Proceedings:
I D F 2010|
142
STRUCTURE AND COMPOSITION OF MACROBENTHIC FAUNA IN DELTAIC MANGROVE OF AJKWA ESTUARIES, TIMIKA, PAPUA, INDONESIA Ita Widowati1, Rudhi Pribadi1, Irwani1, Agung Darmawan2 and Aini Chairunnisa3 1 Marine Science Department, Diponegoro University Tembalang, Semarang, Indonesia, email :
[email protected] 2 PT. FI 3 UNDIP - MSDP Double Degree M.Sc.Student
ABSTRACT
Mangrove of Ajkwa Estuaries, Timika Regency, belongs to deltaic mangrove system spread along the Southern Coast of Indonesian New Guinea, Papua. The research was aimed to identify structure and composition of faunal macrobenthic in the mangrove and conducted between 27 July – 2 August 2007. Five locations have been designated as the study area i.e.: Ajkwa 33, Ajkwa 41, Ajkwa Island, Kamora 3 and Otakwa. A limited scale survey method using 5m x 5m and 1m x 1m plot was applied for the study. Diversity, evenness, domination, and similarity indices of the macrobenthic fauna were calculated for each research location. The research showed that most of the macrobenthic fauna were crustacean, mollusc and polychaets with total number 393 individual samples of 31 species which belongs to 13 families. Based on total number of species Kamora 3 was the highest (19) followed by Otakwa (13), Ajkwa 41 (8) and Ajkwa Island (7). Similarly the Diversity Index was highest in Kamora 3 (1.07), followed by Otakwa (0.71), Ajkwa Island (0.69), Ajkwa 41 (0.61), and the least was found in Ajkwa 33 (0.47). Meanwhile the value of Evenness Index was also slightly higher in Kamora 3 (0.23), compared to Ajkwa Island (0.16), Ajkwa 41 (0.15) Otakwa (0.15) and Ajkwa 33 (0.13). Keywords : mangrove, macrobenthic fauna, diversity, evenness, Timika, Papua 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai ekosistem peralihan, mangrove berperan penting dalam mendukung keseimbangan ekosistem perairan maupun ekosistem daratan di sekitarnya (Dawes, 1981). Ekosistem mangrove berfungsi antara lain sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis hewan seperti ikan, udang dan kepiting (Nybakken, 1992). Invertebrata yang hidup di hutan mangrove terdiri dari berbagai filum, antara lain: moluska, crustacean, arthropoda, sipunculan, nematoda, nemertean, plathyhelminthes dan cacing-cacing annelida. Krustasea dan moluska merupakan invertebrata yang keberadaannya paling mencolok dan tertinggi
kelimpahannya (Hogarth, 1999). Daerah mangrove yang kaya akan nutrien dan memiliki temperatur, cahaya, pH, oksigen dan salinitas yang cukup optimum, serta kondisi perairan yang tenang, merupakan habitat yang sesuai bagi krustasea (Bliss, 1983). Adanya kegiatan penambangan emas, perak dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia di Grassberg Tembagapura, menghasilkan pasir sisa pengolahan bijih tambang (tailing) sekitar 220.000 ton/hari dengan debit 10 m3/det ketika dilepaskan dari pabrik pengolahan bijih. Selain tailing, Sungai Otomona juga menerima masukan sedimen alami. Debit aliran tailing di muara mencapai sekitar 140 m3/det. Tailing dari sisa pengolahan bijih berupa gerusan batu yang halus tersebut dialirkan melalui
Proceedings:
Sungai Aghawagon, dilanjutkan Sungai Otomona dan diendapkan di Daerah Pengendapan Ajkwa yang dimodifikasi (ModADA). Sebagian besar tailing mengendap di ModADA namun sejumlah 5 – 10 % partikel tailing yang paling halus lepas terbawa oleh sungai Ajkwa sampai ke muara Sungai Ajkwa dan ke Laut Arafura (Husin dan Susetyo, 1999). Kawasan hutan mangrove Pulau Ajkwa terletak di muara sungai Ajkwa, merupakan wilayah yang terbentuk oleh pasir sisa tambang (tailing) dan sedimen alami yang terangkut disepanjang aliran tailing. Sedangkan kawasan hutan mangrove Kamora yang terletak di muara sungai Kamora dan mangrove Otakwa di muara sungai Otakwa merupakan lokasi yang masih alami dan tidak mengandung tailing sehingga dalam penelitian ini dianggap sebagai pembanding. 1.2. Pendekatan Masalah Faktor lingkungan dalam suatu ekosistem akan mempengaruhi jumlah dan jenis fauna yang hidup di dalamnya. Invertebrata bentos merupakan komponen kunci dari jaring-jaring makanan di laut dan dampak yang mengenai komunitas invertebrata ini dapat memberi gambaran pada tingkatan tropik yang lebih tinggi. Karakterisasi dari komunitas bentik dapat memberikan informasi terhadap perubahan kondisi habitat bentik (McDonald, 1998). Komunitas hutan mangrove di muara sungai Ajkwa, mewakili kondisi hutan mangrove yang telah tercemar oleh tailing, sedangkan komunitas hutan mangrove di Kamora dan Otakwa menggambarkan kondisi hutan masih relatif alami dan belum terganggu oleh aktivitas penambangan, meskipun secara geografis kedua lokasi tersebut tidak terlalu jauh. Dari perbedaan kondisi lingkungan dari ketiga lokasi tersebut maka penenitiaan ini perlu untuk dilakukan.
I D F 2010|
142
1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kelimpahan serta struktur komunitas di kawasan muara sungai Ajkwa dan di kawasan muara sungai Kamora serta Otakwa sebagai lokasi pembanding. 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perbandingan kelimpahan dan struktur komunitas di kawasan muara sungai Ajkwa dan di kawasan muara sungai Kamora serta Otakwa, yang nantinya dapat digunakan bagi pihak berkepentingan dalam pelaksanaan program pengelolaan limbah tailing di muara sungai Ajkwa. 2. MATERI & METODOLOGI 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada Bulan 27 Juli - 2 Agustus 2007. Lokasi pengambilan sampel di kawasan mangrove muara sungai Ajkwa yaitu Pulau Ajkwa (AIS), Ajkwa 33 (AJK 33), Ajkwa 41 (AJK 41), Kamora 3 (KAM 3) dan Otakwa (OTK 1) (Gambar 2.1). 2.2. Materi Penelitian Materi dari penelitian ini adalah invertebrate bentos mangrove termasuk didalamnya moluska, krustase dan polychaeta. Pengambilan Sampel Moluska dan Krustase Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah survey kualitatif dengan mencatat sebagian kecil populasi dengan harapan dapat menggambarkan populasi obyek penelitian (Suwigyo, 1986). Pengambilan sampel adalah dengan kuadran 5m x 5m yang diadopsi dari cara yang digunakan Sasekumar (1974). Metode penentuan lokasi menggunakan metode sampling acak terstratifikasi (stratified random sampling).
Proceedings:
Pengambilan Sampel Polychaeta Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan membentangkan meteran berukuran 1m x 1m yang diletakkan pada lantai hutan mangrove kemudian digali dan diambil sedimennya sedalam ± 10 cm. Sedimen kemudian disaring dengan menggunakan saringan 0,5 mm. Hasil saringan dianalisis di laboratorium PT. Freeport Indonesia. Analisa Data Invertebrata Benthos Mangrove Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa Kelimpahan (A), Indeks Keanekaragaman (H’) (Odum, 1993), Indeks Keseragaman (e) (Odum, 1993), Indeks Dominansi (C) (Odum, 1993) dan Indeks Kesamaan Komunitas (S). Adapun formula tersebut adalah sebagai berikut :
I D F 2010|
142
Menurut Wilhm (1975), kriteria Indeks Keanekaragaman dibagi menjadi : • H’ < 1 : Keanekaragaman spesies rendah • 1 < H’ < 3 : Keanekaragaman spesies sedang • H’ > 3 : Keanekaragaman spesies tinggi Indeks keseragaman Indeks keseragaman merupakan perbanding-an antara nilai keanekaragaman dengan logaritma jumlah spesies. Rumus Indeks Keseragaman menurut Odum (1993) yaitu : e = H′ (2.24)
ln S
dimana : e = Indeks keseragaman H’= Indeks keanekaragaman S = Jumlah spesies
Kelimpahan Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat dinyatakan sebagai jumlah individu persatuan volume (Odum, 1993). Rumus Kelimpahan (K) adalah : K=
xi ni
dimana : K = Kelimpahan (ind/100 m2) xi = Jumlah individu dari spesies ke-i ni = Jumlah luasan kuadrat spesies i ditemukan Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks Keanekaragaman merupakan karakteristik dari suatu komunitas yang menggambarkan tingkat keanekargaman spesies dari organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut (Odum, 1993). Indeks Keanekaragaman menurut Odum (1993) adalah :
⎛ ni ⎞ ⎛ ni ⎞ H′ = − ∑ ⎜ ⎟ log⎜ ⎟ ⎝ N ⎠ ⎝ N ⎠
dimana : H’ = Indeks keanekaragaman ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Besarnya NP (jumlah semua spesies)
Gambar 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel Penelitian Invertebrata mangrove di Perairan Timika, Papua. Indeks dominansi (C) Menurut Odum (1993) Indeks dominansi merupakan derajat pada dominansi dari satu, beberapa atau banyak spesies. Metode penghitungan yang digunakan adalah rumus Indeks Dominansi Simpson (Simpson, 1949 dalam Odum, 1993) : C=
⎛ ni ⎞ ∑ ⎜⎝ N ⎟⎠
2
dimana : C = Indeks dominasi ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu
Proceedings:
Kriteria Indeks Dominansi menurut Simpson (1949) dalam (Odum 1993) adalah : • 0 < C < 0,5 = Tidak ada spesies yang mendominasi • 0,5 < C < 1 = Terdapat spesies yang mendominasi Indeks Kesamaan Komunitas (S) Indeks Kesamaan Komunitas adalah indeks yang digunakan untuk membandingkan antara dua komunitas pada lokasi penelitian. Menurut Odum (1993) dirumuskan sebagai berikut :
S =
2C x100% A + B
dimana : A = Jumlah spesies dalam lokasi 1 B = Jumlah spesies dalam lokasi 2 C = Jumlah spesies yang sama pada kedua lokasi Dengan kriteria : 1 % - 30 % = kategori rendah 31 % - 60 % = kategori sedang 61 % - 90 % = kategori besar > 91 % = kategori sangat besar 3. HASIL & PEMBAHASAN 3.1. Kelimpahan dan Struktur Komunitas Invertebrata Benthos Mangrove Invertebrata mangrove yang yang ditemukan selama monitoring meliputi jenis udang dan kepiting (crustacea), kerang dan siput (mollusca) dan cacing (polychaeta) dengan total individu sebesar 393 individu yang terdiri dari 31 spesies dan 13 famili (Tabel 3.1). Berdasarkan jumlah spesies dan berat total, Kamora 3 mempunyai kelimpahan tertinggi yaitu 19 spesies dan 430,1 gram; yang kemudian diikuti oleh Otakwa (13 spesies; 71,7 gram); Ajkwa 41 (8 spesies; 210,2 gram); Pulau Ajkwa (7 spesies; 118,8 gram) dan kelimpahan terendah ditemukan di Ajkwa 33 yaitu 4 spesies dan 76,70 gram (Gambar.3.1 dan Tabel 3.1). Otakwa memiliki kelimpahan tertinggi yaitu 127 individu kemudian Kamora 3 (96 individu);
I D F 2010|
142
Ajkwa 41 (55 individu); Pulau Ajkwa (73 individu) dan kelimpahan terendah dimiliki oleh Ajkwa 33 yaitu (42 individu) (Tabel 3.1). Sementara itu Kamora 3 memiliki jumlah famili terbanyak yaitu 11 famili dan diikuti oleh Otakwa yaitu 6 famili sedangkan Pulau Ajkwa 5 famili dan Ajkwa 41 4 famili, sedangkan Ajkwa 33 memiliki jumlah famili terendah yaitu 2 (Tabel 3.1. dan Gambar 3.1). Tabel 3.1. Invertebrata Mangrove yang Ditemukan dari Kamora 3, Pulau Ajkwa, Ajkwa 33, Ajkwa 41, dan Otakwa selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 Biota
Ka m3
P.Aj k
Ajk 33
Ajk 41
Ota
Crustacea
49
49
42
54
103
Gastropoda
35
1
Bivalvia
8
Polychaeta
4
23
Jumlah individu
96
73
Jumlah spesies
19
Jumlah famili
11
Total spesies
31
Total famili
13
9
1
15
42
55
127
7
4
8
13
5
2
4
6
Berat total Sumber (gram)
43 118 Data Lapangan, 210, 71, : Pengolahan 0,1 ,8 76,7 2 7 Tahun 2007
Berdasarkan Gambar 3.3. famili Sesarmidae hadir disemua lokasi yang disertai dengan tingginya kelimpahan baik spesies maupun jumlah famili (Gambar 3.2), kemudian diikuti dari famili Alpheidae yang hadir di lokasi P. Ajkwa, Ajkwa 33 dan Ajkwa 41 dan kemudian famili Ocypodidae yang hanya hadir pada lokasi Kamora 3 dan Otakwa. Famili Thalassinidae memiliki kelimpahan terendah pada spesies dan ditemukan pada lokasi Ajkwa 41, Kamora 3 dan Otakwa. Menurut Rahayu (2005) famili Thalassinidae adalah tergolong spesies yang jarang ditemukan.
Proceedings:
Gambar 3.1. Grafik Jumlah Spesies dan Famili dari Invertebrata Mangrove Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007
Kelimpahan (%)
150 (%) n 100 ha pa lim 50 Ke
4.1 83 36.46 51.04
31.51 68.49
1.82 100.00 98.18
11.81 7.09 Crusta cea Gastr 81.10 opoda
0 Kamora 3 P. Ajkwa Ajkwa33 Ajkwa 41 Otakwa w Lokasi
Gambar 3.2. Grafik Jumlah Spesies dan Famili dari Invertebrata Mangrove Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 Famili Cerithidae, Isognomonidae, Littorinidae, Melampidae, Mytilidae dan Neritidae hanya ditemukan pada lokasi Kamora 3 (Gambar 3.3.). Famili Cerithidae yang ditemukan di lokasi penelitian adalah Cerithidae anticipata, yaitu sejenis siput (gastropoda). Menurut Roberts et al., (1982), famili ini biasanya hidup di daerah pantai berlumpur dekat dengan batas pasang tertinggi dan dapat hidup untuk periode lama tanpa air. Species ini adalah hidup berkelompok dan makan dengan cara herbivora atau detritus feeder. 2% K am ora 3 1% P. Ajkwa 8% 4% Cerithi 5… 46 Alp… % 25 1% dae 3… 1… 5% 4% % 1% 1%3% 1%
Ajk w66 a5 41 31 %
%
2%2%
Alp he…
I D F 2010|
142
Gambar 3.3. Grafik Kelimpahan Relatif Jumlah Individu per Famili dari Invertebrata Mangrove pada Lokasi Kamora 3, P. Ajkwa, Ajkwa 33, Ajkwa 41 dan Otakwa selama monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 Selanjutnya dikatakan bahwa di daerah Kepulauan Seribu, C.quadrata dan C.djadjariensis, ditemukan pada daerah berlumpur atau pasir berlumpur dan daerah berlumpur di mangrove. Berdasarkan hasil analisa granulometri Ecostar 2007 lokasi Kamora 3 memiliki substrat yang terdiri dari campuran pasir lanau dan lempung. Famili Isognomonidae hidup dengan menempelkan byssus pada partikel yang besar (Roberts, et al.,1982). Hal ini ditemui pula pada Isognomon yang ditemukan di lokasi penelitian, dimana mereka menempel pada akar mangrove dengan menggunakan byssusnya. Selanjutnya dikatakan oleh Roberts et al., (1982) bahwa genus Isognomon yang ditemukan di daerah Kepulauan Seribu hidup pada daerah pasir, koral serta pecahan karang. Famili Littorinidae, biasanya ditemukan pada daerah pasang surut di level rata-rata sampai pada high level. Littorina yang ditemukan di daerah mangrove Kepulauan Seribu adalah L. melanostoma, L. carinifera, L. scabra-scabra (Roberts et al., 1982). Neritidae adalah jenis siput atau dalam taksonomi termasuk dalam kelas gasteropoda. Famili Neritidae ini dapat ditemukan di daerah pasang surut muara dan bahkan di daerah air tawar. Kebanyakan spesies adalah hidup berkelompok dan makan alga (Roberts et al., 1982). Sementara itu family Diogenidae hanya ditemukan di Pulau Ajkwa (Gambar 3.3.).
Proceedings:
Perisesarma foresti dan Sarmatium germaini dari famili Sesarmidae dapat ditemukan hampir di semua lokasi (kecuali di Pulau Ajkwa tidak ditemukan Perisesarma foresti, dan Sarmatium germaini tidak ditemukan di Ajkwa 33). Melimpahnya Sesarmidae diduga karena crustacea akuatik tidak menetap pada substrat tetapi biasa berenang pada saat air pasang dan berada pada substrat pada saat air surut. Spesies Perisesarma foresti dan Sarmatium germaini dari Famili Sesarmidae menurut Rahayu (2005) merupakan salah satu crustacea yang mencirikan kematangan hutan mangrove. Hasil monitoring ini sejalan dengan hasil penelitian Rahayu (2005), bahwa ditemukan famili Sesarmidae di lokasi Ajkwa 33 Ajkwa 41, Kamora 3 dan Otakwa. Namun, pada monitoring ini tidak ditemukan famili Sesarmidae di Pulau Aijkwa, sedangkan Rahayu (2005) menemukannya dalam jumlah sedikit. Selanjutnya ditemukan Spesies Clistocoelum amamaparense di lokasi Ajkwa 41, Kamora 3 dan Otakwa. Sementara itu Alpheus euphrosyne dari famili Alpheidae terdapat di Pulau Ajkwa, Ajkwa 33 dan Ajkwa 41. Alpheidae dalam taksonomi termasuk kedalam Crustacea yaitu jenis udang. Jenis ini menurut Campbell dan Nicolls (1986) disebut sebagai udang pistol, karena memiliki capit yg tidak sama besarnya. Selain itu memiliki antena besar hampir sama panjang dengan badannya dan rostrum yang pendek. Alphaeus yang ditemukan di daerah monitoring memiliki ciri-ciri yang sama dan berwarna abu-abu kebiruan. Sementara itu Alpheidae ditemukan di semua lokasi Ajkwa, hal ini diduga karena Ajkwa merupakan daerah aliran tailing sehingga memiliki substrat yang lunak. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell dan Nicolls (1986) yang menyatakan bahwa famili Alpheidae sering ditemukan pada substrat yang lunak. Hasil analisa granulometri Ecostar 2007
I D F 2010|
142
menunjukkan bahwa substrat Ajkwa 41 adalah lanau (silt). Famili Alpheidae tidak ditemukan di lokasi Kamora dan Otakwa, hal ini diduga karena substrat di Kamora dan Otakwa yang cenderung berpasir sehingga menyulitkan untuk membuat lubang yang cukup seperti halnya di Ajkwa. Hal ini diperkuat dengan hasil analisa granulometri Ecostar 2007 yang menunjukkan bahwa substrat di Kamora adalah pasir lanau dan lumpur serta substrat di Otakwa yang terdiri dari pasir lanau (silty sand). 3.2. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominasi (C) Tabel 3.2 menunjukkan bahwa Ajkwa 33 memiliki indeks keanekaragaman terendah (0,47) dibandingkan dengan Pulau Ajkwa (0,69); Otakwa (0,71); Ajkwa 41 (0,61) yang termasuk dalam kategori indeks keanekaragaman rendah yang mengindikasikan bahwa pada keempat lokasi tersebut terdapat famili yang mendominasi, sementara Kamora dengan indeks keanekaragaman tertinggi (1,07) yang termasuk kedalam indeks keanekaragaman sedang dimana mengindikasikan tidak adanya dominasi pada lokasi tersebut namun persaingan antar famili lebih besar dibandingkan lokasi lain. Tabel 3.2. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominasi (C) dari 5 lokasi monitoring selama 27 Juli - 2 Agustus 2007 Lokasi
H'
e
Kam 3
1,07
0,23
0,12
C
P. Ajk
0,69
0,16
0,24
Ajk 33
0,47
0,13
0,38
Ajk 41
0,61
0,15
0,28
Ota
0,71
0,15
0,33
Sumber : Pengolahan Data Lapangan, Tahun 2007 Pada Gambar 3.4. dan Tabel 3.2. dapat dilihat indeks keseragaman pada ke lima (5) lokasi monitoring,
Proceedings:
dimana Kamora 3 memiliki indeks keseragaman tertinggi yaitu 0,23 kemudian diikuti oleh P. Ajkwa (0,16); Ajkwa 41 (0,15) dan Otakwa (0,15) sedangkan indeks keseragaman terendah ditemukan di Ajkwa 33 yaitu sebesar 0,13. Nilai indeks keseragaman pada semua lokasi; menurut Krebs (1989); termasuk dalam kategori rendah. Indeks dominasi pada lokasi P. Ajkwa memiliki nilai yang tertinggi yaitu 0,38, sementara itu Otakwa mengikuti dengan nilai sebesar 0,33, kemudian Ajkwa 41 (0,28) dan P. Ajkwa (0,24), sedangkan Kamora 3 merupakan lokasi yang memiliki indeks dominasi terendah yaitu 0,126. Menurut Simpson (1949) dalam (Odum 1993) nilai indeks dominasi dari semua lokasi termasuk kedalam kategori rendah yang dapat diartikan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi di semua lokasi monitoring. Namun indikasi dari nilai indeks keanekaragaman serta Gambar 3.3. dapat dilihat bahwa pada P. Ajkwa dan Ajkwa 33 didominasi oleh famili Alpheidae, yaitu Alpheus ephrosyne dan Alpheus sp B. Dominasi Alpheus di Pulau Ajkwa dan Ajkwa 33 diduga karena spesies ini memiliki alat pertahanan berupa capit yang cukup kuat untuk menghindari para kompetitor dan predatornya dan didukung oleh cara makan yang tergolong “opportunistic feeder” (Ng dan Sivasothi, 2001). Pada lokasi Ajkwa 41 dan Otakwa didominasi oleh famili Sesarmidae, yaitu Clistocoelum amamaparense, Haberma kamora, Perisesarma foresti dan Sarmatium germaini. Spesies Sarmatium germaini mendominasi diduga karena makan daun-daun mangrove yang telah busuk, dimana melimpah di daerah penelitian (Setyadi et al., 2002). Keanekaragaman di lokasi Kamora 3 lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya, yaitu jumlah famili 11 dan jumlah spesies 19. Famili Cerithidae, Isognomonidae, Littorinidae, Melampidae, Mytilidae dan Neritidae yang hanya ditemukan pada lokasi Kamora 3 banyak hidup
I D F 2010|
142
diperakaran mangrove yang rapat dan cenderung hidup mengelompok. Mangrove di Kamora 3 memiliki kerapatan pohon 9 ind/100m2 dan kerapatan saplingnya 6 ind/100m2 dengan ukuran pohon yang cenderung lebih kecil dibandingkan dengan Otakwa yang memiliki kerapatan pohon 8 ind/100m2 dan kerapatan saplingnya 2 ind/100m2 dengan ukuran pohon yang besar. Keaneka-ragaman yang tinggi ini juga menyebabkan tidak adanya spesies yang mendominasi, sehingga menimbulkan persaingan yang ketat antar famili macrobenthos yang hidup didalamnya. Menurut Odum (1971) sifat individu yang mengelompok dapat meningkatkan persaingan antar individu dalam mendapatkan makanan dan ruang gerak.
Gambar 3.4. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi dari Invertebrata Mangrove Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 3.3. Indeks Kesamaan (S) Nilai indeks kesamaan yang didapatkan sangat bervariasi. Otakwa dengan Kamora 3 memiliki kemiripan yang lebih tinggi dibanding dengan lokasi lainnya yaitu 8 spesies yang sama dari 32 spesies yang didapatkan dan ditunjukkan dengan nilai indeks kesamaan sebesar 50%. Otakwa memiliki kemiripan dengan Ajkwa 41 dengan 5 spesies yang sama dari 21 spesies yang didapatkan,dengan indeks kesamaan sebesar 48%. Ajkwa 41 juga memiliki kemiripan dengan Pulau Ajkwa dengan nilai indeks kesamaan 40% dari 3 spesies dari total 15 spesies yang didapatkan, sementara itu Pulau
Proceedings:
Table 3.3. Indeks Kesamaan (S) di Lokasi Kamora3, P. Ajkwa, Ajkwa33, Ajkwa41 dan Otakwa Selama Monitoring pada 27 Juli - 2 Agustus 2007 Lokasi
Ka m3
P. Ajk
Ajk33
Ajk41
Ota
Kam3
-
8%
17%
35%
50%
P. Ajk
-
-
18%
40%
10%
Ajk33
-
-
-
33%
12%
Ajk41
-
-
-
-
48%
Ota
-
-
-
-
-
Sumber : Pengolahan Data Lapangan, Tahun 2007
Sampling polychaeta selain dilakukan dengan kuadran 5 x 5 m; juga dilakukan dengan kuadran 1 x 1 m. Polychaeta yang ditemukan pada kuadran 1 x 1 m sebanyak 96 individu dari 9 spesies dan 7 famili dari empat (4) lokasi monitoring yaitu Kamora 3, P. Ajkwa, Ajkwa 41 dan Otakwa. Sedangkan di Ajkwa 33 tidak didapatkan polychaeta; hal ini diduga karena pada saat sampling dilakukan, terdapat air pasang yang mulai menggenangi lokasi sampling (Table 3.4.). Table 3.4. Polychaeta Mangrove di Lokasi Kamora 3, P. Ajkwa, Ajkwa 41 dan Otakwa Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 pada Kuadran 1 X 1 m Kam3
P. Ajk
Ajk 41
Ota
Jumlah individu
Parameter
6
22
18
50
Jumlah spesies
4
2
3
3
Jumlah famili
4
2
2
3
Total Spesies
9
Total Famili
7
Sumber : Pengolahan Data Lapangan, Tahun 2007
142
5 4
3
Kelimpahan
hanya Ajkwa dengan Kamora memiliki nilai indeks kesamaan 8 % dari hanya 1 spesies yang sama dari 26 total spesies yang didapatkan, hal ini menunjukkan nilai indeks kesamaan yang rendah yang mengindikasikan bahwa antara Pulau Ajkwa dengan Kamora 3 sangat berbeda (Table 3.3.).
I D F 2010|
Jumlah species Jumlah famili
2 1 0 Kam3 P. A A jk Ajk 41 Ota Lokasi
Gambar 3.4. Grafik Jumlah Spesies dan Famili dari Polychaeta Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 pada Metode Sampling Kuadran 1 X 1m Pada pengambilan sampel dengan metode kuadran 1 x 1 m pada lokasi Otakwa ditemukan 50 individu, sedangkan di Kamora 3 ditemukan 6 individu, namun memiliki kelimpahan spesies tertinggi yaitu 4 spesies dari total spesies yang ditemukan pada kesemua lokasi yaitu 9 spesies (Gambar 3.4. dan Tabel 3.4.). Sementara itu kelimpahan spesies terendah ditemukan di Pulau Ajkwa yaitu 2 spesies namun memiliki kelimpahan individu terbesar kedua setelah Otakwa yaitu 22 individu. Pada Gambar 3.5. dapat dilihat bahwa famili Nereidea merupakan famili yang ditemukan pada tiga (3) lokasi dalam prosentase yang besar yaitu Pulau Ajkwa (77%), Ajkwa 41 (33%) dan Otakwa (84%). Keberadaan famili ini di ketiga (3) lokasi tersebut salah satunya diduga karena memiliki feeding type yang dapat berubah-ubah tergantung dari makanan yang tersedia. Barnes et al., (1994) menyatakan bahwa Nereis dapat menjadi suspension feeder, deposit feeder, hunter atau scavenger/ pemakan bangkai, “browse” bagian-bagian kecil dari makroskopik algae. Sejalan dengan Barnes et al., (1994), Kozloff (1990) menyatakan bahwa kebanyakan Nereidae adalah herbivora yg mengkonsumsi alga, kadang-kadang dapat juga memakan detritus, terutama saat alga yang disukai tidak berlimpah, selain itu juga karnivora atau pemakan bangkai hewan. Nereidae juga dapat berenang dan membuat lubang-lubang pada substrat pasir
I D F 2010|
Proceedings:
142150150 atau lumpur. Hal ini dimungkinkan melihat bahwa substrat dari ke tiga lokasi penelitian yang mengandung lanau pasir dan lumpur. P. Ajkwa
Kamora 3
49%
17 %
Capitellidae Gly ceridae
77% Eunic idae
Goniadidae 17 %
1 7%
Nereidae
23%
Pilargidae
Ajkwa 41
Otakwa
67%
84%
Glyceridae
Gly ceridae 3 3%
Nereidae
Ner eidae 12%
Sabellidae 4%
Gambar 3.5. Grafik Kelimpahan Relatif Jumlah Indvidu per Famili dari Polychaeta Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 Selain Nereidae, famili Glyceridae juga ditemukan di tiga (3) lokasi monitoring yaitu Ajkwa 41 (67%), Kamora 3 (17%) dan Otakwa (12%). Glyceridae, menurut Barnes et al., (1994), termasuk “errant Polychaeta”; yang membuat lubanglubang di dalam pasir dengan beberapa bukaan pada permukaan. Seperti pada Nereidae, ditemukannya famili Glyceridae di 3 lokasi dari 4 lokasi penelitian (Ajkwa 41, Kamora 3 dan Otakwa) juga diduga karena jenis substrat di ke tiga (3) lokasi tersebut. Kozloff (1990) menyatakan bahwa Glyceridae tergolong Polychaeta carnivore. Selanjutnya dari Gambar 3.5. dapat dilihat bahwa famili Goniadidea, famili Pilargidae dan Capitellidae hanya ditemukan di Kamora 3. Famili Pilargidae mendominasi pada Kamora 3 dan famili ini tidak seperti famili Glyceridae dan Nereidae yang membuat lubang pada substratnya, namun hidup di bagian substrat dalam yang halus. Menurut Pallacios et al., (2005); spesies Sigambra cf tentaculata di Argentina ditemukan di substrat yang memiliki bahan organik tinggi 2,14 dan 1,06 %. Famili Capitellidae yang ditemukan di Kamora 3 hanya 1 ekor. Cacing Capitellidae dapat hidup pada habitat dimana dekomposisi dari bahan organik oleh bakteri digunakan sampai habis untuk bebas oksigen
(Kozloff, 1990); sehingga hal ini menyebabkan Capitellidae sering dikatakan sebagai indikator dari perubahan lingkungan. Sementara itu famili Sabellidae hanya ditemukan di Otakwa. Famili Sabellidae menurut Kozloff, (1990) adalah cacing Polychaeta yang tergolong dalam ciliary-mucous feeder. Beberapa jenis mengumpulkan partikel dari sedimen, sehingga mirip dengan detritus feeder. Famili Eunicidae hanya ditemukan di Pulau Ajkwa. Famili Eunicidae, kebanyakan hidup dalam tubes. Sebagai kelompok, mereka adalah Omnivore scavenger (omnivor pemakan bangkai), dengan memakan bagian dari algae, bahan hewan yang mati atau detritus. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominasi (C) Tabel 3.5. dan Gambar 3.6. menunjukkan bahwa Kamora 3 memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi (0,54) dan nilai indeks keanekaragaman terendah dimiliki oleh P. Ajkwa (0,23) dan kesemua lokasi termasuk dalam kategori keanekaragaman rendah. Tabel 3.5. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) dari 4 Lokasi Monitoring Selama 27 Juli - 2 Agustus 2007 Lokasi
H'
e
C
Kam3
0,54
0,30
0,33
P. Ajk
0,23
0,08
0,65
Ajk 41
0,28
0,10
0,56
Ota
0,23
0,06
0,72
Sumber : Pengolahan Data Lapangan, Tahun 2007 Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat di Kamora 3 dengan nilai 0,30 sedangkan nilai indeks keseragaman terendah ditemukan di Otakwa dengan nilai 0,06; index pada semua lokasi termasuk dalam kategori keseragaman spesies rendah. Sementara itu nilai indeks dominasi tertinggi terdapat di lokasi Otakwa
I D F 2010|
Proceedings:
142151151 (0,72) yang berarti bahwa di daerah tersebut terdapat spesies yang mendominasi. Nilai Indeks dominasi terendah terdapat pada daerah Kamora 3 den an nilai 0,33 (Tabel 3.5 dan Gambar 3.6.). Masingmasing lokasi didominasi oleh famili yang berbeda-beda (Gambar 3.5). Kamora 3 didominasi oleh famili Pilargidae dengan spesies Sigambra sp. Pulau Ajkwa dan Otakwa samasama didominasi oleh famili Nereidae namun pada Pulau Ajkwa didominasi oleh spesies Perinereis sp sedangkan pada Otakwa didominasi oleh spesies Dendronereis pinaticiris. Sementara itu lokasi Ajkwa 41 didominasi oleh famili Glyceridae dengan spesies Glycera sp1.
Indeks
m Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (e), Dominasi (C) 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Kam 3 P. Ajk Ajk 41 Ota Kam 3 P. Ajk Ajk 41 Ota Kam 3 P. Ajk Ajk 41 Ota Lokasi
Gambar 3.6. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominasi Polychaeta Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 pada Metode Sampling Kuadran 1 x 1m Indeks Kesamaan (S) Indeks kesamaan Pulau Ajkwa dengan Ajkwa 41 sebesar 40% (Tabel 3.6.) dan merupakan indeks kesamaan terendah, dengan 1 spesies dari jumlah total 5 spesies. Sedangkan antara Ajkwa 41 dan Otakwa memiliki nilai indeks kesamaan sebesar 67% (indeks kesamaan tertinggi) dengan 2 spesies sama dari total famili 6. Tabel 3.6. Indeks Kesamaan (S) di Lokasi Kamora3, P. Ajkwa, Ajkwa 41 dan Otakwa Selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007 Lokasi
Kam 3
P. Ajk
Ajk 41
Ota
Kam 3
-
-
-
-
P. Ajk
-
-
40%
-
Ajk 41
-
-
-
67%
Ota
-
-
-
-
Sumber : Pengolahan Data Lapangan, Tahun 2007
Tabel 3.6. menunjukkan bahwa Kamora 3 tidak memiliki kemiripan dengan lokasi lain yang dapat dilihat dari tidak adanya indeks kesamaan antara lokasi Kam 3 dengan lokasi lainnya. 4. PEMBAHASAN Dampak tailing pada kelas Crustacea di Ajkwa Pulau dan Ajkwa 33 bila dilihat dari kelimpahannya, tidak jauh berbeda dari Kamora 3. Bahkan di Ajkwa 41 jumlah Crustacea yang ditemukan lebih tinggi dari Kamora 3 (Tabel 3.1). Crustacea yang ditemukan di Ajkwa (Pulau dan 33) adalah jenis udang Alpheidae sebesar 51 dan 52 %; sedangkan yang ditemukan di Ajkwa 41 adalah jenis kepiting bakau Sesarmidae sebesar 65%. Melimpahnya Sesarmidae diduga karena Crustacea akuatik tidak menetap pada substrat tetapi biasa berenang pada saat air pasang dan berada pada substrat pada saat air surut. Hasil monitoring ini sejalan dengan hasil penelitian Rahayu (2005), bahwa ditemukan famili Sesarmidae di lokasi Ajkwa 33 Ajkwa 41, Kamora 3 dan Otakwa. Spesies Perisesarma foresti dan Sarmatium germaini dari Famili Sesarmidae menurut Rahayu (2005) merupakan salah satu crustacea yang mencirikan kematangan hutan mangrove.
Gambar 3.7. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’) dengan Kandungan TSS (mg/L) di Lokasi Muara Kamora, Muara Ajkwa dan Muara Otakwa selama Monitoring 27 Juli - 2 Agustus 2007
Proceedings:
I D F 2010|
142152152 Kelimpahan invertebrate mangrove di lokasi monitoring Ecostar tahun 2007 menunjukkan hasil yang lebih rendah bila dilihat dari jumlah famili, spesies, individu serta biomassanya bila dibandingkan dengan hasil monitoring PTFI tahun 2001-2005 maupun 2006; hal ini diduga disebabkan karena lokasi penelitian hanya dilakukan di Kamora Forest (hanya Kam 3); Ajkwa Island; dan Ajkwa Forest (Ajk 33 dan Ajk 41). Bervariasinya jumlah famili, spesies, individu serta biomassa dikarenakan pada tahun 2001-2005 lokasi monitoring PTFI adalah di Ajkwa Forest (Ajk 33; Ajk 36; dan Ajk 41); Ajkwa Island; Kamora Island; dan Kamora Forest (Kam 1; Kam 2 dan Kam 3). Sedangkan tahun 2006 lokasi monitoring adalah di Kamora Forest (hanya Kam 1); Ajkwa Island; dan Ajkwa Forest (Ajk 33; Ajk 36; Ajk 41). Secara langsung maupun tidak kondisi tersebut mengakibatkan sejumlah famili yang tidak toleran terhadap tailing dan efeknya antara lain pada kekeruhan akan menurunkan toleransi biota pada perubahan lingkungan tersebut, sehingga mengakibatkan penurunan jumlah bahkan menghilang. Selanjutnya dikatakan famili yang bersifat oportunis akan bertambah banyak jumlah individunya (Kastoro, pers.com). Hal ini sejalan dengan pendapat Odum (1996) bahwa jumlah spesies dapat berkurang jika suatu lingkungan menjadi ekstrem baik secara fisik, biologi dan kimia. Di Muara Kamora ditemukan Capitellidae namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan Muara Ajkwa, sementara di Muara Otakwa famili ini tidak dijumpai. Selain itu juga famili Capitellidae merupakan hewan yang oportunis (Fatahilah, 2002). Lebih lanjut Day (1967) menyatakan bahwa Capitellidae dapat mentoleransi rendahnya oksigen. 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian menunjukkan invertebrate mangrove
(krustase, moluska dan polychaeta) yang ditemukan dengan jumlah total 393 individu dari 31 spesies dan 13 famili. Berdasarkan jumlah total spesies tertinggi terdapat di Kamora 3 dengan 19 spesies selanjutnya Otakwa 13 spesies, Ajkwa 41 8 spesies, dan Pulau Ajkwa 7 spesies. Indeks Keanekaragaman tertinggi juga ditemukan di Kamora 3 (1,07), kemudian diikuti oleh Otakwa (0,71); Pulau Ajkwa (0,69); Ajkwa 41 (0,61) dan terendah pada Ajkwa 33 (0,47). Sementara itu indeks keseragaman juga terdapat di daerah Kamora 3 (0,23) dibandingkan dengan Pulau Ajkwa (0,16); Ajkwa 41 (0,15); Otakwa (0,15) dan Ajkwa 33 (0,33). Indeks dominasi pada lokasi P. Ajkwa memiliki nilai yang tertinggi yaitu 0,38, sementara itu Otakwa mengikuti dengan nilai sebesar 0,33, kemudian Ajkwa 41 (0,28) dan P. Ajkwa (0,24), sedangkan Kamora 3 merupakan lokasi yang memiliki indeks dominasi terendah yaitu 0,126. Nilai indeks kesamaan yang didapatkan sangat bervariasi. Otakwa dengan Kamora 3 memiliki kemiripan yang lebih tinggi dibanding dengan lokasi lainnya yaitu 8 spesies yang sama dari 32 spesies yang didapatkan dan ditunjukkan dengan nilai indeks kesamaan sebesar 50%. Otakwa memiliki kemiripan dengan Ajkwa 41 dengan 5 spesies yang sama dari 21 spesies yang didapatkan,dengan indeks kesamaan sebesar 48%. Ajkwa 41 juga memiliki kemiripan dengan Pulau Ajkwa dengan nilai indeks kesamaan 40% dari 3 spesies dari total 15 spesies yang didapatkan, sementara itu Pulau Ajkwa dengan Kamora hanya memiliki nilai indeks kesamaan 8 % dari hanya 1 spesies yang sama dari 26 total spesies yang didapatkan, hal ini menunjukkan nilai indeks kesamaan yang rendah yang mengindikasikan bahwa antara Pulau Ajkwa dengan Kamora 3 sangat berbeda.
Proceedings:
I D F 2010|
142153153 6. REFERENCE Barnes, RSK; P.Calow and P.J.W.Olive. 1994. The invertebrates : A New Synthesis.Blackwell scientific publications. London. 488 pp. Bliss, D.E. 1982. The Biology of Crustacea Vol. 1. Systematics, the Fossil Records, and Biogeography. Academic Press. USA . pp 4-292Campbell, AC & J. Nicholls. 1986. Guide de la faune et de la flore littorals des mers d’Europe. Delachaux & Niestle. Paris. 322 pp. Day, J. H. 1967. A Monograph on the Polychaeta of Southern Africa (Part 1 and 2). Trusteea of the British Museum (Natural History). London Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons Inc, New York. 628 pp Fatahilah, D. 2002. Distribusi Kelimpahan Polychaeta di Pulau Ajkwa dan Pulau Kamora, Kabupaten Mimika, Papua. Ilmu Kelautan-UNDIP. (tidak dipublikasikan) Hoggarth, P. J. 1999. The Biology of Mangrove. Oxford university Press Inc. New York. 218 pp Husin, Y. dan Susetyo, W. 1999. Dampak Kegiatan Penambangan P.T. Freeport Indonesia terhadap Lingkungan Biogeofisik dan Usaha-usaha Pencegahan serta Penanggulangannya. PT. Freeport Indonesia (tidak dipublikasikan). Kozloff, EN (1990). Invertebrates.saunders College Publishing. Philadelphia. USA. 866 pp. Krebs, C.J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper and Row Publisher, New York 694 pp. McDonald, D. 1998. Assessing the Physic-Chemical Impact of STP on the Marine Environment. Submarine Tailings Placement Seminar. Bandung 5 - 6 Agustus 1998. Ng dan Sivasothi, 2001. A Guide to Mangroves of Singapore. Raffles Museum of Biodiversity Research, The National University of
Singapore & The Singapore Science Centre. Singapore Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Sounders College Publishing. USA. pp. 174-200. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi.. Universitas Gadjah Mada. Indonesia. 697 hal. Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada. Indonesia. 697 hal. (terjemahan) Palacios, J. R., Bremec, C. S., Rivero, M. S., and Elías, R. 2005. First record of Parandalia tricuspis (Müller, 1858) and Sigambra cf. tentaculata (Treadwell, 1941) (Pilargidae: Polychaeta) in Argentina. Revista de Biología Marina y Oceanografía 40(1): 71 – 75 . Argentina Rahayu, D. L. 2005. Report Mangrove Crustacean Monitoring. Coastal and Marine Section, Impact Monitoring and Management Division, Department of Environment, PT Freeport Indonesia Roberts,D., S.Soemodihardjo and W Kastoro. 1982. shallow water marine mollusks of North-West Java. LON-LIPI, Jakarta.143 pp. Sasekumar, A. 1974. Distribution of Macrofauna on a Malayan Mangrove Shore. The Journal of Animal Ecology Vol 43 : 57-69 Setyadi, G., Kailola, P., Rahayu, D. L., et al., 2002. Biota Akuatik di Perairan Mimika, Papua. PT. Freeport Indonesia. Suwigyo. 1986. Metoda dan Tehnik Penelitian dalam Bidang Biologi Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm : 8-21. Wilhm JJ (1975). Biological Indicators of Pollutions, In Witton BA (Ed).River Ecology, Blockwell Scientific Pupl. Osney Mead. Oxford. pp.375-
Proceedings:
142154154
I D F 2010|