Studi Perbandingan Harga Ustrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrullah, Amold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)
STUDI PERBANDINGAN HARGA LISTRIK REAKTOR TEMPERATUR TINGGI DENGAN SISTEM PEMBANGKIT LAINNY A MENGGUNAKAN PROGRAM LEGECOST (M. Nasrullah, Arnold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)1
Abstrak STUDt PERBANDINGAN HARGA LISTRIK REAKTOR TEMPERATUR TINGGI DENGAN SISTEM PEMBANGKIT LAIN NY A MENGGUNAKAN PROGRAM LEGECOST. Krisis ekonomi dan moneter di Indonesia mengakibatkan perencanaan tentang masalah kebutuhan dan pemakaian tenaga listrik berubah sehingga memerlukan peninjauan ulang. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dana baik dari pemerintah maupun perusahaan swasta. Mengingat keterbatasan dana tersebut, maka perhitungan keekonomian dalam setiap aspek sangat penting dilakukan, khususnya dalam hal penentuan harga. Dalam makalah ini dikaji biaya beberapa pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar fosil dan nuklir, termasuk Reaktor Temperatur Tinggi (RTT). Pertama-tama dilakukan perhitungan biaya pembangkitan listrik masing-masing dengan maksud untuk membandingkan harga listrik dari beberapa pembangkit listrik, sehingga dapat diketahui pembangkit listrik yang kompetitif. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan program Levelized Generation Cost (LEGECOST) yang mengacu IAEA (International Atomic Energy Agency), sehingga dapat dibandingkan masing-masing biaya pembangkitan listriknya. Analisis kepekaan dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter ekonomi dan skenario, sehingga diketahui faktor yang paling mempengaruhi biaya pembangkitan listrik tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa biaya pembangkitan pada RTT lebih kompetitif dibandingkan biaya pembangkitan dengan bahan bakar fosil maupun nuklir lainnya.
Abstract COMPARATIVE STUDY ON ELECTRIC COST OF HIGH TEMPERATURE REACTOR USING LEGECOST PROGRAM. Monetary and economic crisis in Indonesia resulted in the reevaluation of electricity and demand and supply planning. One of the reasons is budget limitation of the government as well as private companies. Considering this reason, the economic calculation for all of aspect could be performed, especially the calculation of electric generation cost. This paper will discuss the economic aspect of several power plants using fossil and nuclear fuel including High Temperature Reactor (HTR). Using Levelized Generation Cost (LEGECOST) program developed by IAEA (International Atomic Energy Agency), the electric generation cost of each power plant could be calculated. And then, the sensitivity analysis was done using several economic parameters and scenarios, in order to know the factors that influence the electric generation cost the most. It could be concluded, that the electric generation cost of HTR is more competitive compared to the other power plants including conventional nuclear power plants.
Pusat
Pengembangan
Energi
Nuklir
-SA TAN
105
Jumal
Pengembangan
Energi
Nuklir
Vol. 2, No.3
September
2000..
105 -116
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
Sejak dimulainya pembangunan jangka panjang tahap I pada tahun 1969, kebutuhan pemakaian tenaga listrik tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Kebutuhan pemakaian tenaga listrik di Indonesia pada tiga tahun pertama Repelita
V memperlihatkan
pertumbuhan yang lebih tinggi dari pad a sasaran yang telah ditetapkan. Namun dengan adanya krisis
ekonomi
dan
moneter
di Indonesia
menyebabkan
perencanaan
tentang
masalah
kebutuhan dan pemakaian tenaga listrik memerlukan peninjauan ulang. Hal ini salah satunya disebabkan oleh keterbatasan dana dari pemerintah.
Oleh karena itu perhitungan keekonomian
dalam setiap aspek sangat penting dilakukan mengingat keterbatasan dana tersebut. Demikian juga dalam perhitungan mengetahui
biaya
keekonomian tersebut,
pembangkitan
listrik
masing-masing
dan
membandingkannya
secara
dapat diketahui berapa biaya yang paling ekonomis diantara pembangkit listrik
sehingga
pilihannya.
keekonomian pada beberapa pembangkit listrik di Indonesia. Dengan
dapat
Dalam
dijadikan
Seminar
tentang
acuan
bagi pengambil
RTT telah
disampaikan
diantaranya oleh tim RTT, selain itu juga telah disampaikan Nuklir PWR (Pressurized
Water Reactor),
keputusan
sebagai
alternatif
perhitungan
keekonomian
pula perbandingan
keekonomian
PLTU gas dengan
menggunakan
referensi A.
Langmo dari Bechtel Power Corporation. Khusus dalam makalah ini akan dibandingkan dihitung biaya pembangkitan
listrik yang menggunakan
dan
bahan bakar Oil-Steam, Coal-Steam,
Combine Cycle-Gas, Combine Cycle Oil, PWR (non RTT), PBMR (Peble Bed Modular Reactor) (RTT),
GT -MHR
membandingkan kompetitif.
(Gas
Turbine
-Modular
High
Reactor)
(RTT) , dengan
maksud
untuk
beberapa pembangkit listrik, sehingga dapat diketahui pembangkit listrik yang
Dengan
menggunakan
mengacu IAEA (International
program Levelized
Generation
Cost (LEGECOST)
Atomic Energy Agency) dapat kita bandingkan
yang
masing-masing
biaya pembangkitan listrik. Dalam makalah ini dikaji parameter ekonomi dengan menggunakan beberapa skenario (low case, base case, high case), seperti discount rate, masa konstruksi dan faktor kapasitas pembangkitnya. pengambil keputusan
untuk mengetahui biaya pembangkitan
baik dengan menggunakan
II. METODOLOGI
listrik masing-masing
alternatif
bahan bakar fosil maupun nuklir.
informasi dari IAEA [1], data tentang Oil-Steam,
Combine
Pressurized -600)
masukan bagi
PENELITIAN
Berdasarkan Cycle-Gas,
Tujuan dalam makalah ini adalah memberikan
Cycle
Oil, PWR-AP-600
(Pressurized
Water
Coal-Steam, Reactor
Combine
-Advanced
(non RTT), GT -MHR (RTT) diambil dari desalinasi khusus untuk pembangkit
pada kasus Afrika Utara, Libya tahun 1996, dan informasi dari Tim Kelompok Ekonomi Energi RST -BATAN
[2], data PBMR (RTT) dari tim RTT juga diambil dari kasus Afrika Selatan.
106
Studi Perbandingan Harga Listrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrullah, Amold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)
Berdasarkan
beberapa informasi tersebut kemudian dikaji lebih lanjut dengan menggunakan
program Levelized Generation Cost (LEGECOST) Energy
Agency)
didalamnya
dapat kita bandingkan
biaya investasi,
OR.G.Woite maupun
ekonomi,
sampai
pemeliharaannya alam
dengan
kepekaan
masing-
listrik yang disusun oleh
dinilai
biaya
biaya
konstruksi,
investasinya,
termasuk
kemudian
baik secara teknis
IOC
(Interest
biaya
During
perawatan
dan
serta terdapat penilaian tentang daur bahan bakar yang meliputi pembefian sampai
(reprocessing).
listrik, termasuk
beberapa skenario (low case, base case, high case).
program untuk menilai biaya pembangkitan
selanjutnya
Atomic
dan pemeliharaannya.
dari IAEA. Oalam program ini terdapat parameter-parameter
Construction)
uranium
biaya pembangkit
beberapa parameter ekonomi dianalisis
yang menggunakan
Legecost merupakan
masing-masing
IAEA (International
bahan bakar maupun biaya perawatan
Kemudian dengan menggunakan masing parameter,
yang mengacu
penyimpanan
Selanjutnya
lestari
berdasarkan
bahan
bakar bekas,
perhitungan-perhitungan
ataupun
olah-ulangnya
di atas biaya-biaya
tidak
diurai mengikuti tahun demi tahun, tetapi dinyatakan dalam besaran pada tahun awal operasi, besaran nilai kini atau besaran teraras (Ievelized) , dan semua harga dinyatakan
dalam nilai
dollar tetap. Adapun rumus perhitungan biaya teraras investasi, bahan bakar, perawatan dan pemeliharaan
serta biaya pembangkitan
dengan menggunakan
program
Legecost adalah
sebagai berikut:
=
Jumlah total bia a investasi dalam nilai kini (Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini)
b. Biaya teraras bahan bakar =
(Jumlah total biava bahan bakar dalam nilai kini) (Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini)
a. Biaya teraras Investasi
c. Biaya teraras perawatan dan pemeliharaan =
Jumlah total bia a erawatan dan
emeliharaan
dalam nilai kini
(Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini)
d. Biaya teraras pembangkitan =
(Jumlah total biava dalam nilai kini)
(Jumlah energi yang dibangkitkan dalam nilai kini)
,I,. ASUMSI DAN DATA
III. 1. Asumsi dan Batasan Masalah yang Digunakan
a.
Diambil pembangkit listrik yang berkapasitas medium (100 -600 MWe)
b.
Untuk pembangkit listrik nuklir yang menggunakan RTT, digunakan GT -MHR dan PBMR
107
~ ~ c. ~ loIT
Juma/
Pengembangan
Energi
Nuklir
Vol. 2. No.3
September
2000:
105 -116
Untuk pembangkit listrik nuklir yang tidak menggunakan RTT, digunakan AP-600 dan NP300.
d.
Untuk pembangkit listrik berbahan bakar fosil digunakan Batubara, Oil-Combine Cycle dan Gas Combine Cycle.
e.
Dalam
perhitungan
analisis
kepekaan
digunakan
parameter
faktor
kapasitas,
masa
konstruksi, dan discount rate.
f.
Skenario Base Case adalah skenario kasus dasar perhitungan sebelum adanya analisis
kepekaan.
g.
Skenario
High Case adalah skenario dasar perhitungan
penambahan
masing-masing
parameter (faktor kapasitas, masa konstruksi, dan discount rate) sebesar 10% dari base case.
h.
Skenario
Low Case adalah skenario
dasar perhitungan
pengurangan
masing-masing
parameter (faktor kapasitas, masa konstruksi, dan discount rate) sebesar 10% dari base case.
III. 2. Data Teknis dan Ekonomis
dari Beberapa Biaya Pembangkitan
Tabel1. Data Teknis dan Ekonomis dari Beberapa Biaya Pembangkitan Country
Nuclear IBYA
AF.SEL IMesir
GTMHR
PBMR
Afrika IAfrika Libya Nuclear INuclear Nuclear
Energy source Generation technology Plant capacity
!MWe net
287'
%
Equivalent full power hours per
hours/year
Plant technical life expectancy
years
Plant economic lifetime
ye-ars~
Construction duration
years
I
6701 4
~183.2 40
I
~
I%/a
Fuel real escalation rate
10 n
HASIL ANALISIS
IV. 1. Hasil Analisis Perhitungan Legecost
108
~
450 46
6570
7446
7008,
40
40
40
30
30
30
30
2005
20051
1994
19941 1994
30
2 1994 005
10
300
9
40
~
(PWRI
OfT 1
7008
40
1994 005
Cost reference date
IV.
32' I
G~
Fossil
NP.3QO
600 OfT
47.8
30
Projected commissioning date Real interest/discount rate
114
orr
Fuel cycle Plant net thermal efficiencyI
AP-&OO IPWR\
Mesir
10
31.6
1t
2005
10
o
=~~
---~ 7708.8
2005 1994 10
~ 20051
994 10
1.51
Studi Perbandingan Harga Listrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrullah, Arnold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)
Gambar 1. Hasil Analisis Perhitungan Legecost
Komponen yang membentuk biaya pembangkitan adalah: biaya investasi, bahan bakar, dan
biaya perawatan dan pemeliharaan
dapat dilihat pada Gambar 1, yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
IV. 1. 1. Biaya Investasi Biaya investasi diantara jenis pembangkit yang berbahan Nuklir, yang terbesar yaitu NP-300 sebesar 45,24 mills/kWh,
dan yang terkecil adalah PBMR sebesar 22,26 mills/kWh.
Untuk pembangkit
berbahan bakar fosil, yang terbesar
sedangkan
yang
terkecil
keseluruhan
diantara kedua bahan bakar tersebut,
adalah
Oil
Combine
Cycle
batubara sebesar
sebesar 9,16
25,77 mills/kWh,
mills/kWh.
Secara
NP-300 adalah yang termahal sedangkan
yang termurah adalah Oil Combine cycle.
IV. 1. 2. Biaya Bahan Bakar Biaya bahan bakar diantara jenis pembangkit yang berbahan Nuklir, yang terbesar yaitu NP-300 sebesar Untuk pembangkit mills/kWh,
14,84 mills/kWh, berbahan
sedangkan
dan yang terkecil adalah PBMR sebesar 4,00 mills/kWh.
bakar fosil, yang terbesar
yang terkecil
adalah
batubara
keseluruhan diantara kedua bahan bakar tersebut, maka sedangkan yang termurah adalah PBMR.
109
Gas Combine sebesar
Cycle sebesar
25,77 mills/kWh.
34,88 Secara
yang termahal Gas Combine Cycle,
Jumal
Pengembangan
Energi
IV. 1.3. Biaya Perawatan Diantara dikompetisikan,
biaya
Nuklir
Vol. 2, No.3
September
2000..
105 -116
dan Pemeliharaan perawatan
dan pemeliharaan
pada jenis
pembangkit
listrik
yang
khusus untuk yang berbahan Nuklir, yang terbesar adalah NP-300 sebesar
13,98 mills/kWh, dan yang termurah adalah PBMR sebesar 1,95 mills/kWh. Sedangkan untuk pembangkit mills/kWh,
berbahan
bakar Fosil, yang termahal
dan yang termurah
adalah Oil Combine Cycle sebesar
sebesar 0,03 mills/kWh.
Secara keseluruhan
diantara
5,32 kedua
bahan bakar, yang termahal adalah NP-300 dan yang termurah Gas Combine Cycle. Berdasarkan LEGECOST,
hasil
perhitungan
(Iihat Tabel
2)
dengan
menggunakan
program
maka untuk pembangkit berbahan Nuklir, PBMR merupakan yang paling rendah
biaya pembangkitan listriknya sekitar 28,21 mills/kWh, sedangkan yang paling tinggi adalah NP300 sekitar 74,05 mills/kWh. Untuk Pembangkit berbahan bakar fosil, biaya pembangkitan
listrik
terbesar yaitu batubara sebesar 52,85 mills/kWh, sedangkan yang terkecil adalah Gas Combine Cycle sebesar 44,90 mills/kWh. Kalau dibandingkan antara
kedua bahan bakar tersebut, maka
PBMR merupakan biaya pembangkitan yang termurah, sedangkan yang termahal yaitu NP-300. Dengan melihat hasil perhitungan tersebut, make pembangkit listrik dengan bahan bakar nuklir merupakan pembangkit yang termahal dan termurah, dan dapat dianalisis bahwa semakin maju teknologi yang digunakan dan semakin besar kapasitas pembangkitnya pembangkit
nuklir tersebut,
khususnya
maka semakin murah
untuk yang tidak menggunakan
reaktor temperatur
tinggi, sedangkan untuk reaktor yang bertemperatur tinggi, tergantung pada jenis teknologinya dan relatif tergantung dari besarnya kapasitas pembangkit.
IV. 2. Analisis Kepekaan Pada analisis kepekaan yang menjadi parameter di makalah ini adalah faktor kapasitas, masa konstruksi dan discount rate, yang masing-masing
diskenariokan
pada base case, low
case dan high case. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini:
IV. 2.1. Hasil Analisis
Kepekaan
Low Case
IV. 2. 1. 1. Discount Rate Low Case
Pada skenario Low case, discount rate dikurangi 10% dari base case, yaitu sebesar 9%,
biaya total
Sedangkan
pembangkitan
yang termurah
biaya pembangkitan
listrik termahal
adalah
NP-300
sebesar
adalah PBMR sebesar 26,28 mills/kWh.
69,57
mills/kWh.
Kalau dihitung rata-rata
listrik akibat discount rate yang diturunkan sebesar 10% dari base case
yaitu sebesar 9% (Iihat Tabel 3), adalah rata-rata penurunan biaya pembangkitan
110
dari base
111
Studi Perbandingan Harga Listrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrullah, Arnold
Y.S., TosiPrastiadi,
Adiwardojo)
case sebesar 4,7%, untuk biaya pembangkitan
yang berbahan bakar nuklir rata-rata sebesar
6,3%, dimana PBMR merupakan
yang mengalami
pembangkit
penurunan
terbesar
(6,8%)
terhadap base case, sedangkan untuk penurunan terkecil (5,9%) adalah pembangkit AP-600, sedangkan
untuk biaya pembangkitan
berbahan bakar fosil rata-rata sebesar 2,5%, dimana
coal merupakan pembangkit yang mengalami penurunan terbesar (4,4%) terhadap base case, sedangkan untuk penurunan terkecil (1,4%) adalah pembangkit Gas Combine Cycle.
IV. 2.1.2. Faktor Kapasitas Low Case Tabel 4. Faktor Kapasitas Low case
Pada skenario low case, faktor kapasitas dikurangi 10% dari base case dimana akan mempengaruhi
equivalent full power jam per tahun, biaya total pembangkitan
adalah NP-300 sebesar 82,28 mills/kWh.
Sedangkan yang termurah
listrik termahal
adalah PBMR sebesar
30,90 mills/kWh. Kalau dihitung rata-rata biaya pembangkitan listrik akibat faktor kapasitas yang diturunkan
sebesar 10% dari base case (Iihat Tabel 10), mengakibatkan
kenaikan rata-rata
biaya pembangkitan dari base case sebesar 10,2%, untuk biaya pembangkitan bakar nuklir rata-rata sebesar 10,7%. GTMHR, AP-600, NP-300 merupakan
yang berbahan pembangkit yang
mengalami kenaikan terbesar (11,1%) terhadap base case, sedangkan untuk kenaikan terkecil (9,5%) adalah pembangkit PBMR. Sedangkan untuk biaya pembangkitan rata-rata sebesar 9,4%, dimana Oil-CC dan Gas-CC merupakan
berbahan bakar fosil
pembangkit yang mengalami
kenaikanan terbesar (11,1 %) terhadap base case, sedangkan untuk kenaikan terkecil (6,0%) adalah pembangkit batubara.
IV. 2.1.3. Masa Konstruksi Low Case
Tabel 5. Masa Konstruksi Low Case
Untuk skenario low case, masa konstruksi dikurangi 10% dari base case, biaya total pembangkitan
listrik termahal
adalah
NP-300
sebesar
72,98 mills/kWh.
Sedangkan
yang
termurah adalah PBMR sebesar 28,00 mills/kWh. Kalau dihitung rata-rata biaya pembangkitan listrik akibat masa konstruksi yang dipercepat sebesar 10% dari base case (Iihat Tabel 10), adalah rata-rata penurunan
biaya pembangkitan
dari base case sebesar 0,9%. Untuk biaya
pembangkitan yang berbahan bakar nuklir rata-rata sebesar 1,2%, dimana AP-600 dan NP-300
Jumal Pengembangan
merupakan
Energi Nuklir Vol. 2, No.3 September 2000: 105 -116
pembangkit
yang mengalami
penurunan
terbesar
(1,4%) terhadap
base
case,
sedangkan untuk penurunan terkecil (0,7%) adalah pembangkit PBMR. Sedangkan untuk biaya pembangkitan
berbahan
bakar
fosil
rata-rata
sebesar
0,5%,
dimana
coal
merupakan
pembangkit yang mengalami penurunan terbesar (0,9%) terhadap base case, sedangkan untuk penurunan terkecil (0,3%) adalah pembangkit Gas Combine Cycle dan Oil Combine Cycle.
IV. 3. Hasil Analisis
Kepekaan High Case
IV. 3. 1. Discount Rate High Case
Tabel 6. Discount Rate High Case
Untuk skenario high case, discount rate ditambah 10% dari base case, yaitu sebesar 11 %, maka biaya total pembangkitan Sedangkan
listrik termahal adalah NP-300 sebesar 78,76 mills/kWh.
yang termurah adalah PBMR sebesar 30,19 mills/kWh.
biaya pembangkitan 11 % (Iihat Tabel,
listrik akibat discount rate yang naik sebesar 10% dari base case yaitu
10), adalah rata-rata kenaikan
4,9%, untuk biaya pembangkitan PBMR merupakan
Kalau dihitung rata-rata
biaya pembangkitan
dari base case sebesar
yang berbahan bakar nuklir rata-rata sebesar 6,6%, dimana
pembangkit yang mengalami kenaikan terbesar (6,8%) terhadap base case.
Sedangkan untuk kenaikan terkecil (5,9%) adalah pembangkit AP-600 , sedangkan untuk biaya pembangkitan
berbahan
bakar
fosil
rata-rata
sebesar
2,7%,
dimana
coal
merupakan
pembangkit yang mengalami kenaikan terbesar (4,6%) terhadap base case, sedangkan untuk kenaikan terkecil (1,5%) adalah pembangkitGas
Combine Cycle.
IV. 3. 2. Faktor Kapasitas High Case
Tabel 7. Faktor Kapasitas Rate High Case
Pada skenario high case, faktor kapasitas ditambah 10% dari base case dimana akan mempengaruhi
equivalent full power jam per tahun, total biaya pembangkitan
adalah NP-300 sebesar 67,32 mills/kWh.
Sedangkan yang termurah
listrik termahal
adalah PBMR sebesar
26,01 mills/kWh. Kalau dihitung rata-rata biaya pembangkitan listrik akibat faktor kapasitas yang dinaikkan sebesar 10% dari base case (Iihat Tabel 10), adalah mengakibatkan
112
penurunan rata-
~ m7(
IGTMHR
Studi Perbandingan Harga Ustrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrullah, Amold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)
rata biaya pembangkitan berbahan
bakar
nuklir
merupakan
pembangkit
Sedangkan
untuk
pembangkitan merupakan
dari base case sebesar rata-rata
sebesar
yang mengalami
penurunan
berbahan
pembangkit
terkecil
8,8%,
dimana
penurunan (7,8%)
bakar fosil rata-rata yang mengalami
8,3%, untuk biaya pembangkitan GTMHR,
terbesar
adalah
dan
(9,1%) terhadap
pembangkit
sebesar 7,7%,
penurunan
AP-600,
terbesar
NP-300
base case.
PBMR.
dimana
yang
Untuk
biaya
Oil-CC dan Gas-CC
(9,1%) terhadap
base
case,
sedangkan untuk penurunan terkecil (4,9%) adalah pembangkit batubara.
IV. 3. 3. Masa Konstruksi High Case
Untuk skenario high case, masa konstruksi ditambah 10% dari base case, biaya total pembangkitan
listrik termahal
adalah
NP-300 sebesar
75,14 mills/kWh.
Sedangkan
yang
termurah adalah PBMR sebesar 28,42 mills/kWh. Kalau dihitung rata-rata biaya pembangkitan listrik akibat masa konstruksi yang dipercepat sebesar 10% dari base case (Iihat Tabel 10), maka rata-rata
kenaikan
biaya pembangkitan
dari base case sebesar 0,9%.
Untuk biaya
pembangkitan yang berbahan bakar nuklir rata-rata sebesar 1,3%, dimana AP-600 dan NP-300 merupakan
pembangkit
Sedangkan
untuk
pembangkitan
yang
kenaikan
berbahan
mengalami terkecil
bakar
fosil
kenaikan
(0,8%)
terbesar
adalah
rata-rata
(1,3%) terhadap
pembangkit
sebesar
1,3%,
PBMR. dimana
base
case.
Untuk
biaya
coal
merupakan
pembangkit yang mengalami kenaikan terbesar (0,9%) terhadap base case. Untuk kenaikan terkecil (0,3%) adalah pembangkit Gas Combine Cycle.
Tabel 9. Hasil Perhitungan Biaya Pembangkitan (mills/kWh) dengan Berbagai Skenario AP-600 NP-300
---
loisc.Rate Gen,cost :mills/kWh i Gen,cost mills/kWh !!!i))slkWh Gen, cost
DR Base case Low Case Hig,hCase
Cap.Fat:.
Ca
Gen,cost Gen,cost Gen, cost ICoos. Time.~ ~~~~~ Gen.cost
Gen. cost Gen. cost
GTMHR Ip~M~ I(PWR) I(PWR) Jcoal Oil-CC IGas-CC 44901 74.051n:ssl47.131 59251 28.20 55.701 30.191
59141
j~~1
55.28
26.oTf
5063,-
67.321 50.24f
Fac
mills/kWh Basecase mills/kWh Low Case mills/kWh High~e Cons.Time mills/kWh Base case mills/kWh Low Case mills/kWh Hi~ Case
53861
42.841
Oil-CC IGas-CC IPBMR jAP-600(1~-JOO(pjCoal 7~~l 52.851 47.131 44.901 59.251 28.211 55.701
113
~ ~
Jumal Pengembangan
Tabel10.
Energi Nuklir Vol. 2, No.3 September 2000: 105 -116
Pengaruh Skenario Analisis Kepekaan terhadap Skenario Base Case
GTMHR
:DR
PBMR
~
Low Case High Case
AP-600
INP-300I
(PWR)
(PWR)
~
-s-:8%l
---;;:Q%l
~
~
~
~
6:2O/J
G..-CC
!Oil-CC
ICOBI
~
64%'
~
~
1.8°M
460/01
1-:5%1
Cap.Fac Base case Low Case High Case Cons. Time
-~9:-1%T
Base case Low Case
~
-1.3%
Hi~h Case
~
-=9:1%l
~
-=9:-:;-%l
~
~ ~
-=e:oo
~
~~
~
~
~
~
-o:8%l
1.3%
IV. 4. Perbandingan
~
~
Biaya Pembangkitan
0:9%1
M%l
Proyeksi 2005-2010 pada Beberapa
Biaya Pembangkitan
0.3%1
Negara
Listrik
(cents/kWh)
9 8
:c- 7
~ 6 ~c 5
~ 4 ~ 3 cu
in 2
1 0 Perancis
Rusia
Jepang
Korea
Kanada
USA
Spanyol
China
Nama Negara
--
..c
~
~---
Nuklir
Batubara
-.;j.-~
Gas
;
""~~~-~-~
Gambar 2. Perbandingan Biaya Pembangkitan Listrik untuk Proyeksi Tahun 2005-2010 (cents US$/kWh) pada Beberapa Negara.
114
2.
Studi Perbandingan Harga Listrik Reaktor Temperatur Tinggi dengan Sistem Pembangkit Lainnya Menggunakan Program Legecost (M. Nasrul/ah, Amold Y.S., Tosi Prastiadi, Adiwardojo)
Biaya PembangkitanListrik studl Kasus (mills/kWh) 60.00
541!! 49.65
5000
42.73
4622
4490
4396
4000
~ ~ ~
3000 20.71
:§. ~ 2000 II iD
10,00
000 GTMHR PBMR
AP-600(PWR) NP-300(PWR)
Gas-CC
Coal
Oil-CC
total
Total Blaya Pembangkit (millslkWh)
Gambar 3.
Perbandingan Biaya Pembangkitan (cents US$/kWh) untuk Studi Kasus.
Listrik untuk Proyeksi
Tahun
2005-2010
Bila kita bandingkan dengan beberapa negara seperti yang tercantum dalam Tabel 11 di atas, maka hasil perhitungan dengan menggunakan data yang ada dengan asumsi Discount Rate 5%, umur ekonomis 30 tahun, faktor kapasitas 75%, studi kasus Indonesia untuk biaya pembangkitan
listrik untuk proyeksi
tahun 2005-2010
berbahan nuklir rata-rata sebesar 4,038 cents/kWh, 4,49 cents/kWh,
(cents
US$/kWh)
pada
pembangkit
untuk berbahan bakar batubara sebesar
dan gas sebesar 4.96 cents/kWh. Dalam studi kasus ini biaya pembangkitan
listriknya mendekati negara Spanyol (Iihat TabeI11.)
v. 1
KESIMPULAN Dengan menggunakan berbahan Nuklir,
program LEGECOST pada kasus dasar, maka untuk pembangkit
PBMR merupakan
yang paling rendah biaya pembangkitan
listriknya
sekitar 28,21 mills/kWh. Sedangkan yang paling tinggi adalah NP-300 (PWR) sekitar 74,05 mills/kWh.
Untuk Pembangkit
berbahan bakar fosil, biaya pembangkitan
yaitu batubara sebesar 52,85 mills/kWh,
listrik terbesar
sedangkan yang terkecil adalah Gas Combine
Cycle sebesar 44,90 mills/kWh.
,
Pembangkit listrik dengan bahan bakar nuklir merupakan pembangkit yang termahal (NP300) dan termurah (PBMR),
dan dapat dianalisis bahwa semakin
maju teknologi
yang
digunakan dan semakin besar kapasitas pembangkitnya maka semakin murah pembangkit nuklir tersebut.
khususnya
untuk yang tidak menggunakan
115
reaktor
temperatur
tinggi,
Jumal Pengembangan
sedangkan
Energi Nuklir Vol. 2, No.3 September 2000.. 105 -116
untuk reaktor yang bertemperatur
tinggi, tergantung
pada jenis teknologinya
dan relatif tergantung dari besarnya kapasitas pembangkit. 3.
PBMR yang merupakan secara ekonomi
salah satu Reaktor Temperatur
diantara beberapa
pembangkit
Tinggi adalah alternatif terbaik
listrik lain yang. dikaji, walaupun
belum
dibuat secara komersial akan tetapi diharapkan bermanfaat untuk masa yang akan datang. 4
Parameter yang paling berpengaruh dalam analisis kepekaan terhadap biaya pembangkitan adalah faktor kapasitas,
kemudian discount rate, dan yang terkecil pengaruhnya
adalah
masa konstruksi pada kasus yang dikaji.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1
IAEA, Cogeneration and Desalination Economic Evaluation Software, DEE 8.2, 1997.
2. TIM KELOMPOK EKONOMI-ENERGI
RST -BATAN, Aspek Ekonomi Reaktor Suhu Tinggi (RST), Suatu tinjauan dalam kemungkinan aplikasinya di Indonesia, 1999.
3.
OECD/IEA NEA, 1998.
4. ESKOM, Nicholls, Status of the Peble Bed Modular Reactor, October 1998.
116
Kembali ke Jurnal