Teologi Politik Islam
TEOLOGI POLITIK ISLAM DR. Zainal Rahawarin, M.Si (Dosen pada Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon) ISLAM POLITICAL THEOLOGY Abstract Islam Political Theology in tis researche is the actual problem always discuss in Islam. Mission of Islam is primarly for Amar Ma’ruf Nahi Munkar upright and not primarly domain for social proselytizing institution. Amar Ma’ruf Nahi Munkar is requisite of sovereignty and law institution can do and execution from acts of the people. Social proselytizing institution has not the power to judge imprison or death verdict. On the basis of this, politic in Islam is soul. If separate between politic with Islam thus Islam is not to be perfect religion. For to be the perfect religion, Islam must lecture the political untill Din Ad-Daulah carracter. Key words : Islam Political Thelogy, Din Ad-Daulah & Amar Ma’ruf Nahi Munkar
A. Pendahuluan
sebuah konsep ikhtilaf, sebagaimana difahami
Politik dalam Islam atau teologi politik Islam,
sering
dua
kutub
Adanya konsep ikhtilâf (perbedaan dan
ekstrim.
Kedua
keragaman), terutama dalam kajian ideologi
pandangan itu adalah, pertama; kelompok yang
Islam, memberikan legitimasi kuat terhadap
berpendirian bahwa politik merupakan bagian
aksesibilitas untuk berbeda pendapat. Dalam
integral dari ajaran Islam. Kedua; kelompok yang
perspektif ini, perbedaan pandangan tergolong
menolak politik bukan sebagai bagian dari ajaran
cukup radikal yaitu antara penyatuan atau
Islam.
pertama,
pemisahan agama dengan politik. Hal ini
Ad-Daulah,
disebabkan oleh pemikiran politik Islam yang
sementara kelompok kedua melahirkan negara
mengakar pada doktrin Qur’an dan Sunnah serta
sekuler. Walau demikian, ada juga pandangan
Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah, selalu
lain
kedua
diasumsikan berbeda. Perbedaan ini, terletak
pandangan tersebut. Terhadap dua pandangan
pada pemahaman yang berbeda pula terhadap
ini muncul pandangan yang moderat, yang
teks ayat-ayat Qur’an dari aspek substansi
mencari jalan tengah, yakni negara dapat saja
materi dan terutama konstitusi..
pandangan
yang
memunculkan
bahwa dalam Islam, "Ikhtilâfu ummatî rahmah".
bersifat
Pandangan
melahirkan
gagasan
berusaha
kelompok Islam
Din
mengkompromikan
mengadopsi nilai-nilai ajaran agama (Islamic
Berdasarkan pemikiran di atas, tulisan
Society) dan tidak mesti mendirikan negara
ini adalah kajian
agama. Perdebatan ini boleh jadi merupakan
merupakan permasalahan yang selalu aktual dan
teologi politik Islam yang
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 1
Zainal Rahawarin
terus diperdebatkan dikalangan dalam Islam.
siyasah
Permasalahan konsep teologi politik Islam dalam
memimpin, memerintah, menyuruh, mengelola
hal konsep bernegara atau Islamic State ataupun
kepentingan
Islamic Society yang berkembang di dunia Islam
menegakkan syari’at.2
yang menjadi fokus tulisan ini dirumuskan
dalam
Islam
umum,
bermakna
mengurus,
al-hakimiyah,
al-mulk,
Politik, dalam terminologi latin (Yunani)
sebagai berikut: "Apakah Islam memiliki dasar-
disebut
dasar politik yang menjadi bagian fundamental
perkembangan ilmu politik, maknanya menjadi
dalam ajaran Islam"?
luas. Dalam Kamus Internasional, politik adalah
pemerintah dalam perspektif makna politik Islam menggunakan dua pendekatan; yakni pendekatan terhadap sumber ajaran Islam (asas) dan perspektif sejarah peradaban Islam. Oleh karena Islam sebagai suatu ideologi sekaligus doktrin agama dalam konteks berbangsa dan menguasai
kota.3
Dalam
tujuan dari sistem politik dengan melakukan
Pembahasan tetang politik, negara dan
telah
artinya
proses menentukan dan melaksanakan tujuan-
B. Makna Politik Islam
bernegara,
polis,
dunia
selama
beberapa abad lamanya. Sebelum membahas lebih dalam kedua aspek di atas, akan diawali
seleksi antara beberapa pilihan dari tujuan yang ditetapkan.4
Politik
juga
identik
dengan
kekuasaan (power), kewenangan (outority) dan kebijakan umum (public policy). Menurut Kartini Kartono, politik dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terkait dengan peraturan, undangundang, organisasi,
hukum, taktik,
kebijakan, strategi,
kekuasaan,
mengendalikan
wilayah secara yuridis dan konstitusional.5 Dalam pengertian terminologi politik,
dengan penjelasan singkat tetang akar dan
padanan
makna politik secara umum.
sebagaimana telah disebutkan dapat dijumpai
Politik, dalam terminologi Arab disebut "as-siyasah" masdar dari kata "sasa yususu". Pelakunya disebut "sa’is". Menurut
makna
politik
secara
spesifik,
dalam Al-Qur’an dan Hadist berikut. Dalam AlQur’an6 dan Hadist7, makna politik yang sepadan
Qardhawy1,
dengan pemimpin, kepemimpinan atau power,
kosa kata ini berasal dari bahasa Arab asli.
outority adalah ulil amri, Khalifah, Al-hakimiyah,
Seterusnya, Qardhawy menukil penggalan kata dari Lisanul Arab, karangan Ibnu Manzur, kosa kata "sawasa", -"as-sus", artinya kepemimpinan. Dengan demikian, jika dikatakan "sasuhum susan", mereka mengangkat seorang menjadi pemimpin, sehingga formulasi dari kata-kata berikut mengandung arti: seseorang mengatur urusan politik. Jadi, secara lengkap "as-siyasah" artinya kewajiban menangani sesuatu yang mendatangkan
kemaslahatan.
Politik
atau
1Syaikh Abdul Malik Al-Jaziri, Haramkah Partai, Pemilu, Parlemen, Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, (Yogyakarta: Media Hidayat, 1419 H), h. 12-13.
2 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
2Lihat Rifyal Ka’bah, M.A., Politik dan Hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005), h. 8, 11. 3Sukarna, Sistem Politik, (Bandung : Alumni, 1981), h. 13. 4Didi Krisna, Kamus Politik Internasional, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), h. 129. 5Kartini Kartono, Pendidikan Politik, (Bandung, Mandar Maju, 1996), h. 9. 6Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Karya Toha Putra, 1995), h. 79, 103, 128, 217, 597, 642, 702, 924. 7Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Bab Al-Jihad, Bab Al-Ju’mah Juz I, III, Cet. I, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1992), h.. 267-268, 328. Lihat juga Al-Imam Abi Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj AlQusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab Al-Imarah, Bab Al-Jamia’ah, Juz III, Cet.I, (Bairut: Dar Al-Ihya Al-Turais AlArabii’, 1955), h. 1478.
Teologi Politik Islam
imam, al-mulk, ya’mur. Sedangkan public policy
sama dapat menjalankan fungsi pengarahan
atau urusan kemaslahatan publik sepadan
(ishlah). Sebaliknya politik (politique) dalam arti
dengan syaawirhum fil amr, al-amanah, al-
yang
hukumiyah). Kesemuanya terdapat pada Al-
pelayanan, bukan pengarahan.9 Dalam arti kata,
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30. Al-Imran ayat
cakupan politik Islam memiliki dimensi vertikal
26, 159. Al-Syura ayat 38, An-Nisa ayat 58 dan
(ketuhanan)
59, Al-An’am ayat 165, Al-Mumtahanah ayat 8-9,
(kemanusiaan),
Faatir ayat 39, Ar-Rum ayat 9, Surat An-Namal
legislasi
ayat 23-24. Dalam kitab Hadits riwayat Bukhari
Pertanggungjawaban-pun
Bab Al-Jihad, Bab Al-Ju’mah Juz I dan III. Dalam
ideologi politik profan. Cakupan politik Islam
Riwayat Muslim Kitab Al-Imarah, Bab Al-
memiliki dua sisi pertanggung jawaban, yakni
Jamia’ah, Juz III.
berdimensi hukum Tuhan dan kemasyarakatan.
murni
hanya
menjalankan
dan baik
maupun
dimensi dalam praksis
fungsi
horizontal
aspek
yuridis
pemerintahan.
berbeda
dengan
Beberapa pengertian politik Islam secara komprehensif
dan
dipandang
memenuhi
C. Asas Politik Islam dan Perspektif Sejarah
persyaratan teks akademis politik secara umum seperti pendapat Ibnu Aqil, Ibn ‘Abid al-Din yang dikutip oleh Djazuli8, sebagai berikut: “Siyasah adalah
segala
perbuatan
yang
membawa
manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih
jauh
dari
kemafsadatan,
sekalipun
Rasulullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah SWT tidak menentukannya” “Siyasah
adalah
kemaslahatan
untuk
manusia dengan menunjukkannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat. Siyasah berasal dari pada Nabi baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir maupun secara batin. Segi lahir siyasah berasal dari para pemegang kekuasaan (para sultan dan raja) bukan dari ulama; sedangkan secara batin siyasah berasal dari ulama pewaris Nabi bukan dari pemegang kekuasaan” Dari kedua pengertian di atas, menurut Ali Syariati, politik Islam selain menjalankan fungsi pelayanan (khidmah), juga dalam waktu yang
8A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h., 25-27.
Mengkaji politik Islam, akan didasarkan pada dua aspek penting; yaitu asas dan sejarahnya. Pertanyaannya adalah apakah politik itu bagian dari ajaran Islam. Jika ditelusuri makna politik dalam term Qur’an maupun hadits, secara spesifik dapat dikatakan bahwa makna politik yang telah dijelaskan di atas bukan hanya memiliki padanan dalam Qur’an dan Hadits sebagai hubungan simbiosis, tetapi menjadi bagian dari misi kekhalifaan Nabi Muhammad SAW. Misi inilah yang telah dilaksanakan oleh Nabi pada paruh kedua periode kenabian di Madinah. Setelah periode Nabi SAW, ekspansi Islam tidak lagi terbatas secara geopolitik tetapi merekontruksi tatanan politik bangsa Arab dan dunia. Rekonstruksi ini meliputi aspek ideologi politik untuk membangun kekuasaan atau emperium Islam. Peristiwa Fathul Makkah, merupakan rekonstruki jazirah Arab oleh Nabi dalam suatu kesatuan kekuasaan. Untuk itu patut
9
Ibid., h., 28
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 3
Zainal Rahawarin
dikatakan bahwa Madinah merupakan Ibu Kota Negara Islam
pertama.10
negara yang bersifat keagamaan dan politik sekaligus"13
Merujuk pada makna Qur’an dan Hadits di atas, dengan tegas dikatakan bahwa asas
Pendapat di atas tentu saja merujuk pada
politik Islam adalah Qur’an dan Hadits. Menurut
misi dan ajaran yang disampaikan Nabi SAW.
Maududi, kedaulatan hukum dan politik adalah
Espesito dalam bukunya Islam Aktual, menulis
hak Allah.11 Maududi merujuk pada Qur’an (4;
bahwa bagi Islam, tak ada aspek kehidupan yang
105),
akan
berada di luar kenyataan agama. Apa yang
diperkuat dengan beberapa pandangan sebagai
dikatakan dan dilakukan Nabi, baik secara lisan
(4:65).12
Kategori-kategori
ini
berikut.
maupun
tertulis
melalui
Menurut Prof. M. Yusuf Musa, embrio
merupakan
aplikasi
negara Madinah telah terbentuk sejak di Nabi di
membahas
semua
Makkah. Dengan kata lain misi Nabi yang bersifat rahmat bagi alam bukan saja mengemban tugas agama dalan arti ritual semata, sebagaimana persepsi Barat dan kaum sekuler. Selanjutnya Musa menyatakan:
tradisi
ajaran aspek
(hadits),
agama. kahidupan
Hadits Nabi
Muhammad, masyarakat secara individu dan publik, sosial dan politik.14 Dalam konsep Qur’an maupun Hadits, padanan-padanan bahkan esensi ajaran politik banyak
sekali.
Melalui
Al-Qur’an,
Allah
"Dengan demikian, masalahnya sama
mengenalkan keberadaan-Nya, sebagai Pencipta
sekali tidak seperti yang dikatakan sebagian
dan Pengatur. Suatu keniscayaan tanpa ada
orang-orang yang ingkar bahwa Rasul SAW.,
hukum
untuk mengatur
setelah
mencipta.
semasa di Makkah hanyalah seorang da’i yang
Niscaya mengutus para Nabi dan Rasul sebagai
menyerukan risalah keagamaannya dan selama
pemimpin, tanpa syari’at. Abdullah Wahab
masa kehidupannya di Makkah tidak pernah
Khallaf secara rinci bahkan mengklasifikasikan
memikirkan untuk membentuk sebuah negara
ayat-ayat Qur’an yang membahas fiqih siyasah,
bagi kaum muslimin yang beliau akan menjadi
meliputi: Hukum Tata Negara 25 ayat, Hukum
pimpinannya,
Pidana 30 ayat, Hukum Acara 13 ayat, Hukum
tetapi
yang
ada
adalah
pemikirannya tentang kehidupan yang Islami,
Perundang-undangan 10 ayat, Hukum Ekonomi
namun mengapa sesudah hijrah terjadi suatu
10 ayat. 15
perubahan, lalu beliau berusaha untuk meraih kepemimpinan dan berjuang membentuk sebuah
Muhammad Syahrur, Tirani Islam:Genealogi Masyarakat dan Negara, terj. Oleh Saifuddin Zuhri, (Yogyakrta: LkiS, 2003), h., 93. 11 Sali Azzam, Beberapa Pandangan tentang merintahan Islam, terj. oleh Malikul Awwal, (Bandung: Mizan, 1990), h., 91,93. Lihat juga, Abul A’La Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Konsep Pemerintahan Islam serta Studi Kritis terhadap Bani Umayyah dan Bani Abbas, terj. Oleh Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 2007), h.. 8084. 12 Departemen Agama RI, op. cit., h.. 88, 95. 10
4 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
Setelah membahas makna politik atau siyasah dengan pendekatan esensi ajaran Islam (Qur’an dan Hadits), berikut ini pembahasan difokuskan pada asas dan pendekatan perspektif 13 M. Yusuf Musa, Politik dan Negara Dalam Islam, terj. oleh M. Talib), (Surabaya: Al-Ikhlas, tt), h. 29. Lihat juga, Ahmad A. Sofyan dan M. Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur tentang Negara dan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2003), h. 23. 14John L. Esposito, Islam Aktual, terj. oleh Norma Arbi’a, (Jakarta, Inisiasi Press: 2002, h. 11. 15Abdullah Wahab Khallaf, Ilm al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Qalam, 1978), h., 32-33.
Teologi Politik Islam
sejarah. Dalam perspektif sejaran, kota Madinah
umum. Piagam Madinah18 menjadi lembaran
sebagai peradaban Islam pertama, dilihat dari
negara dan dokumen sejarah di mana Nabi
aspek
Muhammad
geopolitik
pemerintahan Muhammad
merupakan
yang SAW,
peradaban
dibangun berasaskan
oleh
Nabi
(bai’at)
Qur’an
dan
beragam
Sunnah itu sendiri.
SAW.
dengan
mengadakan
penduduk
kabilah
dan
perjanjian
Madinah
agama
yang
(masyarakat
pluralistik). Piagam Madinah sebagai sebuah
Menurut Hamim Thohary, prinsip dasar
konstitusi, merupakan manifesto politik pertama
terbentuknya negara di Madinah, mempunyai
dalam sejarah Islam.19
ciri dan watak tersendiri. Dia bukan negara kota
Konsep
konstitusi
Madinah,
yang
(city state) seperti di Yunani dan Sparta di masa
diyakini sebagai konstitusi pertama di dunia
purba, karena bukan kedaulatan wilayah yang
yang memuat dasar-dasar pemerintahan dalam
menjadi tujuan gerakan Nabi, tetapi negara yang
berbangsa dan bernegara yang dibuat oleh Nabi
memberi ruang pada kedaulatan aqidah dan
Muhammad. Piagam Madinah mencakup 47
fikrah (paradigma).16 Dengan begitu, maka
pasal sebagai berikut.20
Madinah sebagai negara Islam pertama dari negara
Islam
berikutnya.
(1).
Ini
Rais
adalah naskah perjanjian dari Muhammad, Nabi
mengemukakan bahwa sistem yang dibangun
dan Rasulullah, mewakili pihak kaum muslimin
oleh Nabi SAW. dan kaum Muslimin di Madinah,
yang terdiri dari warga Quraiys dan warga
jika ditinjau dari segi praktis dan diukur dengan
Yathrib serta para pengikutnya yaitu mereka
variabel politik di era modern, bahwa sistem itu
yang beriman dan ikut serta berjuang bersama
adalah sistem politik par
Dhiauddin
"Bismillahirrahmanirrahim"
excellen.17
mereka. (2). Kaum muslimin adalah umat yang
Kajian tentang politik Islam (pemikiran
bersatu utuh, mereka hidup berdapmpingan
politik Islam) dalam perspektif sejarah yang
dengan kelompok-kelompok masyarakat yang
dianggap cukup representatif ialah karya Antony
lain. (3). Kelompok muhajirin yang berasal dari
Black "The History of Islamic Political Thought:
warga Quraiys, dengan tetap memegang teguh
From the Prophet to the Present", diterjemahkan
prinsip
oleh Abdullah Ali dan Mariana Ariestiawati
membayar denda yang perlu dibayarnya. Mereka
dengan judul, "Pemikiran Politik Islam dari Masa
membayar
Nabi Hingga Kini". Dari perspektif sejarah, hijrah
pembebasan anggota yang ditawan. (4). Bani Auf
aqidah, dengan
mereka baik
bahu-mambahu tebusan
bagi
Nabi SAW. dari Makkah ke Madinah (dulunya bernama
Yatsrib)
merupakan
tonggak
diletakkanya dasar-dasar pemerintahan secara 16
Ahmad A. Sofyan dan Roychan Madjid, op cit, h.
19-20. 17 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. oleh Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 4. Lihat juga Ahmad A. Sofyan, op. cit. h. 22; Robert N. Bellah, Beyond Belief, (New York: Herper and Row, 1970), h. 150; Ernes Gelner, Muslim Society, (Cambridge: Cambridge Iniversity Prees, 1981), h. 7.
Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Maknah, terj. oleh Wahib Wahab, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), h. 317-322. 19 W. Montgomeri Watt, Muhammad Prophet and Statesman, (London: Oxford University Press, 1961), h. 225. Lihat juga Abdul Karin Zaidan, Politik Islam, Konsepsi dan Dokumentasi, (Jakarta: Bina Ilmu), h. 71-75. 20 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2006), h.. 16. Lihat juga Rifyal Ka’bah, op. cit. h.. 3; Saripudin (ed), Syariat Islam Yes Syariat Islam No Dileme Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Paramadina, 2001), h.. 163. 18
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 5
Zainal Rahawarin
dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah,
mereka. Setiap kelompok membayar denda
mereka
dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan
bahu-membahu
membayar
denda
pertama mereka. Setiap kelompok dengan baik
warganya
dan adil membayar tebusan bagi pembebasan
muslimin tidak membiarkan seorang muslim
warganya yang ditawan. (5). Bani al-Harits (dari
terbebani dengan utang atau beban keluarga.
warga al-khazraj) dengan teguh memegang
Mereka memberi bentuan dengan baik untuk
prinsip
keperluan membayar tebusan atau denda. b)
aqidah,
membayar
mereka pertama
(12).
a)
kaum
seorang Muslim tidak akan bertindak tidak
kelompok membeyar dengan baik dan adil
senonoh terhadap sekutu (tuan atau hamba
tebusan
bagi
sahaya) Muslim yang alin. (13). Kaum Muslimin
ditawan.
(6). Bani Sa’adah
pembebasan
prinsip
aqidah,
mereka.
tertawan.
Setiap
memegang
denda
bahu-membahu
yang
warganya
yang
dengan teguh
yang
mereka
sepenuhnya
bahu-
taat
(bertakwa)
memiliki
wewenang
untuk
mengambil
tindakan
membahu membayar denda pertama mereka.
terhadap seorang Muslim yang menyimpang dari
Setiap kelompok membayar denda dengan baik
kebenaran atau berusaha menyebarkan dosa,
dan adil tebusan bagi pemebebasan warganya
permusuhan dan kerusakan di kalangan kaum
yang tertawan. (7). Bani Jusyam dengan teguh
Muslimin. Kaum Muslimin berwenang untuk
memegang
bertindak
prinsip
aqidah,
mereka
bahu-
terhadap
yang
bersangkutan
membahu membayar denda pertama mereka.
sungguhpun ia anak seorang muslim sendiri.
Setiap kelompok membayar denda dengan baik
(14).
dan adil tebusan bagi pembebasan warganya
diperbolehkanmembunuh orang Muslim lain
yang tertawan. (8). Bani an-Najr Bani Jusyam
demi
dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka
dibolehkan pula menolong orang kafir dengan
bahu-membahu
merugikan
membayar
denda
pertama
Seorang kepentingan orang
Muslim orang Muslim.
kafir
tidak dan
(15).
tidak
Jaminan
mereka. Setiap kelompok membayar denda
(perlindungan) Allah hanya satu. Allah berada
dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan
dipihak yang lemah dalam menghadapi yang
warganya yang tertawan. (9). Bani Amr bin Auf
kuat. Seorang Muslim, dalam pergaulannya
dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka
dengan pihak lain adalah pelindung bagi orang
bahu-membahu
pertama
Muslim yang lain. (16). Kaum Yahudi yang
mereka. Setiap kelompok membayar denda
mengikuti kami akan memperoleh pertolongan
dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan
dan hak persamaan serta akan terhindar dari
warganya yang tertawan. (10). Bani an-Nabit
perbuatan aniaya dan perbuatan makar yang
dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka
merugikan.
bahu-membahu
pertama
Muslimin adalah satu. Seorang Muslim tidak
mereka. Setiap kelompok membayar denda
akan mengadakan perdamaian dengan pihak
dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan
luar Muslim dalam perjuangannya menegakkan
warganya yang tertawan. (11). Bani al-'Aus
agama Allah kecuali atas dasar persamaan dan
dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka
keadilan. (18). Keikutsertaan wanita dalam
bahu-membahu
berperang bersama kami dilakukan secara
membayar
membayar
membayar
denda
denda
denda
pertama
6 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
(17).
Perdamaian
bagi
kaum
Teologi Politik Islam
bergiliran. (19). Seorang Muslim, dalam rangka
olah diri dan warganya sendiri. (26). Bagi kaum
menegakkan agama Allah menjadi pelindung
Yahudi
bagi Muslim yang lain disaat menghadapi hal-hal
sebagaimana yang berlaku bagi akum Yahudi
yang mengancam keselamatan jiwanya. (20). a)
Bani Auf. (27). Bagi kaum Yahudi Bani al-Harits
Kaum Muslimin yang taat berda dalam petunjuk
berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku
yang paling baik dan benar. b) seorang Musrik
bagi akum Yahudi Bani Auf. (28). Bagi kaum
tidak diperbolehkan melindungai harta dan jiwa
Yahudi
orang
diperbolehkan
sebagaimana yang berlaku bagi akum Yahudi
mencegahnya untuk berbuat sesuatu yang
Bani Auf. (29). Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam
merugikan seorang
Seorang
berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku
berdasarkan bukti-bukti yang jelas ternyata
bagi kaum Yahudi Bani Auf. (30). Bagi kaum
membunuh seorang Muslim, wajib diqishas
Yahudi
(dibunuh), kecuali wali terbunuh memaafkannya
sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi
dan, semua kaum Muslimin mengindahkan
Bani Auf. (31). Bagi kaum Yahudi Bani Tsa' labah
pendapat
tidak
berlaku ketentuan sebgaimana yang berlaku bagi
diperkenankan mengambil keputusan kecuali
kaum Yahudi Bani Auf. Barang siapa yang
dengan mengindahkan pendapatnya. (22). Setiap
mekukan aniaya atau dosa dalam hubungan ini
Muslim
yang
maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan
tercantum dalam naskah perjanjian ini dan ia
warganya sendiri. (32). Bagi warga Jafnah,
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tidak
sebagai anggota warga Bani Tsa'labah berlaku
diperkenankan membela atau melindungi pelaku
ketentuan sebagaimana yang berlaku gabi Bani
kejahatan (kriminal), dan barang siapa yang
Tsa'labah.
membela atau melindungi orang tersebut, maka
Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang
ia akan mendapat laknak dan murka Allah di
berlaku bagi kaum Yahudi Bani Auf. Dan bahwa
akhirat. Mereka tidak adakan mendapatkan
kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa.
pertolongan, dan tebusannya tidak dianggap sah.
(34). Sekutu (hamba sahaya) Bani Tsa'labah
(23). Bila kami sekalian berbeda pendapat dalam
tidak berbeda dengan Bani Tsa'labah itu sendiri.
sesuatu hal, hendaklah perkaranya diserahkan
(35). Kelompok-kelompok keturunan Yahudi
kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad. (24).
tidak berbeda dengan Yahudi itu sendiri. (36).
Kedua pihak, kaum Muslimin dan Kaum Yahudi,
Tidak dibenarkan seorang menyatakan keluar
bekerja sama dalam menanggung pembiayaan
dari kelompoknya kecuali mendapat izin dari
disaat melakukan perang bersama. (25). Sebgai
Muhammad.
satu
hidup
(membalas) orang lain yang melebihi kadar
berdampingan dengan kaum Muslimin. Kedua
perbuatan jahat yang diperbuatnya. Barang siapa
pihak memiliki agama masing-masing serta
yang membunuh orang lain sama dengan
sekutunya sendiri-sendiri. Bila di antara mereka
membunuh diri dan keluaganya sendiri, kecuali
ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam
bila orang itu melakukan aniaya. Sesungguhnya
hubungan ini, maka akibatnya akan ditanggung
Allah memperhatikan ketentuan yang paling
Qurays
dan
wali
yang
kelompok,
tidak Muslim.
terbunuh.
mengakuai
Yahudi
(21).
Mereka
perjanjian
Bani
Auf
Bani
an-Najr
Bani
Sa'idah
Bani
al-'Aus
(33).
Bagi
Tidak
berlaku
berlaku
berlaku
kaum
ketentuan
ketentuan
ketentuan
Yahudi
diperbolehkan
Bani
melukai
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 7
Zainal Rahawarin
baik dalam hal ini. (37). Kaum Yahudi dan kaum
dilakukan tidak menyangkut masalah agama. b)
Muslimin membiayai pihaknya masing-masing.
setiap orang wajib melaksanakan (jewajiban)
Kedua belah pihak akan membela satu sama lain
mesing-masing
dalam menghadapi pihak yang memerangi
tugasnya. (46). Kaum Yahudi Bani Aus, sekutu
kelompok-kelompok
yang
(hamba sahaya) dan dirinya masing-masing
menyetujui piagam perjanjian ini. Keua belah
memiliki hak sebagaimana kelompok-kelompok
pihak juga saling memberikan saran dan nasihat
lainnya yang menyetujui perjanjian ini, dengan
dalam kebaikan, tidak dalam perbuatan dosa.
perlakuan yang baik dan sesuai dengan apa yang
(38). Seseorang tidaka dipandang dosa karena
semestinya dari kelompok-kelompok tersebut.
dosa sekutunya dan, orang yang teraniaya akan
Sesungguhnya kebajikan itu berbeda dengan
mendapat
Derah-daerah
perbuatan dosa. Setiap orang harus bertanggung
Yatsrib yang terlarang, perlu dilindugi dari
jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Dan,
setiap
kepentingan
Allah menperhatikan isi perjanjian yang paling
penduduknya. (40). Tetangga itu sepertihalnya
murni dan paling baik. (47). Surat perjanjian ini
diri sendiri selama tidak merugikan dan tidak
tidak membela orang yang berbuat aniaya dan
berbuat dosa. (41). Suatu kehormatan tidak
dosa. Setiap orang dijamin keamanannya, baik
dilindungi kecuali atas izin yang berhak atas
sedang berada di Madinah maupun sedangan
kehormatan itu. (42). Suatu peristiwa atau
berada di luar Mabinah, kecuali orang yang
perselisihan yang tejadi antara pihak-pihak yang
berbuat dosa. Allah melindungi orang yang
menyetujui piagam ini dan dikhawatirkan akan
berbuat kebajikan dan menghindari keburukan.
membehayakan
"Muhammad Rasulullah SAW."
masyarakat
pembelaan. ancaman
(39). untuk
kehidupan
bersama,
harus
diselesaikan berdasarkan ajaran Allah dan
Jelas
sesuai
bahwa
dengan
Piagam
fungsi
Madinah
dan
atau
Muhammad sebagai utusannya. Utusan-Nya.
Konsitusi Madinah, mengandung kontrak politik
Allah akan memperhatikan isi perjanjian yang
yang mengikat seluruh penduduk Madinah
paling dapat memberikan perindungan dan
dengan latar belakang agama dan kabilah-
kebajikan. (43). Dalam hubungan ini warga
kabilah yang pluralistik. Kontrak politik tersebut
berasal dari Qurays dan warga lain yang
menempatkan
mendukungnya
mendapat
pemimpin seluruh penduduk Madinah yang
pembelaan. (44). Semua warga akan bahu-
berlatar belakang multikulturalisme itu. Dengan
membahu dalam menghadapi pihak lain yang
demikian, esensi Piagam Madinah merupakan
melancarkan serangan terhadap Yatsrib. (45). a)
misi
bila mereka (penyerang) diajak berdamai dan
bermasyarakat yang berdabad dan atau dengan
memnuhi
kata lain sistem berbangsa dan bernegara.
tidak
ajakan
itu
akan
serta
melaksanakan
perdamaian tersebut, maka perdamaian ini
kerasulan
Nabi
dalam
Muhammad
sebagai
membangun
sistem
Dari kedua pendekatan di atas, ada dua
dianggap sah. Bila mereka diajak berdamai
otoritas
seperti
wajib
Muhammad SAW. Pertama, sebagai utusan Allah
melaksanakan
(Nabi dan Rasul) untuk menyampaikan risalah
perdamaian tersebut selama serangan yang
(syari’at). Kedua, sebagai pemegang otoritas
itu,
memenuhi
maka ajakan
kaum serta
Muslimin
8 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
yang
dimiliki
oleh
sosok
Nabi
Teologi Politik Islam
kekuasaan dalam pemerintahan. Dengan kedua
D. Doktrin Ideologi Politik Islam
fungsi ini, menunjukkan identitas Syari’at Islam
Wilayah politik berbasis agama, di manapun tidak lepas dari otoritas ideologi dan atau sistem nilai dari ajaran agama itu sendiri.23 Dibalik itu, secara sosiologis, otoritas ideologi berwawasan agama terkadang mengalami tekanan politik dan sosio-ekonomi, yang cenderung bersifat pragmatis pada tiap kurun waktu tertentu. Dewasa ini, politik pragmatis seakan merupakan bagian dari hegemoni demokrasi modern. Secara teoritis, istilah ideologi yang telah diadopsi dalam term politik atau kekuasaan politik, khususnya politik Islam dimulai sejak terbitnya Piagam Madinah. Ian Adams, menyatakan bahwa Islam sejak awal sejarahnya telah menjadi agama dunia yang paling politis, karena Nabi Muhammad adalah pendiri negara Islam pertama. Nabi Muhammad adalah pemimpin agama, panglima militer, dan sekaligus menjadi pemimpin politik.24 Berdasarkan argumen di atas maka
sebagai
sebuah
misi
keilahian
untuk
diberlakukan pada manusia. Setelah Nabi Saw wafat, peran kepala negara digantikan secara berkala oleh empat sahabat Nabi. Di masa pemerintahan Umar-lah, terjadi penaklukan secara luas hingga mencapai Timur Tengah dan semenanjung Afrika. Ira M. Lapidus mencatat bahwa gelombang pertama penaklukkan
dilanjutkan
beberapa
dekade
berikutnya melalui gerakan baru dalam skala dunia. Wilayah Barat, Afrika Utara ditaklukkan antara 634-711, Spanyol ditaklukkan antara 711-759. 21 Dengan demikian, umat Islam telah menegakkan
kedaulatan
wilayah
secara
geografis untuk penyebaran sebuah kultur bersama dan sebuah identitas sosial politik atas nama Islam. Dari Madinah, berdirilah daulahdaulah Islamiyah seperti Khilafah Bani Umayyah di Damaskus pada tahun 41 H atau 661 M, yang melegalkan kekuasaannya sampai dengan tahun 127 H atau 745 Mi. Khilafah Abbasiyah di Bagdad pada tahun 132 H atau 750 M, yang berkuasa sampai dengan tahun 640 H atau 1242 M. Khilafah Bani Umayyah di Kordova (Spanyol) pada tahun 138 H atau 756 M, yang berkuasa sampai dengan tahun 418 H atau 1027 Mi. Khilafah Fatimiyah di Mesir pada tahun 296 H, atau 908 M, sampai dengan tahun 555 H atau 1160 M. Khilafah Utsmaniyyah di Istambul pada tahun 1290 sampai 1922 M.22 21Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian kesatu dan Dua, terj. oleh Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), h. 61. 22Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h.. 345.
banyak kalangan Islamis yang mengusung konsep Islam Din wa ad-Daulah dan juga kalangan non Islam menyatakan bahwa Islam itu adalah Din ad Daulah sebagai sebuah sistem hidup yang komprehensif dan holistik (Kaffah), termasuk urusan politik dan kenegaraan.25 23Politik berbasis keagamaan selalu terkait dengan sistem nilai dan ideologi. Di sinilah banyak timbul konflik ketika wilayah politik dalam arti kekuasaan, mengadopsi sistem nilai dan ideologi tertentu ke dalam negara yang berkarakter nation state pluralis seperti Indonesia. Ideologi sebagai sebuah sistem kepercayaan, adalah orientasi tindakan yang berisi kepercayaan yang diorganisir dalam suatu sistem yang koheren. Lihat Muhammad Alfan Alfian Mahyuddin, Menjadi Pemimpin Politik: Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.. 245. 24Ian Adams, Idologi Politik Mutakhir Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depanya (Yogyakarta: Qalam, 2004), h.. 426-227. 25Abdul Rashid Moten, Political Science: An Islamic Perspective, (London: Macmillan, Publishing, 1996), h. 31.
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 9
Zainal Rahawarin
Menurut Peter L. Berger,26 konflik ideologi besar
bagi kekuasaan Islam, yang diteruskan oleh
yang menjadi bagian dari perang dingin hanya
Abubakar, Umar, Utsman, dan Ali. 27
berhenti sementara waktu, dan tidak dapat dijamin berhenti selamanya (The end of Idelogy). Sementara itu, muncul suatu format politik baru di akhir abad 20, dimana struktur negara bangsa (nation-state) telah ditempatkan pada proses pembahasan konstitusi secara formal antara ideologi nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler, menjadi dua mazhab pandangan dunia (world view) yang terus bersaing. Montgomery
Watt,
dalam
bukunya
Politik Islam dalam Lintas Sejarah, mengatakan: “Selama periode awal Nabi melaksanakan misi kenabiannya di Makkah, sudah ada potensi politik namun belum terlaksana. Hal ini
Harry J. Benda dalam bukunya The Crescen and the rising sun, menyatakan sebagai berikut: "The separation of religion and politics in Islam, at the very least can be described as unrealistic".
He
continued
to
say:
"the
separation of religion and politics, in other words,
simply
represents
a
temporary
phenomenon sen when islam axperiencing a period politics can no longer be maitained, wether in independent Islamic nations or in Islamic regions that are governed by non Muslims".28 Bila mengadopsi pandangan Benda di atas,
menjadi bagian dari ajaran yang merupakan
adanya pemisahan agama dan politik dalam
gagasan-gasan Qur’an. Nanti implementasinya
Islam
pada saat Nabi hijrah ke Madinah pada tahun
fenomena
622, dinyatakan sebagai awal dari kegiatan
mengalami
politiknya. Dikatakan bahwa di Madinah, Nabi
tersebut
telah mewujudkan potensi politik tersebut
menafikkan politik atau politik bukan bagian
menjadi suatu badan politik yang baru yang
dari Islam. Pada saatnya, Islam akan kembali
termuat dalam sebuah dokumen penting yakni
bangkit dan eksis menjadi ideologi politik,
konstitusi Madinah atau Piagam Madinah.
kenegaraan
Hingga Nabi Wafat pada bulan Juni 632, walau
dipertegas
masih dalam tahap penegakkan konsolidasi
“Muhammad not only found a new religion but
negara, namun Nabi telah mengauasai seluruh
established a new polity”.29
hanyalah
sekedar
sementara
Islam
kemunduran.
bukan
di
dan oleh
penampakkan yang
Jadi
dasarkan
pemisahan pada
pemerintahan. S.
Khuda
sedang
Bakhsh
Islam
Bahkan bahwa
Jazirah Arab. Dalam telaah historis, negara
Bahkan, dalam konsep Islam, mendirikan
yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad
negara adalah sesuatu yang wajib.30 Yusuf
SAW, meskipun belum memiliki batas-batas geografi tertentu, tetapi secara geopolis telah diakui keberadaannya. Kepemimpinan Nabi dalam bidang politik inilah menjadi landasan
26 Peter L. Berger, Kebangkitan Agama Menentang Politik Dunia, terj. oleh Hasibul Khoir, (Yogyakarta: Arruzz, 2003), h. 30.
10 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
Qardhawi
mengkategorikan
masalah
kepemimpinan atau hukum syar’i, yang menjadi 27 W. Montgomery Watt, Politik Islam Dalam Lintas Sejarah, terj. oleh Helmy Ali, (Jakarta: P3M, 1988), h., 3-5. 28Harry J. Benda, The Crescen and the Rising Sun: Indonesian Islam Under the Japanese Occuption, 9142-1945, (The Hague) 1958, h. 180. 29 S. Khuda Bakhsh, Politik In Islam, (India: Idarah-I Adibiyat-I Delli, 1920), h., 1. 30 M. Yusuf Musa, op. cit., h.. 23-33.
Teologi Politik Islam
bagian dari pendirian negara, dinyatakan sebagai
kolonialisme Barat pada abad 18-20, dengan
bagian dari hal yang bersifat furu’, akan tetapi
birokrasi kolonialnya. Akan tetapi dibalik itu,
harus diyakini statusnya sebagai sesuatu yang
terdapat hal positif bagi kaum Muslimin untuk
wajib dan mutlak. Kedudukannya bila dibanding
mengaktualisasikan dirinya dan mereformasi
dengan shalat dan zakat adalah sama. Meskipun
kembali pemikiran politik Islam.
shalat dan zakat merupakan sesuatu yang
Berdasarkan pandangan di atas, maka
dasarnya wajib, tetapi menjadi bagian dari furu’,
ideologi dalam term politik, khsusnya politik
bukan ushul, karena kefarduannya adalah amal
Islam menjadi bagian dari Islam itu sendiri.
perbuatan,
bukan
Dengan
pandangan
yang
Yusuf
dirumuskan sebagai berikut. Menurut Anshari,
Qardhawy,32
membenarkan pendapat di atas.
ideologi Islam adalah ideologi yang Islam-
Argumen tentang Islam adalah suatu hal dan
oriented, ideologi yang berorientasi pada al-
politik adalah hal lain, menurut Qardhawy bukan
Qur’an dan Sunnah.34 Menurut Haedar Nasir,
bersumber dari ajaran Islam, melainkan akibat
ideologi Islam adalah ideologi yang bersumber
pengaruh politik penjajah. Pendapat yang sama
pada paham hidup yang berasaskan Islam. Suatu
dikemukakan
oleh
keyakinan.31 dikutip
Badri
oleh
Beberapa Dr.
Yatim33,
demikian
Ideologi
Islam
dapat
bahwa
ideologi yang sempurna adalah yang mempunyai
mundurnya politik Islam yang ditandai dengan
asas sebagai dasar keyakinan, menjadi titik tolak
runtuhnya kehalifahan Utsmany, karena faktor
dari setiap kegiatan dan memiliki ultimate goal yang jelas.35 Menurut Mukhotim El Moekry,
31Yusuf
Qardhawi, Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syariah, Terj. oleh Amirullah Kandu, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.. 30-31. 32 Yusuf Qardhawy, Fiqih Negara, terj. oleh Syafril Halim, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), h. 24. Lihat juga M. Dhiauddin Rais, op. cit. h., 5-6. (Diantara pendapat yang dikutip oleh Qardhawy dan Rais adalah pendapat Dr. F. Fitzgerald bahwa Islam bukanlah semata agama (a religion), namun juga merupakan sebuah sistem politik; pendapat Prof. C.A. Nallino bahwa Nabi Muhammad telah membangun dalam waktu bersamaan agama (a religion) dan negara (a state). Pendapat Dr. Scacht bahwa Islam lebih dari sekedar agama, ia juga mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik, merupakan sisitem peradaban yang lengkap dan integral. Penapat Prof. Strothman: Islam adalah suatu fenomena agama dan politik, karena Nabi juga politikus yang bijaksana, atau negarawan. Pendapat Prof. D.B. Macdonald: di sini (di Madinah) dibangun negara Islam yang pertama dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Pendapat Sir T. Arnold: Nabi pada waktu yang sama, seorang kepala agama dan kepada negara. Pendapat Prof. Gibb: Islam bukanlah sekedar kepercayaan agama individu, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang independen. Ia mempunyai metode tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi). 33Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Rajawali Press, 1997), h. 176-183. Lihat juga Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 142.
suatu ideologi, baik atau tidak, harus mampu menjawab
tiga
kriteria.
Pertama,
harus
memuaskan akal pikiran manusia. Kedua, harus menentramkan hati. Ketiga, harus sesuai dengan fitrah. Alam manusia dan ekosistem kehidupan adalah ciptaan Allah. Layakkah jika manusia mengatur ketiganya dengan aturan buatan sendiri, sementara ada penciptanya? Jawabanya tidak layak, maka jika diatur dengan akal pikiranya, tidak dengan aturan penciptanya, pasti rusak dan hancur. Adakah kitab selain AlQur’an memuat hukum yang mengatur masalah sosial,
ekonomi,
termasuk
politik dan pemerintahan
mengatur
34Endang
pasal
peradilan?
Jika
Saifuddin Anshari, Wawasan Islam…., h..
171. 35Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariah Reproduksi Salafiah Ideologi di Indonesia (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007), h.. 149.
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 11
Zainal Rahawarin
buktikan dan bandingkan dengan Al-Qur’an, mana yang paling Dari
konprehenshif.36
pengertian
akhir perang dingin lama telah mengantarkan dunia pada sebuah konsensus ideologi global,
Islam
yang menjadi tatanan berbangsa dan bernegara
sebagaimana dipaparkan di atas, sangat tidak
yakni demokrasi liberal. Asumsi Fukuyama lebih
realisitik jika partai Islam yang secara resmi
bersifat interpretasi pragmatis atas melemahnya
menggunakan
masih
ideologi sosialis setelah blok pertahanan Pakta
lain
dalam
Warsawa yang dipimpin Soviet runtuh. Sebab
politik
sebagai
Islam di mana dan kapanpun akan tetap bangkit
Islam
menggunakan
ideologi
sebagai
ideologi
mengaktualisasikan
ideologi
asas
bagian atau atas nama ideologi Islam. Hal ini
dengan ideologi Islamnya.
agar dapat membedakan partai Islam dengan
Tesis Juergensmeyer di atas merupakan
partai lain yang menggunakan asas dan ideologi
lompatan pemikiran teori politik mutakhir
selain Islam, atau menurut Natsir, ideologi la
tentang relasi agama dan negara pada abad
diniyah.
modern, dapat bergerak ke arah paham teori
Kebangkitan berbagai gerakan di dunia
politik Islam sebagai Din ad-Daulad dan menjadi
termasuk
awal
simbol identitas suatu bangsa (nation identity).
kemerdekaan, tidak lepas dari aspek ideologi.
Bahwa agama yang selalu diperdebatkan sebagai
Fenomena kebangkitan yang terjadi di berbagai
ritualisme an sich (sistem peribadatan murni)
negara
jauh
Islam
pasca
di
Indonesia
perang
dingin
pada
lama,
telah
dari
urusan
negara,
politik
dan
menggunakan pendekatan agama sebagai corak
pemerintahan makin terkoreksi secara ilmiah.
kebangsaan (nationhood). Mark Juergensmeyer37
Refleksi
dalam kajiannnya menyebut bahwa kebangkitan
dikarenakan kegagalan ideologi sekuler merajut
agama dalam bidang politik, dengan bahasa
tatanan dunia yang adil. Sebagai contoh Republik
"nasionalisme religius atau nasionalisme baru".38
Islam Iran, lahir dari kalangan ulama (Mullah).
Pendapat ini sekaligus mengoreksi pandangan
Khomeini, sang arsitek Republik Islam Iran
Francis Fukuyama yang menyatakan bahwa
mengatakan Amrika hich galati nami tuni
agama
menentang
politik
dunia,
bekunad (Amerika tak bisa berbuat apa apa).39 Mukhotim El Moekry, Pemikiran Ideologi Islam Kumpulan Rujukan Jurnal Islam (Jakarta: Wahyu Press, 2002), h.. 30. 37 Mark Juergensmeyer, Religious Nationalism Contfronts the Secular State, (California University of California Pres, 1993), h.. 14. Lihat juga Peter L. Berger, op. cit., h. 25. 38Nasionalisme religius atau nasionalisme baru, adalah sebuah ideologi politik yang mengartikulasikan dirinya pada nilai-nilai moral dan spiritual, serta nilai-nilai sosial (kolektifitas). Studi yang dilakukan oleh Mark Juergensmeyer di berbagai negara terutama Asia, Afrika, Timur Tengah dan pecahan Uni Sovyet ini, bersifat linier. Berawal dari sebuah gerakan keagamaan menuju pada pembentukan negara. Namun demikian, paham ini tidak mendudukkan negara pada paham teokrasi. Bahkan seperti terungkap dari hasil wawancaranya dengan Syaikh Yassin, "menerima ide umum demokrasi". Gerakan ini terdapat pada hampir semua paham agama. 36
12 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
Kesimpulan dari uraian di atas, adalah bahwa politik yang dibangun pada masa awal Islam adalah politik Islam ideologis. Tidak ada pemisahan antara Islam dan politik. Politik Islam yang sesungguhnya adalah "Islam din adDaulah". Seperti dinyatakan oleh Abdul Rashid Moten, "Islam Din ad-Daulah", sejak awal diyakini kaum Muslim sebagai sistem hidup yang komprehensif dan Islam adalah way of life. Untuk
39 Musa Khazim dan Alfian Hamzah, Perang Dunia III di Pelupuk Mata, Iran Skenario Penghabisan (Jakarta: Ufuk Prees, 2007), h.. 55.
Teologi Politik Islam
itu, Islam dalam term politik adalah sebuah
agama Islam, apabila didalamnya termasuk
ideologi politik yang memiliki suatu pandangan
politik. Jadi Islam adalah ajaran yang bersifat dan
hidup,
berwatak Din Ad-Daulah (Agama dan Negara).
memiliki
dasar-dasar
parenial,
metodologi, aturan dan tujuan hidup.40 Jika
Islam
dalam
konteks
politik
dipahami sebagai sebuah ideologi politik, maka partai Islam adalah partai yang menjadikan
DAFTAR PUSTAKA Abdillah Masykuri, Demokrasi di Persimpangan
Islam sebagai pandangan hidup, sehingga dapat
Maknah,
mengaplikasikan
Wahab),Yogyakarta, Tiara Wacana, 1999.
hukum-hukum
yang
telah
diatur dalam Islam dapat dilaksanakan dengan menggunakan negara sebagai alat.
(penerjemah,
Wahib
Abdullah Wahab Khallaf, Ilm al-Fiqh, Kairo, Dar al-Qalam, 1978 Adams Ian, Ideologi Politik Mutakhir Konsep,
E. Penutup Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa misi utama dari ajaran Islam
Ragam, Kritik dan Masa Depanya, tejh. Ali Noerzaman (Yogyakarta: CV.
Qalam,
2004).
adalah untuk menegakkan amar makruf dan nahi
Ahmad A. Sofyan dan M. Roychan Madjid,
munkar. Penegakkan amar makruf dan nahi
Gagasan Cak Nur tentang Negara dan
munkar, bukan domain utama lembaga sosial
Islam, Ttitian ilahi Press, Yogyakarta,
dakwah.
2003,
Karena
makruf
dan
wajibnya
untuk
nahi
menegakkan
munkar,
mensyaratkan
Shahih Al-Bukhari, Bab Al-Jihad, Bab Al-
institusi hukum yang dapat melaksanakan dan
Ju’mah Juz I, III, Cet. I, Bairut, Dar Al-
mengeksekusi
Kutub Al-Ilmiyah, 1992.
ekses
sosial
kedaulatan
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Al-Bukhari,
dan
Lembaga
kehadiran suatu
amar
perbuatan
dakwah
tidak
manusia. berwenang
menghukum seseorang atas suatu perbuatan, separti menfonis penjara, atau hukum mati dan atau sejenis. Atas dasar itulah, sangat tidak berdasar jika ada pendapat yang menyatakan bahwa Islam tidak
mengurusi
politik.
Justru
politik
Al-Imam Abi Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj AlQusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab Al-Imarah, Bab Al-Jamia’ah, Juz III, Cet.I, Bairut, Dar Al-Ihya Al-Turais AlArabii’, 1955, hlm 1478. Al-Jaziri Syaikh Abdul Malik, Haramkah Partai,
merupakan jiwa dan ruh dari ajaran Islam.
Pemilu,
Apabila politik dipisahkan dari ajaran Islam,
Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayat,
maka
Yogyakarta, 1419
Islam
menjadi
agama
yang
tidak
sempurna. Dengan demikian kesempurnaan
Parlemen,
Fatwa
Syaikh
Al-Chaidar, Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo (Jakarta:
40 Fajlurrahman Jurdi, Aib Politik Islam: Perselingkuhan Binal Partai-partai Islam Memenuhi Hasrat Kekuasaan (Yogyakarta: AntonyLib-Indonesia, 2009), h.. 5.
Darul Falah, 1420 H
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 13
Zainal Rahawarin
Anshari, M.A Endang Syaifuddin., Wawasan Islam, Jakarta, Gema Insani2004
Grasindo, Jakarta, 1993
----------, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islami dan Nasionalis "Sekuler"
tentang
Indonesia
1945-1959
DasarRepublik (Jakarta:
CV.
Rajawali, 1983), Asshiddiqie
Jimly,
Konstitusi
Konstitusionalisme
Indonesia,
& Jakarta
Mahkamah Konstitusi, 2006. Azzam
Sali,
Beberapa
Didi Krisna, Kamus Politik Internasional, PT.
Pandangan
Tentang
merintahan Islam, (penerjemah) Malikul Awwal, Bandung, Mizan, 1990, hlm, 91,93. Bellah Robert N., Beyond Belief, New York, Herper and Row, 1970, Budiarjo Mirriam, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Donws Anthony, An Economic Theory of Democracy (New York: Harper, 1957) Departemen
Agama
Adibiyat-I Delli, India, 1920
Al
Qur’an
dan
Terjemahnnya, Semarang, Karya Toha Putra, 1995, hlm. 88, 95. Espesito John L., Langkah Barat Menghadang Islam, prjmh. Dina Maediya, (Yogyakarta: Jendela, 2004 Fatwa A.M, Satu Islam Multi Partai, Membangun Integritas
di
Tengah
Pluralitas
(Bandunbg: Mizan, 2002). Firdaus Syam, Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra di Pentas Politik Indonesia Modern (Jakarta: Khairul Bayan, 2003) Firmanzah, Mengelola Partai Politik Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik Di Era Demokrasi
Bakhsh S. Khuda, Politik In Islam, Idarah-I
RI,
(Jakarta:
Yayasan
Obor
Indonesia, 2008) Gelner Ernes, Muslim Society, Cambridge,
Musa M. Yusuf, Politik dan Negara dalam Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1963)
Cambridge Iniversity Prees, 1981 Hantington
Samual
P.,
Benturan
Antara
Benda Harry J., The Crescen and the Rising Sun:
Perbedaan dan Masa Depan Politik Dunia,
Indonesian Islam Under the Japanese
(Penerjemah: M. Sadat Ismail), Qalam,
Occuption, 9142-1945, (The Hague) 1958,
Yogyakarta,
hlm
Hidajat Imam, Teori-Teori Politik (Malang
Christenson Reo M., Ideologies and Modern Politics (New York: Dodd, Mead & Company, Inc, 1971) Djazuli
H.A.,
Fiqh
Siyasah:
Setara Press, 2009), John L. Esposito, Islam Aktual, (penerjemah, Norma Arbi’a),
Implementasi
Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm, 25-27.
14 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
Jakarta, Inisiasi Press,
2002, hlm 11. Juergensmeyer
Mark,
Religious
Nationalism
Contfronts the Secular State, University of
Teologi Politik Islam
California
Pres,
Berkeley,
California
1993, Jurdi
Konsep Pemerintahan Islam Serta Studi
Fajlurrahman,
Aib
Politik
Islam:
Perselingkuhan Binal Partai-partai Islam Memenuhi
Hasrat
Kekuasaan
(Yogyakarta: AntonyLib-Indonesia dan Pukap-Indonesia, 2009),
Indonesia, Jakarta, Khairul Bayan, 2004. ----------, Ka’bah Rifyal,Politik dan Hukum Dalam Al-Qur’an, Khairul Bayan, Jakarta, 2005, hlm 8, 11. Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung, Mandar Maju, 1996 Lapidus,Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian kesatu dan Dua (penerjemah, Ghufron A. Mas’adi), Jakarta, Grafindo
Muhammad al
Baqir,
Bandung, Mizan, 2007, hlm. 80-84. Maruto MD & Anwari WMK (ed), Reformasi
Moten Abdul Rashid, Political Science: An Islamic Perspective
Modernisme
dan
Fundamentalisme Dalam Politik Islam Partai
Masyumi
(London:
Macmillan
Publishing, 1996). Musa M. Yusuf, Politik dan Negara Dalam Islam, (penerjemah,
M.
Talib),
Al-Ikhlas,
Surabaya, tt, hlm 29. Musa Khazim dan Alfian Hamzah, Perang Dunia III di Pelupuk Mata, Iran Skenario Penghabisan (Jakarta: Ufuk Prees, 2007). Natsir, Mohammad, Islam Sebagai Dasar Negara Pidato
Persada, 2000 Izha,
(pen),
LP3ES, 2002)
Ka’bah Rifyal, Penegarakan Syariat Islam di
Perbandingan
Abbas,
dan Peluang Menuju Demokrasi (Jakarta:
Jakarta, Amzah , 2005
Yusril
Kritis Terhadap Bani Umayyah dan Bani
Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala
Khaliq Farid Abdul, Fiqih Politik Islam,
Mahendra
Maududi Abul A’La. Khilafah dan Kerajaan,
di
Depan
Sidang
Majelis
Konstituante Untuk Menentukan Dasar Negara RI (1957-1959), Kholid O. Santosa (ed.) (Bandung: Sega Arsi, 2004)
(Indonesia) dan Partai Jama’at-i-Islami
Nashir Haedar, Gerakan Islam Syariat Reproduksi
(Pakistan), Cet.I, Jakarta Paramadina,
Salfiah Ideologi di Indonesia (Jakarta:
1999
PSAP Muhammadiyah, 2007), hlm. 148.
Mahyuddin Muhammad Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin
Politik
Perbincangan
Kepemimpinan dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009). Mahfud MD Moh., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Kenegaraan, cet. ke-2 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).
Nasution Harun, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975 Noer Deliar, Ideologi Politik dan Pembangunan (Jakarta: LPPM Tan Malaka, 2007 Qardhawi Yusuf, Karakteristik Islam; Kajian Analitik (Penerj Rofi’ Munawwar dan Tajudin), Surabaya, Risalah Gusti, 1996
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 15
Zainal Rahawarin
Qardhawi Yusuf, Legalitas Politik Dinamika Perspektif Nash dan Asy-Syariah, (terj).. Amirullah Kandu (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Syaikh Abdul Malik Al-Jaziri, Haramkah Partai,
……….Yusuf, Fiqih Negara, (penerjemah, Syafril Halim), Rabbani Press, Jakarta, 1997
Sukarna, Sistem Politik, Alumni, Bandung, 1981
Rais
Dhiauddin M., Teori Politik Islam, (penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattani at all), Gema Insani Press, Jakarta, 2001
Ritzer George, Sociological Theory (New York: McGraw-Hill Inc., 1992 Saripudin H.A., (ed), Syariat Islam Yes Syariat Islam No Dileme Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945, Jakatra, Paramadina, 2001.
16 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon
Pemilu,
Parlemen,
Fatwa
Syaikh
Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayat, Yogyakarta, 1419
Thompson John B., Analisis Ideologi: Kritik Wacana
Ideologi-Ideologi
Dunia
(Yogyakarta: IRCisCO, 2003). Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali Prees, 1997. W. Montgomeri Watt, Muhammad Prophet nad Statesman, London Oxford University Press, 1961.