TA’ALLUM
TA’ALLUM
Jurnal Pendidikan Islam
ISSN: 2337-1891
Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Jurnal Pendidikan Islam
ISSN: 2337-1891
Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Nopember. Berisi tulisan yang diangkat dari kajian analisis-kritis di bidang pendidikan. ISSN 2337-1891 Penanggung Jawab Abd. Aziz Redaktur Ahmad Tanzeh Fathul Mujib Muh. Kharis Mashudi Penyunting Ngainun Naim Khoirul Anam Arina Shofiya Redaktur Pelaksana Muh. Nurul Huda Muniri Muhamad Zaini Luluk Atirotu Zahroh Sekretariat Mashuri Herlina Wahyufie Isno Zainudin Muhiburrohman Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Tulungagung Lantai II Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung 66221 Telepon (0355) 321513 Fax (0355) 311656. Email:
[email protected] Ta’allum (Jurnal Pendidikan Islam) diterbitkan sejak 1 Juni 1991 oleh Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung (dulu Jurusan Tarbiyah STAIN Tulungagung) Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas berukuran A4 spasi 1,5 sepanjang lebih kurang 20 halaman, dengan format seperti tercantum pada ”Pedoman Bagi Penulis” di bagian belakang jurnal ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya. Dicetak di Percetakan .... Isi di luar tanggung jawab percetakan
DAFTAR ISI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI OPTIMALISASI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA SISWA SD/MI Musrikah
01-18
PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Muhammad Fathurrohman
19-42
INOVASI KURIKULUM DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Multi Kasus di MTsN Watulimo) Nur Muslimin
43-61
STRATEGI PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL-QUR’AN DI LEMBAGA PENDIDIKAN Nurul Hidayah
63-81
MEMBANGUN METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA Ummu Sholihah
83-99
PENGEMBANGAN MANAJEMEN SPIRITUAL DI SEKOLAH Khoirul Anam
101-121
iii
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN MAPEL SAINS MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN
PROSES SAINS SD/MI
123-148
Moh.Arif
KRITIK ATAS KURIKULUM DAN BUKU AJAR BAHASA ARAB SD/MI KELAS VI Muhammad Mahfud Ridwan
149-171
APPLICATION OF HUMANISTIC VALUES IN ISLAMIC EDUCATION;
THE CHALLENGES OF HUMAN POTENTIALS IN MODERN ERA Naufal Ahmad Rijalul Alam
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI OPTIMALISASI KECERDASAN LOGIKA MATEMATIKA PADA SISWA SD/ MI Musrikah IAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46Tulungagung
[email protected]
173-192
Abstract: Human being is blessed with intelligence from his birth. Generally, there are 9 types of human intelligence. Each person has different types of intelligence. One type of intelligence is logic mathematic. This type related with someone’s ability to solve the problem. He/ She is able to think and construct solution with logical order and great interest in numbers, logic, order and seriation( regularity). This type of intelligence usually can be detected from one’s mastery of mathematic. Logic mathematic intelligence can be increase by using the appropriate learning model. One of learning model is Realistic Mathematic Education with has five characteristics, they are: using context, using model, student contribution, interactivity, and intertwining. Keywords: pembelajaran, realistik, kecerdasan matematika, kelipatan
Pendahuluan Setiap manusia dilahirkan dengan keunikan masing-masing. Kesamaan manusia yang ada di dunia ini terletak pada perbedaannya. Dan setiap manusia memiliki potensi masing-masing. Tidak satupun manusia yang terlahir tanpa potensi. Namun seringkali manusia tidak mampu mendeteksi potensinya sehingga banyak manusia yang menekuni bidang yang kurang sesuai dengan potensi yang dimiliknya. Hal yang demikian akan mengakibatkan kurangnya semangat dalam bekerja, serta kualitas kerja yang kurang baik. Secara umum terdapat beberapa kecerdasan dalam diri manusia. Manusia memiliki kecerdasan ganda. Jenis kecerdasan manusia dikelompokkan menjadi 9 jenis kecerdasan dan orang yang sukses cenderung iv
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 1
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan logika-matematika. Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi dengan urutan yang logis, suka terhadap angka, logika, urutan, dan keteraturan.1 Kecerdasan logis matematis seseorang pada umumnya tampak dari penguasaannya terhadap matematika. Matematika menjadi mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan.Karena semua siswa seharusnya memiliki kemampuan dasar matematika. Namun banyak siswa yang menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Hal yang demikian juga terjadi di Sekolah Dasar. Hal itu dapat dipahami, sebab kajian matematika bersifat abstrak sedangkan siswa Sekolah Dasar masih berada pada tahap berpikir kongkrit sehingga memungkinkan adanya kesenjangan. Pada prakteknya, pembelajaran matematika di Sekolah Dasar cenderung menggunakan cara–cara yang abstrak, sehingga siswa yang masih berada pada periode operasional konkrit merasa kesulitan. Selain itu model pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Dasar cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional yang mengacu pada teori belajar behaviorisme. Pembelajaran matematika yang mengacu pada teori belajar behaviorisme, menekankan kegiatan pembelajaran yang terjadi adalah bentuk transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Guru mendominasi proses pembelajaran dan siswa menjadi pendengar saja. Hal ini juga dikemukakan oleh Herman Hudoyo: “Yang menonjol yang terlaksana di depan kelas adalah dominasi guru. Guru ngomomg siswa mendengarkan dan mencatat termasuk tanya jawab guru siswa. Contoh soal diberikan dan kemudian dikerjakan siswa. Guru mengajarkan isi / materi pelajaran yang tercantum dalam GBPP menjadi sasarannya. Keberhasilan pengajaran matematika sebatas nilai yang diperoleh siswa sehingga seringkali guru memberikan Indragiri, Kecerdasan Optimal: Cara Ampuh Memaksimalkan Kecerdasan Anak (Yogyakarta: Starbooks, 2010), hal. 15. 1
2 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
drill tanpa pemahaman konsep”.2 Agar pembelajaranmenjadi lebih bermakna, kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan mempertimbangkan berbagai hal. Selain model pembelajaran yang dipilih, juga perlu memperhatikan tahap perkembangan kognitif siswa. Tahap perkembangan kognitif siswa akan menjadi bagian penting dalam merancang kegiatan pembelajaran. Perkembangan kognitif siswa dapat dideteksi berdasarkan usianya sesuai dengan teori yang dikemukakan Piaget. Piaget selain meneliti tentang proses berpikir seseorang, ia juga dikenal dengan konsep bahwa pembangunan struktur berpikir melalui beberapa tahapan. Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahapan: (1) Tahap sensor motorik (lahir - 2 thn); (2) Tahap praoperasional Konkrit (usia 2 – 7 tahun ); (3) Tahap Operasional konkrit (7-11 tahun); (4) Tahap Operasional Formal (11-15 tahun). Tahapan-tahapan ini sudah baku dan saling berkaitan. Urutan tahapan tidak dapat ditukar atau dibalik karena melandasi terbentuknya tahap sebelumnya. Akan tetapi terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi seseorang.3 Agar pembelajaran yang dirancang di Sekolah Dasar relevan dengan tahap perkembangan siswa, diperlukan model pembelajaran yang mampu menjebatani keabstrakan matematika yang diajarkan pada siswa yang masih berpikir konkrit. Sebab guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan siswa sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjono (1994:17) menyatakan bahwa “ pada dasarnya guru bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan di sekolah, maka perlu dirancang suatu pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi kesulitan”. Dan Model pembelajaran Realistik merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk memahamimatematika dengan caranya sendiri. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan solusi dari Hudojo, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, ( Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), hal. 43-44. 3 Dworetzky, Introduction to Child Development, (Washington: Washington University, 1990), hal. 13. 2
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 3
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
persoalan matematis dari masalah kontekstual yang diberikan. Secara
urutan kata, suara, ritme, dan intonasi dari kata yang diucapkan. Termasuk
umum dapat dinyatakan bahwa matematika dibawa ke dunia siswa dengan
kemampuan untuk mengerti kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran
membuat matematika yang abstrak menjadi konkrit.Selanjutnya secara
dan menyampaikan informasi.6 Kecerdasan bahasa memuat kemampuan
bertahap siswa dibimbing untuk memahami matematika secara abstrak.
seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis
Atau dapat dinyatakan dengan perumpamaan “ membawa matematika ke
maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda dalam mengekspresikan
dunia siswa, selanjutnya membawa siswa ke dunia matematika.” Hal yang
gagasan-gagasannya.7
demikian dapat melejitkan kecerdasan matematika siswa sebab siswa belajar melalui pemahaman. Langkah demikian itu merupakan penerapan dari model pembelajaran Realistik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kauluah “Pendidikan matematika realistik mampu memahamkan siswa serta dengan mengetahui aplikasinya siswa senang dan responnya positif”.4 Pembahasan Pada artikel ini dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan Multiple Intellegency ( Kecerdasan Majemuk), Model Pembelajaran Realistik, Karakteristik Model Pembelajaran Realistik, serta Implementasi Pembelajaran Realistik sebagi optimalisasi kecerdasan Logis Matematis. Kecerdasan Majemuk
Kecerdasan Logis Matematis
Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah.Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi dengan urutan yang logis, suka terhadap angka, logika, urutan, dan keteraturan.8 Kecerdasan matematik berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka sertan memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.9 Kecerdasan Visual Spasial Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual
Kecerdasan majemuk merupakan teori yang dikemukakan oleh Prof. Howard Gardner. Ia mengemukakan bahwa terdapat 9 jenis kecerdasan pada manusia, yang mana kecerdasan– kecerdasan tersebut dapat diajarkan asalkan disampaikan dengan cara yang sesuai.5 Kecerdasan itu antara lain:
spasial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memahami secara
Kecerdasan Linguistik – verbal
imajinasi bentuk dalam pikirannya, ataupun menciptakan bentuk tiga
Kecerdasan linguistik verbal merupakan kemempuan untuk
artinya gambar, sedangkan spasial berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang, ukuran, dan hubungan diantara elemen-elemen tersebut.10 Kecerdasan visual lebih mendalam hubungan antara obyek dan ruang, misalnya menciptakan
menggunakan kata–kata atau bahasa secara efektif, baik secara lisan
6
maupun tulisan. Kecerdasan linguistik meliputi kepekaan terhadap arti kata,
7
Kauluah. S., Pembelajaran melalui Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Program Linear pada Siswa Klas X SMKN 1 Peusangan.Tesis,2006, Tidak dipublikasikan. 5 Indragiri, Kecerdasan Optimal..., hal. 14. 4
4 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
hal.106.
Ibid, hal. 15. Masykur, Mathematical Intelegency, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),
Indragiri. 2010. Kecerdasan Optimal: Cara Ampuh Memaksimalkan Kecerdasan Anak. (Yogyakarta: Starbooks, 2010), hal. 15. 9 Masykur., Mathematical Intelegency ...,hal. 105. 10 Indragiri. Kecerdasan Optimal..., hal. 16. 8
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 5
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
dimensi.11
diri, olah raga, dan menari.15
Kecerdasan Musik
Kecerdasan naturalis
Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, menciptakan, membentuk dan mengekspresikan bentuk–bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepakaan terhadap ritme, melodi, dan timbre dari musik yang didengar.12 Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan natularis merupakan kemampuan untuk mengenali, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang kita jumpai di alam maupun lingkungan, termasuk kemampuan untuk mengenali tanaman, hewan, dan bgia lain dari alam.16 Kecerdasan eksistensial/ spiritual
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk mengamati dan
Kecerdasan eksistensial merupakan kemampuan seseorang dalam
mengerti maksud, motivasi, dan perasaan orang lain. Orang yang memiliki
melaksanakan religiusitas, spiritualitas, dan filsafat. Kecerdasan ini
kecerdasan interpersonal peka dengan ekspresi wajah, suara, dan gerakan
merupakan kecerdasan ruhaniyah yang dapat menuntun seseorang menjadi
tubuh orang lain dan mampu memberikan respon secara efektif dan
manusia seutuhnya.17
berkomunikasi. Kecerdasan intrapersonal melibatkan kemampuan untuk memahami orang lain, baik di dunia pandangan maupun perilakunya.13 Kecerdasan intrapersonal Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Mampu memotivasi diri sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat menghargai aturan, etika dan moral. Kecerdasan intrapersonal disebut juga dengan kebijaksanaan.14 Kecerdasan kinestetik Kecerdasan kinestetis merupakan kemampuan dalam menggunakan yubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran, dan perasaan. Kecerdasan kinestetik juga meliputu ketrampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan. Termasuk segala sesuatau yang berhubungan dengan jasmani, misalnya bela Masykur, Mathematical Intelegency...,hal. 108. 12 Indragiri, Kecerdasan Optimal...,hal.17. 13 Ibid. 14 Ibid, hal. 18. 11
6 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Kecerdasan Logis Matematis Menurut Linda &Bruce Campbell kecerdasan logis matematika dikaitka dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu penghitunga secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif, pertimbangan deduktif, dan ketajaman pol- pola serta hubungan- hubungan. Intinya anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.18 Ciri- ciri anak yang cerdas matematis adalah: (a)suka mencari penyelesaian suatu masalah; (b)mampu memikirkan dan menyususn solusi dengan urutan logis; (c) menyukaia aktifitas yang melibatkan angka, urutan, dan perkiraan; (d) dapat mengerti pola hubungan; (e)mampu berpikir induktif dan deduktif.19 Sedangkan menurut Indragiri ciri-ciri anak dengan kecerdasan matematis antara lain: (a) anak mahir dalam perhitungan yang melibatkan angka; (b) anak mampu menyelesaikan masalah yang memerlukan pemikiran Ibid, hal. 19. Ibid. 17 Ibid, hal. 20 18 Masykur, Mathematical Intelegency..., hal. 153. 19 Ibid, hal. 157. 15 16
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 7
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
logis; (c) anak mampu mengelompokkan benda menurut jenisnya; (d) anak
yaitu:(a). Guided reinvention and progresive mathematizing yaitu memberi
mahir bermain ular tangga, monopoli, catur, dan semacamnya; (e) anak
kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep atau algoritma
suka bereksperimen untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan; (f)
sebagaimana ditemukannya konsep itu secara matematis; (b). Didactical
anak memahami sebab akibat; (g) anak unggul dalam pelajaran matematika
Phenomenology yaitu fenomena pembelajaran harus menekankan bahwa
dan IPA.
masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa memenuhi kriteria :
20
Membimbing anak-anak untuk memaksimalkan kecerdasan logis
memperlihatkan beberapa macam aplikasi yang telah diantisipasi, dan sesuai
matematis, antara lain akan membantu anak meningkatkan logika,
dengan dampak pada matematisasi progresif; (c). Self developed models yaitu
memperkuat ketrampilan berpikir dan mengingat, menemukan cara kerja
model yang dikembangkan siswa harus menjembatani pengetahuan informal
pola dan hubungan, mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah,
ke pengetahuan matematika formal.25
mengembangkan kemampuan dalam mengelompokkan, mengerti tentang nilai bilangan.21 Faktor utama dalam memaksimalkan kecerdasan anak ada tiga yaitu: (a) memandang anak sebagai individu yang unik; (b)melihat anak sebagai makhluk sosial; (c) menyadari bahwa anak merupakan titipan Allah SWT.22 Cara –cara umum yang dapat digunakan orang tua agar sukses dalam membimbing anaknya antara lain: (a) melihat anak apa adanya; (b) mengkomunikasikan pendidikan atau bimbingan kepada anak dengan baik; (c) melihat faktor usia anak; (d) menjalin komunikasi dengan anak; (e) mengetahui dan memenuhi kebutuhan anak.23 Model Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran Matematika Realistik diadopsi dari RME (Realistic Mathematic Education) yang merupakan teori pembelajaran dalam pendidikn matematika. RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970 oleh Institut Freudental. RME dipandang sangat berhasil dalam mengembangkan pengertian siswa .24 Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip pokok RME, Indragiri, Kecerdasan Optimal...,hal. 86. Ibid, hal. 29. 22 Ibid, hal. 33. 23 Ibid, hal. 43 24 Suharta, “Pembelajaran Pecahan dalam Matmatka Realistik”, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional PMRI Tanggal 21 November 2001.
Karakteristik Pembelajaran Realistik Lima karakteristik RME menurut Treffers (1993) dan Van den Heuvel Panhuizen (1998) adalah:26 Used of Context (menggunakan dunia “nyata”) Belajar matematika adalah aktifitas konstruktif. Siswa dikenalkan pada konsep dan abstraksi melalui hal-hal konkrit dan diawali dari pengalaman siswa serta berasal dari lingkungan sekitar siswa . Sedangkan menurut Suharta yang dimaksud dengan menggunakan konteks adalah pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.27 Used of Models Belajar matematika sering berlangsung dalam waktu yang panjang dan bergerak dalam berbagai tingkat abstraksi, untuk menaikkan tingkat abstraksi, perlu digunakan model berupa benda manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara konkrit dan abstrak atau
20 21
8 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Khabibah. “Suatu Alternatif Pembelajaran Matematika SD”, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional PMRI Tanggal 21 November 2001. 26 Yuwono I., “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika secara Membumi”, Disertasi, UNESA, 2006, tidak dipublikasikan. 27 Suharta, “Pembelajaran Pecahan...,. 25
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 9
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
abstraksi yang satu ke abstraksi lanjutan. Penggunaan model di sini artinya
berupa menggunakan obyek langsung, manipulasi obyek, atau menggunakan
siswa membuat model untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa
masalah kontekstual. Sedangkan matematika memiliki kajian abstrak.Berikut
memodelkan masalah itu dalam bentuk gambar, tulisan, atau penjelasannya
ini akan disajikan implementasi Model Pembelajaran Realistik sebagai
dengan kata-kata.
optimalisasi Kecerdasan Logis Matematis pada materi kelipatan. Dalam
Student Contribution Sumbangan atau gagasan siswa perlu diperhatikan dan dihargai agar terjadi pertukaran ide dalam proses pembelajaran.Gagasan siswa dikomunikasikan kepada siswa lain dan guru sehingga belajar matematika
pembelajaran realistik terdapat lima karakteristk sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan sini akan dijelaskan implementasi tiap-tiap karakteristik tersebut. Penggunaan Konteks
tidak hanya terjadi melalui aktifitas individu, melainkan juga aktifitas
Masalah yang diberikan menuntun siswa secara alamiah masuk pada
bersama. Ide ataupun gagasan siswa dapat diungkapkan dalam diskusi kelas.
materi yang akan dituju. Hal tersebut didukung oleh pendapat Treffer da
Interactivity Dalam belajar matematika harus ada interaksi yang kuat antara siswa dengan siswa yang lainnya, menyangkut hasil pemikiran para siswa yang dikonfrontasikan dengan siswa lain. Guru bertugas memfasilitasi komunikasi siswa, sehingga pembelajaran berlangsung interaktif. Sebab menurut Khabibah belajar bukan hanya aktifitas individu, tetapi sesuatu yang terjadi di masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokultural.28 Intertwinning Belajar matematika bukanlah menyerap pengetahuan yang terpisah, namun kegiatan merupakan kegiatan untuk membangun pengetahuan yang terkait menjadi entitas terstruktur. Perlu ada jalinan antar topik atau antar
Gofree salah satu fungsi masalah kontekstual dalam pembelajaran Realistik adalah menuntun siswa masuk ke dalam matematik secara alamiah dan termotivasi.29 Pembelajaran dapat dimulai dengan memberikan dua masalah yaitu satu masalah kontekstual tentang kelipatan dan satu masalah tentang menentukan kelipatan suatu bilangan. Masalah pertama seperti disajikan di bawah ini: Seekor katak melompat dari pojok selatan kolam menuju pojok utara kolam dengan lintasan lurus. Jarak antara pojok utara kolam dengan pojok selatan kolam 10 dm. Setiap kali melompat katak berhenti sejenak dan setiap lompatan menempuh jarak 2 dm. 1.
berapa saja katak itu berhenti sejenak sehingga sampai pada pojok
pokok bahasan. Konsep baru dikaitkan atau dicari pijakannya pada konsep lama yang telah dimiliki siswa.
utara? (Gambarkan lintasan yang ditempuh oleh katak itu!) 2.
Implementasi Model Pembelajaran Matematika Realistik sebagai Optimalisasi Kecerdasan Logis Matematis Tahap perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar pada periode operasional konkrit. Mereka akan memahami suatu masalah apabila masalah tersebut disajikan secara konkrit. Makna disajikan secara konkrit di sini dapat 28
Khabibah. “Suatu Alternatif Pembelajaran...,.
10 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Jika titik awal melompat katak kita sebut nol, maka pada bilangan
Bilangan yang menjadi tempat berhenti sejenak katak yaitu: ...,....,....,.....,....., disebut bilangan kelipatan.........
Masalah kedua membahas tentang kelipatan bilangan 2 dan kelipatan 3. Masalahnya sebagai berikut: Suherman E., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), hal. 9. 29
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 11
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
1.
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
1. Lingkarilah bilangan di bawah ini yang merupakan bilangan
hal berikut ini: (a) Guru berusaha menumbuhkan keberanian pada diri
kelipatan 2 !
siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara mereka;
1 2 3 4 5 6 7 8
(b) Memperjelas konteks permasalahan; (c) Memberi kesempatan kepada
9
10 11 12 13 14 15 16
siswa untuk bertanya jika ada bagian dari masalah yang belum dipahami;
17
18
(d) Menampilkan obyek yang dapat menjadi manipulasi masalah.
19
20
Masalah yang telah dicontohkan pada kegiatan 1a dapat dimodelkan 2.
Berilah tanda silang pada bilangan kelipatan 3 di bawah ini! 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 8
dengan garis bilangan oleh siswa. Ada beberapa model yang digunakan yang mungkin untuk menyatakan jawaban siswa. Model pertama siswa dapat memodelkan dengan membuat garis bilangan yang dimulai dari 0 dan diakhiri pada skala 10. Dari 0 sampai dengan 10 ditempatkan 6 titik yaitu 0, 2,
Masalah 1 dan 2 dapat diberikan kepada setiap siswa untuk dikerjakan
4, 6, 8, 10. Kemudian dibuat garis lengkung yang menggambarkan lompatan
dalam waktu 40 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan pelaksanaan diskusi
katak dari titik 0 ke titik 2, dari titik 2 ke titik 4, dan seterusnya sampai
kelas. Pada bagian akhir siswa bersama-sama dengan guru menyatakan
titik 10. Model yang kedua yaitu memodelkan masalah tersebut dengan
kesimpulan dari pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan.
cara membuat garis bilangan yang dimulai dari titik 0 dengan urut sampai
Penggunaan Model Penggunaan model di sini maksudnya adalah siswa bebas memodelkan masalah yang diberikan sesuai dengan apa yang dipikirkan. Siswa diberi kebebasan untuk memodelkan masalah yang diberikan dengan cara menggambarkan masalah pada kegiatan 1a pada garis bilangan. Namun sangat mungkin siswa ragu-ragu untuk menggambarkan jawabannya. Keraguan siswa disebabkan oleh beberapa hal- hal berikut ini: (a) Siswa terbiasa menyelesaikan masalah sesuai contoh yang diberikan oleh guru. Sehingga ketika guru memberi kebebasan justru siswa bingung; (b) Siswa tidak terbiasa menyelesaikan masalah sesuai pemikirannya. Sehingga mereka tidak cukup berani menyelesaikan masalah dengan cara memodelkan sesuai pemikirannya. Mereka takut jika jawabannya disalahkan; (c)Siswa
10. Kemudian dibuat gambar lintasan katak yang berhenti pada bilangan 2, 4, 6, 8,10. Model yang ketiga siswadapat memodelkan masalah tersebut dengan cara membuat garis bilangan secara urut, kemudian gambar loncatan katak dimulai dari 2 sampai dengan 10. Model yang keempat siswa dapat memodelkan dengan cara membuat garis bilangan dan meletakkan 2,4,6,8,10 pada garis bilangn tersebut tanpa menggambarkan bentuk lintasan katak. Model yang kelima siswa dapat memodelkan dengan cara membuat gambar loncatan yang merupakan lintasan katak dan melingkari bilangan tempat katak berhenti sejenak. Model yang keenam siswa dapat memodelkan dengan cara menggambar bentuk kolam berupa persegi panjang dan menempatkan 0, 2, 4, 6, 8, 10 pada gambar tersebut. Sumbangan Gagasan atau Pemikiran Siswa
menganggap bahwa matematika itu aturan yang ketat, sehingga mereka
Sumbangan gagasan atau pemikiran siswa meliputi keberanian
beranggapan bahwa masalah matematis itu tidak boleh diselesaikan dengan
mengemukakan pendapat, menanggapi gagasan temannya, dan membuat
cara mereka, meskipun sesungguhnya penalaran mereka itu benar.
kesimpulan yang logis. Dalam hal mengemukakan pendapat, siswa cenderung
Bertolak dari kondisi di atas, maka guru hendaknya melakukan hal12 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
belum memiliki keberanian yang cukup.Sebab mereka tidak terbiasa untuk TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 13
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
dimintai pendapat. Oleh sebab itu guru dapat mengoptimalkan kemampuan
siswa lebih mudah memahami pelajaran. Sebab mereka tidak dalam kondisi
siswa untuk mengemukakan pendapat dengan menunjuk satu siswa untuk
ketakutan dan terbebani sehingga dapat berpikir dengan baik sehingga
mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya diberikan dukungan agar siswa
pemahamnanya juga akan lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang lain memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat.
Djuwita “ Pembelajaran melalui Pendekatan Realistik mampu memahamkan
Guru memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menanggapi
siswa untuk materi dan siswa merasa senang dengan pembelajaran tersebut
gagasan temannya atau jika ada yang punya selesaian berbeda boleh
karena dapat bertukar pikiran.”30 Hal serupa juga dikemukakan oleh
mengemukakan jawabannya. Guru hendaknya bertanya kepada siswa mana
Qodariyah “ Pembelajaran melalui Pendekatan Realistik di SMA A. Yani
penyelesaian yang benar jika ada jawaban yang berbeda dan siswa diberi
Malang mampu memahamkan siswa untuk materi dan siswa merasa senang
kesempatan untuk menjelaskan argumentasinya.
dengan pembelajaran tersebut diberi kesempatan bekerja sama.”31
Apabila siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya, hal ini akan memberikan pengaruh yang baik sebab: •
Menimbulkan rasa puas dan senang kepada siswa. Siswa yang mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat ataupun menanggapi gagasan temannya akan merasa puas jika jawabannya benar.
•
Tidak merasa malu meskipun jawabannya kurang tepat. Sebab meskipun jawabannya kurang tepat masih dihargai.
•
Bagi siswa yang tidak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat dapat menyimak jawaban temannya.
•
Pengetahuan siswa akan meningkat, sebab mereka dapat bertukar pikiran. Siswa yang berkemampuan kurang dapat meningkat pengetahuannya, sedangkan siswa yang berkemampuan lebih dapat semakin mahir.
Hal ini akan memberikan pengaruh yang baik sebab akan menimbulkan rasa senang kepada siswa. Siswa yang mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat ataupun menanggapi gagasan temannya akan
Interaksi Interaksi yang dimaksudkan disini adalah interaksi antara siswa dengan siswa ataupun interaksi antara siswa dengan guru.Interaksi antara siswa dengan siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa berdiskusi dengan teman sebangku atau yang tempat duduknya berdekatan, kemampuan berdiskusi dengan teman sekelas. Sedangkan interaksi antara siswa dengan guru dapat diamati dari keberanian siswa bertanya kepada guru. Pada umumnya siswa memiikikeberanian bertanya kepada guru , namun mereka cenderung menunggu guru berada di dekat mereka untuk bertanya. Ketika guru berada jauh dari mereka , mereka belum berani untuk angkat tangan minta penjelasan dari permasalahan yang belum dipahami. Sehingga keberanian bertanya hendaknya dipacu untuk mengoptimalkan kemampuan siswa. Guru mengupayakan terciptanya suasana diskusi yang santai, dan bersahabat sebagaimana yang diutarakan oleh Hudoyo yang mengatakan bahwa guru hendaknya tidak hanya menekankan aspek kognitif namun
merasa puas jika jawabannya benar, dan tidak merasa malu meskipun jawabannya kurang tepat. Bagi siswa yang tidak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat dapat menyimak sehingga pengetahuannya akan bertambah. Rasa puas dan senang siswa terhadap pembelajaran akan membuat 14 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Djuwita, “Pembelajaran Peluang melalui Pendekatan Realistik Melalui pada kelas II SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang”, Tesis, 2005, tidak dipublikasikan. 31 Qodariyah E., “Pembelajaran Program Linier melalui Pendekatan Realistik Melalui di SMA A. Yani Malang, Tesis, 2006, tidak dipublikasikan. 30
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 15
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
juga melibatkan perasaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam matematika.32
Penerapan Model Pembelajaran Realistik yang telah diuraikan
Dengan interaksi yang baik, ternyata menyebabkan siswa maupun
sebelumnya tentunya akan menjadikan pembelajaran matematika sebagai
guru memperoleh keuntungan, antara lain: (a) dengan adanya interaksi
aktifitas yang menyenangkan. Mampu melatih siswa untuk memecahkan
mengakibatkan pemahaman siswa meningkat. Menurut Orton “dengan
masalah, menyampaikan gagasan, membuat kaitan serta berinteraksi dengan
interaksi dengan dunia luar, anak memperoleh implikasi bahwa lingkungan
baik. Apabila belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan maka capaian
yang diperkaya itu membantu mempercepat proses belajar anak.”; (b)
yang diperoleh oleh siswa akan meningkat. Sehingga prestasi akademiknya
Hubungan antara guru dengan siswa relatif dekat dan baik; (c) Ide-ide siswa
juga akan semakin baik atau bisa melejit. Sehingga kecerdasan yang sudah
semakin bervariasi dan berkualitas.33
dimilki dapat dioptimalkan. Salah satu kecerdasan yang akan meningkat
Intertwining Kaitan yang dimaksud adalah kaitan antara masalah yang diajarkan dengan masalah sehari- hari, atau kaitan masalah tersebut dengan masalah lain pada materi matematika yang telah dipelajarai. Kaitan ini juga dapat
adalah kecerdasan logis matematis. Dan kecerdasan yang lain tentunya juga akan menjadi lebih baik. Misalnya dengan kemampuan berinteraksi dan mengemukakan pendapat yang baik, akan memacu meningkatnya kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan bahasa.
berupa kaitan antara masalah yang dipelajari dengan bidang ilmu yang lain. Penutup Model pembelajaran Realistik merupakan model pembelajara yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan matematisnya secara optimal. Pembelajaran matematika menggunakan model ini, dimulai dengan memberikan masalah kontekstual, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk memodelkan masalah yang diberikan sesuai dengan hasil pemikirannya. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil pemikirannya. Apabila ada diantara siswa yang memiliki ide berbeda, guru memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengemukakan gagasannya. Dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimilkinya untuk memecahkan masalah. Masalah yang diberikan dapat dikaitkan dengan materi yang pernah dipelajarai, dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari ataupun dikaitkan dengan bidang ilmu yang lain. Hudojo, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Malang: Universitas Negeri Malang.Malang, 2005),hal. 72. 33 Orton A., Learning Mathematics; Issues, Theory, and Classroom Practice, Second Edition, (New York.: New York University, 1992), hal. 32. 32
16 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 17
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
Musrikah: Model Pembelajaran Matematika...
DAFTAR PUSTAKA Djuwita, “Pembelajaran Peluang melalui Pendekatan Realistik Melalui pada kelas II SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang”. Tesis tidak diterbitkan, Malang: UIN Malang, 2002. Dworetzky, Introduction to Child Development,Washington: Washington University, 1990. Hudojo, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang, 2005. Indragiri, Kecerdasan Optimal: Cara Ampuh Memaksimalkan Kecerdasan Anak, Yogyakarta: Starbooks, 2010. Kauluah S., Pembelajaran melalui Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Program Linear pada Siswa Klas X SMKN 1 Peusangan, Tesis tidak diterbitkan, 2006. Khabibah,“Suatu Alternatif Pembelajaran Matematika SD” Makalah disampaikan dalam seminar Nasional PMRI Tanggal 21 November 2001. Masykur, Mathematical Intelegency, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. Orton, A., Learning Mathematics; issues, theory, and classroom Practice. Second Edition. New York: New York University, 1992. Qodariyah, E., “Pembelajaran Program Linier melalui Pendekatan Realistik Melalui di SMA A. Yani Malang”, Tesis tidak dipublikasikan, Malang: Universitas Negeri Malang, 2006. Suharta, “Pembelajaran Pecahan dalam Matmatka Realistik”, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional PMRI Tanggal 21 November 2001. Suherman, E., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2003. Yuwono, I., “Pengembangan Model Pembelajaran Matematika secara Membumi”, Disertasi tidak diterbitkan, Surabaya: UNESA, 2006.
PENGEMBANGAN BUDAYA RELIGIUS DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Muhammad Fathurrohman SMPN 2 Pagerwojo Jl Raya Kradinan, Tulungagung e-mail:
[email protected] Abstract: Education quality will be reached, if backed up by all organized education component with every consideration. Severally that component is input, process, and output, and it needs to get support utterly of side that have essential role in education institute. But one thing that as focus in here is all this time education quality be assessed with learned achievement, output that accepted at superior college, etcetera, better that thing added by religious point indicators that internalizated in self educative participant. Since religious value internalizated one in self educative participant, although participant is taught that have sky-high achievement, on eventually wills be new Gayus Tambunan. Leave from that thing, therefore so urgent to education institute, notably education intermediates for internalizate to assess religiouses into self educative participant by use of inuring via cultural religious. Kata kunci: Pengembangan Budaya Religius, Mutu Pendidikan
Penutup Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih- lebih kualitasnya. Hal ini sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju. Pendidikan merupakan persoalan hidup manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun sebagai bangsa. Sementara itu, pemerintah dan masyarakat berharap agar lulusan dapat menjadi pemimpin, manajer, inovator, operator yang efektif dalam bidang ilmu pengetahuan dan mampu beradaptasi dengan perubahan ilmu dan teknologi saat ini dan memiliki iman dan takwa yang kuat. Oleh sebab itu, beban yang diemban oleh Sekolah, dalam hal ini guru pendidikan agama Islam sangat berat, karena
18 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 19
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... gurulah yang berada pada garis depan dalam membentuk pribadi anak didik.
dengan baik, efektif, dan efisien akan menghasilkan lulusan yang siap untuk
Dengan demikian sistem pendidikan di masa depan perlu di kembangkan agar
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi secara mandiri karena telah dibekali
dapat menjadi lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan tantangan
dengan ilmu pengetahuan secara mantab. Sehingga sekolah menengah harus
yang akan dihadapi di dunia kerja di masa mendatang.
meningkatkan mutu pendidikannya baik agar mampu membekali peserta
Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu,
didik dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.
menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan
Mutu atau kualitas saat ini menjadi satu gagasan ideal dan menjadi
untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya. Hal tersebut mendudukkan
visi banyak orang ataupun lembaga. Karena mutu memang merupakan
pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif
kualifikasi utama agar dapat survive dan tampil sebagai pemenang dalam
maupun kualitatif yang harus dilakukan terus-menerus, sehingga pendidikan
kehidupan yang semakin kompetitif pada masyarakat yang semakin rasional.
dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun watak bangsa.
Ketika diajukan konsep mutu, maka yang muncul kemudian adalah gambaran
1
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai,
tentang segala hal yang “baik” dan “sempurna” dan oleh karena itu maka
yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani
pasti sulit dipenuhi dan mahal. Gambaran ini sesungguhnya tidak salah,
kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat
meskipun juga tidak terlalu tepat.
manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak
Mutu pendidikan akan tercapai, apabila didukung oleh seluruh
berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan
komponen pendidikan yang terorganisir dengan baik. Beberapa komponen
manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun
tersebut adalah input, proses, dan output, dan ini perlu mendapatkan
proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan,
dukungan sepenuhnya dari pihak yang mempunyai peran penting dalam
bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat,
lembaga pendidikan. Namun satu hal yang menjadi sorotan di sini adalah
suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani
selama ini mutu pendidikan dinilai dengan prestasi belajar, output yang
oleh masyarakat bangsa tersebut. Dunia pendidikan sedang diguncang oleh
diterima di perguruan tinggi unggulan, dan sebagainya, sebaiknya hal itu
berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta
ditambah dengan indikator nilai-nilai religius yang terinternalisasi dalam diri
ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal dan perubahan
peserta didik. Karena tanpa nilai-nilai religius yang terinternalisasi dalam diri
global yang terjadi begitu pesat. Maka dari itu, lembaga pendidikan harus
peserta didik, walaupun peserta didik tersebut mempunyai prestasi setinggi
mempersiapkan diri dengan meningkatkan mutu dan kualitasnya.
langit, pada akhirnya akan menjadi Gayus Tambunan baru. Bertolak dari
Pendidikan menengah yang ada di Negara Indonesia biasanya dipegang
hal itu, maka sangat urgen bagi lembaga pendidikan, khususnya pendidikan
oleh Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan
menengah untuk menginternalisasikan nilai-nilai religius ke dalam diri
atau Madrasah Aliyah Keagamaan. Pendidikan menengah memiliki posisi
peserta didik dengan menggunakan pembiasaan melalui budaya religius.
yang sangat penting karena menjadi jembatan penghubung antara pendidikan dasar dan perguruan tinggi, sekaligus dunia kerja. SMA dan MA yang dikelola
Metode Penelitian Melihat makna yang tersirat dari judul dan permasalahan yang dikaji,
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 17. 1
20 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 21
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan data secara kuantitatif.2 Ada beberapa kunci utama dalam penelitian literatur (pustaka) dengan pendekatan kualitatif, yaitu: (a) The researcher is the main instruments that will read the literature accurately; (b) The research is done descriptively. It means describing in the form of words and picture not in the form of number; (c) More emphasized on the process not on the result because the literature is a work that rich of interpretation; (d) The analysis is inductive; (e) The meaning is the main point. Literatur utama atau primer yang dikaji dalam penelitian ini adalah buku dan literatur budaya organisasi dan budaya religius juga mutu pendidikan, seperti: Asmaun Sahlan, Budaya Religius, Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Talidzuhu Ndraha, Budaya Organisasi dan sebagainya. Sebagai penelitian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode dokumentasi, yaitu data tentang variabel yang berupa buku, catatan, transkrip, surat kabar, majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Sedangkan teknik analisis data yang dipilih adalah deskriptif analisis dengan menggunakan serangkaian tata fikir logik yang dapat dipakai untuk mengkonstruksikan sejumlah konsep menjadi proposisi, hipotesis, postulat, aksioma, asumsi, ataupun untuk mengkontruksi menjadi teori. Tata fikir tersebut3 adalah (a) tata fikir perseptif, yang dipergunakan untuk mempersepsi data yang sesuai dan relevan dengan pokok-pokok permasalahan yang diteliti; (b) tata fikir deskriptif, yang digunakan untuk mendeskripsikan data secara sistematis sesuai dengan sistematika pembahasan yang dipakai
Pembahasan Konsep Budaya Religius (Religious Culture) di Lembaga Pendidikan Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disiplin antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat digunakan sebagai salah satu transmisi pengetahuan, karena sebenarnya yang tercakup dalam budaya sangatlah luas. Budaya laksana software yang berada dalam otak manusia, yang menuntun persepsi, mengidentifikasi apa yang dilihat, mengarahkan fokus pada suatu hal, serta menghindar dari yang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya diartikan sebagai: pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sudah berkembang; sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah.4 Istilah budaya, menurut Kotter dan Heskett,5 dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama. Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan definisi budaya dengan tradisi (tradition). Tradisi, dalam hal ini, diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat tersebut,6 Padahal budaya dan tradisi itu berbeda. Budaya dapat memasukkan ilmu pengetahuan kedalamnya, sedangkan tradisi tidak dapat memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam tradisi tersebut. Tylor, sebagaimana dikutip Budiningsih, 7 mengartikan budaya
dalam penelitian ini.
merupakan suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 2. 3 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal. 55.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1991), hal. 149. 5 J.P.Kotter & J.L.Heskett, Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja, terj. Benyamin Molan, (Jakarta: Prenhallindo, 1992), hal. 4. 6 Soekarto Indrachfudi, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua dan Masyarakat, (Malang: IKIP Malang, 1994), hal. 20. 7 Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 18. 4
2
22 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 23
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... suatu kemampuan kreasi manusia yang immaterial, berbentuk kemampuan
Koentjaraningrat 12 menyebutkan unsur-unsur universal dari
psikologis seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan, keyakinan, seni
kebudayaan adalah 1) sistem religi dan upacara keagamaan, 2) sistem dan
dan sebagainya. Budaya dapat berbentuk fisik seperti hasil seni, dapat juga
organisasi kemasyarakatan, 3) sistem pengetahuan, 4) bahasa, 5) kesenian,
berbentuk kelompok-kelompok masyarakat, atau lainnya, sebagai realitas
6) sistem mata pencaharian hidup, dan 7) sistem teknologi dan peralatan.
objektif yang diperoleh dari lingkungan dan tidak terjadi dalam kehidupan
Budaya itu paling sedikit mempunyai tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai
manusia terasing, melainkan kehidupan suatu masyarakat.
1) suatu kompleks ide-ide, gagasan nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
Koentjaraningrat mengelompokkan aspek-aspek budaya berdasarkan 8
dimensi wujudnya, yaitu: 1) Kompleks gugusan atau ide seperti pikiran,
sebagainya, 2) suatu kompleks aktivitas kelakukan dari manusia dalam masyarakat, dan 3) sebagai benda-benda karya manusia.13
pengetahuan, nilai, keyakinan, norma dan sikap. 2) Kompleks aktivis seperti
Wujud pertama adalah wujud ide kebudayaan yang sifatnya abstrak,
pola komunikasi, tari-tarian, upacara adat. 3) Materian hasil benda seperti
tak dapat diraba dan difoto. Lokasinya berada dalam alam pikiran warga
seni, peralatan dan sebagainya. Sedangkan menurut Robert K. Marton,
masyarakat tempat kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Pada saat ini
sebagaimana dikutip Fernandez, diantara segenap unsur-unsur budaya
kebudayaan ide juga banyak tersimpan dalam disk, tape, koleksi microfilm,
terdapat unsur yang terpenting yaitu kerangka aspirasi tersebut, dalam artian
dan sebagainya. Kebudayaan ide ini dapat disebut tata kelakuan, karena
ada nilai budaya yang merupakan konsepsi abstrak yang hidup di dalam
berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi
alam pikiran.
arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia.
9
Agar budaya tersebut menjadi nilai-nilai yang tahan lama, maka harus
Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sebagai sistem sosial,
ada proses internalisasi budaya. Internalisasi adalah proses menanamkan
yang menunjuk pada perilaku yang berpola dari manusia. Sistem sosial berupa
dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri
aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul
(self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan
dari waktu ke waktu. Sedangkan wujud ketiga dari kebudayaan disebut
nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan dan
kebudayaan fisik, yaitu keseluruhan hasil aktivitas fisik, perbuatan dan karya
pengajaran. Proses pembentukan budaya terdiri dari sub-proses yang saling
manusia dalam masyarakat yang sifatnya konkrit berupa benda-benda.14
10
berhubungan antara lain: kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya,
Jadi yang dinamakan budaya adalah totalitas pola kehidupan manusia
pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, perubahan
yang lahir dari pemikiran dan pembiasaan yang mencirikan suatu masyarakat
budaya, pewarisan budaya yang terjadi dalam hubungannya dengan
atau penduduk yang ditransmisikan bersama. Budaya merupakan hasil cipta,
lingkungannya secara terus menerus dan berkesinambungan.
karya dan karsa manusia yang lahir atau terwujud setelah diterima oleh
11
Koentjaraningrat, Rintangan-Rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia, (Jakarta: Lembaga Riset Kebudayaan Nasional Seni, 1969), hal. 17. 9 S.O. Fernandez, Citra Manusia Budaya Timur dan Barat, (NTT: Nusa Indah, 1990), hal. 28. 10 Talizhidu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 82 11 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 72. 8
24 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
masyarakat atau komunitas tertentu serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran tanpa pemaksaan dan ditransmisikan Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1989), hal. 74. 13 Madyo Ekosusilo, Hasil Penelitian Kualitatif Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multi Kasus di SMAN 1, SMA Regina Pacis, dan SMA al-Islam 01 Surakarta, (Sukoharjo: UNIVET Bantara Press, 2003), hal. 10 14 Ibid. 12
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 25
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... pada generasi selanjutnya secara bersama.
tanggung jawab pribadi di hari kemudian. Jadi dalam hal ini agama mencakup
Religius biasa diartikan dengan kata agama. Agama menurut Frazer,
totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi
sebagaimana dikutip Nuruddin,15 adalah sistem kepercayaan yang senantiasa
dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan
mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi
keimanan dan akan membentuk akhlak karimah yang terbias dalam pribadi
seseorang. Sementara menurut Clifford Geertz, sebagaimana dikutip Roibin,
dan perilakunya sehari-hari.
16
agama bukan hanya masalah spirit, melainkan telah terjadi hubungan
Hal yang harus ditekankan di sini adalah bahwa religius itu tidak
intens antara agama sebagai sumber nilai dan agama sebagai sumber
identik dengan agama. Mestinya orang yang beragama itu adalah sekaligus
kognitif. Pertama, agama merupakan pola bagi tindakan manusia (patter
orang yang religius juga. Namun banyak terjadi, orang penganut suatu agama
for behaviour). Dalam hal ini agama menjadi pedoman yang mengarahkan
yang gigih, tetapi dengan bermotivasi dagang atau peningkatan karier. Di
tindakan manusia. Kedua, agama merupakan pola dari tindakan manusia
samping itu, ada juga orang yang berpindah agama karena dituntut oleh calon
(pattern of behaviour). Dalam hal ini agama dianggap sebagai hasil dari
mertuanya, yang kebetulan ia tidak beragama sama dengan yang dipeluk
pengetahuan dan pengalaman manusia yang tidak jarang telah melembaga
oleh calon istri atau suami. Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan
menjadi kekuatan mistis. Agama dalam perspektif yang kedua ini sering dipahami sebagai
atau kepada Dunia Atas dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-
bagian dari sistem kebudayaan, yang tingkat efektifitas fungsi ajarannya
peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi-organisasi
kadang tidak kalah dengan agama formal. Namun agama merupakan sumber
sosial keagamaan dan sebagainya yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan.19
nilai yang tetap harus dipertahankan aspek otentitasnya. Jadi di satu sisi,
Kata religius tidak identik dengan kata agama, namun lebih kepada
agama dipahami sebagai hasil menghasilkan dan berinteraksi dengan budaya.
keberagaman. Keberagaman, menurut Muhaimin dkk, lebih melihat aspek
Pada sisi lain, agama juga tampil sebagai sistem nilai yang mengarahkan
yang di dalam lubuk hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak
bagaimana manusia berperilaku.
misteri bagi orang lain, karena menafaskan intimitas jiwa, cita rasa yang
17
Menurut Madjid,
18
agama bukan hanya kepercayaan kepada yang
mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia.
ghaib dan melaksanakan ritual-ritual tertentu. Agama adalah keseluruhan
Budaya religius lembaga pendidikan adalah upaya terwujudnya nilai-
tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha
nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi
Allah. Agama, dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku manusia
yang diikuti oleh seluruh warga di lembaga pendidikan tersebut. Dengan
dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi
menjadikan agama sebagai tradisi dalam lembaga pendidikan maka secara
luhur (ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan
sadar maupun tidak ketika warga lembaga mengikuti tradisi yang telah
Nuruddin, dkk, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, (Yogyakarta: LKIS, 2003), hal. 126. 16 Roibin, Relasi Agama & Budaya Masyarakat Kontemporer, (Malang: UIN Maliki Press, 2009), hal. 75. 17 Nursyam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKIS, 2005), hal. 1. 18 Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 90. 15
26 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
tertanam tersebut sebenarnya warga lembaga pendidikan sudah melakukan ajaran agama. Pembudayaan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat dilakukan Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 287-288. 19
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 27
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah,
Budaya religius yang merupakan bagian dari budaya organisasi sangat
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ekstra kurikuler
menekankan peran nilai. Bahkan nilai merupakan pondasi dalam mewujudkan
di luar kelas, serta tradisi dan perilaku warga lembaga pendidikan secara
budaya religius. Tanpa adanya nilai yang kokoh, maka tidak akan terbentuk
kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture dalam lingkungan
budaya religius. Nilai yang digunakan untuk dasar mewujudkan budaya
lembaga pendidikan.
religius adalah nilai religius. Namun sebelum memasuki pembahasan
Manifestasi Nilai Religius dalam Membentuk Budaya Religius Nilai religius merupakan dasar dari pembentukan budaya religius, karena tanpa adanya penanaman nilai religius, maka budaya religius tidak akan terbentuk. Kata nilai religius berasal dari gabungan dua kata, yaitu kata nilai dan kata religius. Kata nilai dapat dilihat dari segi etimologis dan terminologis. Dari segi etimologis nilai adalah harga, derajat. Nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu. Sedangkan dari segi terminologis dapat dilihat berbagai rumusan para ahli. Tapi perlu ditekankan bahwa nilai adalah kualitas empiris yang seolah-olah tidak bisa didefinisikan.20
nilai religius penulis akan membahas secara umum tipe-tipe nilai untuk mengantarkan kepada pembahasan yang lebih spesifik yaitu nilai religius. Nilai religius (keberagamaan) merupakan salah satu dari berbagai klasifikasi nilai. Nilai religius bersumber dari agama dan mampu merasuk ke dalam intimitas jiwa. Nilai religius perlu ditanamkan dalam lembaga pendidikan untuk membentuk budaya religius yang mantab dan kuat di lembaga pendidikan tersebut. Selain itu, juga supaya tertanam dalam diri tenaga kependidikan bahwa melakukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran pada peserta didik bukan semata-mata bekerja untuk mencari uang, tetapi merupakan bagian dari ibadah.
Menurut Gordon Alport, sebagaimana dikutip Mulyana, nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.21 Jadi nilai merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya atau menilai
Tabel 1.1 Manifestasi Nilai Religius dalam Organisasi Sekolah
No.
Manifestasi
Deskripsi
1
Ritus (tata cara
Rangkaian kegiatan yang terencana, relatif rumit
upacara keagamaan)
dan dramatis yang melibatkan berbagai bentuk
suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.
ekspresi budaya dalam suatu peristiwa, yang
Nilai-nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai
dilaksanakan melalui interaksi social, biasanya
meletakkan fondasi untuk memahami sikap dan motivasi serta mempengaruhi
untuk mendatangkan/kepentingan/kebaikan bagi
persepsi kita. Individu-individu memasuki suatu organisasi dengan gagasan yang dikonsepsikan sebelumnya mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak seharusnya”. Tentu saja gagasan-gagasan itu tidak bebas nilai. Bahkan Robbins22 menambahkan bahwa nilai itu mempengaruhi sikap dan perilaku. Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 69 21 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 9. 22 S.P. Robbins, Organizational Behaviour, (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1991), hal. 158. 20
28 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
2
Seremonial
3
Ritual (berkenaan dengan ritus)
yang hadir. Suatu system dari beberapa ritus yang terangkai dalam suatu peristiwa.
Rangkaian teknik dan perilaku yang mendetail dan terstandar yang mengelola keinginan/kegelisahan, tetapi ada kalanya menghasilkan (perasaan) mendalam sebagai akibat dari hal-hal teknis yang dipentingkan dalam pelaksanaan.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 29
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... 4
Mitos
5
Hikayat
6
Legenda
7
Kisah
8 9
Dongeng rakyat Simbol
10
Bahasa
11
Isyarat
12
Latar fisik
13
Artifak
Suatu cerita dramatis tentang kejadian imajinasi, biasanya digunakan untuk menjelaskan asal mula atau transformasi (perubahan). Atau juga suatu kepercayaan yang tidak dipertanyakan tetang manfaat pelaksanaan teknik atau perilaku tertentu yang tidak didukung oleh fakta yang terlihat. Cerita sejarah yang menggambarkan keberhasilan yang unik dari suatu kelompok dan pemimpinnya. Cerita turun temurun mengenai kejadian yang sangat hebat yang didasarkan pada sejarah tetapi telah dicampuradukkan dengan khayalan/fiksi. Cerita yang didasarkan atas kejadian sebenarnya tetapi sering pula merupakan campuran antara kebenaran dengan khayalan. Cerita yang sepenuhnya khayalan. Setiap obyek, tindakan, kejadian kualitas atau hubungan yang memberikan sarana bagi penyampaian makna. Salah satu bentuk atau kebiasaan di mana anggota suatu kelompok menggunakan suatu vokal dan tulisan untuk menyampaikan makna/maksud antara satu dengan yang lain. Gerak bagian tubuh yang digunakan untuk mengekspresikan makna/maksud. Segala sesuatu yang mengitari orang-orang secara fisik dan dengan segera memberikan rangsangan perasaan, ketika mereka melaksanakan kegiatan sebagai ekspresi budaya. Obyek material (benda) yang dibuat oleh orang untuk memfasilitasi pengekspresian budaya.
masalah. Pertama terbentuknya budaya religius di lembaga pendidikan melalui penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Pola ini disebut pola pelakonan, modelnya sebagai berikut:
Gambar Pola Pelakonan Kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning process. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya dan suara kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku. Kebenaran itu diperoleh melalui pengalaman atau pengkajian trial and error dan pembuktiannya adalah peragaan pendiriannya tersebut. Itulah sebabnya pola aktualisasinya :ini disebut pola peragaan.23 Berikut ini modelnya Tradisi, Perintah Gambar Pola Peragaan Budaya religius yang telah terbentuk di lembaga pendidikan beraktualisasi ke dalam dan ke luar pelaku budaya menurut dua cara. Aktualisasi budaya ada yang berlangsung secara covert (samar/tersembunyi) dan ada yang overt (jelas/terang). Yang pertama adalah aktualisasi budaya yang berbeda antara aktualisasi ke dalam dengan ke luar, ini disebut covert, yaitu seseorang yang tidak berterus terang, berpura-pura, lain di mulut lain di hati, penuh kiasan, dalam bahasa lambing, ia diselimuti rahasia. Yang kedua adalah aktualisasi budaya yang tidak menunjukkan perbedaan antara aktualisasi ke dalam dengan aktualisasi ke luar, ini disebut dengan overt.
Proses Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan
Pelaku overt selalu berterus terang dan langsung pada pokok pembicaraan.
Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescriptive dan dapat juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu 30 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
23
Ndara, Budaya Organisasi…, hal. 24
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 31
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... Model Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan
dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan
Model biasanya dianggap benar, tetapi bersifat kondisional. Oleh
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan
karena itu, model penciptaan budaya religius sangat dipengaruhi oleh situasi
berjalan menurut fungsinya. Masing-masing gerak bagaikan
dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta penerapan nilai-nilai
sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-
yang mendasarinya. Pada dasarnya model penciptaan budaya religius sama
elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-
dengan model penciptaan suasana religius. Karena budaya religius pada
sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi
mulanya selalu didahului oleh suasana religius. Model penciptaan budaya
atau tidak dapat berkonsultasi.
religius di lembaga pendidikan dapat dipilah menjadi empat macam, antara lain:
24
4.
Model organik, yaitu penciptaan budaya religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan
1.
2.
Model struktural, yaitu penciptaan budaya religius yang
atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang
disemangati oleh adanya peraturan-peraturan, pembangunan
rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat
kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu
hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan
lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini biasanya
ketrampilan hidup yang religius. Model penciptaan budaya religius
bersifat “top-down”, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas
ini berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang
prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pimpinan atasan.
dibangun dari fundamental doctrins dan fundamental values yang
Model formal, yaitu penciptaan budaya religius yang didasari
tertuang dan terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah shahihah
pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia
sebagai sumber pokok. Kemudian bersedia dan mau menerima
untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau
kontribusi pemikiran dari para ahli serta mempertimbangkan
kehidupan ruhani saja, sehingga pendidikan agama dihadapkan
konteks historisitasnya. Karena itu, nilai-nilai Ilahi/agama/wahyu
dengan pendidikan non-keagamaan, pendidikan ke-Islam-an
didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara
dengan non ke-Islam-an, pendidikan Kristen dengan non Kristen,
aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai-nilai
demikian seterusnya. Model penciptaan budaya religius tersebut
insani yang mempunyai relasi horizontal-lateral atau lateral-
berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang
sekuensial, tetapi harus berhubungan vertikal-linier dengan nilai
lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia
Ilahi/agama.
dianggap tidak penting. Model ini biasanya menggunakan cara pendekatan yang bersifat keagamaan normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku agama yang loyal, memiliki sikap commitment dan dedikasi. 3.
Model mekanik, yaitu penciptaan budaya religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek;
24
Budaya Religius di Lembaga Pendidikan Budaya religius yang ada di lembaga pendidikan biasanya bermula dari penciptaan suasana religius yang disertai penanaman nilai-nilai religius secara istiqamah. Penciptaan suasana religius dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan keagamaan di lingkungan lembaga pendidikan. Karena apabila tidak diciptakan dan dibiasakan, maka budaya religius tidak akan terwujud.
Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan…, hal. 306-307.
32 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 33
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... Kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan budaya religius
tergambar dari perilaku sehari-hari dari berbagai kegiatan yang dilakukan
(religious culture) di lingkungan lembaga pendidikan antara lain pertama,
oleh guru dan peserta didik. Oleh karena itu keadaan atau situasi keagamaan
melakukan kegiatan rutin, yaitu pengembangan kebudayaan religius secara
di sekolah yang dapat diciptakan antara lain pengadaan peralatan peribadatan
rutin berlangsung pada hari-hari belajar biasa di lembaga pendidikan.
seperti tempat untuk shalat (masjid atau mushalla), alat-alat shalat seperti
Kegiatan rutin ini dilakukan dalam kegiatan sehari-hari yang terintegrasi
sarung, peci, mukena, sajadah atau pengadaan al-Qur’an.
dengan kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga tidak memerlukan waktu
Kelima, memberikan kesempatan kepada peserta didik sekolah/
khusus. Pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama
madrasah untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat dan
bukan hanya guru agama saja melainkan juga tugas dan tanggung jawab
kreativitas pendidikan agama dalam keterampilan dan seni, seperti membaca
guru-guru bidang studi lainnya atau sekolah. Pendidikan agama pun tidak
al-Quran, adzan, sari tilawah, serta untuk mendorong peserta didik sekolah
hanya terbatas pada aspek pengetahuan, tetapi juga meliputi pembentukan
mencintai kitab suci, dan meningkatkan minat peserta didik untuk membaca,
sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan. Untuk itu pembentukan sikap,
menulis serta mempelajari isi kandungan al-Quran. Dalam membahas suatu
perilaku, dan pengalaman keagamaan pun tidak hanya dilakukan oleh guru
materi pelajaran agar lebih jelas guru hendaknya selalu diperkuat oleh nas-nas
agama, tetapi perlu didukung oleh guru-guru bidang studi lainnya.
keagamaan yang sesuai berlandaskan pada al-Quran dan Hadits Rasulullah
Kedua, menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung
saw.
dan menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan agama, sehingga
Keenam, menyelenggarakan berbagai macam perlombaan seperti
lingkungan dan proses kehidupan semacam ini bagi para peserta didik benar-
cerdas cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian, kecepatan,
benar bisa memberikan pendidikan tentang caranya belajar beragama. Dalam
dan ketepatan menyampaikan pengetahuan dan mempraktekkan materi
proses tumbuh kembangnya peserta didik dipengaruhi oleh lingkungan
pendidikan agama Islam. Mengadakan perlombaan adalah sesuatu yang
lembaga pendidikan, selain lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
sangat menyenangkan bagi peserta didik, membantu peserta didik dalam
Suasana lingkungan lembaga pendidikan dapat menumbuhkan budaya
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, menambah wawasan dan
religius (religious culture).
membantu mengembangkan kecerdasan serta menambahkan rasa kecintaan.
Ketiga, pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal oleh
Nilai-nilai yang terkandung dalam perlombaan itu antara lain adanya nilai
guru agama dengan materi pelajaran agama dalam suatu proses pembelajaran,
pendidikan di mana peserta didik mendapatkan pengetahuan, nilai sosial,
namun dapat pula dilakukan di luar proses pembelajaran dalam kehidupan
yaitu peserta didik bersosialisasi atau bergaul dengan yang lainnya, nilai
sehari-hari. Guru bisa memberikan pendidikan agama secara spontan ketika
akhlak yaitu dapat membedakan yang benar dan yang salah, seperti adil,
menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan
jujur, amanah, jiwa sportif, mandiri. Selain itu ada nilai kreativitas dapat
ajaran agama.
mengekspresikan kemampuan kreativitasnya dengan cara mencoba sesuatu
Keempat, menciptakan situasi atau keadaan religius. Tujuannya untuk
yang ada dalam pikirannya.
mengenalkan kepada peserta didik tentang pengertian agama dan tata cara
Ketujuh, diselenggarakannya aktivitas seni, seperti seni suara, seni
pelaksanaan agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga
musik, seni tari, atau seni kriya. Seni adalah sesuatu yang berarti dan
menunjukkan pengembangan kehidupan religius di lembaga pendidikan yang
relevan dalam kehidupan. Seni menentukan kepekaan peserta didik dalam
34 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 35
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... memberikan ekspresi dan tanggapan dalam kehidupan. Seni memberikan
melainkan juga dalam arti sosial, cultural, psikologis ataupun lainnya.26
kesempatan kepada peserta didik untuk mengetahui atau menilai kemampuan
Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu
akademis, sosial, emosional, budaya, moral dan kemampuan pribadinya
dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan
lainnya untuk pengembangan spiritual rokhaninya.
dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis.
Langkah konkrit untuk mewujudkan budaya religius di lembaga
Perubahan simbol dapat dilakukan dengan mengubah model berpakaian
pendidikan, menurut teori Koentjaraningrat, upaya pengembangan dalam tiga
dengan prinsip menutup aurat, pemasangan hasil karya peserta didik, foto-
tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian, dan tataran
foto dan motto yang mengandung pesan-pesan nilai keagamaan.
simbol-simbol budaya.25 Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan
Strategi untuk membudayakan nilai-nilai religius di lembaga
secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di
pendidikan dapat dilakukan melalui: (1) power strategy, yakni strategi
lembaga pendidikan, untuk selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas
pembudayaan agama di lembaga pendidikan dengan cara menggunakan
bersama diantara semua anggota lembaga pendidikan terhadap nilai yang
kekuasaan atau melalui people’s power, dalam hal ini peran kepala lembaga
disepakati. Pada tahap ini diperlukan juga konsistensi untuk menjalankan
pendidikan dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan
nilai-nilai yang telah disepakati tersebut dan membutuhkan kompetensi
perubahan; (2) persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini
orang yang merumuskan nilai guna memberikan contoh bagaimana
dan pandangan masyarakat atau warga lembaga pendidikan; (3) normative
mengaplikasikan dan memanifestasikan nilai dalam kegiatan sehari-hari.
re educative. Norma adalah aturan yang berlaku di masyarakat. norma
Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai religius yang telah
termasyarakatkan lewat pendidikan norma digandengkan dengan pendidikan
disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian
ulang untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat
oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan
lembaga yang lama dengan yang baru.
melalui tiga tahap, yaitu: pertama, sosialisasi nilai-nilai religius yang
Pada strategi pertama tersebut dikembangkan melalui pendekatan
disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa
perintah dan larangan atau reward and punishment. Sedangkan pada strategi
mendatang di lembaga pendidikan. Kedua, penetapan action plan mingguan
kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan, keteladanan,
atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan
dan pendekatan persuasive atau mengajak kepada warganya dengan cara yang
oleh semua pihak di lembaga pendidikan yang mewujudkan nilai-nilai religius
halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan
yang telah disepakati tersebut. Ketiga, pemberian penghargaan terhadap
mereka. Sifat kegiatannya bisa berupa aksi positif dan reaksi positif. Bisa
prestasi warga lembaga pendidikan, seperti guru, tenaga kependidikan, dan
pula berupa proaksi, yakni membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah
peserta didik sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung
ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut
sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai
memberi warna dan arah pada perkembangan. Bisa pula berupa antipasti,
religius yang disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi (ekonomik),
yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.
Koentjaraningrat, “Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan” dalam Muhaimin, (ed.), Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 157. 25
36 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 326. 26
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 37
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius...
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... Pengembangan Budaya Religius Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Budaya religius merupakan hal yang urgen dan harus wujudkan di lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu fungsi budaya religius adalah merupakan wahana untuk menstransfer nilai kepada peserta didik. Tanpa adanya budaya religius, maka pendidik akan kesulitan melakukan transfer nilai kepada anak didik dan transfer nilai tersebut tidak cukup hanya dengan mengandalkan pembelajaran di dalam kelas. Karena pembelajaran di kelas rata-rata hanya menggembleng aspek kognitif saja. Budaya religius juga merupakan sarana pengembangan proses pembelajaran dan lingkungan belajar. Karena pada prinsipnya budaya religius dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran konstrukstivistik. Dimana lingkungan sekitar dapat dimanipulasi dan dieksplorasi menjadi sumber belajar, sehingga guru bukan satu-satunya sumber belajar.27 Di samping itu, budaya religius juga berfungsi dan berperan langsung dalam pengembangan pembelajaran pendidikan agama atau religiusitas. Pendidikan agama atau religiusitas tidak hanya mengarah pada aspek kognitif saja, namun seharusnya mengarah kepada afektif. Maka
emosi mengalami ketenangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah problem pribadi, yaitu emosi dan hal itu bisa ditenangkan dengan budaya religius. Karena menurut penelitian Muhaimin, dalam bukunya, kegiatan keagamaan seperti khatmil al-Qur’an dan istighasah dapat menciptakan suasana ketenangan dan kedamaian di kalangan civitas akademika lembaga pendidikan. Maka dari itu, suatu lembaga pendidikan harus dan wajib mengembangkan budaya religius untuk menciptakan ketenangan dan ketentraman bagi orang yang ada di dalamnya. Apabila semua civitas akademika di lembaga pendidikan tersebut mengalami ketentraman emosinya, maka secara otomatis semuanya mampu berpikir dengan tenang dan berpikir dengan tenang tersebut mampu menemukan sesuatu yang baru. Salah satu hal yang penting lagi adalah budaya religius dapat digunakan sebaga wahana pelaksanaan pendidikan karakter. Karakter anak didik akan dapat dibentuk dan kualitas pendidikan akan mampu ditingkatkan dengan anak didik melakukan pembelajaran dengan metode pembiasaan, sehingga nilai-nilai religius akan langsung ter-include ke dalam diri anak didik, dengan anak melakukan kegiatan yang merupakan bagian dari budaya religius. Penutup
selanjutnya pendidikan agama akan mengarah kepada praktik dan kegiatan
Budaya religius dalam budaya organisasi yang menjadi fokus dalam
sosial dalam aktivitas keseharian, baik di lembaga pendidikan maupun di
penelitian ini adalah proses pembiasaan suasana religius dan nilai-nilai
luar lembaga pendidikan.
religius dalam aktivitas sehari-hari. Outcome yang dihasilkan dari proses
Model pembelajaran yang demikianlah yang akan membuat peserta
penanaman nilai-nilai religius dan pembiasaan suasana religius berupa
didik lebih mampu untuk berpikir dan kreatif sehingga akan melahirkan
budaya religius lembaga pendidikan, yakni perilaku atau kebiasaan-kebiasaan
konklusi yang tidak sama dengan gurunya. Model pembelajaran yang
religius yang dilakukan oleh anggota lembaga pendidikan secara konsisten.
menggunakan pendekatan kontrukstivistik yang sangat dianjurkan pada
Budaya religius mampu membelajarkan anak didik untuk menahan
dekade akhir-akhir ini untuk menggebrak dan meningkatkan mutu pendidikan
emosi dan membentuk karakter yang baik. Apabila anak sudah mempunyai
Nasional.
nilai religius yang terinclude dalam dirinya, maka anak didik secara otomatis
Budaya religius dapat meningkatkan daya nalar dan juga hasil belajar.
akan terbiasa dengan disiplin, dan akan terbiasa menyatukan pikir dan
Hal tersebut dikarenakan daya nalar dan hasil belajar akan meningkat jika
dzikir. Dengan demikian anak yang selalu mendekatkan diri kepada Allah
Agus Maimun dan Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan: Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 59.
dengan pembiasaan budaya religius akan menjadi anak yang berprestasi,
27
38 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 39
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... terbukti dengan istighasah dan khatmil Qur’an yang dibiasakan anak mampu menjadikan anak lebih cerdas dan berprestasi.
40 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... DAFTAR PUSTAKA Budiningsih, Asri, Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Balai Pustaka, 1991. Ekosusilo, Madyo, Hasil Penelitian Kualitatif Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multi Kasus di SMAN 1, SMA Regina Pacis, dan SMA alIslam 01 Surakarta. Sukoharjo: UNIVET Bantara Press, 2003. Fernandez, S.O., Citra Manusia Budaya Timur dan Barat, NTT: Nusa Indah, 1990. Indrachfudi, Soekarto, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua dan Masyarakat, Malang: IKIP Malang, 1994. Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1989. Koentjaraningrat, Rintangan-Rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia, Jakarta: Lembaga Riset Kebudayaan Nasional Seni, 1969. Madjid, Nurcholis, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan, Jakarta: Dian Rakyat, 2010. Maimun, Agus, dan Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan: Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif. Malang: UIN Maliki Press, 2010. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998. Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Mulyana, Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta, 2004. Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 41
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
M. Fathurrohman: Pengembangan Budaya Religius... Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Ndraha, Talizhidu, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Nursyam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKIS, 2005. Nuruddin, dkk., Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta: LKIS, 2003. Robbins, Stephen P., Organization Theory, Structure Design and Aplication, Inc Rangeewood Cliff: Prentice Hall, 1991. Roibin, Relasi Agama & Budaya Masyarakat Kontemporer, Malang: UIN Maliki Press, 2009. Sahlan, Asmaun, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, Malang: UIN Maliki Press, 2010.
INOVASI KURIKULUM DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Multi Kasus di MTsN Watulimo) Nur Muslimin Kementerian Agama RI Kabupaten Trenggalek e-mail:
[email protected] Abstract: In the planning aspect of curriculum innovation to improve the quality of education well planned. An overview of the current condition of madrasah, the priority of innovation undertaken, planned in a coordinated framework. This means that the plan has previously been communicated by the headmaster with the various parties involved with the madrasah, such as teachers, staff, school committee and the parents or guardians of the students. In general planning of curriculum innovation in the form of additional hours of face to face particular subject, additional tutoring program, local content and skills Javanese fashion, language tutoring program, extracurricular programs, the conditioning program and a computer program; In the aspect of implementation, also performed well. This means before the plan implemented curriculum innovation, the need for certainty is also done by the headmaster and the people involved in the management. The school principal who had previously held agreements with teachers, staff, school committee and parents of students. So during this implementation can be said not encountered significant obstacles; and the aspect of evaluation headmaster do so through various meetings and in meetings. For a meeting with the deputy head of the Madrasah done once a month, while the teacher is done two times in one semester. As for the evaluation of the Madrasah Committee as well as with the parents at the end of the semester. Keyword: Inovasi Kurikulum, Mutu Pendidikan
Pendahuluan Kehidupan pendidikan semakin berkembang dengan lajunya zaman. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi, antara lain 42 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 43
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
merespon proses pendidikan dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih akomodatif terhadap perkembangan zaman, sehingga outputnya dapat berperan secara efektif dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana yang penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggungjawab.1 Pendidikan sangat urgen perannya di dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa dan menjadi cerminan kemajuan masyarakatnya.2 Sehingga sektor pendidikan harus mendapat porsi yang lebih dari berbagai pihak yang berkompeten. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu prioritas pembangunan pendidikan nasional dalam kaitannya dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia ialah menyangkut peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut ada tiga faktor utama yang menjadi titik perhatian, yaitu: (1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses pendidikan, dalam arti kecukupan penyediaan jumlah dan mutu guru serta kependidikan lainnya, buku teks bagi murid dan perpustakaan, dan sarana prasarana belajar; (2) Mutu proses pendidikan itu sendiri dalam arti kurikulum dan pelaksanaan pengajaran untuk mendorong para siswa belajar lebih efektif; dan (3) Mutu output dari proses pendidikan, dalam arti ketrampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh para siswa.
3
Bentuk jenjang pendidikan di Indonesia, antara lain madrasah, suatu lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Hal ini dapat dilihat dari porsi 1
hal. 90.
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf, 2000),
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 27. 3 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Nuansa, 2003), hal. 204. 2
44 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
materi pendidikan agama dan pendidikan umum yang terbilang cukup seimbang, madrasah yang sampai saat ini jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia juga masih tetap menjadi tumpuan dan harapan sebagian besar umat Islam yang menginginkan anak-anak mereka berbahagia di dunia dan di akhirat. Artinya menguasai ilmu dunia dan akhirat sekaligus adalah sesuatu yang menurut mereka tidak atau belum diberikan oleh sekolah umum.4 Hal ini menggambarkan kehadiran madrasah tidak sebelah mata sebagai bagian dari pendidikan nasional sesuai pencantuman madrasah dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sejak tahun 1989. Madrasah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan madrasah adalah tidak hanya dari keberhasilan kepala madrasah, tetapi juga dipengaruhi adanya perubahan mutu kurikulum. Kepala madrasah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi kompleks serta mampu melaksanakan peranannya sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin madrasah. Sementara itu harus diakui bahwa salah satu faktor yang menghambat peningkatan kualitas pendidikan di madrasah adalah manajemen (pengelolaan). Ini adalah tanggung jawab kepala madrasah. Bersama dengan semua pihak yang terlibat dalam madrasah, baik itu guru, karyawan, siswa maupun orang tua siswa, kepala madrasah hendaknya mampu mengompakkan mereka dalam pandangan yang sama mengenai arah dan tahap-tahap pengembangan madrasah.5 Ada sinyal yang jelas dikemukakan oleh Maksum. Jika madrasah ingin membangun kepercayaan masyarakat harus mampu menawarkan kurikulum yang tidak didominasi oleh ilmu-ilmu keagamaan. Sebaiknya madrasah dengan kurikulumnya harus akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sains modern dengan tanpa meninggalkan ciri khas yang dimilikinya. Masih adanya kecenderungan masyarakat pada madrasah tidak Arif Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI. (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hal. 87. 5 Ibid, hal. 51. 4
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 45
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., menutup kemungkinan kurikulum madrasah yang ditawarkan representatif
lepas atas peran Bapak Mardjuni, M.Pd., selaku kepala madrasah dengan
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang.
para staf tenaga kependidikan MTs N Watulimo Trenggalek. Sejalan dengan
Kondisi ini antara lain yang mendorong munculnya pemikiran-
digulirkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) wujud konsekuensi UU
pemikiran pembaharuan tentang pemberdayaan sistem pendidikan madrasah
RI No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, MTs N Watulimo Trenggalek
yang terwujud dalam bentuk madrasah-madrasah model dengan berbagai
membuat berbagai macam kebijakan inovasi kurikulum tersebut dan juga
inovasi dan modifikasi kurikulum.
untuk menyongsong adanya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Sebagaimana hasil survei pendahuluan, kurikulum yang ditawarkan
Kebijakan ini bertujuan untuk dapat mencetak lulusan yang handal
MTs N Watulimo Trenggalek adalah kurikulum nasional, baik dari
dan cerdas, baik moral maupun intelektual, serta mampu memberikan
Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional, yang telah
konstribusi bagi masyarakat sesuai dengan ketrampilan maupun kecakapan
dimodifikasi dengan pemikiran-pemikiran inovatif yang disesuaikan dengan
yang dimiliki. Sehingga diterapkannya inovasi kurikulum MTs N Watulimo
perubahan jaman dan tuntutan masyarakat. Bentuk inovasi kurikulum
Trenggalek mampu menjadikan para peserta didik untuk mempersiapkan
mempunyai kekhususan antara lain tercermin dari hal-hal sebagai berikut:
diri menyongsong masa depan dan mampu memecahkan persoalan bagi
Mulai kelas 2 dibuka tiga jurusan program yang masing-masing terdiri dari jurusan IPA, IPS dan BAHASA.
kehidupannya. Selanjutnya dari fenomena di atas ingin diketahui lebih lanjut
P3A (Program Pengembangan Potensi Akademik), ada tiga jurusan
manajemen inovasi kurikulum madrasah dan usaha yang dilakukan oleh MTs
P3A IPA, P3A IPS, dan P3A BAHASA yang disediakan bagi siswa berminat
N Watulimo Trenggalek dalam mengembangkan ide inovasi kurikulum. Selain
dan memiliki kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam, guna menambah wawasan
PPHM (Program Persiapan Hidup Mandiri), ada dua jurusan PPHM IPA dan PPHM IPS yang disediakan bagi siswa yang berminat untuk membekali diri dengan kemampuan dan ketrampilan hidup mandiri.
yang berkaitan dengan kurikulum madrasah dari aspek manajerialnya.. Metode Penelitian
Pembekalan penguasaan bahasa asing secara aktif, baik bahasa
Melihat makna yang tersirat dari judul dan permasalahan yang dikaji,
Inggris dengan tambahan conversation dan bahasa Arab dengan tambahan
penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian lapangan (field research)
muhadatsah.
dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Olahraga) diarahkan pada
penghitungan data secara kuantitatif,6dengan paradigma naturalistik atau
olahraga prestasi. Intrakurikuler ini ditangani oleh pelatih profesional. Ada
interpretif. Data dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting)
tambahan mata pelajaran khusus PPMB (Pengembangan Penalaran dan Minat
sebagai sumber data langsung. Paradigma naturalistik digunakan karena
Baca), seperti halnya les tambahan.
memungkinkan peneliti menemukan pemaknaan (meaning) dari setiap
Program yang ditawarkan kurikulum MTs N Watulimo Trenggalek
fenomena sehingga diharapkan dapat menemukan local wisdom (kearifan
merupakan inovasi kurikulum yang sangat berani mendobrak kurikulum
local), traditional wisdom (kearifan tradisi), moral value (emik, etik, dan
MTs N yang sederajat sejak tahun ajaran 2001/2002. Perencanaan program
non-etik) serta teori-teori dari subjek yang diteliti. Pemaknaan terhadap data
inovasi kurikulum MTs N Watulimo dan MTs N Kampak Trenggalek tidak
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), hal. 2.
46 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
6
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 47
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., secara mendalam dan mampu mengembangkan teori hanya dapat dilakukan
yaitu dengan jalan komunikasi langsung dan melakukan tanya jawab kepada
apabila diperoleh fakta yang cukup detail dan dapat disinkronkan dengan
kepala madrasah dan guru untuk memperdalam informasi yang diperoleh
teori yang sudah ada.
dari teknik pengumpulan data yang lainnya. Ketiga, data penelitian akan
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus,
dikumpulkan melalui dokumentasi, baik dokumen resmi MTsN Watulimo
yaitu berusaha mendeskripsikan suatu latar, objek atau peristiwa tertentu
seperti aturan-aturan dan sejarah perkembangannya, maupun dokumen dari
secara rinci dan mendalam. Studi kasus adalah penelitian yang bertujuan
koran, majalah atau website tentang sekolah tersebut.
untuk mempelajari secara intensif mengenai unit sosial tertentu, yang
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif dengan
meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat (Riyanto, 2001:
menempuh tiga langkah yang terjadi secara bersamaan menurut Miles dan
24). Penelitian ini akan menghasilkan informasi yang detail yang mungkin
Huberman8 yaitu: l) reduksi data (data reduction), yaitu menggolongkan,
tidak bisa didapatkan pada jenis penelitian lain. Lokasi penelitian ini adalah
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data; 2)
MTsN Watulimo. Dipilihnya madrasah ini karena madrasah ini melakukan
penyajian data (data displays), yaitu: menemukan pola-pola hubungan yang
terobosan-terobosan yang berupa inovasi kurikulum.
bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan;
7
Memperhatikan jenis penelitian tersebut, maka sumber data primer
dan 3) penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/veriffication).
dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan kepala madrasah,
Pengecekan keabsahan data (trustworthiness) dalam penelitian ini
guru dan segenap civitas akademika MTsN Watulimo yang sudah ditarik
memakai pendapat Lincoln dan Guba9 bahwa pelaksanaan pengecekan
kesimpulan sehingga didapat kesimpulan sementara. Pemilihan sumber
keabsahan data didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan
data ini berdasarkan asumsi bahwa merekalah yang terlibat dalam kegiatan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability)
pengelolaan inovasi kurikulum. Adapun sumber data sekunder adalah
dan kepastian (confirmability)..
dokumen atau bahan tertulis atau bahan kepustakaan, yakni buku-buku, artikel, jurnal ilmiah, dan koran yang membahas masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini. Sumber data sekunder lain adalah dokumentasi berupa foto, misalnya foto-foto kegiatan, segala aktivitas maupun sarana dan prasarana yang dapat memberikan gambaran yang nyata pada aspek-aspek yang diteliti, misalnya ruang musyawarah, ruang rapat, proses pembelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler. Data penelitian akan dikumpulkan yang pertama, melalui teknik observasi, yaitu dengan mengunjungi MTsN Watulimo untuk memperhatikan atau mengamati kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan serta mengamati lingkungan sekitarnya. Kedua, dikumpulkan melalui teknik wawancara, 7
hal. 24.
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : SIC,2001),
48 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Hasil Penelitian dan Pembahasan Perencanaan Inovasi Kurikulum Pada prinsipnya manajemen inovasi kurikulum di MTs N Watulimo dan MTs N Kampak Trenggalek dilaksanakan dalam kerangka manajemen partisipatif. Manajemen partisipatif ini mencakup tiga hal yaitu kepala Madrasah sebagai fasilitator, koordinator dan inovator. Sebagai fasilitator Kepada Madrasah memfasilitasi berbagai kebutuhan operasional program yang direncanakan. Hal ini dapat berupa dana, tenaga profesional, sarana prasarana dan sebagainya, sebagai koordinator Kepala Madrasah bertanggung Miles M.B. & Huberman A.Mikel, Qualitative Data Analisis, (Beverly Hills: SAGE Publication, Inc, 1992), hal. 22. 9 YS. Lincoln, & Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hill, Caifornia: Sage Publications, 1985), hal. 289. 8
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 49
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., jawab terhadap semua program. Karenanya berbagai masalah yang berhubungan dengan program di atas semuanya dibawah koordinasi Kepala Madrasah. Adapun sebagai inovator Kepala Madrasah adalah pencetus
KELAS
sebagian besar ide dari program tersebut.
HARI SENIN
WAKTU 15.30 – 14.00
SELASA
15.30 – 14.00
RABU
15.30 – 14.00
SENIN
15.30 – 14.00
SELASA
15.30 – 14.00
RABU
15.30 – 14.00
Berdasarkan program kerja Madrasah menunjukkan bahwasannya manajemen inovasi kurikulum yang ada di MTs N Watulimo terencana dengan
I
baik. Tampak pula bahwa Kepala Madrasah telah memiliki gambaran yang jelas tentang rancangan teknis pengelolaan inovasi kurikulum. Gambaran mengenai rencana inovasi kurikulum terwujud dalam program sebagai berikut: 1.
Program Les Tambahan
II
Program les tambahan ini diperuntukkan bagi kelas III. Program les tambahan dimaksudkan bagi kelas untuk persiapan menghadapi Ujian Akhir Nasional (UNAS) secara rinci program les tambahan ini adalah sebagai
Program ini dilaksanakan di laboratorium bahasa. Program ini dilaksanakan secara bergiliran setiap minggunya. Maksudnya apabila pada
berikut: KELAS III IPA
III IPA
HARI
WAKTU
SENIN SELASA RABU SENIN SELASA RABU SENIN SELASA RABU
14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30 14.00 – 15.30
MATA PELAJARAN
minggu pertama diberikan muhadarsah, maka untuk minggu kedua diberikan conversation.
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Matematika Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Matematika Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Matematika
3.
Program Ektra Kurikuler
Progran Ektra Kurikuler merupakan program yang ditujukan untuk mengembangkan bakat dan minat siswa. Karena itu program ini diberikan kepaa siswa yang berminat mengikutinya. Adapun progran ekstra yang ditawarkan adalah sebagai berikut: •
Bola volly
•
Bola basket
•
Sepak bola
Dari seluruh mata pelajaran tersebut dilakukan melalui metode praktik
•
Pencak silat
langsung. Karena program les tambahan ini dimaksudkan untuk menghadapi
•
Atletik
UNAS, maka praktrk ini lebih difokuskan pada pengerjaan soal-soal ujian.
•
Drum band
•
Seni musik
•
Pramuka
•
Kitab kuning
III IPA
2.
MATA PELAJARAN Muhadatsah/ conversation Muhadatsah/ conversation Muhadatsah/ conversation Muhadatsah/ conversation Muhadatsah/ conversation Muhadatsah/ conversation
Program Les Bahasa
Program ini diperuntukkan bagi siswa kelas I dan II. Adapun perinciannya sebagai berikut: 50 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 51
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
•
PMR
•
Seni baca Al-qur’an.
kepada Dewan Guru, Komite Madrasah maupun orang tua siswa. Sementara
•
Menjahit
mengenai prosedur pengorganisasian, koordinasi, dan prosedur sanksi bagi
•
Otomotif
yang menyalahinya juga telah dilakukan adanya kesepakatan oleh guru dan
Untuk waktu kegiatan ekstra di atas diserahkan kepada pelatihnya masing-masing. Dalam hal ini pihak Madrasah hanya memfasilitasi sarana dan prasarana, serta guru profesional yang membidangi kegiatan tersebut. 4.
Program Komputer
Program Komputer masuk dalam mata pelajaran, sehingga waktu praktek dilaksanakan sebagaimana mata pelajaran pada umumnya. Rencana inovasi kurikulum MTs N Watulimo dan MTs N Kampak yang tertuang dalam RAPBM tersebut sebelumnya telah diusulkan oleh Kepala Madrasah kepada guru dan karyawan Madrasah. Dalam hal ini Kepala Madrasah melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada guru dan karyawan Madrasah. Selanjutnya Kepala Madrasah bersama-sama guru dan karyawan Madrasah secara bersama-sama melakukan identifikasi kebutuhan inovasi dan merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan. Menurut Bapak Madjuni dalam rangka pengusulan ini sering dilakukan dalam berbagai rapat, baik dengan dewan guru, wali kelas, maupun komite Madrasah. Seperti halnya pada Rapat Dinas yang diadakan pada tanggal 21 Agustus 2004 didalamnya telah terjadi kesepakatan antara Kepala Madrasah dengan Wakil Kepala Madrasah yang mengusulkan tentang: •
Masukan keuangan kurang
•
Petugas piket kurang maksimal
•
Penambahan tenaga UKS
•
Penambahan Tenaga Keamanan
•
Penambahan Guru Penjaskes
•
Penggantian Waka Humas
•
Pemanfaatan Pak Parto
•
Pemanfaatan uang SDM (Rp. 10.000,- untuk penataan, Rp. 7.000,untuk rehap dan Rp. 10.000,- untuk laboratorium).
52 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Berdasarkan hasil rapat tersebut akhirnya disepakati rencana tersebut
karyawan sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan, dan orang tua. Dengan demikian perencanaan yang dilakukan tampak sesuai dengan prosedur yang disepakati oleh Kepala Madrasah dan komponen maupun unsur-unsur yang berhubungan dengan kemajuan Madrasah. Perencanaan ini selain menetapkan rancangan juga memprioritaskan berbagai program yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal perencanaan sangat baik dan selalu suasana yang dipenuhi rasa permusyawaratan dan kekeluargaan. Implementasi Inovasi Kurikulum Selanjutnya dalam pelaksanaan inovasi kurikulum yang ada di MTs N Watulimo kepastian akan kebutuhan-kebutuhan inovasi seperti kebutuhan penambahan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta kebutuhan sumber dana dilakukan oleh Kepala Madrasah dengan terlebih dahulu mengadakan kesepakatan dengan guru, karyawan, komite Madrasah maupun orang tua siswa. Sehingga pada saat pelaksanaan sudah tidak diketemukan kendala yang cukup berarti. Bahkan menurut pengakuan salah seorang guru bahwa dalam pelaksanaan inovasi benar-benar dilaksanakan sebagaimana yang sebelumnya telah disepakati oleh pihak sekolah. Manajemen inovasi kurikulum memang didukung dan dikendalikan sepenuhnya oleh Kepala Madrasah. Sehingga dalam tahun ajaran ini siswa tersebut merasa ada perbedaan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam proses pengorganisasian dan koordinasi Kepala MTs N Watulimo juga benar-benar memperhatikan masalah kerjasama, keterpaduan dan keselarasan. Kerjasama antara Kepala Madrasah dengan tenaga kependidikan, antara tenaga kependidikan dengan tenaga kependidikan, Kepala Madrasah dengan karyawan Madrasah, antara Madrasah dan Komite Madrasah, dewan TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 53
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., pendidikan, dan orang tua, tampak terlihat dengan jelas di MTs N Watulimo.
mendapat perhatian yang serius. Dari hasil observasi juga dapat dikemukakan
Dalam masalah kerjasama keterpaduan dan keselarasan selalu
sebagai berikut: Pada saat jam sekolah usai, para siswa kemudian menunaikan
diperhatikan oleh Kepala Madrasah. Misalnya penambahan sebagai akibat
shalat dhuhur berjamaa’ah. Saat itu yang menjadi imam adalah bapak Dhofier.
kekurangan tenaga pengajar. Kekurangan tenaga pengajar tersebut, baik yang
Selesai sholat jamaa’ah sebagian siswa tidak langsung pulang, yaitu anak
terjadi karena tenaga yang ada tidak mencukupi maupun oleh faktor ketiadaan
dari jurusan IPA. Mereka sedang istirahat sambil menunggu jam masuk les.
tenaga profesional, akhirnya kepala Madrasah juga mengambil kebijakan
Sebagian ada yang langsung pulang ke rumah. Kebetulan mereka adalah yang
mendatangkan dari luar. Hal ini sebagimana penuturan salah seorang guru
rumahnya tidak jauh dari seklah. Ada juga yang menuju tempat kost yang
yang ditanya mengenai masalah tersebut mengatakan:
tidak jauh dari lokasi Madrasah. Tepat pada pukul 15.00 anak-anak sudah
Ya, jadi tanpa kerjasama, saya rasa untuk program itu tidak akan
masuk kelas untuk mengikuti les tambahan sampai hingga pukul 16.30”
berhasil. Jadi untuk mengantisipasi, didatangkan dari luar. Karena sekolah
Sementara itu pula ada juga bidang ekstra yang tidak mendapat tempat
pulang jang dua (pukul 14.00). Maka untuk program tertentu mendatangkan
di hati siswa. Program tersebut adalah program menjahit dan otomotif.
dari luar. Karena bapak ibu guru barangkali sudah payah, jadi mendatangkan,
Dari uraian tersebut tampaknya pelaksanaan manajemen inovasi di MTs
terutama untuk bahasa Arab, dan bahasa Inggris ada guru dari MTs N
N Watulimo memang tidak diragukan lagi. Artinya dalam pelaksanaannya
Watulimo ditambah dari luar.
telah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Kepala Madrasah dan
Selain itu pula, dalam berbagai kegiatan sekolah baik yang bersifat
mendapat simpati yang cukup baik dari seluruh komponen sekolah, sehingga
ekstra maupun ekstra mendapat juga perhatian serius dari Kepala Madrasah.
manajemen inovasi kurikulum MTs N Watulimo dalam hal pelaksanaan
Bahkan tindakan apapun yang dilakukan oleh Kepala Madrasah selalu
memang tidak mengalami kendala yang cukup berarti.
konsisten dengan berbagai rencana yang disepakati bersama. Misalnya dalam masalah tata tertib, menurut pengakuan salah seorang siswa kinerja Kepala Madrasah dalam melaksanakan tata tertib Madrasah dipandang cukup bijaksana. Selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, apalagi yang berhubungan dengan prestasi sekolah tampak mendapat perhatian yang cukup serius dari pihak sekolah, terutama Kepala Madrasah. Menurut pengakuan salah seorang siswa yang menjelaskan berbagai kegiatan Madrasah yang menunjang prestasi. Sebenarnya sekolah telah menyediakan fasilitas komputer. Berhubung komputer dipandang kurang memadai, sehingga pihak Madrasah kemudian menyediakan fasilitas komputer dengan menyewa salah satu rental komputer yang dekat dengan lokasi Madrasah. Terkait dengan ektrakurikuler, terutama dibidang olah raga juga 54 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Evaluasi Inovasi Kurikulum Dalam evaluasi ini dilakukan oleh Kepala Madrasah melalui berbagai rapat maupun pertemuan. Untuk rapat dengan Wakil Kepala Madrasah dilakukan sebulan sekali, sedangkan dengan guru dilakukan 2 kali dalam satu semester. Sementara untuk evaluasi dengan Komite Madrasah maupun dengan orang tua murid dilakukan pada saat penerimaan raport. Dari hasil rapat pada tanggal 22 Januari 2016 diketahui kemampuan manajerial Kepala Madrasah dalam mengevaluasi kinerja pada guru sangat terlibat jelas. Himbauan yang disampaikan pada rapat tersebut diantaranya adalah: Kedatangan bapak ibu guru bersama dengan bel masuk, diharapkan para semester genap nanti sudah lebih baik. •
Kedisiplinan siswa mulai merosot. TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 55
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., •
pelaksanaan KBK masih setengah.
•
PKS harus ditingkatkan, terutama pada saat siswa pulang sekolah.
•
Kesiswaan, masih banyak siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstra.
•
melaksanakan manajemen inovasi kurikulum antara lain: •
direncanakan. •
•
Kekeluargaan baik, hanya di TU kurang ada kebersamaan.
•
Administrasi KBM baik, untuk semester ganjil, bulan depan
• •
Lemahnya minat siswa terhadap sebagian kegiatan ektra kurikuler, terutama tata busana dan otomotif. Adapun peluang atau kesempatan yang dimiliki MTs N Watulimo
Dengan demikian tampaknya manajemen inovasi kurikulum di MTs yang mempunyai andil besar terhadap kemajuan Madrasah, diantaranya
Ruang komputer yang berlum tersedia, sementara ini masih rental di tempat lain.
administrasi KBM sudah siap” N Watulimo dalam hal evaluasi juga selalu memperhatikan pihak-pihak lain
Dukungan orang tua melalui Komiter Sekolah dalam pendanaan masih relatif kecil.
Kebersihan dan keindahan kelas kurang, masih banyak bangku yang tercoret-coret.
Anggaran sekolah relatif kecil dibanding program yang
dalam melaksanakan manajemen inovasi kurikulum antara lain: •
Tingkat kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi terbukti dari animo siswa yang masuk ke MTs N Watulimo cukup besar.
Komiter Madrasah maupun wali murid, sehingga tampak bahwa dalam hal evaluasi manajemen inovasi kurikulum MTs N Watulimo juga berjalan
•
Adanya sarana prasarana pendukung seperti alat jahit dan otomotif.
dengan baik dan mendapat nilai lebih bagi warga Madrasah.
•
Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan Madrasah dalam manajemen inovasi kurikulum, banyak tantangan yang harus
Keunggulan yang dimiliki MTs N Watulimo dalam melaksanakan
dihadapi, diantaranya:
manajemen inovasi kurikulum antara lain: Seluruh komponen sekolah memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini
•
program.
dapat dilihat dari keseriusan para siswa mengikuti les tambahan pada sore hari meskupun sebenarnya mereka merasa lelah. •
Adanya komitmen yang tinggi dari warga Madrasah dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan.
•
•
•
Tersedianya sumber dana atau anggaran yang seimbang dengan
•
Tercukupi fasilitas, saran dan prasarana yang memadai.
•
Bimbingan karir agar dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap beberapa program yang kurang diminati.
Sekolah memiliki kompetisi untuk mengembangkan diri sesuai
Manajemen di dalam pendidikan merupakan upaya mencapai
dengan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
tujuan pendidikan dimana didalamnya terjadi kerjasama, keterpaduan dan
Madrasah (RAPBM).
keselarasan terhadap tujuan pendidikan. Di dalam manajemen pendidikan
Hubungan yang baik dengan Komite Sekolah, orang tua siswa,
seorang manajer yaitu Kepala Sekolah atau Madrasah memiliki peran yang
masyarakat, dan institusi lainnya. Ini dapat dilihat dari laporan
sangat vital. Maju mundurnya Madrasah akan sangat bergantung dari sejauh
tribulan kepada Komite Madrasah, pertemuan orang tua/ wali saat
mana Kepala Madrasah melaksanakan fungsi manajemen dengan baik. Yang
pembagian raport, maupun kegiatan guru dalam MGMP.
terpenting di dalam manejemen seorang Kepala Madrasah harus mampu
Banyak prestasi yang diperoleh sekolah.
membangun sikap kerjasama dan keterpaduan sehingga proses manajemen
Ada beberapa keterbatasan yang dimiliki MTs N Watulimo dalam 56 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
dapat berjalan secara efektif dan efisien. TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 57
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., Ada tiga fungsi yang dapat dijadikan tolak ukur baik tidaknya
masalah yang berhubungan dengan program di atas semuanya dibawah
manajemen di Madrasah, yaitu perencanaan menyangkut penetapan tujuan
koordinasi Kepala Madrasah. Adapun sebagai inovator Kepala Madrasah
dan memperkirakan cara pencapaian tujuan tersebut; pelaksanaan atau
adalah sebagai pencetus sebagian besar ide dari program tersebut, salah
implementasi yaitu proses yang memberikan kepastian bahwa rencana
satunya adalah inovasi kurikulum.
tersebut telah memiliki sumber daya manusia dan sarana serta prasarana
Selanjutnya dari pengelolaan manajemen inovasi kurikulum yang
yang diperlukan, dan pengendalian atau evaluasi yang bertujuan menjamin
dilaksanakan dapat penulis jabarkan pada tiga aspek, yakni perencanaan,
kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.
pelaksanaan dan evaluasi.
Sementara itu inovasi merupak sutau ide, barang, kejadian, metode,
Pada aspek perencanaan inovasi kurikulum MTs N Watulimo
yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang
direncanakan cukup baik. Gambaran mengenai kondisi Madrasah saat ini,
atau sekelompok orang (masyarakat). Ada dua faktor utama penentu
prioritas pengembangan yang dilakukan, direncanakan dalam kerangka
keberhasilan inovasi, yaitu perubahan tingkah laku dan perubahan latar
koordinatif. Artinya rencana tersebut sebelumnya telah dikomunukasikan
inovasi. Perubahan tingkah laku berhubungan dengan perubahan sikap,
oleh Kepala Madrasah dengan berbagai pihak yang terlibat dengan Madrasah,
keterampilan, pengetahuan dan peran, sedangkan perubahan latar inovasi
seperti guru, karyawan, komite Madrasah dan orang tua atau wali murid.
berhubungan dengan latar struktural lembaga, pengembangan iklim lembaga,
Secara umum perencanaan inovasi kurikulum berupa program les tambahan,
kesehatan organisasi, dan komunikasi.
program les bahasa, program ektrakurikuler dan program komputer.
Kurikulum merupakan bagian dari pendidikan di sekolah atau
Selanjutnya pada aspek pelaksanaan, juga dilakukan dengan baik.
Madrasah. Kurikulum merupakan sesuatu yang ditawarkan oleh Madrasah
Artinya sebelum rencana inovasi kurikulum dilaksanakan, kepastian akan
kepada masyarakat. Kurikulum dapat dianggap baru oleh masyarakat
kebutuhan juga dilakukan oleh Kepala Madrasah dan orang-orang yang
bilamana kurikulum tersebut diadakan inovasi. Namun demikian, inovasi
terlibat dalam manajemen tersebut. Kepala Sekolah yang sebelumnya telah
kurikulum saja tidaklah cukup, diperlukan manajemen atau pengelolaan yang
mengadakan kesepakatan-kesepakatan dengan guru, karyawan, komite
baik agar kurikulum tersebut dapat diterima oleh masyarakat.
Madrasah maupun orang tua siswa. Sehingga pada saat pelaksanaan ini bisa
MTs N Watulimo merupakan Madrasah Tsanawiyah Negeri di
dikatakan tidak banyak dijumpai kendala yang cukup berarti.
Trenggalek yang mengadalan inovasi terhadap kurikulumnya. Kepala
Pada aspek evaluasi Kepala Madrasah melakukannya melalui berbagai
Madrasah dalam hal ini adalah manajer dalam inovasi kurikulum. Dari hasil
rapat maupun pertemuan. Untuk rapat dengan wakil Kepala Madrasah
temuan data diketahuai bahwa manajemen yang dikembangkan oleh MTs
dilakukan sebulan sekali, sedangkan dengan guru dilakukan 2 kali dalam
N Watulimo bersifat manajemen partisipatif. Manajemen partisipatif ini
satu semester. Sementara untuk evaluasi dengan Komiter Madrasah maupun
memposisikan Kepala Madrasah sebagai fasilitator, koordinator dan inovator.
dengan orang tua murid dilakukan pada saat penerimaan raport.
Sebagai fasilitator Kepala Madrasah memfasilitasi berbagi kebutuhan operasional program yang direncanakan. Hal ini dapat berupa dana, tenaga profesional, sarana prasarana dan sebagainya. Sebagai koordinator Kepala Madrasah bertanggungjawab terhadap semua program. Karenanya sebagai 58 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Penutup Dari pembahasan di ata, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Pada aspek perencanaan inovasi kurikulum dalam upaya meningkatkan TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 59
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., mutu pendidikan MTsN Watulimo Trenggalek direncanakan dengan baik. Gambaran mengenai kondisi madrasah saat ini, prioritas inovasi yang dilakukan, direncanakan dalam kerangka koordinatif. Artinya rencana tersebut sebelumnya telah dikomunikasikan oleh kepala madrasah dengan berbagai pihak yang terlibat dengan madrasah, seperti guru, karyawan, komite madrasah dan orang tua atau wali murid. Secara umum perencanaan inovasi kurikulum berupa penambahan jam tatap muka mapel tertentu, program les tambahan,muatan lokal bahasa Jawa dan ketrampilan tata busana, program les bahasa, program ekstrakulikuler, program pembiasaan dan program komputer; Pada aspek pelaksanaan, juga dilakukan dengan baik. Artinya sebelum rencana inovasi kurikulum dilaksanakan, kepastian akan kebutuhan juga dilakukan oleh kepala madrasah dan orang-orang yang terlibat dalam manajemen tersebut. Kepala sekolah yang sebelumnya telah mengadakan kesepakatan-kesepakatan dengan guru, karyawan, komite madrasah maupun orang tua siswa. Sehingga pada saat pelaksanaan ini bisa dikatakan tidak
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam..., DAFTAR PUSTAKA Furchan, Arif, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI. Yogyakarta: Gama Media, 2004. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Lincoln, YS., Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, Beverly Hill, Caifornia: Sage Publications, 1985. M.B, Miles,.Huberman A.Mikel, Qualitative Data Analisis, Beverly Hills: SAGE Publication, Inc, 1992. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006. Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa, 2003. Riyanto, Yatim Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : SIC, 2001. Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf, 2000.
banyak dijumpai kendala yang cukup berarti; dan Pada aspek evaluasi kepala madrasah melakukannya melalui berbagai rapat maupun pertemuan. Untuk rapat dengan Wakil kepala Madrasah dilakukan sebulan sekali, sedangkan dengan guru dilakukan 2 kali dalam satu semester. Sementara untuk evaluasi dengan Komite Madrasah maupun dengan orang tua murid dilakukan pada akhir semester.
60 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 61
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nur Muslimin: Inovasi Kurikulum dalam...,
STRATEGI PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL-QUR’AN DI LEMBAGA PENDIDIKAN Nurul Hidayah Abstract: Antusisame world Islamic education in carrying Tahfidz Quran needs to get a positive response and a serious concern, especially related strategies to develop it. This is because there are still some difficulties were experienced by some Islamic educational institutions, among others: poor management of Tahfidz, less active role of the teacher / instructor Tahfidz in guiding and motivating students penghafal Koran, mechanisms and methods applied by teachers Tahfidz , lack of parental support, and lack of control and motivation superiors. To overcome these weaknesses is necessary strategies include: mamanej Tahfidz well, activating the role of teachers and motivate students Tahfidz, perfecting mechanisms and methods Tahfidz, optimize parental support, and optimize control and motivation superiors. Kata kunci : tahfidz al-Qur’an, strategi pembelajaran.
Pendahuluan Di masa sekarang ini, kajian terhadap tahfidz al-Qur’an dirasakan sangat signifikan untuk dikembangkan. Banyak lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini yang menggalakkan dan mengembangkan program tahfidz Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat muslim Indonesia yang tinggi untuk menghafal al-Qur’an dan menjadikan anakanak mereka sebagai penghafal al-Qur’an. Tren ini juga sebagai tanda akan kemajuan pendidikan Islam. Meskipun sebetulnya menghafal al-Qur’an bukanlah suatu hal yang baru bagi umat Islam, karena menghafal al-Qur’an sudah berjalan sejak lama di pesantren-pesantren. Dr. H. Ahmad Fathoni Lc. MA, dalam artikelnya “Sejarah dan Perkembangan Pengajaran Tafidz al-Qur’an di Indonesia” yang dikutip oleh Republika mengatakan semangat menghafal al-Qur’an mulai bermunculan saat sering diadakannya Musabaqah 62 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 63
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., Hifdzil Qur’an tahun 1981. Menurutnya, perkembangan pengajaran tahfidz
menghafal al-Qur’an dalam rangka berkhidmat kepada Allah. Berawal dari
Al-Qur’an di Indonesia pasca MHQ 1981 bagaikan air bah yang tidak dapat
signifikansi ini maka banyak lembaga pendidikan ingin mencetak kader-
dibendung lagi. Kalau sebelumnya hanya eksis dan berkembang di pulau
kader penghafal al-Qur’an. Berbagai macam cara dan strategi dilakukan
Jawa dan Sulawesi, maka sejak 1981 hingga kini hampir semua daerah di
dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Meskipun usaha-usaha telah
nusantara, kecuali Papua, hidup subur bak jamur di musim hujan dari tingkat
dilakukan, namun kenyataannya tidak sedikit lembaga pendidikan Islam yang
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, baik formal maupun non formal.
1
mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam melaksanakan pendidikan
Fenomena tersebut merupakan indikasi kesadaran masyarakat tentang
tahfidz al-Qur’an ini. Diantara kesulitan itu adalah karena jumlah ayat al-
keutamaan menghafal al-Qur’an. Hal ini juga sebagai bukti bahwa Allah telah
Qur’an itu banyak dan banyak ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan dan
memudahkan hamba-Nya yang mau mempelajari al-Qur’an, sebagaimana
kemiripan, sehingga biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk bisa
tersebut dalam firman-Nya QS. Al-Qamar ayat 17, 22, 33, dan 44 yang
menghafal seluruh ayat. Dengan demikian, bagi siapapun orang atau lembaga
berbunyi “Wa laqad yassarna al-qur’ana li adzdzikri…” (Dan sesungguhnya
pendidikan Islam manapun yang ingin mensukseskan program tahfidz al-
telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk diingat…) , sehingga membacanya
Qur’an, diperlukan strategi pembelajaran tahfidz.
2
merupakan ibadah paling utama jika dilakukan secara istiqamah dan disertai
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan mengantisipasi kegagalan-
tadabbur. Kemudahan yang diberikan mencakup segala aspek meliputi
kegagalan, maka diperlukan strategi-strategi yang tepat supaya lembaga-
kemudahan membaca, kemudahan, menghafal, kemudahan mempelajari
lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan tahfidz mencapai
dan kemudahan menulis. Disamping itu, juga merupakan bentuk jaminan
keberhasilan.
3
Allah terhadap pemeliharaan keaslian dan kemurnian Al-Qur’an meskipun telah diturunkan ribuan tahun silam. Kalimat yang berbunyi “inna nahnu nazzalna” dalam surat al Hijr ayat 9 dimaknai oleh Quraisy Syihab sebagai keikutsertaan umat Islam pilihan Allah untuk menjaga dan memelihara alQur’an yang salah satunya adalah dengan cara menghafalnya.4 Bahkan para ulama sepakat bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah fardlu kifayah.5 Demikian signifikan dan mulia kedudukan orang-orang yang “Tren Menghafal Al-Qur’an Makin Berkembang”, http://www.republika. co.id diakses 09 September 2015. 2 Ayat tersebut diulang sampai empat kali dalam surat yang sama yakni surat al-Qamar ayat 17, 22, 33 dan 44. Ini menunjukkan jaminan Allah akan kemudahan yang diberikan kepada umat Islam di seluruh dunia yang mau menghafal dan mempelajari al-Qur’an. 3 Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Al-Adzkar Al-Nawawiyyah, (Indonesia : Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-“Arabiyyah, t.t.), hal. 85. 4 Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2000), hal. 95-97. 5 Aliallah bin Ali Abu Al-Wafa, Al-Nur Al-Mubin litahfiz AL-Qur’an Al-Karim, (t.tp :Dar AL-Wafa, 2003), Cet. ke-III, hal. 37. 1
64 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Tahfidz Al-Qur’an Kata tahfiz merupakan bentuk masdar dari haffaza, asal dari kata hafiza-yahfazu yang artinya “menghafal”.6 Hafiz menurut Quraisy Syihab terambil dari tiga huruf yang mengandung makna memelihara dan mengawasi. Dari makna ini kemudian lahir kata menghafal, karena yang menghafal memelihara dengan baik ingatannya. Juga makna “tidak lengah”, karena sikap ini mengantar kepada keterpeliharaan, dan “menjaga”, karena penjagaan adalah bagian dari pemeliharaan dan pengawasan. Kata hafiz mengandung arti penekanan dan pengulangan pemelihara, serta kesempurnaannya. Ia juga bermakna mengawasi. Allah Swt. memberi tugas kepada malaikat Raqib dan ‘Atid untuk mencatat amal manusia yang baik dan buruk dan kelak
Ibrahim Anis, dkk., Al-Mu’jam Al-Wasit, (Mesir : Dar al-Ma’arif, 1392 H.), hal. 185. 6
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 65
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., Allah akan menyampaikan penilaian-Nya kepada manusia.7 Sedang kata
Banyaknya penggemar menghafal al-Qur’an dan para penghafal al-
al-Qur’an merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Qur’an merupakan bentuk jaminan Allah terhadap pemeliharaan al-Qur’an.
Saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as. yang ditilawahkan secara lisan,
Dalam surat al-Qamar ayat 17, 22, 33, dan 44 Allah tentang firman Allah yang
diriwayatkan kepada kita secara mutawatir.
berbunyi “wa laqad yassarna al-qur’ana li adzdzikri” (Dan sesungguhnya
8
Menurut Farid Wadji, tahfiz al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai
telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk diingat), ditafsirkan oleh al-Qurtubi
proses menghafal al-Qur’an dalam ingatan sehingga dapat dilafadzkan/
sebagai “……Kami mudahkan al-Qur’an untuk dihafal, dan Kami akan tolong
diucapkan di luar kepala secara benar dengan cara-cara tertentu secara terus
siapa saja yang menghafalnya, maka apakah ada pelajar yang menghafalnya,
menerus. Orang yang menghafalnya disebut al-hafiz, dan bentuk pluralnya
dia pasti akan ditolong”.12 Maka kemudahan yang diberikan Allah kepada
adalah al-huffaz.9 Definisi tersebut mengandung dua hal pokok, yaitu :
kaum muslimin yang menghafal al-Qur’an merupakan karunia-Nya agar
pertama, seorang yang menghafal dan kemudian mampu melafadzkannya
al-Qur’an tetap terjaga kemurnniannya sepanjang zaman.
dengan benar sesuai hukum tajwid harus ssuai dengan mushaf al-Qur’an.
Terdapat beberapa manfaat dan keutamaan tentang kedudukan
Kedua, seorang penghafal senantiasa menjaga hafalannya secara terus
para penghafal al-Qur’an. Pertama, menghafal al-Qur’an berarti menjaga
menerus dari lupa, karena hafalan al-Qur’an itu sangat cepat hilangnya.10
otentisitas al-Qur’an yang hukumnya fardlu kifayah, sehingga orang yang
Dengan demikian, orang yang telah hafal sekian juz al-Qur’an dan kemudian
menghafal al-Qur’an dengan hati bersih dan ikhlas mendapatkan kedudukan
tidak menjaganya secara terus menerus, maka tidak disebut sebagai hafidz
yang sangat mulia di dunia dan di akhirat, karena mereka merupakan
al-Qur’an, karena tidak menjaganya secara terus menerus. Begitu pula jika
makhluk pilihan Allah.13 Jaminan kemuliaan ini antara lain bahwa orang yang
ia hafal beberapa juz atau beberapa ayat al-Qur’an, maka tidak termasuk
A-Qur’an akan memberi syafaat baginya, menghafal al-Qur’an merupakan
hafidz al-Qur’an.
sebaik-baik ibadah, selalu dilindungi malaikat, mendapat rahmat dan
Bunyamin Yusuf Surur mendeskripsikan orang yang hafal al-Qur’an
ketenangan, mendapat anugerah Allah, dan menjadi hadiah bagi orang tuanya.
sebagai orang yang hafal seluruh al-Qur’an dan mampu membacanya secara
Kedua, menghafal al-Qur’an membentuk akhlak mulia baik bagi
keseluruhan di luar kepala atau bi al-ghaib sesuai aturan-aturan bacaan-
pribadi sang hafidz maupun menjadi contoh bagi masyarakat luas. Al-Qur’an
bacaan ilmu tajwid yang sudah masyhur.11
merupakan “hudan li annas” (petunjuk bagi manusia).14 Semakin dibaca,
M. Quraisy Syihab, Menyingkap Tabir Ilahi Al-Asma Al-Husna dalam Perspektof Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2006), hal. 195-198. 8 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ‘Ulum al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta :Bulan Bintang, 1992), cet. ke-XIV, hal. 1. 9 Farid Wadji, “Tahfiz al-Qur’an dalam Kajian Ulum Al-Qur’an (Studi atas Berbagai Metode Tahfiz)”, Tesis, UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hlm 18. 10 ‘Abd al-Rabbi Nawabuddin, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, terj. Ahmad E. Koswara, (Jakarta : CV. Tri Daya Inti, 1992), cet. ke-I, hal.16-17. 11 Bunyamin Yusuf Surur, “Tinjauan Komparatif Tentang Pendidikan Tahfidz al-Qur’an di Indonesia dan Saudi Arabia”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, (Yoyakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 1994), hlm. 67. 7
66 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
dihafal dan dipahami, maka semakin besar petunjuk Allah didapat. Petunjuk Allah berupa agama Islam berisi tentang aqidah, ibadah dan akhlak. Akhlak merupakan inti dari agama yang menjadi misi utama Nabi Muhammad Syamsuddin al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, (Beirut : Muassasah Manahil al-Irfan, t.t.), juz 17, hal. 134. 13 “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu adalah karunia yang besar” (QS. Fathir (35) : 32). 14 QS. Al-Baqarah ayat 2. 12
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 67
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., Saw diutus Allah.15 Akhlak yang baik menjadi ukuran kebaikan seseorang
Allah memberi pendengaran, penglihatan dan hati”.19 Selanjutnya Ablah
yang dengan akhlak baik itu ia menjadi manusia yang ideal. Sebagaimana
Jawwad al-Harsyi mengungkapkan : Para ilmuwan menyatakan bahwa mendengarkan penggalan tulisan yang akan dihafal dengan cara bersajak bisa menjadi suplemen otak. Suplemen ini akan membantu meningkatkan kemampuan berpikir dan menambah kemampuan menerima informasi-informasi lain. Para ilmuwan menyatakan bahwa otak kanan bekerja optimal dalam pendengaran ini, kata-kata dalam bentuk sajak akan membentuk hubungan satu sama lain, sehingga menghafal dengan model ini akan mampu mengefektifkan sel-sel otak dan mempergiat bagiannya.20
yang dikatakan oleh Rasyidin yang wa manusia yang ideal adalah manusia yang mampu mewujudkan berbagai potensinya secara optimal, sehingga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan mampu berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, mampu mengendalikan hawa nasfunya, berkepribadian, bermasyarakat, dan berbudaya.16 Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki akhlak yang baik maka ia akan menjadi orang yang tidak berguna bahkan bisa membahayakan orang lain. Inilah yang diderita
Melihat signifikansi dan urgensitas menghafal al-Qur’an, membuka
oleh mayoritas manusia saat ini, yakni sebuah penyakit yang disebut “split
kesadaran dan motivasi yang tinggi bagi para pengelola lembaga pendidikan
personality” (kepribadian ganda) dimana antara ucapan dan perbuatannya
untuk membuka dan mengembangkan pembelajaran tahfidz al-Qur’an para
berbeda.17
peserta didiknya.
Ketiga, menghafal al-Qur’an meningkatkan kecerdasan. Pada dasarnya setiap manusia dibekali dengan bermacam-macam potensi/kecerdasan meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual (multiple intelligence).18 Jika kecerdasan ini dapat dikembangkan dimaanfaatkan secara optimal, akan membuka peluang besar untuk hidup bahagia lahir dan batin. Dengan menghafal al-Qur’an, seseorang akan terbiasa mengingat-ingat setiap huruf, kata dan kalimat. Ia juga menjadi mudah dalam memahami kandungannya. Menghafal al-Qur’an menjadi langkah awal bagi seseorang yang ingin mendalami ilmu apapun. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa: “Allah telah mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan yang tidak mengetahui sesuatu apapun, kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” 16 Rasyidin, Landasan Pendidikan, (Bandung, UPI Press, 2008), hal. 8 17 “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. AS-Saaf (61) 2-3). 18 Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome, Kepemimpinan Berbasis Multiple Intellegence (Sinergi Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual untuk Meraih Kesuksesan yang Gemilang), (Bandung : Alfabeta, 2011), hal. 1. 15
68 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Kegagalan Pembelajaran Tahfidz AL-Qur’an Meskipun Allah telah memudahkan hamba-Nya untuk menghafal dan mempelajari al-Qur’an, namun pada kenyataannya masih banyak orang sulit menghafal al-Qur’an. Antusiame yang berkembang di sekolah-sekolah formal untuk membuka program pembelajaran hafalan al-Qur’an pada kenyataannya masih belum sepenuhnya berhasil dalam mencapai target, bahkan banyak menuai kegagalan. Beberapa penyebab kegagalan dalam penerapan pembelajaran tahfidz al-Qur’an di sekolah formal antara lain: Pertama, lemahnya manajemen tahfidz yang diterapkan oleh lembaga pendidikan. Manajemen ini meliputi manajemen waktu, tempat dan lingkungan, serta materi hafalan. Terkait waktu, yakni sulitnya membagi dan mengatur waktu antara jam pelajaran sekolah/madrasah dengan jam pelajaran menghafal menjadi penghambat bagi para calon penghafal. Apalagi jika terjadi di perguruan tinggi dimana masing-masing mahasiswa sering mengalami kesamaan jam kuliah dengan dengan jam menghafal. Mengenai QS. An-Nahl ayat 78. Ablah Jawwad al-Harsyi, Kecil-kecil Hafal al-Qur’an, terj. M. Ali Saefuddin, (Jakarta : Hikmah, 2006), cet. ke-I, hal. 168. 19
20
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 69
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., tempat dan lingkungan yang biasanya menjadi masalah adalah kurang
dan evaluasi dari pimpinan sendiri.23 Kontrol biasanya tetap dilakukan tetapi
nyamannya tempat tersebut. Suasana gaduh dan bising bisa mengganggu
melalui salah satu wakilnya atau pihak lain yang ditunjuk. Di samping itu,
konsentrasi penghafal al-Qur’an. Sedangkan mengenai materi hafalan tidak
kepala sekolah/madrasah juga jarang memberikan motivasi secara langsung,
ditentukan secara berkala misalnya, materi harian, materi mingguan, materi
baik kepada guru tahfidz maupun kepada siswa penghafal al-Qur’an. Hal ini
bulanan, materi semesteran dan materi tahunan.
menjadi sangat berpengaruh kepada kondisi lancarnya pembelajaran program
Kedua, kurang aktifnya peran guru/instruktur tahfidz dalam membimbing dan memotivasi siswa penghafal al-Qur’an. Kesibukan guru tahfidz yang berlebihan menyulitkan para penghafal untuk menambah hafalan atau mengulangi hafalannya secara face to face. Di samping itu, kurangnya motivasi guru sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hafalan para penghafal. Hal ini bisa berawal dari kurangnya tenaga guru tahfidz yang dimiliki lembaga atau motivasi yang jarang diberikan oleh pihak atasan. Ketiga, mekanisme dan metode yang diterapkan oleh guru tahfidz. Umi Kaltsum mengamati biasanya para instruktur tahfidz hanya menekankan pada “menambah hafalan”, misalnya 1 hari 1 atau 2 ayat, tanpa ada penekanan untuk takrir atau mengulang ayat-ayat yang telah dihafal.21 Akibatnya secara kuantitas, jumlah hafalan siswa bertambah, akan tetapi sering lupa terhadap ayat-ayat yang telah dihafal sebelumnya. Selain itu, menghafal terlalu cepat tanpa disertai tartil juga bisa menimbulkan rasa bosan pada penghafal. Keempat, lemahnya dukungan orangtua. Orangtua biasanya merasa kasihan terhadap anaknya yang sepertinya terlalu dibebani dengan tugastugas berat baik mengenai tugas pelajaran di sekolah/madrasah maupun hafalan al-Qur’annya, sehingga tidak ada upaya mereka untuk membimbing anaknya dengan menyimak hafalannya di rumah. Kadang-kadang mereka juga menganggap bahwa program tahfidz di sekolah hanyalah program ekstrakurikuler sehingga tidak penting untuk dilakukan dengan serius.22 Kelima, lemahnya kontrol dan motivasi atasan. Pihak kepala sekolah/ madrasah sebagai pimpinan hanya menyerahkan kepada instruktur sepenuhnya baik mengenai pola atau metode yang diterapkan tanpa mengadakan kontrol Lilik Umi Kaltsum, “Fenomena Menghafal Al-Qur’an”, http://lilikimzi. wordpress.com. diakses 27 Agustus 2015. 22 Ibid. 21
70 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
tahfidz al-Qur’an di sekolah karena kurangnya tanggungjawab tersebut. Strategi Pembelajaran Menghafal Al-Qur’an urgen untuk dikembangkan di setiap lembaga pendidikan Islam baik sekolah maupun madrasah karena merupakan usaha menjaga orisinalitas al-Qur’an yang mutlak menjadi kewajiban bagi umat Islam, membentuk pribadi mulia dan meningkatkan kecerdasan. Terbentuknya pribadi mulia dan cerdas, yakni pribadi yang taqwa kepada Allah dan RasulNya, dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan menjadi tujuan pendidkan dan karakteristik sebuah lembaga pendidikan Islam yang maju. Suksesnya program tahfidz al-Qur’an di sebuah lembaga pendidikan Islam menjadi jembatan menuju tercapainya keunggulan-keunggulan terhadap disiplin ilmuilmu yang lain. Oleh karena itu, mensukseskan program tahfidz al-Qur’an bagi lembaga pendidikan adalah hal yang penting. Berdasarkan faktor-faktor kegagalan sebagaimana disebut di atas, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan bagi lembaga pendidikan Islam yang mengelola program tahfidz al-Qur’an. Pertama, memperbaiki dan menyempurnakan manajemen tahfidz al-Qur’an dengan melakukan strategi sebagai berikut : (1) sekolah/madrasah harus menentukan waktu yang tepat. Waktu harus dimanaj sedemikian rupa tanpa menganggu jam pelajaran yang lain. Pemilihan waktu yang tepat akan menunjang konsentrasi peserta didik dalam menghafal al-Qur’an, menghilangkan kejenuhan dan memperbarui semangat. Waktu yang baik untuk menghafal al-Qur’an adalah di pagi hari sebelum kegiatan yang lain dimulai, misalnya jam 06.00 sampai jam 07.00. Jika sekolah/madrasah tersebut memiliki ma’had, maka waktu yang 23
Ibid.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 71
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., harus dipilih sebaiknya di malam hari antara Maghrib dan Isya sampai
terjalin komunikasi yang erat diantara keduanya, sehingga siswa merasa
saat salat malam (qiyam al-lail) dan setelah subuh. (2) memilih tempat
mendapatkan perhatian dan kasih sayang guru. Besarnya perhatian dan
dan lingkungan yang baik dan suci seperti masjid atau mushalla. Zuhairini
kasih sayang guru akan mendorong motivasi siswa yang lebih tinggi; (2)
mengatakan lingkungan adalah suatu faktor yang mempunyai peranan yang
meningkatkan kemampuan guru dalam membimbing dan memotivasi siswa.
sangat penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Al-Ghautsani
Oemar Hamalik mengatakan bahwa cara yang digunakan oleh instruktur
memaparkan bahwa tempat suci sangat berpengaruh dalam menghafal,
dalam memberikan materi pelajaran bimbingan besar sekali pengaruhnya
karena tempat-tempat bergambar, perhiasan, warna-warna mencolok, bising
terhadap kualitas dan hasil belajar siswa.28 Dengan demikian, seorang
dan gaduh sangat mempengaruhi konsentrasi hafalan.27 Selain itu, bisa juga
instruktur tahfidz hendaknya memiliki kemampuan yang baik mengenai cara
disediakan tempat menghafal di laboratorium khusus untuk menghafal al-
yang tepat dalam membimbing peserta didiknya serta selalu memberikan
Qur’an yang dirancang sedemikian rupa supaya nyaman, sejuk, dan hening.
motivasi. Motivasi dari sang guru tahfidz yang selalu mendampinginya sangat
Akan sangat baik pula jika ditunjang dengan fasilitas dan alat-alat seperti
dibutuhkan oleh siswa. Orang yang menghafal al-Qur’an sangat mudah bosan
MP3, CD al-Qur’an dan papan tulis untuk memudahkan instruktur dan peserta
dan lelah. Oleh karena itu, diperlukan motivasi utamanya dari guru yang
didik dalam proses pembelajaran hafalan al-Qur’an; (3) menentukan materi
membimbingnya. Motivasi bisa dilakukan dengan memberikan semangat
yang dihafal. Ayat-ayat al-Qur’an yang akan dihafal hendaknya disusun
yang menggugah, memberikan pujian dan penghargaan, memberikan cerita
secara berkala. Misalnya ada ayat-ayat yang harus dihafal dan disetorkan
para hafidz/hafidzah yang sukses setelah melakukan perjuangan, cerita
setiap hari secara bertahap. Contohnya hafalan lima ayat setiap hari. Ada
pengalaman pribadi guru dan orang-orang saleh, juga sangat baik jika
ayat-ayat mingguan yang merupakan gabungan dari hari pertama sampai
diadakan kompetisi antar peserta didik; (3) melakukan rekrutmen guru tahfidz
akhir pekan. Ada ayat-ayat bulanan, semesteran dan tahunan.
lebih banyak melalui seleksi yang berstandar. Guru tahfidz yang mengajar
24
25
26
Kedua, mengaktifkan dan memperkuat peran instruktur tahfidz
harus profesional dalam mengajar dan membimbing dengan baik. Niat yang
dalam membimbing dan memotivasi siswa penghafal al-Qur’an. Hal ini
lurus, sabar dan ikhlas menjadi syarat penting dalam proses membimbing.
bisa dilakukan cara-cara sebagai berikut : (1) meningkatkan volume dan
Lebih baik lagi jika mereka juga memiliki keunggulan penguasaan kandungan
intensitas keterlibatan guru tahfidz secara langsung dalam membimbing
makna al-Qur’an dan ‘ulum al-Qur’an.
siswa penghafal yang harus dilakukan secara istiqamah. Keterlibatan
Ketiga, menyempurnakan mekanisme dan metode yang diterapkan
langsung seorang guru dalam aktivitas menghafal berpengaruh kuat kepada
oleh guru tahfidz. Salah satu faktor yang mendukung seseorang lebih mudah
siswa. Intensitas interaksi antara guru tahfidz dan siswa diperlukan supaya
dan lebih cepat dalam menghafal al-Qur’an adalah penggunaan metode yang
Al-Nawawi dalam Farid Wardji, “Tahfiz al-Qur’an dalam ..., hal. 82. 25 Al-Ghautsani mengatakan waktu siang hari yaitu sahur dan waktu setelah Subuh adalah waktu yang sangat baik untuk menghafal al-Qur’an karena setelah bangun tidur. Hikmahnya hati manusia masih bersih dan jiwanya masih tenang belum tercampur kesibukan lain. Ibid, hal. 83. 26 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, ( Solo:Ramadhani,1993), hal. 40 27 Ibid. 24
72 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
tepat dan bervariasi. Hasil hafalannya pun tidak mudah lupa. Sebagaimana diketahui, al-Qur’an yang telah dihafal mudah hilang dari ingatan. Untuk itu, menjaga hafalan lebih berat daripada menghafalnya. Rasulullah Saw bersabda : “Peliharalah hafalan al-Qur’an, sebab demi Dzat yang menguasai Oemar Hamalik, Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito,1983), hal.115. 28
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 73
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., jiwa Muhammad, al-Qur’an itu lebih cepat terlepas daripada unta yang terikat
al-Qur’an dengan tartil dianjurkan oleh al-Qur’an surat al-Muzammil (73)
dalam ikatannya”(Muttafaq Alaih). Supaya mudah dan cepat menghafal
ayat 4 yaitu “warattilil qur’ana tartila” (dan bacalah al-Qur’an dengan pelan-
al-Qur’an, dan al-Qur’an yang dihafalkan tidak mudah lupa perlu dilakukan
pelan). Oleh karena itu, berdasarkan ayat tersebut, ulama sepakat membaca
strategi berikut : (1) guru tahfidz hendaknya menguasai seluruh metode
al-Qur’an dengan tartil hukumnya sunnah. Membaca dan menghafal al-
pembelajaran tahfidz al-Qur’an dan menerapkannya secara bergantian.
Qur’an dengan tartil lebih menenangkan hati dan mentadabburi maknanya.
29
Masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan,
Disamping itu, hafalannya menjadi lebih kuat.
sehingga penggunaan metode yang bervariasi bisa saling melengkapi
Keempat, memperkuat dukungan orangtua. Peran orang tua
dan menghilangkan kebosanan. Selain itu, penggunaan beberapa metode
berpengaruh besar bagi kesuksesan anak dalam menghafal al-Qur’an, karena
berpeluang memperkuat hafalan. Beberapa metode yang bisa digunakan
orang tua adalah pembimbing dan pengontrol utama di rumah. Anak-anak
seperti metode Talaqqi/Musyafahah (tatap muka/face to face), metode
sangat membutuhkan motivasi dan bimbingan langsung dari orangtua mereka
Sima’i (memperdengarkan al-Qur’an), metode Resitasi (pemberian tugas
yang memiliki hubungan batin. Disamping itu, lingkungan yang kondusif
menghafal), metode Muraja’ah/Takrir (mengulang hafalan secara terencana),
bagi anak-anak di rumah sangat mendukung mereka dalam menghafal al-
metode Tafhim (menghafal dengan cara memahami makna ayat), metode
Qur’an. Oleh karena itu, dalam mengatasi lemahnya dukungan orang tua
menghafal sendiri, metode lima ayat lima ayat, metode Mudarasah (metode
perlu dilakukan strategi sebagai berikut : (1) pihak sekolah/madrasah perlu
menghafal secara bergantian/saling menyimak antar siswa); (2) dalam
memberikan pemahaman tentang pentingnya menghafal al-Qur’an dan
penggunaan metode secara bergantian, sebaiknya dilakukan secara berurutan
visi, misi dan tujuan program tahfidz al-Qur’an di sekolah/madrasahnya;
dan terencana dengan baik. Misalnya untuk materi harian sebelum siswa
(2) pihak sekolah/madrasah menanamkan kesadaran dan motivasi kepada
menyetorkan hafalan ayat yang baru kepada guru secara face to face, terlebih
orangtua tentang tugas-tugas orangtua di rumah bagi anak-anaknya. Djamarah
harus mengulang (takrir) yang disimak secara langsung oleh guru. Hal ini
mengatakan bahwa sesungguhnya mendidik anak adalah tanggungjawab
harus dilakukan secara istiqamah, terencana dan terjadwal.
orangtua.31 Jadi seharusnya orangtua menyadari perannya yang sangat penting
Kemudian untuk program mingguan di akhir pekan bisa digunakan juga untuk takrir/muraja’ah dari hari pertama sampai hari keenam. Untuk
tersebut ; (3) pihak sekolah/madrasah perlu membuat buku monitoring siswa selama berada di rumah yang harus ditandatangani oleh orangtua.
program semester, guru bisa mengajak para siswanya untuk menghatamkan
Kelima, memperkuat kontrol dan motivasi atasan. Kepala sekolah/
al-Qur’an secara bersama-sama. Sedangkan untuk program tahunan bisa
madrasah adalah pemimpin pendidikan yang merupakan penanggungjawab
diadakan haflah penghafal al-Qur’an. Selain itu, guru menghimbau dan
pertama dalam aktivitas yang dilaksanakan. Fungsi utama kepala sekolah
memotivasi siswa untuk saling menyimak hafalan secara bergantian; (3)
sebagai pemimpin pendidikan ialah menciptakan situasi belajar mengajar
menggunakan tartil dalam menghafal al-Qur’an, yakni membaca dan
sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan
menghafal al-Qur’an pelan-pelan disertai dengan hukum-hukum tajwid,
baik.
membaca kalimat dan kata dengan jelas dan tidak tergesa-gesa. Membaca
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 3, hlm. 233, dan Muslim, Shahih Muslim, juz 1, hlm. 317. 30 Al-Nawawi dalam Farid Wardji, “Tahfiz al-Qur’an dalam..., hal. 85.
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 21.
30
29
74 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
31
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 75
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz..., tanggungjawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga
mendukung lancarnya kualitas hafalan setiap peserta didik, antara lain :
tercipta situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi
Pertama, faktor bakat dan minat. Bakat (aptitude) merupakan
sehingga kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhan
komponen potensial seorang peserta didik untuk mencapai keberhasilan pada
murid-muridnya.
masa yang akan datang.33 Peserta didik yang memiliki bakat menghafal akan
32
Kegagalan atau kesuksesan sebuah lembaga pendidikan tergantung
lebih mudah menghafal Al-Qur’an. Demikian pula jika ia didukung dengan
kepada peran pemimpin. Ia merupakan seorang penentu arah yang selalu
adanya minat yang tinggi, maka menghafal Al-Qur’an akan ia lakukan dengan
memberikan pengarahan kepada bawahannya. Ia juga seorang motivator
penuh kesadaran dan kesungguhan tanpa diperintah. Minat yang kuat akan
dan katalisator yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi dan
mempercepat keberhasilan usaha menghafal Al-Qur’an;
menggerakkan mereka. Disamping itu, ia juga seorang supervisor yang
Kedua, faktor usia: usia yang masih muda sangat menentukan
selalu melakukan kontrol secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
kemampuan seseorang dalam menghafal. Masa kanak-kanak adalah masa
ia mengetahui dengan jelas tentang perkembangan dan kemajuan jalannya
yang paling baik dalam menghafal, meskipun pada dasarnya tidak ada batasan
program.
(usia) dalam menghafal. Masa ideal kanak-kanak menghafal al-Qur’an ketika
Oleh karena itu, jika seoarang pemimpin tidak menjalankan tugasnya
berumur lima tahun, empat tahun, dan tiga tahun sebenarnya bisa. Usia tiga
dengan optimal yakni mengarahkan, memotivasi, dan mengontrol maka
sampai lima tahun adalah usia yang penting dalam menanamkan fanatisme
program yang telah direncanakan tidak bisa berhasil dengan optimal. Untuk
dan nilai dalam diri manusia serta membentuk adat istiadat, kebiasaan,
mengatasi kelemahan tersebut, maka perlu dilakukan beberapa strategi
prinsip-prinsip, dan nilai-nilai sampai Sekolah Dasar. Seorang yang mampu
berikut : (1) kepala sekolah/madrasah harus memahami tugas dan perannya
menghafal di usia ini, maka akan mampu memahaminya ketika dewasa, dan
dengan baik sebagai pemimpin sekaligus manajer; (2) kepala sekolah/
lidahnya fasih membaca al-Qur’an.34
madrasah harus menjalankan tugas dan perannya dengan baik dan optimal
Ketiga, faktor kecerdasan sangat menunjang seseorang bisa cepat
yakni memberikan pengarahan, memotivasi, menggerakkan dan melakukan
dalam menghafal al-Qur’an. Kecerdasan dalam menghafal dihubungkan
kontrol baik secara langsung maupun tidak langsung kepada guru tahfidz
dengan kemampuan otak (IQ) yang memiliki jutaan sel saraf yang disebut
maupun siswa-siswanya. Kontrol dan motivasi yang diberikan menciptakan
neuron, yang dapat berinteraksi dengan sel-sel lain di sepanjang cabang yang
angin segar bagi para guru dan siswanya dalam menjalankan tugas-tugasnya.
disebut dendrit.35 Kecerdasan otak dalam menghafal ditandai dengan menjaga
Sesekali penting juga kepala sekolah/madrasah dalam memotivasi dengan
kualitas ingatan yang disimpan di daerah-daerah otak. Untuk mengeluarkan
memberikan reward bagi guru dan siswa yang berprestasi.
kembali ingatan itu, dibututkan proses penarikan dan pengambilan bagian-
Beberapa strategi manajemen tahfidz di atas diharapkan mampu
bagian ingatan yang bergantung pada beberapa faktor, yaitu : waktu, tujuan,
menjadi alternatif bagi lembaga pendidikan yang ingin mengembangkan
isi, kekuatan, dan sumber rangsangan yang merupakan dasar dari semua
program tahfidz al-Qur’an. Dalam mengembangkan strategi tersebut
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2000), hal. 135-136. 34 Muhammad Ratib al-Nabalisi dalam Rafid Wardji, Tahfiz al-Qur’an …, hal. 149. 35 Bobby Reporter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, (Bandung : Kaifa, 2002), hal. 35.
hendaknya perlu diketahui pula beberapa faktor penting yang dapat Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2010), hal. 141. 32
76 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
33
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 77
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
bentuk. Ingatan bekerja dengan cara mengenali sesuatu kesan yang terdapat
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan
padanya, ingatan yang terdapat dalam kesan, dan ingatan dapat dipanggil
beberapa strategi antara lain : Pertama, untuk mengatasi kelemahan
jika telah tersimpan;36
manajemen tahfidz, maka diperlukan strategi sebagai berikut : (1) memanaj
Keempat, faktor hati yang bersih dan khusyu’. Al-Qur’an merupakan
waktu yang tepat; (2) memilih tempat dan lingkungan yang baik dan suci
kitab Allah yang suci yang diturunkan oleh Allah yang Maha Suci. Oleh
seperti masjid atau mushalla. Bisa juga disediakan tempat menghafal di
karena itu, seseorang yang ingin menghafal al-Qur’an dengan cepat dan
laboratorium khusus untuk menghafal al-Qur’an; (3) menentukan materi
lancar hendaknya memiliki hati yang bersih dari dosa dan maksiat. Ia mesti
yang dihafal yang disusun secara berkala.
sering melakukan taubat dan riyadhah, mendekatkan diri kepada Allah
Kedua, strategi menyikapi kurang aktifnya peran guru/instruktur
dengan cara memperbanyak qiyamul lail, membaca al-Qur’an, berpuasa,
tahfidz dalam membimbing dan memotivasi siswa penghafal al-Qur’an,
berdzikir, menjauhi maksiat, dan ikhlas hati dalam menghafal al-Qur’an.
antara lain : (1) meningkatkan volume dan intensitas keterlibatan guru tahfidz
Selain itu, ia benar-benar bersungguh-sungguh dalam menghafal al-Qur’an
secara langsung dalam membimbing siswa penghafal yang harus dilakukan
dengan menjadikan aktivitas menghafal sebagai rutinitas sehari-hari dan
secara istiqamah; (2) meningkatkan kemampuan guru dalam membimbing
selalu mengulang-ulang hafalannya. Dengan cara demikian, maka baginya
dan memotivasi siswa; (3) melakukan rekrutmen guru tahfidz lebih banyak
ada peluang yang besar untuk menjadi hafidz dalam waktu yang cepat.
melalui seleksi yang berstandar.
Kesimpulan Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas menghafal al-Qur’an hukumnya fardlu kifayah yang menjadikan seorang penghafal memiliki kedudukan mulia di dunia dan di akhirat, karena para penghafal alQur’an adalah orang-orang yang menjaga keaslian al-Qur’an dari kepalsuan dan kerusakan. Menghafal al-Qur’an merupakan bentuk jaminan Allah terhadap otentisitas al-Qur’an. Oleh karena itu, Allah telah memudahkan umat Islam yang mau membaca, menghafal, dan menelaah al-Qur’an. Meskipun demikian, masih terjadi kesulitan dan kegagalan di lembaga pendidikan Islam yang memiliki program menghafal al-Qur’an antara lain : lemahnya manajemen program tahfidz yang diterapkan oleh lembaga pendidikan, kurang aktifnya peran guru/instruktur tahfidz dalam membimbing dan memotivasi siswa penghafal al-Qur’an, mekanisme dan metode yang diterapkan oleh guru tahfidz, lemahnya dukungan orangtua, dan lemahnya kontrol dan motivasi atasan. Mahesh Kapadia, dkk., Mendongkrak Daya Ingat, cet ke-1, (Bandung : Jabal, 2005), hal. 11. 36
78 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Ketiga, strategi menyempurnakan mekanisme dan metode yang diterapkan oleh guru tahfidz adalah : (1) guru tahfidz mampu menguasai seluruh metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an dan menerapkannya secara bergantian. Metode-metode tersebut antara lain metode Talaqqi/Musyafahah (tatap muka/face to face), metode Sima’i (memperdengarkan al-Qur’an), metode Resitasi (pemberian tugas menghafal), metode Muraja’ah/Takrir (mengulang hafalan secara terencana), metode Tafhim (menghafal dengan cara memahami makna ayat), metode menghafal sendiri, metode lima ayat lima ayat, metode Mudarasah (metode menghafal secara bergantian/saling menyimak antar siswa); (2) dalam penggunaan metode secara bergantian, sebaiknya dilakukan secara berurutan dan terencana dengan baik.; (3) menggunakan tartil dalam menghafal al-Qur’an. Keempat, strategi dalam mengatasi lemahnya dukungan orangtua, yaitu : (1) pihak sekolah/madrasah memberikan pemahaman tentang pentingnya menghafal al-Qur’an dan visi, misi dan tujuan program tahfidz al-Qur’an di sekolah/madrasahnya; (2) menanamkan kesadaran dan motivasi kepada orangtua tentang tugas-tugas orangtua di rumah bagi anak-anaknya.; (3) TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 79
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
Nurul Hidayah: Strategi Pembelajaran Tahfidz...,
membuat buku monitoring siswa selama berada di rumah yang harus
DAFTAR PUSTAKA
ditandatangani oleh orangtua. Kelima, strategi mengatasi lemahnya kontrol dan motivasi atasan, yaitu : (1) kepala sekolah/madrasah harus memahami tugas dan perannya dengan baik sebagai pemimpin sekaligus manajer; (2) kepala sekolah/ madrasah harus menjalankan tugas dan perannya dengan baik dan optimal yakni memberikan pengarahan, memotivasi, menggerakkan dan melakukan kontrol baik secara langsung maupun tidak langsung kepada guru tahfidz maupun siswa-siswanya, termasuk memberikan reward bagi guru dan siswa yang berprestasi.
80 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Al-Harsyi, Ablah Jawwad, Kecil-kecil Hafal al-Qur’an, terjemah. M. Ali Saefuddin. cet. ke-I. Jakarta : Hikmah, 2006. Aliallah bin Al-Wafa, Ali Abu., Al-Nur Al-Mubin litahfiz AL-Qur’an AlKarim, Cet. ke-III. t.tp : Dar AL-Wafa, 2003. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar ‘Ulum al-Qur’an/Tafsir, cet. ke-XIV. Jakarta :Bulan Bintang, 1992. Al-Qurtubi, Syamsuddin, Tafsir al-Qurtubi, (Beirut : Muassasah Manahil al-Irfan, t.t.), juz 17. Anis, Ibrahim, dkk., Al-Mu’jam al-Wasit. Mesir : Dar al-Ma’arif, 1392 H. Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam keluarga. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004. Masaong, Abd. Kadim dan Tilome, Arfan A., Kepemimpinan Berbasis Multiple Intellegence (Sinergi Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual untuk Meraih Kesuksesan yang Gemilang). Bandung : Alfabeta, 2011. Nawabuddin, ‘Abd al-Rabbi, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, terjemah Ahmad E. Koswara, cet. ke-I. Jakarta : CV. Tri Daya Inti, 1992. Rasyidin, Landasan Pendidikan. Bandung, UPI Press, 2008. Syihab, M. Qiraisy, Tafsir al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati, 2000. ---------------------, Menyingkap Tabir Ilahi Al-Asma Al-Husna dalam Perspektof Al-Qur’an. Jakarta : Lentera Hati, 2006. Surur, Bunyamin Yusuf, “Tinjauan Komparatif Tentang Pendidikan Tahfidz al-Qur’an di Indonesia dan Saudi Arabia”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga. Yoyakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 1994. Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta, 2010. Wadji, Farid, Tahfiz al-Qur’an dalam Kajian Ulum Al-Qur’an (Studi atas Berbagai Metode Tahfiz), Tesis IUN Syarif Hidayatullah. Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Yahya bin al-Nawawi, Syaraf. al-Adzkar al-Nawawiyyah. Indonesia : Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-“Arabiyyah, t.t. http://www.republika.co.id http://lilikimzi.wordpress.com. TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 81
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
MEMBANGUN METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA Ummu Sholihah IAIN Tulungagung, Jl. Mayor Sujadi No. 46 Plosokandang Tulungagung
[email protected] Abstract: Problem solving is a high level of mental activity, where every student has the ability or cognitive styles vary, so the ability to solve problems will also be different. Cognitive styles one can explain the success of individual differences in learning. In evaluating the achievement of learning outcomes currently only gives emphasis on the cognitive goals without regard to the dimensions of cognitive processes, particularly metacognitive knowledge and metacognitive skills. As a result, efforts to introduce metacognition in solving mathematical problems to students is very less. Metacognition is the students ‘knowledge of cognition involving awareness of their own thinking in terms of the ability of planning, monitoring and evaluation process of thinking. The purpose of this article to describe a strategy to build students’ metacognition when solving math problems. With the development of metacognition awareness, students are expected to get used to monitor, control and evaluate what has been and will be done, so that students know and realize the strengths and the weaknesses in solving mathematical problems. Keywords: Problem Solving, Mathematics Learning, Metacognition
Pendahuluan Penggunaan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) sangat disarankan dalam mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Oleh sebab itu, fokus pembelajaran matematika di sekolah, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, adalah pendekatan pemecahan masalah yang bertujuan untuk memberikan bekal yang cukup kepada siswa agar 82 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 83
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
memiliki kemampuan memecahkan berbagai bentuk masalah matematika
kognisi; (3) memonitor bagian tugas; (4) evaluasi bagian tugas dan (5)
dan agar siswa memperoleh pengetahuan dan pembentukan cara berpikir
objektivitas. Sehingga salah satu tujuan diajarkan pemecahan masalah kepada
serta bersikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
siswa adalah menekankan pada pengembangan kemampuan siswa dalam
Masalah adalah ketidaksesuaian antara tujuan atau harapan dengan
memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri ketika menyelesaikan
kesulitan menentukan jawaban yang tepat dan cepat. Tidak semua pertanyaan
masalah. Aktivitas pemonitoran dan pengevaluasian proses berpikir seseorang
adalah masalah hanya pertanyaan yang menimbulkan konflik dalam pikiran
adalah bagian dari metakognisi.3
siswa. Konflik ini tidak berasal dari karakteristik masalah tetapi bergantung
Metakognisi secara umum berkaitan dengan dua dimensi berpikir.
kepada pengetahuan awal, pengalaman dan pelatihan siswa dalam fisika.
Pertama adalah kesadaran yang dimiliki seseorang tentang berpikirnya (self-
Masalah bagi satu siswa bisa tidak menjadi masalah bagi siswa yang lain.
awareness of cognition). Kedua adalah kemampuan seseorang menggunakan
Pemecahan masalah menurut Bailey, merupakan suatu kegiatan yang
kesadarannya untuk mengatur proses berpikirnya (self-regulation of
kompleks dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang. Pemecahan masalah
cognition).4 Dunlosky & Metcalfe dalam Shahbari, Cognition adalah
didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan baru yang mementingkan
proses mental atau representasi yang memanifestasi sesuatu pada dirinya
penalaran sebagai dasar pengkombinasian gagasan dan mnengarahkan kepada
sendiri seperti pemecahan masalah, memori pengetahuan dan penalaran.
penyelesaian masalah.
Keberhasilan seorang siswa dalam menyelesaikan tugas matematika
1
Arends menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah
dapat bergantung pada kesadarannya tentang apa yang ia ketahui dan
adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada
bagaimana ia menerapkannya atau bermetakognisi. Dapat juga dijelaskan
masalah autentik dan bermakna kepada siswa yang berfungsi sebagai
bahwa metakognisi adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang dia
landasan bagi investasi dan penyelidikan siswa, sehingga siswa dapat
ketahui sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan
menyesuaikan perilakunya.5
yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
Berdasarkan dari hal-hal yang dikemukakan di atas, maka dapat
kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah
dikatakan bahwa metakognisi memiliki peranan penting dalam mengatur
kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikir
dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir,
kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-
sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi lebih
konsep penting. Model pembelajaran ini mengutamakan proses belajar
efektif dan efisien.
dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.
Berdasarkan observasi awal di Jurusan Tadris Matematika kelas 4A
2
Howard, McGee, Shia dan Hong (dalam Biryukov) mengidentifikasi 5 strategi pemecahan masalah (1) representasi masalah; (2) pengetahuan R.W. Bailey, Human Performance Engineering, (New Jersey: Prentice Hall, 1989), hal. 116. 2 I.R. Arrend, Learning To Teach Seventh Edition, (New York: McGraw Hill Companies, 2007), hal. 41. 1
84 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
P. Biryukov, “Metacognitive Aspects of Solving Combinatorics Problems, Kaye College of Education”, Beer-Sheva Israel. Diakses tanggal 15 Januari 2015 4 R.H. Bruning, G.J. Schraw & R.R. Ronning, Cognitive Psychology and Instruction, Second Edition,(New Jersey: Prentice Hall. 1995). hal. 24.. 5 A.J. Shahbari, Daher W & Rassian, “Mathematical Knowledege and The Cognitive and Metacognitive Processes Emerged In Model-Eliciting Activities”, International Journal on New Trends in Education and Their Implications. Diakses tanggal 15 Januari 2015. 3
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 85
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
IAIN Tulungagung pada tanggal 20 Maret 2015, tentang tes profil metakognisi
Masalah secara formal dapat didefinisikan sebagai berikut: “A problem
dalam menyelesaikan masalah matematika, maka secara keseluruhan
is situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group
metakognisi mahasiswa dalam menyelesaikan matematika khususnya analisis
of individual, that requires resolution, and for which the individual sees no
real-1, diketahui bahwa; 1) Pada tahap memahami masalah menunjukkan
apparent or obvius means or path to obtaining a solution.”7 Definisi tersebut
bahwa subjek belum sepenuhnya menyadari pentingnya memikirkan cara
menjelaskan bahwa masalah adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang
memahami masalah; 2) Pada tahap membuat rencana pemecahan masalah
atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi tidak memiliki
menunjukkan bahwa subjek kurang menyadari pentingnya memikirkan
cara yang langsung dapat menentukan solusinya.
rencana alur pemecahan masalah, waktu yang akan digunakan dalam
Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental tingkat tinggi,
memecahkan masalah, kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah; 3)
sehingga pengembangan keterampilan pemecahan masalah dalam
Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika tidak mudah. Suherman menyebutkan bahwa
subjek kurang menyadari pentingnya memikirkan cara pelaksanaan rencana
pemecahan masalah masih dianggap hal yang paling sulit bagi siswa untuk
pemecahan masalah; 4) Pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan
mempelajarinya dan bagi guru untuk mengajarkannya.8
masalah terlihat bahwa subjek kurang menyadari pentingnya memikirkan
Pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan
cara memeriksa kebenaran hasil pemecahan masalah. Oleh karena itu, maka
langkah-langkah tertentu (heuristik) yang sering disebut sebagai model
metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah matematika akan menjadi
atau langkah-langkah pemecahan masalah. Heuristik merupakan pedoman
topik pembahasan dalam tulisan ini.
atau langkah-langkah umum yang digunakan dalam memandu penyelesaian
Penulis memandang bahwa dengan mengembangkan kesadaran metakognisinya, siswa terlatih untuk selalu merancang strategi terbaik dalam
masalah, namun langkah-langkah ini tidak menjamin kesuksesan individu dalam memecahkan masalah.9
memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang
Dalam hubungannya dengan pembelajaran, pemecahan masalah
dihadapinya, serta dalam menyelesaikan masalah. Melalui pengembangan
perlu diajarkan kepada siswa karena memiliki tujuan tertentu. Charles,
kesadaran metakognisi, siswa diharapkan akan terbiasa untuk selalu
Lester dan O’Daffar menyebutkan bahwa tujuan diajarkan pemecahan
memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya.
masalah matematika antara lain adalah: (1) untuk mengembangkan
Dari uraian di atas, penulis berasumsi bahwa terdapat urgensitas akan suatu
keterampilan berpikir siswa; (2) mengembangkan kemampuan menyeleksi
pembahasan tentang suatu strategi dalam membangun metakognisi siswa
dan menggunakan cara-cara pemecahan masalah; (3) mengembangkan
ketika memecahkan masalah matematika.
kemampuan siswa untuk memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri
Pengertian Pemecahan Masalah Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2011, hal. 19. 7 S. Krulick & J.A. Rudnick, The New Source Book for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School, (Boston: Temple University, 1995), hal. 14. 8 E. Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI, 2011), hal 95. 9 J.B.N. Nakin, “Creativity and Divergent Thinking in Geometry Education.”, Disertasi, tidak diterbitkan, University of South Africa, 2003.
Hayes dalam Abdollah, mengemukakan bahwa masalah bagi seseorang adalah suatu kesenjangan antara dua pengertian yang dimilikinya dan seseorang tersebut tidak tahu cara mengatasinya.6 Abdollah, “Proses Berpikir Siswa Dalam Membuat Koneksi Matematika Melalui Aktivitas Problem Solving”, Tesis, tidak diterbitkan, Malang: Program 6
86 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 87
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
dari hasil pekerjaannya selama menyelesaikan masalah; (4) mengembangkan
solusi-solusi; (e) menciptakan variasi-variasi yang menarik pada masalah
kemampuan siswa mengemukakan jawaban benar pada masalah-masalah
semula.12
yang bervariasi.10 Untuk memecahkan masalah diperlukan berbagai tahapan pemecahan masalah. Salah satu tahapan pemecahan masalah matematika yang sering dirujuk adalah pentahapan Polya,11 yaitu mengemukakan empat tahapan yang perlu dilakukan, yaitu: (a) memahami masalah; (b) membuat rencana penyelesaian; (c) melaksanakan rencana yang telah dibuat; (d) melihat ke belakang (looking back) atau memeriksa ulang jawaban yang diperoleh. Krulik & Rudnick juga mengemukakan lima langkah dalam memecahkan masalah, yaitu: 1) Membaca dan memikirkan (read and think). Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) menganalisis masalah; (b) menguji dan mengevaluasi fakta-fakta; (c) menentukan pertanyaan, setting secara fisik yang divisualisasikan, dideskripsikan dan dipahami; (d) masalah diterjemahkan ke dalam bahasa siswa dan menghubungkan antara bagian-bagian dari masalah; 2) Mengeksplorasi dan merencanakan (explore and plan). Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) menganalisis data dan menentukan syarat cukup suatu informasi; (b) mengeliminasi hal-hal yang tidak perlu; (c) mengorganisasikan data dalam suatu tabel, gambar atau model; 3) Memilih suatu strategi (select a strategy). Strategi merupakan bagian penting dari proses pemecahan masalah untuk memberi arah atau petunjuk kepada siswa dalammenemukan jawaban;4) Menemukan suatu jawaban (find an answer). Pada langkah ini, semua keterampilanketerampilan matematika digunakan secara tepat untuk menemukan suatu jawaban; 5) Meninjau kembali dan mendiskusikan (reflect and extend). Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) mengecek jawaban,
Pengertian Metakognisi Huitt mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang tentang sistem kognitifnya, berpikir seseorang tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial seseorang dalam “belajar untuk belajar”.Flavell mengemukakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang belajarnya sendiri dan tentang bagaimana cara belajar. Metakognisi didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan memonitor pemikiran melalui asumsi-asumsi dan implikasinya dalam melakukan aktivitas.13 Selanjutnya Lee dan Baylor menekankan bahwa metakognisi harus dilatih untuk menjadi keterampilan yang akan menuntun siswa untuk belajar dan menemukan pengetahuan sendiri. Siswa yang memiliki tingkatan metakognisi tinggi akan menunjukkan keterampilan metakognitif yang baik, seperti merencanakan (planning) proses berpikirnya, memonitor (monitoring) proses berpikirnyadan mengevaluasi (evaluation) proses dan hasil berpikirnya. O’Neil dan Brown mengemukakan pengertian metakognisi sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir mereka sendiri dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Brown mendefinisikan metakognisi sebagai suatu kesadaran terhadap aktivitas kognisi seseorang, metode yang digunakan untuk mengatur proses kognisi seseorang dan suatu penguasaan terhadap bagaimana mengarahkan, merencanakan, dan memantau aktivitas kognitif.14 Panaoura dan Philippou mengemukakan bahwa, metakognisi berkaitan dengan kesadaran dan pemantauan sistem kognitif diri sendiri
apakah perhitungannya benar?, apakah pertanyaan terjawab?, apakah
dan memfungsikan sistem tersebut.15 Kuhn mendefinisikan metakognisi
jawaban rasional?; (b) menemukan alternative solusi; (c) membahas secara
S. Krulick & J.A. Rudnick,The New Source..., hal. 23. M. Lee, & A.L. Baylor, Designing Metacognitive Maps for Web-Based Learning,. (Florida: Florida State University, 2006), hal 67.. 14 Ibid. 15 A. Panaoura dan G. Philippou, 2004, “The Measurement of Young Pupils’ Metacognitive Ability in Mathematics: The Case of Self-Representation and Self-
generalisasi atau ke dalam konsep matematika yang lain; (d) mendiskusikan Lester Charles, dkk., Differential Effects of Quastion Format in Math Assessment on Metacognition and Affect.,(Los Angelos: 1997).. 11 Ibid. 10
88 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
12 13
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 89
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa..., sebagai kesadaran dan menajemen dari proses dan produk kognitif yang
Komponen Metakognisi
dimiliki seseorang, atau secara sederhana disebut sebagai “berpikir mengenai
Flavell mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua komponen,
berpikir”. Secara umum, metakognisi dianggap sebagai suatu konstruk
yaitu (1) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge); (2)
multidimensi.
pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or
16
Huitt mengemukakan bahwa metakognisi mencakup kemampuan 17
regulation).18
seseorang dalam bertanya dan menjawab beberapa tipe pertanyaan berkaitan
Flavell mendefinisikan konsep pengetahuan metakognisi sebagai
dengan tugas yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai
pengetahuan umum tentang bagaimana seseorang belajar dan memproses
berikut.
informasi, seperti pengetahuan seseorang tentang proses belajarnya sendiri.
•
Apa yang saya ketahui tentang materi, topik, atau masalah ini?;
Anderson dan Krathwohl mengemukakan bahwa pengetahuan metakognitif
•
Tahukah saya apa yang dibutuhkan untuk mengetahuinya?;
adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti kesadaran-diri dan
•
Tahukah saya bagaimana untuk dapat memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.19
pengetahuan?;
Pengalaman metakognisi berpengaruh terhadap proses-proses kognitif
•
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya?;
yang sedang berlangsung dalam situasi yang menuntut pemikiran yang
•
Strategi-strategi atau taktik-taktik apa yang dapatdigunakan untuk
membutuhkan kesadaran. Brown dalam dan Flavel mengatakan bahwa
mempelajarinya?;
pengalaman metakognisi meliputi penggunaan startegi-strategi metakognitif
Dapatkah saya memahami dengan hanya mendengar, membaca,
atau regulasi metakognitif. Strategi metakognitif merupakan proses berurutan
atau melihat?;
yang dipergunakan seseorang untuk mengontrol aktivitas kognitifnya dan
•
Akankah saya mengetahui jika saya mempelajarinya secara cepat?;
memastikan bahwa tujuan kognitifnya telah tercapai. Proses mengontrol
•
Bagaimana saya dapat membuat sedikit kesalahan jika saya
aktivitas kognitif tersebut terdiri dari perencanaan, monitoring dan evaluasi
membuat sesuatu?
terhadap aktivitas kognitif.20
•
Beberapa pengertian metakognisi yang dikemukakan di atas, maka
Anderson dan Krathwohl mengemukakan tiga aspek dari pengetahuan
metakognisi didefinisikan sebagai pengetahuan tentang kognisi siswa
metakognisi, yaitu (a) pengetahuan strategi (strategic knowledge), (b)
yang melibatkan kesadaran berpikirnya sendiri dalam hal kemampuan
pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual
merencanakan (planning) proses berpikirnya, memantau (monitoring) proses
dan kondisional, dan (c) pengetahuan diri (self-knowledge). Sedangkan
berpikir serta mengevaluasi (evaluation) proses berpikir dan hasil berpikir
Schoenfeld mengemukakan secara lebih spesifik tiga cara untuk menjelaskan
siswa pada saat memecahkan masalah matematika.
tentang metakognisi dalam pembelajaran matematika, yaitu: (a) keyakinan dan intuisi, (b) pengetahuan, dan (c) kesadaran-diri (regulasi-diri). Keyakinan J.A. Livingston, “Metacognition: An Overview”, http://www.gse.buffalo. edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm. Diakses pada 15 Januari 2015 19 J.H. Flavell, “Metacognition and Cognitive Monitoring, A New Area of Cognitive – Developmental Inquiry”, dalam Nelson, T. O. (Ed.), Metacognition, (Boston: Allyn and Bacon, 1992), hal 254. 20 Ibid. 18
Evaluation, http://www.ucy.ac.cy, Diakses 15 Januari 2015 16 D. Kuhn, “Theory of Mind, Metacognition and Reasoning: A life-span Perspective”, dalam P. Mitchell & K. J. Riggs (Eds.). Children’s Reasoning and The Mind, (UK: Psychology Press, 2000), hal 301-326.. 17 William G. Huitt, “Metacognition” http://tip.psychology.org/meta.html
90 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 91
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa saja yang disiapkan
d) Bagaimana saya dapat mengaplikasikan cara berpikir ini pada proiblem
untuk memecahkan masalah matematika dan bagaimana ide-ide tersebut
yang lain?; e) Apakah saya perlu kembali pada tugas itu untuk mengisi
membentuk jalan/cara untuk memecahkan masalah matematika. Pengetahuan
“kekosongan” pada ingatan saya?22
tentang proses berpikir menyangkut seberapa akuratnya seseorang dalam
Metakognisi merupakan kesadaran berpikir kita sehingga kita dapat
menggambar proses berpikirnya. Sedangkan kesadaran-diri atau regulasi
melakukan tugas-tugas khusus, dan kemudian menggunakan kesadaran
diri menyangkut seberapa baiknya seseorang dalam menjaga dan mengatur
ini untuk mengontrol apa yang kita kerjakan. Dalam sudut pandang lain,
apa yang harus dilakukan ketika memecahkan masalah dan seberapa baiknya
metakognisi didefinisikan sebagai keterampilan kompleks yang dibutuhkan
seseorang menggunakan input dari pengamatan untuk mengarahkan aktivitas-
siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan khusus, kemudian
aktivitas pemecahan masalah.
mengumpulkan kembali keterampilan-keterampilan ini ke dalam strategi
21
Terdapat tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam mengahadapi tugas, yaitu (a) mengembangkan rencana tindakan, (b)
belajar yang tepat terhadap suatu masalah khusus atau isu-isu dalam konteks yang berbeda.23
mengatur/memonitor rencana, dan (c) mengevaluasi rencana. Lebih jauh
Secara sederhana, keterampilan metakognisi didefinisikan sebagai
NCREL memberikan petunjuk dalam melaksanakan ketiga komponen
kemampuan seseorang untuk mengendalikan keterampilan kognitifnya
metakognisi tersebut sebagai berikut:
sendiri. Secara substansial, Desoete menyatakan bahwa keterampilan
Sebelum: Ketika kamu mengembangkan rencana tindakan, tanyakan
metakognisi dibedakan menjadi empat komponen, yaitu: (a) orientasi atau
dirimu: a) Pengetahuan awal apa yang membantu dalam tugas ini?; b)
keterampilan prediksi; (b) keterampilan perencanaan; (c) keterampilan
Petunjuk apa yang dapat digunakan dalam berpikir?; c) Apa yang pertama
monitoring dan (d) keterampilan evaluasi.24
akan saya lakukan?; d) Mengapa saya membaca (bagian) pilihan ini?; e) Berapa lama saya mengerjakan tugas ini secara lengkap?
Walaupun terdapat bermacam-macam pendapat tentang komponen metakognisi namun pada hakekatnya para pakar berpendapat bahwa
Selama: Ketika kamu mengatur/memonitor rencana tindakan,
komponen atau indikator metakognisi terdiri dari tiga elemen, yakni: 1)
tanyakan dirimu: a) Bagaimana saya melakukannya?; b) Apakah saya berada
Menyusun strategi atau rencana tindakan; 2) Memonitor tindakan; dan 3)
pada jalur yang benar?; c) Bagaimana saya meneruskannya?; d) Informasi
Mengevaluasi tindakan
apa yang penting diingat?; e) Akankah saya pindah pada petunjuk lain?; f) Akankah saya mengatur langkah-langkah bergantung pada kesulitan?; g)
Berikut gambaran aktivitas-aktivitas siswa dari setiap komponen metakognisi yang berupa pertanyaan-pertanyaan pada diri siswa sendiri.
Apa yang perlu dilakukan jika saya tidak mengerti? Sesudah: Ketika kamu mengevaluasi rencana tindakan, tanyakan dirimu: a) Seberapa baik saya melakukannya?; b) Apakah saya memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang saya perkirakan?; c) Apakah saya dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda?; Schoenfeld. “What’s All The Fuss About Metacognition”, http://mathforum. org/~sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html. 21
92 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Ibid. J. Sharples & B. Mathews, Learning How to Learn: Investigasi Effectif Learning Strategies. (Victoria: Office of Schoolls Administration Ministry of Education, 1989), hal. 13. 24 Ibid. 22 23
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 93
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Komponen
Menyusun strategi atau rencana tindakan
siswa membuat prediksi tentang informasi yang akan dipresentasikan
Aktivitas Siswa 1) Pengetahuan awal apa yang bisa membantuku menyelesaikan tugas ini? 2) Ke arah mana pikiranku ini akan membawaku? 3) Apa yang pertama kali harus aku lakukan? 4) Mengapa aku membaca bagian ini? 5) Berapa lama aku harus menyelesaikan tugas ini?
Bagaiman aku melakukannya?
Mengevaluasi tindakan
ide-ide untuk membentuk struktur pengetahuan; e) Mintalah siswa membuat pertanyaan; bertanya pada diri mereka sendiri tentang apa yang terjadi di sekeliling mereka; f) Bantulah siswa untuk mengetahui kapan bertanya untuk membantu; dan g) Tunjukkan siswa bagaimana mentransfer pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan pada situasi atau tugas lain.26
Apakah aku sudah berada di jalan yang benar? Memonitor atau mengontrol tindakan
berdasarkan apa yang telah mereka baca; d) Mintalah siswa menghubungkan
Selanjutnya, Armbruster bahwa pengembangan metakognisi
Bagaimana seharusnya aku melanjutkannya?
kelihatannya terkait dengan kecakapan dalam belajar. Para peneliti
Informasi apa yang penting untuk diingat?
menyarankan bahwa pebelajar pertama-tama harus menyadari struktur dari
Haruskah aku pindah ke cara yang berbeda?
teks sebagai pengetahuan tentang tugas dan karakteristik pribadi mereka
Haruskah aku melakukan penyesuaian langkah
sendiri sebagai pebelajar, sebelum mereka dapat mengontrol secara strategis
berkaitan dengan kesulitan?
proses belajar untuk mengoptimalkan pengaruh dari faktor-faktor tersebut.
1) Seberapa baik yang telah aku lakukan? 2) Apakah wacana berpikir khusus ini akan menghasilkan hasil yang lebih atau kurang dari yang aku harapkan? 3) Apakah aku sudah dapat melakukan dengan cara yang berbeda? 4) Mungkinkah aku menerapkan cara ini untuk masalah yang lain? 5) Apakah aku perlu kembali ke tugas awal untuk memenuhi bagian pemahaman saya yang kurang?
Lebih jauh, Collins menyatakan bahwa kesadaran akan keterampilan metakognisi dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit melalui pengajaran. Guru dapat membantu siswa belajar dari membaca, mereka dapat mendorong siswa untuk berperan aktif dalam membaca, sehingga menjadi pebelajar yang independen. Mengintegrasikan keterampilan metakognisi dalam pembelajaran di kelas dapat membuat tujuan tersebut dapat dicapai.27 Strategi peningkatan metakognisi yang dikemukakan di atas
Strategi Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa
merupakan strategi umum yang dapat diterapkan pada mata pelajaran apa
Blakey dan Spence menyatakan bahwa untuk mengembangkan perilaku
saja, tentu setelah diadakan penyesuaian dengan karakteristik mata palajaran
metakognitif dapat dilakukan enam strategi yaitu: 1) Mengidentifikasi “apa
yang bersangkutan (pengetahuan tentang tugas) dan karakteristik pribadi
yang diketahui” dan “apa yang tidak diketahui; 2) Menceritakan tentang
siswa (pengetahuan-diri). Misalnya, pada saat siswa diminta untuk membuat
pemikiran; 3) Membuat catatan pemikiran; 4) Merencanakan dan melakukan
jurnal atau catatan belajar, siswa dengan tipe belajar visual akan lebih efektif
pengaturan diri; 5) Mengontrol proses berpikir; dan 6) Evaluasi Diri.
jika diarahkan untuk membuat peta konsep atau diagram; Sebaliknya siswa
25
Huitt mengemukakan beberapa contoh strategi guru untuk
dengan tipe belajar auditorial lebih efektif jika diarahkan untuk membuat
meningkatkan kemampuan metakognisi siswa, yakni: a) Mintalah siswa
catatan dalam bentuk kata-kata atau kalimat sehingga dapat dibaca dengan
untuk memonitor belajar dan berpikir mereka sendiri; b) Mintalah siswa
keras, baik oleh dia sendiri maupun dengan bantuan temannya.
mempelajari strategi-strategi belajar, seperti SQ3R dan SQ4R; c) Mintalah Blakey dan Spence, “Developing Metacognition”, http://www.ericdigest. org/pre-9218/developing.htm., diakses 5 April 2015. 25
94 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
William G Huitt, “Metacognition”, http://tip.psychology.org/meta.html Norma Decker Collins, Metacognition and Reading to Learn. (New York: ERIC Clearinghouse on Information Resources Syracusa, 1994), hal 86. 26 27
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 95
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
Faktor lain yang juga turut mempengaruhi penggunaan strategi tersebut
langkah pengerjaannya tidak terjadi kesalahan. Pernyataan peringatan
di atas adalah model disain instruksional yang dipergunakan oleh guru.
tersebut antara lain seperti: 1) Kalian perhatikan bilangan basisnya sama
Misalnya, model disain instruksional yang dipergunakan akan menentukan
apa beda?, hati-hati!; 2) Hati-hati mengoperasikan bilangan negatif!;dan 3)
pemilihan pendekatan pelatihan metakognisi yang dipergunakan, apakah
Pikirkan ulang tentang metode penyelesaian yang digunakan.
dilakukan terpisah dari konten atau tergabung/terkait dalam konten. Implementasi Strategi Metakognisi Dalam Pembelajaran Matematika Sebagai contoh pada materi tentang bentuk pangkat, akar dan logaritma di Kelas X, setelah guru menyampaikan beberapa sifat perpangkatan dan beberapa contoh, guru memberikan masalah-masalah perpangkatan untuk dipecahkan seperti menyederhanakan bentuk perpangkatan dibawah ini.
Di akhir diskusi kelompok, guru kembali dapat memberikan peringatan atas jawaban siswa, hal ini dimaksudkan agar siswa mengevaluasi hasil pekerjaannya. Pernyataan peringatan tersebut antara lain seperti: 1) Periksa kembali perlangkah jawaban kalian!; 2) Periksa apakah jawabannya sudah benar atau tidak; 3) Apakah hanya ada satu cara kalian mengerjakan soal tersebut! Strategi metakognisi yang telah dilakukan guru dimaksudkan untuk membangun kesadaran berpikir siswa dalam pembelajaran matematika. Kesadaran tersebut antara lain dalam mengawal pikirannya dengan merancang, memonitor, mengontrol dan menilai apa yang dipelajarinya atau apa yang dikerjakan. Penutup
Dalam proses pembelajaran guru dapat meiminta siswa untuk
Metakognisi sebagai suatu kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi
mengerjakan sendiri dalam waktu beberapa menit setelah itu siswa disuruh
diri seseorang atau proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir
untuk mendiskusikan bersama teman kelompoknya yang sudah terbentuk
dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Strategi
sebelumnya untuk mendiskusikan jawabannya.
metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai
Pada saat siswa berusaha memahami masalah, guru dapat menyampaikan
proses berpikir sehingga perlu ditingkatkan kesadaaran metakognitif
beberapa pertanyaan pancingan untuk menumbuhkan kesadaran siswa dalam
siswa. Apabila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal
menyusun rencana atau strategi dalam menyelesaikan masalah tersebut
pikirannya dengan merancang, memonitor, mengontrol dan menilai apa
seperti: 1) Coba pahami baik-baik, langkah pertama apa yang kalian lakukan!;
yang dipelajarinya.
2) Hati-hati sifat perpangkatan mana yang akan kamu pakai lebih dulu!; 3)
Guru/dosen dapat membangun kesadaran metakognisi siswa, sehingga
Ingat jika pernah menyelesaikan masalah yang mirip dengan masalah ini; dan
siswa mengetahui dan menyadari kekurangan maupun kelebihan dan dapat
4) Identifikasi dan periksa setiap informasi yang terdapat dalam masalah ini
merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi apa yang akan dan telah
Selama berlangsung diskusi atau pada saat siswa mengerjakan
dikerjakan. Dalam pembelajaran matematika seorang guru perlu melakukan
permasalahan, guru dapat berkeliling mendatangi kelompok dan sesekali
strategi agar siswanya dapat merancang, memonitor, mengontrol dan
memberi peringatan atas apa yang sedang dikerjakan siswa supaya setiap
mengevaluasi apa yang mereka lakukan.
96 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 97
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa..., DAFTAR PUSTAKA Abdollah, “Proses Berpikir Siswa Dalam Membuat Koneksi Matematika Melalui Aktivitas Problem Solving”, Tesis, Tidak Diterbitkan, Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2001. Anderson, O.W. & D.R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives), New York: Addision Wesley Longman, Inc., 2001. Arrend, I. R., Learning To Teach Seventh Edition, New York: McGraw Hill Companies, 2007. Biryukov, P., Metacognitive Aspects of Solving Combinatorics Problems, Kaye College of Education, Beer-Sheva Israel. Bailey, R.W., Human Performance Engineering, New Jersey: Prentice Hall, 1989. Bruning, R.H., Schraw, G.J., & Ronning, R.R. 1995., Cognitive Psychology and Instruction, Second Edition, New Jersey: Prentice Hall, 1995. Charles, Lester dan O’Neil, Jr. H. F. & Brown, R. S., Differential Effects of Quastion Format in Math Assessment on Metacognition and Affect. Los Angeles, 1997. Collins, Norma Decker, Metacognition and Reading To Learn, New York: ERIC Clearinghouse on Information Resources Syracusa NY, 1994. Nelson, T. O. (Ed), Metacognition, Boston: Allyn and Bacon, 1992. Jacob, C., “Belajar Bagaimana untuk Belajar Matematika: Suatu Telaah Strategi Belajar Efektif”, Makalah, Prosiding Seminar Nasional Matematika: Peran Matematika Memasuki Millenium, Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya, 2 November 2000. Krulick, S & J. A. Rudnick, The New Source Book for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School, Boston: Temple University, 1995. Mitchell P. & K. J. Riggs (Eds.). Children’s Reasoning and The Mind, UK: Psychology Press, 2000. Lee, M. & A.L. Baylor, Designing Metacognitive Maps for Web-Based Learning, Florida: Florida StateUniversity, 2006. Nakin, J.B.N., “Creativity and Divergent Thinking in Geometry Education”, Disertasi, tidak diterbitkan, University of South Africa, 2003. Nietfeld, J. & Bosma, A., 2003, Examining the Self-Regulation of impulsive 98 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa..., and Reflective Response Styles on Academic Tasks, Journal of Research in Personality. Sharples, J. & Mathews, B. (1989). Learning How to Learn: Investigasi Effectif Learning Strategies. Victoria: Office of Schoolls Administration Ministry of Education Shahbari, A.J., Daher W & Rassian, S., 2014, Mathematical Knowledege and The Cognitive and Metacognitive Processes Emerged In ModelEliciting Activities, International Journal on New Trends in Education and Their Implications. Suherman, E, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI, 2001. http://www.ericdigest.org/pre-9218/developing.htm. http://tip.psychology.org/meta.html
http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm. http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm. http://www.ncrel.org/sdrs/areas/ issues/students/learning/lrlmetn.htm. http://www.ucy.ac.cy. http://mathforum.org/~sarah/Discussion.Sessions/Schoenfeld.html.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 99
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Ummu Sholihah: Membangun Metakognisi Siswa...,
PENGEMBANGAN MANAJEMEN SPIRITUAL DI SEKOLAH Khoirul Anam Kementerian Agama RI Kabupaten Trenggalek e-mail:
[email protected] Abstract: Sustainability of the school in the long term can be predicted from the values that espoused and used as share value. The process of selecting the virtue value that will be the foundation’s vision and mission for the school has been developing very dynamically with a model that is very varied. These models can be only as part of a school strategy or model that implements the noble values with pure consciousness. The values of spirituality seems increasingly been the trend as the noble values espoused school to ensure its long-term performance.
Pendahuluan Sejak empat belas abad lampau sekian banyak ahli manajemen kelas dunia mempublikasikan sekian banyak teori tentang manajemen berbasis spiritual yang bersumber pada kajian olah pikir filosofis mereka yang diperkuat dengan fakta ratusan orang sukses yang menganut paham mereka. Pelatihan leadership berbasis manajemen spiritual kemudian menjadi suatu model yang menawarkan solusi multidimensi terhadap berbagai persoalan manajemen. Namun para peserta kemudian menyadari bahwa basahnya siraman pelatihan tersebut bersifat sesaat dan selanjutnya malah membuat kering pola pikir mereka dibandingkan dengan sebelum mengikuti pelatihan tersebut. Fakta yang terjadi, ketika memulai mendirikan perusahaan tahun 100 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 101
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., 1959, Kazuo Inamori hanya bermodalkan sedikit pengetahuan teknologi,
dengan tiga dimensi tempat yakni :pertama sebagai Tempat beribadah
tanpa uang, berlokasi di pinggir kota dan ditemani hanya 28 staff. Namun
(worship) merupakan wujud keyakinan kesadaran spiritualitas akan
sekarang perusahaannya telah menjelma menjadi perusahaan global penyedia
kebesaran dan keagungan Sang Pencipta yang maha Kuasa, kedua sebagai
layanan telekomunikasi, keramik industri, panel surya listrik, komponen
Tempat berkumpul dan berbagi kesejahteraan (wealth) merupakan wujud
elektronik, semikonduktor dan penyedia peralatan medis maupun implan
sukses sosial dan emosional, serta terakhir sebagai Tempat bertempur
dengan pendapatan 12 milyar USD pertahun. Itulah Kyocera.
(warfare) yang merupakan wujud keunggulan prestasi sukses bisnis secara
1
Menariknya, perusahaan ini memiliki moto/semboyan : Respect the divine and love People, Menghormati ilahi dan mencintai masyarakat. Di situs
material. Ketiga posisi itu mendapat tempat yang seimbang agar tercapai kesuksesan organisasi secara spiritual, sosial dan bisnis.3
web Kyocera, penjelasan moto tersebut digambarkan sebagai: Preserve the
Di bank Muamalat inilah perilaku spiritualitas ditampilkan. Ketika
spirit to work fairly and honorably, respecting people, our work, our company
muamalat dilanda krisis moneter tahun 1998, semua jajaran manajemen dan
and global community (Mempertahankan semangat untuk bekerja secara adil
staf shalat tahajud bersama setiap malam sabtu. Mereka menyadari bahwa
dan terhormat, menghormati orang-orang, pekerjaan kami, perusahaan kami
perusahaan mendapat cobaan yang berat, namun mereka meyakini bahwa
dan juga komunitas global). Dengan moto tersebut, pendiri Kyocera telah
sang Pencipta adalah tempat sebaik-baiknya meminta pertolongan. Di setiap
melangkah dan menjadikan landasan spiritualitas dalam bisnis manajemen
akhir shalat mereka berdoa: “Allahuma barik bank muamalat…”. Memohon
perusahaannya.
pada Allah agar bank Muamalat selamat dan dapat terus berkhidmat pada
2
Saat ini, mulai muncul keyakinan, bahwa kesadaran spiritual
umat. Hasilnya, bank Muamalat termasuk bank yang selamat dari krisis,
diperlukan sebagai kekuatan untuk mengatasi efek sistem kapitalisme
di saat bank-bank lain bertumbangan. Memang menjadi tidak logis dalam
bisnis pada pemikiran bisnis dan manajemen yang merusak lingkungan
hal ini, namun telah menjadi kenyataan bahwa bank Muamalat menjadi
maupun kehidupan manusia. Dengan kesadaran spiritualitas, maka sukses
satu-satunya bank yang tidak mendapat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
material (profit, uang, aset) maupun sukses sosial (reputasi, brand, citra)
(BLBI) atau rekap dari Pemerintah di waktu itu. Hantaman krisis ketika itu
tanpa dibarengi kesuksesan spiritual dapat menimbulkan ketimpangan tidak
memang sempat membuat bank muamalat limbung, dan mengalami rugi
hanya bagi perusahaan itu sendiri tapi juga bagi masyarakat, lingkungan,
Rp105 miliar pada tahun 1998. Padahal total modal disetor hanya Rp138.4
maupun bangsa. Jika motif-motif spiritual ini berhasil ditanamkan ke dalam
miliar. Dengan perjuangan dan ikhtiar di semua lini, kerugian bisa ditekan
manajemen, maka manajemen bisnis yang semula bersifat kapitalis akan
bahkan dapat menghasilkan laba operasional hingga Rp50,3 miliar pada
menunjukkan wajahnya yang lebih spiritual.
tahun 2001. Di tahun 2002, total equitas sudah melebihi modal disetor,
Teladan menarik selain Kyocera juga diberikan oleh perusahaan lain
yang menjadi sebesar Rp174,3 miliar. Sementara bank-bank konvesional
di Indonesia, yakni bank Muamalat. Melalui konsep Celestial Management
banyak yang berguguran atau hanya bisa bertahan bila diberi dana rekap
yang digagas oleh A. Riawan Amin, muamalat dijadikan sebagai organisasi
dari pemerintah. Keyakinan untuk menyelamatkan bank Muamalat sebagai
http://global.kyocera.com/company/index.html, diakses 5 Juli 2016, lihat juga Icon Group International, Kyocera: Webster’s Timeline History, 1914 – 2004, (Singapore and Fountainbleau: IGI Publishing, 2008), hal. 9. 2 Ibid. 1
102 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
organisme dakwah yang bergerak di bidang ekonomi membuat segenap staf A. Riawan Amin, The Celestial Management , (Jakarta: Senayan Abadi, 2004), hal. 12. 3
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 103
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., bank Muamalat bahu membahu bekerja. Sekarang bank Muamalat menjadi
bisa berkembang dengan baik, dengan melakukan pengembangan manajemen
salah satu bank umum syariah terbesar di Indonesia.
spiritual, apalagi organisasi non profit, contohnya sekolah atau madrasah.
4
Organisasi-organisasi tersebut diatas merupakan teladan baik yang
Maka dari itu, penulis ingin mengkaji kebutuhan dan urgensi sekolah untuk
telah menerapkan prinsip-prinsip spiritualitas dalam manajemen bisnis.
mengembangkan manajemen spiritual. Artikel ini berusaha menerangkan
Tempat dan ruang bisnis yang dulunya hanya diisi oleh keuntungan semata
mengenai manajemen spiritual dan bagaimana jika manajemen spiritual
(profit center), kemudian beralih sebagai ruang untuk tumbuh berkembang
tersebut diterapkan di sekolah atau lembaga pendidikan.
bersama (social-sharing center) dengan keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja, masyarakat, bangsa dan komunitas global, kemudian melangkah bertransformasi sebagai ruang yang menempatkan Allah, sang Maha Pencipta sebagai stakeholder utama (spirituality center), dimana organisasi hanya diberi amanat untuk menjalankan roda bisnis berdasarkan keyakinan, moralitas dan kepercayaan dimana nilai-nilai moral, kebaikan, kebenaran dan keadilan terletak di puncak nilai organisasi. Dalam hal ini, spirituality principle menjadi landasan tidak hanya bagi pemimpin tertinggi organisasi namun juga seluruh personal yang ada di dalam organisasi tersebut. Bahkan prinsip spiritual kadangkala juga menjadi ujung tombak keberhasilan dalam membangun suatu organisasi. Hal ini terjadi jika seorang pemimpin menerapkan nilai-nilai spiritual dalam menjalankan kepemimpinannya.5 Dalam menjalankan bisnis, organisasi yang menerapkan spirituality principle memiliki landasan dan prinsip yang kuat. Ukuran maupun indikator keberhasilan juga tidak lagi menetapkan pada nilai yang bersifat tangible dan intangible, tetapi sudah melihat indikator berbasis prinsip keyakinan, moral dan kepercayaan yang bisa dirasakan ketika berada di lingkungan atau saat berinteraksi dengan organisasi tersebut. Mereka percaya, nilai kebaikan, kebenaran, keadilan serta moralitas yang ditunjukkan dalam perilaku bisnis, akan kembali juga kepada mereka dalam bentuk yang lebih besar. Dua contoh perusahaan di atas sudah menikmati apa yang telah mereka tanam dan tabur. Perusahaan yang digunakan sebagai contoh tersebut berada pada level
Metode Penelitian Melihat makna yang tersirat dari judul dan permasalahan yang dikaji, penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan data secara kuantitatif.6 Ada beberapa kunci utama dalam penelitian literatur (pustaka) dengan pendekatan kualitatif, yaitu: (a) The researcher is the main instruments that will read the literature accurately; (b) The research is done descriptively. It means describing in the form of words and picture not in the form of number; (c) More emphasized on the process not on the result because the literature is a work that rich of interpretation; (d) The analysis is inductive; (e) The meaning is the main point. Literatur utama atau primer yang dikaji dalam penelitian ini adalah buku manajemen spiritual dan spiritualitas seperti: Spiritual Management karya Sanerya Hendrawan, The Fifth Discipline karya Peter Sange, ESQ karya Ary Ginanjar Agustian, Emotional Quotient karya Daniel Goleman, Spiritual Quotient karya Ian Marshal dan Danah Zohar dan sebagainya. Sebagai penelitian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode dokumentasi, yaitu data tentang variabel yang berupa buku, catatan, transkrip, surat kabar, majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Sedangkan teknik analisis data yang dipilih adalah deskriptif analisis dengan menggunakan serangkaian tata fikir logik yang dapat dipakai
perusahaan profit oriented. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan saja
untuk mengkonstruksikan sejumlah konsep menjadi proposisi, hipotesis,
Ibid, hal. 5. 5 Tobroni, The Spiritual Leadership: Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-Prinsip Spiritual Etis, (Malang: UMM Press, 2010), hal. 4.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 2.
4
104 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
postulat, aksioma, asumsi, ataupun untuk mengkontruksi menjadi teori. 6
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 105
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., Tata fikir tersebut7 adalah (a) tata fikir perseptif, yang dipergunakan untuk
prasarana untuk mencapai tujuan spiritual? Spiritualitas juga sangat erat
mempersepsi data yang sesuai dan relevan dengan pokok-pokok permasalahan
berkaitan dengan konsep jiwa, sehingga menentukan suatu prinsip bahwa
yang diteliti; (b) tata fikir deskriptif, yang digunakan untuk mendeskripsikan
esensi hidup ini bukanlah materi belaka. Maka spiritualitas tanpa jiwa tidak
data secara sistematis sesuai dengan sistematika pembahasan yang dipakai
masuk akal. Spiritual merupakan bagian integral untuk membantu manusia
dalam penelitian ini.
dalam memahami arti penting tentang mengapa manusia harus melakukan
Pembahasan Konsep Dasar Spiritualitas Masih banyak orang yang belum faham betul tentang apa yang dimaksud dengan spiritualitas. Menurut kamus Merriam Webster “spiritualitas memiliki pengertian tentang sesuatu yang sangat religius, atau sesuatu yang berkaitan dengan semangat dan hal-hal sakral”. Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Istilah Spirit berarti “hal yang menjiwai atau prinsip vital dalam manusia dan hewan”. Kata ini berasal dari bahasa Perancis kuno (“Old French”) espirit, yang berasal dari kata Latin spiritus, artinya “jiwa, keberanian, semangat, napas”, dan berhubungan dengan spirare, “bernapas”. Dalam Vulgata dari kata Latin spiritus digunakan untuk menerjemahkan istilah Yunani pneuma dan Ibrani ruah. Istilah spiritual, hal-hal “tentang ruh”, berasal dari Old French spirituel (12c.), yang berasal dari istilah Latin spiritualis, yang berasal dari “spiritus” atau “roh”. Istilah Spiritualitas berasal dari Middle French spiritualite, dari Late Latin “spiritualitatem” (spiritualitas nominatif), yang juga berasal dari bahasa Latin “spiritualis” Tentu saja melalui pencarian dan pengalaman hidup, seseorang memiliki kebebasan untuk memaknai tentang pengertian spiritual ini. Pengertian spiritual ini juga sering dikaitkan dengan agama, terutama yang berkaitan dengan pertanyaan: apakah agama itu merupakan tujuan dari spiritualitas, atau sebaliknya bahwa agama adalah sarana dan/atau Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal. 55. 7
106 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
‘latihan spiritual’ (sadhana, sādhanā). Hanya ketika akal budi/ intelek telah yakin tentang pentingnya melakukan ‘latihan Spiritualitas’, barulah kita dapat membuat upaya –upaya intensif/ terpadu untuk melakukan ‘latihan spiritual’ secara teratur. Konsep jiwa digunakan untuk membedakan antara manusia dengan hewan. Tentu saja dalam dunia hewan kita tidak akan berbicara tentang nilainilai kemanusiaan, kontemplasi, belas kasih dan hati nurani, atau diwakili dalam satu kata disebut jiwa. Dalam bahasa spiritual pastilah terdapat bahasa sebagai berikut: Qalb adalah hati, yang menurut bahasa berarti sesuatu yang berbolakbalik. Sedangkan menurut istilah ialah segumpal daging yang ada dalam tubuh yang digunakan untuk merasakan yang sifatnya bisa berubah-ubah. Hal tersebut sesuai sabda Nabi; yang artinya: ketahuilah bahwa didalam tubuh manusia terdapat segumpal daging(sekepal daging), jika itu baik maka baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh, itulah qalb.8 Fuad, adalah perasaan terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati), dan berfungsi sebagai penyimpan daya ingatan. Ia sangat sensitif terhadap gerak atau dorongan hati, dan merasakan akibatnya. Kalau hati kufur, fuad pun kufur dan menderita. Dalam al qur’an fuad disebutkan sebagai berikut; Fuad bisa bergoncang gelisah. Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa9. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Shahih Bukhari atau Muslim atau buka CD Kutub Tis’ah. 9 Setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai Nil, Maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa 8
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 107
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya
yang disadari oleh pribadi. Masalah normal dan abnormal tentang tingkah
tidak kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya
laku, dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya
(kepada janji Allah).
universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin
Dengan diwahyukannya Al Qur’an kepada nabi, fuad nabi menjadi teguh. ”Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak
melaksanakan iman dan amal saleh di segala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal.
diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat
Namun manusia sebagai mahluk material-biologis tidak terlepas dari
hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”
sifat hewaniah, secara faktual manusia memiliki sisi naluri hewaniah sehingga
Fuad tidak bisa berdusta. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
berlomba mengejar kepentingan material. Bahkan adanya sifat hewaniah ini
10
menjadi sejarah dan evolusi tentang kisah kemanusiaan. Sebaliknya, tidak
dilihatnya.
11
Orang zalim fuadnya kosong. Mereka datang bergegas-gegas
diragukan lagi - bagi mereka yang bukan penganut faham atheis - bahwa
memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka
kita semua mengakui berasal dari Tuhan. Jika kita gagal untuk memahami
tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.
hal ini, kita tidak akan berhubungan dengan sejarah kita sendiri dan karena
12
Orang musryk fuad dan pandangannya dibolak-balikkan. 110. Dan
itu akan terasing dari jiwa kita sendiri. Para evolusionis akan berkata bahwa
(begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka
hal itu telah terjadi melalui seleksi alam. Para kreasionis akan mengatakan
belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami
bahwa kita telah diciptakan sebagai model atau representasi ideal dari Tuhan.
biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.
Tulisan suci Weda mengkonfirmasi bahwa representasi ideal bukanlah wujud
13
Ego. Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan
atau bentuk tertentu.
secara baik dengan dunia kenyataan. Ego adalah derivat dari qalb dan
Dalam kepercayaan Hindu, Tuhan dapat direpresentasikan dalam
bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu
simbol ikan (Matsya) atau babi hutan (Varaha), dan bisa juga berupa
yang subyektif dan yang obeyektif. Didalam fungsinya ego berpegang pada
matahari, bulan dan langit. Begitu juga bisa memiliki bentuk manusia atau
prinsip kenyataan.
bentuk spiritual seperti Vishnu dengan empat lengan. Dengan demikian kita
Tingkah laku. Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka
diciptakan bukan dalam konsep bentuk, akan tetapi sebagai konsep ruhaniah.
acuan dan asumsi-asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena
Dengan adanya model atau representasi tersebut, tidak lain ntuk mencerahkan
menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap obyektif sepenuhnya
esensi spiritualitas kita yang ideal. Jika pertanyaannya bagaimana roh ideal
dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh pengalaman
dihadirkan, maka jawaban yang jauh lebih mudah adalah dari penderitaan
adalah anaknya sendiri. Al Qhashas:10. 10 Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi Kuat dan tetap. Q.S. Al-Furqan:32. 11 Ayat 4-11 menggambarkan peristiwa Turunnya wahyu yang pertama di gua Hira. Q.S. An Najm:11 12 Q.S. Ibrahim: 43. 13 Q.S. Al-An’am: 110.
108 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
manusia di dunia material. Roh dan jiwa memang merupakan aspek spiritual manusia. Dengan kedua hal tersebut, manusia dapat dekat dengan sang Pencipta. Termasuk dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut harus dilandasi dengan niat yang tulus dan nilai-nilai yang baik.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 109
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., Ashmos dan Duchon14 menyampaikan bahwa meskipun spritualitas
bahwa dalam Christian Spirituality dan Catholic Spirituality terdapat dua
merupakan ide yang relatif baru dalam lingkungan kerja namun sebenarnya
perhatian utama dalam aspek spiritualitas yakni berdoa dan kegiatan untuk
bukanlah ide yang baru dalam pengalaman hidup manusia. Seluruh tradisi
mengembangkan dunia serta meningkatkan keadilan sosial. Dalam Christian
dalam agama-agama besar pada beberapa tingkat mencakup hal-hal yang
spirituality terdapat empat orientasi kecenderungan baru yakni tanggapan
merupakan nilai-nilai spiritualitas. Nilai-nilai spiritualitas dimaksud adalah
dan aksi terhadap kehidupan agar menjadi lebih indah dan adil, pandangan
pandangan tentang kehidupan untuk mencari makna dan tujuan utama dari
terhadap dunia sebagai bagian dari sisi spiritual manusia, cepat tanggap
kehidupan adalah keselarasan dengan yang lain sebagai sebuah landasan
dan bertanggungjawab terhadap kemiskinan dan penindasan , dan orientasi
dasar.
social. Bahkan Norman Vincent Peale’s menjadikan hubungan antara gereja Memang, dalam masa awalnya terjadi pemisahan dan pengabaian
dan bisnis merupakan pesan dasar dari ajarannya. Peale menyebutkan
nilai-nilai spiritualitas dalam bisnis. Pada saat inipun masih terdapat pro dan
bahwa businesman memandang Tuhan sebagai patners unik yang senantiasa
kontra terhadap masuknya nilai-nilai spiritualitas dalam bisnis. Pendukung
menyertai dalam setiap transaksi kehidupan.18
masuknya spiritualitas dalam bisnis berpendapat bahwa sebagai manusia
Jadi aspek nilai-nilai spiritual sebenarnya ada dan diajarkan di semua
adalah fitroh melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam setiap tahap hidupnya
agama dan beragam bentuk keyakinan. Manusia secara individu ataupun
termasuk dalam bekerja. Dalam Islam dikenal dengan konsep khalifah. Islam
kelompok sebenarnya juga terfitrah membutuhkan pengamalan nilai-nilai
memaknai konsep khalifah dalam arti luas yakni bahwa setiap manusia
spritualitas ini dalam meniti kehidupannya. Akan tetapi masuknya nilai-nilai
itu pemimpin, sebagai seorang pemimpin maka manusia berfungsi untuk
spiritualitas dalam bisnis belum dapat diterima oleh semua pihak. Pihak yang
menyusun dan menggerakkan proses penggunaan sumber daya (waktu, alam,
menentang masuknya nilai-nilai spiritualitas dalam bisnis atau lingkungan
uang, barang dan jasa, sarana serta manusia (lain) dan yang pasti sebagai
kerja menyampaikan bahwa merupakan suatu hal yang sangat jauh berbeda
seorang pemimpin maka manusia harus bertanggungjawab terhadap apa
antara nilai spiritualitas dan nilai bisnis. Penolakan terhadap nilai spiritualitas di lingkungan kerja sering
yang dipimpinnya.
15
Selanjutnya Brandt menyampaikan bahwa dalam filosofi timur seperti
dikarenakan ketidakmampuan lingkungan kerja tersebut mendifinisikan
Zen Buddhism, Confucian dan Shintoism cenderung menekankan nilai-nilai
dan membedakan pengertian spiritualitas dengan religiusitas (agama). Cash
seperti loyalitas dan kemampuan untuk membangun spiritualitas sebagai
dan Gray19 menyampaikan bahwa sementara focus utama dari penerapan
pusat dari semua jenis pekerjaan dan kegiatan. Zamor,17 menyampaikan
nilai-nilai keagamaan di tempat kerja telah menjadi sebuah formal religion,
D. P. Ashmos dan Dennis D. Spirituality at Work a Conceptualization and Measure. Journal of Management Inquiry. ABI/INFORM Global., 2000, Juni. 9, 2, hal. 134-145. 15 S. Najma, “Konsep Khalifah: Suatu Alternatif Pengembangan Konsep Manajemen Islam”, Makalah, Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islam, (Malang, 2004). 16 E. Brandt, “Corporate Pioneers Explore Spirituality”, HRM Magazine, 1996, hal. 82–87. 17 J. C. G. Zamor, “Workplace Spirituality and Organizational Performance”, Public Administration Review, May/June. Vol. 63. No. 3, 2003, hal. 355-363.
terdapat penekanan yang semakin kuat terhadap praktik spiritualitas dan
16
14
110 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
berbagai bentuk informal religion. Sementara itu dalam lingkungan yang beragam tentu saja penerapan formal religion dalam perusahaan bukan S. F. Orwig, Business Ethics and the Protestant Spirit: How Norman Vincent Peale Shaped the Religious Values of American Business Leaders. Journal of Business Ethis. 38, 2002, hal. 81-89. 19 K. C. Cash, G. R. Gray, “A Framework for Accommodating Religion and Spirituality in the Workplace”, Academy of Management Executive. Vol. No. 3. 2000, hal. 124- 134. 18
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 111
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., perkara yang dapat diterima secara lapang oleh semua pihak yang terlibat. Mitroff dan Denton
20
telah mengumpulkan sebelas elemen kunci
spiritualitas yakni: tidak formal, tidak terstruktur dan tidak terorganisasi; bukan suatu sekte atau agama (nondenominational); begitu luas memasuki setiap diri individu; sumber dan pemberi arti penting bagi tujuan hidup; ketakutan terasakan dalam kehadiran dari keutamaan; kesucian di segala hal dan keistimewaan hidup setiap saat; perasaan mendalam yang berkaitan dengan saling ketergantungan terhadap segala sesuatu; kedamaian dan kelembutan; merupakan sumber yang mengalirkan iman dan kekuatan; tujuan akhir yang ada dalam diri sendiri. Namun, perlu ditekankan bahwa penemuan Mitroff dan Denton masih dapat dikembangkan lebih lanjut lagi. Walaupun masih perlu penyempurnaan instrument lebih lanjut, Ashmos dan Duchon21 berhasil mengembangkan alat ukur spiritualitas di tempat kerja menjadi tiga tingkat yakni tingkatan individual, unit kerja dan organisasi. Sayang penelitian ini memperoleh kritik tajam dari aspek metodologinya sehingga 11 faktor pengukur spiritualitas yang berbeda di setiap tingkat dianggap steril dan tidak bermakna.22 Sementara itu elemen bisnis kental dengan nilai nilai yang mengedepankan rasional, transparan, orientasi tujuan dan kinerja. Dengan demikian terlihat jelas betapa bedanya elemen spiritualitas dan elemen bisnis. Apalagi bila dihubungankan dengan persaingan global, tuntutan untuk efisiensi dan optimalisasi sumber daya mengakibatkan perusahaan harus mengambil langkah langkah rasional dan matematis yang sering tidak manusiawi dan dipandang jauh dari muatan nilai-nilai spiritualitas apalagi nilai-nilai keagamaan. Atas dasar hal inilah oleh karenanya bukanlah tanpa alasan bagi pihak yang tidak setuju penggunaan nilai-nilai spiritualitas dalam bisnis, karena memang kedua nilai tersebut tidak selayaknya didudukan I. I. Mitroff, E. A. Denton, A Study of Spirituality in the Workplace. Sloan Management Review. Summer, 1999, hal. 83-91. 21 Ashmos, Dennis, Spirituality at Work…, hal. 134-145 22 C. J. Fornaciari, dan K. L. Dean. “Making the Quantum Leap Lessons from Physics on Studying Spirituality and Religion in Organizations”, Journal of Organizational Change Management. Vol. 14 No. 4, 2001, hal. 335-351. 20
112 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., dalam satu tataran dalam proses bisnis. Akan tetapi dengan perkembangan yang terjadi baik internal maupun eksternal maka penerapanan nilai-nilai spiritualitas telah semakin menjadi kebutuhan. Konsep Dasar Manajemen Spiritual Manajemen spiritual didefinisikan oleh penulis sebagai manajemen yang mengedepankan nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Sekitar tahun 631M dunia mencatat sebuah fenomena manajemen di Madinah, ketika Nabi Muhammad berhasil membangun masyarakat madani di sebuah wilayah yang demokratis, yang menghargai pluralitas dengan prinsip-prinsip dasar seperti keadilan, supremasi hukum, egalitarianisme dan toleransi yang semuanya dibangun dengan basis manajemen spiritual. Pada tahun 1970 seorang KH Abdullah Said mempublikasikan suatu model manajemen berbasis spiritual yang dikenal dengan nama Sistematika Wahyu. Konsep ini mengikuti pola manajemen ala Nabi dalam menyosialisasikan ajaran Islam. Nilai-nilai ideologi, akhlak, moral, operasional, dan development adalah esensi manajemennya. Penerapan nilai-nilai ini dalam pengembangan dakwah oleh para dai, muridnya, dapat dikategorikan berhasil dengan baik. Sekian puluh ribu dai yang berhasil membangun komunitas masyarakat tauhid yang berwawasan pelestari lingkungan di daerah terpencil di seluruh Indonesia telah menjadi fenomena manajemen sehingga World Commission of Environment & Development, salah satu lembaga di bawah naungan PBB, tahun 1985 menilai perlu memberikan penghargaan atas keberhasilannya. Tahun 2001 seorang Ary Ginanjar mematenkan model manajemen spiritual yang dikenal dengan nama ESQ. Hanya dalam waktu 4 tahun, model ESQ-nya telah menjadi fenomena manajemen yang mendunia dan menembus angka 80.000 peserta pelatihan. Penulis yang berkesempatan mempelajari ketiga fenomena manajemen tersebut mendapati bahwa ketiganya dikembangkan dari pesan fundamental TAUHID, yaitu IQRA, sehingga ketiga model tersebut tidak saling TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 113
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., bersilangan, tetapi saling melengkapi satu dengan lainnya. Secara alamiah
Budaya sekolah yang kuat, relevan dan profesional dibutuhkan agar perilaku
pemahaman atas konsep IQRA tersebut telah mengalami revolusi selaras
anggotanya terarah pada suatu cara untuk mencapai sasaran sekolah yang
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
pada akhirnya akan meningkatkan kinerja civitas akademika di sekolah
Salah satu contohnya, dengan model ESQ sekarang kita bisa
tersebut, oleh sebab itu budaya sekolah yang tidak (lagi) relevan dengan
memahami secara lebih mudah apa yang disebut dengan ”ruh”, ”hati”, dan
tuntutan perubahan perlu diubah. Namun demikian, merubah budaya bukan
”akal”. Dalam kajiannya lebih lanjut, penulis melihat adanya keterikatan
masalah sederhana. Civitas akademika sekolah dengan berbagai karakteristik
hardware dan software pada tubuh manusia dalam menjalankan misi
nilai yang sudah melekat dalam diri masing-masing tidak akan mudah
manajemen spiritual tersebut.23
menerima nilai-nilai baru yang tidak sesuai atau sejalan dengan apa yang
Hardware dianalogikan dengan tubuh fisik sedangkan software
sudah diyakini dan menjadi kebiasaannya.
dianalogikan sebagai nilai-nilai dasar manajemen spiritual. Pada prinsipnya
Peran pemimpin dalam proses penanaman nilai-nilai spiritualitas
semua gerakan tubuh ini dikendalikan oleh nilai-nilai dasar manajemen yang
sangat penting. Aspek patronase masih cukup berperan dalam proses
disebut dengan 6 Rukun Iman dengan esensi berikut:
penanaman nilai baru. Agustian24 menyampaikan bahwa terdapat lima
•
•
Akal dan Kalbu yang terasah akan menuntun kita untuk mengenal
tingkat pemimpin yakni pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya,
dan mencintai Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui kemutlakan-
pembimbing, pemimpin yang berkepribadian dan pemimpin yang abadi.
Nya.
Pemimpin pada tingkat kelima inilah yang dibutuhkan untuk melakukan share
Mengatur masyarakat hanya bisa dilakukan dengan ketegasan
value. Pemimpin tingkat kelima adalah pemimpin yang dapat memimpin
yang berbasis kelembutan, kasih sayang, dan kepatuhan seperti
dengan suara hatinya dan diikuti oleh suara hati pengikutnya, ia bukan sekedar
malaikat.
pemimpin manusia tetapi pemimpin segenap hati manusia.
•
Ikuti keteladanan kepemimpinan para Nabi.
•
Jadikan Qur’an dan Hadis sebagai buku panduan belajar.
empat tahapan model sistem normatif untuk mengubah budaya sekolah
•
Berpandangan jauh ke depan (visioner).
yakni: pertama, mengidentifikasi budaya sekolah untuk mengetahui
•
Bekerja terorganisir.
kesenjangan normatif yang ada; kedua, mengalami budaya yang dikehendaki
Silverweig dan Allen dalam Budihardjo25menyatakan bahwa terdapat
Inilah 6 esensi dalam manajemen spiritual yang terbukti telah
(experiencing the desired culture) melalui sistem, pengenalan dan pelibatan;
menciptakan fenomena dalam sejarah manajemen yang mampu mendobrak
ketiga, memodifikasi budaya yang ada (modifying existing culture); keempat,
sistem manajemen konvensional.
mempertahankan serta mensosialisasikan budaya yang dikehendaki,
Pengembangan Manajemen Spiritual di Sekolah Penanaman nilai-nilai spiritualitas dalam organisasi sekolah pada
mengevaluasi dan memperbaiki yang perlu. Hasil yang diharapkan dari proses perubahan budaya ini adalah manusia-manusia (civitas akademika)
hakekatnya membangun budaya sekolah atau bahkan mengubah budaya. Oleh karena itu sering diperlukan langkah-langkah perubahan yang mendasar. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga Tilanta, 2000). 23
114 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Ibid., 89 A. Budihardjo, “Kajian Sistem Nilai: Upaya untk Meningkatkan Kinerja Organisasi”, Forum Manajemen Prasetiya Mulya. Tahun ke-XVIII. No. 84, 2004, Edisi Wisuda, hal. 6-12. 24 25
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 115
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., tingkat spiritualitasnya tinggi yakni mereka yang skala motivasinya positif.26
nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalisme
Spiritualitas juga akan menjadikan civitas akademik tidak tamak dan rakus,
keagamaan.
namun menjadikannya sebagai manusia yang mampu mengaktualisasikan diri dan menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Rebecca Pribus dalam Laabs28 menyampaikan bahwa menyediakan waktu bagi civitas akademika untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya akan
Spiritual school adalah sekolah yang menggunakan nilai-nilai
memberikan keuntungan bagi sekolah dalam berbagai cara. Pemenuhan
spiritualitas sebagai landasan misi dan visinya. Nilai-nilai spiritual yang
kebutuhan spiritual civitas akademika akan mampu menumbuhkan dan
dijadikan landasan dasar misi dan visi perusahaan bersifat universal.
meningkatkan energi positif. Semua civitas akademika juga akan lebih
Kalaupun pada pelaksanaannya sulit dipisahkan antara praktik spiritualitas
memiliki sikap positif dan tingkat kreativitas yang lebih tinggi. Sekolah juga
dan religiusitas atau bahkan kedua nilai tersebut menyatu hal itu bukan berarti
akan dapat menyaksikan perubahan yang dramatis dalam mental, emosional
sekolah melakukan keberpihakan pada suatu agama tertentu. Spiritual school
dan kesehatan fisik semua civitas akademiknya.
akan selalu melakukan proses operasional sekolah berdasarkan landasan
Paul dalam Laabs29 juga menyampaikan bahwa implementasi dari
nilai-nilai luhur yang tidak saja memikirkan dampaknya dalam jangka pendek
spiritual-formation office akan dirasakan sekolah dengan semakin kecilnya
tetapi dimensi yang digunakan adalah dimensi jangka panjang. Dimensi
kasus-kasus kemalasan, ketidaksempurnaan kerja, tingkat stress dan komplain
jangka panjang yang dimaksud adalah pertanggungjawaban segala yang
dari civitas akademika sehubungan dengan masalah tanggung jawab, serta
dilakukan di hadapan the ultimate stakeholder (Allah).
meningkatnya keserasian nilai-nilai inti dengan pengekspresian nilai-nilai
Nilai-nilai spiritualitas dalam sekolah akan menempatkan semua
tersebut dalam kegiatan sehari-hari.
civitas akademika di sekolah tersebut pada posisi yang tepat sebagai manusia.
Kale dan Shrivastava30 menyampaikan bahwa merealisasikan tempat
Demikian pula civitas akademika mampu memaknai kerja sebagai ibadah
kerja yang melaksanakan nilai-nilai spiritualitas tidak hanya mampu
dan perwujudan pertanggungjawaban kepada the ultimate stakeholder
menciptakan harmonisasi di lingkungan kerja namun juga akan menjadikan
(Allah). Hal ini akan berdampak pada komitmen organisasi yang tinggi.
tempat kerja yang mampu menghasilkan keuntungan yang baik. Oleh karena
Gozhali
menemukan bukti bahwa konstruk religiusitas dimensi belief,
itu sekolah perlu senantiasa mencari alat dan metode untuk memenuhi
dimensi komitmen, dimensi behavior berhubungan positif terhadap komitmen
kebutuhan spiritual di tempat kerja dan enneagram merupakan salah satu
organisasi dan keterlibatan kerja. Selanjutnya juga ditemukan bukti bahwa
alat yang mampu meningkatkan spiritualitas di tempat kerja.
27
komitmen organisasi dan terlibatan kerja berpengaruh positif terhadap
Zamor31 menyampaikan bahwa dalam penelitian yang dilakukan oleh
kepuasan kerja. Konstruk religiusitas yang digunakan ini lebih mengarah
Harvard Business School yang menguji 10 sekolah yang memiliki budaya
pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai
sekolah kuat (spirited workplace) dan 10 sekolah yang memiliki budaya yang
keagamaan yang diyakini. Jadi lebih menekankan pada substansi nilai26
hal. 85.
D. Zohar, dan I. Marshall, Spiritual Capital, (Bandung: Mizan, 2005),
I. Ghozali, “Pengaruh Religiositas terhadap Komitmen Organisasi, Keterlibatan Kerja, Kepuasan Kerja dan Produktivitas”, Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 9/Juli/Th. VII, 2002, hal. 1-13. 27
116 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
J. J. Laabs, “Balancing Spirituality and Work”, Personal Journal, September, 1995, hal. 60-76. 29 Ibid. 30 S. H. Kale, dan S. Shrivastava, The Enneagram System for Enhancing Workplace Spirituality, Journal of Management Development, Vol. 22. no. 4, 2003, hal. 308-328. 31 J. C. G. Zamor, Workplace Spirituality and..., hal. 355-363. 28
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 117
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
lemah selama 11 tahun menemukan bukti bahwa terdapat hubungan yang
dari nilai-nilai yang dianut dan dijadikan share value. Proses pemilihan
dramatic antara kekuatan budaya organisasi dengan tingkat prestasi sekolah.
nilai nilai luhur yang akan dijadikan landasan visi dan misi sekolah telah
Saat ini telah banyak bukti empiris bahwa praktik spiritualitas di tempat
berkembang sangat dinamis dengan model yang sangat bervariasi. Model-
kerja mampu menciptakan budaya organisasi baru yang menjadikan civitas
model tersebut bisa jadi hanya sebagai bagian dari strategi sekolah atau model
akademika merasa lebih bahagia dan berkinerja lebih baik. Tumbuhnya
yang menerapkan nilai-nilai luhur tersebut dengan kesadaran murni. Nilai-
motivasi bersama untuk bekerja dan memaknai kerja mampu mengurangi
nilai spiritualitas nampaknya semakin menjadi kecenderungan sebagai nilai-
keinginan untuk pindah. Civitas akademika juga merasa turut memiliki
nilai luhur yang dianut sekolah untuk menjamin kinerja jangka panjangnya.
sekolah dan komunitasnya, sebuah aspek penting dalam spiritualitas, akan mampu membantu civitas akademika manakala sesuatu terjadi di masa depan. Selanjutnya budaya sharing dan caring seringkali dapat diraih oleh seluruh stakeholder sekolah baik pemasok, pelanggan dan orang tua peserta didik. Dalam lingkungan kerja yang lebih manusiawi, pegawai sekolah juga akan lebih kreatif dan memiliki moral yang lebih tinggi, dua faktor yang sangat berhubungan dengan tingginya kinerja organisasi.32 Kepuasan kerja personalia sekolah yang dilandasi dengan nilai-nilai spiritualitas akan berdampak pada kinerja personalia seperti meningkatnya produktivitas, menurunnya tingkat ketidakhadiran, menurunnya tingkat kesalahan dan ketidakdisiplinan, serta meningkatnya efisiensi. Selanjutnya kinerja personalia ini akan meningkatkan kinerja sekolah, dan bagi sebuah spiritual school peningkatan kinerja sekolah berarti juga peningkatan kemakmuran stakeholder. Dari pembahasan di atas kiranya nampak jelas bahwa penerapan nilai-nilai spiritualitas di dalam praktik pendidikan berdampak positif baik bagi personalia maupun bagi sekolah. Dalam jangka panjang dampak-dampak positif ini akan terakumulasi dan berdampak positif pula secara lebih luas bagi kehidupan manusia secara menyeluruh dalam menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi. Penutup Dari pembahasan di atas, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: Keberlangsungan sekolah dalam jangka panjang dapat diprediksikan 32
Ibid.
118 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 119
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., DAFTAR PUSTAKA Amin, A. Riawan, The Celestial Management , Jakarta: Senayan Abadi, 2004. Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Jakarta: Arga Tilanta, 2000. Ashmos, D. P., Dennis D. “Spirituality at Work a Conceptualization and Measure”, Journal of Management Inquiry, Juni. 9, 2. ABI/INFORM Global, 2000. Brandt, E., “Corporate Pioneers Explore Spirituality”, HRM Magazine, 1996. Budihardjo, A., “Kajian Sistem Nilai: Upaya untk Meningkatkan Kinerja Organisasi”, Forum Manajemen Prasetiya Mulya. Tahun ke-XVIII. No. 84, 2004. Cash, K. C., G. R. Gray, “A Framework for Accommodating Religion and Spirituality in the Workplace”, Academy of Management Executive, Vol. No. 3. 2000. Fornaciari, C. J., K. L. Dean. “Making the Quantum Leap Lessons from Physics on Studying Spirituality and Religion in Organizations”, Journal of Organizational Change Management, Vol. 14 No. 4, 2001. Ghozali, I., “Pengaruh Religiositas terhadap Komitmen Organisasi, Keterlibatan Kerja, Kepuasan Kerja dan Produktivitas”, Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 9/Juli/Th. VII, 2002. Icon Group International, Kyocera: Webster’s Timeline History, 1914 – 2004, (Singapore and Fountainbleau: IGI Publishing, 2008 Kale, S. H., S. Shrivastava, “The Enneagram System for Enhancing Workplace Spirituality”, Journal of Management Development. Vol. 22. no. 4, 2003. Laabs, J. J., “Balancing Spirituality and Work”, Personal Journal, September, 1995. Mitroff, I. I. dan E. A. Denton, “A Study of Spirituality in the Workplace”, Sloan Management Review. Summer, 1999. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998. Najma, S., “Konsep Khalifah: Suatu Alternatif Pengembangan Konsep Manajemen Islam”, Makalah Simposium Nasional Sistem Ekonomi 120 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual.., Islam, Malang, 2004. Orwig, S. F., “Business Ethics and the Protestant Spirit: How Norman Vincent Peale Shaped the Religious Values of American Business Leaders.”, Journal of Business Ethis. 38, 2002. Tobroni, The Spiritual Leadership: Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-Prinsip Spiritual Etis, Malang: UMM Press, 2010. Zamor, J. C. G., “Workplace Spirituality and Organizational Performance”, Public Administration Review. May/June. Vol. 63. No. 3, 2003. Zohar, D. dan I. Marshall, Spiritual Capital, Bandung: Mizan, 2005.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 121
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Khoirul Anam: Pengembangan Manajemen Spiritual..,
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN MAPEL SAINS MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SD/MI Moh. Arif IAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung e-mail:
[email protected] Abstract: Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan format pengembangan intrumen penilaian keterampilan proses sains SD yang masih menjadi problematika untuk menentukan pengembangan instrumen. Di samping itu, artikel ini ditulis untuk mengetahui karakteristik dan beberpa prosedur pelaksanaan penilaian proses sains SD dengan memberikan format pengembangan instrumen penialaian proses sains yang meliputi penyusunan rencana penelitian, penyusunan kisi-kisi, pembuatan soal sampai pada penganalisian butir soal. Konsep dasar penilaian yang perlu ditekankan adalah keefektivan instrumen penilaian, yang terdiri dari tiga unsur utama yakni valid (validity), reliabel (reliability), dan praktis (practicality). Berdasarkan tujuan dan perbedaan waktu pelaksanaanya, terdapat tiga jenis bentuk penilaian proses sains pada siswa Sekolah Dasar: Penilaian Diagnostik, Penilaian formatif dan Penilaian sumatif. Tes akan dianalisis secara kualitatif baik dari segi materi, konstruksi maupun bahasa. Analisis secara kuantitatif dengan pendekatan teori tes klasik yakni dengan Iteman dan analisis secara kuantitatif menggunakan pendekatan teori tes modern yakni program Bigstep. Keywords : Penilaian keterampilan proses, pengembangan instrumen, Analisis tes.
Pendahuluan Penilaian merupakan komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanan penilaian dalam pelajaran sains diarahkan pada kemampuan keterampilan proses sains yaitu untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan atau keberhasilan guru dalam memberikan atau membelajarkan materi terhadap siswa dan kamampuan siswa dalam 122 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 123
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., memahami pelajaran. Pencapaian tujuan hasil belajar dalam aspek pendidikan
Fenomena tersebut memerlukan evaluasi menyeluruh dari semua
yang dihasilkan oleh siswa dapat dilihat dari penguasaan materi yang telah
unsur dalam kerangka sistem pendidikan formal. Adapun beberapa hal
diberikan melalui hasil evaluasi yang dilakukan baik saat proses pembelajaran
yang harus diupayakan dalam pengembangan keterampilan proses sains
berlangsung maupun setelah kegiatan pembelajaran selesai. Di samping itu,
dilakukan adanya penyempurnaan kurikulum, peningkatan kemampuan guru,
hasil evaluasi berguna untuk mengetahui keberhasilan atau prestasi siswa
penyediaan buku, pelengkapan KIT sains di SD/MI sehingga hal tersebut
secara cermat dan tepat.
dapat memicu keaktifan siswa dalam keterampilan proses sains.
1
Penilaian terhadap keberhasilan siswa dapat dilakukan ketika proses
Brown, Bull dan Pandelbury mengatakan,“if you want to change
belajar mengajar berlangsung melalui evaluasi atau tes baik bersifat formatif,
about student then change the methods of assesment.” Hal ini memberikan
sumatif atau dari hasil keterampilan proses sains siswa. Adapun penilaian
pengertian bahwa kurikulum yang baik dan pembelajaran yang benar perlu
terhadap hasil belajar siswa yang telah menyelesai jenjang pendidikan
didukung oleh sistem penilaian yang baik dan terencana. Maka dari itu,
dilakukan melalui ujian akhir. Pada umumnya sebelum dilakukan kegiatan
seorang pendidik harus menguasai materi, metode, dan penilaian sehingga
penilaian terlebih dahulu memahami langkah langkah pengembangan suatu
tujuan dalam pembelajaran khususnya sains dapat terlaksana secara optimal.3
tes yang meliputi:
Selanjutnya dalam melakukan evaluasi keterampilan proses sains
1.
Pengembangan spesifikasi tes;
diperlukan berbagai cara dan teknik yang sesuai dengan hakikat sains itu
2.
Penulisan soal, penelaah soal;
sendiri. Pengukuruan hasil belajar sains yang difokuskan pada tes tertulis
3.
Pengujian butir butir soal secara empiris; dan
semata mata sudah harus ditambah dengan pengamatan secara langsung
4.
Administrasi tes bentuk akhir untuk tujuan pembakuan.2
terhadap teknik yang dilakukan oleh siswa, ketepatan prosedur yang
Dari sini, dapat kita lihat bahwa masih banyak kelemahan dalam aspek
dilakukan dan hasil yang diperolehnya. Untuk dapat mengetahui kemampuan
proses sains dapat terjadi di setiap unsur pada sistem tersebut. Dari segi
belajar siswa dalam proses belajarnya, penilaian dilakukan harus fokus pada
masukan, instrumen input misalnya, kurikulum yang digunakan selama ini
proses bukan pada produk sains.
masih didominasi dengan penguasaan materi/konsep sains (produk sains).
Penilaian yang terlalu fokus pada produk sains dapat menjadikan siswa
Perbaikan mulai diberlakukan dengan munculnya kurikulum 2004, 2006 dan
cendrung mengabaikan penguasaan proses sains karena untuk menjawab
2013. bahkan kurikulum 2013 disebut pendekatan scientific yang berbasis
soal hanya cukup dengan menghafal fakta-fakta sains. Untuk itu, sangat
kompetensi dan memberikan penekanan pada penguasaan keterampilan
penting dilakukan penilain keterampilan proses sains guna menghilangkan
proses sains atau pendekatan ilmiah. Dari segi pendidikan proses sains masih
adanya kecendrungan siswa dalam mengabaikan proses sains. Untuk
sangat kurang dilaksanakan bahkan mungkin belum sama sekali. Sedangkan
mengetahui lebih lanjut mengenai pengembangan instrumen penilaian proses
dari segi output terlihat masih banyaknya siswa dari setiap jenjang pendidikan
sains terlebih dahulu dijelaskan proses sains atau sains sebagai proses atau
termasuk pada sekolah dasar tidak mencapai standar kelulusan pada ujian
juga disebut keterampilan proses sains (science process skill). Proses sains
akhir nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
diartikan sebagai sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomina alam
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 5. 2 Ibid
S. Surapranata, Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal.121.
1
124 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
3
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 125
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu.
meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur,
Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari sains sesuai dengan
mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang
apa yang apa yang para ahli lakukan, yakni melalalui pengamatan, kalsifikasi
dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan
inferensi, merumuskan hipotesis dan melakukan eskperimen.
melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan
4
Beberapa para ahli mengemukakan bahwa pengertian dan penerapan
variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis
proses sains agar difokuskan pada penggunaan indra/alat/cara untuk
dan mensintesis data. Ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah
menemukan produk sains. Seorang guru tidak lagi berfikir bahwa sains
observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis.6
merupakan suatu benda akan tetapi dapat dijadikan sebagai sesuatu yang dapat dilakukan atau dikerjakan secara aktif, berbuat dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini bagaimana siswa mendapatkan informasi yang akurat dan tepat. Keterampilan proses sains yang harus dikuasai oleh siswa setidaknya memuat beberapa keterampilan proses yang diantaranya; observasi, kalasifikasi, kuantifikasi, komunikasi dan inferensi, sedangkan untuk kelas 4-6 terdapat 7 keterampilan proses yang harus dikuasai diantaranya; observasi, kalasifikasi, kuantifikasi, komunikasi, inferensi, prediksi, dan eksperimentasi. Keterampilan proses sains, pada hakekatnya adalah
metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara tertentu karena perekembangan materi sains terjadi terus menerus dalam waktu yang tak terbatas sesuai dengan perkembangan zaman dan proses sains berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan siswa. Pada keseluruhan tahapan bahwa dalam keterampilan proses sains terdapat beberapa aktivitas siswa dalam pembelajaran sains agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik yaitu melalui pengamatan; mengukur; mengklasifikasi; membandingkan; memperediksi; menyimpulkan; merumuskan hipotesis; melakukan percobaan/ eksperimen; menganalisis data dan mengkomonikasikan hasil kegiatan yang dilaksanakan5. Kemudian bahwa keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran sains Ibid.. Patta Bundu, Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains SD. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), hal. 23.. 4 5
126 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Kegiatan Keterampilan Proses Sains di Sekolah Dasar Pelajaran sains di sekolah dasar pada dasarnya harus mengedepankan kreativitas siswa baik secara pengetahuan teoritik, ataupun pada aplikasi melalui keterampilan proses sains, kegiatan dari aspek proses, pada hakekatnya adalah kemampuan siswa dalam menggunakan metode untuk memperoleh, pengetahuan dengan cara tertentu. Teori-teori Sains mengalami perkembangan terus menerus karena adanya aspek proses sains yang juga berjalan dan berkembang:- seiring dengan laju perkembangan ilmu dan teknologi yang diperoleh dengan metode ilmia. Metode ilmiah mulai digunakan Aristoteles ribuan tahun lalu, pada metode deduktif, sampai pada masa Francis Bacon pada abad ke 17 yang mengembangkan metode keilmuan yang bertumpu pada metode induktif. Bacon, logika tidak cukup untuk menemukan kebenaran dan dapat menimbulkan penyimpangan dan kadaan yang sebenarnya.7 Dalam prakteknya bahwa proses pembelajaran sains di Sekolah Dasar/MI pada dasarnya siswa harus mengenal secara langsung kejadian atau fenomena-fenomena alam yang dialami siswa dalam kehidupan sehari dengan berbgai cara atau metode yang telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Pelaksanaan praktek pemeblajaran melalui keterampilan proses sains dapat menggunakan metode induksi agar dapat menghubungkan antara apa Asy’ari, Muslichah, “Hakekat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 2006 (Online), http:// www.sekolahdasar.net/2011/05/hakekat-pembelajaran-ipa-di sekolah., diakses 10 Mei 2013. 7 Conny Semiawan, dkk., Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Sepanjang Zaman, (Jakarta: Teraju 2005), hal. 152. 6
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 127
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., yang diamati, hasil pengamatan, dengan hipotesis yang diajukan. Selanjutnya,
data-data keterampilan proses yang dilakukan siswa serta dokumen siswa
secara deduktif hipotesis dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk
yang dapat dipercaya. Hasil penilaian yang diperoleh siswa dapat digunakan
melihat kesesuain implikasinya. Hipotesis diuji melalui serangkaian data
sebagai bahan untuk perbaikan program pembelajaran atau memuat keputusan
yang dikumpulkan melalui observasi dan eksperimen untuk menguji sah
tertentu tentang hasil yang di capai siswa pada jenjang pembelajaran tertentu.
atau tidaknya hipotesis tersebut secara empiris.
Konsep penilaian melalui keterampilan proses sains setidaknya harus
8
Cain and Evan mengemukakan bahwa agar sukses dalam pembelajaran
menekankan pada keaktifan siswa, kemampuan dalam mengolah informasi,
sains, maka proses sains yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut:
berdasarkan kejelasan atau keefektifan instrumen penilaian yang diberikan.
(1). Mengoservasi, (2) Mengklasifikasi, (3). Mengukur, (4). Menggunakan
Intrumen penilaian dalam keterampilan siswa harus benar-benar efektif dan
hubungan spesial, (5). Mengkomonikasikan, (6). Memprediksi, (7).
jelas berdasarkan kaidah intrumen yang dikembangkan agar memperoleh
Menginfrensi, (8). Menyusun definisi operasional, ( 9). Memformulasi
hasil belajar siswa yang baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
hipotesis, (10). Menginterpretasi data, (11). Mengontrol variabel dan (12).
Burden dan Byrd yang terdiri dari tiga unsur utama yakni valid (validity),
Melakukan eksprimen proses dasar (basic skill), sedangkan lima terakhi (8-
reliabel (reliability), dan praktis (practicality). Valid artinya instrumen dapat
12) meupakan kemampuan terintegrasi.
mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan menurut Hanna (1991)
Pengelompokan kegiatan belajar sains di sekolah dasar/MI melalui pendekatan keterampilan sains meliputi sebagai beriku:t No 1.
mengemukakan bahwa “validity deals with the exented to which a measuring devece measures what it purport to measure” meskipun banyak tipe validitas,
Basic Skill (keterampilan dasar Integrated skill Obse Using space relationship Controling variable mengontrol
guru pada umumnya paling banyak menggunakan validitas isi (content
(Menggunakan hubungan ruang)vasing variabel
mengukur sampel tertentu dari tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Reliabel
2.
(mengamati)
Interpreting data (menafsirkan
3.
Using namber (menggunakan anggak) data)
4.
Clssifying (mengelompokkan)
Formulting hypothesis (menyusun
5.
Measuring (mengukur)
hipotesis)
6.
Commonicating (komonikasi)
Defining operationaly (menyusun
7.
Predicting (prediksi)
definisi operasional
8.
Inferring (menyimpulkan)
Exprimeting (melakukan percobaan)
1
Penilaian Hasil Belajar Sains Siswa Melalui Keterampilan Proses Sains Penilaian hasil belajar siswa pada mata pelajaran sains harus dilakukan berdasarkan proses pembelajaran yang dilakukan dengan mengumpulkan T. Sarkim, “Humaniora Dalam Pendidikan Sains”, dalam Sumaji, dkk., Pendidikan Sains Yang Humanistis, (Yogyakarta: Penerbit Kaninus. 1998), hal. 34. 8
128 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
validity), validitas isi berhubungan dengan tingkat keakuratan instrumen (reliability) adalah kestabilan hasil penilaian. 9 Penilaian hasil belajar siswa tergantung pada konsistensi intrumen yang dikembangkan, semakin konsisten nilai yang diperoleh siswa akan menunjukkan riliabel intrumen. Sebuah intrumen harus mempunyai “tingkat kesalahan” (instrument error) yang objektif agar intrumen tersebut dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Kesalahan dapat diakibatkan oleh bentuk instrumen ( Makin obyektif bentuk tes, makin reliabel instrumen tersebut). Praktis (practicality) berhubungan dengan kemudahan pelaksanaan penilaian waktu yang dibutuhkan, tenaga yang dibutuhkan dalam pengumpulan data dan kemudahan dalam menginterpretsi data yang terkumpul.10 9
Ibid. Ibid.
10
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 129
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., Bentuk Penilaian Hasil Belajar Sains Dalam Keterampilan Proses Sains Siswa Bentuk penilaian proses sains pada siswa sekolah dasar/MI pada dasarnya terdapat tiga jenis penilaian bedasarkan tujuan dan perbedaan waktu pelaksanaanya yang pertama penilaian Diagnostik yaitu penilaian yang merupakan titik awal untuk menentukan tingkat kompetensi siswa, mengidentifikasi siapa yang telah menguasai hasil belajar yang dipersyaratkan dan menentukan siswa dalam kelompok kecil untuk pembelajaran tertentu, kedua penilaian formatif yaitu penilaian yang berlangsung selama pembelajaran berlangsung. Hasilnya digunakan untuk memonitor kemajuan belajar selama kegiatan pembelajaran dan memberikan umpan balik (feedback) secara berkesinambungan kepada siswa dan orang tua. dan ketiga penilaian sumatif adalah penilaian pada akhir unit pembelajaran yang berfungsi untuk menentukan kemajuan kompetensi hasil belajar yang dicapai siswa, landasan untuk menentukan peringkat jika diperlukan dan membuat laporan keberhasilan siswa kepada orang tua berupa raport atau transkrip nilai11 Bentuk instrumen penilaian yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan jenis keterampilan proses, misalnya dalam penilaian proses sains, sehingga bentuk instrumen yang digunakan pertama, Observasi yaitu adanya beberapa instrumen atau teknik observasi yang sering digunakan seperti checklist, rating scales, dan anecdotal record,12. Checklist (daftar cek) merupakan daftar prosedur, kegiatan, atau tingkah laku yang direkam pada situasi itu terjadi. Rating scales yaitu dengan menyiapkan prosedur yang sistematis untuk keputusan. Sedangkan Anecdotal record merupakan catatan kejadian khusus dari tingkah laku siswa dengan deskripsi nyata tetang apa yang terjadi, kepan kejadiannya, dan apa pengaruhnya pada siswa.
dalam kelas. Dengan menyiapkan waktu untuk mendiskusikan kemajuan kelas, akan dapat ditentukan bagaimana yang masih perlu pengulangan, apa kelemahan utama para siswa, dan diperlukan bagamana pengembangannya.
Ketiga, hasil karya yaitu dengan mengumpulkan hasil karya siswa seperti laporan tertulis, hasil tes, karangan, rekaman, vidio, dan sejenisnya yang merupakan cara untuk mengetahui kemajuan siswa jangka panjang. Dan lain-lain
Beberapa bentuk pernilaian yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan sains baik dilaksanakan di kelas atau di luar kelas adalah sebagai berikut: pertama, Tes tertulis. Tes ini umumnya diberikan pada saat penilaian formatif maupun sumatif yang mengungkap aspek kognitif siswa atau penialai hasil dari ulangan harian, tengah semester dan akhir semester. Bentuknya dapat berupa uraian (essay), pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau isianl jawaban singkat. Kedua, penilaian eksperimen. Penilaian ini diberikan pada saat siswa melakukan kegiatan eksperimen, pengamatan, unjuk kerja, dan kegiatan lapangan yang menunjukkan suatu prilaku atau perbuatan dalam proses pembelajaran sains peserta didik. Ketiga, penilaian sikap. Penilaian ini berkaitan dengan berbagai obyek sikap yang dilakukan siswa saat melakukan kegiatan, proses pembelajaran berlangsung atau saat diluar pembelajaran, sikap terhadap bidang studi, sikap terhadap guru, atau sikap terhadap materi pembelajaran. Keempat, penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan penilaiaun hasil karya siswa yang diperoleh dari hasil kegiatan eksperimen yang disusun secara sistematis dalam jangka waktu tertentu. tujuannya adalah untuk memantau perkembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu.13
Kedua, diskusi kelompok yatiu untuk menilai kemajuan yang dicapai B. Bloom, C. Madaus & J.T. Histing, Evaluation to Improve Learning, (New York: McGrwal Hill-Inc. 1981). 12 P.R. Burden & D.M. Byrd, Methods for Effective Teaching, 2nd ed., (Boston: MA: Allyn & Bacon, 1999). 11
130 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
13
Ibid.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 131
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., Strategi Penilain Hasil Pebelaj sains Siswa Melalui Keterampilan Proses Sains Teknik pengumpulan informasi tentang hasil belajar siswa, keterampilan, dan sikap dapat dikelompokkan dalam hal apa yang sedang dikerjakan siswa, kapan dan bgaimana informasi dikumpulkan. Siswa mungkin terlibat dalam hal: situasi kerja normal, tugas praktik khusus (termasuk tes), tugas tertulis khusus dan penilaian diri. Beberapa kriteria penilaian keterampilan proses sains adalah sebagai berikut: a) Mengamati, seornag siswa menlakukan pengamatan jika, 1. Mengenali sifat-sifat sebuah obyek misalnya: warna, bentuk, rasa, dan ukurannyadengan menggunakan alat indra, 2. Menyatakan sesuatu perbuatan pada obyek atau peristiwa, 3. Menyatakan persamaan dan perbedaan pada obyek atau peristiwa, b) Mengklasifikasi, jika seorang siswa: 1. Mengelompokkan obyek atau peristiwa berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya, 2. Menyusun peristiwa dan obyek secara logis, c) Mengukur, siswa dikatakan menguur jika: 1. Jika menggunakan alat ukur yang sesuai, 2. Menggunakan benda yang terkenal sebagai alat ukur, 3. Membuat gambargambar yang berskala, 4. Menggunakan alat teknik acak dan estimasi, 5. Mencatat data secara detail, e) Mearik kesimpulan, seorang siswa dapat menginfer jika: 1. Menginterpretasi data yang dicatat, 2. Meramalkan
penilaian yang terintegrasi dari proses belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomorik. Artinya penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap proses belajar mengajar sehingga pelaksanaanya berkesinambungan. “Tiada proses pembelajaran tanpa penilaian” hendaknya dijadikan pedoman bagi setiap guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Ketiga, agar diperoleh hasil yang bagus dalam penilaian proses sains yang objektif maka dilakukan penilaian dengan objektif dari gambaran kemampuan siswa, penilaian tersebut harus menggunakan berbagai alat penilaian yang meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomorik. Keempat, penilaian hasil belajar siswa hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian dari kegiatan belajar siswa sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian penilaian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya.15 Aplikasi Penilaian Mapel Sains Melalui Keterampilan Proses Sains
peristiwa dari data dan berhipotesis dari data, dan f) Melakukan eksprimen,
Dalam pelaksanaan proses pemebalajaran sains di sekolah berdasarkan
jika 1. Merancang sebuah penelitian, 2. Mengubah obyek untuk beberapa
karakteristik materi pelajaran sains, maka dilakukan dengan berdasarkan
ujian dan membandingkan kondisi yang diubah dengan kondisi asli.14
ruang lingkup dan metode yang digunakan dalam hal ini adalah keterampilan
Untuk tercapainya hasil belajar dalam pembelajaran sains harus
sains, penilaian diberikan dengan menggunakan alat indera untuk
meperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut: pertama, penilaian
mengamati (observe) obyek atau kejadian. Hasilya dapat dijadikan dasar
hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang dinilai,
untuk dikelompokkan (classify) apa yang diamati berdasarkan persamaan
materi, alat dan interpretasi penilaian. Sebagai patokan atau rampb-rambu
dan perbedaan ciri yang diamati. Kemudian, secara tertulis atau lisan hasil
dalam merancang penilaian adalah kurikulum yang berlaku dan buku
pengamatan disampaikan (communicate) apa yang diketahui dan dapat
pelajaran serta aktivitas atau keterampilan siswa dalam pembelajaran.
dilakukan. Untuk membedakan deskripsi hasil pengamatan pada satu obyek
Kedua, penilaian proses sains hendaknya menjadi bagian
atau kejadian maka dilakukan pengukuran (measure), yang selanjutnya
Mason, Herb, Kreterian Penilaian Keterampilan Proses Sains, Beberpa Topik Penataran Guru IPA, (Jakarta: P3TK Depdikbud, 1988).
Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdikarya, 2008), hal. 9.
14
132 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
15
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 133
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., deskripsi yang diperoleb akan menjadi dasar menarik kesimpulan sementara
bunyi, dan temperatur. Benda yang berbeda akan mempunyai ciri yang
(infer) yang tetap terbuka pada perubahan kesimpulan ketika informasi atau
berbeda pula. Melalui panca indera kita dapat mengenal karakteristik benda
data baru tersedia. Kesimpulan sementara diperoleh dapat digunakan untuk
dengan melihat, meraba, mencium, mendengar, dan mengecap.
memperkirakan (predict) kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi sebelum keadaan sesungguhnya diamati.
16
Rezba menyarankan beberapa ide cemerlang yang dapat dilakuka untuk meningkatkan minat observasi siswa dalam pembelajaran Sains.
Berdasarkan hal di atas, bahwa dalam pembelajaran sains melalui
diantararya (1) membawa obyek yang menarik untuk diamati ke dalam
keterampilan sains maka tidak boleh tidak harus menggunakan keterampilan
kelas, misalnya bunga beraneka warna, buah yang berbagai rasa atau bau,
proses sains sebagai media penilaian hasil belajar sains siswa yang meliputi
daun-daunan yang bermacam-macam bentuk, atau makanan ringan seperti
(observasi, klasifikasi, komunikasi, kuantifikasi, infrensi, dan prediksi),
kue-kue kering, (2) melakukan kegiatankcgiatan menarik seperti membuat
misalnya siswa mengamati pertumbuhan, fotosintesis dan benda-benda langit.
es krim dan memasak kue (3) setetes air dapat menjadi sangat menarik dan
Aplikasi penilaian ketrampilan proses di SD difokuskan pada kemampuan
menimbulkan berbagai pertanyaan untuk diamti lebih jauh, misalnya jika
siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sains melalui keterampilan
setetes air tersebut diletakkan pada kertas tissue atau pada kertas berlilin.
proses dasar Sains, dengan meakukan, berbagai kegiatan baik secara mandiri,
apa yang tetjadi? apa yang terjadi jika kita melihat tulisan melalui setetes
kelompok diluar kelas atau di dalam kelas, hal tersebut untuk melatih
air tersebut? dan (4) mengamati perubahan, misalnya mengamati sebatang
kemampuan siswa dalam melaksanakan ketrampilan proses sains yang
paku yang dibungkus dengan kertas tissu yang lembab, perubahan pisang
dikembangkan dalam pembeajaran Sains di sekolah dasar/MI.
yang dikupas kulitnya, dan kegiatan lain yang sejenis.17
Uraian dari aplikasi penilaian belajar siswa pada mapel sains melalui keterampilan proses sains sebagai berikut: 1.
Mengamati (Obscrvasi)
2.
Mengelompokkan (Kiasifikasi)
Untuk memahami secara menyeluruh sejumlah objek peristiwa, dan makhluk di sekeliling kita, sangat diperlukan adanya pengelompokan atau
Observasi adalah keterampilan proses dasar sains yang sangat penting
golongan yang teratur. pengelompokkan tersebut dapat dimulai dengan
untuk mengenal dunia luar yang menakjubkan. Kita mengamati setiap
mengamti persamaan, perbedaan, dan keterkaitan antara satu obyek dengan
obyek dan fenomina alam melalui pancaindera: penglihatan, penciuman,
yang lainnya. Penduduk suatu daerah dapat diklasifikasi berdasarkan
pendengaran, pengecap dan peraba. Informasi yang diperoleh akan mengarah
jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya. Ada banyak
pada sikap ingin tahu, munculnya pertanyaan dan penafsiran tentang
sistem kiasifikasi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
lingkungan sekitar yang mendorong anak untuk investigasi lebih jauh.
penggunaan “yellow page” (halaman kuning) pada koran atau tabloid tertentu,
Kemampuan mengamti adalah merupakan keterampilan proses sains yang
system Desimal Dewey untuk klasifikasi buku perpustakaan, atau pengaturan
paling dasar dan sangat penting untuk mengembangkan keterampilan proses
berbagai barang dalam supermarket, dan banyak lagi yang lainnya. Guru
sains yang lainnya seperti prediksi, klasifikasi, komonikasi dan infrensi.
dapat juga mengelompokkan siswa sesuai tingkat pengetahuan yang dimiliki.
Setiap benda mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat diamati secara saksama misalnya dari segi bentuk, ukuran, warna, bau, volume, susunan, 16
J.R. Rezba, dkk., Learning and Assessing Science Process Skills, (1995).
134 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Bahkan, klasifikasi merupakan ketrampilan proses sains yang menjadi tumpuan pembentukan konsep. 17
Ibid.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 135
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., 3.
Mengukur/Menghitung (Kuantifikasi)
Apa yang akan terjadi kemudin prediksi
Beberapa pertanyaan sering muncul datam kehidupan sehari-hari, seperti “berapa banyaknya”, “berapa jauhnya”, “berapa cepatnya”, dan bentuk-bentuk petanyaan lain yang sejenis. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dapat dijawab dengan baik dan mudah. Pengembangan keterampilan proses mengukur atau menghitung yang baik sangat efektif dalám membuat observasi kuantitatif, membandingkan dan mengelompokkan segala sesuatu di alam sekitar, dan mengkomunikasi hasil kegiatan yang telah dilakukan kepada orang lain. Sistim metrik (metric system) yang digunakan secara internasional sangat membantu dalam melakukan pengukuran, bahkan keseragaman sistim ini memberikan kemudahan dalam transaksi dan komunikasi internasional. Sistim metrik berasal dari “Systeme lnternationale d’United” (international system of units) atau sitim intemasional yang sering disingkat SI. sedangkan “metric” berasal dari ukuran dasar untuk jarak yakni meter. meter didefinisikan sebagai jarak sepersepuluh juta jarak dari ekuator ke kutub utara pada meridiam yang melewati Perancis. 4.
prediksi
Instrumen Penilaian Hasil Belajar Sains Siswa Melalui Keterampilan Proses Sains Intrumen Penilaian Keterampilan Proses Sains Untuk melakukan pengukuran hasil belajar keterampilan proses sains, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen untuk mengamati prosessains peserta didik. Soal untuk proses hasil belajar dapat berupa tes, lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai Skill peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspekaspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan kemampuan peserta didik dapat
Memperkirakan (Prediksi)
Prediksi adalab satu perkiraan apa yang akan terjadi. Kemampuan memprediksi suatu kejadian akan menjadikan seseorang berinteraksi Iebih baik dengan lingkungannya. Prediksi sangat erat kaitannya dengan observasi, klasifikasi, dan inferensi. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi yaig akurat hasil observasi. Klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dari perbedaan yang terjadi pada satu obyek atau kejadian. Para siswa perlu belajar mengajukan pertanyaan seperti, “jika hal ini terjadi apa yang akan terjadi berikutnya atau “apa yang akan terjadi jika hal ini saya lakukan?” Untuk membedakan antara observasi, inferensi, dan prediksi, perlu diingat definisi singkat ketiga ketrampilan proses ini.
diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu. Penilaian yang hasil belajar siswa berdasarkan intrumen yang dikembangkan adalah dengan menggunakan tes tulis, kegiatan ekperimen, sikap, dan pelaporan hasil kegiatan. Penilaian hasil belajar sains bertujuan untuk mengetahui aspek kompetensi siswa baik secara individu atau kelompok. Hasil belajar yang diperoleh siswa berdasarkan klasifikasi penilaian bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa pada mata pelajaran sains. Konstruksi Instrumen Penilaian Siswa Konstruksi soal dibuat sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, soal dibuat berdasarkan aspek kompetensi yang disampaikan pada mata
Informasi diperoleh melalui alat indera
obsevasi
pelajaran sains, aspek kompetensi dapat mencakup aspek kognitif, afektif
Mengapa hasil observasi seperti itu
infrensi
maupun psikomotorik. Demikian juga, bahwa menggunakan soal pada
136 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 137
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., semua kompetensi, soal untuk penilaian proses sains juga harus mengacu
spesifikasi instrumen dan Soal harus dijabarkan dari indikator dengan
pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar.
memperhatikan materi pembelajaran yang dilakukan hasil dari pengamatan
Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi 2 kompetensi
atau observasi
dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator
Pedoman penskoran
atau lebih, dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator
Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala
untuk soal proses dapat mencakup lebih dari satu kata kerja operasional.
penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja
Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal
ini selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati.
proses perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau
Untuk soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa
portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa
observasi atau skal penilaiannya sebagai berikut. 1) Mencermati soal, 2)
observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus
Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci, 3) Mengidentifikasi
mengacu pada soal atau lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang
aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci, 4)
diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/
Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik,
lembar tugas dibuat daftar periksa observasi atau skala penilaian.18
apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian, 5) Menuliskan aspek-
Berdasarkan kontruksi yang di buat, kemudian dilakukan penyusunan
aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan/ pernyataan ke dalam tabel,
kisi-kisi soal untuk mempermudah penyusunan soal berdasarkan
6) Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk
spesifikasinya. Kisi-kisi juga sebagai acuan bagi guru dalam menentukan
meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat, 7) Meminta
kriteria soal yang akan di berikan pada peserta didik baik soal dalam bentuk
orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis untuk
uraian, pilihan ganda, atau kegiatan ekperimen dan lain-lain.
meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain19.
Penyusunan Instrumen Penilaian Proses Sains berdasarkan Materi Pelajaran Instrumen Penilaian melui pendekatan keterampilan proses sains tentu akan disesuai dengan keperluan yang tidak lepas dari pada penilaian sumatif yang didasarkan adanya desain kegiatan tertentu yang dapat mengungkapkan semua jenis kegiatan proses sains yang ingin dinilai. Kemudian untuk selanjutnya dibuat beberapa soal atau perintah dan pedoman penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut. Penyusunan soal Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal proses sains adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat, menentukan Moh. Arif, Konsep Pembelajaran Sains di SD/MI, (Yogyakarta: Lingkar Media Kresindo, 2014), hal. 139.
Langkah (6) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki validitas isi tinggi, sedangkan langkah (7) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki reliabilitas tinggi. Analisis Tes Secara Kuantitatif Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Ada dua pendekatan analisis soal secara kuantitatif, yaitu pendekatan klasik (dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan program ITEMAN), dan pendekatan modern (dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan program BIGSTEPS). Pendekatan Klasik, Analisis perangkat tes secara kuantitatif menggunakan pendekatan klasik dilakukan dengan mengkaji parameter soal meliputi tingkat kesukaran, daya pembeda, distribusi jawaban, dan reliabilitas
18
138 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
19
Ibid, hal. 141.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 139
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., dengan menggunakan program ITEMAN.
antara siswa yang pandai (siswa yang mempunyai kemampuan tinggi) dengan
Tingkat Kesukaran,
siswa yang kurang pandai (siswa yang mempunyai kemampuan rendah).
Tingkat kesukaran menurut teori klasik, tingkat kesukaran dapat
Indeks daya beda dihitung atas dasar pembagian kelompok menjadi dua
dinyatakan melalui beberapa cara diantaranya (1) proporsi menjawab benar,
bagian, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok peserta tes yang
(2) skala kesukaran linear, (3) indeks Davis, dan (4) skala bivariat. Proporsi
berkemampuan tinggi dengan kelompok bawah yang merupakan kelompok
jawaban benar (p), yaitu jumlah peserta tes yang menjawab benar pada butir
peserta tes yang berkemampuan rendah. Kemampuan tinggi ditunjukkan
soal yang dianalisis dibandingkan dengan jumlah peserta tes seluruhnya
dengan perolehan skor yang tinggi dan kemampuan rendah ditunjukkan
merupakan tingkat kesukaran yang paling umum digunakan20
dengan dengan perolehan skor yang rendah. Indeks daya beda didefinisikan
Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran dengan proporsi menjawab benar adalah :
sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok bawah (Crocker & Aigina, (1986). Pembagian kelompok yang paling stabil dan sensitive serta paling ban yak digunakan adalah dengan menentukan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah.21 Daya beda butir dapat ditentukan dengan cara : (1) menggunakan indeks korelasi, (2) menggunakan indeks deskriminasi, dan (3) menggunakan indeks keselarasan item. Dari ketiga cara tersebut yang paling sering
Besarnya indeks kesukaran berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.
digunakan adalah indeks korelasi antara skor butir dengan skor totalnya.
Suatu butir yang mempunyai p = 0, artinya soal itu terlalu sukar karena tidak
Daya beda dengan cara ini sering disebut validitas internal, karena korelasi
ada peserta tes yang menjawab benar, sedangkan butir yang mempunyai
diperoleh dari dalam tes itu sendiri. Ada empat macam teknik korelasi yang
harga p = 1, artinya soal itu terlalu mudah karena semua peserta tes dapat
biasa digunakan untuk menghitung daya beda, yaitu : (1) teknik point biserial,
menjawab dengan benar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
(2) teknik biserial, (3) teknik phi, dan (4) teknik tetrachorik. Dari teknik-
semakin tinggi harga p, butir soal tersebut semakin mudah .
teknik tersebut yang paling sering dipakai adalah point biserial dan teknik
Mengetahui tingkat kesukaran dibedakan menjadi tiga kategori seperti nampak pada tabel berikut
Tabel Kategori Tingkat Kesukaran
Nilai P P>0,70 0,30≤ p≤ 0,70 P< 0,30
Katagori Mudah Sedang Sukar
Daya Beda Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan 20
Surapranata, S., Panduan Penulisan Tes..., hal. 23.
140 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
biserial. Korelasi point biserial ( rpbis) adalah korelasi product moment yang diterapkan pad a data dimana variabel-variabel yang dikorelasikan yang satu bersifat dikotomi dan yang lain bersifat non dikotomi. Variabel disebut dikotomi karena skor yang terdapat didalamnya hanya 1 dan 0, dimana soal yang benar diberi skor 1 dan soal yang salah diberi skor O. Sedangkan skor total yang diperoleh dari jumlah jawaban benar bersifat non dikotomi
Reliabilitas
Tujuan utama mengestimasi reliabilitas adalah untuk menentukan Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004). 21
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 141
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., seberapa besar variabilitas yang terjadi akibat adanya kesalahan pengukuran
kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sarna, dimana
dan seberapa besar variabilitas skor tes sebenarnya· Demikian juga
aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Pengertian
dinyatakan bahwa reliabilitas adalah suatu derajat keajegan (consistency)
relatif menunjukkan bahwa ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kedl
diantara dua buah hasil pengukuran pada objek yang sama. Definisi ini
diantara hasil pengukuran. Bila perbedaan itu besar dari waktu ke waktu,
dapat digambarkan sebagai kemampuan seorang siswa apabila dilakukan
rnaka hasil pengukuran itu tidak dapat dipercaya atau tidak reliabel.25
pengukuran akan diperoleh kemampuan yang sama walaupun penguji yang
Pendekatan modern
berbeda atau butir soal yang berbeda pula.22 Sejalan dengan Nunally (1970),
Analisis peangkat tes secara kuantitatif menggunakan pendekatan
Allen & Yen (1979), dan Anastasi (1986) dalam Surapranata menyatakan
modern dilakukan untuk mengatasi kelemahan dari pendekatan klasik. Salah
bahwa reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama
satunya menggunakan program BIGSTEPS dengan pendekatan Model rasch,
ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari
meliputi informasi yang berkaitan dengan skor yang diperoleh, estimasi
satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Sebuah tes dikatakan reliabel jika
kemampuan peserta tes, estimasi tingkat kesukaran butir, kecocokan antara
skor amatan mempunyai korelasi yang tinggi dengan skor sebenamya. Lebih
data dengan model, indeks daya beda berbagai informasi lainnya yang
lanjut dinyatakan bahwa reliabilitas merupakan koefisien korelasi antara
berkaitandengan butir dan responden
dua skor amatan yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan tes
Analisis Tes Secara Kualitatif
yang paralel
Analisis secara kualitatif dilakukan dengan penelaahan butir soal pada
23
Reliabilitas memiliki dua keajegan. Pertama adalah keajegan internal,
perangkat tes. Penelaahan secara kualitatif ini bertujuan untuk menyeleksi
yaitu tingkat sejauhmana butir soal itu homogen baik dari segi tingkat
apakah suatu soal diperkirakan akan berfungsi dengan baik atau tidak dan
kesukaran maupun bentuk soalnya. Kedua, keajegan eksternal, yakni
untuk mengetahui kehomogenan soal. Analisis kualitatif dilakukan dengan
sejauhmana skor dihasilkan tetap sama sepanjang kemampuan orag yang
menilai butir soal secara teoritis yang dikaji dari sudut pandang isi atau materi
diukur belum berubah.
tes, bahasa dan teknik penulisan soal.
24
Jika korelasi rerata antar butir soal tinggi maka reliabilitasnya juga
Telaah butir tes dilakukan terhadap aspek materi, aspek konstruksi,
tinggi. Jika korelasi rerata mendekati nol, maka internal konsistensi nol pula
dan aspek bahasa. Aspek materi berkait dengan substansi keilmuan yang
dan reliabilitasnya rendah. Terdapat beberapa teknik dan persamaan yang
ditanyakan serta tingkat berpikir yang terlibat. Aspek konstruksi berkaitan
digunakan untuk mencari reliabilitas dengan intemal consistensi ini yaitu (1)
dengan teknik penulisan soal, baik bentuk objektif, maupun yang non-
koefisien alpha, (2) Kuder-Richardson-20, (3) Kuder-Richardson-21, dan (4)
objektif. Bentuk objektif ini bisa berupa tes pilihan dan tes uraian.
teknik Hoyt. Konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran
Telaah tes secara teoritis dilakukan berdasarkan kaedah penulisan
dapat dipercaya. Artinya apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap
soal, setiap butir soal ditelaah dengan menggunakan 13 butir ktiteria masing-
22
W.A. Mehrens & L.J. Lehmann, Measurement and evaluation: An
Education and Psychology, (New York: Holt, Rinehart and winston, Inc. 1973). 23 M.J. Allen, M.J. & W.M. Yen, Introduction to Measurement Theory, (Monterey: Brooks/Cole Publishing Company, 1979). 24 Surapranata, Panduan Penulisan Tes..., hal. 24.
142 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
masing sebagai berikut : 1) Soal sesuai dengan indicator, 2) Kunci jawaban yang benar hanya Satu, 3) Semua pilihan jawaban logis, 4) Rumusan soal Azwar S., Tes prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), hal. 23. 25
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 143
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., jelas, 5) Tidak ada petunjuk pada jawaban yang benar, 6) Tidak menggunakan
tingkat sekolah terutama teman sejawat yang mengajar mata pelajaran yang
jawaban yang negatif ganda, 7) Semua pilihan jawaban parallel, 8) Panjang
sarna. Bisa terjadi suatu mata pelajaran termasuk sulit karena mata pelajaran
kalimat jawaban sama atau hamper sama, 9) Tidak menggunkan pilihan
pendukung tidak atau kurang berperan.
jawaban semua salah atau semua benar, 10) Jawaban dalam bentuk angka
Setiap pengukuran selalu mengandung kesalahan. Sumber kesalahan
yang diurutkan, 11) Gambar atau grafik dapat dibaca dengan jelas, 12)
pengukuran diantaranya adalah pada penentuan materi ujian, pihak yang
Menggunakan tatabahasa yang baku, dan 13) Mengunakan bahasa yang
diukur, pihak yang mengukur, dan lingkungan. Variasi kesehatan fisik
komunikatif.26
dan emosi orang selalu bervariasi dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi
Kualitas butir tes juga dilihat dari tingkat berpikir yang diperlukan
kesalahan pada pihak yang diukur, disarankan banyak melakukan
dalam mengerjakaan soal. Apabila digunakan taksonomi ranah kognitif
pengukuran, sedangkan untuk mengatasi kesalahan pada pihak yang
menurut Bloom, maka sebaiknya soal lebih banyak pada aspek pemahaman,
mengukur, ia harus dilatih agar mampu menyusun alat ukur dengan baik
aplikasi, dan analisis. Untuk membuat soal tingkat ini tidak mudah, karena
dan mampu menyelenggarakan pengukuran dengan kondisi yang standar.
aplikasi yang dimaksud adalah yang belum diajarkan, namun konsepnya
Pengukuran dalam bentuk tes ini bisa berupa kuis mingguan, tes blok, tes
sudah diajarkan. Oleh karena itu disarankan penyiapan soal harus dilakukan
tengah semester, dan tes akhir semester.
secara bertahap, misalnya setiap selesai mengajar disiapkan soal untuk suatu
Kesalahan pada subjek yang mengukur sering disebabkan bias atau
konsep tertentu. Kelemahan yang sering terjadi adalah lebih banyak soal yang
subjektivitas dalam melakukan pengukuran dan penilaian. Bias berarti mereka
menanyakan tentang hafalan saja. Selain itu, sering waktu yang disediakan
memiliki kemampuan sama tetapi hasil tes tidak sama. Untuk mengatasi hal
untuk mengerjakan soal ujian tidak cukup. Perlu diingat bahwa tes yang
tersebut, soal tes harus benar-benar ditelaah dan dianalis. Selain itu, perlu
digunakan pada dasarnya adalah tes kemampuan bukan tes kecepatan.
disediakan pedoman penyekoran dan penilaian agarnya lebih objektif.
Butir soal yang memenuhi persyaratan dari aspek materi, konstruksi,
Kerapian tulisan, disiplin, dan ranah afektif lainnya sering terlibat
dan bahasa dapat digunakan untuk ujian. Selanjutnya hasil ujian ini dianalisis
di dalamnya. Pada dasarnya pengukuran dilakukan terhadap satu dimensi,
lagi untuk mengetahui konsep atau tema yang sulit dipahami peserta didik,
ada dimensi kognitif, dimensi psikomotor, dan dimensi afektif. Mengingat
dan kemudian ditindak lanjuti dengan remedi, yaitu menjelaskan kembali
pengetesan pada dasarnya mengukur satu dimensi, yaitu kemampuan peserta
tentang konsep atau teori yang kurang dipahami peserta didik.
didik dalam suatu mata pelajaran, maka komponen kerapian tulisan tidak
Ketidaktercapaian dalam penguasan suatu konsep atau tema dalam
dinilai. Apabila ingin mengukur kemampuan peserta didik dalam beberapa
kemampuan dasar bisa disebabkan kemampuan peserta didik yang rendah,
dimensi, seperti dimensi kemampuan berpikir, keterampilan mengerjakan
kemampuan pendidik dalam memilih media, termasuk metode mengajar atau
tugas, dan disiplin keuletan, maka ketiga dimensi itu harus diukur sendiri-
pembelajaran, atau kemungkinan bahan ajar yang tergolong sulit. Setelah
sendiri dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk profil peserta didik dalam tiga
ujian, semua pendidik harus memiliki informasi tentang kemampuan dasar
dimensi tersebut.
yang sulit dipahami peserta didik. Informasi ini selanjutnya dibicarakan di
Setelah butir-butir soal ditelaah maka langkah selanjutnya dalam pengembangan tes adalah mengumpulkan data empiris melalui pengujian. Uji
Djemari Mardapi, Penyusunan Tes Hasil Belajar, (Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. 2008), hal. 157. 26
144 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
coba dapat dilakukan untuk butir-butir soal yang akan diujikan dalam skala TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 145
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian...
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., luas, seperti ujian tingkat regional atau nasional dan hasilnya dimasukkan ke dalam bank soal. Untuk soal buatan pendidik yang digunakan di kelas, uji coba tes tidak perlu dilakukan. Analisis butir soal dapat dilakukan setelah tes digunakan. Apabila hal ini sering dilakukan, kemampuan pendidik dalam membuat tes yang baik akan tercapai.
kegunaan, baik bagi peserta didik, satuan pendidikan, ataupun bagi pendidik sendiri. Secara rinci dapat dijelaskan manfaat penilaian, yaitu: 1) Mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke Kompetensi Dasar, 2) Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik, 3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, 4) Mendorong peserta didik belajar/berlatih, 4) Mendorong pendidik untuk mengajar dan mendidik lebih baik, 5) Mengetahui keberhasilan satuan pendidikan dan mendorongnya untuk berkarya lebih terfokus dan terarah. Contoh analisis hasil tes dapat dilihat pada tabel berikut. Jenis Sekolah
: Sekolah dasar /Madrasah Ibtidaiyah
Mata Pelajaran
: Sains
Kelas/Semester
: V/II
Jenis ujian
: Ulangan Harian
1. Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan
tidaklah jauh berbeda dengan proses mata pelajaran yang lain, akan tetapi tergantung bagaimana pemaksilan pengunaan media partisipasi siswa, Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses sains, akan memberikan
Penilaian yang diselenggarakan oleh pendidik mempunyai banyak
Kompetensi Dasar
Pada dasarnya pengembangan instrumen penilaian proses sains
guru dan lingkungan masayarakat dalam proses belajar siswa disekolah.
Analisis Hasil Penilaian
Nama Peserta didik
Penutup
dampak positif, karena kita ketahui bahwa dalam pengemabagan instrumen penilaian proses sains, siswa di ajak langsung untuk melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomina alam atau fenomina yang terjadi di lingkungan kita. Inilah dibutuhkan optimalisasi dan partisipasi sema lapisan sekolah guna dapat memberikan kemudahan dalam melakukan pengembangan penilaian proses sains di sekolah dasar, tanpa adanya partisipasi dan keterlibatan siswa dalam pengamati dan melihat kejadian-kejadian disekitar kita, maka akan mengalami kesulitan bagi guru atau calon guru untuk melakukan penilaian proses. Oleh karena itu, seharusnyalah memberikan peluang yang besar bagi siswa untuk secara langsung melakukan dan mengembangkan kemampuan baik secara individu, maupun kelompok dalam proses sains.
: Abdul Hakim
Jumlah butir yang diujikan
Jumlah butir yang betul
Persentase keberhasilan
Penguasaan
Keterangan
10
8
60
)*BL
Menguasai aspek keterampilan dalam proses pembentukan tanah karena pelapukan masih belum betul secara sempurnah.sebab tidak disebutkan pelapukan .secara fisika
146 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 147
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
Moh. Arif: Pengembangan Instrumen Penilaian..., DAFTAR PUSTAKA Abruscato, Josep, Theacing Childern Sceince, Boston: Allyn and bacon, 1992. Allen, M.J. & W.M.Yen, Introduction to Measurement Theory, Monterey: Brooks/Cole Publishing Company, 1979. Arif, Moh., Konsep Pembelajaran Sains di SD/MI, Yogyakarta: Lingkar Media Kresindo, 2014. Azwar, S., Tes prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996. Bloom, B., dkk., Evaluation to Improve Learning, New York: McGrwal Hill-Inc., 1981. Bundu, Patta, Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains SD, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Burden, P. R. & D.M. Byrd, Methods for Effective Teaching, (2nd ed.) Boston, MA: Allyn & Bacon, 1999. Mardapi, Djemari (2008) Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Mason, Herb, Kreterian Penilaian Keterampilan Proses Sains, Beberapa Topik Penataran Guru IPA, Jakarta: P3TK Depdikbud, 1998. Mehrens, W.A. & Lehmann, I.J (1973). Measurement and evaluation: An education and psychology. New York: Holt, Rinehart and winston, Inc. Nana Sujana, (2008). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdikarya. Rezba, J.R., dkk.,Learning and Assessing Science Process Skills, 1995. Semiawan, Conny, dkk., Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan Sepanjang Zaman, Jakarta: Teraju, 2005. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009 Sumaji, dkk., Pendidikan Sains Yang Humanistis,Yogyakarta: Penerbit Kaninus, 1998. Surapranata, S., Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. ------------------, Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. http:// www.sekolahdasar.net 148 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
KRITIK ATAS KURIKULUM DAN BUKU AJAR BAHASA ARAB SD/MI KELAS VI Muhammad Mahfud Ridwan AIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung E-mail:
[email protected]
Abstract: The curriculum is an important element in education. Derived from the Latin word curir which means runners; and curere which means the place encouraged. Technically, the curriculum means that the distance that must be taken by the runner. In the context of education, the curriculum is an ‘arena’ learn to master certain subjects. Textbooks are one of the means to reach the finish line set curriculum. Quality curriculum and textbooks are good and supported by competent teachers will produce a quality education. This short article containing criticism of kurikulun and textbooks Arabic Class VI SD / MI. Kata Kunci: Kurikulum, Buku Ajar, Bahasa Arab Kelas VI SD?MI
Pendahuluan Pendidikan merupakan usaha secara sadar untuk membantu manusia dalam mengembangkan diri sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan. Tujuannya mengantarkan peserta didik menuju perubahan–perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial supaya dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Problem utama pendidikan di negeri ini terletak pada mutu yang rendah pada hampir setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dan terus dilakukan, mulai dari berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru; penyempurnaan kurikulum secara periodik; perbaikan sarana dan prasarana pendidikan; sampai dengan TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 149
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun, indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Perbaikan dalam dunia pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas serta kemajuan suatu bangsa. Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan implementasi kurikulum. Tujuannya agar peserta didik mencapai mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.1 Dalam kegiatan belajar mengajar terjadi proses interaksi-aktif yang melibatkan pendidik, peserta didik, dan sumber belajar dalam lingkungan belajar.2 Media pengajaran dapat mempercepat proses belajar siswa dalam pembelajaran. Buku ajar termasuk salah satu media yang mendukung dalam suatu proses pembelajaran dan sarana pokok untuk belajar. Biasanya, buku disusun oleh pakar dalam bidangnya; digunakan pada jenjang tertentu dan dilengkapi dengan sarana pelajaran. Buku mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan media belajar lainnya. Buku lebih mudah digunakan, mudah didapat, relatif murah harganya, tahan lama atau tidak mudah rusak, bisa dibaca dan mudah dibawa kemana–mana, menyajikan bermacam–macam informasi, dan menambah ilmu pengetahuan. Buku ajar yang berkualitas disesuaikan dengan standar kurikulum yang berlaku, terutama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.3 Namun, materi buku ajar menuntut relevansi dengan tuntutan
gunung es betapa buku ajar dibuat dengan sekadarnya. Kurikulum: Sekilas Pengertian dan Urgensi Secara bahasa kurikulum berasal dari bahasa Yunani currere yang berarti jarak tempuh lari. Dalam olah raga lari tentunya ada jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari dia memulai start sampai dia mencapai finish. Jarak tempuh inilah yang disebut currere. Dalam bahasa Inggris menjadi curriculum. Istilah ini kemudian mulai digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam pendidikan, kurikulum merupakan unsur yang penting. Tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya kurikulum yang baik. Mengingat pentingnya kurikulum, maka kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua orang yang terlibat dalam pendidikan. Sebab, kurikulum memandu pelaksanaan pembelajaran. Substansi kurikulum tidak lepas dari tiga komponen dasar. Yaitu, asumsi yang dibangun tentang pendidikan, pendekatan konseptual-empiris-politis dalam melaksanakan asumsi tersebut, dan kemasan yang digunakan untuk mewadahi asumsi hingga pendekatan, baik bersifat terang-terangan (overt) maupun tersembunyi(hidden), dalam tataran implementasi. 4 Beragam pengertian kurikulum yang ada menurut para ahli sebagai berikut: 1.
Proses (1946) mengatakan bahwa kurikulum adalah segala
kurikulum; harus relevan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan
pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang
tingkat pendidikan tertentu dan harus relevan dengan tingkat perkembangan
diperoleh anak di sekolah. Kurikulum mencakup pengetahuan,
dan karakteristik siswa yang akan menggunakan buku ajar tersebut. Kasus
kecakapan, kebiasaan-kebiasan, sikap, apresiasi, cita–cita, norma–
buku ajar yang tidak relevan dengan kurikulum sekaligus bermuatan pornografi seperti bacaan tentang “istri simpanan” merupakan fenomena
Alice Miel dalam bukunya Changing the Curriculum: a Social
norma, pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah. 2.
J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam bukunya
Nana Sudjana, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2007),
Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956)
Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar, (Malang: UIN Press, 2005), hal. 2 3 J. Mursell dan S. Nasution, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Bumi. Aksara, 1999), hal. 8.
Akh. Muzakki, “Butuh Sekolah dan Butuh Kurikulum”, Jawa Pos, 9 Desember 2015.
1
hal. 1.
mengatakan bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah
2
150 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
4
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 151
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas,
menyesuaikan diri dan dapat menghadapi berbagai situasi
di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.
kehidupan”.
Kurikulum juga meliputi kegiatan ekstrakurikuler. 3.
susunan pengalaman yang digunakan guru sebagai proses dan
School Curriculum (1965) mengartikan kurikulum sebagai semua
prosedur untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan.
Willam B. Ragan dalam bukunya Modern Elementary Curriculum
untuk mencapai tujuan pendidikannya. 12.
pernyataan tentang tujuan – tujuan pendidikan yang bersifat umum
bawah tanggung jawab sekolah.
dan khusus ,dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan
B. Othanel Smith,W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores mengartikan
suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar”. 13.
kurikulum adalah seluruh hasil belajar yang direncanakan dan
dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
merupakan tanggung jawab sekolah.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam bukunya Secondary
14.
Michael Schiro (1978) mengartikan kurikulum adalah sebagai
School Improvement (1973) mengartikan kurikulum meliputi
proses pengembangan anak didik yang diharapkan terjadi dan
metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan
digunakan dalam perencanaan pengajaran
15.
mengenai waktu, jumlah ruangan, serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Hermana Somantrie mendefisikan kurikulum adalah sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Franklin Bobbit (1918) mengemukakan bahwa “kurikulum adalah susunan pengalaman belajar terarah yang digunakan oleh sekolah untuk membentangkan kemampuan individual anak didik. 9.
James Popham dan Eva Baker( 1970) mengatakan bahwa
dapat diberikan pada anak dan pemuda agar mereka dapat berpikir
penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal– hal struktural
8.
Hilda Taba (1962) mengatakan bahwa “kurikulum adalah
dan kehidupan dalam sekolah yakni segala pengalaman anak di
seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan
7.
Ralph Tyler (1957) menegaskan bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah
kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara pontensial
6.
11.
tanggung jawab sekolah. (1966) mengatakan bahwa kurikulum meliputi seluruh program
5.
Hollins Caswel (1935) menyatakan bahwa kurikulum adalah
Harold B. Albertycs dalam bukunya Reorganizing the High kegiatan baik di dalam maupun diluar kelas yang berada dibawah
4.
10.
Harold Rugg (1927) juga mengemukakan pandangannya mengenai pengertian kurikulum, yang berpendapat “kurikulun sebagai suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimum bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan agar dapat
152 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Oemar Hamalik “Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah”.5 Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Undang-Undang RI no 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1 No: 19 yang menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”.6
Beberapa definis tersebut, sekalipun berbeda-beda, terdapat benang merah bahwa kurikulum adalah suatu bahan tertulis yang berisi tentang Oemar Hamalik, Pembinaan Pengembangan Kurikulum (Bandung : Pustaka Martina, 1978), hal. 2. 6 Depdiknas, UU RI No: 20 thn 2003 tentang SISDIKNAS, (Jakarta: Depdiknas, 2003). 5
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 153
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun dan yang digunakan dalam melaksanakan pengajaran. Pendidikan membutuhkan kurikulum agar pendidikan berjalan dalam koridor yang ditentukan, dan terencana. Standar Kompetensi Bahasa Arab di SDI / MI Kelas Enam Setiap mata pelajar mempunyai standar kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Standar kompetensi ditetapkan berdasarkan asumsi kemampuan peserta didik, kompleksitas, dan daya dukung. Pemerintah menetapkan standar kompetensi untuk materi kelas enam madrasah ibtidaiyyah semester satu meliputi penguasaan materi empat maharoh meliputi mendengar, berbicara, membaca dan menulis dengan tema األفعال اليومية،الساعةdan menggunakan pola kalimat+ فعل أمر/فعل مضارع مفعول به. Adapun untuk semeseter dua meliputi penguasaan empat maharoh mendengar, berbicara, membaca dan menulis dengan tema ،الواجب المنزلي الرحلةdan menggunakan pola kalimat مفعول به+ فاعل+ فعل ماض. Menurut penulis standar isi yang ditentukan pemerintah perlu ditinjau ulang, oleh karena itu pada poin D penulis berusaha menganilis standar isi diatas. Untuk lebih jelasnya penulis paparkan setandar kompetensi dan kompetensi dasar pelajaran bahasa Arab semeseter satu dan dua sesuai dengan standar isi sekolah dasar sebagai berikut: Kelas VI Semester 1
STANDAR KOMPETENSI Menyimak .1 Memahami informasi lisan melalui kegiatan mendengarkan dalam bentuk paparan atau dialoq tentang kegiatan .sehari-hari
.No KOMPETENSI DASAR 1.1 Mengidentifikasi bunyi huruf hijaiyah dan ujaran ( kata, kalimat ) tentang األفعال اليومية،الساعة 1.2 Memukan makna atau gagasan dari wacana lisan sederhana tentang األفعال اليومية،الساعة
154 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Berbicara .2
2.1 Melakukan dialog sederhana tentang Mengungkapkan األفعال اليومية،الساعة informasi secara lisan 2.2 Menyampaikan informasi dalam bentuk paparan secara lisan dalam atau dialoq tentang kalimat sederhana .kegiatan sehari-hari tentang األفعال اليومية،الساعة 3.1 Melafalkan huruf Membaca .3 hijaiyah, kata, kalimat dan wacana tertulis Memahami wacana tentang tertulis dalam bentuk األفعال اليومية،الساعة paparan atau dialog 3.2 Menemukan makna, tentang tentang kegiatan gagasan atau ide wacana .sehari-hari tertulis tentang األفعال اليومية،الساعة 4.1 Menyusun kalimat dan Menulis .4 membuat karangan Menuliskan kata, sederhana tentang ungkapan, dan teks األفعال اليومية،الساعة fungsional pendek sederhana tentang Tema-tema tersebut diatas tentang kegiatan sehari- menggunakan pola kalimat .hari yang meliputi مفعول به+ فعل أمر/فعل مضارع Kelas VI Semester 2 STANDAR KOMPETENSI No.
KOMPETENSI DASAR
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 155
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., 5. Menyimak
5.1
Mengidentifikasi bunyi huruf hijaiyah
sebuah pendidikan. Apalagi, menurut Chekley yang dikutip oleh Tim Penilai
Memahami informasi
dan ujaran ( kata, kalimat ) tentang
Buku Ajar Direktorat PAIS buku sebenarnya juga bisa jadi untuk melakukan
lisan melalui kegiatan m e n d e n g a r k a n d a l a m 5.2
الرحلة،الواجب المنزلي Memukan makna atau gagasan dari
mengeksplorasi lebih dalam topik-topik yang dibahas dalam buku tersebut.
bentuk paparan atau dialoq
wacana lisan sederhana tentang
Untuk itu diperlukan suatu sinergi bagaimana guru dapat menghasilkan buku
tentang kegiatan yang telah
الرحلة،الواجب المنزلي
yang bukan hanya mencerdaskan, namun juga mencerahkan dan menggugah
dilakukan 6. Berbicara
“jalan pintas” (by pass) dalam peningkatan mutu pendidikan apabila dapat
nalar dan spiritual untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Kita sering 6.1
Melakukan dialog sederhana tentang
menyamakan antara cerdas dengan intelligent, padahal buku yang perlukan bukan hanya melulu untuk membuat orang cerdas. Yang diperlukan saat ini
secara lisan dalam bentuk 6.2
الرحلة،الواجب المنزلي Menyampaikan informasi secara lisan
paparan atau dialoq
dalam kalimat sederhana tentang
harus mindful textbook.7
tentang kegiatan yang telah
الرحلة،الواجب المنزلي
Mengungkapkan informasi
Buku yang mindful adalah buku yang memberi banyak perspektif bagi anak untuk berpikir yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Selain
dilakukan 7. Membaca
dan ke depan adalah buku yang bukan hanya intelligent textbook, melainkan
7.1
Melafalkan huruf hijaiyah, kata,
itu buku tersebut juga dapat mengaitkan persepsi lingkungan yang dihadapi
Memahami wacana tertulis
kalimat dan wacana tertulis tentang
anak dan mendorong anak mampu mempersepsi solusi yang mungkin
dalam bentuk paparan atau dialog tentang kegiatan 7.2
الرحلة،الواجب المنزلي Menemukan makna, gagasan atau ide
menjadi a novel situation, situasi yang senantiasa baru. Ini membuat para
yang telah dilakukan
wacana tertulis tentang
guru maupun siswa akan senantiasa merasa tercerahkan dengan situasi dan tantangan-tantangan baru yang menggoda nalar untuk selalu memperbaharui
8. Menulis
الرحلة،الواجب المنزلي Menyusun kalimat dan membuat
cara pandang kita terhadap situasi yang dirasakan atau diamati di lingkungan
Menuliskan kata, ungkapan,
karangan sederhana tentang
kita. Dan ini tentunya tidak mudah, sekalipun bukan mustahil.
dan teks fungsional pendek sederhana tentang kegiatan
الرحلة،الواجب المنزلي Tema-tema tersebut diatas menggunakan pola
sebuah buku yang cocok dengan seleranya, ia akan tenggelam ke dalam lautan
yang telah dilakukan
kalimat yang meliputi
gagasan, pikiran, dan pengalaman penulisnya.8 Dalam pengamatan Bahrul
مفعول به+ فاعل+ فعل ماض
Hayat yang dikutip oleh tim penilai buku ajar dalam Pedoman Penilaian
8.1
penting untuk anak. Untuk agama, hal ini menjadi penting karena situasi ini
Buku ibarat lautan yang seolah tak bertepi. Saat seseorang membaca
Buku Ajar, mengatakan bahwa textbook yang baik adalah textbook yang Kelebihan Dan Kekurangan Buku Ajar Bahasa Arab Kelas VI Sebelum membahas mengenai kelebihan dan kekurangan buku ajar bahasa arab kelas enam penulis akan sampaikan kualitas buku ajar yang baik. Buku ajar sesungguhnya merupakan media yang sangat penting dan strategis dalam pendidikan. Ia adalah penafsir pertama dan utama dari visi dan misi 156 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
mindful, yang menggoda otak kita untuk berfikir dengan nalar yang dinamis. Menurutnya, Ciri-ciri buku yang baik adalah sebagai berikut : Tim Penilai Buku Ajar, Pedoman Penilaian Buku Ajar, (Jakarta : Departemen Agama Direktorat PAIS). 8 Bambang Trim, Menjadi Powerful Da’i dengan Menulis Buku, (Bandung: Qolbu, 2006), hal. xiv. 7
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 157
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., Pertama, textbook harus meaningful. Ketika seorang anak membaca
pada dunia sekolah kita sehingga setiap sekolah dapat menyiapkan dunia
sebuah buku pelajaran, maka anak dipastikan akan dapat menangkap pesan
akademiknya dengan mandiri sesuai dengan kebutuhan dan tantangannya.
dan makna yang terkandung. Jangan sampai membaca lima halaman buku,
Sebagai salah satu indikator adalah, apabila guru-guru sekolah tersebut dapat
namun tidak mendapat sense apa-apa. Sebuah buku yang baik harus mampu
menyiapkan bahan pembelajarannya sendiri. Namun demikian, keterlibatan
menjadikan anak bisa tahu makna dan hasil yang diharapkan.
kalangan penerbit dalam menyiapkan buku-buku juga patut didukung,
Kedua, buku yang baik harus mengandung aspek motivational to learn dan motivational to unlearn. Ketika membaca sebuah buku pelajaran, anak
sehingga guru-guru mempunyai bahan yang memadai untuk mereka dalam menyiapkan bahan pembelajaran.
akan termotivasi untuk belajar tanpa harus dipaksakan oleh guru. Karena
Di antara ahli lain yang menetapkan buku ajar yang baik adalah Greene
buku adalah medium belajar, maka dia juga harus memuat motivational to
dan Petty yang dikutip oleh Tarigan. Kedua ahli ini menetapkan 10 (sepuluh)
unlearn. Ketika sesuatu dipersepsi secara salah, maka buku pelajaran juga
kriteria buku ajar yang baik. Kriteria itu sebagai berikut :
harus bicara salah. Buku harus berperan untuk mencopot hal-hal yang salah.
1.
yang memakainya.
Banyak pendapat umum yang beredar selama ini yang salah, dan buku harus mengatakan ini salah. Dengan begitu anak tidak lagi bertanya mana yang
2. 3.
buku yang mendorong anak untuk memiliki atensi, perhatian, terhadap apa yang dia pelajari. Ini memang sulit. Tetapi ketika membaca Kho Ping Hoo
4. 5.
Isi buku ajar haruslah berhubungan erat dengan pelajaranpelajaran lainnya, lebih baik lagi kalau dapat didukung dengan
Keempat, buku pelajaran harus bisa self study. Karena peran guru di
perencanaan, sehinga semuanya merupakan kebulatan yang utuh
kelas juga terbatas, maka buku harus bisa membantu atau mengisi kelemahan
dan terpadu. 6.
Buku ajar haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitasaktivitas pribadi para siswa yang mempergunakannya.
para siswa akan terbiasa untuk mengembangkan pola belajar yang mandiri. Kelima, buku yang baik juga harus punya makna untuk menemukan
Buku ajar seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
terus mengikuti apa yang akan disampaikan penulis.
ini. Kalau buku-buku dikembangkan secara luas dengan self study, maka
Buku ajar itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.
atau Harry Potter misalnya, orang akan sulit untuk berhenti. Ada apa? Magnet attentive dimana penulis berhasil menanamkan kepada pembaca agar pembaca
Buku ajar itu haruslah memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.
benar dan mana yang salah. Ketiga, buku yang baik harus keep attentive. Buku yang baik adalah
Buku ajar itu haruslah menarik minat anak-anak, yaitu para siswa
7.
Buku ajar harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-
nilai dan etika yang relevan dengan kehidupan kekinian dan moral yang
konsep yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat
berlaku. Tanpa hal ini, maka anak-anak akan menemukan hal-hal yang
membingungkan para siswa yang menggunakannya.
kontradiktif dalam dirinya. Kita harus saling melihat seluruh komponen
8.
Buku ajar harus mempunyai sudut pandang atau point of view
pendidikan itu menyatu dan mengarah pada pembentukan karakter dan
yang jelas dan tegas sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut
akhlak mulia ini.
pandang para pemakainya yang setia.
Dengan kondisi tersebut maka diperlukan suatu buku yang memadai 158 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 159
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
9.
Buku ajar harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa.
waktu tertentu.10 Suharsimi Arikunto yang dikutip Pupuh Fathurrohman mengatakan
9
bahwa materi atau bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di
Kesepuluh kriteria di atas harus diupayakan penemuannya oleh
dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah
penulis buku ajar. Di samping itu, penulisan buku ajar perlu memperhatikan
yang diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik. Karena itu pula, guru
kesesuaiannya dengan standar isi dan mengarah kepada tujuan pendidikan,
khususnya, atau pengembangan kurikulum umumnya, harus memikirkan
baik tujuan nasional, institusional, maupun tujuan instruksional.
sejauh mana bahan-bahan atau topik yang tertera dalam silabus berkaitan
10.
Buku ajar harus dapat menghargai pribadi-pribadi para siswa.
Dalam buku Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia, menjelaskan kriteria buku ajar yang dianggap baik paling tidak memenuhi delapan kriteria sebagai berikut : Organisasi dan Sistematika Pengertian organisasi mengandung arti susunan (atau cara bersusun) sesuatu yang terdiri atas komponen atau topik dengan tujuan tertentu, sedangkan sistematika mengandung arti kaidah atau aturan dalam buku ajar yang harus diikuti. Sebuah buku ajar berisi berbagai informasi yang disusun sedemikian rupa sehingga buku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi tujuan pembuatan buku ajar tersebut. Organisasi buku ajar sebaiknya memenuhi semua komponen pembelajaran yang dibuat secara terpadu antara pendekatan komunikatif dan kontekstual (CTL). Keterampilan berbahasa dan bersastra, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis harus diurut sesuai dengan tingkat kesulitan dan keterkaitan antara topik yang satu dengan yang lainnya. Kesesuaian isi dengan kurikulum, Maslow, sebagaimana dikutip dari Sudirman dan dikutip lagi oleh Pupuh Fathurrahman berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila suatu itu terkait dengan kebutuhannya. Jadi, bahan pelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik di masa depan. Sebab, minat peserta didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai dengan kebutuhannya.11 Materi merupakan medium untuk mencapai tujuan pengajaran yang dikonsumsi oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Bahan ajar/materi yang diterima anak didik harus mampu merespon setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan. Selain ketentuan di atas, ada juga ketentuan lain yang tidak bisa diabaikan oleh buku ajar, yaitu: •
Tujuan pembelajaran
•
Program pembelajaran
•
Alokasi waktu, dan
•
Pendekatan pembelajaran
Tujuan pembelajaran mengarahkan ke mana sebuah pembelajaran. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka pengajaran akan berpoli arah tak menentu. Tujuan tidak tercapai atau malah tidak dapat diukur ketercapaianya. Penyebutan pembelajaran itu pada dasarnya menyuratkan adanya tujuan. Program pembelajaran juga amat penting untuk disajikan dalam buku ajar. Menurut Crow & Crow yang dikutip oleh Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa buku termasuk salah satu dari alat-alat pengajaran
dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik dalam jangka Pupuh Fathurrohman & M Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar : Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hal. 14. 11 Ibid. 10
9
hal. 20.
Tarigan, Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia, (Bandung : Angkasa. 1993),
160 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 161
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
atau pembelajaran.12 Penyusunan program sebenarnya dilakukan agar
untuk menghindari kesulitan menangkap maksud yang ingin disampaikan
tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Tidak adanya program
atau sebaliknya menimbulkan kebosanan pada siswa.
pembelajaran akan bermuara pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Demikian pula dengan alokasi waktu, juga sangat menentukan tercapainya tujuan. Tidak efisien dalam mengalokasikan waktu akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Mungkin terlalu cepat selesai sehingga banyak materi yang terlalu cepat dibahas, mungkin juga harus menambah banyak waktu tambahan karena terlalu terlena dengan materi yang disukai guru. Akhirnya pendekatan pun sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Pendekatan kognitif menjadikan siswa memahami bahan ajar sebatas pengetahuannya saja, sedangkan pendekatan keterampilan proses lebih melibatkan unsur kreativitas siswa untuk mencari lebih banyak informasi yang terdapat dalam buku ajar itu. Kesesuaian Pengembangan Materi dengan Tema/Topik Materi-materi pembelajaran dalam buku ajar dikembangkan oleh penulisnya dengan memperhatikan topik-topik pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Tujuan pengembangan materi adalah agar materi-materi pembelajaran mudah dicerna oleh pemakai buku, yaitu siswa. Dengan dasar pijak alur penyusunan tersebut, penilaian terhadap buku ajar juga harus diarahkan pada kriteria sesuai tidaknya pengembangan materi dengan tema/topik. Perkembangan Kognitif
Pemakaian/Penggunaan Bahasa Bahasa adalah alat komunikasi.13 Dalam kaitan dengan pemakaian bahasa, buku ajar harus memenuhi kriteria pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan zaman dimaksud adalah perkembangan penggunaan bahasa Indonesia dalam buku ajar baik sebagai kutipan maupun bahasa tulis (pemakaian bahasa Indonesia saat ini). Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia dan situasi dan kondisi (konteks) komunikasi. Kriteria bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut : 1) siapa yang mengajarkan, 2) siapa yang menerima ajaran, 3) apa yang diajarkan, 4) kapan diajarkan, 5) di mana diajarkan, dan 6) melalui medium apa diajarkan. Keserasian Ilustrasi dengan Wacana/Teks Bacaan Agar buku ajar menarik bagi siswa, buku ajar harus selalu disertai dengan ilustrai atau gambar. Di samping untuk tujuan menarik perhatian, ilustrasi atau gambar di dalam buku ajar juga mempunyai kegunaan lain, yaitu untuk mempermudah pemahaman dan untuk merangsang pembelajaran secara komunikatif. Supaya kehadiran gambar di dalam buku ajar dapat berfungsi secara optimal, pemilihan dan peletakan gambar harus disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana.
Perkembangan kognitif siswa juga perlu dipertimbangan dalam
Teks bacaan atau wacana harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi
penulisan dan pemilihan buku ajar. Jadi untuk dapat memanfaatkan materi-
atau gambar yang dicantumkan berkenaan dengan teks bacaan tersebut.
materi pembelajaran yang menunjang kemampuan siswa, sebaiknya memilih
Kaitan itu tidak cukup hanya dengan informasi-informasi yang ada di dalam
materi yang memiliki tingkat kesulitan sedikit di atas rata-rata pada saat
buku suatu teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan utama
proses pembelajaran. Namun demikian, variasi materi tetap diutamakan
di dalam teks bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman
12 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta : Andi Offset, 1993), hal. 95
13 Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti, Cara Menulis Kreatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 3
162 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 163
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., ilustrasi juga akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran
jauh dari penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan yang berkali-kali adalah
dan tema/topik yang telah ditetapkan.
rusaknya sistem nilai yang dianut oleh masyarakat atau kebudayaan. Paling
Segi Moral/Akhlak Moral atau akhlak juga merupakan kriteria penilaian buku ajar. Buku ajar PAI SMK, sebagaimana buku ajar lainnya, harus mempertimbangkan segi moral/akhlak. Hal ini penting karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat memelihara kerukunan umat beragama, yang sangat memperhatikan aspek-aspek moral dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Kalau begitu, faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan aspek akhlak yang harus dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar atau penilaian isi buku ajar saat ini yang telah digunakan di sekolah. Faktorfaktor tersebut meliputi pertama, sifat-sifat baik seperti kejujuran, sifat amanah (terpercaya), keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik, kesopanan, ketaatan beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/ mengasihi sesama makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan sebagainya. Kedua, hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan sesuatu yang dapat membangkitkan sifat-sifat buruk seperti kecurangan, pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran, kejahilan, kekerasan, keberingasan, permusuhan, kekejian, kemalasan, sering berbohong, dan sebagainya. Idiom Tabu Kedaerahan Kriteria terakhir dalam penilaian buku ajar adalah apakah terdapat idiom tabu kedaerahan? Idiom adalah bahasa dan dialek yang khas menandai suatu bangsa/daerah, suku, kelompok, dan lain-lain, sedangkan tabu adalah sesuatu yang terlarang atau dianggap suci, tidak boleh diraba dan sebagai (pantangan atau larangan). Idiom tabu adalah suatu bahasa atau dialek yang khas dimiliki oleh suatu daerah dan dianggap suci/baik serta tidak boleh dipermainkan. Akibat sesaat yang ditimbulkan oleh penyebutan idiom-idiom tabu kedaerahan adalah rasa risih, jijik, atau kesan tidak sopan. Akibat yang lebih 164 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
tidak penyebutan itu dapat mempengaruhi perkembangan psikhis siswa secara negatif. Setiap buku matapelajaran terbitan dari suatu percetakan, pastinya tidaklah luput dari kekurangan-kekurangan yang menyertainya, meskipun tidak menafikan jika tiap percetakan memiliki kelebihan masing-masing dalam mengeluarkan buku-bukunya. Kekurangan kekurangan yang terdapat pada buku cetakan biasanya akan direvisi tiap lima tahun sekali, hal ini yang mungkin perlu menjadi perhatian kita semua kususnya bagi para pendidik. Karena kesalahan-kesalahan dalam proses pencetakan suatu buku akan berakibat fatal jika tidak segera diperbaiki. Efektifitas dan Relevansi Buku Ajar Bahasa Arab Kelas VI Menurut kamus besar bahasa Indonesia online relavansi adalah hubungan, kaitan setiap mata pelajaran yang ada dengan keseluruahan tujuan pendidikan14. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu perlu ada kriteria pola organisasi kurikulum yang efektif.15 Kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif menurut Tyler adalah: Berkesinambungan (continuity) Yaitu adanya pengulangan kembali unsur-unsur utama kurikulum secara vertikal. Sebagai contoh, jika dalam pelajaran Bahasa pengembangan keterampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses 20-05-14 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36ayat (3) 14 15
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 165
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., maka latihan membaca perlu dilakukan secara terus menerus atau
6.
berkesinambungan. Dengan demikian keterampilan murid dalam membaca dapat berkembang secara efektif melalui pelajaran di sekolah. Berurutan (sequence) Yaitu isi kurikulum diorganisasi dengan cara mengurutkan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasan yang dimiliki. Sebagai contoh, keterampilan membaca dengan adanya kurikulum resmi seorang guru diharapkan dapat merumuskan bahan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian, fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di sekolah. Keterpaduan (integration) Menurut penulis ada beberapa buka Bahasa arab terbitan salah satu penerbit khususnya kelas enam jika kita sinkronkan dengan kurikulum yang ada sangat tidak relevan. Karena sebagaimana yang telah kita bahas pada bab empat buku yang bersangkutan masih banyak memiliki kekurangan yang perlu direvisi ulang. Menurut kamus besar bahasa indonesia online efektif adalah (1) ada efeknya (2) manjur atau mujarab (3) dapat membawa hasil; berhasil guna; (4) mulai berlaku 16 Buku dikatakan efektif jika: 1.
Substansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik.
2.
Materi dalam buku mencakup paling tidak memberikan penjelasan secara lengkap antara lain tentang definisi, klasifikasi, prosedur, perbandingan, rangkuman dan sebagainya.
3.
Padat pengetahuan dan memiliki sekuensi yang jelas secara keilmuan.
4.
Kebenaran materi dapat dipertanggungjawabkan.
5.
Kalimat yang disajikan singkat, jelas.
16
Ibid.
166 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Penampilan fisik bukunya menarik/menimbulkan motivasi untuk membaca.
7.
Buku dapat dibeli di toko-toko buku, kalau buku berbahasa asing dapat dipesan melalui internet.
Disisi lain menurut penulis kurikulum bahasa arab saat ini juga perlu ditinjau ulang, kususnya kelas enam. Karena bertentangan dengan kaidahkaedah yang ada. Sehingga hal ini menyebabkan sulitnya penyampaian materi bagi pendidik dan sulitnya pemahaman bagi peserta didik. Diantara dari keganjilan kurikulum saat ini adalah pendahuluan dalam pembahasan fi’il mudlori’ dari pada fi’il madli. Hal ini jelas bertentangan dengan kaedah nahwiyyah yang ada, diantaranya sebagaimana yang di tuliskan oleh syikh mustofa al ghulayani dalam kitabnya “jami’uddurus” yakni bahwasannya fi’il amar dicetak dari fi’il mudlori’, dan mudlori’ tercetak dari fi’il madli. Dengan tambahan huruf mudloroah di depannya.17 Hal ini memperjelas bahwasannya sudah seyogyanya pembahasan fi’il madli itu didahulukan dari pada fi’il mudlori’. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan dalam kitab Fath alKhabir. Penulis menerangkan urutan tahsrif fi’il dan pengertiannya sebagai berikut: 1. Shighot Fi’il madhi Fi’il madhi ialah lafadz yang menunjukan makna hadast (pekerjaan, sifat atau warna) serta diiringi dengan zaman madli (masa lampau). Jadi kalimat ini diucapkan setelah selesainya melakukan suatu pekerjaan. Contohnya seperti lafadz (كتب زيدzaid sudah menulis) jadi pekerjaan menulis ini sudah dilakukan oleh zaid sebelum zaid mengkhabarkanya. Didalam tashrif fi’il madhi didahulukan dari pada fi’il mudhori’ dikarenakan: •
Fi’il madhi itu mempunyai zaman yang sudah lampau atau zaman madhi sedangkang fi’il mudhori’ itu mengandung zaman hal atau
Syaikh al Mustofa Al Ghulayani, Jami’ al-Durus al-‘Arobiyyah, (Beirut:Darul Kitab Al Ilmiyah, 2005), hal. 156 17
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 167
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., zaman istiqbal ( zaman sekarang atau zaman yang akan dating) •
Secara harfiyah fi’il mudhori’ itu hurufnya lebih banyak dari pada fi’il madhi sehingga fi’il madli didahulukan dari fi’il mudhori’
2. Shighot Fi’il mudhori’
4. Masdhar Mim Yaitu masdhar yang didahului dengan mim tambahan selainya wazan seperti lafadz مضرب 5. Isim Fa’il
Fi’il mudhori’ ialah lafadz yang menunjukan makna hadast (pekerjaan,
Yaitu lafadz yang menunujakan makna orang yang melakukan
sifat atau warna) serta diiringi dengan zaman yang sedang dilakukan sekarang
pekerjaan atau dalam bahasa Indonesia sering dikenal dengan istilah Subjek.
atau zaman yang akan dilakukan. Seperti lafadz :
Seperti lafadz ضاربorang yang memukul
يأكل زيد االن: zaid sedang makan
Didalam tashrif isim fa’il didahulukan dari pada isim maf’ul
يرجع زيد غدا: zaid akan kembali besok
dikarenakan setiap fi’il (pekerjaan) pasti membutuhkan fa’il (pelaku) namun
Kenapa fi’il mudhori’ itu dinamakan mudhori’ yang bermakna serupa?
belum tentu membutuhkan maf’ul.
Karena fi’il mudhori’ itu sama dengan isim fa’il didalam segi mati dan hidupnya huruf. Seperti lafadz Fi’il mudhori’ ص ُر ُ يَ ْنsedang menolong
6. Isim Maf’ul Yaitu lafadz yang menunjukan makna orang/perkara yang dikenai
Isim fa’il ص ٌر ِ َ ناorang yang menolong
pekerjaan (objek) seperti lafadz مضروبorang yang dipukul
Pengertian zaman hal dan zaman istiqbal
7. Fi’il Amar
•
Zaman Hal, Yaitu waktu yang tersusun mulai dari akhirnya zaman madhi sampai awalnya zaman istiqbal, yang terletak diantara keduanya
•
Zaman istiqbal, Yaitu waktu yang wujudnya setelah waktu yang kamu lakukan tanpa mencakup akhirnya zaman madhi. Dalam fi’il mudhori’ fa’ fi’ilnya disukun agar tidak berkumpul empat harokat secara berturut-turut.
3. Isim Masdhar Isim mashdar ialah bentukkalimat yang dapatmenunjukkanmaknahadats (pekerjaan, sifatatauwarna) tidak disertai dengan salah satu zaman. Jadiperbedaan yang mendasariantaramasdardanfiilterdapatpadamasa/zaman. seperti lafadz ضرب menolong
YaitulafadzyangmenunjukanmaknaperintahSeperti lafadzاضرب pukulah 8. Fi’il Nahi Yaitu lafadz yabg menunjukan makna larangan melakukan pekerjaan. Seperti lafadz ال تضربjangan pukul 9. Isim Zaman Yaitu lafadz yang menunjukan makna waktunya melakukan pekerjaanSeperti lafadz َمضربwaktuya mukul 10. Isim Makan Yaitu lafadz yang menunjukan makna tempatnya melakukan pekerjaanSeperti lafadz َمضربtempatnya mukul Didalam tashrif isim zaman dan makan itu sama didalam wazannya
168 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 169
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., karena keduanya sama musytaq (dicetak) dari fi’il mudhori’.18 Penutup Kurikulum dan buku ajar yang baik akan membuat ketercapaian kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Hal itu tampaknya belum terpenuhi dalam kurikulum dan buku ajar bahasa Arab SD/MI kelas VI yang diterbitkan CV Mia Surabaya. Maka, perbaikan kurikulum dan buku ajar tidak bisa dikesampingkan. Ini demi meningkatnya kualitas pendidikan Islam.
18
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum..., DAFTAR PUSTAKA Arifin, Mulyati. Strategi Belajar Mengajar. Malang: UIN Press, 2005 Al Ghulayani, Syaikh al Mustofa. Jami’ al-Durus al-‘Arobiyyah. Beirut: Darul, Kitab Al Ilmiyah, 2005 Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta : Andi Offset, 1993 Depdiknas, UU RI No: 20 thn 2003 tentang SISDIKNAS. Jakarta: Depdiknas, 2003 Hamalik, Oemar . Pembinaan Pengembangan Kurikulum . Bandung : Pustaka Martina, 1978 Jabrohim, Chairul Anwar, dan Suminto A. Sayuti, Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. Muzakki, Akh. “Butuh Sekolah dan Butuh Kurikulum” Jawa Pos, 9 Desember 2015. Mursell, J dan S. Nasution, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Bumi. Aksara, 1999), hlm. 8. Sudjana, Nana. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007 Tim Penilai Buku Ajar. Pedoman Penilaian Buku Ajar. Jakarta : Departemen Agama Direktorat PAIS Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Trim, Bambang. Menjadi Powerful Da’i dengan Menulis Buku. Bandung : Qolbu, 2006
Ibid, hal. 65.
170 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 171
M. Mahfud Ridan: Kritik atas Kurikulum...,
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values
APPLICATION OF HUMANISTIC VALUES IN ISLAMIC EDUCATION; THE CHALLENGES OF HUMAN POTENTIALS IN MODERN ERA Naufal Ahmad Rijalul Alam The Department of Islamic Education, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
[email protected] Abstract: Education is a medium to change the characteristic of human beings to reach their perfection. In Islam, the ultimate goal of education is to uphold humanistic values thare embedded in every individual. This article attempts to analyse the application of Islamic concept of education by putting emphasis on the process of humanization. It is argued that the function of education is not only to provide cognitive knowledge for students, but also to introduce to the students humanistic values and principles. Humanitzation in Islamic education means that students are taught how to develop good character and personality. This is the challenge of development and progress in all lines of life that produces some of the social changes are large and comprehensive on human life and lead to social change. Education is charged on the human values of self learners Humanistic values that are embedded in Islamic education include: religious values, togetherness, and partnership. Keywords: Humanization, Humanistic Values, and Islamic education.
Introduction The discussion about Islamic education is essentially a dialogue about a completely human, the human as well as executive education and the object of education in other side. Human beings are multidimensional, not only human beings as subjects theologically who has the potential self in developping a pattern of life, it’s also become the object of a whole wide 172 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 173
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values......
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values set up to recognize patterns of values widely, whereas eventually they was
and forms of activity and creativity. Based from the thesis, the implementation of education must contain
able to examine the attitudes and behavior itself against the symptoms of
many aspects of human and religious values. Refer to the opinion of
socio-economic, political and cultural society. Its all in order to find ways to
Nurcholish Madjid, that human values has not conflict with religious values
improve the social imbalance, by means of its own humane method, which
and religious values is impossible contrary to human values . In reality, the
prioritizes the cooperation between educators and students and between
education system just focus and giving more pressure on the teaching of
theory and practice are taught in life.
1
science, lack of attention to social problems learners. Whereas education means as well as the process of socialization, that is to say education is expected to form a social man who can get along with our fellow human beings in spite of differences in religion, ethnicity, that certainly consistent with religious values. Today, education provided to the students more dominant to make themselves tends to be more individual than socializing with their environment. The products of education was often only measured by external changes, either the physical or material progress which could increase the satisfaction of human needs. The products of education changed, transforms to produce intelligent and skilled man, that unfortunately didn’t have a concern and feelings of fellow human beings, cause of disappearance of humanist values obtained from the child’s learning process. Islam most highly emphasizes the education to “humanize learners” in the real sense. Bustani A. Gani and Zainal Abidin, in a book written by Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Education and Madrasah Hassan Al-Banna2 explained that Islamic Education was understood by educate person holistic, intellect and heart, also spiritual and physical, character and skill. In the development of human thingking, the important was not achieving the maximum, but optimal, by directing potential of the human mind to the good. Making the
Theory of The Study This article using three philosophy theories, namely: pragmatism, progressivism and eksistensisalisme3. The main idea of pragmatism in education is to maintain the continuity of knowledge of the activity that is intentionally changing environment4. Education is a life and democratic learning environment that makes everyone participates in the decisionmaking process in accordance reality of society. As for the idea, progressivism was influenced by pragmatism that emphasizes the freedom of self-actualization for students to be creative. These ideas emphasize the needs and interests of the child. Children must actively build up the experience of life. Learn not only from books and teachers, but also from the experience of life5. Basic orientation progressivism theory is its attention to children as learners in education. Theory of existentialism emphasizes the uniqueness of individual children rather than progressivism which tend to understand the child in a social unit. Child as a unique individual. This view of the uniqueness of the individual is to deliver humanist circles to emphasize education as a quest for personal meaning in human existence. Education serves to help individuals to become human selfhood free and responsible vote. Human
human more wises must be equipped with humanizing behavior. By mastering language well and an introduce good literature, art, and history, the children Siswanto Masruri, Humanitarianisme Soedjatmoko; Visi Kemanusiaan Kontemporer, (Yogyakarta: Pilar Humanika, 2005), p. 14. 2 Yusuf Al-Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), p. 39. 1
174 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
George R. Knight, Issues and Alternatives in Educational Philosophy, (Michigan: Andews University Press, 1982), p. 82. 4 John Dewey, Democracy and Education, (New York: The Free Press, 1966), p. 344. 5 Knight, Issues and Alternatives…, p. 82. 3
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 175
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values......
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values
freedom is a pressure existentialists.6 With these freedoms learners will be
In other words, education is the process of humanization, in the sense of
able to actualize its full potential.
treating the potential of a person to be more humane.11 Humanization of the elements in the overall education means education that reflects the integrity
The Relation between Humanization and Islamic Education According to KBBI 7, humanization means humanizing or the cultivation of a sense of humanity. It is equal with humanization that derived from the Latin means ancients “humanus humane”, cultured and refined. The humanities values issues related to value us as homo humanus or cultured human. While the humanist in KBBI defined; 1) those who yearn and struggle for the realization of a better social life, based on the principles of humanity; a servant of the interests of human beings; 2) adherents of an understanding which is considers the human as the most important objects.
8
Islamic education attempts to educate and teach Islamic values embodied in in order to become a way of life for humans.9 Thus, humanization in Islamic education seeks to instill Islamic values towards the human nature through education. Education cannot be separated from its objectives, which is discusses the properties of origin (nature) of man in Islam perspectives, because in humans itself that aspired to something instilled by education.
of the human being and to help people become more humane. The concept of education more emphasis on students personality development than teach certain skills in using in types of work.12 It can be argued that the humanization put human completely, learners are able to examine their own attitudes and behavior of the symptoms that occur in the vicinity. Education is able to answer basic things about human existence and the universe requires role and responsibilities of them. Here, the people are required to participate in finding and developing the values of life and cultural norms.13 The process in Islamic education intends to construct human beings who have a true humanitarian commitment, human beings have consciousness, freedom, and responsibility as an individual human being, but not lifted from factual truth that he lives in the community. Further, moral responsibility to the environment, devote himself for the benefit of society.14 The Human in Islamic Worldview
Education also aims to improve the quality of life, both as individuals and as a group in society. According to al-Ghazali views, the purpose of education is an approach to Allah, without any feeling of pride and superiority.
10
In ancient Greek culture, education is illustrated as the processing of farm land where are the seeds can grow well and produce fruit. Education is a concerted effort to humanize the man, shaping the character that they become personally virtuous, respectable from their intellectual culture. Nel Noddings, Philosophy of Education, (Oxford: Westview, 1998), p.59 and 61; Knight, Issues and Alternatives..., p. 73 and 87. 7 Tim Penyusun Kamus Dan Pengembangan Bahasa, (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), p. 561. 8 Ibid. 9 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), p. 30. 10 Tasirun Sulaiman (ed.), Dasar-Dasar Pendidikan Islam, (Ponorogo: Pusat Studi Ilmu dan Amal, 1991), p. 2.
The Basic Concepts of Human Human are pedagogic creatures endowed by Allah who had useful potential for achieving both physical and spiritual perfection. To achieve them perfection, people are required to get along with others and the universe that is constantly changing, so it can adapt to the environment and sustain
6
176 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Bambang Sugiharto, Humanisme dan Humaniora: Relevansinya Bagi Pendidikan, (Yogyakarta: Jalasutra,2008), p. 343. 12 Thaha Mahmud, Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora: Dialog Antarperadaban: Islam, Barat, Dan Jawa, Jakarta: Teraju, 2008), p. 128. 13 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, p. 179. 14 Baharuddin dan Makin, Pendidikan Humanistik; Konsep, Teori, dan Aplikasi dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007), p. 23. 11
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 177
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values...... life. Attempts to find herself is called by “learning.”15 Humans are creatures that most stores various mysteries viewed from any side, both in the nature, behavior and potential, which is more interesting
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values the land and in the oceans, we give them rizqi of good things and we were exaggerating their perfect excess over many we have created.” (Al-Isra`: 70).
to study and never expire as long as people are still ending in the world.
Third, human are caliph on earth. According to Islamic views, human
Although humans are able to mobilize all the attention as well as the ability
is a personal or individual, family, formed friendships, and a servant of Allah.
to know him, the man is only able to know a part of him. In fact, people
Also human are natural preserver around, the representative of Allah, on the
do not understand his existence, which is known to only a certain part. A
face of this earth. This view comes from the word of Allah: “Remember when the Lord told the angel; Behold, I am about to make a vicegerent on earth.” (Baqarah: 20)
Prophetic tradition states that anyone who knows the human self (nafs), he will know the Lord (Rabb). First, the multidimensional human beings; and secondly, to be able to understand the multidimensional self that requires a
Fourth, human had a responsible. As a consequence, Allah gives notch
person to achieve a level of insan kamil or a perfect man. Thus, one would
equipment and tools necessary human, its mean human are also required to
not understand him unless commensurate with the level of humanity.16
take responsibility for what Allah did. Allah says:
According to Hanna Djumhana Bastaman, there are at least three 17
things that are specifically marked Islamic insight about human beings: First, the Qur’an gives high respect for human dignity with the nickname of honor as Khalifatu Fil Ard (Baqarah: 30). Secondly, human nature is sacred and faithful. Third, the Qur’an states the existence of the human spirit in addition to the body and soul. This spirit existed before humans are born, as long as he lived, and after he died. Islam views the human from the six; first, human as a servant of Allah. The purpose of Allah made man on the earth is for people to serve Allah or be a servant of Allah, as the man who always obey on command. Allah says: “And I did not create the jinn and mankind except that they may serve Me.” (Adh-Dzariyat: 56). Second, human as a noble creature. Allah created human as a receiver and executor of his teaching, because the man placed in a glorious position, Allah says: “And verily we have honored the children of Adam, we lift them in Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), p.1. Baharuddin dan Makin, Pendidikan Humanistik...p. 25. 17 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), p. 76. 15 16
178 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
“And verily, you will be asked about what ever you do.” (An-Nahl: 93) Fifth, human are user and custodian of natural preservation. Allah has given man-completeness completeness of such potential physically and mentally and religion that are not owned by other living beings. So people are given the burden of the task of maintaining, utilizing and preserving the natural surroundings. That is the task of man on earth to maintain and manage the universe. Allah says: Meaning: “It is Allah, who created all what on earth for you.” (Baqarah: 29) Sixth, human beings should and can be educated. Humans are a creature of Allah who was since it birth has brought the potential to be educate. That’s as one of the most fundamental characteristics of the profile and image of man. Human have the potential that causes him to have the title of being the most noble. Potential gift of Allah is the nature, the form or shape of the container that can be filled with a variety of abilities and skills. This disposition is not happen by other creatures. The involvement of human who are always in need of education is a reflection of the effort for them to be creatures cultured, because technically, TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 179
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values......
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values
the purpose of education is to cultivate or nurture man being cultured. Man
the infinite reality. Human potential has always wanted to put forward as
is the most perfect creature, able to maintain its perfection so that not the
human nature, but is often hampered by environmental occupied. Nature
same as other creatures, such as animals that are not rational beings.
is meant here is the same with the nature mentioned in the Hadith narrated
Fitrah As Basic Humans One of the important human dimensions assessed in relation to the educational process is nature. Education is essentially a human activity and efforts to foster and develop their personal potential in order to grow optimally.18 Etymologically, nature means clean and pure. Hasan Langgulung19 describes nature as a good potential. It is based on an analysis of the hadith of the Prophet: All children are born in a state of nature. Then parents that cause children to be Jews, Christians or Zoroastrians. (HR. Muslim). According to him, the sense of making the Jewish, Christian or Zoroastrian could significantly had a misleading. Mother and father (natural surroundings or environment) has been damaging and misleading nature of the sacred origin and should thrive in either direction. In Arabic “nature” that means holy or good nature. Allah says: “So facing your face with a straight to the religion of Allah; (still above) the nature of Allah that has been created man in the nature. no amendment in the nature of Allah. (That’s) straight religion; but most people do not know.”(Ar-Rum: 30).
by Bukhari-Muslim above, namely the potential to become a Muslim not become idolatrous. View of nature in Islam represents an explanation of the convergence theory pioneered by William Stern, who believes that nature and the environment together determine the development of the human personality. The development of human personality is the result of cooperation between internal factors (heredity) and external factors (environmental factors), including education.20 Islamic education experts generally confirms this theory, basing his view on the message of the Qur’an beside ordered believing their destiny, humans do endeavor to change his fate. As Allah says: Meaning: “Indeed, Allah will not change the state of a people so that they change the existing situation on themselves.” (Qur’an, Ar Ra’d: 11) Justification convergence theory is also based on a hadith of the Prophet narrated by Muslim, as stated above, which explains that a human child born in a clean state (fitrah), the father of his mother (surroundings) that cause children to be not pure. Al Ghazali defines nature as a human nature from birth to have the privilege as follows: 1) believe in Allah, 2) the ability and willingness to accept the kindness and heredity or the basic ability to receive education
The verse can be understood that what is mean by “nature” is a creation
and instruction, 3) the impulse to know, to look for the essence truth, 4) a
of Allah, that man has been given by Allah is good potential, but the potential
biological dimension, either lust or instinct, and 5) other forces and human
itself is useless if it is not used (exploited). Islam views that human basically
qualities that can be developed and refined.21
have the nature of a good character, and always wanted to go back to the real truth and be reunited to Allah. This is the concept of human nature in Islam, which believes the existence of Allah as Allah the creator as well as Baharuddin dan Makin, Pendidikan Humanistik..., p. 39. Hasan Langgulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985), p. 214. 18 19
180 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Human Dignity As the most beautiful and highest creatures, human encourage to progress and develop. Therefore, humans must determine and change their Baharuddin dan Makin, Pendidikan Humanistik..., p. 42. Zainuddin, et.al., Seluk-Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, (Bumi Aksara, Jakarta, 1991), p. 66-67. 20 21
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 181
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values...... own destiny, to live with pleasure and happiness, or the havoc and misery.
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values Human Potential
To achieve all this, there are symptoms of fundamental existence and human
Human have two characters at once, so with these two characters;
either individually or in groups, namely: First, the similarities and individual
good and evil. Good and evil of human are caused by piety and crime of
differences. This fact can be seen where people with each other at the same
his owns soul. In this case, Allah inspired the two potentials simultaneously
time there is a difference equation. In terms of similarities, they require
against human are good (taqwa) and evil (fujur), as set forth in His Word: “And the soul as well as the improvement (creation), then Allah revealed to the soul of the (way) wickedness and piety.” (QS. As-Shams, 7-8).
food and beverages as well as fresh air, require a pleasure and happiness, and so on. On the other hand, the differences found in every human are physical appearance. The quality of the difference was very simple. In fact,
Therefore, humans need a good education to develop the good potential
if it traced and compared with other, it will look a thousand and one more
and eliminate the evil potential in order not implemented into life. The human
subtle differences. This brief illustration has implications instructive that in
soul tends to the good works and the things that are good all-round human
a process of education, it is natural that found individual differences, which
nature. The existence of two tendencies, humans should be able to choose
in reviews of psychology known as differential terminology individuals.22
between the options facing the world. This raises the idea of freedom and
Secondly, everyone needs others. Nobody obtain a pleasant and happy
human responsibility. Freedom for choose and be responsible, and bear
if there never was a role someone else against him. A baby who is born into
the consequences of his choices. Human are creatures who have a mind
the world needs another person so that he can continue to live and develop
(ratio) that it can make their choice, and not difficult to explain that he had
being a human.
a consciousness which is based on feelings.
Third, life requires rules. Human life’s on earth is not random and
Conscious means, actively understand, which in itself there is a
arbitrary, but follow certain rules. In certain community, everyone always
potential intellective (power understand) and the potential for selective
bound by what is called a social contract, which is a set of rules or traditions
(selecting) that has the breadth and perfect freedom of other living creatures.
which agreed to implement. To follow rules that apply even have to pay
Although the freedom of human beings to will, to keep in mind that humans
attention to the condition and situation of the parties concerned. All rules
also have limitations that must be addressed wisely. Islam strongly recognizes
and regulations were basically aimed to achieve human happiness itself, both
human freedom, because freedom can human beings develop aware of the
individually and in groups.
good and evil that always surrounds his life and should know how to react.
Fourth, the life of the world and the hereafter were not merely mortal life on earth, but also reach out to the life in the hereafter. More human aware
Humanistic Values in Islamic Education
of his links to Allah, the consciousness that will ultimately dying the human,
Education, theoretically contain a definition of “feed” the soul of the
both individuals and groups. Humanitarian activities, both daily and long-
students to get spiritual satisfaction. It is often interpreted by growing basic
term, given a color that is not just today alone, but reaching far into the future.
human ability.23 To be directed to the growth in accordance with the teachings of Islam, the proceeds through the Islamic educational system, institution and curricular system. The essence of dynamic potential in every human sits H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekata Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2003), p. 22. 23
22
Baharuddin dan Makin, Pendidikan Humanistik..., p. 54.
182 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 183
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values......
in faith or belief, science, morality (morality) and experience. The fourth potential is becoming essential functional purpose of Islamic education and became the focal point of the circle of Islam to the educational process to achieve the ultimate goal of education, the adult human or a Muslim believer, muhsin, and muhlisin muttaqin. Al-Ghazali argued, that education is a process of humanizing mankind since time it happened until the end of his life through a range of science presented in the form of teaching gradually, where the teaching process is the responsibility of parents and society towards approaches to Allah so that it becomes a perfect human.24 With the education, people can understand and interpret the environment it faces, so they was able to create a high civilization in his life. As described by Noor Sham in Hanun Asrohah:25 “With education, human should be cultured, and with the educational process, human down to a level of personality development in order to be creative and productive in creating culture. Technically, the education is to cultivate human or human foster that culture .“ The basics of Islamic education, principally laid on the basics of Islam
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values
social wealth for human life. The Challenges in Modern Era Education cannot be separated again by humans. Education is a series of processes towards human perfection in living his life in this world and hereafter. Humanistic education is absolutely human position as creative actors who also have the freedom to think for translating an accepted science or in a free Islamic education interpret their own source of authentic Islamic teachings in the Qur’an and Sunnah.27 Today, where the human live in modern era, human was given the freedom to choose being a human who is really going to reach perfection with its potential or even otherwise being a human who will be the losers in life, live their lives with no real peace of life. Islamic education itself aims to humanize human, in the sense that humans will be back with the nature of events became caliph in the earth and going back to the creator with perfection as a perfect human. Based form three learning outcomes; cognitive, psychomotor, and affective, sometime people just considered cognitive and psychomotor, while more basic as the realm of affective neglected.
and the entire culture device. The basics of formation and development of
Further, many people become smart and big for his intelligence, but
Islamic education is first and foremost of course is the Qur’an and Sunnah.
the intelligence was used to perform actions incompatible with the nature
Qur’an provides a very important principle for education, which is a tribute
of creation. This is where the importance of humanization that much to do
to the human mind, scientific guidance, not against human nature, and
with personality or values of humanity. Every human being is able to know
to maintain social needs. The other basic of Islamic education is social
and realize that life is a “process of becoming”, “process of change” and
values that do not conflict with the teachings of the Qur’an and Sunnah on
“evolving process.”28 J. Drost see education must begin with respect for the
the principle of bringing expediency and keep the risk for humans. On this
freedom, rights and powers of individuals. This effort means assisting young
basis, the Islamic education can be placed in a sociological framework, in
people to share their lives with others in order to be able to understand and
addition to being a means of transmitting cultural inheritance of positive
appreciate that theirs most valuable are human respects. Thus, education and
26
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1998), p. 56. 25 Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam..., p. 2. 26 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), p. 196-206. 24
184 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
teaching in schools trying to change young people views on themselves and Abdul Munir Mulkan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002), p. 50. 28 Ibid, p.93. 27
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 185
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values......
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values
other creatures, systems and structures of the community in which he resides.29
social dynamics, and demands the development of nature are more likely
With humanization, students can develop and enrich his personality as
to live a harmonious patterns between worldly and hereafter, as well as the
a huma, because education is a restraint towards wisdom. One of behavior
ability of learning inspired by the mission of the Caliphate and servitude.
of humanistic in educational environments is social freedom of the child
Humanistic values rooted in human creation. Human beings are
will increase. Terminology social freedom means that social freedom was
created dynamically as the humans continuously evolve and change over
essentially limited nature, because humans are social beings. Humans
time. Human values are also experiencing growth and change. Humanistic
have to live with others essentially each human has a personality and the
values that change with the time change. Change means shifting, the shift
independence of the space. However, these freedoms are positive-constructive
from one stage to the stage to another, from one level to get to the next level.
dimension values education, not freedom according to the learners. For
Humanist values embodied in Islamic education there are three,
freedom in their perspective could be infinite freedom. In this case, the students had been free to educate themselves so they can find what happened with them. Provide freedom may lead to discipline that manifests from within the individual, not the discipline of artificial born by outside influence for fear of the various rules and sanctions. Humanization of Islamic education has always stressed on the development potential or nature which is according to Al Ghazali; first, being closer to Allah by self-consciousness. Second, exploring and developing human potential through education. Third, realizing human professionalism as acaliph. Fourth, creating human with has noble morality and the sanctity of life. Fifth, causing people to be more humane in develop human qualities.30 Humanistic Values In Islamic Education Education and humanization are two interrelated entities. Education is always related to the themes and problems of humanity. That is, education was organized in order to provide opportunities for recognition of the degree of humanity.31 In Islam, education paradigm used is between anthropocentric and theocentric compound. The process of human moral development based
namely: Religious values Religious life is a real manifestation of the necessity of existence and the presence of human beings as creatures, creatures of Allah. In diversity, human declares him creature properties are always in need and depend on Al Khaliq, which manifested itself in the attitude aslama, namely the submission and act of submission to Allah32. Religious relations are capable of delivering the culprits toward increasing awareness believe in God, that there is no Allah except Allah. These are universal human values form of servitude Muslims worldwide. Religious values must contain at least five things: the dimensions of belief (ideological), the dimensions of worship (ritualistic), appreciation (experiential), practice (consequential), and the dimensions of knowledge (intellectual). Here urgency why the religious aspect (hablun min Allah) by itself is a fundamental aspect not only for the development of spiritual values and morals, but at the same time for the formation of personality and even the improvement of human life.
on Islamic values that dialogue to the demands of Allah, the demands of Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Relitas Sosial, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2007), p.16. 30 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan…p. 60. 31 Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), p. 4. 29
186 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Mohammad Irfan dan Mastuki HS., Teologi Pendidikan: Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,2000), p. 111. 32
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 187
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values...... Togetherness value
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values anthropocentris theocentris essentially anthropocentris realize prosperity.
Logical continuation of a relationship with Allah is the ideology of
Humanity apart from the sense of divinity will make man human idolize.
human equality. The first view that underlies the relationship between man
The true meaning of humanity itself lies in being with divinity. Likewise
is coming from the same people (Qur’an, 2: 213), has the same position and
sense of divinity will not acquire a sublime meaning if not accompanied by
the same cosmic responsibility anyway (the unity of humanity). However,
a sense of humanity.
behind the idea of the oneness of humanity, Islam does not downplay and even acknowledge the fact existential plurality of mankind. Mankind is one compound at a time; one in difference and variety in unity.33 The second view, as a consequence first glance, the position of Islam and human dignity on an equal footing and equal for all. Without equality, functions and responsibilities of the cosmic man will be disturbed and suffered abuses. Allah teaches, to strengthen the dignity of humanity, people are encouraged to establish kinship relationships and communication with others. The nature of this relationship is based on a humanitarian commitment, not because interests tend more mundane. Allah expressly forbids human relationships are hierarchical and vertical, because this kind of relationship will cause negative excess for humanity. First, the relationship as it would give birth to souls stunted, the behavior robotic only following orders by ignoring the sensitivity of conscience and the power of reason. The second excesses, and vertical hierarchical relationship will only strengthen the “pyramid of mankind” wellshaped feudalism, capitalism, socialism, anarchism, and authoritarianism that rewards people based on their social status. To concrete manifestation of this relationship is a widespread pattern of ‘pyramid of human casualties’ in the form of oppression, persecution, acts of discrimination, and other forms of denial of human values. Dimensions theocentris (hablun min Allâh) and anthropocentris (hablun min al-nas) is a two-dimensional like two sides of a coin. One’s piety to Allah it is not considered to be sufficient if not accompanied by piety to fellow human beings and other creatures. Thus, the dimensions and dimension 33
Mohammad Irfan dan Mastuki HS., Teologi Pendidikan…, p. 116.
188 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Partnership Values An understanding of living together with other human beings bring to a better understanding about the nature of existence, both of which are point starting to understand the basic concepts and objectives of Islamic education. The philosophy of nature and man in Islam is based on the principle of divinity that is functional, in the sense that Allah is Rabb and Khaliq; Rab Al-’Alamin, Khalaq Al-Insan. The basic aim is the creation of the universe by Allah as a source of lessons for humans to learn. Seen from this creation, man’s relationship with nature is essentially a relationship as fellow creatures (partnership). Between nature and man are in the same position as creatures (creatures) of Allah. However, humans are given special concessions in touch with nature.34 Man’s relationship with nature is the relationship manage, prosper, preserve, and make the best use. This relationship requires adequate knowledge so that nature contributes to the fulfillment of human needs. In this context, humans are commanded to act according to moral rules, that nature is not something ready-made (ready for use), an advance which is prepared to humans. Conversely, the use of nature in addition to the long-term interests also requires knowledge of the workings and rules that exist in it. Conclusion Education is a means to transform them into human beings toward perfection. View of humanization in Islamic education is closely related to the human values that exist in human beings. Humanist education seeks to 34
Ibid, p. 126.
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 189
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values...... address the problems of humanity that has been happening. Its function is not merely imparting knowledge that is cognitive, but also invites appreciate, understand, and explore the various forms of human expression with a variety of dimensions. The application of humanization values in Islamic education is basically to raise awareness that human beings cannot stand alone in their lives. It’s mean that humans require cooperation with others. The basic concept aims to bring humanness in self-learners. Basically, good educator always teaches participants to always have the soul of humanity in the development of his personality. Humanist values embodied in Islamic education in this modern era, namely: a) the value of Religiosity Vertical, b) the value of Togetherness, c) the value of the Partnership.
190 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values BIBILIOGRAPHY Al-Qardhawy, Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekata Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999. Baharuddin, dan Makin, Pendidikan Humanistik; Konsep, Teori, dan Aplikasi dalam Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007. Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi Dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Danim, Sudarwan, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Dardiri, H.A., Humaniora, Filsafat, dan Logika, Jakarta: Rajawali Press, 1986. Dewey, John, Democracy and Education. New York: The Free Press, 1996 Feisal, Jusuf Amir. Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Irfan, Mohammad, dan Mastuki HS., Teologi Pendidikan: Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2000. Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy. Michigan: Andews University Press, 1982. Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980. ------------------------, Pendidikan Dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985. Mahmud, Thaha, Paradigma Baru Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora: Dialog Antarperadaban: Islam, Barat, Dan Jawa, Jakarta: Teraju, 2004. Masruri, Siswanto, Humanitarianisme Soedjatmoko; Visi Kemanusiaan Kontemporer, Yogyakarta: Pilar Humanika, 2005. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Mulkan, Abdul Munir, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002. Noddings, Nel, Philosophy of Education. Oxford: Westview, 1998. TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016ж 191
Naufal Ahmad: Application of Humanistic Values...... Rusn, Abidin Ibnu, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Sugiharto, Bambang, Humanisme dan Humaniora: Relevansinya Bagi Pendidikan, Yogyakarta: Jalasutra, 2008. .Sulaiman, Tasirun, (ed.), 1991. Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Ponorogo: Pusat Studi Ilmu dan Amal, 2006. Tim Penyusun Kamus Dan Pengembangan Bahasa, (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia/Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Yunus, Firdaus M., Pendidikan Berbasis Relitas Sosial, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2007. Zainuddin, et.al., Seluk-Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
PEDOMAN BAGI PENULIS Ta’allum adalah publikasi ilmiah di bidang pendidikan Islam. Naskah yang diterima yaitu karya tulis yang merupakan hasil pemikiran (konseptual) yang ada hubungannya dengan pendidikan Islam yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Petunjuk Penulisan 1. Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah. Korespondensi mengenai naskah dialamatkan kepada penulis dengan mencantumkan institusi, alamat institusi, dan email salah satu penulis; 2. Naskah akan dinilai dari 3 unsur, yang meliputi kebenaran isi, derajat orisinalitas, relevansi isi serta kesesuaian dengan misi jurnal; 3. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris; 4. Judul Naskah harus ditulis secara ringkas, tetapi cukup informatif untuk menggambarkan isi tulisan; 5. Naskah ditulis rapi dengan program Microsoft Word pada kertas berukuran A4 (satu sisi), dan setiap lembar tulisan diberi nomor halaman dengan jumlah halaman maksimal 20. Jarak spasi 1,5 kecuali abstrak dan daftar pustaka yang mempunyai jarak spasi 1. Model huruf yang digunakan adalah Times New Roman dengan font 12 kecuali judul berupa huruf kapital dengan font 14. Apabila terdapat ayat atau hadits (tulisan yang berbahasa Arab), maka diketik dengan huruf Traditional Arabic, ukuran 14 pts, Berkas (file) dibuat dengan Microsoft Word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat:
[email protected] Margin masing-masing adalah 2,5 cm. Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy dan hard copy; 6. Naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia mencantumkan abstrak dalam Bahasa Inggris, dan sebaliknya dengan jumlah kata antara 150 sampai 200. Kata kunci harus dipilih untuk menggambarkan isi makalah dan paling sedikit 4 (empat) kata kunci;
192 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 193
7. Sistematika artikel meliputi: (a) judul, (b) nama penulis (tanpa gelar akademik), nama lembaga/institusi, dan email, (c) abstrak, (d) kata kunci, (e) pendahuluan (latar belakang dan dukungan kepustakaan yang diakhiri dengan tujuan atau ruang lingkup tulisan), (f) bahasan utama, (g) simpulan dan saran, (h) ucapan terima kasih (bila ada), (i) daftar rujukan/pustaka (hanya memuat sumber yang dirunjuk), dan (j) lampiran (bila ada) 8. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua bagian judul dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian: Peringkat 1 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Rata Tepi Kiri) Sumber rujukan (catatan akhir) sedapat mungkin merupakan1 1. pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian atau artikel.artikel (karya ilmiah) dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah 9. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan foot-note (catatan kaki) dengan mencantumkan nama penulis, judul rujukan, kota terbit, nama penerbit, tahun, dan halaman. Contoh: 1 Wahbah al Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy, juz VII. (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), hal. 12 10. Daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti berikut ini: Buku/Kitab: al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islamy, juz VII, Beirut: Dar al-Fikr, 1986. Buku kumpulan artikel: Saukah, Ali dan M. Guntur Waseso (eds.), Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah, Malang: UM Press, 2002. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Drogers, Andree, “Meaning, Power and The Sharing of Religious 194 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016
Experience”, dalam Jerald D. Gort, at.al. (ed.), Michihan: Eerdmans Publishing Company, 1992. Artikel dalam jurnal dan majalah: Masyhuri, Imam Malik, ”Abu Hasan al-Asy’ari dan Pemikiran Kalamnya”, Kontemplasi, vol. 2 no. 1, Juni 2005. Artikel dalam koran: Naim, Ngainun, ”Pesantren dan Pembaharuan”, Duta Masyarakat, 25 Januari 2004. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Islam Rahmatan li al-’Alamin, Jawa Pos, 21 Desember 2005. Buku terjemahan: Lev, Daniel S., Peradilan Agama Islam di Indonesia, terj. Zaini Ahmad Noeh, Jakarta: Intermasa, 1980. Skripsi, Tesis, Disertasi dan Laporan Penelitian: Badruzzaman, Abad, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”, Tesis tidak diterbitkan, Jakarta: UIN Jakarta, 2002. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Mujamil, “Tantangan Pesantren Masa Depan”, Makalah, disajikan dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Jurusan Ushuluddin STAIN Tulungagung, pada tanggal 11 Juli 2003. Internet: Hitchcock, Carr dan Hall, “A Survey of STM Onlinr Journals, 19901995: The Calm before the Storm”, (Online), http://Journals.ecs. soton.ac.uk/survey/html, diakses 12 Mei 1999. 11. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh penyunting ahli (mitra bestari) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan naskah atas dasar rekomendasi dari mitra bestari atau penyunting. 12. Penulis menerima bukti pemuatan sebanyak 3 (tiga) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 2 (dua) eksemplar. Naskah yang tidak dimuat tidak akan TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016 ж 195
dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
196 ж TA’ALLUM, Vol. 04, No. 01, Juni 2016