Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
STUDI LITERATUR PENGINTEGRASIAN DUA METODE KESIAPAN DAN PENERIMAAN PENGGUNA TERHADAP TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Riky Noprianto Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55281 Telp (0274) 547506, 510983 E-mail:
[email protected]
ABSTRAKS At this point in time, not all information technology and communication (ICT) infrastructure can be well implemented. The technology acceptance model and technology readiness were reviewed in this article. ICT offers features that require their users to be mentally prepared by transforming the way of learning from manual method into digital method. This progress is also including skill to learn and use ICT’s product. Since ICT is very critical to our life, the unpreparedness will affect the system’s efficiency that will make the ICT cannot be optimally used. There are several methods out there that can be used to measure the user’s readiness level in using or adopt ICT. These methods including Technology Readiness (TR) and Technology Acceptance Model (TAM). The mentioned methods cannot be compared head-to-head, but they’ll complement each other and can be combined. The combined method called Technology Readiness and Acceptance Model (TRAM). Tidak semua teknologi informasi dan komunikasi dapat diimplemetasikan dengan baik. Di berbagai tempat masih ditemui beberapa kendala utama penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Metode TAM dan TR direview pada artikel ini. Teknologi informasi dan komunikasi menawarkan fitur-fitur yang menuntut penggunanya agar memiliki kesiapan mental dengan mengubah gaya pembelajaran dari manual ke digital serta skill untuk mempelajari dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi karena perannya yang begitu penting untuk kehidupan yang lebih baik. Ketidaksiapan pengguna sedikit banyak akan mengurangi efisiensi sistem sehingga belum bisa diimplementasikan dan dimanfaatkan secara optimal. Terdapat beberapa metode umum yang digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan pengguna dalam menggunakan atau mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi seperti Technology Readiness (TR) dan Technology Acceptance Model (TAM) serta pengembangan dari kedua metode tersebut yaitu Technology Readiness and Acceptance Model (TRAM). Kedua metode tersebut tidak dapat dikomparasikan atau diperbandingkan secara langsung namun dapat saling melengkapi. Kata Kunci: Technology Readiness (TR), Technology Acceptance Model (TAM), Technology Readiness and Acceptance Model (TRAM) Berbagai penelitian tentang kesiapan pengguna terhadap pengadopsian SI telah banyak dibahas pada penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan studi empiris menggunakan pemodelan Technology Readiness Index (TRI) dan Technology Acceptance Model (TAM). Terdapat dua pendekatan literatur penelitian yang digunakan untuk mengetahui kesuksesan penerapan SI, yaitu aspek kepuasan pengguna dan aspek penerimaan teknologi. (Hakim, 2009) menyebutkan bahwa untuk mengetahui respon terhadap SI yang telah berjalan dan digunakan, maka perlu dilakukan evaluasi dengan menggunakan behavioral theory. Ada banyak jenis teori perilaku untuk mengkaji proses adopsi TI, namun TAM merupakan model penelitian yang paling banyak digunakan untuk tujuan tersebut. Model TAM dilandaskan pada penerimaan pengguna pada melakukan adopsi teknologi, karena penerimaan pengguna menjadi faktor penting yang menentukan sukses atau
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pesat dalam dunia teknologi informasi telah membawa manfaat yang besar bagi kemajuan peradaban umat manusia. Kehidupan kita sekarang perlahan-lahan mulai berubah dari dulunya era industri berubah menjadi era informasi dan komunikasi dibalik pengaruh era globalisasi dan informatika yang menjadikan komputer, internet, dan pesatnya perkembangan teknologi informasi sebagai bagian utama yang harus ada atau tidak boleh kekurangan di dunia pendidikan (Nurjaman, 2002). Era globalisasi telah menuntut segala informasi dapat diakses secara cepat dan praktis. Dengan perancangan sistem informasi yang baik, maka akan didapatkan sebuah informasi yang berkualitas (Devi & Suartana, 2014). Teknologi komunikasi dan informasi yang terus berkembang berpengaruh hampir di seluruh bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan (Nasrum, 2015).
154
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
gagalnya pengerjaan SI. Model TAM juga banyak digunakan pada penelitian SI untuk mengetahui reaksi pengguna terhadap SI. Paper ini disusun sebagai berikut. Pertama, ulasan singkat mengenai metode TR dan TAM secara singkat. Kedua, menurut latar belakang teoritis yang terkait, penelitian ini mengintegrasikan metode TR dan TAM. Akhirnya, penelitian ini menyimpulkan dengan mencatat penelitian dan implikasi praktis. Tujuan utama (Summak et al., 2010) melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat TR guru sekolah dasar Turki di Provinsi Gaziantep, kemudian mengidentifikasi hubungan antara tingkat TR guru dan variabel demografis mereka seperti jenis kelamin, usia, dan spesialisasi subyek. TRI yang dikembangkan oleh (Parasuraman, 2000) diadopsi untuk mengukur TR dari para guru dengan sampel penelitian adalah 207 guru di 11 sekolah yang berbeda. TRI dapat digunakan untuk menilai TR karyawan (yaitu guru). Seperti dalam kasus pelanggan eksternal, mendapatkan pemahaman yang baik tentang TR karyawan adalah penting untuk membuat pilihan yang tepat dalam hal merancang, melaksanakan, dan mengelola link karyawanteknologi (Parasuraman, 2000) (Summak et al., 2010). Metode deskriptif kuantitatif digunakan dalam penelitian ini. Target populasi untuk penelitian ini adalah guru sekolah dasar Turki selama tahun sekolah 2009-2010. Dipilih secara acak 11 sekolah dasar yang digunakan untuk memperoleh data dari 207 guru di kota Gaziantep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat TR guru tidak tinggi. Hal ini dapat menyebabkan beberapa masalah dalam proses integrasi. Instansi terkait harus merancang beberapa kegiatan untuk meningkatkan TR guru. Ini dapat memberikan kontribusi keberhasilan integrasi teknologi dan dapat berkontribusi terhadap kualitas pendidikan. (Chang & Kannan, 2006) dalam penelitiannya berfokus pada adopsi teknologi dan layanan wireless oleh karyawan dari instansi pemerintah dan kecenderungan mereka untuk merangkul teknologi yang diukur dengan Technology Readiness Index (TRI), menguji hubungan antara kesiapan pengguna teknologi khususnya karyawan dan adopsi mereka dari layanan teknologi wireless dalam pengaturan longitudinal dan memeriksa bagaimana pengukuran TRI dapat membantu pengguna segmen dalam kelompok-kelompok dan memahami kecenderungan mereka untuk mengadopsi teknologi wireless. Langkah-langkah Technology Readiness (TR) dan sikap terhadap adopsi wireless diukur pada sampel pegawai pemerintah pada bulan Juli 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara kelompok menggunakan teknologi wireless untuk bekerja, langkah-langkah dari discomfort dan insecurity jauh lebih rendah dari sebelumnya, yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan
ISSN: 2089-9815
teknologi pada TR dan kenyamanan pengguna dengan teknologi. Namun, pada dimensi optimism dan innovativeness, tidak ada perbedaan yang signifikan. Penelitian ini juga mengungkapkan temuan lainnya bahwa teknologi wireless cukup relevan untuk diadopsi. Menurut (Benedictus 2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa TAM memberikan dasar-dasar teoritis bagi evaluasi terhadap faktor-faktor yang memberikan kontribusi bagi penerimaan suatu teknologi di dalam organisasi. TAM diadaptasi dari model Theory of Reasoned Action (TRA), kedua model tersebut sama-sama digunakan untuk memprediksi intense pengguna (user) dan kepuasan pengguna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam model TAM memiliki hubungan yang lemah terhadap penggunaan aktual sistem. Sedangkan variabel yang memiliki pengaruh terbesar dalam penggunaan sistem adalah dukungan manajemen (management support) dan tampilan halaman pengguna (user interface). Penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2013) mengenai pengguna Sistem Informasi Manajemen Skripsi Online (SIMSON) untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu perilaku yang mempengaruhi pemanfaatan SIMSON menggunakan metode TAM yang telah dikembangkan lebih lanjut oleh Hwang dan Yi. Variabel-variabel yang digunakan untuk identifikasi perilaku tersebut meliputi perceived ease of use (persepsi kemudahan), perceived of usefulness (persepsi kegunaan atau manfaat), attitude toward using (sikap menggunakan teknologi), behavioral intention of use (minat menggunakan teknologi) dan actual system use (penggunaan teknologi sesungguhnya). Hasil penelitian menyebutkan bahwa tingkat penerimaan pengguna masih belum berhasil secara maksimal. Hal ini disebabkan masih ada beberapa layanan yang belum dimanfaatkan dan penyajian informasi yang masih kurang cepat dan akurat. Fokus penelitian menggunakan Technology Readiness (TR) yang dilakukan oleh (Massey et al., 2005) adalah pada dua bidang yang terkait dengan m-commerce: Kesiapan dari konsumen dan kegunaan wireless web interface. TR mengacu pada kecenderungan konsumen untuk merangkul dan menggunakan teknologi baru untuk mencapai tujuan (Parasuraman, 2000; Parasuraman & Colby, 2001). Pertumbuhan permintaan konsumen membuat industri mobile tidak dapat hanya mengandalkan layanan suara. Operator dan penyedia konten telah melakukan kemajuan dan investasi yang signifikan untuk memungkinkan data generasi berikutnya yaitu layanan data mobile dan m-commerce. Hasil penelitian menemukan bahwa TR tidak memoderasi hubungan antara jenis situs (web vs wireless web) dan evaluasi berikutnya. Temuan lain menyoroti pentingnya mengakui bahwa tidak semua konsumen sama, terutama yang berkaitan dengan
155
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
beliefs dan perceptions berkaitan dengan teknologi. Penting bagi industri mobile adalah kenyataan bahwa beliefs akan mendorong konsumen terhadap adopsi pada tingkat yang berbeda dan menyebabkan pola retensi yang berbeda. (Lai, 2007) mencoba untuk mengeksplorasi peran layanan berbasis IT di industri hotel. Di masa lalu pelayanan utama hotel difokuskan pada layanan personil. Saat ini secara bertahap hotel menggunakan IT untuk menyediakan layanan. Misalnya, pemesanan kamar online, layanan internet gratis dan sebagainya. Namun, apakah pelanggan bisa menerima layanan berbasis IT? Bagaimana layanan berbasis IT berpengaruh pada kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan loyalitas? Tujuan dari penelitian ini meliputi: (1) pengaruh TRI pelanggan ke persepsi layanan dan kualitas jasa berbasis IT, (2) pengaruh kualitas pelayanan jasa berbasis IT, (3) pengaruh kepuasan pelanggan dari layanan berkualitas dan berbasis IT, (4) pengaruh loyalitas pelanggan dari kepuasan. Hasilnya menemukan bahwa persepsi layanan dan jasa berbasis IT secara keseluruhan lebih baik ketika TRI pelanggan lebih tinggi. Dengan kata lain, ketika pelanggan menerima teknologi tersebut, mereka tidak hanya memiliki sikap positif dari layanan berbasis IT, tetapi juga merasa kualitas layanan secara keseluruhan lebih baik. Selain itu, lebih baik bila persepsi pelanggan terhadap layanan berbasis IT, semakin bisa meningkatkan persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan. Akhirnya, persepsi pelanggan terhadap layanan berbasis IT dan kualitas layanan secara keseluruhan lebih baik, maka kepuasan dan loyalitas pelanggan akan semakin tinggi. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan beberapa saran kepada operator tentang bagaimana meningkatkan pelayanan dengan menggunakan IT. Penelitian tentang karakteristik pelanggan 3G di Indonesia yang dilakukan oleh (Nasution et al., 2007) bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan terhadap layanan operator. Mengetahui karakteristik ini penting karena akan membantu operator 3G merancang program pemasaran yang tepat dalam memperluas basis pelanggan. Sebuah survei awal dilakukan untuk memperoleh informasi ini dan ditemukan bahwa sejumlah besar pengguna memiliki karakteristik TR yang berbeda dari yang awalnya disajikan dalam literatur. Teknologi mobile telah menunjukkan kemajuan yang pesat dan dimanfaatkan secara luas untuk membantu pelanggan melakukan kegiatan seharihari. Beberapa dekade yang lalu, komunikasi terbatas hanya pada suara, tapi sekarang telah dikembangkan sehingga orang mampu untuk mengirimkan data, teks dan video selama komunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi mobile telah menciptakan ketidakpastian di kalangan pengguna. Oleh karena itu, mengetahui kesiapan pengguna untuk mengadopsi teknologi baru ini penting karena dapat membantu penyedia teknologi
ISSN: 2089-9815
untuk mengurangi risiko dalam proses adopsi teknologi. Analisis kuantitatif lebih lanjut tidak bisa dilakukan karena kekurangan data. Namun, data dapat memberikan wawasan kualitatif untuk pembaca. Temuan menarik adalah bahwa sebagian besar pengguna dikategorikan sebagai pioneers. Hal ini sejalan dengan (Parasuraman, 2000) dan (Venkatesh et al., 2003) yang menemukan sejumlah besar konsumen dalam kategori ini dalam studi mereka. Sebuah temuan yang menarik adalah kategori baru awalnya absen di (Parasuraman, 2000). Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk PMK penjelasan yang valid tentang fakta ini. Sejumlah besar pengguna paranoids juga merupakan temuan menarik. Biasanya, mereka akan mengadopsi teknologi di tahap berikutnya (Parasuraman, 2000). Alasan alternatif untuk situasi ini adalah program pemasaran operator. Akses gratis dan biaya akses yang relatif rendah mungkin telah menarik sejumlah besar pengguna dalam kategori ini. Hipotesis ini akan diuji ketika sejumlah besar data telah dikumpulkan. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan agar dapat menyajikan argumen yang kuat dan penjelasan statistik. 1.2
Sistem Informasi (SI) Sistem Informasi (SI) menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis dalam Jogiyanto (Jogiyanto H.M., 2005) adalah suatu sistem dalam organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategis suatu organisasi dan menyediakan laporan-laporan yang diperlukan oleh pihak luar. Sistem Informasi adalah kumpulan elemenelemen yang saling terikat satu sama lain untuk membentuk suatu kesatuan untuk mengintegrasi data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi (Oetomo, 2002). Perkembangan aplikasi SI membantu manusia dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain SI merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan untuk mengendalikan suatu organisasi. Terdapat empat kategori dalam aplikasi SI, yaitu Transaction Processing System, Management Information System, Decision Support System, dan Expert System (Fatta, 2007). 1. Transaction Processing System (TPS). TPS adalah SI terkomputerisasi. Tujuannya adalah melakukan proses terhadap sejumlah besar data untuk transaksi bisnis rutin seperti mengotomasi penanganan data, menangkap data, memverifikasi transaksi dan menyimpan transaksi yang telah divalidasi. TPS juga menghasilkan laporan dan memungkinkan untuk memindah
156
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
2.
3.
4.
transaksi dari proses satu ke proses yang lain. Management Information System (MIS). MIS mengambil data mentah dari TPS dan mengubahnya menjadi kumpulan data yang dibutuhkan manajer untuk menjalankan tanggung jawabnya. Decision Support System (DSS). Tersusun dari database, model grafis atau matematis dan interface pengguna. Dengan mengkombinasikan data dan model analisis canggih, DSS dirancang untuk membantu dalam hal pengambilan keputusan. Expert System (ES). ES berpusat pada pengkodean dan manipulasi informasi. Cara kerja ES adalah (1) Pengguna berkomunikasi dengan sistem menggunakan dialog interaktif, (2) ES menanyakan pertanyaan (yang akan ditanyakan oleh seorang pakar) dan pengguna memberikan jawaban, (3) Jawaban digunakan untuk menentukan aturan mana yang dipakai dan ES sistem menyediakan rekomendasi berdasarkan aturan yang telah disimpan, (4) Seorang knowledge engineer bertanggung jawab pada bagaimana melakukan akuisisi pengetahuan.
4.
ISSN: 2089-9815
Insecurity (ketidakamanan) Insecurity merupakan ketidakpercayaan transaksi berbasis teknologi dan keraguan terhadap kemampuan teknologi tersebut.
Dua dimensi pertama dari Technology Readiness (TR) yaitu, optimism dan innovativeness merupakan contributors yang dapat meningkatkan kesiapan terhadap penggunaan teknologi. Sementara discomfort dan insecurity adalah inhibitors yang dapat menekan kesiapan terhadap teknologi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Technology Readiness (TR) (Parasuraman, 2000; Ling & Moi, 2007) (Parasuraman & Colby, 2001) mengembangkan Technology Readiness Index (TRI) untuk mengukur Technology Readiness (TR). Berdasarkan Technology Readiness Index (TRI), kombinasi skor pada empat dimensi menunjukkan keseluruhan Technology Readiness (TR) pada pengguna. Technology Readiness Index (TRI) adalah perbandingan beberapa item dengan sifat psikometrik suara yang bisa digunakan untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut mengenai kesiapan pengguna teknologi (baik internal dan eksternal) untuk merangkul dan berinteraksi dengan teknologi, terutama komputer/internet-berbasis teknologi. Klasifikasi merupakan cara untuk menangkap kompleksitas keyakinan pengguna terkait dengan penggunaan teknologi baru. Berdasarkan pada skor TR, (Parasuraman & Colby, 2001) secara khusus menggambarkan lima kelas TRI sebagai berikut: 1. Explorers Explorers adalah kelompok pertama yang memakai sebuah produk berteknologi tinggi. Memiliki tingkat optimism dan innovativeness yang tinggi terhadap teknologi sehingga terbuka terhadap teknologi baru. 2. Pioneers Pioneers adalah kelompok yang memiliki tingkat optimism dan innovativeness yang relatif sama dengan Explorers, namun memiliki tingkat discomfort dan insecurity yang lebih tinggi. Mereka memiliki kekhawatiran bahwa teknologi tidak selaras dengan ekspektasi sehingga mereka
2. METODOLOGI 2.1 Technology Readiness (TR) Technology Readiness (TR) adalah kecenderungan masyarakat untuk merangkul dan menggunakan teknologi baru di rumah dan di tempat kerja. Mereka mengategorikan keyakinan positif dan negatif tentang teknologi menjadi empat dimensi Technology Readiness (TR) yaitu, (1) Optimism (optimisme), (2) Innovativeness (inovasi), (3) Discomfort (ketidaknyamanan) dan (4) Insecurity (ketidakamanan) (Parasuraman & Colby, 2001). 1. Optimism (optimisme) Optimism dapat didefinisikan sebagai pandangan positif dari teknologi dan persepsi terhadap manfaat teknologi untuk meningkatkan efisiensi kerja dan meningkatkan kinerja pengguna di tempat kerja dan di rumah. 2. Innovativeness (inovasi) Innovativeness mengacu pada sejauh mana seseorang senang berkesperimen dengan teknologi dan menjadi yang terdepan dalam usaha produk/jasa berbasis teknologi yang terbaru. 3. Discomfort (ketidaknyamanan) Discomfort menunjukkan kurangnya penguasaan terhadap teknologi dan rasa tidak percaya diri dalam menggunakan teknologi terbaru.
157
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
3.
4.
5.
menjadi lebih berhati-hati dalam menerima sebuah teknologi baru. Skeptics Skeptics memiliki tingkat optimism dan innovativeness yang rendah untuk menggunakan teknologi namun juga memiliki tingkat discomfort dan insecurity yang kecil sehingga perlu diyakinkan terlebih dahulu mengenai manfaat penggunaan teknologi. Paranoids Paranoids memiliki tingkat optimism dan innovativeness yang tinggi dan percaya pada teknologi baru tetapi memiliki tingkat discomfort dan insecurity yang lebih tinggi sehingga kurang terbuka terhadap teknologi baru dan sangat memperhatikan faktor resiko. Laggards Laggards adalah kelompok yang paling akhir mengadopsi teknologi baru. Memiliki skor tertinggi dalam dimensi inhibitors (discomfort, insecurity) dan skor terendah dalam dimensi contributors (optimism, innovativeness).
ISSN: 2089-9815
Dengan demikian jika seseorang merasa percaya bahwa SI berguna maka akan menggunakannya, sebaliknya jika merasa percaya bahwa SI kurang berguna maka seseorang tersebut tidak akan menggunakannya.
2.
3.
2.2
Technology Acceptance Model (TAM) TAM merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor‐faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi (Davis, 1989). Teori ini dikembangkan dari Theory of Reasoned Action (TRA) (Ajzen & Fishbein, 1980). Konstruk yang terdapat pada TAM dapat dilihat pada Gambar 2.
4.
Perceived Ease of Use Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use) didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan teknologi akan bebas dari usaha. Ini merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang merasa percaya bahwa SI mudah digunakan maka orang tersebut akan menggunakannya, sebaliknya jika merasa percaya bahwa SI tidak mudah digunakan maka orang tersebut tidak akan menggunakannya. Behavioral Intention Minat Perilaku (Behavioral Intention) adalah suatu keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku jika mempunyai keinginan atau minat untuk melakukannya. Behavior Perilaku (Behavior) adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam konteks penggunaan sistem TI, perilaku adalah penggunaan sesungguhnya (actual use) dari teknologi.
Teori TAM memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut (Wiyono et al., 2008): 1. TAM merupakan model perilaku yang bermanfaat untuk menjawab mengapa sistem teknologi informasi gagal diterapkan, yaitu bahwa karena tidak adanya minat penggunanya untuk menggunakannya. 2. TAM dibangun dengan dasar teori yang kuat. 3. TAM telah diuji dengan banyak penelitian dan sebagian besar hasilnya mendukung dan menyimpulkan bahwa TAM merupakan model yang baik. 4. Model TAM merupakan model parsimoni yaitu model sederhana dan valid.
Gambar 2. Konstruk TAM (Davis, 1989) TAM dimaksudkan untuk penggunaan teknologi, maka perilaku (behavior) di TAM dimaksudkan sebagai perilaku menggunakan teknologi (J. Hartono, 2007). Oleh karena itu TAM dituliskan lebih spesifik pada penggunaan teknologi sebagai berikut: 1. Perceived of Usefulness Persepsi Manfaat Penggunaan (Perceived of Usefulness) didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerjanya. Persepsi ini merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan.
Selain berbagai kelebihan, teori TAM juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: 1. TAM hanya memberikan informasi atau hasil yang sangat umum saja tentang minat dan perilaku pengguna sistem dalam menerima sistem teknologi informasi. Kurang dapat menjelaskan sepenuhnya
158
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
2.
3.
4.
antar hubungan variabel-variabel di dalam model. Tidak ada kontrol perilaku pada TAM. Perilaku yang diukur oleh TAM seharusnya merupakan penggunaan sesungguhnya (actual use). Penelitian TAM umumnya hanya menggunakan sebuah sistem teknologi informasi. Umumnya merupakan penelitian cross-sectional. Seringkali hanya menggunakan subjek tunggal. Umumnya hanya menggunakan sebuah tugas saja.
3.
Dalam perkembangannya teori TAM mengalami perubahan. (Hwang & Yi, 2002) mengembangkan teori TAM dengan menambahkan sebuah variabel yaitu kemampuan berkomputer secara mandiri (Computer Self-Efficacy) termasuk penggunaan internet yang mempunyai pengaruh terhadap persepsi kemudahan penggunaan dan kegunaan sistem secara nyata. Pengembangan teori TAM menurut (Hwang & Yi, 2002) dapat dijelaskan dalam Gambar 3.
4.
5.
Gambar 3. Pengembangan konstruk TAM (Hwang & Yi, 2002) Dimensi-dimensi pengukuran konstruk dalam teori TAM menurut (Hwang & Yi, 2002) mengenai user acceptance yaitu sebagai berikut: 1. Computer Self-Efficacy (CSE) Computer Self-Efficacy didefinisikan sebagai suatu konstruk multilevel, yang beroperasi pada dua level yang berbeda, yaitu di tingkat komputasi umum sebagai penilaian keberhasilan individu pada beberapa domain komputasi secara umum, dan di tingkat komputasi spesifik, sebagai penilaian keberhasilan individu pada beberapa aplikasi atau sistem tertentu pada domain komputasi. 2. Perceived Ease Of Use (PEOU) Perceived Ease Of Use (PEOU) atau persepsi kemudahan penggunaan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Persepsi tersebut mencerminkan bahwa usaha merupakan sumber daya yang
3.
ISSN: 2089-9815
terbatas bagi seseorang yang akan mengalokasikan untuk berbagai kegiatan. Perceived Of Usefulness (POU) Perceived Of Usefulness didefinisikan sebagai tingkat keyakinan seseorang bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pada pekerjaannya. Pentingnya persepsi kemanfaatan diambil dari model aslinya yang mengutarakan bahwa persepsi ini mempengaruhi penggunaan teknologi informasi secara langsung maupun tidak langsung yang melalui sikap seseorang terhadap teknologi informasi. Attitude Toward Using (ATU) Attitude Toward Using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai akibat dari bilamana seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (Davis, 1989). Faktor sikap (attitude) sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual. Sikap seseorang terdiri atas unsur kognitif/cara pandang (cognitive), afektif (affective), dan komponenkomponen yang berkaitan dengan perilaku (behavioral components). Behavioral Intention To Use (BITU) Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam teori TAM, menunjukkan bahwa minat perilaku merupakan prediksi terbaik dari penggunaan sistem teknologi informasi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginanan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Sikap terhadap penggunaan sistem yang berbentuk penerimaan atau penolakan adalah prediksi yang baik untuk mengetahui actual usage.
PEMBAHASAN (Basgoze 2015) dalam penelitiannya tentang mengintegrasikan Technology Readiness (TR) ke dalam Technology Acceptance Model (TAM) dalam konteks adopsi konsumen terhadap mobile shopping (m-shopping). Penelitian ini mengintegrasikan TR ke dalam TAM dikarenakan bahwa adanya bukti yang dikemukakan oleh (Lin et al. 2007) yang menyebutkan bahwa TR tidak memiliki kapabilitas (incapable) dalam menjelaskan adopsi pelanggan dalam mengadopsi teknologi baru. Integrasi ini juga bertujuan untuk menjelaskan lebih baik kenginan pelanggan (customer’s intention) dalam penggunaan teknologi elektronik (e-services).
159
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
Menurut penelitian (Lin et al. 2010) yang membahas tentang adopsi layanan elektronis oleh konsumen, metode Technology Readiness (TR) yang diintegrasikan dengan metode Technology Acceptance Model (TAM) akan menghasilkan sebuah penjelasan tentang niat atau keinginan konsumen dalam menggunakan sistem trading online yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini. Framework yang digunakan dalam penelitian ini telah terbukti dan terkonfirmasi melalui serangkaian survei yang mereka lakukan. Metode Technology Readiness and Acceptance Model (TRAM) adalah metode hasil penggabungan dari Technology Readiness (TR) dan Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh (Lin et al., 2007). Model TRAM terintegrasi menggeser penekanan pada sistem pelayanan terhadap pengguna, bahwa TR adalah spesifik untuk individu dan konstruk sistem independen sebagai kebalikan dari kegunaan dan kemudahan penggunaan. Model TRAM ditunjukkan pada Gambar 4.
ISSN: 2089-9815
TRAM juga memiliki implikasi strategis bagi difusi inovasi. PUSTAKA Ajzen, I. & Fishbein, M., 1980. Understanding attitudes and predicting social behavior, Englewood Cliffs N.J.: Prentice-Hall. Basgoze, P., 2015. Integration of Technology Readiness (TR) Into The Technology Acceptance Model (TAM) For M-Shopping. International Journal of Scientific Research and Innovative Technology, 2(3), pp.26–35. Benedictus, P., 2006. Evaluasi User Acceptance dengan Technology Acceptance Model (TAM) :: Kajian terhadap Help Desk TI Internal Bank Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Chang, A.-M. & Kannan, P.K., 2006. Employee Technology Readiness and Adoption of Wireless Technology and Services. In Proceedings of the 39th Hawaii International Conference on System Sciences. pp. 1–9. Davis, F.D., 1989. Percieve Usefulness, Percieve Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology. , 13(3), pp.319–340. Devi, N.L.N.S. & Suartana, I.W., 2014. Analisis Technology Acceptance Model (TAM) Terhadap Penggunaan Sistem Informasi di Nusa Dua Beach Hotel & Spa. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 6(1), pp.167– 184. Available at: http://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/artic le/view/7797 [Accessed July 2, 2015]. Fatta, H. Al, 2007. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi, Penerbit Andi. Available at: https://books.google.com/books?id=oHi8C1W 4N7wC&pgis=1 [Accessed July 9, 2015]. Hakim, S. Al, 2009. Evaluasi Tingkat Penerimaan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) Pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Universitas Gadjah Mada. Hwang, Y. & Yi, M.Y., 2002. Predicting the Use of Web-Based Information Systems: Intrinsic Motivation and Self-Efficacy. Eighth Americas Conference on Information Systems. J. Hartono, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan, Yogyakarta: Penerbit Andi. Jogiyanto H.M., 2005. Analisis Desain dan Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Andi. Lai, C.-S., 2007. The Effects of Technology Readiness Index and IT-based Services on the Service Quality in the Hotel Industry. In PICMET. Portland, Oregon - USA, pp. 5–9. Lin, C.H. et al., 2010. Consumer Adoption of EService : Integrating Technology Readiness with the Theory Acceptance Model. Journal of Business, 4(16), pp.3556–3563. Lin, C.H., Shih, H.Y. & Sher, P.J., 2007. Integrating
Gambar 4. Model TRAM (Lin et al., 2007) 4.
KESIMPULAN Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip utama dan eksistensi dari model TAM adalah pengukuran niat perilaku dan sikap pengguna untuk menggunakan teknologi. Sedangkan Technology Readiness (TR) mengacu pada kecenderungan pengguna untuk merangkul dan menggunakan teknologi baru untuk mencapai suatu tujuan sehingga tidak dapat dikomparasikan atau diperbandingkan secara langsung namun dapat saling melengkapi. Pengukuran kegunaan dan kemudahan penggunaan dalam TAM secara spesifik khusus untuk sebuah sistem. Sedangkan TRI secara spesifik khusus untuk individu dalam keyakinan menggunakan teknologi secara umum. Hal ini yang dijadikan dasar bahwa secara intuitif metode TAM dan TR saling terkait. Penggabungan kedua metode ini menghasilkan sebuah metode baru yaitu TRAM. TRAM bisa menjelaskan mengapa orang yang mendapat skor tinggi dalam TR tidak selalu mengadopsi teknologi baru karena karakteristik sistem seperti kegunaan dan kemudahan penggunaan juga mendominasi proses pengambilan keputusan dari perilaku adopsi.
160
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18-19 Maret 2016
technology readiness into technology acceptance: The TRAM model. Psychology and Marketing, 24(July 2007), pp.641–657. Available at: http://eprints.lancs.ac.uk/23431/. Ling, L.M. & Moi, C.M., 2007. Professional Students Technology Readiness, Prior Computing Experience and Acceptance of an E-Learning System. Malaysian Accounting Review, 6(1), pp.19–44. Massey, A.P., Khatri, V. & Ramesh, V., 2005. From the Web to the Wireless Web : Technology Readiness and Usability. In Proceedings of the 38th Hawaii International Conference on System Sciences. pp. 1–10. Nasrum, A., Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Era Globalisasi. Available at: http://www.kompasiana.com/arnaldinasrum/pe ngaruh-perkembangan-teknologi-informasidan-komunikasi-dalam-eraglobalisasi_550045e7a33311bb7451058d [Accessed July 2, 2015]. Nasution, R.A., Rudito, P. & Syaharuddin, Z., 2007. Technology Readiness Characteristics of 3G Subscribers in Indonesia : A Preliminary Study. In PICMET. Portland, Oregon - USA, pp. 5–9. Nurjaman, J., 2002. Teknologi Informasi Dalam Pendidikan, Available at: http://www.academia.edu/6022859/Teknologi _Informasi_Dalam_Pendidikan [Accessed July 2, 2015]. Oetomo, B.S.D., 2002. Perencanaan dan Pembangunan Sistem Informasi, Yogyakarta: Penerbit Andi. Parasuraman, A., 2000. Technology Readiness Index (Tri): A Multiple-Item Scale to Measure Readiness to Embrace New Technologies. Journal of Service Research, 2(4), pp.307– 320. Available at: http://jsr.sagepub.com/content/2/4/307.short [Accessed August 4, 2015]. Parasuraman, A. & Colby, C.L., 2001. TechnoReady Marketing: How and Why Customers Adopt Technology The Free P., Australia: Simon & Schuster AU. Available at: http://books.simonandschuster.com.au/Techno -Ready-Marketing/Charles-LColby/9780743213707 [Accessed December 18, 2015]. Putri, D.A.T., 2013. Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Skripsi Online (SIMSON) pada Jurusan Teknik Informatika di Universitas Islam Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Summak, M.S., Baglibel, M. & Samancioglu, M., 2010. Technology Readiness of Primary School Teachers : A Case Study in Turkey. In Procedia Social and Behavioral Sciences. Turkey, pp. 2671–2675. Venkatesh, V. et al., 2003. User Acceptance of
ISSN: 2089-9815
Information Technology: Toward a Unified View. MIS Quarterly, 27(3), pp.425–478. Available at: http://www.jstor.org/stable/30036540. Wiyono, A.S., Ancok, D. & Hartono, J., 2008. Aspek Psikologis pada Implementasi Sistem Teknologi Informasi. In Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia. Jakarta.
161