Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Alexander Dicky K. N , Anggraeni Janar Wulan Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Bronkopneumonia merupakan radang paru-paru pada bagian lobularis, ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur serta benda asing.Bronkopneumonia ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas cepat dan dangkal (adanya ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif. Prevalensi bronkopneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak di bawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada usia di atas 9 tahun. By. Ny. Y, 1 bulan 6 hari, datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu, dahak tidak bisa dikeluarkan, demam dan sesak napas yang semakin berat juga dirasakan oleh pasien. Pasien juga tampak membiru setiap kali pasien batuk. Pada pemeriksaan o fisik didapatkan nadi 120 x/menit, frekuensi napas 60 x/menit, suhu 38 C, SpO2 90% (dengan oksigensasi), tampak sianosis di bibir, tangan dan kaki. Didapatkan napas cuping hidung serta retraksi subcostal dan substernal pada dinding thoraks dengan bunyi ronkhi basah halus nyaring dan wheezing di lapang paru, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 12.300/ul dan hasil rontgen thoraks didapatkan kesan bronkopneumonia kanan tanpa kardiomegali. Terapi yang diberikan berupa infus D5 ¼ NS 8 gtt/mnt (mikro), Injeksi Ampiciln 150 mg/8 jam, nebu ventolin 1 respul/8 jam, Diet: ASI (Air Susu Ibu) peras 8x10-20cc via NGT, dan Injeksi Gentamisin 20 mg/24jam. Kata kunci: bayi, bronkopneumonia, laporan kasus
The Current Management of Bronchopneumonia In Infant at Abdul Moeloek’s Hospital Abstract Bronchopneumonia is an inflamation at the lobularis of lung, characterized by patches of infiltrates caused by infection with bacteria, viruses, fungi and foreign objects. Bronchopneumonia characterized by high fever, restlessness, dyspnoea, and the wet crackles, vomiting, diarrhea, cough and productive. The prevalence of bronchopneumonia in developing countries is 30-45% per 1000 children under 5 years of age, 16-22% per 1000 children at the age of 5-9 years, and 7-16% per 1000 children at the age of 9 years. By.Ny. Y, 1 month 6 days, came to the Abdul Moeloek’s hospital with productive cough since 2 weeks ago, the sputum can not be excluded, fever and shortness of breath are getting heavier also felt by the patient. Patients also had a cyanosis whenever the patient coughs. On physical examination found heart rate 120 x/minute, o respiratory rate 60 x/min, the temperature 38 C, SpO2 90% (with oksigensasi), visible cyanosis on the lips, hands and feet. Obtained nasal flaring and subcostal retractions and substernal the thoracic wall with smooth wet ronkhi’s sound and wheezing in the lung fields, there are no extra heart sounds. In investigations obtained leukocytes 12,300/ul and thoracic radiograph results obtained bronchopneumonia right impression without cardiomegaly. Therapy was given in the form of infusion D5 ¼ NS 8 gtt/min (micro), inj. Ampiciln 150 mg/8 hours, nebu ventolin 1 respul/8 hours, Diet: human milk 8x10-20 cc via NGT, and inj. Gentamicin 20 mg/24 h. Keywords: case report, bronchopneumonia, infant Korespondensi: Alexander Dicky K. N, S. Ked, alamat Jalan Sultan Haji No. 8 Tanjung Senang Bandar Lampung, HP 081279305458, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab non infeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Penyebab non infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan hipersensitivitas serta pneumonitis akibat obat atau radiasi.1 Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis dinyatakan dengan adanya daerah J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 6
infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronkus.2 Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri,virus, jamur dan benda asing, yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas cepat dan dangkal (terdengar adanya ronki basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif.3
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 3045% per 1000 anak di bawah usia 5 tahun, 1622% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 716% per 1000 anak pada yang lebih tua.4,5 Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi.6,7 Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia prevalensi pneumonia balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007.3,8 Penyebab utama virus pneumoni pada anak adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus inflamasi A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus.1 Kasus By.Ny. Y, usia 1 bulan 6 hari, sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit os (orang sakit) mengalami batuk berdahak yang sulit os keluarkan disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Ibu os mengaku demam tidak disertai dengan berkeringat di malam hari. Sejak mengalami keluhan ini, frekuensi minum Air Susu Ibu (ASI) os menjadi berkurang. Keesokan harinya ibu os membawa os berobat ke bidan setempat dan os mendapatkan obat batuk dan penurun panas dalam bentuk sirup. Setelah mengkonsumsi selama 7 hari, ibu os mengaku bahwa keluhan yang dirasakan anaknya menjadi berkurang, sehingga obat dihentikan oleh ibu os. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan yang dirasakan os kembali muncul, dan ibu os kembali menggunakan obat batuk dan penurun panas yang sudah didapatkan dari bidan. Sampai keesokan harinya, keluhan yang dirasakan os bertambah berat dan disertai dengan sesak nafas yang semakin berat. Ibu os mengaku, bahwa anaknya tampak membiru setiap kali os batuk. Riwayat Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) normal. Oleh karena itu, ibu os membawa anaknya untuk berobat ke Rumah Sakit Abdul
Moeloek (RSAM). Sesampainya di Unit Gawat Darurat (UGD) RSAM os mendapatkan terapi berupa oksigen dengan menggunakan kanul (1 L/menit), dan dilakukan pemasangan infus D5 ¼ NS. Os didiagnosis oleh dokter UGD mengalami asfiksia dengan diagnosa banding berupa PJB (Penyakit Jantung Bawaan) dan BP (Bronkopneumonia). Kemudian os dilakukan observasi terlebih dahulu di UGD dan setelah dinyatakan stabil, os segera di kirim ke ruangan alamanda untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Menurut pengakuan ibu os, riwayat os kontak dengan orang yang mengalami batuk lama, riwayat keluarga menderita batuk lama, sesak, bersin pagi hari, asma, alergi disangkal oleh ibu os. Ibu os mengaku bahwa dirinya selalu melakukan kontrol selama kehamilannya dan os terlahir secara spontan, dibantu oleh bidan, serta langsung menangis kuat. Os merupakan anak kedua, terlahir dengan BB (Berat Badan) 3.500 gram, dan PB (Panjang Badan) 48 cm. Os tinggal bersama dengan keluarga inti, ayahnya merupakan perokok berat yang sering merokok di dalam rumah, dan tempat tinggal selalu di lewati oleh kendaraan bermotor. Ibu os mengaku, os tidak mendapatkan makanan lain selain ASI dan os sudah mendapatkan imunisasi dasar yang sesuai dengan usianya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum os tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu aksial 38 oC, frekuensi nadi 120 x/menit (kuat dan regular), frekuensi nafas 60 x/menit dengan saturasi oksigen 90% (dengan oksigenisasi), BB awal 3,5 Kg dan BB sekarang 4,5 Kg, panjang badan 55 cm, lingkar lengan 14 cm, dan status gizi os normal. Pada pemeriksaan kepala didapatkan sianosis pada bibir os, tanpa ditemukan tandatanda dehidrasi dan didapatkan napas cuping hidung. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan bentuk thoraks simetris dengan retraksi pada substernal dan subcostal, serta didapatkan bunyi suara nafas tambahan, yaitu ronkhi basah halus nyaring pada seluruh permukaan paru dan wheezing. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan abdomen dan genitalia. Pada pemeriksaan ekstremitas, atas dan bawah, didapatkan sianosis pada ujung-ujung jari os tanpa adanya edema. Tidak didapatkan adanya kelainan neurologis pada pemeriksaan yang telah dilakukan kepada os.
J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 7
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Pada pemeriksaan penunjang telah dilakukan pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan pemeriksaan foto rontgen thoraks. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil Hemoglobin 9,5 gr/dL, leukosit 12.300/ul, Hematokrit 26%, trombosit 490.000/ul, dan eritrosit 3,0 juta/ul. Pada pemeriksaan kimia darah, didapatkan gula darah sewaktu 59, natrium 136, kalium 4,5, kalsium 9,9, dan chlorida 105. Pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesan jantung dalam batas normal dan bronkopneumonia kanan. Berdasarakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, dapat ditegakan diagnosis kerja bronkopneumonia dengan diagnosis banding bronkiolitis. Terapi awalan yang didapatkan os berupa infus D5 ¼ NS 8gtt/menit (mikro), injeksi Ampiciln 150 mg/8 jam, nebu ventolin 1 respul/8 jam, dan diet ASI peras 8x10-20 cc via Naso Gastric Tube (NGT). Prognosis pada pasien ini, baik Quo ad Vitam, Quo ad Fungtionam, dan Quo ad Sanationam adalah dubia ad bonam. Pada hari pertama mendapatkan perawatan di ruang alamanda RSAM, os mendapatkan beberapa beberapa macam terapi. Os sempat dikonsulkan kepada dokter jaga karena keadaannya yang sempat menurun dan os mendapatkan tambahan terapi berupa O2 1 lt/menit, paracetamol drop 3X0,5 cc p.r.n, dan ambroxol drop 3x0,4 cc dan terapi dari dokter ruangan berupa infus D5 ¼ NS 5 gtt/mnt (mikro), cek darah lengkap, GDS, dan elektrolit os. Namun setelah dilakukan konsul kepada konsulen, dokter spesialis anak, terapi pada os menjadi infus D5 ¼ NS 8 gtt/menit (mikro), Inj. Ampiciln 150 mg/8 jam, nebu ventolin 1 respul/8 jam, diet ASI peras 8x10-20 cc via NGT, Injeksi Gentamisin 20 mg/24 jam, dan pemberikan ambroxol drop pada os di stop. Terapi diteruskan selama perawatan di ruang alamanda RSAM selam 5 hari dan pada hari ke 5, keadaan os baik, os diperbolehkan pulang untuk melakukan rawat jalan (kontrol) dengan terapi berupa paracetamol sirup 3x¼ cth (p.r.n) dan amoxicillin sirup 3x¼ cth. Pembahasan Dalam kasus ini, masalah utama yang dirasakan oleh pasien sehingga pasien dibawa ke rumah sakit adalah sesak nafas. Sesak nafas terjadi karena berbagai hal, diantaranya adalah adanya gangguan mekanik terhadap proses J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 8
ventilasi (obstruksi aliran nafas, gangguan pengembangan paru, dan dinding dada/ diafragma), kelemahan pompa nafas, peningkatan respiratory drive (hipoksemia dan asidosis metabolik), ventilasi inadekuat (destruksi kapiler/ emfisema dan obstruksi pembuluh darah besar/ emboli paru), dan disfungsi psikologik (somatisasi, ansietas, dan depresi).9 Berbagai macam kemungkinan etiologi dari sesak nafas di atas dapat disimpulkan karena adanya gangguan dari satu atau beberapa organ, misalnya akibat jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Namun setiap organ tersebut memiliki beberapa perbedaan mengenai keadaan sesak nafas. Jantung dapat menimbulkan sesak nafas pada penderitanya yang bisa diikuti dengan keadaan sianotik maupun asianotik, dan biasanya sesak nafas karena jantung akan semakin berat dirasakan karena adanya aktivitas yang semakin berat menjadi faktor resiko. Sesak nafas yang ditimbulkan karena jantung dapat diikuti dengan adanya bunyi jantung tambahan (murmur ataupun gallop).2 Sesak nafas karena paru-paru disebabkan karena berbagai macam hal, diantaranya karena adanya obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan paru-paru/alveoli gagal mengembang dengan sempurna (kekurangan surfaktan atau adanya desakan dari rongga abdomen/jantung). Sesak nafas pada paruparu tidak tergantung pada berat ringannya aktivitas seseorang dan terkadang sesak nafas yang berat akibat paru-paru bisa menimbulkan seseorang menjadi sianotik. Sesak nafas yang ditimbulkan karena paru dapat diikuti dengan adanya bunyi nafas tambahan, seperti ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing. Berbeda dengan sesak nafas yang timbul akibat hati ataupun ginjal, sesak nafas yang timbul akibat kedua organ ini merupakan komplikasi yang timbul akibat adanya gangguan metabolisme (asidosis metabolik) yang berakibat ke paru sehingga timbul sesak nafas. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya bunyi jantung tambahan (murmur/gallop), tidak pula ditemukan adanya asidosis metabolik (asites pada abdomen) ataupun gangguan pada ginjal (edema pada tungkai/palpebra). Pada pasien ini ditemukan adanya bunyi nafas tambahan, ronkhi halus nyaring yang ditemukan pada seluruh lapang paru-paru penderita.2
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Manifestasi klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, namun secara umum adalah gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare. Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, nafas cuping hidung, merintih dan sianosis.9 Pada kasus ini gejala infeksi yang muncul pada pasien adalah demam, gelisah dan penurunan nafsu makan. Sedangkan gejala gangguan respiratorik yaitu batuk, sesak napas, nafas cuping hidung dan sianosis. Sesak nafas dapat disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedema, atau karena sekret yang menghalangi arus pertukaran O2 dengan CO2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 60 x/menit, nafas cuping hidung (+), retraksi subcostal (+), ronkhi basah halus nyaring di seluruh lapang paru +/+. Adanya suara ronkhi basah halus nyaring di seluruh lapang paru dan wheezing menandakan bahwa sesak nafas os merupakan adanya gangguan dari paru-paru bukan berasal dari jantung. Ronkhi terdengar karena adanya udara yang melewati saluran napas yang mengalami penyempitan atau obstruksi.9 Berdasarkan pemeriksan fisik, pasien ini digolongkan sebagai pneumonia berat sesuai dengan klasifikasi sesuai tandanya yaitu takipneu (+), sianosis (+), retraksi subcostal dan substrenal (+), wheezing +/+. Keluhan pada bronkopneumonia dapat ditemukan pula pada bronkiolitis namun biasanya pada bronkiolitis akut didahului dengan batuk kering disertai demam yang tidak terlalu tinggi, pasien juga mengalami takipneu dan sianosis. Bronkiolitis akut juga sering timbul gejala pilek (nasal discharge) sebelum adanya gejala lain. Pada bronkiolitis auskultasi paru ditemukan bunyi wheezing yang sangat jelas, sedangkan pada bronkopneumonia suara rhonki basah halus nyaring yang ditemukan dominan dan pada beberapa kasus ringan jarang ditemukan wheezing.9 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan nilai yang bermakna pada jumlah leukosit (leukositosis) yaitu sebesar 12.300/ul (nilai
normal 4800-10.800/ul). Hal ini menujukkan adanya infeksi akut pada pasien.10 Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan nilai gula darah sewaktu sebesar 59 mg/dl (nilai normal 140 mg/dl). Hal ini mengindikasikan bahwa pasien mengalami hipoglikemia.10 Namun pada kasus ini tidak diberikan terapi khusus untuk keadaan hipoglikemia, karena penatalaksanaan hipoglikemia pada bayi dengan nilai Gula Darah Sewaktu (GDS) >25 mg/dl yaitu diberikan ASI setiap 1-2 jam atau 3-10 ml ASI perah per kg BB bayi dan kemudian dipantau kembali setiap 2 jam, apabila belum mencapai kadar normal diberikan terapi D10% intravena sebesar 2 ml/kgBB.10 Pada pemeriksaan rontgen thorak didapatkan gambaran infiltrat di parakardial kanan. Gambaran infiltrat merupakan gambaran terperangkapnya udara pada bronkus karena tidak adanya pertukaran pada bronkus. Gambaran infiltrat ini merupakan gambaran khas pada bronkopneumonia. Sedangkan pada bronkiolitis gambaran khas ditemukan adanya penebalan peribronkial dan sering terdapat atelektasis subsegmental.9 Berdasarkan anamnenis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka bronkiolitis dapat disingkirkan. Diagnosis dari UGD yaitu asfiksia dan penyakit jantung bawaan dapat kita singkirkan juga karena asfiksia adalah gangguan pernapasan yang terjadi sesaat setelah bayi lahir, dan diagnosis asfiksia ditegakkan hanya beberapa menit setelah lahir.9 Penyakit jantung bawaan juga dapat disingkirkan karena dari sianosis tidak terlihat sejak os lahir, dan tidak ditemukan suara jantung tambahan pada pemeriksaan auskultasi jantung. Pada kasus ini terdapat faktor resiko yang dapat memperkuat penegakkan diagnosis, tingginya pajanan terhadap polusi udara yaitu asap rokok dan asap kendaraan.9 Hal ini disimpulkan dari anamnesis ibu os yang mengaku bahwa suami memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah ditambah lagi dengan asap yang berasal dari kendaraan-kendaraan yang melewati rumah os, dan hal ini dapat memperkuat diagnosis bronkopneumoni dari os. Terapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antispiretik, dan antibiotik. O2 diberikan sebesar 1 lt/menit. Berdasarkan pedoman pelayanan medis World Health Organization (WHO), pasien dengan saturasi J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 9
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara ruangan harus diberikan oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.10 Pada kasus ini saturasi oksigen pasien hanya 90% (sudah dengan penggunaan O2) ditambah dengan adanya tanda-tanda distress pernapasan yaitu nafas cuping hidung, retraksi dinding dada bagian bawah, serta sianosis pada bibir dan ekstremitas. Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini yaitu infus D5 ¼ NS sebanyak 8 tetes/ menit. Hal ini sesuai dengan kebutuhan Cairan ini diberikan sebagai pengganti kebutuhan kalori yang tidak bisa didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral.10 Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien ini adalah paracetamol. Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau dengan peroral/ syrup ( 3x¼ cth). Indikasi pemberian paracetamol pada pasien ini adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38 oC serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk. Pada kasus ini pemberian ambroksol sirup, sebagai mukolitik, dihentikan pemberiannya pada pasien. Ambroksol merupakan mukolitik, bekerja untuk mengencerkan dahak/sekret pada saluran pernafasan dan dengan reflek batuk, diharapkan mukus/sekret dapat dikeluarkan.11 Pada bayi dengan usia <2 tahun organ pada sistem pernapasan belum bekerja secara optimal, sehingga refleks batuk untuk mengeluarkan mukus tidak bekerja secara adekuat. Sehingga apabila ambroksol terus diberikan, maka mukus/sekret akan terus mengalami lisis dan akan menumpuk pada saluran pernafasan bagian bawah. Hal ini akan menghambat pertukaran O2 dengan CO2 di alveolus yang dapat menambah sesak dan memperburuk keadaan klinis pasien.9 Pemberian antibiotik pada kasus ini adalah ampisilin 150 mg/8 jam dan gentamicin 20 mg/24 jam yang diberikan secara intravena. Antibiotik diberikan secara intravena karena pada kasus ini pasien termasuk dalam klasifikasi bronkopneumonia berat dan tidak dapat menerima asupan per oral. Selain itu pada bayi kecil terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 10
dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.9 Pada kasus ini pemberian antibiotik sudah tepat yaitu kombinasi ampisilim yang merupakan golongan beta laktam+gentamicin yang merupakan golongan aminoglikosid, namun dosis pemberiannya belum tepat. Dosis pemberian ampisilin pada anak usia 2-4 bulan adalah 50 mg/KgBB/8 jam dan dosis pemberian gentamisin pada anak usia 2-4 bulan adalah 7,5 mg/KgBB/24 jam, sehingga dosis ampisilin yang seharusnya diberikan pada anak dengan berat badan 4,5 Kg adalah 225 mg/8 jam dan dosis gentamisin yang seharusnya diberikan adalah 33,75 mg/24 jam.12 Pemberian 2 macam antibiotik ini juga didasari pada etiologi dari bronkopneumoni, di mana ampisilin digunakan untuk mengatasi bakteri gram positif sedangkan gentamisin digunakan untuk mengatasi bakteri gram negatif.9 Terapi nebulisasi menggunakan sabutamol diberikan pada pasien ini dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta2 adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan mediator dari pulmonary mast cell.9,11 Namun terapi nebulisasi bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumoni. Gold standar pengobatan bronkopneumoni adalah penggunaan 2 antibiotik. Pemberian salbutamol sebagai terapi nebulisasi diberikan pada os karena pada os ditemukan adanya wheezing pada nafasnya, sehingga pemberian terapi nebulisasi diharapkan dapat mengurangi dari wheezing os.13 Pasien bronkopneumonia dapat dipulangkan jika gejala dan tanda bronkopneumonia telah menghilang, asupan oral adekuat, pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah secara peroral, keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi terapi dan rencana kontrol, kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.9 Pada kasus ini gejala sesak nafas, batuk dan demam sudah tidak dikeluhkan lagi oleh keluarga, disertai dengan tanda bronkopneumonia seperti nafas cuping hidung,
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
retraksi subcostal dan ronkhi basah halus nyaring sudah menghilang. Pasien juga sudah bisa menyusu dengan baik. Keluarga juga sudah mengerti dan setuju harus kontrol kembali, oleh karena itu pasien diperbolehkan pulang dan mendapatkan antibiotik oral yaitu ampicilin syrup 3x¼ cth yang harus di minum sampai 5-7 hari. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis suatu penyakit ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan mikro, mini, meso, dan makro. Lingkungan mikro adalah faktor dari ibu sendiri yang salah satunya adalah pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai penyakit dan pemberian nutrisi. Lingkungan mini adalah lingkungan keluarga seperti suasana dalam lingkungan rumah apakah mendukung untuk tercapainya kesembuhan. Lingkungan meso adalah sarana dan prasarana yang memberikan pelayanan untuk menunjang pengobatan. Sedangkan lingkungn makro adalah organisasi yang berkecimpung dalam kesehatan anak.14 Dari keempat faktor lingkungan tersebut, lingkungan mikro adalah faktor yang paling mempengaruhi. Pada kasus ini prognosis dubia ad bonam dikarenakan penanganan yang cepat setelah timbulnya keluhan pada pasien, pasien segera mendapatkan terapi antibiotik, dan pemberian ASI yang adekuat sejak lahir. Pada kasus ini ibu pasien memiliki pengetahuan yang cukup, terlihat dari bagaimana ibu os yang mengaku selalu melakukan kontrol rutin ke bidan setempat selama kehamilan, mengenai cara pemberian nutrisi ASI, dan penangananpenyakit dari pasien. Namun ayah dari pasien ini memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah, ditambah dengan letak lingkungan pasien yang berdekatan dengan jalan raya bisa menjadi salah satu faktor penyulit kesembuhan pasien.9 Simpulan Penggunaan ambroksol (mukolitik) pada kasus bronkopneumonia pada bayi tidak dianjurkan pemberiaannya karena bayi belum mempunyai refleks batuk yang baik, sehingga bila tetap diberikan mukus akan mengalir ke alveoli dan akan memperberat derajat penyakit. Pemberian antibiotik yang direkomendasikan pada bronkopneumonia adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/ klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi
ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari. Daftar Pustaka 1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Volume 2. Jakarta: EGC; 2000. 2. Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses perjalanan penyakit. Jakarta: EGC; 2012. 3. Saputri ND. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia pediatrik di instalansi rawat inap RSUP Dr. Soeradji Tritonegoro Klaten Tahun 2011 [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013. 4. William F. Evidence-based pediatrics, pneumonia and bronchiolitis. Canada: University of Toronto. 2000. 5. Anggraini O, Rahanoe M. Bayi usia 3 bulan dengan bronkopneumonia. Journal of Lampung University. Medula Unila. 2014; 2(3):66-72. 6. Administrated by the Alberta Medical Association [internet]. Guideline for the diagnosis and management of community acquired pneumonia: pediatrics. Available from url: http:// www.centralhealth.nl.ca/assets/Pandem icInfluenza/PNEUMONIAPEDIATRICS.pd\ 7. Fadhila A. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia pada pasien bayi laki-laki berusia 6 bulan. Medula Unila. 2013; 1(2):1-10. 8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia balita. Jakarta: Kemenkes RI; 2010. 9. Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: IDAI; 2010. 10. Hegar, Badriul. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: IDAI; 2010. 11. Katzung, B. G. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika; 2002. 12. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009. 13. European Medicine Agency. Ambroxol and bromhexine containing medicinal products. United Kingdom; 2015, Page 10.
J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 11
Alexander dan Anggraeni| Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek
14. Pardede, Nancy. Tumbuh kembang anak
J Medula Unila | Volume 7 | Nomor 2 | April 2017 | 12
dan remaja. Jakarta : Sagung Seto; 2002.