap terciptanya etos kerja yang tinggi dari pegawai. Hal ini terjadi karena dengan penerapan budaya kato nan ampek yang sesuai dengan nilai-nilai yang sesungguhnya akan mampu mewujudkan lingkungan kerja yang menarik dan menyenangkan sehingga akan meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja Kondisi ini akan menyebabkan etos kerja pegawai meningkat dan pada akhirnya kinerjanya pun dapat dipacu hingga bisa mencapai tingkat yang optimal. Disamping budaya kato nan ampek berkorelasi secara tidak langsung dengan kinerja, yakni perannya sebagai variabel kontrol, juga berkorelasi kuat secara langsung dengan kinerja pegawai, hal ini terlihat dari angka koefisien korelasi antara budaya kato nan ampek dengan kinerja sebesar 0, 794 dan masuk kategori tinggi. Jadi dapat ditegaskan bahwa budaya kato nan ampek, yang merupakan budaya lokal dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman, memiliki keterkaitan yang sangat erat
126
dengan kinerja pegawru. Hal ini bermakna bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai BKD yakni penerapan budaya kato nan ampek dalam melaksanakan tugas kedinasan, dalam rangka mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini kinerja pegawai BKD belum mampu memenuhi harapan, salah satu penyebabnya yakni belum maksimalnya penerapan budaya kato nan ampek dalam proses interaksi pegawai dalam upaya menyelesaikan tugas kedinasan yang menjadi wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Untuk lebih jelasnya keterkaitan antara budaya kato nan ampek dengan kinerja pegawai dapat dianalisis berdasarkan masing-masing indikatomya. Penerapan kato mandata yang belum maksimal menyebabkan hubungan antar pegawai belum sebagaimana mestinya Kondisi tersebut menyebabkan peran seorang pegawai dalam membantu
pegawai
yang
lain
ketika
mengalami
hambatan/kendala
dalam
menyelesaikan pekerjaan belum maksimal, sehingga hambatan/kendala tersebut menimbulkan akibat tidak tercapainya standar kinerja yang ditetapkan. Implementasi kato mandaki yang belum sesuai dengan hakikat yang sebenamya telah menyebabkan terjadinya gap komunikasi antara atasa:n dengan bawahan. Sebagai contoh, bawahan belum mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan atasa:n. Hal ini menyebabkan kurangnya dukungan data/fakta akurat dari bawahan kepada atasan dalam membuat kebijakan, akibatnya kebijakan yang dibuat kurang mampu menyentuh persoalan yang sebenamya, dengan kata lain kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran, sehingga tidak mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi pegawai dalam bekerja atau permasalahan lainnya yang pada akhimya akan menyebabkan kinerja pegawai menjadi tidak maksimal.
127
Kato Manurun yang juga belum mampu diwujudkan sebagaimana mestinya telah menyebabkan terjadinya berbagai perilaku yang tidak menguntungkan organisasi, antara lain berupa tindakan atasan yang kurang melibatkan bawahan dalam proses pembuatan kebijakan, belum memberikan kepercayaan kepada bawahan untuk menyelesaikan tugas tertentu dengan kata lain campur tangan atasan masih sering mewarnai upaya bawahannya dalam menyelesaikan suatu tugasnya, atau kurangnya kepedulian atasan untuk mendorong bawahan menyampaikan kritik/saran dalam upaya melakukan perbaikan atas kekurangan yang dimiliki, sebagai upaya untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Penerapan kato manurun dilingkungan BKD saat ini lebih cendrung sebagai bentuk hubungan antara 'penguasa' dengan 'rakyat biasa'. Atasan belum mampu menempatkan bawahan sebagai rekan kerja yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Interaksi yang terjadi belum mampu menempatkan atasan dan bawahan sebagai pihak yang memiliki posisi yang sama dalam organisasi sesuai dengan porsi masing-masing, sebagaimana pepatah yang mengatakan duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Pepatah tersebut menunjukkan bahwa setiap pegawai pada hakekatnya dalam sebuah organisasi memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karena interaksi yang terjadi belum sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
kato manurun, menyebabkan hubungan yang kaku antara atasan dengan bawahan, keadaan ini berdampak negatif terhadap kinerja pegawai, karena untuk mencapai kinerja yang optimal diperlukan hubungan yang dinamis antara atasan dengan bawahan. Implementasi kato malereang yang belum maksimal, turut menyebabkan belum maksimalnya pencapaian kinerja pegawai. Keadaan ini antara lain disebabkan
128
oleh interaksi antara pegawai, khususnya pegawai yang memegang jabatan struktural, yang belum berjalan dengan baik, akibatnya dalam bekerja, proses saling membantu, saling mengingatkan dan sebagainya belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga pejabat yang satu belum merasa dirinya sebagai bagian dari yang lain. Kondisi ini mencerminkan bahwa pejabat yang bersangkutan hanya menganggap tugasnya yang paling penting dan terkesan kurang peduli dengan tugas pegawai lainnya, padahal sebagai unit kerja yang merupakan bagian dari BKD, pekerjaan yang dilakukan seorang pegawai sesungguhnya berkaitan dengan tugas pegawai lainnya. Karena kurang baiknya proses interaksi (koordinasi), seringkali menyebabkan seorang pegawai mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kondisi ini terjadi karena untuk menyelesaikan suatu pekerjaan pada suatu bidang atau sub bidang, acapkali membutuhkan data atau informasi dari bidang atau sub bidang yang lain. Hal yang demikian sesungguhnya tidak akan terjadi jika kato ma/ereang mampu diterapkan dengan bijak. Penerapan kato malereang akan membentuk pribadi seseorang menjadi pribadi yang arif dan bijaksana dalam bergaul atau berinteraksi di kantor. Yang bersangkutan akan mampu menempatkan orang lain sebagai bagian penting dari dirinya. Selanjutnya perilaku yang melecahkan atau tidak menghargai orang lain tidak akan pernah terjadi. Merujuk pada penjelasan tersebut maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa budaya kato nan ampek yang merupakan budaya lokal masyarakat Kabupaten Pasaman, berhubungan secara positif terhadap kinerja pegawai, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penempan yang kurang baik atas budaya kato nan ampek menyebabkan kinerja pegawai juga tidak maksimal, hal ini mengandung arti bahwa BKD belum mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
129
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan untuk meningkatkan kinerja pegawai dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman, maka kebijakan yang dapat diambil antara lain yakni dengan mengupayakan penerapan budaya kato nan ampek secara konsisten dalam lingkungan kerja, dan membangkitkan motivasi kerja pegawai dengan berbagai kebijakan yang mampu meningkatkan motif, harapan atau insentif yang akan mereka dapatkan/rasakan. Peran yang cukup signifikan variabel budaya
kato nan ampek terhadap hubungan motivasi kerja dengan kinerja pegawai juga mengindikasikan bahwa budaya kato nan ampek dapat menjadi faktor pendukung bagi peningkatan motivasi kerja pegawai, yang muaranya akan berkontribusi terhadap tinggi atau rendahnya kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman. Oleh sebab itu perbaikan atau peningkatan atas penerapan budaya kato nan ampek dan peningkatan motivasi kerja pegawai, akan mampu secara signifikan meningkatkan kinerja pegawai, dan akhirnya akan bermuara pada meningkatkan kinerja organisasi. Apabila kondisi demikian terwujud maka tidak tertutup kemungkinan bahwa kinerja BKD akan melebihi target yang ditetapkan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka manajemen sumberdaya manusia aparatur dilingkungan akan dapat dilaksanakan secara profesional sehingga mampu mendukung pencapaian setiap program atau kegiatan yang dicanangkan oleh bupati, karena adanya jaminan ketersediaan sumberdaya manusia yang tepat kualitas maupun kuantitas disaat yang tepat.
BABV
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian serta setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh (temuan), baik melalui analisis non statistik maupun analisis statistik, maka dapat disimpulkan beberapa hal dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Penerapan budaya kato nan ampek dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman belum
maksimal, sehingga belum mampu berpengaruh maksimal terhadap peningkatan motivasi kerja maupun kinerja pegawai. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh belum maksimalnya penerapan kato mandata, kato mandaki, kato manurun dan kato malereang.
2. Motivasi kerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman belum maksimal sehingga berpengaruh negatif terhadap kinerja pegawai. Belurn maksimalnya motivasi kerja pegawai diindikasikan oleh belurn maksimalnya motif, harapan dan insentif yang akan atau sudah dirasakan oleh pegawai BKD. 3. Kinerja pegawai BKD Kabupaten Pasaman belum sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa program/kegiatan belum mampu dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Kinerja pegawai yang belum maksimal tersebut antara lain
.
.
disebabkan belum maksimalnya keterampilan kerja, kedisiplinan, movas1, kerjasama & kemampuan berkompetisi pegawai BKD dalam bekerja. 4. Terdapat korelasi positifyang kuat antara motivasi kerja dengan kinerja pegawai. Hal ini didasari oleh koefisien korelasi hasil uji korelasi antara motivasi kerja
130
131
dengan kinetja pegawai yakni sebesar 0, 721 dan nilai signifikansi 0.000 yang berarti lebih kecil dari 0.05 sehingga hipotesis altematif yang berbunyi "Ada hubungan yang signifikan antara motivasi ketja dengan kinetja pegawai" diterima. Hal ini menunjukkan peningkatan atas motivasi ketja pegawai dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman dalam beketja akan berpengaruh terhadap peningkatkan kinetja mereka, kondisi ini pada akhimya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinetja organisasi secara keseluruhan, dan sebaliknya. 5. Terdapat pengaruh yang signifikan budaya kato nan ampek terhadap hubungan
motivasi ketja dan kinetja pegawai BKD Kabupaten Pasaman. Hal ini didasari oleh hasil uji korelasi parsial antara motivasi ketja dan kinetja pegawai, dengan budaya kato nan ampek
sebagai variabel kontrol, diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar 0.461. Hal ini berarti bahwa hubungan antara motivasi ketja dengan kinetja pegawai ketika budaya kato nan ampek dikontrol termasuk kategori sedang. Lebih lanjut nilai signifikansinya diperoleh sebesar 0.007 yang berarti lebih kecil dari 0.05 sehingga hipotesis alternatif yang berbunyi "Ada hubungan yang signifikan antara motivasi ketja dengan kinetja pegawai jika budaya kato nan ampek adalah sama untuk semua pegawai" diterima Kesimpulan tersebut menunjukkan peran yang signifikan variabel budaya kato nan ampek terhadap keeratan hubungan antara motivasi ketja dengan kinetja pegawai. Jadi jika budaya kato nan ampek bisa ditingkatkan maka akan meningkatkan keeratan hubungan motivasi ketja dengan kinetja pegawai, yang berarti peningkatan budaya kato nan ampek akan meningkatkan motivasi ketja pegawai dan selanjutnya akan meningkatkan kinetja pegawai.
132
B. Saran Mengingat tugas berat yang harus dijalankan oleh BKD Kabupaten Pasaman dalam mendukung setiap kebijakan bupati, maka kinerja pegawai atau organisasi yang optimal hams diwujudkan. Sebagaimana diketahui bahwa kinerja pegawai berkorelasi dengan beberapa faktor, diantaranya yakni motivasi kerja dan budaya organisasi yang berakar dari budaya lokal. Dalam hal ini budaya lokal dimaksud yakni budaya minangkabau, khususnya budaya kato nan ampek. Kedua faktor tersebut telah terbukti berkorelasi terhadap kinerja pegawai. Jadi untuk mewujudkan kinerja pegawai/organisasi yang optimal, maka disamping melakukan perbaikan terhadap indikator kinerja itu sendiri, juga hams dilakukan dengan meningkatkan motivasi kerja pegawai dan penerapan budaya kato nan ampek secara konsisten dan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, dalam rangka mewujudkan kinerja pegawai BKD sesuai dengan yang diharapkan dimaksud maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlunya perhatian yang serius dari semua pihak di BKD untuk menerapkan budaya kato nan ampek secara konsisten, sebagai bagian dari budaya organisasi, dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai. Kebijakan yang dapat dibuat untuk mewujudkan hal ini antara lain : a. Meningkatkan hubungan silaturahmi antar pegawai, misal melalui kegiatan non formal berupa pertemuan, diskusi, acara amal dan sebagainya, yang nantinya akan meningkatkan rasa persaudaraan diantara sesama pegawai dan juga anggota keluarganya. b. Mendorong dan memberikan kesempatan yang sama kepada pegawai untuk menyampaikan kritik/saran, misal melalui pelaksanaan rapat staf secara rutin.
133
c. Memberikan kesempatan, kepercayaan tugas dan tanggungjawab yang lebih besar kepada bawahan atau kepada pegawai yang lebih muda. 2. Perlunya membangkitkan motivasi kerja pegawai, yang antara lain dapat dilakukan dengan membuat kebijakan sebagai berikut : a. Menciptakan kondisi & lingkungan kerja yang kondusif, nyaman, aman & menggairahkan, contoh tata letak ruang kerja yang ergonomis dan sehat. b. Adanya sistem reward and punishment yang adil dan transparan terhadap pegawai yang didasarkan atas kinerja yang mampu mereka capai. Penghargaan bisa berupa kesempatan mengikuti diklat atau promosi jabatan, dan bisa juga berupa materi dan sebagainya. c. Perlunya meningkatkan kualitas dan kuantitas tunjangan (insentif) yang bisa diterima oleh pegawai, misalnya menjalin kerjasama dengan pihak yang lebih orofesional dalam memberikan lavanan asuransi kesehatan. d. Perlunya memupuk perhatian dan rasa empati setiap pegawai atas van2: mruarm oe£!awru 1amnva. Knususnva dan atasan terhadao bawahan.
-'· u1
~anunnl!
meniiH!KatKan oeneranan budava kato nan amnelc aan memn2:karKan
motivasi keria oe2:awai. variabei kineria ne2:awai secara mandin .tU2:a oanat nmmJK:ITK:~n.
amara tam metann:
a. Memn2:katkan ketera...'llmlan aiau komnerenst van2: dtmtilkl oeQawa1
seaml!l!.a
mereKa mamou menveiesatkan oekenaannva seba2:a1mana van2:
b.
comoh meiaiut oroQrnm oeianhan
Ivlemn2:katkan oen2:awasan
oeneraoan dtsmim van2: kernt. terurama
menvanQ:KUt Kenaarran. a2:ar semua oe2:awru oeKena sesuru aen2:an Ketemuan
134
c. Membuat kebijakan yang mendorong agar pegawai mau dan mampu menemukan inovasi dalam bekeija atau menyelesaikan berbagai masalah atau hambatan dalam urusan tertentu. Hal ini antara lain dengan pemberian reward kepada penemu inovasi. d. Membangun cara keija yang menimbulkan kompetisi diantara para pegawai sehingga mereka akan berusaha untuk mencapai kineija yang lebih baik dari waktu ke waktu. Kebijakan yang mengiringinnya antara lain memberikan penghargaan yang pantas dan menarik kepada yang berprestasi, kalau ada promosi, maka mereka menjadi prioritas. e. Meningkatkan kesempatan kepada semua pegawai untuk terlibat dalam keijasama tim. Hal ini akan menyebabkan setiap orang tahu apa yang dikeijakan oleh rekan keijanya, sehingga tidak teijadi lagi 'spesialisasi' pekeijaan yang salah. Jadi seorang pegawai bisa mengeijakan pekeijaan pegawai lain ketika yang bersangkutan berhalangan.
135
DAFI'ARPUSTAKA
Adner, R. (2007), Lakukan Bisnis Sesuai Strategi Perusahaan. Selasa 31 Juli 2007. Koran Republika. Abdullah, Irwan (1997), Menuju Pembangunan Partisipatif (Bagaimana Mendayagunakan Kebudayaan Lokal), Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Volwne 1, Nomor 2 (Juli 1997), hal: 15-23) Arikunto, Suharsimi (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. As'ad, M., (2000), Psikologi Industri, Seri llmu Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Liberty Aslinda (2000), "Kato Nan Ampek" Tuturan dalam Bahasa Minangkabau Suatu Tinjauan Sosiolinguistik (Tesis). Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM. Atmosoeprapto, K., (2001), Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta: Penerbit Gramedia. Bernardin, Jhon and Russel, E. A. Joyce (1998), Human Resources Management. An Experimental Approach, Second Edition. Singapore :McGraw Hill Company Inc. Byars, Lloyd and Rue, Leslie W. (1979), Personal Management : Concepts and Ap/ications. Philadelpia: W.B. Saunders Co. Cascio, W. F. (1998), Applied Psychology in Human Resources Management. Fifth Edition. United States of America : Prentice Hall. Cooper, C. L. & Robertson, I. T. ( 2002), The Influence of Values in Organizations : Lingking Values and Outcomes at Multiple Levels of Analysis : Maierhofer, Kabanoff & Griffin. International Review of Industrial and Organizational Psychology. 17, 217-263. Davis, S. (1984), Managing Corporate Culture. Cambridge, MA : Selinger Dubrin, A. J., Ireland, R. D. & William J. C., (1996), Management and Organization. Cincinati, Ohio: South-Western Publishing Company. Dwiyanto, Agus, dkk (2002), Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada. Fakhrulloh, Zudan Arif (2004), Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan. Jakarta: CV. Cipruy.
136
Gibso~
J. L., lvancevich, J. M., & Donnelly, Jr. J. M. (2000), Organization, Behavior, Structure, Processes. Richard D. Irwin.
Gibson, J. L., (1994), Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga Goleman, D. (2003}, Kecerdasan Emosi : Mengapa Lebih Penting daripada IQ (Alih Bahasa oleh : T. Hermaya). Jakarta : PT. Gramedia. Handoko, T. Hani (1998), Manajemen Perusahaan dan Sumber Daya Manusia, Edisi II. Yogyakarta : BPFE Handoko, T. Hani (2000}, Manajemen Edisi 2. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Hasibuan, Malayu S.P. (2001), Organisasi dan Motivasi ; Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta : PT Bumi Aksara Houger, V. P. (2006), Reproduced with permission of the copyright owner. Further Reproduction Prohibited without Permission. Trends of Employee Performance : Collaborative Effort Between Managers and Employees. Performance Improvement ; May/Jun ; 45, 5 ; Academic Research Library pg.26. Irawan, Prasetya (2003), Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN Press. Ismawan, Indra (2002), Ranjau-ranjau Otonomi Daerah. Solo : Pondok Edukasi. Jones, Gareth, R. (2004), Organization Theory, Design and Change. Singapore: Pte. Ltd. Indian Branch. Koentjaraningrat (2002), Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Grarnedia Pustaka Utama. Kotter, J.P., & J.L. Hesket (1992}, Corporate Culture and Performance. New York: Free Press Kreitner, Robert & Angelo Kinicki (2004), Organizational Behavior. Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill Lako, Andreas (2004}, Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi : Isu, Teori, dan Solusi. Yogyakarta : Amara Books Luthans, F. (1998), Organizational Behavior. Seventh Edition. New York: McGraw Hill Mangkunegara, A. P. (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan Ketiga). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. Manthis, R. L. N., & Jackson, J. H., (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke9. Jakarta : Penerbit Salemba Empat
137
Martin, J. (1992), Cultures In Organizations : Three Perspective. London University Press.
Oxford
McCloy, A. R., Campbell, D. J., & Cuddeck, R. (1994), A Conformatory Test and A Model ofPerformance Determinant, Journal ofApllied and Organizational Psychology, Vol. 12, Chichester : Wiley Miner, John, B. (1992), Organizational Behavior. Performance Productivity, 51h Edition. New York : Random House, Inc. Mirza (2008), Tesis :Hubungan Budaya Organisasi Dukungan Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Karyawan pada PT. BRI (Persero) Tbk Yogyakarta. Pascasarjana UGM. Mitchell, T. R., (1982), Motivation :New Direction for Theory, Research and Practice, Academy ofManagement Review. Moeljono, Djokosantoso (2004), Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Muhidin, Sambas Ali & Maman Abdurrahman (2009), Ana/isis Korelasi, Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia. Murdock, George P., (1965), Social Structure. New York: Mac. Millan Mutakin, Awan (2004), Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung: Genesindo. Navis, A.A. (1986), A/am Terkembang Jadi Guru. Jakarta : Pustaka Grafiti Press. Ndraha, Taliziduhu (2003), Budaya Organisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Noe, R. M. & R. W. Mondy (1996), Human Resources Management. Sixth Edition. Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice Hall Panggabean, Mutiara S. (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia Prawirosentono, Suyadi (1999), Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE. Priyatno, Duwi (2009), SPSS untuk Ana/isis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta : Penerbit Gava Media Riduwan (2006), Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta. Reksohadiprojo, Sukanto & Handoko T. Hani (1996), Organisasi Perusahaan : Teori, Struktur dan Perilaku, Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE.
138
Rosidi, A. (1995), Metode Penilaian Karya dalam Organisasi Manajemen. Jakarta: P.T. Gramedia. Sairin, Sjafri (2002), Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia (Perspektif Antropologi). Yogyak:arta : Pustaka Pelajar. Sanderson, Stephen K. (1993), Sosiologi Makro, terjemahan Farid Wajidi. Jakarta: Rajawali Pers. Sayuti, M., Dt. Rajo Penghulu (2005), Tau Jo Nan Ampek (Pengetahuan yang Empat Menurut Ajaran Adat dan Budaya A/am Minangkabau). Padang : Mega Sari Ketjasama Sako Batuah. Schein, E. (1992), Organizational Culture and Leadership. Second Edition. San Fransisco : Jossey-Bass Publishers. Schultz & Schultz, S. E. (1994), An Introduction to Industrial and Organizational Psyco/ogy, 6th Edition. New York : Macmillan Publishing Company. Sedarmaryanti (200 1), Sumber Daya Manusia dan Produktivtas Kerja. Bandung : Mandar Maju. Sharplin, A. (1995), Strategic Management. New York : McGraw-Hill Siagian, Sondang P. (2007). Administrasi Pembangunan : Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Siagian, Sondang P. (2004), Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta Siagian, Sondang P. (2002), Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta Siegel, L. & Lane, I. M., (1982), Personnel and Organizational Psychology. Richard D. Irwin, Inc. Sjafuir Dt. Kando (2006), Sirih Pinang Adat Minangkabau Minangkabau Tematis!Kamus. Padang : Sentra Budaya.
Pengetahuan Adat
Smircich, L. (1983), Concept of Culture and Organizational Analysis. Administrative Science Quarterly. (September). 339-358. Soekamto, Soetjono (1992), Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers Soesilo, I. Nining (2000), Reformasi Pembangunan dengan Langkah-langkah Manajemen Strategik. Jakarta: MPKP, FE-UI. Steers, Richard M., Lyman W. Porter & Gregory A. Bigley (1996), Motivation and Leadership at Work, Sixth Edition. New York : The McGraw-Hill
139
Stoner, J.A.F., R.E. Freeman & D.R. Gilbert (1995), Management, Sixth Edition. Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice Hall Sugiyono (2004), Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Sulistiyani, Ambar T., & Rosidah (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yoyakarta : Graha Ilmu. Suyadi, Prawirosentono (1997), Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE Thoha, Miftah (2005), Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Winardi, J. (2001), Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta RajaGrafindo Persada.
PT
Yuki, G.A., & Wexley, K. N., (1977), Organizational Behavior and Personel Psychology. USA : Richard D. Irwin Inc. Yuwono, Teguh (2001), Manajemen Otonomi Daerah, Membangun Daerah Berdasarkan Paradigma Baru. Semarang : Penerbit CL. GAPPS, Undip. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
140
LAMP I RAN
Lampiran 1
Lubuk Sikaping, Juli 2009 Kepada Yth: Bapak/ibu pegawai BKD Kabupaten Pasaman di Lubuk Sikaping
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dengan honnat, Sehubungan dengan akan berakhimya masa studi saya pada Program Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, maka salah satu syarat kelulusannya adalah menyelesaikan penulisan tesis. Oleh sebab itu, untuk keperluan dimaksud saya mengadakan penelitian dengan judul : BUDAYA MINANGKABAU, MOTNASI KERJA DAN KINERJA PEGAWAI (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatra Barat). Selanjutnya untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan maka saya mohon kesediaan bapak/ibu menjadi responden penelitian, dan memberikan jawaban yang jujur sesuai dengan pendapatlkondisi nyata yang bapak/ibu rasakan atau alami selama bekerja di BKD Kabupaten Pasaman. Adapun jawaban yang bapaklibu berikan tidak untuk dipublikasikan dan kerahasiaannya dapat saya jamin, sesuai dengan kode etik penelitian. Demikian saya sampaikan, atas bantuan dan kerjasama yang baik dari bapak/ibu saya ucapkan terimakasih.
Hormat Saya,
ttd (MURDIFIN)
Nomor Responden :
INSTRUMEN PENELITIAN
Petunjuk pengisian :
1. Mohon dengan hormat kesediaan Bapak!Ibu untuk menjawab seluruh pemyataan yang disediakan (mohon tidak ada yang terlewati) ! 2. Jawaban yang Bapak!Ibu berikan tidak mengandung nilai benar dan salah, melainkan menunjukkan kesesuaian penilaian Bapak!Ibu terhadap isi setiap pernyataan. 3. Berilah tanda check (...J) pada kolom yang Bapak!Ibu pilih sesuai dengan kondisi yang sebenamya yang Bapak!Ibu rasakanlhadapi ! 4. Ada empat altematif jawaban yang disediakan, yaitu : S
= Sangat Setuju = Setuju
KS
=
TS
= Tidak Setuju
SS
Kurang Setuju
5. Hasil penelitian ini hanya untuk kepentingan akademis saja. Identitas Bapak!Ibu dijamin kerahasiaannya.
IDENTITAS RESPONDEN 1. Jenis kelamin
: Laki-laki I Perempuan*
2. Pendidikan terakhir : SD I SLTP I SLTA I Diploma/Akademi I S-l I S-2 I S-3* : I I II I ill I IV*
3. Golongan 4. Usia
Tahun
5. Masa ketja
Tahun
6. Status Pemikahan
: Belum menikah I Menikah I Janda I Duda*
* Coret yang tidak perlu
' t:::t:::
X'U.'ESIO:NT'R P'E:NTLITI.:A:N t:::t:::
Variabel Kinerja NO
PERNYATAAN
I
Saya memiliki keterampilan yang memadai untuk menunjang menyelesaikan pekerjaan
2
Saya mampu meningkatkan keterampilan sesuai dengan tuntutan organisasi
3
Saya bekerja sesuai dengan uraian pekerjaan yang telah ditentukan
4
Saya mampu meminimalkan kesalahan
5
Saya memiliki pengetahuan yang cukup untuk menunjang kineija
6
Saya bekerja tepat waktu
7
Saya selalu disiplin dalam melaksanakan tugas
8
Saya bekeija sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
9
Saya tekun dalam menyelesaikan pekeijaan yang diberikan
10
Saya pulang keija sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
11
Saya bersedia menghadapi tugas-tugas sulit
12
Saya kreatif dalam melaksanakan tugas
13
Saya mampu memunculkan ide-ide baru dalam bekerja
14
Saya mampu beradaptasi dengan tugas-tugas baru dalam bekerja
15
Saya berani mencoba hal-hal yang baru dalam menyelesailcan pekerjaan
16
Saya mampu menjalin komunikasi dengan rekan kerja
17
Saya mampu bekerjasama secara kelompok atau tim dalam melaksanakan tugas
18
Saya bersedia menerima kritik ataupun saran
19
Saya mampu memberikan bimbingan kepada bawahan atau ternan keija
20
Saya saling membantu dalam melaksanakan tugas
21
Saya mampu menyelesaikan pekeijaan melebihi target yang ditetapkan
22
Saya tidak pernah menyerah dalam menyelesaikan setiap pekerjaan
ALTERNATIF JAWABAN TS s ss KS
. 23
Saya mampu berkompetisi secara positif dengan rekankerja
24
Saya aktif dalam melaksanakan tugas kantor
25
Saya mampu melaksanakan tugas-tugas baru yang diberikan atasan
V ariabel Budaya Kato Nan Ampek NO
PERNYATAAN
26
Saya sering membicarakan perkembangan pekerjaan dengan teman-teman di kantor
27
Saya selalu berbicara terbuka dengan rekan kerja
28
Saya menghormati dan menghargai rekan kerja ketika berbicara
29
Saya menghargai dan menghonnati rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
30
Saya menghormati apa yang disampaikan oleh atasan atau pegawai yang lebih tua
31
Saya mau memberikan saran!kritik kepada atasan atau kepada pegawai yang lebih tua
32
Saya minta masukan atau pertimbangan kepada atasan atau pegawai yang lebih tua untuk mengatasi masalah dalam menyelesaikan pekerjaan
33
Saya akan mengerjakan perintah atasan atau pegawai yang lebih tua selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
34
Saya terbuka tentang pekerjaan kepada bawahan atau kepada pegawai yang lebih muda
35
Saya memberikan kesempatan kepada bawaban atau pegawai yang lebih muda untuk menyampaikan usul/k.ritik
36
Saya melibatkan bawahan atau pegawai yang lebih muda dalam membuat keputusan
37
Saya bersedia membantu mengatasi masalah yang dihadapi bawahan atau pegawai yang lebih muda
38
Saya memberikan kepercayaan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu kepada bawahan atau pegawai yang lebih muda
39
Saya dengan senang hati memberi saran atau pertimbangan kepada rekan kerja yang mengalami kendala/hambatan menyelesaikan pekerjaan
40
Saya mau menerima dan mempertimbangkan masukan dari rekan kerja
41
Dalam mencapai tujuan BK.D, saya memandang peran rekan kerja sangat penting.
ALTERNATIF JAWABAN ss s KS TS
V ariabel Motivasi Kerja
NO
PERNYATAAN
42
Saya merasa aman dalam menyelesaikan pekerjaan di kantor
43
Saya bekerja diperlakukan wajar oleh atasan
44
Saya diberi kesempatan untuk maju dalam segala hal oleh atasan
45
Saya bekerja semata-mata hanya mencari upah (uang) yang adil dan layak
46
Saya diakui sebagai pegawai yang layak dihormati dan dihargai
47
Tempat kerja saya dalam kondisi yang baik dan nyaman
48
Pekerjaan saya dihargai karena prestasi yang dicapai
49
Saya bekerja diterima oleh ternan-ternan sekantor
50
Saya bekerja keras karena karena ikut terlibat dalam melaksanakan tanggungjawab
51
Saya bekerja dalam kondisi kerja yang baik dan menyenangkan
52
Saya selalu berusaha untuk disiplin dalam melaksanakan pekerjaan
53
Saya diperhatikan dan diberikan penghargaan oleh atasan apabila berprestasi
54
Perhatian dan loyalitas atasan terhadap pegawai menyenangkan dan baik
55
Saya merasa aman atas jaminan pekerjaan saya untuk hari tua
56
Atasan memberikan nasihat dan punya rasa simpatik atas persoalan pribadi bawahannya
57
Saya melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggungjawab untuk mendapatkan imbalan yang pantas dan wajar
58
Saya merasa puas dengan gaji sekarang
59
Saya senang dengan tunjangan (asuransi) kesehatan yang diberikan oleh kantor
60
Saya diberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri (misal melalui diklat) oleh atasan kalau mampu menunjukkan prestasi
61
Saya merasa puas dengan tambahan penghasilan yang diberikan oleh kantor
62
Saya merasa senang dengan bantuan kesejahteraan yang diberikan kantor. (Contoh bantuan pemikahan, bantuan pengobatan,bantuan perawatan dll)
ALTERNATIF JAWABAN
ss
s
KS
TS
PEDOMAN OBSERVASI
Observasi atau pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dilakukan untuk menggali aspek-aspek yang relevan dan penting sebagai dasar analisis dan interpretasi yang dilakukan. Pengamatan di lapangan ini bertujuan untuk menggali kemungkinan adanya informasi yang terlewatkan dari kuesioner atau pedoman wawancara yang dilakukan, dan juga berupaya memperkaya dimensi pengamatan dari fenomena penelitian yang ada. Peneliti merencanakan observasi atau pengamatan ke lapangan dengan melihat langsung proses pegawai dilingkungan Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman dalam melaksanakan tugas masing-masing (khususnya cara mereka berinteraksi). Hasil observasi dimaksud akan peneliti gunakan untuk menghubungkan kebenaran basil penyebaran kuesioner maupun wawancara dalam menilai budaya minangkabau (kato nan
ampek), motivasi keija dan kineija pegawai Badan Kepegawaian dan Diklat. Dari proses tersebut akan didapat data primer yang akan diolah dan dijabarkan menurut bahasa peneliti
sesuai dengan batasan-batasan yang peneliti inginkan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian.
PEDOMANWAWANCARA
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pedoman wawancara secara garis besar merupakan panduan yang digunakan dalam rangka menggali, mencari serta mengumpulkan data serta informasi dari pihak-pihak yang diperlukan dalam hubungannya dengan suatu penelitian, wawancara ini dilakukan terhadap informan yang memang terkait dengan masalah penelitian Pendekatan dalam wawancara ini menggunakan petunjuk umum wawancara, menurut Patton dalam Moleong (2000: 136) jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara, penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara dilakukan. Pedoman tersebut dapat berkembang selama proses wawancara berlangsung atau sesuai dengan kebutuhan peneliti. Kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: Kode Informan Hari!fanggal Wawancara Budaya Kato Nan Ampek : 1. Bagaimanakah peran budaya minangkabau dalam mewarnai budaya kerja (organisasi) dilingkungan BKD Kabupaten Pasaman ? 2. Bagaimanakah pengaruh budaya minang terhadap etos kerja pegawai ? 3. Bagaimanakah seharusnya penerapan budaya kato nan ampek dalam proses interaksi pegawai dilingkungan BKD dalam rangka mencapai tujuan organisasi ? 4. Bagaimanakah implementasi budaya kato mandata oleh pegawai BKD dalam aktivitas sehari-sehari di kantor? 5. Bagaimanakah implementasi budaya kato manurun oleh pegawai BKD dalam aktivitas sehari-sehari di kantor ? 6. Bagaimanakah implementasi budaya kato mandaki oleh pegawai BKD dalam aktivitas sehari-sehari di kantor? 7. Bagaimanakah implementasi budaya kato malereang oleh pegawru. BKD dalam aktivitas sehari-sehari di kantor ? 8. Apakah pegawai mau terlibat dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat oleh organisasi ? Bagaimanakah implementasinya ? .
9. Bagaimanakah menurut Bapak pengaruh budaya lcato nan ampek terhadap kinerja pegawai BKD ? Motivasi Kerja : 1. Apakah pegawai BKD memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai hasil kerja yang lebih baik setiap saat ? 2. Bagaimanakah kondisi lingkungan kerja BKD, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam menyelesaikan pekerjaan ? 3. Adakah program yang dilakukan untuk mengembangkan kompetensi pegawai ? 4. Bagaimanakah peran pegawai dalam mempengaruhi keputusan organisasi ? 5. Apakah pegawai mampu bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku? 6. Apakah penghargaan bagi pegawai yang menunjukkan hasil kerja yang baik ? 7. Bagaimanakah peran pimpinan membantu pegawai dalam mengatasi persoalan yang mereka hadapi, baik dalam lingkungan kerja maupun diluarnya ? 8. Adakah kebijakan pemberian insentifkepada pegawai BKD? 9. Kalau ada, bagaimanakah realisasi pemberian insentif dimaksud ? 1O.Menurut Bapak, gaji yang diterima pegawai sudah sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang mereka pikul ? 11.Apakah budaya kato nan ampek berpengaruh terhadap etos kerja? 12.Apakah budaya lcato nan ampek berpengaruh terhadap motivasi kerja? 13.Bagaimanakah pengaruh etos kerja terhadap motivasi kerja pegawai BKD? 14.Apakah motivasi kerja mampu mempengaruhi kinerja pegawai BKD ? Kinerja Pegawai : 1. Apakah BKD mampu menyelesaikan rencana programlkegiatan sesuai dengan yang direncanakan ? 2. Apakah keterampilan kerja yang dimiliki pegawai BKD sesuai dengan uraian tugas yang mereka emban ? 3. Bagaimanakah kedisiplinan pegawai dalam melaksanakan tugas ? 4. Adakah inovasi baru dalam menyelesaikan pekerjaan yang ditunjukkan oleh pegawai BKD?
5. Apakah pegawai BKD mampu bekerja sebagai Tim Kerja dalam mencapai tujuan organisasi ? 6. Apakah pegawai BKD memiliki kemampuan berkompetisi untuk mencapai hasil kerja yang terbaik ? 7. Sepengetahuan Bapak, apakah BKD pernah mendapatkan teguran atau peringatan dari instansi yang berwenang atau bupati, karena kinerjanya yang kurang baik ? 8. Apakah penerapan budaya minangkabau (lcato nan ampek) berpengaruh terhadap kinerja pegawai BKD ?
Larnpiran 2 Distribusl Jawaban Responden Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas Data NO RESP.
1 --------2 --------3 --------4 --------5 --------6 --------7 --------8 --------9 --------10 --------11 --------12 --------13 --------14 --------15 --------16 --------17 --------18 --------19 --------20 --------21 --------22 --------23 --------24 --------25 --------26 --------27 --------28 --------29 --------30 --------31 --------32 --------33 34
VARIABEL KINERJA PEGAWAI (Y) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3
2 3 3 3 3 3 1-----3 3 1-----3 3 4 3 3 3 4 3 3 1-----4 3 3 3 ~----3 4 1-----3 3 3 2 4 3 1-----3 3 3 4 4 1-----3
------
------
3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3 2 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3
-----·
-----· -----· -----· ------ -----· -----· ------ -----·
------ -----· -----·
4 3 3 4 3 3 2 3 4 2 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 ~----3
-----
-----
5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3
6 3 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3 2 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3
7 3 4 1-----4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 1-----4 4 4 3 ,...----4 4 1-----3 3 1-----4 3 3 ,...----3 4 4 4 4 3 4 3 3
-----
8 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4
-----· ------ -----· ---------- -----· ----:------ -----· -----· ------ -----· -----· -----
9 4 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 ~----3 4 3 3 4 3 4 3 3
10 4 4 4 4 3 4 3
--4-3 3 3 3 3
--4-4 4 4 4 3 4 4
--4--
-----3
------ -----· --4------ ----- 4 -----· ---3----3-----------4-------4-4 -----3 ----4 ---·-· 3 ----3
11 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 1 2 3 4 2 3 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3
12 13 4 4 2 2 1-----3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 1-----3 3 4 4 1-----2 2 3 3 4 4 2 2 3 3 :-----4 4 3 2 1-----2 2 2 2 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 1-----3 2 3 4 1-----2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 1-----3 3 3 2
-----·
-----------
-----·
-----· ------ -----· -----·
------ -----·
------ -----· -----· ------
-----·
14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ~----3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 ~----3 3 3 3 3 3 4 3 3
15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 4 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 2 3
16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3
17 18 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 1-----3 3 3 3 1-----4 4 3 3 1-----3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 1-----3 3 3 3 1-----3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 1-··--3 4 3 3
------
-----· ------ -----· ------ -----· -----·
-----· ------ ----·· -----·
19 20 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 ~----4 4 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 ~----3 4 3 3 3 3
TOTAL
22 23 21 4 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 :-----3 3 3 3 3 --33 3 1-----3 3 2 3 3 1-----4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 --32 3 --33 4 4 2 3 3 3 2 1-----3 2 2 2 3 3 3 4 3 2 4 3 3 3 3 3 3 --33 3 2 3 3 --33 2 2 1-----3 3 3 --33 3 3 4 2 4 4 4 4 ···--· 3 4 4 3 3 3
-----· ------ -----· -----· -----·
------ -----· -----:------
-----· -----· ------ -----· ------ -----·
:------ ---···
-----· ------ ---·-· ---------- -----· ------ -----·
y 24 25 3 3 82 3 3 --------77 3 3 ~----3 3 2 3 ___ 7_f __ 2 2 3 3 --------· 74 2 3 73 3 3 ---72-3 --------· 3 83 3 3 2 --------2 70 ~----3 3 75 4 100___ 4 ---76 3 3 3 3 ---77-4 3 --------95 3 3 73 3 3 --------· 72 3 ---72-2 75 3 --------· 2 3 3 91 3 ---79 ___ 4 3 4 --------3 ---69 3 78 ___ 2 3 3 3 74 3 --------3 3 76 3 --------3 84 3 --------3 3 3 ···eT·· 4 ~----3 3 3 ·-·7s··· 3
:::~::
--------
-··aa·· --------·
--------· -··aa··-
-··aa···
-··aa··· ···aa···
Halaman 1 dari 3
NO RESP. 1 2 3 4 5
26
27
3
3 4 3 3 3 3
:--------4 4 3 ___33____
I --------
~~---~--~-------7 3 8 4 ~-------9 3 10 3 --------11 3 12 3 13 3 14 --------4 15 3 16 --------3 17 4 18 4 19 4 20 ~--------4 21 3 ~-------22 ~-------4 23 3 24 3 25 3 26 --------3 27 4 28 1--------3 29 4 30 ·-------3 31 4 32 4 33 3 ~-------34 3
3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3
3 4 4 3 3 3 3 3
3
-------- --------------- -------3 4 3 3 3
28 3
--------3 --------4 --------3 --------4 --------3 --------3 --------3 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------3 --------3 --------4 --------4 --------3 --------3 --------3 --------4 --------4 --------4 --------4 --------4 --------4 --------3
-------3
VARIABEL BUDAYA KATO NAN AMPEK (X1) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 --------~-------3 4 2 3 4 3 3 3 3 3 3 --------· --------~-------4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 --------___33____ --------· ·-------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ----------------· 4 4 2 3 3 3 4 4 ____ 33____ 3 ____333___ 33 --------f--------3 --------3 3 3 3 3 3 ___33 ___ --------· 3 3 3 3 3 3 3 3 ----------------3 4 2 4 4 3 3 2 3 3 ----------------· ~---------------· ~-------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ----------------r--------3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 ----------------4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 ____ 3 ____ ----------------· --------· 1--------4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 --------~-------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ----------------· ~-------4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 ----------------· 3 3 2 4 4 3 3 2 3 3 3 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 --------------------------------· --------· r--------4 4 4 --------4 4 3 4 4 4 4 4 --------4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 ----------------· ~-------3 ~-------3 2 4 4 3 3 2 3 3 3 ----------------~-------3 4 2 3 4 3 3 2 3 3 3 --------3 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 --------· --------~-------4 4 3 4 ~-------4 4 4 4 4 4 4 ____43____ 3 --------4 3 4 3 3 2 3 3 4 --------· 3 ·-------~-------2 3 3 3 3 3 3 3 3 --------3 3 ___33 ___ 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 ------------------------· 4 --------· r--------3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 --------3 4 2 --------· 3 4 3 3 3 3 3 --------3 4 --------4 3 4 3 3 2 3 3 ----------------· --------· ~-------4 4 4 4 ~-------4 3 3 2 ___.33____ 3 3 -------4 --------4 3 4 4 3 4 3 3 3 --------· --------4 --------· 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 --------3 4 3 ~-------4 4 3 3 3 3 3 4 --------4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3
--------·
--------
--------·
--------
-·-;c·--
--------·
--------
____2____
--------·
--------
-·-·a··-
--------
-------- -------·------- --------
-··a··--
40
41
3 3 4 3 4 3
4 3 ~-------4 4 4
3 3
TOTAL X1 47
--------51 --------59 --------49 --------54 ----------------3 48 --------3 48 --------3 50
--------· ---------· 1--------3 3 48 ---------------4 4 54 --------3 3 56 ---------· 3 1--------3 50 3 4 3 3 4 3 3 3
3 4 3 3
3 3 4 3 4 4 4 4 4 3
3 4
3 3
--------4 3
--------48 --------62 --------48___ ---49
---------· 62
--------52
I
---------~ 49 ~-----------------3 49 ---------4 51 .......... 1--------4 63 ---------4 54 4 48 -----------------4 48 ---------3 44
--------3
--------
----------
--·;r··- --··ss··-· ---------50
--------3
4 4 :--------4 -------4 1--------4
3
---------· 54 ---------· 55 ---------· 58 ---------· 62 ---------· 54 ---------· 50
Halaman 2 dari 3
NO RESP.
1 2 1---------3 4 1--------5 6 7 --------8 1---------9 10 1--------11 12 13 14 15 --------16 17 18 19 20 r--------· 21 22 t--------23 24 --------25 26 27 28 29 30 31 1--------32 33 34
----------
--------· --------·
-----------------·
1---------
VARIABEL MOTIVASI KERJA (X2) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN
42 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 3
43 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4
------· ------------·
-------------
------·
------· ---3-3
44 2 2 4 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2
t-------
45 46 47 48 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 1------3 3 3 3 3 2 3 4 1------2 2 3 ---3-- 3 3 3 3 1------4 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 ---3-- ------3 3 3 3 2 2 3 ---3-- 1------2 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 1------2 r-----2 3 2 -----3 2 2 3 3 3 3 3 1------2 ------· 3 r-----3 3 3 2 4 ---2-- 1------3 4 4 ---4-4 4 4 ---4-- 1------4 r-----3 3 2 3 3 3 3 2 3 r-----2 ---3-- 1------3 2 3 4 3 3 3 4 1------3 3 3 3 4 4 t------4 ---4-- t------3 3 3 3 4 3 ~------3 3 2
------· r-----------· -------
------------· -------
------
----·------
49 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 3 3 4 4 4 3
50 2 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4
--·:r·4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3
51 4 3 4 4
--·~r-
3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3
52 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 ___43___ 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3
53 54 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 -----2 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 2 3
55 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3
------- r------
------· ------·
------·
------· ------· ------·
------· ------· -------
56 57 3 3 2 3 r------3 4 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 4 2 3 3 3 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 ------4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3
-------
------------·
------------
------------·
-------
58 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3
------------· ------· ------------------·
59 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3
60 2 2 3 3 2 3 4 2 3 3 4 2 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 4 2 4 3 3
------· ------·
61 2 2 3 2 1------2 3 3 1------2 3 1------3 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 4 1------4 3 4 2 3 1------3 3 3 3 1------3
-------
-------
t-------
62 2 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4
TOTAL X2
55
-----------55 ----------71
1-----------60 ----------57 ----------62 ----------66 ----------56 1-----------61 ----------71 ----------71 ' ~---··sa·---~
----------62 ----------71 -----------57 ----------64 ----------76 ----------58 ----------59 ----------57 ----------63 ----------72 -----------65 -----------73 ----------74 -----------60 ----------70 ---3-- ----------58 4 4 4 3 4 3
1-----------64
----------71 ----------68 -----------78
1-----------71
----------60
Halaman 3 dari 3
Lampiran 3 Distribusi Jawaban Responden Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas Data --
NO RESP.
-
-
VARIABEL KINERJA PEGAWAI (Y) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN
1 1 3 --------2 3 --------3 3 --------4 3 --------5 3 --------6 3 --------7 3 --------8 3 --------9 3 --------10 4 --------11 3 --------12 3 --------13 3 --------14 4 --------15 3 --------16 3 --------17 4 --------18 3 --------19 3 --------20 3 --------21 3 --------22 4 --------23 3 --------24 3 --------25 3 --------26 3 --------27 3 --------28 4 --------29 3 --------30 4 --------31 3 --------32 4 --------33 4 --------34 3
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3
3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3 2 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3
4 3 3 4 3 3 2 3 4 2 3 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 -----3
5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3
6 3 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3 2 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3
7 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3
8 4 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3
------ ------ ------ ------ ------ ------ ------ ----------- ------ ------ ------ ------ ------ ----------- ------ ------ ------ ------ ------ ------ ----------- ------ ----------- ------ ------ ------
9 12 10 11 4 3 3 4 1------· 2 2 3 2 1------· 3 3 3 3 3 3 3 3 1-----2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 1------· 3 2 3 3 3 3 3 3 fo-----· 3 3 1 fo----4 4 4 2 2 3 2 1-----3 3 3 3 4 4 4 4 -----1-----2 3 2 2 3 3 3 3 1-----4 1------· 4 4 4 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 1-----3 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 1-----3 1-----3 2 3 3 4 3 3 2 fo----2 2 3 3 2 2 3 1-----3 3 3 1-----3 3 3 3 3 1-----4 4 fo----4 4 3 3 3 3 3 2 3 3
------
------
13 14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 4 3 2 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 ~-----3 4 4 4 2 4 3 3
-----· ------
------
-----· -----·
-----·
------
-----· -----·
15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3
16 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3
17 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3
TOTAL
18 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 4 4 3 3
19 4 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 4 3 3
20 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 4 4 3 ~--
21 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 -~-
22 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 4 3 3 4 3 3 2 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3
23 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3
1-----------
y 75 69 1--------74 71 62 --------64 68 66 --------66
--------
--------77 77
--------63 68 1--------92 69
--·7a···
1--------88 66 66___ ---65
------· --------67 -------84 1------
------
82 72 1--------71 63 1--------. 74
-·-sa··-
68____. ---76 ---74____
---------· 89 --------· 77 --------· 68
--
Halaman 1 dari 3
NO RESP.
24
3 1 1--------1--------2 4 3 4 1--------1--------4 3 5 3 --------6 3 7 3 8 4 9 3 10 3 --------11 3 12 3 13 1--------3 14 4 15 3 16 --------3 17 4 18 4 19 4 20 1--------4 21 3 1--------22 4 23 3 24 3 25 --------3 26 3 27 1--------4 28 3 29 1--------4 30 3 31 4 32 --------4 33 3 34 1--------3
25
26
3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3
3 --------3 --------4 --------3 --·-----4 --------3 --------3 --------3 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------4 --------3 --------3 --------3 --·-----3 --------4 --------4 --------3 --------3 --------3 --------4 --------4 --------4 --·-----4 --·-----4 --------4 --------3 --------3
3 3 4 3 3 3
VARIABEL BUDAYA KATO NAN AMPEK (X1) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN 27 29 28 30 32 31 34 33 36 35 37 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 --------3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 1----------------· --------4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1------------------------· 1----------------4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 3 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 ------------------------~---------------3 4 4 2 4 3 3 2 3 3 3 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 --------3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 --------1----------------· --------4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 --------4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 3 --------1----------------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 --------1--------4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 --------3 3 4 2 3 4 3 2 3 3 3 --------3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 1----------------1--------4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 --------4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 --------~---------------· --------3 3 4 2 4 3 3 2 3 3 3 --------3 4 3 2 4 3 2 3 3 3 3 --------3 4 4 3 4 3 3 2 3 3 3 ----------------· 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 2 3 3 4 --------· --------3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1----------------1----------------· 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 --------3 --------2 3 3 3 2 3 2 2 3 3 1----------------4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 --------1--------3 4 2 3 4 3 3 3 3 3 3 ------------------------· 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 --------1--------4 4 4 4 4 3 3 ___ 3 2 3 3 3____ ----------------· --------4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 --------1--------4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 --------3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 --------1----------------· 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3
--------
38
39
TOTAL X1
4 3 47 --------3 3 51 --------4 4 59 --------3 4 49 1----------------4 4 54 1----------------3 3 48 --------3 3 48 1----------------3 3 50 --------3 3 48 --------4 4 54 ----------------3 3 56 --------3 3 50 --------3 3 48 -----------------· 4 4 62 ---------· 3 3 48 --------3 3 49 1----------------4 4 62 --------3 3 52 --------3 3 49 ---------· 3 3 49 --------3 4 51 ----------------4 4 63 --------· ----------------3 4 54 --------3 4 48 3 4 ::::.!~:::~ --------44 . 3 3 ---------~ 56 I 4 4 ---------J --------3 3 ----~Q___ j 4 4 54 1-----------------4 4 55 ---;f·-- ---------4 58 ---------4 4 62 ---------4 4 54 ---------3 3 50 -----
Halaman 2 dari 3
NO RESP.
1 --------2 --------3 --------4 --------5 --------6 --------7 --------8 --------9 --------10 --------11 --------12 --------13 --------14 --------15 --------16 --------17 --------18 --------19 --------20 --------21 --------22 --------23 --------24 --------25 --------26 --------27 --------28 --------29 --------30 --------31 --------32 --------33 --------34
VARIABEL MOTIVASI KERJA (X2) I NOMOR BUTIR PERNYATAAN
40 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 3
41 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3
"""if"" 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3
42 2 2 4 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2
43 46 44 45 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 r·-----· 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 r------· 3 3 r------3 3 3 3 3 2 3 2 4 r-------3 2 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 r------3 3 3 3 2 3 3 r-----2 3 2 --3-- 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 r------2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 2 3 4 4 r------· 4 4 4 4 4 4 3 r-----3 2 3 3 3 3 2 3 1-------· 2 3 r------3 2 3 3 4 3 3 r-----3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 2
. ------
------·
------·
-------
------·
47 48 3 2 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 ------4 4 3 3
------------------------·
------· -------
-------
:-------
------· -------
------· -------
-------
-------
------- ------·
------·
49 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3
50 3 3 4 3 3 3 3 ___33___ 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3
51 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 2 2 3 3 3 3 2
52 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3
53 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3
54 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 4 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 4 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3
55 3 3 4 3 3 3 ___ 33___ 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3
---3-4 3 3
56 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3
57 2 2 3 3 2 3 4 2 3 3 4 2 3 3 2 3 4 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 4 2 4 3 3
58 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3
-------· -------·
TOTAL X2
59 ,. ___________ 2 52 r-----3 52 ----------3 67 ----------3 57 ----------4 54 r-----3 r----------60 ____ ----63 4 1------3 r----------53 ----------3 58 ----------4 68 1-------· 68 4 ---------------------3 53 ----------3 60 3 -----------67 ____ ----53 3 3 -----------61 ----------3 72 3 ----------3 56 ____ ----53 3 r-----3 r----------60 ----------4 69 ----------3 61 1------4 r----------70 ----------4 71 1------57 3 r--------------------4 67 ----55·---, 3 4 61 ----------4 67 ----------4 65 ____ ----75 ------3 ----------4 68 :-----------3 57
-------· -------·
---·s-s··--
-------· ------------:
Halaman 3 dari 3
Lampiran4
KARAKTERIS TIK RESPONDEN
No.
Resp.
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
1
Perempuan
2
Laki-laki
5LTP
51
3
Laki-laki
51
4
Perempuan
0.111
5
Laki-laki
5LTP
0.111
6
Perempuan
7
Laki-laki
5LTA
8
Perempuan
5LTA
9
Perempuan
5LTA
10
Perempuan
5LTA
11
Laki-laki
12
Laki-laki
5LTA
13
Perempuan
5LTA
14
Perempuan
52
15
Laki-laki
51
51
16
Perempuan
51
17
Laki-laki
51
18
Perempuan
51
19
Perempuan
5LTA
20
Perempuan
51
21
Laki-laki
51
22
Laki-laki
51
23
Laki-laki
5LTA
24
Perempuan
5LTA
25
Laki-laki
SLTA
26
Laki-laki
51
27
Laki-laki
5LTA
28
Perempuan
5LTA
29
Perempuan
SLTA
30
Laki-laki
51
31
Laki-laki
51
32
Perempuan
51
33
Perempuan
0.111
34
Laki-laki
51
Golongan
Ill I Ill II I II II II II II Ill II II Ill II Ill Ill Ill II Ill Ill 1V II II I IV Ill Ill Ill IV Ill Ill II Ill
Usia (Tahun)
MasaKe~a
40
12
(Tahun)
Status Nikah
Menikah
27
5
Menikah
47
25
Menikah
33
6
Menikah
41
23
Menikah
27
1
Belum Menikah
37
14
Menikah
26
6
Menikah
35
11
Menikah
24
4
Belum Menikah
37
11
Menikah
36
12
Menikah
53
25
Menikah
41
16
Menikah
34
11
Menikah
41
11
Menikah
30
4
Menikah
30
3
Menikah
33
5
Menikah
26
3
Belum Menikah
43
19
Menikah
48
23
Menikah
32
8
Menikah
39
16
Menikah
45
11
Menikah
51
28
Menikah
50
27
Menikah
46
24
Menikah
49
27
Menikah
45
23
Menikah
43
18
Menikah
35
10
Menikah
27
5
Menikah
39
17
Menikah
Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja Pegawai
Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summar y N
Cases
Valid Excluded8
%
34
100.0
0
.0
Total 34 100.0 a. Ustwise deletion based on all vanables m the procedure.
Reliabili ty Statistic s Cronbach's Alpha
N of Items
.922
25
Item Statistic s Mean
Std. Deviation
N
Y01 Y02 Y03
3.24 3.18 3.32
.431 .459 .589
34 34
Y04 Y05
3.09 3.06
Y06
3.35 3.41 3.29
.514 .489 .597
34 34 34
.557 .462
34 34
YO? Y08 Y09 Y10 1Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16
3.26 3.59 2.71 2.91 2.91 3.18 3.00 3.24 3.29
.511 .500 .676 .712 .753 .387
34 34
.550 .431
34
Y17 Y18 Y19 Y20 Y21
3.32 2.74
.462 .475 .436 .535 .618
Y22 Y23 Y24
3.15 3.24 2.97
.558 .496 .577
Y25
2.94
.343
3.32 3.15
34
34
34 34 34
34 34 34 34 34 34 34
34 34 34
Item-Total statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Item Deleted
Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
Y01
75.62
57.516
.650
.918
Y02
75.68
56.892
.700
.917
Y03
75.53
57.832
.421
.921
Y04
75.76
57.701
.509
.920
Y05
75.79
58.532
.425
.921
YOO
75.50
58.318
.359
.923
Y07
75.44
58.618
.354
.922
Y08
75.56
61.284
.062
.926
Y09
75.59
56.492
.676
.917
x1o
75.26
60.261
.185
.925
Y11
76.15
55.463
.599
.918
Y12
75.94
53.996
.711
.916
Y13
75.94
53.269
.737
.915
Y14
75.68
57.195
.786
.916
Y15
75.85
57.341
.516
.920
Y16
75.62
56.910
.747
.916
rt17
75.56
56.375
.772
.916
Y18
75.53
56.802
.687
.917
Y19
75.71
59.184
.384
.921
Y20
75.53
57.348
.532
.919
Y21
76.12
56.895
.501
.920
Y22
75.71
56.153
.656
.917
Y23
75.62
56.668
.674
.917
Y24
75.88
55.683
.689
.916
Y25
75.91
59.174
.503
.920
Scale statistics Mean
78.85
Variance
61.947
Std. Deviation
7.871
N of Items
25
Lampiran 6 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Budaya Kato Nan Ampek
Reliability
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
%
N Cases
Valid Excludeda Total
34
100.0
0
.0
34
100.0
a. Lrstwise deletron based on all vanables rn the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items 16
.896
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
P<-101
3.38
.493
34
P<1o2
3.15
.359
34
X103
3.38
.493
34
X104
3.44
.504
34
X105
3.59
.557
34
P<1oo
2.94
.694
34
P<-107
3.38
.493
34
X108
3.62
.493
34
X109
3.03
.388
34
1X11o
3.24
.431
34
1><111
2.82
.673
34
Dc112
3.15
.359
34
X113
3.09
.452
34
X114
3.26
.448
34
X115
3.35
.485
34
X116
3.53
.507
34
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Item Deleted
Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
X101
48.97
22.211
.500
.892
X102
49.21
23.320
.384
.895
X103
48.97
21.120
.754
.883
X104
48.91
21.295
.695
.885
X105
48.76
21.519
.571
.890
fX106
49.41
21.765
.392
.900
P<-107
48.97
22.393
.459
.893
X108
48.74
22.382
.462
.893
X109
49.32
22.832
.485
.893
X110
49.12
21.380
.808
.882
fX111
49.53
21.105
.521
.893
x112
49.21
22.593
.602
.890
X113
49.26
21.655
.695
.885
X114
49.09
22.083
.593
.889
P<-115
49.00
21.091
.775
.882
x116
48.82
22.150
.498
.892
Scale Statistics Mean
52.35
Variance
24.781
Std. Deviation
4.978
N of Items
16
Lampiran 7 Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi Kerja
Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary %
N Cases
Valid Excluded
8
34
100.0
0
.0
100.0 34 Total a. L1stwise deletion based on all vanables 1n the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.911
21 Item Statistics
Mean
Std. Deviation
N
P<201
3.24
.431
34
X202
3.18
.387
34
X203
2.76
.606
34
P<204
2.76
.654
34
X205
2.97
.521
34
X206
3.12
.537
34
X207
2.82
.673
34
jX2o8
3.24
.496
34
X209
3.35
.544
34
X210
3.53
.507
34
X211
3.26
.448
34
X212
2.76
.554
34
X213
2.97
.577
34
P<214
3.29
.462
34
X215
2.76
.654
34
X216
3.15
.359
34
IX217
3.18
.459
34
X218
3.15
.500
34
P<219
2.82
.673
34
X220
2.82
.626
34
IX221
3.32
.535
34
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted
Item Deleted
Corrected Item-
Cronbach's Alpha
Total Correlation
if Item Deleted
jx201
61.24
43.034
.548
.907
jx202
61.29
43.365
.550
.907
X203
61.71
40.214
.746
.901
P<204
61.71
40.275
.676
.903
X205
61.50
42.439
.531
.907
jx206
61.35
43.326
.382
.910
P<207
61.65
41.569
.495
.909
P<208
61.24
41.822
.662
.904
P<209
61.12
42.349
.519
.907
P<210
60.94
42.360
.561
.906
X211
61.21
42.956
.538
.907
X212
61.71
41.729
.599
.905
P<213
61.50
40.803
.703
.903
P<214
61.18
42.332
.627
.905
~15
61.71
40.275
.676
.903
P<216
61.32
43.801
.502
.908
1><217
61.29
42.759
.558
.907
IX218
61.32
45.256
.120
.916
IX219
61.65
42.478
.386
.912
P<220
61.65
40.296
.708
.902
P<221
61.15
42.735
.471
.908
Scale Statistics Mean
64.47
Variance
46.317
Std. Deviation
6.806
N of Items
21
Lampiran 7a: Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Metode yang digunakan dalam memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner dalam penelitian ini adalah korelasi produk momen (moment product
co"elation, pearson co"elation) antara skor setiap butir pernyataan dengan skor total, sehingga sering disebut sebagai inter item-total co"elation. Nilai yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tabel nilai korelasi (r) Product Moment untuk mengetahui apakah nilai korelasi yang diperoleh signifikan atau tidak. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf kepercayaan tertentu mak:a instrumen tersebut dinyatakan valid dan layak digunakan dalam penelitian (Sujianto, 2009). Adapun nilai tabel koefisien korelasi pada derajad bebas (db)= n-2=34-2=32 dan a= 5% = 0,349. Selanjutnya untuk uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode alpha
Cronbach 's. Nugroho (2005) dan Suyuthi (2005) sebagaimana dikutip Sujianto (2009) menyatakan kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari 0,6. Uji reliabilitas ini dilakukan untuk menjamin keterandalan instrumen berkaitan dengan taraf kepercayaan terhadap instrumen penelitian tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk item pemyataan pada variabel kinerja pegawai yang terdiri dari 25 butir, setelah dilakukan uji validitas (Lampiran 5) maka terdapat dua butir pemyataan yang tidak vali
Alpha Cronbach 's sebesar 0,896 (Lampiran 6), yang berarti kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Lebih lanjut, untuk variabel motivasi kerja yang terdiri dari 21 butir pernyataan, setelah dilakukan uji validitas (Lampiran 7) terdapat satu item, yakni item X218, yang tidak valid. Adapun nilai koefisien Alpha Cronbach's yakni sebesar 0,911 (Lampiran 7) yang berarti bahwa kuesioner penelitian reliabel.
Lampiran 8 Analisis Statistik
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smlmov Test Budaya Kato Nan Ampek
34
34
34
Mean
52.35
61.32
71.97
Std. Deviation
4.978
6.727
7.724
Absolute
.182
.154
.150
Positive
.182
.122
.150
Negative
-.132
-.154
-.098
1.060
.895
.873
.211
.399
.431
N Normal Parameters•
Most Extreme Differences
Motivasi Kelja Kinerja Pegawai
Kolmogorov-Smimov Z ~symp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel memiliki distribusi normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal merupakan salah satu syarat dilakukannya parametric-test. Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan yakni
Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan tabel One-Sample Ko/mogorov-Smirnov Test pada Lampiran 8, diperoleh angka probabilitas atau asym. Sig. (2-tailed). Nilai tersebut dibandingkan dengan 0,05 (taraf signifikansi atau a= 5%) untuk pengambilan keputusan dengan pedoman : •:• Nilai Sig. (Signifikansi/Probabilitas) < 0,05, distribusi data tidak normal •:• Nilai Sig. (Signifikansi/Probabilitas) > 0,05, distribusi data normal. Tabel Keputusan Uji Normalitas Data Nama Variabel Budaya Kato Nan Ampek Motivasi Kerja Kinerja Pegawai
Nilai Asymp. Sig. (2-tai/ed)
Taraf Signifikansi
Keputusan
0,211 0,399 0,431
0,05 0,05 0,05
Normal Normal Normal
Partial Correlation
Correlations
Control Variables -none-•
Kinerja
Budaya Kato
Kelja
Pegawai
NanAmpek
.721
.635
.000
.000
0
32
32
Correlation
.721
1.000
.794
Significance (2-tailed)
.000
Correlation
Motivasi Kelja
Motivasi
1.000
Significance (2-tailed)
df Kinelja Pegawai
32
0
32
Correlation
.635
.794
1.000
Significance (2-tailed)
.000
.000
32
32
1.000
.461
df Budaya Kato Nan Ampek
df Budaya Kato Motivasi Kelja
Correlation
NanAmpek
Significance (2-tailed)
.007
0
31
Correlation
.461
1.000
Significance (2-tailed)
.007
df Kinerja Pegawai
.000
df
31
a. Cells contain zero-order (Pearson) correlations.
Tabel Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien
0,00-0,199 0,20- 0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000 Sumber : Sugiyono (2004)
Tingkat Hubungan Sangatrendah Rendah Sedang Kuat Sangatkuat
0
0
Lampiran 9: Nil::!i-nilai r Product Momenr
N
Taraf Signif:kan
5%
1%
Taraf Signifikan
N
5%
1%
N
Taraf Sig:: -'".kan
5%
1%
3-
0,997
0,999
27
0,381
0,487
55
0,266
0.345
4
0,950
0,990
28
0,374
0,478
60
0,254
0.330
5
0,878
0,959
29
0,367
0,470
65
0,244
0.317
6
0,811
0,917
30
0,361
0,463
70
0,235
0.306
31
0,355
0,456
75
0,227
0 296
7
0,754
0,874
8
0,707
0,834
32
0,349
0,449
80
0,220
G 286
9
0,666
0,798
33
0,344
0,442
85
0,213
C.278
10
0.632
I o,765
34
0,339
0,436
90
0,207
C.270
11
o.6o2 1 o,73s
35
0,334
0,430
95
0,202
0.263
12
o.576 1 0,708
36
0,329
0,424
10J
0,195
0.256
13
o.ss3 1 o,684
37
0,325
0,418
125
0,176
0.230
14
0,532
0,661
38
0,320
0,413
158
0,159
0.210
I
115
0,514
0,641
39
0,316
0,408
175
0,148
0.194
16
0,497
0,623
40
0,312 I 0,403
200
0,138
I0.181
17
0,482
0,606
41
300
0,113
0. i48
18
42
400
0,098
C. i23
19
0,590 . 0,456 0,575
0,308 1 0,398 0,393 0.304
43
0,301
0,389
500
0,088
0.1"i5
20
0,444
0,561
44
0,297
0,384
600
0,080
0.105
21
0,433
0,549
45
0,294
0,380
700
0,074
22
0,423
0,537
46
0,291
0,376
800
0,070
0.091
23
0,413
0,526
47
0,288
0,372
900
0,065
C.086
24
0,404
0,515
48
0,284
0,368
1000
0,062
G.081
25
0,396
0,505
49
0,281
0,364
26
0,388
0,496
50
0,279
0,361
0,468
Sumber.: Sugiyono (2004)
I
-
1
0.097
I
I
UNIVERSITAS GADJAH MADA SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK Jl. Prof. Dr. Sardijto- SEKIP, Yogyakarta, 55281, Telp. (0274) 563825,588234,902117, Fax. (0274)589655
Nomor: 2.01/UGMIMAP/Survey/09 Hal : Ijin penelitian
Yogyakarta, 14 Juli 2009
Kepada Yth. Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Di Lubuk Sikaping
Dengan hormat, Dalam rangka penyusunan tugas akhir/tesis, Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (MAP-UGM) Yogyakarta memintakan ijin bagi mahasiswa tersebut di bawah ini untuk melakukan penelitian di instansi I unit kerja yang Bapak/Ibu pimpin Nama Mahasiswa
: Murdifin, SAP
Nomor Mahasiswa
: 08/278797/PMU/5846
Konsentrasi Judul Tesis
: Budaya Minangkabau, Motivasi Kerja Dan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat)
Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami mengucapkan terima kasih.
elola Program Studi MAP- UGM
Tembusan Yth.:
PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN
BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT Jalan Sudirman No. 40 Telp. (0753) 20467 L u b u k S i k a pin g 26313
SURA T KETERANGAN Nomor: 893!9q0 /Diklat-BKDNIII-2009 Kami yang bertanda tanggan dibawah ini : Nama
: H. Dalisman, SH,MM
Nip
: 19610514 198903 1 004
Jabatan
: Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman
Alamat
: Jln. Sudirrnan No. 40 Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman
Dengan ini menerangkan, sesungguhnya bahwa yang namanya tersebut dibawah ini:
Nama
: Murdifin, SAP
Nomor Mahasiswa
: 08/278797/PMU/5846.
Pendidikan
: Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik Sekolah Pascasaijana Universitas Gadjah Mada (MAP-UGM) Yogyakarta
Telah melaksanakan penelitian pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat dari tanggal 21 s/d 31 Juli 2009 dengan Judul Tesis Budaya
Minangkabau, Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat) Demikian surat ini dikeluarkan, untuk dapat digunakan seperlunya bagi yang berkepentingan.