Hasil Penelitian
SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.Sc*
ABSTRACT One of the intensification of malaria control program in South Sulawesi was surveillance vector in the form of entomological survey. The aimed of this survey was provided data and information about malaria vector that usefull in vector control activity. Surveillance vector activity had been done to know vector fluctuation data, vector behaviour , type of breeding places in order to known the peak of vector density . Peak of vector density usefull for malaria awareness in different type of ecology. Survey had been done on October 2010 in Aneka Marga village, Rorowatu Utara sub district, Bombana District, South Sulawesi Province. Survey had been done during 4 night serially, start at 18.00 pm until 06.00 am with 6 mosquitoes collector, 3 collector catchs mosquitoes out door, 3 collector catchs mousquitoes in door during 45 minutes. 15 minutes out doors catcher catchs the mosquitoes that rest in cage, while indoors cather catch the mosquitoes that rest in house wall. Result of this survey found that Anopheles subpictus was dominant vector with Man Bitting Rate(MBR) in door was 0,28/man/hours and MBR out door was 0,64/man/hours. Peak of An. subpictus bites at 23.00 pm, the breeding places of An. subpictus in fish bowl, around 1 km from settlement. The density of larva was 3 larva/deeper. Key words : malaria, vector, entomology, surveilance
PENDAHULUAN Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan daerah endemis malaria. Angka kesakitan malaria klinis Annual Malaria Incident (AMI) tahun 2009 sebesar 9,78 permill, menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 13,43 permill Angka kesakitan malaria Di Kabupaten Bombana, selama 3 (tiga) tahun terakhir cenderung meningkat setiap tahunnya, AMI Tahun 2007 = 12,59 permill, Tahun 2008 = 13,57 permil dan tahun 2009 = 14,62 permill. Desa Aneka Marga, Kecamatan Rorowatu Utara, Kabupaten Bombana merupakan salah satu daerah endemis malaria. Sejak beberapa tahun terakhir Desa Aneka Marga memiliki angka kesakitan malaria tinggi (HCI), pada tahun 2009 Annual Parasit Incident (API) = 10,16 permill). Kegiatan surveilans vektor dilakukan untuk mendapatkan data fluktuasi vektor, perilaku vektor, jenis tempat perkembangbiakan (TP) dengan maksud untuk mengetahui puncak kepadatan vektor sehingga diketahui puncak penularan malaria di setiap tipe ekologi. Survei dilakukan pada bulan Oktober 2010 di Desa Aneka Marga, Kecamatan Rorowatu Utara, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Species nyamuk yang pernah ditemukan di wilayah Kabupaten Bombana diantaranya : An. hyrcanus group, An. vagus dan An. indefinitus. Hasil MBS (Mass Blood Survey) tahun 2010 di Desa Aneka Marga, Kecamatam
Rorowatu Utara, Kabupaten Bombana ditemukan kasus positif malaria sebanyak 7 orang, 1 orang penderita P.falciparum dan 6 orang P.vivax. Secara umum penduduk desa Aneka Marga bekerja sebagai petani musiman dan peternak sapi. Mobilitas penduduk di Desa Aneka Marga tergolong tinggi yaitu pekerja pendulang emas. Secara geografis lokasi Desa Aneka Marga merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 15 m dpl. Tipe ekologi wilayah Desa Aneka Marga merupakan daerah persawahan, perkebunan dan wilayah bagian Timur merupakan daerah pantai, oleh karena itu memungkinkan daerah tersebut memiliki variasi / fauna nyamuk yang cukup banyak seperti misalnya, daerah persawahan : An,aconitus, An.vagus, An. kochi, An. hyrcanus group, daerah perkebunan An. hyrcanus group, An.leucosphyrus group. dan nyamuk daerah pantai : An subpictus, An.sundaicus. Upaya pengendalian malaria yang pernah dilakukan di Desa Aneka Marga masih sebatas kegiatan penemuan penderita di puskesmas/Passive Case Detectons (PCD), sedangkan kegiatan penemuan penderita secara aktif/ Active Case Detectons (ACD) belum dilakukan secara intensif. Sampai bulan Oktober 2010 belum pernah dilakukan kegiatan pengendalian dan pemberantasan vektor malaria (kelambunisasai dan penyemprotan rumah).
ukuran cacing tersebut, semakin besar ukuran cacing semakin lama waktu perendaman. Kemudian cacing di amati di bawah mikroskop coumpond dengan perbesaran 4x dan 10x. Pengukuran karakter cacing bisa dilakukan dengan menggunakan mikrometer okuler pada mikroskop. Sedangkan untuk mengidentifikasi cacing cestoda harus dilakukan pewarnaan terlebih dahulu. Bahan yang di gunakan adalah perwarnaan semichon carmin, alkohol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 95%, alkohol absolute, gliserin alcohol dan entelant. Dengan prosedur; cacing di masukkan dalam pewarna semicho carmin, kemudian dilakukan clearing pada alkohol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 95% dan Alkohol absolute. Selanjutkan cacing pada obyek glass di tetesi gliserin dan diamati di bawah mikroskop. Untuk pengawetan preparat kering, obyek glass yang berisi cacing di tetesi entelant kemudian di tutup dengan deck glass. Pada hasil pembedahan organ dalam tikus selama pelatihan diperoleh cacing untuk nematoda Syphacia muris sedangkan cestoda Hymenoplepis diminuta, Morfologi dari Syphacia muris, adalah adanya esophagus dengan bulb yang jelas, selalu terdapat spikula dan ekor runcing pada cacing betina, tidak selalu ada buccal capsule, sedangkan corona radiate nya tidak ditemukan pada spesies ini. Morfologi Hymenoplepis diminuta, Panjang badan dapat mencapai 30 – 60 cm, lebar 3 – 5 mm. Terbagi atas kepala (skolek), leher dan proglotid-proglotid. Skolek memiliki 4 batil isap tanpa rostelum, Proglotid terdiri atas proglotid immature – mature – dan gravid, kurang lebih 800 - 1000 segmen. Proglotid dewasa berukuran 2,5x0,8 mm, berbentuk trapezium, lebarnya empat kali panjangnya, mengandung tiga testes, sebuah ovarium berlobus dua dan sebuah porus genital pada satu sisi (unilateral) yang terletak di tepi lateral proglotid.
Gambar 2. Scolek Hymenoplepis diminuta
Gambar 3. Proglotid dewasa Hymenoplepis diminuta DAFTAR PUSTAKA 1. Parasitologi Medik I, Helmintologi, Jangkung Samidjo Onggowaluyo, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2002 2. Fauna Indonesia, Vol 8(2) Juni 2008: 10-15, Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS, Kartika Dewi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. 3. Penuntun Praktikum Nematode, Trematoda, Cestoda parasit manusia dan hewan, Dr. Retno Widiastuti, Dra. Siti Subadrah Az. Su, Dra. Endang Srimurni K. SU. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 4. Systema Helminthum Volume III The Nematodes of Vertebrates Part I,, Satyu Yamaguti, Interscience publisher, inc. New York, Interscience publisher ltd., London, 1959. 5. http://www.radil.missouri.edu/info/dora/ratpage/ par.html 6. http://www.sodiycxacun.web.id/2010/06/ hymenolepis-diminuta.html 7. http://www.umanitoba.ca/science/zoology/faculty/ dick/z346/hymenhome.html
Gambar 1. Syphacia muris TUJUAN 1. Tujuan Umum
* Peneliti Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
12 BALABA Vol. 6, No. 02, Des 2010 : 12 - 16
Pemerikasaan Endoparasit................(Astuti)
21
Laporan Kegiatan
PEMERIKSAAN ENDOPARASIT (CACING NEMATODA DAN CESTODA) YANG DI TEMUKAN DALAM ORGAN TIKUS Novia Tri Astuti*
Di daerah tropis (termasuk Indonesia), parasit cacing yang menginfeksi manusia masih banyak ditemukan. Parasit tersebut meliputi klas Nematoda, Trematoda, dan Cestoda. Eksistensi kehidupan cacingcacing ini ditunjang oleh lancarnya proses daur hidup dan cara penularannya. Daur hidup cacing yang ada pada manusia memerlukan satu atau lebih hospes perantara. Beberapa spesies cacing ada yang tidak memmerlukan hospes perantara. Parasit yang mempunyai satu atau lebih hospes perantara (intermediate host) memiliki peluang penularan yang semakin tinggi. Ada beberapa jenis parasit(cacing) pada manusia yang ditemukan pula dalam tubuh tikus. Untuk memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan endoparasit (parasit yang hidup dalam badan hospes) pada tikus maka dilakukan pelatihan pemeriksaan endoparasit. Pelatihan dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, selama 4 hari dari tanggal 23- 26 Agustus 2010 dengan di pandu oleh Ibu Endang Purwaningsih dan Ibu Kartika Dewi. Adapun kegiatan yang dilakukan selama pelatihan adalah melakukan pembedahan tikus hasil penangkapan di daerah sekitar LIPI, kemudian dari hasil pembedahan di ambil organ dalam tikus berupa hati, ginjal, paru-paru dan organ pencernaan diambil kemudian ditempatkan pada cawan petri yang terpisah untuk diperiksa ada tidaknya cacing baik nematoda maupun cestoda . Untuk organ yang tidak langsung diperiksa, disimpan dalam larutan alkohol 70%. Ada beberapa jenis nematoda yang sering dijumpai pada organ dalam tikus antara lain adalah: Capillaria hepatica, Gongylonema neoplasticum, Heterakis spumosa, Heterakis sp, Masterphorus muris, Nippostrongylus brasiliensis, Physolaptera sp, Pterogedermatis sp, Rictularia tani, Syphacia muris. Cestoda yang dijumpai pada organ dalam tikus : Hymenolepis diminuta, Hymenolepis nana, Hymenolepis sabnema, Hymenolepis sp, Raillietina sp, Taenia taeniaformis. Morfologi nematoda secara umum : bentuknya silindris, tidak bersegmen, mempunyai rongga tubuh dimana didalamnya terdapat alat cerna dan alat kelamin. Umumnya tiap-tiap ujung makin kecil, kutikula licin, kadang-kadang bergaris. Umumnya alat kelamin terpisah (dapat dibedakan jantan dan betinanya). Bentuk jantan lebih kecil dari pada yang betina. Bagian posterior yang jantan melengkung kea rah ventral, sedangkan yang betina lurus dan runcing atau membulat. Sedangkan tanda-tanda spesifik untuk menentukan spesies: ada tidaknya cavum buccali (rongga mulut), Ada tidaknya gigi atau lempeng
pemotong dalam cavum buccalis. Bentuk dari bagian posteriornya yaitu : ada tidaknya bursa bagi yang jantan atau melengkung kea rah ventral. Ada tidaknya bibir, dimana bibir adalah merupakan bagian yang mengelilingi mulut Untuk morfologi cestoda secara umum: bentuknya panjang dan pipih tediri dari scolex dan segmen segmen tubuh (proglotid) yang dibedakan segmen muda (immature), segmen dewasa (mature), segmen masak (gravid). Tanda-tanda karakteristik untuk menentukan jenis (spesies) cestoda adalah sebagai berikut : Scolex , yang perlu diperhatikan bentuknya, bulat atau memanjang, ada atau tidaknya leher, adanya batil penghisap atau sucker yang berbentuk cangkir atau cawan (discus) atau berbentuk celah memanjang (bothris) dengan atau tanpa sejumlah kait-kait, ada atau tidaknya rostellum dengan sejumlah baris kait.(penuntun praktikum nematode, trematoda, cestoda parasit manusia dan hewan). Bentuk, ukuran dan jumlah proglotid cacing bervariasi menurut spesies dan staium pertumbuhannya. Tiap proglotid merupakan satu individu yang berfungsi dan satu anggota dari stobila. Tempat pertumbuhan proglotid dimulai dari pertumbuhan jaringan yang ada di posterior leher dan berturut-turut ke arah posterior akan semakin jelas perkembangannya karena bentuk, struktur, dan fungsi organ-organnya semakin jelas. Pembedahan pada organ dalam tikus harus dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati agar tidak merusak morfologi cacing yang ada di organ dalam tikus. Untuk membedakan antara cacing dengan benda yang lain maka pembedahan harus dilakukan di bawah mikroskop disecting. Alat yang digunakan pada pembedahan organ dalam tikus adalah cawan petri untuk meletakkan organ dalam dari tikus, pinset halus untuk membuka organ dalam tikus, mengambil cacing dan meminimalkan kerusakan morfologi cacing yang di temukan. Cacing (Nematoda dan Cestoda) yang ditemukan ditetesi air panas, supaya cacing tersebut mati di tempat dan mudah diambil. Setelah mati, cacing ( nematoda dan cestoda) tersebut disimpan dalam alkohol 70% untuk kemudian dilakukan identifikasi. Dalam proses identifikasi, cacing nematoda harus direndam terlebih dahulu dalam larutan glycerinalkohol 70% sampai kutikelnya terlihat transparan. Dengan prosedur: cacing yang ditemukan dari pembedahan organ dalam diletakkan dalam obyek glass, kemudian di tetesi larutan glycerin-alkohol 70%. Lama waktu perendaman tergantung dari besar kecilnya
Tersedianya informasi tentang vektor untuk kebutuhan pengendalian malaria. 2. Tujuan Khusus Mengetahui informasi tentang : a. Fauna Anopheles di lokasi survei b. Spesies Anopheles dominan c. Fluktuasi kepadatan Anopheles d. Pola aktifitas vektor (cara menggigit, beristirahat, meletakkan telur) e. Tempat Perindukan Anopheles potensial BAHAN DAN CARA KERJA Bahan dan Alat survei nyamuk dewasa : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Aspirator Mikroskop Disecting Mikroskop Compound Senter Batu baterai Gelas kertas Termometer ruangan Sling Hygrometer Karet gelang Kapas
k. Kain kasa l. Kloroform m. Entomologi kit n. Cawan Petridish o. Form hasil survei p. Obyek Glass q. Spidol transparant r. Microtest tube s. Kertas label
(landing collection) yang dilakukan di dalam dan di luar rumah. Jumlah kolektor sebanyak 6 orang, 3 orang di luar rumah dan 3 orang di dalam rumah yang berbeda. Waktu yang diperlukan untuk menangkap nyamuk dewasa umpan badan selama 45 menit. Petugas Puskesmas dan Kabupaten mengkoordinir kegiatan penangkapan nyamuk dewasa dan mengambil hasil tangkapan setiap jam. b. Penangkapan nyamuk dewasa istirahat di kandang ternak dan istirahat di dinding dalam rumah, masing-masing 3 orang. Waktu yang diperlukan selama 15 menit. c. Survei jentik Anopheles dilakukan pada siang hari, dengan mencari habitat perkembangbiakan nyamuk berupa: genangan, kobakan, tambak, persawahan, kolam tidak terawat. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil survey nyamuk dewasa Hasil kegiatan penangkapan nyamuk dengan umpan badan, penangkapan yang hinggap di dinding pada malam hari dan penangkapan nyamuk di sekitar kandang di Desa Aneka Marga dapat dilaporkan sebagai berikut: 1. Spesies nyamuk tertangkap Hasil penangkapan nyamuk dengan semua metode menunjukkan ada 5 spesies nyamuk yang ditemukan yaitu : An. subpictus, An. indefinitus, An. barbirostris, An. nigerrimus, dan An. vagus. Anopheles subpictus merupakan spesies dominan yang ditemukan dari semua metode yang dilakukan.
Bahan dan Alat survei Survei jentik : a. Cidukan larva b. Refraktometer c. Pipet larva d. Botol larva e. Kertas label f. Form survei g. Nampan
2. Kepadatan nyamuk umpan badan (landing collection) Kegiatan penangkapan nyamuk umpan badan (landing collection), An. subpictus ditemukan paling dominan yaitu : Kepadatan rata-rata (MBR) Umpan Orang Dalam (UOD) : 0.28/Or/jam dan Umpan Orang Luar (UOL): 0,64 /Or/jam. Sedangkan An.vagus ditemukan dengan kepadatan umpan orang paling rendah, yaitu hanya ditemukan umpan di luar (UOL) , MBR : 0,01/Or/jam. (Tabel 1).
CARA KERJA Pada kegiatan penangkapan nyamuk dewasa dilakukan pada malam hari dimulai jam 18.00 sampai dengan jam 6.00 pagi. Kegiatan panangkapan nyamuk dewasa menggunakan aspirator di Desa Aneka Marga meliputi : a. Penangkapan nyamuk dewasa umpan badan
3. Kepadatan nyamuk resting collection An. subpictus ditemukan istirahat di dinding sebesar MHD : 0,47 /Or/jam. Di kandang MHD: 0,69 /Or/jam. Anopheles indefinitus MHD dinding : 0,08 /Or/jam, MHD kandang 0,18 /Or/jam. (Tabel 2)
* Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
20 BALABA Vol. 6, No. 02, Des 2010 : 20-21
Surveilans Vektor Malaria.................(Sunaryo)
13
Tabel .1. Rekap hasil landing collection Desa Aneka Marga
Spesies An.subpictus An.indefinitus An.barbirostris An.vagus
Metode
MBR
Rata2
H1
H2
H3
H4
TOTAL
MBR
Dalam rmh
0,26
0,20
0,28
0,37
1,11
0,28
Luar rumah
0,70
0,43
0,87
0,56
2,56
0,64
Dalam rmh
0,02
0,07
0,04
0,00
0,13
0,03
Luar rumah
0,09
0,07
0,07
0,09
0,33
0,08
Dalam rmh
0,04
0,00
0,00
0,00
0,04
0,01
Luar rumah
0,04
0,11
0,09
0,00
0,24
0,06
Dalam rmh Luar rumah
0,00 0,06
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,06
0,00 0,01
12.
13.
Tabel 2. Kepadatan nyamuk istirahat di dinding dan di kandang di Desa Aneka Marga
H1
H2
H3
H4
TOTAL
Dinding Kandang
0,78 1,39
0,17 0,11
0,33 0,83
0,61 0,44
1,89 2,78
0,47 0,69
Dinding Kandang Dinding
0,00 0,39 0,06
0,00 0,11 0,06
0,06 0,22 0,06
0,28 0,00 0,00
0,33 0,72 0,17
0,08 0,18 0,04
Kandang Dinding Kandang
0,00 0,06 0,94
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
0,00 0,06 0,94
0,00 0,01 0,24
Dinding Kandang
0,00 0,00
0,00 0,00
0,06 0,00
0,00 0,00
0,06 0,00
0,01 0,00
Metode
An.subpictus An.indefinitus An.barbirostris An.vagus An.nigerrimus
MHD
Rata2 MHD
Spesies
4. Perilaku menggigit dalam semalam Pola aktifitas menggigit Anopheles di Desa Aneka Marga dipengaruhi oleh keberadaan tempat perindukan, Hal ini terlihat bahwa An.subpictus mulai ditemukan meningkat pada jam 21.00 dan puncak aktifitas menggigit ditemukan antara jam 23.00. Kondisi tersebut megindikasikan bahwa tempat perindukan spesies tersebut jauh dari tempat penangkapan. Hasil survei larva membuktikan bahwa spesies tersebut ditemukan di tambak pada jarak sekitar 1,5 km dari pemukiman penduduk.
14 BALABA Vol. 6, No. 02, Des 2010 : 12-16
5.
14.
15.
permukaan media MRVP. Reaksi VP negatif ditandai tidak ada perubahan warna media setelah ditambahkan reagen VP. Y.pestis bersifat VP negatif. Uji katalase dilakukan dengan cara mencampur koloni Y.pestis (yang tumbuh pada media nutrien agar) dengan 1 tetes pereaksi H2O2 0,3 % pada kaca preparat, dan dicampur hingga rata. Reaksi katalase positif apabila terbentuk gas atau gelembung kecil pada campuran sel tersebut. Reaksi katalase negatif apabila tidak terbentuk gas atau gelembung kecil pada campuran sel tersebut. Y. Pestis bersifat katalase positif. Uji oksidase dilakukan dengan cara menyiapkan reagen tetramethyl-pphenylenediamine dihydrochloride yang dicampur dengan 3 ml aquadest steril atau NaCl fisiologis menggunakan jarum ose dan lakukan pencampuran dalam cawan petri. Kemudian letakkan kertas saring ke dalam cawan petri tersebut. Ambil koloni tersangka dari media nutrien agar kemudian letakkan dalam kertas saring pada cawan petri, reaksikan dengan reagen. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna biru pada koloni tersebut. Reaksi negatif ditandai tidak terbentuk warna biru pada koloni tersangka. Y. Pestis bersifat oksidase negatif. Uji pewarnaan Gram. Pewarnaan gram dilakukan dengan cat gram dari Amonium oxalat crystal violet, lugol, acetone iodine decolorizer, carbol fuchsin hingga pencucian dengan air dan dikeringanginkan. Koloni Y.pestis selanjutnya diinokulasikan ke dalam beberapa media gula – gula antara lain adonitol, arabinose, dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, manitol, rhamnose, salisin,
sucrose, trehalose, xylose dan inkubasikan pada suhu 37 0C selama 24 jam. Pengamatan fermentasi gula – gula dilakukan 1 – 10 hari setelah inokulasi. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam isolasi dan identifikasi Y.pestis adalah penyiapan media (karena media yang digunakan cukup banyak). Beberapa media mempunyai masa kadaluarsa pendek sehingga perlu diperiksa tanggal kadaluarsanya. Disamping itu pembuatan reagen/pereaksi juga perlu diperhatikan. Beberapa reagen yang digunakaan diantaranya reagen Kovac's/indol, Methyl Red (MR), Alpha naphtol, Voges Proskauer (VP) dan pewarnaan gram. Hal yang sangat penting untuk keberhasilan isolasi dan identifikasi ini adalah kesterilan alat dan bahan agar tidak terjadi kontaminasi. Diharapkan dengan dilaksanakannya pelatihan ini dan didukung dengan SDM dan sarana serta prasarana yang memadai, pada masa yang akan datang Loka litbang P2B2 Banjarnegara mempunyai kemampuan untuk melakukan pemeriksaan Y.pestis sehingga dapat mendukung kelancaran penelitian di bidang penyakit yang ditularkan tikus (rodensia) pada umumnya dan penyakit pes pada khususnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Modul Pelatihan Teknik Isolasi-Identifikasi Yersinia pestis Sebagai Penyebab Penyakit Pes, disusun oleh : drh. Tati Ariyanti, MP, Balai Besar Penelitian Vetereiner, Bogor. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM&PL, Tahun 2000
Proporsi parous An. subpictus Untuk mengetahui kapasitas vektor telah dilakukan pembedahan ovary. Nyamuk yang sudah pernah bertelur atau setidaknya dalam kondisi half-gravid dan gravid bagian kepala dan dada nyamuk dikirim ke Jakarta untuk pemeriksaan lanjutan dengan metode ELISA. Hasil pembedahan ovary An.subpictus, diketahui jumlah nyamuk parous sebesar 34 % , nulli parous : 66 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat survey populasi nyamuk yang tertangkap lebih dominan nyamuk muda.
Teknik Isolasi..................(Marbawati,et al)
19
3.
4.
5.
6.
7.
37 0C selama 24 jam. Koloni yang spesifik pada media TSIA akan memberikan reaksi sbb : Tabel 1. Reaksi biokimia Y.pestis pada media TSIAMediaAgar Miring (Slant)Agar dasar (Buttom)H2SGasTSIAMerahKuningNegatifNe gatif Amati pergerakan yang terjadi pada media semisolid. Apabila bakteri bersifat motil akan terlihat adanya gambaran seperti kapas atau awan dibekas tusukan jarum ose pada media semisolid atau media semisolid terlihat keruh. Kadang – kadang di permukaan media semisolid juga terlihat adanya pertumbuhan bakteri berwarna putih pekat. Apabila bakteri bersifat non motil, tidak terlihat adanya gambaran tersebut diatas dan media terlihat jernih. Y. Pestis bersifat non motil. Lakukan uji indol pada media semisolid dengan meneteskan pereaksi indol dari Kovac sebanyak ±5 tetes, reaksi positif apabila terjadi ring berwarna pink di atas media semisolid tersebut. Reaksi indol negatif tidak berbentuk ring yang berwarna pink. Y. Pestis bersifat indol negatif. Pindahkan dan inokulasikan koloni tersangka dari media TSIA ke media nutrien agar untuk uji katalase, oksidase dan pewarnaan Gram. Inkubasikan media nutrien agar pada suhu 37 0C selama 24 jam. Pindahkan dan inokulasikan koloni tersangka
8.
9.
10.
11.
dari media TSIA dengan cara menggoreskan ose ke bagian miring media Simmon's Citrate dan 0 inkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam. Simmon's Citrate positif ditandai perubahan warna media menjadi biru sedang pada reaksi negatif warna media tetap hijau. Y. pestis bersifat S. Citrate negatif. Pindahkan dan inokulasikan koloni tersangka dari media TSIA dengan cara menggoreskan ose ke bagian miring media urea dan inkubasikan pada suhu 0 37 C selama 24 jam. Urea positif warna media berubah menjadi merah muda dan apabila negatif tidak terjadi perubahan warna media Y. Pestis bersifat urea negatif. Pindahkan dan inokulasikan media MR-VP dengan sejumlah kecil koloni tersangka dari media 0 TSIA dan inkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam. K e d a l a m m e d i a M RV P y a n g t e l a h diinkubasikan, ditambahkan 2 – 5 tetes reagen Methyl Red (MR). Hasil uji MR positif yang ditandai adanya perubahan warna merah setelah penambahan reagen, MR negatif apabila warna media MRVP tidak berubah menjadi merah setelah penambahan reagen MR.Y.pestis bersifat MR positif. Setelah uji MR selesei, lakukan uji VP dengan cara menambahkan 2 – 3 tetes alpha naphtol aduk sempurna kemudian tambahakan 1 – 2 tetes 40 % KOH dan aduk kembali. Reaksi VP positif ditandai dengan terbentuknya cincin warna merah tembaga di
Grafik.1 Pola aktifitas menggigit An. subpictus
B.
-
Tempat perindukan Tempat perindukan yang telah teridentifikasi dan ditemukan jentik Anopheles adalah sebagai berikut : Kolam tanpa ikan Genangan air hujan Sawah tadah hujan Rawa-rawa Tambak berlumut
Hasil pelacakan tempat perindukan An. subpictus ternyata ditemukan pada tambak/empang ikan yang berjarak + 1 km dari pemukiman penduduk yang menjadi lokasi penangkapan nyamuk. Hal ini berarti An. subpictus yang ditemukan di lokasi penangkapan kemungkinan dapat terbang dengan kemampuan sendiri atau terbawa oleh angin. Di empang tempat ditemukannnya jentik An. subpictus terdapat lumut sutra.
Tabel 2. Reaksi Biokimia Y. Pestis No Test Subrate 1 1
2 Motility
Hasil Reaksi Positif 3 Terbentuk gambaran seperti kapas/awan disepanjang tusukan ose atau media terlihat keruh
Negatif 4 Media jernih
2 3 4 5
Simmon,s Citrate Urea MR VP
Warna media biru Warna media pink Warna media merah Terbentuk cincin merahtembaga di permukaan media
Warna Warna Warna Warna
6
Katalase
Terbentukgelembung/
Tidak terbentuk gelembung/gas
positif
7
Oksidase
Terbentuk
Tidak terbentuk warna biru
negatif
8 9 10
Mannitol Trehalose Xylose
Warna media kuning Warna media kuning Warna media kuning
Warna media merah Warna media merah Warna media merah
positif positif positif
18 BALABA Vol. 6, No. 02, Des 2010 : 17-19
warna biru
gas
media hijau media kuning media kuning media tidakberubah
Y.Pestis 5 negatif
negatif negatif positif negatif
Gambar 2. Tambak ditemukan jentik An. subpictus
Surveilans Vektor Malaria.................(Sunaryo)
15
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
a.
1. Depkes RI, 2001. Pedoman Survey Entomologi Malaria. Ditjen PPM & PL, Jakarta. 2. Depkes RI, 1985. Vektor Malaria Di Indonesia. Ditjen PPM& PL, Jakarta 3. Depkes RI, 1985, Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku. Ditjen PPM & PL, Jakarta 4. Global Fund Round 8, 2010. Pedoman Program Intensifikasi Pengendalian Malaria di Provinsi Kalimantan dan Provinsi Sulawesi. Ditjen PPM & PL, Jakarta. 5. O'Connor, CT dan Soepanto,A, 1979. Kunci Bergambar untuk Anopheles Betina di Indonesisa, Ditjen PPM & PLP, Jakarta 6. WHO, 1992. Entomological Field Technique for Malaria Control Part I &Part II. Leaner's
b. c.
d.
e.
f.
g.
Hasil penangkapan nyamuk malam hari ditemukan fauna Anopheles sebagai berikut : An. subpictus, An. barbirostris, An. indefinitus, An.vagus,An.nigerrimus dengan beberapa metoda yang telah dilakukan . An. subpictus ditemukan dominan pada setiap metode penangkapan Pada metode penangkapan umpan orang luar An. subpictus MBR : 0,64, umpan orang dalam MBR : 0,28. Pola aktifitas mengigit An.subpictus mulai meningkat pada jam 21.00 dan puncaknya pada jam 23.00. Tempat perindukan An. subpictus di empang / tambak berlumut sutra dengan kapadatan 3 percidukan. Menggunakan kelambu pada malam hari efektif untuk mengurangi gigitan An. subpictus di dalam rumah. Bagi para pekerja tambang perlu dilakukan pemeriksaan darah secara mikroskopis agar dapat diketahui secara dini sehingga tidak bermasalah jika masuk ke wilayah desa reseptif.
Laporan Kegiatan
TEKNIK ISOLASI – IDENTIFIKASI Yersinia pestis SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT PES (HASIL PELATIHAN DI BALAI BESAR VETERINER BOGOR) Dewi Marbawati*, Hari Ismanto*
Pelatihan teknik isolasi dan identifikasi bakteri penyebab pes dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan laboratorium bakteriologi yang ada di Loka litbang P2B2 Banjarnegara agar memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan Pes. Pelatihan dilaksanakan selama 5 hari dari tanggal 29 Juni sampai 3 Juli 2009. Pelatihan dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor dengan dipandu oleh Ibu drh. Tati Ariyanti, MP dibantu oleh dua orang stafnya. Beberapa materi yang diberikan dalam pelatihan ini diantaranya teori umum penyakit pes, pembuatan berbagai media untuk menumbuhkan Yersinia sp, uji – uji biokemik dan lain sebagainya. Pes merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus atau rodent lain dan dapat ditularkan pada manusia serta merupakan penyakit bersifat akut yang disebabkan oleh kuman / bakteri. Selain itu pes juga dikenal dengan nama Pasteurellosis atau Yersiniosis/Plague. Pes masuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak di Jawa Timur dan selanjutnya menyebar ke beberapa tempat lain di Indonesia. Angka kematian korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang yang terjadi pada tahun 1934. Pengendalian pes awalnya dilakukan untuk memutuskan kontak antara manusia dengan tikus dengan cara perbaikan perumahan hingga tidak ada lagi tempat tikus bersarang. Selain itu pemberian vaksin juga dilakukan. Awalnya diberikan vaksinasi Haffkine tapi hasilnya tidak memuaskan. Kemudian digunakan vaksin Otten (mulai tahun 1934), ternyata vaksin dapat menurunkan 20 % angka kematian. Mulai tahun 1952 pemberantasan pes dilakukan mengunakan racun serangga berupa “DDT Spraying” dan membawa hasil yang memuaskan. Vektor dari pes adalah pinjal. Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu : Xenopsylla cheopsis, Culex irritans, Neopsylla sondaica dan Stivalius cognatus. Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan – hewan rodent (tikus, marmut, hamster, tupai, dll). Reservoir yang lain adalah kucing, anjing, kelinci, rusa, kambing dll. Di Amerika juga ditemukan pada bajing. Pes disebabkan oleh Bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis). Bakteri berbentuk batang, ukuran 1,5-2 x 0,5-0,7 mikron, bersifat bipolar, non motil/tidak bergerak, non sporing/tidak berspora. Bersifat anaerob fakultatif, gram negatif. Y. pestis dapat tumbuh pada perbenihan agar darah (BLD) atau nutrient agar dengan 0 0 kisaran suhu 25-37 C. Pada suhu 28 C merupakan suhu optimum tetapi kapsul yang terbentuk tidak sempurna.
Pada suhu 37 0C merupakan suhu terbaik bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Pertumbuhan bakteri akan lebih cepat apabila berada dalam perbenihan yang mengandung darah atau cairan jaringan dan tumbuh 0 paling cepat pada suhu 30 C. Dalam biakan agar darah 0 pada suhu 37 C dalam 24 jam dapat muncul koloni yang sangat kecil, berwarna keabu-abuan dan kental. Beberapa spesimen yang dapat digunakan untuk pemeriksaan pes adalah darah, bubo sekelan sebesar buah duku pada ketiak/selangkangan, sputum (apusan tenggorokan), nanah, liquor carebrospinal (bila ada gejala meningitis). Pada sampel otopsi spesimen yang bisa digunakan yaitu sumsum tulang, kelenjar limpa dan jaringan paru. Pada organ tikus bisa menggunakan limpa paru atau organ hatinya. Disamping itu pemeriksaan terhadap pinjal sebagai vektor pes juga bisa dilakukan. Teknik isolasi dan identifikasi Y. Pestis mempunyai prinsip – prinsip umum pertumbuhan yaitu terdiri dari tiga tahap yaitu : tahap pengkayaan, seleksi pada media agar dan uji biokimia. Tahap Pengkayaan dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 10-25 gram spesimen kemudian dimasukkan dalam blender atau plastik steril dan ditambah 90-225 ml media pengkayaan (dapat menggunakan Buffered Peptone Water (BPW), Brain Heart Infusion (BHI) atau menggunakan Nutrient Broth). Setelah itu dibuat suspensi spesimen 10 %. Lakukan homogenisasi selama 0 ± 2 menit dan diinkubasikan pada suhu 37 C selama 24 jam. Tahap seleksi pada media agar diawali dengan mengambil 1 ose (dari media pengkayaan) kemudian diinokulasikan/digoreskan pada media Blood Agar Darah (BLD) atau menggunakan nutrient agar. Inkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam. Koloni Y.pestis pada media agar darah tampak bulat, cembung, kecil, berwarna keabu – abuan dan kental Tahap Uji Biokimia merupakan tahapan uji koloni yang diduga Y.pestis dengan menggunakan berbagai media, yaitu : 1. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar) Media TSIA memiliki kandungan laktosa, sukrosa dan glukosa. Koloni yang diduga Yersinia dipindahkan dari media agar menggunakan jarum ose dan diinokulasikan pada media TSIA dengan menusukkan jarum ose tersebut sampai pada dasar media. 2. Semisolid medium Dari media TSIA tanpa mengambil koloni baru gunakan jarum ose yang sama inokulasikan pada semisolid medium dengan cara yang sama. Inkubasikan media TSIA dan semisolid pada suhu
*Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
16 BALABA, Vol. 6, no. 02, Des 2010 : 12-16
17