Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016)
PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG KEPITING SEBAGAI BIOKOAGULAN UNTUK MENURUNKAN PARAMETER PENCEMAR COD DAN TSS PADA LIMBAH INDUSTRI TAHU Zainul Aulia*), Endro Sutrisno**), Mochtar Hadiwidodo**) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia 50 E-mail:
[email protected] Abstrak Limbah tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu masih mengandung konsetrasi pencemara COD dan TSS yang tinggi. Proses koagulasi dan flokulasi diharapkan dapat menurunkan konsentrasi pencemar tersebut. Pada penelitian ini penggunaan koagulan menggunakan biokoagulan dari kitosan cangkang kepiting (Brachyura). Proses penelitian dilakukan secara bertahap dimulai dari ekstraksi cangkang kepiting menjadi kitosan dengan proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi, dilanjutkan dengan proses penelitian skala laboratorium dengan metode jartest. Perlakuan penelitian berdasarkan dosis biokoagulan yaitu 0 mg/l, 50 mg/l, 100 mg/l, 150 mg/l, 200 mg/l, 250 mg/l, 300 mg/l, 350 mg/l, 400 mg/l, 450 mg/l, 500 mg/l, 550 mg/l, 600 mg/l, 650 mg/l, 700 mg/l, 750 mg/l, 800 mg/l, 850 mg/l, 900 mg/l, 950 mg/l dan 1000 mg/l, dengan parameter yang diamati yaitu COD dan TSS. Hasil penelitian yang didapatkan efisiensi penyisihan COD sebesar 73,09%, dan TSS 90,846%. Kata Kunci: Cangkang Kepiting, Biokoagulan, Kitosan
Abstract UTILIZATION CRAB SHELL WASTE AS BIOKOAGULAN TO REDUCE POLLUTANT CONCENTRATIONS of COD and TSS ON TOFU INDUSTRIAL WASTE WATER
Tofu waste generated from the production process out still contains high concentrations of COD and TSS pollution. Coagulation and flocculation process is expected to reduce the concentration of these pollutants. In this study use of coagulants using biocoagulant chitosan from crab shells (Brachyura). The research process carried out gradually start from the extraction of crab shells into chitosan by deproteination, demineralitation, and deasetilation., following by laboratory scale research using jartest methods.
1
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016)
Dose variation of biocoagulant are 0 mg/l, 50 mg/l, 100 mg/l, 150 mg/l, 200 mg/l, 250 mg/l, 300 mg/l, 350 mg/l, 400 mg/l, 450 mg/l, 500 mg/l, 550 mg/l, 600 mg/l, 650 mg/l, 700 mg/l, 750 mg/l, 800 mg/l, 850 mg/l, 900 mg/l, 950 mg/l dan 1000 mg/l and the parameter observed are COD and TSS. Based on results, efficiency removal of the concentration parameters COD is 73,09 % and TSS removal is 90,846%. Keyword: Crab Shells, Biokoagulan, Chitosan
LATAR BELAKANG
dan pH berkisar antara 4-5. Dengan
PENDAHULUAN
kondisi tersebut maka air limbah
Latar Belakang
industri tahu merupakan salah satu
Tahu merupakan bahan makanan
pencemar
yang
limbah
digemari
masyarakat,
baik
potensial industri
apabila
tahu
air
langsung
masyarakat kalangan bawah maupun
dibuang ke badan air (Wardhani,
kalangan atas. Keberadaanya sudah
2014).
lama diakui sebagai makanan yang
Penggunaan koagulan dalam
sehat. Selain mengandung gizi yang
pengolahan limbah industri sudah
baik tahu juga merupakan bahan
menjadi hal yang umum dilakukan.
makanan yang murah (Rizky, 2014).
Koagulan
Sumber
pencemar
yang
menurunkan
berfungsi
untuk
kekeruhan
dan
terkandung di dalam limbah tahu
mengikat kandungan solid yang ada
adalah
dalam air (Harihin, 2014).
air
bekas
cucian
dan
perebusan kedelai. Studi karakteristik
Selama ini koagulan yang
awal air buangan limbah industri
sering
tahu yang telah dilakukan oleh
koagulan kimia seperti tawas, PAC
Wardhani (2014) pada penelitian
dan
sebelumnya,
meningkatnya
zat
organik
yang
digunakan
lain-lain.
adalah
jenis
Seiring
dengan
kesadaran
manusia
terdapat dalam limbah cair industri
akan kesehatan lingkungan maka
tahu adalah COD 5190,91 mg/l,
koagulan alami mulai banyak diteliti,
BOD
3543 mg/l, TSS 1198 mg/l
karena penggunaan koagulan kimia
dengan suhu berkisar antara 48ºC
memberikan dampak yang tidak baik
2
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) bagi manusia dan lingkungan. Salah
Tinjauan Pustaka
satu
Limbah Tahu
biokoagulan
yang
dikembangkan adalah kitosan yang
Industri tahu dalam proses
berasal dari hewan kelas Crusteccea,
pengolahannya menghasilkan limbah
artrophoda, gastrophoda, dan lain-
baik limbah padat maupun cair.
lain (Nasution, 2014).
Limbah padat dihasilkan dari proses
Kepiting
adalah
hewan
penyaringan
dan
penggumpalan.
anggota Crustacea berkaki sepuluh
Sedangkan limbah cairnya dihasilkan
dari infraordo Brachyura. Kepiting
dari proses pencucian, perebusan,
belum
secara
pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang
dimanfaatkan
maksimal
hanya
sebatas
dari
konsumsi
daging
kepiting
yang
menjadi komoditas ekspor. Dalam
dihasilkan
menjadi
pembuatan
bahan
kitosan
utama
(Nugraheni
2014).
tinggi
(Zahra,
2014).
cangkang kepiting terdapat kitin yang
sangat
Limbah cair tahu dengan karakteristik
mengandung
bahan
organik tinggi, suhu mencapai 40ºC46ºC,
kadar BOD5
(6.000-8.000
mg/1), COD (7.500-14.000 mg/1),
Tujuan 1. Mengetahui besar penurunan konsentrasi pencemar COD dan TSS pada proses koagulasi flokulasi dengan menggunakan kitosan dari ekstrak cangkang kepiting. 2. Mengkaji efisiensi penurunan kadar COD, dan TSS pada limbah cair industri tahu dengan menggunakan biokagulan ekstrak cangkang kepiting. 3. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses koagulasi-flokulasi.
TSS dan pH yang cukup tinggi pula. Jika langsung dibuang ke badan air, maka akan menurunkan daya dukung lingkungan. Sehingga industri tahu memerlukan limbah
suatu
yang
mengurangi
pengolahan
bertujuan
untuk
resiko
beban
pencemaran yang ada (Wardhani, 2014). Koagulasi Flokulasi Koagulasi
adalah
proses
pengadukan yang tujuannya untuk mencampur bahan kimia dan air limbah. Pada proses ini koloid yang
3
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) sudah terdestabilisasi akan terjadi saling
tarik
cenderung
menarik
sehingga
Kitosan merupakan senyawa
membentuk
gumpalan
polisakarida yang diekstrak dari kitin
yang lebih besar (Binnie, 2003). Flokulasi
secara
yang ditemukan dalam hewan dan
umum
disebut juga pengadukan lambat dimana
dalam
berlangsung
flokuasi
proses
ini
terbentuknya
penggumpalan flok-flok yang lebih besar dan akibat adanya perbedaan berat jenis terhadap air, maka flokflok tersebut dapat dengan mudah mengendap (Joko, 2010). Koagulasi merupakan
Kitosan
dan
sebuah
memiliki
eksoskeleton,
dalam
dinding sel jamur dan ganggang. Kitosan merupakan senyawa yang diambil dari kitin yang merupakan polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Meski demikian kitosan juga
dapat
ditemukan
langsung
dalam dinding sel jamur. Dalam struktur kimia sederhana kitosan adalah 2-dioxy 2-amino turunan dari
flokulasi
proses
yang
selulosa.
Perbedaan
kitosan
adalah
dari
grup
kitin,
aminonya
melibatkan proses fisika dan kimia.
memiliki gugus asetil yang banyak,
Proses kimia meliputi pencampuran
yang
koagulan, proses ionasi, pengikatan
hydrophobic,
senyawa dan pertukaran muatan
yang merupakan kitin yang telah
(Tchobanoglus, 2003).
dideasitilasi
Sedangkan proses fisika yang terjadi adalah proses aglomerasi partikel dan pengendapan dengan gravitasi. Koloid adalah partikel antara suspensi dan partikel terlarut yang memiliki ukuran yang lebih
menyebabkannya
bersifat
sedangkan
kitosan
sehingga
memiliki
gugus asetil yang lebih sedikit dalam grup
aminonya
kehilangan deasitilasi
asetil
dimana
kisaran
setelah
mencapai
proses
40-100%
(Younes, 2014). Kitosan
merupakan
kecil dari 1 mikron. Koloid di dalam
biopolymer poli [β-(1-4)-2-amino-2-
air ada yang memiliki muatan ada
deoksi-D-glukopiranosa],
yang bermuatan negatif dan ada pula
kationik dan dapat terurai dengan
yang
baik di lingkungan. Kitosan memiliki
bermuatan
positif
(Binnie,
2003).
4
bersifat
gugus amina (NH2) yang bersifat *)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) nukleofil kuat yang menyebabkan
kereaktifan terhadap atom logam
kitosan dapat digunakan sebagai
terutama pada golongan logam yang
polielektrolit
memiliki afinitas terbesar. Salah satu
yang
bersifat
multifungsi dan berperan
pada
pembentukan flok (Kumari, 2014).
Proses pembuatan Kitin terdiri dari dua langkah yaitu proses deproteinasi dan demineralisasi kemudian dilanjut proses
mendapatkan kitosan.
deasetilasi
hasil
akhir
Beberapa
untuk berupa
penelitian
menggunakan proses yang berbedabeda, ada yang melakukan proses demineralisasi
golongan
potensial
untuk
utama
yang
mengeleminasi
protein adalah Natrium (Na) karena
Pembuatan Kitosan
dengan
logam
terlebih
dahulu
kemudian
deproteinasi
sebaliknya.
Pilhan
atau
pengolahan
tergantung dati penggunaan kitosan. Secara alami kitin berikatan dengan protein, lemak, pigmen dan cadangan kalsium (Sinardi, 2013).
atom Na terdapat pada golongan satu yang merupakan atom alkali. Atom Natrium didapat dari ionisasi basa NaOH dalam air dimana ion Na+ akan digunakan untuk mengikat protein
yang
terdapat
dalam
cangkang (Sinardi, 2013). Demineralisasi Proses
demineralisasi
bertujuan untuk memisahkan mineral organic yang terkait pada bahan dasar, yaitu CaCO3 sebagai mineral utama dan Ca(PO4) dalam jumlah minor. Mineral tersebut dieliminasi oleh asam kuat yang ditambahkan dalam serbuk cangkang. Mineral
Deproteinasi
kalsium
Deproteinasi
adalah
yang
terdapat
dalam
senyawa kitin akan berikatan dengan
pemisahan protein yang terdapat
ion
dalam cangkang dengan senyawa
membentuk garam klasimu klorida
kitinnya. Berbagai jenis asam amino
(CaCl2) reaksi ini juga melepaskan
protein terdapat dalam cangkang
hasil samping berupa gas karbon
sebagai penyusun dinding sel yang
dioksida dan air (Sinardi, 2013).
melekat amino
dalam protein
cangkang. yang
*)
cenderung
Penulis Dosen Pembimbing
**)
dari
asam
klorida
Asam
memiliki muatan negatif memiliki
5
klorin
Deasetilasi Grup
acetamido
yang
terdapat dalam gugus polisakarida
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) kitin cenderung lebih tahan terhadap
NaOH 3,5% dan 50%, asam asetat
degradasi dalam suasana basa. Oleh
1%.
karena itu dengan pertimbangan akan
b.
hasil akhir dari polisakarida yang
Cara Kerja Deproteinasi
akan
proses
Sebanyak 100 gram serbuk cangkang
dari
kitin
kepiting direndam dalam NaOH
suasana
basa.
3,5% dengan perbandingan 1:10
Proses deasetilasi dilakukan dengan
(b:v) sambil diaduk menggunakan
memberikan basa dengan konsentrasi
magnetic stirer dan dipanaskan pada
tinggi. Reaksi deasetilasi bertujuan
suhu 65ºC selama 2 jam. Selanjutnya
untuk memutuskan gugus asetil yang
padatan disaring dengan penyaring
terikat pada nitrogen dalam struktur
kain
senyawa kitin untuk memperbesar
menggunakan aquadest sampai pH
persentase
netral dan dikeringkan dalam oven
dihasilkan
deasetilasi
maka
kitosan
dilakukan
dalam
gugus
amina
dalam
dan
dicuci
dengan
selama 24 jam.
kitosan (sinardi, 2013).
Demineralisasi METODOLOGI PENELITIAN
Hasil dari deproteinasi kemudian
Metodologi adalah prosedur atau
direndam dalam HCl pekat 1N
cara yang terdiri dari beberapa
dengan perbandingan 1:15 (b/v) dan
tahapan
untuk
diaduk dalam magnetic stirrer selama
tertentu.
2 jam sambil dipanaskan pada suhu
Metodologi penelitian merupakan
65 ºC. selanjutnya padatan disaring
sebuah alur yang sistematis dalam
dan dicuci dengan aquadest sampai
sebuah
pH netral dan dikeringkan dalam
dan
mencapai
suatu
ditempuh tujuan
penelitian,
hal
ini
dimaksudkan agar diperoleh hasil
oven selama 24 jam.
yang optimal sesuai dengan tujuan
Deasetilasi
penelitian.
Hasil dari demineralisasi kemudian
a.
Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam
direndam dalam NaOH 50% dengan
penelitian
serbuk
diapanaskan pada suhu 100 ºC
cangkang kepiting, asam klorida 1N,
selama 2 jam. Kemudian hasilnya
ini
adalah
perbandingan 1:10 dan diaduk sambil
disaring dan dicuci dengan aquades
6
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) sampai pH netral dan dioven selama 24 jam. Hasilnya berupa kitosan. Prosedur jartest Ke dalam gelas kimia 1000 ml dimasukkan kemudian
sampel
air
ditambahkan
limbah koagulan
kitosan dengan variasi dosis 50 mg/l, 100 mg/l, 150 mg/l, 200 mg/l, 250
Gambar 1 Grafik Penyisihan COD
mg/l, 300 mg/l, 350 mg/l, 400 mg/l,
Dari grafik dapat dilihat bahwa hasil
450 mg/l, 500 mg/l, 550 mg/l, 600
penurunan konsentrasi COD setelah
mg/l, 650 mg/l, 700 mg/l, 750 mg/l,
dilakukan
800 mg/l, 850 mg/l, 900 mg/l, 950
kitosan
mg/l dan 1000 mg/l dan dilakukan
Konsentrasi
prosedur jartest dengan kecepatan
4978,254 mg/L setelah dilakukan
pengadukan cepat 150 rpm selam 2
penambahan koagulan kitosan terjadi
menit dan pengadukan lambat 60
penurunan konsentrasi yang berbeda
rpm selama 15 menit dilanjutkan
dari tiap variasi konsentrasi yang
dengan
digunakan. Dosis yang dapat secara
pengendapan
selama
30
penambahan terjadi awal
koagulan penurunan.
COD
adalah
menit.
maksimal menyisihkan COD adalah
Hasil dan Pembahasan
dosis 700 mg/l dengan penyisihan
Penyisihan Konsentrasi COD
konsentrasi COD sebesar 1339,590
Nilai COD menggambarkan total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.
mg/l. Nilai dari zat organik dalam air turun setelah adanya proses koagulasi-flokulasi. Zat organik pada umumnya tersusun atas unsur-unsur C,H,dan O dalam beberapa hal mengandung N,S,P. unsur-unsur ini membentuk senyawa koloid dalam air sehingga dengan adanya proses koagulasi-flokulasi
7
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
unsur-unsur
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) tersebut
dapat
terendapkan
mengalami kelebihan muatan positif
(Ramadhani, 2013).
yang terdapat dalam biokoagulan dan
Penyisihan Konsentrasi TSS
akan
Padatan
tersuspensi
komponen
terdiri
terendapkan,
dari bahan
menyebabkan
pengikatan
antara
proses
ion
koagulan
dengan koloid tidak terjadi secara
melayang dan komponen tersuspensi
maksimal (Nasution, 2014).
koloid.
Efisiensi Penurunan COD
Padatan
tersuspensi
mengandung bahan anorganik dan bahan organik.
Dosis koagulan yang tepat dapat
menghasilkan
efisiensi
penyisihan yang maksimum.
Gambar 2 Grafik Penyisihan TSS Gambar 2 merupakan grafik yang menunjukan penyisihan TSS askibat dosis
penambahan koagulan
konsentrasi
kitosan.
Dosis
Gambar
konsentrasi
TSS
Grafik
Efisiensi
Penyisihan COD
koagulan kitosan yang optimal dalam menurunkan
3.
Dari
grafik
diatas
dapat
dilihat bahwa efisiensi penyisihan
terdapat pada dosis 700 mg/l.Pada
maksimal
dosis ini koagulan dapat menurunkan
biokoagulan adalah sebesar 73,09%
konsentrasi dari konsentrasi awal
yang
1300
mg/l.
biokoagulan kitosan dengan dosis
konsentrasi TSS pada dosis 800 mg/l
700 mg/l. Pada penambahan dosis
cenderung naik, hal ini disebabkan
koagulan
karena
sudah
efisiensi penyisihan parameter COD
melewati batas optimumnya, pada
cenderung menurun hal ini dapat
proses
disebabkab oleh kelebihan muatan
mg/l
8
menjadi
dosis
koagulan
pengikatan *)
119
ion
Penulis Dosen Pembimbing
**)
akan
dari
didapat
lebih
penggunaan
dari
dari
penambahan
700
mg/l
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) positif dari bahan koagulan sehingga pengikatan koloid yang mengandung zat
organik
begitupun
kurang
maksimal,
sebaliknya
pada
penambahan dosis koagulan dibawah 700
mg/l
efisiensi
penyisihan
parameter COD kurang maksimal yang disebabkan adanya kekurangan muatan positif dalam koagulan yang
Gambar 4 Efisiensi Penyisihan
menyebabkan
TSS
tidak
terbentuknya
flok yang dapat mengikat koloid
Dari grafik dapat dilihat pada
yang mengandung zat organic, hal ini
dosis koagulan 700 mg/l didapat
dapat berpengaruh terhdapa efisiensi
efisiensi
penyisihan
90,846%, pada penambahan dosis
COD
pada
limbah
(Nugraheni, 2014).
maksimum
sebesar
lebih besar dari 700 mg/l efisiensi penyisihan menurun menjadi 88%, hal
Efisiensi Penyisihan TSS Pada parameter TSS, dosis koagulan
yang
rendah
akan
ini
dapat
disebabkan
kelebihan muatan positif
oleh yang
berasal dari koagulan. Sedangkan
menghasilkan penurunan konsentrasi
pada
TSS yang rendah pula sedangkan
efisiensi belum mencapai maksimal
dosis yang tepat akan memberikan
yaitu sebesar 84,077%,
hasil
dalam
dikarenakan kekurangan ion positif
penurunan konsentrasi. Namun bila
untuk mengikat partikel koloid yang
dosis
terdapat dalam limbah (Harihin,
yang
koagulan
maksimal
yang
dibeirkan
berlebih maka akan menyebabkan
2014).
penurunan
Faktor
konsentrasi
berkurang
dari dosis yang tepat.
dosis
dibawah
yang
700
mg/l
hal ini
Mempengaruhi
Proses Koagulasi Flokulasi a. pH Secara umum pH mengalami penurunan,
penurunan
pH
disebabkan terdapatnya ion hidrogen
9
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) bebas yang dihasilkan dari proses
koagulasi
hidrolisis
koagulan
suhu akan meningkatkan kecepatan
bereaksi dengan air. Maka semakin
gerak partikel dalam system sehingga
tinggi konsentrasi koagulan yang
semakin banyak tumbukan antar
digunakan maka penurunan pH akan
partikel yang dapat terjadi yang
semakin tinggi (Nugraheni, 2014).
akhirnya mempercepat terbentuknya
yaitu
ketika
flokulasi.
Peningkatan
Pada penelitian ini pH yang
flok. Kenaikan suhu air umpan akan
terukur berada pada rentang 6-7
menaikkan kelarutan dari koagulan,
sehingga tidak berpengaruh pada
sehingga ion aquametalik lebih cepat
kinerja koagulan kitosan dan masih
terbentuk,
dapat
koloid
menyisihkan
konsentrasi
parameter pencemar COD dan TSS. Pada pH lebih dari 7 kinerja koagulan cenderung menurun, hal ini terjadi
karena
partikel
membentuk
cepat
flok
ternetralisir
seiring
dengan
kenaikan suhu. (Karamah, 2011).
adsorpsi
partikel-
dalam
larutan
yang tepat sangat penting dalam
sehingga
kemampuan
lebih
partikel-partikel
c. Kecepatan Pengadukan Cepat Kecepatan pengadukan cepat
koloid
berkurang
dan
menurunkan
kitosan
dalam
proses
koagulasi,
kecepatan
kurangnya
pengadukan
akan
mengadsorpsi partikel dalam larutan
menyebabkan koagulan tidak dapat
(Manurung, 2011).
terdispersi dengan baik. Dan juga
b. Suhu Suhu
kecepatan
parameter
air fisik
merupakan
dengan
partikel percepatan,
yang
apabila kecepatan pengadukan besar
biota
dengan demikian percepatan besar,
perairan karena berkaitan dengan
sehingga menghasilkan gaya geser
tingkat kelarutan oksigen, proses
yang
respirasi
dan
percepatan besar akan menghasilkan
kecepatan degradasi bahan pencemar
gaya geser yang berlebihan dan
(Nugraheni, 2014).
mencegah penyusunan flok yang
mempengaruhi
kehidupan
biota
Hasil menunjukan berpengaruh
air
sebanding
benturan
uji suhu
perairan
yang tidak
terhadap
didapat terlalu proses
tak
terhingga,
apabila
diinginkan (Karamah, 2011). d. Kecapatan Pengadukan Lambat Pengadukan lambat digunakan pada proses flokulasi,
10
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) untuk pembesaran inti flok atau gumpalan. Kecepatan pengadukan diturunkan perlahan agar gumpalan yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan
berkesempatan
dengan
yang
gumpalan
bergabung
lain
yang
membentuk lebih
besar.
Penggabungan inti gumpalan sangat tergantung
pada
nilai
gradient
e. Waktu Pengadukan Waktu pengadukan
dapat
kecepatan.
mempengaruhi koagulasi
dan
hasil
mg/l, sedangkan pada parameter TSS efisiensi penyisihan mencapai 90,846% pada penambahan dosis 700 mg/l. 3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses koagulasi flokulasi antara lain: a. pH b. Suhu c. Kecepatan Pengadukan Cepat d. Kecepatan Pengadukan Lambat e. Waktu Pengadukan Daftar Pustaka
dari
proses
Harihin, Faruq, Miftahul. 2014, Studi
flokulasi.
Pada
Penurunan COD, TSS, dan
pengadukan cepat waktu pengadukan
Kekeruhan
tidak lebih dari 120 detik untuk
Menggunakan Kitosan Dari
mendapatkan hasil koagulasi yang
LImbah
optimum.
Sebagai
Dengan
Kerang
Hijau
Biokoagulan
Dalam Pengolahan Limbah Kesimpulan
Cair PT.Sido Muncul Tbk
1. Konsentrasi COD awal limbah tahu pada penelitian ini adalah 4978,254 mg/l dan TSS adalah 1300 mg/l, dapat disisihkan dengan penambahan biokoagulan dari kitosan cangkang kepiting. Penyisihan maksimum untuk parameter COD adalah pada penambahan dosis koagulan kitosan 700 mg/l yang dapat menyisihkan sampai 1339,590 mg/l dan parameter TSS pada dosis 700 mg/l dapat menyisihkan sampai 119 mg/l. 2. Efisiensi penurunan penyisihan parameter COD mencapai 73,09% pada penambahan dosis 700
Semarang.
11
*)
Penulis Dosen Pembimbing
**)
Karamah,
Eva
Fathul.
2006,
Pralakuan Koagulasi pada Proses Pengolahan Air Nasution,
Poso.
2014,
Studi
Penurunan TSS Turbidity dan
COD
Dengan
Menggunakan Kitosan Dari Limbah Cangkang Kerang Hijau Sebagai Biokoagulan Dalam Pengolahan Limbah
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016) Cair PT. Sido Muncul, Tbk.
Penjernih
Semarang.
Universitas Sebelas Maret
Nugraheni,
Dessy,
Tri.
Wardhani, Novita Kusuma. 2014,
Cangkang Udang Sebagai
Pemanfaatan Kolam (Pond)
Biokoagulan
dan Media Filter Bio ball
untuk
Penyisihan Turbidity, COD,
dan
dan BOD pada Pengolahan
Menurunkan
Limbah
COD dan TSS pada Limbah
Ramadhany,
Farmasi
Gary
PT
Intan.
2013,
Biji
Asam
Pemanfaatan
Jaring
Ikan
Untuk
Konsentrasi
Cair Tahu. Wardhani,
Widyastuti
K.
2014.
Khitin Rajungan Sebagai
Jawa (Tamarindus Indica)
Biokoagulan
Sebagai Koagulan Alternatif
Penurunan Turbidity, COD,
Dalam Proses Menurunkan
BOD,
Kandungan COD, dan BOD
Pengolahan
Dengan Studi Kasus Pada
Farmasi PT. Phapros Tbk.
Limbah Tahu dan Tempe
Semarang.
Nevya.
2014,
Penurunan
Zahra,
dan
Shabrina
Dalam
TSS
Dalam
Air
Limbah
Arika.
2014,
Konsentrasi COD dan TSS
Pemanfaatan Kolam (Pond)
Pada Limbah Cair Tahu
dan Media Filter Bio ball
Dengan Teknologi Kolam
dan
(Pond)
Menurunkan
–
Biofilm
Menggunakan
Media
Biofilter Jaring Ikan dan Bioball. Sinardi,
Soewandi, Pembuatan
P.
2013
Karakteristik
dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Sebagai
12
Solo:
2014
Phapros TBK Semarang.
Rizki,
Air.
*)
Kerang
Hijau
Koagulan
Penulis Dosen Pembimbing
**)
COD
Jaring
dan
Ikan
Untuk
Konsentrasi BOD
Limbah Cair Tahu.
pada