eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) 331-346 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
PERAN ECONOMIC AND SOCIAL COMMISSION FOR ASIA AND THE PASIFIC (ESCAP) MELALU ECO-SUSTAINABLE WATER INFRASTRUCTURE DALAM REVITALISASI SUNGAI CIKAPUNDUNG TAHUN 2011-2013 Syarifah Yaumil Akhir1 Nim. 1102045100 Abstract Water quality of Cikapundung River as a raw water provider for Bandung increasingly decreased as a result of change in land uses which lack the environmental’s rule, riverside which prone to landslide, erosion, large fluctuation of water discharge, river narrowing caused illegal settlement construction, pollution from domestic, hospital & factory wastes, and sedimentation. In addition, water management was not optimally fullfill the need for clean water in Bandung. So, it encourage ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and the Pasific) as an United Nations regional institution to develop ESWIn (Eco-sustainable Water Infrastructure) in revitalization of Cikapundung River. ESWIn bring a new method that implement the principle of environment and economic efficiency. By using descriptive method and secondary literature study with qualitative analitiycs, researcher try to describe the role of ESCAP as the initiator, fasilitator and assist in funding for the implementation of ESWIn. With some obstacles, ESCAP considered to be successful enough in intialize a new method for clean water management within the ESWIn’s framework Keywords :Water, Cikapundung River, ESWIn, ESCAP, Bandung. Pendahuluan Air bersih merupakan komponen penting bagi keberlangsungan hidup manusia, ekosistem alam dan pembangunan ekonomi. Sebuah studi tentang ketersediaan air bersih dunia menyebutkan bahwa terjadi peningkatan masalah air bersih secara global. Setiap harinya sekitar dua juta ton sampah mencemari wilayah perairan dan produksi limbah cair mencapai 1500 m3 yang mengakibatkan rata-rata daerah perkotaan mengalami kelangkaan air bersih. Kondisi ini diperburuk dengan pesatnya pembangunan di daerah tangkapan air. (The United Nations Development Report, www.unesco.org) Pada tahun 2000 Indonesia mengalami defisit air hingga 52.809 juta m3 dan untuk tahun 2015 diperkirakan defisitnya akan meningkat menjadi 134.102 juta m3. (Data Daerah Aliran Sungai, sda.pu.go.id) Kebutuhan air nasional sebesar 2.721 m3/detik, sedangkan kapasitas air tersedia hanya sebesar 1.050 1
Mahasiswi Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Nim: 1102045100. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
m3/detik. (Ketidakseimbangan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Picu Krisis, pu.go.id)Dari total potensi air baku di Indonesia sebesar 3,9 triliun m3, baru sekitar 14 miliar m3 atau sekitar 57 m3/kapita air baku yang dapat dikelola melalui reservoir. Kebutuhan air terbesar adalah di pulau Jawa mencapai 57 % dari seluruh penduduk Indonesia. (Kebutuhan Air Semakin Meningkat, www.pambdg.co.id) Bandung adalah salah satu tipe perkotaan yang dalam dekade terakhir ini mengalami kemajuan yang pesat, sehingga meningkatkan kebutuhan air bersih pemukiman dan air baku industri. Bandung sebagai kota metropolitan memiliki standar kebutuhan air bersih sebesar 1,5 m3/kapita/hari namun, kapasitas air tersedianya hanya mampu memenuhi 69,3 % dari kebutuhan masyarakatnya atau sekitar atau sebesar 0,6 m3/kapita/hari. Pengadaan air bersih di Kota Bandung dalam skala yang besar dikelola oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Tirtawening. Namun jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kota Bandung. (Bandung, http://www.bandung.go.id) PDAM memanfaatkan 3 sumber air baku yaitu air permukaan, mata air dan air tanah. Air permukaan adalah yang paling dominan menyumbang pasokan air bersih dengan debit rata-rata 2300 l/detik, berasal dari Sungai Cisangkuy, Cikapundung, Cibeureum dan Cipanjalu. Sungai Cikapundung dengan panjang total 28,5 km dan melalui 8 kecamatan sangat potensial bagi penyediaan air baku untuk kebutuhan air bersih kota Bandung serta berfungsi sebagai drainase utama pusat kota. (Informasi Pelayanan Air Bersih: Sumber Air Baku, www.pambdg.co.id) Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kelestarian sungai semakin memicu terjadinya berbagai masalah antara lain: rusaknya kawasan hulu DAS Cikapundung akibat perubahan tata guna lahan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan (75 % dari luas hulu atau seluas 8.850 ha merupakan kawasan lindung, namun seluas 7.080 ha telah mengalami kerusakan karena dipenuhi pemukiman dan pertanian yang tidak ramah lingkungan), sempadan sungai yang rawan longsor dan erosi, fluktuasi debit sungai yang besar dimana pada musim kemarau kering sedangkan pada musim hujan terjadi banjir, penyempitan badan sungai akibat pembangunan pemukiman liar oleh warga masyarakat, pencemaran limbah domestik (2,5 juta lt/hari), limbah rumah sakit dan limbah pabrik serta pendangkalan oleh sedimen dan sampah. (Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Fungsi Konservasi Air Tanah di Sub DAS Cikapundung, jrisetgeotam.com) Dari enam titik sampel uji coba mutu air, empat diantaranya dinyatakan tercemar sedang yaitu Cikapundung Hilir, Cikapundung Kolot Hulu, Cikapundung Kolot Tengah, serta Cikapundung Kolot Hilir. Sementara di Cikapundung Hulu dan Cikapundung Tengah dinyatakan tercemar ringan. (Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018) Berdasarkan parameter BOD, COD, MBAS, DO dan E. Coli yang terukur, terjadi penurunan kualitas air bersih di Sungai Cikapundung akibat kandungan senyawa-senyawa logam antara lain, Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Chromium (Cr) yang berada diatas baku mutu. Daya asimilasi atau kemampuan badan air untuk menerima limbah cair telah mengalami penurunan, bahkan di beberapa wilayah sungai yang melewati pemukiman padat penduduk bisa dikatakan daya asimilasinya tidak ada atau nol. Hal ini diakibatkan debit air yang semakin menurun dan semakin tingginya sedimentasi yang mencapai 1
332
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
juta ton/tahun. (Sedimemtasi Sungai Cikapundung Mencapai 1 Juta ton/tahun, www.tataruangindonesia.com) Selain itu, pengelolaan atau manajemen air yang kurang berkembang juga menjadi kendala bagi optimalisasi ketersediaan air. Sistem perpipaan yang diterapkan PDAM sampai saat ini belum dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, tingkat pelayanan rendah (32%) dan kehilangan air tinggi (41%), serta rata-rata biaya produksi untuk semua jenis air baku lebih tinggi dari tarif sehingga tidak efisien baik secara ekologi maupun ekonomi. (Isu-isu Strategis dan Permasalahan, www.digilib-ampl.net) Jika tidak dilakukan upaya revitalisasi, keadaan sungai yang semakin tercemar dan minimnya pengembangan di sektor pengelolaan air akan berdampak pada semakin berkurangnya pasokan air bersih. Agar dapat memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Bandung, maka sistem penyediaan air bersih perlu dikembangkan, salah satunya melalui program pengolahan air berbasis lingkungan berkelanjutan. ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and the Pacific) adalah Badan Regional PBB untuk kawasan Asia dan Pasifik yang berkedudukan di Bangkok, Thailand. ESCAP menangani berbagai isu sektoral antara lain, pengentasan kemiskinan, manajemen globalisasi, dan penganganan isu-isu sosial. Dalam struktur organisasi PBB, ESCAP merupakan salah satu Komisi Regional yang berada di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (UN-ECOSOC/United Nations Economic and Social Council). Indonesia berkepentingan untuk berperan aktif dalam ESCAP mengingat ESCAP merupakan satu-satunya forum yang terlembaga dan berkompeten bagi kerjasama regional yang mencakup isu-isu berskala global di kawasan Asia Pasifik, serta menjadi yang pertama kali menginisiasikan metode ESWIn (Ecosustainable Water Infrastructure) dalam menanggulangi masalah infrastruktur air dengan memperhatikan kaidah lingkungan dan ekonomi. Proyek pengolahan air berbasis pada model lingkungan berkelanjutan ini diharapkan dapat membantu pemerintah negara anggota mengaplikasikan metode ESWIn dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau di kawasan. (Apllication Community Based Integrated Water Supply and Wastewater Treatment System, www.unescap.org) Pada level pemerintahan pusat, BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) khususnya Direktorat Pengairan dan Irigasi bersama dengan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian memimpin upaya awal untuk mengembangkan implementasi ESWIn di Indonesia dan memastikan bahwa metode tersebut akan melengkapi tujuan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dan Rencana Pembangunan Nasional, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Adapun Pemerintah Daerah yang mana dalam penelitian ini adalah Pemkot Bandung memainkan peran kunci dalam perumusan roadmap dan sebagai pemangku kepentingan utama dalam pelaksanaanya. (A Strategic Roadmap to Implement ESWIn in Indonesia, www.unescap.org)
333
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
Kerangka Dasar Teori dan Konsep Keamanan Air (Energy Security) Water security didefinisikan sebagai kesempatan yang didapat populasi untuk mengamankan akses berkelanjutan dari air yang berkualitas dalam jumlah yang memadai untuk mempertahankan hidup, kesejahteraan manusia dan pembangunan sosial ekonomi, untuk memperkokoh perlindungan atas polusi air dan permasalahan yang berkaitan dengan air, dan untuk melestarikan ekosistem dalam iklim yang damai agar tercapai stabilitas politik. Water security merangkum tantangan kompleks yang saling berhubungan dan fokus pada permasalahan air untuk menciptakan pengertian yang lebih luas dari keamanan, kelestarian, pembangunan dan kesejahteraan manusia. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi bagi water security, mulai dari biofisik untuk infrastruktur, kelambagaan, politik dan keuangan sosial. Dalam menangani permasalahan air diperlukan kolaborasi interdisipliner di seluruh sektor, masyarakat maupun pemerintah (pembuat kebijakan). (Water Security, www.unwater.org) Air menjadi bagian dari sistem hidrologikal meliputi aliran dan penampungan, kedua hal ini berlaku untuk air di permukaan maupun air tanah. Air dipermukaan dan di tanah memiliki keistimewaan karena dapat dialirkan ke tempat yang baru. Dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuham – kebutuhan domestik, agrikultur/pertanian, industri dan jasa. Air tanah dapat digunakan untuk tanaman dan ternak. (Tony Allan,2009:575) Dalam upaya mengamankan air, revitalisasi dapat dijadikan pedoman untuk penguatan kembali kawasan atau bagian kota yang dulunya vital dan kini dikarenakan faktor tertentu mengalami kemunduran. Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota, termasuk kali atau sungai. Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal - hal sebagai berikut: Pertama, Intervensi fisik, Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik kawasan (urban realm). Kedua, Rehabilitasi ekonomi, Perbaikan fisik kawasan yang diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota. (P. Hall & U. Pfeiffer, 2000:3) Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan aset urban yang mana menjadi bagian dari proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Ketiga, Revitalisasi sosial/institusional, Revitalisasi harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Kegiatan perencanaan dan pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang memiliki identitas positif (place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu pengembangan institusi yang baik. Water security digunakan sebagai suatu konsep yang mampu menjelaskan vitalitas air sebagai kebutuhan pokok masyarakat Kota Bandung yang tidak dapat dikesampingkan. Pendekatan ini menekankan pada upaya yang dilakukan untuk mengamankan air bersih baik itu oleh pemerintah maupun swasta melalui revitalisasi sungai Cikapundung.
334
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Pembangunan yang tidak berkelanjutan telah merusak dan mencemari lingkungan sedemikian rupa sehingga bersama-sama ketimpangan sosial, keduanya menjadi kendala bagi upaya meraih pertumbuhan secara berkelanjutan. Karenanya diperlukan model pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang secara simultan mencakup tiga dimensi pokok, yakni berkelanjutan ekonomi, berkelanjutan sosial-budaya dan politik, serta berkelanjutan lingkungan dalam suatu ruang lingkup global. Pembangunan Berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi masa kini maupun masa mendatang. Pembangunan dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu: (1) tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam (depletion of natural resources); (2) tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) kegiatannya harus dapat meningkatkan usable resources ataupun replacable resource. (Emil Salim, 2010:23) Kesadaran para perencana pembangunan menempatkan pembangunan dalam alur berkelanjutan sehingga memasukkan pertimbangan jangka panjang lebih banyak ketimbang perhitungan jangka pendek. Didorong pemahaman air bakal menjadi komoditas yang semakin langka, maka kini berkembang pola pembangunan berkelanjutan yang memperhitungkan dampaknya pada keberlanjutan air di masa depan. (Emil Salim, 2010:60) ESWIn dirancang untuk memenuhi ketiga kriteria pembangunan berkelanjutan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Melalui revitalisasi sungai Cikapundung, diharapkan ESWIn dapat terus dikembangkan sebagai metode pengolahan air berbasis pada model lingkungan berkelanjutan yang manfaatnya dapat dirasakan terus menerus oleh masyarakat. Peran dan Fungsi Organisasi Internasional Organisasi internasional secara sederhana dapat didefiniskan sebagai pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang dijewantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala. Menurut pengertian sederhana tersebut, organisasi internasional mencakup adanya 3 (tiga) unsur, antara lain: keterlibatan negara dalam suatu pola kerjasama, adanya pertemuan-pertemuan secara berkala, serta adanya staf yang bekerja sebagai “pegawai sipil internasional”. Perkembangan pesat dalam bentuk serta pola kerjasama melalui organisasi internasional, telah makin menonjolkan peran organisasi internasional yang bukan hanya melibatkan negara beserta pemerintah saja. Negara tetap merupakan aktor paling dominan di dalam bentuk-bentuk kerjasama internasional, namun perlu diakui eksistensi organisasiorganisasi internasional non-pemerintah yang makin hari semakin banyak jumlahnya. Dengan demikian organisasi internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisakan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahkan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah
335
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda. (Teuku May Rudy, 2005:3) Organisasi internasional dapat pula diartikan menjadi dua yaitu, pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat dan waktu pertemuan, kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini. (Michael Hass, 1969:131) Suatu kerjasama internasional tidak selalu harus berbentuk organisasi internasional. Mungkin saja dilaksanakan atau dijewantahkan melalui perjanjian atau kesepakatan saja, yang bukan berupa perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional. Oleh karena itu, untuk suatu organisasi internasional, selain unsur-unsur: kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara, mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama, baik antar pemerintah maupun non-pemerintah, perlu pula dipenuhi unsurunsur antara lain struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta melaksanakan fungsi secara berkesinambungan. Penggolongan organisasi internasional dapat dipaparkan sebagai berikut: a. Menurut kegiatan administrasinya; organisasi internasional antarpemerintah (inter governmental organization/IGO); organisasi internasional non-pemerintah (non governmental organization/NGO), b. Menurut ruang lingkup (wilayah) kegiatan dan keanngotaannya; global dan regional, c. Menurut bidang kegiatan (operasional); ekonomi, lingkungan hidup, kesehatan pertambangan, komoditi, bea-cukai dan perdagangan internasional, dan lain-lain, d. Menurut tujuan dan luas bidang kegiatan organisasi; umum dan khusus, e. Menurut ruang lingkup (wilayah) dan bidang kegiatan; organisasi internasional global-umum, organisasi internasional global-khusus, serta organisasi regionalumum, organisasi regional-khusus, f. Menurut taraf kewenangan (kekuasaan); organisasi supra-nasional dan organisasi kerjasama, g. Menurut bentuk dan pola kerjasama; organisasi kerjasama pertahanan-keamanan dan organisasi kerjasama fungsional, h. Menurut fungsi organisasi; organisasi politikal, organisasi administratif, serta organisasi peradilan., Dalam menjelaskan posisi sebuah organisasi internasional perlu ditelaah peran dan fungsinya terlebih dahulu. Adapun peran organisasi internasional adalah sebagai berikut, pertama, wadah atau fórum untuk menggalang kerjasama serta untuk mengurangi intensitas konflik antar sesama anggota, kedua, sebagai sarana perundingan untuk menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan, dan ketiga, sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan (antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, pelestarian/pemugaran monumen bersejarah, peacekeeping operation, dll).
336
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
Peranan organisasi internasional secara sederhana dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: sebagai instrumen, sebagai arena dan sebagai aktor independen. Dari ketiga kategori tersebut, eksplorasi dan analisis yang dilakukan oleh organisasi internasional, akan menampilkan sejumlah peranannya yaitu, sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator. (Situmorang, 1999:135) Sedangkan fungsi organisasi internasional adalah: (Teuku May Rudy, 2005:6) a. Tempat berhimpun bagi negara-negara anggota bila organisasi tersebut adalah IGO (antar negara/pemerintah) dan bagi kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat apabila organisisi tersebut adalah NGO (non pemerintah). b. Untuk menyusun atau merumuskan agenda bersama (yang menyangkut kepentingan semua anggota) dan memprakarsai berlangsungnya perundingan untuk menghasilkan perjanjian-perjanjian internasonal. c. Untuk menyusun dan menghasilkan kesepakatan mengenai aturan, norma atau rejim-rejim internasional. d. Penyediaan saluran untuk berkomunikasi di antara sesama anggota dan ada kalanya merintis akses komunikasi bersama dengan non anggota bisa dengan negara lain yang bukan negara anggota dan bisa dengan organisasi internasional lainnya, e. Penyebarluasan informasi yang bisa dimanfaatkan sesama anggota. Berdasarkan pengelompokan organisasi internasional tersebut, ESCAP merupakan organisasi internasional antarpemerintah/IGO regional di bidang lingkungan hidup, memiliki peran dan fungsi sebagai inisiator dan fasilitator dalam penerapan ESWIn melalui revitalisasi Sungai Cikapundung. Metode Penelitian Peneliti ini menggunakan metode penelitian deskriptifyang fokus pada pencarian fakta dengan interpretasi sebaik mungkin. Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan secara menyeluruh peran ESCAP dalam revitalisasi Sungai Cikapundung melalui program pengolahan air berbasis pada model lingkungan berkelanjutan atau ESWIn. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data sekunder yang disusun secara sistematis. Data sekunder yang digunakan merupakan sekumpulan data yang berasal dari hasil interpretasi data primer antara lain buku, akses media elektronik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau library research. Berdasarkan teknik penelitian yang digunakan ini peneliti meneliti bahan pustaka, data dan literatur yang relevan, seperti buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, laporan, dokumen, ebook, serta berbagai publikasi lainnya yang menyediakan informasi yang sesuai untuk penelitian ini. Untuk analisa data peneliti menggunakan analisis kualitatif yaitu teknik menganalisa yang digunakan untuk menafsirkan dan menggambarkan persoalan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dianalisis. Teknik khusus yang digunakan adalah metode ilustratif, di mana peneliti berupaya untuk mengaplikasikan teori pada situasi kongkrit, khususnya mengenai peran ESCAP dalam revitalisasi sungai Cikapundung.
337
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
Hasil Penelitian Kualitas air Sungai Cikapundung sebagai penyedia air baku untuk kebutuhan air bersih di kota Bandung semakin hari semakin menurun yang diakibatkan adanya perubahan tata guna lahan yang kurang memperhatikan kaidah lingkungan, sempadan sungai yang rawan longsor dan erosi, fluktuasi debit sungai yang besar dimana pada musim kemarau kering sedangkan pada musim hujan terjadi banjir, penyempitan badan sungai akibat pembangunan pemukiman liar, pencemaran limbah domestik, limbah rumah sakit dan limbah pabrik serta pendangkalan oleh sadimen dan sampah. Selain itu, metode pengelolaan air bersih yang sudah ada belum optimal untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Bandung sehingga diperlukan pengembangan disektor tersebut. Hal itu kemudian mendorong ESCAP sebagai lembaga regional PBB di kawasan Asia Pasifik yang fokus pada pembangunan untuk mengembangkan sistem pengelolaan air bersih terpadu yang berbasis pada model lingkungan berkelanjutan atau Eco-sustainable Water Infrastructure (ESWIn). Pengelolaan air bersih dilakukan melalui pendekatan struktural dan non-struktural, berfokus pada daerah padat penduduk, kawasan strategis serta pusat pertumbuhan ekonomi dengan cara revitalisasi sungai dan menerapkan nilai-nilai efisiensi ekonomi dan lingkungan. Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2010-2014) Oleh karena itu, Bandung dipilih sebagai target pencapaian ESWIn untuk wilayah perkotaan karena selain tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, kota ini juga memiliki Sungai Cikapundung sebagai kawasan strategis bagi pengembangan metode pengolahan air tersebut. Penerapan ESWIn dalam revitalisasi Sungai Cikapundung tidak hanya melibatkan ESCAP dan Pemerintah Kota Bandung saja, melainkan juga Pemerintah Pusat, Perguruan Tinggi (ITB dan UNPAS), serta masyarakat. ESCAP merupakan inisiator yang memulai perkembangan ESWIn di Asia Pasifik, metode ini diyakini mampu melahirkan sistem pengolahan air yang baru untuk menggantikan metode konvensional dalam pengelolaan sumber daya air yang mengacu pada proyek-proyek rekayasa sipil, seperti bendungan, saluran air, dan kanal, baik itu di negara maju maupun berkembang didasari pemahaman akan ketidakberlanjutan dari metode konvensional, contohnya pada waduk/bendungan terjadi penguapan akibat sinar matahari yang berkepanjangan dan justru berpotensi mengurangi kuantitas sumber daya air, bahkan memicu gangguan ekosistem. ESWIn menitikberatkan pada nilai dan kontribusi prinsip eco-efficiency kedalam pengembangan infrastruktur air yang efisien, yaitu efisiensi lingkungan, melalui reuse dan recycle air limbah dan intersepsi hujan, serta efisiensi ekonomi melalui pengurangan biaya penyediaan air dengan mengacu pada serangkaian kegiatan internasional yang secara khusus berorientasi pada tercapainya pembangunan berkelanjutan. Adapun prinsip-prinsip efisiensi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dalam ESWIn, antara lain: minimalisasi limbah, minimalisasi permintaan air tawar, penurunan kebutuhan pengolahan air limbah, pendekatan khusus pada situasi lokal, sosialisasi pembiayaan pengelolaan air limbah serta penetapan kerangka aturan untuk mendukung instalasi sistem pengolahan air limbah. Selain itu, ESCAP juga mendorong kemauan politik dari pemerintah untuk desentralisasi kebijakan yang lebih luas sampai ke lapisan masyarakat melalui berbagai langkah-langkah kebijakan khusus di bidang pengelolaan sumber daya air. Langkah-langkah kebijakan tersebut meliputi penerapan pendekatan tepadu pengelolaan sumber daya air, perubahan praktek operasional dan
338
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
manajemen di bidang infrastruktur air. Pendekatan kebijakan yang dilakukan ESCAP sangat mempertimbangkan kompleksitas masalah politik, kelembagaan, dan keuangan, ditambah dengan pertimbangan pengambilan keputusan yang demokratis dan pengenalan skema kerjasama sektor publik. Sehingga dalam pelaksanaanya, ESWIn tidak hanya digerakkan oleh pemangku kebijakan di pusat saja, tetapi juga pemerintah daerah dan masyarakatnya. Sebelum kehadiran ESWIn, Perencanaan dalam pengelolaan sumber daya air dan proses pengambilan keputusan telah didominasi oleh pusat dan dianggap dapat memberikan kontribusi positif kepada ketahanan sumber daya alam. Namun, sistem perencanaan sentral dalam pengelolaan air mengakibatkan pengendalian terhadapanya justru tidak efisien, khususunya di daerah. Pemerintah pusat seringkali kekurangan informasi riil mengenai kebutuhan lokal karena lebih fokus pada kebijakan di pusat. Karenanya, pemerintah harus memperhitungkan kebutuhan dasar di tingkat terendah dalam hal pengelolaan air. Pemeriksaan dan pemantauan secara berkala harus dilakukan guna mengetahui apakah kebijakan yang diterapkan di tingkat masyarakat sudah tepat atau belum. Untuk melaksanakan hal tersebut, ESCAP menilai perlunya peran aktif dari masyarakat sehingga pengelolaan kebutuhan dasar atas sumber dan akses air bersih dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Sebuah strategi baru dalam pengelolaan air bersih pun diaplikasikan melalui ESWIn dengan pendekatan desentralisasi dengan konsekuensi pemerintah pusat harus siap untuk berbagi kekuasaan politik, administrasi serta keuangan dengan para pemangku kepentingan lokal, khususnya yang membidangi pengelolaan DAS. Selanjutnya, guna mewujudkan pembangunan infrastruktur air yang berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, maka ESCAP dan Pemerintah Indonesia menyusun Strategic Roadmap untuk pelaksanaan ESWIn. Adapun tujuan dari roadmap antara lain untuk menentukan visi ESWIn bagi Indonesia dan wilayah ekonominya, menguraikan dan mengusulkan mekanisme untuk menyelaraskan kembali dokumen perencanaan yang ada, mengkoordinasikan berbagai kegiatan antara berbagai sektor yang terkait dengan pengembangan sumber daya air untuk mencapai kelestarian sungai, membangun proses komunikasi yang efektif dalam mendukung pendekatan ESWIn, serta menentukan dan membimbing rencana pelaksanaan dan kegiatan yang relevan menuju visi ESWIn, termasuk penyebaran informasi, capacity building, dan mekanisme pendanaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, roadmap ESWIn dilaksanakan melalui dua tahap yaitu Perencanaan Roadmap Strategis ESWIn (Tahap pertama) dan Implementasi Roadmap ESWIn (Tahap kedua). Tahap pertama menitikberatkan pada posisi ESWIn dalam mendukung prinsip-prinsip MP3EI. Tujuan utama dari tahapan ini adalah meningkatkan kesadaran dan keterlibatan para pemangku kepentingan. Sejalan dengan tugas dan fungsinya, BAPPENAS, sebagai badan koordinasi berwenang dalam melakukan perumusan roadmap yang memuat perencanaan baik jangka menengah maupun jangka panjang untuk menerapkan ESWIn kedalam tata pengelolaan DAS dan air bersih.
339
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
Tahap kedua merupakan perwujudan roadmap ESWIn. Untuk mencapai hal tersebut, maka investasi di bidang infrastruktur diarahkan pada pengelolaan DAS dan pengolahan air bersih, selain itu dilaksanakan pula kegiatan promosi ESWIn dalam perencanaan pembangunan nasional, serta pembinaan kapasitas secara kolektif melalui pengembangan institusi (institution building). Dalam tahapan ini BAPPENAS berperan sebagai fasilitator komunikasi dan koordinasi dalam mengembangkan roadmap, mengkoordinasikan dan memantau tahapan pelaksanaan, berbagi pengetahuan tentang mekanisme inovatif dalam pelaksanaan ESWIn, serta mekanisme pembiayaan untuk meningkatkan dan menarik investasi dalam pelaksanaan ESWIn. Dalam menjalankan peran-peran tersebut, BAPPENAS berkolaborasi dengan kementerian lainnya, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang berwenang memastikan bahwa ESWIn dapat melengkapi tujuan dari MP3EI dan Rencana Pembangunan Nasional, baik jangka panjang maupun menengah. (A Strategic Roadmap to Implement ESWIn in Indonesia,http://www.unescap.org) Devolusi kekuasaan manajerial, administrasi dan keuangan di tingkat masyarakat dapat memfasilitasi kebijakan dan strategi pembangunan yang sesuai untuk kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di tingkat lokal. Dalam proses pembuatan kebijakan, pemerintah pusat melaksanakan perencanaan dan pendanaan sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 dan UU Nomor 17 Tahun 2003 dan memasukkan agenda pembangunan infrastruktur air berbasis pada model lingkungan berkelanjutan kedalam RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010-2014. Selanjutnya Pemerintah Kota Bandung menyesuaikan RPJPD dan RPJBD serta merancang perencanaan dan pelaksanaan ESWIn di Kota Bandung kedalam RABPD. Berdasarkan pada pendekatan pembangunan berkelanjutan yang mengubah perspektif jangka pendek menjadi jangka panjang, ESWIn tidak hanya sebatas menjadi metode pengelolaan dan pengolahan air dalam revitalisasi sungai sebagai instrumen penting pemasok baku air, melainkan juga diharapkan mampu mengoptimalkan pasokan sumber daya air untuk mecegah krisis dan menanamkan prinsip pembangunan yang ramah lingkungan. Untuk mencapai visi tersebut, misi ESWIn adalah untuk mengembangkan infrastruktur di perkotaan, pedesaan, pertanian, industri dan energi yang akan meningkatkan efisiensi air, makanan dan energi, mengurangi limbah serta mencapai kelestarian sungai. ESCAP juga berperan sebagai fasilitator dalam penerapan ESWIn di Indonesia, khususnya di Bandung, ESCAP menekankan pentingnya partisipasi yang lebih efektif dari pemangku kepentingan di berbagai tingkatan yang menangani permasalahan air. Untuk itu, ESCAP sebagai komisi regional pembangunan di Asia Pasifik berperan penting sebagai bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat, serta organisasi baik itu publik, swasta, antar pemerintah maupun non pemerintah untuk melaksanakan berbagai diskusi tentang metode pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya air melalui Sub-komite Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan pada Komite Manajemen Globalisasi atau Committee on Managing Globalization. Hal tersebut akan memberikan dampak terhadap munculnya perdebatan baru mengenai beragam ide dan informasi, mempermudah identifikasi isu-isu yang harus ditangani, menjelaskan kemampuan yang dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan, dan mencapai kesepakatan tentang pelaksanaan yang efektif
340
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
dalam pengelolaan sumber daya air serta untuk menjelaskan hak-hak dan tanggung jawab untuk penggunaan, pemeliharaan dan konservasi sumber daya air secara tepat. Partisipasi stakeholder dapat dijadikan cerminan opini masyarakat dan untuk mengidentifikasinya. Stakeholder diberikan arahan tentang metode ESWIn dan mengapa pendekatan inovatif ini dibutuhkan untuk infrastruktur air. Proses ini berlangsung melalui jejak pendapat, pertemuan, konsultasi dan loka karya baik di tingkat kelembagaan dengan berbagai kajian, antara lain: pengembangan kebijakan dan kerjasama dalam pelaksanaan ESWIn, desain teknis baik untuk konteks pedesaan maupun perkotaan, mekanisme keterlibatan untuk meningkatkan kesadaran, advokasi dan memfasilitasi kegiatan yang berkaitan dengan ESWIn, termasuk membangun hubungan, komunikasi interpersonal, dan negosiasi, pemantauan dan evaluasi meliputi hasil dan timbal balik dalam mekanisme roadmap, mediator bagi pemerintah untuk merumuskan dan menjalankan kebijakan terkait ESWIn serta demonstrasi proyek. Selain itu, ESCAP juga mempromosikan capacity institutional building atau pengembangan kapastitas institusi dan memberikan pengetahuan tentang teknologi hijau untuk meningkatkan produktivitas serta mengatasi kompleksitas dan ketidakpastian pembangunan infrastruktur skala besar yang modern. Beberapa tindakan yang dilakukan ESCAP dalam mempromosikan hal tersebut antara lain: dengan mengidentifikasi dan menampung kesenjangan pengetahuan dalam menerapkan ESWIn, memperdalam pengetahuan dan pengelolaan DAS, meningkatkan pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan kondisi daerah melaluli subsidi dan dukungan keuangan lainnya, membuat mekanisme kelembagaan yang memfasilitasi kerjasama publik-swasta pada peningkatan pengetahuan dan pengembangan teknologi, dan memastikan sistem manajemen pengetahuan yang transparan dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. ESCAP juga berperan dalam hal menyalurkan bantuan dana untuk pelaksanaan ESWIn. Pemerintah Kota Bandung mendapat bantuan dana sebesar USD 200.000 dari ESCAP untuk revitalisasi sungai Cikapundung pada bulan Januari 2012. (Pemkot Bandung Mendapat Bantuan Penataan Sungai Cikapundung, www.bandung.go.id) Selain bantuan langsung, ESCAP juga menyalurkan bantuan dana dari KOICA (Korean International Cooperation Agency) untuk upaya revitalisasi sungai Cikapundung. KOICA telah melaksanakan loka karya regional “Low-carbon Green Growth for Asia and the Pacific” untuk menyajikan laporan kegiatan tahunannya dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Selanjutnya, melalui kemitraan yang lebih erat dengan instansi yang membidangi permasalahan tersebut, KOICA membantu penguatan pada sektor lingkungan dengan organisasi multilateral, dan sebagai hasilnya, Korean Institute of Construction Technology, UKM yang membidangi pengolahan air dan konsultan terlibat dalam proyek ESCAP. Pada tahun 2011, KOICA memberikan bantuan sebesar KRW 815 Juta atau setara dengan 10 Miliar Rupiah yang disalurkan melalui ESCAP dalam rangka mendukung upaya yang dilakukan lembaga tersebut dalam mengembangkan ESWIn di Asia Pasifik, termasuk dalam revitalisasi sungai Cikapundung. Pada tahun 2011 ESCAP mengimplementasikan dua proyek dalam kerangka ESWIn bekerjasama dengan ESCAP, KOICA, BAPPENAS, Pemerintah Kota Bandung, ITB (Institut Teknologi Bandung) dan UNPAS (Universitas Pasundan) yaitu instalasi proyek Pengolahan Air Limbah dan Pemanenan Air Hujan di Sungai Cikapundung.
341
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
a. Community-based Wastewater Treatment System (Sistem Pengolahan Air Limbah berbasis Masyarakat) Proyek bersama dengan ITB ini bertujuan untuk membangun, mengimplemntasikan dan mengaplikasikan model inovatif teknologi bio-eco engineering di Sungai Cikapundung. Komponen utama dalam proyek tersebut adalah dengan mengkombinasikan teknologi, kebijakan, capacity building dan partisipasi pemangku kebijakan. Proyek tersebut telah mengenalkan pendekatan lingkungan air berbasis masyarakat dalam meningkatkan pelayanan lingkungan untuk mencapai tujuan ESWIn. Poin penting dalam proyek ini adalah pengenalan teknologi pengolahan air hujan guna memenuhi suplai air bersih di masyarakat. Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu elemen kunci dalam penyelenggaraan proyek tersebut. Masyarakat setempat telah di dorong untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menjaga dan mengelola fasilitas air hujan dan pengelolaan limbah. Selain itu, keterlibatan masyarakat juga mencakup penetapan target dengan mitra. Mitra proyek antara lain Puslitbang Air (Pusat Penelitian dan Pengembangan Air), PDAM Kota Bandung, Puslitbangkim (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman ), dan Institut Sumber Daya Alam Asia. Terdapat empat hasil yang diharapkan dari proyek ITB. Pertama, proyek ini akan menghasilkan model dan pedoman untuk revitalisasi sumber air bersih melalui teknologi bio-eco. Kedua, penerapan teknologi proyek rainwater harvesting dan wastewater treatment akan dijalankan oleh masyarakat lokal. Ketiga, masyarakat lokal terlibat dalam mengelaborasi metode eco-hidrologi, misalnya, desain dari teknik bio-filtrasi untuk mengelola limbah sebelum limbah bercampur dengan aliran air sungai Cikapundung dan untuk meningkatkan hubungan ekologis antara berbagai komponen air. Terakhir, rainwater harvesting yang terintegrasi dapat menjamin pasokan air yang stabil bagi masyarakat. (Aplikasi FTWs untuk Pengolahan Sungai, www.ftsl.itb.ac.id) Gambar 1 Sistem Pengolahan Air Limbah (Wastewater)
Sumber: ftsl.itb.ac.id b. Rainwater Harvesting Management System (Sistem Pemanenan Air Hujan) Pemanenan air hujan adalah sumber baru air lainnya yang dipromosikan dalam rangka mewujudkan ESWIn. Fungsi utama dari pemanenan air hujan adalah pencegahan kekeringan pada DAS, augmentasi pasokan air, pengendalian sumber
342
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
polusi, pengurangan efek heat island, pencegahan banjir dan pemulihan siklus hidrologi. Metode ini menjadi pendekatan praktis untuk mencapai pengelolaan air yang terdesentralisasi. (A Strategic Roadmap to Implement ESWIn in Indonesia, www.unescap.org) Proyek ESCAP ini dilaksanakan bersama dengan UNPAS (Universitas Pasundan), Bandung. Gambar 2 Sistem Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting)
Sumber: teknik.unpas.ac.id Tujuan dari proyek UNPAS adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengembangan kapasitas untuk perencanaan dan penerapan sistem terpadu pengelolaan air hujan dalam mencapai keamanan air serta untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim. Potensi air hujan di Bandung sangat besar dengan curah hujan rata-rata bulanan antara tahun 2006 sampai dengan 2010 mencapai kisaran 142322 dan curah hujan rata-rata lebih dari 150 mm/bulan, oleh karenanya air hujan dapat menjadi sumber air baku. Secara umum, kondisi air hujan cukup baik, namun karena terjadi polusi di udara, air hujan harus mengalami proses pemurnian terlebih dahulu sebelum dapat didistribusikan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Proyek rainwater harvesting atau pemanenan air hujan ini diharapkan dapat membawa serangkaian manfaat. Pertama, memungkinkan penyediaan sumber air bersih yang stabil, dan kedua, ketergantungan pada air permukaan dan air tanah dapat diminimalisir. Ketiga, sehubungan dengan manfaat kedua, metode ini dapat mencegah penurunan eksplorasi air tanah dan mengurasi resiko longsor, keempat, memberikan pengaruh terhadap upaya konservasi air yang mengarah pada ketersediaan air yang lebih tinggi dan berkelanjutan. (Policy Guideline Development on Eco-efficient Infrastructure, teknik.unpas.ac.id)
343
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
Kesimpulan Semakin menurunnya kualitas air Sungai Cikapundung sebagai penyedia air baku untuk kebutuhan air bersih di kota Bandung dan belum optimalnya metode pengelolaan air bersih yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Bandung menodorong adanya upaya pengembangan disektor tersebut. ESCAP sebagai lembaga regional PBB di kawasan Asia Pasifik yang fokus pada bidang pembangunan telah mengembangkan sistem pengelolaan air bersih terpadu yang berbasis pada model lingkungan berkelanjutan atau ESWIn. ESCAP menjadi inisiator dan fasilitator bagi penerapan metode ESWIn yang juga melibatkan Pemerintah Kota Bandung sebagai penggagas program Revitalisasi Sungai Cikapundung, Pemerintah Pusat melalui BAAPENAS, Perguruan Tinggi (ITB dan UNPAS), serta masyarakat. ESCAP juga menyalurkan bantuan dana, baik secara langsung maupun dari mitra strategisnya, KOICA. Pada tahun 2011 ESCAP mengimplementasikan dua proyek dalam kerangka ESWIn bekerjasama dengan ESCAP, KOICA, BAPPENAS, Pemerintah Kota Bandung, ITB (Institut Teknologi Bandung) dan UNPAS (Universitas Pasundan) yaitu instalasi proyek Pengolahan Air Limbah dan Pemanenan Air Hujan di Sungai Cikapundung Daftar Pustaka Buku Azis, Iwan J, at. al. Pembangunan Berkelanjutan: Peran dan Kontribusi Emil Salim. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2010. May Rudy, Teuku. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Refika Aditama. 2005. Salim, Emil. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Jakarta: Yayasan Idayu. 1982. . Preface: Looking Back to Move Forward. Dalam Budy P. Resosudarmo (ed.). The Politics and Economics of Indonesia’s Natural Resources. Singapura: ISEAS. 2005. . Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010. Jurnal BPLH. Rencana Strategis Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018. Bandung: BPLH. 2013. Maria, Rizka dan Hilda Lestiana. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Fungsi Konservasi Air Tanah di Sub DAS Cikapundung. Jakarta: Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. 2014.
344
Peran ESCAP melalui ESWIn dalam Revitalisasi Sungai Cikapundung (Syarifah Yaumil A)
E-book Allan, Tony. Global Trade: Balancing Existing and Future Regional Water Resource Deficits dalam Hans Gunter Brauch, Facing Global Environmental Change: Environmental, Human, Energy, Food, Health and Water security Concepts. http://en.bookfi.org. Diakses pada 1 November 2014. Internet Abal, Eva G. dan Candra R. Samekto. A Strategic Roadmap to Implement ESWIn in Indonesia. http://www.unescap.org/sites/default/files/EEWIN%20Roadmap_Indonesia.p df. Diakses pada 2 Juni 2015 19:30. Anonim. Apllication Community Based Integrated Water Supply and Wastewater Treatment System. http://www.unescap.org/resources/application-communitybased-integrated-water-supply-and-wastewater-treatment-systems. Diakses pada 1 Juni 2015. Anonim. Bandung. http://www.bandung.go.id/rwd/index.php. Diakses pada 19 Agustus 2014. Anonim. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air: Data Daerah Aliran Sungai. http://sda.pu.go.id:10001/sda-data. Diakses pada 24 Desember 2014. Anonim. Isu-isu Strategis dan Permasalahan, Digital Library AMPL. http://www.digilib-ampl.net/data/data-tabel.php?mode=cari. Diakses pasa 29 Oktober 2015. Anonim. Ketidakseimbangan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Picu Krisis. http://pu.go.id/berita/6696/ketidakseimbangan-ketersediaan-dan-kebutuhanair-picu-krisis. Diakses pada 24 November 2015. Anonim. Sedimemtasi Sungai Cikapundung Mencapai 1 Juta ton/tahun. http://www.tataruangindonesia.com/fullpost/bendungan/1347967525/sedimen tasi-sungai-cikapundung-mencapai-1-juta-tontahun.html. Diakses pada 29 Mei 2015. Diskoninfo Kota Bandung. Pemkot Bandung Mendapat Bantuan Penataan Sungai Cikapundung. http://www.bandung.go.id. Diakses pada 10 Juli 2015. Iqbal, Rofiq dan Tiasani Sundari. Aplikasi FTWs untuk Pengolahan Sungai. http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/rekayasa_air_dan_limbah_cair/wpcontent/uploads/2013/12/design-poster02-potrait-a0-3.pdf. Diakses pada 16 September 2015. Teknik UNPAS. Policy Guideline Development on Eco-efficient Infrastructure. http://teknik.unpas.ac.id. Diakses pada 16 September 2015.
345
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 331-346
UN-Water. Water Security. http://www.unwater.org/topics/water-security/en/. 2013. Diakses pada 30 Oktober 2014. UNESCO. The UN Development Report (WWDR). http://www.unesco.org/new/en/naturalsciences/environment/water/wwap/ww dr/. Diakses pada 24 Desember 2014. STI PDAM Tirtawening. Cakupan Layanan Air Minum PDAM Tirtawening Kota Bandung. http://www.pambdg.co.id/new/index.php?option=com_content&view=article &id=56&Itemid=69. Diakses pada 8 Agustus. STI PDAM Tirtawening. Informasi Pelayanan Air Bersih: Sumber Air Baku. http://www.pambdg.co.id/new/index.php?option=com_content&view=article &id=55&Itemid=67, diakses pada 1 Juni 2015. Peraturan Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2010-2014.
346