Sudaryatno Sudirham
Mengenal Sifat Material #1
Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam format pps beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org
Paparan Teori ada di Buku-e dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
Perkembangan Konsep Atom Perkembangan pengetahuan tentang material dilandasi oleh konsep atom yang tumbuh semakin rumit dibandingkan dengan konsep awalnya yang sangat sederhana. Dalam tayangan ini kita hanya akan melihat selintas mengenai perkembangan ini. Uraian agak rinci dapat dilihat dalam buku yang dapat diunduh dari situs ini juga.
∼
± 460 SM Democritus 1803
Dalton
1897
Thomson : atom bukan partikel terkecil → elektron
: berat atom
Akhir abad 19 : Persoalan radiasi benda hitam 1880
Kirchhoff
1901 Max Planck Eosc = h × f 1905 Albert Einstein efek photolistrik Dijelaskan: gelombang cahaya seperti partikel; disebut
photon
1906-1908
Rutherford
h = 6,626 × 10− −34 joule-sec
Emaks
φ1 φ2 φ3
metal 1 metal 2 metal 3
0
: Inti atom (+) dikelilingi oleh elektron (-)
f
Niels Bohr
tingkat energi
1913
5 4 3
PASCHEN
2
1
BALMER
LYMAN
1923 Compton : photon dari sinar-X mengalami perubahan momentum saat berbenturan dengan elektron valensi. 1924 Louis de Broglie : partikel sub-atom dapat dipandang sebagai gelombang 1926
Erwin Schrödinger : mekanika kuantum
1927 Davisson dan Germer : berkas elektron didefraksi oleh sebuah kristal 1927 Heisenberg : uncertainty Principle 1930 Born : intensitas gelombang
∆p x ∆x ≥ h ∆E∆t ≥ h I = Ψ *Ψ
Model Atom Bohr
Model atom Bohr dikemukakan dengan menggunakan pendekatan
mekanika klasik. Model atom Bohr berbasis pada model yang diberikan oleh Rutherford: Partikel bermuatan positif terkonsentrasi di inti atom, dan elektron berada di sekeliling inti atom.
Perbedaan penting antara kedua model atom: Model atom Rutherford: elektron berada di sekeliling inti atom dengan cara yang tidak menentu Model atom Bohr: elektron-elektron berada pada lingkaran-lingkaran orbit yang diskrit; energi elektron adalah diskrit.
e = −1,60 × 10 −19 C r Ze
Fc
Fc =
Ze 2 r2
mv 2 Fc = r
Ze 2 mv = r
mv 2 Ze 2 Ek = = 2 2r
2
Ze 2 Ep = − = −2 E k r Etotal
Ze 2 = E p + Ek = − = − Ek 2r
Gagasan Bohr : orbit elektron adalah diskrit; ada hubungan linier antara energi dan frekuensi seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Planck dan Einstein
∆E = nhf
∆f = n
h m( 2 π r ) 2
Dalam model atom Bohr :
energi
dan
momentum sudut terkuantisasi
elektron dalam orbit
Setiap orbit ditandai dengan dua macam bilangan kuantum: bilangan kuantum prinsipal, n bilangan kuantum sekunder, l
JariJari-Jari Atom Bohr r=
n2h2 4π 2 mZe 2
n2 r = k1 Z
k1 = 0,528 × 10−8 cm
Untuk atom hidrogen pada ground state, di mana n = 1 dan Z = 1, maka r = 0,528 Å
Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen
En = −
2π 2 mZ 2 e 4 2 2
n h
=−
13,6 n
2
eV
bilangan kuantum prinsipal n: energi total [ eV ]
0
−1,51 0
1
2
3
1
2
−3,4 En = −
−13,6 -16
13,6 n2
ground state
3
4
5
≈41,89 eV 5
≈ 10,2 eV
6
Spektrum Atom Hidrogen n1
n2
Radiasi
Lyman
1
2,3,4,…
UV
Balmer
2
3,4,5,…
tampak
Paschen
3
4,5,6,…
IR
Brackett
4
5,6,7,…
IR
Pfund
5
6,7,8,…
IR
5 4 Tingkat Energi
Deret
3
2
1
deret Paschen
deret Balmer
deret Lyman
Gelombang Tunggal
u = A cos(ωt − θ)
u = Ae j (ωt −θ)
u = Ae
j ( ω t − kx )
k = 2π / λ bilangan gelombang Kecepatan rambat gelombang dicari dengan melihat perubahan posisi amplitudo
ωt − kx = 0
ωt x= k
dx ω vf = = = fλ dt k
Kecepatan ini disebut
kecepatan fasa
Paket Gelombang Paket gelombang adalah gelombang komposit yang merupakan jumlah dari n gelombang sinus
u=
∑
An e j (ωnt −kn x )
n
u=
∑A e n
n
=
∑ n
j ( ωn t − k n x )
=
∑ n
An j[(ωn −ω0 )t −( k n −k0 ) x ] j (ω t − k x ) e A0 e 0 0 A0
An j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] j (ω t −k x) e A0 e 0 0 A0
dengan k0 , ω0, A0, berturut-turut adalah nilai tengah dari bilangan gelombang, frekuensi dan amplitudo
Bilangan gelombang: k ∆k ∆k k0 − ≤ k ≤ k0 + 2 2
variasi ∆k sempit
Perbedaan nilai k antara gelombang-gelombang yang membentuk paket gelombang tersebut sangat kecil → dianggap kontinyu demikian juga selang ∆k sempit sehingga An / A0 ≈ 1. Dengan demikian maka u=
∑ n
e j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] A0 e j ( ω0t − k0 x ) = S ( x, t ) A0 e j ( ω0t − k0 x )
Pada suatu t tertentu, misalnya pada t = 0 persamaan bentuk amplitudo gelombang menjadi A( x,0) = S ( x,0) A0 =
∑ n
e − j ( ∆kn ) x A0
Karena perubahan nilai k dianggap kontinyu maka S ( x,0) =
∑ n
e
− j ( ∆k n ) x
=
+ ∆k / 2 − j ( ∆k ) x
∫
e
− ∆k / 2
d∆k =
2 sin( x∆k/2) x
Persamaan gelombang Persamaan gelombang komposit untuk t = 0 menjadi u t =0 =
2 sin( x∆k/2) A0 e − jk0 x x
Persamaan ini menunjukkan bahwa amplitudo gelombang komposit ini terselubung oleh fungsi 2 sin( x∆k/2) x
S ( x) =
lebar paket gelombang ∆x
selubung
1
2 sin( x∆k/2) x
0
0 - 9 .
3
4
0 - 3 .
0 6
03 .
1 -
∆x = 2 ×
π ∆k
2
2
2 sin( x∆k/2) A0 cos(k 0 x) x
∆x∆k = 2π
Kecepatan Gelombang u=
∑ n
kecepatan fasa:
e j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] A0 e j ( ω0t − k0 x ) = S ( x, t ) A0 e j ( ω0t − k0 x )
v f = ω0 / k 0
kecepatan group: Amplitudo gelombang akan mempunyai bentuk yang sama bila S(x,t) = konstan. Hal ini terjadi jika (∆ω)t = (∆k)x untuk setiap n vg =
∂x ∆ω ∂ω = = ∂t ∆k ∂k
Kecepatan group ini merupakan kecepatan rambat paket gelombang
Panjang gelombang de Broglie, Momentum, Kecepatan Einstein : energi photon
E ph = hf = h
Ek =
de Broglie: energi elektron
Panjang gelombang
λ=
Momentum
p = mv g = hk
Kecepatan
ve = v g =
ω = hω 2π
mv g2 2
h mv g
mv g = hk = h
= hω
λ=
h p
hk h 2 π h = = m m λ mλ
2π h = λ λ
konstanta Planck momentum elektron
Elektron Sebagai Partikel dan Elektron Sebagai Gelombang Elektron dapat dipandang sebagai gelombang tidaklah berarti bahwa elektron adalah gelombang; akan tetapi kita dapat mempelajari gerakan elektron dengan menggunakan persamaan diferensial yang sama bentuknya dengan persamaan diferensial untuk gelombang. Elektron sebagai partikel: massa tertentu, m.
Elektron sebagai gelombang massa nol, tetapi λ = h/mve.
Elektron sebagai partikel: Etotal = Ep+ Ek= Ep+ mve2/2.
Elektron sebagai gelombang: Etotal = hf = ħω.
Elektron sebagai partikel: p = mve2
Elektron sebagai gelombang: p = ħk = h/λ.
Dalam memandang elektron sebagai gelombang, kita tidak dapat menentukan momentum dan posisi elektron secara simultan dengan masing-masing mempunyai tingkat ketelitian yang kita inginkan secara bebas. Kita dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg: ∆p∆x ≥ h. Demikian pula halnya dengan energi dan waktu: ∆E∆t ≥ h .
Sebagai partikel elektron memiliki energi energi kinetik + energi potensial E merupakan fungsi p dan x p2 E ≡ H ( p, x ) = + V ( x) 2m
H = Hamiltonian
mv 2 p2 E= + V ( x) = + V ( x) 2 2m
∂H ( p, x) p dx = = ve = ∂p m dt −
∂H ( p, x) ∂V ( x) dv dp =− = F ( x) = m = ∂x ∂x dt dt
Turunan H(p,x) terhadap p memberikan turunan x terhadap t. Turunan H(p,x) terhadap x memberikan turunan p terhadap t.
Gelombang :
u=
∑ n
e j[( ∆ωn )t −( ∆kn ) x ] A0 e j ( ω0t −k0 x )
Turunan u terhadap t: ω ∂u = jω 0 n ∂t ω 0
∑ n
e j[( ∆ω n )t − ( ∆k n ) x ] A0 e j ( ω0t − k0 x )
Dalam selang sempit ∆k , ωn / ω0 ≈ 1 h
∂ u = j (hω0 )u = jEu ∂t Eu = − jh E ≡ − jh
∂ u ∂t ∂ ∂t
Operator energi
u merupakan fungsi t dan x
Turunan u terhadap x: k ∂u = − jk 0 n ∂x k 0
∑ n
e j[( ∆ωn ) t − ( ∆k n ) x ] A0 e j ( ω0t − k0 x )
Dalam selang sempit ∆k , k n / k 0 ≈ 1 h
∂ u = − j (hk 0 )u = − jpu ∂x pu = jh p ≡ jh
∂ u ∂x ∂ ∂x
Operator momentum
Hamiltonian: Operator:
p2 E ≡ H ( p, x ) = + V ( x) 2m E ≡ − jh
∂ ∂t
p ≡ jh
∂ ∂x
x=x
Jika H(p,x) dan E dioperasikan pada fungsi gelombang Ψ maka diperoleh h2 ∂ 2Ψ ∂Ψ − + V ( x ) Ψ = − jh 2 2m ∂x ∂t
H ( p, x)Ψ = EΨ
Inilah persamaan Schrödinger
satu dimensi tiga dimensi
h 2 ∂ 2Ψ ∂Ψ ( ) h − V x Ψ = j 2m ∂x 2 ∂t h2 2 ∂Ψ ∇ Ψ − V ( x , y , z ) Ψ = jh 2m ∂t
Persamaan Schrödinger Bebas Waktu Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal hanya berkaitan dengan energi potensial, yaitu besaran yang hanya merupakan fungsi posisi Oleh karena itu jika persamaan tersebut diupayakan tidak merupakan fungsi yang bebas waktu agar penanganannya menjadi lebih sederhana Jika kita nyatakan: Ψ ( x, t ) = ψ( x) T (t )
maka dapat diperoleh
1 h 2 ∂ 2 ψ ( x) 1 ∂ T (t ) − V ( x ) ψ ( x ) = j h = tetapan sembarang E 2 ψ ( x) 2m ∂x T (t ) ∂t h 2 ∂ 2Ψ − V ( x)Ψ = − EΨ sehingga 2m ∂x 2
h 2 ∂ 2 ψ( x) + (E − V ( x) )ψ( x) = 0 2m ∂x 2
Satu dimensi
h2 2 ∇ Ψ + (E − V ( x, y, z ) )Ψ = 0 2m
Tiga dimensi
Fungsi Gelombang Persamaan Schrödinger adalah persamaan diferensial parsial dengan ψ adalah fungsi gelombang dengan pengertian bahwa Ψ * Ψ dx dy dz
adalah probabilitas keberadaan elektron pada waktu tertentu dalam volume dx dy dz di sekitar titik (x, y, z) Jadi persamaan Schrödinger tidak menentukan posisi elektron melainkan memberikan probabilitas bahwa ia akan ditemukan di sekitar posisi tertentu. Kita juga tidak dapat mengatakan secara pasti bagaimana elektron bergerak sebagai fungsi waktu karena posisi dan momentum elektron dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg Contoh kasus satu dimensi pada suatu t = 0
Ψ Ψ= *
A02
sin( x∆k / 2) x
2
Persyaratan Fungsi Gelombang Elektron sebagai suatu yang nyata harus ada di suatu tempat. Oleh karena itu fungsi gelombang (untuk satu dimensi) harus memenuhi:
∫
∞
Ψ * Ψdx = 1
−∞
Fungsi gelombang , harus kontinyu sebab jika terjadi ketidak-kontinyuan hal itu dapat ditafsirkan sebagai rusaknya elektron, suatu hal yang tidak dapat diterima. Turunan fungsi gelombang terhadap posisi,juga harus kontinyu, karena turunan fungsi gelombang terhadap posisi terkait dengan momentum elektron Oleh karena itu persyaratan ini dapat diartikan sebagai persayaratan kekontinyuan momentum. Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak akan berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan elektron. Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya.
Elektron Bebas Elektron bebas adalah elektron yang tidak mendapat pengaruh medan listrik sehingga energi potensialnya nol, V(x) = 0 h 2 ∂ 2 ψ( x) + Eψ ( x) = 0 2m ∂x 2
V (x) = 0
solusi ψ( x) = Ae sx
h2 2 h2 2 sx sx As e + EAe = s + E ψ ( x) = 0 2m 2m
harus berlaku untuk semua x 2
h 2 s +E=0 2m s=±j Im
Ae j
h2
= ± j α , dengan α =
ψ ( x) = Ae j
αx
Re
Ae − j
2mE
αx
αx
+ Ae − j
αx
Persamaan gelombang elektron bebas
p = mv g = hk
2mE h2 k= α=
h 2k 2 E= 2m
2mE h2
p2 E= 2m
Energi elektron bebas
λ=
h mv g
Elektron di Sumur Potensial yang Dalam I
II
III
V=∞ ψ1
V=0 ψ2
V=∞ ψ3
0
Daerah I dan daerah III adalah daerahdaerah dengan V = ∞, daerah II, 0 < x < L, V = 0 x
L
Sumur potensial ini dalam karena di daerah I dan II V = ∞
Fungsi gelombang ψ 2 ( x) = B2 e j
αx
+ B2 e − j
− e − jk2 x + e jk2 x ψ 2 ( x) = 2 jB2 2j
αx
= 2 jB2 sin nπ x L
Probabilitas ditemukannya elektron ψ *2 ( x)ψ 2 ( x) = 4 B22 sin 2
Elektron yang berada di daerah II terjebak dalam “sumur potensial”
nπ nπ x = K sin 2 L L
= 2 jB2 sin kx k = nπ = α = L
2mE h2
Energi elektron n 2π2 h 2 h 2 nπ E= = 2 2m 2m L L
2
Fungsi gelombang, probabilitas ditemukannya elektron, dan energi elektron, tergantung dari lebar sumur, L Fungsi gelombang ψ = 2 jB2 sin
ψ*ψ
4
nπ x L
ψ*ψ
4
ψ
Probabilitas ditemukan elektron
ψ
0
nπ ψ * ψ = 4 B22 sin 2 x L
ψ 0
0
0
0
ψ*ψ
4
3.16
x
L
0
3.16
0
L
3.16
0
L c). n = 3
b).n = 2
a). n = 1
0
Energi elektron E=
n 2π 2 h 2 2
2mL
h 2 nπ = 2m L
2
E=
h2 2
8mL
E=
4h 2 2
8mL
E=
9h 2 8mL2
Pengaruh lebar sumur pada tingkat-tingkat energi E=
n 2π 2 h 2 2mL2
h 2 nπ = 2m L
2
n =3
V n =2 V’ n =1 0
L
0
L’
Makin lebar sumur potensial, makin kecil perbedaan antara tingkat-tingkat energi
Elektron di Sumur Potensial yang Dangkal Probabilitas keberadaan elektron tergantung dari kedalaman sumur
V ψ*ψ E 0
L
a)
ψ*ψ
ψ*ψ
E
E
0
L
b)
0
a
L
c)
Makin dangkal sumur, kemungkinan keberadaan elektron di luar sumur makin besar
ψ*ψ
0
L
d)
Jika diding sumur tipis, elektron bisa “menembus” dinding potensial
Sumur tiga dimensi
h 2 ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ ∂ 2 ψ + + + Eψ = 0 2m ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
z Lz Lx Ly x
ψ( x, y, z ) = X ( x)Y ( y ) Z ( z )
y h 2 1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z ) + + +E=0 2m X ( x) ∂x 2 Y ( y ) ∂y 2 Z ( z ) ∂z 2 1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2Y ( y ) 1 ∂ 2 Z ( z) 2m + + =− 2 E 2 2 2 X ( x) ∂x Y ( y ) ∂y Z ( z ) ∂z h
Arah sumbu-x ∂ 2 X ( x) ∂x 2
1 ∂ 2 X ( x) 2m = − Ex X ( x) ∂x 2 h2
1 ∂ 2Y ( y ) 2m = − Ey Y ( y ) ∂y 2 h2
1 ∂ 2 Z ( z) 2m = − Ez Z ( z ) ∂z 2 h2
Persamaan ini adalah persamaan satu dimensi h 2 nπ E= + 2 E x X ( x) = 0 yang memberikan energi elektron: 2m L h
2m
Untuk tiga dimensi diperoleh: E x =
n x2 h 2 8mL2x
Ey =
n 2y h 2 8mL2y
Ez =
n z2 h 2 8mL2z
Tiga nilai energi sesuai arah sumbu
2
Persamaan Schrödinger dalam Koordinat Bola
Persamaan Schrödinger dalam Koordinat Bola z
elektron θ
inti atom ϕ x
inti atom berimpit dengan titik awal koordinat
r y
e2 V (r ) = − 4πε 0 r
persamaan Schrödinger dalam koordinat
bola
h 2 ∂ 2 ψ 2 ∂Ψ 1 ∂ 2 ψ cot θ ∂Ψ 1 ∂ 2 ψ e 2 + + + 2 + 2 2 + E+ ψ=0 2 2m ∂r 2 r dr r 2 ∂θ 2 ∂ θ 4 πε r r r sin θ ∂ϕ 0
Jika kita nyatakan: ψ(r , θ, ϕ) = R (r )Θ(θ)Φ (ϕ)
kita peroleh persamaan yang berbentuk
2 2 h 2 r 2 ∂ 2 R 2r ∂R 2 h 2 1 ∂ 2 Θ cot θ ∂Θ e 1 ∂ Φ +E + r + + + + =0 2 2 2 2 2 m R R dr 4 πε r 2 m Θ Θ ∂ θ ∂r Φ sin θ ∂ϕ 0 ∂θ
mengandung r
tidak mengandung r
salah satu kondisi yang akan memenuhi persamaan ini adalah jika keduanya = 0
Persamaan yang mengandung r saja h 2 r 2 ∂ 2 R 2r ∂R e 2 2 + + E+ r =0 2m R ∂r 2 R dr 4πε 0 r
fungsi gelombang R hanya merupakan fungsi r → simetri bola kalikan dengan R / r
2
h 2 ∂ 2 R 2 ∂R e 2 + + E+ R =0 2m ∂r 2 r ∂r 4πε 0 r kalikan dengan 2mr / h 2 dan kelompokkan suku-suku yang berkoefisien konstan 2 ∂R ∂ 2 R 2mE me 2 + R + r + 2 R = 0 ∂r 4πε h 2 ∂r 2 h 0
Ini harus berlaku untuk semua nilai r Salah satu kemungkinan: ∂R me 2 + R =0 ∂r 4πε 0 h 2
∂ 2R ∂r
2
+
2mE h
2
R=0
∂R me 2 + R =0 ∂r 4πε 0 h 2
salah satu solusi:
R 1 = A1 e sr
s=−
me 2 4πε 0 h 2
h me 2 E=− − 2m 4πε 0 h 2 2
∂ 2R ∂r
2
+
s2 +
2mE h
2
2mE h
2
R=0
=0
2
4 me 4 = − me = − 2 2 = E0 2 2 2 32 π ε h 8ε 0 h 0
Inilah nilai E yang harus dipenuhi agar R1 merupakan solusi dari kedua persamaan Energi elektron pada status ini diperoleh dengan masukkan nilai-nilai e, m, dan h
E0 = −2,18 × 10 −18 J Probabilitas keberadaan elektron dapat dicari dengan menghitung probabilitas keberadaan elektron dalam suatu “volume dinding” bola yang mempunyai jari-jari r dan tebal dinding ∆r.
E0 = −13,6 eV
Pe1 = 4πr 2 ∆r R 1
2
= A1*r 2 e 2 sr
Pe Pe1
r0 0
0.5
1
1.5
2
2.5 r [Å] 3
probabilitas maksimum ada di sekitar suatu nilai r0 sedangkan di luar r0 probabilitas ditemukannya elektron dengan cepat menurun keberadaan elektron terkonsentrasi di sekitar jari-jari r0 saja Inilah struktur atom hidrogen yang memiliki hanya satu elektron di sekitar inti atomnya dan inilah yang disebut status dasar atau ground state
Adakah Solusi Yang Lain? ψ*ψ
4
ψ*ψ
4
ψ
ψ
Kita ingat:
ψ 0
0
0 0
0
3.16
x
L
0
0
L
E=
8mL2
L c). n = 3
b).n = 2
h2
3.16
0
3.16
0
a). n = 1
E=
ψ*ψ
4
4h 2
E=
8mL2
9h 2 8mL2
Energi Elektron terkait jumlah titik simpul fungsi gelombang solusi yang lain: R 2 = ( A2 − B 2 r ) e
(
1
R
− r / r0
0 , 8
bertitik simpul dua
)
R 3 = A3 − B3 r + C 3 r 2 e − r / r0
Solusi secara umum: R
0 , 6
bertitik simpul tiga n
= L n (r ) e
− r / r0
R1
0 , 4
0 , 2
R3
R2
0
0 - 0 , 2
polinom
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5 r[Å]4
probabilitas keberadaan elektron 1 , 2
Pe
Pe1
1
Pe2
0 , 8
Pen = 4πr ∆r R n 2
2
Pe3
0 , 6
0 , 4
0 , 2
0
- 0 , 2
En = −
2π mZ e 2
2 4
n2h2
=−
13,6 n2
eV
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
bilangan kuantum prinsipal 1 2 3 4 energi total [ eV ]
Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen
0
5
4 r[Å]
n
0
−1,51 0 −3,4
1
2
−
13,6 n2
−13,6 -16
ground state
3
≈4 1,89 eV5
≈ 10,2 eV
6
Momentum Sudut Momentum sudut juga terkuantisasi
L2 = l (l + 1)h 2 l = 0, 1, 2, 3, .... bilangan bulat positif Momentum sudut ditentukan oleh dua macam bilangan bulat: l : menentukan besar momentum sudut, dan ml : menentukan komponen z atau arah momentum sudut Nilai l dan ml yang mungkin :
l = 0 ⇒ ml = 0 l = 1 ⇒ m l = 0, ± 1 l = 2 ⇒ m l = 0, ± 1, ± 2
dst.
l disebut bilangan kuantum momentum sudut, atau bilangan kuantum azimuthal bilangan kuantum l
0
1
2
3
4
5
simbol
s
p
d
f
g
h
degenerasi
1
3
5
7
9
11
ml adalah bilangan kuantum magnetik
Bilangan Kuantum Ada tiga bilangan kuantum yang sudah kita kenal, yaitu: (1) bilangan kuantum utama, n, yang menentukan tingkat energi; (2) bilangan kuantum momentum sudut, atau bilangan kuantum azimuthal, l; (3) bilangan kuantum magnetik, ml . bilangan kuantum utama n: −1,51 0 energi −3,4
1
2
3
4
5 3s, 3p, 3d 2s, 2p
total [ eV ] −13,6
1s
Bohr
lebih cermat
(4) Spin Elektron: ± ½ dikemukakan oleh Uhlenbeck
Konfigurasi Elektron Dalam Atom Netral Kandungan elektron setiap tingkat energi status momentum sudut n
s
1
2
2
2
6
3
2
6
10
4
2
6
10
p
d
f
14
Jumlah tiap tingkat
Jumlah s/d tingkat
2
2
8
10
18
28
32
60
Orbital
inti atom inti atom
1s 2s
Penulisan konfigurasi elektron unsur-unsur
H: 1s1; He: 1s2 Li: 1s2 2s1; Be: 1s2 2s2; B: 1s2 2s2 2p1; C: 1s2 2s2 2p2; N: 1s2 2s2 2p3; O: 1s2 2s2 2p4; F: 1s2 2s2 2p5; Ne: 1s2 2s2 2p6.........dst
Diagram Tingkat Energi
e n e r g i
tingkat 4s sedikit lebih rendah dari 3d
Pengisian Elektron Pada Orbital
H:
↑
pengisian 1s;
He: ↑↓ pemenuhan 1s; Li: ↑↓ ↑ pengisian 2s; Be: ↑↓ ↑↓ pemenuhan 2s; B:
↑↓
↑↓
pengisian 2px dengan 1 elektron;
C: N: O: F: Ne:
↑↓
↑↓ ↑
↑
↑↓
↑↓ ↑
↑
↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑
↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑
↑↓
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
↑
pengisian 2py dengan 1 elektron; pengisian 2pz dengan 1 elektron; pemenuhan 2px; pemenuhan 2py; pemenuhan 2pz.
Tingkat energi 4s lebih rendah dari 3d. Hal ini terlihat pada perubahan konfigurasi dari Ar (argon) ke K (kalium). Ar: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 (bukan 3d1) Ca: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 (bukan 3d2) Sc: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d1 4s2 (orbital 3d baru mulai terisi setelah 4s penuh) Y: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d2 4s2 (dan unsur selanjutnya pengisian 3d sampai penuh)
Blok-Blok Unsur 1 H 1s1
2 He 1s2
3 Li [He] 2s1
4 Be [He] 2s2
5 B [He] 2s2 2p1
6 C [He] 2s2 2p2
7 N [He] 2s2 2p3
8 O [He] 2s2 2p4
9 F [He] 2s2 2p5
10 Ne [He] 2s2 2p6
11 Na [Ne] 3s1
12 Mg [Ne] 3s2
13 Al [Ne] 3s2 3p1
14 Si [Ne] 3s2 3p2
15 P [Ne] 3s2 3p3
16 S [Ne] 3s2 3p4
17 Cl [Ne] 3s2 3p5
18 Ar [Ne] 3s2 3p6
19 K [Ar] 4s1
20 Ca [Ar] 4s2
31 Ga [Ar] 3d10 4s2 4p1
32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2
33 As [Ar] 3d10 4s2 4p3
34 Se [Ar] 3d10 4s2 4p4
35 Br [Ar] 3d10 4s2 4p5
36 Kr [Ar] 3d10 4s2 4p6
21 Sc [Ar] 3d1 4s2
Blok s pengisian orbital s
22 Ti [Ar] 3d2 4s2
23 V [Ar] 3d3 4s2
24 Cr [Ar] 3d5 4s1
25 Mn [Ar] 3d5 4s2
26 Fe [Ar] 3d6 4s2
27 Co [Ar] 3d7 4s2
Blok d pengisian orbital d
28 Ni [Ar] 3d8 4s2
29 Cu [Ar] 3d10 4s1
30 Zn [Ar] 3d10 4s2
Blok p pengisian orbital p
Ionisasi dan Energi Ionisasi Ionisasi: X ( gas ) → X + ( gas ) + e −
Energi ionisasi adalah jumlah energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terluar suatu unsur guna membentuk ion positif bermuatan +1. Energi ionisasi dalam satuan eV disebut juga potensial ionisasi. Potensial ionisasi didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron yang paling lemah terikat pada atom. Pada atom dengan banyak elektron, pengertian ini sering disebut sebagai potensial ionisasi yang pertama, karena sesudah ionisasi yang pertama ini bisa terjadi ionisasi lebih lanjut dengan terlepasnya elektron yang lebih dekat ke inti atom.
Energi Ionisasi [eV] 1 H 13,6
2 He 24,5
3 Li 5,39
4 Be 9,32
5 B 8,29
6 C 11,2
7 N 14,6
8 O 13,6
9 F 17,4
10 Ne 21,6
11 Na 5,14
12 Mg 7,64
13 Al 5,98
14 Si 8,15
15 P 10,4
16 S 10,4
17 Cl 13,0
18 Ar 15,8
19 K 4,34
20 Ca 6,11
31 Ga 6,00
32 Ge 7,88
33 As 9,81
34 Se 9,75
35 Br 11,8
36 Kr 14
21 Sc 6,54
22 Ti 6,83
23 V 6,74
24 Cr 6,76
25 Mn 7,43
26 Fe 7,87
27 Co 7,86
28 Ni 7,63
29 Cu 7,72
30 Zn 9,39
Energi Ionisasi p
25
p
p
15
s 10
s
d s
5 0 H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr
Energi ionisasi [eV]
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 1213 1415 16 1718 1920 21 2223 2425 2627 28 2930 3132 33 3435 36 Unsur
Di setiap blok unsur, energi ionisasi cenderung meningkat jika nomer atom makin besar Energi ionisasi turun setiap kali pergantian blok unsur
Afinitas Elektron Afinitas elektron adalah energi yang dilepaskan jika atom netral menerima satu elektron membentuk ion negatif bermuatan −1. Afinitas elektron dinyatakan dengan bilangan negatif, yang berarti pelepasan energi. Afinitas elektron merupakan ukuran kemampuan suatu unsur untuk menarik elektron, bergabung dengan unsur untuk membentuk ion negatif. Makin kuat gaya tarik ini, berarti makin besar energi yang dilepaskan. Gaya tarik ini dipengaruhi oleh jumlah muatan inti atom, jarak orbital ke inti, dan screening (tabir elektron).
Bilangan Kuantum : Bilangan kuantum : prinsipal:
n = 1, 2, 3, dst
azimuthal:
l = 0, 1, 2, 3 : s, p, d, f
magnetik:
ml = −l sampai +l
spin elektron: ms = +1/2 dan −1/2 Pauli Exclusion Prinsiple : setiap status hanya dapat ditempati tidak lebih dari satu elektron
Konfigurasi Elektron Unsur pada Ground State 1 H 1s1
2 He 1s2
3 Li [He] 2s1
4 Be [He] 2s2
5 B [He] 2s2 2p1
6 C [He] 2s2 2p2
7 N [He] 2s2 2p3
8 O [He] 2s2 2p4
9 F [He] 2s2 2p5
10 Ne [He] 2s2 2p6
11 Na [Ne] 3s1
12 Mg [Ne] 3s2
13 Al [Ne] 3s2 3p1
14 Si [Ne] 3s2 3p2
15 P [Ne] 3s2 3p3
16 S [Ne] 3s2 3p4
17 Cl [Ne] 3s2 3p5
18 Ar [Ne] 3s2 3p6
19 K [Ar] 4s1
20 Ca [Ar] 4s2
21 Sc [Ar] 3d1 4s2
22 Ti [Ar] 3d2 4s2
23 V [Ar] 3d3 4s2
24 Cr [Ar] 3d5 4s1
25 Mn [Ar] 3d5 4s2
26 Fe [Ar] 3d6 4s2
27 Co [Ar] 3d7 4s2
28 Ni [Ar] 3d8 4s2
29 Cu [Ar] 3d10 4s1
30 Zn [Ar] 3d10 4s2
31 Ga [Ar] 3d10 4s2 4p1
32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2
33 As [Ar] 3d10 4s2 4p3
34 Se [Ar] 3d10 4s2 4p4
35 Br [Ar] 3d10 4s2 4p5
36 Kr [Ar] 3d10 4s2 4p6
37 Rb [Kr] 5s1
38 Sr [Kr] 5s2
39 Y [Kr] 4d1 5s2
40 Zr [Kr] 4d2 5s2
41 Nb [Kr] 4d4 5s1
42 Mo [Kr] 4d5 5s1
43 Tc [Kr] 4d6 5s1
44 Ru [Kr] 4d7 5s1
45 Rh [Kr] 4d8 5s1
46 Pd [Kr] 4d10
47 Ag [Kr] 4d10 5s1
48 Cd [Kr] 4d10 5s2
49 In [Kr] 4d10 5s2 5p1
50 Sn [Kr] 4d10 5s2 5p2
51 Sb [Kr] 4d10 5s2 5p3
52 Te [Kr] 4d10 5s2 5p4
53 I [Kr] 4d10 5s2 5p5
54 Xe [Kr] 4d10 5s2 5p6
55 Cs [Xe] 6s1
56 Ba [Xe] 6s2
57 La [Xe] 5d1 6s2
58 Ce [Xe] 4f1 5d1 6s2
59 Pr [Xe] 4f3 6s2
60 Nd [Xe] 4f4 6s2
61 Pm [Xe] 4f5 6s2
62 Sm [Xe] 4f6 6s2
63 Eu [Xe] 4f7 6s2
64 Gd [Xe] 4f7 5d1 6s2
65 Tb [Xe] 4f9 6s2
66 Dy [Xe] 4f10 6s2
67 Ho [Xe] 4f11 6s2
68 Er [Xe] 4f12 6s2
69 Tm [Xe] 4f13 6s2
70 Yb [Xe] 4f14 6s2
71 Lu [Xe] 4f14 5d1 6s2
72 Hf [Xe] 4f14 5d2 6s2
73 Ta [Xe] 4f14 5d3 6s2
74 W [Xe] 4f14 5d4 6s2
75 Re [Xe] 4f14 5d5 6s2
76 Os [Xe] 4f14 5d6 6s2
77 Ir [Xe] 4f14 5d7 6s2
78 Pt [Xe] 4f14 5d9 6s1
79 Au [Xe] 4f14 5d10 6s1
80 Hg [Xe] 4f14 5d10 6s2
81 Tl [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p1
82 Pb [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2
83 Bi [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p3
84 Po [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p4
85 At [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p5
87 Fr [Rn] 7s1
88 Ra [Rn] 7s2
89 Ac [Rn] 6d1 7s2
90 Th [Rn] 6d2 7s2
91 Pa [Rn] 5f2 6d1 7s2
92 U [Rn] 5f3 6d1 7s2
93 Np [Rn] 5f4 6d1 7s2
94 Pu [Rn] 5f6 7s2
95 Am [Rn] 5f7 7s2
96 Cm [Rn] 5f7 6d1 7s2
97 Bk [Rn]
98 Cf [Rn]
99 Es [Rn]
100 Fm [Rn]
101 Md [Rn]
102 No [Rn]
103 Lw [Rn]
86 Rn [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p6
Gaya Ikat Gaya Ikat : gaya yang menyebabkan dua atom menjadi terikat; gaya ini terbentuk jika terjadi penurunan energi ketika dua atom saling mendekat
Ikatan Primer : Kuat Ikatan Kovalen Ikatan Metal Ikatan Ion
Ikatan Sekunder : Lemah Ikatan Hidrogen Ikatan van der Waals
Ikatan Berarah dan Tak Berarah Ikatan berarah: kovalen dipole permanen
terutama terjadi pada ikatan kovalen antara unsur non metal: Nitrogen; Oksigen; Carbon; Fluor; Chlor atom dengan ikatan berarah akan terkumpul sedemikian rupa sehingga terpenuhi sudut ikatan
Ikatan tak berarah: metal ion van der Waals terutama pada Ikatan metal yang terjadi antara sejumlah besar atom atom dengan ikatan tak berarah pada umumnya terkumpul secara rapat (kompak) dan mengikuti aturan geometris yang ditentukan oleh perbedaan ukuran atom
walaupun kita bedakan ikatan atom berarah dan ikatan tak berarah, namum dalam kenyataan material bisa terbentuk dari campuran dua macam ikatan tersebut
Atom dengan ikatan tak berarah Sifat ikatan : Jumlah diskrit Arah tidak diskrit
Contoh : H2 atom H memiliki 1 elektron di orbital 1s
simetri bola
namun ikatan 2 atom H tetap diskrit : setiap atom H hanya akan terikat dengan satu atom H yang lain
Atom dengan ikatan berarah ditentukan oleh status kuantum dari elektron yang berperan dalam terbentuknya ikatan
Sifat ikatan : Jumlah diskrit Arah diskrit
Hanya orbital yang setengah terisi yang dapat berperan dalam pembentukan ikatan kovalen; oleh karena itu jumlah susunan ikatan ditentukan oleh jumlah elektron dari orbital yang setengah terisi. Elektron di orbital selain orbital s akan membentuk ikatan yang memiliki arah spasial tertentu dan juga diskrit; misal orbital p akan membentuk ikatan dengan arah tegak lurus satu sama lain.
z 2pz x
z
z 2py
2px y
y
y x
x
Contoh : −
O 1 H: 1s1 8 O: [He] 2s2 2p4
H
H 104o
H
1 H: 1s1
+ dipole
+
9 F: [He] 2s2 2p5
F
− dipole
Hibrida dari fungsi gelombang s dan p 6 C: [He] 2s2 2p2
Hibrida dari fungsi gelombang s dan p pada karbon membuat karbon memiliki 4 ikatan yang kuat mengarah ke susut-sudut tetrahedron
Intan dan methane (CH4) terbentuk dari ikatan hibrida ini.
14 Si [Ne] 3s2 3p2 32 Ge [Ar] 3d10 4s2 4p2 50 Sn [Kr] 4d10 5s2 5p2
juga membentuk orbital tetrahedral seperti karbon karena hibrida 3s-sp, 4s-4p, dan 5s-5p, sama dengan 2s-2p.
Karena ikatan kovalen adalah diskrit dalam jumlah maupun arah, maka terdapat banyak kemungkinan struktur ikatan tergantung dari ikatan mana yang digunakan oleh setiap atom.
Contoh: senyawa hidrokarbon yang terdiri hanya dari atom C dan H. H Methane : CH4. Ikatannya adalah tetrahedral C−H
|
H−C−H |
H
H
C H
H H
Ethane : C2H6. Memiliki satu ikatan C−C H H |
|
H−C−C−H |
|
H H
Propane : C3H8. Memiliki dua ikatan C−C H H H |
|
|
H−C−C−C−H |
|
|
H H H dst.
Rantaian panjang bisa dibentuk oleh ribuan ikatan C−C. Simetri ikatan atom karbon dalam molekul ini adalah tetrahedral, dan satu ikatan C−C dapat dibayangkan sebagai dua tetrahedra yang berikatan sudut-ke-sudut.
Variasi ikatan bisa terjadi sebab tetrahedra pengikat, selain berikatan sudut-ke-sudut dapat pula berikatan sisi-ke-sisi (ikatan dobel) dan juga berikatan bidang-ke-bidang (ikatan tripel).
Contoh: ethylene C2H4, H H |
|
H−C=C−H
Contoh: acetylene C2H2 H−C≡C−H
Peningkatan kekuatan ikatan sebagai hasil dari terjadinya ikatan multiple disertai penurunan jarak antar atom karbon. 1,54 Ä pada ikatan tunggal, 1,33 Ä pada ikatan dobel, 1,20 Ä pada ikatan tripel. Ikatan C−C juga bisa digabung dari ikatan tunggal dan ikatan dobel, seperti yang terjadi pada benzena.
Susunan Atom-atom yang Berikatan Tak Berarah Atom berukuran sama Atom-atom material padat akan terkumpul secara ringkas / kompak menempati ruang sekecil mungkin. Dengan cara ini jumlah ikatan per satuan volume menjadi maksimum yang berarti energi ikatan per satuan volume menjadi minimum. Sebagai pendekatan pertama kita memandang atom sebagai kelereng keras. Secara geometris, ada 12 kelereng yang dapat berposisi mengelilingi 1 kelereng (terletak di pusat) dan mereka saling menyentuh satu sama lain. Ada 2 macam susunan kompak yang teramati pada banyak struktur metal dan elemen mulia, yaitu hexagonal close-packed (HCP) dan face-centered cubic (FCC).
Hexagonal Closed-Packed (HCP)
Face-Centered Cubic (FCC)
6 atom mengelilingi 1 atom di bidang tengah
6 atom mengelilingi 1 atom di bidang tengah
3 atom di bidang atas, tepat di atas 3 atom yang berada di bidang bawah,
3 atom di bidang atas, berselangseling di atas 3 atom di bidang bawah,
Semua elemen mulia membentuk struktur kompak jika membeku pada temperatur sangat rendah, Sekitar 2/3 dari jenis metal membentuk struktur HCP atau FCC pada temperatur kamar. 1/3 dari jenis metal yang tidak membentuk struktur struktur kompak pada temperatur kamar adalah metal alkali (Na, K, dll) dan metal transisi (Fe, Cr, W, dsb). Mereka cenderung membentuk struktur body-centered cubic (BCC). Walaupun kurang kompak, susunan ini memiliki energi total relatif rendah.
Kebanyakan metal alkali berubah dari BCC ke FCC atau HCP pada temperatur yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa susunan kurang kompak yang terjadi pada temperatur kamar adalah akibat dari pengaruh energi thermal Susunan BCC pada metal transisi diduga sebagai akibat dari ikatan metal ini yang sebagian berupa ikatan kovalen (yang merupakan ikatan berarah).
Susunan Atom-atom yang Berikatan Tak Berarah Atom berukuran tidak sama Ikatan ion membentuk struktur yang terdiri dari atom-atom yang berbeda ukuran karena anion dan kation pada umumnya sangat berbeda ukuran. Perbedaan ini terjadi karena transfer elektron dari atom yang elektro-positif ke atom yang elektronegatif Membuat ukuran anion > kation.
Anion :
Kation :
ion negatif sebagai hasil dari atom elektronegatif yang memperoleh tambahan elektron.
ion positif sebagai hasil dari atom elektropositif yang kehilangan satu atau lebih elektron.
Ikatan ini tak berarah dan juga tidak diskrit, namun pada skala besar kenetralan harus tetap terjaga.
Bilangan Koordinasi Bilangan yang menunjukkan perbandingan jumlah ion elemen A yang mengelilingi ion elemen K yang lebih kecil disebut bilangan koordinasi (Ligancy). Bilangan Koordinasi tergantung dari perbedaan radius antara Kation dan Anion makin besar perbedaannya, ligancy akan semakin kecil. Bilangan Koordinasi
Rasio Radius Kation / Anion
2
0 – 0,155
3
Polyhedron Koordinasi
Packing
garis
linier
0,155 – 0,225
segitiga
triangular
4
0,225 – 0,414
tetrahedron
Tetrahedral
6
0,414 – 0,732
oktahedron
Octahedral
8
0,732 – 1,0
kubus
cubic
12
1,0
HCP
12
1,0
FCC
[2]
Atom dengan ikatan tak terarah : Atom berukuran tidak sama Senyawa / Metal
rK / rA
Ligancy teramati
Ba2O3
0,14
3
BeS
0,17
4
BeO
0,23
4
SiO2
0,29
4
LiBr
0,31
6
MgO
0,47
6
MgF2
0,48
6
TiO2
0,49
6
NaCl
0,53
6
CaO
0,71
6
KCl
0,73
6
CaF2
0,73
8
CaCl
0,93
8
BCC Metal
1,0
8
FCC Metal
1,0
12
HCP Metal
1,0
12
[2]
Rasio radius di mana anion saling menyentuh dan juga menyentuh kation sentral disebut rasio radius kritis, sebab di bawah rasio ini jarak kation-anion menjadi lebih besar dibanding jarak keseimbangan antar ion. Polyhedra yang terbentuk dengan menghubungkan pusat-pusat anion yang mengelilingi kation sentral disebut polihedra anion atau polihedra koordinasi.
HCP
FCC
Polihedra ikatan dan polihedra koordinasi dapat dilihat sebagai sub-unit yang jika disusun akan membentuk struktur padatan tiga dimensi. H
HCP
C H
H H
Cara bagaimana mereka tersusun akan menentukan apakah material berbentuk kristal atau nonkristal (gelas) dan jika berbentuk kristal struktur kristalnya akan tertentu. Polihedra ini bukan besaran fisis tetapi hanya merupakan sub-unit yang lebih mudah dibayangkan daripada atom, dan dengan menggunakan pengertian ini dapat dilakukan pembahasan mengenai struktur lokal secara terpisah dari struktur besarnya (struktur makro).
Polihedra koordinasi berperilaku sebagai suatu unit yang erat terikat jika valensi atom sentral lebih dari setengah dari total valensi atom yang terikat dengannya. Jika valensi atom sentral sama dengan valensi total atom yang mengelilinginya maka sub-unit itu adalah molekul. Titik leleh suatu material bergantung dari kekuatan ikatan atom. Ia makin rendah jika polihedra sub-unit terbangun dari kelompok atom yang diskrit, yang terikat satu sama lain dengqan ikatan sekunder dibandingkan dengan bila ikatannya primer.
Contoh: methane, CH4, titik leleh −184oC; ethane, C2H6, titik leleh −172oC; polyethylene, titik leleh 125oC; polyethylene saling terikat dengan ikatan C-C dapat stabil sampai 300oC.
Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan tersebut timbul karena kondisi geometris yang dihasilkan oleh ikatan atom yang terarah dan paking yang rapat. Sesungguhnya tidaklah mudah untuk menyatakan bagaimana atom tersusun dalam padatan. Namun ada hal-hal yang diharapkan menjadi faktor penting yang menentukan terbentuknya polihedra koordinasi atom-atom. Secara ideal, susunan polihdra koordinasi paling stabil adalah yang memungkinkan terjadinya energi per satuan volume minimal. Keadaan tersebut dicapai jika: 1. kenetralan listrik terpenuhi 2. ikatan kovalen yang diskrit dan terarah terpenuhi 3. meminimalkan gaya tolak ion-ion 4. paking atom serapat mungkin
Struktur kristal yang biasa teramati pada padatan dinyatakan dalam konsep geometris ideal yang disebut kisi-kisi ruang (space lattice) dan menyatakan cara bagaimana polihedra koordinasi atom-atom tersusun bersama agar energi dalam padatan menjadi minimal. Kisi-kisi ruang adalah susunan tiga dimensi titik-titik di mana setiap titik memiliki lingkungan yang serupa. Titik dengan lingkungan yang serupa itu disebut titik kisi (Lattice Point). Titik kisi dapat disusun hanya dalam 14 susunan yang berbeda yang disebut kisi-kisi Bravais; oleh karena itu atom-atom dalam kristal haruslah tersusun dalam salah satu dari 14 kemungkinan tersebut.
Sel Satuan pada Kisi-Kisi Ruang BRAVAIS [2,5]
Setiap titik kisi dapat ditempati oleh satu atau lebih atom, tetapi atom atau kelompok atom pada satu titik kisi haruslah identik dengan orientasi yang sama agar memenuhi definisi kisi ruang. Susunan atom dapat disebutkan secara lengkap dengan menyatakan posisi atom dalam suatu unit yang secara berulang tersusun dalam kisi ruang. Unit yang berulang itu disebut sel satuan. Rusuk sel satuan, yaitu vektor yang menghubungkan dua titik kisi, haruslah merupakan translasi kisi, dan sel satuan yang identik akan membentuk kisikisi ruang jika mereka disusun bidang sisi ke bidang sisi. Satu kisi-kisi ruang dapat memiliki beberapa sel satuan berbeda yang memenuhi kriteria tersebut di atas, akan tetapi biasanya sel satuan dipilih yang memiliki geometri sederhana dan memuat beberapa titik kisi saja. Satu sel satuan yang memiliki titik kisi hanya pada sudut-sudutnya, atau dengan kata lain satu unit sel yang memuat hanya satu titik kisi, disebut sel primitif.
Unsur Metal dan Unsur Mulia 3 sel satuan yang paling banyak dijumpai pada unsur ini adalah: [2]
Bulatan menunjukkan posisi atom yang juga merupakan lattice points pada FCC dan BCC
Posisi atom yang ada dalam sel bukan lattice points
Unsur Dengan Lebih Dari 3 Elektron Valensi Unsur ini biasanya memiliki ikatan kovalen sehingga kristal yang terbentuk akan mengikuti ketentuan ikatan ini. Jika orbital yang tak terisi digunakan seluruhnya untuk membentuk ikatan, maka atom ini akan berikatan dengan (8 – N) atom lain, dimana N adalah jumlah elektron valensi yang dimilikinya. Elemen Cl, Br, J, kulit terluarnya memuat 7 elektron; oleh karena itu pada umumnya mereka berikatan dengan hanya 1 atom dari elemen yang sama membentuk molekul diatomik, Cl2, Br2, J2. [2] Molekul diatomik tersebut membangun ikatan dengan molekul yang lain melalui ikatan sekunder yang lemah, membentuk kristal.
Atom Group VI (S, Se, Te)
[2]
Atom Group VI (S, Se, Te) memiliki 6 elektron di kulit terluarnya dan membentuk molekul rantai atao cincin di mana setiap atom berikatan dengan dua atom (dengan sudut ikatan tertentu). Molekul ini berikatan satu sama lain dengan ikatan sekunder yang lemah membentuk kristal.
Rantai spiral atom Te bergabung dengan rantai yang lain membentuk kristal hexagonal.
Atom Group V (P, As, Sb, Bi) Atom Group V (P, As, Sb, Bi) memiliki 5 elektron di kulit terluarnya dan setiap atom berikatan dengan tiga atom (dengan sudut ikatan tertentu).
[2]
Kristal Ionik Walau sangat jarang ditemui kristal yang 100% ionik, namun beberapa kristal memiliki ikatan ionik yang sangat dominan sehingga dapat disebut sebagai kristal ionik. Contoh: NaCl, MgO, SiO2, LiF. Dalam kristal ionik murni, polihedra anion (polihedra koordinasi) tersusun sedemikian rupa sehingga kenetralan listrik terpenuhi dan energi ikat per satuan volume menjadi minimum tanpa menyebabkan menguatnya gaya tolak antar muatan yang bersamaan tanda. Gaya tolak yang terbesar terjadi antar kation karena muatan listriknya terkonsentrasi dalam volume yang kecil, oleh karena itu polihedra koordinasi harus tersusun sedemikian rupa sehingga kation saling berjauhan.
Contoh struktur kristal ionik
Anion tetrahedron
Kation oktahedron
Kristal Molekul Jika dua atom terikat dengan ikatan primer, baik berupa ikatan ion ataupun ikatan kovalen, maka mereka dapat membentuk molekul yang diskrit. Jika ikatan primer tersebut kuat dalam satu sub-unit, maka ikatan yang terjadi antar sub-unit akan berupa bentuk ikatan yang berbeda dari ikatan primer. Kristal yang terbentuk adalah kristal molekuler dengan ikatan antar sub-unit yang lemah. Jika ikatan primernya adalah ikatan ion, molekul yang diskrit terbentuk jika muatan kation sama dengan hasilkali muatan anion dengan bilangan koordinasi. Contoh: sub-unit SiF4 terbentuk dengan ikatan ion, polihedra koordinasi atau polihedra anion berbentuk tetrahedra F mengelilingi kation Si yang kemudian tersusun dalam kisi-kisi BCC
Pada es (H2O), ikatan primernya adalah ikatan kovalen dan ikatan sekunder antar sub-unit adalah ikatan ionik yang lemah Hidrogen hanya akan membentuk satu ikatan kovalen. Oleh karena itu molekul air terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 ikatan kovalen yang dipenuhi oleh 2 atom hidrogen dengan sudut antara dua atom hidrogen adalah 105o. Dalam bentuk kristal, atom-atom hidrogen mengikat molekul-molekul air dengan ikatan ionik atau ikatan dipole hidrogen.
Bola-bola menunjukkan posisi atom O; atom H terletak pada garis yang menghubungkan atom O yang berdekatan; ada 2 atom H setiap satu atom O.
Jika molekul membentuk rantaian panjang dengan penampang melintang yang mendekati simetris, mereka biasanya mengkristal dalam kisi-kisi berbentuk orthorhombic atau monoclinic.
Molekul polyethylene
dilihat dari depan
Kebanyakan polimer yang terbentuk lebih dari dua macam atom, memiliki ketidak-teraturan yang membuat ia tidak mengkristal. Walaupun demikian ada yang memiliki penampang simetris dan mudah mengkristal, seperti polytetrafluoroethylene (Teflon).
Molekul polytetrafluoroethylene Polimer yang komplekspun masih mungkin memiliki struktur yang simetris dan dapat mengkristal seperti halnya cellulose.
Ketidaksempurnaan Pada Kristal
Kebanyakan kristal mengandung ketidak-sempurnaan. Karena kisi-kisi kristal merupakan suatu konsep geometris, maka ketidaksempurnaan kristal juga diklasifikasikan secara geometris. • ketidak-sempurnaan berdimensi nol (ketidak-sempurnaan titik), • ketidak-sempurnaan berdimensi satu (ketidak-sempurnaan garis), • ketidak-sempurnaan berdimensi dua (ketidak-sempurnaan bidang). • Selain itu terjadi pula ketidak-sempurnaan volume dan juga ketidak-sempurnaan pada struktur elektronik
Ketidak sempurnaan titik atom dari unsur yang sama (unsur sendiri) berada di antara atom matriks yang seharusnya tidak terisi atom
interstitial (atom sendiri) substitusi (atom asing) atom asing menempati tempat yang seharusnya ditempati oleh unsur sendiri (pengotoran)
tidak ada atom pada tempat yang seharusnya terisi
kekosongan interstitial (atom asing) atom asing berada di antara atom matriks yang seharusnya tidak terisi (pengotoran)
Ketidak sempurnaan titik pada kristal ionik pasangan tempat kosong yang ditinggalkan dan kation yang meninggalkannya
kekosongan kation berpasangan dengan kekosongan anion
ketidaksempurnaan Frenkel
ketidaksempurnaan Schottky
pengotoran substitusi
pengotoran interstitial
kekosongan kation
Dislokasi Dislokasi merupakan ketidak-sempurnaan kristal karena penempatan atom yang tidak pada tempat yang semestinya.
vector Burger
⊥
edge dislocation
screw dislocation
Melihat strukturnya, material nonkristal dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu: a) struktur yang terbangun dari molekul berbentuk rantai panjang b) struktur yang terbangun dari jaringan tiga dimensi
Molekul Rantaian Panjang - Organik Beberapa faktor yang mendorong terbentuknya struktur nonkristal adalah: a) molekul rantaian yang panjang dan bercabang; b) kelompok atom yang terikat secara tak beraturan sepanjang sisi molekul; c) rantaian panjang yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih polimer, yang disebut kopolimer; d) adanya unsur aditif, yang akan memisahkan satu rantaian dari rantaian yang lain; unsur aditif ini biasa disebut plasticizer.
Contoh terbentuknya rantaian panjang
ethylene : C2H4
membentuk rantaian panjang polyethylene
H H | | C = C | | H H H H H H H H H H H H H H | | | | | | | | ....− C − C− C − C− C − C− C − C− C − C− C − C −... | | | | | | | | H H H H H H H H H H H H
Dalam struktur ini polyethylene disebut linear polyethylene
Keadaan jauh berbeda jika molekul polyethylene bercabang. Makin bercabang, polyethylene makin nonkristal. Pengaruh adanya cabang ini bisa dilihat pada vinyl polymer, yaitu polymer dengan unit berulang C2H3X. Cabang X ini bisa berupa gugus atom yang menempati posisi di mana atom H seharusnya berada. H H | | − C − C− | | H X
Ada tiga kemungkinan cara tersusunnya cabang ini yaitu H C
(a) ataktik (atactic), atau acak
X H
(b) isotaktik (isotactic), semua cabang berada di salah satu sisi rantai
H C X H
(c) sindiotaktik (syndiotactic), cabang-cabang secara teratur bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain.
H C X H
Jika gugus cabang kecil, seperti pada polyvinyl alkohol di mana X = OH, dan rantaian linier, maka polimer ini dengan mudah membentuk kristal. Akan tetapi jika gugus cabang besar, polimer akan berbentuk nonkristal seperti pada poyvinyl chloride, di mana X = Cl; juga pada polystyrene, di mana X = benzena yang secara acak terdistribusi sepanjang rantaian (ataktik). Polimer isotactic dan syndiotactic biasanya membentuk kristal, bahkan jika cabang cukup besar.
Kopolimerisasi atau pembentukan kopolimer, selalu menyebabkan ketidak-teraturan dan oleh karena itu mendorong terbentuknya struktur nonkristal. (a) dua macam polimer tersusun secara acak sepanjng rantai.
(b) susunan berselang-seling secara teratur (c) susunan kopolimer secara blok (d) salah satu macam polimer menjadi cabang rantaian macam polimer yang lain
Cross-Linking Cross-linking merupakan ikatan antar rantaian panjang yang terjadi di berbagai titik, dan ikatan ini merupakan ikatan primer. Cross-link bisa terbentuk oleh segmen kecil dari rantaian.
Cross-link bisa juga terbentuk oleh atom atau molekul asing.
Jaringan Tiga Dimensi - Anorganik Suatu senyawa anorganik cenderung membentuk struktur nonkristal jika: a) setiap anion terikat pada hanya dua kation; b) tidak lebih dari empat anion mengelilingi satu kation; c) polihedra anion berhubungan sudut ke sudut, tidak sisi ke sisi dan tidak pula bidang ke bidang; d) senyawa memiliki sejumlah besar atom penyusun yang terdistribusi secara tak menentu di seluruh jaringan. Jika muatan kation besar, seperti misalnya silika Si+4, dengan polihedron anion yang kecil, maka struktur nonkristal mudah sekali terbentuk. Kebanyakan gelas anorganik berbahan dasar silika, SiO2, dengan sub-unit berbentuk tetrahedra yang pada gelas silika murni terhubung sudut ke sudut
Penambahan oksida alkali pada struktur yang demikian ini dapat memutus rantaian tetrahedra; atom oksigen dari oksida ini menyelip pada titik dimana dua tetrahedra terhubung dan memutus hubungan tersebut sehingga masing-masing tertrahedron mempunyai satu sudut bebas. Terputusnya hubungan antar tetrahedra dapat menyebabkan turunnya viskositas, sehingga gelas lebih mudah dibentuk.
Struktur Padatan Dalam Skala yang Lebih Besar
Struktur Padatan Struktur kristal dan nonkristal adalah struktur padatan dilihat dalam skala atom atau molekul. Sesungguhnya kebanyakan padatan memiliki detil struktur yang lebih besar dari skala atom ataupun molekul, yang terbangun dari kelompokkelompok kristal ataupun nonkristal. Kelompok-kelompok ini dengan jelas dapat dibedakan antara satu dengan lainnya dan disebut fasa; bidang batas antara mereka disebut batas fasa. Secara formal dikatakan bahwa fasa adalah daerah dari suatu padatan yang secara fisis dapat dibedakan dari daerah yang lain dalam padatan tersebut. Pada dasarnya berbagai fasa yang hadir dalam suatu padatan dapat dipisahkan secara mekanis.
Dalam satu unit kristal jarak antara atom dengan atom hanya beberapa angstrom. Jika unit-unit kristal tersusun secara homogen membentuk padatan maka padatan yang terbentuk memiliki bangun yang sama dengan bangun unit kristal yang membentuknya namun dengan ukuran yang jauh lebih besar, dan disebut sebagai kristal tunggal; padatan ini merupakan padatan satu fasa. Pada umumnya susunan kristal dalam padatan satu fasa tidaklah homogen. Dislokasi dan perbedaan orientasi terjadi antara kristal-kristal. Padatan jenis ini merupakan padatan polikristal, walaupun tetap merupakan padatan satu fasa. Kristal-kristal yang membentuk padatan ini biasa di sebut grain, dan batas antara grain disebut batas grain. Pada padatan nonkristal sulit mengenali adanya struktur teratur dalam skala lebih besar dari beberapa kali jarak atom. Oleh karena itu kebanyakan padatan nonkristal merupakan padatan satu fasa. Padatan dapat tersusun dari dua fasa atau lebih. Padatan demikian disebut sebagai padatan multifasa. Padatan multifasa bisa terdiri hanya dari satu komponen (komponen tunggal) atau lebih (multikomponen).
Ulas Ulang Kuantisasi Energi Planck :
E = nhf
energi photon (partikel)
bilangan bulat
frekuensi gelombang cahaya h = 6,63 × 10-34 joule-sec
De Broglie : Elektron sbg gelombang
h λ= mv bilangan gelombang: k = momentum:
energi kinetik elektron sbg gelombang :
p 2 h 2k 2 = Ek = 2m 2m
p=
2π
λ
k = 2π
h k = hk 2π
mv h
Energi elektron sebagai fungsi k (bilangan gelombang)
p2 h2k 2 Ek = = 2m 2m
E
k
Makin tinggi nomer atom, atom akan makin kompleks, tingkat energi yang terisi makin banyak.
Sodium
s
p
0 −1
7 6 5
6 5
E [ eV ]
4 −2
Hidrogen
d 7
6 5 4 3
f 7
6 5 4
7
7 5 4
6
3
4
−3
3
2
−4 −5
3
−5,14
−6 Kemungkinan terjadinya transisi elektron dari satu tingkat ke tingkat yang lain semakin banyak
[6]
Molekul Molekul lebih kompleks dari atom; tingkat-tingkat energi lebih banyak karena energi potensial elektron yang bergerak dalam medan yang diberikan oleh banyak inti atom tidaklah sederhana. Lebih dari itu, energi vibrasi dan rotasi atom secara relatif satu terhadap lainnya juga terkuantisasi seperti halnya terkuantisasinya energi elektron pada atom. Transisi dari satu tingkat ketingkat yang lain semakin banyak kemungkinannya, sehingga garis-garis spektrum dari molekul semakin rapat dan membentuk pita. Timbullah pengertian pita energi yang merupakan kumpulan tingkat energi yang sangat rapat.
Penggabungan 2 atom H membentuk molekul H2 10 8
E [ eV ]
6
Ikatan tak stabil
4 2 0
1
Ikatan stabil
−2 −4
2
R0
3 jarak antar atom Å
Pada penggabungan dua atom, tingkat energi dengan bilangan kuantum tertinggi akan terpecah lebih dulu Elektron yang berada di tingkat energi terluar disebut elektron valensi Elektron valensi ini berpartisipasi dalam pembentukan ikatan atom. Elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih dalam (lebih rendah) disebut elektron inti;
Padatan Gambaran tentang terbentuknya molekul dapat diperluas untuk sejumlah atom yang besar yang tersusun secara teratur, yaitu kristal padatan. Dalam penggabungan N atom identik, setiap tingkat energi terpecah menjadi N tingkat dan setiap tingkat akan mengakomodasi sepasang elekron dengan spin yang berlawanan ( ms = ± ½ ).
Energi
n=3 n=2 n=1
Jarak antar atom
[6] 0
3d
sodium
3p 4s
3s
E [ eV ]
−10 R0 = 3,67 Å
−20
−30 2p
0
5
10
Å
15
Cara penempatan elektron pada tingkat-tingkat energi mengikuti urutan sederhana: tingkat energi yang paling rendah akan terisi lebih dulu, menyusul tingkat di atasnya, dan seterusnya.
Pada 0o K semua tingkat energi sampai ke tingkat EF terisi penuh, dan semua tingkat energi di atas EF kosong .
EF , tingkat energi tertinggi yang terisi disebut tingkat Fermi, atau energi Fermi. Pada temperatur yang lebih tinggi, beberapa tingkat energi di bawah EF kosong karena elektron mendapat tambahan energi untuk naik ke tingkat di atas EF .
Elektron valensi yang berada pada tingkat energi Fermi ataupun di atas energi Fermi, berada pada salah satu tingkat energi yang dimiliki oleh kristal. Jumlah tingkat energi yang dimiliki oleh kristal sangat banyak dan sangat rapat sehingga hampir merupakan perubahan yang kontinyu. Oleh karena itu, elektron pada tingkat energi Fermi yang bergerak dalam kristal dapat dipandang sebagai elektron bebas. Elektron yang bergerak dengan kecepatan tertentu memiliki energi kinetik dan bilangan gelombang, k, tertentu.
p2 h2k 2 Ek = = 2m 2m Gerakan elektron tersebut mengalami hambatan karena ada celah energi.
Konduktor Isolator Semikonduktor
Jika banyak atom bergabung menjadi padatan, tingkat valensi terluar dari setiap atom cenderung akan terpecah membentuk pita energi. Tingkat-tingkat energi yang lebih dalam, yang disebut tingkat inti, tidak terpecah. Setiap tingkat valensi dari dari suatu padatan yang terdiri dari N atom berbentuk pita valensi yang terdiri dari N tingkat energi. Dengan demikian maka tingkat valensi s yang di tiap atom memuat 2 elektron, akan menjadi pita s yang dapat menampung 2N elektron. Tingkat valensi p yang di tiap atom memuat 6 elektron, akan menjadi pita p yang dapat menampung 6N elektron.
Gambaran pita-pita energi pada suatu padatan Pita-pita energi yang terjadi dalam padatan dapat digambarkan sebagai berikut:
pita p celah energi pita s
Pita energi paling luar, jika ia hanya sebagian terisi dan padanya terdapat tingkat Fermi, disebut sebagai pita konduksi. Pada metal, pita valensi biasanya hanya sebagian terisi
Sodium kosong celah energi EF
kosong terisi
pita valensi
pita konduksi
Pada beberapa metal, pita valensi terisi penuh. Akan tetapi pita ini overlap dengan pita di atanya yang kosong. Pita yang kosong ini memfasilitasi tingkat energi yang dengan mudah dicapai oleh elektron yang semula berada di pita valensi.
Magnesium kosong EF terisi penuh
pita valensi
Pada beberapa material, pita valensi terisi penuh dan pita valensi ini tidak overlap dengan pita di atasnya yang kosong. Jadi antara pita valensi dan pita di atasnya terdapat celah energi.
Intan
Silikon kosong
kosong
celah energi
celah energi terisi penuh
isolator
pita valensi
terisi penuh
semikonduktor
Bahan Kuliah Terbuka
Mengenal Sifat Material #1
Sudaryatno Sudirham