“TARI KOLOSAL SABDO PALON NOYO GENGGONG”
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Wawasan Budaya Nusantara Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Disusun oleh : DEVITA NELA SARI NIM. 14148146
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf pada kesempatan ini apabila masih terdapat kekurangan yang didapat melalui makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai kesenian Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong yang berasal dari Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar, agar kesenian semakin dikenal luas secara nasional maupun internasional. Selain itu, semoga makalah ini dapat menjadi sumber referensi bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih dalam atau mengangkat topik yang serupa. Akhir kata, besar harapan penulis mengenai adanya kritik dan saran yang dapat membantu penulis dalam perbaikan maupun pembelajaran kedepan karena makalah ini masih jauh dari sempurna.
Surakarta, 17 Desember 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan................................................................................................... 4 D. Tinjauan Teori ...................................................................................... 4 E. Metode Penelitian ................................................................................. 6 II. WUJUD BUDAYA A. Budaya Ide/Konsep ............................................................................. 9 B. Budaya Tindakan/Aktivitas .................................................................. 13 C. Budaya Artefak .................................................................................... 17 III. PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................... 24 B. Saran ..................................................................................................... 24 DAFTAR ACUAN LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Kabupaten Karanganyar ......................................................... 1 Gambar 2. Penari Menerbangkan Burung Merpati .......................................... 12 Gambar 3. Penari Menaburkan Bunga ............................................................. 13 Gambar 4. Pembacaan Narasi ciri Dramatari ................................................... 13 Gambar 5. Tahapan awal pertunjukkan ........................................................... 14 Gambar 6. Tahapan konflik pertunjukkan ....................................................... 15 Gambar 7. Tahapan klimaks pertunjukkan ...................................................... 16 Gambar 8. Tahapan akhir pertunjukkan ........................................................... 16 Gambar 9. Topeng pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong ..................... 18 Gambar 10. Tombak pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong .................. 19 Gambar 11. Baju, Kain Batik, dan Udeng untuk menari ................................. 21 Gambar 12. Epek Timang, Setagen, dan Gelang untuk menari ....................... 22 Gambar 13. Pencon (Instrumen Utama) .......................................................... 23 Gambar 14. Kenthongan (Instrumen Pendukung) ........................................... 23
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki kesenian daerah masing-masing, jenisnya pun beragam. Tari daerah, merupakan salah satu kesenian yang paling banyak dimiliki setiap suku di Indonesia. Salah satu tari baru yang sedang gencar diperkenalkan adalah tari yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah yakni Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong. Tari Kolosal tersebut merupakan kesenian yang berasal dari Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bumi Intan Pari (Industri Pertanian dan Pariwisata) adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Ibu Kotanya terletak di Karanganyar, sekitar 15 km sebelah barat dari kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar memiliki semboyan “Tenteram” yang merupakan singkatan dari kata “tenang, teduh, rapi, aman, dan makmur”. (karanganyarkab.go.id)
Gambar 1. Peta kabupaten karanganyar Sumber: http://abuzadan.staff.uns.ac.id/tag/karanganyar/
Kabupaten Karanganyar terbagi atas 17 Kecamatan yang terbagi atas 177 Desa atau Kelurahan yang seluruhnya pada tahun 1987 merupakan Desa Swasembada. (Pujonggo Irawanto, 2013:3) Kecamatan Ngargoyo merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 7 kelurahan atau desa, salah satunya adalah Desa Girimulyo.
1
Desa Girimulyo terdapat sebuah sanggar seni yang sangat aktif berkesenian, letaknya berada di Dusun Puton. Sanggar seni tersebut bernama “Among Roso”. Menurut Suripto, (Wawancara, 13 Desember 2015) sanggar tersebut diberi nama demikian karena segala sistem yang ada pada sanggar seni dilaksanakan secara terbuka dan transparan tidak ada yang ditutup-tutupi bahkan hingga ke masalah pendanaan. Para anggota yang tergabung dalam sanggar seni tersebut menaruh kepercayaan kepada para pengurus sehingga dalam berkegiatanpun segala sesuatunya penuh dengan kepercayaan satu sama lain. Meskipun dana yang diterima dari pementasan atau pemerintah tidak terlalu banyak namun kebersamaan melalu rasa saling percaya itu membuat sanggar seni terus bertahan. Salah satu kesenian yang terdapat di sanggar seni “Among Roso” adalah Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong. Tari kolosal tersebut merupakan kesenian tari yang baru dibentuk pada tahun 2012, mengambil konsep dari kisah atau mitos yang dipercayai masyarakat Dusun Puton di bawah lereng Gunung Lawu tentang Sabdo Palon dan Noyo Genggong, dua orang abdi kerajaan dari Prabu Brawijaya V. Tari ini dibuat atas kesadaran bahwa setiap daerah perlu memiliki kesenian sebagai jati diri masing-masing. Berawal dari tawaran pemerintah Desa Girimulyo kepada Dusun Puton untuk menampilkan suatu kesenian pada Festival Seni Tradisional, maka tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong pun dikenal. Tarian tersebut telah mengalami beberapa perubahan seiring masukan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materi maupun non materi. Berkat usaha dan kerja keras, tarian ini mulai dikenal luas dengan prestasinya seperti: Juara 1 Festival Seni Tradisional tingkat Kecamatan Ngargoyoso pada tanggal 13 Mei 2012, Juara 1 Festival Seni Tradisional tingkat Kabupaten Karanganyar pada tanggal 17 Nopember 2012, dan hampir 20 pementasan lainnya sepanjang tahun 2012-2015 yang telah diikuti. (Pujonggo Irawanto, 2013:77) Para penari dan pengrawit sejumlah kurang lebih 50 orang pada tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong tidak memiliki bakat sebagai seniman tari maupun karawitan, mereka semua adalah petani sayur, tukang kayu, hingga tukang batu. Tetapi melalui upaya Trubus Suwanto, selaku koreografer tari dan musik pengiring (Wawancara, tanggal 13 Desember 2015) para masyarakat Dusun Puton dapat menyelaraskan gerakan dengan iringan meskipun secara sederhana. Trubus mengatakan bahwa para penari dan pengrawit tidak perlu diajarkan gerakan serta iringan yang susah, yang terpenting sederhana dan ada kemauan tinggi untuk berkesenian. Semua properti 2
dan kostum dikumpulkan dan dibuat sendiri oleh para masyarakat Dusun Puton secara bersama-sama. Hal tersebut yang menjadi dasar dipilihnya topik makalah ini. Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong adalah tari yang sederhana namun memiliki nilai sakral dan penuh makna. Terdapat unsur cerita yang sangat dalam mengenai hidup manusia terkandung dalam alur cerita maupun narasi yang dibacakan di awal pembukaan tari tersebut. Meskipun kesenian tari tersebut sudah mulai dikenal di Kabupaten Karanganyar dan sekitarnya, namun kesenian tersebut baru sampai di pementasan desa dan kecamatan, belum sampai ke pementasan besar. Karena itulah perlu adanya pengenalan dan publikasi mengenai kesenian baru yang menjadi ciri khas Dusun Puton, bahwa daerah mereka yang terlihat sepi namun memiliki kekayaan dibidang seni.
B. Rumusan Masalah Penulisan makalah ini untuk mengetahui wujud budaya pada Tari Sabdo Palon Noyo Genggong, dengan rumusan masalah sebagai berikut: -
Bagaimana wujud budaya konsep/ide pada Tari Sabdo Palon Noyo Genggong?
-
Bagaimana wujud budaya tindakan/aktivitas pada Tari Sabdo Palon Noyo Genggong?
-
Bagaimana wujud budaya artefak/fisik pada Tari Sabdo Palon Noyo Genggong?
C. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud budaya yang terdapat dalam Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong, diantaranya wujud budaya ide/konsep , tindakan/aktivitas, dan artefak.
D. Tinjauan Teori Penulis menguraikan berbagai teori-teori yang menjadi kata kunci dalam makalah Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong, sebagai berikut: 1. Pengertian Tari Menurut Robby Hidajat dalam bukunya yang berjudul Wawasan Seni Tari, tari merupakan sebuah bentuk seni yang mempunyai kaitan erat sekali dengan konsep dan proses koreografis yang bersifat kreatif, seperti yang dapat disimak dari beberapa pengertian tari sebagai berikut ini:
3
1. Tari menurut Wisnoe Wardhana (1990:8) adalah kerja rasa dari manusia yang penyalurannya
melewati
urat-urat.
Pemahaman
tentang
gerak
dan
didalamnya secara inplisit terdiri dari otot dan atau urat tubuh, maka pengertian tari terkait dengan gerak dan system mekanisasi tubuh (urat-urat) yang bersifat teknis. 2. Tari menurut Soedarsono (1978:3) adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah. 3. Tari menurut Bagong Kussudiardjo (2000:11-12) adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa harmonis.
Pengertian-pengertian tari tersebut diatas salah satunya mengarah pada sebuah elemen phisikal seperti yang dikemukakan oleh para penggagas definisi tari, yaitu “Tari adalah bentuk yang bersifat ritmis”. Pengertian bentuk disini mengarah pada bidang visual. Sehingga pada perwujudan tari yang dimaksud adalah “bentuk yang ditampakkan oleh tubuh penari”.
2. Jenis-jenis Tari a. Tari Berdasarkan Bentuk Penyajiannya Jenis tari yang berorientasi pada penyaji (penari) dibedakan berdasarkan nilai kuantitatif dari penari yang tampil diatas pentas. Jenis-jenis tari berdasarkan bentuk penyajiannya antara lain: tari solo (tunggal), tari duet, tari trio, tari kwartet, tari massal, tari berganda, tari kolosal, tari kelompok, dan display (arak-arakan). (Robby Hidajat, 2005:17-25) b. Tari Berdasarkan Bentuk Koreografinya Jenis tari berdasarkan bentuk koreografinya adalah tari yang dikenali berdasarkan pola bentuk garapan. Apakah tari digarap berdasarkan tata urutan yang dengan jelas menyampaikan cerita secara kronologis, atau menyajikan sebuah ekspresi pengalaman pribadi yang mendalam. Jenis-jenis tari berdasarkan bentuk koreografinya antara lain: tari drama, dan tari dramatik. (Robby Hidajat, 26-27)
3. Tari Kolosal Berdasarkan bentuk penyajiannya, tari Sabdo Palon Noyo Genggong termasuk ke dalam jenis tari kolosal. Tari Kolosal adalah penyajian tari yang 4
disajikan dalam bentuk kolosal, yaitu didukung oleh banyak penari. Tari kolosal ini dapat berupa sajian ari tunggal, atau dramatari. Tekanan tari kolosal adalah pada banyaknya pendukung yang membuat sajian sengat semarak atau megah. (Robby Hidajat, 2005:24)
4. Tari Drama Berdasarkan bentuk koreografinya, tari Sabdo Palon Noyo Genggong termasuk ke dalam jenis tari drama. Tari Drama adalah tari yang disajikan dengan menggunakan
unsur-unsur
drama,
baik
gerak
tari,
vokal,
dan
juga
pengadeganannya. Jenis tari drama lebih mementingkan sajian bersifat naratif, atau kronologis dari sebuah peristiwa tertentu. Seringkali jenis tari semacam ini disebut Dramatari atau Sendratari (jika tidak menggunakan dialog). (Robby Hidajat, 2005:24-25)
5. Ramalan Jayabaya Orang (masyarakat) Jawa sebagian ada yang masih percaya dengan mitos atau ramalan. Karena ada ramalan yang sangat terkenal yang muncul sejak tahun 1135 – 1157 Masehi (abad ke-11) yaitu Ramalan atau jangka Jayabaya. (Ahmad, 200 a. Ramalan Pertama “Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong” Sri Aji Jayabaya meramalkan Dang Hyang Tanah Jawi Sabdo Palon dan pendahulunya
Noyo
Genggong
akan
murca
dari
marcapada
selama
perkembangan agama Islam berkembang dengan bangkitnya kerajaan Islam di Jawa. “Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong” ramalan Prabu Jayabaya yang pertama menjadi kenyataan tatkala Raja Majapahit yang terakhir Brawijaya memilih meninggalkan agama negara sendiri dan memeluk Islam. (Subowo, 2011) Dengan sendirinya Sabdo Palon memutuskan untuk menghilang atau murca dengan cara baik-baik dari hadapan Sri Brawijaya. Berikut adalah kutipan kalimat yang diucapkan oleh Sabdo Palon terhadap rajanya: “Yang Mulia, kami tidak akan melawan perkembangan sejarah, sejarah yang terus berkembang maju tak pernah mundur seinci pun itu, dan di hadapan Yang Mulia maka kami berjanji akan kembali kelak dimana bumi manusia mengalami gonjang-ganjing dan segalanya harus dimulai dari awal lagi. Demi melindungi Tanah Jawa dan Nusantara serta Bumi Selatan”. (Subowo, 2011)
5
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian guna mendapatkan informasi dan melengkapi makalah Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dyah Ayu Wiwid Sintowoko dalam skripsinya yang berjudul “Kostum Dalam Membangun Karakter Tokoh Pada Film Soekarno” metode penelitian deskriptif kualitatif dimana peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat rinci, lengkap, dan mendalam, yang menggambarkan situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian data. Maka penulis menerapkan penelitian tersebut untuk menekankan deskripsi yang menggambarkan situasi yang sebenarnya secara mendalam. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam makalah adalah para pelaku seni dan peneliti yang menggeluti bidang tarian tersebut. Subyek penelitian ini mengetahui secara langsung proses dan seluk beluk tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong. Instrumen atau alat pengambilan data yang penulis gunakan adalah kamera foto dan alat perekam audio. Adapun beberapa subyek penelitian penulis ialah: 1) Trubus Suwanto, S.Sn (Koreografer Tari & Iringan Tari Sabdo Palon Noyo Genggong) 2) Suripto (Ketua Sanggar Seni “Among Roso”) 3) Aditya Susanti (Mahasiswa Program Studi Teater sekaligus peneliti dan pelaku Tari Sabdo Palon Noyo Genggong)
3. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan Waktu penelitian berada di lokasi yang berbeda yakni Kost Putri Az-Zahra Jl. Halilintar RT 02 RW 10 Kentingan – Jebres, Surakarta pada tanggal 5 Desember 2015 dan Sanggar Seni “Among Roso” Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar pada tanggal 13 Desember 2015. 4. Teknik Pengumpulan Data Penulisan dan penulisan makalah ini mendapatkan data melalui serangkaian pengumpulan data sebagai berikut : 6
a. Observasi
Pengamatan,
dan
penelitian
secara
langsung
untuk
mengetahui
pelaksanaan Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong yang dilaksanakan pada kegiatan Srawung Seni di Candi Sukuh Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar pada 13 Desember 2015. b. Wawancara Penulisan makalah ini menggunakan metode wawancara secara langsung mengenai sejarah, makna, dan segala aspek terkait dengan makalah Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong ini.
c. Studi Pustaka Studi Pustaka atau teknik pengumpulan data yang melalui cara pengumpulan literatur, referensi maupun buku-buku yang mendukung penulisan makalah. Studi pustaka merupa data pendukung yang penulis gunakan sebagai sumber informasi secara menyeluruh. Studi pustaka yang digunakan adalah dengan cara membaca buku dan artikel yang terkait dengan topik makalah, data yang diperoleh tersebut berasal dari buku-buku teori, perpustakaan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, perpustakaan Laboratorium Tour DIII Usaha Perjalanan Wisata Universitas Sebelas Maret (UNS), dan internet.
7
BAB II WUJUD BUDAYA A. Wujud Budaya Konsep 1. Foklor Sabdo Palon Noyo Genggong Masyarakat Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar memiliki kepercayaaan terhadap sebuah mitos di lereng Gunung Lawu yakni mengenai kisah dua orang abdi kerajaan yang bernama Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Mereka adalah tokoh penasehat spriritual Prabu Brawijaya V, yang dalam keadaan apapun dua orang tersebut selalu bersama dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi kerajaan. (Pujonggo Irawanto, 2013:64) Menurut Trubus Suwanto (dalam Pujonggo Irawanto, 2013:64) dalam pengembaraan Prabu Brawijaya V bersama penasehatnya Sabdo Palon dan Noyo Genggong, terjadilah perbedaan kepercayaan memeluk agama antara Sabdo Palon dan Noyo Genggong pemeluk agama Hindu sedangkan sang Prabu Brawijaya V yang awalnya memeluk agama Hindu setelah mengembara berpindah menjadi pemeluk agama Islam mengikuti agama ayahnya yakni Raden Patah. Disepanjang perjalanan pengembaraannya terakhir di kaki Gunung Lawu (bagian barat) jurang perbedaan keyakinan antar agama itu semakin melebar, Sabdo Palon dan Noyo Genggong merasa kecewa, sedih, bercampur kemarahan. Pada akhirnya perpisahan diantara mereka tidak terelakkan. Kesedihan, kemarahan, kekecewaan merasuk dalam jiwanya. Sabdo Palon dan Noyo Genggong berkata lantang ingin membalas dengan kekuatan yang besar dikala sudah datang saatnya. Trubus Suwanto mengatakan, masyarakat Dusun Puton percaya bahwa Sabdo Palon dan Noyo Genggong suatu saat akan datang kembali untuk melampiaskan kemarahannya dengan ditandai dengan turunnya lahar dari Gunung Lawu yang berbau tidak sedap. Kisah tersebut masih tetap dipercaya oleh masyarakat dusun dan diceritakan secara turun-temurun.
8
2. Sejarah Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong merupakan sebuah tari yang dimainkan secara massal oleh sekelompok penari yang memakai topeng, dengan mengkombinasikan seni drama dan tari sebagai bentuk visualisasi dari cerita rakyat Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) pada awalnya Pemerintah Desa Girimulyo menugaskan masyarakat Dusun Puton mengirimkan perwakilan untuk tampil di Festival Seni Tradisional tingkat Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Pada waktu itu Dusun Puton memiliki kesenian tari Bujang Ganong, tetapi kesenian tersebut bukan asli dari Dusun Puton melainkan kesenian Reog asal Ponorogo. Berangkat dari pemikiran bahwa Dusun Puton harus memiliki kesenian sendiri, maka terciptalah ide untuk membuat tari atau kesenian baru yang asli dan khas. Setelah berupaya mencari ide dan membaca berbagai literatur Jawa khususnya daerah lereng Gunung Lawu, maka muncul ide dari cerita rakyat mengenai kisah Sabdo Palon dan Noyo Genggong, abdi dalem Prabu Brawijaya V yang memerintah tahun 1453 – 1478). Dari latar belakang kisah yang diceritakan secara turun-temurun tersebut oleh masyarakat Puton, maka terciptalah sebuah karya tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong. (Pujonggo Irawanto, 2013:71) Menurut Suripto, selaku pimpinan sanggar seni “Among Roso” (Wawancara, 13 Desember 2015) ide mengenai visualisasi cerita Sabdo Palon dan Noyo Genggong untuk menjadi sebuah tarian kolosal khas dari Dusun Puton disambut dengan antusias oleh seluruh masyarakat dusun Puton. Beliau dibantu oleh Trubus Suwanto (pengurus sanggar seni) untuk memilih penari dan pengrawit dari masyarakat setempat sejumlah 50 (lima puluh) orang, untuk menyusun gerakan dan melatih mereka yang mayoritas berprofesi sebagai petani sayur. Selama kurang lebih 4 (empat) minggu mereka menyelaraskan musik pengiring dengan gerakan tarian hingga menjadi tari kolosal yang sederhana.
9
3. Fungsi dan Tujuan Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong 1. Hiburan Rakyat Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong memiliki fungsi sebagai hiburan rakyat khususnya para masyarakat Dusun Puton sendiri. Menurut Santi (Wawancara, 5 Desember 2015) fungsi dari Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong sendiri adalah untuk hiburan rakyat Dusun Puton. Para penari yang sehari-hari hanya menjalani aktifitas sebagai petani sayur kini setiap minggu secara rutin akan melakukan latihan menari, meskipun untuk pementasan mereka mendapat upah minim tetapi mereka sudah bisa senang dan terhibur dengan menari dan berkumpul bersama-sama.
2. Menciptakan ciri/kekhasan Dusun Puton Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong selain berfungsi sebagai hiburan rakyat juga berfungsi sebagai pencipta kekhasan dari Dusun Puton. Setiap daerah perlu memiliki ciri khas dalam bentuk kesenian masing-masing, dan masyarakat Dusun Puton pun tidak mau kalah. Mereka menciptakan sebuah kesenian baru yang orisinil, sederhana namun tetap menarik dan dapat membuat nama Dusun mereka lebih dikenal. Menurut Pujonggo Irawanto dalam Makalahnya yang berjudul Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong Sebagai Atraksi Wisata Budaya Tradisional seiring dengan program pemerintah Kabupaten Karanganyar khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar terkait penggalian dan aktualisasi potensi seni budaya tradisional di 17 Kecamatan Kabupaten Karanganyar dan 117 Kelurahan di Kabupaten Karanganyar, untuk mendukung program Pemerintah Provinsi visit JATENG 2013, maka masyarakat Dusun Puton bermusyawarah untuk membahas visualisasi cerita rakyat yang tertuang pada relief Candi Sukuh dan Candi Cetho tentang Kisah dan ramalan Sabdo Palon Noyo Genggong kedalam sebuah Tarian Kolosal. Tari kolosal inilah yang nantinya menjadi kesenian baru Dusun Puton.
10
4. Makna Ritual 1. Menerbangkan Burung Merpati Tarian Sabdo Palon Noyo Genggong berakhir dengan pelepasan sepasang burung merpati yang dilepaskan oleh 2 (dua) tokoh penari utama. Pelepasan merpati tersebut merupakan simbol perpisahan antara Sabdo Palon dan Noyo Genggong dengan Prabu Brawijaya V serta diartikan juga sebgai lepasnya ruh dari raga dalam artian moksa/menitis. (Pujonggo Irawanto, 2013:72)
Gambar 2. Penari Menerbangkan Burung Merpati (Foto: Devita Nela, 2015)
Menurut Trubus Suwanto (dalam wawancara pada tanggal 13 Desember 2015) merpati tersebut diibaratkan adalah Prabu Brawijaya V yang selama hidupnya dipelihara atau dirawat oleh Sabdo Palon dan Noyo Genggong kemudian setelah ada konflik akhirnya mereka melepaskan perpisahan dengan Prabu Brawijaya V.
2. Tabur Bunga Selain pelepasan merpati, ada juga tabur bunga yang dilakukan dua tokoh utama Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) bahwa tabur bunga ini memiliki makna bahwa setiap manusia nantinya akan mengalami kematian dimana ruh berpisah dari raga. Kembalinya Sabdo Palon dan Noyo Genggong akan menimbulkan banyak kematian. 11
Gambar 3. Penari Menaburkan bunga (Foto: Devita Nela, 2015)
B. Wujud Budaya Tindakan / Aktivitas 1.
Drama Tari Tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong merupakan visualisasi kisah Sabdo Palon dan Noyo Genggong yang berpisah dengan Prabu Brawijaya karena konflik yang terjadi diantara mereka akibat Prabu Brawijaya berpindah agama. Menurut Aditya Susanti (Wawancara, 5 Desember 2015) tarian tersebut penggabungan antara aksi teaterikal yang menceritakan perpisahan serta latihan peperangan antara Sabdo Palon dengan Noyo Genggong, dan seni tari sederhana yang tidak memiliki pakem khusus tetapi memiliki makna dan simbol-simbol dalam gerakannya. Tari kolosal ini dapat masuk kedalam jenis drama tari, yakni suatu jenis pergelaran panjang dimana para pelakunya untuk sebagian atau seluruhnya memainkan peranannya dengan menari. (Edi Sedyawati, 1986)
Gambar 4. Pembacaan narasi ciri Dramatari (Foto: Devita Nela, 2015)
12
Para penari memainkan peran sebagai tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong beserta pasukannya. Pada awal tarian ada pembacaan narasi yang dibacakan oleh seorang narator yang paham mengenai kisah yang berisi sinopsis singkat jalan cerita atau awal mula Sabdo Palon dan Noyo Genggong hingga berpisah dengan Prabu Brawijaya.
2.
Tahapan pertunjukan Berikut adalah tahapan pertunjukan atau pementasan Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong berdasarkan pementasan yang dilakukan di Candi Sukuh Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar: a. Awalan Tahapan pertunjukkan tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong adalah pembacaan narasi oleh narator dengan menggunakan bahasa jawa. Narasi yang dibacakan berisi sinopsis cerita Sabdo Palon dan Noyo Genggong beserta pengenalannya diiringi oleh iringan suling. Termasuk didalam narasi tersebut adalah penggalan percakapan Sabdo Palon yang melepas perpisahan dengan Prabu Brawijaya.
Gambar 5. Tahapan awal pertunjukkan (Foto: Devita Nela, 2015)
Setelah pembacaan narasi selesai, masuk dua orang tokoh utama yakni tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong yang melakukan perjalanan dengan sedih, dan penuh kekecewaan yang mendalam, diiringi oleh tembang-tembang Jawa yang masih menceritakan permasalahan Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
13
b. Konflik Tahapan selanjutnya adalah tokoh pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong melakukan semedi dan mengeluarkan seluruh kekuatannya. Kekuatan ini dilambangkan dengan para pasukan berdatangan dan semuanya kemudian menari secara bersama-sama dengan gerakan sederhana seperti mengayun-ayunkan tangan dengan serentak. Setelah itu mereka membentuk formasi barisan menyesuaikan iringan musik yang menghentak-hentak.
Gambar 6. Tahapan konflik pertunjukkan (Foto: Devita Nela, 2015)
Para pasukan kemudian membentuk formasi melingkar dan tokoh Sabdo Palon berada ditengah-tengah untuk melakukan latihan perang, mereka mengadu kekuatan mereka. Hal tersebut juga secara bergantian dilakukan oleh masing-masing pasukan dari Sabdo Palon dengan pasukan Noyo Genggong. Setelah selesai, semua saling berlarian tidak menentu dan kemudian para pasukan jatuh terbaring ditanah kecuali dua tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
c. Klimaks Tahap selanjutnya adalah menerbangkan burung merpati. Tokoh pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong mengeluarkan masing-masing 1 (satu) ekor merpati kemudian dilepaskan sebagai tanda melepaskan Prabu Brawijaya V yang telah berbeda keyakinan dengan mereka. Tokoh pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong menaburkan bunga kepada para pasukan mereka yang terbaring ditanah sebagai tanda bahwa semua 14
manusia nantinya akan meninggalkan dunia. Pada dasarnya ruh akan keluar dari sukmanya.
Gambar 7. Tahapan klimaks pertunjukkan (Foto: Devita Nela, 2015)
d. Akhir Tahap terakhir adalah para pasukan dihidupkan kembali, merekaperlahan bangun mengikuti iringan musik dan membuat gerakan seperti burung merpati. Musik pengiring tidak lagi menghentak-hentak tetapi lebih lamban seiring dengan gerakan para penari. Tak lama berselang, mereka kembali menari seperti gerakan ditahapan awal yakni mengayunkan tangan secara serentak dan pergi meninggalkan panggung atau lokasi pementasan. Total keseluruhan tari berdurasi sekitar 20 menit.
Gambar 8. Tahapan akhir pertunjukkan (Foto: Devita Nela, 2015)
15
3.
Pemain/ Peran a. Penari Jumlah penari tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong yang telah bergabung dalam Sanggar Seni “Among Roso” ada 30 orang penari dan seluruhnya adalah laki-laki (Wawancara Trubus Suwanto, 13 Desember 2015). Pada saat pentas tidak seluruhnya ikut dalam pementasan, biasanya hanya sekitar 20 orang penari, terdiri dari 2 orang sebagai tokoh utama Sabdo Palon dan Noyo Genggong dan sisanya adalah pasukan dari masing-masing tokoh. Trubus mengatakan, bahwa alasan para penari seluruhnya adalah laki-laki karena memang tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong ialah seorang laki-laki. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan apabila tarian tersebut diperankan oleh perempuan dengan kostum, dandanan, serta gesture seorang laki-laki.
b. Pengrawit Jumlah pengrawit atau pengiring musik tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong yang telah bergabung dalam Sanggar Seni “Among Roso” berjumlah sekitar 20 orang. Menurut Trubus Suwanto, S.Sn (Wawancara, 13 Desember 2015) ia merekrut para pengrawit utama yang memiliki basic sebagai pengrawit atau berkesenian sebelumnya, sedangkan untuk pemain kenthongan ia mengumpulkan para warga Dusun Puton yang secara sukarela mau bergabung.
C. Wujud Budaya Artefak 1.
Properti Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong menggunakan properti yang sederhana untuk dipakai oleh para penari. Penggunaan properti sebagai alat penunjang melakukan tarian serta memiliki maksud dan tujuan tersendiri antara lain: a. Topeng Topeng yang digunakan oleh para penari terbuat dari kayu, terdiri dari dua macam yakni topeng berwarna putih dan topeng berwarna hitam, topeng ini dipakai oleh masing-masing penari sebagai pembeda antara 16
kubu Sabdo Palon dan kubu Noyo Genggong. Menurut Trubus (Wawancara, 13 Desember 2015) pemberian warna yang berbeda tersebut murni sebagai pembeda, tidak ada makna khusus. Penonton yang akan menentukan sendiri mana tokoh Sabdo Palon dan mana tokoh Noyo Genggong.
Gambar 9. Topeng pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong (Foto: Devita Nela, 2015)
Topeng ini umumnya memiliki bentuk yang sama namun pada riasan muka pada tiap-tiap topeng yang berbeda. Riasan muka ini memang sengaja dibuat berbeda untuk menunjukkan karakter yang lucu dan konyol dari para penari, karena Sabdo Palon dan Noyo Genggong sendiri adalah tokoh punakawan atau dagelan yang memiliki karakter lucu. (Wawancara Aditya Susanti, 5 Desember 2015) Menurut Suripto (Wawancara, 13 Desember 2015) penggunaan topeng pada tarian tersebut selain sebagai properti, juga sebagai alibi bagi para penari yang pemalu atau kurang percaya diri ketika menari didepan penonton. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, para penari tarian tersebut akan lebih mengeluarkan ekspresi gerakan yang lincah dibalik topeng karena tingkat kepercayaan diri mereka bertambah. Secara persiapan pun tidak membutuhkan waktu yang lama karena penari hanya cukup memakai topeng tanpa perlu merias wajah.
17
b. Tombak Tombak yang terbuat dari bambu digunakan oleh dua tokoh utama Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Tombak berukuran ± 2 meter tersebut dicat dengan warna hitam dan ditambah ornamen berupa serabut-serabut. Selain sebagai pembeda antara tokoh utama dengan penari latar, tombak tersebut dapat menimbulkan kesan wibawa dari masing-masing tokoh.
Gambar 10. Tombak pemeran Sabdo Palon dan Noyo Genggong (Foto: Devita Nela, 2015)
Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) alasan penggunaan tombak adalah jaman dahulu senjata selain keris biasa menggunakan tombak atau tongkat yang disimbolkan sebagai senjata yang memiliki kekuatan.
2.
Kostum a. Penutup Kepala (Udeng) Para penari menggunakan penutup kepala yang biasa disebut dengan udeng. Udeng ini terdiri dari lembaran kain berwarna hitam dengan sedikit motif berwarna merah, kain ini berbentuk segiempat kemudian dilipat menjadi dua bagian sehingga menjadi bentuk segitiga sama kaki. Cara pemakaiannya ialah bagian puncak segitiga ditaruh diatas kepala pas dengan dahi kemudian kedua ujungnya diikatkan kedepan menuju dahi. Mengikatkan harus dilakukan dengan kencang agar ikatannya tidak mudah terlepas. Menurut Indah (2011) makna ikatan ini dimaksudkan
bahwa
manusia 18
seyogyanya
mempunyai
pemikiran
terombang-ambing hanya
karena
situasi
atau orang lain
tanpa
pertimbangan yang matang.
b. Setelan Baju Merah Pakaian atas dan bawah yang dikenakan oleh para penari ialah setelah baju berwarna merah terang dan polos. Pakaian atas berbentuk seperti rompi atau tanpa lengan dan tanpa adanya kancing pada bagian tengahnya, kemudian untuk celana yang juga berwarna merah berukuran selutut. Sedangkan untuk kaos dalaman cukup memakai kaos polos berwarna hitam atau putih agar kontras. Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) penggunaan warna merah ini karena warnanya terang dan melambangkan kekuatan dan keberanian, sehingga sesuai dengan karakter tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong yang karena ingin melampiaskan amarahnya mereka kemudian menghimpun kekuatan yang sangat besar.
c. Wiru Jarik Setelan baju berwarna merah dilengkapi dengan penggunaan jarik atau kain batik. Motif yang digunakan adalah motif batik Kawung Beton, motif ini terdiri dari unsur ornamen utama yang berbentuk bulatan lonjong seperti bentuk biji buah nangka. Biji buah nangka dalam masyarakat Jawa disebut Beton, sehingga motif ini dinamakan motif Kawung Beton. Pada ornamen utama terdapat isian motif berupa cecek (titik) dengan ukuran yang besar serta ditengah-tengahnya terdapat bentuk lingkaran kecil. Bentuk lingkaran ini membelah menjadi empat bagian seolah-olah ornament utamanya dilalui garis silang. Kompisisi warna pada motif Kawung Beton terdiri dari warna putih kekuningan sebagai warna utama, hitam sebagai warna kontur, sedangkan merah soga untuk latar motif Kawung Beton. (Sarwono, 2005:5-6) Pemilihan jenis batik ini sebelumnya telah mengalami perubahan 1 (satu) kali, sebelumnya penari menggunakan batik bermotif Parang, namun mendapat kritik dari berbagai seniman karena motif Parang hanya boleh digunakan oleh raja atau pangeran. Setelah itu, penari pun mengganti kain batik mereka dengan batik motif Kawung Beton. Menurut 19
Sarwono (2005) motif Kawung Beton digunakan oleh abdidalem kraton yang dekat dengan para putra raja (ksatria), terutama abdidalem laki-laki. Sedangkan untuk cara pemakaian kain batiknya sendiri, disebut dengan wiru jarik. Wiru jarik adalah kain yang dikenakan dengan cara mewiru (meripel) pinggiran kain yang vertikal atau salah satu sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimpel) diperoleh dengan cara melipatlipat sisi pinggir kain kebagian tengah. Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, dimaksudkan “wiwiren aja nganthi kleru” kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana menyenangkan dan harmonis. (Indah Saputri, 2011)
Gambar 11. Baju, Kain Batik, dan Udeng untuk menari (Sumber: Devita Nela, 2015)
d. Setagen Para penari memakai setagen warna hitam untuk mengikat jarik atau kain batik yang dikenakan sebagai pakaian bawah. Pemakaian setagen ini cukup dililitkan pada bagian pinggang secara berulang-ulang hingga lilitan habis, setelah itu diikat dengan epek timang.
e. Epek timang Para penari menggunakan ikat pinggang berwarna kuning polos, yang terbuat dari selendang panjang yang kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Ikat pinggang ini berfungsi sebagai epek timang. Epek timang adalah semacam ikat pinggang yang berfungsi untuk mendukung kinerja sabuk, yakni semakin mempererat ikatan kain yang 20
dipakai sebagai busana bagian bawah. Khusus untuk para pangeran, pangeran sentana, atau keluarga Raja laki-laki diperbolehkan memakai ikat pinggang bermotif dan berbordir, misalnya motif untu walang dan lain sebagainya, sedangkan untuk para abdi dalem hanya diperkenankan memakai ikat pinggang tanpa motif atau polos. (kerajaannusantara.com)
f. Gelang Kaki Gelang kaki adalah aksesoris pelengkap yang digunakan pada pergelangan kaki. Gelang kaki ini terdiri dari kumpulan lonceng-lonceng kecil yang kemudian diikatkan pada masing-masing kaki penari.
Gambar 12. Epek timang, Setagen, dan Gelang untuk menari (Sumber: Devita Nela, 2015)
3.
Alat musik a. Instrumen Utama Instrumen utama dalam tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong terdiri dari : Pencon atau Pencu , Seruling, dan Bedug. Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) seluruh instrument utama ini hanya boleh dimainkan oleh orang yang sudah terlebih dahulu mempelajari seni karawitan atau mengerti tempo musik karena memainkannya tidak sembarangan.
21
Gambar 13. Pencon (Instrumen Utama) (Sumber: Devita Nela, 2015)
b. Instrumen Pendukung Instrumen pendukung dalan tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong adalah kenthongan yang terbuat dari bambu. Menurut Trubus Suwanto (Wawancara, 13 Desember 2015) untuk alat musik ini siapapun boleh memainkannya karena hanya menyesuaikan ketukan irama musik instrumen utama. Pemain alat musik ini lebih banyak jumlahnya karena mayoritas anggota pengrawit tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong memainkan alat ini.
Gambar 14. Kethongan (Instrumen pendukung) (Sumber: Devita Nela, 2015)
22
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setiap daerah perlu memiliki ciri kekhasan masing-masing sebagai identitas suatu daerah. Ciri khas ini dapat berupa kesenian yang terus dilestarikan. Upaya Dusun Puton untuk memiliki sebuah kesenian khas daerah mereka terealisasikan dalam bentuk kesenian Tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong. Tari tersebut adalah tari yang disajikan atau dilaksanakan secara bersama-sama, mengkombinasikan unsur narasi, cerita, dan tarian atau bisa disebut dengan Dramatari. Tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong merupakan visualisasi mitos yang dipercayai masyarakat Dusun Puton mengenai perpisahan abdi kerajaan yang sangat setia yakni Sabdo Palon dan Noyo Genggong dengan Prabu Brawijaya V karena perselisihan, sang Prabu berpindah agama dan membuat mereka kecewa dan memutuskan untuk berpisah. Tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong merupakan tari kreasi baru yang dibentuk pada tahun 2012 dibawah lingkup Sanggar Seni “Among Roso” Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Perlu banyak upaya yang harus ditingkatkan oleh pemerintah maupun generasi muda untuk terus memperkenalkan serta melestarikan tarian ini. Kesenian perlu dilestarikan seiring dengan berjalannya waktu agar dapat bersaing dengan budaya yang berasal dari luar sehingga jati diri dan identitas keberagaman budaya di Indonesia semakin bertambah.
B. Saran Berdasarkan pengalaman penulis selama melakukan penelitian terhadap tari kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong, penulis berharap agar pemerintah lebih memperhatikan kesenian-kesenian lokal, perhatian pemerintah dalam bentuk fasilitas ataupun dana sangat diperlukan dalam upaya pelestarian dan kemajuan seni. Selain pemerintah partisipasi generasi muda maupun masyarakat luas juga sangat diperlukan seperti dukungn amupun saran agar tari kolosal ini dapat terus berkembang.
23
DAFTAR ACUAN
Buku : Bagong Kussudiardja. 1978. Apakah Seni Tari itu. Yogyakarta: Padepokan Seni Bagong Kussudiardja Edi Sedyawati. 1986. Pengetahuan Elementer Tari. Jakarta: _____ Robby Hidajat. 2005. Wawasan Seni Tari. Malang: Universitas Negeri Malang Soedarsono. 1978. Pengantar Pengetahuan Komposisi Tari (diktat mata kuliah). Yogyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia Yogyakarta Wisnoe Wardhana. 1990. Pendidikan Seni Tari; Buku Guru Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Makalah : Ahmad Abu Hamid. ____. Ramalan Jayabaya: Apakah dapat menghambat pembangunan pusat listrik tenaga nuklir. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Skripsi : Dyah Ayu Wiwid Sintowoko. 2014. Kostum Dalam Membangun Karakter Tokoh Pada Film Soekarno. Laporan Tugas Akhir S-1 Televisi dan Film. ISI Surakarta. Pujonggo Irawanto. 2013. Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong di Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar sebagai Atraksi Wisata Budaya Tradisional. Laporan Tugas Akhir DIII Usaha Perjalanan Wisata. Universitas Sebelas Maret Jurnal : Sarwono. Motif Kawung sebagai Simbolisme Busana Para Abdi dalam Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Vol. VI No.2/Mei-Agustus 2005 Internet : Subowo Sukaris. 2011. Ramalan Jayabaya. Diakses dari http://hastamitra.net/p/ramalanjoyoboyo-ke-8-reinkarnasi-sabdo.html?m=1 pada tanggal 6 Desember 2015 Pukul 19.17 WIB Kasunanan Surakarta Hadiningrat. ____. Busana Keseharian di Lingkungan Keraton. Diakses dari http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/busanalingkungan-keraton pada tanggal 17 Desember 2015 Pukul 20.45 WIB 24
Indah Saputri. 2011. Makna dari Busana Adat Jawa. Diakses dari http://www.memobee.com/makna-dari-busana-adat-jawa-2128-eij.html pada tanggal 17 Desember 2015 Pukul 22.11 WIB Narasumber: Aditya Susanti, 20 th, Mahasiswa program studi Seni Teater ISI Surakarta, Kab. Surakarta Suripto, 50 th, Ketua Sanggar Seni “Among Roso”, Kab. Karanganyar Trubus Suwanto, S.Sn, 47 th, Koreografer Tari & Iringan Tari Sabdo Palon Noyo Genggong, Kab. Karanganyar
25
L A M P I R A N
26
BIODATA NARASUMBER
Wawancara 13 Desember 2015 (Foto: Devita Nela, 2015)
Nama
: Trubus Suwanto, S.Sn
Usia
: 47 tahun
Alamat
: Dsn. Puton Ds. Girimulyo Kec. Ngargoyoso Kab. Karanganyar
Pekerjaan
: Guru, Seniman Karawitan & Tari
Wawancara 13 Desember 2015 (Foto: Devita Nela, 2015)
Nama
: Suripto
Usia
: 50 tahun
Alamat
: Dsn. Puton Ds. Girimulyo Kec. Ngargoyoso Kab. Karanganyar
Pekerjaan
: Ketua RW, Ketua Sanggar Seni “Among Roso”
27
Foto penulis bersama Peneliti Tari (Foto: Hari Setiawan, 2015)
Nama
: Aditya Susanti
Usia
: 20 tahun
Alamat
: Jl. Diponegoro No.10 RT 01 RW 02, Gadungan, Puncu, Kab.Kediri
Alamat kost
: Kost Az-Zahra Jl. Halilintar RT 02 RW 10, Kentingan, Jebres, Kab. Surakarta
Pekerjaan
: Mahasiswa
FOTO KEGIATAN
Foto penulis bersama penari (Foto: Hari Setiawan, 2015)
28
TRANSKRIP WAWANCARA TRUBUS SUWANTO 1. Bagaimanakah sejarah dari Sabdo Palon Noyo Genggong ? Ada cerita bahwa Brawijaya ke V mempunyai abdi 2 orang, Noyo Genggong dan Sabdo Palon. Sebenarnya Noyo Genggong dan Sabdo Palon itu tidak hanya abdi Brawijaya yang ke V, itu hanya kepercayaan orang Jawa saja. Kisah Damarwulan juga mempunyai abdi yang sama yaitu Noyo Genggong dan Sabdo Palon. Damarwulan akhirnya menjadi Brawijaya yang pertama dan saya hanya bisa percaya bahwa mitos atau kepercayaan tentang Noyo Genggong dan Sabdo Palon itu ada. Masyarakat dusun disini percaya bahwa Sabdo Palon dan Noyo Genggong suatu saat akan datang kembali untuk melampiaskan kemarahannya dan mengumpulkan kekuatannya dengan ditandai dengan turunnya lahar dari Gunung Lawu dan baunya tidak sedap, itu tandanya mereka menang. 2. Bagaimana sejarah tari tersebut ? Dulu
ada
festival
seni
tradisional
dimana
kabupaten
memerintahkan setiap kecamatan harus mengadakan festival seni tradisional, nah akhirnya kecamatan Ngargoyoso mengadakan festival tersebut. Kemudian desa Girimulyo menugaskan dusun Puton untuk mengirimkan kesenian tradisional. Disini ada kesenian tradisi namanya Bujang Ganong, tapi karena judulnya Festival Seni Tradisional dan menggali kesenian tradisional yang ada di desa atau di dusun, saya berpendapat kalau saya itu mengirimkan Bujang Ganong saya yakin kalah tidak mungkin menang, karena Bujang Ganong adalah seni tradisional milik orang Ponorogo. Sebaik-baiknya Reog dimanapun tempatnya itu adalah milik orang Ponorogo. Sehingga saya berinisiatif untuk membuat kesenian yang asli memang belum ada yang saya ambilkan dari cerita kisah di lereng Lawu, yaitu Sabdo Palon Noyo Genggong.
29
3. Apa prestasi yang telah diraih ? Setelah mendapatkan kesempatan pentas di beberapa tempat Noyo Genggong dan Sabdo Palon mulai terkenal mulai dari Juara 1 Festival Tingkat Kecamatan Perwakilan Kab. Karanganyar dalam Parade Tingkat Jateng di Semarang Juara 1 Lomba Seni Tradisional Kab. Karanganyar
4. Berapa jumlah pemainnya ? Pemainnya itu sementara ada 26 orang dan semuanya laki-laki, pemain musik iringannya ada banyak sekali, saya tidak mau membatasi pemainnya harus berapa. Siapa saja yang mau ikut main musik ayo ikut. Jadi jumlah keseluruhannya itu bisa jadi 50 orang, semuanya laki-laki. Dan itu mereka tidak berlatar belakang sebagai penari atau pengrawit tapi para petani sayur, tukang kayu, sampai tukang batu, tidak apa-apa yang penting semua mau ikut berkesenian. Saya tidak pernah memarahi mereka meskipun salah, saya berusaha mengajari mereka gerakan-gerakan yang mudah bukan pakem seperti penari sungguhan, meskipun salah tidak apaapa. Tetapi Pada saat pentas nggak semuanya ikut, biasanya hanya 20 orang penari, nanti ada 2 orang sebagai tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong, sisanya pasukan mereka. Para penari seluruhnya laki-laki karena memang tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong itu laki-laki. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kalau tarian tersebut nantinya diperankan oleh perempuan, nanti kostum, dandanan, serta gesture dibuat mirip seorang laki-laki.
30
5. Apa makna tarian tersebut ? Banyak sekali makna disitu, seperti kehidupan yang kita jalani sekarang dimana manusia bisa mengalami kematiaan dan perpisahan. Itu dalam tarian juga digambarkandengan melepaskan merpati. merpati tersebut diibaratkan Prabu Brawijaya V yang selama hidupnya dipelihara oleh Sabdo Palon dan Noyo Genggong lalu setelah ada konflik akhirnya mereka melepaskan perpisahan dengan Prabu Brawijaya V. Kemudian tabur bunga, tabur bunga ini menandakan bahwa setiap manusia nantinya akan mengalami kematian, ruh berpisah dari raga. Kembalinya Sabdo Palon dan Noyo Genggong nantinya akan banyak yang mati, para manusianya. 6. Apa saja alat musiknya ? Nah alat musiknya ada pencon jumlahnya 4 (empat), kemudian pencon kempul 2 (dua), bedug, suling, sama kenthongan. Kalau untuk yang alat karawitan itu yang main saya pilih, harus yang bisa main karawitan atau paling enggak ngerti musiknya. Nah kalau yang lain yang nggak bisa main musik itu saya suruh main kenthongan saja, berapapun bisa kalau cuma main kenthongan, tinggal tunggu aba-aba sama menyesuaikan iringan yang lain. 7. Apa saja kostumnya ? Kostumnya itu sederhana mbak, jadi mereka menggunakan setelan baju tanpa lengan dan celana pendek warna merah. warna merah ini dipilih karena kan warnanya terang dan melambangkan kekuatan, berani. Menggambarkan tokoh Sabdo Palon dan Noyo Genggong yang ingin melampiaskan amarahnya mereka lalu mengumpulkan kekuatan yang sangat besar.
31
Kemudian ada udeng, itu udeng biasa saja pada umumnya. Lalu jarik mbak, dulu kita pernah pakai jarik motif parang yang warna putih itu lalu dikritik habis-habisan oleh seniman-seniman, saya menanyakan kenapa tidak boleh memakai jarik parang ternyata karena itu untuk raja sedangkan Sabdo Palon kan bukan jadi kemudian saya diberi saran untuk mengganti jarik kawung. Setelah itu ada stagen, sama epek timang yang saya buat sendiri dari kain kuning polos. Kalau beli yang asli itu mahal jadi saya ganti dengan selendang kuning lalu saya potong-potong menjadi epek timang. Dan yang terakhir ada gelang kaki itu belnya ada 6 (enam) kalau tidak salah untuk 1 (satu) gelangnya. Rencananya nanti ada perkembangan dan dana akan saya tambahi jadi masing-masing penari memakai 10 (sepuluh) gelang kaki.
8. Kenapa menggunakan topeng ? Awalnya saya bingung, pokoknya karakternya lucu karena itu adalah punakawan atau dagelan. Kenapa kok pake topeng ? karena “wong ndeso kwi nak kon rias wajah wegah, yakinn.. tak clorengi ngono wes genah ora mungkin gelem, lha gelem ora gelem aku kudu gae topeng” (orang desa itu kalau disuruh dandan sudah pasti tidak mau apalagi saya coret-coret mukanya, jadi mau tidak mau saya harus membuat topeng). Orang desa itu kalau pake topeng akan percaya diri karena mukanya tidak kelihatan. Kemudian dalam urusan dandan 5 menit saja jadi, tidak butuh waktu lama. Untuk pemberian warna sendiri kenapa berbeda sebenarnya tidak ada makna khusus. Itu biar penonton sendiri yang menyimpulkan kira-kira mana
tokoh
Sabdo
Palon
dan
32
mana
tokoh
Noyo
Genggong.
9. Adakah ritual dalam tarian tersebut ? Dalam Noyo Genggong tidak ada ritual apapun, karena itu nanti resikonya sangat tinggi. Apabila sampai ada yang kesurupan, siapa yang mengobati ? tidak ada orang yang bisa mengobati. Sehingga tidak memakai sajen, tapi seolah-olah dibuat sakral, misalnya dua penari datang lalu ada hanacaraka, syukur kalau hanacaraka itu dibalik.. wahh itu pusakanya orang Jawa.
TRANSKRIP WAWANCARA SURIPTO 1. Apa keistimewaan dari Noyo Genggong ? Keistimewaan dari Noyo Genggong menurut saya adalah satusatunya kesenian daerah yang menggunakan narasi karena dari semua kesenian yang ada di Jawa Tengah, hanya Noyo Genggong yang menggunakan narasi. 2. Apa isi dari narasi tersebut ? Narasi ini berbunyi cerita tentang Noyo Genggong Sabdo Palon sekilas. Kemudian yang kedua, akhir dari sebuah gerakan dari Noyo Genggong itu melepaskan dua ekor burung merpati. 3. Bagaimana bunyi narasi yang dibacakan ? Salah satu kalimat yang menarik itu berbunyi begini: ”...mbesok 500 taun neh, aku bakal teko marang menungso jawa. Titikane yen gunung merapi mbledosh lahare mili ngidul ngulon, ambune banger, bacin asarah bathang, kuwi aku teko. Sing sopo oro manut miturut karo aku bakal ludes keles katrajan ilining jaman...” “...di masa yang akan datang, 500 tahun lagi, aku akan datang. Penandanya adalah ketika gunung merapi meletus laharnya mengalir ke arah barat daya dan berbau menyengat seperti mayat, itu berarti aku telah datang. Siapapun yang yang tidak menurut kepadaku maka dia akan hancur lebur tergilas oleh roda jaman...”
33
4. Bagaimana mengumpulkan para warga ? Kita telah membuat kesepakatan bersama-sama: ”sopo wae nak bengi krungu suara kenthongan karo bedug kuwi jenenge latihan” “siapa saja ketika malam hari mendengar suara kenthongan dan bedug itu artinya latihan” Nah dari itulah mereka mengerti sekarang bahwa setiap mendengar bunyi kenthongan dan bedug saat malam berarti itu saatnya untuk latihan.
5. Bagaimana antusias warga Dusun Puton mengenai ide awal tari? Ide tantang penggambaran cerita Sabdo Palon dan Noyo Genggong menjadi tarian khas Dusun Puton disambut sangat antusias oleh seluruh warga. Saya dibantu pak Trubus Suwanto yang juga pengurus sanggar untuk memilih penari dan pengrawit dari masyarakat setempat sejumlah 50 (lima puluh) orang, menyusun gerakan dan melatih mereka. Semua mayoritas bekerja sebagai petani sayur. Selama sekitar 4 (empat) minggu mereka sudah bisa menyelaraskan musik pengiring dan gerakan tarian sederhana.
TRANSKRIP WAWANCARA ADITYA SUSANTI 1. Apa fungsi dari Tari Kolosal Sabdo Palon Noyo Genggong? Fungsinya sendiri itu kalau yang saya sudah teliti ya, untuk hiburan warga Dusun Puton itu. Para penari yang biasanya hanya sebagai petani sayur sekarang hampir setiap minggu itu rutin latihan menari, meskipun untuk pementasan mereka upahnya cuma sedikit karena harus dibagi anggota yang banyak sekali tetapi mereka sudah bisa senang, terhibur sama kebersamaanya itu.
34
2. Bagaimana bentuk Tari? Tarian itu penggabungan antara drama teater tentang cerita perpisahan dan latihan perangnya Sabdo Palon dan Noyo Genggong, dan digabung dengan seni tari. Tariannya sangat sederhana tidak memiliki pakem khusus tetapi memiliki makna yang dalam dan simbol-simbol. 3. Kenapa Topeng berbeda? Riasan muka topengnya memang sengaja dibuat berbeda untuk menunjukkan karakter yang lucu dan konyol, karena Sabdo Palon dan Noyo Genggong kan tokoh punakawan atau dagelan jadi karakternya itu lucu.
35