SURVEI EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
ROSI ROSIDAH JAJILI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRAK
ROSI ROSIDAH JAJILI. Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA. Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia. Salah satu strategi pencapaian sasaran produksi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional diupayakan melalui pengurangan kehilangan hasil dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT merupakan teknik pertanian konvensional yang menimbulkan berbagai dampak negatif baik terhadap lingkungan maupun kesehatan. Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan langkah alternatif berwawasan lingkungan untuk mengatasi OPT. Program PHT dikembangkan mulai tahun 1989 melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) yang kini telah berjalan lebih dari 20 tahun. Perlu dilakukan survei dan evaluasi terhadap program tersebut untuk mengetahui tingkat keberhasilan program PHT yang dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner terstruktur pada petani SLPHT dan nonSLPHT. Data sekunder sebagai data pendukung meliputi data keadaan umum lokasi dari kantor Kecamatan setempat dan data pelaksanaan program PHT yang diperoleh dari Dinas Pertanian Republik Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penyebaran program PHT dari petani SLPHT ke petani nonSLPHT, namun dalam skala kecil dan tidak berkelanjutan. Program PHT saat ini masih berjalan walaupun terkendala oleh keterbatasan sarana dan biaya operasional. Teknologi PHT sudah memasyarakat di kalangan petani secara meluas melalui informasi petani alumni SLPHT dan kegiatan pelatihan lain, seperti sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Konsep PHT digeser dengan konsep pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang secara prinsip tidak berbeda dengan PHT. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani SLPHT tentang konsep PHT lebih baik daripada petani nonSLPHT, baik dalam budidaya tanaman, penggunaan pestisida, pengetahuan tentang hama dan penyakit serta musuh alami, maupun pengendalian OPT secara nonkimiawi. Kata kunci: Padi, organisme pengganggu tanaman (OPT), pengendalian hama terpadu (PHT), sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT).
SURVEI EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMASYARAKATAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PETANI PADI DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
ROSI ROSIDAH JAJILI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 18 Desember 1989 dari pasangan bapak H. Lili Jajili dan ibu Hj. Deti Dahyati. Penulis merupakan putri pertama dari 2 bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama pula lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Judul Skripsi
: Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor
Nama Mahasiswa
: Rosi Rosidah Jajili
NIM
: A34080029
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dadan Hindayana NIP. 19760430 200501 1 001
Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Survei Evaluasi Pelaksanaan Program Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Petani Padi di Kecamatan Dramaga, Bogor. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW bersama keluarga, sahabat, dan umatnya sampai akhir zaman. Penelitian dimulai dari Maret 2012. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Purwasari dan Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dari hasil penelitian yang berguna dan bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, dukungan serta banyak nasihat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan perhatian selama penulis kuliah. Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H. Lili Jajili dan Ibunda Hj. Deti Dahyati yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, nasihat serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, staf Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Dramaga, kelompok tani Mekarsari dan Rawasari Desa Purwasari, kelompok tani Suburjaya dan Minasri Desa Ciherang terima kasih atas bantuan serta kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ciptadi Achmad Yusup yang telah memberikan bantuan serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk teman-teman Proteksi Tanaman ’45 atas kerja sama dan kebersamaannya dalam memaknai arti persahabatan, serta semua pihak yang terkait dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Bogor, Juli 2012
Rosi Rosidah Jajili
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
x
PENDAHULUAN ......................................................................................... Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ Tanaman Padi ............................................................................................ Sejarah ................................................................................................ Biologi .................................................................................................. Syarat Tumbuh ..................................................................................... Arti Penting dan Manfaat Padi bagi Kehidupan Manusia .................... Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ......................................................... Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) .........................
5 5 5 5 6 7 7 9
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN ............................................. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... Metode Pelaksanaan .................................................................................. Pemilihan Contoh ................................................................................. Pengumpulan Data Primer ................................................................... Pengumpulan Data Sekunder ...............................................................
11 11 11 11 11 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Keadaan Umum Kecamatan Dramaga ...................................................... Desa Purwasari ..................................................................................... Desa Ciherang ...................................................................................... Kebijakan Utama Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor......................................................................................................... Landasan Hukum .................................................................................. Struktur Organisasi .............................................................................. Tugas Pokok dan Fungsi ...................................................................... Program PHT yang Masih Berjalan .......................................................... Program PHT di Indonesia ................................................................... Program PHT di Kabupaten Bogor ...................................................... Program PHT di Kecamatan Dramaga ................................................. Karakteristik Petani ................................................................................... Keadaan Umum Usahatani ....................................................................... Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian .................................... Varietas yang Digunakan ..................................................................... Hasil Panen dan Sistem Penjualan .......................................................
13 13 13 14 16 16 17 20 22 22 23 25 27 28 28 29 30
Halaman Proporsi Biaya Input Usaha Tani ......................................................... Budidaya Tanaman ................................................................................... Penentuan Waktu Tanam ..................................................................... Teknik Bercocok Tanam ...................................................................... Pemupukan ........................................................................................... Pemeliharaan Tanaman ........................................................................ Pemanenan ........................................................................................... Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)............................. Pengendalian Gulma ............................................................................ Pengamatan Hama dan Penyakit .......................................................... Pengetahuan petani terhadap hama/penyakit dan pengendaliannya .... Penggunaan Pestisida ........................................................................... Kerasionalan Petani Terhadap Penggunaan Pestisida .......................... Kecenderungan Mencampur Pestisida ................................................. Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami ............................................... Kepedulian Petani Terhadap Dampak Pestisida ....................................... Sikap Petani Terhadap PHT ...................................................................... Evaluasi Pelaksanaan PHT........................................................................
31 32 32 33 34 37 37 38 39 40 40 43 44 46 47 48 49 50
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... Kesimpulan ................................................................................... Saran ..............................................................................................
52 52 52
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
53
LAMPIRAN ....................................................................................................
56
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Purwasari...............
14
2.
Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut mata pencaharian ..........
14
3.
Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Ciherang ................
15
4.
Jumlah penduduk Desa Ciherang menurut mata pencaharian ...........
15
5.
Inventarisasi kegiatan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun 1999-2006 ..........................................................................................
23
Rencana dan realisasi pelaksanaan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun 2007-2011 ................................................................
23
7.
Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2008 ....
24
8.
Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2010 ....
24
9.
Lokasi gerakan PHT tahun 2010........................................................
25
10. Karakteristik petani responden...........................................................
28
11. Pemilikan dan pengusahaan lahan .....................................................
29
12. Varietas padi yang ditanam petani .....................................................
30
13. Hasil panen padi per hektar per musim tanam ...................................
30
14. Rata-rata proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi setiap hektar per musim tanam............................................
31
15. Penggunaan pupuk kandang...............................................................
34
16. Dosis penggunaan pupuk padat .........................................................
35
17. Penggunaan pupuk pelengkap cair (PPC) per musim tanam .............
36
18. Jenis PPC yang digunakan petani ......................................................
36
19. Waktu penyulaman tanaman yang mati .............................................
37
20. Cara pemanenan padi yang dilakukan petani responden ...................
37
21. Tindakan petani terhadap jerami ........................................................
38
22. Pengamatan OPT yang dilakukan petani ...........................................
38
23. Hama/penyakit terpenting pada pertanaman padi petani responden ..
40
24. Pengetahuan petani tentang penularan penyakit pada tanaman padi .
42
25. Pelaksanaan penyemprotan pestisida .................................................
44
6.
Halaman 26. Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalikan hama dan penyakit pada tanaman padi ........................................................
44
27. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman padi ......................................................................................
45
28. Kesesuaian sasaran penggunaan pestisida .........................................
46
29. Pencampuran pestisida .......................................................................
47
30. Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami pada tanaman padi ......................................................................................
47
31. Persepsi petani tentang pengaruh penyemprotan terhadap musuh alami ...................................................................................................
48
32. Sikap petani terhadap PHT ................................................................
49
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Gulma yang sulit dikendalikan menurut petani: (A) Fimbristylis miliacea (L.), (B) Ludwigia arcuata Walt., dan (C) Sphenoclea zeylanica Gaertn ................................................................................
39
2. Alat bagan warna daun (BWD): (A) tampak depan, (B) tampak belakang .............................................................................................
42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No. 1.
Kuesioner pengendalian hama terpadu tanaman padi ........................
57
2.
Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT .....................................
69
3.
Rekapitulasi karakteristik usahatani nonSLPHT ...............................
70
4.
Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT ................................
71
5.
Biaya dan pendapatan usahatani petani nonSLPHT ..........................
72
6.
Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman ................
73
7.
Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan.
73
8.
Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida .................
74
9.
Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi ..............................
74
10. Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida ....................
75
11. Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida ..........................
76
12. Produktivitas dan produksi padi Indonesia tahun 2001-2011 ............
77
13. Kegiatan selama penelitian: (A) proses wawancara petani di lahan, (B) proses wawancara petani dengan mendatangi rumah petani secara langsung, (C) Petani memperhatikan gambar contoh gejala penyakit di lahan padi ........................................................................
77
14. Contoh spesimen yang diperlihatkan pada petani: (A) beberapa hama penting tanaman padi, (B) beberapa musuh alami hama penting tanaman padi, (C) gambar beberapa penyakit penting pada tanaman padi, dan (D) beberapa predator hama penting tanaman padi .....................................................................................................
78
PENDAHULUAN
Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia karena 95% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Tingginya kebutuhan konsumsi beras disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia beranggapan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang belum dapat digantikan keberadaannya. Keterikatan pada beras sebagai pangan pokok pada gilirannya menimbulkan masalah, yaitu bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengimbangi peningkatan konsumsi beras tersebut, maka produksi beras secara nasional harus ditingkatkan pula (Muslim 2008). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011), pada tahun 2011 terjadi penurunan produktivitas padi yang cukup signifikan dari 50.15 ku/ha menjadi 49.80 ku/ha. Turunnya produktivitas padi berkorelasi positif dengan penurunan produksi padi nasional. Produksi padi pada tahun 2011 sebesar 65 756 904 ton dengan luas lahan panen 13 203 643 ha, menurun dari 66 469 394 ton pada tahun 2010 dengan luas lahan 13 253 450 ha. Kebutuhan beras per kapita per tahun penduduk Indonesia sekitar 139 kg. Angka konsumsi beras masyarakat Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara lain di dunia. Dengan demikian, kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan yang baik untuk memperkuat cadangan beras dan memenuhi konsumsi dalam negeri. Upaya peningkatan produktivitas padi secara nasional sudah dimulai sejak tahun 1969, namun selama lebih dari 3 dekade Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri sehingga masih tergantung pada impor. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai macam kendala dalam peningkatan produktivitas padi, di antaranya konversi lahan pertanian, teknologi, hama dan penyakit tanaman, perubahan iklim, dan bencana alam (Wardhani 1992). Salah satu strategi pencapaian sasaran produksi untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional diupayakan melalui pengurangan kehilangan hasil dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian OPT
2
dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menggunakan varietas unggul, cara mekanis, biologi, kimiawi, dan sistem budidaya yang baik tetapi masih sering dijumpai penggunaan cara kimiawi menjadi pilihan pertama (Djojosumarto 2008). Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi pestisida merupakan cara paling praktis, ekonomis, dan efisien, namun menimbulkan beberapa dampak negatif di antaranya menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran, dan gangguan keseimbangan ekologis. Dampak sosial ekonomi dari penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi dan menimbulkan biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi keracunan. Dampak bagi kesehatan di antaranya dapat mengakibatkan keracunan baik akut maupun kronis. Bagi kelestarian lingkungan, penggunaan pestisida dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi pada hama, terbunuhnya organisme bukan sasaran, timbulnya ledakan hama kedua, adanya residu racun pada tanaman, dan terjadinya resurjensi hama seperti yang terjadi pada tahun 1985 (Djojosumarto 2008). Pada tahun 1985 terjadi letusan hama wereng batang cokelat di pusat tanaman padi di Jawa Tengah dan jalur pantai utara Jawa yang meliputi ribuan hektar lahan sawah. Banyak petani mengalami gagal panen karena sawahnya “terbakar” oleh hama tersebut. Peristiwa ini diakibatkan oleh penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama wereng batang cokelat yang saat itu telah mendapat izin untuk pengendaliannya. Secara ilmiah pestisida-pestisida tersebut terbukti mendorong resurjensi hama wereng batang cokelat. Untuk mengamankan swasembada beras, Presiden atas nama Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Pengendalian Hama Wereng Cokelat Padi. Melalui peraturan tersebut, Presiden menginstruksikan untuk menerapkan PHT dalam pengendalian hama wereng batang cokelat dan hama-hama padi lainnya, melarang penggunaan 57 formulasi insektisida untuk tanaman padi, melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat, dan melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT. Oleh karena itu, perhatian terhadap alternatif pengendalian hama nonkimiawi serta metode pengendalian hama
3
terpadu (PHT) semakin besar. Hal ini bertujuan menurunkan pemanfaatan dan ketergantungan terhadap pestisida sintetik (Untung 2007). Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah suatu cara pendekatan, cara berfikir atau falsafah pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggung jawab. Program tersebut telah membawa Indonesia diakui oleh dunia bahwa Indonesia telah berhasil mengembangkan PHT. Konsep PHT berusaha untuk mendorong, mengkombinasikan, dan mamadukan beberapa macam faktor pengendalian untuk menekan populasi hama dan memperkecil kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh serangan hama. Secara prinsip, konsep PHT berbeda dengan konsep pengendalian konvensional yang sangat tergantung pada penggunaan pestisida. PHT bukan suatu konsep yang anti penggunaan pestisida melainkan alternatif terakhir jika semua teknologi PHT sudah tidak efektif, pestisida masih diperlukan tetapi sangat selektif (Krestiani 2010). Sejak tahun 1989 program PHT dikembangkan melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) pada tanaman padi. Perencanaan dan persiapan kegiatan pelatihan PHT dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) oleh suatu tim yang terdiri atas para pakar PHT dari FAO, Departemen Pertanian, dan Universitas (UGM, IPB, dan UNHAS). Indonesia dikenal di seluruh dunia sebagai pencetus dan pionir dalam melaksanakan program SLPHT dalam skala besar. Petani dengan segala keterbatasannya dapat meningkatkan kualitas dan dedikasinya menjadi penerap konsep PHT yang dapat dibanggakan. Pola SLPHT telah diterima oleh FAO, organisasi pangan dan pertanian dunia, serta diterapkan dan dikembangkan di sebagian besar negara berkembang di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Untung 2007). Di tingkat Internasional, Indonesia dikenal sebagai negara pelopor PHT dan Pemerintah Indonesia telah menjadikan PHT sebagai kebijakan nasional, namun terdapat beberapa kendala dalam pemasyarakatan program tersebut. Walaupun demikian, program PHT diharapkan dapat berjalan dengan sendirinya, yaitu melalui informasi dari petani SLPHT kepada petani nonSLPHT. Akibat kurangnya penyebaran program PHT, dikhawatirkan para petani alumni SLPHT menjadi kurang percaya diri terhadap program PHT sehingga mereka kembali ke
4
teknik pertanian konvensional yang bergantung pada penggunaan pestisida. Oleh karena itu, perlu dilakukan survei dan evaluasi terhadap tingkat keberhasilan program PHT, salah satunya di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor yang telah menerapkan strategi pengendalian OPT melalui implementasi program PHT pada tanaman pangan terutama padi. Tujuan Survei ini bertujuan menganalisis tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman; serta menganalisis dan mengevaluasi tingkat keberhasilan program PHT pada petani padi di Kecamatan Dramaga, Bogor. Manfaat Penelitian Manfaat dari survei ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat keberhasilan program PHT serta menyediakan pangkal data petani padi SLPHT dan nonSLPHT di Kecamatan Dramaga, Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi Sejarah Padi merupakan tanaman pangan rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada tahun 3000 SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100 sampai 800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam (Surowinoto 1983). Biologi Padi tergolong tanaman setahun, bentuk batang berongga dan beruas-ruas, pada setiap ruas batang tumbuh satu helai daun yang memanjang seperti pita. Pelepah daun membungkus ruas batang dan pada ujung batang terbentuk sebuah malai (Sumartono et al. 1972). Tanaman padi termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monotyledonae, ordo Graminales, famili Graminae, genus Oryza dan spesies Oryza spp.. Spesies padi terdiri atas dua golongan yaitu Utilissima (padi biasa) dan Glutinosa (padi ketan). Pembagian ini berdasarkan atas perbedaan fisik dan kimia dari endospermanya (Surowinoto 1983). Menurut Siregar (1981) terdapat 25 spesies Oryza, yang terkenal adalah O. sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran yang memerlukan penggenangan. Varietas Indica umumnya memiliki batang yang tinggi, daunnya besar berwarna hijau muda, tumbuhnya menggantung, respon pupuk terutama nitrogen kurang baik dan peka terhadap panjang hari (dalam hal pembungaan), varietas ini biasanya mempunyai produksi rendah. Varietas Sinica umumnya memiliki batang lebih pendek, tumbuh agak tegak, respon pupuk nitrogen sangat baik dan
6
mempunyai produksi tinggi. Jenis Indica cenderung menghasilkan butir beras yang lebih pendek dan konstistensi nasinya lekat (Ika dan Soemarno 1986). Varietas unggul nasional berasal dari Bogor yaitu Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34, dan GH 120 (dataran rendah). Varietas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46, dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36, dan PB 48 (dataran rendah). Varietas unggul baru (VUB) padi sawah, seperti: IR36, Cisadane, IR 42, Cisokan, IR64, Ciliwung, IR66, Memberamo, Cibodas, Digul, Maros, Cimalaya Mucul, Way Apo Buru, Widas, Ciherang, Cisantana, Tukad Petanu, Tukad Balian, Tukad Unda, Celebes, Kalimas, Bondojudo, Silungonggo, Singkil, Sintanur, Konawe, Batang Gadis, Ciujung, Conde, Angke, Wera, Sunggal, Cigeulis, Luk Ulo, Cibogo, Batang Piaman, Batang Lembang, Pepe, Logawa, Mekongga, Sarinah, Aek Sibundong, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 5 Merawu, Inpari 6 Jete, Inpari 7 Lanrang, Inpari 8, Inpari 9 Elo, dan Inpari 10 Laeya. VUB padi tipe baru seperti: Cimelati, Gilirang, Ciapus, dan Fatmawati. VUB padi hibrida seperti: Maro, Rokan, Hipa 3, Hipa 4, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete, Hipa 7, dan Hipa 8 Pioneer. VUB padi ketan seperti: Lusi, Ketonggo, Setail, dan Ciasem. VUB padi gogo seperti: Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang, dan Situ Bagendit. VUB padi rawa pasang surut seperti: Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur, Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, Lambur, Mendawak, Inpara 1, Inpara 2, dan Inpara 3 (Suprihatno et al. 2009). Syarat Tumbuh Tanaman padi tumbuh baik pada kisaran suhu 20 sampai 40 oC dengan ketinggian beberapa meter hingga 300 m dpl dan pada lintang 45 oLU sampai 45 oLS. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 sampai 200 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Pada umumnya tanaman padi membutuhkan air dalam jumlah relatif banyak, namun tidak semua fase pertumbuhan membutuhkan air dalam jumlah yang sama.
7
Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 sampai 650 m dpl dengan temperatur 22 sampai 27 oC, sedangkan di dataran tinggi 650 sampai 1500 m dpl dengan temperatur 19 sampai 23 oC. Tanaman padi mempunyai dua fase masa kritis, yaitu masa pembentukan anakan (vegetatif aktif) dan fase setelah pembentukan primordia (30 hari sebelum keluar bunga). Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Jika terjadi kekurangan air pada kedua fase tersebut, maka anakan akan berkurang dan persentase gabah hampa tinggi. Selain itu, angin juga berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan
tetapi
jika
terlalu
kencang
akan
merebahkan
tanaman
(Surowinoto 1983). Arti Penting dan Manfaat Padi bagi Kehidupan Manusia Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (Haryadi 2006). Padi adalah salah satu bahan pangan pokok yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab di dalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, di antara bahan pangan berkarbohidrat yaitu padi-padian, umbiumbian, dan batang palma, beras merupakan sumber kalori terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60% sampai 80% dan protein 45% sampai 55% bagi rata-rata penduduk (Haryadi 2006). Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Oka (1996) mengemukakan bahwa PHT adalah suatu konsep atau pandangan, pendekatan, program, dan strategi ataupun filosofi. Menurut Sembel (2010) program pengendalian hama terpadu (Intergrated Pest Control = Integrated Pest Management) mulai dikembangkan sejak tahun 1950-an. Awalnya hanya memadukan pengendalian kimia dan hayati, namun selanjutnya
8
dikembangkan dengan memanfaatkan semua teknik pengendalian, yaitu kimia, hayati, kultural, mekanik, dan cara-cara pengendalian lain yang cocok untuk menurunkan populasi hama di bawah garis ambang ekonomi dengan memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Prinsip-prinsip
pengendalian
hama
terpadu
(PHT)
sebagaimana
dikemukakan oleh Untung (1984) adalah (1) pengendalian hama harus merupakan bagian atau komponen atau subsistem pengelolaan agroekosistem; (2) pengendalian hama harus dilakukan dengan berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan; (3) strategi pengelolaan agroekosistem berkelanjutan, antara lain pengurangan masukan produksi yang membahayakan, manfaat potensi hayati, penyesuaian pola tanam, dan penekanan pada pengelolaan usaha tani; dan (4) tujuan PHT tidak hanya untuk pengendalian hama saja tetapi mempunyai tujuan komprehensif, antara lain: produksi pertanian makin tinggi, peningkatan kesejahteraan petani, perhatian pada populasi hama dalam keseimbangan, perhatian pada keanekaragaman hayati, pembatasan penggunaan pestisida, pengurangan risiko keracunan pada manusia dan binatang, dan peningkatan daya saing serta nilai tambah produk. Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Kebijakan ini merupakan program pemerintah sejak Pelita III sampai sekarang. Dasar hukum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia adalah Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 dan Undang Undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, serta Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1996 tentang Perlindungan Tanaman (Untung 1993). Sistem pertanian berkelanjutan merupakan tujuan jangka panjang PHT dengan sasaran pencapaian produksi tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan kemampuan tanah, air, dan sumber daya lainnya, pembangunan perekonomian desa, dan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani dan komunitas pertanian pada umumnya (Wardhani 1992). Menurut Untung (2007), masih banyak kelemahan yang berasal dari dalam sistem yang menyebabkan kinerja perlindungan tanaman belum optimal. Beberapa kelemahannya antara lain: (1) teknologi perlindungan tanaman kurang tepat yaitu sebagian petani masih mengutamakan penggunaan pestisida kimia yang tidak
9
tepat dan cenderung berlebihan dalam penggunaannya; (2) jumlah dan kualitas SDM pelaksana perlindungan tanaman masih kurang di jajaran pemerintah, swasta/industri dan khususnya petani; (3) kekurangan penelitian pendukung yaitu masih ada kesenjangan antara kegiatan penelitian dan kebutuhan dan permasalahan lapangan khususnya dalam penerapan prinsip-prinsip PHT; (4) lemahnya koordinasi kelembagaan; (5) kebijakan PHT belum diterapkan, akhirakhir ini ada kecenderungan konsep PHT digeser dengan konsep lain yaitu pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang sebenarnya secara prinsip tidak berbeda dengan PHT; (6) keterbatasan sarana dan biaya operasional; (7) ketergantungan petani yaitu struktur kelembagaan petani sangat lemah sehingga petani pasif, menunggu perintah dan bantuan, tidak mandiri, kurang percaya diri, dan sangat tergantung pada pihak-pihak lain, terutama dari pejabat dan petugas pemerintah atau mungkin dari petugas perusahaan pestisida; dan (8) pemanfaatan data iklim yang masih kurang. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Kegiatan pelatihan PHT untuk petani tanaman pangan dikelola oleh Program Nasional PHT yang bersekretariat di BAPPENAS (1989-1993) dan Departemen Pertanian (1993-1993) (Untung 2007). Pada periode 1989-1999 melalui program sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT), Departemen Pertanian berhasil melatih lebih dari satu juta petani, khususnya untuk tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani melalui PHT dalam praktek pertanian yang baik (Effendi 2009). Sekolah lapangan PHT adalah sebuah sekolah yang berada di lapangan dengan pesertanya terdiri atas 20 sampai 25 petani didampingi dan difasilitasi oleh dua pemandu lapangan (PL). Petani peserta dan PL bersama-sama belajar menerapkan dan mengembangkan PHT. Sekolah lapangan juga mempunyai kurikulum, ujian/test dan sertifikat kelulusan di dalamnya juga terdapat acara pembukaan, penutupan, dan kunjungan lapangan.
10
Visi SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teknologi PHT secara profesional sehingga dapat dihasilkan produk pertanian dengan kualitas, kuantitas, dan daya saing pasar tinggi untuk peningkatan kesejahteraan hidupnya. Paradigma pemberdayaan dan pemanfaatan kemampuan sumberdaya hayati lokal merupakan tumpuan SLPHT. Secara umum, tujuan kegiatan SLPHT adalah agar petani dan pemandu lapangan dapat memasyarakatkan dan menerapkan PHT secara khas lokasi tetapi dalam kerangka berpikir komprehensif dan global. Tujuan SLPHT adalah memberdayakan petani dalam menerapkan dan mengembangkan PHT di lahannya sendiri, termasuk dalam melakukan pengkajian dan percobaan untuk pengambilan keputusan sehingga petani memperoleh hasil bagi petani dan kelompok tani (Untung 2007).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai Juni 2012, bertempat di Desa Purwasari dan Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Metode Pelaksanaan Pemilihan Contoh Pemilihan desa contoh dalam 1 kecamatan berdasarkan adanya pelaksanaan program PHT tanaman padi melalui SLPHT, yaitu Desa Purwasari dan Desa Ciherang. Setiap desa dipilih 20 petani secara acak, terdiri atas 10 petani yang sudah pernah mengikuti SLPHT dan 10 petani yang belum pernah mengikuti SLPHT (nonSLPHT). Pemilihan petani alumni SLPHT berdasarkan tahun keikutsertaan petani dalam kegiatan SLPHT, yaitu tahun 1992 dan 2000. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan
data
primer
dilakukan
melalui
metode
wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur (Lampiran 1) dan alat peraga berupa spesimen serangga dan foto gejala penyakit. Pelaksanaannya dengan cara mengunjungi petani ke rumah atau lahan pertaniannya. Kuesioner yang digunakan terdiri atas 4 komponen, yaitu (1) karakteristik petani (nama, umur, pendidikan, tanggungan keluarga, pengalaman bertani padi, pekerjaan sampingan); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikan lahan, luas lahan keseluruhan, luas lahan yang ditanami padi, varietas padi yang digunakan, proporsi biaya pestisida terhadap total biaya produksi, hasil panen, dan sistem penjualan); (3) penerapan komponen PHT (budidaya tanaman, penggunaan pupuk, pengamatan OPT secara berkala, masalah hama/penyakit padi yang paling penting serta pengendaliaannya, pengendalian gulma, pengetahuan tentang musuh alami, cara penggunaan pestisida); (4) sikap petani terhadap program PHT.
12
Hasil perbandingan
wawancara antara
dengan
kuesioner
dipersentasekan
frekuensi
jawaban
responden
berdasarkan
dengan
jumlah
petani/responden kemudian dibuat tabulasi data. Penghitungan data yang diperoleh dari kedua desa dikelompokkan ke dalam petani SLPHT dan petani nonSLPHT. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder mencakup data tentang keadaan umum lokasi yang diperoleh dari Kantor Desa Purwasari dan Desa Ciherang serta Kantor Kecamatan Dramaga; data tentang pelaksanaan program PHT dan SLPHT yang diperoleh dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Dramaga, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Departemen Pertanian Republik Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Kecamatan Dramaga Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah 2 437.636 ha. Sebagian besar tanahnya seluas 972 ha digunakan untuk sawah, 1145 ha lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49.79 ha lahan basah (rawa, danau, tambak, situ), 20.30 ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Curah hujan di Kecamatan Dramaga 1000 sampai 1500 mm/tahun dengan ketinggian 700 m dari permukaan laut merupakan kawasan berbukit dengan suhu rata-rata 25 sampai 30 oC. Jarak Kecamatan Dramaga dari ibukota Kabupaten Bogor adalah 30 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat 120 km, dan dari ibukota negara Indonesia 80 km. Kecamatan Dramaga terdiri 10 desa yaitu Dramaga, Ciherang, Sinarsari, Sukawening, Sukadamai, Neglasari, Petir, Purwasari, Babakan, dan Cikarawang dengan jumlah 32 dusun, 72 rukun warga, 314 rukun tetangga, dan 22 143 kepala keluarga (Laporan . . . 2011). Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari dan Desa Ciherang. Desa Purwasari Luas wilayah Desa Purwasari adalah 211.016 ha dengan penggunaan terbesar untuk pertanian sawah yaitu seluas 158.233 ha, serta pemukiman seluas 34.998 ha (Tabel 1). Desa Purwasari mempunyai batas wilayah sebelah utara dan timur dengan Desa Petir Kecamatan Dramaga, sebelah selatan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari, dan sebelah barat dengan Desa Situ Daun Kecamatan Tenjolaya. Desa Purwasari merupakan daerah yang berada di dataran rendah pada ketinggian 568 m di atas permukaan laut, banyaknya curah hujan 2000/2500 mm/hm dengan suhu udara rata-rata 28 sampai 30 oC. Jarak Desa Purwasari ke ibu kota kecamatan sejauh 7 km sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten sejauh 30 km. Jumlah penduduk Desa Purwasari sebanyak 6775 jiwa dengan 2405 kepala keluarga (Rencana . . . 2011). Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani (Tabel 2).
14
Tabel 1 Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Purwasari a Jenis penggunaan tanah Persawahan Perkebunan Pemukiman Pemakaman Perkantoran Pekarangan Empang Jalan a
Luas (ha) 158.233 8.290 34.998 1.750 0.150 1.441 1.000 5.134
Sumber: Rencana pembangunan jangka menengah Desa Purwasari tahun 2011-2015.
Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Purwasari menurut mata pencaharian a Jenis Pekerjaan PNS TNI POLRI Swasta Pedagang Petani Pertukangan Buruh tani Buruh Pensiunan Nelayan Pemulung Jasa a
Jumlah (orang) 36 0 2 496 507 697 72 489 424 17 0 7 76
Sumber: Rencana pembangunan jangka menengah Desa Purwasari tahun 2011-2015.
Desa Ciherang Desa Ciherang memiliki luas wilayah sebesar 251.57 ha dengan 171 ha wilayah digunakan untuk persawahan dan 49.43 ha untuk pemukiman (Tabel 3). Desa Ciherang mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kelurahan Margajaya, sebelah timur dengan Desa Laladon, sebelah selatan dengan Desa Ciapus dan Desa Sukawening, dan sebelah barat dengan Desa Dramaga dan Desa Sinarsari. Desa Ciherang merupakan daerah yang berada di dataran rendah pada ketinggian 196 m di atas permukaan laut, banyaknya curah hujan 250 sampai 450 mm/th dengan suhu udara rata-rata 25 sampai 32 oC. Jarak Desa Ciherang ke pusat kecamatan sejauh 1.5 km, sedangkan jarak ke pusat ibu kota Kabupaten sejauh 25 km. Jumlah penduduk di Desa Ciherang sebanyak 12 158 jiwa dengan 3213 kepala
15
keluarga (Data . . . 2011). Sebagian besar masyarakat di Desa Ciherang bekerja sebagai wiraswasta dan buruh (Tabel 4). Tabel 3 Luas wilayah dan jenis penggunaan tanah Desa Ciherang a Jenis penggunaan tanah
Luas (ha)
Perumahan/pemukinan dan pekarangan Sawah Ladang Perkebunan/perkebunan rakyat Kolam/tambak Sungai Jalan Situ Pemakaman Perkantoran Pasar Lapangan olahraga Bangunan industry Peribadatan Bangunan pendidikan
49.43 171.00 20.34 0.00 2.00 2.00 4.00 0.00 2.00 0.00 0.00 0.30 0.00 0.50 0.00
a
Sumber: Data monografi Desa Ciherang tahun 2011.
Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Ciherang menurut mata pencaharian a Jenis pekerjaan Petani Pedagang PNS Wiraswasta Pensiunan/Purnawirawan Pengusaha Peternak Tukang bangunan Jasa Buruh a
Sumber: Data monografi Desa Ciherang tahun 2011.
Jumlah (orang) 398 775 545 1421 59 231 16 154 287 1231
16
Kebijakan Utama Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013 adalah : 1.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
2.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
3.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
4.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
5.
Undang–undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
6.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
7.
Undang-undang
Nomor
15
Tahun
2004
tentang
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. 8.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
9.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
10. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 11. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. 12. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Keuangan Negara. 13. Instruksi
Presiden
Nomor
7
Tahun
1999,
tentang
Aktivitas
Kinerja/instansi Pemerintah (AKIP). 14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 15. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
17
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 18. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. 19. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2006 tentang Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009. 20. Keputusan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Nomor 529/3322/Prog/2008 tentang Rencana Strategis Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013. 21. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah. 22. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025. Landasan hukum yang menjadi acuan operasional kegiatan PHT adalah: 1.
Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
2.
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.
3.
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 65 Tahun 2007 dan tentang Pelaksanaan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Tahun 2010.
4.
Perda No. 12 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
5.
Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) Kegiatan Pengendalian Hama Terpadu 2010.
Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah, Dinas Pertanian dan Kehutanan merupakan perangkat daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah di bidang pertanian dan kehutanan yang bertanggung jawab kepada Bupati. Pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) diatur dalam Peraturan Bupati sebagai berikut :
18
Peraturan Bupati Bogor Nomor 55 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perbenihan. Peraturan Bupati Bogor Nomor 10 Tahun 2009 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Kehutanan. Peraturan Bupati Bogor Nomor 59 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peredaran Hasil Pertanian dan Kehutanan. Peraturan Bupati Nomor 57 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Alat Mesin Pertanian. Peraturan Bupati Bogor Nomor 58 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengembangan Teknologi Lahan Kering. Peraturan Bupati Bogor Nomor 56 Tahun 2008 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengembangan Tanaman Obat. Saat melaksanakan tugas, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan dibantu oleh satu sekretariat, empat bidang, 3 subbag dan 12 seksi. Selain itu, terdapat juga 9 unit pelaksana teknis (UPT) yang berkedudukan di daerah. Secara lengkap struktur organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : a. Sekretariat membawahkan: 1. Subbag Program dan Pelaporan 2. Subbag Umum dan Kepegawaian 3. Subbag Keuangan b. Bidang Tanaman Pangan membawahkan: 1. Seksi Produksi 2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan 3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran c. Bidang Hortikultura membawahkan: 1. Seksi Produksi 2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan 3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran d. Bidang Perkebunan membawahkan: 1. Seksi Produksi 2. Seksi Pelayanan Usaha dan Perlintan
19
3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran e. Bidang Kehutanan membawahkan: 1. Seksi Konservasi dan Rehabilitasi 2. Seksi Pelayanan Usaha 3. Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran f. UPT, terbagi kedalam beberapa wilayah kerja, yaitu: UPT Pengembangan Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Kehutanan terbagi kedalam 11 Wilayah, yaitu: I.
Cigudeg (Cigudeg, Jasinga, Sukajaya)
II.
Parung Panjang (Parung Panjang Tenjo)
III.
Leuwiliang (Leuwiliang, Leuwisadeng, Nanggung, Rumpin)
IV.
Cibungbulang (Cibungbulang, Pamijahan)
V.
Dramaga (Dramaga, Ciomas, Tamansari)
VI.
Ciseeng
(Ciseeng,
Parung,
Gunung
Sindur,
Kemang,
Rancabungur) VII. Ciawi (Ciawi, Megamendung, Cisarua) VIII. Caringin (Caringin, Cijeruk, Cigombong) IX.
Cibinong (Cibinong, Sukaraja, Babakan madang, Bojong Gede, Tajur Halang, Gunung Puteri, Citeureup)
X.
Jonggol (Jonggol, Sukamakmur, Klapanunggal, Cileungsi)
XI.
Cariu ( Cariu, Tanjungsari)
UPT Peredaran Hasil Pertanian dan Kehutanan terbagi kedalam 3 wilayah, yaitu: I.
Leuwiliang (Leuwiliang, Jasinga, Sukajaya, Cigudeg, Nanggung, Parungpanjang, Rumpin, Cibungbulang, Pamijahan, Tenjo, Tenjolaya, Leuwisadeng, Ciampea, Dramaga)
II. Caringin (Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Ciomas, Tamansari, Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur) III. Gunung Putri (Gunung putri, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Sukamakmur, Cilengsi, Klapanunggal, Citeureup, Babakan Madang, Cibinong, Sukaraja, Bojong gede, Tajur Halang)
20
UPT Perbenihan terbagi kedalam 2 wilayah, yaitu: I.
Dramaga
(Dramaga,
Leuwisadeng,
Nanggung,
Tenjolaya,
Sukajaya,
Rumpin,
Leuwiliang, Cibungbulang,
Parungpanjang, Tenjo, Cigudeg, Pamijahan, Ciampea, Jasinga, Ciomas, Tamansari, Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Cisarua) II. Jonggol (Jonggol, Cariu, Tanjungsari, Sukamakmur, Cileungsi, Klapanungggal, Bojonggede,
Gunung
Babakan
Puteri,
Madang,
Citeureup, Sukaraja,
Cibinong,
Tajur
Halang,
Rancabungur, kemang, Ciseeng, Parung, Gunung Sindur) UPT Alat Mesin Pertanian dan Kehutanan terdiri dari 2 wilayah, yaitu: I.
Jasinga (Jasinga, Nanggung, Sukajaya, Leuwisadeng, Leuwiliang, Tenjolaya, Rumpin, Cibungbulang, PartungPanjang, Tenjo, Cigudeg, pamijahan, Ciampea, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Caringin, Cigombong, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Cisarua)
II. Jonggol
(Jonggol,
Cariu,
Tanjungsari,
Syukamakmur,
Klapanunggal, gunung Puteri, Citeureup, Cileungsi, Cibinong, Bojong Gede, Babakan Madang, Sukaraja, Tajur Halang, ranca Bungur, kemang, Ciseeng, Parung, Gunung Sindur) UPT Pengembangan Teknologi Lahan Kering berlokasi di Tenjo UPT Pengembangan Tanaman Obat berlokasi di Nanggung g.
Kelompok jabatan fungsional
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan serta tugas pembantuan. Saat pelaksanaan tugas tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai fungsi: 1.
Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan
21
2.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan
3.
Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan; dan
4.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan kebijakan yang akan dijadikan panduan dalam menyusun program dan kegiatan setiap tahun. Kebijakan Dinas Pertanian dan Kehutanan untuk mendukung tercapainya tujuan adalah : Misi kesatu 1.
Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran, meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian, membangun pedesaan, mengurangi ketimpangan antarwilayah.
2.
Fokus komoditas untuk mewujudkan satu kecamatan satu produk.
Misi kedua 1.
Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan untuk membangun ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan, dan pengangguran.
Misi ketiga 1.
Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan yang terkait dengan melestarikan
lingkungan,
membangun
kesinambungan
kegiatan,
mengurangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran. 2.
Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pencapaian kawasan lindung 45 %.
22
Program PHT yang Masih Berjalan Program PHT di Indonesia Program PHT mulai dikembangkan pada tahun 1989 melalui kegiatan SLPHT (Untung 1993). Data yang berhasil diperoleh mengenai perkembangan kegiatan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun 1999-2006 (Tabel 5). Jumlah peserta SLPHT cenderung mengalami penurunan dan fluktuatif. Selain itu, jumlah peserta SLPHT pada tahun 2007-2011 tidak semuanya terealisasi dari yang direncanakan (Tabel 6). Rencana pelaksanaan kegiatan SLPHT tanaman padi pada tahun 2012 sebanyak 1261 unit dengan jumlah petani sasaran sebanyak 31 525 orang (Deptan 2012). Berdasarkan data yang diperoleh, pelaksanaan kegiatan SLPHT tanaman padi sampai saat ini masih berjalan karena program PHT merupakan program yang harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan sehingga kegiatan SLPHT tetap dilaksanakan walaupun banyak kedala, salah satunya keterbatasan sarana dan biaya operasional. Menurut Untung (2007), sarana dan biaya operasional program PHT di lembaga pemerintah pusat dan daerah masih terbatas sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Keterbatasan anggaran pembangunan dan belanja negara (APBN) menyebabkan biaya operasional semakin berkurang, demikian juga dengan otonomi daerah anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD) tidak mampu membiayai operasional program PHT. Biaya operasional program PHT selama ini disediakan melalui Program Nasional PHT (Bank Dunia), dan PHT Perkebunan Rakyat (Bank Pembangunan Asia).
23
Tabel 5 Perkembangan kegiatan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun 19992006 a Jumlah peserta
Tahun pelaksanaan
Unit b
Petani (orang)
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
11 529 337 491 332 330 336 283 198
288 255 8425 12 260 9050 8730 7565 6975 4955
Jumlah total
13 836
346 185
a b
Sumber: Deptan (2012). Jumlah peserta 1 unit = 25 orang.
Tabel 6 Rencana dan realisasi pelaksanaan SLPHT tanaman padi di Indonesia tahun 2007-2011 a Jumlah peserta Tahun pelaksanaan
Rencana
Realisasi
Unit
Petani (orang)
Unit
Petani (orang)
2007 2008 2009 2010 2011
1030 605 617 371 505
25 750 15 125 15 425 9275 12 625
1025 601 609 371 502
25 625 15 025 15 225 9275 12 550
Jumlah total
3128
78 200
3108
77 700
a b
Sumber: Deptan (2012). Jumlah peserta 1 unit = 25 orang.
Program PHT di Kabupaten Bogor Gerakan pengendalian OPT merupakan salah satu upaya yang langsung melibatkan petugas kabupaten, UPT, pengendali OPT (POPT), dan petani dengan menggunakan berbagai cara dan alat pengendalian yang sesuai dengan kebutuhan. Di Kabupaten Bogor, setiap tahunnya selalu dilaksanakan kegiatan PHT melalui gerakan pengendalian OPT dan SLPHT. Data pelaksanaan SLPHT yang berhasil diperoleh hanya pada tahun 2008 dan tahun 2010. Pada tahun 2008, kegiatan SLPHT dilaksanakan di 6 kecamatan yang diikuti oleh 1800 petani (Tabel 7), sedangkan pada tahun 2010 dilaksanakan di 8 kecamatan yang diikuti oleh 200
24
petani (Tabel 8). Adapun lokasi gerakan pengendalian OPT pada tahun 2010 yang dilaksanakan di 6 kecamatan dalam mengendalikan hama tikus yang diikuti oleh 300 petani (Tabel 9). Tabel 7 Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2008 a Kecamatan
Desa
Cibungbulang Situ Ilir Leuwisadeng Sadeng Kolot Megamendung Suka Maju Rancabungur Bantar Sari Caringin Muara Jaya Taman Sari Sukajadi
Kelompok tani
Peserta (orang)
Waktu pelaksanaan
Suka Tani Saluyu Raksa Bumi Mekar Jaya Setia Wargi Harapan Maju
300 300 300 300 300 300
Mei-Juli Mei-Juli Mei-Juli Juni-Agustus Juni-Agustus Juni-Agustus
Jumlah a
1800
Sumber: Pelaksanaan Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Kabupaten Bogor Tahun 2010.
Tabel 8 Lokasi dan jumlah petani pelaksana kegiatan SLPHT tahun 2010 a Kecamatan Jonggol Ciampea Ciomas Leuwiliang Tenjolaya Sukajaya Cariu Cibungbulang Jumlah a
Peserta (orang)
Tanggal pelaksanaan
Desa
Kelompok tani
Sekajaya Ciampea Udik Sukaharja Karehkel Singabangsa Sipayung Babakan Raden Leuweung Kolot
Karya Tani Mekar Wangi
25 25
28 April 2010 11 Mei 2010
Tani Harja Mitra Tani Tegal Pondoh Gotong Royong Sari Bumi
25 25 25 25 25
6 April 2010 23 Juli 2010 16 Juli 2010 7 Oktober 2010 1 Nopember 2010
Sriwangi
25
14 Juli 2010
200
Sumber: Pelaksanaan Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Kabupaten Bogor Tahun 2010.
25
Tabel 9 Lokasi gerakan PHT tahun 2010 a Kecamatan Dramaga Nanggung Cigudeg Tanjungsari Sukajaya Sukamakmur
Desa
Kelompok tani
Peserta (orang)
OPT yang dikendalikan
Petir Parakan Muncang Warga Jaya Antajaya Sukajaya Wargajaya
Bakti Tani Santiong Kahuripa Harapan Jaya Motekar Mujur Tani
50 50 50 50 50 50
Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus
Jumlah a
300
Sumber: Pelaksanaan Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Kabupaten Bogor Tahun 2010.
Program PHT di Kabupaten Bogor dibiayai dari dokumen anggaran satuan kerja (DASK) Kegiatan Pengendalian Hama Terpadu Tahun 2010 APBD Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2010 sebesar Rp 257 445 000.-. Realisasi keuangan direncanakan sebesar Rp 257 445 000.- yang terserap sampai dengan akhir Desember 2010 adalah Rp 254 578 500.- atau 98.89% dan realisasi fisik telah 100% (Pelaksanaan . . . 2010). Program PHT di Kecamatan Dramaga POPT dan PL untuk wilayah Kecamatan Dramaga adalah Bapak Dida Mulyadi dan Ibu Maryani. Selain Kecamatan Dramaga, wilayah yang berada di bawah tanggung jawab Bapak Dida dan Ibu Maryani adalah Kecamatan Tenjolaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas POPT, program PHT melalui kegiatan SLPHT masih berjalan, namun terdapat kendala dalam pelaksanaannya, di antaranya keterbatasan sarana dan biaya operasional yang berasal dari APBN. Untuk menanggulangi masalah ini, para PL menyelenggarakan SLPHT yang bersifat swadaya jika sangat diperlukan. Kegiatan ini bersumber dari dana sukarela yang dikeluarkan oleh petani dan PL. Selain itu, kegiatan SLPHT swadaya ini sebagai saran untuk pendekatan anggota kelompok tani secara kekeluargaan. Salah satu kegiatan SLPHT yang bersifat swadaya adalah kegiatan SLPHT di Desa Ciherang yang dilaksanakan pada tahun 2000. Menurut para penyuluh, akhir-akhir ini program PHT mengalami pergeseran konsep menjadi PTT melalui SLPTT yang secara prinsip sebenarnya tidak berbeda dengan PHT. Secara garis besar, program PHT merupakan program dalam rangka
26
mengurangi dampak negatif dari pestisida yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian sejak tahun 1989, sedangkan program PTT merupakan program peningkatan produktivitas beras nasional dalam rangka ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sejak tahun 2007. Tugas rutin yang dilaksanakan oleh para POPT di antaranya pertemuan 2 mingguan di kelompok tani dan pertemuan rutin di BP3K. Kegiatan rutin lainnya adalah pengamatan OPT di lapangan dan sebagai penyuluh SLPHT, SLPTT, SLI (Sekolah Lapang Iklim), pembuatan kompos, dan kegiatan pelatihan lainnya. Para penyuluh diberi fasilitasi berupa kendaraan dan fasilitas lain dalam melaksanakan tugasnya. Menurut mereka, dukungan fasilitas/operasional cukup bijaksana, tidak ada penggelapan anggaran walaupun penerimaan yang diperoleh relatif kecil dan dikenai pajak. Pada saat melaksanakan tugas di lapangan, para penyuluh harus memiliki kemampuan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai karakter masyarakat yang berbeda-beda. Walaupun demikian, para penyuluh sangat menikmati pekerjaan tersebut yang memiliki tanggung jawab yang besar.
27
Karakteristik Petani Salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam proses pengambilan keputusan dalam usahatani yang dilakukannya adalah kondisi sosial ekonomi petani. Kondisi sosial ekonomi menjadi suatu kualifikasi petani untuk mengikuti arus informasi teknologi PHT. Beberapa kondisi sosial ekonomi yang penting yaitu lama pendidikan, pengalaman bertani, tingkat pendapatan, dan status pengusahaan pada lahan garapan (Untung 1993). Pemilihan petani SLPHT yang dijadikan responden merupakan alumni SLPHT tahun 1992 dan 2000. Data alumni SLPHT diperoleh dari kelompok tani kedua desa. Perbedaan tahun ajaran SLPHT ini sebagai perbandingan dalam ilmu dan proses penerapan komponen PHT antara petani alumni SLPHT tahun 1992 dengan petani alumni SLPHT tahun 2000. Petani padi yang menjadi responden sebanyak 35% berumur 51 sampai 60 tahun. Petani usia produktif yang berumur 15 sampai 64 tahun lebih banyak pada petani peserta nonSLPHT dibandingkan dengan petani SLPHT.
Karakterisrik
petani dalam hal tingkat pendidikan formal, 65% petani SLPHT dan 75% petani nonSLPHT hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD). Menurut Untung (1993), kondisi usia petani dengan tingkat pendidikan yang masih rendah akan mempengaruhi proses pemahaman komponen PHT dalam waktu yang lama. Hasil wawancara menunjukkan bahwa usia dan tingkat pendidikan petani tidak berpengaruh terhadap proses pemahaman komponen PHT, namun faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah pengalaman bertani, status kepemilikan lahan garapan, dan kondisi ekonomi petani dalam kegiatan usahatani. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Untung (1993). Jumlah tanggungan keluarga petani responden bervariasi dari 1 sampai 9 orang tiap kepala keluarga. Sebagian besar dari mereka memiliki tanggungan keluarga tidak lebih dari 9 orang. Bagi masyarakat petani padi di Desa Purwasari dan Desa Ciherang, bercocok tanam padi bukan merupakan hal yang baru. Sebanyak 90% petani SLPHT maupun nonSLPHT memiliki pengalaman usahatani lebih dari 20 tahun. Mereka cukup lama berbudidaya padi dalam usahataninya. Semua petani responden menyatakan bahwa bertani padi merupakan pekerjaan utama, namun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, petani mencari sumber mata pencaharian lain seperti berdagang, buruh atau kuli sehingga alokasi
28
waktu yang tersedia untuk usahatani menjadi berkurang. Tabel 10 menyajikan secara lengkap karakteristik petani yang diwawancarai. Tabel 10 Karakteristik petani responden Petani responden (%)
Karakteristik Kisaran umur (tahun) ≤ 30 31 sampai 40 41 sampai 50 51 sampai 60 61 sampai 70 > 70 Tingkat pendidikan Tidak sekolah Sekolah dasar SLTP Tanggungan keluarga (orang) ≤2 3 sampai 5 6 sampai 8 >9 Pengalaman bertani (tahun) < 10 10 sampai 19 20 sampai 29 30 sampai 39 40 sampai 49 ≥ 50 Pekerjaan utama Petani Pekerjaan sampingan Pedagang Buruh
SLPHT
NonSLPHT
0.00 5.00 5.00 35.00 30.00 25.00
5.00 10.00 10.00 35.00 30.00 10.00
5.00 65.00 30.00
25.00 75.00 0.00
40.00 20.00 25.00 15.00
35.00 50.00 15.00 0.00
0.00 10.00 25.00 20.00 35.00 10.00
5.00 5.00 20.00 25.00 40.00 5.00
100.00
100.00
77.78 22.22
50.00 50.00
Keadaan Umum Usahatani Status Kepemilikan dan Luas Lahan Pertanian Tanah atau lahan merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki kedudukan penting dalam pertanian (Mubyarto 1989). Sebagai faktor produksi yang penting, lahan tidak selalu dimiliki oleh petani responden. Petani responden yang lain berstatus sebagai penyewa dan penggarap. Petani pemilik lahan dapat mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi masalah usahatani, sedangkan petani penggarap harus meminta persetujuan dari pemilik lahan dalam mengambil
29
keputusan. Selain itu, luas lahan garapan dapat menentukan petani dalam mengambil keputusan. Hal ini berkaitan dengan biaya produksi secara ekonomi. Petani pemilik lahan juga sering menggarap lahan milik warga sekitar yang ditanami padi untuk menambah hasil usahanya. Sebanyak 50% petani SLPHT dan 70% petani nonSLPHT memiliki luas lahan garapan kurang dari 0.5 ha. Petani yang memiliki luas lahan garapan antara 0.5 sampai 1 ha sebanyak 50% dan 25% masing-masing pada petani SLPHT dan petani nonSLPHT (Tabel 11). Luas lahan pertanian untuk padi yang diusahakan oleh petani SLPHT berkisar dari 0.25 sampai 1 ha per petani, sedangkan untuk petani nonSLPHT berkisar dari 0.125 sampai 0.7 ha per petani. Luas lahan pertanian petani responden dapat dinyatakan sempit dengan total luas lahan petani SLPHT sebesar 9.35 ha dan petani nonSLPHT sebesar 9 ha (Lampiran 2 dan 3). Luas lahan pertanian yang sempit ini disebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk. Tabel 11 Pemilikan dan pengusahaan lahan Lahan Status kepemilikan Pemilik - penggarap Penyewa - penggarap Penggarap Luas pengusahaan (ha) ≤ 0.5 > 0.5 sampai ≤ 1.0 > 1.0 sampai ≤ 2.0 > 2.0
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
75 5 20
45 0 55
50 50 0 0
70 25 0 5
Varietas yang Digunakan Sebanyak 45.45% petani SLPHT dan 41.67% petani nonSLPHT menanam padi varietas Inpari 13 (Tabel 12). Selain itu, varietas padi yang ditanam oleh petani diantaranya Inpari 10, Inpari 14, Inpari 28, Ciherang, Mekongga, dan IR 64. Benih padi yang ditanam petani merupakan benih bantuan dari pemerintah sehingga varietas padi yang digunakan oleh setiap kelompok tani hampir sama (Lampiran 2 dan 3). Petani responden berpendapat bahwa benih padi yang mereka
30
tanam merupakan varietas tahan penyakit dengan produksi tinggi dan hasil produksi (beras) disenangi konsumen. Tabel 12 Varietas padi yang ditanam petani Varietas padi Inpari 10 Inpari 13 Inpari 14 Inpari 28 Ciherang Mekongga IR64
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
13.64 45.45 0.00 27.27 13.64 0.00 0.00
8.33 41.67 4.17 0.00 20.83 20.83 4.17
Hasil Panen dan Sistem Penjualan Hasil panen padi rata-rata per hektar petani SLPHT adalah 7.5 ton per musim tanam (Lampiran 4). Hasil panen ini lebih tinggi dari hasil panen padi rata-rata per hektar petani nonSLPHT yaitu 4.3 ton per musim tanam (Lampiran 5). Produksi per hektar yang dicapai oleh petani SLPHT sebagian besar sekitar antara 7.6 sampai 8 ton tetapi ada juga yang dapat mencapai > 8.6 ton. Sebanyak 30% petani nonSLPHT memperoleh hasil panen sekitar dari 3.1 sampai 3.5 ton/ha sedangkan 5% petani nonSLPHT lainnya memperoleh hasil panen tertinggi mencapai 6.6 ton/ha (Tabel 13). Tabel 13 Hasil panen padi per hektar per musim tanam Hasil panen (ton/ha) ≤3 3.1 sampai 3.5 3.6 sampai 4 4.1 sampai 4.5 4.6 sampai 5 5.1 sampai 5.5 5.6 sampai 6 6.1 sampai 6.5 6.6 sampai 7 7.1 sampai 7.5 7.6 sampai 8 8.1 sampai 8.5 ≥ 8.6
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
0 0 10 10 5 5 0 5 15 10 20 5 15
15 30 15 0 5 5 20 5 5 0 0 0 0
31
Semua petani responden memasarkan hasil panennya dengan menjual padi ke penggilingan. Nilai harga jual padi yang diterima oleh petani yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Harga jual padi di Desa Purwasari dan Desa Ciherang dalam musim tanam tahun 2011/2012 berkisar antara Rp 2700.- dan Rp 3000.- per kg. Proporsi Biaya Input Usaha Tani Usaha tani padi memerlukan banyak biaya, namun biaya yang dikeluarkan petani bervariasi. Proporsi biaya produksi terbesar berasal dari biaya tenaga kerja (Tabel 14), dalam 1 musim tanam rata-rata mencapai 51.27% untuk petani SLPHT dan 49.19% untuk petani nonSLPHT. Biaya tenaga kerja rata-rata mencapai Rp 905 000.- untuk petani SLPHT (Lampiran 4) dan Rp 1 104 550.- untuk petani nonSLPHT (Lampiran 5). Biaya tenaga kerja berasal dari biaya pengolahan tanah, penanaman, penyemprotan pestisida, dan biaya pemanenan. Biaya tenaga kerja biasanya dihitung berdasarkan sistem kerja harian. Umumnya tenaga kerja pria besarnya Rp 30 000.- per hari, sedangkan tenaga kerja wanita Rp 20 000.- per hari. Mereka bekerja selama 4 sampai 6 jam dalam 1 hari kerja. Proporsi biaya pestisida petani nonSLPHT lebih besar dari petani SLPHT. Penggunaan pestisida sebagai cara pengendalian OPT tidak menjamin peningkatan produksi padi. Hal ini terlihat pada penjelasan sebelumnya bahwa hasil panen petani SLPHT lebih besar dibandingkan dengan hasil panen petani nonSLPHT. Tabel 14 Rata-rata proporsi biaya input usahatani padi terhadap total biaya produksi per hektar per musim tanam Input usahatani Bibit / benih Pupuk padat Pupuk cair Pestisida Tenaga kerja
Biaya yang dikeluarkan petani (%) SLPHT
NonSLPHT
0.00 46.71 0.96 1.06 51.27
0.00 41.81 3.05 5.95 49.19
32
Semua petani responden mendapat bantuan berupa benih dan pupuk organik buatan pabrik dari pemerintah melalui petugas pertanian dan dikoordinasikan oleh ketua kelompok tani sehingga petani responden tidak membeli benih dan pupuk organik buatan. Hal ini dapat mengurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani setiap menjalankan usahataninya. Budidaya Tanaman Pengetahuan petani tentang budidaya tanaman dapat dikatakan sudah baik. Seluruh petani responden mengetahui bahwa benih padi yang baik adalah benih yang berasal dari tanaman sehat. Mereka juga mengetahui manfaat pupuk kandang dapat menggemburkan tanah. Selain itu, seluruh petani responden mengetahui pada saat pemupukan, air sawah sebaiknya tidak terlalu menggenang supaya sebagian pupuk tidak hilang karena menguap dan terbawa air. Seluruh petani SLPHT dan 60% petani nonSLPHT juga mengetahui bahwa pemupukan yang baik adalah pemupukan yang lengkap (NPK) (Lampiran 6). Penentuan Waktu Tanam Pada umumnya lahan pertanaman padi petani responden pada lahan beririgasi teknis, pengairan dapat diatur sehingga waktu tanam dapat ditentukan dan serempak. Menurut Untung (1993), penanaman serempak merupakan bagian dari salah satu metode yang disarankan dalam PHT sebab dapat mengurangi serangan berbagai hama dan penyakit. Seluruh petani SLPHT dan 60% petani nonSLPHT telah melakukan penanaman serempak, namun 40% petani nonSLPHT lainnya tidak melakukan hal tersebut dengan alasan mereka mempunyai keputusan sendiri untuk menentukan waktu tanam atas lahannya sendiri. Sumber air irigasi petani responden Desa Purwasari di antaranya dari Curug Nangka, sungai Cihideung, Situ Bala, dan Cadas Gantung sedangkan sumber air irigasi petani Desa Ciherang berasal dari sungai Ciapus. Jika terjadi kemarau, sungai besar yang menjadi sumber air pusat irigasi teknis seperti sungai Cihideung di Desa Purwasari dan sungai Ciapus di Desa Ciherang masih tersedia air walaupun dalam jumlah sedikit. Untuk menanggulangi hal ini, petani di Desa Purwasari menggunakan sungai irigasi secara bergilir sedangkan petani di Desa Ciherang
33
membendung air untuk irigasi dan membersihkan sungai dari sampah secara rutin supaya aliran air irigasi tidak tersendat. Petani responden yang menanam padi di lahan tadah hujan tidak dapat mengatur pengairan sehingga mengalami kekeringan. Mereka hanya dapat mengharapkan turunnya hujan sebab lahan kebun yang ditanami tanaman palawija pun mengalami kekeringan bahkan sebagian tanamannya mati sehingga petani mengalami kerugian dan tidak dapat melakukan kegiatan usahatani seperti biasanya. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh/kuli dan berdagang untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Teknik Bercocok Tanam Pengetahuan petani tentang budidaya tanaman padi umumnya telah baik. Semua petani responden mengetahui bahwa benih padi sebaiknya berasal dari tanaman sehat. Bibit dalam larik umumnya ditanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, dan sistem legowo 2:1. Sistem tanam legowo dapat mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan, dan pengamatan hama/penyakit yang dilakukan melalui barisan kosong. Tindakan sebagian besar petani dalam menerapkan teknik budidaya tanaman umumnya telah baik. Sebelum melakukan penanaman, mereka melakukan pengolahan lahan dengan menggunakan traktor, namun ada juga yang menggunakan sapi atau kerbau karena traktor yang biasa mereka gunakan mengalami kerusakan. Penggunaan traktor untuk mengolah tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan sapi atau kerbau. Selain lebih efisien, pengolahan tanah dengan traktor juga dapat membalikkan tanah sehingga tunggul padi yang tertinggal setelah panen dapat tertimbun dengan baik. Usaha ini cukup efektif untuk mengendalikan hama padi yang mampu bertahan hidup dalam tunggul padi. Petani padi umumnya bercocoktanam dengan pola tanam pada areal irigasi, lahan tadah hujan, dan tumpang sari. Pola tanam pada areal irigasi paling banyak dilakukan oleh petani responden, namun ada juga sebagian kecil petani yang menanam padi di lahan tadah hujan. Pada umumnya petani memiliki lahan tersendiri untuk menanam palawija (berkebun) sehingga tidak menanam tanaman tumpang sari di pematang sawah.
34
Pemupukan Petani padi umumnya menggunakan 3 jenis pupuk, yaitu pupuk organik alami (pupuk kandang), pupuk padat sintetik, dan pupuk pelengkap cair (PPC) organik. Sebagai pengganti pupuk kandang, petani responden menggunakan pupuk organik padat buatan pabrik. Jenis pupuk kandang yang paling banyak digunakan 57.14% petani SLPHT dan 52.17% petani nonSLPHT adalah kotoran domba. Sebanyak 71.42% petani SLPHT dan 69.57% petani nonSLPHT memberikan pupuk kandang dan pupuk organik padat buatan ini di bawah dosis yang dianjurkan (Tabel 15). Penggunaan pupuk kandang masih lebih rendah dari dosis anjuran dikarenakan banyaknya pupuk kandang yang diperoleh petani tidak tentu. Selain itu, tidak semua petani memiliki hewan ternak yang kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Oleh karena itu, sebagian dari mereka menggunakan pupuk organik padat buatan sebagai penggantinya. Selain itu, petani responden juga menggunakan pupuk kompos hasil dari pengomposan jerami. Pupuk kompos yang diberikan tergantung dari banyaknya kompos yang diperoleh dari pengomposan jerami tersebut. Tabel 15 Penggunaan pupuk kandang Pupuk kandang Jenis Sapi Domba Ayam Kelinci Organik buatan Dosis a < Anjuran = Anjuran b > Anjuran a b
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
4.76 57.14 0.00 0.00 38.10
0.00 52.17 4.35 4.35 39.13
71.42 14.29 14.29
69.57 26.08 4.35
Sumber: Purwono dan Purnamawati (2007). Dosis anjuran pupuk kandang atau pupuk organik buatan = 2 sampai 5 ton/ha (Purwono dan Purnamawati 2007).
Petani umumnya melakukan pemupukan (pupuk padat sintetik) 2 kali selama musim tanam dengan cara disebarkan. Sebagian besar petani hanya menggunakan pupuk urea dan TSP. Sebanyak 61.11% petani SLPHT dan 50% petani nonSLPHT
35
memberikan pupuk P sesuai dosis anjuran, sedangkan pupuk N diberikan di bawah dosis anjuran oleh 60% petani nonSLPHT. Untuk pupuk K, petani SLPHT yang memberikan di bawah dan sesuai dosis anjuran berimbang yaitu masing-masing 50%. Petani nonSLPHT tidak ada yang menggunakan pupuk K dengan alasan menurut mereka harga pupuk KCL yang relatif mahal (Tabel 16). Harga pupuk yang mahal menjadi salah satu kendala petani dalam budidaya tanaman padi. Petani menjadi tidak dapat menggunakan pupuk sesuai dosis anjuran sehingga mereka memilih untuk membeli pupuk sesuai dengan kemampuan secara ekonomi. Oleh karena itu, sebagian besar petani menggunakan pupuk di bawah dosis anjuran. Tabel 16 Dosis penggunaan pupuk padat sintetik Jenis
N
P
K
Dosis pupuk a < anjuran = anjuran b > anjuran < anjuran = anjuran c > anjuran < anjuran = anjuran d > anjuran
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
36.84 47.37 15.79 27.78 61.11 11.11 50.00 50.00 0.00
60.00 15.00 25.00 20.00 50.00 30.00 0.00 0.00 0.00
a
Sumber: Purwono dan Purnamawati (2007) Dosis anjuran pupuk N = 200 kg/ha. c Dosis anjuran pupuk P = 75 sampai 100 kg/ha. d Dosis anjuran pupuk K = 75 sampai 100 kg/ha. b
Penggunaan PPC organik dalam budidaya tanaman padi hanya digunakan oleh 65% petani SLPHT dan 30% petani nonSLPHT. Mereka yang tidak menggunakan PPC organik beranggapan bahwa penggunaan pupuk cair tidak meningkatkan produksi padi. Sebanyak 50% petani SLPHT mengaplikasikan PPC organik lebih dari 5 kali penyemprotan sedangkan 49.99% petani nonSLPHT hanya mengaplikasikan 2 kali penyemprotan dalam satu musim tanam. Petani responden yang menggunakan PPC organik pada umumnya sudah menggunakan sesuai dengan dosis anjuran (Tabel 17). Penggunaan PPC organik secara berlebihan tidak membuat petani khawatir, mereka beranggapan bahwa PPC organik tidak
36
mengakibatkan dampak negatif terhadap tanaman dan lingkungan. Mereka menyatakan bahwa PPC organik dapat meningkatkan hasil panen, mempercepat pertumbuhan tanaman padi, dan menyebabkan daun tanaman padi menjadi lebih segar dan malai lebih banyak. Tabel 17 Penggunaan pupuk pelengkap cair (PPC) organik per musim tanam Petani responden (%)
Pupuk pelengkap cair organik Penggunaan PPC organik Petani yang menggunakan PPC organik Petani yang tidak menggunakan PPC organik Frekuensi 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali ≥ 5 kali Metode aplikasi Bersamaan dengan pestisida Tersendiri Dosis a Sesuai anjuran a
SLPHT
NonSLPHT
65.00
30.00
35.00
70.00
0.00 16.67 33.33 0.00 50.00
16.67 49.99 16.67 16.67 0.00
0.00 100.00
16.67 83.33
100.00
100.00
Dosis PPC anjuran = 2 cc/lliter air (Sudarmono 1997).
PPC organik yang biasa digunakan oleh petani tanaman padi terdiri dari 5 jenis merek dagang. Super Aci merupakan merek dagang PPC organik yang paling banyak digunakan oleh 58.85% petani SLPHT dan 49.99% petani nonSLPHT (Tabel 18). Tabel 18 Jenis PPC organik yang digunakan petani Jenis PPC Nutrimas Kuda Laut Super Aci Extragen Super Grow
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
15.38 0.00 58.85 23.08 7.69
16.67 16.67 49.99 0.00 16.67
37
Pemeliharaan Tanaman Pada umumnya penyulaman tanaman dilakukan antara 1 sampai 2 minggu setelah tanam (MST) oleh 60% petani SLPHT dan 55% petani nonSLPHT (Tabel 19). Bibit sulaman merupakan bibit cadangan pada persemaian bibit dari jenis yang sama. Tabel 19 Waktu penyulaman tanaman yang mati Waktu (MST) ≤1 < 1 sampai < 2 ≥2
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
25 60 15
25 55 20
Pemanenan Sebanyak 60% petani SLPHT dan 80% petani nonSLPHT menentukan umur panen padi dengan pengamatan visual yaitu dengan melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Petani lainnya, 40% petani SLPHT dan 20% petani nonSLPHT menentukan umur panen berdasarkan pengamatan teoritis seperti perhitungan umur tanaman. Semua petani melakukan cara panen potong bawah dengan menggunakan sabit, 85% petani SLPHT dan 75% petani nonSLPHT melakukan sistem panen kelompok (Tabel 20) dengan jumlah pemanen berkisar antara 5 sampai 7 orang. Sebagian besar petani responden memanfaatkan jerami untuk dijadikan kompos dan pakan ternak (Tabel 21). Tabel 20 Cara pemanenan padi yang dilakukan petani responden Pemanenan padi Penentuan umur panen Visual Teoritis Metode panen Potong bawah Potong tengah Potong atas Sistem panen Bebas Individual Kelompok
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
60 40
80 20
100 0 0
100 0 0
0 15 85
0 25 75
38
Tabel 21 Tindakan petani terhadap jerami Petani responden (%)
Tindakan Dibakar Dikomposkan Dibuat pakan ternak
SLPHT
NonSLPHT
0 100 0
0 50 50
Pengamatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pengamatan OPT memegang peranan penting dalam sistem PHT yang bertujuan memprediksi keberadaan status hama maupun penyakit sehingga dapat melakukan tindakan pengendalian sedini mungkin, menginformasikan peringatan dini mengenai perkembangan populasi hama dan penyakit yang merugikan serta menunjang rekomendasi pengendalian OPT yang tepat (Suryanto 2010). Semua petani responden yang diwawancarai melakukan pengamatan di lahannya. Pengamatan tersebut untuk pengambilan keputusan dalam pengendalian OPT, termasuk untuk penyemprotan pestisida dan untuk mengevaluasi hasil penyemprotan sebelumnya. Sebanyak 85% petani SLPHT dan 75% petani nonSLPHT melakukan pengamatan dengan selang waktu kurang dari 1 minggu bahkan cenderung dilakukan setiap hari. Hal ini didukung dengan lokasi lahan sawah yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Hanya 20% petani nonSLPHT yang mengamati OPT secara tidak teratur karena jarak sawah dengan tempat tinggal relatif jauh dan ditambah dengan usia petani yang sudah tua (Tabel 22). Tabel 22 Pengamatan OPT yang dilakukan petani Petani responden (%) Tindakan pengamatan Tidak teratur Selang waktu < 1 minggu 1 sampai 2 minggu
SLPHT
NonSLPHT
0
20
85 15
75 5
39
Setiap melakukan pengamatan, 70% petani SLPHT dan 50% petani nonSLPHT mengamati ada tidaknya serangan hama dan menduga populasi hama. Petani responden menduga populasi hama berdasarkan tingkat serangan dan jumlah hama yang tampak/terihat di lahan sawah. Pengendalian Gulma Menurut Permadi et al. (1993), gulma perlu diwaspadai karena merupakan pesaing dalam penggunaan air, cahaya, dan unsur hara. Selain itu, gulma juga merupakan inang bagi hama dan penyakit, bahkan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman budidaya. Banyaknya gulma di pertanaman merupakan salah satu masalah yang dialami oleh hampir semua petani tetapi penanggulangannya relatif mudah. Pengendalian dan pemberantasan gulma yang ada di pertanaman padi dikendalikan secara mekanik dengan penyiangan oleh petani responden. Penyiangan secara mekanik dengan menggunakan cangkul kecil, sabit atau tangan dengan mencabut rumputrumput yang dikerjakan sekaligus dengan menggemburkan tanah. Frekuensi penyiangan dilakukan 2 kali selama musim tanam yaitu pada 3 dan 6 MST. Menurut mereka, gulma yang sulit dikendalikan adalah gulma babawangan (Fimbristylis miliacea L.) (Gambar 1A), gulma daun lebar Ludwigia arcuata Walt (Gambar 1B), dan gunda Sphenoclea zeylanica Gaertn (Gambar 1C).
A Gambar 1
B
C
Gulma yang sulit dikendalikan menurut petani: (A) Fimbristylis miliacea (L.), (B) Ludwigia arcuata Walt., dan (C) Sphenoclea zeylanica Gaertn.
40
Pengamatan Hama dan Penyakit Pengetahuan petani terhadap hama/penyakit dan pengendaliannya. Hama dan penyakit merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani. Permasalahan hama dan penyakit yang dihadapi oleh petani padi dalam musim tanam tahun 2011/2012 antara lain walang sangit, keong mas, tungro, dan hawar daun bakteri. Hama dan penyakit padi yang lain menurut petani responden tidak terlalu merugikan. Sebanyak 95% petani SLPHT yang diwawancarai menempatkan walang sangit sebagai permasalahan terpenting di lahan sawahnya sedangkan 95% petani nonSLPHT menempatkan penyakit tungro sebagai permasalahan terpenting di lahan sawahnya (Tabel 23). Tabel 23 Hama/penyakit terpenting pada pertanaman padi petani responden Petani responden (%) Jenis hama/penyakit Walang sangit Keong mas Tungro Hawar daun bakteri
SLPHT
NonSLPHT
95 70 50 35
70 65 95 40
Serangan walang sangit (Leptocorisa acuta) dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 10% sampai 25%. Salah satu pengendalian yang dilakukan oleh seluruh petani SLPHT dan 60% petani nonSLPHT yaitu dengan cara penanaman serentak. Sebanyak 40% petani nonSLPHT lainnya menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama walang sangit. Menurut petani responden, hama keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan hama penting setelah walang sangit. Serangan keong mas terjadi pada saat persemaian sampai tanaman berumur 4 MST. Pada tanaman padi fase generatif, gangguan keong mas hanya terjadi pada anakan sehingga jumlah anakan produktif menjadi berkurang. Semua petani responden mengendalikan hama keong mas dengan cara mengambil dan mengumpulkan hama tersebut kemudian dijadikan pakan bebek. Selain hama, terdapat penyakit penting pada tanaman padi. Salah satunya penyakit tungro yang dianggap paling merugikan dan dapat menyebabkan kehilangan hasil rata-rata 20%. Menurut Suryanto (2010), penyakit tungro
41
disebabkan oleh dua jenis virus yaitu virus bentuk batang (RTBV: rice tungro bacilliform virus) dan bentuk bulat (RTSV: rice tungro sperical virus) yang hanya dapat ditularkan oleh wereng, terutama yang paling efisien adalah spesies wereng hijau Nephotettix virescens Distant. Pengendalian yang dilakukan petani SLPHT dan 5% petani nonSLPHT di antaranya dengan penanaman serentak, eradikasi tanaman sakit, dan penanaman dengan cara legowo yang dapat mengurangi pemencaran wereng hijau serta penyemprotan pestisida secara bijaksana. Sebanyak 95%
petani
nonSLPHT
hanya
melakukan
penyemprotan
pestida
untuk
mengendalikan penyakit tersebut. Penyakit penting lainnya yaitu penyakit hawar daun (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) yang dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 30% sampai 40%. Pengendalian yang dilakukan oleh petani responden di antaranya dengan penanaman cara legowo atau jarak tanam yang tidak terlalu rapat. Petani SLPHT menggunakan pupuk lengkap sebagai salah satu cara pencegahan terjadinya penyakit hawar daun, sedangkan petani nonSLPHT menggunakan insektisida untuk pengendaliannya. Pengetahuan petani SLPHT tentang penyebab penyakit dikategorikan baik. Mereka mengetahui bahwa penyakit hawar daun disebabkan oleh patogen (bakteri) dan penyakit tungro disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, namun mereka tidak mengetahui jenis serangga yang menjadi vektor penyakit tersebut. Sebanyak 75% petani SLPHT mengetahui bahwa penularan penyakit dapat melalui aliran air, angin, tanah, dan serangga vektor, sedangkan 15% petani nonSLPHT tidak mengetahuinya (Tabel 24).
42
Tabel 24 Pengetahuan petani tentang penularan penyakit pada tanaman padi Petani responden (%)
Penularan Tidak menular Menular Melalui aliran air dan angin Melalui aliran air, angin, dan gesekan antartanaman Melalui aliran air, angin, tanah, dan serangga vektor Melalui air dan tanah Melalui angin Tidak tahu
SLPHT
NonSLPHT
0 100 15 0
0 85 50 5
75
20
5 5 0
0 10 15
Selain penyakit biotik, petani responden juga mengetahui gejala penyakit abiotik.
Berdasarkan
pengalamannya,
mereka
menyatakan
bahwa
gejala
kekurangan unsur Nitrogen sering terjadi jika pemupukan yang dilakukan tidak merata. Sebagian besar petani SLPHT memiliki alat bagan warna daun (BWD) (Gambar 2) untuk mengukur warna daun dan mengetahui waktu pemberian pupuk N berdasarkan warna daun. Alat tersebut dapat membantu petani untuk menekan biaya pemakaian pupuk sebanyak 15% sampai 20% dari takaran yang umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil.
A Gambar 2
B
Alat bagan warna daun (BWD): (A) tampak depan, (B) tampak belakang
43
Penggunaan Pestisida Pengetahuan petani dalam hal teknik penyemprotan menunjukkan bahwa semua petani SLPHT dan 89.47% petani nonSLPHT membaca label pestisida sebelum menggunakannya dan pada saat penyemprotan berjalan searah dengan arah angin. Adapun dalam kaitannya dengan aspek keamanan lingkungan, pengetahuan petani SLPHT lebih baik dibandingkan dengan petani nonSLPHT. Sebagian besar petani responden menyadari bahwa pencucian tangki bekas menyemprot tidak boleh dilakukan di sungai. Mereka juga mengetahui perlunya memakai perlengkapan pelindung terutama penutup hidung dan mulut untuk menghindari bahaya keracunan pada saat menyemprot (Lampiran 7). Sebanyak 50% petani SLPHT menyatakan sudah tidak menggunakan pestisida sejak tahun 1993. Mereka yang masih menggunakan pestisida menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetik sebagai alternatif terakhir jika komponen teknologi pengendalian lainnya tidak efektif. Petani SLPHT cenderung menggunakan pestisida nabati yang menurutnya lebih ramah lingkungan. Pestisida nabati yang digunakan di antaranya terbuat dari daun sirsak, serai, tembakau, dan bahan tanaman lain yang menurutnya tidak disukai serangga. Petani nonSLPHT cenderung untuk mengedepankan aplikasi pestisida untuk mengendalikan OPT. Ketergantungan petani nonSLPHT terhadap pestisida sudah sangat tinggi. Penggunaan pestisida dianggap memberikan hasil yang lebih memuaskan dengan cara aplikasi yang tidak rumit. Mereka menyadari dan mengetahui dampak dari penggunaan pestisida, namun mereka telah beranggapan bahwa penggunaan pestisida merupakan pengendalian yang sangat ampuh dan menjadikan suatu keharusan dalam mengendalikan hama dan penyakit. Menurutnya, jika tidak dilakukan penyemprotan, maka produktivitas tanaman padi akan turun bahkan mengalami gagal panen. Menurut Rauf et al. (1993), penggunaan pestisida secara berlebihan oleh petani padi telah menyita sebagian besar biaya produksi. Selain secara ekonomis tidak menguntungkan, penggunaan pestisida yang berlebihan juga tidak layak secara ekologis dan sosial. Penggunaan pestisida secara berjadwal terkait dengan faktor psikologis, yaitu sikap kekhawatiran petani terhadap resiko gagal panen bila pertanaman padi tidak disemprot.
44
Pada pelaksanaan penyemprotan, sekitar 83.33% petani SLPHT dan 63.16% petani nonSLPHT melaksanakan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain (Tabel 25). Sekitar 90% petani responden memiliki alat semprot sendiri, 10% petani yang tidak memiliki alat semprot meminjam dari petani yang lahannya saling berdekatan. Jenis alat semprot yang dimiliki ialah knapsack sprayer. Tabel 25 Pelaksanaan penyemprotan pestisida Petani responden (%)
Penyemprotan
SLPHT
NonSLPHT
83.33 16.67 0.00
63.16 21.05 15.79
Melaksanakan sendiri Mengupahkan kepada orang lain Melaksanakan sendiri dan mengupahkan
Sebanyak 6 merek dagang insektisida berspektrum luas digunakan untuk mengendalikan hama pada padi. Sejumlah insektisida yang digunakan petani SLPHT, Decis dan Matador merupakan 2 merek dagang insektisida yang paling banyak digunakan (masing-masing 41.68% dan 33.33%), sedangkan 42.11% petani nonSLPHT mencampurkan 2 merek insektisida antara Matador dan Decis (Tabel 26). Tabel 26 Jenis pestisida yang digunakan petani untuk pengendalikan hama dan penyakit pada tanaman padi Petani responden (%) Jenis pestisida Decis Curacron Matador Matador dan Decis Curacron dan Decis Matador dan Regent Matador dan Kristal Curacron dan Buldok
SLPHT
NonSLPHT
41.68 8.33 33.33 8.33 8.33 0.00 0.00 0.00
5.26 0.00 0.00 42.11 5.26 15.79 10.53 21.05
Kerasionalan Petani Terhadap Penggunaan Pestisida Sebagian besar petani responden menggunakan pestisida secara terus menerus. Pada umumnya mereka menyemprot pestisida jika telah terlihat ada serangan. Petani SLPHT lebih rasional daripada petani nonSLPHT dalam
45
penggunaan pestisida. Sebanyak 58.33% petani SLPHT menggunakan pestisida sesuai dosis anjuran, sedangkan 52.63% petani nonSLPHT menggunakan pestisida di atas dosis anjuran (Tabel 27). Penggunaan pestisida di bawah atau di atas dosis anjuran dapat mempercepat timbulnya resistensi dan resurjensi hama, terutama jika insektisida yang sama digunakan secara terus-menerus. Tabel 27 Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman padi Petani responden (%)
Penggunaan pestisida
SLPHT
Pola penggunaan Penggantian Terus-menerus Dasar penyemprotan pertama Sebelum ada serangan Setelah ada serangan Dasar penyemprotan selanjutnya Ada serangan lagi Berjadwal Seminggu sekali Dua minggu sekali Sebulan sekali Dosis < anjuran = anjuran > anjuran
NonSLPHT
16.67 83.33
31.58 68.42
0.00 100.00
21.05 78.95
100.00
73.68
0.00 0.00 0.00
5.26 10.53 10.53
16.67 58.33 25.00
10.53 36.84 52.63
Semua petani responden menggunakan insektisida berspektrum luas sehingga kesesuaian sasaran dalam penggunaan insektisida cenderung tepat. Petani SLPHT tidak menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit tanaman, namun dengan cara eradikasi tanaman sakit. Sebagian besar petani nonSLPHT tidak mengetahui fungisida bahkan 10.52% dari mereka beranggapan bahwa fungisida merupakan pupuk cair (Tabel 28). Karena insektisida yang digunakan petani nonSLPHT berspektrum luas, mereka beranggapan bahwa insektisida yang digunakan
tidak
hanya
untuk
mengendalikan
hama
tetapi
juga
dapat
mengendalikan penyakit tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petani terhadap kesesuaian sasaran dalam penggunaan pestisida masih rendah.
46
Tabel 28 Kesesuaian sasaran penggunaan pestisida Petani responden (%)
Kesesuaian sasaran Sesuai Insektisida untuk patogen Fungisida sebagai pupuk
SLPHT
NonSLPHT
100.00 0.00 0.00
68.43 21.05 10.52
Kecenderungan Mencampur Pestisida Semua petani SLPHT menyatakan bahwa penggunaan pestisida tidak dapat dicampur dengan beberapa jenis pestisida lain tetapi petani nonSLPHT berpendapat bahwa pestisida yang dicampur akan meningkatkan daya bunuhnya, efisiensi (mengendalikan hama dan penyakit sekaligus), dan dapat menghemat waktu (Lampiran 8) (Tabel 29). Hal ini memperlihatkan bahwa petani nonSLPHT tidak rasional dalam menggunakan pestisida. Menurut Wudiarto (1999), 2 jenis pestisida bila dicampur dapat menimbulkan reaksi sinergistik, aditif atau antagonistik. Apabila pencampuran yang dilakukan menimbulkan reaksi antagonistik berarti pestisida tersebut tidak dapat dicampur, di lapangan petani tidak memperhatikan hal ini. Apabila pencampuran tersebut menyebabkan timbulnya senyawa garam, maka hal itu dapat menurunkan daya bunuh dari campuran tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, pestisida mengalami perkembangan. Perkembangan
tersebut
dapat
berupa
pengembangan
formulasi
hingga
pengembangan jenis pestisida tetapi tingkat pendidikan petani yang rendah dan kurangnya peranan dari petugas pertanian lapangan (PPL) di lingkungan petani menyebabkan mereka tidak mengetahui dan kurang mengenal pestisida secara lengkap termasuk perkembangan dari pestisida itu sendiri. Sebagian besar petani menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pengendalian hama padi dahulu dengan sekarang, namun mereka cenderung beranggapan bahwa perbedaan tersebut dikarenakan efektifitas pestisida saat ini lebih rendah daripada dahulu.
47
Tabel 29 Pencampuran pestisida Petani responden (%)
Pencampuran
SLPHT
Mencampur pestisida Ya Tidak Alasan mencampur Efisiensi Meningkatkan daya bunuh Menghemat waktu
NonSLPHT
16.67 83.33
94.74 5.26
100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami Tingkat pengetahuan petani SLPHT tentang musuh alami cukup baik. Hampir semua petani SLPHT mengetahui bahwa kumbang Coccinellidae predator dan laba-laba adalah musuh alami hama. Sekitar 50% petani SLPHT yang mengetahui bahwa serangga famili Braconidae dan Ichneumonidae adalah musuh alami hama (Tabel 30), sedangkan 80% petani nonSLPHT sama sekali tidak mengetahui peranan dari serangga famili Braconidae dan Ichneumonidae sebagai musuh alami. Hanya 50% petani nonSLPHT yang mengetahui peranan laba-laba sebagai musuh alami, 10% yang lainnya menyatakan laba-laba sebagai hama. Menurutnya, jalinan jaring laba-laba dapat merusak daun padi. Sekitar 40% petani nonSLPHT menganggap kumbang Coccinellidae predator sebagai hama padi. Tabel 30
Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami hama pada tanaman padi SLPHT (%)
Pernyataan Pernah melihat di pertanaman Menganggap sebagai hama Mengetahui sebagai musuh alami Menganggap hanya hinggap dan tidak tahu peranannya
nonSLPHT (%)
Coccinellidae
Parasitoid
Labalaba
Coccinellidae
Parasitoid
Labalaba
100
100
100
90
90
95
5
10
0
40
10
10
95
50
100
20
0
50
5
40
0
30
80
35
48
Pertanyaan mengenai patogen bagi hama padi tidak dilakukan, hal ini dikarenakan sulitnya memperlihatkan bentuk mikroskopis dari entomopatogen. Di samping itu, saat ditunjukkan gambar hama padi yang terserang entomopatogen, petani menganggapnya sebagai akibat dari penggunaan insektisida. Saat dikonfirmasi dengan PL, petani responden saat mengikuti kegiatan SLPHT tidak diperkenalkan dengan entomopatogen pada hama padi karena keterbatasan alat peraga pada saat pelaksanaan SLPHT. Kepedulian Petani Terhadap Dampak Pestisida Sebanyak 64.52% petani responden menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa pada saat menyemprot butiran cairan pestisida dapat menempel di tubuh, dan 35.48% menyatakan tidak setuju dengan alasan mereka menggunakan perlengkapan pelindung saat bekerja dengan pestisida. Sebagian besar petani responden juga menyadari bahwa penyemprotan dapat membunuh musuh alami hama (Tabel 31). Tabel 31 Persepsi petani tentang pengaruh penyemprotan terhadap musuh alami Petani responden (%)
Pengaruh pestisida terhadap musuh alami
SLPHT
NonSLPHT
Ikut terbunuh Tidak ikut terbunuh Tidak tahu
100.00 0.00 0.00
78.94 10.53 10.53
49
Sikap Petani Terhadap PHT Berdasarkan kaitannya dengan program PHT, sebanyak 65% petani nonSLPHT pernah mendengar dan mendapatkan informasi mengenai PHT, yaitu 23.08% dari petani lain/petani yang telah mengikuti SLPHT dan 76.92% dari petugas pertanian. Setelah petani nonSLPHT diberi penjelasan bahwa melalui penerapan PHT, jumlah pemakaian pestisida dapat dikurangi, 46.15% dari mereka menyatakan tertarik pada PHT, 23.08% tidak tertarik pada PHT, dan 30.77% menyatakan ragu-ragu (Tabel 32). Tabel 32 Sikap petani terhadap PHT Sikap petani Mendengar istilah PHT Pernah Belum pernah Sumber Petani lain Petugas pertanian Lainnya Ketertarikan terhadap PHT Tertarik Tidak tertarik Ragu-ragu
Petani responden (%) SLPHT
NonSLPHT
100.00 0.00
65.00 35.00
0.00 100.00 0.00
23.08 76.92 0.00
100.00 0.00 0.00
46.15 23.08 30.77
Sebagian besar petani nonSLPHT yang diwawancarai menyatakan tertarik untuk mengikuti program PHT, namun masih ada yang tidak tertarik dan ragu-ragu karena mereka beranggapan program PHT terlalu banyak teknik yang membuat petani merasa rumit dan mereka akan tertarik jika materi yang disampaikan oleh petugas pertanian telah membuahkan hasil yang baik dan nyata. Ada beberapa petani nonSLPHT yang telah menerapkan program PHT berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani alumni SLPHT yang telah mempraktikkan program tersebut dan merasakan manfaatnya. Petani alumni SLPHT mengikuti kegiatan SLPHT pada tahun 1992. Mereka mengaku banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Manfaat yang dirasakan oleh petani yang telah mengikuti SLPHT dan melaksanakan program PHT yaitu menambah ilmu dan pengetahuan mengenai pertanian, berkurangnya penggunaan pestisida sehingga residu pestisida pada hasil panen berkurang, sistem budidaya tanaman padi menjadi lebih diperhatikan, lingkungan lebih terjaga dari
50
pencemaran bahan-bahan kimia yang berbahaya, produksi padi meningkat, menambah relasi dan dapat bertukar informasi dengan petani lain, dan masih banyak manfaat lainnya. Petani mengharapkan melalui program PHT, sektor pertanian mendapat perhatian serius dari pemerintah karena sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung
tenaga
kerja
dan
sebagian
penduduk
Indonesia
menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Selain itu, petani sangat mengharapkan pemerintah dapat menambah subsidi pupuk agar harga pupuk di pasaran dapat terjangkau karena sebagian besar dari petani merupakan golongan menengah ke bawah. Evaluasi Pelaksanaan PHT Program PHT mulai dikembangkan pada tahun 1989 melalui kegiatan SLPHT. Kegiatan SLPHT yang sudah dibentuk sampai saat ini masih berjalan walaupun akhir-akhir ini konsep PHT digeser dengan konsep lain, yaitu PTT melalui SLPTT yang sebenarnya secara prinsip tidak berbeda dengan PHT. Kegiatan SLPTT dilaksanakan dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan. Masih terselenggaranya kegiatan SLPHT didukung oleh kelembagaan perlindungan tanaman di pemerintah pusat maupun di propinsi dan kabupaten yang cukup
banyak
dan
bervariasi.
Demikian
juga
kelembagaan
di
tingkat
lapangan/petani. Keterbatasan sarana dan biaya operasional di lembaga pusat dan daerah menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan SLPHT sehingga jumlah petani alumni SLPHT setiap tahunnya cenderung menurun. Untuk menanggulangi masalah ini, jika sangat diperlukan, maka para penyuluh atau pemandu lapang menyelenggarakan SLPHT yang bersifat swadaya. Kegiatan ini bersumber dari dana sukarela yang dikeluarkan oleh petani dan PL. Selain itu, kegiatan SLPHT swadaya ini sebagai saran untuk pendekatan anggota kelompok tani secara kekeluargaan. Beberapa petani nonSLPHT telah menerapkan PHT di lahannya sendiri, mereka memperoleh informasi dari tetangganya yang mengikuti kegiatan SLPHT. Penerapan teknologi PHT sudah tidak terbatas pada petani yang sedang dan sudah mengikuti SLPHT, namun prinsip PHT dapat diperoleh melalui kegiatan pelatihan
51
lain, seperti SLPTT. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi PHT sudah mulai memasyarakat di kalangan petani secara meluas dan merata, namun tidak semua petani menerapkan PHT di lahannya sendiri. Salah satu hambatan yang mereka hadapi yaitu untuk menghasilkan produk PHT petani harus meluangkan waktu dan tenaga lebih banyak padahal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka memiliki pekerjaan lain selain bertani sehingga waktu untuk berusahatani semakin sempit. Oleh karena itu, sebagian besar petani responden masih melakukan teknik pertanian secara konvensional yang bergantung pada penggunaan pestisida.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan survei yang dilakukan, diperoleh simpulan sebagai berikut: pengetahuan, sikap, dan tindakan petani SLPHT dalam mengendalikan OPT lebih baik daripada petani nonSLPHT. Program PHT dapat dinyatakan berhasil, hal ini terlihat pada petani yang melaksanakan program PHT pada usahataninya merasakan banyak dampak dan manfaat dari program tersebut. Kegiatan SLPHT sampai saat ini masih berjalan walaupun terkendala oleh anggaran dana dari pemerintah sehingga setiap tahunnya jumlah petani alumni SLPHT cenderung menurun. Pemasyarakatan PHT masih perlu ditingkatkan dan diperluas melalui kegiatan SLPHT atau bentuk kegiatan pelatihan lainnya. Terjadi penyebaran program PHT dari petani SLPHT ke petani nonSLPHT dalam skala kecil namun tidak berkelanjutan. Sebagian dari petani nonSLPHT telah menerapkan program PHT melalui informasi yang diperoleh petani alumni SLPHT dan petugas pertanian, namun sebagian dari mereka masih beranggapan bahwa penerapan teknologi PHT terlalu rumit sehingga masih merasa ragu-ragu dan tidak tertarik pada program PHT. Saran Untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta keberhasilan dalam pemasyarakatan program PHT tanaman padi diperlukan penyebaran informasi secara meluas mengenai OPT tanaman padi (hama, patogen, dan gulma) dan musuh alami melalui SLPHT atau bentuk kegiatan pelatihan lainnya. Perlu dilakukan penelitian serupa di daerah sentra produksi padi di Indonesia seperti daerah Pantura dan Cianjur.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Tanaman Padi Indonesia pada Tahun 2010-2011 [internet]. [diakses 2012 Juli 26]. Tersedia pada: http://dds.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 Busyairi MA, Sudibja MA. 1991. Perencanaan Partisipatoris yang Berorientasi pada Tujuan. Yogyakarta (ID): Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat. Data Monografi Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. 2011. Bogor (ID): Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Pemerintah Kabupaten Bogor. [Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Rencana dan realisasi sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) tahun 1999-2012. Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Effendi BS. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (good agricultural practices). Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(1): 65-78. Escalada MM, Heong KL. 1997. Methods for research on farmers knowledge, attitudes, and practices in pest management. Di dalam: Escalada MM and Heong KL, editor. Pest Management of Rice Farmers in Asia. Manila (PL): International Rice Research Institute. hlm 1-34. Gabriel T. 1989. Pest control, pest management, and “human factor”. Tropical Pest Management. 35(3): 254-256. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Ika RS dan Soemarno DS. 1986. Budidaya Tanaman Tropika. Surabaya (ID): Usaha Nasional. Krestiani V. 2010. Implementasi pengelolaan hama terpadu pada tanaman padi di Indonesia. Mawas. 1-8. Laporan Data Monografi Kecamatan. 2009. Bogor (ID) : Kecamatan Dramaga Pemerintah Kabupaten Bogor. Mardai. 1996. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani peserta SLPHT dan nonSLPHT dalam pengelolaan organisme pengganggu tanaman padi di Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
54
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): LP3ES. Mumford JD, Norton GA. 1993. Survey and knowledge acquisition techniques. Di dalam: Mumford JD, Norton GA, editor. Decision Tools for Pest Management. Wallingford (UK): CAB International. hlm 79-88. Muslim A. 2008. Analisis tingkat efisiensi teknis dalam usahatani padi dengan fungsi produksi frontir stokastik. Ekonomi Pembangunan. 13(3):191-206. Oka IN. 1996. Status of integrated pest management, progress and problems. Di dalam: Yanagi K, editor. Integrated Pest Management in Asia and the Pasific. Report of APO Study Meeting; 1995 Jul 17-22; Bandung. Tokyo (JPN): Asian Productivity Organization. hlm 21-33. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Direktorat Pupuk dan Pestisida, Kementrian Pertanian. Pelaksanaan Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Kabupaten Bogor Tahun 2010. 2010. Bogor (ID): Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Permadi AH, Djatnika I, Ameriana M, Nurtika N, Hartuti N, Nurmalinda, Sinaga RM, Sastrosiswoyo S, Suwandi, Setiawati W et al. 1993. Kubis. Lembang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Hortikultura. Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Rauf A, Widodo, Hindayana D. Anwar R. Mutaqin KH. 1993. Studi baseline identifikasi dan pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada sayuran dataran tinggi (survei eksplorasi) [laporan akhir]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Purwasari Tahun 2011-2015. 2011. Bogor (ID) : Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Pemerintah Kabupaten Bogor. Rencana Strategi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2009-2013. 2009. Bogor (ID) : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Sembel DT. 2010. Pengendalian Hayati Hama-hama Serangga Tropis dan Gulma. Yogyakarta (ID): ANDI. Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi Indonesia. Jakarta (ID): PT. Sastra Hudaya.
55
Sudarmono AS. 1997. Mengenal dan Merawat Tanaman Hias Ruangan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sumartono B, Samad, Hardjono R. 1972. Bercocok Tanam Padi. Jakarta (ID): CV Yasaguna. Suprihatno B, Darajat AA, Satoto, Baehaki, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Surowinoto S. 1983. Teknologi Produksi Padi Sawah dan Padi Gogo. Bogor (ID): IPB Press. Suryanto WA. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta (ID): Kanisius. [TPC] The Population Council. 1970. A Manual for Surveys of Fertility and Family Planning: Knowledge, Attitudes, and Practice. New York (US): Population Council. Untung K. 1984. Pengantar Analisis Ekonomi Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Untung K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Wardhani MA. 1992. Developments in IPM: the Indonesian case. Di dalam: Ooi P A C et al., editor. Integrated Pest Management in the Asia-Pasific Region. Proceedings of the Conference on Integrated Pest Management in the AsiaPasific Region; 1991 Sep 23-27; Kuala Lumpur. Kuala Lumpur (MA): CAB International. hlm 27-35. Wudiarto R. 1999. Petunjuk Penggunaan Insektisida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Yulianto. 2008. Sonic bloom sebagai alternatif teknologi terobosan untuk meningkatkan produktifitas padi. Agrisains [internet]. [diunduh 2011 Apr 26]; 8(2):87-90. Tersedia pada: http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind /images/Publikasi/artikel/sbpadi.pdf.
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Kuesioner pengendalian hama terpadu tanaman padi Lokasi
: KARAKTERISTIK PETANI
Nama
:
Umur
:
Pendidikan terakhir
:
Tanggungan keluarga
:
Pengalaman bertani (tahun) : Pekerjaan sampingan
: KARAKTERISTIK USAHATANI
Status kepemilikan lahan a. Pemilik-penggarap b. Penyewa-penggarap c. Penggarap Luas lahan keseluruhan (m2)
:
Luas lahan yang ditanami padi (m2)
:
Varietas yang digunakan
:
Proporsi biaya produksi (%) Benih
:
Pupuk padat
:
Pupuk cair
:
Pestisida
:
Tenaga kerja
:
Hasil panen (kg/ha)
:
Sistem penjualan
:
58
PENERAPAN KOMPONEN PHT Budidaya Tanaman Teknik bercocok tanam Pola tanam a. Areal beririgasi (lahan ditanami padi 3 x setahun) Setelah satu tahun ditanam padi, dilakukan pergiliran tanaman. b. Lahan tadah hujan (dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija) c. Tumpang sari dengan........................................................................................ Penanaman: Jarak tanam a. 20 x 20 cm b. 25 x 25 cm c. 22 x 22 cm d. 30 x 20 cm Kedalaman penanaman (cm): Pemeliharaan tanaman Penyulaman tanaman yang mati dilakukan pada …….. MST Pengairan Sumber air: ........................................................................................................... Sumber benih: Pernyataan
B
Biji untuk benih sebaiknya berasal dari tanaman sehat Bila tidak ditutup tanah, sebagian pupuk urea akan hilang karena menguap dan terbawa air Pupuk kandang menggemburkan tanah Pemupukan lengkap adalah campuran urea dengan TSP dan KCL Keterangan: B = Benar;
S = Salah;
TT = Tidak Tahu
S
TT
59
Pengetahuan petani responden tentang pengolahan lahan Pernyataan
B
S
TT
Membersihkan saluran air dan sawah dari jerami dan rumput liar Memperbaiki pematang serta mencangkul sudut petak sawah yang sukar dikerjakan dengan bajak Membajak sawah - Pembajakan pertama pada awal musim tanam dibiarkan 2-3 hari setelah itu pembajakan kedua - Pembajakan ketiga 3-5 hari menjelang tanam Meratakan permukaan tanah dan menggaru gumpalan tanah Lereng yang curam dibuat teras memanjang dengan petak-petak yang dibatasi pematang agar permukaan tanah rata Keterangan: B = benar,
S = salah,
TT = tidak tahu
Alat yang digunakan untuk membajak sawah : Alasan……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………... Penentuan waktu tanam a. Penanaman padi serentak b. Tidak serentak Masa panen Bagaimana cara menentukan umur panen padi? a. Pengamatan visual b. Pengamatan teoritis (deskripsi varietas dan pengukuran kadar air gabah) Bagaimana cara petani memanen padi? a. Panen potong bawah b. Panen potong tengah c. Panen potong atas Sistem panen padi: a. Sistem panen bebas b. Sistem panen individual c. Sistem panen kelompok
60
Apakah petani melakukan pembakaran jerami padi setelah panen? a. Ya, alasan.......................................................................................................... b. Tidak, alasan.............................................................................................................. Penggunaan Pupuk Pupuk organik alami (pupuk kandang) yang digunakan: a. Sapi
b. Domba
c. Ayam
d. Campuran
Dosis pupuk kandang …………………………………………………………........ Pemupukan pupuk NPK per hektar pada dosis tertentu (ton): N : P : K : Aplikasi pemupukan per musim tanam: Apakah petani menggunakan pupuk pelengkap cair (PPC)? a. Ya
b. Tidak
Bagaimana cara pemberian PPC tersebut? a. Bersamaan dengan penyemprotan pestisida b. Tersendiri Berapa frekuensi pemberian PPC yang petani lakukan? Berapa dosis yang digunakan? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Menurut petani apa manfaat dari pemberian PPC? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Jenis PPC yang digunakan: ....................................................................................................................................
61
Pengamatan OPT Secara Berkala Pengamatan hama dan penyakit Apakah petani melakukan pengamatan OPT? a. Tidak b. Ya, dengan selang waktu: a) < 1 minggu b) 1 – 2 minggu c) Tidak teratur Analisis pengamatan: a. Berdasarkan jumlah populasi hama b. Berdasarkan tingkat serangan hama dan penyakit Hama dan penyakit tanaman padi yang dihadapi petani pada musim tanam 2011/2012 serta pengendalian yang dilakukan: a. Penggerek batang padi b. Wereng coklat c. Wereng hijau d. Kepinding tanah e. Walang sangit f. Tikus g. Ganjur h. Hama putih palsu i. Hama putih j. Ulat grayak k. Ulat tanduk hijau l. Ulat jengkal palsu hijau m. Orong-orong n. Lalat bibit o. Keong mas p. Burung q. Hawar daun bakteri r. Bakteri daun bergaris
62
s. Blas t. Hawar pelepah daun u. Busuk batang v. Busuk pelepah daun bendera w. Bercak coklat x. Bercak Cercospora y. Hawar daun jingga z. Tungro aa. Kerdil rumput bb. Kerdil hampa Penyakit abiotik: a. Defisiensi Nitrogen b. Defisiensi Fosfor c. Defisiensi Kalium d. Defisiensi Belerang e. Defisiensi Seng f. Keracunan Besi Penyebab timbulnya hama dan penyakit pada padi: a. Tertular dari tanaman sekitar dan iklim tidak sesuai b. Tertular dari tanaman sekitar, bibit tidak sehat, dan iklim tidak sesuai c. Tertular dari tanaman sekitar Cara penularan penyakit: a. Melalui aliran air dan angin b. Melalui aliran air, angin, sentuhan c. Melalui aliran air, angin, tanah, dan serangga vektor d. Melalui air dan tanah e. Melalui angin
63
Pengendalian hama dan penyakit secara nonkimiawi Pernyataan
S
TS
R
Pergiliran tanaman membantu mengurangi serangan OPT Musuh alami perlu dilestarikan Memusnahkan sisa tanaman sakit membantu menekan serangan penyakit Pada saat dipertanaman menjumpai ulat, ulat diambil dan dimatikan Menyiangi gulma dengan tangan atau alat Keterangan: S = Setuju;
TS = Tidak Setuju; R = Ragu-ragu
Pengendalian gulma Pengendalian yang dilakukan: a. 1x penyiangan pada ........................... HST 2x penyiangan pada ........................... HST b. herbisida selama tanam 1x / 2x* Menurut petani, gulma apa yang sulit dikendalikan? ............................................................................................................................... Menurut petani, keberadaan gulma dapat menjadi: a. sumber penyakit b. sebagai pesaing unsur hara Dasar pengambilan keputusan dalam mengendalikan hama dan penyakit: a. Pengalaman sendiri b. Petugas pertanian c. Petani lain d. Lainnya...........................................................................................................
64
Pengetahuan Petani tentang Musuh Alami Pengetahuan dan persepsi petani tentang musuh alami Pernyataan
Coccinellidae Tabuhan
Laba-laba
Pernah melihat di pertanaman Menganggap sebagai hama Mengetahui sebagai musuh alami Menganggap hanya hinggap dan tidak tahu peranannya Penggunaan Pestisida Apakah petani menggunakan pestisida dalam pengendalian OPT? a. Ya b. Tidak Apakah menurut petani penggunaan pestisida dapat meningkatkan produksi padi? Mengapa? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Apakah petani menggunakan pestisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Persepsi petani tentang hasil penggunaan pestisida o Hasil penyemprotan: a. Serangan berkurang b. Serangan tetap saja c. Serangan meningkat Informasi dalam memilih pestisida o Sumber informasi: a. Pengalaman sendiri b. Petugas pertanian c. Petani lain d. Kios saprotan
65
e. Pemilik lahan Pengetahuan petani tentang pestisida dan penyemprotan Pernyataan
B
Membaca label pestisida sebelum menggunakannya Pada saat menyemprot, seharusnya berjalan searah dengan arah angin Pada saat aplikasi pestisida, tubuh harus sehat dan fit Memilih tempat kerja yang bersih, terang, dan berventilasi baik untuk mencampur pestisida Menggunakan pakaian/perlengkapan pelindung jika hendak bekerja dengan pestisida Pencucian tangki bekas menyemprot tidak boleh dilakukan di kolam/sungai Untuk menghindari keracunan pestisida, penyemprotan tidak dilakukan menjelang panen Menyimpan pestisida di tempat khusus dan aman bagi siapa pun, terutama anak-anak Keterangan: B = benar,
S = salah,
TT = tidak tahu
Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit padi: o Pola penggunaan: a. Penggantian b. Terus - menerus o Dasar penyemprotan pertama: a. Sebelum ada serangan b. Setelah ada serangan o Penyemprotan pertama dilaksanakan (MST): o Dasar penyemprotan selanjutnya: a. Ada serangan lagi b. Berjadwal: a) Seminggu sekali b) 2 minggu sekali c) Sebulan sekali Penyemprotan pestisida setiap musim tanam: a. 0 b. 1x
S
TT
66
c. 2x d. 3x e. 4x f. 5x Pelaksanaan penyemprotan: a. Melaksanakan sendiri b. Mengupahkan kepada orang lain c. Melaksanakan sendiri dan mengupahkan Apakah petani memiliki alat semprot? a. Ya, (jenis alat semprot) .................................................................................... b. Tidak Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Pernyataan
S
Bila harga hasil panen meningkat, penyemprotan dilakukan lebih sering Hanya dengan penyemprotan bejadwal, dapat menyelamatkan hasil panen Adanya tetangga yang menyemprot, menunjukkan bahwa kita perlu menyemprot Penyemprotan pestisida perlu seawal mungkin begitu ada gejala serangan Bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida, penyemprotan sebaiknya secara berjadwal Bila setelah penyemprotan turun hujan, maka keesokan harinya pertanaman perlu disemprot lagi Keterangan: S = setuju,
TS = tidak setuju,
R = ragu-ragu
TS
R
67
Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida Pernyataan
S
TS
R
Semua jenis pestisida dapat dicampur Pencampuran pestisida menghemat waktu Pencampuran pestisida perlu dilakukan bila pertanaman diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan Pencampuran pestisida mengurangi biaya pelaksanaan penyemprotan Kelemahan dari pestisida yang dicampur adalah daya bunuhnya menurun Dengan mencampur pestisida, beberapa jenis hama dan penyakit dapat dikendalikan sekaligus Keterangan: S = setuju,
TS = tidak setuju,
R = ragu-ragu
Kecenderungan mencampur pestisida o Pencampuran pestisida Apakah petani mencampur pestisida? a. Ya, alasan................................................................................................... b. Tidak Kepedulian petani terhadap dampak pestisida Pernyataan
S
Tanaman yang sering disemprot pestisida dapat mengandung racun sehingga berbahaya bagi konsumen Berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan di sungai berkaitan dengan penggunaan pestisida di pertanaman Penyemprotan yang terlalu sering dapat menyebabkan hama dan penyakit resisten terhadap pestisida Pestisida yang digunakan telah memperoleh ijin dari pemerintah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan Penyemprotan pestisida tidak hanya membunuh hama/penyakit, tetapi juga dapat membunuh makhluk lain yang berguna di pertanaman Keterangan: S = setuju,
TS = tidak setuju,
R = ragu-ragu
Persepsi petani tentang pengaruh penyemprotan terhadap musuh alami o Pengaruh pestisida terhadap musuh alami: a. Ikut terbunuh b. Tidak ikut terbunuh c. Tidak tahu
TS
R
68
Pada saat penyemprotan, butiran cairan pestisida dapat menempel di tubuh: a. Setuju b. Tidak setuju, alasan........................................................................................ SIKAP PETANI TERHADAP PHT Apakah petani pernah mendengar istilah PHT? a. Pernah b. Belum pernah Sumber: a. Televisi b. Surat kabar c. Radio d. Petani lain e. Petugas pertanian f. Lainnya……………………………………………………………………..... Ketertarikan terhadap PHT: a. Tertarik b. Tidak tertarik c. Ragu-ragu Dasar pengambilan keputusan dalam mengendalikan hama dan penyakit: e. Pengalaman sendiri f. Petugas pertanian g. Petani lain h. Lainnya........................................................................................................... Manfaat apa yang petani rasakan dari program PHT? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Kritik, saran, dan harapan petani terhadap program PHT: .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
Lampiran 2 Rekapitulasi karakteristik usahatani SLPHT Nama responden Supriadi Sukandar H. Aa Jumaedi H. Andung Ahmad Sarta Enoh Suganda Anduy Edi Habasri Majan H. Abdullah H. Maji H. Margata Uning Udin H. Maja Nasim Nasir Ota Jumlah
Desa Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Mekarsari Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya Suburjaya
Jenis lahan Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
Luas total (m2)
Luas untuk padi (m2)
Varietas
8000 6000 5000 10 000 500 10 000 2500 10 000 7500 1000 10 000 10 000 5000 5000 6500 6000 5000 3000 3000 5000
5000 6000 3000 10 000 500 5000 2500 10 000 5000 1000 5000 5000 3000 5000 6500 5000 5000 3000 3000 5000
Inpari 13 Inpari 10 Ciherang Inpari 13 Inpari 10 Inpari 10 Inpari 28 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Ciherang, Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13
119 000
93 500
69
Lampiran 3 Rekapitulasi karakteristik usahatani nonSLPHT Nama responden Adi Suardi Bohi Mista Jakim Idas Ukar Surya H. Soleh Hapi Nasa Agus Oleh Dedi Uca Udas Ohan Enda Namat Emad Ade Jumlah
Desa
Jenis lahan
Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Purwasari Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang
Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
Luas total (m2)
Luas untuk padi (m2)
Varietas
5000 5000 5000 2000 1250 5000 2500 10 000 4000 2500 25 000 3000 5000 7000 7000 5000 7000 5500 5000 2500
2500 2500 2500 1250 1250 2500 2500 2500 3750 1250 25 000 3000 4000 6000 7000 5000 7000 3000 5000 2500
Mekongga Mekongga Ciherang Ciherang, Inpari 10 Mekongga Ciherang, Inpari 10 Ciherang Ciherang Mekongga Mekongga Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13 Inpari 13
114 250
90 000
70
Lampiran 4 Biaya dan pendapatan usahatani petani SLPHT Nama responden
Biaya produksi per luas lahan garapan * Rp 1 000.00 Perolehan per hektar (kg)
Benih
Pupuk padat
Pupuk cair
Pestisida
Tenaga kerja
Biaya total
Supriadi Sukandar H. Aa Jumaedi H. Andung Ahmad Sarta Enoh Suganda Anduy Edi Habasri Majan H. Abdullah H. Maji H. Margata Uning Udin H. Maja Nasim Nasir Ota
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
500 820 1,197 1,020 500 380 600 1,210 500 525 1,160 1,300 540 580 1,125 1,080 840 760 520 1,330
0 0 0 70 0 0 0 90 0 0 18 0 20 20 20 20 20 20 20 20
40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50 50 20 25 50 20 25 25 20 50
890 825 1,125 980 730 725 975 880 930 710 1,000 1,200 720 1,000 1,000 680 1,000 960 770 1,000
1,430 1,645 2,322 2,070 1,230 1,105 1,575 2,180 1,430 1,235 2,228 2,550 1,300 1,625 2,195 1,800 1,885 1,765 1,330 2,400
7000 5250 6300 7000 7000 7200 6300 8000 7800 8000 8800 8300 7800 7500 8800 7200 8000 7700 7300 8800
Rata-rata
0
16.90
18.75
905
1,765
7502.5
824.35
71
Lampiran 5 Biaya dan pendapatan usahatani petani nonSLPHT Biaya produksi per luas lahan garapan * Rp 1 000.00 Nama responden
Benih
Pupuk padat
Pupuk cair
Pestisida
Tenaga kerja
Biaya total
Perolehan per hektar (kg)
Adi Suardi Bohi Mista Jakim Idas Ukar Surya H. Soleh Hapi Nasa Agus Oleh Dedi Uca Udas Ohan Enda Namat Emad Ade
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
904 1,020 920 2,144 1,088 1,040 908 1,760 690 552 675 742 1,462 565 682 852 517 787 565 904
280 0 176 0 0 172 0 360 0 352 0 0 32 0 0 0 0 0 0 0
0 50 160 100 280 56 120 80 105 120 600 100 200 100 100 100 100 100 100 100
1,650 1,860 1,280 1,580 1,120 1,460 1,330 1,000 935 722 600 640 800 800 1,500 720 1,200 594 700 1,600
2,834 2,930 2,536 3,824 2,488 2,728 2,358 3,200 1,730 1,746 1,875 1,482 2,494 1,465 2,282 1,672 1,817 1,481 1,365 2,604
6000 6000 4000 6400 6000 3200 4800 4000 3000 2700 3000 5600 3500 3400 3700 2600 3200 6600 2600 5300
Rata-rata
0
133.55
1,104.55
2,245.55
4280
938.85
68.60
72
Lampiran 6 Pengetahuan petani responden tentang budidaya tanaman SLPHT (%)
Pernyataan
B
Biji untuk benih sebaiknya berasal dari tanaman sehat Saat pemupukan, air sawah tidak menggenang supaya sebagian pupuk tidak hilang karena menguap dan terbawa air Pupuk kandang menggemburkan tanah Pemupukan lengkap adalah campuran urea dengan TSP dan KCL a
a
S
a
nonSLPHT (%) TT
a
B
a
Sa
TT a
100
0
0
100
0
0
100
0
0
100
0
0
100 100
0 0
0 0
100 60
0 40
0 0
B = Benar. S = Salah. TT = Tidak Tahu.
Lampiran 7 Pengetahuan petani responden tentang pestisida dan penyemprotan Pernyataan Membaca label pestisida sebelum menggunakannya Pada saat menyemprot, seharusnya berjalan searah dengan arah angin Pada saat aplikasi pestisida, tubuh harus sehat dan fit Memilih tempat kerja yang bersih, terang, dan berventilasi baik untuk mencampur pestisida Menggunakan pakaian/perlengkapan pelindung jika hendak bekerja dengan pestisida Pencucian tangki bekas menyemprot tidak boleh dilakukan di kolam/sungai Untuk menghindari keracunan pestisida, penyemprotan tidak dilakukan menjelang panen Menyimpan pestisida di tempat khusus dan aman bagi siapa pun, terutama anakanak B = Benar. S = Salah. TT = Tidak Tahu.
nonSLPHT (%)
Ba
Sa
TT a
Ba
Sa
TT a
100.00 100.00 100.00
0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00
89.47 89.47 100.00
10.53 10.53 0.00
0.00 0.00 0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
21.05
78.95
0.00
100.00
0.00
0.00
21.05
78.95
0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
100.00
0.00
0.00
73
a
SLPHT (%)
Lampiran 8 Sikap kecenderungan petani dalam mencampur pestisida SLPHT (%) a
Pernyataan Semua jenis pestisida dapat dicampur Pencampuran pestisida menghemat waktu Pencampuran pestisida perlu dilakukan bila pertanaman diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan Pencampuran pestisida mengurangi biaya pelaksanaan penyemprotan Kelemahan dari pestisida yang dicampur adalah daya bunuhnya menurun Dengan mencampur pestisida, beberapa jenis hama dan penyakit dapat dikendalikan sekaligus a b
nonSLPHT (%) a
Sb
TS b
Rb
Sb
TS b
Rb
0 100
100 0
0 0
89.47 100
10.53 0
0 0
100
0
0
100
0
0
100 50
0 50
0 0
100 0
0 100
0 0
100
0
0
100
0
0
Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonSLPHT = 20 orang. S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu.
Lampiran 9 Sikap petani terhadap pengendalian nonkimiawi Pernyataan Pergiliran tanaman membantu mengurangi serangan OPT Musuh alami perlu dilestarikan Memusnahkan sisa tanaman sakit membantu menekan serangan penyakit Pada saat dipertanaman menjumpai ulat, ulat diambil dan dimatikan Menyiangi gulma dengan tangan atau alat Setelah melakukan pemanenan, jerami padi biasanya dibakar a b
SLPHT (%) a
nonSLPHT (%) a
Sb
TS b
Rb
Sb
TS b
Rb
55 85 100 85 100 0
5 0 0 10 0 100
40 15 0 5 0 0
75 30 55 55 100 0
10 30 45 40 0 100
15 40 0 5 0 0
Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonSLPHT = 20 orang. S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu.
74
Lampiran 10 Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Pernyataan Bila harga hasil panen meningkat, penyemprotan dilakukan lebih sering Hanya dengan penyemprotan bejadwal, dapat menyelamatkan hasil panen Adanya tetangga yang menyemprot, menunjukkan bahwa kita perlu menyemprot Penyemprotan pestisida perlu seawal mungkin begitu ada gejala serangan Bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida, penyemprotan sebaiknya secara berjadwal Bila setelah penyemprotan turun hujan, maka keesokan harinya pertanaman perlu disemprot lagi a b
SLPHT (%) a Sb
TS b
25
75
83.33
8.33
58.33
41.67
100
0
nonSLPHT (%) a Rb
Sb
TS b
Rb
0
31.57
68.43
0
8.33
94.74
5.26
0
0
26.32
73.68
0
0
94.74
5.26
0
33.33
58.33
8.33
36.84
63.16
0
8.33
91.67
0
15.79
84.21
0
Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonSLPHT = 20 orang. S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu.
75
Lampiran 11 Sikap kepedulian petani terhadap dampak pestisida Pernyataan Tanaman yang sering disemprot pestisida dapat mengandung racun sehingga berbahaya bagi konsumen Berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan di sungai berkaitan dengan penggunaan pestisida di pertanaman Penyemprotan yang terlalu sering dapat menyebabkan hama dan penyakit resisten terhadap pestisida Pestisida yang digunakan telah memperoleh ijin dari pemerintah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan Penyemprotan pestisida tidak hanya membunuh hama/penyakit, tetapi juga dapat membunuh makhluk lain yang berguna di pertanaman a b
SLPHT (%) a
nonSLPHT (%) a
Sb
TS b
Rb
91.67
8.33
0
0
0
0
8.33
84.21
15.79
0
0
36.84
63.16
0
100 91.67 8.33 75
91.67 0
25
Sb 94.74 100
100
TS b
Rb
5.26
0
0
0
0
0
Jumlah responden untuk petani SLPHT = 20 orang dan petani nonSLPHT = 20 orang. S = Setuju. TS = Tidak Setuju. R = Ragu-ragu.
76
77
Lampiran 12 Produktivitas dan produksi padi Indonesia tahun 2001-2011 Tahun
Luas panen (ha)
Produktivitas (ku/ha)
Produksi (ton)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
11 499 997 11 521 166 11 488 034 11 922 974 11 839 060 11 786 430 12 147 637 12 327 425 12 883 576 13 253 450 13 203 643
43.88 44.69 45.38 45.36 45.74 46.20 47.05 48.94 49.99 50.15 49.80
50 460 782 51 489 694 52 137 604 54 088 468 54 151 097 54 454 937 57 157 435 60 325 925 64 398 890 66 469 394 65 756 904
Lampiran 13 Kegiatan selama penelitian: (A) proses wawancara petani di lahan, (B) proses wawancara petani dengan mendatangi rumah petani secara langsung, (C) Petani memperhatikan gambar contoh gejala penyakit di lahan padi
A
B
C
78
Lampiran 14 Contoh spesimen yang diperlihatkan pada petani: (A) beberapa hama penting tanaman padi, (B) beberapa musuh alami hama penting tanaman padi, (C) gambar beberapa penyakit penting pada tanaman padi, dan (D) beberapa predator hama penting tanaman padi
A
B
C
D