STUDI PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA ZEOLIT ALAM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION Cu2+ DALAM LARUTAN TEH HITAM
TESIS Oleh SRI PRATIWI ARITONANG 077006007/KM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Sri Pratiwi Aritonang : Studi Penggunaan Kitosan Nanopartikel Sebagai Bahan Penyalut Pada Zeolit Alam Untuk 2+ Menurunkan Konsentrasi Ion Cu Dalam Larutan Teh Hitam, 2009 USU Repository © 2008
2
STUDI PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA ZEOLIT ALAM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION Cu2+ DALAM LARUTAN TEH HITAM
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh SRI PRATIWI ARITONANG 077006007/KM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
3
Judul Tesis
: STUDI PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA ZEOLIT ALAM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION Cu2+ DALAM LARUTAN TEH HITAM
Nama Mahasiswa
: Sri Pratiwi Aritonang
Nomor Pokok
: 077006007
Program Studi
: Ilmu Kimia Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof.Dr.Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil)
Ketua Program Studi,
(Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D) Tanggal lulus
: 19 Juni 2009
(Drs.Chairuddin, M.Sc)
Direktur,
(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,M.Sc)
4
Telah diuji pada Tanggal
Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof.Dr.Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil
Anggota
: 1. Drs.Chairuddin, M.Sc 2. Prof.Dr.Harlem Marpaung 3. Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D 4. Drs. Darwin Yunus, M.Sc
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan kasih karunia yang dilimpahkanNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tugas ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Chairuddin P.Lubis, DMTH, DSAK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan program magister. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Universitas Sumatera Utara. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil selaku Pembimbing Utama dan Bapak Drs.Chairuddin, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi, dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 2. Bapak
Prof.Dr.Harlem
Marpaung,
Bapak
Prof.Basuki
Wirjosentono,
MS,Ph.D, Bapak Drs. Darwin Yunus, M.Sc selaku penguji yang banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini, untuk itu penulis ucapkan terima kasih.
6
3. Bapak Prof.Dr.Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phil selaku kepala Lembaga Penelitian yang telah banyak membantu dan memberikan kemudahan penulis melakukan penelitian hingga selesainya tesis ini. Kepada bapak saya ucapkan terima kasih. 4. Bapak Prof.Dr.Harlem Marpaung selaku kepala Laboratorium Kimia Analitik yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis hingga selesainya tesis ini. Kepada bapak saya ucapkan terima kasih. 5. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Ilmu Kimia terkhusus Bapak Dr.Pina Barus,MS yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya tesis ini. Kepada bapak saya ucapkan terima kasih. 6. Universitas Sains malaysia dan Universitas Kebangsaan Malaysia yang telah banyak membantu dan mengijinkan penulis untuk dapat melakukan analisis penelitian di Malaysia. 7. Orang Tua yang sangat saya sayangi Bapak Drs.H.Aritonang dan Mama R.Sitinjak serta buat semua adik-adik tercinta ino, ita, yanti, endi, dan agus yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan motivasi baik dalam doa, tenaga, dan materil dalam penyelesaian penelitian dan tesis ini. 8. Keluarga dekat yang sangat saya kasihi Opung Tiwi S.Nainggolan, Tante K.Sitinjak serta buat keluarga bapak dan mama sekalian saya ucapkan terima kasih atas dukungan serta doanya.
7
9. Teman-teman yang saya kasihi di Pusat Penelitian Lintong , Jasmer, dan Frans yang telah banyak menolong dan mendukung saya dalam penelitian dan tesis ini. 10. Teman-teman stambuk ’02 Jurusan Kimia terkhusus buat Fani dan adik-adik asisten LA (Hisar, Dinan, Melva, Refanti, Ester, Eve, Evi, Tresna, Sephia, Renita, Natalia, dan Agus) serta laboran Kak Seri dan Bang Aman yang telah banyak menolong, memberikan motivasi, saya ucapkan terima kasih. 11. Teman-teman angkatan 2007 program reguler dan guru-guru, Kak Leli di Sekolah Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah banyak memberikan bantuan moril dan dorongan juga kepada penulis. Serta seluruh keluarga dan teman-teman (dr.Okto Purba, M.Manurung, dan G.sihotang) yang sudah mendoakan saya, saya ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Hormat Penulis
Sri Pratiwi A
8
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir tanggal 7 Februari 1986 di Medan Sumatera Utara, anak dari Drs.H.Aritonang dan R.Sitinjak sebagai anak pertama dari enam bersaudara. Penulis menimba ilmu pada masa pendidikan di TK Swasta Methodist tahun 1989-1990, SD Swasta Wahidin Sudirohusodo tahun 1990-1996, SMP Swasta Wahidin Sudirohusodo tahun 1996-1999, SMU Swasta Wahidin Sudirohusodo tahun 1999-2002, pada tahun 2002 menjadi mahasiswa jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara dan tamat tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program studi Ilmu Kimia.
9
PERNYATAAN
STUDI PENGGUNAAN KITOSAN NANOPARTIKEL SEBAGAI BAHAN PENYALUT PADA ZEOLIT ALAM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION Cu2+ DALAM LARUTAN TEH HITAM TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak dapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2009 Penulis,
Sri Pratiwi A
10
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan kitosan nanopartikel sebagai bahan penyalut zeolit alam untuk menurunkan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh hitam dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak. Sebelum dilakukan adsorpsi ion Cu2+ dalam larutan teh oleh penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak terlebih dahulu dilakukan adsorpsi ion Cu2+ oleh kitosan nanopartikel dan zeolit. Adsorpsi ion Cu2+ dilakukan dengan menambahkan adsorben kedalam larutan teh dan diaduk dengan jar test. Setelah itu masing-masing perlakuan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zeolit alam yang disalut kitosan nanopartikel dapat mengadsorpsi ion Cu2+ paling besar dibandingkan dengan kitosan nanopartikel dan zeolit. Ini dapat dilihat dari persen penyerapan ion Cu2+ dengan kitosan nanopartikel dan zeolit hanya sebesar 84,91% dan 64,65%. Sedangkan untuk zeolit yang disalut kitosan nanopartikel diperoleh kondisi optimum penambahan kitosan nanopartikel : zeolit (0,6g : 10,0g) dan waktu kontak 30 menit mampu menyerap ion Cu2+dalam larutan teh sebesar 93,71%. Kata Kunci : Kitosan nanopartikel, Zeolit alam, Bahan penyalut, Adsorpsi, Teh hitam
11
ABSTRACT The Study of Using Nano Chitosan as Coating Matter With Zeolite To Decrease Concentration Cuprum (II) Ion In Black Tea Solution The Using of nano chitosan as coating material zeolite to decrease of Cupri ion level in Black Tea Solution With Variation weight of nano chitosan and contact time had been studied. The adsorption of cupri ion in black tea solution by adding zeolit that coated with nano chitosan was carried out by varying the weight of nano chitosan and contact time. The adsorpsion by nano chitosan and zeolite were also studied as comparison. Adsorption of cupri ion had been done by adding adsorbent into black tea solution and mixed with jar test. The concentration of cupri ion is measured using atomic absorption spectrofotometre. The result of this research shows that zeolit coated with nano chitosan adsorbed cupri ion is the highest than nano chitosan and zeolite. The percentage of adsorption cuprum ion on nano chitosan and zeolite are 84.91% dan 64.65%, respectively. Whereas the zeolite that coated nano chitosan was reached optimum condition at weight of nano chtitosan : zeolit (0.6g:10.0g) and adsorption time for 30 minutes adsorbed cuprum ion as much as 93.71%. Key Word : Nanochitosan, Zeolite, Coating agent, Adsorption, Black tea
12
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK.........................................................................................................
i
ABSTRACT.......................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................
vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiv BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1. Latar belakang..........................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah................................................................................ 4 1.3. Pembatasan masalah................................................................................5 1.4. Tujuan penelitian.....................................................................................5 1.5. Manfaat penelitian...................................................................................5 1.6. Lokasi Penelitian.....................................................................................6 1.7. Metodologi Penelitian.............................................................................6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7 2.1. Kitosan...................................................................................................7 2.2. Nanopartikel...........................................................................................8
13
2.2.1. Kitosan Nanopartikel................................................................... 9 2.3. Sifat-sifat kitosan..................................................................................10 2.4. Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam...................................................10 2.5. Adsorpsi................................................................................................11 2.5.1. Zeolit...........................................................................................13 2.6. Teh........................................................................................................14 2.7. Logam Tembaga.................................................................................. 18 2.8. Spektrofotometri Serapan Atom.......................................................... 19 BAB III. Bahan dan Metode Penelitian...............................................................22 3.1. Bahan-bahan.........................................................................................22 3.2. Peralatan...............................................................................................22 3.3. Metode Penelitian.................................................................................23 3.3.1.Pembuatan Pereaksi......................................................................23 3.3.1.1. Pembuatan Larutan Induk Cu 1000 ppm................................. 23 3.3.1.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi.................................................... 23 3.3.2. Pembuatan Larutan Kitosan........................................................24 3.3.2.1. Pembuatan Kitosan Nanopartikel.............................................24 3.3.2.2. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Penyalut Zeolit....................24 3.3.2.3. Pembuatan Zeolit Disalut Kitosan Nano Untuk Analisis FESEM........................................................... 24 3.3.3. Penyalutan Zeolit Dengan Kitosan Nanopartikel....................... 25 3.3.3.1. Pengaktifan Zeolit.....................................................................25
14
3.3.3.2. Penyalutan Zeolit Dengan Kitosan Nanopartikel......................25 3.4. Preparasi sampel.....................................................................................25 3.4.1. Penyerapan Ion Cu2+Dalam Sampel Oleh Kitosan Nanopartikel....................................................................26 3.4.2. Penyerapan Ion Cu2+Dalam Sampel Oleh Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel...........................................................26 3.4.3. Penyerapan Ion Cu2+Dalam Sampel Oleh Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak...............................................................................27 3.4.4. Penyerapan Ion Cu2+Dalam Sampel Oleh Zeolit..........................27 3.5. Bagan penelitian................................................................................... 28 3.5.1. Penyediaan Serbuk Zeolit.............................................................28 3.5.1.1. Aktivasi Zeolit...........................................................................28 3.5.2. Pembuatan Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel .........................29 3.5.2.1. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Untuk Analisis FESEM ......31 3.5.3. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Tanpa Disalut.........................33 3.5.4. Preparasi Sampel..........................................................................34 3.5.5. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Kitosan Nanopartikel....................36 3.5.6. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel ..................................................................38
15
3.5.7. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dimana Berat Kitosan Nanopartikel dan Zeolit (0,6g:10,0g) Dengan Variasi Waktu Kontak...............40 3.5.8. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit...........................................42 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................44 4.1. Hasil Penelitian......................................................................................44 4.1.1. Penentuan Persamaan Garis Regresi Dengan metode Kurva Kalibrasi.............................................................................44 4.1.1.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi.........................................45 4.1.1.2. Perhitungan Koefisien Korelasi.................................................46 4.1.2. Data Hasil Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+...............................46 4.1.3. Perhitungan...................................................................................49 4.1.3.1. Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam Sampel Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg)......................49 4.1.3.2. Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam Sampel Dengan Penambahan Kitosan Nanopartikel (mg/Kg)................50 4.1.3.3. Perhitungan Persen Penurunan Konsentrasi Ion Cu2+Dalam Sampel...............................................................51 4.2. Pembahasan...........................................................................................52 4.2.1. Hasil Karakterisasi Kitosan Nanopartikel Menyalut Zeolit..........52
16
4.2.2. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel, Kitosan Nano Partikel Tanpa Disalut, dan Zeolit................................................53 4.2.2.1. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel...........................................57 4.2.2.2. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak...............................................................58 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................60 5.1. Kesimpulan...........................................................................................60 5.2. Saran.....................................................................................................61 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................62 LAMPIRAN...........................................................................................................65
17
DAFTAR TABEL Nomor
Judul
Halaman
Tabel 2.1. Kandungan kimia dalam 100 g teh........................................................16 Tabel 2.2. Syarat Mutu Teh....................................................................................17 Tabel 4.1. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Ion Logam Cu2+.....................................................................................44 Tabel 4.2. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Dengan Kitosan Nanopartikel...............................................................47 Tabel 4.3. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Dengan Zeolit.........................47 Tabel 4.4. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel....................................................................48 Tabel 4.5. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel (0,6g : 10g) Dengan Variasi Waktu Kontak.........................................................................................49 Tabel 4.6. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel, Kitosan Nanopartikel Tanpa Disalut, dan, Zeolit...............................................................................................56
18
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
Gambar 2.1. Struktur Kitosan .....................................................................................7 Gambar 2.2. Skematis Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom....................19
19
LAMPIRAN Nomor
Judul
Halaman
Lampiran 1. Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Larutan Standar Cu2+ Secara Spektrofotometri Serapan Atom..................................65 Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan
Teh
Dengan
Kitosan
Nanopartikel
Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg)...............................65 Lampiran 2. Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg)............................................................66 Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg).........................................................................66 Lampiran 3. Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Kadar Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Dengan Zeolit Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg)...................................................................................67 Lampiran 4. Gambar 1: Kurva kalibrasi Larutan standar Cu...................................68
20
Lampiran 5. Gambar 2. Kurva Penentuan Daya Serap Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel..........................................................69 Gambar 3. Kurva Penentuan Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel..........................................................69 Lampiran 6. Gambar 4. Kurva Penentuan Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel (0,6g : 10g) Dengan Variasi Waktu Kontak.........................................................................70 Lampiran 7.Gambar 5. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel perbesaran 1000 kali..........................................................71 Lampiran 8.Gambar 6. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel perbesaran 5000 kali..........................................................72 Lampiran 9.Gambar 7. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel perbesaran 10.000 kali.......................................................73
21
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia. Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air, tanah, dan udara). Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian (akar, batang, daun, dan buah). Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn). (Darmono, 1995) Teh sudah lama dikenal semua orang di dunia dan banyak dikonsumsi karena memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan. Banyak jenis teh yang kita kenal seperti teh hijau, teh hitam salah satu contohnya teh kawat, dan teh oolong yang dikonsumsi oleh manusia dalam bentuk larutan teh. Teh merupakan sumber mineral yang menyehatkan seperti mineral Cu dalam teh untuk pemusnah radikal bebas, tetapi apabila konsentrasi mineral tersebut berlebih dan melampaui batas dari yang ditetapkan justru akan membahayakan kesehatan. (Noni soraya, 2007)
22
Menurut Darmono (1995) bahwa logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia dalam sistem enzim. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 mg/Kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala buruk yaitu anemia dan tuberkolosis. Cemaran logam Cu pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tersebut dalam bahan pangan sedangkan pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah. Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik dan anorganik sedangkan dalam bidang pertanian garam Cu misalnya sebagai larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan, buah. Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995). Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli untuk menanggulangi pencemaran logam berat seperti koagulasi, sentrifugasi, filtrasi ataupun adsorpsi dimana masing-masing metoda memiliki keunggulan dan keterbatasan.
23
Metoda adsorpsi logam berat dilingkungan telah banyak dilakukan oleh para ahli karena cukup aman, ekonomis, dan mudah diilakukan dengan menggunakan berbagai macam adsorben sebagai bahan penyerap, seperti zeolit, alumina, silika gel, adsorben organik yang mempunyai gugus spesifik seperti asam humat yang sedang banyak dikembangkan, alga, kitin serta kitosan. (Muzzarelli, 1984) Kitosan merupakan biopolimer alam bersifat polielektrolit kationik, ramah lingkungan, mudah terbiodegradasi serta tidak beracun yang berpotensi tinggi sebagai bahan pengikat logam berat. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Muzzarelli (1985) membuktikan serbuk atau larutan kitosan dapat menghilangkan atau mengurangi logam atau ion logam yang terdapat dalam air sungai, air laut, dan air limbah. Menurut Alimuniar (1998) melaporkan bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam seperti Cu,Pb,Fe,Ni dan semua logam tersebut didapati mudah terserap dengan baik. (Muzzarelli,1977). Seiring dengan perkembangan nano teknologi para ahli mengubah partikel kitosan dengan ukuran nano. Dimana ukuran partikel nya semakin kecil (nano) berarti akan memperluas permukaan kitosan sehingga daya serap terhadap logam tinggi. Penelitian di cina yang dilakukan oleh Szeto Yau-shan, (2007) menggunakan kitosan nanopartikel dalam pengolahan industri tekstil. Kitosan juga dapat menjadi bahan penyalut adsorben lain seperti silika, zeolit, dan arang aktif. Juga dibuktikan oleh F. Moattar dan S. Hayeripour (2006) menggunakan kitosan nanopartikel sebagai penyalut zeolit alam untuk menurunkan ion logam dari limbah radioaktif (Cs,Co,dan Mn) sebesar 95 %, 82%, dan 94,75%.
24
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harry. A, (2006) membuktikan ikat silang dengan glutaraldehide
sebagai turunan kitosan untuk penyalut silika gel untuk
menurunkan konsentrasi ion logam Ni2+ dan Cr3+ sebesar 100 %. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Chui dan Wong,
(1995) membuktikan recovery
logam Cu dari daun teh dengan menggunakan kitosan diperoleh hasil sebesar 80%. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti kitosan nanopartikel sebagai bahan penyalut zeolit alam dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak penyerapan untuk menurunkan konsentarsi ion Cu2+ dalam larutan teh dan dianalisis dengan metode spektrofotometri serapan atom.
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : - Bagaimana kemampuan zeolit alam yang disalut kitosan nanopartikel dapat menurunkan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh. - Bagaimana perbandingan penyerapan konsentrasi ion Cu2+ jika dibandingkan dengan kitosan nanopartikel, zeolit, dan zeolit disalut kitosan nanopartikel. - Apakah variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak mempengaruhi penyerapan ion Cu2+dalam larutan teh.
25
I.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada penyerapan ion Cu2+ dalam larutan teh dengan kitosan nanopartikel, zeolit, dan zeolit disalut kitosan nanopartikel pada variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak.
I.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bahwa kitosan nanopartikel bisa sebagai bahan penyalut zeolit untuk menurunkan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh. 2. Untuk mengetahui apakah penyerapan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh lebih besar dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel dibandingkan dengan kitosan nanopartikel dan zeolit.
I.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan informasi tentang pembuatan kitosan nanopartikel. 2. Memberikan informasi bahwa kitosan bisa sebagai bahan penyalut zeolit dan memiliki daya penyerapan terhadap ion Cu2+ dalam larutan teh yang lebih besar daripada kitosan nanopartikel dan zeolit.
26
I.6. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA-USU Medan dan analisis FESEM dilakukan di Universitas Sains Malaysia. I.7. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu untuk mengetahui sejauh mana zeolit yang disalut kitosan nanopartikel dapat menurunkan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak penyerapan. 1. Kitosan yang diperoleh secara komersil dilarutkan dengan asam asetat 1 % dan ditambahkan ± 20 tetes NH3(p) sambil diaduk sampai terbentuk gel putih kitosan nanopartikel kemudian di ultrasonik bath selama ± 1 jam. 2. Sampel yang digunakan adalah teh hitam yang diperoleh secara komersil. 3. Penyerapan ion Cu2+ dalam sampel dengan menambahkan kitosan nanopartikel, dan zeolit. 4. Penyerapan ion Cu2+ dalam sampel oleh zeolit yang disalut kitosan nanopartikel dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan zeolit (g) (0,2:10, 0,4:10, 0,6:10, 0,8:10, 1,0:10 dan 1,2:10) campuran diaduk selama 30 menit. 5. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk menentukan waktu kontak optimum penyerapan ion Cu2+ dalam sampel oleh zeolit yang disalut kitosan nanopartikel dengan berat optimum kitosan nanopartikel dan zeolit pada variasi waktu kontak 10, 20, 30, 40, 50,dan 60 menit.
27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai tidak linear dan mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (β(1-4)-2-amino-2Deoksi-D-glukopiranosa. Kitosan merupakan suatu turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan kitosan yang baik tergantung dari kitin yang diperoleh dan kekuatan suatu alkali serta waktu yang digunakan dalam reaksi deasetilasi. (Mat dan B.Zakaria, 1995)
Gambar 2.1. Struktur Kitosan Kitosan mengandung unsur nitrogen yang tinggi (sekitar 70 %) dapat mengambil ion logam yang tinggi. Elektron terpencil pada atom nitrogen dan oksigen pada gugus amina dapat membentuk ikatan kovalen dengan ion logam berat dan ion logam peralihan. Gugusan amina pada kitosan juga merupakan tempat pengkhelat ion logam perlaihan dan gugus ini bersifat stabil dalam NaOH 50 % walaupun mencapai temperatur 160oC. (Muzzarelli, 1977).
28
2.2. Nanopartikel Dalam nanoteknologi, suatu partikel digambarkan sebagai satu obyek kecil yang bertindak secara unit keseluruhan dalam hal transport dan sifat-sifatnya. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga dapat memperoleh sifat dan material yang kita inginkan tanpa melakukan pemborosan atom-atom yang tidak diperlukan. Aplikasi nanoteknologi akan membuat revolusi baru dalam dunia industri dan diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-negara yang dapat menguasai nanoteknologi. Ruang lingkup nanoteknologi meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material/bahan berskala nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material/bahan tersebut, serta mendisain ulang material/bahan tersebut ke dalam bentuk, ukuran dan fungsi yang diinginkan. Nanopartikel sebagai partikulat material dengan paling sedikit satu dimensi lebih kecil dari 100 nanometer. Satu nanometer adalah 10-9 m. Nanopartikel merupakan hal ilmiah besar sebagaimana adanya secara efektif satu jembatan antara bahan-bahan curah dan struktur-struktur molekul atau atom. Satu material curah mempunyai sifat fisika tetap dengan mengabaikan ukuran nya, tetapi pada skala nano bergantung ukuran sifat-sifat diamati seperti pembatasan kuantum di dalam partikelpartikel semipenghantar, permukaan resonansi plasmon dalam beberapa partikel logam dan superparamagnetik di dalam bahan magnet. Nanopartikel mempunyai luas permukaan yang besar terhadap perbandingan volume. Karakteristik nanopartikel umumnya dilakukan dengan teknik mikroskop
29
elektron [TEM,SEM], mikroskop atomik [AFM], penghamburan cahaya dinamik [DLS], x-ray mikroskop fotoelektron
[XPS], bubuk x-ray difraktometri [XRD],
FTIR, spektroskopi UV-Vis. (Anisa Mnyusiwalla , 2003)
2.2.1. Kitosan Nanopartikel Untuk meningkatkan daya adsorpsinya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik nanokitosan. Penggunaan kitosan dan magnetik nanokitosan telah digunakan untuk mengadsorpsi ion Fe(II) dan Fe(III), Cu(II), Co(II), zat warna dan furosemida (W.S.W.Ngah, 2005; Yang and Dong, 2004; Tanja et al, 2000; W.S.Asriano et al, 2005; So and Dong, 2004; Mayumi et al, 2004; Zhi et al, 2005). Hasil penelitian mengenai adsoprsi ion Ni(II) oleh kitosan dan magnetik nanokitosan telah membahas kondisi optimal untuk mengadsorpsi ion Ni(II) oleh kitosan dan magnetik nanokitosan. (Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008). Kitosan nano adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm. Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi, Yau Shan Szeto dan Zhigang Hu untuk menyiapkan kitosan nano-partikel dimana kitosan dilarutkan dalam larutan asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa seperti larutan amoniak, natrium hidroksida atau kalium hidroksida distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. (Szeto, 2007). Sebagian ahli juga mencoba metode lain untuk menyiapkan kitosan nano menambahkan larutan
30
tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi dibuat pH 3,5 dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan.(Cheung, 2008)
2.3. Sifat-sifat kitosan Kitosan mudah mengalami degrdasai secara biologis dan tidak beracun, kationik kuat, flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada pH diatas 6,5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat. (Mat dan B.Zakaria, 1995) Kitosan adalah biopolimer dengan berat molekul yang tinggi. Ini dipengaruhi oleh sumber polisakarida dan metode pembuatannya. Viskometri adalah cara yang paling sederhana dan cepat untuk menentukan berat molekul kitosan. Yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0. Pada pH diatas 7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Pada pH tinggi, cendrung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel. (Asteria K.Dawolo, 2005)
2.4. Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana pertukaran ion, penyerapan, dan pengkhelatan terjadi selama proses
31
berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah. (Muzzarelli, 1973,1977) Sifat penyerapan ion logam yang sangat baik oleh kitosan dengan selektif dan kapasitas penyerapan yang tinggi yang disebabkan tiga sifat yaitu : 1. Sifat hidrofilik kitosan dengan jumlah yang besar pada gugusan hidroksil. 2. Gugus amina primer dengan aktivitas yang tinggi. 3. Struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel yang dapat membentuk konfigurasi untuk pengkompleksan kitosan dengan ion logam. Menurut Mc Kay (1987), kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks logam-kitosan. (Amelia A., 1991), contoh mekanisme yang terjadi seperti dibawah ini 2R-NH3+ + Cu2+ + 2Cl-
(RNH2)CuCl2
2.5. Adsorpsi Secara umum adsorpsi adalah suatu proses pemisahan komponen-komponen tertentu dalam fasa cair atau gas melewati suatu permukaan padat yang disebut adsorben, sedangkan komponen-komponen yang diserap disebut adsorbat. Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Adsorpsi digunakan dalam pengolahan air buangan industri,
32
terutama untuk mengurangi komponen-komponen organik misalnya warna, fenol, detergen, zat-zat toksik dan zat-zat organik yang sukar diuraikan (nonbiodegradable). Sesuai dengan jenis ikatan yang terdapat antara bahan yang diadsorpsi dan adsorbennya, maka dibedakan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika merupakan interaksi Van der Waals antara adsorben dengan adsorbat yang Sedangkan adsorpsi kimia adalah merupakan interaksi antara elektron-elektron pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika. Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme yaitu : 1. Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben. 2. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga adsorben. 3. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf and Eddy, 1979) Adsorben (untuk adsorpsi fisik) adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini termasuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut. Tergantung pada tujuan penggunaannya adsorben dapat berupa granulat (dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi campuran cair) Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben diantaranya yaitu : karbon aktif, silika gel, tapis molekular (molekular sieves), dan zeolit.
33
2.5.1. Zeolit Zeolit merupakan kelompok mineral senyawa Alumino silikat hidrat yang berasal dari batuan beku atau tfa vulkanik. Mineral ini mengandung logam alkali atau alkali tanah (umumnya K, Na, Ca). Mineral zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia, Baron Axel Frederick Cronsted pada tahun 1756 pada rongga-rongga batuan basalt dipertambangan Lappmark. Nama zeolit berasal dari bahasa yunani, “zein” yang berarti membuih dan “lithos” berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada suhu 100oC hingga 350oC. (Harjanto.S., 1983) Rumus umum zeolit ditulis : Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y]mH2O Dimana
:M
: ion logam alkali atau alkali tanah
X,y,m : bilangan tertentu n
: muatan ion logam alkali atau alkali tanah
Berdasarkan pada sumbernya secara umum zeolit ada 2 macam yaitu : 1. Zeolit Alam : Zeolit jenis ini berasal dari batuan hasil gunung api yang terjadi antara lain oleh proses alterasi dari debu vulkanis oleh air danau. 2. Zeolit Batuan : Zeolit jenis ini dibuat dari gel alumunium, natrium silikat dan natrium aluminat, natrium hidroksida. Struktur gel terbentuk karena polimerisasi anion-anion aluminat silikat. (Dorfiner, K., 1993) Pada saat ini zeolit di dalam aplikasinya mempunyai manfaat yang sangat potensial. Hal ini disebabkan zeolit memiliki kapasitas pertukaran kation/anion yang
34
tinggi dan merupakan adsorben yang selektif. Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penukar ion dan dapat berfungsi sebagai penyerap. (Harjanto S., 1983 & Dixon.J.B.,1989) Pengaktifan Mineral Zeolit Pengaktifan zeolit dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi keadaan pada struktur kerangka atau non kerangka sehingga diperoleh sifat fisikakimia zeolit yang diinginkan. Pada zeolit alam, pengaktifan memberikan efek pencucian atau penghilangan komponen pengotor dari mineral zeolit. Pengaktifan zeolit dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain : 1. Pemanasan dalam jangka waktu dan suhu tertentu. 2. Mengubah atau mempertukarkan kation yang dapat dipertukarkan. 3. Mengubah ratio perbandingan Si/Al dengan perlakuan dealuminasi. (Sastiono.A., 1991)
2.6. Teh Teh mengandung komponen volatil (mudah menguap) sebanyak 404 macam. Komponen volatile tersebut berperan dalam memberikan cita rasa yang khas pada teh. Bahan-bahan kimia dalam teh dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, aromatik, dan enzim.
35
Pada dasarnya teh diproses menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Lebih dari perempat the didunia atau 75 % diolah menjadi teh hitam dan menjadi salah salah satu jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Sisanya sebanyak 23 % diolah menjadi teh hijau dan 2 % menjadi teh oolong. Teh saat ini dibedakan berdasarkan lokasi tumbuhnya. Teh banyak berperan dalam fungsi pembentukan enzim didalam tubuh sebagai enzim antioksidan dan proses metabolisme. (Noni soraya, 2007). Di Indonesia , teh oolong tidak dikenal, ini banyak diproduksi di cina. Masyarakat Indonesia umumnya mengkonsumsi teh hitam atau teh hijau. Tahaptahap pengolahan teh hitam sebagai berikut : a. Pelayuan dalam ruangan Pelayuan dalam ruangan dilakukan selama 12-18 jam. Selama proses pelayuan yang lama ini, kadar air daun berkurang dan menjadi lembut sehingga daun-daun mudah digiling. b. Penggilingan Penggilingan bertujuan agar membran daun hancur sehingga mengeluarkan minyak atsiri yang menimbulkan aroma yang khas. c. Fermentasi penuh Selama proses fermentasi, warna daun menjadi gelap dan sarinya menjadi kurang pahit. Proses fermentasi dihentikan saat aroma dan rasanya sudah maksimal.
36
d. Pengeringan Proses pengeringan untuk mengurangi kadar air sebanyak 2-5%. Sarinya mengering pada permukaan daun dan bertahan relatif tetap sampai dilepaskan oleh air panas selama penyeduhan. e. Sortasi Selama proses produksi, banyak daun teh robek atau remuk sehingga produk teh akhir terdiri atas daun utuh, daun robek, dan partikel-partikel yang lebih kecil. Tabel. 2.1. Kandungan kimia dalam 100 g teh : No.
Komponen
Jumlah
1
Kalori
17 KJ
2
Air
75-80%
3
Polifenol
25 %
4
Karbohidrat
4%
5
Serat
27%
6
Pektin
6%
7
Kafein
2,5-4,5%
8
Protein
20%
37
Menurut SNI 01-4324-1996 syarat mutu dari teh yang diizinkan adalah sebagai berikut : Tabel. 2.2. Syarat Mutu Teh No. 1 1.1 1.2
Jenis Uji Keadaan Kantong
Satuan
Persyaratan
% b/b % b/b % b/b
Baik dan aman untuk kesehatan Tidak boleh mengandung Cu, Fe, dan Pb Hijau muda sampai hijau kehitaman Khas, normal Jernih, sampai kuning kehijau-hijauan Maks.10 Maks.7 Maks. 45 dari kadar abu Min. 32 Min.5
Tali pengikat dan perekat pada kantong - Warna 1.3 1.4 1.5 2 3 4 5 6 7 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9 10 10.1 10.2
- Bau Seduhan selama 5 menit dalam air mendidih Air Abu Abu larut dalam air Ekstrak dalam air Theina Lolos ayakan 6 - 8 mesh - 10 mesh Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba Angka lempeng total Kapang
% b/b % b/b % b/b % b/b mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g Koloni/g
100 Min.60 Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,03 Maks. 1,0 Maks. 1,0 x 106 Maks. 1,0 x 104
38
2.7. Logam Tembaga (Cu) Tembaga merupakan logam yang ditemukan dialam dalam bentuk senyawa dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan listrik, gelas , dan alloy. Tembaga masuk keperairan merupakan faktor alamiah seperti terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga terdapat debu, partikel-partikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan terbawa oleh hujan. Air minuman seperti air buah-buahan yang telah masak pada pH lebih kecil dari 5,5 dapat melarutkan Cu bila ditempatkan dalam alat-alat yang mengandung logam Cu sehingga dapat mencemari minuman tersebut. (Saeni, M.S., 1997). Cemaran logam Cu pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tersebut dalam bahan pangan sedangkan pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah. Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik dan anorganik sedangkan dalam bidang pertanian garam Cu misalnya sebagai larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan, buah. Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebaga inang dari parasit, cacing, dan juga mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).
39
2.8. Spektrofotometri Serapan Atom Spektroskopi Serapan Atom didasarkan adanya absorbsi gelombang elektromagnetik oleh atom-atom. Atom mempunyai dua keadaaan tingkat energi, yaitu energi keadaaan dasar (ground state) dan energi keadaan tereksitasi (excited state). Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya dengan panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. (Khopkhar.S.M., 2001) Ada dua tipe instrument SSA, yaitu nyala berkas tunggal (singel beam) dan nyala berkas ganda (double beam). Umumnya instrumen SSA terdiri dari :
Keterangan : 1. Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) 2. Chopper (pembagi cahaya) 3. Unit Pengatoman Analit (atomizer)
40
4. Monokromator 5. Detektor 6. Rekorder 7. Sistem read-out 1. Lampu katoda berongga Lampu katoda ini berfungsi sebagai sumber radiasi yang memancarkan spektrum atom dari unsur yang ditentukan. Lampu katoda berongga terdiri dari dua elektroda dalam sebuah tabung silinder gelas yang mempunyai jendela yang transparan pada letak yang berlawanan dengan katoda. 2. Chopper (pembagi cahaya) Cahaya dari lampu katoda dibagi oleh alat pembagi untuk diteruskan ke ruangan contoh disebut sinar contoh dan bagian lain sinar referen yang diteruskan ke sekeliling ruangan contoh. 3. Unit Pengatoman Analit (atomizer) Berfungsi untuk mengubah larutan yang akan diuji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Oleh karena itu sistem ini sering disebut sebagai atomizer. Berdasarkan kerjanya atomizer mempunyai dua komponen utama : pengembun (nebulizer) dan pembakar (burner). 4. Monokromator Mengontrol pancaran cahaya yang datang dari lampu katoda berongga dan memisahkan garis spektrum yang lain yang menganggu pengamatan. Kemampuan
41
untuk menyeleksi suatu panjang gelombang yang berbeda merupakan suatu karakteristik monokromator yang sangat penting. 5. Detektor Berfungsi untuk menangkap dan mengatur sinar yang ditransmisikan serta memberikan sinyal sebagai respon terhadap sinar diterima. 6. Rekorder Untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read-out. 7. Sistem read-out Untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital yaitu dalam satuan absorbansi. Ini berarti mencegah dan mengurangi kesalahan pembacaan skala secara paralaks, kesalahan interpolasi di antara pembagian skala dan sebagainya serta menyeragamkan tampilan data. (Novianty, Evi, 1999)
42
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Bahan-bahan - Kitosan
Fluka
- Zeolit - Asam Asetat Glasial
p.a (E.Merck)
- Teh Hitam - Aquadest - Larutan NH3(p)25 %
p.a (E.Merck)
- HNO3 pekat
p.a (E.Merck)
-Cu(SO4).5H2O
p.a (E.Merck)
3.2. Peralatan Untuk penyediaan kitosan digunakan peralatan di Laboratorium Penelitian FMIPA USU. Karakterisasi dan pengujian menggunakan peralatan di Universitas Kebangsaan Malaysia. Alat-alat yang digunakan seperti dibawah ini : Alat-alat - Alat-alat Gelas
Pyrex
- Neraca Analitis - Jar test - Oven
Aztec
43
- Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
GBC Avanta Ver 2
- Ultrasonik bath
Kerry Pulsatron
- Kertas saring whatman
No. 42
- Field Electron Microscope (FESEM) 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pembuatan Pereaksi 3.3.1.1. Larutan Induk Cu 1000 ppm Sebanyak 3,9315 g Cu(SO4).5H2O ditimbang, dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL dan ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest, dihomogenkan.
3.3.1.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Sebanyak 5 mL larutan standar Cu 1000 ppm dipipet lalu dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, kemudian ditepatkan dengan aquadest sampai garis batas sehingga diperoleh larutan Cu 100 ppm. Kemudian dari larutan standar 100 ppm dipipet 5 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, kemudian ditepatkan dengan aquadest sampai garis batas sehingga diperoleh larutan Cu 10 ppm. Selanjutnya dari larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4, 5 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan dengan aquadset sampai garis batas sehingga diperoleh larutan Cu 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0 ppm.
44
3.3.2. Pembuatan Larutan Kitosan Sebanyak 0,2 g, 0,4 g, 0, 6 g, 0,8 g, 1,0 g dan 1,2 g kitosan ditimbang dan masingmasing dilarutkan dalam 50 mL asam asetat 1 %. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan kitosan tanpa disalut dengan zeolit.
3.3.2.1. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Masing-masing larutan kitosan 0,2 g, 0,4 g, 0,6 g, 0,8 g, 1,0 g, dan 1,2 g di tambahkan ± 20 tetes larutan NH3(p) 25 % sampai terbentuk gel putih kitosan nanopartikel sambil diaduk dengan pengaduk Jar Test
kecepatan 200 rpm dan
kemudian dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam.
3.3.2.2. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Penyalut Zeolit Masing-masing larutan kitosan 0,2 g, 0,4 g, 0,6 g, 0,8 g, 1,0 g, dan 1,2 g di tambahkan ± 20 tetes larutan NH3(p) 25 % sampai terbentuk gel putih kitosan nanopartikel sambil diaduk dengan pengaduk Jar Test
kecepatan 200 rpm dan
kemudian dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam.
3.3.2.3. Pembuatan Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Untuk Analisis FESEM Larutan kitosan 0,2 g di tambahkan ± 20 tetes larutan NH3(p) 25 % sampai terbentuk gel putih kitosan nanopartikel sambil diaduk dengan pengaduk Jar Test dengan 200 rpm. Dan kemudian dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam.
45
Lalu ditambahkan 10 g zeolit dan diaduk ± 20 menit. Dikeringkan selama ± 2 hari pada temperatur kamar lalu dianalisis dengan Field Electron Microscope (FESEM).
3.3.3. Penyalutan Zeolit Dengan Kitosan Nanopartikel 3.3.3.1. Pengaktifan Zeolit Sebanyak 200 g zeolit ditimbang, dipanaskan pada suhu 100oC lalu didinginkan, digiling dan
diayak 100 mesh. Kemudian bubuk zeolit ditimbang 100 g lalu
diaktifkan pada suhu 300oC selama ± 3 jam.
3.3.3.2. Penyalutan Zeolit Dengan Kitosan Nanopartikel Sebanyak 10 g zeolit ditambahkan kedalam masing-masing gel putih kitosan nanopartikel kemudian diaduk ± 20 menit dan dikeringkan selama ± 2 hari pada temperatur kamar sehingga terbentuk zeolit yang telah disalut kitosan nanopartikel (padatan berwarna biru keputih-putihan). Dilakukan prosedur yang sama untuk gel putih kitosan nanopartikel 0,4 g, 0, 6 g, 0,8 g,1,0 g, dan 1,2 g dengan berat zeolit yang sama 10 g.
3.4. Preparasi Sampel Sebanyak 200 g teh hitam ditimbang dan diseduh dalam 1L aquadest mendidih lalu didiamkan ± 20 menit lalu disaring. Kemudian filtrat ditepatkan dalam labu takar 1L (Labu takar I) sampai garis batas dengan aquadest, dihomogenkan dan dimasukkan kedalam gelas beaker 2 L.(Filtrat I). Residu kembali diseduh dengan 1L
46
aquadest mendidih lalu didiamkan ± 20 menit dan disaring. Filtrat ditepatkan dalam labu takar 1L (Labu takar II) sampai garis batas dengan aquadest dan dihomogenkan (Filtrat II). Kemudian Filtrat II digabungkan kedalam filtrat I dan diaduk sampai homogen.
3.4.1. Penyerapan Ion Cu2+ Dalam Sampel Oleh Kitosan Nanopartikel Gel putih kitosan nanopartikel 0,2 g ditambahkan ke dalam 100 mL larutan teh. Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit dan dibiarkan ± 15 menit lalu disaring Setelah itu filtrat ditambahkan HNO3(p) sebanyak1 mL dan dipanaskan sampai setengah volume. Kemudian disaring dan filtratnya ditepatkan dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dengan aquadest. Dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom. Dilakukan prosedur yang sama untuk gel putih kitosan nanopartikel 0,4 g, 0, 6, 0,8, 1,0 g, dan 1,2 g.
3.4.2. Penyerapan Ion Cu2+ Dalam Sampel Oleh Zeolit Yang Disalut Kitosan Nano Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel Padatan Zeolit bersalut kitosan nanopartikel (0,2 g : 10 g) ditambahkan ke dalam 100 mL larutan teh. Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit dan dibiarkan ± 15 menit lalu disaring. Setelah itu filtrat ditambahkan HNO3(p) sebanyak 1 mL dan dipanaskan sampai setengah volume. Kemudian disaring dan filtratnya ditepatkan dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dengan aquadest lalu dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom. Dilakukan prosedur yang sama untuk
47
padatan zeolit bersalut kitosan nanopartikel (g) 0,4:10; 0,6:10, 0,8:10, 1,0:10 ,dan 1,2:10.
3.4.3. Penyerapan Ion Cu2+ Dalam Larutan Teh Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak Dari prosedur diatas diperoleh penyerapan optimum ion Cu2+ pada berat kitosan nanopartikel dan zeolit. 0,6 g : 10 g. Padatan Zeolit bersalut kitosan nanopartikel (0,6 g : 10 g) dibuat sebanyak 6 padatan, masing-masing ditambahkan ke dalam 100 mL larutan teh. Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 10 menit dan dibiarkan ± 15 menit lalu disaring. Setelah itu filtrat ditambahkan HNO3(p) sebanyak 1 mL dan dipanaskan sampai setengah volume. Kemudian disaring dan filtratnya ditepatkan dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dengan aquadest. Lalu dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom. Kemudian dilakukan prosedur yang sama untuk variasi waktu 20, 30, 40, 50, dan 60 menit.
3.4.4. Penyerapan Ion Cu2+ Dalam Sampel Oleh Zeolit Sebanyak 10 g Zeolit ditimbang dan ditambahkan ke dalam 100 mL larutan teh. Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit. Dibiarkan ± 15 menit dan disaring Setelah itu filtrat ditambahkan HNO3(p) sebanyak 1 mL dan dipanaskan sampai setengah volume. Kemudian disaring dan filtratnya ditepatkan dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda dengan aquadest. Lalu dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom.
48
3.5. Bagan Penelitian 3.5.1. Penyediaan Serbuk Zeolit
200 g Zeolit Alam (granula) Dimasukkan ke dalam oven Dipanaskan pada suhu 100oC selama 3 jam Didinginkan dan digiling Diayak dengan ayakan 100 mesh
Serbuk Zeolit 100 mesh
3.5.1.1. Aktivasi zeolit 100 g Zeolit Murni (100 mesh) Dipanaskan pada suhu 300oC selama 3 jam Zeolit Aktif
49
3.5.2. Pembuatan Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel
0,2 g Kitosan Dilarutkan dalam 50 mL CH3COOH 1% Diaduk dengan jartest Larutan Kitosan Ditetesi dengan ± 20 tetes larutan NH3(p) 25 % sambil dijartest Gel Putih Kitosan Nanopartikel Dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam Gel Putih Kitosan Nanopartikel Dimasukkan kedalam gelas beaker 200 mL Ditambahkan 10 g zeolit Diaduk
±
20
menit
homogen Didiamkan Campuran Zeolit dan Gel Putih Kitosan Nanopartikel
hingga
bercampur
50
Campuran Zeolit dan Gel Putih Kitosan Nanopartikel
Dikeringkan selama 2 hari
Padatan Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel
Dilakukan hal yang sama dengan perbandingan berat kitosan nanopartikel : Zeolit (g) (0,4:10 ; 0,6:10 ; 0,8:10; 1,0:10, dan 1,2:10 )
51
3.5.2.1. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Untuk Analisis Field Emission Electron Microscope (FESEM) 0,2 g Kitosan Dilarutkan dalam 50 mL CH3COOH 1% Diaduk dengan jartest Larutan Kitosan Ditetesi dengan ± 20 tetes larutan NH3(p) 25 % sambil dijartest Gel Putih Kitosan Nanopartikel Dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam Gel Putih Kitosan Nanopartikel
Dimasukkan kedalam gelas beaker 200 mL Ditambahkan 10 g zeolit Diaduk
±
20
menit
homogen Didiamkan Campuran Zeolit dan Gel Putih Kitosan Nanopartikel
hingga
bercampur
52
Campuran Zeolit dan Gel Putih Kitosan Nanopartikel
Dikeringkan selama 2 hari
Zeolit Bersalut Kitosan Nano
Dikarakterisasi
FESEM
53
3.5.3. Pembuatan Kitosan Nanopartikel Tanpa Disalut
0,2 g Kitosan Dilarutkan dalam 50 mL CH3COOH 1% Diaduk dengan jartest Larutan Kitosan
Ditetesi dengan ± 20 tetes larutan NH3(p) 37 % sambil dijartest Gel Putih Kitosan Nanopartikel Dimasukkan dalam ultrasonik bath selama ± 1 jam Gel Putih Kitosan Nanopartikel
Dilakukan prosedur yang sama untuk berat kitosan nanopartikel 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; 1,0 dan 1,2 g.
54
3.5.4. Preparasi Sampel
200 g Bubuk Teh
Diseduh dengan 1L aquadest mendidih Dibiarkan ± 20 menit Disaring
Filtrat
Residu Dimasukkan ke dalam labu takar 1L
Diseduh dengan 1L aquadest medidih
Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest
Dibiarkan ± 20 menit
Dihomogenkan
Disaring
Dituang ke dalam gelas beaker 2L Filtrat I
Filtrat
Residu
55
Filtrat I
Filtrat Dimasukkan ke dalam labu takar 1L Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest Dihomogenkan Filtrat II
Digabungkan filtrat II ke dalam filtrat I Diaduk sampai homogen Hasil
56
3.5.5. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Kitosan Nanopartikel
100 mL Larutan Teh
Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan 0,2 g kitosan nano Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit Campuran Larutan Teh + Kitosan Nanopartikel
Didiamkan ± 15 menit Disaring
Filtrat
Residu
Ditambah HNO3(p) sebanyak 1 mL Dipanaskan sampai setengah volume Didinginkan Disaring Filtrat
Residu
57
Filtrat
Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest Dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Hasil
Dilakukan prosedur yang sama untuk berat kitosan nanopartikel 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; 1,0 ; dan 1,2 g.
58
3.5.6. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nano 100 mL Larutan Teh Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan Zeolit disalut kitosan nano (0,2 g : 10 g ) Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit Campuran Larutan Teh + Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Didiamkan ± 15 menit Disaring Filtrat
Residu
Ditambah HNO3(p) sebanyak 1 mL Dipanaskan sampai setengah volume Didinginkan Disaring
Filtrat
Residu
59
Filtrat Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest Dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Hasil
Dilakukan prosedur yang sama untuk zeolit disalut kitosan nanopartikel dengan variasi berat kitosan nanopartikel : zeolit (g) 0,4:10 ; 0,6:10 ; 0,8:10 ; 1,0:10, dan 1,2:10.
60
3.5.7. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit Yang Disalut Kitosan Nanopartikel Dimana Berat Kitosan Nanopartikel Dan Zeolit (0,6 g:10 g) Dengan Variasi Waktu Kontak 100 mL larutan teh Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan Zeolit disalut kitosan nano (0,6 g : 10 g ) Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 10 menit Campuran Larutan Teh + Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Didiamkan ± 15 menit Disaring Residu
Filtrat Ditambah HNO3(p) sebanyak 1 mL Dipanaskan sampai setengah volume Didinginkan Disaring Filtrat
Residu
61
Filtrat
Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest Dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Hasil
Dilakukan prosedur yang sama untuk setiap berat kitosan nanopartikel : zeolit (0,6g:10g) dengan variasi waktu kontak 20, 30, 40, 50, dan 60 menit.
62
3.5.8. Penyerapan Ion Cu2+ Dengan Zeolit
100 mL larutan teh
Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan 10 g zeolit Diaduk dengan jartest kecepatan 200 rpm selama 30 menit Campuran Larutan Teh + Zeolit
Didiamkan ± 15 menit Disaring
Filtrat
Residu Ditambah HNO3(p) sebanyak 1 mL Dipanaskan sampai setengah volume Didinginkan Disaring
Filtrat
Residu
63
Filtrat
Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Ditepatkan sampai garis tanda dengan aquadest Dianalisis dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Hasil
64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Penentuan Persamaan Garis Regresi Dengan Metode Kurva Kalibrasi Hasil pengukuran absorbansi dari suatu larutan seri standar Cu diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada lampiran gambar 1. Persamaan garis regresi untuk kurva dapat diturunkan dengan Metode Least Square dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Ion Logam Cu2+
No
Xi
Yi
Xi – X
Yi – Y
(Xi – X)2
(Yi – Y)2
(Xi – X)(Yi – Y)
1
0,2
0,0191
-0,4
-0,0343
0,16
0,00117649
0,01372
2
0,4
0,0369
-0,2
-0,0165
0,04
0,00027225
0,0033
3
0,6
0,0539
0
0,0005
0
0,00000025
0
4
0,8
0,0703
0,2
0,0169
0,04
0,00028561
0,00338
5
1,0
0,0867
0,4
0,0333
0,16
0,00110889
0,01332
∑
3
0,2669
0
-0,0001
0,4
0,00284349
0,03372000
Dimana X rata – rata :
X=
∑ X 3,0000 = = 0,6000 n 5
Harga Y rata – rata
Y=
∑ Y 0,2669 = = 0,0534 5 n
:
65
4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis: Y = aX + b
Dimana : a = slope b = intersept a=
∑ {( Xi − X )(Yi − Y )} ∑ ( Xi − X ) 2
0,03372000 0,40000000 = 0,0843 =
Sehingga diperoleh harga slope (a) = 0,0388 Harga intersep (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut
Y − = aX − + b b = Y − − aX − = 0,0534 − (0,0843)(0,6000) = 0,0534 − 0,0506 = 0,0028 Sehingga diperoleh harga intersep (b) = 0,0009 Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah: Y = 0,0843X + 0,0028
66
4.1.1.2. Perhitungan Koefisien Kerelasi
Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut: r =
∑ {( Xi − X ) (Yi − Y )} {∑ ( Xi − X ) }{∑ (Yi − Y ) 2
=
0,03372000 (0,4)(0,00284349)
=
0,03372000 0,00113740
2
}
0,03372000 0,03372536 = 0,9998 =
Jadi koefisien korelasi pada penetapan kadar ion Cu2+ dengan Spektrofotometri serapan atom adalah (r) = 0,9998.
4.1.2. Data Hasil Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+
Kitosan nanopartikel mampu menyerap ion Cu2+ dalam larutan teh. Persentase daya serap kitosan nanopartikel terhadap larutan teh dapat ditentukan dengan membandingkan konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan teh sebelum dan sesudah penambahan kitosan nanopartikel. Dimana konsentrasi awal Cu2+ dalam larutan teh adalah : 3,4266 mg/L. Hasil pengukuran konsentrasi ion Cu2+ dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan cara mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi Y = 0,0843X + 0,0028, sehingga diperoleh konsentrasi akhir ion Cu2+ .
67
Hasil pengukuran antara daya penyerapan oleh kitosan nanopartikel dalam 100 mL larutan teh dengan variasi berat kitosan nanopartikel (g) 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,2, dan waktu kontak 30 menit sehingga diperoleh penyerapan optimum dengan berat 0,8 g sebesar 84,91 % dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Dengan Kitosan Nanopartikel
Massa Kitosan No.
Nanopartikel (g)
Waktu Kontak (menit)
Konsentrasi Akhir
Penyerapan
Cu2+
Cu2+
(mg/L)
(%)
1
0,2
0,6425
81,24
2
0,4
0,6007
82,47
3
0,6
0,5589
83,69
4
0,8
0,5171
84,91
5
1,0
0,5380
84,30
6
1,2
0,5798
83,08
30
Hasil pengukuran antara daya penyerapan oleh 10 g zeolit dalam 100 mL larutan teh dengan waktu kontak 30 menit dapat dilihat pada tabel. 4.3. Tabel 4.3. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Dengan Zeolit
No.
Berat Zeolit
Waktu Kontak
Konsentrasi
Penyerapan Cu2+
(g)
(menit)
Akhir Cu2+
(%)
(mg/L) 1
10
30
1,2113
64,6501
68
Hasil pengukuran antara daya penyerapan oleh zeolit disalut kitosan nanopartikel dalam 100 mL larutan teh dengan variasi berat kitosan nanopatikel : zeolit (g) 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; 1,2 dan waktu kontak 30 menit sehingga diperoleh berat optimum kitosan nanopatikel : zeolit (g) 0,6:10 dapat menyerap ion Cu2+ 93,66 % dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel
Massa Kitosan Nanopartikel :
Waktu
Konsentrasi
Penyerapan
Zeolit
Kontak
akhir Cu2+
Cu2+
(g)
(menit)
(mg/L)
(%)
No. 1
0,2 : 10
0,3310
90,34
2
0,4 : 10
0,2227
93,50
3
0,6 : 10
0,2172
93,66
4
0,8 : 10
0,2248
93,44
5
1,0 : 10
0,2220
93,52
6
1,2 : 10
0,2234
93,48
30
Dari Tabel 4.3. daya penyerapan ion Cu2+ oleh zeolit disalut kitosan nanopartikel diperoleh penyerapan yang paling besar pada berat kitosan nanopartikel dan zeolit (0,6 g:10 g) kemudian sebanyak 6 dibuat kitosan nanopartikel : zeolit 0,6g:10g dan masing-masing dicampurkan dalam 100 mL larutan teh dengan variasi waktu kontak 10, 20, 30, 40,50, dan 60 menit sehingga diperoleh penyerapan optimum pada waktu kontak antara adsorben dengan sampel 30 menit sebesar 93,71 % dapat dilihat pada tabel 4.5.
69
Tabel 4.5. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel (0,6g : 10g) Dengan Variasi Waktu Kontak
No.
Berat Kitosan nanopartikel : Zeolit (g)
Waktu
Konsentrasi akhir
kontak
2+
Cu (mg/L)
(menit)
Penyerapan Cu2+ (%)
1
0,6 : 10
10
0,3642
89,37
2
0,6 : 10
20
0,2632
92,31
3
0,6 : 10
30
0,2155
93,71
4
0,6 : 10
40
0,2169
93,67
5
0,6 : 10
50
0,2176
93,64
6
0,6 : 10
60
0,2172
93,66
4.1.3. Perhitungan 4.1.3.1.Pengukuran
Konsentrasi
Cu2+
Ion
Dalam
Sampel
Secara
Spektrofotomteri Serapan Atom (mg/kg)
Untuk sampel dalam bentuk padatan maka konsentrasi harus dirubah dari ppm(mg/L) kedalam bentuk ppm(mg/Kg) dengan menggunakan persamaan berikut ini: Konsentras i ion Cu 2+ ( mg / Kg ) =
Χ (mg / L )×Volume sampel (L ) Massa sampel (Kg )
=
3,4266mg / L × 2 L 3
200 × 10 − Kg
= 34,266 mg / Kg Keterangan: X : konsentrasi awal ion Cu2+ dalam larutan teh.
70
Dengan menggunakan persamaan diatas diperoleh konsentrasi awal ion Cu2+ pada teh kawat yaitu 34,266 mg/Kg. 4.1.3.2.Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam Sampel Dengan Penambahan Kitosan Nanopartikel (mg/Kg)
Untuk sampel dalam bentuk padatan maka konsentrasi harus dirubah dari ppm (mg/L) kedalam bentuk ppm (mg/Kg) dengan menggunakan persamaan berikut ini: Konsentrasi akhir ion Cu2+ dengan penambahan 0,2 gr kitosan nanopartikel (mg/Kg) ⎛ 2000 mL ⎞ Χ(mg / L) ×Volume sampel ( L) ⎟⎟ × = ⎜⎜ Massa sampel ( Kg ) ⎝ 100 mL ⎠
0,6425mg / L ×
=
20 ×
=
6,4250 mg/kg
100 (L ) 1000
0,2 (Kg )
Keterangan : X : konsentrasi akhir ion Cu2+ setelah penambahan adsorben. 20 : merupakan faktor perkalian karena untuk setiap perlakuan digunakan sampel sebanyak 100 mL dari 2 L sampel awal. Hasil perhitungan konsentrasi akhir ion Cu2+ (mg/Kg) untuk penambahan kitosan nanopartikel, zeolit disalut kitosan nanopartikel dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu kontak serta zeolit dapat dilihat pada lampiran 2, 3, 4, dan 5.
71
4.1.3.3. Perhitungan Persen Penurunan Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam Sampel
Penurunan kadar Ion Cu2+ dalam sampel dinyatakan
dalam (%) dengan
membandingkan konsentrasi ion Cu2+ yang teradsorpsi terhadap konsentrasi awal Cu2+ dalam larutan teh seperti pada persamaan berikut ini: ⎡ Konsentrasi ion Cu 2+ awal − Konsentrasi ion Cu 2+ akhir ⎤ =⎢ ⎥ x100% Konsentrasi ion Cu 2+ awal ⎣ ⎦
⎡ 3,4266mg / L − 0.6425mg / L ⎤ =⎢ ⎥ x100% 3,4266mg / L ⎣ ⎦ = 81.24 % Dilakukan hal yang sama untuk persen penurunan konsentrasi akhir ion Cu2+ dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel dengan variasi berat dan waktu kontak, kitosan nanopartikel tanpa disalut zeolit, dan zeolit.
72
4.2. Pembahasan 4.2.1. Hasil Karakterisasi Kitosan Nano Menyalut Zeolit
Dalam penelitian ini kami membuat kitosan nanopartikel dengan penambahan basa seperti NH3(p) sampai terbentuk gel putih kitosan nanopartikel kemudian ditempatkan dalam ultrasonik bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Gel putih kitosan nanopartikel ditambahkan zeolit kemudian dikeringkan sehingga diperoleh zeolit bersalut kitosan nanopartikel. Hasil karakterisasi kitosan nano menyalut zeolit dilakukan dengan analisis Field Scanning Electron Microscope (FESEM). Alat ini berfungsi untuk menunjukkan bentuk (morfologi) dan perubahan dari suatu permukaan bahan misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur dari suatu bahan yang mengakibatkan perubahan energi dari suatu bahan. Perubahan energi tersebut dipancarkan, dipantulkan, serta diserap dan diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya. Dari gambar FESEM pada perbesaran 100 kali menunjukkan bahwa belum semua permukaan zeolit tersalut kitosan nanopartikel ukuran partikel tercatat masih 10 μm dan permukaan zeolit masih kelihatan kasar, tidak seragam, dan menggumpal. Pada perbesaran 500 kali menunjukkan zeolit masih menggumpal belum tersalut oleh kitosan nanopartikel, juga permukaan kitosan nanopartikel kasar, dan tidak homogen tercatat ukuran partikelnya masih 1μm. Pada perbesaran 1000 kali sudah mulai terlihat zeolit tersalut kitosan nanopartikel. Permukaan kitosan nanopartikel lebih rapat dan besar tetapi masih terlihat beberapa zeolit menggumpal dipermukaan
73
kitosan nanopartikel sehingga permukaan tidak halus, dan tidak seragam. Hal ini disebabkan waktu pengadukan antara zeolit dan partikel kitosan nano kurang lama menyebabkan campuran tidak homogen. Gambar yang panjang itu seperti batang pada perbesaran 1000 kali adalah zeolit yang disalut kitosan nanopartikel tercatat ukuran partikelnya masih 1μm untuk WD 9 mm. Jadi jika satu gambar seperti bentuk batang tersebut diperbesar maka akan terlihat ukuran partikel zeolit yang disalut kitosan nanopartikel sangat kecil yaitu 116,6 nm (ketebalan pemukaan kitosan nanopartikel) dari setiap gambar batang tersebut.
4.2.2. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel, Kitosan Nanopartikel Tanpa Disalut Zeolit, dan Zeolit
Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan adsorpsi ion Cu2+ dalam larutan teh hitam dengan kitosan nano dan zeolit. Kitosan terdiri dari gugus utama yaitu gugus hidroksil dan amina. Kemampuan kitosan dalam mengikat logam dengan cara pembentukan kompleks kitosan-logam terutama terjadi pada gugus amino yang berfungsi sebagai ligan. Ligan sebagai basa lewis yang dapat menyumbangkan elektron-elektron yang dibutuhkan untuk mengikat ligan dengan logam, contohnya nitrogen pada gugus amino kitosan. (Roberts, 1992) Klasifikasi berdasarkan kesetimbangan pembentukan kompleks dalam larutan, secara umum ada dua jenis ion logam penerima molekul/ion yaitu kelas a dan kelas b. Kelas a adalah ion logam yang membentuk kompleks paling stabil dengan ligan yang atom donornya N,O, dan F dalam susunan berkala sedangkan kelas b adalah ion
74
logam yang membentuk kompleks stabil dengan atom donor periode kedua. Dalam setiap grup atom ligan, urutan afinitas koordinasinya secara umum adalah sebagai berikut : grup 15 dengan penerima kelas (a). N >P >As> Sb> Bi dan kelas (b). N
As>Sb >Bi. (Seri Bima Sembiring, 2005) Berdasarkan deret kekuatan ligan dalam spektrokimia, gugus hidroksil terletak di sebelah kiri gugus amina. Keadaan ini menunjukkan bahwa gugus amina lebih kuat dibanding gugus hidroksil. Hampir semua logam berat dapat diserap oleh kitosan terutama logam-logam hasil buangan limbah-limbah industri yang akan sangat mempengaruhi lingkungan sekitar. Penyerapan merupakan suatu fenomena permukaan maka penyerap yang baik harus memiliki struktur sangat berpori agar tercapai rasio yang tinggi antara luas permukaan dan volume. Ini berarti semakin halus partikel kitosan semakin banyak pula logam yang dapat diserap. (Sirait, 2002) Penurunan konsentrasi ion Cu2+ dengan membandingkan konsentrasi awal ion Cu2+ dalam larutan teh sebelum adanya penambahan adsorben adalah 3,4266 mg/L. Penyerapan ion Cu2+ dalam larutan teh yang paling besar terjadi dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel, kitosan nanopartikel tanpa disalut, dan zeolit dapat dilihat pada tabel 4.6.
75
Tabel 4.6. Data Pengukuran Daya Serap Ion Cu2+ Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel, Kitosan Nanopartikel Tanpa Disalut, dan zeolit
No.
Waktu
Konsentrasi
Penyerapan
Kontak
akhir Cu2+
Cu2+
(menit)
(mg/L)
(%)
0,2172
93,66
disalut zeolit
0,5171
84,91
Zeolit
1,2113
64,65
Adsorben Zeolit disalut kitosan
1.
nanopartikel Kitosan nanopartikel tanpa
2. 3.
30
Dengan variasi berat kitosan nanopartikel dan waktu penyerapan yang sama 30 menit oleh kitosan nano tercapai adsorpsi maksimum adsorbat pada permukaan adsorben. Terjadinya kesetimbangan ditandai dengan tidak adanya perubahan konsentrasi secara nyata adsorbat baik pada permukaan adsorben maupun dalam larutan. Kitosan nanopartikel hanya mampu menyerap ion Cu2+ dalam kondisi optimum 0,8 g sebesar 84,91 % dan konsentrasi akhir 0,5171 mg/L sedangkan dengan zeolit yang disalut kitosan nanopartikel lebih banyak ion Cu2+ yang terserap sebesar 93,66% pada berat optimum kitosan nanopartikel : zeolit (0,6g:10g) dan konsentrasi akhir 0,2172 mg/L. Pada tabel 4.2. juga menunjukkan bahwa zeolit juga hanya mampu menyerap ion Cu2+ sebesar 64,65 % dan konsentrasi akhir 1,2113 mg/L. Zeolit mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori yang tertentu sehingga
76
mampu memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penukar ion dan dapt berfungsi sebagai penyerap. Molekul-molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari zeolit akan dapat diserap kebagian dalam permukaan dari pusat rongga tersebut. (Harjanto, S, 1983). Dengan penjelasan teori maka kitosan nanopartikel yang ditambahkan zeolit akan menambah luas permukaan nano kitosan dimana proses yang pertama terjadi adalah pengkhelatan ion Cu2+ dengan kitosan nanopartikel tetapi masih sedikit yang menempel pada permukaan kitosan nanopartikel kemudian proses selanjutnya karena zeolit mempunyai ukuran pori-pori tertentu dan kation yang dapat dipertukarkan seperti K+, Na+, Ca2+, dan Mg2+ dengan ion-ion logam lain maka kation-kation tersebut dapat ditukar dengan ion Cu2+ sehingga penyerapannya yang terjadi semakin baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyerapan ion Cu2+ paling besar terjadi dengan penambahan zeolit yang disalut kitosan nanopartikel daripada kitosan nanopartikel tanpa disalut dan zeolit. Sedangkan antara kitosan nanopartikel dan zeolit, seperti yang sudah disebutkan bahwa kitosan memiliki gugus aktif yakni amina yang dapat berikatan dengan ion logam terutama untuk golongan transisi memiliki orbital d yang masih kosong sedangkan zeolit tidak memiliki gugus aktif sehingga kemampuannya menyerap ion Cu2+ paling kecil.
77
4.2.2.1. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel
Mekanisme penyerapan adalah akumulasi atau pengumpulan partikel pencemar dari larutan ke permukaan suatu penyerap. Menurut kurita (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain konsentrasi, sifat adsorben dan adsorbat serta waktu kontak antara adsorben dan adsorbat. Dari Tabel 4.3. Penyerapan optimum dengan waktu kontak 30 menit terjadi pada berat Kitosan nanopartikel : Zeolit (0,6g : 10g) sebesar 93,66 % dengan konsentrasi akhir ion Cu2+ 0,2172 mg/L. Ini menunjukkan bahwa pada penambahan berat tersebut proses adsorpsi terjadi lebih sempurna dibandingkan dengan yang lainnya. Sedangkan pada berat 0,8 ; 1,0 ; dan 1,2 kembali terjadi kenaikan dan penurunan konsentrasi akhir ion Cu2+ sebesar 0,2248, 0,2220, dan 0,2234 mg/L. Hal ini berlawanan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah kitosan yang ditambahkan maka akan semakin banyak juga proses adsorpsi yang terjadi sehingga ion Cu2+ akan lebih banyak terikat pada kitosan. Tetapi dalam hal ini kita ingin mencari berat optimum kitosan nanopartikel penyalut zeolit yang sebelumnya tidak tertulis dalam teori sehingga secara acak berat kitosan nano 0,6 g dibuat sebanyak 6 dengan berat zeolit yang tetap sampai campuran antara larutan teh dan zeolit disalut kitosan nanopartikel benar-benar jenuh hingga tidak mampu lagi menurunkan ion Cu2+ dengan baik (ditandai dengan tidak terjadinya kenaikan atau penurunan konsentrasi ion Cu2+).
78
4.2.2.2. Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak
Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus amino yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan kovalen. Dalam hal ini terjadi gaya-gaya yang bekerja antara molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben yakni gaya van der walls, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan kovalen. Adsorpsi adalah proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau interaksi kimia. Pada adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan elektron secara bersama-sama oleh adsorben dan adsorbat. Kecepatan adsorpsi dari larutan bergantung pada beberapa faktor diantaranya ukuran dan struktur molekul adsorbat, sifat dasar pelarut, dan sifat menyerap dari adsorben. Suatu kation yang mempunyai daya polarisasi tinggi disenangi oleh ligan karena kerapatan muatan positif tinggi sehingga menghasilkan interaksi kuat. Ion-ion logam yang bermuatan positif besar, bilangan oksidasi tinggi memberikan polarisabilitas kecil dikelompokkan dalam asam keras sebaliknya ion-ion yang bermuatan kecil atau nol termasuk dalam kelompok asam lunak. Ligan-ligan dengan atom donor yang sangat elektronegatif merupakan basa keras. (Nurlisa Hidayati, 2004) Menurut konsep lewis asam adalah spesis (molekul/ion) yang dapat menerima pasangan elektron, sedangkan basa adalah suatu spesis yang dapat mendonorkan pasangan elektron. Asam dan basa keras pada umunya dijelaskan dari segi interaksi
79
ionik, sedangkan asam dan basa lunak lebih dapat dipolarisasikan dibanding dengan asam dan basa keras dan lebih bersifat kovalen.Jadi asam keras cendrung mengikat basa keras, asam lunak mengikat basa lunak. Kuat ikatan semakin besar jika polaritas semakin besar. Ditinjau dari kekuatan asam, dalam teori HSAB (Hard Soft Acid Base) oleh Pearson, ion Cu2+ digolongkan ke dalam asam keras artinya dia akan mampu berinteraksi dengan baik terhadap basa keras seperti OH-, RNH2, R-OH. (Seri Bima Sembiring,2005) Dari penjelasan teori bahwa waktu kontak salah satu faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi. Waktu kontak adalah waktu lamanya penyerapan ion Cu2+ dalam larutan teh dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel. Dari Tabel 4.4. dapat dilihat berat optimum kitosan nanopartikel : zeolit (0,6g:10g) menunjukkan kemampuan optimum dalam menyerap ion Cu2+ adalah pada waktu kontak 30 menit kesetimbangan telah tercapai dan proses adsorpsi terjadi peningkatan disebabkan ion Cu2+ terikat pada gugus amino kitosan , dimana konsentrasi akhir ion yang diturunkan Cu2+ sebanyak 0,2155 mg/L dengan penyerapan 93,71 %. Sedangkan pada waktu kontak 40,50,dan 60 menit persen penyerapan makin rendah karena konsentrasi kitosan sebagai polielektrolit kationik semakin jenuh. Waktu kontak yang lama menyebabkan terjadinya penurunan yang disebabkan zeolit yang disalut kitosan nanopartikel mulai jenuh sehingga proses adsorpsi yang dikehendaki tidak dapat lagi berlangsung.
80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Zeolit yang disalut dengan kitosan nano memiliki kemampuan penyerapan (daya serap) paling besar daripada daya serap kitosan nanopartikel dan zeolit. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penyerapan maksimun pada ion Cu2+dalam larutan teh diperoleh dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel adalah sebesar 93,66% dengan waktu kontak 30 menit sedangkan dengan penambahan kitosan nanopartikel tanpa disalut dan zeolit terjadi pada waktu kontak 30 menit yaitu sebesar 84,91% dan 64,65%. 2. Pada penyerapan ion Cu2+dalam larutan teh dengan penambahan zeolit disalut kitosan nanopartikel diperoleh berat optimum kitosan nanopartikel : zeolit 0,6g:10g adalah sebesar 93,66%
sedangkan waktu kontak optimum
penyerapan ion Cu2+ adalah 30 menit sebesar 93,71%.
81
5.2. Saran
Dari hasil penelitian maka penulis menyarankan untuk meneliti selanjutnya agar dilakukan analisis karaktersitik kitosan nano dengan FESEM dan penelitian tentang penggunaan zeolit disalut kitosan nanopartikel terhadap logam-logam berat yang terdapat dalam limbah dengan mengatur pH campuran antara adsorben dengan logam karena suasana asam basa merupakan bagian dari mekanisme pembentukan kompleks.
82
DAFTAR PUSTAKA
Agusnar, H. 2006. Penggunaan Glutaraldehid Kitosan Untuk Penurunan Konsentrasi Ion Logam Ni2+ dan Cr3+ Menggunakan Ekstraksi Fasa Padat. Disertasi USU. Alimuniar, A. dan Zainuddin, R. 1998. An Economical Technique For Producing Chitosan. Advantage Integration Chitin dan Chitosan. London.Elvesier. Amelia, A. 1991. Pemanfaatan Kitosan Sebagai Pengikat Logam Krom Dalam Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Dengan Metode Kolom dan Sentrifugasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian.IPB. Bogor. Bima Seri S. 2005. Diktat Sintesis Anorganik.Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara. Medan. Cheung, W.H.,Y.S. Szeto , and G. McKay. 2008. Enhancing the adsorption capacities of acid dyes by chitosan nano particles. Department of Chemical Engineering, University of Science and Technology, Clear Water Bay, Kowloon, Hong Kong. Chui, V.W.D. and M.W.Wong. (1995). Recovery of Copper from Aqueous Solution Using Shrimp Shells, Tea leaves and Seaweed Fronds. Biology Deaprtment Hong Kong Baptist University. Hong Kong. Darmono.1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press. Jakarta. Dawolo K.A.2003. Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat-Kitosan Dan Membran Kitosan Serta Karaterisasinya. Tesis S2 Ilmu Kimia. Dixon, J.B. 1989. Mineral and Soil Environments. Soil Science Society of America Madison. Second Edition. USA. Dorfiner, K. dan Hartono, A.J. 1993. IPTEK PENUKAR ION. Andi Offset. Yogyakarta. Erdawati. 2008. Kapasitas Adsorpsi Kitosan Dan Nanomagnetik Kitosan Terhadap Ion Ni(II). Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Harahap, V.U. 1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan Dari Limbah Udang. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
83
Harjanto. S. 1983. Endapan Zeolit dan Sebarannya Di Indonesia. Direktorat Sumber Daya Mineral Departemen Pertambangan dan Energi. Bandung. Hidayati Nurlisa, Setiawati Yusuf, dan Aldes Lesbani. 2004. Kajian Mekanisme Adsorpsi Seng (II) dan Tembaga (II) Pada Kitin Dan Kitosan Dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla serrata) Terhadap Limbah Industri Pelapisan Seng Di Palembang. F-MIPA. Universitas Sriwijaya. Khopkar, S.M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. Metcalf and Eddy Inc.1979. Wastewater engineering treatment disposal reuse. McGraw Hill. Second Edition. Mnyusiwalla Anisa, Abdallah S Daar and Peter A Singer. 2003.Nanotechnology 14 R9-R13 doi:10.1088/0957-4484/14/3/201. Journal of Nanoscience and Nanotechnology. http://www.wikipedia.com/2007/08/21/silicon-nanoparticle-film-can-increasesolar-cell-performance/. Diakses tanggal 04-06-2009. Moattar, F. and S. Hayeripour. 2004. Application of Chitosan and Zeolite adsorbents for treatment of low level radioactive liquid wastes. International Journal of Environmental Science & Technology. Vol. 1. Tehran, Iran. Muzzarelli, R.A.A. 1973. Natural Chelating Polymer. NewYork. Pergamon Press. Muzzarelli, R.A.A. 1977. Chitin. New York. Pergamon Press. Muzzarelli, R.A.A. 1985. Chitin In Polysaccharides. Vol 3. Aspinal. Academic Press Inc. Orlando San Diego. Novianty, Evi.1999. Analisis Kadar Fe dan Cu Dalam Limbah Industri Alumunium Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Karya Ilmiah. F-MIPA-USU. Medan. Saeni, M.S. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis Rambut. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Lingkungan, Fakultas Matematika dan IPA IPB. Bogor. Sirait, R.I. 2002. Pemanfaatan Kitosan Dari Kulit Udang dan Cangkang Belangkas Untuk Menurunkan Kadar Ni dan Cr Limbah Industri Pelapisan Logam. Tesis S2 Kimia.
84
Soraya noni. 2007. Sehat dan Cantik Berkat Teh Hijau. Cetakan I. Penebar Swadaya. Standart Nasional Indonesia. 01-4324-1996. Syarat Mutu Dari Teh. Szeto Yau-shan and Zhigang Hu. 2007. Article Exploring nanochitosan. ATA Journal for Asia on Textile & Apparel. China. Zakaria, B. and Mat. 1995. Chitin and Chitosan. University Kebangsaan Malaysia.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1.
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Larutan Standar Cu2+ Secara Spektrofotometri Serapan Atom No
Kadar (ppm)
Absorbansi (A)
1
0,2
0,0191
2
0,4
0,0369
3
0,6
0,0539
4
0,8
0,0703
5
1,0
0,0867
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Dengan Kitosan Nanopartikel Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg) Berat Kitosan Nano (g)
Waktu Kontak
Konsentrasi Ion Cu2+
(menit)
(mg/Kg)
0,2
6.4250
0,4
6.0070
0,6
5.5890
0,8
5.1710
1,0 1,2
30
5.3800 5.7980
87
Lampiran 2.
Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg) Berat Kitosan Nano : Zeolit
Waktu Kontak
Konsentrasi Ion Cu2+
(g)
(menit)
(mg/Kg)
0,2 : 10
3,3100
0,4 : 10
2,2270
0,6 : 10
2,1720
0,8 : 10
30
2,2480
1,0 : 10
2,2200
1,2 : 10
2,2340
Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Oleh Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Waktu Kontak Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg) Berat Kitosan Nano : Zeolit
Waktu Kontak
Konsentrasi Ion Cu2+
(g)
(menit)
(mg/Kg)
0,6 : 10
10
3,6420
0,6 : 10
20
2,6320
0,6 : 10
30
2,1550
0,6 : 10
40
2,1690
0,6 : 10
50
2,1760
0,6 : 10
60
2,1720
88
Lampiran 3. Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Kadar Ion Cu2+ Dalam 100 mL Larutan Teh Dengan Zeolit Secara Spektrofotometri Serapan Atom (mg/Kg) Berat Zeolit
Waktu Kontak
Kadar Ion Cu2+
(g)
(menit)
(mg/Kg)
10
30
12.1130
89
Lampiran 4.
Kurva Konsentrasi -Vs- Absorbansi 0,1000 0,0900 0,0800 Absorbansi
0,0700 0,0600 0,0500
Y = 0,0843X + 0,0028 r = 0,9998
0,0400 0,0300 0,0200 0,0100 0,0000 0,2
0,4
0,6
0,8
Konsentrasi Larutan Standar Cu (mg/L) Garis Linear
Gambar 1. Kurva kalibrasi Larutan standar Cu
Larutan Standar
1,0
90
Lampiran 5.
86.00%
Penyerapan (%)
85.00% 84.00% 83.00% 82.00% 81.00% 80.00% 79.00% 0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Berat Kitosan Nano (g)
Gambar 2. Kurva Penentuan Daya Serap Kitosan Nano Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel 94.00%
Penyerapan (%)
93.00% 92.00% 91.00% 90.00% 89.00% 88.00% 2 1,
0 1,
8 0,
6 0,
4 0,
2 0,
0 :1
0 :1
0 :1
0 :1
0 :1
0 :1
Berat Kitosan Nano: Zeolit (g)
Gambar 3. Kurva Penentuan Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Dengan Variasi Berat Kitosan Nanopartikel Pada Waktu Kontak 30 Menit
91
Lampiran 6.
95.00%
Penyerapan (%)
94.00% 93.00% 92.00% 91.00% 90.00% 89.00% 88.00% 87.00% 10
20
30
40
50
60
Waktu Kontak (menit)
Gambar 4. Kurva Penentuan Daya Serap Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel (0,6g : 10g) Dengan Variasi Waktu Kontak
92
Lampiran 7.
Gambar 5. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Perbesaran 1000 kali
93
Lampiran 8.
Gambar 6. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Perbesaran 5000 kali
94
Lampiran 9.
Gambar 7. Foto FESEM Zeolit Disalut Kitosan Nanopartikel Perbesaran 10.000 kali
95