STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB
Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Konsultasi
: FERINDRA IRAWAN : 3105 100 041 : Teknik Sipil FTSP - ITS : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS
Abstrak Jembatan di Indonesia umumnya menggunakan sistem perletakan sederhana yang berarti struktur antara lantai kendaraan dengan abutmen atau antar lantai kendaraan terpisah dengan siar.siar tersebut biasanya ditutup dengan menggunakan konstruksi yang dinamakan expantion joint. Dengan adanya siar tersebut muncul beberapa permasalahan yaitu menimbulkan ketidaknyamanan pengguna jembatan serta menimbulkan korosi pada baja dan perletakan. Semua permasalahan yang timbul ini tentunya dapat mengurangi kenyamanan pemakai jembatan, biaya yang tinggi dalam perawatan serta berkurangnya umur jembatan. Dalam studi ini siar yang ada akan dihubungkan dengan konstruksi lantai menerus menggunakan link slab. Studi yang akan dilaksanakan pada jembatan komposit dengan bentang 12,16,20,25 dan 30 m mempergunakan Standar Bangunan Atas Jembatan komposit dari Direkorat Bina Program Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Pemodelan link slab menggunakan metode analitik, model elemen balok dan model elemen solid. Hasil studi untuk jembatan komposit dengan konstruksi link slab ini adalah memperoleh panjang debonding zone dan tebal link slab serta penulangan yang optimum agar memenuhi momen retak yang diisyaratkan Dan material sebagai pengisi link slab sebaiknya digunakan Engineered Cementitious Composite (ECC) dengan mutu yang lebih tinggi dari mutu material lantai kendaraan.
Kata kunci : link slab, lantai kendaraan , jembatan komposit, ECC.
1
BAB I PENDAHULUAN
lumut yang berakibat rusaknya bearing pad. Di negara dengan empat musim, kerusakan juga dapat disebabkan oleh proses deicing. Beberapa permasalahan tersebut pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap ketidaknyamanan bagi pemakai jalan, biaya yang tinggi dalam perawatan dan berkurangnya umur jembatan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan banyaknya jembatan panjang di Indonesia menggunakan sistem pratekan diatas dua perletakan, maka perlu dilakukan studi terhadap Konstruksi Lantai Menerus yang menggunakan Link Slab. Studi ini merupakan pengembangan dari studi terdahulu. Bentang jembatan yang di studi 12, 16, 20, 25 dan 30 meter sesuai standar bangunan atas jembatan komposit.
1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan bagian dari jalan yang sangat diperlukan dalam sistem transportasi nasional. Peranan jembatan sangat penting terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pertumbuhan daerah dikembangkan untuk pemerataan pembangunan. Dampak pemerataan pembangunan dapat membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional yang berakibat memantapkan pertahanan dan keamanan nasional. Dari kukuhnya kesatuan nasional dapat terwujud sasaran pembangunan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Selama masa kemerdekaan RI, tidak kurang 88 ribu buah jembatan atau ekuivalen panjang kurang lebih 1000 km yang telah dibangun dan di inventarisir walaupun sebagian kecil merupakan peninggalan masa penjajahan. Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 29 ribu buah jembatan berada di ruas jalan nasional dan provinsi atau ekuivalen panjang kurang lebih 482 km dan sisanya berada di ruas jalan kabupaten dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang berjumlah sekitar 17.000 pulau. Dengan memperhatikan kondisi alam Indonesia yang berupa pulau-pulau dengan bukit, pegunungan serta sungaisungainya, masih banyak diperlukan pembangunan jembatan dengan jenis material beton maupun baja, karena material ini mempunyai kekuatan yang tinggi dengan pemeliharaan yang relatif rendah. Dari sekian banyak jembatan di Indonesia sebagian besar digunakan jembatan dengan sistem perletakan sederhana yang berarti struktur antara lantai kendaraan dengan abutmen atau lantai kendaraan jembatan yang satu dengan yang lainnya terpisah dengan siar. Siar tersebut biasanya ditutup dengan menggunakan konstruksi yang dinamakan expantion joint. Permasalahan yang muncul dengan adanya siar tersebut adalah terjadinya ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Seiring dengan bertambahnya waktu, expantion joint akan mengalami deterioration dan terjadi retak di sekitarnya. Air hujan juga bisa mengalir lewat expantion joint. Hal ini akan mengakibatkan karat pada girder maupun perletakannya dan tumbuhnya tanaman serta
1.2 Perumusan Masalah Dalam studi lantai menerus pada jembatan komposit dengan menggunakan link slab ini, permasalahan yang timbul, yaitu : 1. Bagaimana menganalisa jembatan komposit bentang 12, 16, 20, 25 dan 30 meter dengan menggunakan metode analitik? 2. Bagaimana menganalisa hasil metode analitik dengan menggunakan metode numerik? 3. Bagaimana merencanakan penulangan link slab agar memenuhi persyaratan? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dipakai dalam tugas akhir ini adalah : 4 Studi
5 6 7 8 9
2
ini tidak membahas detail ECC (Engineered Cementitious Composite) yang digunakan sebagai bahan material link slab. Studi ini dilakukan untuk jembatan komposit bentang 12, 16, 20, 25 dan 30 m. Struktur jembatan yang diperhitungkan hanya lantai kendaraan dan gelagar utama. Tidak memperhitungkan struktur bangunan bawah jembatan. Metode perhitungan untuk studi ini menggunakan metode analitik. Metode numerik menggunakan program SAP 2000.
1.4 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam menganalisa link slab ini adalah : 1. Menganalisa jembatan komposit bentang 12, 16, 20, 25 dan 30 m dengan menggunakan metode analitik. 2. Menganalisa hasil metode analitik dengan menggunakan metode numerik. 3. Merencanakan penulangan link slab agar memenuhi persyaratan.
2.3 Link slab 2.2.1 Pengertian Link Slab Link slab adalah lapisan penghubung yang berfungsi menghubungkan lantai kendaraan pada jembatan yang terpisah akibat adanya siar antar lantai kendaraan maupun antara lantai kendaraan dengan abutmen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jembatan baja komposit Jembatan di Indonesia umumnya merupakan jembatan yang menggunakan sistem perletakan sederhana selain karena desainnya yang tidak terlalu rumit selain itu proses pelaksanaannya yang mudah. Jembatan baja komposit banyak digunakan di Indonesia karena desain dan pelaksanaan konstruksinya yang mudah. Jembatan ini sangat ekonomis untuk bentang sampai 30 m (The design of modern steel bridge, 2003). Di antara beton dan baja terdapat penghubung shear connector yang berfungsi sebagai pengikat baja dan beton sekaligus untuk menahan gaya geser yang terjadi antara beton dan permukaan baja. Keterbatasan dari jembatan gelagar komposit adalah sama dengan jembatan – jembatan yang menggunakan baja lainnya yaitu terhadap unsur kimia belerang sehingga jembatan komposit tidak diperkenankan dibangun pada kawasan gunung berapi yang masih aktif.
Gambar 2.1 Penampang Link Slab
Jembatan di Indonesia umumnya menggunakan expansion joint untuk menghubungkan antar lantai kendaraan yang biasanya menggunakan beton cor untuk menutupi siar yang ada atau menggunakan baja yang dipasang pada siar. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada pengendara sebab saat melewati expansion joint roda akan mengalami hentakan serta air hujan dapat dengan mudah masuk ke dalam girder dan abutment yang menimbulkan karat dan tumbuh lumut yang pasti akan merusak pemandangan jembatan. Dengan link slab ini maka pada jembatan di desain menggunakan konstruksi lantai menerus sehingga para pengguna jembatan menjadi lebih nyaman serta air hujan tidak lagi dapat masuk ke dalam lantai kendaraan sehingga jembatan dapat lebih awet dan bertahan sesuai umur rencana.
2.2 Pembebanan Dalam penelitian ini beban yang digunakan mengikuti peraturan rencana beban jembatan yang baru RSNI T-02-2005. Perubahan beban yang diperlukan dari standar lama BMS adalah tanpa perlu mengikutsertakan perubahan load factor, sebagai berikut: a) Desain beban Truk T dari 450 kN (45 ton) menjadi 500 kN (50 ton). b) Desain beban roda dari 100 kN (10 ton) menjadi 112,5 kN (11,25 ton). c) Uniform Distributed Load (UDL) “D” dari q = 8 kPa menjadi 9 kPa. d) Knife Edge Load (KEL) “D” dari p = 44 kN/m menjadi 49 kN/m.
Gambar 2.2 Struktur Link Slab
3
2.2.2 Perkembangan link slab 1 . Caner, A and P. Zia (1998), Behavior and Design of Link Slab for Jointless Bridge Decks, PCI Journal, pp.68-80. Penelitian ini merupakan perkembangan awal dari link slab untuk konstruksi lantai menerus pada jembatan. Dalam penelitiannya Caner dan Zia menyimpulkan bahwa link slab lebih menerima gaya lentur daripada gaya tarik aksial yang disebabkan beban lalu lintas yang ada, retak yang terjadi pada bagian atas link slab akibat adanya momen negatif pada daerah perletakan. Untuk balok baja lebar retak maksimum adalah 0.012” atau sekitar 0.3 mm saat 40 % beban ultimate dan 0.030” atau sekitar 0.8 mm saat 67 % beban ultimate. Dan rotasi yang diharapkan maksimum 0.0015 rad.
Gambar 2.4 Diagram Koefisien Permeability
Engineered Cementitious Gabungan (ECC) adalah suatu beton dengan campuran fiber yang kuat dalam menahan tegangan lentur dan tegangan geser (Li, 2002) Diagram menunjukkan kurva teganganregangan dari suatu ECC yang diberi fiber PolyVinyl Alkohol ( PVA). Setelah retak pertama, ECC mengalami plastis dan penguatan tegangan dari suatu beban tarik 3.5% sebelum putus. Kapasitas regangan tarik ECC adalah sekitar 350 kali regangan tarik beton normal ( 0.01%).
2 . Victor C. Li, M. Weiman,dkk ( 2003), Durable Link Slab for Jointless Bridge Decks Based on Strain - Hardening Cementitious Composites, MDOT Project Manager, RC-1438.
3 . Qian, S., Michael D. Lepech, Y. Y. Kim, and Vi. C. Li (2009) Introduction of Transition Zone Design for Bridge Deck Link Slabs Using Ductile Concrete, ACI Structural Journal, V. 106, No. 1,, pp. 96-105. Penelitian ini bertujuan melihat perilaku link slab untuk lantai kendaran pada jembatan. Pada penelitian ini difokuskan pada zona transisi dari lantai kendaraan ke link slab yang disebut Interface. Dengan adanya penambahan shear connector pada bagian link slab (lap slice) dapat menggeser konsentrasi tegangan yang sebelumnya terjadi pada daerah interface ke daerah link slab. Pada uji coba laboratorium terlihat bahwa retak yang terjadi lebih menjauhi interface sehingga lebih aman. Pada setiap struktur lebih rawan jika terjadi tegangan pada sambungan karena akan mudah berpeluang terjadi retak maupun pecah. Hasilnya mendapatkan suatu pendekatan inovatif dalam merancang zona transisi pada link slab.
Dengan mendasarkan hasil penelitian Caner dan Zia, penelitian ini bertujuan untuk memperkecil lebar crack yang terjadi pada link slab dengan penambahan Polyvinyl Alcohol (PVA) fiber pada campuran ECC yang merupakan bahan material untuk link slab. Dan hasilnya lebar retak yang ditimbulkan kurang dari 100 µm, dan hal ini sangat mendukung tingkat penyerapan air akibat retak yang terjadi. Dimana menurut AASHTO air mulai dapat masuk ke dalam beton pada lebar retak sekitar 340 µm.
4 . Yugiantoro, H and H. Vaza (2007), Continous Slab Construction on Simple Beam Deck Bridge, Directorate of Program, Directorate General of Highways (in Indonesian). Di Indonesia sendiri penelitian ini adalah penelitian tentang link slab yang pertama. Dalam penelitian ini dilakukan kaji lapangan di jembatan Janti yang terletak di Yogyakarta. Flyover ini mengalami pergeseran lateral pada bangunan atasnya antara 0.5cm – 8cm setelah diguncang
Gambar 2.3 Diagram Regangan ECC
4
gempa bumi beberapa waktu lalu. Flyover Janti dengan bentang total 25 x 32.8m dengan balok girder pratekan. Lantai jembatan dibuat menerus dari abutment sampai pilar yang ke lima, terdapat ikatan simpul antara tulangan longitudinal atas dan bawah. Direktorat Bina Teknik dan P2JJ DI Yogyakarta telah melakukan kajian tahapan pengangkatan dan pergeseran arah lateral untuk mengembalikan posisi girder pratekan dan lantai. Tentunya diperlukan ketelitian dan tingkat kecermatan tinggi terutama pada bagian dengan konstruksi lantai menerus. Telah dibuat kerjasama dengan Korean Highway Corporation berkaitan dengan pergerakan dan aseismatik struktur. Telah didatangkan alat dongkrak hidrolik dengan kapasitas 100 ton dan tegangan kerja maksimum 700 kg/cm2.
2.2.3 Dasar Analisis Link Slab Konstruksi link slab ditempatkan pada debonding zone yaitu daerah dimana momen negatif terjadi karena lantai kendaraan dibuat konstruksi menerus
5 . Soegihardjo, H and Supani ( 2009 ), Repairing and Joining Methods for Simply Prestressed Bridges Using Link Slab, ICRMCE.
Gambar 2.6 a. Deformasi Pada Perletakan Sederhana b. Deformasi Pada Konstruksi Menerus
Penelitian ini dilakukan pada jembatan balok I pratekan dengan bentang 22,25,31,34 dan 40 m. Hasil dari studi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk semua tipe balok dan kondisi tegangan tulangan yang diizinkan < 0.4σy, ratio tulangan longitudinal yang diperoleh sebesar 1%. a. Besarnya panjang debonding zone berkisar antara (3.5-7.5)% bentang balok. Untuk setiap tipe balok, semakin pendek debonding zone, semakin besar tegangan pada tulangan.
Gambar 2.7 Skema Link Slab
Debonding zone adalah bagian tengah dari link slab yang mana shear connector dari balok dihilangkan untuk menghindari aksi komposit yang terjadi antara balok dan lantai kendaraan. Dengan menghindari aksi komposit, mekanisme debonding zone adalah menjamin pada bagian atas sayap girder tidak menahan gaya geser antara girder lantai kendaraan. Dengan mekanisme seperti ini ketika balok berdefleksi debonding ini berfungsi sebagai engsel antara 2 bentang balok jembatan. Tetapi di bagian luar debonding zone shear connector tetap ada dan fungsinya kembali seperti semula yaitu menahan gaya geser sekaligus sebagai penimbul aksi komposit yang terjadi antara balok dan lantai kendaraan.
b. Tipikal jembatan perletakan sederhana pratekan masih mungkin untuk diaplikasikan penggunaan link slab dalam kaitan dengan perubahan beban pada peraturan jembatan yang baru. c. Engineered Cementitious Gabungan ( ECC) yang diterapkan untuk link slab tidak hanya untuk konstruksi jembatan yang baru tetapi juga untuk perbaikan jembatan yang sudah ada. Detail alat penghubung yang struktural antara segmen lantai kendaraan beton dan ECC link slab harus dirancang dengan baik.
5
2.3 Material Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material beton untuk link slab adalah selain memenuhi kekuatan tekan, juga diperhatikan kemampuan tariknya disebabkan terbentuknya retak akibat lentur pada debonding zone. Engineered Cementitious Composite (ECC), beton berserat kinerja tinggi dengan kapasitas regangan tarik sampai 3,5% (350 kali kapasitas tarik beton normal) dan kapasitas lebar retaknya lebih kecil 100µm, dapat digunakan untuk link slab.
A
Desain Link Slab
Pembebanan Numerik cek
Sap 2000 BAB III METODOLOGI
Not OK
OK
Kesimpulan
3.1 Diagram Alir
Selesai
Mulai
Studi literatur : Jurnal dan peraturan yang berkaitan
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
BAB IV PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN DAN TROTOAR
Desain awal balok dan pelat lantai jembatan
4.1 Perencanaan Lantai Kendaraan 4.1.1 Penulangan Arah Melintang Pembebanan Analitik
• Data – data perencanaan : fc’ = 25 MPa fy = 390 Mpa Selimut beton = 40 mm Tebal pelat = 200 mm = 20 cm Diameter tulangan = 16 mm (arah x) Diameter tulangan = 8 mm (arah y) fc’ = 25 MPa
Analisa Struktur
Kontrol Desain Not OK OK
Dipakai tulangan D16 – 150 1.407 mm2 )
A
( As =
4.1.2 Penulangan Arah Memanjang Dipasang tulangan susut dan suhu dengan ketentuan sebagai berikut : • •
6
As min = 0,002 A bruto deform ; fy = 300 MPa) As min = 0,0018 A bruto deform ; fy = 400 MPa)
pelat.....(tulangan pelat.....(tulangan
Tabel 5.1 Perhitungan Luas Penampang Profil dan Karakteristiknya
Dengan interpolasi untuk tulangan deform ; fy = 390 MPa. Didapatkan → harga ρ = 0.00188 As min = 0,00188 x 192 x 1000 = 360,96 mm2 Dipakai tulangan D13 – 300 (As = 442,44 mm2 ) BAB V PERENCANAAN GELAGAR JEMBATAN 5.1 Perencanaan Gelagar Jembatan 5.1.1 Jembatan Bentang 12 m Untuk perencanaan gelagar jembatan ini menggunakan profil baja dengan mutu BJ 41, dengan ketentuan sebagai berikut : Tegangan leleh → fy = 250 Mpa Tegangan ultimate → fu = 410 Mpa Modulus Elastisitas → E = 2,1 x 106 kg/cm2
5.1.1.2 Perhitungan Inersia Komposit
Untuk perencanan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 400 x 400 x 21 x 21 Data – data profil : A = 250,7 cm2 ; b = 408 mm g = 1,97 kN/m ; tf = 21,00 mm d = 400 mm ; tb = 21,00 mm Untuk gelagar diafragma dipilih profil WF dengan dimensi : 200 x 100 x 7 x 11 Data – data profil : A = 23,18 cm2 ; b = 99 mm g = 0,182 kN/m ; tf = 7,00 mm d = 198 mm ; tb = 11,00 mm
Gambar 5.3 Penampang Komposit Bentang 12 m
Tebal aspal Tebal pelat komposit Jarak gelagar
5.1.1.1 Perhitungan Inersia Penampang
n b b eff
= Ec plat / Ec balok = 1,2 m = 1200 : 8,936
Tabel 5.2
Gambar 5.2 Penampang Profil Bentang 12 m
7
= 50 mm = 200 mm = 1,2 m
= 8,936 = 1200 mm = 134,29 mm
Perhitungan Luas Penampang Lapangan Komposit dan Karakteristiknya
c. Beban Hidup Balok melintang atau diafragma tidak diperhitungkan untuk memikul beban, maka faktor distribusi α yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan ( BMS ) 1992 = 1 • 5.1.1.3 Pembebanan a. Berat sendiri gelagar utama Berat profil = 197 kg/m = 1,97 KN/m q1
L
b. Beban mati Aspal dengan tebal = 5 = 0,05 x 22 x 1,2 = 1,32 KN/m - Lantai kendaraan dengan tebal = 20 cm = 0,2 x 24 x 1,2
- Muatan sekunder akibat peninggian trotoar dan kerb (Dianggap dipasang setelah lantai kendaraan di cor) asumsi = tebal trotoar = 0,25 m = 1,333KN / m
P1
•
(Asumsi dimensi sandaran = 0,2 x 0,2 x 1 ( tinggi ) = 9x12
15 q = 9,0 0,5 + kPa L
;
q = 9 kPa = 900
Beban garis (KEL) Beban garis (KEL) sebesar p kN/m, ditempatkan tegak lurus dari arah lalu – lintas pada jembatan dimana besarnya : P = 49 kN/m = 4900 kg/m Faktor beban dinamik yang berlaku untuk KEL ditentukan melalui gambar 8 SNI T-02 2005, didapatkan harga DLA = 30 %, sehingga beban yang bekerja dengan adanya faktor kejut DLA adalah :
- Beban akibat tiang sandaran
0.2 x0.2 x1x 24 x7 x 2 x1.2
30 m
Beban yang bekerja : QL1 = 900 x 1 x 1.2 = 1080 kg/m = 10,80 kN/m •
9
>
Pembeban UDL : L = 4,5 m ; kg/m2
= 5,76 KN/m
0.25x 24 x1x 2
Beban terbagi rata (UDL) Menurut ketentuan RSNI T-02 2005 pada pasal 6.3 untuk: L ≤ 30 m ; q = 9,0 kPa
= 0,1493KN / m
- Beban mati terpusat akibat gelagar diafragma
= (1 + DLA) x P x b1 = (1 + 0,3) x 49 x 1,2 = 76,44 kN = 7644 kg
Beban hidup di trotoar = 500 kg = 5 KN
100% × 5 × 1× 2
= 1,111KN / m
QL2
=
QL
= QL1 + QL2 = 10,80 KN/m + 1,111 KN/m = 11.911 KN/m
9
PL = 76,44 KN 1) Pembebanan akibat gelagar utama 1 RA = xQ xL D 2
Berat Profil = 0,182 KN/m P = 0,182 x 1,2 = 0,2184 KN
1 x 1,97 x 12 = 11,82 KN 2
=
8
1 = x Q x L2 D 8 1 = x 1,97 x 12 2 = 35,46 KNm 8
M D1
1 1 M L 1 = x Q x L2 + x P x L L 1 8 4 1 1 = x 11,911 x 12 2 + x 76, 44 x 12 8 4 = 443,72 KNm
2) Pembebanan akibat gelagar diafragma RA
4 P 4 × 0,2184 = 2 2
=
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Momen Statis Tertentu
= 0,44 KN
MD2
=
(RA × 6) − P{(6 − 0,3) + (6 − 4,1)} =
(0,44 × 6) − 0,2184{(6 − 0,3) + (6 − 4,1)} = 0,96 KNm
MD = 35,46 + 0,96 + 103,68 + 50,45 190,55 KNm = 19.055 Kgm
3) Pembebanan akibat pelat lantai 1 RA = xQ xL D 2
ML = 443,72 KNm = 44.372 Kgm
1 x 5,76 x 12 = 34,56 KN 2
=
RA = 11,82 + 0,44 + 34,56 + 16,82 + 109,69 = 173,33 KN
1 M D1 = x Q x L2 D 8
5.1.1.4 Perhitungan Stiffener ( Pengaku ) a. Pengaku antara ( intermediate stiffener ) : h = d–2(tf +r) = 400 - 2 ( 21 + 20 ) = 318 mm h ≤ 260 tw 318 ≤ 260
1 = x 5,76 x 12 2 =103,68 KNm 8 4) Pembebanan akibat aspal & muatan sekunder q = 1,32 + 1,333 + 0,1493 = 2,803 KN 1 RA = xQ xL D 2
21
15,14
1 x 2,803 x 12 = 16,82 KN 2 1 = x Q x L2 D 8 1 = x 2,803 x 12 2 =50,45 KNm 8
≤ 260 → OK !! ( Tidak memerlukan stiffener antara)
b. Stiffener tumpuan : Tinggi pengaku ( hs ) = h = 318 mm Lebar pengaku ( ws )
=
M D1
=
1 W = bf – tw - x , dimana 0 < x < 2 Pakai x = 10 mm W=
5) Pembebanan akibat beban UDL& KEL 1 1 RA = x Q x L + x P L 1 2 2
bf - tw 2
-x
408 - 21
− 10 2 = 183,5 mm
=
1 1 x 11,911 x 12 + x 76, 44 2 2
=
= 109,69 KN
9
"
-
Kriteria tekuk setempat t min =
-
w 95/ Fy
=
183,5
=
95/ 250
24 x 2,1 x 10
mm Kriteria leleh tekan Aperlu =
Rtotal
0,6 Fy 1155,53 mm
t=
Aperlu
0,6 × 250
=
d. Lendutan akibat pelat lantai kendaraan
1155,53
•
= = 6,13 mm w 183,5 Lebar efektif ( l ) = 25 tw = 25 ( 21 ) = 525 mm Jarak pengaku =
l
=
6
= 0,008 cm
173330
=
( 3 × 1200 2 − 4 × 380 2 ) x 68420, 435
18,2 x 380
= 30,54
525
∆ o (2 ) =
5 Q L
4
384 E I x 5
=
5,76 x ( 1200 )
4
384 2,1 x 10 6 x 68420,435 = 1,08 cm ( ↓ )
= 262,5 mm
2 2 Dipakai pengaku tumpuan 185 x 31 x 318 mm3
e. Lendutan akibat beban hidup lalu lintas terpusat :
•
∆
o
( 3 - 1) =
=
1 P L
3
48 E I x
76,44 x ( 1200 ) 3
1
48 2,1 x 106 x 192233,42 = 0,007 cm
Gambar 5.4 Penampang Pelat Pengaku Tumpuan Bentang 12 m
f.
5.1.1.5 Kontrol Lendutan Persyaratan untuk lendutan per bentang memanjang →(L = 12 m) a. Lendutan ijin : •
∆ ijin =
L 800
=
1200 800
=
∆ o (1 - 1 ) = =
5
5 QL λ 384
4
g. Lendutan akibat beban aspal dan muatan sekunder :
4
•
∆ o (3 - 3 )
=
4
384 2,1 x 10 6 x 68420,435 = 0,37 cm ( ↓ )
c. Lendutan akibat balok diafragma P×b • ∆ o (1 - 2) = 3l 2 − 4b 2 24 × EI
(
11,911 x ( 1200 )
= 1,5 cm
E Ix
1,97 x ( 1200 )
5
384 2,1 x 10 6 x 192233,42 = 0,80 cm
b. Akibat berat sendiri balok •
Lendutan akibat beban hidup lalu lintas merata : 4 5 QL λ o • ∆ (3 - 2 ) = 384 E I x
=
5 QL
4
384 E I x 5
2,803 x ( 1200 )
4
384 2,1 x 10 6 x 192233,42 = 0,19 cm
) 10
Lendutan Total : a) Sebelum komposit : ∆ o (1 - 1 )
0,0004 d s f' c × Ec SF 2
Qult
= 0,37 cm
=
(↓) ∆ o (1 - 2 )
= 0,008 cm
(↓) ∆ o( 2 )
= 1,08 cm
Dimana : ds = Diameter stud connector Qult = Kuat geser ultimate untuk stud connector SF = safety factor = 2
= 1,46 cm (↓)
Ec = 24001,5 × 0,043 × 25.278,73 Mpa
(↓) + ∆ •
Kekuatan shear connector jenis paku dihitung berdasarkan :
Pada pelaksanaan pemasangan balok diberi gaya camber sebesar Lendutan yang terjadi sebelum komposit yaitu sebesar 1,46 cm (↑)
b) Sesudah komposit : = 0,007 cm (↓) ∆ o (3 - 1 ) ∆ o (3 - 2 )
= 0,80 cm (↓)
∆ o (3 - 3 )
= 0,19 cm (↓) +
∆
Qult
=
0,0004 × 19 2
(
)
25 =
25 × 25278,73 2
= 57,4 KN = 57400 N
5.1.1.8
Beban Kerja ( Vh )
Vh =
= 0,99 cm (↓)
Cmaks 0,85 f 'c Ac = 2 2 0,85 × 25 ×1200 × 250 = 2 = 3187500 N
•
∆total ≤ ∆ijin 0,99
≤ 1,5 ⇒ OK !!
Vh =
5.1.1.6 Perhitungan Shear Connector Untuk jarak perhitungan shear connector (BMS 7.6.8.3) tidak boleh melebihi nilai sebagai berikut : • 600 mm • 2 x tebal lantai • 4 x tinggi shear connector Tinggi minimum dari paku shear connector adalah 75 mm dan jarak antara paku shear connector dengan ujung flens gelagar tidak boleh kurang dari 25 mm. Untuk diameter paku shear connector tidak boleh melebihi : • 1,5 x tebal plat flens bila plat memikul tegangan tarik. • 2,0 x tebal plat flens bila tidak terdapat tegangan tarik. Digunakan shear connector jenis paku / stud dengan data – data sebagai berikut : • Diameter = 19 mm < 1,5 x 34 = 51 mm • Tinggi total = 100 mm • Kuat beton fc’ = 25 MPa
Fy × As Tmaks = 2 2 250× 24318 = 2 = 3039750 N
Jumlah kebutuhan shear connector :
Vh terkecil 3039750 = 57400 Q ult 1 = 52,9 ≈ 54 buah tiap bentang 2 6000 Jarak shear connector = = 223 mm 27 N =
5.1.1.7 Kekuatan Stud Connector ( Q )
Gambar 5.5 Penampang Shear Connector Bentang 12 m
11
5.1.1.9
Perhitungan Tegangan Komposit Dari perhitungan sebelumnya di peroleh hasil : M sebelum komposit = 35,46 + 0,96 + 103,68 = 140,1 KNm 4 = 68420,43 cm Ibalok Ya = 20 cm Yb = 20 cm
M setelah komposit 443,72
=
50,45 +
=
494,17
KNm Ikomposit = 192233,42 cm4 Yc = 24,26 cm Yd = ( Yc - tebal pelat ) = 24,26 – 20 = 4,26 cm Ye = 35,74 cm •
Sebelum komposit M (balok + pelat ) = 140,1 KNm = 1401009,6 Kgcm σa =
M × ya 1401009,6 × 17,8 = I balok 68420,43
= 409,53 kg / cm2 2
σb = σa = 409,53 kg / cm
•
Setelah komposit M = 494,17 KNm = 4941700 Kgcm σc =
=
M × yc 1 × I komposit n
4941700 × 24,26 192233,42 × 8,936
= 69,77 kg / cm2
σd1 =
=
M × yd 1 × I komposit n 4941700 × 4,26 192233,42 × 8,936
= 6,978 kg / cm2
σd2 =
=
M × yd I komposit
4941700 × 4,26 192233,42
= 62,354 kg / cm2 σe =
=
M × ye I komposit 4941700 × 35,74 192233,42
= 918,87 kg / cm2
Gambar 5.6 Tegangan Komposit Bentang 12 m
5.1.2 Jembatan Bentang 16 m Untuk perencanaan gelagar utama dipilih profil WF dengan dimensi : 400 x 400 x 30 x 50 Data – data profil : A = 528,6 cm2 ; b = 417 m g = 4,15 kN/m ; tf = 50,00 mm d = 460 mm ; tb = 30,00 mm 5.1.3 Jembatan Bentang 20 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 900 x 300 x 15 x 23 Data – data profil : A = 270,9 cm2 ; b = 300 mm g = 2,13 kN/m ; tf = 23,00 mm d = 900 mm ; tb = 15,00 mm 5.1.4 Jembatan Bentang 25 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 900 x 400 x 24 x 38 Data – data profil : A = 519,2 cm2 ; b = 415 mm g = 4,08 kN/m ; tf = 38,00 mm d = 925 mm ; tb = 24,00 mm 5.1.5 Jembatan Bentang 30 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 1200 x 500 x 20 x 35 Data – data profil : A = 576 cm2 ; tf = 35,00 mm g = 4,55 kN/m ; tb = 20,00 mm d = 1200 mm ;b = 500 mm
12
4. Beban super imposed dead load ( q aspal ) = 1,32 KN/m’
BAB VI PERENCANAAN LINK SLAB 6.1 Jembatan Bentang 12 m Untuk perencanaan link slab jembatan ini menggunakan data sebagai berikut :
9.1.4 6.1.3 Koefisien Daerah Tekan
n = Es/Ec = 210000 / 27805,57 = 7,55
K = − nρ + =
Panjang bentang balok ( Lsp )= 12 m
Lsp Ldz
Rasio
= 14,5%
Panjang debonding zone ( Ldz )= 1,74 m Lebar slab = 1200 mm Tebal pelat = 195 mm Bj Beton = 2,4 t/m3 Mutu baja : - fy = 410 MPa - Es =210000 Mpa Cor setempat ( slab ) : - fc’= 35 Mpa - Ec= 4700 fc' = 27805,57 Mpa Mutu baja tulangan : - fy = 390 MPa - Es = 210000 MPa Diameter tulangan = 22 mm Decking Beton : - d’ = 40 mm -d = 144 mm 9.1.1 9.1.2
(nρ )2 + 2(nρ )
− 7,55(0,026) +
(7,55 × 0,026)2 + 2(7,55 × 0,026)
= 0,46 K.d = 0,46 x 144 = 66,65 9.1.5 Momen Inersia Link Slab
- Inersia crack untuk link slab :
Bls (kd ) kd + Bls kd + n. As (d − kd ) 2 12 2 2
3
Ils,cr =
1200(66,65 ) 66,65 + 1200 × 66,65 + Ils,cr= 12 2 2
3
7,55 × 4561,59(144 − 66,65) 2 = 324551740,5 mm4
1 Penentuan Luasan Tulangan
- Inersia gross untuk link slab 1 3 Ils,g = Bls × H ls 12 Gambar 6.1 Penentuan Luasan Tulangan Bentang 12 m
Ils,g = 1 × 1200 × 200 3 = 8 x 108 mm4 12
Tulangan terpasang D22 – 100
1 l × Π × D2 × 4 s 1 1200 = × Π × 222 × 4 100
9.1.6 6.1.5 Rotasi
As =
Besarnya rotasi dihitung dengan rumus : θ
=
= 4561,59 mm2/1,2m’ ρ =
As 4561,59 = = 0,026 d × ls 144 × 1200
θ1
9.1.3 6.1.2 Beban yang Dipergunakan
=
PLsp
2
16.Ec.I sp
+
q.Lsp
3
24.Ec.I sp
7644 × 1200 2 16 × 2,1 × 10 6 × 192233,42
= 0,0017
Beban untuk analisis link slab menggunakan beban UDL dan KEL : 1. Beban KEL (P) = 76,44 KN = 7644 kg 2. Beban UDL (q) = 10,8 KN / m’ 3. Beban mati ( q balok ) = 1,59 KN/m’
θ2
=
10,8 × 1200 3 24 × 2,1 × 10 6 × 192233,42
= 0,0019
13
θ
= 0,0017 + 0,0019 = 0,0036
9.1.7 6.1.6 Tegangan Pada Penulangan
Link Slab
2Ec Ils,g σs =
Ldz
θ
1 As d − kd 3
≤ 0,40σ y
σs 2 × 27805 ,57 × 8 × 10 8 × 0,0036 2,4 × 1000 = 1 4561,59 144 − × 66,65 3 σs = 154,868 MPa
9.1.8 6.1.7 Tegangan Tarik Ijin Tulangan
Σy = 0,4 x fy = 0,4 x 390 = 156 MPa
σs 154,868 = = 99,27% σy 156 Dipakai tulangan D22 – 100 ( As = 4561,59 mm2/1,2m’) Penulangan Arah Memanjang Dipasang tulangan susut dan suhu dengan ketentuan sebagai berikut : • As min = 0,002 A bruto pelat.....(tulangan deform ; fy = 300 MPa) • As min = 0,0018 A bruto pelat.....(tulangan deform ; fy = 400 MPa) Dengan interpolasi untuk tulangan deform ; fy = 390 MPa. Didapatkan → harga ρ = 0.00188 As min = 0,00188 x 192 x 1000 = 360,96 mm2 Dipakai tulangan D13 – 300 (As = 442,44 mm2 )
6.2 Jembatan Bentang 16 m
Panjang bentang balok (Lsp) : 16 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 11,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,84 m Tulangan memanjang : D22 – 100 mm Tulangan melintang : D13 – 300 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,00374 rad Tegangan tulangan (σs) : 150,94 Mpa Rasio tegangan (σs/σy) : 96,76 %
6.1.8
6.3 Jembatan Bentang 20 m
Panjang bentang balok (Lsp) : 20 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 8,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,7 m Tulangan memanjang : D22 – 100 mm Tulangan melintang : D13 – 300 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,00347 rad Tegangan tulangan (σs) : 151,45 Mpa Rasio tegangan (σs/σy) : 97,09 %
Tabel 6.1 Perhitungan Link Slab Untuk Jembatan Bentang 12 m
14
6.4 Jembatan Bentang 25 m
Panjang bentang balok (Lsp) : 25 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) :7% Panjang debonding zone (Ldz) : 1,75 m Tulangan memanjang : D22 – 100 mm Tulangan melintang : D13 – 300 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,00364 rad Tegangan tulangan (σs) : 154,19 Mpa Rasio tegangan (σs/σy) : 98,84 % 6.5 Jembatan Bentang 30 m
Untuk perhitungan rotasi pada link slab nilainya sama dengan rotasi yang terjadi pada gelagar utama dan harus memenuhi persyaratan perencanaan link slab dimana rotasi yang terjadi tidak melebihi rotasi ijin pada link slab yaitu 0,00375 rad. Untuk setiap bentang balok, semakin pendek debonding zone maka semakin besar tegangan pada tulangan. Dengan demikian besarnya tegangan tulangan merupakan fungsi dari rasio tulangan untuk panjang debonding zone dan rotasi pada link slab, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Panjang bentang balok (Lsp) : 30 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 5,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,65 m Tulangan memanjang : D22 – 100 mm Tulangan melintang : D13 – 300 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,00335 rad Tegangan tulangan (σs) : 150,92 Mpa Rasio tegangan (σs/σy) : 96,74 %
BAB VII HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 7.1 Panjang Debonding Zone vs Tegangan Tulangan
7.1 Perhitungan Analisa Link Slab Dalam studi ini untuk setiap bentang jembatan komposit (Lsp), tinggi balok seperti ditunjukkan pada kolom 2 tabel 7.1. Dengan tebal link slab 195 mm dan lebar 1200 mm, diperoleh rotasi pada link slab maksimum 0,00374 rad (kolom 3 tabel 7.1). Rotasi ini memenuhi syarat rotasi maksimum yang diisyaratkan (Qian S. 2009) yaitu sebesar 0,00375 rad. Rasio tulangan sebesar 2,6 % atau D22-100mm, fc’ = 35 MPa, didapatkan panjang debonding zone (Ldz) optimum untuk setiap balok, dimana tegangan tulangan mendekati 0,4σy. Panjang link slab diusahakan seminimum mugkin sehingga pekerjaan repairing sesedikit mungkin. Tabel 7.1 Perhitungan Analisa Link Slab Lsp (m)
H (mm)
θ (rad)
(1)
(2)
(3)
12 16 20 25 30
400 460 900 925 1200
0.00363 0.00374 0.00347 0.00364 0.00335
Ldz Lsp (%) (4) 14.5 11.5 8.5 7 5.5
σs 0.4σy (%) (5) 99.27 96.76 97.09 98.84 96.74
Penulangan (6) D22-100 D22-100 D22-100 D22-100 D22-100
Gambar 7.2 Rasio Tulangan vs Tegangan Tulangan
7.2 Perhitungan Numerik Link Slab Dari hasil perhitungan analisa di atas, balok dikontrol secara numerik menggunakan program SAP2000 menggunakan elemen balok dan solid. Untuk hasil perhitungan secara numerik dapat terlihat pada tabel 7.2. Kombinasi pembebanan seperti pada gambar 3.15 yaitu akibat beban mati, beban hidup, rangkak dan susut, beban rem, beban truk dan temperatur.
15
Bentang 30 m Stress (MPa)
1 2 3
-3.15 -8.68 -2.14
Pada tabel 7.2 terlihat tegangan tekan yang terjadi masih dibawah tegangan tekan beton ijin, dimana menurut RSNI untuk beban sementara boleh dilebihkan sebesar 25% atau 1.25 (0.45fc’) = 19.68 MPa. Nilai ini tentunya akan lebih besar jika kontribusi tulangan pada link slab diperhitungkan.
(a)
(b) Gambar 7.3 (a) model solid (b) link slab model detail Tabel 7.2
Titik
Dari studi ini bentuk dan penampang link slab maupun penulangannya disarankan seperti pada gambar 7.4 (a) dan 7.4 (b). Untuk detail sambungan pada interface pelat lantai kendaraan disarankan seperti gambar 7.4 (c) dengan menambahkan stud connector pada daerah peralihan antara pelat lantai dengan link slab sebesar 2,5% dari panjang 2 bentang jembatan seperti diisyaratkan (Qian S.2009).
Perhitungan Numerik Link Slab Bentang 12 m Titik
Stress (MPa)
1 2 3
-3.01 -3.19 -1.13
(a)
Bentang 16 m Titik
Stress (MPa)
1 2 3
-3.82 -5.77 -2.21 Bentang 20 m
Titik
Stress (MPa)
1 2 3
-3.39 -6.23 -2.64
(b)
Bentang 25 m Titik
Stress (MPa)
1 2 3
-2.92 -6.49 -2.13
(c)
16
Gambar 7.4 ( a ) Detail Penulangan Link Slab Arah Memanjang ( b ) Detail Penulangan Link Slab Arah Melintang ( c ) Detail Shear Connector Pada Link Slab
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan a. Besarnya panjang debonding zone berkisar antara (5.5 – 14.5)% bentang balok dan rasio tulangan utama yang diperoleh sebesar 2.6 %. b. Untuk semua tipe balok semakin pendek debonding zone, semakin besar tegangan pada tulangan. c. Standar jembatan gelagar komposit depertemen pekerjaan umum yang dipergunakan sebagai acuan ukuran profil ternyata tidak memenuhi persyaratan rotasi untuk pemasangan link slab sehingga profil gelagar harus diperbesar sampai memenuhi persyaratan.
8.2 Saran a. Untuk jembatan lama yang akan diperbaiki dengan penambahan link slab sebaiknya harus di cek dahulu terhadap persyaratan yang ada untuk memungkinkan pemasangan link slab. b. Pemasangan link slab pada jembatan ini sangat baik sehingga agar studi ini dapat dilanjutkan dengan tipe balok serta panjang bentang yang lebih bervariasi.
17