Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007
TERMINAL BUS ANTARKOTA PAMEKASAN (TINJAUAN REKAYASA TRANSPORTASI, KEBIJAKAN PUBLIK DAN HUKUM ) Bambang Poerdyatmono Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Madura Jl. Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan 69317,
[email protected]
ABSTRAK Kota Pamekasan merupakan ibukota Kabupaten Pamekasan terletak dijantung Pulau Madura, dan merupakan eks Karesidenan Madura (sekarang : Bakorwil – Badan Koordinasi Wilayah ). Sejak dahulu Kota Pamekasan disebut kota pendidikan sebab disinilah tempat berkumpulnya berbagai sarana pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi yang jumlahnya cukup signifikan. Penduduk Kota Pamekasan juga terdiri dari beberapa elemen masyarakat lokal maupun pendatang. Dengan demikian akses perjalanan masyarakat lokal maupun pendatang untuk tinggal atau melanjutkan perjalanan dari dan ke Kabupaten lain di Pulau Madura juga cukup tinggi, termasuk diantaranya adalah para komuter.Akses dan perjalanan masyarakat inilah yang cenderung berpotensi untuk diteliti, sejauh mana fungsi dan peran sebuah terminal bus antarkota di Pamekasan. Di samping itu, kondisi faktual jalan dalam Kota Pamekasan sendiri sudah jenuh, sebagai akibat lebar jalan dalam kota yang tidak memadai untuk dilalui bus, juga munculnya bangkitan-bangkitan lalu lintas baru seperti rumah sakit, sarana pendidikan, pasar, dan sebagainya. Pertanyaan yang timbul sejalan dengan fungsi terminal bus yang kompleksitasnya cukup besar itu, adalah sejauh mana perencanaan dan perancangan hingga pelaksanaan pembangunan di lapangan dipengaruhi oleh kebijakan publik penguasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan tinjauan dari berbagai sudut pandang dan disiplin keilmuan. Namun dengan keterbatasan yang ada, penulis mencoba meninjaunya dari sisi keilmuan rekayasa transportasi dan kebijakan publik yang dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Hasilnya penelitian ini adalah berupaya mengungkap perbandingan antara perencanaan dan perancangan atau fakta di lapangan dengan rekayasa transportasi dan kebijakan publik penguasa sebagai perencana, perancang dan pelaksana pembangunan dengan landasan peraturan perundang-undangan yang ada. Selain itu, penelitian ini diharapkan akan dapat membantu Pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk melakukan evaluasi terhadap perencanaan, perancangan dan pelaksanaan yang sudah ada, sehingga di masa mendatang kekurangan, kesalahan dalam pengambilan sebuah keputusan Pemerintah Daerah sebagai wujud atribusian dan delegasi yang diberikan Pemerintah Pusat, dapat dilaksanakan dengan optimal. Kata kunci: Terminal, Transportasi, Kebijakan Publik, Hukum
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Terminal Bus Antarkota Pamekasan yang dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 1995 lalu, sebelumnya telah mengundang beberapa tanggapan dan masalah. Tanggapan yang dimaksud berasal dari anggota DPRD Pamekasan, yaitu ketika Ketua Bappeda Kabupaten Pamekasan yang mewakili Bupati Pamekasan kala itu, dalam suatu rapat Panitia Anggaran DPRD dengan Eksekutif, menelurkan ide pembangunan Jalan Lingkar ( ringroad ) beserta Terminal Bus Antarkota Pamekasan. Tanggapan yang muncul bermuara pada permintaan kejelasan masalah, baik harga dan lokasi tanah yang akan direncanakan, termasuk jaringan jalan dan moda (alat ISBN 979.9243.80.7
615
Bambang Poerdyatmono
angkut) penghubung dari terminal ke kota dan sebaliknya, yang harus sudah dipikirkan jauh-jauh hari. Sedangkan masalah yang dimaksud adalah, apakah sudah saatnya waktu itu terminal antarkota Pamekasan dipindahkan ke luar kota, sedangkan sarana dan prasarana yang menunjang belum ada. Apakah justru dengan dipindahnya terminal antarkota tersebut malah akan mengakibatkan biaya tinggi, tidak efisiensinnya trayek karena harus memutar ringroad, tingkat keamanan jalan karena harus dilengkapi dengan rambu, marka, lampu lalu lintas, alinyemen jalan, struktur dan konstruksi jalan yang harus disesuaikan dengan kendaraan berat (bus, truk), dan sebagainya. Kini hingga akhir tahun 2006 ini, terminal antar kota dimaksud masih belum berfungsi dengan optimal, dan meninggalkan beberapa persoalan/masalah, diantaranya adalah: (1) Status tanah terminal yang semula tanah kas desa Ceguk, belum jelas penggantinya. (2) Harga beli tanah yang tidak sesuai dengan harga patokan Tim Sembilan Pemkab Pamekasan (3).Pembangunan terminal tersendat karena biayanya cukup besar, dilakukan tertahap dan masih mencari bantuan diluar APBD (4) Sepinya terminal atau tidak berfungsinya secara optimal, karena beberapa hal : (a) Masih adanya angkutan umum lain (bus mini, L-300) yang tidak mau memasuki terminal antarkota. (b) Belum lancarnya angkutan umum penghubung antara terminal ke kota atau sebaliknya khususnya malam hari, sehingga penumpang harus menggunakan jasa ojek. (c) Terjadinya aksi unjuk rasa pengemudi angkutan umum (bus mini dan L-300) karena harus masuk terminal baru yang berakibat penumpang berkurang dan dua kali membayar retribusi terminal sehingga mereka tetap menggunakan terminal lama.(d) Terjadinya unjuk rasa pengemudi ojek, karena bus antar kota tidak masuk kota, sehingga mengurangi pendapatan mereka.(e) Terjadinya unjuk rasa pengemudi becak karena bus antar kota tidak masuk kota dan mengurangi pendapatan mereka. 1.2. Perumusan Masalah Dari permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah yang dapat diidentifikasi ada 2 (dua) hal : Pertama, Apakah didalam perencanaan sebuah terminal, Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati Pamekasan) telah menerapkan ketentuan-ketentuan dalam prosedur perencanaan rekayasa transportasi dengan optimal? Kedua, Apakah kebijakan Bupati Pamekasan sudah sesuai prosedur dan ketentuan perundangundangan yang berlaku ?
2. KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 2.1. Aspek Rekayasa Transportasi Terminal antarkota Pamekasan adalah terminal transit penumpang dari arah Kabupaten Sumenep (dari arah bagian Timur) dan Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang termasuk Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta (dari arah bagian Barat), baik menggunakan bus Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) maupun Antarkota Antar Provinsi (AKAP), bus mini, station L-300. Namun, dengan masih berfungsinya terminal lama di kawasan Lawangan Daya (dalam kota Pamekasan) untuk jalur-jalur Kecamatan, maka arus penumpang dan kendaraan terpecah menjadi dua. Di samping itu, kebijakan yang dahulu membolehkan bus antarkota tetap masuk kota pada malam hari, walaupun mengurangi aksi unjuk rasa kelompok pengemudi ojek dan kelompok pengemudi becak, akan tetapi pemerintah daerah pada dasarnya telah melanggar kebijakannya sendiri, tidak konsis, dan optimal dengan perencanaan awal yang telah digariskan. Selain itu, bentuk 616
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
kebijakan yang bersifat coba-coba dan mengambil resiko tertentu akan berakibat berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah, justru disaat perilaku masyarakat sudah mulai berubah. Pembangunan terminal antarkota sebagai bagian dari sistem transportasi massal sangat erat kaitannya dengan tata guna lahan / tanah [1]. Artinya tata guna tanah bagi sistem transportasi adalah penggunaan tanah untuk berbagai aktivitas perkotaan (bekerja, belanja, rekreasi, dsb.) sudah merupakan keharusan. Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas-aktivitas tersebut, maka diperlukan akses berupa jalan untuk kebutuhan perjalanan, perpindahan manusia dan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Di zaman modern ini, komunikasi antar manusia sudah sangat canggih, khususnya melalui media elektronika (telepon, hand-phone, internet, facsimile, dsb), akan tetapi kebutuhan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya untuk berbagai keperluan, tetap dibutuhkan, dan ini akan menghasilkan arus lalu lintas. Dengan demikian ada 3 (tiga) karakteristik yang harus digunakan dalam perencanaan transportasi, yaitu : origin, merupakan zona asal darimana perjalanan dimulai, destination yaitu zona tujuan kemana perjalanan berakhir, serta perjalanan, yang didefinisikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan perencanaan perjalanan satu arah (asal – tujuan). Hubungan antara tata guna tanah, transportasi dan lalu lintas, disatukan dalam beberapa konsep, yang biasanya dilaksanakan secara berurutan sebagai berikut : (1) Aksesibilitas, yaitu suatu ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan. Konsep ini bersifat lebih abstrak, digunakan untuk mengalokasi problem yang terjadi dalam sistem transportasi dan mengevaluasi solusi-solusi alternatif. (2) Bangkitan Lalu Lintas (Perjalanan), yaitu bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh tata guna tanah. (3) Trip Distribusi, yaitu perjalanan didistribusikan secara geografis di dalam daerah perkotaan. (4) Kepemilikan moda transportasi (modal choice atau modal split), yaitu menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi moda transportasi untuk suatu tujuan perjalanan tertentu. (5) Pemilihan Rute (route choice atau trip assignment), yaitu menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asal dan tujuan. Hal ini khusus untuk kendaraan pribadi. (6) Hubungan antara Waktu, Kapasitas dan Arus Lalu Lintas, yaitu waktu perjalanan dipengaruhi oleh kapasitas rute yang ada dan jumlah arus lalu lintas yang menggunakannya. Untuk melaksanakan perencanaan agar berhasil dengan optimal, maka diperlukan keahlian atau profesi khusus di bidang transportasi dan lintas disiplin keilmuan. Keterlibatan para ahli tersebut penting kaitannya dengan penyusunan perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan, yang selama ini belum banyak dilaksanakan. Bidang keilmuan teknik sipil saja belum cukup. Terminal Antarkota Pamekasan merupakan terminal transportasi jalan. Sebagai terminal transportasi jalan, maka merupakan [2]: (1) Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum.(2) Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas. (3) Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang. (4) Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota. Ditinjau dari segi fungsinya, terminal Pamekasan mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu : a. Bagi Penumpang : kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda (kendaraan) ke moda (kendaraan) yang lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.
ISBN 979.9243.80.7
617
Bambang Poerdyatmono
b. Bagi Pemerintah : segi perencanaan dan manajemen lalu lintas untuk menata lalu lintas dan angkutan serta menghindari kemacetan, sumber pungutan retribusi dan sebagai pengendali kendaraan umum. c. Bagi Operator / Swasta / Pengusaha : pengaturan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan. Bila ditinjau dari jenisnya, maka terminal Pamekasan merupakan terminal penumpang yang didefinisikan sebagai [2] : Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan / atau antarmoda transportasi serta pengaturan kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum. Sebagai terminal penumpang, maka sesuai kriteria yang ada, terminal Pamekasan seharusnya adalah termasuk terminal tipe A karena melayani angkutan AKAP, AKDP, angkutan kota dan angkutan pedesaan yang lokasinya di ibukota provinsi. Akan tetapi mengingat kenyataan yang ada bahwa terminal Pamekasan melayani AKDP., angkutan kota dan / atau angkutan pedesaan, serta berlokasi di ibukota kabupaten/kota maka termasuk terminal tipe B. Kerancuan ini harus segera ditindaklanjuti dengan meningkatkan kapasitas secara bertahap sehingga lambat laun menjadi terminal tipe A atau minimal tipe B plus. Untuk membahas tingkat kebutuhan dan fakta yang ada pada terminal Pamekasan, terdapat beberapa persyaratan yang harus disiapkan, akan tetapi ada yang belum dipenuhi atau sebagian dipenuhi, baik saat perencanaan maupun pada saat pelaksanaan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar apabila ternyata terminal Pamekasan akan ditingkatkan atau berubah statusnya, maka akan lebih mudah mengindentifikasinya. Dari uraian di depan, maka terminal antarkota Pamekasan di Desa Ceguk merupakan terminal antarkota tipe B walaupun ada beberapa fakta di lapangan yang megarah pada terminal tipe A, atau minimal (bila ada standar lain) adalah tipe B plus. Berikut adalah kriteria pembangunan terminal yang harus dilengkapi dengan : (1) Rancang bangun terminal, (2) Analisis Dampak Lalu lintas, (3) Analisis mengenai Dampak Lingkungan. Dalam rancang bangun terminal, disyaratkan : (a) fasilitas penumpang yang disyaratkan, (b) pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi peruntukan lainnya, misalnya : pertokoan, perkantoran peribadatan, sekolah dan sebagainya, (c) pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal, (d) pemisahan yang jelas antara jenis kendaraan AKAP., AKDP., angkutan kota, dan angkutan pedesaan, (e) manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal. Dalam kriteria perencanaan terminal, terdapat 7 (tujuh) persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu 1. Sirkulasi Lalu lintas : (a) jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, pergerakan kendaraan harus mudah, (b) jalan masuk dan keluar calon penumpang harus terpisah dengan keluar-masuknya kendaraan, (c) kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan dalam terminal ditentukan berdasarkan : (a) jumlah arah perjalanan, (b) frekuensi perjalanan, (c) waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang. Sirkulasi ini juga harus menyangkut penataan kendaraan, dengan memisahkan antara kendaraan umum dalam kota dengan kendaraan umum luar kota/antarkota.
618
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
2. Fasilitas utama terminal, yang terdiri dari : (a) jalur pemberangkatan kendaraan umum, (b) jalur kedatangan kendaraan umum, (c) tempat tunggu kendaraan umum, (d) tempat istirahat sementara kendaraan umum, (e) bangunan kantor terminal, (f) tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, (g) menara pengawas, (h) loket penjualan karcis, (i) rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan, (j) pelataran parkir kendaraan pengantar dan taksi. 3. Fasilitas penumpang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal, antara lain: (a) kamar kecil/toilet, (b) musholla, (c) ruang pengobatan, (d) ruang informasi dan pengaduan, (e) kios/kantin, (f) tempat penitipan barang, (g) taman. 4. Turun-naiknya penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang. 5. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan jam puncak berdasarkan kegiatan, antara lain : (a) kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan pengelola terminal, (b) macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi penumpang, kebiasaan penumpang dan fasilitas penumpang. 6. Tata ruang luar dan dalam bangunan terminal harus memberikan kesan yang nyaman dan akrab. Luas pelataran terminal tersebut ditentukan berdasarkan jam puncak, antara lain : (a) frekuensi keluar masuk kendaraan, (b) kecepatan waktu naik-turunnya penumpang, (c) kecepatan waktu bongkar/muat barang, (d) banyaknya jurusan yang perlu ditampung dalam sistem jalur. 7. Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa, sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis sistem dan tipe dasar pengaturan platform, teluk, dan parkir adalah : (a) membujur, akan memudahkan bus masuk teluk dan berangkar pada ujung yang lain Ada tiga jenis pengaturan membujur, yaitu : satu jalur, dua jalur dan shallow saw tooth. (b) tegak lurus, dimana bus-bus diparkir dengan bagian depan menghadap platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ditinjau dari fasilitas dalam terminal, maka ada 11 (sebelas) fasilitas yang harus dimiliki sebuah terminal, yaitu : 1. Fasilitas Utama : (a) jalur pemberangkatan kendaraan umum, (b) jalur kedatangan kendaraan umum, (c) tempat tunggu kendaraan umum, (d) tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, (e) jalur lintasan, (f) bangunan kantor terminal, (g) tempat istirahat sementara kendaraan umum, (h) menara pengawas, (i) loket penjualan karcis, (j) rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan. Area keberangkatan, yaitu pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan umum untuk menaikkan penumpang dan memulai perjalanan. Penentuan area pelataran keberangkatan dihitung dengan rumus dan jenis/model parkir sebagai berikut : a. Model parkir tegak lurus 90o , dengan rumus luas : 27 x (20,6 + [ 4 x ( n – 1 )]) b. Model parkir posisi miring (60o), dengan rumus luas: 22,6 x (25,6 + [ 4 x ( n – 1)]) c. Model parkir posisi miring (45o), dengan rumus luas: 19,6 x (28 + [ 5 x ( n – 1)])
ISBN 979.9243.80.7
619
Bambang Poerdyatmono
Pada Area Kedatangan adalah merupakan pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum, dapat pula merupakan akhir perjalanan. Untuk kebutuhan luas area kedatangan, dapat dihitung sebagai berikut : a.
Model parkir bus sejajar, dengan rumus luas : 7 x ( 20 x n )
b.
Model parkir posisi tegak lurus 90o, dengan rumus : 9,5 x ( 18 x n )
c.
Model parkir posisi 90o, 60o, dan 45o menggunakan rumus yang sama pada area pemberangkatan.
Pada Area Menunggu Bus, yaitu pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum untuk beristirahat dan siap untuk menuju jalur pemberangkatan. Perhitungan luas area, dapat menggunakan pendekatan rumus luas area pemberangkatan. Untuk Area Tunggu Penumpang, merupakan tempat menunggu yang disediakan bagi orang yang akan melakukan perjalanan dengan kendaraan angkutan penumpang umum. Pendekatan rumus untuk luasan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : Luas area tunggu penumpang : 1,2 x ( 0,75 x 70% x n x 50 ) Area Lintas, yaitu area atau pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum yang akan melanjutkan perjalanan setelah menurunkan/menaikkan penumpang. Pendekatan yang digunakan dalam menentukan area lintas adalah : Luas area lintas kendaraan umum : 13 x ( 5 x n ) “n” dalam rumus di atas adalah jumlah jalur yang dibutuhkan. Bangunan Kantor Terminal, merupakan sebuah bangunan yang berada di dalam wilayah terminal dan umumnya digabung dengan Menara Pengawasan, berfungsi sebagai tempat memantau dan mengatur pergerakan kendaraan dan penumpang. Pos Pemeriksaan KPS., yaitu pos yang biasanya berlokasi di pintu masuk terminal, berfungsi memeriksa masing-masing kartu perjalanan yang dimiliki masing-masing bus yang memasuki terminal. Loket Penjualan Tiket, yaitu ruangan yang digunakan oleh masing-masing perusahaan bus untuk keperluan penjualan tiket/karcis yang melayani perjalanan dari terminal, dan biasanya tersedia pada terminal tipe A dan tipe B. Rambu-rambu dan Petunjuk Informasi, yang berupa petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan. Hal ini penting untuk menghindari kesan semrawut, informasi penting bagi penumpang yang datang dan pergi, dan menghindari penumpang yang tersesat. 2. Fasilitas Penunjang yang berfungsi sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal, antara lain : (a) kamar kecil/toilet, (b) musholla, (c) kios/kantin, (d) ruang pengobatan, (e) ruang informasi dan pengaduan, (f) telepon umum, (g) taman. Selanjutnya akan dibahas tentang alternatif standar terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu, dengan ciri-ciri dan persyaratan luas, teknis, akses dan pejabat penentu lokasi yang dilaksanakan, sebagai berikut :
620
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
1. Terminal tipe A : 50 – 100 kendaraan/jam, berada di pulau Jawa dan Sumatera, luas 5 Ha, di pulau lainnya 3 Ha. Akses masuk dari jalan umum ke terminal 100 meter di pulau Jawa, dan pulau lainnya 50 meter. Penentuan lokasi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat setelah mendengar pendapat Gubernur Provinsi. 2. Terminal tipe B : 25 – 50 kendaraan/jam, berada di pulau Jawa dan Sumatera seluas 3 Ha dan di pulau lainnya 2 Ha. Akses masuk di pulau Jawa 50 meter, luar pulau Jawa 30 meter. Pejabat penentu lokasi adalah Gubernur Provinsi setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. 3. Terminal tipe C : 25 kendaraan/jam, tergantung kebutuhan, akses juga tergantung kebutuhan, penentuan lokasi oleh pejabat dilakukan Bupati/Walikota setelah mendapat persetujuan Gubernur Provinsi. Daerah kewenangan/penyelenggaraan/pengelolaan sebuah terminal dilakukan sebagai berikut: (1) Daerah Lingkungan Kerja Terminal (fasilitas utama dan penunjang terminal), (2) Daerah Pengawasan Terminal (luar lingkungan kerja, diawasi petugas terminal demi kelancaran arus kendaraan sekitar terminal). Penyelenggaraan, pemeliharaan dan penertiban terminal menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan kewenangan pengelolaan menjadi tanggung jawab Dinas LLAJ setempat. Pengelolaan terminal terdiri dari : perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengoperasian terminal. Berikut adalah hasil pengamatan tingkat kebutuhan dan persyaratan terminal bus antarkota yang ada di Kabupaten Pamekasan terminal baru), yang sekarang lebih dikenal dengan nama baru : Terminal Bus Ceguk. Tabel 3. Analisis Tingkat Kebutuhan dan Persyaratan Terminal Penumpang No 1. 2. 3. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
10. 11. 12. 13. 14. 15.
Persyaratan Terminal Sesuai rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan Sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota Kepadatan lalu lintas dan kepadatan jalan disekitar terminal Keterpaduan moda transportasi baik intramoda maupun antarmoda Terletak di ibukota kabupaten dalam jaringan trayek angkutan kota dalam provinsi Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB Jarak antara 2 terminal tipe B atau dengan terminal tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di pulau lainnya. Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya Mempunyai jalan akses masuk dan jalan keluar dari dan ke terminal, sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya. A. Kendaraan Ruang Parkir : AKAP AKDP AK ADES Pribadi Ruang Service Pompa Bensin/BBM Sirkulasi Kendaraan Bengkel Ruang Istirahat Gudang
ISBN 979.9243.80.7
Sudah
Belum
sudah belum belum belum sudah sudah sudah
belum
sudah
belum sudah sudah sudah belum sudah belum sudah belum sudah belum
621
Bambang Poerdyatmono
Tabel 3. Lanjutan No 16. . 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Persyaratan Terminal Ruang Parkir Cadangan B. Pemakai Jalan Ruang Tunggu Sirkulasi Orang Kamar Mandi Kios Musholla C. Operasional Ruang Administrasi Ruang Pengawas Loket Peron Retribusi Ruang Informasi Ruang P3K Ruang Perkantoran D. Ruang Luar yang tidak efektif digunakan Luas Total Cadangan Pengembangan Kebutuhan Lahan Kebutuhan Lahan untuk Disain (Ha)
Sudah
Belum belum
sudah sudah sudah sudah sudah belum sudah belum belum sudah sudah belum belum 17.255 m2 17.255 m2 34.510 m2 3,5 Ha
belum belum belum belum
Sumber : Hasil pengamatan (2005)
Dari hasil pengamatan tersebut di atas, maka untuk luasan ruang dengan angka tidak penulis lakukan, akan tetapi dengan pengamatan yang dilakukan, akan dapat dilihat bahwa tingkat kebutuhan dan persyaratan bagi sebuah terminal angkutan penumpang umum di Pamekasan, belumlah memenuhi persyaratan dan kebutuhan sebagaimana yang ditentukan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan terminal tersebut jelas belum sesuai sepenuhnya dengan ketentuan dalam rekayasa transportasi. 2.2. Aspek Kebijakan Publik dan Hukum Kebijakan Publik (Public Policy) banyak didefinisikan oleh para ahli bahkan juga oleh PBB. Akan tetapi pada dasarnya kebijakan publik tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) Adanya perilaku orang atau pejabat, baik di dalam pemerintahan atau bukan. (2) Adanya langkah, tindakan yang berpola dan terkait yang mengarah pada tujuan dan bidang-bidang tertentu, atau tidak bertindak atau melangkah (3). Adanya pengaruh atas tindakan dalam masyarakat yaitu berupa dampak dari kebijakan publik tersebut, baik positif maupun negatif. Dengan demikian, maka suatu kebijakan negara (juga daerah : penulis) adalah merupakan jenis tindakan / perilaku orang atau beberapa yang memilki kekuasaan / kewenangan dalam pemerintahan atau bukan yang berfungsi sebagai aktor intelektual, akan tetapi memiliki tujuan dan bidang garap tertentu pula, yang manakala diaplikasikan ke dalam lingkungan masyarakat, maka kebijakan tersebut menjadi keputusan yang berakibat hukum. Uraian tersebut di atas adalah berdasarkan pemahaman terhadap rincian tentang kebijakan yang terdiri dari 5 (lima) hal [7] : (1). Tuntutan Kebijakan : Merupakan desakan atau tuntutan yang ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintahan sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Tuntutan-tuntutan ini bervariasi, mulai dari desakan umum agar pemerintah berbuat sesuatu sehingga usulan untuk mengambil tindakan kongkrit tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi dalam
622
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
masyarakat.Contoh kasus adalah dikala pemerintah daerah Kabupaten Pamekasan melaksanakan kebijakan bahwa bus antarkota tidak boleh masuk kota, sehubungan dengan telah difungsikannya terminal baru di desa Ceguk, Kecamatan Tlanakan, maka terjadi unjuk rasa pengemudi ojek dan becak yang pendapatannya berkurang banyak. Ini merupakan kategori tuntutan kebijaksanaan. (2). Keputusan Kebijakan :Yaitu keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan negara/daerah. Di sini termasuk juga keputusan-keputusan untuk menciptakan statuta (ketentuan dasar), mengeluarkan perintah-perintah eksekutif (keputusan presiden/menteri/dirjen/gubernur/bupati/walikota), ketetapan-ketetapan, mencanangkan peraturan-peraturan administratif (misalkan peraturan tentang disiplin pegawai negeri sipil pusat/daerah), atau membuat penafsiran terhadap undang-undang. (3). Pernyataan Kebijakan : Adalah pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan negara/daerah tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah Ketetapan MPR, Keputusan Presiden/Menteri/Dirjen/Gubernur/Bupati/Walikota, peraturanperaturan administratif dan keputusan-keputusan peradilan dan pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan arah dan tujuan pemerintahan serta apa yang akan dilaksanakan dan diwujudkan. (4).Keluaran Kebijakan : Adalah wujud kebijakan yang dapat terlihat dan dirasakan karena menyangkut kenyataan. Artinya bahwa hasil kebijakan yang telah digariskan tersebut direalisasikan. Jadi apa yang yang dikerjakan dan apa yang ingin dikerjakan pemerintah dapat dibedakan secara kuantitatif. Dari sini akan dapat dianalisis dengan cermat, apakah suatu kebijakan akan sama realisasinya dalam praktek. Banyak ketentuan perundang-undangan yang belum dilaksanakan.(5). Hasil Akhir Kebijakan :Adalah hasil akhir atau pengaruh atau dampak yang benarbenar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan dan atau tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau maslah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan di bagian depan, bahwasanya suatu kebijakan pemerintah yang telah diimplementasikan dalam komunitas masyarakat, akan menjadi sebuah keputusan yang berakibat hukum. Artinya ada “kekuatan pemaksa” yang mengharuskan masyarakat untuk patuh terhadap kebijakan pemerintah. Dari berbagai definisi tentang hukum, maka rumusan hukum ditekankan pada [5] : hukum sebagai rangkaian kaidah, peraturan, dan tata aturan (proses dan prosedur) serta pembedaan antara sumber undang-undang (kaidah yang tertulis dan kebiasaan (kaidah yang tidak tertulis). Selain itu, dari beberapa pendapat tentang unsur-unsur dan ciri-ciri yang terdapat dalam hukum, maka untuk dapat lebih dipahami, akan dipilah-pilah sebagaimana dalam Tabel 2 berikut . Tabel 2. Unsur-unsur dan Ciri-ciri yang terdapat dalam Hukum No
Unsur-unsur dalam Hukum
No
1.
Peraturan mengenai tingkah laku manusia
1.
2.
Peraturan yang dibuat oleh badan berwenang Peraturan bersifat memaksa, walaupun tidak dapat dipaksakan Peraturan itu disertai sanksi yang tegas dan dapat dirasakan oleh yang bersangkutan
2.
3. 4.
Ciri-ciri dalam Hukum Adanya suatu perintah, larangan, kebolehan Adanya sanksi yang tegas
Sumber : H. Mustofa Su’eb (2004)
Sebagai sebuah fasilitas untuk kepentingan umum, sebagaimana yang dinyatakan di dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, maka terminal bus antarkota yang ISBN 979.9243.80.7
623
Bambang Poerdyatmono
pembangunannya dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pamekasan, tidak digunakan untuk mencari keuntungan, perlu digarisbawahi. Keuntungan sebagaimana dimaksud sebetulnya ada, bila ditinjau dari sudut : (1) Pengutipan retribusi, baik dari kendaraan umum, kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor), kios-kios akan memberikan juga keuntungan jangka panjang dari aspek ekonomi (break even point ditambah keuntungan setelah masa impas) (2) Pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan ada keuntungan jangka pendek (tergantung waktu pelaksanaan pembangunan), berupa keuntungan jasa kepada pengguna jasa dan penyedia jasa (pemerintah dan atau swasta), sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi jo Peraturan Pemerintah Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, tentang Penyelenggaraan Jasa konstruksi, tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, jo Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. (3) Keuntungan lain yang didapatkan oleh pemerintah adalah terserapnya tenaga kerja dan lapangan kerja sektor ikutan (Ojek, Pedagang Kaki lima, dsb.) yang retribusinya ada. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian depan, bahwa kebijakan pemerintah pada hakikatnya harus memperhatikan lebih luas kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelompok atau golongan tertentu. Ini dinyatakan dalam Pasal 48 UU No. 22 Tahun 1999 dan Pasal 28 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dari peraturan perundang-undangan tersebut, dapat dilihat bahwa kepala daerah maupun wakilnya tidak boleh melakukan kebijakan dan keputusannya atas nama daerah (penulis : termasuk juga staf / bawahan kepala daerah) yang dapat merugikan kepentingan masyarakat atau sekompok masyarakat di daerahnya, termasuk mendiskreditkan warga negara/masyarakat tertentu sesuai dengan bidang kewenangan/tugas masing-masing. Dari uraian sebagaimana aspek kebijakan dan hukum tersebut di atas, dapat dilihat bahwa : (1) Kebijakan yang dituangkan menjadi sebuah keputusan yang diaplikasikan dalam masyarakat adalah hukum (beraspek hukum) dan sebagai alat pemaksa, (2) Dalam merencanakan kebijakan dan melaksanakan keputusan tersebut, pemerintah tidak boleh sewenang-wenang, harus mempertimbangkan kepentingan umum, (3) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pejabat pemerintah dan masyarakat sudah ada dan cukup banyak, akan tetapi pada tingkat pelaksanaan di lapangan sering dijumpai banyak peluang atau kesempatan berupa pelanggaran, penyimpangan, penyalahgunaan, baik terhadap kebijakan umum, etika, asas-asas serta peraturan perundang-undangan sendiri. Labih-lebih manakala peraturan perundangundangan yang mengatur belum / tidak ada, maka peluang penyimpangan, penyalahgunaan, pelanggaran ( diistilahkan secara populer sebagai kebijaksanaan atau kebijakan ) lebih banyak lagi. Berikut adalah para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan publik dan perilakunya, dijelaskan berikut.
624
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
Tabel 5. Karakteristik Aktor dan Perilakunya dalam proses Kebijakan Publik Karakteristik Golongan Aktor
Peran
Nilai-nilai
Rasionalis
Analis Kebijakan/Peren cana
Metode
Teknisi
Ahli/spesialis
Pendidikan/ keahlian
Inkrementalis
Politisi
Staus quo
Reformis
Pelobi
Perubahan Sosial
Tujuan Dapat ditetapkan sebelumnya Disiapkan pihak lain Karena tuntutan baru Karena masalah mendesak
Gaya Kerja
Kritik
Kompre-hensif
Tidak memahami keterbatasan manusia
Eksplisit
Terlampau picik
Juru tawar
Aktivis
Konservatif Tidak realistis/ tidak kenal kompromi
Sumber : Charles O John, An Introduction to the Study of Public Policy, Wodsworth, Belmont, CA., 1970, h. 32 (dalam Dr. Solichin Abdul Wahab, h. 33)
Dari tabel tersebut dapat dilihat, bahwa setiap kebijakan publik yang dilanjutkan dengan bentuk keputusan di lapangan, sangat tergantung dari aktor-aktor, nilai-nilai, tujuan, gaya kerja, perilaku, yang pada hasil akhirnya berupa kritik atau umpan balik, dan bersifat positif atau negatif. Dengan demikian, maka analisis kebijakan publik adalah merupakan [5] : Disiplin ilmu terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan publik sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan Ruang lingkup dan metode-metode analisis sebagian bersifat deskriptif dan informasi yang nyata (faktual) mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat sangat penting untuk dipahami. Namun begitu, analisis kebijakan publik ini tidak akan berhasil diterapkan dalam batas ilmu-ilmu tradisional yang menekankan pada pembangunan dan pengujian teori-teori deskriptif . Ini disebabkan karena disiplin ilmu tertentu memiliki keterbatasan, khususnya tentang masalah-masalah kebijakan yang kompleks dan tidak mengenal batas keilmuan tradisional. Demikian juga pada kebijakan yang spesifik, kadang teori-teori yang bersifat umum tidak dapat diterapkan, sehingga kadangkala gagal memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil kebijakan untuk mengontrol dan memanipulasi proses-proses kebijakan. Analisis kebijakan publik ini berusaha menerobos ilmu-ilmu tradisional tersebut. Sesuai dengan tujuan kebijakan publik, maka analisis kebijakan publik ini berusaha lebih dari sekedar menghasilkan fakta-fakta, juga berusaha mencari dan menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Artinya analisis kebijakan publik meliputi evaluasi kebijakan maupun anjuran kebijakan (advocacy)[9]. Dengan demikian, maka analisis kebijakan publik meliputi interdisiplin keilmuan (termasuk ilmu hukum) dan profesi, yang tujuannya bersifat : (1) penandaan (designative), penilaian (evaluatif), dan anjuran (advocative). Untuk menghasilkan jawaban-jawaban, informasi, dan argumentasi yang realistis, maka pertanyaan yang diajukan mencakup 3 (tiga) hal : (1) nilai-nilai sebagai tolok ukur, apakah suatu masalah telah dapat dipecahkan ? (2) fakta-fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau mempertinggi pencapaian nilai-nilai dan pemecahan masalah-masalah ? (3) tindakan-tindakan yang pelaksanaannya dapat menghasilkan pencapaian nilainilai dan pemecahan masalah-masalah ?
ISBN 979.9243.80.7
625
Bambang Poerdyatmono
Untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang realistis mengenai tiga tipe pertanyaan tersebut di atas, dapat digunakan satu atau lebih pendekatan : empiris, evaluatif dan normatif. Pendekatan empiris terutama menjelaskan sebab-akibat dari kebijakan publik, yang pertanyaan pokoknya adalah fakta-fakta atau apakah sesuatu itu ada ? dan tipe informasi yang didapatkan bersifat penandaan (designative). Contoh : seorang analis dapat meramalkan pembelanjaan publik untuk kesehatan, pendidikan atau transportasi yang salah satunya adalah terminal antarkota Pamekasan yang dibahas. Sebaliknya pendekatan evaluatif terutama berkaitan dengen penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan publik. Pertanyaannya adalah mengenai nilai, yaitu berapa nilai sesuatu ? dan tipe informasi yang didapatkan adalah bersifat evaluatif. Contoh : setelah analis menerima masukan tentang kebijakan proyek pembangunan, maka analis dapat beberapa macam cara untuk memilah dan mendistribusikan aspekaspek yang berkaitan dengan pembangunan terminal antarkota Pamekasan, dari aspek rekayasa transportasi, aspek hukum, dan aspek kebijakan publik menurut etika dan konsekuensi-konsekuensinya. Terakhir, adalah pendekatan normatif terutama mengenai pengusulan arah tindakan-tindakan yang dapat memecahkan problemproblem kebijakan publik. Pertanyaannya adalah, apa yang harus dilakukan ? dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat anjuran. Misalnya peningkatan kinerja antardisiplin keilmuan yang terlibat dalam perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan terminal bus antarkota Pamekasan, untuk menjawab permasalahan kebijakan publik yang kurang populer, sehingga pemerintah daerah sering berhadapan dengan aksi unjuk rasa masyarakat yang merasa didiskriminasi atau tidak dilibatkan dalam partisipasi pembangunan terminal. Tabel 6. Tiga Pendekatan Analisis Kebijakan Publik No Pendekatan Pertanyaan Pokok 1. Empiris Apakah sesuatu itu ada ? ( fakta-fakta ) 2. Evaluatif Berapakah nilai sesuatu ? ( nilai-nilai ) 3. Nomatif Apa yang harus dilakukan ? ( tindakan ) Sumber : William N. Dunn (1988)
Tipe Informasi Penandaan ( designative ) Penilaian ( Evaluative ) Anjuran ( advokative )
Dalam kasus-kasus yang telah melewati proses-proses pendekatan analisis tersebut di atas, belum menghasilkan pengaruh positif bagi masyarakat luas, maka dapat diupayakan melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan dua cara [6]: (1) Upaya administrasi, dan (2) Upaya Peradilan. Kedua upaya tersebut saling berkaitan, karena upaya peradilan baru dapat dilakukan manakala upaya administrasi tidak dapat dilakukan. Di samping kedua upaya tersebut, juga ada upaya lain walaupun tetap melalui peradilan, yaitu Class Action (Gugatan Kelompok) dengan perwakilan yang dalam praktek sudah banyak dilakukan. Untuk hal yang terakhir ini, penulis tidak membahasnya. 3. KESIMPULAN 1. Kebijakan Publik merupakan alat untuk mencari suatu tujuan tertentu (dalam hal ini adalah pembangunan terminal penumpang di Ceguk, Pamekasan), sedangkan tujuan hukum mengatur pergaulan hidup manusia secara damai, dengan ciri-ciri hukum : adanya suatu perintah, larangan dan kebolehan; adanya sanksi yang tegas. 2.
626
Kebijakan Publik merupakan upaya keseimbangan (equilibrum) dari berbagai aspek demi terciptanya keadilan (keadilan yang berkeseimbangan juga merupakan salah satu tujuan hukum, baik keadilan distributif maupun keadilan kumulatif).
ISBN 979.9243.80.7
Terminal Bus Antarkota Pamekasan (Tinjauan Rekayasa Transportasi, Kebijakan Publik Dan Hukum)
3. Kebijakan Publik merupakan upaya efisiensi, sedangkan hukum juga berkaitan dengan dimensi sosial manusia dalam pergaulan hidup yang diatur dengan hukum, seperti: ketertiban, sistem sosial, lembaga-lembaga sosial, dan pengendalian sosial. 4. Kebijakan Publik merupakan perbaikan masa lalu, sedangkan hukum juga tertugas untuk memperbaiki suatu masyarakat. 2. Kebijakan Publik merupakan titik temu antara kebijakan publik yang lama dengan kebijakan publik yang baru. Hukum juga merupakan bagian dari masa lalu dan masa mendatang, oleh karena itu hukum tidak pasif tetapi aktif dan menyesuaikan perkembangan dalam masyarakat. 6. Kebijakan Publik merupakan kebijakan dari sekelompok elit tertentu (pejabat, aparat, birokrasi, termasuk legislatif dan swasta tertentu) yang ditujukan kepada kelompok masyarakat tertentu pula. Formulasi, implementasi maupun hasil akhir / dampak kebijakan publik tersebut sangat tergantung dari : kelompok elit tersebut, peran kelompok elit tersebut, nilai-nilai kelompok elit tersebut, tujuan kelompok elit tersebut, dan gaya kerja / perilaku kelompok elit tersebut. Untuk menjaga agar formulasi, implementasi dan hasil akhir itu tidak melewati batas atau melanggar norma-norma : agama, kesusilaan, kesopanan, termasuk norma hukum, maka peranan hukum sangat diperlukan khususnya untuk mengatur pergaulan hidup secara damai sebagaimana tujuan hukum itu sendiri.
4. DAFTAR PUSTAKA 1. Bambang Ismanto S (1995), Rencana dan Program Penataran Dosen PTS dalam rangka Perluasan Wawasan serta Penguasaan Bidang Teknik Sipil – Transportasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan RI (1995), Menuju Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang Tertib (Kumpulam Meteri Petunjuk Teknis Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), Edisi II. 3. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum. 4. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah 5. Mustofa Su’eb (2004), Hukum dan Kebijakan Publik, Materi Kuliah Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Islam Malang. 6. Suparto Wijoyo (1997), Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Cetakan Pertama, Airlangga University Press - Surabaya. 7. Solichin Abdul Wahab (2004), Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara. 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah). 9. William N. Dunn (1988), Analisa Kebijaksanaan Publik, Cetakan Ketiga, Jogjakarta : Hanindita.
ISBN 979.9243.80.7
627