LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK
TAHUN 2003 NOMOR 20 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang
: a. bahwa dengan semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan kota, maka diperlukan pengaturan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang lebih mantap, jelas, tegas serta memiliki kekuatan hukum yang mengikat dalam rangka mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang
selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,
nyaman dan efisien; b. bahwa pengaturan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud
huruf
a,
mengintegrasikan seluruh komponen
harus
dilaksanakan
dengan
lalu lintas dan angkutan jalan
kedalam satu kesatuan sistem penyelenggaraan yang mencakup seluruh kebijakan Pemerintah Daerah; c. bahwa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dipandang perlu adanya pengaturan mengenai Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 3186);
2. Undang …
2 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3480); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3679) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 3839); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara
tahun
1985
Nomor
37,
Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor 3293); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian urusan Pemerintahan dibidang Pekerjaan Umum kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara tahun 1987 Nomor 3353); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Penyerahan sebagian urusan pekerjaan umum kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3373); 11. Peraturan …
3 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 3527); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 3528); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 3529); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 3530); 15. Peraturan
Pemerintah
Nomor
25
Tahun
2000
tentang
tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 18. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Tahun 2001Nomor 4); 19. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 27 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 27); 20. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 46 Tahun 2000 tentang Kewenangan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 1);
21. Pera turan …
4 21. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 47 Tahun 2000 tentang Pembentukan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 2); 22. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 48 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 3); 23. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 45); 24. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah (L embaran Daerah Tahun 2001 Nomor 60); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Depok. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah. 3. Walikota adalah Walikota Depok. 4. Dinas adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 6. Pembina jalan adalah Dinas Pekerjaan Umum. 7. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 8. Persimpangan adalah pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun tidak sebidang. 9. Daerah …
5
9. Daerah Milik Jalan (DMJ) adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku yang diperuntukkan bagi Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan. 10. Daerah Manfaat Jalan yang selanjutnya disingkat DAMAJA, adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan yang diperuntukan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong -gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. 11. Daerah Pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan diluar Daerah Milik Jalan (DMJ) yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan, dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. 12. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) Sekunder adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu, baik intra maupun antar moda transportasi. 13. Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. 14. Jaringan Lintas adalah kumpulan dari lalu lintas yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan barang. 15. Angkutan adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. 16. Lalu Lintas adalah pergerakan orang, kendaraan dan barang di jalan.
17. Jalur …
6 17. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan. 18. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor. 19. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. 20. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang di perlengkapi dengan lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat pengemudinya baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan b arang. 21. Mobil Barang adalah kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus. 22. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyak 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 23. Mobil Derek adalah kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan peralatan derek untuk mengangkat dan menarik kendaraan bermotor lain ke suatu tempat tertentu. 24. Kendaraan Khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada mobil penumpang dan mobil barang, yang penggunaan pelayanannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus. 25. Daya Dukung Jalan adalah kemampuan jalan untuk mendukung beban muatan sumbu kendaraan bermotor yang melewatinya dalam satuan kg (kilogram). 26. Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah jumlah tekanan roda-roda dari suatu sumbu yang terberat terhadap jalan. 27. Berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan untuk sementara dan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya. 28. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
29. Tempat …
7 29. Tempat Parkir Umum adalah tempat parkir ditepi jalan umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. 30. Tempat Parkir Khusus adalah tempat parkir kendaraan bermotor dipelataran parkir, lingkungan parkir dan gedung parkir, yang disediakan oleh Pemerintah Daerah atau Swasta. 31. Juru Parkir adalah Petugas Parkir yang bertanggung jawab untuk mengatur keluar/ masuk kendaraan dan ketertiban di lokasi tempat Parkir serta memungut pembayaran. 32. Pemakai Jalan adalah pengemudi kendaraan dan / atau pejalan kaki. 33. Alat Pembatas Kecepatan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya. 34. Alat Pembatas Tinggi dan Lebar (portal) adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membatasi tinggi dan lebar kendaraan berserta muatannya memasuki suatu ruas jalan tertentu. 35. Alat Penimbangan adalah alat yang digunakan untuk melakukan penimbangan terhadap berat kendaraan beserta muatannya di jalan. 36. Trotoar adalah fasilitas yang digunakan untuk tempat pejalan kaki. 37. Tempat Penyeberangan adalah fasilitas tempat pejalan kaki yang digunakan untuk menyeberang jalan. 38. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan umum untuk menurunkan dan / atau menaikkan penumpang. 39. Rambu-Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan / atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. 40. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
41. Alat …
8 41. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan / atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. 42. Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALL) adalah suatu proses kegiatan penelitian dan pengkajian terhadap kawasan dan fasilitas umum di lingkungan sisi jalan. 43. Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas adalah lokasi kegiatan yang dapat menimbulkan perjalanan orang datang ke atau pergi dari lokasi kegiatan tersebut dan berpengaruh terhadap penyelenggaraan lalu lintas. 44. Tenaga Ahli adalah tenaga ahli di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. 45. Terminal
adalah
prasara na
transportasi
jalan
untuk
keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi. 46. Tempat Bongkar Muat adalah tempat yang disediakan / diperuntukan bagi mobil barang untuk keperluan membongkar dan/atau memuat barang. BAB II PRASARANA JALAN Bagian Pertama Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Sekunder Pasal 2 (1) Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Sekunder memuat hal- hal sebagai berikut : a. rencana lokasi ruang kegiatan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang harus dihubungkan oleh ruang lalu lintas; b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal dan tujuan perjalanan sampai dengan tahun rencana Rencana Tata Ruang Wilayah; c. arah dan kebijaksanaan peranan transportasi di jalan dalam keseluruhan moda transportasi; d. rencana …
9 d. rencana kebutuhan lokasi simpul yang berupa terminal transportasi jalan berdasarkan perkiraan beban yang harus ditampung oleh terminal, keterpaduan intra dan antar moda transportasi serta efisiensi angkutan; e. rencana kebutuhan ruang lalu lintas yang berupa jalan dan jembatan berdasarkan kebutuhan untuk menampung beban lalu lintas pada jaringan jalan dimasa mendatang secara efisien. (2)
Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan jaringan trayek, jaringan lintas, kelas jalan serta kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
(3)
Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Sekunder, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan keputusan Walikota.
Bagian Kedua Kelas Jalan Pasal 3 (1)
Untuk keperluan pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas.
(2)
Pengaturan kelas jalan yang berada di daerah ditetapkan oleh Walikota, dilaksanakan oleh Dinas setelah mendengar pendapat dari Pembina Jalan.
(3)
Penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, dinyatakan dengan rambu-rambu.
BAB III …
10
BAB III PENGGUNAAN JALAN Bagian Pertama Pengaturan Penggunaan Jalan Pasal 4 (1) Setiap jaringan jalan yang telah selesai dibangun, sebelum dioperasikan dilakukan penetapan kinerja jaringan jalan meliputi : nama, status, fungsi, kelas jalan. (2) Kinerja jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan
oleh
Walikota
dan
dilaksanakan
oleh
Dinas
setelah
mendengar pendapat dari Pembina Jalan.
Pasal 5 (1) Pengaturan, pengawasan dan pengendalian jalan yang terbuka untuk lalu lintas umum dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Bagi jalan-jalan yang dibangun oleh Swasta dan pemeliharaannya telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dinyatakan terbuka untuk lalu lintas umum.
Pasal 6 (1) Jalan sebagai prasarana fisik, terdiri dari Daerah Manfaat Jalan yang harus dikendalikan pemanfaatan dan penggunaannya agar tidak menimbulkan kerusakan, kerancuan dan atau menimbulkan gangguan lalu lintas terhadap fungsi jalan. (2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan melalui : a.
penetapan dan atau pengaturan batas Daerah Milik Jalan (DMJ);
b.
pengaturan pemanfaatan tanah Daerah Milik Jalan (Damija) dan Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja); Pengaturan …
11
c.
pengaturan jalan keluar-masuk terhadap lokasi kegiatan yang menimbulkan bangkitan dan tarikan lalu lintas. Pasal 7
(1)
Penetapan dan atau pengaturan batas Daerah Milik Jalan (DMJ) sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini, dilaksanakan oleh Pembina Jalan untuk ditetapkan dengan keputusan Walikota.
(2)
Pengendalian pembukaan jalan akses dan pemanfaatan tanah pada Daerah Milik Jalan dan Daerah Pengawasan Jalan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) huruf b dan c Peraturan Daerah ini, dilaksanakan oleh Pembina Jalan setelah mendapat Rekomendasi dari Dinas. Pasal 8
Fungsi dan peruntukan jalan sebagai ruang lalu lintas, terdiri dari : a.
bagian perkerasan berfungsi untuk pergerakan kendaraan;
b.
bagian bahu jalan berfungsi untuk penyelenggaraan fasilitas lalu lintas dan fasilitas pejalan kaki;
c.
ruang dengan ketinggian sekurang-kurangnya 5 meter dari permukaan jalan berfungsi sebagai ruang bebas. Pasal 9
(1)
Penggunaan jalan selain untuk fungsi dan peruntukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Peraturan Daerah ini , merupakan kegiatan diluar kepentingan lalu lintas yang harus dikendalikan sebagaimana diatur pada Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001 tentang Ketertiban Umum.
(2)
Badan atau perorangan dilarang menggunakan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kecuali dengan Izin Walikota.
Bagian Kedua …
12 Bagian Kedua Pengamanan Penggunaan Jalan Pasal 10 Setiap pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan yang ditetapkan oleh Walikota. Pasal 11 (1) Setiap badan atau perorangan dilarang mengangkut bahan beracun, berdebu, berbau busuk, bahan yang mudah terbakar, bahan kimia yang mudah meledak dan bahan bahan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan umum dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka. (2) Alat atau tempat untuk mengangkut bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus tertutup dan tidak mencemari lingkungan dengan ketentuan bahwa apabila terjadi pencemaran seperti tercecer, tumpah dan jatuh maka tempat tersebut harus segera dibersihkan atau dimusnahkan oleh badan atau perorangan yang bersangkutan.
Pasal 12 (1) Setiap kendaraan bermotor dilarang melalui jalan-jalan yang tidak sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan kecuali telah memperoleh Izin Dispensasi Penggunaan Jalan; (2) Izin Dispensasi Penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini,
diberikan
oleh
Walikota
setelah
mendapat
pertimbangan/rekomendasi dari Pembina Jalan.
Pasal 13 (1) Izin Dispensasi Penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini, diberikan atas dasar permohonan dan hanya berlaku untuk masa 1 (satu) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan serta dapat diperpanjang.
(2) Setiap …
13
(2) Setiap badan atau perorangan yang mendapatkan Izin Dispensasi Penggunaan Jalan, bertanggung jawab atas segala resiko kerusakan sebagai akibat proses pengangkutan dan wajib mengembalikan kondisi jalan kepada keadaan semula.
Pasal 14 (1)
Kecuali atas izin Walikota, setiap badan atau perorangan dilarang : a. membuat atau memotong tanggul pengaman jalan (speed trap); b. membuat atau memasang pintu penutup jalan; c. menutup terobosan atau putaran jalan; d. membongkar pemisah jalan, pulau-pulau lalu lintas dan pagar pengaman jalan; e. membongkar, memotong, merusak/membuat tidak berfungsi pagar pengaman; f.
menggunakan bahu jalan/trotoar tidak sesuai dengan fungsinya;
g. melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat berakibat merusak sebahagian
atau
seluruh
badan
jalan
dan
membahayakan
keselamatan lalu lintas; h. mengubah fungsi jalan.
(2)
Persyaratan dan tatacara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan keputusan Walikota.
Bagian Ketiga Pengawasan Penggunaan Jalan Pasal 15 (1)
Dalam rangka pengamanan dan pemeliharaan jalan, Dinas melakukan pengawasan penggunaan jalan.
(2) Pengawasan …
14 (2)
Pengawasan penggunaan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, menggunakan alat pengawasan dan pengamanan jalan yang berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatannya.
(3)
Setiap kendaraan angkutan barang dilarang beroperasi melalui jalan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya maupun batas berat muatannya;
(4)
Kendaraan angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, terdiri dari : a. kendaraan angkutan barang yang muatan sumbu terberatnya melebihi daya dukung jalan; b. kendaraan angkutan barang yang karena dimensi muatannya melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan; c. kendaraan angkutan barang yang memasang kereta gandengan lebih dari satu, termasuk kereta tempelan. Pasal 16
(1)
Terhadap kendaraan angkutan barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (4) Peraturan Daerah ini, yang karena tingkat kebutuhannya serta efisiensi waktu memerlukan percepatan dapat diberikan Izin Dispensasi Penggunaan Jalan oleh Dinas.
(2)
Tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diatur dengan keputusan Walikota.
Pasal 17 Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 16 Peraturan Daerah ini, berlaku juga terhadap kendaraan angkutan barang yang digunakan sebagai angkutan penumpang.
Bagian Keempat …
15 Bagian Keempat Penggunaan Jalan di Luar Kepentingan Lalu Lintas Pasal 18 (1)
Penggunaan jalan untuk kepentingan tertentu di luar fungsi sebagai jalan, dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kota.
(2)
Penggunaan jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat diizinkan untuk kepentingan yang bersifat nasional dan/atau daerah serta kepentingan pribadi;
(3)
Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, yang mengakibatkan penutupan jalan, dapat dilaksanakan apabila ada jalan alternatif yang memiliki kelas jalan minimal sama dengan jalan yang ditutup, dan dilengkapi dengan izin yang diberikan oleh Walikota.
(4)
Persyaratan dan tatacara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, dite tapkan dengan keputusan Walikota. BAB IV TERMINAL Bagian Pertama Terminal Penumpang Dan Terminal Barang Paragraf Pertama Terminal Penumpang Pasal 19
Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuha n lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.
Pasal 20 (1)
Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 Peraturan Daerah ini, harus dilengkapi dengan fasilitas utama maupun fasilitas penunjang sesuai kete ntuan perundangan yang berlaku. (2) Setiap …
16 (2)
Setiap kendaraan penumpang umum yang beroperasi dalam daerah wajib memasuki Terminal Penumpang sesuai trayek yang telah ditetapkan.
(3)
Pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban terminal dilaksanakan oleh Dinas.
(4)
Terhadap pengguna jasa terminal dapat dipungut retribusi.
(5)
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini, diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. Paragraf Kedua Terminal Barang Pasal 21
Penentuan lokasi Terminal Barang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Pasal 22 (1)
Terminal Barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 Peraturan Daerah ini, harus dilengkapi fasilitas utama dan fasilitas penunja ng sesuai peraturan perundangan yang berlaku .
(2)
Setiap mobil barang yang berhenti dan menunggu muatan wajib masuk Terminal Barang yang telah ditetapkan.
(3)
Pengelolaan,
pemeliharaan
dan
penertiban
Terminal
Barang
dilaksanakan oleh Dinas. (4)
Terhadap peng guna jasa terminal dapat dipungut retribusi.
(5)
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pasal ini, diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 23 Setiap badan atau perorangan tanpa izin Walikota dilarang melakukan usaha di dalam Terminal Penumpang atau Terminal Barang. Bagian Kedua …
17 Bagian Kedua Pangkalan Taksi Pasal 24 (1)
Setiap taksi yang ingin berhenti menunggu penumpang (antrian) harus menggunakan Pangkalan Taksi yang ditetapkan.
(2)
Lokasi tempat pemberhentian taksi (taxi stand) dan pangkalan taksi dalam daerah ditetapkan oleh keputusan Walikota.
BAB V PERPARKIRAN DAN PENDEREKAN KENDARAAN BERMOTOR Bagian Pertama Perparkiran Pasal 25 (1)
Untuk menunjang keselamatan ketertiban, keamanan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat diadakan fasilitas parkir untuk umum.
(2)
Jenis fasilitas parkir untuk umum terdiri-dari : a. fasilitas parkir di tepi jalan umum; b. fasilitas parkir di luar badan jalan, meliputi pelataran/taman parkir, lingkungan pakir, dan gedung parkir.
(3) Fasilitas parkir di luar badan jalan milik Pemerintah selanjutnya disebut Tempat Khusus Parkir. (4) Tatacara dan persyaratan teknis perparkiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ditetapkan oleh keputusan Walikota. Pasal 26 (1) Fasilitas parkir untuk umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (2) Peraturan Daerah ini, dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, badan atau perorangan. (2) Penyelenggaraan …
18 (2) Penyelenggaraan
fasilitas
parkir
selain
milik
Pemerintah
dapat
dilaksanakan setelah mendapat Izin dari Walikota dan pe ngelolaannya dikenakan pajak parkir. (3) Pajak parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. Pasal 27 (1) Penyelenggara fasilitas parkir untuk umum dapat memungut biaya terhadap pengguna fasilitas. (2) Besarnya biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dalam Peraturan Daerah tersendiri.
Bagian Kedua Penderekkan Kendaraan Bermotor Pasal 28 (1) Kendaraan bermotor yang rusak atau mogok di jalan sehingga mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran lalu lintas, dilakukan penderekkan ke suatu tempat. (2) Kepada pemilik/pemegang kendaraan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dikenakan biaya penarikan / penderekkan. (3) Biaya penderekkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. Pasal 29 (1) Setiap pengusahaan mobil derek harus memiliki izin dari Walikota. (2) Izin pengusahaan/pengelolaan mobil derek dapat diberikan kepada
badan atau perorangan. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diberikan sesuai
domisili kendaraan dan berlaku selama 1 (satu) tahun serta dapat diperpanjang.
(4) Tata …
19
(4) Tata
cara dan persyaratan permohonan izin ditetapkan melalui
keputusan Walikota. BAB VI PENGUJIAN DAN BENGKEL UMUM KENDARAAN BERMOTOR Bagian Pertama Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 30 (1) Pengujian
kendaraan
bermotor
dilaksanakan
oleh
tenaga
teknis
pelaksanaan pengujian. (2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terdiri dari tenaga penguji dan pembantu penguji yang diangkat oleh Walikota dari Pegawai yang memiliki kualifikasi teknis dibidang pengujian kendaraan bermotor dan/atau kualifikasi teknis ahli lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 31 Penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan retribusi peng ujian kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. Bagian Kedua Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Pasal 32 (1) Setiap
pengusahaan
bengkel
umum
kendaraan
bermotor
harus
mendapat izin dari Walikota sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Ijin Ganguan. (2) Izin pengusahaan bengkel umum kendaraan bermotor diberikan setelah mendapat Rekomendasi dari Dinas.
BAB VII …
20
BAB VII MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS Bagian Pertama Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu lintas Paragraf Pertama Maksud dan tujuan Pasal 33 (1) Untuk menjamin kelancaran, keamanan dan ketertiban lalu lintas pada ruas-ruas jalan dan / atau persimpangan, perlu dilakukan manajemen dan rekayasa lalu lintas. (2) Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian serta pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan perlengkapan jalan. (3) Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, dilakukan oleh Dinas.
Paragraf Kedua Perencanaan Lalu Lintas Pasal 34 (1) Dalam rangka perumusan kebijaksanaan pengaturan sistem lalu lintas, Daerah melakukan perencanaan lalu lintas. (2) Pelaksanaan kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diawali dengan penelitian dan pengkajian terhadap unjuk kerja dan berbagai masalah lalu lintas secara berkala dan/atau secara insidentil.
Paragraf Ketiga …
21
Paragraf Ketiga Pengaturan Lalu Lintas Pasal 35 (1) Sebagai
realisasi
dari
perencanaan,
Dinas
merumuskan
dan
menetapkan kebijakan lalu lintas pada jaringan atau pada ruas-ruas jalan tertentu. (2) Pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi ketentuan-ketentuan Larangan, Perintah, Petunjuk, izin dan / atau pembatasan-pembatasan mengenai : a.
penetapan kecepatan maksimum dan / atau kecepatan minimum;
b.
penetapan larangan penggunaan jalan bagi : 1)
kendaraan tidak bermotor;
2)
kendaraan bermotor yang muatan sumbunya melebihi batas maksimum yang ditetapkan untuk jalan itu.
c.
penetapan lintasan satu arah dan / atau dua arah baik yang bersifat permanen atau bersifat sewaktu-waktu, untuk seluruh kendaraan dan / atau hanya untuk jenis kendaraan tertentu;
d.
penetapan larangan dan / atau perintah menggunakan jalan untuk seluruh kendaraan atau jenis kendaraan tertentu;
e.
penetapan pembatasan jam operasi bagi kendaraan-kendaraan tertentu pada ruas -ruas jalan tertentu;
f.
penetapan lokasi bongkar / muat barang pada ruas-ruas jalan tertentu;
g.
penetapan lokasi / tempat menurunkan dan menaikan penumpang.
(3) Pelaksanaan pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, dinyatakan dalam bentuk rambu-rambu lalu lintas.
Paragraf Keempat …
22
Paragraf Keempat Pengawasan dan Pengendalian Lalu Lintas Pasal 36 Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan dalam penetapan pengaturan lalu lintas.
Bagian Kedua Perlengkapan Jalan Pasal 37 (1) Untuk melakukan pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas diperlukan perlengkapan jalan. (2) Perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, meliputi : a.
fasilitas lalu lintas terdiri dari rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pembatas kecepatan, alat pembatas tinggi dan lebar, pagar pengaman, cermin tikungan, delineator, pulau-pulau lalu lintas, pita penggaduh, alat pengawasan dan pengamanan jalan;
b.
fasilitas pendukung terdiri dari trotoar, tempat penyeberangan (zebra
cross,
jembatan
penyeberangan,
terowongan
penyeberangan), halte dan celukan (lay bay) serta penerangan jalan. Pasal 38 (1) Penetapan penempatan fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas, yang berada di jalan dan/atau di luar jalan dalam daerah dilaksanakan oleh Walikota. (2) Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas yang berada di jalan dan/atau di luar jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilaksanakan oleh Dinas. (3) Setiap …
23 (3) Setiap pemasangan rambu lalu lintas diberi tanda pengesahan berupa tanggal pemasangan dan logo Dinas berbentuk bundaran.
Pasal 39 Untuk
menjamin
kelancaran,
keamanan
dan
ketertiban
di
lingkungan/kawasan tertentu, pengadaan fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dapat dilaksanakan oleh badan atau perorangan. Pasal 40 Rambu perintah dan/atau larangan yang terpasang di jalan umum mempunyai kekuatan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 41 Setiap pengguna jalan wajib mematuhi rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas dan terhadap setiap pelanggar dapat dilakukan penindakan hukum.
Pasal 42 (1) Setiap badan atau perorangan dilarang memasang reklame pada perlengkapan jalan, kecuali dengan Izin Walikota. (2) Setiap badan atau perorangan dilarang menempatkan benda-benda atau
alat
perintang
di
jalan
umum,
yang
diperkirakan
dapat
menimbulkan hambatan, gangguan dan kecelakaan lalu lintas.
Bagian Ketiga Pengendalian Bangkitan dan Tarikan Lalu Lintas Pasal 43 (1) Dalam rangka mewujudkan lalu lintas dan angkutan yang tertib, lancar, aman dan efisien, perlu dilakukan pengendalian terhadap bangkitan dan tarikan lalu lintas baik terhadap lokasi/kegiatan yang sudah terbangun maupun yang akan dibangun. (2) Terhadap …
24 (2) Terhadap lokasi/kegiatan yang sudah terbangun, dilakukan evaluasi kinerja lalu lintas untuk kemudian dibuat upaya perbaikan dan penanganan lalu lintas. (3) Terhadap lokasi/kegiatan yang akan dibangun dilakukan Analisis Dampak
Lalu
Lintas
(ANDALL)
untuk
kemudian
dibuat
upaya
pemecahan masalah lalu lintas yang mungkin ditimbulkannya. (4) Pelaksanaan teknis pengendalian bangkitan dan tarikan lalu lintas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. (5) Segala beban yang diakibatkan oleh kegiatan pengendalian bangkitan dan tarikan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) pasal ini, menjadi tanggung jawab pengembang dan atau pemilik. BAB VIII ANGKUTAN Bagian Pertama Angkutan Orang Paragraf Pertama Jenis angkutan orang Pasal 44 Angkutan orang terdiri dari angkutan dalam trayek tetap dan teratur serta angkutan tidak dalam trayek.
Paragraf Kedua Angkutan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur Pasal 45 (1) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur dilaksanakan dalam Jaringan Trayek. (2) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah jaringan trayek dalam kota dan ditetapkan oleh Walikota. (3) Penyelenggaraan angkutan penumpang umum yang melewati lebih dari 1 (satu) daerah (lintas batas) dapat dikerjasamakan. (4) Kerjasama …
25 (4) Kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, dapat diwujudkan dalam bentuk keputusan bersama antara Kepala Daerah yang berbatasan.
Paragraf Ketiga Angkutan Tidak Dalam Trayek Pasal 46 Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek dilaksanakan dengan: a.
angkutan taksi;
b.
angkutan sewa;
c.
angkutan penumpang khusus, meliputi angkutan antar jemput karyawan, angkutan antar jemput tamu hotel, angkutan antar jemput penghuni kawasan pemukiman,a ngkutan anak sekolah yang dikelola oleh sekolah atau badan. Pasal 47
Angkutan penumpang khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 huruf c Peraturan Daerah ini, dilarang melakukan pengangkutan orang selain peruntukkannya. Bagian Kedua Alokasi Kendaraan Angkutan Penumpang Umum Pasal 48 (1) Dalam rangka pengendalian jumlah kendaraan angkutan umum dalam daerah, perlu ditetapkan alokasi kendaraan umum untuk masing-masing trayek. (2) Jumlah alokasi kendaraan umum masing-masing trayek ditetapkan berdasarkan analisis data hasil survei dan kebutuhan masyarakat. (3) Realisasi alokasi pada setiap trayek dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan prasarana. (4) Jumlah …
26 (4) Jumlah
alokasi
masing-masing
kendaraan
umum
setiap
trayek
ditetapkan d engan Keputusan Walikota. Bagian Ketiga Penambahan dan penggantian Kendaraan Angkutan Penumpang Umum Paragraf Pertama Penambahan Kendaraan Angkutan Penumpang Umum Pasal 49 Penambahan kendaraan angkutan umum dilakukan apabila : a. jumlah kendaraan umum yang beroperasi masih dibawah alokasi; b. kondisi sarana dan prasarana lalu lintas masih memungkinkan; c. meningkatnya kebutuhan masyarakat; d. adanya permintaan masyarakat untuk dibuka trayek baru. Paragraf Kedua Penggantian Kendaraan Angkutan Penumpang Umum Pasal 50 (1) Penggantian kendaraan angkutan penumpang umum dilakukan apabila : a. tidak laik jalan; b. melebihi batas usia ekonomis kendaraan; c. berubah status; d. mutasi keluar daerah; e. mutasi antar trayek; f.
hilang.
(2) Batas usia ekonomis kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pasal ini adalah : a. 10 (sepuluh) tahun untuk mobil dengan daya angkut 9 sampai dengan 15 orang; b. 15 (lima belas) tahun untuk mobil bus dengan daya angkut 16 sampai dengan 25 orang; c. 20 (dua puluh) tahun untuk mobil bus dengan daya angkut lebih dari 25 orang. (3) Nomor …
27 (3) Nomor kendaraan baru sebagai akibat adanya penggantian kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus sama dengan nomor kendaraan lama yang digantikannya. (4) Penggantian kendaraan akibat adanya perubahan status seperti perubahan fungsi kendaraan dari kendaraan angkutan penumpang umum menjadi kendaraan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pasal ini, warna dasar kendaraan lama harus dirubah menjadi selain warna dasar angkutan kota. (5) Tatacara dan persyaratan penggantian kendaraan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diatur dengan Keputusan Walikota. Bagian Keempat Retribusi Pasal 51 (1) Terhadap pemberian pelayanan dibidang lalu lintas dan angkutan jalan dipungut retribusi. (2) Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri. Bagian Kelima Rekomendasi Pasal 52 (1) Setiap
pengisian
dan
atau
penambahan
kendaraan
angkutan
penumpang umum pada trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) yang asal tujuannya ke dalam daerah wajib mendapatkan Rekomendasi dari Walikota. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur dengan keputusan Walikota. Bagian Keenam Tarif Angkutan Penumpang Umum Pasal 53 Walikota menetapkan besarnya tarif angkutan umum dalam daerah atas persetujuan DPRD. Bagian Ketujuh …
28 Bagian Ketujuh Angkutan Barang Pasal 54 (1) Angkutan barang dengan kendaraan bermotor pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan mobil barang. (2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri -dari : a. barang umum; b. barang bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas dan alat berat. Paragraf Pertama Jaringan Lintas Pasal 55 (1) Rute angkutan barang dengan kendaraan umum dan/atau tidak umum dilaksanakan dalam jaringan lintas. (2) Jaringan lintas angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan oleh Walikota setelah mendengar pendapat dari Pembina Jalan. (3) Ciri-ciri dan persyaratan pelayanan angkutan barang , ditetapkan lebih lanjut oleh Dinas. Paragraf Kedua Bongkar Muat Barang Pasal 56 (1) Bongkar muat barang dapat dilakukan pada ruas
jalan kota, jalan
propinsi dan jalan negara, atau tempat tertentu setelah memperoleh izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud ayat pada (1) pasal ini, diberikan oleh
Walikota. (3) Bongkar muat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
harus dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas.
Bagian Kedelapan …
29 Bagian Kedelapan Perizinan angkutan Paragraf Pertama Izin Usaha Angkutan Pasal 57 Pengusahaan angkutan orang atau angkutan barang dapat dilakukan oleh badan atau perorangan. Pasal 58 (1) Untuk melakukan usaha angkutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 Peraturan Daerah ini, wajib memiliki Izin Usaha Angkutan yang dikeluarkan oleh Walikota. (2) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat digunakan untuk mengusahakan : a.
angkutan orang dalan trayek tetap dan teratur;
b.
angkutan orang tidak dala m trayek;
c.
angkutan barang.
(3) Izin Usaha Angkutan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diberikan untuk jangka waktu selama pemilik/perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan usahanya. (4) Izin Usaha Angkutan dicabut apabila : a. pemilik/perusahaan yang bersangkutan sudah tidak melakukan kegiatan usahanya; b. memperoleh izin usaha angkutan dengan cara tidak sah. (5) Pengawasan
terhadap
izin
usaha
angkutan
dilakukan
dengan
memberikan Kartu Surat Izin Pengusahaan Angkutan (SIPA) terhadap setiap kendaraan angkutan umum yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan wajib diperpanjang. (6) Pemegang izin usaha angkutan diwajibkan untuk : a. melaporkan apabila terjadi perubahan kepemilikan atau domisili perusahaan; b. melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun kepada pemberi izin. (7) Tatacara …
30
(7) Tatacara dan persyaratan memperoleh Izin Usaha Angkutan ditetapkan oleh Walikota. Pasal 59 Perusahaan angkutan umum yang berdomisili dan atau memiliki trayek tujuan ke dalam daerah dan membuka cabang di propinsi lain, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memiliki pool di dalam daerah; b. menggunakan nomor kendaraan dalam daerah; c. melaporkan dan terdaftar di Pemerintah Daerah sesuai domisili cabang/perusahaan yang bersangkutan; d. menunjuk penanggung jawab/pengurus yang mewakili perusahaan di daerah.
Paragraf Kedua Izin Trayek Pasal 60 (1) Untuk melakukan kegiatan angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur dalam daerah wajib memiliki izin trayek yang diberikan oleh Walikota. (2) Izin Trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berlaku selama 5 (lima) tahun dan diterbitkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) serta wajib daftar ulang atau diperpanjang apabila masih melakukan kegiatan angkutan dalam trayek dimaksud. (3) Pengawasan terhadap izin trayek dilakukan dengan memberikan Kartu Pengawasan (KP) terhadap setiap kendaraan yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan wajib diperpanjang. (4) Pemegang izin trayek yang tidak melakukan daftar ulang atau perpanjangan izin trayek ataupun kartu pengawasan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, maka izin trayek yang bersangkutan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (5) Persyaratan
dan
tatacara
permohonan
izin
trayek
serta
Kartu
Pengawasan ditetapkan oleh Kepala Dinas. Paragraf Ketiga …
31
Paragraf Ketiga Izin Operasi Pasal 61 (1) Untuk melakukan kegiatan angkutan orang tidak dalam trayek dalam daerah wajib memiliki Izin Operasi yang diberikan oleh Walikota. (2) Izin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berlaku selama 5 (lima) tahun dan wajib didaftar ulang atau diperpanjang apabila masih melakukan kegiatan angkutan dimaksud. (3) Pengawasan terhadap izin operasi dilakukan dengan memberikan Kartu Pengawasan (KP) terhadap setiap kendaraan yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan wajib diperpanjang. (4) Pemegang izin operasi ya ng tidak melakukan daftar ulang atau perpanjangan izin operasi ataupun kartu pengawasan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, maka izin operasi yang bersangkutan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (5) Persyaratan dan tatacara permohonan izin operasi serta Kartu Pengawasan ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Paragraf Keempat Penggantian Kepemilikan Kendaraan Pasal 62 (1) Penggantian kepemilikan kendaraan angkutan penumpang umum dapat dilakukan sebagai akibat adanya jual beli atau pemindahan kepemilikan kendaraan. (2) Dalam hal terdapat pemindahan kepemilikan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, maka dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) tahun terhadap kendaraan dimaksud harus sudah atas nama pemilik yang baru.
Bagian Kesembilan …
32 Bagian Kesembila n Pool dan Agen Kendaraan Paragraf Pertama Pool Kendaraan Pasal 63 (1) Setiap perusahaan angkutan umum wajib memiliki pool kendaraan. (2) Persyaratan pool kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan keputusan Walikota. Paragraf Kedua Agen Perjalanan Pasal 64 (1) Agen perjalanan sebagai tempat pemesanan dan atau penjualan tiket. (2) Agen perjalanan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, merupakan bagian dan menjadi tanggung jawab perusahaan. (3) Lokasi agen perjalanan dapat diselenggarakan di terminal, pool, atau di tempat
lain
yang
memungkinkan
tidak
mengganggu
terhadap
kelancaran dan ketertiban lalu lintas. (4) Setiap pendirian agen perjalanan harus mendapatkan izin dari Walikota. (5) Izin pendirian agen dicabut apabila : a. dianggap mengganggu terhadap kelancaran dan ketertiban lalu intas; b. tidak memiliki pool/pelataran untuk parkir kendaraan atau tempat untuk menaikan penumpang dari agen perjalanan.
Bagian Kesepuluh Sekolah Mengemudi Pasal 65 (1) Setiap pengusahaan sekolah mengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki izin dari Walikota. (2) Pengurusan …
33 (2) Pengurusan Izin Sekolah mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus dilengkapi dengan Rekomendasi dari Dinas.
BAB IX PEMBINAAN Pasal 66 (1) Pembinaan
lalu
lintas
dan
angkutan
jalan
diarahkan
untuk
meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 67 (1)
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2), 11 ayat (1), 12 ayat (1), 14 ayat (1), pasal 15 ayat (3), 18 ayat (3), 20 ayat (2), 22 ayat (2), 23, 24 ayat (1), 26 ayat (2), 29 ayat (1), 32 ayat (1), 41, 42, 50 ayat (2) dan (3), 51 ayat (1), 56 ayat (1) dan (3), 58 ayat (1), 60 ayat (1), 61 ayat (1), 62 ayat (2), 63 ayat (1), 64 ayat (4), 65 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
sebanyak-
banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang -barang tertentu untuk daerah kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang -undangan. (2)
Selain sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1), terhadap pelanggaran dimaksud dapat dikenakan biaya paksaan penegakan seluruhnya atau sebagian.
BAB XI …
34
BAB XI PENYIDIKAN Pasal 68 (1)
Penyidikan terhadap pelanggaran dibidang lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Kepolisian.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah, dan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
c.
meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
d.
memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti, pencatatan dan dokumen- tersebut;
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
g. menyuruh …
35 g.
menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas
orang
atau
dokumen
yang
dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e; h.
memotret seseorang atau yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap Peraturan Daerah;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan
tindak pidana dibidang pelanggaran terhadap Peraturan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Bagian Pertama Pasal 69 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka : a. Selama belum ditetapkan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Pelaksanaan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini; b. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat diatur dengan Keputusan Walikota.
BAB XIII …
36 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 70 Hal-hal yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Walikota. Pasal 71 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan DaerahPeraturan Daerah sebelumnya yang mengatur tentang urusan bidang lalu lintas
dan angkutan
jalan
serta
ketentuan-ketentuan
lainnya
yang
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 72 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Ditetapkan di Depok pada tanggal 5 Juni 2003 WALIKOTA DEPOK
ttd H. BADRUL KAMAL Diundangkan di Depok pada tanggal 9 Juni 2003 SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK
ttd Drs.A.MOCH.HARRIS NIP 010 057 329 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 20 SERI C