STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN MILOM (Crossocheilus cf. oblongus) DI PERAIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN
ARIS SUNANTYO
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
“STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN MILOM (Crossocheilus cf. oblongus) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor, September 2009
Aris Sunantyo C24103017
ABSTRAK
Aris Sunantyo. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan. Dibawah bimbingan SULISTIONO dan SITI NURUL AIDA.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kebiasaan makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) dengan melihat komposisi jenis makanannya. Analisis data meliputi indeks kepenuhan lambung (index of stomach content), indeks bagian terbesar (index of preponderance), luas relung makanan, tumpang tindih relung makanan, hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan Milom. Pengambilan ikan contoh dilakukan pada bulan September 2006 dan Januari 2007 di Sungai Musi dengan menggunakan alat tangkap Gillnet (jaring insang). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Ekobiologi Perairan dan Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Milom yang dianalisis selama penelitian berjumlah 91 ekor yang terdiri atas 38 ikan jantan dan 41 ikan betina. Ikan Milom yang tertangkap memiliki kisaran panjang total tubuh antara 57 - 130 mm dan berat tubuh antara 2.58 - 24.9 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisme makanan yang ditemukan dalam lambung ikan Milom terdiri atas 9 kelompok jenis organisme makanan, yang terdiri atas diatom/Bacillariophyceae (IP 85.83%), Protozoa (IP 4.49%), Chlorophyceae (IP 1.68%), Cyanophyceae (IP 0.37%), Desmidiaceae (IP 1.60%), cacing (IP 0.02%), detritus (IP 3.99%), tumbuhan air (IP 2.01%) dan organisme tak teridentifikasi (IP 0.02%). Luas relung terbesar terdapat pada ukuran 57-66 mm sebesar 2,1009. Hubungan panjang berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) jantan dan betina adalah W = 5E-06L3.1470 dan W = 1E-04L2.4903. Maka pola pertumbuhannya adalah allometrik positif untuk ikan jantan dan allometrik negatif untuk ikan betina. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) di DAS Musi merupakan ikan herbivora dengan makanan utama dari kelompok Diatom atau Bacillariophyceae.
STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN MILOM (Crossocheilus cf. oblongus) DI PERAIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN
Oleh: ARIS SUNANTYO C24103017
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI Judul Penelitian
: Studi Kebiasaan Makanan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan
Nama Mahasiswa
: Aris Sunantyo
Nomor Pokok
: C24103017
Program studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc NIP. 19630312 198903 1 003
Ir. Siti Nurul Aida, MP NIP. 19630617 1991103 2 004
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1002
Tanggal Lulus : 4 Agustus 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat
dan
hidayah-Nya
kepada
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul " STUDI KEBIASAAN MAKANAN IKAN MILOM (Crossocheilus cf. oblongus) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Sulistiono Msc dan Ibu Ir. Siti Nurul Aida, MP selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa bersabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi saran yang berharga bagi penulis 2. Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu atas arahan, motivasi dan bimbingannya. 3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.Sc selaku pihak komisi pendidikan atas saran dan arahannya kepada penulis. 4. BRPPU Palembang dan Dr. Ir. Husnah, M.Phil selaku penanggung jawab kegiatan penelitian dari pihak BRPPU. 5. Kedua orang tua, seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan semangat, kepercayaan serta kasih sayang kepada penulis. 6. Keluarga Besar FKM-C khususnya KARANG-40 atas do’a dan motivasinya. 7. Teman-teman MSP angkatan 40 atas dukungan dan semangatnya selama ini dan juga seluruh staf Departemen MSP. 8. Sahabat-sahabat di Pondok Al-Izzah dan komunitas Proud Muslim . Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan tugas akhir ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Bogor, September 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
vi
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2. Tujuan ...................................................................................... 1.3. Manfaat ....................................................................................
1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
3
I.
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7.
Klasifikasi ................................................................................ Ciri Morfologis ......................................................................... Jenis Ikan Milom....................................................................... Habitat dan Distribusi................................................................ Pertumbuhan dan Faktor Kondisi............................................... Kebiasaan Makanan................................................................... Relung Makanan .......................................................................
3 4 4 4 5 6 6
III. METODE PENELITIAN ...............................................................
8
3.1. 3.2. 3.3.
Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................... Alat dan Bahan ........................................................................ Prosedur Penelitian................................................................... 3.3.1. Pengambilan dan penanganan ikan contoh di lapangan .... 3.3.2. Analisis di laboratorium ......................................... 3.4. Analisis Data ........................................................................... 3.4.1. Indeks kepenuhan lambung (Index of Stomach Content) .. 3.4.2. Kebiasaan makanan ....................................................... 3.4.3. Faktor kondisi ................................................................. 3.4.4. Pertumbuhan Individu Ikan.............................................. 3.4.5. Relung makanan .............................................................. 3.4.6. Tumpang tindih relung makanan......................................
8 9 9 9 9 10 10 10 11 11 12 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
14
4.1. 4.2.
Kondisi Umum ......................................................................... Komposisi Tangkapan ..............................................................
14 16
ii
4.3.
Sebaran frekuensi panjang ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) .................................................... 4.4. Indeks Kepenuhan Lambung (Index of Stomach Content). ........ 4.4.1. Indeks kepenuhan lambung berdasarkan bulan pengamatan...................................................................... 4.4.2. Indeks kepenuhan lambung berdasarkan ukuran............... 4.5. Komposisi Makanan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) 4.5.1. Komposisi makanan ikan Milom secara umum .............. 4.5.2. Komposisi makanan berdasarkan jenis kelamin ............... 4.5.3. Komposisi makanan berdasarkan bulan pengamatan ....... 4.5.4. Komposisi makanan berdasarkan ukuran ......................... 4.5.5. Komposisi makanan berdasarkan lokasi pengamatan ...... 4.6. Luas Relung Makanan ............................................................. 4.7. Tumpang Tindih Relung Makanan ............................................ 4.8. Faktor Kondisi.......................................................................... 4.8.1. Faktor kondisi berdasarkan bulan pengamatan ................. 4.8.2. Faktor kondisi berdasarkan ukuran................................... 4.9. Hubungan Panjang–Berat Ikan Milom (Crossocheilus spp.) ..... 4.10. Pengelolaan .............................................................................
18 19 20 20 21 22 23 25 27 28 28 28 30 30 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
34
5.1. 5.2.
16 18
Kesimpulan ............................................................................. Saran .......................................................................................
34 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
35
LAMPIRAN ..........................................................................................
37
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Stasiun pengambilan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus)............ 8 2. Data kualitas air beberapa stasiun pengamatan di DAS Musi ............... 15 3. Luas relung makanan ikan Milom ........................................................ 27 4. Tumpang tindih relung makanan ikan Milom ....................................... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) (Dokumentasi BRPPU Palembang) ...........................................................................
Halaman 3
2. Keadaan umum DAS Musi (St. Perjaya – DAS Musi) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)..........................................
14
3. Komposisi tangkapan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus).......... 4. Distribusi ukuran ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ............... 5. Grafik indeks kepenuhan lambung ikan Milom berdasarkan bulan pengamatan ............................................................................. 6. Grafik indeks kepenuhan lambung ikan Milom berdasarkan ukuran .... 7. Komposisi makanan (IP) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) secara umum ...................................................................................... 8. Komposisi makanan (IP) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan jenis kelamin .................................................................. 9. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan bulan pengamatan.......................................................... 10. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan selang kelas ukuran....................................................... 11. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan selang lokasi pengamatan ............................................. 12. Faktor kondisi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan bulan pengamatan......................................................... 13. Faktor kondisi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan selang kelas ukuran....................................................... 14. Hubungan panjang-berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ....
16 17 19 19 21 22 23 24 26 29 30 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Peta lokasi penelitian ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) .......... 38 2. 3. 4. 5. 6.
Beberapa foto stasiun pengambilan contoh .......................................... Alat tangkap yang digunakan .............................................................. Sebaran frekuensi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ............... Perbandingan panjang usus dan panjang total ikan contoh.................. Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ..............................................................
39 40 41 42
7. Jenis-jenis makanan ikan (Crossocheilus cf. Oblongus)...................... 8. Beberapa foto organisme makanan ikan Milom..................................
44 45
9. IP ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus).......................................
47
10. Luas relung makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ......... 11. Tumpang tindih relung makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus)...............................................................
49
12. Uji t hubungan panjang-berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) .............................................................. 13. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) .............................................................
43
51 52 53
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai Musi merupakan salah satu sungai besar di Indonesia yang melintasi kota Palembang. Sungai ini merupakan muara sembilan anak sungai besar, yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan (www.wikipedia.org). Sungai Musi merupakan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati perikanan yang cukup tinggi di Indonesia. Ikan Milom diantaranya merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memperkaya bagian dari keanekaragaman hayati di sungai tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya populasi ikan Milom dalam suatu perairan antara lain adalah faktor nutrisi (kualitas dan kuantitas makanan). Nutrisi yang didapat dari makanan diperlukan dalam pertumbuhan dan mengganti sel yang rusak, sumber energi, reproduksi, serta menunjang kesehatan ikan. Menurut Nikolsky (1963) makanan mempunyai fungsi penting bagi kehidupan suatu organisme, dan merupakan salah satu yang dapat menentukan luas penyebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu populasi. Keberadaan pakan alami (seperti plankton) di perairan sangat tergantung dari kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, nutrien, oksigen, cahaya dan lainlain. Lingkungan yang buruk menyebabkan produktivitas primer rendah, memicu timbulnya gas-gas beracun, dominansi plankton yang dapat menyebabkan kematian masal ikan. Menurut Mason (1981) in Asyarah (2006) perairan yang keruh tidak disukai oleh ikan karena mengganggu sistem pernapasan, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisme dasar. Pengetahuan mengenai keterkaitan antar organisme yang ada di perairan Sungai Musi dibutuhkan dalam merancang strategi pengelolaan perikanan. Komposisi makanan ikan adalah salah satu aspek yang dapat digunakan untuk mengetahui rantai makanan di perairan tersebut. Hingga saat ini informasi biologi yang terkait dengan kebiasaan makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. Oblongus) di Sungai Musi masih sangat terbatas. Untuk pengelolaan yang berkelanjutan, informasi tersebut merupakan informasi dasar yang diperlukan. Oleh sebab itu penelitian tentang kebiasaan makanan ikan ini sangat diperlukan.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebiasaan makan ikan Milom di DAS Musi Palembang Sumatera Selatan.
C. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diambil sebagai sumber informasi dasar yang dapat dijadikan acuan bagi pengelolaan sumberdaya perikanan ikan di DAS Musi Palembang Sumatera Selatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan milom (Crossocheilus cf. oblongus) menurut Kottelat and Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Super kelas
: Osteichthyes
Kelas
: Actinopterygii
Sub kelas
: Neopterygii
Infra kelas
: Teleostei
Super ordo
: Ostariophysi
Ordo
: Cypriniformes
Super famili
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Crossocheilus (Kuhl and van Hasselt in van Hasselt, 1823)
Species
: Crossocheilus oblongus (Kuhl and van Hasselt in van Hasselt, 1823)
Gambar 1. Ikan milom (Crossocheilus cf. oblongus) ( Dokumentasi BRPPU Palembang )
2.2. Ciri Morfologis Ciri-ciri dari ikan milom (Crossocheilus cf. oblongus) yaitu hanya mempunyai sepasang sungut pada moncong yang lebih pendek dari pada panjang mata, garis warna memanjang berakhir pada sebuah titik pada pangkal ekor (Kottelat and Whitten, 1993). Panjang maksimal dari ikan Milom dapat mencapai 15 cm. Ikan Milom Memiliki 8-9 jari—jari sirip punggung dan 2-3 jari-jari pada sirip anal (www.fishbase.com).
2.3. Jenis Ikan Milom Ikan milom pada pengamatan di Daerah Aliran Sungai Musi memiliki berbagai macam jenis. Jenis ikan milom lain yang ada di Sungai Musi antara lain adalah Osteochillus wandeersii yang mempunyai ciri-ciri terdapat satu atau tubus keras pada moncongnya dan sebuah garis warna pada operkulum sampai keawal sirip ekor. Memiliki 27 - 35 sisir saring pada lengkung pertama. Batang ekor dikelilingi 16 sisik, terdapat 10 - 13½ jari-jari bercabang pada sirip punggung dan mempunyai mulut subinferior. Jenis yang lain adalah Osteochillus microchepalus dengan ciri-ciri terdapat 1 atau 3 tubus keras pada moncong (kalau jumlahnya 3 maka tubus yang di tengah memiliki ukuran yang terbesar), garis warna hitam terlihat jelas sepanjang badan dari celah insang sampai akhir jari-jari tengah sirip ekor. Badan berwarna terang, bagian tengah ke bawah hampir berwarna putih. Memiliki 12 - 13½ jari-jari bercabang pada sirip punggung serta batang ekornya dikelilingi 16 sisik (Kottelat and Whitten, 1993).
2.4. Habitat dan Distribusi Ikan milom merupakan ikan benthopelagis yang hidup disungai dan danau. Biasanya ditemukan di dasar perairan dengan aliran yang deras dan dekat jeram air. Pada sistem sungai yang besar, spesies ini melakukan migrasi. Pada musim penghujan saat air sungai meluap, ikan ini masuk ke daerah pemijahan (spawning ground) yang berupa rawa-rawa banjiran (flooded swamps) dan tempat-tempat yang tergenang (ccfishery.net) Distribusi Crossocheilus cf. oblongus terdapat di perairan Indonesia yaitu di Kalimantan dan Sumatra. Ikan ini juga terdapat di wilayah Asia lain yaitu
Malaysia, hingga ke Vietnam. Ikan milom berstatus native yang berarti ikan asli daerah setempat (ccfishery.net).
2.5. Pertumbuhan dan Faktor Kondisi Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang berat ikan tersebut. Menurut Effendie (1979), pola pertumbuhan terdiri atas: (1) pertumbuhan isometrik, yaitu perubahan terusmenerus yang bersifat seimbang di dalam tubuh ikan dimana pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan beratnya, dan (2) pertumbuhan allometrik, yaitu perubahan yang tidak seimbang di dalam tubuh ikan dan dapat bersifat sementara. Pada pola pertumbuhan ini, pertumbuhan panjang dapat lebih dominan daripada pertumbuhan berat ataupun sebaliknya. Menurut Effendie (1997), beberapa jenis ekspresi pertumbuhan ikan antara lain: (1) kecepatan pertumbuhan mutlak, yaitu perubahan ukuran baik berat maupun panjang panjang yang sebenarnya diantara dua umur atau dalam waktu satu tahun, (2) kecepatan pertumbuhan nisbi dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu, dan (3) kecepatan pertumbuhan eksponensial (instantaneous growth
rate).
Selanjutnya
Nikolsky (1963)
menyatakan bahwa pengaruh umur terhadap laju pertumbuhan secara umum dapat dibagi atas tiga periode. Periode pertama adalah pertumbuhan awal daur hidup, merupakan masa pertumbuhan yang relatif lambat disebabkan karena penyesuaian makanan dari konsumsi kuning telur ke makanan alami. Periode kedua adalah perumbuhan ikan muda yang merupakan masa perumbuhan ikan yang cepat dan semakin cepat hingga akhirnya memasuki periode ketiga yang dikenal dengan nama pertumbuhan ikan dewasa dimana pertumbuhan cenderung semakin lambat. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya sulit dikontrol, diantaranya ialah keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama yang mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan (Effendi, 1997). Faktor kondisi didefinisikan sebagai keadaan atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor
kondisi menunjukkan keadaan ikan, baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan reproduksi (Effendi, 1997).
2.6. Kebiasaan Makanan Effendie (1979) mengatakan bahwa kebiasaan makanan adalah jenis, kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan Kebiasaan makanan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan. Nikosky (1963) menyatakan bahwa urutan kebiasaan makan ikan terdiri atas: (1) makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang banyak; (2) makanan sekunder/pelengkap, yaitu makanan yang biasa dimakan dan ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit; (3) makanan insidental/tambahan, yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dengan jumlah yang sangat sedikit; serta (4) makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia. Effendie (1979) mengatakan keberadaan makanan alami di alam sangat tergantung dari perubahan lingkungan, seperti kandungan bahan organik, fluktuasi suhu, itensitas cahaya matahari, ruang dan luas makanan. Jadi ikan dengan spesies sama dan hidup di habitat yang berbeda, dapat mempunyai kebiasaan makanan yang tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor penyebaran dari organisme makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan itu sendiri, dan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan.
2.7. Relung makanan Relung makanan adalah kebiasaan makan suatu spesies ikan terhadap satu atau beberapa jenis makanan yang mengindikasikan adanya perbedaan sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh suatu organisme (Pianka, 1981 in Asyarah, 2006). Luas
relung (niche breadth)
makanan
menggambarkan proporsi
sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh suatu jenis organisme. Luas relung makanan dapat membantu dalam menentukan posisi suatu spesies ikan di dalam
rantai makanan yang berguna dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (Krebs, 1989). Luas relung makanan yang besar mengindikasikan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan lebih beragam. Ikan-ikan yang memiliki luas relung makanan yang kecil atau sempit menandakan bahwa ikan tersebut melakukan seleksi terhadap sumberdaya makanan yang tersedia di perairan. Ikan yang memakan beragam sumberdaya makanan diduga luas relung makanannya akan meningkat, walaupun sumberdaya yang tersedia menurun luas relung akan tinggi jika organisme mengkonsumsi jenis makanan yang bberagam dan masing-masing jenis dikonsumsi dalam jumlah yang sama. Sebaliknya luas relung akan rendah jika organisme hanya memanfaatkan satu jenis makanan (Levins, 1968 in Krebs, 1989). Tumpang tindih relung (niche overlap) terjadi jika terdapat dua organisme memanfaatkan sumberdaya makanan yang sama. Dengan kata lain, tumpang tindih relung makanan adalah daerah ruang relung yang dihuni oleh dua penghuni relung atau lebih (Pianka, 1974 in Krebs, 1989). Jika nilai tumpang tindih tersebut tinggi (berkisar satu), maka kedua kelompok organisme yang dibandingkan memiliki jenis makanan yang sama. Sebaliknya, bila nilai tumpang tindih yang didapatkan sama dengan nol, maka tidak didapatkan makanan yang sama antar kelompok organisme yang dibandingkan (Colwell dan Futuyama, 1971).
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan contoh ikan Milom yang tertangkap pada bulan September 2006 dan Januari 2007 di daerah aliran sungai (DAS) Musi Palembang Sumatera Selatan. Lokasi pengambilan sampel tercantum pada Tabel 1. Penelitian ini merupakan merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh proyek Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU), Palembang. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi dan Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tabel 1. Stasiun pengambilan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Nama Lokasi Banu ayu Niru/Tebat agung Tj. Raja Pasar kayu agung Pedamaran Sungai Dua
Lintang Selatan Leatang 03025’ 00.4” Niru 03027‘ 16.9” Ogan 03019’ 56.8” Komering 03023’ 1.5” Babatan 03028’ 57.6” 0303'12, 9" Sungai
Bujur Timur 1040 02’ 17.7” 1040 03’ 45.2” 1040 46’ 43.6” 1040 50’ 14” 1040 50’ 25” 104051'44,6"
Aktivitas Sekitar Sungai PT. TEL dan pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman
3.2. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan adalah ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) , formalin 10% untuk mengawetkan ikan contoh serta formalin 4% untuk mengawetkan usus ikan contoh. Alat yang digunakan dalam penangkapan ikan contoh adalah Gillnet (jaring insang), eksperimental gillnet ikan contoh. Peralatan yang digunakan pada saat penelitian adalah penggaris dengan ketelitian 0,1 cm, timbangan digital dengan sensitivitas 0,01 gram, alat bedah, mikroskop binokuler, pipet tetes, gelas ukur, gelas objek, gelas penutup, dan buku identifikasi.
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pengambilan dan penanganan ikan contoh di lapangan Pengambilan ikan contoh dilakukan oleh tim dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang pada bulan September 2006 dan Januari 2007 di sepanjang daerah aliran Sungai Musi. Penangkapan dilakukan pada siang hingga sore hari dimana jala dan eksperimental gillnet dipasang selama 4-6 jam, kemudian diangkat. Sebagian ikan contoh didapat dari enumerator (pengumpul ikan) dan nelayan. Ikan contoh yang tertangkap dimasukkan ke kantong plastik dan diawetkan dengan larutan formalin 10 %. Selanjutnya ikan contoh dibawa ke Laboratorium Ekobiologi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis lebih lanjut.
3.3.2. Analisis di laboratorium Ikan Milom yang diawetkan dengan larutan formalin 10 %, diukur panjang dan ditimbang beratnya. Pengukuran panjang dan bobot total ikan contoh dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan dan keterkaitannya dengan kebiasaan makanan. Panjang total diukur dari bagian anterior sampai dengan bagian posterior menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm. Sebelum ditimbang, ikan contoh terlebih dahulu dikeringkan menggunakan tissue agar formalin yang ada pada tubuh ikan tidak menambah berat ikan. Bobot ikan contoh ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Ikan contoh yang telah diawetkan di dalam larutan formalin 10% dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke bagian belakang operculum kemudian dilanjutkan ke arah ventral hingga ke dasar perut. Otot dibuka sehingga organ dalam ikan dapat terlihat dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan melihat struktur anatomis gonadnya menggunakan metode Cassie (Effendie, 1979). Lambung dan Usus dipisahkan dari organ dalam lainnya dengan hati-hati agar usus tidak terputus, kemudian diukur panjangnya. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya. Usus ikan contoh kemudian
dimasukkan ke dalam botol sampel untuk diawetkan dengan menggunakan formalin 4%. Usus kemudian dikeringkan dari formalin dan diukur panjangnya, kemudian usus dibedah untuk mengeluarkan isinya, kemudian ditimbang. Isi Usus kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk kemudian diencerkan dengan aquades. Isi usus yang diencerkan diletakkan di gelas objek dengan pipet tetes. Setelah itu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 X 10. Pengamatan organisme menggunakan menggunakan metode sensus. Setiap organisme yang diamati dicatat persentase volume dan diidentifikasi. Organisme yang belum bisa diidentifikasi dimasukkan kedalam kelompok Organisme yang tidak teridentifikasi. Identifikasi organisme makanan dari ikan contoh menggunakan buku identifikasi Needham and Needham (1963).
3.4. Analisis Data 3.4.1. Indeks kepenuhan lambung Indeks kepenuhan lambung atau Index of Stomach Content (ISC) untuk mengetahui persentase konsumsi pakan relatif ikan contoh. ISC ditentukan dengan menggunakan perhitungan menurut Sphatura and Gophen (1982) in Sulistiono (1998), yaitu : SCW ISC =
X 100 % BW
Keterangan: ISC = Index of Stomach Content (%) SCW = Berat isi lambung (gr) BW = Berat total ikan (gr)
3.4.2. Kebiasaan makanan Dalam menentukan kebiasaan makanan ikan Milom, menggunakan metode Index of Preponderance (Indeks Bagian Terbesar) yang merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik. Indeks ini sering digunakan dalam studi kebiasaan makanan ikan dan menilai bermacammacam makanan yang menjadi kesukaan ikan (Effendie, 1979). Menurut
Natarajan dan Jhingran (1961) in Effendie (1979) perumusan Index of Preponderance sebagai berikut:
Ii =
Keterangan: Vi Oi ΣVixOi Ii
= = = =
Vi × Oi × 100 ∑Vi × Oi
persentase volume satu macam makanan persentase frekuensi keadaan satu macam makanan jumlah VixOi dari semua macam makanan Index of Preponderance
3.4.3. Faktor kondisi Rumusan dalam
analisa
faktor
kondisi
ditentukan setelah
pola
pertumbuhan panjang diketahui. Bila nilai b ≠ 3, maka K dihitung dengan rumus (Effendie, 1997) :
K=
W aLb
Keterangan : K = Faktor kondisi W = Berat ikan (gram) L = Panjang total ikan(mm); a dan b = konstanta Jika nilai b = 3, maka K dihitung dengan rumus :
K=
10 5 W L3
Keterangan : K = Faktor kondisi L = Panjang total ikan W= Berat ikan
3.4.4. Pertumbuhan individu ikan Hubungan panjang dan berat menggunakan rumus sebagai berikut (Hile, 1963 in Effendie, 1997) :
W = aLb Keterangan : W = Berat tubuh ikan (gram) L = Panjang tubuh ikan a dan b = Konstanta
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang dianalisis. Bila nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik dan b ≠ 3 menunjukkan pola pertumbuhan allometrik. Pertambahan berat lebih cepat (allometrik positif) bila nilai b lebih besar dari 3 (b>3) dan pertumbuhan panjang lebih cepat (allometrik negatif) bila nilai b lebih kecil dari 3 (b<3). Nilai b yang didapat diuji dengan uji t, di mana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat. Hipotesis : Ho : b = 3 (pola pertumbuhan isometrik) H1 : b ≠ 3 (pola perumbuhan allometrik) Thit = β0 – β1 Sβ1 Dimana Sβ1 adalah simpangan koefisien b yang dapat ditentukan dari model rumus sebagai berikut : S β 1 =
KTG , sedangkan KTG diperoleh dari ∑ ( Xi − Xrata )
analisis kovarian. Untuk penarikan keputusan yaitu dengan membandingkan thit dengan ttabel pada selang kepercayaan 95 % (α=0,05). Jika nilai thit > ttabel maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol, dan jika thit < ttabel maka keputusannya adalah gagal tolak hipotesis nol (Walpole, 1995).
3.4.5. Relung makanan Perhitungan luas relung makanan dilakukan dengan menggunakan metode “Levin’s Measure” dalam Colwel dan Futuyama (1971) sebagai berikut:
Bij =
1 n
m
∑∑ Pij ^2 i =1 j =1
Keterangan: Bij = luas relung kelompok ukuran ikan ke-i terhadap sumberdaya makanan ke-j Pij = Proporsi dari kelompok ukuran ikan ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya makanan ke-j n = Jumlah kelompok ukuran ikan (i = 1,2,3,…….n) m = Jumlah sumberdaya makanan ikan (j = 1,2,3,……m)
Standarisasi nilai luas relung makanan agar bernilai antara 0-1, menggunakan rumus yang dikemukakan Hulbert (Colwel dan Futuyama, 1971) yaitu: BA =
B −1 N −1
Keterangan: BA = Standarisasi luas relung Levins (kisaran 0-1) B = Luas relung Levins N = Jumlah seluruh sumberdaya yang dimanfaatkan
3.4.6. Tumpang tindih relung makanan Nilai tumpang tindih relung makanan menunjukkan adanya kesamaan jenis makanan yang dimanfaatkan antara ikan jantan dan betina serta oleh beberapa kelompok ikan. Perhitungan tumpang tindih relung makanan menggunakan “Simplified Morisita Index” (Horn ,1966 in Krebs, 1989), yaitu : n
Ch =
m
l
2∑∑∑ PijPik n
m
i =1 j =1 k =1 n 2
∑∑ P
ij
i=1 j =1
l
+ ∑∑ Pik
2
i =1 k =1
Keterangan: Ch = Indeks Morisita yang disederhanakan Pij,Pik = Proporsi jenis organisme makanan ke-i yang digunakan oleh 2 kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan ke-k n = Jumlah organisme makanan m,l = Jumlah kelompok ukuran ikan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum Daerah aliran Sungai Musi terletak diantara 1˚40’-5˚ Lintang Selatan (LS) dan 102˚7’-108˚ Bujur Timur (BT). Sungai ini memiliki panjang sekitar 750 km dengan fluktuasi air mencapai 6-7 meter setiap tahunnya. Luas DAS Musi adalah 58,870 km2, merupakan 64,3 % dari luas seluruh propinsi Sumatera Selatan (Febriani, 2004). Wilayah DAS Musi mencakup 50 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Lematang Ilir, Ogan Tengah, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir dan Kota Palembang (Widiastuty, 2001). Sungai Musi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan masyarakat disekitarnya. Aktifitas masyarakat dalam memanfaatkan Sungai Musi beraneka ragam, mulai dari keperluan sehari-hari semisal mandi, mencuci, hingga keperluan ekonomi semisal sebagai daerah perikanan, aktifitas transportasi sungai yang menghubungkan daerah satu dengan lainnya serta aktifitas industri yang memanfaatkan sungai musi dalam kegiatan produksi dan distribusi produknya.
Gambar 2. Keadaan umum DAS Musi (St. Perjaya – DAS Musi) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)
Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat membawa dampak bagi kondisi kualitas air Sungai Musi, hal ini seterusnya menentukan kelayakan pemanfaatan dari Sungai Musi kedepannya. Dalam peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 in Effendi (2003) kualitas air yang digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan adalah golongan C. Secara umum lokasi-lokasi penelitian di Sungai Musi mempunyai kualitas air yang masih relatif baik untuk kegiatan perikanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran oleh tim dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Data kualitas air beberapa stasiun pengamatan di DAS Musi Parameter
Suhu
Kecerahan
Warna
Bau
pH
DO
Unit
0
C
Cm
-
-
-
ppm
Niru
29
60
Keruh
Tidak berbau
6
7,65
L
Banuayu
30
45
Keruh
Tidak berbau
7
4,86
O
Kayu Agung
31
43
Keruh
-
7
5,68
K
Tanjung Raja
29.5
37
Keruh
Tidak berbau
7
5,07
A
Pedamaran
31.5
28.5
Keruh
Berbau
6.5
3,86
S
Sungai Dua
30
27
Keruh
Berbau
6
4,30
I
Perjaya
29
104
-
-
7.5
Rasuan
29
55
-
-
7.5
Lokasi pengamatan pada 8 titik lokasi di DAS Musi memiliki kisaran suhu 29 – 31,5 0C, nilai kisaran ini menunjukkan bahwa pada umumnya perairan ini berada pada kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan, yaitu sebesar 20-30 oC (Effendie, 2003). Nilai kecerahan pada lokasi pengamatan memiliki kisaran 27 – 104 cm dengan warna perairan cenderung keruh dan sebagian besar tidak berbau. Effendi (2003), menyatakan bahwa warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan non-organik; karena keberadaan plankton, humus, ion-ion logam serta bahan-bahan lain. Kisaran pH perairan pada menunjukkan masih berada pada kisaran normal, yaitu sebesar 6 – 7,5. Keputusan Menteri KLH No.02/MenKLH/1/1998, ambang batas pH air untuk keperluan perikanan (golongan C) adalah antara 6,0 – 7,0 ppm, sehingga dari informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran pH
perairan sungai Musi di zona tengah-hilir masih layak untuk kegiatan perikanan. Rata-rata oksigen terlarut (DO) pada stasiun pengamatan secara umum menunjukkan masih berada pada baku mutu untuk kegiatan perikanan yang mensyaratkan minimal memiiliki nilai DO ≥ 3 ppm (Effendi, 2003).
4.2. Komposisi Tangkapan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) yang tertangkap selama dua bulan pengambilan ikan contoh di Sungai Musi seluruhnya berjumlah 91 ekor yang. Hasil tangkapan berdasarkan bulan pengamatannya tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus).
Jumlah hasil tangkapan pada bulan September 2006 sebanyak 79 ekor dengan rincian 38 ikan jantan dan 41 ikan betina. Milom. Sedangkan hasil tangkapan pada bulan Januari 2007 sebanyak 12 ekor dengan rincian 6 ikan jantan dan 6 ikan betina. Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) di DAS Musi ditangkap dengan menggunakan gillnet (jaring insang) dengan ukuran mata jaring 0,5 inchi yang dipasang sepanjang tepian sungai selama 4 jam.
4.3. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Keseluruhan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) yang tertangkap memiliki kisaran panjang tubuh antara 57 - 130 mm dan berat tubuh antara 2.58 -
24.9 gram. Dari kisaran panjang tubuh total dibuat delapan kelas ukuran panjang (Gambar 4).
Gambar 4. Distribusi ukuran ikan Milom (Crossocheilus cf. Oblongus)
Frekuensi terbesar untuk ikan jantan berada pada selang kelas 67-76 sebanyak 18 ekor (19,78 %) sedangkan untuk ikan betina berada pada selang kelas 65-76 sebanyak 17 ekor (18,68 %). Ikan yang tertangkap pada bulan September 2006 sebagian besar berada pada selang ukuran kecil, diduga pada bulan ini ikan sedang berada pada fase pertumbuhan. hal ini didasarkan pada panjang maksimum ikan Milom yang dapat mencapai 150 mm (www.fishbase.com). Hal ini berbeda pada bulan berikutnya yaitu Januari 2007, dimana ikan hanya ditemukan pada selang ukuran yang lebih besar. Diduga pada bulan Januari merupakan fase ikan mencapai dewasa dan melakukan proses pemijahan.
Pada penelitian mengenai ikan Siumbut (Labiobarbus leptocheilus) oleh Kusumasari (2007) di Sungai Musi didapatkan jumlah ikan terbesar terdapat pada bulan Juni 2006 (37.85 %) sedangkan jumlah ikan terkecil terdapat pada bulan Januari 2007 (25.23 %). Frekuensi ikan Siumbut yang ditemukan cenderung menurun pada pada kisaran yang lebih panjang dimana pada bulan Juni 2006 ikan yang tertangkap berukuran relatif kecil. Sedangkan pada bulan Januari 2007 ikan lebih banyak tertangkap pada selang kelas ukuran sedang.
4.4 Indeks Kepenuhan Lambung (Index of Stomach Content) Indeks Kepenuhan lambung merupakan indikasi untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan relatif
ikan. Perhitungan ISC juga dapat menggambarkan
keaktifan ikan dalam mencari dan memakan makanan. 4.4.1. Indeks kepenuhan lambung berdasarkan bulan pengamatan Hasil analisis ISC berdasarkan bulan pengamatan disajikan dalam Gambar 5. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa pada bulan Januari, ikan Milom baik jantan maupun betina memiliki tingkat kepenuhan lambungnya yang lebih tinggi dibandingkan bulan September. Rata-rata nilai ISC ikan Milom jantan meningkat dari semula 0.83 menjadi 1.39, sedangkan ikan Milom betina memiliki rata-rata nilai ISC sebesar 1.03 pada bulan September 2006 dan meningkat menjadi 1.55 pada bulan Januari 2007. Hal ini diduga diakibatkan pada bulan Januari curah hujan lebih tinggi dibandingkan pada bulan September, yang mengakibatkan masa air naik sehingga diduga membawa makanan dan menyebabkan ketersediaan makanan di alam melimpah. Hal ini juga disebabkan aktifitas ikan Milom yang lebih aktif dalam mengkonsumsi makanan sehingga isi lambung ikan Milom lebih terisi dibandingkan pada bulan September. Hasil penelitian Hedianto terhadap ikan Keperas (Cyclocheilichthys apogon) di DAS Sungai Musi menunjukkan nilai ISC yang berfluktuasi pada pertambahan bulan. Lokasi pengamatan di daerah tengah didapatkan nilai ISC ikan Keperas lebih tinggi dari bulan sebelumnya, sedangkan di hulu nilainya cenderung mengalami penurunan.
4
Jantan
3.0
Betina
2.5
3
ISC (%)
ISC (%)
2.0
2
1
1.5
1.0
0 0.5
0.0
September 2006
Januari 2007 Bulan Pengamatan
September 2006
Januari 2007
Bulan Pengamatan
Gambar 5. Grafik indeks kepenuhan lambung ikan Milom berdasarkan bulan pengamatan
4.4.2. Indeks kepenuhan lambung berdasarkan ukuran Ukuran ikan mempengaruhi pola konsumsi ikan terhadap sumberdaya makanan. Hasil analisis ISC berdasarkan selang kelas ukuran disajikan dalam Gambar 6.
4
ISC (%)
3
2
1
0
57-66
67-76
77-86
87-96
97-106
107-116 117-126 127-136
Sebaran Frekuensi Panjang
Gambar 6. Grafik indeks kepenuhan lambung ikan Milom berdasarkan ukuran
Dari Gambar 6 diketahui bahwa nilai ISC cenderung meningkat sesuai bertambahnya ukuran. Nilai rata-rata ISC terendah terdapat pada selang kelas 67-
76 mm dengan nilai 0,81 dan tertinggi adalah pada selang kelas 127-126 mm dengan nilai 1,85. nilai rata-rata ISC cenderung meningkat seiring bertambahnya ukuran, hal ini diduga karena kebutuhan nutrisinya besar untuk perkembangan gonad, pertumbuhan, dan pemijahan.
4.5. Komposisi Makanan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Dengan mengetahui komposisi jenis dan jumlah makanan dapat diklasifikasikan makanan utama yaitu makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah besar, makanan pelengkap yaitu makanan yang dimanfaatkan dalam jumlah yang sedikit, dan makanan tambahan yang dimanfaatkan dalam jumlah yang sangat sedikit. Makanan ikan Milom secara umum didapatkan sebanyak 9 kelompok jenis organisme makanan, yang terdiri atas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Desmidiaceae, Protozoa, tumbuhan air, cacing, detritus dan organisme tak teridentifikasi.
4.5.1. Komposisi makanan ikan Milom secara umum Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) secara umum (Gambar 7) didapatkan bahwa kelompok jenis Bacillariophyceae memiliki nilai IP yang dominan. Oleh karena itu, diduga bahwa kelompok Bacillariophyceae merupakan makanan utama ikan Milom yang diamati. Nilai IP dari kelompok diatom/Bacillariophyceae adalah sebesar 85.83%. Dari hasil analisa, makanan pelengkap dari ikan Milom adalah berupa kelompok Protozoa dengan nilai IP yaitu 4.49%. Sedangkan makanan tambahan dari ikan Milom adalah berupa Chlorophyceae (1.68%), Cyanophyceae (0.37%), Desmidiaceae (1.60%), cacing (0.02%), detritus (3.99%), tumbuhan air (2.01%) dan organisme tak teridentifikasi (0.02%).
Gambar 7. Komposisi makanan (IP) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) secara umum
Pada penelitian ikan Beunteur (Puntius binotatus) oleh Asyarah (2006) di DAS Ciliwung didapatkan hasil secara umum bahwa ikan Beunteur lebih banyak memakan plankton dari kelompok Bacillaryophyceae. Berdasarkan berbagai kelompok plankton yang terdapat di perairan, menurut Hariyadi (1983), Bacillaryophyceae merupakan kelompok plankton yang disukai oleh ikan-ikan Mujair, Nila dan Mas.
4.5.2. Komposisi makanan berdasarkan jenis kelamin Proporsi IP terbesar pada ikan Milom jantan betina seperti disajikan pada Gambar 8 adalah kelompok Bacillariophyceae masing-masing sebesar 86.25% dan 83.48%, sehingga kelompok Diatom atau Bacillariophyceae merupakan makanan utama bagi ikan Milom di Sungai Musi. Adapun makanan pelengkap pada ikan Milom jantan yaitu Detritus (6.59%) dan untuk Milom betina yaitu Protozoa (7.61%). Makanan tambahan ikan Milom jantan terdiri atas Chlorophyceae
(1.22%),
Cyanophyceae
(0.26%),
Desmidiaceae
(1.11%),
Protozoa (1.55%), cacing (0.017%) , Tumbuhan Air (3.01%) dan organisme tak teridentifikasi (0.01%). Sedangkan pada ikan Milom betina memiliki jenis makanan tambahan berupa Chlorophyceae (2.30%), Cyanophyceae (0.50%), Desmidiaceae (2.20%), cacing (0.01%), detritus (2.33%), Tumbuhan Air (1.57%) dan organisme tak teridentifikasi (0.01%).
Hasil penelitian mengenai komposisi makanan berdasarkan jenis kelamin pada ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di DAS Musi oleh Syarif (2008), didapatkan makanan utama ikan jantan adalah serasah (40,50 %), sedangkan Bacillaryophyceae/Diatom dimanfaatkan sebagai makanan dengan nilai 37,92 %. Pada ikan Senggiringan betina, kelas Bacillaryiophyceae dimanfaatkan sebagai makanan utama dengan nilai IP sebesar 44,68 %.
Gambar 8. Komposisi makanan (IP) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan jenis kelamin
4.5.3. Komposisi makanan berdasarkan bulan pengamatan Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan bulan pengamatan disajikan pada Gambar 9. Makanan utama ikan Milom pada bulan September adalah Bacillariophyceae dengan nilai IP sebesar 86,79%, sedangkan makanan utama pada bulan Januari adalah detritus (75,7%). Makanan pelengkap untuk bulan September berupa Protozoa (4.69%), sedangkan untuk bulan Januari makanan pelengkapnya adalah berupa Detritus (18.95%). Jenis makanan tambahan ikan Milom pada bulan september yaitu Chlorophyceae (1.76%), Cyanophyceae (0.39%), Desmidiaceae (1.66%), cacing (0.01%), detritus (2.55%), Tumbuhan Air (2.09%) dan organisme tak teridentifikasi (0.018%). Jenis makanan
tambahan pada
bulan
Januari
yaitu
Chlorophyceae
(0.81%),
Cyanophyceae (0.16%), Desmidiaceae (0.47%), Protozoa (2.47%), cacing (0.05%), tumbuhan air (1.19) dan organisme tak teridentifikasi (0.13%).
Pada penelitian ikan Siumbut (Labiobarbus leptocheilus) mengenai komposisi makanan berdasarkan bulan pengamatan, didapatkan makanan utamanya adalah serasah pada setiap bulan pengamatan. Kebiasaan makanan ikan Siumbut diduga lebih dipengaruhi oleh ketersediaan dan kelimpahan sumberdaya makanan di perairan (Kusumasari, 2007).
Gambar 9. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan bulan pengamatan.
4.5.4. Komposisi makanan berdasarkan ukuran Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan selang kelas ukuran disajikan pada Gambar 10. Dari Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa kelompok diatom atau Bacillariophyceae mendominasi atau menjadi makanan utama semua kelas ukuran dari ikan Milom terkecuali pada selang kelas ukuran paling besar yaitu 127-136 mm dimana yang menjadi makanan utama adalah Protozoa (75.29%). Adanya kelompok protozoa sebagai makanan utama pada ikan Milom ukuran 127 - 136 mm diduga tidak menggambarkan komposisi makanan yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan jumlah sampel ikan contoh yang hanya hanya berjumlah satu ekor pada ikan selang kelas ukuran tersebut. Oleh karena itu, diduga bahwa kelompok Bacillariophyceae merupakan makanan utama ikan Milom yang dominan pada hampir seluruh ukuran.
Gambar 10. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan selang kelas ukuran
4.5.5. Komposisi makanan berdasarkan lokasi pengamatan Pola kebiasaan makanan ikan Milom dianalisis melalui pendekatan perbedaan lokasi/habitat tanpa memperhatikan faktor perbedaan ukuran dan jenis kelamin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan komposisi makanan yang dimanfaatkan oleh ikan Milom pada setiap distribusi habitat yang berbeda Berdasarkan tempat pengambilan contoh, analisis kebiasaan makanan ikan Milom (Crossocheilus oblongus) terdapat delapan lokasi yaitu perjaya 48 ekor, Rasuan 31 ekor, Sungai Dua 1 ekor, banuayu 2 ekor, Kayu Agung 2 ekor, Pedamaran 1 ekor, Tanjung Raja 4 ekor dan Niru 2 ekor. Kebiasaan makanan ikan Milom (Crossocheilus oblongus) di setiap lokasi pengambilan contoh disajikan dalam Gambar 11. Kelompok Bacillariophyceae/ Diatom menjadi makanan utama di lokasi pengamatan Perjaya (95,55 %), Rasuan (46,84 %), Banuayu (62,94 %), Tanjung raja (72,60 %) dan Niru (72,71 %). Makanan pelengkap di Rasuan terdiri dari Chlorophyceae (7,27 %), Desmidiceae (7,48 %), protozoa (28,43 %); di lokasi Banuayu dari kelompok Chlorophyceae (10,44 %) dan Desmidiceae (26,36 %); di lokasi Tanjung raja yaitu detritus (26,82 %); di lokasi Niru dari kelompok protozoa ( dan detritus (12,91 %). Pada lokasi pengamatan di Sungai dua dan Kayu agung, Detritus menjadi makanan utama dengan persentase berturut-turut 59,36 % dan 48,71 %. Makanan pelengkap di lokasi pengamatan Sungai Dua yaitu tumbuhan air (31,51 %), sedangkan di Kayu Agung yaitu Detritus (48,71 %) dan tumbuhan air (14,33 %). Pada lokasi pengamatan Pedamaran hanya didapatkan kategori makanan berupa makanan pelengkap dengan komposisi yaitu Bacillariophyceae sebesar 23,08 , Detritus (20,51 %), Chlorophyceae (10,26 %), Desmidiceae (10,26 %) dan Cyanophyceae (5,13 %). Kebiasaan makanan ikan Milom (Crossocheilus oblongus) pada setiap lokasi pengamatan bervariasi. Effendie (1979) menyatakan dalam kondisi lingkungan yang berbeda ikan dengan spesies yang sama bisa berbeda kebiasaan makanannya. Hal ini tergantung dari keberadaan organisme makanan yang terdapat di setiap lokasi tersebut.
Gambar 11. Komposisi makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan lokasi pengamatan
4.6. Luas Relung Makanan Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Luas relung makanan dapat pula mencerminkan adanya selektivitas suatu jenis ikan antar spesies maupun antar individu dalam suatu spesies yang sama terhadap sumberdaya makanan pada habitat tertentu (Krebs, 1989). Nilai luas relung makanan ikan Milom berdasarkan selang kelas ukuran panjang seperti disajikan pada tabel 3 menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada ukuran 57-66 mm sebesar 2,1009 (nilai standarisasi 0,1835) dan terendah pada ukuran 107 - 116 mm sebesar 1,1046 (nilai standarisasi 0,0261). Nilai luas relung yang relatif besar ini menunjukkan bahwa ikan Milom bersifat generalis/tidak selektif dalam pola makannya. Pada penelitian mengenai ikan senggiringan (Puntius johorensis) berdasarkan selang kelas ukuran panjang didapatkan kisaran nilai luas relung yaitu berkisar 3,59 – 1,69. Syarif (2007) menyatakan bahwa nilai luas relung pada ikan senggiringan termasuk besar, yang berarti ikan senggiringan (P. johorensis) di DAS Musi bersifat generalis (tidak selektif) didalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi. Nilai luas relung ikan Milom cenderung naik turun dari kelas terkecil sampai terbesar, sehingga diduga bahwa pertumbuhan panjang ikan Milom di DAS Musi tidak berpengaruh terhadap keselektifan ikan dalam memilih makanan.
Tabel 3. Luas relung makanan ikan Milom Kelompok Ukuran
57 – 66 67 – 76 77 – 86 87 – 96 97 – 106 107 – 116 117 - 126 127 - 136
Luas Relung 2.1009 1.5238 1.1548 1.4904 1.5422 1.1046 1.2613 1.6497
Standardisasi 0.1835 0.0655 0.0221 0.0701 0.0904 0.0261 0.0253 0.3248
4.7. Tumpang Tindih Relung Makanan Tumpang tindih relung adalah daerah ruang relung yang dihuni oleh dua penghuni relung atau lebih. Tumpang tindih relung dapat terjadi pada antar sesama spesies (intern) maupun dengan spesies lain yang berbeda (ekstern) yang hidup pada satu lingkungan (Pianka, 1974 in Krebs, 1989). Pada Tabel 4, diketahui bahwa nilai tumpang tindih tertinggi terjadi antara selang kelas ukuran 77 – 86 dengan 107 – 116 mm yaitu sebesar 0.9992 yang dapat diartikan bahwa kedua jenis Milom tersebut mengkonsumsi makanan yang hampir sama satu sama lain.
Tabel 4. Tumpang tindih relung makanan ikan Milom Selang kelas(mm)
57 - 66
57 - 66 67 - 76 77 - 86 87 - 96
117 126
127 136
0.8539
0.8703
0.6379
0.9756
0.9801
0.9892
0.3526
0.9652
0.9992
0.9977
0.2611
0.9822
0.9799
0.9900
0.2433
0.9663
0.9776
0.2379
0.9968
0.2393
67 - 76
77 - 86
87 - 96
97 - 106
107 - 116
0.9302
0.8688
0.8795
0.8648
0.9853
0.9880 0.9817
97 - 106 107 - 116 117 - 126
0.2442
127 - 136
Tumpang tindih relung pada selang kelas ukuran 127-136 mm dengan hampir semua selang kelas ukuran memiliki nilai yang cenderung rendah. Namun. pada selang kelas ukuran 127-136 mm sampel yang tertangkap hanya berjumlah satu ekor, sehingga hal ini diduga kurang mewakili.
4.8. Faktor Kondisi 4.8.1. Faktor kondisi berdasarkan bulan pengamatan Nilai faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan disuatu lingkungan atau kemampuan ikan untuk bertahan hidup. Nilai faktor kondisi ikan Milom jantan pada gambar 12 untuk bulan september berkisar antara 0.63 sampai dengan 1.12,
sedangkan untuk bulan januari nilai yang didapat yaitu berkisar antara 1.07 sampai dengan 1.93. Nilai faktor kondisi Milom pasir betina yang diamati pada bulan september nilainya berkisar antara 0.55 sampai dengan 1.10, dan nilai rataratanya cenderung mengalami penurunan nilai faktor kondisi pada bulan januari dengan kisaran nilai antara 0.67 sampai dengan 1.56.
1.8 2.0
Betina
Jantan 1.6
1.8
1.4
Faktor Kondisi
Faktor KOndisi
1.6 1.4 1.2 1.0
1.2
1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4
0.4
September 2006
Januari 2007
Bulan Pengamatan
September 2006
Januari 2007
Bulan Pengamatan
Gambar 12. Faktor kondisi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) berdasarkan bulan pengamatan
Nilai faktor kondisi pada ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) yang diamati cenderung mengalami penurunan. Effendie (1979) mengatakan bahwa kebiasaan makanan adalah jenis, kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kualitas dari makanan mempengaruhi kemontokan ikan yang dinyatakan dengan faktor kondisi. Semakin bagus kualitas makanan maka semakin banyak pula nutrisi yang diserap oleh tubuh ikan, sehingga pertumbuhan panjang dan berat ikan akan semakin cepat. Nilai faktor kondisi ini berlawanan dengan nilai ISC/indeks kepenuhan lambung, dimana ikan Milom cenderung bertambah kuantitas makanan pada lambungnya. Diduga bahwa kebutuhan gizi/nutrisi dari ikan Milom tidak terpenuhi akibat kurang baiknya kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga terjadi penurunan nilai faktor kondisi.
4.8.2. Faktor kondisi berdasarkan ukuran Nilai faktor kondisi ikan Milom disajikan dalam Gambar 13. Nilai ratarata tertinggi untuk ikan Milom lumut pada selang kelas 77-86 mm dengan nilai 1.0830 dan nilai faktor kondisi terendah pada selang kelas 97 - 106 dengan nilai 0.8448. Effendie (1997) menyatakan bahwa adanya fluktuasi nilai rata-rata faktor kondisi pada setiap kelas ukuran terjadi karena adanya pertambahan panjang dan bobot tubuh ikan, juga karena adanya perbedaan umur dan pola makan selama proses pertumbuhan.
2.0 1.8
Faktor Kondisi
1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 57-66
67-76
77-86
87-96
97-106 107-116 117-126 127-136
Selang Kelas Panjang (mm)
Gambar 13. Faktor kondisi berbagai jenis ikan Milom berdasarkan selang kelas ukuran
4.9. Hubungan Panjang–Berat Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Hubungan panjang-berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) ditampilkan pada gambar 14. Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan Milom jantan diperoleh persamaan W = 5E-06L3.1470 dan untuk ikan betina diperoleh persamaan W = 1E-04L2.4903. Dari hubungan tersebut didapat nilai koefisien determinasi (R2) untuk jantan sebesar 0,9128 dan ikan betina sebesar 0,8552. dari hubungan panjang berat juga diperoleh nilai koefisien korelasi (r) yaitu untuk ikan jantan sebesar 0,9554 dan 0,9428 untuk ikan betina. Nilai r sedemikian yang diperoleh dari hubungan panjang dan berat ikan Milom menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang tubuh total
dengan bobot tubuh total. Dalam Walpole (1995), dinyatakan jika nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1 maka terdapat hubungan yang linier antara kedua variabel yang diteliti. Nilai koefisien korelasi (r) = 0 – 0,5 menyatakan hubungan kurang erat, r = 0,5 – 0,8 menyatakan hubungan erat, dan r = 0,8 – 1 menyatakan hubungan sangat erat.
Gambar 14. Hubungan panjang-berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus)
Dari hasil regresi hubungan panjang dan berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) diperoleh nilai koefisien b masing-masing untuk ikan jantan dan betina sebesar 3,1470 dan 2,4903. Nilai b > 3 pada ikan jantan menunjukkan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik positif yang berarti pertumbuhan berat lebih dominan daripada pertumbuhan panjangnya. Berbeda dengan ikan betina,
dimana b < 3 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan Milom betina adalah allometrik negatif. yang berarti pertambahan panjang lebih dominan dari pada pertambahan berat. Hasil uji t terhadap nilai b pada ikan jantan dan betina (Lampiran 12) didapat thitung > ttabel. Karena
thitung lebih besar dari ttabel maka
kesimpulan dari uji t ini adalah menolak hipotesis awal (Ho), dimana Ho adalah b = 3 (pertumbuhan isometrik) dan H1 adalah b ≠ 3 (pertumbuhan allometrik). Pada penelitian ikan Beunteur (Puntius Binotatus) oleh Asyarah (2006) juga menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina, dimana ikan jantan memiliki pola pertumbuhan allometrik dan ikan betina memiliki pola pertumbuhan isometrik.
4.10. Pengelolaan Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan untuk menjaga kelestarian stok sumberdaya di alam. Beberapa aspek biologi yang dapat membantu dalam proses pengelolaan antara lain adalah evaluasi terhadap kapasitas dan potensi perairan serta pengetahuan tentang perubahan-perubahan besarnya atau jumlah stok (Effendie, 2002). Salah satu bagian dari informasi aspek biologi tersebut adalah aspek kebiasaan makanan yang dapat menduga ketersediaan stok di perairan. Kebiasaan makanan suatu jenis ikan sangat berkaitan dengan populasi ikan tersebut di alam. Menurut Lagler (1972), keberadaan suatu jenis ikan di perairan memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan makanannya. Oleh karena itu, pengelolaan ikan Milom perlu diarahkan pada upaya untuk menjaga kelestarian organisme yang menjadi makanan alami bagi ikan tersebut di Sungai Musi. Upaya yang dapat diambil dalam menjaga keberadaan pakan alami dari ikan Milom adalah dengan menjaga kestabilan dan kualitas dari sungai Musi sebagai habitat hidup dari ikan Milom. Kualitas air merupakan parameter penting dalam menentukan kualitas perairan yang berpengaruh terhadap keberadaan organisme pakan alami ikan Milom, sehingga proses kontroling dan monitoring terhadap aktivitas manusia dan proses alamiah perlu dilakukan secara rutin dan berkelanjutan guna menjaga kualitas perairan.
Proses identifikasi kebiasaan makanan ikan Milom juga bermanfaat dalam upaya domestikasi dan kegiatan pembudidayaan ikan ini. Proses domestikasi dan pembudidayaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan populasi dan produksi ikan Milom. Pola kebiasaan makanan ikan Milom yang telah diketahui diharapkan dapat memudahkan proses domestikasi ikan ini sehingga dapat dijadikan acuan selanjutnya bagi kegiatan pembudidayaan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan § Ikan milom (Crossocheilus cf. oblongus) termasuk ikan herbivora dengan makanan utama berupa kelompok Bacillariophyceae atau diatom § Organisme yang dimanfaatkan oleh ikan milom sebagai makanan secara umum terdiri atas makanan utama yaitu Bacillariophyceae, makanan pelengkap yaitu protozoa dan sebagai makanan tambahan chlorophyceae, cyanophyceae, desmiceae, tumbuhan air, cacing, detritus dan organisme tak teridentifikasi. § Adanya kesamaan sumberdaya (organisme makanan) yang dimanfaatkan oleh ikan milom pada berbagai jenis dan ukuran, memungkinkan adanya persaingan yang ketat dalam memperoleh makanan ketika sumberdaya makanan berada dalam keadaan terbatas.
5.2. Saran § Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aspek kebiasaan makanan dengan pengamatan satu tahun pada lokasi yang sama dan jumlah sampel ikan contoh yang lebih banyak, sehingga dapat diketahui secara lebih jelas pola kebiasaan makanan ikan milom (Crossocheilus cf. oblongus) dalam siklus tahunan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., D. S. Sjafei, M. F. Rahardjo, dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan : Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Institiut Pertanian Bogor. Bogor. 215 hal. Asyarah, D.Q. 2006. Studi Makanan Ikan Beunteur (Puntius binotatus) di Bagian Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Collwel, R. K. dan D. J. Futuyama. 1971. On The Measurement of Niche Bredth and overlap. Ecology. 52 (4):567-576. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Konisius. Yogyakarta. 258 hal. Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal. Effendie, M . 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. 157 hal. Febriani, Y. 2004. Studi Perkembangan Lanskap Budaya Riparian (Riverin Cultural Landscape) di Tepian Sungai Musi, Palembang Sumatera Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Hariyadi, S. 1983. Studi Makanan Alami Ikan-ikan Mujair, Sarotheroden mossambicus (Trewavas); Nila, Sarotheroden niloticus (trewavas); Lele, Clarias batrachus (Linnaeus); Gabus, Ophicephalus striatus Bloch; dan Mas, Cyprinus carpio Linnaeus di Situ Ciburuy, Kabupaten Bandung [Karya Ilmiah]. Fakultas Perikanan, IPB Bogor. (Tidak dipublikasikan). Hedianto, D. A. 2008. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Keperas (Cyclocheilichthys apogon) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Kottelat, M. and J.A Whitten. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Diterjemahkan oleh Kartikasari, S. N. dan Wirjoatmodjo, S). Periplus Edition (HK) Ltd. Hongkong. 377 p.
Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher. New York. 652 p. Kusumasari, M.F. 2007. Biologi Reproduksi dan Kebiasaan Makanan ikan Siumbut (Labiobarbus leptocheilus) di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Needham, J. G. and P. R. Needham. 1963. A Guide to The Study of Freshwater Biology. Fifth edition, revised and enlarged. Holden-Day. Inc., San Francisco. 65p. Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 352 p. Sulistiono. 1998. Fishery Biology of The Whitting Silago japonica and Silago sihama. Tesis. Tokyo. University of Fisheries. 168 p. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Cetakan ke enam. PT Gramedia. Jakarta. 515 hal. Widiastuti, S. 2001. Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwijaya Terhadap Kualitas Air Sungai Musi Kotamadya Palembang . Tesis. IPB. 74 hal. http: //id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Musi http : //www.ccfishery.net/ http://www.fishbase.com/
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta lokasi penelitian ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus)
Lampiran 2. Beberapa foto stasiun pengambilan sampel ikan contoh
Sungai Dua
Perjaya
Pedamaran
Pasar Kayu Agung
(Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)
Lampiran 3. Alat tangkap yang digunakan
Alat tangkap jaring segitiga (gillnet) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)
Perahu sebagai alat bantu pengambilan contoh ikan (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2006)
Lampiran 4. Sebaran frekuensi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) N = 91; Data panjang terkecil = 57 mm; Data panjang terbesar = 130 mm Jumlah kelas = 1 + (3,32 x Log (N)) = 1 + (3,32 x Log (91)) = 7.5040≈ 8 Lebar kelas = (Data panjang terbesar-Data panjang terkecil)/Jumlah kelas = (130-57)/8 = 9.125 ≈ 10 A. Distribusi ukuran ikan Milom (jantan dan betina) Selang kelas 57 - 66 67 - 76 77 - 86 87 - 96 97 - 106 107 - 116 117 - 126 127 - 136
Jumlah
Nilai Tengah 61.5 71.5 81.5 91.5 101.5 111.5 121.5 131.5
Frekuensi Total
Jantan
Betina
5
1
4
34
18
16
30
13
17
8
4
4
7
6
1
2
2
0
4
0
4
1
0
1
91
44
47
Lampiran 5. Perbandingan panjang usus dan panjang total ikan contoh no 38 45 46 47 50 8 88 90 91 93 94 95 97 99 104 107 3 54 55 56 57 58 59 60 61 62 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 77 78 80 81 167 168 169 171 100
PT 9.6 7.3 7.9 7.7 6.9 11.9 8.5 6.5 8.9 7.6 7.8 7.7 7.9 7.2 6.9 7.9 7.3 8.1 7.9 8.1 9.1 7.9 7.4 7.2 7.7 6.2 7.3 7.4 6.6 8.4 7.9 7.1 7.7 6.7 7.3 7.8 7.1 7.9 6.6 7.4 6.9 11.9 11.8 10.1 9.2 12
PU 42.3 36.7 36.4 35.6 23.1 76.9 27.5 17.1 32.2 16.2 22.1 25.1 20.6 24.2 13.8 16.2 24.4 46.5 25.4 28.3 23.9 21.8 42.1 25.4 23.4 22.2 17.1 21.5 21.4 22.1 28.9 33.5 35.2 19.4 21 25.9 25.9 23.4 24.4 25 25.3 51.6 42.8 10.2 20.7 24.5
PU/PT 4.41 5.03 4.61 4.62 3.35 6.46 3.24 2.63 3.62 2.13 2.83 3.26 2.61 3.36 2.00 2.05 3.34 5.74 3.22 3.49 2.63 2.76 5.69 3.53 3.04 3.58 2.34 2.91 3.24 2.63 3.66 4.72 4.57 2.90 2.88 3.32 3.65 2.96 3.70 3.38 3.67 4.34 3.63 1.01 2.25 2.04
no 101 37 39 40 41 42 43 44 48 49 51 172 1 9 83 84 85 86 87 89 92 96 98 100 101 102 103 105 106 108 109 110 2 52 53 63 75 76 79 82 173 174 175 102 103
PT 13 8.5 8.4 9.1 10.2 9.8 8.8 7.9 8.2 6.8 7.7 10.6 8.6 7.2 6.9 8.2 7.7 8.9 7.8 9 7.4 6.9 6.9 7.3 7.2 6.9 7.4 6.9 7.1 6.7 6.9 6.8 8.2 7.7 8.2 6.8 6.9 7.9 7.6 5.7 9.7 11.3 10.5 11.5 10.4
PU 74.2 44.4 40.1 50.1 59.8 44.4 39.7 32.9 27.3 23.8 25 61.2 22.4 32.3 11.3 18.1 16 11.2 20.2 32.8 19.5 22.4 10.9 24.2 12.4 20.1 16.3 25.3 16.1 10.7 11 10.8 68.6 25.1 42.5 24.4 19.6 34.3 30.1 11.2 35.2 59.7 22.8 14 52
PU/PT 5.71 5.22 4.77 5.51 5.86 4.53 4.51 4.16 3.33 3.50 3.25 5.77 2.60 4.49 1.64 2.21 2.08 1.26 2.59 3.64 2.64 3.25 1.58 3.32 1.72 2.91 2.20 3.67 2.27 1.60 1.59 1.59 8.37 3.26 5.18 3.59 2.84 4.34 3.96 1.96 3.63 5.28 2.17 1.22 5.00
Lampiran 6. Indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) A. Berdasarkan bulan pengamatan Jenis Kelamin Bulan Pengamatan
Rata-rata Jantan
Betina
September
0.83
1.03
1.11
Januari
1.39
1.55
1.30
Rata-rata
0.93
1.47
Contoh perhitungan: Ikan Milom betina ke-1 pada bulan September di DAS Musi SCW (Berat isi lambung)
= 0,01 gram
BW (Berat tubuh)
= 3,89 gram ISC (%) =
=
SCW x100 BW
0,01 = 0,2571 3,89
Rata-rata nilai ISC ikan Milom betina bulan September di DAS Musi :
=
0,2571 + 1,6058 + 1,3540 + ......... + 1,8062 = 1.0269 40 B. Berdasarkan Ukuran Selang Kelas Ukuran (mm)
Rata-rata Nilai ISC
57 - 66
1.45
67 - 76
0.81
77 - 86
0.98
87 - 96
0.84
97 - 106
1.19
107 - 116
1.74
117 - 126
1.57
127 - 136
1.85
Lampiran 7.
Jenis-jenis makanan ikan (Crossocheilus cf. Oblongus)
Organisme
Organisme
Bacillariophyceae Achnanthes Amphora Campylodiscus Cocconeis Cyclotella Diatoma Epithemia Eunotia Fragilaria Frustulia Gomphonema Gyrosigma Melosira
Nilai IP 0.11 0.02 0.01 0.03 0.06 0.04 0.00 0.00 27.68 0.00 0.01 0.15 0.22
Navicula Nitzschia Pinnularia Rhopalodia Stauroneis Stephanodiscus Surirella Synedra Tabellaria Chlorophyceae Ankistrodesmus Kirchneriella Microspora Pediastrum Protococcus Scenedesmus Ulothrix Zygnema
56.04 0.61 0.01 0.76 0.02 0.01 0.01 0.01 0.03 0.00 0.01 0.20 0.47 0.01 0.91 0.06 0.02
Cyanophyceae Anabaena Merismopedia Nostoc Oscillatoria Rivularia Desmidiaceae Closterium Cosmarium Euastrum Mesotaenium Netrium Penium Staurastrum
Nilai IP 0.12 0.23 0.00 0.01 0.01 1.18 0.21 0.00 0.19 0.01 0.01 0.00
Protozoa Euglena Phacus Cacing Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi
4.34 0.15 0.02 3.99 2.01 0.02
Lampiran 8. Beberapa foto organisme makanan ikan Milom
Nematoda
Amphora
Nitzschia
Potongan Tumbuhan Air
(Dokumentasi pribadi, 2007) Perbesaran 10 x 10 dan 40 x 10
Detritus
Eunotia
Lampiran 8. (lanjutan)
Anabaena
Phacus
Diatoma
Pediastrum
Cosmarium
Fragilaria (www.nostoc.pt/ensaios2.htm, 2008)
Merismopedia
Closterium
Navicula
Lampiran 9. IP ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) A. Secara umum Organisme
IP
Bacillariophyceae
85.83
Chlorophyceae
1.68
Cyanophyceae
0.37
Desmidiaceae
1.60
Protozoa
4.49
Tubuh Cacing
0.02
Detritus
3.99
Tumbuhan Air
2.01
Tak Teridentifikasi
0.02
B. Berdasarkan jenis kelamin IP
Organisme
Jantan 86.25 1.22 0.26 1.11 1.55 0.02 6.59 3.01 0.01
Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi
Betina 83.48 2.30 0.50 2.20 7.61 0.00 2.33 1.57 0.01
C. Berdasarkan bulan pengamatan Organisme Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi
IP September 86.79 1.76 0.39 1.66 4.69 0.01 2.55 2.09 0.02
Januari 75.76 0.81 0.16 0.47 2.47 0.05 18.95 1.19 0.12
D. berdasarkan ukuran Ukuran (mm)
57-66
67-76
77-86
Organisme Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing
87-96
Detritus Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air
IP (%) 61.96 3.43 0.63 2.53 30.01 1.35 0.09 80.33 1.81 0.42 2.46 9.09 0.03 3.41 2.25 0.01 93.01 1.50 0.33 1.45 1.93
Ukuran (mm)
97-106
Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Detritus Tumbuhan Air
107-116
117-126
0.01 1.02 0.01 81.01 1.20 0.85 0.31 0.15 0.08 6.01 10.39
Organisme
127-136
Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Detritus
IP (%) 78.36 0.87 0.09 0.37 0.01 18.44 1.86 95.09 1.66 0.21 0.08 2.95
Bacillariophyceae Chlorophyceae Desmidiaceae Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi
88.85 1.50 3.30 4.16 1.91
Bacillariophyceae Desmidiaceae Protozoa
19.01 5.70 75.29
0.28
Lampiran 10. Luas relung makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Ukuran(mm)
57 - 66
67 - 76
77 - 86
87 - 96
97 - 106
Organisme Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Tubuh Cacing Detritus Tumbuhan Air Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Protozoa Detritus Tumbuhan Air
IP (%) 61.96 3.43 0.63 2.53 30.01 1.35
Pi 0.62 0.03 0.01 0.03 0.30 0.01
Pi2 0.38 0.00 0.00 0.00 0.09 0.00
0.09 80.33 1.81 0.42 2.46 9.09 0.03 3.41 2.25
0.00 0.80 0.02 0.00 0.02 0.09 0.00 0.03 0.02
0.00 0.65 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
0.01 93.01 1.50 0.33 1.45 1.93 0.01 1.02
0.00 0.93 0.01 0.00 0.01 0.02 0.00 0.01
0.00 0.87 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.01 81.01 1.20 0.85 0.31 0.15 0.08 6.01 10.39 78.36 0.87 0.09 0.37 0.01 18.44 1.86
0.00 0.81 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.06 0.10 0.78 0.01 0.00 0.00 0.00 0.18 0.02
0.00 0.66 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.61 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00
Bi
BA
2.10
0.18
1.52
0.07
1.15
0.02
1.49
0.07
1.54
0.09
Lampiran 10 (lanjutan) Ukuran (mm)
107 - 116
117 - 126
127 - 136
Organisme Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Desmidiaceae Detritus Bacillariophyceae Chlorophyceae Desmidiaceae Detritus Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi Bacillariophyceae Desmidiaceae Protozoa
IP (%)
Pi
Pi2
95.09 1.66 0.21 0.08 2.95 88.85 1.50 3.30 4.16 1.91
0.95 0.02 0.00 0.00 0.03 0.89 0.01 0.03 0.04 0.02
0.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.79 0.00 0.00 0.00 0.00
0.28 19.01 5.70 75.29
0.00 0.19 0.06 0.75
0.00 0.04 0.00 0.57
Bi
BA
1.105
0.026
1.261
0.052
1.650
0.325
•
Contoh perhitungan luas relung pada ikan Milom ukuran 57 - 66 mm: 1 1 Bi = = = 2.10 2 ∑ Pi 0.475978344
BA =
( Bi − 1) 2,1009 − 1 = = 0.18 ( N − 1) 7 −1
•
Contoh perhitungan luas relung pada ikan Milom ukuran 117 – 126 mm: 1 1 Bi = = = 1.26 2 ∑ Pi 0.792831
BA =
( Bi − 1) 1.2613 − 1 = = 0.05 ( N − 1) 6 −1
Lampiran 11. Tumpang tindih relung makanan ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Selang kelas(mm) 57 - 66
57 - 66
117 126
127 136
0.8539
0.8703
0.6379
0.9756
0.9801
0.9892
0.3526
0.9652
0.9992
0.9977
0.2611
0.9822
0.9799
0.9900
0.2433
0.9663
0.9776
0.2379
0.9968
0.2393
67 - 76
77 - 86
87 - 96
97 106
0.9302
0.8688
0.8795
0.8648
0.9853
0.9880 0.9817
67 - 76 77 - 86 87 - 96 97 - 106
107 - 116
107 - 116
0.2442
117 - 126 127 - 136
Contoh perhitungan tumpang tindih relung makanan ikan Milom antara ukuran 57 - 66 mm dan 67 - 76 mm : Organisme Kelas Bacillariophyceae Kelas Chlorophyceae Kelas Cyanophyceae Kelas Desmidiaceae Protozoa Nematoda Detritus/Serasah Potongan Tumbuhan Air Tak Teridentifikasi
57 66
67 - 76
Pij
Pik
Pij*Pik
Pij^2
Pik^2
61.96
80.33
0.62
0.80
0.50
0.38
0.65
3.43
1.81
0.03
0.02
0.00
0.00
0.00
0.63
0.42
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
2.53
2.46
0.03
0.02
0.00
0.00
0.00
30.01
9.09
0.30
0.09
0.03
0.09
0.01
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.41
0.00
0.03
0.00
0.00
0.00
1.35
2.25
0.01
0.02
0.00
0.00
0.00
0.09
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
1.00
1.00
0.53
0.48
0.66
2 x∑ PijPik Ch = ∑ Pi j 2 + ∑ Pik 2 2x0,5266 = 0,4760 + 0,6562 = 0,93
Lampiran 12. Uji t hubungan panjang-berat ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) Ø Ikan Milom Jantan n = 47
a = 0.000005
b = 3,1470 sb = 0.0042
1. H0 : b = 3 (Pola pertumbuhan isometrik) H1 : b ≠ 3 (Pola pertumbuhan allometrik) Jika b > 3 maka termasuk allometrik positif Jika b < 3 maka termasuk allometrik negatif
2. Taraf nyata 95% (α = 0.05) 3. Perhitungan thitung =
b−3 = 34,9849 sb
3. ttabel = 1,9879 4. Keputusan: tolak H0 karena thitung > ttabel 5. Kesimpulan b > 3 pola pertumbuhan allometrik positif Ø Ikan Milom Betina n = 44
a = 0.0001
b = 2.4903 sb = 0,0163
6. H0 : b = 3 (Pola pertumbuhan isometrik) H1 : b ≠ 3 (Pola pertumbuhan allometrik) Jika b > 3 maka termasuk allometrik positif Jika b < 3 maka termasuk allometrik negatif
7. Taraf nyata 95% (α = 0.05) 3. Perhitungan thitung =
b−3 = 1.9732 sb
8. ttabel = 1.9861 9. Keputusan: tolak H0 karena thitung > ttabel 10. Kesimpulan b < 3 pola pertumbuhan allometrik negatif
Lampiran 13. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) A. Berdasarkan kelas bulan pengamatan Jenis Kelamin Bulan Pengamatan
Rata-rata Jantan
Betina
September 2006
1.44
0.98
1.21
Januari 2007
0.85
0.88
0.86
Rata-rata
1.14
0.93
Contoh Perhitungan : Ikan Milom betina ke-1 pada bulan September a
= 0.00001
b
= 2.9203
W
= 6,15 gram
L
= 44.4 mm
K=
6,15 W = 1,43 = b 0,00001x44.4 3,1629 aL
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Milom pada bulan September : =
1,4269 + 1,5347 + 1,5437 + ........... + 1,9303 = 1.44 30
Lampiran 13 (lanjutan) B. Berdasarkan ukuran Selang kelas
Nilai Faktor Kondisi
57 - 66 67 - 76 77 - 86 87 - 96 97 - 106 107 - 116 117 - 126 127 - 136
1.00 1.05 1.08 0.95 0.84 0.93 0.99 1.00
Contoh Perhitungan : Ikan Milom ke-1 pada selang kelas 77 – 86 mm a
= 0,000002
b
= 3,1629
W
= 6,15 gram
L
= 85 mm
K=
6,15 W = = 1,0211 b 0,000002x853,1629 aL
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan Milom pada selang kelas 77 – 86 mm :
=
1,0211 + 1,1039 + 1,3162 + ........... + 1,1421 = 1.08 30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 April 1985, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan bapak Sariman dan ibu Muslicha.
Pendidikan
formal pertama diawali dari SD Negeri Kalirejo 1 (1991), SMP Negeri Talun (1997), SMU Negeri 1 Kajen (2000). Pada tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih program studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan periode 2004-2005, Forum Keluarga Muslim-Perikanan (FKM-C) periode 2005-2006 dan DKM Al-Hurriyah periode 2006-2007. Penulis juga pernah menjadi asisten luar biasa untuk mata kuliah PAI pada periode 2005-2007. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Kebiasaan Makanan Ikan Milom (Crossocheilus cf. oblongus) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Ir. Siti Nurul Aida, MP.