STUDI PERILAKU KUAT LENTUR DAN KUAT TARIK BELAH PADA BETON BERSERAT BAJA Arief Fadliansyah, Elly Tjahjono, dan Essy Arijoeni Program Studi Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Kemampuan beton untuk menahan tegangan tarik mempunyai nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kemampuan beton untuk menahan tegangan tekan. Tegangan tarik dapat mengakibatkan terjadinya retak pada beton. Maka untuk meningkatkan kekuatan tarik pada beton ditambahkan serat berdasarkan proporsi dari volume beton normal. Untuk mengetahui proporsi yang optimal pada beton dilakukan pengujian kuat tarik belah dan kuat lentur secara eksperimental di laboratorium. Pada uji kuat tarik belah dilakukan pengujian pada hari ke-7, ke-14, dan ke-28 , dengan menggunakan sampel beton silinder 150 mm x 300 mm. Sedangkan pada uji kuat lentur dilakukan pengujian pada hari ke-14, dan ke-28, dengan menggunakan sampel beton balok 150 mm x 150 mm x 600 mm. Serat yang digunakan pada penelitian adalah serat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 0,75 mm. Proporsi serat yang dicoba adalah 1 %; 1,5 %; 2 %; dan 2,5 % yang kemudian dibandingkan dengan beton normal mutu f’c 25 MPa. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa makin banyak proporsi dari serat baja yang ditambahkan akan menaikkan kuat lentur maupun kuat tarik belah dari beton namun akan menurunkan workabilitas dari beton segar. Untuk kuat lentur terjadi peningkatan sebesar 140% pada pengujian hari ke-28 untuk beton dengan kadar serat 2,5%, sedangkan pada kuat tarik belah terjadi peningkatan sebesar 84% pada pengujian hari ke-28 untuk beton dengan kadar serat 2,5%. Kata kunci : Beton Serat, Serat Baja, Kuat Tarik Belah, Kuat Lentur.
FLEXURAL AND DIRECT TENSILE SPLITTING BEHAVIOR OF STEEL FIBER REINFORCED CONCRETE Abstract Capability of concrete to resist tensile stress is weaker than to resist compresive stress. Tensile stress can affect crack of concrete. Accordingly to that, addition of steel fiber in volume proportion at normal concrete is needed to increase tensile strength of normal concrete. The optimal volume proportion of steel fiber to improve flexural and splitting strength of concrete based on laboratory experimental work. Testing speciments for flexural tests performed at 14 and 28 days, using beam speciments of 150 mm x 150 mm x 600 mm. And for splitting test performed at 7, 14 and, 28 days, using cylinder speciments of 150 mm x 300 mm. Variation of steel fiber proportions is 1 %, 1,5 %, 2 %, and 2,5 % with 60 mm length and 0,75 mm diameter. The compressive strength of normal concrete is 25 MPa. From the result of test, it was found that ammount of steel fiber in concrete affect the increase of the flexural and splitting strength of concrete, but decrease the workability of fresh concrete. For flexural testing at 28 days, the improve of flexural strength is 140 % for 2,5 % proportions of steel fiber in volume of concrete. And for splitting testing at 28 days, the improve of splitting strength is 84 % for the same ammount of steel fiber. Keywords : Fiber Reinforced Concrete, Steel Fiber, Tensile Strength, Flexural Strength
1
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Pendahuluan
Beton merupakan material konstruksi yang sudah relatif lama dipakai oleh manusia, selama berabad-abad menggunakan konstruksi beton, ada satu kelemahan beton yang sangat mendasar dan membuat terhambatnya perkembangan konstruksi di dunia yakni lemah terhadap tarik. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan tulisannya tentang prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelemahan bahan beton terhadap tariknya. Sejak itu mulailah banyak berkembang penelitian yang berusaha mendapatkan metode untuk mengurangi masalah lemahnya konstruksi beton terhadap tarik yang menurut Dipohusodo (1994)1 besarnya nilai kuat tarik beton berkisar antara 9% - 15% dari kuat desaknya. Pada penelitian ini, penulis bermaksud untuk membuat beton berserat (fiber concrete), dengan cara menambahkan serat ke dalam campuran beton segar secara merata (uniform), dan menganalisis apa yang akan terjadi terhadap gaya tarik beton yang dilihat dari sifat mekanis lenturnya. Penambahan serat ini bisa menghilangkan retakan-retakan yang terjadi akibat panas hidrasi maupun pembebanan (Sorousihan dan Bayasi, 1987)2. Pada penelitian ini penulis akan membuat beton dengan metode perhitungan pembuatan (mix design) menggunakan ACI 211.1-913 yang nantinya dijadikan benda uji kontrol terhadap beton berserat yang menggunakan serat baja dengan takaran-takaran persentase tertentu berdasarkan volume dari benda uji kontrol. Penulis memakai serat baja mutu tinggi karena material ini masih jarang pemakaiannya untuk dicampurkan kedalam beton di Indonesia. Serat baja yang paling umum dipakai di Indonesia adalah kawat baja beindrat, namun untuk baja mutu tinggi masih sangat jarang digunakan, bahkan produsen kawat baja jenis ini pun hanya ada sedikit di Indonesia. Karena hal ini maka dipilihlah serat baja mutu tinggi sebagai bahan campuran beton serat untuk penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis. Lewat penelitian ini nantinya diharapkan akan didapatkan takaran yang tepat untuk menambah kuat tarik dari beton dan mengurangi penggunaan material baja tulangan sebagai perkuatan dari beton, khususnya untuk struktur pelat dan perkerasan beton.
2
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Metode Penelitian Batasan Masalah Penelitian ini dikhususkan menggunakan serat baja bermutu tinggi yang dijadikan tambahan campuran pada beton. Semen yang digunakan adalah semen jenis PCC (Portland Composite Cement). Agregat yang digunakan adalah agregat kasar dan halus alam dengan ukuran maksimum agregat adalah 20mm. Untuk serat baja yang digunakan adalah yang mempunyai ukuran panjang 60 mm dan diameter 0,75 mm, serta mempunyai kekuatan tarik sebesar 1050 N/mm2. Sebagai benda uji kontrol yang nanti akan dibandingkan dengan beton berserat adalah beton normal dengan mutu f’c 25 MPa dan slump sebesar 150±20 mm.
Pengetesan pada Material Pembentuk Beton Material yang akan dipakai sebagai bahan pembentuk beton haruslah dites terlebih dahulu untuk mengetahui mutu dan spesifikasinya. Pengujian yang dilakukan adalah konsistensi semen hidrolis (ASTM C187-98)4 dan waktu ikat semen hidrolis (ASTM C9182)4 untuk semen. Untuk agregat kasar pengujian yang dilakukan adalah analisa specific gravity dan absorpsi (ASTM C127-04)4, pemeriksaan berat isi (ASTM C29)4, analisa saringan (ASTM 136-05)4, dan pemeriksaan abrasi dengan mesin Los Angeles (ASTM C 131-89)4. Sedangkan untuk pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan adalah analisa specific gravity dan absorpsi (ASTM C128-93)4, pemeriksaan berat isi (ASTM C29)4, analisa saringan (ASTM 136-95a)4, pemeriksaan bahan lewat saringan no.200 (ASTM C117-04)4 dan pemeriksaan kotoran organik (ASTM C-40)4.
Sampel dan Pengujian Beton Beton berserat yang dibuat nantinya mempunyai komposisi takaran serat baja sebesar 1%; 1,5%; 2%; dan 2,5% dari volume beton normal. Untuk pengujian kuat lentur berdasarkan ASTM C 1609 “Standard Test Method for Flexural Performance of Fiber-Reinforced Concrete (Using Beam with Third-Point Loading)”4 dengan benda uji berupa masing-masing 3 buah sampel balok dengan ukuran 15 x 15 x 60 cm3 yang nantinya akan di tes pada hari ke14, dan ke-28. Sedangkan untuk pengujian kuat tarik belah digunakan alat tes tekan umum berdasarkan “Brazilian Test” atau “Direct Splitting Test dengan benda uji berupa masing3
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
masing 5 buah sampel silinder ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, benda uji ini nantinya akan di tes pada hari ke-7, ke-14, dan ke-28.
Prosedur Analisis 1. Analisis Material Pembentuk Beton Untuk material akan dianalisis spesifikasinya apakah sesuai dengan ASTM yang menandakan apakah boleh untuk dijadikan material pembentuk beton, nantinya bila material tidak sesuai dengan ASTM maka material sebaiknya diganti dengan material lain yang sesuai ASTM maupun dilakukan perlakuan pada material agar sesuai dengan ASTM. Bila sudah sesuai maka material akan dipakai untuk bahan campuran beton yang spesifikasinya nanti akan dipakai dalam analisa perhitungan mix design. 2. Analisis Mix Design Untuk mix design nantinya berdasarkan data spesifikasi material yang sudah didapatkan dari pengujian material, dan kemudian dihitung dengan metode massa ACI 211.1-913 untuk mengetahui jumlah material yang dibutuhkan tiap meter kubik beton normal. Selanjutnya untuk beton berserat baja akan ditambahkan baja sebanyak 1% – 2,5% terhadap volume total beton normal yang dibutuhkan tiap cetakan beton. 3. Analisis Slump, Pembuatan dan Penyetakan Beton Berserat Baja Untuk slump dari beton normal yang dibuat adalah 150±20 mm, lalu akan ditinjau efek penambahan serat baja terhadap slump beton segar yang dibuat. Untuk pembuatan dan penyetakan beton akan dianalisis efek dan pengaruh dari metode yang dipilih, dan metode apa yang paling sesuai untuk dipakai dalam pembuatan beton berserat baja. 4. Analisis Nilai Kuat Lentur dan Kuat Tarik Belah Beton yang telah dicetak tersebut kemudian di-curing sampai jadwal pengetesan kuat lentur dan kuat tarik belahnya. Pengujian dilakukan dengan sampel yang masing-masing berjumlah 3 buah untuk uji kuat lentur dan 5 buah untuk uji kuat tarik belah. Untuk berikutnya hasil pengetesan dari beton berserat baja akan dibandingkan dengan beton normal untuk mengetahui kenaikan nilai kekuatan lentur dan tarik belah beton berserat baja.
4
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
5. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu Selanjutnya hasil penelitian yang sudah didapat dibandingkan dengan penelitian terdahulu terhadap beton berserat baja, untuk mengetahui pengaruh jumlah serat, mutu beton, bentuk serat, dan hal lainnya.
5
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Material Pembentuk Beton Untuk semen PCC yang digunakan, didapatkan bahwa semen sebanyak 500 gram memerlukan air sebanyak 140 ml agar mencapai konsistensi normal yakni dengan kedalaman 11 mm. Secara umum air yang diperlukan untuk mencapai konsistensi normal dari semen tipe I adalah sebanyak 125 ml, namun pada percobaan didapatkan 140 ml disebabkan oleh semen yang dipakai merupakan semen tipe PCC serta cuaca ketika pengujian yang cukup terik. Sedangkan untuk waktu ikat dari semen adalah pada menit ke 81,86 seperti terlihat pada grafik berikut ini :
Kedalaman Penetrasi (mm)
Waktu Ikat Semen Hidrolis 50 40 30 20
y = -0,0065x2 + 0,4148x + 34,6
10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (Menit)
Gambar 1 Hasil Pengujian Waktu Ikat Semen Hidrolis
Untuk material agregat kasar yang merupakan batu pecah yang didapatkan dari batching plant didapatkan hasil pengujian berupa :
Tabel 1 Hasil Pengujian Specific Gravity dan Absorbsi Agregat Kasar Parameter
Nilai
Bulk Specific Gravity
2,55
SSD Specific Gravity
2,60
Apparent Specific Gravity
2,68
Absorbsi
1,99 % 6
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Berat Isi Agregat Kasar Metode
Berat Isi
Rongga Udara
Lepas
1,40
44,98 %
Penusukan
1,50
40,95 %
Penggoyangan
1,54
39,53 %
Analisa Saringan Agregat Kasar 120
% Lolos
100 80 60
Batas Atas
40
Percobaan
20
Batas Bawah
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Ukuran Saringan
Gambar 2 Grafik Analisa Saringan Agregat Kasar
Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Abrasi dan Keausan Agregat Kasar Ukuran Saringan Lewat
Hasil
Tertahan Berat Sebelum
¾”
½”
2500
½”
3/8”
2500
Jumlah
5000
Keausan
Berat Sesudah 3979,5 3979,5 25,65 %
Dari hasil diatas dapat kita simpulkan bahwa agregat kasar yang akan digunakan untuk bahan campuran beton masih masuk didalam spesifikasi material yang boleh dipakai sesuai dengan ASTM4 yang disarankan.
7
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Sedangkan untuk material agregat halus yang merupakan pasir jenis Cimangkok didapatkan hasil pengujian berupa :
Tabel 4 Hasil Pengujian Specific Gravity dan Absorbsi Agregat Halus Parameter
Nilai
Bulk Specific Gravity
1,95
SSD Specific Gravity
2,18
Apparent Specific Gravity
2,53
Absorbsi
11,61 %
Tabel 5 Hasil Pemeriksaan Berat Isi Agregat Halus Metode
Berat Isi
Rongga Udara
Lepas
1,26
35,34 %
dengan Penusukan
1,35
30,84 %
dengan Penggoyangan
1,36
30,38 %
Analisa Saringan Agregat Halus 120
% Lolos
100 80 60
Percobaan
40
Batas Bawah
20
Batas Atas
0 0
1,5
3
4,5
6
Ukuran Saringan (mm)
Gambar 3 Grafik Analisa Saringan Agregat Halus
8
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Tabel 6 Hasil Pemeriksaan Bahan Lewat Saringan no.200 Berat awal
Setelah dicuci
Kadar Lumpur
500 gr
483.33 gr
3,45 %
Gambar 4 Pemeriksaan Kotoran Organik
Untuk agregat halus yang digunakan mempunyai finess modulus sebesar 2,41 dan untuk spesifikasi lainnya walaupun kurang sesuai dengan ASTM namun masih dalam batas toleransi, dan boleh digunakan untuk bahan campuran beton.
Analisis Mix Design Untuk perhitungan mix design yang dilakukan berdasarkan metode ACI3, didapatkan spesifikasi material dari bahan pembentuk beton adalah :
Tabel 7 Properti Material untuk Mix Design Kuat Tekan Rencana
25
MPa
Target Slump
150
mm
Bulk SG Batu
2.55
Bulk SG Pasir
1.95
Berat Isi Batu
1.402
kg/m3
Ukuran Maksimum Agregat
20
mm
Modulus Kehalusan Pasir
2.41
9
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Sedangkan untuk jumlah material yang dibutuhkan untuk tiap meter kubik beton berserat baja beserta superplasticizer untuk meningkatkan workability beton segar adalah sebesar :
Tabel 8 Jumlah Material untuk Tiap Jenis Beton per m3 Beton
Batu
Pasir
Semen
Air
Serat
Superplasticizer
Normal
994,61
811,68
338,71
210
0
0
SFRC 1%
994,61
811,68
338,71
210
78,6
2,54
SFRC 1,5%
994,61
811,68
338,71
210
117,9
3,39
SFRC 2%
994,61
811,68
338,71
210
157,2
4,23
SFRC 2,5%
994,61
811,68
338,71
210
196,5
5,42
Analisis Slump, Pembuatan dan Penyetakan Beton Setelah ditambahkan serat baja, workability dari beton segar akan semakin menurun, data hasil pengujian slump yang sudah dilakukan didapatkan data :
Tabel 9 Nilai Slump untuk tiap Jenis Beton Beton
Nilai Slump (mm)
Normal
15,27
SFRC 1 %
9,71
SFRC 1,5 %
4,08
SFRC 2 %
2,54
SFRC 2,5 %
1,53
Penambahan serat baja akan membuat beton semakin kental dan serat baja yang makin banyak akan membuat efek saling mengikat antar serat, sehingga slump dari beton segar akan makin kecil. Penambahan superplasticizer pada beton segar tidak terlalu berpengaruh terhadap workability beton, namun akan mempengaruhi dari konsistensi pasta semen, yang dengan makin encer maka akan makin mudah untuk mengisi rongga diantara serat baja yang saling mengikat. Untuk beton yang dibuat pada penelitian menggunakan 2 metode, yakni dengan penambahan serat baja secara langsung didalam alat pengaduk dan metode penambahan serat 10
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
baja untuk setiap cetakan. Metode penambahan secara langsung didalam alat pengaduk ini lebih mudah untuk dilakukan secara masal namun dengan mempunyai kekurangan seperti akan sulit untuk diatur, dan efek penggumpalan lebih cendrung terjadi, hal ini karena berat jenis yang tinggi cendrung akan mengumpul kesesama jenisnya dan akan menggumpal serta menciptakan efek gumpal pada beton berserat baja. Sedangkan untuk metode penambahan serat baja pada setiap cetakan akan sulit untuk direalisasikan secara masal, namun persebaran dari serat bajanya akan mudah diatur karena jumlah serat baja per volume beton akan lebih tepat. Pada penelitian ini digunakan metode penambahan serat baja pada setiap cetakan, untuk mengontrol jumlah serat baja yang ditambahkan didalam beton normal.
Analisis Kuat Lentur dan Kuat Tarik Belah
Untuk hasil pengujian kuat lentur dari beton berserat baja didapatkan hasil berupa :
Hubungan Kuat Lentur dan Umur Beton Kuat Lentur (MPa)
10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0
7
14
21
28
35
Umur Beton Normal
SFRC 1%
SFRC 1,5 %
SFRC 2%
SFRC 2,5%
Gambar 5 Hubungan Kuat Lentur dan Umur Beton
Sedangkan untuk beton pada umur 28 hari kenaikan kuat lentur terhadap beton normal adalah sebesar :
11
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Tabel 10 Hasil Pengujian Kuat Lentur Hari ke-28 Beton
Nilai Kuat Lentur (MPa)
Peningkatan
Normal
3.56
0%
SFRC 1 %
4.91
38%
SFRC 1,5 %
6.52
83 %
SFRC 2 %
7.99
125 %
SFRC 2,5 %
8.53
140 %
Pada grafik yang ditampilkan dapat kita lihat bahwa nilai kuat lentur terus meningkat seiring umur dari pengujian beton, dan hal ini berlaku tidak hanya pada beton normal namun juga pada beton berserat baja. Selain itu nilai kuat lentur pun terus meningkat seiring bertambahnya kadar serat didalam beton, hal ini dapat terlihat dengan kuat lentur yang paling besar adalah pada beton SFRC 2,5% yakni peningkatan kuat lentur sebesar 140% bila dibandingkan dengan beton normal. Berikutnya akan dibahas mengenai hubungan kuat lentur dengan kadar serat, dengan terlebih dahulu mencari pengaruh kadar serat terhadap nilai kuat lentur yang didapatkan dibandingkan dengan kuat lentur dari beton normal hasil penelitian. Setelah didapatkan penambahan yang terjadi, kemudian dicari pengaruh kadar serat terhadap selisih yang didapatkan dari penelitian menggunakan metode iterasi, sampai didapatkan koefisien yang hampir sama dari pengaruh kadar yang sudah diberi koefisien terhadap semua beton berserat baja berbagai kadar. Dari cara ini didapatkan hubungan kuat lentur dengan kuat tekan yang diambil dari penelitian oleh Adiprakoso (2013)5 adalah sebagai berikut :
12
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Tabel 11 Hasil Pengujian Kuat Tekan Hari ke-28 Beton
Kuat Tekan (MPa)
Normal
16.12
SFRC 1%
16.54
SFRC 1.5%
16.75
SFRC 2%
17.08
SFRC 2.5%
18.41
√
Dengan :
fR = Kuat Lentur (Modulus of Rupture) (MPa) f’c = Kuat Tekan Beton (MPa) sf = Kadar Serat Baja terhadap Volume Total Beton (%)
Untuk hasil pengujian kuat tarik belah didapatkan hasil pengujian :
Kuat Tarik Belah (MPa)
Hubungan Kuat Tarik belah dan Umur Beton 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 0
7
14
21
28
35
Umur Beton (Hari) Beton Normal
SFRC 1%
SFRC 1,5%
SFRC 2%
SFRC 2,5 %
Gambar 6 Hubungan Kuat Tarik Belah dan Umur Beton
13
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Sedangkan untuk beton pada umur 28 hari kenaikan kuat tarik belah terhadap beton normal adalah sebesar :
Tabel 12 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Hari ke-28 Beton
Nilai Kuat Tarik Belah (MPa)
Peningkatan
Normal
1.74
0%
SFRC 1 %
2.04
17%
SFRC 1,5 %
2.52
45%
SFRC 2 %
2.68
54%
SFRC 2,5 %
3.20
84%
Dari grafik Hubungan Kuat Tarik Belah dan Umur Beton diatas dapat kita lihat bahwa makin besarnya kadar serat didalam SFRC maka akan semakin tinggi pula kuat tarik belah dari beton tersebut, hal ini terlihat pada umur ke-28 peningkatan sebesar 84%. Begitu pula dengan umur beton, makin lama umur pengujian maka akan makin tinggi pula nilai kuat lentur dari beton seperti yang terlihat pada grafik. Untuk hubungan kuat tarik belah dan kuat tekan serta kadar serat baja dilakukan dengan cara yang sama, yakni menggunakan cara iterasi, sehingga didapatkan persamaan : √
Dengan :
fCT = Kuat Tarik Belah (MPa) f’c = Kuat Tekan Beton (MPa) sf = Kadar Serat Baja terhadap Volume Total Beton
Efek penambahan serat baja pada beton akan meningkatkan kuat tariknya, terutama kuat tarik belah dan kuat lentur dari betonnya, namun serat-serat yang saling berikatan dan menghasilkan kuat lentur yang tinggi ini mempunyai efek yang buruk dengan semakin banyaknya penambahan yang dilakukan, efeknya yakni akan makin sulitnya pengerjaan dari beton dengan kadar serat yang banyak pula. Selain itu serat yang makin banyak dapat mengakibatkan makin besarnya kemungkinan terjadi efek penggumpalan (balling effect) pada 14
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
beton, dan hal ini akan buruk karena membuat beton mungkin akan mengalami geser dan terciptanya rongga diantara serat.
Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu Hasil yang didapatkan dari penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis akan dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terdahulu. Perbandingan hasil kuat lentur yang didapatkan adalah sebagai berikut : Tabel 13 Perbandingan Kuat Lentur dengan Hasil Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian Variasi Kadar Serat(%) (Volume Beton) Panjang & Diameter Fiber (mm) Bentuk Fiber Variasi Maksimum Serat Baja Mutu Beton Normal Nilai Kuat Lentur Kenaikan terhadap Beton Normal
Arief Fadliansyah
Semsi Yazici6
Denny Irawan7
Cengis Duran Atis8
1% 1,5% 2% 2,5%
0.5% 1% 1.5%
0,5%, 1%, 1,5%
0,5%, 1%, 1,5%
60 & 0,75 (80) (mm)
Tidak disebutkan (80)
60 & 0,8 (65) (mm)
35 & 0,55 (80) (mm)
Hook End
Hook End
Hook End
Hook End
2,5%
1,5%
1,5%
1,5 %
25 MPa
49 MPa
60 MPa
77 MPa
8,53 MPa
10,76 MPa
10,5 MPa
10,14 MPa
140 %
81 %
75 %
29,67 %
Dari hasil perbandingan penelitian diatas dapat kita lihat bahwa beton yang mempunyai kuat lentur maksimum adalah beton yang kadar serat baja terhadap volume betonnya paling besar. Selain kadar serat, mutu beton normal juga berpengaruh terhadap kenaikan kuat lentur dari beton yang diberi serat baja, dapat kita lihat dari penelitian bahwa beton yang mempunyai mutu beton lebih tinggi akan mempunyai nilai kenaikan terhadap 15
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
beton normal yang lebih kecil. Hasil seperti ini karena serat baja pada SFRC mempunyai peran dan kekuatan yang sama untuk menjaga ikatan antar matriks beton sampai terjadinya kegagalan akibat regangan yang terlalu besar, namun pada beton mutu tinggi yang sudah mempunyai nilai kuat lentur beton normal lebih tinggi dari beton mutu rendah, untuk mencapai regangan yang sama dengan jumlah serat yang sama, besarnya penambahan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan beton mutu rendah. Selain hal itu ukuran serat juga mempengaruhi kenaikan kuat lentur beton berserat baja terhadap beton normal, dari tabel diatas dapat kita lihat beton yang menggunakan serat baja dengan ukuran lebih kecil, mempunyai kenaikan kuat lentur terhadap beton normal yang lebih kecil pula, hal ini karena ukuran baja yang mempengaruhi luasan zona transisi (transition zone) dalam pengikatan antara serat baja dan matriks beton, yang mana makin luas zona transisi dari serat maka akan semakin besar pula ikatan yang terjadi. Selain kuat lentur juga dibandingkan nilai kuat tarik belah dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap penelitian terdahulu. Hasil perbandingan kuat tarik belah adalah sebagai berikut : Tabel 14 Perbandingan Kuat Tarik Belah dengan Hasil Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian Jenis Fiber Variasi Kadar Serat (terhadap Volume Beton) Panjang & Diameter Fiber (mm) Bentuk Fiber Variasi Maksimum Serat Baja Mutu Beton Normal Nilai Kuat Tarik Belah
Arief Fadliansyah
Semsi Yazici6
A.M. Shende9
Steel Fiber 1% 1,5% 2% 2,5%
0.5% 1% 1.5%
1% 2% 3%
60 & 0,75 (80) (mm)
Tidak disebutkan (80)
35 & 0,7 (50) (mm)
Hook End
Hook End
Hook End
2,5%
1,5%
3%
25 MPa
49 MPa
45,9 MPa
3,2 MPa
5,9 MPa
4,34 MPa
16
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Kenaikan terhadap Beton Normal
84 %
45 %
41,37 %
Dari hasil-hasil perbandingan penelitian diatas dapat kita simpulkan bahwa untuk tiap penambahan kadar serat, maka akan semakin tinggi pula kuat tarik belah dari beton yang diberi serat baja. Untuk mutu beton normal pun mempunyai hubungan yang sama seperti pada kuat lentur, yakni untuk beton dengan mutu lebih tinggi akan mengalami kenaikan kuat tarik yang lebih kecil, hal ini karena peran serat untuk mengikat matriks beton mempunyai kekuatan yang sama untuk mutu rendah maupun mutu tinggi, namun dengan kekuatan tarik belah lebih besar pada mutu tinggi, penambahannya tidak akan terlalu besar bila dibandingkan terhadap beton mutu rendah. Ukuran dari serat pun mempunyai pengaruh yang sama seperti pada kuat lentur, yakni dengan ukuran yang lebih besar akan menghasilkan zona transisi yang lebih besar dan membuat ikatan antar matriks menjadi lebih besar.
17
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Kesimpulan Berdasarkan data dan analisa penelitian dari perilaku kuat lentur dan kuat tarik belah beton dengan penambahan serat baja dapat disimpulkan bahwa:
Agregat yang digunakan sebagai bahan campuran beton mempunyai spesifikasi yang masih sesuai standar, sehingga material-material ini dapat digunakan sebagai bahan campuran beton.
Semakin tinggi kadar penambahan dari serat baja terhadap volume total beton segar akan membuat kelecakan (workability) beton segar menjadi turun, dan beton menjadi sulit untuk dikerjakan.
Semakin tinggi kadar penambahan dari serat baja terhadap volume total beton juga akan menambah kemungkinan terjadinya penggumpalan (balling effect) dari serat, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya rongga udara didalam beton dan juga mengakibatkan terjadinya geser akibat persebaran serat yang tidak merata.
Kuat lentur dan kuat tarik belah dari beton berserat baja akan lebih tinggi dari beton normal, dan semakin tinggi kadar penambahan serat terhadap volume beton akan makin tinggi pula kuat lentur dan kuat tarik belahnya.
Kuat lentur rata-rata tertinggi dengan umur beton 28 hari adalah benda uji SFRC 2,5% dengan kuat lentur sebesar 8,53 MPa dan mengalami peningkatan sebesar 140% dari beton normal.
Kuat tarik belah rata-rata tertinggi dengan umur beton 28 hari adalah benda uji SFRC 2,5% dengan kuat tarik belah sebesar 3,2 MPa dan mengalami peningkatan sebesar 84% dari beton normal.
Pada beton SFRC ketika diuji lentur dan tarik belah, tidak terjadi patahan seperti pada beton normal, hal ini karena serat baja yang saling mengikat, sehingga retak yang terjadi dapat diperkecil.
Persentase optimum kadar serat baja pada beton mutu rendah seperti penelitian ini tidak dapat ditemukan berdasarkan hasil penelitian, karena kecenderungan peningkatan kuat lentur dan kuat tarik belah beton seiring dengan penambahan kadar serat baja.
Bila dibandingkan dengan penelitian lain, untuk mutu beton yang berbeda akan mempengaruhi efek dari penambahan serat baja terhadap kuat lentur maupun kuat tarik 18
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
belah, yakni dengan mutu yang semakin tinggi efek penambahan serat akan makin kecil.
Untuk ukuran serat yang berbeda juga akan berpengaruh terhadap efek penambahan kadar serat baja terhadap kuat lentur dan kuat tarik belah, yakni dengan nilai aspect ratio yang makin besar maka akan semakin besar pula pengaruh penambahan kadar seratnya.
Hubungan kuat lentur dengan kuat tekan dan kadar serat terhadap volume beton total adalah
√
Hubungan kuat tarik belah dengan kuat tekan dan kadar serat terhadap volume beton total adalah
√
19
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013
Daftar Referensi
1. I. Dipohusodo (1994). Struktur beton bertulang berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2. Z. Bayasi and P. Soroushian (1987). Fly Ash Application to Steel Fiber Reinforced Concrete. Eighth International Coal Ash Utilization Symposium, American Coal Ash Association, Washington, D.C., October 28-31, 1987. pp. 15.1 to 15.22. 3. American Concrete Institute (1993). Standard Practice for Selecting Proportions for Normal Heavyweight and Mass Concrete. (ACI 211 1-91) Amerika: American Concrete Institute. 4. American Society for Testing and Materials (2009). Amerika: ASTM International. 5. S. Adiprakoso (2013). Studi Perilaku Kuat Tekan pada Beton Berserat Baja. Universitas Indonesia. 6. Semsi Yazici, Gozde Inan, dan Volkan Tabak. (2007). Effect of aspect ratio and volume fraction of steel fiber on the mechanical properties of SFRC. Turki : Science Direct, Construction and Building Materials 21 (2007) 1250–1253. 7. Denny Irawan. (1995). Studi Perilaku Mekanik Akibat Tegangan Geser Pada Beton Mutu Tinggi Dengan Bahan Tambah Serat Baja. Universitas Indonesia. 8. Cengiz Duran Atis, Okan Karahan, Kamuran Ari, Özlem Celik Sola, dan Cahit Bilim (2009). Relation between Strength Properties (Flexural and Compressive) and Abrasion Resistance of Fiber (Steel and Polypropylene) -Reinforced Fly Ash Concrete. ASCE: Journal of Materials in Civil Engineering, Vol. 21, No. 8, August 1, 2009. 9. A.M. Shende, A.M. Pande, dan M. Gulfam Pathan (2012). Experimental Study on Steel Fiber Reinforced Concrete for M-40 Grade. International Refereed Journal of Engineering and Science (IRJES).
20
Studi perilaku..., Arief Fadliansyah, FT UI, 2013