KOROSI
ANALISIS KOROSI PADA PIPA GAS
Disusun oleh Nama : Andi Irawan NIM : 5212412049 Jurusan/Prodi : Teknik Mesin/ Teknik Mesin S1
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2016
DAFTAR ISI
Judul ........................................................................................................................... Daftar Isi ....................................................................................................................i Daftar Tabel ...............................................................................................................ii Daftar Gambar ............................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................1 Latar Belakang ....................................................................................................1 Fakta yang Mendasar ..........................................................................................2 Permasalahan ......................................................................................................3 Tujuan ................................................................................................................3 Metode ................................................................................................................3 BAB 2 LANDASAN TEORI .....................................................................................4 Korosi ..................................................................................................................4 Korosi Pada Pipa Gas ..........................................................................................5 Studi Pustaka .......................................................................................................7 BAB 3 METODOLOGI .............................................................................................14 Metode yang Diteraokan .....................................................................................14 Diagram Alir Penulisan .......................................................................................14 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................15 Pengumpulan Data ..............................................................................................15 Data Informasi Umum ........................................................................................15 Hasil LRUT A-Scan Graph .................................................................................16 BAB 5 KESIMPULAN ..............................................................................................18 Kesimpulan .........................................................................................................18 Saran ...................................................................................................................18 Daftar Pustaka .....................................................................................................19
i
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Informasi Perincian Pipa ............................................................................16
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Penulisan ..........................................................................14 Gambar 4.1 Posisi Datum ..........................................................................................15 Gambar 4.2 LRUT A-Scan Graph .............................................................................17
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pipa merupakan teknologi dalam mengalirkan fluida seperti minyak, gas atau air dalam jumlah yang sangat besar dan jarak yang jauh melalui laut dan daerah tertentu. Pipeline merupakan sarana transportasi diam yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida baik dalam bentuk liquid maupun gas. Sementara itu, risiko didefinisikan sebagai kombinasi antara kemungkinan terjadinya kegagalan (probability of failure) dan konsekuensi terjadinya kegagalan (Muhammad, 2007). Karena medan yang di lalui saluran pipa sangat beragam, mulai dari laut dataran rendah, lembah, dan didalam tanah maka dalam pengoperasiannya akan banyak di temukan berbagai macam masalah seperti korosi (corrosion) maupun retak atau terputus. Keretakan merupakan persoalan yang harus diperhatikan karena akibat yang ditimbulkan yaitu ledakan dan kebocoran yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial dan kerugian yang sangat besar. (Hopkins P,Andrew palmer and associates) dalam makalah tentang (pipeline integrity review 2005) mengemukakan bahwa pipa gas transmisi gas bumi memiliki catatan safety yang baik. Kemungkinan kegagalan atau risiko kegagalan bisa terjadi kapan saja walaupun pipa telah di desain sebaik mungkin. Untuk mengurangi risiko kerusakan ataupun kebocoran perlu di lakukan evaluasi secara berkala. Karena kita tahu kebocoran pipa gas sangat rentan berubah menjadi kebakaran atau ledakan. Pemeliharaan yang baik pun sangat berpengaruh untuk menekan tingkat risiko. Banyak metode yang digunakan untuk menghitung risiko, salah satu yang saya gunakan adalah scoring system yang dikembangkan oleh W kent Muhlbeur. Tujuan akhir dari penelitian ini ialah mendapatkan daerahdaerah yang berada pada zona high risk serta memprediksi risiko pada pipeline.
1
Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada jaringan pipa yang akan berakibat fatal pada proses distribusi gas maka harus diketahui laju korosinya. Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu corroding spesimen, eleltrochemical tehnique, dan long range ultrasonic testing (LRUT). Metode LRUT ini merupakan metode yang terbaru di indonesia dalam bidang pemeriksaan laju korosi. Dengan menggunakan gelombang ultra sonik metode ini akan mendeteksi pengurangan ketebalan pipa, yang kemudian dijadikan sebagai data primer untuk menghitung laju korosi yang terjadi.
1.2 Fakta yang mendasar (Morgan, 1995) menunjukkan sebuah fakta yang didasarkan pada data yang dikeluarkan oleh The European Gas Pipeline Incident Group, bahwa tingkat kegagalan sistem perpipaan yang terjadi di seluruh wilayah Eropa saja, adalah sebesar 0.575 per 1000 km per tahun. Data tersebut didapat berdasarkan pengalaman serta hasil pengujian yang telah dilakukan pada pada onshore natural gas-pipeline dengan panjang lebih dari 1.47x106 km per tahun. Dalam penelitan lain yang dilakukan oleh (Restrepo, et.al, 2008), diketahui bahwa korosi merupakan penyebab terbesar terjadinya kegagalan pada pipa yang diikuti dengan kecelakaan yang melibatkan cairan berbahaya di Amerika Serikat. Tercatat kegagalan tertinggi disebabkan oleh external corrosion dengan 119 kejadian dan disusul oleh internal corrosion dengan 94 kejadian. Korosi erosi merupakan jenis korosi akibat proses mekanik melalui pergerakan relatif antara aliran gas atau cairan korosif dengan logam. Bagian yang kasar dan tajam yang akan mudah terserang korosi dan bila ada gesekan akan menimbulkan abrasi lebih berat lagi. Kegagalan pada sistem perpipaan dapat menyebabkan berbagai dampak yang sangat serius. Bila sistem perpipaan tersebut merupakan jalur penghubung untuk fluida yang berbahaya, maka dampak utama yang ditimbulkan akan sangat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem sekitar pada daerah dimana sistem perpipaan tersebut melintas.
2
1.3 Permasalahan Adapun permasalahan yang sering terjadi pada pipa gas yaitu korosi erosi, korosi ini dapat juga disebabkan karena impingment corrosion. impingment corrosion merupakan akibat fluida sangat deras dan dapat mengikis film pelindung pada logam yang mengakibatkan logam korosi. Laju korosinya dapat dihitung menggunakan metode long range ultrasonic testing (LRUT).
1.4 Tujuan Tujuan dari analisa pada pipa gas adalah ; a. Menganalisa performa peralatan pada gas bumi khususnya dibidang korosi. b. Menentukan nilai laju korosi dengan menggunakan long range ultrasonic testing (LRUT).
1.5 Metode Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa pengukuran laju korosi mempunyai beberapa metode yaitu: corroding spesimen, eleltrochemical tehnique, dan long range ultrasonic testing (LRUT). Pada analisa ini penulis menggunakan metode long range ultrasonic testing. Metode LRUT ini merupakan metode yang terbaru di indonesia dalam bidang pemeriksaan laju korosi. Dengan menggunakan gelombang ultra sonik metode ini akan mendeteksi pengurangan ketebalan pipa, yang kemudian dijadikan sebagai data primer untuk menghitung laju korosi yang terjadi.
3
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Korosi Korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material akibat bereaksi dengan lingkungan (Mars dan fontana, 1987). Beberapa pakar bersikeras definisi hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti keramik, plastik, karet. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, serangan logam yang solid oleh logam yang cair (liquid metal corrosion). Adapun proses korosi yang terjadi di samping oleh reaksi kimia biasa, maka yang lebih umum adalah proses elektro kimia. Bereaksi dengan lingkungannya dapat berupa udara dengan sinar matahari, embun, air tawar, air laut, air danau, air sungai dan tanah yang berupa tanah pertanian, tanah rawa, tanah kapur dan tanah berpasir/berbatu-batu. Korosi disebut juga suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara langsung tidak termasuk produk teknik. Studi dari korosi adalah sejenis usaha pengendalian kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonomisnya, atau jangan ada logam jadi rongsokan sebelum waktunya. Perlindungan korosi dengan cara pengendalian secara preventif supaya menghambat serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang biayanya akan jauh lebih besar. Secara garis besar korosi pipa gas ada dua jenis yaitu : a. Korosi Internal Korosi internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi maupun gas bumi sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
4
b. Korosi Eksternal Korosi eksternal merupakan korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
2.2 Korosi Pada Pipa Gas Pipa gas merupakan pipa baja API 5 L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28%. Pipa gas merupakan pipa bertekanan. Pipa gas mempunyai batasan tekanan maksimum 45 bar (652.6 psig). Oleh sebab itu perlu ditentukan dengan kelayakan pipa dengan tekanan operasi tersebut dan tidak boleh melebihi dari desain tekanan yang telah ditentukan. Korosi merupakan faktor yang berpotensi besar terhadap kerusakan pipa gas. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya korosi terhadap pipa gas: a.
Korosi internal, korosi yang dipengaruhi oleh material yang disalurkan pipa tersebut yaitu berupa gas alam. Ada beberapa variable yang mempengaruhi kekorosifan gas alam tersebut, diantaranya kandungan CO2 dan juga kandungan H2S pada gas alam.
b.
Korosi eksternal, korosi yang dipengaruhi oleh semua material yang berada diluar pipa gas tersebut. Tipe-tipe korosi pada pipa gas umumnya diklasifikasikan sebagai
berikut: a.
Uniform Corrosion yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam yang berbentuk pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang biasanya terjadi pada peralatan-peralatan terbuka, Misalnya permukaan luar pipa.
5
b.
Pitting Corrosion yaitu korosi yang berbentuk lubang-lubang pada permukaan logam karena hancurnya film dari proteksi logam yang disebabkan oleh rate korosi yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya pada permukaan logam tersebut.
c.
Stress Corrosion Cracking yaitu korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat, terbentuk dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini banyak terjadi pada logam-logam yang banyak mendapat tekanan. Hal ini disebabkan kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang korosif sehingga struktur logam melemah.
d.
Errosion Corrosion yaitu korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film pelindung yang disebabkan oleh kecepatan alir fluida yang tinggi, misalnya abrasi pasir.
e.
Galvanic Corrosion yaitu korosi yang terjadi karena terdapat hubungan antara dua metal yang disambung danter dapat perbedaan potensial antara keduanya.
f.
Crevice Corrosion yaitu korosi yang terjadi di sela-sela gasket, sambungan bertindih, sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk oleh kotorankotoran endapan atau timbul dari produk-produk karat.
g.
Selective Leaching korosi ini berhubungan dengan melepasnya satu elemen dari Campuran logam. Contoh yang paling mudah adalah desinfication yang melepaskan zinc dari paduan tembaga.
6
2.3 Studi Pustaka Korosi adalah serangan yang terjadi pada bahan logam sebagai akibat dari lingkungan yang bereaksi dengan benda tersebut. Korosi itu menyebabkan kebocoran
tangki
penyimpan
angin,
kerugian
material,
pencemaran
lingkungan, kegagalan peralatan, dan mempengaruhi usia peralatan sehingga pada akhirnya menyebabkan kerugian materi (Nugroho dkk, 2016). Seberapa besar tingkat laju korosi dari pipa yang baru terhadap kondisi kimia pendingin air sekunder sangat penting dipahami untuk menerapkan sistem pengelolaan kualitas air pendingin yang paling tepat didalam menjaga integritas pipa pendingin tersebut. Air pendingin sekunder berasal dari air Puspiptek yang ditambahkan inhibitor dengan rekomendasi konsentrasi dari fabrikan. Akan tetapi, data laboratorium yang nyata mengenai laju korosi baja karbon tersebut dengan inhibitor korosi yang diaplikasikan belum diketahui. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai optimum dari inhibitor yang efektif dan efisien di dalam menekan laju korosi baja karbon pipa pendingin sekunder reaktor RSG -GAS. Metoda yang dipakai adalah metoda elektrokimia dengan menggunakan Potensiostat. Material yang digunakan adalah baja karbon yang berasal dari pipa pendingin sekunder reaktor RSG–GAS. Media air yang digunakan sama dengan media air yang dipakai sebagai air pendingin sekunder, begitu pula dengan inhibitor (Febriyanto dan Butar-butar, 2010). untuk menggambarkan tingkat laju korosi baja karbon khas yaitu API 5L X-52 terjadi pada jaringan pipa gas alam karena efek dari CO2 terlarut. Dari percobaan diperoleh bahwa laju korosi baja dalam lingkungan yang mengandung CO2 berkisar antara 15-28 mpy. Tingkat korosi yang tinggi diamati parah bisa merusak arus transmisi gas alam dan pipa. Hasil penelitian ini adalah langkah pertama, sebagai masukan untuk upaya pencegahan, untuk mencegah kebocoran flowline dan pipa karena korosi CO2 yang sesuai dengan seumur hidup yang telah dirancang (Fahrurrozi dkk, 2009).
7
Pipa baja API 5L X65 adalah satu dari beberapa pipa standard untuk transportasi gas, pipa ini selalu mengandung tegangan permaneny karena proses pengerolan membuat pipa saat pipa diproduksi. Laju korosi akan meningkat oleh tegangan ini terutama dalam air laut. Satu dari beberapa metoda untuk menurunkan tegangan ini adalah normalizing. Proses normalizing dilaksanakan pada temperatur 900ºC dan waktu tahan 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit dan 150 menit. Perlakuan korosi dilaksanakan dengan air laut sebagai media korosi. Hasil penelitian ini adalah metalografi, laju korosi dan angka kekerasan, masing-masing dilaksanakan sebelum dan sesudah proses normalisasi (Suryono, 2010). Deformasi
plastik
adalah
proses
pembentukan
logam
yang
mengakibatkan bahan tidak bisa kembali seperti kondisi awal baik dalam ukuran dan bentuk. Proses deformasi plastik dapat dicapai dengan kerja dingin yaitu logam proses bawah suhu cristalization material pembentuk. Setelah bekerja dingin, sifat mekanik akan berubah dalam statis, sifat mekanik yang dinamis, dan ketahanan korosi. Percobaan pada korosi dapat dilakukan dengan menyelidiki sifat korosi material (Suriadi, 2007). Karboksimetil kitosan (KMK) ditest sebagai inhibitor korosi pada baja lunak dalam air gambut menggunakan metode berat . Hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi korosi dipengaruhi oleh pH air gambut, waktu kontak dan konsentrasi KMK. Efisiensi inhibisi optimum terjadi pada pH 7 dan waktu kontak 3 hari yaitu 93,33%. Efisiensi inhibisi inhibitor ini meningkat dengan naiknya konsentrasi KMK (Erna dkk, 2011). Industri nuklir yang mendasarkan nilai tambahnya pada pemanfaatan iptek nuklir tidak luput dari ancaman korosi. Korosi di industri nuklir dapat menimbulkan kerugian ekonomi akibat berkurangnya masa produktif dan bahkan terjadinya kecelakaan. Sifat bahan yang digunakan di industri nuklir dan proses korosi serta pencegahan dan penanganannya, disajikan untuk pemanfaatan aktivasi lapisan tipis sebagai salah satu metoda analisis berdasarkan iptek nuklir untuk deteksi dan pengukuran laju korosi di industri nuklir (Soentono, 1998).
8
Zona las memiliki kelemahan yang muncul dari strain yang menyebabkan besar perbedaan microstructur.
Logam pada zona las
mengalami penurunan sifat logam, menyebabkan tegangan sisa, dan menyebabkan retak pada lasan. Tujuan dari eksperimen ini yaitu ingin mengetahui pengaruh lingkungan korosif yang memberikan pada tingkat korosi pada spesimen percobaan, serta untuk mengetahui bentuk korosi paparan yang terjadi dari korosi tingkat yang dihasilkannya, dan kemudian untuk mengetahui korosi mikro yang terjadi dalam spesimen yang di las. bisa menjadi rekomendasi dalam proses pelapisan atau korosi tanaman tahan karena penelitian ini adalah mendiagnosa serangan korosi yang rentan di spesimen (Rahman, 2007). Kerusakan yang ditimbulkan oleh korosi tergantung dari jenis korosi dan laju korosinya. Perbedaan kondisi lingukungan pada setiap sumur mempersulit pengambilan keputusan pada proses pergantian. Sehingga pada kesempatan ini akan diangkat tema penelitian berupa studi kasus laju korosi pada pipa API 5L pada sumur minyak di Energy Mega Persada. Batasan masalah pada studi kasus laju korosi pada pipa API 5L di Energy Mega Persada, yaitu Studi kasus pada pipe line oil di PT. Energy Mega Persada. Pengujian laju korosi skala laboratorium untuk mengtahui laju korosi pipa API 5L. Media korosi berupa air laut dan minyak di lingkungan instalasi pipa.Penelitian studi kasus laju korosi pada pipa API 5L di Energy Mega Persada, yang hasilnya merupakan lingkungan kerja pipa API 5L berpengaruh terhadap terjadinya korosi pada instalasi pipa API 5L. Korosi pada yang terjadi pada baja dengan media korosi air laut lebih tinggi dibandingkan laju korosi pada baja dengan media korosi minyak mentah (Arifin, 2014). Dalam industri minyak dan gas, pipa merupakan komponen utama yang digunakan sebagai media distribusi dan transmisi minyak, gas dan air yang baik di benua dan juga di lepas pantai. minyak mentah yang baru diambil dari perut bumi yang terdiri dari 3 komposisi utama yang minyak, gas dan air. Minyak dari berbagai jenis bahan kimia unsur, umumnya campuran organik (hidrokarbon), oksigen, sulfur dan nitrogen, air, garam, H2 S dan dicampur lain
9
organik. Masalah yang sering dihadapi oleh pipa di lepas pantai dan tanah dalam minyak industri dan gas korosi terjadi (Hadi dan Jumarlis, 2013). Hasil awal dari studi pertumbuhan retak berkelanjutan yang dilakukan pada API X - 65 pipa baja di rendah - pH retak lingkungan yang dilaporkan. Tujuannya adalah untuk mereproduksi rendah pH perambatan retakan di laboratorium, untuk mengidentifikasi celah mengemudi parameter kekuatan, dan untuk mengevaluasi pengaruh parameter lingkungan dan mekanik pada pertumbuhan retak Sebuah teknik uji J-integral yang digunakan dalam penelitian ini. Pertumbuhan retak signifikan diamati. Parameter J tampaknya menjadi
baik
parameter
kekuatan
pendorong
untuk
menggambarkan
pertumbuhan retak (Harle dkk, 1993). Mekanisme korosi stres pH retak (SCC) jaringan pipa gas alam belum mapan sejak kecelakaan pertama ditemukan pada 1980. Secara khusus, peran hidrogen di SCC pH dekat netral tetap tidak diketahui. Dalam karya ini, voltametri siklik digunakan untuk komprehensif menyelidiki dasar-dasar reaksi elektrokimia korosi yang terjadi pada antarmuka baja/solusi diencerkan, 5% CO2 / N2-dibersihkan, dekat-netral solusi pH bikarbonat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada film oksida stabil terbentuk pada permukaan baja dalam larutan pH dekat netral. Mekanisme retak berbasis pembubaran tidak berlaku untuk dekat-netral SCC pH pipa. Pembentukan metastabil Fe (OH) 2 deposito lapisan menunjukkan aktivitas katalitik pada reaksi evolusi hidrogen, menunjukkan bahwa sejumlah besar hidrogen dapat dihasilkan di bawah kondisi pH dekat netral. Kehadiran anion korosif dalam elektrolit tanah meningkatkan baik polarisasi anodik baja dan reaksi evolusi hidrogen katodik, mengakibatkan peningkatan tingkat evolusi hidrogen. Pengenalan oksigen dapat membentuk sebuah film oksida stabil pada permukaan baja, yang mengakibatkan hilangnya permukaan efek katalitik pada reaksi evolusi hidrogen. Dengan demikian, mekanisme berbasis hidrogen tidak berlaku untuk SCC di hadapan oksigen (Niu dkk, 2007). Sebuah korosi metodologi penilaian internal yang diterapkan untuk sistem transmisi gas dikembangkan dan disebut Intern Corrosion Direct
10
Assessment (ICDA). Metode ICDA dapat digunakan untuk meningkatkan penilaian korosi internal di jaringan pipa dan membantu memastikan integritas pipa. Metode ini berlaku untuk jalur transmisi gas yang biasanya membawa gas kering tapi mungkin menderita gangguan jangka pendek dari gas basah atau cair. Dasar di balik ICDA adalah bahwa pemeriksaan rinci lokasi sepanjang jalur pipa di mana elektrolit seperti air pertama akan menumpuk memberikan informasi tentang panjang sisa pipa. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menentukan apakah korosi internal yang mungkin atau tidak mungkin ada dalam panjang yang dipilih pipa. Jika lokasi sepanjang panjang pipa yang paling mungkin untuk mengumpulkan elektrolit tidak berkarat, maka lokasi lain cenderung menumpuk elektrolit dapat dianggap bebas dari korosi dan tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (Moghissi dkk, 2002). Korosi menyumbang lebih dari sepertiga dari masalah integritas pada jaringan pipa yang beroperasi di Alberta. pipa gas khususnya mengalami ancaman korosi eksternal di mana lapisan pelindung telah gagal dan menciptakan perisai disbondments. Makalah ini akan meninjau sampling dan analisis produk korosi dengan maksud untuk menggambarkan scenario korosi yang terjadi di lapangan. Memahami lingkungan ini adalah kepentingan tepat waktu baik sebagai masukan untuk model penilaian risiko dan sebagai bagian dari upaya penelitian saat ini menjadi korosi retak tegang pada pipa (Jack dkk, 1995). The state-of-the-art dalam pemodelan korosi internal saluran pipa minyak dan gas yang terbuat dari baja karbon ditinjau. Ulasan meliputi efek elektrokimia, kimia air, pembentukan sisik pelindung dan timbangan, suhu, arus, baja, penghambatan, kondensasi air, glycol/metanol dan menyerang lokal. Berbagai strategi pemodelan matematika yang dibahas (Nesic, 2007). Mulai dari prediksi laju korosi dengan persamaan deWaard-Milliams , faktor koreksi dapat diterapkan untuk mengukur pengaruh parameter lingkungan dan skala produk korosi yang terbentuk dalam berbagai kondisi. Persamaan diusulkan untuk masing-masing faktor. Sebuah skala suhu rendah yang terbentuk dalam air kondensasi dapat menyebabkan penurunan laju korosi
11
di pipa. Pada suhu yang lebih tinggi, suatu bentuk skala yang lebih protektif bahkan di bawah tingkat aliran cairan yang tinggi . Penurunan laju korosi yang disebabkan oleh Fe terlarut dicatat dengan faktor koreksi pH. Pengaruh kehadiran fase hidrokarbon cair disertakan. Persamaan disajikan yang memungkinkan efek injeksi glikol pada korosi dihitung sepanjang pipa (De Waard dkk, 1991). Hidrat gas adalah es seperti kristal, tetapi berbeda dalam struktur. hidrat gas pembentukan gas mengangkut pipa saluran menyebabkan menyumbat jalur pipa, dan mencegah pembentukan gas hidrat mengangkut gas. Maka dari itu harus dicegah karena penyumbatan tinggi dan itu memakan waktu. Untuk menghentikan pembentukan gas hidrat di gas mengangkut pipa saluran, inhibitor kimia yang digunakan. Inhibitor dibagi menjadi termodinamika dan sintetis inhibitor. inhibitor sintetis digunakan dengan kepadatan rendah dan mencegah membuat dan tumbuh hidrat kristal. artikel ini akan fokus pada analisis inhibitor sintetis, dan fungsinya adalah sebagai berikut: 1. investigasi sintetis dari pembentukan hidrat dengan dan tanpa kehadiran inhibitor. 2 . Dengan menggunakan model Kashchiev- Firozabad dan data eksperimental gas mengangkut jalur pipa untuk menggambar grafik sintetik gas pembentukan hidrat dengan inhibitor sintetis (Sammimi, 2012). Sistem pemantauan korosi telah menunjukkan tingkat korosi internal yang diabaikan, pemeriksaan oleh pigging setelah enam tahun pelayanan, dua flowline ini ditunjukkan atas internal yang parah garis korosi (TLC). Korosi terjadi di tiga lokasi dalam satu baris dan di dua lokasi di yang lain. Panjang dari bagian pipa berkarat bervariasi antara 10 dan 100 meter. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa korosi berlangsung di lokasi di mana pipa berada dalam kontak langsung dengan air sungai. Ini adalah bagian pipa doglegs (bagian pipa dimana pergolakan tekuk terjadi) menjadi subjek pendinginan berat dan kondensasi air. Sebagian pipa telah dihapus, visual inspeksi dan pemeriksaan laboratorium mengkonfirmasi penjelasan yang diajukan. Makalah ini menjelaskan secara rinci kondisi operasi lapangan, menyajikan hasil penelitian inspeksi dan laboratorium dan menggambarkan
12
tindakan perbaikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah (Gunaltun dkk, 1999). Korosi eksternal dan retak adalah ancaman utama untuk jaringan pipa dimakamkan di jarang menetap, daerah geologis jinak. korosi eksternal adalah mekanisme kerusakan utama yang dapat mengurangi integritas struktural dari jaringan pipa transmisi gas dimakamkan pada sistem pipa Nova Transmisi Gas. Perlindungan terhadap korosi yang disebabkan eksternal dan retak, sistem pipa ini menggunakan sejumlah bahan pelapis yang berbeda dan epoxies fusionbonded. pipa selanjutnya dilindungi oleh proteksi katodik (CP) sistem saat ini terkesan dengan potensi pengurangan 950 mV (Cu/CuSO). Sayangnya, masalah korosi masih dapat terjadi pada sistem dalam kondisi tertentu. perusahaan telah terlibat dalam penelitian integritas pipa difokuskan pada kinetika dan mekanisme korosi dan retak fenomena yang mengancam sistem transmisi gas (Jack dkk, 1996). Perbandingan karakteristik dari dua bentuk korosi retak tegang di pipa, yaitu bentuk biasa yang melibatkan retak intergranular karena kehadiran solusi karbonat-bikarbonat relatif terkonsentrasi, terhadap transgranular retak yang dilahirkan oleh pH larutan. Pertimbangan diberikan untuk bagaimana solusi pH yang lebih tinggi berasal dari versi pH rendah dan pengaruh lingkungan yang berbeda pada mekanisme inisiasi retak dan pertumbuhan. Untuk bentuk intergranular retak perilaku tegangan-regangan siklik telah terbukti berkorelasi dengan kepekaan retak berbagai baja. Sejak beban siklik telah terbukti meningkatkan kecenderungan untuk retak dengan solusi pH rendah, dapat dibayangkan bahwa karakteristik tegangan-regangan siklik baja juga dapat tercermin dalam bentuk retak. Pendekatan untuk mengendalikan atau mencegah stres retak korosi pipa diuraikan (Parkins, 2000).
13
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Metode Yang Diterapkan Dalam penulisan ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah yang akan dijadikan penelitian. Setelah itu, penulis melakukan studi literatur untuk menguatkan penelitian. Kemudian dilakukanya pengambilan data. Lalu, dilakukan perhitungan dan analisa data tentang laju korosi, yang dilanjutkan dengan pembahasan dan pengambilan kesimpulan.
3.2 Diagram Alir Penulisan Dengan melihat metode yang diterapkan diatas, maka diagram alirnya yaitu: Rumusan Masalah
Studi Literatur Korosi & LRUT
Identifikasi dan Pengambilan Data 1. 2.
Informasi Umum Jaringan Pipa Analisa dan Pemeriksaan Evaluasi Data
Pengolahan Data
Analisis Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram Alir Penulisan.
14
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data Pengujian pipeline dengan menggunakan metode long range ultrasonic testing (LRUT). Akan memberikan hasil pembacaan data berupa pengurangan ketebalan dinding pipa (wall loss) dalam satuan milimeter (mm). Namun, teletest unit juga akan menyajikan data-data yang menunjang sebagai hasil data untuk melenglakapi analisa hasil pengujian.
4.2 Data Informasi Umum Berikut ini data pipa secara umum yang merupakan kesatuan rangkaian dalam analisa data untuk dilakukan perhitungan laju korosi. Pelaporan data ini dihasilkan dari inspeksi teletest.
Gambar 4.1 Posisi Datum (Irsindo Pratama, 2010)
15
Tabel 4.1 Informasi Perincian Pipa (Irsindo Pratama, 2010)
4.3 Hasil LRUT A-Scan Graph LRUT A-Scan Graph merupakan tampilan grafik yang dihasilkan dari proses pembacaan gelombang ultra sonic teletest system. Dari tampilan grafik tersebut dapat dilkaukan pemeriksaan dan pembacaan sehingga kerusakan pipa atau laju korosi dapat diketahui.
16
Gambar 4.2 LRUT A-Scan Graph Dari gambar diatas ada tiga jenis warna yang dapat menunjukan adanya kejanggalan, kerusakan, atau pengurangan performance pipeline. Dibawah garis hijau adalah kategori 1 yang berarti kerusakan ringan, diantara garis hijau dan merah adalah kategori 2 yang menunjukan kerusakan sedang, dan diatas garis merah adalah kategori 3 yang berarti keruskan berat.
17
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan a. Pengukuran korosi dengan menggunakan metode LRUT akan lebih luas area pengujianya jika dibandingkan dengan metode konvensional, dan metode LRUT dapat mendeteksi korosi badian luar dan dalam pipa. b. Besarnya laju korosi padsa pipeline tidaklah sama, hal ini searah dengan besarnya wall loss yang terjadi pada rangkaian pipeline yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal pada pipa gas tersebut.
5.2 Saran a. Pada pipa yang mengalami korosi sebaiknya dilakukan pergantian bila sudah parah, dan penggunaan zat pelambat karat (corrosion inhibitor) pada pipa pengganti yang baru. b. Upayakan agar pipeline di cek laju korosinya lima tahun sekali.
18
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Y. (2014). STUDI KASUS LAJU KOROSI PADA PIPA API 5L DI ENERGY MEGA PERSADA. Jurnal Teknik Mesin, 1(2). De Waard, C., Lotz, U., & Milliams, D. E. (1991). Predictive model for CO2 corrosion engineering in wet natural gas pipelines. Corrosion, 47(12), 976-985. Nešić, S. (2007). Key issues related to modelling of internal corrosion of oil and gas pipelines–A review. Corrosion Science, 49(12), 4308-4338. Erna, M., Emriadi, E., Alif, A., & Arief, S. (2011). Karboksimetil Kitosan sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Media Air Gambut. Jurnal Matematika & Sains, 16(2), 106-110. Fahrurrozie, A., Sunarya, Y., & Mudzakir, A. (2009). Efisiensi Inhibisi Cairan Ionik Turunan Imidazolin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2). Febrianto, G. R. S., & Butarbutar, S. L. (2010, November). Analisis laju korosi dengan penambahan inhibitor korosi pada pipa sekunder reaktor RSG-GAS. InSeminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta (Vol. 18). Gunaltun, Y. M., & Achmad, S. J. (1999). Top of line corrosion in multiphase gas lines: A case history (No. CONF-990401--). NACE International, Houston, TX (United States). Hadi, S., & Jumarlis, J. (2013). PENGARUH LINGKUNGAN MINYAK MENTAH TERHADAP LAJU KOROSI PADA PIPA BAJA KARBON DAN PIPA GALVANIS. Jurnal Teknik Mesin ISSN 2089-4880, 3(2). Harle, B. A., & Beavers, J. A. (1993). Technical note: low-ph stress corrosion crack propagation in API X-65 line pipe steel. Corrosion, 49(10), 861-863. Jack, T. R., Wilmott, M. J., Sutherby, R. L., & Worthingham, R. G. (1996). External corrosion of line pipe--A summary of research activities. Materials performance, 35(3). Jack, T. R., Wilmott, M. J., & Sutherby, R. L. (1995). Indicator Minerals formed during the external corrosion of line pipe (No. CONF-950304--). NACE International, Houston, TX (United States). Moghissi, O. C., Norris, L., Dusek, P. J., & Cookingham, B. (2002, January). Internal corrosion direct assessment of gas transmission pipelines. InCORROSION 2002. NACE International.
19
Niu, L., & Cheng, Y. F. (2007). Corrosion behavior of X-70 pipe steel in nearneutral pH solution. Applied surface science, 253(21), 8626-8631. Nugroho, A., Haryadi, G. D., Ismail, R., & Kim, S. J. (2016, April). Risk based inspection for atmospheric storage tank. In THE 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE ON ADVANCED MATERIALS SCIENCE AND TECHNOLOGY (ICAMST 2015) (Vol. 1725, No. 1, p. 020055). AIP Publishing. Parkins, R. N. (2000, January). A review of stress corrosion cracking of high pressure gas pipelines. In CORROSION 2000. NACE International. Rahman, A. (2007). PENGARUH LINGKUNGAN KOROSIF TERHADAP LAJU KOROSI PADA PIPA MINYAK DAN GAS (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang). Samimi, A. (2012). Preventing Hydrate Formation in Gas Transporting Pipe Lines with Synthetic Inhibitors. International Journal of science and investigations, France, 48-50. Soentono, S. (1998). Korosi di Industri Nuklir. Widyanuklida, 1(1). Suriadi, I. G. A., & Suarsana, I. K. (2007). Prediksi laju korosi dengan perubahan besar derajat deformasi plastis dan media pengkorosi pada material baja Karbon. Jurnal Energi Dan Manufaktur, 2(2). Suryo, S. H. (2010). Laju Korosi dan Kekerasan Pipa Baja API 5L X65 Setelah Normalizing. ROTASI, 12(2), 25-30.
20