Studi Eksperimental Proses Pirolisis Limbah Sisa produksi Sandal Ditinjau Terhadap Temperatur Dan Waktu (Pramoda Agung S. Dan Mohammad Solichin)
STUDI EKSPERIMENTAL PROSES PIROLISIS LIMBAH SISA PRODUKSI SANDAL DITINJAU TERHADAP TEMPERATUR DAN WAKTU Pramoda Agung S.1,Mohammad Solichin2 Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstract Pyrolysis is defined as the process of thermal degradation of the solid by heating process in conditions of little or no oxygen, or other reagents that allow some conversion paths thermokimia so that these solids into gas (permanent gasses), liquid (pyrolitic liquid) and solids (char) In this experiment we used slippers waste as raw material. LPG gas stove as a heater in a system retort.dengan pirollisis temperature variations of 150 ° C, 300 ° C, 350 ° C and 400 ° C with a variation of pyrolysis time of 60 min, 90 min and 120 min. With the aim to produce a yield of carbon in the form of charcoal. The experimental results showed that the waste can be processed into a carbon sandals charcoal by pyrolysis. Carbon yield of charcoal produced from this experiment between 36% to 48% with an average yield of 41.425% Keywords: pyrolysis, the waste slippers, carbon charcoal. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah sisa produksi sandal merupakan masalah lingkungan yang cukup besar di wilayah Wedoro saat ini, tidak hanya di daerah Wedoro tapi juga daerah lain di Indonesia. Kesulitan mendaur ulang limbah sisa produksi sandal disebabkan oleh komponen penyusun sandal merupakan hasil dari polimerisasi material penyusunnya dan sifatnya yang non-biodegradable tidak terurai secara alami oleh mikro organisme. Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam limbah sandal akan berdampak negatif bagi lingkungan dan makhluk hidup.. Penyusun utama sandal adalah karet alam dan karet sintetik, selain itu juga terkandung komponen material yang berbeda seperti karbon, sedikit komponen organik dan anorganik lainnya. Ini juga menyebabkan limbah sandal butuh waktu yang lama untuk terdegradasi secara alami dan dapat menimbulkan masalah lingkungan. Selama ini ada beberapa alternatif yang telah dilakukan untuk mendaur ulang limbah sisa produksi sandal seperti untuk kerajinan, ditimbun, dibakar, dan lainnya. Selain itu penumpukan limbah yang disebabkan minimalnya sumber daya untuk daur ulang (recycle), keterbatasan tempat pembuangan (landfill), dan perilaku masyarakat untuk membakar limbah sandal secara langsung yang akan menimbulkan emisi berbahaya di udara perlu mendapat perhatian. Terkait dengan melimpahnya limbah sisa produksi sandal, maka diperlukan proses daur ulang agar limbah sisa produksi sandal ini dapat dimanfaatkan dan tidak merusak lingkungan. Sebuah data dari Asosiasi Pengusaha Sepatu dan Sandal di Wedoro jumlah perajin dari yang dicatat oleh Asosiasi Pengusaha Sepatu dan Sandal adalah sekitar 600 perajin. Kemampuan produksi pengrajin di Wedoro
sekitar 100 grosir / minggu / perajin. Jumlah outlet telah mencapai lebih dari 210 toko. Di Waru, Kabupaten Sidoarjo, ada 17 desa, 9 diantaranya menjadi pusat industri sandal dan sepatu, yaitu Wedoro, Kepuh Kiriman, Brebek, Wadung Asri, Tambak Rejo, Ngingas, Tropodo, dan Janti. (www.surabaya eastjava.com) Jika satu perajin menghasilkan limbah sisa sandal +3Kg/hari maka di daerah Wedoro dapat menghasilkan + 1.5 ton/hari limbah sandal, yang mana jika di proses pirolisis dapat menghasilkan + 0.5 - 0.7 ton/hari karbon arang dengan asumsi rendemen 25% dari proses pirolisis. Konsep daur ulang sandal dengan proses pirolisis selanjutnya merupakan metode yang kami pilih oleh karena saat ini proses pirolisis merupakan proses yang murah dan ramah lingkungan. Pengolahan menjadi karbon arang dan asap cair sebagai bahan bakar cair merupakan salah satu cara yang menarik untuk menghasilkan sumber energi sekaligus meningkatkan kualitas penanganan limbah sandal tersebut. Teknik recycle yang populer dalam pengolahan limbah menjadi bahan bakar cair dan karbon arang adalah dengan cara pirolisis. Pirolisis merupakan chemical decomposition dan thermal decomposition dari molekul pada kondisi sedikit atau tanpa oksigen (Sharobem, 2010). Produk pirolisis tidak hanya menghasilkan minyak, ada hasil lain yaitu berupa gas yang tak terkondensasi (non-condensable gas), beberapa persen endapan lunak (wax), dan sisanya adalah arang (char). Persentase dari masing-masing produk pirolisis tersebut tergantung oleh beberapa faktor diantaranya suhu dari reaktor, lamanya proses, penggunaan reformer dan jenis katalis. Aplikasi teknik pirolisis ini tentu saja tidak semata-mata ditujukan pada produksi bahan bakar cair
70
Mekanika Jurnal Teknik Mesin, Volume 1 No. 1, 2015
yang ada, akan tetapi potensi yang terkandung pada hasil sampingan juga perlu mendapatkan perhatian. Karbon arang adalah hasil yang mudah diproses daripada produk yang berupa gas, meskipun merupakan jumlah yang sangat kecil akan tetapi memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi sumber energi. Kandungan unsur kimia di dalamnya sebagian besar adalah karbon (solid carbon) sehingga sangat memungkinkan untuk mengolahnya ke dalam bentuk bahan bakar padat (briket). 1.2. Pengertian Karet busa spons dan poliurethan Busa padat adalah sistem koloid yang terjadi jika padat terdispersi dalam gas, misalnya karet busa atau spons. Busa padat terjadi pada suhu tinggi dengan medium pendispersi yang mempunyai titik lebur di atas suhu kamar sehingga pada suhu kamar berwujud padat. Awalnya, busa karet dibuat dari lateks alam, getah putih yang diproduksi dari pohon karet. Pada awal 500 SM , Maya dan Aztec digunakan lateks ini untuk tujuan waterproofing dan juga dipanaskan itu membuat bola mainan. Poliuretan adalah jenis polimer yang sangat unik dan luas pemakaiannya. Poliuretan ditemukan pada tahun 1937 oleh Prof. Otto Bayer di labolatorium I.G. Farben di Leverkusen, Jerman (see German Patent 728.981 (1937) I.G. Farben). sebagai pembentuk serat yang didesain untuk menandingi serat nylon. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa poliuretan bukan saja bisa digunakan sebagai serat, tapi dapat juga digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/plastik), lem, pelapis (coating), dan lain-lain. (Dari wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) Secara sederhana reaksi pembentukan poliuretan dapat dituliskan sebagai berikut :
Gambar 1.2 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan poliuretan Secara prinsip, poliuretan dapat dibuat dengan cara mereaksikan dua bahan kimia reaktif yaitu poliol dengan diisosianat, dan biasanya ditambahkan sejumlah aditif untuk mengontrol proses reaksi dan memodifikasi produk akhir (Woods, 1987). Jenis isosianat, poliol ataupun pemanjang rantai yang digunakan dalam sintesis poliuretan akan mempengaruhi kecepatan reaksi dan sifat dari produk akhir yang dihasilkan. Poliol memberikan fleksibilitas yang tinggi pada struktur poliuretan sehingga poliol disebut sebagai segmen lunak dari poliuretan. Disisi lain, isosianat dan pemanjang rantai memberikan kekakuan atau rigiditas dalam struktur poliuretan sehingga sering disebut sebagai segmen keras. Poliuretan berkembang menjadi suatu material khas yang mempunyai tetapan yang amat luas, tidak hanya digunakan sebagai fiber (serat), tetapi dapat juga
digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/ plastik), lem, pelapis (coating) dan lain-lain (Nicholson, 1997). Busa poliuretan adalah jenis yang paling banyak aplikasinya di antara semua produk uretan. Busa didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak gelembung gas di dalam cairan atau padatan. Busa poliuretan (sering disebut sebagai uretan busa) dibuat dengan mereaksikan poliisosianat dan poliol dengan adanya bahan peniup (blowing agent), surfaktan dan katalis tanpa pemanasan eksternal dari sistem foaming. Prinsip penyusunan busa uretan didasarkan pada terjadinya dua reaksi yang bersamaan yaitu pembentukan poliuretan dan pembentukan gas dengan adanya katalis dan surfaktan (Landrock, 1995). Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk membentuk poliuretan yaitu metode one shot dan metode two shot. Metode one shot yaitu semua bahan baku untuk menghasilkan polimer dicampur bersamasama sebelum dituang kedalam cetakan. Sedangkan, untuk metode two shot, isosianat ditambahkan kedalam campuran pada tahap kedua (Lim dkk, 2008). Sistem one shot umumnya digunakan dalam pembentukan busa poliuretan, sedangkan untuk metode two shot bisanya diaplikasikan pada produksi elastomer. Busa poliuretan diklasifikasikan ke dalam 3 tipe yaitu busa fleksibel, busa kaku (rigid) dan busa semi kaku (semi rigid). Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe busa poliuretan tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul, fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isosianat. Sedangkan berdasarkan struktur selnya, busa dibedakan menjadi dua yaitu sel terbuka (open cell) dan sel tertutup (closed cell). Busa dengan struktur closed cell merupakan jenis busa kaku sedangkan busa dengan struktur \opened cell adalah busa fleksibel (Cheremisinoff, 1989). Busa dengan struktur sel terbuka memiliki poripori yang saling terhubung satu sama lain untuk membentuk jaringan interkoneksi. Selain itu, jenis busa ini memiliki kerapatan relatif lebih rendah dan penampilannya seperti spons. Busa struktur sel tertutup tidak memiliki jaringan sel yang terhubung. Busa dengan struktur sel tertutup merupakan bahan busa padat. Biasanya jenis busa ini memiliki kuat tekan yang lebih tinggi karena strukturnya, memiliki stabilitas dimensi yang lebih tinggi, serapan air rendah dan memiliki kekuatan yang lebih tinggi jika dibandingkan busa sel terbuka. Busa-busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis tempat tidur, karpet dasar, spons sintetis dan berbagai pemakaian lainnya. Busa-busa kaku paling umum dipakai dalam panel-panel konstruksi, untuk pengemasan barang-barang yang lunak, furnitur ringan dan perlengkapan flotasi kapal laut (Steven, 2001). (dari www. repository.usu.ac.id) 1.3 Pengertian Proses Pirolisis Pirolisis didefinisikan sebagai proses degradasi termal dari padatan dalam kondisi sedikit atau tanpa oksigen, yang memungkinkan terjadinya beberapa
71
Studi Eksperimental Proses Pirolisis Limbah Sisa Produksi Sandal Ditinjau Terhadap Temperatur Dan Waktu (Pramoda Agung S., Dan Mohamad Solichin) jalur konversi thermokimia sehingga padatan tersebut menjadi gas (permanent gasses), cairan (pyrolitic liquid) dan padatan (char) (Di Blasi (2008).
Gambar 1.3 Reaktor pirolisis Sementara Swithenbank (2005) mendefinisikan pirolisis sebagai degradasi termal atau deformasi limbah organik dalam kondisi tanpa oksigen dan dalam kondisi tekanan atmosfer atau vakum untuk menghasilkan char (carbonaceous char), minyak pirolisis, dan gas pada temperatur yang relatif rendah berkisar antara 400 OC – 800 OC. Pirolisis terbagi mejadi dua tahap, yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi pada partikel dan gas atau uap hasil pirolisis primer. Pirolisis primer terjadi pada suhu di bawah 600 OC dan produk penguraian yang utama adalah karbon (arang). Sedangkan pirolisis sekunder terjadi pada suhu lebih dari 600 OC, berlangsung cepat, dan produk penguraian yang dihasilkan adalah gas karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), senyawasenyawa hidrokarbon berbentuk gas, serta tar. Pirolisis sekunder ini merupakan dasar proses yang digunakan pada sistem gasifikasi (gas producer) dimana biomassa diuraikan untuk memperoleh gas bahan bakar karbon monoksida (CO). Berdasarkan tingkat kecepatan reaksinya, pirolisis primer dibedakan menjadi pirolisis primer lambat dan pirolisis primer cepat. Pirolisis primer lambat terjadi pada kisaran suhu 150 – 300 OC, merupakan proses yang digunakan sebagai teknologi pembuatan arang. Pada proses ini reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi. Sedangkan hasil reaksi keseluruhan proses adalah karbon, uap air, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Semakin lambat proses, semakin banyak dan semakin baik mutu karbon yang dihasilkan. Oleh karenanya untuk memproduksi arang dalam jumlah besar dan baik mutunya diperlukan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Pada pirolisis primer cepat (diatas 300 OC), reaksi keseluruhan menghasilkan uap air, arang, gas, dan 50% - 70% uap minyak pirolisis (PPO = primary pyrolisis oil) yang menyusun ratusan senyawa monomer, oligomer, monomer penyusun selulosa dan lignin. Sumber energi panas untuk proses pirolisis dapat diberikan dari luar sistem atau berasal dari sistem itu sendiri, yaitu dengan cara membakar
sebagian bahan baku atau membakar sebagian produk pirolisis (tar atau gas yang dihasilkan). Alat pirolisis yang menggunakan panas berasal dari pembakaran sebagian bahan bakudisebut “kiln”. Sedangkan alat pirolisis yang menggunakan panas yang berasal dari luar sistem disebut “retort”. Mutu arang ditentukan antara lain oleh kadar abu, kadar karbon, kadar “volatile matter” tingkat kekerasan dan kilap arang. Pada eksperimen ini hanya untuk menentukan jumlah rendemen karbon arang yang dihasilkan dari proses pirolisis. Rendemen arang dihitung sebagai perbandingan antara berat arang yang dihasilkan dengan berat awal bahan baku. Dengan rumus perhitungan: X 100% Pada eksperimen kali ini yang dilakukan adalah memberikan perlakuan panas dengan menggunakan pirolisis primer cepat. Dimana pirolisis ini dilakukan pada suhu dibawah 600°C dan dilakukan pada input udara yang rendah. Alat yang digunakan untuk melakukan proses pengarangan tungku retort, dimana untuk mengatur suhu pada kisaran 150°C- 400°C dalam tungku dilakukan dengan mengatur besar kecilnya api burner kompor gas lpg, apabila api pembakaran besar maka bahan baku akan semakin mudah untuk terbakar, sehingga suhunya akan meningkat. 1.4 Perpindahan Panas Pada proses pirolisis tidak terlepas dari adanya proses perpindahan panas, perpindahan panas berasal dari sumber pemanas kompor LPG yang dialirkan ke bagian bawah reaktor. Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi, Namun untuk proses penetasan telur perpindahan panas yang terjadi hanya proses konduksi dan konveksi saja. 1.4.1 Konduksi Konduksi merupakan perpindahan panas dari tempat yang bertemperatur tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah di dalam medium yang bersinggungan langsung. Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan panas serta energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa energi akan berpindah secara konduksi, laju perpindahan kalornya dinyatakan sebagai : q=k.A(T1-T2)/L Dimana : q = laju perpindahan kalor (W) T1 = Suhu tinggi (⁰K) T2 = Suhu rendah (⁰K) k = konduktifitas thermal bahan (W/m.K)
72
Mekanika Jurnal Teknik Mesin, Volume 1 No. 1, 2015
A
= luas bidang perpindahan kalor (m2)
t = waktu (menit) XXX = rendemen (%)
1.4.2 Konveksi Konveksi merupakan perpindahan panas antara permukaan solid dan berdekatan dengan fluida yang bergerak atau mengalir dan itu melibatkan pengaruh konduksi dan aliran fluida. Laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan sebagai :
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh suhu dengan waktu konstan terhadap rendemen karbon arang Dari eksperimen yang telah dilakukan, berikut adalah hasil rendemen (%) karbon arang yang terjadi dengan berat awal bahan 250gr : a.
Pada waktu konstan 60 menit Suhu 150°C Tidak terdapat karbon karena bahan tidak terproses secara sempurna Suhu 300°C Menghasilkan karbon arang 120 gr rendemen (%)=(120 gr)/(250 gr)X 100% = 48% Suhu 350°C Menghasilkan karbon arang 108,5 gr rendemen(%)=(108,5gr)/(250gr)X100%=43,4% Suhu 400°C Menghasilkan karbon arang 93,5 gr rendemen(%)=(93,5gr)/(250 gr)X100% = 37,4%
b.
Pada waktu konstan 90 menit Suhu 150°C Tidak terdapat karbon karena bahan tidak terproses secara sempurna Suhu 300°C Menghasilkan karbon arang 116,5 gr rendemen(%)=(116,5gr)/(250gr)X100%=46,6% Suhu 350°C Menghasilkan karbon arang 96 gr rendemen (%)=(96gr)/(250gr)X100% = 38,4% Suhu 400°C Menghasilkan karbon arang 95 gr rendemen (%)=(95 gr)/(250 gr) X 100% = 38%
c.
Pada waktu konstan 120 menit Suhu 150°C Sudah terdapat karbon tapi masih banyak bahan dalam bentuk cairan dan hasilnya adalah 116.5 gr rendemen(%)=(116.5gr)/(250gr)X100%= 46,6% Suhu 300°C Menghasilkan karbon arang 109 gr rendemen(%)=(109gr)/(250gr)X 100% = 43,6% Suhu 350°C Menghasilkan karbon arang 90 gr rendemen (%)=(90 gr)/(250 gr) X 100% = 36% Suhu 400°C Tidak terdapat katbon karena pada eksperimen tahap ini bahan limbah sandal telah terproses menjadi abu.
q=h.A(Ts-T∞) Dimana : h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m².K) A = luas penampang (m²) Ts = temperatur plat (K) T∞ = temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K) III. METODEPENELITIAN Pada eksperimen proses pirolisis limbah sisa produksi sandal ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap penyiapan bahan, pirolisis, dan perhitungan rendemen karbon arang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah industri sandal di wilayah Wedoro. Pirolisis dilakukan dengan menggunakan pirolisator sistem retort dengan diameter 30 cm dan tinggi 25 cm dan pemanas menggunakan kompor LPG dimana pembacaan temperatur menggunakan thermocouple. Dan pengaturan suhu tungku dilakukan dengan mengatur besar kecilnya api burner kompor gas LPG. 3.1 Variabel Percobaan a. Variabel Tetap Material : Spons jenis EVA (limbah sisa produksi sandal di wilayah Wedoro). Warna : Hitam Ukuran sampel : + 1 cm³ Berat sampel : 250 gram b. Variabel Bebas Pada eksperimen ini menggunakan variabel bebas yaitu suhu dan waktu.
dua
Tabel 3.1 Metode pengambilan data dengan variable T dan t Waktu(tmenit) Suhu (T°C)
t1 menit
t2 menit
t3menit
T1°C T2°C T3°C T4°C
XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX
Dimana :
T = Temperatur (°C)
73
Studi Eksperimental Proses Pirolisis Limbah Sisa Produksi Sandal Ditinjau Terhadap Temperatur Dan Waktu (Pramoda Agung S., Dan Mohamad Solichin) Menghasilkan karbon arang 108,5 gr rendemen(%)=(108,5gr)/(250gr)X100%= 43,4% waktu 90 menit Menghasilkan karbon arang 96 gr Rendemen (%)=(96gr)/(250gr)X 100% = 38,4% waktu 120 menit Menghasilkan karbon arang 90 gr rendemen (%)=(90 gr)/(250 gr) X 100% = 36%
Berikut adalah grafik pengaruh suhu dengan waktu konstan terhadap rendemen karbon arang hasil dari eksperimen yang telah dilakukan.
d.
Gambar 4.1 pengaruh suhu dengan waktu konstan terhadap rendemen (%) karbon arang Dari gambar 4,1 terlihat bahwa rendemen karbon arang sangat dipengaruhi oleh suhu pirolisis. Semakin tinggi suhu pirolisis, maka rendemen karbon arang akan semakin sedikit. Jika suhu yang diberikan terlalu rendah 150°C maka bahan tidak terproses secara sempurna dan tidak menghasilkan karbon arang. Sedangkan pada suhu yang tinggi 400°C pirolisis juga tidak menghasilkan karbon arang karena bahan limbah sandal akan menjadi abu jika waktu yang diberikan terlalu lama. 4.2. Pengaruh waktu dengan suhu konstan terhadap rendemen karbon arang Dari eksperimen yang telah dilakukan, berikut adalah hasil rendemen (%) karbon arang yang terjadi dengan berat awal bahan 250gr : a.
b.
c.
Pada suhu konstan 150°C waktu 60 menit Tidak terdapat katbon karena bahan tidak terproses secara sempurna waktu 90 menit Bahan masih belum terproses secara sempurna sehingga hasil karbon arang masih nol waktu 120 menit Sudah terdapat karbon tapi masih banyak bahan dalam bentuk cairan dan hasilnya adalah 116.5 gr rendemen(%)=(116.5gr)/(250gr)X100%= 46,6% pada suhu konstan 300°C waktu 60 menit Menghasilkan karbon arang 120 gr Rendemen (%)=(120gr)/(250 gr)X 100% = 48% waktu 90 menit Menghasilkan karbon arang 116,5 gr rendemen(%)=(116,5gr)/(250gr)X100%= 46.6% waktu 120 menit Menghasilkan karbon arang 109 gr rendemen (%)=(109gr)/(250 gr)X100% = 43,6%
pada suhu konstan 400°C waktu 60 menit Menghasilkan karbon arang 93,5 gr rendemen (%)=(93,5gr)/(250gr)X100% = 37,4% waktu 90 menit Menghasilkan karbon arang 95 gr rendemen (%)=(95 gr)/(250 gr) X 100% = 38% waktu 120 menit Tidak terdapat karbon karena pada eksperimen tahap ini bahan limbah sandal telah terproses menjadi abu.
Gambar 4.3 pengaruh waktu dengan suhu konstan terhadap rendemen (%) karbon arang Dari gambar 4,3 terlihat bahwa rendemen karbon arang juga sangat dipengaruhi oleh waktu pirolisis. Semakin lama waktu pirolisis, maka rendemen karbon arang akan semakin sedikit. Tapi jika waktu yang diberikan terlalu cepat pada suhu tertentu maka bahan tidak terproses secara sempurna dan tidak menghasilkan karbon arang. Sedangkan pada suhu tertentu juga jika diberikan waktu yang lama pirolisis juga tidak menghasilkan karbon arang karena bahan limbah sandal akan menjadi abu. Tabel berikut ini menunjukkan data hasil eksperimen proses pirolisis limbah sisa produksi sandal secara keseluruhan : Tabel 4.1 Data hasil eksperimen proses pirolisis limbah sisa produksi sandal Waktu(tmenit Suhu (T°C) 150°C 300°C 350°C 400°C
60 menit
90 menit
120 menit
0 48% 43,4% 37,4%
0 46,6% 38,4% 38%
46,6% 43,6% 36% 0
pada suhu konstan 350°C waktu 60 menit
74
Mekanika Jurnal Teknik Mesin, Volume 1 No. 1, 2015
Berikut adalah grafik data hasil eksperimen proses pirolisis limbah sisa produksi sandal :
Pertanian Tropis dan Biosistem, Universitas Brawijaya – Malang. .Edi Mulyadi 2009,Degradasi sampah Kota (rubbish) dengan Proses Pirolisis, Jurnal ilmiah Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional, Surabaya. Amran Japip 20014, Pembuatan Karbon Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4, Universitas Sumatra Utara
Gambar 4.4 pengaruh suhu dan waktu terhadap rendemen karbon arang Hasil-hasil eksperimen pengaruh waktu dan suhu ditunjukkan dalam tabel 4.1. Dari tabel 4.1, terlihat bahwa rendemen sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu pirolisis. Semakin lama waktu proses, maka hasil dari karbon arang akan semakin menurun. Tetapi jika waktu pirolisis cepat maka bahan tidak terproses secara sempurna. Begitu juga pada variasi suhu, semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin kecil pula rendemennya. Tetapi karbon arang akan menjadi abu jika suhu telah mencapai 400°C. Sedangkan pada suhu rendah bahan juga tidak terproses secara sempurna. Atas dasar besarnya rendemen yang terjadi, maka proses pirolisis limbah sisa produksi sandal harus ada pada suhu dan waktu yang tepat. Sehingga dapat menghasilkan karbon arang sesuai dengan yang diinginkan.
Aprian Ramadhan P., Munawar Ali,2015 Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Minyak Menggunakan Proses Pirolisis, Universitas Pembangunan Nasional, Surabaya Mulyadi, E., 1989, “Pirolisis Blotong Kering”, Makalah Seminar IPTEK nsono, Trisunaryanti,W., dan Triyono, 2007, Pembuatan, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalis NiMo/Z pada Reaksi Hidrorengka Id.wikipedia.org/wiki/ poliurethana Harry H. Nazarudin 2008, https//smk3ae.wordpress.com/…/poliurethan polimer Universitas Indonesia www.surabaya eastjava.com Wijang Wisnu Raharjo, Dwi Aries Himawanto (2013) “karakteriktis proses pirolisis tiga jenis limbah pertanian” simposium nasional RAPI XII-2013 FT UMS
KESIMPULAN Dari hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Suhu dan waktu sangat mempengaruhi rendemen karbon arang hasil pirolisis limbah sisa produksi sandal. Dimana pada suhu dan waktu yang rendah dan cepat tidak akan menghasilkan karbon arang. Begitu juga sebaliknya dengan suhu dan waktu yang tinggi dan lama juga tidak menghasilkan karbon arang. 2. Untuk mendapatkan karbon arang harus berada pada suhu dan waktu yang tepat. Pada eksperimen ini karbon arang dihasilkan pada suhu antara 300°C - 350°C dengan waktu antara 60menit – 120 menit. Dan pada suhu 400°C dengan waktu antara 60 menit – 90 menit saja. 3. Rendemen karbon arang yang dihasilkan dari eksperimen ini adalah antara 36% - 48% dengan hasil rata-rata 41.425% . DAFTAR PUSTAKA Ismi Lufina 2015, Studi Pemanfaatan Minyak Karet (Hevea Brasiliensis) Sebagai Bahan Bakar Pada Kompor Rumah Tangga, Jurnal Keteknikan
75